Upload
alfin-bahida
View
283
Download
26
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Diagnosa Mikrobiologi
Citation preview
Diagnosa Mikrobiologi
Daignosis yang akurat dari infeksi adalah penting jika akan dilakukan
perawatan yang tepat. Tujuan utama dari diagnosa mikrobiologi adalah untuk
mengidentifikasi organisme penyebab dan memberikan petunjuk mengenai
terapinya. Biasanya laboratorium menggunakan kultur, namun menggunakan tes
serologi, pada organisme yang tidak dapat dikultur seperti virus hepatitis B atau
dengan organisme yang jika dikultur dapat membahayakan staff laboratorium
(Bagg, 2006).
Prinsip Umum
1. Spesimen Mikrobiologikal
Penting bagi seorang praktisi untuk mengetahui dan memilih kualitas
spesimen yang baik agar mendapat akurasi yang tepat dari
mikrobiologinya. Mendapatkan spesimen yang baik adalah tanggung
jawab praktisi. Jika dapat, spesimen harus ada sebelum menentukan terapi
antimikroba (Bagg, 2006).
Ada tiga jenis spesimen yaitu:
Tipe Spesimen
Untuk kultur Penting untuk mempertahankan kelangsungan
hidup mikroorganisme.
Cairan (pus, urine, darah dsb.) atau jaringan
Idealnya ambil cairan yang sesungguhnya, bukan
dari hasil usapan.
Simpan di tempat steril dan segera bawa ke
laboratorium.
Untuk mendeteksi
produk mikrobial
Tidak perlu mempertahankan kelangsungan hidup
mikroorganisme.
Hasil cepat di dapat
Contoh: mendeteksi dinding sel antigen dan
toksin
Untuk mendeteksi
antibodi
Contoh: dari serum, serebrospinal fluid/ saliva.
2. Pelebelan Spesien dan Formulir Permintaan
Ketelitian seorang praktisi dibutuhkan agar mendapat hasil diagnosa yang
akurat dari pasien yang benar. Pemeriksaan identitas, serta surat
permintaan penting sebelum dilakukan identifikasi spesimen, sehingga
tidak tertukar dan seorang laboratoris dapat melaporkan hasilnya dengan
baik (Bagg, 2006).
3. Transportasi
Semua spesimen harus dikirim sesegera mungkin, karena dalam beberapa
spesimen (urine, bakteri dan jamur), dapat mengalami kesalahan
penghitungan, karena pertumbuhannya yang cepat, atau ada juga
organisme yang tidak dapt bertahan lama sehingga hasilnya negatif. Pada
spesimen cairan atau jaringan, tampatkan di tempat steril tanpa tambahan
bahan pengawet, jangan tambahkan formal salin jika dapat membunuh
organismenya, untuk hasil swab yang paling sring digunakan adalah stuart
atau amies yang mengandung agar basah (Bagg, 2006).
4. Sampling dan flora normal
Pada rongga mulut, terdapt flora normal yang dapat mengkontaminasikan
spesimen, seorang klinisi harus mengambil tindakan pencegahan untuk
mengambil spesimen yang tak terkontaminsi (Bagg, 2006).
5. Prosessing spesimen
Ada beberapa metode dalam pemrosesan spesimen, yaitu mikroskopik
langsung, biakan / kultur, tes serologi dan diagnosis molekuler, berikut
kami jabarkan (Bagg, 2006).
A. Pemeriksaan mikroskopik langsung
Walaupun kemajuan-kemajuan terakhir dalam imunodiagnostik,
pemeriksaan dengan miksroskop cahaya masih berperan sentral dalam
diagnosis dini penyakit infeksi. Pemeriksaan dengan mikroskop
memberiksan bukti langsung tercepat adanya infkesi dan mempengeruhi
pengambilan keputusan oleh dokter selama tahap-tahap awal penanganan
pasien (Ronald. 2002).
Pemeriksaan dengan langsung dapat dilakukan dengan beberapa metode
diantaranya adalah dengan pewarnaan, atau pengecatan, diantaranya
adalah:
1. Pewarnaan gram
Pemeriksaan apusan yang diwarnai oleh gram masih merupakan
pemeriksaan mikroskopik yang paling banyak diminta dilaboratorium
mikrobiologi klinik. Alasan keberhsailan metode ini adalah bahwa
mikroorganisme yang tidak diwarnai lebih mudah di kenali dari pada
mikroorganisme yang tidak diwarnai, dan bakteri terwarnai berbeda-
beda berdasarkan perbedan struktural dinding selnya. Bakteri gram-
positif memiliki dinding sel yang tebal terwarnai ungu, sedangkan
bakteri gram- negatif yang memiliki dingin sel yang relatif tipis,
dilapisi oleh membran luar yang mengandung lipopolisakarida,
terwarnai merah (Ronald. 2002).
2. Pewarnaan oranye akridin
Pewarnaa ini memiliki warna yang kontras, zat wana oranye akridin
diserap oleh mikroorganisme dan sel utuh dan molekul-molekul zat
warna terselip di dalam untai ganda DNA, zat ini mengeluarkan
fluoresensi oranye terang yang mudah dilihat dibawah mikroskop
cahaya. Tekhnik ini lebih sensitif darai pewarnaan gram. Ia dapat
mendeteksi organisme yang 5 sampai sepuluh kali lebih sedikit dari
gram, apusan positifnya masih dapat diwarnai dengan pewarnaan
gram. Dengan cara ini dokter dapat tahu reaksi gram bakteri apabila
diperlukan (Ronald. 2002).
3. Pewarnaan tahan asam
Beberapa mikroorganisme tahan asam seperti Mycobacterium spp.,
Nacordia spp., Isopora dll dapat di deteksi dengan pewarnaan tahan
asam, beberapa metode pewarnaan tahan asam adalah pewarnaan
ziehl-neelsen, pewarnaan kinyoun, pewarnaan fluorokrom, tahan asam
modifikasi. Secara umum, pewarnaan ini memiliki konsep atau metode
yang sama, yaitu: pembuatan apusan yang tipis, pengeringan udara,
dan fiksasi dengan panas, apusan dialiri zat pewarna primer penetratif,
didekolorsasi dengan suatu reagen yang mengandung asam mineral
kuat, dan diberi warna tandingan dengan zat warna ke-dua (Ronald.
2002).
4. Preprat Kalium Hidroksida
Penggunaannya jika terdpat spesimen yang jumlahnya sedikit seperti
kerokan kuku dari pasien dengan infeksi jamur dermatofit tidakcocok
diwarnai dengan gram, rambut, kulit dsb. Spesimen-spesimen ini dapat
dijernihkan dengan menggunakan (KOH) 10 % atau 20 %, tanpa
mempengarhui morfologi jamur. Spesimen diletakkan dalam setetes
KOH di atas kaca objek, ditutup dengan kaca penutup, dan setelah 5
menit, diperiksa dengan menggunakan mikroskop di bawah
pencahayaan yang rendah. Pemanasan rinfan preparat arau pendiaman
yang lebih lama dalam KOH akan menjernihkan spesimen-spesimen
yang tebal. Pemeriksaan kerokan kulit yang diberi KOH harus
dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari kesalah pahaman
membedakan elemen jamur denganbidang batas sel. Beberapa ahli
mikologi menambahkan zat warna seperti putih kalkofluor atau tinta
ke KOH untuk mempertajam kontras antara elemen jamur dan latar
belakang (Ronald. 2002).
B. Pembiakan atau Kultur
Karakteristik mikroorganisme dapat dipelajari dengan baik jika kita
memiliki biakan murni (kultur murni). Biakan murni merupakan suatu
kultur yang terdiri dari satu macam mikroorganisme. Untuk memperoleh
kultur murni, kita harus dapat menumbuhkan mikroorganisme di
laboratorium. Untuk kebutuhan tersebut harus tersedia nutrisi dan keadaan
lingkungan yang mendukung pertumbuhannya. Hal ini juga penting untuk
mencegah masuknya organisme lain ke dalam kultur, seperti organisme
yang tidak diinginkan yang disebut kontaminan, yang terdapat dimana-
mana. Teknik mikrobiologi yang tepat diperlukan untuk menghindari
kontaminan. Sekali kultur murni diperoleh, selanjutnya kita dapat
menggunakannya untuk meneliti sifat biokimia, fisiologi, genetika, dan
karakteristiknya (Kusnadi, 2011).
1. Medium Biakan
Mikroorganisme dapat dibiakan dalam air yang sudah ditambah
dengan nutrien yang sesuai. Medium biakan adalah larutan encer yang
mengandung nutrien penting, yang menyediakan kebutuhan bagi sel
mikroba supaya dapat tumbuh dan menghasilkan banyak sel yang
serupa. Di samping sumber energi berupa senyawa organik dan
anorganik atau cahaya, medium biakan harus memiliki sumber
karbon, nitrogen dan nutrien penting lainnya. Medium biakan dapat
disiapkan dalam keadaan cair maupun gel (semi padat). Dari cair
dapat diubah menjadi padat dengan penambahan agar. Medium biakan
yang mengandung agar dapat disimpan dalam bentuk lempeng pada
cawan Petri tertutup, dimana sel mikroba dapat tumbuh dan
membentuk massa yang terlihat sebagai koloni sel. Disamping itu
medium biakan yang mengandung agar dapat pula disimpan dalam
tabung reaksi dengan kemiringan tertentu, dimana sel mikroba dapat
tumbuh dengan memberikan karakteristik pertumbuhan yang khas
(Kusnadi, 2011).
2. Konsep Biakan Murni
Medium agar merupakan substrat yang baik untuk memisahkan
campuran mikroba sehingga masing-masing jenis dapat terpisah.
Teknik yang sering digunakan untuk menumbuhkan mikroba pada
medium agar diharapkan mikroba tersebut dapat tumbuh agak
berjauhan dari sesamanya, juga setiap selnya berhimpun membentuk
koloni. Koloni merupakan sekelompok masa sel yang dapat dilihat
dengan mata langsung. (gambar 2.1). Semua sel dalam koloni itu
sama; dianggap semua sel itu merupakan keturunan (progeny) satu
mikroorganisme dan karena itu mewakili sebagai biakan murni
(Kusnadi, 2011).
3. Postulat Koch
Percobaan Robert Koch dan para peneliti mikrobiologi lainnya di
laboratorium membuktikan bahwa mikroba tertentu menyebabkan
timbulnya penyakit tertentu pula dan hal ini telah menuntun pada
kriteria yang mendasari ditariknya kesimpulan semacam itu. Kriteria
ini dikenal dengan postulat Koch, dan menjadi pedoman tetap yang
dipakai dalam mengungkap suatu agen penyebab penyakit sampai
kini. Postulat Koch tersebut adalah (Kusnadi, 2011):
Mikroorganisme tertentu selalu dapat dijumpai berasosiasi dengan
penyakit tertentu
Mikroorganisme itu dapat diisolasi dan ditumbuhkan menjadi
biakan murni di laboratorium
Biakan murni dari mikroorganisme tersebut akan menimbulkan
penyakit yang sama dengan jenis penyakit yang disebabkan
sebelumnya, bila disuntikan pada hewan yang rentan (suseptibel)
Penggunaan prosedur laboratorium memungkinkan diperolehnya
kembali mikroorganisme penyebab penyakit yang disuntikan itu
dari hewan yang sengaja diinfeksi dalam percobaan. Sejak
ditemukkanya bahwa jasad renik merupakan penyebab penyakit
tertentu, maka banyak perhatian ditunjukkan kepada
pengembangan cara-cara untuk pencegahan dan pengobatan
penyakit tersebut. Penyebab etiologis (agen kausatif) untuk
sebagian besar infeksi bakteri patogen yang dikenal dewasa kini,
seperti antraks, Gonorhoe, demam tifoid , infeksi luka, TBC,
difteri dan kolera, tetanus, meningitis dan sebagianya telah
diketahui penyebabnya dan telah dikembangkan upaya
pencegahanya dengan berbagai cara, misalnya dengan vaksinasi.
C. Tes serologis dan immunesare
Test serologis digunakan untuk menghitung partikel virus dalam
hal mempelajari replikasi virus, penggunaan mikroskop medan terang dan
mikroskop elektron yang memiliki keterbatasan, menghitung virus
berdasarkan pada pengaruh terhadap inang yang diinfeksikan dan untuk
menentukan unit virus infectious maupun unit terkecil yang menyebabkan
suatu efek terdeteksi ketika ditempatkan pada inang yang rentan.
Pendekatan perhitungan partikel virus dilakukan dengan metode (Suryati,
2007):
a. Plaque assay, yaitu menunjukan 2 zona lisis/penghambat
pertumbuhan, untuk mengisolasi virus yang murni (secara
genetis identik).
b. Efisiensi plating, yaitu sistem efisiensi pencawanan
(virion menginfeksi sel inang < 100 %) tetapi bukan jumlah
virion, misalnya untuk mengekspresikan konsentrasi suspensi
virus (titer) yang akurat PFU (Plaque Forming Unit).
c. Infektivitas sel inang, yaitu infeksi yang dapat mematikan pada
seluruh sel inang dengan cara; melekukan pengenceran
serial (10 x), menginjeksikan sampel setiap pengenceran
terhadap sejumlah hewan yang sensitif, perbandingan/fraksi
hewan yang mati dan hidup pada setiap pengenceran
dibuat dalam bentuk tabulasi dan hasil pengenceran
dihitung 50 % dari seluruh hewan mati (end poin).
D. Metode Molekular
1. Imunofluoresens
Dalam laoratorium mikrobiologi ada dua kategori pemeriksaan deteksi
antigen yang di dasarkan imunofluoresens. Pemeriksaan
imunofluoresensi langsung (DFA), yang antigen antibodinya telah
dikonjugasikan dengan zat warna fluoresens bereaksi, digunakan
secara ekslusif untuk mendeteksi antigen. Pemeriksaan imuno
fluoresensi tidak langsung (IFA). Pada pemeriksaan ini antigen dan
antibodi bereaksi, diikuti oleh reaksi dengan konjugat antibodi yang
ditujukan kepada antibodi pertama. Tersedia bermacam DFA untuk
deteksi antigen-antigen mikroba. Diantara DFA yang paling populer
adalah pemeriksaan untuk Chlamydia trachomatis, Legionella spp
herpes simplek virus, varisela zoster virus dll.
Prosedur pemeriksan berupa pembuatan apusan spesimen yang
difiksaasi dengan aseton atau metanol, perendaman apusan dengan
konjugat antibodi, pembilasan spesimen secara cermat untuk
menghilangkan konjugat antibodiyang tidak terikat dan pemeriksaan
dibawah mikroskop dengan cahaya ultra violet.
2. Antibodi monoklonal
Bila antigen tertentu dimasukkan ke dalam system imun, semua sel B
yang mengenal banyak epitop pada antigen akan dirangsang dan
memproduksi antibodi. Darah yang diambil, tersebut akan
mengandung antibodi yang multiple yang akan bereaksi dengan setiap
epitop. Serum tersebut disebut poliklonal oleh karena mengandung
produk yang berasal dari banyak klon sel B. Memurnikan antibodi
yang diperlukan dari serum tersebut sangatlah sulit. Klon adalah
segolongan sel yang brasal dari satu sel dan karenaya identik secara
genetik. Antibodi monoklonal adalah antibodi yang diproduksi oleh
sel-sel yang berasal satu klon sel. Kloning dapat dilakukan dengan
mengencerkan larutan sel sedemikian rupa sehingga dalam biakan sel
diperoleh sumur yang hanya mengandung satu sel (Suryati, 2007).
Protein mieloma adalah protein /imunoglobin yang dproduksi
neoplasma sel plasma. Tumor ini tumbuh tanpa kontrol dan
immunoglobulin tersebut ditemukan dalam jumlah besar pada pasien
dengan mieloma. Bila sel B tunggal menjadi ganas, semua antibodi
adalah identik (Suryati, 2007).
Sel plasma yang diambil dari darah tidak akan tumbuh dalam biakan
jaringan dan akan mati dalam beberapa hari. Sebalkinya sel meiloma
akan tumbuh terus menerus dalam biakan jaringan. Satu sel plasma
dan satu sel meiloma dapat difusikan menjedi satu sel yang disebut
hibridoma yang mempunyai sifat dari kedua sel asalnya dan akan
membentuk antibodi monoclonal. Dalam antibodi monoklonal semua
molekulnya adalah identik (Suryati, 2007).
Antibodi monoklonal merupakan bahan standar yang dapat
digunakan dalam laboratorium untuk identifikasi berbagai jenis sel,
typing darah dan menegakkan diagnosis berbagai penyakit. Kemajuan
sekarang telah memungkinkan untuk memproduksi antibody
monoclonal manusia melalui rekayasa genetika dalam jumlah yang
besar untuk digunakan dalam terapi berbagai penyakit (Suryati, 2007).
c. Elisa
Enzyme Linket Immuno Sporbent Assay (ELISA) adalah teknik dasar
antibodi dalam menentukan langsung sampel lingkungan. Keuntungan
bersama dalam pengumpulan data menggunakan teknik ELISA adalah
sampel lingkungan langsung dapat menggunakan peralatan yang sesuai
ukuran (melewati ukuran yang kecil dapat menghasilkan sesuai standar
yang ditentukan) dan juga dapat memanipulasi dari sampel utama yang
tidak menguntungkan dari teknik kepekaan (Suryati, 2007).
Deteksi antigen virus dengan Elisa
Deteksi virus pada jaringan hewan biasanya dilakukan dengan
mengisolasi agens penyebabnya dengan menggunakan hewan
percobaan, telur berembrio dan atau system biakan sel. “Cara klasik”
ini masih penting dan sentral karena biasanya diperlukan sebagai
tambahan pengujian untuk menilai sifat biologis penting virus seperti
penentuan patotipe, untuk memastikan seberapa pentingnya isolat virus
yang didapat. Namun, system kultivasi mempunyai kelemahan yaitu
tidak dapat dipakai untuk diagnosis cepat karena memerlukan waktu
untuk menumbuhkan dan mengidentifikasi virus, di samping mungkin
juga adanya gangguan yang ditimbulkan oleh kontaminasi jamur dan
atau bakteri, atau virus perolehan (Suryati, 2007).
Selain itu terdapat virus-virus yang tidak dapat dengan cepat
ditumbuhkan seperti beberapa virus enteric, dan virus demikian, harus
menggunakan cara lain untuk menunjukkannya. Konsekwensinya,
banyak timbul minat untuk mengembangkan teknik yang
memungkinkan secara langsung menunjukkan adanya suatu virus atau
antigennya dalam suatu spesimen klinis yang tidak hanya untuk alas an
praktis seperti mengurangi waktu yang diperlukan untuk identifikasi,
tetapi juga untuk penghematan biaya. Terdapat minat besar untuk
mengembangkan metode cepat yang tidak bergantung kepada hewan
untuk menguji sifat-sifat virus seperti patogenisitasnya. Cara
pengujian demikian akan mempercepat karakterisasi virus seperti virus
Nescastle disease yang penting bagi usaha pencegahannya nanti
setelah informasi tentang patogenitas suatu isolat diketahui (Suryati,
2007).
Diagnose Infeksi Oral
Untuk mendapatkan diiagnosis yang tepat dari infeksi oral akan
mengalami beberapa kesulitan. Beberapa infeksi oral adalah endogen (disebabkan
oleh normal flora). Besar dan kompleksitas dari flora oral berarti bahwa ini dapat
memperumit hasil interpretasi. Terutama jika spesimen didapatkan tidak secara
tepat dan terkontaminasi dengan organisme dari flora normal. Spesimen untuk
laboratorium mikrobiologi dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu: dari infeksi
purulen, spesimen dari oral muksa, dan dapat juga diambil dari periodontal dan
karies gigi (Bagg, 2006).
Pemeriksaan Mikrobiologi
Dua jenis pemeriksan mikrobiologi yang sering dilakukan untuk lesi jaringan
lunak mulut adalah: oral mycological smear dan oral bacteriological smear
(Marwati, 2009).
Oral Mycological Smear
Oral mycological smear dilakukan untuk membuktikan adanya infeksi jamur
pada lesi yang ditemukan. Pemeriksaan ini diawali dengan melakukan swab pada
mukosa mulut yang dicurigai, dengan menggunakan cotton swab. Kemudian
dengan cotton swab dan spesimen yang didapat, dilakukan streaking pada
permukaan media Sabouraud Dextrose Agar (SDA) dalam cawan petri. Setelah itu
cawan petri tersebut dimasukkan ke dalam inkubator selama 24 – 48 jam untuk
membiakkan jamurnya. Seseudah 48 jam akan tumbuh koloni jamur berwarna
putih- kekuningan (Marwati, 2009).
Gambar 1. Koloni Candida yang tumbuh setelah diinkubasi selama 48 jam
Langkah selanjutnya adalah melakukan streaking lagi pada petri lain untuk
mengekstraksi Candida albicans. Setelah tumbuh koloni, lakukan streaking lagi
pada agar yang miskin nutrisi. Dalam agar ini Candida albicans akan membentuk
klamidospora. Hasil akhirnya adalah Candida albicans murni (Marwati, 2009).
Gambar 2. Klamidospora terbentuk bila Candida albicans dibiakkan dalam agar corn-meal
Ada beberapa spesies Candida yang dapat ditemukan pada manusia, yaitu
Candida albicans, Candida stellatoidea, Candida tropicalis, Candida
pseudotropicalis, Candida krusei, Candida parapsilosis, Candida guilliermondii
(Marwati, 2009).
Oral Bacteriological Smear
Bahan yang akan diperiksa diambil dari permukaan gigi, kemudian dioleskan
di atas slide spesimen. Kemudian difiksasi di atas nyala api spiritus. Berikutnya
dituangi dengan pewarna carbol fuchsin, dibiarkan 10 menit. Lalu dituangi dengan
pewarna methylene blue, biarkan 10 menit (Marwati, 2009).
Diagnosis infeksi mukosa mulut
infeksi jamur
Jamur dapat dibudidayakan dengan mudah dari rongga mulut. Spesimen dapat
dikumpulkan dari tempat tertentu pada mukosa mulut dengan apusan. Atau,
keberadaan jamur dapat ditentukan dengan mengumpulkan sebuah bilas oral, di
mana pasien membilas mulut mereka dengan saline steril dan meludah. Bilasan
kemudian dapat diinokulasi pada media selektif untuk jamur. Keuntungan dari
bilasan mulut adalah bahwa hal itu juga dapat diinokulasi pada media untuk
isolasi patogen potensial lainnya, misalnya Staphylococcus aureus dan koliform
(Bagg, 2006).
Hal ini juga memberikan hasil semi- kuantitatif. Agar Sabouraud adalah media
isolasi yang paling banyak digunakan untuk jamur , tetapi sebagian besar spesies
memiliki morfologi kolonial yang sama ketika ditanam pada media ini. Hal ini
sangat disayangkan, karena meskipun Candida albicans adalah jamur yang paling
umum terisolasi dari mulut, spesies lain juga sering hadir - dan pasien sering
membawa lebih dari satu spesies secara bersamaan. Hal ini penting, karena itu,
untuk menggunakan agar tambahan pada spesies yang berbeda menghasilkan
berbagai jenis koloni, misalnya CHROMagar ® (Gambar 12.10) (Bagg, 2006).
Setelah inkubasi, koloni jamur diambil dari piring utama. Semua yang dikenai uji
tabung kuman (Gambar 12.11 ), yang mengidentifikasi isolat potensial Candida
albicans dan C. dubliniensis dari spp Candida lainnya. Tabung kuman jamur
negatif, diidentifikasi berdasarkan pemeriksaan lebih lanjut , untuk asimilasi
misalnya gula atau tes fermentasi gula. peralatan komersial juga tersedia untuk
identifikasi jamur. Tes sensitivitas antijamur dapat dilakukan. The repro-ducibility
tes ini telah sulit untuk membakukan , dan beberapa metode laboratorium yang
dibutuhkan secara teknis. Namun, surveilans dari resistensi antijamur , terutama
untuk azoles, menjadi semakin penting (Bagg, 2006).
infeksi virus
Virus Herpes simpleks adalah penyebab paling umum dari infeksi virus dari
mukosa mulut . Virus ini dapat dibudidayakan dengan mudah dalam sel kultur
jaringan dari usapan virus jaringan lesi dan hasilnya mungkin tersedia dalam
waktu 48 jam . Namun, dengan munculnya obat anti - virus tertentu, hasil yang
lebih cepat yang diinginkan dan ini mungkin dicapai melalui penggunaan tes
deteksi antigen cepat seperti immunofluorescence. Teknik serologi yang
digunakan sedikit dalam pengaturan klinis, karena mereka terlalu lambat untuk
diagnosis primer infeksi dan tidak ada tanda serologi penyakit reaktivasi (Bagg,
2006).
Diagnosis herpes zoster biasanya dilakukan secara klinis, tetapi dapat
dikonfirmasi dengan tes laboratorium. Deteksi antigen dan serologi adalah
metode yang paling bernilai. Diagnosa herpangina dan penyakit tangan , kaki dan
mulut juga biasanya dilakukan secara klinis, tetapi isolasi virus cox - sackie
relevan dapat dicoba dalam kultur jaringan, idealnya dari spesimen tinja (Bagg,
2006).
Jumlah saliva laktobasilus dan Streptococcus mutans dapat dilakukan sebagai
komponen tes aktivitas karies.
Pap gingiva mendalam dengan demonstrasi kompleks fuso - spirochaetal berguna
untuk konfirmasi ulseratif necrotising akut gingivitis (Bagg, 2006).
Bagg. 2006. Essential Of Microbiology For Dental Student 2th Edition. Oxford
University Press.
Ronald. 2002. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Jakarta: Egc
Suryati. 2007. Prosedur Diagnostik Dengan Metodeklasik Dan Metode
Molekuler. Bogor: Ipb
Kusnadi. 2011. Diambil Pada 15 Januari 2014 Pukul 23.30.
Http://File.Upi.Edu/Direktori/Fpmipa/Jur._Pend._Biologi/19680509199403-
Kusnadi/Buku_Common_Text_Mikrobiologi,_Kusnadi,Dkk/Bab_Ii_Metode.Pdf
Marwati. 2009. Pentingnya Pemeriksaan Penunjang Untuk
Penatalaksanaan Penyakit Mulut. Jakarta: Universitas Trisakti