24
Kata pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah menciptakan alam semesta ini dengan segala kebesaranNya, dimana dengan melihat dan mengamati ciptaanNya, manusia dapat berfikir dan mengembangkan pengetahuan yang dimilikinya. Shalawat serta salam semoga tetap terlimpah curahkan kepada Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya, sahabat, dan pengikutnya hingga akhir zaman. Dengan dilandasi semangat sehingga pemakalah dapat menyusun makalah ini sebagai tugas makalah kelompok mata kuliah estetika tentang seni dalam perspektif Islam. Makalah ini dibuat dalam rangka memperdalam pemahaman pemakalah dalam mendalami seni Arsitektur Islam dalam bangunan Masjid. Dan tidak lupa pula pemakalah mengucapkan terima kasih kepada : 1. Dosen mata kuliah estetika yaitu bapak Shafrudin Tajudin Kami berharap semoga makalah ini bermanfaat khususnya bagi kami selaku penyusun makalah dan umumnya kepada para pembaca. Atas perhatiannya pemakalah mengucapkan terima kasih. Jakarta, 16 mei 2011 MUMUT MUTI’AH

Seni Arsitektur Bangunan Masjid

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Seni Arsitektur Bangunan Masjid

Kata pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah menciptakan alam semesta ini

dengan segala kebesaranNya, dimana dengan melihat dan mengamati ciptaanNya, manusia dapat

berfikir dan mengembangkan pengetahuan yang dimilikinya. Shalawat serta salam semoga tetap

terlimpah curahkan kepada Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya, sahabat, dan pengikutnya

hingga akhir zaman.

Dengan dilandasi semangat sehingga pemakalah dapat menyusun makalah ini sebagai

tugas makalah kelompok mata kuliah estetika tentang seni dalam perspektif Islam.

Makalah ini dibuat dalam rangka memperdalam pemahaman pemakalah dalam mendalami

seni Arsitektur Islam dalam bangunan Masjid.

Dan tidak lupa pula pemakalah mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dosen mata kuliah estetika yaitu bapak Shafrudin Tajudin

Kami berharap semoga makalah ini bermanfaat khususnya bagi kami selaku penyusun

makalah dan umumnya kepada para pembaca. Atas perhatiannya pemakalah mengucapkan

terima kasih.

Jakarta, 16 mei 2011

MUMUT MUTI’AH

Daftar Isi

Kata pengantar...................................................................................................................................1

Page 2: Seni Arsitektur Bangunan Masjid

Daftar Isi.............................................................................................................................................2

BAB I...................................................................................................................................................3

PENDAHULUAN....................................................................................................................................3

1.1 Latar Belakang..........................................................................................................................3

BAB II..................................................................................................................................................6

PEMBAHASAN......................................................................................................................................6

2.1 Definisi Masjid...............................................................................................................................6

2.2 Sejarah Masjid...............................................................................................................................6

2.3 Konsep Perencanaan Masjid.........................................................................................................7

2.4 Bangunan Masjid sebagai Unsur Estetika dan Land Mark dari suatu Lingkungan........................9

2.5 Desain Arsitektur Bangunan Masjid............................................................................................10

2.6 Komponen Bangunan Masjid.......................................................................................................11

BAB III...............................................................................................................................................19

PENUTUP...........................................................................................................................................19

3.1 Kesimpulan.................................................................................................................................19

3.1 Saran..........................................................................................................................................19

Daftar Pustaka..................................................................................................................................20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seni sebagai suatu bentuk ekspresi seniman memiliki sifat-sifat kreatif, emosional,

individual, abadi dan universal. Sesuai dengan salah satu sifat seni yakni kreatif, maka seni

Page 3: Seni Arsitektur Bangunan Masjid

sebagai kegiatan manusia selalu melahirkan kreasi-kreasi baru, mengikuti nilai-nilai yang

berkembang di masyarakat. Seni juga merupakan hal yang menjadikan dunia terasa indah, tanpa

seni tidak ada yang dapat dirasakan begitu indah. Tuhan menciptakan dunia dan seluruh kekayaan

yang ada di dalamnya dengan seni dan penuh dengan keindahan. Hal ini dapat terlihat dari

beragamnya warna yang ada dalam dunia ini, air bewarna bening, tanah bewarna coklat,

pepohonan yang berwarna hijau, langit bewarna biru.

Semua diciptakan penuh dengan seni, sampai kepada ciptaanNya yang paling megah dan

penuh dengan seni, yaitu manusia. Setiap manusia adalah seniman, disadari ataupun tidak karena

manusia adalah suatu karya seni Tuhan Yang Maha Kuasa. Sehingga dapat dikatakan bahwa

dimanapun manusia berada yang adalah makhluk Tuhan yang diciptakan penuh dengan seni akan

selalu melakukan seni dengan cara-cara dan kebudayaannya masing-masing. Berkesenian adalah

salah satu ekpresi proses kebudayaan manusia. kesenian adalah salah satu ciri utama suatu

kebudayaan. Bagi manusia kesenian memiliki dua dimensi, yaitu dimensi budaya (pemerdekaan

diri) dan dimensi fungsional (kegunaan, efisiensi, teknis dan komersil). Manusia ingin menikmati

dan membagikan pengalaman estetis dalam kehidupannya, sehingga berkesenian menjadi penting

dalam hidup.

Seperti yang telah diketahui bahwa seni sebagai suatu bentuk ekspresi seniman memiliki

sifat-sifat kreatif, emosional, individual, abadi dan universal, maka seni memiliki berbagai jenis

seperti seni rupa, seni tari, seni lukis, seni bangunan (arsitektur) dan lain sebagainya yang memiliki

berbagai macam ciri khas dari masing-masing seni. Karena banyaknya jenis seni untuk itu dalam

makalah ini pemakalah hanya membatasi pembahasan yaitu seni bangunan(arsitektur).

Arsitektur adalah seni dan ilmu dalam merancang bangunan. Dalam artian yang lebih luas,

arsitektur mencakup merancang dan membangun keseluruhan lingkungan binaan, mulai dari level

makro yaitu perencanaan kota, perancangan perkotaan, arsitektur lansekap, hingga ke level mikro

yaitu desain bangunan, desain perabot dan desain produk. Arsitektur juga merujuk kepada hasil-

hasil proses perancangan tersebut.

Arsitektur menurut Islam merupakan wujud perpaduan antara kebudayaan manusia dan

proses penghambaan diri seorang manusia kepada Tuhannya, yang berada dalam keselarasan

hubungan antara manusia, lingkungan dan Penciptanya. Arsitektur Islam mengungkapkan

hubungan geometris yang kompleks, hirarki bentuk dan ornamen, serta makna simbolis yang

sangat dalam. Arsitektur Islam merupakan salah satu jawaban yang dapat membawa pada

perbaikan peradaban. Di dalam Arsitektur Islam terdapat esensi dan nilai-nilai Islam yang dapat

diterapkan tanpa menghalangi pemanfaatan teknologi bangunan modern sebagai alat dalam

mengekspresikan esensi tersebut.

Arsitektur yang merupakan bagian dari budaya, selalu berkembang seiring dengan

berkembangnya peradaban manusia. Oleh karena itu, Islam yang turut membentuk peradaban

manusia juga memiliki budaya berarsitektur. Budaya arsitektur dalam Islam dimulai dengan

dibangunnya Ka’bah oleh Nabi Adam as sebagai pusat beribadah umat manusia kepada Allah SWT

(Saoud, 2002: 1). Ka’bah juga merupakan bangunan yang pertama kali didirikan di bumi. Tradisi ini

dilanjutkan oleh Nabi Ibrahim AS bersama anaknya, Nabi Ismail AS. Mereka berdua memugar

kembali bangunan Ka’bah. Setelah itu, Nabi Muhammad SAW melanjutkan misi pembangunan

Ka’bah ini sebagai bangunan yang bertujuan sebagai tempat beribadah kepada Allah. Dari sinilah

budaya arsitektur dalam Islam terus berkembang dan memiliki daya dorong yang belum pernah

terjadi sebelumnya, serta mencapai arti secara fungsional dan simbolis. Hal ini dijelaskan dalam Al-

Page 4: Seni Arsitektur Bangunan Masjid

Qur’an Surat Ali Imran ayat 96 :“Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat

beribadat) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk

bagi semua manusia.”

Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa Arsitektur Islam adalah cara membangun

yang Islami sebagaimana ditentukan oleh hukum syariah, tanpa batasan terhadap tempat dan

fungsi bangunan, namun lebih kepada karakter Islaminya dalam hubungannya dengan desain

bentuk dan dekorasi. Definisi ini adalah suatu definisi yang meliputi semua jenis bangunan, bukan

hanya monumen ataupun bangunan religius (Saoud, 2002: 2).

Sebagaimana telah kita ketahui bersama, Arsitektur Islam merupakan salah satu gaya

arsitektur yang menampilkan keindahan yang kaya akan makna. Setiap detailnya mengandung

unsur simbolisme dengan makna yang sangat dalam. Salah satu makna yang terbaca pada

arsitektur Islam itu adalah bahwa rasa kekaguman kita terhadap keindahan dan estetika dalam

arsitektur tidak terlepas dari kepasrahan dan penyerahan diri kita terhadap kebesaran dan

keagungan Allah sebagai Dzat yang memiliki segala keindahan. Arsitektur Islam lebih mengusung

pada nilai-nilai universal yang dimuat oleh ajaran Islam. Nilai-nilai ini nantinya dapat diterjemahkan

ke dalam bahasa arsitektur dan tampil dalam berbagai bentuk tergantung konteksnya, dengan

tidak melupakan esensi dari arsitektur itu sendiri, serta tetap berpegang pada tujuan utama proses

berarsitektur, yaitu sebagai bagian dari beribadah kepada Allah.

Arsitektur Islam berkembang sangat luas baik itu di bangunan sekular maupun di

bangunan keagamaan yang keduanya terus berkembang sampai saat ini. Arsitektur juga telah

turut membantu membentuk peradaban Islam yang kaya. Bangunan-bangunan yang sangat

berpengaruh dalam perkembangan arsitektur Islam adalah mesjid, kuburan, istana dan benteng

yang kesemuanya memiliki pengaruh yang sangat luas ke bangunan lainnya, yang kurang

signifikan, seperti misalnya bak pemandian umum, air mancur dan bangunan domestik lainnya.

Pengembangan seni ruang, termasuk di dalamnya arsitektur, berdasar pada nilai-nilai yang

terdapat dalam al-Qur’an, apabila diterjemahkan secara fisik, memiliki beberapa ciri utama.

Menurut Ismail Raji Al-Faruqi, ciri utama yang digolongkan dalam empat kategori tersebut

didasarkan pada ciri-ciri utama yang dimiliki semua seni Islam (Al-Faruqi, 1999:158), yaitu sebagai

berikut:

1. Unit-unit isi

2. Arsitektur atau struktur dengan ruang interior

3. Lanskaping (holtikultura maupun akuakultura)

4. Desain kota dan desa

Menurut Ismail Raji Al Faruqi pula, ajaran tauhid yang dapat menstimulasi kesan infinitas

dan transendensi melalui isi dan bentuk estetis dapat direpresentasikan dalam karya seni Islam,

yang ciri-ciri di dalamnya mengandung kaidah-kaidah sebagai berikut :

1. Abstraksi

2. Unit/Modul

3. Kombinasi suksesif

4. Pengulangan

5. Dinamisme

6. Kerumitan1

1 http://auliayahya.wordpress.com (diakses 21 mei 2011)

Page 5: Seni Arsitektur Bangunan Masjid

Nabi Muhammad Rasulullah SAW bersabda dalam salah satu hadis bahwa “Seluruh

permukaan bumi ini adalah tempat sujud” Maksudnya, adalah bahwa dimana saja tempat di muka

bumi ini dapat digunakan untuk tempat shalat, tentunya tempat yang bersih dan tidak bemajis.

Dan untuk lebih tenang dan sesuai dengan ajaran Islam, dibangunlah masjid sebagai

tempat untuk shalat. Masjid digunakan untuk shalat bersama-sama (berjamaah) yang menurut

ajaran Islam lebih baik dari pada shalat sendiri-sendiri (mufarid).

Masjid berasal dari kata “sajada”, artinya tempat sujud atau tempat shalat. Dan dalam

Islam, membangun masjid termasuk salah satu investasi amal yang tak putus-putus walaupun

orang tersebut sudah meninggal dunia. Setiap muslim juga dianjurkan untuk senantiasa

mendatangi dan memakmurkan masjid

Olehkarena latar belakang yang begitu luas dan judul ini pernah ditayangkan dalam

sebuah acara di salah satu stasiun televisi maka pemakalah merasa tertarik dengan seni arsitektur

bangunan masjid. Karena latar belakang di atas maka Makalah ini berjudul ”Seni Arsitektur dalam

Bangunan masjid menurut perspektif Islam”.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Masjid

Masjid berarti tempat beribadah. Akar kata dari masjid adalah sajada dimana sajada berarti

sujud atau tunduk. Kata masjid sendiri berakar dari bahasa Aram. Kata masgid (m-s-g-d)

ditemukan dalam sebuah inskripsi dari abad ke 5 Sebelum Masehi. Kata masgid (m-s-g-d) ini

berarti "tiang suci" atau "tempat sembahan".2

Kata masjid dalam bahasa Inggris disebut mosque. Kata mosque ini berasal dari kata

mezquita dalam bahasa Spanyol. Dan kata mosque kemudian menjadi populer dan dipakai dalam

bahasa Inggris secara luas.

2.2 Sejarah Masjid

Masjid pertama yang didirikan oleh Nabi Muhammad SAW sewaktu hijrah dari Mekkah ke

Madinah adalah Masjid Quba, lalu kemudian Masjid Nabawi. Ciri dari kedua masjid ini hampir sama

2 www.wikipedia.org (diakses 21 mei 2011)

Page 6: Seni Arsitektur Bangunan Masjid

dengan masjid-masjid Madinah lainnya mengikutinya kemudian, yaitu sangat sederhana.

Bentuknya empat persegi panjang, berpagar dinding batu gurun yang cukup tinggi. Tiang-tiangnya

dibuat dari batang pohon kurma, atapnya terbuat dari pelepah daun kurma yang dicampur dengan

tanah liat. Mimbarnya juga dibuat dari potongan batang pohon kurma, memiliki mihrab, serambi

dan sebuah sumur. Pola ini mengarah pada bentuk fungsional sesuai dengan kebutuhan yang

diajarkan Nabi.Biasanya masjid pada waktu itu memiliki halaman dalam yang disebut “Shaan”, dan

tempat shalat berupa bangunan yang disebut “Liwan”. Beberapa waktu kemudian, pada masa

khalifah yang dikenal dengan sebutan Khulafaur Rasyidin pola masjid bertambah dengan adanya

“Riwaqs” atau serambi/selasar. Ini terlihat pada masjid Kuffah. Masjid yang dibangun pada tahun

637 M ini tidak lagi dibatasi oleh dinding batu atau tanah liat yang tinggi sebagaimana layaknya

masjid-masjid terdahulu, melainkan dibatasi dengan kolam air. Masjid ini terdiri dan tanah lapang

sebagai Shaan dan bangunan untuk shalat (liwan) yang sederhana namun terasa suasana

keakraban dan suasana demokratis (ukhuwah Islamiah).

Islam masuk ke Indonesia melalui pedagang-pedagang Gujarat, yang mengembangkan

Islam ke Timur pada masa Khalifah bani Ummaiyah/Muawiyah dimana pusat pemerintahannya

tidak lagi di Mekkah atau Madinah melainkan sudah dipindahkan ke Damsyik/Damaskus di Syria.

Daerah yang mula-mula mendapat tebaran agama Islam antara lain Perlak, Samudra Pasai (Aceh)

dan Palembang, pantai utara Jawa yaitu Jepara dan Tuban serta Indonesia Timur seperti Ternate,

Ambon dan lain-lain, yaitu sekitar tahun 1500 M.

Sebagai tempat ibadah

Mesjid dapat diartikan sebagai suatu bangunan tempat melakukan ibadah shalat secara

berjamaah atau sendiri-sendiri, serta kegiatan lain yang berhubungan dengan Islam. Selain masjid

dikenal pula istilah-istilah lain seperti mushalla, langgar atau surau. Mushalla atau langgar

biasanya digunakan untuk shalat wajib (fardu) sebanyak lima kali sehari semalam, serta untuk

pendidikan dan pengajaran masalah-masalah keagamaan. Sedangkan masjid, digunakan juga

sebagai tempat shalat berjamaah seperti shalat Jum’at, shalat hari Raya (kalau tidak di tanah

lapang), shalat tarawih serta tempat i’tikaf.

Masjid juga dipakal sebagai tempat berdiskusi, mengaji dan lain-lain yang tujuan utamanya

mengarah pada kebaikan. Karena sesuai dengan hadits, dikatakannya: “dimana kamu

bersembahyang, disitulah masjidmu”

Pada setiap masjid, tentunya ada hal-hal khusus yang perlu diperhatikan sesuai dengan

kebutuhan peribadatan. Yang perlu diperhatikan adalah antara lain urut-urutan kegiatan shalat

baik bagi laki-laki maupun wanita. Dalam Islam secara tegas dipisahkan antara jamaah laki-laki

dan wanita. Dengan demikian, sejak awal masuk, bersuci (wudlu) sampai pada waktu shalat

sebaiknya pemisahan itu telah dilakukan.

Ruang untuk shalat atau yang disebut Liwan, biasanya berdenah segi empat. Hal ini sesuai

dengan tuntunan dalam shalat bahwa setiap jemaah menghadap kearah kiblat.dengan pandangan

yang sama dan satu sama lain berdiri rapat. Shalat berjamaah dipimpin oleh seorang imam, yang

berada dtengah pada posisi terdepan.

Page 7: Seni Arsitektur Bangunan Masjid

2.3 Konsep Perencanaan Masjid3

Untuk merencanakan sebuah masjid sebaiknya perlu ditinjau dulu konsep dasarnya,

sebagaimana juga dilakukan terhadap bangunan-bangunan lain.

Pada dasarnya untuk membangun atau merencanakan sebuah masjid hendaknya kembali

kepada tuntunan-tuntunan yang terdapat pada sumber ajaran Islam yaitu Al-Qur’an dan Sunnah

Nabi. Dalam membangun masjid, arsitek tidak dapat melihat sejarah atau bangunan-bangunan

masjid yang telah ada saja, melainkan memahami atau belajar berdasarkan inti ajaran Islam itu

sendiri atau menurut istilahnya “the teaching it self”. Namun, tentunya kaidah-kaidah arsitektur

tetap perlu diperhatikan, sebagaimana layaknya bangunan-bangunan lain.

Kaidah-kaidah yang perlu diperhatikan bagi sebuah masjid, seperti yang dituturkan Miftah

dalam bukunya berjudul “Masjid” antara lain, bahwa masjid selain mengarah ke kiblat di Masjidil

Haram, Mekkah, juga hendaknya dibangun benar-benar sesuai dengan fungsi dan tujuannya,

sehingga perlu dihindari kemungkinan adanya bagian-bagian bangunan atau ruangan yang

memang dilarang dalam Islam. Ditekankan pula, bahwa identitas yang menunjukkan pengaruh

agama-agama lain hendaknya sejauh mungkin dihindarkan walau hanya berupa elemen kecil yang

samar sekalipun. Dalam hal ini perlu sekali kearifan dan kesensitifan Arsitek untuk meng-expose

atau menvisualisasikan elemen-elemen konstruksi. Juga masjid hendaknya dibangun dengan biaya

rendah yang tidak berlebih-lebihan serta tetap memperhatikan faktor keindahan dan kebersihan.

Hal ini semua sesuai dengan tuntunan dalam Islam dan diterangkan Miftah dalam bukunya yang

berjudul “Masjid”, masing-masing lengkap dengan ayat-ayat dalam Al-Qur’an dan Hadits.

Memahami inti ajaran Islam adalah mutlak. Dengan demikian masjid yang dibangun hanya

berdasarkan dari sejarah atau hanya melihat masjid-masjid yang telah ada, sebenarnya kurang

tepat, dalam hal ini perlu ditekankan pula motivasi dan niat yang baik dalam membangun sebuah

masjid.

Mengenai perkembangan masjid di Indonesia dapat dibagi menjadi tiga jalur, yaitu:

pertama, perkembangan yang bertolak dari bangunan “sakral” tradisional daerah, kedua adalah

perkembangan yang meniru arsitektur Masjid di Timur Tengah, dan ketiga adalah perkembangan

yang baru atau modern. Bentuk Dome. Pada masa lampau manusia baru mengenal konstruksi

sederhana yang terdiri dari kolom dan balok yang ditumpang di atasnya. Justru itu, bentuk yang

terjadipun sesuai dengan konstruksinya. Kemudian, sesuai dengan tuntunan shalat bahwa shaf

(barisan dalam shalat) harus lurus dan rapat, maka dicarilah bentuk yang dapat menciptakan

ruang luas tanpa banyak diganggu oleh kolom-kolom. Maka tak heran kalau kemudian muncul

bentuk dome. Sebagaimana diketahui, dengan bentuk dome itu, gaya-gaya dapat disalurkan

melalui lengkungan-lengkungannya, sehingga tidak banyak mengganggu.Kubah adalah ciri atau

identitas masjid, dengan kubah itu tercipta suasana yang agung, sehingga manusia merasa kecil

dihadapan Khaliknya. Seperti Istiqlal di Jakarta, bentuk dome membuat ruang dibawahnya memiliki

suasana tenang dan orang yang sedang shalat akan merasa kecil. Kwalitas ruang yang tercipta

demikian agung.

Konstruksi atau struktur lengkung banyak dipilih oleh arsitek kawakan terdahulu dalam

merencanakan masjid dari pada memilih struktur balok polos (lurus) yang pasti tidak dapat

3 www. google.com (diakses 24 mei 2011)

Page 8: Seni Arsitektur Bangunan Masjid

dihindari seperti “cross” (persilangan) antara balok dan kolom yang dapat menjadi silent simbol

atau identitas dari agama lain.

Untuk mendesain sebuah masjid, diperlukan tiga prasyarat, yang maksudnya untuk dapat

menstimulir kekhusukan dalam beribadat. Ketiga prasyarat itu adalah, pertama: harus selalu

bersih, dalam arti mudah dibersihkan dan mudah pemeliharaannya. Kedua, adalah tenang, yaitu

menciptakan “suasana” yang dapat mendorong lahirnya ketenangan. Dan ketiga, adalah “sakral

tapi ramah”.

Kolom, Tujuannya menciptakan suasana yang ramah, agar setiap orang yang memasuki

masjid dapat duduk sama rendah tanpa perbedaan derajat. Bukankah Islam itu agama yang sangat

demokratis? Jadi, masjid harus sederhana namun kaya akan daya ungkap ke-Islam-an”.

Denah

Sejak awal dibangunnya sebuah masjid, denah yang ada berbentuk segi empat. Hal ini

dilakukan secara logis sesuai dengan kebutuhan shaf-shaf dalam shalat berjamaah. Bentuk persegi

akan membuat ruang-ruang yang terbentuk dapat dimanfaatkan seluruhnya, sedangkan denah

yang berbentuk sudut-sudut tertentu (lancip) akan membuat ruangan banyak yang terbuang. Ini

berarti, berlebih-lebihan atau mubazir.

Arah kiblat yang tidak tepat juga dapat mengakibatkan ruang-ruang terbuang percuma,

sehingga dalam perencanaan sebuah masjid hal ini harus benar-benar diperhatikan.

Denah segi empat, dapat berarti bujur sangkar atau empat persegi panjang. Empat persegi

panjangpun ada dua jenis, sisi panjangnya searah dengan arah kiblat atau tegak lurus arah kiblat.

Bentuk bujur sangkar membuat arah kiblat menjadi lemah karena bentuk yang cenderung

memusat itu akan menimbulkan kesan ke atas yang kuat, paradoks dengan arah kiblat yang

semestinya ditekankan. untuk denah segi empat yang sisi panjangnya searah dengan arah kiblat,

para jemaah dapat dengan mudah melihat khatib (pemberi khotbah). Namun akan terjadi shaf

yang relatif banyak kebelakang. Ini melemahkan sifat kesamaan (demokrasi) dalam Islam.

Bentuk lain adalah segi empat yang sisi panjangnya tegak lurus arah kiblat atau sisi

terpendek searah dengan arah kiblat. Shaf yang terjadi tidaklah banyak, walau jamaah agak sulit

melihat khatib pada waktu khotbah. Namun dengan sedikit menyerong, jemaah dapat melihat

khatib dan hal ini tidak ada larangannya dalam Islam.

Pembagian denah untuk ruang shalat bagi wanita biasanya ditempatkan dibelakang.

Dengan pembatas biasanya berupa tirai ataupun dinding kerawang yang transparan. Beberapa

masjid ada juga yang menempatkan wanita di lantai atas, yang dibuat semacam balkon sehingga

jemaah wanita masih dapat melihat imam.

Sesungguhnya dalam Islam, wanita tidak wajib pergi shalat ke masjid. Pergi shalat ke

masjid bagi wanita hanyalah suatu perbuatan baik saja atau amal shaleh. Bahkan ada hadis

meriwayatkan bahwa shalat di rumah bagi wanita lebih besar pahalanya dari pada shalat di

Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Karena itu luas liwan untuk wanita juga relatif lebih kecil

daripada liwan untuk laki-laki.

Ruang Dalam dan Ornamen

Page 9: Seni Arsitektur Bangunan Masjid

Kubah atau dome dibahagian dalam ruang masjid adalah suatu konsep untuk menciptakan

suasana sakral serta perasaan diri yang sangat kecil di hadapan Khalik tanpa dipenuhi hiasan

kuduniaan yang glamour yang jauh dari menimbulkan rasa sakral.

Ornamen pola geometris dan ArabeskAda beberapa corak ornamen atau ornamentik,

diantaranya corak abstrak sebagai “ornamen arabesk” yang terdiri dari corak geometris dan corak

“stilasi” dari tumbuh-tumbuhan dan bunga-bungaan. Hal ini adalah jalan keluar dimana adanya

larangan dalam ajaran Islam untuk tidak boleh menampilkan gambar-gambar atau lukisan sebagai

hiasan dengan motif manusia, binatang atau makhluk bernyawa lainnya secara realistis di dalam

ruangan masjid.

Ornamen atau gaya ornamentik dapat di visualisasikan dengan huruf-huruf atau kaligrafi,

seperti huruf “Arab Kufa” dan “Karmalis” adalah merupakan salah satu ornamen geometris yang

berisi tulisan lafazd Al-Qur’an sebagai hiasan masjid.

2.4 Bangunan Masjid sebagai Unsur Estetika dan Land Mark dari suatu

Lingkungan

Dengan bertitik tolak dari fungsi Masjid sebagai pusat pembinaan umat, pusat dakwah

Islamiyah dan secara fisik sebagai unsur pengikat lingkungan, maka jelas masjid harus mempunyai

daya tarik yang kuat terhadap masyarakat di sekitarnya agar mereka senang dan tidak segan

untuk datang ke Masjid. Sebenarnya ada dua faktor yang dapat berperan dalam hal tersebut di

atas sebagaimana dikemukakan oleh A.K. Basuni:

“Masjid yang makmur, dalam arti Masjid yang bersih, dalam arti Masjid yang bersih, indah, dan

penuh dengan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat akan merupakan besi sembrani yang

mempunyai daya tarik bagi masyarakat yang ada di sekitarnya”4

Dengan demikian jelaslah bahwa faktor estetika ini memegang peranan penting sebagai

daya tarik, karena walaupun masjid sudah ditentukan sedemikian rupa lokasinya, sehingga

menjadi pusat lingkungan, dengan jarak jangkauannya yang relatif dekat dari lingkungan

perumahan atau perkantorandan pusat kegiatan lainnya. Akan tetapi jika Masjid tersebut kurang

dipelihara, kotor bahkan dari segi arsitekturnya memberi kesan bangunan kurang ramah (angker),

tentu saja mengurangi daya tarik Masjid tersebut. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh

serang arsitektur islam sebagai berikut:

“sekarang dengan wajah-wajah angker yang seram, masjid-masjid besar setapak demi setapak

menjauh dari hati umat. Apalagi di kampung-kampung rasa negri itu ditambah dengan beberapa

kuburan di halaman masjid dn usungan mayat di dindingnya.”5

Seharusnya bentuk bangunan Masjid itu didesain sedemikian rupa dengan

mempertimbangkan faktor estetika sehingga masyarakat merasa akrab dan damai dengan Masjid.

2.5 Desain Arsitektur Bangunan Masjid

Dalam (Nana,2002:53) Sebenarnya desain arsitektur Masjid tidak secara eksplisit

dijelaskan dalam Al-Qur’an maupun Al-Hadits, namun di dalam hadits Rasulullah

bersabda:”sesungguhnya Allah itu indah dan Allah menyukai keindahan”. Namun demikian, karena

keindahan itu bersifat relatif, maka dapat berubah sesuai dengan perkembangan zaman, maka

4 A.K. Basuni, Organisasi dan Manajemen Masjid, paper pada lokakarya Imarah Masjid se Jawa Barat, 1976,hal. 4

5 Ir. Bambang Pranggono, Arsitektur Masjid dan pemuda Masjid, Harian Kompas, 21 September 1997

Page 10: Seni Arsitektur Bangunan Masjid

Allah SWT menyerahkan sepenuhnya kepada manusia tentang bangunan masjid karena semata-

mata masalah dunia. Dalam hal ini Nabi Muhammada SAW bersabda:”Kalian lebih tau dalam

urusan dunia kalian”.

Hal ini mengindikasikan bahwa dalam persoalan dunia umat Islam diberi kebebasan untuk

melakukan kreatifitas. Di sini juga merupakan peuan bagi umat Islam untuk merencanakan dan

membangun masjid yang indah dan megah asal masih dalam batas-batas ajaran Islam. Batasa-

batasan itu adalah sebagai berikut:

1. Tidak boleh menyerupai produk budaya agama lain(Tasyabbuuh), seperti gereja,

kelenteng, candi dan bengunan ibadah lainnya. Artinya secara sepintas saja orang akan

langsung mengenali bangunan masjid, dengan ciri khasnya, sepeti menara, kubah, dan

lain-lainnya.

2. Masjid hendaknya mencerminkan simbol ajaran Islam. Seperti segitiga merupakan simbol

Iman, Islam dan Ihsan merupakan pondasi segi enam sebagai simbol Rukun Islam, dan

lain-lain

3. Tidak boleh b]erlebihan (ishraf), jangan karena ingin indah lalu semena-mena melebihi

kebutuhan yang dituntut oleh keindahan yang wajar, keindahan jangan menjadi tujuan

tanpa menghiraukan fungsi, karena Allah tidak menyukai orang yang berlebihan(Q.S. Al-

A’raf: 31)

Dalam hal ini kualitas ruang arsitektur yang dihasilkan para arsitek harus memenuhi

beberapa kriteria pokok sebagai berikut:6

1. Ruang yang diciptakan harus dapat memberikan ruang gerak, berinteraksi, dan

berkegiatan kepada pengguna ruang secara mudah sesuai dengan fungsi ruang, serta

memberikan kesan aman. Elemen perlengkapan (amenity) dibangun skala yang

manusiawi, baik dari segi ketinggian, detail, pertamanan, pagar, ornamen bangunan,

sampai dengan ruang-ruang terbuka yang bersifat positif.

2. Ruang yang diciptakan harus memberi bentuk yang bermakna kepada pengguna

ruangnya, memberikan kejelasan, keindahan dan kecerahan kepada lingkungannya, serta

harmonis dari sudut pandang pengguna ruang.

3. Jati diri arsitektur yang berkaitan dengan identitas ruang yang tercipta, harus dibedakan

menurut peran sertanya di dalam budaya, yaitu dalam memberikan ciri yang bersifat

universal, spesifik, dan bersifat altternatif. Universal karena berperan sama dengan

elemen-elemen budaya yang dimiliki oleh sebagian budaya di dunia, misalnya identitas

arsitektur tropis. Spesifik, karena dapat sebagai elemen-elemen budaya yang hanya

dimiliki oleh suatu kelompok suku bangsa atau tipe-tipe tertentudari individu, misalnya

arsitektur yang spesifik dari Bali, Jawa dan sebagainya. Bersifat alternatif, karena

menampilkan elemen-elemen yang terbuka karena adanya pilihan, seperti gaya-gaya yang

berkembang dalam arsitektur

4. Ruang yang diciptakan harus mampu bertahan lama, tidak tertelan zaman, permanen

mewadahi hasrat dan kegiatan manusia, dan cukup intim dalam konteks masyarakat yang

mekanis dan industrial.

6 Ir. Rachmadi B.S., Arsitektur Indonesia Sebagai Pencerminan Budaya Bangsa, Jakarta, 1997

Page 11: Seni Arsitektur Bangunan Masjid

2.6 Komponen Bangunan Masjid7

Bentuk

Bentuk masjid telah diubah di beberapa bagian negara Islam di dunia. Gaya masjid

terkenal yang sering dipakai adalah bentuk masjid Abbasi, bentuk T, dan bentuk kubah pusat di

Anatolia. Negara-negara yang kaya akan minyak biasanya membangun masjid yang megah

dengan biaya yang besar dan pembangunannya dipimpin oleh arsitek non-Muslim yang dibantu

oleh arsitek Muslim.

Arab-plan atau hypostyle adalah bentuk-bentuk awal masjid yang sering dipakai dan

dipelopori oleh Bani Umayyah. Masjid ini berbentuk persegi ataupun persegi panjang yang

dibangun pada sebuah dataran dengan halaman yang tertutup dan tempat ibadah di dalam.

Halaman di masjid sering digunakan untuk menampung jamaah pada hari Jumat. Beberapa masjid

berbentuk hypostyle ayau masjid yang berukuran besar, biasanya mempunyai atap datar

diatasnya, dan digunakan untuk penopang tiang-tiang. Contoh masjid yang menggunakan bentuk

hypostyle adalah Masjid Kordoba, di Kordoba, yang dibangun dengan 850 tiang. Beberapa masjid

bergaya hypostyle memiliki atap melengkung yang memberikan keteduhan bagi jamaah di masjid.

Masjid bergaya arab-plan mulai dibangun pada masa Abbasiyah dan Umayyah, tapi masjid bergaya

arab-plan tidak terlalu disenangi.

Kesultanan Utsmaniyah kemudian memperkenalkan bentuk masjid dengan kubah di

tengah pada abad ke-15 dan memiliki kubah yang besar, dimana kubah ini melingkupi sebagian

besar area salat. Beberapa kubah kecil juga ditambahkan di area luar tempat ibadah. Gaya ini

sangat dipengaruhi oleh bangunan-bangunan dari Bizantium yang menggunakan kubah besar.[1]

Masjid gaya Iwan juga dikenal dengan bagian masjid yang dikubah. Gaya ini diambil dari

arsitektur Iran pra-Islam.

Menara

Menara masjid dalam perkembangan sejarah Islam pada awalnya merupakan elemen

sekunder, namun dalam perkembangan selanjutnya dan sejalan dengan dinamika peradaban umat

Islam, menara masjid menjadi bagian penting dari sebuah masjid, baik dalam memberikan makna

artistik atau makna fungsional. Bentuk umum dari sebuah masjid adalah keberadaan menara.

Kata menara berasal dari bahasa Arab almanara, akar katanya "naara, yanuura,naura"

yang artinya menyinari dan indah warnanya. Almanaara artinya menyinari dan indah warnanya.

Almanaara artinya lilin yang memiliki sinar, mercusuar dan tempat azan. Oleh karena itu, tempat

azan yang berada di masjid merupakan salah satu makna almanaara.

Masjid-masjid pada zaman Nabi Muhammad tidak memiliki menara, dan hal ini mulai

diterapkan oleh pengikut ajaran Wahabiyyah, yang melarang pembangunan menara dan

menganggap menara tidak penting dalam kompleks masjid. Menara pertama kali dibangun di

Basra pada tahun 665 sewaktu pemerintahan khalifah Bani Umayyah, Muawiyah I, yang

mendukung pembangunan menara masjid untuk menyaingi menara-menara lonceng pada gereja.

Menara bertujuan sebagai tempat muazin mengumandangkan azan.

Menara masjid dipandang sebagai salah satu unsur penting yang memberikan karakteristik

spesifik terhadap bangunan masjid. Penambahan menara bukan saja menambah keagungan dan

7 www.wikipedia.org

Page 12: Seni Arsitektur Bangunan Masjid

keindahan arsitektur masjid, tetapi juga berfungsi sebagai tempat mengumandangkan azan yang

dilakukan oleh seorang juru azan(muazin). Menurut cerita sejarah, menara lonceng gereja St. John

di Syria dibiarkan berdiri tegak oleh Khalifah Al-Walid bin Abdul Malik setelah ia mengubahnya

menjadi masjid. Setelah itu Al-Walid benyak membangun masjid dengan menara-menara indah.

Dari sinilah Al-Walid dipandang memiliki peran berarti dalam memperkenalkan menara dalam

arsitektur masjid. Dalam perkembangannya, menara masjid memiliki bentuk yang sangat

bervariasi, di antaranya :berbentuk silinder, Segi empat atau lebih, ada pula yang bertingkat.

Ujung menara dapat dibuat bervariasi bentuknya, ada yang berbentuk empat persegi,

kerucut, belimbing, lembing dan sebagainya. Jumlah menara pun dapat dibuat bervariasi

jumlahnya, mulai dari satu sampai lebih dari lima. Letaknya dapat menyatu dengan masjid atau

terpisah. Untuk melihat berbagai ragam menara masjid ini dapat dilihat di kota Kairo yang

merupakan museum bagi menara dari berbagai corak sebagaimana dikemukakan di atas.

Bentuk-bentuk Menara

Pada masa awal perkembangan arsitektur masjid, setidaknya ada beberapa bentuk dasar

menara masjid. Tapi yang paling awal, seperti pada menara Masjid Nabawi dan Masjid Damaskus,

menara itu tidak berdiri sendiri melainkan menyatu dengan struktur bangunan masjid. Pola seperti

ini menyebar ke berbagai penjuru negeri-negeri muslim melintasi dataran Arab hingga ke

Andalusia. Namun ada juga menara yang dibangun terpisah dari bangunan utama masjid, seperti

menara Masjid Agung Samarra dan menara Masjid Abu Dulaf di wilayah Iraq.

Ada beberapa bentuk dasar menara masjid: menara klasik, menara variasi, menara segi

empat, menara spiral dan menara silinder. Pada menara klasik (classic minaret): lantai dasarnya

berbentuk segi empat, naik ke atas menjadi oktagonal (segi delapan) dan kemudian diakhiri

dengan tower silinder yang dipuncaki dengan sebuah kubah kecil. Termasuk jenis ini misalnya

menara Masjid Mad Chalif di Kairo, yang dibangun pada abad ke-11 masehi semasa pemerintahan

Khalifah Al-Hakim dari Dinasti Fatimiyah.

gambar 1. menara Masjid Mad Chalif di Kairo

Sementara itu, jenis menara variasi diawali dengan segi empat di bagian bawah, lalu

bertransformasi menjadi segi enam yang dihiasi dengan balkon segi delapan. Menara Masjid Al-

Azhar termasuk dalam jenis ini.

Sedangkan menara-menara masjid di Iran sebagian besar merupakan menara jenis menara

silinder dengan diameter silinder yang semakin mengecil di puncak menara, misalnya menara

Masjid Natanz di Iran.

Page 13: Seni Arsitektur Bangunan Masjid

gambar 2: menara Masjid Natanz berbentuk silinder, di Iran

Sementara itu di Aleppo (di wilayah Mediterrania), terdapat tren baru bentuk menara

masjid. Menara Masjid Aleppo ini sepenuhnya berbentuk segi empat dari dasar hingga puncak.

Menara yang dibangun oleh penguasa Turki Seljuk pada tahun 1089 ini menggunakan batu sebagai

material utama. Uniknya, sebagai tren baru, tidak ada kubah di puncak menara. Hasan bin

Mufarraj, arsitektur yang merancangnya, memberikan sentuhan baru dengan meletakkan

muqarnas di puncak menara setinggi 46 meter ini. Muqarnas tersebut menyerupai galeri dan

berfungsi sebagai tempat muadzin.

Masih ada beberapa lagi menara segi empat yang terdapat di wilayah Mediterrania, seperti

menara Masjid Agung Sevilla (yang disebut Menara Giralda). Menara ini pernah berfungsi sebagai

menara lonceng katederal seiring dengan lahirnya kekuasaan Kristen di Spanyol. Menara segi

empat lain terdapat di Masjid Kutubiyyah (dibangun 1125-1130) di Marrakesh, Maroko. Keberadaan

menara segi empat pada masjid-masjid tersebut sangat dipengaruhi oleh menara Masjid Qayrawan

(35 meter) yang mempunyai tiga undakan segi empat. Hanya saja, ada pengamat arsitektur yang

menyebutkan bahwa bentuk menara masjid segi empat ini mengadopsi bentuk mercusuar kuno di

Iskandarsyah, Mesir.

gambar 3: Menara segi empat di Masjid Kutubiyyah di Marrakesh, Maroko

Ada sebuah bentuk menara yang jarang diadopsi oleh menara-menara masjid di dunia,

yaitu menara spiral. Bentuk khas menara pada masjid-masjid di Samarra ini merupakan tradisi

dalam bangunan menara Mesopotamia. Menara Masjid Samarra dan Masjid Dullaf, bahkan hingga

sekarang masih tegak berdiri walaupun sudah berusia 1.200 tahun. Padahal, bangunan masjidnya

hanya tinggal reruntuhan saja. Bisa dikatakan kedua menara ini sebagai peninggalan arsitektur

yang memberikan kesan bahwa perhitungan geometri para arsitek pada masa itu sudah sangat

akurat. Masjid lain yang juga memiliki menara spiral adalah Masjid Ibnu Tulun di Fustat, Mesir.

Page 14: Seni Arsitektur Bangunan Masjid

gambar 4: menara berbentuk spiral masjid-masjid di Samarra

Jika menengok ke Iran, umumnya masjid-masjid di sini memiliki dua menara (sepasang)

yang tegak berdiri di samping kanan dan kiri dan kanan pintu gerbang, seperti halnya di Masjid

Nabawi (Madinah) dan Masjidil Haram (Makkah).

Gambar 5. dua menara (sepasang) yang tegak di Masjid Nabawi (Madinah) dan Masjidil

Haram (Makkah)

Adapun corak arsitektur menara masjid Turki Utsmani umumnya berbentuk jirin

(meruncing) semampai tinggi menjulang bagai jarum raksasa melesat ke ruang angkasa.

Gambar 6. menara berbentuk jirin (meruncing) Masjid Ahmad Kadyrov Arsitektur Turki

Usmani di Pegunungan Kaukasus

Fungsi Menara

Menara masjid selain berfungsi sebagai tempat bagi muadzin mengumandangkan adzan

juga bisa berfungsi ganda seperti halnya mercusuar atau menara pengintai. Hal ini terutama

terdapat pada menara-menara masjid yang berada di kota pelabuhan atau tepi sungai. Corak

menara Masjid Ribbat Shushah di Tunisia, misalnya, terdapat pada bangunan corak masjid yang

sangat mirip sebuah markas militer.

Menara berbentuk silinder ini dibuat dengan gaya yang teramat kokoh untuk sebuah

menara yang biasanya berbentuk ramping. Ribbat Shushah, sebagai kota pelabuhan,

memanfaatkan menara masjid sebagai sarana untuk melakukan pengamatan lepas pantai dari

balkon menara.

Dalam sejarah menara-menara masjid legendaris, masjid-masjid yang dibangun oleh

Dinasti Turki Utsmaniyah tercatat memiliki menara yang paling tinggi. Wajar saja, sebab dinasti

terakhir dalam kekhilafahan Islam ini sudah mengembangkan teknik konstruksi yang lebih

moderen. Menara-menara itu pada umumnya dibangun dengan menerapkan pondasi pasak bumi

generasi pertama.

Page 15: Seni Arsitektur Bangunan Masjid

Hasilnya, mereka bisa membangun menara masjid dengan ketinggian lebih dari 70 meter.

Sebuah prestasi pada zamannya. Memang, tinggi menara-menara masjid itu masih lebih rendah

dibandingkan menara Masjid Nabawi yang 105 meter. Namun, menara masjid Nabawi tersebut

sudah merupakan hasil renovasi pemerintah Arab Saudi, yang notabene teknologinya sudah jauh

lebih canggih

Contoh Menara di masjid biasanya tinggi dan berada di bagian pojok dari kompleks masjid.

Menara masjid tertinggi di dunia berada di Masjid Hassan II, Casablanca, Maroko.

Gambar 7:Masjid Hassan II di Casablanca

Kubah

Kubah juga merupakan salah satu ciri khas dari sebuah masjid. Seiring waktu, kubah

diperluas menjadi sama luas dengan tempat ibadah di bawahnya. Walaupun kebanyakan kubah

memakai bentuk setengah bulat, masjid-masjid di daerah India dan Pakistan memakai kubah

berbentuk bawang. Dalam tulisan berjudul A review of Mosque Architecture, Foundation for Science

Technology Civilisation (FSTC) mengungkapkan, keberadaan kubah dalam arsitektur Islam paling

tidak memiliki dua interpretasi simbolik. Yakni, merepresentasikan kubah surga dan menjadi

semacam simbol kekuasaan dan kebesaran Tuhan.

Seperti halnya menara dan mihrab, secara historis kubah belum dikenal pada masa

Rasulullah SAW. Arsitektur terkemuka, Prof K Cresswell dalam Early Muslim Architecture

menyatakan bahwa pada desain awal masjid Madinah sama sekali belum mengenal kubah. Dalam

rekonstruksi arsitekturnya, Cresswell menunjukkan betapa sederhananya masjid yang dibangun

Nabi Muhammad SAW.

gambar 8. Masjid tanpa kubah (masjid nabawi)

Arsitektur awal masjid Rasul berbentuk segi empat dengan dinding sebagai pembatas

sekelilingnya. Di sepanjang bagian dalam dinding tersebut dibuat semacam serambi yang

langsung berhubungan dengan lapangan terbuka yang berada di tengahnya. Seiring

berkembangnya teknologi arsitektur, maka kubah pun muncul sebagai penutup bangunan masjid.

Kubah memang bukan berasal dan berakar dari arsitektur Islam. Itu karena memang ajaran

Islam tidak membawa secara langsung tradisi budaya fisik atau Islam tidak mengajarkan secara

konkrit tata bentuk arsitektur. Islam memberi kesempatan kepada umatnya untuk menentukan

pilihan-pilihan fisiknya pada akal-budi.

Hampir semua kebudayaan mengenal dan memiliki kubah. Dari masa ke masa bentuk

kubah selalu berubah-ubah. Konon, peradaban pertama yang mengenal dan menggunakan kubah

Page 16: Seni Arsitektur Bangunan Masjid

adalah bangsa Mesopotamia sejak 6000 tahun yang lalu. Pada abad ke-14 SM, di Mycenaean

Greeks sudah ditemukan bangunan makam berbentuk kubah (tholos tombs).

Namun, ada pula yang menyatakan bahwa kubah mulai muncul pada masa Imperium

Romawi, sekitar tahun 100 M. Salah satu buktinya adalah bangunan pantheon (kuil) di kota Roma

yang dibangun Raja Hadria pada 118 M - 128 M. Penggunaan kubah tercatat mulai berkembang

pesat di periode awal masa Kristen.

Struktur dan bentang kubah pada waktu itu tak terlalu besar, seperti terdapat pada

bangunan Santa Costanza di Roma. Pada era kekuasaan Bizantium, Kaisar Justinian juga telah

membangun kubah kuno yang megah. Pada tahun 500 M, dia menggunakan kubah pada bangunan

Hagia Spohia di Konstantinopel.

Secara historis dan arkeologis, kubah pertama dalam arsitektur Islam ditemukan di Kubah

Batu (Dome of Rock) atau yang biasa dikenal sebagai Masjid Umar di Yerusalem. Kubah Batu

dibangun sekitar tahun 685 M sampai 691 M.

Gambar 8. kubah Masjid Umar di Yerusalem

Interior Kubah Batu dihiasi dengan arabesk - hiasan berbentuk geometris, tanaman

rambatan dan ornamen kaligrafi. Unsur hiasan sempat menjadi ciri khas arsitektur Islam sejak

abad ke-7 M. Hingga kini, kaligrafi masih menjadi ornamen yang menghiasi interior bangunan

sebuah masjid.

Sejak saat itulah, para arsitek Islam terus mengembangkan beragam gaya kubah pada

masjid yang dibangunnya. Pada abad ke-12 M, di Kairo kubah menjadi semacam lambang

arsitektur nasional Mesir dalam struktur masyarakat Islam. Dari masa ke masa bentuk kubah pada

masjid juga terus berubah mengikuti perkembangan teknologi.

Ketika Islam menyebar dan berinteraksi dengan budaya dan peradaban lain, para arsitek

Islam tampaknya tidak segan-segan untuk mengambil pilihan-pilihan bentuk yang sudah ada,

termasuk teknik dan cara membangun yang memang sudah dimiliki oleh masyarakat setempat

tersebut.

Tak heran, jika bentuk kubah masjid pun terbilang beragam, sesuai dengan budaya dan

tempat masyarakat Muslim tinggal. Hampir di setiap negara berpenduduk Muslim memiliki masjid

berkubah. Di antara masjid berkubah yang terkenal antara lain; Masjid Biru di Istanbul Turki, Taj

Mahal di Agra India, Kubah Batu di Yerusalem, dan lainnya.

gambar 9. masjid biru di Istambul Turki

Page 17: Seni Arsitektur Bangunan Masjid

Secara umum, kubah berbentuk seperti separuh bola atau seperti kerucut yang

permukaannya melengkung keluar. Berdasarkan bentuknya, dalam dunia arsitektur dikenal ada

'kubah piring', karena puncak yang rendah dan dasar yang besar.

Selain itu, ada pula 'kubah bawang', karena hampir menyerupai bentuk bawang. Kubah

biasanya akan diletakkan pada tempat tertinggi di atas bangunan, berfungsi sebagai atap. Ada

pula yang ditempatkan di atas rangka bangunan petak dengan menggunakan singgah kubah.

Kubah juga biasa dianggap seperti gerbang yang diputarkan pada rangka penyangganya.

Ini bermakna bahwa kubah mempunyai kekuatan struktur yang besar, laiknya jembatan gerbang

tertekan. Pada awalnya, kubah dibangun dari batu bata atau beton. Seiring berkembangnya

teknologi, kubah masjid pun dibentuk dari bahan alumunium.

Di era modern, para arsitektur sudah memperkenalkan bentuk kubah geodesi. Kubah ini

berbentuk hemisfer dan menggunakan kekisi sebagai rangka, menjadikannya lebih ringan.

Perkembangan teknologi juga memungkinkan penggunaan cermin dan plastik sebagai padatan.

Kini keberadaan kubah pada bangunan masjid telah bergeser dari tuntutan fungsional. keinginan

untuk membentuk struktur bentang lebar pada ruang masjid - menjadi ciri dan simbol peradaban

Islam yang ditempatkan pada bangunan masjid.

Kehadiran kubah pada bangunan masjid-masjid di Indonesia terbilang masih baru. Atap

kubah baru hadir di Indonesia pada akhir abad ke-19 M. Itu berarti, selama lima abad lamanya,

bangunan masjid di Nusantara tak menggunakan atap. Bahkan di Jawa, atap masjid berkubah baru

muncul pada pertengahan abad ke-20 M.

Kubah merupakan elemen yang dapat menghadirkan ruang positif yang besar pada suatu

bangunan. Ruang positif yang dihadirkan kubah pada bangunan masjid membuat orang yang

berada di dalamnya akan merasa leluasa. Selain menghadirkan kesan megah, keberadaan kubah

juga dapat membuat orang yang beribadah di masjid merasa kecil di hadapan kebesaran Tuhan

yang menciptakannya.

Gambar 3: Masjid dengan kubah yang besar di Pusat Islam Wina

Salah satu sudut dalam Masjid dengan Mihrab pada bagian tengah ruangan

Tempat ibadah

Tempat ibadah atau ruang salat, tidak diberikan meja, atau kursi, sehingga memungkinkan

para jamaah untuk mengisi shaf atau barisan-barisan yang ada di dalam ruang salat. Bagian ruang

salat biasanya diberi kaligrafi dari potongan ayat Al-Qur'an untuk memperlihatkan keindahan

agama Islam serta Al-Qur'an. Ruang salat mengarah ke arah Ka'bah, sebagai kiblat umat Islam. Di

Page 18: Seni Arsitektur Bangunan Masjid

masjid juga terdapat mihrab dan mimbar. Mihrab adalah tempat imam memimpin salat, sedangkan

mimbar adalah tempat khatib menyampaikan khutbah.[39]

Tempat bersuci

Dalam komplek masjid, di dekat ruang salat, tersedia ruang untuk menyucikan diri, atau

biasa disebut tempat wudhu. Di beberapa masjid kecil, kamar mandi digunakan sebagai tempat

untuk berwudhu. Sedangkan di masjid tradisional, tempat wudhu biasanya sedikit terpisah dari

bangunan masjid.

Fasilitas lain

Masjid modern sebagai pusat kegiatan umat Islam, juga menyediakan fasilitas seperti

klinik, perpustakaan, dan tempat berolahraga.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Arsitektur Islam adalah cara membangun yang Islami sebagaimana ditentukan oleh

hukum syariah, tanpa batasan terhadap tempat dan fungsi bangunan, namun lebih

kepada karakter Islaminya dalam hubungannya dengan desain bentuk dan dekorasi.

Definisi ini adalah suatu definisi yang meliputi semua jenis bangunan, bukan hanya

monumen ataupun bangunan religius (Saoud, 2002: 2).

Masjid berarti tempat beribadah. Akar kata dari masjid adalah sajada dimana sajada

berarti sujud atau tunduk. Kata masjid sendiri berakar dari bahasa Aram. Kata

masgid (m-s-g-d) ditemukan dalam sebuah inskripsi dari abad ke 5 Sebelum Masehi.

Kata masgid (m-s-g-d) ini berarti "tiang suci" atau "tempat sembahan".

Masjid memiliki nilai historis yang sangat banyak sejak dibangunnya, dan masing-

masing bangun memiliiki nilai historis, nilai sosial dan nilai-nilai yang terdapat di

sekitarnya.

Dalam membangun sebuah masjid dari kajian tidak terdapat konsep perencanaan

yang tidak mudah dan memiliki ketentuan tertentu

Dalam mendesain sebuah bangunan masjid hendaknya memperhatikan batasan-

batasan yang telah ada sehingga tujuan pembangunan masjid tidak menyimpang.

Masjid memiliki berbagai komponen bangunan, diantaranya adalah: bentuk,

menara, kubah, Mihrab, tempat bersuci, Tempat ibadah, dan fasilitas lain. Karena

perkembangan zaman maka komponen bangunan masjid ini menjadi berkembang

dan berubah menjadi bervariasi

Page 19: Seni Arsitektur Bangunan Masjid

3.1 Saran

Hendaknya sebagai seorang muslim kita memelihara karya seni rupa (arsitektur) dalam

bangunan masjid yaitu dengan tidak merusak agar rumah Allah tetap terjaga

Sebagai seorang arsitek dalam merancang arsitektur bangunan masjid hendaknya

mengetahui batasan-batasan dan ketentuan-ketentuan dalam membangun masjid agar tidak

terjadi mubazir dalam bangunan masjid tersebut

Daftar Pustaka

Basuni, A.K., Organisasi dan Manajemen Masjid, paper pada lokakarya Imarah Masjid se Jawa

Barat, 1976

Pranggono, Bambang. Arsitektur Masjid dan pemuda Masjid. (Jakarta: Harian Kompas, 21

September 1997)

Rukmana, Nana. Masjid dan dakwah. (Jakarta: Al-Mawardi Prima), 2002

http://auliayahya.wordpress.com (diakses 21 mei 2011)

www. google.com (diakses 24 mei 2011)

www.wikipedia.org (diakses 21 mei 2011)

Page 20: Seni Arsitektur Bangunan Masjid