Upload
fajar-defian-putra
View
358
Download
29
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Case Report Session THT-KL RSUD M. Djamil
Citation preview
Case Report Session
TONSILITIS KRONIK
Oleh:
Neila Azka 1010312119
Fajar Defian Putra 1110312031
Preseptor:
dr. Al Hafiz, Sp.THT-KL
BAGIAN ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN BEDAH KEPALA DAN LEHER
RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2015
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa
karena atas rahmat dan karunia-Nya sehingga pembuatan karya tulis berupa Case
Report Session yang berjudul “Tonsilitis Kronik” dapat tersusun dan terselesaikan
tepat pada waktunya.
Terima kasih penulis ucapkan kepada dr. Al Hafiz, Sp.THT-KL selaku
pembimbing penulisan yang telah memberikan arahan dalam penyelesaian Case
Report Session ini.
Adapun pembuatan tulisan ini bertujuan untuk menyelesaikan tugas yang
diberikan selama masa kepaniteraan klinik penulis di bagian THT RSUP Dr. M.
Djamil Padang, juga untuk mendiskusikan kasus Tonsilitis Kronis, sehingga
diharapkan dapat meningkatkan pemahaman dan mendukung penerapan klinis yang
lebih baik dalam memberikan kontribusi positif sistem pelayanan kesehatan secara
optimal.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan yang telah disusun ini masih
banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat diharapkan.
Akhir kata, semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.
Padang, 6 Agustus 2015
Penulis
2
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Tonsil
Tonsil adalah salah satu struktur yang terdapat di rongga
orofaring. Tonsil merupakan massa yang terdiri dari jaringan
limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat dengan kriptus di
dalamnya. Cincin Waldeyer merupakan jaringan limfoid yang
mengelilingi ruang faring seperti yang terlihat pada Gambar 1,
dimana terdiri dari tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina
(tonsil faucial), tonsil lingual dan tonsil tuba Eustachius
(Gerlach’s tonsil).1
Fossa tonsilaris dibentuk oleh tiga otot, yaitu m.palatoglossus,
m.palatofaringeal dan m.konstriktor superior. Perdarahan tonsil
berasal dari percabangan a.lingual dorsalis, a.palatina dan
a.fasialis sedangkan aliran venanya berujung pada pleksus
peritonsilar yang selanjutnya dialirkan ke v.faringeal dan
kemudian masuk ke v.jugularis interna. Aliran limfe tonsil
3
Tonsil faring/Adenoid
Tonsil Tuba
Tonsil lingual
Tonsil Palatina
Gambar 1. Gambaran Tonsil di dalam Cincin Waldeyer
dialirkan ke limfe nodus servikal. Persarafan tonsil didapatkan
dari n.glossofaringeus, hal ini yang mengakibatkan adanya
gejala otalgia saat tonsillitis.2
Tonsil memiliki peranan penting dalam sistem imunitas tubuh,
dimana puncaknya pada usia empat hingga sepuluh tahun,
selanjutnya tonsil akan mengalami involusi. Tonsil merupakan
jaringan limfoid yang mengandung sel limfosit, 0,1-0,2% dari
keseluruhan limfosit tubuh pada orang dewasa. Proporsi limfosit
B dan T pada tonsil adalah 50%:50%, sedangkan di darah 55-
57%:15-30%. Pada tonsil terdapat sistem imun kompleks yang
terdiri atas sel M (sel membran), makrofag, sel dendrit dan APCs
(Antigen Presenting Cells) yang berperan dalam proses
transportasi antigen ke sel limfosit sehingga terjadi sintesis
imunoglobulin spesifik. Juga terdapat sel limfosit B, limfosit T, sel
plasma dan sel pembawa IgG. Tonsil akan menghasilkan
immunoglobulin jika terdapat antigen yang masuk melalui reaksi
radang pada saluran nafas dan saluran cerna atas.3,4
2.2 Definisi
Tonsilitis merupakan peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari
cincin Waldeyer.5 Proses peradangan biasanya meluas sampai ke daerah adenoid
dan tonsil lingual. Sedangkan tonsilitis kronis adalah peradangan kronis tonsil
setelah serangan akut yang terjadi berulang-ulang atau infeksi subklinis.
2.3 Etiologi dan Faktor Predisposisi
Bakteri penyebab tonsilitis kronis sama halnya dengan
tonsilitis akut, yaitu kuman grup A Streptococcus beta
hemoliticus, Pneumococcus, Streptococcus viridans,
Streptococcus pyogenes, Staphylococcus, Haemophilus
influenza.6
4
Faktor predisposisi timbulnya tonsilitis kronik ialah
rangsangan yang menahun dari rokok maupun makanan, higiene
mulut yang buruk, pengaruh cuaca seperti udara dingin dan
lembab serta suhu yang berubah-ubah, alergi (iritasi kronis dari
alergen), kelelahan fisik dan pengobatan tonsilitis akut yang
tidak adekuat.6
2.4 Patofisiologi
Penyebarannya melalui percikan ludah (droplet infection). Penyakit ini ada
kecenderungan bersifat residif secara periodik. Mula-mula terjadi infiltrasi pada
lapisan epitel. Bila epitel terkikis, maka jaringan limfoid superfisial mengadakan
reaksi kemudian terjadi peradangan dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear.
Proses ini secara klinis tampak pada kriptus tonsil yang berisi bercak kuning yang
disebut detritus. Detritus merupakan kumpulan leukosit, bakteri dan epitel yang
terlepas.7
Tonsilitis kronis merupakan kelanjutan dari infeksi akut berulang atau infeksi
subklinik pada tonsil. Biasanya terjadi pembesaran tonsil sebagai akibat hipertrofi
folikel-folikel kalenjar limfe. Pada radang kronis tonsil terdapat 2 bentuk, yaitu
hipertrofi tonsil dan atrofi tonsil. Terjadinya proses radang berulang
mengakibatkan epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses
penyembuhan jaringan limfoid diganti oleh jaringan ikat fibrosa. Jaringan ikat ini
sesuai dengan sifatnya akan mengalami pengerutan, sehingga ruang antar
kelompok jaringan limfoid melebar. Hal ini secara klinik tampak sebagai
pelebaran kriptus dan kriptus ini diisi oleh detritus. Proses berjalan terus sehingga
terbentuk kapsul, akhirnya timbul perlengketan dengan jaringan di sekitar fossa
tonsilaris.7
Pada anak proses ini disertai dengan proses pembesaran kelenjar limfe
submandibularis. Gangguan tonsilitis kronis dapat menyebar dan menimbulkan
5
komplikasi melalui perkontinuitatum, hematogen atau limfogen. Penyebaran
perkontinuitatum dapat menimbulkan rinitis kronis, sinusitis dan otitis media.
Penyebaran hematogen atau limfogen dapat menyebabkan endokarditis, artritis,
miositis, nefritis, uveitis, iridosiklitis, dermatitis, urtikaria, furunkulosis dan
pruritus.7
2.5 Gejala
Pada umumnya penderita sering mengeluh oleh karena serangan tonsilitis
akut yang berulang-ulang, adanya rasa sakit (nyeri) yang terus-menerus pada
tenggorokan (odinofagi), nyeri waktu menelan atau ada sesuatu yang mengganjal
di kerongkongan bila menelan, terasa kering dan pernafasan berbau.8
Pada pemeriksaan, terdapat dua macam gambaran tonsil dari tonsilitis ronis
yang mungkin tampak, yakni:8
a. Tampak pembesaran tonsil oleh karena hipertrofi dan perlengketan ke
jaringan sekitar, kripte yang melebar, tonsil ditutupi oleh eksudat yang
purulen atau seperti keju.
b. Mungkin juga dijumpai tonsil tetap kecil, mengeriput, kadang-kadang seperti
terpendam di dalam tonsil bed dengan tepi yang hiperemis, kripte yang
melebar dan ditutupi eksudat yang purulen.
2.6 Diagnosis
Diagnosa ditegakan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan untuk
diagnosa defintif dengan pemeriksaan penunjang.9
2.6.1 Anamnesa
Dari anamnesa umumnya didapatkan keluhan utama berupa nyeri
pada tenggorokan. Pada penderita tonsillitis kronik keluhan ini juga
disertai dengan keluhan rasa mengganjal ditenggorokan, tenggorokan
terasa kering dan pernafasan bau.9,10
Jika kondisi kronik ini mengalami eksaserbasi akut, maka keluhan
tonsillitis akut akan muncul. Dimana pada kondisi ini pasien juga akan
6
mengeluhkan nyeri pada saat menelan. Keluhan nyeri ini semakin lama
akan semakin bertambah sehingga pasien menjadi tidak mau makan. Nyeri
ini dapat menjalar sebagai referred pain ke sendi-sendi dan telinga. Nyeri
pada telinga (otalgia) tersebut menjalar melalui nervus glossofaringeus
(IX). Keluhan lainnya yang muncul berupa demam, rasa nyeri kepala, dan
badan lesu. Selain itu, dapat juga ditemukan keluhan suara pasien
terdengar seperti orang yang mulutnya penuh terisi makanan panas.
Keadaan ini disebut plummy voice/ hot potato voice. Mulut berbau (foetor
ex ore) dan ludah menumpuk dalam kavum oris akibat nyeri telan yang
hebat (ptialismus)9,10
2.6.2 Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada tonsillitis kronik ditemukan tampak tonsil
membesar dengan permukaan yang tidak rata, kriptus melebar, dan kriptus
berisi detritus, serta ditemukan pembesaran kelenjar limfe submandibula
dan tonsil yang mengalami perlengketan. Tanda klinis tidak harus ada
seluruhnya, minimal ada kripta yang melebar dan pembesaran kelenjar
limfe submandibul.9
2.7 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis
tonsillitis kronik, terdiri atas:9,10
a. Darah lengkap : dapat ditemukan peningkatan laju endap darah (erythrocyte
sedimentation rate) dan C-reactive protein, serta pada pemeriksaan hitung
jenis leukosit dapat ditemukan shift left dimana gambaran ini menunjukkan
adanya proses inflamasi.
b. Swab tonsil untuk pemeriksaan mikroskop dengan pewarnaan gram.
c. Pemeriksaan Titer Anti-Streptolisin Tipe O (ASTO) : menentukan kadar
antibodi yang digunakan untuk indikator terdapatnya infeksi Streptococcus.
2.8 Penatalaksanaan
7
2.8.1 Tatalaksana umum
a. Istirahat cukup
b. Makan makanan lunak dan menghindari makan makanan yang
mengiritasi
c. Menjaga kebersihan mulut
2.8.2 Terapi Medikamentosa
a. Pemberian obat topikal dapat berupa obat kumur antiseptik
b. Diberikan antibiotik spectrum luas yaitu Penicillin G Benzatin 50.000
U/kgBB/IM dosis tunggal atau Amoksisilin 50 mg/ kgBB dosis dibagi
3 kali/ hari selama 10 hari dan pada dewasa 3x500 mg selama 6-10
hari atau eritromisin 4x500 mg/hari.
c. Pemberian kortikosteroid karena steroid telah menunjukkan perbaikan
klinis yang dapat menekan reaksi inflamasi. Steroid yang dapat
diberikan berupa deksametason 3x0,5 mg pada dewasa selama 3 hari
dan pada anak-anak 0,01 mg/kgBB/hari dibagi 3 kali pemberian
selama 3 hari.
2.8.3 Operasi (Tonsilektomi)
Indikasi Tonsilektomi yaitu:
a. Indikasi Absolut:
1) Pembengkakan tonsil yang menyebabkan obstruksi saluran nafas,
disfagia berat, gangguan tidur dan komplikasi kardiopulmonar
2) Abses peritonsil yang tidak membaik dengan pengobatan medis
dan drainase
3) Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam
4) Tonsilitis yang membutuhkan biopsi untuk menentukan patologi
anatomi
b) Indikasi Relatif:
1) Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil per tahun dengan terapi
antibiotik adekuat
8
2) Halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak membaik dengan
pemberian terapi medis
Tonsilitis kronik atau berulang pada karier streptococcus yang tidak
membaik dengan pemberian antibiotik laktamase resisten.
2.9 Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul berupa :
a. Komplikasi lokal: Peritonsilitis, abses peritonsil, abses parafaring, otitis media
akut, laryngitis, rinosinusitis, infeksi leher dalam.
b. Komplikasi sistemik: Bila penyebabnya S. pyogenes, dapat terjadi
glomerulonefritis akut, demam rematik, rematoid artritis, endocarditis
bakterial subakut, septikimia.
9
BAB II
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. R
Umur : 19 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Solok Selatan
Suku Bangsa : Minang
ANAMNESA
Seorang pasien perempuan berusia 19 tahun datang ke poliklinik THT RSUP Dr. M.
Djamil dengan :
Keluhan Utama :
Nyeri menelan berulang sejak 1 tahun yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang :
10
Nyeri menelan berulang sejak 1 tahun yang lalu. Keluhan nyeri
menelan ini terjadi berulang dengan frekuensi lebih dari 7x kali dalam
1 tahun terakhir. Keluhan nyeri menelan juga disertai keluhan pilek
dan batuk.
Riwayat sering terbangun malam hari karena sesak (+)
Riwayat nafas berbau (+)
Riwayat tidur mendengkur (+)
Riwayat sering mengantuk (+)
Riwayat keluhan nyeri dan bengkak disekitar leher tidak ada
Riwayat keluhan nyeri pada kedua telinga tidak ada
Riwayat keluar cairan dari telinga tidak ada
Riwayat telinag berdenging tidak ada
Riwayat gangguan pendengaran tidak ada
Riwayat bersin-bersin pada pagi hari, alergi makanan dan obat tidak
ada
Riwayat hidung tersumbat tidak ada
Riwayat penciuman berkurang tidak ada
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat demam, batuk dan pilek yang hilang timbul sejak 5 tahun
yang lalu disertai dengan nyeri pada tenggorokan. Pasien berobat ke
puskesmas tapi tidak tahu obat apa yang diberikan.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan yang sama
dengan pasien
Riwayat Pekerjaan, Sosial, Ekonomi, dan Kebiasaan
Pasien adalah seorang mahasiswa
11
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan Umum : Sakit sedang
Kesadaran : kompos mentis kooperatif
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Frekuensi nadi : 85 x/menit
Frekuensi nafas : 18 x/menit
Suhu : 37.2 0C
Pemeriksaan Sistemik
Kepala : normochepal, rambut hitam
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Leher : tidak ditemukan pembesaran KGB
Paru
Inspeksi : simetris kiri, kanan statis dan dinamis
Palpasi : fremitus kiri = kanan
12
Perkusi : sonor kiri = kanan
Auskultasi : suara nafas vesikuler normal, rhonki -/-, wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : ictus tidak terlihat
Palpasi : ictus kordis teraba 2 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : batas jantung normal
Auskultasi : bunyi jantung murni, irama teratur, bising tidak ada
Abdomen
Inspeksi : tak tampak membuncit
Palpasi : hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus + normal
Extremitas : akral hangat, perfusi baik.
Status Lokalis Telinga Hidung Tenggorokan
Telinga
Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
Daun telinga
Kel kongenital Tidak ada Tidak ada
Trauma Tidak ada Tidak ada
Radang Tidak ada Tidak ada
Kel. Metabolik Tidak ada Tidak ada
Nyeri tarik Tidak ada Tidak ada
13
Nyeri tekan tragus Tidak ada Tidak ada
Dinding liang
telinga
Cukup lapang (N) Cukup lapang (N) Cukup lapang(N)
Sempit - -
Hiperemis Tidak ada Tidak ada
Edema Tidak ada Tidak ada
Massa Tidak ada Tidak ada
Serumen
Ada / Tidak Ada Ada
Bau Tidak ada Tidak ada
Warna Coklat kekuningan Coklat
kekuningan
Jumlah Sedikit Sedikit
Jenis Kental Kental
Membran timpani
Utuh
Warna Putih mengkilat Putih mengkilat
Reflek cahaya (+) arah jam 5 (+) arah jam 7
Bulging Tidak ada Tidak ada
Retraksi Tidak ada Tidak ada
Atrofi Tidak ada Tidak ada
Perforasi
Jumlah perforasi Tidak ada Tidak ada
Jenis Tidak ada Tidak ada
Kwadran Tidak ada Tidak ada
Pinggir Tidak ada Tidak ada
Mastoid
Tanda radang Tidak ada Tidak ada
Fistel Tidak ada Tidak ada
Sikatrik Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
Nyeri ketok Tidak ada Tidak ada
Rinne ( + ) ( + )
Schwabach Sama dengan Sama dengan
14
Tes garpu tala pemeriksa pemeriksa
Weber Tidak ada lateralisasi
Kesimpulan Telinga N Telinga N
Audiometri Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Hidung
Pemeriksaan Kelainan
Hidung luar
Deformitas Tidak ada
Kelainan kongenital Tidak ada
Trauma Tidak ada
Radang Tidak ada
Massa Tidak ada
Sinus Paranasal
Pemeriksaan Dekstra Sinistra
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
Nyeri ketok Tidak ada Tidak ada
Rinoskopi Anterior
Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
Vestibulum Vibrise Ada Ada
Radang Tidak ada Tidak ada
Cavum nasi
Cukup lapang (N) Cukup Lapang (N) Cukup Lapang
(N)
Sempit - -
15
Lapang - -
Sekret
Lokasi Cavum nasi Cavum Nasi
Jenis Serous Serous
Jumlah Sedikit Sedikit
Bau Tidak ada Tidak ada
Konka inferior Ukuran Eutrofi Eutrofi
Warna Merah muda Merah muda
Permukaan Rata Rata
Edema - -
Konka media Ukuran Eutrofi Eutrofi
Warna Merah muda Merah muda
Permukaan Rata Rata
Edema - -
Septum
Cukup
lurus/deviasiCukup Lurus
Permukaan Licin
Warna Merah muda
Spina Tidak ada
Krista Tidak ada
Abses Tidak ada
Perforasi Tidak ada
Massa
Lokasi Tidak ada Tidak ada
Bentuk Tidak ada Tidak ada
Ukuran Tidak ada Tidak ada
Permukaan Tidak ada Tidak ada
Warna Tidak ada Tidak ada
Konsistensi Tidak ada Tidak ada
Mudah digoyang Tidak ada Tidak ada
Rinoskopi Posterior : sulit dilakukan
16
Orofaring dan Mulut
Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
Palatum mole +
Arkus Faring
Simetris/tidak Simetris
Warna Merah muda
Edem Tidak ada
Bercak/eksudat Tidak ada
Dinding faring Warna Merah Merah
Permukaan Rata Rata
Tonsil
Ukuran T3 T3
Warna Hiperemis Hiperemis
Permukaan Tidak rata Tidak rata
Muara kripti Melebar Melebar
Detritus Tidak ada Tidak ada
Eksudat Tidak ada Tidak ada
Perlengketan
dengan pilarTidak ada Tidak ada
Peritonsil
Warna Merah muda Merah muda
Edema Tidak ada Tidak ada
Abses Tidak ada Tidak ada
Tumor
Lokasi Tidak ada Tidak ada
Bentuk Tidak ada Tidak ada
Ukuran Tidak ada Tidak ada
Permukaan Tidak ada Tidak ada
Konsistensi Tidak ada Tidak ada
Gigi Karies/Radiks Tidak ada Tidak ada
Kesan Higiene baik
Warna Merah muda
Bentuk Normal
Deviasi Tidak ada
17
Lidah Massa Tidak ada
Laringoskopi Indirek : sulit dilakukan
Pemeriksaan Kelenjar getah bening leher :
Inspeksi : tidak tampak adanya tanda-tanda pembesaran kelenjar getah bening leher
Palpasi : tidak teraba adanya pembesaran kelenjar getah bening leher
Diagnosis : Tonsilitis Kronis
Pemeriksaan Laboratorium
Hemoglobin : 13.6 g/dl
Leukosit : 23.100 /mm3
Hematokrit : 41%
Trombosit : 285.000/mm3
Terapi :
- Levofloxacin 1 x 500mg (p.o)
- Metil prednisolone 3 x 4 mg (p.o)
- Ambroxol 3 x 1 tablet
Rencana Tindakan : Tonsilektomi
18
RESUME
(DASAR DIAGNOSIS)
1. Anamnesis
Nyeri menelan 1 tahun yang lalu dan berulang dengan frekuensi lebih dari
7 kali dalam 1 tahun terakhir
Keluhan nyeri menelan disertai keluhan demam, pilek, dan batuk
Sering terbangun malam hari karena sesak (+)
Nafas berbau (+)
Tidur mendengkur (+)
Sering mengantuk (+)
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan orofaring dan mulut ditemukan
a. Tonsil dextra : ukuran T3, hiperemis, muara kripti melebar, permukaan tidak
rata, detritus tidak ada, perlengketan dengan pilar tidak ada
b. Tonsil sinistra : ukuran T3, hiperemis, muara kripti melebar, permukaan tidak
rata, detritus tidak ada, perlengketan dengan pilar tidak ada
3. Diagnosa Kerja
Tonsilitis kronis
4. Diagnosa Tambahan : tidak ada
5. Diagnosa Banding : tidak ada
6. Pemeriksaan Anjuran :
Kultur dan uji resistensi kuman dari sediaan apus tonsil
Pemeriksaaan ASTO
7. Terapi :
19
- Levofloxacin 1 x 500mg (p.o)
- Metil prednisolone 3 x 4 mg (p.o)
- Ambroxol 3 x 1 tablet
8. Terapi Anjuran : Tonsilektomi
9. Prognosis :
Quo ad vitam : bonam
Quo ad sanam : bonam
10. Nasehat :
Istirahat cukup
Makan makanan lunak dan menghindari makan makanan yang mengiritasi
Menjaga kebersihan mulut
Minum obat teratur
20
BAB III
DISKUSI
Telah dilaporkan seorang pasien perempuan, usia 19 tahun dengan diagnosis
tonsillitis kronis. Diagnosis ini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik. Dari anamnesis didapatkan keluhan utamanya nyeri menelan yang telah
dirasakan sejak 1 tahun yang lalu. Keluhan nyeri menelan ini dirasakan berulang
dengan frekuensi lebih dari 7 kali dalam 1 tahun terakhir. Keluhan nyeri menelan
disertai dengan demam, batuk dan pilek. Pasien juga memiliki keluhan sering
terbangun pada malam hari karena sesak, tidur mendengkur dan sering mengantuk
pada siang hari serta nafas dirasakan bau.
Pada pemeriksaan fisik organ orofaring dan mulut ditemukan tonsil palatina
membesar dengan ukuran T3/T3 dengan gambaran tonsil yang hiperemis disertai
dengan muara kripti yang melebar, tidak ditemukan detritus, eksudat, dan
perlengketan dengan pilar. Namun, pada pemeriksaan kelenjar getah bening lokal
Tidak ditemukan pembesaran kelenjar getah bening.
Dari hasil anamnesis beserta pemeriksaan fisik dapat ditegakkan diagnosis
kerja pasien ini, yaitu tonsilitis kronis.
Keluhan nyeri menelan pada pasien ini disebabkan oleh proses inflamasi
yang terjadi pada tonsil palatina. Keluhan batuk dan pilek terjadi dikarenakan organ-
organ di sekitar telinga, hidung dan tenggorokan merupakan dareah yang beresiko
untuk terjadinya united airway disease. Dalam hal ini infeksi pada tonsil dapat
menyebar secara lokal pada dareah telinga, hidung dan tenggorokan yang
menimbulkan gejala batuk dan pilek. Keluhan sering terbangun pada malam hari
terjadi karena adanya penyempitan jalan nafas yang disebabkan oleh pembersaran
ukuran tonsil akibat infeksi, sehingga terjadi periode apneu sementara. Sebagai
kompensasi, pasien akan terbangun dari tidurnya untuk mengambil nafas. Pada pasien
21
juga ditemukan keluhan tidur mendengkur dan sering mengantuk pada siang hari.
Kumpulan gejala diatas dikenal dengan Obstructive Sleep Apneu Syndrome (OSAS).
Tatalaksana yang dianjurkan pada pasien ini adalah tonsilektomi. Hal ini
dilakukan dikarenakan adanya indikasi absolute pada pasien ini, yaitu adanya
pembengkakan tonsil yang menyebabkan obstruksi saluran napas, disfagia dan
gangguan tidur serta ditemukan adanya indikasi relatif, yaitu frekuensi kekambuhan
yang terjadi lebih dari tiga kali dalam setahun dan halitosis yang tidak membaik
dengan pengobatan. Berdasarkan hasil laboratorium, pada pasien ini didapatkan
leukositosis, yaitu 23.100/m3, sehingga juga dilakukan terapi konservatif terlebih
dahulu, berupa pemberian levofloxacin 1 x 500mg peroral, metilprednisolon 3 x 4 mg
peroral dan ambroxol 3 x 1 tablet.
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Alatas N, Baba F. Proliferating Active Cells, Lymphocyte Subsets and Dendritic
Cells in Recurrent Tonsillitis: Their Effect on Hypertrophy. Arch Oto HNS, May
2008; 134(5): 477-83.
2. Campisi P, Tewfik TL. Tonsillitis and Its Complications. The Canadian Journal;
2013
3. Subowo. Imunobiologi. Cetakan 1. Jakarta: Sagung Seto, 2009.
4. Health Technology Assessment (HTA) Departemen Kesehatan Republik
Indonesia Tahun 2004. Tonsilektomi pada Anak dan Dewasa. Jakarta.
5. Soetirto I, Bashiruddin J. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala dan Leher. Edisi 6, Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007
6. Brodsy L. Poje C. Tonsilitis, Tonsilectomy and Adeneidectomy. In: Bailey BJ.
Johnson JT. Head and Neck Surgery. Otolaryngology. 4rd Edition. Philadelphia:
Lippinscott Williams Wilkins Publishers. 2006. p1183-1208
7. Swabawa IB. Tonsilitis Kronis Hipertrofi dan Obstructive Sleep Apnea (OSA)
pada Anak.
8. Rusmarjono, Efiaty AS. Faringitis, Tonsilitis dan Hipertrofi Adenoid. Dalam;
Soepardi EA, Iskandar NH (eds). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala Leher, Edisi 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;2007. Hal 214-
225
9. Kemenkes. Permenkes No.5 Tahun 2014 Tentang Panduan Praktik Klinik Bagi
Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer; 2014.
10. Probst R, Grevers G, Iro H. Basic Otorhinolaryngology. Germany: The
Thieme;2006. P-119.
23