Wacana Menurut Ahli

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8/18/2019 Wacana Menurut Ahli

    1/33

    TUGAS II ANALISIS WACANAPENGERTIAN WACANA MENURUT PARA AHLI DAN JENIS-JENIS WACANA

    Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Analisis Wacana

    Dosen Pengampu: Dr. Budhi Setiawan, M. Pd.

    Kolompok I

    Henry Trias Puguh J. S841508011

    Indri Kusuma Wardhani S841508015

    Rio Devilito S841508023

    Siti Arnisyah S841508017

    Yusuf Muflikh Raharjo S841508034

    PROGRAM PASCASARJANA PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA

    FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

    UNIVERSITAS SEBELAS MARET

    SURAKARTA

    2016

  • 8/18/2019 Wacana Menurut Ahli

    2/33

    BAB I

    PENDAHULUANA.

     

    Latar Belakang

    Analisis wacana merupakan suatu bidang ilmu linguistik, khususnya sosiolinguistik

    yang memusatkan perhatian pada komunikasi atau wacana sebenarnya sebagaimana

    dilakukan oleh manusia dalam interaksi sosial. Analisis wacana membahas bahasa dalam

    konteks-konteks sosial, khususnya interaksi lisan antara para pembicara dan interaksi tulisan

    antara penulis dan pembacanya. Analisis wacana dewasa ini digunakan untuk mengacu pada

    makna-makna yang luas cakupannya.

    Seperti halnya bahasa, maka wacana pun mempunyai bentuk (form) dan makna

    (meaning). Kepaduan makna dan kerapian bentuk merupakan faktor penting untuk

    menentukan tingkat keterbacaan dan keterpahaman wacana. Kepaduan (kohesi) dan kerapian

    (koherensi) merupakan unsur hakikat wacana,unsur yang turut menentukan keutuhan wacana.

    Dalam kata kohesi, tersirat pengertian kepaduan dan keutuhan, dan pada kata koherensi

    terkandung pengertian pertalian dan hubungan.

    Jika dikaitkan dengan aspek bentuk dan makna, kohesi mengacu kepada aspek

     bentuk, dan koherensi kepada aspek makna wacana. Selanjutnya dapat juga dikatakan bahwa

    kohesi mengacu kepada aspek formal bahasa, sedangkan koherensi mengacu kepada aspek

    ujaran.

    B. 

    Rumusan Masalah

    1. 

    Bagaimana jenis-jenis wacana?

    2. 

    Bagaimana hakikat kohesi dan koherensi dalam wacana?

    C. 

    Tujuan 

    1.  Untuk mengetahui jenis-jnis wacana.

    2. 

    Untuk mengetahui hakikat kohesi dan koherensi dalam wacana.

  • 8/18/2019 Wacana Menurut Ahli

    3/33

    BAB II

    PEMBAHASAN

    A. 

    Jenis-Jenis Wacana 

    Jenis wacana dapat dikaji dari segi eksistensinya (realitasnya), media komunikasi, cara

     pemaparan, dan jenis pemakaian. Menurut realitasnya, wacana merupakan verbal dan

    nonverbal sebagai media komunikasi berwujud tuturan lisan dan tulis, sedangkan dari segi

     pemaparan, kita dapat memperoleh jenis wacana yang disebut naratif, deskriptif, prosedural,

    ekspositori dan hortatori.

    1. Wacana Berdasarkan Realitas 

    Menurut Djajasudarma (1994: 6-7) realitas wacana dalam hal ini adalah eksistensi

    wacana yang berupa verbal dan nonverbal. Rangkaian kebahasaan verbal atau language

    exist (kehadiran kebahasaan) dengan kelengkapan struktural bahasa, mengacu pada

    struktur apa adanya; nonverbal atau language likes mengacu pada wacana sebagai

    rangkaian nonbahasa yakni rangkaian isyarat atau tanda-tanda yang bermakna (bahasa

    isyarat). Wacana nonbahasa yang berupa isyarat, antara lain berupa:

    a. 

    Isyarat dengan gerak-gerik sekitar kepala atau muka, meliputi:

    1)  Gerakan mata, antara lain melotot, berkedip, menatap tajam (dapatkah kita

    menentukan maknanya. Misalnya, melotot = marah; melotot = ’menyuruh pergi’,

    dan sebagainya).

    2) 

    Gerak bibir, antara lain senyum, tertawa, meringis.

    3)  Gerak kepala, antara lain mengangguk, menggeleng.

    4)  Perubahan raut muka (wajah), antara lain mengerutkan kening, bermuka manis,

     bermuka masam.

     b.  Isyarat yang ditunjukkan melalui gerak anggota tubuh selain kepala, meliputi:

    1)  tangan, antara lain melambai, mengepal, mengacungkan ibu jari, menempelkan

    telunjuk pada bibir, menunjuk dahi.

    2) 

    Gerak kaki, antara lain mengayun-ayun, menghentak-hentakkan, menendang-

    nendang.

    3)  Gerak seluruh tubuh, antara lain seperti terlihat pada pantomim, memiliki makna

    wacana sebagai teks.

    Tanda-tanda nonbahasa yang bermakna berupa: (1) tanda rambu-rambu lalu lintas,

    dan (2) di luar rambu-rambu lalu lintas. Tanda lalu lintas, misalnya dengan warna lampu

     pada rambu-rambu lalu lintas: merah berarti ‘berhenti’, kuning berarti ‘siap untuk maju’,

  • 8/18/2019 Wacana Menurut Ahli

    4/33

    dan hijau berarti ‘boleh maju’; tanda diluar lalu lintas adalah bunyi-bunyi yang dihasilkan

    dari kentongan, misalnya, berarti ada bahaya. Realitas makna kentongan diwujudkan oleh

    masyarakat pendukung wacana tersebut.

    2. 

    Wacana Berdasarkan Media Komunikasi 

    Berdasarkan media komunikasinya, wacana dapat diklasifikasikan atas wacana

    lisan dan tulisan.

    a. 

    Wacana tulis

    Menurut Henry Guntur Tarigan (1987:52) wacana tulis atau written discourse

    adalah wacana yang disampaikan secara tertulis, melalui media tulis. Menurut Mulyana

    (2005:51-52) wacana tulis (written discourse) adalah jenis wacana yang disampaikan

    melalui tulisan. Berbagai bentuk wacana sebenarnya dapat dipresentasikan atau

    direalisasikan melalui tulisan. Sampai saat ini, tulisan masih merupakan media yang

    sangat efektif dan efisian untuk menyampaikan berbagai gagasan, wawasan, ilmu

     pengetahuan, atau apapun yang dapat mewakili kreativitas manusia.

    Wacana tulis sering dipertukarkan maknanya dengan teks atau naskah. Namun,

    untuk kepentingan bidang kajian wacana yang tampaknya terus berusaha menjadi

    disiplin ilmu yang mandiri. Kedua istilah tersebut kurang mendapat tempat dalam kajian

    wacana. Apalagi istilah teks atau naskah tampaknya hanya berorientasi pada huruf (graf)

    sedangkan gambar tidak termasuk didalamnya. Padahal gambar atau lukisan dapat

    dimasukkan pula kedalam jenis wacana tulis (gambar). Sebagaiman dikatakan Hari

    Mukti Kridalaksana dalam Mulyana (2005:52), wacana adalah satuan bahasa yang

    terlengkap, yang dalam hirarki kebahasaan merupakan satuan gramatikal tertinggi dan

    terbesar. Wacana dapat direalisasikan dalam bentuk kata, kalimat, paragraf atau karangan

    yang utuh (buku, novel, ensiklopedia, dan lain-lain) yang membawa amanat yang

    lengkap dan cukup jelas berorientasi pada jenis wacana tulis.

    Menurut Djajasudarma (1994: 7-8) wacana dengan media komunikasi tulis

    dapat berwujud antara lain:

    1) 

    Sebuah teks/ bahan tertulis yang dibentuk oleh lebih dari satu alinea yang

    mengungkapkan sesuatu secara beruntun dan utuh, misalnya sepucuk surat, sekelumit

    cerita, sepenggal uraian ilmiah.

    2) 

    Sebuah alinea, merupakan wacana, apabila teks hanya terdiri atas sebuah alinea,

    dapat dianggap sebagai satu kesatuan misi korelasi dan situasi yang utuh.

    3) 

    Sebuah wacana (khusus bahasa Indonesia) mungkin dapat dibentuk oleh sebuah

    kalimat majemuk dengan subordinasi dan koordinasi atau sistem elipsis.

  • 8/18/2019 Wacana Menurut Ahli

    5/33

    Contoh: “Ade mencintai bapaknya, saya juga.”

    Ketidakhadiran verba pada klausa kedua (‘saya juga’) dan juga ketidakhadiran objek

    yang diramalkan klausa kedua adalah:

    “..........................., saya juga mencintai bapak saya”

    Atau “..........................., saya juga mencintai Bapak Ade”

    b. 

    Wacana lisan

    Menurut Tarigan (1987:55) wacana lisan atau spoken discourse  adalah wacana yang

    disampaikan secara lisan, melalui media lisan. Menurut Mulyana (2005:52), wacana

    lisan (spoken discourse) adalah jenis wacana yang disampaikan secara lisan atau

    langsung dalam bahasa verbal. Jenis wacana ini sering disebut sebagai tuturan ( speech)

    atau ujaran (utterance). Adanya kenyataan bahwa pada dasrnya bahasa kali pertama lahir

    melalui mulut atau lisan. Oleh karena itu, wacana yang paling utama, primer, dan

    sebenarnya adalah wacana lisan. Kajian yang sungguh-sungguh terhadap wacana pun

    seharusnya menjadikan wacana lisan sebagai sasaran penelitian yang paling utama.

    Tentunya, dalam posisi ini wacana tulis dianggap sebagai bentuk turunan (duplikasi)

    semata. Wacana lisan memiliki kelebihan dibanding wacana tulis. Beberapa kelebihan

    wacana lisan di antaranya ialah:

    1) 

    Bersifat alami (natural) dan langsung.

    2) 

    Mengandung unsur-unsur prosodi bahasa (lagu, intonasi).

    3) 

    Memiliki sifat suprasentensial (di atas struktur kalimat).

    4)  Berlatar belakang konteks situasional.

    Menurut Tarigan (1987:122) wacana lisan diciptakan atau dihasilkan dalam

    waktu dan situasi yang nyata. Oleh sebab itu, dalam semua bentuk wacana lisan terdapat

    kaidah-kaidah atau aturan-aturan mengenai siapa yang berbicara (kepada siapa) apabila

    (waktunya). Dengan perkataan lain, dalam wacana lisan, kita harus mengetahui dengan

     pasti:

    1) 

    Siapa yang berbicara

    2) 

    Kepada siapa

    3)  Apabila; pada saat yang nyata

    Sebagai pegangan dalam pembicaraan selanjutnya dalam buku kecil ini, maka

    yang dimaksud dengan wacana lisan adalah satuan bahasa yang terlengkap dan terbesar

    di atas kalimat atau klausa dengan kohesi dan koherensi tinggi yang berkesinambungan

    yang mempunyai awal dan akhir yang nyata disampaikan secara lisan.

  • 8/18/2019 Wacana Menurut Ahli

    6/33

    Disamping terdapat banyak persamaan, terdapat juga sejumlah perbedaan antara

    wacana tulis dan wacana lisan. Perbedaan itu dapat pula kita anggap sebagai ciri masing-

    masing. Dalam uraian berikut ini akan kita bicarakan beberapa hal yang merupakan ciri

    atau unsur khas wacana lisan, antara lain:

    1) 

    Aneka tindak

    2) 

    Aneka gerak

    3) 

    Aneka pertukaran

    4) 

    Aneka transaksi

    5) 

    Peranan kinesik

    Menurut Djajasudarma (1994:7) sebagai media komunikasi, wujud wacana

    sebagai media komunikasi berupa rangkaian ujaran (tuturan) lisan dan tulis. Sebagai

    media komunikasi wacana lisan, wujudnya berupa:

    1) 

    Sebuah percakapan atau dialog yang lengkap dari awal sampai akhir, misalnya

    obrolan di warung kopi.

    2) 

    Satu penggalan ikatan percakapan (rangkaian percakapan yang lengkap, biasanya

    memuat: gambaran situasi, maksud, rangkaian penggunaan bahasa) yang berupa:

    Ica : .........................

    Ania : “Apakah kau punya korek?”

    Rudi : “Tertinggal di ruang makan tadi pagi.”

    Penggalan wacana ini berupa bagian dari percakapan dan merupakan situasi yang

    komunikatif.

    3. 

    Wacana Berdasarkan Cara Pengungkapan 

    a.  Wacana langsung

    Wacana langsung atau direct discourse  adalah kutipan wacana yang sebenarnya

    dibatasi oleh intonasi atau pungtuasi (Kridalaksana dalam Henry Guntur Tarigan,

    1987:55).

     b.  Wacana Tidak Langsung

    Wacana tidak langsung atau indirect discourse adalah pengungkapan kembali wacana

    tanpa mengutip harfiah kata-kata yang dipakai oleh pembicara dengan

    mempergunakan konstruksi gramatikal atau kata tertentu, antara lain dengan klausa

    subordinatif, kata bahwa, dan sebagainya. (Kridalaksana, 1964: 208-9).

  • 8/18/2019 Wacana Menurut Ahli

    7/33

    4. 

    Wacana Berdasarkan Cara Pembeberan (Pemaparan) 

    Wacana pembeberan atau expository discourse adalah wacana yang tidak

    mementingkan waktu dan penutur, berorientasi pada pokok pembicaraan, dan bagian-

     bagiannya diikat secara logis (Kridalaksana dalam Henry Guntur Tarigan, 1987:56).

    a. 

    Wacana naratif (narasi)

    Menurut T. Fatimah Djajasudarma (1994:8) wacana naratif adalah rangkaian tuturan

    yang menceritakan atau menyajikan hal atau kejadian (peristiwa) melalui penonjolan pelaku.

    Isi wacana ditujukan ke arah memperluas pengetahuan pendengar atau pembaca. Kekuatan

    wacana ini terletak pada urutan cerita berdasarkan waktu, cara-cara bercerita, atau aturan alur

    (plot).

    Menurut Abdul Rani, Bustamul Arifin, dan Martutik (2006:45-46) wacana narasi

    merupakan satu jenis wacana yang berisi cerita. Dalam narasi terdapat unsu-unsur cerita yang

     penting misalnya unsur waktu, pelaku, dan peristiwa. Dalam wacana narasi harus ada unsur

    waktu, bahkan unsur pergeseran waktu itu sangat pentng. Unsur pelaku atau tokoh

    merupakan pokok yang dibicarakan, sedangkan unsur peristiwa adalah hal-hal yang dialami

    oleh sang pelaku.

    Wacana narasi pada umumnya ditujukan untuk menggerakan aspek emosi. Dengan narsi,

     penerima dapat membentuk citra atau imajinasi. Aspek intelektual tidak banyak digunakan

    dalam memahami wacana narasi.

    b. Wacana deskriptif (deskripsi)

    Menurut Djajasudarma (1994:11) wacana deskriptif berupa rangkaian tuturan

    yang memaparkan sesuatu atau melukiskan sesuatu, baik berdasarkan pengalaman maupun

     pengetahuan penuturnya. Wacana itu biasanya bertujuan mencapai penghayatan dan

    imjinatif terhadap sesuatu sehingga pendengar atau pembaca seolah-olah merasakan atau

    mengalami sendiri secara langsung. Wacana deskriptif ini, ada yang hanya memaparkan

    sesuatu secara objektif dan ada pula yang memaparkannya secara imajinatif. Pemaparan

    secara objektif bersifat menginformasikan sebagaimana adanya, sedangkan pemaparan

    secara imajinatif bersifat menambahkan daya khayal. Daya khayal yang didapatkan

    didalam novel atau cerpen, atau isi karya sastra pada umumnya.

    Menurut Abdul Rani, Bustamul Arifin, dan Martutik (2006:37-38) wacana

    deskripsi merupakan jenis wacana yang ditujukan kepada penerima pesan agar

    membentuk suatu citra (imajinasi) tentang sesuatu hal. Aspek kejiwaan yang dapat

    mencerna wacana tersebut adalah emosi. Hanya melalui emosi, seseorang dapat

    membentuk citra atau imajinasi tentang sesuatu. Oleh sebab itu, ciri khas wacana deskripsi

  • 8/18/2019 Wacana Menurut Ahli

    8/33

    ditandai dengan pengggunaan kata-kata atau ungkapan yang bersifat deskriptif, seperti 

    rambutnya ikal, hidungnya mancung, dan matanya biru. Dalam wacana ini biasanya tidak

    digunakan kata-kata yang bersifat evaluatif yang terlalu abstrak seperti, tinggi sekali, berat

     badan tidak seimbang, matanya indah, dan sebagainya.

    Wacana deskripsi banyak digunakan dalam katalog penjualan dan juga data-data

    kepolisian. Kalimat yang digunakan dalam wacana deskripsi umumnya kalimat deklaratif

    dan kata-kata yang digunakan bersifat objektif. Wacana deskripsi cenderung tidak

    mempunyai penanda pergeseran waktu seperti dalam wacana narasi.

    c. 

    Wacana Prosedural (Eksposisi)

    Menurut Djajasudarma (1994:9) wacana prosedural dipaparkan dengan rangkaian tuturan

    yang melukiskan sesuatu secara berurutan dan secara kronologis. Wacana prosedural

    disusun untuk menjawab pertanyaan bagaimana cara mengerjakan atau menghasilkan

    sesuatu.

    Menurut Abdul Rani, Bustamul Arifin, dan Martutik (2006:38-39) wacana

    eksposisi bertujuan untuk menerangkan sesuatu hal kepada penerima (pembaca) agar

    yang bersangkutan memahaminya. Wacana eksposisi dapat berisi konsep-konsep dan

    logika yang harus diikuti oleh penerima. Oleh sebab itu, untuk memahami wacana

    eksposisi, diperlukan proses berpikir.

    Wacana eksposisi menjawab pertanyaan yang berhubungan dengan kata tanya

    bagaimana. Oleh karena itu, wacana tersebut dapat digunakan untuk menerangkan proses

    atau prosedur suatu aktivitas. Khusus untuk menerangkan proses dan prosedur, kalimat-

    kalimat yang digunakan dapat berupa kalimat perintah disertai dengan kalimat deklaratif.

    d.  Wacana Hortatori (Argumentasi)

    Menurut Abdul Rani, Bustamul Arifin, dan Martutik (2006:39-40) wacana argumentasi

    merupakan salah satu bentuk wacana yang berusaha mempengaruhi pembaca atau

     pendengar agar menerima pernyataan yang dipertahankan, baik yang didasarkan

     pertimbangan logis maupun emosional (Rottenberg, 1988:9). Senada dengan itu, Salmon

    (1984:8) memberikan definisi argumentasi sebagai seperangkat kalimat yang disusun

    sedemikian rupa sehingga beberapa kalimat berfungsi sebagai bukti-bukti yang

    mendukung kalimat lain yang terdapat dalam perangkat itu.

    Menurut Djajasudarma (1994:10) wacana hortatori adalah tuturan yang berisi

    ajakan atau nasihat. Tuturan dapat pula berupa ekspresi yang memperkuat keputusan

    untuk menyakinkan. Wacana ini tidak disusun berdasarkan urutan waktu, tetapi

    merupakan hasil. Wacana ini digunakan untuk mempengaruhi pendengar atau pembaca

  • 8/18/2019 Wacana Menurut Ahli

    9/33

    agar terpikat akan suatu pendapat yang dikemukakan. Isi wacana selalu berusaha untuk

    memiliki pengikut atau penganut, atau paling tidak menyetujui pendapat yang

    dikemukakannya itu, kemudian terdorong untuk melakukan atau mengalaminya. Yang

    termasuk wacana hortatori antara lain khotbah, pidato tentang politik.

    Sebuah wacana dikategorikan argumentasi apabila bertolak dari adanya isu yang

    sifatnya kontroversi antara penutur dan mitra tutur. Dalam kaitannya dengan isu tersebut,

     penutur berusaha menjelaskan alasan-alasan yang logis untuk meyakinkan mitra tuturnya

    (pembaca atau pendengar). Biasanya, suatu topik diangkat karena mempunyai nilai,

    seperti indah, benar, baik, berguna, efektif atau sebaliknya.

    Pada dasarnya, kekuatan argumen terletak pada kemampuan penutrur dalam

    mengemukakan tiga prinsip pokok, yaitu apa yang disebut pernyataan, alasan, dan

     pembenaran. Pernyataan mengacu pada kemampuan penutur dalam menentukan posisi.

    Alasan mengacu pada kemampuan penutur untuk mempertahakn pernyataannya dengan

    memberikan alasan-alasan yang relevan. Pembenaran mengacu pada kemampuan

     penutur dalam menunjukkan hubungan antara pernyataan dan alasan.

    e.  Wacana Ekspositori

    Menurut T. Fatimah Djajasudarma (1994:10-11) wacana ekpositori bersifat menjelaskan

    sesuatu. Biasanya berisi pendapat atau simpulan dari sebuah pandangan. Pada umumnya,

    ceramah, pidato, atau artikel pada majalah dan surat kabar termasuk wacana ekspositori.

    Wacana ini dapat berupa rangkaian tuturan yang menjelaskan atau memeparkan sesuatu.

    Isi wacana lebih menjelaskan dengan cara menguraikan bagian-bagian pokok pikiran.

    Tujuan yang ingin dicapai melalui wacana ekspositori adalah tercapainya tingkat

     pemahaman akan sesuatu. Wacana ekspositori dapat berbentuk ilustrasi dengan contoh,

     berbentuk perbandingan, uraian kronologis, identifikasi. Identifikasi dengan orientasi

     pada meteri yang dijelaskan secara rinci atau bagian demi bagian.

    f. 

    Wacana Dramatik

    Wacana dramatik menyangkut beberapa orang penutur (persona) dan sedikit bagian

    naratif. Pentas drama merupakan wacana dramatik. Drama dahulu dikenal dengan

    sebutan ‘sandiwara’, tetapi sekarang lebih dikenal dengan nama drama.

    g. 

    Wacana Epistolari

    Wacana epistolari digunakan di dalam hal surat-surat, dengan sistem dan bentuk tertentu.

    Wacana ini dimulai dengan alinea pembuka, isi, dan alinea penutup.

  • 8/18/2019 Wacana Menurut Ahli

    10/33

    h. 

    Wacana Seremonial

    Wacana seremonial berhubungan dengan upacara adat yang berlaku di masyarakat

     bahasa. Wacan seremonial dapat berupa nasihat (pidato) pada upacara perkawinan,

    upacara kematian, upacara syukuran, dsb.

    5. 

    Wacana Berdasarkan Bentuk 

    Menurut Henry Guntur Tarigan (1987:57-59), wacana berdasarkan bentuknya dapat dibagi

    atas:

    a. 

    Wacana prosa

    Wacana prosa adalah wacana yang disampaikan dalam bentuk prosa. Wacana ini didapat

    dan tertulis atau lisan, dapat berupa wacana langsung, dapat pula dengan pembeberan

    atau penuturan. Contoh: novel, cerpen, tesis, skripsi, dan lain-lain.

    b.  Wacana puisi

    Wacana puisi adalah wacana yang disampaikan dalam bentuk puisi baik secara tertulis

    maupun lisan.

    c. 

    Wacana drama

    Wacana drama adalah wacana yang disampaikan dalam bentuk drama, dalam bentuk

    katalog baik secara tertulis maupun secara lisan.

    Menurut pendapat Robert Longacre (dalam Mulyana, 2005:47-51) wacana

     berdasarkan bentuknya dapat dibagi atas:

    a. 

    Wacana naratif

    Wacana naratif adalah bentuk wacana yang banyak dipergunakan untuk menceritakan

    suatu kisah. Uraiannya cenderung ringkas. Bagian-bagian yang dianggap penting sering

    diberi tekanan atau diulang. Bentuk wacana naratif umumnya dimulai dengan alinea

     pembuka, isi, dan diakhiri oleh alinea penutup.

    b. Wacana Prosedural

    Wacana prosedural digunakan untuk memberikan petunjuk atau keterangan bagaimana

    sesuatu harus dilaksanakan. Oleh karena itu, kalimat-kalimatnya berisi persyaratan atau

    aturan tertentu agar tujuan kegiatan tertentu itu berhasil dengan baik.

    c.  Wacana Ekspositori

    Wacana ekspositori bersifat menjelaskan sesuatu secara informatif. Bahasa yang

    digunakan cenderung denotatif dan rasional.

  • 8/18/2019 Wacana Menurut Ahli

    11/33

    d. 

    Wacana Hortatori

    Wacana hortatori digunakan untuk mempengaruhi pendengar atau pembaca agar tertarik

    terhadap pendapat yang dikemukakan. Sifatnya persuasif. Tujuannya adalah mencari

     pengikut/penganut agar bersedia melakukan, atau paling tidak menyetujui, pada hal yang

    disampaikan dalam wacana tersebut.

    e. 

    Wacana Dramatik

    Menurut Menurut Mulyana (2005:50) wacana dramatik adalah bentuk wacana yang

     berisi percakapan antar penutur. Sedapat mungkin menghindari atau meminimalkan sifat

    narasi di didalamnya. Contoh teks dramatik adalah skenario film/sinetron, pentas wayang

    orang, ketoprak, sandiwara, dan sejenisnya.

    Contoh wacana dramatik:

    Ibu : Anakku, kamu sudah dewasa. Apalagi sekarang ini ibu sudah tua.

    Anak : Maksud ibu?

    Ibu : Ibu ingin segera punya cucu. Ibu ingin sekali menjadi nenek. Kamu harus segera

    mencari istri.

    Anak : Saya kan belum punya pekerjaan tetap, Bu! Bagaimana nanti saya menghidupi

    istri dan anak-anak saya.

    Ibu : Tidak usah khawatir. Ibu ada tabungan yang cukup buat kamu buka usaha. Tapi

    kamu harus pandai cari tambahan modal. Terima ini.

    Anak : Terimakasih, Bu.

    f.  Wacana Epistoleri

    Menurut Mulyana (2005:50) wacana epistoleri biasa dipergunakan dalam surat-

    menyurat. Pada umumnya memiliki bentuk dan sistem tertentu yang sudah menjadi

    kebiasaan atau aturan. Secara keseluruhan, bagian wacana ini diawali oleh alinea

     pembuka, dilanjutkan bagian isi, dan diakhiri alinea penutup.

    g. 

    Wacana Seremonial

    Menurut Mulyana (2005:51) wacana seremonial adalah bentuk wacana yang digunakan

    dalam kesempatan semonial (upacara). Karena erat kaitannya dengan konteks situasi dan

    kondisi yang terjadi dalam seremoni, maka wacana ini tidak digunakan di sembarang

    waktu. Inilah bentuk wacana yang dinilai khas dan khusus dalam Bahasa Jawa. Wacana

    ini umumnya tercipta kerena tersedianya konteks sosio-kultural yang

    melatarbelakanginya. Secara keseluruhan, teks wacana seremonial terdiri dari alinea

  • 8/18/2019 Wacana Menurut Ahli

    12/33

     pembuka, dilanjutkan isi, dan diakhiri alinea penutup. Contoh wacana ini adalah pidato

    dalam upacara peringatan hari-hari besar, upacara pernikahan (Jawa: tanggap wacana

    manten)

    6. 

    Wacana Berdasarkan Isi 

    Menurut Mulyana (2005:57-63) klasifikasi wacana berdasarkan isi, relatif mudah

    dikenali. Hal ini disebabkan antara lain, oleh tersedianya ruang dalam berbagai media

    yang secara khusus langsung mengelompokkan jenis-jenis wacana atas dasar isinya. Isi

    wacana sebenarnya lebih bermakna sebagai ‘nuansa’ atau muatan tentang hal yang

    ditulis, disebutkan, diberitakan, atau diperbincangkan oleh pemakai bahasa (wacana).

    Berdasarkan isinya, wacana dapat dipilah menjadi: wacana politik, wacana sosial,

    wacana ekonomi, wacana budaya, wacana militer, wacana hukum, dan wacana

    kriminalitas. Wacana yang berkembang dan digunakan secara khusus dan terbatas pada

    ‘dunia’-nya itu, dapat juga disebut sebagai register, yaitu pemakaian bahasa dalam suatu

    lingkungan dan kelompok tertentu dengan nuansa makna tertentu pula.

    a. 

    Wacana Politik; wacana politik berkaitan dengan masalah politik.

     b.  Wacana Sosial; wacana sosial berkaitan dengan kehidupan sosial dan kehidupan

    sehari-hari masyarakat.

    c. 

    Wacana ekonomi; wacana ekonomi berkaitan dengan persoalan ekonomi. Dalam

    wacana ekonomi, ada beberapa register yang hanya dikenal di dunia bisnis dan

    ekonomi. Contoh ungkapan-ungkapan register ekonomi seperti  persaingan pasar,

    biaya produksi tinggi, langkanya sembako, konsumen dirugikan, inflasi, evaluasi,

    harga saham gabungan, mata uang, dan sebagainya.

    d. 

    Wacana budaya; wacana budaya berkaitan dengan aktivitas kebudayaan. Meskipun

    sampai saat ini makna ‘kebudayaan’ masih terus diperdebatkan, namun pada wilayah

    kewicanaan ini, kebudayaan lebih dimaknai sebagai wilayah ‘kebiasaan atau tradisi,

    adat, sikap hidup, dan hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan manusia sehari-hari’.

    Wilayah tersebut kemudian menghasilkan bentuk-bentuk kebahasaan sabagai

    representasi aktivitasnya yang kemudian disebut wacana budaya.

    e.  Wacana militer; wacana jenis ini hanya dipakai, dikembangkan di dunia militer.

    Instasi militer dikenal sangat suka menciptakan istilah-istilah khusus yang hanya

    dikenal oleh kalangan militer. Contoh istilah dalam wicana militer seperti operasi

    militer, desersi, intelijen, apel pagi, sumpah prajurit, veteran, dan lain-lain.

  • 8/18/2019 Wacana Menurut Ahli

    13/33

    f.  Wacana hukum dan kriminalitas; persoalan hukum dan kriminalitas, sekalipun bisa

    dipisahkan, namun keduanya bagaikan dua sisi dari mata uang: berbeda tetapi menjadi

    satu kesatuan. Kriminalitas menyangkut hukum, dan hukum mengelilingi

    kriminalitas. Contoh istilah yang digunakan dalam wacana hukum dan kriminalitas

    seperti tersangka, tim pembela, kasasi, vonis, hakim. 

    g. 

    Wacana olahraga dan kesehatan; wacana olahraga dan kesehatan berkaitan dengan

    masalah olahraga dan kesehatan. Masalah yang berkaitan dengan kesehatan misalnya,

    muncul kalimat ”Sempat joging 10 menit, didiagnosis jantung ringan”. Istilah  joging 

    adalah aktivitas olahraga ringan yang berkaitan dengan kesehatan. Oleh karena itu,

    munculnya istilah ’jantung ringan’ pada bagian berikutnya sama sekali bukan berarti

     berat jantung yang ringan (tidak berat), tetapi jenis sakit jantung pada stadium awal

    (masih belum mengkhawatirkan).

    B.  Hakikat Kohesi dan Koherensi

    Menurut Sumarlam (2007:6) wacana yang padu adalah wacana yang apabila dilihat dari segi

     bentuk atau struktur lahirnya bersifat kohesif, dan dilihat dari segi hubungan makna atau

    struktur batinnya bersifat koheren. Lebih lanjut sumarlam menjelaskan bahwa dalam analisis

    wacana, segi bentuk atau struktur lahir wacana disebut aspek gramatikal wacana, sedangkan

    segi makna atau struktur batin wacana disebut aspek leksikal wacana.

    Dijelaskan lebih lanjut oleh Mulyana, 2005: 26 bahwa Kohesi adalah hubungan

    antarbagian dalam teks yang ditandai penggunaan unsur bahasa. Konsep kohesi pada

    dasarnya mengacu kepada hubungan bentuk, artinya unsur-unsur wacana (kata atau kalimat)

    yang digunakan untuk menyusun suatu wacana memiliki keterkaitan secara padu dan utuh.

    Sejalan dengan pendapat di atas Yayat Sudaryat (2008: 151) menyatakan bahwa

    kohesi merupakan aspek formal bahasa dalam organisasi sintaksis, wadah kalimat-kalimat

    disusun secara padu dan padat untuk menghasilkan tuturan. Sedangkan Abdul Rani, Bustanul

    arifin, Martutik (2006: 88) menyatakan bahwa kohesi adalah hubungan antarbagian dalam

    teks yang ditandai oleh penggunaan unsur bahasa.

    Untuk membentuk wacana yang baik dan padu tidak cukup hanya mengandalkan

    hubungan kohesi. Menurut Cook (dalam Adul Rani, dkk, 2006: 872) menyatakan bahwa

     penggunaan alat kohesi itu memang penting untuk membentuk wacana yang utuh, tetapi tidak

    cukup meggunakan penanda katon tersebut. Ada faktor lain seperti relevansi dan faktor

    tekstual luar (extratextual factor ) yang ikut menentukan keutuhan wacana. Kesesuaian antara

    teks dan dunia nyata dapat membantu menciptakan suatu kondisi untuk membantuk wacana

  • 8/18/2019 Wacana Menurut Ahli

    14/33

    yang utuh. Faktor lain seperti pengetahuan budaya yang juga membantu dalam menciptakan

    koherensi teks. Agar wacana yang kohesif baik, maka perlu dilengkapi dengan koherensi.

    Menurut Abdul Rani, dkk (2006:89) yang dimaksud koherensi adalah kepaduan hubungan

    maknawi antara bagian-bagian dalam wacana.

    Mulyana (2005: 30) di dalam bukunya yang berjudul “Kajian Wacana” banyak

    mengutip pendapat-pendapat ahli berkaitan dengan koherensi. Adapun pendapat tersebut

    adalah sebagai berikut, menurut H. G. Tarigan (1987) istilah koherensi mengandung makna

     pertalian, dalam konsep kewacanaan berarti pertalian makna atau isi kalimat. Gorys Keraf

    (1984) menyatakan bahwa koherensi juga berarti hubungan timbal balik yang serasi

    antarunsur dalam kalimat. Sejalan dengan pendapat tersebut Wahjudi (1989) berpendapat

     bahwa hubungan koherensi keterkaitan antara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya,

    sehingga kalimat memiliki kesatuan makna yang utuh. Sedangkan Samiati (1989)

     berpendapat bahwa wacana yang koheren memiliki cirri-ciri: susunanya teratur dan

    amanatnya terjalin rapi, sehingga mudah diintepretasikan. Pendapat-pendapat tersebut

    diperkuat oleh pendapat Brown dan Yule (dalam Mulyana, 2006: 30) yang menegaskan

     bahwa berarti keterpaduan dan keterpahaman antarsatuan dalam suatu teks atau tuturan.

    Dalam sebuah wacana aspek koherensi sangat diperlukan keberadaannya untuk

    menjaga pertalian batin antara proposisi yang satu dengan lainnya untuk mendapatkan

    keutuhan. Keutuhan yang koheren tersebut dijabarkan oleh adanya hubungan-hubungan

    makana yang terjadi antarunsur (bagian) secara semantik. Hubungan tersebut kadang terjadi

    melalui alat bantu kohesi, namun kadang-kadang terjadi tanpa bantuan alat kohesi. Secara

    keseluruhan hubungan makna yang bersifat koheren menjadi bagian dari organisasi semantis.

    Halliday dan Hasan (dalam Mulyana, 2005: 31) menegaskan bahwa struktur wacana

     pada dasarnya bukanlah struktur sintaktik, melainkan struktur semantic, yakni semantic

    kalimat yang di dalamnya mengandung proposisi-proposisi. Sebab beberapa kalimat hanya

    akan menjadi wacana sepanjang ada hubungan makna (arti) di antara kalimat-kalimat itu

    sendiri. Keberadaan unsure koherensi sebetulnya tidak hanya pada satuan teks semata (scara

    formal), malainkan pada kemampuan pembaca atau pendengar dlam menghubungkan dan

    menginterpretasikan suatu bentuk wacana yang diterimanya. Maka dari pendapat tersebut

    diperkuat dan disimpulkan oleh Mulyana (2005:31) hubungan koherensi adalah sutau

    rangkaian fakta dan gagasan yang teratur yang tersusun secara logis. Koherensi dapat terjadi

    secara implisit (terselubung) karena berkaitan dengan bidang makna yang memerlukan

    interpretasi. Pendapat tersebut juga diyakini oleh Yayat Sudaryat (2008: 152) koherensi

    adalah kekompakan hubungan antar kalimat dalam wAcana. Meskipun begitu, interpretasi

  • 8/18/2019 Wacana Menurut Ahli

    15/33

    wacana berdasarkan struktur sintaksis dan leksikal bukan satu-satunya cara. Maka koherensi

    merupakan bagian dari suatu wacana, sebagai organisasi semantic, wadah gagasan yang

    disusun dalam urutan yang logis untuk mencapai maksud dan tuturan yang tepat.

    1. 

    Hubungan kohesi dan koherensi

    Kohesi dan koherensi tidak dapat terpisahkan satu dengan yang lainnya. Dua istilah

    ini merupakan satu kesatuan yang selalu melekat. Sebuah teks terutama teks tulis

    memerlukan unsur pembentuk teks. Kohesi merupakan salah satu unsur pembentuk teks yang

     penting. Menurut Mulyana (2005: 26) menyatakan bahwa kohesi dalam wacana diartikan

    sebagai kepaduan bentuk yang secara struktural membentuk ikatan sintaktikal. Sejalan

    dengan hal tersebut Anton M. Moeliono (dalam Mulyana, 2005: 26) menyatakan bahwa

    wacana yang baik dan utuh menayaratkan kalimat-kalimat yang kohesif.

    2. 

    Jenis-jenis Kohesi

    Kohesi wacana terbagi di dalam dua aspek, yaitu kohesi gramatika dan kohesi

    leksikal. Gutwinsky (dalam Yayat Sudaryat, 2008: 151) menyatakan bahwa kohesi mengacu

     pada hubungan antarkalimat dalam wacana, baik dalam tataran gramatikal maupun tataran

    leksikal. Lebih lanjut Menurut Halliday dan Hassan (1976) mengemukakan unsur kohesi

    terbagi atas dua macam, yaitu unsur leksikal dan unsur gramatikal. Piranti kohesi gramatikal

    merupakan piranti atau penanda kohesi yang melibatkan penggunaan unsur-unsur kaidah

     bahasa. Piranti kohesi leksikal adalah kepaduan bentuk sesuai dengan kata. Kohesi

    gramatikal antara lain adalah referensi, subtitusi, ellipsis, konjungsi, sedangkan yang

    termasuk kohesi leksikal adalah sinonimi, repetisi, kolokasi.

    a.  Kohesi gramatikal

    1) 

    Referensi 

    Menurut Yayat Sudaryat (2008:153) menyatakan bahwa referensi atau pengacuan

    merupakan hubungan antara kata dengan acuan. Kata-kata yang berfungis sebagai

     pengacu disebut deiksis sedangkan unsur-unsur yang diacu disebut antesede.

    Referensi dapat berupa eksosentris (situasional) apabila mengacu ke anteseden yang

    ada di luar wacana, dan bersifat endoforis (tekstual) apabila yang diacuanya terdapat

    di dalam wacana. Diperkuat dengan pendapat Mulyana (2005: 27) juga menyatakan

     bahwa referensi (penunjukan) merupakan bagian kohesi gramatikal yang berkaitan

    dengan penggunaan kata taua kelompok kata untuk menunjuk kata atau kelompok

    kata atau satuan gramatikal lainnya.

  • 8/18/2019 Wacana Menurut Ahli

    16/33

    2) 

    Subtitusi 

    Harimurti Kridalaksana (dalam Mulyana, 2005:28) menyatakan bahwa subtitusi

    (penggantian) adalah proses dan hasil penggantian oleh unsure bahasa oleh unsure

    lain dalam satuan yang lebih besar. Penggantian dilakukan untuk memperoleh unsure

     pembeda atau menjelaskan strukur tertentu. Proses subtitusi merupakan hubungan

    gramatikal, dan lebih bersifat hubungan kata dan makna. Sejalan dengan pendapat

    tersebut Yayat Sudaryat (2008: 154) menyatakan bahwa subtitusi mengacu pada

     penggantian kata-kata dengan kata lain. Subtitusi mirip dengan referensi.

    Perbedaanya, referensi merupakan hubungan makna sedangkan subtitusi merupakan

    hubungan leksikan atau gramatikal. Selain itu, subtitusi dapat berupa proverb, yaitu

    kata-kata yang digunakan untuk menunjukan tidakan, keadaan, hal, atau isi bagian

    wacana yang sdauh disebutkan sebelum atau sesudahnya juga dapat berupa subtitusi

    kalusal.

    3) Elipsis 

    Yayat Sudaryat (2008: 155) ellipsis merupakan penghilangan satu bagian dari unsure

    kalimat. Sebenarnya ellipsis sama dengan subtitusi, tetapi ellipsis disubtitusi oleh

    sesuatu yang kosong. Ellipsis biasanya dilakuakn dengan menghilangkan unsure-

    unsur wacana yang telah disebutkan sebelumnya. Sedangkan pendapat harimurti

    Kridalaksana (dalam Mulyana, 2005:280 elipsis (penghilangan/pelesapan) adalah

     proses penghilangan kata atau sataun-satuan kebahasaan lain. Bentuk atau unsure

    yang dilesapkan dapat diperkirakan ujudnya dari konteks bahasa atau konteks luar

     bahasa.

    4) Konjungsi 

    Yayat Sudaryat (2008: 155) menyatakan bahwa konjungsi merupakan kata-kata yang

    digunakan untuk menghubungkan unsure-unsur sintaksis (frasa, kalusa, kalimat)

    dalam satuan yang lebih besar. Kridalaksana dan Tarigan dalam (Mulyana, 2005: 29)

    menyatakan bahwa konjungsi atau kata sambung adalah bentuk atau satuan

    kebahasaan yang berfungsi sebagai penyambung, perangkai, atau penghubung

    angtara kata dengan kata, frasa dengan frasa, kalusa dengan klausa, kalimat dengan

    kalimat dan seterusnya. Konjungsi disebut juga sarana pernagkai unsure-unsur

    kewacanaan. Sebagai alat kohesi, berdasarkan perilaku sintaksisnya konjungsi dapat

    dibedakan sebagai berikut:

    1) 

    Konjungsi koordinatif yang menghubungkan unsure-unsur sintaksis yang

    sederajat seperti dan, atau, tetapi;

  • 8/18/2019 Wacana Menurut Ahli

    17/33

    2)  Konjungsi subordinatif yang menghubungkan unsure-unsur sintaksis yang tidak

    sederajat seperti waktu, meskipun, jika;

    3) 

    Konjungsi korelatif yang posisinya terbelah, sebagian terletak di awal kalimat,

    dan sebagian legi di tengah kalimat seperti baik, ….maupun, ..meskipun,…tapi…;

    4) 

    Konjungsi antarkalimat yang menghubungkan kalimat-kalimat dalam sebuah

     paragraph. Konjungsi ini selalu ada di depan kalimat seperti karena itu, oleh

    sebab itu, sebaliknya, kesimpulannya, jadi…

    b. 

    Kohesi leksikal

    Secara umum, piranti kohesi leksikal berupa kata atau frasa bebas yang mampu

    mempertahankan hubungan kohesif dengan kalimat mendahului atau mengikuti. Menurut

    Rentel (1986: 268-289), piranti kohesi leksikal terdiri atas dua macam yaitu:

    1) 

    Repetisi (Ulangan)Repetisi atau ulangan merupakan salah satu cara untuk mempertahankan hubungan

    kohesif antarkaliamat. Macam-macam ulangan atau repetisi berdasarkan data

     pemakaian bahasa Indonesia seperti berikut.

    1)  Ulangan Penuh

    Ulangan penuh berarti mengulang satu fungsi dalam kalimat secara penuh, tanpa

     pengurangan dan perubahan bentuk.

    Contoh:

    Buah Apel  adalah salah satu buah yang sangat tidak diragukan kelezatan rasanya.

    Buah Apel  memiliki kandungan vitamin, mineral dan unsur lain seperti serat,

    fitokimian, baron, tanin, asam tartar, dan lain sebagainya.

    2) 

    Ulangan dengan bentuk lain

    Terjadi apabila sebuah kata diulang dengan konstruksi atau bentuk kata lain yang

    masih mempunyai bentuk dasar yang sama.

    Contoh:

    Pengetahuan dimulai dengan rasa ingin tahu, kepastian dimulai dengan rasa ragu-ragu

    dan fisafat dimulai dengan kedua-duanya. Berfilsafat didorong untuk mengetahui apa

    yang telah kita tahu dan apa yang belum kita tahu.

    3) 

    Ulangan dengan Penggantian

    Pengulangan dapat dilakukan dengan mengganti bentuk lain seperti dengan kata ganti.

    Contoh:

  • 8/18/2019 Wacana Menurut Ahli

    18/33

    Seorang yang berfilsafat dapat diumpamakan seorang yang berpijak di bumi sedang

    tengadah ke bintang-bintang. Dia ingin mengetahui hakikat dirinya.

    4) 

    Ulangan dengan hiponim

    Contoh:

    Bila musim kemarau tiba, tanaman  di halaman rumah mulai mengering . Bunga 

    tidak mekar seperti biasanya.

    2) 

    Kolokasi

    Suatu hal yang selalu berdekatan atau berdampingan dengan yang lain, biasanya

    diasosiasikan sebagai kesatuan.

    Contoh:

    UUD 1945 dan Pancasila.

    Ada ikan ada air.

    3)  Sinonimi

    Sinonimi merupakan persamaan makna kata.

    Contoh:

    Hari pahlawan  diperingati tiap 10 November. Mereka adalah pejuang  bangsa

    yang rela mengorbankan jiwa raga demi kesatuan Negara Republik Indonesia.

    Jasa mereka selalu dikenang sepanjang masa.

    C.  Koherensi dalam Wacana

    Persyaratan gramatikal dalam wacana dapat dipenuhi kalau dalam wacana sudah terbina

    kekohesian, yaitu adanya keserasian hubungan antara unsur-unsur yang ada dalam wacana

    tersebut (Anjani, 2013: 296). Apabila wacana tersebut sudah kohesif, maka terciptalah suatu

    wacana yang koheren, yaitu isi wacana yang apik dan benar. Singkatnya, piranti kohesi

    merupakan sebuah alat yang digunakan dalam menunjang wacana menjadi wacana yang utuh.

    Perangkat kohesif hanya digunakan sebagai alat bantu dalam memahami suatu wacana dan

    menjadi piranti efisien yang memungkinkan pembaca untuk membangun makna sesuai

    dengan interpretasi pembaca. Dengan kata lain, sejauh kohesi yang ditemukan dalam teks

    dapat membangun sebuah kekoherensian dalam satu wacana. Pada dasarnya koherensi

    merupakan suatu rangkaian gagasan yang tersusun secara teratur dan logis. Koherensi juga

    dapat terjadi secara implisit karena berkaitan dengan makna yang diinterpretasi oleh

  • 8/18/2019 Wacana Menurut Ahli

    19/33

     pembaca/pendengar. Berbagai macam hubungan antarbagian wacana yang bersifat koheren

    dapat berupa hubungan sebab-akibat, perurutan, perlawanan, lebih, penjumlahan, waktu,

    syarat, cara, kegunaan, dan penjelasan. Masing-masing hubungan antarbagian tersebut

    memiliki penanda koherensi tertentu dalam penunjukan pertalian yang koheren.

    a.  Contoh wacana koheren

    Buah naga memiliki banyak manfaat bagi manusia. Buah naga bermanfaat untuk

    mempercepat penyembuhan luka,meningkatkan nafsu makan,meningkatakan penglihatan,menurunkan berat badan, meningkatkan daya ingat. Manfaat yang paling besar dari buah

    naga adalah dapat membantu meningkatkan kesehatan jantung. karena dapat mengurangitingkat kolesterol jahat,dan kemungkinan terjadi penumpukan plak di arteri dan vena sangat

    rendah atau bahkan tidak mungkin terjadi. Kandungan positif dari buah naga ini bisa

    mengaktifkan kolesterol HDL (kolesterol baik)nyang mampu menurunkan koresterol LDL

    (kolesterol buruk) dengan mengurangi reseptor yang ada di dinding arteri.

    Contoh di atas termasuk wacana yang koheren. Dikatakan demikian karena dalam

    wacana di atas memiliki ketercapaian aspek-aspek piranti kohesinya. Piranti-piranti tersebut

    meliputi unsur-unsur konteks dan referensi, jika ditinjau dari gagasan pokok, kalimat utama,

    dan kalimat penjelas yang satu sama lain saling membangun kesepahaman. Contoh tersebut

    membahas mengenai manfaat buah naga. Namun, koherensi suatu wacana tidak harus

     bergantung pada piranti kohesif (Setiawan, 2010: 19).

    b.  Wacana tidak koheren

    Apel merupakan buah yang memiliki banyak kandungan vitamin yang baik untuk tubuh

    manusia. Adikku yang berumur 10 tahun sangat menyukai buah jeruk. Buah tomat yang

    tumbuh di kebun pamanku sangat banyak dan besar-besar. Buah apel yang dijual di pasar itu

    terlihat masih segar.

    Contoh di atas termasuk contoh yang tidak koheren. Dikatakan demikian karena

    dalam contoh di atas tidak memiliki ketercapaian kohesi. Setiap kalimat yang terdapat dalam

    wacana di atas tidak memiliki keterikatan sama sekali sehingga tidak memenuhi unsur

    konteks. Selain itu, tiap kalimat terdapat dua pembahasan yang berbeda jika ditinjau dari

    objeknya, yakni buah apel dan tomat yang tidak memiliki hubungan.

    c.  Kohesi dalam Wacana

    Kohesi dalam wacana diartikan sebagai kepaduan bentuk yang secara struktural membentuk

    ikatan sintaktikal dan berkenaan dengan hubungan bentuk antara bagian-bagian dalam suatu

    wacana. Dengan kata lain, kohesi merupakan aspek fisik yang terdapat dalam suatu wacana.

  • 8/18/2019 Wacana Menurut Ahli

    20/33

    Widdowson (2007:46) mengungkapkan bahwa perangkat kohesi menghubungkan bagian-

     bagian wacana dalam satu kesatuan teks. Relasi kohesif sangat mendukung bagi pendengar/

     penerima wacana dalam memahami sebuah wacana. Halliday dan Hasan (1976:6) membagi

    kohesi dalam dua jenis yaitu kohesi gramatikal dan kohesi leksikal.

    Menurut Halliday dan Hassan (1976), unsur kohesi terbagi atas dua macam, yaitu

    unsur leksikal dan unsur gramatikal. Piranti kohesi gramatikal merupakan piranti atau

     penanda kohesi yang melibatkan penggunaan unsur-unsur kaidah bahasa. Piranti kohesi

    leksikal adalah kepaduan bentuk sesuai dengan kata.

    D. 

    Piranti Kohesi Gramatikal

    Kohesi gramatikal berkaitan dengan aspek gramatikal antarwacana. Kohesi gramatikal

    mencakup referensi, substitusi, elipsis, dan konjungsi (Anjani, 2013: 289).

    1. 

    Referensi (Pengacuan)

    Referensi berarti hubungan antara kata dengan benda. Kata  pena misalnya mempunyai

    referensi sebuah benda yang memiliki tinta digunakan untuk menulis. Halliday dan Hasan

    (1979) membedakan referensi menjadi dua macam, yaitu eksoforis dan endoforis. Referensi

    eksoforis adalah pengacuan satuan lingual yang terdapat di luar teks wacana.

    Contoh: Itu matahari. Kata itu pada tuturan tersebut mengacu pada sesuatu di luar teks, yaitu

    ‘benda yang berpijar yang menerangi alam ini.’

    Referensi endofora adalah pengacuan satuan satuan lingual yang terdapat di dalam teks

    wacana. Referensi endofora terbagi menjadi dua jenis, yaitu:

    1) 

    Referensi anafora yaitu satuan lingual yang disebut lebih dahulu atau ada pada kalimat

    yang lebih dahulu, mengacu pada kalimat awal atau yang sebelah kiri.

    Contoh:

    (a) Hati Adi terasa berbunga-bunga. (b) Dia yakin Janah menerima lamarannya.

    Kata  Dia  pada kalimat (b) mengacu pada kata  Adi. Pola penunjukkan inilah yang

    menyebabkan kedua kalimat tersebut berkaitan secara padu dan saling berhubungan.

    2)  Referensi katafora yaitu satuan lingual yang disebutkan setelahnya, mengacu pada

    kalimat yang sebelah kanan.

    Contoh:

    Karena bajunya kotor, Gani pulang ke rumah.

  • 8/18/2019 Wacana Menurut Ahli

    21/33

    Pronomina enklitik -nya pada kalimat pertama mengacu pada antaseden Gani yang terdapat

     pada kalimat kedua.

    Baik referensi yang bersifat anafora maupun katafora mengunakan pronomina

     persona, pronomina penunjuk, dan pronomina komparatif. Pronomina Persona adalah

     pengacuan secara berganti-ganti bergantung yang memerankannya.

    Dalam bahasa Indonesia, pronominal persona diperinci sebagai berikut.

    Tunggal Jamak

    Persona Pertama Aku, saya Kami, kita

    Persona Kedua Kamu, engaku, anda Kalian, kami sekalian

    Persona Ketiga Dia, ia, beliau mereka

    Contoh:

    a) Ida, kamu harus belajar. (referensi bersifat anfora)

     b) Kamu sekarang harus lari! Ayo, Okta cepatlah! (referensi bersifat katafora)

    Pronomina demonstrasi yaitu pengacuan satual lingual yang dipakai untuk menunjuk.

    Biasanya menggunakan kata: ini, itu, kini, sekarang, saat ini, saat itu, di sini, di situ, di sana  

    dan sebagainya.

    Contoh: (a) “Di sini saya dilahirkan. (b) Di rumah inilah saya dibesarkan,” kata Ani.

    Pronominal di sini pada kalimat (a) mengacu secara katafora terhadap antesedan rumah pada

    kalimat (b).

    Pronomina komparatif adalah deiktis yang menjadi bandingan bagi antasedennya.

    Kata-kata yang termasuk kategori pronominal komparatif antara lain: sama, persis, identik,

    serupa, segitu serupa, selain, berbeda, tidak beda jauh, dan sebagainya.

    Contoh:

    Dani mirip dengan Ali karena mereka bersaudara.

    2.  Substitusi (Penggantian)

    Penggantian adalah penyulihan suatu unsur wacana dengan unsur yang lain yang acuannya

    tetap sama, dalam hubungan antarbentuk kata, atau bentuk lain yang lebih besar daripada

    kata, seperti frasa atau klausa (Halliday dan Hassan, 1979: 88; Quirk, 1985: 863).

  • 8/18/2019 Wacana Menurut Ahli

    22/33

    Secara umum, penggantian itu dapat berupa kata ganti orang, kata ganti tempat, dan kata

    ganti sesuatu hal.

    1) 

    Kata ganti orang merupakan kata yang dapat menggantikan nama orang atau beberapa

    orang.

    Contoh: Nurul mengikuti olimpiade matematika. Ia mewakili Kalimantan Selatan.

    2) 

    Kata ganti tempat adalah kata yang dapat menggantikan kata yang menunjuk pada tempat

    tertentu.

    Contoh: Kabupaten Paser merupakan penghasil minyak terbesar di Kalimantan Timur.  Di

    sana banyak terdapat pabrik sawit sebagai alat untuk mengolah buah sawit menjadi minyak

    mentah.

    3) 

    Dalam pemakaian Bahasa untuk mempersingkat suatu ujaran yang panjang yang

    digunakan lagi, dapat dilakukan dengan menggunakan kata ganti hal. Sesuatu yang

    diuraikan dengan panjang lebar dapat digantikan dengan sebuah atau beberapa buah kata.

    Contoh:

    Pembukaan UUD 1945 dengan jelas menyatakan bahwa Pancasila adalah dasar negara.

    Dengan demikian, Pancasila merupakan nilai dasar yang normatif terhadap seluruh

     penyelenggaraan negara Repubublik Indonesia.

    Kata demikian  pada contoh di atas merupakan kata ganti hal yang menggantikan seluruh

     preposisi yang disebutkan sebelumnya.

    3.  Elipsis (penghilangan/ pelepasan) 

    Elipsis adalah proses penghilangan kata atau satuan-satuan kebahasaan lain. Elipsis juga

    merupakan penggantian unsur kosong (zero), yaitu unsur yang sebenarnya ada tetapi sengaja

    dihilangkan atau disembunyikan.

    Contoh:

    Tuhan selalu memberikan kekuatan, ketenangan, ketika saya menghadapi saat-saat yang

    menentukan dalam penyusunan skripsi ini. (Saya mengucapkan) terima kasih Tuhan.

    4.  Konjungsi (kata sambung) 

    Konjungsi termasuk salah satu jenis kata yang digunakan untuk menghubungkan kalimat.

    Piranti konjungsi dalam bahasa Indonesia dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu sebagai

     berikut.

  • 8/18/2019 Wacana Menurut Ahli

    23/33

     

    1) 

    Piranti urutan waktu

    Proposisi-proposisi yang menunjukkan tahapan-tahapan seperti awal, pelaksanaan, dan

     penyelesaian dapat disusun dengan menggunakan urutan waktu. Berikut ini beberapa

    konjungsi urutan waktu. Setelah itu, sebelum itu, sesudah itu, lalu, kemudian, akhirnya,

    waktu itu, sejak itu dan ketika itu. 

    Contoh:

    Ani memberikan sambutan di Kantor Walikota Balikpapan. Setelah itu dia akan berkunjung

    ke Pulau Kumala.

    2) 

    Piranti Pilihan

    Untuk menyatakan dua proposisi berurutan yang menunjukan hubungan pilihan.

    Contoh:

    Pergi ke Pasar Lama atau ke Pasar Baru.

    3) 

    Piranti Alahan

    Hubungan alahan antara dua proposisi dihubungkan dengan frasa-frasa seperti meski(pun)

    demikian, meski(pun) begitu, kedati(pun) demikian, kedatipun begitu, biarpun demikian, dan 

    biarpun begitu. 

    Contoh:

    Rumi tetap pergi ke Kampus, meskipun hujan.

    4) 

    Piranti Parafrase

    Parafrase merupakan suatu ungkapan lain yang lebih mudah dimengerti.

    Contoh:

    Perlu juga diperhatikan bahwa sejumlah teori dan pendekatan yang ada tersebut, bagi

     pembaca justru saling melengkapi. Dengan kata lain, apabila tujuan pembaca ingin

    memahami keseluruhan aspek dalam karya satra, tidak mungkin mereka hanya memiliki satu

     pendekatan.

    5) 

    Piranti Ketidaserasian

    Ketidakserasian itu pada umumnya ditandai dengan perbedaan proposisi yang terkandung di

    dalamnya, bahkan sampai pada pertentangan.

  • 8/18/2019 Wacana Menurut Ahli

    24/33

    Contoh:

     Nyasar di Martapura, padahal saya sudah melihat penunjuk jalan.

    6) 

    Piranti Serasian

    Piranti keserasian digunakan apabila dua buah ide atau proposisi itu menunjukkan hubungan

    yang selaras atau sama.

    Contoh:

     Nia sangat dermawan, demikian juga dengan ibunya.

    7)  Piranti Tambahan (Aditif)

    Piranti Tambahan berguna untuk menghubungkan bagian yang bersifat menambahkan

    informasi dan pada umumnya digunakan untuk merangkaikan dua proposisi atau lebih.

    Piranti konjungsi tambahan antara lain:  pula, juga, selanjutnya, dan, di samping itu,

    tambahan lagi, dan selain itu. 

    Contoh:

    Masukkan kentang dan wortel, selanjutnya beri garam dan gula secukupnya. Selain itu, kita

     juga bisa menambahkan brokoli dan jagung manis.

    8) 

    Piranti Pertentangan (Kontras)

    Piranti ini digunakan untuk menghubungkan proposisi yang bertentangan atau kontras dengan

     bagian lain. Piranti yang biasa digunakan misalnya (akan) tetapi, sebaliknya, namun, dsb.

    Contoh:

    Perkembangan kognitif anak sudah baik. Namun, harus tetap berlatih agar tidak terjadi

     penurunan.

    Diky sangat nakal, tetapi ia pintar.

    9) 

    Piranti Perbandingan (Komparatif)

    Piranti ini digunakan untuk menunjukkan dua proposisi yang menunjukkan perbandingan.

    Untuk mengatakan hubungan secara eksplisit sering digunakan kata penghubung antara lain:

    sama halnya, berbeda dengan itu, seperti, dalam hal seperti itu, serupa dengan itu, dan 

    sejalan dengan itu.

  • 8/18/2019 Wacana Menurut Ahli

    25/33

    Contoh:

    Pantun, puisi asli Indonesia, berbeda dengan  syair. Pantun mempunyai dua bagian setiap

     bait, yaitu bagian sampiran dan isi. Sampiran terdapat dua baris pertama, sedangkan isinya

    terkandung pada dua baris terakhir.

    10) 

    Piranti Sebab-akibat

    Sebab dan akibat merupakan dua kondisi yang berhubungan. Hubungan sebab-akibat terjadi

    apabila salah satu proposisi menunjukkan sebab terjadinya suatu kondisi tertentu yang

    merupakan akibat atau sebaliknya.

    Contoh:

    Karena sering membuang sampah ke Sungai akibatnya  rumah warga di sepanjang Jl. Yos

    Sudarso terendam banjir.

    11) Piranti Harapan (Optatif)

    Hubungan optatif terjadi apabila ada ide atau proposisi yang mengandung suatu harapan atau

    doa.

    Contoh:

    Mudah-mudahan kejadian seperti itu tidak terulang kembali.

    Semoga artikel ini bermanfaat bagi pembaca.

    12) Piranti Ringkasan dan Simpulan

    Piranti tersebut berguna untuk mengantarkan ringkasan dari bagian yang berisi uraian.

    Contoh:

    Demikianlah beberapa informasi memngenai manfaat buah apel bagi kesehatan yang telah

    saya sampaikan pada artikel ini. Jadi, mulai sekarang sering-seringlah mengkonsumsi buah

    apel.

    13) 

    Piranti Misalan atau Contohan

    Contohan atau misalan itu berfungsi untuk memperjelas suatu uraian, khususnya uraian yang

     bersifat abstrak. Biasanya, kata yang digunakan adalah contohnya, misalnya, umpanya, dsb.

    Contoh:

    Kata ganti orang pertama tunggal. Contohnya hamba, saya, beta, aku, daku, dan sebagainya.

  • 8/18/2019 Wacana Menurut Ahli

    26/33

    14) Piranti Keragu-raguan (Dubitatif)

    Piranti tersebut digunakan untuk mengantarkan bagian yang masih menimbulkan keraguan.

    Kata yang digunakan adalah  jangan-jangan, barangkali, mungkin, kemungkinan besar , dan

    sebagainya.

    Contoh:

    Mungkin dia sedang sedih.

    15) 

    Piranti Konsesi: memang, tentu saja dalam memberikan penjelasan, adakalanya, pengirim

     pesan mengakui sesuatu kelemahan atau kekurangan yang terjadi di luar jalur yang

    dibicarakan. Pengakuan itu dapat dinyatakan dengan kata memang atau tentu saja. 

    Contoh:

    Memang benar dia pintar.

    16) Piranti Tegasan

    Proposisi yang telah disebutkan perlu ditegaskan lagi agar dapat segera dipahami dan di

    resapi.

    Contoh:

    Untuk makan sehari-hari saja susah apalagi untuk membeli rumah.

    17) 

    Piranti Jelasan

    Piranti ini digunakan untuk memberikan penjelasan yang berupa proposisi (pikiran, perasaan,

     peristiwa, keadaan, dan sesuatu hal) lanjutan.

    Contoh:

    Yang dimaksud braille adalah sistem tulisan dan cetakan untuk orang buta.

    E. 

    Piranti Kohesi Leksikal

    Kohesi leksikal adalah hubungan leksikal di dalam bagian wacana agar terbentuk suatu

    keserasian struktur wacana yang kohesif. Kohesi leksikal terdiri dari pengulangan, hiponimi,

    sinonim, antonimi, dan kolokasi. Tujuan digunakannya aspek-aspek leksikal itu di antaranya

    ialah untuk mendapatkan efek intensitas makna bahasa, kejelasan informasi, dan keindahan

     bahasa lainnya.

    a. 

    Pengulangan atau repetisi  merupakan jenis kohesi leksikal yang berupa pengulangan

    satuan lingual tertentu yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah

  • 8/18/2019 Wacana Menurut Ahli

    27/33

    konteks yang sesuai. Pengulangan satuan lingual dalam sebuah wacana sangat

    mendukung untuk membangun sebuah wacana yang koheren.

    Contoh: Adik sedang apel. Apel yang dimakan adik berwarna merah. (Pengulangan penuh)

    (Pengulangan sebagian)

     b. 

    Kohesi sinonimi merupakan jenis kohesi leksikal yang berupa relasi makna leksikal yang

    mirip antara konstituen yang satu dengan yang lain. Adapun Verhaar (1978)

    mendefinisikan secara semantis bahwa sinonimi adalah alat kohesi yang digunakan

    sebagai ungkapan (bisa berupa kata, frase, atau kalimat) yang maknananya kurang lebih

    sama dengan makna ungkapan lain. Sinonimi berfungsi menjalin kepaduan makna dari

    satuan lingual tertentu dengan satuan lingual yang lain yang memiliki komponen makna

    sepadan. Oleh karena itu, sinonimi merupakan salah satu piranti kohesi yang mendukung

    dalam sebuah kepaduan wacana.

    Contoh: Pedekate juga jijik   banyak kejijikan yang tersimpan dalam pedekate Yang

     paling norak  tau ngga apa kalo udah lama telfon-telfonan akan tiba masanya di mana lo akan

    telfon-telfonan sama gebetan lo dan lo akan main siapa yang akan nutup telfon duluan!

    c. 

    Antonimi merupakan kohesi leksikal yang berupa relasi makna kontras antara konstituen

    satu dengan yang lain. Sumarlam (2003:40) menyatakan bahwa antonimi disebut juga

    dengan oposisi makna. Oposisi makna ini mencakup konsep yang benar-benar

     berlawanan sampai yang hanya kontras makna saja.

    Contoh: Kamu terlalu baik  buat aku, jadi aku harus jahat  sama kamu supaya kamu menerima

    aku.

    d.  Kolokasi adalah asosiasi tertentu dalam menggunakan pilihan kata yang cenderung

    digunakan secara berdampingan. Kata-kata yang berkolokasi adalah kata-kata yang

    cenderung dipakai dalam suatu domain atau jaringan tertentu.

    Contoh: Klik like untuk amin dan komen untuk mendoakannya.

    F.  Referens dalam Wacana

    Referensi atau pengacuan merupakan hubungan antara kata dengan acuannya. Kata-kata yang

     berfungsi sebagai pengacu disebut deiksis sedangkan unsur-unsur yang diacunya disebut

    antesedan. Referensi dapat bersifat eksoforis (situasional) apabila mengacu ke antesedan

    yang ada di luar wacana, dan bersifat endoforis (tekstual) apabila yang diacunya terdapat di

  • 8/18/2019 Wacana Menurut Ahli

    28/33

    dalam wacana. Referensi endoforis yang berposisi sesudah antesedennya disebut referensi

    anaforis, sedangkan yang berposisi sebelum antesedennya disebut referensi kataforis.

    Substitusi mengacu ke penggantian kata-kata dengan kata lain. Substitusi hampir

    sama dengan referensi. Perbedaan antara keduanya adalah referensi merupakan hubungan

    makna sedangkan substitusi merupakan hubungan leksikal atau gramatikal. Selain itu,

    substitusi dapat berupa proverba, yaitu kata-kata yang digunakan untuk menunjukan

    tindakan, keadaan, hal, atau isi bagian wacana yang sudah disebutkan sebelum atau

    sesudahnya juga dapat berupa substitusi klausal. Elipsis adalah sesuatu yang tidak terucapkan

    dalam wacana, artinya tidak hadir dalam komunikasi, tetapi dapat dipahami. Jadi, pengertian

    tersebut tentunya didapat dari konteks pembicaraan, terutama konteks tekstual. Sebagai

     pegangan, dapat dikatakan bahwa pengertian elipsis terjadi bila sesuatu unsur yang secara

    struktural seharusnya hadir, tidak ditampilkan. Sehingga terasa ada sesuatu yang tidak

    lengkap.

    G.  Analisis Wacana atas Piranti Kohesinya

    Idat mengatakan bahwa Kohesi adalah keserasian hubungan antara unsur yang satu

    dan unsur yang lain dalam wacana sehingga terciptalah pengertian yang apik atau koheren

    (1994: 46). Lebih lanjut Idat menambahkan bahwa kohesi merujuk pada perpautan bentuk,

    sedangkan koherensi pada perpautan makna. Sementara itu Haliday dan Hasan (1992: 26)

    dalam Suwandi mengatakanKohesi adalah perangkat sumber kebahasaan yang dimiliki

    setiap bahasa sebagai bagian dari metafungsi tekstual untuk mengaitkan satu bagian teks

    dengan bagian lainnya (2008: 147). Sementara itu, menurut Gutwinsky (1976: 26), kohesi

    adalah hubungan antarkalimat dan antar klausa dalam sebuah teks, baik dalam strata

    gramatikal maupun dalam strata leksikal (Suwandi, 2008: 147). Suwandi mengatakan

    kebanyakan wacana menunjukkan bentuk lahir yang kohesif dengan pemakaian peranti

    kohesi (2008: 147) lebih lanjut penting diperhatikkan adalah bahwa kohesi bentuk lahir

    tidak hanya menyatakan kohesi belaka; kohesi yang baik menyiratkan koherensi.

    Sementara itu Sumarlam menjelaskan bahwa wacana yang padu adalah wacana yang

    apabila dilihat dari segi hubungan bentuk atau struktur lahirnya bersifat kohesif, dan

    dilihat dari struktur hubungan makna atau struktur batinnya bersifat koheren (2003: 23).

    Sejalan dengan kesimpulan (Idat, 1994: 46) jadi wacana yang kohesif dan koheren

    merupakan wacana yang utuh. Keutuhan wacana merupakan factor yang menenukkan

    kemampuan bahasa.

  • 8/18/2019 Wacana Menurut Ahli

    29/33

    Pendapat pakar beberapa pakar tentang kohesi di atas memberikan benang merah

     bahwa kohesi sangatlah penting dalam sebuah wacana. Ketersambungan suatu wacana

    memunculkan atas dasar piranti kohesi yang bertalian sesuai konteks. Hubungan

    antarklausa dengan kalimat dalam sebuah teks memunculkan kepahaman dalam pertalian

    struktur gramatikal antar kalimat sehingga membentuk wacana yang koherens.

    Terdapat berbagai jenis piranti kohesi. (Haliday dan Hasan, 1976: 5-6) dalam

    Suwandi mendeskripsikan piranti kohesi dalam bahasa Inggris, yaitu (1) pengacuan

    (reference), (2) penyulihan (substitution), (3) penghilangan (ellipsis), konjungsi

    (conjuction), kohesi leksikal (lexical cohesion)  (2008: 147). Adapun berbeda piranti

    kohesi dalam bahasa Indonesia yang dikemukakan Alwi et al. (1993: 481-486) dalam

    Suwandi meliputi (1) hubungan sebab-akibat ; (2) hubungan unsur-unsur yang

    mengungkapkan pertentangan, pengutamaan, perkecualiaan, konsesif, dan tujuan; (3)

     pengulangan kata atau frasa; (4) kata-kata yang berkorenferensi; dan (5) hubungan leksikal

    (hubungan hiponim dan hubungan bagian-keseluruhan) (2008: 147).

    Dua pendapat tersebut merupakan piranti kohesi yang digunakan dalam mengetahui

    sifat wacana kohesif atau tidak. Dalam kasus analisis wacana bahasa Indonesia sebaiknya

    teori yang digunakan yaitu pada Alwi et al karena memang dikatakan piranti tersebut

    digunakan untuk menguji kekohesifan wacana dalam bahasa Indonesia. Adapun teori

    Haliday dan Hasan digunakan dalam piranti kohesi bahasa Inggris karena dari segi sistem

     bahasa Indonesia dan bahasa inggris memang berbeda.

    Berikut contoh analisis kohesi dengan menerapkan teori Alwi et al.

    JANGAN KENCING DI SINI,

    DILARANG KENCING KECUALI ANJING,

    MOHON TIDAK BUANG AIR DI SINI.

    Dilihat dari piranti kohesinya pada larang kencing disuatu tempat telah mencangkup

    lima hal dari pernyataan yang diungkapkan oleh Alwi et al, yakni kalimat imperatif

    melarang mengandung suatu sebab akibat apabila tempat tersebut dijadikan untuk buang

    air besar maka akan tercium bau pesing akibat bekas air kencing yang mengering. tujuan

    agar orang yang membaca tulisan tersebut tidak kecing pada tempat yang tertulis.

    Dikuatkan dengan peranti pengulangan kata “kencing” yang berfungsi untuk menegaskan

    serta tempat pelarangan untuk kencing yang diwakilkan dengan kata “disini”.

  • 8/18/2019 Wacana Menurut Ahli

    30/33

    H. 

    Analisis Kekoherensian Wacana

    Davies (1983: 126) dalam Suwandi mengatakan dalam sebuah paragraf, koherensi

    atau keutuhan dapat dicapai karena penulis hanya mengembangkan satu gagasan pokok.

    Tiap gagasan pokok diungkapkan diungkapkan oleh kalimat sebuah topik (Topic

    Sentence) (2008:149). Sementara itu Yule (2006:226) dalam buku Siupriyadi mengatakan

     bahwa koheren adalah hubungan yang diharapkan dan dikenali dalam pengalaman yang

    kita pergunakan untuk menghubungkan makna tuturan, bahkan ketika hubungan ini tidak

    dibuat secara eksplisit (2011: 174). Kohesi merujuk pada perpautan bentuk, sedangkan

    koherensi merujuk pada perpautan makna (Idat, 1994: 46).

    Dasar patokan yang membedakan antara kohesi dan koherensi, yakni pada

     perpautannya. Kohesi berpaut pada bentuk sedangkan koherensi berpaut pada makna.

    Kedua hal tersebut menjadi satu kesatuan dalam sebuah wacana yang baik. Apabila

    wacana sudah memuat kedua bentuk tersebut pembaca maupun mitra tutur akan mampu

    menangkap maksud dari apa yang tertulis maupun tertutur. Berikut contoh wacana yang

    tidak koherens.

    Di kamar ini dibentuk sejarah. Rumah atau lokasi historis yang akan dibangun pertokoan oleh pemerintah yang sekarang. Anak rajin belajar sejarah karena besuk

    ulangan sejarah. Dinamika sejarah tidak dapat kita hentikan dan tidak dapat diubahlagi, lokasi yang teta[ dikunjungi berkali-kali. Sekali terjadi tetap terjadi.

    Wacana di atas antara kalimat pertama dan berikutnya tidak ada pertalian sebab

    tidak jelas hubungan ‘sejarah’. ulangan leksikal sejarah pada wacana di atas dapat berarti

    sejarah pada makna ‘generik dan sejarah sebagaimana pelajaran. Unsur upaya sinonim

    ‘sejarah’ dengan historis terjadi pula yang menyangkut makna di bidang makna generik

    sejarah. Kalimat-kalimat yang mendukung wacana di atas tidak kohesi dan tidak

    menjadikan wacana di atas koherens.

    I.  Contoh Inferensi

    Inferensi adalah proses yang harus dilakukan komunikan untuk memahami makna

    secara harfiah tidak terdapat dalam wacana (Sumarlam, 2004: 343). Lebih lanjut atau kata

    lain inferensi adalah proses memahami makna tuturan sedemikian rupa sehingga sampai

    sampai pada penyampaian maksud tuturan (sumarlam 2003: 50). Inferensi terjadi bila

     proses yang harus dilakukan oleh pendengar atau pembaca untuk memahami makna yang

    secara harfiah tidak terdapat pada wacana yang diungkapkan oleh pembicara atau penulis

    (Idat, 1994: 43). Lebih lanjut pendengar atau pembaca dituntut untuk mampu memahami

    informasi (maksud) pembicara atau penulis (idat, 1994: 43). Selanjutnya Sumarlam

  • 8/18/2019 Wacana Menurut Ahli

    31/33

    menjelaskan dalam Syafii untuk dapat mengambil inferensi dengan baik karena konteks

     pemakaian bahasa adalah konteks fisik, konteks epistemis, dan konteks linguistik, konteks

    sosial (2003: 50).

    Inferensi bagian secara tuturan diartikan lebih holistik. Pemaknaan kalimat tuturan

    atau tulisan tidak hanya secara tekstual saja, tetapi secara keseluruhan mencakup maksud

    yang diinginkan penutur terhadap mitra tutur. Pendengar dan pembaca dituntut untuk

    mampu memahami informasi. Sesuatu yang tidak disampaikan kepada pendengar atau

     pembaca, tetapi keduanya harus memahami apa yang tidak disampaikan secara langsung.

    Penafsiran makna dapat ditopang oleh tuturan yang berurutan dengan menggunakan hal-

    hal yang bersifat umum. Berikut contohnya.

    “Bu, besok sahabatku berulang tahun. Saya diundang makan malam. Tapi saya tak

     punya baju baru , kadonya lagi belum ada,” kata anak.

    Pernyataan seorang anak pada wacana di atas jelas tidak menyangkut masalah permintaannya

    dibelikan baju baru untuk pesta ulang tahun sahabatnya atau meminta dibelikan kado untuk

    kawannya yang berulang tahun, tetapi sebagai mitra tutur seorang ibu harus mengambil

    inferensi, apa yang dimaksud anak itu.

  • 8/18/2019 Wacana Menurut Ahli

    32/33

    BAB III

    PENUTUP

    Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa jenis wacana dapat dikaji dari segi

    eksistensinya (realitasnya), media komunikasi, cara pemaparan, dan jenis pemakaian.

    Menurut realitasnya, wacana merupakan verbal dan nonverbal sebagai media komunikasi

     berwujud tuturan lisan dan tulis, sedangkan dari segi pemaparan, kita dapat memperoleh jenis

    wacana yang disebut naratif, deskriptif, prosedural, ekspositori dan hortatori.

    Koherensi merupakan bagian dari suatu wacana, sebagai organisasi semantic, wadah

    gagasan yang disusun dalam urutan yang logis untuk mencapai maksud dan tuturan yang

    tepat. Sedangkan kohesi dalam wacana diartikan sebagai kepaduan bentuk yang secara

    struktural membentuk ikatan sintaktikal dan berkenaan dengan hubungan bentuk antara

     bagian-bagian dalam suatu wacana.

    Referensi atau pengacuan merupakan hubungan antara kata dengan acuannya. Kata-

    kata yang berfungsi sebagai pengacu disebut deiksis sedangkan unsur-unsur yang diacunya

    disebut antesedan. Sedangkan inferensi adalah proses memahami makna tuturan sedemikian

    rupa sehingga sampai sampai pada penyampaian maksud tuturan.

  • 8/18/2019 Wacana Menurut Ahli

    33/33

     

    DAFTAR PUSTAKA

    Abdul Rani, Bustanul Arifin, Martutik. 2006. Analisis Wacana Sebuah Kajian Bahasa dalam

    Pemakaian. Malang: Bayumedia Publishing.

    Anjani, Esa Agita. 2013. “Kohesi dan Koherensi Wacana Stand Up Comedy Prancis dan

    Indonesia”. Kawistara. Vol. 3 (3), h 227-334.

    Halliday, M., & Hasan, R. 1976. Cohesion In English. London: Longman.

    Halliday, M.A.K. dan Ruqaiya Hasan. 1992.  Bahasa, Konteks, dan Teks : Aspek-Aspek

     Bahasa dalam Pandangan Semantik. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

    Husain Junus dan Aripin Banasaru. 1996.  Bahasa Indonesia: Tinjauan Sejarahnya dan

    Pemakaian Kalimat yang Baik dan Benar . Surabaya: Usaha Nasional.

    Idat, T. F. Dj. (1994). Wacana: Pemahaman dan Hubungan antarunsur . Bandung: Eresco.Jaffar H Assegaf. 1985. Jurnalistik Masa Kini. Jakarta: Ghalia Indonesia.

    Mulyana. 2005. Kajian Wacana Teori, Metode, dan Aplikasi Prinsip-Prinsip Analisis

    Wacana. Yogyakarta: Tiara Wacana.

    Onong Uchjana Effendy. 1990.  Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek . Bandung: PT RemajaRosdakarya.

    Rhenald Kasali. 1995. Manajemen Periklanan, Konsep dan Aplikasinya di Indonesia. Jakarta;

    Pusaka Utama Grafiti.

    Setiawan, Budhi.2010.  Analisis Wacana dan Pembelajaran Bahasa. Slatiga: Widya Sari

    Press.

    Sumarlam. 2009. Teori dan Praktik Analisis Wacana. Surakarta: Pustaka Karya.

    Supriyadi, S. (2011). Wacana Karikatur Indonesia Perspektif Kajian Pragmatik. Surakarta:

    UNS PRESS.

    Suwandi. (2008). Serbalinguistik: Mengupas pelbagai Praktik Berbahasa.  Surakarta: UNSPRESS.

    Widdowson, H.G.2007. Discourse Analysis. New York: Oxford University Press.

    Yayat Sudaryat. 2008. Makna dalam Wacana. Bandung: Yrama Widya.