53
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI IMPOR DAGING SAPI DI INDONESIA GRADISNY QALIFFA MARAYA DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

Faktor Impor Daging Sapi Indonesia

Embed Size (px)

DESCRIPTION

variabel impor daging indonesia

Citation preview

Page 1: Faktor Impor Daging Sapi Indonesia

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI IMPOR

DAGING SAPI DI INDONESIA

GRADISNY QALIFFA MARAYA

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013

Page 2: Faktor Impor Daging Sapi Indonesia
Page 3: Faktor Impor Daging Sapi Indonesia

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Faktor-faktor yang

Memengaruhi Impor Daging Sapi di Indonesia adalah benar karya saya dengan

arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada

perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya

yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam

teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2013

Gradisny Qaliffa Maraya

NIM H14090109

Page 4: Faktor Impor Daging Sapi Indonesia

ABSTRAK

GRADISNY QALIFFA MARAYA. Faktor-faktor yang Memengaruhi Impor

Daging Sapi di Indonesia. Dibimbing oleh RINA OKTAVIANI.

Pesatnya laju peningkatan penduduk serta perubahan selera konsumen

menyebabkan perubahan pola konsumsi kearah protein hewani, termasuk daging

sapi. Laju produksi daging sapi di Indonesia saat ini tidak dapat mengimbangi

permintaan daging sapi, sehingga dilakukan impor. Hal ini ditunjukkan dengan

laju peningkatan impor daging sapi yang semakin tinggi. Kondisi demikian perlu

langkah proteksi untuk mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap negara-

negara pengekspor daging sapi. Penelitian ini ditujukan untuk menganalisis

faktor-faktor yang memengaruhi impor daging sapi di Indonesia dengan

menggunakan data sekunder tahun 2000 hingga tahun 2011 berupa panel data

dengan model estimasi terbaik yaitu model efek tetap (fixed effect model).

Berdasarkan hasil estimasi, variabel yang berpengaruh terhadap impor daging sapi

di Indonesia yaitu GDP riil per kapita negara asal impor, GDP riil per kapita

Indonesia, nilai tukar riil, harga riil daging sapi internasional dan harga riil daging

sapi di Indonesia, sedangkan produksi daging sapi di Indonesia dan produksi

daging sapi di negara asal impor tidak mempengaruhi impor daging sapi di

Indonesia.

Kata kunci: Daging sapi, GDP, harga, impor, panel data.

ABSTRACT

GRADISNY QALIFFA MARAYA. Factors Affecting Imports of Beef in

Indonesia. Supervised by RINA OKTAVIANI.

The rapid increase in population and changes in consumer preference

cause the changes in consumption patterns towards animal protein, including beef.

Beef production rate in Indonesia can not fulfill the demand rate, therefore import

is necessary. This is indicated by the increase of beef imports. In this condition,

barriers of trade is needed to reduce Indonesia’s dependency from beef exporter

countries. The objectives of this research is to analyze the factors that affect beef

imports in Indonesia by using secondary data from 2000 to 2011 in the form of

panel data with a model that best estimated with fixed effect model. Based on the

estimation, the variables that affect the beef imports in Indonesia are real GDP per

capita of exporter countries, Indonesia’s real GDP per capita, real exchange rate,

international real beef price and Indonesia real beef price, while beef production

in Indonesia and exporter countries did not affect the import of beef in Indonesia.

Keywords: Beef, GDP, prices, imports, panel data.

Page 5: Faktor Impor Daging Sapi Indonesia

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ilmu Ekonomi

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI IMPOR

DAGING SAPI DI INDONESIA

GRADISNY QALIFFA MARAYA

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013

Page 6: Faktor Impor Daging Sapi Indonesia
Page 7: Faktor Impor Daging Sapi Indonesia

Judul Skripsi : Faktor-faktor yang Memengaruhi Impor Daging Sapi di Indonesia

Nama : Gradisny Qaliffa Maraya

NIM : H14090109

Disetujui oleh

Diketahui oleh

Dr Ir Dedi Budiman Hakim, MEc

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

Prof Dr Ir Rina Oktaviani, MS

Pembimbing

Page 8: Faktor Impor Daging Sapi Indonesia

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas

segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang

dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 ini ialah

impor daging sapi, dengan judul Faktor-faktor yang Memengaruhi Impor Daging

Sapi di Indonesia.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Rina Oktaviani, MS selaku

pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, masukan dan motivasi

yang baik. Dr Ir Dedi Budiman Hakim, MEc, selaku dosen penguji utama yang

telah memberikan saran dan kritik demi perbaikan penulisan skripsi ini dan Dewi

Ulfah Wardani, MSi, selaku dosen penguji dari komisi pendidikan yang telah

memberikan masukan demi perbaikan penulisan skripsi ini. Selain itu ungkapan

terima kasih juga disampaikan kepada kedua orang tua penulis yang selalu

mendoakan dan memberikan motivasi kepada penulis, teman-teman terbaik

penulis, Bella Herwanda, Marsha Dewi Putri, Tiara Natalia, Achmad Rivano,

Febriana Rangkuti dan Charra Rosemarry atas persahabatan, doa, semangat dan

motivasi selama kuliah di Institut Pertanian Bogor. Tidak lupa penulis ucapkan

terimakasih kepada teman satu bimbingan, Nyimas Tyah Nadhilah, Marsela Dwi

Tamisari dan Indah Rizki Anugrah yang selalu mendukung dan berjuang bersama

penulis, teman-teman Ilmu Ekonomi 46, serta pihak-pihak lain yang tidak bisa

disebutkan satu persatu.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2013

Gradisny Qaliffa Maraya

Page 9: Faktor Impor Daging Sapi Indonesia

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 4

Tujuan Penelitian 5

Manfaat Penelitian 5

Ruang Lingkup Penelitian 5

Hipotesis 6

TINJAUAN PUSTAKA 6

Landasan Teori 6

Penelitian Terdahulu 11

Kerangka Pemikiran 13

METODE 15

Jenis dan Sumber Data 15

Metode Analisis dan Pengolahan Data 15

Model Penelitian 18

Pengujian Model 18

HASIL DAN PEMBAHASAN 20

Gambaran Umum 20

Kondisi dan Kecenderungan Impor Daging Sapi di Indonesia 25

Faktor-faktor yang Memengaruhi Impor Daging Sapi 28

SIMPULAN DAN SARAN 31

Simpulan 31

Saran 31

DAFTAR PUSTAKA 32

LAMPIRAN 34

RIWAYAT HIDUP 43

Page 10: Faktor Impor Daging Sapi Indonesia

DAFTAR TABEL

1 Konsumsi produk peternakan per kapita tahun 2007-2011 1 2 Produksi produk peternakan tahun 2007-2011 (000 ton) 2 3 Ekspor dan impor daging sapi tahun 2009-2011 3 4 GDP riil per kapita Indonesia dan negara asal impor tahun 2000-2011 20 5 Nilai tukar Rupiah terhadap mata uang negara asal impor tahun 2000- 21 6 Harga daging sapi di Indonesia dan internasional tahun 2000-2011 22 7 Produksi daging nasional non unggas tahun 2000-2011 23 8 Produksi daging sapi di negara asal impor tahun 2000-2011 23 9 Volume impor daging sapi (HS0202) ke Indonesia tahun 2000-2011 24

10 Hasil pendugaan parameter faktor-faktor yang memengaruhi impor

daging sapi Indonesia periode tahun 2000-2011 28 11 Hasil uji normalitas 29

DAFTAR GAMBAR

1 Kurva permintaan 8 2 Kurva penawaran 9 3 Kurva perdagangan internasional 11 4 Kerangka pemikiran 14 5 Nilai impor daging sapi (HS0202) Indonesia tahun 2000-2011 26 6 Volume impor daging sapi (HS0202) Indonesia tahun 2000 -2011 27 7 Volume impor daging sapi (HS0202) Indonesia berdasarkan negara asal

impor tahun 2000-2011 27

DAFTAR LAMPIRAN

1 PLS 34

2 LSDV 35

3 Uji chow 36

4 Uji normalitas 37

5 Uji homoskedastisitas 38

6 Uji multikolinearitas 39

7 Variabel-variabel dalam model faktor-faktor yang memengaruhi impor

daging sapi di Indonesia 40

Page 11: Faktor Impor Daging Sapi Indonesia

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dalam beberapa tahun terakhir ini permintaan akan pangan hewani di

Indonesia cenderung meningkat, seiring dengan perkembangan ekonomi,

perbaikan tingkat pendidikan, dan perubahan gaya hidup yang terjadi dalam

masyarakat yang disebabkan arus urbanisasi dan globalisasi. Semakin

meningkatnya populasi penduduk dan perbaikan taraf hidup masyarakat Indonesia

tentu akan mendorong perubahan kebutuhan pangan, dan konsumsi menu

makanan rumah tangga secara bertahap akan mengalami perubahan kearah

konsumsi protein hewani (termasuk produk peternakan). Komoditas seperti

daging, telur dan susu merupakan komoditas pangan yang berprotein tinggi dan

memiliki harga yang relatif lebih mahal dibandingkan dengan komoditas pangan

lainnya. Hal tersebut menyebabkan tingginya volume impor bakalan sapi hidup

maupun daging sapi di Indonesia, karena harga daging sapi impor cenderung lebih

murah. Selama ini kebutuhan daging sapi di Indonesia diperoleh dari tiga sumber,

yaitu sapi lokal, sapi impor, dan daging impor.

Tabel 1 Konsumsi produk peternakan per kapita tahun 2007-2011

Kelompok bahan makanan 2007 2008 2009 2010 2011

Daging sapi (kg) 0.42 0.36 0.31 0.36 0.47

Telur (kg) 6.20 2.87 5.91 6.80 6.62

Susu (liter) 0.21 0.21 0.10 0.10 0.15

Sumber: Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan (2011).

Berdasarkan Tabel 1, rata-rata konsumsi daging sapi per kapita di Indonesia

dari tahun 2007-2011 sebesar 0.38 kg/kapita/tahun. Konsumsi daging sapi per

kapita bangsa Indonesia saat ini mencapai rata-rata 1.87 kg. Angka ini termasuk

rendah bila dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia Tenggara seperti di

Malaysia rata-rata 46.87 kg/kapita/tahun, sementara di Filipina sebesar 24.96

kg/kapita/tahun. Konsumsi yang rendah itu pun, Indonesia memerlukan

setidaknya 448 000 ton daging sapi per tahun. Dari jumlah tersebut, baru sekitar

85% yang dapat dipenuhi oleh produksi daging sapi dalam negeri dan sisanya

masih berasal dari impor negara lain. Pemenuhan konsumsi masyarakat untuk

pangan hasil ternak dapat ditunjukkan dari hasil produksi ternak yaitu daging,

telur dan susu yang meningkat sejak tahun 2007-2011 seperti disajikan dalam

Tabel 2 berikut.

Page 12: Faktor Impor Daging Sapi Indonesia

2

Tabel 2 Produksi produk peternakan tahun 2007-2011 (000 ton)

Jenis Produk Tahun (Ton)

2007 2008 2009 2010 2011

Daging sapi 339.5 392.5 409.3 436.5 485.3

Telur 1 382.1 1 323.6 1 306.9 1 366.2 1 456.3

Susu 567.7 647.0 827.2 909.5 974.7

Sumber: Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012).

Pada tahun 2011 total produksi daging sebanyak 2 554.20 ribu ton yang

terdiri dari daging sapi dan kerbau, kambing dan domba, babi, ayam buras, ayam

ras pedaging, ayam ras petelur dan ternak lainnya (Statistik peternakan 2012). Bila

dibandingkan tahun sebelumnya (2010) produksi daging sapi mengalami

peningkatan dari 436.5 ribu ton menjadi 485.3 ribu ton. Tingginya protein dalam

daging sapi membuat konsumen meningkatkan konsumsi mereka terhadap daging

sapi, sehingga produksi juga meningkat.

Kebutuhan daging dunia terus meningkat setiap tahunnya walaupun angka

konsumsi daging di beberapa negara maju mengalami penurunan. Padahal angka

konsumsi daging negara maju sekarang ini jauh di atas konsumsi daging negara

berkembang. Namun,seiring dengan perkembangan perekonomian negara

berkembang, kebutuhan daging pun semakin meningkat. Dengan keadaan ini

sangat besar peluang negara produsen untuk memasok daging ke negara-negara

berkembang. Kemampuan Indonesia memproduksi daging hanya sebesar 1.1 juta

ton setiap tahunnya. Dengan kemampuan ini sebenarnya Indonesia sudah

memiliki modal untuk mengekspor daging ke luar negeri. Akan tetapi, sebagian

besar produksi daging ini hanya dikonsumsi dalam negeri. Umumnya daging yang

dihasilkan kurang bermutu kendatipun ada juga perusahaan besar yang sudah

mampu mengekspor daging (Nazaruddin 1993).

Perbedaan harga merupakan salah satu penyebab terjadinya perdagangan

antar negara (lokasi), dimana suatu produk cenderung bergerak dari daerah

surplus ke daerah defisit, sampai perbedaan harga mendekati biaya transfer

(Purcell, 1979; Tomek and Robinson, 1990 dalam Ilham 2001). Indonesia

merupakan negara net importer daging sapi. Permintaan impor daging sapi

merupakan kekurangan produksi tersebut atas konsumsi dalam negeri. Disamping

itu, paritas harga yang tinggi antara harga domestik dengan harga impor, juga

merupakan faktor pendorong terjadinya kegiatan impor. Perbedaan harga tersebut

dapat disebabkan oleh perbedaan penawaran dan permintaan pada sentra produsen

dan sentra konsumen, dapat juga disebabkan oleh perubahan nilai tukar mata uang

negara eksportir dan importir. Kualitas komoditas yang diperdagangkan juga

menyebabkanperbedaan harga tersebut (Ilham 2001).

Berdasarkan Tabel 3 neraca perdagangan daging sapi di Indonesia

mengalami defisit yang tinggi. Perbedaan yang sangat besar ditunjukkan dari

volume dan nilai ekspor daging sapi. Pada tahun 2010 impor daging sapi

dilakukan secara besar-besaran, hal ini dapat dilihat dari nilai dan volume ekspor

daging sapi yang berbanding sangat timpang dengan volume dan nilai impor.

Volume impor dari tahun 2009 ke tahun 2010 meningkat sebesar 23 115 605 kg,

sementara dari tahun 2010 ke tahun 2011 volume impor menurun drastis sebesar

Page 13: Faktor Impor Daging Sapi Indonesia

3

49 671 209 kg. Hal ini disebabkan karena kebijakan penetapan aturan non-tarif

komoditas peternakan impor, yaitu pengurangan pembatasan kuota impor daging

sapi sesuai dengan RENSTRA KEMENTAN 2010-2014.

Tabel 3 Ekspor dan impor daging sapi tahun 2009-2011

Tahun

Ekspor Impor

Volume (kg) Nilai (USD) Volume (kg) Nilai (USD)

2009 5 861 20 712 67 390 133 188 187 318

2010 4 14 90 505 738 289 506 475

2011 296 3 196 65 022 487 234 265 843

Total 6 161 23 922 222 918 358 711 959 636

Sumber: Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012).

Program Swasembada Daging Sapi Tahun 2014 (PSDS-2014) merupakan

salah satu program prioritas pemerintah untuk mewujudkan ketahanan pangan asal

ternak berbasis sumberdaya lokal. Pencapaian swasembada daging sapi

merupakan tantangan yang tidak ringan, karena pada tahun 2009 impor daging

mencapai 70 ribu ton dan sapi bakalan setara dengan 250.8 ribu ton daging

(Ditjenak 2010). Angka ini kira-kira meliputi 30% dari kebutuhan daging nasional.

Bahkan ada kecenderungan volume impor terus meningkat menjadi sekitar 720

ribu ekor sapi pada tahun-tahun mendatang. Hal ini dapat menyebabkan

kemandirian dan kedaulatan pangan hewani, khususnya daging sapi, semakin jauh

dari harapan dan menyebabkan Indonesia masuk dalam perangkap pangan negara

eksportir (Strategi dan Kebijakan Dalam Percepatan Pencapaian PSDS 2014

2010).

Impor daging dan sapi bakalan yang pada awalnya bertujuan untuk

mendukung dan mencukupi kebutuhan daging sapi malah terus meningkat dan

menganggu usaha agribisnis sapi potong lokal. Harga daging, jeroan dan sapi

bakalan impor relatif lebih murah karena manajemen budidaya dan pengelolaan

sumber daya produksi sapi di negara pengekspor sangat efisien dibandingkan

dengan Indonesia. Kegiatan agroindustri sapi potong skala besar semakin bergeser

dari kegiatan feedloting menjadi kegiatan yang lebih ke hilir, yaitu impor sapi siap

potong dan menjurus pada perdagangan daging. Hal ini dapat merugikan

perekonomian negara dan masyarakat, mengingat kegiatan impor bakalan dan

daging yang begitu pesat sehingga mengurangi insentif masyarakat untuk

membudidayakan sapi potong dalam negeri. Kebutuhan daging yang meningkat

menyebabkan pemotongan terhadap sapi betina lokal produktif juga meningkat

mencapai 200 ribu ekor per tahun. Hal ini menyebabkan stok bibit nasional

semakin berkurang dan menghambat pertambahan populasi sapi lokal.

Strategi Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan dalam

melaksanakan pembangunan peternakan dan kesehatan hewan tahun 2010-2014

diarahkan untuk mencapai tujuan dan sasaran dalam pembangunan peternakan

sesuai dengan target empat sukses Kementrian Pertanian, yaitu Pencapaian

Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan. Dalam mencapai target tersebut,

Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan mengacu pada kesepakatan

General Agreement on Tarif and Trade (GATT) yang diwadahi oleh WTO,

dengan salah satu kesepakatannya memuat agreement on agriculture, termasuk

Page 14: Faktor Impor Daging Sapi Indonesia

4

didalamnya terkait perjanjian Sanitary and Phytosanitary (SPS) dan Technical

Barrier to Trade (TBT) seperti yang tertuang dalam UU No 7 Tahun 2004. Prinsip

perjanjian tersebut pada intinya adalah bahwa produk dan jasa yang dihasilkan

dari kegiatan sub sector peternakan dan kesehatan hewan harus memenuhi

persyaratan keamanan (safety), standard mutu (quality), kesejahteraan hewan

(animal walfare), ramah lingkungan dan berkelanjutan (Renstra Ditjen PKH

2010-2014).

Berdasarkan gambaran kondisi produksi, konsumsi, dan impor daging sapi

di Indonesia, maka diperlukan suatu kajian atau penelitian yang membahas

mengenai faktor-faktor yang memengaruhi impor daging sapi di Indonesia

sehingga dapat diketahui faktor-faktor yang berperan penting dalam impor daging

sapi sekaligus menganalisis tindakan yang seharusnya dilakukan untuk

meningkatkan produksi domestik dan mengurangi impor daging sapi ke Indonesia.

Perumusan Masalah

Daging sapi yang bersifat demand driven tersebut, masih bermasalah dalam

pemenuhannya. Kesenjangan antara kebutuhan konsumsi dengan produksi daging

sapi lokal terjadi tiap tahun, yang diduga karena adanya peningkatan jumlah

masyarakat yang berpendapatan menengah ke atas. Peningkatan jumlah tersebut

tercermin dari peningkatan konsumsi daging sapi dari sebesar 1.95 kg per kapita

pada tahun 2007 menjadi 2 kg per kapita pada tahun 2008 dan meningkat menjadi

2.24 kg per kapita pada tahun 2009. Peningkatan konsumsi ini berdampak pada

meningkatnya kebutuhan daging sapi dan jeroan dari 455 755 ton pada tahun 2008

menjadi 516 603 ton pada tahun 2009 (BPS dan Statistik Peternakan 2009).

Kebutuhan daging tersebut setara dengan jumlah sapi sebanyak 2.432 juta ekor

sapi pada tahun 2008 dan 2.746 juta ekor sapi pada tahun 2009. Untuk memenuhi

kebutuhan tersebut, maka impor daging sapi dan jeroan juga meningkat menjadi

sebesar 110 246 ton serta untuk sapi bakalan sebanyak 768 133 ekor pada tahun

2009. Hal ini karena sapi lokal hanya dapat mensuplai kebutuhan daging sebesar

49% dari kebutuhan daging nasional pada tahun 2009 (BPS dan Statistik

Peternakan 2009).

Kebijakan izin impor sapi bakalan dan daging sapi yang dikeluarkan

pemerintah tahun 1980an semula untuk menyediakan daging murah, sehingga

konsumsi daging masyarakat meningkat. Namun, pada saat ini proporsi daging

sapi impor telah mencapai 30% dari kebutuhan daging sapi nasional, sehingga

mengkhawatirkan bagi kedaulatan dan ketahanan pangan.

Swasembada daging yang dilakukan pemerintah merupakan upaya yang

sangat relevan untuk ketahanan pangan, dengan mengurangi ketergantungan

impor sampai pada batas 10% dari kebutuhan. Impor daging yang selama ini

dilakukan tidak lain untuk mengisi excess demand agar konsumsi daging sapi

dapat dipenuhi. Oleh karena itu perlu ada target produksi dari sisi penawaran dan

target konsumsi dari sisi permintaan yang seimbang, agar swasembada daging

sapi bisa terwujud.

Setiap negara tentu menginginkan profil neraca perdagangannya surplus,

demikian pula untuk sektor pertanian dan peternakan dengan tujuan selain dapat

memenuhi kebutuhan domestik (ketahanan pangan) yang semakin meningkat

Page 15: Faktor Impor Daging Sapi Indonesia

5

seiring dengan pertambahan populasi juga dapat memberikan kesempatan yang

luas bagi produsen domestik untuk meningkatkan produksinya. Namun upaya

untuk mewujudkannya tidak mudah, karena input produksi sebagian besar masih

tergantung pada pasokan impor. Untuk itu penelitan ini dimaksudkan untuk

memberikan solusi yang tepat dalam mengatasi ketergantungan Indonesia

terhadap negara-negara pengekspor daging sapi.

Berdasarkan uraian tersebut maka perumusan masalah yang dapat dikaji dan

dianalisis lebih lanjut dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana kondisi dan kecenderungan impor daging sapi di Indonesia?

2. Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi impor daging sapi di Indonesia?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang dijelaskan, maka tujuan yang ingin

dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan kondisi dan kecenderungan impor daging sapi di Indonesia .

2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi impor daging sapi di

Indonesia.

Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat tidak hanya

bagi penulis tetapi juga bagi pemerintah Indonesia dan instansi yang terkait dalam

melakukan impor, khususnya komoditas yang dijelaskan dalam penelitian ini.

Manfaat yang diharapkan antara lain:

1. Sebagai tambahan informasi, masukan dan bahan pertimbangan bagi

pemerintah dalam menyusun kebijakan yang terkait dengan kegiatan impor

daging sapi agara mengurangi ketergantungan impor daging sapi.

2. Bagi peneliti-peneliti lainnya diharapkan dapat menjadi bahan rujukan dan

pertimbangan atau perbandingan dalam penelitian selanjutnya.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini mengkaji masalah terhadap faktor-faktor yang memengaruhi

volume impor daging sapi di Indonesia. Analisis data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah data gabungan time series dan cross section atau panel data.

Tahun pengamatan sebanyak 12 tahun, mulai dari tahun 2000 hingga 2011.

Komoditas daging sapi yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging sapi

dengan kode HS empat digit, yaitu HS 0202 atau daging sapi beku. Adapun

variabel yang digunakan dalam penelitian ini meliputi harga riil daging sapi

internasional, harga riil daging sapi di Indonesia, Produk Domestik Bruto (GDP)

riil per kapita Indonesia dan GDP riil per kapita negara asal impor, nilai tukar riil

Rupiah terhadap mata uang negara asal impor serta produksi daging sapi domestik

dan produksi daging sapi negara asal impor. Dikarenakan ketersediaan data, maka

negara yang diamati dalam penelitian ini adalah sebanyak lima negara yaitu

Australia, New Zealand, USA, Singapura dan Jepang.

Page 16: Faktor Impor Daging Sapi Indonesia

6

Hipotesis

Dalam penelitian ini, hipotesis sementara yang digunakan dalam

menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi impor daging sapi adalah:

1. GDP riil per kapita Indonesia mempunyai hubungan yang positif terhadap

volume impor daging sapi di Indonesia. Apabila GDP per kapita meningkat

maka akan meningkatkan tingkat pendapatan sehingga daya beli masyarakat

meningkat, oleh karena itu permintaan daging sapi akan meningkat pula

dengan asumsi daging sapi adalah barang normal.

2. GDP riil per kapita negara asal impor mempunyai hubungan yang negatif

terhadap volume impor daging sapi di Indonesia. Semakin tinggi GDP per

kapita negara asal impor maka akan menurunkan volume ekspornya ke

Indonesia karena permintaan daging sapi di negara tersebut akan meningkat,

dengan asumsi daging sapi adalah barang normal.

3. Faktor nilai tukar (Official Exchange Rate) Rupiah terhadap mata uang negara

asal impor mempunyai hubungan yang positif terhadap volume impor daging

sapi di Indonesia. Apresiasi Rupiah terhadap nilai mata uang negara asal

impor menyebabkan harga daging sapi di negara asal impor menjadi rendah,

sehingga dengan menguatnya nilai Rupiah maka volume impor daging sapi

akan meningkat.

4. Faktor harga daging sapi Indonesia mempunyai hubungan yang positif

terhadap volume impor daging sapi. Kenaikan harga daging sapi domestik

akan menurunkan permintaan daging sapi domestik sehingga menyebabkan

peningkatan impor daging sapi karena harga daging sapi impor cenderung

lebih murah.

5. Faktor harga daging sapi internasional mempunyai hubungan yang negatif

terhadap volume impor daging sapi. Kenaikan harga internasional akan

menyebabkan penurunan volume impor daging sapi.

6. Produksi daging sapi Indonesia mempunyai hubungan yang negatif terhadap

volume impor daging sapi Indonesia. Semakin tinggi produksi daging sapi

domestik maka kebutuhan daging sapi domestik akan terpenuhi sehingga

volume impor daging sapi akan berkurang.

7. Produksi daging sapi di negara asal impor mempunyai hubungan yang positif

terhadap volume impor daging sapi di Indonesia. Semakin tinggi produksi

daging sapi di negara asal impor maka insentif negara tersebut untuk

mengekspor daging sapi akan meningkat sehingga volume impor daging sapi

di Indonesia akan bertambah.

TINJAUAN PUSTAKA

Landasan Teori

Permintaan adalah jumlah barang yang sanggup dibeli oleh para pembeli

pada tempat dan waktu tertentu dengan harga yang berlaku pada saat itu. Adapun

menurut Lipsey (1995) faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan adalah:

Page 17: Faktor Impor Daging Sapi Indonesia

7

1. Harga barang yang bersangkutan

Keadaan harga suatu barang mempengaruhi jumlah permintaan terhadap

barang tersebut. Bila harga naik maka permintaan akan barang tersebut akan

turun. Sebaliknya, bila harga turun maka permintaan akan barang tersebut

akan naik. Hubungan harga dengan permintaan adalah hubungan yang negatif

dengan catatan faktor lain yang mempengaruhi jumlah permintaan dianggap

tetap.

2. Harga barang lain

Terjadinya perubahan harga pada suatu barang akan berpengaruh pada

permintaan barang lain. Keadaan ini bisa terjadi bila kedua barang tersebut

mempunyai hubungan, apakah saling menggantikan (substitusi) atau saling

melengkapi (komplemen). Bila tidak berhubungan, maka tidak akan saling

berpengaruh.

3. Selera

Selera merupakan variabel yang mempengaruhi besar kecilnya permintaan.

Selera dan pilihan konsumen terhadap suatu barang bukan saja dipengaruhi

oleh struktur umur konsumen, tetapi juga karena faktor adat dan kebiasaan

setempat, tingkat pendidikan, atau lainnya.

4. Jumlah penduduk

Semakin banyak jumlah penduduk makin besar pula barang yang dikonsumsi

dan semakin besar pula jumlah permintaan akan barang tersebut.

5. Tingkat pendapatan

Perubahan tingkat pendapatan akan mempengaruhi banyaknya barang yang

dikonsumsi. Secara teoritis, peningkatan pendapatan akan meningkatkan

konsumsi.

6. Rata-rata pendapatan rumah tangga

Jika rumah tangga menerima rata-rata pendapatan yang lebih besar, maka

mereka akan membeli lebih banyak suatu komoditi, walaupun harga komoditi

itu tetap sama. Kenaikan pendapatan rata-rata rumah tangga akan menggeser

kurva permintaan kekanan yang menunjukkan peningkatan permintaan

komoditi tersebut pada setiap tingkat harga yang mungkin.

Hubungan antara harga dengan jumlah barang yang akan dibeli adalah

negatif. Hal ini menunjukkan bahwa ketika produsen meningkatkan harga barang,

maka yang terjadi pada jumlah barang yang akan dibeli akan berkurang.

Kemudian ketika harga barang menurun, konsumen akan bersedia membeli lebih

banyak sehingga jumlah barang yang diminta akan meningkat. Kurva permintaan

menyajikan hubungan antara jumlah barang yang diminta dengan harga, dengan

asumsi faktor lain adalah sama (Gambar 1).

Page 18: Faktor Impor Daging Sapi Indonesia

8

Sumber: Lipsey (1995).

Gambar 1 Kurva permintaan

Menurut Nicholson (2002), penawaran adalah jumlah suatu barang atau jasa

yang rela dan mampu dijual oleh para produsen dalam jangka waktu tertentu dan

kondisi tertentu. Jumlah produksi yang ditawarkan di pasaran berasal dari

produksi pada waktu tertentu dan persediaan (inventory) dari periode-periode

sebelumnya. Perubahan pada penawaran dapat terjadi karena dipengaruhi oleh

beberapa faktor, antara lain :

1. Harga komoditi itu sendiri

Harga komoditi itu sendiri mempunyai hubungan yang positif dengan jumlah

yang ditawarkan, ceteris paribus. Semakin tinggi harga suatu komoditi, maka

semakin banyak jumlah komoditi yang akan ditawarkan oleh produsen.

Sebaliknya, semakin rendah rendah harga suatu komoditi maka semakin

sedikit jumlah komoditi yang ditawarkan oleh produsen.

2. Harga komoditi lain

Berbagai komoditi dapat disubstitusi atau saling komplemen dalam produksi

maupun dalam konsumsi. Jika harga komoditi substitusi meningkat, maka

penawaran komoditi yang bersangkutan akan menurun. Sebaliknya, penurunan

harga komoditi substitusi akan meningkatkan penawaran komoditi yang

bersangkutan. Sementara untuk barang komplementer, kenaikan harga

komoditi tersebut akan menyebabkan peningkatan penawaran komoditi yang

bersangkutan. Demikian juga sebaliknya, penurunan harga barang

komplementer akan menyebabkan turunnya penawaran komoditi yang

bersangkutan.

3. Teknologi

Bila terjadi perubahan atau peningkatan pada teknologi dalam proses produksi

maka akan terjadi perubahan pada produksi yang cenderung meningkat. Bila

produksi meningkat karena perubahan teknologi berarti penawaran pun akan

meningkat.

4. Harga input (faktor-faktor produksi)

Apabila harga faktor produksi turun, maka produsen akan menambah

penggunaan faktor produksi sehingga produksi akan meningkat. Jika harga

faktor produksi meningkat, maka produsen akan cenderung mengurangi

penggunaan faktor produksi sehingga produksi akan menurun. Turunnya hasil

produksi akan menurunkan penawaran.

HargaBarang

D

JumlahBarang

Q1 Q2

P2

P1

Page 19: Faktor Impor Daging Sapi Indonesia

9

S

Harga Barang

Jumlah Barang Q1 Q2

P1

P2

5. Jumlah produsen

Jika jumlah produsen bertambah, maka produksi yang ditawarkan akan

meningkat.

6. Tujuan perusahaan

Dalam teori ekonomi, perusahaan diasumsikan bertujuan untuk mencapai laba

yang sebesar-besarnya. Akan tetapi, terdapat juga perusahaan yang tidak

berorientasi kepada maksimisasi laba sehingga perusahaan tersebut dapat

meningkatkan ataupun menurunkan produksinya tanpa terlalu

memperhitungkan laba atau rugi yang akan diperoleh perusahaan.

7. Pajak dan subsidi

Adanya pajak seperti pajak penjualan atau pajak penghasilan akan

mengakibatkan kenaikan pada ongkos produksi sehingga mengurangi insentif

untuk berproduksi. Dengan demikian, penawaran komoditi tersebut akan

berkurang. Sebaliknya, pemberian subsidi akan mengurangi ongkos produksi

dan meningkatkan keuntungan sehingga penawaran komoditi tersebut akan

meningkat.

Sumber: Nicholson (2002).

Gambar 2 Kurva penawaran

Harga dibentuk oleh pasar yang mempunyai dua sisi, yaitu penawaran dan

permintaan. Harga merupakan sinyal kelangkaan (scarcity) suatu sumberdaya

yang mengarahkan pelaku ekonomi untuk mengalokasikan sumber dayanya.

Perpotongan kurva permintaan dan penawaran suatu komoditi menentukan harga

pasar komoditi tersebut, dimana jumlah komoditi yang diminta sama dengan

jumlah komoditi yang ditawarkan. Dengan kata lain, keseimbangan harga pasar

merupakan hasil interaksi kekuatan penawaran dan permintaan komoditi di pasar

(Nicholson 2002).

Harga pasar mempunyai dua fungsi utama, yaitu sebagai: (1) pemberi

informasi tentang jumlah komoditi yang sebaiknya dipasok oleh produsen untuk

memperoleh laba maksimum; (2) penentu tingkat permintaan bagi konsumen yang

menginginkan kepuasan maksimum (Nicholson 2002).

Permintaan mempengaruhi harga secara positif, dimana jika permintaan

turun maka kuantitas komoditi yang ada di pasar cenderung berlebihan sehingga

produsen akan menawarkan komoditinya dengan harga yang lebih rendah.

Sedangkan penawaran mempengaruhi harga secara negatif, dimana jika

penawaran meningkat maka harga akan cenderung turun dikarenakan kuantitas

Page 20: Faktor Impor Daging Sapi Indonesia

10

komoditi yang ada lebih besar daripada yang diinginkan konsumen (Nicholson

2002).

Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh

penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan

bersama. Perdagangan internasional yang tercermin dari kegiatan ekspor dan

impor suatu negara menjadi salah satu komponen dalam pembentukan PDB

(Produk Domestik Bruto) dari sisi pengeluaran suatu negara (Oktaviani dan

Novianti 2009). Krugman dalam Oktaviani dan Novianti (2009) mengungkapkan

bahwa alasan utama terjadinya perdagangan internasional:

1. Negara-negara berdagang karena mereka berbeda satu sama lain.

2. Negara-negara melakukan perdagangan dengan tujuan untuk mencapai skala

ekonomi (economic of scale)

Berdasarkan teori keunggulan absolut Adam Smith, perdagangan

internasional hanya dapat terjadi pada negara yang memiliki keunggulan absolut.

Diasumsikan ada dua negara yang melakukan perdagangan. Jika suatu negara

lebih efisien dari pada negara lain dalam memproduksi sebuah komoditi, namun

kurang efisien dalam memproduksi komoditi lainnya, maka kedua negara tersebut

akan mendapatkan keuntungan masing-masing dengan melakukan spesialisasi

dalam memproduksi komoditi yang memiliki keuntungan absolut dan menukarnya

dengan komoditi yang memiliki kerugian absolut.

Kelebihan dari teori Absolute advantage yaitu terjadinya perdagangan bebas

antara dua negara yang saling memiliki keunggulan absolut yang berbeda, dimana

terjadi interaksi ekspor dan impor hal ini akan meningkatkan kemakmuran negara.

Kelemahannya yaitu apabila hanya satu negara yang memiliki keunggulan absolut

maka perdagangan internasional tidak akan terjadi karena tidak ada keuntungan.

Kelemahan teori Adam Smith ini kemudian disempurnakan oleh David Ricardo

dengan teori keunggulan komparatif baik secara cost comparative (labor

efficiency) maupun production comparative (labor productivity). Apabila suatu

negara tersebut melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang dimana

negara tersebut dapat berproduksi relatif lebih produktif serta mengimpor barang

dimana negara tersebut berproduksi relatif kurang atau tidak produktif. Salvatore

(1997) merumuskan model sederhana terjadinya perdagangan internasional

sebagai berikut:

Sebelum terjadinya perdagangan internasional harga relatif suatu komoditi di

negara A adalah sebesar PA, sedangkan harga relatif suatu komoditi di negara B

adalah PB. Penawaran pasar internasional akan terjadi jika harga internasional

lebih tinggi dari PA sedangkan permintaan di pasar internasional akan terjadi jika

harga internasional lebih rendah dari PB. Pada saat harga internasional (P*) sama

dengan PA maka negara B akan terjadi excess demand (ED) sebesar B. Jika harga

internasional sama dengan PB maka di negara A akan terjadi excess supply (ES)

sebesar A. Dari A dan B akan terbentuk kurva ES dan ED yang akan menentukan

harga yang terjadi di pasar internasional sebesar P*. Dengan adanya perdagangan

tersebut, maka negara A akan mengekspor komoditi sebesar X sedangkan negara

B akan mengimpor komoditi sebesar M, dimana di pasar internasional besar X

sama dengan M yaitu Q*.

Page 21: Faktor Impor Daging Sapi Indonesia

11

Sumber: Salvatore (1997)

Gambar 3 Kurva perdagangan internasional

Perbedaan harga merupakan salah satu penyebab terjadinya perdagangan

antar negara (lokasi), dimana suatu produk cenderung dari daerah surplus ke

daerah defisit, sampai harga mendekati biaya transfer. Indonesia merupakan

negara net importer daging sapi. Permintaan impor daging sapi merupakan

kekurangan produksi tersebut dalam konsumsi dalam negeri. Disamping itu,

paritas harga yang tinggi antara harga domestik dengan harga impor juga

merupakan faktor pendorong terjadinya kegiatan impor. Perbedaan harga tersebut

dapat disebabkan oleh perbedaan penawaran dan permintaan pada produsen dan

konsumen, dapat juga disebabkan oleh perubahan nilai tukar mata uang negara

eksportir dan importir. Kualitas komoditas yang diperdagangkan juga

menyebabkan perbedaan harga tersebut (Ilham 2001).

Kuota merupakan bentuk hambatan perdagangan non tarif. Kuota adalah

pembatasan secara langsung terhadap jumlah impor atau ekspor. Kuota bisa

berupa pembatsan kuantitas pasokan, misalkan sekian ton per tahun atau sekian

unit per tahun, atau bisa juga berupa pembatasan nilai, misalkan ekspor produk ke

suatu negara tidak boleh lebih dari sekian juta dolar per tahun. Pembatasan ini

biasanya diberlakukan dengan memberi lisensi kepada beberapa individu atau

perusahaan domestik untuk mengimpor suatu produk yang jumlahnya langsung

dibatasi. Kuota impor dapat digunakan untuk melindungi sektor industri tertentu,

melindungi sektor pertanian, dan untuk melindungi neraca pembayaran suatu

negara (Oktaviani dan Novianti 2009).

Penelitian Terdahulu

Manik (2012) melakukan penelitian mengenai faktor-faktor mempengaruhi

aliran perdagangan impor bawang merah dan kentang Indonesia. Data yang

digunakan berupa data sekunder tahun 2006 sampai tahun 2010 yang dianalisis

dengan menggunakan model gravitasi. Model estimasi yang digunakan untuk

melakukan analisis komoditi bawang merah adalah dengan menggunakan fixed

DA SA

A

X

ES

ED

P*

Q*

PA

QA O O O

DB SB

PB

QB

B

M

Negara A Perdagangan Negara B

Page 22: Faktor Impor Daging Sapi Indonesia

12

effect model sementara komoditi kentang oleh pooled least square. Berdasarkan

hasil estimasi dengan menggunakan model gravitasi diketahui variabel yang

berpengaruh terhadap volume impor bawang merah dan kentang Indonesia yaitu

populasi negara pengekspor, populasi Indonesia, harga impor, jarak ekonomi,

GDP riil Indonesia dan GDP riil negara pengekspor. Sedangkan variabel yang

tidak mempengaruhi volume impor bawang merah dan kentang Indonesia adalah

nilai tukar.

Hutabalian (2009) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi

penawaran daging sapi domestik tahun 1990-2007 menggunakan data sekunder

time series dan cross section dengan model ekonometrika regresi data panel. Hasil

dugaan model penawaran daging sapi domestik dengan menggunakan metode

fixed effect, menunjukkan bahwa variabel-variabel yang berpengaruh nyata

terhadap penawaran daging sapi domestik pada taraf nyata lima persen adalah

populasi ternak sapi potong, harga daging sapi dan luas panen padi. Sedangkan

peubah harga ternak sapi signifikan pada taraf nyata 20%.

Dalam tesis Nyak Ilham (1998) yang berjudul “Penawaran dan Permintaan

Daging Sapi di Indonesia : Suatu Analisis Simulasi” meneliti tentang faktor-faktor

yang mempengaruhi penawaran, permintaan, dan harga daging sapi di Indonesia

serta dampak kebijakan penurunan tarif impor, penurunan tingkat suku bunga,

depresiasi rupiah, penghapusan kuota perdagangan antar daerah, dan perubahan

faktor-faktor eksternal terhadap penawaran, permintaan, dan harga daging sapi di

Indonesia, serta bagaimana pengaruhnya terhadap kesejahteraan produsen dan

konsumen. Penelitian ini menggunakan data sekunder time series dari triwulan

kesatu 1990 sampai triwulan kedua 1997 yang dianalisis dalam bentuk persamaan

simultan dengan metode 3SLS (Three Stage Least Squares). Model penawaran

dan permintaan daging sapi terdiri dari tujuh persamaan struktural dan tujuh

persamaan identitas.

Alternatif kebijakan yang diperoleh dari hasil analisis simulasi yaitu

penurunan tarif impor, penghapusan kuota perdagangan antar daerah, depresiasi

rupiah, penurunan tingkat suku bunga. Sedangkan alternatif perubahan faktor

eksternal yaitu peningkatan ekspor Selandia Baru, peningkatan ekspor Australia,

peningkatan impor Amerika Serikat, peningkatan impor Jepang, dan gabungan

peningkatan ekspor Selandia Baru dan impor Amerika Serikat

Studi oleh Tseuoa et al (2012) yang berjudul ”The Impact of The ASEAN

Australia and New Zealand and Free Trade Agreement (AANZFTA) on The Beef

Industry in Indonesia” bertujuan untuk mengevaluasi dampak penghapusan tarif

terhadap produksi, konsumsi, harga domestik dan impor daging sapi di Indonesia,

menganalisis dampak free trade agreement terhadap produsen daging sapi dan

surplus konsumen, dan merumuskan alternatif kebijakan untuk meningkatkan

produksi daging sapi domestik dan mengurangi impor daging sapi. Studi

dianalisis dengan persamaan simultan yang terdiri dari tujuh persamaan struktural

dan dua persamaan identitas dan diestimasi dengan metode 2SLS (Two Stage

Least Squares) dengan data sekunder time series tahun 1990 sampai 2008.

Hasil studi menunjukkan bahwa penghapusan tarif impor daging sapi dari

Australia dan Selandia Baru dalam AANZFTA akan meningkatkan impor daging

sapi dan penawaran daging sapi domestik. Hal ini akan menguntungkan

konsumen karena harga daging sapi domestik akan menurun, tetapi tidak akan

Page 23: Faktor Impor Daging Sapi Indonesia

13

menurunkan produksi daging sapi domestik secara drastis. Adanya AANZFTA

akan mengurangi surplus produsen dan meningkatkan surplus konsumen.

Kerangka Pemikiran

Peningkatan populasi di Indonesia yang pesat serta berkembangnya arus

modern menyebabkan tingginya kesadaran masyarakat akan perbaikan taraf hidup

terutama dalam pemenuhan pangan. Daging sapi salah satu bahan pangan pokok

yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Akan tetapi, produksi daging sapi di

domestik tidak dapat mengimbangi tingginya permintaan akan daging sapi

domestik. Pemenuhan permintaan daging sapi domestik masih harus melakukan

impor daging sapi dari negara produsen. Volume impor daging sapi Indonesia

setap tahun mengalami. Tingginya permintaan impor juga dikarenakan harga

daging sapi impor cenderung lebih rendah daripada harga daging sapi domestik.

Oleh karena itu, konsumen lebih memilih untuk mengkonsumsi daging sapi impor

dibandingkan daging sapi domestik. Kondisi ini akan menjadikan Indonesia

menjadi bergantung pada negara-negara pengkespor daging sapi.

Page 24: Faktor Impor Daging Sapi Indonesia

14

Gambar 4 Kerangka pemikiran

Analisis deskriptif

Impor daging sapi di Indonesia tinggi

Ketergantungan Indonesia

terhadap negara pengekspor

daging sapi

Produksi daging sapi

domestik rendah

Faktor-faktor yang

mempengaruhi impor

daging sapi di Indonesia

Kecenderungan volume

impor daging sapi di

Indonesia

Analisis regresi data panel

impor daging sapi

Rekomendasi Kebijakan

- GDP riil per kapita Indonesia dan negara asal

impor

- Nilai tukar riil Rupiah terhadap mata uang negara

asal impor

- Harga riil daging sapi domestik Indonesia

- Harga riil daging sapi internasional

- Produksi daging sapi domestik Indonesia dan

produksi daging sapi negara asal impor

Page 25: Faktor Impor Daging Sapi Indonesia

15

METODE

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder. Data yang

diamati merupakan data gabungan time series dan cross section atau panel data

(pooled data). Adapun tahun pengamatan sebanyak 12 tahun, mulai dari tahun

2000 sampai tahun 2011 dengan data penampang lintangnya sebanyak lima

negara pengekspor daging sapi terbesar ke Indonesia yaitu Australia, New

Zealand, USA, Singapura dan Jepang.

Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari beberapa sumber,

yaitu Kementrian Perdagangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal

Peternakan dan Kesehatan Hewan, Worldbank, United Nation Commodity Trade

(UNComtrade), Food and Agriculture Organization (FAO) serta penelusuran

internet dan literatur terkait. Jenis data meliputi data GDP riil per kapita Indonesia

dan GDP riil per kapita negara asal impor, nilai tukar riil Rupiah terhadap mata

uang negara asal impor, harga riil daging sapi di Indonesia, harga riil daging sapi

internasional, serta produksi daging sapi di Indonesia dan produksi daging sapi

negara asal impor.

Metode Analisis dan Pengolahan Data

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

deskriptif dan metode kuantitatif.Metode deskriptif yang digunakan dalam

penelitian ini adalah untuk menjelaskan informasi-informasi yang terkandung

dalam data hasil analisis dan kecenderungan volume impor daging sapi di

Indonesia. Metode kuantitatif digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang

mempengaruhi impor daging sapi di Indonesia dengan menggunakan analisis

regresi data panel dengan yang diolah dengan program Eviews6.

Data panel merupakan salah satu jenis data yang dapat digunakan dalam

analisis model regresi data panel (Panel Data Regression Models), atau disebut

juga dengan pooled data (pooling dari pengamatan times series dan cross-section)

kombinasi dari time series dan cross-section data. Data cross section merupakan

data yang dikumpulkan dalam satu waktu terhadap banyak individu, perusahaan,

negara dan lain-lain. Data time series adalah data yang dikumpulkan dari waktu

kewaktu terhadap suatu individu. Menggunakan data panel memiliki beberapa

keuntungan. Menurut Firdaus (2011) beberapa kelebihan menggunakan data panel

disebutkan sebagai berikut:

1. Dengan mengkombinasikan data time series dan cross section membuat

jumlah observasi menjadi lebih besar sehingga parameter yang diestimasi akan

lebih akurat,

2. Memberikan data yang lebih informatif, lebih bervariasi, derajat

kebebasanyang lebih efisien, serta mengurangi kolinieritas antar variabel,

3. Data panel lebih baik dalam hal untuk studi mengenai dynamics of adjustment,

yang memungkinkan estimasi masing-masing karakteristik individu maupun

karakteristik antar waktu secara terpisah, dan

Page 26: Faktor Impor Daging Sapi Indonesia

16

4. Mempunyai kemampuan yang lebih baik dalam mengidentifikasi dan

mengukur pengaruh yang secara sederhana tidak dapat dideteksi oleh data

cross section ataupun time series saja dan mampu mengontrol heterogenitas

individu.

Pada analisis model panel data dikenal tiga metode pendekatan estimasiyang

ditawarkan yaitu metode kuadrat terkecil (Pooled Least Square), metode efek

tetap (Fixed Effect) dan metode efek acak (Random Effect). Pendekatan pertama

secara sederhana menggabungkan (pooled) seluruh data time-series dan cross

section dan kemudian mengestimasi model dengan menggunakan metode OLS

(Ordinary Least Square). Pendekatan kedua memperhitungkan kemungkinan

bahwa kita menghadapi masalah omitted variables, yaitu kemungkinan adanya

perubahan pada intercept time-series atau cross-section. Metode dengan Fixed

Effect menambahkan dummy variables untuk mengizinkan adanya perubahan

pada intercept. Pendekatan ketiga memperbaiki efisiensi proses least square

dengan memperhitungkan error dari cross-section dan time series. Metode

Random Effect adalah variasi dari estimasi Generalized Least Squares (GLS).

Data panel merupakan gabungan dari data cross section dan time series,

maka model dapat dituliskan dengan:

Yit = α + β1Xit + εit

i = 1, 2, …, N;

t = 1, 2, …, T

Dimana:

N = Banyaknya observasi

T = Banyaknya waktu

Pendekatan Kuadrat Terkecil (Pooled Least Square)

Pendekatan pertama adalah pendekatan kuadrat terkecil, pada metode ini

penggunaan data panel dengan mengumpulkan semua data cross section dan time

series lalu melakukan pendugaan (pooling). Di setiap observasi terdapat regresi

sehingga datanya berdimensi tunggal. Dari data panel akan diketahui N adalah

jumlah unit cross section dan T adalah jumlah periode waktu. Dengan melakukan

pooling seluruh observasi sebanyak N x T, maka dapat ditulis fungsi dari model

kuadrat terkecil,yaitu:

untuk

i = 1, 2, 3, …,n dan t = 1, 2, 3, …,t

Dimana:

i = Unit cross section

t = Unit time series

= Peubah respon pada unit cross section ke-i dan waktu ke-t

= Peubah bebas ke-k pada unit cross section ke-i dan waktu ke-i

β = Intercept

εit = Peubah galat pada unit cross section ke-i dan waktu ke-t

Pendekatan yang paling sederhana untuk mengestimasi persamaan tersebut

adalah mengabaikan dimensi cross section dan time series dari data panel dan

mengestimasi data dengan metode kuadrat terkecil biasa (OLS) yang diterapkan

dalam data yang berbentuk pool. Pada metode ini, model mengasumsikan bahwa

nilai intercept masing-masing variabel adalah sama, kemudian model ini juga

Page 27: Faktor Impor Daging Sapi Indonesia

17

mengasumsikan bahwa slope koefisien dari dua variabel adalah identik untuk

semua unit cross section. Ini merupakan asumsi yang harus dipenuhi, sehingga

walaupun metode Pooled Least Square (PLS) cenderung lebih mudah, namun

model mungkin mendistorsi gambaran yang sebenarnya dari hubungan antara Y

dan X antar unit cross section.

Pendekatan Efek Tetap (Fixed Effect)

Kesulitan terbesar dalam pendekatan metode kuadrat terecil biasa adalah

asumsi intercept dan slope dari persamaan regresi yang dianggap konstan baik

antar daerah maupun antar waktu yang mungkin tidak beralasan. Generelasi

secara umum yang sering dilakukan adalah dengan memasukkan variabel boneka

(dummy variable) untuk mengizinkan terjadinya perbedaan nilai parameter yang

berbeda-beda baik lintas unit cross section maupun time series.

Pendekatan dengan memasukkan variabel dummy ini dikenal dengan

sebutan model efek tetap (fixed effect) atau Least Square Dummy Variabel

(LSDV) atau disebut juga Covariance Model. Pendekatan tersebut dapat

dituliskan dalam persamaan sebagai berikut:

Dimana :

Yit = Variabel terikat diwaktu t untuk unit cross section i

αi = intercept yang berubah-ubah antar cross section unit

= Variabel bebas j di waktu t untuk unit cross section i

βj = Parameter untuk variabel ke j

εit = Peubah galat pada unit cross section ke-i dan waktu ke-t

Penggunaan Least Square Dummy Variable Model dapat dilakukan jika

persamaan regresi memiliki sedikit unitcross section, namun jika unit cross

sectionnya banyak maka penggunaan Least Square Dummy Variable Model akan

mengurangi derajat kebebasan yang pada akhirnya akan mengurangi efisiensi dari

parameter yang diestimasi

Pendekatan Efek Acak (Random Effect)

Memasukkan variabel dummy dalam efek tetap dapat menimbulkan

konsekuensi (trade off) yaitu dapat mengurangi derajat kebebasan (degree of

freedom) yang akhirnya akan mengurangi efisiensi dari parameter yang diestimasi.

Pendekatan yang dapat digunakan untuk mengatasi hal ini adalah model efek acak

(random effect). Dalam model ini, parameter-parameter yang berbeda antar daerah

maupun antar waktu dimasukkan kedalam error. Model efek acak ini dijelaskan

dengan persamaan berikut:

Dimana:

ui ~ N(0,δu2) = komponen cross section error

vt ~ N(0,δv2) = komponen time series error

wit~ N(0,δw2) = komponen error kombinasi

Page 28: Faktor Impor Daging Sapi Indonesia

18

Dalam model ini, diasumsikan bahwa error secara individual tidak saling

berkorelasi begitu juga dengan error kombinasinya. Penggunaan model efek acak

ini dapat menghemat pemakaian derajat kebebasan dan tidak mengurangi

jumlahnya seperti yang akan dilakukan pada model efek tetap. Hal ini

berimplikasi pada parameter yang merupakan hasil estimasi akan menjadi

semakin efisien. Keputusan penggunaan model efek tetap ataupun efek acak

ditentukan dengan menggunakan uji Hausmann. Spesifikasi ini akan memberikan

penilaian dengan menggunakan chi square statistic sehingga keputusan pemilihan

model akan dilakukan secara statistik.

Model Penelitian

Variabel yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang

mempengaruhi impor daging sapi di Indonesia antara lain: GDP riil perkapita

Indonesia dan negara asal impor, nilai tukar riil Rupiah terhadap mata uang negara

asal impor, harga riil daging sapi di Indonesia, harga riil daging sapi internasional,

produksi daging sapi di Indonesia dan negara asal impor.

IMPit = β0 + β1 GDPIt + β2 GDPJit + β3 EXRATEit + β4 PIDNt + β5 PINTt + β6

PROD_IDNt + β7 PRODJit + εit

Dimana:

β0 = Intersep

IMPit = Volume impor daging sapi dari negara asal i tahun t (kg)

GDPIt = GDP riil perkapita Indonesia pada tahun t (juta USD)

GDPJit = GDP riil perkapita negara i pada tahun t (juta USD)

EXRATEit = Nilai Rupiah terhadap mata uang negara i pada tahun t

(Rp/LCU)

PIDNt = Harga riil daging sapi Indonesia pada tahun t (Rp)

PINTt = Harga riil daging sapi internasional tahun t (cents/kg)

PROD_IDNt = Produksi daging sapi Indonesia tahun t (ton)

PRODJit = Produksi daging sapi negara i pada tahun t (ton)

εit = random error

Pengujian Model

Pada analisis model dengan menggunakan data panel, dikenal tiga macam

pendekatan yang terdiri dari Pendekatan Kuadrat Terkecil (Pooled Least Squared),

Pendekatan Efek Tetap (Fixed Effect Model), dan Pendekatan Efek Acak (Random

Effect). Pemilihan model terbaik yang digunakan untuk pengolahan data panel

menggunakan beberapa pengujian. Pengujian yang dilakukan antara lain:

1. Pemilihan model dalam pengolahan data panel

a) Chow Test

Chow Test atau Uji-F digunakan untuk memilih kedua model diantara

Pooled Least Squared dan Fixed Effect Model dengan hipotesis :

H0 : PLS

H1 : LSDV

Page 29: Faktor Impor Daging Sapi Indonesia

19

Jika nilai PLS, p-value lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan, maka

sudah cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap H0 sehingga

model LSDV akan terpilih, dan sebaliknya.

b) Haussman Test

Haussman Test digunakan untuk memilih model Fixed Effect Model atau

Random Effect Model, dengan hipotesis :

H0 : REM

H1 : LSDV

Jika pada REM, p-value lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan, maka

sudah cukup bukti untuk melakukan penolakan H0, sehingga model LSDV

yang akan dipilih, dan sebaliknya.

c) LM Test

Uji ini dilakukan jika Chow Test cukup bukti untuk menolak H0 dan

Haussman Test belum cukup bukti untuk menolak H0, atau sebaliknya.

Sehingga model harus diuji kembali dengan LM Test untuk memilih

Random Effect Model atau Pooled Least Square dengan hipotesis :

H0 : PLS

H1 : REM

Jika LM lebih besar dari chi-square table maka sudah cukup bukti untuk

melakukan penolakan terhadap H0 sehingga model REM yang dipilih, dan

sebaliknya.

2. Pengujian asumsi klasik

a) Uji Normalitas

Uji normalitas data diperlukan untuk mengetahui apakah error term

mendekati distribusi normal atau tidak. Uji normalitas diaplikasikan

dengan melakukan tes Jarque Bera, jika nilai probabilitas lebih besar dari

taraf nyata yang digunakan maka error term dalam model sudah menyebar

normal.

b) Uji Homoskedastisitas

Untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas, dalam hasil olahan data

panel dengan Eviews dengan menggunakan metode General Least

Squared (Cross Section Weight), caranya adalah dengan membandingkan

nilai sum squared resid pada weighted statistic dengan sum squared resid

pada unweighted statistic. Jika sum squared resid pada weighted statistic

lebih kecil daripada sum squared resid pada unweighted statistic maka

model sudah homoskedastisitas. Langkah yang dapat dilakukan untuk

mengatasi masalah heterosedastisitas adalah dengan mengestimasi

General Least Squared (GLS) dengan white heterocedasticity. Selain itu

dapat juga dilakukan dengan pembobotan Cross Section SUR.

c) Uji Autokorelasi

Untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi adalah dengan melihat nilai

dari Durbin – Watson (DW) statistiknya. Jika nilai DW lebih dari 1,55

atau kurang dari 2,46 maka dapat dikatakan tidak dapat terdapat

autokorelasi pada model.

d) Uji Multikolinearitas

Suatu model dapat dikatakan mengandung multikolinearitas apabila nilai

R2 tinggi tetapi banyak variabel yang tidak signifikan. Untuk mengatasi

masalah multikolinearitas dalam model maka dapat digunakan beberapa

Page 30: Faktor Impor Daging Sapi Indonesia

20

cara berikut ini: adanya informasi apriori; penggabungan data cross

section dengan time series; mengeluarkan suatu variabel atau lebih dan

kesalahan spesifikasi; transformasi variabel-variabel, dan penambahan

data baru.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum

Produk Domestik Bruto atau GDP merupakan ukuran terbaik dari kinerja

perekonomian suatu negara, yaitu dengan melihat pendapatan total dari setiap

orang dan pengeluaran total terhadap output barang dan jasa dalam perekonomian.

Hal ini dapat dilihat dari Tabel 4 berikut yang menunjukkan GDP riil per kapita

negara asal impor dan Indonesia yang cenderung meningkat setiap tahunnya.

Pendapatan per kapita paling besar adalah Jepang dan USA yang merupakan

negara industri maju, sementara yang terendah adalah Indonesia yang merupakan

negara sedang berkembang. Pendapatan per kapita Indonesia terus meningkat

setiap tahunnya, hal ini mengindikasikan bahwa perekonomian di Indonesia terus

mengalami pertumbuhan. Meningkatnya pendapatan per kapita di Indonesia

menyebabkan daya beli masyarakat juga meningkat, maka konsumsi daging sapi

di Indonesia tentu akan meningkat. Tetapi karena produksi daging sapi di

Indonesia belum dapat mencukupi konsumsi daging sapi, maka Indonesia

mengimpor daging sapi. Sementara di negara maju seperti Amerika dan Jepang,

dengan pendapatan per kapita yang tinggi dan meningkat setiap tahunnya maka

negara-negara tersebut tidak bergantung pada perdagangan luar negeri. Negara-

negara tersebut lebih cenderung untuk memenuhi konsumsi daging sapi dalam

negeri yang semakin meningkat setiap tahunnya. Namun untuk Australia dan New

Zealand yang merupakan negara pengekspor daging sapi terbesar di dunia, maka

ekspor daging sapi adalah salah satu pendapatan utama di negara tersebut. Karena

itu dengan terus meningkatnya pendapatan per kapita setiap tahun, ekspor daging

sapi ke Indonesia juga meningkat.

Tabel 4 GDP riil per kapita Indonesia dan negara asal impor tahun 2000-2011

Tahun GDP riil per kapita (juta USD)

Australia New Zealand USA Singapura Jepang

2000 21 708.04 13 375.78 35 081.92 23 814.56 37 291.71

2001 21 824.09 13 774.32 35 116.22 22 913.32 37 342.14

2002 22 402.99 14 202.16 35 427.91 23 658.87 37 363.29

2003 22 825.57 14 529.67 36 021.31 25 110.50 37 911.69

2004 23 498.26 14 853.27 36 931.39 27 068.97 38 793.62

2005 23 929.16 15 171.59 37 718.01 28 388.87 39 295.31

Page 31: Faktor Impor Daging Sapi Indonesia

21

Tahun GDP riil per kapita (juta USD)

Australia New Zealand USA Singapura Jepang

2006 24 295.08 15 103.23 38 349.40 29 925.50 39 965.86

2007 24 765.55 15 392.50 38 710.89 31 247.00 40 837.27

2008 25 190.72 15 011.18 38 208.76 30 131.62 40 433.00

2009 25 007.70 14 778.16 36 539.23 28 949.86 38 242.02

2010 25 190.84 14 629.22 37 329.62 32 640.68 39 971.79

2011 25 306.82 14 646.42 37 691.03 33 529.83 39 578.07

Sumber: Worldbank (2013).

Perbedaan tingkat inflasi di Indonesia akan mempengaruhi nilai tukar

Rupiah terhadap mata uang asing, karena pada dasarnya mata uang suatu negara

mencerminkan daya belinya. Tabel 5 menunjukkan nilai tukar Rupiah terhadap

mata uang lima negara asal impor. Nilai mata uang tertinggi adalah Dolar

Amerika atau USD, namun berfluktuasi. Nilai Rupiah terhadap USD terdepresiasi

pada tahun 2009 setelah adanya krisis ekonomi global pada tahun 2008 tapi

kembali terapresiasi pada tahun 2010 hingga 2011. Sementara nilai mata uang

terhadap Dolar Australia, New Zealand, Singapura dan Jepang cenderung

terdepresiasi karena menguatnya nilai mata uang keempat negara tersebut.

Pergerakan nilai tukar tidak dapat hanya ditentukan oleh variabel ekonomi tetapi

juga dipengaruhi oleh faktor-faktor non ekonomi seperti perkembangan politik,

peperangan dan faktor-faktor sosial lainnya (Basri dan Munandar 2010).

Tabel 5 Nilai tukar Rupiah terhadap mata uang negara asal impor tahun 2000-

2011

Tahun Nilai tukar Rupiah terhadap LCU (Rp/LCU)

Australia New Zealand USA Singapura Jepang

2000 4 882.68 3 826.08 8 421.78 4 885.12 78.15

2001 5 307.04 4 313.55 10 260.85 5 726.81 84.43

2002 5 058.88 4 306.37 9 311.19 5 200.07 74.26

2003 5 562.65 4 980.63 8 577.13 4 923.21 73.98

2004 6 573.88 5 924.94 8 938.85 5 288.55 82.62

2006 6 897.21 5 939.68 9 159.32 5 764.44 78.76

2007 7 648.91 6 717.99 9 141.00 6 065.28 77.63

2008 8 135.50 6 817.16 9 698.96 6 855.06 93.84

2009 8 103.28 6 493.08 10 389.94 7 143.23 111.04

2010 8 338.63 6 551.99 9 090.43 6 666.94 103.56

2011 9 046.69 6 928.50 8 770.43 6 972.97 109.90

Sumber: Worldbank (2013).

Page 32: Faktor Impor Daging Sapi Indonesia

22

Harga daging sapi di Indonesia dan harga daging sapi internasional menjadi

faktor penting terhadap impor daging sapi di Indonesia. Apabila harga daging sapi

di Indonesia meningkat, tentu impor akan meningkat karena harga daging sapi

impor cenderung lebih murah sehingga masyarakat lebih memilih untuk

mengkonsumsi daging sapi impor. Sebaliknya, apabila harga daging sapi

internasional meningkat, masyarakat lebih memilih untuk mengkonsumsi daging

sapi domestik karena harganya cenderung lebih rendah. Berdasarkan Tabel 6

berikut menunjukkan peningkatan harga daging sapi di Indonesia yang terus

meningkat secara signifikan setiap tahunnya dengan rata-rata sebesar Rp 46

253.83 per kilogram dan rata-rata peningkatan sebesar Rp 4 027.18. Sementara

harga daging sapi internasional cenderung berfluktuasi dan lebih rendah

dibandingkan harga daging sapi di Indonesia dengan rata-rata sebesar 263.28

cents/kg.

Tabel 6 Harga daging sapi di Indonesia dan internasional tahun 2000-2011

Tahun Domestik (Rp/kg) Internasional (cents/kg)

2000 25 426.00 216.29

2001 29 791.00 251.00

2002 34 212.00 249.66

2003 34 704.00 219.50

2004 37 346.00 258.69

2005 39 988.00 261.69

2006 45 952.00 249.31

2007 50 023.00 239.74

2008 57 259.00 268.01

2009 64 291.00 241.16

2010 66 329.00 296.77

2011 69 725.00 328.60

Sumber : Kementrian Perdagangan (2013).

Daging sapi merupakan sumber protein hewani yang memiliki nilai gizi

relatif besar dan seimbang. Tabel 7 menunjukkan produksi daging sapi

menduduki peringkat pertama dalam perkembangan produksi daging non unggas

di Indonesia, dengan rata- rata produksi sebesar 386 983 ton. Tahun 2000 hingga

tahun 2008 produksi daging sapi di Indonesia sangat berfluktuatif. Penurunan

produksi yang paling tinggi sebesar 56 300 ton, dari 395 800 ton pada tahun 2006

menjadi 339 500 ton pada tahun 392 500 ton pada tahun 2007. Sementara

peningkatan produksi daging sapi meningkat drastis sebesar 53 000 ton, dari 339

500 ton pada tahun 2007 menjadi 392 500 ton pada tahun 2008. Produksi terendah

terjadi pada tahun 2002 yaitu sebesar 330 300 ton. Produksi daging sapi tertinggi

dicapai pada tahun 2011 sebesar 485 300 ton. Sepanjang tahun 2007 hingga 2011

produksi daging sapi terus meningkat, rata-rata sebesar 36 450 ton. Pada tahun

2011 total produksi daging sebanyak 2 554.20 ribu ton dengan produksi daging

sapi menyumbang sebesar 20.38%.

Page 33: Faktor Impor Daging Sapi Indonesia

23

Tabel 7 Produksi daging nasional non unggas tahun 2000-2011

Tahun Daging (000 ton)

Sapi Kuda Kerbau Kambing Domba Babi

2000 339.9 0.9 45.9 44.9 33.4 162.4

2001 338.7 1.1 43.6 48.7 44.8 160.2

2002 330.3 1.1 42.3 58.2 68.7 164.5

2003 369.7 1.6 40.6 63.9 80.6 177.1

2004 447.6 1.6 40.2 57.1 66.1 194.7

2005 358.7 1.6 38.1 50.6 47.3 173.7

2006 395.8 2.3 43.9 65.0 75.2 196.0

2007 339.5 2.0 41.8 61.6 56.9 225.9

2008 392.5 1.8 39.0 66.0 47.0 209.8

2009 409.3 1.8 34.6 73.8 54.3 200.1

2010 436.5 2.0 35.9 68.8 44.9 212.0

2011 485.3 2.2 35.3 66.3 46.8 224.8

Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2013).

Produksi daging sapi terbesar di negara asal impor adalah Amerika Serikat

atau USA dengan rata-rata sebesar 11 717 266.7 ton, hal ini dapat dilihat pada

Tabel 8. Produksi tertinggi di Amerika adalah tahun 2000, yaitu sebesar 12 298

000 ton, sementara produksi terendahnya tahun 2004, yaitu sebesar 11 134 800

ton. Produksi daging sapi di Australia cenderung stabil dengan rata-rata sebesar 2

098 353.33 ton, dengan produksi tertinggi dicapai pada tahun 2007 sebesar 2 226

290 ton dan produksi terendah pada tahun 2000 sebesar 1 987 900 ton. Rata-rata

produksi daging sapi di New Zealand sebesar 630 373.67 ton sementara rata-rata

produksi daging sapi di Jepang sebesar 507 325 ton. Dari kelima negara asal

impor, Singapura memiliki jumlah produksi daging sapi terendah sebesar 41.75

ton. Akan tetapi Indonesia masih mengimpor daging sapi dari Singapura.

Tabel 8 Produksi daging sapi di negara asal impor tahun 2000-2011

Tahun Produksi di negara asal impor (ton)

Australia New Zealand USA Singapura Jepang

2000 1 987 900 571 783 12 298 000 37 530 438

2001 2 119 000 590 435 11 982 000 39 458 600

2002 2 028 000 576 318 12 427 000 42 536 600

2003 2 073 000 660 280 12 039 000 40 496 000

2004 2 033 000 709 077 11 134 800 44 513 600

2005 2 161 960 651 772 11 196 000 41 499 470

2006 2 077 070 642 888 11 862 800 42 496 992

2007 2 226 290 632 378 11 979 400 42 503 902

Page 34: Faktor Impor Daging Sapi Indonesia

24

Tahun Produksi di negara asal impor (ton)

Australia New Zealand USA Singapura Jepang

2008 2 131 910 634 558 12 163 000 42 519 879

2009 2 123 960 637 030 11 891 100 42 517 020

2010 2 108 290 635 289 12 045 800 45 514 959

2011 2 109 860 622 676 11 988 300 45 500 440

Sumber: UNComtrade (2013).

Australia dan New Zealand merupakan dua negara utama asal daging sapi

impor Indonesia, hal ini dikarenakan jarak yang cukup dekat. Berdasarkan Tabel 9,

volume impor tertinggi ke Indonesia berasal dari Australia dengan rata-rata

sebesar 19 513 044.25 kg dan mengalami peningkatan drastis dari tahun 2008 ke

2009 sebesar 20 581 936 kg. Volume impor dari New Zealand cenderung

meningkat dari tahun 2003 sampai 2010 dengan rata-rata volume impor dari New

Zealand sebesar 13 138 340 kg. Rata-rata volume impor dari USA adalah sebesar

838 339.08 kg. Volume impor dari USA mengalami penurunan drastis dari tahun

2005 sebesar 357 266 kg menjadi hanya 548 kg pada tahun 2006, namun kembali

mengalami peningkatan pada tahun 2008 menjadi 349 549 kg dan meningkat

drastis sebesar 3 331 851 kg dari tahun 2009 ke tahun 2010. Sementara volume

impor dari Singapura cenderung berfluktuasi dengan impor tertinggi tahun 2010

sebesar 1 707 247 kg, akan tetapi tahun 2006 dan tahun 2008 Indonesia tidak

mengimpor daging sapi dari Singapura. Jepang merupakan negara pengekspor

daging sapi ke Indonesia paling rendah dengan rata-rata sebesar 697.58 kg,

bahkan tahun 2005, 2006 dan tahun 2008 sampai 2011 Indonesia tidak

mengimpor daging sapi dari Jepang sama sekali. Hal ini disebabkan karena daging

sapi asal Jepang mempunyai harga yang cukup mahal berkisar Rp.380 000 (Ilham

1998).

Tabel 9 Volume impor daging sapi (HS0202) ke Indonesia tahun 2000-2011

Tahun Volume impor ke Indonesia (kg)

Australia New Zealand USA Singapura Jepang

2000 11 691 761 4 513 129 689 349 151 173 1 295

2001 6 708 919 4 543 195 773 168 28 925 54

2002 7 047 223 3 240 785 587 151 824 2 112

2003 6 840 094 2 689 868 563 772 103 716 528

2004 3 276 161 7 465813 349 304 2 852 3 202

2005 7 439 308 11 358 517 357 266 39 889 0

2006 10 041 082 13 790 782 548 0 0

2007 22 634 079 16 249 069 96 464 1 180

2008 25 517 767 18 792 950 349 549 0 0

2009 46 099 703 19 388 188 133 248 164 204 0

Page 35: Faktor Impor Daging Sapi Indonesia

25

Tahun Volume impor ke Indonesia (kg)

Australia New Zealand USA Singapura Jepang

2010 47 989 579 35 168 388 3 465 099 1 707 247 0

2011 38 870 855 20 459 396 2 791 519 40 676 0

Sumber : UNComtrade (2013).

Tingginya volume impor daging sapi yang masuk ke Indonesia memang

menjadi masalah yang harus diatasi oleh pemerintah. Kondisi ini pada akhirnya

menuntut pemerintah khususnya Kementrian Perdagangan dan Kementrian

Pertanian untuk menetapkan regulasi yang tepat dalam mengatur impor produk

peternakan khususnya daging sapi Indonesia.

Pertama-tama untuk mengatasi impor daging sapi, Kementrian Pertanian

khususnya Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan merancang

rencana strategis (RENSTRA) dengan Program Swasembada Daging Sapi (PSDS)

tahun 2010-2014. Untuk mencapai swasembada daging sapi pada tahun 2014,

maka sasaran produksi daging sapi atau kerbau ditargetkan sebesar 0.66 juta ton

dengan peningkatan rata-rata pertahun sebesar 7.13%. Sejalan dengan rencana

swasembada tersebut, pemerintah juga menetapkan kebijakan pengurangan kuota

daging sapi impor sebanyak 12% per tahunnya. Langkah operasional untuk

mencapai swasembada daging dan peningkatan produksi peternakan diupayakan

melalui lima kegiatan pokok, antara lain; penyediaan bakalan atau daging sapi

lokal, peningkatan produktivitas dan reproduktivitas ternak sapi lokal, pencegahan

pemotongan sapi betina produktif, penyediaan bibit sapi dan pengaturan stok

daging sapi dalam negeri. Untuk medukung berjalannya PSDS 2014, maka

Kementrian Perdagangan mencanangkan :

1. Kebijakan penetapan aturan non-tarif komoditas peternakan impor.

2. Menjamin efisiensi distribusi pangan dan sarana produksi.

3. Penataan kerjasama pemasaran internasional di negara tujuan ekspor.

4. Penyederhanaan prosedur ekspor-impor yang mendukung peningkatan harga

produk segar dan produk olahan hasil peternakan.

5. Mengantisipasi gejolak harga pangan menjelang musim kemarau dan hari-

hari besar.

6. Pengawasan perdagangan illegal.

7. Pengendalian efektifitas pemberlakuan regulasi pemasukan ternak dan

produk ternak.

8. Penyebaran informasi perkembangan harga-harga komoditas peternakan di

tingkat usaha peternakan dan pusat-pusat pemasaran.

Kondisi dan Kecenderungan Impor Daging Sapi di Indonesia

Impor adalah bentuk perdagangan internasional dengan memasukkan

komoditi dari negara lain ke dalam negeri. Impor dilakukan jika suatu negara

tidak dapat memenuhi permintaan masyarakat terhadap suatu komoditi atau

produksi dalam negeri kurang, oleh karena itu negara itu akan mengimpor

Page 36: Faktor Impor Daging Sapi Indonesia

26

komoditi yang kurang tersebut. Selain itu, impor juga bisa dilakukan jika biaya

yang dibutuhkan untuk mengimpor relatif lebih kecil dibandingkan memproduksi

komoditi tersebut di dalam negeri. Daging sapi di Indonesia berasal dari dua

sumber yaitu impor dan domestik. Daging sapi impor berasal dari negara-negara

produsen seperti Australia, Selandia Baru dan Amerika Serikat. Produksi daging

sapi di Indonesia yang berfluktuatif dan volume impor daging sapi di Indonesia

yang cenderung meningkat sepanjang tahun 2000-2011 menyebabkan defisit pada

neraca perdagangan, dimana impor lebih besar daripada ekspor.

Sumber: UNComtrade (2013).

Gambar 5 Nilai impor daging sapi (HS0202) Indonesia tahun 2000-2011

Berbeda dengan produksi daging sapi di Indonesia yang berfluktuatif, nilai

impor daging sapi cenderung meningkat (Gambar 5). Akan tetapi terjadi

penurunan nilai impor pada tahun 2000 hingga 2003, dengan rata-rata penurunan

nilai impor sebesar 7 235.80 USD. Tahun 2004 nilai impor daging sapi di

Indonesia meningkat dari 17 682.86 USD menjadi 25 528.52 USD. Tahun 2004

hingga tahun 2010 nilai impor daging sapi terus mengalami peningkatan rata-rata

sebesar 27 767.08 USD. Namun pada tahun 2011 nilai impor daging sapi di

Indonesia kembali mengalami penurunan dari 281 986.35 USD menjadi 219

898.11 USD. Hal ini kemungkinan disebabkan karena pengurangan jumlah kuota

impor daging sapi pada tahun 2011 yang cukup signifikan, yaitu dari 139.5 ribu

ton pada tahun 2010 menjadi 102.9 ribu ton pada tahun 2011. Rata-rata nilai

impor daging sapi tahun 2000-2011 adalah sebesar 92 301.14 USD.

0

50000

100000

150000

200000

250000

300000

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Nil

ia I

mp

or (

US

D)

Tahun

Page 37: Faktor Impor Daging Sapi Indonesia

27

Sumber: UNComtrade (2013).

Gambar 6 Volume impor daging sapi (HS0202) Indonesia tahun 2000 -2011

Sama seperti nilai impor, volume impor daging sapi di Indonesia juga

mengalami penurunan pada tahun 2000 hingga tahun 2003 dengan rata-rata

penurunan sebesar 5 227 522 kg (Gambar 6). Tahun 2004 hingga tahun 2010

volume impor daging sapi cenderung meningkat dengan volume impor tertinggi

dicapai pada tahun 2010 sebesar 88 828 788 kg, dan tahun 2011 volume impor

daging sapi kembali menurun menjadi 62 175 767 kg karena adanya pengurangan

kuota impor daging sapi. Rata-rata volume impor daging tahun 2000-2011 adalah

sebesar 34 873 676.7 kg.

Sumber: UNComtrade (2013).

Gambar 7 Volume impor daging sapi (HS0202) Indonesia berdasarkan negara

asal impor tahun 2000-2011

Gambar 7 menunjukkan volume impor daging sapi Indonesia berdasarkan

negara asal impor.Gambar tersebut menunjukkan volume impor daging sapi

tertinggi berasal dari Australia dan New Zealand. Tahun 2000 hingga tahun 2011

volume impor daging sapi dari Australia dan New Zealand cenderung meningkat

stabil. Sementara, volume impor dari USA tahun 2000 hingga tahun 2005

cenderung menurun stabil dan menurun drastis pada tahun 2006 dan 2007. Tahun

2008 volume impor daging sapi USA kembali meningkat dan kembali menurun

pada tahun 2009. Volume impor dari Jepang selama tahun 2000 hingga 2011

0

10000000

20000000

30000000

40000000

50000000

60000000

Vo

lum

e Im

po

r (k

g)

Tahun

Australia

New Zealand

USA

Singapura

Japan

0

20000000

40000000

60000000

80000000

100000000

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Vo

lum

e Im

po

r (k

g)

Tahun

Page 38: Faktor Impor Daging Sapi Indonesia

28

sangat berfluktuatif, sementara volume impor dari Singapura cenderung

meningkat stabil.

Faktor-faktor yang Memengaruhi Impor Daging Sapi

Pemilihan kesesuaian model dilakukan dengan beberapa tahap. Tahap

pertama dengan melakukan uji Chow. Hasil pengujian dengan menggunakan uji

Chow adalah p-value (0.0000) lebih kecil dari taraf nyata 5%. Hal ini berarti

sudah cukup bukti untuk menolak H0 dimana H0 merupakan model PLS. Uji

Haussman tidak dilakukan karena objek data cross section lebih sedikit dari

jumlah koefisien yang ada. Oleh karena itu model estimasi terbaik untuk

mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi impor daging sapi di Indonesia

adalah dengan menggunakan LSDV atau fixed effect model.

Tabel 10 Hasil pendugaan parameter faktor-faktor yang memengaruhi impor

daging sapi Indonesia periode tahun 2000-2011

Variabel Koefisien Std. Error t-statistik Prob.

GDPJ -656.5941 114.3873 -5.740096 0.0000*

GDPI 42173.34 3962.459 10.64322 0.0000*

EXRATE 1654.552 346.0256 4.781588 0.0000*

P_IDN 66775.83 14699.92 4.542597 0.0000*

P_INT -57462.01 11225.74 -5.118772 0.0000*

PROD_IDN -4.892000 5.660842 -0.864182 0.3918

PROD_J 0.038217 0.457615 0.083513 0.9338

C -35765744 5648319. -6.332104 0.0000*

Weighted Statistic

R-squared 0.825786 Sum squared resid 46.42183

Prob (Fstat) 0.000000 Durbin Watsonstat 1.718049

Unweighted Statistics

R-squared 0.701458 Sum squared resid 2.37E+15

Durbin Watsonstat 0.634355

Catatan: *) signifikan pada taraf nyata 5%

Berdasarkan hasil estimasi diketahui nilai koefisien determinasi (R-squared)

yang diperoleh sebesar 82.5% menunjukkan bahwa sebesar 82.5% keragaman

volume impor daging sapi dapat dijelaskan oleh variabel-variabel bebasnya,

sedangkan sisanya 17.5% dijelaskan oleh faktor-faktor lain diluar model.

Setelah terpilihnya LSDV sebagai model terbaik maka selanjutnya

dilakukan uji asumsi klasik untuk mendapatkan model persamaan yang terbebas

dari masalah dalam analisis regresi seperti multikolinearitas, heteroskedastisitas

dan autokorelasi. Dari tujuh variabel independen yang dianalisis dengan R-

Page 39: Faktor Impor Daging Sapi Indonesia

29

squared sebesar 82.5%, tidak terdapat variabel yang saling berkorelasi.

Selanjutnya adalah uji heteroskedastisitas, yaitu nilai sum squared resid weighted

(46.42183) lebih kecil dari nilai sum squared resid unweighted (2.37E+15) maka

artinya model terindikasi terdapat heteroskedastisitas, tetapi karena model sudah

diboboti dengan cross section SUR dan white cross section maka masalah

heteroskedastisitas dapat diabaikan. Dalam uji autokorelasi, nilai Durbin

Watsonstat adalah sebesar 1.71. Hal ini berarti nilai Durbin Watsonstat mendekati 2

atau berada diantara 1.55-2.46, maka model telah terbebas dari masalah

autokorelasi. Pengujian terakhir yaitu uji normalitas (Tabel 11) probabilitas

Jarque Bera lebih besar dari taraf nyata 5% (0.119931 > 0.05), maka residual

dalam model ini sudah menyebar normal.

Tabel 11 Hasil uji normalitas

Model Jarque-Bera Prob.

Impor Daging Sapi 4.241674 0.119931

Hasil estimasi yang diperoleh terdapat dua variabel yang tidak signifikan

terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi volume impor daging sapi di

Indonesia selama 12 tahun dari tahun 2000 hingga tahun 2011, yaitu produksi

daging sapi negara asal impor dan produksi daging sapi di Indonesia.

Variabel GDP riil per kapita masing-masing negara asal impor memiliki

hubungan negatif dan memiliki nilai koefisien sebesar -656.5941, hal ini sesuai

dengan hipotesis awal. Variabel ini menunjukkan nilai probabilitas sebesar 0.0000

yang berarti lebih kecil dari taraf nyata 5%, maka GDP riil per kapita negara asal

impor berpengaruh nyata terhadap impor daging sapi di Indonesia. Artinya jika

terjadi peningkatan 1 juta USD terhadap GDP riil per kapita negara asal impor

maka akan menurunkan volume impor daging sapi di Indonesia sebesar 656.5941

kg. Hal ini karena meningkatnya GDP di negara asal impor maka akan

meningkatkan konsumsi daging sapi di negara tersebut, karena itu negara tersebut

akan mengurangi volume ekspornya karena lebih cenderung untuk memenuhi

konsumsi dalam negeri dengan asumsi daging sapi adalah barang normal.

Variabel GDP riil per kapita Indonesia memiliki hubungan positif dan

memiliki nilai koefisien sebesar 42173.34, hal ini sesuai dengan hipotesis awal.

Variabel ini menunjukkan nilai probabilitas sebesar 0.0000 yang berarti lebih

kecil dari taraf nyata 5%, maka GDP riil per kapita Indonesia berpengaruh nyata

terhadap volume impor daging sapi di Indonesia. Artinya jika terjadi peningkatan

1 juta USD terhadap GDP riil per kapita Indonesia maka akan meningkatkan

volume impor daging sapi di Indonesia sebesar 42173.34 kg. Dengan

meningkatnya pendapatan per kapita di Indonesia maka daya beli masyarakat juga

akan meningkat, sehingga konsumsi daging sapi di Indonesia akan meningkat.

Tetapi karena produksi daging sapi di Indonesia belum dapat memenuhi

permintaan domestik, maka Indonesia mengimpor daging sapi.

Variabel nilai tukar riil Rupiah terhadap mata uang negara asal impor

memiliki hubungan positif dan memiliki nilai koefisisen sebesar 1654.552, hasil

estimasi ini sudah sesuai dengan hipotesis awal. Variabel ini menunjukkan nilai

Page 40: Faktor Impor Daging Sapi Indonesia

30

probabilitas sebesar 0.0000 yang berarti lebih kecil dari taraf nyata 5%, maka nilai

tukar riil Rupiah terhadap mata uang negara asal impor berpengaruh nyata

terhadap volume impor daging sapi di Indonesia. Artinya jika nilai tukar

meningkat 1 Rp/LCU maka akan meningkatkan volume impor daging sapi di

Indonesia sebesar 1654.552 kg.

Variabel harga riil daging sapi di Indonesia memiliki hubungan positif dan

memiliki nilai koefisien sebesar 66775.83, hasil estimasi ini sesuai dengan

hipotesis awal. Variabel ini menunjukkan nilai probabilitas sebesar 0.0000 yang

berarti lebih kecil dari taraf nyata 5%, maka harga riil daging sapi di Indonesia

berpengaruh nyata terhadap impor daging sapi di Indonesia. Artinya jika terjadi

peningkatan sebesar 1 Rupiah terhadap harga riil daging sapi di Indonesia maka

volume impor daging sapi akan meningkat sebesar 66775.83 kg.

Variabel harga riil daging sapi internasional memiliki hubungan negatif dan

memiliki nilai koefisien sebesar -57462.01, hasil estimasi ini sesuai dengan

hipotesis awal.Variabel ini menunjukkan nilai probabilitas sebesar 0.0000 yang

berarti lebih kecil dari taraf nyata 5%, maka harga riil daging sapi internasional

berpengaruh nyata terhadap impor daging sapi di Indonesia. Artinya jika terjadi

peningkatan 1 cents/kg terhadap harga riil daging sapi internasional maka volume

impor daging sapi di Indonesia akan berkurang sebesar 57462.01 kg.

Variabel produksi daging sapi di Indonesia memiliki hubungan negatif

terhadap impor daging sapi di Indonesia dan memiliki nilai koefisien sebesar -

4.892000, hal ini sesuai dengan hipotesis awal. Variabel ini menunjukkan nilai

probabilitas sebesar 0.3918 yang berarti lebih besar dari taraf nyata 5%, maka

variabel produksi daging sapi di Indonesia tidak berpengaruh nyata terhadap

impor daging sapi di Indonesia. Hal ini disebabkan karena ketidakseimbangan

produksi dan permintaan yang berdampak pada kenaikan harga. Khusus harga

daging sapi tipikalnya setelah mengalami kenaikan tidak terjadi penurunan harga

kembali ke posisi awal, meskipun harga turun masih tetap diatas harga awal.

Perilaku ini disebabkan oleh perubahan harga yang cepat tetapi tidak diikuti oleh

perubahan pada sisi produksi (Ilham 2009). Oleh karena itu harga daging sapi

impor lebih murah dibandingkan dengan harga daging sapi domestik, sehingga

masyarakat lebih memilih untuk mengkonsumsi daging sapi impor.Maka produksi

daging sapi di Indonesia tidak mempunyai pengaruh yang signifikan dalam

mengurangi volume impor daging sapi.

Variabel produksi daging sapi pada masing-masing negara asal impor

memiliki hubungan positif dan memiliki nilai koefisien sebesar 0.038217, hasil

estimasi ini sesuai dengan hipotesis awal. Variabel ini menunjukkan nilai

probabilitas sebesar 0.9338 yang berarti lebih besar dari taraf nyata 5%, maka

variabel produksi daging sapi pada negara asal impor tidak berpengaruh nyata

terhadap impor daging sapi di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh ketergantungan

Indonesia terhadap negara-negara pengekspor daging sapi karena produksi daging

sapi domestik yang masih belum dapat mencukupi konsumsi domestik. Oleh

karena itu, berapapun jumlah daging sapi yang di produksi oleh negara-negara

pengekspor daging sapi Indonesia akan tetapi mengimpor daging sapi dari negara-

negara tersebut agar kebutuhan daging sapi di Indonesia dapat terpenuhi.

Page 41: Faktor Impor Daging Sapi Indonesia

31

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Kecenderungan impor daging sapi di Indonesia selama tahun 2000 hingga

2011 cenderung meningkat. Pada tahun 2000 hingga tahun 2011 volume dan nilai

impor daging sapi di Indonesia menurun dan meningkat kembali pada tahun 2004

hingga 2010. Kemudian pada tahun 2011 volume dan nilai impor daging sapi di

Indonesia kembali mengalami penurunan dikarenakan telah diberlakukannya

pembatasan kuota impor daging sapi. Sementara negara pengimpor daging sapi di

Indonesia di dominasi oleh Australia dan New Zealand yang volumenya

cenderung meningkat stabil. Sementara impor daging sapi dari USA cenderung

mengalami penurunan, tahun 2006 dan 2007 penurunan volume impor dari USA

sangat drastis tetapi tahun 2008 kembali meningkat. Dan volume impor daging

sapi dari Jepang cenderung berfluktuatif sepanjang tahun 2000 hingga 2011,

sementara Singapura cenderung stabil.

Berdasarkan hasil dari penelitian ini diketahui faktor-faktor yang signifikan

mempengaruhi volume impor daging sapi di Indonesia adalah GDP riil per kapita

Indonesia dan GDP riil per kapita negara asal impor, nilai tukar riil Rupiah

terhadap mata uang negara asal impor, harga riil daging sapi di Indonesia dan

harga riil daging sapi internasional. Sedangkan variabel produksi daging sapi

Indonesia dan produksi daging sapi negara asal impor tidak berpengaruh terhadap

volume impor daging sapi di Indonesia. Variabel yang berpengaruh positif

terhadap volume impor daging sapi di Indonesia adalah GDP riil per kapita

Indonesia, nilai tukar riil Rupiah terhadap mata uang negara asal impor, harga

daging sapi domestik, dan produksi daging sapi di negara asal impor. Sedangkan

variabel yang berpengaruh negatif terhadap volume impor daging sapi di

Indonesia adalah GDP riil per kapita negara asal impor, harga daging sapi

internasional dan produksi daging sapi di Indonesia.

Saran

Dari hasil penelitian terlihat bahwa volume dan nilai impor daging sapi di

Indonesia cenderung meningkat karena konsumsi domestik tidak dapat dipenuhi

oleh produksi dalam negeri dan menjadi bergantung pada negara pengekspor

daging. Oleh karena itu, sebaiknya pemerintah melaksanakan Program

Swasembada Daging Sapi (PSDS) sesuai dengan tujuan utamanya dan

memperketat aturan kebijakan yang telah dikeluarkan agar dapat meningkatkan

produksi sehingga konsumsi domestik dapat terpenuhi.

Model ekonometrika dalam penelitian kali ini belum spesifik karena adanya

keterbatasan data. Maka untuk penelitian selanjutnya diharapkan adanya

pengembangan model sehingga hasil yang didapatkan lebih akurat.

Page 42: Faktor Impor Daging Sapi Indonesia

32

DAFTAR PUSTAKA

Basri, F, H. Munandar. 2010. Dasar-dasar Ekonomi Internasional: Pengenalan

dan Aplikasi Metode Kuantitatif. Jakarta: Kencana.

Budiyono, H. 2010. Analisis Neraca Perdagangan Peternakan dan Swasembada

Daging Sapi 2014. CEFARS: Jurnal Agribisnis dan Pengembangan

Wilayah Vol. 1 No. 2, Juli 2010.

Direktorat Jenderal Peternakan. 2011. Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan

2011. Jakarta: Direktorat Jenderal Peternakan.

Direktorat Jenderal Peternakan. 2012. Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan,

2012. Jakarta: Direktorat Jenderal Peternakan.

Firdaus, M. 2011. Aplikasi Ekonometrika Untuk Data Panel dan Time Series.

Bogor: IPB Press.

Food and Agriculture Organization of The United Nation. 2013. Cattle Meat

Production. http://faostat.fao.org. [28 Maret 2013].

Hutabalian, M. 2009. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penawaran Daging Sapi

Potong Domestik.[Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Bogor.

Ilham, N. 1998. Penawaran dan Permintaan Daging Sapi di Indonesia: Suatu

Analisis Simulasi. [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana Ilmu Ekonomi

Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Ilham, N. 2009. Kelangkaan Produksi Daging: Indikasi dan Implikasi

Kebijakannya. Analisis Kebijakan Pertanian Volume 7 No. 1: 46-63,

Maret 2009.

Ilham, N. 2009.Kebijakan Pengendalian Harga Daging Sapi Nasional. Analisis

Kebijakan Pertanian Volume 7 No. 3: 211-221, September 2009.

Lipsey, R.G, P.N. Courant, D.D. Purpis, P.O Steiner. 1995. Pengantar

Mikroekonomi. Alih Bahasa: A. Jaka Wasana, Kirbrandoko dan Budijanto.

Jakarta: Binarupa Aksara.

Malik, L. 2012. Faktor-faktor yang Memengaruhi Aliran Perdagangan Impor

Bawang Merah dan Kentang Indonesia (Periode Tahun 2001-

2010).[Skripsi]. Bogor: IPB Press.

Mankiw, N.G. 2003. Teori Makroekonomi Edisi Kelima. Alih bahasa: Imam

Nurmawan. Jakarta: Erlangga.

Nicholson, W. 2002.Mikroekonomi Intermediate dan Aplikasinya Edisi

Kedelapan. Alih bahasa: Ign Bayu Mahendra. Jakarta: Erlangga.

Oktaviani, R, T. Novianti. 2009. Teori Perdagangan Internasional dan

Aplikasinya di Indonesia. Bogor: Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB.

Salvatore, D. 1997. Ekonomi Internasional Edisi Ke-5 Jilid 1. Alih Bahasa: Haris

Munandar. Jakarta: Erlangga.

The World Bank. 2013. Data GDP per capita (Constant 2000 US$).

http://data.worldbank.org. [22 Maret 2013].

. 2013. Consumer Price Index. http://data.worldbank.org. [22

Maret 2013].

. 2013. Wholesale Price Index. http://data.worldbank.org. [21

April 2013].

Page 43: Faktor Impor Daging Sapi Indonesia

33

. 2013. Official Exchange Rate. http://data.worldbank.org.

[22 Maret 2013].

. 2013. Commodity Price Data (Pink Sheet).

http://data.worldbank.org. [6 Maret 2013].

Tseuoa T, Yusman S, Dedi BH. 2012. The Impact of Australia and New Zealand

Free Trade Agreement on The Beef Industry in Indonesia. Journal

ISSAAS Vol. 18, No. 2: 70-82 (2012).

United Nations Commodity Trade Statistic.Database. 2013. Data Query of Import

and Export. http://comtrade.un.org. [25 Maret 2013].

Page 44: Faktor Impor Daging Sapi Indonesia

34

Lampiran 1 PLS

Dependent Variable: IMPOR

Method: Panel EGLS (Cross-section SUR)

Date: 05/19/13 Time: 18:03

Sample: 2000 2011

Periods included: 12

Cross-sections included: 5

Total panel (balanced) observations: 60

Linear estimation after one-step weighting matrix

White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected) Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. GDPJ -606.2739 108.4986 -5.587851 0.0000

GDPI 36557.93 3655.656 10.00037 0.0000

EXRATE 126.0260 91.26605 1.380864 0.1732

P_IDN 68503.66 13420.19 5.104524 0.0000

P_INT -41763.87 13658.07 -3.057816 0.0035

PROD_IDN -11.43104 5.857126 -1.951646 0.0564

PROD_J 0.108859 0.070100 1.552913 0.1265

C -26062247 5504989. -4.734296 0.0000 Weighted Statistics R-squared 0.744744 Mean dependent var 1.584209

Adjusted R-squared 0.710383 S.D. dependent var 1.949854

S.E. of regression 1.037652 Sum squared resid 55.98950

F-statistic 21.67390 Durbin-Watson stat 1.128313

Prob(F-statistic) 0.000000 Unweighted Statistics R-squared 0.451141 Mean dependent var 6735417.

Sum squared resid 4.35E+15 Durbin-Watson stat 0.315750

Page 45: Faktor Impor Daging Sapi Indonesia

35

Lampiran 2 LSDV

Dependent Variable: IMPOR

Method: Panel EGLS (Cross-section SUR)

Date: 05/19/13 Time: 17:59

Sample: 2000 2011

Periods included: 12

Cross-sections included: 5

Total panel (balanced) observations: 60

Linear estimation after one-step weighting matrix

White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected) Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. GDPJ -656.5941 114.3873 -5.740096 0.0000

GDPI 42173.34 3962.459 10.64322 0.0000

EXRATE 1654.552 346.0256 4.781588 0.0000

P_IDN 66775.83 14699.92 4.542597 0.0000

P_INT -57462.01 11225.74 -5.118772 0.0000

PROD_IDN -4.892000 5.660842 -0.864182 0.3918

PROD_J 0.038217 0.457615 0.083513 0.9338

C -35765744 5648319. -6.332104 0.0000 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared 0.825786 Mean dependent var 1.842433

Adjusted R-squared 0.785862 S.D. dependent var 1.902242

S.E. of regression 0.983423 Sum squared resid 46.42183

F-statistic 20.68390 Durbin-Watson stat 1.718049

Prob(F-statistic) 0.000000 Unweighted Statistics R-squared 0.701458 Mean dependent var 6735417.

Sum squared resid 2.37E+15 Durbin-Watson stat 0.634355

Page 46: Faktor Impor Daging Sapi Indonesia

36

Lampiran 3 Uji chow

Redundant Fixed Effects Tests

Equation: Untitled

Test cross-section fixed effects Effects Test Statistic d.f. Prob. Cross-section F 10.509571 (4,48) 0.0000

Cross-section Chi-square 37.742037 4 0.0000

Page 47: Faktor Impor Daging Sapi Indonesia

37

Lampiran 4 Uji normalitas

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

-1 0 1 2

Series: Standardized Residuals

Sample 2000 2011

Observations 60

Mean -1.30e-16

Median -0.106091

Maximum 2.651907

Minimum -1.658248

Std. Dev. 0.887023

Skewness 0.619575

Kurtosis 3.401468

Jarque-Bera 4.241674

Probability 0.119931

Page 48: Faktor Impor Daging Sapi Indonesia

38

Lampiran 5 Uji homoskedastisitas

-2

-1

0

1

2

3

5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60

Standardized Residuals

Page 49: Faktor Impor Daging Sapi Indonesia

39

Lampiran 6 Uji multikolinearitas

IMPOR GDPJ GDPI EXRATE P_IDN P_INT PROD_IDN PROD_J

IMPOR 1.000000 -0.475454 0.398122 0.148000 0.371196 0.270960 0.256593 -0.163745

GDPJ -0.475454 1.000000 0.140734 -0.255805 0.070263 0.097700 0.094350 0.428033

GDPI 0.398122 0.140734 1.000000 -0.138368 0.793163 0.749496 0.729932 0.001609

EXRATE 0.148000 -0.255805 -0.138368 1.000000 -0.101698 -0.078443 -0.099101 0.623827

P_IDN 0.371196 0.070263 0.793163 -0.101698 1.000000 0.611727 0.586128 0.004639

P_INT 0.270960 0.097700 0.749496 -0.078443 0.611727 1.000000 0.742616 -0.001247

PROD_IDN 0.256593 0.094350 0.729932 -0.099101 0.586128 0.742616 1.000000 -0.004495

PROD_J -0.163745 0.428033 0.001609 0.623827 0.004639 -0.001247 -0.004495 1.000000

39

Page 50: Faktor Impor Daging Sapi Indonesia

40

Lampiran 7 Variabel-variabel dalam model faktor-faktor yang memengaruhi impor daging sapi di Indonesia

Negara Tahun IMPOR GDPI GDPj EXRATE P_IDN P_INT PROD_j PROD_IDN

AUS 2000 11691761 773.311 21708.04 6561.814 396.7195 216.2786 1987900 339900

AUS 2001 6708919 791.0765 21824.09 6676.604 416.8767 251.0059 2119000 338700

AUS 2002 7047223 816.0164 22402.99 5859.508 427.9109 249.6574 2028000 330300

AUS 2003 6840094 844.1835 22825.57 6212.393 407.2447 219.5072 2073000 369700

AUS 2004 3276161 875.7292 23498.26 7072.24 412.4939 258.6901 2033000 447600

AUS 2005 7439308 914.5999 23929.16 7411.179 399.88 261.6948 2161960 358700

AUS 2006 10041082 953.9355 24295.08 6313.595 406.2615 249.3184 2077070 395800

AUS 2007 22634079 1003.364 24765.55 6733.541 415.6224 239.7464 2226290 339500

AUS 2008 25517767 1052.433 25190.72 6808.036 433.3744 268.0124 2131910 392500

AUS 2009 46099703 1089.724 25007.7 6587.414 464.2505 241.1594 2123960 409300

AUS 2010 47989579 1145.385 25190.84 6631.239 455.5831 296.7777 2108290 435500

AUS 2011 38870855 1206.991 25306.82 7059.926 454.5558 328.6068 2109860 485300

NZ 2000 4513129 773.311 13375.78 5322.429 396.7195 216.2786 571783 339900

NZ 2001 4543195 791.0765 13774.32 5516.602 416.8767 251.0059 590435 338700

NZ 2002 3240785 816.0164 14202.16 5053.661 427.9109 249.6574 576318 330300

NZ 2003 2689868 844.1835 14529.67 5545.393 407.2447 219.5072 660280 369700

NZ 2004 7465813 875.7292 14853.27 6351.324 412.4939 258.6901 709077 447600

NZ 2005 11358517 914.5999 15171.59 6833.009 399.88 261.6948 651772 358700

NZ 2006 13790782 953.9355 15103.23 5427.995 406.2615 249.3184 642888 395800

NZ 2007 16249069 1003.364 15392.5 5906.666 415.6224 239.7464 632378 339500

NZ 2008 18792950 1052.433 15011.18 5676.218 433.3744 268.0124 634558 392500

NZ 2009 19388188 1089.724 14778.16 5267.216 464.2505 241.1594 637030 409300

40

Page 51: Faktor Impor Daging Sapi Indonesia

41

NZ 2010 35168388 1145.385 14629.22 5171.899 455.5831 296.7777 635289 435500

NZ 2011 20459396 1206.991 14646.42 5421.108 454.5558 328.6068 622676 485300

USA 2000 689349 773.311 35081.92 11586.67 396.7195 216.2786 12298000 339900

USA 2001 773168 791.0765 35116.22 13018.44 416.8767 251.0059 11982000 338700

USA 2002 587151 816.0164 35427.91 10726.73 427.9109 249.6574 12427000 330300

USA 2003 563772 844.1835 36021.31 9480.992 407.2447 219.5072 12039000 369700

USA 2004 349304 875.7292 36931.39 9549.156 412.4939 258.6901 11134800 447600

USA 2005 357266 914.5999 37718.01 9704.742 399.88 261.6948 11196000 358700

USA 2006 548 953.9355 38349.4 8358.978 406.2615 249.3184 11862800 395800

USA 2007 96 1003.364 38710.89 8063.57 415.6224 239.7464 11979400 339500

USA 2008 349549 1052.433 38208.76 8093.011 433.3744 268.0124 12163000 392500

USA 2009 133248 1089.724 36539.23 8242.019 464.2505 241.1594 11891100 409300

USA 2010 3465099 1145.385 37329.62 6971.593 455.5831 296.7777 12045800 435500

USA 2011 2791519 1206.991 37691.03 6585.687 454.5558 328.6068 11988300 485300

SGP 2000 151173 773.311 23814.56 7383.664 396.7195 216.2786 37 339900

SGP 2001 28925 791.0765 22913.32 7840.346 416.8767 251.0059 39 338700

SGP 2002 824 816.0164 23658.87 6338.407 427.9109 249.6574 42 330300

SGP 2003 103716 844.1835 25110.5 5658.745 407.2447 219.5072 40 369700

SGP 2004 2852 875.7292 27068.97 5816.576 412.4939 258.6901 44 447600

SGP 2005 39889 914.5999 28388.87 5830.784 399.88 261.6948 41 358700

SGP 2006 0 953.9355 29925.5 5148.372 406.2615 249.3184 42 395800

SGP 2007 464 1003.364 31247 5197.527 415.6224 239.7464 42 339500

SGP 2008 0 1052.433 30131.62 5699.974 433.3744 268.0124 42 392500

SGP 2009 164204 1089.724 28949.86 5701.018 464.2505 241.1594 42 409300

SGP 2010 1707247 1145.385 32640.68 5202.828 455.5831 296.7777 45 435500

41

Page 52: Faktor Impor Daging Sapi Indonesia

42

SGP 2011 40676 1206.991 33529.83 5436.246 454.5558 328.6068 45 485300

JPN 2000 1295 773.311 37291.71 124.6978 396.7195 216.2786 530438 339900

JPN 2001 54 791.0765 37342.14 119.854 416.8767 251.0059 458600 338700

JPN 2002 2112 816.0164 37363.29 93.37389 427.9109 249.6574 536600 330300

JPN 2003 528 844.1835 37911.69 87.06285 407.2447 219.5072 496000 369700

JPN 2004 3202 875.7292 38793.62 91.50511 412.4939 258.6901 513600 447600

JPN 2005 0 914.5999 39295.31 88.05026 399.88 261.6948 499470 358700

JPN 2006 0 953.9355 39965.86 69.79609 406.2615 249.3184 496992 395800

JPN 2007 1180 1003.364 40837.27 64.6911 415.6224 239.7464 503902 339500

JPN 2008 0 1052.433 40433 72.21283 433.3744 268.0124 519879 392500

JPN 2009 0 1089.724 38242.02 80.42842 464.2505 241.1594 517020 409300

JPN 2010 0 1145.385 39971.79 70.83501 455.5831 296.7777 514959 435500

JPN 2011 0 1206.991 39578.07 71.14438 454.5558 328.6068 500440 485300

Keterangan : Impor : Volume impor daging sapi Indonesia HS0202 (kg)

GDPI : GDP riil per kapita Indonesia (juta USD)

GDPJ : GDP riil per kapita negara asal impor (juta USD)

EXRATE : Nilai tukar riil Rupiah terhadap mata uang negara

asal impor (Rp/LCU)

P_IDN : Harga riil daging sapi di Indonesia (Rp)

P_INT : Harga riil daging sapi Internasional (cents/kg)

PROD_J : Produksi daging sapi di negara asal impor (ton)

PROD_IDN :Produksi daging sapi di Indonesia (ton)

42

Page 53: Faktor Impor Daging Sapi Indonesia

43

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di kota Jakarta, Jawa Barat, pada Tanggal 3 Maret 1991

dengan nama lengkap Gradisny Qaliffa Maraya. Penulis merupakan anak pertama

dari dua bersaudara pasangan Prie Anugrah Agustyanto dan Nirma Indria

Adikawati.Penulis menamatkan sekolah dasar di SD Islam Dian Didaktika, Cinere

pada tahun 2003. Kemudian melanjutkan ke SMP Labschool Cinere dan tamat

pada tahun 2006, pada jenjang berikutnya penulis melanjutkan pendidikan di

SMA Labschool Cinere dan tamat pada tahun 2009.

Pada tahun 2009, penulis melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi

dan diterima di Institut Pertanian Bogor, salah satu universitas terbaik di

Indonesia. Penulis diterima di Insititut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian

Talenta Mandiri (UTM) dan memilih Program Studi Ilmu Ekonomi, Fakultas

Ekonomi dan Manajemen. Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis pernah

aktif dalam kepanitiaan Masa Perkenalan Fakultas pada tahun 2010 dan menjabat

sebagai sekretaris Humas.

43