26
SAMPUL Seminar Studi Pustaka KAJIAN PELUANG PENERAPAN KONSEP HURDLE DALAM PENGAWETAN DANGKE DENGAN PENAMBAHAN ASAM ASKORBAT Oleh: FITRAH ISYANA I 411 06 028 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK JURUSAN PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2011

Contoh Makalah Studi Pustaka.pdf

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Contoh makalah seminar studi pustaka, example of literature study for graduate school

Citation preview

Page 1: Contoh Makalah Studi Pustaka.pdf

SAMPUL

Seminar Studi Pustaka

KAJIAN PELUANG PENERAPAN KONSEP HURDLE DALAMPENGAWETAN DANGKE DENGAN PENAMBAHAN ASAM

ASKORBAT

Oleh:

FITRAH ISYANAI 411 06 028

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAKJURUSAN PRODUKSI TERNAK

FAKULTAS PETERNAKANUNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR2011

Page 2: Contoh Makalah Studi Pustaka.pdf

1

KAJIAN PELUANG PENERAPAN KONSEP HURDLE DALAMPENGAWETAN DANGKE DENGAN PENAMBAHAN ASAM

ASKORBAT1

Fitrah Isyana2, Hikmah M Ali3

ABSTRAK

Dangke, suatu produk tradisional yang berasal dari Kabupaten Enrekang adalahsalah satu bentuk diversifikasi produk olahan susu yang diminati, khususnya dikalangan masyarakat Sulawesi Selatan. Karena perluasan area pemasaran, produkini harus melalui proses pengawetan sebelum dipasarkan. Metode pengawetantradisional yang paling umum dilakukan oleh produsen dangke adalah denganmerendam produk dalam garam. Penggunaan garam dalam hal ini menyebabkanadanya prosedur tambahan sebelum pengolahan lebih lanjut, selain itupenggaraman dapat menyebabkan rasa asin yang tidak disukai. Namun demikiangaram juga berperan juga memiliki kelebihan tersendiri, sehingga untukmengatasi masalah tersebut maka konsentrasi garam dalam pengawetan harusdikurangi dan disubstitusi dengan bahan pengawet alternatif lain. Salah satubahan pengawet alternatif yang dapat digunakan untuk mensubtitusi garam adalahasam askorbat. Kombinasi garam dan asam askorbat dapat diimplementasikandengan konsep Hurdle, dengan konsep ini faktor-faktor yang mempengaruhikualitas pengawetan lainya juga akan dioptimalkan sehingga pengawetan yangdilakukan dapat member hasil yang maksimal. Hasil penelusuran kepustakaanmenunjukkan bahwa dengan konsep Hurdle asam askorbat dapat digunakansebagai bahan pengawet untuk dikombinasikan dengan garam dan produk dangkeyang dihasilkan memiliki nilai tambah dengan adanya kandungan asam askorbatatau vitamin C di dalamnya.

Kata Kunci: Dangke, Pengawetan, Asam Askorbat

PENDAHULUAN

Permintaan akan produk dangke terus mengalami peningkatan, saat ini

produk bukan hanya diproduksi untuk kebutuhan lokal namun juga untuk

memenuhi permintaan konsumen di luar daerah. Agar dapat bertahan lebih lama,

1 Judul2 Pemakalah3 Pembimbing

Page 3: Contoh Makalah Studi Pustaka.pdf

2

produk dangke yang akan dipasarkan di luar daerah terlebih dahulu direndam

dalam larutan garam dapur, bahkan sebagian diantara pengrajin dangke

menaburkan garam dapur disekeliling dangke tersebut, kemudian dikeringkan.

Metode pengawetan dengan menggunakan garam dapur inilah yang menjadi

kebiasaan oleh sebagian besar pengrajin dangke di Kabupaten Enrekang. Metode

pengawetan ini mempunyai kelemahan tersendiri yaitu dangke yang akan

dikonsumsi harus melalui proses penyiraman air panas untuk mengurangi

kandungan garam didalam bahan pangan itu sendiri. Metode ini juga dapat

berpengaruh negatif terhadap cita rasa dangke, produk terasa asin.

Namun demikian, penggaraman bukan hanya ditujukan untuk

mengawetkan dangke. Disamping efisiensi biaya pengawetan dalam

penggunaanya, kehadiran garam juga berperan dalam menekan rasa amis susu

yang berlebih pada produk. Berdasarkan gambaran tersebut dianggap perlu untuk

melakukan introduksi bahan pengawet alternatif untuk mengurangi penggunaan

garam dalam pengawetan dangke, disamping itu beberapa komponen atau tahapan

pembuatan dangke yang berperan dalam preservasi perlu diperhatikan, sehingga

terbentuk suatu metode pengawetan sebagai hasil kombinasi dari beberapa faktor

yang berperan dalam pengawetan.

Optimalisasi faktor-faktor yang berperan dalam pengawetan ini melalui

kombinasi berbagai faktor tersebut dikenal dengan konsep Hurdle atau Hurdle

technology, dengan tekhnologi ini maka konsentrasi suatu bahan pengawet

tertentu dapat dikurangi dan pengawetan akan menjadi lebih maksimal karena

Page 4: Contoh Makalah Studi Pustaka.pdf

3

tertutupnya jalan untuk kontaminasi dan pertumbuhan miktroorganisme pathogen

pada produk.

Tulisan ini akan mencoba untuk melakukan pengkajian kombinasi

penggunaan garam dengan bahan pengawet alternatif lain yaitu Asam Askorbat

(Ascorbic Acid) berdasarkan Konsep Hurdle atau Hurdle Technology, guna

melihat sejauh mana peluang penggunaan asam askorbat dalam pengawetan

dangke berdasarkan hasil penelurusan pustaka.

PEMBAHASAN

Pengawetan Bahan Pangan dan Teknologi Hurdle

a. Tinjauan Umum Pengawetan

Pengawetan adalah suatu teknik atau tindakan yang digunakan oleh

manusia pada bahan pangan sedemikian rupa sehingga bahan tersebut tidak

mudah rusak (Winarno, 1983). Ishak (1985) mengemukakan bahwa prinsip-

prinsip pengawetan adalah : 1) Menghambat terjadinya penguraian oleh mikroba

dengan membunuh atau mengurangi jumlah mikroba pada bahan pangan; 2)

Menghambat dekomposisi sendiri dari bahan pangan misalnya dengan

pembusukan atau menginaktifkan enzim di dalam bahan pangan; 3)

Memperlambat proses pernapasan atau reaksi biokimia lainnya; 4) Mencegah

kerusakan karena adanya faktor-faktor dari luar seperti serangan oleh serangga,

parasit maupun kerusakan mekanis.

Page 5: Contoh Makalah Studi Pustaka.pdf

4

Pengawetan bertujuan untuk menghambat atau mencegah terjadinya

kerusakan, mempertahankan mutu, menghindarkan terjadinya keracunan serta

mempermudah penanganan dan penyimpanan bahan makanan (Winarno, 1983).

Menurut Buckle (1985) bahwa tujuan pengawetan bahan pangan secara komersial

adalah: 1) Untuk mengawetkan bahan pangan selama perjalanan dari produsen ke

konsumen, dengan menghindarkan perubahan-perubahan yang tidak diinginkan

dalam hal keutuhannya, nilai gizi atau mutu organoleptis secara metode ekonomis

yang mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme, mengurangi perubahan-

perubahan kimia, fisik, fisiologis, faal, dan pencemaran; 2) Untuk mengisi

kekurangan produksi terutama kesulitan akibat musim; 3) Untuk menjamin sejauh

mungkin, agar kelebihan produksi lokal atau kelebihan musim tidak terbuang; 4)

Untuk memudahkan penanganan, yang dilakukan terutama melalui perbagai

bentuk pengemasan.

b. Teknologi Hurdle (Hurdle Technology)

Teknologi Hurdle (Hurdle technology) atau dikenal juga dengan teknologi

kombinasi adalah metode yang mengkombinasikan dua atau lebih metode

pengawetan pada level yang lebih rendah dibandingkan bila pengawetan tersebut

dilakukan dengan metode pengawetan tunggal. Tidak ada faktor tunggal yang

bertanggung jawab untuk membuat produk stabil, melainkan hasil stabilitas

produk diperoleh dengan menggabungkan beberapa metode pengawetan (Leistner,

2000). Lebih lanjut Bazhal, et. al. (2003) mengemukakan, bahwa yang menjadi

perhatian utama pada penerapan teknologi Hurdle pada pengolahan pangan,

Page 6: Contoh Makalah Studi Pustaka.pdf

5

terutama produk pangan segar adalah minimalisasi penggunaan senyawa kimia

yang dikenal dengan minimal processing.

Pengawetan pada pangan secara tradisional dilakukan berdasarkan

beberapa faktor pengawetan yang dikombinasikan untuk memastikan keamanan

pangan tersebut. Kombinasi faktor yang biasa digunakan seperti pemanasan,

penurunan aw, dan pH rendah. Faktor-faktor pengawetan ini juga dapat

berpengaruh terhadap karakteristik sensori produk dan memberikan kontribusi

terhadap flavor, tekstur atau warna pada produk (Leistner, 1995). Pengembangan

teknologi ini bukan hanya pada metode pengawetan tradisional, namun juga dapat

dilakukan dengan metode pengawetan modern seperti irradiasi pangan, ultra high

pressure, dan pulsed technologiest (Leistner, 2000). Lebih lanjut Suh-Young

(2004) mengemukakan bahwa bahan atau metode preservasi yang digunakan

bergantung pada: 1) jenis mikroba yang kemungkinan besar mengkontaminasi

selama proses produksi produk; 2) sejauhmana daya dukung produk untuk

pertumbuhan mikroorganisme; dan 3) kemungkinan kerusakan oleh pengaruh dari

dalam produk itu sendiri (self-life).

Hurdle effect menggambarkan keberhasilan dalam mengkombinasikan

beberapa faktor seperti nilai F (nilai pemanasan), t (chilling), aw, pH, bahan

pengawet dan flora pada produk pangan yang bersifat kompetitif (contohnya

Bakteri Asam Laktat / BAL). Saat ini pabrik-pabrik pangan telah menyadari akan

berhasilnya aplikasi teknologi kombinasi dalam hal menghasilkan produk pangan

yang stabil selama penyimpanan dan aman. Pendekatan dalam metode kombinasi

umumnya adalah menemukan interaksi antara penggunaan senyawa pengawet

Page 7: Contoh Makalah Studi Pustaka.pdf

6

kimiawi dengan proses fisik yang paling disukai atau diantara beberapa bahan

pengawet, yang dapat dapat mengurangi resiko pada proses tanpa mengorbankan

keamanan atau stabilisasi dari pangan itu sendiri (Leistner, 2000).

Gambar 1. Ilustrasi Kerja Pengahambatan Jumlah Bakteri Kontaminanpada Teknologi Hurdle. Ket: Presv=Pengawet/MetodePengawetan; 1= Total Cemaran Bakteri; 2= Mikroba A; 3=Mikroba B; dan 4= Mikroba C. (Sumber: Leistner (2003) danBazhal, et. al. (2003)).

Konsep mengkombinasikan beberapa faktor untuk mengawetkan produk

pangan telah dikembangkan menjadi Hurdle effect, yaitu bahwa masing-masing

faktor adalah rintangan yang harus diatasi oleh mikroorganisme. Berawal dari

sinilah istilah Hurdle technology menjadi populer dalam pengolahan pangan.

Teknologi kombinasi juga dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas produk

pangan dan juga dapat bertujuan meperoleh teknik pengawetan pangan yang lebih

ekonomis (Gambar 1) (Leistner, 2000).

Page 8: Contoh Makalah Studi Pustaka.pdf

7

Gambar 1 menunjukkan beberapa tipe mikroba dan atau mikroflora yang

memiliki resistensi yang berbeda-beda (2-4) dan total kontaminan yang terdapat

dalam suatu produk (1). Saat Preservasi 1 dilakukan, mikroorganisme 2 secara

spontan menunjukkan penurunan jumlah, sementara itu mikrroorganisme 3

menunjukkan resistensi pada preservasi 1, namun menurun pada preservasi 2 dan

terus menurun hingga pada preservasi 3. Mikroorganisme 4 menunjukkan

resistensi pada preservasi 1 dan 2, namun menurun pada preservasi 3 dan semakin

menipis pada preservasi 4. Sehingga secara umum, metode ini juga bekerja untuk

menekan pertumbuhan beberapa mikroorganisme.

Suatu penelitian yang dilaporkan oleh Leistner and Rodel (1976) pada

sosis hati sapi (perlakuan perbandingan lemak, garam dan suhu yang berbeda),

menunjukkan bakteri Clostridium Sporogenes dapat bertahan setelah pemanasan

(95oC) yang diikuti penyimpanan pada suhu ruangan; dengan objek penelitian

yang sama Leistner (1992) menemukan Clostridium Sporogenes dan Bacillus

ternyata dapat ditekan dengan perlakuan kombinasi suhu pada kisaran suhu

rendah (0-5oC). Sebagai golongan bakteri vegetative perlakuan suhu tinggi yang

diberikan ternyata memicu pembentukan spora oleh C. Sporogenes, sementara

penyimpanan pada suhu rendah dapat menekan aktifitas mikroba tersebut bahkan

menurunkan jumlahnya.

Tinjauan Umum Dangke

Menurut Marsoeki (1978) Dangke adalah sejenis makanan bergizi yang

dibuat dari susu kerbau. Kadang-kadang dangke juga dibuat dari susu sapi.

Dangke dibuat di Kabupaten Enrekang (Sulawesi Selatan). Daerah yang terkenal

Page 9: Contoh Makalah Studi Pustaka.pdf

8

sebagai penghasil dangke di Kabupaten Enrekang adalah Kecamatan Baraka,

Kecamatan Anggeraja, dan Alla.

Dangke telah dikenal sejak sebelum tahun 1905. Adapun nama dangke

berasal dari bahasa Belanda. Waktu Belanda melihat jenis makanan yang terbuat

dari susu itu Belanda mengatakan “DANK WELL” yang artinya terima kasih.

Rakyat yang mendengar kata dangke mengira itulah nama makanan tersebut.

Khususnya di Kabupaten Enrekang, susu sapi dan kerbau segar yang

diperah sebagian besar diperuntukkan untuk pembuatan dangke dalam skala usaha

rumah tangga. Untuk menghasilkan sebuah dangke berukuran setengah batok

kelapa, dibutuhkan sekitar 1,25 - 1,50 liter susu segar, tergantung breed sapi,

getah papaya dan garam melalui proses pemanasan/pemasakan yang selanjutnya

dikemas menggunakan daun pisang.

Kuantitas produksi yang dihasilkan tiap unit usaha rumah tangga

bergantung pada jumlah induk laktasi yang dimiliki. Data yang tercatat pada

Januari 2008 menunjukkan bahwa terdapat sekitar 256 unit usaha pengrajin

dangke dan berdasarkan jumlah populasi yang ada sekarang (Dinas Pertanian

Kabupaten Enrekang, 2009): dapat dihasilkan susu murni sekitar 672.000

liter/tahun yang diolah menjadi dangke. Dari tahun 2008 hingga pertengahan

tahun 2009, tercatat angka produksi susu antara 3.287 sampai 3.376 liter/hari se-

Kabupaten Enrekang. Jika diasumsikan untuk menghasilkan sebuah dangke

dibutuhkan 1,5 liter susu segar, berarti sekitar 2000 Dangke di produksi setiap

harinya (Anonim 2010).

Page 10: Contoh Makalah Studi Pustaka.pdf

9

Bahan-bahan yang dibutuhkan untuk pembuatan dangke adalah: Susu

segar, enzim papain (getah papaya), daun pisang dan air; alat-alat yang digunakan

adalah peralatan dapur saderhana. Ilustrasi proses pembuatan dangke hingga

pemasarannya dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Bagan Alir Proses Pembuatan Dangke

Sebagai salah satu produk olahan susu, dangke memiliki nilai tambah

(added value) tersendiri dari limbahnya yakni berupa whey dangke yang juga

dapat diolah menjadi produk olahan bergizi tinggi lainnya, misalnya dalam bentuk

nata de whey. Namun untuk saat ini, whey hanya dimanfaatkan untuk dijadikan

sebagai susu subtitusi (tambahan/pengganti) bagi pedet sapi perah.

Page 11: Contoh Makalah Studi Pustaka.pdf

10

Asam Askorbat dalam Pengawetan Pangan

Vitamin C atau L-ascorbic atau L-ascorbate adalah senyawa nutrisi

esensial bagi manusia dan spesies hewan lainnya dan berfungsi sebagai vitamin.

Pada mahluk hidup asam sakorbat berperan sebagaio antioksdan dimana ia

berperan dalam menekan laju tekanan oksidasi. Asam askorbat juga merupakan

salah satu dari 8 (delapan) co-faktor dalam reaksi enzimatik, seperti pada sintesis

kolagen. Reaksi-reaksi yang melibatkan asam askorbat sangat penting khususnya

pada penyembuhan luka dan proses koagulasi darah (Padayatty et. al., 2003).

Lebih lanjut Auer, et. al. (1998) mengemukakan L-askorbat merupakan senyawa

yang dapat disintesis dalam tubuh sebagian besar mahluk hidup (kecuali babi dan

primate) melalui metabolism glukosa dan galaktosa.

Saat ini asam ascorbat telah diintroduksi kedalam teknik pengawetan

pangan karena kemampuannya dalam mengatasi oksidasi baik oleh pengaruh

lingkungan maupun oleh reaksi alami yang terdapat dalam produk itu sendiri.

Anonim (2008) menyatakan bahwa asam askorbat sebagai bahan tambahan dalam

produk pangan berperan dalam mencegah kerusakan jaringan yang mengandung

lemak dan protein akibat proses autoksidasi dan oksidasi pada lingkungan

terbuka.

Kikuzaki and Nagatani (1993) menggolongkan asam askorbat dan asam

sorbat termasuk garam-garamnya kedalam satu golongan bahan aditif organik.

Pada aplikasinya kedua senyawa ini mempunyai peran sebagai: alat bantu dalam

proses sterilisasi dengan adanya kation H+ yang dilepaskan saat proses sterilisasi;

membentuk pH lingkungan yang tidak kondusif bagi mikroba; mencegah

Page 12: Contoh Makalah Studi Pustaka.pdf

11

perubahan warna menjadi gelap setelah pemanasan (chelating agent); dan

meningkatkan rasa khas atau member tambahan rasa produk (potensiator flavor).

Lebih lanjut, Morris et. al. (2004) mengemukakan bahwa asam-asam seperti asam

asam sitrat, asam asetat, dan asam askorbat berperan dalam sebagai pencegah

terjadinya perubahan produk, menekan keasaman pada pH yang rendah sehingga

dapat mencegah pertumbuhan dan pembelahan bakteri.

A B

Gambar 3. Struktur Molekul Ascorbic acid (A); Dehidroascorbic Acid(Oxidative Form) (B).

Asam askorbat dan asam sorbat mencegah pertumbuhan mikroba dengan

mencegah kerja enzim dehidrogenase terhadap asam-asam lemak yang terkandung

dalam produk. Struktur karbonil dengan rantai panjang (6 ikatan karbon)

didalamnya (Gambar 3) dapat mencegah oksidasi asam lemak oleh enzim

tersebut. Pada prinsipnya asam-asam ini berperan sebagai agen pereduksi

okseigen akibat aktifitas oksidasi oleh metabolit yang dihasilkan oleh mikroba.

Sehingga apabila ikatan rangkap pada askorbat/sorbat telah terputus (berikatan

dengan O2+) pada kuantitas tertentu, maka pada kuantitas mikroorganisme akan

mulai tumbuh. Saat dimana fungsi preservasi (perlindugan) asam-asam tersebut

sudah hilang (Morris, et. al., 2004). Anonim (2008) menambahkan bahwa asam

Page 13: Contoh Makalah Studi Pustaka.pdf

12

askorbat juga mempunyai kelebihan dengan daya larut garamnya yang tinggi,

sehingga residual bahan dalam penggunaannya dapat dihindari.

Kinerja asama askorbat juga memiliki batasan-batasan. Morris, et. al.

(2004) mengemukakan bahwa pada kondisi kontaminasi yang tinggi, asam akan

ternetralisis sebelum pertumbuhan mikroorganisme dapat ditekan; hal ini karena

kerja menghambat aktivitas katalase dan dehidrogenase dari mikroorganisme

bergantung pada ketersediaan ikatan rangkap dalam senyawa ini.

Uji coba pengunaan asam askorbat untuk tujuan pengawetan pada produk

tanaman telah secara luas dilakukan. Suatu penelitian yang dilakukan oleh

Adelodun dan Sanni (2003) yang membandingkan kinerja preservasi ekstrak

tanaman gringer dan asam askorbat menunjukkan bahwa buah Soyiru yang

ditambahi dengan asam askorbat mempunyai masa simpan yang lebih lama

(P<0,05) dan warna yang lebih terjaga (P<0,05) dibandingkan dengan buah yang

diberi ekstrak gringer.

Penggunaan pada produk hewani saat ini juga mulai dikembangkan.

Morris, et. al. (2004), sebagai bahan aditif asam askorbat telah mulai meluas

digunakan, terutama untuk memberi nilai tambah pada daya tarik produk seperti

yogurt, atau susu segar kemasan berasa buah.. Diduga terdapat kerjasama yang

menguntungkan antara sistem laktoperoksidase (LP) pada susu dengan asam

askorbat. Satu sisi askorbat menjadi antioksidan sementara LP melakkukan

dekontaminasi secara almi dalam susu segar kemasan.

Pada produk daging dan kaldu asam askorbat biasa digunakan dalam

bentuk garam natrium dan kaliumnya. Kikuzaki and Nagatani (1993)

Page 14: Contoh Makalah Studi Pustaka.pdf

13

menambahkan bahwa asam askorbat atau Na-askorbat (garamnya) bekerja

bersaing dengan senyawa fenol untuk memperoleh O2 pada proses pembusukan,

senyawa ini juga berperan dalam diskolorasi akibat oksidasi yang diakibatkan

oleh pemanasan. Pada produk yang berukuran besar (dipotong-potong) asam

askorbat digunakan dengan media air, sedangkan pada produk cair hasil

penggilingan atau cair, asam askorbat biasanya langsung dicampurkan sesuai

dengan kebutuhan dalam proses pembuatan produk.

Pengawetan Dangke dengan Kombinasi Garam dan Asam Askorbat

a. Kerusakan pada Dangke

Dangke merupakan produk berbahan dasar susu yang juga mudah

mengalami kerusakan. Salah satu kendala yang dihadapi dalam pemasaran

produk dangke adalah singkatnya masa simpan produk. Dangke paling tidak

dapat bertahan hingga sore saat dujual dipasar bahkan beberapa jam saja saat

dangke dijajalkan di pasar, bagian permukaan dangke sudah mulai nampak

kekuningan (Marsoeki, 1987), dan pada penyimpanan dalam suhu dingin dapat

bertahan hingga 5 (lima) hari (Kasmiati, 1997; Anonim, 2010).

Berbagai bentuk kerusakan yang dapat ditimbulkan oleh kehadiran

mikroba perusak dalam dangke. Perubahan secara fisik yang terjadi pada

karakteristik dangke pada dasarnya bermula dari kerusakan secara kimiawi yang

terjadi. Widharetna (1996) mengemukakan, bahwa kondisi mikrobiologi susu

sangat erat kaitannya dengan penanganan produk. Mengingat susu merupakan

media terbaik untuk kehidupan mikroba, maka kontaminasi bakteri pada produk

Page 15: Contoh Makalah Studi Pustaka.pdf

14

dapat menyebabkan bakteri bertumbuh sangat cepat. Secara teoritis setiap 20-30

menit jumlah bakteri akan berlipat ganda.

Selain perubahan warna, ketengikan juga dapar terjadi pada dangke.

Kandungan asam-asam lemak dalam dalam dangke dapat dipecah oleh berbagai

bakteri, khamir dan kapang. Rahman, dkk. (1992) mengemukakan bakteri

pemecah lemak kebanyakan bersifat aerobik fakultatif, proteolitik dan tidak

membentuk asaro. Perubahan-perubahan yang mungkin terjadi pada lemak susu

jika terkontaminasi oleh mikroba yaitu: 1) Oksidasi asam lemak tidak jenuh,

diikuti dengan dekomposisi selanjutnya menghasilkan aldehida, asam dan keton

sehingga menyebabkan perubahan rasa dan bau. Reaksi ini dirangsang oleh

adanya logam, sinar dan mikroba yang dapat melakukan oksidasi; 2) Hidrolisis

lemak menjadi asam-asam lemak dan gliserol oleh enzim lipase. Enzim lipase

tersebut dapat berasal dari mikroba atau terdapat secara alami di dalam susu;

3) Kombinasi oksidasi dan hidrolisis menghasilkan ketengikan.

Penggaraman merupakan cara pengawetan yang telah dipraktekkan orang

berabad-abad yang lalu hingga kini masih merupakan cara pengawetan yang

penting. Disamping penggaraman dikenal pula cara pengawetan lain yaitu

pengasaman, pengawetan dengan gula, pengasapan, dan penggunaan berbagai

bahan kimia. Garam khususnya garam dapur (NaCl), dapat mengawetkan bahan

pangan. Garam dapat menghambat pertumbuhan mikroba-mikroba pembusuk

yang mengkontaminasi bahan makanan. Berbagai mikroba pembusuk khususnya

proteolitik sangat peka terhadap kadar garam. Winarno (1986) mengemukakan,

bahwa Mikroba penting seperti C. Botulinum dapat dihambat dengan larutan

Page 16: Contoh Makalah Studi Pustaka.pdf

15

garam 10 – 12 %. Garam juga dapat mempengaruhi aktivitas air (Aw) bahan

makanan sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri-bakteri yang tidak

dikehendaki. Leistner (2000) mengemukakan, bahwa garam dan asam-asam

organik dapat digunakan dalam menekan pertumbuhan mikroba pada produk.

Garam juga tidak menunjukkan kontraindikasi atau pengaruh negatif terhadap

kinerja pada asam-asam organik tersebut.

Upaya menambah daya tahan dangke, oleh ibu rumah tangga atau

pengrajin biasanya merendam dangke dalam larutan garam sebelum disimpan.

Saat akan dikonsumsi dangke direndam terlebih dahulu dalam air panas untuk

menghilangkan rasa garam berlebih pada produk. Untuk tujuan pemasaran di luar

daerah, dangke biasanya ditaburi dengan garam sebelum dikemas, atau direndam

dengan larutan garam, kemudian dijemur dan setelah kering lalu dikemas

(Kasmiati, 1997). Kondisi ini selain menurunkan nilai efisiensi pengolahan

produk, juga dapat mempengaruhi citarasa asli produk, sehingga pengurangan

kadar garam dalam pengawetan dangke perlu diupayakan, dalam hal ini adalah

asam askorbat.

Penggunaan senyawa kimia selain garam dapur telah pernah diujicobakan

pada produk dangke, penelitian yang dilaporkan oleh Fajar (2005) menunjukkan

adanya pengaruh yang positif pada daya tahan dan citarasa dangke yang

diawetkan dengan menggunakan asam sorbat. Namun demikian, penggunaan

asam sorbat dapat mempengaruhi komposisi nutrisi yang terkandung dalam

produk, terutama kandungan tiamin (B1) (Anonim, 2008; Padayatty, et. al., 2003).

Page 17: Contoh Makalah Studi Pustaka.pdf

16

Sedangkan pada penggunaan asam askorbat pengaruh ini tidak ditemukan

(Adelodum and Sanny, 2005; Morris et. al., 2004; Padayatty, et. al., 2003).

b. Peluang Penggunaan Kombinasi Asam Askorbat dan GaramBerdasarkan Konsep Hurdle dalam Pengawetan Dangke

Pada dasarnya konsep hurdle ini telah diterapkan dalam pengawetan

dangke, jika diperhatikan proses pembuatan dangke pada Gambar 2 terlihat bahwa

sebagian besar rangkaian proses pembuatan dangke juga merupakan cara untuk

mengurangi faktor-faktor yang mendukung pertumbuhan mikroorganisme. Mulai

dari saat penggaraman, pemasakan, penirisan/pencetakan, penambahan garam,

dan refrigerasi. Parameter-parameter konsep hurdle yang secara umum sudah

diterapkan pda pengawetn dangke dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Tinjauan Aplikasi Pengawetan Kombinasi pada DangkeBerdasarkan Parameter Konsep Hurdle.

Parameter Aplikasi padaDangke Keterangan

Temperatur Tinggi (F)* Pemanasan Pada saat prosespembuatan

Temperatur Rendah (T)* Peti Es/ Refrigerasi Pada saat pengangkutanPenurunan Aktifitas Air(Aw)* Penggaraman Pada saat pembuatan dan

sebelum pengemasanPeningkatan Keasaman(pH)* Belum ada -

Penurunan PotensiRedoks (Eh)* Belum ada -

Preservatif Lainnya* Belum ada -Keterangan: *Liestner (1995)

Tabel 1 menunjukkan bahawa parameter temperatur tinggi (F), temperatur

rendah (T) dan upaya untuk menurunkan aktifitas air (Aw), namun untuk

Page 18: Contoh Makalah Studi Pustaka.pdf

17

parameter peningkatan keasaman (pH), penuruanan potensi redoks dan atau

penggunaan preservatif lain belum dilakukan, dengan kata lain masih terdapat

berbagai kelemahan dalam model pengawetan tersebut. Kelemahan tersebut anara

lain pemanasan yang dilakukan adalah pemanasan pada suhu ±70oC, suhu yang

digunakan masih merupakan suhu toleran untuk pertumbuhan beberapa

mikroorganisme lain. Bahza, et. al., (2003) mengemukakan bahwa pemanasan

tidak seluruhnya efektif terutama jika kontaminan adalah bakteri-bakteri

vegetative. Kelemahan lain adalah tingginya kuantitas garam yang digunakan

dalam pengawetan, Kasmiati (1997) melaporkan bahawa daya tahan dangke

meningkat sejalan dengan kuantitas garam yang digunakan (P<0,01), namun

berpengaruh negatif terhadap nilai kesukaan (P<0,01); nilai kesukaan tersebut

kembali mengalami kenaikan apabila dangke telah direbus selama 5 menit dalam

air mendidih sebelum dikonsumsi atau diolah lebih lanjut. Suatu hal yang

menjadi catatan adalah bahwa penggaraman yang dilakukan pada proses awal

pembuatan dangke lebih ditujukan untuk penambahan citarasa dan menekan rasa

amis susu, bahkan beberapa diantara pengerajin ada yang tidak melakukan

penambahan garam pada tahapan pembuatan dangke ini.

Penggaraman merupakan aspek utama yang berperan dalam pengawetan

dangke tersebut, baik untuk tujuan pemasaran luar daerah atau disimpan untuk

konsumsi, pada penyimpanan dingin (refrigerasi), penaburan garam tetap

dilakukan. Dangke yang telah ditabaturi atau dilumuri dengan garam (garam

halus) akan menjadi lebih keras (padat) dan rasa garam yang berlebihan serta

bentuknya akan kembali lebih lunak setelah direbus dalam air mendidih.

Page 19: Contoh Makalah Studi Pustaka.pdf

18

Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan dalam pengawetan dangke dan

tetap dapat menjaga kualitas rasa dan kekhasan produk, maka mengoptimalkan

dan mengapikasikan teknologi pengawetan hurdle sangat cocok untuk dilakukan.

Jika dilakukan modifikasi pada bagan alir peses pembuatan dangke (Gambar 2)

kedalam bentuk yang mengoptimalkan pengawetan berdasarkan konsep hurdle

dengan penggunaan kombinasi asam askorbat dan garam, maka penerapan konsep

hurdle pada dangke ini dapat dilakukan sebagaimana yang ditunjukkan pada

Gambar 4.

Gambar 4. Implementasi Penerapan Teknologi Hurdle pada PengawetanDangke

Page 20: Contoh Makalah Studi Pustaka.pdf

19

Tabel 1 menunjukkan bahwa parameter peningkatan keasaman, penurunan

potensi redoks dan preservasi lain belum dilakukan pada proses pengawetan

dangke kontemporer. Gambar 4, mengilustrasikan bagaimana parameter yang

belum dipenuhi dan bagaimana optimalisasi pengawetan dengan konsep hurdle

dilakukan. Penyempurnaan konsep hurdle pada pengawetan dangke tersebut

dititik beratka pada introduksi bahan alternatif lain untuk menekan penggunaan

garam hingga level yang tidak mengganggu citarasa asli produk dan tidak

diperlukannya lagi proses perebusan untuk menghilangkan rasa asin dangke

setelah pengawetan.

Beberapa asumsi dan landasan teori sebagaimana yang telah diurai diatas

yang mengindikasikan peluang pemanfaatan asam askorbat sebagai bahan

pengawet alternatif yang dikombinasikan (pensubstitusi) garam dapat

dikelompokksn kedalam beberapa hal sebagai berikut:

1. Aspek keamanan produk;

Asam askorbat maupun dalam bentuk garamnya bersifat mudah larut dalam

air sehingga residual bahan dapat dihindari (Anonim, 2008). Hal ini pula

sehingga dalam aplikasinya, konsentrasi asam askorbat hingga 3000 mg masih

dibolehkan (Auer et. al., 1998).

2. Aspek Diskolorasi

Asam askorbat mempunyai peran dalam mencegah perubahan warna produk

dengan terhambaatnya kerja enzim Katalase, Peroksidase, Fenolase,

Lipoksigenase (Morris et. al., 2004; Kikuzaki and Nagatani, 1993).

3. Kemampuan asam askorbat dalam mempolarisasi logam

Page 21: Contoh Makalah Studi Pustaka.pdf

20

Unsur logam dalam produk merupakan salah satu media yang dibutuhkan

dalam pertumbuhan bakteri dan ikut memicu terjadinya oksidasi asam lemak

(Kikuzaki and Nagatani, 1993).

4. Menekan pertumbuhan mikroba pathogen

Mencegah kerja enzim dehidrogenase terhadap asam-asam lemak; membentuk

lingkungan dangan keasaam (pH) yang tidak kondusif untuk pertumbuhan

bakteri sehingga menghambat laju pertumbuhan bakteri (Morris et. al., 2004;

Kikuzaki and Nagatani, 1993).

5. Penganekaragaman produk

Pada dua tehun terakhir baik pengrajin dan pemerintah Kabupaten Enrekang

sedang mengembangkan diversifikasi teknologi pengolahan dangke,

contohnya adalah produk keripik dangke. Penggunaan asam askorbat selain

untuk pengawetan juga dapat menjadikan dangke sebagai produk yang

mengandung vitamin C.

Berdasarkan uraian di atas, maka Asam askorbat dapat menjadi bahan

untuk mengoptimalkan teknologi hurdle dalam pengawetan dengan memenuhi

parameter penurunan keasaman (pH) dan mencegah reaksi oksidasi reduksi pada

bahan pangan akibat potensi redoks. Implementasi penggunaan asam askorbat

ditinjau dari sudut pandang efisiensi dan efektifitas kerja pengawetan, dalam hal

ini masih belum konkrit (belum diteliti). Namun pertimbangan perbandingan atau

komposisi penggunaan asam askorbat dalam pengawetan dangke dapat merujuk

pada penggunaan asam sorbat seperti penelitian yang telah dilakukan oleh Fajar

(2005) maka dosis yang digunakan sebanyak 100, 200, dan 300 mg/liter air; untuk

Page 22: Contoh Makalah Studi Pustaka.pdf

21

penerapan pada asam-askorbat dosis yang digunakan bisa saja lebih rendah atau

lebih tinggi. Penggunaan Dosis lebih rendah dilakukan jika kita

mempertimbangjan daya larutnya yang lebih tinggi, sehingga senyawa akan lebih

mudah menempel pada permukaan produk; sedangkan Penggunaan Dosis lebih

tinggi jika mempertimbangkan waktu paruh dan cepatnya laju reasksi asam-

askorbat dibandingkan dengan asam sorbat. Semakin cepat laju reaksi yang

terjadi berarti kinerja bakteriostatik senyawa ini lebih singkat dibandigkan dengan

asam askorbat. Untuk lebih tepatnya, kiranya memang perlu dilakukan penelitian

lebih lanjut mengenai penggunaan asan askorbat.

Page 23: Contoh Makalah Studi Pustaka.pdf

22

KESIMPULAN

Berdasarkan penelusuran pustaka dan pembahasan yang telah dilakukan

maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:

Pengawetan dengan mempergunakan garam membutuhkan prosedur

tambahan dan dapat mempengaruhi citarasa khas dangke, sehingga

konsentrasi garam dalam pengawetan harus dikurangi;

Pengawetan dengan Konsep Hurdle pada dasarnya telah digunakan dalam

proses pembuatan dangke, namun masih terdapat berbagai kelemahan-

kelemahan dan belum optimalnya penerapan konsep hurdle tersebut.

Asam askorbat dapat menjadi bahan pengawet alternatif dalam proses

pengawetan produk dangke dan berpeluang untuk mengoptimalisasi

pengawetan dengan konsep hurdle;

Produk dangke yang diawetkan dengan menggunakan asam askorbat juga

dapat member nilai tambah pada produk dengan adanya kandungan asam

askorbat atau vitamin C di dalamnya.

Page 24: Contoh Makalah Studi Pustaka.pdf

23

DAFTAR PUSTAKA

Adelodun E. K. and Sanni, O.M., 2005. The preservation of Soyiru withdichloromethane extract of ginger. African Crop Science ConferenceProceedings, 7: 673-676.

Anonim, 2008. Food Additive. Learning Seed. Copyright © 2008 Learning SeedSuite 301 641 W. Lake Street Chicago, IL 60661. www.learningseed.com.

Anonim, 2010. Potensi Peternakan Kabupaten Enrekang. Situs resmi PemerintahKabupaten Enrekang. http://www.enrekang.go.id/enrekang /index.php?option= com_content&task=view&id=53&Itemid=130.

Auer, B.L., Auer, D. and Rodgers, A.L., 1998. The effect of ascorbic acidingestion on the biochemical and physiochemical risk factors associatedwith calcium oxalate kidney stone formation. Clinical Chemistry andLaboratory Medicine 36, 143-148.

Bazhal, M.I., M.O. Ngadi, and G.S.V. Raghavan., 2003. Minimal processing offoods using Hurdle technologies. Written for presentation at The CanadianSociety for Enggeneering in Agricultural, Food, and Biological System(CSAE) 2003 Meeting, Quebec, Montreal, July 6 - 9.

Buckle.1985. Penerjemah Purnomo dan Adiono. Ilmu pangan . UI press, Jakarta.

Fajar, A., 2005. Pengawetan Dangke dengan Asam Sorbat. Makalah disajikandalam Lomba Karya Tulis Ilmiah Tingkat Universitas, Universitas NegriMakassar, Makassar. Tanggal 26-28 Juli 2005.

Ishak, E., 1985. Ilmu dan Teknologi Pangan. Badan kerja sama perguruan TinggiNegeri Indonesia Timur, Ujung pandang.

Kasmiati. 1997. Pengaruh Penambahan Garam Dapur dan Lama perendamanterhadap daya tahan dangke selama penyimpanan. Skripsi. Makassar:UNM.

Kikuzaki, H. and Nakatani, N. 1993. Antioxidant effects of some gingerconstituents. J Food Sci 58: 1407-1410 .

Legowo, A. M. 2004. Kajian pengembangan produk olahan hasil ternak untukmenunjang ketahanan pangan. Jurnal Pengembangan Peternakan Tropis(Edisi: Seminar Nasional Pangan Hewani) : 240-245.

Leistner, L., 1995. Principles and applications of Hurdle technology. In GouldGW (Ed.) New Methods of Food Preservation, Springer, pp : 1–21.

Page 25: Contoh Makalah Studi Pustaka.pdf

24

_________, 2000. Basic aspects of food preservation by Hurdle Technology.International Journal of Food Microbiology, 55:181–186.

_________, and Rodel, W., 1976. The stability of intermediatemoisture foodswith respect to micro-organisms. In: Davies, R., Birch, G.G., Parker, K.J.(Eds.), Intermediate Moisture Foods,Applied Science Publishers, London,pp. 120–137.

_________, 1992. Food preservation by combined methods. Food. Res. Internat.25, 151–158.

Marsoeki, A. 1978. Penulisan Peningkatan Mutu Dangke. DepartemenPerindustrian.Balai Penulisan Kimia, Ujung Pandang.

Morris, A., A. Barnett and Olive-Jean, B. 2004. Food Preservation (Review). JFood Preserv., 37: 119-127.

Padayatty, Sebastian J.; Katz, Arie; Wang, Yaohui; Eck, Peter; Kwon, Oran; Lee,Je-Hyuk; Chen, Shenglin, and C. Christopher. 2003. Vitamin C as anantioxidant: evaluation of its role in disease prevention. Journal of theAmerican College of Nutrition 22 (1): 18–35. PMID 12569111.

Widharetna, T. 1996. Jaminan Mutu dalfu'11 Sistem Pemasaran Susu. KursusSingkat Jarninan Mutu. dalam Industri Susu. Gabungan Koperasi SUSUIndonesia. Jakarta.

Winarno. 1986. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia, Jakarta.

Page 26: Contoh Makalah Studi Pustaka.pdf

25

DAFTRAR PETANYAAN

Nama Mahasiswa: Khaeria Nur

Pertanyaan: Jenis-jenis atau contoh mikroba apa saja yang mungkin dapatmenimbulkan kerusakan pada dangke?

Jawab: Sebagaimana bakteri yang biasa ditemukan pada susu, kemungkinanbakteri pathogen yang dapat mengkontaminasi dangke antar lainadalah: 1) Clostridium Batulinum; 2) E. Coli; 3) Staphylococcusaureus; 4) Spesies bacillus; 5) Listeria monocytogenes; 6)Salmonellae Sp, dll..

Nama Mahasiswa: Selvin Tala

Pertanyaan: Bagaimana asam askorbat dapat berfungsi sebagai bahan pengawet,padahal asam-askorbat lebih dikenal sebagai bahan obat-obatan?

Jawab: Fungsi yang paling utama adalah fungsi asam askorbat sebagai antioksidan, yang dapat menekan kerusakan produk akibat potensiredoks. Potensi redoks atau kemungkinan berlangsungnya reaksioksidasi-reduksi baik oleh pengaruh kontaminasi mikroba ataupunreaksi enzimatik yang berlangsung dalam produk itu sendiri. Asam-askorbat juga bekerja menurunkan pH (6,4-6,7)* sehinggamembentuk lingkungan yang tidak mendukung untuk pertumbuhanatau perkembangan mikroba.