12
Jurnal Ilmiah Kesehatan Delima, Vol 3 No. 1, Januari 2019 265 Jurnal Ilmiah Kesehatan Delima Vol.3 No.1 Januari Juni 2019 p-ISSN : 2337-8158 e-ISSN : 2580-295X journal homepage: http://ejournal.stikessalsabilaserang.ac.id Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Rendahnya Akseptor KB Pria di RT 002 RW 01 Meruya Utara Kembangan Jakarta Barat Rizki Hallifah Ashri Akademi Kebidanan Bhakti Asih Cileduk Tangerang e-mail: [email protected] Abstrak Keluarga berencana adalah usaha menolong individu atau pasangan antara lain untuk mencegah terjadinya kelahiran yang tidak dikehendaki atau sebaliknya bagi pasangan yang menginginkan anak, mengatur interval waktu kehamilan, mengontrol waktu kelahiran berhubungan dengan usia orang tua, menentukan jumlah anak dalam keluarga. Menurut survei di Rt 002 Rw 01 Meruya Utara Kembangan, Jakarta Barat. Penelitian ini bersifat study korelasi dengan dengan menggunakan jenis (Cross Sectional). Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2017. Tehnik pengambilan sampel dilakukan tehnik Purposive Sampling. Dengan jumlah sampel sebanyak 65 responden. Analisa data dilakukan dengan Fisher’s exact test. Menunjukkan bahwa nilai p < 0,05 artinya ada hubungan bermakna antara variabel dependen dan independen, nilai p>0,05 artinya tidak ada hubungan bermakna antara variabel dependen dan independen. Akseptor KB pria di Rt 002 Rw 01 Meruya Utara Kembangan, Jakarta Barat, berjumlah 13 responden (20%). Dari 65 responden, Pengetahua akseptor KB pria yang tahu mengenai alat kontrasepsi pria sebanyak (95%), akseptor KB pria yang tidak tahu mengenai alat kontrasepsi pria sebanyak (5%), pendidikan responden akseptor KB pria SD (12%), SMP (54%), SMK (31%), PT (3%), responden akseptor KB pria yang mendapat dukungan dari istri (44,6%), persepsi responden akseptor KB pria yang benar (72,3%), usia responden akseptor KB pria 20-35 tahun (44,6%), 36-50 tahun (49,2%), responden akseptor KB pria yang mendapat dukungan dari tenaga kesehatan (43,1%), responden akseptor KB pria yang mendapat dukungan sosial budaya (44,6%). Faktor faktor yang berhubungan dengan rendahnya akseptor KB pria adalah pendidikan, peran serta istri, persepsi, usia, peran serta tenaga kesehatan, dan sosial budayadari masing masing variabel tersebut terdapat hubungan yang bermakna antara variabel dependen dan variabel independen. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi sumber pengetahuan dan informasi agar pria usia subur yang sudah menikan berpatisipasi menjadi akseptor KB pria. Kata Kunci : Keluarga Berencana, Akseptor KB pria. Pendahuluan Angka kematian ibu disemua negara berkembang masih sangat tinggi demikian juga di Indonesia, Berdasarkan data SDKI tahun 2012 AKI mencapai 359 per 100.000 kelahiran hidup jumlah penduduk yang meningkat dan semakin

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Rendahnya Akseptor

  • Upload
    others

  • View
    13

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Rendahnya Akseptor

Jurnal Ilmiah Kesehatan Delima, Vol 3 No. 1, Januari 2019 265

Jurnal Ilmiah Kesehatan Delima

Vol.3 No.1 – Januari – Juni 2019

p-ISSN : 2337-8158

e-ISSN : 2580-295X

journal homepage: http://ejournal.stikessalsabilaserang.ac.id

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Rendahnya Akseptor

KB Pria di RT 002 RW 01 Meruya Utara Kembangan

Jakarta Barat

Rizki Hallifah Ashri

Akademi Kebidanan Bhakti Asih Cileduk Tangerang

e-mail: [email protected]

Abstrak

Keluarga berencana adalah usaha menolong individu atau pasangan antara

lain untuk mencegah terjadinya kelahiran yang tidak dikehendaki atau sebaliknya

bagi pasangan yang menginginkan anak, mengatur interval waktu kehamilan,

mengontrol waktu kelahiran berhubungan dengan usia orang tua, menentukan

jumlah anak dalam keluarga. Menurut survei di Rt 002 Rw 01 Meruya Utara

Kembangan, Jakarta Barat. Penelitian ini bersifat study korelasi dengan dengan

menggunakan jenis (Cross Sectional). Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2017.

Tehnik pengambilan sampel dilakukan tehnik Purposive Sampling. Dengan jumlah

sampel sebanyak 65 responden. Analisa data dilakukan dengan Fisher’s exact test.

Menunjukkan bahwa nilai p < 0,05 artinya ada hubungan bermakna antara variabel

dependen dan independen, nilai p>0,05 artinya tidak ada hubungan bermakna antara

variabel dependen dan independen. Akseptor KB pria di Rt 002 Rw 01 Meruya

Utara Kembangan, Jakarta Barat, berjumlah 13 responden (20%). Dari 65

responden, Pengetahua akseptor KB pria yang tahu mengenai alat kontrasepsi pria

sebanyak (95%), akseptor KB pria yang tidak tahu mengenai alat kontrasepsi pria

sebanyak (5%), pendidikan responden akseptor KB pria SD (12%), SMP (54%),

SMK (31%), PT (3%), responden akseptor KB pria yang mendapat dukungan dari

istri (44,6%), persepsi responden akseptor KB pria yang benar (72,3%), usia

responden akseptor KB pria 20-35 tahun (44,6%), 36-50 tahun (49,2%), responden

akseptor KB pria yang mendapat dukungan dari tenaga kesehatan (43,1%),

responden akseptor KB pria yang mendapat dukungan sosial budaya (44,6%). Faktor

– faktor yang berhubungan dengan rendahnya akseptor KB pria adalah pendidikan,

peran serta istri, persepsi, usia, peran serta tenaga kesehatan, dan sosial budayadari

masing – masing variabel tersebut terdapat hubungan yang bermakna antara variabel

dependen dan variabel independen. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi

sumber pengetahuan dan informasi agar pria usia subur yang sudah menikan

berpatisipasi menjadi akseptor KB pria.

Kata Kunci : Keluarga Berencana, Akseptor KB pria.

Pendahuluan

Angka kematian ibu disemua negara berkembang masih sangat tinggi

demikian juga di Indonesia, Berdasarkan data SDKI tahun 2012 AKI mencapai 359

per 100.000 kelahiran hidup jumlah penduduk yang meningkat dan semakin

Page 2: Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Rendahnya Akseptor

Jurnal Ilmiah Kesehatan Delima, Vol 3 No. 1, Januari 2019 266

tingginya angka kematian ibu akan menurunkan derajat kesehatan dan kesejahteraan

suatu negara. Di Negara miskin, sekitar 25-50% kematian wanita usia subur di

sebabkan karena hal yang berkaitan dengan kematian saat kehamilan, kematian saat

melahirkan biasanya menjadi faktor utama mortalitas wanita muda pada masa

puncak produktifitasnya. Oleh karena itu, untuk menjaga dan menjamin keselamatan

dan kesehatan wanita selama hamil, bersalin, nifas, dan wanita usia produktif atau

subur serta mencegah angka kematian ibu, salah satunya dengan program Keluarga

Bencana.

Dari peningkatan jumlah penduduk yang cukup pesat pemerintah menyadari

pentingnya penduduk yang berkualitas sebagai modal utama dalam mempercepat

pembangunan yang pada akhirnya akan mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

Pemerintah melakukan berbagai program pembangunan Sumber Daya Manusia,

salah satunya adalah dilaksanakannya program Keluarga Berencana (KB). Secara

makro, Keluarga Berencana (KB) berfungsi mengendalikan kelahiran, sedangkan

dalam perspektif mikro bertujuan untuk membantu keluarga dan individu dalam

mewujudkan hak-hak reproduksi, penyelenggaraan pelayanan, pengaturan, dan

dukungan untuk membentuk keluarga dengan usia kawin ideal, mengatur jumlah,

jarak dan usia ideal melahirkan anak, serta pengaturan kehamilan dan pembinaan

ketahanan kesejahteraan keluarga.

Rendahnya tingkat partisipasi pria dalam menggunakan alat kontrasepsi

dipengaruhi oleh banyak faktor seperti pendidikan, umur, sosial budaya, agama.

Ekonomi, geografi serta pangatahuan pria PUS terhadap kontrasepsi. Menurut

WHO, kesetaraan dan keadilan gender dalam keluarga berencana telah menjadi

salah satu strategi utama dalam pelaksanaan program KB didunia.Sebagian besar

masyarakat dan provider serta penentu kebijakan masih menganggap bahwa

pengguanaan kontrasepsi adalah urusan perempuan. Dengan di adopsinya MDG’s

sebagai tujuan pembangunan global, maka masalah kesetaraan dan keadilan gender

memperoleh prioritas yang lebih tinggi. Adapun pencapaian MOP di dunia 3,4%,

Negara maju 5,3%, Negara berkembang 3,0%, dan di Indonesia 0,4%.

Jika dibandingkan dengan akseptor wanita jumlah akseptor pria relatif masih

kecil. Menurut hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2012 jumlah

akseptor pil sebesar 13,6 persen, IUD 3,9 persen, suntik 31,9 persen, implant 3,3

persen dan medis operasi wanita (MOW) sebesar 3,2 persen, sedangkan pada pria

yaitu akseptor kontrasepsi kondom 1,8 persen, dan vasektomi hanya sebesar 0,2

persen, sedangkan pemilihan kontrasepsi dengan cara tradisional yang banyak

digunakan adalah metode senggama terputus 2,3 persen, pantang berkala 1,3 persen.

Partisipasi pria dalam program KB berdasarkan hasil SDKI 2012 hanya naik 0,2

persen per tahunnya. Dilihat dari angka pencapaian peningkatan partisipasi pria pada

tahun 1991 sebesar 0,8 persen. Pada tahun 2003 sebesar 1,3 persen, sedangkan pada

tahun 2007 sebesar 1,5 persen.

Berdasarkan data BKKBN Tahun 2011 pencapaian akseptor KB pria baru

yang tertinggi berada di Propinsi Jawa Tengah yaitu 29.727 akseptor (0,44%), yang

terendah di Propinsi Gorontalo yaitu 607 akseptor (0,01%), dan Sumatera Utara

berada telah mencapai 0,3% (22.161 akseptor) dari total 6.799.819 akseptor KB pria

baru di Indonesia (3,25%). Padahal, perkiraan permintaan masyarakat (PPM)

nasional yang ditargetkan, partisipasi pria dalam ber-KB adalah 4,5% dari seluruh

akseptor.

Page 3: Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Rendahnya Akseptor

Jurnal Ilmiah Kesehatan Delima, Vol 3 No. 1, Januari 2019 267

Menurut BKKBN Sumatra Barat, pencapaian penggunaaan KB baru per

MIX (Bagian dari kontrasepsi pria meliputi KONDOM dan MOP) kontrasepsi bulan

Januari-Agustus 2011, dari 123.000 perencanaan permintaan masyarakat (PPM)

hanya 61,34 % pria PUS yang berpartisipasi menggunakan alat kontrasepsi, dengan

rincian 12% MOP dan 64,65% kondom. Pencapaian untuk Kota Pariaman 2011

didapatkan Pariaman Tengah dengan partisipasi pria yang masih rendah dalam

memilih alat kontrasepsi yaitu 22% pasangan usia subur menggunakan kontrasepsi.

Berdasarkan data pada Pariaman Tengah, didapatkan Desa Pauh Timur dengan

penggunaan kontrasepsi pria paling rendah, yaitu hanya 3 orang dari 263 PUS yang

ada.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan

dengan rendahnya akseptor KB pria di Rt 002 Rw 01 Meruya utara Kembangan,

Jakarta Barat

Metedologi Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian bersifat study korelasi dengan

menggunakan jenis potong silang (Cross Sectional). Dalam penelitian cross

sectional atau potong silang, variabel sebab atau resiko dan akibat atau kasus yang

terjadi pada objek penelitian diukur atau dikumpulkan secara simultan (dalam waktu

yang bersamaan). Pengumpulan data untuk jenis penelitian ini, baik untuk veriabel

resiko atau sebab (Independent Variabel) maupun variabel akibat (Dependent

Variabel) dilakukan secara bersama-sama atau sekaligus. Pada penelitian ini peliti

menggunakan study korelasi.

Populasi dalam penelitian ini adalah semua pria usia subur di Meruya Utara

RT 002 Rw 01 yang berjumlah 65 orang. Sampel pada penelitian ini adalah pria usia

subur yang sudah menikah di RT 002 Rw 01 Meruya utara. Dalam penelitian ini

peneliti memilih menggunakan total sampling dikarenakan populasi pria usia subur

hanya berjumlah 65 orang”. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini

dilakukan pengambilan teknik Purposive Sampling

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Analisis Univariat

Distribusi Frekuensi Akseptor KB Pria

20%

80%

Diagram-1 Distribusi Frekuensi Akseptor KB Pria di Rt 002 Rw 01 Meruya Utara Tahun 2017

Akseptor

Non Akseptor

Page 4: Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Rendahnya Akseptor

Jurnal Ilmiah Kesehatan Delima, Vol 3 No. 1, Januari 2019 268

Berdasarkan diagram-1 menunjukkan bahwa akseptor KB sebanyak 13 pria

(20%), dan Non akseptor KB sebanyak 52 (80%). Hal ini menunjukkan rendahnya

akseptor KB pria. Akseptor KB pria adalah peserta KB yaitu pria yang

menggunakan salah satu alat/obat kontrasepsi.

Distribusi Frekuensi PengetahuanAkseptor KB Pria

95%

5%

Tabel-2 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Akseptor KB Priadi rt 002 Rw 01 Meruya Utara Tahun 2017

Tahu

Tidak Tahu

Berdasarkan diagram-2 menunjukkan bahwa yang mengetahui KB pria

sebanyak 62 responden (95%), dan yang tidak mengetahui KB pria sebanyak 3

responden (5%). Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan bukan salahsatu

penyebab rendahnya akseptor KB pria. Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu”

dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu.

Distribusi Frekuensi Pendidikan Akseptor KB Pria

12%

54%

31%

3%

Tabel-3 Distribusi Frekuensi Pendidikan Akseptor KB Priadi Rt 002 Rw 01 Meruya Utara Tahun 2017

SD

SMP

SMK

PT

Berdasarkan diagram-3 menunjukkan bahwa yang berpendidikan SD

sebanyak 8 responden (12%), SMP 35 responden (54%), SMK 20 responden (31%),

dan PT sebanyak 2 responden (3%). Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan

merupakan salah satu faktor yang mendukung partisispasi pria untuk ikut serta

menjadi akseptor KB. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk

Page 5: Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Rendahnya Akseptor

Jurnal Ilmiah Kesehatan Delima, Vol 3 No. 1, Januari 2019 269

mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta dididk secara

aktif mengembangkan potensi di dalam diri untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

keterampilan yang di perlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

Distribusi Frekuensi Peran serta Istri Akseptor KB Pria

44,6%

55,4%

Tabel-4 Distribusi Frekuensi Peran serta Istri Akseptor KB Priadi Rt 002 Rw 01 Meruya Utara Tahun 2017

Mendukung

Tidak Mendukung

Berdasarkan diagram-4 menunjukkan bahwa peran serta istri yang

mendukung suaminya ikut serta menjadi akseptor Kb sebanyak 29 responden

(44,6%) dan istri yang tidak mendukung suaminya ikut serta menjadi akseptor Kb

sebanyak 36 responden (55,4%). Hal ini menunjukkan bahwa dukungan istri

merupakan salah satu faktor yang mendukung partisispasi suami untuk ikut serta

menjadi akseptor KB. Partisipasi istri adalah keikutsertaan istri memberi dukungan

kepada pasangannya untuk melakukan suatu hal.

Distribusi Frekuensi Persepsi Akseptor KB Pria

27,7%

72,3%

Tabel-5 Distribusi Frekuensi Persepsi Akseptor KB Pria di Rt 002 Rw 01 Meruya Utara Tahun 2017

Salah

Benar

Berdasarkan diagram-5 menunjukkan bahwa persepsi salah mengenai

akseptor KB pria hanya untuk wanita saja sebanyak 18 responden (27,7%), dan yang

menganngap benar sebanyak 47 responden (72,3%). Hal ini menunjukkan bahwa

persepsi merupakan salah satu faktor penyebab rendahnya akseptor KB. Persepsi

Page 6: Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Rendahnya Akseptor

Jurnal Ilmiah Kesehatan Delima, Vol 3 No. 1, Januari 2019 270

adalah proses masuknya pesan atau informasi kedalam otak manusia, melalui

persepsi manusia terus menerus mengadakan hubungan dengan lingkungannya.

Hubungan ini dilakukan melalui inderanya, yaitu indera pengelihatan, pendengaran,

peraba, perasa, dan penciuman.

Distribusi Frekuensi Usia Akseptor KB Pria

44,6%

49,2%

6,2%

Tabel-6 Distribusi Frekuensi Usia Akseptor KB Priadi Rt 002 Rw 01 Meruya Utara Tahun 2017

20 - 35

36 - 50

> 50

Berdasarkan diagram-6 menunjukkan bahwa Usia responden 20 -35 tahun

sebanyak 29 responden (44,6%), usia 36-50 tahun sebanyak 32 responden (49,2%),

dan usia > 50 tahun sebanyak 4 responden (6,2%). Hal ini menunjukkan bahwa usia

menjadi salah satu faktor penyebab rendahnya akseptor KB pria. Umur yaitu usia

individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulangtahun.

Distribusi Frekuensi Peran serta Tenga Kesehatan Akseptor KB Pria

43,1%

56,9%

Tabel-7 Distribusi Frekuensi Peran serta Tenaga Kesehatan Akseptor KB Pria di Rt 002 Rw 01 Meruya Utara Tahun 2017

Mendukung

Tidak mendukung

Berdasarkan diagram-7 menunjukkan bahwa 28 responden mengatakan

tenaga kesehatan mendukung akseptor KB pria (43,1%), dan 37 responden

mengatakan tenaga kesehatan tidak mendukung terhadap akseptor KB pria (56,9%).

Hal ini menunjukkan dukungan tenaga kesehatan ada hubungannya dengan

rendahnya akseptor KB pria. Dukungan tenaga kesehatan adalah informasi verbal

atau non verbal, saran, bantuan, yang nyata atau tingkah laku yang di di berikan oleh

petugas kesehatan seperti dokter, bidan, perawat, dll.

Page 7: Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Rendahnya Akseptor

Jurnal Ilmiah Kesehatan Delima, Vol 3 No. 1, Januari 2019 271

Distribusi Frekuensi Sosial Budaya Akseptor KB Pria

44,6%

55,4%

Tabel-8 Distribusi Frekuensi Sosial Budaya Akseptor KB Priadi Rt 002 Rw 01 Meruya Utara Tahun 2017

Mendukung

Tidak Mendukung

Berdasarkan diagram 8 menunjukkan bahwa dukungan sosial budaya

terhadap akseptor KB pria yaitu 29 responden mengatakan mendukung (44,6%), dan

36 responden yang mengatakan tidak mendukung (55,4%). Hal ini menunjukkan

bahwa dukungan sosial budaya ada hubungan nya dengan rendahnya akseptor KB

pria. Dukungan sosial budaya adalah dukungan atau bantuan yang berasal dari orang

lain seperti teman, tetangga, keluarga dan orang – orang lainnya.

Analisis Bivariat

Hubungan antara Rendahnya Akseptor KB Pria dengan Pengetahuan Tabel-1 Hubungan antara Rendahnya Akseptor Kb Pria dengan Pengetahuan di Rt 002 Rw

01 Meruya Utara Tahun 2017

No Pengetahuan

Akseptor KB pria Total

OR

P Value

Non Akseptor Akseptor

F % F % F %

1. Tidak tahu 2 66,7 1 33,3 3 100

0,480 0,494 2. Tahu 50 80,6 12 19,4 62 100

TOTAL 52 80 13 20 65 100

Dari hasil analisis yang dilakukan menunjukkan bahwa pengetahuan status

non akseptor Kb pria tidak tahu sebanyak 2 responden (66,7%), danyang tahu

sebanyak 50 responden (80,6%). Sedangkan pengetahuan status akseptor Kb pria

yang tidak tahu sebanyak 1 responden (33,3%), dan status akseptor Kb pria yang

tahu yaitu sebanyak 12 responden(19,4%).

Hasil uji statistik yang dilakukan menggunakan uji chi square dengan batas

kemaknaan α = 0,05 didapatkan P value = 0,494 lebih besar di bandingkan

maka Ho gagal ditolak berarti tidak ada hubungan bermakna antara

pengetahuan dengan rendahnya akseptor KB pria di Rt 002 Rw 01 Meruya Utara,

Jakarta Barat. Dari hasil analisis diperoleh nilai OR = 0,480 artinya pengetahuan

non akseptortidak ada hubungan bermakna karena memiliki peluang 0,480 kali

untuk tidak menjadi akseptor KB dibandingkan dengan akseptor KB.Dengan

demikian dapat disimpulkan bahwa pengetahuan bukan salah satu faktor yang

menyebabkan rendahnya akseptor KB pria.

Page 8: Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Rendahnya Akseptor

Jurnal Ilmiah Kesehatan Delima, Vol 3 No. 1, Januari 2019 272

Hasi penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang menyatakan dari 123

responden terlihat bahwa pengetahuan pria tentang KB masih kurang yaitu ada 72

responden (58,55%). Dari segi pengetahuan kurang berperannya suami dalam

program KB dan Kesehatan Reproduksi disebabkan oleh pengetahuan suami

mengenai KB secara umum masih rendah.

Hubungan antara Rendahnya Akseptor KB Pria dengan Pendidikan Tabel-2 Hubungan antara Rendahnya Akseptor KB Pria dengan Pendidikan di Rt 002 Rw

01 Meruya Utara Tahun 2017

No Pendidikan

Akseptor KB pria Total

OR

P Value

Non Akseptor Akseptor

F % F % F %

1. SD 7 87,5 1 12,5 8 100

- 0,011

2. SMP 31 88,6 4 11,4 35 100

3. SMK 14 70 6 30 20 100

4 PT 0 0 2 100 2 100

TOTAL 52 80 13 20 65 100

Dari hasil analisis yang dilakukan menunjukkan bahwa Pendidikan status

akseptor KB pria yang berpendidikan SD 1 responden (12,5%), SMP 4 responden

(11,4%), SMK 6 responden (30%), dan PT 2 responden (100%). Sedangkan

pendidikan status non akseptor KB pria yang berpendidikan SD 7 responden

(87,5%), SMP 31 responden (88,6%), SMK 14 responden (70%), dan PT tidak ada.

Hasil uji statistik yang dilakukan menggunakan uji chi square dengan batas

kemaknaan α = 0,05 didapatkan P value = 0,011 lebih kecil di bandingkan

maka Ho ditolak berarti ada hubungan bermakna antara pendidikan

dengan rendahnya akseptor KB pria di Rt 002 Rw 01 Meruya Utara, Jakarta Barat.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang menyatakan bahwa pendidikan

merupakan faktor penyebab rendahnya akseptor KB pria dikarenakan pengetahuan

dan persepsi pria yang umumnya berpendidikan rendah akan berbeda dengan yang

berpendidikan tinggi. Hasil studi kuantitatif BKKBN di DIY tahun 2006,

memperlihatkan bahwa sebagian besar pria mengetahui tujuan KB yaitu untuk

mengatur kelahiran, membentuk keluarga yang bahagia serta menyadari bahwa KB

itu penting.

Hubungan antara Rendahnya Akseptor KB Pria dengan Peran serta Istri Tabel-3 Hubungan antara Rendahnya Akseptor Kb pria dengan Peranserta Istri di Rt 002

Rw 01 Meruya Utara Tahun 2017

No Peran serta Istri

Akseptor KB pria Total

OR

P

Value

Non Akseptor Akseptor

F % F % F %

1. Tidak mendukung 33 91,7 3 8,3 36 100

5,789 0,009 2. Mendukung 19 65,5 10 34,5 29 100

TOTAL 52 80 13 20 65 100

Dari hasil analisis yang dilakukan menunjukkan bahwa peran serta istri

terhadap akseptor KB yang istrinya tidak mendukung sebanyak 3 responden (8,3%)

dan yang istrinya mendukung suaminya untuk menjadi akseptor KB sebanyak 10

responden (34,5%). Sedangkan non akseptor KB yang istrinya tidak mendukung

sebanyak 33 responden (91,7%), dan yang istrinya mendukung suaminya menjadi

akseptor KB sebanyak 19 responden (65,5%).

Hasil uji statistik yang dilakukan menggunakan uji chi square dengan batas

kemaknaan α = 0,05 didapatkan P value = 0,009lebih kecil di bandingkan

Page 9: Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Rendahnya Akseptor

Jurnal Ilmiah Kesehatan Delima, Vol 3 No. 1, Januari 2019 273

maka Ho ditolak berarti ada hubungan bermakna antara Peran serta istri

dengan rendahnya akseptor KB pria di Rt 002 Rw 01 Meruya Utara, Jakarta Barat.

Dari hasil analisis diperoleh nilai OR = 5,789 artinya istri yang tidak mendukung

mempunyai peluang 5,789 kali agar suaminya tidak menjadi akseptor KB dibandingkan dengan yang istrinya mendukung.

Hal ini sejalan degan penelitian yang menyatakan sikap istri yang cukup

mendukung yaitu 77%, 9% mendukung, dan yang mempunyai sikap kurang

mendukung pria dalam KB yaitu 14%.

Hubungan antara Rendahnya Akseptor KB Pria dengan Persepsi

Tabel-4 Hubungan antara Rendahnya Akseptor Kb Pria dengan Persepsi di Rt 002

Rw 01 Meruya Utara Tahun 2017

No Persepsi

Akseptor KB pria Total

OR

P Value

Non Akseptor Akseptor

F % F % F %

1. Benar 41 87, 2% 6 12,8% 47 100%

4,348 0,034 2. Salah 11 61,1% 7 38,9% 18 100%

TOTAL 52 80% 13 20% 65 100%

Dari hasil analisis yang dilakukan menunjukkan bahwa persepsi responden

benar mengenai alat kontrasepsi hanya untuk wanita saja yang berstatus akseptor

KB pria yaitu sebanyak 6 responden (12,8%), dan yang mengganggap salah

sebanyak7 responden (38,9%). Sedangkan persepsi non akseptor yang menganggap

benar sebanyak 41 responden (87,2%), dan yang menganggap salah sebanyak 11

responden (61,1%).

Hasil uji statistik yang dilakukan menggunakan uji chi square dengan batas

kemaknaan α = 0,05 didapatkan P value = 0,034 lebih kecil di bandingkan

maka Ho ditolak berarti ada hubungan bermakna antara persepsi dengan

rendahnya akseptor KB pria di Rt 002 Rw 01 Meruya Utara, Jakarta Barat. Dari

hasil analisis diperoleh nilai OR = 4,348 artinya persepsi responden yang

mengatakan benar bahwa KB hanya untuk wanita saja mempunyai peluang 4,348

kali tidak menjadi akseptor KB pria dibandingkan responden yang berpersepsi salah.

Hal ini sesuai dengan penelitian yang menyatakan masih banyak responden

yang berpersepsi salah tentang metode kontrasepsi pria ada 41% pria yang

berpersepsi seorang motivator KB hanya mendukung istrinya saja untuk ikut ber

KB.

Hubungan antara Rendahnya Akseptor KB Pria dengan Usia Tabel-5 Hubungan antara Rendahnya Akseptor KB Pria dengan Usia di Rt 002 Rw 01

Meruya Utara Tahun 2017

No Usia

Akseptor KB pria Total

OR

P Value

Non Akseptor Akseptor

F % F % F %

1. 20-35 27 93,1% 2 6,9% 29 100%

- 0,016 2. 36-50 21 65,6% 11 34,3% 32 100%

3. > 50 4 100% 0 0% 4 100%

TOTAL 52 80% 13 20% 65 100%

Dari hasil analisis yang dilakukan menunjukkan bahwa usia responden yang

merupakan akseptor KB pria usia 20-35 tahunsebanyak 2 responden (6,9%), usia 36-

50 tahunsebanyak 11 responden (34,3%), dan yang > 50 tahun yaitu tidak ada.

Page 10: Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Rendahnya Akseptor

Jurnal Ilmiah Kesehatan Delima, Vol 3 No. 1, Januari 2019 274

Sedangkan usia non akseptor 20-35 tahun sebanyak 27 responden (93,1%), usia 36-

50 tahunsebanyak21 responden (65,6%) dan yang > 50 tahun 4 responden (100%).

Hasil uji statistik yang dilakukan menggunakan uji chi square dengan batas

kemaknaan α = 0,05 didapatkan P value = 0,016 lebih kecil di bandingkan

maka Ho ditolak berarti ada hubungan bermakna antara usia dengan

rendahnya akseptor KB pria di Rt 002 Rw 01 Meruya Utara, Jakarta Barat.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang menyatakan bahwa ada hubungan usia

dengan penggunaan metode kontrasepsi karena pada usia 20-40 tahun menunjukkan

adanya perbedaan keinginan memilih metode kontrasepsi.

Hubungan antara Rendahnya Akseptor KB Pria dengan Peran serta Tenaga

Kesehatan Tabel-6 Hubungan antara Rendahnya Akseptor KB Pria dengan Peran serta Tenaga

Kesehatan di Rt 002 Rw 01 Meruya Utara Tahun 2017

No Peran serta Tenaga

Kesehatan

Akseptor KB pria Total

OR

P Value

Non Akseptor Akseptor

F % F % F %

1. Tidak mendukung 34 91,9 3 8,1 37 100

6,296 0,006 2. Mendukung 18 64,3 10 35,7 28 100

TOTAL 52 80 13 20 65 100

Dari hasil analisis yang dilakukan menunjukkan bahwa dukungan tenaga

kesehatan kepada Akseptor KB yang mengatakan tenaga kesehatan tidak-

mendukung sebanyak 3 responden (8,1%), dan 10 responden (35,7%) mengatakan

mendukung. Sedangkan dukungan tenaga kesehatan kepada non akseptor KB yang

mengatakan tenaga kesehatan tidak mendukung sebanyak 34 responden (91,9%),

dan 18 responden (64,3%) mengatakan tenaga kesehatan mendukung.

Hasil uji statistik yang dilakukan menggunakan uji chi square dengan batas

kemaknaan α = 0,05 didapatkan P value = 0,006 lebih kecil di bandingkan

maka Ho ditolak berarti ada hubungan bermakna antara dukungan tenaga

kesehatan dengan rendahnya akseptor KB pria di Rt 002 Rw 01 Meruya Utara,

Jakarta Barat. Dari hasil analisa diperoleh nilai OR = 6,296 artinya responden yang

mengatakan tenaga kesehatan tidak mendukung mempunyai peluang 6,296 kali

untuk tidak menjadi akseptor KB dibandingkan dengan responden yang mengatakan

mendukung.

Hal ini sesuai dengan penelitian yang menyatakan bahwa kemudahan dan

ketersediaan sarana terhadap penggunaan sesuatu alat mengenai KB rendah karena

masih terbatasnya informasi tentang peran pria dalamm KB dan akses pria terhadap

sarana pelayanan kontrasepsi rendah. Dimana Puskesmas terdapat pelayanan KIA

yang umumnya melayani ibu dan anak saja sehingga pria merasa enggan konsultasi

ditempat pelayanan.

Hubungan antara Rendahnya Akseptor KB pria dengan Sosial Budaya Tabel-7 Hubungan antara Rendahnya Akseptor KB Pria dengan Sosial Budaya di Rt 002

Rw 01 Meruya utara Tahun 2017

No Sosial Budaya

Akseptor KB pria Total

OR

P Value

Non Akseptor Akseptor

F % F % F %

1. Tidak mendukung 33 91,7 3 8,3 36 100

5,789 0,009 2. Mendukung 19 65,5 10 34,5 29 100

TOTAL 52 80 13 20 65 100

Page 11: Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Rendahnya Akseptor

Jurnal Ilmiah Kesehatan Delima, Vol 3 No. 1, Januari 2019 275

Dari hasil analisis yang dilakukan menunjukkan bahwa dukungan Sosial

budaya terhadap akseptor KB yang mengatakan sosial budayanya tidak mendukung

sebanyak 3 responden (8,3 %) dan yang mengatakan sosial budayanya mendukung

menjadi akseptor KBsebanyak 10 responden (34,5%). Sedangkan dukungan sosial

budaya terhadap non akseptor yang mengatakan sosial budayanya tidak mendukung

sebanyak 33 responden (91,7%) dan 19 responden (65,5%) mengatakan sosial

budayanya mendukung.

Hasil uji statistik yang dilakukan menggunakan uji chi square dengan batas

kemaknaan α = 0,05 didapatkan P value = 0,009lebih kecil di bandingkan

maka Ho ditolak berarti ada hubungan bermakna antara sosial budaya

dengan rendahnya akseptor KB pria di Rt 002 Rw 01 Meruya Utara, Jakarta Barat.

Dari hasil analisa diperoleh nilai OR = 5,789 artinya responden yang sosial

budayanya tabu terhadap alat kontrasepsi pria mempunyai peluang 5,789 kali tidak

menjadi akseptor KB pria dibandingkan dengan responden yang sosial budayanya

tidak tabu mengenai alat kontrasepsi pria.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang menyatakan bahwa faktor sosial

budaya memiliki hubungan dengan partisipasi pria dalam program KB. Sedangkan

menurut Notoatmojo nilai yang berlaku di dalam masyarakat berpengaruh terhadap

perilaku kesehatan, nilai-nilai tersebut ada yang menunjang dan ada yang merugikan

kesehatan.

Kesimpulan

Dari 65 responden yang merupakan akseptor KB pria sebanyak 13 responden

(20%), dan yang berstatus non akseptor sebanyak 52 responden (80%). Rendahnya

akseptor KB pria berdasarkan pengetahuan,pendidikan, peran serta istri, persepsi,

usia, peran serta tenaga kesehatan, dan sosial budaya. Pengetahuan mengenai KB

pria sebanyak 62 responden (95%), dan yang tidak mengetahui KB pria sebanyak 3

responden (5%), pendidikan responden SD sebanyak 8 responden (12%), SMP 35

responden (54%), SMK 20 responden (31%), dan PT sebanyak 2 responden (3%),

peran serta istri yang mendukung suaminya ikut serta menjadi akseptor Kb sebanyak

29 responden (44,6%) dan istri yang tidak mendukung suaminya ikut serta menjadi

akseptor Kb sebanyak 36 responden (55,4%), persepsi salah mengenai akseptor KB

pria hanya untuk wanita saja sebanyak 18 responden (27,7%), dan yang

menganggap benar sebanyak 47 responden (72,3%), Usia responden 20 -35 tahun

sebanyak 29 responden (44,6%), usia 36-50 tahun sebanyak 32 responden (49, 2%),

dan usia > 50 tahun sebanyak 4 responden (6,2%), peran serta tenaga kesehatan

terhadap akseptor KB pria 28 responden mengatakan tenaga kesehatan mendukung

akseptor KB pria (43,1%), dan 37 responden mengatakan tenaga kesehatan tidak

mendukung terhadap akseptor KB pria (56,9%).

Berdasarkan hasil penelitian didaptkan tidak ada hubungan bermakna antara

rendahnya akseptor KB pria dengan pengetahuan karena di dapatkan hasil yaitu

pengetahuan status non akseptor Kb pria tidak tahu sebanyak 2 responden (66,7%),

dan yang tahu sebanyak 50 responden (80,6%). Sedangkan pengetahuan status

akseptor Kb pria yang tidak tahu sebanyak 1 responden (33,3%), dan status akseptor

Kb pria yang tahu yaitu sebanyak 12 responden(19,4%). Faktor yang berhubungan

dengan rendahnya akseptor KB pria yaitu pendidikan, peran serta istri, persepsi,

usia, peran serta tenaga kesehatan, dan sosial budaya.

Page 12: Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Rendahnya Akseptor

Jurnal Ilmiah Kesehatan Delima, Vol 3 No. 1, Januari 2019 276

Daftar Pustaka

1. BKKBN, Peningkatan Partisipasi Pria Dalam Keluarga Berencana dan

Kesehatan Reproduksi, Jakarta, 2008

2. BKKBN, Peningkatan Peran Suami Dalam Pelaksanaan KB di Lingkungan

Keluarganya, Jakarta, 2010.

3. Suprihastuti, DR, Pengambilan Keputusan Penggunaan Alat Kontrasepsi Pria di

Indonesia, Analisis Hasil SDKI 1997, Jakarta, 2007.

4. BKKBN, Operasionalisasi Program dan Kegiatan Strategis Peningkatan

Partisipasi Pria dalam Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi, Jakarta,

2010

5. BKKBN, Gema Partisipasi Pria, No. 5/V/2006 Jakarta, 2011. Jakarta.

6. Dewa Ayu Ketut Suniarti, I Gusti Agung Oka Mayuni, I Kadek Sumanda Putra

(2014). Diunduh pada tanggal 4 Februari 2017. Faktor Penyebab Rendahnya

Jumlah Pria Menjadi Akseptor Keluarga Berencana :

http://www.google.com/url?q=http://poltekkes-

denpasar.ac.id/files/JURNAL%2520GEMA%2520KEPERAWATAN/JUNI%2

5202015/Dewa%2520Ayu%2520Surinati.pdf&sa=U&ved=0ahUKEwiA0erOu

O3UAhUDFJQKHbOuDDoQFggYMAA&usg=AFQjCNH1fErCoXr3HAWY-

kOSLSQcDTJ7ZA

7. Dewi Sri Wahyuni (2013). Diunduh pada tanggal 5 April 2017. Hubungan

Pengetahuan dan Sikap Akseptor KB Pria Tentang Vasektomi Serta Dukungan

Keluarga dengan Partisipasi Pria dalam Vasektomi di Kecamatan Tejakula

Kabupaten Buleleng.

8. http://jurnal.pasca.uns.ac.id/index.php/pdpk/article/view/231

9. Fatimah (2007). Diunduh pada tanggal 4 Februari 2017. Faktor- Faktor yang

mempengaruhi Rendahnya Keikutsertaan suami Menjadi Akseptor KB.

10. https://www.scribd.com/document/46170302/

11. Notoatmodjo, 2010. Metodoligi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.

12. 2007. Ilmu Kesehatan Masyarakat; Prinsip-Prinsip Dasar. Rineka Cipta.

13. Notoatmojo, Soekidjo, Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku

Kesehatan, Andi Offset, Jakarta, 2010.

14. Notoatmojo, Soekidjo, Promosi Kesehatan & Ilmu Perilaku, Rineka Cipta,

Jakarta, 2007.

15. Sarwono, Sarlito Wirawan, Psikologi Remaja, PT Raja Grafindo Persada,

Jakarta. 2005.

16. Susi Ernawati (2016). Diunduh pada tanggal 8 Februari 2017.

17. Faktor-Faktor yang Mempengaruhu Keluarga Berencana (KB) Pria dengan

Partisipasi Pria dalam Keluarga Berencana di Wilayah Kerja Puskesmas Sedayu

II:

http://www.google.com/url?q=http://ejournal.almaata.ac.id/index.php/JNKI/arti

cle/download/250/242&sa=U&ved=0ahUKEwiA0erOuO3UAhUDFJQKHbOu

DDoQFggiMAI&usg=AFQjCNEOD-Cd00Q1_F8i_3iog080emVdaw

18. Pria dalam KB, Sains Kesehatan, UGM Yogyakarta, April, 2009. Mar’at, Sikap

Manusia, Perubahan Serta Pengukurannya, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1982.

19. Yulianti, (2011). Diunduh pada tanggal 4 maret 2017. KB Pria,

http://wordpress.com/