CRS Tonsilitis kronik.docx

Embed Size (px)

Citation preview

  • 7/28/2019 CRS Tonsilitis kronik.docx

    1/28

    1

    Keterangan Umum

    I. Identitas PasienNama : An. Kamilia Kuratu

    Umur : 7 tahun

    No. Med Rec : 10308190

    Tgl Pemeriksaan : 11 Maret 2013

    Alamat : Cimahi

    Pekerjaan : Pelajar

    II. Anamnesis Keluhan Utama : Nyeri menelan Anamnesis Khusus :

    Sejak 3 Minggu yang lalu pasien mengeluhkan nyeri menelan yang

    muncul secara tiba-tiba dan dirasakan terus-menerus serta bertambah berat

    terutama saat penderita mengalami batuk, pilek, dan setelah minum es.

    Keluhan tidak disertai dengan panas badan yang tidak terlalu tinggi, batuk

    dan pilek dengan lendir berwarna bening.

    Tidak ada keluhan sulit menelan, perubahan suara menjadi serak, tidur

    mengorok dan rasa mengganjal di tenggorokan serta nyeri telinga.

    Sebelum keluhan muncul pasien mengeluh rasa mengganjal di

    tenggorokan. Terutama setelah mengkonsumsi makanan berminyak dan

    minum es. Riwayat tertelan atau tertusuk duri di tenggorokan sebelumnya

    tidak ada.

  • 7/28/2019 CRS Tonsilitis kronik.docx

    2/28

    2

    Pasien pernah merasakan keluhan yang sama kurang lebih 7 bulan yang

    lalu dan sudah direncanakan untuk tindakan operasi, namun pada pemeriksaan

    pasien ditemukan bercak pada paru-paru sehingga harus dilakukan pengobatan

    selama 6 bulan terlebih dahulu.

    Sekarang pengobatan pasien sudah selesai, dan keluhan nyeri menelan

    masih sering terasa terutama setelah mengkonsumsi makanan berminyak dan

    minum es.

    Riwayat alergi obat tidak ada.

    Keluhan tidak disertai dengan sukar membuka mulut, air liur yang banyak

    hingga menetes.

    Keluhan tidak disertai dengan sakit kepala saat bangun tidur, rasa penuh

    diwajah dan tertelan lender di tenggorokan.

    Keluhan tidak disertai nyeri di telinga ataupun keluar cairan dari telinga.

    Keluhan tidak disertai nyeri dan bengkak pada sendi

    Keluhan tidak disertai sakit pinggang dan buang air kecil berdarah tidak

    ada.

    III. Pemeriksaan Fisik Keadaan Umum : Sakit ringan Kesadaran : CM Tanda Vital : TD: 120/80 mmHg; N: 80x/mnt; R: 18x/mnt; S:

    36,50C

    Status Gizi : BB : 22 kgSt. Generalis :

    Kepala : simetris

  • 7/28/2019 CRS Tonsilitis kronik.docx

    3/28

    3

    Mata : Konjungtiva tidak anemisSklera tidak ikterik

    Leher : KGB tidak teraba membeasar Dada : Bentuk dan gerak simetris

    Pulmo : sonor, VBS kiri = kanan, wheezing -/-, ronkhi -/-

    Cor : BJ S1, S2 murni regular, murmur (-)

    Abdomen : Datar, lembutHepar, lien tidak teraba

    BU (+) normal

    Ekstremitas : edema -/- Neurologis : refleks fisiologis +/+; refleks patologis -/-

    Status lokalis

    Auris Dextra SinistraPre aurikula : tidak ada kelainan

    Aurikula : tidak ada kelainan

    CAE : Kulit tenang +/+, Hiperemis -/-, Oedema -/-

    Sekret : (serous/mucid/purulenta) -/-, bau (-), darah (-)

    Serumen : - / -

    Membran timpani : intak +/+, fistula -/-

    Refleks cahaya : + / +

    Retro aurikula : tenang +/+, fistula -/-, oedema -/-, NT -/-

  • 7/28/2019 CRS Tonsilitis kronik.docx

    4/28

    4

    Tes pendengaran :Tes Suara dapat mendengar suara bisik +/+

    Tes Rinne + / +

    Tes Weber : tidak ada lateralisasi

    Tes Schawabach : sama dengan pendengar

    Cavum NasiRinoskopi anterior :

    Mukosa : tenang +/+, hiperemis -/-, livide -/-

    Sekret : -/-

    Septum deviasi : (-)

    Massa : - / -

    Konkha : euttrof +/+, hipertfrofi -/-, livide -/-

    Pasase udara : +/+

    Transiluminasi :

    Rinoskopi Posterior : (sulit dinilai pasien tidak kooperatif)

    Mukosa :

    Sekret :

    Koana :

    Torus tubarius :

    Ostium tuba eustachius :

    4 4

    44

  • 7/28/2019 CRS Tonsilitis kronik.docx

    5/28

    5

    Fossa rosenmuller :

    OropharingMulut : mukosa: basah, hiperemis (-)

    Lidah : gerakan normal ke segala arah

    Palatum molle : tenang, simetris

    Uvula : simetris, normal

    Gigi geligi : Tidak ada kelainan

    Tonsil : T2T3, hiperemis +/+, kripta melebar -/-, detritus

    -/-

    Faring : mukosa hiperemis (+), granula (-)

    Laring : (sulit dinilai pasien tidak kooperatif)

    Laringoskopi indirek :

    Epiglottis : tenang

    Kartilago arythenoid :

    Plika ariepiglotis :

    Plika vestibularis :

    Plika vocalis : gerak, simetris,masa

    Rima glottis :

    Cincing trachea :

    Maksilofasial : simetris +/+, parese N.Cranialis (-), NT (-)

  • 7/28/2019 CRS Tonsilitis kronik.docx

    6/28

    6

    Leher : KGB tidak teraba membesar, massa (-)

    IV. RESUMESeorang Perempuan, usia 7 tahun, datang ke poliklinik THT-KL dengan

    keluhan odinofagi. Dari anamnesis khusus didapatkan keluhan dirasakan

    sejak 3 minggu SMRS. Febris (-), batuk(-), dan rhinnorrhea (-). Disfagia

    (-), suara serak (-), tidur mengorok (-), rasa mengganjal di tenggorokan

    (+), otalgia (-).

    Pada pemeriksaan fisik didapatkan status generalis tampak sakit ringan,

    komposmentis.

    Status generalis lain dalam batas normal. Pada pemeriksaan status lokalis

    didapatkan

    ADS : CAE tenang +/+, sekret -/-, serumen -/-

    MT intak +/+, RC +/+, RA tenang +/+

    CN : Mukosa tenang +/+, sekret -/-, konka eutrofi +/+, SD (-)

    PU +/+

    Mulut : caries (-), halitosis (-)

    Tonsil : T2-T3 hiperemis, kripta -/-, detritus -/-

    Faring : (sulit dinilai pasien tidak kooperatif)

  • 7/28/2019 CRS Tonsilitis kronik.docx

    7/28

    7

    laring : (sulit dinilai pasien tidak kooperatif)

    MF : simetris

    Leher : KGB tidak teraba membesar

    \

    V. Diagnosis Diagnosis Banding :Tonsilitis kronik rekuren

    Tonsilitis kronik eksaserbasi akut

    Diagnosis Kerja :Tonsilitis kronik rekuren

    VII. Terapi :

    Terapi umum :1. Banyak minum air mineral2. Hindari makan makanan pedas, berminyak, minum minuman

    dingin

    3. Menjaga higienitas mulut Terapi khusus

    1. Tonsiltektomi

    VIII. Prognosa

    Quo ad vitam : ad bonam

    Quo ad functionam : -

  • 7/28/2019 CRS Tonsilitis kronik.docx

    8/28

    8

    BAB I

    PENDAHULUAN

    I.I Definisi

    Tonsil palatina adalah suatu jaringan limfoid yang terletak pada fossa

    tonsilaris pada kedua sudut orofaring dan merupakan salah satu bagian dari

    cincin Waldeyer1. Peran imunitas dari tonsil adalah sebagai pertahanan primer

    untuk menginduksi sekresi bahan imun dan mengatur produksi dari

    immunoglobulin sekretoris. Peran tonsil mulai aktif pada umur antara 4

    hingga 10 tahun dan akan menurun setelah masa pubertas.2 Hal ini menjadi

    alasan fungsi pertahanan dari tonsil lebih besar pada anak-anak daripada orang

    dewasa. Anak-anak mengalami perkembangan daya tahan tubuhnya terhadap

    infeksi terjadi pada umur 7 hingga 8 tahun dan tonsil merupakan salah satu

    organ imunitas pada anak yang memiliki fungsi imunitas yang luas. 1,3

    Lokasi tonsil sangat memungkinkan mendapat paparan benda asing dan

    pathogen yang menyebabkan timbulnya respon imun yang tidak jarang

    menyebabkan hipertrofi tonsil atau tonsillitis. Pengaruh rangsangan bakteri

    yang terus menerus terhadap tonsil pada tonsilitis kronik menyebabkan sistem

    imunitas lokal tertekan karena menurunnya respon imunologis limfosit tonsil

    dan perubahan epitel akan mengurangi reseptor antigen. Hal ini menyebabkan

    terjadinya kegagalan fungsi tonsil sebagai gatekeeper dan respon imunologi

    tonsil terhadap antigen. Pengobatan tonsilitis kronik sangat sulit dan lazim

    dilakukan tonsilektomi. 1,3,4

    Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan

    oleh virus (40-60%), bakteri (5-40%), alergi, taruma, dan toksin. Faringitis

    pada anak yang disebabkan oleh virus, biasanya hanya memerlukan terapi

    suportif saja. Sedangkan faringitis yang disebabkan oleh bakteri patogen

  • 7/28/2019 CRS Tonsilitis kronik.docx

    9/28

    9

    seperti Sterptokokus Beta Hemolitik Grup A, memerlukan pengobatan dengan

    antibiotik.2,6

    Faringitis dan tonsilitis sering ditemukan bersamaan yang dikenal dengan

    sebutan tonsilofaringitis. Tonsilofaringitis adalah radang orofaring mengenai

    dinding posterior yang disertai inflamasi tonsil.

    I.2 Etiologi

    Etiologi tonsilofaringitis 50% adalah kuman golongan streptococcus B

    hemolyticus, streptococcus viridians dan streptococcus pyogenes. Sedang

    sisanya disebabkan oleh virus yaitu; adenovirus, echo, virus influenza serta

    herpes.6

    I.3 Epidemiologi

    Penyakit infeksi masih merupakan penyakit utama di Indonesia, terutama

    infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) baik infeksi saluran pernafasan atas

    maupun infeksi saluran pernafasan bawah. Penyakit tonsilfaringitis termasukdalam infeksi saluran pernafasan akut yang kasusnya banyak di masyarakat,

    mencapai 40 - 60 % kunjungan pasien ke RS. Dari Sistim Pencatatan dan

    Pelaporan RS menunjukkan bahwa tonsilofaringitis adalah yang paling sering

    ditemui di lapangan4,7

  • 7/28/2019 CRS Tonsilitis kronik.docx

    10/28

    10

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. ANATOMI TONSIL

    Tonsil (tonsil palatine ) umumnya ada sepasang, berupa masa oval yang

    lokasinya pada dinding lateral orofaring. Meskipun biasanya terbatas pada

    orofaring, dengan pertumbuhan yang berlebihan tonsil dapat membesar keatas

    ke dalam nasofaring muncul dengan insufisiensi velofaringeal atau obstruksi

    nasal. Lebih umum lagi tonsil tumbuh melebar kebawah ke dalam hipofaring,

    muncul dalam bentuk gangguan obstruksi pernafasan saat tidur. Lokasi

    anatomisnya membuat tonsil kurang terkait dengan penyakit pada tuba

    eustachius, komplek telinga tengah, dan sinus-sinus. Namun tonsil dan

    adenoid sering dipengaruhi secara simultan oleh proses-proses penyakit :

    infeksi kronik/rekuren dan/atau hiperplasi obtrukstif. 8

    Tonsil (tonsil palatine) adalah kelompok jaringan limfoid yang terdapat

    pada masing-masing sisi orofaring dalam sela antara lengkung-lengkung

    palatum. Tonsilla palatina tidak mengisi penuh fossa tonsillaris antara

    lengkung-lengkung tersebut. Dalam palung tonsil (tonsillar bed) terdapat dua

    otot, muskulus palatopharyngeus dan muskulus constrictor pharyngis superior.

    Lembaran jaringan ikat tipis yang melapisi palungan tonsilla palatina adalah

    bagian dari fascia pharyngobasilaris.5,7,8

    Permukaan dalam tonsil melekat pada fasia melapisi otot konstriktor yang

    lebih atas. Batas anterior tonsil adalah otot palatoglossus (Pilar anterior) dan

    batas posteriornya adalah otot palatofaringeus (pilar posterior). Tonsil dapat

    melebar lebih kebawah menjadi lanjutan dengan jaringan tonsil lingual pada

    dasar lidah.

  • 7/28/2019 CRS Tonsilitis kronik.docx

    11/28

    11

    Gambar 2.1 Anatomi Tonsil8

    Tonsil disuplai oleh ascending pharyngeal, ascending palatine, dan

    cabang-cabang dari arteri lingual dan fasial, semua cabang-cabang arterikarotis eksterna. Arteri karotis interna berada pada kira-kira 2 cm

    posterolateral dari aspek dalam tonsil; dengan demikian diperlukan ketelitian

    agar tetap berada pada bidang pembedahan/pemotongan yang tepat untuk

    menghindari luka pada lokasi pembuluh darah.

    Gambar 2.2 Vaskularisasi Tonsil

    Aliran utama limfa dari tonsil menuju superior deep cervical and jugular

    lymph nodes; Penyakit peradangan pada tonsil merupakan faktor signifikan

    dalam perkembangan adenitis atau abses servikal pada anak. Tonsil tidak

    mempunyai sistem limfatik aferen. Aliran limfe dari parenkim tonsil

    ditampung pada ujung pembuluh limfe eferen yang terletak pada trabekula,

    yang kemudian membentuk pleksus pada permukaan luar tonsil dan berjalan

    menembus m. Konstriktor Faringeus Superior, selanjutnya menembus fascia

    bucofaringeus dan akhirnya menuju kelenjar servikalis profunda yang terletak

  • 7/28/2019 CRS Tonsilitis kronik.docx

    12/28

    12

    sepanjang pembuluh darah besar leher, di belakang dan di bawah arkus

    mandibula. Kemudian aliran limfe dilanjutkan ke nodulus limfatikus daerah

    dada untuk selanjutnya bermuara ke dalam duktus torasikus

    Gambar 2.3 Aliran Limfe Tonsil

    Inervasi sensoris tonsil berasal dari n.glosofaringeal dan beberapa cabang-

    cabang n. palatina melalui ganglion sphenopalatina. Terutama melalui N. Palatina

    Mayor dan Minor (cabang N V) dan N. Lingualis (cabang N IX). Nyeri pada

    tonsilitis sering menjalar ke telinga, hal ini terjadi karena N IX juga mempersarafi

    membran timpani dan mukosa telinga tengah melalui Jacobsons Nerve. 1,3,5

    Gambar 2.4 Inervasi Tonsil

  • 7/28/2019 CRS Tonsilitis kronik.docx

    13/28

    13

    2.2 Fisiologi Tonsil

    Berdasarkan penelitian, ternyata tonsil mempunyai peranan penting dalam

    fase-fase awal kehidupan, terhadap infeksi mukosa nasofaring dari udara

    pernafasan sebelum masuk ke dalam saluran nafas bagian bawah. Hasil penelitian

    juga menunjukkan bahwa parenkim tonsil mampu menghasilkan antibodi. Tonsil

    memegang peranan dalam menghasilkan Ig-A, yang menyebabkan jaringan lokal

    resisten terhadap organisme patogen.

    Sewaktu baru lahir, tonsil secara histologis tidak mempunyai centrum

    germinativum, biasanya ukurannya kecil. Setelah antibodi dari ibu habis, barulah

    mulai terjadi pembesaran tonsil dan adenoid, yang pada permulaan kehidupan

    masa anak-anak dianggap normal dan dapat dipakai sebagai indeks aktifitas

    sistem imun. Pada waktu pubertas atau sbelum masa pubertas, terjadi kemunduran

    fungsi tonsil yang disertai proses involusi.

    Terdapat dua mekanisme pertahanan, yaitu spesifik dan non spesifik.

    Mekanisme Pertahanan Non-Spesifik

    Mekanisme pertahanan spesifik berupa lapisan mukosa tonsil dan

    kemampuan limfoid untuk menghancurkan mikroorganisme. Pada beberapa

    tempat lapisan mukosa ini sangat tipis, sehingga menjadi tempat yang lemah

    dalam pertahanan dari masuknya kuman ke dalam jaringan tonsil. Jika kuman

    dapat masuk ke dalam lapisan mukosa, maka kuman ini dapat ditangkap oleh sel

    fagosit. Sebelumnya kuman akan mengalami opsonisasi sehingga menimbulkan

    kepekaan bakteri terhadap fagosit.

    Setelah terjadi proses opsonisasi maka sel fagosit akan bergerak

    mengelilingi bakteri dan memakannya dengan cara memasukkannya dalam suatu

    kantong yang disebut fagosom. Proses selanjutnya adalah digesti dan mematikan

    bakteri. Mekanismenya belum diketahui pasti, tetapi diduga terjadi peningkatan

    konsumsi oksigen yang diperlukan untuk pembentukan superoksidase yang akan

    membentuk H2O2, yang bersifat bakterisidal. H2O2 yang terbentuk akan masuk ke

    dalam fagosom atau berdifusi di sekitarnya, kemudian membunuh bakteri dengan

    proses oksidasi.

  • 7/28/2019 CRS Tonsilitis kronik.docx

    14/28

    14

    Di dalam sel fagosit terdapat granula lisosom. Bila fagosit kontak dengan

    bakteri maka membran lisosom akan mengalami ruptur dan enzim hidrolitiknya

    mengalir dalam fagosom membentuk rongga digestif, yang selanjutnya akan

    menghancurkan bakteri dengan proses digestif.

    Mekanisme Pertahanan Spesifik

    Merupakan mekanisme pertahanan yang terpenting dalam pertahanan

    tubuh terhadap udara pernafasan sebelum masuk ke dalam saluran nafas bawah.

    Tonsil dapat memproduksi Ig-A yang akan menyebabkan resistensi jaringan lokal

    terhadap organisme patogen. Disamping itu tonsil dan adenoid juga dapat

    menghasilkan Ig-E yang berfungsi untuk mengikat sel basofil dan sel mastosit,

    dimana sel-sel tersebut mengandung granula yang berisi mediator vasoaktif, yaitu

    histamin.

    Bila ada alergen maka alergen itu akan bereaksi dengan Ig-E, sehingga

    permukaan sel membrannya akan terangsang dan terjadilah proses degranulasi.

    Proses ini menyebabkan keluarnya histamin, sehingga timbul reaksi

    hipersensitifitas tipe I, yaitu atopi, anafilaksis, urtikaria, dan angioedema.

    Dengan teknik immunoperoksidase, dapat diketahui bahwa Ig-E dihasilkan

    dari plasma sel, terutama dari epitel yang menutupi permukaan tonsil, adenoid,

    dan kripta tonsil.

    Mekanisme kerja Ig-A adalah mencegah substansi masuk ke dalam proses

    immunologi, sehingga dalam proses netralisasi dari infeksi virus, Ig-A mencegah

    terjadinya penyakit autoimun. Oleh karena itu Ig-A merupakan barier untuk

    mencegah reaksi imunologi serta untuk menghambat proses bakteriolisis.

    Jaringan Limfoid Hipofaring tersebar di seluruh permukaan mukosa hipofaring

    sebagai kumpulan massa yang kecil-kecil (folikel limfoid), dan tidak ada jaringan

    limfoid spesifik pada daerah ini.

    Jaringan Limfoid Laring memegang peranan yang sangat penting dalam klinik

    terutama hubungannya dengan proses keganasan.

    Daerah Glotik, terdiri dari serabut-serabut elastik, sehingga tidak memilikijaringan limfoid

  • 7/28/2019 CRS Tonsilitis kronik.docx

    15/28

    15

    Daerah Supraglotik, memiliki jaringan limfoid yang banyak terutama padaplika ventrikularis. Aliran limfatiknya berawal dari insersi anterior plika

    arieloglotika dan berakhir sebagai pembuluh yang lebih kecil sepanjang

    bundle neurovascular laryng. Jaringan limfoid supraglotik ini bertanggung

    jawab terhadap metastase karsinoma bilateral dan kontralateral.

    Jaringan limfoid Infraglotik, tidak sebanyak di supraglotik tetapi dapat terjadiinvasi karsinoma bilateral dan kontralateral melalui jaringan limfoid pre dan

    paratrakeal.

    Seluruh jaringan limfoid daerah laring seluruhnya bermuara ke jaringan

    limfoid servikal superior dan inferior dalam

    1.3 Tonsilitis akutNyeri tenggorok, demam, disfagia, dan pembesaran kelanjar getah bening

    servikal disertai tonsil eritematus dan eksudat atau detritus merupakan tanda dan

    gejala yang sesuai dengan diagnosis tonsillitis akut. Sebagian klinisi menetapkan

    adanya hasil positif dari kultur sekret tenggorok atau tes rapid strep antigen

    sebagai kriteria baku untuk menegakan diagnosis tonsillitis akut. Hal tersebut

    masih diperdebatkan namun pada pasien dengan gambaran tonsil yang nampak

    meradang baik disebabkan oleh bakteri maupun EBV harus segera ditangani.3

    2.4 Faring

    2.4.1 Anatomi Faring3,4,7,8

    Faring merupakan bagian tubuh yang merupakan suatu traktus

    aerodigestivus dengan struktur tubular iregular mulai dari dasar tengkorak sampai

    setinggi vertebra servikal VI, berlanjut menjadi esophagus dan sebelah

    anteriornya laring berlanjut menjadi trakea.

    Batas-batas faring :

  • 7/28/2019 CRS Tonsilitis kronik.docx

    16/28

    16

    Superior : Oksipital dan sinus sphenoid

    Inferior : Berhubungan dengan esophagus setinggi m. Krikofaringeus

    Anterior : Kavum nasi, kavum oris, dan laring

    Posterior : kolumna vertebra servikal melalui jaringan areolar yang longgar.

    Faring dibagi menjadi tiga bagian :

    Nasofaring (Epifaring)

    Orofaring (Mesofaring)

    Laringofaring (Hipofaring)

    1. Nasofaring

    Batas-batas nasofaring :

    Superior : Basis Cranii

    Inferior : Bidang datar yang melalui palatum molle

    Anterior : Berhubungan dengan cavun nasi melalui choana

    Posterior : Vertebra Servikalis

    Lateral : Otot-otot konstriktor faring

    Mukosa nasofaring sama seperti mukosa hidung dan sinus paranasalis yaitu terdiri

    dari epitel pernafasan yang bersilia dan mengandung beberapa kelenjar mukus di

    bawah selaput (membrana) mukosa terdapat jaringan fibrosa faring sebagai tempat

    melekatnya mukosa.

    Ruang nasofaring yang relatif kecil mempunyai beberapa sturktur penting, yaitu :

    Jaringan adenoid, suatu jaringan limfoid yang kadang disebut tonsila faringea atau

    tonsil nasofaringeal, yang terletak di garis tengah dinding anterior basis sphenoid.

    Torus tubarius atau tuba faringotimpanik, merupakan tonjolan berbentuk seperti

    koma di dinding lateral nasofaring, tepat di atas perlekatan palatum molle dan satu

    sentimeter di belakang tepi posterior konka inferior.

    Resesus faringeus terletak posterosuperior torus tubarius, dikenal sebagai fossa

    Rosenmuler, merupakan tempat predileksi karsinoma faring

    Muara tuba eustachius atau orifisium tube, terletak di dinding lateral nasofaring,

    dan inferior torus tubarius, setinggi palatum molle

    Koana atau nares posterior

  • 7/28/2019 CRS Tonsilitis kronik.docx

    17/28

    17

    2. Orofaring (Mesofaring)

    Merupakan kelanjutan dari nasofaring pada tepi bebas dari palatum molle.

    Batasnya :

    Superior : Palatum molle

    Inferior : Bidang datar yang melalui tepi atas epiglotis

    Anterior : Berhubungan dengan kavum oris melalui istmus

    Posterior : Vertebra servikalis 2 dan 3 bersama dengan otot-otot prevertebra

    Istmus faucius dibatasi oleh arkus faringeus kanan dan kiri. Arkus

    faringeus sendiri dibentuk oleh pilar tonsilaris yang pada bagian anterior terdapat

    m. Palatoglosus dan bagian posterior terdapat m. Palatofaringeus. Diantara kedua

    pilar tersebut terdapat fossa/ruang tonsilaris, berisi jaringan limfoid yang disebut

    tonsila palatina.

    Gambar 2.7 Penampang Faring

    3. Laringofaring (Hipofaring)

    Terletak di belakang dan sisi kiri dan kanan laring yang disebut sinus atau

    fossa piriformis. Dimulai dari segitiga valekula yang merupakan batas orofaring

    dengan laringofaring, sampai setinggi tepi bawah kartilago krikoid, tempat

    masuknya spingter krikofaringeus. Batas-batas lainnya :

    Superior : Bidang datar melewati tepi atas epiglotis atau setinggi valekula

  • 7/28/2019 CRS Tonsilitis kronik.docx

    18/28

    18

    Inferior : Tepi bawah kartilago krikoid

    Anterior : Aditus Laring

    Posetrior : Vertebra servikalis 3 sampai 6.

    Valekula sendiri merupakan suatu cekungan yang dangkal dengan batas-batas :

    Anterior : basis lidah

    Posterior : fasies epiglotis anterior

    Lateral : plika faringoepiglotika

    Medial : plika glossoepiglotika

    Fossa piriformis mempunyai batas-batas :

    Medial : Plika ariepiglotika

    Lateral : kartilago tiroid dan membran tirohioid

    2.4.2 Jaringan Limfoid pada Faring1,5,8

    Jaringan limfoid yang berkembang pada faring dengan baik dikenal

    dengan nama cincin Waldeyer yang terdiri dari :

    Tonsila Palatina (faucial)

    Tonsila Faringeal (adenoid)

    Tonsila Lingualis

    Lateral Faringeal Band

    Nodul-nodul soliter di belakang faring

    Gambar 2.8 Cincin Waldeyer

  • 7/28/2019 CRS Tonsilitis kronik.docx

    19/28

    19

    Jaringan Limfoid Nasofaring

    Adenoid atau bursa faringeal/faringeal tonsil merupakan massa limfoid

    nasofaring yang berlobus dan terdiri dari jaringan limfoid yang sama dengan yang

    terdapat pada tonsil. Lobus atau segmen tersebut tersusun teratur seperti suatu

    segmen dengan selah atau kantung diantaranya. Penyakit Thornwaldts

    merupakan infeksi dari bursa faringeal ini.

    Adenoid bertindak sebagai kelenjar limfe yang terletak di perifer, yang

    duktus eferennya menuju kelenjar limfe leher yang terdekat. Dilapisi epitel selapis

    semu bersilia yang merupakan kelanjutan epitel pernafasan dari dalam hidung dan

    mukosa sekitar nasofaring. Adenoid mendapat suplai darah dari A. Karotis Interna

    dan sebagian kecil cabang palatina A. Maksilaris. Darah vena dialirkan sepanjang

    pleksus faringeus ke dalam Vena Jugularis Interna.6,7,8

    Gambar 2.9 Adenoid

    Aliran limfe melalui kelenjar interfaringeal yang kemudian masuk ke dalam

    kelenjar Jugularis. Persarafan sensoris melalui N. Nasofaringeal, cabang N IX

    serta N. Vagus.

    Tubal tonsil dibentuk terutama oleh perluasan nodulus limfatikus faringeal

    tonsil ke arah anterior mukosa dinding lateral nasofaring. Nodulus-nodulus

    tersebut terutama ditemukan pada mukosa tuba eustachius dan fossa Rossenmuler.

    Jaringan limfoid ini disebut juga Gerlachs Tonsil. 4,8

  • 7/28/2019 CRS Tonsilitis kronik.docx

    20/28

    20

    Gambar 2.10 Nasofaring dan Orofaring

    Jaringan Limfoid Orofaring

    1. Tonsila Lingualis

    Merupakan kumpulan jaringan limfoid yang tidak berkapsul dan terdapat

    pada basis lidah diantara kedua tonsil palatina, dan meluas ke arah anteroposterior

    dari papila sirkumvalata ke epiglotis. Pada permukaannya terdapat kripta yang

    dangkal dengan jumlah yang sedikit. Sel-sel limfoid ini sering mengalami

    degenerasi disertai deskuamasi sel-sel epitel dan bakteri, yang akhirnya

    membentuk detritus.

    Tonsila lingualis mendapat perdarahan dari A. Lingualis yang merupakan

    cabang dari A. Karotis Eksterna. Darah vena dialirkan sepanjang V. Lingualis ke

    Vena Jugularis Interna. Aliran limfe menuju ke kelenjar servikalis profunda.

    Persarafannya melalui cabang lingual N. IX.

    2. Tonsila Palatina

    Dalam bidang THT dikenal tiga buah tonsil, yaitu tonsila palatina, tonsila

    faringeal dan tonsila lingualis. Dalam pengertian sehari-hari, yang dikenal sebagai

    tonsil adalah tonsila palatina, sedangkan tonsila faringeal dikenal sebagai adenoid.

  • 7/28/2019 CRS Tonsilitis kronik.docx

    21/28

    21

    2.4.3 Fisiologi Rongga Mulut dan Faring1,3,5,6

    Secara umum, rongga mulut dan faring mempunyai fungsi dalam :

    Proses menelan dan pernafasan Pertahanan tubuh Proses fonasi

    Fungsi utama nasofaring adalah sebagai tabung kaku dan terbuka untuk

    udara pernafasan. Pada waktu menelan, muntah, sendawa, dan tercekik,

    nasofaring akan terpisah dengan sempurna dari orofaring karena palatum molle

    terangkat sampai ke dinding posterior orofaring.

    Nasofaring juga merupakan saluran ventilasi dari telinga tengah melalui

    tuba eustachius dan sebagai saluran untuk drainase dari hidung dan tuba

    eustachius. Sebagai ruang resonansi sangat penting dalam pembentukan suara.

    Orofaring dan hipofaring selain berfungsi sebagai saluran pernafasan,juga

    berfungsi sebagai saluran drainase dari nasofaring, sebagai saluran makanandan

    minuman dari rongga mulut, terakhir sebagai rung resonansi dalam pembentukan

    suara.

    Proses Menelan dan Pernafasan7

    Proses menelan merupakan fungsi neuromuscular kompleks yang

    melibatkan struktur dari cavum oris, faring, laring, dan esophagus. Dibagi dalam 4

    fase, yaitu : fase persiapan oral, fase oral, fase faringeal, dan fase esophagus. Fase

    pertama dan kedua di bawah control volunter, fase ketiga dan keempat adalah

    involunter.

    a. Fase Volunter

    Fase persiapan oral :

    Meliputi gerakan mengunyah yang melibatkan kordinasi dari

    Penutupan bibir untuk menahan makanan dalam mulut bagian anterior Tekanan dari otot labial dan buccal untuk menutup sulkus anterior dan

    lateral

    Gerakan memutar dari rahang untuk mengunyah

  • 7/28/2019 CRS Tonsilitis kronik.docx

    22/28

    22

    Gerakan memutar ke lateral dari lidah untuk menempatkan posisi makanandi atas gigi selama proses mastikasi

    Palatum molle bulging ke belakang mendorong cavum oris ke belakangdan melindungi jalan nafas, serta persiapan untuk menelan.

    Pada akhir dari fase ini dan persiapan untuk fase oral, lidah mendorong

    makanan menjadi bolus dan menahan dengan gaya kohesif pada palatum durum.

    Fase Oral :

    Fase oral masih merupakan proses menelan secara mekanik,

    dimana makanan dipindahkan dari belakang cavum oris ke anterior faucial arches

    untuk memulai proses menelan. Pada fase ini, lidah memegang peranan yang

    sangat penting, dimana dengan lidah dapat mengangkat dan menekan bolus ke

    belakang dank e dapan palatum durum, sehingga makanan dapat memenuhi

    bagian anterior faucial arches. Tekanan otot-otot bucal juga berperan dalam

    mendorong bolus ke belakang namun tidak sekuat dorongan lidah. Setelah

    makanan berada di anterior faucial arches, terjadi presipitasi rfleks menelan

    melalui nn. Glossofaringeus.

    b. Fase Involunter

    Aspek refleks dalam menelan sangat penting karena jalan nafas harus

    terlindungi selama proses ini. Fase persiapan oral dan fase oral dapat dipersingkat

    dengan merubah konsistensi makanan menjadi cari, meletakkan makanan pada

    bagian belakang mulut, atau dengan mengubah posisi kepala ke belakang

    sehingga gaya gravitasi dapat membawa makanan ke faring. Namun fase faringeal

    atau fase reflek ini tidak dapat dipersingkat.

    Reflek menelan dirangsang di formatioretikularis pada otak yang

    berdekatan dengan pusat respirasi. Terdapat koordinasi dari kedua pusat ini

    dimana respirasi berhenti untuk memberikan waktu beberapa detik selama proses

    menelan berlangsung. Terdapat juga rangsang kortikal untuk merangsang gerakan

    menelan melalui bentuk gerakan lidah pada fase oral dari menelan.

  • 7/28/2019 CRS Tonsilitis kronik.docx

    23/28

    23

    Aktifitas Neuromuskular

    Pada waktu reflek menelan terjadi, pusat menelan di pusat otak

    memprogram 4 aktifitas neuromuscular, yaitu :

    Penutupan velofaringeal untuk mencegah refluk dari makanan ke rongga hidung

    Peristaltik faringeal untuk menyiapkan bolus melalui faring

    Proteksi jalan nafas, dimana melibatkan elevasi dan penutupan laring

    Spingter krikofaringeal atau esophagus bagian atas membuka sehingga bolus

    dapat masuk ke esophagus

    Proteksi jalan nafas

    Proteksi jalan nafas akibat adanya elevasi dan penutupan laring. Elevasi

    disebabkan oleh kontraksi dari strap muscle, dimana posisi laring ke atas dank e

    belakang lidah pada saat basis lidah retraksi diakhir fase oral dari menelan. Laring

    akan ke atas dan berada diluar jalur yang dilalui makanan pada saat melalui basis

    lidah.

    Penutupan laring melibatkan tiga spingter yaitu epiglottis ariepiglotik

    fold, false vocal fold, dan true vocal fold. Jalan nafas menutup hanya untuk

    memberikan waktu untuk makanan melalui jalan nafas dan kembali terbuka

    setelah makanan melaluinya.7

    Peristaltik Faringeal3

    Peristaltic faringeal bertanggung jawab dalam membersihkan material

    makanan dari resesus faringeal, termasuk valekula dan sinus piriformis setelah

    proses menelan.

    Krikofaringeal1

    Otot krikofaringeal bekerja bekerja berlawanan dengan mekanisme otot

    konstriktor dari faring. Pada saat istirahat mm konstriktor relaksasi dan mm

  • 7/28/2019 CRS Tonsilitis kronik.docx

    24/28

    24

    krikofaringeus atau spingter esophagus menutup untuk mencegah masuknya udara

    kedalam esophagus bersamaan dengan inhalasi ke paru-paru.

    Bila bolus telah melalui daerah krikofaringeus maka dimulai fase

    esophageal. Sepertiga bagian atas dari esophagus terdiri dari campuran otot

    volunter dan involunter, sedang dua pertiganya secara keseluruhan merupakan

    otot volunter. Spingter esophageal bawah berfungsi sebagai katup bagi lambung.

    Katup ini relaksasi pada saat bolus masuk ke dalam lambung.4,6,7

    2.4.4 Faringitis akut

    Faringitis akut yang paling sering adalah disebabkan oleh virus atau

    bakteri, termasuk faringitis akut yang terjadi pada pilek biasa sebagai akibat

    penyakit infeksi akut seperti eksantema atau influenza, dan dari berbagai

    penyebab yang tidak biasa, seperti manifestasi herpes dan sariawan.1

    2.4.4.1 Faringitis Viral

    Faringitis viral adalah faringitis yang disebabkan oleh virus.

    2.4.4.1.1 Etiologi

    Penyebabpenyebab faringitis virus adalah :1

    Adenovirus Virus Epstein Barr Herpes simpleks Virus parainfluenza (tipe 1-4) Virus sinsitium pernafasan Virus influenza (A dan B) Enterovirus

    2.4.4.1.2 Gejala dan Tanda1,6

    Demam ringan atau tanpa demam Nyeri tenggorok, namun biasanya tidah ditemukan nanah di

    tenggorok

    Sulit menelan Rhinorrhea

  • 7/28/2019 CRS Tonsilitis kronik.docx

    25/28

    25

    Dinding faring kemerahan

    Malaise Jumlah sel darah putih normal atau sedikit meningkat Kelenjar getah bening normal atau sedikit membesar Tes apus tenggorok memberikan hasil negatif Pada biakan di laboratorium tidak tumbuh bakteri

    2.4.4.1.3 Diagnosis

    Diagnosis biasanya dibuat dengan melihat gejala dan tanda, namun biakan

    apus tenggorokan membantu dalam menentukan organisme penyebab.1

    2.4.4.1.4 Terapi

    Karena penyebabnya adalah virus, maka tidak perlu diberikan antibiotik.

    Istirahat dan minum yang cukup, kumur dengan air hangat. Analgetika diberikan

    bila perlu.1

    2.4.4.1.5 Komplikasi

    Faringitis akut dapat berubah menjadi faringitis kronis bila pengobatan

    tidak adekuat dan haria tahan tubuh menurun.

    2.4.4.2 Faringitis Bakterial

    Faringitis bakterial adalah faringitis yang disebabkan oleh bakteri.

    2.4.4.2.1 Etiologi1

  • 7/28/2019 CRS Tonsilitis kronik.docx

    26/28

    26

    Infeksi Grup A Streptokokus hemolitikus merupakan penyebab faringitis

    akut pada orang dewasa (15%) dan pada anak (30%).

    2.4.4.2.2 Gejala dan Tanda1

    Demam ringan sampai sedang Nyeri kepala Gejala gastrointestinal Faring hiperemis Tonsil hipertrofi Sering ditemukan nanah di tenggorok Bercak ptekie pada palatum dan faring Kelenjar limfa leher anterior membesar, kenyal, dan nyeri pada

    penekanan

    2.4.4.2.3 Diagnosis

    Biakan apus tenggorokan masih merupakan standar emas untuk diagnosis

    faringitis bakterial.

    2.4.4.2.4 Terapi6

    a. AntibiotikDiberikan terutama bila di duga penyebab faringitis akut ini grup A

    Streptokokus hemolitikus. Penisilin G Benzatin 50000 U/kgBB IM

    dosis tunggal, atau Amoksisilin 50 mg/kgBB dosis dibagi 3 kali/hari

    selama 10 hari dan pada dewasa 3 x 500 mg selam 6-10 hari atau

    Eritromisin 4 x 500 mg/hari.

    b. KortikosteroidDeksametason 8-16 mg IM 1 kali. Pada anak 0,08-0,3 mg/kgBB IM 1

    kali.

    c. AnalgetikaAnalgetika seperti NSAID dan asetaminofen dapat membantu

    mengurangi rasa sakit yang berhubungan dengan nyeri tenggorokan.

  • 7/28/2019 CRS Tonsilitis kronik.docx

    27/28

    27

    d. Kumur dengan air hangat atau antiseptik.

    2.4.4.2.5 Komplikasi8

    Komplikasi dapat timbul akibat penyebaran infeksi dari mukosa faring ke

    jaringan yang lebih dalam, melalui perluasan langsung ataupun mealui pembuluh

    darah atau jaringan limfe. Komplikasi tersebut dapat berupa :

    Limfadenitis servikalis Abses peritonsilar Abses retrofaring Sinusitis Otitis media Meningitis Bakteriemi Endokarditis Pneumonia Demam rematik akut Glomerulonefritis akut

  • 7/28/2019 CRS Tonsilitis kronik.docx

    28/28

    28

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Adam Boies Higler. 1997.Penyakit Sinus Paranasalis dalam BukuAjar Penyakit THT Edisi6. Penerbit Buku Kedokteran EGC :

    Jakarta.Amarudin, Tolkha et Anton Christanto, (2005),

    2. Kajian Manfaat Tonsilektomi, Available from :http://www.cerminduniakedoteran.com, (Accessed : 6 April 2011).

    3. Byron J., (2001), Head and Neck Surgery-Otolaryngology 3rd Edition,New York : LippincottWilliams and Wilkins (CD-ROM).

    4.

    Keith, L., Agur, A.M., (2007), Essential Clinical Anatomy 2nd Edition,New york : LippincottWilliams and Wilkins.

    5. Soepardi, Iskandar, N., Bashiruddin, J., et al. (eds)., (2007), Buku AjarIlmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher Edisi

    Keenam, Jakarta : Gaya Baru.

    6. Nurbaiti I. Prof.,Dr.,SpTHT., Efiaty A.S.Dr.,SpTHT., Buku Ajar TelingaHidung Tenggorok. Edisi 6. 2011. Balai Penerbit FKUI.

    7. Simon, K., (2009. December 10 last updated), Pediatric, Pharyngitis,(Emedicine), Availablefrom :

    http://emedicine.medscape.com/article/803258-overview , (Accessed:

    2011, April 6).

    8. Ballenger, J. John.,Penyakit Telinga Hidung tenggorok, Kepala danLeher. Edisi 13. Binarupa Aksara. Jakarta, 2000.

    http://www.cerminduniakedoteran.com/http://www.cerminduniakedoteran.com/