Upload
rizky-tiko-moerbeek
View
46
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
Presentasi Kasus
Diabetes Mellitus
Raih Anisti Dewi Praniti
07711132
Pembimbing :
Dr. Hj. Irene Vera Boestaman, Sp.PD, M.Sc
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
2011
I. KASUS
I. IDENTITAS
Nama : Ny. T
Umur : 62 tahun
Status : Menikah
Alamat : Klaten
II. KELUHAN UTAMA (KU)
Lemas
III.RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
OS datang ke RSI pada tanggal 11 Juli 2011 dengan keluhan lemas. Keluhan
lemas ini dikeluhkan sejak 2 hari yang lalu. OS mengeluh lemas, mudah lelah, dada
berdebar-debar, pusing dan kepala terasa berat. Terkadang OS merasakan jari-jari
tangan dan kakinya gringgingen / kesemutan dan tidak bisa merasakan. OS diketahui
menderita penyakit gula sejak 9 tahun yang lalu. Dahulu OS masih dapat melakukan
pekerjaan yang berat namun sekarang ini baru bekerja sebentar saja sudah merasa
kelelahan walau hanya melakukan kegiatan ringan sehari-hari.
Dahulu sebelum menjalani pengobatan, OS mengeluh buang air kecil lebih dari
10 kali dalam sehari namun sekarang hanya 4 kali sehari. Tidak ada keluhan nyeri
sewaktu buang air kecil. Hal ini dirasa sangat mengganggu aktivitas apalagi pada
malam hari, OS menjadi sulit tidur dan apabila tidur pun tidak nyenyak. Di samping itu
tangan dan kaki terasa dingin namun badan berkeringat. OS sering merasa haus dan
banyak minum disertai nafsu makan yang meningkat. Tetapi semakin lama berat
badannya semakin turun. Sampai saat ini pasien masih mengkonsumsi obat OHO yang
diberikan dokter.
IV. ANAMNESIS SISTEM :
1) Anamnesis Sistem :
Sistem serebrospinal : Demam (-), pusing (+), kejang (-)
Sistem kardiovaskuler : Nyeri dada (-), berdebar-debar (+), kebiruan (-)
Sistem respirasi : Batuk lama (-), pilek (-), sesak napas (-)
Sistem gastrointestinal : Mual (-), muntah (-), nafsu makan berkurang (+),
BAB normal (+)
Sistem urogenital : BAK 4x sehari, warna kuning, tidak keruh, nyeri
BAK (-)
Sistem Reproduksi : Menopause (+), gatal (-)
Sistem muskuloskeletal : Kesemutan (+), bengkak (-), cepat merasa lelah,
lemas (+)
Sistem intergumentum : Keringat dingin (+), nyeri sendi (-), pucat (-)
2) Riwayat Penyakit Dahulu :
Pernah mondok di Rumah Sakit + 6 bulan yang lalu dengan keluhan yang sama
Riwayat DM (+) dari 9 tahun yang lalu
Riwayat hipertensi (+)
Riwayat melahirkan dengan BB bayi ≥ 4 kg, anak pertama
Riwayat penyakit jantung (-)
3) Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat DM dalam keluarga (+) ayah
Riwayat hipertensi dalam keluarga (+)
Riwayat penyakit jantung (-)
4) Kebiasaan / kepribadian :
Setelah mengetahui menderita saki gula pola makan teratur, makan sedikit –
sedikit 3 kali sehari
Mengurangi makan dan minum yang manis dan memakai gula rendah kalori.
Diet rendah lemak.
Kebiasaan merokok disangkal.
Jarang Olahraga (+)
V. PEMERIKAAN FISIK
11 Juli 2011
1) Keadaan umum : Baik
2) Kesadaran : Compos mentis
3) Vital Sign
TD : 180/90 mmHg
Suhu : 36,40 C
Nadi : 104x/menit
Respirasi: 21x/menit
4) Antropometri :
BB : 65 kg
TB : 160 cm
IMT = BB (kg) : TB2 (cm)
= 65 (kg) : 1.602 (cm)
= 25,4 kg/cm (obesitas)
5) Kepala / Leher :
Sklera ikterik (-), konjungtiva anemis (-)
Tanda-tanda katarak (-)
Tidak ada pembesaran limfonodi di leher
Tidak ada pembesaran pada kelenjar tiroid
6) Thorax :
Cor :
I = simetris, ketinggalan gerak (-), apex cordis tidak terlihat
P= apex cordis teraba pada SIC V linea parasternal sinistra
P= batas janung kanan SIC V garis midsternal kanan, batas jantung kiri
SIC V garis parasternal kiri, batas jantung atas SIC II garis sternal
kiri, batas pinggang jantung SIC III garis parasternal kiri
(kardiomegali (+))
P= redup, batas jantung normal
A= suara jantung I dan II normal, tidak ada bising
Paru :
I= simetris, ketinggalan gerak (-)
P= fremitus normal, nyeri tekan (-)
P= sonor, batas paru normal
A= normal, vesikuler dan tidak ada bunyi tambahan lain
7) Abdomen :
I = Dinding dada//dinding perut, datar, pulsasi aorta (-)
A= Bunyi peristaltik positif normal
P= redup timpani
timpani timpani
P= splenomegali (-), heatomegali (-), nyeri tekan lepas (-)
8) Ekstremitas :
Bengkak (-)
Sensitivitas jari-jari kaki dan kiri menurun (kesemutan)
Kelemahan anggota gerak (-)
Akral hangat
Nyeri sendi (-)
9) Kulit :
Keringat dingin
Bekas luka berwarna hitam (+)
Turgor kulit normal
Gatal (-)
Pucat (-)
VI. RENCANA PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan GDS
Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan fungsi ginjal
Pemeriksaan fungsi hati
Pemeriksaan urin
EKG
Ro thoraks
VII. HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tanggal 11 Juli 2011 (di IGD)
EKG : STC, heart rate 118x/Menit
GDS : 437 mg/dl
VIII. DIAGNOSIS
Diabetes mellitus dengan hiperglikemia
Hipertensi stage II
IX. TERAPI
- Infus RL 20 Tpm
- Diet DM 1700 kal
- Injeksi rantin 1 gr/12 j
- Glucovan 0-0-1
- Sistenol 3x1
- Norvask 5 gr 1x1
- Captopril 25 3x1
- Grahabion 3x1
- Valsartan 80 mg 1x1
FOLLOW UP
12/07/2011:
S: Badan lemas (+), keringat dingin (+), pusing (-), sesak nafas (-), berdebar-debar (-),
mual (-), muntah (-), nafsu makan berkurang, BAB dalam batas normal, BAK
meningkat
O :
KU : Cukup, CM
Vital Sign : TD : 160/80 mmHg Nadi : 96 x/menit
RR : 20 x/menit Suhu : 36,3ºC
Kepala : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)
Leher : Trakhea simetris, tidak ada deviasi, pembesaran kelenjar tiroid (-),
pembesaran limfonodi (-), JVP tidak meningkat.
Thorax
Pulmo :
I : simetris, ketinggalan gerak (-), masa (-), tanda-tanda peradangan (-)
P : Tidak teraba masa/benjolan, krepitasi (-), nyeri tekan (-), ketinggalan
gerak (-), fremitus normal
P : sonor (+), pengembangan paru dalam batas normal.
A : vesikuler +/+ normal, RBK (-), RBB (-), wheezing (-)
Cor:
I : Iktus cordis tidak terlihat,
P : Iktus cordis teraba pada SIC V garis parasternal kiri, thrill (-)
P : batas janung kanan SIC V garis midsternal kanan, batas jantung kiri SIC
V garis parasternal kiri, batas jantung atas SIC II garis sternal kiri, batas
pinggang jantung SIC III garis parasternal kiri (kardiomegali (+)).
A : S1, S2 tunggal reguler, bising (-)
Abdomen:
I : bentuk flat, masa (-), tanda peradangan (-), luka (-), skar (-)
A : peristaltik normal, bising (-)
P : timpani pada 4 kuadran, batas hepar normal
P : tidak teraba masa, nyeri tekan (-), hepar tidak terapa, lien tidak teraba.
Ekstremitas : akral hangat, edem (-), kesemutan (+)
HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah Rutin 11 Juli 2011
Pemeriksaan Hasil Rujukan Satuan
HEMATOLOGI
Hemoglobin
Lekosit
Trombosit
14,3
8.0
263
11,7-15,5
3,6-11
150,0-440,0
g/dl
10^3/uL
10^3/uL
Hematokrit
LED
Eritrosit
44.8
25 – 47
5,41
40,0-52,0
0-10
4,40-5,90
vol%
mm/jam
10^6/uL
HITUNG JENIS
Netrofil
Limfosit
Monosit
Eosinofil
Basofil
70.6
21.5
6.4
1.1
0.4
36,0-66,0
25,0-40,0
2,0-8,0
1,0-4,0
0,0-1,0
%
%
%
%
%
NILAI-NILAI MC
MCV
MCH
MCHC
82.2
26.4
31.9
80,0-100,0
26,0-34,0
32,0-36,0
u^3
pg
g/dl
KIMIA KLINIK
FUNGSI GINJAL
Ureum
Kreatinin
FUNGSI HATI
SGOT
SGPT
Total protein
Albumin
Globulin
29.7
0.8
22
13
7.3
4.3
3.0
15,0-50
0,6-1,3
0-50
1-50
6 -8
3.4-4.8
1.3 – 3.3
mg/dl
mg/dl
U/L
U/L
g/dl
g/dl
g/dl
Foto Thorax 11 juli 2011 : thorax, inspirasi kurang, kedua apex pulmo
bersih, corakan bronchovaskuler normal, SIN, us cf Lancip Diafragma
Licin, Ctr Lebih dari 0,5
A: Diabetes Mellitus Tipe 2
Hipertensi grade II
P : Planning : Pemeriksaan GDN/ 2 jam PP, HbA1C, Urin Rutin
Terapi :
RL 20 tpm
Inj Rantin 2x1
Glucovan 2 mg 1x1
Sistenol 3x1
Norvask 5 mg 1x1
Captopril 25 mg 3x1
13/07/2011:
S: Badan lemas (+), keringat dingin (-), pusing (-), sesak nafas (-), berdebar-debar (-),
mual (-), muntah (-), nafsu makan berkurang, BAB dalam batas normal, BAK
meningkat
O :
KU : Cukup, CM
Vital Sign : TD : 140/60 mmHg Nadi : 80 x/menit
RR : 18 x/menit Suhu : 36,3ºC
Kepala : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)
Leher : Trakhea simetris, tidak ada deviasi, pembesaran kelenjar tiroid (-),
pembesaran limfonodi (-), JVP tidak meningkat.
Thorax
Pulmo :
I : simetris, ketinggalan gerak (-), masa (-), tanda-tanda peradangan (-)
P : Tidak teraba masa/benjolan, krepitasi (-), nyeri tekan (-), ketinggalan
gerak (-), fremitus normal
P : sonor (+), pengembangan paru dalam batas normal.
A : vesikuler +/+ normal, RBK (-), RBB (-), wheezing (-)
Cor:
I : Iktus cordis tidak terlihat,
P : Iktus cordis teraba pada SIC V garis parasternal kiri, thrill (-)
P : batas janung kanan SIC V garis midsternal kanan, batas jantung kiri SIC
V garis parasternal kiri, batas jantung atas SIC II garis sternal kiri, batas
pinggang jantung SIC III garis parasternal kiri (kardiomegali (+)).
A : S1, S2 tunggal reguler, bising (-)
Abdomen:
I : bentuk flat, masa (-), tanda peradangan (-), luka (-), skar (-)
A : peristaltik normal, bising (-)
P : timpani pada 4 kuadran, batas hepar normal
P : tidak teraba masa, nyeri tekan (-), hepar tidak terapa, lien tidak teraba.
Ekstremitas : akral hangat, edem (-)
Pemeriksaan Laboratorium :
PEMERIKSAAN HASIL RUJUKAN KET.DIABETESGLUKOSA SEWAKTUGlukosa Darah sewaktu 408 70 – 140
Kimia klinik
Fungsi ginjal
Asam urat
GLUKOSA PUASA
Glukosa darah puasa
GLUKOSA PP
Glukosa darah 2 jam PP
LEMAK
Kolesterol total
Trigliserida
HDL-Koleterol
LDL kolesterol
4.4
281
321
160
86
33.5
109.3
2 -7
70 -126
80 – 145
< 180
60 – 150
>50
< 130
N
A : Diagnosis :
Diabetes mellitus tipe 2
P : Planning: pemeriksaan GDS, darah rutin
Terapi : - RL 20 tpm
- Inj Rantin 2x1
- Glucovan 2 mg 0-0-1
- Sistenol 3x1
- Norvask 5 mg 1x1
- Captopril 25 mg 3x1
- Valsartan 80 mg 1 x1
- Divask 10 mg 1-0-0
14 Juli 2011
S : Badan lemas (+), keringat dingin (-), pusing (-), sesak nafas (-),mual (-), nafsu
makan berkurang, BAB dan BAB dalam batas normal
O :
KU : Cukup, CM
Vital Sign : TD : 170/100 mmHg Nadi : 96 x/menit
RR : 20 x/menit Suhu : 36,3ºC
Kepala : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)
Leher : Trakhea simetris, tidak ada deviasi, pembesaran kelenjar tiroid (-),
pembesaran limfonodi (-), JVP tidak meningkat.
Pulmo :
I : simetris, ketinggalan gerak (-), masa (-), tanda-tanda peradangan (-)
P : Tidak teraba masa/benjolan, krepitasi (-), nyeri tekan (-), ketinggalan
gerak (-), fremitus normal
P : sonor (+), pengembangan paru dalam batas normal.
A : vesikuler +/+ normal, RBK (-), RBB (-), wheezing (-)
Cor:
I : Iktus cordis tidak terlihat,
P : Iktus cordis teraba pada SIC V garis parasternal kiri, thrill (-)
P : batas janung kanan SIC V garis midsternal kanan, batas jantung kiri SIC
V garis parasternal kiri, batas jantung atas SIC II garis sternal kiri, batas
pinggang jantung SIC III garis parasternal kiri (kardiomegali (+)).
A : S1, S2 tunggal reguler, bising (-)
Abdomen:
I : bentuk flat, masa (-), tanda peradangan (-), luka (-), skar (-)
A : peristaltik normal, bising (-)
P : timpani pada 4 kuadran, batas hepar normal
P : tidak teraba masa, nyeri tekan (-), hepar tidak terapa, lien tidak teraba.
Ekstremitas : akral hangat, edem (-)
Pemeriksaan Urine Rutin
Pemeriksaan Hasil Normal
URINALISA
Warna
Kekeruhan
BJ
PH
Protein
Glukosa
Keton Urin
Bilirubin
Darah
Nitrit
Urobilinogen
Lekosit
SEDIMEN URINE
Epitel
Eritrosit
Lekosit
Silinder
Bakteri
Kristal urat amorf
Silinder erotrosit
Kuning
jernih
1.015
7.50
negatif
Negative
negatif
negative
negative
Positive
0.20
negative
0-2
0-2
1-3
Negative
positive
Negative
Negarif
kuning
jernih
1,005-1,030
5,00-8,50
negatif
negatif
negatif
negatif
negatif
negatif
0,20-1,00
negatif
1+
0-2
0-3
negatif
negatif
negative
negative
Pemeriksaan Hasil Satuan KET
Kimia klinik
Diabetes
Glukosa puasa
Glukosa darah puasa
Glukosa PP
Glukosa darah 2 jam PP
242
282
70-126
80-145
A : Diabetes mellitus tipe 2
Hipertensi grade II
P : Planning: pemeriksaan GDS, darah rutin
Terapi : - RL 20 tpm
- Inj Rantin 2x1
- Glucovan 2 mg 0-0-1
- Sistenol 3x1
- Norvask 5 mg 1x1
- Captopril 25 mg 3x1
- Valsartan 80 mg 1 x1
- Divask 10 mg 1-0-0
15/07/2011 :
S : Badan lemas (+), keringat dingin (-), pusing (-), sesak nafas (-),mual (-), nafsu
makan berkurang, BAB dan BAB dalam batas normal
O :
KU : Cukup, CM
Vital Sign : TD : 160/80 mmHg Nadi : 96 x/menit
RR : 20 x/menit Suhu : 36,3ºC
Kepala : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)
Leher : Trakhea simetris, tidak ada deviasi, pembesaran kelenjar tiroid (-),
pembesaran limfonodi (-), JVP tidak meningkat.
Pulmo :
I : simetris, ketinggalan gerak (-), masa (-), tanda-tanda peradangan (-)
P : Tidak teraba masa/benjolan, krepitasi (-), nyeri tekan (-), ketinggalan
gerak (-), fremitus normal
P : sonor (+), pengembangan paru dalam batas normal.
A : vesikuler +/+ normal, RBK (-), RBB (-), wheezing (-)
Cor:
I : Iktus cordis tidak terlihat,
P : Iktus cordis teraba pada SIC V garis parasternal kiri, thrill (-)
P : batas janung kanan SIC V garis midsternal kanan, batas jantung kiri SIC
V garis parasternal kiri, batas jantung atas SIC II garis sternal kiri, batas
pinggang jantung SIC III garis parasternal kiri (kardiomegali (+)).
A : S1, S2 tunggal reguler, bising (-)
Abdomen:
I : bentuk flat, masa (-), tanda peradangan (-), luka (-), skar (-)
A : peristaltik normal, bising (-)
P : timpani pada 4 kuadran, batas hepar normal
P : tidak teraba masa, nyeri tekan (-), hepar tidak terapa, lien tidak teraba.
Ekstremitas : akral hangat, edem (-)
Pemeriksaan laboratorium
GDP : 234 mg/dl
GD 2 jam PP : 289 mg/dl
A: Diabetes mellitus tipe 2
Hipertensi grade II
P: APS
Terapi - RL 20 tpm
- Inj Rantin 2x1
- Glucovan 2 mg 0-0-1
- Aspilet 2 x1
- Sistenol 3x1
- Norvask 5 mg 1x1
- Captopril 25 mg 3x1
- Valsartan 80 mg 1 x1
- Divask 10 mg 1-0-0
II. TEORI
DIABETES MELITUS
DEFINISI
Diabetes mellitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan
metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula
darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai
akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat disebabkan oleh
gangguan atau defisiensi produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar
pankreas, atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin
(WHO, 1999).
KLASIFIKASI
Klasifikasi Diabetes Mellitus Berdasarkan Etiologinya (ADA, 2003)
No.
1 Diabetes Mellitus Tipe 1:
Destruksi sel β umumnya menjurus ke arah defisiensi insulin absolut
A. Melalui proses imunologik (Otoimunologik)
B. Idiopatik
2. Diabetes Mellitus Tipe 2
Bervariasi, mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi
insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama
resistensi insulin
3. Diabetes Mellitus Tipe Lain
A. Defek genetik fungsi sel β :
• kromosom 12, HNF-1 α (dahulu disebut MODY 3),
• kromosom 7, glukokinase (dahulu disebut MODY 2)
• kromosom 20, HNF-4 α (dahulu disebut MODY 1)
• DNA mitokondria
B. Defek genetik kerja insulin
C. Penyakit eksokrin pankreas:
• Pankreatitis
• Trauma/Pankreatektomi
• Neoplasma
• Cistic Fibrosis
• Hemokromatosis
• Pankreatopati fibro kalkulus
D. Endokrinopati:
1. Akromegali
2. Sindroma Cushing
3. Feokromositoma
4. Hipertiroidisme
E. Diabetes karena obat/zat kimia: Glukokortikoid, hormon tiroid, asam
nikotinat, pentamidin, vacor, tiazid, dilantin, interferon
F. Diabetes karena infeksi
G. Diabetes Imunologi (jarang)
H. Sidroma genetik lain: Sindroma Down, Klinefelter, Turner,
Huntington,
Chorea, Prader Willi
4. Diabetes Mellitus Gestasional
Diabetes mellitus yang muncul pada masa kehamilan, umumnya bersifat
sementara, tetapi merupakan faktor risiko untuk DM Tipe 2
5. Pra-diabetes:
A. IFG (Impaired Fasting Glucose) = GPT (Glukosa Puasa Terganggu)
B. IGT (Impaired Glucose Tolerance) = TGT (Toleransi Glukosa
Terganggu)
DM Tipe 1 DM Tipe 2
Mula muncul Umumnya masa kana-
kkanak
dan remaja,
walaupun ada juga pada
masa dewasa < 40 tahun
Pada usia tua,
umumnya
> 40 tahun
Keadaan klinis
saat
diagnosis
Berat Ringan
Kadar insulin
darah
Rendah, tak ada Cukup tinggi, normal
Berat badan Biasanya kurus Gemuk atau normal
Pengelolaan
yang
disarankan
Terapi insulin, diet,
Olahraga
Diet, olahraga,
hipoglikemik oral
FAKTOR RESIKO
Riwayat Diabetes dalam keluarga
Diabetes Gestasional
Melahirkan bayi dengan berat badan >4 kg
Kista ovarium (Polycystic ovary syndrome)
IFG (Impaired fasting Glucose) atau IGT (Impaired
glucose tolerance)
Obesitas >120% berat badan ideal
Umur 20-59 tahun : 8,7%
> 65 tahun : 18%
Hiperlipidemia Kadar HDL rendah <35mg/dl
Kadar lipid darah tinggi >250mg/dl
Faktor-faktor
Lain
Kurang olah raga
Pola makan rendah serat
MANIFESTASI KLINIS
Diabetes seringkali muncul tanpa gejala. Namun demikian ada beberapa
gejala yang harus diwaspadai sebagai isyarat kemungkinan diabetes. Gejala tipikal yang
sering dirasakan penderita diabetes antara lain poliuria (sering buang air kecil),
polidipsia (sering haus), dan polifagia (banyak makan/mudah lapar). Selain itu sering
pula muncul keluhan penglihatan kabur, koordinasi gerak anggota tubuh terganggu,
kesemutan pada tangan atau kaki, timbul gatal-gatal yang seringkali sangat
mengganggu (pruritus), dan berat badan menurun tanpa sebab yang jelas.
Pada DM Tipe I gejala klasik yang umum dikeluhkan adalah poliuria, polidipsia,
polifagia, penurunan berat badan, cepat merasa lelah (fatigue), iritabilitas, dan
pruritus (gatal-gatal pada kulit).
Pada DM Tipe 2 gejala yang dikeluhkan umumnya hampir tidak ada. DM Tipe 2
seringkali muncul tanpa diketahui, dan penanganan baru dimulai beberapa tahun
kemudian ketika penyakit sudah berkembang dan komplikasi sudah terjadi.
Penderita DM Tipe 2 umumnya lebih mudah terkena infeksi, sukar sembuh dari
luka, daya penglihatan makin buruk, dan umumnya menderita hipertensi,
hiperlipidemia, obesitas, dan juga komplikasi pada pembuluh darah dan syaraf.
PATOFISIOLOGI HIPERTENSI DAN DIABETES
Pada umumnya pada diabetes meiltus menderita juga hipertens. Hipertensi yang tidak
dikelola dengan baik akan mempercepat kerusakan pada ginjal dan kelianan
kardiovaskuler. Sebaliknya apabila tekanan darah dapat dikontrol makan akan memproteksi
terhadap kompilkasi mikro dan makrovaskuler yang disertai pengelolaan hiperglikemia
yang terkontrol. Sedangkan patogenesis hipertensi pada penderita DMt2 sangat kompleks,
banyak faktor berpengaruh pada peningkatan tekanan darah. Pada Diabetes faktor tersebut
adalah : Resistensi insulin, kadar Gula darah plasma, Obesitas selain faktor lain pada sistem
otoregulasi pengaturan tekanan darah.
Hipertensi berpengaruh pada penyakit vaskuler antara lain pada organ otak ( stroke,
demensia ), jantung ( Infark miokard, gagal jantung, kematian mendadak, atau ginjal
( gagal ginjal terminal ). Dengan demikian secara patofisiologis dasarnya adalah kelainan
pada dinding pembuluh darah merupakan awal kelainan pada organ organ tersebut. Hal ini
menggambarkan bahwa hipertensi pada DMs akan sering ditemukan dibandingkan pada
individu tanpa diabetes. Terkadang muncul suatu petanyaan apakah diabetes yang
mendahului hipertensi atau sebaliknya atau bersama-sama?
Secara fisiologis sistem Renin angiotensin melibatkan hormon hormone seperti
Angiotensinogen, yang akan berubah menjadi Angiotensin I dengan bantuan Renin.
Angiotensin I ini dengan adanya enzim ACE berubah menjadi Angiotensin II. ACE ini
selain berperan dalam perubahan tersebut juga berperan dalam metabolisme bradikinin.
Angiotensin II aktif setelah tertangkap oleh reseptor reseptornya antara lain AT1 dan AT2.
Sampai saat ini reseptor yang paling banyak ditemukan adalah AT112. Setelah Angiotensin
II pada reseptor AT1, maka akan terjadi proses yang sangat komplek pada organ organ
seperti otak, pembuluh darah, Jantung, dan ginjal. Pada otak akan terjadi stoke, sedangkan
pada dinding pembuluh darah akan terjadi aterosklerosis, vasokontriksi, hipertrofi vaskuler,
serta disfungsi endotel, selanjutnya mengakibatkan peningkatan tekanan darah. Pada Organ
jantung akan terjadi Hipertrofi ventrikel kiri, fibrosis, serta proses remodelin terganggu
sehingga terjadi gagal jantiung ataupun infark miokard. Reseptor AT1 yang menangkap
Angiotensin II pada organ ginjal akan mempengaruhi Laju Filtrasi Ginjal menurun, terjadi
proteinuria, pelepasan aldosteron, serta sklerosis glomerular. Keadaan ini akan terus
berlangsung sehingga menimbulkan gagal ginjal terminal.
Terdapat hal yang menarik tentang aksi ACE maupun ACE inhibitor. Dengan
adanya penghambat ACE maka Angiotensin II akan menurun, Bradikinin meningkat yang
selanjutnya akan meningkatkan Nitrit oxide. Adanya peningkatan Nitrit okside ini maka
terjad i peningkatan vasodilatasi serta peningkatan transport glukosa pada sel sel otot.
Dengan demikian Penghambat ACE mempengaruhi resistensi insulin melalui dua proses
yaitu pada hemodinamik dan metabolisme gulkosa. Adanya mekanisme tersebut,
Penghambat ACE dapat menjadi pilihan utama pada penderita dengan keadaan resistensi
insulin. Mekanisme kimiawi aksi angiotensin II sangat kompleks baik melalui efek
endokrin ( efek sistemik) maupun effek pada jaringan yang spesifik. Kedua efek ini akan
meningkatkan tekanan darah, meningkatan tekanan intraglomerular dan peningkatan
ekskresi albumin. Hal ini terjadi akibat efek endokrin berupa vasokontriksi, steroidogenic
(aldosteron), dipsogenic ( efek SSP), dan Supresi Renin ( negative feedback ).
Obat anti hipertensi yang ideal diharapkan adalah yang dapat mengontrol tekanan
darah, tidak mengganggu terhadap metabolisme baik glukosa maupun lipid, bahkan lebih
menguntungkan, Dapat berperan sebagi renoprotektif, serta dapat menuntungkan secara
maksimal adalah respon terhadap kematian akibat kardiovaskuler.
Target tekanan darah yang diharapkan tercapai pada penderita tekanan darah yang
direkomendasikan oleh ADA ( American Diabetes Asscociated ) adalah penderita
hipertensi pada penderita diabetes mellitus Sistolik < 130. dan Diastolik < 80
DIAGNOSIS
Alur Diagnosis DM (Gustaviani, 2006) :
Sedangkan kriteria untuk menegakkan diagnosis DM menurut ADA 2005
meliputi:
1. Gejala khas diabetes (polyuria, polydipsi,polyfagi, penurunan berat badan)
ditambah konsentrasi glukosa plasma sewaktu (kapan saja, tanpa
mempertimbangkan waktu makan terakhir) ≥200 mg/dL
2. Glukosa plasma puasa (tidak ada ada asupan kalori selama 8 jam) ≥126
mg/dl.
3. Glukosa 2 jam setelah pemberian beban glukosa ≥200mg/dl, dengan
menggunakan dosis beban oral 75 gram glukosa anhidrosa yang dilarutkan
dalam air.
PENATALAKSANAAN
Keluhan Klinis Diabetes
Keluhan Khas (+) Keluhan Khas (-)
GDP ≥126 <126 GDP ≥126 110-125<110
Ulang GDS / GDP
GDP ≥126 <126 TTGO
≥200 140-199 <110
DIABETES MELITUS TGT GDPT Normal
The American Diabetes Association (ADA) merekomendasikan beberapa parameter
yang dapat digunakan untuk menilai keberhasilan penatalaksanaan diabetes.
Non farmakologi
Pengaturan diet
Diet yang baik merupakan kunci keberhasilan penatalaksanaan diabetes. Diet
yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal
karbohidrat, protein dan lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai berikut:
• Karbohidrat : 60-70%
• Protein : 10-15%
• Lemak : 20-25%
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres akut dan
kegiatan fisik, yang pada dasarnya ditujukan untuk mencapai dan mempertahankan
berat badan ideal. Penurunan berat badan telah dibuktikan dapat mengurangi
resistensi insulin dan memperbaiki respons sel-sel β terhadap stimulus glukosa.
Dalam salah satu penelitian dilaporkan bahwa penurunan 5% berat badan dapat
mengurangi kadar HbA1c sebanyak 0,6% (HbA1c adalah salah satu parameter
status DM), dan setiap kilogram penurunan berat badan dihubungkan dengan 3-4
bulan tambahan waktu harapan hidup.
Olah raga
Berolah raga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar gula darah
tetap normal. Saat ini ada dokter olah raga yang dapat dimintakan nasihatnya untuk
mengatur jenis dan porsi olah raga yang sesuai untuk penderita diabetes. Prinsipnya,
tidak perlu olah raga berat, olah raga ringan asal dilakukan secara teratur akan sangat
bagus pengaruhnya bagi kesehatan. Olahraga yang disarankan adalah yang bersifat
CRIPE (Continuous, Rhytmical, Interval, Progressive, Endurance Training). Sedapat
mungkin mencapai zona sasaran 75-85% denyut nadi maksimal (220-umur),
disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penderita. Beberapa contoh olah raga
yang disarankan, antara lain jalan atau lari pagi, bersepeda, berenang, dan lain
sebagainya. Olahraga aerobik ini paling tidak dilakukan selama total 30-40 menit per
hari didahului dengan pemanasan 5-10 menit dan diakhiri pendinginan antara 5-10
menit. Olah raga akan memperbanyak jumlah dan meningkatkan aktivitas reseptor
insulin dalam tubuh dan juga meningkatkan penggunaan glukosa.
Farmakologi
A. TERAPI INSULIN
Terapi insulin merupakan satu keharusan bagi penderita DM Tipe 1. Pada
DM Tipe I, sel-sel β Langerhans kelenjar pankreas penderita rusak, sehingga tidak
lagi dapat memproduksi insulin. Sebagai penggantinya, maka penderita DM Tipe I
harus mendapat insulin eksogen untuk membantu agar metabolism karbohidrat di
dalam tubuhnya dapat berjalan normal. Walaupun sebagian besar penderita DM
Tipe 2 tidak memerlukan terapi insulin, namun hamper 30% ternyata memerlukan
terapi insulin disamping terapi hipoglikemik oral.
Mekanisme kerja insulin mempunyai peran yang sangat penting dan luas
dalam pengendalian metabolisme. Insulin yang disekresikan oleh sel-sel β pancreas
akan langsung diinfusikan ke dalam hati melalui vena porta, yang kemudian akan
didistribusikan ke seluruh tubuh melalui peredaran darah. Efek kerja insulin yang
sudah sangat dikenal adalah membantu transport glukosa dari darah ke dalam sel.
Kekurangan insulin menyebabkan glukosa darah tidak dapat atau terhambat masuk
ke dalam sel. Akibatnya, glukosa darah akan meningkat, dan sebaliknya sel-sel
tubuh kekurangan bahan sumber energi sehingga tidak dapat memproduksi energi
sebagaimana seharusnya. Disamping fungsinya membantu transport glukosa masuk
ke dalam sel, insulin mempunyai pengaruh yang sangat luas terhadap metabolisme,
baik metabolisme karbohidrat dan lipid, maupun metabolisme protein dan
mineral.insulin akan meningkatkan lipogenesis, menekan lipolisis, serta
meningkatkan transport asam amino masuk ke dalam sel. Insulin juga mempunyai
peran dalam modulasi transkripsi, sintesis DNA dan replikasi sel. Itu sebabnya,
gangguan fungsi insulin dapat menyebabkan pengaruh negative dan komplikasi
yang sangat luas pada berbagai organ dan jaringan tubuh.
Penggolongan insulin
Untuk terapi, ada berbagai jenis sediaan insulin yang tersedia, yang terutama berbeda
dalam hal mula kerja (onset) dan masa kerjanya (duration). Sediaan insulin untuk terapi
dapat digolongkan menjadi 4 kelompok, yaitu:
1. Insulin masa kerja singkat (Short-acting/Insulin), disebut juga insulin reguler
2. Insulin masa kerja sedang (Intermediate-acting)
3. Insulin masa kerja sedang dengan mula kerja cepat
4. Insulin masa kerja panjang (Long-acting insulin)
Jenis Sediaan Insulin Mula kerja
(jam)
Puncak
(jam)
Masa kerja
(jam)
Masa kerja Singkat(Shortacting/
Insulin), disebut juga insulin
Reguler
0,5 1-4 6-8
Masa kerja Sedang 1-2 6-12 18-24
Masa kerja Sedang, Mula kerja
cepat
0,5 4-15 18-24
Masa kerja panjang 4-6 14-20 24-36
B. TERAPI OBAT HIPOGLIKEMIK ORAL
Obat-obat hipoglikemik oral terutama ditujukan untuk membantu penanganan
pasien DM Tipe II. Pemilihan obat hipoglikemik oral yang tepat sangat menentukan
keberhasilan terapi diabetes. Bergantung pada tingkat keparahan penyakit dan kondisi
pasien, farmakoterapi hipoglikemik oral dapat dilakukan dengan menggunakan satu jenis
obat atau kombinasi dari dua jenis obat. Pemilihan dan penentuan rejimen hipoglikemik
yang digunakan harus mempertimbangkan tingkat keparahan diabetes (tingkat glikemia)
serta kondisi kesehatan pasien secara umum termasuk penyakit-penyakit lain dan
komplikasi yang ada.
PENGGOLONGAN OBAT HIPOGLIKEMIK ORAL
Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat-obat hipoglikemik oral dapat
dibagi menjadi 3 golongan, yaitu:
a. Obat-obat yang meningkatkan sekresi insulin, meliputi obat hipoglikemik oral
golongan sulfonilurea dan glinida (meglitinida dan turunan fenilalanin).
b. Sensitiser insulin (obat-obat yang dapat meningkatkan sensitifitas sel terhadap
insulin), meliputi obat-obat hipoglikemik golongan biguanida dan tiazolidindion,
yang dapat membantu tubuh untuk memanfaatkan insulin secara lebih efektif.
c. Inhibitor katabolisme karbohidrat, antara lain inhibitor α-glukosidase yang bekerja
menghambat absorpsi glukosa dan umum digunakan untuk mengendalikan
hiperglikemia post-prandial (post-meal hyperglycemia). Disebut juga “starch-
blocker”.
Dalam tabel 8 disajikan beberapa golongan senyawa hipoglikemik oral beserta
mekanisme kerjanya.
Golongan Contoh Senyawa Mekanisme Kerja
Sulfonilurea Gliburida/
Glibenklamida
Glipizida
Glikazida
Glimepirida
Glikuidon
Merangsang sekresi insulin di
kelenjar pankreas, sehingga
hanya
efektif pada penderita diabetes
yang
sel-sel β pankreasnya masih
berfungsi dengan baik
Meglitinida Repaglinide Merangsang sekresi insulin di
kelenjar pankreas
Turunan
fenilalanin
Nateglinide Meningkatkan kecepatan sintesis
insulin oleh pankreas
Biguanida Metformin Bekerja langsung pada hati
(hepar),
menurunkan produksi glukosa
hati.
Tidak merangsang sekresi insulin
oleh kelenjar pankreas.
Tiazolidindion Rosiglitazone
Troglitazone
Pioglitazone
Meningkatkan kepekaan tubuh
terhadap insulin. Berikatan dengan
PPARγ (peroxisome proliferator
activated receptor-gamma) di otot,
jaringan lemak, dan hati untuk
menurunkan resistensi insulin
Inhibitor α-
glukosidase
Acarbose
Miglitol
Menghambat kerja enzim-enzim
pencenaan yang mencerna
karbohidrat, sehingga
memperlambat absorpsi glukosa ke
dalam darah
KOMPLIKASI
1. HIPOGLIKEMIA
Sindrom hipoglikemia ditandai dengan gejala klinis penderita merasa pusing, lemas,
gemetar, pandangan berkunang-kunang, pitam (pandangan menjadi gelap), keluar keringat
dingin, detak jantung meningkat, sampai hilang kesadaran. Apabila tidak segera ditolong
dapat terjadi kerusakan otak dan akhirnya kematian.
Pada hipoglikemia, kadar glukosa plasma penderita kurang dari 50 mg/dl, walaupun
ada orang-orang tertentu yang sudah menunjukkan gejala hipoglikemia pada kadar glukosa
plasma di atas 50 mg/dl. Kadar glukosa darah yang terlalu rendah menyebabkan sel-sel otak
tidak mendapat pasokan energy sehingga tidak dapat berfungsi bahkan dapat rusak.
Hipoglikemia lebih sering terjadi pada penderita diabetes tipe 1, yang dapat dialami 1 – 2
kali perminggu. Dari hasil survei yang pernah dilakukan di Inggeris diperkirakan 2 – 4%
kematian pada penderita diabetes tipe 1 disebabkan oleh serangan hipoglikemia.
2. HIPERGLIKEMIA
Hiperglikemia adalah keadaan dimana kadar gula darah melonjak secara tiba-tiba.
Keadaan ini dapat disebabkan antara lain oleh stress, infeksi, dan konsumsi obat-obatan
tertentu. Hiperglikemia ditandai dengan poliuria, polidipsia, polifagia, kelelahan yang parah
(fatigue), dan pandangan kabur. Apabila diketahui dengan cepat, hiperglikemia dapat
dicegah tidak menjadi parah. Hipergikemia dapat memperburuk gangguan-gangguan
kesehatan seperti gastroparesis, disfungsi ereksi, dan infeksi jamur pada vagina.
Hiperglikemia yang berlangsung lama dapat berkembang menjadi keadaan metabolisme
yang berbahaya, antara lain ketoasidosis diabetik (Diabetic Ketoacidosis = DKA) dan
(HHS), yang keduanya dapat berakibat fatal dan membawa kematian. Hiperglikemia dapat
dicegah dengan kontrol kadar gula darah yang ketat.
3. KOMPLIKASI MAKROVASKULAR
Tiga jenis komplikasi makrovaskular yang umum berkembang pada penderita
diabetes adalah penyakit jantung koroner (coronary heart disease = CAD), penyakit
pembuluh darah otak, dan penyakit pembuluh darah perifer (peripheral vascular disease =
PVD). Walaupun komplikasi makrovaskular dapat juga terjadi pada DM tipe 1, namun
yang lebih sering merasakan komplikasi makrovaskular ini adalah penderita DM tipe 2
yang umumnya menderita hipertensi, dislipidemia dan atau kegemukan
Karena penyakit-penyakit jantung sangat besar risikonya pada penderita diabetes,
maka pencegahan komplikasi terhadap jantung harus dilakukan sangat penting dilakukan,
termasuk pengendalian tekanan darah, kadar kolesterol dan lipid darah. Penderita diabetes
sebaiknya selalu menjaga tekanan darahnya tidak lebih dari 130/80 mm Hg. Untuk itu
penderita harus dengan sadar mengatur gaya hidupnya, termasuk mengupayakan berat
badan ideal, diet dengan gizi seimbang, berolah raga secara teratur, tidak merokok,
mengurangi stress dan lain sebagainya.
4. KOMPLIKASI MIKROVASKULAR
Komplikasi mikrovaskular terutama terjadi pada penderita diabetes tipe 1. Hiperglikemia
yang persisten dan pembentukan protein yang terglikasi (termasuk HbA1c) menyebabkan
dinding pembuluh darah menjadi makin lemah dan rapuh dan terjadi penyumbatan pada
pembuluh-pembuluh darah kecil. Hal inilah yang mendorong timbulnya komplikasi-
komplikasi mikrovaskuler, antara lain retinopati, nefropati, dan neuropati. Disamping
karena kondisi hiperglikemia, ketiga komplikasi ini juga dipengaruhi oleh faktor genetik.
Oleh sebab itu dapat terjadi dua orang yang memiliki kondisi hiperglikemia yang sama,
berbeda risiko komplikasi mikrovaskularnya. Namun demikian prediktor terkuat untuk
perkembangan komplikasi mikrovaskular tetap lama (durasi) dan tingkat keparahan
diabetes.
Satu-satunya cara yang signifikan untuk mencegah atau memperlambat jalan
perkembangan komplikasi mikrovaskular adalah dengan pengendalian kadar gula darah
yang ketat. Pengendalian intensif dengan menggunakan suntikan insulin multi-dosis atau
dengan pompa insulin yang disertai dengan monitoring kadar gula darah mandiri dapat
menurunkan risiko timbulnya komplikasi mikrovaskular sampai 60%.
ANALISIS KASUS
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik maupun lanjutan dapat disimpulkan bahawa
pasien menderita penyakit gula ( Diabetes Mellitus tipe 2). Diabetes Melitus merupakan
suatu kumpulan beberapa gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena
adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya.
Diagnosis DM menurut alur diagnosis pada Ny. T dapat ditegakkan berdasarkan adanya
gejala khas DM berupa polyuri, polydipsi, polyfagi, dan penurunan berat badan serta kadar
glukosa darah sewaktu ≥200mg/dl. Selain itu adanya riwayat penyakit gula, kebiasaan
konsumsi makan dan minum yang manis serta riwayat hipertensi merupakan faktor
predisposisi penyakit gula yang diderita pasien
Sedangkan keluhan tidak khas pada pasien Diabetes Melitus meliputi lemah,
kesemutan, cepat lapar dan haus, luka lama sembuh, mudah lelah
DAFTAR PUSTAKA
Price, S., 2005, Patifisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, EGC, Jakarta
Sudoyo, A., 2006, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, FKUI, Jakarta.
WHO Department of Noncommunicable Disease Surveillance Geneva. Definition,
Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus and its Complications. Report
of a WHO ConsultationPart 1: Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus
. 1999