6
OBSTRUKSI USUS HALUS AKIBAT ADHESI : DIAGNOSA DAN PENATALAKSANAAN Budi Irwan Divisi Bedah Digestif Departemen Bedah FK-USU/RSUP H.Adam Malik Medan Adhesi intra-abdominal masih menjadi persoalan klinik yang signifikans hingga saat ini (ditemukan pada 93% paska laparotomi) menyebabkan meningkatnya morbiditas dan mortalitas. Kelainan ini dapat dijumpai dalam beberapa jam hingga puluhan tahun setelah operasi. Komplikasi berupa nyeri kronik abdomen/pelvic (insidensi 20-50%), obstruksi usus halus (insidensi 49-74%) dan infertilitas (insidensi 15-20%). Untungnya mayoritas adhesi bersifat asimptomatik. Obstruksi usus halus akibat adhesi (Adhesive Small Bowel Obstruction =ASBO) merupakan penyebab obstruksi usus halus terbanyak (hingga 75% dari semua obstruksi usus halus), menyebabkan 300 ribu operasi adhesiolisis dilakukan setiap tahun di Amerika, menghabiskan lebih 1 Miliar US Dollar dalam biaya pengobatannya , membuat re-laparatomi menjadi lebih sulit dan lama, meningkatkan resiko trauma usus (iatrogenik) dan membuat laparoskopi menjadi sulit bahkan mustahil pada sebagian kasus. Namun demikian, belum ada konsensus internasional yang seragam dalam menegakkan diagnosa dan penatalaksanaan ASBO. Anamnesa dan pemeriksaan fisik abdomen yang baik pada umumnya dapat menegakkan diagosa suatu ASBO. Riwayat operasi intra-abdominal terdahulu merupakan petunjuk pertama dalam menegakkan diagnosa : seberapapun lamanya operasi tersebut telah berlangsung, sekecil apapun jaringan parutnya, bahkan meski “hanya” laparoskopi. Gejala ASBO berupa distensi abdomen, muntah, nyeri kolik dan tidak buang air besar / flatus. Foto polos abdomen dapat dijumpai multiple air fluid level, dilatasi usus halus dan tidak terlihat bayangan kolon. Sedangkan strangulasi usus dicurigai apabila dijumpai gejala/tanda klinis demam, takikardia, leukositosis, asidosis metabolik dan nyeri persisten. CT scan

Diagnosa Dan Penatalaksanaan Adhesi. Dr.budi Irwan, Bandung

Embed Size (px)

DESCRIPTION

d

Citation preview

Page 1: Diagnosa Dan Penatalaksanaan Adhesi. Dr.budi Irwan, Bandung

OBSTRUKSI USUS HALUS AKIBAT ADHESI :DIAGNOSA DAN PENATALAKSANAAN

Budi Irwan

Divisi Bedah Digestif

Departemen Bedah FK-USU/RSUP H.Adam Malik Medan

Adhesi intra-abdominal masih menjadi persoalan klinik yang signifikans hingga saat ini (ditemukan pada 93% paska laparotomi) menyebabkan meningkatnya morbiditas dan mortalitas. Kelainan ini dapat dijumpai dalam beberapa jam hingga puluhan tahun setelah operasi. Komplikasi berupa nyeri kronik abdomen/pelvic (insidensi 20-50%), obstruksi usus halus (insidensi 49-74%) dan infertilitas (insidensi 15-20%). Untungnya mayoritas adhesi bersifat asimptomatik.

Obstruksi usus halus akibat adhesi (Adhesive Small Bowel Obstruction =ASBO) merupakan penyebab obstruksi usus halus terbanyak (hingga 75% dari semua obstruksi usus halus), menyebabkan 300 ribu operasi adhesiolisis dilakukan setiap tahun di Amerika, menghabiskan lebih 1 Miliar US Dollar dalam biaya pengobatannya , membuat re-laparatomi menjadi lebih sulit dan lama, meningkatkan resiko trauma usus (iatrogenik) dan membuat laparoskopi menjadi sulit bahkan mustahil pada sebagian kasus. Namun demikian, belum ada konsensus internasional yang seragam dalam menegakkan diagnosa dan penatalaksanaan ASBO.

Anamnesa dan pemeriksaan fisik abdomen yang baik pada umumnya dapat menegakkan diagosa suatu ASBO. Riwayat operasi intra-abdominal terdahulu merupakan petunjuk pertama dalam menegakkan diagnosa : seberapapun lamanya operasi tersebut telah berlangsung, sekecil apapun jaringan parutnya, bahkan meski “hanya” laparoskopi. Gejala ASBO berupa distensi abdomen, muntah, nyeri kolik dan tidak buang air besar / flatus. Foto polos abdomen dapat dijumpai multiple air fluid level, dilatasi usus halus dan tidak terlihat bayangan kolon. Sedangkan strangulasi usus dicurigai apabila dijumpai gejala/tanda klinis demam, takikardia, leukositosis, asidosis metabolik dan nyeri persisten. CT scan dapat pula memberi petunjuk berupa gambaran cairan bebas, edema mesenterial, berkurangnya gambaran feces usus halus dan devascularized bowel. ASBO dikatakan komplit apabila kontras (water soluble) tidak sampai ke kolon dalam 6 jam setelah Follow Through.

Operasi vs Konservatif Penatalaksanaan ASBO sering menjadi dilemma : operasi dapat menyebabkan

adhesi baru, sedangkan tindakan konservatif tidak menghilangkan penyebab adhesi. Beberapa konsensus yang disepakati mengenai penatalaksanaan ASBO diantaranya :

1. Managemen konservatif dapat dilakukan pada ASBO parsial dan tidak dijumpai tanda/gejala strangulasi usus secara klinis dan radiologis.

Page 2: Diagnosa Dan Penatalaksanaan Adhesi. Dr.budi Irwan, Bandung

2. Managemen operatif dipilih pada ASBO komplit/total, ASBO disertai gejala/tanda strangulasi usus, dan ASBO yang tidak resolusi setelah 72 jam managemen konservatif.

3. Follow through dengan kontras larut air (Water Soluble Contrast Medium=WSCM) merupakan bagian tindakan konservatif yang dapat berfungsi sebagai diagnostik dan terapeutik, menggunakan kontras 50-150 cc via NGT atau oral, dilakukan baik pada saat pasien masuk rumah sakit atau setelah inisiasi managemen konservatif dimulai. Resolusi diprediksi kuat apabila kontras memasuki kolon kurang dari 24 jam (sensitivity 97%, specificity 96%).

4. Tindakan konservatif pada ASBO berupa : pemasangan NGT, pemberian cairan intra-vena dan observasi klinis. Observasi klinis dimaksudkan untuk menentukan apakah telah dijumpai tanda/gejala strangulasi usus dan atau telah resolusi atau. Observasi dilakukan selama 48 jam dan dapat diperpanjang hingga 72 jam apabila tidak ada tanda/gejala strangulasi/iskemia usus.

Indikator kegagalan konservatif Beberapa faktor yang diprediksi sebagai tanda kegagalan tindakan konservatif antara lain:

1. Klinis : Muntah terus menerus. nyeri perut hebat (VAS > 4), leukositosis (>15.000) dan devascularized bowel dan volume NGT >500 cc pada hari ke-3 konservatif.

2. CT scan : cairan bebas intra-peritoneal, edema mesenterial, hilangnya gambaran feces usus halus.

Lama dan indikasi terminasi tindakan konservatif1. Umumnya tindakan konservatif dapat dilanjutkan hingga 72 jam (pendapat lain

menyatakan hingga 3-5 hari) manakala tidak dijumpai tanda/gejala strangulasi/iskemia usus..

2. Setelah 3 hari tidak terjadi resolusi, dapat dilakukan WSCA atau langsung operasi.

Kekambuhan ASBO1. Faktor resiko rekurensi adalah usia <40 tahun dan matted adhesion.2. Rekurensi meningkat apabila riwayat ASBO terakhir ditatalaksana secara

konservatif (40,5%) dibandingkan dengan operasi (26,8% ; p<0,004)

Bedah terbuka vs Laparoskopi1. Bedah terbuka (konvensional) adalah pilihan utama pada operasi ASBO2. Indikasi laparoskopi pada ASBO terbatas pada episode pertama dan atau yang

diprediksi sebagai single band (pasca appendectomy atau histerektomi). 3. Indikasi konversi pada laparoskopi dipertahankan serendah mungkin. 4. Indikator konversi laparoskopi pada ASBO : diameter usus halus >4 cm,

obstruksi komplit dan usus halus distal, distensi abdomen menetap meski telah didekompresi, ASBO kronis, skar operasi mediana.

Page 3: Diagnosa Dan Penatalaksanaan Adhesi. Dr.budi Irwan, Bandung

5. Kontraindikasi laparoskopi ASBO : distensi abdomen massif, peritonitis, hemodinamik tidak unstable dan adanya penyakit ko-morbid berat.

Tekhnik Operasi1. Prinsip dasar mengurangi kejadian adhesi pada waktu operasi:

a. Gentle handling of tissueb. Hindari diseksi peritoneum yang tidak perluc. Cegah tumpahan konten usus kedalam kavum abdomend. Cegah tercecernya batu empedu intra-abdomene. Hemostatis yang baikf. Cegah dehidrasi g. Buang jaringan nekrotikh. Gunakan starch free glovesi. Tidak menutup peritoneum

2. Pemakain barrier mekanis,kimiawi /liquid membantu mencegah ASBO di kemudian hari (dibicarakan terpisah oleh pembicara lain)

3. Laparoskopi mengurangi ASBO secara signifikans pada beberapa jenis operasi dibandingkan operasi terbuka :

a. Kolesistektomi (7,1% vs 0,2%)b. Histerektomi (15,6% vs 0%)c. Operasi adnexa (23,9% vs 0%)

4. Laparoskopi tidak berbeda dengan operasi terbuka dalam hal kejadian ASBO pada appendektomi (1,4% vs 1,3%).

Operasi terbuka vs Minimally invasiveProsedur minimal invasif diyakini mengurangi angka kejadian ASBO bila

dibandingkan dengan prosedur operasi terbuka karena beberapa hal, diantaranya :1. Trauma jaringan lebih kecil karena presisi lebih baik2. Tidak ada kontaminasi tepung sarung tangan, serabut benang kain linen dll3. Insidensi infeksi berkurang4. Pneumoperitoneum membantu hemostasis lebih baik

Namun laparoskopi memiliki beberapa faktor yang dapat meningkatkan resiko ASBO, diantaranya :

1. Durasi operasi relatif lebih lama2. Gas Insuflasi CO2 menyebabkan kekeringan peritoneum sehingga memicu

adhesi3. Insuflasi gas CO2 menyebabkan kerusakan lapisan sel mesothelial peritoneum

lebih cepat membentuk rongga intersellular dibandingkan dengan operasi terbuka (30 menit vs 120 menit).

4. Gas CO2 menyebabkan hipoksia dan acidosis peritoneal, menurunnya temperatur kavum abdomen, meningkatnya illuminasi ,yang secara keseluruhan atau sendiri-sendiri mempengaruhi integritas peritoneum dan menyebabkan perubahan biomolekuler sehingga mempengaruhi proses adhesyolisis.

Page 4: Diagnosa Dan Penatalaksanaan Adhesi. Dr.budi Irwan, Bandung

KesimpulanASBO masih menjadi problem klinik sehari-hari. Managemen konservatif

seyogiyanya dipilih apabila tidak dijumpai tanda-tanda peritonitis dan strangulasi. WSCM cukup aman diterapkan dan membantu diagnostik (memprediksi resolusi atau harus operasi) dan terapeutik (mengurangi frekwensi operasi dan memperpersingkat waktu resolusi dan lama rawatan). Prosedur operasi terbuka masih merupakan pilihan yang paling aman dan efektif.

KEPUSTAKAAN

1.Catena F, Saverio SD, Kelly MD, Biffl WL, Ansaloni L, Mandala V, et al. Bologna Guidelines for Diagnosis and Management of Adhesive Small Bowel Obstruction (ASBO): 2010 Evidence-Based Guidelines of the World Society of Emergency Surgery. World J Surg 2011;6(5):1-24.

2. Brochhausen C, Schmitt VH, Plank CZE, Rajab TK, Hollemann D, Tapprich C et.al. Current Stratetegies and future perspectives for intraperitoneal adhesion prevention. J Gastrointest Surg 2012;16:1256-1274

3. Zielinski MD, Eiken PW, Bannon MP, Heller SF, Lohse CM, Huebner M, et.al. Small bowel obstruction-who needs an operation? A multivariate prediction model. World J Surg 2010;34:910-919.

4. Schein M. Small bowel obstruction. In: M. Schein et al. (eds.), Schein’s Common Sense Emergency Abdominal Surgery. Springer-Verlag Berlin Heidelberg 2010;21:215-232.

5. Brokelman WJA, Lensvelt M, Rinkes IHMB, Klinkenbijl JHG, Reijnen MMPJR. Peritoneal changes due to laparoscopic surgery. Surg Endosc 2011;25:1-9.

6. Lauder CIW, Garcea G, Strickland A, Maddern GJ. Abdominal adhesion prevention: still a sticky subject. Dig surg 2010;27:347-357.

7. Zinther NB, Fedder J, Andersen HF. Noninvasive detection and mapping of intraabdominal adhesions: a review of the current literature. Surg Endosc 2010;24:2681-2686.