35
1 RDP BAP DPD RI TENTANG TANAH ULAYAT MS V TS 2017-2018 RABU, 30 MEI 2018 Nomor: RISALAHDPD/BAP-RDP//2018 DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ----------- RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT BADAN AKUNTABILITAS PUBLIK DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA MASA SIDANG V TAHUN SIDANG 2017-2018 I. KETERANGAN 1. Hari : Rabu 2. Tanggal : 30 Mei 2018 3. Waktu : 13.30 WIB 15.30 WIB 4. Tempat : R. Rapat Komite I DPD RI 5. Pimpinan Rapat : 1. Drs. H. Abdul Gafar Usman, MM (Ketua) 2. KH. Ahmad Sadeli Karim, LC (Wakil Ketua) 3. Novita Anakotta, SH., MH (Wakil Ketua) 6. Acara : 1. Rapat dengar pendapat terkait tindak lanjut permasalahan tanah ulayat di Rokan Hilir Provinsi Riau. 7. Hadir : Orang 8. Tidak hadir : Orang

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ... · Tolong daftar hadir, ya? ... dari poin yang keempat ini pada waktu kita melakukan rapat di Provinsi Riau, pada waktu itu RT/RW Provinsi

Embed Size (px)

Citation preview

1 RDP BAP DPD RI TENTANG TANAH ULAYAT MS V TS 2017-2018 RABU, 30 MEI 2018

Nomor: RISALAHDPD/BAP-RDP//2018

DEWAN PERWAKILAN DAERAH

REPUBLIK INDONESIA

-----------

RISALAH

RAPAT DENGAR PENDAPAT BADAN AKUNTABILITAS PUBLIK

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

MASA SIDANG V TAHUN SIDANG 2017-2018

I. KETERANGAN

1. Hari : Rabu

2. Tanggal : 30 Mei 2018

3. Waktu : 13.30 WIB – 15.30 WIB

4. Tempat : R. Rapat Komite I DPD RI

5. Pimpinan Rapat :

1. Drs. H. Abdul Gafar Usman, MM (Ketua)

2. KH. Ahmad Sadeli Karim, LC (Wakil Ketua)

3. Novita Anakotta, SH., MH (Wakil Ketua)

6. Acara

: 1. Rapat dengar pendapat terkait tindak lanjut

permasalahan tanah ulayat di Rokan Hilir Provinsi Riau.

7. Hadir : Orang

8. Tidak hadir : Orang

2 RDP BAP DPD RI TENTANG TANAH ULAYAT MS V TS 2017-2018 RABU, 30 MEI 2018

II. JALANNYA RAPAT:

PIMPINAN RAPAT: Drs. H. ABDUL GAFAR USMAN, M.M. (KETUA BAP DPD RI)

Maaf dari RHK (Ruang Henti khusus) ada? Lingkungan Hidup ada tidak? Lingkungan

Hidup ada tidak? Ada Lingkungan Hidup ada? Ini, ini rapatnya di sini, belum datang kaliya.

Bapak-Bapak, para orang tua kami dari Kepala Suku, dari perusahaan, dari Pemda

Provinsi dan dari Lokan Hilir belum muncul. Berhubung karena informasi yang kita terima

Kementerian LHK (Lingkungan Hidup dan Kehutanan) dalam perjalanan, oleh karena itu kami

mohon kepada bapak-bapak kita beri waktu lebih kurang 7 menit kalau tidak hadir kita lanjut

rapat ini. Tolong dikomunikasikan oleh sekretariat agar dan kepada para anggota kita tunda 7

menit gimana Pak Andi kita tunda menjelang karena menurut informasi sedang menuju ke sini.

Yang mewakili dari BPN (Badan Pertanahan Nasional) ada?

Dari Kemendagri (Kementerian Dalam Negeri) ada?

Dari provinsi ada?

Dari Lokan Hilir belum ada?

Dari perusahaan ada?

Dari perusahaan tidak kelihatan?

Tolong daftar hadir, ya?

Bapak-bapak dan Ibu, Pimpinan dan Anggota yang saya hormati, bapak-bapak dari

Pemda Provinsi. Kita lanjutkan pertemuan ini dengan diharapkan kepada sekretariat

mengkomunikasikan kepada yang diundang dan kebetulan ada surat masuk ini dari Ivomas

berhalangan hadir dan mohon diadakan nanti pertemuan tersendiri tolong nanti di catat ini.

Bapak dan ibu/bapak-bapak para dari Kementerian Badan Pertanahan Nasional, Kementerian

Dalam Negeri, dari Gubernur Provinsi Riau yang mewakili, serta para Kepala Suku datuk-datuk,

dan Anggota BAP (Badan Akuntabilitas Publik) beserta Wakil Ketua BAP (Badan Akuntabilitas

Publik) yang saya hormati dengan mengucapkan Bismillahirahmanirahim dan berserah diri

kepada Allah Tuhan yang maha kuasa, maka Rapat Badan Akuntabilitas Publik Dewan

Perwakilan Daerah Republik Indoneesia secara resmi saya buka dengan berdo’a sesuai agama

dan kepercayaan kita masing-masing berdo’a mulai.

Amin dengan demikian rapat kita buka.

KETOK 1X

Pak Wakil Ketua, Bapak-bapak para tim-tim analisis Anggota Badan Akuntabilitas

Publik Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia serta datuk-datuk, bapak-bapak para

pejabat. Sesuai dengan kewenangan yang dimiliki oleh kami selaku Dewan Perwakilan Daerah

Republik Indonesia, rapat ini adalah rapat Lembaga Negara, jadi, secara resmi adalah rapat

Lembaga Negara. Sehingga dengan demikian selain dari yang diundang dan memang dinyatakan

terbuka untuk umum, selain dari pada peserta rapat diberi kesempatan untuk menyampaikan

pikiran setelah mendapat persetujuan dari pimpinan rapat dan semua yang diundang akan diberi

waktu sesuai dengan perjalanan rapat kita ini. Bapak dan ibu-ibu yang saya hormati bahwa

RAPAT DIBUKA PUKUL 13.30 WIB

3 RDP BAP DPD RI TENTANG TANAH ULAYAT MS V TS 2017-2018 RABU, 30 MEI 2018

Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonseia secara etimologi mewakili daerah. Daerah itu ada

3 unsur menurut ilmu tata Negara;

1. Ada rakyat.

2. Ada pemerintah.

3. Ada wilayah.

Dengan demikian kami mewakili rakyat, mewakili pemerintah secara struktural serta

mewakil teritori yang bermasalah di wilayah di seluruh Indonesia. Mision Dewan Perwakilan

Daerah itu ada 3 untuk mengikat Negara Kesatuan Republik Indonesia itu ada 3 pagar yang

harus diber tertancap kuat dan;

1. Pertama pagar perhatian yang sama kepada semua daerah yang berada di Indonesia ini

karena perhatian itu adalah kebutuhan. Oleh karena itu DPD menjaga baik bahwa apapun

permasalahan didaerah dari Aceh sampai ke Papua harus punya perhatian yang sama

selaku kita orang yang diberi mandat, orang yang ditugaskan, orang yang hidup dari

rakyat untuk rakyat, itu mision pertama.

2. Mision kedua adalah kesejahteraan, bagaimana Negara ini melihat bahwa kesejahteraan

itu adalah suatu kewajiban bagi kita yang diberi amanah oleh rakyat untuk menjaga

kesejahteraan itu tidak ada ketimpangan. Itu mision oleh karena itu jika masih terdapat

ketimpangan itulah mision yang harus kita lakukan.

3. Yang ketiga keadilan.

Nah, tiga pagar kuat inilah agar Negara Kesatuan kita kokoh dan kuat NKRI itu harga

mati, Maka Dewan Perwakilan Daerah hadir dengan mision itu. Menjaga perhatian yang sama

agar mendapat kesejahteraan yang sama dan keadilan yang sama. Nah, oleh karena itu bapak dan

ibu yang kami hormati pada rapat hari ini kita coba mekanisme rapat kita. Pertama nanti kita

minta kepada Pemda Rohil atau Pemda Provinsi menyampaikan apa sesungguhnya harapan dari

bapak-bapak sesuai dengan kesepakatan yang diperoleh pada rapat kerja BAP (Badan

Akuntabilitas Publik) pada Tanggal 9 Maret 2018, bertempat di ruang kantor Gubernur yang di

hadiri oleh semua perusahaan yang diundang tapi hari ini perusahaan tidak hadir, ada satu yang

menyampaikan bahwa berhalangan dari Ifomas-Ivomas Pratama. Yang dihadiri oleh Pemda

Provinsi Riau, tim analisis BAP, Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir, dari Kantor Wilayah BPN

(Badan Pertanahan nasional) Provinsi Riau, Kantor Pertanahan Kabupaten Rokan Hilir, serta

perusahaan lima perusahaan yang kita undang, perwakilan masyarakat. Hasil dari rapat tersebut

ada 4 poin, 1 poin yang akan kita bahas pada hari ini.

1. Poin yang pertama, disepakati dalam jangka pendek perusahaan yang melaksanakan

program CSR (Corporate Social responsibility) yang diperluas dengan mengakomodir

kegiatan masyarakat adat yang terdiri dari 4 Persukuan;

a. Yakni Suku Hamba Raja, ada mewakili.

b. Suku Harung.

c. Suku Bebas.

d. Dan Suku Rao.

Itu kesepakatan dan ini ditanda tangani baik oleh perusahaan, maupun oleh pemerintah,

maupun oleh semua peserta dari rapat yang diundang.

2. Dalam jangka panjang perusahaan sepakat dengan kelompok masyarakat adat 4

persukuan tersebut, akan melakukan kerjasama dengan pola kemitraan sesuai dengan

aturan dan mekanisme yang berlaku.

3. Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir memfasilitasi proses

penyelesaian tersebut.

4 RDP BAP DPD RI TENTANG TANAH ULAYAT MS V TS 2017-2018 RABU, 30 MEI 2018

4. Dewan Perwakilan Daerah melakukan kordinasi dengan kementerian terkait pada tingkat

pusat, dalam rangka memenuhi ketersediaan lahan dan pengukuran ulang dalam

mendukung proses penyelesaian masalah berdasarkan kesepakatan rapat kerja tersebut.

Nah, bapak dan yang kami hormati baik dari Kementerian BPN, dari Kemendagri, dari

LHK Sampai sekarang belum hadir, dari perusahaan belum hadir. Yang kita bicarakan pada hari

ini adalah poin yang ke empat. Nah, dari poin yang keempat ini pada waktu kita melakukan rapat

di Provinsi Riau, pada waktu itu RT/RW Provinsi Riau belum ditanda tangani belum disahkan

secara resmi. Sehingga demikian berdasarkan itu tetapi menurut informasi yang kami peroleh

bahwa ini sudah disetujui, nah, berarti RT/RW Riau sudah disetujui secara resmi secara formal.

Namun demikian sesuai dengan poin nomer empat ini kira-kira apa kira-kira harapan dari Pemda

Provinsi Riau terhadap yang tercantum pada poin empat ini, melakukan koordinasi dengan

Kementerian terkait. Nah, yang hadir pada hari ini adalah BPN (Badan Pertanahan Nasioanal)

dengan Mendagri (Menteri Dalam Negeri) ditingkat Pusat dalam rangka memenuhi ketersediaan

lahan dengan pengukuran ulang dalam mendukung proses penyelesaian masalah tersebut.

Jadi, dari poin ke dua dalam kesepakatan itu dalam jangka panjang, jangka panjang

maksudnya tidak dapat diputuskan pada rapat di Provinsi Riau itu, itu pengertian jangka panjang.

Nah, dengan demikian untuk pertama mekanisme kita, kita minta dulu kepada Pemda Provinsi

atau Kabupaten Rokan Hilir yang belum hadir tapi kami ucapkan terima kasih kepada Pemda

kabupaten, eh, Pemda Provinsi Riau yang dihadiri oleh Bapak Masperi sebagai Asisten II, Bapak

H. Ahmad Sahrofi dari Asisten II, dua Asisten yang hadir pada hari ini.

Setelah itu nanti kemana arahnya kita minta tanggapan kepada Kementerian terkait yang ada sini

Kemendagri dengan Kementerian BPN (Badan Pertanahan Nasional).

Setelah itu nanti kita coba melakukan pendalaman dan diskusi dari tim, tim analisis BAP

(Badan Elektibilitas Publik) yang alhamdulillah hadir pada hari ini dari juga ini bisa mewakili

Indonesia dari wilayah Barat, saya dengan Pak Andi dari Lampung Pak Dr. Andi Surya, dari

wilayah Timur itu dari Pak Lalu dan Pak Iskandar dari, eh, Pak Idris dari kalimatan Timur, dan

Pak Kyai dari Sulawesi Tengah itu juga hadir dan wakil ketua, wah, ini Pak Bahar dari Bangka

Belitung dan bapak wakil ketua dari Banten, jadi, mewakili Indonesia dari Barat sampai ke

Timur gitu.

Nah, setelah pendalaman nanti dari tim kita coba mengambil langkah-langkah konkrit

terhadap tujuan yang ingin dicapai pada kesempatan ini. Bapak dan ibu yang kami hormati bagi

perusahaan yang belum hadir, kita di lembaga parlemen ini memang ada undang-undang yang

menyatakan tidak datang pertama nanti, jika, tidak menyatakan halangannya kita akan lapor

kepada Presiden.

Jadi, yang ke selanjutnya jika juga Presiden nanti setelah memberi tahu maka kita akan

laporkan kepada Kapolri untuk menggunakan undangan Riau. Undangan Riau pak, jadi,

kebetulan saya dari Riau, di Riau itu undangan itu jemputan namanya pak, jadi, di Riau itu ada

namanya Pak Matrofi, iya, jemputan namanya, ya. Jadi, di Riau itu namanya undangan itu

jemputan dijemput, gitu, begitu kira-kira.

Nah, oleh karena itu tolong catat kepada perusahaan yang tidak hadir kita beri

konfirmasi, nah, tolong komunikasi terus dan kita adakan rapat khusus nanti dengan perusahaan

yang tidak hadir.

Baik Bapak-bapak, kami persilakan kepada bapak gubernur atau yang mewakili, kira-kira

poin empat ini apa yang menjadi harapan bapak dari kementerian yang terkait yang ada, setelah

itu nanti kita coba pendalaman. Kami persilahkan dari bapak yang mewakili dari Pemda

Provinsi, Pemda kabupaten belum hadir, Iya, silakan pak kira-kira apa? Kami persilakan kepada

5 RDP BAP DPD RI TENTANG TANAH ULAYAT MS V TS 2017-2018 RABU, 30 MEI 2018

Bapak! Pak Masperi atau Pak Ahmad Sahrofi kami persilakan. Iya, kami persilakan kepada

bapak! Pak Masperi atau pak Ahmad Sahrofi kami persilakan. Iya, kami persilakan kepada

Bapak Masferi.

PEMBICARA: MASPERI (ASISTEN II SETDAPROV RIAU)

Bismillahirrahmanirrahim.

Assalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh.

Selamat sore, dan

Salam sejahtera buat kita semua.

Syukur alhamdulillah kami diundang diacara yang berbahagia ini dalam rangka

memfasilitasi keinginan masyarakat kami dalam rangka menyampaikan aspirasinya dan

memenuhi kebutuhan-kebutuhan sebagaimana yang telah mereka perjuangkan.

Yang kami hormati Pimpinan BAP (Badan Akuntabilitas Publik) beserta anggota yang

terhormat, Kementerian lembaga yang diundang, kemudian masyarakat kami dari Suku

Hambaraja, Suku Haru, Suku Rao dan Suku Bebas serta perusahaan yang seyogyanya kami

minta hadir pada kesempatan ini.

Dalam rangka menindaklanjuti rapat kita terdahulu, kami telah berupaya menyurati

Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir untuk tingkat lapangan mengupayakan fasilitasi baik untuk

penyelesaian poin pertama.

Ke dua dalam rangka memenuhi tuntutan dari aspirasi masyarakat kita. Namun surat

kami tersebut belum mendapatkan respon karena kalau pemerintah provinsi Pak untuk langsung

menyelesaikan persoalan ini karena terbentur kedalam kewenangan-kewenangan yang ada. Maka

dengan demikian hari ini Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir juga tidak hadir, demikian pula

perusahaan-perusahaan yang berada disekeliling tanah-tanah ulayat yang disengketakan ini.

Harapan kami bapak yang terhormat terhadap kementerian-kementerian yang berkewenangan;

1. RT/RW Provinsi Riau hari ini itu telah diundangkan telah disahkan oleh Kementerian

LHK (Lingkungan Hidup dan Kehutanan) dan kami lakukan harmonisasi dengan DPR

(Dewan Perwakilan Rakyat) dan Perda (Peraturan Daerah) nya itu sudah kami undangkan

melalui rembangan daerah. Berarti dari sisi RT/RW tidak ada persoalan lagi yang dulu

terhambat oleh RT/RW. Nah, kita berharap yang kita inginkan adalah masyarakat kita ini

menuntut agar mereka para suku-suku ini mendapatkan bagian tak terpisahkan dari usaha

perkebunan yang telah diusahakan oleh para PT-PT yang berada di Rokan Hilir ini,

khusus yang berhimpitan atau bersinggungan dengan tanah-tanah ulayat dari para

persukuan ini. Dulu perusahaan menginginkan siap bermitra namun kita dihadapkan

kepada persoalan ketersediaan lahan, nah, hari ini yang punya kewenangan untuk

ketersediaan lahan itu adalah Kementerian LHK (Lingkungan Hidup dan Kehutanan),

karena lahan-lahan yang ada itu sudah berada didalam kawasan. Ini persoalan kita yang

pertama Pak.

2. Persoalan yang kedua adalah ketika ini dimungkinkan kami mohon kepada pejabat-pejabat pusat,

dimungkinkan kita untuk mengukur ulang terhadap HGU-HGU (Hak Guna Usaha) yang telah

diberikan oleh pemerintah kepada perusahaan-perusahaan tersebut. Nah, inikan pembiayaanya

cukup besar dan agak sulit kita melakukanya harus ada permohonan, harus ada segala macam-

segala macamnya dari aspek yuridis formalnya dan itu ketika masyarakat kami yang buta akan

hal-hal yang seperti ini, itu tidak mungkin melakukanya. Mungkinkah Pemerintah Pusat yang

mempunyai kewenangan dalam hal ini, baik yang di bidang perusahaan yang berkaitan dengan

6 RDP BAP DPD RI TENTANG TANAH ULAYAT MS V TS 2017-2018 RABU, 30 MEI 2018

perkebunan maupun lahan atau tanahnya Kementerian ATR (Audio to Text Recording) dan juga

Kementerian LHK (Lingkungan Hidup dan Kehutanan). Ketika ini bisa dilakukan kami yakin

dan percaya kelebihan-kelebihan dari HGU (Hak Guna Usaha) yang telah diberikan, ini dapat

kita berikan nanti kepada masyarakat kami yang menuntut akan apa namanya ini hak Ulayatnya

yang sudah ter Inklauf ke dalam izin yang kita berikan kepada perusahaan-perusahaan tersebut.

Kami tidak dapat banyak berbuat pak untuk ditingkat provinsi maupun ditingkat

kabupaten, karena keterbatasan kewenangan dan juga keterbatasan sumber daya untuk

melakukan hal-hal ini. Maka ketika kita rapat di Pemerintah Provinsi pada empat poin tersebut

kami memohon pada poin empat, DPD RI (Dewan Perwakilan daerah Republik Indonesia)

melakukan koordinasi dengan kementerian-kementerian terkait pada tingkat pusat dalam rangka

memenuhi ketersediaan lahan dengan pengukuran ulang, nah itu jalan keluarnya, pengukuran

ulang dan atau memanfaatkan kawasan-kawasan hutan, kan sudah di Inklauf kawasan-

kawasanya, itu dimanfaatkan kembali atau dilepas oleh kementerian kemudian diberikan kepada

datuk-datuk atau masyarakat persukuan ini, dan kemudian diukur itulah yang akan dibangun

nantinya oleh perusahaan untuk secara kemitraan. Itulah bapak pimpinan yang terhormat yang

menjadi fokus kami dan terus terang saja setelah kita rapat waktu dulu pak pimpinan, saya telah

didatangi beberapa kali oleh datuk-datuk kita ini untuk meminta apa yang harus kami lakukan,

lah, kamikan tidak punya akses langsung kepada perusahaan.

HGU (Hak Guna Usaha) itu sebetulnya adalah itukan BPN (Badan Pertanahan Nasional)

yang mengeluarkanya terlebih dahulu, nah, Pemprovkan (Pemerintah Provinsikan) hanya bersifat

memfasilitasi ketika ada hal-hal yang perlu difasilitasi kami fasilitasi. Nah, kemudian demikian

juga dengan ketika kita ingin memanfaatkan kawasan hutan, yang itukan prosesnya cukup

panjang harus dialihkan dulu, harus dibebaskan dulu. Nah, ini persoalan-persoalan yang memang

merupakan kewenangan pusat dalam konteks ini.

Kami mungkin dibantu oleh Kementerian Dalam Negeri yang merupakan induk kami

dalam konteks ini mengkoordinaskanya dengan kementerian-kementerian yang terkait.

Inti pokok dari permasalahan yang kami hadapi hari ini adalah masyarakat kami dan juga

masyarakat kita khusus yang berada di su yang berada dalam kawasan Ulayat Suku Hamba Raja,

Suku Haru dan Suku Rao, serta Suku Bebas, menginginkan mendapatkan apa namanya itu tricle

down efeknya pak dari perusahaan ini dengan memperoleh kebun melalui kemitraan. Nah ini

yang beum clear, ini yang belum selesai dan sampai hari ini ketika mereka-mereka yang berada

di dalam inklauf kebun tersebut pendapatannya juga sudah pasti pak dari sawit-sawit tadi.

Sementara yang berada disekelilingnya ini, itu apa namanya ter-termajinalkan dari sisi ekonomi

mereka. Ini yang menjadi tuntutan-tuntutan dari masyarakat yang sehingga ketika kami tidak

mampu menyelesaikanya ditingkat daerah maka persoalan ini sampai ke DPD (Dewan

Perwakilan Daerah) yang terhormat.

Kami pikir itu sekedar awal dari kami pak mungkin dari ketika nanti berkembang

didalam diskusi-diskusi, kami akan bisa untuk memberikan penjelasan-penjelasan lebih lanjut.

Demikian untuk sementara terima kasih.

Wasalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh.

PIMPINAN RAPAT: Drs. H. ABDUL GAFAR USMAN, MM (KETUA BAP DPD RI)

Baik, kelihatanya ini ke BPN (Badan Pertanahan Nasional) kami minta tanggapan, secara

de facto bahwa memang persukuan adat ini memang ada dan berada, jadi, Kabupaten Rokan

Hilir secara de facto dan secara de jure memang dalam Undang-Undang Dasar 1945 itu hak adat

7 RDP BAP DPD RI TENTANG TANAH ULAYAT MS V TS 2017-2018 RABU, 30 MEI 2018

itu diakui, dan memang DPD (Dewan Perwakilan Daerah) sekarang sedang menyusun Undang-

Undang Masyarakat Adat itu nanti akan kita lakukan bersama dengan Dewan Perwakilan

Daerah.

Nah, karena yang mengeluarkan HGU (Hak guna Usaha) ini dari BPN (Badan

Pertanahan Nasional) dan BPN (Badan Pertanahan Nasionakl) mungkin tau bahwa HGU (Hak

Guna Usaha) menerbitkan dan memperpanjang HGU (Hak Guna Usaha) itu ada syarat-syarat

yang harus diberikan kepada rakyat, apakah rakyat dalam arti rakyat disekitar maupun rakyat

dalam arti persukuan-persukuan yang berada secara de facto dan de jure diakui.

Nah, oleh karena itu kami minta informasi dari BPN (Badan Pertanhan Nasional) bahwa

HGU (Hak Guna Usaha) yang diterbitkan kepada Perusahaan Salim Ivomas Pratama ini dengan

anak-anak perusahaanya.

1. Kami mohon informasi bahwa sudah berapa lama HGU (Hak Guna Usaha) ini dan

apakah aturan-aturan menerbitkan dan memperpanjang HGU (Hak Guna Usaha) itu telah

diperoleh oleh rakyat, baik rakyat adat maupun rakyat sekitarnya dalam HGU (Hak Guna

Usaha) tersebut. Nah, kami mohon informasi dari Bapak.

2. Yang kedua kira-kira harapan dari Pemda (Pemerintah Daerah) provinsi ini serta harapan

kita selaku orang yang diberikan mandat oleh rakyat ini bisa tidak kira-kira dan solusinya

gimana langkah-langkah yang dilakukan. Kami persilakan kepada Kementerian ATR

(Audio to Text Recording) untuk memberikan informasi ini kami persilakan Pak.

PEMBICARA: ABDUL HASYIM GANI (Dir. SKTR II KEMENTERIAN ATR)

Assalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh.

Selamat siang.

Salam sejahtera untuk kita semua.

Yang kami hormati Pak pimpinan, bapak-bapak, ibu anggota DPD (Dewan Perwakilan

Daerah) yang kami hormati, bapak dari kementerian dari provinsi dari bapak-bapak yang

mewakili suku atau saudara-saudara yang ada di Kabupaten Batang Hari, eh, sorry Rokan Hilir-

Rokan Hilir.

Pertama, tentunya terkait dengan masalah ini memang sudah pernah dilakukan seperti

hasil kesepakatan dan sekarang dipusat terkait dengan keberadaan suku itu sendiri nanti mungkin

dari temen-temen Kemendagri (Keenterian Dalam Negeri) yang akan menyatakan dengan hal-hal

tersebut tetapi kami bicara tentang HGU (Hak guna Usaha).

Dari yang kami baca ini kami baru tau bapak ini mohon maaf ini kami baru tau mengenai

ada lima, lima perusahaan termasuk di dalamnya adalah PT. Salim Ifomas Pratama. Sehingga

kalau tadi pertanyaanya sudah berapa lama mestinya kami bisa menjawab kalau mungkin

kemarin kami sudah bisa mengecek, tapi mungkin, tapi saya pikir itu bisa kami informasikan

kepada bapak pimpinan atau kepada yang lain.

Tetapi terkait dengan masalah apakah itu melebihi dari ukuran atau pemberian HGU

(Hak Guna Usaha) luasannya sekian kemudian sekarang menguasai sekian, tadi ada harus di

lakukan pengukuran ulang. Nah tentunya pengukuran ulang inikan memang memerlukan biaya

dan ini diatur di dalam PP (Peraturan Pemerintah) (128) pak, jadi, tidak bisa juga BPN (Badan

Pertanahan Nasioanal) kemudian mengukur tanpa ada uang yang harus masuk ke kas Negara ini

di atur di dalam Peraturan Pemerintah (128) terkait dengan PNBP (Penerimaan Negara Bukan

Pajak) bapak.

8 RDP BAP DPD RI TENTANG TANAH ULAYAT MS V TS 2017-2018 RABU, 30 MEI 2018

Jadi, nah, kemudian terkait dengan lahan yang tadi yang disiapkan dalam rangka itu

masuk di dalam kawasan hutan, tentunya juga BPN (Badan Pertanahan Nasional) ini di luar

kewenangan karena ini ada dikewenangan LHK (Lingkungan Hidup dan Kehutanan). Jadi,

pemberian hak di atas tanah yang masih berstatus kawasan hutan BPN (Badan Petanahan

Nsional) belum bisa memberikan.

Nah, kemudian terkait dengan bagaimana terhadap HGU (Hak Guna Usaha) yang

memang terkait dengan ketentuan baik diperaturan Nomor 17 Tahun 2000, eh, sorry Nomor 7

Tahun 2017, memang diatur Bapak kaitan dengan kemitraan, kaitan dengan CSR (Corporate

Social Responsibility) di dalamnya. Tetapi memang di dalam ketentuan bahwa pelaksanaan

kegiatan terkait dengan penyiapan CSR (Corporate Social Responsibility), tetapi kalau saya

membaca ini, sih, kelihatannya perusahaan sudah merespon walaupun mungkin belum ada

respon nyata, tetapi pada saat pertemuankan kelihatanya ini mengatakan bersedia, tetapi

pelaksanaan dilapangan oleh temen-temen saudara-saudara ini belum dilakukan oleh perusahaan.

Didalam ketentuan (7) 2017 peraturan menteri bapak terkait dengan di dalamnya terkait

mengatur tentang pemberian HGU (Hak Guna Usaha), memang ada kewajiban 20 persen, ya,

bapak tetapi itu memang bagi pemohon yang baru, tetapi nanti pada saat pengajukan

perpanjangan itu disyaratkan.

Nah, saya karena mohon maaf saya belum melihat sampai kapan berakhirnya PT

(Perseroan Terbatas) hak pemberian pertamanya ini PT. Salim Ifomas Pratama misalnya. Nah,

pada saat dia akan mengajukan perpanjangan maka ada persyaratan untuk itu dia menyiapkan

bukan berarti langsung dari tanah yang ada diambil 20 persen, tapi kalau dia mampu Perusahaan

itu menyiapkan lahan disekitar lahan HGU (Hak Guna Usahanya)nya itu dia bisa melakukan

dalam rangka kegiatan kewajiban 20 persen yang harus di laksanakan. Nah, terkait dengan PT.

Salim Ivomas Pratama ini yang menjadi masalahkan kalau mungkin kalau saya salah mungkin

dikoreksi.

1. Pertama bahwa informasinya PT (Perseroan Terbatas) ini belum melakukan atau tidak

memberikan CSR (Corporate Social Responsibility) kepada masyarakat sekitar.

2. Kedua ada dugaan, kita sebut begitu bahwa lahan yang dikuasai oleh perusahaan ini

melebihi dari luas yang di berikan. Inikan dugaan karena ukuran yang sudah diberikan

HGU (Hak Guna Usaha) yang pasti itu batasnya mestinya juga sudah jelas, tapikan

masyarakat mungkin melihat oh ini dugaanya, oh ini kemungkinanya lebih ini dari yang

diberikan, nah, padahal ini belum pasti juga, nah, ini harus dilakukan pengukuran ulang

yang tadi harus dicek kebenaranya.

Jadi kalau boleh kami menyampaikan kepada bapak pimpinan bahwa kalau untuk CSR

(Corporate Social Responsibility) saya pikir CSR (Corporate Social Responsibility) bisa harus

sudah dilakukan sebenarnya oleh perusahaan, tapi janji dan sebagainyakan karena perusahaan

juga tidak ada, nih, seberapa jauh dan sudah berapa yang sudah dilakukan, nah, inikan belum tau

mungkin nanti bapak pimpinan akan memanggil perusahaan untuk memastikan apa yang bisa

dilakukan.

Nah, terakit dengan Pemerintah Daerah yang tadi dikatakan tidak bisa berbuat dan lain

sebagainya, kalau boleh kami menyampaikan kepada bapak dari Pemerintah Provinsi. Terkait

dengan kondisi dilapangan yang berhak dalam rangka untuk menegur dan lain sebagainya itukan

Pemerintah Daerah pak, jadi, menegur dalam artian, eh, anda sudah bisa melakukan ini terkait

dengan masyarakat saya pikir bisa-bisa saja pak. Jadi, kewenangan memang untuk mengatakan

ini lebih ini kurang dari pemberian HGU (Hak Guna Usaha) memang tidak bisa, tetapi kaitan

dengan pengawasan kalau, toh, itu dianggap misalnya batasnyakan bisa terlihat pak, di mana

9 RDP BAP DPD RI TENTANG TANAH ULAYAT MS V TS 2017-2018 RABU, 30 MEI 2018

batas HGU (Hak Guna Usaha) itu kan mestinya sudah jelas, nah, Pemerintah Daerah bisa

melihat, loh, ini anda menanam lebih kira-kira begitu dari batas yang ada.

Pemberian HGU (Hak Guna Usaha) pak pemberian HGU (Hak Guna Usaha) itukan

diukur masing-masing bidang, eh, sorry, batas-batas bidang itukan mestinya sudah ada di mana

batasnya itu ada tandanya mestinya, malah yang bagus sebuah perusahaan itu dia keliling

mestinya keliling dia melakukan itu batas dalam rangka untuk:

1. Pertama kepastian luas.

2. Kedua keamanan dari perusahaan itu sendiri.

Nah, Saya tidak tau atau belum tau bagaimana kondisi dilapangan yang sebenarnya

terkait dengan atas Nama PT. Salim Ivomas Pratama misalnya. Nah, ini perlu-perlu juga

apa namanya penelitian yang lebih jauh lagi Pak batasnya di mana, jangan kita menebak-

nebak kelebihan-kelebihan tetapi kita tidak tau sendiri misalnya di mana batasnya itu bisa

kita mengatakan kelebihan. Saya pikir itu Pak yang-yang-yang sementara pak pimpinan

yang bisa saya sampaikan nanti mungkin berkembang, ini juga ada dari staf ahli nanti

bisa menyampaikan tanggapan nanti seperti apa, kami cukupkan sementara terima kasih.

Assalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh.

PIMPINAN RAPAT: Drs. H. ABDUL GAFAR USMAN, MM (KETUA BAP DPD RI)

Ada tambahan Pak, silakan?

Cukup?

Dari Kemendagri mungkin ada apa pak?

Tolong staf?

Ada Pak mic, iya?

PEMBICARA: HENDRI FIRDAUS, S.H., M.H (KSD. Dir. BINA ADMINISTRASI

WILAYAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI)

Bismillahirrohminirohim

Assalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh.

Selamat siang.

Salam sejahtera bagi kita semua.

Terima kasih kepada Bapak pimpinan dan seluruh anggota DPD (Dewan Perwakilan

Daerah) yang, anu, yang terhormat yang kami hormati dan temen-temen dari KL (Kementerian

Lembaga) serta dari Pemerintah Provinsi ini, dan saudara-saudara kita dari suku-suku yang ada

di Rokan Hilir.

Pertama Kementerian Dalam Negeri apa mengapresiasi apa fasilitasi yang telah di

berikan oleh apa Pemerintah Provinsi yang juga di sana meminta kepada apa Pemerintah

Kabupaten Rokan Hilir untuk memfasilitasnya, yang tentu nanti harus diberikan arahan teknis

barang kali ke Kabupaten Rokan Hilir. Jadi, apa-apa yang harus di fasilitasi diapanya gitu,

misalkan tadi apa yang terkait masalah apa namanya lahan-lahan yang tentu karena apa namanya

yang harus di inventarisir gitu mana yang masalah, mana yang masuk dimasalah hutan. Terus

kemudian kalau pada akhirnya nanti ada apa namanya ada kawasan hutan misalkan HGU (Hak

Guna Usaha)nya dikawasan hutan berarti harus ada proses pelepasan, dan saat ini ada momentum

yang tepat pak dengan Peraturan Presiden (Perpres) (88) apa di mana ke provinsian membentuk

tim inver gitukan pak, ya, di mana kabupaten juga harus ada tim inver. Nah, ini bersama-sama

10 RDP BAP DPD RI TENTANG TANAH ULAYAT MS V TS 2017-2018 RABU, 30 MEI 2018

jadi, kami mengucapkan terima kasih, nah, tentu Kementerian Dalam Negeri akan memonitor itu

pak, jadi, kalau memang ada misalkan masalah, ya, tentu kami dengan BPN (Badan Pertanahan

Nasional) dengan apa dengan KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) akan

berkoordinasi bagaimana untuk bisa menyelesaikan seperti yang bapak harapkan tadi sesuai

dengan kewenanganya itu pertama.

Kemudian yang perlu kami sampaikan memang ketika tadi HGU (Hak Guan Usaha) itu

ada dikawasan hutan tentu ini yang terkait dengan pelepasan kawasan hutan yang tentu akan

diatur didalam Perpresnya (Peraturan Presiden).

Jadi, pertama mungkin kita perlu sama-sama, nih, pak provinsi dengan tim invernya

untuk melakukan inventarisasi sebagai terlebih dahulu, apa namanya lahan mana lahan-lahan

yang bermasalah ya yang masuk di kawasan hutan dan tentu nanti akan di komunikasikan

dengan Kementerian KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan).

Kemudian Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir juga ini melaporkan kepada Bapak

Gubernur, memang terkait tadi tanah-tanah yang-yang bermasalah tadi ya untuk di inventarisasi

lebih lanjut. Nah, kemudian hanya memang begini tentu pemerintah juga ada kejelasan juga

memang ya perlu di inventarisir tadi mana-mana yang berhak mana-mana yang tidak, ya, tentu

ini melalui tim inventarisasi itu yang menjadi-menjadi sangat penting.

Nah, khusus yang terkait dengan pengakuan adat saya pikir mungkin nanti inikan harus

ada dasar hukum kuat dan itu akan minta dijelaskan oleh temen di sebelah saya sama dari

Kementerian Dalam Negeri juga, yaitu dasar pengakuan tanah ulayat dan masyarakat hukum

adat saat ini yang tengah diapa yang landasan hukumnya sedang disusun. Saya pikir temen anu

Pak Feri untuk menjelaskan pengakuan terhadap hukum masyarakat adat. (37:42)

PIMPINAN RAPAT: Drs. H. ABDUL GAFAR USMAN, MM (KETUA BAP DPD RI)

Baik pertama, masih ada tambahan silakan Pak.

PEMBICARA: A FERI S FUDAIL (Dir. PENATAAN DAN ADMINISTRASI BINA

PEMERINTAHAN DESA KEMENTERIAN DALAM NEGERI)

Terima kasih.

Bismillahi walhamdulillah la haula wala quwwata illa bilah.

Assalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh.

Yang kami hormati Bapak Pimpinan dan Anggota BAP DPD (Badan Akuntabilitas

Publik Dewan Perwakilan Daearah) Republik Indonesia yang kami banggakan, Bapak dari lintas

KL (Kementerian Lembaga) Pemerintah Provinsi dan Bapak-bapak dari perwakilan suku-suku

yang sedang dalam proses pembahasan pada kesempatan ini.

Kami informasikan kepada forum ini khususnya para pimpinan dan anggota BAP (Badan

Akuntabilitas Publik) yang kami banggakan. Tadi adalah teman kami dari Kemendagri

(Kementerian Dalam Negeri) pada komponen Direktorat Jenderal Bina Administrasi Wilayah

Adwil.

Kami adalah dari komponen Direktorat Jenderal Bina Pemerintahan Desa Kementerian

Dalam Negeri. Betul tadi apa yang disampaikan dari Dirjen Bina Adwil dalam kerangka

kewilayahan khususnya atas tanah-tanah yang menjadi sengketa dalam penguasaan dalam

beberapa kebijakan terakhir telah diinformasikan terakit dengan Perpres (Peraturan Presiden)

khususnya dalam kerangka inventarisasi, tanah-tanah pengembalian hak atas tanah pada wilayah

11 RDP BAP DPD RI TENTANG TANAH ULAYAT MS V TS 2017-2018 RABU, 30 MEI 2018

hutan. Itu ada Perpresnya sudah disampaikan tapi pada kesempatan ini ijinkan kami dalam

kerangka membicarakan status hukum, dalam konteks sebagai suatu kelompok masyarakat yang

melakukan gugatan atau tuntutan atas pengembalian hak-hak yang dimintakan untuk diserahkan

kembali.

Maaf bukan berarti kami tidak menghormati dengan terhadap perwakilan suku-suku yang

ada saat ini, tapi tentu menjadi kewajiban kita semua terutama dari jajaran pemerintah mulai

dtingkat daerah baik kabupaten, provinsi dan pada tingkat pusat seluruh kementerian dan

lembaga, tentu lembaga-lembaga terhormat termasuk DPD (Dewan Perwakilan Daerah) dalam

kerangka harus melihat legal standing atas suatu kelompok masyarakat yang melakukan tuntutan

seperti ini.

Dalam hal ini Suku Hambar Raja, Suku Haru, Suku Rao dan Suku Bebas, tentu pertama

yang harus kita ketahui legal standingnya sebagai suatu kelompok masyarakat yang memiliki

hak untuk melakukan gugatan terhadap hak-hak yang diinginkan.

Kami informasikan bahwa sesungguhnya di dalam rangka implementasi Undang-Undang

Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, memang diatur bahwa masyarakat hukum adat yang ada

pada setiap wilayah itu diwajibkan mulai dari Pemerintah Daerah baik kabupaten maupun

provinsi bahkan pusat untuk melakukan penataan untuk ditetapkan menjadi satu kelompok

masyarakat hukum adat yang memiliki legalitas dalam kerangka pemenuhan hak-haknya untuk

dikembalikan sesuai dengan apa yang menjadi hak.

Yang kami pertanyakan sekarang ini kepada Pemerintah Provinsi maupun kepada

tentunya apa yang sudah kita lakukan terutama yang terhormat anggota DPD (Dewan Perwakilan

Daerah) dengan fasilitas yang dilakukan saat ini, sudahkah itu ada menjadi pegangan kita melihat

Suku Hambar Raja, Suku Haru, Suku Rao dan Suku Bebas memiliki legal standing itu. Karena

tidak cukup hanya dengan mengatakan berdasarkan histori tanpa ada acuan yang menjadi

pegangan kita bersama, karena ini akan menjadi masalah di dalam Undang-Undang Nomor 6

dengan tindak lanjutnya pada Permendagri (Peraturan Menteri Dalam Negeri) Nomor 52 Tahun

2014, diperintahkan kepada Pemerintah Daerah baik kabupaten maupun provinsi bahkan pusat

kalau seandainya itu melingkupi keberadaannya masyarakat hukum adat itu antar provinsi,

melakukan proses indentifikasi dan inventarisasi untuk kemudian ditetapkan menjadi satu

kelompok masyarakat hukum adat. Kalau sudah ada itu barulah ada langkah-langkah selanjutnya

seperti dalam rangka pemenuhan atas kepastian wilayah tanah ulayatnya dilakukan dengan Perda

(Peraturan Daerah) kalau dia adalah ruang lingkup hanya pada kabupaten, hanya pada kabupaten

maka cukup dengan Perda (Peraturan Daerah) Kabupaten.

Mari Bu mohon izin.

Baik, kami lanjutkan Pak, ya. Baik Pak, mohon izin.

Jadi, nanti kalau sudah ada legal standing sebagai suatu kelompok masyarakat hukum

adat berdasakan Permendagri (Peraturan Menteri Dalam Negeri) itu, di dalamnya tentu akan

kelihatan seberapa besar luas wilayahnya, bagaimana fungsi-fungsi kelembagaanya, bagaimana

hukum adatnya dan lain sebagainya menjadi identitas asli atas keberadaan masyarakat hukum

adat itu yang menjadi landasan untuk memberikan pemenuhan hak-hak seperti apa yang di

inginkan sesuai dengan kultur yang ada pada masyarakat itu.

Ini yang saya kira menjadi kewajiban kita bersama untuk melahirkan itu dulu pak untuk

melahirkan, saya tidak tahu persis setau kami berdasarkan data selaku Direktur Penataan dan

Administrasi Pemerintahan Desa hingga saat ini di Kabu di Provinsi Riau setau kami baru

Kabupaten Siak dan Rokan Hulu yang memiliki desa adat yang notabene desa adat itu adalah

perpanjangan dari keberadaan masyarakat hukum adat untuk tetap menjadi desa adat. Tetapi

12 RDP BAP DPD RI TENTANG TANAH ULAYAT MS V TS 2017-2018 RABU, 30 MEI 2018

itupun desa adat mohon izin pak pimpinan dan anggota DPD (Dewan Perwakilan Daerah)

kepada Pemerintah Provinsi langsung kami komunikasikan, itupun keberadaan desa adat yang

notabene adalah merupakan perlanjutan dari penanganan terhadap masyarakat hukum adat,

keberadaanya belum kami anggap sebagai suatu desa adat yang penuh seperti yang diamanatkan

dalam Undang-Undang, karena legal standing Perda (Peraturan Daerah) Provinsi pengaturan

tentang Desa Adat yang harus dipedomani oleh kabupaten itu belum diterbitkan oleh provinsi.

Jadi, memang persoalan masyarakat hukum adat ini menjadi masalah sangat dilematis

saat ini karena beberapa hal yang belum dipahami oleh kita semua dalam memperlakukanya.

Terutama-terutama yang dalam hal ini berhadapan langsung untuk memberikan berbagai

penanganan itu ada pada Pemerintah Daerah baik kabupaten maupun provinsi, karena beliau

yang tau persis terutama berkaitan dengan batas-batas wilayah itu tentu atas fasilitasi Pemerintah

Daerah Kabupaten Kota terutama yang memahami betul, tidak mugkin diambil alih oleh

Pemerintah Pusat dalam rangka menentukan batas-batas wilayahnya tanah ulayat itu. Karena

yang akan berhadapan ketika terjadi konflik bukan Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah yang

akan menangani langsung sehingga betul sekali apa yang disampaikan tadi Pemerintah Provinsi

Riau, bahwa itu dikedepankan Pemerintah Daerah Kabupaten dulu tapi lebih dari itu kami hanya

ingin menekankan bapak pimpinan dan Anggota DPD yang kami hormati, seyogyanya kalau kita

mau membicarakan ini diawali dengan kepastian atas legal standing yang menjadi dasar hukum

atas keberadaan bapak-bapak yang mengaku sebagai kelompok suku ini, suku itu yang

dibuktikan atas suatu bukti autentik, tidak sekedar bahwa berdasarkan sejarahnya dan lain

sebagainya.

Itu bukan berarti kami tidak menghargai tetapi harus ada bukti autentik sebagai bentuk

pengakuan dari Pemerintah Daerah dalam bentuk sangat sederhana Permendagri Nomor 52 tidak

meminta Perda cukup surat keputusan tetapi dilalui dengan tahapan-tahapan. Melakukan tahapan

identifikasi atas sejarah asal usul atas keberadaan masyarakat adat itu lahan menjadi wilayah

adatnya, kemudian kelembagaanya, struktur masyarakatnya, hukum adatnya dan berbagai aspek

yang berkaitan dengan masyarakat adat itu untuk dituangkan didalam surat keputusan itu sebagai

pegangan bersama kita. Ketika nanti terjadi perlakuan-perlakuan penuntutan terhadap berbagai

hak, sudah ada pegangan kita Pak tidak ujug-ujug termasuk terhadap beberapa hal yang kami

sangat menyayangkan dari Kemendagri (Kementerian Dalam Negeri) yang langsung

memberikan pengelolaan-pengelolaan hak atas hutan kepada kelompok masyarakat adat yang

tidak memiliki landasan hukum ini bisa terjadi problem di masyarakat nanti.

Itulah kami sangat menyadari dari Kemendagri kalau kita mau fasilitasi mari kita

mengawali dengan proses legal standing dari keberadaan masyarakat adat tersebut. Mari Suku

Haru, Suku Hamba Raja, Suku Rao dan Suku Bebas kalau itu belum ada kita fasilitasi untuk

menjadi langkah awal, baru masuk ke hal-hal yang karena ini persoalan pangkalnya pak. Saya

kira itu untuk sementara untuk dapat kami sampaikan sebagai pertimbangan dan selanjutnya

barang kali masih bisa kita diskusikan beberapa hal. Demikian kurang lebihnya mohon maaf.

Makasih.

Wabillahi taufik walhidayah.

Assalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh.

13 RDP BAP DPD RI TENTANG TANAH ULAYAT MS V TS 2017-2018 RABU, 30 MEI 2018

PIMPINAN RAPAT: Drs. H. ABDUL GAFAR USMAN, MM (KETUA BAP DPD RI)

Terima kasih Pak. Jadi, informasi yang kita terima menambah wawasan kita untuk

mengambil suatu langkah-langkah berikutnya. Mohon maaf pak, pak direktur, ya, saya ini orang

Riau Pak, orang Kampar suku saya Piliang, orang tua saya punya sawah sudah ratus Tahun

keturunanya tapi sampai saat ini masuk kawasan hutan. Karena memang datuk-datuk kami dulu

tidak ada yang sekolah dan tidak tau aturan yang bapak berikan, sehingga sawah orang tua saya

sampai hari ini, itu dalam petanya masih hutan padahal sudah beratus tahun keturunan karena

dikampung saya itu Pak Adat Minang, jadi, yang dapat sawah itu perempuan, kami tidak dapat,

jadi, sawah itu dari ne dari kakek saya dari nenek saya tidak tau namanya lagi sampai kepada

orang tua saya sampai kepada adek-adek saya, tapi kebetulan kami pegawai negeri semua tidak

menginginkan sawah itu tetapi untuk Bapak maklumi kalau Bapak tanya itu tidak tau seperti apa

maksud tapi di Kampar sudah ada Perda (Peraturan Daerah) kalau tidak salah sudah ada Perda

(Peraturan Daerah) mengenai adat.

Maksudnya inilah kondisi masyarakat di adat walaupun kami sudah jadi Sekda saya

sudah, jadi, Kanwil sudah, jadi, Inspektorat tapi justru hak-hak adat kami itu sampai sekarang

pak belum jelas juga, nah, apalagi kondisi orang-orang dari Rokan Hilir yang jauh di kampung

Pak Madsrofi yang jauh ini.

Namun demikian kita maklumi apa yang Bapak maksud karena nanti apapun yang kita

ambil suatu kesimpulan tidak ada melanggar aturan itu minimal. Karena dalam mengambil

keputusan itu ada 2 Pak menurut pengetahuan saya di birokrat, kalau tidak ada kebijakan ambil

kebijaksanaan. Nah, kebijakan itu sudah ada aturanya, kebijaksanaan selama tidak melanggar

aturan itu biasanya dibenarkan dalam anu, namun demikian informasi ini memang sudah kami

bahas kemarin waktu pertemuan.

1. Oleh karena itu saya selaku apa, selaku pimpinan rapat waktu itu mengambil suatu

kebijaksanaan tidak kita pakai sekarang hak-hak adatnya, tapi hak-hak masyarakatnya

sesuai dengan aturan bahwa masyarakat itu memperoleh 20 persen dari HGU (Hak Guna

Usaha) yang diterbitkan bukan dari di luar HGU (Hak Guna Usaha) tapi di dalam 20

persen dalam HGU (Hak Guna Usaha) atau yang mendapat HGU (Hak Guna Usaha) itu

memberikan lahan yang bisa dia berikan.

2. Yang kedua, masyarakat tempatan itu mendapat hak CSR (Corporate Social

Responsibility) sampai hari ini CSR (Corporate Social Responsibility) itu sampai hari ini

sudah dapat apa belum Pak. Ini Pak, oleh karena itu nanti ini tolong nanti jika diundang

besok nda juga datang ini kita minta Pak Ito sebab perusahaan ini pak, iya, pak segera

pak sampai sekarang saya dapat informasi belum juga, jadi, CSR (Corporate Social

Responsibility) nya saja pak. Orang kampung saya saja sudah Golongan IVe pak tidak

tau saya aturan-aturan adat itu, adik saya sudah Sekda (Sekretaris Daerah), sudah di

Inspektorat, sudah, jadi, Kepala Dinas cuman tidak tau juga apalagi ini orang-orang

kampung ini datang ke sini entah bagaimana ini dari duit dari mana dia pak. Tapi karena

merasa ada hak lalu kami mengambil kebjakan waktu itu karena memang ada aturan-

aturan yang bapak bilang tadi, terbentur di situ kita pakai saja secara umum CSR

(Corporate Social Responsibility) nya atau 20 persennya. Itu yang dapat kami sampaikan

kemarin karena kami tau dengan aturan-aturan ini apa memang sudah ada Perda

(Pertauran Daerah) nya di Rokan Hilir apa belum, apa sudah ada, sudah keputusanya

menurut pengetahuan saya di Kampar itu sudah ada Perda (Peraturan Daerah) tapi belum

seperti desa adat seperti Rokan Hulu dengan Lisia itu desa adatnya. Nah, itu maksudnya

14 RDP BAP DPD RI TENTANG TANAH ULAYAT MS V TS 2017-2018 RABU, 30 MEI 2018

pak, jadi, sekarang apa yang disampaikan oleh pak Direktur itu barang kali akan menjadi

apa? PR (Pekerjaan Rumah) oleh bapak dari Pemda (Pemerintah Daerah) Provinsi,

bagaimana kita nanti sesuai dengan aturan itu tidak Perda (Pertauran Daerah) tapi ada

surat keputusan setidak-tidaknya. Tapi ini kami berangkat kemarin bapak-bapak hanya

hak masyarakat disekitar disitu ada HGU (Hak Guna Usaha) dia mendapat hak-haknya,

hak kemitraan dengan hak CSR (Corporate Social Responsibility). CSR (Corporate

Social Responsibility) saja sampai hari ini sudah dijanjikan sudah teken, nih, pak ternyata

sampai hari ini belum juga mendapatkan. Nah, itu kira-kira gambaranya pak kondisi Riau

kalau disebut sedih waktu saya sekolah di Riau Tahun 73 pak, saya sekolah disini enak

tahun 70 pak sebut Riau itu pak orang Jakarta ini menganggap orang kaya. Itu pak, jadi,

asal ada sebut orang Riau itu dulu pak disini dianggap orang kaya, padahal saya tukang

titip sendal di Masjid Agung Al Azhar pak, mengembala kambing kerja saya disini pak

jual kaki lima di Benhil, menjadi montir radio saya diapa pak diapa namanya itu di

daerah dekat pak apa, nih, Pak Kiyai. H. Zainudin MZ apa namanya itu, dibukan-bukan

Radionya pak diapa namanya, Mistik-Mayestik pak. Tapi orang sama dengan saya

menganggap saya orang kaya karena orang Riau asumsi orang Riau itu kaya. Nah, itulah

pak uang menjadi persoalan ternyata orang-orang daerah ini disebut orang Riau ini kaya

gitu tapi kenyataan pak untuk bapak maklumi sekarang, pergilah bapak sesekali jalan ke

Riau itu tidaklah seperti asumsi orang Jakarta ini Riau itu kaya pak. Banyak yang PB

masih ada yang PBH pak masih ada pak yang kalau kami turun ke daerah kasian pak,

nah, ini maksudnya saya ceritakan ini kepada bapak oleh karena itu dalam rapat kemarin

diambil kebijakan seperti hak-hak rakyat yang memang berada disekitar hutan itu.

Haknya itu ada 2:

1. CSR (Corporate Social Responsibility)

2. Dengan kemitraan.

Nah, ini Pak, nah, ternyata waktu itu pihak kita rapat bersedia untuk melakukan itu tetapi,

pertama harus membuat proposal dari adat ini kepada apa? kepada perusahaan dengan

diketahui oleh Pemda (Pemerintah Daerah) Nah, sekarang saya tanya pak sudah tidak

proposal dibuat Pak?

PEMBICARA: NURDIN M.T (KETUA ROMBONGAN MASYARAKAT TANAH

ULAYAT KABUPATEN ROKAN HILIR PROVINSI RIAU)

Izin Pak.

PIMPINAN RAPAT: Drs. H. ABDUL GAFAR USMAN, MM (KETUA BAP DPD RI)

Tidak saya tanya aja dulu sudah nda dibuat proposal?

PEMBICARA: NURDIN M.T (KETUA ROMBONGAN MASYARAKAT TANAH

ULAYAT KABUPATEN ROKAN HILIR PROVINSI RIAU)

Sudah Pak.

15 RDP BAP DPD RI TENTANG TANAH ULAYAT MS V TS 2017-2018 RABU, 30 MEI 2018

PIMPINAN RAPAT: Drs. H. ABDUL GAFAR USMAN, MM (KETUA BAP DPD RI)

Sudah.

Sudah diketahui oleh Pemda (Pemerintah Daerah)?

PEMBICARA: NURDIN M.T (KETUA ROMBONGAN MASYARAKAT TANAH

ULAYAT KABUPATEN ROKAN HILIR PROVINSI RIAU)

Sudah diketahui.

PIMPINAN RAPAT: Drs. H. ABDUL GAFAR USMAN, MM (KETUA BAP DPD RI)

Sudah diketahui oleh Pemda.

Sudah sampai ke perusahaanya?

PEMBICARA: NURDIN M.T (KETUA ROMBONGAN MASYARAKAT TANAH

ULAYAT KABUPATEN ROKAN HILIR PROVINSI RIAU)

Mau menyampaikannya itu tapi belum ada?

PIMPINAN RAPAT: Drs. H. ABDUL GAFAR USMAN, MM (KETUA BAP DPD RI)

Tidak, artinya sudah sampai belum?

PEMBICARA: NURDIN M.T (KETUA ROMBONGAN MASYARAKAT TANAH

ULAYAT KABUPATEN ROKAN HILIR PROVINSI RIAU)

Belum.

PIMPINAN RAPAT: Drs. H. ABDUL GAFAR USMAN, MM (KETUA BAP DPD RI)

Nah, berarti belum, ya, oke dan ini kita itu aja dulu Pak.

Nah, ternyata kita tidak menuding perusahaan juga karena ternyata belum sampai kepada

perusahaan, nanti akan kita undang perusahaan nanti secara anu tapi bapak jangan menunggu

rapat menyerahkan itu, diserahkan langsung ke perusahaanya, nah, tembusan kalau perlu bikin

ke DPD (Dewan Perwakila Daerah) ini, ya, Pak, ya.

Nah, yang, jadi, persoalan sekarang apa informasi sampaikan oleh bapak dari BPN

(Badan Pertanahan Nasional) kemungkinan mendapat kemitraan inikan ada kalau nanti

diperpanjang itu harus syarat dan jangan diperpanjang kalau perlu kami buat surat resmi jangan

diperpanjang HGU (Hak Guna Usaha) ini sebelum masalahnya selesai, karena apabila HGU

(Hak Guna Usaha) bermasalah itu tidak boleh diperpanjang. Nah, oleh karena itu satu yang kami

minta agar ini jangan diperpanjang kalau memang belum ada kepastian kesiapan dari apa dari

perusahaan. Namun karena bapak belum punya data yang lengkap maka oleh Pemda (Pemerintah

Daerah) kemarin minta kira-kira sebagai saran bapak tadi ada tidak lahan yang memungkinkan

diluar HGU (Hak Guna Usaha) itu yang dimungkinkan untuk diperoleh oleh masyarakat sesuai

dengan aturan yang berlaku, itulah barang kali LHK (Lingkungan Hidup dan Kehutanan) kami

16 RDP BAP DPD RI TENTANG TANAH ULAYAT MS V TS 2017-2018 RABU, 30 MEI 2018

minta kehadiranya di sini tetapi karena informasi detail belum sampai kepada bapak

sebagaimana bapak sampaikan kami mohon maaf barang kali ini nanti akan kita apa tolong

kepada sekretariat nanti coba diberi dan kepada gubernur. Nah, namun harapan kita ada dua tadi

Pak.

Pertama, memang sekarang kondisi HGU (Hak Guna Usaha)kan sudah jalan sekarang,

kalau memang ada lahan yang tersedia di luar itu yang memungkinkan untuk diberikan kepada

rak kepada masyarakat ini menurut aturan, seperti dari kehutanan nanti memungkinkan misalnya

lahan-lahan itu tentunya berjenjang naik bertangga turun. Artinya tentu ada usul dari Pemerintah

Daerah Kabupaten dan provinsi kepada bapak baru bapak nanti akan melakukan telaahan,

artinya memungkinkan atau tidak karena sekarang Dinas Kehutanan tidak ada lagi di kabupaten

Pak Madsrofi, ya, yang ada di provinsi.

Nah, ini kira-kira solusi kebijaksanaan yang kami coba merangkum dari rapat kemarin,

oleh karena itu karena ada sekarang dari Kementerian LHK (Lingkungan Hidup dan Kehutanan).

Karena kemarin LHK (Lingkungan Hidup dan Kehutanan) masalah apa? Masalah tata ruang ini

memang sangat jelas ibu menteri itu memberikan penjelasan yang sangat jelas pak, waktu itu Pak

Masperi, datang, ya, sangat jelas waktu itu pak. Karena terjadi dialog tadi bu menteri sangat

tegas waktu itu

Satu. katanya jika menyangkut Pasum saya beri 15 Hari kalau Paslas umum yang di

maksud oleh Riau yang masih bermasalah di beri waktu 15 Hari. Kalau masalah perkebunan

yang berapa 15 hari juga, kawasan industri, kawasan industri lima, satu bulan, jika, yang

diajukan RT/RW itu yang bermasalah diberi waktu 3 bulan. Itu konkrit kalau bu Menteri

Kehutanan sehingga Dumai yang tadinya masuk kawasan hutan termasuk sawah-sawah orang

tua saya itu barangkali, ya, termasuk kawasan hutan dan itu secara defacto sudah dijadikan

sawah bertahun-tahun cuma diminta oleh Menteri Kehutanan seperti itu begitu anunya Pak.

Dan waktu itu menteri apa BPN (Badan Pertanahan Nasioanal) itu pak bukan belum Pak

Sofyan pak, Pak Fery, nah, Pak Fery, Pak Fery waktu itu, nah, belum Pak Sofyan gitu pak. Nah

namun karena sekarang RT/RW sudah disahkan berarti poin-poin yang disampaikan oleh

Menteri LHK (Lingkungan Hidup dan Kehutanan) itu telah dapat dipenuhi oleh Pemda

(Pemerintah Daerah) Provinsi sehingga, nah, sekarang yang ingin kami tanya kepada ibu.

Berdasarkan peta kalaupun nanti diluar HGU (Hak Guna Usaha) itu memungkinkan kawasan itu

untuk kita berikan kepada masyarakat kira-kira prosedurnya apa yang dapat kita lakukan syarat-

syaratnya gimana bu.

Ibu Direktur atau Dirjen bu?

Kasubit, ya?

Silakan.

PEMBICARA: SRI MULYANI (KASUBDIT KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP

DAN KEHUTANAN)

Terima kasih.

PIMPINAN RAPAT: Drs. H. ABDUL GAFAR USMAN, MM (KETUA BAP DPD RI)

Karena di sana ada dua Bambang kalau tidak salah?

Masih dua Bambang sekarang bu?

17 RDP BAP DPD RI TENTANG TANAH ULAYAT MS V TS 2017-2018 RABU, 30 MEI 2018

PEMBICARA: SRI MULYANI (KASUBDIT KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP

DAN KEHUTANAN)

Bam, iya, masih dua, masih dua.

PIMPINAN RAPAT: Drs. H. ABDUL GAFAR USMAN, MM (KETUA BAP DPD RI)

Dua Bambang, ya, iya.

PEMBICARA: SRI MULYANI (KASUBDIT KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP

DAN KEHUTANAN)

Baik.

PIMPINAN RAPAT: Drs. H. ABDUL GAFAR USMAN, MM (KETUA BAP DPD RI)

Silakan Bu, silakan Bu.

PEMBICARA: SRI MULYANI (KASUBDIT KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP

DAN KEHUTANAN)

Assalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh.

Yang terhormat Bapak Pimpinan, Bapak dan Ibu yang terhormat. Kami dari Kementerian

LHK (Lingkungan Hidup dan Kehutanan) ingin menyampaikan informasi bahwa memang kalau

dilihat dari peta mohon maaf ini dari Pemprov (Pemda Provinsi), bahwa areal ke-5 perusahaan

itu nampaknya sudah sebagian besar sudah diareal penggunaan lain dan itu tentunya sudah bukan

kewenangan dari Kementerian LHK Lingkungan Hidup dan Kehutanan), jadi, tentunya sudah

kewenangan dari BPN (Badan Pertanahan Nasional) ATR, ya. Dari data yang ada pada kami

yaitu:

1. Bahwa PT. Salim Ivomas sudah mendapat pelepasan tahun 91 Bapak.

2. Kemudian PT. Tunggal Mitra Paintasion juga sudah mendapat pelepasan tahun 96.

3. Kemudian PT. Cibaliung Tunggal Plaintasion juga sudah mendapat pelepasan tahun

1996.

4. Namun untuk PT. Gunung Mas Raya dan PT. Lahan Tani Sakti kami tidak ada data

dikami, mungkin tidak melalui pelepasan atau bagaimana tapi didata di sini sudah

sebagian besar memang sudah ATL (Above the line), tentunya sudah kewenangan dari

BPN (Badan Pertanahan Nasional) dan tentu Pemerintah Provinsi bapak kami sampaikan.

Ya, jadi, kalau untuk sekitar areal memang masih berwarna pink yaitu areal kawasan

hutan produksi yang dapat dikonversi tentunya harus melalui proses pelepasan kawasan hutan

yaitu sesuai P 51 Tahun 2016. Apabila areal yang dimohon juga nanti itu berada diareal yang

berwarna kuning yaitu hutan produksi tentunya harus melalui tukar menukar kawasan hutan ada

prosesnya bapak, jadi, melalui itu. Nah, kemudian kalau ingin juga masyarakat ingin melakukan

pemanfaatan pada kawasan hutan tentunya juga tidak harus melalui pelepasan kawasan hutan,

karena masyarakatpun juga bisa ber menggunakan pengelolaan kawasan hutan itu dengan

menggunakan Viaps.

18 RDP BAP DPD RI TENTANG TANAH ULAYAT MS V TS 2017-2018 RABU, 30 MEI 2018

Jadi, diperhutanan sosial bisa melakukan hutan kemasyarakatan, kemudian hutan

tanaman rakyat, kemudian hutan desa, bisa juga-juga hutan adat, juga bisa di, dimintakan ke

Kementerian Kehutanan untuk apabila nanti masyarakat ingin melakukan pengelolaan melalui

skema hutan adat. Tentunya tadi syarat-syaratnya adalah seperti yang Kemendagri (Kementerian

Dalam Negeri) katakan bahwa persyaratan wilayah adat itu sudah harus secara hukum sudah

teregistrasi ya pak ya, iya kan ada Perdanya yang mengaturnya baru kami bisa melakukan

penetapan wilayah hutan adat tersebut. Nah kemudian kalau misalnya dalam kawasan hutan

tersebut terhadap sawah, permukiman masyarakat, Fasum Fasos bisa kami keluarkan melalui

tanah obyek reforma agraria yang saat ini memang sedang kami lakukan bersama dengan BPN

(Badan Pertanahan Nasonal) dan kami Mendagri ( Menteri Dalam Negeri) dan teman-teman

semua bapak. Jadi, itu nanti di lakukan inventarisisasi dilapangan untuk tentunya permukiman

masyarakat dan sawah-sawah tambak yang memang dimiliki oleh masyarakat. Mungkin

demikian bapak pimpinan yang dapat kami sampaikan terima kasih.

PIMPINAN RAPAT: Drs. H. ABDUL GAFAR USMAN, MM (KETUA BAP DPD RI)

Baik, terima kasih bu atas penjelasan, tentuya ini perlu prosedur juga surat-menyurat, ya,

bu, ya, apa mau artinya tentu ada persyaratan yang dipilih oleh Pemda (Pemerintah Daerah) dan

surat yang diberikan oleh Pemda (Pemerintah Daerah) kepada kementerian begitu bu, ya, tidak

otomatis begitu saja kan tidak, harus ada jadi menurut saya itu penuhi syarat, lalui prosedur, kita

jangan melanggar sistem. Oke, jadi, baik kalau begitu bapak-bapak ternyata menurut informasi

sementara dalam peta google itu ada peluang untuk itu peta provinsi, nah, oleh karena itu barang

kali ini bapak-bapak tadi juga penuhi syarat, lalui prosedur dan tidak melanggar sistem yang

telah kita pegang. Jadi, kita pakai saja dulu sementara anggap masyarakat sekitar ini karena

kemarin perusahaan juga bersedia untuk kemitraan itu dan dia akan membangun tapi lahannya

yang kami sekarang tergantung kepada anu. Nah, oleh karena itu peluang pertama barang kali

Pemda Provinsi dengan atau kabupaten nanti mengusulkan kepada Menteri LHK (Lingkungan

Hidup dan Kehutanan) untuk minta izin penggunaan lahan ini. Jika, memang ini mendapat ini

mendapat persetujuan dari Menteri LHK (Lingkungan Hidup dan Kehutanan) selanjutnya tentu

ke BPN (Badan Pertanahan Nasional) begitu Pak, bagaimana coba.

PEMBICARA: ABDUL HASYIM GANI (Dir. SKTR II KEMENTERIAN ATR)

Tambah sedikit Pak.

Betul tadikan ada Perpres (Peraturan Presiden) 88, tadi disinggung tadi sudah Pak itu

terkait dengan di provinsi ada tim yang dibuat gugus tugas yang dibentuk kemudian meneliti

dilapangan dan seterusnya sampailah bukan hanya izin pak tetapi pelepasan, pelepasan dari

Kementerian LHK (Lingkungan Hidp dan Kehutanan) kalau memang itu ada masyarakat dan

sebagainya dan itu nanti dilakukan dengan istilah readis melalui reforma agraria.

Diluar beda Pak saya ingin membedakan perhutanan sosial mungkin belum dijelaskan

sama ibu dari kehutanan, kalau memang ini nanti direadis, ya, diberikan kepada masyarakat

apakah itu dalam bentuk pemberianya kepada kelompok ataukah kepada perorangan itu

tergantung dengan kondisi dilapangan.

Itu yang pertama pak, jadi, bukan izin tapi pelepasan, pelepasan baru bisa kita berikan,

nah, mengenai prosesnya itu nanti ada prosesnya tersendiri itu yang pertama Pak.

19 RDP BAP DPD RI TENTANG TANAH ULAYAT MS V TS 2017-2018 RABU, 30 MEI 2018

Yang kedua, saya ingin menambah sedikit saja kalau boleh terkait dengan kemitraan,

saya ingin menyampaikan bahwa memang kemitraan terkait juga dengan CSR (Corporate Social

Responsibility) itu memang sudah ada aturanya bapak. Kaitan dengan CSR (Corporate Social

Responsibility) saja itu sudah dikaitan dengan peraturan diperseroan terbatas saja itu mengatur

tentang CSR (Corporate Social Responsibility) Pak, kemudian PP (47) 2012 khusus mengatur

tentang CSR (Corporate Social Responsibility) itu ada kewajiban sebuah perusahaan. Nah,

tentang kemitraan memang ini terkait dengan 20 persen itu diatur baik di Undang-Undang

Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, Permentan (98) 2013 tentang perizinan usaha

perkebunan dan dikami ATR mengatur di (72) 2017 itu juga diatur tentang kemitraan dalam

bentuk yang bisa 20 persen. Apakah, jadi, tidak pasti di dalam atau HGU (Hak Guna Usaha)

diambil 20 persen pak, jadi, kalau masyarakat, eh, perusahaan itu mampu menyiapkan lahan

disekitar 20 persen tidak harus diambil dari lahan itu.

Jadi, itu gambaran sedikit pak, jadi, kemitraan umum sendiri juga diatur di Undang-

Undang Nomor (20) 2008 tentang UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) kemudian PP

(17) 2013 juga mengatur tentang pelaksanaan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tadi dan

PP (44) 97 tentang kemitraan. Jadi, itu sudah diatur sebenarnya, jadi, kalau perusahaan belum

melakukan CSR (Corporate Social Responsibility) memang, ya, di daerah mungkin bisa

menegur itu pak, di daerah menegur itu sejauh mana kemitra apa CSR (Corporate Social

Responsibility) yang saya ingin saya katakan CSR (Corporate Social Responsibility) yang sudah

harus disampaikan kepada masyarakat sekitar. Saya pikir itu Pak terima kasih tambahan saya.

PIMPINAN RAPAT: Drs. H. ABDUL GAFAR USMAN, MM (KETUA BAP DPD RI)

Baik, kami persilakan pendalaman mungkin dari tim kami persilakan ada Pak Andi?

Ini Bu apa sudah datang Bu Fahira, Pak Idris, Pak anu Pak?

Bu apa Bu Waode datang?

Ini Pak Saleh, Pak Ketua DPD (Dewan Perwakilan Daerah) periode tahun berapa?

PEMBICARA: ABDUL HASYIM GANI (Dir. SKTR II KEMENTERIAN ATR)

Pak Pimpinan?

Ada juga dari kami ini ada dari Kedirjenan permasalahan hadir Pak, Pak Brigjen Ghani

hadir, ya, Pak Brigjen, ya, kalau memang ada yang terkait dengan permasalahan kami lengkap

Pak. Jadi, dari ATR BPN (Badan Pertanahan Nasional) diundang sama Bapak kami hadir dengan

lengkap dari hubungan hukum, sengketa dan dari apa staf ahli Pak.

Terima kasih.

PIMPINAN RAPAT: Drs. H. ABDUL GAFAR USMAN, MM (KETUA BAP DPD RI)

Kami terima kasih Pak.

PEMBICARA: MASPERI (ASISTEN II SETDAPROV RIAU)

Izin Pimpinan.

20 RDP BAP DPD RI TENTANG TANAH ULAYAT MS V TS 2017-2018 RABU, 30 MEI 2018

PIMPINAN RAPAT: Drs. H. ABDUL GAFAR USMAN, MM (KETUA BAP DPD RI)

Atas kehadirannya.

PEMBICARA: MASPERI (ASISTEN II SETDAPROV RIAU)

Izin pimpinan?

PIMPINAN RAPAT: Drs. H. ABDUL GAFAR USMAN, MM (KETUA BAP DPD RI)

Ada?

PEMBICARA: MASPERI (ASISTEN II SETDAPROV RIAU)

Izin Pak?

PIMPINAN RAPAT: Drs. H. ABDUL GAFAR USMAN, MM (KETUA BAP DPD RI)

Oh, iya, silakan Pak-Pak.

PEMBICARA: MASPERI (ASISTEN II SETDAPROV RIAU)

Sebelum ada pendalaman, jadi, kita kembalikan kepada pokok persoalan pak. Nah, kalau

soal hak ulayat, tanah ulayat kami udah nyambung pak, tak akan berani daerah itu menganukan

bapak gitu dari kementerian, apalagi pak Direktur tadi yang ngomong, kami sudah tahu persis

itu.

Tapi ini bermula semenjak Tahun 1991, kan, gitu, pelepasan itu begitukan, dibangunlah

nah, di situ mulailah masyarakat kita ini tergusurkan itu dia pak awalnya. Masyarakat kita inikan

wajib kita akomodir oleh Pemerintah Kabupaten, tidak ada jalan temunya pak maka kita cobalah

sampelah persoalan ini ke kementerian ke DPD (Dewan Perwakilan Daerah), maka rapat waktu

itu kita sepakat untuk memberikan pertimbangan kepada masyarakat kita ini kesepakatan itu

apabila bisa disediakan lahan maka perusahaan akan membangun untuk masyarakat kita ini itu

persoalanya pak. Lahan tidak adakan pak ketidak adaan lahan ini maka ada 2 waktu itu pak:

1. Pertama diukur ulang, saya bilang diukur ulang itu tidak semudah yang kita bayangkan

bapakpun lebih mengetahui lagi. Kami yakin dan percaya kita tidak meduga-duga pak

walaupun itu ada hak daerah untuk menegur, tapikan tidak kuat juga melebihi kuota

batasan ini ada pak? Ini yakin kita ini. Tapikan buktinya itu ketika kita lakukan ukuran

ulang biayanya cukup besar pak mungkin pemerintah inilah makanya, pertama itu ukur

ulang itukan agak berat.

2. Yang kedua, kita sediakan lahan melalui pelepasan kawasan, nah, inilah Kementerian

KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) yang kita harapkan di sini ada

di sini, memang prosedur akan kita lalui pelepasan itu, ya, ada prosedur-prosedurnya.

Nah, maka dengan demikian dari dua persoalan itu kita bawa ketingkat pusatkan begitu

pak hasil rapat kita ini, ditingkat Pusat inilah kita meminta kementerian baik itu dari ATR

mungkin tidak kita lakukan ukuran ulang, bisa didengarkan oleh masyarakat kita ini. Kalau tidak

21 RDP BAP DPD RI TENTANG TANAH ULAYAT MS V TS 2017-2018 RABU, 30 MEI 2018

mungkin dilakukan ukuran ulang ukur ulang maka kawasan apa kita sediakan lahan melalui

pemanfaatan kawasan melalui proses pelepasan.

Jadi, kita tidak lagi dari hukum adat dari awalnya pak, kalau yang bapak bilang itu, iya

pak, saya ini snohobronya itu membagi 12 hukum adat pak di Indonesia ini mau tidak mau dulu

itulah yang di manfaatkan oleh mereka.

Tapi karena hari ini kita berdasarkan yuridis formal itu tidak bisa lagi kita manfaatkan

karena tadi legal standing yang bapak bilang itu, tak mungkinlah masyarakat ini punya legal

standing pak, sertifikasi saja yang berada di dalam kawasan hutan itu memang ada, loh, pak

itukan legal standing kan dia berada didalam kawasan, nah ini hal-hal yang,yang,yang di Riau

itu sengketa lahannya cukup-cukup polemik pak.

Jadi, kalau bapak menginginkan seperti yang legal standing tadi itu tidak akan bisa

dipenuhi oleh masyarakat kami ini. Dan maksudnya di bawa ini ke pusat, ya, pak, ya, karena

untuk mendapatkan penyelesaian yang lebih konferhensif tapi ketika bapak ngomong atau

menyampaikan kepada kami itu kewenangan provinsi apalagi provinsi Perwakilan Pemerintah

Pusat di daerah, nah, sudahlah pak selesai kami itu, inilah dia tak terselesaikan selama inikan, tak

terselesaikan masyarakat kita ini jika kita melihat dari eksisting yang ada.

Nah, ini persoalan kita pak CSR (Corporate Social Responsibility) itu oleh Perusahaan

sudah dibagikan pak tapi hanya kepada kelompok-kelompok yang ada diseputar situ yang

notabenenya kalau saya agak lebih ekstrim nantikan panjang lagi pak.

Seharusnya CSR (Corporate Social Responsibility) yang 2 sampai 5 persen itu menurut

undang-undang dibagikan kepada masyarakat yang memang tapi bukan masyarakat yang bekerja

kepada perusahaan ini sebetulnya pak yang sudah di adopsi persoalan ini oleh bapak-bapak dari

DPD (Dewan Perwakilan Daerah) kami pikir itu pak sekedar penjelasan lebih lanjut.

PEMBICARA: AUDIENS

Izin Pimpinan kami mau bicara?

PEMBICARA: MASPERI (ASISTEN II SETDAPROV RIAU)

Iya, apa lebih lanjut terhadap persoalan utama yang mau kita selesaikan pada hari ini

terima kasih pak pimpinan.

PIMPINAN RAPAT: Drs. H. ABDUL GAFAR USMAN, MM (KETUA BAP DPD RI)

Baik, jadi, prinsip kami itu pak di DPD (Dewan Perwakilan Daerah) tidak mencari siapa

yang salah, siapa yang silap, siapa yang terlupa, tapi kita seperti bawa mobil aja ke depan. Apa

langkah-langkahnya yang kita lakukan ke depan kalau tidak kebijaksanaan, eh, kalau tidak

kebijakan, kebijaksanaan, nah, kelihatan dari informasi yang kita peroleh tadi ada peluang

berdasarkan peta sementara bahwa apa yang dimaksud tadi bahwa perusahaan telah menyatakan

bersedia memberikan membangun perkebunan kalau lahan tersedia. Nah, lahan ini tersedia

adalah lahan pelepasan yang diberikan oleh LHK (Lingkungan Hidup dan Kehutanan) , ternyata

berdasarkan peta ini ada kemungkinan untuk itu tapi harus melalui prosedur berjenjang naik

bertangga turun tentu ada usul dari Pemda (Pemerintah Daerah) dan LHK (Lingkungan Hidup

dan Kehutanan) akan menyatakan bersedia untuk itu selama syarat-syarat dan prosedur dipenuhi.

Nah, selanjutnya BPN (Badan Pertanahan Nasional) barang kali akan kaya bahasa saya

22 RDP BAP DPD RI TENTANG TANAH ULAYAT MS V TS 2017-2018 RABU, 30 MEI 2018

itu melecup kebong nurun aja lagi memang kalau memang LHK (Lingkungan Hidup dan

Kehutanan) sudah setuju, tentu BPN ( Badan Pertanahan Nasional) akan mengikuti karena

dengan BPN ( Badan Pertanahan Nasional) ini dengan LHK (Lingkungan Hidup dan Kehutanan)

ini kami cukup mempunyai hubungan yang emosional yang cukup baik pak, dengan bu menteri

itu dulu waktu dia Ketua AMPHI (Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia) di Lampung saya

Ketua KNPI (Komite Nasional Pemuda Indonesia) di Riau pengganti saya ini Pak Ahmad Asrofi

ini Ketua KNPI (Komite Nasional Pemuda Indonesia) juga ini.

Jadi, saya ini dulu pak ketua KNPI di Riau, Ibu Siti ini Ketua AMPHI (Angkatan Muda

Pembaharuan Indonesia) di Lampung, waktu dia, jadi, ketua Bapeda saya, jadi, Kanwil di Riau,

jadi, memang sudah itu dia, jadi, Sekjen saya, jadi, Anggota DPD (Dewan Perwakilan Daerah)

dia, jadi, Sekjen, jadi, memang sudah punya hubungan emosional yang baik dan saya katakan

dua Bambang tadi memang sudah begitu.

Dengan BPN (Badan Pertanahan Nasional) juga gitu pak, Pak Heri Mursyidan itu dulu

dibawah saya HMI (Himpunan Mahasiswa Indonesia)nya pak, nah, ini HMI (Himpunan

Mahasiswa Islam) juga Pak Madsrofi ini karena kita panggil-panggil gitu aja, nah, sekarang di

ganti oleh Pak Sofyan Jalil itu juga ada hubungan emosional. Dia saya kelas IV PGA

(Pendidikan Guru Agama) dia kelas I PGA (Pendidikan Guru Agama) pak, jadi, di atas saya

PGA (Pendidikan Guru Agama) cuman waktu ketemu dia tinggal di Jakarta di Mesjid Menteng

saya tinggal di Perumahan Masjid Agung sama-sama orang susah tapi orang Aceh ini orang kaya

di sekolahkanlah dia ke Amerika, tapi jurusan diambil bukan jurusan agama Pak Masrofi tapi

adalah jurusan telekomunikasi, dia masuk tes guru agama tidak lulus pak dia bilang sama saya

untung saya tidak lulus, jadi, guru agama Pak Ghafar dapat, jadi menteri, kalau lulus, jadi, guru

agama mungkin, jadi, Kanwil (Kantor Wilayah) agama saja gitu. Jadi, ternyata hubungan

emosional ini ternyata dengan kehadiran bapak baik dari Sekjen, nah, sebaiknya kita sudah

nampak titik terang langkah-langkah yang akan dilakukan namun demikian saya beri hak kepada

kawan-kawan ada tidak pendalaman kami persilakan.

PEMBICARA: Drs. H. ANDI SURYA (LAMPUNG)

Terima kasih Pimpinan.

Iya, tetangga katanya pak, saya dari Lampung Pak Andi Surya.

1. Yang pertama, subjek yang kita bicarakan ini tidak hadir pak, perusahaan-perusahaan ini,

satu hal yang perlu menjadi catatan kita surat resmi kita sampaikan mereka tidak hadir

apa masalahnya, begitu berani mereka tidak hadir dalam rapat yang sungguh sangat

penting yang kita juga mengundang juga Lembaga-Lembaga Negara, satu yang tidak

hadir yang buat surat tapi yang empat tidak, itu perlu ditindak lanjuti dengan prosedur

tata tertib yang ada di DPD (Dewan Perwakilan Daerah) Pak, tidak boleh itu kalau kita

undang Lembaga Negara lembaga tinggi lalu kesannya di apa? Melecehkan gitu Pak, ya.

Itu subjek yang tidak hadir di sini kelemahan pertemuan kita sehingga sulit mendapatkan

masukan dari pada subjek ini.

2. Yang kedua, saya melihat kesan dari lembaga-lembaga yang ada seperti ini ada BPN

(Badan Pertanahan Nasional) Kemendagri Kementerian Dalam Negeri) KLH

Kementerian Lingkungan Hidup), pemerintah provinsi juga, dari perbincangannya

kelihatan tidak ada satu koordinasi yang kuat masing-masing berjalan sendiri, ya,

masing-masing dengan visinya sendiri yang HPL (High Preassure Laminate) nya juga

jalan sendiri, yang HGU nya jalan sendiri, yang pemda (Pemerintah Daerah) nya sendiri,

23 RDP BAP DPD RI TENTANG TANAH ULAYAT MS V TS 2017-2018 RABU, 30 MEI 2018

juga kelabakan untuk bisa mengambil aspirasi dari masyarakat, yang Kemendagri

(Kementerian Dalam Negeri) nya juga dari kaca mata Undang-Undang Desa. Nah, ini

kan jadi, problem kita Pak, nah, ini harus disatukan kondisi seperti ini sehingga jangan

sampai yang, jadi, korban itu masyarakat, nah, kalau korban ini masyarakat itu akibatnya

perpecahan pak perpecahan konflik di mana-mana.

Di Sumatera itu HGU (Hak Guna Usaha) itu luar biasa pak, luar biasa bermasalah,

masalah yang paling utama itu sama yang dihadapi oleh temen-temen yang dari Riau terutama

HGU-HGU (Hak Guna Usaha-Hak Guna Usaha) yang bermasalah, HGU-HGU (Hak Guna

Usaha-HAk Guna Usaha yang merampas tanah rakyat, yang merampas tanah ulayat, yang

merampas tanah adat ini, jadi, masalah pak.

Cuman pertanyaan saya satu kenapa Pemerintah Pusat ini tidak melakukan berani untuk

melakukan ukur ulang terhadap seluruh HGU (Hak Guna Usaha) ini pertanyaan saya kepada

Kementerian Lingkungan Hidup KLH (Kementerian Lingkungan Hidup), ya.

Seluruh HGU (Hak Guna Usaha) yang ada di Indonesia bukan hanya di Riau kenapa

tidak dilakukan ukur ulang, kalau masalahnya biaya saya rasa tidak pantas kita bicarakan di sini

gara-gara biaya tidak berani kita melakukan ukur ulang, ya, tidak pantas bu. Oleh karenanya pak

kita dorong ini Kementerian Lingkungan Hidup, BPN (Badan Petanahan Nasional) untuk

melakukan ukur ulang terhadap seluruh HGU (Hak Guna Usaha) yang ada karena pangkal

masalahanya di situ pak, karena saya yakin Haqul yakin sama seperti yang disampaikan oleh pak

siapa yang dari Pemda (Pemerintah Daerah), Pemrov (Pemerintah Provinsi) bahwa tanah ini

sudah dirampas oleh perusahaan-perusahaan ini melebihi dari pada ketentuan dan aturan yang

sudah dibuat ukuran-ukuran yang dari pusat saya rasa itu pak catatan dari saya terima kasih.

Wassalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh.

PIMPINAN RAPAT: Drs. H. ABDUL GAFAR USMAN, MM (KETUA BAP DPD RI)

Baik, terima kasih kita coba Pak, menjurus Pak, menjurus, jadi, saran Pak anu, nanti Pak

Andi akan kita bawa kepada kelembagaan nanti ada semacam pertimbangan kita kalau perlu kita

bawa ke Presiden sehingga dia menjadi kebijakan tapi kita menjurus sekarang Pak supaya waktu

efektif.

1. Ternyata pak dari Pak Gubernur ada titik terang bahwa kemungkinan ada lahan yang

tersedia untuk itu, maka dengan ketersediaan lahan ini perusahaan sudah menyatakan

persetujuan untuk membangun. Nah, oleh karena itu apakah tidak poin ini kita ambil

sehingga dengan demikian Pemda (Pemerintah Daerah) provinsi dan Kabupaten Rokan

Hilir mengusulkan kepada Menteri LHK (Lingkungan Hidup dan Kehutanan) untuk

pelepasan daerah yang memang memungkinkan untuk itu berdasarkan peta RT/RW di

Riau. Ini satu poin barang kali yang dapat kita lakukan tentang kasus yang sedang kita

bicarakan ini.

2. Nah, yang kedua, masalah CSR (Corporate Social Responsibility)ini nanti akan kita coba,

jadi, kita minta kepada bapak dari kepala suku untuk diketahui oleh Pemda (Pemerintah

Daerah) sampaikan kepada perusahaan tembusannya buat ke kami atau fotocopy ke kami.

Nah, jadi, itu barang kali masalah CSR (Corporate Social Responsibility) ini dan kami

akan panggil ini perusahaan ini karena dia buat surat resmi tidak bisa hadir kita akan panggil

nanti perusahaan ini. Nah, barang kali poin pertama ini untuk menjurus kepada topik kita kira-

24 RDP BAP DPD RI TENTANG TANAH ULAYAT MS V TS 2017-2018 RABU, 30 MEI 2018

kira ini sudah mendapat gambaran langkah kita untuk memberikan tidak atas nama suku, tidak

oleh adat, tetapi atas nama masyarakat sekitarnya. Cuma yang jadi persoalan kalau atas nama

suku tidak bisa diberikan perorangan tapi atas nama kelompok sukunya, jadi, tidak hak

perorangan, ya, pak ya. Jadi, ada perorangan, ada kelompok, kalau perorangan bisa barang kali

sertifikat, tapi kalau apa sertifikat juga tapi namanya, ya, mungkin BPN (Badan Pertanahan

Nasional) yang tau artinya kepada kelompok gitu.

Nah, oleh karena itu yang sudah dapat kita titik terangnya Pak Gubernur Pak Madsrofi

dengan Pak Masperi peluang dari LHK (Lingkungan Hidup dan Kehutanan) untuk melakukan

pelepasan, namun perlu ada usul dari pemda (Pemerintah Daerah) setempat dan nanti melakukan

pengukuran bersama.

Nah, tentunya karena ini dari rakyat untuk rakyat barang kali kalau menanggung resiko

apakah nanti seperti pertemuan dengan Bu menteri, kalau kemarin kalau saya yang menugaskan

Pak Ghafar biaya saya, tapi kalau gubernur yang menugaskan biaya gubernur, kalau bupati yang

menugaskan biaya bupati katanya. Nah, ini nanti tehnislah dari segi aturan birokrasinya gimana?

Yang penting ini peluang kita ambil dalam rapat ini.

Itu barang kali Pak, nah, dan saran Pak Andi tadi akan kita jadikan nanti kita angkat, jadi,

kebijakan kelembagaan sehingga nanti ini ada pegangan bagi apa BPN (Badan Pertanahan

Nasional), bahwa ini sudah menjadi kebijakan lembaga kita sampaikan kepada kementerian dan

kalau perlu nanti kita jadikan bahan rapat konsultasi kepada presiden sehingga ini menjadi

kebijakan nasional. Tadi Bapak dari ada-ada yang mau menyampaikan pak tapi kita menjurus ke

sini aja dulu pak, ya, iya silakan Pak.

PEMBICARA: NURDIN M T (KETUA ROMBONGAN MASYARAKAT TANAH

ULAYAT KABUPATEN ROKAN HILIR PROVINSI RIAU)

Terima kasih.

Assalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh.

Jadi, kami berterima kasih sekali dengan kehadirannya dapat bersama-sama pada hari ini

difasilitasi oleh Dewan Perwakilan Daerah, kami memang di sini pak saya sebagai ketua

rombongan dari 4 persukuan ini nama saya Nurdin M T. Saya ingin memperkenalkan juga sekali

lagi kepada bapak-bapak yang terhormat di sini bahwasanya jangan kami dianggap orang yang

tidak mempunyai legalitas, tadi kami kutip bahasa sedikit dari Kementerian Dalam Negeri

mohon izin pak kami merasa sedih sekali karena kami ini orang kampung pak, datang kemaripun

mungkin kami ini berhutang jual tanah-tanah kami untuk memperjuangkan juga tanah yang

disudah dirampok oleh masa, oleh perusahaan itu pak. Sudah, sudah lama sekali kami menderita

ini datuk-datuk suku kami ini mempunyai legalitas dari Kesultanan Siak Pak Sri Indra Pura,

nanti kami akan buka di sini juga legalitas yang bapak mintakan itu tapi dalam konteks untuk

permasalahan kersukuan.

Memang untuk di dalam istilahnya kepemerintahan saya memang mengapresiasi oleh

pernyataan bapak dari Pemprov (Pemerintah Provinsi) tadi kami ini memang belum ada apa-apa

cuma kami sudah mendapat juga istilahnya pengakuan dari setingkat kecamatan, bahwasanya

persukuan-persukuan ini-ini ada disini-disini-disini.

Jadi, kami merasa sedih sekali tadi pak ini dibulan puasa, ya, kami kalau persoalan legal

standing lagi pak tanah ulayat itu kami juga sudah mendapatkan peta dari Bakorsutanal Pak.

Kalau tadi bapak-bapak dari Badan Pertanahan juga mengatakan tidak mendapatkan data dari

25 RDP BAP DPD RI TENTANG TANAH ULAYAT MS V TS 2017-2018 RABU, 30 MEI 2018

apa yang di miliki oleh 5 perusahaan nanti kami mempunyai juga pak, kami punya kalau bapak-

bapak tidak punya kami akan kasihkan sebagai acuan dari kami nanti.

Ini peta Bakorsutanal pak bahwasanya masyarakat 4 persukuan itu mempunyai tanah adat

ulayat, kami sudah berusaha kemana-mana ini pak, kami merasa sedih juga pemerintah bapak

kami yang ada di Rokan Hilir tidak bisa hadir kemari, seharusnya mereka lebih membimbing

kami Pak, ini lebih kesedihan kami minta juga kepada Menteri Dalam Negeri supaya istilahnya

bagaimana solusinya bisa mendengarkan apa-apa kami ini, keluhan kami ini.

Kami sudah berulang-ulang kali pak kepada-kepada apa? Kepemerintahan Kabupaten

khusus belakangan ini juga tentang masalah CSR (Corporate Social Responsibility) yang sudah

menjadi suatu kesepakatan itu. Ini ada apa menimbulkan pertanyaan bagi kami pak ada apa di

sini? Mohon sekali lagi Pak, Bapak-bapak yang terhormat kami ini juga orang kampung yang

tidak mengerti apa-apa, ini datuk-datuk suku ini merasa sedih sekali mohon maaf.

PEMBICARA: AUDIENS

Menyangkut yang di katanya ta ada betul katakan dulu tak ada legalitasnya, jadi, jangan

ke kita begitu meng-aibkan namanya itu.

PEMBICARA: NURDIN M T (KETUA ROMBONGAN MASYARAKAT TANAH

ULAYAT KABUPATEN ROKAN HILIR PROVINSI RIAU)

Iya, kami merasa terpanggil bapak menteri, bapak Menteri Dalam Negeri karena kami di

anggap tadi dianggap orang yang tidak mempunyai legalitas, nah, kami juga mempunyai

istilahnya sebagai dokumentasi saja, ya, pak itu kalau mau diserahkan nanti silahkan difoto copy.

Jadi, itulah Pak, iya.

PIMPINAN RAPAT: Drs. H. ABDUL GAFAR USMAN, MM (KETUA BAP DPD RI)

Jadi, kita ini Pak, ya, Pak Datuk, ya, saya bilang tadi kita selesaikan dulu sepiring-

sepiring kita selesaikan dulu setumpuk-setumpuk persoalan ini, sehingga tidak kita terlalu meng-

glamour. Nah, jadi, maksud saya menyelesaikan setumpuk-setumpuk pak, nah, bahaso kampung

kitokan setumpuk-setumpuk selesaikan dulu. Nah, oleh karena itu tahap pertama persepsi

legalitas menurut orang kementerian dengan legalitas menurut kita adat berbeda, kalau menurut

adat saya ini datuk Pak menurut adat tapi secara pemerintahan yang tadi juga tanah orang tua

saya itu masih termasuk hutan juga walaupun sudah berketurunan. Tapi permasalahan bukan itu

yang kita selesaikan sekarang secara bertahap:

1. Pertama, CSR (Corporate Social Responsibility) Bapak itu tolong Bapak sampaikan

kepada perusahaan, fotocopy kepada saya, kepada kami, kami akan memanggil

perusahaan itu.

2. Yang kedua, nah, ini yang dapat kita selesaikan dulu setumpuk-setumpuk. Yang kedua,

lahan yang memang mungkin perjanjian perusahaan yang bisa membangun nanti ternyata

ada peluang untuk itu. Peluang artinya, peluang kepastian pak, ada peluang untuk itu

berdasarkan peta yang ada dan berdasarkan anu dari kementerian ini ada peluang dengan

catatan ada usul dari pemerintah setempat. Mengingat ketidak hadiran kepada Rohil nanti

akan kami buat surat khusus tolong buat surat ke Rohil bahwa sesuai dengan peraturan

dia tidak ada mengatakan kalau perlu nanti kami jemput Pak, nah, gitu Pak.

26 RDP BAP DPD RI TENTANG TANAH ULAYAT MS V TS 2017-2018 RABU, 30 MEI 2018

Walaupun saya ini orang Riau tapi bukan karena Riaunya Pak karena DPD (Dewan

Perwakilan Daerah)-nya DPD (Dewan Perwakilan Daerah) itu Lembaga Negara secara resmi

mengundang. Namun demikian Bapak-bapak selama ini belum pernah kita pakai itu dan

sekarang kita coba menyelesaikan setumpuk-setumpuk dulu, jadi, ini dulu mengenai lahan

barang kali Pak Masperi dengan Pak Madsrofi, Pak Madsrofi ini dua mata uang ini Pak, dia

Pemda (Pemerintah Daerah) dia orang Rohil juga oleh karena itu dua perasaan yang dalam

dirinya maka dia tadi tidak bisa kalau nanti emosional menyampaikan tentu Masperi disuruh dia

ini Asisten II Pak, jadi, orang Rohil juga ini sebenarnya dan dia Ketua KNPI (Komite Nasional

Pemuda Indonesia) setelah saya gitu. Baik Bapak-bapak jika memang itu langkah pertama tadi

sudah kita sepakati maka selanjutnya tentu akan kita lakukan ini. Mungkin ada dari Pak

Mendagri (Menteri Dalam Negeri) kami persilakan Pak.

PEMBICARA: A FERI S FUDAIL (Dir. PENATAAN DAN ADMINISTRASI BINA

PEMERINTAHAN DESA KEMENTERIAN DALAM NEGERI)

Mohon izin Pimpinan terima kasih.

Pertama, saya ingin menyampaikan permohonan maaf kalau ada ketersinggungan dalam

bahasa kami mengatakan legalitas. Itu bukan maksud kami bahwa bapak-bapak yang dari suku-

suku ini tidak memiliki legalitas, Indonesia ini ada karena keberadaan anak suku-suku bangsa

ini, jadi, kita paham sekali itu Pak, maksudnya bahasa kami tadi itu legalitas dalam arti untuk

administrasi dalam kerangka bagaimana negara hadir kepada anak suku-suku ini secara formal.

Sebagai warga negara tidak cukup hanya mengatakan saya adalah warga negara kalau tidak ada

KTP (Kartu Tanda Penduduk)-nya Bapak tidak akan mendapatkan program apapun dari

pemerintah seperti itu maksudnya Pak.

Jadi, baik pertama saya ingin memberikan tanggapan terhadap Pak asisten tadi Pak

asisten undangannya ini adalah dalam rangka membicarakan keberadaan suku-suku dalam

kerangka tanah ulayat sehingga kami berbicara dalam kerangka itu Pak. Kalau memang

undangannya dalam kerangka sebagai kelompok masyarakat untuk mendapatkan CSR

(Corporate Social Responsibility) dan kemitraan dari perusahaan-perusahaan yang mendapatkan

HGU (Hak Guna Usaha), tidak perlu kami berbicara itu, tapi undangannya dari lembaga yang

terhormat DPD (Dewan Perwakilan Daerah) ini membicarakan tentang bagaimana tanah-tanah

ulayat itu sehingga ini yang kami sampaikan tadi terima kasih kalau Pemerintah Provinsi sudah

memahami persoalan-persoalan tanah adat termasuk masyarakat adatnya tapi hampir seluruh

wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia ini menjadi masalah karena persoalan adat yang

tidak pernah kita lakukan dengan baik.

Saya yakin di tanah Riau juga seperti itu persoalan adat yang kita lalai termasuk

masyarakat hukum adat, hanya bahasa-bahasa kita secara kamuflase termasuk pak pimpinan

yang pernah menjabat sebagai pejabat tinggi dalam kerangka melaksanakan tugasnya, dulu

sangat lalai terhadap persoalan adat itu di akui tadi dan itu yang kita alami sekarang ini banyak

mengaku diri paham tetapi tidak pernah melakukan apapun terhadap adat.

Salah satu langkah yang sangat mendasar negara berikan kepada kita dalam rangka

memperlakukan adat itu adalah bagaimana menjadikan masyarakat adat itu sebagai desa adat

yang hingga saat ini oleh Pemerintah Provinsi di seluruh Republik Indonesia belum ada satupun

yang melahirkan perda tentang penataan masyarakat adat menjadi desa adat. Termasuk Provinsi

Riau maaf kalau saya sampaikan ini belum ada. Di mana letaknya mengatakan paham kalau itu

tidak di lakukan dengan konkrit dan ini yang kami minta dari Kemendagri (Kementerian Dalam

27 RDP BAP DPD RI TENTANG TANAH ULAYAT MS V TS 2017-2018 RABU, 30 MEI 2018

negeri) kalau mau menyelesaikan persoalan bangsa ini kembalikan kepada persoalan adat ini

untuk diletakan sebagai azas menangani seluruh persoalan kebangsaan kita.

Desa adat kelihatanya kecil tetapi sangat mendasar, sangat mendasar yang hingga saat ini

belum ada satu daerahpun yang mampu melaksana, Bali saja memak, memaknai desa adat

berbeda dalam konteks undang-undang yang diinginkan, karena dia mendudukkan dua

kelembagaan dalam satu wilayah yang sama ada Desa Dinas ada Desa Adat pada satu kawasan

wilayah.

Sehingga Negara hadir pada desa dinas saja di Bali itupun masih salah karena kita tidak

memahami dan saya yakin di Riau, ini maaf saya agak keras pak asisten bersama-sama kita

untuk memikirkan adat ini jangan hanya mengatakan kami berlegalitas tapi tidak memiliki hal-

hal yang berkaitan dengan keterpenuhan untuk syarat-syarat kita berhadapan dengan persoalan

hukum, siapa yang akan menghadapi ketika kita di periksa oleh KPK (Komisi Pemberantasan

Keuangan), diperiksa oleh ini dan itu ketika memberikan program-program yang tidak taat

kepada hukum-hukum administrasi ke negara kita.

Sehingga mari kita mulai kalau bisa taatlah ini masyarakat hukum adat ini dan kalau CSR

(Corporate Social Responsibility) nya kemitraanya mau dilakukan itu tidak perlu kami berbicara,

tapi inikan sangat layak patut kita hargai apa yang diberikan oleh DPD (Dewan Perwakilan

Daerah) kita membicarakan masyarakat ini dalam kerangka masyarakat hukum adat sehingga

itulah yang kami lakukan.

Jangan ragu pak-pak, datuk-datuk, kami mengakui Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18

(b) Ayat (2) itu mengatakan, bahwa kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat diakui dan

dihormati oleh Negara.

Undang-Undang Nomor 6 sesungguhnya desa itu adalah kesatuan masyarakat hukum

adat, tetapi persoalanya kita mindset sekarang tentang desa itu adalah desa dalam kerangka

administrasi sehingga apa yang kita lakukan pembinaan mulai pemerintah di pusat, pemerintah

di daerah memaknai desa dalam kerangka pemerintahan semata padahal desa itu adalah

masyarakat hukum adat. Jadi itu yang saya kira sekali lagi saya mohon maaf kalau ada

ketersinggungan kami sama sekali tidak melegitimasi posisi masyarakat-masyarakat adat ini

sebagai sesuatu yang legal adanya di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kami tadi hanya mungkin kesalahan pahaman penyampaian bahwa legalitas yang kami

maksudkan adalah legalitas dalam kerangka bagaimana kita memiliki dukungan administrasi

dalam rangka hadir negara kepada kelompok-kelompok masyarakat adat ini.

Kepada Anggota DPD (Dewan Perwakilan Daerah) yang kami hormati Bapak Andi

Surya saya kira betul sekali bahwa perlu ada sinergitas dalam kerangka kita memaknai

persoalan-persoalan seperti ini antara semua pihak sinergitas yang paling memungkinkan kita

bisa lakukan melalui pendekatan adat, kalau tidak dengan pendekatan adat saya yakin itu paling

susah.

Salah satu bentuk ketidak sinergitasnya kita selama ini memaknai adat adalah

mempertentangkan hukum positif dengan hukum adat, padahal mestinya kalau kita mau baik

menata bangsa ini tidak ada hukum adat tidak ada hukum positif, apa yang menjadi hukum kita

adalah itulah hukum yang harus kita taati. Di Negara Belanda sana semua mengatakan dirinya

sebagai hukum positif yang notabene hukum positifnya adalah kebiasaan-kebiasaan masyarakat

Minang yang dipake dalam mengatur kehidupan masyarakat yang kita katakan disini adalah

hukum adat, di sana tidak ada hukum adat tetapi penjaranya tidak ada yang terisi dengan baik

karena masyarakat bisa diselesaikan dengan persoalan-persoalan seperti persoalan masyarakat

adat katakan tadi Minang itu karena dia sudah langsung mengadopsi hukum adat itu sebagai

28 RDP BAP DPD RI TENTANG TANAH ULAYAT MS V TS 2017-2018 RABU, 30 MEI 2018

hukum positif, kalau kita di Indonesia ini mempertentangkan hukum positif dengan hukum adat

bagaimana mungkin kita bisa menata persoalan hidup Kebangsaan kita kalau ini kita

pertentangkan. Padahal mestinya adat istiadat yang ada ini kita kodifikasi menjadikan hukum

adat hukum perdata Bangsa ini, yang selama ini tidak pernah kita itu salah satu bentuk sinergitas

menurut saya yang harus kita pikirkan ke depan.

Saya kira itu dari saya terima kasih sekali lagi. Saya mohon maaf kepada yang kami

hormati para anak suku-suku orang tua kami karena kami juga anak suku ini makasih, tidak ada

di Republik ini yang bukan anak suku.

Assalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh.

PEMBICARA: FAHIRA IDRIS, S.E., M.H. (DKI JAKARTA)

Pimpinan?

PIMPINAN RAPAT: Drs. H. ABDUL GAFAR USMAN, MM (KETUA BAP DPD RI)

Baik, sementara tunggu dari Bu Fahira, ya.

Jadi, kita kembali kepada laptop Bapak-bapak, jadi, memang saya di Aceh juga seperti itu

Pak salah persepsi. Jadi, ada anggota DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) bilang, ya, harus demo

ternyata demo maksudnya itu metoda seperti guru, gurukan ada metoda demontrasi pak, jadi,

salah paham. Ya, harus dilakukan demontrasi, dikira demontrasi ramai-ramai padahal

demontrasi itu maksudnya metoda seorang guru menyampaikan materi itu dengan metoda

demontrasi, ini-ini mohon maaf ini, inilah kita kayanya orang Indonesia ini kadang-kadang

istilah-istilah sangat berpengaruh maka saya juga kuliah dulu jurusan Bahasa Indonesia pak.

Baik terima kasih pak Direktur kami memahami itulah Bangsa Indonesia kita dan apa

yang dimaksud oleh pak dari Pemda (Pemerintah Daerah) tadi juga memang kalau dapat dua sisi

tapi kalau tidak satu sisi saja dulu. Jadi, kita ada empat titik terang pertama, nah, lalu Bu Fahira

ini juga ketua Komite III pak, jadi, di BAP (Badan akuntabilitas Publik) ini banyak ketua-ketua

pak, tapi di sini kalau saya nanti di Komite IV saya, jadi, anggota begitu. Baik Bu Fahira ada

yang mau di sampaikan tapi fokus kepada masalah kita, Bu, ya.

PEMBICARA: FAHIRA IDRIS, SE, MH (DKI JAKARTA)

Iya, Bismillahirahmanirahim.

Assalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh.

Terima kasih banyak kepada Pimpinan, para hadirin sekalian perkenalkan saya Fahira

Idris dari DKI Jakarta, saya sebagai anggota DPD (Dewan Perwakilan Rakyat) dari Dapil

(Daerah Pemilihan) Jakarta ini juga sering juga Pak mendapatkan keluhan terkait tanah-tanah

masyarakat atau tanah ulayat begitu, ya. Saya menilai dan berpendapat bahwa landasan hukum

eksistensi masyarakat adat dan hak-haknya inikan dijamin dan merupakan mandat dari

Konstitusi Undang-Undang Dasar 1945. Di mana berdasarkan Pasal 18 (b) Undang-Undang

Dasar 1945 negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat

beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masa hidup dan sesuai dengan perkembangan

masyarakat dan prinsip NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) yang diatur dalam undang-

undang. Di mana berdasarkan amanah konstitusi tersebut masyarakat adat dan juga hak-hak

tradisionalnya diakui secara konstitusional selama memang dapat dibuktikan eksistensi dan

29 RDP BAP DPD RI TENTANG TANAH ULAYAT MS V TS 2017-2018 RABU, 30 MEI 2018

pelaksanaanya maka dalam hal ini hak-hak itu ada dan harus dipertahankan. Diperkuat lagi dan

dipertegas melalui penjelasan Pasal 67 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 99 tentang

Kehutanan, di mana suatu masyarakat hukum adat itu diakui eksistensi keberadaanya jika

menurut kenyataanya memenuhi 5 unsur yaitu;

1. Masyarakatya masih dalam bentuk paguyuban.

2. Ada kelembagaan dalam bentuk perangkat penguasa adatnya.

3. Ada wilayah hukum adat yang jelas.

4. Ada pranata dan perangkat hukum khususnya peralihan adat yang masih di taati.

5. Masih mengadakan pemungutan hasil hutan di wilayah hutan sekitarnya untuk

pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari.

Disisi lain negara juga bertanggung jawab untuk menjaga hak-hak masyarakat adat ini

terlebih terkait dengan Sumber Daya Alam, tanah hutan dan sumber-sumber kehidupan di

dalamnya. Sebagaimana berdasarkan Pasal 33 Ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, itu artinya

masyarakat adat yang telah hidup menetap, merawat dan juga menjaga tanah ulayat tersebut

memiliki andil hak untuk dilindungi hak-haknya terhadap tersebut secara komunal secara

bersama-sama sebagai hak tradisionil adat.

Disisi lain berkembangnya investasi atau industri asing yang tidak memperhatikan

prosedur hukum dan juga hak-hak masyarakat disekitar wilayah Riau ini kita sadari memang

dapat menimbulkan negatif yang justru dirasakan oleh masyarakat Riau, dimana dengan

pembukaan lahan perkebunan secara besar-besaran ini telah merambah hutan dan lain

sebagainya. Padahal mungkin masyarakatnya selama inikan mata pencaharianya disitu termasuk

hak aset masyarakat adat yang mestinya dijaga dan tidak disentuh kepentingan industri agar

menjadi penyangga kehidupan masyarakat.

Namun demikian hak-hak dan juga kepentingan bapak ibu sekalian selaku masyarakat

adat yang telah menetap dan juga menjaga tanah ulayat tetap ini harus kita perjuangkan agar

menemukan titik tengah dan solusi penyelesaiannya. Kita memang tidak bisa menyelesaikan

dalam satu kali pertemuan ini bapak-bapak, ibu, jadi, jangan putus semangat dulu, ya, kita juga

kalau kita lihat keadilan dan kepastian hukum dari 4 Persukuan ini:

1. Suku Hamba Raja.

2. Suku Haru.

3. Suku Bebas.

4. Dan Suku Rao.

Yang terkena dampak ini memang harus terjawab dan juga menemukan jalan keluarnya,

Artinya tidak boleh ada masyarakat adat atau keluarga sebagai elemen penyusun masyarakat

yang terlantar karena terkena dampak industri atau proses bisnis perkebunan.

Saya juga sepakat dalam jangka panjang nanti perusahaan nanti yang akan kita hadirkan

dalam pertemuan yang selanjutnya karena hari ini tidak hadir, untuk melakukan kerja sama

dengan pola kemitraan hal ini juga tidak boleh dikesampingkan. Jadi, tetap semangat bapak ibu

nanti Insyaallah pada pertemuan berikutnya lebih ada titik terangnya.

Terima kasih.

Assalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh.

30 RDP BAP DPD RI TENTANG TANAH ULAYAT MS V TS 2017-2018 RABU, 30 MEI 2018

PIMPINAN RAPAT: Drs. H. ABDUL GAFAR USMAN, MM (KETUA BAP DPD RI)

Waktu kita sudah mau dzohor, eh, mau ashar jadi bagi bapak yang berpuasa kita memang

tetapi menjurus pak, ya, kepenyelesaian ini pak silakan pak ini mau kita mau ashar.

PEMBICARA: Drs. H. MUHAMMAD IDRIS S (KALIMANTAN TIMUR)

Assalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh.

Pimpinan rapat yang kami hormati, para bapak-bapak dari Depdagri (Departeman Dalam

Negeri), LHK (Lingkungan Hidup dan Kehutanan), dengan BPN (Badan Pertanahan Nasional),

dan para datuk, masyarakat, hadirin sekalian yang berbahagia.

Sebenarnya kami tidak mau ngomong pak tapi karena, ya, kita dihadirkan di sini juga

salah kalau kita tidak ngomong. Saya juga ikut senang karena dibulan suci ramadhan ini kita bisa

bertemu dengan pihak Depdagri (Departemen Dalam Negeri), kemudian yang mewakili pak

gubernur bupatinya saya kira sama.

Dinegara kita ini kan pak peraturan satu peraturan di pusat, di provinsi, di tingkat II juga

kalau pertanahan juga pasti itu, lingkungan hidup juga itu. Jadi, memang saya menggaris bawahi

pak mendukung apa yang disampaikan oleh Pak Andi Surya bahwa tinggal sinkronisasi saja

yang perlu ditingkatkan ke depan. DPD RI (Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia) pak

bukan mencari salah dan mencari benar tapi mencari kebenaran, iya, jadi, kalau mencari

kebenaran kita harus berjiwa besar karena apa mudahn-mudahan bapak-bapak dari BPN (Badan

Pertanahan Nasioal) Pertanahan, dari Lingkungan Hidup dan Depdagri (Departemen Dalam

Negeri) mudah-mudahan dipihak bapak yang mempunyai kewenangan sekarang ini, persoalan-

persoalan yang timbul di republik ini itu bisa terselesaikan intinya itu pak, iya, caranya apa iya

kita komunikasikan.

Pak Gubernur sudah tau persis bahwa di sana masih ada tanah yang bisa digunakan untuk

diberikan kepada masyarakat, masyarakat juga belum tau persis berapa luas yang dikuasai oleh

apa tadi, oleh Hak Guna Usaha. Oleh karenanya kami usul konkrit pak ketua supaya Hak Guna

Usaha pak tidak ada pilihan lain mulai sekarang dan seterusnya harus diukur pak, jangan hanya

dijelaskan ditetapkan melalui apa melalui koordinat melalui tanya sama google. Nah, ini yang-

yang ke depan ini harus diukur berapa sebenarnya yang diberikan kepada pengusaha itu supaya

jelas dan kalau misalnya tidak yang akan datang ini saya juga sependapat tidak usah

diperpanjang kalau misalnya tidak di, tidak diselesaikan persoalan-persoalan yang mendasar ini

karena kita sepakat untuk tidak mewariskan persoalan ke depan.

Iya, jadi, kesimpulanya saya setuju kalau dilaksanakan sinkronisasi dari Pemerintah

Pusat sampai ke, saya menghargai betul dari Lingkungan Hidup tadi kalau apa yang diusulkan

oleh gubernur, ya, mengetahui persis wilayah di sana itu, ya, sepanjang bisa dijadikan solusi kita

carikan solusi dari pihak BPN (Badan Pertanahan Nasional) juga saya yakin haqul yakin kalau

sudah ada kejelasan soal sertifikasi itu tidak ada persoalan.

Saya kira seperti itu pak ketua, jadi, kita ini mudah-mudahan pertemuan berikutnya, ya,

dikasih catatan pak perusahaan-perusahaan yang diundang, ya, sampaikan bahwa kalau 3 kali

diundang tidak datang jangan-jangan terlalu berat, dengan berat hati kami akan kami sampaikan

apa sampaikan kepada Presiden supaya dipanggil khusus untuk didatangkan masa, sih, tidak bisa

hadir, kok, diundang. Iya, saya kira ini demi harkat dan marwah, martabat DPD RI (Dewan

Perwakilan Darah Republik Indonesia). Terima kasih Pak.

Assalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh.

31 RDP BAP DPD RI TENTANG TANAH ULAYAT MS V TS 2017-2018 RABU, 30 MEI 2018

PIMPINAN RAPAT: Drs. H. ABDUL GAFAR USMAN, MM (KETUA BAP DPD RI)

Baik, jika, bapak-bapak berkenan pertama bahwa yang baru dapat kita sepakati terhadap

tindak lanjut dari pertemuan ini bahwa yang bisa dilakukan, melakukan pelepasan hak terhadap

hutan yang, eh, pelepasan namanya pelepasan hutan yang memungkinkan menurut RT/RW Riau,

dan memungkinkan menurut prosedur yang berlaku untuk digunakan kepada Kelompok Adat

Raja Haru, Suku Raja, Haru, Rao dan Suku Bebas. Oleh karena itu kita minta kepada Pemda

(Pemerintah Daerah) provinsi apakah ini harus dari Pemda (Pemerintah Daerah) kabupaten dulu

ke provinsi, provinsi ke kementerian.

PEMBICARA: MASPERI (ASISTEN II SETDAPROV RIAU)

Mohon izin kabupaten pak bukan-bukan ingin anukan tidak tapi awalnya itukan

eksistensinyakan dari kabupaten, iya.

PIMPINAN RAPAT: Drs. H. ABDUL GAFAR USMAN, MM (KETUA BAP DPD RI)

Dari kabupaten dulu, ya, dari kabupaten.

PEMBICARA: MASPERI (ASISTEN II SETDAPROV RIAU)

Mereka seperti tadikan ada dari kementerian ada invetarisasi

PIMPINAN RAPAT: Drs. H. ABDUL GAFAR USMAN, MM (KETUA BAP DPD RI)

Iya. Baik.

PEMBICARA: MASPERI (ASISTEN II SETDAPROV RIAU)

Inventarisir mana itu dia pak.

PIMPINAN RAPAT: Drs. H. ABDUL GAFAR USMAN, MM (KETUA BAP DPD RI)

1. Pertama, dari kabupaten dari kabupaten kepada gubernur, gubernur kepada kementerian

itu langkah pertama sehingga nanti masyarakat sesuai dengan kesediaan perusahaan

untuk membangun kemitraan tetapi ini bukan untuk perorangan untuk kelompok adat

satu.

2. Nah, kedua, setelah hari raya ini kita akan mengundang kembali perusahaan, karena

sesuai dengan surat perusahaan maka akan kita undang setelah hari raya tidak mungkin

bulan puasa ini. Jadi, mungkin setelah hari raya begitu juga Bupati Rokan Hilir yang

tidak hadir tolong diberikan teguran dari kita secara resmi kepada bupati apa alasan dia

tidak hadir, karena yang mengundang lembaga negara. Tolong kepada, pada perusahaan,

ada suratnya, nanti kita undang dan tolong dicantumkan dalam undang dalam undangan

kita itu undang-undang pasal yang terkaitan dengan kewenangan lembaga negara.

3. Yang ketiga, bahwa langkah-langkah untuk melakukan pengakuan dimaksud adalah

pengakuan secara yuridis yang berada yang diatur oleh negara kita, bukan pengakuan

32 RDP BAP DPD RI TENTANG TANAH ULAYAT MS V TS 2017-2018 RABU, 30 MEI 2018

ketidak adaan bapak, jadi, jangan salah paham. Jadi, kalau ada kesalah pahaman itu saya

atas nama pimpinan sidang juga mohon maaf kepada bapak-bapak karena saya juga

bertanggung jawab terhadap pimpinan ini. Jadi, kesalah pahaman itu dijadikan pahala

oleh kita bulan puasa ini dengan memaafkan.

Itulah barang kali yang dapat baru kita lakukan dalam pertemuan ini dengan hasil bahwa

pertama nanti Pemerintah Rokan Hilir menyampaikan surat kepada provinsi, provinsi kepada

Kementerian LHK (Lingkungan Hidup dan Kehutanan) sesuai dengan aturan dan prosedur

dimintakan pelepasan.

Nah, setelah itu nanti kepada perusahan untuk melakukan kewajibanya sesuai dengan

kesepakatan aja untuk melakukan pembiayaan perkebunan untuk kelompok adat. Dan mengenai

CSR (Corporate Social Responsibility) yang belum sampai ketangan perusahaan kita

berprasangka positif dulu, kenapa perusahaan belum melaksanakan karena sesuai dengan

kesepakatan kita diketahui dan disampaikan kepada. Sedangkan apa yang diharapkan oleh

Mendagri (Menteri Dalam Negeri) tadi menjadi harapan jangka panjang kepada kita, nanti

kepada bupati juga selaku kepala daerah karena bupati ini dengan gubernur dua jabatanya Pak.

Gubernur selaku mewakili Pemerintah Pusat, Kepala Daerah selaku otonomi daerah gitu, juga

kami sebenarnya bapak-bapak, kami tidak bisa melepaskan diri dari tanggung jawab kami karena

kami juga berbeda ternyata berbeda waktu saya jadi Eksekutif dulu dan, jadi, Rektor dulu sekali

disumpah zaman Pak, ak Madsrofi tapi ternyata saya jadi Anggota DPD (Dewan Perwakilan

Daerah) 2 kali disumpah satu hari Pak.

Pertama, selaku anggota DPD (Dewan Perwakilan Daerah) satu jam setelah itu disumpah

lagi selaku anggota MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat) dan yang menyumpahnya tidak

boleh diwakili harus Ketua Mahkamah Agung, SK (Surat Keputusannya) nya dua, sumpahnya

dua, honor satu, wah, itu hebatnya kami pak.

Oleh karena itu kami tidak bisa melepaskan diri karena sumpah itu sama bunyinya sama

benar bunyinya, berkewajiban melaksanakan Undang-Undang Dasar 45 serta undang-undang

dengan Pancasila serta memperjuangkan aspirasi daerah yang diwakili. Jadi, berkewajiban bagi

saya yang beragama Islam bekewajiban itu kalau tidak dilaksanakan berdosa, dilaksanakan

berpahala, nah, inilah kita membagi-bagi pahala pada hari ini supaya kita dapat pahala semua

untuk melaksanakan.

Saya kira bapak-bapak selaku pejabat juga disumpah cuma sekali sumpahnya, SK (Suratv

Keputusan) nya satu, gajinya satu, gaji kami berbeda sumpah 2 kali, SK 2, honor cuman satu.

Namun demikian inilah bapak-bapak kami tidak akan apa tidak akan apa? Tidak akan puas dan

tidak senang kalau belum berhasil apa yang menjadi tujuan kami, dan kami sangat senang bapak-

bapak mengeritik kami jika terdapat kelemahan dan kurang kami juga manusia biasa.

Jadi, sekali yang mulia datuk-datuk yang dapat kita lakukan baru hari ini agar Pemda

(Pemerintah Daerah) Kabupaten Rokan Hilir menyampaikan kepada gubernur, gubernur kepada

menteri untuk melakukan pelepasan hutan untuk dijadikan perkebunan untuk kelompok suku

datuk-datuk yang mulia. Nah, dan ini akan kita undang nanti akan kita undang tolong bupati

diberi peringatan apa alasan tidak hadir karena yang ngundangnya Lembaga Negara. Tolong, ya,

Hid, Bu Dedeh, dan kepada perusahaan dan bupati nanti akan kita undang lagi setelah hari raya,

karena setelah hari raya kita mendapatkan waktu yang lebih lama.

Sekali lagi kepada bapak Kementerian Dalam Negeri dan bapak Kementerian Dalam

Negeri ada historis juga kami dengan Pak Madsrofi ini pak, waktu dia, jadi, Ketua KNPI

(Komite Nasional Pemuda Indonesia) di Jawa Tengah saya Ketua KNPI (Komite Nasional

Pemuda Indonesia) di Riau, setelah itu ganti saya dengan Pak Madsrofi dan barang kali Mas

33 RDP BAP DPD RI TENTANG TANAH ULAYAT MS V TS 2017-2018 RABU, 30 MEI 2018

Cahyo itu kalau ditelefon dia bisa bahasa Riau juga, kadang-kadang bahasa Padang dengan saya

pak lalamo nda besuo kau kito katanya.

Nah, jadi hubungan-hubungan inilah barang kali yang kita jaga benar secara kelembagaan

dan sampaikan salam saya kepada bu menteri dan kepada pak menteri juga sampaikan salam

saya, juga pak Menteri ATR ternyata hubungan kita punya hubungan emosional semua dan ini

mempermudah kita memperlancar hal-hal yang kita cari pahala semua.

Jika ini disepakati bapak-bapak gimana Bapak-bapak tim kita sepakati ini, ya, hallo Pak

Idris kita sepakati, ya.

Satu, bahwa Bupati Rokan Hilir kepada gubernur dan gubernur kepada menteri untuk

membuat surat pelepasan hutan dan berapa luasnya yang diminta ini akan menjadikan nanti

perkebunan untuk kelompok adat dan ini dilakukan oleh perusahaan.

Mengenai hak-hak adat selanjutnya tentunya nanti jangka panjang kita akan ada

pertemuan dan apa yang disarankan oleh Pak Andi tadi ini menjadikan ke, kebijakan lembaga

nanti kita bawa kepada Paripurna pak apa kita sampaikan pada paripurna, jika paripurna

menyetujui ini sudah menjadi keputusan paripurna kita sampaikan kepada menteri dan kepada

presiden. Untuk bapak maklumi berdasarkan orang ahli hukum keputusan paripurna itu sama

kekuatanya dengan PP (Peraturan Pemerintah) kekuatannya pak sama dengan PP (Peraturan

Pemeritah).

Kalau sudah disepakati ini kita cukupkan demikian kalau tidak ada lagi pak datuk kalau

nanti akan kita undang setelah hari raya perusahaanya dan bupati juga akan kita undang tapi

bupati 2 suratnya;

1. Pertama, teguran kenapa tidak hadir.

2. Yang kedua, akan kita undang.

PIMPINAN RAPAT: Drs. H. ABDUL GAFAR USMAN, MM (KETUA BAP DPD RI)

Iya.

PIMPINAN RAPAT: Drs. H. ABDUL GAFAR USMAN, MM (KETUA BAP DPD RI)

Iya, itu tolong di-diapa diketik di sini dan ditandatangani oleh kita sesuai dengan yang

hadir yang mewakili di, kepada gubernur siapa mewakili, kepada bu menteri, pak menteri untuk

mewakili menandatangani kesepakatan kita ini. Silakan Bapak sekretariat untuk segera lakukan,

iya, sudah lihat Bu Dedeh, ya, mohon izin Pak kita menunggu sebentar karena ashar nanti

sebentar lagi bagi yang beragama Islam, masih, ya, iya.

PEMBICARA: Drs. H. MUHAMMAD IDRIS S (KALIMANTAN TIMUR)

Pak Ketua, tambahan Pak di luar acara, ya, di luar acara, berkenaan dengan hukum

positif, dengan hukum adat Bapak-bapak sekalian yang dari Riau, ya, Pak, ya, mudah-mudahan

Rancangan Undang-Undang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat mudah-mudahan

dalam waktu yang tidak terlalu lama ini bisa disepakati, supaya ada payung hukumnya untuk

ngomong pada seluruh masyarakat adat di republik kita ini karena ini banyak sekali Pak di

Kalimantan Timur saja ada empat, nah, ini kemarin saya sudah datangi semua apa pokok-pokok

pikirannya apa yang dikehendaki, nah, ini memang banyak sekali yang dikehendaki, ya, tentu

34 RDP BAP DPD RI TENTANG TANAH ULAYAT MS V TS 2017-2018 RABU, 30 MEI 2018

mau dipertemukan dengan hukum positif supaya tidak ada tidak terkesan ada kita membuat

negara di atas negara.

Nah, ini untuk yang menyangkut masalah hukum adat Insya Allah DPD RI (Dewan

Perwakilan Daerah Republik Indonesia) sudah berupaya semaksimal mungkin untuk

melaksanakan amanah itu. Makasih mohon maaf atas segala kekuranganya Bulan Suci

Ramadhan ini.

Wabillahi taufik walhidayah.

Assalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh.

PIMPINAN RAPAT: Drs. H. ABDUL GAFAR USMAN, MM (KETUA BAP DPD RI)

Baik, Bapak-bapak berkenan kiranya dari Kementerian ATR atau yang mewakili yang

hadir sesuai dengan absen, ini bu Kementerian SDM (Sumber Daya Manusia) tidak ada bu,

Kementerian ATR, Kementerian Kehutanan LHK (Lingkungan Hidup dan Kehutanan), LHK

(Lingkungan Hidup dan Kehutanan) ada, provinsi, ada suku, ada, ini SDM (Sumber Daya

Manusia) tidak ada bu Kementerian SDM (Sumber Daya Manusia) nya Kementerian Dalam

Negeri maksudnya, oh, Kementerian Dalam Negeri. Baik bapak-bapak kami ulangi lagi:

1. Pemkot (Pemerintah kota) Provinsi Rokan, eh, Kabupaten Rokan Hilir menyampaikan

surat kepada Pemprov (Pemerintah Provinsi) Riau dan Pemprov (Pemerintah Provinsi)

mengusulkan kepada Kementerian LHK (Lingkungan Hidup dan Kehutanan) untuk

pelepasan kawasan dalam rangka terpenuhnya kebutuhan lahan kemitraan.

2. Permohonan CSR (Corporate Social Responsibility) segera diberikan kepada perusahaan

dengan diberikan tembusan kepada DPD (Dewan Perwakilan Daerah).

3. Akan diagendakan pertemuan lanjutan dengan menghadirkan pihak-pihak terkait

terutama pihak Rokan Hilir dan perusahaan. Jakarta 30 Mei ditandatangani.

Jadi mohon kiranya kepada bapak pertama kami minta dari Pemda (Pemerintah) provinsi

siapa yang mewakili Pak Masperi, Masperi, Pak tanda tangan, oh, Pak, Pak apa Pak

Ahmad Sahrofi mewakili tanda tangan boleh-boleh, iya, boleh, Kementerian Dalam

Negeri siapa pak yang mewakili pak, Kementerian Dalam Negeri, dari ATR Pak mungkin

ATR siapa yang mewakili iya Pak tolong Pak menandatangani Pak, iya, tolong yang

mewakili siapa, iya, silakan Pak mewakili tanda tangan Pak dari ATR. Iya pak mohon

maaf Pak yang poin-poin ini yang kita sepakati tadi Pak teken saja Pak ini satu, Bapak

ada? Iya boleh Pak nama Bapak dibawah ini Pak, ini memang cari-cari pahala silakan

Pak teken ini dibawah Pak Alhamdulillah Pak. Silakan dari Kementerian Dalam Negeri

Pak Kementerian Dalam Negeri silahkan yuk makasih Pak, iya, Pak Dirjen, silakan Pak

dari Kementerian Dalam Negeri siapa Pak, nih, sini Pak, iya, sini Pak, dua boleh satu

boleh, iya, tidak papa Pak iya bisa satu bisa. Dari Kementerian LHK (Lingkungan Hidup

dan Kehutanan) silakan Bu, dari Pemprov-Pemprov (Pemerintah Provinsi-Pemerintah

Provinsi) silakan Masperi dengan Ibu silakan Bu. Sudah-sudah dari Pemda (Pemerintah

Daerah) provinsi Pak LHK (Lingkungan Hidup dan Kehutanan) kan?

35 RDP BAP DPD RI TENTANG TANAH ULAYAT MS V TS 2017-2018 RABU, 30 MEI 2018

Oh, gitu? Eh, LHK (Lingkungan Hidup dan Kehutanan), kita kan ke LHK (Lingkungan

Hidup dan Kehutanan) dulukan kita kan satu aja dulu kan? Silakan Pak, iya, Bu silakan, Bu?

Dukungan ini kurang komunikasi, ya? Iya, iya, Bu nanti bunyi suratnya itu berdasarkan

surat? Oke, Bu, iya, makasih.

Baik Pak anu silakan dari pemerintah provinsi dan perwakilan datuk-datuk, pejabat

bupati siapa Jamaludin kan, silakan datuk nanti di-copy, tolong Pak, Bapak di dalam negeri Pak,

silakan Pak Datuk, silakan tolong di-fotocopy Pak, tolong Bu Dedeh fotocopy nanti, ya. Proposal

itu satu atau empat Pak ini sesuai dengan proposal itu satu atau empat, empat, oh, iya, tolong

sampaikan kepada apa itu, kepada perusahaan untuk fotocopy ke kami nanti, apa?

RAPAT DITUTUP PUKUL 15.30 WIB