Upload
ketut-suwadiaya-p-adnyana
View
217
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Status pasien
I.Identitas
Nama : An. FV
Jenis Kelamin : Laki – laki
Umur : 3 Th
Agama : Islam
Alamat : jl. Kali Abang Duku Rt.04/Rw.09
Kecamatan : Medan Satria
Kota : Bekasi
Pendidikan : Belum sekolah
Nomor CM : 01176547
Orang Tua/Wali
Ayah Ibu
Nama : Tn. S Ny. S
Agama : Islam Islam
Pendidikan : SD SD
Pekerjaan : Sopir taxi Ibu rumah tangga
Penghasilan : Rp. 750.000/bln -
Alamat : SDA SDA
Perkawinan : I I
II.Anamnesis
Alloanamnesis dengan ibu pasien tanggal : 04 Maret 2008
A.Keluhan Utama :
Kejang seluruh tubuh kurang dari 15 menit 1 hari sebelum masuk RS tanggal 02 Maret
2008
B.Keluhan tambahan :
- Panas
- Pasien tidak sadar
1
C.Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang dengan keluhan kejang sejak 1 hari sebelum masuk RS tgl 02 Maret 2008
melalui IGD, pasien kejang sampai 3 kali dengan lama kejang kurang dari 15 menit.
Kejang dimulai dari matanya yang mendelik keatas yang kemudian kejang seluruh tubuh.
Setelah kejang,pasien muntah dan kesadaran pasien menurun. Panas tinggi mulai terjadi 3
jam sebelum masuk RS, sebelumnya ketika kejang pasien tidak ada panas(menurut
ibunya). Pasien disertai perut kembung, tidak ada mimisan, gusi tidak berdarah, pasien
tidak ada mencret BAB (N), BAK (N).
D.Riwayat penyakit dahulu :
Pasien tidak pernah ada riwayat kejang sebelumnya.
3 hari sebelum masuk RS: pasien mengalami demam dan dibawa ke puskesmas oleh ibu
pasien, diberi obat puyer kemudian panasnya mulai turun. Pasien muntah sebanyak 3
kali.
1 hari sebelum masuk RS: pagi hari pasien kejang-kejang
Pasien punya riwayat batuk pilek sekitar satu tahun.
E.Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga pasien yang memiliki keluhan atau kelainan yang sama
dengan yang dialami pasien. Satu kakak pasien meninggal setelah mengalami diare yang
cukup berat pada usia 9 bulan.
F.Riwayat kehamilan dan persalinan:
Selama kehamilan, ibu pasien rutin kontrol ke puskesmas. Pasien dikandung selama 9
bulan, lahir spontan ditolong oleh bidan. Setelah lahir pasien langsung menangis. Berat
badan lahir 3500 gram, panjang badan: ibu pasien lupa.
Kesan : riwayat antenatal care baik dan persalinan tanpa penyulit.
2
G.Riwayat perkembangan dan pertumbuhan
Pertumbuhan gigi pertama sekitar 5 bulan
Berdiri sekitar 10 bulan
Berjalan sekitar 18 bulan
Berbicara dengan lancar sekitar 2 tahun
Kesan : riwayat pertumbuhan dan perkembangan baik.
H.Riwayat imunisasi
Ibu pasien mengaku pasien selalu mendapat rutin ke puskesmas untuk imunisasi tetapi
ibu pasien tidak tahu pasti imunisasi yang diberikan.
Kesan : imunisasi dasar tidak diketahui dengan pasti.
III.Pemeriksaan fisik
A.Status generalis
Keadaan umum : Sakit berat
Kesadaran : Sopor
Tanda vital
Tekanan darah : 145/90mmHg
Nadi : 100X/menit
Suhu : 37,2°C
Frekuensi napas : 30 X/menit
Data antropometri:
Tinggi Badan : 94 Cm
Berat Badan : 19 Kg
Lingkar kepala : 48,5 cm
Lingkar dada : 42,5 cm
Lingkar lengan atas : 7,1 cm
3
Kepala :normocephali,rambut hitam,tidak mudah dicabut.
Mata :pupil bulat isokor, Reflek Cahaya Langsung +/+, Reflek Cahaya Tidak
Langsung +/+, konjungtiva tidak anemis,sklera tidak ikterik
Telinga :normotia, serumen-/-, membran timpani sulit dinilai
Hidung :Bentuk normal, Sekret tidak ada, nafas cuping hidung tidak ada
Mulut :bibir tidak kering, tidak sianosis, lidah kotor, muccosa buccal tampak
bercak keputihan
Leher :trakea lurus di tengah, KGB tidak teraba membesar
Thoraks :Gerak napas simetris dalam keadaan statis dan dinamis, Retraksi otot
pernapasan tidak ada.
Jantung :S1S2 Reguler, murmur tidak ada, Gallop tidak ada
Paru :Sn vesikuler, Ronchi -/-, wheezing -/-
Abdomen :Cembung, supel, Nyeri tekan dan nyeri lepas tidak ada, Hepar dan lien
tidak ada pembesaran, bising usus normal
Ekstremitas: Atas:Akral hangat,edema tidak ada, deformitas tidak ada
Bawah :Akral hangat,edema tidak ada, deformitas tidak ada
Pemeriksaan neurologis:
GCS:E:3+M:3+V:2= 8
Tanda rangsang meningeal:
kaku kuduk : negatif
Brudzinsky I : kanan-kiri negatif
Brudzinsky II : kanan-kiri negatif
kerniq : kanan negatif > 135°, kiri negatif >135°
laseq : kanan negatif >75°, kiri negatif >75°
4
Refleks patologis
Kanan Kiri
Babinsky Sulit -
Scaffer Dilakukan -
Gordon Karna -
Oppenheim Terpasang -
Achilles Infus -
Refleks fisiologis
Ekstremitas atas : terdapat fenomena pisau lipat
Ekstremitas bawah :
Refleks Patella : kanan – kiri meningkat
IV.Pemeriksaan Penunjang:
Lab tanggal 02/03/08
LED : 71mm
Hemoglobin : 9,3 g/dl
Hematoktrit : 29,3 %
Leukosit : 7,4 rb/ul
Trombosit : 448 rb/ul
Elektrolit: Na:134, K:47, Cl:10,1
V.Resume
Pasien seorang anak laki-laki berumur 3 tahun dengan berat badan 19 kg datang dengan
keluhan kejang sejak 1 hari sebelum masuk RS tgl 02 Maret 2008, pasien kejang sampai
3 kali dengan lama kejang kurang dari 15 menit. Kejang dimulai dari matanya yang
mendelik keatas yang kemudian kejang seluruh tubuh. Setelah kejang, pasien muntah dan
kesadaran pasien menurun.Panas tinggi mulai terjadi 3 jam sebelum masuk RS,
sebelumnya ketika kejang pasien tidak ada panas(menurut ibunya). Pasien disertai perut
5
kembung, tidak ada mimisan, gusi tidak berdarah,pasien tidak ada mencret BAB (N),
BAK (N).
Pemeriksaan fisik ditemukan:
Keadaan umum : Sakit berat
Kesadaran : sopor
Tanda vital:
Tekanan darah : 145/90mmHg
Nadi : 100X/menit
Suhu : 38°C
Frekuensi napas : 30 X/menit
Status generalis:
Kepala :normocephali
Mata :pupil bulat isokor,konjungtiva tidak anemis,sklera tidak ikterik
Mulut :bibir tidak kering, tidak sianosis, lidah kotor, muccosa buccal tampak
bercak keputihan
Leher :trakea lurus di tengah,KGB tidak teraba membesar
Thoraks :Retraksi otot pernapasan tidak ada.
Jantung :S1S2 Reguler, murmur tidak ada, Gallop tidak ada
Paru :suara nafas vesikuler, Ronchi -/-, wheezing -/-
Abdomen :Cembung, supel, Hepar dan lien tidak ada pembesaran.
Ekstremitas:
Atas :Akral hangat,edema - deformitas tidak ada
Bawah :Akral hangat,edema - deformitas tidak ada
Pemeriksaan neurologis:
Tanda rangsang meningeal:
kaku kuduk : negatif
Brudzinsky I : kanan-kiri negatif
Brudzinsky II : kanan-kiri negatif
kerniq : kanan negatif > 135°, kiri negatif >135°
6
laseq : kanan negatif >75°, kiri negatif >75°
Refleks patologis
Kanan Kiri
Babinsky Sulit -
Scaffer Dilakukan -
Gordon Karna -
Oppenheim Terpasang -
Achilles Infus -
Refleks fisiologis
Ekstremitas atas : terdapat fenomena pisau lipat
Ekstremitas bawah :
Refleks Patella : kanan – kiri meningkat
Pemeriksaan penunjang:
Lab tanggal 02/03/08
LED : 71mm
Hemoglobin : 9,3 g/dl
Hematoktrit : 29,3 %
Leukosit : 7,4 rb/ul
Trombosit : 448 rb/ul
Elektrolit: Na:134, K:47, Cl:10,1
VI.DIAGNOSIS KERJA
Ensefalitis
VII.DIAGNOSIS BANDING
Meningitis
Encefalopati dengue
7
VIII.PEMERIKSAAN ANJURAN
Lumbal pungsi
EEG
IX.PENATALAKSANAAN
IVFD KaEn 3B 20 tetes/ menit
Cefotaxim 2 x 250 mg
Dexamethason 4 x 5 mg
Paracetamol 3 x 125 mg
Diazepam 10 mg i.v
O2 2lt/menit
X. FOLLOW UP
03-03-2008 04-03-2008 05-03-2008 06-03-2008S: Demam +, kejang - Panas +,Kejang -,
muntah +Demam +, kejang + >5x
Demam +, kejang+
O:KUKesadaranNadiRRSuhuKepalaMataJantung
Paru
AbdomenEkstremitas
Sakit beratApatis140 x/mnt36 x/mnt38,8 C
CA -/-, SIS1S2 reguler, murmur-, gallop-SN vesikuler rh +/-, wh-/-Datar,Supel, BU + Akral hangat
Sakit beratApatis120 x/mnt36 x/mnt36,5 CNormocephaliCA -/-, SI -/-S1S2 reguler, murmur-, gallop-SN vesikuler,ronkhi +/-, wh-/-Datar,Supel, BU + Akral hangat
Sakit beratApatis108 x/mnt44 x/mnt39,2 CNormocephaliCA -/-, SI -/-S1S2 reguler, murmur-, gallop-SN vesikuler, ronkhi +/-, wh-/-Datar,Supel, BU + Akral hangat
Sakit beratSopor100 x/mnt36 x/mnt37,8 CNormocephaliCA -/-, SI -/-S1S2 reguler, murmur -, gallop –SN vesikuler, ronkhi +/-,wh-/-Datar,Supel, BU + Akral hangat
A: Kejang demam, penurunan kesadaran suspect encephalitis
Kejang demam, encephalitis
Kejang demam, encephalitis
Kejang demam, encephalitis
P: IVFD RL 20 tts/mntDexametason 4x5mgCefotaxim 2x250mg
IVFD RL 20 tts/mntDexametason 4x5mgCefotaxim 2x250mg
IVFD RL 20 tts/mntDexametason 4x5mgCefotaxim 2x250mg
IVFD 2A 15 tts/mntDexametason 4x5mg Cefotaxim 2x250mg
8
Paracetamol 3x125 mgO2 2lt/mnt
Paracetamol 3x125mgO2 2lt/mnt
Paracetamol3x125mgO2 2lt/mntDiazepam 10 mg i.vDiulang 3xDilantin 15 mg bolus
Paracetamol3x125mgO2 2lt/mntDiazepam 10 mg i.v
Keterangan
07-03-2008 08-03-2008S: Demam -, kejang
+3x, tadi malam tangan yang kaku
Demam +, kejang -
O:KUKesadaranNadiRRSuhuKepalaMataJantung
Paru
AbdomenEkstremitas
Sakit sedangApatis120 x/mnt60 x/mnt37,8 CNormocephaliCA -/-, SI -/-S1S2 reguler, murmur-, gallop-SN vesikuler, rh -/-, wh -/-Datar,Supel, BU+ Akral hangat
Sakit sedangApatis110 x/mnt36 x/mnt38,8 CNormocephaliCA -/-, SI -/-S1S2 reguler, murmur-, gallop-SN vesikuler, rh -/-, wh -/-Datar,Supel, BU + Akral hangat
A: Encephalitis EncephalitisP: IVFD RL 20 tts/mnt
Dexametason4x5mgDilantin 15 mg bolus
IVFD RL 20 tts/mntDexametason4x5mgParacetamol3x125mg
Keterangan
Tanggal 09 Maret pasien dirawat di bangsal atas permintaan keluarga.Tanggal 11 Maret pasien dirawat bersama dengan bagian saraf.
9
ANALISA KASUS
Dari tinjauan pustaka diketahui bahwa diagnosa ensefalitis dapat ditegakkan berdasarkan:
Anamnesis
Pasien kejang sampai 3 kali dengan lama kejang kurang dari 15 menit. kejang
dimulai dari matanya yang mendelik keatas yang kemudian kejang seluruh tubuh.
Kesadaran pasien menurun.
Panas tinggi mulai terjadi 3 jam sebelum masuk RS.
Dari pasien ini diduga penyebab encephalitis adalah virus yang bisa berasal dari
ensefalitis sekunder (ensefalitis pasca infeksi) yang bersifat sporadik.
Gejala klinis
Gejala klinis tidak spesifik pada ensefalitis, tergantung dari penyebab dan luas daerah
yang terkena.
Gejala bisa bersifat akut atau kronis perlahan-lahan.
Pada pasien ini didapatkan gejala-gejala yang bersifat akut, yaitu :
panas tinggi (hiperpireksia)
kesadaran yang menurun sampai menjadi sopor
Tanda rangsang meningeal negatif sehingga menunjukkan kerusakan belum mencapai
meningen sehingga bukan sebagai meningoencefalitis
Pemeriksaan penunjang :
Pada pasien ini tidak terdapat peningkatan leukosit pada pemeriksaan darah lengkap yang
tidak menunjukkan adanya proses infeksi.
Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan penunjang yang dapat membantu diagnosis
pasien seperti pungsi lumbal untuk pemeriksaan cairan cerebrospinal ataupun EEG.
TINJAUAN PUSTAKA
ENSEFALITIS
10
PENDAHULUAN
Ensefalitis adalah suatu infeksi jaringan otak oleh berbagai macam mikro-organisme.
Misalnya bakteria, protozoa, cacing, jamur, spirokaeta dan virus.Penyebab yang
terpenting dan tersering adalah virus. Berbagai jenis virus dapat menimbulkan ensefalitis,
meskipun gejala klinisnya sama. Sesuai dengan jenis virus dan epidemiologinya,
diketahui berbagai macam ensefalitis virus. Dari beberapa jenis virus yang dapat
menyebabkan ensefalitis, satu yang paling sering dan berbahaya adalah Virus Herpes
Simpleks (VHS). Infeksi Herpes Simpleks pada susunan saraf pusat sering berakibat
fatal.encefalitis yang menunjukkan gejala tanda rangsang meningeal positif bisa disebut
sebagai meninoencefalitis karena kerusakan telah mengenai meningen.
EPIDEMIOLOGI
Virus Herpes Simpleks
Angka kejadian di Amerika Serikat 1 dalam 250.000-500.000 per tahun. Virus Herpes
Simpleks terdiri dari 2 tipe, yaitu VHS tipe 1 dan VHS tipe 2. VHS tipe 1 menyebabkan
ensefalitis terutama pada anak, sedangkan VHS tipe 2 menyebabkan infeksi pada
neonatus.
Angka kejadiannya berkisar 1 per1000.
di Indonesia secara klinis dikenal banyak kasus ensefalitis tetapi Japanese encephalitis
yang baru ditemukan.
ETIOLOGI
Klasifikasi ensefalitis berdasarkan cara virus tersebut menginfeksi otak :
Ensefalitis Primer
Infeksi virus yang bersifat epidemik
Golongan enterovirus : Poliomyelitis, virus Coxsackie, virus ECHO.
Golongan virus ARBO : Western equine encephalitis, St. Louis encephalitis, Eastern
equine encephalitis, Japanese B encephalitis, Russian spring summer encephalitis,
Murray valley encephalitis.
Infeksi virus yang bersifat sporadik
11
Rabies, Herpes simpleks, Herpes zoster, Limfogranuloma, Mumps, Lymphocytic
choriomeningitis dan jenis lain yang dianggap disebabkan oleh virus tetapi belum jelas.
Ensefalitis Sekunder (Ensefalitis pasca-infeksi)
Pasca-morbili, pasca-varisela, pasca-rubela, pasca-vaksinia, pasca-mononukleosis
infeksious dan jenis-jenis yang mengikuti infeksi traktus respiratorius yang tidak spesifik.
PENULARAN
Radang otak sendiri tidak menular, tetapi virus yang menyebabkan ensefalitis dapat
menyebar. Tentu saja, bila seorang anak terinfeksi virus belum tentu dia akan terjangkit
ensefalitis.Karena ensefalitis dapat disebabkan oleh berbagai macam penyebab, infeksi
dapat timbul melalui berbagai macam cara.
PATOGENESIS
Virus dapat masuk tubuh pasien melalui kulit, saluran nafas, dan saluran cerna. Setelah
masuk ke dalam tubuh, virus akan menyebar ke seluruh tubuh dengan beberapa cara :
Setempat : virus hanya terbatas menginfeksi selaput lendir permukaan atau
organ tertentu.
Penyebaran hematogen primer : virus masuk ke dalam darah kemudian
menyebar ke organ dan berkembangbiak di organ tersebut.
Penyebaran hematogen sekunder : virus berkembang biak di daerah pertama
kali masuk (permukaan selaput lendir) kemudian menyebar ke organ lain.
Penyebaran melalui saraf : virus berkembangbiak di permukaan selaput lendir
dan menyebar melalui sistem saraf.
Pada keadaan permulaan timbul demam, tetapi belum ada kelainan neurologis. Virus
akan terus berkembangbiak, kemudian menyerang susunan saraf pusat dan akhirnya
diikuti kelainan neurologis.
Kelainan neurologis pada ensefalitis dapat disebabkan oleh :
Invasi dan perusakan langsung pada jaringan otak oleh virus yang sedang
berkembangbiak.
12
Reaksi jaringan saraf pasien terhadap antigen virus yang akan berakibat
demielinisasi, kerusakan vaskular, dan paravaskular. Sedangkan virusnya
sendiri sudah tidak ada dalam jaringan otak.
Reaksi aktivasi virus neurotropik yang bersifat laten.
Lesi korteks biasanya asimetri.
Otopsi menunjukkan nekrosis korteks lobus temporal dengan perdarahan ptekial, edema
otak, serta pelebaran pembuluh darah korteks. Terlihat pula hyperemia serta infiltrasi
perivaskular oleh sel mononuklear, makrofag dan sel plasma pada korteks serebri. Dapat
pula ditemukan herniasi unkus dan serebelum sebagai komplikasi peninggian tekanan
intrakranial.
Korteks serebri terutama lobus temporalis, sering terkena oleh virus herpes simpleks.
Virus ARBO cenderung mengenai seluruh otak. Keterlibatan medulla spinalis, radiks
saraf dan saraf perifer sangat bervariasi.
MANIFESTASI KLINIS
Meskipun penyebabnya berbeda-beda, gejala ensefalitis lebih kurang sama dan khas
sehingga dapat digunakan sebagai kriteria diagnosis.
Masa prodromal berlangsung antara 1-7 hari.Umumnya didapatkan suhu yang mendadak
naik, seringkali ditemukan hiperpireksia.
Pada bayi lebih sulit untuk mendeteksi beberapa gejala, tetapi dapat dilihat tanda penting
yang tampak, seperti muntah, penonjolan ubun-ubun besar, menangis yang tidak
berhenti-henti atau kekakuan pada tubuh.
Pada anak yang lebih besar, sebelum kesadaran menurun; sering mengeluh nyeri kepala,
pusing. Muntah juga sering ditemukan. Nyeri tenggorokan, malaise, nyeri ekstremitas,
dan pucat. Ruam kulit kadang didapatkan pada beberapa tipe ensefalitis misalnya pada
enterovirus dan varisela zoster.
Kemudian diikuti tanda ensefalitis yang berat ringannya tergantung dari distribusi dan
luas lesi pada neuron. Gejala tersebut berupa gelisah, iritabel, screaming attack,
perubahan perilaku atau disorientasi, kehilangan sensasi rasa, gangguan bicara dan
pendengaran, penglihatan ganda, halusinasi, gangguan daya ingat, sukar menggerakkan
ekstremitas, gerakan-gerakan yang tidak disadari dan kejang. Kejang-kejang dapat
13
bersifat umum atau fokal atau hanya twitching saja. Kejang dapat berlangsung berjam-
jam.
Serta anak dapat mengalami penurunan kesadaran dengan cepat sampai koma dan letargi.
Koma adalah faktor prognosis yang buruk. Anak yang mengalami koma seringkali
meninggal atau sembuh dengan gejala sisa yang berat. Kematian biasanya terjadi dalam 2
minggu pertama.
Gejala serebrum yang beraneka ragam dapat timbul sendiri-sendiri atau bersama-sama,
misalnya hemiparesis atau paralisis, hemiplegi, afasia, ataksia, paralisis saraf otak,
gangguan sistem autonom seperti kehilangan kendali usus dan kandung kencing, papil
edema, dan sebagainya. Tanda rangsang meningeal dapat terjadi bila peradangan
mencapai meningen (meningoensefalitis) seperti kaku kuduk.
Pada ensefalitis pasca-infeksi, gejala penyakit primer sendiri dapat membantu diagnosis.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah tepi rutin pada ensefalitis tidak efektif. Hanya menunjukkan adanya
leukositosis seperti infeksi pada umumnya.
Cairan serebrospinal dapat dipertimbangkan meskipun tidak begitu membantu. Cairan
serebrospinal sering dalam batas normal, kadang-kadang ditemukan sedikit peninggian
jumlah sel, kadar protein atau glukosa. Cairan serebrospinal mengandung sedikit sampai
beberapa ribu sel per millimeter kubik. Biasanya berwarna jernih, jumlah sel 50-200
dengan dominasi limfosit. Pada awal penyakit, selnya sering polimorfonuklear kemudian
sel didominasi oleh mononuklear. Kadar protein pada cairan cerebrospinal cenderung
normal, kadang-kadang sedikit meningkat. Tetapi kadar mungkin amat tinggi jika
kehancuran otak luas. Sedangkan kadar glukosa masih dalam batas normal, walaupun
pada virus tertentu misalnya parotitis, penurunan kadar glukosa cairan serebrospinal yang
besar sering terjadi.
Cairan serebrospinal harus dibiakkan untuk virus, bakteri, jamur dan mikobakteria. Pada
beberapa keadaan pemeriksaan khusus terindikasi untuk protozoa, mikoplasma dan
patogen lain. Keberhasilan mengisolasi virus dari cairan serebrospinal penderita
14
ensefalitis ditentukan oleh waktu pengambilan sampel pada perjalanan klinis, agen
etiologi spesifik dan ketrampilan laboratorium diagnostik.
Agar menambah kemungkinan mengenali dugaan patogen virus, spesimen untuk biakan
juga harus diambil dari usapan nasofaring, tinja dan urin. Spesimen serum juga harus
diambil pada awal perjalanan penyakit dan jika biakan virus tidak diagnostik, diambil
lagi 2-3 minggu kemudian untuk pemeriksaan serologis.
Pemeriksaan Serologis
Isolasi virus dalam cairan serebrospinal secara rutin tidak dilakukan karena sangat jarang
menunjukkan hasil yang positif. Titer antibodi terhadap VHS dapat diperiksa dalam
serum dan cairan serebrospinal. Pada infeksi primer, antibodi dalam serum menjadi
positif setelah 1 sampai beberapa minggu. Sedangkan pada infeksi rekuren dapat
ditemukan peningkatan titer antibodi dalam 2 kali pemeriksaan, fase akut dan fase
rekonvalesen.
Kenaikan titer 4 kali lipat pada fase rekonvalesen merupakan tanda bahwa infeksi VHS
sedang aktif. Harus diingat bahwa peningkatan kadar antibodi serum belum membuktikan
bahwa ensefalitis disebabkan oleh VHS.
Titer antibodi dalam cairan serebrospinal merupakan indikator yang lebih baik, karena
hanya diproduksi bila terjadi kerusakan sawar darah otak. Sayang sekali kemunculan
antibodi dalam cairan serebrospinal sering terlambat dan baru dapat dideteksi pada hari
10-12 setelah permulaan sakit. Hal ini merupakan kendala terbesar dalam menegakkan
diagnosis ensefalitis herpes simpleks.
Elektroensefalografi (EEG)
Elektroensefalografi (EEG) digunakan untuk mendeteksi gelombang otak abnormal. EEG
sering menunjukkan aktifitas listrik yang merendah yang sesuai dengan kesadaran yang
menurun. EEG sangat membantu diagnosis bila ditemukan gambaran periodic lateralizing
epileptiform discharge atau perlambatan fokal di daerah temporal atau fronto-temporal.
Lebih sering EEG hanya memperlihatkan perlambatan umum yang menunjukkan
disfungsi otak menyeluruh (proses inflamasi difus => aktivitas lambat bilateral).
Sensitivitas EEG kira-kira 84%, tetapi spesifitasnya hanya 32,5%.
15
Pencitraan (CT Scan, MRI)
Pemeriksaan pencitraan yang dapat membantu menegakkan diagnosis ensefalitis adalah
pemeriksaan CT-Scan dan MRI kepala. Gambaran yang agak khas pada CT-Scan terlihat
pada 50-75% yang merupakan infeksi virus herpes simpleks. Berupa gambaran daerah
hipodens di lobus temporal atau frontal, kadang-kadang meluas sampai lobus oksipital.
Daerah hipodens ini disebabkan oleh nekrosis jaringan otak dan edema otak. Gambar
khas CT-Scan baru terlihat setelah minggu pertama. MRI lebih sensitive dan
memperlihatkan hasil lebih awal dibandingkan CT-Scan.
Biopsi Otak
Bila terdapat tanda klinis fokal yang ditunjang dengan gambaran EEG atau CT scan,
dapat dilakukan biopsi otak di daerah yang bersangkutan. Bila tidak ada tanda klinis
fokal, biopsi dapat dilakukan pada daerah lobus temporalis yang biasanya menjadi
predileksi virus Herpes Simpleks.
Dalam mendiagnosis ensefalitis herpes simpleks yang baku untuk dilakukan adalah
biopsi otak dan isolasi virus dari jaringan otak. Tetapi banyak pusat penelitian tidak ingin
mengerjakan prosedur ini karena berbahaya dan kurangnya fasilitas untuk isolasi virus.
Kelemahan lain dari prosedur ini adalah kemungkinan ditemukannya hasil negative palsu
karena biopsy dilakukan bukan pada tempat yang tepat.
Pemeriksaan PCR
Pemeriksaan PCR pada cairan serebrospinal biasanya positif lebah awal dibandingkan
titer antibodi. Pemeriksaan PCR mempunyai sensitivitas 75% dan spesifitas 100%.
Pemeriksaan PCR lebih cepat dapat dilakukan dan resikonya lebih kecil.
DIAGNOSIS
Secara klinis ensefalitis dapat didiagnosis dengan menemukan gejala klinis seperti
tersebut diatas.
Diagnosis etiologis dapat ditegakkan dengan :
16
1. Biakan : dari darah, viremia berlangsung hanya sebentar saja sehingga sukar
untuk mendapatkan hasil yang positif; dari cairan serebrospinal atau jaringan otak
(hasil nekropsi); dari feses untuk jenis enterovirus sering didapat hasil yang
positif.
2. Pemeriksaan serologis : uji fiksasi komplemen, uji inhibisi hemaglutinasi dan uji
neutralisasi.
3. Pemeriksaan patologi anatomis post mortem.
Hasil pemeriksaan ini juga tidak dapat memastikan diagnosis. Telah diketahui bahwa satu
macam virus dengan gejala-gejala yang sama dapat menimbulkan gambaran yang
berbeda. Bahkan pada beberapa kasus yang jelas disebabkan virus tidak ditemukan sama
sekali tanda radang yang khas. Pada beberapa penyakit yang mempunyai predileksi
tertentu, misalnya poliomyelitis, gambaran patologi anatomis dapat menyokong diagnosa.
DIAGNOSIS BANDING
Meningitis Bakterialis
Meningitis Bakterialis merupakan salah satu jenis penyakit infeksi pada selaput
pembungkus otak atau meningen serta cairan yang mengisi ruang subarakhnoid.
Meningitis sebagian besar disebabkan oleh bakteri seperti Haemophillus influenzae,
Streptococcus pneumoniae, Neisseria meningitides. Dan selebihnya disebabkan oleh
virus, parasit serta jamur. Gejalanya bersifat akut dengan tanda-tanda khas “trias klasik”
yang berupa demam, penurunan kesadaran, dan tanda rangsang meningeal seperti kaku
kuduk.
Ensefalopati
Merupakan kelainan pada otak yang disebabkan bukan oleh infeksi. Dapat disebabkan
hipoksia-iskemia otak, hipoglikemia, gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit,
hipertensi, Dibedakan dengan ensefalitis berdasarkan pemeriksaan cairan serebrospinal
yaitu didapatkan peningkatan protein dan tanpa atau sedikit peningkatan dari jumlah sel.
Serta terdapatnya anemia.
Sindrom Reye
17
Ensefalopati disertai degenerasi lemak pada organ viscera terutama hati. Dapat
disebabkan infeksi virus influenza, varisela dan infeksi virus lainnya.
Tumor otak
Peningkatan dari protein cairan serebrospinal ditemukan pada sejumlah tumor otak,
terutama pada medulloblastoma dan neurinoma. Pemeriksaan morfologik dari sel
sedimen cairan serebrospinal yang disentrifus sering memungkinkan diagnosis awal
secara sitologik.
PENATALAKSANAAN
1. Perawatan
Pada beberapa anak dengan ensefalitis yang sangat ringan dapat dirawat dirumah, tetapi
sebagian besar perlu dirawat dirumah sakit terutama di ICU. Dimana akan dimonitor
tekanan darah, denyut jantung dan frekuensi pernafasan serta cairan-cairan tubuh untuk
mencegah pembengkakan lebih lanjut dari otak.
2. Suportif
Penatalaksanaan secara umum tidak spesifik. Tujuannya adalah mempertahankan fungsi
organ dengan mengusahakan jalan nafas tetap terbuka, pemberian makanan enteral atau
parenteral, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, koreksi gangguan asam basa
darah.
3. Simptomatik
Penatalaksanaan ensefalitis termasuk pengobatan kejang, hiperpireksia, gangguan
respirasi, peninggian tekanan intracranial, edema otak dan infeksi sekunder. Perbedaan
utama adalah pada ensefalitis herpes simpleks kita dapat memberikan antivirus yang
spesifik.
Obat antikonvulsif dapat diberikan segera untuk memberantas kejang. Tergantung dari
kebutuhan obat diberikan intramuskulus atau intravena. Obat yang diberikan adalah
valium, dan atau luminal.
18
Untuk mengatasi hiperpireksia, diberikan surface cooling dengan menempatkan es pada
permukaan tubuh yang mempunyai pembuluh besar, misalnya pada kiri dan kanan leher,
ketiak, selangkangan, daerah proksimal betis dan diatas kepala. Sebagai hibernasi dapat
diberikan largatil 2 mg/kg bb/hari dan phenergan 4 mg/kg bb/hari secara intravena atau
intramuskulus dibagi dalam 3 kali pemberian. Dapat juga diberikan antipiretikum seperti
asetosal atau parasetamol bila keadaan telah memungkinkan pemberian obat peroral.
Pada pasien dengan gangguan menelan, akumulasi lendir pada tenggorok, paralysis pita
suara dan otot nafas dilakukan drainase postural dan aspirasi mekanis yang periodik.
Bila terdapat tanda peningkatan tekanan intrakranial dapat diberikan manitol 0,5-2 g/kg
bb iv selama lebih kurang 15 menit, dapat diulangi dalam periode 8-12 jam apabila
diperlukan. Berikan dexamethason 0,5 mg/kg BB/kali dilanjutkan dengan dosis 0,1
mg/kg BB/kali tiap 6 jam untuk menghilangkan edema otak.
Untuk kemungkinan infeksi sekunder diberikan antibiotika secara polifragmasi.
Pada ensefalitis Herpes Simpleks, pengobatan dengan antivirus harus dimulai sedini
mungkin untuk mencegah terjadinya nekrosis hemoragik yang irreversible yang biasanya
terjadi 4 hari setelah muncul gejala ensefalitis. Hal ini menimbulkan kesulitan besar
karena pada fase awal tidak ada cara untuk membuktikan diagnosis. Sebelumnya obat
antivirus Vidarabin efektif menurunkan mortalitas penderita ensefalitis dari 70% menjadi
40%. Tetapi obat pilihan pertama yang saat ini digunakan dan telah dibuktikan lebih baik
untuk pengobatan ensefalitis herpes simpleks adalah Asiklovir.
Preparat asiklovir tersedia dalam 250 mg dan 500 mg, yang harus diencerkan dengan
aquadest atau larutan garam fisiologis. Dosis asiklovir 10 mg/kg BB/hari dapat diberikan
secara intravena setiap 8 jam. Pemberian secara perlahan-lahan, diencerkan menjadi 100
ml larutan, diberikan selama 1 jam. Efek sampingnya adalah peningkatan kadar ureum
dan kreatinin, tergantung kadar obat dalam plasma. Pemberian asiklovir secara perlahan-
lahan akan mengurangi efek samping. Asiklovir diberikan selama 10 hari, kalau terbukti
bukan ensefalitis herpes simpleks, pengobatan dihentikan walaupun belum 10 hari.
4. Rehabilitasi Medik
Terutama untuk penderita ensefalitis dengan kerusakan otak yang parah yang telah
sembuh tapi dengan disertai sequele dapat dilakukan fisioterapi.
19
PENCEGAHAN
Pencegahan biasanya dilakukan secara tidak langsung, yaitu dengan mencegah penyakit-
penyakit yang memungkinkan terjadinya ensefalitis. Misalnya measles, mumps dan cacar
air yang dapat dicegah dengan imunisasi.
Pada daerah dimana ensefalitis dapat ditularkan melalui gigitan serangga, terutama
nyamuk, seharusnya dilakukan pencegahan misalnya dengan memasang kelambu, obat
semprot nyamuk, mengatur drainase yang baik, membersihkan tempat-tempat yang
memungkinkan nyamuk berkembang biak dan lai-lain.
KOMPLIKASI
Kebanyakan anak-anak dengan daya tahan tubuh yang bagus, dapat sembuh secara
penuh. Pada sebagian kecil penderita ensefalitis dengan pembengkakan otak dapat
menyebabkan timbulnya kerusakan otak permanen dan komplikasi lanjutan seperti
gangguan belajar, gangguan berbicara, kehilangan memori dan gangguan kontrol dari
otot-otot. Fisioterapi sangat penting.
Komplikasi atau gejala sisa lainnya dapat berupa paresis atau paralisis, pergerakan
koreoatetoid, gangguan penglihatan atau gejala neurologis lain. Iritabel, emosi tidak
stabil, sulit tidur, halusinasi, enuresis, anak menjadi perusak dan melakukan tindakan
asosial lain.
Penderita yang sembuh tanpa kelainan neurologis yang nyata dalam perkembangan
selanjutnya masih mungkin menderita retardasi mental, masalah tingkah-laku dan
epilepsi.
Komplikasi yang paling buruk adalah kematian. Untuk anak-anak kurang dari 1 tahun
mempunyai resiko paling besar mengalami kematian. Ensefalitis herpes simpleks
biasanya fatal bila tidak diobati segera dengan obat antivirus.
PROGNOSIS
Angka kematian untuk ensefalitis berkisar antara 35-50%. Pasien yang pengobatannya
terlambat atau tidak diberikan antivirus (pada ensefalitis Herpes Simpleks) angka
20
kematiannya tinggi bisa mencapai 70-80%. Pengobatan dini dengan asiklovir akan
menurukan mortalitas menjadi 28%.
Sekitar 25% pasien ensefalitis meninggal pada stadium akut. Penderita yang hidup 20-
40%nya akan mempunyai komplikasi atau gejala sisa.
Gejala sisa lebih sering ditemukan dan lebih berat pada ensefalitis yang tidak diobati.
Keterlambatan pengobatan yang lebih dari 4 hari memberikan prognosis buruk, demikian
juga koma. Pasien yang mengalami koma seringkali meninggal atau sembuh dengan
gejala sisa yang berat.
KESIMPULAN
Diagnosis dini pada pasien ensefalitis terutama ensefalitis herpes simpleks adalah saat
yang menentukan, karena penyakit ini dapat diobati dengan obat antivirus. Berhubung
membuat diagnosis pasti secara dini sukar dilaksanakan, maka kita harus selalu
memikirkan kemungkinan ensefalitis bila dijumpai pasien dengan demam, kejang
terutama kejang fokal, manifestasi neurologist fokal lain seperti hemiparesis atau afasia
dengan disertai penurunan kesadaran progresif.
Prognosis tergantung kepada cepatnya pengobatan dan kesadaran pasien.
21