92
DINASTI AFAWI: PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN LUKISAN MASA SHAH ABBAS I (1588-1629 M) SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora untuk Memenuhi Persyaratan Memeroleh Gelar Sarjana Humaniora (S. Hum) Oleh: HANA HANIFAH (1110022000015) PROGRAM STUDI SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H/2015 M

DINASTI ṢAFAWI: PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN …

  • Upload
    others

  • View
    16

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: DINASTI ṢAFAWI: PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN …

DINASTI ṢAFAWI:

PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN LUKISAN

MASA SHAH ABBAS I (1588-1629 M)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora untuk Memenuhi Persyaratan

Memeroleh Gelar Sarjana Humaniora (S. Hum)

Oleh:

HANA HANIFAH

(1110022000015)

PROGRAM STUDI SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1436 H/2015 M

Page 2: DINASTI ṢAFAWI: PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN …

i

Page 3: DINASTI ṢAFAWI: PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN …

ii

Page 4: DINASTI ṢAFAWI: PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN …

iii

Page 5: DINASTI ṢAFAWI: PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN …

iv

UCAPAN TERIMAKASIH

“Cita-citaku ingin menjadi arsitek!”. Itulah jawaban penulis usia sekolah

menengah pertama, ketika ditanya tentang mimpi. Tapi sepertinya kemampuan

otak kiriku tak sebaik yang diharapkan. Beranjak dewasa, bahasa dan hal abstrak

menjadi hal yang semakin menyenangkan. Maka cita-cita tadi terpaksa di cancle.

Tapi ternyata Tuhan sangat menyayangi penulis dengan mengarahkan kepada

jurusan Sejarah Islam dan tema seni untuk tugas akhir ini. Penulis pikir ini adalah

jawaban atas cita-cita itu, “tak bisa menjadi arsitek, kau bisa menjadi seorang ahli

dalam pengetahuan seni”. Meski cara dan bentuknya yang berbeda, tetapi sama-

sama untuk mendapatkan inti yang sama.

Maka, dengan kesungguhan, kerja keras dan do’a pekerjaan sesulit apapun

akan teratasi. Dengan basmallah di awal, pada akhirnya penulis mengucapkan

hamdallah, segala puji syukur kepada Allah SWT atas limpahan kasih-Nya yang

tiada batas, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan tugas akhir di jenjang

strata pertama ini, dengan skripsi yang berjudul, DINASTI ṢAFAWI:

PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN LUKISAN MASA SHAH

ABBAS I (1588-1629 M).

Shalawat dan salam sejahtera semoga selalu tercurahkan kepada Baginda

Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan kita, umatnya, sehingga mampu

untuk tetap memegang teguh warisan yang diamanahkannya kepada kita. Amiin.

Tak lupa, penulis juga mengucapkan terimakasih atas kasih sayang serta

bantuan dan dukungan, baik materil maupun non materil, yang penulis dapatkan

Page 6: DINASTI ṢAFAWI: PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN …

v

dari berbagai pihak selama studi yang dilakukan penulis hingga penyelesaian

tugas akhir ini. Terimakasih yang tak terhingga kepada:

1. Dosen Pembimbing skripsi sekaligus Ketua Jurusan Sejarah dan Kebudayaan

Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta periode sekarang, Bapak Nurhasan,

MA, yang dengan sabar membantu dan membimbing penulis dalam

penyelesaian tugas akhir ini,

2. Sholikatus Sa’diyah, M.Pd, Sekertaris Jurusan Sejarah dan Kebudayaan

Islam, yang selalu memberikan pelayanan kepada mahasiswanya dengan

baik,

3. Drs. M. Ma’ruf Misbah, MA, Ketua Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam

UIN SyarifHidayatullah Jakarta periode 2010 – 2014, yang turut membantu

proses terlaksananya skripsi ini

4. Dosen Pembimbing Akademik, Dr. Saidun Derani, MA, yang dengan penuh

kesabaran dan kasih sayang, selalu mengarahkan dan mendorong penulis dan

teman-teman mahasiswa lainnya supaya terus maju dan lebih baik lagi dalam

menuntut ilmu,

5. Para dosen jurusan SKI, yang telah mengajarkan penulis dan teman-teman

berbagai ilmu dan kasih sayang,

6. Bapak Kasyfiyullah yang sudah bersedia menjadi teman diskusi sekaligus

konsultan kedua bagi penulis dan Dr. Abd. Chair, MA yang turut mendukung

agar terus melanjutkan penulisan skripsi ini,

7. Isna Fauziah yang selalu memberi masukan dan dukungannya kepada

penulis, Tati Rohayati dan Ela Hikmah Hayati yang bersedia menyediakan

waktunya untuk membaca dan memberikan saran serta masukan tentang

skripsi ini. Kemudian teman-teman lainnya: SKI seperjuangan, STF, kosan,

Participatory Rural Appraisal, serta teman-teman seperjuangan lainnya yang

tak bisa penulis sebutkan satu per satu, karena kalian semua spesial bagi

penulis. Kalian selalu menghibur dan mendukung di sela-sela rumitnya

penulis dalam penyelesaian tugas akhir ini, banyak pelajaran berharga yang

Page 7: DINASTI ṢAFAWI: PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN …

vi

penulis dapatkan dari kalian semua. Sukses selalu untuk kalian dan semoga

selalu bertambah menjadi lebih baik, dan

8. Abah dan Ummi, Endang Ahmad Suryana dan Hidayah Djunaedi, yang

paling berusaha membimbing, membesarkan, dan menyekolahkan penulis

hingga saat ini. Kakak-kakakku tersayang, Teh Imas dan Ka Media , yang

selalu memberi semangat di saat-saat rentan, dan terus mendukung penulis

untuk terus maju, melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi. Lalu Teh

Ai, Teh Ima, Teh Ida, serta Teh Aam, atas limpahan kasih sayang serta

dukungan untuk lebih baik lagi kepada adik kalian ini. Tak ada bentuk

terimakasih yang mampu menandingi kasih dan sayang kalian, khususnya

untuk kedua orang tua penulis, terimakasih penulis tak akan pernah berujung.

Hanya do’a yang dapat penulis berikan. Kebaikan tulus yang penulis

dapatkan, hanya Tuhan yang mampu membalasnya. Semoga kita semua selalu

berada dalam tuntunan, lindungan serta kasih-Nya.

Terakhir, harapan penulis, skripsi ini masih sangat jauh dari kesempurnaan

tetapi semoga karya ini dapat menjadi contoh yang berbeda, sehingga dapat

menginspirasi untuk menulis dengan lebih baik lagi. Kritik dan saran dari

berbagai pihak sangat penting untuk disampaikan kepada penulis, sehingga

penulis juga dapat lebih baik lagi untuk studi di jenjang selanjutnya. Aamiin.

Tangerang Selatan, 06 Juli 2015

Hana Hanifah

Page 8: DINASTI ṢAFAWI: PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN …

vii

ABSTRAK

Dalam sejarahnya, menurut Oleg Grabar, seni arsitektur hampir selalu

diangkat sebagai simbol keagungan sebuah kekuasaan. Tetapi, berbeda dengan

yang dilakukan oleh Shah Abbas I dari Dinasti Ṣafawi, Persia. Ia mengangkat isu

ekonomi dalam rencana pembangunannya. Salah satu aspek penting yang

mendukung tujuan tersebut adalah arsitektur dan lukisan. Keduanya merupakan

‘kemasan’ yang sangat menarik sehingga dapat meningkatkan daya tarik dari para

wisatawan asing berkunjung ke negerinya sebagai pendapatan negara.

Berdasarkan pada hal tersebut, kajian tentang perkembangan seni,

khususnya arsitektur dan lukisan, masa pra hingga Shah Abbas I, menarik ditelaah

lebih jauh guna melihat konstruksi budaya yang dapat dijadikan pelajaran di masa

kini, khususnya di Indonesia yang kaya akan budaya. Penelitian ini dilakukan

dengan pendekatan sejarah seni, yaitu bagaimana seni berkembang di masa

Dinasti Ṣafawi dan bagaimana seni dapat turut memengaruhi perkembangan

ekonomi.

Penulis menyimpulkan bahwa inovasi dalam bidang seni yang dilakukan

Shah Abbas I sebenarnya melanjutkan apa yang telah dilakukan oleh Tahmasp I,

hanya saja ia memberikan perbedaan yang jelas dengan membangun kota imperial

Isfahan dan secara tidak langsung ia juga melakukan branding terhadap barang-

barang artistik, dengan mewakafkannya pada tempat-tempat ziarah suci, seperti

permata, karpet, porselen dan manuskrip ilustratif, yang kemudian barang-barang

tersebut menjadi populer untuk digunakan sebagai hadiah ataupun barang wakaf,

tetapi yang paling populer adalah karpet. Selain itu, dukungan Shah Abbas I

terhadap berbagai kegiatan artistik, khususnya arsitektur dan lukisan, juga

memberikan pengaruh terhadap berkembang dan populernya barang-barang seni

dan mewah dalam kegiatan ekonomi. Dan dari penelitian ini penulis juga

mendapati bahwa tempat ziarah merupakan tempat yang sangat penting dalam

kehidupan Dinasti Ṣafawi. Hal ini terlihat ketika Shah Abbas I merekonstruksi

dan menyumbangkan sejumlah dana yang sangat besar ke beberapa tempat ziarah,

yang hasil sumbangan tersebut sangat membantu kehidupan masyarakat yang

tinggal di sekitar tempat ziarah itu.

Kata Kunci: Iran, Persia, Dinasti Ṣafawi, Seni, Arsitektur, Lukisan.

Page 9: DINASTI ṢAFAWI: PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN …

viii

KATA PENGANTAR

Mengutip Roger M. Savory, hal yang menarik dari Iran adalah

perbedaannya dengan negara-negara tetangganya di Timur Tengah, yaitu dari segi

ras, bahasa, agama, dan tradisi sejarahnya. Pertama, dari segi ras, penduduk Iran

bukanlah Semit dan bukan pula keturunan orang-orang Turki, sebagaimana

umumnya negara-negara tetangganya, tetapi merupakan orang-orang Arya

(Aryan), sesuai nama wilayahnya ‘Iran’. Yakni dari Aryan menjadi Iran, yang

artinya tanah orang-orang Arya.

Kedua, bahasa yang digunakan orang-orang Iran berbeda dari negara-

negara sekitarnya yang rata-rata bahasa utamanya Arab dan Turki. Sedangkan

bahasa yang digunakan Aryan adalah bahasa ibu indo-iranian seperti bahasa

Hindi dan Bengali yang berakar kata dari bahasa Sansekerta. Ketiga, Iran adalah

negara Islam dengan mazhab Syi’ah terbesar di dunia atau Islam Heterodoks.

Keempat, pada masa Persia Kuno, Iran merupakan kekuatan imperial yang sangat

kuat, yang merupakan Kekaisaran Persia pertama yang didirikan oleh Cyrus

Agung pada 550 SM, dan Iran Modern sangat bangga dengan peninggalan

kekuatan pertama Iran tersebut.

Dan salah satu faktor di atas, yaitu sektor budaya, khususnya arsitektur

dan lukisan, dalam lingkup Isfahan dengan sedikit tambahan beberapa kota yang

lain, akan menjadi topik bahasan penelitian ini, dengan judul Dinasti Ṣafawi:

Perkembangan Seni Arsitektur dan Lukisan Masa Shah Abbas I (1588-1629

M).

Page 10: DINASTI ṢAFAWI: PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN …

ix

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN .......................................................................... i

UCAPAN TERIMAKASIH ......................................................................... iv

ABSTRAK ..................................................................................................... vii

KATA PENGANTAR ................................................................................... viii

DAFTAR ISI ................................................................................................. ix

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ .. 1

A. Latar Belakang Masalah...................................................................... 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah .......................................................... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................................... 6

D. Tinjauan Pustaka ................................................................................. 6

E. Metode Penelitian ............................................................................... 10

F. Kerangka Teori ................................................................................... 12

G. Sistematika Penulisan ......................................................................... 13

BAB II DINASTI ṢAFAWI DALAM SEJARAH ISLAM ....................... 15

Sejarah Berdirinya Dinasti Ṣafawi .................................................................. 17

A. Tarekat Sufi ......................................................................................... 18

B. Gerakan Politik ................................................................................... 19

C. Pemerintahan Resmi ........................................................................... 21

BAB III SEJARAH ARSITEKTUR DAN LUKISAN PRA-DINASTI

ṢAFAWI ........................................................................................................ 24

A. Seni dalam Sejarah Islam .................................................................... 24

Page 11: DINASTI ṢAFAWI: PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN …

x

1. Arsitektur Islam ............................................................................ 26

2. Lukisan Islam ................................................................................ 28

B. Seni pra-Dinasti Ṣafawi ...................................................................... 30

C. Isfahan ................................................................................................. 33

BAB IV SENI PADA MASA SHAH ABBAS I .......................................... 36

A. Perkembangan Ekonomi Dinasti Ṣafawi ............................................ 36

B. Perkembangan Arsitektur dan Lukisan ............................................... 37

1. Pra-Shah Abbas I ......................................................................... 37

2. Era Shah Abbas I ........................................................................ 48

3. Pasca Shah Abbas I ..................................................................... 61

BAB V PENUTUP ......................................................................................... 62

A. Kesimpulan ......................................................................................... 62

B. Saran ................................................................................................... 63

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 65

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 12: DINASTI ṢAFAWI: PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam literatur sejarah mengenai seni arsitektur, dijelaskan bahwa

arsitektur juga memiliki daya tarik untuk memancing perkembangan ekonomi.

Namun sayangnya, sangat jarang para penguasa dalam sejarah yang

memanfaatkannya seperti itu,1 bahkan seperti Istana Topkapi di Istanbul dan

Fatehpur Sikri di India pun, konteks ekonominya seakan-akan tidak pernah

muncul dalam rencana mahakarya tersebut.2

Di hampir setiap pembahasan yang penulis baca, seni selalu diangkat

sebagai fungsi simbolis, yakni sebagai sebuah keagungan dan kesakralan dari

suatu kekuasaan, yaitu dalam bentuk yang kita sebut kerajaan, kekaisaran,

ataupun dinasti. Bahkan, meskipun karya itu merupakan sebuah tempat suci –

tempat ibadah – karya tersebut juga tetap menjadi simbol keagungan bagi

kekuasaannya.3 Keagungan di sini dapat kita lihat dari aspek kekuatan, kehebatan

dan kekayaannya. Seperti tempat-tempat suci Syi’ah di Iran dan Iraq, keduanya

melambangkan simbol kesucian sekaligus simbol kekayaan penguasanya.4

Padahal, menurut Grabar, arsitektur juga dapat digunakan untuk tujuan

ekonomi, tetapi dalam sejarah hanya sedikit yang memanfaatkannya seperti itu. Di

antara sedikitnya penguasa yang menggunakan seni sebagai pendorong

1 Oleg Grabar, “Architecture and Society: ‘The Architecture of Power: Palaces, Citadels

and Fortifications’,” dalam George Michell, ed., Architecture of the Islamic World: Its History and

Social Meaning (London: Thames and Hudson LTD, 1978), h. 65. 2 Ernst J. Grube, “Introduction,” dalam George Michell, ed., Architecture of the Islamic

World: Its History and Social Meaning (London: Thames and Hudson LTD, 1978), h. 13. 3 Grabar, “Architecture and Society: ‘The Architecture of Power: Palaces, Citadels and

Fortifications”, h. 65. 4 Ibid.

Page 13: DINASTI ṢAFAWI: PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN …

2

perkembangan ekonomi adalah Dinasti Ṣafawi yang diduga sebagai salah satu

yang memanfaatkan arsitektur untuk perdagangan.5 Dalam tulisannya, Oleg

Grabar tidak menyebutkan nama penguasanya, tetapi penulis berasumsi bahwa

masa yang dimaksud adalah era kekuasaan Shah Abbas I.

Pada masa tersebut, seni dijadikan sebagai salah satu strategi untuk

memajukan negaranya. Shah Abbas I ingin menegaskan pemerintahan Dinasti

Ṣafawi berjaya di mata internasional dengan membangun ibukota barunya,

Isfahan.6

Kemudian, Ahmed menyebutkan bahwa gaya lukisan maupun desain

ornamen pada era Shah Abbas I menjadi lebih realistik, sensualitas lebih

ditonjolkan, dan lebih banyak menggambarkan kehidupan sehari-hari.7 Penulis

memandang hal tersebut sebagai sebuah manifestasi dari kondisi sosial saat itu

sekaligus sebagai sebuah inovasi dalam perencanaan pembangunannnya.

Jika seseorang ingin mempelajari aspek sejarah masa kebangkitan di Italia

haruslah mengetahui terlebih dahulu berbagai seni konstruksi yang ada pada akhir

abad pertengahan, karena dalam seni rupa benar-benar telah menjelaskan

bagaimana seniman-seniman masa itu mengungkapkan tentang usaha yang keluar

dari jiwa masa abad pertengahan dan melangkah ke arah modernisasi dan inovasi

dalam mengungkapkan suatu kandungan jiwa manusia melalui apa yang nampak

di dalam gerakan dan raut muka.8

5 Ibid. 6 Marika Sardar, “Shah ‘Abbas and the Arts of Isfahan”, dalam Heilbrunn Timeline of Art

History (New York: The Metropolitan Museum of Art, 2000), artikel diakses pada 16 Maret 2015

dari http://www.metmuseum.org/toah/hd/shah/hd_shah.htm. 7 Akbar S. Ahmed, Discovering Islam: Making Sense of Muslim History and Society

(London: Routledge, 1988), h. 70. 8 Hasan Usman, Metode Penelitian Sejarah,. Penerjemah Mu’in Umar dkk (Departemen

Agama: Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1986), h. 37.

Page 14: DINASTI ṢAFAWI: PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN …

3

Seperti yang Ahmed kemukakan bahwa mungkin cara terbaik untuk

memahami Dinasti Ṣafawi adalah melalui lukisan mereka.9 Maka untuk

mempelajari sejarah masa kebangkitan Islam di Persia pada abad pertengahan,

penulis melakukan pendekatan sejarah seni,10 yaitu melihat bagaimana

perkembangan seni di masa Dinasti Ṣafawi. Kemudian penulis akan lebih fokus

pada bagaimana seni, khususnya arsitektur dan lukisan menjadi salah satu faktor

yang turut mempengaruhi perkembangan pemerintahan, terutama ekonomi Dinasti

Ṣafawi.

Selanjutnya, sejauh yang penulis telusuri tentang seni di masa Dinasti

Ṣafawi, hampir semua penguasa dinasti ini cenderung menyukai seni, khususnya

lukisan. Tetapi di setiap masa kepemimpinannya ekspresi apresiatif terhadap seni

tersebut berbeda-beda. Dengan melihat perbedaan tersebut akan dapat diketahui

dari pengembangan seni yang dilakukan dan apakah memberikan pengaruh

terhadap perkembangan pemerintahannya.

Perkembangan seni arsitektur sebenarnya dimulai sekitar 1598 oleh Shah

Tahmasp I,11 namun secara ekonomis tidak sepesat masa Shah Abbas I, hal ini

boleh jadi dikarenakan salah satu kebijakannya yang melarang para pedagang

ataupun misionaris (utusan asing) datang ke negerinya.12 Klimaks perkembangan

9 Akbar S. Ahmed, Rekonstruksi Sejarah Islam Di Tengah Pluralitas Agama dan

Peradaban. Penerjemah Amru Nst (Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2002), h. 127. 10 Kishwar Rizvi, “Art” dalam Jamal J. Elias, ed., Key Themes for the Study of Islam

(Oxford: Oneworld Publications, 2010), h. 16 dan 20. 11 Andrew Petersen, Dictionary of Islamic Architecture (London: Routledge, 1996), h.

247. 12 Roger M. Savory, The Land of The Lion of The Sun: The Flowering of Iranian

Civilization dalam Bernard Lewis, ed. The World of Islam: Faith, People, Culture (London:

Thames and Hudson, 1976), h. 266.

Page 15: DINASTI ṢAFAWI: PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN …

4

seni arsitektur terjadi masa Shah Abbas I, yang ditandai dengan mahakarya

arsitekturnya, yaitu pembangunan ibukota Isfahan.13

Ia menstimulir para senimannya untuk membuat sebuah gaya seni yang

akan menjadi khas Persia, yang dimanifestasikan melalui berbagai obyek benda,

mulai dari ubin (mural) dan dekorasi dinding istananya, masjid, karpet-karpet

tempat ziarah, tekstil dan manuskrip ilustratif.14 Dalam hal ini pun sebagian

sejarawan memiliki kecurigaan bahwa hal itu sebagai kedok untuk kepentingan

politik dan ekonomi saja.

Dengan begitu seni juga memiliki peranan penting bagi kemajuan

pemerintahannya. Bahkan jika para pelancong diminta keterangan tentang siapa

yang membangun penginapan bagi kafilah, yang sebelumnya hancur, jawaban

mereka pasti Shah Abbas I.15 Selanjutnya, meski pembangunan untuk pendorong

perekonomian dilakukan juga oleh Shah Abbas II, tetapi tidak semasif era Shah

Abbas I, karena di masa Shah Abbas II mulai mengalami kemunduran.

Adapun kegiatan artistik yang berkembang masa penguasa kelima dinasti

ini lebih menonjol pada arsitektur dan lukisan, baik lukisan pada dinding

bangunan, manuskrip maupun pada karpet, maupun keramik. Kemudian seni lain

yang berkembang adalah seni menenun, membuat keramik, dan musik. Menurut

beberapa sumber, musik mengalami kemunduran, kecuali pada masa Shah Abbas

I.

13 Antony Hutt, “Key Monuments of Islamic Architecture: Iran,” dalam George Michell,

ed., Architecture of the Islamic World: Its History and Social Meaning, h. 253. 14 Sheila R. Canby, Shah Abbas The Remaking of Iran (London: The British Museums,

2009), h. 13. 15 Savory, “The Land of The Lion of The Sun: The Flowering of Iranian Civilization,” h.

247.

Page 16: DINASTI ṢAFAWI: PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN …

5

Sebelum menelisik lebih jauh, untuk penyebutan wilayahnya dalam skripsi

ini, penulis akan menggunakan nama Persia (فارس), karena periode waktu yang

dibahas masih termasuk abad pertengahan (akhir pertengahan) dan saat itu

wilayah tersebut masih dikenal dengan nama Persia.16 Secara khusus lagi, ketika

masa Dinasti Pahlevi, nama Persia, merupakan sebuah nama untuk identitas

negeri, bangsa, bahasa, budaya, dan peradaban,17 yang secara resmi diganti

dengan Iran. Bahasan penulis termasuk ke dalam ranah budaya, sehingga

penyebutan Persia dirasa lebih cocok. Dan penulis lebih berfokus pada budaya di

Isfahan, tetapi juga akan menyebut sebagian kecil di kota-kota lain.

Dan berdasarkan latar belakang di atas, muncul banyak pertanyaan, seperti

bagaimana sejarah perkembangan seni di dunia Islam, terutama tentang arsitektur

dan lukisannya? Bagaimana sejarah Dinasti Ṣafawi? Bagaimana seni dapat

membantu perkembangan ekonominya? Apa saja yang dilakukan Shah Abbas

dalam memanfaatkan seni? Mengapa hanya pada masa Shah Abbas I seni lebih

dapat memengaruhi ekonomi? Dan bagaimanakah sejarah seni, khususnya

arsitektur dan lukisannya, baik sebelum maupun pada masa Dinasti Ṣafawi?

B. Batasan dan Rumusan Permasalahan

a. Rumusan Masalah

Seni arsitektur dan lukisan memiliki pengaruh terhadap perkembangan

ekonomi pada masa pemerintahan Shah Abbas I. Dengan begitu, ada inovasi yang

16 Persia merupakan sebutan orang-orang Yunani (Parsa, Persis) untuk wilayah bernama

Pars, sekarang Fars, yang berada di bagian selatan Iran sekarang. Sebutan Persia ini digunakan

hingga 1935, ketika pemerintah di Tehran (Dinasti Pahlavi) menggunakan Iran sebagai nama

resmi negara. Lihat Shahrough Akhavi, The Oxford Encyclopedia of The Modern Islamic World:

Iran, dalam John L. Esposito, ed., vol. 2 (New York: Oxford University Press, Inc., 1995), h. 224. 17 Husain Heriyanto, Revolusi Saintifik Iran (Jakarta: UI-Press, 2013), h. 18.

Page 17: DINASTI ṢAFAWI: PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN …

6

dilakukan oleh Shah Abbas I. Untuk melihat inovasi tersebut, maka berdasarkan

identifikasi di atas, yang menjadi rumusan permasalahan pokoknya adalah tentang

perkembangan dan pengaruh seni di masa pemerintahan Shah Abbas I dan strategi

yang dilakukannya dalam mendorong perkembangan seni arsitektur dan lukisan

sehingga memberikan pengaruh terhadap ekonomi pemerintahannya.

b. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun kerangka tujuan dan manfaat dari penelitian terhadap

permasalahan pokok di atas adalah:

1. Untuk memahami, dan menjelaskan kehidupan seni pada masa Dinasti Ṣafawi

beserta pengaruhnya, sehingga dapat membentuk sebuah rekonstruksi baru

sejarah Dinasti Ṣafawi, dan

2. Dapat turut memperkaya karya tulis kesejarahan dari perspektif sosial-budaya.

c. Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan rumusan permasalah di atas, yang menjadi

kajian pokok penulis adalah:

1. Sejarah Dinasti Ṣafawi,

2. Sejarah Seni Pra- Ṣafawi, dan

3. Perkembangan Seni era Shah Abbas I.

C. Tinjauan Pustaka

Awalnya, ide penelitian ini sebagian besar berdasarkan tinjauan pustaka

yang penulis lakukan dari beberapa sumber mengenai Dinasti Ṣafawi, yang di

dalamnya menyebutkan bahwa musik mengalami kemunduran pada zaman ini

karena dilarang dan kembali berkembang pada masa Shah Abbas I. Namun

Page 18: DINASTI ṢAFAWI: PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN …

7

sayangnya masih belum ada kejelasan dan sumber-sumber tentang hal ini masih

sangat sulit untuk penulis akses.

Karena itu, penulis memperlebar kajian budayanya, yakni termasuk

budaya fisiknya, terutama arsitektur dan lukisan. Arah kajian ini berujung kepada

strategi yang dilakukan oleh Shah Abbas I, sehingga inovasi dalam arsitektur dan

lukisannya dapat berpengaruh bagi perkembangan ekonominya. Semua ini penulis

dapatkan dari hasil tinjauan terhadap beberapa sumber sekunder, baik berupa

buku maupun artikel dalam jurnal.

Beberapa literatur tersebut di antaranya, Kebangkitan Peran Budaya:

Bagaimana Nilai-nilai Membentuk Kemajuan Manusia, yang diedit oleh

Lawrence E. Harrison dan Samuel P. Huntington.18 Buku ini menawarkan definisi

dan lingkup yang lebih tegas, yaitu budaya dalam bentuk nilai-nilai yang memiliki

peran terhadap bidang lain, seperti ekonomi, politik maupun sosial. Tetapi,

budaya sebagai produk intelektual, seni, musik, dan sastra yang selama ini

menjadi definisi umum,19 dalam kacamata penulis juga memiliki peran terhadap

faktor lain: ekonomi, politik, dan sosial Bentuk-bentuk nilai yang ditawarkan

buku ini akan sangat berguna bagi penulisan skripsi ini, di mana penulis dapat

melihat perbedaan hasilnya dari pendekatan budaya secara nilai maupun fisik.

Kemudian, skripsi yang ditulis mahasiswi Jurusan Sejarah dan

Kebudayaan Islam, Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, yang berjudul Safawi Pada Masa Kebangkitan: Kajian Tentang Prestasi

18 Lawrence E. Harrison dan Samuel P. Huntington, ed., Kebangkitan Peran Budaya:

Bagaimana Nilai-nilai Membentuk Kemajuan Manusia. Penerjemah Retnowati (Jakarta: LP3ES

Indonesia, 2006). 19 Ibid, h. xvi.

Page 19: DINASTI ṢAFAWI: PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN …

8

Shah Abbas I (1588-1628) Dalam Membangun Kembali Dinasti Safawi,20 karya

Devie Luciana Pratiwi. Isi dari skripsi tersebut seperti judulnya, hanya tentang

prestasinya saja. Memang di dalamnya dijelaskan tentang pembangunan fisik dan

seni juga ekonomi, namun hanya sepintas lalu saja dan tanpa penjelasan tentang

relasi ataupun pengaruh masing-masing terhadap bidang lain. Pendekatan

penulisannya pun lebih kepada pendekatan politik. Di samping itu, karya skripsi,

tesis, ataupun disertasi di UIN ini yang membahas tentang Dinasti Ṣafawi, sejauh

jangkauan pencarian penulis, baru ada satu saja. Maka, penulis ingin melengkapi

dan melanjutkan bahasan Dinasti Ṣafawi itu.

Kemudian, artikel Kishwar Rizvi – seorang ahli bidang seni Dinasti

Ṣafawi – yang berjudul “Art” dalam Key Themes for the Study of Islam, suntingan

Jamal J. Elias.21 Dalam tulisannya, Rizvi berbicara tentang seni sebagai salah satu

tema kunci untuk mempelajari sejarah Islam, dan seni juga ternyata cukup penting

dalam legitimasi kekuasaan, serta berbagai pendekatan sejarah untuk mempelajari

seni. Dari sini penulis mendapatkan ide untuk membahas Dinasti Ṣafawi melalui

pendekatan sejarah seninya.

Lalu, tulisan seorang ahli bidang arsitektur, Oleg Grabar, yang berjudul

“Architecture and Society: ‘The Architecture of Power: Palaces, Citadels and

Fortifications’,” dalam Architecture of the Islamic World: Its History and Social

Meaning, disunting oleh George Michell.22 Seperti yang telah dipaparkan paling

awal, Grabar menyatakan bahwa sangat jarang para penguasa dalam sejarah yang

20 Devie Luciana Pratiwi, Safawi Pada Masa Kebangkitan: Kajian Tentang Prestasi Shah

Abbas I (1588-1628) Dalam Membangun Kembali Dinasti Safawi, (Skripsi S1 Fakultas Adab dan

Humaniora, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2012). 21 Rizvi, “Art”, h. 6, 16, dan 20. 22 Grabar, “Architecture and Society: ‘The Architecture of Power: Palaces, Citadels and

Fortifications’ ”, h. 65.

Page 20: DINASTI ṢAFAWI: PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN …

9

menggunakan arsitektur untuk tujuan ekonomi seperti yang terjadi pada masa

Dinasti Ṣafawi. Dari sinilah penulis mulai menyusun kerangka penelitian

mengenai perkembangan seni yang berpengaruh pada perkembangan ekonomi

pada masa dinasti ini.

“Artistic Expressions of Muslim Societies”, tulisan Stephen Vernoit,

dalam The Cambridge Illustrated History of the Islamic World suntingan Francis

Robinson.23 Sumber ini banyak membantu penulis dalam menyusun sejarah

perkembangan seni di dunia Islam secara umum.

Terakhir dan yang paling penting adalah State Promotion of Consumerism

in Safavid Iran: Shah Abbas I and Royal Silk Textiles, yang ditulis oleh Yuko

Minowa dan Terrence H. Witkowski.24 Dengan menggunakan sumber-sumber

sekunder, mereka mengatakan bahwa Shah Abbas I menggunakan arsitektur dan

lukisan sebagai media untuk mempromosikan negaranya – memperindah Isfahan,

untuk meningkatkan perkembangan ekonominya dengan memaksimalkan

produksi tekstilnya, sutera (baik secara kualitas maupun kuantitas). Sehingga

ketika wisatawan lokal maupun asing datang ke Isfahan, mereka juga membeli

suteranya. Jadi, arsitektur ini dimanfaatkan sebagai media promosi untuk

meningkatkan budaya konsumtif rakyatnya maupun pengunjung asing, dan hal ini

dapat mendorong terhadap kemajuan ekonomi negara.

Dari paper ini penulis tidak menemukan strategi yang dilakukan Shah

Abbas I dalam memanfaatkan arsitektur dan lukisan yang sebelumnya hanya

23 Stephen, Vernoit, “Artistic Expressions of Muslim Societies” dalam Francis Robinson,

ed., The Cambridge Illustrated History of the Islamic World (Cambridge: Cambridge University

Press, 1996). 24 Yuko Minowa dan Terrence H. Witkowski, “State Promotion of Consumerism in

Safavid Iran: Shah Abbas I and Royal Silk Textiles” dalam Journal of Historical Research in

Marketing, vol. 1, no. 2 (USA: Emerald Group Publishing Limited, 2009), h. 295 – 317.

Page 21: DINASTI ṢAFAWI: PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN …

10

sebagai ekspresi spiritualitas saja, menjadi sebuah media promosi. Maka, strategi

tersebut penulis angkat menjadi sebuah isu permasalahan yang perlu dikaji,

sehingga dapat melengkapi karya tersebut.

D. Metode Penelitian

Dalam penulisan karya tulis ini, penulis menggunakan penelitian analisis-

deskriptif yang berdasar pada metode historical research. Ada 4 (empat) langkah

yang harus dilakukan penulis dengan metode historis ini, yaitu heuristik, kritik

sumber (verifikasi data), interpretasi, dan historiografi.25

a. Heuristik atau Pengumpulan Data

Teknik heuristik ini, berasal dari kata Yunani heurishein, artinya

memperoleh.26 Heuristik adalah suatu teknik, suatu seni, dan bukan suatu ilmu.27

Oleh karena itu, menurut Dudung Abdurrahman, teknik ini tidak mempunyai

peraturan-peraturan umum dan lebih seringkali merupakan suatu keterampilan

dalam menemukan, menangani, dan memerinci bibliografi, atau mengklasifikasi

dan merawat catatan-catatan.28

Dalam mengumpulkan data-data terkait yang diperlukan, penulis

menggunakan teknik library research (riset kepustakaan) dengan sumber-sumber

tertulis, yang dilakukan dengan cara mengumpulkan, membaca, mempelajari,

serta menelaah sumber-sumber terkait, seperti buku, jurnal, artikel, yang

kemudian mencatat dengan sistematis hasil penelaahan tersebut.

25 Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah, cet. ke-2 (Jakarta: Logos Wacana

Ilmu, 1999), h. 54. 26 Ibid., h. 55. 27 G. J. Renier, Metode dan Manfaat Ilmu Sejarah. Penerjemah Muin Umar (Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 1987), h. 113. 28 Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah, h. 55.

Page 22: DINASTI ṢAFAWI: PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN …

11

Untuk keperluan heuristik ini penulis melakukan pencarian di Perpustakaan

Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan menemukan beberapa referensi salah

satunya artikel tulisan Oleg Grabar dan Ernst J. Grube dalam Architecture of the

Islamic World: Its History and Social Meaning yang dieditori oleh George

Michell.

Di Perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Jakarta, penulis

menemukan lebih sedikit lagi, salah satunya yaitu A Study of History:

Introduction the Geneses of Cizilizations volume ke-1 karya Arnold Toynbee.

Selanjutnya di Perpustakaan Iman Jama’ Lebak Bulus, penulis mendapatkan

tambahan referensi seperti karya Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam:

Bagian Kesatu & Kedua.

Kemudian di Perpustakaan Universitas Indonesia Depok penulis

mendapatkan Iran: Past and Present karya Donald N. Wilber dan di

Perpustakaan Nasional RI, sebenarnya penulis mendapatkan lebih banyak dari

situs onlinenya tetapi penulis juga menemukan tambahan buku referensi, yaitu

Domestic Culture in the Middle East: An Exploration of the Household Interior

karya Jennifer Scarce.

Selebihnya, penulis lebih banyak menemukan sumber, khususnya berupa

artikel, dari penelusuran secara online di situs-situs resmi yang menyediakan

berbagai macam referensi seperti jstor.org, archive.org, libgen.org dan e-

resources.pnpri.org.

Page 23: DINASTI ṢAFAWI: PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN …

12

b. Verifikasi Data

Di tahap kedua ini, penulis akan menilai dan menyeleksi keotentisitasan

data-data yang telah terkumpul, kemudian dimasukkan sebagai bahan rujukan

utama dan data penunjang untuk tema yang penulis angkat.

c. Interpretasi

Memberikan penafsiran atau analisis dan mensintesis dengan melakukan

komparasi terhadap data-data yang telah didapat dan diseleksi, sehingga menjadi

sebuah kesatuan yang masuk akal.

d. Historiografi

Setelah melakukan ketiga tahapan di atas, penulis akan merekonstruksi

potongan-potongan fakta sejarah yang masih tercecer, sehingga menjadi suatu

kesatuan yang utuh dan jelas dalam bentuk tulisan karya ilmiah yang sesuai etika

dan aturan yang berlaku.

E. Kerangka Teori

Dalam penyusunan skripsi ini penulis berlandaskan pada pendapat Oleg

Grabar, bahwa arsitektur dapat juga digunakan untuk tujuan ekonomi tetapi dalam

sejarah hanya beberapa penguasa yang menggunakannya seperti itu.29 Seperti

yang ia sebutkan juga, bahwa Dinasti Ṣafawi adalah salah satu yang

memanfaatkannya.30 Grabar tidak menyebutkan pada era siapa, tetapi

sebagaimana yang penulis kemukakan di awal, arsitektur dan lukisan menjadi alat

promosi negara untuk mendorong perkembangan ekonomi adalah pada masa Shah

29 Grabar, “Architecture and Society: ‘The Architecture of Power: Palaces, Citadels and

Fortifications’ ”, h. 65. 30 Ibid.

Page 24: DINASTI ṢAFAWI: PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN …

13

Abbas I.

Melalui penelitian ini, penulis berusaha membuktikan hal tersebut dengan

melihat bagaimana perkembangan seni, khususnya arsitektur dan lukisan pada

masa Shah Abbas I. Seni biasanya merupakan simbol dari kehidupan keagamaan

dan budaya lokal tempat si pembuat. Meski seringkali bersifat esoteris, dalam

karya seni terdapat sesuatu yang dapat memberikan kesenangan ataupun kepuasan

tersendiri bagi yang melihatnya.

Shah Abbas I yang merupakan salah satu patron di antara penguasa yang

mendukung perkembangan seni. Ia membangun Isfahan dengan bangunan-

bangunan artistik dan menjadikannya sebagai pusat pemerintahan sekaligus pusat

kegiatan ekonomi dan budaya, dan seni termasuk di dalamnya serta menjadi salah

satu perhatian utama sang Shah. Hal itu dapat terlihat ketika ia mewakafkan

barang-barang yang tidak biasa, yakni hasil karya seni, salah satunya karpet, yang

kemudian populer di masyarakatnya.

Hal ini menunjukkan bahwa ia tak sekedar seorang pecinta seni, tetapi ia

juga dapat melihat potensi budaya seni untuk membantu meningkatkan

perkembangan ekonomi, khususnya sektor arsitektur dan lukisan. Hal itu tampak

pada semakin banyaknya wisatawan lokal maupun asing yang datang ke Isfahan

dan membeli produk, termasuk barang seni di sana, dan mengakibatkan adanya

peningkatan konsumerisme dan masuk ke dalam pendapatan negara.

F. Sistematika Penulisan

Sesuai dengan pedoman penulisan, skripsi ini dibagi dalam lima bab yang

berisi beberapa sub-bagian pembahasan, yaitu:

Page 25: DINASTI ṢAFAWI: PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN …

14

BAB I Pendahuluan: Latar Belakang Masalah, Permasalahan: 1.

Identifikasi Masalah, 2. Pembatasan Masalah, 3. Perumusan Masalah. Kemudian,

Tujuan dan Manfaat Studi, Tinjauan Pustaka, Metodologi Penelitian, Kerangka

Teori, dan Sistematika Penulisan.

BAB II Dinasti Ṣafawi dalam Lintasan Sejarah Islam: Sejarah Dinasti

Ṣafawi yang dimulai dari tarekat sufi, gerakan politik, hingga pemerintahan resmi.

BAB III Sejarah Seni Pra-Ṣafawi: Seni dalam Sejarah Islam, Seni

Arsitektur dan Lukisan pra-Ṣafawiyah, serta deskripsi singkat tentang Isfahan.

BAB IV Seni Masa Shah Abbas I: Ulasan singkat tentang perkembangan

Ekonomi Dinasti Safawiyah, serta Arsitektur dan Lukisan pra-Shah Abbas I

hingga pasca Shah Abbas I.

BAB V Kesimpulan dan Saran

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 26: DINASTI ṢAFAWI: PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN …

15

BAB II

DINASTI ṢAFAWIYAH DALAM LINTASAN SEJARAH ISLAM

Sebelum kedatangan Islam di tanah Arab pada abad ke-7 Masehi, Persia

telah memiliki sejarah peradaban yang panjang dan cukup berpengaruh sejak

ribuan tahun sebelum Masehi. Dalam sejarah tercatat dimulai dari Kekaisaran

Achaemeniyah (550 – 323 SM), Kekaisaran Seleuciyah (323 – 247 SM), Dinasti

Parthian (247 SM – 224 M), dan Dinasti Sasaniyah (224 – 651 M).31

Kemudian, setelah nabi Muhammad saw mendirikan pemerintahan Islam

di Madinah pada awal abad ke-7 M, penyebaran Islam, baik secara doktrin dan

geografis, semakin aktif dilakukan. Pada 651 M, Islam berhasil menaklukkan

Dinasti Sasaniyah, yang saat itu dipimpin oleh Kaisar Yazdagird III, dan Persia

pun akhirnya berada di bawah kekuasaan Arab Islam (baca: Daulah Umayyah).32

Selanjutnya, Daulah Umayyah yang cenderung rasis, terutama terhadap orang

Persia, dikalahkan oleh Abu al-Abbas yang bekerjasama dengan orang-orang

Persia pada 750 M, dan berdirilah Dinasti Bani Abbas.

Pada masa ini, banyak orang Persia yang dilibatkan dalam kegiatan, baik

dalam perpolitikan maupun budaya. Banyak nama-nama mereka yang menjadi

aktor penting dalam mengembangkan Islam yang kaya akan khazanah ilmu

pengetahuan dan budaya. Beberapa di antaranya seperti teolog al-Ghazali (w.

1111) dan al Raghib al Isfahani (w.1058), lalu peneliti Hadits seperti al-Bukhari

(w. 870), Muslim (w. 875), para filsuf seperti Ibnu Sina (sekaligus dokter, w.

1037), al-Farabi (w. 950), kemudian matematikawan al-Khawarizmi (w. 850),

31 John. H. Lorentz, Asian Historical Dictionaries no. 16: Historical Dictionary of Iran

(USA: Scarecrow Press, Inc., 1995), h. 190. 32 Ibid., h. 191.

Page 27: DINASTI ṢAFAWI: PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN …

16

fisikawan Kamal al-Din al-Farisi (penemu teori pelangi), bapak kimia Jabir ibn

Hayyan (721-825), dan masih banyak lagi tokoh karakter penting lainnya yang

berasal dari Persia.33 Mereka berjasa dalam memajukan berbagai bidang,

khususnya pada bidang budaya yang meliputi ilmu pengetahuan eksak, bahasa,

sastra, dan seni. Maka, merupakan sebuah keniscayaan jika dunia Islam hampir

selalu terkait dengan budaya Persia ataupun sebaliknya. Tetapi tidak berarti

bahwa budaya Islam adalah budaya Persia dan budaya Persia adalah budaya

Islam.

Selanjutnya, pada abad ke-9 dan 10 M, pemerintah pusat Daulah

Abbassiyah melemah, hal ini tampak dengan munculnya pemberontakan di

berbagai wilayah yang kemudian memerdekakan diri. Adapun dinasti-dinasti

independen di Persia antara lain, Dinasti Tahiriyah di Khurasan (820 – 872),

Saffariyah di dataran tinggi Iran (Iranian Plateau/867 – 903 M), Samaniyah di

Transoxiana dan Khurasan (872 – 999 M), Buwaihiyah di bagian barat Persia

(932 – 945 M), Ghaznawiyah di Khurasan dan bagian timur Persia (962 – 1186

M) yang kemudian dikalahkan oleh orang-orang Turki pada 1040 M, dan hingga

abad ke-12 Iran dikuasai oleh dinasti orang Turki lokal, yakni Dinasti Seljuk.34

Lalu, Genghis Khan menggempur pusat pemerintahan di Baghdad pada

1258 M dan kemudian mengganti Dinasti Abbasiyah dengan Dinasti Ilkhan.35

Setelah penguasa terakhir dinasti ini wafat, dari kurun 1335 – 1501 M, muncul

dinasti-dinasti kecil seperti Dinasti Timuriyah dan dinasti orang-orang Turki yang

33 Heriyanto, Revolusi Saintifik Iran, h. 20-23. 34 Lorentz, Asian Historical Dictionaries no. 16: Historical Dictionary of Iran, h. 191-

193. 35 Ibid.

Page 28: DINASTI ṢAFAWI: PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN …

17

terpisah menjadi kelompok Domba Hitam (Kara Koyunlu) dan Domba Putih (Ak

Koyunlu).36

Di akhir abad pertengahan, 1501 M, Dinasti Ṣafawi muncul dalam

panggung sejarah (menurut Badri Yatim, 1500 – 1800 M).37 Dalam Dunia Islam –

meski tidak berdiri secara bersamaan – Dinasti Ṣafawi semasa dengan dua

kerajaan besar Islam lainnya, yaitu Turki Utsmani dan Mughal di India. Karena

ketiga kerajaan ini, peran politik Islam di kancah internasional menguat kembali.38

Era ini adalah masa kebangkitan Islam pasca keruntuhan masa klasik di Baghdad

pada 1258 Masehi.

A. Sejarah Berdirinya Dinasti Ṣafawi

Munculnya dinasti ini berawal dari sebuah tarekat sufi yang termasyhur di

Persia yang didirikan oleh Safi al-Din Ishaq.39 Kelompok ini menjadi pusat

perkumpulan sufi yang kemudian semakin hari kian kuat dan mendominasi. Hal

ini membuat khawatir pemerintah dan benar saja kelompok ini menjadi sebuah

gerakan politik yang sangat kuat, yang akhirnya berhasil menguasai tampuk

kekuasaan.

Perubahan gerakan tarekat sufi ini, hingga menjadi sebuah pemerintahan,

penulis membaginya ke dalam tiga fase, pertama, saat masih merupakan tarekat

sufi lokal. Kedua, kemudian berubah menjadi sebuah gerakan politik, dan ketiga,

sebuah gerakan politik dalam bentuk pemerintahan resmi.

36 Ibid. 37 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II, ed. ke-1 (Jakarta:

Rajawali Pers, 2014), h. 129. 38 Ibid. 39 Adel Allouche, The Origins and Development of the Ottoman-Safavid Conflict (906-

962/1500-1555) (Berlin: Klaus Schwarz Verlag, 1983), h. 32.

Page 29: DINASTI ṢAFAWI: PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN …

18

1. Tarekat Sufi

Pada fase tarekat, gerakan Ṣafawiyah mempunyai dua corak, yaitu corak

Sunni pada masa kepemimpinan Safi al-Din dan Sadruddin Musa bin Safiuddin,

dan corak Shi’ah pada masa kepemimpinan cucu Safi al-Din, Khawaja Ali dan

Ibrahim.40

Setelah gempuran bangsa Mongol, dunia Islam mengalami kemunduran di

berbagai sektor, salah satunya yang paling penting adalah kemerosotan dalam

bidang ilmu pengetahuan. Hal ini menyebabkan kepercayaan terhadap hal-hal

berbau mistis serta hidup menyendiri muncul kembali dan menjamur di mana-

mana. Di berbagai pelosok Iran sendiri, muncul banyak tarekat sufi. Dan tarekat

Safi al-Din41 tersebut merupakan pusat kaum sufi42 yang terkenal dan memiliki

pengaruh di Ardabil, Azerbaijan, yang di kemudian hari semakin meluas hingga

ke Asia Kecil, Syria, dan timur Anatolia.43

Sebelumnya, awal terbentuknya tarekat ini yaitu ketika Safi al-Din

kembali ke Ardabil pasca kematian gurunya. Sekembalinya dari sana, orang-orang

banyak yang datang kepadanya untuk menjadi muridnya. Akhirnya, ia pun

membentuk tarekatnya sendiri, Ṣafawiyah, yang diambil dari namanya.

40Muhammad Syafii Antonio dan Tim Tazkia, Ensiklopedi Peradaban Islam: Persia

(Jakarta: Tazkia Publishing, 2012), h. 50. 41Safi al-Din lahir pada 650 H/1252 M di Ardabil. Ia merupakan putra kelima dari tujuh

bersaudara. Ayahnya adalah Khawaja Kamal al Din Arabshah, yang kemudian meninggal enam

tahun kemudian. Masa pertumbuhannya lebih ia curahkan untuk berkelana menekuni kehidupan

spiritual yang akhirnya mengantarkannya pada gurunya yang terakhir, Shaykh Zahid-i Gilani,

yang merupakan pemimpin dari sebuah tarekat sufi di Shiraz, Zahidiyyah, pada 700/1301.

Selanjutnya, di samping menjadi murid yang paling disayangi sang Guru, Safi al Din juga direstui

untuk menikahi putrinya. Dari pernikahan tersebut ia memiliki anak, yang kemudian dinikahkan

dengan putra gurunya. Safi al Din wafat pada 735/12 September, 1334. (Iysa Ade Bello, “The

Safavid Episode: Transition From Spiritual To Temporal Leaders”, dalam Islamic Studies, vol. 23,

no. 1, (Islamabad: Islamic Research Institute International Islamic University, 1984), h. 3-4.) 42 Di Iran disebut dengan Khaneqan. Lihat Rangkuman Muhammad Hasyim Assagaf,

Lintasan Sejarah Islam Iran: Dari Dinasti Achaemenia ke Revolusi Islam, h. 325. 43 Bello, The Safavid Episode: Transition From Spiritual To Temporal Leaders, h. 4.

Page 30: DINASTI ṢAFAWI: PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN …

19

Pada mulanya, gerakan tarekat sufi ini hanya bertujuan untuk memerangi

bid’ah dan penyelewengan agama. Seperti yang disebutkan di atas, sejak masa

Safi al-Din pun, gerakan ini telah mempunyai pengaruh besar dan menarik banyak

massa. Tidak hanya itu, sosok Safi al-Din ini juga disegani oleh para tokoh

politik. Meski demikian, ia tidak mempunyai keinginan untuk memiliki peran

dalam dunia politik. Tetapi itu tidak menyurutkan pengaruhnya, justru gerakan

tarekat yang ia pimpin semakin hari semakin mendominasi. Bahkan, para menteri

Dinasti Mongol Ilkhan pun banyak yang bergabung dengan tarekat ini.44

2. Gerakan Politik

Selanjutnya, tarekat ini menjadi semakin berkembang, yang mana hal ini

menyebabkan lahirnya kefanatikan di antara para pengikutnya serta kehendak

ingin menguasai. Dengan begitu, tarekat ini pun memasuki fase kedua, berubah

menjadi sebuah gerakan politik yang masif. Tahap tersebut terjadi ketika gerakan

berada di bawah kepemimpinan Djunayd (851 H/1447 M – 864 H/1460 M)45,

yang merupakan kakek dari Shah Ismail I.46

Djunayd secara terang-terangan berusaha untuk meninggalkan prinsip-

prinsip ajaran tarekat yang dibawa oleh para pendahulu sebelumnya dan

merevolusionerkan praktek Dinasti Ṣafawi. Ia mencoba keberuntungannya dalam

arena politik dan kemiliteran yang saat itu di Iran dan Iraq sedang terjadi

kevakuman serta disintegrasi politik akibat kematian Shaykh Rukh, penguasa

Dinasti Timuriyah.47

44 Ibid. 45 Encyclopaedia of Islam New Edition, vol. IV, cet. ke-3 (Leiden: E. J. Brill, 1997), h.

34. 46 Arnold Toynbee, A Study of History: Introduction the Geneses of Cizilizations, vol. 1,

cet. ke-7 (London: Oxford University Press, 1956), h. 366. 47 Ibid.

Page 31: DINASTI ṢAFAWI: PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN …

20

Salah satu konflik yang terjadi adalah perebutan kekuasaan antara Kara

Koyunlu dan Ak Koyunlu. Sebagian Persia – sekarang barat Iran – ketika itu

sedang berada dalam kekuasaan raja Kara Koyunlu, Djahanshah.48 Ia menyadari

ancaman gerakan Ṣafawiyah yang kian mendominasi ini, lalu ia memberikan

peringatan kepada Djunayd agar membubarkan gerakannya dan meninggalkan

Ardabil. Jika tidak, maka kota tersebut akan diserang dan dibumihanguskan.49

Meski telah diberi ancaman seperti itu, Djunayd tidak mengindahkannya,

ia beserta pengikutnya yang juga sekaligus prajuritnyanya, melarikan diri dan

mencari perlindungan kepada penguasa Ak Koyunlu, Uzun Hasan, di Diyar

Bakr.50 Kedua belah pihak, antara Djunayd dan Uzun Hasan, sebenarnya memiliki

pemahaman agama Islam yang sangat berbeda. Di mana gerakan Ṣafawiyah

memegang paham Shi’ah, sedangkan Ak Koyunlu merupakan Sunni. Akan tetapi

mereka mengesampingkan perbedaan tersebut dan justru semakin mempererat

aliansi mereka dengan pernikahan antara Djunayd dengan saudara perempuan

Uzun Hasan, Khadijah Begum.51

Adapun alasan tentang penerimaan hangat yang dilakukan oleh Uzun

Hasan, diduga ada dua faktor, pertama, untuk mencegah kemungkinan serangan

gerakan Ṣafawiyah ke wilayahnya di masa yang akan datang, dan kedua, untuk

memperkuat posisinya sendiri dalam melawan Djahanshah, Kara Koyunlu.52

48 Encyclopaedia of Islam New Edition, h. 34. 49 Ibid. 50 Ibid. 51 Allouche,The Origins and Development of the Ottoman-Safavid Conflict (906-

962/1500-1555), h. 46. 52 Ibid. Lihat Persia in A.D. 1478-1490, h. 64.

Page 32: DINASTI ṢAFAWI: PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN …

21

Kemudian, terjadi beberapa peperangan antara pihak mereka dengan Kara

Koyunlu. Djunayd akhirnya terbunuh di sebuah peperangan di Shirwan.53 Aliansi

antara Ṣafawiyah dengan Ak Koyunlu dilanjutkan oleh pengganti Djunayd,

Haydar, dengan menikahi putri dari Uzun Hasan. Permusuhan dengan Kara

Koyunlu terus berlanjut dan semakin memanas. Pada 872/1468 M,54 pihak Kara

Koyunlu mengadakan serangan ke Ak Koyunlu, namun dapat dihadapi dan

dikalahkan. Kara Koyunlu pun berhasil digulingkan.

Tetapi pada 848/1473 M,55 Ak Koyunlu dikalahkan oleh Kekaisaran

Ottoman. Tiga puluh empat tahun kemudian, 882/1478 M, Uzun Hasan

meninggal, dan kematiannya menjadikan Ak Koyunlu semakin lemah.

Pada masa selanjutnya, penerus Uzun Hasan memandang gerakan

Ṣafawiyah sebagai sebuah rival yang mengancam tahtanya. Oleh karena itu,

ketika pasukan gerakan Ṣafawiyah akan menyerang Sircassia dan Shirwan, pihak

Ak Koyunlu justru membantu Shirwan dan berbalik menjatuhkan gerakan

Ṣafawiyah, dan hal ini menyebabkan Haydar terbunuh.56 Tidak hanya itu, pihak

Ak Koyunlu kemudian memenjarakan putera-putera penerus gerakan Ṣafawiyah ,

salah satunya Isma’il, tetapi ia berhasil diselamatkan.

3. Pemerintahan Resmi

Fase ini terjadi ketika Isma’il akhirnya menjadi penerus gerakan

Ṣafawiyah. Ia lalu mempersiapkan prajuritnya untuk menyerang Tabriz, ibukota

Ak Koyunlu. Pada musim panas tahun 1501, ia berhasil memasuki Tabriz.57 Lalu,

53 Encyclopaedia of Islam New Edition, h. 34. 54 Ibid. 55 Ibid. 56 Antonio dan Tim Tazkia, Ensiklopedi Peradaban Islam Persia: Dinasti Safawi

‘Kerajaan Islam Pertama Bangsa Persia’, h. 51. 57 Ibid.

Page 33: DINASTI ṢAFAWI: PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN …

22

sebelum menjadi Shah – Isma’il juga mengusir penguasa terkahir Ak Koyunlu,

Murad. Dan Ak koyunlu pun mengalami keruntuhan.

Setelah menyingkirkan Ak Koyunlu, Isma’il menyatakan dirinya sebagai

penguasa pertama Dinasti Ṣafawi dengan mengambil gelar Shah,58 dan

mendeklarasikan Shi’ah Dua Belas Imam sebagai mazhab resmi negaranya.59

Browne mengatakan, kita akan membicarakannya sebagai Shah, namun oleh para

sejarawan Persia, ia sering disebut sebagai Kháqán-i-Iskandar-shán (the Prince

like unto Alxander in state atau setara dengan sebutan sang Pangeran bagi

Alexander dalam pemerintahan), sedangkan puteranya yang kemudian menjadi

penerusnya, Shah Tahmasp, disebut Sháh-i-Dín-panáh (the King who is the

Refuge of Religion atau sang Raja yang menjadi Tempat Perlindungan bagi

Agama).60

Dengan begitu, Dinasti Ṣafawipun mencapai fase ketiga, yaitu menjadi

sebuah pemerintahan resmi. Seperti pemaparan di atas, dapat diketahui bahwa

perjalanan gerakan ini menjadi sebuah dinasti memerlukan waktu sekitar, kurang

lebih 200 tahun. Yaitu, sejak Safi al-Din mendirikan tarekat ini pada 1300-an61

hingga Isma’il memproklamirkan kekuasaannya pada 1501. Dinasti ini dipimpin

oleh sebelas penguasa, yaitu:

Pemimpin Tarekat Ṣafawiyah 62 Penguasa Dinasti Ṣafawi

Safi al Din 700/1301 – 735/1334 Ismail I 1501 – 1524

Sadr al Din Musa 735/1334 – 794/1392 Tahmasp I 1524 – 1576

58 H. R. Roemer, “The Safavid Period”, dalam Peter Jackson dan Laurence Lockhart, ed.,

The Cambridge History of Iran: The Timurid and Safavid Periods, vol. 6 (United Kingdom:

Cambridge University Press, 1986), h. 189. 59 Lorentz, Asian Historical Dictionaries no. 16: Historical Dictionary of Iran, h. 194-

195. 60 Edward G. Browne, A Literary History of Persia, Vol. 4: Modern Times (1500-1924),

cet. ke-5 (London: The Syndics of the Cambridge University Press, 1959) 61 P.M. Holt, The Cambridge History of Islam, vol. IV (London: Cambridge University

Press, 1977), h. 399. 62 Bello, The Safavid Episode: Transition From Spiritual To Temporal Leaders, h. 3-9.

Page 34: DINASTI ṢAFAWI: PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN …

23

Khwaja Ali 794/1392 – 830/1427 Ismail II 1576 – 1578

Shaykh Ibrahim

(Shaykh Shah) 830/1427 – 851/1447

Muhammad

Khudabende 1578 – 1587

Junayd 851/1447 – 864/1460 Abbas I 1587 – 1629

Haydar Ali 864/1460 – 893/1488 Safi I 1629 – 1642

Sultan Ali63 893/1488 – 905/1500 Abbas II 1642 – 1667

Ismail (Ismail I) 905/1500 – 906/1501 Sulaiman 1667 – 1694

Husain 1694 – 1722

Tahmasp II 1722 – 1731

Abbas III 1731 – 1736

63 Ibid,. Sultan Ali memang diaksesi sebagai pemimpin tarekat, pengganti ayahnya,

Haydar, akan tetapi kemudian ia dan kedua saudaranya, Isma’il dan Ibrahim, dipenjarakan oleh

Ya’qub – Raja Ak Koyunlu saat itu – karena melihat gerakan sufi ini semakin berpengaruh,

sehingga ia khawatir akan mengancam kekuasaannya. Sultan Ali dan kedua saudaranya ditahan

selama empat setengah tahun (Februari 1489 – Agustus 1493).

Page 35: DINASTI ṢAFAWI: PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN …

24

BAB III

SEJARAH ARSITEKTUR DAN LUKISAN PRA- DINASTI ṢAFAWIYAH

Dalam perspektif historis, terdapat tiga faktor fundamental kehidupan

manusia yang menjadi sumber dan muara penciptaan seni, yakni bidang agama,

sosial, dan individual.64 Dengan kata lain, karya-karya seni, apapun bentuk dan

genrenya, yang dipertimbangkan dari sudut kreatif dan fungsional, akan

senantiasa berurusan dengan masalah manusia dan hubungannya dengan Tuhan,

dalam hubungannya dengan manusia lain atau alam, dan dalam hubungannya

dengan dirinya sendiri.65

A. Seni dalam Sejarah Islam

Dalam sejarah peradaban Islam, seni yang berkembang tentunya dari

kebudayaan sebelum Islam yang kemudian berakulturasi dengan nilai dan corak

Islam, sehingga muncul seni Islam yang merupakan manifestasi dari budaya

Islam.66

Syair ataupun persajakan merupakan seni paling awal yang berkembang

dalam Islam. Sebelum Islam disampaikan, masyarakat Arab sudah terkenal dan

mapan dengan seni syairnya. Selanjutnya setelah kedatangan Islam, syair semakin

berkembang dan menjadikan kedua sumber utama, al-Qur’an dan Hadits, sebagai

dasarnya, bahkan setelah wafatnya nabi Muhammad saw syair terus berkembang.

Berbeda dengan musik dan seni visual, karena pelarangan terhadap berhala dan

64 Amri Yahya, “Agama Sebagai Sumber Inspirasi Kreativitas dan Implikasinya:

Hubungan Islam dan Seni” dalam Jurnal Humaniora, No. 1/2000 (Yogyakarta: UNY Press, 2000),

h. 105. 65 Ibid. 66 Vernoit, “Artistic Expressions of Muslim Societies”, h. 250.

Page 36: DINASTI ṢAFAWI: PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN …

25

gambar, di masa Islam awal perkembangan keduanya tidak begitu signifikan

seperti syair.67

Kemudian, yang termasuk seni Islam awal, di samping kesusasteraannya,

adalah arsitektur dan seni lukis kaligrafi dan flora, sedangkan lukisan fauna

semakin populer setelah abad ke-12 M, meskipun abad sebelumnya sudah dibuat

lukisan figuratif. Hal ini terkait pada abad ke-11 dan 12 M, ketika para ulama

fiqih sangat dominan menggantikan peranan golongan Mu’tazilah.68

Sebelum abad ke-11 M , agama dan seni terbukti selalu berdampingan,

para ulama dan seniman duduk berdialog bersama, yaitu pada masa kejayaan

Islam klasik – Daulah Umayyah dan Abbassiyah – Islam tidak sekedar

bersinggungan dengan seni rupa, sastra, teater, musik, dan arsitektur yang luar

biasa indahnya, tetapi juga terjadi hubungan timbal balik di antara keduanya, di

mana agama bisa mewarnai napas kebudayaan dan hadirnya kebudayaan bisa

memperkaya seperangkat hukum dan seluk beluk agama.69

Kemudian, sebagaimana kebanyakan negara Islam muncul sebagai dinasti

kekhalifahan atau kesultanan, seni Islam kerapkali muncul sebagai gaya (style)

dari dinasti yang sedang berkuasa.70 Gaya tersebut akan menjadi sebuah corak

khas yang membedakan sekaligus simbol keagungan suatu era kekuasaan. Di

dunia Islam, corak ini biasanya tertuang dalam arsitekturnya, khususnya pada

arsitektur masjid. Dalam perkembangan selanjutnya, masjid hanya dijadikan

67 Ibid. 68 Abdul Hadi W. M., Islam: Cakrawala Estetik dan Budaya, cet. ke-1 (Jakarta: Pustaka

Firdaus, 2000), h. 349. 69 Aguk Irawan MN, NU Online: Melacak Hubungan Agama dan Kesenian, (Selasa, 16

Januari 2010). Diakses pada 20 Februari 2015. 70 Rebecca Naylor, “The Sasanian Inheritance”, dalam Palace and Mosque (London:

V&A Publications, 2004), h. 24.

Page 37: DINASTI ṢAFAWI: PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN …

26

simbol pemerintahan Islam walaupun terletak berdampingan dengan pusat

kekuasaan.71

Lalu, ketika masyarakat Islam semakin berkembang, muncul tipe-tipe

bangunan baru, di luar bangunan masjid, dengan fungsi yang lebih spesifik,

seperti karavan untuk para pedagang (caravansery),72 sekolah, mausoleum dan

bangunan lainnya.73 Dan spesifikasi tersebut sangat berkaitan erat dengan

kepentingan-kepentingan kelompok tertentu yang men-support kegiatan

pembangunan itu.74

Maka, hampir selalu disebutkan bahwa arsitektur dalam sejarahnya sering

digunakan sebagai salah satu alat untuk mendapatkan legitimasi kekuasaan dan

keagungan (glory). Salah satu pandangan pertama yang mengemukakan tentang

hubungan arsitektur dengan negara adalah sejarawan dari Maghribi, Ibn Khaldun

(1332-1406), ia menegaskan bahwa kota termasuk segala monumennya

merefleksikan dinasti yang membangunnya.75

1. Arsitektur Islam

Seperti yang dikemukakan sebelumnya tentang seni dalam Islam,

Noer juga menjelaskan bahwa,

71 Aulia Fadhli, Masjid-Masjid Paling Menakjubkan dan Berpengaruh di Dunia

(Yogyakarta: Qudsi Media, 2013), h. 5. 72 Berasal dari kata Persia kārwān, sekelompok orang yang bepergian, dan sarāi, istana

atau hotel besar. Karavanserai adalah bangunan di tepi jalan yang menyediakan tempat penginapan

dan tempat berteduh bagi orang-orang yang bepergian. Istilah karavanserai tampaknya digunakan

pertama kali pada abad ke-6 H/12 M pada periode kekuasaan Dinasti Seljuk dan mungkin

menunjukkan bentuk khān yang lebih besar dan lengkap. Khān memiliki fungsi yang sama dengan

karavanserai, hanya saja khān lebih kecil dan terletak di daerah sekitar dusun. Kautsar Azhari

Noer, “Arsitektur” dalam Taufik Abdullah, ed., Ensiklopedi Tematis Dunia Islam: Pemikiran dan

Peradaban (Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve, 2002), h. 326. 73 Vernoit, Artistic Expressions of Muslim Societies, h. 253. 74 Ibid. 75 Ibid.

Page 38: DINASTI ṢAFAWI: PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN …

27

Arsitektur Islam dipahami sebagai corak arsitektur yang

memancarkan pandangan hidup keislaman. Hubungan antara

arsitektur dan Islam diwujudkan oleh kreativitas estetik dan teknik

yang bertolak dari ilham keagamaan. Arsitektur yang secara

fungsional dipakai untuk keperluan keduniawian juga diberi

nuansa keislaman.76

Arsitektur Islam bermula dari bangunan masjid pertama yang dibangun

oleh Rasulullah saw di Madinah, Jazirah Arab, yang dikenal sebagai Masjid Quba.

Bangunan ini masih hanya sekedar bangunan kubus, berlantaikan tanah dan

beratapkan pelepah kurma saja, dari sanalah beliau membangun peradaban, sesuai

dengan nama kotanya, Madinah.77

Dalam bidang arsitektur, orang-orang Arab kurang memiliki corak yang

bervariasi. Tetapi karena sifat mereka yang terbuka dan adaptif serta Islam sendiri

adalah agama yang luwes, arsitektur di dunia Islam menjadi lebih mudah

berkembang. Sehingga kelengkapan atau ciri-ciri khusus arsitektural di dunia

Islampun muncul seperti, menara dan kubah yang berasal dari tradisi arsitektural

Byzantium, kemudian hiasan, gaya, corak, dan penampilan dari setiap kurun

waktu, setiap daerah, lingkungan kehidupan dengan budaya serta latar belakang

manusia yang menciptakannya.78

Setelah nabi Muhammad saw wafat, tempat berkhotbah atau yang lebih

sering disebut dengan minbar/mimbar, dipandang sebagai keuntungan atau hadiah

yang dapat disamakan dengan takhta yang diterima oleh pemimpin umat, maka

76 Noer, “Arsitektur”, h. 305. 77 Fadhli, Masjid-Masjid Paling Menakjubkan dan Berpengaruh di Dunia, h. 2. 78 Abdul Rochym, Sejarah Arsitektur Islam: Sebuah Tinjauan, (Bandung: Penerbit

Angkasa, 1983), h. 3-4.

Page 39: DINASTI ṢAFAWI: PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN …

28

penggunaan mimbar melambangkan hubungan dekat agama dan politik dalam

Islam.79

Dengan demikian, tidak heran jika masjid kemudian menjadi simbol

sebuah kekuasaan Islam. Oleh karena itu, semakin penting bagi kekuasaan,

perkembangan arsitektur beserta elemennya pun semakin pesat. Sehingga

pembangunan fisik dengan semegah-megahnya dilakukan secara masif, terutama

untuk bangunan masjid, istana, dan pusara para tokoh.

2. Lukisan Islam

Seperti yang telah dipaparkan di atas, dalam arsitektur Islam juga terdapat

ciri-cirinya, salah satunya adalah ornamen, yang biasanya berupa lukisan dan

ukiran pada dinding, kubah, maupun jendelanya. Di awal perkembangan seni

Islam, napas agama terlihat pada penggunaan ornamen tulisan Arab untuk konten

dekorasi sebuah karya seni.80 Hal ini mengingat pada yang menggerakkan seni

arsitektur Islam adalah agama, di mana terdapat ikonoklasme atau anikonisme,

yaitu larangan agama untuk menggambar makhluk bernyawa dan larangan ini

termanifestasi pada hiasan atau dekorasi dinding bangunan yang bersih dari

gambar makhluk bernyawa, sehingga konsekuensinya, dekorasi yang digemari

adalah kaligrafi sebagai sarana untuk mengungkapkan ayat-ayat al-Qur’an,

bentuk-bentuk geometris (geometrical patterns) dan arabesk (arabesque).81

Lukisan Islam tertua dijumpai pada dinding istana Daulah Umayyah yang

dibangun oleh khalifah al-Walid I pada tahun 712 M di Qusair Amrah, Syria,

79 Noer, “Arsitektur”, h. 311. 80 Tim Stanley, “Textiles and Burial”, dalam Palace and Mosque (London: V&A

Publications, 2004), h. 34. 81 Ibid., h. 306.

Page 40: DINASTI ṢAFAWI: PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN …

29

yaitu lukisan alegoris dan gambar berbagai jenis tumbuhan serta hewan,82

kemudian di langit-langit kubahnya dipenuhi dengan ikonografi kehidupan istana

dengan gambar para musisi, peminum, akrobat, hadiah-hadiah mewah, perburuan,

olah raga gulat, dan orang sedang mandi.83

Perkembangan selanjutnya yang penting yaitu lukisan di tembok bekas

istana khalifah al-Mu’tasim dari Daulah Abbassiyah di Samarra, Iraq, yang

dibangun pada tahun 836-9 M, yaitu lukisan gadis-gadis yang sedang menari,

menyanyi dan bermain musik, yang mana menggambarkan meriahnya kehidupan

seni pertunjukan di istana kekhalifahan Daulah Abbassiyah di Baghdad sejak

awal.84

Kemudian, seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, ketika

persentuhan dunia Islam dengan kebudayaan lain semakin meluas, akulturasi

dengan budaya baru itupun tidak dapat terelakkan. Seperti, setelah bangsa Mongol

menginvasi Baghdad pada pertengahan abad ke-13, motif China diperkenalkan.

Salah satu hasil dari akulturasi tersebut telah mentransformasi motif makhluk

mitos warisan Persia kuno menjadi seekor burung phoenix dalam corak China.85

Salah satu contoh tersebut seringkali merupakan ekspresi suatu kelompok

masyarakat untuk menunjukkan identitas dan keadaan mereka di tengah-tengah

masyarakat Muslim yang semakin heterogen. Hal serupa juga ditemukan pada

karya-karya orang Georgia dan Armenia di tengah masyarakat Muslim Persia.

Perbedaan unik dari komunitas-komunitas seperti ini dimanfaatkan oleh Shah

Abbas I untuk mendukung perkembangan dalam bidang seni.

82 Hadi, Islam: Cakrawala Estetik dan Budaya, h. 350. 83 Vernoit, Artistic Expressions of Muslim Societies, h. 272. 84 Ibid. 85 Stanley, “Textiles and Burial”, h. 34.

Page 41: DINASTI ṢAFAWI: PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN …

30

B. Seni Pra-Dinasti Ṣafawi

Persia memiliki sejarah arsitektur yang panjang dan kaya, yang

peninggalannya dapat kita temukan dari Syria hingga India dan China.86

Arsitektur Persia menggunakan berbagai macam teknik seperti ukiran pada batu,

lapisan dengan semen, ubin, tembok, penggunaan kaca cermin, dan elemen

ornamental lainnya.87 Kondisi geografi, agama, politik dan teknologi yang sedang

berkembang tentu saja turut memengaruhi terhadap kualitas dan kuantitas

arsitekturnya.88

Kemudian, salah satu topik budaya Persia kuno untuk ornamen lukisannya

sendiri adalah lukisan pertarungan antara raja dan singa. Bagi para raja Persia

kuno, perburuan singa tersebut merupakan hak istimewa mereka, yang mana

lukisan itu merepresentasikan kedudukan raja sebagai penguasa. Simbol seperti

ini sudah ada sejak masa Dinasti Akhaemeniyah yang tertuang pada relief di

dinding istananya.89 Pada masa Islam, lukisan seperti ini dianggap sebagai sebuah

prestasi heroik.

Pada akhir abad ke-12, di dunia Muslim mulai muncul lukisan figuratif

yang disematkan di berbagai media, termasuk manuskrip bergambar, lalu

menjelang abad ke-13 dan 14 beragam style lukisan semakin banyak muncul,

termasuk corak dan dekoratif dari Dinasti Seljuk. Di mana gaya yang

86 Elton L. Daniel dan Ali Akbar Mahdi, Culture and Cunstoms of Iran (Westport:

Greenwood Press, 2006), h. 119. 87 Ibid. 88 Ibid. 89 Galina Lassikova, “Hushang the Dragon-slayer: Fire and Firearms in Safavid Art and

Diplomacy” dalam Iranian Studies, vol. 43, no. 1 (Routledge, 2010), h. 45.

Page 42: DINASTI ṢAFAWI: PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN …

31

memperlihatkan realisme yang cukup tajam ini, dipraktikkan juga di Mesopotamia

dan Syria untuk para patron Arab.90

Tradisi menghiasi barang-barang dari logam dengan hiasan kaligrafi

maupun figuratif juga muncul pertama kali di Khurasan, masih di bawah

kekuasaan Dinasti Seljuk, dan mulai dikembangkan pada permulaan abad ke-13,

kemudian berkembang juga di bawah Dinasti Mamluk di Kairo.91

Lukisan Persia semakin berkembang pesat pada abad ke-14, beberapa

corak, termasuk pengaruh dari China, secara perlahan mulai melebur dengan

corak lokal sehingga muncul gaya baru.92 Pada paruh kedua abad ini, Dinasti

Timuriyah menghasilkan karya manuskrip ilustratif terkenalnya seperti

Shahnama93, dengan nama yang sama, di Tabriz, yang menggambarkan aksi yang

sengit dan emosional. Lalu, di akhir abad ini, masa Dinasti Jalayriyah dan

Muzzafariyah, muncul style lukisan baru yang lebih lembut dengan komposisi

ruang yang lebih kompleks, yang juga sekaligus menandakan corak Dinasti

Timuriyah pada abad ke-15.

Lukisan pada masa Dinasti Timuriyah diproduksi untuk berbagai patron,

berkembang subur, terutama di Herat, di bawah kepemimpinan pangeran

Baysunghur (w. 1433), namun kemudian perkembangannya semakin melemah di

90 Vernoit, Artistic Expressions of Muslim Societies, h. 272. 91 Ibid. 92 Ibid. 93 Shahnama, atau shahnameh, atau Book of Kings merupakan salah satu karya sastra epik

terpanjang di dunia dari Persia yang ditulis sekitar tahun 977 – 1010 M oleh Abu’l Qasim Firdausi

Tusi (935-1020) dan didedikasikan untuk penguasa Dinasti Ghaznawiyah, Mahmud dari Ghazna

yang berhasil menguasai seluruh wilayah Timur Persia dan wilayah Afghanistan sekarang

menjelang akhir abad ke-10 M. Epik ini berisikan 50000 bait sajak yang menceritakan tentang

raja-raja dari mitologi dan sejarah Persia kuno hingga kedatangan Islam ke Persia. Pada masa-

masa selanjutnya muncul karya-karya serupa – biasanya atas permintaan penguasanya – yang

dinamai dengan judul yang sama. Hingga sekarang karya ini tidak hanya menjadi epik nasional di

Iran, tetapi juga di wilayah-wilayah yang sebelumnya terpengaruh budaya Persia seperti

Afghanistan, Azerbaijan, Georgia, Armenia, Turki, dan Dagestan.

Page 43: DINASTI ṢAFAWI: PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN …

32

akhir abad ini, ketika pelukis Bihzad muncul dan aktif berkarya.94 Tentang seni

lain pada masa dinasti ini, seperti seni menenun, masih sedikit informasi

tentangnya.95

Perkembangan seni Dinasti Ṣafawi tidak bisa dilepaskan dari pengaruh

seni yang berkembang pada masa sebelumnya dan begitu seterusnya hingga ke

masa-masa paling awal manusia. Seiring dengan perkembangan pemikiran

manusia maka berbagai inovasi muncul secara bertahap. Meski Dinasti Ṣafawi

sangat terpengaruh dengan seni masa sebelumnya namun ia juga membentuk gaya

ataupun corak tersendiri sehingga menyebabkannya berbeda dari masa

sebelumnya meski mungkin terlihat sama. Misalnya penemuan 22 lukisan dengan

dua gaya yang berbeda, yaitu 11 di antaranya berasal dari masa Ak Koyunlu dan

sisanya dari masa Dinasti Ṣafawi. Dalam lukisan figuratifnya ada penambahan

ikat kepala (turban) berbeda – dari masa sebelumnya – yang diikatkan pada

penutup kepala tinggi dan berwarna merah.96

Periode Ṣafawiyah ini juga gaya berkilauan dari masa Dinasti Ilkhan mulai

ditinggalkan dengan harapan agar gaya desainnya lebih terbuka dan berkembang,

sedangkan teknik menenun dan celup, mulai dikembangkan kembali.97

Dari paparan di atas, dapat kita lihat bahwa pada perkembangannya, seni

hampir selalu berdasarkan pada gaya ataupun corak yang berkembang pada masa

sebelumnya yang kemudian diberi sentuhan baru dan begitu pun pada masa-masa

selanjutnya. Sentuhan baru tersebut dapat kita sebut sebagai inovasi. Inilah yang

94 Ibid. 95 Douglas Baret, The Islamic Art of Persia, A.J. Arberry, ed. (Oxford: Goodword Books,

1953), h. 142. 96Jonathan M. Bloom, “Epic Images Revisited: An Ilkhanid Legacy in Early Safavid

Painting” dalam Andrew J. Newman, ed., Society and Culture in the Early Modern Middle East:

Studies on Iran in the Safavid Period (Leiden: Brill, 2003), h. 238. 97 Ibid.

Page 44: DINASTI ṢAFAWI: PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN …

33

membuat karya seni memiliki kekhasan masing-masing pada setiap zamannya.

Seperti yang terjadi pada paparan sejarah seni di Persia hingga Dinasti Ṣafawi di

atas, dasar yang lama tetap dipakai tapi kemudian diberi corak baru sesuai era

yang sedang berkembang.

C. Isfahan

Merupakan sebuah keniscayaan untuk membahas tentang kota ini, karena

kota ini termasuk ke dalam objek bahasan penulis, mengingat kota ini yang

dijadikan sebagai ibukota Dinasti Ṣafawi sekaligus tempat untuk rencana

pembangunan oleh Shah Abbas I.

Kota ini terletak di sekitar sungai Zayandeh,98 dan merupakan gabungan

dari dua kota sebelumnya, yaitu Jayy – tempat berdirinya Syahrastan – dan

Yahudiyyah, yang didirikan oleh Buchtanashshar atau Yazdajird I atas anjuran

istrinya yang beragama Yahudi.99 Di kota ini juga pernah dibangun irigasi oleh

raja Ardasyir, dari Dinasti Akhaemeniyah (550–330 SM).100 Pada masa Dinasti

Sassaniyah (226-640 M), kota ini dikenal dengan nama Aspadana.101 Sebelum

kedatangan Islam, kota ini merupakan basis militer dan pertahanan yang sangat

kuat.102

Pengaruh Islam dikatakan mulai masuk ke Isfahan ketika khalifah Umar

bin Khattab berkuasa, namun, mengenai kapan dan dibawa oleh siapa Islam

98 Farhad Arshad, "Isfahan", dalam Encyclopedia.com: Encyclopedia of the Modern

Middle East and North Africa, artikel diakses pada 31 Maret, 2015 dari

(http://www.encyclopedia.com/doc/1G2-3424601359.html. 99 Lihat Ahmad al Santanawi dkk, Dairat al-Ma’ruf al Islamiyah, Jilid 2, h. 258-259. 100 Arshad, "Isfahan". 101 Dilip Hiro, Dictionary of the Middle East (New York: St. Martin Press, 1996), h. 131. 102 Antonio dan Tim Tazkia, Ensiklopedi Peradaban Islam: Persia ‘Dinasti Safawi

‘Kerajaan Islam Pertama Bangsa Persia’, h. 197.

Page 45: DINASTI ṢAFAWI: PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN …

34

mencapai kota ini terdapat dua pendapat.103 Pendapat pertama, yaitu pada tahun

19 H (640 M) di bawah pimpinan Abdullah Ibn Atban. Lalu menurut al- Thabari,

Islam sampai di Isfahan pada tahun 21 H (642M), sedangkan aliran Bashrah

menyebutkan pada tahun 23 H (644 M) di bawah pimpinan Abu Musa al-Asy’ari.

Pada perkembangan selanjutnya, Isfahan merupakan kota penting di Iran

tengah sejak abad ke-8 M.104 Kemudian pada pertengahan abad ke-11, kota ini

menjadi ibukota Dinasi Seljuk tetapi kemudian status ibukotanya hilang setelah

invasi Tamerlane pada 1387.105

Pada masa Dinasti Ṣafawi, kota ini dikelilingi oleh tembok yang terbuat

dari tanah dengan delapan buah pintu dan di dalamnya terdapat banyak bangunan,

seperti istana, sekolah, masjid, menara, pasar, serta rumah yang indah, terukir rapi

dengan warna-warna yang menarik.106

Selanjutnya, pada tahun 1597, dengan motif politik dan ekonomi, Shah

Abbas I memindahkan ibukota Dinasti Ṣafawi, yang sebelumnya di Qazvin, ke

Isfahan.107 Berbeda dengan penguasa pendahulunya yang masih cenderung

eksklusif, terutama terhadap kepercayaan lain, melalui Isfahan, Shah Abbas I

membuka negaranya ke dunia luar sehingga kota ini menjadi kaleidoskop

berbagai ras, bahasa, budaya, dan agama.

Meski begitu, masing-masing grup yang terkelompok secara ras tetap

mempertahankan identitas asli mereka seperti tetap menggunakan bahasa ibu

103 Yatim, Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II, h. 284-285. 104 Kishwar Rizvi, “Architecture and the Representations of Kingship during the Reign of

the Safavid Shah ‘Abbas I” dalam Lynette Mitchell dan Charles Melville, ed. Every Inch a King:

Comparative Studies on Kings and Kingship in the Ancient and Medieval Worlds (Leiden: Brill,

2013), h. 384. 105 Hiro, Dictionary of the Middle East, h. 131. 106 Rizvi, Architecture and the Representations of Kingship during the Reign of the

Safavid Shah ‘Abbas I, h. 286. 107 Alice Taylor, Book Arts of Isfahan: Diversity and Identity in Seventeenth-Century

Persia, (California: The J. Paul Getty Museum, 1996), h. 1.

Page 46: DINASTI ṢAFAWI: PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN …

35

mereka dalam kehidupan sehari-hari, membuat karya yang memuat atau

melukiskan corak mereka seperti ke dalam buku-buku, manuskrip108 maupun

karya lukisan itu sendiri, motif pada kain, keramik, dan lain-lain. Tentu saja yang

mereka lakukan itu membuat corak lukisan Dinasti Ṣafawi menjadi lebih

beragam. Selanjutnya, bagian kehidupan sosial lain yang terjadi di kota ini yaitu

tentang kehidupan para wanitanya dan bagaimana status mereka, baik dalam

keluarga maupun masyarakat.

Ketika Shah Abbas I menganggap bahwa wanita dalam keluarganya

memiliki potensi untuk menggulingkan tahtanya,109 maka ia membuat sebuah

aturan kehidupan yang tertutup bagi mereka. Anggapannya itu diduga sangat

dipengaruhi oleh lingkungan keluarganya. Shah Abbas I berasal dari tradisi yang

mendukung wanita yang berpendidikan dan memiliki kesadaran diri yang tinggi

serta dia juga mendapati beberapa saudarinya yang juga turut ikut campur dalam

urusan politik, bahkan terlibat dalam sebuah suksesi, dan Shah Abbas I menyadari

kekuatan dan pengaruh mereka sehingga ia memutuskan untuk membatasinya.110

Dalam bagian area Isfahan, tempatnya dibagi dua menjadi biruni, yaitu

area publik bagi semua laki-laki, dan anderuni, yaitu lingkungan khusus yang

terbuka bagi para wanita, Shah sendiri, dan para pelayan terpercaya.111 Dalam

‘sangkar emas’ tersebut mereka dimanjakan dengan kebebasan memanggil para

seniman ataupun para penulis hebat untuk membuat barang-barang yang sesuai

dengan keinginan mereka, seperti karpet.

108 Ibid., h. 2. 109 Emma Loosley, “Ladies who Lounge: Class, Religion and Social Interaction in

Seventeenth-Century Isfahan” dalam Gender & History, vol. 23, no. 3 (Oxford: Blackwell

Publishing Ltd., 2011), h. 619. 110 Ibid, h. 615. 111 Ibid, 617.

Page 47: DINASTI ṢAFAWI: PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN …

36

BAB IV

SENI PADA MASA SHAH ABBAS I

A. Perkembangan Ekonomi Dinasti Ṣafawi

Dalam sektor ini, penulis menemukan perubahan yang dapat dikatakan

cukup signifikan dalam mendukung argumen tentang bahasan yang penulis

angkat. Ada dua tahap perkembangan ekonomi yang terjadi pada masa Dinasti

Ṣafawi. Pertama, kegiatan ekonomi Persia saat itu sebagian besar berasal dari

agraris. Setelah Shah Isma’il I naik tahta ia mulai banyak melakukan berbagai

tindakan untuk pengembangan sektor pertaniannya sehingga lebih baik lagi.

Tapi kemudian – masih abad ke-16 – mulai terdapat perubahan yang

signifikan, kemungkinan besar pada masa Shah Tahmasp I, yaitu karya-karya

seniman mulai menonjol di pasaran. Dan hal ini mencapai puncaknya, dimana

permintaan akan barang-barang seni dan mewah dapat dikatakan turut

mendominasi pasar, sekitar abad ke-17.112

Sebagian produsen di perkotaan, yang kebanyakan adalah seniman, tetap

memproduksi barang-barang kebutuhan sehari-hari, dan sebagian yang lain fokus

pada produksi barang-barang seni dan mewah.113 Ada dugaan bahwa ini

dipengaruhi oleh karya-karya arsitektur hebat pada saat itu.114 Masa ini dapat

dikatakan sudah mencapai tahap kedua dari perkembangan ekonomi periode

dinasti Safawiyah. Jika begitu, maka seperti yang dibicarakan Grabar, arsitektur

112 “Economy: From the Safavids Through the Zands”, artikel diakses pada 7 Oktober

2015 dari http://www.iranicaonline.org/articles/economy-vii-from-the-safavids-through-the-zands. 113 Ibid. 114 Ibid.

Page 48: DINASTI ṢAFAWI: PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN …

37

dapat memengaruhi aktifitas perdagangan Dinasti Ṣafawi yang merupakan bagian

sektor ekonomi.115

Selanjutnya, pada masa Shah Abbas I, dibangun lokasi pusat dagang di

lokasi yang strategis, yaitu Bandar Abbas di sela Hormuz, sehingga Bandar ini

memberikan pengaruh yang besar terhadap perkembangan ekonomi Safawiyah.

Pengaruh ini tampak pada perebutan atas wilayah itu oleh berbagai pihak, bahkan

hingga sekarang, seperti Inggris, Portugis, dan Belanda. Sebelumnya, pada masa

Shah Ismail I, wilayah tersebut dikuasai oleh Portugis hingga 1622 dan

merupakan pusat dagang untuk perdagangan jalur darat menuju India, yang

ekspor utamanya di antaranya seperti karpet, katun, wol, buah-buahan dan

getah.116

Bandar ini menjadi transit dagang dan tempat bertemunya para pedagang

lokal maupun dari luar Persia. Interaksi seperti itu juga yang menyebabkan

munculnya berbagai inovasi teknik dan desain untuk barang-barang seni ataupun

barang mewah sehingga tidak monoton, seperti pada perhiasan, barang-barang

tekstil, karpet, manuskrip, barang-barang untuk dekorasi dan keperluan kegiatan

lainnya.117

B. Perkembangan Arsitektur dan Lukisan

1. Pra-Shah Abbas I

Tidak ada perubahan yang cukup signifikan dalam bidang arsitektur pada

masa ini. Gaya bangunan pun masih mengikuti corak Dinasti Timuriyah, baik

115 Grabar, “Architecture and Society: ‘The Architecture of Power: Palaces, Citadels and

Fortifications’ ”, h. 65. 116 Philip K. Hitti, The Near East in History: A 5000 Year Story (Kanada: D. Van

Nostrand Company, Inc., 1961), h. 381. 117 “Economy: From the Safavids Through the Zands”.

Page 49: DINASTI ṢAFAWI: PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN …

38

dalam pemilihan elemen kubah, halaman, dan bagian muka bangunan. Meski

begitu, sempat ada beberapa bagian hiasan dalam skala kecil yang hampir

menyaingi karya terbaik pada masa sebelumnya, tetapi gairah untuk lebih

berinovasi masih terlalu sedikit bahkan cenderung tidak ada sama sekali.118

Banyak karya-karya lukisan dari masa Dinasti Timuriyah yang selesai

dikerjakan pada masa Shah Isma’il I di mana ia sebagai patronnya, tetapi

dibandingkan dengan yang selesai, yang belum terselesaikan lebih banyak lagi.119

Shah Ismail I juga menjadi patron utama untuk karya ilustrasi kisah cinta paling

terkenal dalam literatur Persia, yaitu Shirin dan Khusraw.120

Ia disebut sebagai penyair,121 maka tidak heran jika persajakan, lukisan,

kaligrafi dan musik lebih mendapat perhatiannya dibandingkan dengan

arsitektur.122 Dalam bidang seni kaligrafi dan beberapa bidang ilmu pengetahuan,

seperti astronomi dan matematika, ia mendatangkan orang-orang dari Dinasti

Timuriyah untuk membantu dalam mengelolanya,123 Pengaruh mereka semakin

terlihat setelah tahun 1514,124 yaitu pada gaya dan estetika dalam kaligrafi.

Dalam tulisannya, Canby mengemukakan ada dua corak (style) artistik

pada masa ini, yaitu di timur Persia, yang berpusat di Herat dan masih bergaya

Dinasti Timuriyah, dan di bagian barat Persia, yakni corak orang-orang Turki

(Turkman style) – corak ini lebih banyak mempengaruhi kepada lukisannya –

118 Nagendra Kr. Singh, ed., International Encyclopaedia of Islamic Dynasties (New

Delhi: Anmol Publications Pvt. Ltd., 2002), h. 1610. 119 Jonathan M. Bloom, Epic Images Revisited: An Ilkhanid Legacy in Early Safavid

Painting, h. 237. 120 Ibid, h. 238. 121 Ahmed, Discovering Islam: Making Sense of Muslim History and Society, h. 70. 122 International Encyclopaedia of Islamic Dynasties, h. 1610, lihat M.K. Yusuf Jamali,

The Life and Personality of Shah Isma’il I (1487-1524), Unpublished Ph.D. Thesis (Edinburgh,

1981), h. 154-70 dan 232-45. 123 Andrew J. Newman, Society and Culture in The Early Modern Middle East: Studies

on Iran in the Safavid Period (Leiden: Brill, 2003), h. 124 Ibid.

Page 50: DINASTI ṢAFAWI: PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN …

39

yang masih banyak diterapkan di Tabriz.125 Hal ini terlihat pada 1510 M, dengan

dipindahkannya sekolah lukis Dinasti Timuriyah dari Herat ke Tabriz.126

Kemudian, kemajuan seni lukis yang paling penting dan populer dari masa

ini yaitu, atas perintah Shah Ismail I, tercipta karya agung sebanyak 250 serial

miniatur ilustratif yang diberi nama sama seperti karya epik Firdausi, Shahnama,

yang ia dedikasikan untuk puteranya, Tahmasp I.127

Lemahnya perhatian Shah Ismail I terhadap arsitektur dapat dikatakan

wajar mengingat fokus utamanya lebih kepada geografis, yaitu memperluas

wilayah kekuasaannya ke seluruh wilayah Iran (Iranic World) dan menggunakan

kekuatannya untuk mengkonversikan mayoritas Sunni di Iran kepada paham

Shi’ah yang minoritas.128 Ia juga menggunakan lukisan kaligrafi dan syair sebagai

alat untuk menyukseskan misinya, yaitu dengan memerintahkan untuk menuliskan

sajak-sajak yang menghujat ketiga khalifah pertama dalam Islam pada dinding

dan langit-langit di masjid-masjid di Qazvin.129 Ia akan menghukum tanpa

pandang bulu, baik itu pujangga, filsuf, ahli agama, atau siapapun yang menolak

untuk menerima doktrin yang diwajibkannya, sehingga mudah untuk mengatakan

bahwa pada masa ini pedang lebih aktif dibandingkan dengan pena.130

Walau begitu, dalam bidang pembangunan terdapat karya besar pada era

ini, yaitu pusara Harun-I Vilayat di Isfahan, yang dibangun pada 918 Rabi’ul

Awwal (Mei – Juni 1513). Tetapi secara arsitektur, komplek pusara ini masih

mengikuti corak zaman sebelumnya, begitu juga dengan lukisannya.

125 Canby, Shah Abbas: The Remaking of Iran, h. 19. 126 Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam: Bagian Kesatu & Kedua. Penerjemah

Ghufron A. Mas’adi (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1999), h. 454. 127 Ahmed, Discovering Islam: Making Sense of Muslim History and Society, h. 70. 128 Toynbee, h. 367. 129 Ibid. 130 Browne, A Literary History of Persia, h. 69-83.

Page 51: DINASTI ṢAFAWI: PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN …

40

Kemudian ketika berlibur pada musim panas selama dua minggu di

Isfahan (915/1509), Shah Ismail I memerintahkan untuk memperluas komplek

pusara tersebut untuk tempat bermain polo, arena pacuan kuda, dan qabāq.131 Tiga

tahun kemudian, Mirza Shah Husayn, seorang bawahan gubernur Durmish Khān

Shāmlū, mengkonstruksi komplek pusara bagian barat daya, dan masih di masa

Shah Ismail I, pada 928/1521-22 seorang arsitek tidak dikenal mendirikan Masjid-

I ‘Alī.132 Hal ini, dapat diasumsikan bahwa pada masa ini ada patron independen

yang mendirikan beberapa monumen.

Sebenarnya Isfahan sudah memiliki bazaar, karavanserai, tempat

pemandian umum, kedai kopi, istana, madrasah, dan masjid, yang semua itu dapat

dipandang cukup potensial dalam pengembangan ekonomi. Namun Shah Ismail I

hanya menganggap Isfahan sebagai tempat peristirahatan di pinggiran kota. Ini

sedikit memperjelas bahwa arsitektur memang tidak begitu mendapat perhatian

serius dari penguasanya.

Tetapi ada sedikit perubahan yang jelas juga pada masa ini, yaitu perhatian

difokuskan lebih pada bagian eksterior daripada tata ruang interior, dan gaya ini

masih digunakan pada bangunan-bangunan Dinasti Ṣafawi lainnya.

Kemudian, arsitektur mulai dikembangkan oleh Shah Tahmasp I133 dan

seni lukis memasuki pencapaian paling tinggi pada masanya (1524-76), yaitu

ketika Sultan Muhammad, murid dari Mirak yang merupakan murid dari Bihzad,

131 Stephen P. Blake, “Shah ‘Abbas and the Transfer of Safavid Capital From Qazvin to

Isfahan” dalam Andrew J. Newman, ed., Society and Culture in the Early Modern Middle East:

Studies on Iran in the Safavid Period (Leiden: Brill, 2003), h. 148. Lihat juga Ghulam Sarwar,

History of Shah Ismail Safawi, (Aligarh: Aligarh Muslim University, 1939), h. 50. Qabāq adalah

sebuah kayu tinggi yang diletakkan di tengah-tengah lapangan, yang di atas kayu tersebut

diletakkan sebuah apel atau melon lalu pemain qabāq akan berusaha membidik buah tersebut

dengan panah sambil berkuda. 132 Ibid. 133 Petersen, Dictionary of Islamic Architecture, h. 247.

Page 52: DINASTI ṢAFAWI: PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN …

41

menjabat sebagai ketua pelukis sekaligus direktur studio istana.134 Produksi buku

di Tabriz merupakan di antara yang paling mewah dari yang pernah dibuat dan

memiliki kualitas terbaik sejajar dengan kualitas pada masa Dinasti Timuriyah.

Miniatur dilukis dengan teknik tinggi, kualitas terjamin serta keindahan yang

rumit.

Pada era ini, kecerahan warna-warnanya sama telitinya seperti pada masa

Dinasti Timuriyah. Tetapi lebihnya era ini, garis-garis pembatas sering dilukis

dengan perak dan emas dengan berbagai macam warna seperti hijau dan kuning

pucat serta dilengkapi dengan lukisan pemandangan, berburu, dan suasana lainnya

dengan sedetail mungkin.

Berkembangnya seni, khususnya lukisan, tentu dipengaruhi oleh dukungan

penguasa terhadap bidang ini. Dalam tulisannya, Browne menjelaskan bahwa

berdasarkan Ahsamu’t Tawáríkh, sejak masih muda, Shah Tahmasp sangat tertarik

dengan kaligrafi dan lukisan dan dia juga senang mengendarai kuda-kuda dari

Mesir, bahkan kudanya dihiasi dengan pelana yang disulam dengan warna

keemasan, dan memberi corak pada pelana yang kemudian menjadi populer.135

Lapidus menyatakan bahwa Shah Tahmasp I juga merupakan seorang

tokoh seniman yang menghasilkan pakaian jubah, hiasan dinding dari sutera, serta

sejumlah karya seni logam dan keramik.136 Ia menata karya-karyanya sebagai

perhiasan pribadi dan perhiasan kerajaan, dan berusaha untuk tidak memasangnya

134 Blake, “Shah ‘Abbas and the Transfer of Safavid Capital From Qazvin to Isfahan”, h.

143. 135 Browne, A Literary History of Persia, h. 97. 136 Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam Bagian Kesatu & Kedua, h. 454.

Page 53: DINASTI ṢAFAWI: PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN …

42

di masjid, tempat suci, perguruan atau tempat-tempat ekspresi publik lainnya yang

bisa menimbulkan pengaruh kejiwaan terhadap otoritas kerajaan.137

Dari sikapnya sebagai pemimpin tersebut, dapat terlihat jelas bahwa pada

masa pemerintahannya sangat hati-hati namun justru cenderung eksklusif terhadap

hal yang di atas, meskipun ia tetap mendorong perkembangan seni, khususnya

arsitektur dan seni lukis.

Mengenai peran seni pada masa Shah Tahmasp I ini, penulis menemukan

satu literatur sekunder yang ditulis oleh Galina Lassikova, ia menunjukkan bahwa

penguasa kedua ini menggunakan lukisan pada hasil tekstil, yaitu kain katun

(velvet) – jubah dan kain untuk tenda (Gambar 1, 2, dan 3138) – sebagai alat untuk

hubungan diplomatis dengan Rusia, yaitu untuk meminta bantuan suplai

persenjataan untuk Dinasti Ṣafawi .139

137 Ibid. 138 Lassikova, “Hushang the Dragon-slayer: Fire and Firearms in Safavid Art and

Diplomacy”, h. 30, 31, dan 43. 139 Ibid, h. 42.

Page 54: DINASTI ṢAFAWI: PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN …

43

Gambar 1. Jubah.

Page 55: DINASTI ṢAFAWI: PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN …

44

Gambar 2. Kain Katun

Gambar 3. Dekorasi “berburu” pada kain tenda.

Page 56: DINASTI ṢAFAWI: PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN …

45

Hiasan pada jubah dan kain (Gambar 1 dan 2) tersebut adalah gambar

figur Shah Hushang yang melindungi Simurgh – burung mistis (a Divine bird)

dalam tradisi pra-Islam – dari seekor naga dengan bersenjatakan batu besar, yang

secara keseluruhan lukisan ini menggambarkan pertempuran antara yang baik dan

yang buruk/jahat.140 Naga dikiaskan sebagai musuh jahat yang merupakan

perwujudan dari iblis dan perbuatan dosa, sedangkan Simurgh adalah sufi yang

merupakan metafora dari esensi universal/alam (Universal Essence).141

Sedangkan dekorasi berburu pada tenda beludru – velvet – (Gambar 3)

merupakan penyanding untuk gambar pertarungan antara Simurgh dan Naga.

Dalam artian, kebiasaan dekorasi pada karpet pada saat itu, gambar berburu selalu

disandingkan bersamaan dengan gambar pertarungan antara Simurgh dengan

Naga.142

Dengan mengirim hadiah ini, Shah Tahmasp I mengajak Tsar Rusia untuk

turut andil menyelamatkan dunia dari musuh abadi yang sama, yaitu Dinasti Turki

Utsmani. Lassikova melanjutkan, memang tak ada bukti langsung bahwa hadiah

kain tersebut berhubungan dengan permintaan bantuan senjata yang dipaparkan di

atas, namun aliansi militer dan suplai senjata Rusia ke Dinasti Ṣafawi bertepatan

dengan kemunculan tekstil tadi.143

Selanjutnya, pada masa ini karya seni lebih cenderung banyak

mengandung unsur mistik. Hal ini tampak pada karya-karya syair dan lukisan para

pujangga dan pelukis ternama era ini. Dari kalangan pelukis yaitu Sultan

Muhammad. Ia bekerja di istana Shah Tahmasp I dan menjadi salah satu pelukis

140 Ibid, h. 33. 141 Ibid. 142 Ibid, h. 42. 143 Ibid, 41.

Page 57: DINASTI ṢAFAWI: PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN …

46

favorit di antara para pelukis Persia. Sama seperti Hafiz – salah satu penulis syair

Persia terkenal – dalam syair-syairnya, Sultan Muhammad mengkombinasikan

antara spiritualitas dan humor sindiran tentang kondisi manusia.144

Seperti yang ditunjukkan Gambar 4, lukisan minum anggur, musik dan

tarian ini merupakan gambaran dari syair-syair yang tertulis di atasnya, yang

merupakan metafora tentang pengalaman mistik di mana seseorangi tidak lagi

terikat dengan duniawi sehingga ia bersatu dengan Ilahi.145 Lukisan ini

melukiskan beberapa level kesukariaan dan keadaan mabuk, mulai dari

kesukariaan mistis, terpesona akan hilangnya kesadaran diri dengan musik

sederhana, tarian, dan persahabatan.146

Gambar 4.

144 Marilyn Jenkins, Marie Lukens Swietochowski dan Carolyn Kane, “Islamic Art”

dalam The Metropolitan Museum of Art Bulletin, New Series, Vol. 47, No. 2 (The Metropolitan

Museum of Art, 1989), h. 13. 145 Ibid. 146 Ibid.

Page 58: DINASTI ṢAFAWI: PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN …

47

Selanjutnya, pasca stagnansi dari masa-masa akhir Shah Tahmasp I,

perkembangan arsitektur dan lukisan pada era kedua penerus tahta Dinasti Ṣafawi

ini jika dapat dikatakan cenderung stagnan atau bahkan menurun. Keduanya

dianggap raja yang inkompeten.147

Sedikit keluar dari fokus bahasan, tetapi perihal masa pemerintahannya

sulit dilepaskan dari raja yang berkuasa, maka kedua penguasa ini masih perlu

dikaji lebih jauh lagi, karena episode catatan tentang keduanya masih sangat

samar dan terdapat perbedaan pendapat yang cukup kuat, terutama tentang figur

Shah Ismail II. Banyak sejarawan yang menggambarkannya sebagai tokoh

antagonis, raja yang tiran dan haus darah – yang hal ini dikatakan merupakan efek

dari ayahnya, Shah Tahmasp I, yang memenjarakannya hingga 19 tahun lamanya

dengan alasan yang masih belum didapatkan kejelasannya – tetapi beberapa

sejarawan lainnya menggambarkan Shah Ismail II sebagai seorang pemberani,

cinta perdamaian, gemar belajar, sangat menyukai astronomi, sejarah dan syair.148

Kembali pada perkembangan seni Dinasti Ṣafawi, jika mendasarkan pada

versi kedua, asumsi yang mungkin muncul adalah pada masa Shah Ismail II

berkuasa seni, khususnya persajakan, sempat mendapatkan perhatian dan ada

kesempatan untuk berkembang meski ia hanya berkuasa kurang dari 2 tahun.

Kemudian penguasa Dinasti Ṣafawi keempat, Shah Muhammad

Khudabendeh hanya berkuasa sekitar 9 tahun saja. Awalnya ia adalah putera

mahkota dari Shah Tahmasp I, namun karena penyakit matanya yang hampir

membutakannya, dan kecacatan ini tidak sesuai dengan syarat pemimpin ideal

147 Canby, Shah Abba: The Remaking of Iran, h. 20. 148 Shohreh Gholsorkhi, “Ismail II and Mirza Makhdum Sharifi: An Interlude in Safavid

History” dalam International Journal of Middle East Studies, vol. 26, no. 23 (London: Cambridge

University Press, 1994), h. 478-479.

Page 59: DINASTI ṢAFAWI: PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN …

48

dalam hukum Islam bahwa tanggung jawab seorang penguasa adalah untuk

melindungi serta membela rakyatnya dan ia juga merupakan pemimpin

pasukannya, maka tugas-tugas ini dipandang mustahil dapat dilaksanakan oleh

seorang yang tidak dapat melihat dengan baik, sehingga Khudabendeh pun

kemudian didiskulifikasi149 dan digantikan oleh Shah Ismail II.

Setelah kematian Shah Ismail II,150 Shah Muhammad Khudabendeh

terpaksa menggantikannya, namun dikatakan bahwa justru yang sebenarnya

berkuasa adalah istrinya, dan hal ini tidak disukai oleh para pemimpin Qizilbash

yang kemudian membunuhnya.151 Tahta masih dipegang Shah Khudabendeh

tetapi yang menonjol justru dari pihak Qizilbash hingga akhirnya Shah Abbas I

mengambil tahta dari ayahnya. Adapun jejak rekam era pemerintahannya penulis

hanya menemukan bahwa masa ini tidak ada perkembangan sama sekali, baik

secara politik, ekonomi, maupun budaya.

2. Era Shah Abbas I

Ia adalah seorang yang cerdas dan pandai berhadapan dengan berbagai

situasi namun ia tidak segan untuk menyingkirkan segala hal yang mengancam

kekuasaan serta kerajaannya tanpa pandang bulu.152 Masanya disebut-sebut

sebagai dasar bagi Republik Iran yang sekarang ini.

Pada masa para penguasa Dinasti Ṣafawi sebelum Shah Abbas I, Persia

terpecah belah dan masih terjadi instabilitas di mana-mana. Ketika ia menduduki

149 Blow, Shah Abbas; The Ruthless King who Became an Iranian Legend, h. 16 dan 245. 150Gholsorkhi menyebutkan bahwa kematiannya masih diselimuti misteri. Lihat

Gholsorkhi, Ismail II and Mirza Makhdum Sharifi: An Interlude in Safavid History, h. 479.

Sedangkan Hamka mengatakan bahwa penyebab kematiannya adalah karena diracun. Lihat

Hamka, Sejarah Umat Islam Edisi Baru, h. 443. 151 Hamka, Sejarah Umat Islam Edisi Baru, cet. ke-3 (Singapura: Pustaka Nasional Pte

Ltd, 2001), h. 444. 152 Nikki R. Keddie, Roots of Revolution: An Interpretive History of Modern Iran, with A

Section by Yann Richard (New Haven: Yale University Press, 1981), h. 13.

Page 60: DINASTI ṢAFAWI: PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN …

49

tampuk kekuasaan pada usia 16 tahun pada 1580 M,153 ia mulai banyak

melakukan langkah-langkah perubahan yang pasti sehingga Dinasti Ṣafawi

mencapai kejayaannya di bawah kepemimpinannya. Hal ini diakui oleh semua

sejarawan. Tetapi, oleh pemerintah Republik Islam Iran ia tidak dianggap sebagai

Sang Penguasa Agung, sebagaimana sebagian sejarawan menyebutnya seperti itu

(Shah Abbas The Great).154

Setelah memperkuat pertahanan negara, Shah Abbas I melakukan

beberapa kebijakan selanjutnya,155 yaitu pertama, pada 1598 ia memindahkan

ibukota dari Qazvin ke Isfahan yang kemudian disemarakkan dengan aktifitas seni

dan kerajinan, terutama arsitektur dan lukisan Ia juga merekonstruksi dan

membenahi kota Shiraz, Ardabil, dan Tabriz, serta tempat-tempat ziarah/suci,

terutama pusara Imam Reza di Mashhad dan pusara Shah Tahmasp I di Ardabil.

Kedua, ia membangun relasi diplomatik dengan negara-negara Eropa sehingga

para pedagang mereka berniaga di Bandar Abbas.

Ketiga, pada masa Shah Abbas I, istana menjadi patron utama dalam seni

dan perdagangan, yang mana keduanya merupakan faktor yang sangat penting

dalam meningkatkan perekonomian negara, khususnya pendapatan dari industri

karpet.156 Dukungan terhadap seni yang sekaligus untuk kepentingan ekonomi

juga terlihat dalam langkah yang diambil Shah Abbas I, yaitu memindahkan

kelompok para seniman Armenia dari Julfa di Azerbaijan ke New Julfa, seberang

sungai Isfahan. Hal ini berkaitan erat dengan kegiatan artistik di Isfahan, untuk

153 Sheila R. Canby, Shah Abbas: The Remaking of Iran (London: The British Museum

Press, 2009), h. 9. 154 Muhammad Hasyim Assagaf, Lintasan Sejarah Iran: Dari Dinasti Achaemenia ke

Republik Revolusi Islam (Jakarta: The Cultural Section of Embassy of The Islamic Republic of

Iran, 2009), h. 331. 155 Donald N. Wilber, Iran: Past and Present, edisi ke-4 (New Jersey: Princeton

University Press, 1958), h. 68 – 69. 156 Elton L. Daniel dan Ali Akbar Mahdi, Culture and Cunstoms of Iran, 143.

Page 61: DINASTI ṢAFAWI: PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN …

50

mengurus perdagangan tekstil tenunan, sutera, dan karpet.157 Orang-orang

Armenia ini terkenal sebagai kelompok pengrajin, penerjemah158 dan ahli dagang

yang memiliki jaringan dagang melalui Turki, ke Eropa juga di India.

Keempat, ia menghapuskan intoleransi terhadap non-Muslim, yang hal

tersebut bisa jadi merupakan faktor lain yang membuat agenda kota imperialnya

berhasil. Tidak hanya pelancong dan pedagang non-Muslim saja yang datang ke

Isfahan – orang Inggris, Belanda, Portugis, Rusia – tetapi juga para misionaris,

terutama dari berbagai macam sekte Katolik, seperti Agustinian, Carmelite, dan

Dominican.159

Masa ini melahirkan pelukis terkenal, yaitu Riza Abbasi, dari Tabriz dan

pelukis favorit Shah Abbas I, yang karyanya dianggap sebagai perwujudan dari

apresiasi keindahan Persia abad ke-17 M.160 Ia juga yang banyak menulis inskripsi

pada dinding berbagai bangunan di Isfahan.161 Selain itu, ia juga terkenal dengan

corak lukisan seorang tokoh atau pasangan di kertas folio (loose folio).162

Selanjutnya, Shah Abbas I juga menciptakan corak publik tentang ibukota Isfahan

dan ia juga mengembangkan lukisan-lukisan tentang peperangan, pemandangan

perburuan, dan upacara kerajaan.163

Selanjutnya, dalam seni rupa, permasalahan warna, cahaya, volume,

nuansa, bentuk, dan garis dalam harmoni tertentu dapat melahirkan efek

157 Canby, Shah Abbas: The Remaking of Iran, h. 9. 158 Loosley, “Ladies who Lounge: Class, Religion and Social Interaction in Seventeenth-

Century Isfahan”, h. 620. 159 Taylor, Book Arts of Isfahan: Diversity and Identity in Seventeenth-Century Persia, h.

4. 160 Massumeh Farhad, “Searching for the New: Later Safavid Painting and the "Suz u

Gawdaz" ("Burning and Melting") by Nau'i Khabushani”, dalam The Journal of the Walters Art

Museum, vol. 59, Focus on the Collections, (US: The Walters Art Museum, 2001), h. 115. 161 Vernoit, Artistic Expressions of Muslim Societies, h. 281. 162 Ibid. 163 Lapidus, h. 454.

Page 62: DINASTI ṢAFAWI: PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN …

51

psikologis yang cukup kuat bagi penerimanya.164 Oleh karena itu, suatu sajian

karya seni rupa dapat memiliki segi informatif dan kekuatan sugesti tertentu.165

Fungsi informatif ini telah digunakan oleh hampir setiap bangsa di sepanjang

zaman untuk berbagai macam keperluan sesuai dengan kepentingan masing-

masing.166

Fungsi ini juga dimanfaatkan oleh Shah Abbas I untuk menyukseskan

agenda pembangunan kota imperialnya yang dipenuhi dengan bangunan

berarsitektur megah, seperti yang dijelaskan oleh Minowa dan Witkowski dalam

artikelnya, yaitu untuk kepentingan politik sekaligus kepentingan ekonomi

negaranya, yang ia bungkus dengan menggunakan kesalehan populer dan kreasi

agama nasional.167

Tabriz dan Qazvin merupakan ibukota Dinasti Ṣafawi di bawah kekuasaan

4 Shah sebelumnya. Maka untuk melakukan rencana pembangunan tadi, perlu

sebuah kota baru yang aman dan strategis sehingga dapat mencapai tujuan yang

diinginkan. Oleh karena itu, Isfahan sangat penting bagi legitimasi simbolik

Dinasti Ṣafawi. seperti yang dijelaskan oleh Lapidus,

Shah Abbas I membangun kota baru tersebut mengitari Maydani-

Syah, yakni sebuah alun-alun yang sangat besar yang luasnya

sekitar 160 x 500 meter. Alun-alun tersebut berfungsi sebagai

pasar, tempat perayaan dan sebagai lapangan permainan polo. Ia

dikelilingi sederetan toko bertingkat dua dan oleh sejumlah gedung

utama pada setiap sisinya. Di bagian timur terdapat Masjid Shaikh

Lutfallah, yang mulai dibangun pada 1603 dan selesai pada 1618,

merupakan sebuah oratorium yang disediakan sebagai tempat

peribadatan pribadi Shah. Pada sisi bagian selatan terdapat mesjid

kerajaan, yang mulai dibangun pada 1611 dan selesai pada 1629.

164 Yahya, Agama Sebagai Sumber Inspirasi Kreativitas dan Implikasinya: Hubungan

Islam dan Seni, h. 109. 165 Ibid. 166 Ibid. 167 Loosley, Ladies who Lounge: Class, Religion and Social Interaction in Seventeenth-

Century Isfahan, h. 615.

Page 63: DINASTI ṢAFAWI: PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN …

52

Di bagian barat berdiri istana Ali Qapu yang merupakan gedung

pusat pemerintahan. Pada sisi utara dari Maydani-Syah berdiri

bangunan monumental yang menjadi simbol bagi gerbang menuju

bazaar kerajaan dan sejumlah pertokoan, tempat pemandian,

karavan bagi para kafilah maupun pedagang, masjid, dan sejumlah

perguruan. Dari Maydani, terdapat sebuah jalan raya dari Chahar

Bagh sepanjang 2,5 mil menuju istana musim panas yang

merupakan tempat bagi sang penguasa memberikan saran-saran

kepada para duta besar dan mengadakan upacara resmi

kenegaraan. Pada sisi lainnya dari jalan raya ini, terdapat sejumlah

taman yang luas, tempat tinggal para harem Shah, dan tempat

tinggal para pegawai istana serta para duta asing. Seluruh kota

Isfahan ini merupakan masterpiece bagi tata kota Timur Tengah.

Isfahan melambangkan legitimasi dinasti ini. sejumlah plaza dan

bazar merupakan simbol bagi sebuah penertiban dunia melalui

keputusan-keputusan raja, sejumlah monumen keagamaan yang

terdapat di dalamnya menandakan perhatian raja terhadap agama,

dekorasi kota yang sangat megah merupakan pertanda universal

bagi keagungan sang raja. Demikianlah beberapa klaim legitimasi

Dinasti Ṣafawi telah dibentangkan dari basis keagamaan mereka

hingga motif-motif tradisional dan kebesaran kerajaan Iran. 168

168 Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam: Bagian Kesatu & Kedua, h. 452-454.

Page 64: DINASTI ṢAFAWI: PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN …

53

Gambar 6. Rencana Pembangunan Isfahan pada masa Shah Abbas I.169

169 Roemer, “The Safavid Period”, h. 776.

Page 65: DINASTI ṢAFAWI: PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN …

54

Gambar 7. Isfahan, rencana area Maydani-Syah.170

170 Ibid, h. 780.

Page 66: DINASTI ṢAFAWI: PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN …

55

Gambar 8. Peta Maydan-i Shah. Berasal dari peta tahun 1923-4 tetapi juga

termasuk beberapa bangunan yang sebelumnya ada pada masa Dinasti Ṣafawi,

seperti beberapa karavanseris yang banyak diisi oleh para pedagang India, Lala

Beg “Ali-quli Khan, yang sudah tidak ada lagi.171

171 Masashi Haneda, “The Character of the Urbanisation of Isfahan in the Later Safavid

Period” dalam Charles Peter Melville, ed. Safavid Persia: The History and Politics of an Islamic

Society (London: I.B. Tauris & Co Ltd, 1996), h. 374-375.

Page 67: DINASTI ṢAFAWI: PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN …

56

Gambar 9. Isfahan, bagian Ali Qapu.172

Gambar 10. Exterior dan interior Masjid Shaikh Lutfallah.173

172 Roemer, “The Safavid Period”, h. 783. 173 Roemer, “The Safavid Period”, h. 785.

Page 68: DINASTI ṢAFAWI: PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN …

57

Kemudian, sama seperti yang dikemukakan oleh Roger Stevens dalam

tulisannya tentang para pendatang Eropa pada masa Dinasti Ṣafawi , bahwa yang

paling menarik bagi para pelancong yang sekaligus mencatat apa yang mereka

lihat (chroniclers) adalah Maydani Shah.174 Ia juga mengemukakan beberapa

catatan para pelancong itu tentang Maydan, salah satunya seorang pelancong asal

Italia, Pietro della Valle, yang datang ke Persia pada 1617 karena mendengar

ketenaran Shah Abbas I, ia menggambarkan Maydan sebagai berikut,175

“Arsitekturnya sangat hebat dan sangat menyenangkan dipandang.

Meskipun bangunan-bangunan di Piazza Navona lebih tinggi dan

lebih banyak dekorasi, namun mereka tak ada keteraturan,

sehingga membuatnya biasa saja dibandingkan dengan yang ada di

Maydan, Isfahan.”

Kemudian, dinding-dinding istana dan paviliun dihiasi dengan komposisi

ubin dan mural. Seperti yang terdapat pada dinding gapura/pintu menuju Bazar

Isfahan, yaitu mural berbagai macam binatang dan orang yang sedang

menunggangi kuda dan di bagian depan (facade) istana di sebelah utara Chahar

Bagh terdapat mural yang dikatakan cukup berpengaruh terhadap peningkatan

konsumerisme, yaitu kiasan kehidupan surga (paradise) melalui mural “a

gathering in a garden”, figur dua laki-laki dan empat wanita yang sedang

bersantai di kebun, yang mereka semua memakai pakaian dan aksesoris mewah

(Gambar 11).176 Lukisan dengan komposisi identik juga terdapat pada dinding

Chihil Sutun.177

174 Roger Stevens, “European Visitors to the Safavid Court” dalam Iranian Studies:

Studies of Isfahan Proceedings of the Isfahan Colloquium Part II, vol. 7, no. 3/4 (US: Taylor &

Francis, Ltd., 1974), h. 430. 175 Ibid., h. 422-423 dan 430-431. 176 Minowa dan Witkowski, “State Promotion of Consumerism in Safavid Iran: Shah

Abbas I and Royal Silk Textiles”, h. 305 dan 307. 177 Ibid, h. 308.

Page 69: DINASTI ṢAFAWI: PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN …

58

Gambar 11. Lukisan di bagian dinding Chahar Bagh

Rizvi juga menuliskan bahwa selama pemerintahan Shah Abbas I,

manuskrip ilustratif Shahnama menjadi media populer untuk memamerkan

ideologi dan kekuasaan imperial Dinasti Ṣafawi .178 Keddie menjelaskan bahwa

Shah Abbas I mendukung perdagangan internasional Dinasti Ṣafawi melalui

178 Kishwar Rizvi, “The Suggestive Portrait of Shah ‘Abbas: Prayer and Likeness in a

Safavid Shahnama” dalam Jurnal The Art Bulletin edisi Juni, vol. XCIV, no. 2 (New York:

College Art Association, 2012), h. 226.

Page 70: DINASTI ṢAFAWI: PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN …

59

bangunan, karavansaris, dan tempat-tempat untuk memproduksi barang tekstil

mewah dan keramik yang diminati di Barat.179

Sejalan dengan agenda tersebut, Shah Abbas I juga meningkatkan kualitas

tekstilnya, karena memang yang menjadi tujuan akhir adalah agar tidak hanya

mendatangkan wisatawan lokal maupun mancanegara, tetapi juga agar mereka

membeli barang-barang dari negaranya.

Selain itu, cara lain yang digunakan Shah Abbas I dalam promosi

negaranya, adalah dengan menggunakan hasil karya seni untuk waqf

(endowment).180 Ia memperbaiki dan menggunakan kembali karpet (medallion

carpet) yang diminta oleh Tahmasp I untuk tempat ziarah. Ia menyumbangkan

sejumlah besar karya seni untuk merekonstruksi tempat ziarah, makam Syaikh

Safi al-Din dan Shah Tahmasp I, – di samping senjata, kambing, dan biri-biri –

yaitu dengan perhiasan dari karpet, permata, porselen, dan manuskrip.181 Setelah

wakaf besar-besaran yang dilakukannya, karpet menjadi barang yang populer

untuk kegiatan memberi hadiah.182

Dari caranya berwakaf, meski tujuan utamanya tentang perihal garis

keluarga dan agama, tetapi secara tidak langsung Shah Abbas I telah melakukan

branding karya-karya seni yang diwakafkannya.

Kemudian, untuk mendukung produksi karpet yang berkualitas didirikan

tempat khusus untuk membuatnya (workshop) yang secara eksklusif milik

179 Keddie, Roots of Revolution: An Interpretive History of Modern Iran, with A Section

by Yann Richard, h. 13. 180 Sheila S. Blair, “The Ardabil Carpet in Context” dalam Andrew J. Newman, ed.,

Society and Culture in the Early Modern Middle East: Studies on Iran in the Safavid Period

Islamic History and Civilization (Leiden: Brill, 2003), h. 132. 181 Ibid. 182 Ibid.

Page 71: DINASTI ṢAFAWI: PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN …

60

istana,183 sehingga dapat terkontrol proses produksinya. Kebun-kebun, arsitektur

bangunan, berbagai monumen yang ada menjadi sumber inspirasi untuk

mendesain karpet pada masa ini.184

Shah Tahmasp I dan Abbas I tercatat sebagai penguasa Dinasti Ṣafawi

yang mengembangkan industri ini dan menggunakan karpet sebagai hadiah untuk

para penguasa asing dan orang-orang terkemuka yang berpengaruh.185

Karpet Persia benar-benar menarik perhatian raja-raja di Eropa, yang

bahkan mengirimkan para pedagang dan pengrajin mereka untuk mempelajari

seni membuat karpet. Raja Perancis, Louis XIV, mengirim beberapa pengrajinnya

untuk mempelajari cara menenun karpet seperti yang dilakukan orang-orang

Persia, dan pada 1601 M, raja Polandia, Sigismund III Vasa, mengirimkan

pedagangnya ke Kashhan untuk membeli karpetnya.186

Kemudian, lebih dari 1000 karpet yang tersebar di berbagai museum

umum maupun koleksi pribadi di seluruh dunia berasal dari karpet awal tahun

1600-an yang kebanyakan dibuat di Isfahan dan Kashhan, khususnya karpet dari

sutera, tetapi memang kebanyakan bercorak karpet Polonaise karena dipesan

untuk raja Polandia, yaitu dengan benang serta lengkungan emas dan perak.187

Dari paparan di atas, dapat dikatakan Shah Abbas I menggunakan Isfahan

yang sudah direkonstruksi ulang dengan megah sebagai alat promosi negaranya.

Hal ini sesuai dengan pendapat Grabar bahwa arsitektur juga dapat turut

digunakan untuk tujuan ekonomi dan Dinasti Ṣafawi merupakan yang salah satu

183 Elton L. Daniel dan Ali Akbar Mahdi, Culture and Cunstoms of Iran, h. 143. 184 Ibid. 185 Ibid. 186 Ibid., h. 144. 187 Ibid.

Page 72: DINASTI ṢAFAWI: PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN …

61

memanfaatkan arsitektur untuk kepentingan ekonomi.188 Hal ini juga

membuktikan asumsi penulis, bahwa masa itu terjadi pada era Shah Abbas I. Tak

hanya arsitektur, ia juga mengembangkan seni lain, seperti seni tenun, sebagai

tambahan dorongan untuk mengembangkan perdagangannya sehingga dapat

meningkatkan perkembangan ekonomi negara.

3. Pasca-Shah Abbas I

Style pada masa pasca-Shah Abbas I kecenderungan terhadap vulgaritas

dan seduktif semakin populer, baik gambar atau lukisan satuan maupun dalam

album.189 Gaya ini sebagian dipengaruhi oleh gaya Eropa yang juga diambil oleh

Riza Abbasi dan dituangkan dalam karyanya Sleeping Women (1959), yaitu dari

potret model Eropa karya seorang seniman Italia, Marcantanio Raimondi.190

Dalam perkembangannya para pelukis Dinasti Ṣafawi mengembangkan

sendiri corak sensualitasnya, seperti pada karya Muhammad Qasim, Standing

Nude and Lovers, dan corak tersebut bahkan menjadi standar pokok dalam

pementasan opera pada masa Dinasti Ṣafawi selanjutnya.191

188 Grabar, “Architecture and Society: ‘The Architecture of Power: Palaces, Citadels and

Fortifications’ ”, h. 65.

189 Contohnya seperti perempuan dengan pakaian yang terbuka atau minimalis (dengan

dada terbuka). Sheila S. Blair, “The Ardabil Carpet in Context”, h. 124. 190 Ibid. 191 Ibid.

Page 73: DINASTI ṢAFAWI: PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN …

62

Bab V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Seni arsitektur dan lukisan dimulai sejak Shah Tahmasp I, tetapi seni lukis

lebih menonjol dengan berdirinya sekolah melukis. Kemudian, masa dua

penguasa berikutnya (Shah Ismail II dan Muhammad Khudabendeh), mengalami

kemunduran. Shah Tahmasp I dan Abbas I merupakan dua patron

(pendukung/penunjang) yang paling menonjol dalam perkembangan seni Dinasti

Safawiyah.

Pemanfaatan seni untuk media diplomasi sudah pernah dilakukan pada

pra-Shah Abbas I, tetapi semakin masif pada era Shah Abbas I. Ia melihat budaya

seni dapat mendatangkan keuntungan ekonomi untuk negaranya, maka ia pun

kemudian mendukung penuh kegiatan artistik, khususnya untuk arsitektur dan

lukisan. Keterbukaan terhadap dunia luar dan dukungan penuh terhadap kegiatan

artistik menjadi faktor yang mempengaruhi terhadap semakin berkembang dan

populernya, baik secara teknik maupun desain, produk seni dan barang mewah

dalam kegiatan ekonomi saat itu.

Selanjutnya, yang membedakan hasil dukungan Shah Tahmasp dengan

Shah Abbas I terhadap seni adalah inovasi ataupun strategi yang dilakukan. Tak

seperti pada era Shah Tahmasp I, masa Shah Abbas I lebih inklusif terhadap dunia

luar, terutama terhadap para pendatang dan misionaris asing. Selain memindahkan

ibukota dari Qazvin ke Isfahan, Shah Abbas I kemudian merelokasi imigran

Page 74: DINASTI ṢAFAWI: PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN …

63

Armenia – yang terkenal sebagai kelompok seniman, pengrajin, dan penerjemah –

dari Julfa di Azerbaijan ke dekat Isfahan, yang disebut New Julfa.

Shah Abbas I juga merekonstruksi tempat-tempat ziarah dan ada dugaan ia

juga memberlakukan pajak ziarah (pilgrimage tax) sehingga menjadi pemasukan

yang cukup besar untuk kas negara. Lalu penulis mendapati bahwa Shah Abbas I

secara tidak langsung melakukan branding hasil karya seni – perhiasan dari

permata, karpet (baik yang bergambar maupun inskripsi), manuskrip dan porselen

– dengan cara mewakafkannya untuk tempat ziarah, seperti ke Mashhad dan

Ardabil. Di antara produk yang diwakafkan adalah karpet yang menjadi paling

terkenal. Wakaf ataupun kegiatan saling memberi hadiah dengan karpet terbaik

menjadi trend baru pada saat itu. Maka, konsumerisme terhadap barang-barang

senipun meningkat dan menjadi tambahan pemasukan bagi negara.

B. Saran

Penelitian ini menunjukkan bahwa sektor budaya, khususnya seni, juga

memberikan peran dalam mengembangkan negara. Dalam kasus ini, budaya

mempunyai nilai yang turut menguntungkan untuk ekonomi negara. Berangkat

dari sini, penulis sebagai warga negara Indonesia yang sangat kaya akan budaya,

merasa bahwa Indonesia memiliki banyak sumber potensial yang dapat turut

mengembangkan perekonomian.

Tetapi hal di atas tentunya memerlukan dukungan penuh dari pemerintah

dan kerjasama dari masyarakat, sehingga kesejahteraan yang diidamkan dapat

diraih lebih cepat. Maka dari itu, menurut hemat penulis, penelitian lebih lanjut

mengenai antar disiplin yang saling mempengaruhi seperti seni dan ekonomi

Page 75: DINASTI ṢAFAWI: PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN …

64

ataupun antar bidang lainnya, seperti politik dan budaya, fisika dan agama, sejarah

dan budaya, agama dan budaya serta lainnya, sangat perlu dilakukan sehingga

dapat memberikan sumbangsih yang sangat bermanfaat bagi perkembangan saat

ini, khususnya bagi Indonesia.

Page 76: DINASTI ṢAFAWI: PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN …

65

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Abdurrahman, Dudung. Metode Penelitian Sejarah. Jakarta: Logos Wacana Ilmu,

1999.

Abisaab, Rula Jurdi. Converting Persia: Religion and Power in the Safavid

Empire. London: I.B Tauris & Co Ltd, 2004.

Ahmed, Akbar S. Discovering Islam: Making Sense of Muslim History and

Society. London: Routledge, 1988.

Ahmed, Akbar S. Rekonstruksi Sejarah Islam Di Tengah Pluralitas Agama dan

Peradaban, terj. Amru Nst, cet. ke-1. Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru,

2002.

Alisjahbana, S. Takdir. Antropologi Baru: Nilai-nilai Sebagai Tenaga Integrasi

Dalam Pribadi, Masyarakat dan Kebudayaan, cet. ke-3. Jakarta:

Universitas Nasional P.T. Dian Rakyat, 1986.

Allouche, Adel. The Origins and Development of the Ottoman-Safavid Conflict

(906-962/1500-1555). Berlin: Klaus Schwarz Verlag, 1983.

Assagaf, Muhammad Hasyim. Lintasan Sejarah Iran: Dari Achaemenia Ke

Republik Revolusi Islam. The Cultural Section of Embassy of The Islamic

Republic of Iran, 2009.

Baret, Douglas. The Islamic Art of Persia, A.J. Arberry, ed. Oxford: Goodword

Books, 1953.

Blake, Stephen P. “Shah ‘Abbas and the Transfer of Safavid Capital From Qazvin

to Isfahan” dalam Andrew J. Newman, ed., Society and Culture in the

Early Modern Middle East: Studies on Iran in the Safavid Period. Leiden:

Brill, 2003.

Bloom, Jonathan M. “Epic Images Revisited: An Ilkhanid Legacy in Early

Safavid Painting” dalam Andrew J. Newman, ed., Society and Culture in

the Early Modern Middle East: Studies on Iran in the Safavid Period.

Leiden: Brill, 2003.

Blow, David. Shah Abbas: The Ruthless King who Became an Iranian Legend.

London: I.B. Tauris & Co. Ltd, 2009.

Browne, Edward G. A Literary History of Persia, Vol. 4: Modern Times (1500-

1924), cet. ke-5. London: The Syndics of the Cambridge University Press,

1959.

Canby, Sheila R. Shah Abbas The Remaking of Iran. London: The British

Museums, 2009.

Daniel, Elton L. dan Ali Akbar Mahdi. Culture and Cunstoms of Iran. Westport:

Greenwood Press, 2006..

Fadhli, Aulia. Masjid-Masjid Paling Menakjubkan dan Berpengaruh di Dunia.

Yogyakarta: Qudsi Media, 2013.

Gholsorkhi, Shohreh. “Ismail II and Mirza Makhdum Sharifi: An Interlude in

Safavid History” dalam International Journal of Middle East Studies, vol.

26, no. 23. London: Cambridge University Press, 1994.

Hamka. Sejarah Umat Islam Edisi Baru, cet. ke-3. Singapura: Pustaka Nasional

Pte Ltd, 2001.

Page 77: DINASTI ṢAFAWI: PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN …

66

Harrison, Lawrence E. dan Huntington, Samuel P., ed., “Culture Matters: How

Values Shape Human Progress”, Kebangkitan Peran Budaya: Bagaimana

Nilai-nilai Membentuk Kemajuan Manusia. Penerjemah Retnowati.

Jakarta: LP3ES Indonesia, 2006.

Heriyanto, Husain. Revolusi Saintifik Iran. Jakarta: UI-Press, 2013.

Hitti, Philip K. The Near East in History: A 5000 Year Story. Kanada: D. Van

Nostrand Company, Inc., 1961.

Holt, P.M. The Cambridge History of Islam, vol. IV. London: Cambridge

University Press, 1977.

Ibn Khaldun, Al-Allamah Abdurrahman ibn Muhammad. Mukaddimah Ibnu

Khaldun, terj. Masturi Irham dan Malik Supar, cet. ke-3. Jakarta: Pustaka

Al Kautsar, 2003.

Intelegensi & Spiritualitas Agama-agama. Jakarta: Inisiasi Press, 2004.

Jackson, Peter dan Lockhart, the late Laurence, ed. The Cambridge History of

Iran: The Timurid and Safavid Periods, vol. 6. United Kingdom:

Cambridge University Press, 1986.

Kartodirdjo, Sartono. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah. Jakarta:

Gramedia, 1992.

Keddie, Nikki R. Roots of Revolution: An Interpretive History of Modern Iran,

with A Section by Yann Richard. New Haven: Yale University Press, 1981.

Lapidus, Ira M. Sejarah Sosial Ummat Islam: Bagian Kesatu & Kedua, terj.

Ghufron A. Mas’adi. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1999.

Nasuhi, Hamid, dkk. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan

Disertasi). Jakarta: Center for Quality Development and Assurance

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007.

Naylor, Rebecca. “The Sasanian Inheritance”, dalam Palace and Mosque.

London: V&A Publications, 2004.

Newman, Andrew J. Safavid Iran: Rebirth of a Persian Empire. New York: I. B.

Tauris & Co Ltd, 2006.

Newman, Andrew J. Society and Culture in The Early Modern Middle East:

Studies on Iran in the Safavid Period. Leiden: Brill, 2003.

Parekh, Bikhu. Rethinking Multiculturalism: Keberagaman Budaya dan Teori

Politik, cet. ke-5. Yogyakarta: Kanisius, 2012.

Renier, G. J. Metode dan Manfaat Ilmu Sejarah. Penerjemah Muin Umar.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1987.

Rizvi, Kishwar. “Architecture and the Representations of Kingship during the

Reign of the Safavid Shah ‘Abbas I” dalam Lynette Mitchell dan Charles

Melville, ed., Every Inch a King: Comparative Studies on Kings and

Kingship in the Ancient and Medieval Worlds. Leiden: Brill, 2013.

Rochym, Abdul. Sejarah Arsitektur Islam: Sebuah Tinjauan. Bandung: Penerbit

Angkasa, 1983.

Roemer, H. R. “The Safavid Period”, dalam Peter Jackson dan Laurence

Lockhart, ed., The Cambridge History of Iran: The Timurid and Safavid

Periods, vol. 6. United Kingdom: Cambridge University Press, 1986.

Sarwar, Ghulam. History of Shah Ismail Safawi. Aligarh: Aligarh Muslim

University, 1939.

Scarce, Jennifer. Domestic Culture in the Middle East: An Exploration of the

Household Interior. Edinburgh: National Museum of Scotland, 1996.

Page 78: DINASTI ṢAFAWI: PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN …

67

Suryabrata, Sumadi. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,

2002.

Taylor, Alice. Book Arts of Isfahan: Diversity and Identity in Seventeenth-Century

Persia. California: The J. Paul Getty Museum, 1996.

Toynbee, Arnold. A Study of History: Introduction the Geneses of Cizilizations,

vol. 1, cet. ke-7. London: Oxford University Press, 1956.

Usman, Hasan. Metode Penelitian Sejarah, terj. Mu’in Umar dkk. Departemen

Agama: Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1986.

Van Peursen, C. A. Strategi Kebudayaan. Penerjemah Dick Hartoko, ed. ke-2.

Yogyakarta: Kanisius, 1988.

W. M, Abdul Hadi. Islam: Cakrawala Estetik dan Budaya, cet. ke-1. Jakarta:

Pustaka Firdaus, 2000.

Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II, ed. ke-1. Jakarta:

Rajawali Pers, 2014.

Skripsi dan Artikel dalam Jurnal

Babayan, Kathryn. “Safavid Synthesis: From Qizilbash Islam Imamite Shi’ism”

dalam Iranian Studies: Religion and Society in Islamic Iran during the Pre

Modern Era, vol. 27, no. 1/4. Taylor & Francis Ltd., 1994: 135 – 161.

Bello, Iysa Ade. “The Safavid Episode: Transition From Spiritual To Temporal

Leaders”, dalam Islamic Studies, vol. 23, no. 1. Islamabad: Islamic

Research Institute International Islamic University, 1984: 1 – 19.

Bier, Carol. “Art: Crafts, Technology, and Material Culture.” Iranian Studies, vol.

31, no. 3-4 (1998): h. 349-359. Review dari Encyclopaedia Iranica,

(Summer-Autumn). Taylor & Francis, Ltd., 1998.

Caulkins, D. Dauglas. “Identifying Culture as A Treshold of Shared Knowledge:

A Consensus Analysis Method” dalam International Journal of Cross

Cultural Management, vol. 4(3). SAGE Publications, 2004: 317 – 333.

Farhad, Massumeh. “Searching for the New: Later Safavid Painting and the "Suz

u Gawdaz" ("Burning and Melting") by Nau'i Khabushani”, dalam The

Journal of the Walters Art Museum, vol. 59, Focus on the Collections. US:

The Walters Art Museum, 2001: 115 – 130.

Grabar, Oleg. “Architecture and Society: The Architecture of Power: Palaces,

Citadels and Fortifications,” dalam George Michell, ed. Architecture of the

Islamic World: Its History and Social Meaning. London: Thames and

Hudson LTD, 1978: 48-79.

Grube, Ernst J. “Introduction: What is Islamic Architecture?,” dalam George

Michell, ed. Architecture of the Islamic World: Its History and Social

Meaning. London: Thames and Hudson LTD, 1978: 10-14.

Haneda, Masashi. “The Character of the Urbanisation of Isfahan in the Later

Safavid Period” dalam Charles Peter Melville, ed. Safavid Persia: The

History and Politics of an Islamic Society. London: I.B. Tauris & Co Ltd,

1996.

Hutt, Antony. “Key Monuments of Islamic Architecture: Iran,” dalam George

Michell, ed., Architecture of the Islamic World: Its History and Social

Meaning. London: Thames and Hudson LTD, 1978: 251 – 258.

Page 79: DINASTI ṢAFAWI: PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN …

68

Jenkins, Marilyn, Marie Lukens Swietochowski dan Carolyn Kane, “Islamic Art”

dalam The Metropolitan Museum of Art Bulletin, New Series, vol. 47, no.

2. The Metropolitan Museum of Art, 1989: 10 – 13.

Lassikova, Galina. “Hushang the Dragon-slayer: Fire and Firearms in Safavid Art

and Diplomacy” dalam Iranian Studies, vol. 43, no. 1. Routledge, 2010:

29 – 51.

Loosley, Emma. “Ladies who Lounge: Class, Religion and Social Interaction in

Seventeenth-Century Isfahan”, dalam Gender & History, vol. 23, no. 3.

Oxford: Blackwell Publishing Ltd., 2011: 615 – 629.

Mathee, Rudi. “Coffee in Safavid Iran: Commerce and Consumption.” Journal of

the Economic and Social History of the Orient, vol. 37, no. 1. BRILL,

1994: 1-32.

Minowa, Yuko dan Terrence H. Witkowski. “State Promotion of Consumerism in

Safavid Iran: Shah Abbas I and Royal Silk Textiles” dalam Journal of

Historical Research in Marketing, vol. 1, no. 2. Emerald Group Publishing

Limited, 2009: 295-317.

Pratiwi, Devie Luciana. “Safawi Pada Masa Kebangkitan: Kajian Tentang Prestasi

Shah Abbas I (1588-1628) Dalam Membangun Kembali Dinasti Safawi.”

Skripsi S1 Fakultas Adab dan Humaniora, Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta, 2012.

Rizvi, Kishwar. “Art” dalam Key Themes for the Study of Islam, Jamal J. Elias,

ed. Oxford: Oneworld Publications, 2010.

Rizvi, Kishwar. “The Suggestive Portrait of Shah ‘Abbas: Prayer and Likeness in

a Safavid Shahnama” dalam The Art Bulletin edisi Juni, vol. XCIV, no. 2.

New York: College Art Association, 2012: 226 – 250.

Savory, Roger M. “The Land of The Lion of The Sun: The Flowering of Iranian

Civilization.” dalam Bernard Lewis, ed. The World of Islam: Faith, Ṣafawi

People, Culture. London: Thames and Hudson, 1976: 245-272.

Stanley, Tim. “Textiles and Burial”, dalam Palace and Mosque. London: V&A

Publications, 2004.

Stevens, Roger. “European Visitors to the Safavid Court” dalam Iranian Studies:

Studies of Isfahan Proceedings of the Isfahan Colloquium Part II, vol. 7,

no. 3/4. US: Taylor & Francis, Ltd., 1974: 421 – 457.

Uluç, Lāle. “A Group of Artists Associated with the "Āsitāna" of Ḥusām al-Dīn

Ibrāhīm” dalam Artibus Asiae: Pearls from Water. Rubies from Stone.

Studies in Islamic Art in Honor of Priscilla Soucek Bagian II, vol. 67, no.

1. Artibus Asiae Publishers, 2007: 113-145.

Yahya, Amri. “Agama Sebagai Sumber Inspirasi Kreativitas dan Implikasinya:

Hubungan Islam dan Seni” dalam Jurnal Humaniora, No. 1/2000.

Yogyakarta: UNY Press, 2000: 105 – 111.

Ensiklopedia dan Kamus

Akhavi, Shahrough. The Oxford Encyclopedia of The Modern Islamic World:

Iran, dalam John L. Esposito, ed., vol. 2. New York: Oxford University

Press, Inc., 1995.

Page 80: DINASTI ṢAFAWI: PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN …

69

Antonio, Muhammad Syafii dan Tim Tazkia. Ensiklopedi Peradaban Islam:

Persia. Jakarta: Tazkia Publishing, 2012.

Encyclopaedia of Islam New Edition, vol. IV, cet. ke-3. Leiden: E. J. Brill, 1997.

Hiro, Dilip. Dictionary of the Middle East. New York: St. Martin Press, 1996.

International Encyclopaedia of Islamic Dynasties. Nagendra Kr. Singh, ed. New

Delhi: Anmol Publications Pvt. Ltd., 2002.

Lorentz, John. H. Asian Historical Dictionaries no. 16: Historical Dictionary of

Iran. USA: Scarecrow Press, Inc., 1995.

Noer, Kautsar Azhari. “Arsitektur” dalam Taufik Abdullah, ed., Ensiklopedi

Tematis Dunia Islam: Pemikiran dan Peradaban. Jakarta: PT Ichtiar Baru

van Hoeve, 2002.

Petersen, Andrew. Dictionary of Islamic Architecture. London: Routledge, 1996.

Vernoit, Stephen. “Artistic Expressions of Muslim Societies” dalam Francis

Robinson, ed., The Cambridge Illustrated History of the Islamic World.

Cambridge: Cambridge University Press, 1996.

Artikel dari Web Site

Arshad, Farhad, "Isfahan", dalam Encyclopedia.com: Encyclopedia of the

Modern Middle East and North Africa. (2004), artikel diakses pada 31 Maret,

2015 dari http://www.encyclopedia.com/doc/1G2-3424601359.html.

“Economy: From the Safavids Through the Zands”, artikel diakses pada 7

Oktober 2015 dari http://www.iranicaonline.org/articles/economy-vii-from-the-

safavids-through-the-zands.

Irawan MN, Aguk, Melacak Hubungan Agama dan Kesenian. (Selasa, 16

Januari 2010), artikel diakses pada 20 Februari 2015 dari NU Online.

Sardar, Marika. Shah ‘Abbas and the Arts of Isfahan, dalam Heilbrunn

Timeline of Art History (New York: The Metropolitan Museum of Art, 2000),

artikel diakses pada 16 Maret 2015 dari

http://www.metmuseum.org/toah/hd/shah/hd_shah.htm.

Page 81: DINASTI ṢAFAWI: PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN …

LAMPIRAN

Gambar 1. Peta Dinasti Safawi Abad ke-1

Gambar 1. Isfahan, Abad ke-17 M.

Page 82: DINASTI ṢAFAWI: PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN …

Gambar 2. Tanah Persia.

Sumber: Tārīkh al-Daulah as-Safawiyah (fī Irāni).

Page 83: DINASTI ṢAFAWI: PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN …

Gambar 3. Areal Maydan-I Shah, Isfahan. Paling utara adalah portal menuju

bazaar, sebelah barat merupakan istana Ali Qapu, sebelah timur merupakan

masjid Shaikh Lutfallah, dan di selatan adalah Masjid-I Shah.

Sumber:

http://www.corbisimages.com/stock-photo/rights-managed/RW002469/aerial-

view-of-the-maydani-shah-and

Page 84: DINASTI ṢAFAWI: PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN …

Gambar 4. Area New Julfa, dekat Isfahan.

Sumber: http://www.pgt.co.ir/iran/sensitive_map/esfahan/

Gambar 5. Pintu masuk bazaar, Isfahan.

Sumber: https://en.wikipedia.org/wiki/Naqsh-

e_Jahan_Square#/media/File:Esfahan_bazaar_entrance.jpg

Page 85: DINASTI ṢAFAWI: PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN …

Gambar 6. Bagian perpustakaan khusus wanita di Rehnân, Isfahan. Interior

bangunan ini sebelumnya merupakan bagian dari tempat pemandian tradisional

umum (hammâm) yang sekarang menjadi perpustakaan. Tulisan yang ditempel di

tembok pemisah antara tempat pria dan wanita mengatakan: “Sebelumnya, sebuah

tempat untuk membersihkan badan, dan sekarang merupakan tempat untuk

membersihkan jiwa”. Difoto pada tahun 2005.

Sumber: Culture and Customs of Iran

Page 86: DINASTI ṢAFAWI: PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN …

Gambar 7. Seorang pengrajin tembaga di bazaar kerajinan, Isfahan. Kota ini

hingga kini terkenal dengan kerajinannya, permadani, gula-gula (makanan

ringan), dan sebagai monument bersejarah. Difoto pada 1995.

Sumber: Culture and Customs of Iran

Gambar 8. Jembatan Siosepol (Si-u-sih Pul), Isfahan. Difoto pada tahun 2008.

Sumber:

Journal of Shi’ah Islamic Studies: The Symbolic Expression of Power and

Religion in the Public Buildings in Safavid Iran: A Conceptual Interpretation

Page 87: DINASTI ṢAFAWI: PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN …

Gambar 9. Halaman pusara di Ardabil.

Sumber:

Society and Culture in the Early Modern Middle East (Studies on Iran in the

Safavid Period): The Ardabil Carpets In Context

Gambar 10. Karpet Medallion yang digunakan di pusara Ardabil.

Sumber: Society and Culture in the Early Modern Middle East (Studies on Iran in

the Safavid Period): The Ardabil Carpets In Context

Page 88: DINASTI ṢAFAWI: PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN …

Gambar 11. Seorang pemuda berbaring di taman. Menggambarkan kenyamanan

dan kemewahan. Isfahan, sekitar tahun 1620 M.

Sumber: Book Arts of Isfahan: Diversity and Identity in Seventeenth-Century Persia

Page 89: DINASTI ṢAFAWI: PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN …

Gambar 12. Manuskrip ilustratif tentang Khosrou dan Shirin: Farhad memangku

Shirin dengan kudanya, karya Nizami. Shiraz, sekitar tahun 1550 M, masa Shah

Tahmasp I.

Sumber: Book Arts of Isfahan: Diversity and Identity in Seventeenth-Century Persia

Page 90: DINASTI ṢAFAWI: PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN …

Gambar 13. Seorang Lelaki Berjenggot sedang Membaca di Taman. Isfahan,

sekitar tahun 1625 M.

Sumber: Book Arts of Isfahan: Diversity and Identity in Seventeenth-Century Persia

Gsmbar 14. Piring dengan dekorasi seorang wanita muda.

Sumber: http://mini-site.louvre.fr/trois-empires/en/ceramiques-safavides-9-z2.php

Page 91: DINASTI ṢAFAWI: PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN …

Gambar 15. Bagian ubin (tile) bergambar seorang pemuda

Sumber: http://mini-site.louvre.fr/trois-empires/en/ceramiques-safavides-1-z2.php

Gambar 16. Ibu Menyusui dan Seorang Pelayan, di dinding istana Chihil Sutun.

Abad 17 M, pasca Shah Abbas I.

Page 92: DINASTI ṢAFAWI: PERKEMBANGAN SENI ARSITEKTUR DAN …