16
8/8/2019 Css Sindrom Koroner Akut http://slidepdf.com/reader/full/css-sindrom-koroner-akut 1/16 PENATALAKSANAAN DAN STRATIFIKASI RISIKO Sindrom Koroner Akut (SKA) memerlukan penanganan yang cepat dan tepat untuk mencegah kerusakan miokardium lebih lanjut dan meminimalisasi komplikasi yang terjadi. Terapi ditujukan untuk mengatasi trombus intrakoroner yang menjadi penyebab terjadinya SKA dan menyediakan obat anti iskemik untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan dan ketersediaan oksigen miokardium. Pada dasarnya pemberian medikamentosa pada pasien SKA baik STEMI maupun non STEMI hampir sama. Namun, yang sangat membedakan penanganan diantara kedua jenis SKA iniadalah tingkat keberhasilan pemberian trombolitik secara dini dan agresif. Pada pasien STEMI, pemberian trombolitik secara dini dan agresif cukup bermanfaat sementara pada pasien non-STEMI tidak. Semua pasien SKA seharusnya dirawat di ruang intensif yang memiliki fasilitas EKG yang terpasang terus untuk menunjang diagnosis SKA serta memonitor kemungkinan terjadinya aritmia. Pemeriksaan dan interpretasi EKG harus sudah dilakukan dalam 10 menit sejak penderita dengan nyeri dada tiba. Bila hasil interpretasi EKG menunjukkan adanya SKA atau dicurigai merupakan suatu SKA, oksigen melalui face mask atau nasal canula dan analgetik (bila diperlukan) segera diberikan. Morfin merupakan pilihan karena merupakan analgetik kuat dan juga memberikan efek sedasi. Untuk memudahkan, dapat diingat MONA (morfin, oksigen, nitrat, aspirin) dalam penanganan awal penderita SKA atau suspek SKA. Pemberian nitrat perlu diperhatikan dan tidak diberikan pada pasien dengan hipotensi. Pasien juga harus bed rest untuk meminimalisasi kebutuhan oksigen miokardium. Saat diagnosis SKA (NSTEMI/UA atau STEMI) sudah ditegakkan, pemberian antiiskemik, antitrombotik/antikoagulan harus segera dimulai demikian pula tindakan reperfusi, baik secara farmakologis maupun intervensi. Bersamaan dengan dilakukannya perawatan umum dan pemberian antiiskemik dan antitrombotik/antikoagulan, stratifikasi risiko perlu dilakukan. Stratifikasi harus dilakukan untuk menentukan langkah terapi selanjutnya dan juga untuk memprediksi prognosis. Stratifikasi tidak saja dilakukan saat penderita masuk/dirawat namun juga saat perawatan dan saat akan keluar rumah sakit. STRATIFIKASI RISIKO Stratifikasi risiko digunakan untuk menilai risiko jangka pendek terjadinya kematian atau infark miokard akut tidak fatal pada penderita dengan dugaan SKA, dalam hal ini Non- STEMI/Unstable Angina Pektoris dan selanjutnya digunakan untuk menentukan penderita yang mana yang harus menjalani tindakan intervensi atau medikamentosa. Penentuan kelompok risiko

Css Sindrom Koroner Akut

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Css Sindrom Koroner Akut

8/8/2019 Css Sindrom Koroner Akut

http://slidepdf.com/reader/full/css-sindrom-koroner-akut 1/16

PENATALAKSANAAN DAN STRATIFIKASI RISIKO

Sindrom Koroner Akut (SKA) memerlukan penanganan yang cepat dan tepat untuk

mencegah kerusakan miokardium lebih lanjut dan meminimalisasi komplikasi yang terjadi. Terapi

ditujukan untuk mengatasi trombus intrakoroner yang menjadi penyebab terjadinya SKA dan

menyediakan obat anti iskemik untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan dan ketersediaan

oksigen miokardium.

Pada dasarnya pemberian medikamentosa pada pasien SKA baik STEMI maupun non STEMI

hampir sama. Namun, yang sangat membedakan penanganan diantara kedua jenis SKA iniadalah

tingkat keberhasilan pemberian trombolitik secara dini dan agresif. Pada pasien STEMI, pemberian

trombolitik secara dini dan agresif cukup bermanfaat sementara pada pasien non-STEMI tidak.

Semua pasien SKA seharusnya dirawat di ruang intensif yang memiliki fasilitas EKG yang

terpasang terus untuk menunjang diagnosis SKA serta memonitor kemungkinan terjadinya aritmia.

Pemeriksaan dan interpretasi EKG harus sudah dilakukan dalam 10 menit sejak penderita dengan

nyeri dada tiba. Bila hasil interpretasi EKG menunjukkan adanya SKA atau dicurigai merupakan suatu

SKA, oksigen melalui face mask atau nasal canula dan analgetik (bila diperlukan) segera diberikan.

Morfin merupakan pilihan karena merupakan analgetik kuat dan juga memberikan efek sedasi.

Untuk memudahkan, dapat diingat MONA (morfin, oksigen, nitrat, aspirin) dalam penanganan

awal penderita SKA atau suspek SKA. Pemberian nitrat perlu diperhatikan dan tidak diberikan pada

pasien dengan hipotensi. Pasien juga harus bed rest  untuk meminimalisasi kebutuhan oksigen

miokardium.

Saat diagnosis SKA (NSTEMI/UA atau STEMI) sudah ditegakkan, pemberian antiiskemik,

antitrombotik/antikoagulan harus segera dimulai demikian pula tindakan reperfusi, baik secara

farmakologis maupun intervensi. Bersamaan dengan dilakukannya perawatan umum dan pemberian

antiiskemik dan antitrombotik/antikoagulan, stratifikasi risiko perlu dilakukan. Stratifikasi harus

dilakukan untuk menentukan langkah terapi selanjutnya dan juga untuk memprediksi prognosis.

Stratifikasi tidak saja dilakukan saat penderita masuk/dirawat namun juga saat perawatan dan saat

akan keluar rumah sakit.

STRATIFIKASI RISIKO

Stratifikasi risiko digunakan untuk menilai risiko jangka pendek terjadinya kematian atau

infark miokard akut tidak fatal pada penderita dengan dugaan SKA, dalam hal ini Non-

STEMI/Unstable Angina Pektoris dan selanjutnya digunakan untuk menentukan penderita yang

mana yang harus menjalani tindakan intervensi atau medikamentosa. Penentuan kelompok risiko

Page 2: Css Sindrom Koroner Akut

8/8/2019 Css Sindrom Koroner Akut

http://slidepdf.com/reader/full/css-sindrom-koroner-akut 2/16

dapat dilakukan dengan menggunakan sistem scoring dari TIMI risk score sebagai berikut (masing-

masing diberi nilai 1; nilai 5 dianggap risiko tinggi):

1.  Umur 65 tahun

2.  Mempunyai 3 FR PJK

3.  terdapat stenosis bermakna pada angiografi koroner

4.  deviasi segmen ST

5.  angina berat, lebih dari 2x serangan dalam 24 jam terakhir

6.  menggunakan aspirin dalam 7 hari terakhir

7.  petanda kardiak positif (Triponin T atau CKMB)

Berdasarkan stratifikasi penderita ada dua pilihan tindakan yaitu tindakan agresif dini atau

konservatif dini. Tindakan angiografi segera perlu dilakukan pada kelompok high risk sedangkan

konservatif dini dapat dipertimbangkan pada kelompok intermediate/low risk. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa tindakan agresif dini tidak memberikan manfaat pada kelompok

intermediate/low risk.

Pendekatan lain dalam melakukan stratifikasi awal penderita dengan NSTEMI dan UAP juga

dapat dilakukan berdasarkan anamnesis, karakter nyeri, temuan klinis, EKG, dan laboratorium dapat

dinilai apakah penderita masuk ke dalam kategori berat, menengah atau ringan.

Sedangkan pada kasus STEMI, stratifikasi dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa

parameter berikut:

-  Kelas Killip

penderita dengan Killip IV (syok kardiogenik) mempunyai angka mortalitas yang sangat tinggi

-  Lokasi infark

Adanya oklusi pada bagian proksimal dari Left Anterior Decending dan infark inferior yang

  juga dapat melibatkan ventrikel kanan mempunyai prognosis yang lebih buruk daripada

infark pada bagian posterior atau inferior saja

-  Criteria EKG

Gambaran bundle branch block atau AV blok yang menyertai infark anterior menunjukkan

kemungkinan adanya infark yang luas dan mempunyai angka mortalitas yang tinggi.

-  Petanda jantung (laboratorium)

Page 3: Css Sindrom Koroner Akut

8/8/2019 Css Sindrom Koroner Akut

http://slidepdf.com/reader/full/css-sindrom-koroner-akut 3/16

Page 4: Css Sindrom Koroner Akut

8/8/2019 Css Sindrom Koroner Akut

http://slidepdf.com/reader/full/css-sindrom-koroner-akut 4/16

 

Page 5: Css Sindrom Koroner Akut

8/8/2019 Css Sindrom Koroner Akut

http://slidepdf.com/reader/full/css-sindrom-koroner-akut 5/16

 

PENATALAKSANAAN

Secara garis besar, penanganan yang dilakukan pada pasien SKA :

1.  Perawatan Umum

Tirah baring dengan IV line

Oksigen

Monitor EKG untuk pemantauan perluasan lesi/aritmia

Page 6: Css Sindrom Koroner Akut

8/8/2019 Css Sindrom Koroner Akut

http://slidepdf.com/reader/full/css-sindrom-koroner-akut 6/16

2.  Anti Iskemik

Terapi awal mencakup nitrat dan penyekat beta dapat diberikan

1.  Preparat nitrat.

Preparat ini digunakan untuk menurunkan demand miokardium dan meningkatkan

pasokan O2 ke miokardium. Pada dosis rendah merupakan vasodilator dan dapat

 juga menjadi arteriodilator pada dosis yang tinggi.

Preparat sublingual/spray diberikan saat penderita masuk sedang preparat IV

dipertimbangkan bila terjadi nyeri yang berulang, nyeri yang menetap, disertai

dengan hipertensi dan atau gagal jantung. Pemberian preparat nitrat harus

memperhatikan tekanan darah, adanya infark ventrikel kanan dan riwayat

penggunaan sildenafil dalam 24 jam terakhir.

Page 7: Css Sindrom Koroner Akut

8/8/2019 Css Sindrom Koroner Akut

http://slidepdf.com/reader/full/css-sindrom-koroner-akut 7/16

 

2.  Morfin Sulfat

Pemberian MO 1-5 mg IV dianjurkan bila sangat kesakitan, gelisah, keluhan tidak

berkurang setelah 3x pemberian nitrat sublingual, atau keluhan menetap sekalipun

pengobatan antiiskemik sudah optimal. MO juga mempunyai efek menurunkan

tekanan darah sehingga pemberian bersamaan dengan preparat nitrat harus diikuti

dengan pemantauan tekanan darah yang ketat. Selain itu menurunnya detak

 jantung dn laju pernapasan juga dapat terjadi. Naloxone 0,4-2 mg IV dapat diberikan

bila terjadi bradikardi atau hipoventilasi berat.

3.  Beta Bloker

BB akan menghambat kerja beta1 adrenergik reseptor sehingga menghambat peran

katekolamin. BB akan menurunkan detak jantung, kontraktilitas miokard dan

konduksi AV. Pemberian BB IV dianjurkan sedini mungkin diikuti dengan pemberian

per oral. Hindari pemberian BB pada penderita dengan riwayat asthma, COPD,

gangguan konduksi AV dan fungsi LV yang buruk disertai dengan gagal jantung

kongestif.

Page 8: Css Sindrom Koroner Akut

8/8/2019 Css Sindrom Koroner Akut

http://slidepdf.com/reader/full/css-sindrom-koroner-akut 8/16

4.  Calcium antagonis

Preparat ini juga akan menghambat kontraktilitas jantung dengan cara menghambat

Ca melewati membran sel. Pemberian Ca dapat dipertimbangkan pada kasus dengan

nyeri dada berulang

5.  ACE inhibitor

ACE inhibitor diberikan bila tekanaN darah belum terkontrol dengan baik walaupun

sudah menggunakan BB dan nitrat. Selain itu juga diindikasikan pada penderita

dengan fungsi LV yang menurun, dengan DM dan pada penderita PJK yang risiko

tinggi.

3.  Antiplatelet/antikoagulan

Mengingat patogenesis SKA berawal dari terbentuknya thrombus, pemberian

antiplatelet harus segera diberikan dan dilanjutkan seumur hidup, kecuali didapatkan

kontraindikasi/efek samping yang tak dapat ditoleransi oleh penderita. Asam asetil salisilat

yang tidak bersalut merupakan pilihan pada fase akut. Golongan ini akan menghambat kerja

thromboxane A2 sehingga proses agregasi dapat dihambat. Antikoagulan juga harus segera

diberikan bersamaan dengan antiplatelet

Page 9: Css Sindrom Koroner Akut

8/8/2019 Css Sindrom Koroner Akut

http://slidepdf.com/reader/full/css-sindrom-koroner-akut 9/16

Pada pedoman pengelolaan STEMI yang terbaru, statin perlu diberikan pada awal masa

perawatan tanpa harus menunggu hasil profil lipid. Selain itu penyakit penyerta dan juga

factor risiko PJK seperti diabetes, hipertensi perlu dikelola dengan baik.

Page 10: Css Sindrom Koroner Akut

8/8/2019 Css Sindrom Koroner Akut

http://slidepdf.com/reader/full/css-sindrom-koroner-akut 10/16

Reperfusi

Reperfusi farmakologik

Fibrinolitik

Pemberian fibrinolitik diindikasikan untuk kasus STEMI. Pemberian fibrinolitik dalam kurun

waktu 3 jam akan memberikan hasil yang sangat baik dan tidak dianjurkan bila > 12 jam,

kecuali proses iskemi masih terus berlangsung. Manfaat pemberian fibrinolitik terutama

terlihat pada kasus STEMI anterior, DM, BP < 100 mmHg atau laju jantung > 100. Pada STEMI

inferior, pemberian fibrinolitik tidak memberikan banyak manfaat, kecuali bila disertai infark

RV dan atau adanya depresi segmen ST di anterior yang menunjukkan luasnya daerah yang

terancam. Anamnesis singkat perlu dilakukan untuk mengetahui adanya kontraindikasi

pemberian fibrinolitik.

Reperfusi invasif 

Angiografi koroner dini merupakan alat untuk melakukan stratifikasi jenis tindakan

selanjutnya. Adanya stenosis pada ketiga pembuluh atau gambaran anatomis yang tidak

memungkinkan tindakan angioplasty merupakan calon untuk bedah pintas koroner (CABG).

Angioplasti

Tindakan angioplasty dipertimbangkan pada penderita NSTEMI/UAP dengan

intermediate/risiko tinggi atau pada penderita dengan keluhan angina yang

menetap/progresif.

Pada penderita STEMI dengan onset < 12 jam, tindakan angioplasty primer

merupakan pilihan selama pelayanan tindakan angioplasty memungkinkan. Angioplasti

primer juga diindikasikan pada penderita dengan kontraindikasi untuk fibrinolitik, gagal

 jantung kongestif berat pasca SKA atau penderita dengan renjatan kardiogenik.

Bedah pintas koroner

Tindakan ini perlu dipertimbangkan bila:

-  Angioplasti gagal disertai dengan gangguan hemodinamik

-  Adanya iskemi yang menetap atau berulang sekalipun sudah dengan terapi optimal

Page 11: Css Sindrom Koroner Akut

8/8/2019 Css Sindrom Koroner Akut

http://slidepdf.com/reader/full/css-sindrom-koroner-akut 11/16

-  Renjatan kardiogenik dengan usia > 75 tahun dengan elevasi segmen ST, LBBB atau infark

posterior yang disertai dengan renjatan dalam kurun waktu 36 jam

-  Stenosis pada multivessel yang berat atau left main

-  Aritmia yang mengancam jiwa yang disertai dengan stenosis pada multivessel yang berat

atau left main.

KOMPLIKASI

Pada pasien Unstable Angina, komplikasi potensial yang dapat terjadi meliputi kematian (5-

10%), berkembang menjadi MI (10-20%) dalam hitungan hari dan minggu. Sekali infark terdeteksi,

komplikasi akibat inflamasi, kelainan mekanik dan listrik akan langsung diinduksi oleh daerah

miokardium yang mengalami nekrosis. Komplikasi dini akibat nekrosis miokardium sendiri sedangkan

Page 12: Css Sindrom Koroner Akut

8/8/2019 Css Sindrom Koroner Akut

http://slidepdf.com/reader/full/css-sindrom-koroner-akut 12/16

komplikasi lanjut yang berkembang beberapa hari atau minggu kemudian akibat inflamasi dan

penyembuhan jaringan yang nekrosis.

Gambar Komplikasi  MI. Inf ar k   mengaki bat kan  penurunan k ontr ak t ili t as, k et i d ak st abilan li str ik  j antung, d an

nek rosi s j ar i ngan y ang mengar ah  pad a terj ad i ny a k omplikasi  

ISKEMI REKUREN

Angina post infark dilaporkan terjadi pada 20-30% pasien dengan MI dengan atau tanpa

terapi trombolitik. Kejadiannya berkurang pada kelompok penderita yang telah menjalani

 percut aneus angi o plasty atau pemasangan stent koroner sebagai bagian dari terapi awal MI.

ARITMIA 

Aritmia sangat sering terjadi selama AMI dan merupakan penyebab utama kematian

prehospital. Mekanisme yang ikut berperan dalam timbulnya aritmia :

1.  Gangguan perfusi ke struktur yang berperan dalam sistem konduksi jantung mis. SA node,

AV node, atau berkas HIS

2.  Akumulasi produk-produk sisa metabolisme yang bersifat toksik (mis. Kondisi asidosis) dan

konsentrasi ion transeluler yang abnormal akibat kebocoran membran

3.  Stimulasi otonom (simpatis dan parasimpatis)

4.  Konsumsi obat-obatan yang berpotensi menimbulkan aritmia mis. Dopamin

Tabel Aritmia pada penderita Infark Miokard Akut

Ritme Penyebab

Sinus bradikardi y  Tonus vagal

y  Perfusi arteri ke SA node

Sinus takikardi y  Nyeri dan cemas

y  CHF

y  Volume depletion

y  Pericarditis

y  Obat-obatan kronotropik mis. Dopamin,

nitrat

APBs, atrial fibrilasiy 

CHFy  Iskemi atrium

VPBs, VT, VF y  Iskemi ventrikular

y  CHF

AV block (1,2,3) y  IMI :tonus vagal dan aliran arteri ke

AV node

y  AMI : kerusakan luas jaringan yang

bersifat konduktif 

APBs= Atrial Premature Beats; VPBs= Ventricular Premature Beats

Page 13: Css Sindrom Koroner Akut

8/8/2019 Css Sindrom Koroner Akut

http://slidepdf.com/reader/full/css-sindrom-koroner-akut 13/16

DISFUNGSI MIOKARDIUM

Congestive Heart Failure

Iskemi jantung akut mengakibatkan gangguan kontraktilitas ventrikel dan meningkatkan

kekakuan miokardium, kedua hal ini bisa mengarah pada timbulnya gejala-gejala gagal jantung

berupa dispneu, ronkhi paru dan adanya S3.

Syok Kardiogenik

Syok kardiogenik adalah suatu kondisi dimana terjadi penurunan cardiac output yang berat

dan hipotensi (tekanan darah sistolik < 90 mmHg) dengan perfusi jaringan perifer yang tidak

adekuat, yang terjadi bila lebih dari 40% massa ventrikel kiri mengalami infark. Syok juga bisa timbul

mengikuti komplikasi mekanik MI sebagai berikut:

1.  Hipotensi menyebabkan penurunan perfusi koroner yang akan memperburuk kerusakan

akibat iskemi jaringan

2.  Penurunan stroke volume meningkatkan ukuran ventrikel kiri dan selanjutnya diikuti dengan

peningkatan kebutuhan oksigen miokardium.

Meskipun dengan pemberian treatment yang bersifat agresif,angka kematian pasien dengan

syok kardiogenik > 70%. Pasien syok kardiogenik membutuhkan obat inotropik intravena(mis.

Dobutamin) untuk meningkatkan cardiac output dan vasodilator arteri untuk memgurangi resistensi

terhadap kontraksi ventrikel kiri. Pasien juga sering distabilisasi dengan pemasangan intra-aortic

balloon pump yang dimasukkan lewat arteri femoral ke aorta, mengembang selama diastol sehingga

meningkatkan tekanan intraaorta dan selanjutnya menambah perfusi arteri koroner dan jaringan

perifer. Selama sistolik balon mengempis sehingga mengurangi afterload ventrikel kiri dan

selanjutnyamenambah ejeksi darah ke aorta. Pemasangan kateter dan dan revaskularisasi (agioplasti

atau CABG) berpotensi meningkatkan prognosis jangka panjang pasien syok kardiogenik.

 

INFARK VENTRIKEL KANAN

Sekitar sepertiga pasien dengan infark dinding inferior ventrikel kiri juga mengalami infark

ventrikel kanan karena pada sebagian besar populasi perfusi kedua daerah tersebut berasal dari

arteri koroner yang sama, yakni arteri koroner kanan. Akibat kontraksi abnormal dan penurunan

compliance ventrikel kanan timbul tanda-tanda gagal jantung kanan yang lebih signifikan (mis.

Distensi vena jugular) dibandingkan tanda-tanda gagal jantung kiri. Hipotensi berat disebabkan

Page 14: Css Sindrom Koroner Akut

8/8/2019 Css Sindrom Koroner Akut

http://slidepdf.com/reader/full/css-sindrom-koroner-akut 14/16

gangguan aliran darah ke paru-paru akibat disfungsi ventrikel kanan sehingga pengisian ventrikel kiri

kurang.

PERIKARDITIS

Perikarditis bisa terjadi pada fase awal post infark akibat meluasnya proses nekrosis dan

infiltrasi neutrofil dari miokardium ke perikardium yang berdekatan ditandai dengan adanya nyeri

bersifat tajam, demam, dan pericardial friction rub. Pemberian antikoagulan kontraindikasi pada

pasien MI dengan komplikasi perikarditis untuk mencegah perdarahan dari lapisan perikardium yang

terinflamasi. Frekuensinya menurun setelah diperkenalkannya strategi reperfusi akut.

Sindrom Dressler

Bentuk perikarditis yang jarang ditandai dengan adanya demam, malaise, nyeri dada pleuritik yang

tajam disertai leukositosis, meningkatnya LED, dan efusi perikardium, berespon baik terhadappemberian aspirin dosis tinggi.

TROMBOEMBOLI

Stasis aliran darah di daerah terjadinya gangguan kontraksi ventrikel kiri setelah suatu infark

miokard bisa menginduksi pembentukan trombus terutama bila infark mengenai apeks ventrikel kiri

atau setelah terbentuknya true anerisma. Sealnjutnya tromboemboli bisa mengakibatkan infark

organ perifer mis. Emboli di otak bisa menimbulkan stroke

KOMPLIKASI MEKANIK

Timbul akibat iskemi jaringan dan nekrosis

Ruptur Otot Papilari

Nekrosis iskemi dan ruptur otot papilari otot jantung bisa berakibat fatal karena

menimbulkan akut mitral regurgitasi yang berat sebagai akibat dari hilangnya anchoring attachment

daun katup. Ruptur parsial dengan regurgitasi sedang memang tidak akan langsung menyebabkan

kematian tetapi bisa menimbulkan tanda-tanda gagal jantung atau edema paru. Otot papilari

dinding posteromedial ventrikel kiri lebih rentan mengalami infark dibandingkan dinding anterolatral

karena sumber aliran darahnya yang tidak tentu. Oleh sebab itu, komplikasi ini lebih sering terjadi

setelah MI dinding inferoposterior.

Page 15: Css Sindrom Koroner Akut

8/8/2019 Css Sindrom Koroner Akut

http://slidepdf.com/reader/full/css-sindrom-koroner-akut 15/16

Ruptur Dinding Ventrikel

Komplikasi yang jarang, tetapi mematikan, bisa terjadi dalam 2 minggu pertama setelah MI.

Lebih sering terjadi pada wanita dan individu dengan riwayat hipertensi. Perdarahan ke rongga

perikardium bisa mengakibatkan tamponade jantung dengan cepat. Bila ruptur yang terjadi

inkomplit, pseudoanerisma bisa terjadi karena adanya pembentuka tromus di daerah miokardium

yang mengalami robekan.

Ruptur Septum Ventrikel

Pada dasarnya mirip dengan ruptur pada dinding ventrikel, tetapi aliran darah tidak

melewati dinding ventrikel ke perikardium melainkan bergerak dari ventrikel kiri ke kanan melewati

septum interventrikel. Ha ini menjadi pencetus terjadinya gagal jantung karena akan menimbukan

overload volume dari kapiler paru. Murmur sistolik keras terdengar di garis sternal kiri menandakan

adanya aliran transeptal.

Anerisma Ventrikular

Merupakan komplikasi lanjut dari MI, terjadi beberapa minggu sampai beberapa bulan

setelah serangan. Anerisma ventrikular terjadi karena melemahnya dinding ventrikel oleh aktivitas

fagosit terhadap jaringan nekrosis mengakibatkan timbulnya bulging ke arah luar yang terlokalisir

(diskinesia) ketika otot jantung yang sehat berkontraksi. Komplikasi anerisma ventrikel meliputi:

1.  Terbentuknya trombus di daerah yang aliran darahnya mengalami stagnan yang nantinya

bisa menjadi sumber emboli ke organ perifer

2.  Aritmia ventrikel berhubungan dengan regangan serat-srat otot miokardiumnya

3.  Gagal jantung karena menurunnya cardiac output akibat beberapa dari sroke volume

terpakai oleh pengisian kavitas anerisma selama sistolik.

Tanda khas adanya anerisma ventrikel kiri meliputi adanya segmen ST elevasi yang persisten

pada EKG beberapa minggu setelah AMI ST elevasi dan adanya bulging tepi ventrikel kiri pada

gambaran foto thoraks. Kelainan ini biasanya dikonfirmasi dengan pemeriksaan ekokardiografi

Page 16: Css Sindrom Koroner Akut

8/8/2019 Css Sindrom Koroner Akut

http://slidepdf.com/reader/full/css-sindrom-koroner-akut 16/16