Efektivitas Amniotomi Dini Pada Induksi Persalinan Nulipara

Embed Size (px)

Citation preview

Efektivitas Amniotomi Dini Pada Induksi Persalinan Nulipara: Uji Coba Terkontrol Secara AcakGeorge A. Macones, MD; Alison Cahill, MD; David M. Stamilio, MD; Anthony O. Odibo, MDTUJUAN: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai apakah amniotomi dini mengurangi durasi persalinan atau meningkatkan proporsi subyek yang bersalin dalam waktu 24 jam pada pasien nulipara yang menjalani induksi persalinan.DESAIN PENELITIAN: Kami melakukan uji coba terkontrol secara acak yang membandingkan amniotomi dini dengan manajemen standar induksi persalinan pada nulipara. Kriteria inklusi adalah nulipara, kehamilan tunggal, kehamilan aterm, dan kebutuhan untuk induksi persalinan. Subyek dibagi secara acak untuk menjalani amniotomi dini (ruptur membran buatan, 4 cm) atau menjalani terapi standar. Ada 2 outcome utama: (1) waktu dari induksi inisiasi untuk bersalin dan (2) proporsi wanita yang melahirkan dalam waktu 24 jam.HASIL: Amniotomi dini mempersingkat waktu persalinan dengan >2 jam (19,0 vs 21,3 jam) dan meningkatkan proporsi wanita nulipara yang diinduksi dan melahirkan dalam waktu 24 jam (68% vs 56%). Perbaikan dalam outcome persalinan ini tidak muncul dengan mengorbankan peningkatan komplikasi.KESIMPULAN: Amniotomi dini tindakan tambahan yang aman dan efektif dalam induksi persalinan nulipara.Kata kunci: amniotomi, induksi persalinan nuliparaAngka induksi persalinan semakin meningkat. Data terbaru dari National Center for Health Statistics menunjukkan angka induksi >22% pada tahun 2006, dimana angka tersebut merupakan lebih dari dua kali lipat dari angka pada tahun 1990 dan berdampak pada >900.000 kelahiran di Amerika Serikat pada tahun tersebut.1 Meskipun penelitian terbaru telah menawarkan bukti perbaikan dalam metode induksi persalinan,2-7 induksi persalinan tetap menjadi faktor risiko yang signifikan untuk persalinan cesar,8,9 yang menyoroti kebutuhan kritis akan alat tambahan untuk memperbaiki praktek induksi.Amniotomi, umumnya dianggap "low-tech", murah, dan aman, telah menerima perhatian penelitian yang sedikit, dan penelitian sampai saat ini telah mengabaikan untuk menyelidiki efektivitas amniotomi pada wanita nulipara, meskipun fakta menunjukkan bahwa induksi lebih banyak dilakukan pada wanita nulipara daripada wanita multipara.1 Berdasarkan uji klinis dari wanita dengan persalinan spontan, 10 amniotomi dini dalam induksi persalinan dapat mempersingkat durasi persalinan. Keprihatinan klinis terhadap komplikasi yang jarang yaitu prolapsus tali pusat dan keprihatinan teoritis yaitu ruptur membran lebih dini akan menyebabkan durasi yang lebih lama dari ruptur membran secara keseluruhan dengan potensi peningkatan kejadian korioamnionitis, sepsis neonatus, dan penerimaan neonatal intensive care unit (NICU) telah membatasi penggunaan empiris praktek amniotomi pada induksi persalinan nulipara tanpa bukti level I untuk mendukungnya.Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk menilai apakah amniotomi dini, yang didefinisikan sebagai ruptur membran buatan, pada dilatasi 37 minggu 0 hari), dan membutuhkan induksi persalinan sebagaimana ditentukan oleh dokter yang merawat. Kriteria eksklusi termasuk infeksi HIV atau dilatasi serviks >4 cm saat pemeriksaan awal.Subyek yang memenuhi syarat didekati oleh perawat penelitian terlatih dan ditawarkan untuk didaftarkan dalam uji klinis. Pasien yang menyetujui kemudian secara acak ditentukan untuk menjalani amniotomi dini, yang didefinisikan sebagai ruptur membran buatan pada dilatasi 4 cm atau menjalani terapi standar, yaitu amniotomi pada dilatasi >4 cm. Pada kelompok amniotomi dini, amniotomi dilakukan sedini mungkin yang dapat dilakukan dengan aman. Keputusan tentang waktu yang tepat dari ruptur (setelah penentuan acak) dibuat oleh sebuah tim yang termasuk residen, rekan-rekan, dan dokter bedah. Tidak ada instruksi khusus yang diberikan mengenai waktu amniotomi dalam kelompok terapi standar; keputusan ini diserahkan kepada dokter yang merawat. Metode utama induksi yaitu pada kebijaksanaan dokter yang merawat, seperti semua keputusan intrapartum/pasca partum lainnya. Penentuan acak dilakukan secara sentral. Prosedur randomisasi blok permutasi digunakan untuk merumuskan daftar penentuan untuk menjamin jumlah subyek yang mendekati sama di setiap kelompok terapi. Sebuah blok seragam ukuran 4 cm digunakan.Ada 2 outcome utama. Pertama adalah waktu dari inisiasi induksi, didefinisikan sebagai waktu persalinan dari metode induksi pertama untuk melahirkan. Kedua adalah proporsi wanita yang melahirkan dalam waktu 24 jam dari inisiasi induksi. Meskipun tampaknya tidak biasa untuk memiliki 2 titik akhir utama, kami percaya bahwa keduanya sama-sama relevan secara klinis dan harus diperlakukan sebagai outcome utama. Keputusan ini membuat suatu priori. Kami juga menilai sejumlah titik akhir sekunder yang termasuk angka persalinan cesar dan indikasi untuk persalinan cesar, korioamnionitis (suhu oral >38C selama persalinan), demam pasca partum (suhu oral >38C pada 2 kondisi terpisah >6 jam, >24 jam dari persalinan), infeksi luka (didefinisikan sebagai sekret purulen dari luka insisi), endomiometritis (didefinisikan sebagai fundal tenderness dan demam yang membutuhkan terapi dengan antibiotik), penerimaan NICU, dan dugaan sepsis neonatorum. Perawat penelitian yang terlatih mengumpulkan semua informasi dasar, informasi saat proses persalinan, dan informasi outcome maternal dan neonatus.Analisis statistik dilakukan dengan prinsip intent-to-treat. Outcome kontinu dibandingkan dengan penggunaan Student t test atau Mann-Whitney U tergantung pada distribusinya; outcome dikotom dinilai dengan tes x2 atau Fisher exact test di mana yang sesuai. Waktu untuk persalinan tidak terdistribusi normal dan dibandingkan dengan menggunakan Mann-Whitney U test. Risiko relatif per kelompok dan confidence interval (CI) 95% diperkirakan untuk persentase wanita yang melahirkan dalam waktu 24 jam dan masing-masing outcome sekundernya. Perkiraan ukuran sampel kami didasarkan pada 1 dari outcome utama: proporsi wanita yang melahirkan dalam waktu 24 jam. Kami berasumsi kesalahan alfa 0.05, kesalahan beta 0.20 (atau kekuatan 80%), insidensi persalinan dalam waktu 24 jam dari 50% berdasarkan data yang dipublikasikan, risiko relatif minimum yang terdeteksi 0,75, dan rasio alokasi 1:1. Dengan asumsi tersebut dalam pikiran kami, kami memperkirakan bahwa kami akan membutuhkan 290 subyek per kelompok. Strategi untuk perhitungan ukuran sampel ini memberi kami kekuatan yang luar biasa untuk outcome utama kedua kami, waktu persalinan (ukuran kontinu). Secara khusus, kami memperkirakan priori bahwa kami memiliki kekuatan 95% untuk mendeteksi pengurangan 2 jam dalam waktu persalinan.

HASILTujuh ratus empat puluh sembilan wanita disaring untuk kelayakan, 84 wanita (11,2%) dianggap tidak memenuhi syarat dengan kriteria eksklusi. Dari 635 wanita nulipara yang memenuhi syarat, 585 wanita (92%) setuju dan dibagi secara acak (Gambar); 292 wanita ditentukan ke kelompok amniotomi dini, dan 293 wanita ditentukan untuk menerima terapi standar. Mereka yang setuju untuk berpartisipasi dan mereka yang tidak serupa dalam hal karakteristik dasar (umur, usia kehamilan, kondisi medis yang sudah ada sebelumnya medis). Kelompok tersebut seimbang dalam hal demografi dan kondisi medis ibu; rata-rata usia kehamilan saat induksi serupa di antara kelompok (Tabel 1).

Dilatasi serviks saat penerimaan juga serupa antara kelompok. Demikian juga, indikasi untuk induksi persalinan serupa di antara kelompok. Dua indikasi yang paling umum untuk induksi adalah kehamilan >40 minggu dan hipertensi gestational/preeklampsia. Kategori lainnya untuk indikasi induksi memiliki berbagai indikasi yang jarang untuk induksi, yang termasuk permintaan ibu / faktor sosial (misalnya, jauh dari rumah sakit) dan oligohidramnion (Tabel 2).

Metode induksi serupa antara kelompok amniotomi dini dan terapi standar. Kebanyakan wanita menerima misoprostol; sekitar 30% wanita menerima Foley bulb. Kategori metode induksi ini tidak saling eksklusif, karena banyak wanita yang menerima beberapa agen. Faktanya, 73% wanita dari kedua kelompok menerima >1 agen untuk induksi. Seperti yang diharapkan, berkaitan dengan waktu amniotomi, kelompok amniotomi dini mengalami ruptur membran lebih awal dari kelompok terapi standar. Dua puluh dua wanita yang ditentukan secara acak untuk menjalani amniotomi dini mengalami ruptur membran setelah dilatasi 4 cm; 13 wanita yang ditentukan secara acak untuk menjalani terapi standar mengalami ruptur pada dilatasi 2 jam pada kelompok amniotomi dini (19.0 vs 21.3 jam, P=0.04) dibandingkan dengan wanita dengan terapi standar. Perbedaan lama persalinan terjadi terutama pada fase pertama persalinan, yang didefinisikan sebagai waktu dari penentuan acak hingga dilatasi serviks total. Proporsi yang lebih tinggi dari wanita kelompok amniotomi dini yang melahirkan dalam 24 jam dari inisiasi induksi (68% vs 56%, P=0.002). Meskipun perbedaan lama persalinan dan persalinan dalam waktu 24 jam, tidak ada perbedaan dalam angka persalinan caesar. Angka korioamnionitis meningkat secara numerik pada kelompok amniotomi dini (11,5% vs 8,5%, P=0.22), meskipun perbedaan ini tidak signifikan secara statistik. Demikian juga, terdapat 2 prolapsus tali pusat pada kelompok amniotomi dini, dan tidak ada dalam kelompok terapi standar.

Outcome neonatus yang terpilih ditampilkan pada Tabel 4. Tidak terdapat peningkatan angka sepsis neonatus yang dikonfirmasi atau diduga atau masuk ke tempat perawatan khusus atau NICU pada wanita yang menjalani amniotomi awal dibandingkan dengan mereka yang mendapatkan terapi standar. Kondisi kedua bayi yang lahir dengan prolapsus tali pusat baik, dengan pH arteri umbilikalis >7,20 dan skor Apgar menit ke-5.

KOMENTAR

Tujuan dari penelitian kami adalah untuk menilai efektivitas dan keamanan amniotomi dini pada wanita nulipara yang menjalani induksi persalinan. Hasil dari uji klinis ini menunjukkan bahwa amniotomi dini mempersingkat waktu persalinan sekitar 2 jam, meningkatkan proporsi wanita yang melahirkan dalam waktu 24 jam, namun tidak berdampak pada angka persalinan cesar.Meskipun perbedaan dalam durasi persalinan dan proporsi wanita yang melahirkan dalam waktu 24 jam mungkin menjadi outcome intermediet, kami akan berkomentar bahwa ini adalah pengganti yang baik untuk kedua outcome maternal dan neonatus. Sebagai contoh, telah terdokumentasi dengan baik bahwa lamanya persalinan berkorelasi secara langsung dengan korioamnionitis maternal, demam pasca partum, dan infeksi neonatus.11-13 Selain itu, perbedaan lama persalinan selama 2 jam memiliki implikasi penting dalam pemanfaatan sumber daya di tingkat rumah sakit. Misalnya, perbedaan 2 jam dalam waktu persalinan pada banyak induksi dapat menyebabkan penurunan staf tenaga persalinan dan unit persalinan. Terakhir, ada kemungkinan peningkatan kepuasan pasien dengan waktu persalinan yang lebih singkat.Durasi yang lebih singkat dari lamanya persalinan harus dipertimbangkan terhadap kekhawatiran keamanan ibu dan neonatus. Terdapat sejumlah besar kasus korioamnionitis maternal pada kelompok amniotomi dini, walaupun perbedaan ini tidak signifikan secara statistik. Untuk penelitian ini, korioamnionitis murni didefinisikan berdasarkan demam pada saat persalinan. Mengingat bahwa demam adalah ukuran yang obyektif, kami tidak percaya bahwa unblinding secara berbeda mempengaruhi kepastian dari outcome ini. Yang penting, perbedaan numerik pada korioamnionitis tidak menyebabkan peningkatan angka neonatus yang diduga mengalami sepsis atau masuk NICU, dan tidak ada konsekuensi serius pada ibu sebagai akibat dari korioamnionitis. Namun, penelitian masa depan harus fokus pada terjadinya korioamnionitis dengan amniotomi dini. Juga terdapat 2 prolapsus tali pusat pada kelompok amniotomi dini dan tidak ada dalam kelompok terapi standar. Menariknya, salah satu dari prolapsus tali pusat terjadi pada pasien kelompok amniotomi dini yang benar-benar telah mengalami ruptur membran setelah dilatasi 4 cm. Namun, terjadinya prolapsus tali pusat masih memprihatinkan dan membutuhkan penelitian lebih lanjut.Meskipun terdapat peran amniotomi dalam persalinan spontan, 14 yang mengherankan, terdapat sedikit penelitian sebelumnya pada peran amniotomi dini dalam konteks induksi persalinan. Ada beberapa uji klinis yang membandingkan kombinasi amniotomi dan oksitosin dengan metode induksi lainnya, 15 tapi belum ada penelitian yang fokus secara eksklusif pada waktu amniotomi pada persalinan induksi. Amniotomi telah dipelajari dengan baik dalam konteks wanita dengan persalinan spontan, yang mencakup manajemen aktif dari persalinan; namun, penelitian pada manajemen aktif persalinan tidak dapat digeneralisasi bagi wanita yang menjalani induksi persalinan.16, 17 Fraser dkk10 melakukan uji klinis acak dari amniotomi pada wanita nulipara dengan persalinan spontan. Dalam penelitian tersebut, amniotomi dini menurunkan terjadinya distosia (didefinisikan sebagai 4 jam dari dilatasi serviks 2 jam dan meningkatkan proporsi wanita nulipara yang diinduksi melahirkan dalam waktu 24 jam. Berdasarkan data ini, amniotomi dini, ketika dianggap aman oleh praktisi, mungkin berguna sebagai tambahan dalam induksi persalinan nulipara dan dapat dimasukkan ke dalam algoritma induksi.