Upload
roronoa-wira
View
105
Download
5
Embed Size (px)
DESCRIPTION
pereubahan sosial maupun budaya menurut para ahli
Citation preview
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Teori Perubahan Sosial
Menurut Sztompka, masyarakat senantiasa mengalami perubahan di semua
tingkat kompleksitas internalnya. Dalam kajian sosiologis, perubahan dilihat sebagai
sesuatu yang dinamis dan tidak linear. Dengan kata lain, perubahan tidak terjadi
secara linear. Perubahan sosial secara umum dapat diartikan sebagai suatu proses
pergeseran atau berubahnya struktur/tatanan didalam masyarakat, meliput i pola pikir
yang lebih inovatif, sikap, serta kehidupan sosialnya untuk mendapatkan
penghidupan yang lebih bermartabat.
Pada tingkat makro, terjadi perubahan ekonomi, politik, sedangkan ditingkat
mezo terjadi perubahan kelompok, komunitas, dan organisasi, dan ditingkat mikro
sendiri terjadi perubahan interaksi, dan perilaku individual. Masyarakat bukan sebuah
kekuatan fisik (entity), tetapi seperangkat proses yang saling terkait bertingkat ganda
(Sztompka, 2004).
Alfred (dalam Sztompka, 2004), menyebutkan masyarakat tidak boleh
dibayangkan sebagai keadaan yang tetap, tetapi sebagai proses, bukan objek semu
yang kaku tetapi sebagai aliaran peristiwa terus-menerus tiada henti. Diakui bahwa
masyarakat (kelompok, komunitas, organisasi, bangsa) hanya dapat dikatakan ada
sejauh dan selama terjadi sesuatu didalamnya, seperti adanya tindakan, perubahan,
dan proses tertentu yang senantiasa bekerja. Sedangkan Farley mendefinisikan
perubahan sosial sebagai perubahan pola prilaku, hubungan sosial, lembaga , dan
Universitas Sumatera Utara
struktur sosial pada waktu tertentu. Perubahan sosial dapat dibayangkan sebagai
perubahan yang terjadi didalam atau mencakup sistem sosial. Oleh sebab itu, terdapat
perbedaan antara keadaan sistem tertentu dalam jangka waktu berlainan.
Parson mengasumsikan bahwa ketika masyarakat berubah, umumnya
masyarakat itu tumbuh dengan kemampuan yang lebih baik untuk menanggulangi
masalah yang dihadapinya. Sebaliknya, perubahan sosial marxian menyatakan
kehidupan sosial pada akhirnya menyebabkan kehancuran kapitalis.
Gerth dan Mills (dalam Soekanto, 1983) mengasumsikan beberapa hal,
misalnya perihal pribadi-pribadi sebagai pelopor perubahan, dan faktor material serta
spiritual yang menyebabkan terjadinya perubahan. Lebih lanjut menurut Soekanto,
faktor-faktor yang menyebabkan perubahan adalah:
a. Keinginan-keinginan secara sadar dan keputusan secara pribadi.
b. Sikap-sikap pribadi yang dipengaruhi oleh kondisi-kondisi yang berubah.
c. Perubahan struktural dan halangan struktural.
d. Pengaruh-pengaruh eksternal.
e. Pribadi-pribadi kelompok yang menonjol.
f. Unsur-unsur yang bergabung menjadi satu.
g. Peristiwa-peristiwa tertentu.
h. Munculnya tujuan bersama.
Selanjutnya Bottomore juga mengatakan bahwa perubahan sosial mempunyai
kerangka. Adapun susunan kerangka tentang perubahan sosial, antara lain :
a. Perubahan sosial itu dimulai pada suatu masyarakat mana yang pertama-tama
mengalami perubahan.
Universitas Sumatera Utara
b. Kondisi awal terjadinya perubahan mempengaruhi proses perubahan sosial
dan memberikan ciri-ciri tertentu yang khas sifatnya.
c. Kecepatan proses dari perubahan sosial tersebut mungkin akan berlangsung
cepat dalam jangka waktu tertentu.
d. Perubahan-perubahan sosial memang disengaja dan dikehendaki. Oleh
karenanya bersumber pada prilaku para pribadi yang didasarkan pada
kehendak-kehendak tertentu.
Perubahan sosial selalu mendapat dukungan/dorongan dan hambatan dari
berbagai faktor. Adapun faktor-faktor yang mendorong terjadinya perubahan, adalah:
a. Kontak dengan kebudayaan lain
salah satu proses yang menyangkut dalam hal ini adalah difusi. Difusi
merupakan proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan dari perorangan kepada
perorangan lain, dan dari masyarakat kepada masyarakat lain. Dengan difusi, suatu
inovasi baru yang telah diterima oleh masyarakat dapat disebarkan kepada
masyarakat luas di dunia sebgai tanda kemajuan.
b. Sistem pendidikan yang maju
c. Sikap menghargai hasil karya dan keinginan-keinginan untuk maju.
d. Toleransi terhadap perbuatan-perbuatan yang menyimpang.
e. Sistem terbuka dalam lapisan-lapisan masyarakat.
Sistem terbuka memungkinkan adanya gerakan mobilitas sosial vertikal
secara luas yang berarti memberi kesempatan perorangan untuk maju atas dasar
kemampuan-kemampuanya.
Universitas Sumatera Utara
f. Penduduk yang heterogen
Masyarakat-masyarakat yang terdiri dari kelompok-kelompok sosial yang
memiliki latar belakang, ras, dan ideologi yang berbeda mempermudahkan terjadinya
kegoncangan yang mendorong terjadinya proses perubahan.
Selain itu, perubahan sosial juga mendapatkan hambatan-hambatan. Adapun
faktor-faktor penghambat tersebut adalah :
a. Kurangnya hubungan dengan masyarakat-masyarakat lain.
b. Perkembangan ilmu pengetahuan yang terlambat.
c. Sikap masyarakat yang masih tradisional.
d.Adanya kepentingan-kepentingan yang telah tertanam dengan kuat sekali
atau vested interest.
e. Rasa takut akan terjadinya kegoyahan pada integrasi kebudayaan.
f. Prasangka terhadap hal-hal yang asing atau baru.
g. Hambatan-hambatan yang bersifat ideologis.
h. Adat atau kebiasaan.
2.1.1 Perubahan sosial ( aspek sosial )
Perubahan dari aspek sosial merupakan suatu proses perubahan yang terjadi di
dalam masyarakat yang meliputi, aspek kehidupan sosial, interaksi sosial, status
sosial dan tindakan sosial lainnya. Perubahan kendatinya terjadi karena adanya
perubahan sikap dan perasaan bahwa ingin merubah struktur yang sudah ada menjadi
lebih baik lagi.
Universitas Sumatera Utara
Mengenai masyarakat kuno, dapat diambil cina sebagai contohnya, pandangan
Hegelian yang menyatakan cina telah melampaui tingkat kemandekan struktur sosial,
tidak dapat lagi di pertahankan. Semakin jelas bahwa sejarah cina penuh pergolakan,
perubahan tiba-tiba, dan perubahan bertahap. Misalnya dalam periode yang disebut
periode revolusi, cina sangat berubah bersama dengan masyarakat besar lainnya di
zaman itu. Sejak tahun 900-200 SM, struktur masyarakat maupun pemikiran orang
cina terus-menerus mengalami perubahan. Di abad-abad berikutnya, terjadi
perbedaan secara menonjol dibanding dengan periode revolusi yang ditandai
perubahan masyarakat yang sangat cepat itu, tetapi tidak menunjukkan suatu
masyarakat kedalam kemandekan dan tidak berubah selama jangka panjang (Lauer,
1989).
Status sosial tidak bersifat statis, melainkan selalu berubah sesuai dengan
ruang dan waktu tempat seseorang itu hidup. Perubahan status itu berdampak pada
perubahan peran sosial seseorang secara mendadak pula. Kondisi ini potensial
menyebabkan konflik peran ( ketidaksesuaian peran sosial dalam dua atau lebih
status sosial yang sedang terjadi secara bersamaan ), yang menjadi akar permasalahan
sosial secara makro.
Kehidupan orang-orang tionghoa semakin berubah seiring perkembangan
zaman, baik secara kehidupan sosialnya maupun perekonomiannya. Kehidupan sosial
meliputi status sosial, interaksi tionghoa dengan pribumi serta tindakan sosial lainnya
masa ke masa semakin membaik. Jika dahulu status sosial orang tionghoa sebagai
minoritas di tengah mayoritas penduduk Indonesia sangat rendah, maka di tahun-
tahun berikutnya mereka menjadi orang-orang yang diperhitungkan status sosialnya.
Universitas Sumatera Utara
Pada masa VOC berkuasa, orang-orang cina diijinkan berkumpul dan tinggal
di Batavia. Namun, orang-orang Cina lebih ditertibkan lagi dalam hal pemukiman.
Mereka diberi tempat yang bebas untuk menghuni pemukiman dengan batas-batas
daerah yang telah ditetapkan. Pemukiman khusus bagi orang Cina ini dimaksudkan
oleh pemerintah kolonial agar bisa lebih mudah mengawasi aktivitas ekonomi dan
segala tindakan sosial komunitas tersebut.
Dengan pemukiman yang tumbuh di sana, kehidupan sosial juga ikut
berkembang. Interaksi sosial yang terjadi dengan masyarakat pribumi memberi
kesempatan bagi orang-orang dan para pedagang Cina untuk mengenal lebih jauh
budaya Jawa. Kebanyakan dari mereka meniru pola pemukiman dan pergaulan hidup
orang Jawa. Pada kalangan elit ini orang-orang Cina juga banyak berhubungan
dengan para bangsawan dan kerabat Kraton di Surakarta. Kehidupan para bangsawan
Kraton yang sering menuntut pengeluaran melebihi pendapatannya, yang
memerlukan tingkat kebutuhan tinggi, menemukan penyelesaian pada beberapa orang
Cina kaya yang tinggal di Surakarta (http://www.politikana.com).
Sama halnya seperti kehidupan sosial di komunitas cina kebun sayur di Desa
Bandar Klippa, mereka membaur dengan kebudayaan orang Jawa. Kehidupan sosial
serta interaksi mereka selalu berhubungan dengan masyarakat sekitar yang bersuku
Jawa. Bahkan kebanyakan dari orang-orang tionghoa di desa tersebut fasih
menggunakan bahasa Jawa. mereka rela melepas identitas serta bahasa mereka, dan
kemudian membaur dengan masyarakat sekitar yang mayoritas suku Jawa.
Universitas Sumatera Utara
2.1.2 Perubahan sosial ( aspek ekonomi )
Setiap kehidupan masyarakat manusia senantiasa mengalami perubahan-
perubahan. Hal ini terjadi karena manusia mempunyai kepentingan-kepentingan yang
berbeda. Perubahan ini adalah merupakan fenomena sosial yang wajar. Menurut
Suwarsono (1991), bahwa kenyataan sosial selalu berada terus-menerus dalam proses
perubahan. Demikian pula yang diungkapkan oleh Soekanto (2000), bahwa setiap
masyarakat pasti pernah mengalami perubahan, ini disebabkan tidak adanya
masyarakat yang hidup secara terisolasi mutlak (http://elearn.ibrahim.bpplsp-
reg5.go.id).
Perubahan sosial dari aspek ekonomi, merupakan proses berubahnya sistem di
masyarakat yang meliputi perubahan kehidupan perekonomian masyarakat tersebut.
Hal tersebut meliputi perubahan mata pencaharian, perubahan penghasilan, bahkan
sampai peningkatan taraf kehidupan yang lebih baik lagi.
Para ahli sosiologi mempercayai bahwa, masyarakat manapun pasti
mengalami perubahan berlangsung puluhan atau bahkan ratusan tahun yang lalu.
Perbedaannya dengan yang terjadi di masa yang lalu adalah dalam hal kecepatannya,
intensitasnya, dan sumber-sumbernya. Perubahan sosial sekarang ini berlangsung
lebih cepat dan lebih intensif, sementara itu sumber-sumber perubahan dan unsur-
unsur yang mengalami perubahan juga lebih banyak.
Perubahan-perubahan yang terjadi bisa merupakan kemajuan atau mungkin
justru suatu kemunduran. Unsur-unsur yang mengalami perubahan biasanya adalah
mengenai nilai-nilai sosial, norma-norma sosial, pola-pola perikelakuan, organisasi
sosial, lembaga-lembaga kemasyarakatan, stratifikasi sosial, kekuasaan, tanggung
Universitas Sumatera Utara
jawab, kepemimpinan dan sebagainya. Dalam masyarakat maju atau pada masyarakat
berkembang, perubahan-perubahan sosial dan kebudayaan selalu berkaitan erat
dengan ciri dan bentuk perekonomiannya.
Sikap tertentu juga merintangi perubahan. Pembangunan ekonomi akan
terhambat kecuali jika mau mempelajari sikap bekerjasama, mengkehendaki
kemajuan, menghargai pekerjaan, dan sebagainya. Bahkan perubahan menjanjikan
pemenuhan kebutuhan dasar seperti pemeliharaan kesehatan sekalipun, mungkin
menghadapi rintangan karena sikap tradisional.
Cina kebun sayur dapat dikatakan sebagai migran. Migran terdorong
mengembangkan keterampilan yang diperlukan untuk mempertahankan posisi
ekonominya yang baik, karena sekali berada di kelompok kekeluargaan desa dan
tidak lagi mengharapkan akan kembali ke desa. Karena kebutuhan penting
masyarakat industri adalah tenaga kerja terampil, maka sistem kekeluargaan
tradisional membantu masyarakat industri dengan memotivasi migran menjadi
pekerja yang terampil, sehingga dapat membuat perubahan dalam kehidupannya.
2.2 Mobilitas Sosial
Menurut Horton dan Hunt, mobilitas sosial dapat diartikan sebagai suatu
gerakan perpindahan dari suatu kelas sosial ke kelas sosial lainnya. Mobilitas sosial
juga dapat berupa peningkatan atau penurunan dalam segi status sosial dan biasanya
termasuk pula dari segi penghasilan yang dapat dialami oleh beberapa individu atau
keseluruhan anggota kelompok (Narwoko, 2004).
Universitas Sumatera Utara
Mobilitas sosial dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:
1. Mobilitas sosial vertikal
Mobilitas sosial vertikal adalah perpindahan individu atau objek sosial dari
kedudukan sosial ke kedudukan sosial lainya yang tidak sederajat. Mobilitas
sosial vertikal sendirir terdiri dari;
a. Gerak sosial meningkat ( sosial climbing ), yaitu gerak perpindahan anggota
masyarakat dari kelas sosial yang rendah ke kelas sosial yang lebih tinggi.
b. Gerak sosial yang menurun ( sosial slinking ), yaitu geraka perpindahan
anggota masyarakat dari kelas sosial lain lebih rendah posisinya.
2. Mobilitas sosial horizontal, adalah perpindahan individu atau objek-objek sosial
lainnya dari suatu kelompok sosial yang satu ke kelompok sosial lainnya yang
sederajat. Dalam mobilitas horizontal tidak terjadi perubahan dalam derajat status
seseorang atau objek sosial lainnya.
Horton dan Hunt, menerangkan ada 2 faktor yang mempengaruhi tingkat
mobilitas pada masyarakat modern, yaitu:
b. Faktor struktural, yaitu jumlah relatif dari kedudukan tinggi yang bisa dan
harus diisi serta kemudahan untuk memperolehnya.
c. Faktor individu, yaitu kualitas orang per orang, baik ditinjau dari segi tingkat
pendidikannya, penampilanya, keterampilan pribadi, dan termasuk faktor
kesempatan yang menentukan siapa yang akan berhasil mencapai kedudukan
itu.
Mobilitas juga dibagi menjadi 2 jenis yaitu, pertama, mobilitas intragenerasi
yang mengacu pada mobilitas sosial yang dialami seseorang dalam masa hidupnya,
Universitas Sumatera Utara
misalnya dari status asisten dosen menjadi guru besar, atau perwira pertama menjadi
perwira tinggi. Kedua, mobilitas antargenerasi yang mengacu pada perbedaan status
yang dicapai seseorang dengan status orangtuanya. Misalnya, anak seorang tukang
sepatu berhasil menjadi insinyur.
Secara umum, cara orang untuk dapat melakukan mobilitas sosial ke atas
adalah sebagai berikut :
a. Perubahan standar hidup
yakni, Kenaikan penghasilan tidak menaikan status secara otomatis,
melainkan akan mereflesikan suatu standar hidup yang lebih tinggi. Ini akan
mempengaruhi peningkatan status. Contoh: Seorang pegawai rendahan, karena
keberhasilan dan prestasinya diberikan kenaikan pangkat menjadi Menejer, sehingga
tingkat pendapatannya naik. Status sosialnya di masyarakat tidak dapat dikatakan
naik apabila ia tidak merubah standar hidupnya, misalnya jika dia memutuskan untuk
tetap hidup sederhana seperti ketika ia menjadi pegawai rendahan.
b. Perkawinan
Untuk meningkatkan status sosial yang lebih tinggi dapat dilakukan melalui
perkawinan. Contoh: Seseorang wanita yang berasal dari keluarga sangat sederhana
menikah dengan laki-laki dari keluarga kaya dan terpandang di masyarakatnya.
Perkawinan ini dapat menaikan status si wanita tersebut.
c. Perubahan tempat tinggal
Untuk meningkatkan status sosial, seseorang dapat berpindah tempat tinggal
dari tempat tinggal yang lama ke tempat tinggal yang baru atau dengan cara
merekonstruksi tempat tinggalnya yang lama menjadi lebih megah, indah, dan
Universitas Sumatera Utara
mewah. Secara otomatis seseorang yang memiliki tempat tinggal mewah akan disebut
sebagai orang kaya oleh masyarakat, hal ini menunjukkan terjadinya gerak sosial ke
atas.
d. Perubahan tingkah laku
Untuk mendapatkan status sosial yang tinggi, orang berusaha menaikkan
status sosialnya dan mempraktekkan bentuk-bentuk tingkah laku kelas yang lebih
tinggi yang diaspirasikan sebagai kelasnya. Bukan hanya tingkah laku, tetapi juga
pakaian, ucapan, minat, dan sebagainya. Dia merasa dituntut untuk mengkaitkan diri
dengan kelas yang diinginkannya. Contoh: agar penampilannya meyakinkan dan
dianggap sebagai orang dari golongan lapisan kelas atas, ia selalu mengenakan
pakaian yang bagus-bagus. Jika bertemu dengan kelompoknya, dia berbicara dengan
menyelipkan istilah-istilah asing.
e. Perubahan nama
Dalam suatu masyarakat, sebuah nama diidentifikasikan pada posisi sosial
tertentu. Gerak ke atas dapat dilaksanakan dengan mengubah nama yang
menunjukkan posisi sosial yang lebih tinggi. Contoh: Di kalangan masyarakat feodal
Jawa, seseorang yang memiliki status sebagai orang kebanyakan mendapat sebutan
"Kang" di depan nama aslinya. Setelah diangkat sebagai pengawas pamong praja
sebutan dan namanya berubah sesuai dengan kedudukannya yang baru seperti
"Raden”.
Universitas Sumatera Utara
2.3 Kehidupan Sosial dan Perekonomian Etnis Cina ( Tionghoa )
2.3.1 Kehidupan Sosial Cina Medan ( Tionghoa )
2.3.1.1 Asimilasi
Asimilasi dapat tercipta, tergantung pada kesediaan atau kemauan di satu
pihak ( orang cina ) untuk menghilangkan identitasnya, dan di pihak lain ( orang
pribumi ) bersedia menerimanya untuk hidup bersama secara harmonis. Sikap
asimilasi akan berjalan harmonis jika kedua belah pihak antara masyarakat pribumi
dan non pribumi saling bisa menerima perbedaan masing-masing.
Gordon (dalam Lubis, 1995), mengatakan ada beberapa jenis-jenis asimilasi,
antara lain :
1. Asimilasi kultural atau tingkah laku
2. Asimilasi struktural
3. Asimilasi perkawinan
4. Asimilasi identifikasi diri
5. Asimilasi penerimaan sikap
6. Asimilasi menerima tingkah laku orang lain
7. Asimilasi warganegara
Gerakan asimilasi di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1932, dengan
adanya pencetusan Partai Tionghoa Indonesia ( PTI ). Selanjutnya tahun 1960, mulai
dilakukanya pertemuan–pertemuan antara pemuda peranakan cina dengan menteri
kesejahteraan sosial RI, yang membahas tentang asimilasi.
Universitas Sumatera Utara
Asimilasi menurut Park dan Borgess adalah suatu proses penetrasi
(penerobosan), dan peleburan atau penyatuan kepada seseorang maupun kelompok
yang mempunyai pikiran, perasaan, dan sikap dari orang atau kelompok yang lain,
dengan membagi pengalaman dan cerita ( sejarah ) termasuk juga tentang kebudayaan
didalam kehidupan mereka sebagaimana biasanya (Lubis, 1995: 28).
Dari penjelasan sebelumnya, terlihat jelas adanya suatu keharusan proses
interaksi yang terjadi antara 2 pihak atau golongan, yaitu pihak migran cina dengan
pihak penerima pendatang,atau masyarakat setempat agar asimilasi dapat terwujud.
Bentuk interaksi sosial yang mengarah pada suatu proses asimilasi haruslah,
pertama, bersifat suatu pendekatan terhadap pihak lain dimana pada pihak itu berlaku
hal yang sama. Kedua, bersifat langsung dan primer. Ketiga, frekuensi interaksi
sosial itu harus tinggi dan tetap.
Dalam menjalani asimilasi tentulah mendapat tantangan dan rintangan.
Adapun faktor penghambat dan pendukung terjadinya asimilasi adalah:
a. Faktor pendukung
- Toleransi
- Kesempatan-kesempatan di bidang ekonomi yang seimbang
- Sikap menghormati orang asing dan kebudayaannya
- Sikap terbuka dari golongan yang berkuasa dalam masyarakat
- Persamaan dalam unsur-unsur kebudayaan
- Perkawinan campuran ( amalganation )
- Adanya unsur bersama dari luar.
Universitas Sumatera Utara
b. Faktor terhambatnya asimilasi pada etnis cina di Indonesia bahkan di Asia
Tenggara, adalah :
- Adanya sikap eksklusif orang tionghoa.
- Adanya superioritas yang tinggi.
- Semangat materialisme yang serakah.
- Tidak mau berasimilasi.
2.3.1.2 Akulturasi
Akulturasi mengacu pada pengaruh satu kebudayaan terhadap kebudayaan
lain atau saling mempengaruhi antara dua kebudayaan, yang mengakibatkan
terjadinya perubahan kebudayaan. Seorang antropolog Redfield. dkk, mendefinisikan
akulturasi meliputi fenomena yang dihasilkan dua kelompok yang berbeda
kebudayaanya mulai melakukan kontak langsung, yang diikuti pola kebudayaan asli
salah satu atau kedua kelompok itu. Menurut definisi ini, akulturasi hanyalah satu
aspek saja dari perubahan kebudayaan. Sedangkan difusi hanyalah satu aspek dari
akulturasi. Difusi atau proses penyebaran inovasi ke lapisan masyarakat lain selalu
terjadi dalam proses akulturasi, tetapi tidak dapat terjadi tanpa berlanjutnya kontak
langsung yang diperlukan bagi akulturasi (Lauer, 1989) .
Dari penjelasan diatas disimpulkan bahwa akulkturasi mempunyai pengaruh
lebih besar dibandingkan difusi, setidaknya dalam arti kebudayaan lain yang
dipengaruhi akan lebih menyerupai kebudayaan yang mempengaruhi. Dan dapat di
jelaskan juga bahwa akulturasi sebagai pola perubahan dimana terjadi penyatuan
Universitas Sumatera Utara
antara dua kebudayaan. Penyatuan ini dihasilkan dari kontak yang berlanjut.
Mengenai jenis kontak, kedua kebudayaan dapat dikategorikan sebagai yang
kuat dan yang lemah atau sama kuatnya atau menurut kemampuan anggota
masyarakat pendukung satu kebudayaan tertentu untuk memaksakan aktivitas tertentu
terhadap anggota masyarakat pendukung kebudayaan kedua. Dominasi ekstrem satu
kebudayaan atas kebudayaan lain terjadi bila anggota masyarakat pendukung satu
kebudayaan tertentu dapat membawa anggota masyarakat pendukung kebudayaan
lain masuk kedalam aktivitas mereka sendiri dalam posisi status yang lebih rendah
dan mengucilkanya dari posisi status yang tinggi, dan pada waktu yang bersamaan
dapat memasuki aktivitas anggota masyarakat pendukung kebudayaan lain itu dalam
posisi status yang tinggi.
Menurut Dohrenwend dan Smith ( dalam Lauer, 1989 ), mengemukakan 4
kemungkinan arah perubahan yang dapat dihasilkan dari kontak antara dua
kebudayaan :
a. Pengasingan, menyangkut pembuangan cara-cara tradisional oleh
anggota pendukung satu kebudayaan tanpa menerima cara-cara
kebudayaan lain.
b. Reorientasi, menyangkut perubahan ke arah penerimaan struktur
normatif kebudayaan lain.
c. Penguatan kembali kebudayaan tradisional diperkokoh kembali.
d. Penataan kembali kemunculan bentuk-bentuk baru seperti yang
ditemukan dalam gerakan utopia.
Universitas Sumatera Utara
Kesadaran berbudaya muncul bersamaan dengan munculnya loyalitas etnis
dalam diri individu tersebut ketika ia mengalami diskriminasi, yang tidak selalu
bermakna negatif. Imigran akan mengalami diskriminasi karena status minoritasnya.
Sebenarnya status minoritas inilah yang menjadi inti dari masalah status sosial.
Dengan kata lain ia harus beradaptasi dengan cara akulturasi. Jadi, proses akulturasi
terjadi mula-mula ketika sekelompok individu dari dua kelompok budaya yang
berbeda mengadakan kontak secara terus-menerus satu sama lain dan setelahnya
mengalami perubahan pola budaya pada salah satu atau keduanya seperti model
akulturasi yang dikemukakan oleh Robert Park yaitu KONTAK (dari tangan pertama)
→ AKOMODASI (menerima) → ASIMILASI (diterima/menjadi bagian).
Perbedaan reaksi adaptasi dapat terjadi antar individu dalam kelompok
minoritas yang sama atau memiliki latar belakang atau tingkat pendidikan yang sama
yang disebabkan oleh perbedaan motivasi ( pendorong ) seperti keputusan/keinginan
pribadi, motivasi ekonomi, politik, dan lainnya, yang mana yang lebih
menguntungkan/berguna baginya maupun hanya sekedar untuk mempertahankan
hidup. Reaksi adaptasi budaya ini juga selektif terhadap perilaku, nilai-nilai, dan
lainnya tergantung pada individu masing-masing. Hal lama apakah yang akan
digantinya dengan hal yang baru, dan sebaliknya hal lama yang akan tetap
dipegangnya. Contoh kasus: kelompok minoritas Tionghoa di Jakarta, akan berbeda
dengan kelompok minoritas Tionghoa di Medan yang mana masing-masing anggota
kelompok dalam sebuah keluarga juga akan mengalami perubahan pola budaya yang
berbeda.
Universitas Sumatera Utara
2.3.1.3 Konflik
Dahrendorf ( Ritzer, 2005 ), menyimpulkan bahwa masyarakat adalah statis
atau masyarakat berada dalam keadaan berubah secara seimbang. Namun, para ahli
lainnya mengatakan setiap masyarakat setiap saat tunduk pada proses perubahan.
Teoritis konflik dan fungsionalisme disejajarkan. Fungsionalis menekankan
keteraturan masyarakat, sedangkan teoritis konflik melihat pertikaian dan konflik
dalam sistem sosial. Fungsionalis juga menyatakan bahwa setiap elemen masyarakat
berperan dalam menjaga stabilitas. Teoritis konflik melihat berbagai elemen
kemasyarakatan menyumbang terhadap disintegrasi dan perubahan.
Dahrendorf juga menganggap fungsi konservatif dari konflik hanyalah satu
bagian realitas sosial dan konflik juga menyebabkan perubahan dan perkembangan.
Secara singkat Ia menyatakan bahwa setelah kelompok konflik muncul, kelompok itu
melakukan tindakan yang menyebabkan perubahan dalam struktur sosial. Bila konflik
itu terjadi dengan hebat, maka perubahan bersifat radikal. Bila konflik disertai
tindakan kekerasan, akan terjadi perubahan struktur secara tiba-tiba.
Soekanto (1984), menyatakan konflik sosial dapat ditelaah dari pelbagai
aspek, antara lain adalah :
a. Secara historis, maka konflik antara masyarakat–masyarakat memainkan suatu
peranan penting dalam pembentukan unit-unit sosial yang lebih besar dan lebih
luas, memperkuat sistem stratifikasi sosial dan memperluas difusi penemuan-
penemuan baru di bidang sosial budaya. Di zaman modern konflik internasional
Universitas Sumatera Utara
telah mempengariuhi struktur ekonomi dan politik dari berbagai masyarakat,
kebijaksanaan-kebijaksanaan politik, maupun norma-norma.
b. Konflik antara golongan mungkin mendorong terjadinya perubahan dan
penemuan-penemuan baru
c. Adanya atau kemungkinan terjadinya konflik antargenerasi.
Sebagai contoh, kerusuhan Mei tahun 1998, yang menyebabkan diskrimanasi,
munculnya tindak kekerasan dan pembunuhan pada etnis tionghoa di medan dan di
daerah di Indonesia lainnya. Kerusuhan ini diawali oleh krisis finansial Asia dan
dipicu oleh tragedi Trisakti di mana empat mahasiswa Universitas Trisakti ditembak
dan terbunuh dalam demonstrasi 12 Mei 1998. Dalam kejadian ini terdapat ratusan
etnis Tionghoa yang mendapat kekerasaan bahkan pemerkosaan. Sebab dan alasan
kerusuhan ini masih banyak diliputi ketidakjelasan dan kontroversi sampai hari ini.
Namun, demikian umumnya masyarakat setuju bahwa peristiwa ini merupakan
sebuah lembaran hitam sejarah Indonesia. sementara beberapa pihak terutama pihak
Tionghoa, berpendapat ini merupakan tindakan pembasmian orang-orang tersebut.
Konflik seperti ini pernah menjadi ketakutan tersendiri bagi etnis Tionghoa di
Medan dan daerah lainnya, Karena kebrutalan untuk menindas orang yang beretnis
Tionghoa memberikan trauma tersendiri bagi mereka. Konflik tersebut adalah konflik
terbesar pribumi terhadap komunitas non pribumi.
Universitas Sumatera Utara
2.4 Kehidupan Perekonomian Orang Cina ( Tionghoa ) Tahun 1950-Kini
Pada masa pasca Belanda, orang-orang cina telah mengembangkan kehebatan
ekonominya terutama di bidang yang telah ditinggalkan Belanda, yaitu kegiatan
ekspor impor. Hal tersebut terjadi juga walaupun ada usaha-usaha yang tidak
terencana dengan baik dan tidak produktif untuk mempribumikan ekonomi. Pada
masa sistem demokrasi parlementer, walaupun berada dibawah ancaman dan
perasaan tidak tentram sebagian besar warga cina yang WNI maupun yang bukan
menikmati kemakmuran. Masa itu berakhir, pada waktu ada pergolakan akhir tahun
1950-an. Pada tahun 1959, kelas pedagang cina yang WNI dan WNA, berada dalam
kesulitan setelah ada larangan bergadang untuk orang asing.
Dalam masa percobaan ( 30 September 1965 ) telah banyak hasil yang positif.
Citra cina sebagai elite ekonomi tidak bisa dihindarkan lagi, karena anggapan seperti
itu ada benarnya walaupun tidak seluruhnya benar. Banyak orang cina yang miskin
dan ada beberapa kelompok kecil yang keberhasilanya dalam bidang ekonomi sangat
mencolok. Pada kenyataanya tidak semua orang cina kaya, orang pribumi pun ada
yang berhasil dalam usahanya. Pendidikan dan tekadlah kuncinya bukan ras atau
persengkongkolan ekonomi.
Tahun 1973 merupakan awal dari himbauan pemerintah dalam menganjurkan
orang-orang Cina di Indonesia yang mempunyai kelebihan dalam bidang ekonomi
untuk berusaha membantu warga pribumi lainnya yang masih dikatakan miskin.
Sudah beberapa kali himbauan ini kita dengan, terakhir ialah konferensi
Jimbaran, Bali, tetapi masih banyak hambatan-hambatan serta kendala-kendala dalam
Universitas Sumatera Utara
perwujudan keseimbangan kekuatan ekonomi antara pribumi dengan non-pribumi.
Sejarah singkat mengenai politik peranakan Cina Indonesia yang tertera
diatas merupakan suatu penjelasan bahwa sejarah Cina
di Indonesia bisa dikatakan kurang baik. Pengalaman buruk ini tentu sulit
dilupakan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Memang PKI sudah tidak
ada lagi dan propaganda ajaran komunisme RRC diragukan bisa muncul
kembali, tetapi bentuk perbedaan lainnya, seperti jenjang ekonomi yang sangat
jauh berbeda antara pri dan non-pri masih ada. Mungkin untuk sebagian
pribumi berpendapat bahwa sesungguhnya Belanda, Jepang, PKI dan kemudian
Pemerintah orde baru adalah sebagai alat saja bagi Cina untuk menguasai
politik dan ekonomi Indonesia. Tanpa adanya usaha pembaruan, asimilasi
yang terencana dengan baik, mustahil anggapan tersebut akan hilang.
Asimilasi bukanlah hanya kehidupan sosial semata melainkan segala
aspek termasuk ekonomi, pendidikan dan lain-lain.
Dan akhir-akhir ini terasa bahwa etnik cina ekonominya seakan-akan
meningkat dengan “ deret ukur”, sedangkan si pribumi hanya dengan “deret hitung”
disamping masih ada ada 30 juta yang hidup dibawah garis kemiskinan, bisa saja
secara ekonomis Negara tertolong tapi di bidang sosial-politik keadaan kritis sekali
tidak memanfaatkan swasta ( etnis cina ), ekonomi akan gawat. Tetapi walaupun
kesulitan-kesulitan ekonomi dimasa depan teratasi, ada bahaya gejolak-gejolak sosial
yang dahsyat (Greif, 1991).
Kemudian tahun 1980-an, ketika ekonomi Indonesia mulai memasuki era
industri dan jasa keadaan mulai berubah. Pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
yang mencapai 8% per tahun, telah mendorong peningkatan belanja masyarakat.
Sektor jasa, perdagangan, dan industri melaju sesuai laju permintaan. Karenanya,
para kuli kontrak dan keluarganya sebagian mulai bergerak ke kota. Pekerjaan seperti
buruh pabrik, pelayan toko, kuli bangunan, penjual pecel, sampai pembantu rumah
tangga sekalipun mereka kerjakan.
Di tahun 1980-an juga, perusahan-perusahan konglomerat milik Soedono
Salim, sebagai pemilik BCA dan Indofood, dan William Soeryadjaya, sebagai
pemilik Astra dan Summa, yang menjadi pusat perhatian secara nasional maupun
internasional. Sejak tahun 1970 mereka yang sebagai etnis cina dikenal sebagai
“cukong” ( penyandang dana ). Keluarga-keluarga dari etnis cina banyak yang dekat
dengan keluaraga Cendana. Namun pada tahun 1998, perlahan mulai kekurangan
pengaruhnya ( Liem, 2000 ).
Banyak pendapat yang mengatakan bahwa peran etnik cina dalam bisnis dan
ekonomi Indonesia cukup besar dan terlalu dominan. Alasannya, jika kita hitung
jumlah pengusaha besar di Indonesia maka yang terlihat adalah para pengusaha
Tionghoa. Bahkan mereka memegang pusat-pusat komersil seperti, pertokoan dan
perkantoran yang ada disekeliling kita.
Pada tahun 1993, dalam skala regional, 55 juta etnik cina tersebar di
Indonesia, Malasyia, Singapura, Thailand, Hongkong, Filiphina, dan Taiwan akan
menjadi motor utama pertumbuhan ekonomi di kawasan ini. Bahkan investasi cina
perantauan diseluruh Asia mencapai US$ 26,0 milyar jauh dibanding investasi FDI
(foreign direct investment) yang mencapai US$ 3,7 milyar di tahun yang sama (Lubis,
1995: 51).
Universitas Sumatera Utara
Seperti di kota lain, perekonomian di Medan juga dikuasai orang Cina.
Mereka itu umumnya tinggal di pusat kota dan kawasan bisnis lain yang sedang
tumbuh. Agak sulit menafsirkan berapa besar aset mereka karena bersifat tertutup.
Subaninyo Hadiluwi menyebutkan bahwa dibanding dengan etnik sejenis di Pulau
Jawa, Cina Medan lebih sering bepergian untuk urusan keluarga dan bisnis ke negara
tetangga. Terutama ke Singapura, Malaysia, Taiwan, dan Hong Kong. Ada sebuah
tradisi bahwa Cina Medan yang telah bereksepsi tak pernah melepaskan akarnya.
Sehingga cina tidak bisa melepas rantai bisnisnya dimana pun mereka berada
(http://jurnalis.wordpress.com/abdulmanan).
Kehidupan sosial dan ekonomi cina kebun sayur kini tidak terlepas dari
bayang-bayang kehidupan masa lalu mereka terdahulu. Dari hasil penelusuran dari
berbagai literatur mengenai perbedaan antara cina masa lalu dan cina masa kini dapat
dilihat pada gambar 1 berikut :
Universitas Sumatera Utara
Gambar 1 : Aspek Sosial Ekonomi Pada Etnis Cina Masa Dahulu Dan Masa
Kini
Gambar 1 menjelaskan bahwa perubahan sosial dan ekonomi yang terjadi
cukup signifikan. Cina kebun sayur sendiri telah menampakan perubahan itu sendiri
baik didalam kehidupan perekonomian maupun kehidupan sosial mereka. Cina kebun
sayur berubah dari yang dahulunya termasuk dalam kategori miskin menjadi kaya,
dari nasionalis ke internasional, dari ekonomi perencanaan ke ekonomi pasar. Semua
perubahan itu merupakan proses panjang yang telah dilalui (http://www.rnw.nl/id).
Lerner mengatakan perubahan sosial itu mencakup tiga hal, yaitu kemana arah
perubahan, siapa yang berubah dan kecepatannya seperti apa. Lerner mengungkapkan
Cina masa lalu Cina masa kini
Komunitas cina kebun sayur
Aspek sosial:
- peningkatan status sosial -asimilasi -konflik berkurang -interaksi pribumi & non pribumi membaik
Aspek ekonomi:
- gaya hidup eksklusif
- pemegang perkonomian (pembisnis dan pengusaha)
Aspek sosial:
-Status social marginal -individualisme -mendapat kekerasan fisik (zaman belanda). - diskriminasi - konflik
Aspek ekonomi
- miskin - terikat kontrak dengan belanda
Universitas Sumatera Utara
perubahan tersebut pada masyarakat di timur tengah yang mengalami pemudaran
didalam masyarakatnya yang masih tradisional. Arah perubahan adalah sama
diseluruh timur tengah. Dimana-mana berlalunya tata hidup tradisional tampak nyata,
kecenderungan sekuler adalah menuju kepada mobilitas jasmaniah, sosial, mobilitas
psikologis. Yang berubah adalah didalam setiap Negara timur tengah manusia
peralihan lebih banyak menunujukkan karakteristik yang kita telah identifikasikan
dengan gaya partisipan urbanisme, kemampuan membaca dan menulis, konsumsi
media dan kesanggupan empati. Kita akan menyaksikan seperti tampak pada data,
bahwa kesemua itu mengakibatkan sederetan ciri-ciri sosiologi umum seperti umur,
jenis kelamin, pekerjaan, misalnya pemuda yang mampu membaca dan menulis
bukan tani. Kecepatan lajunya perubahan sosial dimana-mana adalah suatu fungsi
(fungsi linear) dari jumlah orang yang mencapai strata peralihan. Semakin banyak
orang yang menjadi modern didalam setiap Negara, semakin tinggi prestasi dalam
indeks-indeks kemodernan yang lain. Karena itu, tingkat perubahan yang dicapai
berbeda dari tiap Negara di timur tengah (Lerner, 1983).
Semua gerakan perubahan sosial (dalam Lerner, 1983) mengubah cara-cara
didalam mana manusia hidup sehari-hari. Perubahan kehidupan yang tidak asing lagi
dan benar-benar pribadi misalnya suatu keluarga petani di desa terpencil kepada
suatu kerja yang asing dan dingin didalam suatu kota yang ramai dan padat dengan
manusia yang tidak dikenal, merupakan suatu dampak perubahan.
Konsep Daniel Lerner sendiri dapat diterapkan kepada perubahan sosial yang
terjadi pada komunitas cina kebun sayur, dimana adanya sistem kehidupan yang
masih tradisional berubah menjadi lebih maju. Pada komunitas cina kebun sayur
Universitas Sumatera Utara
sendiri telah mengalami perubahan perekonomian. Bila dahulunya sangat sengsara
karena terikat dengan Belanda, sekarang mereka telah memperbaiki nasib dengan
mencari pekerjaan yang lebih layak. Sedangkan kehidupan sosial yang dahulunya
sering terjadi diskriminasi etnis, marginalisasi, konflik etnis, sampai kesenjangan
sosial sekarang telah berubah menjadi lebih baik.
Universitas Sumatera Utara