Upload
truongdieu
View
219
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1 RDP BAP DPD RI TENTANG TANAH ULAYAT MS V TS 2017-2018 RABU, 30 MEI 2018
Nomor: RISALAHDPD/BAP-RDP//2018
DEWAN PERWAKILAN DAERAH
REPUBLIK INDONESIA
-----------
RISALAH
RAPAT DENGAR PENDAPAT BADAN AKUNTABILITAS PUBLIK
DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA
MASA SIDANG V TAHUN SIDANG 2017-2018
I. KETERANGAN
1. Hari : Rabu
2. Tanggal : 30 Mei 2018
3. Waktu : 13.30 WIB – 15.30 WIB
4. Tempat : R. Rapat Komite I DPD RI
5. Pimpinan Rapat :
1. Drs. H. Abdul Gafar Usman, MM (Ketua)
2. KH. Ahmad Sadeli Karim, LC (Wakil Ketua)
3. Novita Anakotta, SH., MH (Wakil Ketua)
6. Acara
: 1. Rapat dengar pendapat terkait tindak lanjut
permasalahan tanah ulayat di Rokan Hilir Provinsi Riau.
7. Hadir : Orang
8. Tidak hadir : Orang
2 RDP BAP DPD RI TENTANG TANAH ULAYAT MS V TS 2017-2018 RABU, 30 MEI 2018
II. JALANNYA RAPAT:
PIMPINAN RAPAT: Drs. H. ABDUL GAFAR USMAN, M.M. (KETUA BAP DPD RI)
Maaf dari RHK (Ruang Henti khusus) ada? Lingkungan Hidup ada tidak? Lingkungan
Hidup ada tidak? Ada Lingkungan Hidup ada? Ini, ini rapatnya di sini, belum datang kaliya.
Bapak-Bapak, para orang tua kami dari Kepala Suku, dari perusahaan, dari Pemda
Provinsi dan dari Lokan Hilir belum muncul. Berhubung karena informasi yang kita terima
Kementerian LHK (Lingkungan Hidup dan Kehutanan) dalam perjalanan, oleh karena itu kami
mohon kepada bapak-bapak kita beri waktu lebih kurang 7 menit kalau tidak hadir kita lanjut
rapat ini. Tolong dikomunikasikan oleh sekretariat agar dan kepada para anggota kita tunda 7
menit gimana Pak Andi kita tunda menjelang karena menurut informasi sedang menuju ke sini.
Yang mewakili dari BPN (Badan Pertanahan Nasional) ada?
Dari Kemendagri (Kementerian Dalam Negeri) ada?
Dari provinsi ada?
Dari Lokan Hilir belum ada?
Dari perusahaan ada?
Dari perusahaan tidak kelihatan?
Tolong daftar hadir, ya?
Bapak-bapak dan Ibu, Pimpinan dan Anggota yang saya hormati, bapak-bapak dari
Pemda Provinsi. Kita lanjutkan pertemuan ini dengan diharapkan kepada sekretariat
mengkomunikasikan kepada yang diundang dan kebetulan ada surat masuk ini dari Ivomas
berhalangan hadir dan mohon diadakan nanti pertemuan tersendiri tolong nanti di catat ini.
Bapak dan ibu/bapak-bapak para dari Kementerian Badan Pertanahan Nasional, Kementerian
Dalam Negeri, dari Gubernur Provinsi Riau yang mewakili, serta para Kepala Suku datuk-datuk,
dan Anggota BAP (Badan Akuntabilitas Publik) beserta Wakil Ketua BAP (Badan Akuntabilitas
Publik) yang saya hormati dengan mengucapkan Bismillahirahmanirahim dan berserah diri
kepada Allah Tuhan yang maha kuasa, maka Rapat Badan Akuntabilitas Publik Dewan
Perwakilan Daerah Republik Indoneesia secara resmi saya buka dengan berdo’a sesuai agama
dan kepercayaan kita masing-masing berdo’a mulai.
Amin dengan demikian rapat kita buka.
KETOK 1X
Pak Wakil Ketua, Bapak-bapak para tim-tim analisis Anggota Badan Akuntabilitas
Publik Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia serta datuk-datuk, bapak-bapak para
pejabat. Sesuai dengan kewenangan yang dimiliki oleh kami selaku Dewan Perwakilan Daerah
Republik Indonesia, rapat ini adalah rapat Lembaga Negara, jadi, secara resmi adalah rapat
Lembaga Negara. Sehingga dengan demikian selain dari yang diundang dan memang dinyatakan
terbuka untuk umum, selain dari pada peserta rapat diberi kesempatan untuk menyampaikan
pikiran setelah mendapat persetujuan dari pimpinan rapat dan semua yang diundang akan diberi
waktu sesuai dengan perjalanan rapat kita ini. Bapak dan ibu-ibu yang saya hormati bahwa
RAPAT DIBUKA PUKUL 13.30 WIB
3 RDP BAP DPD RI TENTANG TANAH ULAYAT MS V TS 2017-2018 RABU, 30 MEI 2018
Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonseia secara etimologi mewakili daerah. Daerah itu ada
3 unsur menurut ilmu tata Negara;
1. Ada rakyat.
2. Ada pemerintah.
3. Ada wilayah.
Dengan demikian kami mewakili rakyat, mewakili pemerintah secara struktural serta
mewakil teritori yang bermasalah di wilayah di seluruh Indonesia. Mision Dewan Perwakilan
Daerah itu ada 3 untuk mengikat Negara Kesatuan Republik Indonesia itu ada 3 pagar yang
harus diber tertancap kuat dan;
1. Pertama pagar perhatian yang sama kepada semua daerah yang berada di Indonesia ini
karena perhatian itu adalah kebutuhan. Oleh karena itu DPD menjaga baik bahwa apapun
permasalahan didaerah dari Aceh sampai ke Papua harus punya perhatian yang sama
selaku kita orang yang diberi mandat, orang yang ditugaskan, orang yang hidup dari
rakyat untuk rakyat, itu mision pertama.
2. Mision kedua adalah kesejahteraan, bagaimana Negara ini melihat bahwa kesejahteraan
itu adalah suatu kewajiban bagi kita yang diberi amanah oleh rakyat untuk menjaga
kesejahteraan itu tidak ada ketimpangan. Itu mision oleh karena itu jika masih terdapat
ketimpangan itulah mision yang harus kita lakukan.
3. Yang ketiga keadilan.
Nah, tiga pagar kuat inilah agar Negara Kesatuan kita kokoh dan kuat NKRI itu harga
mati, Maka Dewan Perwakilan Daerah hadir dengan mision itu. Menjaga perhatian yang sama
agar mendapat kesejahteraan yang sama dan keadilan yang sama. Nah, oleh karena itu bapak dan
ibu yang kami hormati pada rapat hari ini kita coba mekanisme rapat kita. Pertama nanti kita
minta kepada Pemda Rohil atau Pemda Provinsi menyampaikan apa sesungguhnya harapan dari
bapak-bapak sesuai dengan kesepakatan yang diperoleh pada rapat kerja BAP (Badan
Akuntabilitas Publik) pada Tanggal 9 Maret 2018, bertempat di ruang kantor Gubernur yang di
hadiri oleh semua perusahaan yang diundang tapi hari ini perusahaan tidak hadir, ada satu yang
menyampaikan bahwa berhalangan dari Ifomas-Ivomas Pratama. Yang dihadiri oleh Pemda
Provinsi Riau, tim analisis BAP, Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir, dari Kantor Wilayah BPN
(Badan Pertanahan nasional) Provinsi Riau, Kantor Pertanahan Kabupaten Rokan Hilir, serta
perusahaan lima perusahaan yang kita undang, perwakilan masyarakat. Hasil dari rapat tersebut
ada 4 poin, 1 poin yang akan kita bahas pada hari ini.
1. Poin yang pertama, disepakati dalam jangka pendek perusahaan yang melaksanakan
program CSR (Corporate Social responsibility) yang diperluas dengan mengakomodir
kegiatan masyarakat adat yang terdiri dari 4 Persukuan;
a. Yakni Suku Hamba Raja, ada mewakili.
b. Suku Harung.
c. Suku Bebas.
d. Dan Suku Rao.
Itu kesepakatan dan ini ditanda tangani baik oleh perusahaan, maupun oleh pemerintah,
maupun oleh semua peserta dari rapat yang diundang.
2. Dalam jangka panjang perusahaan sepakat dengan kelompok masyarakat adat 4
persukuan tersebut, akan melakukan kerjasama dengan pola kemitraan sesuai dengan
aturan dan mekanisme yang berlaku.
3. Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir memfasilitasi proses
penyelesaian tersebut.
4 RDP BAP DPD RI TENTANG TANAH ULAYAT MS V TS 2017-2018 RABU, 30 MEI 2018
4. Dewan Perwakilan Daerah melakukan kordinasi dengan kementerian terkait pada tingkat
pusat, dalam rangka memenuhi ketersediaan lahan dan pengukuran ulang dalam
mendukung proses penyelesaian masalah berdasarkan kesepakatan rapat kerja tersebut.
Nah, bapak dan yang kami hormati baik dari Kementerian BPN, dari Kemendagri, dari
LHK Sampai sekarang belum hadir, dari perusahaan belum hadir. Yang kita bicarakan pada hari
ini adalah poin yang ke empat. Nah, dari poin yang keempat ini pada waktu kita melakukan rapat
di Provinsi Riau, pada waktu itu RT/RW Provinsi Riau belum ditanda tangani belum disahkan
secara resmi. Sehingga demikian berdasarkan itu tetapi menurut informasi yang kami peroleh
bahwa ini sudah disetujui, nah, berarti RT/RW Riau sudah disetujui secara resmi secara formal.
Namun demikian sesuai dengan poin nomer empat ini kira-kira apa kira-kira harapan dari Pemda
Provinsi Riau terhadap yang tercantum pada poin empat ini, melakukan koordinasi dengan
Kementerian terkait. Nah, yang hadir pada hari ini adalah BPN (Badan Pertanahan Nasioanal)
dengan Mendagri (Menteri Dalam Negeri) ditingkat Pusat dalam rangka memenuhi ketersediaan
lahan dengan pengukuran ulang dalam mendukung proses penyelesaian masalah tersebut.
Jadi, dari poin ke dua dalam kesepakatan itu dalam jangka panjang, jangka panjang
maksudnya tidak dapat diputuskan pada rapat di Provinsi Riau itu, itu pengertian jangka panjang.
Nah, dengan demikian untuk pertama mekanisme kita, kita minta dulu kepada Pemda Provinsi
atau Kabupaten Rokan Hilir yang belum hadir tapi kami ucapkan terima kasih kepada Pemda
kabupaten, eh, Pemda Provinsi Riau yang dihadiri oleh Bapak Masperi sebagai Asisten II, Bapak
H. Ahmad Sahrofi dari Asisten II, dua Asisten yang hadir pada hari ini.
Setelah itu nanti kemana arahnya kita minta tanggapan kepada Kementerian terkait yang ada sini
Kemendagri dengan Kementerian BPN (Badan Pertanahan Nasional).
Setelah itu nanti kita coba melakukan pendalaman dan diskusi dari tim, tim analisis BAP
(Badan Elektibilitas Publik) yang alhamdulillah hadir pada hari ini dari juga ini bisa mewakili
Indonesia dari wilayah Barat, saya dengan Pak Andi dari Lampung Pak Dr. Andi Surya, dari
wilayah Timur itu dari Pak Lalu dan Pak Iskandar dari, eh, Pak Idris dari kalimatan Timur, dan
Pak Kyai dari Sulawesi Tengah itu juga hadir dan wakil ketua, wah, ini Pak Bahar dari Bangka
Belitung dan bapak wakil ketua dari Banten, jadi, mewakili Indonesia dari Barat sampai ke
Timur gitu.
Nah, setelah pendalaman nanti dari tim kita coba mengambil langkah-langkah konkrit
terhadap tujuan yang ingin dicapai pada kesempatan ini. Bapak dan ibu yang kami hormati bagi
perusahaan yang belum hadir, kita di lembaga parlemen ini memang ada undang-undang yang
menyatakan tidak datang pertama nanti, jika, tidak menyatakan halangannya kita akan lapor
kepada Presiden.
Jadi, yang ke selanjutnya jika juga Presiden nanti setelah memberi tahu maka kita akan
laporkan kepada Kapolri untuk menggunakan undangan Riau. Undangan Riau pak, jadi,
kebetulan saya dari Riau, di Riau itu undangan itu jemputan namanya pak, jadi, di Riau itu ada
namanya Pak Matrofi, iya, jemputan namanya, ya. Jadi, di Riau itu namanya undangan itu
jemputan dijemput, gitu, begitu kira-kira.
Nah, oleh karena itu tolong catat kepada perusahaan yang tidak hadir kita beri
konfirmasi, nah, tolong komunikasi terus dan kita adakan rapat khusus nanti dengan perusahaan
yang tidak hadir.
Baik Bapak-bapak, kami persilakan kepada bapak gubernur atau yang mewakili, kira-kira
poin empat ini apa yang menjadi harapan bapak dari kementerian yang terkait yang ada, setelah
itu nanti kita coba pendalaman. Kami persilahkan dari bapak yang mewakili dari Pemda
Provinsi, Pemda kabupaten belum hadir, Iya, silakan pak kira-kira apa? Kami persilakan kepada
5 RDP BAP DPD RI TENTANG TANAH ULAYAT MS V TS 2017-2018 RABU, 30 MEI 2018
Bapak! Pak Masperi atau Pak Ahmad Sahrofi kami persilakan. Iya, kami persilakan kepada
bapak! Pak Masperi atau pak Ahmad Sahrofi kami persilakan. Iya, kami persilakan kepada
Bapak Masferi.
PEMBICARA: MASPERI (ASISTEN II SETDAPROV RIAU)
Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh.
Selamat sore, dan
Salam sejahtera buat kita semua.
Syukur alhamdulillah kami diundang diacara yang berbahagia ini dalam rangka
memfasilitasi keinginan masyarakat kami dalam rangka menyampaikan aspirasinya dan
memenuhi kebutuhan-kebutuhan sebagaimana yang telah mereka perjuangkan.
Yang kami hormati Pimpinan BAP (Badan Akuntabilitas Publik) beserta anggota yang
terhormat, Kementerian lembaga yang diundang, kemudian masyarakat kami dari Suku
Hambaraja, Suku Haru, Suku Rao dan Suku Bebas serta perusahaan yang seyogyanya kami
minta hadir pada kesempatan ini.
Dalam rangka menindaklanjuti rapat kita terdahulu, kami telah berupaya menyurati
Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir untuk tingkat lapangan mengupayakan fasilitasi baik untuk
penyelesaian poin pertama.
Ke dua dalam rangka memenuhi tuntutan dari aspirasi masyarakat kita. Namun surat
kami tersebut belum mendapatkan respon karena kalau pemerintah provinsi Pak untuk langsung
menyelesaikan persoalan ini karena terbentur kedalam kewenangan-kewenangan yang ada. Maka
dengan demikian hari ini Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir juga tidak hadir, demikian pula
perusahaan-perusahaan yang berada disekeliling tanah-tanah ulayat yang disengketakan ini.
Harapan kami bapak yang terhormat terhadap kementerian-kementerian yang berkewenangan;
1. RT/RW Provinsi Riau hari ini itu telah diundangkan telah disahkan oleh Kementerian
LHK (Lingkungan Hidup dan Kehutanan) dan kami lakukan harmonisasi dengan DPR
(Dewan Perwakilan Rakyat) dan Perda (Peraturan Daerah) nya itu sudah kami undangkan
melalui rembangan daerah. Berarti dari sisi RT/RW tidak ada persoalan lagi yang dulu
terhambat oleh RT/RW. Nah, kita berharap yang kita inginkan adalah masyarakat kita ini
menuntut agar mereka para suku-suku ini mendapatkan bagian tak terpisahkan dari usaha
perkebunan yang telah diusahakan oleh para PT-PT yang berada di Rokan Hilir ini,
khusus yang berhimpitan atau bersinggungan dengan tanah-tanah ulayat dari para
persukuan ini. Dulu perusahaan menginginkan siap bermitra namun kita dihadapkan
kepada persoalan ketersediaan lahan, nah, hari ini yang punya kewenangan untuk
ketersediaan lahan itu adalah Kementerian LHK (Lingkungan Hidup dan Kehutanan),
karena lahan-lahan yang ada itu sudah berada didalam kawasan. Ini persoalan kita yang
pertama Pak.
2. Persoalan yang kedua adalah ketika ini dimungkinkan kami mohon kepada pejabat-pejabat pusat,
dimungkinkan kita untuk mengukur ulang terhadap HGU-HGU (Hak Guna Usaha) yang telah
diberikan oleh pemerintah kepada perusahaan-perusahaan tersebut. Nah, inikan pembiayaanya
cukup besar dan agak sulit kita melakukanya harus ada permohonan, harus ada segala macam-
segala macamnya dari aspek yuridis formalnya dan itu ketika masyarakat kami yang buta akan
hal-hal yang seperti ini, itu tidak mungkin melakukanya. Mungkinkah Pemerintah Pusat yang
mempunyai kewenangan dalam hal ini, baik yang di bidang perusahaan yang berkaitan dengan
6 RDP BAP DPD RI TENTANG TANAH ULAYAT MS V TS 2017-2018 RABU, 30 MEI 2018
perkebunan maupun lahan atau tanahnya Kementerian ATR (Audio to Text Recording) dan juga
Kementerian LHK (Lingkungan Hidup dan Kehutanan). Ketika ini bisa dilakukan kami yakin
dan percaya kelebihan-kelebihan dari HGU (Hak Guna Usaha) yang telah diberikan, ini dapat
kita berikan nanti kepada masyarakat kami yang menuntut akan apa namanya ini hak Ulayatnya
yang sudah ter Inklauf ke dalam izin yang kita berikan kepada perusahaan-perusahaan tersebut.
Kami tidak dapat banyak berbuat pak untuk ditingkat provinsi maupun ditingkat
kabupaten, karena keterbatasan kewenangan dan juga keterbatasan sumber daya untuk
melakukan hal-hal ini. Maka ketika kita rapat di Pemerintah Provinsi pada empat poin tersebut
kami memohon pada poin empat, DPD RI (Dewan Perwakilan daerah Republik Indonesia)
melakukan koordinasi dengan kementerian-kementerian terkait pada tingkat pusat dalam rangka
memenuhi ketersediaan lahan dengan pengukuran ulang, nah itu jalan keluarnya, pengukuran
ulang dan atau memanfaatkan kawasan-kawasan hutan, kan sudah di Inklauf kawasan-
kawasanya, itu dimanfaatkan kembali atau dilepas oleh kementerian kemudian diberikan kepada
datuk-datuk atau masyarakat persukuan ini, dan kemudian diukur itulah yang akan dibangun
nantinya oleh perusahaan untuk secara kemitraan. Itulah bapak pimpinan yang terhormat yang
menjadi fokus kami dan terus terang saja setelah kita rapat waktu dulu pak pimpinan, saya telah
didatangi beberapa kali oleh datuk-datuk kita ini untuk meminta apa yang harus kami lakukan,
lah, kamikan tidak punya akses langsung kepada perusahaan.
HGU (Hak Guna Usaha) itu sebetulnya adalah itukan BPN (Badan Pertanahan Nasional)
yang mengeluarkanya terlebih dahulu, nah, Pemprovkan (Pemerintah Provinsikan) hanya bersifat
memfasilitasi ketika ada hal-hal yang perlu difasilitasi kami fasilitasi. Nah, kemudian demikian
juga dengan ketika kita ingin memanfaatkan kawasan hutan, yang itukan prosesnya cukup
panjang harus dialihkan dulu, harus dibebaskan dulu. Nah, ini persoalan-persoalan yang memang
merupakan kewenangan pusat dalam konteks ini.
Kami mungkin dibantu oleh Kementerian Dalam Negeri yang merupakan induk kami
dalam konteks ini mengkoordinaskanya dengan kementerian-kementerian yang terkait.
Inti pokok dari permasalahan yang kami hadapi hari ini adalah masyarakat kami dan juga
masyarakat kita khusus yang berada di su yang berada dalam kawasan Ulayat Suku Hamba Raja,
Suku Haru dan Suku Rao, serta Suku Bebas, menginginkan mendapatkan apa namanya itu tricle
down efeknya pak dari perusahaan ini dengan memperoleh kebun melalui kemitraan. Nah ini
yang beum clear, ini yang belum selesai dan sampai hari ini ketika mereka-mereka yang berada
di dalam inklauf kebun tersebut pendapatannya juga sudah pasti pak dari sawit-sawit tadi.
Sementara yang berada disekelilingnya ini, itu apa namanya ter-termajinalkan dari sisi ekonomi
mereka. Ini yang menjadi tuntutan-tuntutan dari masyarakat yang sehingga ketika kami tidak
mampu menyelesaikanya ditingkat daerah maka persoalan ini sampai ke DPD (Dewan
Perwakilan Daerah) yang terhormat.
Kami pikir itu sekedar awal dari kami pak mungkin dari ketika nanti berkembang
didalam diskusi-diskusi, kami akan bisa untuk memberikan penjelasan-penjelasan lebih lanjut.
Demikian untuk sementara terima kasih.
Wasalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh.
PIMPINAN RAPAT: Drs. H. ABDUL GAFAR USMAN, MM (KETUA BAP DPD RI)
Baik, kelihatanya ini ke BPN (Badan Pertanahan Nasional) kami minta tanggapan, secara
de facto bahwa memang persukuan adat ini memang ada dan berada, jadi, Kabupaten Rokan
Hilir secara de facto dan secara de jure memang dalam Undang-Undang Dasar 1945 itu hak adat
7 RDP BAP DPD RI TENTANG TANAH ULAYAT MS V TS 2017-2018 RABU, 30 MEI 2018
itu diakui, dan memang DPD (Dewan Perwakilan Daerah) sekarang sedang menyusun Undang-
Undang Masyarakat Adat itu nanti akan kita lakukan bersama dengan Dewan Perwakilan
Daerah.
Nah, karena yang mengeluarkan HGU (Hak guna Usaha) ini dari BPN (Badan
Pertanahan Nasional) dan BPN (Badan Pertanahan Nasionakl) mungkin tau bahwa HGU (Hak
Guna Usaha) menerbitkan dan memperpanjang HGU (Hak Guna Usaha) itu ada syarat-syarat
yang harus diberikan kepada rakyat, apakah rakyat dalam arti rakyat disekitar maupun rakyat
dalam arti persukuan-persukuan yang berada secara de facto dan de jure diakui.
Nah, oleh karena itu kami minta informasi dari BPN (Badan Pertanhan Nasional) bahwa
HGU (Hak Guna Usaha) yang diterbitkan kepada Perusahaan Salim Ivomas Pratama ini dengan
anak-anak perusahaanya.
1. Kami mohon informasi bahwa sudah berapa lama HGU (Hak Guna Usaha) ini dan
apakah aturan-aturan menerbitkan dan memperpanjang HGU (Hak Guna Usaha) itu telah
diperoleh oleh rakyat, baik rakyat adat maupun rakyat sekitarnya dalam HGU (Hak Guna
Usaha) tersebut. Nah, kami mohon informasi dari Bapak.
2. Yang kedua kira-kira harapan dari Pemda (Pemerintah Daerah) provinsi ini serta harapan
kita selaku orang yang diberikan mandat oleh rakyat ini bisa tidak kira-kira dan solusinya
gimana langkah-langkah yang dilakukan. Kami persilakan kepada Kementerian ATR
(Audio to Text Recording) untuk memberikan informasi ini kami persilakan Pak.
PEMBICARA: ABDUL HASYIM GANI (Dir. SKTR II KEMENTERIAN ATR)
Assalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh.
Selamat siang.
Salam sejahtera untuk kita semua.
Yang kami hormati Pak pimpinan, bapak-bapak, ibu anggota DPD (Dewan Perwakilan
Daerah) yang kami hormati, bapak dari kementerian dari provinsi dari bapak-bapak yang
mewakili suku atau saudara-saudara yang ada di Kabupaten Batang Hari, eh, sorry Rokan Hilir-
Rokan Hilir.
Pertama, tentunya terkait dengan masalah ini memang sudah pernah dilakukan seperti
hasil kesepakatan dan sekarang dipusat terkait dengan keberadaan suku itu sendiri nanti mungkin
dari temen-temen Kemendagri (Keenterian Dalam Negeri) yang akan menyatakan dengan hal-hal
tersebut tetapi kami bicara tentang HGU (Hak guna Usaha).
Dari yang kami baca ini kami baru tau bapak ini mohon maaf ini kami baru tau mengenai
ada lima, lima perusahaan termasuk di dalamnya adalah PT. Salim Ifomas Pratama. Sehingga
kalau tadi pertanyaanya sudah berapa lama mestinya kami bisa menjawab kalau mungkin
kemarin kami sudah bisa mengecek, tapi mungkin, tapi saya pikir itu bisa kami informasikan
kepada bapak pimpinan atau kepada yang lain.
Tetapi terkait dengan masalah apakah itu melebihi dari ukuran atau pemberian HGU
(Hak Guna Usaha) luasannya sekian kemudian sekarang menguasai sekian, tadi ada harus di
lakukan pengukuran ulang. Nah tentunya pengukuran ulang inikan memang memerlukan biaya
dan ini diatur di dalam PP (Peraturan Pemerintah) (128) pak, jadi, tidak bisa juga BPN (Badan
Pertanahan Nasioanal) kemudian mengukur tanpa ada uang yang harus masuk ke kas Negara ini
di atur di dalam Peraturan Pemerintah (128) terkait dengan PNBP (Penerimaan Negara Bukan
Pajak) bapak.
8 RDP BAP DPD RI TENTANG TANAH ULAYAT MS V TS 2017-2018 RABU, 30 MEI 2018
Jadi, nah, kemudian terkait dengan lahan yang tadi yang disiapkan dalam rangka itu
masuk di dalam kawasan hutan, tentunya juga BPN (Badan Pertanahan Nasional) ini di luar
kewenangan karena ini ada dikewenangan LHK (Lingkungan Hidup dan Kehutanan). Jadi,
pemberian hak di atas tanah yang masih berstatus kawasan hutan BPN (Badan Petanahan
Nsional) belum bisa memberikan.
Nah, kemudian terkait dengan bagaimana terhadap HGU (Hak Guna Usaha) yang
memang terkait dengan ketentuan baik diperaturan Nomor 17 Tahun 2000, eh, sorry Nomor 7
Tahun 2017, memang diatur Bapak kaitan dengan kemitraan, kaitan dengan CSR (Corporate
Social Responsibility) di dalamnya. Tetapi memang di dalam ketentuan bahwa pelaksanaan
kegiatan terkait dengan penyiapan CSR (Corporate Social Responsibility), tetapi kalau saya
membaca ini, sih, kelihatannya perusahaan sudah merespon walaupun mungkin belum ada
respon nyata, tetapi pada saat pertemuankan kelihatanya ini mengatakan bersedia, tetapi
pelaksanaan dilapangan oleh temen-temen saudara-saudara ini belum dilakukan oleh perusahaan.
Didalam ketentuan (7) 2017 peraturan menteri bapak terkait dengan di dalamnya terkait
mengatur tentang pemberian HGU (Hak Guna Usaha), memang ada kewajiban 20 persen, ya,
bapak tetapi itu memang bagi pemohon yang baru, tetapi nanti pada saat pengajukan
perpanjangan itu disyaratkan.
Nah, saya karena mohon maaf saya belum melihat sampai kapan berakhirnya PT
(Perseroan Terbatas) hak pemberian pertamanya ini PT. Salim Ifomas Pratama misalnya. Nah,
pada saat dia akan mengajukan perpanjangan maka ada persyaratan untuk itu dia menyiapkan
bukan berarti langsung dari tanah yang ada diambil 20 persen, tapi kalau dia mampu Perusahaan
itu menyiapkan lahan disekitar lahan HGU (Hak Guna Usahanya)nya itu dia bisa melakukan
dalam rangka kegiatan kewajiban 20 persen yang harus di laksanakan. Nah, terkait dengan PT.
Salim Ivomas Pratama ini yang menjadi masalahkan kalau mungkin kalau saya salah mungkin
dikoreksi.
1. Pertama bahwa informasinya PT (Perseroan Terbatas) ini belum melakukan atau tidak
memberikan CSR (Corporate Social Responsibility) kepada masyarakat sekitar.
2. Kedua ada dugaan, kita sebut begitu bahwa lahan yang dikuasai oleh perusahaan ini
melebihi dari luas yang di berikan. Inikan dugaan karena ukuran yang sudah diberikan
HGU (Hak Guna Usaha) yang pasti itu batasnya mestinya juga sudah jelas, tapikan
masyarakat mungkin melihat oh ini dugaanya, oh ini kemungkinanya lebih ini dari yang
diberikan, nah, padahal ini belum pasti juga, nah, ini harus dilakukan pengukuran ulang
yang tadi harus dicek kebenaranya.
Jadi kalau boleh kami menyampaikan kepada bapak pimpinan bahwa kalau untuk CSR
(Corporate Social Responsibility) saya pikir CSR (Corporate Social Responsibility) bisa harus
sudah dilakukan sebenarnya oleh perusahaan, tapi janji dan sebagainyakan karena perusahaan
juga tidak ada, nih, seberapa jauh dan sudah berapa yang sudah dilakukan, nah, inikan belum tau
mungkin nanti bapak pimpinan akan memanggil perusahaan untuk memastikan apa yang bisa
dilakukan.
Nah, terakit dengan Pemerintah Daerah yang tadi dikatakan tidak bisa berbuat dan lain
sebagainya, kalau boleh kami menyampaikan kepada bapak dari Pemerintah Provinsi. Terkait
dengan kondisi dilapangan yang berhak dalam rangka untuk menegur dan lain sebagainya itukan
Pemerintah Daerah pak, jadi, menegur dalam artian, eh, anda sudah bisa melakukan ini terkait
dengan masyarakat saya pikir bisa-bisa saja pak. Jadi, kewenangan memang untuk mengatakan
ini lebih ini kurang dari pemberian HGU (Hak Guna Usaha) memang tidak bisa, tetapi kaitan
dengan pengawasan kalau, toh, itu dianggap misalnya batasnyakan bisa terlihat pak, di mana
9 RDP BAP DPD RI TENTANG TANAH ULAYAT MS V TS 2017-2018 RABU, 30 MEI 2018
batas HGU (Hak Guna Usaha) itu kan mestinya sudah jelas, nah, Pemerintah Daerah bisa
melihat, loh, ini anda menanam lebih kira-kira begitu dari batas yang ada.
Pemberian HGU (Hak Guna Usaha) pak pemberian HGU (Hak Guna Usaha) itukan
diukur masing-masing bidang, eh, sorry, batas-batas bidang itukan mestinya sudah ada di mana
batasnya itu ada tandanya mestinya, malah yang bagus sebuah perusahaan itu dia keliling
mestinya keliling dia melakukan itu batas dalam rangka untuk:
1. Pertama kepastian luas.
2. Kedua keamanan dari perusahaan itu sendiri.
Nah, Saya tidak tau atau belum tau bagaimana kondisi dilapangan yang sebenarnya
terkait dengan atas Nama PT. Salim Ivomas Pratama misalnya. Nah, ini perlu-perlu juga
apa namanya penelitian yang lebih jauh lagi Pak batasnya di mana, jangan kita menebak-
nebak kelebihan-kelebihan tetapi kita tidak tau sendiri misalnya di mana batasnya itu bisa
kita mengatakan kelebihan. Saya pikir itu Pak yang-yang-yang sementara pak pimpinan
yang bisa saya sampaikan nanti mungkin berkembang, ini juga ada dari staf ahli nanti
bisa menyampaikan tanggapan nanti seperti apa, kami cukupkan sementara terima kasih.
Assalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh.
PIMPINAN RAPAT: Drs. H. ABDUL GAFAR USMAN, MM (KETUA BAP DPD RI)
Ada tambahan Pak, silakan?
Cukup?
Dari Kemendagri mungkin ada apa pak?
Tolong staf?
Ada Pak mic, iya?
PEMBICARA: HENDRI FIRDAUS, S.H., M.H (KSD. Dir. BINA ADMINISTRASI
WILAYAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI)
Bismillahirrohminirohim
Assalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh.
Selamat siang.
Salam sejahtera bagi kita semua.
Terima kasih kepada Bapak pimpinan dan seluruh anggota DPD (Dewan Perwakilan
Daerah) yang, anu, yang terhormat yang kami hormati dan temen-temen dari KL (Kementerian
Lembaga) serta dari Pemerintah Provinsi ini, dan saudara-saudara kita dari suku-suku yang ada
di Rokan Hilir.
Pertama Kementerian Dalam Negeri apa mengapresiasi apa fasilitasi yang telah di
berikan oleh apa Pemerintah Provinsi yang juga di sana meminta kepada apa Pemerintah
Kabupaten Rokan Hilir untuk memfasilitasnya, yang tentu nanti harus diberikan arahan teknis
barang kali ke Kabupaten Rokan Hilir. Jadi, apa-apa yang harus di fasilitasi diapanya gitu,
misalkan tadi apa yang terkait masalah apa namanya lahan-lahan yang tentu karena apa namanya
yang harus di inventarisir gitu mana yang masalah, mana yang masuk dimasalah hutan. Terus
kemudian kalau pada akhirnya nanti ada apa namanya ada kawasan hutan misalkan HGU (Hak
Guna Usaha)nya dikawasan hutan berarti harus ada proses pelepasan, dan saat ini ada momentum
yang tepat pak dengan Peraturan Presiden (Perpres) (88) apa di mana ke provinsian membentuk
tim inver gitukan pak, ya, di mana kabupaten juga harus ada tim inver. Nah, ini bersama-sama
10 RDP BAP DPD RI TENTANG TANAH ULAYAT MS V TS 2017-2018 RABU, 30 MEI 2018
jadi, kami mengucapkan terima kasih, nah, tentu Kementerian Dalam Negeri akan memonitor itu
pak, jadi, kalau memang ada misalkan masalah, ya, tentu kami dengan BPN (Badan Pertanahan
Nasional) dengan apa dengan KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) akan
berkoordinasi bagaimana untuk bisa menyelesaikan seperti yang bapak harapkan tadi sesuai
dengan kewenanganya itu pertama.
Kemudian yang perlu kami sampaikan memang ketika tadi HGU (Hak Guan Usaha) itu
ada dikawasan hutan tentu ini yang terkait dengan pelepasan kawasan hutan yang tentu akan
diatur didalam Perpresnya (Peraturan Presiden).
Jadi, pertama mungkin kita perlu sama-sama, nih, pak provinsi dengan tim invernya
untuk melakukan inventarisasi sebagai terlebih dahulu, apa namanya lahan mana lahan-lahan
yang bermasalah ya yang masuk di kawasan hutan dan tentu nanti akan di komunikasikan
dengan Kementerian KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan).
Kemudian Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir juga ini melaporkan kepada Bapak
Gubernur, memang terkait tadi tanah-tanah yang-yang bermasalah tadi ya untuk di inventarisasi
lebih lanjut. Nah, kemudian hanya memang begini tentu pemerintah juga ada kejelasan juga
memang ya perlu di inventarisir tadi mana-mana yang berhak mana-mana yang tidak, ya, tentu
ini melalui tim inventarisasi itu yang menjadi-menjadi sangat penting.
Nah, khusus yang terkait dengan pengakuan adat saya pikir mungkin nanti inikan harus
ada dasar hukum kuat dan itu akan minta dijelaskan oleh temen di sebelah saya sama dari
Kementerian Dalam Negeri juga, yaitu dasar pengakuan tanah ulayat dan masyarakat hukum
adat saat ini yang tengah diapa yang landasan hukumnya sedang disusun. Saya pikir temen anu
Pak Feri untuk menjelaskan pengakuan terhadap hukum masyarakat adat. (37:42)
PIMPINAN RAPAT: Drs. H. ABDUL GAFAR USMAN, MM (KETUA BAP DPD RI)
Baik pertama, masih ada tambahan silakan Pak.
PEMBICARA: A FERI S FUDAIL (Dir. PENATAAN DAN ADMINISTRASI BINA
PEMERINTAHAN DESA KEMENTERIAN DALAM NEGERI)
Terima kasih.
Bismillahi walhamdulillah la haula wala quwwata illa bilah.
Assalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh.
Yang kami hormati Bapak Pimpinan dan Anggota BAP DPD (Badan Akuntabilitas
Publik Dewan Perwakilan Daearah) Republik Indonesia yang kami banggakan, Bapak dari lintas
KL (Kementerian Lembaga) Pemerintah Provinsi dan Bapak-bapak dari perwakilan suku-suku
yang sedang dalam proses pembahasan pada kesempatan ini.
Kami informasikan kepada forum ini khususnya para pimpinan dan anggota BAP (Badan
Akuntabilitas Publik) yang kami banggakan. Tadi adalah teman kami dari Kemendagri
(Kementerian Dalam Negeri) pada komponen Direktorat Jenderal Bina Administrasi Wilayah
Adwil.
Kami adalah dari komponen Direktorat Jenderal Bina Pemerintahan Desa Kementerian
Dalam Negeri. Betul tadi apa yang disampaikan dari Dirjen Bina Adwil dalam kerangka
kewilayahan khususnya atas tanah-tanah yang menjadi sengketa dalam penguasaan dalam
beberapa kebijakan terakhir telah diinformasikan terakit dengan Perpres (Peraturan Presiden)
khususnya dalam kerangka inventarisasi, tanah-tanah pengembalian hak atas tanah pada wilayah
11 RDP BAP DPD RI TENTANG TANAH ULAYAT MS V TS 2017-2018 RABU, 30 MEI 2018
hutan. Itu ada Perpresnya sudah disampaikan tapi pada kesempatan ini ijinkan kami dalam
kerangka membicarakan status hukum, dalam konteks sebagai suatu kelompok masyarakat yang
melakukan gugatan atau tuntutan atas pengembalian hak-hak yang dimintakan untuk diserahkan
kembali.
Maaf bukan berarti kami tidak menghormati dengan terhadap perwakilan suku-suku yang
ada saat ini, tapi tentu menjadi kewajiban kita semua terutama dari jajaran pemerintah mulai
dtingkat daerah baik kabupaten, provinsi dan pada tingkat pusat seluruh kementerian dan
lembaga, tentu lembaga-lembaga terhormat termasuk DPD (Dewan Perwakilan Daerah) dalam
kerangka harus melihat legal standing atas suatu kelompok masyarakat yang melakukan tuntutan
seperti ini.
Dalam hal ini Suku Hambar Raja, Suku Haru, Suku Rao dan Suku Bebas, tentu pertama
yang harus kita ketahui legal standingnya sebagai suatu kelompok masyarakat yang memiliki
hak untuk melakukan gugatan terhadap hak-hak yang diinginkan.
Kami informasikan bahwa sesungguhnya di dalam rangka implementasi Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, memang diatur bahwa masyarakat hukum adat yang ada
pada setiap wilayah itu diwajibkan mulai dari Pemerintah Daerah baik kabupaten maupun
provinsi bahkan pusat untuk melakukan penataan untuk ditetapkan menjadi satu kelompok
masyarakat hukum adat yang memiliki legalitas dalam kerangka pemenuhan hak-haknya untuk
dikembalikan sesuai dengan apa yang menjadi hak.
Yang kami pertanyakan sekarang ini kepada Pemerintah Provinsi maupun kepada
tentunya apa yang sudah kita lakukan terutama yang terhormat anggota DPD (Dewan Perwakilan
Daerah) dengan fasilitas yang dilakukan saat ini, sudahkah itu ada menjadi pegangan kita melihat
Suku Hambar Raja, Suku Haru, Suku Rao dan Suku Bebas memiliki legal standing itu. Karena
tidak cukup hanya dengan mengatakan berdasarkan histori tanpa ada acuan yang menjadi
pegangan kita bersama, karena ini akan menjadi masalah di dalam Undang-Undang Nomor 6
dengan tindak lanjutnya pada Permendagri (Peraturan Menteri Dalam Negeri) Nomor 52 Tahun
2014, diperintahkan kepada Pemerintah Daerah baik kabupaten maupun provinsi bahkan pusat
kalau seandainya itu melingkupi keberadaannya masyarakat hukum adat itu antar provinsi,
melakukan proses indentifikasi dan inventarisasi untuk kemudian ditetapkan menjadi satu
kelompok masyarakat hukum adat. Kalau sudah ada itu barulah ada langkah-langkah selanjutnya
seperti dalam rangka pemenuhan atas kepastian wilayah tanah ulayatnya dilakukan dengan Perda
(Peraturan Daerah) kalau dia adalah ruang lingkup hanya pada kabupaten, hanya pada kabupaten
maka cukup dengan Perda (Peraturan Daerah) Kabupaten.
Mari Bu mohon izin.
Baik, kami lanjutkan Pak, ya. Baik Pak, mohon izin.
Jadi, nanti kalau sudah ada legal standing sebagai suatu kelompok masyarakat hukum
adat berdasakan Permendagri (Peraturan Menteri Dalam Negeri) itu, di dalamnya tentu akan
kelihatan seberapa besar luas wilayahnya, bagaimana fungsi-fungsi kelembagaanya, bagaimana
hukum adatnya dan lain sebagainya menjadi identitas asli atas keberadaan masyarakat hukum
adat itu yang menjadi landasan untuk memberikan pemenuhan hak-hak seperti apa yang di
inginkan sesuai dengan kultur yang ada pada masyarakat itu.
Ini yang saya kira menjadi kewajiban kita bersama untuk melahirkan itu dulu pak untuk
melahirkan, saya tidak tahu persis setau kami berdasarkan data selaku Direktur Penataan dan
Administrasi Pemerintahan Desa hingga saat ini di Kabu di Provinsi Riau setau kami baru
Kabupaten Siak dan Rokan Hulu yang memiliki desa adat yang notabene desa adat itu adalah
perpanjangan dari keberadaan masyarakat hukum adat untuk tetap menjadi desa adat. Tetapi
12 RDP BAP DPD RI TENTANG TANAH ULAYAT MS V TS 2017-2018 RABU, 30 MEI 2018
itupun desa adat mohon izin pak pimpinan dan anggota DPD (Dewan Perwakilan Daerah)
kepada Pemerintah Provinsi langsung kami komunikasikan, itupun keberadaan desa adat yang
notabene adalah merupakan perlanjutan dari penanganan terhadap masyarakat hukum adat,
keberadaanya belum kami anggap sebagai suatu desa adat yang penuh seperti yang diamanatkan
dalam Undang-Undang, karena legal standing Perda (Peraturan Daerah) Provinsi pengaturan
tentang Desa Adat yang harus dipedomani oleh kabupaten itu belum diterbitkan oleh provinsi.
Jadi, memang persoalan masyarakat hukum adat ini menjadi masalah sangat dilematis
saat ini karena beberapa hal yang belum dipahami oleh kita semua dalam memperlakukanya.
Terutama-terutama yang dalam hal ini berhadapan langsung untuk memberikan berbagai
penanganan itu ada pada Pemerintah Daerah baik kabupaten maupun provinsi, karena beliau
yang tau persis terutama berkaitan dengan batas-batas wilayah itu tentu atas fasilitasi Pemerintah
Daerah Kabupaten Kota terutama yang memahami betul, tidak mugkin diambil alih oleh
Pemerintah Pusat dalam rangka menentukan batas-batas wilayahnya tanah ulayat itu. Karena
yang akan berhadapan ketika terjadi konflik bukan Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah yang
akan menangani langsung sehingga betul sekali apa yang disampaikan tadi Pemerintah Provinsi
Riau, bahwa itu dikedepankan Pemerintah Daerah Kabupaten dulu tapi lebih dari itu kami hanya
ingin menekankan bapak pimpinan dan Anggota DPD yang kami hormati, seyogyanya kalau kita
mau membicarakan ini diawali dengan kepastian atas legal standing yang menjadi dasar hukum
atas keberadaan bapak-bapak yang mengaku sebagai kelompok suku ini, suku itu yang
dibuktikan atas suatu bukti autentik, tidak sekedar bahwa berdasarkan sejarahnya dan lain
sebagainya.
Itu bukan berarti kami tidak menghargai tetapi harus ada bukti autentik sebagai bentuk
pengakuan dari Pemerintah Daerah dalam bentuk sangat sederhana Permendagri Nomor 52 tidak
meminta Perda cukup surat keputusan tetapi dilalui dengan tahapan-tahapan. Melakukan tahapan
identifikasi atas sejarah asal usul atas keberadaan masyarakat adat itu lahan menjadi wilayah
adatnya, kemudian kelembagaanya, struktur masyarakatnya, hukum adatnya dan berbagai aspek
yang berkaitan dengan masyarakat adat itu untuk dituangkan didalam surat keputusan itu sebagai
pegangan bersama kita. Ketika nanti terjadi perlakuan-perlakuan penuntutan terhadap berbagai
hak, sudah ada pegangan kita Pak tidak ujug-ujug termasuk terhadap beberapa hal yang kami
sangat menyayangkan dari Kemendagri (Kementerian Dalam Negeri) yang langsung
memberikan pengelolaan-pengelolaan hak atas hutan kepada kelompok masyarakat adat yang
tidak memiliki landasan hukum ini bisa terjadi problem di masyarakat nanti.
Itulah kami sangat menyadari dari Kemendagri kalau kita mau fasilitasi mari kita
mengawali dengan proses legal standing dari keberadaan masyarakat adat tersebut. Mari Suku
Haru, Suku Hamba Raja, Suku Rao dan Suku Bebas kalau itu belum ada kita fasilitasi untuk
menjadi langkah awal, baru masuk ke hal-hal yang karena ini persoalan pangkalnya pak. Saya
kira itu untuk sementara untuk dapat kami sampaikan sebagai pertimbangan dan selanjutnya
barang kali masih bisa kita diskusikan beberapa hal. Demikian kurang lebihnya mohon maaf.
Makasih.
Wabillahi taufik walhidayah.
Assalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh.
13 RDP BAP DPD RI TENTANG TANAH ULAYAT MS V TS 2017-2018 RABU, 30 MEI 2018
PIMPINAN RAPAT: Drs. H. ABDUL GAFAR USMAN, MM (KETUA BAP DPD RI)
Terima kasih Pak. Jadi, informasi yang kita terima menambah wawasan kita untuk
mengambil suatu langkah-langkah berikutnya. Mohon maaf pak, pak direktur, ya, saya ini orang
Riau Pak, orang Kampar suku saya Piliang, orang tua saya punya sawah sudah ratus Tahun
keturunanya tapi sampai saat ini masuk kawasan hutan. Karena memang datuk-datuk kami dulu
tidak ada yang sekolah dan tidak tau aturan yang bapak berikan, sehingga sawah orang tua saya
sampai hari ini, itu dalam petanya masih hutan padahal sudah beratus tahun keturunan karena
dikampung saya itu Pak Adat Minang, jadi, yang dapat sawah itu perempuan, kami tidak dapat,
jadi, sawah itu dari ne dari kakek saya dari nenek saya tidak tau namanya lagi sampai kepada
orang tua saya sampai kepada adek-adek saya, tapi kebetulan kami pegawai negeri semua tidak
menginginkan sawah itu tetapi untuk Bapak maklumi kalau Bapak tanya itu tidak tau seperti apa
maksud tapi di Kampar sudah ada Perda (Peraturan Daerah) kalau tidak salah sudah ada Perda
(Peraturan Daerah) mengenai adat.
Maksudnya inilah kondisi masyarakat di adat walaupun kami sudah jadi Sekda saya
sudah, jadi, Kanwil sudah, jadi, Inspektorat tapi justru hak-hak adat kami itu sampai sekarang
pak belum jelas juga, nah, apalagi kondisi orang-orang dari Rokan Hilir yang jauh di kampung
Pak Madsrofi yang jauh ini.
Namun demikian kita maklumi apa yang Bapak maksud karena nanti apapun yang kita
ambil suatu kesimpulan tidak ada melanggar aturan itu minimal. Karena dalam mengambil
keputusan itu ada 2 Pak menurut pengetahuan saya di birokrat, kalau tidak ada kebijakan ambil
kebijaksanaan. Nah, kebijakan itu sudah ada aturanya, kebijaksanaan selama tidak melanggar
aturan itu biasanya dibenarkan dalam anu, namun demikian informasi ini memang sudah kami
bahas kemarin waktu pertemuan.
1. Oleh karena itu saya selaku apa, selaku pimpinan rapat waktu itu mengambil suatu
kebijaksanaan tidak kita pakai sekarang hak-hak adatnya, tapi hak-hak masyarakatnya
sesuai dengan aturan bahwa masyarakat itu memperoleh 20 persen dari HGU (Hak Guna
Usaha) yang diterbitkan bukan dari di luar HGU (Hak Guna Usaha) tapi di dalam 20
persen dalam HGU (Hak Guna Usaha) atau yang mendapat HGU (Hak Guna Usaha) itu
memberikan lahan yang bisa dia berikan.
2. Yang kedua, masyarakat tempatan itu mendapat hak CSR (Corporate Social
Responsibility) sampai hari ini CSR (Corporate Social Responsibility) itu sampai hari ini
sudah dapat apa belum Pak. Ini Pak, oleh karena itu nanti ini tolong nanti jika diundang
besok nda juga datang ini kita minta Pak Ito sebab perusahaan ini pak, iya, pak segera
pak sampai sekarang saya dapat informasi belum juga, jadi, CSR (Corporate Social
Responsibility) nya saja pak. Orang kampung saya saja sudah Golongan IVe pak tidak
tau saya aturan-aturan adat itu, adik saya sudah Sekda (Sekretaris Daerah), sudah di
Inspektorat, sudah, jadi, Kepala Dinas cuman tidak tau juga apalagi ini orang-orang
kampung ini datang ke sini entah bagaimana ini dari duit dari mana dia pak. Tapi karena
merasa ada hak lalu kami mengambil kebjakan waktu itu karena memang ada aturan-
aturan yang bapak bilang tadi, terbentur di situ kita pakai saja secara umum CSR
(Corporate Social Responsibility) nya atau 20 persennya. Itu yang dapat kami sampaikan
kemarin karena kami tau dengan aturan-aturan ini apa memang sudah ada Perda
(Pertauran Daerah) nya di Rokan Hilir apa belum, apa sudah ada, sudah keputusanya
menurut pengetahuan saya di Kampar itu sudah ada Perda (Peraturan Daerah) tapi belum
seperti desa adat seperti Rokan Hulu dengan Lisia itu desa adatnya. Nah, itu maksudnya
14 RDP BAP DPD RI TENTANG TANAH ULAYAT MS V TS 2017-2018 RABU, 30 MEI 2018
pak, jadi, sekarang apa yang disampaikan oleh pak Direktur itu barang kali akan menjadi
apa? PR (Pekerjaan Rumah) oleh bapak dari Pemda (Pemerintah Daerah) Provinsi,
bagaimana kita nanti sesuai dengan aturan itu tidak Perda (Pertauran Daerah) tapi ada
surat keputusan setidak-tidaknya. Tapi ini kami berangkat kemarin bapak-bapak hanya
hak masyarakat disekitar disitu ada HGU (Hak Guna Usaha) dia mendapat hak-haknya,
hak kemitraan dengan hak CSR (Corporate Social Responsibility). CSR (Corporate
Social Responsibility) saja sampai hari ini sudah dijanjikan sudah teken, nih, pak ternyata
sampai hari ini belum juga mendapatkan. Nah, itu kira-kira gambaranya pak kondisi Riau
kalau disebut sedih waktu saya sekolah di Riau Tahun 73 pak, saya sekolah disini enak
tahun 70 pak sebut Riau itu pak orang Jakarta ini menganggap orang kaya. Itu pak, jadi,
asal ada sebut orang Riau itu dulu pak disini dianggap orang kaya, padahal saya tukang
titip sendal di Masjid Agung Al Azhar pak, mengembala kambing kerja saya disini pak
jual kaki lima di Benhil, menjadi montir radio saya diapa pak diapa namanya itu di
daerah dekat pak apa, nih, Pak Kiyai. H. Zainudin MZ apa namanya itu, dibukan-bukan
Radionya pak diapa namanya, Mistik-Mayestik pak. Tapi orang sama dengan saya
menganggap saya orang kaya karena orang Riau asumsi orang Riau itu kaya. Nah, itulah
pak uang menjadi persoalan ternyata orang-orang daerah ini disebut orang Riau ini kaya
gitu tapi kenyataan pak untuk bapak maklumi sekarang, pergilah bapak sesekali jalan ke
Riau itu tidaklah seperti asumsi orang Jakarta ini Riau itu kaya pak. Banyak yang PB
masih ada yang PBH pak masih ada pak yang kalau kami turun ke daerah kasian pak,
nah, ini maksudnya saya ceritakan ini kepada bapak oleh karena itu dalam rapat kemarin
diambil kebijakan seperti hak-hak rakyat yang memang berada disekitar hutan itu.
Haknya itu ada 2:
1. CSR (Corporate Social Responsibility)
2. Dengan kemitraan.
Nah, ini Pak, nah, ternyata waktu itu pihak kita rapat bersedia untuk melakukan itu tetapi,
pertama harus membuat proposal dari adat ini kepada apa? kepada perusahaan dengan
diketahui oleh Pemda (Pemerintah Daerah) Nah, sekarang saya tanya pak sudah tidak
proposal dibuat Pak?
PEMBICARA: NURDIN M.T (KETUA ROMBONGAN MASYARAKAT TANAH
ULAYAT KABUPATEN ROKAN HILIR PROVINSI RIAU)
Izin Pak.
PIMPINAN RAPAT: Drs. H. ABDUL GAFAR USMAN, MM (KETUA BAP DPD RI)
Tidak saya tanya aja dulu sudah nda dibuat proposal?
PEMBICARA: NURDIN M.T (KETUA ROMBONGAN MASYARAKAT TANAH
ULAYAT KABUPATEN ROKAN HILIR PROVINSI RIAU)
Sudah Pak.
15 RDP BAP DPD RI TENTANG TANAH ULAYAT MS V TS 2017-2018 RABU, 30 MEI 2018
PIMPINAN RAPAT: Drs. H. ABDUL GAFAR USMAN, MM (KETUA BAP DPD RI)
Sudah.
Sudah diketahui oleh Pemda (Pemerintah Daerah)?
PEMBICARA: NURDIN M.T (KETUA ROMBONGAN MASYARAKAT TANAH
ULAYAT KABUPATEN ROKAN HILIR PROVINSI RIAU)
Sudah diketahui.
PIMPINAN RAPAT: Drs. H. ABDUL GAFAR USMAN, MM (KETUA BAP DPD RI)
Sudah diketahui oleh Pemda.
Sudah sampai ke perusahaanya?
PEMBICARA: NURDIN M.T (KETUA ROMBONGAN MASYARAKAT TANAH
ULAYAT KABUPATEN ROKAN HILIR PROVINSI RIAU)
Mau menyampaikannya itu tapi belum ada?
PIMPINAN RAPAT: Drs. H. ABDUL GAFAR USMAN, MM (KETUA BAP DPD RI)
Tidak, artinya sudah sampai belum?
PEMBICARA: NURDIN M.T (KETUA ROMBONGAN MASYARAKAT TANAH
ULAYAT KABUPATEN ROKAN HILIR PROVINSI RIAU)
Belum.
PIMPINAN RAPAT: Drs. H. ABDUL GAFAR USMAN, MM (KETUA BAP DPD RI)
Nah, berarti belum, ya, oke dan ini kita itu aja dulu Pak.
Nah, ternyata kita tidak menuding perusahaan juga karena ternyata belum sampai kepada
perusahaan, nanti akan kita undang perusahaan nanti secara anu tapi bapak jangan menunggu
rapat menyerahkan itu, diserahkan langsung ke perusahaanya, nah, tembusan kalau perlu bikin
ke DPD (Dewan Perwakila Daerah) ini, ya, Pak, ya.
Nah, yang, jadi, persoalan sekarang apa informasi sampaikan oleh bapak dari BPN
(Badan Pertanahan Nasional) kemungkinan mendapat kemitraan inikan ada kalau nanti
diperpanjang itu harus syarat dan jangan diperpanjang kalau perlu kami buat surat resmi jangan
diperpanjang HGU (Hak Guna Usaha) ini sebelum masalahnya selesai, karena apabila HGU
(Hak Guna Usaha) bermasalah itu tidak boleh diperpanjang. Nah, oleh karena itu satu yang kami
minta agar ini jangan diperpanjang kalau memang belum ada kepastian kesiapan dari apa dari
perusahaan. Namun karena bapak belum punya data yang lengkap maka oleh Pemda (Pemerintah
Daerah) kemarin minta kira-kira sebagai saran bapak tadi ada tidak lahan yang memungkinkan
diluar HGU (Hak Guna Usaha) itu yang dimungkinkan untuk diperoleh oleh masyarakat sesuai
dengan aturan yang berlaku, itulah barang kali LHK (Lingkungan Hidup dan Kehutanan) kami
16 RDP BAP DPD RI TENTANG TANAH ULAYAT MS V TS 2017-2018 RABU, 30 MEI 2018
minta kehadiranya di sini tetapi karena informasi detail belum sampai kepada bapak
sebagaimana bapak sampaikan kami mohon maaf barang kali ini nanti akan kita apa tolong
kepada sekretariat nanti coba diberi dan kepada gubernur. Nah, namun harapan kita ada dua tadi
Pak.
Pertama, memang sekarang kondisi HGU (Hak Guna Usaha)kan sudah jalan sekarang,
kalau memang ada lahan yang tersedia di luar itu yang memungkinkan untuk diberikan kepada
rak kepada masyarakat ini menurut aturan, seperti dari kehutanan nanti memungkinkan misalnya
lahan-lahan itu tentunya berjenjang naik bertangga turun. Artinya tentu ada usul dari Pemerintah
Daerah Kabupaten dan provinsi kepada bapak baru bapak nanti akan melakukan telaahan,
artinya memungkinkan atau tidak karena sekarang Dinas Kehutanan tidak ada lagi di kabupaten
Pak Madsrofi, ya, yang ada di provinsi.
Nah, ini kira-kira solusi kebijaksanaan yang kami coba merangkum dari rapat kemarin,
oleh karena itu karena ada sekarang dari Kementerian LHK (Lingkungan Hidup dan Kehutanan).
Karena kemarin LHK (Lingkungan Hidup dan Kehutanan) masalah apa? Masalah tata ruang ini
memang sangat jelas ibu menteri itu memberikan penjelasan yang sangat jelas pak, waktu itu Pak
Masperi, datang, ya, sangat jelas waktu itu pak. Karena terjadi dialog tadi bu menteri sangat
tegas waktu itu
Satu. katanya jika menyangkut Pasum saya beri 15 Hari kalau Paslas umum yang di
maksud oleh Riau yang masih bermasalah di beri waktu 15 Hari. Kalau masalah perkebunan
yang berapa 15 hari juga, kawasan industri, kawasan industri lima, satu bulan, jika, yang
diajukan RT/RW itu yang bermasalah diberi waktu 3 bulan. Itu konkrit kalau bu Menteri
Kehutanan sehingga Dumai yang tadinya masuk kawasan hutan termasuk sawah-sawah orang
tua saya itu barangkali, ya, termasuk kawasan hutan dan itu secara defacto sudah dijadikan
sawah bertahun-tahun cuma diminta oleh Menteri Kehutanan seperti itu begitu anunya Pak.
Dan waktu itu menteri apa BPN (Badan Pertanahan Nasioanal) itu pak bukan belum Pak
Sofyan pak, Pak Fery, nah, Pak Fery, Pak Fery waktu itu, nah, belum Pak Sofyan gitu pak. Nah
namun karena sekarang RT/RW sudah disahkan berarti poin-poin yang disampaikan oleh
Menteri LHK (Lingkungan Hidup dan Kehutanan) itu telah dapat dipenuhi oleh Pemda
(Pemerintah Daerah) Provinsi sehingga, nah, sekarang yang ingin kami tanya kepada ibu.
Berdasarkan peta kalaupun nanti diluar HGU (Hak Guna Usaha) itu memungkinkan kawasan itu
untuk kita berikan kepada masyarakat kira-kira prosedurnya apa yang dapat kita lakukan syarat-
syaratnya gimana bu.
Ibu Direktur atau Dirjen bu?
Kasubit, ya?
Silakan.
PEMBICARA: SRI MULYANI (KASUBDIT KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP
DAN KEHUTANAN)
Terima kasih.
PIMPINAN RAPAT: Drs. H. ABDUL GAFAR USMAN, MM (KETUA BAP DPD RI)
Karena di sana ada dua Bambang kalau tidak salah?
Masih dua Bambang sekarang bu?
17 RDP BAP DPD RI TENTANG TANAH ULAYAT MS V TS 2017-2018 RABU, 30 MEI 2018
PEMBICARA: SRI MULYANI (KASUBDIT KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP
DAN KEHUTANAN)
Bam, iya, masih dua, masih dua.
PIMPINAN RAPAT: Drs. H. ABDUL GAFAR USMAN, MM (KETUA BAP DPD RI)
Dua Bambang, ya, iya.
PEMBICARA: SRI MULYANI (KASUBDIT KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP
DAN KEHUTANAN)
Baik.
PIMPINAN RAPAT: Drs. H. ABDUL GAFAR USMAN, MM (KETUA BAP DPD RI)
Silakan Bu, silakan Bu.
PEMBICARA: SRI MULYANI (KASUBDIT KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP
DAN KEHUTANAN)
Assalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh.
Yang terhormat Bapak Pimpinan, Bapak dan Ibu yang terhormat. Kami dari Kementerian
LHK (Lingkungan Hidup dan Kehutanan) ingin menyampaikan informasi bahwa memang kalau
dilihat dari peta mohon maaf ini dari Pemprov (Pemda Provinsi), bahwa areal ke-5 perusahaan
itu nampaknya sudah sebagian besar sudah diareal penggunaan lain dan itu tentunya sudah bukan
kewenangan dari Kementerian LHK Lingkungan Hidup dan Kehutanan), jadi, tentunya sudah
kewenangan dari BPN (Badan Pertanahan Nasional) ATR, ya. Dari data yang ada pada kami
yaitu:
1. Bahwa PT. Salim Ivomas sudah mendapat pelepasan tahun 91 Bapak.
2. Kemudian PT. Tunggal Mitra Paintasion juga sudah mendapat pelepasan tahun 96.
3. Kemudian PT. Cibaliung Tunggal Plaintasion juga sudah mendapat pelepasan tahun
1996.
4. Namun untuk PT. Gunung Mas Raya dan PT. Lahan Tani Sakti kami tidak ada data
dikami, mungkin tidak melalui pelepasan atau bagaimana tapi didata di sini sudah
sebagian besar memang sudah ATL (Above the line), tentunya sudah kewenangan dari
BPN (Badan Pertanahan Nasional) dan tentu Pemerintah Provinsi bapak kami sampaikan.
Ya, jadi, kalau untuk sekitar areal memang masih berwarna pink yaitu areal kawasan
hutan produksi yang dapat dikonversi tentunya harus melalui proses pelepasan kawasan hutan
yaitu sesuai P 51 Tahun 2016. Apabila areal yang dimohon juga nanti itu berada diareal yang
berwarna kuning yaitu hutan produksi tentunya harus melalui tukar menukar kawasan hutan ada
prosesnya bapak, jadi, melalui itu. Nah, kemudian kalau ingin juga masyarakat ingin melakukan
pemanfaatan pada kawasan hutan tentunya juga tidak harus melalui pelepasan kawasan hutan,
karena masyarakatpun juga bisa ber menggunakan pengelolaan kawasan hutan itu dengan
menggunakan Viaps.
18 RDP BAP DPD RI TENTANG TANAH ULAYAT MS V TS 2017-2018 RABU, 30 MEI 2018
Jadi, diperhutanan sosial bisa melakukan hutan kemasyarakatan, kemudian hutan
tanaman rakyat, kemudian hutan desa, bisa juga-juga hutan adat, juga bisa di, dimintakan ke
Kementerian Kehutanan untuk apabila nanti masyarakat ingin melakukan pengelolaan melalui
skema hutan adat. Tentunya tadi syarat-syaratnya adalah seperti yang Kemendagri (Kementerian
Dalam Negeri) katakan bahwa persyaratan wilayah adat itu sudah harus secara hukum sudah
teregistrasi ya pak ya, iya kan ada Perdanya yang mengaturnya baru kami bisa melakukan
penetapan wilayah hutan adat tersebut. Nah kemudian kalau misalnya dalam kawasan hutan
tersebut terhadap sawah, permukiman masyarakat, Fasum Fasos bisa kami keluarkan melalui
tanah obyek reforma agraria yang saat ini memang sedang kami lakukan bersama dengan BPN
(Badan Pertanahan Nasonal) dan kami Mendagri ( Menteri Dalam Negeri) dan teman-teman
semua bapak. Jadi, itu nanti di lakukan inventarisisasi dilapangan untuk tentunya permukiman
masyarakat dan sawah-sawah tambak yang memang dimiliki oleh masyarakat. Mungkin
demikian bapak pimpinan yang dapat kami sampaikan terima kasih.
PIMPINAN RAPAT: Drs. H. ABDUL GAFAR USMAN, MM (KETUA BAP DPD RI)
Baik, terima kasih bu atas penjelasan, tentuya ini perlu prosedur juga surat-menyurat, ya,
bu, ya, apa mau artinya tentu ada persyaratan yang dipilih oleh Pemda (Pemerintah Daerah) dan
surat yang diberikan oleh Pemda (Pemerintah Daerah) kepada kementerian begitu bu, ya, tidak
otomatis begitu saja kan tidak, harus ada jadi menurut saya itu penuhi syarat, lalui prosedur, kita
jangan melanggar sistem. Oke, jadi, baik kalau begitu bapak-bapak ternyata menurut informasi
sementara dalam peta google itu ada peluang untuk itu peta provinsi, nah, oleh karena itu barang
kali ini bapak-bapak tadi juga penuhi syarat, lalui prosedur dan tidak melanggar sistem yang
telah kita pegang. Jadi, kita pakai saja dulu sementara anggap masyarakat sekitar ini karena
kemarin perusahaan juga bersedia untuk kemitraan itu dan dia akan membangun tapi lahannya
yang kami sekarang tergantung kepada anu. Nah, oleh karena itu peluang pertama barang kali
Pemda Provinsi dengan atau kabupaten nanti mengusulkan kepada Menteri LHK (Lingkungan
Hidup dan Kehutanan) untuk minta izin penggunaan lahan ini. Jika, memang ini mendapat ini
mendapat persetujuan dari Menteri LHK (Lingkungan Hidup dan Kehutanan) selanjutnya tentu
ke BPN (Badan Pertanahan Nasional) begitu Pak, bagaimana coba.
PEMBICARA: ABDUL HASYIM GANI (Dir. SKTR II KEMENTERIAN ATR)
Tambah sedikit Pak.
Betul tadikan ada Perpres (Peraturan Presiden) 88, tadi disinggung tadi sudah Pak itu
terkait dengan di provinsi ada tim yang dibuat gugus tugas yang dibentuk kemudian meneliti
dilapangan dan seterusnya sampailah bukan hanya izin pak tetapi pelepasan, pelepasan dari
Kementerian LHK (Lingkungan Hidp dan Kehutanan) kalau memang itu ada masyarakat dan
sebagainya dan itu nanti dilakukan dengan istilah readis melalui reforma agraria.
Diluar beda Pak saya ingin membedakan perhutanan sosial mungkin belum dijelaskan
sama ibu dari kehutanan, kalau memang ini nanti direadis, ya, diberikan kepada masyarakat
apakah itu dalam bentuk pemberianya kepada kelompok ataukah kepada perorangan itu
tergantung dengan kondisi dilapangan.
Itu yang pertama pak, jadi, bukan izin tapi pelepasan, pelepasan baru bisa kita berikan,
nah, mengenai prosesnya itu nanti ada prosesnya tersendiri itu yang pertama Pak.
19 RDP BAP DPD RI TENTANG TANAH ULAYAT MS V TS 2017-2018 RABU, 30 MEI 2018
Yang kedua, saya ingin menambah sedikit saja kalau boleh terkait dengan kemitraan,
saya ingin menyampaikan bahwa memang kemitraan terkait juga dengan CSR (Corporate Social
Responsibility) itu memang sudah ada aturanya bapak. Kaitan dengan CSR (Corporate Social
Responsibility) saja itu sudah dikaitan dengan peraturan diperseroan terbatas saja itu mengatur
tentang CSR (Corporate Social Responsibility) Pak, kemudian PP (47) 2012 khusus mengatur
tentang CSR (Corporate Social Responsibility) itu ada kewajiban sebuah perusahaan. Nah,
tentang kemitraan memang ini terkait dengan 20 persen itu diatur baik di Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, Permentan (98) 2013 tentang perizinan usaha
perkebunan dan dikami ATR mengatur di (72) 2017 itu juga diatur tentang kemitraan dalam
bentuk yang bisa 20 persen. Apakah, jadi, tidak pasti di dalam atau HGU (Hak Guna Usaha)
diambil 20 persen pak, jadi, kalau masyarakat, eh, perusahaan itu mampu menyiapkan lahan
disekitar 20 persen tidak harus diambil dari lahan itu.
Jadi, itu gambaran sedikit pak, jadi, kemitraan umum sendiri juga diatur di Undang-
Undang Nomor (20) 2008 tentang UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) kemudian PP
(17) 2013 juga mengatur tentang pelaksanaan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tadi dan
PP (44) 97 tentang kemitraan. Jadi, itu sudah diatur sebenarnya, jadi, kalau perusahaan belum
melakukan CSR (Corporate Social Responsibility) memang, ya, di daerah mungkin bisa
menegur itu pak, di daerah menegur itu sejauh mana kemitra apa CSR (Corporate Social
Responsibility) yang saya ingin saya katakan CSR (Corporate Social Responsibility) yang sudah
harus disampaikan kepada masyarakat sekitar. Saya pikir itu Pak terima kasih tambahan saya.
PIMPINAN RAPAT: Drs. H. ABDUL GAFAR USMAN, MM (KETUA BAP DPD RI)
Baik, kami persilakan pendalaman mungkin dari tim kami persilakan ada Pak Andi?
Ini Bu apa sudah datang Bu Fahira, Pak Idris, Pak anu Pak?
Bu apa Bu Waode datang?
Ini Pak Saleh, Pak Ketua DPD (Dewan Perwakilan Daerah) periode tahun berapa?
PEMBICARA: ABDUL HASYIM GANI (Dir. SKTR II KEMENTERIAN ATR)
Pak Pimpinan?
Ada juga dari kami ini ada dari Kedirjenan permasalahan hadir Pak, Pak Brigjen Ghani
hadir, ya, Pak Brigjen, ya, kalau memang ada yang terkait dengan permasalahan kami lengkap
Pak. Jadi, dari ATR BPN (Badan Pertanahan Nasional) diundang sama Bapak kami hadir dengan
lengkap dari hubungan hukum, sengketa dan dari apa staf ahli Pak.
Terima kasih.
PIMPINAN RAPAT: Drs. H. ABDUL GAFAR USMAN, MM (KETUA BAP DPD RI)
Kami terima kasih Pak.
PEMBICARA: MASPERI (ASISTEN II SETDAPROV RIAU)
Izin Pimpinan.
20 RDP BAP DPD RI TENTANG TANAH ULAYAT MS V TS 2017-2018 RABU, 30 MEI 2018
PIMPINAN RAPAT: Drs. H. ABDUL GAFAR USMAN, MM (KETUA BAP DPD RI)
Atas kehadirannya.
PEMBICARA: MASPERI (ASISTEN II SETDAPROV RIAU)
Izin pimpinan?
PIMPINAN RAPAT: Drs. H. ABDUL GAFAR USMAN, MM (KETUA BAP DPD RI)
Ada?
PEMBICARA: MASPERI (ASISTEN II SETDAPROV RIAU)
Izin Pak?
PIMPINAN RAPAT: Drs. H. ABDUL GAFAR USMAN, MM (KETUA BAP DPD RI)
Oh, iya, silakan Pak-Pak.
PEMBICARA: MASPERI (ASISTEN II SETDAPROV RIAU)
Sebelum ada pendalaman, jadi, kita kembalikan kepada pokok persoalan pak. Nah, kalau
soal hak ulayat, tanah ulayat kami udah nyambung pak, tak akan berani daerah itu menganukan
bapak gitu dari kementerian, apalagi pak Direktur tadi yang ngomong, kami sudah tahu persis
itu.
Tapi ini bermula semenjak Tahun 1991, kan, gitu, pelepasan itu begitukan, dibangunlah
nah, di situ mulailah masyarakat kita ini tergusurkan itu dia pak awalnya. Masyarakat kita inikan
wajib kita akomodir oleh Pemerintah Kabupaten, tidak ada jalan temunya pak maka kita cobalah
sampelah persoalan ini ke kementerian ke DPD (Dewan Perwakilan Daerah), maka rapat waktu
itu kita sepakat untuk memberikan pertimbangan kepada masyarakat kita ini kesepakatan itu
apabila bisa disediakan lahan maka perusahaan akan membangun untuk masyarakat kita ini itu
persoalanya pak. Lahan tidak adakan pak ketidak adaan lahan ini maka ada 2 waktu itu pak:
1. Pertama diukur ulang, saya bilang diukur ulang itu tidak semudah yang kita bayangkan
bapakpun lebih mengetahui lagi. Kami yakin dan percaya kita tidak meduga-duga pak
walaupun itu ada hak daerah untuk menegur, tapikan tidak kuat juga melebihi kuota
batasan ini ada pak? Ini yakin kita ini. Tapikan buktinya itu ketika kita lakukan ukuran
ulang biayanya cukup besar pak mungkin pemerintah inilah makanya, pertama itu ukur
ulang itukan agak berat.
2. Yang kedua, kita sediakan lahan melalui pelepasan kawasan, nah, inilah Kementerian
KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) yang kita harapkan di sini ada
di sini, memang prosedur akan kita lalui pelepasan itu, ya, ada prosedur-prosedurnya.
Nah, maka dengan demikian dari dua persoalan itu kita bawa ketingkat pusatkan begitu
pak hasil rapat kita ini, ditingkat Pusat inilah kita meminta kementerian baik itu dari ATR
mungkin tidak kita lakukan ukuran ulang, bisa didengarkan oleh masyarakat kita ini. Kalau tidak
21 RDP BAP DPD RI TENTANG TANAH ULAYAT MS V TS 2017-2018 RABU, 30 MEI 2018
mungkin dilakukan ukuran ulang ukur ulang maka kawasan apa kita sediakan lahan melalui
pemanfaatan kawasan melalui proses pelepasan.
Jadi, kita tidak lagi dari hukum adat dari awalnya pak, kalau yang bapak bilang itu, iya
pak, saya ini snohobronya itu membagi 12 hukum adat pak di Indonesia ini mau tidak mau dulu
itulah yang di manfaatkan oleh mereka.
Tapi karena hari ini kita berdasarkan yuridis formal itu tidak bisa lagi kita manfaatkan
karena tadi legal standing yang bapak bilang itu, tak mungkinlah masyarakat ini punya legal
standing pak, sertifikasi saja yang berada di dalam kawasan hutan itu memang ada, loh, pak
itukan legal standing kan dia berada didalam kawasan, nah ini hal-hal yang,yang,yang di Riau
itu sengketa lahannya cukup-cukup polemik pak.
Jadi, kalau bapak menginginkan seperti yang legal standing tadi itu tidak akan bisa
dipenuhi oleh masyarakat kami ini. Dan maksudnya di bawa ini ke pusat, ya, pak, ya, karena
untuk mendapatkan penyelesaian yang lebih konferhensif tapi ketika bapak ngomong atau
menyampaikan kepada kami itu kewenangan provinsi apalagi provinsi Perwakilan Pemerintah
Pusat di daerah, nah, sudahlah pak selesai kami itu, inilah dia tak terselesaikan selama inikan, tak
terselesaikan masyarakat kita ini jika kita melihat dari eksisting yang ada.
Nah, ini persoalan kita pak CSR (Corporate Social Responsibility) itu oleh Perusahaan
sudah dibagikan pak tapi hanya kepada kelompok-kelompok yang ada diseputar situ yang
notabenenya kalau saya agak lebih ekstrim nantikan panjang lagi pak.
Seharusnya CSR (Corporate Social Responsibility) yang 2 sampai 5 persen itu menurut
undang-undang dibagikan kepada masyarakat yang memang tapi bukan masyarakat yang bekerja
kepada perusahaan ini sebetulnya pak yang sudah di adopsi persoalan ini oleh bapak-bapak dari
DPD (Dewan Perwakilan Daerah) kami pikir itu pak sekedar penjelasan lebih lanjut.
PEMBICARA: AUDIENS
Izin Pimpinan kami mau bicara?
PEMBICARA: MASPERI (ASISTEN II SETDAPROV RIAU)
Iya, apa lebih lanjut terhadap persoalan utama yang mau kita selesaikan pada hari ini
terima kasih pak pimpinan.
PIMPINAN RAPAT: Drs. H. ABDUL GAFAR USMAN, MM (KETUA BAP DPD RI)
Baik, jadi, prinsip kami itu pak di DPD (Dewan Perwakilan Daerah) tidak mencari siapa
yang salah, siapa yang silap, siapa yang terlupa, tapi kita seperti bawa mobil aja ke depan. Apa
langkah-langkahnya yang kita lakukan ke depan kalau tidak kebijaksanaan, eh, kalau tidak
kebijakan, kebijaksanaan, nah, kelihatan dari informasi yang kita peroleh tadi ada peluang
berdasarkan peta sementara bahwa apa yang dimaksud tadi bahwa perusahaan telah menyatakan
bersedia memberikan membangun perkebunan kalau lahan tersedia. Nah, lahan ini tersedia
adalah lahan pelepasan yang diberikan oleh LHK (Lingkungan Hidup dan Kehutanan) , ternyata
berdasarkan peta ini ada kemungkinan untuk itu tapi harus melalui prosedur berjenjang naik
bertangga turun tentu ada usul dari Pemda (Pemerintah Daerah) dan LHK (Lingkungan Hidup
dan Kehutanan) akan menyatakan bersedia untuk itu selama syarat-syarat dan prosedur dipenuhi.
Nah, selanjutnya BPN (Badan Pertanahan Nasional) barang kali akan kaya bahasa saya
22 RDP BAP DPD RI TENTANG TANAH ULAYAT MS V TS 2017-2018 RABU, 30 MEI 2018
itu melecup kebong nurun aja lagi memang kalau memang LHK (Lingkungan Hidup dan
Kehutanan) sudah setuju, tentu BPN ( Badan Pertanahan Nasional) akan mengikuti karena
dengan BPN ( Badan Pertanahan Nasional) ini dengan LHK (Lingkungan Hidup dan Kehutanan)
ini kami cukup mempunyai hubungan yang emosional yang cukup baik pak, dengan bu menteri
itu dulu waktu dia Ketua AMPHI (Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia) di Lampung saya
Ketua KNPI (Komite Nasional Pemuda Indonesia) di Riau pengganti saya ini Pak Ahmad Asrofi
ini Ketua KNPI (Komite Nasional Pemuda Indonesia) juga ini.
Jadi, saya ini dulu pak ketua KNPI di Riau, Ibu Siti ini Ketua AMPHI (Angkatan Muda
Pembaharuan Indonesia) di Lampung, waktu dia, jadi, ketua Bapeda saya, jadi, Kanwil di Riau,
jadi, memang sudah itu dia, jadi, Sekjen saya, jadi, Anggota DPD (Dewan Perwakilan Daerah)
dia, jadi, Sekjen, jadi, memang sudah punya hubungan emosional yang baik dan saya katakan
dua Bambang tadi memang sudah begitu.
Dengan BPN (Badan Pertanahan Nasional) juga gitu pak, Pak Heri Mursyidan itu dulu
dibawah saya HMI (Himpunan Mahasiswa Indonesia)nya pak, nah, ini HMI (Himpunan
Mahasiswa Islam) juga Pak Madsrofi ini karena kita panggil-panggil gitu aja, nah, sekarang di
ganti oleh Pak Sofyan Jalil itu juga ada hubungan emosional. Dia saya kelas IV PGA
(Pendidikan Guru Agama) dia kelas I PGA (Pendidikan Guru Agama) pak, jadi, di atas saya
PGA (Pendidikan Guru Agama) cuman waktu ketemu dia tinggal di Jakarta di Mesjid Menteng
saya tinggal di Perumahan Masjid Agung sama-sama orang susah tapi orang Aceh ini orang kaya
di sekolahkanlah dia ke Amerika, tapi jurusan diambil bukan jurusan agama Pak Masrofi tapi
adalah jurusan telekomunikasi, dia masuk tes guru agama tidak lulus pak dia bilang sama saya
untung saya tidak lulus, jadi, guru agama Pak Ghafar dapat, jadi menteri, kalau lulus, jadi, guru
agama mungkin, jadi, Kanwil (Kantor Wilayah) agama saja gitu. Jadi, ternyata hubungan
emosional ini ternyata dengan kehadiran bapak baik dari Sekjen, nah, sebaiknya kita sudah
nampak titik terang langkah-langkah yang akan dilakukan namun demikian saya beri hak kepada
kawan-kawan ada tidak pendalaman kami persilakan.
PEMBICARA: Drs. H. ANDI SURYA (LAMPUNG)
Terima kasih Pimpinan.
Iya, tetangga katanya pak, saya dari Lampung Pak Andi Surya.
1. Yang pertama, subjek yang kita bicarakan ini tidak hadir pak, perusahaan-perusahaan ini,
satu hal yang perlu menjadi catatan kita surat resmi kita sampaikan mereka tidak hadir
apa masalahnya, begitu berani mereka tidak hadir dalam rapat yang sungguh sangat
penting yang kita juga mengundang juga Lembaga-Lembaga Negara, satu yang tidak
hadir yang buat surat tapi yang empat tidak, itu perlu ditindak lanjuti dengan prosedur
tata tertib yang ada di DPD (Dewan Perwakilan Daerah) Pak, tidak boleh itu kalau kita
undang Lembaga Negara lembaga tinggi lalu kesannya di apa? Melecehkan gitu Pak, ya.
Itu subjek yang tidak hadir di sini kelemahan pertemuan kita sehingga sulit mendapatkan
masukan dari pada subjek ini.
2. Yang kedua, saya melihat kesan dari lembaga-lembaga yang ada seperti ini ada BPN
(Badan Pertanahan Nasional) Kemendagri Kementerian Dalam Negeri) KLH
Kementerian Lingkungan Hidup), pemerintah provinsi juga, dari perbincangannya
kelihatan tidak ada satu koordinasi yang kuat masing-masing berjalan sendiri, ya,
masing-masing dengan visinya sendiri yang HPL (High Preassure Laminate) nya juga
jalan sendiri, yang HGU nya jalan sendiri, yang pemda (Pemerintah Daerah) nya sendiri,
23 RDP BAP DPD RI TENTANG TANAH ULAYAT MS V TS 2017-2018 RABU, 30 MEI 2018
juga kelabakan untuk bisa mengambil aspirasi dari masyarakat, yang Kemendagri
(Kementerian Dalam Negeri) nya juga dari kaca mata Undang-Undang Desa. Nah, ini
kan jadi, problem kita Pak, nah, ini harus disatukan kondisi seperti ini sehingga jangan
sampai yang, jadi, korban itu masyarakat, nah, kalau korban ini masyarakat itu akibatnya
perpecahan pak perpecahan konflik di mana-mana.
Di Sumatera itu HGU (Hak Guna Usaha) itu luar biasa pak, luar biasa bermasalah,
masalah yang paling utama itu sama yang dihadapi oleh temen-temen yang dari Riau terutama
HGU-HGU (Hak Guna Usaha-Hak Guna Usaha) yang bermasalah, HGU-HGU (Hak Guna
Usaha-HAk Guna Usaha yang merampas tanah rakyat, yang merampas tanah ulayat, yang
merampas tanah adat ini, jadi, masalah pak.
Cuman pertanyaan saya satu kenapa Pemerintah Pusat ini tidak melakukan berani untuk
melakukan ukur ulang terhadap seluruh HGU (Hak Guna Usaha) ini pertanyaan saya kepada
Kementerian Lingkungan Hidup KLH (Kementerian Lingkungan Hidup), ya.
Seluruh HGU (Hak Guna Usaha) yang ada di Indonesia bukan hanya di Riau kenapa
tidak dilakukan ukur ulang, kalau masalahnya biaya saya rasa tidak pantas kita bicarakan di sini
gara-gara biaya tidak berani kita melakukan ukur ulang, ya, tidak pantas bu. Oleh karenanya pak
kita dorong ini Kementerian Lingkungan Hidup, BPN (Badan Petanahan Nasional) untuk
melakukan ukur ulang terhadap seluruh HGU (Hak Guna Usaha) yang ada karena pangkal
masalahanya di situ pak, karena saya yakin Haqul yakin sama seperti yang disampaikan oleh pak
siapa yang dari Pemda (Pemerintah Daerah), Pemrov (Pemerintah Provinsi) bahwa tanah ini
sudah dirampas oleh perusahaan-perusahaan ini melebihi dari pada ketentuan dan aturan yang
sudah dibuat ukuran-ukuran yang dari pusat saya rasa itu pak catatan dari saya terima kasih.
Wassalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh.
PIMPINAN RAPAT: Drs. H. ABDUL GAFAR USMAN, MM (KETUA BAP DPD RI)
Baik, terima kasih kita coba Pak, menjurus Pak, menjurus, jadi, saran Pak anu, nanti Pak
Andi akan kita bawa kepada kelembagaan nanti ada semacam pertimbangan kita kalau perlu kita
bawa ke Presiden sehingga dia menjadi kebijakan tapi kita menjurus sekarang Pak supaya waktu
efektif.
1. Ternyata pak dari Pak Gubernur ada titik terang bahwa kemungkinan ada lahan yang
tersedia untuk itu, maka dengan ketersediaan lahan ini perusahaan sudah menyatakan
persetujuan untuk membangun. Nah, oleh karena itu apakah tidak poin ini kita ambil
sehingga dengan demikian Pemda (Pemerintah Daerah) provinsi dan Kabupaten Rokan
Hilir mengusulkan kepada Menteri LHK (Lingkungan Hidup dan Kehutanan) untuk
pelepasan daerah yang memang memungkinkan untuk itu berdasarkan peta RT/RW di
Riau. Ini satu poin barang kali yang dapat kita lakukan tentang kasus yang sedang kita
bicarakan ini.
2. Nah, yang kedua, masalah CSR (Corporate Social Responsibility)ini nanti akan kita coba,
jadi, kita minta kepada bapak dari kepala suku untuk diketahui oleh Pemda (Pemerintah
Daerah) sampaikan kepada perusahaan tembusannya buat ke kami atau fotocopy ke kami.
Nah, jadi, itu barang kali masalah CSR (Corporate Social Responsibility) ini dan kami
akan panggil ini perusahaan ini karena dia buat surat resmi tidak bisa hadir kita akan panggil
nanti perusahaan ini. Nah, barang kali poin pertama ini untuk menjurus kepada topik kita kira-
24 RDP BAP DPD RI TENTANG TANAH ULAYAT MS V TS 2017-2018 RABU, 30 MEI 2018
kira ini sudah mendapat gambaran langkah kita untuk memberikan tidak atas nama suku, tidak
oleh adat, tetapi atas nama masyarakat sekitarnya. Cuma yang jadi persoalan kalau atas nama
suku tidak bisa diberikan perorangan tapi atas nama kelompok sukunya, jadi, tidak hak
perorangan, ya, pak ya. Jadi, ada perorangan, ada kelompok, kalau perorangan bisa barang kali
sertifikat, tapi kalau apa sertifikat juga tapi namanya, ya, mungkin BPN (Badan Pertanahan
Nasional) yang tau artinya kepada kelompok gitu.
Nah, oleh karena itu yang sudah dapat kita titik terangnya Pak Gubernur Pak Madsrofi
dengan Pak Masperi peluang dari LHK (Lingkungan Hidup dan Kehutanan) untuk melakukan
pelepasan, namun perlu ada usul dari pemda (Pemerintah Daerah) setempat dan nanti melakukan
pengukuran bersama.
Nah, tentunya karena ini dari rakyat untuk rakyat barang kali kalau menanggung resiko
apakah nanti seperti pertemuan dengan Bu menteri, kalau kemarin kalau saya yang menugaskan
Pak Ghafar biaya saya, tapi kalau gubernur yang menugaskan biaya gubernur, kalau bupati yang
menugaskan biaya bupati katanya. Nah, ini nanti tehnislah dari segi aturan birokrasinya gimana?
Yang penting ini peluang kita ambil dalam rapat ini.
Itu barang kali Pak, nah, dan saran Pak Andi tadi akan kita jadikan nanti kita angkat, jadi,
kebijakan kelembagaan sehingga nanti ini ada pegangan bagi apa BPN (Badan Pertanahan
Nasional), bahwa ini sudah menjadi kebijakan lembaga kita sampaikan kepada kementerian dan
kalau perlu nanti kita jadikan bahan rapat konsultasi kepada presiden sehingga ini menjadi
kebijakan nasional. Tadi Bapak dari ada-ada yang mau menyampaikan pak tapi kita menjurus ke
sini aja dulu pak, ya, iya silakan Pak.
PEMBICARA: NURDIN M T (KETUA ROMBONGAN MASYARAKAT TANAH
ULAYAT KABUPATEN ROKAN HILIR PROVINSI RIAU)
Terima kasih.
Assalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh.
Jadi, kami berterima kasih sekali dengan kehadirannya dapat bersama-sama pada hari ini
difasilitasi oleh Dewan Perwakilan Daerah, kami memang di sini pak saya sebagai ketua
rombongan dari 4 persukuan ini nama saya Nurdin M T. Saya ingin memperkenalkan juga sekali
lagi kepada bapak-bapak yang terhormat di sini bahwasanya jangan kami dianggap orang yang
tidak mempunyai legalitas, tadi kami kutip bahasa sedikit dari Kementerian Dalam Negeri
mohon izin pak kami merasa sedih sekali karena kami ini orang kampung pak, datang kemaripun
mungkin kami ini berhutang jual tanah-tanah kami untuk memperjuangkan juga tanah yang
disudah dirampok oleh masa, oleh perusahaan itu pak. Sudah, sudah lama sekali kami menderita
ini datuk-datuk suku kami ini mempunyai legalitas dari Kesultanan Siak Pak Sri Indra Pura,
nanti kami akan buka di sini juga legalitas yang bapak mintakan itu tapi dalam konteks untuk
permasalahan kersukuan.
Memang untuk di dalam istilahnya kepemerintahan saya memang mengapresiasi oleh
pernyataan bapak dari Pemprov (Pemerintah Provinsi) tadi kami ini memang belum ada apa-apa
cuma kami sudah mendapat juga istilahnya pengakuan dari setingkat kecamatan, bahwasanya
persukuan-persukuan ini-ini ada disini-disini-disini.
Jadi, kami merasa sedih sekali tadi pak ini dibulan puasa, ya, kami kalau persoalan legal
standing lagi pak tanah ulayat itu kami juga sudah mendapatkan peta dari Bakorsutanal Pak.
Kalau tadi bapak-bapak dari Badan Pertanahan juga mengatakan tidak mendapatkan data dari
25 RDP BAP DPD RI TENTANG TANAH ULAYAT MS V TS 2017-2018 RABU, 30 MEI 2018
apa yang di miliki oleh 5 perusahaan nanti kami mempunyai juga pak, kami punya kalau bapak-
bapak tidak punya kami akan kasihkan sebagai acuan dari kami nanti.
Ini peta Bakorsutanal pak bahwasanya masyarakat 4 persukuan itu mempunyai tanah adat
ulayat, kami sudah berusaha kemana-mana ini pak, kami merasa sedih juga pemerintah bapak
kami yang ada di Rokan Hilir tidak bisa hadir kemari, seharusnya mereka lebih membimbing
kami Pak, ini lebih kesedihan kami minta juga kepada Menteri Dalam Negeri supaya istilahnya
bagaimana solusinya bisa mendengarkan apa-apa kami ini, keluhan kami ini.
Kami sudah berulang-ulang kali pak kepada-kepada apa? Kepemerintahan Kabupaten
khusus belakangan ini juga tentang masalah CSR (Corporate Social Responsibility) yang sudah
menjadi suatu kesepakatan itu. Ini ada apa menimbulkan pertanyaan bagi kami pak ada apa di
sini? Mohon sekali lagi Pak, Bapak-bapak yang terhormat kami ini juga orang kampung yang
tidak mengerti apa-apa, ini datuk-datuk suku ini merasa sedih sekali mohon maaf.
PEMBICARA: AUDIENS
Menyangkut yang di katanya ta ada betul katakan dulu tak ada legalitasnya, jadi, jangan
ke kita begitu meng-aibkan namanya itu.
PEMBICARA: NURDIN M T (KETUA ROMBONGAN MASYARAKAT TANAH
ULAYAT KABUPATEN ROKAN HILIR PROVINSI RIAU)
Iya, kami merasa terpanggil bapak menteri, bapak Menteri Dalam Negeri karena kami di
anggap tadi dianggap orang yang tidak mempunyai legalitas, nah, kami juga mempunyai
istilahnya sebagai dokumentasi saja, ya, pak itu kalau mau diserahkan nanti silahkan difoto copy.
Jadi, itulah Pak, iya.
PIMPINAN RAPAT: Drs. H. ABDUL GAFAR USMAN, MM (KETUA BAP DPD RI)
Jadi, kita ini Pak, ya, Pak Datuk, ya, saya bilang tadi kita selesaikan dulu sepiring-
sepiring kita selesaikan dulu setumpuk-setumpuk persoalan ini, sehingga tidak kita terlalu meng-
glamour. Nah, jadi, maksud saya menyelesaikan setumpuk-setumpuk pak, nah, bahaso kampung
kitokan setumpuk-setumpuk selesaikan dulu. Nah, oleh karena itu tahap pertama persepsi
legalitas menurut orang kementerian dengan legalitas menurut kita adat berbeda, kalau menurut
adat saya ini datuk Pak menurut adat tapi secara pemerintahan yang tadi juga tanah orang tua
saya itu masih termasuk hutan juga walaupun sudah berketurunan. Tapi permasalahan bukan itu
yang kita selesaikan sekarang secara bertahap:
1. Pertama, CSR (Corporate Social Responsibility) Bapak itu tolong Bapak sampaikan
kepada perusahaan, fotocopy kepada saya, kepada kami, kami akan memanggil
perusahaan itu.
2. Yang kedua, nah, ini yang dapat kita selesaikan dulu setumpuk-setumpuk. Yang kedua,
lahan yang memang mungkin perjanjian perusahaan yang bisa membangun nanti ternyata
ada peluang untuk itu. Peluang artinya, peluang kepastian pak, ada peluang untuk itu
berdasarkan peta yang ada dan berdasarkan anu dari kementerian ini ada peluang dengan
catatan ada usul dari pemerintah setempat. Mengingat ketidak hadiran kepada Rohil nanti
akan kami buat surat khusus tolong buat surat ke Rohil bahwa sesuai dengan peraturan
dia tidak ada mengatakan kalau perlu nanti kami jemput Pak, nah, gitu Pak.
26 RDP BAP DPD RI TENTANG TANAH ULAYAT MS V TS 2017-2018 RABU, 30 MEI 2018
Walaupun saya ini orang Riau tapi bukan karena Riaunya Pak karena DPD (Dewan
Perwakilan Daerah)-nya DPD (Dewan Perwakilan Daerah) itu Lembaga Negara secara resmi
mengundang. Namun demikian Bapak-bapak selama ini belum pernah kita pakai itu dan
sekarang kita coba menyelesaikan setumpuk-setumpuk dulu, jadi, ini dulu mengenai lahan
barang kali Pak Masperi dengan Pak Madsrofi, Pak Madsrofi ini dua mata uang ini Pak, dia
Pemda (Pemerintah Daerah) dia orang Rohil juga oleh karena itu dua perasaan yang dalam
dirinya maka dia tadi tidak bisa kalau nanti emosional menyampaikan tentu Masperi disuruh dia
ini Asisten II Pak, jadi, orang Rohil juga ini sebenarnya dan dia Ketua KNPI (Komite Nasional
Pemuda Indonesia) setelah saya gitu. Baik Bapak-bapak jika memang itu langkah pertama tadi
sudah kita sepakati maka selanjutnya tentu akan kita lakukan ini. Mungkin ada dari Pak
Mendagri (Menteri Dalam Negeri) kami persilakan Pak.
PEMBICARA: A FERI S FUDAIL (Dir. PENATAAN DAN ADMINISTRASI BINA
PEMERINTAHAN DESA KEMENTERIAN DALAM NEGERI)
Mohon izin Pimpinan terima kasih.
Pertama, saya ingin menyampaikan permohonan maaf kalau ada ketersinggungan dalam
bahasa kami mengatakan legalitas. Itu bukan maksud kami bahwa bapak-bapak yang dari suku-
suku ini tidak memiliki legalitas, Indonesia ini ada karena keberadaan anak suku-suku bangsa
ini, jadi, kita paham sekali itu Pak, maksudnya bahasa kami tadi itu legalitas dalam arti untuk
administrasi dalam kerangka bagaimana negara hadir kepada anak suku-suku ini secara formal.
Sebagai warga negara tidak cukup hanya mengatakan saya adalah warga negara kalau tidak ada
KTP (Kartu Tanda Penduduk)-nya Bapak tidak akan mendapatkan program apapun dari
pemerintah seperti itu maksudnya Pak.
Jadi, baik pertama saya ingin memberikan tanggapan terhadap Pak asisten tadi Pak
asisten undangannya ini adalah dalam rangka membicarakan keberadaan suku-suku dalam
kerangka tanah ulayat sehingga kami berbicara dalam kerangka itu Pak. Kalau memang
undangannya dalam kerangka sebagai kelompok masyarakat untuk mendapatkan CSR
(Corporate Social Responsibility) dan kemitraan dari perusahaan-perusahaan yang mendapatkan
HGU (Hak Guna Usaha), tidak perlu kami berbicara itu, tapi undangannya dari lembaga yang
terhormat DPD (Dewan Perwakilan Daerah) ini membicarakan tentang bagaimana tanah-tanah
ulayat itu sehingga ini yang kami sampaikan tadi terima kasih kalau Pemerintah Provinsi sudah
memahami persoalan-persoalan tanah adat termasuk masyarakat adatnya tapi hampir seluruh
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia ini menjadi masalah karena persoalan adat yang
tidak pernah kita lakukan dengan baik.
Saya yakin di tanah Riau juga seperti itu persoalan adat yang kita lalai termasuk
masyarakat hukum adat, hanya bahasa-bahasa kita secara kamuflase termasuk pak pimpinan
yang pernah menjabat sebagai pejabat tinggi dalam kerangka melaksanakan tugasnya, dulu
sangat lalai terhadap persoalan adat itu di akui tadi dan itu yang kita alami sekarang ini banyak
mengaku diri paham tetapi tidak pernah melakukan apapun terhadap adat.
Salah satu langkah yang sangat mendasar negara berikan kepada kita dalam rangka
memperlakukan adat itu adalah bagaimana menjadikan masyarakat adat itu sebagai desa adat
yang hingga saat ini oleh Pemerintah Provinsi di seluruh Republik Indonesia belum ada satupun
yang melahirkan perda tentang penataan masyarakat adat menjadi desa adat. Termasuk Provinsi
Riau maaf kalau saya sampaikan ini belum ada. Di mana letaknya mengatakan paham kalau itu
tidak di lakukan dengan konkrit dan ini yang kami minta dari Kemendagri (Kementerian Dalam
27 RDP BAP DPD RI TENTANG TANAH ULAYAT MS V TS 2017-2018 RABU, 30 MEI 2018
negeri) kalau mau menyelesaikan persoalan bangsa ini kembalikan kepada persoalan adat ini
untuk diletakan sebagai azas menangani seluruh persoalan kebangsaan kita.
Desa adat kelihatanya kecil tetapi sangat mendasar, sangat mendasar yang hingga saat ini
belum ada satu daerahpun yang mampu melaksana, Bali saja memak, memaknai desa adat
berbeda dalam konteks undang-undang yang diinginkan, karena dia mendudukkan dua
kelembagaan dalam satu wilayah yang sama ada Desa Dinas ada Desa Adat pada satu kawasan
wilayah.
Sehingga Negara hadir pada desa dinas saja di Bali itupun masih salah karena kita tidak
memahami dan saya yakin di Riau, ini maaf saya agak keras pak asisten bersama-sama kita
untuk memikirkan adat ini jangan hanya mengatakan kami berlegalitas tapi tidak memiliki hal-
hal yang berkaitan dengan keterpenuhan untuk syarat-syarat kita berhadapan dengan persoalan
hukum, siapa yang akan menghadapi ketika kita di periksa oleh KPK (Komisi Pemberantasan
Keuangan), diperiksa oleh ini dan itu ketika memberikan program-program yang tidak taat
kepada hukum-hukum administrasi ke negara kita.
Sehingga mari kita mulai kalau bisa taatlah ini masyarakat hukum adat ini dan kalau CSR
(Corporate Social Responsibility) nya kemitraanya mau dilakukan itu tidak perlu kami berbicara,
tapi inikan sangat layak patut kita hargai apa yang diberikan oleh DPD (Dewan Perwakilan
Daerah) kita membicarakan masyarakat ini dalam kerangka masyarakat hukum adat sehingga
itulah yang kami lakukan.
Jangan ragu pak-pak, datuk-datuk, kami mengakui Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18
(b) Ayat (2) itu mengatakan, bahwa kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat diakui dan
dihormati oleh Negara.
Undang-Undang Nomor 6 sesungguhnya desa itu adalah kesatuan masyarakat hukum
adat, tetapi persoalanya kita mindset sekarang tentang desa itu adalah desa dalam kerangka
administrasi sehingga apa yang kita lakukan pembinaan mulai pemerintah di pusat, pemerintah
di daerah memaknai desa dalam kerangka pemerintahan semata padahal desa itu adalah
masyarakat hukum adat. Jadi itu yang saya kira sekali lagi saya mohon maaf kalau ada
ketersinggungan kami sama sekali tidak melegitimasi posisi masyarakat-masyarakat adat ini
sebagai sesuatu yang legal adanya di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kami tadi hanya mungkin kesalahan pahaman penyampaian bahwa legalitas yang kami
maksudkan adalah legalitas dalam kerangka bagaimana kita memiliki dukungan administrasi
dalam rangka hadir negara kepada kelompok-kelompok masyarakat adat ini.
Kepada Anggota DPD (Dewan Perwakilan Daerah) yang kami hormati Bapak Andi
Surya saya kira betul sekali bahwa perlu ada sinergitas dalam kerangka kita memaknai
persoalan-persoalan seperti ini antara semua pihak sinergitas yang paling memungkinkan kita
bisa lakukan melalui pendekatan adat, kalau tidak dengan pendekatan adat saya yakin itu paling
susah.
Salah satu bentuk ketidak sinergitasnya kita selama ini memaknai adat adalah
mempertentangkan hukum positif dengan hukum adat, padahal mestinya kalau kita mau baik
menata bangsa ini tidak ada hukum adat tidak ada hukum positif, apa yang menjadi hukum kita
adalah itulah hukum yang harus kita taati. Di Negara Belanda sana semua mengatakan dirinya
sebagai hukum positif yang notabene hukum positifnya adalah kebiasaan-kebiasaan masyarakat
Minang yang dipake dalam mengatur kehidupan masyarakat yang kita katakan disini adalah
hukum adat, di sana tidak ada hukum adat tetapi penjaranya tidak ada yang terisi dengan baik
karena masyarakat bisa diselesaikan dengan persoalan-persoalan seperti persoalan masyarakat
adat katakan tadi Minang itu karena dia sudah langsung mengadopsi hukum adat itu sebagai
28 RDP BAP DPD RI TENTANG TANAH ULAYAT MS V TS 2017-2018 RABU, 30 MEI 2018
hukum positif, kalau kita di Indonesia ini mempertentangkan hukum positif dengan hukum adat
bagaimana mungkin kita bisa menata persoalan hidup Kebangsaan kita kalau ini kita
pertentangkan. Padahal mestinya adat istiadat yang ada ini kita kodifikasi menjadikan hukum
adat hukum perdata Bangsa ini, yang selama ini tidak pernah kita itu salah satu bentuk sinergitas
menurut saya yang harus kita pikirkan ke depan.
Saya kira itu dari saya terima kasih sekali lagi. Saya mohon maaf kepada yang kami
hormati para anak suku-suku orang tua kami karena kami juga anak suku ini makasih, tidak ada
di Republik ini yang bukan anak suku.
Assalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh.
PEMBICARA: FAHIRA IDRIS, S.E., M.H. (DKI JAKARTA)
Pimpinan?
PIMPINAN RAPAT: Drs. H. ABDUL GAFAR USMAN, MM (KETUA BAP DPD RI)
Baik, sementara tunggu dari Bu Fahira, ya.
Jadi, kita kembali kepada laptop Bapak-bapak, jadi, memang saya di Aceh juga seperti itu
Pak salah persepsi. Jadi, ada anggota DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) bilang, ya, harus demo
ternyata demo maksudnya itu metoda seperti guru, gurukan ada metoda demontrasi pak, jadi,
salah paham. Ya, harus dilakukan demontrasi, dikira demontrasi ramai-ramai padahal
demontrasi itu maksudnya metoda seorang guru menyampaikan materi itu dengan metoda
demontrasi, ini-ini mohon maaf ini, inilah kita kayanya orang Indonesia ini kadang-kadang
istilah-istilah sangat berpengaruh maka saya juga kuliah dulu jurusan Bahasa Indonesia pak.
Baik terima kasih pak Direktur kami memahami itulah Bangsa Indonesia kita dan apa
yang dimaksud oleh pak dari Pemda (Pemerintah Daerah) tadi juga memang kalau dapat dua sisi
tapi kalau tidak satu sisi saja dulu. Jadi, kita ada empat titik terang pertama, nah, lalu Bu Fahira
ini juga ketua Komite III pak, jadi, di BAP (Badan akuntabilitas Publik) ini banyak ketua-ketua
pak, tapi di sini kalau saya nanti di Komite IV saya, jadi, anggota begitu. Baik Bu Fahira ada
yang mau di sampaikan tapi fokus kepada masalah kita, Bu, ya.
PEMBICARA: FAHIRA IDRIS, SE, MH (DKI JAKARTA)
Iya, Bismillahirahmanirahim.
Assalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh.
Terima kasih banyak kepada Pimpinan, para hadirin sekalian perkenalkan saya Fahira
Idris dari DKI Jakarta, saya sebagai anggota DPD (Dewan Perwakilan Rakyat) dari Dapil
(Daerah Pemilihan) Jakarta ini juga sering juga Pak mendapatkan keluhan terkait tanah-tanah
masyarakat atau tanah ulayat begitu, ya. Saya menilai dan berpendapat bahwa landasan hukum
eksistensi masyarakat adat dan hak-haknya inikan dijamin dan merupakan mandat dari
Konstitusi Undang-Undang Dasar 1945. Di mana berdasarkan Pasal 18 (b) Undang-Undang
Dasar 1945 negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat
beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masa hidup dan sesuai dengan perkembangan
masyarakat dan prinsip NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) yang diatur dalam undang-
undang. Di mana berdasarkan amanah konstitusi tersebut masyarakat adat dan juga hak-hak
tradisionalnya diakui secara konstitusional selama memang dapat dibuktikan eksistensi dan
29 RDP BAP DPD RI TENTANG TANAH ULAYAT MS V TS 2017-2018 RABU, 30 MEI 2018
pelaksanaanya maka dalam hal ini hak-hak itu ada dan harus dipertahankan. Diperkuat lagi dan
dipertegas melalui penjelasan Pasal 67 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 99 tentang
Kehutanan, di mana suatu masyarakat hukum adat itu diakui eksistensi keberadaanya jika
menurut kenyataanya memenuhi 5 unsur yaitu;
1. Masyarakatya masih dalam bentuk paguyuban.
2. Ada kelembagaan dalam bentuk perangkat penguasa adatnya.
3. Ada wilayah hukum adat yang jelas.
4. Ada pranata dan perangkat hukum khususnya peralihan adat yang masih di taati.
5. Masih mengadakan pemungutan hasil hutan di wilayah hutan sekitarnya untuk
pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari.
Disisi lain negara juga bertanggung jawab untuk menjaga hak-hak masyarakat adat ini
terlebih terkait dengan Sumber Daya Alam, tanah hutan dan sumber-sumber kehidupan di
dalamnya. Sebagaimana berdasarkan Pasal 33 Ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, itu artinya
masyarakat adat yang telah hidup menetap, merawat dan juga menjaga tanah ulayat tersebut
memiliki andil hak untuk dilindungi hak-haknya terhadap tersebut secara komunal secara
bersama-sama sebagai hak tradisionil adat.
Disisi lain berkembangnya investasi atau industri asing yang tidak memperhatikan
prosedur hukum dan juga hak-hak masyarakat disekitar wilayah Riau ini kita sadari memang
dapat menimbulkan negatif yang justru dirasakan oleh masyarakat Riau, dimana dengan
pembukaan lahan perkebunan secara besar-besaran ini telah merambah hutan dan lain
sebagainya. Padahal mungkin masyarakatnya selama inikan mata pencaharianya disitu termasuk
hak aset masyarakat adat yang mestinya dijaga dan tidak disentuh kepentingan industri agar
menjadi penyangga kehidupan masyarakat.
Namun demikian hak-hak dan juga kepentingan bapak ibu sekalian selaku masyarakat
adat yang telah menetap dan juga menjaga tanah ulayat tetap ini harus kita perjuangkan agar
menemukan titik tengah dan solusi penyelesaiannya. Kita memang tidak bisa menyelesaikan
dalam satu kali pertemuan ini bapak-bapak, ibu, jadi, jangan putus semangat dulu, ya, kita juga
kalau kita lihat keadilan dan kepastian hukum dari 4 Persukuan ini:
1. Suku Hamba Raja.
2. Suku Haru.
3. Suku Bebas.
4. Dan Suku Rao.
Yang terkena dampak ini memang harus terjawab dan juga menemukan jalan keluarnya,
Artinya tidak boleh ada masyarakat adat atau keluarga sebagai elemen penyusun masyarakat
yang terlantar karena terkena dampak industri atau proses bisnis perkebunan.
Saya juga sepakat dalam jangka panjang nanti perusahaan nanti yang akan kita hadirkan
dalam pertemuan yang selanjutnya karena hari ini tidak hadir, untuk melakukan kerja sama
dengan pola kemitraan hal ini juga tidak boleh dikesampingkan. Jadi, tetap semangat bapak ibu
nanti Insyaallah pada pertemuan berikutnya lebih ada titik terangnya.
Terima kasih.
Assalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh.
30 RDP BAP DPD RI TENTANG TANAH ULAYAT MS V TS 2017-2018 RABU, 30 MEI 2018
PIMPINAN RAPAT: Drs. H. ABDUL GAFAR USMAN, MM (KETUA BAP DPD RI)
Waktu kita sudah mau dzohor, eh, mau ashar jadi bagi bapak yang berpuasa kita memang
tetapi menjurus pak, ya, kepenyelesaian ini pak silakan pak ini mau kita mau ashar.
PEMBICARA: Drs. H. MUHAMMAD IDRIS S (KALIMANTAN TIMUR)
Assalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh.
Pimpinan rapat yang kami hormati, para bapak-bapak dari Depdagri (Departeman Dalam
Negeri), LHK (Lingkungan Hidup dan Kehutanan), dengan BPN (Badan Pertanahan Nasional),
dan para datuk, masyarakat, hadirin sekalian yang berbahagia.
Sebenarnya kami tidak mau ngomong pak tapi karena, ya, kita dihadirkan di sini juga
salah kalau kita tidak ngomong. Saya juga ikut senang karena dibulan suci ramadhan ini kita bisa
bertemu dengan pihak Depdagri (Departemen Dalam Negeri), kemudian yang mewakili pak
gubernur bupatinya saya kira sama.
Dinegara kita ini kan pak peraturan satu peraturan di pusat, di provinsi, di tingkat II juga
kalau pertanahan juga pasti itu, lingkungan hidup juga itu. Jadi, memang saya menggaris bawahi
pak mendukung apa yang disampaikan oleh Pak Andi Surya bahwa tinggal sinkronisasi saja
yang perlu ditingkatkan ke depan. DPD RI (Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia) pak
bukan mencari salah dan mencari benar tapi mencari kebenaran, iya, jadi, kalau mencari
kebenaran kita harus berjiwa besar karena apa mudahn-mudahan bapak-bapak dari BPN (Badan
Pertanahan Nasioal) Pertanahan, dari Lingkungan Hidup dan Depdagri (Departemen Dalam
Negeri) mudah-mudahan dipihak bapak yang mempunyai kewenangan sekarang ini, persoalan-
persoalan yang timbul di republik ini itu bisa terselesaikan intinya itu pak, iya, caranya apa iya
kita komunikasikan.
Pak Gubernur sudah tau persis bahwa di sana masih ada tanah yang bisa digunakan untuk
diberikan kepada masyarakat, masyarakat juga belum tau persis berapa luas yang dikuasai oleh
apa tadi, oleh Hak Guna Usaha. Oleh karenanya kami usul konkrit pak ketua supaya Hak Guna
Usaha pak tidak ada pilihan lain mulai sekarang dan seterusnya harus diukur pak, jangan hanya
dijelaskan ditetapkan melalui apa melalui koordinat melalui tanya sama google. Nah, ini yang-
yang ke depan ini harus diukur berapa sebenarnya yang diberikan kepada pengusaha itu supaya
jelas dan kalau misalnya tidak yang akan datang ini saya juga sependapat tidak usah
diperpanjang kalau misalnya tidak di, tidak diselesaikan persoalan-persoalan yang mendasar ini
karena kita sepakat untuk tidak mewariskan persoalan ke depan.
Iya, jadi, kesimpulanya saya setuju kalau dilaksanakan sinkronisasi dari Pemerintah
Pusat sampai ke, saya menghargai betul dari Lingkungan Hidup tadi kalau apa yang diusulkan
oleh gubernur, ya, mengetahui persis wilayah di sana itu, ya, sepanjang bisa dijadikan solusi kita
carikan solusi dari pihak BPN (Badan Pertanahan Nasional) juga saya yakin haqul yakin kalau
sudah ada kejelasan soal sertifikasi itu tidak ada persoalan.
Saya kira seperti itu pak ketua, jadi, kita ini mudah-mudahan pertemuan berikutnya, ya,
dikasih catatan pak perusahaan-perusahaan yang diundang, ya, sampaikan bahwa kalau 3 kali
diundang tidak datang jangan-jangan terlalu berat, dengan berat hati kami akan kami sampaikan
apa sampaikan kepada Presiden supaya dipanggil khusus untuk didatangkan masa, sih, tidak bisa
hadir, kok, diundang. Iya, saya kira ini demi harkat dan marwah, martabat DPD RI (Dewan
Perwakilan Darah Republik Indonesia). Terima kasih Pak.
Assalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh.
31 RDP BAP DPD RI TENTANG TANAH ULAYAT MS V TS 2017-2018 RABU, 30 MEI 2018
PIMPINAN RAPAT: Drs. H. ABDUL GAFAR USMAN, MM (KETUA BAP DPD RI)
Baik, jika, bapak-bapak berkenan pertama bahwa yang baru dapat kita sepakati terhadap
tindak lanjut dari pertemuan ini bahwa yang bisa dilakukan, melakukan pelepasan hak terhadap
hutan yang, eh, pelepasan namanya pelepasan hutan yang memungkinkan menurut RT/RW Riau,
dan memungkinkan menurut prosedur yang berlaku untuk digunakan kepada Kelompok Adat
Raja Haru, Suku Raja, Haru, Rao dan Suku Bebas. Oleh karena itu kita minta kepada Pemda
(Pemerintah Daerah) provinsi apakah ini harus dari Pemda (Pemerintah Daerah) kabupaten dulu
ke provinsi, provinsi ke kementerian.
PEMBICARA: MASPERI (ASISTEN II SETDAPROV RIAU)
Mohon izin kabupaten pak bukan-bukan ingin anukan tidak tapi awalnya itukan
eksistensinyakan dari kabupaten, iya.
PIMPINAN RAPAT: Drs. H. ABDUL GAFAR USMAN, MM (KETUA BAP DPD RI)
Dari kabupaten dulu, ya, dari kabupaten.
PEMBICARA: MASPERI (ASISTEN II SETDAPROV RIAU)
Mereka seperti tadikan ada dari kementerian ada invetarisasi
PIMPINAN RAPAT: Drs. H. ABDUL GAFAR USMAN, MM (KETUA BAP DPD RI)
Iya. Baik.
PEMBICARA: MASPERI (ASISTEN II SETDAPROV RIAU)
Inventarisir mana itu dia pak.
PIMPINAN RAPAT: Drs. H. ABDUL GAFAR USMAN, MM (KETUA BAP DPD RI)
1. Pertama, dari kabupaten dari kabupaten kepada gubernur, gubernur kepada kementerian
itu langkah pertama sehingga nanti masyarakat sesuai dengan kesediaan perusahaan
untuk membangun kemitraan tetapi ini bukan untuk perorangan untuk kelompok adat
satu.
2. Nah, kedua, setelah hari raya ini kita akan mengundang kembali perusahaan, karena
sesuai dengan surat perusahaan maka akan kita undang setelah hari raya tidak mungkin
bulan puasa ini. Jadi, mungkin setelah hari raya begitu juga Bupati Rokan Hilir yang
tidak hadir tolong diberikan teguran dari kita secara resmi kepada bupati apa alasan dia
tidak hadir, karena yang mengundang lembaga negara. Tolong kepada, pada perusahaan,
ada suratnya, nanti kita undang dan tolong dicantumkan dalam undang dalam undangan
kita itu undang-undang pasal yang terkaitan dengan kewenangan lembaga negara.
3. Yang ketiga, bahwa langkah-langkah untuk melakukan pengakuan dimaksud adalah
pengakuan secara yuridis yang berada yang diatur oleh negara kita, bukan pengakuan
32 RDP BAP DPD RI TENTANG TANAH ULAYAT MS V TS 2017-2018 RABU, 30 MEI 2018
ketidak adaan bapak, jadi, jangan salah paham. Jadi, kalau ada kesalah pahaman itu saya
atas nama pimpinan sidang juga mohon maaf kepada bapak-bapak karena saya juga
bertanggung jawab terhadap pimpinan ini. Jadi, kesalah pahaman itu dijadikan pahala
oleh kita bulan puasa ini dengan memaafkan.
Itulah barang kali yang dapat baru kita lakukan dalam pertemuan ini dengan hasil bahwa
pertama nanti Pemerintah Rokan Hilir menyampaikan surat kepada provinsi, provinsi kepada
Kementerian LHK (Lingkungan Hidup dan Kehutanan) sesuai dengan aturan dan prosedur
dimintakan pelepasan.
Nah, setelah itu nanti kepada perusahan untuk melakukan kewajibanya sesuai dengan
kesepakatan aja untuk melakukan pembiayaan perkebunan untuk kelompok adat. Dan mengenai
CSR (Corporate Social Responsibility) yang belum sampai ketangan perusahaan kita
berprasangka positif dulu, kenapa perusahaan belum melaksanakan karena sesuai dengan
kesepakatan kita diketahui dan disampaikan kepada. Sedangkan apa yang diharapkan oleh
Mendagri (Menteri Dalam Negeri) tadi menjadi harapan jangka panjang kepada kita, nanti
kepada bupati juga selaku kepala daerah karena bupati ini dengan gubernur dua jabatanya Pak.
Gubernur selaku mewakili Pemerintah Pusat, Kepala Daerah selaku otonomi daerah gitu, juga
kami sebenarnya bapak-bapak, kami tidak bisa melepaskan diri dari tanggung jawab kami karena
kami juga berbeda ternyata berbeda waktu saya jadi Eksekutif dulu dan, jadi, Rektor dulu sekali
disumpah zaman Pak, ak Madsrofi tapi ternyata saya jadi Anggota DPD (Dewan Perwakilan
Daerah) 2 kali disumpah satu hari Pak.
Pertama, selaku anggota DPD (Dewan Perwakilan Daerah) satu jam setelah itu disumpah
lagi selaku anggota MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat) dan yang menyumpahnya tidak
boleh diwakili harus Ketua Mahkamah Agung, SK (Surat Keputusannya) nya dua, sumpahnya
dua, honor satu, wah, itu hebatnya kami pak.
Oleh karena itu kami tidak bisa melepaskan diri karena sumpah itu sama bunyinya sama
benar bunyinya, berkewajiban melaksanakan Undang-Undang Dasar 45 serta undang-undang
dengan Pancasila serta memperjuangkan aspirasi daerah yang diwakili. Jadi, berkewajiban bagi
saya yang beragama Islam bekewajiban itu kalau tidak dilaksanakan berdosa, dilaksanakan
berpahala, nah, inilah kita membagi-bagi pahala pada hari ini supaya kita dapat pahala semua
untuk melaksanakan.
Saya kira bapak-bapak selaku pejabat juga disumpah cuma sekali sumpahnya, SK (Suratv
Keputusan) nya satu, gajinya satu, gaji kami berbeda sumpah 2 kali, SK 2, honor cuman satu.
Namun demikian inilah bapak-bapak kami tidak akan apa tidak akan apa? Tidak akan puas dan
tidak senang kalau belum berhasil apa yang menjadi tujuan kami, dan kami sangat senang bapak-
bapak mengeritik kami jika terdapat kelemahan dan kurang kami juga manusia biasa.
Jadi, sekali yang mulia datuk-datuk yang dapat kita lakukan baru hari ini agar Pemda
(Pemerintah Daerah) Kabupaten Rokan Hilir menyampaikan kepada gubernur, gubernur kepada
menteri untuk melakukan pelepasan hutan untuk dijadikan perkebunan untuk kelompok suku
datuk-datuk yang mulia. Nah, dan ini akan kita undang nanti akan kita undang tolong bupati
diberi peringatan apa alasan tidak hadir karena yang ngundangnya Lembaga Negara. Tolong, ya,
Hid, Bu Dedeh, dan kepada perusahaan dan bupati nanti akan kita undang lagi setelah hari raya,
karena setelah hari raya kita mendapatkan waktu yang lebih lama.
Sekali lagi kepada bapak Kementerian Dalam Negeri dan bapak Kementerian Dalam
Negeri ada historis juga kami dengan Pak Madsrofi ini pak, waktu dia, jadi, Ketua KNPI
(Komite Nasional Pemuda Indonesia) di Jawa Tengah saya Ketua KNPI (Komite Nasional
Pemuda Indonesia) di Riau, setelah itu ganti saya dengan Pak Madsrofi dan barang kali Mas
33 RDP BAP DPD RI TENTANG TANAH ULAYAT MS V TS 2017-2018 RABU, 30 MEI 2018
Cahyo itu kalau ditelefon dia bisa bahasa Riau juga, kadang-kadang bahasa Padang dengan saya
pak lalamo nda besuo kau kito katanya.
Nah, jadi hubungan-hubungan inilah barang kali yang kita jaga benar secara kelembagaan
dan sampaikan salam saya kepada bu menteri dan kepada pak menteri juga sampaikan salam
saya, juga pak Menteri ATR ternyata hubungan kita punya hubungan emosional semua dan ini
mempermudah kita memperlancar hal-hal yang kita cari pahala semua.
Jika ini disepakati bapak-bapak gimana Bapak-bapak tim kita sepakati ini, ya, hallo Pak
Idris kita sepakati, ya.
Satu, bahwa Bupati Rokan Hilir kepada gubernur dan gubernur kepada menteri untuk
membuat surat pelepasan hutan dan berapa luasnya yang diminta ini akan menjadikan nanti
perkebunan untuk kelompok adat dan ini dilakukan oleh perusahaan.
Mengenai hak-hak adat selanjutnya tentunya nanti jangka panjang kita akan ada
pertemuan dan apa yang disarankan oleh Pak Andi tadi ini menjadikan ke, kebijakan lembaga
nanti kita bawa kepada Paripurna pak apa kita sampaikan pada paripurna, jika paripurna
menyetujui ini sudah menjadi keputusan paripurna kita sampaikan kepada menteri dan kepada
presiden. Untuk bapak maklumi berdasarkan orang ahli hukum keputusan paripurna itu sama
kekuatanya dengan PP (Peraturan Pemerintah) kekuatannya pak sama dengan PP (Peraturan
Pemeritah).
Kalau sudah disepakati ini kita cukupkan demikian kalau tidak ada lagi pak datuk kalau
nanti akan kita undang setelah hari raya perusahaanya dan bupati juga akan kita undang tapi
bupati 2 suratnya;
1. Pertama, teguran kenapa tidak hadir.
2. Yang kedua, akan kita undang.
PIMPINAN RAPAT: Drs. H. ABDUL GAFAR USMAN, MM (KETUA BAP DPD RI)
Iya.
PIMPINAN RAPAT: Drs. H. ABDUL GAFAR USMAN, MM (KETUA BAP DPD RI)
Iya, itu tolong di-diapa diketik di sini dan ditandatangani oleh kita sesuai dengan yang
hadir yang mewakili di, kepada gubernur siapa mewakili, kepada bu menteri, pak menteri untuk
mewakili menandatangani kesepakatan kita ini. Silakan Bapak sekretariat untuk segera lakukan,
iya, sudah lihat Bu Dedeh, ya, mohon izin Pak kita menunggu sebentar karena ashar nanti
sebentar lagi bagi yang beragama Islam, masih, ya, iya.
PEMBICARA: Drs. H. MUHAMMAD IDRIS S (KALIMANTAN TIMUR)
Pak Ketua, tambahan Pak di luar acara, ya, di luar acara, berkenaan dengan hukum
positif, dengan hukum adat Bapak-bapak sekalian yang dari Riau, ya, Pak, ya, mudah-mudahan
Rancangan Undang-Undang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat mudah-mudahan
dalam waktu yang tidak terlalu lama ini bisa disepakati, supaya ada payung hukumnya untuk
ngomong pada seluruh masyarakat adat di republik kita ini karena ini banyak sekali Pak di
Kalimantan Timur saja ada empat, nah, ini kemarin saya sudah datangi semua apa pokok-pokok
pikirannya apa yang dikehendaki, nah, ini memang banyak sekali yang dikehendaki, ya, tentu
34 RDP BAP DPD RI TENTANG TANAH ULAYAT MS V TS 2017-2018 RABU, 30 MEI 2018
mau dipertemukan dengan hukum positif supaya tidak ada tidak terkesan ada kita membuat
negara di atas negara.
Nah, ini untuk yang menyangkut masalah hukum adat Insya Allah DPD RI (Dewan
Perwakilan Daerah Republik Indonesia) sudah berupaya semaksimal mungkin untuk
melaksanakan amanah itu. Makasih mohon maaf atas segala kekuranganya Bulan Suci
Ramadhan ini.
Wabillahi taufik walhidayah.
Assalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh.
PIMPINAN RAPAT: Drs. H. ABDUL GAFAR USMAN, MM (KETUA BAP DPD RI)
Baik, Bapak-bapak berkenan kiranya dari Kementerian ATR atau yang mewakili yang
hadir sesuai dengan absen, ini bu Kementerian SDM (Sumber Daya Manusia) tidak ada bu,
Kementerian ATR, Kementerian Kehutanan LHK (Lingkungan Hidup dan Kehutanan), LHK
(Lingkungan Hidup dan Kehutanan) ada, provinsi, ada suku, ada, ini SDM (Sumber Daya
Manusia) tidak ada bu Kementerian SDM (Sumber Daya Manusia) nya Kementerian Dalam
Negeri maksudnya, oh, Kementerian Dalam Negeri. Baik bapak-bapak kami ulangi lagi:
1. Pemkot (Pemerintah kota) Provinsi Rokan, eh, Kabupaten Rokan Hilir menyampaikan
surat kepada Pemprov (Pemerintah Provinsi) Riau dan Pemprov (Pemerintah Provinsi)
mengusulkan kepada Kementerian LHK (Lingkungan Hidup dan Kehutanan) untuk
pelepasan kawasan dalam rangka terpenuhnya kebutuhan lahan kemitraan.
2. Permohonan CSR (Corporate Social Responsibility) segera diberikan kepada perusahaan
dengan diberikan tembusan kepada DPD (Dewan Perwakilan Daerah).
3. Akan diagendakan pertemuan lanjutan dengan menghadirkan pihak-pihak terkait
terutama pihak Rokan Hilir dan perusahaan. Jakarta 30 Mei ditandatangani.
Jadi mohon kiranya kepada bapak pertama kami minta dari Pemda (Pemerintah) provinsi
siapa yang mewakili Pak Masperi, Masperi, Pak tanda tangan, oh, Pak, Pak apa Pak
Ahmad Sahrofi mewakili tanda tangan boleh-boleh, iya, boleh, Kementerian Dalam
Negeri siapa pak yang mewakili pak, Kementerian Dalam Negeri, dari ATR Pak mungkin
ATR siapa yang mewakili iya Pak tolong Pak menandatangani Pak, iya, tolong yang
mewakili siapa, iya, silakan Pak mewakili tanda tangan Pak dari ATR. Iya pak mohon
maaf Pak yang poin-poin ini yang kita sepakati tadi Pak teken saja Pak ini satu, Bapak
ada? Iya boleh Pak nama Bapak dibawah ini Pak, ini memang cari-cari pahala silakan
Pak teken ini dibawah Pak Alhamdulillah Pak. Silakan dari Kementerian Dalam Negeri
Pak Kementerian Dalam Negeri silahkan yuk makasih Pak, iya, Pak Dirjen, silakan Pak
dari Kementerian Dalam Negeri siapa Pak, nih, sini Pak, iya, sini Pak, dua boleh satu
boleh, iya, tidak papa Pak iya bisa satu bisa. Dari Kementerian LHK (Lingkungan Hidup
dan Kehutanan) silakan Bu, dari Pemprov-Pemprov (Pemerintah Provinsi-Pemerintah
Provinsi) silakan Masperi dengan Ibu silakan Bu. Sudah-sudah dari Pemda (Pemerintah
Daerah) provinsi Pak LHK (Lingkungan Hidup dan Kehutanan) kan?
35 RDP BAP DPD RI TENTANG TANAH ULAYAT MS V TS 2017-2018 RABU, 30 MEI 2018
Oh, gitu? Eh, LHK (Lingkungan Hidup dan Kehutanan), kita kan ke LHK (Lingkungan
Hidup dan Kehutanan) dulukan kita kan satu aja dulu kan? Silakan Pak, iya, Bu silakan, Bu?
Dukungan ini kurang komunikasi, ya? Iya, iya, Bu nanti bunyi suratnya itu berdasarkan
surat? Oke, Bu, iya, makasih.
Baik Pak anu silakan dari pemerintah provinsi dan perwakilan datuk-datuk, pejabat
bupati siapa Jamaludin kan, silakan datuk nanti di-copy, tolong Pak, Bapak di dalam negeri Pak,
silakan Pak Datuk, silakan tolong di-fotocopy Pak, tolong Bu Dedeh fotocopy nanti, ya. Proposal
itu satu atau empat Pak ini sesuai dengan proposal itu satu atau empat, empat, oh, iya, tolong
sampaikan kepada apa itu, kepada perusahaan untuk fotocopy ke kami nanti, apa?
RAPAT DITUTUP PUKUL 15.30 WIB