Upload
anies-mediressia
View
288
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 1/98
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 2/98
populasi usia lanjut di AS, persentase CMS karena jatuh meningkat. Dibawah usia
45 tahun, jatuh memimpin mekanisme cedera. Tindak kekerasan telah menurun
dari puncaknya 21% pada 1990-1992 tetapi masih proporsional lebih tinggi di
antara Afrika-Amerika dan Hispanik dibandingkan dengan kelompok ras lainnya.
PATOLOGI
Defisit neurologis pada CMS terjadi karena adanya suatu kekuatan yang
menyebabkan kerusakan saraf pada medula spinalis. Kekuatan tersebut bisa
langsung maupun tidak langsung. Tekanan langsung dapat terjadi bila suatu benda
atau tonjolan tulang yang masuk langsung ke dalam kanalis spinal sehingga
menganggu beberapa saraf medula spinalis. Tekanan yang paling sering terjadi
adalah yang tidak langsung, misal adanya trauma fisik yang mengganggu
komponen saraf akibat kerusakan sekunder dari tempat cedera dan jaringan
sekitar.
Mekanisme cedera mempengaruhi tipe awal dari kerusakan mekanik spina,
medula spinalis, dan struktur disekitarnya. Fleksi atau hiperfleksi cedera terjadi
saat tekanan menyebabkan pergeseran anterior dari satu segmen spina dengan
yang lainnya (contoh; trauma pada bagian bawah tubuh dengan benda yang tidak
bergerak menyebabkan fleksi yang berat pada segmen tubuh yang lebih tinggi)
dan hasilnya adalah gangguan pada ligamen posterior, posterior intervertebral
disk herniation or tear, serta fraktur dan atau dislokasi corpus vertebra. Ekstensi
atau hiperekstensi terjadi saat tekanan langsung pada bagian posterior tubuh
(contoh; trauma pada bagian belakang tubuh dengan benda yang tidak bergerak)
dapat menyebabkan robekan pada ligamen anterior longitudinal, robekan atau
herniasi anterior dari intervertebral disk , dan fraktur elemen spina posterior
dengan kompresi dan atau subluksasi. Cedera fleksi dan ekstensi paling sering
terjadi karena spina bersifat sangat fleksible. Contohnya pada spina servikalis
yang mempunyai gerakan fleksi terbesar pada C5-6 dan ekstensi terbesar pada C4-
5, sehingga membuat segmen tersebut paling sering cedera fleksi dan ekstensi.
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 3/98
Kompresi vertebra dengan tekanan vertikal yang kuat dari arah kranial
maupun kaudal atau keduanya, mampu menyebabkan burst satu atau lebih korpus
vertebra. Burst fracture menghasilkan suatu fragmen tulang yang mampu merusak
jaringan di sekitar dan sering melibatkan medula spinalis. Cedera rotasional
terjadi ketika satu bagian tubuh berputar kuat secara longitudinal pada bagian
tubuh lain yang stabil atau bergerak dengan arah yang berlawanan. Gerakan yang
berlawanan membuat suatu tekanan rotasional yang dapat menyebabkan tarikan
dan robekan pada jaringan saraf, robekan ligamen, dan fraktur vertebra.
Kerusakan primer medula spinalis diklasifikasikan sebagai benturan keras
(concussion) jika terdapat cedera yang disebabkan oleh aksi kekerasan atau benda
tajam sehingga terjadi kehilangan fungsi sementara. Perbedaannya, luka memar
(contusion)terjadi ketika permukaan medula spinalis dan pelapisnya tetap
utuhtetapi terdapat kehilangan jaringan saraf (subtansia nigra dan alba) dari
bagian tengah medula spinalis. Cedera dianggap suatu laserasi atau maserasi jika
glia terganggu dan terdapat suatu gangguan langsung pada jaringan medula
spinalis.
Kerusakan sekunder medula spinalis adalah kerusakan yang terjadi setelah
kerusakan struktural secara primer sehingga menimbulkan kerusakan yang lain.
Kerusakan sekunder terjadi ketika tempat lesi primer dan sekelilingnya menyebar
ke segmen spinal yang berada di atas atau di bawah lesi awal. Awalnya, terdapat
nekrosis pada akson yang rusak akibat trauma. Diikuti oleh cedera jaringan yang
progresif yang patofisiologinya belum dimengerti, namun sering kali dihubungkan
dengan respon vaskular dan sistem imun.
Perubahan aliran darah karena iskemik atau perdarahan menyebabkan
suatu kerusakan sel saraf lokal. Pada tempat cedera, perdarahan intraparenkim
mampu menyebabkan kerusakan jaringan dengan cepat karena terdapat stressor
pada pembuluh darah yang berlokasi pada substansia nigra dan batas dari subtansi
alba. Pembuluh darah perifer medula spinalis relatif terhindari dari kerusakan dini,
sebagimana greater compliance pada substansi alba. Kerusakan mikrovaskular
dari substansi nigra menyebabkan kehilangan aliran darah ke medula spinalis dan
gangguan autoregulasi. Iskemik pada regio tersebut juga dapat menyebabkan
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 4/98
edema vasogenik (secara sekunder mampu merusak sawar darah medula spinalis)
melalui tekanan langsung dari jaringan seikitar atau hasil dari vasospasme lokal.
Hal ini juga mampu memicu sel imun untuk merangsang respon
peradangan pascatraumatik yang berkontribusi pada patogenesis sekunder akut
dan kronik CMS. Perdarahan dan kerusakan pada sawar pembuluh darah medula
spinalis menyebabkan sel peradangan meinfiltrasi bagian medula spinalis yang
cedera, bermula pada jam pertama setelah cedera dan berlanjut selama beberapa
minggu. Sel tersebut dikaitkan dengan kematian neuron, demielinisasi, dan
perubahan lain pada substansi alba termasuk Wallerian degeneration. Kerusakan
lain juga dikatikan dengan perubahan kadar ion dan produksi radikal bebas pada
medula spinalis.
Beberapa aspek dari respon imun mungkin mempromosikan pemulihan
CMS. Respon imun yang bermanfaat mampu memulihkan debris selular dan
pelepasan faktor pertumbuhan saraf. Hal ini dan tindakan lainnya memiliki fungsi
neuroprotektif dan dapat meningkatkan regenerasi saraf.
Meskipun kekuatan destruktif mendominasi, beberapa jaringan saraf
medula spinalis dapat terhindar, terutama pada regio perifer. Jumlah jaringan saraf
yang sehat digabungkan dengan intervensi medis dini mampu mengurangi
kerusakan primer dan sekunder dan dapat meningkatkan derajat fungsi sensorik
dan motorik.
Trauma fisik merupakan penyebab primer CMS, akan tetapi terdapat juga
cedera lain yang dapat menyebabkan CMS. Berdasarkan laporan dari NSCID
tahun 1985-1995 terdapat 29% penderita mengalami fraktur dan 29% mengalami
penurunan kesadaran. Pneumotoraks traumatika atau hemotoraks terjadi sebanyak
18% kasus. Cedera otak berat juga menganggu fungsi kognitif dan emosi
sebanyak 11,5% pada penderita CMS.
Walaupun trauma adalah penyebab tersering CMS, terdapat patologi lain
yang dapat menyebabkan kerusakan medula spinalis. Penyebab non-traumatik
termasuk cedera atau penyakit yang mampu menimbulkan kerusakan komponen
saraf medula spinalis, seperti transverse myelitis dan sklerosis multipel. Medula
spinalis juga bisa dirusak oleh tekanan tumor, degenerasi spinal, atau distensi
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 5/98
intervertebral disk. Kerusakan pembuluh darah juga dapat menyebakan iskemi
atau perdarahan pada medula spinalis atau kolumna spinalis. Malformasi
kongenital spina atau kanalis spina, seperti spina bifida atau skoliosis berat
mampu menyebabkan kerusakan medula spinalis.
Cedera medula spinalis dijelaskan berdasarkan pola dan derajat fungsi
sensorik dan motorik yang tersisa setelah cedera. The International Standards for
Neurological Classification of Spinal Cord Injury mengatur klasifikasi CMS
secara internasional. Berdasarkan sistem tersebut, skeletal level mengarah pada
kerusakan vertebral terbesar pada medula spinalis. Neurological level
didefinisikan sebagai segmen paling bawah dari medula spinalis yang memiliki
fungsi normal sensori dan motorik pada kedua bagian tubuh. Jika segmen yang
memiliki fungsi normal hanya pada satu bagian tubuh, maka dibagi menurut
fungsinya. Neurological level dideskripsikan sebagai R-sensory, L-sensory atau
R-motor, L-motor, dengan spinal level yang menyertai masing-masing hal
tersebut. Sensory level mengarah pada segmen paling bawah dari medula spinalis
dengan fungsi sensorik normal pada kedua sisi tubuh, sedangkan motor level
hampir sama hanya menggambarkan fungsi motorik normal. Motor level kadang
dibagi menjadi upper extremity motor scores (UEMS) dan lower extremity motor
scores (LEMS), dan sebaliknya pada sensory level.
Cedera medula spinalis tak sempurna adalah suatu keadaan hilangnya
sebagian fungsi normal sensorik dan motorik dari segmen sakralis terbawah.
Sedangkan CMS sempurna didefinisikan sebagai hilangnya seluruh fungsi normal
sensorik dan motorik.
SYOK SPINAL
Faktor utama yang berkontribusi terjadinya komplikasi pada CMS fase
akut disebut sebagai fenomena syok spinal (areflexia). Syok spinal
dikarakteristikkan sebagai hilang total dari kontrol sensorik, motorik, dan
autonom di bawah level lesi. Hal ini terjadi segera setelah cedera dan berakhir
dalam beberapa hari hingga minggu setelah cedera. Selama periode ini, terdapat
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 6/98
flaccid paralysis dari semua otot di bawah level lesi, termasuk otot polos dari
organ visceral.
Bila upper motor neuron (UMN) terlibat, maka penyembuhan syok spinal
ditandai dengan kembalinya refleks tendon dalam dan onset spastik pada otot
skeletal dan visceral. Namun, bila lower motor neuron (LMN) terlibat, maka otot
skeletal dan visceral kembali flaccid setelah penyembuhan syok spinal.
Karena syok spinal, banyak penderita CMS mengalami hipotonus dan
fleksibilitas yang baik dibawah level lesi pada pase akut, namun kemudian
berkembang menjadi hipertonus, spastik, dan kontraktur sebagai kemajuan
rehabilitasi dan syok spinal sembuh.
AUTONOMIC DYSREFLEXIA
Autonomic dyreflexia (AD; juga dikenal sebagai autonomic hyperreflexia)
adalah suatu keadaan serius atau mengancam nyawa yang disebabkan oleh
episode hipertensi yang tidak terkontrol pada penderita CMS atau di atas level T6.
AD terjadi setelah periode syok spinal, yaitu saat respon refleks dan autonomik
kembali. Survei pada CMS (1996-1998) menunjukkan bahwa 7,9% pasien
mengalami AD selama rehabilitasi. Pada pasien dengan tetraplagia sempurna,
insiden menjadi lebih tinggi yaitu 29%. Karena frekuensi dan bahayanya AD,
maka penting bagi dokter untuk mengetahui penderita CMS yang beresiko
terjadinya AD dan dapat menatalaksana dengan tepat apabila CMS terjadi.
AD merupakan hasil dari respon autonomik yang tidak terkontrol terhadap
rangsangan noxious dari internal maupun eksternal. Penyebab AD paling sering
adalah distensi vesika urinaria atau usus, walaupun terdapat penyebab lain, seperti
blocked catheter, bowel impaction, atau infeksi saluran kemih. Secara normal
Noxious stimulus menyebabkan respons simpatetik yang berakibat terjadinya
vasokomntriksi dan meningkatkan tekanan darah. Pada penderita tanpa CMS,
tubuhnya mampu mengkompensasi fenomena ini dengan impuls penghambat
sehingga terjadi vasodilatasi dan normalisasi tekanan darah. CMS dapat
menyebabkan aktivasi mekanisme kompensasi tubuh normal di bawah level
cedera, yang berakibat escalating BP. Jika tidak ditangani dengan segera,
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 7/98
peningkatan tekanan darah dapat merusak otak, ginjal, mata dan jantung yang
mengarah pada perdarahan subaraknoid, kejanga, perdarahan ginjal dan retina,
serta infark myokardial.
Terdapat periode aritmia jantung dan bradikardia akibat kompensasi
terhadap peningkatan tekanan darah. Penderita mungkin mengalami gelisah.
Semua tim pengobatan (khususnya penderita CMS dan keluarga) harus diajarkan
untuk mengenali gejala tersebut dan menganggap AD sebagai suatu kedaruratan
medik.
ULKUS DEKUBITUS
Ulkus dekubitus atau pressure ulcers adalah masalah tersering yang terjadi
setelah CMS atau merupakan penyebab utama pasien kembali dirawat di rumah
sakit. Ulkus dekubitus dikarakteristikkan sebagai ulserasi iskemik jaringan lunak
akibat tekanan yang lama.
Enam puluh hingga 80% penderita dengan CMS dapat mengalami ulkus
dekubitus selama masa hidupnya. Dan 30% penderita dapat mengalami lebih dari
satu ulkus. Hampir 30% penderita mengalami ulkus dekubitus pertama kali saat
dirawat di rumah sakit dan berlanjut selama hidupnya, dengan penelitian terhadap
populasi dengan CMS menunjukkan hampir 20% atau lebih mengalami ulkus
dekubitus pascacedera. Di Amerika Serikat, the Centers for Disease Control and
Prevention (CDC) mengestimasi bahswa biaya perawatan CMS dengan ulkus
dekubitus per tahun adalah 1,2 milyar dolar. Biaya medis tersebut termasuk biaya
ekonomi, vokasional, sosial, dan psikologis terhadap penderita yang memerlukan
perawatan luka.
Faktor risiko ulkus dekubitus adalah kehilangan fungsi sensorik, tekanan
yang lama, immobilitas, shearing forces, maserasi kulit, dan nutrisi yang
inadekuat. Faktor tersebut dapat didukung oleh tindak kekerasan, obesitas,
merokok, higiene yang buruk, stresor psikososial, dan kepatuhan yang buruk
(misal; posisi tidur yang baik). Bagian tubuh dengan penonjolan tulang juga
berisiko untuk terjadi ulkus dekubitus, seperti regio sakrum, tumit, dan skapula
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 8/98
yang sering terjadi karena posisi berbaring terlalu lama. Atau penderita yang
sering duduk pada kursi roda juga dapat menyebabkan ulkus pada daerah iskia.
Pencegahan ulkus dekubitus melibatkan banya tim medis. Jika ulkus
dekubitus terjadi, maka intervensi dini seperti menjaga bagian tubuh yang terkena
tetap bersih dan merubah posisi tubuh sesering mungkin.Terapi fisik penunjang
dan perawatan luka juga dapat melengkapi proses penyembuhan. Terapi fisik
memiliki peranan untuk membantu mobilitas dan posisi yang mampu melindungi
kulit selama proses penyembuhan luka.
PEMERIKSAAN
RIWAYAT PASIEN
Riwayat pasien yang diperoleh dari rekam medis dan wawancara pasien
digunakan untuk membantu memandu pengujian dan pengukuran porsi
pemeriksaan. Untuk populasi cedera medula spinalis, rekam medis harus ditinjau
untuk informasi latar belakang, termasuk tetapi tidak terbatas pada demografi
pasien (umur, jenis kelamin, dan lain-lain) kondisi kesehatan sebelumnya dan
intervensi, riwayat perkembangan, dan riwayat keluarga. Hubungan yang spesifik
terhadap cedera yang sekarang harus meliputi kondisi medis yang secara langsung
dan tidak langsung terkait dengan cedera medula spinalis, pengobatan, dan
laboratorium klinis serta tes diagnostik lainnya. Hal ini penting untuk meninjau
riwayat medis dan pembedahan yang berhubungan dengan cedera medula spinalis
(mekanisme cedera, patah tulang, operasi stabilisasi, dan lain-lain) karena hal
tersebut akan mengindikasikan kemungkinan gangguan primer dan sekunder yang
membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut dan juga akan memperingatkan tindakan
pencegahan yang mungkin dibutuhkan untuk diobservasi.
Wawancara terhadap pasien dan keluarganya menghimpun informasi yang
mengarahkan terapis untuk mengembangkan ide mengenai gaya hidup pasien
sebelum terjadi cedera medula spinalis. Informasi yang diperoleh selama
wawancara harus mencakup lingkungan tempat tinggal, tingkat fungsional
sebelumnya, tingkat pendidikan, keadaan sekolah dan/atau pekerjaan, kebiasaan
sosial, kebiasaan kesehatan sebelumnya, hobi/kesenangan, karakteristik
kepribadian secara umum, dan tujuan hidup. Informasi ini akan menjadi petunjuk
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 9/98
untuk evaluasi, intervensi, dan perencanaan pulang. Pasien juga harus dinilai
untuk memahami kondisi mereka saat ini dan prognosis medis yang terkait.
Bagian akhir dari wawancara pasien adalah diskusi mengenai tujuan pasien dan
hasil yang diharapkan untuk rehabilitasi dan peran yang mereka harapkan atas
terapi untuk kesembuhan mereka. Terapis harus jelas mengenai apa yang pasien
harapkan dari terapi, terapi apa yang diharapkan oleh pasien, dan bagaimana
fungsi tim rehabilitasi interdisiplin.
TINJAUAN SISTEM
Tinjauan sistem digunakan untuk menargetkan daerah-daerah yang membutuhkan
pemerikasaan lebih lanjut dan untuk menentukan daerah yang dapat menyebabkan
komunikasi atau mengindikasikan suatu pencegahan selama pemeriksaan dan
proses intervensi.
Terapis fisik dapat membuat keputusan klinis yang lebih baik tentang
perawatan pasien, jika mereka mengerti pengaruh cedera medula spinalis pada
fungsi tubuh. Selama peninjauan sistem, hal yang penting adalah mengenali
bagaimana perubahan fungsi sistem dapat mempengaruhi partisipasi individu
dalam proses rehabilitasi. Berikut adalah penjelasan dari pengaruh cedera medula
spinalis terhadap beberapa sistem tubuh.
Sistem Gastrointestinal
Saat terjadi cedera medula spinalis, komplikasi gastrointestinal jarang
terjadi dan jarang timbul keparahan dibandingkan komplikasi sistem lainnya,
tetapi bila terjadi dapat berbahaya dan memerlukan pertimbangan yang cermat.
Ileus (motilitas usus sangat menurun) dapat terjadi selama periode shock spinal,
dengan menghilangnya bising usus selama 24-72 jam setelah cedera. Perdarahan
gastrointestinal terjadi pada 3% sampai 5% pasien dengan cedera medula spinalis.
Penggunaan kortikosteroid untuk mengurangi inflamasi akut dan cedera sekunder
di tempat cedera medula spinalis dapat meningkatkan resiko perdarahan
gastrointestinal. Profilaksis sering digunakan untuk mengurangi kejadian
perdarahan gastrointestinal. Komplikasi perdarahan gastrointestinal yang
berhubungan dengan cedera medula spinalis meliputi peningkatan kejadian
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 10/98
penyakit batu empedu, penyakit esofagus, nyeri abdomen, distensi abdomen,
disrefleksi autonom yang terkait dengan traktus gastrointestinal, dilatasi lambung
(dengan atau tanpa keterlibatan ileus) dan sindrom arteri mesentrika.
Cedera medula spinalis juga dapat mengganggu motilitas normal dan
pengosongan usus besar. Pasien dengan perubahan fungsi usus sekunder akibat
cedera medula spinalis di deskripsikan sebagai usus neurogenik. Efek cedera
medula spinalis pada fungsi usus besar dan anorektal bergantung pada tingkat
cedera. Terdapat dua pola disfungsi secara umum. Cedera medula spinalis
lengkap/total diatas segmen medula spinalis sakralis menyebabkan UMN atau
refleksik usus dimana sfingter anal eksternus relaksasi. Dengan kondisi ini,
koneksi saraf secara utuh pada dinding usus besar (dari regio medula spinalis yang
lebih tinggi) memungkinkan untuk refleks mendorong feses. Kombinasi dorongan
yang utuh tanpa disertai relaksasi sfingter menghasilkan retensi feses dan dapat
menyebabkan beberapa gangguan gastrointestinal lainnya. Cedera medula spinalis
lengkap/total pada segmen sakralis (atau cauda equina) menyebabkan LMN atau
arefleksive usus. Dengan kondisi ini, peristaltik menurun dan denervasi tonus
sfingter rendah. Kombinasi ini menghasilkan pergerakan feses yang lambat dan
meningkatkan resiko inkontinensia feses sekunder akibat sfingter hipotonus.
Intervensi primer yang digunakan untuk mengendalikan disfungsi usus
neurogenik adalah program usus reguler yang dimulai sejak masuk rumah sakit.
Program tersebut selalu meliputi diet dan manajemen cairan dan pengosongan
usus dijadwalkan secara rutin. Pengosongan dapat dibantu atau dikendalikan
dengan stimulasi kimiawi atau mekanik, posisi, obat-obatan, atau perangkat
eliminasi. Tujuan dari program usus tersebut adalah untuk mencegah usus yang
terjepit atau gerakan usus yang tidak diinginkan. Program usus ini harus
dilanjutkan seumur hidup atau sampai ada perbaikan neurologis fungsi usus.
Penatalaksanaan Kandung Kemih
Menetapkan metode pengosongan kandung kemih secara konsisten dan
efektif adalah salah satu dari tindakan rutinitas pertama yang dibutuhkan untuk
dikembangkan setelah cedera medula spinalis. Kegagalan pengosongan kandung
kemih secara teratur dan lengkap dapat menyebabkan infeksi saluran kemih
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 11/98
(komplikasi terbanyak diantara korban cedera medula spinalis), disfungsi ginjal,
batu ginjal, dan gangguan genitourinari lainnya.
Gangguan yang berhubungan dengan fungsi kandung kemih memiliki pola yang
sama seperti fungsi usus yang telah disebutkan sebelumnya. Lesi cedera medula
spinalis di atas conus medularis (cedera UMN) akan menyebabkan kandung
kemih neurogenik refleksif, dengan kemungkinan spastisitas, kesulitan berkemih,
hipertrofi otot detrusor dan refluks uretra. Lesi dibawah conus medularis (cedera
LMN) menyebabkan kandung kemih nonrefleksif yang ditandai dengan flaksiditas
dengan penurunan tonus otot sfingter dan ketidakmampuan pengosongan secara
spontan.
Pemeriksaan fungsi kandung kemih setelah cedera medula spinalis
meliputi beragam test, yang secara umum diperintahkan atau dilakukan oleh
urologis untuk menentukan pola dan tingkat masalah pengendalian kandung
kemih. Tes tersebut meliputi scans ginjal ultrasound, urinalisis, pielogram
intravena (IVPs), test urodinamik, dan berbagai macam scan kandung kemih
(misal, cystourethrograms dan cystoscopy). Setelah fungsi kandung kemih
dievaluasi, program penatalaksanaan kandung kemih dengan tujuan
mengosongkan secara efektif, minimalisasi risiko infeksi, dan mencegah
inkontinensia diantara berkemih perlu dilakukan.
Intervensi utama untuk penatalaksanaan kandung kemih pada fase akut
cedera medula spinalis (selama periode shock spinal) adalah kateterisasi (baik
yang menetap atau intermiten). Selama fase rehabilitasi cedera medula spinalis,
intervensi untuk kandung kemih refleksif (UMN) meliputi waktu berkemih
dengan stimulasi manual (menekan pada area suprapubik, dan lain-lain), waktu
berkemih refleksif, dan kateterisasi intermiten yang secara bertahap akan
meningkatkan interval berkemih. Pada beberapa kasus, kateter menetap jangka
panjang dapat digunakan. Kandung kemih nonrefleksive (LMN) dapat di
tatalaksana dengan kateter intermiten dan/atau dengan teknik seperti manuver
Valsalva (menciptakan tekanan intraabdomen yang tinggi) dan metode Crede
(pemijatan secara tidak langsung pada area kandung kemih) untuk membantu
pengosongan. Untuk kedua lesi UMN dan LMN, obat dapat digunakan untuk
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 12/98
membantu mengendalikan kandung kemih atau tonus sfingter dan membantu
dengan pelatihan kandung kemih.
Perubahan Pada Kepadatan Tulang dan Pembentukan Tulang
Perubahan utama pada metabolisme tulang yaitu dimulai dalam beberapa
hari setelah cedera medula spinalis yang menyebabkan penurunan tetap densitas
mineral tulang (BMD). Kehilangan mineral tulang akan memicu osteoporosis dan
meningkatkan risiko fraktur. Mekanisme pasti dari fenomena ini belum diketahui,
tapi mungkin berhubungan dengan neurologis, sistem sirkulasi, dan/atau
perubahan hormonal, kombinasi dari efek imobilisasi setelah terjadi cedera. Hal
yang diketahui adalah terdapat kehilangan BMD secara signifikan pada banyak
area tubuh dibawah tingkat cedera medula spinalis dengan kehilangan BMD yang
lebih hebat pada trabekular daripada tulang kortikal. Hasil dari sebuah studi
komprehensive menyatakan bahwa BMD pada LEs berkurang sampai 22% dalam
3 bulan setelah cedera medula spinalis total dan sekitar 32% dalam 14 bulan
setelah cedera. Garland dkk memeriksa BMD pada populasi yang merupakan
pasien cedera medula spinalis dengan fraktur lutut (tempat fraktur terbanyak pada
cedera medula spinalis kronik) dan menemukan bahwa individu yang mempunayi
BMD hanya 49% dari sebuah analog dapat bertubuh kelompok kontrol.
Penelitian yang berhubungan dengan pencegahan kehilangan mineral
tulang pada pasien dengan cedera medula spinalis telah menemukan berbagai
hasil. Beberapa studi melaporkan penurunan tingkat kehilangan mineral tulang
dengan aktivitas seperti berdiri, cara berjalan yang dibantu atau stimulasi elektrik
yang diinduksi bersepeda. Studi lain tidak menemukan hubungan yang signifikan
antara aktivitas tersebut dengan perubahan BMD. Teknologi terbaru
memungkinkan pengukuran BMD yang lebih efektif dan kurang invasive yang
seharusnya mambantu usaha untuk menemukan teknik untuk minimalisasi
kehilangan mineral tulang setelah cedera.
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 13/98
Osifikasi heterotipik (HO) neurogenik didefinisikan sebagai pertumbuhan
tulang abnormal dalam jaringan extraartikular. Osifikasi heterotipik yang
progresif menyebabkan keterbatasan gerakan otot dan sendi yang parah.
Walaupun patofisiologi HO yang pasti belum diketahui dengan baik, secara
umum dianggap bahwa mikrotrauma dan stres mekanik pada musculotendinous
apparatus menginduksi osifikasi secara langsung dengan melepaskan osteoblast-
stimulating factors atau secara tidak langsung dengan adanya respon inflamasi
lokal.
HO pada umumnya terjadi pada sendi distal pada cedera medula spinalis
dan paling sering terjadi pada pinggul dan lutut. Pada beberapa kasus yang hebat,
HO menyebabkan keterbatasan yang cukup parah sampai keterbatasan gerak,
komplikasi higienitas, dan predisposisi untuk individu mengalami ulkus. HO telah
dilaporkan terjadi pada 16%-53% individu dengan cedera medula spinalis baru.
Individu dengan cedera medula spinalis total, dengan spastisitas hebat, dan
dengan ulkus karena tekanan memiliki risiko yang besar untuk mengalami HO.
HO biasanya berkembang dalam 6 bulan pertama setelah cedera dan stabil dalam
18-24 bulan setelah serangan.
Intervensi untuk HO meliputi pengobatan profilaksis dan mobilisasi otot
dan sendi secara gentle. Hati-hati pada range of motion (ROM) pasif dan latihan
mobilisasi sendi untuk mencegah pemendekan jaringan harus diperhatikan dan
dilakukan segera setelah pasien stabil dan seharusnya dilakukan secara konsisten
selama rehabilitasi. Penundaan aktivitas ROM meningkatkan risiko terhadap
jaringan yang memendek akan trauma oleh aktivitas ROM selanjutnya dan latihan
ROM secara agresif yang dimulai pada saat tersebut akan menimbulkan
mikrotrauma dan pembentukan HO. Pada beberapa kasus HO yang hebat,
pembedahan mungkin diindikasikan untuk membuang kelebihan tulang dan
mencoba untuk mendapatkan kembali gerakan sendi yang dibutuhkan untuk
pergerakan fungsional.
Pertimbangan Pernapasan
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 14/98
Individu dengan cedera medula spinalis berisiko untuk mengalami
komplikasi pernapasan. Pneumonia adalah penyebab pemicu kematian untuk
semua individu dengan cedera medula spinalis dan emboli pulmonal adalah
penyebab kematian kedua dalam satu tahun pertama setelah cedera. Dalam waktu
satu tahun setelah cedera, individu dengan cedera medula spinalis memiliki
kemungkinan 80 kali lipat unutk mengalami pneumonia atau influenza daripada
orang lain pada populasi umum. Risiko tetap meningkat dibandingkan populasi
umum mengenai sisa waktu hidup bagi individu yang menggunakan bantuan
ventilator. Setelah rehabilitasi lengkap, jika stabil, pernapasan tanpa bantuan
tercapai, tingkat kematian terkait dengan pendekatan norma pada populasi dengan
penyakit pernapasan. Insiden komplikasi paru juga ditemukan secara langsung
berhubungan dengan usia (lebih tinggi pada usia yang lebih tua) dan dengan
tingkat dan kelengkapan cedera medula spinalis (lebih hebat dengan tingkat
cedera yang lebih tinggi dan dengan cedera total).
Untuk individu dengan tetraplegi, kerja sistem pernapasan meningkat
karena beberapa faktor, diantaranya parese atau paralysis otot inspirasi,
berkurangnya gerakan dinding dada, parese atau paralysis otot ekspirasi,
perubahan posisi diafragma, perubahan postural, dan berkurangnya gerakan
fungsional. Bergantung pada tingkat cedera, juga terdapat kehilangan total atau
sebagian otot pernapasan secara primer dan sekunder.
Lesi medula spinalis total pada atau diatas C3 menyebabkan paralisis total
pada diafragma dan membutuhkan resusitasi segera dan bantuan ventilator
mekanik sepanjang hidup untuk bertahan hidup. Ventilator mekanik mungkin juga
dibutuhkan sementara atau dalam janka waktu lama untuk individu dengan acute
ascending edema pada cedera medula spinalis segmen cervical bawah, untuk
pasien dengan penyakit paru, atau untuk pasien dengan trauma pada paru atau
abdomen.
Untuk individu dengan cedera medula spinalis segmen cervical bawah atau
thoraks atas, cedera dapat menyebabkan paralisis total atau sebagian pada
diafragma, otot intercosta, dan otot abdomen. Hal ini dapat mengurangi aliran
inpirasi dan ekspirasi, volume tidal, dan kapasitas vital. Kelemahan otot-otot
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 15/98
inspirasi menyebabkan hipoventilasi alveolar, hipoksemia, dan hiperkapnia,
sehingga membuat individu rentan mengalami atelektasis dan infeksi paru.
Dengan berkurangnya fungsi otot abdomen, bantalan untuk isi lapisan visceral
hilang, yang akan mengurangi sokongan diafragma dan menyebabkan posisi
istirahat diafragma menjadi ke bawah sehingga cenderung menurun dan
mengakibatkan penyimpangan dan penurunan yang nyata pada kapasitas inspirasi.
Perubahan dinamika pernapasan ini menyebabkan pernapasan paradoxical,
dimana abdomen terangkat naik serta dada tertarik masuk saat inspirasi dan
abdomen turun serta dada mengembang saat ekspirasi. Perubahan pola pernapasan
ini menyebabkan pendataran pada dinding dada bagian atas, pengembangan
dinding abdomen, dan pada akhirnya perubahan muskuloskeletal pada tulang
belakang. Volume ekspirasi pasif menurun pada individu tersebut karena
hilangnya elastic recoil dari tonus rendah dinding abdomen dan ekspirasi paksa
terbatas karena hilangnya fungsi otot-otot intercosta dan abdomen. Dapat juga
terjadi paralisis atau batuk yang lemah, dengan berkurangnya kemampuan untuk
mengeluarkan sekret dan meningkatkan risiko infeksi paru.
Dalam beberapa bulan setelah cedera terjadi, kekuatan dan mobilitas
meningkat, kapasitas vital meningkat pada pasien dengan diafragma yang utuh.
Kapasitas vital dapat dibantu dengan memberi sokongan pada dinding abdomen
dengan alat eksternal (misal, pengikat abdomen) atau dengan mengembangkan
spastisitas ringan tulang belakang. Bagaimanapun juga spastisitas thorak yang
hebat dapat menurunkan compliance dinding dada dan meningkatkan kerja
pernapasan.
Intervensi heterotopic ossification (HO) melibatkan pengobatan,
pencegahan, dan mobilisasi otot dan sendi. Latihan ROM pasif dan mobilisasi
persendian berguna mencegah terjadinya pemendekan jaringan pada pasien
immobilisasi dan hal ini dilakukan selama proses rehabilitasi. Penundaan waktu
aktivitas ROM dapat meningkatkan resiko pemendekan jaringan oleh keadaan
imobilisasi. Jaringan tersebut akan terluka oleh latihan ROM secara agresif pada
waktu berikutnya yang memicu terjadinya mikrotrauma dan pembentukan HO.
Pada kasus HO yang berat, pembedahan diindikasikan untuk memindahkan
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 16/98
kelebihan tulang dan mencoba untuk mendapatkan kembali pergerakan sendi
untukfungsi mobilisasi.
Pertimbangan pernapasan
Individu dengan gangguan medula spinalis adalah resiko terjadinya
komplikasi pernapasan. Pneumonia adalah penyebab kematian penderitaCMS dan
emboli paru sebagai faktor pencetus kedua dari kematian pada tahun pertama
setelah cedera. Dalam tahun pertama setelah cedera, penderita CMS lebih dari 80
kali lebih sering meninggal dengan pnuemonia atau influenza dibandingkan
penyakit lain pada populasi umum. Risiko-risiko ini meningkat dibandingkan
dengan populasi yang menggunakan bantuan ventilator. Setelah rehabilitasi, jika
tetap maka angka kematian akan tergantung pada penyakit pernapasan yang akan
dideritanya. Angka kejadian dari komplikasi pernapasan diemukan juga
berhubungan dengan usia (lebih tinggi terjadi pada usia lebih tua) dan dengan
tingkat dari CMS.
Pada individu dengan tetraplegi, kerja pernapasan meningkat karena
beberapa faktor meliputi parese dan atau paralisis otot-otot pernapasan, penurunan
mobilitas dinding dada, parese atau paralisi otot-otot ekspirasi, perubahan posisi
diafragma, perubahan postural, dan penurunan mobilisasi fungsional. Tergantung
pada tingkat perlukaan sehingga terdapat total atau sebagian hilangnya kerja otot-
otot pernapasan primer dan sekunder (tabel 20-2).
Lesi total pada medula spinalis pada atau diatas C3 menyebabkan paralisis
total dari diafragma dan dibutuhkan segera resusitasi dan ventilator mekanik
untuk memperpanjang hidup. Ventilasi mekanik juga disediakan untuk sementara
atau waktu yang panjang pada individu dengan kenaikan edema akut pada CMS
cervikal yang lebih bawah, pada pasien dengan riwayat penyakit paru, atau pada
pasien dengan trauma langsung pada paru atau abdomen.
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 17/98
Tabel 20-2. Inervasi Otot Pernapasan
Otot-otot Tingkat inervasi
INSPIRASI
Diafragma
Intercosta eksterna
Sternokleidomastoidea
Scalenes
Otot-otot aksesorius: Trapezius,
pektoralis minor, seratus anterior
EKSPIRASI
Intercosta interna
Abdominalis
C3, C4, C5
T1-T2
Saraf Kranial 11
C1, C2
T1-T2
T7-L1
Pada individu dengan CMS servikal bawah dan thorakal atas, cedera akan
menyebabkan paralisis total atau sebagian dari diafragma, interkosta, dan otot-otot
abdomen. Hal ini dapat menurunkan aliran udara ekspirasi dan inspirasi, volume
tidal, dan kapasital vital paru. Kelemahan otot-otot inspirasi menyebabkan
hipoventilasi alvoli, hipoksemia, dan hiperkapnia, yang membuat individu
cenderung untuk terjadi atelektaksis dan infeksi paru. Pada penurunan fungsi otot-
otot abdomen, maka akan hilang kekuatan diafragma untuk kontraksi mendatar
sehingga terjadi penurunan kapasitas inspirasi. Perubahan ini akan menghasilkan
paradoxical breathing, yaitu abdomen naik dan dada terdorong pada saat inspirasi
serta abdomen turun dan dada mengembang pada saat ekspirasi. Perubahan pola
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 18/98
ini menyebabkan pendataran pada dada atas, pengembangan dinding abdomen,
dan akhirnya perubahan muskuloskeletal pada tubuh. Volume ekspirasi pasif
menurun pada beberapa individu karena kehilangan elastisitas dan tonus dinding
abdomen, dan kekuatan ekspirasi menjadi berkurang akibat hilangnya fungsi otot
intercosta dan abdomen. Adapun terdapat paralisis atau batuk lemah, yang mana
kurangnya kemampuan untuk mengeluarkan sekret dan meningkatkan resiko
infeksi pulmonal.
Dalam beberapa bulan setelah cedera, sebagai kekuatan dan peningkatan
mobilitas, kapasitas vital seharusnya meningkat pada pasien dengan diafragma
yang utuh. Kapasitas vital juga dapat dibantu dengan penyediaan alat bantu pada
dinding abdomen dengan alat eksternal (contoh: pengikat abdomen) atau dengan
pengembangan mild trunk spasticity yang dapat menurunkan keluhan dinding
dada dan meningkatkan kerja pernapasan.
Kardiovaskular
Tiga kondisi mayor kardiovaskular akut berhubungan dengan CMS.
Disrefleksi autonom dan emboli paru telah disebutkan sebelumnya. Deep vein
thrombosis (DVT) adalah komplikasi ketiga yang harus diperhatikan terutama
sejak awal manajemen setelah luka.
Faktor yang berpengaruh untuk DVT pada populasi CMS meliputi
penurunan fungsi mobilisasi dan hilangnya inervasi simpatetik. Kombinasi ini
menyebabkan vasodilatasi dari pembuluh darah. Kegagalan menyadari dan
mengobati DVT dapat menyebabkan emboli paru dan kematian. Green et al
menyebutkan dalam riwayat rehabilitasi 243 pasien CMS ditemukan bahwa
tromboemboli lebih banyak berkembang pada pasien usia lanjut, kegemukan, dan
yang memiliki paralisis atau kanker. Gejala klinis DVT dapat ditemukan edema,
panas, atau kemerahan pada ekstremitas yang terkena, nyeri pada betis dengan
penegangan otot, dan demam. Karena gejala klinisnya memiliki sensitivitas dan
spesivisitas yang rendah terhadap DVT, maka skrining medis dapat diindikasikan
untuk pasien CMS. DVT aktif diterapi dengan pengobatan aintikoagulan dan
adakalanya dengan bedah pemindahan vaskular. DVT and emboli paru harus
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 19/98
sangat diperhatikan selama terapi CMS akut (dalam 7-10 hari setelah cedera) dan
memiliki angka kejadian yang rendah pada CMS kronik (kurang dari 1% per
tahun setelah perlukaan).
Terdapat pertentangan fakta tentang efek CMS terhadap risiko terjadinya
penyakit kardiovaskular seperti hiperkolesterolemia, hipertensi, dan penyakit
jantung koroner. Pertanyaan muncul tentang berapa banyak yang telah diobservasi
tentang perubahan kardiovaskular secara langsung yang berhubungan dengan
perubahan metabolik dan sistemik yang dihasilkan dari CMS dan atau seberapa
banyak hal-hal tersebut berhubungan dengan perubahan gaya hidup dan tingkat
aktivitas setelah perlukaan. Contohnya, pada individu dengan paraplegi, total
kolesterol, LDL, dan trigliserid yang mana kesemuanya ditemukan lebih tinggi
hampir pada semua orang yang tertekan. Penelitian lebih lanjut dibutuhkan untuk
mengidentifikasi hubungan antara CMS dan faktor risiko kardiovaskular dan
untuk mengembangkan panduan untuk meminimalkan risiko tersebut.
Fungsi seksual
Pertanyaan tentang fungsi seksual akan sering muncul pada laki-laki dan
perempuan dengan CMS selama proses rehabilitasi. Karena seksual adalah
masalah yang sensitif, beberapa pasien boleh melakukan pendekatan subjek
dengan peserta lain pada tim terapi yang memiliki kepercayaan terutama PI primer
mereka. Untuk alasan ini, Penting bagi pemberi terapi untuk memiliki dasar-dasar
bagaimana CMS mempengaruhi fungsi seksual dan kemampuan pencarian
informasi untuk menjawab pertanyaan langsung dari pasien. Semua pasien
seharusnya didorong untuk mencari terapi dan konseling untuk pemecahan
tentang masalah fungsi seksual.
Fungsi seksual laki-laki
Fungsi seksual laki-laki setelah CMS berubah sesuai dengan tingkat
lukanya. Fungsi sensori sering hilang atau terganggu setelah luka, menghasilkan
hilang atau berubahnya respon stimulus taktil. Fungsi ereksi dapat berubah pada
dua tingkat. Ereksi psikogenik (ereksi dihasilkan dari input sensori yang
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 20/98
menghasilkan emosi erotis) yang dimediasi oleh T10-T12. CMS pada atau di atas
tingkat ini akan menghasilkan hilangnya ereksi psikogenik, yang mana luka di
bawah tingkat ini tidak akan menghilangkan fungsi ereksi tersebut. Refleks ereksi
(ereksi yang tejadi tanpa sadar dan bukan hasil dari input ke otak) terjadi melalui
aktivasi saraf sensorik di S2-S4. Kebanyakan laki-laki dengan CMS memiliki
refleks ereksi jika tidak ada kerusakan langsung pada segmen spinal tersebut.
Pada beberapa kemampuan ereksi yang sering terjadi, kualitas, dan durasi
ereksi bisa ataupun tidak bisa untuk bersenggama. Untuk individu dengan
disfungsi ereksi sekunder dari CMS, terdapat beberapa pilihan intervensi untuk
meningkatkan fungsi seksualnya, meliputi terapi oral, injeksi, atau disisipkan pada
penis, penanaman penil, dan alat vakum dengan tegangan cincin. Psikiatrik dan
ahli urologi seharusnya mendiskusikan keuntungan dan kerugian dari macam-
macam terapi dengan individu yang mengalami gangguan tersebut.
Meskipun dengan kemampuan ereksi yang cukup untuk aktivitas seksual,
sebanyak 90% laki-laki dengan CMS tidak dapat ejakulasi selama bersenggama.
Masalah ini berhubungan dengan rangakaian sinergi dari otak untuk memicu
respon input sensorik, dari T10-T12 untuk emisi dan S2-S4 untuk ejakulasi, dapat
menjadi kekacauan fungsi ejakulasi, yang mana perubahan kontrol spinkter dari
sistem genitalurinaria dalam produksi semen yang dikeluarkan lewat kandung
kemih lebih cepat dibandingkan melalui uretra. Meskipun ejakulasi dapat terjadi,
kematian dari sperma pada laki-laki dengan CMS adalah 20%.
Fungsi ejakulasi yang jelek dikombinasikan dengan kematian sperma yang
tinggi dan kosentrasi sperma yang rendah menyebabkan fertilitas yang sangat
rendah pada laki-laki dengan CMS. Oleh karena itu, sejumlah dari intervensi yang
dilakukan untuk membantu laki-laki dengan CMS dan untuk laki-laki yang telah
punya anak. Beberapa teknik meliputi stimulasi penil vibrator, rectal probe
ejaculation, dan penuaian semen. Beberapa teknik ini dikombinasikan dengan
inseminasi intrauteri atau fertilisasi in vitro untuk membantu terjadinya
kehamilan. Meskipun teknik-teknik ini sangat baik dalam peningkatan
keberhasilan kehamilan, namun teknik ini memerlukan biaya yang sangat mahal
dan waktu yang panjang serta stress pada pasangan tersebut.
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 21/98
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 22/98
TES DAN PENGUKURAN
Riwayat pasien dan sistem pemeriksaan seharusnya dipandu oleh klinisi
dengan spesifik tes dan pengukurang tiap individu. Tujuan komponen ini dalam
pemeriksaan adalah untuk memberikan identifikasi yang lebih akurat dari
keluhan, mengidentifikasi keterbatasan daerah yang akan digunakan untuk tujuan
fungsi akhir, rencana intervensi, dan aspek rencana perawatan lainnya. Pada
bagian ini akan meringkas tes dan pengukuran yang sering digunakan pada
populasi dengan CMS. Ini berguna sebagai panduan umum untuk menentukan
aplikasi yang akan diberikan pada pasien.
Muskuloskeletal
Sikap badan/postur
Observasi posisi duduk seharusnya fokus pada kemampuan untuk tegak
melawan gravitasi, simetris, skapula posisi, penggunaan lengan untuk membantu
mempertahankan posisi tubuh, dan posisi dari tubuh dan pelvis. Ketidaksimetrisan
mengindikasikan perbedaan dari fungsi motorik kanan dan kiri. Asimetris juga
mengindikasikan perbedaan dari pendistribusian berat tubuh, meningkatkan resiko
gangguan kulit. Posisi skapula lebih awal mengindikasikan keseimbangan otot
dan kontrol pada daerah skapula. Penggunaan bantuan lengan dan atau
kemiringan yang ekstrem pada anterior dan posterior pelvik untuk memelihara
kontrol tubuh sebagai kompensasi yang sering mengindikasikan kontrol tubuh
yang jelek.
Karakteristik antropometer
Komposisi dan proporsi tubuh telah tercatat. Hubungan panjang tungkai
dan tubuh sangatlah penting, pada tungkai yang lebih panjang akan mendapat
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 23/98
keuntungan dari lebih panjangnya lengan dalam menutup rantai aktivitas lengan
tetapi juga akan meningkatkan kontrol untuk terapi kelemahan dan spastik.
Obesitas akan meningkatkan kerja ekstrimitas selama mobilisasi dan mengurangi
ROM dari pelvis dan pinggul untuk mobilisasi. Individu yang sangat kurus atau
yang mengalami kehilangan berat tubuh secara cepat selama masa perawatan
lebih memiliki kerentangan terhadap terjadinya ulkus.
Batas gerakan
Evaluasi total dari semua gerakan yang mungkin pada semua persendian
sangat penting dalam penilaian pasien dengan CMS karena ROM yang ekstrem
sering memiliki peran penting dalam kompensasi kekurangan kekuatan. Tes
standar genometer dianjurkan tetapi akan sulit dengan tindakan pencegahan,
kehadiran alat stabilisasi spinal, atau dengan pasien dengan ketidakmampuan
mentoleransi beberapa posisi tes yang standar. Variasi dari posisi tes yang standar
atau tatacara seharusnya tercatat.
Daya guna otot
Tes manual otot (MMT) ditunjukkan pada semua kelompok-kelompok
otot. The American Spinal Injury Association (ASIA) dan International Medical
Society of Paraplegi mengembangkan sebuah sistem pemeriksaan SCI yang
diketahui sebagai the International for Neurological Classification of SCI . ASIA
merekomendasikan tes kekuatan dirancang pada kelompok otot pada masing-
masing 10 pasang myotomemenggunakan rangkaian rostral dan kaudal. Kekuatan
otot direkam menggunakan skala MMT 0-5. Skor-skor motorik ini dijumlahkan
untuk menentukan total skore motorik. Dokter juga melakukan tes untuk menilai
kekuatan otot pada spinkter ani dan mencatat hasilnya memiliki kontaksi atau
tidak pada pemeriksaan tersebut. Skor ini dikombinasikan dengan skor sensorik
dan informasi lain untuk membantu menentukan diagnosis dan prognosis pada
individu dengan CMS.
Karena orang-orang dengan kelemahan otot akan menggunakan otot lain
untuk melakukan suatu pergerakan yang mungkin, perabaan adalha penting dalam
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 24/98
tes otot pada penderita CMS. Karena sendi-sendi proksimal dan stabilisasi segmen
tubuh sering terganggu akibat kerusakan saraf, stabilisasi eksternal dari daerah-
daerah proksimal dibutuhkan selama proses tes untuk menilai kekuatan pada
bagian distal secara akurat. Contohnya, pada seorang dengan tetraplegi tidak dapat
menahan kekuatan pada tes otot bisep kecuali trunkus eksternal membantu pasien
selama tes. Seperti pada pengukuran ROM, komplikasi dicegah dengan
penggunaan tes standar posisi. Penggunaan posisi alternatif seharusnya tercatat
dan menjaga konsistensi untuk pemeriksaan berikutnya.
Integritas dan mobilitas sendi
Integritas dan mobilitas sendi selalu dinilai dalam pemeriksaan sendi
menggunakan palpasi dan observasi, pergerakan aktif, dengan bantuan dan
pergerakan pasif. Karena peningkatan permintaan untuk lengan selama mobilisasi
pasien-pasien dengan CMS, integritas dari skapulotorak, bahu, siku, dan
pergelangan tangan adalah hal yang penting diperhatikan pada populasi tersebut.
Neuromuskular
Kognitif
Penilaian dasar kognitif, seperti Mini Mental State Examination (MMSE)
sering digunakan untuk menentukan potensi pasien untuk dilakukan rehabilitasi.
Karena hasil laporan NSCID bahwa hilangnya kesadaran pada 28,2% pasien
dengan SCI dan cedera kepala memberikan efek pada fungsi kognitif dan emosi
pada 11,5% kasus. Penting untuk menyadari tanda-tanda trauma cedera otak dan
kemungkinana yang dibutuhkan untuk tes neurologis.
Nyeri
Angka kejadian nyeri setalah CMS cukup bervariasi, tetapi nyeri akan
sangat mempengaruhi proses rehabilitasi, fungsi mobilitas, kualitas hidup, dan
psikologis penderita CMS. Pada suatu penelitian terhadap penderita CMS yang
mendapatkan penilaian kesehatan yang teratur. Budh et al menemukan bahwa
63,7% pasien dilaporkan mengalami nyeri, dengan 32,3% melaporkan bahwa
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 25/98
nyeri yang dirasakan cukup berat untuk memberikan efek negatif dari kualitas
hidup mereka. Sebuah survei pasien selama rehabilitasi memiliki hasil yang
hampir sama (79% dengan 37,9% yang menggangu hidup mereka). Nyeri
biasanya tiimbul segera setelah cedera tetapi dapat juga timbul lama setelahnya.
Kuantitas dan kualitas nyeri setelah CMS sangat rumit karena metode
yang digunakan untuk mempelajari nyeri pada pasien CMS bermacam-macam,
secara luas diterima dengan metode pengklasifikasian nyeri setelah CMS. The
McMaster University Evidence-Based Practice Center mempelajari literatur untuk
melihat hubungan CMS dengan nyeri neuropatik dan menemukan 132 penelitian
yang mencari hubungan tersebut, 6 dari penelitian dengan randomized controlled
trials (RCTs), dan banyak yang kekurangan yang melaporkan keterbatasan
validitas penilaian mereka, relevansi, kecermatan, dan aplikasi klinisnya.
Neuromuskular
Kognitif
Skrining kognitif dasar, misalnya dengan Mini Mental State Examination
(MMSE), sering digunakan untuk menentukan kemampuan pasien selama
menjalani rehabilitasi. Karena laporan penyakit-penyakit medulla spinalis
nonprogresiv (NSCD) dengan penurunan kesadaran sebanyak 28,2% dari pasien
NSCD, dan 11,5% cedera kepala berdampak pada fungsi kognitif dan emosional,
maka penting untuk mengenali tanda-tanda trauma kepala dan kemungkinan
membutuhkan pemeriksaan neurologic lebih lanjut.
Nyeri
Insiden nyeri setelah CMSbermacam-macam, tapi nyeri bisa secara
signifikan berdampak pada proses rehabilitasi fungsi gerak, kualitas hidup dan
memperbaiki psikologisnya. Berdasarkan penelitian pasien CMS yang sedang
mengikuti penilaian kesehatan reguler, Budh dkk menemukan bahwa 63,7%
pasien dilaporkan mengalami nyeri, dengan 32,3% nyeri hebat yang cukup
menimbulkan dampak negatif pada kualitas hidup mereka. Sebuah survey
terhadap pasien-pasien selama menjalani rehabilitasi menunjukkan hasil yang
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 26/98
sama (79% dan 37%, berturut-turut). Nyeri biasanya muncul segera setelah cedera
tapi bisa juga muncul belakangan.
Penilaian kuantitas dan kualitas nyeri setelah CMSsulit karena metode-
metode yang digunakan selama penelitian ini bermacam-macam dan karena bukan
satu, secara luas menerima atau mengesahkan metode pengklasifikasian nyeri
setelah CMS. The McMaster University Evidence-Based Practice Center
melakukan pencarian literatur secara luas mengenai hubungan CMS dengan nyeri
neuropatik, dan menemukan 132 studi yang sesuai dengan criteria pencarian
mereka, hanya 6 dari 132 dengan randomized controlled trials (RCTs) yang
mempunyai keterbatasan dalam penilaian validitas mereka, relevansi, ketepatan,
dan aplikasi klinik mereka. Tiadak ada studi yang mengevaluasi peranan
algoritma penatalaksanaan atau pendekatan multidisiplin terhadap nyeri. Tidak
ada kesimpulan pula yang bisa menggambarkan tentang efektivitas
penatalaksanaan nyeri pada pasien CMS.
Nyeri setelah CMS secara umum bisa dikategorikan sebagai nyeri
nosiseptik atau nyeri neuropatik. Nyeri nosiseptik muncul ketika mengenai
nosiseptor perifer di sebagian atau seluruh bagian tubuh yang diinervasi yang
diaktifkan oleh iritasi lokal atau kerusakan jaringan nonneural. Kategori ini
meliputi nyeri muskuloskeletal atau viseral. Nyeri neuropatik muncul sebagai
hasil kerusakan langsung pada jaringan saraf di sistem saraf perifer ataupun pusat.
Nyeri ini meliputi nyeri sentral, nyeri radikuler, dan sindroma nyeri regional
kompleks. Nyeri pada CMS bisa berturut-turut dibagi menurut lokasi di atas atau
di bawah tingkat cedera.
Adanya intensitas dan lokasi nyeri dicatat saat pemeriksaan atau pada
pemeriksaan ulangan secara periodik. Nyeri bisa diukur dengan bermacam-macam
skala standar nyeri, indeks, atau kuesioner.
Integritas reflex
Refleks diperiksa dengan menggunakan palu refleks pada tendon dari otot
refleks. Otot bisep, trisep, quadrisep, dan yang paling sering diperiksa adalah otot
trisep. Pada periode akut, syok spinal bisa muncul pada keadaan arefleksia.
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 27/98
Pemeriksaan ulang secara periodik dari aktivitas refleks diindikasikan untuk
menentukan akhir dari periode syok spinal, untuk tujuan diagnosis.
Integritas sensorik
Pemeriksaan dengan sentuhan ringan, nyeri (tajam/tumpul), membedakan
sentuhan, sensasi suhu, proprioseptif, dan kinesthesia dilakukan pada seluruh
tubuh. Untuk sentuhan ringan, membedakan nyeri, suhu, dan membedakan 2 titik
dilakukan pendekatan stimulus yang diaplikasikan untuk satu titik pada tubuh dan
menanyakan pasien apakah mereka sadar terhadap stimulasi dan/atau apakah
mereka merasakan titik yang diperiksa. Untuk pasien CMS, stimulus diperiksa
menurut pola dermatom untuk mengevaluasi tingkat neurologic dari CMS. Sistem
klasifikasi ASIA menggunakan sentuhan ringan (kapas) dan peniti diperiksa pada
titik khusus di masing-masing 28 dermatom pada kedua sisi tubuh. Hasil
pemeriksaan dinilai dengan 3 titik, 0 = tidak ada, 1 = kerusakan, 2 = normal
(dengan NT = tak dapat ditentukan). Nilai ini kemudian dijumlahkan sesuai
dermatom dan sisi tubuh untuk menghasilkan nilai kedua sensori. Nilai Pin Prick
dan nilai Light Touch.
Kotak 20-1 Substitusi Umum pada Pemeriksaan Manual Otot
Ekstremitas Atas dan Skapula
Trapezius Atas
• Substitusi levator skapula; menghasilkan elevasi skapula dan adduksi dari
batas medial skapula
Trapezius Tengah
• Substitusi rhomboids; menghasilkan adduksi scapula dan rotasi medial
dari sudut inferior skapula
• Substitusi levator skapula; menghasilkan elevasi skapula dan adduksi dari
batas medial skapula
Rhomboids
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 28/98
• Substitusi trapezius tengah; menghasilkan adduksi murni dari batas medial
skapula• Pasien bisa mengangkat tangan mulai dari pantat dengan menggunakan
otot ekstensor bahu (deltoid posterior, teres mayor, latsitimus dorsi, dan
trisep)
• Pasien bisa juga hanya mengangkat tangan mulai dari pantat dengan
mengedepankan skapula menggunakan pektoralis, khususnya pektoralis
minor dengan korakobrakialis
Serratus Anterior • Substitusi pektoralis minor dan korakobrakialis
• Skapula tidak bisa wing off dada/dinding torak pada posisi prone-on siku
Bisep
• Substitusi brakiobrakialis di mana fleksi siku muncul pada midposisi dari
pronasi dan supinasi, tapi pasien tidak mampu untuk fleksi siku dengan
supinasi penuh
Pektoralis mayor
• Pasien bisa mengadduksikan komponen internal rotasi dari otot dengan
kepala bisep, korakobrakialis, dan anterior deltoid, mungkin pula
latissimus dorsi
• Ingat inervasi segmental untuk komponen klavikula dari pektoralis mayor
adalah C5-6, sedangkan inervasi segmental komponen sternal dari
pektoralis mayor adalah C7-8 sampai 11 (mungkin meliputi C6)
Trisep
• Pasien bisa menggunakan rotator eksternal bahu (supraspinatus,
infraspinatus, teres minor) sampai tangan pada posisi di mana gravitasi
akan memanjang siku
• Ketika berat hubungan pada ekstremitas atas, pasien bisa menggunakan
beberapa rotasi eksternal bahu; bagaimanapun beberapa penguncian dari
siku pada ekstensi dilakukan oleh pektoralis mayor, bisep, dan
korakobrakialis
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 29/98
Deltoid
•
Paralisis dari serat-serat bagian dalam deltoid dikompensasi oleh deltoid,trisep, klavikula pektoralis, rotator eksternal mayor bahu, dan serratus
anterior
Rotator Eksternal Bahu
• Pasien bisa menurunkan bahu supaya gravitasi bisa merotasi bahu
• Pasien bisa menggantikan dengan supinator dari lengan bawah dan
ekstensor pergelangan tangan untuk membantu merotasikan pergelangan
tangan dan lengan dengan gravitasiSupinator
• Pasien bisa menggantikan dengan bisep, rotator eksternal bahu,
brakiobrakialis, dan ekstensor pergelangan tangan
Rotator Internal Bahu
• Substitusi pektoralis minor dan korakobrakialis dengan memperpanjang
bahu sehingga gravitasi bisa merotasi bahu secara internal
•Pasien bisa juga mengganti dengan pronator, fleksor pergelangan tangan,
dan brakiobrakialis
Pronator
• Pasien bisa mengganti dengan rotator internal bahu dan brakoradialis
Ekstensor Pergelangan Tangan
• Pasien bisa mengganti dengan merotasi secara ekternal bahu supaya
gravitasi bisa memanjangkan pergelangan tangan
• Pasien bisa mengganti dengan supinasi lengan bawah supaya gravitasi bisa
memanjangkan pergelangan tangan
• Pasien bisa mengganti dengan ekstensor jari-jari
Fleksor Pergelangan Tangan
• Pasien bisa mengganti dengan merotasi secara internal bahu supaya
gravitasi bisa memfleksikan pergelangan tangan
• Pasien bisa mengganti dengan pronasi lengan bawah supaya gravitasi bisa
memfleksikan pergelangan tangan
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 30/98
Latissimus Dorsi
•
Pasien bisa mengganti dengan teres mayor, deltoid posterior, trapezius bawah, dan mungkin trisep
Fleksor Jari
• Pasien bisa mengganti dengan menggunakan efek tenodesis, di mana
ekstensi pergelangan tangan menghasilkan tekanan pasif pada fleksor jari;
beberapa fleksor jadi khususnya pada sendi interfalang
Ekstensi Jari
• Pasien bisa mengganti dengan menggunakan efek tenodesis, di mana fleksi
pergelangan tangan menghasilkan tekanan pasif pada ekstensor jari,
beberapa ekstensor jari khususnya pada sendi interfalang
Trunkus
Abdominalis (Atas)
• Pasien bisa mengganti dengan kepala dan fleksor leher, pektoralis mayor
dan minor, dan serratus anterior
Oblik
• Pasien bisa mengganti dengan latissimus dorsi jika ekstremitas atas baik
Quadrates Lumborum
• Pasien bisa mengganti dengan latissimus dorsi atau oblik
Ekstremitas Bawah
Fleksor Pinggul
• Pasien bisa mengganti dengan abdominalis bawah, di mana kemiringan
pelvis secara posterior dan menyebabkan ekstremitas bawah mengikuti
maju dengan gaya gerak
• Pasien bisa mengganti dengan oblik bawah, yaitu merotasi pelvis secara
anterior, menyebabkan ekstremitas bawah mengikuti maju
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 31/98
• Adduktor pinggul bisa melenturkan pinggul
•Latissimus dorsi bisa menyebabkan fleksi dan abduksi pinggulsebagaimana pasien secara unilateral mengelevasi pelvis
Ekstensor Pinggul
• Pasien bisa mengganti dengan otot ekstensor lumbal, di mana kemirigan
pelvis secara anterior dan menyebabkan ekstremitas bawah mengikuti
secara posterior dengan gaya gerak
• Itu bisa dilihat seperti kamu palpate beberapa ekstensor pinggul pada
pasien secara maksimal mengkontraksikan fleksor pinggul kemudian
merelaksasi karena ekstremitas bawah akan pindah secara posterior pada
pantulan atau bolak-balik
• Pasien bisa mengganti dengan serat-serat longitudinal dari adductor
magnus
• Pasien bisa mengganti dengan quadrates lumborum
Abduktor Pinggul
• Pasien bisa mengganti gluteus medius dan minimus menggunakan
latissumus dorsi atau oblik untuk mengelevasikan atau “menjalankan”
pelvis
• Pasien bisa mengganti dengan Sartorius, yang mana akan melenturkan
pinggul
• Pasien bisa mengabduksi pinggul dengan tensor fascia lata
Adduktor Pinggul
• Pasien bisa mengganti dengan beberapa fleksor pinggul
• Pasien bisa menggunakan abdominalis bawah untuk merotasikan pelvis ke
depan, mengikuti gravitasi secara internal merotasikan ekstremitas bawah
Rotator Internal Pinggul
• Pasien bisa menggunakan otot abdominal bawah untuk merotasikan pelvis
ke depan sehingga gravitasi secara internal merotasikan ke bawah
Rotator Ekstensor Pinggul
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 32/98
• Pasien bisa menggunakan ekstensor belakang bawah untuk merotasikan
pelvis ke belakang sehinggal gravitasi secara eksternal merotasikanekstremitas bawah
Fleksor Lutut
• Pasien bisa mengganti dengan semimembranosus dan semitendinosus
menggunakan sartorius dan grasilis
• Pasien bisa mengganti dengan mengulang kejadian dari quadrisep
Quadrisep• Pasien bisa mengganti posisi duduk sedehana sehingga cenderung trunkus
ke belakang, akhirnya menginisiasi pergerakan kedua tungkai
• Pasien bisa mengganti dengan supinasi atau posisi berbaring dengan
menggunakan adduktor magnus untuk memanjangkan pinggul dan lutut
Inverse Kaki
• Pasien bisa mengganti dengan merotasi pinggul secara internal dan
menggunakan gastroknemius medial
Eversi Kaki
• Pasien bisa mengganti dengan merotasi pinggul secara eksternal dan
menggunakan gastroknemius lateral
Dikutip dari: Nixon V: Spinal Cord Injury. A Guide to Functional Outcomes in Physical Therapy
Management
Sistem klasifikasi ASIА menggunakan pemeriksaan sentuhan lembut
(kapas) dan tusukan jarum (peniti) diuji pada titik tertentu di setiap 28 dermatom
pada kedua sisi tubuh. Hasil pengujiandiklasifikasikan dalam 3 poin (skala 0 =
tidak ada, 1 = gangguan, 2 = normal "dengan NT = tidak dapat diuji" ). Nilai
dijumlahkan di seluruhdermatom dan kedua sisi tubuh untuk menghasilkan dua
nilai sensorik skor tusukan jarum dan skor sentuhan ringan.
Fungsi motorik - kontrol dan belajar
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 33/98
Kontrol/pengendalian motorik bervariasi, tergantung pada jenis cedera dan
menimbulkan kehilangan atau kerusakan fungsi motorik CMS total
menyebabkankerusakan total dari gerakan volunter di bawah tingkat cedera,
namun spastisitas/spastisitas yang menghasilkan peningkatan involunter pada
tonus otot masih dapat terjadi dan dapat mengganggu, atau digunakan untuk
membantu, dengan kontrol motorik dan keterampilan mobilitas.
Dalam luka yang tidak total/menyeluruh, akan ada beberapa tumpang
tindih pengendalian involunter dan spastisitas oleh tulang belakang membuat
fungsi motorik resultan lebih sulit untuk diprediksi.
Pola-pola sinergi patologis dan spastisitas sering dikaitkan dengan
gangguan lainnya nonprogressive sistem pusat saraf UMN,seperti stroke, agak
berbeda dari pola-pola gerakan abnormal yang umum terlihat pada
CMS. Spastisitas CMS disebabkan oleh perubahanpengendalian saraf dan pada
otot itu sendiri. Respon interneuron untuk menghambat aktivitas aferen
berkurang, sehinggaterjadi hiperreflex. Penghambatan nonresiprokal berkurang,
sehingga otot menjadi hipertonus. Transmisi pada serabut aferen kulit untuk
neuron motor difasilitasi, sehingga terjadi respon refleks berlebihan terhadap
rangsang normal (contoh: penarikan refleks seluruhpaha sebagai respon terhadap
sentuhan ringan pada paha tersebut. Dan sifat-sifat mekanis dari otot serat
athropy, fibrosis, dan perubahansifat kontraktil otot dari phasik menuju
tonik. Kombinasi perubahan ini dapat menyebabkan kelemahan,
gangguankoordinasi, perubahan dalam postur dan gerakan tak terkendali.
Kejadian spastisitas pada CMS sulit untuk dipastikan karena tidak ada carayang disepakati secara universal untuk untuk mengukur spastisitaspada populasi
ini. 32 persen dari orang di NSCID dilaporkan mengalami spastisitas sebelum
pulang dari rehabilitasidan 42,7% melaporkan spastisitas dalam satu tahun setelah
cedera. Dari data ini, spastisitas didefinisikan sebagai spastisitas
cukup parah yang dapat dilakukan percobaan untuk pengobatannya atau
perawatan bedah. Sebuah studi pasien CMS di UniversitasMichigan “ Model
Spinal Cord Injury Care System” yang berlangsung pada tahun 1985 dan 1988
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 34/98
menunjukkan spastisitas terjadi pada 67% dari pasien ketikaspastisitas
didefinisikan sebagai pasien menunjukkan peningkatan refleks tendon dalam,
peningkatan tonus otot selama gerakan pasif ataukejang otot yang tidak
diinginkan. Dalam studi yang sama, 37% pasien dengan spastisitas memenrlukan
obat antispastik. Hal ini cukupkonsisten dengan statistik NSCID yang tercatat
sebelumnya. Insiden spastisitas yang lebih tinggi telah terlihat pada tetraplegia
dan dengan luka inkomplit pada tingkat apapun (terutama dalam fase pemulihan
akut dibandingkandengan cedera total).
Sebagai tambahan tentang persoalan pengendalian motorik yang
sebelumnya dibahas, jika spastisitas menjadi parah dan tidak dapat dikontrol, hal
itu dapat disebabkan oleh krontaktur pada sendi dan otot, menghambat aktivitas
sehari-hari dan kemampuan bergerak, menyulitkan posisi yang baik, mengganggu
kebersihan, meningkatkan resiko penekanan lambung, mengganggu tidur,
menyebabkan nyeri, dan menyebabkan gangguan pada kualitas hidup. Kejadian
dan parahnya spastisitas juga dapat dipengaruhi oleh status psikologis individu
sendiri dan dapat diperburuk oleh stressor seperti infeksi saluran kemih, demam,
menstruasi, distensi usus, perubahan temperatur lingkungan, pakaian ketat, dsb.
Beberapa penulis memperhatikan bahwa spastisitas ringan dapat
meningkatkan fungsi ADL dengan meningkatkan tonus otot yang membantu
sirkulasi atau stimuli yang sengaja diberikan untuk mencetuskan respons refleks
pada saat yang diinginkan (misalnya saat ingin mengosongkan kandung kemih).
Walaupun pernyataan ini cocok dengan pengalaman penulis, tidak ada literatur
yang menerbitkan fakta yang terpercaya yang mendukung atau menyangkal
pernyataan tersebut.
Spastisitas pada CMS sering diukur dengan mencatat seberapa sering
gerakan kaku tersebut mengganggu aktifitas fungsional. Hal-hal yang
diperhatikan seperti (1) frekuensi spastisitas menghalangi atau mengganggu
aktifitas sehari-hari (berpindah, pergerakan saat berbaring, duduk stabil,
berkendara), (2) frekuensi dari spastisitas yang berkaitan dengan nyeri,
menghalangi atau mengganggu aktifitas, (3) seberapa sering spastisitas
mengganggu tidur, (4) sulit digerakkan secara pasif ataupun menyulitkan ROM.
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 35/98
Skala yang dibuat untuk menentukan tonus otot seperti Modified Аshworth Scale
dapat juga digunakan, tetapi skala ini biasanya hanya menggambarkan hipertonus
dasar terkait CMS dan terkadang tidak bisa diandalkan untuk menggambarkan
semua aspek spastisitas CMS seperti yang sebelumnya disebutkan. Sebuah
penelitian literatur telah gagal untuk membuktikan fakta atau keterangan yang
dapat dipercaya untuk tes terhadap tonus otot pada penderita CMS.
Kardiovaskuler/Pulmoner
Sirkulasi
Orang dengan tingkat CMS yang tinggi cenderung mengalami hipotensi
ortostatik karena berkurangnya aliran balik vena, curah jantung, dan aliran darah
pada beberapa bagian tubuh, sehingga tekanan darah perlu diobservasi. Seperti
yang dikemukakan sebelumnya bahwa AD adalah konsekuensi berbahaya dari
CMS yang menyebabkan perubahan sirkulasi dan membutuhkan pemantauan
tekanan darah yang sering.
Peredaran dan pertukaran gaspernafasan
Pemeriksaan fungsi pernafasan meliputi saturasi oksigen, kekuatan otot
pernafasan, kapasitas pernafasan, frekuensi pernafasan, ekspansi dada. Saturasi
oksigen dapat diukur dengan oksimeter. Kapasitas vital, ekspirasi dan inspirasi
dapat diukur dengan spirometer. Kelley et al menemukan 92,4% dari 278 orang
dengan CMS dapat melakukan test spirometer dengan sedikit modifikasi dari
Аmerican Thoracic Society testing standards.
Tipe pernafasan, bentuk dan simetris dinding dada, kemampuan batuk dan
durasi bersuara (vokalisasi atau suku kata per tarikan nafas) dicatat dan direkam.
Аuskultasi dilakukan untuk menentukan tipe atau lokasi dari suara nafas.
Penggunaan alat bantu pernafasan seperti ventilator juga harus diperhatikan.
Kapasitas aerobik dan daya tahan
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 36/98
Pemeriksaan dari daya tahan dan kapasitas aerobik orang-orang dengan
CMS harus dilakukan dengan tes yang tidak memerlukan kemampuan untuk
berpindah tempat (tes yang sering digunakan untuk menilai kemampuan
kardiovaskuler pada orang yang dapat berpindah tempat). Tes yang sering
digunakan adalah tes ergometer. Denyut jantung, curah jantung dan pengeluaran
oksigen.
Fungsi
Mobilitas dasar dan perawatan diri
Sebuah tinjauan dari kemampuan mobilitas fungsional telah rampung.
Pemeriksaan yang harus dilakukan termasuk berguling pada dua sisi di tempat
tidur, dari posisi supinasi ke pronasi kemudian kembali ke posisi supinasi, lalu
duduk lama dan kembali ke posisi berbaring supinasi dilanjutkan dengan duduk di
tepi tempat tidur dan berpindah dari tempat tidur ke kursi roda. Keterampilan
tambahan untuk aktifitas sehari-hari dapat juga diperiksa berdasarkan level
kegunaannnya pada pasien.
Kemampuan untuk melakukan pergerakan dapat diukur dengan skala
pergerakan fungsional. Hadley melakukan tinjauan besar yang dapat dipergunakan
dan dipercaya untuk menilai pergerakan fungsional pada populasi CMS akut.
Peninjauan tersebut menunjukkan bahwa ada keterangan yang cukup untuk
mendukung pengukuran tersebut. Functional Independence Measurement (FIM)
dianjurkan untuk dilakukan pada pasien dengan SCI. FIM adalah skala dengan 7
tingkatan berdasarkan kemandirian dengan 18 item perawatan diri, bergerak,
makan, buang air besar dan buang air kecil, kognisi sosial, dsb. Tes ini telah
dipercaya pada bermacam populasi rehabilitasi.
Sebagai tambahan FIM, beberapa skala rehabilitasi umum lainnya telah
digunakan pada penderita CMS, contohnya adalah Modified Barthel Index. Skala
tambahan telah dibuat untuk penggunaan CMS yang lebih spesifik termasuk
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 37/98
Quadriplegic Index of Function (QIF) and Spinal Cord Independence Measure
(SCIM).
Lokomosi dan gaya berjalan
Pada penderita CMS akut, inti dari lokomosi adalah kursi roda.
Pemeriksaan awal dari pergerakan kursi roda termasuk observasi kemampuan
masing-masing orang untuk mengatur bagian kursi roda (kunci roda, pijakan kaki,
dsb). Untuk penderita tetraplegi berat, diperlukan tes kemampuan untuk
mengontrol pergerakan kursi roda. Penderita harus di uji kemampuannya untuk
melakukan teknik penekanan kursi roda ketika mereka didudukkan.
Tes lebih jauh telah dikembangkan untuk mengukur dimensi tambahan
dari kursi roda seperti kekuatan, kecepatan. The Wheelchair Circuit adalah sebuah
tes untuk mengukur kemampuan pergerakan kursi roda manual, dengan 8
keterampilan kursi roda dan hasilnya dibagi dalam 3 item : kemampuan (apakah
item bisa ditampilkan), waktu performa, dan physical strain (diukur dengan
denyut jantung). Sebuah penelitian longitudinal pada 74 pasien mengatakan
bahwa perbandingan performa penggunaan kursi roda di awal dan akhir pada
pasien rawat inap rehabilitasi dapat dipercaya. Tes ini berkaitan dengan performa
mobilitas FIM, dilihat dari perpindahan ke tempat tidur, kursi, dll.
Evaluation, diagnosis and prognosis
Informasi yang dikumpulkan selama proses pemeriksaan digunakan untuk
merumuskan diagnosis terapi fisik. Hampir semua pasien dengan CMS lebih
memilih berlatih dengan cara 5H : fungsi motorik terganggu, integritas saraf
perifer dan intergrasi asosiasi sensorik dengan gangguan medula spinalis non
progresif, sebagaimana yang telah diterangkan dalam Guide to Physical Therapist
Practice (The Guide). Menurut panduan tersebut, 80% pasien yang diklasifikasi
dalam cara ini, dapat diharapkan untuk mencapai fungsi motorik yang optimal,
integritas saraf perifer, intregritas sensorik dan pergerakan fungsional dalam
jangka waktu 9 bulan terapi fisik, dengan 4-150 kunjungan. Banyaknya faktor
(contoh : status kognisi lingkungan tempat tinggal dan faktor psikologis serta
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 38/98
sosial ekonomi) dapat mempengaruhi intensitas kunjungan atau total durasi dari
perencanaan penyembuhan. Penemuan seperti ulser, fraktur dan ketergantungan
terhadap ventilator dapat menyebabkan perlunya cara lain selain cara 5H.
Penderita CMS perlu banyak waktu perawatan seumur hidup untuk memastikan
keamanan dan adaptasi perubahan terhadap kondisi fisik, lingkungan dan petugas
perawatan atau tuntutan tugas.
Evalusi CMS biasanya termasuk menilai tingkatan gangguan
menggunakan АSIАImpairment Scale. Skala ini bergantung pada hasil dari АSIА
Motorik dan nilai sensori. Untuk beberapa perbandingan (LEMS sebagai prediktor
dari cara berjalan dan UEMS sebagai skor motor HM). Sebuah prediksi yang
lebih baik untuk kemampuan fungsional dapat diperoleh menggunakan UEMS
dan LEMS untuk menjelaskan perbedaan dimensi dari efek gangguan fungsi
daripada menggunakan nilai total motorik. АSIАImpairment Scale dinilai dari А
yaitu sensorik dan motoriknya normal. Sebagai tambahan, penderita harus
memiliki baik kontraksi sfingter anal maupun mempertahankan fungsi motorik
lebih dari 3 level di bawah level motorik.
Sejumlah sindrom klinis berkaitan dengan CMS inkomplet menyebabkan
pola gangguan tipikal. Mengetahui gejala sindrom tersebut dapat membantu
prediksi keterbatasan fungsi dan merencanakan pengobatan.
Prognosis untuk pemulihan fungsional setelah CMS dipersulit pleh
berbagai macam gangguan dan kerusakan neurologis serta pemeliharaan dengan
kerusakan medula spinalis. Pemulihan pada kerusakan tidak total dapat sedikit
diprediksi dengan hasil pemeriksaan dan kategori diagnosis. Untuk
kerusakan/cedera total (tanpa faktor penyulit) tabel 20-4 menyimpulkan outcome
fungsional yang dapat diharapkan pada akhir episode perawatan awal.
Kotak 20.2 Tes Sirkuit Kursi Roda
1. Bentuk angka 8
Tiga penanda ditempatkan di lantai dalam garis lurus dengan jarak masing-
masing 1,5 meter. Subjek duduk di atas kursi roda dengan roda depan berada
di belakang penanda pertama dan mengarah ke belakang. Pada sinyal pertama,
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 39/98
subjek mendorong kursi roda secepat mungkin dengan jalur membentuk angka
8 di sekitar dua penanda. Waktu dicatat ketika subjek mulai mendorong kursi
roda sampai roda depan melewati penanda pertama kembali.
Ability score 0 : subjek tidak bisa melakukan tes ini dalam waktu 60 detik
Ability score 1 : subjek bisa melakukan tes ini dengan baik dalam 60 detik
Waktu performa : waktu yang dibutuhkan untuk melakukan tes ini.
2. Melintasi daun pintu
Sebuah daun pintu yang terbuat dari kayu (tinggi: 0,04 meter) diletakkan di
pintu sebaliknya. Satu meter di depan dan di belakang daun pintu, diletakkan
penanda di atas lantai. Subjek duduk di atas kursi roda dengan roda depan
berada di belakang penanda pertama dan mengarah ke belakang. Pada sinyal
pertama, subjek mendorong kursi roda ke depan, di sisi daun pintu dan
bergerak menjauh menuju penanda kedua. Waktu dihitung saat subjek mulai
mendorong sampai roda depan melewati penanda kedua.
Ability score 0: subjek tidak bisa melakukan tes ini dalam 120 detik.
Ability score 0.5: subjek bisa melewati daun pintu dalam 120 detik dengan
roda depan tapi tidak bisa melewatinya dalam 120 detik dengan roda
belakang.
Ability score 1: subjek bisa melakukan dalam 120 detik
3. Pemasangan sebuah platform
Sebuah platform dari kayu ( tinggi: 0,1 meter) dipasang di atas lantai, sejajar
dengan dinding. 2 meter di depan dinding dipasang penanda pada lantai.
Subjek duduk di atas kursi roda dengan roda depan di belakang penanda
pertama. Pada sinyal pertama, subjek mendorong kursi roda ke depan dan
menaiki platform. Waktu dihitung mulai dari subjek mendorong kursi roda
sampai keempat roda sampai di atas platform.
Ability score 0: subjek tidak bisa melakukan dalam waktu 120 detik
Ability score 0.5: subjek bisa menaiki platform dalam 120 detik menggunakan
roda depan tapi tidak bisa dengan roda belakang dalam 120 detik.
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 40/98
Ability score 1: subjek bisa melakukan dalam waktu 120 detik
4. Sprint 15 meter
Dua penanda diletakan di atas lantai dengan jarak masing- masing 15 meter.
Subjek duduk di atas kursi roda, dengan roda depan di belakang penanda
pertama. Pada sinyal pertama, subjek mendorong kursi roda menuju ke
penanda kedua secepat mungkin. Waktu dihitung ketika subjek mulai
mendorong sampai roda depan melewati penanda kedua.
Ability score 0: subjek tidak bisa melakukan tes dalam waktu 60 detik
Ability score 1 :subjek bisa melakukan tes dalam waktu 60 detik
5. Kemiringan 3 %
Tes ini mengharuskan subjek mendorong kursi rodanya di atas “ wheelchair-
adjusted treadmill”. Sinyal pertama, kecepatan treadmill sebesar 0,56 m/s.
sepuluh detik berikutnya, kemiringan dinaikkan menjadi 3 % dalam 12 detik.
Ketika kemiringan sudah tercapai, subjek tetap mendorong kursi roda selama
10 detik sebelum kemiringan dikembalikan 0 % dalam 12 detik. Tes berakhir
ketika treadmill kembali pada posisi horizontal.
Ability score 0: subjek tidak bisa melakukan tes ini
Ability score 1: subjek melakukan hal ini dengan baik
6. Kemiringan 6 %
Tes ini sama seperti dalam tes kemiringan 3 %, kecuali kemiringan treadmill
mencapai 6 %. Kenaikan dan penurunan kemiringan memakan waktu masing-
masing 23 detik. Nb: tes ini hanya boleh dilakukan jika subjek dapat
melakukan tes 5. (ability score : 1)
Ability score 0: subjek tidak bisa melakukan tes ini.
Ability score 1: subjek bisa melakukan tes ini dalam waktu 180 detik
7. Dorongan kursi roda
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 41/98
Tes ini mengharuskan subjek mendorong kursi rodanya di atas “ wheelchair-
adjusted treadmill”. Sinyal pertama, kecepatan treadmill 0.56, 0.83, atau 1.1
m/s, tergantung dari kemampuan subjek. Subjek mendorong kursi roda selama
180 detik.
Ability score 0 : subjek tidak bisa melakukan tes ini
Ability score 1: subejk bisa melakukan tes ini dalam 180 detik.
8. Transfer
Garis diletakkan di atas lantai sepanjang 1 meter paralel dari meja
pemeriksaan. Meja di atur dengan tinggi yang sama dengan tinggi dudukan
kursi roda. Subjek duduk di atas kursi roda dengan roda depan berada di
belakang garis. Pada sinyal awal, subjek melakukan perpindahan dari kursi
roda ke meja pemeriksaan. Saat perpindahan, kaki subjek menggantung pada
ujung meja pemeriksaan dan akhirnya menempatkan posisi kaki di atas meja
pemeriksaan. Subjek boleh menggunakan alat bantu untuk pindah. Waktu
dihitung ketika subjek mulai pindah hingga kedua kai subjek berada di atas
meja.
Ability score 0 : subjek tidak dapat melakukan tes ini dalam 300 detik
Ability score 0.5: subjek bisa melakukan perpindahan dalam 300 detik, tetapi
tidak sesuai dengan petunjuk di atas.
Ability score 1: subjek melakukan tes ini dengan baik dalam 300 sekon.
ASIA Impairment Scale
A= complete: tidak ada fungsi saraf motorik dan senorik pada daerah sacral
pada segment S4-5
B= incomplete: sensory tetapi tidak pada fungsi motorik yang didapatkan di
bawah level neurologis
C= incomplete: Fungsi motorik beradal di bawah lesi saraf yang kena .
D= incomplete: Fungsi motorik beradal di bawah lesi saraf yang kena
E= normal : Fungsi saraf motorik dan senorik normal
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 42/98
Gejala Klinis
•
Central Cord • Brown-Sequard
• Anterior cord
• Conus medullans
• Cauda equine
Tabel 20.3 Sindroma cedera medulla spinalis
Nama Sindroma Pola dari lesi saraf Kerusakan
Central cord
syndrome
Cedera pada posisi
sentral dan sebagian
pada daerah lateral.
Dapat sering terjadi
pada daerah servikal
Menyebar ke daerah
sacral. Kelemahan
otot ekstremitas atas
dan ekstremitas
bawah jarang terjadi
pada ekstremitas
bawah
Brown- Sequard
Syndrome
Anterior dan posterior
hemisection dari
medulla spinalis atau
cedera akan
menghasilkan medulla
spinalis unilateral
Kehilangan ipsilateral
proprioseptiv dan
kehilangan fungsi
motorik.
Anterior cord
syndrome
Kerusakan pada
anterior dari daerah
putih dan abu- abu
medulla spinalis
Kehilangan funsgsi
motorik dan sensorik
secara komplit.
Posterior cord
syndrome
Kerusakan pada
anterior dari daerah
Kerusakan
proprioseptiv
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 43/98
putih dan abu- abu
medulla spinalis
diskriminasi dan
getaran. Funsgis
motor juga terganggu
Cauda equine
syndrome
Kerusakan pada saraf
lumbal atau sacral
samapi ujung medulla
spinalis
Kerusakan sensori dan
lumpuh flaccid pada
ekstremitas bawah
dan kontrol berkemih
dan defekasi.
Tabel 20.4 Hasil Fungsional Setelah Cedera Medula Spinalis
C4 C5 C6 C7-C8 T1- T8 T9-T12 L1-L3
Pernapasan KV 30%-50%
dari normal.
TA untuk
kesehatan
paru
KV di atas
60%
normal.
Bantuan
langsung
untuk
teknik
batuk
KV 60%
dari
normal.
Independen
dengan
higien paru
KV 60-
80% atau
normal.
Kebersihan
paru
KV 80%
atau lebih
dari
normal.
KV 80%
atau lebih
dari
normal.
Independen
dengan
higien paru
Peredam
Tekanan
Modifikasi
dalam duduk
dengan WC
Bantuan total
untuk
berbaring
Modifikasi
duduk
dengan
WC
Bantuan
sedang
dalam
berbaring
di ranjang
Modifikasi
dengan
duduk di
WC.
Bantuan
minimal
sampai
modifikasi
Independen
dalam
duduk di
WC.
Modifikasi
sendiri
sampai
mandiri
dalam
posisi di
kasur
Mandiri
untuk
berpindah
di tempat
tidur
Mandiri
untuk
berpindah
di tempat
tidur
Mandiri
untuk
berpindah
di tempat
tidur
Putaran Butuh Bantuan Bantuan Mandiri mandiri mandiri mandiri
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 44/98
bantuan sedang
dengan
ranjang
jalan
ringan sampai
modifikasi
mandiri
Duduk -
Supinasi
Butuh
bantuan
Bantuan
ringan
sampai
maksimal
Bantuan
ringan
sampai
mandiri
dengan alat
bantu
mandiri mandiri mandiri Mandiri
Duduk
Bergeser
Butuh
bantuan
Bantuan
penuh
Bantuan
ringan
Mandiri
ternatung
luas
permukaan
Mandiri mandiri Mandiri
Permukaan
Berpindah
Butuh
bantuan
menggunakan
teknik
pengangkatan
manual
Bantaun
ringan
samapi
sedang
Bantuan
minimal
dengan alat
bantu
Bantuan
ringan
smapi
mandiri
mandiri mandiri Mandiri
Uneven Bantuan
penuh dengan
teknik
pengangkatan
manual
Bantuan
total
sampai
ringan
dengan
alat bantu
Bantuan
ringan
samapi
sedang
mandiri mandiri mandiri Mandiri
Lantai
Berpindah
Bantuan
penuh.
Menggunakan
kursi roda.
NA
Memakai
kursi roda/
Modifikasi
dengan
adapts WC
Bantuan
Mandiri
dengan
WC.
Bantuan
ringan di
atas
Modifikasi
permukaan
dengan
WC.
Modifikasi
mandiri
Modifikasi
permukaan
dengan
WC.
Modifikasi
mandiri
Bantuan
minimal
sampai
mandiri.
Modifikasi
dengan
Bantuan
modifikasi
sampai
mandiri.
Mandiri
untuk level
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 45/98
ringan
samapi
sedang.
Bantuan
ringan
samapi
sedang
pada
permukaan
kasar.
permukaa
halus
dengana
adaptasi
pad kusi
roda.
Antuan
ringan
sampai
sedang
pada
permukaan
kasar
dengan
permkaan
kasar.
Bantuan
ringan
dengan
batas
pinggir
dengan
permkaan
kasar.
Bantuan
ringan
dengan
batas
pinggir
level
permukaan.
Modifikasi
bantuan
batas
pinggir
Bantuan
ringan
dengan
tangga
permukaan.
Modifikasi
mandiri
dengan
batas
pinggir
Bantuan
dengan
tangga.
INTERVENSI
Oleh karena efek global SCI, manajemen kasus haruslah berdasarkan per
kelompok dan mengandungi intervensi untuk system muskuloskeletal dan
neuromuskular yang multiple. Kelompok rehabilitasi mengandungi keperawatan,
pengobatan (terutamanya dokter spesialis pada pengobatan fisik dan rehabilitasi),
terapi okupasi, terapi fisik, bicara dan terapi bahasa, psikologi, kerja social dan
terapi rekreasi. Ahli perobatan dan ahli kesehatan yang lain juga terlibat,
tergantung pada keperluan pasien. Topik lain pada bab ini membicarakan opsi
intervensi yang dasar pada penyembuhan SCI fase rehabilitasdi akut. Oleh karena
kombinasi infinit pada kehilangan motor dan sensasi selepas kecederaan, tidak ada
rencana intervensi yang bisa diterapkan pada majority pasien SCI. saranan yang
berikut harus dimodifikasi berdasarkan hasil pada pemeriksaan yang teliti dan
proses evaluasi.
FASE AKUT
Intervensi awal pada penyembuhan fase akut dan SCI memfokuskan
kepada prevensi terhadap komplikasi sekunder dari immobilitas dan permulaan
transisi untuk postur yang sesuai. Emphasis disesuaikan pada senaman pasif dan
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 46/98
aktif, untuk mencegh kerusakan kulit dan memelihara ROM, dan untuk
memastikan fungsi pernafasan sebanyak mungkin.
Instruksi Pasien
Pendidikan pasien dan setiap pengasuh diidentifikasi harus dimulai pada
saat onset pasien terapi servis. Pasien harus belajar untuk mengarahkan bantuan
yang dia butuhkan untuk mengontrol perawatan fisik mereka, kenyamanan dan
kebutuhan psikososial mereka. Khususnya, terapi instruksi fisik dalam pengaturan
akut akan mencakup instruksi posisi tidur, inspeksi kulit dan faktor risiko tekanan
ulkus, latihan pernapasan, dan latihan ROM . Instruksi harus diberikan dan dinilai
untuk akurasi, karena kesalahan dalam memahami dapat menyebabkan perawatan
submaksimal dan kemungkinan komplikasi dalam pemulihan. Setelah pasien
stabil ia juga harus mulai dididik tentang proses rehabilitasi jangka panjang.
Latihan Terapeutik
Latihan ROM (PROM) pasif digunakan untuk meminimalkan
pemendekan otot dan struktur artikular. Latihan ROM tradisional dilakukan pada
semua daerah tungkai, batang dan serviks sebagaimana disesuaikan oleh
perangkat imobilisasi dan perbatasan medis untuk gerakan. Latihan ROM dimulai
pada pasien yang secara medisnya stabil dan boleh beraktivitas. Oleh karena
risiko kemungkinan terjadi peningkatan pembangunan HO terkait dengan onset
intervensi tertunda ROM dini ditekankan. Protokol ROM standar biasanya
mencakup dua kali latihan sehari-hari, dari semua sendi melalui ROM dan
pengulangan 5-10. Frekuensi ROM ini, tidak ada bukti yang ditemukan untuk
mendukung kemanjuran ini atau protokol lainnya dalam populasi SCI. Ada
beberapa bukti bahwa periode pendek peregangan sering memiliki sedikit efek
pada otot dan peregangan periode panjang mungkin diperlukan untuk
mempertahankan panjang otot setelah SCI. Kebutuhan untuk peregangan lebih
lama dan dengan posisi tidur yang sesuai dijelaskan nanti dalam bagian ini.
Meskipun kurangnya bukti untuk mendukung latihan ROM, dianjurkan bahwa
dilakukan sampai penelitian lebih lanjut untuk lebih mendefinisikan parameter
peregangan, latihan ROM digunakan untuk kemungkinan kontribusi untuk mereka
yang berfleksibilitas, fungsi peredaran darah, pencegahan untuk tekanan ulkus,
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 47/98
dan sebagai sarana untuk memperkenalkan kembali kepada pasien dengan konsep
gerakan, dalam persiapan untuk mobilitas aktif.
Beberapa tindakan pencegahan tambahan harus diambil ketika melakukan
latihan ROM pada individu dengan SCI karena masa depan ROM yang
dibutuhkan untuk mobilitas dan hipotonik hadir selama pemulihan awal:
1. ROM yang ekstrim atau kuat dihindari karena risiko terjadi trauma
jaringan lunak dan kemungkinan predisposisi untuk HO.
2. Kaki lurus dan gabungan fleksi pinggul dan lutut mungkin terbatas
dalam fase akut, terutama setelah operasi toraks atau lumbal tingkat
rendah, karena peregangan yang mungkin terjadi pada jaringan dural
dan struktur lumbal.
3. Gerakan gabungan dari pergelangan tangan dan jari jarang diterapkan
dalam arah yang sama (misalnya;. fleksi pergelangan tangan
dikombinasikan dengan fleksi jari atau ekstensi pergelangan tangan
dengan ekstensi jari untuk menghindari peregangan berlebihan pada
fleksor jari panjang atau tendon ekstensor. Gerakan pasif alami dari
jari ke fleksi dan ekstensi pergelangan tangan akan digunakan oleh
banyak pasien untuk melakukan fungsi menangkap (disebut pegangan
tenodesis), sehingga penerapan ketat pada beberapa fleksor di jari
panjang dalam kombinasi dengan ekstensi pergelangan tangan harus
diterapkan. Panjang ekstensor harus diterapkan untuk memungkinkan
pembukaan pasif pegangan tenodesis ketika pergelangan tangan
tertekuk. Pengecualian untuk aturan ini dilakukan jika pasien sedang
menderita spastik yang parah, di mana peregangan yang lama mungkin
diperlukan untuk mencegah kontraktur dari kelompok otot yang
terlibat.
4. Oleh karena kebutuhan kekuatan dan mobilitas di bahu dan tulang
belikat untuk semua keterampilan mobilitas pada masa depan, daerah
ini harus ditangani bersama dengan gerakan ekstremitas distal.
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 48/98
5. Selama periode areflexive pada shock tulang belakang, perawatan
harus dilakukan untuk sepenuhnya mendukung anggota badan selama
ROM untuk mencegah trauma pada sendi tengah.
Sementara ROM pada awalnya merupakan aktivitas pasif yang dilakukan
oleh terapis atau pengasuh yang terlatih, sambil pasien yang mangalami
kemajuan memungkinkan latihan ini untuk membantu berolahraga atau senaman
aktif, dan pasien diinstruksikan dalam melakukan latihan ROM sendiri untuk
menjaga fleksibilitas.
Posisi.Oleh karena periode lama pasien SCI akut paling menghabiskan waktunya
di tempat tidur, sangat penting bahwa posisi benar dilakukan untuk mengurangi
risiko tekanan ulkus, mempertahankan allignment postural dan rangka, dan
mengurangi efek sekunder dari spastik. Tekanan pada tempat tidur, kasur, atau
kasur overlay harus selalu digunakan sebagai tambahan dalam pemantauan posisi
konstan atau kondisi kulit. Posisi berbalik dilakukan setiap 2 jam.
Ketika pasien telentang, postur berikut ini disarankan:
Area tubuh Titik anatomi posisi
LEs Pinggul Ekstensi dan abduksi
sedikit dengan rotasi
neutral
Lutut Ekstensi, tapi disokong
dan tidak dihiperekstensi
Tumit Dorsofleksi, umumnya
dengan menggunakan alat
ortotik
Jari-jari kaki Ekstensi
UEs (untuk pasien
dengan tetraplegia)
Bahu Abduksi, sedikit difleksi,
rotasi neutral
Siku Ekstensi, terutama dengan
kehadiran fungsi bisep
tanpa fungsi trisep. Alat
ortotik lain boleh
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 49/98
digunakan untuk menahan
ekstensi siku jika terjadi
spastic bisep
Pergelangan tangan Ekstensi pada 30-40
derajat.
Jari-jari tangan Fleksi
Pasien jarang diposisikan baring miring secara langsung karena tekanan
terjadi pada tulang di bagian bahu dan pinggul. Jadi, mereka diposisikan sedikit
menjauh dari miring di arah terlentang. Dalam posisi ini, pinggul dan lutut sedikit
tertekuk dan kaki bagian atas sedikit posterior lebih rendah, dengan bantalan yang
disediakan antara tungkai (terutama pada lutut dan pergelangan kaki). Bahu sisi
bawa tertekuk sekitar 90 derajat, siku diperpanjang, dan lengan bawah disupine
dan ditahan di atas bantal. Lengan atas didukung pada sebuah bantal pada fleksi
bahu dan ekstensi siku.
Posisi prone adalah pilihan yang sangat baik untuk peregangan lanjut
fleksor pinggul dan lutut dan merupakan posisi yang sangat baik untuk pasien
dengan prognosis yang baik untuk pemulihan. Kehadiran perangkat medis
(misalnya; tracheostomy atau tube makan) dapat mempersulit tetapi tidak
dinafikan penggunaan posisi rentan dalam intervensi awal. Kehadiran penjepit
halo tidak selalu merupakan kontraindikasi untuk baring secara prone, tetapi
banyak pasien dengan halo yang harus perlahan-lahan diperkenalkan kepada
waktu yang dihabiskan rentan sekunder dengan perasaan tak berdaya awal
menelungkup dan karena perasaan kompresi pada dada dapat membuat perubahan
yang dirasakan dalam fungsi pernafasan. Pada kenyataannya, posisi rentan
meningkatkan oxygen dan dapat meningkatkan sirkulasi ke daerah paru-paru.
Bahkan jika pasien dengan halo tidak mentolerir posisi prone yang lama, mereka
masih harus beralih ke rentan terhadap prone selama beberapa menit setiap hari
untuk memungkinkan pemeriksaan kulit dan membersihkan bagian bawah
posterior dari halo dan untuk membantu sekresi pernapasan mobilisasi.
Sebagai pasien yang stabil kondisinya, mereka mungkin boleh duduk
tegak. Pengikat perut dan Les digunakan untuk mendukung pembuluh darah, dan
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 50/98
individu secara bertahap dinaikkan ke posisi duduk di tempat tidur atau di kursi
roda berbaring dengan kakinya ditinggikan, sementara tekanan darah dan denyut
jantung dipantau dan diamati tanda-tanda sakit kepala atau pusing. Ketika pasien
dapat ditoleransi duduk di posisi ini untuk waktu yang lama (15-30minutes),
pasien dapat duduk dengan Les dalam posisi mandiri.
Pembukaan Jalan Napas
Banyak individu dengan SCI, khususnya di tingkat serviks, membutuhkan
ventilasi mekanis selama manajemen akut mereka. Pasien dengan cedera di atas
C4 akan memerlukan bantuan ventilasi penuh atau parsial seumur hidup.Intervensi terapi fisik selama manajemen akut pasien akan mencakup teknik
untuk meningkatkan kekuatan otot pernapasan dan daya tahan dan meningkatkan
saluran udara yang lapang dan untuk meminimalisir komplikasi immobilisasi
pernapasan yang lanjut. Pengobatan harus dikoordinasikan dengan anggota lain
dari tim pengobatan, termasuk keperawatan, terapi pernapasan, terapi wicara, dan
terapi okupasi.
Intervensi dipilih berdasarkan pada hasil pemeriksaan dan evaluasi paru.
Jika sekresi jalan napas hadir atau dicurigai, intervensi dapat mencakup posisi
untuk drainase postural, perkusi dan getaran. Intervensi ini diterapkan ke daerah
paru yang terlibat (seperti yang tercantum dalam radiograf atau dengan
auskultasi), dan waktu pengobatan ditentukan oleh perubahan dalam pembukaan
jalan napas. Pengobatan dapat berlangsung 20-30 menit dan dilanjutkan selama
ada sekresi produktif (dengan batuk atau penyedotan) dan jika suara napas
membaik. Perubahan suara napas yang kurang atau tidak ada sebelum pengobatan
untuk crackles, ronchi, atau vesikuler selama dan setelah pengobatan
menunjukkan mobilisasi sekresi efektif. Suction periodik dan / atau batuk dapat
digunakan untuk membersihkan sekresi. Rompi pneumatik yang memasok getaran
mekanis pada dinding dada seluruh juga dapat digunakan untuk memobilisasi
sekresi. Setelah pasien lebih aktif dan dapat memobilisasi sekresi dengan batuk,
pembukaan jalan napas teknik pasif akan dihentikan.
Pengikat perut untuk mendukung pernapasan dapat digunakan setelah
pasien melakukan beberapa napas spontan. Pengikat ditetapkan di daerah 2-3 inci
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 51/98
di bawah prosesus xifoid dan diperluas sedikit di bawah spina iliaka anterior
superior (SIAS). Pengikat yang ditempatkan terlalu tinggi dapat mengganggu
inspirasi, dan pengikat yang diperpanjang terlalu rendah dapat menyebabkan
kerusakan kulit. Meskipun penggunaan pengikat perut untuk mendukung respirasi
adalah kontroversial, ada bukti bahwa bahan pengikat dapat membantu beberapa
individu. Kapasitas vital, frekuensi pernapasan, pola pernapasan, dan saturasi
oksigen dapat dipantau dalam posisi terlentang dan duduk dengan dan tanpa
pengikat untuk menentukan apakah pengikat membantu individu tertentu.
Untuk mendukung penyapihan dari ventilasi mekanik, pelatihan otot
pernafasan dapat dilakukan dengan perangkat pelatihan otot inspirasi dan / atau
dengan latihan beban perut. Isyarat manual dan fasilitasi dapat digunakan untuk
metargetkan otot-otot tertentu dan kunjungan selama latihan. Durasi dan
perlawanan pelatihan berkembang perlahan-lahan untuk mencegah kelelahan otot
pernapasan. Sebagai daya tahan pernafasan dalam meningkatkan intervensi untuk
mobilitas dapat ditambahkan selama periode ketika pasien ditutup ventilator.
Selama proses saluran udara tekanan positif kontinu penyapihan dapat digunakan
untuk membantu pernapasan ketika pasien ditutup ventilasi mekanis.
Pasien dengan SCI serviks yang lebih tinggi dapat diajarkan teknik yang disebut
pernapasan glossopharingeus yang menggunakan otot-otot aksesori atas
dipersarafi oleh saraf kranial untuk memperluas rongga mulut untuk menarik
udara ke dalam mulut dan membuat tekanan inspirasi negatif untuk memfasilitasi
inspirasi. Udara ini kemudian "didorong" ke dalam paru-paru dengan menarik
dagu dan belakang lidah ke arah leher, menciptakan tekanan positif di dalam
mulut. Udara yang "menelan" atau "stroke" diulang beberapa kali per napas.
Beberapa pasien yang dinyatakan akan ventilator tergantung dapat menggunakan
USD untuk memungkinkan perpanjangan waktu off dari ventilator. Untuk orang
lain, melayani prosedur darurat untuk mempertahankan bernapas untuk waktu
yang singkat dalam kegagalan sementara dari bantuan ventilasi mekanik.
Manajemen Rasa Sakit. Intervensi untuk manajemen nyeri bervariasi
dengan jenis rasa sakit. Meskipun setiap struktur di atas atau di bawah tingkat
cedera mungkin akan terpengaruh, nyeri nosiseptif sering pada muskuloskeletal
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 52/98
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 53/98
Pasien Yang Terkait Instruksi
Tekanan relief Saat Duduk. Pasien dengan SCI berada pada peningkatan
risiko untuk mengembangkan tekanan ulkus selama episode awal mereka
mendapat perawatan cedera. Oleh karena itu penting bahwa teknik tekanan
bantuan diajarkan sesegera mungkin setelah cedera dan sering diperkuat selama
proses rehabilitasi. Pasien harus memahami pentingnya keterampilan ini dan
semua tim harus memberi isyarat dan memperkuat kinerja mereka.
Ketika duduk, jaringan di sekitar tuberositas iskia iis merupakan risiko
terbesar untuk rincian. Jika pasien memiliki postur kyphotic dengan kemiringan
pelvis posterior, daerah atas sakrum juga meningkatkan risiko. Sumber sebagian
besar setuju bahwa tekanan relief pada awalnya harus dilakukan selama 15 detik
atau lebih, pada setiap 15-30menit. Namun, bukti terbaru menunjukkan bahwa ini
mungkin tidak cukup untuk reoksigenasi jaringan terkompresi. Berdasarkan
pemantauan kadar oksigen transkutan selama tekanan relief , penelitian telah
menyimpulkan bahwa studi yang paling diuji diperlukan 1,5-2 menit tekanan
relief untuk mengembalikan oksigen setara dengan tingkat dasar dibongkar.
Untuk pasien dengan tetraplegia atau di atas tingkat tekanan relief C4
dilakukan oleh asisten atau sistem kekuasaan yang miring atau dengan berbaring
di kursi roda. Asisten dapat memiringkan kursi roda dengan duduk di belakang
kursi roda, menggenggam push dan memiringkan kembali ke roda belakang
sampai kursi dimiringkan setidaknya 65 derajat (bagian belakang kursi dapat
bertumpu pada lutut asisten). Beberapa kursi roda memiliki mekanisme di mana
bagian belakang kursi roda dibaringkan terpisah dari permukaan tempat duduk.Dengan jenis mekanisme, kursi belakang harus dibaringkan seberapa mungkin
nyaman dan kaki ditinggikan (120-150 derajat). Berat badan dengan lebih lanjut
pergeseran dapat dicapai oleh sebagian individu untuk setiap sisi sekali dalam
posisi terlentang. Kerugian pasien berbaring melibatkan perubahan relatif posisi
pasien di kursi. Pasien maka perlu direposisi di mana kursi ditulis ke posisi kanan
atas setelah bantuan tekanan, dan ini dapat memicu spastik. Juga penting untuk
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 54/98
disadari bahwa beberapa sudut berbaring dapat mengurangi tekanan iskia dan
meningkatkan kekuatan permukaan geser dan risiko gangguan jaringan.
Hal ini juga penting untuk menyadari bahwa beberapa sudut berbaring
yang mengurangi tekanan iskia dapat meningkatkan kekuatan geser permukaan
dan itu merupakan risiko gangguan jaringan.
Untuk pasien dengan CMS pada tingkat C5-6 dengan kontrol kepala dan
leher yang baik dan beberapa fungsi lengan (tidak termasuk trisep), beberapa
teknik dapat digunakan untuk membantu dengan memperbaiki tekanan dalam
kursi roda manual. Individu mungkin miring ke depan dengan dada bergerak maju
ke paha (Gambar 20-6. A). Henderson dkk menemukan teknik ini yang menjadi
lebih efektif dalam mengurangi tekanan yang melebihi derajat iskia. Bagian paling
sulit dari teknik ini adalah belajar untuk pulih dari posisi ke depan tanpa fungsi
trisep. Pasien dapat diajarkan untuk menggunakan otot-otot bahu depan mereka
untuk mendorong hingga duduk atau untuk membuang satu lengan kembali dan
menghubungkan belakang kursi atau mendorong pegangan untuk menarik diri
kembali ke posisi tegak. Teknik lain adalah untuk bersandar miring di kursi roda
sejauh mungkin, dengan menggunakan lengan yang berlawanan (misalnya lengan
kiri untuk bersandar ke kanan) untuk menghubungkan kursi roda belakang atau
mendorong pegangan (dengan lengan untuk individu dengan fungsi C5 dan
dengan ekstensi pergelangan tangan untuk individu dengan fungsi C6 ) untuk
mengontrol kemiringan dan untuk pulih dari kemiringan (gambar 20-6, B). Teknik
ini harus kemudian diulang pada sisi yang berlawanan untuk menghilangkan
tekanan bilateral.
Untuk individu-individu dengan penggunaan fungsional dari trisep,
pengurangan tekanan dapat dilakukan dengan menggunakan teknik push-up
(gambar 20-6, C). Ini melibatkan penempatan tangan di kursi roda atau ban
sandaran tangan dan mengangkat tubuh lepas dari kursi dengan gerakan push-up.
Beberapa individu tanpa fungsi trisep dapat melakukan jenis keterampilan ini, jika
konfigurasi tempat duduk mereka memungkinkan mereka untuk posisi lengan
dengan cara yang pasif mengunci siku ke ekstensi sementara tekanan bahu
digunakan untuk menciptakan gaya angkat. Kerugian dari teknik push-up adalah
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 55/98
bahwa hal itu memberikan kontribusi lebih lanjut untuk penggunaan berlebihan
dari bahu dan pergelangan tangan yang sudah melekat pada mobilitas kursi roda.
Hal ini juga sangat sulit bagi seseorang untuk mempertahankan posisi push-up
cukup lama untuk memungkinkan perfusi jaringan yang cukup (1,5-2 menit).
Selain teknik pengurangan tekanan biasa, penting juga untuk setiap
individu dengan CMS untuk menggunakan bantalan kursi yang dirancang untuk
mendistribusikan tekanan saat duduk di kursi roda atau pada permukaan apapun
untuk waktu yang lama. Bantal kursi roda tersedia dalam empat tipe dasar,
masing-masing dengan keuntungan dan kerugian. Bantal yang menggunakan
udara atau dengan dukungan yang konsisten dalam mengurangi tekanan atas
penonjolan tulang dan umumnya ringan, tetapi mereka memerlukan pemeliharaan
rutin dan memberikan permukaan yang kurang stabil untuk melakukan
keterampilan mobilitas. Bantal gel membutuhkan perawatan minimal dan
umumnya lebih mudah untuk bergerak naik dan turun tetapi dapat menjadi berat
dan kelembaban terangkap. Bantal busa tersedia dalam berbagai bentuk dan
berbagai kombinasi kerapatan busa dan bahan. Efektivitas pengurangan tekanan
dan keawetan bahan sangat bervariasi antara jenis busa, dan penilaian hati-hati
diperlukan untuk mencocokkan dengan keinginan, kebutuhan mobilitas, dan
persyaratan distribusi tekanan dari individu dengan karakteristik bantal. Bantal
lain yang dibuat dari sejumlah bahan sintetis dalam berbagai konfigurasi (contoh,
kontruksi sarang lebah) dengan berbagai sifat yang terkait dengan distribusi
tekanan, posisi, dan keterampilan mobilitas.
Pelatihan Gaya Berjalan dan Lokomotor
Mobilitas kursi roda.
Pelatihan individu dengan berbagai tingkat cedera tulang belakang untuk
menggunakan kursi roda sangat penting untuk mobilitas harian agar mandiri.
Setelah periode awal keterampilan dan pelatihan daya tahan, seorang individu
harus mampu mendorong kursi rodanya sepanjang hari rata-rata di tingkat
masyarakat tanpa membuat nyeri otot atau kelelahan. Tingkat cedera tulang
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 56/98
belakang akan menentukan keterampilan yang dibutuhkan dan jenis kursi roda
yang diperlukan untuk memenuhi tujuan ini.
Individu dengan CMS di C4 atau di atasnya akan menggunakan kursi roda
listrik untuk mobilitas. Kursi listrik dapat dikendalikan oleh salah satu dari
sejumlah mekanisme kontrol yang dicocokkan dengan mobilitas pasien. Gerakan-
gerakan kecil dari kepala, dagu, bibir, napas, atau bahu dapat digunakan untuk
mengontrol kursi dan untuk mengontrol pilihan kekuatan untuk mengurangi
tekanan. Berbagai sistem pemasangan tangan dan lengan memungkinkan individu
untuk menggerakkan kursi roda dengan gerakan lengan terbatas. Alat bantu
pernapasan portabel dapat dipasang pada kursi roda listrik untuk memungkinkan
individu yang tergantung dengan alat bantu napas untuk bergerak bebas di tingkat
rumah tangga dan masyarakat. Praktek awal dengan mobilitas bertenaga harus
dilakukan di area terbuka dengan kontrol kursi roda disesuaikan dengan kecepatan
lambat. Seiring dengan kemajuan keterampilan individu, ia harus diinstruksikan
untuk menggunakan kursi di medan yang tidak rata, sekitar hambatan, di tempat
umum, dan di lift. Pengguna kursi listrik harus mampu melakukan pengelolaan
dan pemeliharaan dari semua bagian dari kursi nya, termasuk mekanisme berhenti
dari menjalankan kursi roda dan memungkinkan kursi roda didorong oleh seorang
asisten jika terjadi kerusakan mekanik.
CMS di tingkat midcervival (C5-6) menghasilkan kontrol motor
penggerak yang memungkinkan dorongan kursi roda manual yang terbatas.
Lingkaran roda dari kursi roda didesain khusus untuk dapat didorong sehingga
memberikan proyeksi pasien atau permukaan yang lembek yang dapat digunakan
untuk tepi pegangan pada saat tidak adanya fungsi jari. Bagi individu-individu ini,
gerakan dorongan kursi roda melibatkan peletakan tangan pada lingkaran roda di
belakang pinggul dan menarik dengan biseps untuk memulai gerakan mendorong,
diikuti dengan gerakan meremas pada bahu depan dan otot dada untuk
menyelesaikan gerakan dorongan. Kursi roda harus disesuaikan untuk
memungkinkan kemampuan manuver maksimum, sementara pada saat yang sama
kursi menjadi stabil dan dukungan punggung yang cukup untuk memungkinkan
gerakan dorongan maksimal yang efisien tanpa kompensasi perubahan postural.
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 57/98
Sementara itu sebagian besar individu dengan tingkat CMS ini, dapat mandiri
pada pekerjaan-pekerjaan ringan dengan penggerak kursi roda manual, tetapi
untuk mobilitas pada tingkat komunitas sering memerlukan penggunaan kekuatan
bantuan kursi roda manual atau kursi roda listrik.
Kebanyakan individu dengan CMS yang lengkap atau sebelum C7
menggunakan kursi roda manual untuk mobilitas. Gerakan dorongan untuk
individu-individu ini melibatkan penggenggaman dorongan pada lingkaran roda di
belakang pinggul (dengan modifikasi lingkaran roda yang diperlukan untuk cidera
leher) mendorong lingkaran roda maju ke depan, yang memungkinkan tangan
untuk melipat dan kemudian mengekstensikan bahu selama fase pemulihan, dan
mencengkeram lingkaran roda lagi. Dengan cara ini gerakan dorongan menjadi
gerakan melingkar ketimbang gerakan tipe gergaji yang bolak-balik. Sebuah studi
yang kecil tapi menarik oleh Boninger dkk menemukan bahwa individu yang
mendorong dengan sejumlah besar tenaga yang diarahkan secara radial menuju as
roda dari kursi roda, bukan sejajar dengan as roda mempunyai peningkatan risiko
dalam kemajuan pada temuan MRI yang konsisten dengan cedera bahu.
Kelompok risiko ini terutama terdiri dari wanita. Meskipun jumlah subjek dalam
penelitian ini (n = 14, 8 pria dan 6 wanita) tidak memungkinkan untuk kesimpulan
yang pasti tentang hubungan gerakan dorongan dan cedera bahu, ini tidak
menyoroti kebutuhan dalam penyediaan intervensi pengajaran dan peralatan yang
memaksimalkan dorongan sementara meminimalkan risiko untuk cedera masa
depan dan gangguan.
Setelah menguasai gerakan dorongan dasar yang dibutuhkan untuk
mendorong pada permukaan yang datar, pengguna kursi roda manual harus
diinstruksikan dalam berbagai keterampilan tambahan sehingga mereka kemudian
dapat beradaptasi dengan kebutuhan mereka sehari-hari. Kemampuan untuk
membuka dan menutup pintu, mengoperasikan lift, dan melakukan tugas-tugas
aktivitas hidup sehari-hari dalam posisi duduk, semua harus diajarkan selama
rehabilitasi pasien.Keterampilan tarikan juga harus diperkenalkan (Gambar 20-7)
untuk memungkinkan keseimbangan selama turunan yang curam, untuk
membongkar bagian depan kursi roda untuk meningkatkan mobilitas di atas
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 58/98
permukaan kasar, dan sebagai komponen keterampilan tepi jalan yang menanjak.
Posisi tarikan dicapai dengan memberikan dorongan yang kuat oleh tangan pada
lingkaran roda dari posisi tepat di belakang pinggul, sementara pada saat yang
sama bersandar kepala dan bahu ke belakang. Hal ini menyebabkan roda-roda
kecil pada depan kursi naik dari lantai dan semua berat ditransfer ke roda
belakang. Dengan latihan kebanyakan individu dapat belajar untuk
mempertahankan kursi dalam posisi seimbang dengan pemusatan berat pada roda
belakang saja. Ketika melatih pasien di keterampilan ini, terapis harus
mempertahankan pegangan yang kuat pada pegangan pendorong kursi roda atau
pada tali pengaman yang dilingkarkan di bagian belakang bingkai kursi roda. Hal
ini memungkinkan terapis untuk membantu pasien mendapatkan kembali
kemiringan yang cukup jauh untuk menemukan posisi yang seimbang, selain itu
juga untuk mencegah pasien dari kehilangan keseimbangan bagian belakang.
Pasien harus diajarkan untuk melindungi diri agar tidak jatuh. Jika jatuh
mundur, individu harus condong ke depan dengan kepala mereka berpaling (untuk
menghindari kaki mereka jatuh langsung ke wajah mereka) dan mencoba untuk
menggenggam bagian depan kerangka kursi roda. Mereka tidak mempunyai
waktu untuk mendapatkan kembali posisinya dan menangkap diri mereka untuk
mencegah jatuh; hal ini menempatkan lengan beresiko tinggi untuk cedera bahu
atau dislokasi.
Turun naik trotoar merupakan keterampilan yang membutuhkan latihan
berulang untuk menguasainya. Trotoar yang rendah dapat dinaiki dengan
menggunakan tarikan untuk mengangkat roda depan di atas trotoar, mendorong
kursi ke depan sampai roda belakang berada di tepi trotoar, dada bersandar jauh
sampai sedepan mungkin dan kemudian menarik dan mendorong maju dengan
tangan di lingkaran roda. Teknik ini membutuhkan lengan dan kekuatan
cengkeraman yang baik. Trotoar yang rendah dapat dituruni melalui dengan
menuruni trotoar menggunakan roda belakang sambil bersandar ke depan sejauh
mungkin melewati bagian depan kursi. Saat belakang kursi pada permukaan lebih
rendah, ujung depan dipindahkan dari trotoar dengan memutar ke samping atau
dengan menggunakan sebuah tarikan untuk mengangkat ujung depan dan menarik
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 59/98
mundur dari tepi jalan. Sebuah teknik yang lebih efisien untuk trotoar yang
menanjak adalah memastikan kursi bergulir ke depan sepanjang pendakian
sehingga momentum ke depan dari pergerakan kursi menyediakan sebagian besar
gaya yang dibutuhkan untuk naik ke trotoar (Gambar 20-8). Hal ini meliputi
pencapaian trotoar dengan kursi bergulir secara stabil, kecepatan sedang; yaitu
tijakan kaki yang akan mencapai trotoar dengan ujung depan diangkat dengan
tarikan dan secepat mungkin bagian depan dari kursi melewati tepi trotoar, tubuh
bagian atas dilempar ke depan (bersandar atau jatuh, tergantung pada kontrol
dada) sementara lengan melanjutkan gerakan dorongan. Trotoar yang melandai
dituruni dengan metodfe yang sama yaitu dengan mendekati tepi jalan dengan
cara bergulir dan melakukan tarikan kecil di tepi trotoar untuk menahan ujung
depan kursi dan roda belakang turun dari trotoar, sehingga memungkinkan roda
belakang untuk mendarat di permukaan bawah baik sesaat sebelum atau pada saat
yang sama dengan roda-roda kecil bagian depan. Perhatikan bahwa kedua
keterampilan ini membutuhkan pertimbangan ketepatan waktu yang baik,
koordinasi motorik, dan penguasaan yang tepat dari keterampilan tarikan. Pasien
harus dibantu agar dapat berhasil selama latihan awal dan harus dijaga ketat untuk
mencegah cedera sehingga mereka dapat mengalami kemajuan dalam pelatihan.
Selain belajar keterampilan mobilitas kursi roda, individu juga harus
nyaman dengan mekanisme kursi roda tersebut. Mengelola bersandar kaki dan
sandaran tangan (diperlukan untuk pindah), menggunaan kunci roda, membuat
kursi tepat untuk perjalanan (ini mungkin melibatkan melipat kursi dan / atau
menyingkirkan roda), membuat penyesuaian mekanik untuk mengubah kinerja
kursi (pada jalanan yang tidak rata, duduk ke sudut belakang, dll), dan melakukan
perawatan dasar.
Cara berjalan
Secara tradisional, pelatihan cara berjalan untuk individu dengan cedera tulang
belakang difokuskan pada penggunaan ortotik dan alat bantu untuk
memungkinkan individu untuk menanggung berat badan di tungkai yang lain dan
mencapai posisi tegak dan ukuran terbatas dari mobilitas fungsional saat berdiri.
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 60/98
Meskipun pendekatan ini mempertahankan beberapa manfaat dan dibahas
kemudian dalam bagian ini, penyelidikan yang lebih baru telah menyebabkan
pergeseran paradigma intervensi yang bertujuan untuk lebih memanfaatkan sirkuit
saraf tulang belakang. Program pengobatan yang konsisten dengan paradigma ini
mencakup berbagai bentuk pelatihan lokomotor yang kadang-kadang
dikombinasikan dengan modalitas tambahan (contoh fungsi stimulasi listrik,
terapi obat) dan intervensi terapi tradisional lainnya.
Pelatihan lokomotor.
Pelatihan lokomotor mengambil keuntungan dari jaringan saraf di medula spinalis
yang disebut generator pola sentral (CPGs) yang dapat menghasilkan aktivitas
saraf ritmik tanpa masukan dari supraspinal dan proprioseptif. CPGs dapat
memberikan pola-pola gerakan dasar,dengan pusat yang lebih tinggi dan input
sensorik untuk memulai dan memodifikasi pola-pola gerakan ini. Keberadaan
CPGs berkontribusi terhadap berbagai gerakan yang lebih baik pada sejumlah
vertebrata daripada manusia, dan bukti dari hewan-hewan ini menunjukkan bahwa
pelatihan motorik berulang dapat memberikan input yang cukup untuk
memodifikasi atau meningkatkan output motorik dari CPG. Sementara
keberadaan dan fungsi yang tepat dari CPGs pada manusia lebih kontroversial,
penelitian telah menunjukkan bahwa individu dengan CMS komplit dan inkomplit
dapat menghasilkan jenis gerakan lokomotor dan pola EMG ketika gerakan
melangkah tungkai dibantu secara eksternal untuk memberikan isyarat sensorik
sesuai dengan medula spinalis.
Bukti yang mendukung adanya CPGs pada manusia telah menyebabkan
perkembangan jumlah intervensi yang bertujuan menggunakan jalur saraf untuk
menghasilkan gerakan lokomotor pada pasien dengan CMS. Hal ini umumnya
dilakukan oleh individu dengan memanfaatkan treadmill yang terhubung ke
perangkat yang memungkinkan sebagian dari berat badan orang tersebut akan
berkurang dari kaki mereka. Saat treadmill mulai bergerak,tungkai secara pasif
akan digerakkan atau dirangsang secara elektrik untuk menghasilkan pola gerakan
sebenar mungkin secara kinematik. Dari waktu ke waktu, hasil latihan berulang
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 61/98
dalam melangkah spontan lebih besar, dan jumlah berat badan yang ditangguhkan
dan jumlah bantuan yang diberikan mengalami penurunan sebagai ditoleransi.
Tujuan intervensi ini adalah untuk memaksimalkan penggunaan plastisitas-
tergantung dari jaringan saraf tulang belakang untuk meningkatkan efektivitas
ambulasi.
Banyak variasi dari metode ini telah digunakan dengan hasil yang
bervariasi. Sebuah tinjauan penelitian dengan pelatihan lokomotor pada treadmill
dengan FES menemukan bahwa manfaatnya termasuk penurunan biaya fisiologis
berjalan (dikurangi dengan faktor2) dan peningkatan kecepatan berjalan maksimal
(rata-rata kenaikan 0,5meter per detik). Dalam studi kasus tunggal, Carhart dkk
mengangkombinasikan stimulasi epidural medulla spinalis dengan terapi
treadmill dengan penahanan beban parsial (pelatihan lokomotor) dan mencatat
penurunan kekuatan berjalan (dari 8 /10sampai 3 /10 pada skala Borg) dan
peningkatan 100% dalam kecepatan berjalan pada tiap individu.
Stewart dkk mempelajari sembilan subyek dengan CMS kronis (waktu
rata-rata sejak cedera 8,1tahun) yang dilatih dengan pelatihan treadmill didukung
berat badan(BWST) dengan petunjuk manual berdasarkan kebutuhan yang
diberikan oleh terapis. Setelah 6 bulan dari BWST progresif, peneliti ini mencatat
kecepatan berjalan meningkat (di atas treadmill ) 135% dan peningkatan 55%
dalam waktu berjalan per sesidi atas treadmill . Empat dari sembilan subjek juga
menunjukkan peningkatan yang terukur dalam berjalan di atas permukaan tanah
yang fungsional sebagaimana dinilai pada Skala Berjalan Wernig. Menariknya,
pasien ini juga memiliki pengurangan yang signifikan pada kolesterol total dan
perubahan sifat serat otot yang mencakup peningkatan ukuran dari serattipe I dan
IIa. Field-Fote dan Tepavae menerapkan BWST yang dikombinasikan dengan
FES ke saraf peroneal dari 14subyek dengan kronis dan CMS inkomplit. Setelah
36sesi pelatihan selama12 minggu, kecepatan berjalan di permukaan tanah
meningkat sebesar 84% dan kecepatan berjalan ditreadmill meningkat sebesar
158%. Sembilan dari 14subyek juga mengalami peningkatan konsistensi dan
koordinasi antar tungkai. Selain manfaat fisik dan fungsional, pelatihan lokomotor
juga berkaitan dengan keuntungan psikologis termasuk meningkatkan
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 62/98
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 63/98
dan karena itu penting untuk menggabungkan keterampilan BWST dipraktekkan
ke dalam program ambulasi permukaan tanah untuk membuat kemampuan
sefungsional mungkin.
Pembelajaran dari studi pelatihan lokomotor terhadap hewan dan manusia
telah menunjukkan bahwa ada beberapa parameter cara berjalan,terapis harus
mencoba untuk mencapainya selama BWST untuk memaksimalkan efektivitas
input saraf. Berat muatan maksimum (yaitu dengan sedikitnya jumlah berat badan
dukungan) yang dapat ditoleransi tanpa kerusakan pola cara berjalan harus
digunakan. Kecepatan treadmill harus sedekat mungkin mendekati kecepatan
gaya berjalan normal pasien (sebelum cedera); bagi kebanyakan orang ini
setidaknya 2m/detik. Pada akhir fase sikap, ekstensi penuh pinggul harus
difasilitasi dan disinkronisasi dengan kemampuan ekstremitas yang berlawanan
untuk memicu respon fleksi ipsilateral. Kinematik pada lutut dan pergelangan
kaki juga harus senormal mungkin. Bantalan berat lengan harus dihindari, dan
dibutuhkan ayunan lengan yang berlawanan. Rangsangan sensorik yang
berlawanan dengan informasi sensorik yang berhubungkan dengan penggerak
harus diminimalkan(misalnya rangsangan aferen ekstensor selama fasea yunan).
Cara berjalan pelatihan dengan KAFOs bilateral
Pada pasien dengan CMS komplit atau inkomplit tanpa kemampuan ambulasi
fungsional, termasuk intervensi yang menguatkan disertai dengan instruksi dalam
polacara berjalan alternatif. Pola yang paling sering diajarkan adalah2-titik ayunan
melalui pola dengan menggunakan kruk lengan dan bilateral lutut-kaki-kaki
orthoses (KAFOs) dengan sendi lutut terkunci dalam ekstensi dan pergelangan
kaki terkunci dalam sikap dorsi-fleksi. Untuk keefektifan penggunaan teknik ini,
individu harus memiliki fungsi lengan normal dengan kekuatan dan daya tahan
yang sangat baik dan lebih disukai pada kontrol tubuh yang aktif(T8 dan di
bawah). Mereka juga harus memiliki ekstensi pinggul pasif yang utuh,dorsofleksi
pergelangan kaki,dan ROM ekstensi lumbal.
Cara berjalan KAFOs yang paling efisien adalah sebagai berikut:
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 64/98
1. Keseimbangan sesaat dicapai dengan memperluas pinggul dan tubuh
dengan menggeser berat badan maju atas mata kaki dan lengan
diekstensikan dengan membalik posisi kruk penahan di belakang kaki.
Pada posisi ini, mata kaki yang terkunci dengan pengikat menyediakan
stabilitas ke depan.
2. Kedua kruk diangkat dan diekstensikan ke depan serentak, dan berat
dipindahkan ke kruk dalam gerakanjatuh ke depan.
3. Berat penuh kemudian bertumpu pada lengan,sementara kedua kakit
erangkat dan terayun serempak ke titik di ujung depan kruk.
4. Dorongan kuat pada kruk digunakan pada saat yang sama tubuh
diekstensikan untuk mendorong pinggul ke depan ke ekstensi dan
mencapai posisi keseimbangan.
Pengulangan keseimbangan sementara ini diikuti oleh maju"jatuh"
menciptakan rangkaian gaya berjalan.Meskipun rangkaian ini dapat dikuasai oleh
beberapa individu, kebutuhan energi begitu tinggi, beban pada sendi lengan begitu
besar, dan risiko kehilangan keseimbangan begitu signifikan, hingga kebanyakan
orang memilih untuk menggunakan kursi roda sebagai sarana utama mereka untuk
bergerak. Mobilitas dengan KAFOs disediakan untuk ruang yang terlalu kecil
untuk menampung kursi roda(misalnya, bus atau lorong pesawat), untuk mobilitas
jarak pendek, atau untuk melakukan ADL yang memerlukan berdiri jangka
pendek (mencapai objek dari atas lemari, dll).
Pelatihan Fungsional dalam Perawatan Diri dan Pengurusan Rumah
Kemampuan bergerak
Terbatasnya penggunaan beberapa kelompok otot setelah CMS membutuhkan
metode alternatif yang digunakan pasien untuk melakukan keterampilan
mobilitas.Tidak seperti banyak aplikasi terapi fisik lainnya di mana pasien sedang
mencoba untuk kembali ke pola gerakan yang telah dikenal sebelumnya,banyak
pasien CMS akan perlu belajar metode baru, sebuah cara yang berbeda untuk
melakukan gerakan sehari-hari.Bagi banyak individu dengan CMS,proses
rehabilitasi akan melibatkanproses yang lambat dan kesulitan belajar untuk
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 65/98
menggunakan lengan untuk mengimbangi gerakan tungkai yang tidak ada atau
lemah. Ptmelakukan peran kunci dalam membantu individu untuk menemukan
cara mobilitas yang paling efektif dan efisien sesuai dengan pola tertentu gerakan
mereka.
Berikutnya adalah deskripsi dari beberapa postur fungsional yang
merupakan kunci untuk mobilitas dan ADL, dengan pelatihan teknik yang dapat
digunakan untuk meningkatkan kontrol dalam postur dan teknik yang dapat
diajarkan untuk membantu dengan transisi antara postur fungsional. Lihat grafi
khasil di bagian prognosis dari bab ini untuk pedoman yang berkaitan dengan
jumlah bantuan yang mungkin diperlukan untuk teknik ini untuk pasien dengan
tingkat CMS yang berbeda
Posisi dasar tubuh
Pronasidi siku
Sikap pronasi pada siku berguna untuk posisi tidur, berguling, dan maju ke posisi
duduk. Posisi ini juga mengurangi tekanan dari bagian posterior setelah periode
duduk atau berbaring pronasi supinasi dan rentang otot-otot pinggul anterior pada
pinggul dan tubuh yang dapat dengan mudah memendek dengan duduk yang
lama. Posisi pronasi pada siku adalah posisi yang sangat stabildengan dukungan
dasar yang besar yang digunakan secara ekstensif selama proses rehabilitasi untuk
meningkatkan semua tingkat kontrol motor(mobilitas, stabilitas, mobilitas
dikendalikan, dan keterampilan) pada pemindahan sebagian berat pada bahu
dalam persiapan untuk menahan beban penuh lengan. Salah satu tindakan
pencegahan yang perlu dipertimbangkan untuk posisi ini adalah apakah individu
memiliki lordosis yang cukup untuk mencapai posisi nyaman. Posisi ini harus
dihindari pada individu dengan sendi bahu yang sangat tidak stabil yang mungkin
trauma dengan bantalan berat bahkan parsial.
Push-up dalam posisi pronasi di-siku (Gambar.20-10) menekankan
penguatan seratus anterior dan otot-otot bahu anterior dan kontrol eksentrik otot
skapula. Ini adalah poin penting untuk mengendalikan kemajuan dengan mobilitas
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 66/98
fungsional. Individu dengan kelemahan atau tidak ada (di atas C6) fungsi serratus
anterior akan ditandai dari skapula selama push-up dalam posisi pronasi di siku.
Kemajuan melalui tahapan kontrol motor dalam posisi pronasi-di-siku
dapat difasilitasi dengan kombinasi berbagai kegiatan diantaranya:
1. Mobilitas-mengumpamakan gerakan pronasi-pada-siku posisi dari miring
atau pronasi, push-up
2. Stabilitas- beban tubuh dalam posisi ini, secara manual diterapkan pada
sendi aproksimasi, isometrik bergantian dalam berbagai arah, dan
stabilisasi ritmik
3. Mobilitas terkendali-mengontrol anterior-posterior dan sisi kesisi untuk
memindahkan berat badan, push-up(pada siku atau ketangan), secara
sepihak mendukung pada satu lengan, sementara tanpa berat dan/atau
mencapai dengan lainnya (gerakan dinamis statis).
4. Keterampilan-"berjalan" di sisisiku kesamping dan ke depan dan belakang
(gerakan jenis komando)
Terlentang pada siku
Posisi supinasi-pada-siku terutama digunakan untuk meningkatkan fleksibilitas
dan mobilitas pada bahu dan dalam persiapan untuk pindah dari supinasi untuk
duduk lama.Serupa dengan posisi pronasi-pada-siku untuk meningkatkan kontrol
motorik, aktivitas seperti menggeser berat,kegiatan stabilitas, dan sisi kesisi
gerakan dapat dipraktekkan dalam posisi ini. Proses dengan asumsi posisi-on-siku
supinasi dijelaskan dalam bagian pada transisi dari supinasi untuk duduk yang
panjang.
Quadruped dan tinggi berlutut
Posisi quadruped dan tinggi-berlutut berfungsi sebagai progresi dari posisi yang
dicatat sebelumnya.Posisi ini lebih membutuhkan kontrol otot dan motorik karena
penurunan dasar dukungan dan pengungkit lengan untuk gerakan. Dalam
kebanyakan kasus,pasien dengan posisi tinggi-berlutut akan menggunakan
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 67/98
dukungan tungkai di atas meja atau guling untuk membantu dalam
mempertahankan postur tegak tubuh.
Untuk individu dengan tetraplegia dan paraplegia yang tinggi, posisi ini
berguna untuk melatih kontrol motor berat parsial melalui seluruh lengan dengan
siku dalam keadaan ekstensi.Individu tanpa kontrol trisepakan memerlukan
bantuan terapis untuk menjaga siku tetap ekstensi ketika dalam posisi quadruped
atau tinggi-berlutut. Sebuah bola terapi atau guling besar juga dapat ditempatkan
di bawah tubuh untuk memberikan dukungan selama kegiatan quadruped . Tinggi
berlutut paling sering digunakan dengan individu-individu yang memiliki
sebagian fungsi tubuh,di mana lengan dapat digunakan untuk mengontrol gerakan
melalui permukaan.
Individu dengan paraplegia komplit yang lebih rendah atau dengan cedera
inkomplit pada tingkat apapun dapat dimasukkan ke dalam postur-postur ini untuk
menguji tubuh, panggul, dan kontrol tungkai dalam persiapan untuk kegiatan yang
membutuhkan keseimbangan dalam tegak dan kontrol dalam duduk dan berdiri.
Posisi quadruped dapat diasumsikan dari pronasi pada siku atau dari duduk
miring, keduanya memberikan tantangan yang signifikan pada tingkat mobilitas
atau kontrol motor. Posisi berlutut diasumsikan dari quadruped, lengan umumnya
digunakan untuk membantu. Setelah berlutut, individu didorong untuk mencari
posisi keseimbangan dengan pinggul dan tubuh diekstensikan dan berat di lengan
diminimalkan. Dari posisi ini, dapat dicapai kegiatan isometrik dan dinamis yang
dapat ditambahkan ke kemampuan individu pada tingkat progresif kontrol motor.
Long sitting
Long sitting adalah posisi utama yang digunakan selama ADL berpakaian dan
lainnya, terutama bagi individu tanpa kontrol penuh tubuh atau lengan. Long
sitting juga merupakan posisi yang stabil untuk berlatih dan terkait kemajuan
keterampilan. Stabilitas disediakan dengan dukungan basis besar dan dengan otot
hamstring tegang menahan panggul pada posisi stabil di tengah. Hal ini penting
karenaukuran hamstring tidak terlalu pendek, yang akan menarik panggul ke
posterior panggul, atau terlalu panjang, yang akan memungkinkan panggul untuk
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 68/98
jatuh menjadi posisi miring anterior. Salah satu dari keadaan ini akan
menyebabkan panggul menjadi kurang stabil di posisi tengah.Idealnya, otot-otot
lutut dapat diangkat secara pasif kurang lebih 100 derajat.
Aktivitas long sitting serupa dengan posisi pronasi siku. Push up pada
posisi ini dapat membantu kekuatan dan persiapan dalam penguasaan transfer
keahlian. Posisi ini juga memungkinkan latihan keseimbangan aktivitas statis dan
dinamis dengan bantuan tungkai bilateral atau unilateral atau tanpa bantuan siku.
Pasien harus berlatih posisi peralihan dari supinasi dengan tangan di depan
pinggul ke posisi tangan di belakang pinggul dengan bantuan tubuh bagian atas.
Duduk lama merupakan posisi bagus bagi individu dengan inervasi otot trunkus
untuk latihan statis kekuatan trunkus dan kontrol dinamis.
Kemampuan bergerak dan menjaga keseimbangan dalam posisi short
sitting adalah sangat penting dalam independensi, bergerak ke tempat tidur, dan
beberapa ADL sertauntuk mendapatkan fungsi aktivitas siku yang bebas.
Kebanyakan pasien CMS di level C5 atau di bawah, didapati dalam posisi short
sitting untuk menjaga keseimbangan statis tanpa dukungan tungkai dan memiliki
derajat keseimbangan dinamis pada posisi ini. Posisi ini sangat penting selama
aktivitas duduk. Kaki menyokong pinggang dan lutut dengan sudut 90º untuk
memungkinkan sebagian berat tubuh ditahan oleh kaki untuk menjaga
keseimbangan. Posisi ini juga penting bagi pasien trauma servikal. Tangan
diposisikan dengan cara jari-jari fleksi ketika berat tubuh ditahan oleh lengan saat
duduk untuk mencegah peregangan fleksi jari panjang dan kelemahan tendon saat
menggenggam.
Sejumlah gerakan aktif harus digunakan untuk melakukan fungsi short
sitting . Pasien dengan cedera level thorak bawah harus dapat berdiri tegak dengan
sedikit atau tanpa memiringkan pelvis. Gerakan dinamis mungkin dapat dilakukan
dengan menggerakan kepala, pundak, dan siku untuk mengontrol pergeseran
tubuh. Pergerakan melampaui batas kemampuan dibutuhkan bantuan paling tidak
satu lengan. Pasien dengan cedera servikal dan thorak level tinggi atau rendah
akan sering menjaga keseimbangan statisnya dengan kombinasi gerakan
memiringkan pelvis posterior, fleksi trunkus, dan kepala dikedepankan. Pada
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 69/98
posisi ini pasien dapat sedikit menggerakkan satu atau kedua ekstremitas
superiornya sesaat untuk mengompensasi gerakan kepala dan ekstremitas
superior (Gambar 20-12), tetapi masih belum stabil dan hampir semua gerakan
dinamis pada posisi duduk dibutuhkan untuk menahan berat tubuh.
Sama dengan long sitting , pasien harus belajar beralih dari posisi
menopang ke depan (tangan di depan pinggul) ke posisi bersandar ke belakang
(tangan dan bahu di belakang pinggang). Untuk menjaga ekstensi siku pada saat
menopang berat tubuh, individu tanpa fungsi trisep akan membutuhkan bantuan
rotasi eksternal dengan tangan terfiksasi di bagian lebih distal. Gerakan ini
membuat sendi siku berada di depan dan secara pasif menjaga siku agar tetap
ekstensi. Selama tubuh condong ke depan dengan tangan terfiksasi, deltoid
anterior dan pektoralis mayor dapat digunakan untuk menarik humerus agar
teradduksi, sehingga dapat menciptakan gerakan ekstensi ekstremitas ke depan
siku.
Rangkaian gerakan yang sama digunakan juga pada posisi pronasi siku
melalui tahapan pengontrolan motorik yang juga digunakan pada posisi short
sitting. Gerakan ini sangat dibutuhkan penguasaan gerakan push up dari short
sitting untuk mengangkat bokong dari permukaan tempat duduk. Ketrampilan ini
dilakukan dengan cara menfiksasi siku pada posisi ekstensi, menggunakan fiksasi
pundak, dan scalpula sebagai fulcrum. Selanjutnya, dengan mencondongkan
kepala ke depan dan mengangkat trunkus dan pelvis, menggunakan depressor
scapula (antara muskulus trapezius dengan sekitarnya) dan beberapa otot-otot
trunkus. Mekanisme gerakan ini berkebalikan dengan gerakan normal yang
menggunakan depresor scapula dimana pelvis dan trunkus difiksasi dan
konsentrasi tarikan scapula terhadap trunkus, sedangkan pelvis terhadap scapula.
Untuk mengauasai ketrampilan tersebut dibutuhkan latihan kekuatan, ketahanan,
dan kontrol motorik tingkat tinggi.
Peralihan antarposisi
Rolling
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 70/98
Rolling diajarkan pada awal terapi rehabilitasi dilakukan karena rolling sangat
penting untuk banyak ADL (seperti memakai baju), untuk gerakan mandiri di
rumah, dan membantu pembanguanan gerakan ketrampilan lain (seperti bergerak
dari duduk ke posisi supinasi). Latihan awal dilakukan di atas treatment mat ,
tetapi nantinya pasien harus dapat melakukannya di rumah. Bila memungkinkan
latihan di ajarkan tanpa menggunakan alat bantu seperti bed rail, webbing loop,
atau over bed trapez. Namun, beberapa pasien dengan cedera servikal
membutuhkan alat batu tersebut untuk dapat menguasai ketrampilan yang
diajarkan.
Bergerak dari posisi supinasi ke samping membutuhkan tahapan
pergerakan yang terkoordinasi. Kebanyakan orang memiliki berbagai variasi
dalam melakukan gerakan ini (gambar 20.13):
1. Lengan dilebarkan semaksimal mungkin dari dada. Pada individu yang
tidak menggunakan trisep, kedua lengan ditekan bersama-sama atau
sedikit kebawah sampai siku bila memungkinkan.
2. Kedua siku diayun dari sisi satu ke sisi lain secara simetris.
3. Fleksi dan rotasi kepala yang dikombinasi dengan gerakan siku untuk
membantu gerakan tubuh ke arah yang diinginkan.
4. Saat gerakan pertama dilakukan dengan gerakan mengayun siku dan
kepala, ayunan tunggal yang kuat dilakukan sejauh mungkin dengan siku
atas, pundak diperpanjang, trunkus dielongasikan, dan menggerakkan
kepala untuk rotasi tubuh bagian atas ke posisi pronasi.
5. Tubuh bagian bawah secara pasif mengikuti gerakan tubuh bagian atas.
6. Pasien kembali ke posisi supinasi dengan cara menggapai kembali lengan
atas dan menggerakkan kepala sesuai dengan gerakan yang diinginkan,
sehingga memutar tubuh bagian atas ke posisi supinasi. Abduksi
horizontal pundak bawah dapat membantu gerakan ini. Sekali tubuh
bagian atas terguling ke tengah belakang, tubuh bagian bawah akan
mengikutinya karena gravitasi. Jika dibutuhkan, lengan dan kepala
dilemparkan sekuat mungkin ke arah yang diinginkan untuk membantu
menyempurnakan gerakan ini.
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 71/98
Selama latihan awal, rolling dapat dilakukan dengan beberapa cara.
Gerakan rolling ini dapat dimulai dengan membuat posisi parsial saja terlebih
dahulu dan kemudian baru dilakukan gerakan supinasi utuh. Tungkai disilangkan
secara pasif sebelum dimulai gerakan rolling dengan cara mengangkat pelvis.
Untuk individu yang tidak memiliki fungsi trisep, air splint dapat digunakan untuk
menjaga ekstensi siku dan meningkatkan kekuatan siku untuk melancarkan
gerakan. Dengan melebarkan siku, berat tubuh dibebankan ke pergelangan tangan
untuk meningkatkan kekuatan gerakan ayunan. Mat table dapat dipertimbangkan
untuk membantu gerakan tersebut saat berpindah posisi dan pengaruh gravitasi.
Terapis dapat juga menyediakan bantuan untuk mencapai gerakan tersebut dan
membantu pelvis melakukan rolling secara utuh. Cara seperti ini berkebalikan
apabila pasien sudah mampu menguasai ketrampilan ini. Latihan ini akan sangat
sulit apabila dilakukan tanpa menggunakan mat table.
Latihan anjuran yang dapat digunakan untuk mempraktekkan bagian dari
latihan ini adalah proprioceptive neuromuscular faCMSlitation (PNF) secara
bilateral simetris pada lengan, incorporation inspiration and expiration dengan
irama ayunan dan reaching motion, dan latihan kekuatan untuk latihan kekuatan
otot seratus anterior dan pektoralis, sehingga membantu elongasi trunkus untuk
menyempurnakan rolling.
Peralihan Posisi Supinasi ke Long Sitting
Pasien dalam posisi duduk stelah sebelumnya dalam posisi supinasi pada
beberapa ADL. Beberapa teknik diperlukan untuk mencapai ketrampilan tersebut.
Pemilihan teknik didasarkan pada fungsi trisep, apakah fungsi trisep masih ada
atau sudah tidak berfungsi lagi.
Individu yang memiliki fungsi otot trisep atau abdominal secara umum
menggunakan bisepnya dan alat bantu untuk bergerak dari posisi supinasi ke ke
duduk. Berbagai ukuran dan tinngi bed rail dapat digunakan untuk pendorong
manuver ini. Beberapa individu mengkin menggunakan rangkaian weebing loop
yang ditempelkan pada kaki tempat tidur untuk menarik ke posisi duduk. Pasien
meletakkan lengan bawahnya melalui lingkaran tangga dan mengerutkan bisepnya
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 72/98
untuk menaikkan sebagian tubuhnya, lalu meletakkan sikunya melalui lingkaran
berikutnya. Gerakan ini diulang-ulang hingga tubuh dalam posisi long sitting
lurus.
Teknik yang umum dipakai untuk bergerak dari posisi supinasi ke long
sitting terdiri atas rolling ke samping dan selanjutnya menggerakkan trunkus
superior ke sekitar siku sampai tercapai posisi long sitting . Lagi-lagi tiap individu
memiliki tekhik yang sedikit berbeda, tetapi langkah-langkah yang dilakukan
umumnya seperti berikut (Gambar 20-14):
1. Gulingkan ke depan pelan-pelan seperti yang dideskripsikan (Gambar 20-
14, A).
2. Gerakkan dari sisi atau tiga per empat tiarap ke tiarap dengan dasar siku.
Gerakan ini sulit dilakukan dan biasanya dikombinasikan dengan abduksi
pundak dan depresi lengan bawah secara adduksi horizontal lengan atas
(gambar 20-14, B). Fungsi trisep adalah membuat gerakan push up di atas
siku yang secara langsung di atas tangan dengan cara melebarkan siku.
3. Tubuh bagian atas disandarkan pada siku ke arah paha. Saat paha sudah
diraih, mungkin dapat menggunakan lengan atas untuk melakukan tarikan
pada pinggang dan paha sehingga tubuh akan tertarik ke arah depan
(gambar 20-14, C).
4. Peralihan antara posisi siku ke posisi tangan. Tanpa trisep, gerakan ini
dilakukan dengan gerakan push up menggunakan otot pektoralis proksimal
dengan tangan terfiksasi di sebelah distal (gambar 20-14, D), atau
menyangkutkan paha ke lengan atas, menarik dengan menggunakan bisep
untuk melepaskan lengan atas. Selanjutnya, denagn cepet akan terbentuk
reposisi dalam posisi ektensi. Dengan menggunakan trisep, gerakan ini
dapat dilakukan menggunakan manuver tradisional push up.
5. Tubuh bagian atas selanjutnya digerakkan ke sekitar ekstremitas superior
untuk menahan berat tubuh sampai posisi long sitting sempurna dilakukan
(gambar 20-14, F).
Pada individu dengan paraplegi atau tetraplegi servikal bawah, teknik
alternatif yang dapat dilakukan untuk mencapai long sitting mungkin ada. Salah
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 73/98
satu kemungkinan teknik alternatif tersebut adalah sebagai berikut (Gambar 20-
15):
1. Pada posisi supinasi, tangan berpegangan dibawah pinggang, siku dan
leher difleksikan sehingga siku akan menjadi tumpuan (gambar 20-15, A).
alternatif lain adalah bangun dimulai dari samping dengan lengan atas
secepatnya direntangkan ke pundak dengan siku di fleksikan sehingga
berat badan ditumpukan ke siku (gambar 20-15, A2).Kepala dibungkukkan
dan diayunkan ke pundah lalu dengan mengganti berat tubuh ke siku
lainnya saat pundak sisi sebelahnya direntangkan. Siku tersebut menjadi
tumpuan berat tubuh (gambar 20-15, B).
2. Berat tubuh ditumpukan pada siku sebelahnya dengan kepala dan tubuh
bagian atas dicondongkan ke arah siku yang lain dengan cara
merentangkan pundak dan tangan ditampakkan ke lantai dengan siku yang
direntangkan. Gerakan ini membutuhkan kekuatan dan fleksibilitas
shoulder girdle (gambar 20-15, C).
3. Berat tubuh kemudian dipindahkan ke atas siku dengan gerakan kombinasi
mengayun dan mencondongkan sampai berat tubuh kembali ke tempat
asalnya dan dapat juga dicapai dalam posisi ekstensi (gambar 20-15, D).
4. Dari posisi tersebut, tubuh bagian atas digerakkan ke dapan,
menyondongkan kepala ke depan dan bergantian sisi, dan gerakan lambat
tangan sampai terbentuk posisi keseimbangan long sitting (gambar 20-15,
E).
Teknik ini digunakan pada beberapa tetraplegi level tinggi dengan keseimbangan
yang bagus dan kontrol ekstremitas superior.
Untuk pasien dengan kontrol otot abdominal yang buruk. Kepala dan
trunkus digerakkan melengkung untuk gerakan awal sebelum duduk dan
kemudian ditambahkan seperlunya dengan menekan ekstremitas superior. Dengan
otot abdominal, pasien tetraplegi level bawah dapat melakukan sit up tradisional,
meskipun mereka akan membutuhkan bantuan ekstremitas superior karena
ekstremitas inferior tidak dapat menstabilkan pelvis.
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 74/98
Latihan yang dapat digunakan untuk mempraktekkan bagian dari aktivitas
ini seperti PNF, teknik pengontrolan supinasi siku, pronasi parsial pada siku, atau
long sitting dengan berat ditumpukan pada lengan. Aktivitas keseimbangan statis
dan dinamis pada long sitting, posisi supinasi bisep, dan push up pada push up
parsial, long sitting , atau short sitting .
Transisi dari short sitting ke long sitting untuk terlentang
Ketika berpindah dari kursi roda menjadi berbaring, individu umumnya
beranjak dari duduk di kursi roda menjadi posisi short sitting pada permukaan
lain, kemudian memindahkan kaki ke permukaan baru dan akhirnya pindah ke
posisi terlentang. Transisi ini memerlukan keseimbangan yang baik dan
koordinasi, serta panjang urat lutut yang cukup.Tungkai dan/atau kekakuan tubuh
dapat mengganggu transisi ini.
Individu dengan tetraplegia midservical dapat menggunakan langkah-
langkah berikut untuk membawa kaki mereka naik ke tempat tidur, bergerak dari
short sitting ke long sitting . Dalam contoh ini individu bergerak dari sisi
kanannya(Gbr. 10-16):
1. Dalam posisi short sitting ,bergeser sejauh mungkin di permukaan tempat
duduk(setidaknya sampai fosa poplitea kontak dengan tepi permukaan
baru) dan sebagian tubuh bagian atas berpindah sedikit demi sedikit
menuju ujung tempat tidur di mana kaki akhirnya akan diposisikan.
2. Lengan terkuat (kanan) memimpin gerakan sementara lengan (kiri)
mengikuti,mulai mengangkat kaki kanan ke matras(Gambar.20-16, A).
Bagi individu tanpa fungsi menggenggam, pergelangan tangan atau lengan
bawah dikaitkan ke bawah kaki untuk mengangkat, atau kaki diangkat
untuk dengan menyimpulkan ikatan pada kaki diamankan di sekitar paha
distal. Pada titik ini, mungkin perlu untuk bertumpu ke siku lengan terkuat
untuk mendapatkan stabilitas dan pengaruh yang cukup untuk mengangkat
berat kaki(Gambar.20-16, B)
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 75/98
3. Setelah kaki terkuat mandi atas matras, tubuh dapat berpindah
menyamping,sampai ke matras, dengan menggunakan teknik parsial long-
sit push-up atau, jika disandarkan di siku seperti pada langkah2, dengan
menarik tubuh pada siku pada model komando.
4. Tungkai kedua ini kemudian diangkat ke matras menggunakan teknik
yang sama seperti yang pertama,kaki kemudian diluruskan ke ekstensi,
dan keseimbangan dicapai dalam posisi long sitting (Gambar. 20-16, C dan
D)
5. Posisi terlentang apapun ke tehnik long-sitting awalnya dijelaskan dapat
dikembalikan menjadi transisi terlentang sempurna (bersandar ke sisi
dan"berjalan" dengansiku, memanjangkan lengan dibelakang tubuh, dan
menekuk siku ke posisi supine-on elbows).
Seated scooting, kemampuan untuk berpindah dari sisi satu ke sisi lainnya
dalam posisi duduk meningkatkan kemampuan fungsional dalam transfer dan
mobilitas terbatas tempat tidur. Scooting dapat dilakukan dengan tehnik yang
sama pada posisi long-sitting dan short sitting (gbr. 20-17):
1. Berat ditumpu pada tangan yang diluruskan pada sebelah tubuh, dan
tangan terkuat (arah pergerakan abduksi sesuai keinginan dimana tangan
ditempatkan dekat dengan pinggul)
2. Push-up dilakukan dengan kepala direndahkan dan dimajukan sesuai
dengan penjelasan pada sesi short-sitting diatas (gbr. 20-17, A)
3. Ketika pinggul mencapai matras, kepala berotasi ke sisi berlawanan
dengan arah pergerakan yang diinginkan, dan pinggul berputar ke arah
yang diinginkan. (gbr. 20-17, B)
4. Pinggul kemudian direndahkan ke matras dan lengan direposisi untuk
mendapatkan posisi yang seimbang.
5. Penopang berat digeser ke tangan terkuat, dan tangan sebelahnya
mendorong kaki, tangan terkuat digunakan sejajar dengan pelvis. Pasien
tanpa daya genggam dapat menggunakan webbing misalnya loop untuk
mengkontrol tungkai
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 76/98
Selama tindakan kepala selalu bergerak ke arah yang berlawanan dari
pinggul sekitar titik rotasi di bahu; kepala direndahkan ke depan untuk menaikkan
pinggul, dan kepala dipindahkan ke sampingu ntuk memindahkan pinggul
disebaliknya arah. Prinsip ini dikenal sebagai hubungan kepala-pinggul dan sering
digunakan selama keahlian mobilitas melibatkan penahan berat badan tungkai.
Transfer
Transisi dari satu permukaan ke yang lain (misalnya, dari kursi roda ke
tempat tidur) memerlukan kombinasi mobilitas, keseimbangan, dan kendali
motorik dikembangkan dalam postur dan rangkaian gerakan yang dijelaskan
sebelumnya. Urutan dasar dari transfer serupa di sebagian besar keadaan,
meskipun pola individu dari pemeliharaan motorik,proporsi tubuh, ketahanan, dan
pemilihan pribadi akan menentukan teknik yang tepat untuk digunakan dalam
berbagai situasi transfer. Dalam situasi, pedoman umum berikut ini harus diamati
selama transfer:
1. Bokong harus diangkat dan tidak diseret di antara permukaan. Jika
individu tidakbisa melakukan ini sendirian, asisten manual harus
disediakan dan/atau papan luncur atau perangkat serupa harus digunakan
untuk meminimalkan gaya geser selama bergeser.
2. Lingkungan harus diatur sebelum mentransfer untuk memungkinkan
tingkat transfer terkendali yang paling mungkin.
3. Menggunakan momentum bagi gerakan harus diminimalkan, dengan
tempat penekanan lambat, gerakan terkontrol.
4. Pelatihan transfer awal, bantuan dan instruksi yang cukup harus disediakan
untuk memungkinkan kinerja yang sukses dari keterampilan ini.Sangat
penting bahwa individu menyelesaikan tugas secara semandiri mungkin
sehingga mereka mendapatkan rasa kemandirian dan kontrol.
Transfer umumnya dimulai dengan memposisikan permukaan tempat
transfer.Ketika mentransfer dari kursi roda, kursi umumnya diposisikan pada
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 77/98
sudut 30 sampai 45 derajat ke meja matras(atau permukaan lainnya). Hal ini
memungkinkan pasien untuk bertahan di depan roda kursi roda selama transfer.
Kaki kemudian diposisikan dalam persiapan untuk transfer;dengan kursi
berkerangka kaku, satu atau kedua kaki mungkin ditinggalkan pada pelat kaki dan
berbalik sedikit mengarah ke transfer, dengan kursi lipat,pijakan kaki biasanya
diangkat dan ditempatkan datar di lantai, dan untuk individu dengan kontrol
keseimbangan kaki yang buruk dapat diangkat ke matras untuk menempatkan
individu dalam posisi long sitting lebih stabil sebelum memulai bergeser bagian
dari transfer. Panggul kemudian bergerak maju sedikit di kursi untuk membawa
pinggul lebih dekat ke permukaan perpindahan untuk memindahkan pinggul
anterior ke roda kursi roda, dan menaruh beberapa titik berat melalui
tungkai(Gambar.20-18, A). Pasien tetrapalgia sering mencapai hal ini dengan
bergeser ke depan dengan memutar kepala dan tubuh bagian atas dengan satu
tangan berpegangan pada pendorong kursi roda, dan mengulangi teknik ini di sisi
lain.
Jika papan geser yang dibutuhkan(umumnya untuk individu dengan CMS
midservical tanpa trisep atau selama pelatihan awal untuk pasien dengan cedera
tingkat yang lebih ringan) papan ditempatkan di bawah paha kaki terkuat dan
miring ke arah tuberositas pada iskia sisi berlawanan. Individu kemudian
menyandarkan kepala ke depan, melakukan push-up, mengangkat pinggul, dan
merotasikan kepala ke permukaan perpindahan-bahwa menggunakan hubungan
kepala-pinggul untuk mengayunkan pinggul ke permukaan transfer(Gambar. 20-
18, B). Pinggul diturunkan, keseimbangan kembali dan tangan reposisi(lihat
gambar. 20-18, C), dan kemudian rangkaian urutan diulang sampai pinggul
diposisikan secara aman pada permukaan perpindahan(Gambar.20-18, D). Kaki
dapat direposisi setelah setiap bergeser, jika diperlukan untuk keseimbangan, atau
mereka mungkin dibiarkan menarik tubuh dan diposisikan setelah akhir duduk
dicapai. Variasi pada teknik dasar yang digunakan untuk transfer ke bangku bak
mandi,toilet,mobil,atau permukaan yang relatif lainnya.
Pasien dengan tingkat cedera cervival yang tinggi akan secara fisik
tergantung untuk transfer tetapi harus menjadi mandiri dalam mengarahkan
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 78/98
bantuan yang dibutuhkan sebelum mereka keluar dari rehabilitasi.Sebuah lift
mekanis dapat digunakan untuk mentransfer pasien di rumah sakit atau
pengaturan rumah modifikasi.Sebuah lift mekanis, walaupun sering
merumitkan,mengurangi regangan jangka panjang pada pengasuh yang harus
berulang kali mengangkat dan memindahkan individu. Dalam situasi di mana lift
mekanik tidak dapat dilakukan, transfer puvot dengan papan luncur dan bantuan
oleh satu atau dua orang umumnya digunakan. Perhatikan bahwa masih penting
bahwa orang yang sedang ditransfer memiliki kaki mereka di lantai, jika mungkin,
untuk memungkinkan berat badan melalui bantalan parsial kaki(yang menguatkan
oleh kaki asisten) dan mengurangi daya angkat yang dibutuhkan selama transfer.
Para bahu Hubungan kepala pinggul juga di pekerjakan;individu yang ditransfer
memiliki kepalanya dan badan bagian atas berpaling dari permukaan transfer dan
pinggul bergerak menuju permukaan perpindahan.Hubungan kepala-pinggang
juga akan dipergunakan; individu akan memindahkan kepala dan trunkus atas dari
perpindahan permukaan dan pinggang bergerak ke arah perpindahan permukaan.
Pada kasus ini, sumbu tubuh titik poros dari hubungan kepala-pinggang adalah
kaki dari individu yang dipindahkan. Perhatian harus diberikan untuk mencegah
tarikan tungkai selama perpindahan dibantu untuk mencegah salah urat yang tidak
stabil pada sendi bahu.
Perpindahan dari lantai ke kursi roda adalah kemampuan lanjutan yang
dikuasai hanya setelah individu sudah menguasai level perpindahan permukaan
dan berkembang banyak dalam kekuatan, fleksibilitas, dan koordinasi. Variasi
dari beberapa teknik dasar digunakan untuk melakukan kemampuan ini. Teknik
pertama dimulai dengan posisi individu di samping dan kira-kira parallel dengan
bagian depan ujung dari kursi roda.Tangan ditempatkan pada bangku kursi roda,
dan tangan yang lain ditempatkan di samping pinggang. Tungkai mungkin
difleksikan dan ditempatkan miring, dengan kepala dan bahu, atau lurus ke kiri
selama perpindahan. Individu kemudian memiringkan kepala sejauh mungkin dan
mendorong dengan lengan untuk mengangkat pinggang mereka ke bangku kursi
roda. Sekali pinggang tentu berada di bangku dengan sedikit angkatan dan
meluncur mungkin digunakan untuk membawa kedua pinggang dengan teguh ke
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 79/98
permukaan bangku. Trunkus dibawa ke posisi atas dengan push up dari lengan
yang berada di depan frame kursi roda atau bangku. Kemampuan ini dapat dibuat
mudah dengan menggeser bantal kursi roda dari kursi (efektif mengurangi tinggi
yang diperlukan untuk mengangkat) dan menggunakannya di bawah pinggang di
lantai (efektif meningkatkan permukaan lantai dan mengurangi angkatan yang
diperlukan). Kemampuan ini juga dapat dilatih atau disederhanakan dengan
menggunakan perantaraan tinggi permukaan.untuk mengurangi pekerjaan.
Teknik lain untuk memindahkan dari lantai ke kursi adalah dengan
menggunakan push up depan dari posisi intermediate seperti binatang berkaki
empat. Lutut diposisikan di depan kursi roda dan individu menarik dirinya ke atas
pada kursi sampai beratnya didistribusikan pada lutut di lantai dan dada bersandar
pada bangku kursi. Push up kemudian dilakukan dengan tangan pada bangku kursi
roda sampai pinggang benar berada pada ujung kursi. Individu kemudian memutar
dan poros trunkus untuk memindahkan pinggang utama ke permukaan bangku.
Tangan kemudian direposisi dan push up tambahan dilakukan untuk membawa
pinggang seluruhnya ke posisi duduk. Karena gerakan memutar yang besar yang
diperlukan dalam teknik ini, maka paling efektif digunakan oleh individu dengan
derajat kontrol trunkus aktif.
Pilihan lain yang digunakan adalah push up belakang. Individu mulai
duduk dengan punggung di depan bangku dan meraih belakang dan mengangkat
dengan kedua lengan sampai tangan berada di atas frame kursi roda atau ujung
depan bangku. Push up kemudian dilakukan untuk mengangkat tubuh ke kursi.
Teknik ini memerlukan banyak kekuatan pada posisi mekanik yang tidak
menguntungkan dari ekstensi dan elevasi bahu yang ekstrim.
Walaupun beberapa individu dengan CMS akan dilatih perpindahan dari
lantai secara mandiri, semua pasien dengan CMS harus mandiri dengan langsung
untuk keamanan dan efektivitas perpindahan mereka dari lantai ke sebuah kursi.
Ini harus dipraktekkan di tempat rehabilitasi sehingga ketika individu intensif dan
ditemukan kecelakaan pada mereka sendiri di lantai atau tanah mereka tidak
terintimidasi oleh lingkungan sekitar dan dapat kontrol secara aman dengan kursi
roda.
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 80/98
Latihan Fungsional pada Integrasi Waktu Luang atau Reintegrasi
Kemajuan pada kursi roda dan adaptasi lain daya teknologi membuat waktu luang
dan membuka peluang rekreasi untuk individu dengan CMS. Olahraga seperti
tenis, basket, dan menggambar rugby dengan banyak peserta dan mempunyai
kompetisi pada semua level dari lokal sampai internasional.aktivitas rekreasi
seperti ski salju dan ski air juga dapat dinikmati oleh individu dengan semua level
mobilitas. Kompetisi spesifik dan acara tim akan dikembangkan untuk individu
yang mobilitasnya menggunakan kursi roda. Terapis dapat membantu dalam
mempersiapkan aktivitas ini dengan penilaian untuk daya adaptasi pelatihan
aktivitas spesifik kemampuan mobilitas, membangun dan mengkondisikan
kekuatan, dan edukasi mengenai pencegahan luka dan penatalaksanaan.
Penunjukan juga dapat dibuat untuk sekolah, komunitas, wilayah, dan program
nasional yang dapat memberi informasi dan membantu ketika individu mengikuti
area yang diminati.
Teknik Airway Clearance. Pasien datang dengan medikasi yang stabil dan fisik
yang aktif selama rehabilitasi, sejumlah intervensi respirasi mungkin ditambahkan
untuk mulai fase akut. Awalnya tekanan suara meningkatkan mobilisasi aktif dan
ekpektorasi sekret. Ekspektorasi ditujukan oleh teknik yang didesain untuk
meningkatkan kemampuan batuk. Intervensi mungkin meliputi bantuan manual
teknik batuk, termasuk tetapi tidak terbatas pada “quad-cough” (ekspirasi dengan
tekanan penuh membantu dengan tipe Heimlich atau abdominal thrust maneuver),
membantu kostofrenikus, kompresi chest anterior, atau rotasi counter trunkus.
Pasien mungkin belajar untuk melakukan versi quad-cough dengan bantuan
sendiri dengan menggunakan teknik seperti posisi tangan mereka di bawah rusuk
sangkar dan menggunakan bisep untuk mendorong, atau oleh waktu kemajuan
trunkus dengan fase ekspulsi batuk. Individu dengan keseimbangan cukup dan
volume inspirasi paru dapat juga belajar untuk menggunakan strategi airway
clearance independen yang disebut siklus aktif pernapasan (ACB) diikuti oleh
teknik ekspirasi paksaan (FET).
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 81/98
Pertama individu tegak, memiliki postur lurus akan membantu dengan difasilitasi
otot pernapasan. Lurus meliputi sedikit retraksi bahu (membuka dinding dada
anterior), bahu netral atau rotasi eksternal, ekstensi spina torakal, dan posisi pelvis
yang mencegah kemiringan posterior yang berlebihan. Fasilitas ini
mempertahankan postur primer dan menundukkan otot pernapasan dan mencegah
perkembangan postur sekunder (kifosis) yang dapat merusak kapasitas
pernapasan.
Usaha memperbaiki pernapasan dengan gerakan komplementer dapat membantu
memaksimalkan kedua usaha pernapasan dan kemampuan mobilitas. Jika sebuah
pekerjaan meliputi ekstensi trunkus (over head reaching, pola fleksi UE PNF,
rolling ke posisi terlentang, dsb.) Itu dapat dipasangkan dengan inspirasi (ekspansi
rongga thorak). Gerakan converselve meliputi fleksi thorak dan kompresi (solling
supine to sidelying dengan kepala dan trunkus atas pola fleksi, pola ekstensi
PNF) dapat dipasangakan dengan usaha ekspirasi. Konsentrik trunkus dan gerakan
ekstrim dapat dipasangkan dengan gerakan respirasi konsentrik. Isyarat manual
dan verbal dapat juga digunakan sebagai fasilitas kombinasi yang disediakan
untuk gerakan dengan kuat yang berhubungan dengan konsentrik (inspirasi atau
ekspirasi) usaha pernapasan dan perlahan,lembut, berhubungan dengan eksentrik
(ekspirasi) usaha pernapasan. Dengan kombinasi ketersediaan isyarat dan gerakan,
efisiensi mobilitas dan pernapasan meningkat dan keuntungan dari intervensi
pelatihan kemampuan mobilitas dicampur.
Kesabaran dan kekuatan dari sistem respirasi dapat dikumpulkan dengan latihan
otot pernapasan. Panjang dan kontrol usaha pernapasan dapat dipraktikkan dalam
aktivitas biasa seperti menyanyi, humming atau meniup pada jerami atau meniup
mainan, dsb. Spirometer insentif dengan rentang target dapat digunakan untuk
latihan pernapasan repetitif. Penggunaan ventilatory muscle training devices
(VMTs) menguatkan pernapasan dengan menambah resistensi dari kontraksi otot
pernapasan. Program latian VMT digunakan selama fase rehabilitasi untuk 15-20
menit, 2 kali per hari, 5-7 hari per minggu untuk kira-kira 6 minggu. Penelitian
menunjukkan meningkatnya kekuatan otot inspirasi dan kesabaran, dan laporan
subjektif penurunan usaha pernapasan dengan menggunakan latihan VMT.
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 82/98
Case study
Riwayat perjalanan penyakit
JD adalah seorang pelajar berusia 20 tahun yang terlibat dalam MVA 22
hari yang lalu. JD dibawa ke pusat trauma dengan fraktur dan komplit CMS
setinggi T10, dan menderita patah tulang iga 9,10,11 sebelah kanan. JD
mengalami kelumpuhan thoracolumbosacral orthosis (TLSO) dengan tipe plastic
body-jacket style, dan menjalani spinal stabilization operation. Keadaan JD
diperparah dengan adanya komplikasi pneumonia dan penurunan clearance
secretion. Terapi awal yang didapat JD meliputi ROM, memposisikan di tempat
tidur, berlatih untuk duduk, edukasi pasien dan keluarga serta latihan bernapas
aktif. JD tidak dapat menerima bantuan untuk mengatasi batuk atau bantuan
fasilitas manual untuk pernapasan karena adanya rasa nyeri dari jaringan tempat
luka memar dan fraktur tulang iga. JD selalu menggunakan TLSO ketika turun
dari tempat tidur dan tidak menggunakan penahan/penguat di tempat tidur sejak
mendapat petunjuk dokter. Setelah 3 minggu dirawat, pengobatan terhadap
pneumonia selesai dan JD dinyatakan dalam kondisi kesehatan yang stabil dan
dapat melakukan rawat jalan untuk rehabilitasi di pusat rehabilitasi medik.
JD pernah mengalami menisectomy lutut kanan 3 tahun lalu dengan
perbaikan fungsional yang baik. Terapi farmako yang didapat pada saat rawat
jalan meliputi heparin (profilaksis DVT), meperidine (demerol) untuk nyeri, dan
docusate sodium (colace) untuk pelembut kotoran serta antibiotik untuk
pneumonia.
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 83/98
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 84/98
diberikan unyuk mengatasi nyeri, nyeri dirasakan berkurang sampai (3/10) pada
saat bergerak.
Fungsi sensori. JD tidak memiliki masalah sensori (refleks cahaya, rasa
tajam, getaran, kinesthesia, propriosepsi dan nyeri) di seluruh daerah atas
umbilicus tetapi JD memiliki maalah sensori di seluru daerah bawah umbilikus.
Fungsi motorik. Fungsi koordinasi dalam batas normal di kedua anggota
gerak bagian atas. Fungsi koordinasi kedua anggota gerak bagian bawah tidak
dapat diperiksa karena tidak ada gerakan aktif.
Jantung, paru.
JD mengeluh nafas yang pendek pada saat memakai kursi roda dan latihan
bergerak. JD vital capacity kurang dari 40% dibanding orang yang seumur dan
memiliki tinggi badan yang sama.
Kulit.
Kulit JD tidak memiliki masalah dan tidak ada kulit yang kemerahan.
Luka operasi terlihat tertutup di badan bagian posterior daerah thoraks dan
sepanjang tempat transplantasi tulang pelvis. Daerah ini tidak secara langsung
diperiksa karena diperban, tetapi perawat menyatakan luka dalam proses
penyembuhan tanpa adanya tanda infeksi.
Fungsi
Gait, keseimbangan. JD dapat menjalankan kursi rodanya sendiri dengan
lancar sampai jarak 50 kaki. JD dapat duduk seimbang pada daerah yang dibatasi
di matras terapi dengan menggunakan bantuan kedua anggoota gerak bagian atas
agar lebih seimbang. JD tidak dapat duduk dengan seimbang apabila tidak
menggunakan bantuan lengan. JD memiliki keseimbangan gerak yang buruk.
Kemampuan adaptasi peralatan. JD menggunakan kursi roda manual
dengan posisi kaki dalam keadaan istirahat. JD menggunakan bantal yang dapat
mengurangi tekanan pada saat di kursi roda. Di tempat tidur JD menggunakan alat
yang digantung melebihi tinggi kepala untuk membantu bergerak tapi JD sedang
berusaha untuk tidak menggunakan alat ini lagi. JD menggunakan pegangan
panjang untuk latihan dalam melakukan aktifitas sehari-hari dan spirometer
bantuan untuk membantu bernapas lebih dalam.
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 85/98
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 86/98
7. JD dapat meningkatkan kapasitas pernapasannya sampai 80% dibanding
orang normal sesuai usia dan tinggi badan JD
Prognosis
Prognosis JD baik karena adanya bantuan dari orang sekitarnya, tidak
adanya gangguan kognisi, dan keadaan normal dari anggota gerak bagian atas.
Faktor yang dapat membatasi atau memperlambat penyembuhan adalah
keterbatasan gerak akibat TLSO dan adanya rasa nyeri pada daerah fraktuur
tulang iga dan daerah operasi thorax yang timbul karena akitifitas.
Rencana perawatan
50 kali kunjungan dalam waktu 4 minggu.
Intervensi
Edukasi pasien. JD memiliki faktor resiko tinggi untuk mengalami
komplikasi pada kulit dan ini dapat mempengaruhi kemajuan pengobatan di
seluah daerah latihan mobilitas. Edukasi dan latihan perawatan kulit sangat
penting bagi JD. Latihan perawatan kulit meliputi edukasi bagi JD dan
perawatnya mengenai teknik pressure relief, posisi di tempat tidur dan kursi roda
serta perlindungan kulit selama latihan kemampuan mobilitas.nvnfnkf vkfl
Intervensi prosedur
Latihan bernapas. Dengan adanya riwayat pneumonia dan kesulitan
bernapas, meningkatkan fungsi pernapasan adalah prioritas untuk penatalaksanaan
awal bagi JD. Mobilisasi dan teknik manual lain yang dapat diterapkan pada
latihan pernafasan tidak dapat dilakukan karena adanya fraktur tulang iga dan
nyeri. Oleh karena itu, latihan pernafasan menggunakan bantuan spirometry,
latihan otot pernafasan 2x sehari dalam 3 minggu sampai kemampuan aktif
meningkat, edukasi teknik bernapas, dan latihan untuk jantung serta latihan dalam
berpindah posisi.
Latihan mobilitas. Latihan mobilitas fokus pada terapi fisik JD. Latihan
mobilitas meliputi latihan penggunaan kursi roda, cara bergerak di tempat tidur,
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 87/98
latihan keseimbangan dalam duduk, dan latihan berpindah tempat. JD dilatih
untuk menggunakan kursi roda nya pada berbagai jenis situasi dan tangga (dengan
perawat apabila diperlukan) dan dilatih cara untuk membuka pintu, elevator, dan
escalator. Latihan mobilitas di tempat tidur meliputi latihan berputar dan
berpindah dari posisi supinasi ke posisi duduk serta dari posisi duduk ke supinasi.
JD juga dilatih keseimbangannya ketika duduk dan berpindah tempat, dengan atau
tanpa menggunakan kendaraan, turun dan naik dari lantai, serta masuk dan keluar
dari bak mandi.
Latihan ADLs dan IADLs. Latihan ADLs dan IADLs berkoordinasi
dengan anggota tim rehabilitasi untuk mengajari dan melatih kemampuan
memakai baju, mandi, BABdan BAK, menggunakan peralatan sehari-hari, dan
melakukan beberapa pekerjaan rumah tangga dan pekerjaan sosial.
Latihan terapi. Latihan terapi meliputi latihan kelenturan (fleksibilitas) dan
latihan untuk menggerakan anggota gerak bagian bawah. Dengan tambahan,
latihan kekuatan otot bahu dan skapula untuk latihan mobilitas.
Latihan cara berjalan. Latihan cara berjalan bertujuan untuk melatih cara
berdiri juga untuk melatih ROM. JD juga bergabung dalam body weight-
supported locomotor. Pada saat latihan, JD memerlukan bantuan maksimal untuk
belajar melangkah. Direncanakan untuk cara berdiri dan berajalannya memiliki
kemajuan tergantung pada tingakat kemampuan dari anggota gerak bagian bawah.
Integrasi. JD dikenalkan ada kursi roda untuk berolahraga dan berekreasi
secara aktif sebagai bagian dari terapi yang ia jalani. JD dimasukkan dalam
organisasi kemasyarakatan yang menyediakan olahraga serta rekreasi bagi orang
yang memiliki keterbatasan.
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 88/98
Ringkasan.
CMS menyebabkan perubahan pada sistem tubuh meliputi saluran
pencernaan, rangka, pernafasan, jantung, kulit, otot dan rangka, serta sistem saraf.
Perubahan-perubahan ini memerlukan penangan medis dan perubahan aktifitas
sehari-hari. Beberapa efek yang bersifat sistemik antara lain ulcer atau AD yang
dapat mengancam kehidupan. Penanganan perawatan yang baik oleh tim
rehabilitasi yang profesional sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pasien
dengan CMS.
Hubungan kepala-pinggang juga digunakan; individu akan menggerakkan
kepala dan trunkus berlawanan dan pinggang bergerak ke arah berlawananan.
Pada kasus ini, sumbu tubuh dari hubungan kepala-pinggang adalah kaki dari
individu yang dipindahkan. Perhatian harus diberikan untuk mencegah tarikan
lengan selama pergerakkan dibantu untuk mencegah salah urat yang tidak stabil
pada sendi bahu.
Perpindahan dari lantai ke kursi roda adalah kemampuan lanjutan yang
dikuasai hanya setelah individu sudah menguasai level pergerakkan dan
berkembang banyak dalam kekuatan, fleksibilitas, dan koordinasi. Variasi dari
beberapa teknik dasar digunakan untuk melakukan kemampuan ini. Teknik
pertama dimulai dengan posisi individu di samping dan kira-kira sejajar dengan
bagian depan ujung dari kursi roda.Tangan ditempatkan pada bangku kursi roda,
dan tangan yang lain ditempatkan di samping pinggang. Tungkai difleksikan dan
ditempatkan miring, dengan kepala dan bahu, atau lurus ke kiri selama
pergerakkan. Individu kemudian memiringkan kepala sejauh mungkin dan
mendorong dengan lengan untuk mengangkat pinggang mereka ke bangku kursi
roda. Pinggang berada di bangku dengan sedikit angkatan dan meluncur untuk
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 89/98
membawa kedua pinggang dengan teguh ke permukaan bangku. Trunkus dibawa
ke posisi atas dengan push up dari lengan yang berada di depan frame kursi roda
atau bangku. Kemampuan ini dapat dibuat mudah dengan menggeser bantal kursi
roda dari kursi (efektif mengurangi tinggi yang diperlukan untuk mengangkat) dan
menggunakannya di bawah pinggang di lantai (efektif meningkatkan permukaan
lantai dan mengurangi angkatan yang diperlukan). Kemampuan ini juga dapat
dilatih atau disederhanakan dengan menggunakan perantaraan tinggi
permukaan.untuk mengurangi pekerjaan.
Teknik lain untuk memindahkan dari lantai ke kursi adalah dengan
menggunakan push up depan dari posisi intermediate seperti binatang berkaki
empat. Lutut diposisikan di depan kursi roda dan individu menarik dirinya ke atas
pada kursi sampai beratnya didistribusikan pada lutut di lantai dan dada bersandar
pada bangku kursi. Push up kemudian dilakukan dengan tangan pada bangku kursi
roda sampai pinggang benar berada pada ujung kursi. Individu kemudian memutar
dan poros trunkus untuk memindahkan pinggang utama ke permukaan bangku.
Tangan kemudian direposisi dan push up tambahan dilakukan untuk membawa
pinggang seluruhnya ke posisi duduk. Karena gerakan memutar yang besar yang
diperlukan dalam teknik ini, maka paling efektif digunakan oleh individu dengan
derajat kontrol trunkus aktif.
Pilihan lain yang digunakan adalah push up belakang. Individu mulai
duduk dengan punggung di depan bangku dan meraih belakang dan mengangkat
dengan kedua lengan sampai tangan berada di atas frame kursi roda atau ujung
depan bangku. Push up kemudian dilakukan untuk mengangkat tubuh ke kursi.
Teknik ini memerlukan banyak kekuatan pada posisi mekanik yang tidak
menguntungkan dari ekstensi dan elevasi bahu yang ekstrim.
Walaupun beberapa individu dengan CMS akan dilatih pergerakkan dari
lantai secara mandiri, semua pasien dengan CMS harus mandiri dengan langsung
untuk keamanan dan efektivitas pergerakkan mereka dari lantai ke sebuah kursi.
Ini harus dipraktekkan di tempat rehabilitasi sehingga ketika individu intensif dan
ditemukan terjatuh di lantai atau tanah tapi mereka tidak terintimidasi oleh
lingkungan sekitar dan dapat mengontrol kursi roda dengan aman.
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 90/98
Latihan Fungsional pada Integrasi Waktu Luang atau Reintegrasi.
Kemajuan pada kursi roda dan adaptasi lain daya teknologi membuat waktu luang
dan membuka peluang rekreasi untuk individu dengan CMS. Olahraga seperti
tenis, basket, dan menggambar rugby dengan banyak peserta dan mempunyai
kompetisi pada semua level dari lokal sampai internasional. Aktivitas rekreasi
seperti ski salju dan ski air juga dapat dinikmati oleh individu dengan semua level
mobilitas. Kompetisi spesifik dan acara tim akan dikembangkan untuk individu
yang mobilitasnya menggunakan kursi roda. Terapis dapat membantu dalam
mempersiapkan aktivitas ini dengan penilaian untuk daya adaptasi pelatihan
aktivitas spesifik kemampuan mobilitas, membangun dan mengkondisikan
kekuatan, dan edukasi mengenai pencegahan luka dan penatalaksanaan.
Penunjukan juga dapat dibuat untuk sekolah, komunitas, wilayah, dan program
nasional yang dapat memberi informasi dan membantu ketika individu mengikuti
area yang diminati.
Teknik Airway Clearance. Pasien datang dengan medikasi yang stabil dan
fisik yang aktif selama rehabilitasi, sejumlah intervensi respirasi mungkin
ditambahkan untuk mulai fase akut. Awalnya tekanan suara meningkatkan
mobilisasi aktif dan ekpektorasi sekret. Ekspektorasi ditujukan oleh teknik yang
didesain untuk meningkatkan kemampuan batuk. Intervensi mungkin meliputi
bantuan manual teknik batuk, termasuk tetapi tidak terbatas pada “quad-cough”
(ekspirasi dengan tekanan penuh membantu dengan tipe Heimlich atau abdominal
thrust maneuver), membantu kostofrenikus, kompresi chest anterior, atau rotasi
counter trunkus. Pasien mungkin belajar untuk melakukan versi quad-cough
dengan bantuan sendiri dengan menggunakan teknik seperti posisi tangan mereka
di bawah rusuk sangkar dan menggunakan bisep untuk mendorong, atau oleh
waktu kemajuan trunkus dengan fase ekspulsi batuk. Individu dengan
keseimbangan cukup dan volume inspirasi paru dapat juga belajar untuk
menggunakan strategi airway clearance independen yang disebut siklus aktif
pernapasan (ACB) diikuti oleh teknik ekspirasi paksaan (FET).
Pertama individu tegak, memiliki postur lurus akan membantu dengan
difasilitasi otot pernapasan. Lurus meliputi sedikit retraksi bahu (membuka
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 91/98
dinding dada anterior), bahu netral atau rotasi eksternal, ekstensi spina torakal,
dan posisi pelvis yang mencegah kemiringan posterior yang berlebihan. Fasilitas
ini mempertahankan postur primer dan menundukkan otot pernapasan dan
mencegah perkembangan postur sekunder (kifosis) yang dapat merusak kapasitas
pernapasan.
Usaha memperbaiki pernapasan dengan gerakan komplementer dapat
membantu memaksimalkan kedua usaha pernapasan dan kemampuan mobilitas.
Jika sebuah pekerjaan meliputi ekstensi trunkus (over head reaching, pola fleksi
UE PNF, rolling ke posisi terlentang, dsb.) Itu dapat dipasangkan dengan inspirasi
(ekspansi rongga thorak). Gerakan converselve meliputi fleksi thorak dan
kompresi (solling supine to sidelying dengan kepala dan trunkus atas pola fleksi,
pola ekstensi PNF) dapat dipasangakan dengan usaha ekspirasi. Konsentrik
trunkus dan gerakan ekstrim dapat dipasangkan dengan gerakan respirasi
konsentrik. Isyarat manual dan verbal dapat juga digunakan sebagai fasilitas
kombinasi yang disediakan untuk gerakan dengan kuat yang berhubungan dengan
konsentrik (inspirasi atau ekspirasi) usaha pernapasan dan perlahan,lembut,
berhubungan dengan eksentrik (ekspirasi) usaha pernapasan. Dengan kombinasi
ketersediaan isyarat dan gerakan, efisiensi mobilitas dan pernapasan meningkat
dan keuntungan dari intervensi pelatihan kemampuan mobilitas dicampur.
Kesabaran dan kekuatan dari sistem respirasi dapat dikumpulkan dengan
latihan otot pernapasan. Panjang dan kontrol usaha pernapasan dapat dipraktikkan
dalam aktivitas biasa seperti menyanyi, humming atau meniup pada jerami atau
meniup mainan, dsb. Spirometer insentif dengan rentang target dapat digunakan
untuk latihan pernapasan repetitif. Penggunaan ventilatory muscle training
devices (VMTs) menguatkan pernapasan dengan menambah resistensi dari
kontraksi otot pernapasan. Program latian VMT digunakan selama fase
rehabilitasi untuk 15-20 menit, 2 kali per hari, 5-7 hari per minggu untuk kira-kira
6 minggu. Penelitian menunjukkan meningkatnya kekuatan otot inspirasi dan
kesabaran, dan laporan subjektif penurunan usaha pernapasan dengan
menggunakan latihan VMT.
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 92/98
Studi Kasus
Riwayat perjalanan penyakit
JD adalah seorang pelajar berusia 20 tahun yang terlibat dalam MVA 22
hari yang lalu. JD dibawa ke pusat trauma dengan fraktur dan komplit CMS
setinggi T10, dan menderita patah tulang iga 9,10,11 sebelah kanan. JD
mengalami kelumpuhan thoracolumbosacral orthosis (TLSO) dengan tipe plastic
body-jacket style, dan menjalani spinal stabilization operation. Keadaan JD
diperparah dengan adanya komplikasi pneumonia dan penurunan clearance
secretion. Terapi awal yang didapat JD meliputi ROM, memposisikan di tempat
tidur, berlatih untuk duduk, edukasi pasien dan keluarga serta latihan bernapas
aktif. JD tidak dapat menerima bantuan untuk mengatasi batuk atau bantuan
fasilitas manual untuk pernapasan karena adanya rasa nyeri dari jaringan tempat
luka memar dan fraktur tulang iga. JD selalu menggunakan TLSO ketika turun
dari tempat tidur dan tidak menggunakan penahan/penguat di tempat tidur sejak
mendapat petunjuk dokter. Setelah 3 minggu dirawat, pengobatan terhadap
pneumonia selesai dan JD dinyatakan dalam kondisi kesehatan yang stabil dan
dapat melakukan rawat jalan untuk rehabilitasi di pusat rehabilitasi medik.
JD pernah mengalami menisectomy lutut kanan 3 tahun lalu dengan
perbaikan fungsional yang baik. Terapi farmako yang didapat pada saat rawat
jalan meliputi heparin (profilaksis DVT), meperidine (demerol) untuk nyeri, dan
docusate sodium (colace) untuk pelembut kotoran serta antibiotik untuk
pneumonia.
Keadaan umum
JD, laki-laki, tinggi badan 5 kaki 11 inci, berat badan 183 lb. Nadi
80x/menit, tekanan arah 110/68mmHg dalam keadaan supinasi dan perpindahan
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 93/98
posisi dari duduk ke tidur. Pernafasan 14x/menit dengan tipe pernafasan lebih
menggunakan diafragma.
Pemeriksaan fisik khusus
Muskuloskletal
Range of Motion. Aktif ROM di kedua anggota gerak bagian atas dalam
keadaan normal. ROM anggota gerak bagian bawah dalam keadaan normal
kecuali dorsoflexi tidak dapat dinilai pada saat ROM flexi pinggul dan pelurusan
kaki pada saat diangkat tidak dapat di tes karena operasi tulang belakang yang
baru dilakukan.
Keadaan otot. Kekuatan otot pada kedua anggota gerak bagian atas lebih
besar atau sama dengan 4/5 pada saat pemeriksaan. JD tidak memiliki gerakan
abnormal atau kontraksi otot yang terlihat pada anggota gerak bagian bawah dan
kekuatannya 0/5. Ekstremitas bagian bawah dalam keadaan hipotoni. Kekuatan
trunk tidak dapat di periksa karena adanya rasa nyeri dan keterbatasan gerak
setelah operasi. JD dapat menggerakkan upper abdominal muscle secara isometris
untuk menghasilkan kontraksi otot yang dapat dilihat dan diraba. JD dapat
bernapas dengan pernafasan biasa tapi tidak dalam pada saat beraktifitas, dengan
lebih menggunakan tipe pernapasan diafragma dengan sedikit anteroposterior
chest expansion pada saat istirahat karena itu dapat mengurangi sedikit rasa nyeri.
Neuromuscular
Arousal, Attention, Cognition. JD dalam keadaan sadar dan berorientasi,
dan tidak ada masalah dalam kemampuan kognisi.
Nyeri. JD mengeluhkan nyeri posterior badan dari leher sampai pelvis
terutama di daerah luka sekitar operasi. Nyeri tulang iga timbul terus menerus
(dengan frekuensi 2/10 saat istirahat) dan meningkat saat pernapasan dalam,
bergerak dan donning TLSO (8/10 pada saat kambuh). Pengobatan farmako
diberikan unyuk mengatasi nyeri, nyeri dirasakan berkurang sampai (3/10) pada
saat bergerak.
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 94/98
Fungsi sensori. JD tidak memiliki masalah sensori (refleks cahaya, rasa
tajam, getaran, kinesthesia, propriosepsi dan nyeri) di seluruh daerah atas
umbilicus tetapi JD memiliki maalah sensori di seluru daerah bawah umbilikus.
Fungsi motorik. Fungsi koordinasi dalam batas normal di kedua anggota
gerak bagian atas. Fungsi koordinasi kedua anggota gerak bagian bawah tidak
dapat diperiksa karena tidak ada gerakan aktif.
Jantung, paru.
JD mengeluh nafas yang pendek pada saat memakai kursi roda dan latihan
bergerak. JD vital capacity kurang dari 40% dibanding orang yang seumur dan
memiliki tinggi badan yang sama.
Kulit.
Kulit JD tidak memiliki masalah dan tidak ada kulit yang kemerahan.
Luka operasi terlihat tertutup di badan bagian posterior daerah thoraks dan
sepanjang tempat transplantasi tulang pelvis. Daerah ini tidak secara langsung
diperiksa karena diperban, tetapi perawat menyatakan luka dalam proses
penyembuhan tanpa adanya tanda infeksi.
Fungsi
Gaya berjalan, keseimbangan. JD dapat menjalankan kursi rodanya sendiri
dengan lancar sampai jarak 50 kaki. JD dapat duduk seimbang pada daerah yang
dibatasi di matras terapi dengan menggunakan bantuan kedua anggoota gerak
bagian atas agar lebih seimbang. JD tidak dapat duduk dengan seimbang apabila
tidak menggunakan bantuan ekstremitas atas. JD memiliki keseimbangan gerak
yang buruk.
Kemampuan adaptasi peralatan. JD menggunakan kursi roda manual
dengan posisi kaki dalam keadaan istirahat. JD menggunakan bantal yang dapat
mengurangi tekanan pada saat di kursi roda. Di tempat tidur JD menggunakan alat
yang digantung melebihi tinggi kepala untuk membantu bergerak tapi JD sedang
berusaha untuk tidak menggunakan alat ini lagi. JD menggunakan pegangan
panjang untuk latihan dalam melakukan aktifitas sehari-hari dan spirometer
bantuan untuk membantu bernapas lebih dalam.
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 95/98
Kemampuan mengurus diri sendiri dan aktifitas sehari-hari. JD
memerlukan bantuan maksimal dari seseorang dan sebuah papan untuk berpindah
pada tempat yang tidak rata. JD cukup memerlukan bantuan dari seserorang untuk
melakukan semua gerakan di tempat tidur. JD dapat melakukan kegiatan sehari-
hari sendiri kecuali makan, tidak dapat menahan BAK dan BAB. Kateter yang
biasa digunakan sudah dilepas dan JD belajar menggunakan kateter yang ia dapat
gunakan sendiri.
Evaluasi, diagnosis, prognosis
JD menderita kerusakan dan kehilangan fungsi dari beberapa otot dan
fungsi sensori dibawah T10 dan kekurangan kapasitas pernafasan. Luka yang
dialami JD diklasifikasikan sebagai ASIA A, komplit paraplegia. Skor FIM 2
untuk perpindahan dan 2 untuk pergerakan.
Keterbatasan fungsi meliputi keterbatasan kemampuan untuk berpindah,
ADLs, IADLs, berkurangnya sensasi nyeri, dan bekurangnya kemampuan
bergerak di kursi roda. JD memiliki resiko tinggi untuk komplikasi penyakit
pernafasan, saluran pencernaan dan penyakit kulit serta depresi. JD juga tidak
dapat menjalankan tugasnya sebagai pelajar, karyawan, serta atlit paruh waktu.
Tujuan
1. JD dan perawatnya memiliki kemampuan dalam mengatasi, mengenali dan
memberikan terapi untuk mengatasi komplikasi sekunder dari SCI
2. JD mampu melakukan sendiri seluruh gerakan di tempat tidur tanpa
peralatan bantuan
3. JD dapat berpindah tempat sendiri untuk mempermudah ADL
4. JD dapat bergerak menggunakan kursi roda dengan jarak minimal 500
kaki untuk kondisi di dalam dan luar ruangan
5. JD hanya membutuhkan sedikit bantuan perawat dengan kemampuan lebih
dalam menggunakan kursi roda dn berpindah tempat
6. JD dan perawatnya dapat melakukan sendiri latihan fleksibilitas,
pemanasan dan kekuatan
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 96/98
7. JD dapat meningkatkan kapasitas pernapasannya sampai 80% dibanding
orang normal sesuai usia dan tinggi badan JD
Prognosis
Prognosis JD baik karena adanya bantuan dari orang sekitarnya, tidak
adanya gangguan kognisi, dan keadaan normal dari anggota gerak bagian atas.
Faktor yang dapat membatasi atau memperlambat penyembuhan adalah
keterbatasan gerak akibat TLSO dan adanya rasa nyeri pada daerah fraktuur
tulang iga dan daerah operasi thorax yang timbul karena akitifitas.
Rencana perawatan
50 kali kunjungan dalam waktu 4 minggu.
Intervensi
Edukasi pasien. JD memiliki faktor resiko tinggi untuk mengalami
komplikasi pada kulit dan ini dapat mempengaruhi kemajuan pengobatan di
seluah daerah latihan mobilitas. Edukasi dan latihan perawatan kulit sangat
penting bagi JD. Latihan perawatan kulit meliputi edukasi bagi JD dan
perawatnya mengenai teknik pressure relief, posisi di tempat tidur dan kursi roda
serta perlindungan kulit selama latihan kemampuan mobilitas.nvnfnkf vkfl
Intervensi prosedur
Latihan bernapas. Dengan adanya riwayat pneumonia dan kesulitan
bernapas, meningkatkan fungsi pernapasan adalah prioritas untuk penatalaksanaan
awal bagi JD. Mobilisasi dan teknik manual lain yang dapat diterapkan pada
latihan pernafasan tidak dapat dilakukan karena adanya fraktur tulang iga dan
nyeri. Oleh karena itu, latihan pernafasan menggunakan bantuan spirometry,
latihan otot pernafasan 2x sehari dalam 3 minggu sampai kemampuan aktif
meningkat, edukasi teknik bernapas, dan latihan untuk jantung serta latihan dalam
berpindah posisi.
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 97/98
Latihan mobilitas. Latihan mobilitas fokus pada terapi fisik JD. Latihan
mobilitas meliputi latihan penggunaan kursi roda, cara bergerak di tempat tidur,
latihan keseimbangan dalam duduk, dan latihan berpindah tempat. JD dilatih
untuk menggunakan kursi roda nya pada berbagai jenis situasi dan tangga (dengan
perawat apabila diperlukan) dan dilatih cara untuk membuka pintu, elevator, dan
escalator. Latihan mobilitas di tempat tidur meliputi latihan berputar dan
berpindah dari posisi supinasi ke posisi duduk serta dari posisi duduk ke supinasi.
JD juga dilatih keseimbangannya ketika duduk dan berpindah tempat, dengan atau
tanpa menggunakan kendaraan, turun dan naik dari lantai, serta masuk dan keluar
dari bak mandi.
Latihan ADL dan IADL. Latihan ADL dan IADL berkoordinasi dengan
anggota tim rehabilitasi untuk mengajari dan melatih kemampuan memakai baju,
mandi, BABdan BAK, menggunakan peralatan sehari-hari, dan melakukan
beberapa pekerjaan rumah tangga dan pekerjaan sosial.
Latihan terapi. Latihan terapi meliputi latihan kelenturan (fleksibilitas) dan
latihan untuk menggerakan anggota gerak bagian bawah. Dengan tambahan,
latihan kekuatan otot bahu dan skapula untuk latihan mobilitas.
Latihan cara berjalan. Latihan cara berjalan bertujuan untuk melatih cara
berdiri juga untuk melatih ROM. JD juga bergabung dalam body weight-
supported locomotor. Pada saat latihan, JD memerlukan bantuan maksimal untuk
belajar melangkah. Direncanakan untuk cara berdiri dan berajalannya memiliki
kemajuan tergantung pada tingakat kemampuan dari anggota gerak bagian bawah.
Integrasi. JD dikenalkan ada kursi roda untuk berolahraga dan berekreasi
secara aktif sebagai bagian dari terapi yang ia jalani. JD dimasukkan dalam
organisasi kemasyarakatan yang menyediakan olahraga serta rekreasi bagi orang
yang memiliki keterbatasan.
Ringkasan
CMS menyebabkan perubahan pada sistem tubuh meliputi saluran
pencernaan, rangka, pernafasan, jantung, kulit, otot dan rangka, serta sistem saraf.
Perubahan-perubahan ini memerlukan penangan medis dan perubahan aktifitas
8/6/2019 Cedera Medula Spinalis Non Progresif
http://slidepdf.com/reader/full/cedera-medula-spinalis-non-progresif 98/98
sehari-hari. Beberapa efek yang bersifat sistemik antara lain ulcer atau AD yang
dapat mengancam kehidupan. Penanganan perawatan yang baik oleh tim
rehabilitasi yang profesional sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pasien
dengan CMS.