21
MAKALAH ILMU KALAM STUDY KRITIS ILMU KALAM DISUSUN OLEH : FFTRIA INDRANI LUBIS NIM. 1516130034 DOSEN PEMBIMBING : SUBHAN Mh. I PROGRAM STUDI EKONOMI ISLAM FAKULTAS SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAM INSTITUT AGAM ISLAM NEGERI i

TOLONG EDITI.docx

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: TOLONG EDITI.docx

MAKALAH ILMU KALAM

STUDY KRITIS ILMU KALAM

DISUSUN OLEH :

FFTRIA INDRANI LUBIS

NIM. 1516130034

DOSEN PEMBIMBING : SUBHAN Mh. I

PROGRAM STUDI EKONOMI ISLAM

FAKULTAS SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAM

INSTITUT AGAM ISLAM NEGERI

BENGKULU

2015

i

Page 2: TOLONG EDITI.docx

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan

karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah Ilmu Kalam ini dengan baik.

Dalam penulisan makalah ini penulis banyak belajar dan mencari tahu apa yang

ada didalam materi ini. Oleh karena itu, saya ingin mengucapkan terimakasih pada

Allah SWT yang telah memberikan saya kelancaran dalam penulisan makalah

ini .saya sadar bahwa didalam makalah ini tentu saja masih jauh dari kata

kesempurnaan, Hal itu dikarenakan keterbatasan kemampuan dan pengetahuan

saya.

Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang

bersifat membangun dari para pembaca.Semoga makalah ini dapat bermanfaat

bagi kita semua.Akhir kata, saya mohon maaf apabila dalam penulisan makalah

ini terdapat banyak kesalahan.

Bengkulu, Desember 2015

Penulis

ii

Page 3: TOLONG EDITI.docx

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL......................................................................................... i

KATA PENGANTAR....................................................................................... ii

DAFTAR ISI...................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah.......................................................................... 1

B. Rumusan Masalah................................................................................... 2

C. Tujuan Penulisan..................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian ilmu kalam............................................................................. 3

B. Mengkaji ilmu kalam dari berbagai aspek.............................................. 3

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan............................................................................................. 10

DAFTAR PUSTAKA

iii

Page 4: TOLONG EDITI.docx

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ilmu kalam sebagaimana di ketahui mempunyai beberapa makna di

antaranya berbicara, hukum, din islam. Sebagai produk pemikiran manusia,

wacana-wacana yang dihasilkan oleh aliran kalam seperti halnya aliran

pemikiran keislaman lainnya memiliki titik kelemeahan dan perlu mendapat

kritikan yang memadai dan konstruktif. Diskursus ketuhanan yang tidak

menyentuh persoalan-persoalan ril manusia yang kurang mendapat perhatian

dari ilmu kalam merupakan titik kelemahan yang banyak disorot.

Secara garis besar, titik kelemahan ilmu kalam yang menjadi sorotan

para pengkritiknya berputar pada tiga aspek, yaitu aspek epistimologi ilmu

kalam, aspek ontologi ilmu kalam dan aspek akseologi ilmu kalam.

Dalam pembahasan Ilmu Kalam, kita dihadapkan pada barbagai macam

gerakan pemikiran-pemikiran besar yang kesemuanya itu dapat dijadikan

sebagai gambaran bahwa agama Islam telah hadir sebagai pelopor munculnya

pemikiran-pemikiran yang hingga sekarang semuanya itu dapat kita jumpai

hampir di seluruh dunia. Hal ini juga dapat dijadikan alasan bahwa Islam

sebagi mana di jumpai dalam sejarah, bukanlah sesempit yang dipahami pada

umumnya, karena Islam dengan bersumber pada al-Quran dan As-Sunnah

dapat berhubungan dengan pertumbuhan masyarakat luas. Memang,

Pembahasan pokok dalam Agama Islam adalah aqidah, namun dalam

kenyataanya masalah pertama yang muncul di kalangan umat Islam bukanlah

masalah teologi, melainkan persolaan di bidang politik, hal ini di dasari

dengan fakta sejarah yang menunjukkan bahwa, titik awal munculnya persolan

pertama ini di tandai dengan lahirnya kelompok-kelompok dari kaum

muslimin yang telah terpecah yang kesemuanya itu di awAli dengan persoalan

politik yang kemudian memunculkan kelompok-kelompok dengan berbagai

Aliran teologi dan berbagai pendapat-pendapat yang berbeda-beda.

1

Page 5: TOLONG EDITI.docx

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari Ilmu Kalam

2. Aspek-aspek ilmu kalam dari berbagai sudut pandang

3. Memahami letak kekurangan ilmu kalam dari berbagai sudut

C. Tujuan Penulisan

1. Mampu mengetahui tentang Ilmu tauhid

2. Mampu mengetahui ilmu Tauhid dari sudut pandang epistimologi,

ontologi dan akseologi

2

Page 6: TOLONG EDITI.docx

BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN ILMU KALAM

Ilmu kalam sebagaimana di ketahui mempunyai beberapa makna di

antaranya berbicara, hukum, din islam. Sebagai produk pemikiran manusia,

wacana-wacana yang dihasilkan oleh aliran kalam seperti halnya aliran

pemikiran keislaman lainnya memiliki titik kelemeahan dan perlu mendapat

kritikan yang memadai dan konstruktif. Diskursus ketuhanan yang tidak

menyentuh persoalan-persoalan ril manusia yang kurang mendapat perhatian

dari ilmu kalam merupakan titik kelemahan yang banyak disorot.

B. MENGKAJI ILMU KALAM DARI BERBAGAI ASPEK

1. Aspek Epistimologi Ilmu Kalam

Yang dimaksud epistimologi pada pembahasan ini adalah cara yang

digunakan oleh para pemuka aliran kalam dalam menyelsaikan persoalan

kalam, terutama ketika mereka menafsirkan al-qur’an. Kritikan terhadap

aspek ini umpamanya dikemukakan oleh Taufiq adnan adnan amal dan

syamsul rizal panggabean. Mereka menyangkut sisi kelemahan aliran

kalam dam aspek metodologi.

Demi membela sudut pandang tertentu, penafsiran-penafsiran

teologis umumnya tekah mendekati al-qur’an secara atomistik dan parsial

serta terlepas dari konteks kesejarahan dan kesusastraannya. Pemaksaan

gagasan asing kedalam al-quran juga merupakan gejala yang mewabah.

Contoh penafsiran semacam ini, terlihat jelas dalam pandangan golongan

Asy’ariyah mengenai keabsahan Al-Quran. Sebagaimana telah diketahui,

pandangan mereka tentang ini merupakan tanggapan atas pandangan

golongan mu’tazilah. Penekanan mu’tazilah pad akeesaan tuhan yang

membuat mereka di gelari al-ahl-adl al-tauhid telah menyababkan mereka

menolak doktrin keabadian al-qur’an sebagai mana yang diyakini

golongan ahli sunah. Menurut mu’tazilah, al-qur’an adalah makhluk

3

Page 7: TOLONG EDITI.docx

(ciptaan). Jika tidak demikian, tentulah ada yang abadi selain allah dan ini

bertentangan dengan keesaan allah.

Golongan asy’ariyah percaya bahwa al-qur’an atau kalam Allah itu

abadi (qadim). Al-quran merupakan perintah tuhan. kata kreatif kun(ada!)

merupakan seluruh bentuk sifat kata yang abadi. Untuk menjelaskan hal

ini, mereka merujuk firman allah berikut ini:

Artinya:

“Sesungguhnya perintah-Nya apabila dia menghendaki sesuatu hanyalah

berkata kepadanya: “Jadilah!” maka terjadilah ia. (Q.S Yasin [36]: 82)

Menurut golongan Asy’ariyah, ayat diatas menunjukan bahwa

adanya perintah kreatif dan perkataan kreatif kun mendahului segala yang

eksis (ada) di alam. Disamping itu,dengan berpijak pada firman Allah

berikut ini:

Artinya:

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah berdirinya langit dan

bumi dengan iradat-Nya. Kemudian apabila Dia memanggil kamu sekali

panggil dari bum, seketika itu (juga) kamu keluar (dari kubur) (Q.S.

Arrum [30]: 25)

Dengan ayat ini, mereka berdalih bahwa perintah Tuhan bukan

hanya merupakan alat pencipta, tetapi juga pokok penegak ciptaan-Nya.

Menegaskan ke maha kuasaan Tuhan sebagai Pencipta dan Pemelihara

alam semesta. Namun, ayat-ayat ini telah dibelokan maknanya oleh

golongan Asy’ariyah untuk mendukung gagasan keabadian Al-Quran,

sebagai tanggapan terhadap pandangan kalangan Mu’tazilah. Teori

golongan Asy’ariyah tentang keabadian Al-Quran dalam kenyataannya,

senada dan berada dibawah pengaruh teori-teori teolog Kristen dan

pengikut aliran Stoa tentang logos. Perintah Tuhan dan tata kreatif

(logos) dijelmakan serta diberi kekuasaan untuk menciptakan dan

memelihara apa yang telah diciptakan. Selanjutnya logos dalam satu hal

identik dengan Tuhan, dan dalam hal lainnya berbeda dengan Tuhan.

Namun, keduanya sama-sama dengan Tuhan. Kata kreatif Tuhan ini

4

Page 8: TOLONG EDITI.docx

disebut memra dalam teologi yahudi, dan oknum kedua dalam ajaran Tri

nitas Kristen.

Adnan dan Rizal melihat bahwa penafsiran kalangan Asy’ariyah

tersebut pada kenyataannya merupakan tanggapan terhadap kebutuhan

sejarah, yakni untuk membela sudut pandang golongan ahlussunnah.

Penafsiran tersebut tidaklah dicuatkan dari Al-Quran, tetapi lebih

merupakan pemaksaan gagasan-gagasan asing ke dalamnya. Itulah

sebabnya, ayat-ayat yang dirujuk untuk membela pandangan mereka

dlepaskan dari konteks sastranya dan konteks kesejarahan yang bertalian

dengannya. Contoh mengenai gagasan asing yang telah dipaksakan ke

dalam Al-Quran dapat dilihat dalam paparan mengenai kebangkitan

manusia di akhirat. Di kalangan ahlussunnah, terdapat keyakinan yang

kuat mengenai kebangkitan fisik di akhirat. Keyakinan semacam ini yang

diperoleh lewat pemahaman harfiah akan ayat-ayat ukhrawi Al-Quran

tentu saja sulit diterima kaum filosof. Oleh karena itu, mereka menafsirkan

secara alegoris pernyataan-pernyataan Al-Quran tentangnya sebagai

kebangkitan spiritual, yakni hanya roh manusia saja yang akan

dibangkitkan oleh tuhan di hari kemudian.

Aliran kalam yang banyak mendapat sorotan Adz-Dzahabi adalah

khawarij, mu’tazilah, dan syi’ah yang dipandang banyak menakwilkan

ayat-ayat Al-Quran secara tidak proporsional dan menyimpangkan makna

teks-teks Al-Quran dari makna sebenarnya dengan tujuan untuk

mendukung prinsip-prinsip yang diyakininya. Contohnya adalah

penafsiran tokoh-tokoh khawarij terhadap firman Allah:

“Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan

Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir” (Q.S. Al-Maidah 5

: 44)

Tanpa menyebutkan alasannya, Adz-Dzahabi menjelaskan bahwa

para pemuka khawarij berusaha menafsirkan ayat diatas sesuai dengan

pendapat madzhabnya, yakni bahwa setiap orang yang melakukan dosa

5

Page 9: TOLONG EDITI.docx

besar berarti telah mengambil keputusan hukum dengan hukuman selain

yang diturunkan Allah.

Contoh lainnya adalah penafsiran tokoh-tokoh Mu’tazilah terhadap

Firman Allah, sesuai dengan QS. Al-qiyamah 22-23.

“Wajah-wajah (orang-orang mukmin)npada hari itu berseri-seri. Kepada

Tuhannyalah mereka melihat.” (Q.S. Al-Qiyamah : 22-23 )

Mereka menakwilkan ayat ini sesuai dengan pendapatnya, yakni

ketidakmungkinan Allah dapat dilihat di akhirat kelak. Dengan

penakwilan itu, Adz-dzahabi melihat mereka berusaha menyimpangkan

arti melihat dengan makna sesungguhnya.

Adapun contoh penyimpangan yang dilakukan syi’ah adalah apa

yang dilakukan Hasan Al askari ketika menafsirkan Firman Allah :

“Dan Tuhanmu adalah tuhan Yang Maha Esa, tidak ada tuhan Yang

berhak disembah melainkan Dia, yang Maha Pemurah lagi Maha

Penyayang.” (QS. Al-baqarah : 168)

Al askari mengatakan bahwa arti maha pemurah kepada hamba-

hamba nya yang beriman dari kalangan (syi’ah ) keluarga Muhammad

SAW.

Menanggapi penafsiran diatas Adz-dzahabi menjelaskan bahwa

penyimpangan yang dilakukan al askari karena adanya prinsip ajaran

taqiyah yang dianut kelompok syi’ah imamiyah, penafsiran diatas lebih

bernuansa politik.

Tiap-tiap Aliran kalam memang mengklaim memiliki misi suci

ketika menyelesaikan persoalan-persoalan kalam. Misalnya dengan faham

menafikan sifat-sifat Allah dari keserupaan dengan Makhluk-Nya dan

dalam rangka mempertahankan prinsip tauhid.

Menurut Amin Abdullah dimensi pemikiran teolog atau kalam

sebenarnya lebih subtil, tidak clear-cut, lebih kaya nuansa, daripada hanya

semata-mata diwarnai konspirasi politik. Keberagaman manusia tidak

semata-mata terkurung oleh faktor sosiologis, politis, atau psikologis,

tetapi juga termuat didalamnya nuansa pemikiran transedental filosofis.

6

Page 10: TOLONG EDITI.docx

Berkaitan dengan kritik yang ditunjukan kepada epistimologi ilmu

kalam, M. Iqbal melihat adanya anomali (penyimpangan) lain yang

melekat dalam literatur ilmu kalam klasik. Teologi

Asy’ariyah,umpamanya, menggunakan cara dan pola fikir yunani untuk

mempertahankandan mendefinisikan pemahaman ortodoksi islam. Adapun

mu’tazilah justru sebaliknya.

Dengan meninjau anomali-anomali yang melekat pada rancang

bangun epistimologi ilmu kalam dapatlah disimpulkan secara tentatif

bahwa ilmu kalam perlu dikembangkan dan diperbaharui sesuai dengan

tuntutan perkembangan zaman yang dilalui sejarah kehidupan manusia.

2. Aspek Ontologi Ilmu Kalam

Harus diakui bahwa diskursus aliran-aliran kalam yang ada hanya

berkisar pada persoalan-persoalan ketuhanan dan yang berkaitan

dengannya yang terkesan “mengawang-awang” dam jauh dari persoalan

kehidupan umat manusia. Kalaupun dipertahankan diskursus aliran kalam

juga menyentuh persoalan kehidupan manusia,persoalan itu adalah sesuatu

yang terjadi pada masa lampau, yang nota bene berbeda dengan persoalan-

persoalan kehidupan manusia saat ini, ilmu kalam tidak dapat diandalkan

untuk memecahkan persoalan-persoalan kehidupan manusia masa kini.

Secara pasti teologi islam merupakan usaha intelektual yang peraturan

koheren dan setia dengan isi yang ada dalam Al-Quran. Teologi harus

memiliki kegunaan dalam agama apabila teologi itu fungsional dalam

kehidupan agama. Disebut fungsional sejauh teologi tersebut dapat

memberikan kedamaian intelektual dan spiritual bagi umat manusia serta

dapat diajarkan pada umat.

Islam harus mampu meletakan landasan pemecahan terhadap

problem kemanusiaan (kemiskinan, ketidakadilan, hak asasi manusia,

ketidaberdayaan, dan sebagainya). teologi yang fungsional adalah teologi

yang mampu memenuhi panggilan tersebut, bersentuhan dan berdialog,

sekaligus menunjukan jalan keluar terhadap berbagai persoalan empirik

7

Page 11: TOLONG EDITI.docx

kemanusiaan. Dalam wilayah tersebut, persoalan wanita, yang merupakan

bagian integral dari yurisprudensi wanita tertumpu pula pada “teologi

yurisprudensi”

Tantangan kalam atau teologi Islam kontemporer adalah isu-isu

kemanusiaan universal, pluralisme keberagamaan, kemiskinan struktural,

kerusakan lingkungan, dan sebagainya. Teologi, dalam agama apapun

yang hanya berbicara tentang Tuhan (teosentris) dan tidak mengaitkan

diskursusnya dengan persoalan-persoalan kemanusiaan universal

(antroposentris) , memiliki rumusan teologis yang lambat laun akan

menjadi out of date. Al- Quran sendiri hampir dalam setiap diskursusnya

selalu menyentuh dimensi kemanuisiaan universal.

Teologi Islam dan kalam yang hidup untuk era sekarang ini

berdialog dengan realitas dan perkembangan pemikiran yang berjalan saat

ini. Bukan Teologi yang berdialaog dengan masa lalu, apalagi masa silam

yang terlalu jauh. Teologi Islam kontemporer tidak dapat dan tidak harus

memahami perkembangan pemikiran manusia kontemporer yang

diakibatkan oleh perubahan sosial yang dibawa oleh arus ilmu

pengetahuan dan teknologi. Jika ilmu kalam klasik berdialog dengan

pemikiran dan bergaul dengan format pemikiran serta epistimologi yunani

(Hellenisme), teologi Islam atau kalam modern harus bersentuhan dengan

pemikiran dan falsafah Barat lantaran falsafah barat kontemporer itulah

yang dibentuk dan diilhami oleh arus perubahan yang diakibatkan oleh

perkembangan iptek.

Diantara diskursus ilmu kalam yang menjadi bahan sorotan tajam

para pemikir kontemporer adalah konstruksi ilmu kalam ala Asy’ariyah,

yaitu konsepsi mereka tentang hukum kausalitas. Sebagaimana diketahui

oleh para peminat studi ilmu kalam Asy’ariyah, yang kemudian

dikokohkan oleh Al-Ghazali bahwa kausalitas tidak cocok dengan realita

keilmuan yang berkembang dewasa ini. Pemikiran kausalitas ilmu kalam

Asy’ariyah tidak kondusif untuk menumbuhkan etos kerja keilmuan, baik

dalam wilayah ilmu-ilmu keagaman maupun humaniora.

8

Page 12: TOLONG EDITI.docx

3. Aspek Aksiologi Ilmu Kalam

Kritikan yang dialamatkan pada aspek akseologi ilmu kalam

menyangkut pada kegunaan ilmu itu sendiri dalam menyingkap hakikat

kebenaran. Al-Ghazali tidak serta merta menolak ilmu kalam, tetapi

menggaris bawahi keterbatasan- keterbatasan ilmu ini sehingga

menyimpulkan ilmu initidak dapat mengantarkan manusia untuk

mendekati Tuhan. Hanya kehidupan sufilah yang dapat mengantarkan

seseorang dekat dengan Tuhan. Alasan itulah yang menjadikan Ibn

Taimiyah dengan penuh semangat menganjurkan kaum muslimin untuk

menjauhi ilmu kalam seperti halnya orang menjauhi singa.

Bertolak dari kelemahan-kelemahan ilmu kalam di atas, tampaknya

dekonstruksi terhadap ilmu kalam ini merupakan sebuah keniscayaan.

Dekonstruksi tidak hanya berarti membongkar konstruksi yang sudah ada.

Tujuan dekonstruksi adalah melakukan “demitologisasi” konsep atau

pandangan-pandangan yang ada, yang telah menjadi “teks sakral” dan

mitos keilmuan dalam dunia Islam.

Ahmad Hanafi melihat perlunya pergeseran paradigma dari yang

bercorak tradisional, yang bersandar pada paradigma logico-metafisika

(dialektika kata-kata), ke arah teologi yang mendasarkan pada paradigma

“empiris” (dialektika sosial politik). teologi bukan mempelajari tentang

Tuhan semata, tetapi menjadi ilmu kalam (ilmu tentang analisis kalam atau

ucapan semata dan juga sebagai konteks ucapan, yang berkaitan dengan

pengertian yang mengacu pada iman). Jadi, teologi juga bisa diartikan

dengan antropologi dan hermeneutika, teologi berarti suatu teori

pemahaman tentang proses wahyu dari huruf sampai ke tingkat kenyataan,

dari logos ke praktis, dan juga transformatika wahyu dari “pikiran” Tuhan

kedalam kehidupan manusia. Untuk itu perlu “keasadaran historis” yang

menetukan keaslian teks dan tingkat kepastiannya; “kesadaran eidetik”,

yang menjelaskan makna teks menjadi rasional; dan “kesadaran paktis”

yang menggunakan makna tersebut sebagai dasar teoritik bagi tindakan

dan mengantarkan wahyu pada tujuan akhir dalam kehidupan manusia di

dunia.

9

Page 13: TOLONG EDITI.docx

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Ilmu kalam sebagaimana di ketahui mempunyai beberapa makna di

antaranya berbicara, hukum, din islam. Ada tiga aspek studi dalam ilmu

kalam, diantaranya Aspek epsitimologi, Aspek ontologi, dan aspek aksiologi.

Aspek epistimologi ilmu kalam yaitu cara yang digunakan oleh para

pemuka aliran kalam dalam menyelesaikan persoalan kalam, terutama ketika

mereka menafsirkan al-qur’an. Secara pasti teologi islam merupakan usaha

intelektual yang peraturan koheren dan setia dengan isi yang ada dalam Al-

Quran.

10

Page 14: TOLONG EDITI.docx

DAFTAR PUSTAKA

http://henker17.blogspot.com/2012/09/makalah-perkembangan-pemikiran-

ilmu.html

http://filsafat.kompasiana.com/2012/01/26/antara-falsafah-dan-kalam-literatur-

klasik-pemikiran-islam-430279.html

http://imronfauzi.wordpress.com/2008/06/17/kalam-zaman-klasik/.html

Rozak Abdul.dkk,Ilmu Kalam:Bandung,Pustaka Setia

11