98
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 1/98

Cedera Medula Spinalis Non Progresif

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 1/98

Page 2: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 2/98

 populasi usia lanjut di AS, persentase CMS karena jatuh meningkat. Dibawah usia

45 tahun, jatuh memimpin mekanisme cedera. Tindak kekerasan telah menurun

dari puncaknya 21% pada 1990-1992 tetapi masih proporsional lebih tinggi di

antara Afrika-Amerika dan Hispanik dibandingkan dengan kelompok ras lainnya.

PATOLOGI

Defisit neurologis pada CMS terjadi karena adanya suatu kekuatan yang

menyebabkan kerusakan saraf pada medula spinalis. Kekuatan tersebut bisa

langsung maupun tidak langsung. Tekanan langsung dapat terjadi bila suatu benda

atau tonjolan tulang yang masuk langsung ke dalam kanalis spinal sehingga

menganggu beberapa saraf medula spinalis. Tekanan yang paling sering terjadi

adalah yang tidak langsung, misal adanya trauma fisik yang mengganggu

komponen saraf akibat kerusakan sekunder dari tempat cedera dan jaringan

sekitar.

Mekanisme cedera mempengaruhi tipe awal dari kerusakan mekanik spina,

medula spinalis, dan struktur disekitarnya. Fleksi atau hiperfleksi cedera terjadi

saat tekanan menyebabkan pergeseran anterior dari satu segmen spina dengan

yang lainnya (contoh; trauma pada bagian bawah tubuh dengan benda yang tidak 

 bergerak menyebabkan fleksi yang berat pada segmen tubuh yang lebih tinggi)

dan hasilnya adalah gangguan pada ligamen posterior,  posterior intervertebral 

disk herniation or tear, serta fraktur dan atau dislokasi corpus vertebra. Ekstensi

atau hiperekstensi terjadi saat tekanan langsung pada bagian posterior tubuh

(contoh; trauma pada bagian belakang tubuh dengan benda yang tidak bergerak)

dapat menyebabkan robekan pada ligamen anterior longitudinal, robekan atau

herniasi anterior dari intervertebral disk , dan fraktur elemen spina posterior 

dengan kompresi dan atau subluksasi. Cedera fleksi dan ekstensi paling sering

terjadi karena spina bersifat sangat fleksible. Contohnya pada spina servikalis

yang mempunyai gerakan fleksi terbesar pada C5-6 dan ekstensi terbesar pada C4-

5, sehingga membuat segmen tersebut paling sering cedera fleksi dan ekstensi.

Page 3: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 3/98

Kompresi vertebra dengan tekanan vertikal yang kuat dari arah kranial

maupun kaudal atau keduanya, mampu menyebabkan burst satu atau lebih korpus

vertebra. Burst fracture menghasilkan suatu fragmen tulang yang mampu merusak 

 jaringan di sekitar dan sering melibatkan medula spinalis. Cedera rotasional

terjadi ketika satu bagian tubuh berputar kuat secara longitudinal pada bagian

tubuh lain yang stabil atau bergerak dengan arah yang berlawanan. Gerakan yang

 berlawanan membuat suatu tekanan rotasional yang dapat menyebabkan tarikan

dan robekan pada jaringan saraf, robekan ligamen, dan fraktur vertebra.

Kerusakan primer medula spinalis diklasifikasikan sebagai benturan keras

(concussion) jika terdapat cedera yang disebabkan oleh aksi kekerasan atau benda

tajam sehingga terjadi kehilangan fungsi sementara. Perbedaannya, luka memar 

(contusion)terjadi ketika permukaan medula spinalis dan pelapisnya tetap

utuhtetapi terdapat kehilangan jaringan saraf (subtansia nigra dan alba) dari

 bagian tengah medula spinalis. Cedera dianggap suatu laserasi atau maserasi jika

glia terganggu dan terdapat suatu gangguan langsung pada jaringan medula

spinalis.

Kerusakan sekunder medula spinalis adalah kerusakan yang terjadi setelah

kerusakan struktural secara primer sehingga menimbulkan kerusakan yang lain.

Kerusakan sekunder terjadi ketika tempat lesi primer dan sekelilingnya menyebar 

ke segmen spinal yang berada di atas atau di bawah lesi awal. Awalnya, terdapat

nekrosis pada akson yang rusak akibat trauma. Diikuti oleh cedera jaringan yang

 progresif yang patofisiologinya belum dimengerti, namun sering kali dihubungkan

dengan respon vaskular dan sistem imun.

Perubahan aliran darah karena iskemik atau perdarahan menyebabkan

suatu kerusakan sel saraf lokal. Pada tempat cedera, perdarahan intraparenkim

mampu menyebabkan kerusakan jaringan dengan cepat karena terdapat stressor 

 pada pembuluh darah yang berlokasi pada substansia nigra dan batas dari subtansi

alba. Pembuluh darah perifer medula spinalis relatif terhindari dari kerusakan dini,

sebagimana  greater compliance  pada substansi alba. Kerusakan mikrovaskular 

dari substansi nigra menyebabkan kehilangan aliran darah ke medula spinalis dan

gangguan autoregulasi. Iskemik pada regio tersebut juga dapat menyebabkan

Page 4: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 4/98

edema vasogenik (secara sekunder mampu merusak sawar darah medula spinalis)

melalui tekanan langsung dari jaringan seikitar atau hasil dari vasospasme lokal.

Hal ini juga mampu memicu sel imun untuk merangsang respon

 peradangan pascatraumatik yang berkontribusi pada patogenesis sekunder akut

dan kronik CMS. Perdarahan dan kerusakan pada sawar pembuluh darah medula

spinalis menyebabkan sel peradangan meinfiltrasi bagian medula spinalis yang

cedera, bermula pada jam pertama setelah cedera dan berlanjut selama beberapa

minggu. Sel tersebut dikaitkan dengan kematian neuron, demielinisasi, dan

 perubahan lain pada substansi alba termasuk Wallerian degeneration. Kerusakan

lain juga dikatikan dengan perubahan kadar ion dan produksi radikal bebas pada

medula spinalis.

Beberapa aspek dari respon imun mungkin mempromosikan pemulihan

CMS. Respon imun yang bermanfaat mampu memulihkan debris selular dan

 pelepasan faktor pertumbuhan saraf. Hal ini dan tindakan lainnya memiliki fungsi

neuroprotektif dan dapat meningkatkan regenerasi saraf.

Meskipun kekuatan destruktif mendominasi, beberapa jaringan saraf 

medula spinalis dapat terhindar, terutama pada regio perifer. Jumlah jaringan saraf 

yang sehat digabungkan dengan intervensi medis dini mampu mengurangi

kerusakan primer dan sekunder dan dapat meningkatkan derajat fungsi sensorik 

dan motorik.

Trauma fisik merupakan penyebab primer CMS, akan tetapi terdapat juga

cedera lain yang dapat menyebabkan CMS. Berdasarkan laporan dari NSCID

tahun 1985-1995 terdapat 29% penderita mengalami fraktur dan 29% mengalami

 penurunan kesadaran. Pneumotoraks traumatika atau hemotoraks terjadi sebanyak 

18% kasus. Cedera otak berat juga menganggu fungsi kognitif dan emosi

sebanyak 11,5% pada penderita CMS.

Walaupun trauma adalah penyebab tersering CMS, terdapat patologi lain

yang dapat menyebabkan kerusakan medula spinalis. Penyebab non-traumatik 

termasuk cedera atau penyakit yang mampu menimbulkan kerusakan komponen

saraf medula spinalis, seperti transverse myelitis dan sklerosis multipel. Medula

spinalis juga bisa dirusak oleh tekanan tumor, degenerasi spinal, atau distensi

Page 5: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 5/98

intervertebral disk. Kerusakan pembuluh darah juga dapat menyebakan iskemi

atau perdarahan pada medula spinalis atau kolumna spinalis. Malformasi

kongenital spina atau kanalis spina, seperti spina bifida atau skoliosis berat

mampu menyebabkan kerusakan medula spinalis.

Cedera medula spinalis dijelaskan berdasarkan pola dan derajat fungsi

sensorik dan motorik yang tersisa setelah cedera. The International Standards for 

 Neurological Classification of Spinal Cord Injury mengatur klasifikasi CMS

secara internasional. Berdasarkan sistem tersebut,  skeletal level  mengarah pada

kerusakan vertebral terbesar pada medula spinalis.  Neurological level 

didefinisikan sebagai segmen paling bawah dari medula spinalis yang memiliki

fungsi normal sensori dan motorik pada kedua bagian tubuh. Jika segmen yang

memiliki fungsi normal hanya pada satu bagian tubuh, maka dibagi menurut

fungsinya.  Neurological level  dideskripsikan sebagai  R-sensory, L-sensory atau

 R-motor, L-motor, dengan  spinal level  yang menyertai masing-masing hal

tersebut. Sensory level mengarah pada segmen paling bawah dari medula spinalis

dengan fungsi sensorik normal pada kedua sisi tubuh, sedangkan motor level 

hampir sama hanya menggambarkan fungsi motorik normal.  Motor level kadang

dibagi menjadi upper extremity motor scores (UEMS) dan lower extremity motor 

 scores (LEMS), dan sebaliknya pada sensory level.

Cedera medula spinalis tak sempurna adalah suatu keadaan hilangnya

sebagian fungsi normal sensorik dan motorik dari segmen sakralis terbawah.

Sedangkan CMS sempurna didefinisikan sebagai hilangnya seluruh fungsi normal

sensorik dan motorik.

SYOK SPINAL

Faktor utama yang berkontribusi terjadinya komplikasi pada CMS fase

akut disebut sebagai fenomena syok spinal (areflexia). Syok spinal

dikarakteristikkan sebagai hilang total dari kontrol sensorik, motorik, dan

autonom di bawah level lesi. Hal ini terjadi segera setelah cedera dan berakhir 

dalam beberapa hari hingga minggu setelah cedera. Selama periode ini, terdapat

Page 6: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 6/98

 flaccid paralysis dari semua otot di bawah level lesi, termasuk otot polos dari

organ visceral.

Bila upper motor neuron (UMN) terlibat, maka penyembuhan syok spinal

ditandai dengan kembalinya refleks tendon dalam dan onset spastik pada otot

skeletal dan visceral. Namun, bila lower motor neuron (LMN) terlibat, maka otot

skeletal dan visceral kembali flaccid setelah penyembuhan syok spinal.

Karena syok spinal, banyak penderita CMS mengalami hipotonus dan

fleksibilitas yang baik dibawah level lesi pada pase akut, namun kemudian

 berkembang menjadi hipertonus, spastik, dan kontraktur sebagai kemajuan

rehabilitasi dan syok spinal sembuh.

 AUTONOMIC DYSREFLEXIA

 Autonomic dyreflexia (AD; juga dikenal sebagai autonomic hyperreflexia)

adalah suatu keadaan serius atau mengancam nyawa yang disebabkan oleh

episode hipertensi yang tidak terkontrol pada penderita CMS atau di atas level T6.

AD terjadi setelah periode syok spinal, yaitu saat respon refleks dan autonomik 

kembali. Survei pada CMS (1996-1998) menunjukkan bahwa 7,9% pasien

mengalami AD selama rehabilitasi. Pada pasien dengan tetraplagia sempurna,

insiden menjadi lebih tinggi yaitu 29%. Karena frekuensi dan bahayanya AD,

maka penting bagi dokter untuk mengetahui penderita CMS yang beresiko

terjadinya AD dan dapat menatalaksana dengan tepat apabila CMS terjadi.

AD merupakan hasil dari respon autonomik yang tidak terkontrol terhadap

rangsangan noxious dari internal maupun eksternal. Penyebab AD paling sering

adalah distensi vesika urinaria atau usus, walaupun terdapat penyebab lain, seperti

blocked catheter, bowel impaction, atau infeksi saluran kemih. Secara normal

 Noxious stimulus menyebabkan respons simpatetik yang berakibat terjadinya

vasokomntriksi dan meningkatkan tekanan darah. Pada penderita tanpa CMS,

tubuhnya mampu mengkompensasi fenomena ini dengan impuls penghambat

sehingga terjadi vasodilatasi dan normalisasi tekanan darah. CMS dapat

menyebabkan aktivasi mekanisme kompensasi tubuh normal di bawah level

cedera, yang berakibat escalating BP. Jika tidak ditangani dengan segera,

Page 7: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 7/98

 peningkatan tekanan darah dapat merusak otak, ginjal, mata dan jantung yang

mengarah pada perdarahan subaraknoid, kejanga, perdarahan ginjal dan retina,

serta infark myokardial.

Terdapat periode aritmia jantung dan bradikardia akibat kompensasi

terhadap peningkatan tekanan darah. Penderita mungkin mengalami gelisah.

Semua tim pengobatan (khususnya penderita CMS dan keluarga) harus diajarkan

untuk mengenali gejala tersebut dan menganggap AD sebagai suatu kedaruratan

medik.

ULKUS DEKUBITUS

Ulkus dekubitus atau pressure ulcers adalah masalah tersering yang terjadi

setelah CMS atau merupakan penyebab utama pasien kembali dirawat di rumah

sakit. Ulkus dekubitus dikarakteristikkan sebagai ulserasi iskemik jaringan lunak 

akibat tekanan yang lama.

Enam puluh hingga 80% penderita dengan CMS dapat mengalami ulkus

dekubitus selama masa hidupnya. Dan 30% penderita dapat mengalami lebih dari

satu ulkus. Hampir 30% penderita mengalami ulkus dekubitus pertama kali saat

dirawat di rumah sakit dan berlanjut selama hidupnya, dengan penelitian terhadap

 populasi dengan CMS menunjukkan hampir 20% atau lebih mengalami ulkus

dekubitus pascacedera. Di Amerika Serikat, the Centers for Disease Control and 

 Prevention (CDC) mengestimasi bahswa biaya perawatan CMS dengan ulkus

dekubitus per tahun adalah 1,2 milyar dolar. Biaya medis tersebut termasuk biaya

ekonomi, vokasional, sosial, dan psikologis terhadap penderita yang memerlukan

 perawatan luka.

Faktor risiko ulkus dekubitus adalah kehilangan fungsi sensorik, tekanan

yang lama, immobilitas,  shearing forces, maserasi kulit, dan nutrisi yang

inadekuat. Faktor tersebut dapat didukung oleh tindak kekerasan, obesitas,

merokok, higiene yang buruk, stresor psikososial, dan kepatuhan yang buruk 

(misal; posisi tidur yang baik). Bagian tubuh dengan penonjolan tulang juga

 berisiko untuk terjadi ulkus dekubitus, seperti regio sakrum, tumit, dan skapula

Page 8: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 8/98

yang sering terjadi karena posisi berbaring terlalu lama. Atau penderita yang

sering duduk pada kursi roda juga dapat menyebabkan ulkus pada daerah iskia.

Pencegahan ulkus dekubitus melibatkan banya tim medis. Jika ulkus

dekubitus terjadi, maka intervensi dini seperti menjaga bagian tubuh yang terkena

tetap bersih dan merubah posisi tubuh sesering mungkin.Terapi fisik penunjang

dan perawatan luka juga dapat melengkapi proses penyembuhan. Terapi fisik 

memiliki peranan untuk membantu mobilitas dan posisi yang mampu melindungi

kulit selama proses penyembuhan luka.

PEMERIKSAAN

RIWAYAT PASIEN

Riwayat pasien yang diperoleh dari rekam medis dan wawancara pasien

digunakan untuk membantu memandu pengujian dan pengukuran porsi

 pemeriksaan. Untuk populasi cedera medula spinalis, rekam medis harus ditinjau

untuk informasi latar belakang, termasuk tetapi tidak terbatas pada demografi

 pasien (umur, jenis kelamin, dan lain-lain) kondisi kesehatan sebelumnya dan

intervensi, riwayat perkembangan, dan riwayat keluarga. Hubungan yang spesifik 

terhadap cedera yang sekarang harus meliputi kondisi medis yang secara langsung

dan tidak langsung terkait dengan cedera medula spinalis, pengobatan, dan

laboratorium klinis serta tes diagnostik lainnya. Hal ini penting untuk meninjau

riwayat medis dan pembedahan yang berhubungan dengan cedera medula spinalis

(mekanisme cedera, patah tulang, operasi stabilisasi, dan lain-lain) karena hal

tersebut akan mengindikasikan kemungkinan gangguan primer dan sekunder yang

membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut dan juga akan memperingatkan tindakan

 pencegahan yang mungkin dibutuhkan untuk diobservasi.

Wawancara terhadap pasien dan keluarganya menghimpun informasi yang

mengarahkan terapis untuk mengembangkan ide mengenai gaya hidup pasien

sebelum terjadi cedera medula spinalis. Informasi yang diperoleh selama

wawancara harus mencakup lingkungan tempat tinggal, tingkat fungsional

sebelumnya, tingkat pendidikan, keadaan sekolah dan/atau pekerjaan, kebiasaan

sosial, kebiasaan kesehatan sebelumnya, hobi/kesenangan, karakteristik 

kepribadian secara umum, dan tujuan hidup. Informasi ini akan menjadi petunjuk 

Page 9: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 9/98

untuk evaluasi, intervensi, dan perencanaan pulang. Pasien juga harus dinilai

untuk memahami kondisi mereka saat ini dan prognosis medis yang terkait.

Bagian akhir dari wawancara pasien adalah diskusi mengenai tujuan pasien dan

hasil yang diharapkan untuk rehabilitasi dan peran yang mereka harapkan atas

terapi untuk kesembuhan mereka. Terapis harus jelas mengenai apa yang pasien

harapkan dari terapi, terapi apa yang diharapkan oleh pasien, dan bagaimana

fungsi tim rehabilitasi interdisiplin.

TINJAUAN SISTEM

Tinjauan sistem digunakan untuk menargetkan daerah-daerah yang membutuhkan

 pemerikasaan lebih lanjut dan untuk menentukan daerah yang dapat menyebabkan

komunikasi atau mengindikasikan suatu pencegahan selama pemeriksaan dan

 proses intervensi.

Terapis fisik dapat membuat keputusan klinis yang lebih baik tentang

 perawatan pasien, jika mereka mengerti pengaruh cedera medula spinalis pada

fungsi tubuh. Selama peninjauan sistem, hal yang penting adalah mengenali

 bagaimana perubahan fungsi sistem dapat mempengaruhi partisipasi individu

dalam proses rehabilitasi. Berikut adalah penjelasan dari pengaruh cedera medula

spinalis terhadap beberapa sistem tubuh.

Sistem Gastrointestinal

Saat terjadi cedera medula spinalis, komplikasi gastrointestinal jarang

terjadi dan jarang timbul keparahan dibandingkan komplikasi sistem lainnya,

tetapi bila terjadi dapat berbahaya dan memerlukan pertimbangan yang cermat.

Ileus (motilitas usus sangat menurun) dapat terjadi selama periode shock spinal,

dengan menghilangnya bising usus selama 24-72 jam setelah cedera. Perdarahan

gastrointestinal terjadi pada 3% sampai 5% pasien dengan cedera medula spinalis.

Penggunaan kortikosteroid untuk mengurangi inflamasi akut dan cedera sekunder 

di tempat cedera medula spinalis dapat meningkatkan resiko perdarahan

gastrointestinal. Profilaksis sering digunakan untuk mengurangi kejadian

 perdarahan gastrointestinal. Komplikasi perdarahan gastrointestinal yang

 berhubungan dengan cedera medula spinalis meliputi peningkatan kejadian

Page 10: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 10/98

 penyakit batu empedu, penyakit esofagus, nyeri abdomen, distensi abdomen,

disrefleksi autonom yang terkait dengan traktus gastrointestinal, dilatasi lambung

(dengan atau tanpa keterlibatan ileus) dan sindrom arteri mesentrika.

Cedera medula spinalis juga dapat mengganggu motilitas normal dan

 pengosongan usus besar. Pasien dengan perubahan fungsi usus sekunder akibat

cedera medula spinalis di deskripsikan sebagai usus neurogenik. Efek cedera

medula spinalis pada fungsi usus besar dan anorektal bergantung pada tingkat

cedera. Terdapat dua pola disfungsi secara umum. Cedera medula spinalis

lengkap/total diatas segmen medula spinalis sakralis menyebabkan UMN atau

refleksik usus dimana sfingter anal eksternus relaksasi. Dengan kondisi ini,

koneksi saraf secara utuh pada dinding usus besar (dari regio medula spinalis yang

lebih tinggi) memungkinkan untuk refleks mendorong feses. Kombinasi dorongan

yang utuh tanpa disertai relaksasi sfingter menghasilkan retensi feses dan dapat

menyebabkan beberapa gangguan gastrointestinal lainnya. Cedera medula spinalis

lengkap/total pada segmen sakralis (atau cauda equina) menyebabkan LMN atau

arefleksive usus. Dengan kondisi ini, peristaltik menurun dan denervasi tonus

sfingter rendah. Kombinasi ini menghasilkan pergerakan feses yang lambat dan

meningkatkan resiko inkontinensia feses sekunder akibat sfingter hipotonus.

Intervensi primer yang digunakan untuk mengendalikan disfungsi usus

neurogenik adalah program usus reguler yang dimulai sejak masuk rumah sakit.

Program tersebut selalu meliputi diet dan manajemen cairan dan pengosongan

usus dijadwalkan secara rutin. Pengosongan dapat dibantu atau dikendalikan

dengan stimulasi kimiawi atau mekanik, posisi, obat-obatan, atau perangkat

eliminasi. Tujuan dari program usus tersebut adalah untuk mencegah usus yang

terjepit atau gerakan usus yang tidak diinginkan. Program usus ini harus

dilanjutkan seumur hidup atau sampai ada perbaikan neurologis fungsi usus.

Penatalaksanaan Kandung Kemih

Menetapkan metode pengosongan kandung kemih secara konsisten dan

efektif adalah salah satu dari tindakan rutinitas pertama yang dibutuhkan untuk 

dikembangkan setelah cedera medula spinalis. Kegagalan pengosongan kandung

kemih secara teratur dan lengkap dapat menyebabkan infeksi saluran kemih

Page 11: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 11/98

(komplikasi terbanyak diantara korban cedera medula spinalis), disfungsi ginjal,

 batu ginjal, dan gangguan genitourinari lainnya.

Gangguan yang berhubungan dengan fungsi kandung kemih memiliki pola yang

sama seperti fungsi usus yang telah disebutkan sebelumnya. Lesi cedera medula

spinalis di atas conus medularis (cedera UMN) akan menyebabkan kandung

kemih neurogenik refleksif, dengan kemungkinan spastisitas, kesulitan berkemih,

hipertrofi otot detrusor dan refluks uretra. Lesi dibawah conus medularis (cedera

LMN) menyebabkan kandung kemih nonrefleksif yang ditandai dengan flaksiditas

dengan penurunan tonus otot sfingter dan ketidakmampuan pengosongan secara

spontan.

Pemeriksaan fungsi kandung kemih setelah cedera medula spinalis

meliputi beragam test, yang secara umum diperintahkan atau dilakukan oleh

urologis untuk menentukan pola dan tingkat masalah pengendalian kandung

kemih. Tes tersebut meliputi scans ginjal ultrasound, urinalisis, pielogram

intravena (IVPs), test urodinamik, dan berbagai macam scan kandung kemih

(misal, cystourethrograms dan cystoscopy). Setelah fungsi kandung kemih

dievaluasi, program penatalaksanaan kandung kemih dengan tujuan

mengosongkan secara efektif, minimalisasi risiko infeksi, dan mencegah

inkontinensia diantara berkemih perlu dilakukan.

Intervensi utama untuk penatalaksanaan kandung kemih pada fase akut

cedera medula spinalis (selama periode shock spinal) adalah kateterisasi (baik 

yang menetap atau intermiten). Selama fase rehabilitasi cedera medula spinalis,

intervensi untuk kandung kemih refleksif (UMN) meliputi waktu berkemih

dengan stimulasi manual (menekan pada area suprapubik, dan lain-lain), waktu

 berkemih refleksif, dan kateterisasi intermiten yang secara bertahap akan

meningkatkan interval berkemih. Pada beberapa kasus, kateter menetap jangka

 panjang dapat digunakan. Kandung kemih nonrefleksive (LMN) dapat di

tatalaksana dengan kateter intermiten dan/atau dengan teknik seperti manuver 

Valsalva (menciptakan tekanan intraabdomen yang tinggi) dan metode Crede

(pemijatan secara tidak langsung pada area kandung kemih) untuk membantu

 pengosongan. Untuk kedua lesi UMN dan LMN, obat dapat digunakan untuk 

Page 12: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 12/98

membantu mengendalikan kandung kemih atau tonus sfingter dan membantu

dengan pelatihan kandung kemih.

Perubahan Pada Kepadatan Tulang dan Pembentukan Tulang

Perubahan utama pada metabolisme tulang yaitu dimulai dalam beberapa

hari setelah cedera medula spinalis yang menyebabkan penurunan tetap densitas

mineral tulang (BMD). Kehilangan mineral tulang akan memicu osteoporosis dan

meningkatkan risiko fraktur. Mekanisme pasti dari fenomena ini belum diketahui,

tapi mungkin berhubungan dengan neurologis, sistem sirkulasi, dan/atau

 perubahan hormonal, kombinasi dari efek imobilisasi setelah terjadi cedera. Hal

yang diketahui adalah terdapat kehilangan BMD secara signifikan pada banyak 

area tubuh dibawah tingkat cedera medula spinalis dengan kehilangan BMD yang

lebih hebat pada trabekular daripada tulang kortikal. Hasil dari sebuah studi

komprehensive menyatakan bahwa BMD pada LEs berkurang sampai 22% dalam

3 bulan setelah cedera medula spinalis total dan sekitar 32% dalam 14 bulan

setelah cedera. Garland dkk memeriksa BMD pada populasi yang merupakan

 pasien cedera medula spinalis dengan fraktur lutut (tempat fraktur terbanyak pada

cedera medula spinalis kronik) dan menemukan bahwa individu yang mempunayi

BMD hanya 49% dari sebuah analog dapat bertubuh kelompok kontrol.

Penelitian yang berhubungan dengan pencegahan kehilangan mineral

tulang pada pasien dengan cedera medula spinalis telah menemukan berbagai

hasil. Beberapa studi melaporkan penurunan tingkat kehilangan mineral tulang

dengan aktivitas seperti berdiri, cara berjalan yang dibantu atau stimulasi elektrik 

yang diinduksi bersepeda. Studi lain tidak menemukan hubungan yang signifikan

antara aktivitas tersebut dengan perubahan BMD. Teknologi terbaru

memungkinkan pengukuran BMD yang lebih efektif dan kurang invasive yang

seharusnya mambantu usaha untuk menemukan teknik untuk minimalisasi

kehilangan mineral tulang setelah cedera.

Page 13: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 13/98

Osifikasi heterotipik (HO) neurogenik didefinisikan sebagai pertumbuhan

tulang abnormal dalam jaringan extraartikular. Osifikasi heterotipik yang

 progresif menyebabkan keterbatasan gerakan otot dan sendi yang parah.

Walaupun patofisiologi HO yang pasti belum diketahui dengan baik, secara

umum dianggap bahwa mikrotrauma dan stres mekanik pada musculotendinous

apparatus menginduksi osifikasi secara langsung dengan melepaskan osteoblast-

 stimulating factors atau secara tidak langsung dengan adanya respon inflamasi

lokal.

HO pada umumnya terjadi pada sendi distal pada cedera medula spinalis

dan paling sering terjadi pada pinggul dan lutut. Pada beberapa kasus yang hebat,

HO menyebabkan keterbatasan yang cukup parah sampai keterbatasan gerak,

komplikasi higienitas, dan predisposisi untuk individu mengalami ulkus. HO telah

dilaporkan terjadi pada 16%-53% individu dengan cedera medula spinalis baru.

Individu dengan cedera medula spinalis total, dengan spastisitas hebat, dan

dengan ulkus karena tekanan memiliki risiko yang besar untuk mengalami HO.

HO biasanya berkembang dalam 6 bulan pertama setelah cedera dan stabil dalam

18-24 bulan setelah serangan.

Intervensi untuk HO meliputi pengobatan profilaksis dan mobilisasi otot

dan sendi secara gentle. Hati-hati pada range of motion (ROM) pasif dan latihan

mobilisasi sendi untuk mencegah pemendekan jaringan harus diperhatikan dan

dilakukan segera setelah pasien stabil dan seharusnya dilakukan secara konsisten

selama rehabilitasi. Penundaan aktivitas ROM meningkatkan risiko terhadap

 jaringan yang memendek akan trauma oleh aktivitas ROM selanjutnya dan latihan

ROM secara agresif yang dimulai pada saat tersebut akan menimbulkan

mikrotrauma dan pembentukan HO. Pada beberapa kasus HO yang hebat,

 pembedahan mungkin diindikasikan untuk membuang kelebihan tulang dan

mencoba untuk mendapatkan kembali gerakan sendi yang dibutuhkan untuk 

 pergerakan fungsional.

Pertimbangan Pernapasan

Page 14: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 14/98

Individu dengan cedera medula spinalis berisiko untuk mengalami

komplikasi pernapasan. Pneumonia adalah penyebab pemicu kematian untuk 

semua individu dengan cedera medula spinalis dan emboli pulmonal adalah

 penyebab kematian kedua dalam satu tahun pertama setelah cedera. Dalam waktu

satu tahun setelah cedera, individu dengan cedera medula spinalis memiliki

kemungkinan 80 kali lipat unutk mengalami pneumonia atau influenza daripada

orang lain pada populasi umum. Risiko tetap meningkat dibandingkan populasi

umum mengenai sisa waktu hidup bagi individu yang menggunakan bantuan

ventilator. Setelah rehabilitasi lengkap, jika stabil, pernapasan tanpa bantuan

tercapai, tingkat kematian terkait dengan pendekatan norma pada populasi dengan

 penyakit pernapasan. Insiden komplikasi paru juga ditemukan secara langsung

 berhubungan dengan usia (lebih tinggi pada usia yang lebih tua) dan dengan

tingkat dan kelengkapan cedera medula spinalis (lebih hebat dengan tingkat

cedera yang lebih tinggi dan dengan cedera total).

Untuk individu dengan tetraplegi, kerja sistem pernapasan meningkat

karena beberapa faktor, diantaranya parese atau paralysis otot inspirasi,

 berkurangnya gerakan dinding dada, parese atau paralysis otot ekspirasi,

 perubahan posisi diafragma, perubahan postural, dan berkurangnya gerakan

fungsional. Bergantung pada tingkat cedera, juga terdapat kehilangan total atau

sebagian otot pernapasan secara primer dan sekunder.

Lesi medula spinalis total pada atau diatas C3 menyebabkan paralisis total

 pada diafragma dan membutuhkan resusitasi segera dan bantuan ventilator 

mekanik sepanjang hidup untuk bertahan hidup. Ventilator mekanik mungkin juga

dibutuhkan sementara atau dalam janka waktu lama untuk individu dengan acute

ascending edema pada cedera medula spinalis segmen cervical bawah, untuk 

 pasien dengan penyakit paru, atau untuk pasien dengan trauma pada paru atau

abdomen.

Untuk individu dengan cedera medula spinalis segmen cervical bawah atau

thoraks atas, cedera dapat menyebabkan paralisis total atau sebagian pada

diafragma, otot intercosta, dan otot abdomen. Hal ini dapat mengurangi aliran

inpirasi dan ekspirasi, volume tidal, dan kapasitas vital. Kelemahan otot-otot

Page 15: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 15/98

inspirasi menyebabkan hipoventilasi alveolar, hipoksemia, dan hiperkapnia,

sehingga membuat individu rentan mengalami atelektasis dan infeksi paru.

Dengan berkurangnya fungsi otot abdomen, bantalan untuk isi lapisan visceral

hilang, yang akan mengurangi sokongan diafragma dan menyebabkan posisi

istirahat diafragma menjadi ke bawah sehingga cenderung menurun dan

mengakibatkan penyimpangan dan penurunan yang nyata pada kapasitas inspirasi.

Perubahan dinamika pernapasan ini menyebabkan pernapasan  paradoxical,

dimana abdomen terangkat naik serta dada tertarik masuk saat inspirasi dan

abdomen turun serta dada mengembang saat ekspirasi. Perubahan pola pernapasan

ini menyebabkan pendataran pada dinding dada bagian atas, pengembangan

dinding abdomen, dan pada akhirnya perubahan muskuloskeletal pada tulang

 belakang. Volume ekspirasi pasif menurun pada individu tersebut karena

hilangnya elastic recoil dari tonus rendah dinding abdomen dan ekspirasi paksa

terbatas karena hilangnya fungsi otot-otot intercosta dan abdomen. Dapat juga

terjadi paralisis atau batuk yang lemah, dengan berkurangnya kemampuan untuk 

mengeluarkan sekret dan meningkatkan risiko infeksi paru.

Dalam beberapa bulan setelah cedera terjadi, kekuatan dan mobilitas

meningkat, kapasitas vital meningkat pada pasien dengan diafragma yang utuh.

Kapasitas vital dapat dibantu dengan memberi sokongan pada dinding abdomen

dengan alat eksternal (misal, pengikat abdomen) atau dengan mengembangkan

spastisitas ringan tulang belakang. Bagaimanapun juga spastisitas thorak yang

hebat dapat menurunkan compliance dinding dada dan meningkatkan kerja

 pernapasan.

Intervensi heterotopic ossification (HO) melibatkan pengobatan,

 pencegahan, dan mobilisasi otot dan sendi. Latihan ROM pasif dan mobilisasi

 persendian berguna mencegah terjadinya pemendekan jaringan pada pasien

immobilisasi dan hal ini dilakukan selama proses rehabilitasi. Penundaan waktu

aktivitas ROM dapat meningkatkan resiko pemendekan jaringan oleh keadaan

imobilisasi. Jaringan tersebut akan terluka oleh latihan ROM secara agresif pada

waktu berikutnya yang memicu terjadinya mikrotrauma dan pembentukan HO.

Pada kasus HO yang berat, pembedahan diindikasikan untuk memindahkan

Page 16: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 16/98

kelebihan tulang dan mencoba untuk mendapatkan kembali pergerakan sendi

untukfungsi mobilisasi.

Pertimbangan pernapasan

Individu dengan gangguan medula spinalis adalah resiko terjadinya

komplikasi pernapasan. Pneumonia adalah penyebab kematian penderitaCMS dan

emboli paru sebagai faktor pencetus kedua dari kematian pada tahun pertama

setelah cedera. Dalam tahun pertama setelah cedera, penderita CMS lebih dari 80

kali lebih sering meninggal dengan pnuemonia atau influenza dibandingkan

 penyakit lain pada populasi umum. Risiko-risiko ini meningkat dibandingkan

dengan populasi yang menggunakan bantuan ventilator. Setelah rehabilitasi, jika

tetap maka angka kematian akan tergantung pada penyakit pernapasan yang akan

dideritanya. Angka kejadian dari komplikasi pernapasan diemukan juga

 berhubungan dengan usia (lebih tinggi terjadi pada usia lebih tua) dan dengan

tingkat dari CMS.

Pada individu dengan tetraplegi, kerja pernapasan meningkat karena

 beberapa faktor meliputi parese dan atau paralisis otot-otot pernapasan, penurunan

mobilitas dinding dada, parese atau paralisi otot-otot ekspirasi, perubahan posisi

diafragma, perubahan postural, dan penurunan mobilisasi fungsional. Tergantung

 pada tingkat perlukaan sehingga terdapat total atau sebagian hilangnya kerja otot-

otot pernapasan primer dan sekunder (tabel 20-2).

Lesi total pada medula spinalis pada atau diatas C3 menyebabkan paralisis

total dari diafragma dan dibutuhkan segera resusitasi dan ventilator mekanik 

untuk memperpanjang hidup. Ventilasi mekanik juga disediakan untuk sementara

atau waktu yang panjang pada individu dengan kenaikan edema akut pada CMS

cervikal yang lebih bawah, pada pasien dengan riwayat penyakit paru, atau pada

 pasien dengan trauma langsung pada paru atau abdomen.

Page 17: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 17/98

Tabel 20-2. Inervasi Otot Pernapasan

Otot-otot Tingkat inervasi

INSPIRASI

Diafragma

Intercosta eksterna

Sternokleidomastoidea

Scalenes

Otot-otot aksesorius: Trapezius,

 pektoralis minor, seratus anterior 

EKSPIRASI

Intercosta interna

Abdominalis

C3, C4, C5

T1-T2

Saraf Kranial 11

C1, C2

T1-T2

T7-L1

Pada individu dengan CMS servikal bawah dan thorakal atas, cedera akan

menyebabkan paralisis total atau sebagian dari diafragma, interkosta, dan otot-otot

abdomen. Hal ini dapat menurunkan aliran udara ekspirasi dan inspirasi, volume

tidal, dan kapasital vital paru. Kelemahan otot-otot inspirasi menyebabkan

hipoventilasi alvoli, hipoksemia, dan hiperkapnia, yang membuat individu

cenderung untuk terjadi atelektaksis dan infeksi paru. Pada penurunan fungsi otot-

otot abdomen, maka akan hilang kekuatan diafragma untuk kontraksi mendatar 

sehingga terjadi penurunan kapasitas inspirasi. Perubahan ini akan menghasilkan

 paradoxical breathing, yaitu abdomen naik dan dada terdorong pada saat inspirasi

serta abdomen turun dan dada mengembang pada saat ekspirasi. Perubahan pola

Page 18: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 18/98

ini menyebabkan pendataran pada dada atas, pengembangan dinding abdomen,

dan akhirnya perubahan muskuloskeletal pada tubuh. Volume ekspirasi pasif 

menurun pada beberapa individu karena kehilangan elastisitas dan tonus dinding

abdomen, dan kekuatan ekspirasi menjadi berkurang akibat hilangnya fungsi otot

intercosta dan abdomen. Adapun terdapat paralisis atau batuk lemah, yang mana

kurangnya kemampuan untuk mengeluarkan sekret dan meningkatkan resiko

infeksi pulmonal.

Dalam beberapa bulan setelah cedera, sebagai kekuatan dan peningkatan

mobilitas, kapasitas vital seharusnya meningkat pada pasien dengan diafragma

yang utuh. Kapasitas vital juga dapat dibantu dengan penyediaan alat bantu pada

dinding abdomen dengan alat eksternal (contoh: pengikat abdomen) atau dengan

 pengembangan mild trunk spasticity yang dapat menurunkan keluhan dinding

dada dan meningkatkan kerja pernapasan.

Kardiovaskular

Tiga kondisi mayor kardiovaskular akut berhubungan dengan CMS.

Disrefleksi autonom dan emboli paru telah disebutkan sebelumnya.  Deep vein

thrombosis (DVT) adalah komplikasi ketiga yang harus diperhatikan terutama

sejak awal manajemen setelah luka.

Faktor yang berpengaruh untuk DVT pada populasi CMS meliputi

 penurunan fungsi mobilisasi dan hilangnya inervasi simpatetik. Kombinasi ini

menyebabkan vasodilatasi dari pembuluh darah. Kegagalan menyadari dan

mengobati DVT dapat menyebabkan emboli paru dan kematian. Green et al

menyebutkan dalam riwayat rehabilitasi 243 pasien CMS ditemukan bahwa

tromboemboli lebih banyak berkembang pada pasien usia lanjut, kegemukan, dan

yang memiliki paralisis atau kanker. Gejala klinis DVT dapat ditemukan edema,

 panas, atau kemerahan pada ekstremitas yang terkena, nyeri pada betis dengan

 penegangan otot, dan demam. Karena gejala klinisnya memiliki sensitivitas dan

spesivisitas yang rendah terhadap DVT, maka skrining medis dapat diindikasikan

untuk pasien CMS. DVT aktif diterapi dengan pengobatan aintikoagulan dan

adakalanya dengan bedah pemindahan vaskular. DVT and emboli paru harus

Page 19: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 19/98

sangat diperhatikan selama terapi CMS akut (dalam 7-10 hari setelah cedera) dan

memiliki angka kejadian yang rendah pada CMS kronik (kurang dari 1% per 

tahun setelah perlukaan).

Terdapat pertentangan fakta tentang efek CMS terhadap risiko terjadinya

 penyakit kardiovaskular seperti hiperkolesterolemia, hipertensi, dan penyakit

 jantung koroner. Pertanyaan muncul tentang berapa banyak yang telah diobservasi

tentang perubahan kardiovaskular secara langsung yang berhubungan dengan

 perubahan metabolik dan sistemik yang dihasilkan dari CMS dan atau seberapa

 banyak hal-hal tersebut berhubungan dengan perubahan gaya hidup dan tingkat

aktivitas setelah perlukaan. Contohnya, pada individu dengan paraplegi, total

kolesterol, LDL, dan trigliserid yang mana kesemuanya ditemukan lebih tinggi

hampir pada semua orang yang tertekan. Penelitian lebih lanjut dibutuhkan untuk 

mengidentifikasi hubungan antara CMS dan faktor risiko kardiovaskular dan

untuk mengembangkan panduan untuk meminimalkan risiko tersebut.

Fungsi seksual

Pertanyaan tentang fungsi seksual akan sering muncul pada laki-laki dan

 perempuan dengan CMS selama proses rehabilitasi. Karena seksual adalah

masalah yang sensitif, beberapa pasien boleh melakukan pendekatan subjek 

dengan peserta lain pada tim terapi yang memiliki kepercayaan terutama PI primer 

mereka. Untuk alasan ini, Penting bagi pemberi terapi untuk memiliki dasar-dasar 

 bagaimana CMS mempengaruhi fungsi seksual dan kemampuan pencarian

informasi untuk menjawab pertanyaan langsung dari pasien. Semua pasien

seharusnya didorong untuk mencari terapi dan konseling untuk pemecahan

tentang masalah fungsi seksual.

Fungsi seksual laki-laki

Fungsi seksual laki-laki setelah CMS berubah sesuai dengan tingkat

lukanya. Fungsi sensori sering hilang atau terganggu setelah luka, menghasilkan

hilang atau berubahnya respon stimulus taktil. Fungsi ereksi dapat berubah pada

dua tingkat. Ereksi psikogenik (ereksi dihasilkan dari input sensori yang

Page 20: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 20/98

menghasilkan emosi erotis) yang dimediasi oleh T10-T12. CMS pada atau di atas

tingkat ini akan menghasilkan hilangnya ereksi psikogenik, yang mana luka di

 bawah tingkat ini tidak akan menghilangkan fungsi ereksi tersebut. Refleks ereksi

(ereksi yang tejadi tanpa sadar dan bukan hasil dari input ke otak) terjadi melalui

aktivasi saraf sensorik di S2-S4. Kebanyakan laki-laki dengan CMS memiliki

refleks ereksi jika tidak ada kerusakan langsung pada segmen spinal tersebut.

Pada beberapa kemampuan ereksi yang sering terjadi, kualitas, dan durasi

ereksi bisa ataupun tidak bisa untuk bersenggama. Untuk individu dengan

disfungsi ereksi sekunder dari CMS, terdapat beberapa pilihan intervensi untuk 

meningkatkan fungsi seksualnya, meliputi terapi oral, injeksi, atau disisipkan pada

 penis, penanaman penil, dan alat vakum dengan tegangan cincin. Psikiatrik dan

ahli urologi seharusnya mendiskusikan keuntungan dan kerugian dari macam-

macam terapi dengan individu yang mengalami gangguan tersebut.

Meskipun dengan kemampuan ereksi yang cukup untuk aktivitas seksual,

sebanyak 90% laki-laki dengan CMS tidak dapat ejakulasi selama bersenggama.

Masalah ini berhubungan dengan rangakaian sinergi dari otak untuk memicu

respon input sensorik, dari T10-T12 untuk emisi dan S2-S4 untuk ejakulasi, dapat

menjadi kekacauan fungsi ejakulasi, yang mana perubahan kontrol spinkter dari

sistem genitalurinaria dalam produksi semen yang dikeluarkan lewat kandung

kemih lebih cepat dibandingkan melalui uretra. Meskipun ejakulasi dapat terjadi,

kematian dari sperma pada laki-laki dengan CMS adalah 20%.

Fungsi ejakulasi yang jelek dikombinasikan dengan kematian sperma yang

tinggi dan kosentrasi sperma yang rendah menyebabkan fertilitas yang sangat

rendah pada laki-laki dengan CMS. Oleh karena itu, sejumlah dari intervensi yang

dilakukan untuk membantu laki-laki dengan CMS dan untuk laki-laki yang telah

 punya anak. Beberapa teknik meliputi stimulasi penil vibrator, rectal probe

ejaculation, dan penuaian semen. Beberapa teknik ini dikombinasikan dengan

inseminasi intrauteri atau fertilisasi in vitro untuk membantu terjadinya

kehamilan. Meskipun teknik-teknik ini sangat baik dalam peningkatan

keberhasilan kehamilan, namun teknik ini memerlukan biaya yang sangat mahal

dan waktu yang panjang serta stress pada pasangan tersebut.

Page 21: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 21/98

Page 22: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 22/98

TES DAN PENGUKURAN

Riwayat pasien dan sistem pemeriksaan seharusnya dipandu oleh klinisi

dengan spesifik tes dan pengukurang tiap individu. Tujuan komponen ini dalam

 pemeriksaan adalah untuk memberikan identifikasi yang lebih akurat dari

keluhan, mengidentifikasi keterbatasan daerah yang akan digunakan untuk tujuan

fungsi akhir, rencana intervensi, dan aspek rencana perawatan lainnya. Pada

 bagian ini akan meringkas tes dan pengukuran yang sering digunakan pada

 populasi dengan CMS. Ini berguna sebagai panduan umum untuk menentukan

aplikasi yang akan diberikan pada pasien.

Muskuloskeletal

Sikap badan/postur

Observasi posisi duduk seharusnya fokus pada kemampuan untuk tegak 

melawan gravitasi, simetris, skapula posisi, penggunaan lengan untuk membantu

mempertahankan posisi tubuh, dan posisi dari tubuh dan pelvis. Ketidaksimetrisan

mengindikasikan perbedaan dari fungsi motorik kanan dan kiri. Asimetris juga

mengindikasikan perbedaan dari pendistribusian berat tubuh, meningkatkan resiko

gangguan kulit. Posisi skapula lebih awal mengindikasikan keseimbangan otot

dan kontrol pada daerah skapula. Penggunaan bantuan lengan dan atau

kemiringan yang ekstrem pada anterior dan posterior pelvik untuk memelihara

kontrol tubuh sebagai kompensasi yang sering mengindikasikan kontrol tubuh

yang jelek.

Karakteristik antropometer

Komposisi dan proporsi tubuh telah tercatat. Hubungan panjang tungkai

dan tubuh sangatlah penting, pada tungkai yang lebih panjang akan mendapat

Page 23: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 23/98

keuntungan dari lebih panjangnya lengan dalam menutup rantai aktivitas lengan

tetapi juga akan meningkatkan kontrol untuk terapi kelemahan dan spastik.

Obesitas akan meningkatkan kerja ekstrimitas selama mobilisasi dan mengurangi

ROM dari pelvis dan pinggul untuk mobilisasi. Individu yang sangat kurus atau

yang mengalami kehilangan berat tubuh secara cepat selama masa perawatan

lebih memiliki kerentangan terhadap terjadinya ulkus.

Batas gerakan

Evaluasi total dari semua gerakan yang mungkin pada semua persendian

sangat penting dalam penilaian pasien dengan CMS karena ROM yang ekstrem

sering memiliki peran penting dalam kompensasi kekurangan kekuatan. Tes

standar genometer dianjurkan tetapi akan sulit dengan tindakan pencegahan,

kehadiran alat stabilisasi spinal, atau dengan pasien dengan ketidakmampuan

mentoleransi beberapa posisi tes yang standar. Variasi dari posisi tes yang standar 

atau tatacara seharusnya tercatat.

Daya guna otot

Tes manual otot (MMT) ditunjukkan pada semua kelompok-kelompok 

otot. The American Spinal Injury Association (ASIA) dan  International Medical 

Society of Paraplegi mengembangkan sebuah sistem pemeriksaan SCI yang

diketahui sebagai the International for Neurological Classification of SCI . ASIA

merekomendasikan tes kekuatan dirancang pada kelompok otot pada masing-

masing 10 pasang myotomemenggunakan rangkaian rostral dan kaudal. Kekuatan

otot direkam menggunakan skala MMT 0-5. Skor-skor motorik ini dijumlahkan

untuk menentukan total skore motorik. Dokter juga melakukan tes untuk menilai

kekuatan otot pada spinkter ani dan mencatat hasilnya memiliki kontaksi atau

tidak pada pemeriksaan tersebut. Skor ini dikombinasikan dengan skor sensorik 

dan informasi lain untuk membantu menentukan diagnosis dan prognosis pada

individu dengan CMS.

Karena orang-orang dengan kelemahan otot akan menggunakan otot lain

untuk melakukan suatu pergerakan yang mungkin, perabaan adalha penting dalam

Page 24: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 24/98

tes otot pada penderita CMS. Karena sendi-sendi proksimal dan stabilisasi segmen

tubuh sering terganggu akibat kerusakan saraf, stabilisasi eksternal dari daerah-

daerah proksimal dibutuhkan selama proses tes untuk menilai kekuatan pada

 bagian distal secara akurat. Contohnya, pada seorang dengan tetraplegi tidak dapat

menahan kekuatan pada tes otot bisep kecuali trunkus eksternal membantu pasien

selama tes. Seperti pada pengukuran ROM, komplikasi dicegah dengan

 penggunaan tes standar posisi. Penggunaan posisi alternatif seharusnya tercatat

dan menjaga konsistensi untuk pemeriksaan berikutnya.

Integritas dan mobilitas sendi

Integritas dan mobilitas sendi selalu dinilai dalam pemeriksaan sendi

menggunakan palpasi dan observasi, pergerakan aktif, dengan bantuan dan

 pergerakan pasif. Karena peningkatan permintaan untuk lengan selama mobilisasi

 pasien-pasien dengan CMS, integritas dari skapulotorak, bahu, siku, dan

 pergelangan tangan adalah hal yang penting diperhatikan pada populasi tersebut.

Neuromuskular

Kognitif 

Penilaian dasar kognitif, seperti  Mini Mental State Examination (MMSE)

sering digunakan untuk menentukan potensi pasien untuk dilakukan rehabilitasi.

Karena hasil laporan NSCID bahwa hilangnya kesadaran pada 28,2% pasien

dengan SCI dan cedera kepala memberikan efek pada fungsi kognitif dan emosi

 pada 11,5% kasus. Penting untuk menyadari tanda-tanda trauma cedera otak dan

kemungkinana yang dibutuhkan untuk tes neurologis.

Nyeri

Angka kejadian nyeri setalah CMS cukup bervariasi, tetapi nyeri akan

sangat mempengaruhi proses rehabilitasi, fungsi mobilitas, kualitas hidup, dan

 psikologis penderita CMS. Pada suatu penelitian terhadap penderita CMS yang

mendapatkan penilaian kesehatan yang teratur. Budh et al menemukan bahwa

63,7% pasien dilaporkan mengalami nyeri, dengan 32,3% melaporkan bahwa

Page 25: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 25/98

nyeri yang dirasakan cukup berat untuk memberikan efek negatif dari kualitas

hidup mereka. Sebuah survei pasien selama rehabilitasi memiliki hasil yang

hampir sama (79% dengan 37,9% yang menggangu hidup mereka). Nyeri

 biasanya tiimbul segera setelah cedera tetapi dapat juga timbul lama setelahnya.

Kuantitas dan kualitas nyeri setelah CMS sangat rumit karena metode

yang digunakan untuk mempelajari nyeri pada pasien CMS bermacam-macam,

secara luas diterima dengan metode pengklasifikasian nyeri setelah CMS. The

 McMaster University Evidence-Based Practice Center mempelajari literatur untuk 

melihat hubungan CMS dengan nyeri neuropatik dan menemukan 132 penelitian

yang mencari hubungan tersebut, 6 dari penelitian dengan randomized controlled 

trials (RCTs), dan banyak yang kekurangan yang melaporkan keterbatasan

validitas penilaian mereka, relevansi, kecermatan, dan aplikasi klinisnya.

Neuromuskular

Kognitif 

Skrining kognitif dasar, misalnya dengan  Mini Mental State Examination

(MMSE), sering digunakan untuk menentukan kemampuan pasien selama

menjalani rehabilitasi. Karena laporan penyakit-penyakit medulla spinalis

nonprogresiv (NSCD) dengan penurunan kesadaran sebanyak 28,2% dari pasien

 NSCD, dan 11,5% cedera kepala berdampak pada fungsi kognitif dan emosional,

maka penting untuk mengenali tanda-tanda trauma kepala dan kemungkinan

membutuhkan pemeriksaan neurologic lebih lanjut.

Nyeri

Insiden nyeri setelah CMSbermacam-macam, tapi nyeri bisa secara

signifikan berdampak pada proses rehabilitasi fungsi gerak, kualitas hidup dan

memperbaiki psikologisnya. Berdasarkan penelitian pasien CMS yang sedang

mengikuti penilaian kesehatan reguler, Budh dkk menemukan bahwa 63,7%

 pasien dilaporkan mengalami nyeri, dengan 32,3% nyeri hebat yang cukup

menimbulkan dampak negatif pada kualitas hidup mereka. Sebuah survey

terhadap pasien-pasien selama menjalani rehabilitasi menunjukkan hasil yang

Page 26: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 26/98

sama (79% dan 37%, berturut-turut). Nyeri biasanya muncul segera setelah cedera

tapi bisa juga muncul belakangan.

Penilaian kuantitas dan kualitas nyeri setelah CMSsulit karena metode-

metode yang digunakan selama penelitian ini bermacam-macam dan karena bukan

satu, secara luas menerima atau mengesahkan metode pengklasifikasian nyeri

setelah CMS. The McMaster University Evidence-Based Practice Center 

melakukan pencarian literatur secara luas mengenai hubungan CMS dengan nyeri

neuropatik, dan menemukan 132 studi yang sesuai dengan criteria pencarian

mereka, hanya 6 dari 132 dengan randomized controlled trials (RCTs) yang

mempunyai keterbatasan dalam penilaian validitas mereka, relevansi, ketepatan,

dan aplikasi klinik mereka. Tiadak ada studi yang mengevaluasi peranan

algoritma penatalaksanaan atau pendekatan multidisiplin terhadap nyeri. Tidak 

ada kesimpulan pula yang bisa menggambarkan tentang efektivitas

 penatalaksanaan nyeri pada pasien CMS.

 Nyeri setelah CMS secara umum bisa dikategorikan sebagai nyeri

nosiseptik atau nyeri neuropatik. Nyeri nosiseptik muncul ketika mengenai

nosiseptor perifer di sebagian atau seluruh bagian tubuh yang diinervasi yang

diaktifkan oleh iritasi lokal atau kerusakan jaringan nonneural. Kategori ini

meliputi nyeri muskuloskeletal atau viseral. Nyeri neuropatik muncul sebagai

hasil kerusakan langsung pada jaringan saraf di sistem saraf perifer ataupun pusat.

 Nyeri ini meliputi nyeri sentral, nyeri radikuler, dan sindroma nyeri regional

kompleks. Nyeri pada CMS bisa berturut-turut dibagi menurut lokasi di atas atau

di bawah tingkat cedera.

Adanya intensitas dan lokasi nyeri dicatat saat pemeriksaan atau pada

 pemeriksaan ulangan secara periodik. Nyeri bisa diukur dengan bermacam-macam

skala standar nyeri, indeks, atau kuesioner.

Integritas reflex

Refleks diperiksa dengan menggunakan palu refleks pada tendon dari otot

refleks. Otot bisep, trisep, quadrisep, dan yang paling sering diperiksa adalah otot

trisep. Pada periode akut, syok spinal bisa muncul pada keadaan arefleksia.

Page 27: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 27/98

Pemeriksaan ulang secara periodik dari aktivitas refleks diindikasikan untuk 

menentukan akhir dari periode syok spinal, untuk tujuan diagnosis.

Integritas sensorik 

Pemeriksaan dengan sentuhan ringan, nyeri (tajam/tumpul), membedakan

sentuhan, sensasi suhu, proprioseptif, dan kinesthesia dilakukan pada seluruh

tubuh. Untuk sentuhan ringan, membedakan nyeri, suhu, dan membedakan 2 titik 

dilakukan pendekatan stimulus yang diaplikasikan untuk satu titik pada tubuh dan

menanyakan pasien apakah mereka sadar terhadap stimulasi dan/atau apakah

mereka merasakan titik yang diperiksa. Untuk pasien CMS, stimulus diperiksa

menurut pola dermatom untuk mengevaluasi tingkat neurologic dari CMS. Sistem

klasifikasi ASIA menggunakan sentuhan ringan (kapas) dan peniti diperiksa pada

titik khusus di masing-masing 28 dermatom pada kedua sisi tubuh. Hasil

 pemeriksaan dinilai dengan 3 titik, 0 = tidak ada, 1 = kerusakan, 2 = normal

(dengan NT = tak dapat ditentukan). Nilai ini kemudian dijumlahkan sesuai

dermatom dan sisi tubuh untuk menghasilkan nilai kedua sensori. Nilai  Pin Prick 

dan nilai Light Touch.

Kotak 20-1 Substitusi Umum pada Pemeriksaan Manual Otot

Ekstremitas Atas dan Skapula

Trapezius Atas

• Substitusi levator skapula; menghasilkan elevasi skapula dan adduksi dari

 batas medial skapula

Trapezius Tengah

• Substitusi rhomboids; menghasilkan adduksi scapula dan rotasi medial

dari sudut inferior skapula

• Substitusi levator skapula; menghasilkan elevasi skapula dan adduksi dari

 batas medial skapula

Rhomboids

Page 28: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 28/98

• Substitusi trapezius tengah; menghasilkan adduksi murni dari batas medial

skapula• Pasien bisa mengangkat tangan mulai dari pantat dengan menggunakan

otot ekstensor bahu (deltoid posterior, teres mayor, latsitimus dorsi, dan

trisep)

• Pasien bisa juga hanya mengangkat tangan mulai dari pantat dengan

mengedepankan skapula menggunakan pektoralis, khususnya pektoralis

minor dengan korakobrakialis

Serratus Anterior • Substitusi pektoralis minor dan korakobrakialis

• Skapula tidak bisa wing off dada/dinding torak pada posisi prone-on siku

Bisep

• Substitusi brakiobrakialis di mana fleksi siku muncul pada midposisi dari

 pronasi dan supinasi, tapi pasien tidak mampu untuk fleksi siku dengan

supinasi penuh

Pektoralis mayor 

• Pasien bisa mengadduksikan komponen internal rotasi dari otot dengan

kepala bisep, korakobrakialis, dan anterior deltoid, mungkin pula

latissimus dorsi

• Ingat inervasi segmental untuk komponen klavikula dari pektoralis mayor 

adalah C5-6, sedangkan inervasi segmental komponen sternal dari

 pektoralis mayor adalah C7-8 sampai 11 (mungkin meliputi C6)

Trisep

• Pasien bisa menggunakan rotator eksternal bahu (supraspinatus,

infraspinatus, teres minor) sampai tangan pada posisi di mana gravitasi

akan memanjang siku

• Ketika berat hubungan pada ekstremitas atas, pasien bisa menggunakan

 beberapa rotasi eksternal bahu; bagaimanapun beberapa penguncian dari

siku pada ekstensi dilakukan oleh pektoralis mayor, bisep, dan

korakobrakialis

Page 29: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 29/98

Deltoid

Paralisis dari serat-serat bagian dalam deltoid dikompensasi oleh deltoid,trisep, klavikula pektoralis, rotator eksternal mayor bahu, dan serratus

anterior 

Rotator Eksternal Bahu

• Pasien bisa menurunkan bahu supaya gravitasi bisa merotasi bahu

• Pasien bisa menggantikan dengan supinator dari lengan bawah dan

ekstensor pergelangan tangan untuk membantu merotasikan pergelangan

tangan dan lengan dengan gravitasiSupinator 

• Pasien bisa menggantikan dengan bisep, rotator eksternal bahu,

 brakiobrakialis, dan ekstensor pergelangan tangan

Rotator Internal Bahu

• Substitusi pektoralis minor dan korakobrakialis dengan memperpanjang

 bahu sehingga gravitasi bisa merotasi bahu secara internal

•Pasien bisa juga mengganti dengan pronator, fleksor pergelangan tangan,

dan brakiobrakialis

Pronator 

• Pasien bisa mengganti dengan rotator internal bahu dan brakoradialis

Ekstensor Pergelangan Tangan

• Pasien bisa mengganti dengan merotasi secara ekternal bahu supaya

gravitasi bisa memanjangkan pergelangan tangan

• Pasien bisa mengganti dengan supinasi lengan bawah supaya gravitasi bisa

memanjangkan pergelangan tangan

• Pasien bisa mengganti dengan ekstensor jari-jari

Fleksor Pergelangan Tangan

• Pasien bisa mengganti dengan merotasi secara internal bahu supaya

gravitasi bisa memfleksikan pergelangan tangan

• Pasien bisa mengganti dengan pronasi lengan bawah supaya gravitasi bisa

memfleksikan pergelangan tangan

Page 30: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 30/98

Latissimus Dorsi

Pasien bisa mengganti dengan teres mayor, deltoid posterior, trapezius bawah, dan mungkin trisep

Fleksor Jari

• Pasien bisa mengganti dengan menggunakan efek tenodesis, di mana

ekstensi pergelangan tangan menghasilkan tekanan pasif pada fleksor jari;

 beberapa fleksor jadi khususnya pada sendi interfalang

Ekstensi Jari

• Pasien bisa mengganti dengan menggunakan efek tenodesis, di mana fleksi

 pergelangan tangan menghasilkan tekanan pasif pada ekstensor jari,

 beberapa ekstensor jari khususnya pada sendi interfalang

Trunkus

Abdominalis (Atas)

• Pasien bisa mengganti dengan kepala dan fleksor leher, pektoralis mayor 

dan minor, dan serratus anterior 

Oblik 

• Pasien bisa mengganti dengan latissimus dorsi jika ekstremitas atas baik 

Quadrates Lumborum

• Pasien bisa mengganti dengan latissimus dorsi atau oblik 

Ekstremitas Bawah

Fleksor Pinggul

• Pasien bisa mengganti dengan abdominalis bawah, di mana kemiringan

 pelvis secara posterior dan menyebabkan ekstremitas bawah mengikuti

maju dengan gaya gerak 

• Pasien bisa mengganti dengan oblik bawah, yaitu merotasi pelvis secara

anterior, menyebabkan ekstremitas bawah mengikuti maju

Page 31: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 31/98

• Adduktor pinggul bisa melenturkan pinggul

•Latissimus dorsi bisa menyebabkan fleksi dan abduksi pinggulsebagaimana pasien secara unilateral mengelevasi pelvis

Ekstensor Pinggul

• Pasien bisa mengganti dengan otot ekstensor lumbal, di mana kemirigan

 pelvis secara anterior dan menyebabkan ekstremitas bawah mengikuti

secara posterior dengan gaya gerak 

• Itu bisa dilihat seperti kamu palpate beberapa ekstensor pinggul pada

 pasien secara maksimal mengkontraksikan fleksor pinggul kemudian

merelaksasi karena ekstremitas bawah akan pindah secara posterior pada

 pantulan atau bolak-balik 

• Pasien bisa mengganti dengan serat-serat longitudinal dari adductor 

magnus

• Pasien bisa mengganti dengan quadrates lumborum

Abduktor Pinggul

• Pasien bisa mengganti gluteus medius dan minimus menggunakan

latissumus dorsi atau oblik untuk mengelevasikan atau “menjalankan”

 pelvis

• Pasien bisa mengganti dengan Sartorius, yang mana akan melenturkan

 pinggul

• Pasien bisa mengabduksi pinggul dengan tensor fascia lata

Adduktor Pinggul

• Pasien bisa mengganti dengan beberapa fleksor pinggul

• Pasien bisa menggunakan abdominalis bawah untuk merotasikan pelvis ke

depan, mengikuti gravitasi secara internal merotasikan ekstremitas bawah

Rotator Internal Pinggul

• Pasien bisa menggunakan otot abdominal bawah untuk merotasikan pelvis

ke depan sehingga gravitasi secara internal merotasikan ke bawah

Rotator Ekstensor Pinggul

Page 32: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 32/98

• Pasien bisa menggunakan ekstensor belakang bawah untuk merotasikan

 pelvis ke belakang sehinggal gravitasi secara eksternal merotasikanekstremitas bawah

Fleksor Lutut

• Pasien bisa mengganti dengan semimembranosus dan semitendinosus

menggunakan sartorius dan grasilis

• Pasien bisa mengganti dengan mengulang kejadian dari quadrisep

Quadrisep• Pasien bisa mengganti posisi duduk sedehana sehingga cenderung trunkus

ke belakang, akhirnya menginisiasi pergerakan kedua tungkai

• Pasien bisa mengganti dengan supinasi atau posisi berbaring dengan

menggunakan adduktor magnus untuk memanjangkan pinggul dan lutut

Inverse Kaki

• Pasien bisa mengganti dengan merotasi pinggul secara internal dan

menggunakan gastroknemius medial

Eversi Kaki

• Pasien bisa mengganti dengan merotasi pinggul secara eksternal dan

menggunakan gastroknemius lateral

Dikutip dari: Nixon V: Spinal Cord Injury. A Guide to Functional Outcomes in Physical Therapy

Management

Sistem klasifikasi ASIА menggunakan pemeriksaan sentuhan lembut

(kapas) dan tusukan jarum (peniti) diuji pada titik tertentu di setiap 28 dermatom

 pada kedua sisi tubuh. Hasil pengujiandiklasifikasikan dalam 3 poin (skala 0 =

tidak ada, 1 = gangguan, 2 = normal "dengan NT = tidak dapat diuji" ). Nilai

dijumlahkan di seluruhdermatom dan kedua sisi tubuh untuk menghasilkan dua

nilai sensorik skor tusukan jarum dan skor sentuhan ringan.

Fungsi motorik - kontrol dan belajar

Page 33: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 33/98

Kontrol/pengendalian motorik bervariasi, tergantung pada jenis cedera dan

menimbulkan kehilangan atau kerusakan fungsi motorik CMS total

menyebabkankerusakan total dari gerakan volunter di bawah tingkat cedera,

namun spastisitas/spastisitas yang menghasilkan peningkatan involunter pada

tonus otot masih dapat terjadi dan dapat mengganggu, atau digunakan untuk 

membantu, dengan kontrol motorik dan keterampilan mobilitas.

Dalam luka yang tidak total/menyeluruh, akan ada beberapa tumpang

tindih pengendalian involunter dan spastisitas oleh tulang belakang membuat

fungsi motorik resultan lebih sulit untuk diprediksi.

Pola-pola sinergi patologis dan spastisitas sering dikaitkan dengan

gangguan lainnya nonprogressive sistem pusat saraf UMN,seperti stroke, agak 

 berbeda dari pola-pola gerakan abnormal yang umum terlihat pada

CMS. Spastisitas CMS disebabkan oleh perubahanpengendalian saraf dan pada

otot itu sendiri. Respon interneuron untuk menghambat aktivitas aferen

 berkurang, sehinggaterjadi hiperreflex. Penghambatan nonresiprokal berkurang,

sehingga otot menjadi hipertonus. Transmisi pada serabut aferen kulit untuk 

neuron motor difasilitasi, sehingga terjadi respon refleks berlebihan terhadap

rangsang normal (contoh: penarikan refleks seluruhpaha sebagai respon terhadap

sentuhan ringan pada paha tersebut. Dan sifat-sifat mekanis dari otot serat

athropy, fibrosis, dan perubahansifat kontraktil otot dari phasik menuju

tonik. Kombinasi perubahan ini dapat menyebabkan kelemahan,

gangguankoordinasi, perubahan dalam postur dan gerakan tak terkendali.

Kejadian spastisitas pada CMS sulit untuk dipastikan karena tidak ada carayang disepakati secara universal untuk untuk mengukur spastisitaspada populasi

ini. 32 persen dari orang di NSCID dilaporkan mengalami spastisitas sebelum

 pulang dari rehabilitasidan 42,7% melaporkan spastisitas dalam satu tahun setelah

cedera. Dari data ini, spastisitas didefinisikan sebagai spastisitas

cukup parah yang dapat dilakukan percobaan untuk pengobatannya atau

 perawatan bedah. Sebuah studi pasien CMS di UniversitasMichigan “ Model 

Spinal Cord Injury Care System” yang berlangsung pada tahun 1985 dan 1988

Page 34: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 34/98

menunjukkan spastisitas terjadi pada 67% dari pasien ketikaspastisitas

didefinisikan sebagai pasien menunjukkan peningkatan refleks tendon dalam,

 peningkatan tonus otot selama gerakan pasif ataukejang otot yang tidak 

diinginkan. Dalam studi yang sama, 37% pasien dengan spastisitas memenrlukan

obat antispastik. Hal ini cukupkonsisten dengan statistik NSCID yang tercatat

sebelumnya. Insiden spastisitas yang lebih tinggi telah terlihat pada tetraplegia

dan dengan luka inkomplit pada tingkat apapun (terutama dalam fase pemulihan

akut dibandingkandengan cedera total).

Sebagai tambahan tentang persoalan pengendalian motorik yang

sebelumnya dibahas, jika spastisitas menjadi parah dan tidak dapat dikontrol, hal

itu dapat disebabkan oleh krontaktur pada sendi dan otot, menghambat aktivitas

sehari-hari dan kemampuan bergerak, menyulitkan posisi yang baik, mengganggu

kebersihan, meningkatkan resiko penekanan lambung, mengganggu tidur,

menyebabkan nyeri, dan menyebabkan gangguan pada kualitas hidup. Kejadian

dan parahnya spastisitas juga dapat dipengaruhi oleh status psikologis individu

sendiri dan dapat diperburuk oleh stressor seperti infeksi saluran kemih, demam,

menstruasi, distensi usus, perubahan temperatur lingkungan, pakaian ketat, dsb.

Beberapa penulis memperhatikan bahwa spastisitas ringan dapat

meningkatkan fungsi ADL dengan meningkatkan tonus otot yang membantu

sirkulasi atau stimuli yang sengaja diberikan untuk mencetuskan respons refleks

 pada saat yang diinginkan (misalnya saat ingin mengosongkan kandung kemih).

Walaupun pernyataan ini cocok dengan pengalaman penulis, tidak ada literatur 

yang menerbitkan fakta yang terpercaya yang mendukung atau menyangkal

 pernyataan tersebut.

Spastisitas pada CMS sering diukur dengan mencatat seberapa sering

gerakan kaku tersebut mengganggu aktifitas fungsional. Hal-hal yang

diperhatikan seperti (1) frekuensi spastisitas menghalangi atau mengganggu

aktifitas sehari-hari (berpindah, pergerakan saat berbaring, duduk stabil,

 berkendara), (2) frekuensi dari spastisitas yang berkaitan dengan nyeri,

menghalangi atau mengganggu aktifitas, (3) seberapa sering spastisitas

mengganggu tidur, (4) sulit digerakkan secara pasif ataupun menyulitkan ROM.

Page 35: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 35/98

Skala yang dibuat untuk menentukan tonus otot seperti  Modified Аshworth Scale

dapat juga digunakan, tetapi skala ini biasanya hanya menggambarkan hipertonus

dasar terkait CMS dan terkadang tidak bisa diandalkan untuk menggambarkan

semua aspek spastisitas CMS seperti yang sebelumnya disebutkan. Sebuah

 penelitian literatur telah gagal untuk membuktikan fakta atau keterangan yang

dapat dipercaya untuk tes terhadap tonus otot pada penderita CMS.

Kardiovaskuler/Pulmoner

Sirkulasi

Orang dengan tingkat CMS yang tinggi cenderung mengalami hipotensi

ortostatik karena berkurangnya aliran balik vena, curah jantung, dan aliran darah

 pada beberapa bagian tubuh, sehingga tekanan darah perlu diobservasi. Seperti

yang dikemukakan sebelumnya bahwa AD adalah konsekuensi berbahaya dari

CMS yang menyebabkan perubahan sirkulasi dan membutuhkan pemantauan

tekanan darah yang sering.

Peredaran dan pertukaran gaspernafasan

Pemeriksaan fungsi pernafasan meliputi saturasi oksigen, kekuatan otot

 pernafasan, kapasitas pernafasan, frekuensi pernafasan, ekspansi dada. Saturasi

oksigen dapat diukur dengan oksimeter. Kapasitas vital, ekspirasi dan inspirasi

dapat diukur dengan spirometer. Kelley et al menemukan 92,4% dari 278 orang

dengan CMS dapat melakukan test spirometer dengan sedikit modifikasi dari

 Аmerican Thoracic Society testing standards.

Tipe pernafasan, bentuk dan simetris dinding dada, kemampuan batuk dan

durasi bersuara (vokalisasi atau suku kata per tarikan nafas) dicatat dan direkam.

Аuskultasi dilakukan untuk menentukan tipe atau lokasi dari suara nafas.

Penggunaan alat bantu pernafasan seperti ventilator juga harus diperhatikan.

Kapasitas aerobik dan daya tahan

Page 36: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 36/98

Pemeriksaan dari daya tahan dan kapasitas aerobik orang-orang dengan

CMS harus dilakukan dengan tes yang tidak memerlukan kemampuan untuk 

 berpindah tempat (tes yang sering digunakan untuk menilai kemampuan

kardiovaskuler pada orang yang dapat berpindah tempat). Tes yang sering

digunakan adalah tes ergometer. Denyut jantung, curah jantung dan pengeluaran

oksigen.

Fungsi

Mobilitas dasar dan perawatan diri

Sebuah tinjauan dari kemampuan mobilitas fungsional telah rampung.

Pemeriksaan yang harus dilakukan termasuk berguling pada dua sisi di tempat

tidur, dari posisi supinasi ke pronasi kemudian kembali ke posisi supinasi, lalu

duduk lama dan kembali ke posisi berbaring supinasi dilanjutkan dengan duduk di

tepi tempat tidur dan berpindah dari tempat tidur ke kursi roda. Keterampilan

tambahan untuk aktifitas sehari-hari dapat juga diperiksa berdasarkan level

kegunaannnya pada pasien.

Kemampuan untuk melakukan pergerakan dapat diukur dengan skala

 pergerakan fungsional. Hadley melakukan tinjauan besar yang dapat dipergunakan

dan dipercaya untuk menilai pergerakan fungsional pada populasi CMS akut.

Peninjauan tersebut menunjukkan bahwa ada keterangan yang cukup untuk 

mendukung pengukuran tersebut.  Functional Independence Measurement  (FIM)

dianjurkan untuk dilakukan pada pasien dengan SCI. FIM adalah skala dengan 7

tingkatan berdasarkan kemandirian dengan 18 item perawatan diri, bergerak,

makan, buang air besar dan buang air kecil, kognisi sosial, dsb. Tes ini telah

dipercaya pada bermacam populasi rehabilitasi.

Sebagai tambahan FIM, beberapa skala rehabilitasi umum lainnya telah

digunakan pada penderita CMS, contohnya adalah  Modified Barthel Index. Skala

tambahan telah dibuat untuk penggunaan CMS yang lebih spesifik termasuk 

Page 37: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 37/98

Quadriplegic Index of Function (QIF) and Spinal Cord Independence Measure

(SCIM).

Lokomosi dan gaya berjalan

Pada penderita CMS akut, inti dari lokomosi adalah kursi roda.

Pemeriksaan awal dari pergerakan kursi roda termasuk observasi kemampuan

masing-masing orang untuk mengatur bagian kursi roda (kunci roda, pijakan kaki,

dsb). Untuk penderita tetraplegi berat, diperlukan tes kemampuan untuk 

mengontrol pergerakan kursi roda. Penderita harus di uji kemampuannya untuk 

melakukan teknik penekanan kursi roda ketika mereka didudukkan.

Tes lebih jauh telah dikembangkan untuk mengukur dimensi tambahan

dari kursi roda seperti kekuatan, kecepatan. The Wheelchair Circuit adalah sebuah

tes untuk mengukur kemampuan pergerakan kursi roda manual, dengan 8

keterampilan kursi roda dan hasilnya dibagi dalam 3 item : kemampuan (apakah

item bisa ditampilkan), waktu performa, dan physical strain (diukur dengan

denyut jantung). Sebuah penelitian longitudinal pada 74 pasien mengatakan

 bahwa perbandingan performa penggunaan kursi roda di awal dan akhir pada

 pasien rawat inap rehabilitasi dapat dipercaya. Tes ini berkaitan dengan performa

mobilitas FIM, dilihat dari perpindahan ke tempat tidur, kursi, dll.

Evaluation, diagnosis and prognosis

Informasi yang dikumpulkan selama proses pemeriksaan digunakan untuk 

merumuskan diagnosis terapi fisik. Hampir semua pasien dengan CMS lebih

memilih berlatih dengan cara 5H : fungsi motorik terganggu, integritas saraf 

 perifer dan intergrasi asosiasi sensorik dengan gangguan medula spinalis non

 progresif, sebagaimana yang telah diterangkan dalam Guide to Physical Therapist 

 Practice (The Guide). Menurut panduan tersebut, 80% pasien yang diklasifikasi

dalam cara ini, dapat diharapkan untuk mencapai fungsi motorik yang optimal,

integritas saraf perifer, intregritas sensorik dan pergerakan fungsional dalam

 jangka waktu 9 bulan terapi fisik, dengan 4-150 kunjungan. Banyaknya faktor 

(contoh : status kognisi lingkungan tempat tinggal dan faktor psikologis serta

Page 38: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 38/98

sosial ekonomi) dapat mempengaruhi intensitas kunjungan atau total durasi dari

 perencanaan penyembuhan. Penemuan seperti ulser, fraktur dan ketergantungan

terhadap ventilator dapat menyebabkan perlunya cara lain selain cara 5H.

Penderita CMS perlu banyak waktu perawatan seumur hidup untuk memastikan

keamanan dan adaptasi perubahan terhadap kondisi fisik, lingkungan dan petugas

 perawatan atau tuntutan tugas.

Evalusi CMS biasanya termasuk menilai tingkatan gangguan

menggunakan АSIАImpairment Scale. Skala ini bergantung pada hasil dari АSIА

Motorik dan nilai sensori. Untuk beberapa perbandingan (LEMS sebagai prediktor 

dari cara berjalan dan UEMS sebagai skor motor HM). Sebuah prediksi yang

lebih baik untuk kemampuan fungsional dapat diperoleh menggunakan UEMS

dan LEMS untuk menjelaskan perbedaan dimensi dari efek gangguan fungsi

daripada menggunakan nilai total motorik.  АSIАImpairment Scale dinilai dari А

yaitu sensorik dan motoriknya normal. Sebagai tambahan, penderita harus

memiliki baik kontraksi sfingter anal maupun mempertahankan fungsi motorik 

lebih dari 3 level di bawah level motorik.

Sejumlah sindrom klinis berkaitan dengan CMS inkomplet menyebabkan

 pola gangguan tipikal. Mengetahui gejala sindrom tersebut dapat membantu

 prediksi keterbatasan fungsi dan merencanakan pengobatan.

Prognosis untuk pemulihan fungsional setelah CMS dipersulit pleh

 berbagai macam gangguan dan kerusakan neurologis serta pemeliharaan dengan

kerusakan medula spinalis. Pemulihan pada kerusakan tidak total dapat sedikit

diprediksi dengan hasil pemeriksaan dan kategori diagnosis. Untuk 

kerusakan/cedera total (tanpa faktor penyulit) tabel 20-4 menyimpulkan outcome

fungsional yang dapat diharapkan pada akhir episode perawatan awal.

Kotak 20.2 Tes Sirkuit Kursi Roda

1. Bentuk angka 8

Tiga penanda ditempatkan di lantai dalam garis lurus dengan jarak masing-

masing 1,5 meter. Subjek duduk di atas kursi roda dengan roda depan berada

di belakang penanda pertama dan mengarah ke belakang. Pada sinyal pertama,

Page 39: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 39/98

subjek mendorong kursi roda secepat mungkin dengan jalur membentuk angka

8 di sekitar dua penanda. Waktu dicatat ketika subjek mulai mendorong kursi

roda sampai roda depan melewati penanda pertama kembali.

Ability score 0 : subjek tidak bisa melakukan tes ini dalam waktu 60 detik 

Ability score 1 : subjek bisa melakukan tes ini dengan baik dalam 60 detik 

Waktu performa : waktu yang dibutuhkan untuk melakukan tes ini.

2. Melintasi daun pintu

Sebuah daun pintu yang terbuat dari kayu (tinggi: 0,04 meter) diletakkan di

 pintu sebaliknya. Satu meter di depan dan di belakang daun pintu, diletakkan

 penanda di atas lantai. Subjek duduk di atas kursi roda dengan roda depan

 berada di belakang penanda pertama dan mengarah ke belakang. Pada sinyal

 pertama, subjek mendorong kursi roda ke depan, di sisi daun pintu dan

 bergerak menjauh menuju penanda kedua. Waktu dihitung saat subjek mulai

mendorong sampai roda depan melewati penanda kedua.

Ability score 0: subjek tidak bisa melakukan tes ini dalam 120 detik.

Ability score 0.5: subjek bisa melewati daun pintu dalam 120 detik dengan

roda depan tapi tidak bisa melewatinya dalam 120 detik dengan roda

 belakang.

Ability score 1: subjek bisa melakukan dalam 120 detik 

3. Pemasangan sebuah platform

Sebuah platform dari kayu ( tinggi: 0,1 meter) dipasang di atas lantai, sejajar 

dengan dinding. 2 meter di depan dinding dipasang penanda pada lantai.

Subjek duduk di atas kursi roda dengan roda depan di belakang penanda

 pertama. Pada sinyal pertama, subjek mendorong kursi roda ke depan dan

menaiki platform. Waktu dihitung mulai dari subjek mendorong kursi roda

sampai keempat roda sampai di atas platform.

Ability score 0: subjek tidak bisa melakukan dalam waktu 120 detik 

Ability score 0.5: subjek bisa menaiki platform dalam 120 detik menggunakan

roda depan tapi tidak bisa dengan roda belakang dalam 120 detik.

Page 40: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 40/98

Ability score 1: subjek bisa melakukan dalam waktu 120 detik 

4. Sprint 15 meter 

Dua penanda diletakan di atas lantai dengan jarak masing- masing 15 meter.

Subjek duduk di atas kursi roda, dengan roda depan di belakang penanda

 pertama. Pada sinyal pertama, subjek mendorong kursi roda menuju ke

 penanda kedua secepat mungkin. Waktu dihitung ketika subjek mulai

mendorong sampai roda depan melewati penanda kedua.

Ability score 0: subjek tidak bisa melakukan tes dalam waktu 60 detik 

Ability score 1 :subjek bisa melakukan tes dalam waktu 60 detik 

5. Kemiringan 3 %

Tes ini mengharuskan subjek mendorong kursi rodanya di atas “ wheelchair-

adjusted treadmill”. Sinyal pertama, kecepatan treadmill sebesar 0,56 m/s.

sepuluh detik berikutnya, kemiringan dinaikkan menjadi 3 % dalam 12 detik.

Ketika kemiringan sudah tercapai, subjek tetap mendorong kursi roda selama

10 detik sebelum kemiringan dikembalikan 0 % dalam 12 detik. Tes berakhir 

ketika treadmill kembali pada posisi horizontal.

Ability score 0: subjek tidak bisa melakukan tes ini

Ability score 1: subjek melakukan hal ini dengan baik 

6. Kemiringan 6 %

Tes ini sama seperti dalam tes kemiringan 3 %, kecuali kemiringan treadmill

mencapai 6 %. Kenaikan dan penurunan kemiringan memakan waktu masing-

masing 23 detik. Nb: tes ini hanya boleh dilakukan jika subjek dapat

melakukan tes 5. (ability score : 1)

Ability score 0: subjek tidak bisa melakukan tes ini.

Ability score 1: subjek bisa melakukan tes ini dalam waktu 180 detik 

7. Dorongan kursi roda

Page 41: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 41/98

Tes ini mengharuskan subjek mendorong kursi rodanya di atas “ wheelchair-

adjusted treadmill”. Sinyal pertama, kecepatan treadmill 0.56, 0.83, atau 1.1

m/s, tergantung dari kemampuan subjek. Subjek mendorong kursi roda selama

180 detik.

Ability score 0 : subjek tidak bisa melakukan tes ini

Ability score 1: subejk bisa melakukan tes ini dalam 180 detik.

8. Transfer 

Garis diletakkan di atas lantai sepanjang 1 meter paralel dari meja

 pemeriksaan. Meja di atur dengan tinggi yang sama dengan tinggi dudukan

kursi roda. Subjek duduk di atas kursi roda dengan roda depan berada di

 belakang garis. Pada sinyal awal, subjek melakukan perpindahan dari kursi

roda ke meja pemeriksaan. Saat perpindahan, kaki subjek menggantung pada

ujung meja pemeriksaan dan akhirnya menempatkan posisi kaki di atas meja

 pemeriksaan. Subjek boleh menggunakan alat bantu untuk pindah. Waktu

dihitung ketika subjek mulai pindah hingga kedua kai subjek berada di atas

meja.

Ability score 0 : subjek tidak dapat melakukan tes ini dalam 300 detik 

Ability score 0.5: subjek bisa melakukan perpindahan dalam 300 detik, tetapi

tidak sesuai dengan petunjuk di atas.

Ability score 1: subjek melakukan tes ini dengan baik dalam 300 sekon.

 ASIA Impairment Scale

A= complete: tidak ada fungsi saraf motorik dan senorik pada daerah sacral

 pada segment S4-5

B= incomplete: sensory tetapi tidak pada fungsi motorik yang didapatkan di

 bawah level neurologis

C= incomplete: Fungsi motorik beradal di bawah lesi saraf yang kena .

D= incomplete: Fungsi motorik beradal di bawah lesi saraf yang kena

E= normal : Fungsi saraf motorik dan senorik normal

Page 42: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 42/98

Gejala Klinis

Central Cord •  Brown-Sequard 

•  Anterior cord 

• Conus medullans

• Cauda equine

Tabel 20.3 Sindroma cedera medulla spinalis

 Nama Sindroma Pola dari lesi saraf Kerusakan

Central cord

syndrome

Cedera pada posisi

sentral dan sebagian

 pada daerah lateral.

Dapat sering terjadi

 pada daerah servikal

Menyebar ke daerah

sacral. Kelemahan

otot ekstremitas atas

dan ekstremitas

 bawah jarang terjadi

 pada ekstremitas

 bawah

Brown- Sequard

Syndrome

Anterior dan posterior 

hemisection dari

medulla spinalis atau

cedera akan

menghasilkan medulla

spinalis unilateral

Kehilangan ipsilateral

 proprioseptiv dan

kehilangan fungsi

motorik.

Anterior cord

syndrome

Kerusakan pada

anterior dari daerah

 putih dan abu- abu

medulla spinalis

Kehilangan funsgsi

motorik dan sensorik 

secara komplit.

Posterior cord

syndrome

Kerusakan pada

anterior dari daerah

Kerusakan

 proprioseptiv

Page 43: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 43/98

 putih dan abu- abu

medulla spinalis

diskriminasi dan

getaran. Funsgis

motor juga terganggu

Cauda equine

syndrome

Kerusakan pada saraf 

lumbal atau sacral

samapi ujung medulla

spinalis

Kerusakan sensori dan

lumpuh flaccid pada

ekstremitas bawah

dan kontrol berkemih

dan defekasi.

Tabel 20.4 Hasil Fungsional Setelah Cedera Medula Spinalis

C4 C5 C6 C7-C8 T1- T8 T9-T12 L1-L3

Pernapasan KV 30%-50%

dari normal.

TA untuk 

kesehatan

 paru

KV di atas

60%

normal.

Bantuan

langsung

untuk 

teknik 

 batuk 

KV 60%

dari

normal.

Independen

dengan

higien paru

KV 60-

80% atau

normal.

Kebersihan

 paru

KV 80%

atau lebih

dari

normal.

KV 80%

atau lebih

dari

normal.

Independen

dengan

higien paru

Peredam

Tekanan

Modifikasi

dalam duduk 

dengan WC

Bantuan total

untuk 

 berbaring

Modifikasi

duduk 

dengan

WC

Bantuan

sedang

dalam

 berbaring

di ranjang

Modifikasi

dengan

duduk di

WC.

Bantuan

minimal

sampai

modifikasi

Independen

dalam

duduk di

WC.

Modifikasi

sendiri

sampai

mandiri

dalam

 posisi di

kasur 

Mandiri

untuk 

 berpindah

di tempat

tidur 

Mandiri

untuk 

 berpindah

di tempat

tidur 

Mandiri

untuk 

 berpindah

di tempat

tidur 

Putaran Butuh Bantuan Bantuan Mandiri mandiri mandiri mandiri

Page 44: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 44/98

 bantuan sedang

dengan

ranjang

 jalan

ringan sampai

modifikasi

mandiri

Duduk -

Supinasi

Butuh

 bantuan

Bantuan

ringan

sampai

maksimal

Bantuan

ringan

sampai

mandiri

dengan alat

 bantu

mandiri mandiri mandiri Mandiri

Duduk 

Bergeser 

Butuh

 bantuan

Bantuan

 penuh

Bantuan

ringan

Mandiri

ternatung

luas

 permukaan

Mandiri mandiri Mandiri

Permukaan

Berpindah

Butuh

 bantuan

menggunakan

teknik 

 pengangkatan

manual

Bantaun

ringan

samapi

sedang

Bantuan

minimal

dengan alat

 bantu

Bantuan

ringan

smapi

mandiri

mandiri mandiri Mandiri

Uneven Bantuan

 penuh dengan

teknik 

 pengangkatan

manual

Bantuan

total

sampai

ringan

dengan

alat bantu

Bantuan

ringan

samapi

sedang

mandiri mandiri mandiri Mandiri

Lantai

Berpindah

Bantuan

 penuh.

Menggunakan

kursi roda.

 NA

Memakai

kursi roda/

Modifikasi

dengan

adapts WC

Bantuan

Mandiri

dengan

WC.

Bantuan

ringan di

atas

Modifikasi

 permukaan

dengan

WC.

Modifikasi

mandiri

Modifikasi

 permukaan

dengan

WC.

Modifikasi

mandiri

Bantuan

minimal

sampai

mandiri.

Modifikasi

dengan

Bantuan

modifikasi

sampai

mandiri.

Mandiri

untuk level

Page 45: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 45/98

ringan

samapi

sedang.

Bantuan

ringan

samapi

sedang

 pada

 permukaan

kasar.

 permukaa

halus

dengana

adaptasi

 pad kusi

roda.

Antuan

ringan

sampai

sedang

 pada

 permukaan

kasar 

dengan

 permkaan

kasar.

Bantuan

ringan

dengan

 batas

 pinggir 

dengan

 permkaan

kasar.

Bantuan

ringan

dengan

 batas

 pinggir 

level

 permukaan.

Modifikasi

 bantuan

 batas

 pinggir 

Bantuan

ringan

dengan

tangga

 permukaan.

Modifikasi

mandiri

dengan

 batas

 pinggir 

Bantuan

dengan

tangga.

INTERVENSI

Oleh karena efek global SCI, manajemen kasus haruslah berdasarkan per 

kelompok dan mengandungi intervensi untuk system muskuloskeletal dan

neuromuskular yang multiple. Kelompok rehabilitasi mengandungi keperawatan,

 pengobatan (terutamanya dokter spesialis pada pengobatan fisik dan rehabilitasi),

terapi okupasi, terapi fisik, bicara dan terapi bahasa, psikologi, kerja social dan

terapi rekreasi. Ahli perobatan dan ahli kesehatan yang lain juga terlibat,

tergantung pada keperluan pasien. Topik lain pada bab ini membicarakan opsi

intervensi yang dasar pada penyembuhan SCI fase rehabilitasdi akut. Oleh karena

kombinasi infinit pada kehilangan motor dan sensasi selepas kecederaan, tidak ada

rencana intervensi yang bisa diterapkan pada majority pasien SCI. saranan yang

 berikut harus dimodifikasi berdasarkan hasil pada pemeriksaan yang teliti dan

 proses evaluasi.

FASE AKUT

Intervensi awal pada penyembuhan fase akut dan SCI memfokuskan

kepada prevensi terhadap komplikasi sekunder dari immobilitas dan permulaan

transisi untuk postur yang sesuai. Emphasis disesuaikan pada senaman pasif dan

Page 46: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 46/98

aktif, untuk mencegh kerusakan kulit dan memelihara ROM, dan untuk 

memastikan fungsi pernafasan sebanyak mungkin.

Instruksi Pasien

Pendidikan pasien dan setiap pengasuh diidentifikasi harus dimulai pada

saat onset pasien terapi servis. Pasien harus belajar untuk mengarahkan bantuan

yang dia butuhkan untuk mengontrol perawatan fisik mereka, kenyamanan dan

kebutuhan psikososial mereka. Khususnya, terapi instruksi fisik dalam pengaturan

akut akan mencakup instruksi posisi tidur, inspeksi kulit dan faktor risiko tekanan

ulkus, latihan pernapasan, dan latihan ROM . Instruksi harus diberikan dan dinilai

untuk akurasi, karena kesalahan dalam memahami dapat menyebabkan perawatan

submaksimal dan kemungkinan komplikasi dalam pemulihan. Setelah pasien

stabil ia juga harus mulai dididik tentang proses rehabilitasi jangka panjang.

Latihan Terapeutik 

Latihan ROM (PROM) pasif digunakan untuk meminimalkan

 pemendekan otot dan struktur artikular. Latihan ROM tradisional dilakukan pada

semua daerah tungkai, batang dan serviks sebagaimana disesuaikan oleh

 perangkat imobilisasi dan perbatasan medis untuk gerakan. Latihan ROM dimulai

 pada pasien yang secara medisnya stabil dan boleh beraktivitas. Oleh karena

risiko kemungkinan terjadi peningkatan pembangunan HO terkait dengan onset

intervensi tertunda ROM dini ditekankan. Protokol ROM standar biasanya

mencakup dua kali latihan sehari-hari, dari semua sendi melalui ROM dan

 pengulangan 5-10. Frekuensi ROM ini, tidak ada bukti yang ditemukan untuk 

mendukung kemanjuran ini atau protokol lainnya dalam populasi SCI. Ada

 beberapa bukti bahwa periode pendek peregangan sering memiliki sedikit efek 

 pada otot dan peregangan periode panjang mungkin diperlukan untuk 

mempertahankan panjang otot setelah SCI. Kebutuhan untuk peregangan lebih

lama dan dengan posisi tidur yang sesuai dijelaskan nanti dalam bagian ini.

Meskipun kurangnya bukti untuk mendukung latihan ROM, dianjurkan bahwa

dilakukan sampai penelitian lebih lanjut untuk lebih mendefinisikan parameter 

 peregangan, latihan ROM digunakan untuk kemungkinan kontribusi untuk mereka

yang berfleksibilitas, fungsi peredaran darah, pencegahan untuk tekanan ulkus,

Page 47: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 47/98

dan sebagai sarana untuk memperkenalkan kembali kepada pasien dengan konsep

gerakan, dalam persiapan untuk mobilitas aktif.

Beberapa tindakan pencegahan tambahan harus diambil ketika melakukan

latihan ROM pada individu dengan SCI karena masa depan ROM yang

dibutuhkan untuk mobilitas dan hipotonik hadir selama pemulihan awal:

1. ROM yang ekstrim atau kuat dihindari karena risiko terjadi trauma

 jaringan lunak dan kemungkinan predisposisi untuk HO.

2. Kaki lurus dan gabungan fleksi pinggul dan lutut mungkin terbatas

dalam fase akut, terutama setelah operasi toraks atau lumbal tingkat

rendah, karena peregangan yang mungkin terjadi pada jaringan dural

dan struktur lumbal.

3. Gerakan gabungan dari pergelangan tangan dan jari jarang diterapkan

dalam arah yang sama (misalnya;. fleksi pergelangan tangan

dikombinasikan dengan fleksi jari atau ekstensi pergelangan tangan

dengan ekstensi jari untuk menghindari peregangan berlebihan pada

fleksor jari panjang atau tendon ekstensor. Gerakan pasif alami dari

 jari ke fleksi dan ekstensi pergelangan tangan akan digunakan oleh

 banyak pasien untuk melakukan fungsi menangkap (disebut pegangan

tenodesis), sehingga penerapan ketat pada beberapa fleksor di jari

 panjang dalam kombinasi dengan ekstensi pergelangan tangan harus

diterapkan. Panjang ekstensor harus diterapkan untuk memungkinkan

 pembukaan pasif pegangan tenodesis ketika pergelangan tangan

tertekuk. Pengecualian untuk aturan ini dilakukan jika pasien sedang

menderita spastik yang parah, di mana peregangan yang lama mungkin

diperlukan untuk mencegah kontraktur dari kelompok otot yang

terlibat.

4. Oleh karena kebutuhan kekuatan dan mobilitas di bahu dan tulang

 belikat untuk semua keterampilan mobilitas pada masa depan, daerah

ini harus ditangani bersama dengan gerakan ekstremitas distal.

Page 48: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 48/98

5. Selama periode areflexive pada shock tulang belakang, perawatan

harus dilakukan untuk sepenuhnya mendukung anggota badan selama

ROM untuk mencegah trauma pada sendi tengah.

Sementara ROM pada awalnya merupakan aktivitas pasif yang dilakukan

oleh terapis atau pengasuh yang terlatih, sambil pasien yang mangalami

kemajuan memungkinkan latihan ini untuk membantu berolahraga atau senaman

aktif, dan pasien diinstruksikan dalam melakukan latihan ROM sendiri untuk 

menjaga fleksibilitas.

Posisi.Oleh karena periode lama pasien SCI akut paling menghabiskan waktunya

di tempat tidur, sangat penting bahwa posisi benar dilakukan untuk mengurangi

risiko tekanan ulkus, mempertahankan allignment postural dan rangka, dan

mengurangi efek sekunder dari spastik. Tekanan pada tempat tidur, kasur, atau

kasur overlay harus selalu digunakan sebagai tambahan dalam pemantauan posisi

konstan atau kondisi kulit. Posisi berbalik dilakukan setiap 2 jam.

Ketika pasien telentang, postur berikut ini disarankan:

Area tubuh Titik anatomi posisi

LEs Pinggul Ekstensi dan abduksi

sedikit dengan rotasi

neutral

Lutut Ekstensi, tapi disokong

dan tidak dihiperekstensi

Tumit Dorsofleksi, umumnya

dengan menggunakan alat

ortotik 

Jari-jari kaki Ekstensi

UEs (untuk pasien

dengan tetraplegia)

Bahu Abduksi, sedikit difleksi,

rotasi neutral

Siku Ekstensi, terutama dengan

kehadiran fungsi bisep

tanpa fungsi trisep. Alat

ortotik lain boleh

Page 49: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 49/98

digunakan untuk menahan

ekstensi siku jika terjadi

spastic bisep

Pergelangan tangan Ekstensi pada 30-40

derajat.

Jari-jari tangan Fleksi

Pasien jarang diposisikan baring miring secara langsung karena tekanan

terjadi pada tulang di bagian bahu dan pinggul. Jadi, mereka diposisikan sedikit

menjauh dari miring di arah terlentang. Dalam posisi ini, pinggul dan lutut sedikit

tertekuk dan kaki bagian atas sedikit posterior lebih rendah, dengan bantalan yang

disediakan antara tungkai (terutama pada lutut dan pergelangan kaki). Bahu sisi

 bawa tertekuk sekitar 90 derajat, siku diperpanjang, dan lengan bawah disupine

dan ditahan di atas bantal. Lengan atas didukung pada sebuah bantal pada fleksi

 bahu dan ekstensi siku.

Posisi prone adalah pilihan yang sangat baik untuk peregangan lanjut

fleksor pinggul dan lutut dan merupakan posisi yang sangat baik untuk pasien

dengan prognosis yang baik untuk pemulihan. Kehadiran perangkat medis

(misalnya; tracheostomy atau tube makan) dapat mempersulit tetapi tidak 

dinafikan penggunaan posisi rentan dalam intervensi awal. Kehadiran penjepit

halo tidak selalu merupakan kontraindikasi untuk baring secara prone, tetapi

 banyak pasien dengan halo yang harus perlahan-lahan diperkenalkan kepada

waktu yang dihabiskan rentan sekunder dengan perasaan tak berdaya awal

menelungkup dan karena perasaan kompresi pada dada dapat membuat perubahan

yang dirasakan dalam fungsi pernafasan. Pada kenyataannya, posisi rentan

meningkatkan oxygen dan dapat meningkatkan sirkulasi ke daerah paru-paru.

Bahkan jika pasien dengan halo tidak mentolerir posisi prone yang lama, mereka

masih harus beralih ke rentan terhadap prone selama beberapa menit setiap hari

untuk memungkinkan pemeriksaan kulit dan membersihkan bagian bawah

 posterior dari halo dan untuk membantu sekresi pernapasan mobilisasi.

Sebagai pasien yang stabil kondisinya, mereka mungkin boleh duduk 

tegak. Pengikat perut dan Les digunakan untuk mendukung pembuluh darah, dan

Page 50: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 50/98

individu secara bertahap dinaikkan ke posisi duduk di tempat tidur atau di kursi

roda berbaring dengan kakinya ditinggikan, sementara tekanan darah dan denyut

 jantung dipantau dan diamati tanda-tanda sakit kepala atau pusing. Ketika pasien

dapat ditoleransi duduk di posisi ini untuk waktu yang lama (15-30minutes),

 pasien dapat duduk dengan Les dalam posisi mandiri.

Pembukaan Jalan Napas

Banyak individu dengan SCI, khususnya di tingkat serviks, membutuhkan

ventilasi mekanis selama manajemen akut mereka. Pasien dengan cedera di atas

C4 akan memerlukan bantuan ventilasi penuh atau parsial seumur hidup.Intervensi terapi fisik selama manajemen akut pasien akan mencakup teknik 

untuk meningkatkan kekuatan otot pernapasan dan daya tahan dan meningkatkan

saluran udara yang lapang dan untuk meminimalisir komplikasi immobilisasi

 pernapasan yang lanjut. Pengobatan harus dikoordinasikan dengan anggota lain

dari tim pengobatan, termasuk keperawatan, terapi pernapasan, terapi wicara, dan

terapi okupasi.

Intervensi dipilih berdasarkan pada hasil pemeriksaan dan evaluasi paru.

Jika sekresi jalan napas hadir atau dicurigai, intervensi dapat mencakup posisi

untuk drainase postural, perkusi dan getaran. Intervensi ini diterapkan ke daerah

 paru yang terlibat (seperti yang tercantum dalam radiograf atau dengan

auskultasi), dan waktu pengobatan ditentukan oleh perubahan dalam pembukaan

 jalan napas. Pengobatan dapat berlangsung 20-30 menit dan dilanjutkan selama

ada sekresi produktif (dengan batuk atau penyedotan) dan jika suara napas

membaik. Perubahan suara napas yang kurang atau tidak ada sebelum pengobatan

untuk crackles, ronchi, atau vesikuler selama dan setelah pengobatan

menunjukkan mobilisasi sekresi efektif. Suction periodik dan / atau batuk dapat

digunakan untuk membersihkan sekresi. Rompi pneumatik yang memasok getaran

mekanis pada dinding dada seluruh juga dapat digunakan untuk memobilisasi

sekresi. Setelah pasien lebih aktif dan dapat memobilisasi sekresi dengan batuk,

 pembukaan jalan napas teknik pasif akan dihentikan.

Pengikat perut untuk mendukung pernapasan dapat digunakan setelah

 pasien melakukan beberapa napas spontan. Pengikat ditetapkan di daerah 2-3 inci

Page 51: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 51/98

di bawah prosesus xifoid dan diperluas sedikit di bawah spina iliaka anterior 

superior (SIAS). Pengikat yang ditempatkan terlalu tinggi dapat mengganggu

inspirasi, dan pengikat yang diperpanjang terlalu rendah dapat menyebabkan

kerusakan kulit. Meskipun penggunaan pengikat perut untuk mendukung respirasi

adalah kontroversial, ada bukti bahwa bahan pengikat dapat membantu beberapa

individu. Kapasitas vital, frekuensi pernapasan, pola pernapasan, dan saturasi

oksigen dapat dipantau dalam posisi terlentang dan duduk dengan dan tanpa

 pengikat untuk menentukan apakah pengikat membantu individu tertentu.

Untuk mendukung penyapihan dari ventilasi mekanik, pelatihan otot

 pernafasan dapat dilakukan dengan perangkat pelatihan otot inspirasi dan / atau

dengan latihan beban perut. Isyarat manual dan fasilitasi dapat digunakan untuk 

metargetkan otot-otot tertentu dan kunjungan selama latihan. Durasi dan

 perlawanan pelatihan berkembang perlahan-lahan untuk mencegah kelelahan otot

 pernapasan. Sebagai daya tahan pernafasan dalam meningkatkan intervensi untuk 

mobilitas dapat ditambahkan selama periode ketika pasien ditutup ventilator.

Selama proses saluran udara tekanan positif kontinu penyapihan dapat digunakan

untuk membantu pernapasan ketika pasien ditutup ventilasi mekanis.

Pasien dengan SCI serviks yang lebih tinggi dapat diajarkan teknik yang disebut

 pernapasan glossopharingeus yang menggunakan otot-otot aksesori atas

dipersarafi oleh saraf kranial untuk memperluas rongga mulut untuk menarik 

udara ke dalam mulut dan membuat tekanan inspirasi negatif untuk memfasilitasi

inspirasi. Udara ini kemudian "didorong" ke dalam paru-paru dengan menarik 

dagu dan belakang lidah ke arah leher, menciptakan tekanan positif di dalam

mulut. Udara yang "menelan" atau "stroke" diulang beberapa kali per napas.

Beberapa pasien yang dinyatakan akan ventilator tergantung dapat menggunakan

USD untuk memungkinkan perpanjangan waktu off dari ventilator. Untuk orang

lain, melayani prosedur darurat untuk mempertahankan bernapas untuk waktu

yang singkat dalam kegagalan sementara dari bantuan ventilasi mekanik.

Manajemen Rasa Sakit. Intervensi untuk manajemen nyeri bervariasi

dengan jenis rasa sakit. Meskipun setiap struktur di atas atau di bawah tingkat

cedera mungkin akan terpengaruh, nyeri nosiseptif sering pada muskuloskeletal

Page 52: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 52/98

Page 53: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 53/98

Pasien Yang Terkait Instruksi

  Tekanan relief Saat Duduk. Pasien dengan SCI berada pada peningkatan

risiko untuk mengembangkan tekanan ulkus selama episode awal mereka

mendapat perawatan cedera. Oleh karena itu penting bahwa teknik tekanan

 bantuan diajarkan sesegera mungkin setelah cedera dan sering diperkuat selama

 proses rehabilitasi. Pasien harus memahami pentingnya keterampilan ini dan

semua tim harus memberi isyarat dan memperkuat kinerja mereka.

Ketika duduk, jaringan di sekitar tuberositas iskia iis merupakan risiko

terbesar untuk rincian. Jika pasien memiliki postur kyphotic dengan kemiringan

 pelvis posterior, daerah atas sakrum juga meningkatkan risiko. Sumber sebagian

 besar setuju bahwa tekanan relief pada awalnya harus dilakukan selama 15 detik 

atau lebih, pada setiap 15-30menit. Namun, bukti terbaru menunjukkan bahwa ini

mungkin tidak cukup untuk reoksigenasi jaringan terkompresi. Berdasarkan

 pemantauan kadar oksigen transkutan selama tekanan relief , penelitian telah

menyimpulkan bahwa studi yang paling diuji diperlukan 1,5-2 menit tekanan

relief untuk mengembalikan oksigen setara dengan tingkat dasar dibongkar.

Untuk pasien dengan tetraplegia atau di atas tingkat tekanan relief  C4

dilakukan oleh asisten atau sistem kekuasaan yang miring atau dengan berbaring

di kursi roda. Asisten dapat memiringkan kursi roda dengan duduk di belakang

kursi roda, menggenggam  push dan memiringkan kembali ke roda belakang

sampai kursi dimiringkan setidaknya 65 derajat (bagian belakang kursi dapat

 bertumpu pada lutut asisten). Beberapa kursi roda memiliki mekanisme di mana

 bagian belakang kursi roda dibaringkan terpisah dari permukaan tempat duduk.Dengan jenis mekanisme, kursi belakang harus dibaringkan seberapa mungkin

nyaman dan kaki ditinggikan (120-150 derajat). Berat badan dengan lebih lanjut

 pergeseran dapat dicapai oleh sebagian individu untuk setiap sisi sekali dalam

 posisi terlentang. Kerugian pasien berbaring melibatkan perubahan relatif posisi

 pasien di kursi. Pasien maka perlu direposisi di mana kursi ditulis ke posisi kanan

atas setelah bantuan tekanan, dan ini dapat memicu spastik. Juga penting untuk 

Page 54: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 54/98

disadari bahwa beberapa sudut berbaring dapat mengurangi tekanan iskia dan

meningkatkan kekuatan permukaan geser dan risiko gangguan jaringan.

Hal ini juga penting untuk menyadari bahwa beberapa sudut berbaring

yang mengurangi tekanan iskia dapat meningkatkan kekuatan geser permukaan

dan itu merupakan risiko gangguan jaringan.

Untuk pasien dengan CMS pada tingkat C5-6 dengan kontrol kepala dan

leher yang baik dan beberapa fungsi lengan (tidak termasuk trisep), beberapa

teknik dapat digunakan untuk membantu dengan memperbaiki tekanan dalam

kursi roda manual. Individu mungkin miring ke depan dengan dada bergerak maju

ke paha (Gambar 20-6. A). Henderson dkk menemukan teknik ini yang menjadi

lebih efektif dalam mengurangi tekanan yang melebihi derajat iskia. Bagian paling

sulit dari teknik ini adalah belajar untuk pulih dari posisi ke depan tanpa fungsi

trisep. Pasien dapat diajarkan untuk menggunakan otot-otot bahu depan mereka

untuk mendorong hingga duduk atau untuk membuang satu lengan kembali dan

menghubungkan belakang kursi atau mendorong pegangan untuk menarik diri

kembali ke posisi tegak. Teknik lain adalah untuk bersandar miring di kursi roda

sejauh mungkin, dengan menggunakan lengan yang berlawanan (misalnya lengan

kiri untuk bersandar ke kanan) untuk menghubungkan kursi roda belakang atau

mendorong pegangan (dengan lengan untuk individu dengan fungsi C5 dan

dengan ekstensi pergelangan tangan untuk individu dengan fungsi C6 ) untuk 

mengontrol kemiringan dan untuk pulih dari kemiringan (gambar 20-6, B). Teknik 

ini harus kemudian diulang pada sisi yang berlawanan untuk menghilangkan

tekanan bilateral.

Untuk individu-individu dengan penggunaan fungsional dari trisep,

 pengurangan tekanan dapat dilakukan dengan menggunakan teknik push-up

(gambar 20-6, C). Ini melibatkan penempatan tangan di kursi roda atau ban

sandaran tangan dan mengangkat tubuh lepas dari kursi dengan gerakan push-up.

Beberapa individu tanpa fungsi trisep dapat melakukan jenis keterampilan ini, jika

konfigurasi tempat duduk mereka memungkinkan mereka untuk posisi lengan

dengan cara yang pasif mengunci siku ke ekstensi sementara tekanan bahu

digunakan untuk menciptakan gaya angkat. Kerugian dari teknik push-up adalah

Page 55: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 55/98

 bahwa hal itu memberikan kontribusi lebih lanjut untuk penggunaan berlebihan

dari bahu dan pergelangan tangan yang sudah melekat pada mobilitas kursi roda.

Hal ini juga sangat sulit bagi seseorang untuk mempertahankan posisi push-up

cukup lama untuk memungkinkan perfusi jaringan yang cukup (1,5-2 menit).

Selain teknik pengurangan tekanan biasa, penting juga untuk setiap

individu dengan CMS untuk menggunakan bantalan kursi yang dirancang untuk 

mendistribusikan tekanan saat duduk di kursi roda atau pada permukaan apapun

untuk waktu yang lama. Bantal kursi roda tersedia dalam empat tipe dasar,

masing-masing dengan keuntungan dan kerugian. Bantal yang menggunakan

udara atau dengan dukungan yang konsisten dalam mengurangi tekanan atas

 penonjolan tulang dan umumnya ringan, tetapi mereka memerlukan pemeliharaan

rutin dan memberikan permukaan yang kurang stabil untuk melakukan

keterampilan mobilitas. Bantal gel membutuhkan perawatan minimal dan

umumnya lebih mudah untuk bergerak naik dan turun tetapi dapat menjadi berat

dan kelembaban terangkap. Bantal busa tersedia dalam berbagai bentuk dan

 berbagai kombinasi kerapatan busa dan bahan. Efektivitas pengurangan tekanan

dan keawetan bahan sangat bervariasi antara jenis busa, dan penilaian hati-hati

diperlukan untuk mencocokkan dengan keinginan, kebutuhan mobilitas, dan

 persyaratan distribusi tekanan dari individu dengan karakteristik bantal. Bantal

lain yang dibuat dari sejumlah bahan sintetis dalam berbagai konfigurasi (contoh,

kontruksi sarang lebah) dengan berbagai sifat yang terkait dengan distribusi

tekanan, posisi, dan keterampilan mobilitas.

Pelatihan Gaya Berjalan dan Lokomotor

Mobilitas kursi roda.

Pelatihan individu dengan berbagai tingkat cedera tulang belakang untuk 

menggunakan kursi roda sangat penting untuk mobilitas harian agar mandiri.

Setelah periode awal keterampilan dan pelatihan daya tahan, seorang individu

harus mampu mendorong kursi rodanya sepanjang hari rata-rata di tingkat

masyarakat tanpa membuat nyeri otot atau kelelahan. Tingkat cedera tulang

Page 56: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 56/98

 belakang akan menentukan keterampilan yang dibutuhkan dan jenis kursi roda

yang diperlukan untuk memenuhi tujuan ini.

Individu dengan CMS di C4 atau di atasnya akan menggunakan kursi roda

listrik untuk mobilitas. Kursi listrik dapat dikendalikan oleh salah satu dari

sejumlah mekanisme kontrol yang dicocokkan dengan mobilitas pasien. Gerakan-

gerakan kecil dari kepala, dagu, bibir, napas, atau bahu dapat digunakan untuk 

mengontrol kursi dan untuk mengontrol pilihan kekuatan untuk mengurangi

tekanan. Berbagai sistem pemasangan tangan dan lengan memungkinkan individu

untuk menggerakkan kursi roda dengan gerakan lengan terbatas. Alat bantu

 pernapasan portabel dapat dipasang pada kursi roda listrik untuk memungkinkan

individu yang tergantung dengan alat bantu napas untuk bergerak bebas di tingkat

rumah tangga dan masyarakat. Praktek awal dengan mobilitas bertenaga harus

dilakukan di area terbuka dengan kontrol kursi roda disesuaikan dengan kecepatan

lambat. Seiring dengan kemajuan keterampilan individu, ia harus diinstruksikan

untuk menggunakan kursi di medan yang tidak rata, sekitar hambatan, di tempat

umum, dan di lift. Pengguna kursi listrik harus mampu melakukan pengelolaan

dan pemeliharaan dari semua bagian dari kursi nya, termasuk mekanisme berhenti

dari menjalankan kursi roda dan memungkinkan kursi roda didorong oleh seorang

asisten jika terjadi kerusakan mekanik.

CMS di tingkat midcervival (C5-6) menghasilkan kontrol motor 

 penggerak yang memungkinkan dorongan kursi roda manual yang terbatas.

Lingkaran roda dari kursi roda didesain khusus untuk dapat didorong sehingga

memberikan proyeksi pasien atau permukaan yang lembek yang dapat digunakan

untuk tepi pegangan pada saat tidak adanya fungsi jari. Bagi individu-individu ini,

gerakan dorongan kursi roda melibatkan peletakan tangan pada lingkaran roda di

 belakang pinggul dan menarik dengan biseps untuk memulai gerakan mendorong,

diikuti dengan gerakan meremas pada bahu depan dan otot dada untuk 

menyelesaikan gerakan dorongan. Kursi roda harus disesuaikan untuk 

memungkinkan kemampuan manuver maksimum, sementara pada saat yang sama

kursi menjadi stabil dan dukungan punggung yang cukup untuk memungkinkan

gerakan dorongan maksimal yang efisien tanpa kompensasi perubahan postural.

Page 57: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 57/98

Sementara itu sebagian besar individu dengan tingkat CMS ini, dapat mandiri

 pada pekerjaan-pekerjaan ringan dengan penggerak kursi roda manual, tetapi

untuk mobilitas pada tingkat komunitas sering memerlukan penggunaan kekuatan

 bantuan kursi roda manual atau kursi roda listrik.

Kebanyakan individu dengan CMS yang lengkap atau sebelum C7

menggunakan kursi roda manual untuk mobilitas. Gerakan dorongan untuk 

individu-individu ini melibatkan penggenggaman dorongan pada lingkaran roda di

 belakang pinggul (dengan modifikasi lingkaran roda yang diperlukan untuk cidera

leher) mendorong lingkaran roda maju ke depan, yang memungkinkan tangan

untuk melipat dan kemudian mengekstensikan bahu selama fase pemulihan, dan

mencengkeram lingkaran roda lagi. Dengan cara ini gerakan dorongan menjadi

gerakan melingkar ketimbang gerakan tipe gergaji yang bolak-balik. Sebuah studi

yang kecil tapi menarik oleh Boninger dkk menemukan bahwa individu yang

mendorong dengan sejumlah besar tenaga yang diarahkan secara radial menuju as

roda dari kursi roda, bukan sejajar dengan as roda mempunyai peningkatan risiko

dalam kemajuan pada temuan MRI yang konsisten dengan cedera bahu.

Kelompok risiko ini terutama terdiri dari wanita. Meskipun jumlah subjek dalam

 penelitian ini (n = 14, 8 pria dan 6 wanita) tidak memungkinkan untuk kesimpulan

yang pasti tentang hubungan gerakan dorongan dan cedera bahu, ini tidak 

menyoroti kebutuhan dalam penyediaan intervensi pengajaran dan peralatan yang

memaksimalkan dorongan sementara meminimalkan risiko untuk cedera masa

depan dan gangguan.

Setelah menguasai gerakan dorongan dasar yang dibutuhkan untuk 

mendorong pada permukaan yang datar, pengguna kursi roda manual harus

diinstruksikan dalam berbagai keterampilan tambahan sehingga mereka kemudian

dapat beradaptasi dengan kebutuhan mereka sehari-hari. Kemampuan untuk 

membuka dan menutup pintu, mengoperasikan lift, dan melakukan tugas-tugas

aktivitas hidup sehari-hari dalam posisi duduk, semua harus diajarkan selama

rehabilitasi pasien.Keterampilan tarikan juga harus diperkenalkan (Gambar 20-7)

untuk memungkinkan keseimbangan selama turunan yang curam, untuk 

membongkar bagian depan kursi roda untuk meningkatkan mobilitas di atas

Page 58: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 58/98

 permukaan kasar, dan sebagai komponen keterampilan tepi jalan yang menanjak.

Posisi tarikan dicapai dengan memberikan dorongan yang kuat oleh tangan pada

lingkaran roda dari posisi tepat di belakang pinggul, sementara pada saat yang

sama bersandar kepala dan bahu ke belakang. Hal ini menyebabkan roda-roda

kecil pada depan kursi naik dari lantai dan semua berat ditransfer ke roda

 belakang. Dengan latihan kebanyakan individu dapat belajar untuk 

mempertahankan kursi dalam posisi seimbang dengan pemusatan berat pada roda

 belakang saja. Ketika melatih pasien di keterampilan ini, terapis harus

mempertahankan pegangan yang kuat pada pegangan pendorong kursi roda atau

 pada tali pengaman yang dilingkarkan di bagian belakang bingkai kursi roda. Hal

ini memungkinkan terapis untuk membantu pasien mendapatkan kembali

kemiringan yang cukup jauh untuk menemukan posisi yang seimbang, selain itu

 juga untuk mencegah pasien dari kehilangan keseimbangan bagian belakang.

Pasien harus diajarkan untuk melindungi diri agar tidak jatuh. Jika jatuh

mundur, individu harus condong ke depan dengan kepala mereka berpaling (untuk 

menghindari kaki mereka jatuh langsung ke wajah mereka) dan mencoba untuk 

menggenggam bagian depan kerangka kursi roda. Mereka tidak mempunyai

waktu untuk mendapatkan kembali posisinya dan menangkap diri mereka untuk 

mencegah jatuh; hal ini menempatkan lengan beresiko tinggi untuk cedera bahu

atau dislokasi.

Turun naik trotoar merupakan keterampilan yang membutuhkan latihan

 berulang untuk menguasainya. Trotoar yang rendah dapat dinaiki dengan

menggunakan tarikan untuk mengangkat roda depan di atas trotoar, mendorong

kursi ke depan sampai roda belakang berada di tepi trotoar, dada bersandar jauh

sampai sedepan mungkin dan kemudian menarik dan mendorong maju dengan

tangan di lingkaran roda. Teknik ini membutuhkan lengan dan kekuatan

cengkeraman yang baik. Trotoar yang rendah dapat dituruni melalui dengan

menuruni trotoar menggunakan roda belakang sambil bersandar ke depan sejauh

mungkin melewati bagian depan kursi. Saat belakang kursi pada permukaan lebih

rendah, ujung depan dipindahkan dari trotoar dengan memutar ke samping atau

dengan menggunakan sebuah tarikan untuk mengangkat ujung depan dan menarik 

Page 59: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 59/98

mundur dari tepi jalan. Sebuah teknik yang lebih efisien untuk trotoar yang

menanjak adalah memastikan kursi bergulir ke depan sepanjang pendakian

sehingga momentum ke depan dari pergerakan kursi menyediakan sebagian besar 

gaya yang dibutuhkan untuk naik ke trotoar (Gambar 20-8). Hal ini meliputi

 pencapaian trotoar dengan kursi bergulir secara stabil, kecepatan sedang; yaitu

tijakan kaki yang akan mencapai trotoar dengan ujung depan diangkat dengan

tarikan dan secepat mungkin bagian depan dari kursi melewati tepi trotoar, tubuh

 bagian atas dilempar ke depan (bersandar atau jatuh, tergantung pada kontrol

dada) sementara lengan melanjutkan gerakan dorongan. Trotoar yang melandai

dituruni dengan metodfe yang sama yaitu dengan mendekati tepi jalan dengan

cara bergulir dan melakukan tarikan kecil di tepi trotoar untuk menahan ujung

depan kursi dan roda belakang turun dari trotoar, sehingga memungkinkan roda

 belakang untuk mendarat di permukaan bawah baik sesaat sebelum atau pada saat

yang sama dengan roda-roda kecil bagian depan. Perhatikan bahwa kedua

keterampilan ini membutuhkan pertimbangan ketepatan waktu yang baik,

koordinasi motorik, dan penguasaan yang tepat dari keterampilan tarikan. Pasien

harus dibantu agar dapat berhasil selama latihan awal dan harus dijaga ketat untuk 

mencegah cedera sehingga mereka dapat mengalami kemajuan dalam pelatihan.

Selain belajar keterampilan mobilitas kursi roda, individu juga harus

nyaman dengan mekanisme kursi roda tersebut. Mengelola bersandar kaki dan

sandaran tangan (diperlukan untuk pindah), menggunaan kunci roda, membuat

kursi tepat untuk perjalanan (ini mungkin melibatkan melipat kursi dan / atau

menyingkirkan roda), membuat penyesuaian mekanik untuk mengubah kinerja

kursi (pada jalanan yang tidak rata, duduk ke sudut belakang, dll), dan melakukan

 perawatan dasar.

Cara berjalan

Secara tradisional, pelatihan cara berjalan untuk individu dengan cedera tulang

 belakang difokuskan pada penggunaan ortotik dan alat bantu untuk 

memungkinkan individu untuk menanggung berat badan di tungkai yang lain dan

mencapai posisi tegak dan ukuran terbatas dari mobilitas fungsional saat berdiri.

Page 60: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 60/98

Meskipun pendekatan ini mempertahankan beberapa manfaat dan dibahas

kemudian dalam bagian ini, penyelidikan yang lebih baru telah menyebabkan

 pergeseran paradigma intervensi yang bertujuan untuk lebih memanfaatkan sirkuit

saraf tulang belakang. Program pengobatan yang konsisten dengan paradigma ini

mencakup berbagai bentuk pelatihan lokomotor yang kadang-kadang

dikombinasikan dengan modalitas tambahan (contoh fungsi stimulasi listrik,

terapi obat) dan intervensi terapi tradisional lainnya.

Pelatihan lokomotor.

Pelatihan lokomotor mengambil keuntungan dari jaringan saraf di medula spinalis

yang disebut generator pola sentral (CPGs) yang dapat menghasilkan aktivitas

saraf ritmik tanpa masukan dari supraspinal dan proprioseptif. CPGs dapat

memberikan pola-pola gerakan dasar,dengan pusat yang lebih tinggi dan input

sensorik untuk memulai dan memodifikasi pola-pola gerakan ini. Keberadaan

CPGs berkontribusi terhadap berbagai gerakan yang lebih baik pada sejumlah

vertebrata daripada manusia, dan bukti dari hewan-hewan ini menunjukkan bahwa

 pelatihan motorik berulang dapat memberikan input yang cukup untuk 

memodifikasi atau meningkatkan output motorik dari CPG. Sementara

keberadaan dan fungsi yang tepat dari CPGs pada manusia lebih kontroversial,

 penelitian telah menunjukkan bahwa individu dengan CMS komplit dan inkomplit

dapat menghasilkan jenis gerakan lokomotor dan pola EMG ketika gerakan

melangkah tungkai dibantu secara eksternal untuk memberikan isyarat sensorik 

sesuai dengan medula spinalis.

Bukti yang mendukung adanya CPGs pada manusia telah menyebabkan

 perkembangan jumlah intervensi yang bertujuan menggunakan jalur saraf untuk 

menghasilkan gerakan lokomotor pada pasien dengan CMS. Hal ini umumnya

dilakukan oleh individu dengan memanfaatkan treadmill  yang terhubung ke

 perangkat yang memungkinkan sebagian dari berat badan orang tersebut akan

 berkurang dari kaki mereka. Saat treadmill  mulai bergerak,tungkai secara pasif 

akan digerakkan atau dirangsang secara elektrik untuk menghasilkan pola gerakan

sebenar mungkin secara kinematik. Dari waktu ke waktu, hasil latihan berulang

Page 61: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 61/98

dalam melangkah spontan lebih besar, dan jumlah berat badan yang ditangguhkan

dan jumlah bantuan yang diberikan mengalami penurunan sebagai ditoleransi.

Tujuan intervensi ini adalah untuk memaksimalkan penggunaan plastisitas-

tergantung dari jaringan saraf tulang belakang untuk meningkatkan efektivitas

ambulasi.

Banyak variasi dari metode ini telah digunakan dengan hasil yang

 bervariasi. Sebuah tinjauan penelitian dengan pelatihan lokomotor pada treadmill 

dengan FES menemukan bahwa manfaatnya termasuk penurunan biaya fisiologis

 berjalan (dikurangi dengan faktor2) dan peningkatan kecepatan berjalan maksimal

(rata-rata kenaikan 0,5meter per detik). Dalam studi kasus tunggal, Carhart dkk 

mengangkombinasikan stimulasi epidural medulla spinalis dengan terapi

treadmill  dengan penahanan beban parsial (pelatihan lokomotor) dan mencatat

 penurunan kekuatan berjalan (dari 8 /10sampai 3 /10 pada skala Borg) dan

 peningkatan 100% dalam kecepatan berjalan pada tiap individu.

Stewart dkk mempelajari sembilan subyek dengan CMS kronis (waktu

rata-rata sejak cedera 8,1tahun) yang dilatih dengan pelatihan treadmill didukung

 berat badan(BWST) dengan petunjuk manual berdasarkan kebutuhan yang

diberikan oleh terapis. Setelah 6 bulan dari BWST progresif, peneliti ini mencatat

kecepatan berjalan meningkat (di atas treadmill ) 135% dan peningkatan 55%

dalam waktu berjalan per sesidi atas treadmill . Empat dari sembilan subjek juga

menunjukkan peningkatan yang terukur dalam berjalan di atas permukaan tanah

yang fungsional sebagaimana dinilai pada Skala Berjalan Wernig. Menariknya,

 pasien ini juga memiliki pengurangan yang signifikan pada kolesterol total dan

 perubahan sifat serat otot yang mencakup peningkatan ukuran dari serattipe I dan

IIa. Field-Fote dan Tepavae menerapkan BWST yang dikombinasikan dengan

FES ke saraf peroneal dari 14subyek dengan kronis dan CMS inkomplit. Setelah

36sesi pelatihan selama12 minggu, kecepatan berjalan di permukaan tanah

meningkat sebesar 84% dan kecepatan berjalan ditreadmill  meningkat sebesar 

158%. Sembilan dari 14subyek juga mengalami peningkatan konsistensi dan

koordinasi antar tungkai. Selain manfaat fisik dan fungsional, pelatihan lokomotor 

 juga berkaitan dengan keuntungan psikologis termasuk meningkatkan

Page 62: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 62/98

Page 63: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 63/98

dan karena itu penting untuk menggabungkan keterampilan BWST dipraktekkan

ke dalam program ambulasi permukaan tanah untuk membuat kemampuan

sefungsional mungkin.

Pembelajaran dari studi pelatihan lokomotor terhadap hewan dan manusia

telah menunjukkan bahwa ada beberapa parameter cara berjalan,terapis harus

mencoba untuk mencapainya selama BWST untuk memaksimalkan efektivitas

input saraf. Berat muatan maksimum (yaitu dengan sedikitnya jumlah berat badan

dukungan) yang dapat ditoleransi tanpa kerusakan pola cara berjalan harus

digunakan. Kecepatan treadmill  harus sedekat mungkin mendekati kecepatan

gaya berjalan normal pasien (sebelum cedera); bagi kebanyakan orang ini

setidaknya 2m/detik. Pada akhir fase sikap, ekstensi penuh pinggul harus

difasilitasi dan disinkronisasi dengan kemampuan ekstremitas yang berlawanan

untuk memicu respon fleksi ipsilateral. Kinematik pada lutut dan pergelangan

kaki juga harus senormal mungkin. Bantalan berat lengan harus dihindari, dan

dibutuhkan ayunan lengan yang berlawanan. Rangsangan sensorik yang

 berlawanan dengan informasi sensorik yang berhubungkan dengan penggerak 

harus diminimalkan(misalnya rangsangan aferen ekstensor selama fasea yunan).

Cara berjalan pelatihan dengan KAFOs bilateral

Pada pasien dengan CMS komplit atau inkomplit tanpa kemampuan ambulasi

fungsional, termasuk intervensi yang menguatkan disertai dengan instruksi dalam

 polacara berjalan alternatif. Pola yang paling sering diajarkan adalah2-titik ayunan

melalui pola dengan menggunakan kruk lengan dan bilateral lutut-kaki-kaki

orthoses (KAFOs) dengan sendi lutut terkunci dalam ekstensi dan pergelangan

kaki terkunci dalam sikap dorsi-fleksi. Untuk keefektifan penggunaan teknik ini,

individu harus memiliki fungsi lengan normal dengan kekuatan dan daya tahan

yang sangat baik dan lebih disukai pada kontrol tubuh yang aktif(T8 dan di

 bawah). Mereka juga harus memiliki ekstensi pinggul pasif yang utuh,dorsofleksi

 pergelangan kaki,dan ROM ekstensi lumbal.

Cara berjalan KAFOs yang paling efisien adalah sebagai berikut:

Page 64: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 64/98

1. Keseimbangan sesaat dicapai dengan memperluas pinggul dan tubuh

dengan menggeser berat badan maju atas mata kaki dan lengan

diekstensikan dengan membalik posisi kruk penahan di belakang kaki.

Pada posisi ini, mata kaki yang terkunci dengan pengikat menyediakan

stabilitas ke depan.

2. Kedua kruk diangkat dan diekstensikan ke depan serentak, dan berat

dipindahkan ke kruk dalam gerakanjatuh ke depan.

3. Berat penuh kemudian bertumpu pada lengan,sementara kedua kakit

erangkat dan terayun serempak ke titik di ujung depan kruk.

4. Dorongan kuat pada kruk digunakan pada saat yang sama tubuh

diekstensikan untuk mendorong pinggul ke depan ke ekstensi dan

mencapai posisi keseimbangan.

Pengulangan keseimbangan sementara ini diikuti oleh maju"jatuh"

menciptakan rangkaian gaya berjalan.Meskipun rangkaian ini dapat dikuasai oleh

 beberapa individu, kebutuhan energi begitu tinggi, beban pada sendi lengan begitu

 besar, dan risiko kehilangan keseimbangan begitu signifikan, hingga kebanyakan

orang memilih untuk menggunakan kursi roda sebagai sarana utama mereka untuk 

 bergerak. Mobilitas dengan KAFOs disediakan untuk ruang yang terlalu kecil

untuk menampung kursi roda(misalnya, bus atau lorong pesawat), untuk mobilitas

 jarak pendek, atau untuk melakukan ADL yang memerlukan berdiri jangka

 pendek (mencapai objek dari atas lemari, dll).

Pelatihan Fungsional dalam Perawatan Diri dan Pengurusan Rumah

Kemampuan bergerak 

Terbatasnya penggunaan beberapa kelompok otot setelah CMS membutuhkan

metode alternatif yang digunakan pasien untuk melakukan keterampilan

mobilitas.Tidak seperti banyak aplikasi terapi fisik lainnya di mana pasien sedang

mencoba untuk kembali ke pola gerakan yang telah dikenal sebelumnya,banyak 

 pasien CMS akan perlu belajar metode baru, sebuah cara yang berbeda untuk 

melakukan gerakan sehari-hari.Bagi banyak individu dengan CMS,proses

rehabilitasi akan melibatkanproses yang lambat dan kesulitan belajar untuk 

Page 65: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 65/98

menggunakan lengan untuk mengimbangi gerakan tungkai yang tidak ada atau

lemah. Ptmelakukan peran kunci dalam membantu individu untuk menemukan

cara mobilitas yang paling efektif dan efisien sesuai dengan pola tertentu gerakan

mereka.

Berikutnya adalah deskripsi dari beberapa postur fungsional yang

merupakan kunci untuk mobilitas dan ADL, dengan pelatihan teknik yang dapat

digunakan untuk meningkatkan kontrol dalam postur dan teknik yang dapat

diajarkan untuk membantu dengan transisi antara postur fungsional. Lihat grafi

khasil di bagian prognosis dari bab ini untuk pedoman yang berkaitan dengan

 jumlah bantuan yang mungkin diperlukan untuk teknik ini untuk pasien dengan

tingkat CMS yang berbeda

Posisi dasar tubuh

Pronasidi siku

Sikap pronasi pada siku berguna untuk posisi tidur, berguling, dan maju ke posisi

duduk. Posisi ini juga mengurangi tekanan dari bagian posterior setelah periode

duduk atau berbaring pronasi supinasi dan rentang otot-otot pinggul anterior pada

 pinggul dan tubuh yang dapat dengan mudah memendek dengan duduk yang

lama. Posisi pronasi pada siku adalah posisi yang sangat stabildengan dukungan

dasar yang besar yang digunakan secara ekstensif selama proses rehabilitasi untuk 

meningkatkan semua tingkat kontrol motor(mobilitas, stabilitas, mobilitas

dikendalikan, dan keterampilan) pada pemindahan sebagian berat pada bahu

dalam persiapan untuk menahan beban penuh lengan. Salah satu tindakan

 pencegahan yang perlu dipertimbangkan untuk posisi ini adalah apakah individu

memiliki lordosis yang cukup untuk mencapai posisi nyaman. Posisi ini harus

dihindari pada individu dengan sendi bahu yang sangat tidak stabil yang mungkin

trauma dengan bantalan berat bahkan parsial.

 Push-up dalam posisi pronasi di-siku (Gambar.20-10) menekankan

 penguatan seratus anterior dan otot-otot bahu anterior dan kontrol eksentrik otot

skapula. Ini adalah poin penting untuk mengendalikan kemajuan dengan mobilitas

Page 66: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 66/98

fungsional. Individu dengan kelemahan atau tidak ada (di atas C6) fungsi serratus

anterior akan ditandai dari skapula selama push-up dalam posisi pronasi di siku.

Kemajuan melalui tahapan kontrol motor dalam posisi pronasi-di-siku

dapat difasilitasi dengan kombinasi berbagai kegiatan diantaranya:

1. Mobilitas-mengumpamakan gerakan pronasi-pada-siku posisi dari miring

atau pronasi, push-up

2. Stabilitas- beban tubuh dalam posisi ini, secara manual diterapkan pada

sendi aproksimasi, isometrik bergantian dalam berbagai arah, dan

stabilisasi ritmik 

3. Mobilitas terkendali-mengontrol anterior-posterior dan sisi kesisi untuk 

memindahkan berat badan,  push-up(pada siku atau ketangan), secara

sepihak mendukung pada satu lengan, sementara tanpa berat dan/atau

mencapai dengan lainnya (gerakan dinamis statis).

4. Keterampilan-"berjalan" di sisisiku kesamping dan ke depan dan belakang

(gerakan jenis komando)

Terlentang pada siku

Posisi supinasi-pada-siku terutama digunakan untuk meningkatkan fleksibilitas

dan mobilitas pada bahu dan dalam persiapan untuk pindah dari supinasi untuk 

duduk lama.Serupa dengan posisi pronasi-pada-siku untuk meningkatkan kontrol

motorik, aktivitas seperti menggeser berat,kegiatan stabilitas, dan sisi kesisi

gerakan dapat dipraktekkan dalam posisi ini. Proses dengan asumsi posisi-on-siku

supinasi dijelaskan dalam bagian pada transisi dari supinasi untuk duduk yang

 panjang.

Quadruped dan tinggi berlutut

Posisi quadruped dan tinggi-berlutut berfungsi sebagai progresi dari posisi yang

dicatat sebelumnya.Posisi ini lebih membutuhkan kontrol otot dan motorik karena

 penurunan dasar dukungan dan pengungkit lengan untuk gerakan. Dalam

kebanyakan kasus,pasien dengan posisi tinggi-berlutut akan menggunakan

Page 67: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 67/98

dukungan tungkai di atas meja atau guling untuk membantu dalam

mempertahankan postur tegak tubuh.

Untuk individu dengan tetraplegia dan paraplegia yang tinggi, posisi ini

 berguna untuk melatih kontrol motor berat parsial melalui seluruh lengan dengan

siku dalam keadaan ekstensi.Individu tanpa kontrol trisepakan memerlukan

 bantuan terapis untuk menjaga siku tetap ekstensi ketika dalam posisi quadruped 

atau tinggi-berlutut. Sebuah bola terapi atau guling besar juga dapat ditempatkan

di bawah tubuh untuk memberikan dukungan selama kegiatan quadruped . Tinggi

 berlutut paling sering digunakan dengan individu-individu yang memiliki

sebagian fungsi tubuh,di mana lengan dapat digunakan untuk mengontrol gerakan

melalui permukaan.

Individu dengan paraplegia komplit yang lebih rendah atau dengan cedera

inkomplit pada tingkat apapun dapat dimasukkan ke dalam postur-postur ini untuk 

menguji tubuh, panggul, dan kontrol tungkai dalam persiapan untuk kegiatan yang

membutuhkan keseimbangan dalam tegak dan kontrol dalam duduk dan berdiri.

Posisi quadruped  dapat diasumsikan dari pronasi pada siku atau dari duduk 

miring, keduanya memberikan tantangan yang signifikan pada tingkat mobilitas

atau kontrol motor. Posisi berlutut diasumsikan dari quadruped, lengan umumnya

digunakan untuk membantu. Setelah berlutut, individu didorong untuk mencari

 posisi keseimbangan dengan pinggul dan tubuh diekstensikan dan berat di lengan

diminimalkan. Dari posisi ini, dapat dicapai kegiatan isometrik dan dinamis yang

dapat ditambahkan ke kemampuan individu pada tingkat progresif kontrol motor.

 Long sitting 

 Long sitting  adalah posisi utama yang digunakan selama ADL berpakaian dan

lainnya, terutama bagi individu tanpa kontrol penuh tubuh atau lengan.  Long 

 sitting  juga merupakan posisi yang stabil untuk berlatih dan terkait kemajuan

keterampilan. Stabilitas disediakan dengan dukungan basis besar dan dengan otot

hamstring tegang menahan panggul pada posisi stabil di tengah. Hal ini penting

karenaukuran hamstring tidak terlalu pendek, yang akan menarik panggul ke

 posterior panggul, atau terlalu panjang, yang akan memungkinkan panggul untuk 

Page 68: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 68/98

 jatuh menjadi posisi miring anterior. Salah satu dari keadaan ini akan

menyebabkan panggul menjadi kurang stabil di posisi tengah.Idealnya, otot-otot

lutut dapat diangkat secara pasif kurang lebih 100 derajat.

Aktivitas long sitting  serupa dengan posisi pronasi siku.  Push up pada

 posisi ini dapat membantu kekuatan dan persiapan dalam penguasaan transfer 

keahlian. Posisi ini juga memungkinkan latihan keseimbangan aktivitas statis dan

dinamis dengan bantuan tungkai bilateral atau unilateral atau tanpa bantuan siku.

Pasien harus berlatih posisi peralihan dari supinasi dengan tangan di depan

 pinggul ke posisi tangan di belakang pinggul dengan bantuan tubuh bagian atas.

Duduk lama merupakan posisi bagus bagi individu dengan inervasi otot trunkus

untuk latihan statis kekuatan trunkus dan kontrol dinamis.

Kemampuan bergerak dan menjaga keseimbangan dalam posisi short

sitting adalah sangat penting dalam independensi, bergerak ke tempat tidur, dan

 beberapa ADL sertauntuk mendapatkan fungsi aktivitas siku yang bebas.

Kebanyakan pasien CMS di level C5 atau di bawah, didapati dalam posisi  short 

 sitting untuk menjaga keseimbangan statis tanpa dukungan tungkai dan memiliki

derajat keseimbangan dinamis pada posisi ini. Posisi ini sangat penting selama

aktivitas duduk. Kaki menyokong pinggang dan lutut dengan sudut 90º untuk 

memungkinkan sebagian berat tubuh ditahan oleh kaki untuk menjaga

keseimbangan. Posisi ini juga penting bagi pasien trauma servikal. Tangan

diposisikan dengan cara jari-jari fleksi ketika berat tubuh ditahan oleh lengan saat

duduk untuk mencegah peregangan fleksi jari panjang dan kelemahan tendon saat

menggenggam.

Sejumlah gerakan aktif harus digunakan untuk melakukan fungsi  short 

 sitting . Pasien dengan cedera level thorak bawah harus dapat berdiri tegak dengan

sedikit atau tanpa memiringkan pelvis. Gerakan dinamis mungkin dapat dilakukan

dengan menggerakan kepala, pundak, dan siku untuk mengontrol pergeseran

tubuh. Pergerakan melampaui batas kemampuan dibutuhkan bantuan paling tidak 

satu lengan. Pasien dengan cedera servikal dan thorak level tinggi atau rendah

akan sering menjaga keseimbangan statisnya dengan kombinasi gerakan

memiringkan pelvis posterior, fleksi trunkus, dan kepala dikedepankan. Pada

Page 69: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 69/98

 posisi ini pasien dapat sedikit menggerakkan satu atau kedua ekstremitas

superiornya sesaat untuk mengompensasi gerakan kepala dan ekstremitas

superior (Gambar 20-12), tetapi masih belum stabil dan hampir semua gerakan

dinamis pada posisi duduk dibutuhkan untuk menahan berat tubuh.

Sama dengan long sitting , pasien harus belajar beralih dari posisi

menopang ke depan (tangan di depan pinggul) ke posisi bersandar ke belakang

(tangan dan bahu di belakang pinggang). Untuk menjaga ekstensi siku pada saat

menopang berat tubuh, individu tanpa fungsi trisep akan membutuhkan bantuan

rotasi eksternal dengan tangan terfiksasi di bagian lebih distal. Gerakan ini

membuat sendi siku berada di depan dan secara pasif menjaga siku agar tetap

ekstensi. Selama tubuh condong ke depan dengan tangan terfiksasi, deltoid

anterior dan pektoralis mayor dapat digunakan untuk menarik humerus agar 

teradduksi, sehingga dapat menciptakan gerakan ekstensi ekstremitas ke depan

siku.

Rangkaian gerakan yang sama digunakan juga pada posisi pronasi siku

melalui tahapan pengontrolan motorik yang juga digunakan pada posisi  short 

 sitting. Gerakan ini sangat dibutuhkan penguasaan gerakan  push up dari  short 

 sitting untuk mengangkat bokong dari permukaan tempat duduk. Ketrampilan ini

dilakukan dengan cara menfiksasi siku pada posisi ekstensi, menggunakan fiksasi

 pundak, dan scalpula sebagai fulcrum. Selanjutnya, dengan mencondongkan

kepala ke depan dan mengangkat trunkus dan pelvis, menggunakan depressor 

scapula (antara muskulus trapezius dengan sekitarnya) dan beberapa otot-otot

trunkus. Mekanisme gerakan ini berkebalikan dengan gerakan normal yang

menggunakan depresor scapula dimana pelvis dan trunkus difiksasi dan

konsentrasi tarikan scapula terhadap trunkus, sedangkan pelvis terhadap scapula.

Untuk mengauasai ketrampilan tersebut dibutuhkan latihan kekuatan, ketahanan,

dan kontrol motorik tingkat tinggi.

Peralihan antarposisi

 Rolling 

Page 70: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 70/98

 Rolling  diajarkan pada awal terapi rehabilitasi dilakukan karena rolling  sangat

 penting untuk banyak ADL (seperti memakai baju), untuk gerakan mandiri di

rumah, dan membantu pembanguanan gerakan ketrampilan lain (seperti bergerak 

dari duduk ke posisi supinasi). Latihan awal dilakukan di atas treatment mat ,

tetapi nantinya pasien harus dapat melakukannya di rumah. Bila memungkinkan

latihan di ajarkan tanpa menggunakan alat bantu seperti bed rail, webbing loop,

atau over bed trapez. Namun, beberapa pasien dengan cedera servikal

membutuhkan alat batu tersebut untuk dapat menguasai ketrampilan yang

diajarkan.

Bergerak dari posisi supinasi ke samping membutuhkan tahapan

 pergerakan yang terkoordinasi. Kebanyakan orang memiliki berbagai variasi

dalam melakukan gerakan ini (gambar 20.13):

1. Lengan dilebarkan semaksimal mungkin dari dada. Pada individu yang

tidak menggunakan trisep, kedua lengan ditekan bersama-sama atau

sedikit kebawah sampai siku bila memungkinkan.

2. Kedua siku diayun dari sisi satu ke sisi lain secara simetris.

3. Fleksi dan rotasi kepala yang dikombinasi dengan gerakan siku untuk 

membantu gerakan tubuh ke arah yang diinginkan.

4. Saat gerakan pertama dilakukan dengan gerakan mengayun siku dan

kepala, ayunan tunggal yang kuat dilakukan sejauh mungkin dengan siku

atas, pundak diperpanjang, trunkus dielongasikan, dan menggerakkan

kepala untuk rotasi tubuh bagian atas ke posisi pronasi.

5. Tubuh bagian bawah secara pasif mengikuti gerakan tubuh bagian atas.

6. Pasien kembali ke posisi supinasi dengan cara menggapai kembali lengan

atas dan menggerakkan kepala sesuai dengan gerakan yang diinginkan,

sehingga memutar tubuh bagian atas ke posisi supinasi. Abduksi

horizontal pundak bawah dapat membantu gerakan ini. Sekali tubuh

 bagian atas terguling ke tengah belakang, tubuh bagian bawah akan

mengikutinya karena gravitasi. Jika dibutuhkan, lengan dan kepala

dilemparkan sekuat mungkin ke arah yang diinginkan untuk membantu

menyempurnakan gerakan ini.

Page 71: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 71/98

Selama latihan awal, rolling  dapat dilakukan dengan beberapa cara.

Gerakan rolling  ini dapat dimulai dengan membuat posisi parsial saja terlebih

dahulu dan kemudian baru dilakukan gerakan supinasi utuh. Tungkai disilangkan

secara pasif sebelum dimulai gerakan rolling dengan cara mengangkat pelvis.

Untuk individu yang tidak memiliki fungsi trisep, air splint dapat digunakan untuk 

menjaga ekstensi siku dan meningkatkan kekuatan siku untuk melancarkan

gerakan. Dengan melebarkan siku, berat tubuh dibebankan ke pergelangan tangan

untuk meningkatkan kekuatan gerakan ayunan.  Mat table dapat dipertimbangkan

untuk membantu gerakan tersebut saat berpindah posisi dan pengaruh gravitasi.

Terapis dapat juga menyediakan bantuan untuk mencapai gerakan tersebut dan

membantu pelvis melakukan rolling  secara utuh. Cara seperti ini berkebalikan

apabila pasien sudah mampu menguasai ketrampilan ini. Latihan ini akan sangat

sulit apabila dilakukan tanpa menggunakan mat table.

Latihan anjuran yang dapat digunakan untuk mempraktekkan bagian dari

latihan ini adalah  proprioceptive neuromuscular faCMSlitation (PNF) secara

 bilateral simetris pada lengan, incorporation inspiration and expiration dengan

irama ayunan dan reaching motion, dan latihan kekuatan untuk latihan kekuatan

otot seratus anterior dan pektoralis, sehingga membantu elongasi trunkus untuk 

menyempurnakan rolling.

Peralihan Posisi Supinasi ke Long Sitting 

Pasien dalam posisi duduk stelah sebelumnya dalam posisi supinasi pada

 beberapa ADL. Beberapa teknik diperlukan untuk mencapai ketrampilan tersebut.

Pemilihan teknik didasarkan pada fungsi trisep, apakah fungsi trisep masih ada

atau sudah tidak berfungsi lagi.

Individu yang memiliki fungsi otot trisep atau abdominal secara umum

menggunakan bisepnya dan alat bantu untuk bergerak dari posisi supinasi ke ke

duduk. Berbagai ukuran dan tinngi bed rail dapat digunakan untuk pendorong

manuver ini. Beberapa individu mengkin menggunakan rangkaian weebing loop

yang ditempelkan pada kaki tempat tidur untuk menarik ke posisi duduk. Pasien

meletakkan lengan bawahnya melalui lingkaran tangga dan mengerutkan bisepnya

Page 72: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 72/98

untuk menaikkan sebagian tubuhnya, lalu meletakkan sikunya melalui lingkaran

 berikutnya. Gerakan ini diulang-ulang hingga tubuh dalam posisi long sitting 

lurus.

Teknik yang umum dipakai untuk bergerak dari posisi supinasi ke long

sitting terdiri atas rolling  ke samping dan selanjutnya menggerakkan trunkus

superior ke sekitar siku sampai tercapai posisi long sitting . Lagi-lagi tiap individu

memiliki tekhik yang sedikit berbeda, tetapi langkah-langkah yang dilakukan

umumnya seperti berikut (Gambar 20-14):

1. Gulingkan ke depan pelan-pelan seperti yang dideskripsikan (Gambar 20-

14, A).

2. Gerakkan dari sisi atau tiga per empat tiarap ke tiarap dengan dasar siku.

Gerakan ini sulit dilakukan dan biasanya dikombinasikan dengan abduksi

 pundak dan depresi lengan bawah secara adduksi horizontal lengan atas

(gambar 20-14, B). Fungsi trisep adalah membuat gerakan  push up di atas

siku yang secara langsung di atas tangan dengan cara melebarkan siku.

3. Tubuh bagian atas disandarkan pada siku ke arah paha. Saat paha sudah

diraih, mungkin dapat menggunakan lengan atas untuk melakukan tarikan

 pada pinggang dan paha sehingga tubuh akan tertarik ke arah depan

(gambar 20-14, C).

4. Peralihan antara posisi siku ke posisi tangan. Tanpa trisep, gerakan ini

dilakukan dengan gerakan push up menggunakan otot pektoralis proksimal

dengan tangan terfiksasi di sebelah distal (gambar 20-14, D), atau

menyangkutkan paha ke lengan atas, menarik dengan menggunakan bisep

untuk melepaskan lengan atas. Selanjutnya, denagn cepet akan terbentuk 

reposisi dalam posisi ektensi. Dengan menggunakan trisep, gerakan ini

dapat dilakukan menggunakan manuver tradisional push up.

5. Tubuh bagian atas selanjutnya digerakkan ke sekitar ekstremitas superior 

untuk menahan berat tubuh sampai posisi long sitting sempurna dilakukan

(gambar 20-14, F).

Pada individu dengan paraplegi atau tetraplegi servikal bawah, teknik 

alternatif yang dapat dilakukan untuk mencapai long sitting mungkin ada. Salah

Page 73: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 73/98

satu kemungkinan teknik alternatif tersebut adalah sebagai berikut (Gambar 20-

15):

1. Pada posisi supinasi, tangan berpegangan dibawah pinggang, siku dan

leher difleksikan sehingga siku akan menjadi tumpuan (gambar 20-15, A).

alternatif lain adalah bangun dimulai dari samping dengan lengan atas

secepatnya direntangkan ke pundak dengan siku di fleksikan sehingga

 berat badan ditumpukan ke siku (gambar 20-15, A2).Kepala dibungkukkan

dan diayunkan ke pundah lalu dengan mengganti berat tubuh ke siku

lainnya saat pundak sisi sebelahnya direntangkan. Siku tersebut menjadi

tumpuan berat tubuh (gambar 20-15, B).

2. Berat tubuh ditumpukan pada siku sebelahnya dengan kepala dan tubuh

 bagian atas dicondongkan ke arah siku yang lain dengan cara

merentangkan pundak dan tangan ditampakkan ke lantai dengan siku yang

direntangkan. Gerakan ini membutuhkan kekuatan dan fleksibilitas

 shoulder girdle (gambar 20-15, C).

3. Berat tubuh kemudian dipindahkan ke atas siku dengan gerakan kombinasi

mengayun dan mencondongkan sampai berat tubuh kembali ke tempat

asalnya dan dapat juga dicapai dalam posisi ekstensi (gambar 20-15, D).

4. Dari posisi tersebut, tubuh bagian atas digerakkan ke dapan,

menyondongkan kepala ke depan dan bergantian sisi, dan gerakan lambat

tangan sampai terbentuk posisi keseimbangan long sitting (gambar 20-15,

E).

Teknik ini digunakan pada beberapa tetraplegi level tinggi dengan keseimbangan

yang bagus dan kontrol ekstremitas superior.

Untuk pasien dengan kontrol otot abdominal yang buruk. Kepala dan

trunkus digerakkan melengkung untuk gerakan awal sebelum duduk dan

kemudian ditambahkan seperlunya dengan menekan ekstremitas superior. Dengan

otot abdominal, pasien tetraplegi level bawah dapat melakukan  sit up tradisional,

meskipun mereka akan membutuhkan bantuan ekstremitas superior karena

ekstremitas inferior tidak dapat menstabilkan pelvis.

Page 74: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 74/98

Latihan yang dapat digunakan untuk mempraktekkan bagian dari aktivitas

ini seperti PNF, teknik pengontrolan supinasi siku, pronasi parsial pada siku, atau

long sitting dengan berat ditumpukan pada lengan. Aktivitas keseimbangan statis

dan dinamis pada long sitting, posisi supinasi bisep, dan  push up pada  push up

 parsial, long sitting , atau short sitting .

Transisi dari short sitting ke long sitting untuk terlentang

Ketika berpindah dari kursi roda menjadi berbaring, individu umumnya

 beranjak dari duduk di kursi roda menjadi posisi  short sitting  pada permukaan

lain, kemudian memindahkan kaki ke permukaan baru dan akhirnya pindah ke

 posisi terlentang. Transisi ini memerlukan keseimbangan yang baik dan

koordinasi, serta panjang urat lutut yang cukup.Tungkai dan/atau kekakuan tubuh

dapat mengganggu transisi ini.

Individu dengan tetraplegia midservical dapat menggunakan langkah-

langkah berikut untuk membawa kaki mereka naik ke tempat tidur, bergerak dari

 short sitting  ke long sitting . Dalam contoh ini individu bergerak dari sisi

kanannya(Gbr. 10-16):

1. Dalam posisi short sitting ,bergeser sejauh mungkin di permukaan tempat

duduk(setidaknya sampai fosa poplitea kontak dengan tepi permukaan

 baru) dan sebagian tubuh bagian atas berpindah sedikit demi sedikit

menuju ujung tempat tidur di mana kaki akhirnya akan diposisikan.

2. Lengan terkuat (kanan) memimpin gerakan sementara lengan (kiri)

mengikuti,mulai mengangkat kaki kanan ke matras(Gambar.20-16, A).

Bagi individu tanpa fungsi menggenggam, pergelangan tangan atau lengan

 bawah dikaitkan ke bawah kaki untuk mengangkat, atau kaki diangkat

untuk dengan menyimpulkan ikatan pada kaki diamankan di sekitar paha

distal. Pada titik ini, mungkin perlu untuk bertumpu ke siku lengan terkuat

untuk mendapatkan stabilitas dan pengaruh yang cukup untuk mengangkat

 berat kaki(Gambar.20-16, B)

Page 75: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 75/98

3. Setelah kaki terkuat mandi atas matras, tubuh dapat berpindah

menyamping,sampai ke matras, dengan menggunakan teknik parsial long-

 sit push-up atau, jika disandarkan di siku seperti pada langkah2, dengan

menarik tubuh pada siku pada model komando.

4. Tungkai kedua ini kemudian diangkat ke matras menggunakan teknik 

yang sama seperti yang pertama,kaki kemudian diluruskan ke ekstensi,

dan keseimbangan dicapai dalam posisi long sitting (Gambar. 20-16, C dan

D)

5. Posisi terlentang apapun ke tehnik  long-sitting  awalnya dijelaskan dapat

dikembalikan menjadi transisi terlentang sempurna (bersandar ke sisi

dan"berjalan" dengansiku, memanjangkan lengan dibelakang tubuh, dan

menekuk siku ke posisi supine-on elbows).

Seated scooting, kemampuan untuk berpindah dari sisi satu ke sisi lainnya

dalam posisi duduk meningkatkan kemampuan fungsional dalam transfer dan

mobilitas terbatas tempat tidur. Scooting dapat dilakukan dengan tehnik yang

sama pada posisi long-sitting dan short sitting (gbr. 20-17):

1. Berat ditumpu pada tangan yang diluruskan pada sebelah tubuh, dan

tangan terkuat (arah pergerakan abduksi sesuai keinginan dimana tangan

ditempatkan dekat dengan pinggul)

2.  Push-up dilakukan dengan kepala direndahkan dan dimajukan sesuai

dengan penjelasan pada sesi short-sitting diatas (gbr. 20-17, A)

3. Ketika pinggul mencapai matras, kepala berotasi ke sisi berlawanan

dengan arah pergerakan yang diinginkan, dan pinggul berputar ke arah

yang diinginkan. (gbr. 20-17, B)

4. Pinggul kemudian direndahkan ke matras dan lengan direposisi untuk 

mendapatkan posisi yang seimbang.

5. Penopang berat digeser ke tangan terkuat, dan tangan sebelahnya

mendorong kaki, tangan terkuat digunakan sejajar dengan pelvis. Pasien

tanpa daya genggam dapat menggunakan webbing misalnya loop untuk 

mengkontrol tungkai

Page 76: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 76/98

Selama tindakan kepala selalu bergerak ke arah yang berlawanan dari

 pinggul sekitar titik rotasi di bahu; kepala direndahkan ke depan untuk menaikkan

 pinggul, dan kepala dipindahkan ke sampingu ntuk memindahkan pinggul

disebaliknya arah. Prinsip ini dikenal sebagai hubungan kepala-pinggul dan sering

digunakan selama keahlian mobilitas melibatkan penahan berat badan tungkai.

Transfer

Transisi dari satu permukaan ke yang lain (misalnya, dari kursi roda ke

tempat tidur) memerlukan kombinasi mobilitas, keseimbangan, dan kendali

motorik dikembangkan dalam postur dan rangkaian gerakan yang dijelaskan

sebelumnya. Urutan dasar dari transfer serupa di sebagian besar keadaan,

meskipun pola individu dari pemeliharaan motorik,proporsi tubuh, ketahanan, dan

 pemilihan pribadi akan menentukan teknik yang tepat untuk digunakan dalam

 berbagai situasi transfer. Dalam situasi, pedoman umum berikut ini harus diamati

selama transfer:

1. Bokong harus diangkat dan tidak diseret di antara permukaan. Jika

individu tidakbisa melakukan ini sendirian, asisten manual harus

disediakan dan/atau papan luncur atau perangkat serupa harus digunakan

untuk meminimalkan gaya geser selama bergeser.

2. Lingkungan harus diatur sebelum mentransfer untuk memungkinkan

tingkat transfer terkendali yang paling mungkin.

3. Menggunakan momentum bagi gerakan harus diminimalkan, dengan

tempat penekanan lambat, gerakan terkontrol.

4. Pelatihan transfer awal, bantuan dan instruksi yang cukup harus disediakan

untuk memungkinkan kinerja yang sukses dari keterampilan ini.Sangat

 penting bahwa individu menyelesaikan tugas secara semandiri mungkin

sehingga mereka mendapatkan rasa kemandirian dan kontrol.

Transfer umumnya dimulai dengan memposisikan permukaan tempat

transfer.Ketika mentransfer dari kursi roda, kursi umumnya diposisikan pada

Page 77: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 77/98

sudut 30 sampai 45 derajat ke meja matras(atau permukaan lainnya). Hal ini

memungkinkan pasien untuk bertahan di depan roda kursi roda selama transfer.

Kaki kemudian diposisikan dalam persiapan untuk transfer;dengan kursi

 berkerangka kaku, satu atau kedua kaki mungkin ditinggalkan pada pelat kaki dan

 berbalik sedikit mengarah ke transfer, dengan kursi lipat,pijakan kaki biasanya

diangkat dan ditempatkan datar di lantai, dan untuk individu dengan kontrol

keseimbangan kaki yang buruk dapat diangkat ke matras untuk menempatkan

individu dalam posisi long sitting  lebih stabil sebelum memulai bergeser bagian

dari transfer. Panggul kemudian bergerak maju sedikit di kursi untuk membawa

 pinggul lebih dekat ke permukaan perpindahan untuk memindahkan pinggul

anterior ke roda kursi roda, dan menaruh beberapa titik berat melalui

tungkai(Gambar.20-18, A). Pasien tetrapalgia sering mencapai hal ini dengan

 bergeser ke depan dengan memutar kepala dan tubuh bagian atas dengan satu

tangan berpegangan pada pendorong kursi roda, dan mengulangi teknik ini di sisi

lain.

Jika papan geser yang dibutuhkan(umumnya untuk individu dengan CMS

midservical tanpa trisep atau selama pelatihan awal untuk pasien dengan cedera

tingkat yang lebih ringan) papan ditempatkan di bawah paha kaki terkuat dan

miring ke arah tuberositas pada iskia sisi berlawanan. Individu kemudian

menyandarkan kepala ke depan, melakukan  push-up, mengangkat pinggul, dan

merotasikan kepala ke permukaan perpindahan-bahwa menggunakan hubungan

kepala-pinggul untuk mengayunkan pinggul ke permukaan transfer(Gambar. 20-

18, B). Pinggul diturunkan, keseimbangan kembali dan tangan reposisi(lihat

gambar. 20-18, C), dan kemudian rangkaian urutan diulang sampai pinggul

diposisikan secara aman pada permukaan perpindahan(Gambar.20-18, D). Kaki

dapat direposisi setelah setiap bergeser, jika diperlukan untuk keseimbangan, atau

mereka mungkin dibiarkan menarik tubuh dan diposisikan setelah akhir duduk 

dicapai. Variasi pada teknik dasar yang digunakan untuk transfer ke bangku bak 

mandi,toilet,mobil,atau permukaan yang relatif lainnya.

Pasien dengan tingkat cedera cervival yang tinggi akan secara fisik 

tergantung untuk transfer tetapi harus menjadi mandiri dalam mengarahkan

Page 78: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 78/98

 bantuan yang dibutuhkan sebelum mereka keluar dari rehabilitasi.Sebuah lift

mekanis dapat digunakan untuk mentransfer pasien di rumah sakit atau

 pengaturan rumah modifikasi.Sebuah lift mekanis, walaupun sering

merumitkan,mengurangi regangan jangka panjang pada pengasuh yang harus

 berulang kali mengangkat dan memindahkan individu. Dalam situasi di mana lift

mekanik tidak dapat dilakukan, transfer puvot dengan papan luncur dan bantuan

oleh satu atau dua orang umumnya digunakan. Perhatikan bahwa masih penting

 bahwa orang yang sedang ditransfer memiliki kaki mereka di lantai, jika mungkin,

untuk memungkinkan berat badan melalui bantalan parsial kaki(yang menguatkan

oleh kaki asisten) dan mengurangi daya angkat yang dibutuhkan selama transfer.

Para bahu Hubungan kepala pinggul juga di pekerjakan;individu yang ditransfer 

memiliki kepalanya dan badan bagian atas berpaling dari permukaan transfer dan

 pinggul bergerak menuju permukaan perpindahan.Hubungan kepala-pinggang

 juga akan dipergunakan; individu akan memindahkan kepala dan trunkus atas dari

 perpindahan permukaan dan pinggang bergerak ke arah perpindahan permukaan.

Pada kasus ini, sumbu tubuh titik poros dari hubungan kepala-pinggang adalah

kaki dari individu yang dipindahkan. Perhatian harus diberikan untuk mencegah

tarikan tungkai selama perpindahan dibantu untuk mencegah salah urat yang tidak 

stabil pada sendi bahu.

Perpindahan dari lantai ke kursi roda adalah kemampuan lanjutan yang

dikuasai hanya setelah individu sudah menguasai level perpindahan permukaan

dan berkembang banyak dalam kekuatan, fleksibilitas, dan koordinasi. Variasi

dari beberapa teknik dasar digunakan untuk melakukan kemampuan ini. Teknik 

 pertama dimulai dengan posisi individu di samping dan kira-kira parallel dengan

 bagian depan ujung dari kursi roda.Tangan ditempatkan pada bangku kursi roda,

dan tangan yang lain ditempatkan di samping pinggang. Tungkai mungkin

difleksikan dan ditempatkan miring, dengan kepala dan bahu, atau lurus ke kiri

selama perpindahan. Individu kemudian memiringkan kepala sejauh mungkin dan

mendorong dengan lengan untuk mengangkat pinggang mereka ke bangku kursi

roda. Sekali pinggang tentu berada di bangku dengan sedikit angkatan dan

meluncur mungkin digunakan untuk membawa kedua pinggang dengan teguh ke

Page 79: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 79/98

 permukaan bangku. Trunkus dibawa ke posisi atas dengan push up dari lengan

yang berada di depan frame kursi roda atau bangku. Kemampuan ini dapat dibuat

mudah dengan menggeser bantal kursi roda dari kursi (efektif mengurangi tinggi

yang diperlukan untuk mengangkat) dan menggunakannya di bawah pinggang di

lantai (efektif meningkatkan permukaan lantai dan mengurangi angkatan yang

diperlukan). Kemampuan ini juga dapat dilatih atau disederhanakan dengan

menggunakan perantaraan tinggi permukaan.untuk mengurangi pekerjaan.

Teknik lain untuk memindahkan dari lantai ke kursi adalah dengan

menggunakan push up depan dari posisi intermediate seperti binatang berkaki

empat. Lutut diposisikan di depan kursi roda dan individu menarik dirinya ke atas

 pada kursi sampai beratnya didistribusikan pada lutut di lantai dan dada bersandar 

 pada bangku kursi. Push up kemudian dilakukan dengan tangan pada bangku kursi

roda sampai pinggang benar berada pada ujung kursi. Individu kemudian memutar 

dan poros trunkus untuk memindahkan pinggang utama ke permukaan bangku.

Tangan kemudian direposisi dan push up tambahan dilakukan untuk membawa

 pinggang seluruhnya ke posisi duduk. Karena gerakan memutar yang besar yang

diperlukan dalam teknik ini, maka paling efektif digunakan oleh individu dengan

derajat kontrol trunkus aktif.

Pilihan lain yang digunakan adalah push up belakang. Individu mulai

duduk dengan punggung di depan bangku dan meraih belakang dan mengangkat

dengan kedua lengan sampai tangan berada di atas frame kursi roda atau ujung

depan bangku. Push up kemudian dilakukan untuk mengangkat tubuh ke kursi.

Teknik ini memerlukan banyak kekuatan pada posisi mekanik yang tidak 

menguntungkan dari ekstensi dan elevasi bahu yang ekstrim.

Walaupun beberapa individu dengan CMS akan dilatih perpindahan dari

lantai secara mandiri, semua pasien dengan CMS harus mandiri dengan langsung

untuk keamanan dan efektivitas perpindahan mereka dari lantai ke sebuah kursi.

Ini harus dipraktekkan di tempat rehabilitasi sehingga ketika individu intensif dan

ditemukan kecelakaan pada mereka sendiri di lantai atau tanah mereka tidak 

terintimidasi oleh lingkungan sekitar dan dapat kontrol secara aman dengan kursi

roda.

Page 80: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 80/98

Latihan Fungsional pada Integrasi Waktu Luang atau Reintegrasi

Kemajuan pada kursi roda dan adaptasi lain daya teknologi membuat waktu luang

dan membuka peluang rekreasi untuk individu dengan CMS. Olahraga seperti

tenis, basket, dan menggambar rugby dengan banyak peserta dan mempunyai

kompetisi pada semua level dari lokal sampai internasional.aktivitas rekreasi

seperti ski salju dan ski air juga dapat dinikmati oleh individu dengan semua level

mobilitas. Kompetisi spesifik dan acara tim akan dikembangkan untuk individu

yang mobilitasnya menggunakan kursi roda. Terapis dapat membantu dalam

mempersiapkan aktivitas ini dengan penilaian untuk daya adaptasi pelatihan

aktivitas spesifik kemampuan mobilitas, membangun dan mengkondisikan

kekuatan, dan edukasi mengenai pencegahan luka dan penatalaksanaan.

Penunjukan juga dapat dibuat untuk sekolah, komunitas, wilayah, dan program

nasional yang dapat memberi informasi dan membantu ketika individu mengikuti

area yang diminati.

Teknik Airway Clearance. Pasien datang dengan medikasi yang stabil dan fisik 

yang aktif selama rehabilitasi, sejumlah intervensi respirasi mungkin ditambahkan

untuk mulai fase akut. Awalnya tekanan suara meningkatkan mobilisasi aktif dan

ekpektorasi sekret. Ekspektorasi ditujukan oleh teknik yang didesain untuk 

meningkatkan kemampuan batuk. Intervensi mungkin meliputi bantuan manual

teknik batuk, termasuk tetapi tidak terbatas pada “quad-cough” (ekspirasi dengan

tekanan penuh membantu dengan tipe Heimlich atau abdominal thrust maneuver),

membantu kostofrenikus, kompresi chest anterior, atau rotasi counter trunkus.

Pasien mungkin belajar untuk melakukan versi quad-cough dengan bantuan

sendiri dengan menggunakan teknik seperti posisi tangan mereka di bawah rusuk 

sangkar dan menggunakan bisep untuk mendorong, atau oleh waktu kemajuan

trunkus dengan fase ekspulsi batuk. Individu dengan keseimbangan cukup dan

volume inspirasi paru dapat juga belajar untuk menggunakan strategi airway

clearance independen yang disebut siklus aktif pernapasan (ACB) diikuti oleh

teknik ekspirasi paksaan (FET).

Page 81: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 81/98

Pertama individu tegak, memiliki postur lurus akan membantu dengan difasilitasi

otot pernapasan. Lurus meliputi sedikit retraksi bahu (membuka dinding dada

anterior), bahu netral atau rotasi eksternal, ekstensi spina torakal, dan posisi pelvis

yang mencegah kemiringan posterior yang berlebihan. Fasilitas ini

mempertahankan postur primer dan menundukkan otot pernapasan dan mencegah

 perkembangan postur sekunder (kifosis) yang dapat merusak kapasitas

 pernapasan.

Usaha memperbaiki pernapasan dengan gerakan komplementer dapat membantu

memaksimalkan kedua usaha pernapasan dan kemampuan mobilitas. Jika sebuah

 pekerjaan meliputi ekstensi trunkus (over head reaching, pola fleksi UE PNF,

rolling ke posisi terlentang, dsb.) Itu dapat dipasangkan dengan inspirasi (ekspansi

rongga thorak). Gerakan converselve meliputi fleksi thorak dan kompresi (solling

supine to sidelying dengan kepala dan trunkus atas pola fleksi, pola ekstensi

PNF) dapat dipasangakan dengan usaha ekspirasi. Konsentrik trunkus dan gerakan

ekstrim dapat dipasangkan dengan gerakan respirasi konsentrik. Isyarat manual

dan verbal dapat juga digunakan sebagai fasilitas kombinasi yang disediakan

untuk gerakan dengan kuat yang berhubungan dengan konsentrik (inspirasi atau

ekspirasi) usaha pernapasan dan perlahan,lembut, berhubungan dengan eksentrik 

(ekspirasi) usaha pernapasan. Dengan kombinasi ketersediaan isyarat dan gerakan,

efisiensi mobilitas dan pernapasan meningkat dan keuntungan dari intervensi

 pelatihan kemampuan mobilitas dicampur.

Kesabaran dan kekuatan dari sistem respirasi dapat dikumpulkan dengan latihan

otot pernapasan. Panjang dan kontrol usaha pernapasan dapat dipraktikkan dalam

aktivitas biasa seperti menyanyi, humming atau meniup pada jerami atau meniup

mainan, dsb. Spirometer insentif dengan rentang target dapat digunakan untuk 

latihan pernapasan repetitif. Penggunaan ventilatory muscle training devices

(VMTs) menguatkan pernapasan dengan menambah resistensi dari kontraksi otot

 pernapasan. Program latian VMT digunakan selama fase rehabilitasi untuk 15-20

menit, 2 kali per hari, 5-7 hari per minggu untuk kira-kira 6 minggu. Penelitian

menunjukkan meningkatnya kekuatan otot inspirasi dan kesabaran, dan laporan

subjektif penurunan usaha pernapasan dengan menggunakan latihan VMT.

Page 82: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 82/98

Case study

Riwayat perjalanan penyakit

JD adalah seorang pelajar berusia 20 tahun yang terlibat dalam MVA 22

hari yang lalu. JD dibawa ke pusat trauma dengan fraktur dan komplit CMS

setinggi T10, dan menderita patah tulang iga 9,10,11 sebelah kanan. JD

mengalami kelumpuhan thoracolumbosacral orthosis (TLSO) dengan tipe  plastic

body-jacket style, dan menjalani  spinal stabilization operation. Keadaan JD

diperparah dengan adanya komplikasi pneumonia dan penurunan clearance

 secretion. Terapi awal yang didapat JD meliputi ROM, memposisikan di tempat

tidur, berlatih untuk duduk, edukasi pasien dan keluarga serta latihan bernapas

aktif. JD tidak dapat menerima bantuan untuk mengatasi batuk atau bantuan

fasilitas manual untuk pernapasan karena adanya rasa nyeri dari jaringan tempat

luka memar dan fraktur tulang iga. JD selalu menggunakan TLSO ketika turun

dari tempat tidur dan tidak menggunakan penahan/penguat di tempat tidur sejak 

mendapat petunjuk dokter. Setelah 3 minggu dirawat, pengobatan terhadap

 pneumonia selesai dan JD dinyatakan dalam kondisi kesehatan yang stabil dan

dapat melakukan rawat jalan untuk rehabilitasi di pusat rehabilitasi medik.

JD pernah mengalami menisectomy lutut kanan 3 tahun lalu dengan

 perbaikan fungsional yang baik. Terapi farmako yang didapat pada saat rawat

 jalan meliputi heparin (profilaksis DVT), meperidine (demerol) untuk nyeri, dan

docusate sodium (colace) untuk pelembut kotoran serta antibiotik untuk 

 pneumonia.

Page 83: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 83/98

Page 84: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 84/98

diberikan unyuk mengatasi nyeri, nyeri dirasakan berkurang sampai (3/10) pada

saat bergerak.

Fungsi sensori. JD tidak memiliki masalah sensori (refleks cahaya, rasa

tajam, getaran, kinesthesia, propriosepsi dan nyeri) di seluruh daerah atas

umbilicus tetapi JD memiliki maalah sensori di seluru daerah bawah umbilikus.

Fungsi motorik. Fungsi koordinasi dalam batas normal di kedua anggota

gerak bagian atas. Fungsi koordinasi kedua anggota gerak bagian bawah tidak 

dapat diperiksa karena tidak ada gerakan aktif.

Jantung, paru.

JD mengeluh nafas yang pendek pada saat memakai kursi roda dan latihan

 bergerak. JD vital capacity kurang dari 40% dibanding orang yang seumur dan

memiliki tinggi badan yang sama.

Kulit.

Kulit JD tidak memiliki masalah dan tidak ada kulit yang kemerahan.

Luka operasi terlihat tertutup di badan bagian posterior daerah thoraks dan

sepanjang tempat transplantasi tulang pelvis. Daerah ini tidak secara langsung

diperiksa karena diperban, tetapi perawat menyatakan luka dalam proses

 penyembuhan tanpa adanya tanda infeksi.

Fungsi

Gait, keseimbangan. JD dapat menjalankan kursi rodanya sendiri dengan

lancar sampai jarak 50 kaki. JD dapat duduk seimbang pada daerah yang dibatasi

di matras terapi dengan menggunakan bantuan kedua anggoota gerak bagian atas

agar lebih seimbang. JD tidak dapat duduk dengan seimbang apabila tidak 

menggunakan bantuan lengan. JD memiliki keseimbangan gerak yang buruk.

Kemampuan adaptasi peralatan. JD menggunakan kursi roda manual

dengan posisi kaki dalam keadaan istirahat. JD menggunakan bantal yang dapat

mengurangi tekanan pada saat di kursi roda. Di tempat tidur JD menggunakan alat

yang digantung melebihi tinggi kepala untuk membantu bergerak tapi JD sedang

 berusaha untuk tidak menggunakan alat ini lagi. JD menggunakan pegangan

 panjang untuk latihan dalam melakukan aktifitas sehari-hari dan spirometer 

 bantuan untuk membantu bernapas lebih dalam.

Page 85: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 85/98

Page 86: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 86/98

7. JD dapat meningkatkan kapasitas pernapasannya sampai 80% dibanding

orang normal sesuai usia dan tinggi badan JD

Prognosis

Prognosis JD baik karena adanya bantuan dari orang sekitarnya, tidak 

adanya gangguan kognisi, dan keadaan normal dari anggota gerak bagian atas.

Faktor yang dapat membatasi atau memperlambat penyembuhan adalah

keterbatasan gerak akibat TLSO dan adanya rasa nyeri pada daerah fraktuur 

tulang iga dan daerah operasi thorax yang timbul karena akitifitas.

Rencana perawatan

50 kali kunjungan dalam waktu 4 minggu.

Intervensi

Edukasi pasien. JD memiliki faktor resiko tinggi untuk mengalami

komplikasi pada kulit dan ini dapat mempengaruhi kemajuan pengobatan di

seluah daerah latihan mobilitas. Edukasi dan latihan perawatan kulit sangat

 penting bagi JD. Latihan perawatan kulit meliputi edukasi bagi JD dan

 perawatnya mengenai teknik pressure relief, posisi di tempat tidur dan kursi roda

serta perlindungan kulit selama latihan kemampuan mobilitas.nvnfnkf vkfl

Intervensi prosedur 

Latihan bernapas. Dengan adanya riwayat pneumonia dan kesulitan

 bernapas, meningkatkan fungsi pernapasan adalah prioritas untuk penatalaksanaan

awal bagi JD. Mobilisasi dan teknik manual lain yang dapat diterapkan pada

latihan pernafasan tidak dapat dilakukan karena adanya fraktur tulang iga dan

nyeri. Oleh karena itu, latihan pernafasan menggunakan bantuan spirometry,

latihan otot pernafasan 2x sehari dalam 3 minggu sampai kemampuan aktif 

meningkat, edukasi teknik bernapas, dan latihan untuk jantung serta latihan dalam

 berpindah posisi.

Latihan mobilitas. Latihan mobilitas fokus pada terapi fisik JD. Latihan

mobilitas meliputi latihan penggunaan kursi roda, cara bergerak di tempat tidur,

Page 87: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 87/98

latihan keseimbangan dalam duduk, dan latihan berpindah tempat. JD dilatih

untuk menggunakan kursi roda nya pada berbagai jenis situasi dan tangga (dengan

 perawat apabila diperlukan) dan dilatih cara untuk membuka pintu, elevator, dan

escalator. Latihan mobilitas di tempat tidur meliputi latihan berputar dan

 berpindah dari posisi supinasi ke posisi duduk serta dari posisi duduk ke supinasi.

JD juga dilatih keseimbangannya ketika duduk dan berpindah tempat, dengan atau

tanpa menggunakan kendaraan, turun dan naik dari lantai, serta masuk dan keluar 

dari bak mandi.

Latihan ADLs dan IADLs. Latihan ADLs dan IADLs berkoordinasi

dengan anggota tim rehabilitasi untuk mengajari dan melatih kemampuan

memakai baju, mandi, BABdan BAK, menggunakan peralatan sehari-hari, dan

melakukan beberapa pekerjaan rumah tangga dan pekerjaan sosial.

Latihan terapi. Latihan terapi meliputi latihan kelenturan (fleksibilitas) dan

latihan untuk menggerakan anggota gerak bagian bawah. Dengan tambahan,

latihan kekuatan otot bahu dan skapula untuk latihan mobilitas.

Latihan cara berjalan. Latihan cara berjalan bertujuan untuk melatih cara

 berdiri juga untuk melatih ROM. JD juga bergabung dalam body weight-

supported locomotor. Pada saat latihan, JD memerlukan bantuan maksimal untuk 

 belajar melangkah. Direncanakan untuk cara berdiri dan berajalannya memiliki

kemajuan tergantung pada tingakat kemampuan dari anggota gerak bagian bawah.

Integrasi. JD dikenalkan ada kursi roda untuk berolahraga dan berekreasi

secara aktif sebagai bagian dari terapi yang ia jalani. JD dimasukkan dalam

organisasi kemasyarakatan yang menyediakan olahraga serta rekreasi bagi orang

yang memiliki keterbatasan.

Page 88: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 88/98

Ringkasan.

CMS menyebabkan perubahan pada sistem tubuh meliputi saluran

 pencernaan, rangka, pernafasan, jantung, kulit, otot dan rangka, serta sistem saraf.

Perubahan-perubahan ini memerlukan penangan medis dan perubahan aktifitas

sehari-hari. Beberapa efek yang bersifat sistemik antara lain ulcer atau AD yang

dapat mengancam kehidupan. Penanganan perawatan yang baik oleh tim

rehabilitasi yang profesional sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pasien

dengan CMS.

Hubungan kepala-pinggang juga digunakan; individu akan menggerakkan

kepala dan trunkus berlawanan dan pinggang bergerak ke arah berlawananan.

Pada kasus ini, sumbu tubuh dari hubungan kepala-pinggang adalah kaki dari

individu yang dipindahkan. Perhatian harus diberikan untuk mencegah tarikan

lengan selama pergerakkan dibantu untuk mencegah salah urat yang tidak stabil

 pada sendi bahu.

Perpindahan dari lantai ke kursi roda adalah kemampuan lanjutan yang

dikuasai hanya setelah individu sudah menguasai level pergerakkan dan

 berkembang banyak dalam kekuatan, fleksibilitas, dan koordinasi. Variasi dari

 beberapa teknik dasar digunakan untuk melakukan kemampuan ini. Teknik 

 pertama dimulai dengan posisi individu di samping dan kira-kira sejajar dengan

 bagian depan ujung dari kursi roda.Tangan ditempatkan pada bangku kursi roda,

dan tangan yang lain ditempatkan di samping pinggang. Tungkai difleksikan dan

ditempatkan miring, dengan kepala dan bahu, atau lurus ke kiri selama

 pergerakkan. Individu kemudian memiringkan kepala sejauh mungkin dan

mendorong dengan lengan untuk mengangkat pinggang mereka ke bangku kursi

roda. Pinggang berada di bangku dengan sedikit angkatan dan meluncur untuk 

Page 89: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 89/98

membawa kedua pinggang dengan teguh ke permukaan bangku. Trunkus dibawa

ke posisi atas dengan push up dari lengan yang berada di depan frame kursi roda

atau bangku. Kemampuan ini dapat dibuat mudah dengan menggeser bantal kursi

roda dari kursi (efektif mengurangi tinggi yang diperlukan untuk mengangkat) dan

menggunakannya di bawah pinggang di lantai (efektif meningkatkan permukaan

lantai dan mengurangi angkatan yang diperlukan). Kemampuan ini juga dapat

dilatih atau disederhanakan dengan menggunakan perantaraan tinggi

 permukaan.untuk mengurangi pekerjaan.

Teknik lain untuk memindahkan dari lantai ke kursi adalah dengan

menggunakan  push up depan dari posisi intermediate seperti binatang berkaki

empat. Lutut diposisikan di depan kursi roda dan individu menarik dirinya ke atas

 pada kursi sampai beratnya didistribusikan pada lutut di lantai dan dada bersandar 

 pada bangku kursi. Push up kemudian dilakukan dengan tangan pada bangku kursi

roda sampai pinggang benar berada pada ujung kursi. Individu kemudian memutar 

dan poros trunkus untuk memindahkan pinggang utama ke permukaan bangku.

Tangan kemudian direposisi dan push up tambahan dilakukan untuk membawa

 pinggang seluruhnya ke posisi duduk. Karena gerakan memutar yang besar yang

diperlukan dalam teknik ini, maka paling efektif digunakan oleh individu dengan

derajat kontrol trunkus aktif.

Pilihan lain yang digunakan adalah  push up belakang. Individu mulai

duduk dengan punggung di depan bangku dan meraih belakang dan mengangkat

dengan kedua lengan sampai tangan berada di atas frame kursi roda atau ujung

depan bangku.  Push up kemudian dilakukan untuk mengangkat tubuh ke kursi.

Teknik ini memerlukan banyak kekuatan pada posisi mekanik yang tidak 

menguntungkan dari ekstensi dan elevasi bahu yang ekstrim.

Walaupun beberapa individu dengan CMS akan dilatih pergerakkan dari

lantai secara mandiri, semua pasien dengan CMS harus mandiri dengan langsung

untuk keamanan dan efektivitas pergerakkan mereka dari lantai ke sebuah kursi.

Ini harus dipraktekkan di tempat rehabilitasi sehingga ketika individu intensif dan

ditemukan terjatuh di lantai atau tanah tapi mereka tidak terintimidasi oleh

lingkungan sekitar dan dapat mengontrol kursi roda dengan aman.

Page 90: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 90/98

Latihan Fungsional pada Integrasi Waktu Luang atau Reintegrasi.

Kemajuan pada kursi roda dan adaptasi lain daya teknologi membuat waktu luang

dan membuka peluang rekreasi untuk individu dengan CMS. Olahraga seperti

tenis, basket, dan menggambar rugby dengan banyak peserta dan mempunyai

kompetisi pada semua level dari lokal sampai internasional. Aktivitas rekreasi

seperti ski salju dan ski air juga dapat dinikmati oleh individu dengan semua level

mobilitas. Kompetisi spesifik dan acara tim akan dikembangkan untuk individu

yang mobilitasnya menggunakan kursi roda. Terapis dapat membantu dalam

mempersiapkan aktivitas ini dengan penilaian untuk daya adaptasi pelatihan

aktivitas spesifik kemampuan mobilitas, membangun dan mengkondisikan

kekuatan, dan edukasi mengenai pencegahan luka dan penatalaksanaan.

Penunjukan juga dapat dibuat untuk sekolah, komunitas, wilayah, dan program

nasional yang dapat memberi informasi dan membantu ketika individu mengikuti

area yang diminati.

Teknik  Airway Clearance. Pasien datang dengan medikasi yang stabil dan

fisik yang aktif selama rehabilitasi, sejumlah intervensi respirasi mungkin

ditambahkan untuk mulai fase akut. Awalnya tekanan suara meningkatkan

mobilisasi aktif dan ekpektorasi sekret. Ekspektorasi ditujukan oleh teknik yang

didesain untuk meningkatkan kemampuan batuk. Intervensi mungkin meliputi

 bantuan manual teknik batuk, termasuk tetapi tidak terbatas pada “quad-cough”

(ekspirasi dengan tekanan penuh membantu dengan tipe Heimlich atau abdominal

thrust maneuver), membantu kostofrenikus, kompresi chest anterior, atau rotasi

counter trunkus. Pasien mungkin belajar untuk melakukan versi quad-cough

dengan bantuan sendiri dengan menggunakan teknik seperti posisi tangan mereka

di bawah rusuk sangkar dan menggunakan bisep untuk mendorong, atau oleh

waktu kemajuan trunkus dengan fase ekspulsi batuk. Individu dengan

keseimbangan cukup dan volume inspirasi paru dapat juga belajar untuk 

menggunakan strategi airway clearance independen yang disebut siklus aktif 

 pernapasan (ACB) diikuti oleh teknik ekspirasi paksaan (FET).

Pertama individu tegak, memiliki postur lurus akan membantu dengan

difasilitasi otot pernapasan. Lurus meliputi sedikit retraksi bahu (membuka

Page 91: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 91/98

dinding dada anterior), bahu netral atau rotasi eksternal, ekstensi spina torakal,

dan posisi pelvis yang mencegah kemiringan posterior yang berlebihan. Fasilitas

ini mempertahankan postur primer dan menundukkan otot pernapasan dan

mencegah perkembangan postur sekunder (kifosis) yang dapat merusak kapasitas

 pernapasan.

Usaha memperbaiki pernapasan dengan gerakan komplementer dapat

membantu memaksimalkan kedua usaha pernapasan dan kemampuan mobilitas.

Jika sebuah pekerjaan meliputi ekstensi trunkus (over head reaching, pola fleksi

UE PNF, rolling ke posisi terlentang, dsb.) Itu dapat dipasangkan dengan inspirasi

(ekspansi rongga thorak). Gerakan converselve meliputi fleksi thorak dan

kompresi (solling supine to sidelying dengan kepala dan trunkus atas pola fleksi,

 pola ekstensi PNF) dapat dipasangakan dengan usaha ekspirasi. Konsentrik 

trunkus dan gerakan ekstrim dapat dipasangkan dengan gerakan respirasi

konsentrik. Isyarat manual dan verbal dapat juga digunakan sebagai fasilitas

kombinasi yang disediakan untuk gerakan dengan kuat yang berhubungan dengan

konsentrik (inspirasi atau ekspirasi) usaha pernapasan dan perlahan,lembut,

 berhubungan dengan eksentrik (ekspirasi) usaha pernapasan. Dengan kombinasi

ketersediaan isyarat dan gerakan, efisiensi mobilitas dan pernapasan meningkat

dan keuntungan dari intervensi pelatihan kemampuan mobilitas dicampur.

Kesabaran dan kekuatan dari sistem respirasi dapat dikumpulkan dengan

latihan otot pernapasan. Panjang dan kontrol usaha pernapasan dapat dipraktikkan

dalam aktivitas biasa seperti menyanyi, humming atau meniup pada jerami atau

meniup mainan, dsb. Spirometer insentif dengan rentang target dapat digunakan

untuk latihan pernapasan repetitif. Penggunaan ventilatory muscle training 

devices (VMTs) menguatkan pernapasan dengan menambah resistensi dari

kontraksi otot pernapasan. Program latian VMT digunakan selama fase

rehabilitasi untuk 15-20 menit, 2 kali per hari, 5-7 hari per minggu untuk kira-kira

6 minggu. Penelitian menunjukkan meningkatnya kekuatan otot inspirasi dan

kesabaran, dan laporan subjektif penurunan usaha pernapasan dengan

menggunakan latihan VMT.

Page 92: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 92/98

Studi Kasus

Riwayat perjalanan penyakit

JD adalah seorang pelajar berusia 20 tahun yang terlibat dalam MVA 22

hari yang lalu. JD dibawa ke pusat trauma dengan fraktur dan komplit CMS

setinggi T10, dan menderita patah tulang iga 9,10,11 sebelah kanan. JD

mengalami kelumpuhan thoracolumbosacral orthosis (TLSO) dengan tipe plastic

body-jacket style, dan menjalani  spinal stabilization operation. Keadaan JD

diperparah dengan adanya komplikasi pneumonia dan penurunan clearance

 secretion. Terapi awal yang didapat JD meliputi ROM, memposisikan di tempat

tidur, berlatih untuk duduk, edukasi pasien dan keluarga serta latihan bernapas

aktif. JD tidak dapat menerima bantuan untuk mengatasi batuk atau bantuan

fasilitas manual untuk pernapasan karena adanya rasa nyeri dari jaringan tempat

luka memar dan fraktur tulang iga. JD selalu menggunakan TLSO ketika turun

dari tempat tidur dan tidak menggunakan penahan/penguat di tempat tidur sejak 

mendapat petunjuk dokter. Setelah 3 minggu dirawat, pengobatan terhadap

 pneumonia selesai dan JD dinyatakan dalam kondisi kesehatan yang stabil dan

dapat melakukan rawat jalan untuk rehabilitasi di pusat rehabilitasi medik.

JD pernah mengalami menisectomy lutut kanan 3 tahun lalu dengan

 perbaikan fungsional yang baik. Terapi farmako yang didapat pada saat rawat

 jalan meliputi heparin (profilaksis DVT), meperidine (demerol) untuk nyeri, dan

docusate sodium (colace) untuk pelembut kotoran serta antibiotik untuk 

 pneumonia.

Keadaan umum

JD, laki-laki, tinggi badan 5 kaki 11 inci, berat badan 183 lb. Nadi

80x/menit, tekanan arah 110/68mmHg dalam keadaan supinasi dan perpindahan

Page 93: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 93/98

 posisi dari duduk ke tidur. Pernafasan 14x/menit dengan tipe pernafasan lebih

menggunakan diafragma.

Pemeriksaan fisik khusus

Muskuloskletal

 Range of Motion. Aktif ROM di kedua anggota gerak bagian atas dalam

keadaan normal. ROM anggota gerak bagian bawah dalam keadaan normal

kecuali dorsoflexi tidak dapat dinilai pada saat ROM flexi pinggul dan pelurusan

kaki pada saat diangkat tidak dapat di tes karena operasi tulang belakang yang

 baru dilakukan.

Keadaan otot. Kekuatan otot pada kedua anggota gerak bagian atas lebih

 besar atau sama dengan 4/5 pada saat pemeriksaan. JD tidak memiliki gerakan

abnormal atau kontraksi otot yang terlihat pada anggota gerak bagian bawah dan

kekuatannya 0/5. Ekstremitas bagian bawah dalam keadaan hipotoni. Kekuatan

trunk  tidak dapat di periksa karena adanya rasa nyeri dan keterbatasan gerak 

setelah operasi. JD dapat menggerakkan upper abdominal muscle secara isometris

untuk menghasilkan kontraksi otot yang dapat dilihat dan diraba. JD dapat

 bernapas dengan pernafasan biasa tapi tidak dalam pada saat beraktifitas, dengan

lebih menggunakan tipe pernapasan diafragma dengan sedikit anteroposterior 

chest expansion pada saat istirahat karena itu dapat mengurangi sedikit rasa nyeri.

 Neuromuscular 

 Arousal, Attention, Cognition. JD dalam keadaan sadar dan berorientasi,

dan tidak ada masalah dalam kemampuan kognisi.

 Nyeri. JD mengeluhkan nyeri posterior badan dari leher sampai pelvis

terutama di daerah luka sekitar operasi. Nyeri tulang iga timbul terus menerus

(dengan frekuensi 2/10 saat istirahat) dan meningkat saat pernapasan dalam,

 bergerak dan donning  TLSO (8/10 pada saat kambuh). Pengobatan farmako

diberikan unyuk mengatasi nyeri, nyeri dirasakan berkurang sampai (3/10) pada

saat bergerak.

Page 94: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 94/98

Fungsi sensori. JD tidak memiliki masalah sensori (refleks cahaya, rasa

tajam, getaran, kinesthesia, propriosepsi dan nyeri) di seluruh daerah atas

umbilicus tetapi JD memiliki maalah sensori di seluru daerah bawah umbilikus.

Fungsi motorik. Fungsi koordinasi dalam batas normal di kedua anggota

gerak bagian atas. Fungsi koordinasi kedua anggota gerak bagian bawah tidak 

dapat diperiksa karena tidak ada gerakan aktif.

Jantung, paru.

JD mengeluh nafas yang pendek pada saat memakai kursi roda dan latihan

 bergerak. JD vital capacity kurang dari 40% dibanding orang yang seumur dan

memiliki tinggi badan yang sama.

Kulit.

Kulit JD tidak memiliki masalah dan tidak ada kulit yang kemerahan.

Luka operasi terlihat tertutup di badan bagian posterior daerah thoraks dan

sepanjang tempat transplantasi tulang pelvis. Daerah ini tidak secara langsung

diperiksa karena diperban, tetapi perawat menyatakan luka dalam proses

 penyembuhan tanpa adanya tanda infeksi.

Fungsi

Gaya berjalan, keseimbangan. JD dapat menjalankan kursi rodanya sendiri

dengan lancar sampai jarak 50 kaki. JD dapat duduk seimbang pada daerah yang

dibatasi di matras terapi dengan menggunakan bantuan kedua anggoota gerak 

 bagian atas agar lebih seimbang. JD tidak dapat duduk dengan seimbang apabila

tidak menggunakan bantuan ekstremitas atas. JD memiliki keseimbangan gerak 

yang buruk.

Kemampuan adaptasi peralatan. JD menggunakan kursi roda manual

dengan posisi kaki dalam keadaan istirahat. JD menggunakan bantal yang dapat

mengurangi tekanan pada saat di kursi roda. Di tempat tidur JD menggunakan alat

yang digantung melebihi tinggi kepala untuk membantu bergerak tapi JD sedang

 berusaha untuk tidak menggunakan alat ini lagi. JD menggunakan pegangan

 panjang untuk latihan dalam melakukan aktifitas sehari-hari dan spirometer 

 bantuan untuk membantu bernapas lebih dalam.

Page 95: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 95/98

Kemampuan mengurus diri sendiri dan aktifitas sehari-hari. JD

memerlukan bantuan maksimal dari seseorang dan sebuah papan untuk berpindah

 pada tempat yang tidak rata. JD cukup memerlukan bantuan dari seserorang untuk 

melakukan semua gerakan di tempat tidur. JD dapat melakukan kegiatan sehari-

hari sendiri kecuali makan, tidak dapat menahan BAK dan BAB. Kateter yang

 biasa digunakan sudah dilepas dan JD belajar menggunakan kateter yang ia dapat

gunakan sendiri.

Evaluasi, diagnosis, prognosis

JD menderita kerusakan dan kehilangan fungsi dari beberapa otot dan

fungsi sensori dibawah T10 dan kekurangan kapasitas pernafasan. Luka yang

dialami JD diklasifikasikan sebagai ASIA A, komplit paraplegia. Skor FIM 2

untuk perpindahan dan 2 untuk pergerakan.

Keterbatasan fungsi meliputi keterbatasan kemampuan untuk berpindah,

ADLs, IADLs, berkurangnya sensasi nyeri, dan bekurangnya kemampuan

 bergerak di kursi roda. JD memiliki resiko tinggi untuk komplikasi penyakit

 pernafasan, saluran pencernaan dan penyakit kulit serta depresi. JD juga tidak 

dapat menjalankan tugasnya sebagai pelajar, karyawan, serta atlit paruh waktu.

Tujuan

1. JD dan perawatnya memiliki kemampuan dalam mengatasi, mengenali dan

memberikan terapi untuk mengatasi komplikasi sekunder dari SCI

2. JD mampu melakukan sendiri seluruh gerakan di tempat tidur tanpa

 peralatan bantuan

3. JD dapat berpindah tempat sendiri untuk mempermudah ADL

4. JD dapat bergerak menggunakan kursi roda dengan jarak minimal 500

kaki untuk kondisi di dalam dan luar ruangan

5. JD hanya membutuhkan sedikit bantuan perawat dengan kemampuan lebih

dalam menggunakan kursi roda dn berpindah tempat

6. JD dan perawatnya dapat melakukan sendiri latihan fleksibilitas,

 pemanasan dan kekuatan

Page 96: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 96/98

7. JD dapat meningkatkan kapasitas pernapasannya sampai 80% dibanding

orang normal sesuai usia dan tinggi badan JD

Prognosis

Prognosis JD baik karena adanya bantuan dari orang sekitarnya, tidak 

adanya gangguan kognisi, dan keadaan normal dari anggota gerak bagian atas.

Faktor yang dapat membatasi atau memperlambat penyembuhan adalah

keterbatasan gerak akibat TLSO dan adanya rasa nyeri pada daerah fraktuur 

tulang iga dan daerah operasi thorax yang timbul karena akitifitas.

Rencana perawatan

50 kali kunjungan dalam waktu 4 minggu.

Intervensi

Edukasi pasien. JD memiliki faktor resiko tinggi untuk mengalami

komplikasi pada kulit dan ini dapat mempengaruhi kemajuan pengobatan di

seluah daerah latihan mobilitas. Edukasi dan latihan perawatan kulit sangat

 penting bagi JD. Latihan perawatan kulit meliputi edukasi bagi JD dan

 perawatnya mengenai teknik pressure relief, posisi di tempat tidur dan kursi roda

serta perlindungan kulit selama latihan kemampuan mobilitas.nvnfnkf vkfl

Intervensi prosedur 

Latihan bernapas. Dengan adanya riwayat pneumonia dan kesulitan

 bernapas, meningkatkan fungsi pernapasan adalah prioritas untuk penatalaksanaan

awal bagi JD. Mobilisasi dan teknik manual lain yang dapat diterapkan pada

latihan pernafasan tidak dapat dilakukan karena adanya fraktur tulang iga dan

nyeri. Oleh karena itu, latihan pernafasan menggunakan bantuan spirometry,

latihan otot pernafasan 2x sehari dalam 3 minggu sampai kemampuan aktif 

meningkat, edukasi teknik bernapas, dan latihan untuk jantung serta latihan dalam

 berpindah posisi.

Page 97: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 97/98

Latihan mobilitas. Latihan mobilitas fokus pada terapi fisik JD. Latihan

mobilitas meliputi latihan penggunaan kursi roda, cara bergerak di tempat tidur,

latihan keseimbangan dalam duduk, dan latihan berpindah tempat. JD dilatih

untuk menggunakan kursi roda nya pada berbagai jenis situasi dan tangga (dengan

 perawat apabila diperlukan) dan dilatih cara untuk membuka pintu, elevator, dan

escalator. Latihan mobilitas di tempat tidur meliputi latihan berputar dan

 berpindah dari posisi supinasi ke posisi duduk serta dari posisi duduk ke supinasi.

JD juga dilatih keseimbangannya ketika duduk dan berpindah tempat, dengan atau

tanpa menggunakan kendaraan, turun dan naik dari lantai, serta masuk dan keluar 

dari bak mandi.

Latihan ADL dan IADL. Latihan ADL dan IADL berkoordinasi dengan

anggota tim rehabilitasi untuk mengajari dan melatih kemampuan memakai baju,

mandi, BABdan BAK, menggunakan peralatan sehari-hari, dan melakukan

 beberapa pekerjaan rumah tangga dan pekerjaan sosial.

Latihan terapi. Latihan terapi meliputi latihan kelenturan (fleksibilitas) dan

latihan untuk menggerakan anggota gerak bagian bawah. Dengan tambahan,

latihan kekuatan otot bahu dan skapula untuk latihan mobilitas.

Latihan cara berjalan. Latihan cara berjalan bertujuan untuk melatih cara

 berdiri juga untuk melatih ROM. JD juga bergabung dalam body weight-

supported locomotor. Pada saat latihan, JD memerlukan bantuan maksimal untuk 

 belajar melangkah. Direncanakan untuk cara berdiri dan berajalannya memiliki

kemajuan tergantung pada tingakat kemampuan dari anggota gerak bagian bawah.

Integrasi. JD dikenalkan ada kursi roda untuk berolahraga dan berekreasi

secara aktif sebagai bagian dari terapi yang ia jalani. JD dimasukkan dalam

organisasi kemasyarakatan yang menyediakan olahraga serta rekreasi bagi orang

yang memiliki keterbatasan.

Ringkasan

CMS menyebabkan perubahan pada sistem tubuh meliputi saluran

 pencernaan, rangka, pernafasan, jantung, kulit, otot dan rangka, serta sistem saraf.

Perubahan-perubahan ini memerlukan penangan medis dan perubahan aktifitas

Page 98: Cedera Medula Spinalis Non Progresif

8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif

http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 98/98

sehari-hari. Beberapa efek yang bersifat sistemik antara lain ulcer atau AD yang

dapat mengancam kehidupan. Penanganan perawatan yang baik oleh tim

rehabilitasi yang profesional sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pasien

dengan CMS.