35
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN EKLAMPSIA KELOMOK II SURIYANTI LAY MARIA ORANCE ROSALIA BILI EMIRENSIANA PANDI DANIEL HORO RAMBADETA BOBY LEDE LIAWAT DEBORA BITU MEJA MAGDALENA MAGI BUNI BATA FRANSISKUS J. BULU YOSEFINA INA CAPPA AKADEMI KEPERAWATAN PEMERINTAH DAERAH SUMBA BARAT

EKLAMSIA READY.docx

Embed Size (px)

Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN EKLAMPSIA

KELOMOK IISURIYANTI LAYMARIA ORANCE ROSALIA BILIEMIRENSIANA PANDIDANIEL HORO RAMBADETABOBY LEDE LIAWATDEBORA BITU MEJAMAGDALENA MAGI BUNI BATAFRANSISKUS J. BULUYOSEFINA INA CAPPA

AKADEMI KEPERAWATAN PEMERINTAH DAERAHSUMBA BARAT2015LAPORAN PENDAHULUANEKLAMSIA

A. Konsep Dasar Teori1. Definisi Eklamsia kelainan akut pada ibu hamil, saat persalinan atau masa nifas ditandai dengan timbulnya kejang atau koma, dimana sebelumnya sudah menunjukkan gejala-gejala pre eklamsia (Hipertensi, oedema, proteinuria).Eklamsia adalah suatu komplikasi kehamilan yg ditandai dengan peningkatan TD (S > 180 mmHg, D > 110 mmHg), proteinuria, oedema, kejang dan/atau penurunan kesadaran. Eklampsia adalah akut dengan kejang coma pada wanita hamil dan wanita dalamnifasdisertai dengan hipertensi, edema, dan proteinuria. (Obsetri Patologi ; UNPAD).Eklampsia adalah suatu keadaan dimana didiagnosis ketika preeklampsia memburukmenjadi kejang (Helen Varney ; 2007).Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, maka dapat disimpulkan yaitu eklampsiaadalah suatu keadaan dimana preeklampsia tidak dapat diatasi sehingga mengalami gangguan yang lebih lanjut yaitu hipertensi, edema, dan proteinuria serta kejang.

2. KlasifikasiBerdasarkan waktu terjadinya, eklampsia dapt dibagi: a. Eklampsia gravidarum Kejadian 50% sampai 60% Serangan terjadi dalam keadaan hamilb. Eklampsia parturientum Kejadian sekitar 30% sampai 35% Batas dengan eklampsia gravidarum sukar ditentukan terutama saat mulai inpartuc. Eklampsia puerperium Kejadian jarang yaitu 10% Terjadi serangan kejang atau koma setelah persalinan berakhir

3. EtiologiMenurut Manuaba, IBG, 2001 penyebab secara pasti belum diketahui, tetapi banyak teori yang menerangkan tentang sebab akibat dari penyakit ini, antara lain:a. Teori GenetikEklamsia merupakan penyakit keturunan dan penyakit yang lebih sering ditemukan pada anak wanita dari ibu penderita pre eklamsia.b. Teori ImunologikKehamilan sebenarnya merupakan hal yang fisiologis. Janin yang merupakan benda asing karena ada faktor dari suami secara imunologik dapat diterima dan ditolak oleh ibu. Adaptasi dapat diterima oleh ibu bila janin dianggap bukan benda asing dan rahim tidak dipengaruhi oleh sistem imunologi normal sehingga terjadi modifikasi respon imunologi dan terjadilah adaptasi. Pada eklamsia terjadi penurunan atau kegagalan dalam adaptasi imunologik yang tidak terlalu kuat sehingga konsepsi tetap berjalan.c. Teori Iskhemia Regio Utero PlacentalKejadian eklamsia pada kehamilan dimulai dengan iskhemia utero placenta menimbulkan bahan vaso konstriktor yang bila memakai sirkulasi, menimbulkan bahan vaso konstriksi ginjal. Keadaan ini mengakibatkan peningkatan produksi renin angiotensin dan aldosteron. Renin angiotensin menimbulkan vasokonstriksi general, termasuk oedem pada arteriol. Perubahan ini menimbulkan kekakuan anteriolar yang meningkatkan sensitifitas terhadap angiotensin vasokonstriksi selanjutnya akan mengakibatkan hipoksia kapiler dan peningkatan permeabilitas pada membran glumerulus sehingga menyebabkan proteinuria dan oedem lebih jauh.d. Teori Radikal BebasFaktor yang dihasilkan oleh ishkemia placenta adalah radikal bebas. Radikal bebas merupakan produk sampingan metabolisme oksigen yang sangat labil, sangat reaktif dan berumur pendek. Ciri radikal bebas ditandai dengan adanya satu atau dua elektron dan berpasangan. Radikal bebas akan timbul bila ikatan pasangan elektron rusak. Sehingga elektron yang tidak berpasangan akan mencari elektron lain dari atom lain dengan menimbulkan kerusakan sel. Pada eklamsia sumber radikal bebas yang utama adalah placenta, karena placenta dalam pre eklamsia mengalami iskhemia. Radikal bebas akan bekerja pada asam lemak tak jenuh yang banyak dijumpai pada membran sel, sehingga radikal bebas merusak sel. Pada eklamsia kadar lemak lebih tinggi daripada kehamilan normal, dan produksi radikal bebas menjadi tidak terkendali karena kadar anti oksidan juga menurun.e. Teori Kerusakan EndotelFungsi sel endotel adalah melancarkan sirkulasi darah, melindungi pembuluh darah agar tidak banyak terjadi timbunan trombosit dan menghindari pengaruh vasokonstriktor. Kerusakan endotel merupakan kelanjutan dari terbentuknya radikal bebas yaitu peroksidase lemak atau proses oksidase asam lemak tidak jenuh yang menghasilkan peroksidase lemak asam jenuh. Pada eklamsia diduga bahwa sel tubuh yang rusak akibat adanya peroksidase lemak adalah sel endotel pembuluh darah. Kerusakan endotel ini sangat spesifik dijumpai pada glumerulus ginjal yaitu berupa glumerulus endotheliosis. Gambaran kerusakan endotel pada ginjal yang sekarang dijadikan diagnosa pasti adanya pre eklamsia.f. Teori TrombositPlacenta pada kehamilan normal membentuk derivat prostaglandin dari asam arakidonik secara seimbang yang aliran darah menuju janin. Ishkemi regio utero placenta menimbulkan gangguan metabolisme yang menghasilkan radikal bebas asam lemak tak jenuh dan jenuh. Keadaan ishkemi regio utero placenta yang terjadi menurunkan pembentukan derivat prostaglandin (tromboksan dan prostasiklin), tetapi kerusakan trombosit meningkatkan pengeluaran tromboksan sehingga berbanding 7 : 1 dengan prostasiklin yang menyebabkan tekanan darah meningkat dan terjadi kerusakan pembuluh darah karena gangguan sirkulasi.g. Teori Diet Ibu HamilKebutuhan kalsium ibu hamil 2 - 2 gram per hari. Bila terjadi kekurangan kalsium, kalsium ibu hamil akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan janin, kekurangan kalsium yang terlalu lama menyebabkan dikeluarkannya kalsium otot sehingga menimbulkan kelemahan konstruksi otot jantung yang mengakibatkan menurunnya strike volume sehingga aliran darah menurun. Apabila kalsium dikeluarkan dari otot pembuluh darah akan menyebabkan konstriksi sehingga terjadi vasokonstriksi dan meningkatkan tekanan darah.

4. Tanda dan Gejala KlinisEklampsia terjadi pada kehamilan 20 minggu atau lebih, yaitu: kejang-kejang atau koma. Kejang dalam eklampsia ada 4 tingkat, meliputi :a. Tingkat awal atau aura (invasi)Berlangsung 30-35 detik, mata terpaku dan terbuka tanpa melihat (pandangan kosong), kelopak mata dan tangan bergetar, kepala diputar ke kanan dan ke kiri.b. Stadium kejang tonikSeluruh otot badan menjadi kaku, wajah kaku, tangan menggenggam dan kaki membengkok ke dalam, pernafasan berhenti, muka mulai kelihatan sianosis, lidah dapat tergigit, berlangsung kira-kira 20-30 detik.c. Stadium kejang klonikSemua otot berkontraksi dan berulang-ulang dalam waktu yang cepat, mulut terbuka dan menutup, keluar ludah berbusa, dan lidah dapat tergigit. Mata melotot, muka kelihatan kongesti dan sianosis. Setelah berlangsung 1-2 menit kejang klonik berhenti dan penderita tidak sadar, menarik nafas seperti mendengkur.d. Stadium komaLamanya ketidaksadaran ini beberapa menit sampai berjam-jam. Kadang antara kesadaran timbul serangan baru dan akhirnya penderita tetap dalam keadaan koma (Muchtar Rustam, 1998: 275).

5. PatofisiologiEklampsia dimulai dari iskemia uterus plasenta yang diduga berhubungan dengan berbagai faktor. Satu diantaranya adalah peningkatan resisitensi intra mural pada pembuluh miometrium yang berkaitan dengan peninggian tegangan miometrium yang ditimbulkan oleh janin yang besar pada primipara, anak kembar atau hidraminion.Iskemia utero plasenta mengakibatkan timbulnya vasokonstriksor yang bila memasuki sirkulasi menimbulkan ginjal, keadaan yang belakangan ini mengakibatkan peningkatan produksi rennin, angiostensin dan aldosteron. Rennin angiostensin menimbulkan vasokontriksi generalisata dan semakin memperburuk iskemia uteroplasenta. Aldosteron mengakibatkan retensi air dan elektrolit dan udema generalisator termasuk udema intima pada arterior.Pada eklampsia terdapat penurunan plasma dalam sirkulasi dan terjadi peningkatan hematokrit. Perubahan ini menyebabkan penurunan perfusi ke organ, termasuk ke utero plasental fatal unit. Vasospasme merupakan dasar dari timbulnya proses eklampsia. Konstriksi vaskuler menyebabkan resistensi aliran darah dan timbulnya hipertensi arterial. Vasospasme dapat diakibatkan karena adanya peningkatan sensitifitas dari sirculating pressors. Eklamsi yang berat dapat mengakibatkan kerusakan organ tubuh yang lain. Gangguan perfusi plasenta dapat sebagai pemicu timbulnya gangguan pertumbuhan plasenta sehinga dapat berakibat terjadinya Intra Uterin Growth Retardation.

6. Pathway

Peredaraan darah didinding rahim berkurang (ischemia rahim) Placenta atau desidua mengeluarkan zat-zat yang menyebabkan spasme (ischemia uteroplacenta) Eklampsia

kejangvasokontriksi ginjal penurunan plasma dalam sirkulasi lidah berbuih peningkatan renin angiontensin peningkatan hematokrit

Ketidakefetifan bersihan jalan nafas dan aldosteron penurunan perfusi ke organ udemadan ke utero placenta

Kelebihan volume cairan gangguan pertumbuhan placenta

Resiko tinggi terjadinya foetal distressResiko cedera pada janin

7. KomplikasiKomplikasi yang terberat adalah kematian ibu dan janin. Usaha utama ialah melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita eklampsia. Komplikasi di bawah ini biasanya terjadi pada eklampsia :a. Solusio plasenta.Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut dan lebih sering terjadi pada pre-eklampsia. Di rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo 15,5% solusio plasenta disertai pre-eklampsia.b. HipofibrinogenemiaPada eklampsia, ditemukan 23% hipofibrinogenemia. Maka perlu dilakukan pemeriksaan kadar fibrinogen secara berkala.c. HemolisisPenderita dengan eklampsia berat kadang-kadang menunjukkan gejala klinik hemolisis yang dikenal karena ikterus. Belum diketahui dengan pasti apakah ini merupakan kerusakan sel-sela hati atau destruksi sel darah merah. Nekrosis periportal hati yang sering ditemukan pada autopsi penderita eklampsia dapat menerangkan ikterus tersebut.d. Perdarahan otakKomplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal penderita eklampsia.e. Kelainan mataKehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung sampai seminggu, dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina, hal ini merupakan tanda gawat akan terjadinya apopleksia serebri.f. Edema paru-paruZuspan (1978) menemukan hanya satu penderita dari 69 kasus eklampsia, hal ini disebabkan karena payah jantung.g. Nekrosis hatiNekrosis periportal hati pada eklampsia merupakan akibat vasopasmus arteriol umum. Kelainan ini diduga khas untuk eklampsia, tapi ternyata juga ditemukan pada penyakit lain. Kerusakan sel-sel hati juga dapat diketahui dengan pemeriksaan faal hati, terutama penentuan enzim-enzimnyz.h. Sindroma HEELPYaitu haemolysis, elevated liver enzymes, dan low platelet.i. Kegagalan GinjalKelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan sitoplasma sel endotelialtubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Kelainan lain yang dapat timbul ialah anuria sampai gagal ginjal.j. Komplikasi lainLidah tergigit, trauma dan fraktura karena jatuh akibat kejang-kejang, pneumonia aspirasi, dan DIC (dessiminated intravaskuler coogulation)k. Prematuritas, dismaturitas, dan kematian intra-uterin.

8. Pemeriksaan Diagnostik / penunjangPada umumnya diagnosa eklamsia didasarkan atas adanya 2 dari trias gejala utama. Uji diagnostik yang dilakukan pada eklamsia menurut Prawirohardjo, S, 1999 adalaha. Uji Diagnostik Dasar diukur melalui :Pengukuran tekanan darah, analisis protein dalam urine, pemeriksaan oedem, pengukuran tinggi fundus uteri dan pemeriksaan funduskopi.b. Uji Laboratorium Dasara) Evaluasi hematologik (hematokrit, jumlah trombosit, morfologi eritrosit pada sediaan hapus darah tepi).b) Pemeriksaan fungsi hati (billirubin, protein serum, aspartat amino transferase, dan lain-lain).c) Pemeriksaan fungsi ginjal (ureum dan kreatinin).c. Uji Untuk Meramalkan Hipertensia) Roll over test.Cara memeriksa :Penderita tidur miring kekiri kemudian tensi diukur diastolik, kemudian tidur terlentang, segera ukur tensi, ulangi 5 menit, setelah itu bedakan diastol, tidur miring dan terlentang, hasil pemeriksaan ; ROT (+) jika perbedaan > 15 mmHg, ROT (-) jika perbedaan < 15 mmHg.b) Pemberian infus angiotensin IIc) Mean Arterial Pressure yaitu : tekanan sistole + 2 tekanan diastole 3 Hasil (+) : > 85

9. Penatalaksanaana. Tujuan utama pengobatan eklampsia adalah menghentikan berulangnya serangan kejang dan mengakhiri kehamilan secepatnya dengan cara yang aman setelah keadaan ibu mengizinkan.b. Pengawasan dan perawatan yang intensif sangat penting bagi penanganan penderita eklampsia, sehingga ia harus dirawat di rumah sakit. Pada pengangkutan ke rumah sakit diperlukan obat penenang yang cukup untuk menghindarkan timbulnya kejangan ; penderita dalam hal ini dapat diberi diazepam 20 mg IM. Selain itu, penderita harus disertai seseorang yang dapat mencegah terjadinya trauma apabila terjadi serangan kejang.c. Tujuan pertama pengobatan eklampsia ialah menghentikan kejangan mengurangi vasospasmus, dan meningkatkan dieresis. Dalam pada itu, pertolongan yang perlu diberikan jika timbul kejangan ialah mempertahankan jalan pernapasan bebas, menghindarkan tergigitnya lidah, pemberian oksigen, dan menjaga agar penderita tidak mengalami trauma. Untuk menjaga jangan sampai terjadi kejangan lagi yang selanjutnya mempengaruhi gejala-gejala lain, dapat diberikan beberapa obat, misalnya:a. Sodium pentotbal sangat berguna untuk menghentikan kejang dengan segera bila diberikan secara intravena. Akan tetapi, obat ini mengandung bahaya yang tidak kecil. Mengingat hal ini, obat itu hanya dapat diberikan di rumah sakit dengan pengawasan yang sempurna dan tersedianya kemungkinan untuk intubasi dan resustitasi. Dosisi inisial dapat diberikan sebanyak 0,2 0,3 g dan disuntikkan perlahan-lahan.b. Sulfas magnesicus yang mengurangi kepekatan saraf pusat pada hubungan neuromuscular tanpa mempengaruhi bagian lain dari susunan saraf. Obat ini menyebabkan vasodilatasi, menurunkan tekanan darah, meningkatkan dieresis, dan menambah aliran darah ke uterus. Dosis inisial yang diberikan ialah 8g dalam larutan 40% secara intramuscular; selanjutnya tiap 6 jam 4g, dengan syarat bahwa refleks patella masih positif, pernapasan 16 atau lebih per menit, dieresis harus melebihi 600ml per hari; selain intramuskulus, sulfas magnesikus dapat diberikan secara intravena; dosis inisial yang diberikan adalah 4g 40% MgSO4 dalam larutan 10ml intravena secara perlahan-lahan, diikuti 8g IM dan selalu disediakan kalsium gluakonas 1g dalam 10 ml sebagai antidotum.c. Lytic cocktail yang terdiri atas petidin 100 mg, klorpromazin 100 mg, dan prometazin 50 mg dilarutkan dalam glukosa 5% 500 ml dan diberikan secara infus intravena. Jumlah tetesan disesuaikan dengan keadaan dan tensi penderita. Maka dari itu, tensi dan nadi diukur tiap 5 menit dalam waktu setengah jam pertama dan bila keadaan sudah stabil, pengukuran dapat dijarangkan menurut keadaan penderita. Sebelum diberikan obat penenang yang cukup, maka penderita eklampsia harus dihindarkan dari semua rangsang yang dapat menimbulkan kejangan, seperti keributan, injeksi, atau pemeriksaan dalam.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan1. PengkajianData yang dikaji pada ibu bersalin dengan eklampsia adalah :a) Data subyektif :a. Umur biasanya sering terjadi pada primi gravida , < 20 tahun atau > 35 tahunb. Riwayat kesehatan ibu sekarang : terjadi peningkatan tensi, oedema, pusing, nyeri epigastrium, mual muntah, penglihatan kaburc. Riwayat kesehatan ibu sebelumnya : penyakit ginjal, anemia, vaskuler esensial, hipertensi kronik, DM.d. Riwayat kehamilan : riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa, hidramnion serta riwayat kehamilan dengan eklamsia sebelumnyae. Pola nutrisi : jenis makanan yang dikonsumsi baik makanan pokok maupun selinganf. Psiko sosial spiritual : Emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan kecemasan, oleh karenanya perlu kesiapan moril untuk menghadapi resikonyab) Data Obyektif :a. Inspeksi : edema yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jamb. Palpasi : untuk mengetahui TFU (tinggi fundus uteri), letak janin, lokasi edemac. Auskultasi : mendengarkan DJJ (denyut jantung janin) untuk mengetahui adanya fetal distressd. Perkusi : untuk mengetahui refleks patella sebagai syarat pemberian SM (jika refleks + )c) Pemeriksaan penunjang ;a. Tanda vital yang diukur dalam posisi terbaring atau tidur, diukur 2 kali dengan interval 6 jamb. Laboratorium : protein uri dengan kateter atau midstream (biasanya meningkat hingga 0,3 gr/lt atau +1 hingga +2 pada skala kualitatif), kadar hematokrit menurun, berat jenis urine meningkat, serum kreatini meningkat, uric acid biasanya > 7 mg/100c. Berat badan : peningkatannya lebih dari 1 kg/minggud. Tingkat kesadaran ; penurunan GCS sebagai tanda adanya kelainan pada otake. USG ; untuk mengetahui keadaan janinf. NST : untuk mengetahui kesejahteraan janin

2. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncula. Ketidakefektifnya kebersihan jalan nafas b.d kejangb. Resiko tinggi terjadinya foetal distress pada janin berhubungan dengan perubahan pada plasentac. Risiko cedera pada janin berhubungan dengan tidak adekuatnya perfusi darah ke placentad. Gangguan psikologis (cemas) berhubungan dengan koping yang tidak efektif terhadap proses persalinan

3. Rencana Tindakan Keperawatana. Diagnosa keperawatan 1Ketidakefektifnya Kebersihan Jalan Nafas B.D KejangTujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan bersihan jalan nafas maksimal.Kriteria Hasil :Pasien akan mempertahankan pola pernafasan efektif dengan jalan nafas paten atau aspirasi dicegahIntervensi:1. Anjurkan pasien untuk mengosongkan mulut dari benda atau zat tertentu atau alat yang lain untu menghindari rahang mengatup jika kejang terjadi.R/ menurunkan risiko aspirasi atau masuknya sesuatu benda asing ke faring.2. Letakkan pasien pada posisi miring, permukaan datar, miringkan kepala selama serangan kejang.R/ meningkatkan aliran secret, mencegah lidah jatuh dan menyumbat jalan nafas3. Tanggalkan pakaian pada daerah leher atau dada dan abdomen.R/ untuk memfasilitasi usaha bernafas atau ekspansi dada4. Lakukan penghisapan sesuai indikasiR/ menurunkan risiko aspirasi atau aspiksia5. Berikan tambahan oksigen atau ventilasi manual sesuai kebutuhan.R/ dapat menurunkan hipoksia cerebra.b. Diagnosa keperawatan 2Resiko Tinggi Terjadinya Foetal Distress Pada Janin Berhubungan Dengan Perubahan Pada PlasentaTujuan :Setelah dilakukan tindakan perawatan tidak terjadi foetal distress pada janinKriteria Hasil : DJJ ( + ) : 12-12-12 Hasil NST : Normal Hasil USG : NormalIntervensi :1. Monitor DJJ sesuai indikasiR/. Peningkatan DJJ sebagai indikasi terjadinya hipoxia, prematur dan solusio plasenta2. Kaji tentang pertumbuhan janinR/. Penurunan fungsi plasenta mungkin diakibatkan karena hipertensi sehingga timbul IUGR3. Jelaskan adanya tanda-tanda solutio plasenta ( nyeri perut, perdarahan, rahim tegang, aktifitas janin turun )R/. Ibu dapat mengetahui tanda dan gejala solutio plasenta dan tahu akibat hipoxia bagi janin4. Kaji respon janin pada ibu yang diberi SMR/. Reaksi terapi dapat menurunkan pernafasan janin dan fungsi jantung serta aktifitas janin5. Kolaborasi dengan medis dalam pemeriksaan USG dan NSTR/. USG dan NST untuk mengetahui keadaan/kesejahteraan janinc. Diagnosa keperawatan 3Risiko Cedera Pada Janin Berhubungan Dengan Tidak Adekuatnya Perfusi Darah Ke PlacentaTujuan : agar cedera tidak terjadi pada janinKriteria Hasil :Intervensi :1. Istirahatkan ibuR/ dengan mengistirahatkan ibu diharapkan metabolism tubuh menurun dan peredaran darah ke placenta menjadi adekuat, sehingga kebutuhan O2 untuk janin dapat dipenuhi2. Anjurkan ibu agar tidur miring ke kiriR/ dengan tidur miring ke kiri diharapkan vena cava dibagian kanan tidak tertekan oleh uterus yang membesar sehingga aliran darah ke placenta menjadi lancer3. Pantau tekanan darah ibuR/ untuk mengetahui keadaan aliran darah ke placenta seperti tekanan darah tinggi, aliran darah ke placenta berkurang, sehingga suplai oksigen ke janin berkurang.4. Memantau bunyi jantung ibuR/ dapat mengetahui keadaan jantung janin lemah atau menurukan menandakan suplai O2 ke placenta berkurang sehingga dapat direncanakan tindakan selanjutnya.5. Beri obat hipertensi setelah kolaborasi dengan dokterR/ dapat menurunkan tonus arteri dan menyebabkan penurunan after load jantung dengn vasodilatasi pembuluh darah, sehingga tekanan darah turun. Dengan menurunnya tekanan darah, maka aliran darah ke placenta menjadi adekuat.d. Diagnosa keperawatan 4Gangguan Psikologis (Cemas) Berhubungan Dengan Koping Yang Tidak Efektif Terhadap Proses PersalinanTujuan :Setelah dilakukan tindakan perawatan kecemasan ibu berkurang atau hilangKriteria Hasil : Ibu tampak tenang Ibu kooperatif terhadap tindakan perawatan Ibu dapat menerima kondisi yang dialami sekarangIntervensi :1. Kaji tingkat kecemasan ibuR/. Tingkat kecemasan ringan dan sedang bisa ditoleransi dengan pemberian pengertian sedangkan yang berat diperlukan tindakan medikamentosa2. Jelaskan mekanisme proses persalinanR/. Pengetahuan terhadap proses persalinan diharapkan dapat mengurangi emosional ibu yang maladaptive3. kaji dan tingkatkan mekanisme koping ibu yang efektifR/. Kecemasan akan dapat teratasi jika mekanisme koping yang dimiliki ibu efektif4. Beri support system pada ibuR/. ibu dapat mempunyai motivasi untuk menghadapi keadaan yang sekarang secara lapang dada asehingga dapat membawa ketenangan hati

DAFTAR PUSTAKA

Heller, Luz. 1988. Gawat Darurat Ginekologi dan Obstetri. Jakrta : EGCMochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGCWiknojosatro, hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan.. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

CONTOH KASUS PASIEN DENGAN EKLAMSINy. M umur 25 tahun G1P0A0 usia kehamilan 30 minggu datang ke UGD diantar oleh keluarganya dalam kedaan kejang, dan tampak bengkak di seluruh tubuh. Menurut keluarga sebelumnya pasien pernah mengalami tekanan darah tinggi.

A. PENGKAJIANNo register : 12345Ruang: UGDTgl/jam MRS: 4 3 2015 Jam : 15.00 WITATgl pengkajian: 4 3 2015 Jam : 15.00 WITADiagnosa medis: EKLAMPSIA1. Identitasa. Biodata pasienNama: Ny. MJenis Kelamin: Perempuan Umur: 24 TahunAgama: Kristen ProtestanSuku Bangsa: IndonesiaPendidikan : SMA Pekerjaan: WiraswastaAlamat: Lamboyab. Penanggung jawabNama: Tn. P Jenis Kelamin: Laki-LakiUmur: 27 TahunAgama: Kristen ProtestanSuku Bangsa: IndonesiaPendidikan: SMAPekerjaan: PNSAlamat: Lamboya2. Riwayat kesehatana. Keluhan utama : Keluarga pasien mengatakan, pasien mengalami kejang sejak 15 menit yang lalub. Riwayat penyakit sekarang : keluarga pasien mengatakan bahwa pasien mengalami kejang sejak 15 menit yang lalu, lalu pasien langsung di bawa oleh keluarga di UGD RSUD Waikabubak, dan di terima oleh perawat UGD yang bertugas saat itu,paien di bawa ke ruang triase dan pasien berada pada triase pelabelan merah, karena pasien dalam keadaan emergency yang harus segera di tangani. Saat dilakukan pemeriksaan didapatkan TD : 180/100 mmHg, Nadi : 110x/T, RR : 24x/T, Suhu : 37,5 0C. Terapi yang diberikan, Oksigen 3 liter/menit, mgSO4 4 gr 20 ml/IV dalam 5 menit, selanjutnya pasien dipasang infus D5% 1000ml dilanjutkan RL 1000ml/24jam.c. Riwayat penyakit dahuluKeluarga pasien mengatakan sebelumnya pasien sering mngalami hipertensi dan belum pernah mengalami kejang seperti yang dialami pasien saat ini.d. Riwayat penyakit keluargaKeluarga mengatakan tidak anggota keluarga yang pernah mengalami penyakit seperti yang diderita klien saat iniKeterangan : : Laki-laki : Perempuan+ : Laki-laki/perempuan yang meninggal : Anggota keluarga yang sakit : Garis perkawinan : Garis keturunan--- : Tinggal serumah

e. Genogram

3. Pemeriksaana. Pemeriksaan primer1. AirwayTidak ada sumbatan pada jalan napas2. BreathingRR : 24x/ menitirama : regularBunyi napas sonor3. CirculationTd 180/100 mmHgNadi 110x/menitCrt < 2detik4. DisabilityKesadaran stuporGCS : 8Eye (membuka mata) : 4Verbal (suara) : 1Motorik (pergerakan) : 35. ExposureTidak terdapat tanda laserasi

b. Pemeriksaan sekunder1. Keadaan umumKeadaan umum tidak baikAkral hangat2. Kesadaranstupor3. TTVTD: 180/100 mmHgNadi: 110x/menitRR: 24x/menitSuhu: 37,5 0C4. Pemeriksaan fisika. KepalaWajah : terdapat odema, tidak ada bekas luka,adanya cloasmagrapidarumMata : terbuka tanpa melihat,kelopak mata bergetarHidung : tidak ada polip,bersih,tidak ada pernapasan cuping hidungTelinga : simetris,tidak ada serumen,terdapat lubang telingaMulut : mulut membukaLeher : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid,parotis,limfe dan vena jugularisb. Thorax Inspeksi: Dada simetris, payudara simetris,putting susu menonjol, hiperpigmentsi areola mamae, tidak ada retraksi dinding dadaAuskultasi: Ronchi +/+c. AbdomenInspeksi : adanya odema,adanya linea nigra dan strie gravidarumPalpasi : Tfu 3 jari diatas pusat,teraba bulat,lunak dan tidak melenting (bokong), TFU : 28cmAuskultasi DJJ: 140x/ menitd. Ekstremitas Ekstremitas atas: terdapat odema,tangan bergetar,jari tangan menggenggamEkstremitas Bawah:terdapat odemae. GenetaliaTampak bersih, tidak berbau, tidak ada tanda tanda infeksi

4. Pemeriksaan penunjangTidak ada5. TerapiO2 3 liter/menitMgso4 4gr 20ml/ 5menit IVCairan dekstrose 5% 1000 ml 21tetes/menitCairan RL 1000 ml 21 tetes/menitPemasangan kateterB. ANALISA DATADATA SUBJEKTIF+OBJEKTIFETIOLOGIPROBLEM

DS : keluarga pasien mengatakan bahwa pasien mempunyai riwayat hipertensi

Kelurga pasien mengatakan pasien mengalami kejang sejak 15 menit yang laluDO : pasien tampak kejang Mata terbuka tanpa melihat, kelopak mata bergetar TD : 180/100mmHg Nadi : 110x/menit RR: 24x/menit Suhu: 37,5 0C Kesadaran : stupor GCS : 8 E : 3 V : 1 M : 4

KejangResiko tinggi terjadinya cedera

C. DIAGNOSA KEPERAWATANResiko tinggi terjadinya cedera b.d kejangD. INTERVENSIDiagnose Hari/tglTujuan dan KHIntervensi Rasional

Resiko tinggi terjadinya cedera b.d kejangRabu, 04/03/2015Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 1x24 jam diharapkan resiko tinggi kejang tidak terjadi dengan KH : Pasien tidak terjatuh atau cedera Lidah pasien tidak tergigit TTV dalam batas normal

1. Obsevasi tekanan darah tiap 4 jam2. Kaji tingkat kesadaran pasien3. Observasi tanda-tanda terjadinya kejang4. Pasang spatel lidah bila terjadi kejang5. Pasang restrain jika kejang sering terjadi1. Tekanan diastole > 110 mmHg dan systole 160 atau lebih merupakan indikasi dari PIH2. Penurunan kesadaran sebagai indikasi penurunan aliran darah otak3. Antisipasi terhadap terjadinya cedera4. Menghindari agar lidah tidak tergigit5. Menghindarai pasien dari cedera atau terjatuh

E. IMPLEMENTASI DAN EVALUASIDiagnoseTgl/jamImplementasiEvaluasi

Resiko tinggi terjadinya cedera b.d kejang04/03/2015Jam : 15.05 WITA1. mengobsevasi tekanan darah tiap 4 jam2. mengkaji tingkat kesadaran pasien3. mengobservasi tanda-tanda terjadinya kejang4. memasang spatel lidah bila terjadi kejang5. memasang restrain jika kejang sering terjadi04/03/2015Jam : 19.10 WITAS : keluarga pasien mengatakan pasien sudah tidak mengalami kejangO : pasien tampak tenangTTV; TD : 140/90mmHgN : 84x/menitRR : 20x/menitSuhu : 370CKesadaran compos mentisGCS : 14E :4V:4M :6A : masalah teratasi sebagianP : Intervensi dilanjutkan diruang perawatan :1. mengobsevasi tekanan darah tiap 4 jam2. mengobservasi tanda-tanda terjadinya kejang3. memasang spatel lidah bila terjadi kejang4. memasang restrain jika kejang sering terjadi