41
1. Pengertian Perilaku Organisasi Pengertian perilaku organisasi adalah suatu bidang studi yang mengamati tentang pengaruh perilaku individu, kelompok dan perilaku dalam struktur organisasi dengan maksud untuk mendapatkan pengetahuan guna memperbaiki keefektifan organisasi. Dari pengertian tersebut diatas berdasarkan thesis bahwa pengertian manajemen ialah pencapaian tujuan dengan bantuan orang lain, maka manajemen harus memusatkan pada hubungan antar orang. Hal ini kadang-kadang juga disebut penelahaan “human relation”, “leadership” atau “behavioral sciences approach”. Pada perilaku keorganisasian dikembangkan teori- teori baru, metode dan teknik ilmu pengetahuan sosial dalam peristiwa-peristiwa antara perorangan dan dalam hubungan perorangan sampai pada hubungan kebudayaan. Dengan kata lain hubungan ini menekankan pada aspek kemanusiaan didalam manajemen, dengan prinsip apabila orang-orang bekerjasama untuk mencapai tujuan tujuan tertentu, maka sudah seharusnya apabila orang sudah mengerti orang lain yang menjadi teman/kelompok kerjanya. Perilaku organisasi konsern dengan situasi hubungan manusia, sebab hal ini erat kaitannya dengan pekerjaan, absensi, pergantian karyawan, produktivitas, prestasi seseorang dan manajemen. Perilaku keorganisasian juga meliputi: motivasi, perilaku dan kekuatan/tenaga kepemimpinan,

Definisi OCBs

  • Upload
    sons

  • View
    7

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Definisi OCBs

1. Pengertian Perilaku Organisasi

Pengertian perilaku organisasi adalah suatu bidang studi yang mengamati

tentang pengaruh perilaku individu, kelompok dan perilaku dalam struktur organisasi

dengan maksud untuk mendapatkan pengetahuan guna memperbaiki keefektifan

organisasi.

Dari pengertian tersebut diatas berdasarkan thesis bahwa pengertian

manajemen ialah pencapaian tujuan dengan bantuan orang lain, maka manajemen harus

memusatkan pada hubungan antar orang. Hal ini kadang-kadang juga disebut penelahaan

“human relation”, “leadership” atau “behavioral sciences approach”. Pada perilaku

keorganisasian dikembangkan teori-teori baru, metode dan teknik ilmu pengetahuan sosial

dalam peristiwa-peristiwa antara perorangan dan dalam hubungan perorangan sampai pada

hubungan kebudayaan. Dengan kata lain hubungan ini menekankan pada aspek

kemanusiaan didalam manajemen, dengan prinsip apabila orang-orang bekerjasama untuk

mencapai tujuan tujuan tertentu, maka sudah seharusnya apabila orang sudah mengerti

orang lain yang menjadi teman/kelompok kerjanya.

Perilaku organisasi konsern dengan situasi hubungan manusia, sebab hal ini

erat kaitannya dengan pekerjaan, absensi, pergantian karyawan, produktivitas, prestasi

seseorang dan manajemen. Perilaku keorganisasian juga meliputi: motivasi, perilaku dan

kekuatan/tenaga kepemimpinan, komunikasi antar personal, struktur kelompok dan proses,

konflik, desain pekerjaan, dan stres. da

Dari keterangan tersebut diatas dapat diilustrasikan statemen yang berkaitan

dengan manfaat perilaku keorganisasian sebagai berikut :

Tingkat kegembiraan/keserasian karyawan menjadikan karyawan tersebut menjadi

produktif.

Semua individu karyawan produktif, bila pimpinan bersahabat, menaruh

kepercayaan dan mengadakan pendekatan.

Efektifitas interview dalam seleksi.

Page 2: Definisi OCBs

Setiap orang berkeinginan/bertantang dalam pekerjaan.

Pelaksanaan pekerjaan dengan baik.

Setiap termotivasi oleh uang.

Sebagian besar orang sangat lebih konsern terhadap ukuran besarnya gaji

kemudian yang lainnya.

Sebagaian besar efektivitas kelompok dengan ketiadaan konflik.

A. Konsep Perilaku Organisasi

Sistem kerja sama sekelompok orang yang mempunyai aturan

dan keterikatan tertentu untuk mencapai tujuan yang telah

ditentukan.

Struktur pembagian kerja dan mekanisme kerja antara

sekelompok orang yang mempunyai aturan dan keterikatan

tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.

B. Perilaku Organisasi

Sikap dan tindakan

Ilmu Perilaku organisasi

Ilmu tentang perilaku tiap individu dan kelompok serta

pengaruh tiap individu dan kelompok terhadap organisasi,

maupun perilaku interaksi antara individu dengan individu,

individu dengan kelompok dan kelompok dengan kelompok

dalam organisasi demi kemanfaatan suatu organisasi.

Page 3: Definisi OCBs

C. Prinsip organisasi.

Suatu organisasi bisa dikatakan solid jika memiliki sifat sbb.

1. mempunyai tujuan yang jelas.

2. tujuan organisasi harus di terima dan di fahami oelh setiap orang

di dalam organisasi.

3. memiliki kesatuan arah.

4. keseimbangan antara wewenang dan tanggungjawab.

5. berkesinambungan.

6. penempatan orang harus sesuai ahlinya.

7. adanya pembagian tugas.

D. Manfaat organisasi

1. Menumbuhkan rasa kebersamaan.

2. Memperkuat tali persaudaraan.

3. Menyebarkan rasa tolong menolong.

4. Memperkaya informasi.

5. Meningkatkan kualitas pribadi.

6. Membangkitkan semangat juang.

7. Meningkatkan kualitas fakir.

8. Mengurangi sifat egoisme.

9. Membina kesatuan berfikir untuk menyamakanpemahaman

mencapai tujuan.

10. Melatih toleransi

E. 4 unsur utama perilaku organisasi :

Page 4: Definisi OCBs

1. pandangan psikologi

2. - pandangan ekonomi

3. pandangan bahwa individu dipengaruhi aturan org. dan

pemimpinnya

4. pandangan tentang penekanan kepada tuntutan manajer untuk

mencapai tujuan organisasi.

A. PENDEKATAN PERILAKU ORGANISASI :

1. Pendekatan Antar disiplin, perpaduan banyak disiplin.

2. Pendekatan Sumber Daya Manusia (Suportif), dukungan pertumbuhan atau

perkembangan pegawai untuk mencapai keefektifan .

3. Pendekatan Kontingensi, peluang adanya perilaku yang berbeda-beda yang

diperlukan oleh berbagai lingkungan yang berlainan untuk mencapai keefektifan.

4. Pendekatan Produktivitas, rasio yang membandingkan berberbagai unit keluaran

dengan unit masukan.

5. Pendekatan Sistem, interaksi semua bagian organisasi dalam hubungan yang rumit.

B. IKLIM DAN MODEL PERILAKU ORGANISASI

Iklim Organisasi : lingkungan manusia dimana para pegawai organisasi melakukan pekerjaan

mereka

Unsur – unsur Iklim yang menyenangkan:

- Kualitas kepemimpinan

- Kadar kepercayaan

- Komunikasi keatas dan kebawah

- Perasaan melakukan pekerjaan yang bermanfaat

- Tanggung Jawab

- Imbalan yang adil

Page 5: Definisi OCBs

- Tekanan pekerjaan yang nalar

- Pengendalian, Struktur, dan birokrasi yang nalar

- Keterlibatan pegawai, keikutsertaan

C. Hakekat Organisasi

Dalam perilaku organisasi, organisasi terbagi dalam dua hakekat yaitu sistem sosial dan

kepentingan bersama.

a. Sistem Sosial

Sistem Sosial adalah Seperangkat hubungan manusia yang rumit yang

berinteraksi dalam banyak cara.Dimana sebuah sistem dikatakan dalam

keseimbangan sosial apabila terdapat suatu dinamika yang menyeimbangkan

semua bagiannya yang saling tergantung dan memberikan perubahan yang

fungsional / menguntungkan bagi system.

SISTEM SOSIAL

PERANBUDAYA STATUS

SosialisasiPersepsi PeranKonflik PeranPeran ganda

Hubungan StatusSimbol StatusSumber StatusPentingnya Status

Keseimbangan SosialTindakan fungsionalitasPerjanjian psikologis & ekonomiKeadilan

Page 6: Definisi OCBs

PEGAWAI

MAJIKAN

PerjanjianPsikologis

PerjanjianEkonomi

Pegawai:Apabila harapan terpenuhi:-Kepuasan kerja tinggi-Prestasi tinggi-Tetap bertahan dalam organisasi

Bila harapan tidak terpenuhi :-Kepuasan Kerja rendah-Prestasi Rendah-Pengunduran diriMajikanApabila harapan terpenuhi:-Pegawai dipertahankan-Kemungkinan Promosi

Apabila harapan tidak terpenuhi:-Tindakan Perbaikan /Disiplin-Kemungkinan pemberhentian

PERJANJIAN PSIKOLOGIS DAN EKONOMI

Page 7: Definisi OCBs

2. Perilaku Kewargaan Karyawan (Organizational Citizenship Behavior)

A. Definisi OCB

Saat ini banyak kajian baru dan menarik di bidang sumber daya manusia. manusia

dijadikan sebagai subjek dan juga objek dalam penelitian-penelitian SDM untuk mencari

hal-hal baru yang dapat dijadikan sebagai sumber peningkatan kemampuan manusia itu

sendiri. Salah satu aspek baru yang diungkap tentang manusia adalah OCB (Organizational

Citizenship Behavior / perilaku kewargaan karyawan).

Menurut Aldag dan Resckhe, (1997), Organizational Citizenship Behavior merupakan

kontribusi individu dalam melebihi tuntutan peran di tempat kerja. OCB ini melibatkan

beberapa perilaku meliputi perilaku suka menolong orang lain, menjadi volunteer untuk

tugas-tugas ekstra, patuh terhadap aturan-aturan dan prosedur-prosedur di tempat kerja.

Perilaku ini menggambarkan nilai tambah karyawan yang merupakan salah satru bentuk

perilaku prososial, yaitu perilaku social yang positif, konstruktif dan bermakna membantu.

KEKUATAN-KEKUATAN PENDORONG PERUBAHAN

Page 8: Definisi OCBs

Organ mendefiniskan OCB sebagai perilaku individu yang bebas, tidak berkaitan

secara langsung atau eksplisit dengan system reward dan bisa meningkatkan fungsi efektif

organisasi. Organ juga mencatat bahwa Organizational Citizenship Behavior (OCB)

ditemukan sebagai alternative penkelasan pada hipotesis “kepuasan berdasarkan

performance”.

Organ mendefinisikan OCB sebagai perilaku individual yang bersifat bebas

(discretionary), yang tidak secara langsung dan eksplisit mendapat penghargaan dari sistem

imbalan formal, dan yang secara keseluruhan mendorong keefektifan fungsi-fungsi

organisasi. Bersifat bebas dan sukarela,

karena perilaku tersebut tidak diharuskan oleh persyaratan peran atau deskripsi jabatan,

yang secara jelas dituntut berdasarkan kontrak dengan organisasi; melainkan sebagai pilihan

personal (Podsakoff, dkk, 2000).

Menurut Podsakoff et al. (2000), OCB dapat mempengaruhi keefektifan organisasi

karena beberapa alasan.

Pertama, OCB dapat membantu meningkatkan produktivitas rekan kerja.

OCB dapat membantu meningkatkan produktivitas manajerial.

OCB dapat membantu meningkatkan produktivitas manajerial.

OCB dapat membantu mengefisienkan penggunaan sumberdaya organisasional

untuk tujuan-tujuan produktif.

OCB dapat menurunkan tingkat kebutuhan akan penyediaan sumberdaya

organisasional untuk tujuan-tujuan pemeliharaan karyawan.

OCB dapat dijadikan sebagai dasar yang efektif untuk aktivitas-aktivitas koordinasi

antara anggota-anggota tim dan antar kelompok-kelompok kerja.

OCB dapat meningkatkan kemampuan organisasi untuk mendapatkan dan

mempertahankan SDM-SDM handal dengan memberikan kesan bahwa organisasi

merupakan tempat bekerja yang lebih menarik.

OCB dapat meningkatkan stabilitas kinerja organisasi.

OCB dapat meningkatkan kemampuan organisasi untuk beradaptasi terhadap

perubahan-perubahan lingkungan bisnisnya.

Page 9: Definisi OCBs

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Organizational Citizenship Behavior

(OCB) merupakan :

1. Perilaku yang bersifat sukarela, bukan merupakan tindakan yang terpaksa terhadap

hal-hal yang mengedepankan kepentingan organisasi

2. Perilaku individu sebagai wujud dari kepuasan berdasarkan kinerja, dan tidak

diperintah secara formal

3. Tidak berkaitan langsung dengan system reward. Artinya, perilaku ekstra peran yang

dilakukan karyawan tidak mengharapkan imbalan dalam bentuk uang.

B. Dimensi OCB

Istilah Organizational Citizenship Behavior (OCB) pertama kali diajukan oleh Organ yang

mengemukakan lima dimensi primer dari OCB (Allison, dkk, 2001) :

1. Altruism, yaitu perilaku membantu karyawan lain tanpa ada paksaan pada

tugas-tugas yang berkaitan erat dengan operasi-operasi organisasional.

2. Civic Virtue, menunjukkan partisipasi sukarela dan dukungan terhadap fungsi-fungsi

organisasi baik secara professional maupun social alamiah.

3. Conscinetiousness, berisi tentang kinerja dari prasyarat peran yang melebihi standar

minimum.

4. Courtesy, adalah perilaku meringankan problem-problem yang berkaitan dengan

pekerjaan yang dihadapi orang lain.

5. Sportmanship, berisi tentang pantangan-pantangan membuat isu yang merusak

meskipun merasa jengkel.

Permasalahan utama yang muncul adalah bahwa penelitian di bidang ini lebih lanjut

hanya terfokus pada substantive validity, ketimbang construct validity (Schwab, dalam

Podsakoff, dkk,2000). Karenanya, penelitian-penelitian empiris di bidang ini lebih

menekankan hubungan dan

Page 10: Definisi OCBs

pengaruh OCB terhadap konstruk-konstruk lainnya, ketimbang konseptualisasi dan

pendefinisian konstruk OCB itu sendiri.

Berkaitan dengan hal tersebut, operasionalisasi dimensi-dimensi OCB di kalangan

peneliti menjadi Berkaitan dengan hal tersebut, operasionalisasi dimensi-dimensi OCB di

kalangan peneliti menjadi sangat beragam. Podsakoff dkk. (2000) misalnya, mengajukan 5

dimensi OCB, yaitu altruism,

conscientiousness, sportsmanship, courtesy, dan civic virtue. Sementara Van Dyne dkk,

(1994), mengkonseptualisasikan 3 dimensi OCB yang diadopsi dari literatur-literatur politik

klasik dan modern, yaitu Obedience, loyalty, dan Participation.

Perbedaan konseptualisasi terhadap satu konstruk ini menurut Podsakoff dkk.

(2000), dapat menimbulkan bahaya-bahaya yang cukup serius, di antaranya dapat

mengakibatkan pertentangan-pertentangan konotasi konseptual bagi orang-orang yang

berbeda.

Sementara, literatur-literatur OCB mengindikasikan bahwa dimensi-dimensi yang

berbeda-beda tersebut pada dasarnya memiliki kesamaan konsep. Dengan kata lain, terjadi

pelabelan (penamaan) yang berbeda-beda terhadap dimensi yang sama, yang pada

gilirannya, mengakibatkan penggunaan-penggunaan ukuran yang tumpang tindih.

C. Perilaku Kewargaan Organisasi (Organizational Citizenship Behavior)

Merupakan perilaku pilihan yang tidak menjadi bagian dari kewajiban kerja formal

seorang karyawan, namun mendukung berfungsinya organisasi tersebut secara efektif.

Organizational Citizenship Behavior (OCB) ini juga sering diartikan sebagai perilaku yang

melebihi kewajiban formal (ekstra role) yang tidak berhubungan dengan kompensasi

langsung. Artinya, seseorang yang memiliki OCB tinggi tidak akan dibayar dalam bentuk

uang atau bonus tertentu, namun OCB lebih kepada perilaku sosial dari masing-masing

individu untuk bekerja melebihi apa yang diharapkan, seperti membantu rekan di saat jam

istirahat dengan sukarela adalah salah satu contohnya.

Page 11: Definisi OCBs

Kedudukan OCB sebagai salah satu bentuk perilaku extra-role, telah menarik

perhatian dan perdebatan panjang di kalangan praktisi organisasi, peneliti maupun

akademisi. Podsakoff (2000) mencatat lebih dari 150 artikel yang diterbitkan di jurnal-jurnal

ilmiah dalam kurun waktu 1997 hingga 1998. Namun demikian, penelitian di lapangan masih

meninggalkan beberapa permasalahan krusial yang menuntut penanganan yang lebih

intensif dan menyeluruh.

Beberapa faktor yang mempengaruhi OCB antara lain (Organ, 1995; Sloat, 1999) :

1. Budaya dan iklim organisasi

2. Kepribadian dan suasana hati

3. Persepsi terhadap dukungan organisasional

4. Persepsi terhadap kualitas hubungan/interaksi atasan bawahan

5. Masa kerja, dan

6. Jenis Kelamin

Sedangkan Spector (1997, dalam Robbins, 2003:105) menambahkan kepuasan

terhadap kualitas kehidupan kerja sebagai penentu utama dari perilaku kewarganegaraan

yang baik dari seorang karyawan (organizational citizenship behavior-OCB).

OCB lebih dipengaruhi oleh kepribadian atau lebih tepatnya kecerdasan emosi.

Dibandingkan faktor2 situasional dan kondisi kerja di atas atau dapat dijadikan mediator

atau perantara dari faktor-faktor di atas. Karena berdasarkan pengalaman kerja saya selama

ini, dapat dilihat bahwa banyak karyawan yang puas dengan kondisi dan situasi kerja namun

tetap tidak memiliki perilaku ekstra seperti ini. Orang-orang yang memiliki OCB tinggi ini

umumnya supel dan ramah, perilaku nya tidak didorong oleh embel-embel duit, sukarela

dan iklas membantu.

D. Kepuasan Kerja (Job Satisfaction)

Kepuasan kerja merupakan penerimaan positif atas kondisi dan situasi kerja.. Tidak

seperti variabel sebelumnya, kepuasan kerja lebih menggambarkan sikap daripada perilaku.

Dijadikannya kepuasan sebagai variabell dependen yang utama didasarkan pada berbagai

Page 12: Definisi OCBs

penelitian yang memeperlihatkan hubungan kepuasan kerja dengan banyak faktor lain oleh

peneliti PO.

Keyakinan bahwa karyawan yang merasa puas lebih produktif bila dibandingkan

dengan karyawan yang tidak puas telah menjadi prinsip dasar di antara para manager

selama bertahun-tahun, meski pun akhir-kahir ini terdapat keraguan tentang hubungan

antara kepuasan – kinerja.

Penelitian yang mendukung berhasil dikumpulkan dari 2.500 unit bisnis yang

menemukan bahwa unit yang mendapat nilai di atas 25 persen dalam survey opini karyawan

adalah mencapai rata-rata 4,6% di atas anggaran penjualan mereka untuk tahun tersebut.

Sementara mereka yang mendapat nilai dibawah 25 persen adalah 0,8 di bawah anggaran.

Artinya, memang terdapat perbedaan yang signifikan dilihat dari kinerja berdasarkan

kepuasan kerja.

Namun sebuah model yang dikembangkan oleh Lawyer justru sebaliknya. Dengan

mengadopsi teori pengharapan, Lawyer menyusun sebuah model dengan urutan : Motivasi

– Usaha / Kemampuan – Kinerja – Hasil kerja – Kepuasan. Atau dapat dinyatakan bahwa :

1. Pertama, kekuatan motivasi seseorang untuk berkinerja baik secara langsung nampak

dari usahanya (seberapa keras ia bekerja). Usaha yang dihasilkan ini bisa saja

menghasilkan kinerja yang bagus tepai bisa juga tidak, karena sekurang-kurangnya

dua faktor harus benar jika usaha (effort) harus dikonversikan menjadi kinerja.

Pertama, orang tersebut harus memiliki kemampuan yang dibutuhkan agar mampu

bekerja dengan baik. Jika kemampuan dan usaha yang tidak tinggi maka tidak akan

menghasilkan kinerja yang baik. Faktor kedua adalah persepsi orang tersebut tentang

bagaimana usahanya dikonversikan dengan sebaik-baiknya menjadi kinerja. Di

asumsikan bahwa persepsi ini dipelajari oleh individu dari pengalaman sebelumnya

pada situasi yang sama. Persepsi “bagaimana melakukannya” ini jelas bisa lebar sekali

variannya, dan kalau muncul persepsi salah maka kinerja bisa saja rendah meskipun

usaha dan motivasi tinggi.

2. Kedua, ketika terjadi kinerja, individu memperoleh sejumlah hadil dari kerja. Hasil

kerja ekstrinsik yang bisa saja tidak diterima oleh individu

Page 13: Definisi OCBs

3. Ketiga, sebagai akibat dari diperolehnya hasil kerja dan persepsi yenyang nilai rata-

rata hasil kerja, individu memiliki respon efektif positif atau negatif (kepuasan atau

ketidakpuasan)

4. Keempat, model ini menunjukkan peristiwa yang terjadi mempengaruhi perilaku

organisasi dengan mengubah persepsi E – P,P – O, dan V. Proses ini digambarkan

dalam garis putar umpan balik dan kemudian kembali ke motivasi.

3. Pendekatan Perilaku Organisasi

A. Definisi Kepribadian

Menurut Alport dalam Setyobroto (2005) kepribadian merupakan organisasi dinamis

meliputi sistem psiko-fisik yang menentukan ciri-ciri tingkah laku yang tercermin dalam cita-

cita, watak, sikap dan sifat-sifat serta perbuatan manusia”.

Dalam konteks organisasi, kepribadian didefinisikan oleh Kreitner dan Kinicki (2005) sebagai

gabungan ciri fisik dan mental yang relative stabil yang memberi kesan identitas pada

individu. Ciri-ciri ini termasuk bagaimana penampilan, pikiran, tindakan, dan perasaan

seseorang merupakan hasil dari pengaruh genetik dan lingkungan yang saling berinteraksi.

Robbins (2007) mendefinisikan kepribadian sebagai organisasi dinamis dalam sistem

psikologis individu yang menentukan caranya untuk menyesuaikan diri secara unik terhadap

lingkungannya.

B. Ciri dan Atribut Kepribadian

Ciri kepribadian menurut Kreitner dan Kinicki (2005) terdiri dari konsep diri yang

terdiri dari self-esteem (penghargaan diri), self eficacy (kepercayaan atas kemajuan diri) dan

self monitoring (evaluasi diri), letak kendali, kepribadian tipe A.

Page 14: Definisi OCBs

Sementara karakteristik kepribadian menurut Robbins (2007:15-18) diantaranya

adalah agresif, malu, pasrah, malas, ambisius, setia, jujur. Semakin konsisten karakteristik

tersebut muncul di saat merespon lingkungan, hal itu menunjukkan faktor keturunan atau

pembawaan (traits) merupakan faktor yang penting dalam membentuk kepribadian

seseorang.

Menurut Robbins dan Judge (2007), kepribadian utama terkait dengan perilaku kerja

seseorang dibagi terdiri dari 6 yaitu machiavellianisme, narsisme, pemantauan diri, berani

mengambil resiko, kepribadan pro aktif dan kepribadian Tipe A.

C. Ciri Kepribadian Populer

1. Locus of Control (LOC)

Konsep tentang Locus of control (pusat kendali) pertama kali dikemukakan oleh

Rotter pada tahun 1966, seorang ahli teori pembelajaran sosial. Locus of control merupakan

salah satu variabel kepribadian (personility), yang didefinisikan sebagai keyakinan individu

terhadap mampu tidaknya mengontrol nasib (destiny) sendiri. Individu yang memiliki

keyakinan bahwa nasib atau event-event dalam kehidupannya berada dibawah kontrol

dirinya, dikatakan individu tersebut memiliki internal locus of control. Sementara individu

yang memiliki keyakinan bahwa lingkunganlah yang mempunyai kontrol terhadap nasib atau

event-event yang terjadi dalam kehidupannya dikatakan individu tersebut memiliki external

locus of control.

Kreitner & Kinichi (2005) mengatakan bahwa hasil yang dicapai locus of control

internal dianggap berasal dari aktifitas dirinya. Sedangkan pada individu locus of control

eksternal menganggap bahwa keberhasilan yang dicapai dikontrol dari keadaan sekitarnya.

lebih lanjut dinyatakan bahwa dimensi internal-external locus of control dari Rotter

memfokuskan pada strategi pencapaian tujuan tanpa memperhatikan asal tujuan tersebut.

Bagi seseorang yang mempunyai internal locus of control akan memandang dunia

sebagai sesuatu yang dapat diramalkan, dan perilaku individu turut berperan didalamnya.

Page 15: Definisi OCBs

Pada individu yang mempunyai external locus of control akan memandang dunia sebagai

sesuatu yang tidak dapat diramalkan, demikian juga dalam mencapai tujuan sehingga

perilaku individu tidak akan mempunyai peran didalamnya (Kreitner dan Kinicki, 2005)

Individu yang mempunyai external locus of control diidentifikasikan lebih banyak

menyandarkan harapannya untuk bergantung pada orang lain dan lebih banyak mencari dan

memilih situasi yang menguntungkan. Sementara itu individu yang mempunyai internal

locus of control diidentifikasikan lebih banyak menyandarkan harapannya pada diri sendiri

dan diidentifikasikan juga lebih menyenangi keahlian-keahlian dibanding hanya situasi yang

menguntungkan.

2. Intorvert dan Esktrovert

Pribadi ekstrovert adalah kondisi seseorang dimana dia menyenangi bergaul dan

bersama orang lain. Dia tidak merasa terpaksa untuk berbicara di depan orang lain dalam

acara sosial dan tidak canggung untuk berbicara di depan orang banyak yang belum dikenal.

Biasanya ia disenangi oleh lingkungannya karena cenderung lebih pandai mengelola emosi

dan siap berempati dengan orang lain.

Sebaliknya, pribadi introvert merupakan kepribadian seseorang dimana ia cenderung

kurang menyenangi bersama orang lain, dia lebih suka menyendiri, tidak suka dengan orang

baru, tidak suka berbicara di depan umum, kurang yakin diri, pemalu dan pendiam

(Hariwijaya, 2005).

3. Kepribadian Tipe A

Kepribadian Tipe A merupakan kompleks tindakan emosi yang dapat diamati dalam

setiap orang yang terlibat secara agresif dalam suatu perjuangan yang terus-menerus dan

tak henti-henti untuk mencapai hal yang lebih dari sekarang. (Kreitner dan Kinicki, 2005).

Meyer Friedmen dan Rosenman (dalam Kreitner dan Kinicki, 2005) memberikan

penjelasan mengenai pola perilaku tipe A yang merupakan suatu kompleks tindakan emosi

yang dapat diamati dalam setiap orang yang terlibat secara agresif dalam suatu perjuangan

yang terus menerus dan tak henti-hentinya untuk mencapai hal yang lebih, dan lebih dalam

Page 16: Definisi OCBs

waktu singkat dan lebih singkat lagi, dan jika perlu melawan usaha yang berkebalikan dari

orang lain.

Individu dengan jenis kepribadian tipe A adalah manusia yang tak henti-hentinya

ingin mencapai sesuatu yang lebih tinggi (tinggi dan banyak), dengan waktu yang terasa

selalu kurang. Ciri-ciri dari jenis kepribadian tipe A termasuk pemikiran yang sarat dengan

bagaimana manusia dapat mengejar waktu, bagaimana manusia bersaing terus-menerus

dengan ketat, bagaimana tingkah laku manusia hampir selalu mengarah kepada

permusuhan, keinginan yang besar untuk menggunakan waktu yang luang dan

ketidaksabaran menyelesaikan tugas.

Ada beberapa konsep kepribadian yang banyak digunakan oleh praktisi sumber daya

manusia maupun para peneliti untuk melihat kencederungan pribadi seseorang, diantaranya

adalah Myers-Briggs Type Indicators (MBTI), dan Model Lima Besar (the big five model).

A. Model Myers-Briggs Type Indicators :

Myers-Briggs Type Indicators merupakan instrumen yang paling sering

dipergunakan. Instrumen ini berisi 100 pertanyaan mengenai bagaimana individua kan

merasa atau bertindak dalam situasi tertentu. Berdasarkan jawaban-jawbaan yang diberikan

dalam tes tersebut, individu diklasifikasikan ke dalam karakteristik ekstrovert-introvert (E

atau I), sensitif atau intuitif (S atau N), pemikir atau perasa (E atau F), dan memahami atau

menilai (judging atau perceiving : J atau P).

Istilah-istilah ini didefinisikan sebagai berikut (Robbins, 2007):

1. Ekstraver versus Introvert. Individu dengan karakteristik ekstravert digambarkan

sebagai individu yang ramah, suka bergaul, dan tegas. Sedangkan individu dengan

karakteristik introvert digambarkan sebagai individu yang pendiam dan pemalu

2. Sensitif versus Intuitif. Individu dengan karakteristik sensitif digambarkan sebagai

individu yang praktis dan lebih menyukai rutinitas dan urutan. Mereka berfokus pada

detail. Sebaliknya, individu dengan karakteristik intuitif mengandalkan proses-proses

tidak sadar dan melihat gambaran umum

Page 17: Definisi OCBs

3. Pemikir versus Perasa. Individu yang termasuk dalam karakteristik pemikir

menggunakan alasan dan logika untuk menganangi masalah, sednagkan individu

dengan karakteristik perasa mengandalkan nilai-nilai dan emosi pribadi mereka

4. Memahami versus Menilai. Individu yang cenderung memiliki karakteristik memahami

menginginkan kendali dan lebih suka dunia mereka teratur dan terstruktur,

sedangkan individu dengan karakteristik menilai cenderung lebih fleksibel dan

spontan.

B. Model Kepribadian Lima Besar (Kepribadian the Big Five)

Kepribadian lima besar meliputi ekstaversi (extravertion), mudah akur atau mudah

bersepakat (agreeableness), sifat berhati-hati (conscientiousness), stabilitas emosi

(emotional stability), dan terbuka terhadap hal-hal baru (openness to experience).

1. Esktraversi. Dimensi ini mengungkapkan bahwa tingkat kenyamanan seseorang dalam

berhubungan dengan individu lain. Individu yang memiliki sifat ekstraversi cenderung

suka hidup berkelompok, tegas, dan mudah bersosialisasi. Sebaliknya individu yang

memiliki sifat introvert cenderung suka menyendiri, penakut dan pendiam.

2. Mudah akur atau bersekapakat. Dimensi merujuk pada kecenderungan individu untuk

patuh terhadap individu lainnya. Individu sangat mudah bersepakat adalah individu

yang tidak mudah bersepakat cenderung bersikap dingin, tidak ramah, dan suka

menentang.

3. Sifat kehati-hatian. Dimensi ini merupakan ukuran kepercayaan. Individu yang sangat

berhati-hati adalah individu yang bertanggungjawab, teratur, dapat diandalkan, dan

gigih. Sebaliknya, individu dengan dengan sifat kehati-hatian yang rendah cenderung

mudah bingung, tidak teratur, dan tidak bisa diandalkan.

4. Stabilitas emosi. Sering juga disebut berdasarkan kebalikannya yaitu neurosis. Dimensi

ini menilai kemampuan seseorang untuk menahan stres. Individu dengan stabilitas

Page 18: Definisi OCBs

emosi positif cenderung tenang, pecaya diri dan memiliki pendirian yang teguh.

Sementara individu dengan stabilitas emosi yang negatif cenderung mudah gugup,

khawatir, depresi, dan tidak memiliki pendirian yang teguh.

5. Terbuka terhadap hal-hal baru. Dimensi ini merupakan dimensi terakhir yang

mengelompokkan individu berdasarkan lingkup minat dan ketertarikannya terhadap

hal-hal baru. Individu yang sangat terbuka, kreatif, ingin tau dan sensitif terhadap hal

yang bersifat seni. Sebaliknya mereka yang tidak terbuka cenderung memiliki sifat

konvensional dan merasa nyaman dengan hal-hal yang telah ada.

4. Variabel Intervening

A. Definisi :

A variable which is postulated to be a predictor of one or more dependent variables,

and simultaneously predicted by one or more independent variables. Synonym : mediating

variable. (1)

A variable (as memory) whose effect occurs between the treatment in a

psychological experiment (as the presentation of a stimulus) and the outcome (as a

response), is difficult to anticipate or is unanticipated, and may confuse the results (2)

Menurut Tuckman (dalam Sugiyono, 2007) variabel intervening adalah variabel yang

secara teoritis mempengaruhi hubungan antara variabel independen dengan variabel

dependen menjadi hubungan yang tidak langsung dan tidak dapat diamati dan diukur.

Variabel ini merupakan variabel penyela / antara variabel independen dengan variabel

dependen, sehingga variabel independen tidak langsung mempengaruhi berubahnya atau

timbulnya variabel dependen.

Page 19: Definisi OCBs

“A mediating variable is one which specifies how (or the mechanism by which) a

given effect occurs between an independent variable (IV) and a dependent variable (DV).”

(Holmbeck, 1997, p. 599).

Dari definisi ini, intervening (mediator) dikatakan memberikan pengaruh di antara IV

dan DV. Dapat merubah hasil, persamaannya adalah mediator variabel / variabel perantara,

sulit untukj diantisipasi, dll. Dimananakah posisinya ?? yaitu di tengah.

Perhatikan penjelasan berikut (cth variabel diambil dari buku Prof. Sugiyono, 2007) :

Penghasilan (IV) —> gaya hidup (M) —> harapan hidup (Y)

Dari gambar anak panah dapat diketahui bahwa :

1. Penghasilan mempengaruhi gaya hidup.

2. Gaya hidup mempengaruhi harapan hidup

3. Karena adanya variabel gaya hidup ini maka hubungan yang terjadi antara

penghasilan (X) ke harapan hidup (M) menjadi hubungan yang tidak langsung karena

diperantarai gaya hidup (Y)

Penjelasan model ini dapat didownload pada artikel Paul Jose tentang Model Mediasi

Page 20: Definisi OCBs

B. PERBEDAAN VARIABEL MEDIATOR DENGAN MODERATOR

Ditinjau dari definisinya, variabel mediasi (intervening) dan moderator sama-sama

mempengaruhi hubungan independen terhadap dependen, lalu dimana perbedaannya ??

Untuk menjelaskan hal ini saya kembali mengambil contoh dalam buku Prof.

Sugiyono (2007:40-41) mengenai variabel dan paradigma hubungan.

Perhatikan dua model di atas ..ada dua perbedaan mendasar yaitu :

1. Variabel mediator berada dalam satu jalur hubungan, moderator di luar

2. Variabel mediator dipengaruhi IV dan mempengaruhi DV, moderator lebih banyak

tidak

3. dan…ciri khas variabel mediator (terutama dalam penelitian sosial/keperilakuan)

adalah mudah berubah, misal mood, emosi, rasa puas, benci, sedih, dll. Sedangkan

moderator lebih susah berubah seperti kepribadian, usia, masa kerja, budaya, dll.

Page 21: Definisi OCBs
Page 22: Definisi OCBs

5. Stres Kerja

A. DEFINISI STRES KERJA

Kreitner dan Kinicki (2005) mendefinisikan stres sebagai respon adaptif dihubungkan

oleh karaktersitik dan atau proses psikologis individu, yang merupakan suatu konsekuensi

dari setiap tindakan eksternal, situasi, atau peristiwa yang menempatkan tuntutan

psikologis/fisik khusus pada seseorang.

Charles D, Spielberger (dalam Handoyo, 2001) menyebutkan bahwa stres adalah

tuntutan-tuntutan eksternal yang mengenai seseorang, misalnya obyek-obyek dalam

lingkungan atau suatu stimulus yang secara obyektif adalah berbahaya. Stres juga biasa

diartikan sebagai tekanan, ketegangan atau gangguan yang tidak menyenangkan yang

berasal dari luar diri seseorang.

Sedangkan Gibson mengemukakan bahwa stress kerja dikonseptualisasi dari beberapa

titik pandang, yaitu stres sebagai stimulus, stres sebagai respon dan stres sebagai stimulus-

respon. Stres sebagai stimulus merupakan pendekatan yang menitikberatkan pada

lingkungan. Definisi stimulus memandang stres sebagai suatu kekuatan yang menekan

individu untuk memberikan tanggapan terhadap stresor. Pendekatan ini memandang stres

sebagai konsekuensi dari interaksi antara stimulus lingkungan dengan respon individu.

Pendekatan stimulus-respon mendefinisikan stres sebagai konsekuensi dari interaksi antara

stimulus lingkungan dengan respon individu. Stres dipandang tidak sekedar sebuah stimulus

atau respon, melainkan stres merupakan hasil interaksi unik antara kondisi stimulus

lingkungan dan kecenderungan individu untuk memberikan tanggapan.

Sondang Siagian (2008) menyatakan bahwa stres merupakan kondisi ketegangan yang

berpengaruh terhadap emosi, jalan pikiran, dan kondisi fisik seseorang. Stres yang tidak bisa

di atasi denganbaik biasanya berakibat pada ketikmampuan orang beriteraksu secara positif

dengan lingkungannya, baik dalam lingkungan pekerjaan maupun lingkungan luarnya.

Artinya, karyawan yang bersangkutan akan menghadapi berbagai gejala negatif yang pada

gilirannya berpengaruh pada prestasi kerja.

Page 23: Definisi OCBs

B. Penyebab Stres kerja

Menurut Luthans (2002), penyebab terjadinya stres yang bersifat organisasi, salah

satunya adalah struktur dalam organisasi yang terbentuk melalui desain organisasi yang ada,

misalnya melalui formalisasi, konflik dalam hubungan antar karyawan, spesialisasi, serta

lingkungan yang kurang mendukung. Hal lain dalam desain organisasi yang juga dapat

menyebabkan stres antara lain adalah, level diferensiasi dalam perusahaan serta adanya

sentralisasi yang menyebabkan karyawan tidak mempunyai hak untuk berpatisipasi dalam

pengambilan keputusan (Robbins, 2003).

Sedangkan faktor yang bersifat non-organisasi, yaitu faktor individual, antara lain

adalah tipe kepribadian karyawan. (Robbins, 2003). Tipe kepribadian yang cenderung

mengalami stres kerja yang lebih tinggi adalah tipe kepribadian A. Individu tipe A lebih cepat

untuk mengalami kemarahan yang apabila ia tidak dapat menangani hal tersebut, individu

tersebut akan mengalami stres yang dapat menuju terjadinya masalah pada kesehatan

individu tersebut (Luthans, 2002).

Karyawan dapat menanggapi kondisi-kondisi tekanan tersebut secara positif maupun

negatif. Stres dikatakan positif dan merupakan suatu peluang bila stres tersebut

merangsang mereka untuk meningkatkan usahanya untuk memperoleh hasil yang maksimal.

Stres dikatakan negatif bila stres memberikan hasil yang menurun pada produktifitas

karyawan. Akibatnya, ada konsekuensi yang konstruktif maupun destruktif bagi badan usaha

maupun karyawan. Pengaruh dari konsekuensi tersebut adalah penurunan ataupun

peningkatan usaha dalam jangka waktu pendek maupun berlangsung dalam jangka waktu

lama.

Dalam model stres kerja yang dikembangkan oleh Ivansevich dan Matteson,

“Organizational Stressor and Heart Disease”, (dalam Kreitner dan Kinicki, 2005) penyebab

stres antara lain meliputi : Level individual, level kelompok, level organisasional, dan level

ekstra organisasional. Stressor level individual yaitu yang secara langsung dikaitkan dengan

tugas pekerjaan seseorang (person-job interface). Contoh yang paling umum stressors level

individual ini adalah:

1) Role overload merupakan kondisi dimana pegawai memiliki terlalu banyak

pekerjaan yang harus dikerjakan atau di bawah tekanan jadwal waktu yang

ketat

2) Role conflict. Terjadi ketika berbagai macam pegawai memiliki tugas dan

tanggung jawab yang saling bertentangan satu dengan yang lainnya. Konflik ini

Page 24: Definisi OCBs

juga terjadi ketika pegawai diperintahkan untuk melakukan sesuatu

tugas/pekerjaan yang berlawanan dengan hati nurani atau moral yang mereka

anut.

3) Role ambiguity. Terjadi ketika pekerjaan itu sendiri tidak didefinisikan secara

jelas. Oleh karena pegawai tidak mampu untuk menentukan secara tepat apa

yang diminta organisasi dari mereka, maka mereka terus menerus merasa

cemas apakah kinerja mereka telah cukup atau belum.

4) Responsibility for other people. Hal ini berkaitan dengan kemajuan karir

pegawai. Kemajuan karir yang terlalu lambat, terlalu cepat, atau pada arah

yang tidak diinginkan akan menyebabkan para pegawai mengalami tingkat

stres yang tinggi. Apalagi jika mereka harus bertanggung jawab terhadap karir

seseorang yang lain akan menyebabkan level stres menjadi lebih tinggi.

Page 25: Definisi OCBs

A. Pengertian

Kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individual. Setiap individu

mempunyai tingkat kepuasan yang berbeda-beda, seperti yang didefinisikan oleh Kreitner &

Kinicki (2005), bahwa kepuasan kerja sebagai efektivitas atau respons emosional terhadap

berbagai aspek pekerjaan.

Definisi ini mengandung pengertian bahwa kepuasan kerja bukanlah suatu konsep

tunggal, sebaliknya seseorang dapat relatif puas dengan suatu aspek dari pekerjaannya dan

tidak puas dengan salah satu atau beberapa aspek lainnya.

Tidak berbeda dari pengertian di atas, kepuasan kerja menurut Kreiter dan Kinicki

(2005) adalah respon emosional terhadap pekerjaan seseorang. Keith Davis dalam

(Mangkunegara, 2005) mengemukakan bahwa “job satisfaction is the favorableness or

unfavorableness with employees view their work”, (kepuasan kerja adalah perasaan

menyokong atau tidak menyokong yang dialami pegawai dalam bekerja). Sedangkan Wexley

dan Yukl dalam (Mangkunegara, 2005) mendefinisikan kepuasan kerja “is the way an

employe feels about his or her job” . (Adalah cara pegawai merasakan dirinya atau

pekerjaannya).

Berdasarkan definisi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja

adalah suatu perasaan yang menyokong atau tidak menyokong diri pegawai yang

berhubungan dengan pekerjaannya maupun dengan kondisi dirinya. Perasaan yang

berhubungan dengan pekerjaan melibatkan aspek-aspek seperti upah atau gaji yang

diterima, kesempatan pengembangan karir, hubungan dengan pegawai lainnya,

penempatan kerja, jenis pekerjaan, struktur organisasi perusahaan, mutu pengawasan

sedangkan perasaan yang berhubungan dengan dirinya . antara lain umur, kondisi

kesehatan, kemampuan, pendidikan. Pegawai akan merasa puas dalam bekerja apabila

aspek-aspek pekerjaan dan aspek-aspek dirinya menyokong dan sebaliknya jika aspek-aspek

tersebut tidak menyokong, pegawai akan merasa tidak puas.

Kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individual. Setiap individu mempunyai

tingkat kepuasan yang berbeda-beda, seperti yang didefinisikan oleh Kreitner & Kinicki

(2005), bahwa kepuasan kerja sebagai efektivitas atau respons emosional terhadap berbagai

aspek pekerjaan. Definisi ini mengandung pengertian bahwa kepuasan kerja bukanlah suatu

konsep tunggal, sebaliknya seseorang dapat relatif puas dengan suatu aspek dari

pekerjaannya dan tidak puas dengan salah satu atau beberapa aspek lainnya.

Page 26: Definisi OCBs

Menurut Strauss dan Sayles dalam Handoko (2001) kepuasan kerja juga penting

untuk aktualisasi, karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja tidak akan pernah

mencapai kematangan psikologis, dan pada gilirannya akan menjadi frustasi. Karyawan yang

seperti ini akan sering melamun, mempunyai semangat kerja yang rendah, cepat lelah dan

bosan, emosi tidak stabil, sering absen dan melakukan kesibukan yang tidak ada

hubungannya dengan pekerjaan yang harus dilakukan.

B. Dampak Kepuasan Kerja

Menurut Handoko (2001:193) ”kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang

menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan mana karyawan memandang pekerjaan

mereka”. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Ini

nampak dalam sikap positif karyawan terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi

dilingkungan kerjanya. Secara historis, pegawai yang mendapatkan kepuasan kerja akan

melaksanakan pekerjaan dengan baik. Masalahnya adalah terdapatnya pegawai yang

kepuasan kerjanya tinggi tidak menjadi pegawai yang produktivitasnya tinggi.

Banyak pendapat mengemukakan bahwa kepuasan kerja yang lebih tinggi, terutama

yang dihasilkan oleh prestasi kerja, bukan sebaliknya. Prestasi kerja lebih baik

mengakibatkan penghargaan lebih tinggi. Bila penghargaan tersebut dirasakan adil dan

memadai, maka kepuasan kerja pegawai akan meningkat karena mereka menerima

penghargaan dalam proporsi yang sesuai dengan prestasi kerja mereka.

C. Model-Model Kepuasan Kerja

Dalam beberapa litelature dapat dikelompokkan menjadi lima yaitu pemenuhan kebutuhan, ketidakcocokan, pencapaian nilai, persamaan dan komponen watak/generic. Penjelasan kelima konsep tersebut adalah sebagai berikut (Kreitner dan Kinicki, 2005).

a. Pemenuhan KebutuhanModel-model ini menjelakan bahwa kepuasan ditentukan oleh karakteristik dari sebuah pekerjaan memungkinkan seorang individu untuk memenuhi kebutuhannya

b. KetidakcocokanKetidakcocokan menjelaskan bahwa kepuasan adalah hasil dari harapan yang terpenuhi. Harapan yang terpenuhi mewakili perbedaan antara apa yang

Page 27: Definisi OCBs

diharapkan oleh seorang individu dari sebuah pekerjaan, seperti upah dan kesempatan promosi yang baik dan apa yang pada kenyataannya diterima.

c. Pencapaian nilaiGagasan yang melandasi pencapaian nilai adalah bahwa kepuasan berasal dari persepsi pada suatu pekerjaan yang memungkinkan untuk pemenuhan nilai-nilai kerja yang penting untuk individu

d. Watak/genericModel watak / generic umumnya menjelaskan bahwa kepuasan kerja merupakan sebagian fungsi dari kepribadian manusia atau faktor generic

e. Persamaan.Model persamaan menyebutkan kepuasan adalah suatu fungsi dari bagaimana seorang individu diperlakukan secara adil ditempat kerja

D. Cara Mengukur Kepuasan Kerja

Terdapat banyak cara untuk mengukur kepuasan kerja karyawan dalam suatu organisasi/perusahaan baik besar maupun kecil. Paling tidak terdapat tiga cara yang dapat dipakai untuk mengukur kepusan kerja, yaitu (1) Rating Scale, (2) Critical incidents, (3) Interviews

a. Rating Scale

Pendekatan yang sering digunakan untuk mengukur kepuasan kerja dengan menggunakan Rating Scale antara lain: (1) Minnessota Satisfaction Questionare, (2) Job Descriptive Index, dan (3) Porter Need Satisfaction Questionare.

Minnesota Satisfaction Questionare (MSQ) adalah suatu instrumen atau alat pengukur kepuasan kerja yang dirancang demikian rupa yang di dalamnya memuat secara rinci unsur-unsur yang terkategorikan dalam unsur kepuasan dan unsur ketidakpuasan. Skala MSQ mengukur berbagai aspek pekerjaan yang dirasakan sangat memuaskan, memuaskan, tidak dapat memutuskan, tidak memuaskan dan sangat tidak memuaskan. Karyawan diminta memilih satu alternatif jawaban yang sesuai dengan kondisi pekerjaannya.

Job descriptive index. adalah suatu instrumen pengukur kepuasan kerja yang dikembangkan oleh Kendall, dan Hulin. Dengan instrumen ini dapat diketahui secara

Page 28: Definisi OCBs

luas bagaimana sikap karyawan terhadap komponen-komponen dari pekerjaan itu. Variabel yang diukur adalah pekerjaan itu sendiri, gaji, kesempatan promosi, supervisi dan mitra kerja.

Porter Need Satisfaction Questionare adalah suatu intrumen pengukur kepuasan kerja yang digunakan untuk mengukur kepuasan kerja para manajer. Pertanyaan yang diajukan lebih mempokuskan diri pada permasalahan tertentu dan tantangan yang dihadapi oleh para manajer.

b. Critical Incidents

Critical Incidents dikembangakan oleh Frederick Herzberg. Dia menggunakan teknik ini dalam penelitiannya tentang teori motivasi dua faktor. Dalam penelitiannya tersebut dia mengajukan pertanyaan kepada para karyawan tentang faktor-faktor apa yang saja yang membuat mereka puas dan tidak puas.

c. Interview

Untuk mengukur kepuasan kerja dengan menggunakan wawancara yang dilakukan terhadap para karyawan secara individu. Dengan metode ini dapat diketahui secara mendalam mengenai bagaimana sikap karyawan terhadap berbagai aspek pekerjaan.

Page 29: Definisi OCBs

PKATA PENGANTAR

Kami panjatkan Puji syukur kehadirat Allah SWT. Yang telah melimpahkan karunia-

Nya Dan Hidayah-Nya yang telah membantu kami dalam pengerjaan Tugas Dalam

penyusunan proposal ide bisnis yang mana tema yang kami ambil dalah bisnis dalam dunia

Kuliner dengan judul yang kami usung “café remaja”. Dan kami berharap dalam

penyusunan Tugas Proposal ini dapat menambah wawasan, pengetahuan dan kreatifitas kami.

Walaupun kami menyadari segala keterbasan tentang pengetahuan bisnis. Untuk itu kami

membutuhkan kritik dan saran dari berbagai pihak dalam perbaikan Tugas Proposal ini. Oleh

karena itu, kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada:

1. Ibu Dosen yang telah memberikan tugas pembuatan makalah ini

2. Orang tua yang telah memberikan dorongan materi maupun non material

Teman-Teman yang tidak kurang-kurangnya memberikan motifasi dalam pengerjaan

Tugas Makalah ini.

Page 30: Definisi OCBs

Daftar Isi

Kata Pengantar .......................................................................................................... i

Daftar Isi .................................................................................................................... ii

Perilaku Organisasi

Pengertian Perilaku Organisasi ....................................................................... 1

Manfaat Perilaku Organisasi ........................................................................... 1

Konsep Perilaku Organisasi ............................................................................ 2

Perilaku Organisasi ......................................................................................... 2

Prinsip Organisasi ........................................................................................... 3

Manfaat Organisasi ......................................................................................... 3

4 Unsur Perilaku Organisasi ............................................................................ 4

Pendekatan Perilaku Organisasi ..................................................................... 4

Iklim dan Model Perilaku Organisasi ............................................................. 4

Hakekat Perilaku Organisasi ........................................................................... 5

Perilaku Kewargaan Karyawan / Organizational Citizen Behaviors

Definisi OCB ................................................................................................... 7

Dimensi OCB .................................................................................................. 9

Perilaku Karyawan ........................................................................................ 10

Kepuasan Kerja ............................................................................................. 11

Pendekatan Perilaku Organisasi

Definisi Kepribadian ..................................................................................... 13

Ciri dan Atribut Keprbadian ......................................................................... 13

Ciri Kepribadian Populer ...............................................................................14

Model Kepribadian ........................................................................................ 16

Variabel Intervening

Definisi Variabel Intervening ........................................................................ 18

Perbedaan Variabel Mediator dan Moderator ............................................... 19

Stres Kerja

Definisi Stres Kerja ....................................................................................... 21

Penyebab Stres Kerja .................................................................................... 22

Kepuasan Kerja

Pengertian Kepuasan Kerja............................................................................ 24

Page 31: Definisi OCBs

Dampak Kepuasan Kerja............................................................................... 25

Model-Model Kepuasan Kerja ..................................................................... 25

Cara Mengukur Kepuasan Kerja .................................................................. 26

Daftar Pustaka ........................................................................................................ 27

Page 32: Definisi OCBs

Daftar Pustaka

Gibson, dkk. 1996. Organisasi Perilaku, Struktur dan Proses. Jakarta : Binarupa Aksara.

Kreitner dan Kinicki. 2005. Perilaku Organisasi. Jakarta : Salemba empat

Paul Jose. 2008. Workshop on Statistical Mediation and Moderation : Statistical Mediation.

Victoria University of Wellington, 27 March, 2008. SASP Conference

Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Administrasi. Bandung : Alfabeta

Ivancevich, dkk. 2008. Perilaku dan Manajemen Organisasi. Jakarta : Erlangga

Robbins dan Judge. 2007. Perilaku Organisasi. Jakarta : Salemba Empat

Sopiah. 2008. Perilaku Organisasi, Yogyakarta : Andi

Lilly, J,D., Duffy, J.A., Virick, M (2006) “A gender-sensitive study of McClelland’s needs,

stress, and turnover intent with work-family conflict”, Women In Management Review, Vol.

21 Iss: 8, pp.662 – 680.

Page 33: Definisi OCBs

“Makalah Perilaku Organisasi”

Disusun Oleh :

Rizki Yulianto

SKG D7

Sekolah Tinggi Tekhnologi dan Komputer

STEKOM