Upload
vunguyet
View
224
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
DAFTAR ISI
1. Pengaruh Diversitas Gender dan Kebangsaan pada Corporate Governance Disclosure
Perusahaan Perbankan di Bursa Efek Indonesia.....................................................................94
2. Pengaruh Diversitas Gender dan Latar Belakang Pendidikan Dewan Direksi Terhadap
Luas Pengungkapan Sukarela……………………………………………………………...106
3. Dampak Ekonomi Penerapan Peraturan Pemerintah (PP) No 46. Tahun 2013
Terhadap Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)………………………………....119
4. Karakteristik Independensi serta Keahlian Akuntansi dan Keuangan Komite Audit
sebagai Pemoderasi Hubungan Opini Going Concern dengan Pergantian Auditor…...…..124
5. Faktor Non Keuangan dan Keuangan dalam Underpricing Perusahaan Manufaktur……...132
6. Pengaruh Karakteristik Dewan Komisaris dan Struktur Kepemilikan Terhadap
Tingkat Konservatisme Akuntansi…………………………………………………...…….145
7. Analisis Pengaruh Laba Akuntansi, Earning Per Share (EPS) dan Laba Tunai
terhadap Dividen Kas pada Perusahaandi Bursa Efek Indonesia………………….………163
Vol. 3 No. 2, September 2013 Jurnal Riset Akuntansi JUARA
94
PENGARUH DIVERSITAS GENDER DAN KEBANGSAAN PADA
CORPORATE GOVERNANCE DISCLOSURE PERUSAHAAN PERBANKAN
DI BURSA EFEK INDONESIA
Ida Ayu Putu Suabdi Basundari
I Komang Arthana1
Universitas Mahasaraswati Denpasar
ABSTRACT
One of corporate governance mechanisms is the structure or composition of the
commissioners board and directors as a corporate organ that ensure the implication of corporate
governance principles and enhancing protection of customer. Diversity of the commissioners
board and directors is measured by using criteria which related to the demographic characteristic
of the commissioners board and directors such as gender and nationality.
Based on results of this analysis, the Corporate Governance Disclosure affects the
performance of the banking company which proxied by PBV. This means that markets pass
judgment on the company’s Corporate Governance Disclosure. Thus it can be said that 90 items
disclosure that proxied by indicators of KNKCG, FCGI, Khomsiyah (2005), Fong and Shek
(2009) may affect the performance of the enterprise market, Profitability (ROE) and firm size are
used as control variables have no effect on market performance. This means that the market does
not pass judgment on ROE as well as size.
Keywords: Gender, nationality and Corporate Governance Disclosure
1Alamat Korespondensi: ([email protected])
I. PENDAHULUAN
Pengungkapan corporate governance
menjadi aspek penting yang dilakukan
perusahaan dalam mempengaruhi kinerja
pasar perusahaan. Salah satu mekanisme
dari corporate governance adalah struktur
atau komposisi dewan komisaris dan
direksi sebagai organ perusahaan yang
menjamin penerapan prinsip-prinsip
corporate governance dan meningkatkan
perlindungan bagi kreditur (Surya dan
Yustiavandana, 2006:131). Struktur dewan
dalam perusahaan di Indonesia
menganut sistem two tier, yakni terdiri
dari direksi sebagai pengelola dan komisaris
sebagai pihak yang melakukan pengawasan
(Wardhani, 2008). Dewan komisaris dan
direksi, selain berperan sebagai pemberi
saran (service/advisory role), mereka juga
berperan sebagai mekanisme internal yang
mengontrol (control role) manajemen
agar bertindak sesuai dengan kepentingan
pemegang saham atau pemilik (Young et
al., 2001 dalam Kusumawati dan Riyanto,
2005).
Salah satu isu penting yang
berkaitan dengan struktur beserta fungsi
dewan komisaris dan direksi adalah adanya
diversitas anggota dewan komisaris dan
direksi. Diversitas dewan komisaris dan
direksi menggambarkan distribusi perbedaan
antara anggota dewan yang berkaitan
dengan karakteristik-karakteristik mengenai
95 Pengaruh Diversitas Gender dan Kebangsaan pada Corporate Governance Disclosure Perusahaan Perbankan Di BEI
perbedaan dalam sikap dan opini
(Ararat et al., 2010). Van der Walt dan
Ingley (2003) dalam Luckerath-Rovers
(2010) mendefinisikan diversitas dalam
konteks corporate governance sebagai
komposisi dewan komisaris dan direksi
dan kombinasi dari kualitas, karakteristik,
serta keahlian yang berbeda antara individu
anggota dewan dalam kaitannya
dengan pengambilan keputusan dan proses
lainnya dalam dewan perusahaan..
National Association of Corporate
Directors Blue Ribbon Commission juga
merekomendasikan bahwa diversitas gender,
ras, umur, dan kebangsaan harus
dipertimbangkan dalam pemilihan dewan.
Isu mengenai diversitas dewan
komisaris dan direksi serta kode etik
perusahaan juga dipertimbangkan
ketika menilai efektivitas pengambilan
keputusan perusahaan. Keduanya
dipandang sebagai indikator
independensi dan akuntabilitas pembuatan
keputusan (Maier, 2005).
Luckerath-Rovers (2010) menjelaskan
dua alasan mengapa komposisi dewan
komisaris dan direksi yang
berkaitan dengan diversitas anggota dewan
bisa memengaruhi nilai perusahaan.
Diversitas dewan komisaris dan
direksi diukur dengan menggunakan
kriteria-kriteria yang berkaitan dengan
karakteristik demografi anggota dewan
komisaris dan direksi seperti gender dan
kebangsaan. Keberadaan wanita dalam
jajaran dewan komisaris dan direksi
menandakan bahwa perusahaan memberikan
kesempatan yang sama bagi setiap
orang (tidak diskriminasi), memiliki
pemahaman yang luas mengenai pasar dan
konsumen perusahaan, sehingga pada
akhirnya akan meningkatkan reputasi
(legitimasi) dan nilai perusahaan
(Brammer et al., 2007 dalam
Luckerath-Rovers, 2010). Namun hasil yang
berlawanan diperoleh Adams dan Ferreira
(2008) serta Darmadi (2011), dimana
diversitas gender berpengaruh negatif
pada kinerja perusahaan.
Penelitian Kusumastuti dkk. (2006)
menemukan hasil yang berlawanan, dimana
keberadaan anggota dewan direksi dengan
etnis Tionghoa berpengaruh negatif pada
nilai perusahaan. Sedangkan
penelitian Darmadi (2011) tidak menemukan
pengaruh diversitas kebangsaan pada kinerja
perusahaan.
Berdasarkan latar belakang tersebut
penelitian ini ingin meneliti pengaruh
diversitas gender dan kebangsaan anggota
dewan pada pengungkapan corporate
governance. Penelitian ini menggunakan
perusahaan perbankan yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia yang
memiliki saham terkonsentrasi. Perusahaan
perbankan dipilih karena memiliki regulasi
yang lebih ketat sehingga penerapan
corporate governance cenderung lebih
intensif.
II. KAJIAN PUSTAKA DAN
PENGEMBANGAN HIPOTESIS
2.1 Diversitas Dewan
Diversitas dewan didefinisikan sebagai
distribusi perbedaan antara anggota dewan
komisaris dan direksi yang berkaitan dengan
karakteristik-karakteristik mengenai
perbedaan dalam sikap dan opini (Ararat, et
al., 2010). Van der Walt dan Ingley (2003)
dalam Luckerath-Rovers (2010)
mendefinisikan diversitas dewan komisaris
dan direksi dalam konteks corporate
governance sebagai komposisi dewan
perusahaan dan kombinasi dari kualitas,
karakteristik, dan keahlian yang berbeda
antara individu anggota dewan dalam
kaitannya dengan pengambilan keputusan
dan proses lainnya dalam dewan perusahaan.
Kusumastuti dkk. (2006) menyatakan
bahwa diversitas anggota dewan komisaris
dan direksi yang semakin besar dapat
memberikan alternative
Vol. 3 No. 2, September 2013 Jurnal Riset Akuntansi JUARA
96
penyelesaianmasalah yang semakin beragam
daripada anggota dewan yang homogen.
Selain itu, diversitas dewan direksi
memberikan karakteristik yang unik bagi
perusahaan dan dapat menciptakan nilai
tambah bagi pemegang saham.
Carter et al. (2007) memaparkan bahwa
diversitas dewan memberikan manfaat
berikut ini: (1) diversitas memperbaiki
kemampuan dewan komisaris dan direksi
dalam memonitor manajer yang disebabkan
karena meningkatnya independensi, (2)
diversitas memperbaiki proses pengambilan
keputusan dewan perusahaan yang
disebabkan karena perspektif baru yang
unik, kreativitas yang meningkat, dan
pendekatan inovatif non-tradisional, (3)
diversitas memperbaiki informasi yang
disediakan oleh dewan perusahaan pada
manajer yang disebabkan karena informasi
unik yang diberikan oleh dewan yang
tersebar, (4) dewan perusahaan dengan
struktur yang tersebar memberikan akses
terhadap pihak-pihak berkepentingan dan
sumber daya penting dalam lingkungan
eksternal, (5) diversitas dewan komisaris
dan direksi memberikan sinyal positif
penting pada pasar tenaga kerja, pasar
produk, dan pasar uang, dan (6) diversitas
dewan komisaris dan direksi memberikan
ligitimasi pada perusahaan dengan pihak-
pihak eksternal dan internal.
2.2 Diversitas gender dalam dewan
Brammer et al. (2007) dalam
Luckerath-Rovers (2010) mengungkapkan
bahwa ada dua perspektif yang menjelaskan
mengenai keberadaan wanita dalam dewan
perusahaan, yakni argumen dari perspektif
bisnis dan argumen dari perspektif moral.
Kedua argumen ini terbagi menjadi dua
yakni argumen untuk kesamaan atau
kesetaraan kesempatan dan argumen
kesamaan atau kesetaraan keterwakilan.
Perspektif bisnis mengenai argumen
kesetaraan kesempatan bagi wanita fokus
pada fakta bahwa keberadaan wanita dalam
dewan perusahaan adalah suboptimal bagi
perusahaan.
Kusumastuti dkk. (2006)
mengungkapkan bahwa wanita memiliki
sikap kehati-hatian yang sangat tinggi,
cenderung menghindari risiko, dan lebih
teliti dibandingkan pria. Sisi inilah yang
membuat wanita tidak terburu-buru dalam
mengambil keputusan, sehingga dengan
adanya wanita dalam jajaran dewan
perusahaan dikatakan dapat membantu
mengambil keputusan yang lebih tepat dan
berisiko lebih rendah. Robbins dan Judge
(2008:206) menyatakan bahwa wanita pada
umumnya lebih memiliki pemikiran yang
mendetail terkait dalam analisis
pengambilan keputusan. Mereka cenderung
menganalisis masalah-masalah sebelum
membuat suatu keputusan dan mengolah
keputusan yang telah dibuat, sehingga
menghasilkan pertimbangan masalah serta
alternatif penyelesaian yang lebih saksama.
2.3 Diversitas kebangsaan anggota
dewan
Anggota dewan komisaris dan direksi
dengan kebangsaan asing membawa opini
dan perspektif yang beragam, bahasa,
keyakinan, latar belakang keluarga, dan
pengalaman profesional yang berbeda antar
satu negara dengan negara lain. Selanjutnya
keberadaan dewan komisaris dan direksi
asing mencerminkan gagasan yang berbeda
mengenai peranan dewan perusahaan
berkaitan dengan peranan pengendalian
terutama jika mereka berasal dari negara-
negara dengan hak pemegang saham yang
lebih kuat (Ararat et al., 2010). Oxelheim
dan Randoy (2001) mengemukakan bahwa
keberadaan anggota dewan komisaris dan
direksi dengan kebangsaan asing
menunjukkan bahwa perusahaan telah
melakukan proses globalisasi dan pertukaran
informasi dalam jejaring (network)
internasional.
97 Pengaruh Diversitas Gender dan Kebangsaan pada Corporate Governance Disclosure Perusahaan Perbankan Di BEI
Randoy et al. (2006) menjelaskan
keuntungan dari keberadaan direksi asing,
diantaranya: (1) tersedia kandidat anggota
dewan yang berkualifikasi secara lebih luas
(dengan pengalaman industri yang lebih
luas), (2) dengan latar belakang yang
berbeda, dewan direksi asing bisa
menambah pengalaman yang lebih beragam
dan berharga, yang tidak dimiliki oleh
dewan direksi domestik, dan (3) anggota
dewan direksi asing bisa membantu
meyakinkan investor asing bahwa
perusahaan dikelola secara profesional.
2.4 Corporate governance
Corporate governance merupakan
suatu sistem yang bertujuan untuk
melindungi para investor dari asimetri
informasi dan dampak negatifnya
(Khomsiyah, 2005). Mekanisme yang
terdapat pada prinsip-prinsip maupun
pedoman yang diatur oleh beberapa lembaga
yang mempunyai perhatian terhadap
penerapan corporate governance misalnya,
Organization for Economic Cooperation
and Development (OECD) dan Komite
Nasional Kebijakan Corporate governance
(KNKCG), menunjukkan adanya
perlindungan terhadap investor, bahkan
terhadap pihak-pihak yang lebih luas
lainnya.
Menurut Solomon dan Solomon
(2004), terdapat dua sudut pandang dalam
mendefinisikan corporate governance, yaitu
sudut pandang sempit (narrow view) dan
luas (broad view). Berdasarkan sudut
pandang sempit, corporate governance
didefinisikan sebagai hubungan antara
perusahaan dengan pemegang saham.
Definisi ini ditunjukkan dalam teori
keagenan. Menurut sudut pandang yang
lebih luas, corporate governance merupakan
a web of relationship, tidak hanya
perusahaan dengan pemilik atau pemegang
saham, tetapi juga antara perusahaan dengan
stakeholders lain, yaitu karyawan,
pelanggan, pemasok, bondholders, dan
lainnya. Definisi ini ditunjukkan dalam teori
stakeholders. Berdasarkan sudut pandang
teori stakeholders, Solomon dan Solomon
(2004) mendefinisikan corporate
governance sebagai suatu sistem checks find
balance baik internal maupun eksternal yang
menjamin bahwa perusahaan melaksanakan
akuntabilitas kepada seluruh
stakeholdersnya dan bertanggung jawab
(responsible) secara sosial dalam aktivitas
bisnisnya.
2.5 Hipotesis Penelitian
Komposisi dan pola pengungkapan
tentunya tidak terlepas dari karakteristik
pembuat keputusan. Dalam penelitian ini
akan diteliti pengaruh diversitas dewan pada
luas pengungkapan IC dengan melihat
karakteristik anggota dewan. Keberadaan
wanita dalam jajaran dewan komisaris dan
direksi perusahaan merupakan salah satu
ukuran diversitas dewan yang paling sering
diteliti. Keberadaan wanita dalam jajaran
dewan komisaris dan direksi menandakan
bahwa perusahaan memberikan kesempatan
yang sama bagi setiap orang (tidak
diskriminasi), memiliki pemahaman yang
luas mengenai pasar dan konsumen
perusahaan, sehingga pada akhirnya akan
meningkatkan reputasi (legitimasi) dan nilai
perusahaan (Brammer et al., 2007 dalam
Luckerath-Rovers, 2010). Williams (2000)
serta Swartz dan Firer (2005) menemukan
keberadaan wanita dalam dewan
berpengaruh positif pada kinerja IC.
H1: diversitas gender berpengaruh pada
luas pengungkapan CG
Adanya anggota dewan komisaris dan
direksi dengan kebangsaan asing juga
merupakan salah satu ukuran diversitas
dewan yang sering digunakan dalam
penelitian. Oxelheim dan Randoy (2001);
Carter et al. (2002; 2007); Marimuthu
(2008); Ararat et al. (2010 Menemukan
Vol. 3 No. 2, September 2013 Jurnal Riset Akuntansi JUARA
98
pengaruh positif keberadaan dewan direksi
asing atau etnis minoritas pada nilai
perusahaan. Keberadaan mereka dinilai
membawa opini, perspektif, bahasa,
keyakinan, latar belakang keluarga, dan
pengalaman profesional yang beragam,
sehingga memperkaya pengetahuan bisnis
dan alternatif penyelesaian masalah
kompleks. Selain itu, keberadaan anggota
dewan direksi asing mampu meyakinkan
investor asing bahwa perusahaan dikelola
secara profesional (Randoy et al., 2006).
Williams (2000) serta Swartz dan Firer 2005
menemukan diversitas etnis dalam
dewan berpengaruh positif pada kinerja IC.
Kinerja yang baik cenderung memicu
perusahaan melakukan pengungkapan yang
lebih luas. Keberadaan direksi asing
dalam dewan juga dapat memicu
keterbukaan informasi dengan harapan
kredibilitas perusahaan akan meningkat.
H2: keberadaan direksi asing
berpengaruh positif pada luas
pengungkapan CG
Gambar 2.1 Hipotesis Penelitian
III. METODA PENELITIAN
3.1 Metoda penentuan sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah
perusahaan-perusahaan perbankan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun
2008-2011. Pemilihan sampel penelitian
didasarkan pada metoda nonprobability
sampling tepatnya metoda purposive
sampling, yaitu teknik pengambilan sampel
dengan pertimbangan/kriteria tertentu
(Sugiyono, 2008). Adapun kriteria yang
digunakan untuk memilih sampel pada
penelitian ini adalah sebagai berikut.
1) Perusahaan sampel menerbitkan annual
report selama perioda pengamatan.
2) Perusahaan sampel adalah perusahaan
dengan kepemilikan terkonsentrasi.
Kepemilikan terkonsentrasi diidentifikasi
dengan melihat adanya persentase
kepemilikan saham 50 persen atau lebih.
Hal ini mengacu pada PSAK 4 tentang
Laporan Keuangan Konsolidasi, PSAK 7
tentang Pengungkapan Pihak-pihak Yang
Mempunyai Hubungan Istimewa, PSAK
22 tentang Akuntansi Penggabungan
Usaha, dan PSAK 38 tentang Akuntansi
Restrukturisasi Entitas Sipengendali
(SAK:2009). Ini Berarti bahwa pemegang
saham dikatakan memiliki kendali
apabila memiliki saham 50 persen atau
lebih.
3.2 Definisi operasional variabel
1. Corporate governance disclosure
Variabel dependen penelitian ini adalah
corporate governance. Variabel ini
diukur dengan menggunakan instrumen
yang dikembangkan sendiri yang
merupakan perpaduan indikator dari
KNKCG, FCGI, dan penelitian yang
dilakukan oleh Khomsiyah
(2005),Kusumawati dan Riyanto (2005),
serta Kusumawati (2005). Indeks
pengungkapan corporate governance
dalam penelitian ini diukur dengan 90
item pengungkapan (lampiran 2).
Pemberian skor dilakukan secara
dikotomi, diberi skor 1 bila diungkapkan
dan skor 0 bila tidak diungkapkan.
Selanjutnya dari setiap item dijumlahkan
untuk memperoleh keseluruhan skor
untuk setiap perusahaan. Indeks
corporate governance kemudian dihitung
dengan menggunakan rumus sebagai
berikut.
Diversitas
Gender
Diversitas
Kebangsaan
Ukuran
Perusahaan
Corporate
Governance
Disclosure
99 Pengaruh Diversitas Gender dan Kebangsaan pada Corporate Governance Disclosure Perusahaan Perbankan Di BEI
)1(....................................................................................................Nij
XijICG J
Keterangan:
ICGj : Indeks pengungkapan corporate
governance perusahaan j
Nj : jumlah item pengungkapan
perusahaan j, nj = 90
Xij : dummy variable: 1 = jika item i
diungkapkan; 0 = jika item i
tidak diungkapkan
2. Diversitas gender
Diversitas gender diproksikan dengan
keberadaan wanita sebagai anggota
dewan direksi dan komisaris. Keberadaan
wanita dalam jajaran dewan komisaris
dan direksi dinilai dengan dummy,
dimana apabila terdapat anggota wanita
dalam dewan komisaris dan direksi akan
diberi nilai 1, jika tidak akan diberi nilai
0. Pengukuran ini mengacu pada
penelitian Ararat et al. (2010);
Kusumastuti dkk. (2006); Wicaksana
(2010); dan Darmadi (2011).
3. Diversitas kebangsaan
Keberadaan anggota dewan komisaris
dan direksi dengan kebangsaan asing
dinilai dengan dummy, dimana apabila
terdapat warga negara asing dalam dewan
perusahaan akan diberi nilai 1, jika tidak
akan diberi nilai 0. Pengukuran ini
mengacu pada penelitian Ararat et al.
(2010); Kusumastuti dkk. (2006);
Wicaksana (2010); dan Darmadi (2011).
4. Ukuran perusahaan (size)
Pengaruh ukuran perusahaan terhadap
corporate governance diukur dengan
menggunakan total aktiva. Perusahaan
besar dapat memiliki masalah keagenan
yang lebih besar (karena lebih sulit untuk
dimonitor) sehingga membutuhkan
corporate governance yang lebih baik.
Dengan demikian, penelitian ini
memasukkan variabel ukuran perusahaan
sebagai variabel kontrol. Penelitian ini
menggunakan total aktiva sebagai proksi
untuk mengukur variabel ukuran
perusahaan, karena nilai total aktiva yang
dapat disajikan secara historis dianggap
lebih stabil dan lebih dapat
mencerminkan ukuran perusahaan. Nilai
total aktiva dalam penelitian ini dengan
menggunakan satuan jutaan (000.000)
Rupiah.
Teknik analisis data yang digunakan
adalah teknik analisis kuantitatif yaitu
analisis yang bersifat objektif dengan
berdasarkan pada angka-angka dalam
melakukan penilaian pengaruh diversitas
gender dan diversitas kebangsaan pada
pengungkapan corporate governance. Alat
analisis yang digunakan adalah regresi
linear berganda. Analisis regresi linear
berganda digunakan untuk mengetahui atau
memperoleh gambaran mengenai pengaruh
variabel bebas pada variabel terikat
baik secara simultan maupun secara parsial.
Analisis ini dilakukan dengan menggunakan
bantuan program SPSS 15.0 for Windows.
Model regresi linear berganda
ditunjukkan dalam persamaan sebagai
berikut.
Y=α+b0+b1DG+b2DK+b3Size+e..............(2)
Keterangan:
Y = Corporate governance
disclosure
b0 = Konstanta
b1, b2 , b3 = Koefisien Regresi
e = Variabel Pengganggu
DG = Diversitas gender
DK = Diversitas kebangsaan
Size = Ukuran Perusahaan
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini menggunakan
perusahaan perbankan yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia selama tahun 2008-
2011.
Vol. 3 No. 2, September 2013 Jurnal Riset Akuntansi JUARA
100
Berdasarkan kriteria purposive
sampling, maka perusahaan yang memenuhi
kriteria sebanyak 13 perusahaan dengan 65
pengamatan. Proses pemilihan sampel dapat
disajikan pada Tabel 4.1 berikut ini.
Tabel 4.1 Proses Pemilihan Sampel
Keterangan Jumlah
Observasi
Perusahaan sektor perbankan
yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia selama perioda 2007-
2011
156
Perusahaan sampel yang
kepemilikannya tersebar
(86)
Perusahaan sampel yang tidak
menerbitkan annual report
secara berturut-turut
(5)
Jumlah Sampel Akhir 65 Sumber: data diolah 2012
Hipotesis penelitian ini menguji
pengaruh diversitas gender dan ras pada
corporate governance disclosure perusahaan
perbankan dengan kepemilikan saham
terkonsentrasi di Bursa Efek Indonesia.
Sebagaimana yang telah dijelaskan pada bab
metoda penelitian, hipotesis dalam
penelitian ini diuji dengan menggunakan
analisis regresi linear berganda. Hasil
pengujian hipotesis dalam penelitian ini
disajikan pada Tabel 4.2 berikut ini.
Tabel 4.2 Hasil Pengujian Hipotesis
Keterangan t Signifikansi
B Std. Error
Konstan 5,549 0,000
Gender 2,177 0,033
Ras 2,745 0,008
Size 3,150 0,003
Adjusted R2 = 0,337
Sumber: hasil pengolahan lampiran 1
Tabel 4.2 menunjukkan bahwa nilai
adjusted R2 adalah 0,337. Ini berarti bahwa
varian dari variabel bebas yaitu gender, ras,
dan size mampu menjelaskan varian variabel
terikat (pengungkapan CG) sebesar 33,70
persen, sedangkan sisanya sebesar 66,30
persen dijelaskan oleh variabel lain yang
tidak dimasukkan dalam model. Pada Tabel
4.2 dapat diketahui Variabel bebas
diversitas gender dan ras berpengaruh positif
pada pengungkapan corporate governance
dengan tingkat signifikansi <0,05. Ini berarti
hipotesis yang diajukan didukung dalam
penelitian ini. Variabel kontrol ukuran
perusahaan menunjukkan adanya pengaruh
positif dengan tingkat signifikansi 0,003 >
0,05.
4.1 Pengaruh Diversitas Dewan pada
Corporate Governance Disclosure
Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa diversitas gender dan kebangsaan
anggota dewan berpengaruh positif pada
pengungkapan corporate governance. Ini
dibuktikan dengan nilai signifikansi
yang diperoleh sebesar 0,033 dan 0,008.
Hasil tersebut konsisten hasil
penelitian sebelumnya yang dilakukan
Yuniasih (2010) yang menemukan bahwa
diversitas gender dan kebangsaan
berpengaruh positif pada pengungkapan
informasi modal intelektual.
Pada Sektor Perbankan semakin
kompleksnya kegiatan di dunia bank
menyebabkan semakin tinggi pula resiko
dan tantangan. Oleh karena itu penerapan
corporate governance sangat diperlukan
agar tidak ada pihak-pihak yang dirugikan.
Implementasi corporate governance
diharapkan dapat menambah dan
memaksimalkan kinerja perusahaan yang
salah satunya nilai pasar perusahaan.
101 Pengaruh Diversitas Gender dan Kebangsaan pada Corporate Governance Disclosure Perusahaan Perbankan Di BEI
4.2 Pengaruh Variabel kontrol pada
Corporate Governance Disclosure
Penggunaan variabel kontrol yaitu
ukuran perusahaan bertujuan untuk
mengontrol dan menetralisir pengaruh yang
dapat mengganggu hubungan antara variabel
independen dengan variabel dependen.
Variabel corporate Governance memiliki
kemungkinan untuk secara endogen
ditentukan oleh berbagai faktor. Pada Tabel
5.3 dapat diketahui variabel kontrol ukuran
perusahaan (size) berpengaruh positif pada
pengungkapan corporate governance.
Berdasarkan kajian teoritis menunjukkan
ukuran perusahaan yang besar lebih
banyak dimonitor sehingga lebih banyak
informasi yang harus diungkapkan untuk
memenuhi kebutuhan para stakeholder.
Kompleksitas kegiatan perusahaan
menyebabkan semakin kompleks juga tata
kelolanya sehingga informasi yang berkaitan
dengan hal tersebut lebih banyak
diungkapkan untuk memberi penilaian
positif sehingga dapat meningkatkan nilai
perusahaan.
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, tujuan,
landasan teori, hipotesis dan hasil
pengujian yang dilakukan, maka dapat
disimpulkan bahwa: diversitas gender dan
kebangsaan berpengaruh positif pada
corporate governance disclosure perusahaan
perbankan. Hal ini berarti bahwa
karakteristik anggota dewan berpengaruh
pada kebijakan pengungkapan informasi
perusahaan yang berkaitan dengan corporate
governance. Ukuran perusahaan (size) yang
digunakan sebagai variabel kontrol juga
berpengaruh positif pada pengungkapan CG.
5.2 Saran Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa
keterbatasan yang apabila pada penelitian
selanjutnya dapat memperbaiki hasil
penelitian. Saran-saran yang dapat
dikemukakan berdasarkan keterbatasan
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Pemilihan sampel dalam penelitian ini
hanya menggunakan perusahan
perbankan dengan kepemilikan
terkonsentrasi. Penelitian selanjutnya
diharapkan dapat menggunakan jenis
industri yang berbeda dan
memperpanjang periode pengamatan.
Tujuan menggunakan jenis perusahaan
yang berbeda dengan maksud apakah
penelitian sejenis dengan obyek yang
berbeda dapat digeneralisasi. Periode
pengamatan diperpanjang dengan periode
waktu di masa yang akan datang dengan
harapan apakah ada perbedaan pengaruh
dengan waktu jangka panjang.
2) Item-item pengungkapan dalam variabel
ini menggunakan 90 indikator
pengungkapan dalam penelitian ini
mengacu pada indikator dari KNKCG,
FCGI, Khomsiyah (2005), Fong dan Shek
(2009). Penelitian selanjutnya dapat
memperbaharui dan menambah item
pengungkapan dengan berbagai sumber
yang ada. Penambahan pengungkapan
pada umumya mengalami perubahan dan
penambahan setiap waktunya.
3) Begitu halnya dalam penggunaan
variabel kontrol seperti ukuran
perusahaan (size) dalam penelitian
selanjutnya bisa menggunakan ukuran
perusahaan yang lain seperti total
penjualan dan kapitalisasi pasar.
DAFTAR PUSTAKA
Adams, Renee.B., and Daniel Ferreira.
2008. Women in The Boardroom and
Their Impact on Governance and
Performance. Journal of Financial
Economics. Available at:
http://ssrn.com/abstract=1107721.
Diakses pada 15 Juli 2010.
Vol. 3 No. 2, September 2013 Jurnal Riset Akuntansi JUARA
102
Ararat, Melsa., Mine Aksu, and Ayse T.
Cetin. 2010. Impact of Board Diversity
on Boards’ Monitoring Intensity and
Firm Performance: Evidence from the
Istambul Stock Exchange. Available at:
http://ssrn.com/abstract=1572283.
Diakses pada 02 Juli 2010.
Arthana, Komang. 2011. “Pengaruh
Corporate Governance Disclosure Pada
Kinerja Perusahaan Perbankan dengan
Kepemilikan Saham Terkonsentrasi di
Bursa Efek Indonesia” (tesis).
Denpasar: Universitas Udayana.
Berle, Adolph dan Means, Gardiner (1932).
The Modern Corporation and Private
Property. MacMillan, New York, N.Y.
Black, B.S., Jang, H., & Kim, W (2003)
Does Corporate governance affect firm
value? Evidancd from Korea, Diambil
dari http://papers .ssrn.com.
Booth, Alison L. and Patrick J. Nolen. 2009.
Gender Differences in Risk Behaviour:
Does Nurture Matter?. Institute for the
Study of Labor (IZA) Discussion Paper
No.4026.
Carter, D.A., Betty J. Simkims, and W.G.
Simpson. 2002. Corporate
Governance, Board Diversity, and
Firm Value. The Financial Review.
No.38: 33-53.
_________, Frank D’Souza, Betty J.
Simkims, and W.G. Simpson. 2007.
The Diversity of Corporate Board
Committees and Financial
Performance. Available at:
http://ssrn.com/abstract=1106698.
Diakses pada 02 Juli 2010.
Claeesens. S & Fan, J.P.H (2003) Corporate
governance in Asia: A survey
Internasional Review of Finance.
Collet, Peter and S. Hrasky. (2005).
Voluntary Disclosure of Corporate
Governance Practices by Listed
Australian Companie’s. Corporate
Governance. Vol. 13, No. 2: 188-196.
Colgan, P. Mc. 2001. Agency Theory and
Corporate governance: A Review of
the Literature from a UK Perspective.
Working Paper.
Darmadi, Salim. 2011. Board Diversity and
Firm Performance: the Indonesian
Evidence. Journal Corporate
Ownership and Control. Vol.8.
Available at:
http://ssrn.com/abstract=1727195.
Diakses pada 06 Januari 2011.
Darmawati, Khomsyiah dan Rika Gelar R,
(2005), “Hubungan Corporate
Governance dan Kinerja Perusahaan”,
Jurnal Riset Akuntansi Indonesia,
Yogyakarta, Ikatan Akuntan Indonesia
Kompartemen Akuntan Publik, Vol 8,
No. 1, Januari 2005.
Eisenhardt, K.M (1989) Agency Theory: An
assessment and review. Academy of
Management Review.
FCGI. 2000. Peranan Dewan Komisaris dan
Komite Audit dalam Pelaksanaan
Corporate Governance (Tata Kelola
Perusahaan). Forum for Corporate
Governance in Indonesia.
Forum for Corporate governance in
Indonesia (2001). “ Tata Kelola
Perusahaan” Seri Tata kelola
Perusahaan, Jilid I Edisi ke 3 Jakarta.
103 Pengaruh Diversitas Gender dan Kebangsaan pada Corporate Governance Disclosure Perusahaan Perbankan Di BEI
Gunarsih, T (2002). Strutur corporate
governance governance dan kinerja
perusahaan: struktur kepemilikan dan
strategi diversifikasi terhadap kinerja
perusahaa, Disretasi tidak dipublikasi,
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Ghozali, Imam. 2006. Analisis Multivariate
dengan Program SPSS. Semarang:
Badan Penerbit Universitas
Diponegoro.
Jensen, M. C., and Meckling, W. H. (1976).
“Theory of the Firm: Managerial
Behavior, Agency Costs and
Ownership Structure”, Journal of
Financial Economics, 3: 305-360.
Jogiyanto H.M, Prof., Dr, MBA., Ak (2007).
“Metodelogi Penelitian Bisnis: Salah
Kaprah dan Pengalaman-
pengalaman”. BPFE-Yogyakarta
Johnson S, Boone P, Breach A and
Friedman E (1998), “Corporate
governance in the Asian Financial
Crisis 1997-98”, available at
http://www.worldbank.org/ html/
prddr/trans/janfeb00/phs26-27.htm
Klapper, L., F & Love, (2002). Corporate
governance, investor protection, and
performance in emerging markets,
World Bank Policy Research,
Http:/econ worldbank.org
dan Riyanto B. 2005. Corporate
Governance dan Kinerja: Analisis
Pengaruh Compliance Reporting dan
Struktur Dewan terhadap Kinerja.
Simposium Nasional Akuntansi VIII.
Komite Nasional Kebijakan Corporate
governance (KNKCG). 2001.
Pedoman Good Corporate
governance: Ref. 4. 0.
Kusumastuti, Sari, Supatmi, dan Perdana
Sastra. 2006. Pengaruh Board
Diversity terhadap Nilai Perusahaan
dalam Perspektif Corporate
Governance. Jurnal Ekonomi
Akuntansi-Universitas Kristen Petra.
Available at:
http://puslit.petra.ac.id/journals/accoun
ting. Diakses pada 02 Juli 2010.
La Porta, Rafael; Lopez-de-Silanes,
Florencio; Shleifer, Andrei (1998).
“Corporate Ownership Around the
World.”Journal of Finance. Vol. 54,
No. 2: 471-517.
Milliken, F., and Martins L. 1996. Searching
for Common Threads: Understanding
the Multiple Effects of Diversity in
Organizational Groups. Academy of
Management Review. No.21: 402-434.
Monks., R. A. G & Minow, N (1995).
Corporate governance, Blackwell
Business
Oxelheim, Lars and Trond Randoy. 2001.
The Impact of Foreign Board
Membership on Firm Value. Journal
of Banking and Finance. Working
Papers No. 567.
Randoy, T., Steen Thomsen, and Lars
Oxelheim. 2006. A Nordic Perspective
on Corporate Board Diversity.
Available at:
Vol. 3 No. 2, September 2013 Jurnal Riset Akuntansi JUARA
104
Lampiran 1
1. Statistik Deskriptif
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
CGDI 65 ,57 ,93 ,8427 ,06949
GENDER 65 ,00 1,00 ,7846 ,41429
RAS 65 ,00 1,00 ,6615 ,47687
SIZE 65 1167744,00 551891704,00 128416443,1692 143121126,31652
Valid N 65
2. Uji Normalitas
3. Uji Autokorelasi
Model Summaryb
Mode
l
R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
Durbin-
Watson
1 ,544a ,296 ,262 ,05972 1,262
a. Predictors: (Constant), SIZE, GENDER, RAS
b. Dependent Variable: CGDI
Model Summaryb
Mode
l
R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
Durbin-
Watson
1 ,616a ,379 ,337 ,05660 1,883
a. Predictors: (Constant), LagY, RAS, GENDER, SIZE
b. Dependent Variable: CGDI
105 Pengaruh Diversitas Gender dan Kebangsaan pada Corporate Governance Disclosure Perusahaan Perbankan Di BEI
4. Uji Multikolinearitas
Coefficientsa
Model Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. Collinearity
Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1
(Constant) ,500 ,090 5,549 ,000
GENDER ,039 ,018 ,232 2,177 ,033 ,930 1,075
RAS ,050 ,018 ,341 2,745 ,008 ,682 1,467
SIZE 1,999 ,000 ,412 3,150 ,003 ,615 1,627
LagY ,299 ,110 ,297 2,708 ,009 ,878 1,139
a. Dependent Variable: CGDI
5. Uji Heteroskedastisitas
Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients Standardized
Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1
(Constant) -,072 ,203 -,354 ,725
GENDER ,009 ,040 ,029 ,222 ,825
RAS -,013 ,041 -,048 -,310 ,758
SIZE -1,995 ,000 -,227 -1,395 ,168
LagY ,183 ,249 ,100 ,735 ,465
a. Dependent Variable: abs
6. Uji Hipotesis
Model Summaryb
Mode
l
R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
Durbin-
Watson
1 ,616a ,379 ,337 ,05660 1,883
a. Predictors: (Constant), LagY, RAS, GENDER, SIZE
b. Dependent Variable: CGDI
ANOVAa
Model Sum of
Squares
df Mean
Square
F Sig.
1
Regression ,115 4 ,029 8,999 ,000b
Residual ,189 59 ,003
Total ,304 63
a. Dependent Variable: CGDI
b. Predictors: (Constant), LagY, RAS, GENDER, SIZE
Vol. 3 No. 2, September 2013 Jurnal Riset Akuntansi JUARA
106
PENGARUH DIVERSITAS GENDER DAN LATAR BELAKANG
PENDIDIKAN DEWAN DIREKSI
TERHADAP LUAS PENGUNGKAPAN SUKARELA
I Made Sudiartana2
Universitas Mahasaraswati Denpasar
ABSTRACT
Based on Resource Dependence Theory, board background characteristic often assumed
have effect on decision made by company. Board in this study, defined as board of director,
since they have the responsibility and power to made decision that will affect the company
progress. The purpose of this study is to examine the effect of gender, as measured by the
percentage of woman director on board, and the director’s educational background on the
voluntary disclosure made by company.
The analysis that used in this study is binary regression analysis.The first hypothesis
testing showed that gender does not have any significant effect on voluntary disclosure made by
company. The second hypothesis test shows that director’s educational backgrounds do have a
significant effect on voluntary disclosure.
Keyword: Gender, director’s educational background, voluntary disclosure.
2Alamat Korespondensi : (Artha [email protected])
I. PENDAHULUAN
Setiap tahun, perusahaan yang go
public menerbitkan laporan tahunannya.
Laporan yang berisi baik data keuangan
maupun non keuangan digunakan oleh
investor, kreditur, dan pengguna lainnya
dalam menganalisis kondisi perusahaan
untuk keperluannya masing-masing.
Apabila dihubungkan dengan peningkatan
nilai perusahaan, ketika terjadi asimetri
informasi, manajer dapat memberikan
sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada
investor guna memaksimalisasikan nilai
saham perusahaan. Sinyal yang diberikan
dapat melalui pengungkapan (disclosure)
informasi akuntansi. Informasi yang
diungkapkan dalam laporan tahunan dapat
dikelompokkan menjadi pengungkapan
wajib (mandatory disclosure) dan
pengungkapan sukarela (voluntary
disclosure).
Besarnya biaya dan manfaat
pengungkapan informasi tertentu berbeda
antara perusahaan yang satu dengan
perusahaan yang lainnya. Biaya dan
manfaat pengungkapan informasi secara
sukarela kemungkinan dipengaruhi oleh
faktor- faktor yang akan mengakibatkan
perbedaan luas pengungkapan dalam
laporan tahunan perusahaan.
Dalam struktur organisasi perusahaan,
Dewan direksi memiliki tanggung jawab
membuat keputusan-keputusan yang akan
mempengaruhi arah kebijakan perusahaan.
Direktur perusahaan adalah orang yang
mempunyai keahlian dan pengetahuan
tentang operasional perusahaan dan
mengetahui dengan pasti apa yang terjadi di
Pengaruh Diversitas Gender dan Latar Belakang Pendidikan Dewan Direksi Terhadap Luas Pengungkapan Sukarela
107
dalam perusahaan (Bhagat and Black,
1999), dan berpotensi memberikan suatu
informasi kepada pihak luar. Di bawah
asumsi teori pensinyalan, direksi memiliki
insentif untuk mengungkapkan segala
macam informasi yang baik (good news)
mengenai perusahaan untuk mengatraksi
pasar. Teori upper echelon
menyatakan bahwa hasil perusahaan yang
meliputi pilihan-pilihan strategis dan tingkat
kinerja setengahnya dapat
diramalkan dari karakteristik latar belakang
direksi (Hambrick dan Mason, 1984).
Menurut Carter et al (2002), Blue
Ribbon Commite merekomendasikan
keragaman gender, ras, umur dan
kebangsaan harus dipertimbangan dalam
pemilihan direktur. Ada dua aspek dari
keragaman dewan direksi, salah satunya
adalah bahwa keragaman direksi akan
meningkatkan nilai pemegang saham.
Carter et al (2002) menyelidiki
hubungan antara diversitas dewan dengan
nilai perusahaan pada perusahaan Fortune
1000. Board diversity didefenisikan
sebagai persentase wanita, Afrika-Amerika,
Asia dan Hispanik. Hasil penelitian
menunjukan bahwa ada hubungan positif
yang signifikan antara proporsi wanita, atau
minoritas terhadap nilai perusahaan.
Roberson dan Park, (2007) yang
meneliti pengaruh diversitas reputasi dan
diversitas ras pemimpin terhadap hasil-hasil
kinerja keuangan menunjukan adanya
hubungan berbentuk U-shape antara
diversitas ras pemimpin terhadap
pendapatan, laba bersih dan book to market
equity.
Randoy et al. (2006) yang meneliti
hubungan antara diversitas dewan yang
diproksikan dengan gender, umur dan
kebangsaan terhadap kinerja yang di
proksikan dengan kinerja pasar dan ROA,
tidak menemukan adanya hubungan antara
gender, umur, dan kebangsaan terhadap
kinerja pasar dan ROA. Penelitian yang
dilakukaan Eklund et al. (2008) yang
meneliti hubungan antara struktur
kepemilikan, board diversity dan nilai
perusahaan yang diproksikan dengan
kinerja investasi pada perusahaan yang
listing di Swedia menunjukan pengaruh
kecil tapi negatif antara gender dengan
kinerja investasi.
Nalikka (2009), melakukan penelitian
terhadap pengaruh gender direksi
perusahaan terhadap pengungkapan
sukarela pada laporan tahunan (annual
report). Hasilnya menunjukan bahwa
perusahaan dengan CFO wanita
berhubungan dengan tingkat pengungkapan
yang lebih tinggi pada laporan tahunan.
CEO wanita dan proporsi anggota BOD
wanita ditemukan tidak memiliki dampak
signifikan terhadap pengungkapan sukarela
dalam laporan tahunan.
Bayu (2010), melakukan penelitian
terhadap pengaruh diversitas dewan pada
kinerja pasar perusahaan yang terdaftar di
BEI, menunjukan bahwa dibersitas dewan
tidak berpengaruh terhadap kinerja pasar
perusahaan,sedangkan ukuran dan jenis
industri berpengaruh terhadap kinerja pasar
perusahaan. Dalam penelitian ini, diversitas
dewan diproksikan dengan keragaman
gender, latar belakang pendidikan,
kebangsaan dan umur, sedangkan kinerja
pasar diproksikan dengan rasio price to
book value
Di Indonesia, penelitian mengenai
pengaruh komposisi dewan dengan luas
pengungkapan masih sangat jarang.
Sehingga penelitian ini termotivasi untuk
mereplikasi penelitian yang dilakukan
Nalikka (2009). Dimana dalam penelitian
ini proksi yang digunakan untuk mengukur
komposisi dewan adalah keragaman gender
dewan direksi dan keragaman latar
belakang pendidikan terhadap luas
pengungkapan sukarela perusahaan.
Komposisi dewan direksi dipilih sebagai
objek penelitian karena dewan direksilah
Vol. 3 No. 2, September 2013 Jurnal Riset Akuntansi JUARA
108
yang menentukan seberapa luas
pengungkapan yang akan dilakukan
perusahaan.
II. KAJIAN PUSTAKA DAN
PENGEMBANGAN HIPOTESIS
2.1 Diversitas Dewan
Menurut Rondoy et al. (2006),
mekanisme corporate governance
membantu pemegang saham dan
stakeholder untuk menerapkan kontrol
terhadap manajemen dan corporate
insiders. Literatur corporate governance
menekankan bahwa good corporate
governance memfasilitasi penciptaan nilai
jangka panjang untuk kepentingan pemilik
dan stak holder. Corporate governance
seperti ini memerlukan interaksi optimal
antara pemilik, manajemen, dan dewan.
Menurut Goodstein et al. (1994),
Randoy et al. (2006), dalam teori
ketergantungan sumberdaya, dewan dapat
memfasilitasi akses terhadap sumberdaya.
Teori ketergantungan sumberdaya (resource
dependences) berpendapat bahwa
penggunaan diverse constitunces dan
stakeholder dalam dewan memfasilitasi
perolehan sumberdaya yang penting bagi
perusahaan.
Menurut Robinson dan Deschant,
(1997), Charter et al. (2002) dan
Kusumatuti dkk. (2006) menunjukan lima
preposisi mengenai diversitas board yaitu:
pertama corporate diversity mendorong
pemahaman yang lebih baik akan pasar,
dimana hal ini berhubungan dengan
kondisi demografi suplier dan customer
yang juga beragam sehingga kemampuan
penetrasi pasar perusahaan akan
meningkat. Kedua, diversitas meningkatkan
kreatifitas dan inovasi. Menurut pandangan
ini, sikap, fungsi kognitif, dan kepercayaan
tidak terdistribusi secara acak dalam
populasi, tetapi cenderung bervariasi secara
sistematis sesuai dengan variabel demografi
seperti umur, ras, dan gender. Ketiga
diversitas menghasilkan penyelesaian
masalah yang lebih efektif. Diversitas
memang menghasilkan lebih banyak konflik
dalam proses pembuatan keputusan, namun
berbagai perspektif yang muncul
menyebabkan pembuat keputusan
mengevaluasi lebih banyak alternatif dan
meng-explore dengan lebih hati-hati
konsekuensi dari alternatif yang diberikan.
Keempat diversifikasi meningkatkan
efektifitas kepemimpinan perusahaan.
Kelima diversitas mendorong hubungan
global yang lebih efektif.
2.2 Diversitas Gender dalam Dewan
Menurut teori resource dependence,
segala bentuk sumberdaya manusia yang
dimiliki perusahaan harus digunakan
semaksimal mungkin. Hal ini akan
mendorong perusahaan meningkatkan
kinerja dan potensi penciptaan
kemakmuran. (Mitchell. S.M., 2001).
Dalam literatur corporate governance
dan teori resource dependence, sering kali
diungkapkan bahwa BOD yang diversed
dan well-ballanced dapat secara signifikan
meningkatkan kinerja perusahaan (Mitchell,
2001). BOD merupakan mekanisme penting
yang dapat meningkatkan dan menciptakan
koalisi antara BOD dan pemegang saham
dalam mengontrol sumberdaya yang
dibutuhkan perusahaan. Masing-masing
anggota dewan akan memberikan kumpulan
dari pengalaman, attachment, dan
pandangan yang unik dan berbeda-beda
bagi dewan. Jika persepsi, pandangan dan
latar belakang anggota dewan relatif
homogen, maka ada kemungkinan besar
strategi-strategi pembuatan keputusan dari
mekanisme corporate governance akan
menjadi single-minded, dapat ditebak dan
tidak fleksibel.
2.3Diversitas Latar Belakang Pendidikan
Menurut Ponnu, (2008) BOD
seharusnya terdiri dari orang-orang
Pengaruh Diversitas Gender dan Latar Belakang Pendidikan Dewan Direksi Terhadap Luas Pengungkapan Sukarela
109
profesional dengan keahlian dalam
bidanhukum, perpajakan akuntansi,
keuangan, dan lainnya. Dengan
adanya anggota board yang memiliki
keahlian, dapat memberikan perspektif yang
bermanfaat terhadap penilaian risiko,
keunggulan bersaing, dan pemahaman
mengenai tantangan yang dihadapi dalam
bisnis.
Diversitas latar belakang dan
pengalaman yang sesuai dengan kebutuhan
perusahaan, merupakan hal penting bagi
komposisi dewan secara keseluruhan.
hal ini disebabkan oleh kebutuhan
perusahaan akan latar belakang pendidikan
dan pengalaman tertentu yang terus
berubah seiring perubahan waktu. board
seharusnya memonitor keahlian dan
pengalaman anggota board dengan kriteria
keanggotaan yang telah ditetapkan untuk
menilai pada tiap tahapan daur hidup
perusahaan apakah dewan telah memiliki
alat untuk melaksanakan fungsinya secara
efektif.
2.4 Pengungkapan Informasi
Undang-undang (UU) No. 8 Tahun
1995 tentang Pasar Modal menyatakan
secara jelas bahwa perusahaan publik wajib
menyampaikan laporan berkala dan laporan
insidental lainnya kepada Bapepam.
Ketentuan yang lebih spesifik tentang
pelaporan perusahaan publik diatur dalam
Peraturan Bapepam Nomor VIII.G.2,
Lampiran Keputusan Ketua Bapepam
Nomor: KEP-38/PM/2003 tentang Laporan
Tahunan yang berlaku sejak tanggal 17
Januari 1996. Kemudian pada tanggal 7
Desember 2006, untuk meningkatkan
kualitas keterbukaan informasi kepada
publik, diberlakukanlah Peraturan Bapepam
dan Lembaga Keuangan (LK) Nomor
X.K.6, Lampiran Keputusan Ketua
Bapepam dan LK Nomor: KEP-
134/BL/2006 tentang Kewajiban
Penyampaian Laporan Tahunan bagi
Emiten atau Perusahaan Publik.Pada tahun
1996, Bapepam mengeluarkan Lampiran
Keputusan Ketua Bapepam Nomor: KEP-
80/PM/1996, yang mewajibkan bagi setiap
emiten dan perusahaan publik untuk
menyampaikan laporan keuangan tahunan
perusahaan dan laporan auditor
independennya kepada Bapepam selambat-
lambatnya pada akhir bulan keempat (120
hari) setelah tanggal laporan keuangan
tahunan perusahaan. Namun sejak tanggal
30 September 2003, Bapepam semakin
memperketat peraturan dengan
dikeluarkannya Peraturan Bapepam Nomor
X.K.2, Lampiran Keputusan Ketua
Bapepam Nomor: KEP-36/PM/2003
tentang Kewajiban Penyampaian Laporan
Keuangan Berkala.
Corporate governance merupakan suatu
cara untuk menjamin bahwa manajemen
bertindak yang terbaik untuk kepentingan
stakeholders. Penerapan corporate
governance menuntut adanya perlindungan
yang kuat terhadap hak-hak pemegang
saham, terutama pemegang saham
minoritas. Prinsip-prinsip good corporate
governance disusun dengan tujuan untuk
melindungi investor dan stakeholder
lainnya dari asimetri informasi. Salah satu
yang mendasari keputusan investor dalam
pengambilan keputusan investasi adalah
laporan keuangan perusahaan.
Pengungkapan yang detil akan memberikan
gambaran kinerja perusahaan yang
sesungguhnya. Tujuan umum
pengungkapan adalah menyajikan informasi
yang dipandang perlu untuk mencapai
tujuan pelaporan keuangan dan untuk
melayani berbagai pihak yang mempunyai
kepentingan berbeda-beda.
2.5 Pengungkapan Sukarela
Pengungkapan sukarela adalah
pengungkapan informasi oleh perusahaan
Vol. 3 No. 2, September 2013 Jurnal Riset Akuntansi JUARA
110
dalam laporan tahunan (annual report) yang
disajikan secara bebas sesuai dengan pilihan
manajemen perusahaan dalam rangka
menyediakan informasi yang dapat
digunakan dalam pembuatan keputusan,
(Meek et al.,1995; Eng and Mak, 2003;
Cheng and Courtenay, 2006; Chen and
Jaggi, 2000). Sebagai tambahan terhadap
pelaporan keuangan yang diwajibkan,
beberapa perusahaan menambahkan
pengungkapan dengan pengungkapan
sukarela seperti ramalan manajemen (Healy
and Palepu, 2001).
2.6 Hipotesis Penelitian
Teori sinyal menyatakan bahwa
perusahaan memberikan sinyal-sinyal
kepada pihak luar perusahaan dengan tujuan
untuk meningkatkan nilai perusahaan.
Sinyal yang diberikan berupa
pengungkapan–pengungkapan, baik yang
bersifat wajib maupun sukarela. Selain
informasi keuangan yang diwajibkan,
perusahaan juga akan melakukan
pengungkapan sosial yang sifatnya
sukarela. Scott (2003:423) menjelaskan
mengenai pensinyalan yang didefinisikan
sebagai usaha manajemen yang memiliki
informasi lebih dibanding investor
(asymetric information) dan berusaha untuk
menyajikannya kepada investor yang
nantinya digunakan sebagai pertimbangan
dalam pembuatan keputusan investasi.
Nalikka (2009), melakukan
penelitian terhadap pengaruh gender direksi
perusahaan terhadap pengungkapan
sukarela pada laporan tahunan (annual
report). Dengan menggunakan data
perusahaan yang terdaftar di Helsinki Stock
Exchange pada tahun 2005-2007 dengan
memfokuskan pada gender Chief Executive
Officer(CEO), Chief Financial Officer
(CFO), dan board of director. Hasilnya
menunjukan bahwa perusahaan dengan
CFO wanita berhubungan dengan tingkat
pengungkapan yang lebih tinggi pada
laporan tahunan. CEO wanita dan proporsi
anggota BOD wanita ditemukan tidak
memiliki dampak signifikan terhadap
pengungkapan sukarela dalam laporan
tahunan.
Berdasarkan uraian tersebut maka
hipotesis pertama yang diajukan adalah
sebagai berikut.
H1: Diversitas gender dewan direksi
berpengaruh pada luas
pengungkapan sukarela
Resource Dependence theory (RDT),
mengungkapkan bahwa diversitas
meningkatkan kreatifitas dan inovasi.
Menurut pandangan ini, sikap, fungsi
kognitif, dan kepercayaan tidak terdistribusi
secara acak dalam populasi, tetapi
cenderung bervariasi secara sistematis
sesuai dengan variabel demografi seperti
umur, ras, latar belakang pendidikan dan
gender.
Penelitian Nalikka (2009)
menemukan bahwa CFO wanita
berhubungan dengan tingkat pengungkapan
yang lebih tinggi pada laporan tahunan. Hal
ini menunjukan bahwa latar belakang
pendidikan berpengaruh terhadap luas
pengungkapan.
Ponnu (2008) menyelidiki dampak
kualifikasi akademis anggota BOD terhadap
kinerja perusahaan, dengan menggunakan
sampel 30 perusahaan yang terdaftar di
Bursa Efek Malaysia. Hasilnya menunjukan
tidak ada perbedaan signifikan antara
kualifikasi akademis anggota BOD dengan
kinerja perusahaan.
Sehingga hipotesis ke dua yang diajukan
adalah sebagai berikut
H2: Latar belakang pendidikan dewan
direksi berpengaruh pada luas
pengungkapan sukarel
Pengaruh Diversitas Gender dan Latar Belakang Pendidikan Dewan Direksi Terhadap Luas Pengungkapan Sukarela
111
Kedua hipotesis diatas dapat
digambarkan dalam model penelitian seperti
disajikan dalam Gambar 3.3 berikut.
Gambar 3.3 Model Penelitian
III. METODA PENELITIAN
3.1 Metoda Penentuan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah
perusahaan-perusahaan sektor non
keuangan yang terdaftar di BEI pada tahun
2008. Pemilihan sampel penelitian
didasarkan pada metode nonprobability
sampling tepatnya metode purposive
sampling, yaitu teknik pengambilan sampel
dengan pertimbangan/kriteria tertentu,
Sugiyono (2009).
Adapun kriteria yang digunakan untuk
memilih sampel pada penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1) Perusahaan yang terdaftar di BEI untuk
tahun 2007 dan 2008.
2) Menerbitkan laporan tahunan (annual
report) tahun 2007 dan 2008.
3) Tahun buku per 31 Desember
4) Terdapat informasi mengenai gender
dan latar belakang pendidikan anggota
dewan direksi pada laporan tahunan
(annual report).
3.2 Definisi Operasional Variabel
1. Keragaman gender
Menurut WHO gender didefenisikan
sebagai perbedaan status dan peran
antara pria dan wanita yang dibentuk
oleh masyarakat sesuai dengan nilai
budaya yang berlaku dalam periode
tertentu. Keragaman gender diukur
dengan menggunakan persentase
jumlah wanita dibandingkan seluruh
jumlah anggota dewan dalam dewan
direksi.
2. Keragaman Latar belakang
pendidikan
Latar belakang pendidikan dewan
diukur dengan terlebih dahulu
mengelompokkan latar belakang
pendidikan menjadi beberapa bidang,
yaitu akuntansi dan keuangan,
manajemen pemasaran dan manajemen
strategis, hukum, engineering, sosial
ekonomi, dan lainnya. Kemudian
perusahaan dibagi menjadi kelompok
tersebar (diverse) dan tidak tersebar
(non diverse). Suatu perusahaan
dikatakan tersebar ketika kurang dari
40 persen anggota dewan direksinya
memiliki latar belakang pendidikan
sama (Ponnu, 2008). Untuk kelompok
tersebar diberikan nilai 1, sedangkan
kelompok tidak tersebar diberi nilai 0.
3. Luas pengungkapan sukarela .
Luas pengungkapan sukarela diukur
dengan menggunakan daftar
pengungkapan item-item (index) seperti
yang digunakan Mahayana, 2010. Dari
indeks ini kemudian dibagi menjadi
dua kelompok. Kelompok yang
memiliki indeks diatas nilai indeks
rata-rata dinyatakan sebagai kelompok
yang memiliki luas pengungkapan
sukarela yang tinggi, kemudian
diberikan nilai 1. Kelompok yang
memiliki nilai indeks dibawah nilai
indeks rata-rata dikatakan sebagai
kelompok dengan luas pengungkapan
sukarela yang rendah, dan kemudian
diberikan nilai 0.
Teknik analisis data yang
digunakan adalah teknik analisis
kuantitatif yaitu analisis yang bersifat
objektif dengan berdasarkan pada
Diversitas
Gender
Latar Belakang
Pendidikan
Pengungkapan
Sukarela
H1
H2
Vol. 3 No. 2, September 2013 Jurnal Riset Akuntansi JUARA
112
angka-angka dalam melakukan
penilaian apakah keragaman gender
dan latar belakang pendidikan dewan
direksi dapat mempengaruhi luas
pengungkapan sukarela. Alat analisis
yang digunakan adalah regresi binary.
Teknik ini digunakan karena variabel
terikat yaitu luas pengungkapan
sukarela merupakan variabel dummy.
Jika variabel dependen merupakan
variabel dummy, yang bersifat biner (
yang diberi kode 1 atau 0) maka
analisis yang digunakan adalah
ana;osos regresi bineri. Tehnik analisis
ini tidak memerlukan lagi uji
normalitas dan uji asumsi klasik pada
variabel bebasnya (Ghozali, 2005).
Model regresi binary ditunjukkan dalam
persamaan sebagai berikut.
Y = β0 +β1X1 + β2X2 + e..........................(1)
Keterangan :
Y = Luas pengungkapan sukarela
β0= Konstanta
β1,β2= Koefisien Regresi
X 1 = keragaman gender
X 2 = keragaman latar belakang pendidikan
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Statistik Deskriptif Variabel
Penelitian
Statistik deskriptif dalam penelitian ini
disajikan untuk memberikan informasi
karakteristik variabel penelitian khususnya
mengenai mean dan deviasi standar.
Pengukuran mean merupakan cara yang
paling umum digunakan untuk mengukur
nilai sentral dari suatu distribusi data.
Deviasi standar merupakan perbedaan
antara nilai data yang diteliti dengan nilai
rata-ratanya. Statistik deskriptif dari
pengungkapan sukarela, gender dan latar
belakang pendidikan dapat dilihat seperti
pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1
Statistik Deskriptif
N Min Max Mean
Std.
Deviation
Voluntary
Disclousure
(VD)
357 ,00 1,00 ,4454 ,49771
Gender 357 ,00 1,00 ,1322 ,17798
Education (
EDU) 357 ,00 1,00 ,5378 ,49927
Valid N
(listwise) 357
Sumber: Data diolah
Statistik deskriptif pada Tabel 5.1,
Voluntary Disclousure (VD) dan gender
merupakan variabel dummy yang memiliki
nilai terendah 0 dan nilai tertinggi 1.
Lampiran 4 menunjukkan nilai VD yang
paling sering muncul adalah 0, nilai -0
muncul sebanyak 198 kali sedangkan nilai 1
muncul 159 kali. Hal ini berarti 45%
pengamatan perusahaan memiliki tingkat
pengungkapan tinggi, sedangkan sisanya
55% memiliki tingkat pengungkapan
sukarela rendah. Edu menunjukkan variabel
latar belakang pendidikan. Lampiran 4
menunjukkan nilai Edu yang paling sering
muncul adalah 1, nilai 1 muncul sebanyak
192 kali sedangkan nilai 1 muncul 165 kali.
Hal ini berarti 54% pengamatan perusahaan
memiliki anggota direksi dengan latar
pendidikan tersebar, sedangkan sisanya
46% memiliki latar belakang pendidikan
yang homogen.
Variabel gender memiliki nilai
terendah sebesar 0,00 dan nilai tertinggi
sebesar 1,00. Rata-rata (mean) gender dari
seluruh pengamatan adalah sebesar 0,1322
dengan deviasi standar sebesar 0,17798. Ini
berarti persentase rata-rata anggota dewan
perempuan dibandingkan seluruh anggota
dewan adalah sebesar 13,22 persen.
Pengaruh Diversitas Gender dan Latar Belakang Pendidikan Dewan Direksi Terhadap Luas Pengungkapan Sukarela
113
4.2 Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian
Penelitian ini menggunakan variabel
dependen bersifat dikotomi (pengungkapan
sukarela tinggi dan pengungkapan sukarela
rendah), maka pengujian terhadap hipotesis
dilakukan dengan menggunakan uji binery
logistic regression. Tahapan dalam
pengujian ini dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1. Menguji kelayakan model regresi
Menurut Gozali (2006) hasil
statistik Hosmer and Lemeshow’s menguji
hipotesis nol bahwa data empiris cocok atau
sesuai dengan model (tidak ada perbedaaan
antara model dengan data sehingga model
dikatakan fit). Jika nilai Hosmer and
Lemeshow’s Goodness of Fit Test statistik
sama dengan atau kurang dari 0,05, maka
hipotesis nol ditolak yang berarti ada
perbedaan antara model dengan nilai
observasinya sehingga model dikatakan
tidak baik karena tidak dapat memprediksi
nilai observasinya. Jika nilai Hosmer and
Lemeshow’s Goodness of Fit Test lebih
besar dari 0,05, berarti model mampu
memprediksi nilai observasinya atau dapat
dikatakan model dapat diterima karena
cocok dengan data observasinya. Tampilan
output SPSS menunjukkan bahwa besarnya
nilai statistik Hosmer and Lemeshow’s
Goodness of Fit Test sebesar 3,222 dengan
signifikansi (nilai p) sebesar 0,666
(lampiran 3.c). Berdasarkan hasil tersebut,
terlihat bahwa signifikansi (nilai p) lebih
besar dari 0,05 maka dapat disimpulkan
bahwa model dapat diterima atau layak.
2. Menilai keseluruhan model (overall
model fit)
Pengujian dilakukan dengan
membandingkan nilai antara -2 Log
Likelihood (-2LL) pada awal (Block
Number = 0) dengan nilai -2 Log Likelihood
(-2LL) pada akhir (Block Number = 1).
Nilai -2LL awal adalah sebesar 490,638.
Setelah dimasukkan tiga variabel
independen, maka nilai -2LL akhir
mengalami penurunan menjadi sebesar
486,521 (Lampiran 3.c). Penurunan
likelihood (-2LL) ini menunjukkan model
regresi yang lebih baik atau dengan kata
lain model yang dihipotesiskan bisa
menjelaskan fenomena yang diteliti.
3. Koefisien Determinasi (Nagelkerke R
Square)
Besarnya nilai koefisien determinasi
pada model regresi logistik ditunjukkan
oleh nilai Nagelkerke R Square. Nilai
Nagelkerke R Square adalah sebesar 0,015 (
lampiran 3.c) yang berarti variabilitas
variabel dependen yang dapat dijelaskan
oleh variabel independen adalah sebesar
1,5% sedangkan sisanya sebesar 98,5%
dijelaskan oleh variabel-variabel lain di luar
model penelitian
4. Uji Multikolinearitas
Model regresi yang baik adalah
regresi dengan tidak adanya gejala korelasi
yang kuat di antara variabel bebasnya.
Pengujian ini dilakukan dengan
menggunakan matrik korelasi antar variabel
bebas untuk melihat besarnya korelasi antar
variabel independen.
Tabel 4.2
Matrik Korelasi antar Variabel Bebas Constant Gender Edu
Step 1 Constant 1,000 -,377 -,631
Gender -,377 1,000 -,133
Edu -,631 -,133 1,000
Sumber: Data diolah
Tabel 4.2 menunjukkan tidak ada
koefisien korelasi antar variabel yang
nilainya lebih besar dari 0,8. Hal ini
menunjukkan tidak terdapat gejala
multikolinearitas antar variabel bebas dalam
model regresi.
Vol. 3 No. 2, September 2013 Jurnal Riset Akuntansi JUARA
114
5. Model Regresi Logistik yang
Terbentuk Model regresi logistik yang terbentuk
disajikan pada Tabel 5.3 berikut ini:
Tabel 4.3
Hasil Uji Koefisien Regresi Logistik
B Wald. Sig.
Gender ,005 ,000 ,994
Edu ,435 4,012 ,045
Constant -,457 7,010 ,008
Sumber: Data diolah
4.3 Pengaruh Gender pada Luas
Pengungkapan Sukarela Hasil pengujian hipotesis pertama
menunjukkan bahwa gender tidak
berpengaruh pada luas pengungkapan
sukarela. Hal ini berarti hasil pengujian
tidak dapat mendukung hipotesis yang
diajukan. Hasil penelitian ini mendukung
hasil penelitian Nalikka (2009).
Nalikka (2009), melakukan penelitian
terhadap pengaruh gender direksi
perusahaan terhadap pengungkapan
sukarela pada laporan tahunan (annual
report). Dengan menggunakan data
perusahaan yang terdaftar di Helsinki Stock
Exchange pada tahun 2005-2007 dengan
memfokuskan pada gender Chief Executive
Officer(CEO), Chief Financial Officer
(CFO), dan board of director. Hasilnya
menunjukan bahwa perusahaan dengan
CFO wanita berhubungan dengan tingkat
pengungkapan yang lebih tinggi pada
laporan tahunan. CEO wanita dan proporsi
anggota BOD wanita ditemukan tidak
memiliki dampak signifikan terhadap
pengungkapan sukarela dalam laporan
tahunan.
Hofstede (1991) menyatakan ada empat
dimensi yang berpengaruh terhadap
nilai nilai sosial dalam suatu masyarakat.
Salah satunya adalah Power distance.
Power Distance Index (PDI) didefinisikan
sebagai sejauh mana masayarakat dapat
menerima ketidaksetaraan (inequality). Di
negara-negara Asia, Indonesia menempati
peringkat kedua setelah Malaysia untuk
skor PDI-nya. Hal ini dapat berarti
bahwa masyarakat di Indonesia dapat
menerima ketidaksetaraan dan
menggangapnya hal yang biasa. Adalah
suatu hal yang wajar bagi bawahan untuk
menghormati keputusan atasannya atau
orang yang lebih tua dalam artian orang
yang lebih dihormati. Hal ini berpotensi
menimbulkan group think.
Group think, merupakan fenomena
yang sering terjadi dalam pembuatan
keputusan kelompok, didefinisikan sebagai
suatu situasi dimana kelompok mayoritas
berusaha untuk meredam pandangan yang
kritis, tidak biasa, berasal dari kelompok
minoritas (Robbins dan Judge, 2001).
Berdasarkan statistik deskriptif dapat
dilihat bahwa proporsi wanita dalam dewan
rata-rata hanya 13 persen. Ini menunjukkan
keberadaaan perempuan dalam dewan
masih tergolong kecil (minoritas) sehingga
tidak memiliki hak suara mayoritas dalam
menentukan keputusan yang dibuat dewan
terkait dengan luas pengungkapan sukarela.
Keputusan yang dibuat tidak hanya
ditentukan oleh jumlah anggota perempuan
dalam dewan tetapi juga kualitas orang-
orang tersebut. Faktor pengalaman, ras, dan
umur mungkin mempengaruhi keputusan
yang dibuat oleh masing-masing anggota
dewan berkaitan dengan luas pengungkapan
sukarela yang akan dilakukan perusahaan.
Hal tersebut mungkin mempengaruhi hasil
penelitian ini. Faktor-faktor tersebut perlu
dipertimbangkan dalam penelitian
selanjutnya dan dalam menentukan
kualifikasi anggota dewan.
Pengaruh Diversitas Gender dan Latar Belakang Pendidikan Dewan Direksi Terhadap Luas Pengungkapan Sukarela
115
4.4 Pengaruh Latar Belakang Pendidikan
pada Luas Pengungkapan Sukarela
Hasil pengujian hipotesis kedua
menunjukkan bahwa latar belakang
pendidikan anggota dewan berpengaruh
positif pada luas pengungkapan sukarela.
Hal ini berarti hipotesis kedua yang
diajukan dapat didukung.
Pemilihan anggota dewan perusahaan
harus berpedoman pada persyaratan
mengenai pencapaian pendidikan,
kecukupan kompetensi dan pemahaman
mengenai bisnis, persyaratan umur,
integritas/kejujuran, dan ketekunan
seseorang. Ponnu (2008) menyebutkan
bahwa seorang anggota dewan perusahaan
harus memiliki kredibilitas dan skill serta
pengalaman yang diperlukan, sehingga
mampu memberikan judgment independen
dalam isu yang berkaitan dengan strategi,
kinerja, dan sumber daya perusahaan.
Dewan komisaris dan direksi harus
terdiri dari anggota profesional, dengan
keahlian dalam bidang hukum, pajak, atau
akuntansi. Keberadaan anggota dewan
komisaris dan direksi yang memiliki
pengalaman dalam industri dan bisnis
relevan sangat bermanfaat bagi dewan
perusahaan secara keseluruhan. Keberadaan
mereka memberikan perspektif mengenai
risiko signifikan dan keuntungan
kompetitif, serta lebih memahami mengenai
tantangan yang akan dihadapi dalam bisnis
perusahaan (Ponnu, 2008).
Latar belakang pendidikan formal
anggota dewan komisaris dan direksi
merupakan karakteristik kognitif yang dapat
memengaruhi kemampuan dewan dalam
pengambilan keputusan bisnis serta
mengelola bisnis (Kusumastuti dkk., 2006).
Siciliano (1996) menemukan bahwa
diversitas latar belakang pendidikan yang
berasosiasi dengan latar belakang pekerjaan
anggota dewan direksi perusahaan
berpengaruh positif pada kinerja organisasi
terutama pada kinerja sosial. Wallace dan
Cooke (1990) anggota direksi yang
memiliki latar belakang pendidikan
akuntansi dan bisnis mungkin melakukan
tingkat pengungkapan yang lebih luas untuk
meningkatkan citra perusahaan maupun
kredibilitas manajemen.
Berdasarkan Resource dependence
theory (RDT) dijelaskan bahwa dengan
menggunakan komposisi BOD yang
tersebar, akan meningkatkan paling tidak
lima hal yaitu:
(1) Meningkatkan pemahaman akan pasar.
Dengan makin tersebarnya pasar,
perusahaan harus dapat memahami
karakteristik pelanggannya. Cara yang
baik adalah dengan menggunakan
tenaga penjualan yang tesebar pula.
(2) Meningkatkan kreatifitas dan inovasi.
Sikap, fungsi kognitif, dan keyakinan
tidak tersebar secara acak dalam
populasi, tetapi cenderung berbeda
secara sistematis sesuai dengan variabel
demografi seperti umur, ras, dan
gender. Sehingga konsekuensi yang
dapat diharapkan dari peningkatan
keragaman budaya dalam organisasi
adalah munculnya perepektif yang
berbeda-beda yang akan meningkatkan
kinerja dari tugas yang kreatif. Sebagai
tambahan, karyawan yang merasa
dihargai dan didukung oleh
organisasinya, cenderung akan lebih
inovatif.
(3) Meningkatkan kualitas pemecahan
masalah. Kelompok yang heterogen
cenderung menghasilkan pemecahan
masalah yang lebih inovatif. Perbedaan
diantara anggota kelompok
memnyebabkan anggota kelompok
dapat melihat permasalahan dari
berbagai perspektif berdasarkan
pengalaman anggota kelompok. Hal ini
menyebabkan pembuat keputusan
mengevaluasi lebih banyak alternatif
dan menelaah dengan lebih hati-hati
Vol. 3 No. 2, September 2013 Jurnal Riset Akuntansi JUARA
116
konsekuensi dari alternatif yang
diberikan.
(4) Meningkatkan keefektifitasan
pemimpin. Komposisi demografi pada
level top management mempengaruhi
strategi kompetitif dan keefektifitasan
finansial perusahaan.
(5) Membina hubungan global yang
efektif. Tantangan yang dihadapi
manajer puncak adalah mengubah
keragaman etnokultural menjadi
keunggulan diferensial dalam
persaingan pasar global yang semakin
meningkat.
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil analisis dan
pembahasan, maka dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1) Gender tidak berpengaruh pada luas
pengungkapan sukarela. Hal ini
disebabkan karena keberadaan
perempuan dalam dewan rata-rata
hanya 13% sehingga tidak dominan
dalam pembuatan keputusan terkait
dengan luas pengungkapan sukarela.
Hasil ini juga dipengaruhi oleh faktor
individu dari anggota dewan seperti
pengalaman, ras, dan umur.
2) Latar belakang pendidikan berpengaruh
positif pada luas pengungkapan
sukarela. Hal ini menunjukkan bahwa
keragaman latar belakang pendidikan
anggota dewan mempengaruhi
keputusan mereka dalam melakukan
pengungkapan informasi kepada
publik. Semakin beragam latar
belakang pendidikan anggota dewan,
semakin luas pengungkapan sukarela
yang dilakukan.
5.2 Keterbatasan dan Saran
Penelitian ini memiliki beberapa
keterbatasan antara lain :
1) Pada penelitian ini menggunakan
variabel dummy untuk mengukur
variabel dependennya. Penelitian
berikutnya dapat menggunakan
kombinasi antara indeks pengungkapan
dan jumlah item yang diungkapkan.
2) Koefisien determinasi (Adjusted R2)
adalah sebesar 0,475 yang berarti
variabilitas variabel dependen yang
dapat dijelaskan oleh variabel
independen adalah sebesar 1,5 persen,
sedangkan sisanya sebesar 98,5 persen
dijelaskan oleh variabel-variabel lain di
luar model penelitian. Hal ini berarti
masih ada variabel lain yang perlu
diidentifikasi untuk menjelaskan luas
pengungkapan sukarela yang dilakukan
perusahaan. Berdasarkan hasil
penelitian, variabel diversitas dewan
lain yang mungkin dapat mempengaruhi
keputusan pengungkapan sukarela
adalah diversitas kognitif seperti
pengalaman, skill dan kompetensi
(Coffey dan Wang, 1998) dan diversitas
demografi seperti status perkawinan
(Slocum dan Hellriegel, 2007 dalam
Marimuthu, 2008).
3) Pada penelitian selanjutnya dapat
dipertimbangkan untuk memasukan
variabel kontrol. Variabel kontrol
merupakan variabel yang dikendalikan
atau dibuat konstan sehingga hubungan
variabel independen terhadap dependen
tidak dipengaruhi oleh faktor luar yang
tidak diteliti. Dalam hal ini dapat
digunakan variabel jenis industri, yang
memisahkan antara industri keuangan
dengan non keuangan. Karena dari sisi
aturan, ada ukuran tertentu yang harus
dipenuhi oleh lembaga keuangan yang
tidak diberlakukan bagi perusahaan non
Pengaruh Diversitas Gender dan Latar Belakang Pendidikan Dewan Direksi Terhadap Luas Pengungkapan Sukarela
117
4) keuangan khususnya berkaitan dengan
pengungkapan yang diwajibkan.
DAFTAR PUSTAKA
Adams, R.B., dan Ferreira, D. 2004. Gender
Diversity In The Boardroom. ECGI
Finance Working Paper No.58.
Available at http://ssm.com/abstracth
=594506. Diakses pada tanggal 28 Juli
2010.
Bhagat,S., dan Black, B. 1999. The
Uncertain Relationship Between Board
Composition and Firm Performance.
Columbia Law School, Center for Law
and Economics Studies Working Paper
No.137. Available at
http://papers.ssrn.com/papers.taf?abstra
ct_id=11417. Diakses tanggal 28 Juli
2010
Carter, D.A., D’Souza, F., Simkins, B. J.,
dan Simpson, W.G. 2007. The
Diversity of Corporate Board
Committees and Financial
Performance. Available at
http://www.fma.org/Prague/Papers/Div
ersityofCorporateBoardCommittees.
Diakses 28 Juli 2010
Carter, D.A., Simkins, B.J., dan Simpson,
W.G. 2003. Corporate Governance,
Board Diversity, and Firm Value. The
Financial Review. No. 38:33 – 53.
Coffey, B.S., dan Jia Wang. 1998. Board
Diversity and Managerial Control as
Prediction of Corporate social
Performance. Journal of Bussiness
Ethics 17. hal 1595-1603
Davis, G.F., dan Cobbs, J.A.2009. Resource
Dependence Theory: Past and Future.
Available at www/webuser bus umich
edu/gfdavis_cobbs_09_RSO pdf, di
akses pada tanggal 20 April 2010.
Ghozali, I. 2001. Aplikasi Analisis
Multivariate dengan Program SPSS.
Badan Penerbit Universitas
Diponegoro, Semarang
Goodstein, J., Gautam, K., dan Becker, W.
1994. The Effect Of Board Diversity
On Strategic Change. Stategic
Management Journal. Vol 15 hal 241-
250.
Haniffa, R., dan Cooke, T. 2000. Culture,
Corporate Governance , and Disclosure
in Malaysian Corporation, Makalah.
Disampaikan pada The Asian AAA
World Conference di Singapura 28-30
Agustus.
Hofstede. G, 1991, Cultures and
Organization: Software of the Mind.
McGraw-Hill International (UK).
Kusumastuti, S., Supatmi, dan Perdana S.
2006. Pengaruh Board Diversity
Terhadap Nilai Perusahaan dalam
Perspektif Corporate Governance.
Jurnal Akuntansi Dan Keuangan, Vol.
9 No. 2 Nopember 2007. Hal 88-98.
Marimuthu, M. 2008. Ethnic Diversity on
Boards of Directors and Its
Implications on Firm Financial
Performance. The Journal of
International Social Research. Vol.
1(4): 431-445.
McLeod, P.L., Lobel, S.A., dan Cox, Jr.,
T.H. 1996. Ethnic Diversity and
Creativity in Small Groups. Small
Groups Research Vol. 27 No.2 hal 248-
264. Avalaible at
http://deepblue.lib.umich.edu/ bitstream/
2027.42/
Vol. 3 No. 2, September 2013 Jurnal Riset Akuntansi JUARA
118
68515/2/10.1177_1046496271046.pdf.
Diakses tanggal 28 Juli 2010.
McMilan-Capehart, A., dan Simerly, R.L.
2008. Effects of Managerial Racial and
gender Diversity on Organizational
Performance: An empirical Study.
International Journal Of Management.
Vol 25 No.3 Hal 446-592
Meier, S. 2005. How Global is Good
Corporate Governance. Ethical
Investment Research Services.
Available at http://www.eiris.org/files/research
publication/howglobaliscorpgov05.pdf.
Diakses pada 12 Maret 2010.
Nalikka, A. 2009. Impact of Gender
Diversity on Voluntary Disclosure in
Annual Reports. Accounting &
Taxation. Vol. 1, No. 1.
Ponnu, C.H. 2008. Academic Qualifications
of Board of Directors and Company
Performance. The Business Review
Cambridge. Vol. 10. No.1: 177-181.
Randoy, T., dan Oxelheim, L, 2001. The
Impact Of Foreign Board Membership
On Firm Value. Available at
http://www.ifn.se/wfiles/wp/WP567.pdf.
Diakses pada 12 Maret 2010.
Randoy, T., Oxellheim, L., dan Thomsen,
S. 2006. A Nordic Perspective on
Board Diversity.Nordic Inovation
Centre. Available at http: //www.
nordicinovation.net/img/anordicperspectiv
eonboard//diversity//final.web.pdf.
Diakses pada 12 Maret 2010
Richard, O.C., Bannett, T., Dwyer, S., dan
Chadwick, K. 2004. Cultural Diversity
In Management, Firm Performance,
And The Moderating Role Of
Entrepreneurial Orientation
Dimension. Academy of Management
Journal. Volume 47 No 2. hal 255-266.
Roberson, Q.M., dan Hyeon Jeong Park.
2007. Examining the Link between
diversity and Firm Performance: The
Effects of Diversity Reputation and
Leader Racial Diversity. Group &
Organization Management, vol 32
No.5 hal 548-568
Robin, S.P., and Judge. T.A. 2001.
Organizational Behaviour. Pearson
Prentice Hall.
Robinson, G., dan Dechant, K. 1997.
Building A Business Case For
Diversity. Academy of Management
Executive, vol 11, hal 21-30.
Siciliano, J.I. 1996. The Relationship Of
Board Member Diversity To
Organizational Performance. Journal
Of Bussiness Ethics 15 hal 1313-1320
Wardani, R. 2008. Pengaruh Konsentrasi
Pemilikan, Ukuran Perusahaan, dan
Mekanisme Corporate Governance
terhadap Manajemen Laba. Makalah.
Disampaikan dalam Simposium
Nasional Akuntansi ke XI di Pontianak
23-24 Juli.
Dampak Ekonomi Penerapan Peraturan Pemerintah (PP) No.46 Tahun 2013 Terhadap Usaha Mikro Kecil dan Menengah
UMKM
119
DAMPAK EKONOMI PENERAPAN PERATURAN PEMERINTAH (PP)
NO. 46 TAHUN 2013 TERHADAP USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH
(UMKM)
I Nyoman Putrayasa3
Universitas Mahasaraswati Denpasar
ABSTRAK
Peraturan Pemerintah (PP) No. 46 Tahun 2013 mengatur tentang pengenaan pajak bagi
sektor UMKM. PP ini mengenakan tarif final sebsar 1% dari omset yang diperoleh perusahaan.
Keluarnya PP ini ditanggapi pro dan kontra oleh pelaku UMKM dan Pemerintah sebagai
regulator. Bagi pelaku UMKM PP ini dianggap diskriminatif karena yang dikenakan pajak
adalah omset perusahaan tanpa memandang perusahaan mengalami untung atau rugi. Selain itu
penerapan PP ini memicu terjadinya pengenaan pajak berulang karena selama ini usaha mereka
sudah dikenakan PPn dan PPh. Pemerintah berpandangan dengan PP ini pelaku UMKM akan
memperoleh keuntungan diantaranya adalah kemudahan memperoleh akses dari bank dan adanya
jaminan dari pemerintah terkait permodalan. Bagi pemerintah sendiri dengan adanya PP ini
merupakan sumber pendapatan baru yang dapat meningkatkan kas negara.
Kata kunci : PP No. 46 Tahun 2013, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
3Alamat Korespondensi : ([email protected])
I. PENDAHULUAN
Baru saja Direktorat Jenderal Pajak
(DJP) merilis aturan baru yang diperkirakan
akan mempunyai dampak yang luar biasa
bagi penerimaan pajak. Aturan tersebut
tentang pengenaan pajak sebesar 1% bagi
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
(UMKM) yang dirilis dalam Perturan
Pemerintah (PP) No. 46 Tahun 2013.
Meskipun petunjuk teknisnya belum
dikeluarkan oleh pemerintah, munculnya PP
ini telah banyak mengundang pro dan kontra
dikalangan pelaku UMKM. Hal yang wajar
mengingat setiap kebijakan dalam
perpajakan pada dasarnya tidak akan pernah
iklas diterima oleh masyarakat, apalagi bagi
wajib pajak ataupun calon wajib pajak
yang akan terkena dampaknya.
Menurut Martfianto, PP No. 46 Tahun
2013 mengatur tentang pengenaan pajak
bagi sektor UMKM. Beberapa peraturan
dalam PP ini membuat para pelaku UMKM
tidak bisa duduk dengan tenang. Bagaimana
tidak, sejak 1 Juli 2013 sektor UMKM akan
dikenakan pajak sebesar 1% dari omset.
Omset yang dikenakan adalah maksimum
sebesar Rp. 4,8 miliar dalam satu
tahun pajak. Hal yang tidak kecil memang
bagi pelaku UMKM. Namun, omset sebesar
itu belum tentu mencerminkan keadaan
perusahaan yang sebenarnya, apakah akan
mengalami untung atau rugi. Selain itu, PP
ini juga akan menjadikan seluruh
pelaku UMKM untuk memiliki NPWP.
Dengan begitu, seluruh aktivitas ekonomi
UMKM akan terpantau oleh DJP dan setiap
UMKM wajib menyetor sebesar 1% kepada
negara tanpa memandang untung atau rugi.
Vol. 3 No. 2, September 2013 Jurnal Riset Akuntansi JUARA
120
Menurut Febriani, pembangunan
ekonomi negara tidak terlepas dari peran
pemerintah, lembaga keuangan dan pelaku
usaha yang salah satunya adalah Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).
UMKM bukan merupakan pendukungdalam
perekonomian negara, tetapi cukup dominan
dalam membiayai pembangunan ekonomi
melalui pembayaran pajak. UMKM
menyumbang 57,12% dari Produk Domestik
Bruto (PDB), dan menyerap 97,3% tenaga
kerja dari total 104,54 juta tenaga kerja yang
ada di Indonesaia. Oleh karena itu,
pemerintah sebagai pembuat dan pengatur
kebijakan diharapkan dapat
memberikan iklim yang kondusif bagi dunia
usaha, sehingga lembaga keuangan baik
perbankan maupun bukan perbankan serta
pelaku usaha di lapangan mampu
memanfaatkan kebijakan yang dibuat oleh
pemerintah melalui peraturan daerah dan
dapat melaksanakan kegiatan usaha dengan
lancar, sehingga dapat mendorong
percepatan pembangunan ekonomi. Oleh
karena itulah penulis tertarik untuk
membuat tulisan dengan judul “Dampak
Ekonomi Penerapan Peraturan Pemerintah
(PP) No. 46 Tahun 2013 Terhadap Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)”.
II. PEMBAHASAN
2.1 Dampak negatif penerapan PP No.
46 Tahun 2013 bagi UMKM
Penerapan PP No. 46 Tahun 2013
tentang Pajak Penghasilan dari usaha yang
diterima atau dari Wajib Pajak yang
memiliki penghasilan bruto tertentu,
menimbukan pro kontra dikalangan pelaku
UMKM. Mereka merasa keberatan terhadap
PP baru yang dikeluarkan pemerintah,
karena dianggap memberatkan mereka dari
segi keuangan. Menurut Himpunan
pengusaha Mikro dan kecil Indonesia
(dalam Republika.co.id yang diakses 16
Agustus 2013) berikut adalah dampak
negatif yang ditimbukan terkait penerapan
PP No. 46 Tahun 2013 :
1) Bersifat diskriminatif
PP No. 46 Tahun 2013 dianggap bersifat
diskriminatif dikarenakan besarnya tarif
pajak dihitung sebesar 1% (satu persen)
dari omset perusahaan. Hal ini dapat
menyebabkan meningkatnya jumlah
biaya yang harus dikeluarkan oleh pelaku
UMKM. Untuk lebih memahami
perhitungan pajak yang dikenakan dapat
diilustrasikan sebagai berikut. Pada
Tahun 2012 CV. Abdi Furniture
melakukan transaksi penjualan dengan
total penjualan diakhir tahun adalah
sebesar Rp. 3 miliar. Dengan mengikuti
aturan dari PP No. 46 Tahun 2013,
dimana omset penjualan tidak melebihi
Rp. 4,8 miliar dalam tahun pajak, maka
besarnya pajak yang harus dibayar adalah
1% dari Rp. 3 miliar yaitu Rp. 30
juta/tahun.
2) Pengenaan Pajak tidak sesuai dengan asas
keadilan.
PP No. 46 Tahun 2013 dianggap tidak
sesuai dengan asas keadilan karena
perhitungan didasarkan pada omset
perusahaan. Padahal omset perusahaan
tidak mecerminkan pendapatan riil dari
sebuah perusahaan. Ini berarti bahwa PP
ini tidak memandang perusahaan
mengalami untung atau rugi. Sebagai
ilustrasi dapat diambil kasus CV. Abadi
Furniture dimana total omset yang
diperoleh dalam setahun adalah sebesar
Rp. 3 Miliar. Dari penjualan tersebut
misalkan biaya operasional diluar pajak
dalam 1 (satu) tahun adalah sebesar
Rp.2,5 Miliar. Sehingga total keuntungan
yang diperoleh adalah :
Dampak Ekonomi Penerapan Peraturan Pemerintah (PP) No.46 Tahun 2013 Terhadap Usaha Mikro Kecil dan Menengah
UMKM
121
3) Berpotensi terjadinya pengenaan pajak
berulang. Penerapan PP No. 46 Tahun
2013 dapat menimbulkan terjadinya
pajak berulang bagi pelaku UMKM.
Selain telah dipungut PPn dan PPh.
Sebagai contoh pada CV. Abdi diatas,
dari omset penjualan Rp. 3 miliar yang
diperoleh selain dikenakan pajak sebesar
1% juga dikenakan Ppn atas
pertambahan nilai dari bahan baku
menjadi barang siap pakai sebesar 10%
dan Pph baik pasal 21 maupun pasal 25
yang dikenakan dari omset setelah
dikurangi biaya-biaya yang dikeluarkan
perusahaan (laba bersih
perusahaan). Contoh perhitungannya
pajaknya adalah sebagai berikut :
Misalkan biaya operasional yang
dikeluarkan termasuk biaya gaji
karyawan adalah sebesar Rp. 1 miliar.
Jumlah karyawan yang dimiliki adalah
sebanyak 20 DUA puluh) orang dengan
status misalkan adalah semua karayawan
menikah dengan 2 anak.
(Contoh terlampir pada lampiran 1)
2.2 Dampak positif penerapan PP No.
46 Tahun 2013 bagi UMKM
Selain menimbukan dampak negatif
penerapan PP No. 46 Tahun 2013, juga
memiliki dampak positif antara lain :
2.2.1 Bagi pengusaha UMKM
1) Mempermudah akses memperoleh
modal pinjaman dari bank. Menurut
Bank Indonesia, hal utama yang
menyebabkan susahnya pelaku
UMKM memperoleh bantuan
pendanaan dari bank adalah memiliki
risiko yang tinggi bagi bank. Selain
itu perusahaan mereka belum
bankable yaitu belum memenuhi
syarat peminjaman kredit dibank.
Salah satu syarat yang selama ini
jarang dimiliki oleh mereka
adalah NPWP. Dengan adanya PP ini
setiap pelaku UMKM diwajibkan
memiliki NPWP sehingga akses
perbankan semakin mudah.
2) Adanya jaminan dari pemerintah
terkait permodalan, baik akses ke
bank maupun terhadap bantuan dari
pemerintah sendiri
2.2.2 Bagi pemerintah
1) Memperoleh pendapatan dari
pembayaran pajak UMKM.
III. KESIMPULAN
Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun
2013 tentang Pajak Penghasilan dari usaha
yang diterima atau dari Wajib Pajak
yang memiliki penghasilan bruto tertentu,
kepada pelaku UMKM mendapat
pendangan yang berbeda dari pelaku
UMKM dan pemerintah.
Pengusaha UMKM berpandangan
bahwa penerapan Peraturan Pemerintah No.
46 Tahun 2013 akan membawa dampak
negatif bagi usaha mereka. Dengan
penerapan PP No. 46 Tahun 2013,
pemerintah dianggap diskriminatif, karena
besaran tarif pajak dihitung sebesar 1% (satu
persen) dari omset perusahaan tanpa
memandang perusahaan mengalami untung
atau rugi.. Selain itu berpotensi terjadinya
pengenaan pajak berulang dan pelaku
UMKM belum siap menerapkan PP No. 46
Tahun 2013.
Pemerintah berpandangan bahwa
penerapan Peraturan Pemerintah No. 46
Tahun 2013, akan membawa dampak positif
bagi kedua belah pihak, baik dari segi
pelaku UMKM sendiri maupun bagi
pemerintah.
Penjuala : 3.000.000.000
Total Biaya-biaya : 2.500.000.000 –
Laba Kotor 500.000.000
Pajak Final 1% : 30.000.000 –
Laba Bersih : 470.000.000
Vol. 3 No. 2, September 2013 Jurnal Riset Akuntansi JUARA
122
Bagi pelaku UMKM Peraturan
Pemerintah No. 46 Tahun 2013 ini akan
mempermudah akses memperoleh pinjaman
dari bank karena kepemilikan NPWP selain
adanya jaminan kompensasi dari
pemerintah, sedangkan dari pihak
pemerintah akan memperoleh pendapatan
baru dari pembayaran pajak yang
dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
Budiartha Ketut. 2008. Penghasilan Versi
Akuntansi, Pajak dan Ekonomi. Jurnal
Akuntansi dan BisnisVol. 3, No. 1.
Januari 2008.
Febriani. 2011. Pengaruh Pajak Terhadap
Perkembangan Usaha Mikro di
Sumatera Barat: Konsep Dan
Implikasi Kebijakan. Jurnal
Manajemen dan Kewirausahaan Vol.
2. Nomor 3, September 2011
Himpunan pengusaha Mikro, kecil dan
menegah. 2013. Tiga Alasan Mengapa
Himkindo Meminta Penundaan Pajak
UMKM. Republika Online terbit
Selasa, 16 Agustus 2013
Makasar Post diakses tanggal 16 Agustus
2013
Mardiasmo. 2011. Perpajakan. Edisi Revisi
2011. Yogyakarta: Andi
Martfianto, Roy. Rabu, 10 Juli 2013. Pajak
1% untuk UMKM: Hadiah Atau
Hukuman. Yogyakarta: Sekretariat
Badan Balai Diklat Keuangan
Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun
2013 tentang Pajak Penghasilan dari
usaha yang diterima atau dari Wajib
Pajak yang memiliki penghasilan
bruto tertentu
www.bi.go.id. Diakses 16 Agustus 2013
www.Republika.co.id. Diakses 16 Agustus
2013
www.pajak.go.id
Dampak Ekonomi Penerapan Peraturan Pemerintah (PP) No.46 Tahun 2013 Terhadap Usaha Mikro Kecil dan Menengah
UMKM
123
Lampiran 1
Penjualan : 3.000.000.000
Total Biaya-biaya : 2.500.000.000 –
Laba Kotor : 500.000.000
Pajak Final 1% : 30.000.000
(PP 46 Th. 2013)
(3.000.000.000 x 1%)
Pph Psl 21 :
Gaji : 1.000.000.000
PTKP :
- WP Pribadi : 24.300.000
- WP. Kawin : 2.025.000
- Tambahan 3
Anak
(2.025.000x3): 6.075.000+
Total PTKP 20 orang 32.400.000 x 30 648.000.000 –
PKP 352.000.000
Pajak Terutang :
5% x 50.000.000 = 2.500.000
15% x 250.000.000 = 37.500.000
25% X 52.000.000 = 13.000.000
Total Pajak terutang 53.000.000 -
Laba bersih sebelum pajak 417.000.000
PPh Psl 25 (Tarif final 28%) 116.760.000-
Laba bersih 300.240.000
Vol. 3 No. 2, September 2013 Jurnal Riset Akuntansi JUARA
124
KARAKTERISTIK INDEPENDENSI SERTA KEAHLIAN AKUNTANSI DAN
KEUANGAN KOMITE AUDIT SEBAGAI PEMODERASI HUBUNGAN OPINI GOING
CONCERN DENGAN PERGANTIAN AUDITOR
Luh Komang Merawati4
Universitas Mahasaraswati Denpasar
Abstrak
Komite audit sebagai mekanisme corporate governance dipercaya dapat mengurangi
kecenderungan terjadinya pergantian auditor setelah penerbitan opini going concern. Penelitian
ini dilakukan untuk menguji pengaruh moderasi karakteristik independensi serta keahlian
akuntansi dan keuangan pada hubungan opini going concern dengan pergantian auditor.
Penelitian ini menggunakan metode purposive sampling perusahaan manufaktur yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia tahun 2008-2011.
Hasil penelitian menunjukkan pengaruh moderasi karakteristik independensi serta keahlian
akuntansi dan keuangan anggota komite audit adalah signifikan.Hal ini membuktikan komite
audit yang lebih independen dan menguasai keahlian akuntansi dan keuangan akan lebih efektif
dalam mengurangi implikasi terhadap terjadinya pergantian auditor setelah penerbitan opini
going concern. Kata kunci: opini going concern, komite audit, corporate governance, pergantian auditor 4Alamat Korespondensi : ([email protected])
I. PENDAHULUAN
Independensi auditor kembali
dipertanyakan sejak keruntuhan Enron dan
kebangkrutan yang menimpa perusahaan
besar seperti Worldcom yang mengungkap
skandal besar dalam praktik-praktik
akuntansi. Kasus ini menyebabkan Kongres
dan regulator menuntut kinerja komite audit
lebih efektif sebagai salah satu sarana
meningkatkan independensi auditor
eksternal. Lahirnya The Sarbanes-Oxley Act
(SOX) 2002 merupakan respon untuk lebih
meningkatkan independensi auditor serta
meningkatkan tanggungjawab dan
kewenangan komite audit dalam mengawasi
proses pelaporan keuangan. Komite audit
memiliki otoritas tertinggi dan berkewajiban
untuk memilih, mengevaluasi dan
mengganti auditor eksternal jika diperlukan.
Dalam hal ini, komite audit diberikan
mandate untuk bertanggungjawab
dalam penunjukan, kompensasi dan
pengawasan atas auditor eksternal, yang
diharapkan dapat membantu menjaga
independensi auditor eksternal itu sendiri.
Carcello dan Neal (2003) menyatakan
bahwa auditor sering kali percaya bahwa
mereka lebih mungkin diganti jika
mengeluarkan opini going concern. Studi
yang dilakukan Chow dan Rice (1982),
Mutchler (1984) dan Geiger et. al.(1996)
menemukan bahwa opini audit merupakan
faktor yang berpengaruh terhadap pergantian
auditor, mungkin karena manajemen
berkeyakinan bahwa setelah auditor
dihentikan, perusahaan akan menemukan
auditor yang lebih baik atau manajemen
mungkin memberhentikan auditor
semata-mata sebagai pembalasan atas
diterbitkannya opini going concern. Lin dan
Karakteristik Independensi Serta Keahlian Akuntansi Keuangan Komite Audit Sebagai Pemoderasi Hubungan Opini
Going Concern Dengan Pergantian Auditor
125
Liu (2009) berpendapat bahwa jika suatu
perusahaan memiliki mekanisme corporate
governance (salah satunya adalah komite
audit) maka manajemen ataupun pemegang
saham yang memiliki kendali tidak akan
memiliki wewenang campur tangan dalam
membuat keputusan pemilihan auditor
sehingga diharapkan kecenderungan
terjadinya pergantian auditor dapat
berkurang.
Penelitian ini dilakukan untuk menguji
pengaruh moderasi karakteristik
independensi serta keahlian akuntansi dan
keuangan komite audit pada hubungan opini
going concern dengan pergantian auditor.
Independensi komite audit merupakan
mekanisme utama yang dapat mengurangi
kemungkinan bahwa perusahaan akan
memberhentikan atau mengganti auditor
karena penerbitan laporan going concern.
Anggota komite audit yang memiliki
keahlian akuntansi dan keuangan sangat
diperlukan dalam perusahaan karena fungsi
utama komite audit adalah mengawasi
proses pelaporan keuangan suatu
perusahaan. Beberapa penelitian sebelumnya
membuktikan bahwa keahlian akuntansi dan
keuangan berdampak positif terhadap
efektivitas kinerja komite audit (Abbott et
al, 2004; Bedard et al, 2004; Huang dan
Thiruvadi, 2010).
II. KERANGKA TEORITIS DAN
PENGEMBANGAN HIPOTESIS
2.1 Teori Keagenan (Agency Theory) Teori keagenan menjelaskan adanya
konflik keagenan dan asimetri informasi
antara pihak prinsipal dan agen, dimana baik
pihak prinsipal dan agen berusaha
memaksimalkan kepentingannya masing-
masing. Konflik yang timbul diharapkan
dapat diatasi dengan adanya auditor
eksternal sebagai pihak ketiga independen
yang dianggap mampu menjembatani
kepentingan prinsipal dengan pihak agen
dalam mengelola keuangan perusahaan
(Setiawan, 2006). Keberadaan komite audit
sebagai salah satu aspek implementasi good
corporate governance juga memiliki
peranan penting dalam melakukan
pengawasan atas kinerja auditor eksternal. K
omite audit diharapkan dapat menjaga
independensi auditor dan mengurangi
konflik yang menjurus pada terjadinya
pergantian auditor terutama yang disebabkan
oleh penerbitan opini going concern.
Pembentukan komite audit yang aktif dan
independen diyakini akan menuntut kualitas
audit yang tinggi untuk menghindarkan
perusahaan dari timbulnya kerugian.
2.2 Pengaruh Independensi Serta
Keahlian Akuntansi dan Keuangan
Komite Audit Pada Hubungan
Opini Going Concern Dengan
Pergantian Auditor
Independensi merupakan landasan dari
efektivitas kinerja komite audit dan dinilai
berdasarkan tidak adanya keterkaitan komite
audit dengan posisi atau jabatan operasional
di perusahaan tempat komite audit tersebut
berada (Rustiarini, 2012). Carcello dan Neal
(2003) membuktikan bahwa komite audit yang
independen akan cenderung tidak memihak
manajemen dalam perselisihan dengan auditor
sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya
pergantian auditor. Hipotesis (H2) dinyatakan
sebagai berikut:
H1: Independensi komite audit berpengaruh
pada hubungan opini going concern dan
pergantian auditor
Komite audit memiliki paling tidak
satu orang anggota dengan latar belakang
pendidikan keuangan atau akuntansi dan
memiliki pengetahuan yang cukup untuk
membaca dan memahami laporan keuangan
(Peraturan IX.1.5; BRC,1999). Anggota
komite audit yang ahli akuntansi dan keuangan
akan lebih efektif mengawasi pelaporan
keuangan perusahaan dan proses audit sehingga
terjadinya pergantian auditor akibat opini going
Vol. 3 No. 2, September 2013 Jurnal Riset Akuntansi JUARA
126
concern juga dapat dicegah. Hipotesis (H3)
dinyatakan sebagai berikut: H3: Keahlian akuntansi dan keuangan
komite audit berpengaruh pada
hubungan opini going concern dan
pergantian auditor
III. METODE RISET
3.1 Pemilihan Sampel dan Pengumpulan
Data
Penelitian ini menggunakan data
sekunder yang diperoleh dari ICMD dan
mengakses website www.idx.co.id. dengan
tahun pengamatan 2008-2011. Tahun 2008
digunakan sebagai dasar karena perubahan
regulasi yaitu dikeluarkannya PMK RI No.
17/PMK.01/2008. Populasi dalam penelitian
ini adalah seluruh perusahaan manufaktur
(143 perusahaan) yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia (BEI) dengan menggunakan
purposive sampling yang ditunjukkan pada
Tabel 3.1.
3.2 Definisi Operasional Variabel
Variabel-variabel yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu:
1) Variabel independen: opini audit going
concern (GC) menggunakan variabel
dummy, jika perusahaan klien menerima
opini audit going concern pada (t-1)
maka diberikan nilai 1 dan jika menerima
opini unqualified maka diberikan nilai 0.
2) Variabel dependen: pergantian auditor
(PKAP) menggunakan variabel dummy,
jika perusahaan melakukan pergantian
KAP pada ( ) diberikan nilai 1 dan jika
tidak diberikan nilai 0.
3) Variabel moderasi karakteristik komite
audit yang terdiri atas:
Independensi (IND) yang diukur
menggunakan persentase jumlah anggota
komite audit yang independen. Keahlian
akuntansi dan keuangan (FINEXPERT)
yang diukur berdasarkan persentase
jumlah anggota komite audit yang
memiliki keahlian akuntansi dan
keuangan. Pengamatan dilakukan pada
tahun saat terjadinya pergantian auditor
( ).
3.3 Teknik Analisis Data
Teknik analisis yang digunakan adalah
analisis regresi logistik dengan uji interaksi =
. (2)
Keterangan:
P (PKAP) pergantian auditor
(1=pergantian KAP,
0=tidak ada pergantian
KAP)
α konstanta
βi koefisien Regresi,
dimana
i=1,2,3,4,5,6,7,8,9
GC opini Going Concern
IND persentase jumlah
anggota komite audit
yang independen
FINEXPERT persentase anggota
komite audit yang
memiliki keahlian
akuntansi dan keuangan
GC*IND interaksi going concern
dengan independensi
GC*FINEXPERT interaksi going concern
dengan keahlian
akuntansi dan keuangan
ε error
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Statistik Deskriptif
Hasil statistik deksriptif pada tabel 4.1
menunjukkan nilai rata-rata untuk
perusahaan yang melakukan pergantian
auditor sebesar 0,3681 lebih kecil dari 0,50
menunjukkan bahwa pergantian auditor
dengan kode 1, yakni melakukan pergantian
Karakteristik Independensi Serta Keahlian Akuntansi Keuangan Komite Audit Sebagai Pemoderasi Hubungan Opini
Going Concern Dengan Pergantian Auditor
127
KAP lebih sedikit muncul dari 144 amatan.
Variabel opini going concern (GC)
menunjukkan nilai rata-rata sebesar 0,2847
lebih kecil dari 0,50 menunjukkan bahwa
opini going concern dengan kode 1 lebih
sedikit muncul dari 144 amatan. Nilai rata-
rata independensi (IND) sebesar 0,8217 atau
82,17% yang berarti anggota komite audit
independen telah terdiri lebih dari satu
orang. Nilai rata-rata keahlian akuntansi dan
keuangan (FINEXPERT) sebesar 0,6982
yang berarti anggota komite audit yang
memiliki keahlian akuntansi dan keuangan
lebih dari satu orang.
4.2 Analisis Regresi Logistik
Uji analisis regresi logistik dimulai
dengan menilai kelayakan model regresi
dengan menggunakan Hosmer and
Lemeshow’s Goodness of Fit Test. Hasil
pengujian pada tabel 4.2 menunjukkan nilai
chi-square sebesar 3,856 dengan
signifikansi sebesar 0,870 yang nilainya
lebih besar dari 0,05. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa model mampu
memprediksi nilai observasinya dan model
layak untuk diinterpretasikan.
Penilaian keseluruhan model (overall
model fit) disajikan pada tabel 4.3. dilakukan
dengan membandingkan nilai antara -2 Log
Likelihood (-2LL) pada awal (Block
Number=0), dengan nilai -2 Log Likelihood
(-2LL) pada akhir (Block Number=1), nilai -
2LL awal adalah sebesar 189,479 dan nilai -
2LL akhir mengalami penurunan menjadi
sebesar 171,785.
Besarnya nilai koefisien determinasi
pada model regresi logistik ditunjukkan
dengan nilai nagelkerke’s R square. Pada
tabel 4.4 nilai nagelkerke’s R square adalah
sebesar 0,158 yang berarti variabilitas
variabel pergantian auditor yang dapat
dijelaskan oleh variabel opini going concern
dan variabel moderasi independensi serta
keahlian akuntansi dan keuangan komite
audit adalah sebesar 15,8 persen, sedangkan
sisanya sebesar 84,2 persen dijelaskan oleh
variabel-variabel lain di luar model
penelitian.
Tabel klasifikasi pada tabel 4.5
menunjukkan kekuatan prediksi dari model
regresi untuk memprediksi probabilitas
pergantian auditor oleh perusahaan. Secara
keseluruhan ketepatan klasifikasi adalah
sebesar 68,8 persen. Model regresi yang
baik adalah regresi dengan tidak adanya
gejala korelasi yang kuat diantara variabel
bebasnya. Pengujian multikolinearitas dalam
regresi logistik menggunakan matriks
korelasi antarvariabel bebas pada tabel 4.6
untuk melihat besarnya korelasi
antarvariabel bebas.
Hasil pengujian ditunjukkan pada
tabel 4.7 regresi logistik menghasilkan
persamaan regresi logistik adalah sebagai
berikut:
Pengujian hipotesis pertama
menunjukkan hasil yang signifikan dimana
nilai signifikansi (GC*IND) adalah (0,040)
< α (0,05) maka berarti variabel
independensi merupakan variabel moderasi
dan mendukung hipotesis pertama (H1).
Komite audit yang independen akan
memberikan suatu ketegasan bahwa opini
audit going concern yang diterbitkan oleh
auditor akan mengurangi implikasi terhadap
pergantian auditor. Hasil penelitian ini
sejalan dengan hasil studi Carcello dan Neal
(2003).
Pengujian hipotesis kedua
menunjukkan hasil yang signifikan dimana
nilai signifikansi (GC*FINEXPERT)
sebesar 0,048 < α (0,05) maka berarti
karakteristik keahlian akuntansi dan
keuangan komite audit merupakan variabel
moderasi dan mendukung hipotesis kedua
Vol. 3 No. 2, September 2013 Jurnal Riset Akuntansi JUARA
128
(H2). Hasil ini sesuai dengan hasil studi
Robinson dan Jackson (2009) yang
menemukan bahwa keahlian akuntansi dan
keuangan berpengaruh pada kecenderungan
berkurangnya pergantian auditor.
V. Kesimpulan, Implikasi dan
Keterbatasan
Penelitian ini berhasil menemukan
pengaruh karakteristik independensi serta
keahlian akuntansi dan keuangan komite
audit adalah signifikan dan merupakan
variabel pemoderasi yang berpengaruh pada
hubungan opini going concern dengan
pergantian auditor. Penelitian ini diharapkan
dapat memberikan kontribusi bagi pihak-
pihak yang berkepentingan seperti
perusahaan dan Otoritas Jasa Keuangan
(OJK) dan IAI dalam merumuskan
kebijakan, peraturan, dan standar dalam
upaya untuk menyempurnakan pedoman
pelaksanaan kerja komite audit. Penelitian
ini memiliki beberapa keterbatasan, pertama
hanya menggunakan perusahaan manufaktur
dengan empat tahun pengamatan.
Peneliti selanjutnya dapat menambah jumlah
tahun pengamatan untuk mendapatkan
jumlah amatan yang lebih banyak
sehingga mampu memberikan hasil
generalisasi yang lebih baik. Kedua,
penelitian ini hanya menggunakan data
profil komite audit pada laporan tahunan
yang tentunya informasi ini belum
mencerminkan kondisi sebenarnya dari
komite audit itu sendiri. Penelitian
selanjutnya dapat menggunakan sumber-
sumber informasi lain untuk memperoleh
informasi profil anggota komite audit yang
lengkap seperti misalnya data dari Ikatan
Komite Audit Indonesia (IKAI) maupun
data yang diperoleh langsung dari
perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA
Abbott, Lawrence J., Susan Parker, Gary F.
Peters. 2004 . Audit Committee
Characteristics and Restatements.
Auditing: A Journal of Practice and
Theory. Vol. 23, Issue 1, p. 69-87.
Bedard, Jean, Sonda Marrakchi Chtourou,
Lucie Courteau. 2004. The Effect of
Audit Committee Expertise,
Independence, and Activity on
Aggressive Earnings Management.
Auditing: a Journal of Practice and
Theory. Vol. 23, Issue 2, p. 15-37.
Blue Ribbon Committee. 1999. Report and
Recommendations of the Blue Ribbon
Committee on Improving the
Effectiveness of Corporate Audit
Committees. New York Stock
Exchange, New York
Carcello, Joseph V. dan Terry L. Neal. 2003.
Audit Committee Characteristics and
Auditor Dismissals Following New
Going Concern Reports. The
Accounting Review. Vol 78. No 1.
Januari 2003.
Chow dan Rice. 1982. Qualified Audit
Opinions and Auditor Switching. The
Accounting Review. Vol 7, No 2 April
1982.
Departemen Keuangan Republik Indonesia.
2004. Keputusan Ketua BAPEPAM
Nomor: Lampiran Kep- 29/PM/2004
Peraturan Nomor IX.I.5: Pembentukan
dan Pedoman Pelaksanaan Kerja
Komite Audit.
Geiger, Raghunandan dan Rama. 1996.
Going Concern Audit Report
Recipients Before and After SAS No
59. National Public Accountant, p.24-25.
Karakteristik Independensi Serta Keahlian Akuntansi Keuangan Komite Audit Sebagai Pemoderasi Hubungan Opini
Going Concern Dengan Pergantian Auditor
129
Huang, Hua-Wei, and Sheela Thiruvadi.
2010. Audit Committee
Characteristics and Corporate Fraud.
International Journal of Public
Information Systems.
www.ijpis.net/issues/no1_2010/IJPIS_
no1_2010_p5.pdf.
Lin, Z. Jun and Ming Liu. 2009. The
Determinants of Auditor Switching
from Perspective of Corporate
Governance in China. Corporate
Governance: An International Review.
Vol. 17, Issue 4, p. 476-491.
PT. Bursa Efek Indonesia. 2003-2010.
Indonesian Capital Market Directory
2003-2010. Jakarta:PT Bursa Efek
Indonesia.
Republik Indonesia. 2003. Keputusan
Menteri Keuangan Nomor
359/KMK.06/2003 Tentang Jasa
Akuntan Publik. 359/KMK.06/2003
Tentang Jasa Akuntan Publik.
_______. 2008. Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 17/PMK.01/2008
Tentang Jasa Akuntan Publik.
Robinson Diana R. dan Lisa A. Owens-
Jackson. 2009. Audit Committee
Characteristics and Auditor Changes.
Academy of Accounting and Financial
Studies Journal. Supplement, Vol. 13,
p. 17-132.
Rustiarini. 2012. Komite Audit dan Kualitas
Audit: Kajian Berdasarkan
Karakteristik, Kompetensi dan
Efektivitas Komite Audit. SNA XV.
Banjarmasin
Vol. 3 No. 2, September 2013 Jurnal Riset Akuntansi JUARA
130
LAMPIRAN
Tabel 3.1
Proses Seleksi Sampel Berdasarkan Metode Purposive
No Kriteria Jumlah
1 Perusahaan-perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia dari tahun 2008-2011.
143
2 Data yang diperlukan tidak tersedia dengan lengkap (21)
3 Perusahaan tidak melakukan pergantian KAP selama periode
2008-2011
(68)
4 Perusahaan melakukan pergantian KAP yang bersifat mandatori
selama tahun 2008-2011
(18)
Jumlah perusahaan yang masuk kriteria 36
Total amatan selama periode penelitian (4 tahun) 144
Sumber: data diolah (2013)
Tabel 4.1
Statistik Deskriptif
Variabel N Minimum Maksimum Mean Standar
Deviasi
PKAP 144 0,00 1,00 0,3681 0,48396
GC 144 0,00 1,00 0,2847 0,45286
IND 144 0,33 1,00 0,8217 0,20004
FINEXPERT 144 0,33 1,00 0,6982 0,20652
Sumber: data diolah (2013)
Tabel 4.2
Hosmer and Lemeshow Test
Chi-square df Sig.
3,856 8 0,870
Sumber : data diolah (2013)
Tabel 4.3
Perbedaan Nilai -2 Log Likelihood
-2LL -2LL
Step 0 189,479 Step 1 171,785
Sumber : data diolah (2013)
Karakteristik Independensi Serta Keahlian Akuntansi Keuangan Komite Audit Sebagai Pemoderasi Hubungan Opini
Going Concern Dengan Pergantian Auditor
131
Tabel 4.4
Nagelkerke’s R Square
-2 Log likelihood Cox & Snell
R Square
Nagelkerke R
Square
171,785 0,116 0,158
Sumber: data diolah (2013)
Tabel 4.5
Tabel Klasifikasi
Observed
Predicted
PKAP Precentage Correct
0 1
Step 1 PKAP 0 84 7 92,3
1 38 15 28,3
Overall Percentage 68,8
Sumber: data diolah (2013)
Tabel 4.6
Matriks Korelasi Constant GC IND FINEX GOVE
X
ACT GC*
IND
GC*
FINEX
GC*
GOVEX
GC*
ACT
Step 1 Constant 1,000 -0,934 0,000 0,000 0,000 0,000 -0,890 -0,624 -0,540 0,314
GC -0,934 1,000 -0,227 -0,150 -0,104 0,174 0,914 0,652 0,546 -0,521
IND 0,000 -0,227 1,000 0,087 0,196 -0,115 -0,332 -0,041 -0,050 0,077
FINEXPERT 0,000 -0,150 0,087 1,000 -0,124 0,029 -0,029 -0,477 0,032 -0,020
GC*IND -0,890 0,914 -0,332 -0,029 -0,065 0,038 1,000 0,476 0,411 -0,336
GC*FINEX -0,624 0,652 -0,041 -0,477 0,059 -0,014 0,476 1,000 0,038 -0,176
Sumber: data diolah (2013)
Tabel 4.7
Variabel dalam persamaan
B S.E Wald Df Sig. Exp(B)
Step 1 GC -11,543 5,125 5,073 1 0,024 0,000
IND 0,083 1,141 0,005 1 0,942 1,086
FINEXPERT
0,080 1,100 0,005 1 0,942 1,083
GC*IND -7,076 3,437 4,239 1 0,040 0,001
GC*FINEX -4,554 2,306 3,901 1 0,048 0,011
Constant 9,959 4,387 5,154 1 0,023 2,115
Sumber: data diolah (2013)
Vol. 3 No. 2, September 2013 Jurnal Riset Akuntansi JUARA
132
FAKTOR NON KEUANGAN DAN KEUANGAN DALAM UNDERPRICING
PERUSAHAAN MANUFAKTUR
Ni Kadek Sinarwati5
Universitas Pendidikan Ganesha
Abstract
Underpricing is a positive difference between the stock price on the secondary market at
a price of shares on the primary market or IPO. Underpricing conditions are not favorable for
companies that go public, because the proceeds from going public is not the maximum. This
study aimed to examine the effect of non-financial factors (reputable auditors and underwriters
reputation) and financial factors (liquidity and profitability) of the Underpricing in
Manufacturing Companies listed on the Indonesia Stock Exchange 2009-2012.
Sampling technique used was purposive sampling. Data obtained from ICMD and IDX
websites through non-participant observation method. Furthermore, the data were analyzed by
linear regression analysis, with the classic assumption test consisting of: normality test,
multicollinearity, heteroscedasticity test and autocorrelation test.
The results are variable does not affect the auditor's reputation underpricing, while the
underwriter variables, liquidity and profitability negatively affect underpricing. For subsequent
research suggested reexamine auditor reputation variables using different proxies such as
industry specialization.
Keywords: financial factors, non-financial factors, underpricing
5Alamat Korespondensi: ([email protected])
I. PENDAHULUAN
Bila suatu perusahaan sedang
memerlukan dana, maka ada beberapa
alternatif sumber permodalan yang dapat
dipilih. Salah satu alternatif sumber
permodalan yang dipilih perusahaan adalah
melakukan go public atau menawarkan
sahamnya ke publik. Menurut UU Pasar
Modal No. 8/1995 Pasal I angka 15 dan
keputusan Bapepam No. Kep. 43/PM/1996,
penawaran umum adalah suatu kegiatan
penawaran efek oleh emiten pada
masyarakat pemodal berdasarkan tata cara
yang diatur dalam UU Pasar Modal dan
peraturan pelaksanaannya (Z. Alwi Iskandar
2003 ;51). Ada dua alasan perusahaan
memutuskan go public (Kim et al 1993)
yakni (1) pendiri perusahaan ingin
mendiversifikasi fortopolionya dan (2)
perusahaan tidak mempunyai sumber dana
alternatif untuk membiayai program
investasinya. Persyaratan utama jika
perusahaan hendak go public adalah
menggunakan jasa penjamin
emisi/underwriter dan laporan keuangannya
Faktor Keuangan Dan Non Keuangan Dalam Underpricing Perusahaan Manufaktur
133
telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik
(Keputusan Mentri Keuangan RI No.
589/KMK.01/1987). Laporan keuangan
merupakan salah salah satu sumber
informasi yang digunakan oleh investor
potensial dan underwriter untuk menilai
perusahaan yang akan go public. Agar
laporan keuangan dapat lebih dipercaya,
maka laporan keuangan harus diaudit.
Laporan keuangan yang telah diaudit akan
memberikan tingkat kepercayaan yang lebih
besar kepada pemakainya. Adanya laporan
keuangan yang dapat dipercaya tesebut akan
mengurangi terjadinya asimetri informasi.
Auditor yang berkualitas akan
menerima premium harga terhadap kualitas
pengauditan yang lebih baik (Titman dan
Trueman, 1986; Beaty , 1989). Seorang
auditor memiliki keinginan untuk menguji
dan melaporkan adanya penyimpangan
penerapan prinsip akuntansi. Auditor yang
bereputasi akan dihargai di pasaran dalam
bentuk peningkatan permintaan jasa audit.
Perusahaan yang akan melakukan IPO
(Initial Public Offering) atau Penawaran
Perdana akan memilih KAP yang memilki
reputasi yang baik. Balvers et. al. (1988)
mengungkapkan bahwa investment banker
yang memilki reputasi tinggi akan
menggunakan auditor yang mempunyai
reputasi tinggi pula. Invesment banker dan
auditor yang memiliki reputasi tinggi akan
mengurangi underpricing (Balvers et al.,
1988).
Underpricing merupakan selisih
positif antara harga saham di pasar sekunder
dengan harga saham di pasar perdana atau
saat IPO. Underpricing disebabkan oleh
asimetri informasi (Beaty, 1989). Di
Indonesia terdapat kecendrungan
Underpricing saat Initial Public Offering
(IPO) (Husnan, 1996 dalam Prihartanto,
2002 dalam Apriliani, 2006). Di beberapa
Negara berkembang di Amerika latin gejala
Underpricing terjadi dalam jangka pendek,
tetapi dalam jangka panjang kondisi
sebaliknya (Overpricing) yang terjadi
(Agarawal et al, 1993 dalam Daljono, 2000
dalam Apriliani, 2006).
Kondisi Underpricing tidak
menguntungkan bagi perusahaan yang go
public, karena dana yang diperoleh dari go
public tidak maksimum. Sebaliknya bila
terjadi Overpricing, maka investor akan
merugi karena mereka tidak menerima
return awal. Para pemilik perusahaan
menginginkan agar dapat meminimalisasi
underpricing, karena terjadinya
underpricing terjadi transfer kemakmuran
(wealth) dari pemilik kepada investor
(Beaty, 1989).
Guinness (1992 dalam Apriliani
Triani, 2006) menjelaskan terjadinya
underpricing karena adanya information
asymmetry antara perusahaan emiten dengan
penjamin emisi dan antara investor yang
memiliki informasi tentang prospek
perusahaan emiten dengan investor yang
tidak memiliki informasi prospek
perusahaan emiten. Informasi yang disajikan
dalam prospektus memberikan gambaran
perusahaan emiten yang berguna bagi
investor untuk membuat keputusan ( Firth
dan Liau – Tan, 1998 dalam Prihartanto,
2002 dalam Apriliani Triani, 2006). Dalam
prospektus selain menyajikan informasi
akuntansi juga menyajikan informasi non
akuntansi seperti underwriter, auditor
independen, konsultan hukum, nilai
penawaran saham, persentase saham yang
ditawarkan, umur perusahaan dan informasi
lainnya.
Hasil penelitian Yasa (2003)
membuktikan bahwa variabel reputasi
underwriter dan profitabilitas perusahaan
(ROA) mempengaruhi initial return.
Sedangkan tujuh variabel lainnya seperti
reputasi auditor, umur perusahaan,
persentase saham yang ditawarkan pada
publik, Finacial Leverage, Solvability Ratio,
Ukuran Perusahaan, Kepemilikan
Pemerintah, tidak terbukti mempengaruhi
Vol. 3 No. 2, September 2013 Jurnal Riset Akuntansi JUARA
134
initial return. Sedangkan penelitian Chastina
Yolana dan Dwi Martini (2005)
menyimpulkan bahwa variabel reputasi
penjamin, skala perusahaan, ROE dan jenis
industri barang konsumen secara simultan
mempengaruhi Underpricing, sedangkan
secara partial, skala perusahaan, ROE, jenis
industri, dengan asumsi variabel bebas
lainnya konstan mempengaruhi
Underpricing. Sedangkan Variabel reputasi
penjamin emisi ternyata tidak terbukti
mempengaruhi Underpricing.
Dalam hubungannya dengan
penggunaan informasi keuangan yang
disediakan oleh emiten, investor dapat
mengkomunikasikan informasi keuangan
yang disediakan oleh perusahaan melalui
perhitungan dan pemahaman atas rasio-rasio
keuangan yang terdiri dari rasio likuiditas,
rasio sovabilitas, dan rasio profitabilitas.
Rasio likuiditas mengukur kemampuan
perusahaan dalam memenuhi kewajiban
jangka pendek, rasio solvabilitas mengukur
seberapa jauh perusahaan dapat memenuhi
kewajiban keuangannya ada saat menjelang
IPO, dan rasio profitabilitas mengukur
kemampuan perusahaan memperoleh laba.
Penelitian yang dilakukan
Sutraningsih (2007) dengan menggunakan
data tahun 1995-2007 di BEJ menunjukkan
bahwa terdapat pengaruh positif antara
variabel likuiditas terhadap Underpricing.
Kim et al (1993) menemukan bahwa
variabel financial leverage berpengaruh
positif terhadap Underpricing. Abdullah
(2000) dengan mengambil 50 sampel
perusahaan yang listing di BEJ antara tahun
1995-2000, menunjukkan bahwa
profitabilitas mempunyai hubungan yang
negatif dengan Underpricing
Berdasarkan latar belakang di atas
maka yang menjadi pokok permasalahan
pada penelitian ini adalah apakah faktor non
keuangan (reputasi auditor dan reputasi
penjamin emisi) dan faktor keuangan
(likuiditas dan profitabilitas) mempengaruhi
terjadinya Underpricing pada perusahaan
Manufaktur yang terdaftar di BEI?
Penelitian ini bertujuan untuk menguji
apakah apakah faktor non keuangan
(reputasi auditor dan reputasi penjamin
emisi) dan faktor keuangan (likuiditas dan
profitabilitas) mempengaruhi terjadinya
underpricing pada perusahaan Manufaktur
yang terdaftar di BEI?
II KAJIAN TEORI
2.1 Reputasi Auditor
Karena adanya informasi yang tidak
simetris (asymetry information) antara
investor dan emiten, investor cendrung
memilih emiten yangaudit oleh auditor
dengan memilih auditor yang bereputasi.
Karena terbatasnya informasi yang tersedia
atas perusahaan yang melakukan go public,
maka dengan menggunakan auditor yang
kredibel dapat memberikan signal positif
bagi calon investor. Kredibilitas auditor
dikarakteristikkan sebagai satu atribut dari
diferensiasi produk audit. Hal ini dapat
diartikan bahwa kredibilitas laporan
keuangan tergantung dari persepsi kualitas
audit.
2.2 Reputasi Penjamin Emisi Menurut Kasmir (2001: 201) Penjamin
emisi (underwriter) merupakan lembaga
yang menjamin terjualnya saham atau
obligasi sampai batas waktu tertentu dan
dapat memperoleh dana yang diinginkan
emiten. Penjamin emisi ini dibagi kedalam
beberapa jenis antara lain :
1. Full committment (kesanggupan penuh)
Maksudnya penjamin emisi mengambil
seluruh risiko tidak terjualnya saham atau
obligasi pada batas waktu yang telah
ditentukan sesuai dengan harga
penawaran di pasar.
2.Best effort commitment (kesanggupan
terbaik)
Faktor Keuangan Dan Non Keuangan Dalam Underpricing Perusahaan Manufaktur
135
Dalam hal ini penjamin emisi akan
berusaha sebaik mungkin untuk menjual
saham atau obligasinya. Dan apabila
tidak laku maka dikembalikan kepada
emiten. Jadi dalam hal ini tidak ada
kewajiban untuk membeli saham yang
tidak laku.
3. Standby Commitment (kesanggupan
siaga)
Apabila saham atau obligasi yang dijual
tidak laku maka penjamin emisi
bersedia membeli dengan ketentuan
biasanya harga yang dibeli dibawah dari
harga penawaran di pasar. All or None
Commitment (kesanggupan semua atau
tidak sama sekali) merupakan
kesanggupan semua atau tidak sama
sekali. Artinya jika hasil penjualan tidak
memenuhi target, maka emiten dapat
menolak atau membatalkan dengan cara
mengembalikan saham yang sudah
dibeli.
Berdasarkan fungsi dan
tanggungjawabnya penjamin emisi dapat
dibagi kedalam :
1. Penjamin emisi utama (lead
underwriter)
2. Penjamin pelaksana emisi (managing
underwriter)
3. Penjamin peserta emisi ( co underwriter)
Menurut Sunariyah (2004:116),
penjamin emisi atau underwriter adalah
pihak yang :
1).Telah mengadakan kontrak untuk
membeli efek dari emiten, pihak
pengendali yang empunyai afiliasi
dengan emiten atau penjamin emisi efek
lainnya untuk dijual dalam rangka
penawaran umum.
2). Atau telah mengadakan kontrak dengan
emiten, atau pihak pengendali yang
mempunyai afiliasi dengan emiten,
untuk menawarkan atau menjual efek
melalui suatu penawaran.
Ditinjau dari segi bobot dan
tanggungjawabnya sebagai penjamin emisi
kepada emiten, penjamin emisi dibedakan
menjadi 3 yaitu :
1). Penjamin emisi dengan kesanggupan
penuh (full commitment underwriting)
Bentuk penjamin emisi dengan
kesanggupan penuh terjadi apabila
penjamin emisi memperkirakan bahwa
penawaran sekuritas, mampu diserap
secara keseluruhan oleh pasar.
Biasanya, penjaminan dalam bentuk iini
dengan latar belakang goodwill
perusahaan dipandang sangat tinggi di
masyarakat.
2). Penjaminan emisi dengan kesanggupan
terbaik (best effort committment
underwriting)
Dalam sistem penjaminan ini, pihak
emiten dan penjamin emisi dihadapkan
pada situasi pasar yang mengharuskan
sikap konservatif, mengingat
kemungkinan daya serap masyarakat
terhadap efek tersebut sangat rendah.
3). Penjamin emisi dengan kesanggupan
siaga (stand by committment
underwrting)
Penjamin emisi ini, bertanggungjawab
untuk menawarkan dan menjual suatu
emisi efek, disamping itu menyanggupi
untuk membeli sisa efek yang tidak laku
terjual dengan suatu tingkat harga
tertentu yang sesuai dengan syarat yang
diperjanijikan.
Berbagai proksi yang digunakan untuk
menentukan reputasi penjamin emisi
diantaranya adalah jumlah porsi penjaminan,
nilai penjaminan dan the Top 10 atau the
most active broker JSX versi majalah
investor.
2.3 Penilaian Kinerja Keuangan
Kinerja merupakan sebuah konsep
yang sulit, baik definisi maupun dalam
pengukurannya (Keats dan Hitt, 1998),
karena sebagai sebuah konstruk, kinerja
bersifat multidimensi dan oleh karena itu
pengukuran dengan menggunakan dimensi
Vol. 3 No. 2, September 2013 Jurnal Riset Akuntansi JUARA
136
pengukuran tunggal tidak mampu
memberikan pemahaman yang
komprehensif (Bhargava et al.,1994 dalam
Sutraningsih 2007). Penilaian perusahaan
bertujuan untuk menilai kemampuan
manajemen dalam menjalankan perusahaan.
Proksi dari kinerja perusahaan adalah
financial rasio. Terdapat beberapa financial
ratio sebagai proksi dari kinerja keuangan
yakni:
1. Likuiditas, menurut Munawir (2001: 72)
merupakan kemampuan perusahaan
dalam membayar kewajiban jangka
pendeknya pada saat dilikuidasi. Untuk
menghitung tingkat likuiditas salah satu
cara yang dapat digunakan adalah dengan
menghitung CR (current ratio) yaitu
pebandingan antara aktiva lancar dengan
utang lancar. Semakin tinggi tingkat rasio
ini, maka dapat dikatakan bahwa
perusahaan mempunyai kemampuan yang
lebih besar dalam memenuhi kewajiban
jangka pendeknya.
2. Profitabilitas mengukur kemampuan
perusahaan memperoleh laba. Salah satu
cara untuk mengukur kemampuan
perusahaan memperoleh laba adalah
ROE (Return on Equity) yaitu
perbandingan antara laba bersih setelah
pajak dengan total ekuitas. Semakin
tinggi tingkat rasio ini maka dapat
dikatakan bahwa perusahaan berada
dalam kondisi yang sangat baik.
2.4 Teori Signal
Teori signal menjelaskan alasan
perusahaan menyajikan informasi kepada
publik (Wolk et al., 2001: 308). Informasi
tersebut bisa berupa laporan keuangan,
informasi kebijakan perusahaan maupun
informasi lain yang dilakukan secara
sukarela oleh manajemen perusahaan. Teori
signal mengemukakan tentang bagaimana
normatif sebuah perusahaan memberikan
signal- signal kepada pengguna laporan
keuangan. Signal dapat berupa promosi atau
informasi lainnya yang menyatakan bahwa
perusahaan tersebut lebih baik daripada
perusahaan lainnya (Machfoedz, 1999).
Laporan keuangan merupakan salah
satu alat yang digunakan manajemen untuk
menarik perhatian para pengambil
keputusan. Analisis laporan keuangan
mengidentifikasikan aspek-aspek laporan
keuangan yang relevan dalam keputusan
investasi. Kualitas keputusan investor dan
kreditur dipengaruhi oleh kualitas informasi
yang diungkapkan perusahaan dalam
laporan keuangan.
Publikasi laporan keuangan
perusahaan merupakan informasi pendukung
yang bisa memberikan informasi yang
relevan bagi pengambil keputusan. Beberapa
peneliti mengindikasikan bahwa laporan
keuangan dan variabel keuangan bermanfaat
dalam membuat keputusan (Kaplan dan
Urwitz, 1979 dalam Yasa, 2007).
Menurut Baridwan (2004 : 17) laporan
keuangan merupakan ringkasan dari
transaksi-transaksi keuangan yang terjadi
selama tahun buku yang bersangkutan.
Perusahaan yang melakukan Initial Public
Offering atau penawaran perdana
menginformasikan laporan keuangannya
melalui prospektus. Dalam prospektus selain
menyajikan informasi akuntansi juga
menyajikan informasi non akuntansi seperti
penajamin emisi, auditor independen, umur
perusahaan dan informasi lainnya yang
relevan. Pengungkapan informasi tersebut
secara sukarela untuk memberikan signal
positif kepada publik. Signal positif lainnya
yang diberikan oleh manajemen kepada
investor adalah pemakaian jasa auditor dan
penjamin emisi yang prestisius sehingga
diharapkan mampu menekan tingkat
underpricing.
2.5. Teori Keagenan Teori keagenan berhubungan dengan
permasalahan agen-pemilik dalam
pemisahan kepemilikan dan kendali suatu
Faktor Keuangan Dan Non Keuangan Dalam Underpricing Perusahaan Manufaktur
137
perusahaan (Jensen dan Meckling, 1976,
dalam Richard D. Morris 1987). Dalam
hubungan keagenan (agency relation)
terdapat suatu kontrak dimana satu orang
atau lebih (principal) memerintahkan agent
untuk melakukan suatu jasa atas nama
principal dan memberi wewenang kepada
agent untuk membuat keputusan yang
terbaik bagi principal. Pihak principal juga
dapat membatasi divergensi kepentingannya
dengan memberikan tingkat insentif yang
layak kepada agen dan bersedia
mengeluarkan biaya pengawasan
(monitoring cost) untuk mencegah hazard
dari agen. Untuk mengurangi biaya
keagenan dapat ditempuh beberapa
mekanisme yaitu melalui kepemilikan
saham perusahaan bagi manajer,
penggabungan sumber pendaan dari
pinjaman dan ekuitas, serta pembagian
deviden (Crutchley dan Hansen, 1989).
Teori keagenan dilandasi oleh tiga
asumsi (Eisenhardt, 1989), yaitu : asumsi
sifat manusia (human assumptions), asumsi
keorganisasian (organizational assumptions)
dan asumsi informasi (information
assumptions). Asumsi sifat manusia dapat
dikelompokkan menjadi tiga, yaitu : (1) self
interest, yaitu sifat manusia untuk
mengutamakan kepentingan diri sendiri,
(2)bounded – rationality, yaitu sifat manusia
yang memiliki keterbatasan rasionalitas, dan
(3) risk aversion, yaitu sifat manusia yang
lebih memilih mengelak dari risiko. Asumsi
keorganisasian dikelompokkan menjadi tiga,
yaitu : (1) konflik sebagai tujuan antar
partisipan, (2) efisiensi sebagai suatu kriteria
efektivitas, dan (3) asimetri informasi antara
pemilik dan agen. Asumsi informasi
merupakan asumsi asumsi yang menyatakan
bahwa informasi merupakan suatu
komoditas yang dapat dibeli. Teori ini akan
memecahkan masalah yang muncul dalam
hubungan keagenan (Eisenhardt, 1989).
Masalah pertama adalah masalah keagenan
yang muncul ketika (1) keinginan atau
tujuan pemilik dan agen berlawanan, dan (2)
adanya kesulitan dan mahalnya biaya bagi
pemilik untuk melakukan verifikasi apa
yang benar-benar telah dilakukan oleh agen.
Masalah yang kedua adalah pembagian
risiko yang muncul saat pemilik dan agen
mempunyai prilaku yang berbeda saat
memandang risiko.
Asumsi keorganisasian dalam teori
keagenan menyatakan bahwa terjadi asimetri
informasi antara pemilik pemilik dan agen.
Hal ini terjadi karena agen memiliki
informasi yang lebih lengkap tentang
perusahaan salah satunya adalah informasi
tentang laporan keuangan. Terjadinya
asimetri informasi ini merupakan salah satu
penyebab terjadinya underprcing (Beaty,
1989). Dalam upaya memperkecil
underpricing, maka pihak agen telah
melakukan penyebaran informasi melalui
prospektus, penggunaan auditor dan
penjamin emisi yang bereputasi sehingga
informasi menjadi simetris dan investor
dapat memiliki informasi yang lengkap
tentang perusahaan yang telah disajikan oleh
agen. Informasi lengkap mengenai aditor
independen, penjamin emisi, ukuran
perusahaan, umur perusahaan yang telah
tersaji dalam prospektus diharapkan mampu
memperkecil underpricing.
2.6. Under Pricing
Fenomena menarik yang terjadi di
penawaran perdana ke publik adalah
fenomena harga rendah (underpricing).
Fenomena harga rendah terjadi karena
penawaran perdana ke publik yang secara
rerata murah. Secara rerata membeli saham
di penawaran perdana dapat mendapatkan
return awal (initial return) yang tinggi.
Secara rerata disini maksudnya adalah tidak
semua penawaran perdana murah, tetapi
dapat juga mahal dan secara rerata masih
dapat dikatakan underpricing. Tabel berikut
ini menunjukkan murah dan mahalnya 119
Vol. 3 No. 2, September 2013 Jurnal Riset Akuntansi JUARA
138
penawaran perdana (IPO) dari tahun 1999
sampai dengan 2006.
Tabel 2.1
Mahal dan Murahnya penawaran
perdana 1999 – 2006
Tahun Murah Mahal Impas
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
7x
19x
27x
18x
6x
9x
8x
11x
0x
1x
2x
0x
0x
0x
0x
0x
0x
2x
1x
2x
1x
2x
0x
0x
Total 105x 6x 8x
Sumber : Hartono, Jogiyanto (2008:33)
Keterangan : penawaran perdana yang
murah adalah yang mendapatkan return awal
positip, yang mahal yang mendapatkan
return awal negatif dan impas yang
mendapatkan return awal nol. Dari tabel 2.1
diatas terlihat bahwa dari 119 penawaran
perdana dari tahun 1999 sampai dengan
2006, sebagian besar, yaitu 105 IPO
memberikan return awal positif
(murah/underpricing) dan hanya 6 yang
memberikan return awal yang negatip
(mahal / overpricing) dan 8 IPO
memberikan return awal 0.
Return awal ( Initial return) adalah
return yang diperoleh dari aktiva di
penawaran perdana mulai dari saat di beli di
pasar perdana sampai pertama kali
didaftarkan di pasar sekunder (Jogiyanto
2008: 33). Sedangkan menurut Daljono,
SNA III, (2000;557) Initial Return adalah
keuntungan yang diperoleh oleh pemegang
saham karena perbedaan harga saham yang
dibeli di pasar perdana saat IPO dengan
harga jual saham yang bersangkutan di hari
pertama di pasar sekunder. Initial return
suatu perusahaan bisa positip, negatip dan
nol.
1. Underpricing, terjadi apabila
perusahaan memiliki initial return yang
positip
2. Overpricing, terjadi apabila perusahaan
memiliki initial return yang negatif.
3. Stabile, terjadi apabila perusahaan
memiliki intial return nol.
Studi tentang IPO secara internasional
menyatakan bahwa 9 dari 10 penelitian
menyimpulkan telah terjadi underpricing
(Aggarwal et al., 1993 dalam Yasa, Gerianta
Wirawan, 2003). Ibbotson (1975,
dalamYasa, Gerianta Wirawan, 2003)
mengemukakan bahwa dari penelitian
tentang IPO di Amerika Serikat, terdapat
rata-rata underpricing 1% dari bulan kedua
sampai keempat.
Betty dan Ritter (1986)
mengungkapkan bahwa underpricing
disebabkan oleh adanya perbedaan informasi
(asymetry informasi). Perbedaan informasi
dapat terjadi antara emiten, penjamin emisi
maupun investor. Untuk mengurangi adanya
perbedaan informasi maka perusahaan yang
go public menerbitkan prospektus.
IIII METODE PENELITIAN
3.1 Variabel Penelitian
3.1.1 Variabel Dependen
Variabel dependen (Y) yaitu dalam
penelitian ini adalah Underpricing
dengan proksi Initial Return (IR)
3.1.2 Variabel independen (X) dalam
penelitian adalah faktor non keuangan
yang terdiri dari reputasi auditor dan
reputasi penjamin emisi dan faktor
keuangan yang terdiri dari likuiditas
dan profitabilitas. Definisi
operasional dari masing-masing
variabel adalah sebagai berikut :
1. Underpricing(UP)
Peneliti menggunakan Initial
Return sebagai proksi dari
Faktor Keuangan Dan Non Keuangan Dalam Underpricing Perusahaan Manufaktur
139
underprcing yaitu selisih positif
antara harga saham di pasar
perdana atau saat IPO. Perusahaan
yang dijadikan sampel adalah
perusahaaan yang pada saat
melakukan IPO terjadi underpriced,
yaitu initial return yang positif (IR
> 0). Perhitungan variabel initial
return adalah: Closing price – offering price
UP = ------------------------------------- x 100% Offering price
2. Auditor (AUD)
Variabel ini merupakan variabel dummy.
Variabel ini ditentukan dengan
menggunakan skala 1 untuk auditor yang
prestigious dan 0 untuk yang tidak.
Untuk menentukan auditor yang
prestigious digunakan reputasi auditor
yang mempertimbangkan pangsa pasar
auditor di Indonesia. Di Indonesia saat ini
terdapat the big four auditor (mulai 2002
– sampai saat ini (2009)), yang terdiri
dari : KAP Purwantono, Sarwoko,
Sandjaja, KAP Osman Bing Satrio, KAP
Sidharta, Sidharta,Widjaja. Dan KAP
Haryanto Sahari. The big five auditor
(1998-2002) yaitu Prasetio Utomo & Co,
Hans Tuanakotta dan Mustofa, Hanadi
sarwoko sandjaja, Sidharta Sidharta &
Rekan, dan Hadi Sutanto.
(www.wikipedia.co.id). Jika termasuk the
big four& the big five dikategorikan 1
dan sebaliknya diluar itu dikategorikan 0.
3. Penjamin Emisi (PJE)
Penjamin emisi merupakan variabel
dummy yang diukur dengan memberikan
nilai 1 pada penjamin emisi yang
prestigious dan angka 0 yang tidak.
Peringkat underwriter tahun 2000-2004
berdasarkan jumlah lembar saham yang
ditransaksikan (JSX statistic) dan tahun
2005-2007 berdasarkan jumlah
perusahaan yang di underwriter
(www.investorindonesia.co.id).
4. Likuiditas adalah kemampuan perusahaan
membayar utang lancar. Dalam penelitian
ini likuiditas dihitung dengan
menggunakan current ratio dengan
rumus: Aktiva Lanca
CR = ------------------- x 100%
Utang Lancar
5. Profitabilitas
Mengukur kemampuan perusahaan
memperoleh laba. Dalam penelitian ini
profitabilitas diukur dengan
menggunakan ROA (Return on Assets)
dengan rumus: Laba
ROA = ------------------- x 100%
Aktiva
3.2 Perumusan Hipotesis
3.2.1 Reputasi Auditor
Perusahaan yang akan melakukan IPO
akan memilih Kantor Akuntan Publik
(KAP) yang memiliki reputasi baik.
Belves et al (1988) dalam Yasa (2003)
mengungkapkan bahwa Investment
bunker (underwriter) yang memiliki
reputasi tinggi, akan menggunakan
auditor yang memiliki reputasi,
keduanya kan mengurangi
underpricing. Apakah benar bahwa
kualitas auditor mempengaruhi
keberhasilan IPO yang ditunjukkan
dengan adanya underpricing yang
kecil?. Untuk itu diajukan hipotesis
sebagai berikut
H1 : Terdapat pengaruh negatif antara
reputasi auditor dengan
underpricing.
3.2.2 Reputasi Penjamin Emisi
Vol. 3 No. 2, September 2013 Jurnal Riset Akuntansi JUARA
140
Reputasi penjamin emisi dapat dipakai
sebagai sinyal untuk mengurangi
tingkat ketidakpastian yang tidak dapat
diungkapkan oleh informasi yang
terdapat dalam prospektus dan
memberi sinyal bahwa informasi privat
dari emiten mengenai prospek
perusahaan dimasa datang tidak
menyesatkan. Penelitian yang
dilakukan di Indonesia oleh Imam
Ghozali dan Mansyur (2002) Dalam
Chastina Yolana, (2005) membuktikan
bahwa reputasi penjamin emisi
signifikan mempengaruhi fenomena
underpricing dengan arah koefisien
korelasi negatif. Berarti semakin bagus
reputasi penjamin emisi maka tingkat
underpricing akan semakin kecil.
H2 : Terdapat pengaruh negatif antara
reputasi penjamin emisi dengan
underpricing.
3.2.3 Likuiditas
Sutraningsih (2007) menemukan
bahwa likuiditas dengan proksi CR
berpengaruh terhadap Underpricing.
Secara umum, semakin tinggi
likuiditas perusahaan menandakan
bahwa perusahaan dalam kondisi yang
aman dan dalam kegiatan
operasionalnya tidak tergantung pada
pinjaman jangka pendek dari pihak
ketiga.
H3: Terdapat pegaruh negatif tingkat
likuiditas terhadap Underpricing
3.2.4 Profitabilitas
Tingkat profitabilitas merupakan
informasi tingkat keuntungan yang
dicapai perusahaan. Informasi ini akan
memberikan informasi kepada pihak
luar mengenai efektifitas operasional
perusahaan. Profitabilitas perusahaan
yang tinggi akan mengurangi
ketidakpastian IPO sehingga
mengurangi tingkat Underpricing.
H4: Terdapat pengaruh negatif tingkat
Profitabilitas terhadap
Underpricing
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh perusahaan manufaktur yang
melakukan IPO di BEI pada periode tahun
2000-2007 penentuan sampel menggunakan
purposive sampling.
3.4 Analisis Data
Teknik analisis yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Analisis Regresi Linier
Berganda yakni suatu analisis yang
mengukur kekuatan hubungan antara tiga
variabel atau lebih, juga menunjukkan arah
hubungan antara variabel dependen dengan
variabel dependen (Ghozali,2006).
Adapun model regresi liner berganda
yang digunakan dalam penelitian ini adalah
UP = α + β1 AUD + β2 PJE + β3 LIK+ β4 PROF ε
Keterangan :
UP = Underpricing
Α = konstanta
β1, β2, = Koefisien Regresi
AUD = Reputasi auditor
PJE = Reputasi penjamin emisi
LIK = Likuiditas
PROF = Profitabilitas
ε = Eror
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Statistik Deskriptif
Berdasarkan hasil statistik deskriptif,
dapat diketahui bahwa variabel reputasi
auditor (AUD) memiliki nilai terendah 0,00
dan nilai tertinggi 1,00. Nilai rata-rata AUD
dari keseluruhan pengamatan sebesar 0,407
dengan standar deviasi 0,496. Hal ini berarti,
tidak ada keseragaman dalam memakai
auditor yang bereputasi.
Faktor Keuangan Dan Non Keuangan Dalam Underpricing Perusahaan Manufaktur
141
Variabel reputasi penjamin emisi
(PJE) memiliki nilai terendah 0,00 dan
tertinggi 1,00. Nilai rata-rata PJE adalah
0,407 dengan standar deviasi 0,496. Hal ini
berarti, tidak ada keseragaman dalam
memakai penjamin emisi yang bereputasi.
4.2 Hasil Pengujian Asumsi Klasik
Hasil uji normalitas menunjukkan
bahwa nilai Asymp.Sig (p value) sebesar
0,646. Karena p value > α (0,05) maka dapat
diinterpretasikan bahwa data telah
berdistibusi normal. Hasil pengujian
heteroskedastisitas menunjukkan bahwa
dalam model regresi tidak terjadi
heteroskedastisitas karena nilai probabilitas
signifikansi semua variabel lebih besar dari
0,05. Hasil Uji multikolinieritas 4
menunjukkan bahwa semua variabel
independen memiliki nilai tolerance lebih
besar dari 10 persen dan VIF kurang dari 10,
sehingga tidak ada indikasi terjadinya
multikolinieritas. Hasil uji autokorelasi
adalah 1,38 dan 1,77. Hasil ini menunjukkan
berada di daerah bebas autokorelasi
4.2 Hasil Pengujian Hipotesis
Tabel 3.1
Hasil Analisi Regresi Berganda
Model
Unstandardized
Coefficient
t Signifik
ansi
B Standar Error
1(Konstanta) 4,372 1,429 3,059 0,011
Reputasi Auditor (AUD) -0,772 1,414 -0,546 0,072
Reputasi
Penjamin Emisi (PJE) 2,591 1,402 1,848 0,003
Likuiditas (LIK) -0,018 0,026 -0,688 0,004
Profitabilitas
(PROF) -0,265 0,114 -2,325 0,023
Tingkat signifikansi uji
statistik F 0,226
R2
0,378
Adjusted R2 0,152
Dari tabel 3.1 dapat diketahui bahwa
tidak semua variabel independen yang
diteliti berpengaruh signifikan terhadap
variabel independen. Dari ke empat variabel
independen yang dimasukkan ke dalam
model regresi, terdapat tiga variabel yang
berpengaruh signifikan pada tingkat
underpricing yaitu reputasi underwriter,
likuiditas dan profitabilitas perusahaan. Hal
ini dapat dilihat dari tingkat signifikansi
untuk PJE sebesar 0,003, LIK sebesar 0,004,
dan PROF sebesar 0,023, dimana ketiganya
lebih kecil dari 0,05. Sedangkan variabel
reputasi auditor (AUD) tidak memiliki
pengaruh yang signifikan pada tingkat
underpricing karena memiliki tingkat
signifikansi sebesar 0,072>0,05.
4.2 Pembahasan
4.2.1 Pembahasan Hasil Uji Hipotesis
Pertama (H1)
Hasil uji statistik t menunjukkan
bahwa variabel AUD (reputasi auditor) tidak
berpengaruh signifikan pada tingkat
underpricing. Hal ini dapat dilihat dari nilai
signifikansi sebesar 0,072 yang lebih besar
dari 0,05. Dengan demikian H1 yang
menyatakan reputasi auditor berpengaruh
negatif pada underpricing, tidak dapat
diterima.
Temuan ini konsisten dengan
penelitian sebelumnya di Indonesia yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu
Trisnawati (1998), Daljono (2000), Rosyati
dan Sabeni (2002), Sandhiaji (2004) dan
Gerianta (2008) bahwa reputasi auditor tidak
berpengaruh pada tingkat underpricing.
Temuan ini semakin memberikan bukti
bahwa investor tidak mempertimbangkan
reputasi auditor dalam menilai emiten yang
melakukan IPO. Runtuhnya citra akuntan
publik akibat kasus Enron yang melibatkan
KAP Arthur Andersen tampaknya membuat
Vol. 3 No. 2, September 2013 Jurnal Riset Akuntansi JUARA
142
kepercayaan publik (dalam hal ini adalah
investor) atas objektifitas dan independensi
akuntan publik, bahkan yang memiliki
reputasi tinggi (KAP big 4) berkurang.
4.2.2 Pembahasan Hasil Uji Hipotesis
Kedua (H2)
Berdasarkan hasil uji statistik t
diketahui bahwa variabel PJE (reputasi
penjamin emisi) berpengaruh signifikan
pada tingkat underpricing. Hal ini dapat
dilihat dari nilai signifikansi sebesar 0,003
yang lebih kecil dari 0,05. Tanda pada
koefisien regresi untuk variabel reputasi
underwriter adalah positif yang artinya
bahwa semakin tinggi reputasi penjamin
emisi maka tingkat underpricing akan
semakin tinggi pula, dan sebaliknya. Hasil
ini konsiten dengan penelitian Daljono
(2000). Dengan demikian H2 yang
menyatakan reputasi penjamin emisi
berpengaruh negatif pada underpricing,
diterima.
4.2.3 Pembahasan Hasil Uji Hipotesis
Ketiga (H3)
Hasil uji stastistik t menunjukkan
bahwa variabel LIK (likuiditas) berpengaruh
signifikan pada tingkat underpricing. Hal ini
dapat dilihat dari nilai signifikansi sebesar
0,004 yang lebih kecil dari 0,05. Dengan
demikian H3 yang menyatakan likuiditas
berpengaruh negatif terhadap underpricing,
dapat diterima.
Temuan ini konsisten dengan Beatty
(1989), Carter dan Manaster (1990), How et
al. (1995), Rosyati dan Sabeni (2002) dan
Sandhiaji (2005) membuktikan bahwa
likuiditas berpengaruh negatif pada
underpricing. Hasil penelitian ini
memberikan bukti bahwa bagi para investor,
likuditas dapat dijadikan patokan dalam
melihat kualitas perusahaan dan dapat
mempengaruhi keputusan investasi.
4.2.4 Pembahasan Hasil Uji Hipotesis
Keempat (H4)
Hasil uji statistik t menunjukkan
bahwa variabel PROF (profitabilitas
perusahaan) berpengaruh signifikan pada
underpricing. Hal ini ditunjukkan oleh nilai
signifikansi sebesar 0,023 yang lebih kecil
dari 0,05. Dengan demikian H4 yang
menyatakan profitabilitas perusahaan
berpengaruh negatif pada underpricing,
dapat diterima. Temuan ini konsisten dengan
Kim et al. (1993), Abdullah (2000),
Gerianta (2008) dan Sandhiaji (2004) yang
telah membuktikan bahwa profitabilitas
perusahaan berpengaruh signifikan (negatif)
pada underpricing.
Profitabilitas (ROA) adalah rasio yang
memberikan informasi kepada para investor
tentang seberapa besar tingkat pengembalian
modal dari perusahaan yang memiliki
kinerja baik dan menghasilkan laba.
Semakin besar nilai ROA maka tingkat
pengembalian yang diharapkan investor juga
besar. Semakin besar nilai ROA, maka
perusahaan dianggap semakin
menguntungkan oleh sebab itu investor
kemungkinan akan mencari saham ini
sehingga menyebabkan permintaan
bertambah dan harga penawaran di pasar
sekunder terdorong naik, akibatnya initial
return yang diperoleh investor menjadi
besar.
V. SIMPULAN DAN SARAN
Sesuai dengan analisis data yang telah
dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa
reputasi auditor tidak berpenagaruh terhadap
underpricing. Reputasi penjamin emisi,
likuiditas dan profitabilitas berpengaruh
negatif terhadap underpricing. Dengan
demikian dapat disarankan kepada emiten
untuk menggunakan penjamin emisi yang
bereputasi dan memperhatikan tingkat
likuiditas dan profitabilitas untuk
mengurangi terjadinya underpricing.
Sedangkan untuk penelitian berikutnya
Faktor Keuangan Dan Non Keuangan Dalam Underpricing Perusahaan Manufaktur
143
disarankan untuk menguji kembali variabel
reputasi auditor karena masih terdapat hasil
yang inkonsisten dengan menggunakan
proksi yang berbeda misalnya jumlah klien
dan spesialisasi industri.
Daftar Pustaka
Alwi Z. Iskandar. 2003. Panduan Praktis
Pasar Modal Teori dan Aplikasi.
Jakarta : Yayasan Pancur Siwah.
Apriliani Triani dan Nikmah. 2006. Reputasi
Penjamin Emisi, Reputasi Auditor,
Persentase Penawaran Saham,
Ukuran Perusahaan, dan Fenomena
Underpricing : Studi Empiris Pada
Bursa efek Jakarta. Naskah
Simposium Nasional Akuntansi ke IX
Padang 23 – 26 Agustus.
Balvers, R. Mc Donald dan RE Miller, 1988.
Underpricing of New Issue and the
choice of auditor as a Signal of
Invesment Banker reputation . The
Accounting Review 63- oktober pp.
602-622.
Baridwan,Zaki. 2004. Intermediate
Accounting. Edisi Tujuh. Yogyakarta :
BPFE.
Beatty, R.P. 1989 dan Ritter, JR 1986.
Investment Banking Reputation and
The Pricing of Initial Public Offering .
Journal of Financial economics 15 (1).
Pp. 213 – 232
Chastina Yolana dan Dwi Martini. 2005.
Variabel-Variabel Yang
Mempengaruhi Underpricing Pada
Penawaran Saham Perdana di BEJ
Tahun 1994-2001. Naskah Simposium
Nasional Akuntansi ke VIII Solo 15 –
16 September.
Crutchley, C.E., dan R.S. Hansen. ”A Test
og Agency Theory of Managerial
Ownership, Corporate Leverage, and
Corporate Dividens.”Financial
Management”. Winter (1989) halaman
36-46
Daljono. 2000. Analisis Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Initial Return
Saham yang listing di Bursa Efek
Jakarta Tahun 1990-1997. Naskah
Simposium Nasional Akuntansi III,
556-572.
Eisenhardt,K.M. ”Agency Theory : An
Assesment and Review.” The
Academy of Management Review (Jan.
1089) halaman 57-74.
Ernyan dan Suad Husnan.
2002.Perbandingan Underpricing
Penerbitan saham Perdana
perusahaan keuangan dan non
keuangan di Pasar modal Indonesia :
Pengujian Hipotesis Asimetri
Informasi. Jurnal Ekonomi dan Bisnis
Indonesia Volume 17 No. 4 2002,
halaman 372-383
Firth,M. Dan Liau-Tan, CK. 1998. Auditor
Quality, Signaling, and the Valuation
of Initial Public Offering. Journal Of
Business Finance and Accounting 25.
Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis
Multivariat Dengan Program SPSS.
Semarang : Badan Penerbit
Universitas Diponogoro.
Hartono, Jogiyanto. 2008. Teori Portofolio
dan Analisis Invesasi . Edisi
Kelima.Yogyakarta : BPFE.
Kasmir.1999. Bank dan Lembaga Keuangan
Lainnya. Edisi keenam. Jakarta :
PT.RajaGrafindo Persada.
Vol. 3 No. 2, September 2013 Jurnal Riset Akuntansi JUARA
144
Richard D. Morris. 1987. Signaling, Agency
Theory and Accounting Policy Choice.
Accounting and Business Research.
Vol. 18. No. 69. pp. 47-56.
Rosyati dan Arifin Sabeni. 2002. Analisis
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Underpricing Saham pada
Perusahaan Go Public di Bursa Efek
Jakarta Tahun 1997-2000. Naskah
Simposium Nasional Akuntansi ke V
Semarang 5 – 6 September.
Sugiyono. 2003. Metode Penelitian Bisnis.
Bandung : Alfabeta.
Sunariyah. 2004. Pengantar Pengetahuan
Pasar Modal. Yogyakarta : UPP
AMPN.
Wolk, H. I., M. G. Tearney dan J. L. Dodd
2001. Accounting Theory. A
Conceptual and Institutional
Approach. South-Western College
Publising, 5 th Edittion.
Yasa, Gerianta Wirawan. 2003. ”Analisis
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Underpricing ” (Tesis). Yogyakarta:
Universitas Gajah Mada.
Yasa,Gerianta Wirawan. 2007. ”Manajemen
Laba Sebelum Pemeringkatan Obligasi
Perdana: Bukti Empiris Dari Pasar
Modal Indonesia” (Disertasi).
Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.
Pengaruh Karakteristik Dewan Komisaris dan Struktur Kepemilikan Terhadap Tingkat Konservatisme Akuntansi
145
PENGARUH KARAKTERISTIK DEWAN KOMISARIS DAN STRUKTUR
KEPEMILIKAN TERHADAP TINGKAT KONSERVATISME AKUNTANSI
Ngurah Dwipajaya Mendala
I Gede Cahyadi Putra
I Gusti Ary Suryawathy6
Universitas Mahasaraswati Denpasar
ABSTRAK
Konservatisme merupakan reaksi hati-hati (prudent reaction) menghadapi ketidakpastian
untuk mencoba memastikan bahwa ketidakpastian dan risiko yang melekat pada situasi bisnis
telah cukup dipertimbangkan (Juanda, 2007:3). Adanya pendapat yang berbeda diantara
penelitian terhadap pengungkapan prinsip konservatisme akuntansi pada perusahan yang dilihat
dari karakteristik dewan komisaris dan struktur kepemilikan menjadikan latar belakang penelitian
ini. Sehingga di kalangan para peneliti menganggap prinsip konservatisme akuntansi masih
dianggap sebagai prinsip kontroversial. Penelitian ini bertujuan menguji secara empiris pengaruh
karakteristik dewan komisaris dan struktur kepemilikan sebagai salah satu mekanisme dari
corporate governance terhadap konservatisme laporan keuangan.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa proporsi komisaris independen, ukuran
dewan komisaris, dan struktur kepemilikan manajerial mempunyai pengaruh positif terhadap
konservatisme akuntansi yang diukur dengan ukuran akrual. Sedangkan struktur
kepemilikan institusional tidak berpengaruh positif terhadap konservatisme dalam ukuran
akrual.
Kata kunci: Konservatisme, Dewan Komisaris, Struktur Kepemilikan.
6Alamat Korespondensi : ([email protected])
I. PENDAHULUAN
Konservatisme merupakan reaksi hati-
hati (prudent reaction) dalam menghadapi
ketidakpastian atau risiko yang melekat pada
situasi bisnis. Laporan akuntansi yang
dihasilkan dengan metode yang konservatif
cenderung bias dan tidak mencerminkan
realita (Supriyanto dan Kiryanto, 2006:2).
Hal ini disebabkan karena konsep
konservatisme mengakui biaya dan rugi
lebih cepat, mengakui pendapatan dan
untung lebih lambat, menilai aktiva dengan
nilai yang terendah, dan kewajiban dengan
nilai yang tertinggi. Konservatisme
merupakan prinsip akuntansi yang jika
diterapkan akan menghasilkan angka-angka
pendapatan dan aset cenderung rendah, serta
angka-angka biaya cenderung tinggi.
Manajer mempunyai kewajiban untuk
memaksimumkan kesejahteraan para
pemegang saham, namun disisi lain manajer
juga mempunyai kepentingan untuk
memaksimumkan kesejahteraan mereka.
Penyatuan kepentingan pihak-pihak ini
seringkali menimbulkan masalah yang
disebut dengan masalah keagenan (Faizal,
2004:307). Masalah keagenan antara
manajer dan pemegang saham muncul
sebagai akibat dari pemisahan fungsi
pengelolaan dan fungsi kepemilikan.
Vol. 3 No. 2, September 2013 Jurnal Riset Akuntansi JUARA
146
Ketika presentase saham yang
dimiliki oleh manajemen lebih rendah dari
saham yang dimiliki oleh pemegang saham,
maka besar kemungkinan akan terjadi
masalah keagenan. Presentase kepemilikan
saham yang lebih rendah yang dimiliki
manajer dapat mendorong manajer untuk
melakukan tindakan oportunistik yang akan
menguntungkan dirinya sendiri. Hal tersebut
membuat manajer mengabaikan tugas
utamanya, yaitu menciptakan nilai bagi
pemegang saham. Oleh karena itu,
mekanisme corporate governance dapat
menjembatani masalah keagenan yang ada.
Penerapan corporate governance
dilakukan oleh seluruh pihak dalam
perusahaan dengan adanya dewan yang
mengelola dan mengawasi kinerja
perusahaan. Dalam mengelola dan
mengawasi kinerja perusahaan, dewan
direksi sebagai pengelola perusahaan
menetapkan kebijakan-kebijakan yang harus
diterapkan di dalam perusahaan seperti
kebijakan mengenai penerapan akuntansi
konservatif. Sedangkan dewan komisaris
bertugas untuk mengawasi kinerja direksi
dan manajer dalam hal kesesuaian tugas
yang dilakukan manajemen perusahaan
dengan kebijakan yang telah ditetapkan
perusahaan dan memastikan bahwa direksi
dan manajer telah benar-benar bekerja demi
kepentingan perusahaan sesuai dengan
strategi yang telah ditetapkan. Pengawasan
yang dilakukan oleh dewan komisaris
supaya lebih ketat maka dewan komisaris
dapat membentuk komite-komite seperti
komite audit, komite nominasi, maupun
komite kompensasi atau remunerasi.
Karakteristik dewan komisaris terkait
dengan proporsi komisaris independen perlu
diperhatikan supaya terdapat independensi
dalam proses pengawasan yang dilakukan
terhadap kinerja perusahaan. Dengan adanya
komisaris yang independen, pengawasan
yang dilakukan oleh dewan komisaris akan
lebih ketat sehingga akan cenderung
mensyaratkan akuntansi yang konservatif
untuk mencegah sikap oportunistik manajer.
Perusahaan juga perlu memiliki komisaris
independen yang memiliki keahlian di
bidangnya agar fungsi pengawasan dapat
berjalan dengan baik. Salah satu dari dewan
komisaris harus memiliki latar belakang
akuntansi atau keuangan.
Kepemilikan saham oleh komisaris
yang terafiliasi dapat mempengaruhi kinerja
suatu perusahaan. Apabila komisaris yang
terafiliasi bekerja dengan baik dalam
melaksanakan tugas pengawasannya, dengan
memiliki sebagian saham perusahaan akan
membuat komisaris menjalankan fungsi
pengawasannya dengan lebih ketat. Hal
tersebut dikarenakan komisaris memiliki
kepentingan finansial di dalam perusahaan
sehingga lebih mensyaratkan akuntansi yang
konservatif. Akan tetapi, apabila
kepemilikan saham oleh komisaris tersebut
justru mendorong komisaris melakukan
pengambilalihan perusahaan maka prinsip
akuntansi yang digunakan kurang
konservatif.
Ukuran dewan komisaris yang terkait
dengan jumlah anggota dewan komisaris
akan mempengaruhi mekanisme
pengawasan terhadap perusahaan. Ukuran
dewan komisaris yang lebih besar akan
menyebabkan tugas setiap anggota dewan
komisaris menjadi lebih khusus karena
terdapat komite-komite yang lebih khusus
dalam mengawasi perusahaan. Spesialisasi
yang lebih besar tersebut dapat
menunjukkan pengawasan yang lebih efektif
sehingga penerapan akuntansi yang
disyaratkan dewan komisaris lebih
konservatif. Oleh karena itu, jumlah anggota
dewan komisaris harus sesuai dengan
kebutuhan perusahaan dan kompleksitas
perusahaan supaya pengawasan yang
dilakukan lebih efektif.
Wibowo (2002) menyatakan bahwa
pilihan terhadap suatu metode akuntansi
yang terkait dengan prinsip konservatisme
Pengaruh Karakteristik Dewan Komisaris dan Struktur Kepemilikan Terhadap Tingkat Konservatisme Akuntansi
147
dipengaruhi juga oleh struktur kepemilikan.
Berdasarkan proporsi saham yang dimiliki,
struktur kepemilikan dikelompokkan
menjadi kepemilikan manajerial yaitu
manajer memiliki saham perusahaan atau
dengan kata lain manajer sekaligus sebagai
pemegang saham perusahaan, dan
kepemilikan institusional yaitu saham yang
dimiliki oleh pemilik institusi seperti
perusahaan asuransi, bank, perusahaan
investasi dan kepemilikan lain.
Kepemilikan institusional umumnya
bertindak sebagai pihak yang memonitor
perusahaan. Perusahaan dengan kepemilikan
institusional yang besar (lebih dari 5 %)
mengindikasikan kemampuannya untuk
memonitor manajemen. Semakin besar
kepemilikan institusional maka semakin
efisien pemanfaatan aktiva perusahaan.
Dengan demikian proporsi kepemilikan
institisional bertindak sebagai pencegahan
terhadap pemborosan yang dilakukan
manajemen (Faizal, 2004:309).
Sesuai yang dikemukakan Tarjo
(2002) bahwa semakin besar proporsi
kepemilikan manajemen maka manajemen
cenderung berusaha lebih giat untuk
kepentingan pemegang saham untuk
meningkatkan nilai perusahaan salah
satunya dengan menerapkan konservatisme
akuntansi. Sandra dan Kusuma (2004)
mengemukan bahwa kepemilikan manajerial
berpengaruh positif terhadap reaksi pasar
dan mampu memoderasi interaksi income
smoothing dengan reaksi pasar.
Widyaningrum (2008) melakukan
penelitian mengenai pengaruh
kepemilikan manajerial pada perusahaan
manufaktur yang listing di BEI menemukan
hasil bahwa kepemilikan manajerial
berpengaruh positif terhadap konservatisme
Akuntansi.
Ahmed dan Duellman (2007:27)
menyatakan bahwa terdapat hubungan
antara praktek akuntansi yang konservatis
dengan dengan karakteristik board of
directors. Secara spesifik penelitian mereka
menyimpulkan adanya hubungan yang
negatif antara persentase inside directors
dalam dewan dengan konservatisme dan
hubungan yang positif antara persentase
kepemilikan perusahaan oleh outside
directors dengan konservatisme. Persentase
inside directors berhubungan negatif dengan
konservatisme karena inside directors
berhubungan dengan pengelolaan dan
manajemen perusahaan sehingga mendorong
mereka untuk menguntungkan dirinya
sendiri. Hubungan persentase kepemilikan
oleh outside directors dengan konservatisme
dalam penelitian tersebut dapat mendorong
pengawasan yang lebih kuat karena outside
directors memiliki saham di perusahaan
sehingga merasa menjadi bagian dari
perusahaan dan akan melakukan
pengawasan dengan lebih baik untuk
kebaikan dan kemajuan perusahaan. Secara
keseluruhan penelitian ini menegaskan
adanya bukti yang konsisten terhadap
pendapat yang menyatakan bahwa
konservatisme dalam akuntansi akan
membantu komisaris untuk mengurangi
biaya agensi dalam perusahaan.
Berdasarkan uraian di atas, maka
penelitian ini menguji pengaruh karakteristik
dewan komisaris dan struktur kepemilikan
pada tingkat konservatisme akuntansi.
Variabel karakteristik dewan komisaris yang
digunakan dalam penelitian ini berkaitan
dengan proporsi komisaris independen, dan
ukuran dewan komisaris. Struktur
kepemilikan dilihat dari kepemilikan
manajerial dan kepemilikan institusional.
Pengukuran konservatisme dengan ukuran
akrual mengacu pada penelitian yang
dilakukan oleh Sari (2005), Dewi (2004),
dan Almilia (2004).
Vol. 3 No. 2, September 2013 Jurnal Riset Akuntansi JUARA
148
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN
PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Teori Keagenan (Agency Theory)
Menurut Jensen dan Meckling (1976)
teori keagenan dinyatakan sebagai suatu
kontrak antara pemilik (principals) dengan
agen (agent) untuk melakukan pekerjaan
atas nama pemilik (principals) dengan
mendelegasikan kekuasaan kepada agen
untuk pengambilan keputusan. Masalah
keagenan akan muncul karena adanya
perbedaan kepentingan antara principals
dengan agents. Principals sebagai pemilik
perusahaan lebih mementingkan return
yang diperoleh atas investasi yang
dilakukan dalam perusahaan; sedangkan
agents akan lebih mementingkan insentif
atau bonus yang akan diperoleh atas
kinerja yang dilakukan. Salah satu cara
untuk meminimalisir masalah keagenan
adalah melalui mekanisme monitoring yang
bertujuan untuk menyelaraskan kepentingan
antara principals dan agents. Mekanisme
monitoring yang dapat dilakukan dalam
pengelolaan perusahaan (corporate
governance mechanism) meliputi: (a)
memperbesar kepemilikan saham
perusahaan oleh manajemen (managerial
ownership), (b) kepemilikan saham oleh
investor institusional (instititutional
ownership); (c) melalui peran monitoring
oleh dewan direksi (board of directors).
Konservatisme Akuntansi
Konservatisme merupakan prinsip
yang paling mempengaruhi penilaian dalam
akuntansi (Sterling, 1970) yang merupakan
reaksi hati-hati (prudent reaction)
menghadapi ketidakpastian untuk mencoba
memastikan bahwa ketidakpastian dan risiko
yang melekat pada situasi bisnis telah cukup
dipertimbangkan (Juanda, 2007:3).
Akuntansi konservatif yaitu merupakan
sikap yang diambil oleh akuntan dalam
menghadapi dua atau lebih alternatif dalam
penyusunan laporan keuangan. Apabila
lebih dari satu alternatif tersedia maka sikap
konservatif ini cenderung memilih alternatif
yang tidak akan membuat aktiva dan
pendapatan terlalu besar (Baridwan,
2002:14). Wolk et al. (2001:144)
mendefinisikan konservatisme akuntansi
sebagai usaha untuk memilih metoda
akuntansi berterima umum yang (a)
memperlambat pengakuan revenues, (b)
mempercepat pengakuan expenses, (c)
merendahkan penilaian aktiva, dan (d)
meninggikan penilaian utang. Secara
tradisional, konservatisme dalam akuntansi
dapat diterjemahkan melalui pernyataan
“tidak mengantisipasi keuntungan, tetapi
mengantisipasi semua kerugian” (Watts,
2003a). Konservatisme dalam akuntansi ini
mengimplikasikan adanya persyaratan
verifikasi yang asimetris antara pengakuan
laba dan rugi. Semakin tinggi tingkat
perbedaan dalam verifikasi yang disyaratkan
untuk pengakuan laba versus pengakuan
rugi, maka semakin tinggi tingkat
konservatisme akuntansinya (Watts, 2003).
Pengaruh Proporsi Komisaris
Independen terhadap Konservatisme
Akuntansi
Salah satu fungsi utama dari komisaris
independen adalah untuk menjalankan
fungsi monitoring yang bersifat independen
terhadap kinerja manajemen perusahaan.
Keberadaan komisaris independen dapat
menyeimbangkan kekuatan pihak
manajemen (terutama CEO) dalam
pengelolaan perusahaan melalui fungsi
monitoringnya (Wardhani, 2008). Penelitian
Wardhani (2008) menyatakan bahwa
semakin besar proporsi komisaris
independen terhadap total jumlah komisaris
maka semakin tinggi pula tingkat
konservatisme akuntansi yang diukur
dengan ukuran pasar.
Board of directors yang didominasi
oleh komisaris independen akan
Pengaruh Karakteristik Dewan Komisaris dan Struktur Kepemilikan Terhadap Tingkat Konservatisme Akuntansi
149
mensyaratkan informasi yang lebih
berkualitas sehingga mereka akan cenderung
untuk lebih menggunakan prinsip akuntansi
yang lebih konservatif (Ahmed dan
Duellman, 2007). Dalam artian semakin
banyak proporsi komisaris independen
dalam suatu perusahaan akan menunjukkan
dewan komisaris yang kuat maka semakin
tinggi pula tingkat konservatisme yang
diinginkan karena adanya persyaratan
informasi keuangan yang lebih berkualitas.
Berdasarkan uraian di atas, maka
hipotesis yang dapat dikembangkan adalah:
H1:Proporsi komisaris independen
berpengaruh positif pada tingkat
konservatisme akuntansi.
Pengaruh Ukuran Dewan Komisaris
terhadap Konservatisme Akuntansi Ukuran dewan komisaris merupakan
elemen penting dari karakteristik dewan
komisaris yang mempengaruhi tingkat
konservatisme akuntansi. Penelitian Lara, et
al (2005) menunjukkan bahwa perusahaan
yang memiliki dewan yang kuat
mensyaratkan tingkat konservatisme yang
lebih tinggi daripada perusahaan dengan
dewan yang lemah. Ukuran dewan komisaris
yang tidak seimbang dengan ukuran dewan
direksi akan menyebabkan komisaris
mengalami kesulitan dalam berdiskusi
dengan dewan direksi dan mengawasi
kinerja perusahaan.
Menurut Klein dalam Ahmed dan
Duellman (2007) ukuran dewan komisaris
yang lebih besar akan menyebabkan tugas
setiap anggota dewan komisaris menjadi
lebih khusus karena terdapat komite-komite
yang lebih khusus dalam mengawasi
perusahaan. Spesialisasi yang lebih besar
tersebut dapat menunjukkan pengawasan
yang lebih efektif. Oleh sebab itu,
diperlukan jumlah anggota dewan komisaris
yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan
perusahaan supaya proses monitoring lebih
efektif. Sehingga semakin besar ukuran
dewan komisaris maka semakin besar
kekuatan dari dewan komisaris dalam
melakukan pengawasan sehingga
penggunaan akuntansi yang konservatif akan
semakin tinggi pula.
Berdasarkan uraian di atas, maka
hipotesis yang dapat dikembangkan adalah:
H2: Ukuran dewan komisaris berpengaruh
positif pada tingkat konservatisme
akuntansi.
Pengaruh Struktur Kepemilikan
Manajerial terhadap Konservatisme
Akuntansi.
Jensen dan Meckling (1976)
menyatakan bahwa kepemilikan saham oleh
manajemen akan menurunkan permasalahan
agensi karena semakin banyak saham yang
dimiliki oleh manajemen maka semakin kuat
motivasi mereka untuk bekerja dalam
meningkatkan nilai saham perusahaan.
Penelitian Wu (2006) menyimpulkan
bahwa perusahaan yang memiliki persentase
kepemilikan manajerial yang lebih tinggi
menunjukkan pola yang lebih konservatif
dalam pelaporan pendapatannya. Hal ini
menunjukkan bukti bahwa ada hubungan
yang positif antara kepemilikan manajerial
dengan tingkat konservatisme dalam
perusahaan. Hasil penelitian
Widyaningrum (2008) menunjukkan
bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh
positif terhadap konservatisme akuntansi.
Berdasarkan uraian di atas, maka
hipotesis yang dapat dikembangkan adalah:
H3: Struktur kepemilikan manajerial
berpengaruh positif pada tingkat
konservatisme akuntansi.
Pengaruh Struktur Kepemilikan
Institusional Terhadap Konservatisme
Akuntansi.
Kepemilikan institusional umumnya
bertindak sebagai pihak yang memonitor
perusahaan. Dengan adanya kepemilikan
Vol. 3 No. 2, September 2013 Jurnal Riset Akuntansi JUARA
150
institusional yang tinggi maka pemegang
saham institusional ini dapat menggantikan
atau memperkuat fungsi monitoring dari
dewan dalam perusahaan (Ahmed dan
Duellman, 2007) sehingga kepentingan para
pemegang saham dapat terlindungi dan
secara tidak langsung dapat menuntut
adanya informasi yang transparan dari
pihak manajemen perusahaan. Semakin
besar kepemilikan institusional ini, maka
semakin besar pula monitoring yang
dilakukan terhadap pihak manajemen
perusahaan dan semakin besar pula tuntutan
akan adanya informasi yang transparan.
Oleh karena itu, dengan adanya investor
institusional ini, maka dapat mendorong
pihak manajemen perusahaan menerapkan
prinsip akuntansi yang konservatis.
Berdasarkan uraian di atas, maka
hipotesis yang dapat dikembangkan adalah:
H4: Struktur kepemilikan institusional
berpengaruh positif pada tingkat
konservatisme akuntansi.
III. METODE PENELITIAN
Sampel Penelitian
Populasi yang digunakan dalam
penelitian ini adalah seluruh perusahaan
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)
tahun 2009-2011. Sampel dalam penelitian
ini diperoleh dengan metode purposive
sampling dengan kriteria sebagai berikut:
1) Perusahaan manufaktur yang terdaftar di
BEI berturut-turut dari tahun 2009-
2012.
2) Perusahaan yang melaporkan laporan
keuangan berturut-turut dari tahun 2009-
2012 dan menyajikannya dalam mata
uang Rupiah.
3) Perusahaan yang memiliki data
komposisi komisaris independen.
4) Memiliki nilai ekuitas yang positif.
Definisi Operasional Variabel
Variabel dependen dalam penelitian ini
adalah tingkat konservatisme akuntansi.
Konservatisme akuntansi merupakan reaksi
kehati-hatian akuntan di dalam menghadapi
ketidakpastian untuk mencoba memastikan
bahwa ketidakpastian dan risiko yang
melekat pada situasi bisnis telah cukup
dipertimbangkan (Juanda, 2007:3).
Konservatisme diukur dengan dengan
melihat kencederungan dari akumulasi
akrual selama beberapa tahun (Givoly dan
Hayn, 2002). Akrual yang dimaksud adalah
perbedaan antara laba bersih sebelum
depresiasi atau amortisasi dengan arus kas
kegiatan operasi. Apabila terjadi akrual
negatif (laba bersih lebih kecil daripada arus
kas kegiatan operasi) yang konsisten selama
beberapa tahun, maka merupakan indikasi
diterapkannya konservatisme. Semakin
besar akrual negatif yang diperoleh maka
semakin konservatif akuntansi yang
diterapkan.
Rumus dari proksi konservatisme ini
adalah sebagai
berikut. ititit CFONICONACC ………..
……(1) Keterangan:
CONACCit : tingkat konservatisme
NIit : net income sebelum
extraordinary item
ditambah depresiasi dan
amortisasi.
CFit : cash flow dari kegiatan
operasional.
Hasil perhitungan CONACC di atas dibagi
dengan total aktiva kemudian dikalikan
dengan -1, sehingga semakin besar
konservatisme ditunjukkan dengan semakin
besarnya nilai CONACC (Wardhani, 2007)
Variabel independen dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:
a. Proporsi Dewan Komisaris Independen
(KIND)
Dewan komisaris independen merupakan
sesorang yang duduk dalam dewan
Pengaruh Karakteristik Dewan Komisaris dan Struktur Kepemilikan Terhadap Tingkat Konservatisme Akuntansi
151
komisaris yang tidak terafiliasi dengan
pemegang saham pengendali, anggota
direksi dan dewan komisaris lain. Dalam
penelitian ini variabel dewan komisaris
independen dengan membandingkan
jumlah anggota komisaris independen
dengan seluruh jumlah komisaris pada
perusahaan tersebut (Wardhani, 2007).
b. Ukuran Dewan Komisaris
(DKOM)
Dewan komisaris adalah sebuah dewan
yang bertugas untuk melakukan
pengawasan dan memberikan nasehat
kepada direktur Perusahaan terbatas.
Variabel ini diukur dari jumlah seluruh
komisaris yang terdapat dalam
perusahaan.
c. Struktur Kepemilikan Manajerial (SKM )
Kepemilikan manajerial adalah proporsi
kepemilikan saham yang dimiliki
manajemen, termasuk direktur dan dewan
komisaris. Variabel ini diukur dengan
skala nominal, yaitu hanya dibedakan
antara perusahaan dengan kepemilikan
manajerial atau tanpa kepemilikan
manajerial. Bila ada kepemilikan
manajerial diberi nilai “1” (satu) jika
tidak diberi nilai “0” (nol)
d. Struktur Kepemilikan Institusional
(SKI )
Kepemilikan institusional merupakan
kepemilikan saham oleh pemerintah,
institusi keuangan, institusi berbadab
hukum, institusi luar negeri, dana
perwalian serta institusi lainnya pada
akhir tahun. Variabel struktur
kepemilikan institusional diukur dengan
persentase jumlah saham yang dimiliki
oleh pihak institusional dibandingkan
dengan jumlah saham dalam satuan
persentase.
Teknik Analisis Data
Data dalam penelitian ini dianalisis
dengan mengunakan analisis statistik
deskriptif untuk memberikan gambaran
umum mengenai karakterisktik data yang
dilihat dari nilai minimum, maksimum, rata-
rata dan standar deviasi. Hipotesis diuji
dengan menggunakan analisis regresi linear
berganda. Analisis regresi linier berganda
digunakan untuk mengetahui atau
memperoleh gambaran mengenai pengaruh
variabel independen pada variabel dependen
dan bertujuan untuk mengestimasi dan atau
memprediksi rata-rata populasi atau nilai
rata-rata variabel dependen berdasarkan nilai
variabel independen yang diketahui
(Ghozali, 2012:81). Sebelum pengujian
hipotesis dilakukan uji asumsi klasik yang
meliputi uji normalitas, multikolinearitas,
heterokedastisitas dan autokorelasi.
Ketepatan dari fungsi regresi dalam
menaksir nilai aktual dapat diukur dari
goodness of fitnya. Secara statistik diukur
dari nilai koefisien determinasi (Adjusted
R2), uji F (uji kelayakan model), dan uji t
(uji secara parsial) (Ghozali, 2012:83).
Persamaan garis regresi linear berganda
pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
CONACC=α+β1KIND+β2DKOM+β3SKM+β4SKI+
Keterangan:
CONACC = tingkat konservatisme
akuntansi
α = konstanta
β1, β2, , β3, β4 , = koefisien regresi
KIND = proporsi komisaris
independen
DKOM = ukuran dewan komisaris
SKM = struktur kepemilikan
manajerial
SKI = struktur kepemilikan
institusional
= error
IV. HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
Berdasarkan kriteria penentuan sampel
yang telah ditetapkan, maka diperoleh 60
perusahaan manufaktur selama empat tahun
Vol. 3 No. 2, September 2013 Jurnal Riset Akuntansi JUARA
152
yakni dari tahun 2009 -2012 dengan
total observasi 240.
Berdasarkan hasil analisis statistik
deskriptif (Tabel 2), maka gambaran tentang
distribusi data adalah sebagai berikut:
Variabel komisaris independen
(KIND) memiliki nilai minimum 0,04 dan
nilai maksimum 0,75 dengan rata-rata
sebesar 0,3853 dan standar deviasi
0,11914. Hasil analisis ini dari
keseluruhan observasi yang dilakukan
terhadap sampel yang ada, didapatkan nilai
proporsi anggota dewan komisaris
independen (KIND) yang terkecil adalah
sebesar 4 persen atau hanya sebanyak 1
anggota dari 25 anggota yang independen
dan proporsi anggota dewan komisaris
terbesar adalah sebanyak 75 persen.
Variabel ukuran dewan komisaris
(DKOM) memiliki nilai minimum 2,00 dan
nilai maksimum 11,00 dengan rata-rata
sebesar 4,1833 dan standar deviasi 1,87019.
Hal ini berarti jumlah dewan komisaris
yang dimiliki oleh perusahaan paling kecil
adalah 2 dan dewan komisaris yang
dimiliki oleh perusahaan paling besar
adalah 11.
Variabel kepemilikan manajerial
(SKM) memiliki nilai minimum 0,00 dan
nilai maksimum 1,00 dengan rata-rata
sebesar 0,1500 dan standar deviasi 0,35782.
Ini berarti nilai terkecilnya adalah 0
persen dan nilai terbesarnya adalah 1
persen dengan rata-rata sebesar 0,15 persen.
Hal ini menunjukkan bahwa pada
perusahaan sampel, saham yang dimiliki
oleh pihak manajemen perusahaan paling
sedikit adalah 0 persen atau pihak
manajemen tidak memiliki saham
perusahaan dan saham yang dimiliki pihak
manajemen perusahaan paling besar adalah
1 persen.
Variabel kepemilikan institusional
(SKI) memiliki nilai minimum 25 dan nilai
maksimum 97,97 dengan rata-rata sebesar
71,7943 dan standar deviasi 17.,3635. Ini
berarti bahwa nilai terkecilnya adalah 25
persen dan nilai terbesarnya adalah 97,97
persen. Hal ini menunjukkan bahwa pada
perusahaan sampel, saham yang dimiliki
oleh pihak institusi paling banyak adalah
97,97 persen dan saham yang dimiliki oleh
pihak institusi paling kecil adalah 25 persen.
Hasil uji asumsi klasik yang dilakukan
adalah sebagai berikut:
1) Uji Normalitas
Uji Normalitas bertujuan untuk
mengetahui apakah data yang diambil
adalah data yang terdistribusi normal
karena suatu model regresi yang baik
adalah dimana semua datanya
berdistribusi normal atau mendekati
normal. Uji Statistik yang digunakan
untuk menguji apakah residual
berdistribusi normal adalah uji statistic
non-parametric Kolmogorov-Smirnov.
Berdasarkan hasil uji normalitas (Tabel
3) maka diperoleh nilai Kolmogorov-
Smirnov Z sebesar 1,559 dan Asymp.
Sig. sebesar 0,016. Karena nilai
Asymp.Sig lebih kecil dari (0,05),
maka residual data tidak terdistribusi
dengan normal sehingga perlu
dilakukan uji outlier. Berdasarkan hasil
uji normalitas setelah outlier (Tabel 4)
diperoleh nilai Kolmogorov-Smirnov Z
sebesar 0,761 dan Asymp. Sig. sebesar
0,609. Karena nilai Asymp.Sig lebih
besar dari (0,05), maka dapat
disimpulkan bahwa residual data telah
terdistribusi normal.
2) Uji Multikolinearitas
Uji multikolonieritas bertujuan untuk
menguji apakah model regresi ditemukan
adanya korelasi antar variable bebas
(independen). Model regresi yang baik
seharusnya tidak terjadi korelasi diantara
variable independen. Multikolinearitas
dapat dilihat dari nilai tolerance serta
lawannya dan Variance Inflation Factor
(VIF).
Pengaruh Karakteristik Dewan Komisaris dan Struktur Kepemilikan Terhadap Tingkat Konservatisme Akuntansi
153
Nilai cutoff yang umum dipakai untuk
menunjukkan adanya multikolinearitas
adalah nilai tolerance ≤ 0,10 atau sama
dengan nilai VIF ≥10. Berdasarkan hasil
pengujian multikolinearitas
menunjukkan bahwa semua nilai VIF
dari variabel independen memiliki nilai
yang lebih kecil dari 10 dan nilai
Tolerance yang lebih besar dari 0,1.
Hasil pengujian model regresi untuk
ukuran akrual tersebut menunjukkan
tidak adanya gejala multikolinearitas
dalam model regresi. Hal ini berarti
bahwa semua variabel independen
tersebut layak digunakan sebagai
prediktor.
3) Uji Autokorelasi.
Uji autokorelasi bertujuan menguji
bertujuan menguji apakah dalam model
regerasi linear ada korelasi antara
kesalahan penggangu pada periode t
dengan kesalahan pengganggu pada
periode t-1 (sebelumnya). Untuk melihat
uji autokorelasi maka dapat dilakukan Uji
Durbin-Watson ( DW test). Berdasarkan
hasil pengujian diperoleh nilai DW
sebesar 1,926. Nilai ini akan
dibandingkan dengan nilai tabel dengan
menggunakan nilai signifikan 5 persen
jumlah sampel 218 (n) dan jumlah
variabel independen 4 (k=4) maka di
peroleh nilai du 1,813. Ini berarti nilai
(DW) 1,926 lebih besar dari batas atas
(du) 1,813 dan kurang dari 4 – 1,813 ( 4
– du), atau 1,813<1,926<2,187. Maka
dapat disimpulkan bahwa tidak ada
autokorelasi positif atau negatif atau
terdapat autokorelasi.
4) Uji Heteroskedastisitas
Uji Heteroskedastisitas bertujuan untuk
menguji apakah dalam model regresi
terjadi ketidaksamaan variance dari
residual satu pengamatan kepengamatan
yang lain. Model regresi yang baik adalah
yang homoskesdatisitas atau tidak terjadi
heteroskedastisitas. Berdasarkan hasil uji
Glejser (Tabel 4) menunjukkan bahwa
tidak satu pun variabel independen yang
signifikan secara statistik mempengaruhi
variabel dependen nilai Absolut Ut
(AbsUt). Hal ini dapat dilihat dari
probabilitas signifikansinya di atas tingkat
kepercayaan 5 persen. Jadi dapat di
simpulkan model regresi tidak
mengandung adanya heteroskedastisitas.
Berdasarkan hasil analisa di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa variabel-variabel
bebas yang digunakan untuk mengukur
variabel terikat dalam penelitian ini telah
memenuhi kriteria uji asumsi klasik.
Uji Kelayakan Model (Goodness of Fit
Test)
1) Koefisien Determinasi (Adjusted R2)
Koefisien determinasi (Adjusted R2)
digunakan untuk mengukur seberapa jauh
kemampuan model dalam menerangkan
variasi variabel dependen.
Besarnya nilai Adjusted R2 adalah 0,10.
Ini berarti bahwa variabilitas variabel
dependen yang dapat dijelaskan oleh
variabilitas variabel independen
sebesar 10 persen. Sedangkan sisanya
90 persen dijelaskan oleh variabel
lainnya yang tidak dimasukkan dalam
model regresi.
2) Uji F
Uji F digunakan untuk melihat apakah
semua variabel independen yang
dimasukan dalam model mempunyai
pengaruh secara bersama-sama terhadap
variabel dependen.
Nilai Fhitung sebesar 7,054 dengan tingkat
signifikansi 0,000. Karena nilai
signifikansi lebih kecil dari (0,05),
maka model regresi dapat digunakan
untuk memprediksi konservatisme
(CONACC) atau dapat dikatakan bahwa
proporsi komisaris independen (KIND),
ukuran dewan komisaris (DKOM),
struktur kepemilikan manajerial (SKM),
dan struktur kepemilikan institusional
Vol. 3 No. 2, September 2013 Jurnal Riset Akuntansi JUARA
154
(SKI) secara bersama-sama berpengaruh
terhadap konservatisme akuntansi
(CONACC).
3) Uji t
Uji t ini bertujuan untuk mengetahui ada
atau tidaknya pengaruh variabel
independen terhadap variabel dependen
secara parsial. Pengujian ini dilakukan
dengan membandingkan nilai
signifikansi t yang ditunjukkan oleh Sig
dari t. Berdasarkan Tabel 5
menunjukkan bahwa nilai signifikansi t
dari variabel proporsi komisaris
independen (KIND) sebesar 0,10;
variabel ukuran dewan komisaris
(DKOM) sebesar 0,003; dan variabel
struktur kepemilikan manajerial (SKM)
sebesar 0,20 lebih kecil dari (0,05).
Ini berarti bahwa variabel komisaris
independen, ukuran dewan komisaris
dan struktur kepemilikan manajerial
secara individual berpengaruh terhadap
konservatisme akuntansi. Sedangkan
variabel struktur kepemilikan
institusional (SKI) tidak berpengaruh
secara individual terhadap
konservatisme akuntansi karena nilai
Sig.t yang diperoleh yaitu 0,104 yang
lebih besar dari (0,05).
Analisis Regresi Linear Berganda
Persamaan garis regresi linear
berganda sebagai berikut:
CONACC = 0,015 + 0,345KIND + 0,024DKOM +
0,082SKM + 0,001SKI
Persamaan ini dapat dijelaskan sebagai
berikut :
1) Konstanta sebesar 0,015 artinya bahwa
jika variabel independen sama dengan
nol, maka konservatisme akuntansi
(CONACC) menunjukkan nilai sebesar
0,015.
2) Koefisien regresi proporsi komisaris
independen adalah sebesar 0,345 yang
berarti bahwa setiap peningkatan proporsi
komisaris independen sebesar satu satuan
akan meningkatkan konservatisme
akuntansi sebesar 0,345 dengan asumsi
variabel lain konstan.
3) Koefisien regresi ukuran dewan
komisaris adalah sebesar 0,024 yang
berarti bahwa setiap peningkatan ukuran
dewan komisaris sebesar satu satuan akan
meningkatkan konservatisme akuntansi
sebesar 0,024 dengan asumsi variabel
lain konstan.
4) Koefisien regresi kepemilikan manajerial
adalah sebesar 0,082 yang berarti bahwa
setiap peningkatan kepemilikan
manajerial sebesar satu satuan akan
meningkatkan konservatisme akuntansi
sebesar 0,082 dengan asumsi variabel
lain konstan.
5) Koefisien regresi kepemilikan
institusional adalah sebesar 0,001 yang
berarti bahwa setiap peningkatan
kepemilikan institusional sebesar satu
satuan akan meningkatkan konservatisme
akuntansi sebesar 0,001 dengan asumsi
variabel lain konstan, namun secara
statistik tidak signifikan.
PEMBAHASAN
Pengaruh Proporsi Komisaris
Independen terhadap Konservatisme
Akuntansi.
Variabel Proporsi Komisaris
Independen (KIND) memiliki nilai t
hitung sebesar 2,589 dan nilai sig sebesar
0,010. Nilai sig sebesar 0,010 < α (0,05).
Hal ini menunjukkan bahwa variabel
proporsi komisaris independen (KIND)
berpengaruh pada level 5% sehingga
penelitian ini dapat menolak H0 atau Ha
diterima yang berarti bahwa variabel proporsi
komisaris independen (KIND)
berpengaruh terhadap konservatisme
akuntansi. Dengan demikinan, hipotesis
pertama yang menyatakan “proporsi
komisaris independen berpengaruh terhadap
Pengaruh Karakteristik Dewan Komisaris dan Struktur Kepemilikan Terhadap Tingkat Konservatisme Akuntansi
155
tingkat konservatisme akuntansi” diterima.
Boediono (2005:178) menyatakan
bahwa komposisi dewan komisaris
merupakan jumlah keanggotaan yang
berasal dari luar perusahaan (outside
directors) terhadap keseluruhan jumlah
anggota dewan. Dengan adanya komisaris
yang independen, pengawasan yang
dilakukan oleh dewan komisaris akan lebih
ketat sehingga akan cenderung
mensyaratkan akuntansi yang konservatif
untuk mencegah sikap oportunistik manajer.
Wardhani (2008:8) menyatakan salah satu
fungsi utama dari komisaris independen
adalah untuk menjalankan fungsi monitoring
yang bersifat independen terhadap kinerja
manajemen perusahaan. Keberadaan
komisaris dapat menyeimbangkan kekuatan
pihak manajemen (terutama CEO) dalam
pengelolaan perusahaan melalui fungsi
monitoringnya. Dalam menjalankan
fungsinya, komisaris independen akan
sangat membutuhkan informasi yang akurat
dan berkualitas. Konservatisme merupakan
alat yang sangat berguna bagi board of
directors (terutama komisaris independen)
dalam menjalankan fungsi mereka sebagai
pengambil keputusan dan pihak yang
memonitor manajemen. Board of directors
yang kuat (board of directors yang
didominasi oleh komisaris independen) akan
mensyaratkan informasi yang lebih
berkualitas sehingga mereka akan cenderung
untuk lebih menggunakan prinsip akuntansi
yang lebih konservatif.
Hal ini sesuai dengan penelitian
Ahmed dan Duellman (2007) yang
menyatakan outside directors berhubungan
positif dengan konservatisme akuntansi.
Semakin besar proporsi dewan komisaris
independen dalam suatu perusahaan maka
monitoring terhadap manajemen perusahaan
tersebut akan semakin intensif dan efektif,
yang akan berdampak pada tingkat
konservatisme akuntansi yang semakin
tinggi. Dengan kata lain semakin banyak
proporsi komisaris independen dalam suatu
perusahaan akan menunjukkan dewan
komisaris yang kuat maka semakin tinggi
pula tingkat konservatisme yang diinginkan
karena adanya persyaratan informasi
keuangan yang lebih berkualitas
Namun hasil penelitian ini
bertentangan dengan penelitian Wardhani
(2008) yang tidak dapat membuktikan
pengaruh dari independensi dewan
komisaris terhadap konservatisme akuntansi
yang diukur dengan ukuran akrual.
Pengaruh Ukuran Dewan Komisaris
terhadap Konservatisme Akuntansi Variabel ukuran dewan komisaris
(DKOM) memiliki nilai t hitung sebesar
3,009 dan nilai sig sebesar 0,003. Nilai sig
sebesar 0,003 < α (0,05). Hal ini
menunjukkan bahwa variabel ukuran
komisaris (DKOM) berpengaruh pada
level 5% sehingga penelitian ini dapat
menolak H0 atau Ha diterima yang berarti
bahwa variabel ukuran dewan komisaris
berpengaruh terhadap konservatisme
akuntansi. Dengan demikinan, hipotesis
kedua yang menyatakan “ukuran dewan
komisaris berpengaruh terhadap tingkat
konservatisme Akuntansi” diterima.
Ukuran dewan komisaris yang terkait
dengan jumlah anggota dewan komisaris
akan mempengaruhi mekanisme
pengawasan terhadap perusahaan. Ukuran
dewan komisaris yang lebih besar akan
menyebabkan tugas setiap anggota dewan
komisaris menjadi lebih khusus karena
terdapat komite-komite yang lebih khusus
dalam mengawasi perusahaan. Spesialisasi
yang lebih besar tersebut dapat
menunjukkan pengawasan yang lebih efektif
sehingga penerapan akuntansi yang
disyaratkan dewan komisaris lebih
konservatif.
Ini sesuai dengan penelitian Lara et al
(2005), yang menyatakan bahwa
perusahaan yang memiliki dewan yang kuat
Vol. 3 No. 2, September 2013 Jurnal Riset Akuntansi JUARA
156
sebagai mekanisme corporate governance
mensyaratkan tingkat konservatisme yang
lebih tinggi dari pada perusahaan dengan
dewan yang lemah. Jumlah anggota dewan
komisaris yang semakin besar,
memungkinkan untuk melakukan
pembagian fungsi monitoring terhadap
manajemen perusahaan secara lebih efektif
terutama bagi perusahaan yang berskala
besar dengan permasalahan yang sangat
komplek. Hal ini juga didukung oleh
penelitian Ahmed dan Duellman (2007)
yang mana dalam penelitiannya dapat
membuktikan pengaruh dari ukuran dewan
komisaris terhadap konservatisme
akuntansi yang diukur dengan ukuran
akrual. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa banyaknya anggota dewan komisaris,
baik dewan komisaris yang terafiliasi
maupun yang tidak terafiliasi dalam
perusahaan akan mempengaruhi tingkat
konservatisme akuntansi perusahaan.
Pengaruh Kepemilikan Manajerial
terhadap Konservatisme Akuntansi. Variabel struktur kepemilikan
manajerial (SKM) memiliki nilai t hitung
sebesar 2,335 dan nilai sig sebesar 0,020.
Nilai sig sebesar 0,020 < α (0,05). Hal ini
menunjukkan bahwa variabel kepemilikan
manjerial (SKM) berpengaruh pada level
5% sehingga penelitian ini dapat menolak H0
atau Ha diterima yang berarti bahwa variabel
kepemilikan manajerial berpengaruh
terhadap konservatisme akuntansi. Dengan
demikinan, hipotesis ketiga yang
menyatakan “ukuran dewan komisaris
berpengaruh terhadap konservatisme
akuntansi” diterima.
Kepemilikan manajerial adalah situasi
dimana manajer memiliki saham perusahaan
atau dengan kata lain manajer tersebut
sekaligus sebagai pemegang saham
perusahaan. Dalam laporan keuangan,
keadaan ini ditunjukkan dengan besarnya
persentase kepemilikan saham perusahaan
oleh manajer (Christiawan dan Tarigan,
2007:2). Semakin besar proporsi
kepemilikan manajemen maka manajemen
cenderung berusaha lebih giat untuk
kepentingan pemegang saham untuk
meningkatkan nilai perusahaan salah
satunya dengan menerapkan konservatisme
akuntansi. Jensen & Meckling (1976)
membentuk suatu teori yang menyatakan
bahwa kepemilikan saham oleh manajemen
akan menurunkan permasalahan agensi
karena semakin banyak saham yang dimiliki
oleh manajemen maka semakin kuat
motivasi mereka untuk bekerja dalam
meningkatkan nilai saham perusahaan
Hasil penelitian ini sesuai dengan
penelitian Widya (2005:8) yang
menyatakan struktur kepemilikan
mempengaruhi pilihan perusahaan terhadap
akuntansi konservatisma. Semakin tinggi
konsentrasi struktur kepemilikan perusahaan
terhadap modal maka perusahaan tersebut
akan cenderung memilih strategi akuntansi
konservatif dibanding perusahaan
konsentrasi kepemilikannya rendah. Hasil
penelitian Wu (2006) menyimpulkan bahwa
perusahaan yang memiliki persentase
kepemilikan manajerial yang lebih tinggi
menunjukkan pola yang lebih konservatif
dalam pelaporan pendapatannya. Hal ini
menunjukkan bukti bahwa ada hubungan
yang positif antara kepemilikan manajerial
dengan tingkat konservatisme dalam
perusahaan.
Namun hasil penelitian ini
bertentangan dengan penelitian Wardhani
(2008) yang tidak dapat membuktikan
pengaruh dari kepemilikan manajerial
terhadap konservatisme akuntansi yang
diukur dengan ukuran akrual. Wu (2006)
menjelaskan bahwa hubungan negatif antara
konservatisme dengan kepemilikan
manajerial dapat disebabkan oleh adanya
kecenderungan manajer dengan kepemilikan
ekuitas tinggi akan memilih untuk
menggunakan tingkat konservatisme yang
Pengaruh Karakteristik Dewan Komisaris dan Struktur Kepemilikan Terhadap Tingkat Konservatisme Akuntansi
157
lebih rendah untuk menghindari penurunan
harga saham
Pengaruh Struktur Kepemilikan
Institusional terhadap Konservatisme
Akuntansi. Variabel kepemilikan institusional
(SKI) memiliki nilai t hitung sebesar
1,633 dan nilai sig sebesar 0,104. Nilai sig
sebesar 0,104 > α (0,05). Hal ini
menunjukkan bahwa variabel kepemilikan
institusional (SKI) tidak berpengaruh pada
level 5% sehingga penelitian ini tidak dapat
menolak H0 atau H0 diterima yang berarti
bahwa variabel kepemilikan institusional
tidak berpengaruh terhadap konservatisme
akuntansi. Dengan demikinan, hipotesis
keempat yang menyatakan “struktur
kepemilikan institusional berpengaruh
terhadap konservatisme akuntansi” ditolak.
Dalam teori perusahaan dengan
kepemilikan institusional yang besar (lebih
dari 5 persen) mengindikasikan bahwa
perusahaan memiliki kemampuan untuk
memonitor manajemen. Semakin besar
kepemilikan institusional maka semakin
efisien pemanfaatan aktiva perusahaan.
Dengan demikian proporsi kepemilikan
institisional bertindak sebagai pencegahan
terhadap pemborosan yang dilakukan
manajemen (Faizal, 2004). Namun
berdasarkan hasil pengujian variabel
kepemilikan institusional terhadap
konservatisme dengan ukuran akrual,
diketahui bahwa variabel kepemilikan
institusional (SKI) tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap konservatisme
dengan ukuran akrual. Hasil penelitian ini
sejalan dengan hasil penelitian Ahmed dan
Duellman (2007) dimana dalam hasil
penelitiannya tidak dapat membuktikan
pengaruh kepemilikan institusional sebagai
alternatif dari mekanisme corporate
governance terhadap konservatisme
akuntansi dengan ukuran akrual. Dengan
kata lain bahwa kepemilikan institusional
belum mampu mempengaruhi manajemen
dalam menjalankan sistem konservatisme
akuntansi. Sehingga prinsip corporate
governance belum dapat dijalankan dan
belum dapat menjadi salah satu alat
monitoring yang efektif untuk menggantikan
atau memperkuat fungsi monitoring dewan
dalam mengurangi permasalahan agensi
antara pemegang saham dengan pihak
manajer perusahaan.
Namun penelitian ini tidak sejalan
dengan penelitian Wardhani (2008) yang
dalam kesimpulannya menyatakan bahwa
semakin besar kepemilikan institusional
dalam struktur kepemilikan perusahaan
maka semakin mendorong penggunaan
prinsip akuntansi yang konservatis yang
diukur dengan ukuran akrual. Demikian
juga Indrayanti (2010) hasil pengujian
terhadap pengaruh variabel kontrol
kepemilikan institusional dengan
menggunakan ukuran akrual
menunjukkan bahwa kepemilikan
institusional memiliki hubungan positif dan
signifikan terhadap konservatisme
akuntansi.
V. SIMPULAN, KETERBATASAN DAN
SARAN
Simpulan Berdasarkan analisis data dan
pembahasan yang telah dilakukan, maka
dapat disimpulkan bahwa dewan
komisaris independen, ukuran dewan
komisaris dan struktur kepemilikan
manajerial berpengaruh positif dan
signifikan terhadap konservatisme
akuntansi; namun struktur kepemilikan
institusional tidak berpengaruh terhadap
konservatisme akuntansi.
Keterbatasan dan Saran
Variasi dari variabel independen yang
dapat menjelaskan variabel dependen hanya
10 persen; sedangkan sisanya 90 persen
dipengaruhi oleh variabel independen
Vol. 3 No. 2, September 2013 Jurnal Riset Akuntansi JUARA
158
lainnya yang dapat mempengaruhi tingkat
konservatisme akuntansi. Saran untuk
penelitian selanjutnya adalah
mempertimbangkan variabel lainnya yang
dapat mempengaruhi tingkat konservatisme
akuntansi seperti variabel ukuran
perusahaan, keberadaan komite audit,
karakteristik dari dewan dan efektifitas
dewan dalam mengimplementasikan
konservatisme di perusahaannya, yang
berkaitan dengan kegiatan komisaris sebagai
badan pengawas pada perusahaan, yang
dapat dilihat dari laporan hasil pemeriksaan
komisaris setiap semester kepada pemilik
dan laporan pertanggung jawaban komisaris
secara menyeluruh setiap akhir tahun.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmed, Anwer S. dan Duellman, Scott.
2007. Accounting Conservatism and
Board of Director Characteristics: An
Empirical Analysis. Working Paper.
Almilia, Luciana S. 2004. Pengujian size
hypothesis dan debt/equity Hypothesis
yang mempengaruhi tingkat
konservatisme laporan keuangan.
Baridwan, Zaki. 2002. Intermediate
Accounting. Yogyakarta: BPFE.
Basu, S. 1997. The conservatism principle
and the asymmetric timeliness of
earnings. Journal of Accounting and
Economics 24. h 3–37.
Boediono, Gideon SB. 2005. Kualitas Laba:
Studi Pengaruh Corporate
Governance dan Dampak Manajemen
Laba dengan Menggunakan Analisis
Jalur. Disampaikan dalam Simposium
Nasional Akuntansi (SNA) VIII. Solo.
Dewi, A.A.A. Ratna. 2004. Pengaruh
Konservatisma Laporan Keuangan
Terhadap Earnings Response
Coefficient. Jurnal Riset Akuntansi
Indonesia. Vol . 7 No. 2, Mei: 207-
223.
Faizal. 2004. Analisis Agency Costs,
Struktur Kepemilikan Dan
Mekanisme Corporate Governance.
Makalah Simposium Nasional
Akuntansi (SNA) VII. Denpasar.
Fala, Dwi Yana Amalia S. 2007. Pengaruh
Konservatisma Akuntansi Terhadap
Penilaian Ekuitas Perusahaan
Dimoderasi Oleh Good Corporate
Governance. Disampaikan dalam
Simposium Nasional Akuntansi (SNA)
X. Makasar.
Ghozali, Imam. 2012. Aplikasi Analisis
Multivariate dengan Program SPSS.
Semarang: Badan Penerbit Universitas
Diponegoro.
Ikatan Akuntan Indonesia. 2009. Standar
Akuntansi Keuangan. Jakarta:
Salemba Empat.
Jensen, Michael, and William Meckling,
1976. Theory of the Firm: Managerial
Behavior, Agency Cost, and
ownership Structure. Journal of
Financial Economics. Vol. 3, 305-360.
Juanda, Ahmad. 2007. Perilaku Konservatif
Pelaporan Keuangan dan Risiko
Litigasi Pada Perusahaan Go Publik di
Indonesia. Naskah Publikasi
Penelitian Dasar Keilmuan. Fakultas
Ekonomi Universitas Muhammadiyah
Malang.
Lara. 2005. Board of Directors
Characteristics and Conditional
Accounting Conservatism: Spanish
Pengaruh Karakteristik Dewan Komisaris dan Struktur Kepemilikan Terhadap Tingkat Konservatisme Akuntansi
159
Evidence. European Accounting
Review.
Lo, Eko Widodo. 2006. Pengaruh Tingkat
Kesulitan Keuangan Perusahaan
Terhadap Konservatisme Akuntansi.
Jurnal Riset Akuntansi Indonesia. Vol.
9 No. 1 Januari: 87-114.
Sari, Dahlia. 2004. Hubungan Antara
Konservatisma Akuntansi Dengan
Konflik Bondholder-Shareholder
Seputar Kebijakan Dividen dan
Peringkat Obligasi Perusahaan.
Disampaikan dalam Simposium
Nasional Akuntansi (SNA) IV.
Denpasar.
Supriyanto, Edi dan Kiryanto. 2006.
Pengaruh Moderasi Size Terhadap
Hubungan Laba Konservatisme
dengan Neraca Konservatisme.
Makalah Simposium Nasional
Akuntansi (SNA) IX. Padang.
Wardhani, R., 2008. Tingkat Konservatisme
Akuntansi di Indonesia dan
Hubungannya dengan Karakteristik
Dewan Sebagai Salah Satu
Mekanisme Corporate Governance.
Simposium Nasional Akuntansi XI.
Pontianak.
Watts, R.L, 1993. A Proposal for Research
on Conservatism, Working Paper.
University of Rochester.
Watts, R.L, 2003a. Conservatism In
Accounting Part I : Explanation and
Implication. Accounting Horizons,
September Vol. 17 No 3, 207-221.
Widya. 2005. Analisis Faktor-Faktor Yang
Memengaruhi Pilihan Perusahaan
Terhadap Akuntansi Konservatif.
Jurnal Riset Akuntansi Indonesia. Vol.
8, No. 2, Mei: 138-157.
Wolk, H.I., M.G. Tearney, dan J.L. Dodd.
2001. ”Accounting Theory: A
Conceptual and Institutional
Approach.” Fifth Edition. Ohio:
South-Western College Publishing.
Wu, Shuo. 2006. Managerial ownership and
earnings quality. Working Paper.
Sauder School of Business University
of British Columbia.
Vol. 3 No. 2, September 2013 Jurnal Riset Akuntansi JUARA
160
Tabel 1
Descriptive Statistics
240 .04 .75 .3853 .11914
240 2.00 11.00 4.1833 1.87019
240 .00 1.00 .1500 .35782
240 25.00 97.97 71.7943 17.33635
240 -.98 4.00 .3423 .33120
240
KIND
DKOM
SKM
SKI
CONACC
Valid N (listwise)
N Minimum Maximum Mean Std. Dev iation
Tabel 2
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
240
.0000000
.30651646
.101
.101
-.071
1.559
.016
N
Mean
Std. Deviation
Normal Parametersa,b
Absolute
Positive
Negative
Most Extreme
Dif f erences
Kolmogorov -Smirnov Z
Asy mp. Sig. (2-tailed)
Unstandardiz
ed Residual
Test distribution is Normal.a.
Calculated f rom data.b.
Tabel 3
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
218
.0000000
.19390903
.052
.052
-.044
.761
.609
N
Mean
Std. Deviation
Normal Parametersa,b
Absolute
Positive
Negative
Most Extreme
Dif f erences
Kolmogorov -Smirnov Z
Asy mp. Sig. (2-tailed)
Unstandardiz
ed Residual
Test distribution is Normal.a.
Calculated f rom data.b.
Pengaruh Karakteristik Dewan Komisaris dan Struktur Kepemilikan Terhadap Tingkat Konservatisme Akuntansi
161
Tabel 4
HASIL HETEROSKEDASTISITAS
Coefficientsa
.067 .045 1.479 .141
.107 .078 .097 1.368 .173
.001 .005 .009 .130 .897
-.012 .021 -.042 -.595 .553
.001 .000 .105 1.537 .126
(Constant)
KIND
DKOM
SKM
SKI
Model
1
B Std. Error
Unstandardized
Coeff icients
Beta
Standardized
Coeff icients
t Sig.
Dependent Variable: abresa.
Tabel 5
Uji Multikoloniaritas, Goodness of Fit Test, Regresi
Model Summaryb
.342a .117 .100 .19572 1.926
Model
1
R R Square
Adjusted
R Square
Std. Error of
the Estimate
Durbin-
Watson
Predictors: (Constant), SKI, KIND, DKOM, SKMa.
Dependent Variable: CONACCb.
ANOVAb
1.081 4 .270 7.054 .000a
8.159 213 .038
9.240 217
Regression
Residual
Total
Model
1
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Predictors: (Constant), SKI, KIND, DKOM, SKMa.
Dependent Variable: CONACCb.
Lampiran : Hasil Uji Regresi
Variables Entered/Removed b
SKI, KIND,
DKOM,
SKM a . Enter
Model
1
Variables
Entered
Variables
Removed Method
All requested variables entered. a.
Dependent Variable: CONACC b.
Vol. 3 No. 2, September 2013 Jurnal Riset Akuntansi JUARA
162
Uji Statistik t
Coefficients
.015 .077 .196 .845
.345 .133 .174 2.589 .010 .921 1.085
.024 .008 .198 3.009 .003 .956 1.046
.082 .035 .158 2.335 .020 .908 1.101
.001 .001 .106 1.633 .104 .983 1.018
(Constant) KIND DKOM SKM SKI
1 B Std. Error
Unstandardized Coefficients
Beta
Standardized Coefficients
t Sig. Tolerance VIF Collinearity Statistics
Dependent Variable: CONACC a.
ANOVA b
1.081 4 .270 7.054 .000 a
8.159 213 .038
9.240 217
Regression
Residual
Total
Model
1
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Predictors: (Constant), SKI, KIND, DKOM, SKM a.
Dependent Variable: CONACC b.
Model Summary b
.342 a .117 .100 .19572 1.926
Model
1
R R Square
Adjusted
R Square
Std. Error of
the Estimate
Durbin-
Watson
Predictors: (Constant), SKI, KIND, DKOM, SKM a.
Dependent Variable: CONACC b.
Analisis Pengaruh Laba Akuntansi, Earing Per Share (Eps) Dan Laba Tunai Terhadap Dividen Kas Pada Perusahaan -
Perusahaan Di Bursa Efek Indonesia (Bei)
163
ANALISIS PENGARUH LABA AKUNTANSI, EARING PER SHARE (EPS) DAN LABA
TUNAI TERHADAP DIVIDEN KAS PADA PERUSAHAAN - PERUSAHAAN DI BURSA
EFEK INDONESIA (BEI)
Putu Wirya Anjaya
Putu Kepramareni7
Universitas Mahasaraswati Denpasar
ABSTRAK
Kebijakan dividen merupakan keputusan yang penting bagi investor. Kebijakan deviden
dapat mempengaruhi pendapatan yang akan diperoleh investor. Dalam penetapan kebijaksanaan
mengenai pembagian dividen, faktor yang menjadi perhatian manajemen adalah besarnya laba
yang dihasilkan perusahaan seperti laba akuntansi, earning per share (EPS) dan laba tunai.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh laba akuntansi, EPS dan laba tunai terhadap
dividen kas pada perusahaan – perusahaan di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Dalam pemilihan sampel, penulis menggunakan metode Purposive Sampling dengan
jumlah sampel sebanyak 49 perusahaan – perusahaan di BEI pada periode tahun 2009 – 2012.
Analisis data yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa laba akuntansi dan EPS berpengaruh signifikan
terhadap dividen kas pada perusahaan – perusahaan di BEI, sedangkan laba tunai tidak
berpengaruh signifikan terhadap dividen kas pada perusahaan – perusahaan di BEI.
Kata Kunci : Laba Akuntansi, EPS, Laba Tunai, Dividen Kas
7Alamat Korespondensi : ([email protected])
I. PENDAHULUAN
Deviden merupakan salah satu
motivator bagi para investor untuk
menanamkan dana dipasar modal. Selain itu
investor juga dapat mengevaluasi kinerja
perusahaan dengan menilai besarnya
dividen yang dibagikan. Dari sisi emiten
kebijakan dividen sangat penting bagi
mereka, apakah sebagai keuntungan
perusahaan akan lebih banyak digunakan
untuk membayar dividen dibanding retained
earning atau sebaliknya. Dalam penetapan
kebijaksanaan mengenai pembagian
dividen, faktor yang menjadi perhatian
manajemen adalah besarnya laba yang
dihasilkan perusahaan. Laba akuntansi
yang digunakan dalam penelitian ini
adalah laba yang didapat dari selisih hasil
penjualan dikurangi harga pokok
penjualan dan biaya-biaya operasi
perusahaan. Selain menggunakan laba
akuntansi dalam menentukan besarnya
dividen yang dibagikan,perusahaan juga
mempertimbangkan laba tunai yang pada
dasarnya merupakan laba akuntansi setelah
diperhitungkan dengan beban-beban non
kas. Dalam menentukan besarnya dividen
yang akan dibagikan, perusahaan juga
mempertimbangan laba per lembar saham
yang merupakan tingkat keuntungan bersih
tiap lembar saham yang mampu diraih
perusahaan pada saat menjalankan
operasinya. Sihombing (2006) dalam
penelitiannya yang menganalisis hubungan
antara laba akuntansi dan laba tunai dengan
dividen kas pada perusahaan industri
Vol. 3 No. 2, September 2013 Jurnal Riset Akuntansi JUARA
164
makanan dan minuman yang go public di
BEJ. Berdasarkan penelitian tersebut
disimpulkan bahwa laba akuntansi lebih
besar kuat hubungannya terhadap dividen
kas dibandingkan dengan laba tunai
terhadap dividen kas pada tahun 2005.
Sedangkan pada tahun 2003 dan 2004 laba
tunai lebih besar kuat hubungannya dengan
dividen kas dibandingkan dengan laba
akuntasi terhadap dividen kas. Tujuan dari
penelitian ini yaitu: untuk mengetahui
pengaruh laba akuntansi terhadap dividen
kas, pengaruh earning per share terhadap
dividen kas, dan pengaruh laba tunai
terhadap dividen kas pada perusahaan –
perusahaan di Bursa Efek Indonesia (BEI).
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Studi Kandungan Informasi Atas
Laba
Informasi laba sebagaimana
dinyatakan dalam Statement of Financial
Accounting Consepts (SFAC) nomor 2
merupakan unsur utama dalam laporan
keuangan dan sangat penting bagi pihak-
pihak yang menggunakannya karena
memiliki nilai prediktif (FASB, 1980).
Menurut PSAK Nomor 1 informasi laba
diperlukan untuk menilai perubahan potensi
sumber daya ekonomis yang mungkin dapat
dikendalikan di masa depan, menghasilkan
arus kas dari sumber daya yang ada, dan
untuk perumusan pertimbangan tentang
efektivitas perusahaan dalam memanfaatkan
tambahan sumber daya (IAI, 2004). Bagi
pemilik saham dan atau investor, laba berarti
peningkatan nilai ekonomis (wealth) yang
akan diterima, melalui pembagian dividen.
2.2 Hasil Penelitian Sebelumnya
Elizabeth (2000) dengan penelitiannya
yang berjudul analisis hubungan laba
akuntansi dan laba tunai dengan dividen kas
menyimpulkan bahwa adanya konsistensi
hubungan yang signifikan dan positif antara
laba akuntansi dengan dividen kas. Murtanto
dan Febby (2004) dengan penelitiannya
yang berjudul analisis hubungan antara laba
akuntansi dan laba tunai dengan dividen kas
yang menyimpulkan bahwa adanya
hubungan yang positif dan kuat antara laba
akuntansi terhadap dividen kas. Sihombing
(2006) dengan penelitiannya yang berjudul
laba akuntansi lebih besar kuat
hubungannya terhadap dividen kas
dibandingkan dengan laba tunai terhadap
dividen kas pada tahun 2005. Sedangkan
pada tahun 2003 dan 2004 laba tunai lebih
besar kuat hubungannya dengan dividen kas
dibandingkan dengan laba akuntasi terhadap
dividen kas. Nurhidayati (2006) dengan
penelitiannya yang berjudul analisis faktor –
faktor yang mempengaruhi dividen kas di
BEJ menyimpulkan bahwa current ratio,
EPS, signifikan berpengaruh positif
terhadap dividen kas. ROI, cash ratio, DTA,
size, tidak signifikan berpengaruh terhadap
dividen kas. Sitepu (2010) dalam
penelitiannya yang berjudul analisis
hubungan antara laba akuntansi dan laba
tunai dengan dividen kas pada perusahaan
industri yang go public di Bursa Efek
Indonesia (BEI) pada tahun 2006,2007,2008
yang menyimpulkan bahwa terdapat
hubungan positif antara laba akuntansi dan
laba tunai dengan dividen kas tetapi tidak
signifikan. Adapun perbedaan antara
penelitian ini dengan penelitian sebelumnya
yaitu, dalam penelitian ini varibel
independen terdiri dari laba akuntansi, laba
tunai dan EPS dan variabel dependen yang
digunakan adalah dividen kas. Penelitian ini
menggunakan perusahaan yang terdaftar di
BEI, baik perusahaan manufaktur,
perbankan dan sebagainya. Adapun juga
perbedaan dalam periode waktu dan sampel
yang digunakan dalam penelitian ini.
2.3 Hipotesis Penelitian
Laba diakui sebagai suatu indikator
dari jumlah maksimum yang harus
Analisis Pengaruh Laba Akuntansi, Earing Per Share (EPS) Dan Laba Tunai Terhadap Dividen Kas Pada Perusahaan di
BEI
165
dibagikan sebagai dividen dan ditahan untuk
perluasan atau di investasikan kembali di
dalam perusahaan. Selain laba akuntansi
menurut Elizabeth (2000) kebanyakan
perusahaan juga sering menggunakan laba
tunai yang pada dasarnya merupakan laba
akuntansi setelah diperhitungkan dengan
beban-beban non kas dalam hal ini adalah
penyusutan dan amortisasi, dalam
menentukan besarnya dividen yang akan
dibagikan, perusahaan juga
mempertimbangan laba per lembar saham
yang merupakan tingkat keuntungan bersih
tiap lembar saham yang mampu diraih
perusahaan pada saat menjalankan
operasinya.
Pengaruh Laba Akuntansi terhadap
dividen kas Murtanto dan Febby (2004) dalam
penelitiannya yang berjudul analisis
hubungan antara laba akuntansi dan laba
tunai dengan dividen kas yang
menyimpulkan bahwa adanya hubungan
yang positif dan kuat antara laba akuntansi
terhadap dividen kas, sehingga dirumuskan
hipotesis sebagai berikut :
H1 = Laba akuntansi berpengaruh positif
terhadap dividen kas
Pengaruh EPS terhadap Dividen Kas
Nurhidayati (2006) dalam
penelitiannya yang berjudul analisis faktor –
faktor yang mempengaruhi dividen kas di
BEJ menyimpulkan bahwa Current ratio,
EPS, signifikan berpengaruh positif terhadap
dividen kas. ROI, cash ratio, DTA, size,
tidak signifikan berpengaruh terhadap
dividen kas. Sehingga dirumuskan hipotesis
sebagai berikut :
H2 = EPS berpengaruh positif terhadap
dividen kas
Pengaruh Laba Tunai terhadap Dividen
Kas
Sihombing (2006) dalam penelitiannya
yang berjudul analisis hubungan antara laba
akuntansi dan laba bersih dengan dividen
kas pada perusahaan industri makanan dan
minuman yang go public di Bursa Efek
Jakarta (BEJ) yang menyimpulkan bahwa
pada tahun 2003 dan 2004 laba tunai lebih
besar kuat hubungannya dengan dividen kas
dibandingkan dengan laba akuntansi
terhadap dividen kas. Sehingga dirumuskan
hipotesa sebagai berikut :
H3 = Laba tunai berpengaruh positif
terhadap dividen kas
III. METODELOGI PENELITIAN
3.1 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data kuantitatif yaitu
laporan keuangan perusahaan - perusahaan
yang terdaftar di BEI dari tahun 2009
sampai dengan tahun 2012. Sumber data
yang akan digunakan dalam penelitian ini
adalah data sekunder perusahaan -
perusahaan yang terdaftar di BEI dari tahun
2009 sampai tahun 2012.
3.2 Metode Penentuan Sampel
Teknik penentuan sample penelitian
ini adalah dengan menggunakan metode
Purposive Sampling, yaitu pengambilan
sample berdasarkan kriteria-kriteria tertentu.
Adapun sampel penelitian dapa dilihat pada
tabel dibawah ini :
Vol. 3 No. 2, September 2013 Jurnal Riset Akuntansi JUARA
166
Tabel 3.1.
Penentuan Sampel
3.3 Teknik Analisis Data
Pengujian Asumsi Klasik
Dalam penelitian ini, teknik analisis
data dilakukan dengan bantuan program
Statistical Package for Social Science
(SPSS). Menurut Ghozali (2006) uji asumsi
klasik yang dilakukan adalah sebagai
berikut.
1) Uji Normalitas Pengujian normalitas distribusi data
populasi dilakukan dengan
menggunakan statistik Kolmogorov-
Smirnov. Data populasi dikatakan
berdistribusi normal jika koefisien
Asymp. Sig (2-tailed) lebih besar dari α
= 0,05.
2) Uji Multikolinearitas Multikolinearitas dapat dilihat dari nilai
tolerance atau Variance Inflation
Factor (VIF). Jika ada tolerance lebih
dari 10 persen atau VIF kurang dari 10
maka dikatakan tidak ada gejala
multikolinearitas.
3) Uji Autokorelasi Untuk mengetahui ada tidaknya
autokorelasi, digunakan metode Durbin-
Watson (Dw Test). Jika nilai Dw test
sudah ada, maka nilai tersebut
dibandingkan dengan nilai tabel dengan
tingkat keyakinan sebesar 95 persen.
Bila dU < dw < (4-dU), maka tidak terjadi
autokorelasi.
4) Uji Heteroskedastisitas Untuk mendeteksi ada tidaknya
heteroskedastisitas digunakan uji
Glejser. Metode ini dilakukan dengan
meregresi nilai absolut residual (AbUt)
terhadap variabel bebas. Jika tidak ada
satupun variabel bebas yang
berpengaruh signifikan pada absolut
residual, maka tidak terjadi
heteroskedastisitas.
3.4 Pengujian hipotesis penelitian
Analisis regresi linier berganda
digunakan untuk mengetahui atau
memperoleh gambaran mengenai pengaruh
variabel independen pada variabel dependen
dan bertujuan untuk mengestimasi dan atau
memprediksi rata-rata populasi atau nilai
rata-rata variabel dependen berdasarkan nilai
variabel independen yang diketahui
(Ghozali, 2006). Ketepatan dari fungsi
regresi sampel dalam menaksir nilai aktual
dapat diukur dari goodness of fit-nya. Secara
statistik diukur dari nilai koefisien
determinasi (R2), uji kelayakan model, dan
uji t (uji secara parsial) (Ghozali, 2006).
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Uji Asumsi Klasik
1) Normalitas
Nilai kolmogorov-smirnov sebesar
0,788 dan nilai Asymp. Sig. (2-tailed)
0,564 lebih besar dibandingkan dengan
No Kriteria Jumlah
Pengamatan
Perusahaan
Sampel
1 Perusahaan yang telah
terdaftar di BEI dari tahun
2009 sampai tahun 2012.
466
2 Perusahaan tersebut tidak
menerbitkan laporan keuangan
pada tahun terakhir, yaitu
tahun 2009, 2010, 2011 dan
2012.
(0)
3 Perusahaan tersebut tidak
mendapatkan laba bersih pada
pada tahun 2009 sampai tahun
2012.
(63)
4 Perusahaan tersebut tidak
menyajikan EPS pada tahun
2009 sampai tahun 2012.
(0)
5 Perusahaan tersebut tidak
membayar dividen kas pada
tahun 2009 sampai tahun
2012.
(354)
Total Sampel 49
Analisis Pengaruh Laba Akuntansi, Earing Per Share (EPS) Dan Laba Tunai Terhadap Dividen Kas Pada Perusahaan di
BEI
167
0,05, maka model regresi layak dipakai
karena memenuhi asumsi normalitas.
Tabel 4.1
Hasil Uji Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized
Residual
N 196
Normal
Parametersa
Mean .0000000
Std. Deviation .91039431
Most Extreme
Differences
Absolute .056
Positive .045
Negative -.056
Kolmogorov-Smirnov Z .788
Asymp. Sig. (2-tailed) .564
a. Test distribution is Normal.
Sumber : Data diolah dengan SPSS
2) Uji Multikolinearitas
Jika tolerance lebih dari 10% atau VIF
kurang dari 10 maka dikatakan tidak ada
multikolinearitas. Berdasarkan hasil
pengujian, nilai tolerance variabel bebas
tidak kurang dari 10% dan nilai VIF
semuanya kurang dari 10 yang berarti
tidak ada multikolinearitas antar variabel
independen.
Tabel 4.2
Hasil Uji Multikolinearitas
Model Tolerance VIF
1( constant)
Laba Akuntansi 0,978 1,023
EPS 0,855 1,170
Laba tunai 0,851 1,175
3) Uji Autokorelasi
Deteksi autokorelasi menggunakan
metode Durbin-Watson (Dw Test) yaitu
du < d < 4-du. Nilai Durbin-Watson
dalam penelitian ini adalah 1,866. Nilai
dU = 1,666. Maka 1,666 < 1,866 < 2,334
maka dapat disimpulkan tidak terjadi
autokorelasi.
Tabel 4.3
Model Summaryb
Mo
del R
R
Squ
are
Adju
sted
R
Squa
re
Std.
Erro
r of
the
Esti
mate
Change Statistics
Dur
bin-
Wats
on
R
Squ
are
Cha
nge
F
Cha
nge
df
1
df
2
Sig.
F
Cha
nge
1 .23
7a .156 .101
.917
48 .056
3.79
4 3
1
9
2
.011 1.86
6
4) Uji Heteroskedastisitas
Pada Tabel 4.4 terlihat nilai
signifikansi masing-masing variabel dalam
persamaan regresi di atas 0,05, hal ini berarti
data bebas dari heteroskedastisitas.
Tabel 4.4
Hasil Uji Glejser
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardi
zed
Coefficie
nts
t Sig. B
Std.
Error Beta
1 (Constant) .248 .164
1.515 .131
Laba
Akuntansi .111 .038 .205 2.898 .119
EPS .054 .059 .070 .926 .543
Laba Tunai .057 .055 .079 1.042 .133
Vol. 3 No. 2, September 2013 Jurnal Riset Akuntansi JUARA
168
Pengujian Kelayakan Model
Tabel 5.5
Hasil Pengujian Goodness of fit
Hasil pengujian goodness of fit pada
tabel 5.5 menunjukkan Fhitung sebesar 3,794
dengan tingkat probabilitas 0,011
(signifikansi). Karena probabilitas lebih
kecil dari 0,05, maka model regresi dapat
digunakan untuk memprediksi nilai
observasinya sehingga layak dipakai untuk
analisis selanjutnya.
Koefisien Determinasi Nilai adjusted R
2 adalah 0,101, ini
berarti varian dari variabel bebas yaitu Laba
Akuntansi (X1), EPS (X2), dan Laba Tunai
(X3) mampu menjelaskan variabel terikat
yaitu Dividen Kas (Y) sebesar 10,1%,
sedangkan sisanya sebesar 89,9% dijelaskan
oleh variabel lain yang tidak dimasukkan
dalam model.
Pengujian Hipotesis
1) Hasil Pengujian Hipotesis Pertama
Variabel bebas laba akuntansi memiliki
thitung sebesar 2,873 dengan signifikansi
sebesar 0,005 (lebih kecil dari nilai
signifikan 0,05) dan nilai Unstandardized
Coefficients B sebesar 0,196 (Positif).
Maka dapat disimpulkan bahwa laba
akuntansi berpengaruh positif dan
signifikan terhadap dividen kas (hipotesis
1 diterima).
Tabel 4.6
Hasil Pengujian Regresi
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B
Std.
Error Beta
1 (Constant) 2.025 .293 6.909 .000
Laba
Akuntansi .196 .068 .204 2.873 .005
EPS .218 .105 .158 2.085 .028
Laba Tunai .108 .098 .084 1.099 .273
2) Hasil Pengujian Hipotesis Kedua
Variabel bebas EPS memiliki thitung
sebesar 2,085 dengan signifikansi sebesar
0,028 (lebih kecil dari nilai signifikan
0,05) dan nilai Unstandardized
Coefficients B sebesar 0,218 (positif).
Maka dapat disimpulkan bahwa EPS
berpengaruh positif dan signifikan
terhadap dividen kas (hipotesis 2
diterima).
3) Hasil Pengujian Hipotesis Ketiga
Variabel bebas laba tunai memiliki thitung
sebesar 1,099 dengan signifikansi sebesar
0,273 (lebih besar dari nilai signifikan
0,05) dan nilai Unstandardized
Coefficients B sebesar 0,108 (positif).
Maka dapat disimpulkan bahwa laba
tunai tidak berpengaruh signifikan
terhadap dividen kas (hipotesis 3 ditolak).
Hal ini mungkin disebabkan karena
banyak perusahaan yang menggunakan
laba tunai untuk diinvestasikan kembali
pada periode berikutnya. Berbeda hal nya
dengan laba akuntansi yang diharapkan
dapat dipergunakan sebagai dasar
pembagian dividen (Suwardjono, 2005).
Model R
R
Square
Adjusted R
Square
Std.
Error of the
Estimate F
Sig.
1 0,237 0,056 0,101 0,91748 3,794 0,011
Analisis Pengaruh Laba Akuntansi, Earing Per Share (EPS) Dan Laba Tunai Terhadap Dividen Kas Pada Perusahaan di
BEI
169
V. KESIMPULAN
1. Penelitian ini menyimpulkan bahwa dari
tahun 2009 sampai dengan tahun 2012
terdapat pengaruh positif laba akuntansi
dan signifikan terhadap dividen kas.
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil
penelitian yang dilakukan Murtanto dan
Febby (2004) yang menyimpulkan
bahwa laba akuntansi mempunyai
hubungan yang positif dan kuat
terhadap dividen kas.
2. Penelitian ini juga menyampaikan
bahwa dari tahun 2009 sampai dengan
tahun 2012 terdapat pengaruh positif
EPS dan signifikan terhadap dividen
kas. Hasil penelitian ini sesuai dengan
hasil penelitian yang dilakukan
Nurhidayati (2006) yang menyimpulkan
bahwa EPS signifikan berpengaruh
positif terhadap dividen kas.
3. Penelitian ini juga menyampaikan
bahwa dari tahun 2009 sampai dengan
tahun 2012 variabel laba tunai tidak
berpengaruh signifikan terhadap
dividen kas. Hal ini disebabkan oleh
nilai thitung sebesar 1,042 dengan
signifikansi sebesar 0,299. Nilai
signifikansi lebih besar dari 0,05 yang
berarti hipotesis ditolak. nilai terendah
yang berarti bahwa variabel laba tunai
pada sampel cenderung rendah sehingga
tidak berpengaruh signifikan terhadap
dividen kas. Hasil penelitian ini sesuai
dengan penelitian Sitepu (2010) yang
menyimpulkan bahwa terdapat
hubungan positif antara laba akuntansi
dan laba tunai terhadap dividen kas
tetapi tidak signifikan. Laba tunai tidak
berpengaruh signifikan terhadap dividen
kas. Hal ini mungkin disebabkan karena
banyak perusahaan yang menggunakan
laba tunai untuk diinvestasikan kembali
pada periode berikutnya. Berbeda hal
nya dengan laba akuntansi yang
diharapkan dapat dipergunakan sebagai
dasar pembagian dividen (Suwardjono,
2005).
Saran
Dari kesimpulan yang sudah
disampaikan, maka penulis mengajukan
saran sebagai berikut :
1. Dalam kebijakan pembagian dividen
kas, sebaiknya perusahaan melihat
berdasarkan laba akuntansi. Karena di
dalam penelitian ini pada tahun 2009
sampai dengan tahun 2012 laba
akuntansi berpengaruh positif dan
signifikan terhadap dividen kas.
2. Dalam kebijakan pembagian dividen
kas, sebaiknya perusahaan juga melihat
berdasarkan EPS. Karena di dalam
penelitian ini pada tahun 2009 sampai
dengan tahun 2012 EPS berpengaruh
positif dan signifikan terhadap dividen
kas.
3. Untuk penelitian selanjutnya, sebaiknya
melakukan penelitian dengan jangka
waktu yang lebih panjang dan penelitian
dilakukan dengan bermacam sektor
perusahaan agar dapat memunculkan
hasil yang lebih baik dan macam –
macam sektor perusahaan dapat
dibandingkan antara satu dengan yang
lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Ataina, Hudayati, 1999. Comprehensive
Income: Upaya Meningkatkan
Relevensi Pelaporan Laba, Jurnal
Akuntansi dan Auditing Indonesia,
Vol.3, No.1, Hal 52.
Baridwan, Zaki, 2004. Intermediate
Accounting, Edisi Kedelapan,
Yogyakarta; BPFE.
Vol. 3 No. 2, September 2013 Jurnal Riset Akuntansi JUARA
170
Baridwan, Zaki, 2000. Analisis Perataan
Penghasilan (Income Smooting) :
Faktor Faktor yang Mempengaruhi
dan Kaitannya Dengan Kinerja Saham
Perusahaan Publik di Indonesia,
Jurnal Akuntansi dan Auditing
Indonesia, Vol.3 No.1, Hal 434.
Belkaoui, Ahmed Riahi, 2000. Teori
Akuntansi, jilid II, Alih Bahasa
Marwata et. al., Penerbit Salemba
Empat, Jakarta.
Brigham, Eugene F and Joel F.Houston,
2006. Dasar-Dasar Manajemen
Keuangan, alih bahasa Ali Akbar
Yulianto, Buku satu, Edisi sepuluh,
PT. Salemba Empat, Jakarta.
Dermawan, Elizabeth Sugiarto, 2000. Laba
Akuntansi dan Laba Tunai dengan
Dividen Kas, Jurnal Akuntansi, Vol.
IV, No. 2:36 – 48.
Dyckman, Dukes dan Davis, 1996.
Akuntansi Intermediate, Edisi Ketiga,
Erlangga, Jakarta.
Tandelilin, Eduardus, 2001. Analisis
Investasi dan Manajemen fortofolio,
Yogyakarta: BPFE.
Evans, Thomas G, 2003. Accounting
Theory: contemporary Accounting
Issues, South-Western, Ohio.
Fakhruddin, Hendy M., 2008, Go Public :
Strategi Pendanaan dan Peningkatan
Nila Perusahaan, PT. Elex Media
Komputindo, Jakarta.
Fakultas Ekonomi Universitas
Mahasaraswati, 2011. Pedoman
Penulisan Usulan Penelitian, Skripsi
dan Mekanisme Pengujian, Denpasar.
Financial Accounting Standard Board
(FASB), 1991. Statement of Financial
Accounting Concept, IL: FASB.
Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis
Multivariate dengan Program SPSS,
Universitas Diponegoro. Semarang.
Hendriksen, Eldon S dan F. Van Breda,
1992. Accounting Theory, Fifth Ed.
Homewood Illinois: Richard D. Irwin,
Inc.
Hermi, 2004. Hubungan Laba Bersih Dan
Arus Kas Operasi Terhadap Dividen
Kas Pada Perusahaan Perdagangan
Besar Barang Produksi Di BEJ Pada
Periode 1999-2002, Media Riset
Akuntansi, Auditing dan Informasi,
Vol.4, No.3, Hal 247-257.
Husnan dan Pudjiastuti, 2002. Dasar-dasar
Potofolio dan Analisis Sekuritas .Edisi
Keempat. Yogyakarta: UPP AMP
YKPN.
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), 2004.
Standar Akuntansi Keuangan, Jakarta.
Januar, Sri Astuti dan Agung Wirawan,
2004. Praktik Perataan Laba dan
Kinerja Saham Perusahaan Publik Di
Indonesia, Jurnal Akuntansi dan
Auditing Indonesia, Vol.6, No.2, Hal
45.
J.Fred Weston, dan Eugene F.Brigham,
1993. Manajemen Keuangan, Edisi
Ketujuh, Erlangga, Jakarta.
Keown, Arthur J., et al., 2000. Basic
Financial Management, Alih Bahasa,
Chaerul D. dan Dwi Sulisyorini,
Dasar-Dasar Manajemen Keuangan,
Buku Kedua, Salemba Empat, Jakarta.
Analisis Pengaruh Laba Akuntansi, Earing Per Share (EPS) Dan Laba Tunai Terhadap Dividen Kas Pada Perusahaan di
BEI
171
Muqodim, 2005. Teori Akuntansi, Edisi ke-
1, Ekonisia, Yogyakarta.
Murtanto dan Feby Feiruza Yuridya, 2004.
Analisis Hubungan Antara Laba
Akuntansi dan Laba Tunai Dengan
Dividen Kas, Jurnal Media Riset
Akuntansi, Auditing & Informasi,
Vol.4, No.1, hal. 85-105.
Hidayati, Nur, 2006. Analisis Faktor –
Faktor Yang Mempengaruhi Dividen
Kas Di Bursa Efek Jakarta, Skripsi,
Fakultas Ekonomi Universitas Islam
Indonesia : Yogyakarta.
Wiguna, Robin dan Mendari, Anastasia Sri,
2008. Pengaruh Earning Per Share
(EPS) dan Tingkat Bunga SBI
terhadap Harga Saham pada
perusahaan yang terdaftar di LQ 45
Bursa Efek Indonesia, Jurnal
keuangan dan bisnis, Vol 6 No.2,
Hal.130-142.
Sandjaja, Ridwan S dan Inge Barlian, 2002.
Manajemen Keuangan 1, Edisi
Keempat, PT. Prehanilindo, Jakarta.
Sihombing, Barita Stepanus, 2006. Analisis
Hubungan Antara Laba Akuntansi dan
Laba Tunai dengan Dividen Kas
(Studi Kasus pada Industri Makanan
dan Minuman yang Go Publik di
Bursa Efek Jakarta), Skripsi, Fakultas
Ekonomi Univesitas Sumatera Utara,
Medan.
Sitepu, Fitri Anita, 2010. Analisis Hubungan
Laba Akuntansi dan Laba Tunai
Dengan Dividen Kas Pada Perusahaan
Industri yang Go Public di BEI,
Skripsi, Universitas Sumatera Utara,
Medan.
Sugiyono, 2004, Metode Penelitian Bisnis,
Alfabeta, Bandung.
Supardi, 2005.Metodologi Penelitian
Ekonomi dan Bisnis, Cetakan Pertama,
UII Press.
Suwardjono, 2005. Teori Akuntansi
Perekayasaan Pelaporan Keuangan,
Edisi ke-3, BPFE, Yogyakarta.
Yusuf, Muhammad dan Soraya, 2004.
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi
Praktik Perataan Laba Pada
Perusahaan Asing dan Non Asing Di
Indonesia, Jurnal Akuntansi
Indonesia, Vol.8, No.1, Hal 100-103.
Vol. 3 No. 2, September 2013 Jurnal Riset Akuntansi JUARA
172
Lampiran
Hasil Statistik Deskriptif
Sumber : Data diolah dengan SPSS
Hasil Uji Normalitas
NPar Tests
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardize
d Residual
N 196
Normal Parametersa Mean .0000000
Std. Deviation .91039431
Most Extreme Differences Absolute .056
Positive .045
Negative -.056
Kolmogorov-Smirnov Z .788
Asymp. Sig. (2-tailed) .564
a. Test distribution is Normal.
Sumber : Data diolah dengan SPSS
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Laba Akuntansi 196 .10 4.81 2.5840 .97246
EPS 196 .28 4.32 2.1370 .67851
Laba Tunai 196 .93 3.51 1.6309 .72804
Dividen Kas 196 1.15 2.94 1.2261 .93699
Valid N (listwise) 196
Analisis Pengaruh Laba Akuntansi, Earing Per Share (EPS) Dan Laba Tunai Terhadap Dividen Kas Pada Perusahaan di
BEI
173
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.
Correlations
Collinearity
Statistics
B Std. Error Beta Zero-order Partial Part Tolerance VIF
1 (Constant) 2.025 .293 6.909 .000
Laba
Akuntansi .196 .068 .204 2.873 .005 -.184 -.203 -.201 .978 1.023
EPS .218 .105 .158 2.085 .028 -.113 -.149 -.146 .855 1.170
Laba Tunai .108 .098 .084 1.099 .273 .006 .079 .077 .851 1.175
a. Dependent Variable:
Dividen Kas
Sumber : Data diolah dengan SPSS
Model Summaryb
Model R
R
Square
Adjusted
R Square
Std.
Error of
the
Estimate
Change Statistics
Durbin-
Watson
R Square
Change
F
Change df1 df2
Sig. F
Change
1 .237a .156 .101 .91748 .056 3.794 3 192 .011 1.866
a. Predictors: (Constant), Laba Tunai,
Laba Akuntansi, EPS
b. Dependent Variable:
Dividen Kas
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) .248 .164 1.515 .131
Laba Akuntansi .111 .038 .205 2.898 .119
EPS .054 .059 .070 .926 .543
Laba Tunai .057 .055 .079 1.042 .133
Sumber : Data diolah dengan SPSS
1
PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL JURNAL RISET AKUNTANSI (JUARA) UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR Berikut ini merupakan pedoman penulisan artikel dalam JUARA untuk menjadi pertimbangan bagi penulis. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam artikel terdiri dari bagian-bagian sebagai berikut: 1. Halaman muka (cover)
Bagian ini memuat judul dan nama penulis (ditulis lengkap tanpa gelar), dan institusi asal penulis.
2. Abstrak a. Abstrak disajikan di awal teks dan merupakan ringkasan penelitian yang berisi
permasalahan, tujuan, metode, hasil, dan pembahasan hasil penelitian. b. Bagi naskah berbahasa Indonesia, abstrak sebaiknya dibuat dalam bahasa Inggris.
Bagi naskah berbahasa Inggris, abstrak dibuat dalam bahasa Indonesia. Abstrak ditulis menggunakan huruf miring (italic).
c. Abstrak ditulis dengan panjang sekitar 150 s/d 400 kata serta memuat sedikitnya empat keywords (kata kunci) untuk memudahkan penyusunan indeks artikel.
3. Batang tubuh Batang tubuh memuat I. Pendahuluan (latar belakang dan masalah), II. Kajian Pustaka dan Pengembangan Hipotesis, III. Metode Penelitian (metode seleksi dan pengumpulan data, pengukuran dan definisi operasional variabel, dan metode analisis data), IV. Hasil dan Pembahasan, V. Simpulan, Keterbatasan Penelitian, dan Saran.
4. Daftar pustaka dan lampiran Daftar pustaka memuat sumber-sumber yang dikutip dalam penulisan artikel. Lampiran memuat tabel, gambar, dan instrumen yang digunakan. Tabel dan gambar sebaiknya disajikan pada halaman terpisah dari badan tulisan (umumnya di bagian akhir naskah). Penulisan cukup menyebutkan pada bagian di dalam teks tempat pencantuman tabel atau gambar. Setiap tabel dan gambar diberikan nomor urut, judul yang sesuai, dan sumber kutipan.
Format Penulisan 1. Naskah merupakan hasil penelitian dalam bidang akuntansi. 2. Naskah belum pernah dipublikasikan atau tidak dalam proses penyuntingan di
jurnal/media berkala lain. 3. Naskah dapat ditulis menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa Inggris. 4. Naskah diketik dengan MS Word, pada kertas ukuran A4, menggunakan spasi ganda,
ukuran font 11, huruf Bookman Old Style, dengan batas margin atas, bawah, kanan, dan kiri adalah 1 inchi.
5. Panjang naskah yang diserahkan adalah 16-25 halaman (termasuk daftar pustaka dan lampiran). Semua halaman termasuk daftar pustaka, lampiran (tabel dan gambar) harus diberi nomor urut halaman.
6. Penulisan Judul, Sub Judul, dan Anak Sub Judul a. Judul ditulis seluruhnya dengan huruf kapital dan diketik rata tengah, serta tebal. b. Sub judul diketik rata kiri dan semua diketik tebal tanpa diakhiri dengan titik.
Semua kata menggunakan huruf kapital. Penulisan sub judul menggunakan angka romawi I, II, III, IV, dan V.
c. Anak Sub Judul diketik rata kiri dan semua kata diawali huruf kapital tanpa diakhiri dengan titik. Penulisan anak sub judul menggunakan angka Arab dan seterusnya.
2
7. Kutipan dalam teks sebaiknya ditulis diantara kurung buka dan kurung tutup yang menyebutkan nama akhir penulis, tahun, dan nomor halaman (jika dipandang perlu). Contoh: a. Satu sumber kutipan dengan satu penulis (Jensen, 1976). Jika disertai nomor
halaman (Jensen, 1976:840) atau (Jensen, 1976:840-842). b. Satu sumber kutipan dengan dua penulis (Jensen dan Meckling, 1976). c. Satu sumber kutipan dengan lebih dari dua penulis (Dewi dkk., 2005 atau Hotstede
et al., 2000). d. Dua sumber kutipan dengan penulis yang berbeda (David, 2005; Dina, 2006). e. Dua sumber kutipan dengan penulis yang sama (Brownell, 1981, 1983). Jika tahun
publikasi sama (Brownell, 1982a, 1982b). f. Sumber kutipan berasal dari pekerjaan suatu institusi sebaiknya menyebutkan
akronim institusi yang bersangkutan, misalnya (IAI, 2007). 8. Setiap artikel harus ditulis memuat daftar pustaka (hanya yang menjadi sumber
kutipan) dengan ketentuan penulisan sebagai berikut: a. Disusun alphabetis sesuai dengan nama akhir/keluarga (tanpa gelar akademik),
baik untuk penulis asing maupun penulis Indonesia. b. Susunan setiap referensi: nama penulis, tahun publikasi, judul buku teks atau
judul jurnal, tempat terbit : nama penerbit. Contoh: Hartono, Jogiyanto. 2000. Teori Portofolio dan Analisis Investasi. Yogyakarta:BPFE. Ikatan Akuntan Indonesia. 2007. Standar Profesional Akuntan Publik. Jakarta:Salemba
Empat. Hartono, Jogiyanto dan Bambang Riyanto. 1997. The Effect of Asymetrical Information
and Risk Attitude on Incentive Scheme: A Contigency Approach. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia. Vol 12 No. 1 : 1-12.
Andayani, Wuryan. 2010. Analisis Empiris Pergantian Kantor Akuntan Publik Setelah Ada Kewajiban Rotasi Audit. Makalah disampaikan pada Simposium Nasional Akuntansi XIII, Purwokerto:13-15 Oktober 2010.
Albanese. 2009. Fairer Compensation for Travellers. Diunduh tanggal 30 Januari 2009. http://www.minister.gov.au
9. Naskah dapat diserahkan langsung atau dikirimkan ke sekretariat redaksi dalam
bentuk hard copy (dua eksemplar) dan soft copy (dalam flashdisk/CD) atau attachment file(s) melalui email.
10. Mencantumkan CV dan alamat korespondensi (disajikan dalam halaman terpisah). 11. Naskah dikirimkan paling lambat 1 (satu) bulan sebelum bulan penerbitan (Februari
dan Agustus) ke alamat redaksi Jurnal Riset Akuntansi (JUARA) di bawah ini: Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Mahasaraswati Denpasar Jl. Kamboja No. 11 A Denpasar, Bali - Indonesia Telp. (0361) 262725, Fax. 0361 (262725) Email: [email protected]