Upload
dewa-pandu-sakuragi-winata
View
48
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Tb paru dengan pendekatan keluarga
Citation preview
Bab I
Pendahuluan
Tuberkulosis (TB) paru merupakan problem kesehatan masyarakat terutama di negara
berkembang. Usaha penanggulangan terhadap penyakit ini sudah dimulai sejak zaman
pertengahan. Keadaan semakin baik sejak ditemukan Streptomisin (1944) dan berbagai macam
OAT (Obat Anti Tuberkulosis) lainnya. DOTS (Directly Observed Treatment Short Course) atau
pengobatan TB Paru jangka pendek dengan pengawasan ketat perlu diterapkan dalam
pengobatan penyakit TB agar penyembuhan terjadi secara tuntas. Sejak awal abad ke XX angka
kematian mulai berkurang dengan diterapkannya prinsip pengobatan yang memasukkan
perbaikan gizi dan perbaikan cara hidup pasien. Hal ini berarti diperlukan suatu strategi
pengobatan terhadap TB Paru dengan kombinasi obat yang tepat dan disertai suatu manajemen
kesehatan yang baik dan mantap.1
Pelayanan Kedokteran Keluarga adalah pelayanan asuhan medis yang didukung oleh
pengetahuan terkini secara menyeluruh (holistic), paripurna (Comprehensive), terpadu
(integrated) dan berkesinambungan (Continous) untuk menyelesaikan semua keluhan dari
pengguna jasa. 1
Makalah ini mengenai pelayanan dengan pendekatan Kedokteran Keluarga pada seorang
nenek yang tinggal bersama keluarga anaknya yang mengalami TB Paru kategori 2 yang berasal
dari keluarga inti dengan permasalahan kesehatan serta keterbatasan kemampuan untuk
mengatasinya. Melalui pembinaan ini diharapkan terjadi peningkatan peran serta keluarga dalam
penatalaksanaan penyakit tersebut dan penyelesaian permasalahan dalam keluarga.
Tujuan laporan kasus ini adalah terciptanya keluarga yang berpartisipasi dan mandiri
dalam menyelesaikan risiko dan masalah kesehatan keluarga agar anggota keluarga dapat hidup
produktif secara sosial dan ekonomis serta sehat jasmani dan rohani.1
1
Bab II
Tinjauan Pustaka
Pengertian TB Paru
TB Paru ialah suatu penyakit infeksi kronik jaringan paru yang disebabkan oleh
basil Mycobacterium tuberculosae.6 Sebagian besar basil Mycobacterium tuberculosae
masuk ke dalam jaringan paru melalui airborne infection dan selanjutnya mengalami proses
yang dikenal sebagai fokus primer dari Ghon.13
Epidemiologi TB Paru
Distribusi Frekuensi Tuberkulosis Paru
Sebagian besar negara maju diperkirakan insiden tuberkulosis setiap tahunnya hanya
10-20 dari 100.000 penduduk. Diperkirakan lebih dari 1,5 miliar orang di seluruh dunia
dan setiap tahun sekitar 3 juta orang mati karena penyakit ini.19 Angka kematian di negara
maju sudah mengalami penurunan sementara di Negara berkembang angkanya masih cukup
tinggi.12
Di Afrika setiap tahunnya insiden penderita TB Paru 165 per 100.000 penduduk,
sementara di Asia 110 per 100.000 penduduk. Di Asia jumlah penduduk lebih banyak dari
Afrika sehingga insiden per tahunnya di benua Asia lebih banyak 3,7 kali dari Afrika.18
Pada tahun 2000 di kawasan Asia Tenggara lebih dari 3,9 juta insiden TB Paru dan lebih
dari 1,3 juta kematian. WHO memperkirakan bahwa CFR TB Paru di Indonesia setiap
tahunnya sebesar 39% (175.000 jumlah kematian akibat tuberkulosis dari 445.000
kasus).16,18 Menurut jenis kelamin penderita TB Paru pada pria selalu lebih tinggi
dibandingkan dengan wanita.15 Data Profil Kesehatan 2005 menyatakan bahwa di
Indonesia jumlah TB Paru BTA positif pada laki-laki lebih tinggi 58,70% (93.114 kasus)
2
dari wanita 41,30% (65.526 kasus).17
Determinan Tuberkulosis
a. Umur
Insidens tertinggi biasanya mengenai usia dewasa muda. Informasi dari Afrika dan India
menunjukkan pola yang berbeda, dimana prevalensi meningkat seiring dengan
peningkatan usia.15 Di Indonesia, dengan angka risk of infection 2%, maka sebagian
besar masyarakat pada usia produktif telah tertular.18 Penelitian Umar dengan penelitian
prospektif observasional analitik di RS Persahabatan tahun 2005 melaporkan bahwa usia
produtif (≤ 55 tahun) 0,9 kali lebih sulit untuk sembuh.
b. Jenis Kelamin
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa laki-laki lebih banyak menderita TB Paru. Hal
ini disebabkan laki-laki lebih banyak melakukan mobilisasi dan mengkonsumsi alkohol
dan rokok.8 Penelitian Umar dengan penelitian prospektif observasional analitik di RS
Persahabatan tahun 2005 melaporkan bahwa laki-laki 0,5 kali lebih sulit untuk sembuh
dari pada wanita pada penderita TB Paru.8
c. Gizi
Kaitan penyakit infeksi dengan keadaan gizi kurang merupakan hubungan timbal
balik, yaitu hubungan sebab akibat. Penyakit infeksi dapat memperburuk keadaan gizi
dan keadaan gizi yang buruk dapat mempermudah terkena penyakit infeksi. Hal ini
dapat menyebabkan meningkatnya kasus penyakit tuberkulosis karena daya tahan
tubuh yang rendah. Penelitian Umar dengan penelitian prospektif observasional analitik
di RS Persahabatan tahun 2005 melaporkan bahwa status gizi buruk 9,59 kali lebih sulit
untuk sembuh dari pada status gizi baik pada penderita TB Paru.8
3
d. Merokok
Merokok sangat berpengaruh terhadap kesehatan. Di dalam rokok terdapat 45 jenis bahan
kimia beracun. Merokok dapat mengiritasi paru-paru yang sakit sehingga mempersulit
untuk menormalkan kembali keadaannya. Pada perokok banyak dijumpai gejala
berupa batuk kronis, berdahak dan gangguan pernapasan. Apabila dilakukan uji
fungsi paru-paru maka pada perokok jauh lebih buruk dibandingkan dengan yang
bukan perokok. Penelitian Umar dengan penelitian prospektif observasional analitik di
RS Persahabatan tahun 2005 melaporkan bahwa penderita yang mempunyai kebiasaan
merokok 7,7 kali lebih sulit untuk sembuh dari pada yang tidak merokok pada penderita
TB Paru.8
e. Kemiskinan
Kemiskinan menghalangi manusia mendapatkan kebutuhan dasar untuk hidup dan
mengurangi kemampuannya untuk mengatasi stres dan infeksi. Hal ini dapat dilihat
dari perumahan yang terlalu padat atau kondisi kerja yang buruk menyebabkan daya
tahan tubuh turun yang memudahkan terjadinya penyakit infeksi. Orang yang hidup
dengan kondisi ini juga sering menderita gizi buruk yang memudahkan tuberkulosis
berkembang. Penelitian Umar dengan penelitian prospektif observasional analitik di
RS Persahabatan tahun 2005 melaporkan bahwa penderita yang memiliki pendapatan
rendah 7,5 kali lebih sulit sembuh dari pada pendapatan menengah ke atas pada penderita
TB Paru.8
4
f. Penyakit lain
Penyakit lain khususnya penyakit infeksi seperti HIV/AIDS lebih mudah terserang
penyakit TB Paru karena penderita mengalami daya tahan tubuh menurun sehingga tidak
dapat mengendalikan kuman yang masuk ke dalam tubuh. Di beberapa negara di Afrika
sub-Sahara 20-70% pasien dengan tuberkulosis menunjukkan HIV positif.14 Penyakit
lain yang mempengaruhi TB Paru juga adalah penyakit kronis lain (seperti Diabetes
Melitus). Penelitian Umar dengan penelitian prospektif observasional analitik di RS
Persahabatan tahun 2005 melaporkan bahwa penderita yang memiliki penyakit kronis
selain TB Paru 0,3 kali lebih sulit sembuh dari pada penyakit akut pada penyakit TB
Paru.8
Morfologi dan Fisiologi Kuman TB Paru
Basil tuberkulosis berukuran sangat kecil berbentuk batang tipis, agak bengkok,
bergranular, berpasangan yang hanya dapat dilihat di bawah mikroskop. Panjangnya 1-
4 mikron dan lebarnya antara 0,3-0,6 mikron. Basil tuberkulosis akan tumbuh secara
optimal pada suhu sekitar 37°C dengan tingkat pH optimal (pH 6,4 - 7,0). Untuk
membelah dari 1-2 kuman membutuhkan waktu 14-20 jam.18
Kuman tuberkulosis terdiri dari lemak lebih dari 30% berat dinding kuman, asam
strearat, asam mikolik, mycosides, sulfolipid serta Cord factor dan protein terdiri dari
tuberkuloprotein (tuberkulin). TB Paru pada orang dewasa biasanya disebabkan oleh
reaktivasi infeksi sebelumnya sedangkan pada anak-anak menunjukkan penularan aktif M.
tuberculosis.19
Berdasarkan sifat metabolisme basil, terdapat 4 jenis populasi basil
tuberkulosis, yaitu:
5
1. Populasi A, yang terdiri atas kuman yang secara aktif berkembang biak dengan
cepat, kuman ini banyak terdapat pada dinding kavitas atau dalam lesi yang
mempunyai pH netral.
2. Populasi B, terdiri atas kuman yang tumbuhnya sangat lamban dan berada dalam
lingkungan pH yang rendah. Lingkungan asam ini yang melindunginya terhadap
obat
anti-tuberkulosis tertentu.
3. Populasi C, yang terdiri atas kuman tuberkulosis yang berada dalam keadaan
dormant hampir sepanjang waktu. Kuman yang terdapat dalam dinding kavitas ini
jarang mengadakan metabolisme secara aktif dalam waktu yang singkat.
4. Populasi D, terdiri atas kuman-kuman yang sepenuhnya bersifat dormant sehingga
sama sekali tidak bisa dipengaruhi oleh obat-obat anti- tuberkulosis.13,18
Patogenesis
Penyebaran TB Paru dari penderita terjadi melalui nuklei droplet infeksius yang
keluar bersama batuk, bersin dan bicara dengan memproduksi percikan yang sangat kecil
berisi kuman TB. Kuman ini melayang-layang di udara yang dihirup oleh penderita lain.
Faktor utama dalam perjalanan infeksi adalah kedekatan dan durasi kontak serta derajat
infeksius penderita dimana semakin dekat seseorang berada dengan penderita, makin banyak
kuman TB yang mungkin akan dihirupnya.15,19
Tuberkulosis Primer
Penyebaran tuberkulosis ini terjadi pada penderita yang belum pernah terinfeksi
sebelumnya.15 Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di
jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni disebut sarang primer (afek
6
primer). Peradangan akan kelihatan dari sarang primer saluran getah bening menuju hilus
(limfangitis lokal) yang diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfangitis
regional). Limfangitis regional bisa sembuh tanpa mengalami cacat, sembuh dengan
meninggalkan sedikit bekas dan mengalami penyebaran. Penyebarannya dengan beberapa
cara yaitu:
a. Perkontinuitatum adalah penyebaran kuman tuberculosis di sekitar paru yang
terserang kuman tuberkulosis tersebut .
b. Bronkogen adalah penyebaran baik di paru bersangkutan maupun ke paru
sebelahnya atau tertelan.
c. Hematogen dan limfogen adalah penyebaran yang berkaitan dengan daya tahan
tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Penyebaran ini akan menimbulkan keadaan
cukup gawat apabila tidak terdapat imunitas yang adekuat. 12
Tuberkulosis Post Primer
Tuberkulosis post primer akan muncul bertahun-tahun setelah tuberkulosis primer.
Penyebaran tuberkulosis ini dimulai dengan sarang dini yang umumnya terletak di segmen
apikal lobus superior maupun lobus inferior. Sarang ini awalnya berbentuk suatu sarang
pneumonia kecil yang bisa sembuh tanpa meninggalkan cacat, meluas dan segera terjadi
proses penyembuhan dengan penyebukan jaringan fibrosis tetapi bisa juga meluas dan
membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa).12,16
Klasifikasi Penyakit
Berdasarkan lokasi TB Paru diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:
1. Tuberkulosis Paru
7
Tuberkulosis Paru yaitu tuberkulosis yang menyerang jaringan paru tidak termasuk
pleura.18 Berdasarkan pemeriksaan mikroskopis TB paru dapat dibagi, yaitu:
TB Paru BTA Positif yaitu: Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan
BTA positif
Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan kelainan
radiologi menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif
Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan
positif
b. TB Paru BTA Negatif
Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinis dan
kelainan radiologi menunjukkan tuberkulosis aktif
Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan
menunjukkan tuberkulosis positif. 12
2. Tuberkulosis ekstra paru
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru (misalnya selaput otak,
kelenjar limfe, pleura, pericardium, persendian, tulang, kulit, usus, saluran kemih,
ginjal, alat kelamin dll).20 Berdasarkan tingkat keparahannya, TB ekstra paru ini
dibagi menjadi TB ekstra paru berat (severe) dan TB ekstra paru ringan (not/less
severe). Contohnya adalah tuberkulosis milier dimana patogen ke seluruh paru-paru
dan memberikan gambaran bintik-bintik kecil seperti mutiara.6
Tipe penderita berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya ada beberapa tipe penderita
TB Paru, yaitu:
8
a. Kasus baru
Kasus baru adalah penderita yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau
sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.12 Dimana OAT yang diberikan
adalah OAT yang mempunyai efek dapat mencegah pertumbuhan kuman-kuman
resisten seperti, isoniazid (H), rifampisin (R) dan pirazinamid (Z).13
b. Kasus kambuh (relaps)
Kasus kambuh adalah penderita TB Paru yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan TB Paru dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,
kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif.
Sebelum ada hasil uji resistensi dapat diberikan 2 RHZES/ 1 RHZE. Fase lanjutan sesuai
dengan hasil uji resistensi. Bila tidak terdapat hasil uji resistensi dapat diberikan obat
RHE selama 5 bulan.12
c. Kasus defaulted atau drop out
Kasus drop out adalah penderita yang telah menjalani pengobatan ≥ 1 bulan dan
tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa
pengobatannya selesai.12
d. Kasus gagal
Kasus gagal adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi
positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau akhir
pengobatan.12 Sejak BTA dalam sputum negatif, dengan memakai tiga obat setiap hari
dalam jangka waktu 3-4 bulan pertama (yang belum pernah diberikan sebelumnya):
9
RMP- EMB- PZA- atau SM – PAS – PZA. Obat lain seperti etambutol atau
prothionamid, sikloserin, thiaketazone atau kanamisin dan kapreomisin dapat
dipertimbangkan untuk diberikan.13
e. Kasus kronik
Kasus kronik adalah penderita dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah
selesai pengobatan ulang dengan pengobatan ulang dengan pengobatan kategori II
dengan pengawasan yang baik. Pengobatan kasus kronik, jika belum ada hasil uji
resistensi diberikan RHZES. Jika telah ada hasil uji resistensi, sesuaikan dengan hasil
uji resistensi ditambah dengan obat lini 2 seperti kuinolon, betalaktam, makrolid dll.
Jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidup.12
Perkembangan Alamiah Penyakit TB Paru
1. TB Paru primer
TB Paru primer adalah peradangan paru yang disebabkan oleh basil
tuberkulosis pada tubuh penderita yang belum pernah mempunyai kekebalan yang spesifik
terhadap basil tersebut. Menurut Meyer yang dikutip oleh Alsagaff ada 2 jenis TB Paru
primer, yaitu:
a. TB Paru primer sederhana (simple primary tuberculosis)
Terjadi pada 43,5% dari kasus tuberculosis
Secara radiologis , tidak tampak kelainan
Uji kulit tuberkulin memberi reaksi positif
10
b. Infeksi TB Paru primer dengan kelainan radiologis (primary infection
tuberculosis)
Kelainan radiologis berupa pembesaran kelenjar limfe mediastinum
Uji kulit tuberkulin, menunjukkan reaksi positif.
Kelainan ini dijumpai pada 18,5%.
Umumnya TB Paru primer sembuh sendiri, walaupun ada kemungkinan di
kemudian hari mengalami kekambuhan dengan proses yang lebih cepat pada
organ lain, yang sumbernya berasal dari TB Paru primer tersebut.13
2. TB Paru Post Primer
Banyak istilah yangmdipergunakan seperti: post primary tuberculosis, progressive
tuberculosis, adult type tuberculosis, phytysis.
Infeksi dapat berasal dari:
a. Dari luar (eksogen): infeksi ulang pada tubuh yang pernah menderita tuberkulosis.
b. Dari dalam (endogen): infeksi berasal dari basil yang sudah berada dalam tubuh,
merupakan proses lama yang pada mulanya tenang dan oleh suatu keadaan
menjadi aktif kembali.13
Komplikasi
a. Pleuritis dan Empiema
Pleuritis adalah peradangan jaringan tipis yang meliputi paru-paru dan melapisi
rongga dinding rongga dada bagian dalam (pleura).15,16 Empiema adalah
berkumpulnya atau timbunan pus (nanah) di dalam suatu kavitas organ berongga
11
yaitu paru-paru.15,16
Keadaan pleura yang merupakan bagian dari sistem pernapasan, dapat dipengaruhi
melalui tiga cara yang berbeda:
Cairan yang dibentuk dalam waktu beberapa bulan setelah terjadinya infeksi primer.
Cairan yang dibentuk akibat penyakit paru pada orang dengan usia lebih lanjut.
Keadaan ini bisa berlanjut menjadi nanah (empiema)walaupun jarang terjadi.
Memecahnya kavitas TB Paru dan keluarnya udara ke dalam rongga pleura.
Keadaan ini memungkinkan udara masuk ke dalam ruang antara paru dan
dinding dada. TB Paru dari kavitas yang memecah mengeluarkan efusi nanah
(empiema). Udara dengan nanah bersamaan disebut piopneumotoraks.15
b. Pneumotoraks Spontan
Pneumotoraks adalah masuknya udara atau gas secara abnormal ke dalam paru
dimana gas tersebut memisahkan pleura viseralis dan pleura parietalis sehingga jaringan
paru tertekan dan kesulitan bernapas.15,16 Pneumotoraks spontan dapat terjadi bila
udara memasuki rongga pleura sesudah terjadi robekan pada kavitas tuberkulosis. Hal ini
mengakibatkan rasa sakit pada dada secara akut dan tiba-tiba bersamaan dengan sesak
napas. Ini dapat berlanjut menjadi suatu empiema tuberkulosis.15
c. Laringitis Tuberkulosis
Laringitis tuberkulosis adalah radang pangkal tenggorokan dengan gejala serak,
perubahan suara dan gatal pada kerongkongan. Keganasan pada laring jarang
menimbulkan rasa sakit. Sputum biasanya positif, tetapi diagnosis mungkin perlu
diitegakkan dengan biopsi pada kasus-kasus yang sulit. Tuberkulosis laring
12
memberikan respon yang sangat baik terhadap kemoterapi. Bila terdapat nyeri hebat yang
tidak cepat hilang dengan pengobatan, tambahkan prednisolon selama 2-3 minggu.15
d. Kor Pulmonale
Kor pulmonale adalah suatu bentuk penimbunan cairan di dalam paru (abses paru).
Gagal jantung kongestif karena tekanan balik akibat kerusakan paru dapat terjadi bila
terdapat destruksi paru yang sangat luas. Keadaan ini dapat terjadi walaupun
penyakit tuberkulosis sudah tidak aktif lagi, dimana banyak meninggalkan jaringan parut.
Pengobatan dini terhadap penyakit TB Paru dengan jelas dapat mengurangi komplikasi
ini.15
e. Apergilomata
Apergilomata adalah kavitas tuberkulosis yang sudah diobati dengan baik dan sudah
sembuh terinfeksi jamur Aspergillus fumigatus. A.fumigatus yaitu spesies jamur
lingkungan yang menghasilkan spora yang terdapat di dalam udara dengan dihirup
secara terus menerus. Pada sinar rontgen dapat dilihat semacam bola terdiri atas fungus
yang berada dalam kavitas. Keadaan ini kadang-kadang menyebabkan hemoptisis
(batuk darah) yang berat bahkan fatal. Fungsi paru sudah sering rusak berat karena
tuberkolosis lama sehingga tidak dapat lagi dioperasi.15
Keluhan dan Gejala Tuberkulosis Paru
Keluhan pada penderita tuberkulosis paru dapat dibagi menjadi gejala lokal di paru
dan keluhan pada seluruh tubuh secara umum.
a. Batuk
13
Gejala batuk timbul paling awal dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan.
Biasanya batuknya ringan sehingga dianggap batuk biasa atau akibat rokok. Proses
yang paling ringan ini menyebabkan sekret akan terkumpul pada waktu penderita tidur dan
dikeluarkan saat penderita bangun pagi hari. Bila proses destruksi berlanjut, sekret
dikeluarkan terus menerus sehingga batuk menjadi lebih dalam dan sangat
mengganggu penderita pada waktu siang maupun malam hari. Bila yang terkena trakea
dan/atau bronkus, batuk akan terdengar sangat keras, lebih sering atau terdengar
berulang-ulang (paroksismal). Bila laring yang terserang, batuk terdengar sebagai hollow
sounding cough, yaitu batuk tanpa tenaga dan disertai suara serak.13
b. Batuk Darah
Darah yang dkeluarkan penderita mungkin berupa garis atau bercak-bercak darah,
gumpalan-gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak (profus). Batuk
darah jarang merupakan tanda permulaan dari penyakit tuberkulosis atau initial symptom
karena batuk darah merupakan tanda telah terjadinya ekskavasi dan ulserasi dari
pembuluh darah pada dinding kavitas. Batuk darah pada pemerisaan raadiologis tanpak
ada kelainan. Sering kali darah yang dibatukkan pada penyakit tuberkulosis bercampur
dahak yang mengandung basil tahan asam. Batuk darah juga dapat terjadi pada
tuberkulosis yang sudah sembuh karena robekan jaringan paru atau darah berasal dari
bronkiektasis yang merupakan salah satu penyulit tuberkulosis paru. Pada saat seperti
ini dahak tidak mengandung basil tahan asam (negatif).13
c. Nyeri Dada
Nyeri dada pada tuberkulosis paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Bila nyeri
bertambah berat berarti telah terjadi pleuritis luas (nyeri dikeluhkan di daerah aksila, di
14
ujung skapula atau tempat-tempat lain).13
d. Sesak Napas
Sesak napas pada tuberkulosis disebabkan oleh penyakit yang luas pada paru atau oleh
penggumpalan cairan di rongga pleura sebagai komplikasi TB Paru. Penderita yang
sesak napas sering mengalami demam dan berat badan turun.15
e. Demam
Merupakan gejala paling sering dijumpai dan paling penting. Sering kali panas
badan sedikit meningkat pada siang maupun sore hari. Panas badan meningkat atau
menjadi lebih tinggi bila proses berkembang menjadi progresif sehingga penderita
merasakan badannya hangat atau muka terasa panas.13
f. Menggigil
Dapat terjadi bila panas badan naik dengan cepat, tetapi tidak diikuti pengeluaran panas
dengan kecepatan yang sama atau dapat terjadi sebagai suatu reaksi umum yang
lebih erat.13
g. Keringat Malam
Keringat malam bukan gejala yang patognomonis untuk penyakit tuberkulosis paru.
Keringat malam umumnya baru timbul bila proses telah lanjut, kecuali pada orang-orang
dengan vasomotor labil, keringat malam dapat timbul lebih dini. Nausea, takikardi dan
sakit kepala timbul bila ada panas.13
h. Gangguan Menstruasi
15
Hasil penelitian Indra di Kabupaten Purbalingga tahun 2001 dengan menggunakan
penelitian explanatory dengan pendekatan cross sectional menyatakan bahwa status gizi
yang tidak normal merupakan salah satu penyebab terjadinya gangguan siklus
menstruasi. Status gizi yang buruk menyebabkan meningkatnya kasus penyakit
tuberkulosis karena daya tahan tubuh yang rendah.16 Oleh sebab itu gangguan
menstruasi sering terjadi bila proses tuberkulosis paru sudah lanjut.15
i. Anoreksia
Anoreksia yaitu tidak selera makan dan penurunan berat badan merupakan manifestasi
toksemia yang timbul belakangan dan lebih sering dikeluhkan bila proses progresif.
Rendahnya asupan makanan yang disebabkan oleh anoreksia, menyebabkan peningkatan
metabolisme energi dan protein dan utilisasi dalam tubuh. Asupan yang tidak kuat
menimbulkan pemakaian cadangan energi tubuh yang berlebihan untuk memenuhi
kebutuhan fisiologis dan mengakibatkan terjadinya penurunan berat badan dan kelainan
biokimia tubuh.13
j. Lemah Badan
Gejala ini dapat disebabkan oleh kerja berlebihan, kurang tidur dan keadaan sehari-hari
yang kurang menyenangkan. Oleh sebab itu harus dianalisa dengan baik apabila dijumpai
perubahan sikap dan tempramen, perhatian penderita berkurang atau menurun pada
pekerjaan, penderita yang kelihatan neurotik.13
Diagnosis
Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan
fisis/ jasmani, pemeriksaan bakteriologi.12 Dengan ditemukannya basil tuberkulosis,
dapat dipastikan bahwa proses masih aktif dan perlu diberikan pengobatan yang
16
sesuai.13
Pemeriksaan Jasmani
Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur
paru. Pada awal perkembangan penyakit umumnya tidak menemukan kelainan.
Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah apeks dan
segmen posterior, serta daerah apeks lobus inferior. Pada pemeriksaan jasmani dapat
ditemukan antara lain suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru,
diafragma dan mediastinum.12
Pemeriksaan Bakteriologi
Pemeriksaan bakteriologi untuk menemukan kuman tuberkulosis mempunyai arti
yang sangat penting dalam menegakkan diagnosa. Bahannya dapat berasal dari dahak,
cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan
bronkoalveolar, urin, feses dan jaringan biopsi. Pemeriksaan bakteriologi dapat
dilakukan dengan cara pemeriksaan mikroskopis dan biakan.12
a. Pemeriksaan Mikroskopis
Pemeriksaan ini adalah pemeriksaan hapusan dahak mikroskopis langsung yang
merupakan metode diagnosis standar. Pemeriksaan ini untuk mengidentifikasi BTA yang
memegang peranan utama dalam diagnosis TB Paru. Selain tidak memerlukan biaya
mahal, cepat, mudah dilakukan, akurat, pemeriksaan mikroskopis merupakan teknologi
diagnostik yang paling sesuai karena mengindikasikan derajat penularan, risiko kematian
serta prioritas pengobatan.12
b. Pemeriksaan biakan kuman
17
Melakukan pemeriksaan biakan dimaksudkan untuk mendapatkan diagnosis pasti dan
dapat mendeteksi mikobakterium tuberkulosis dan juga Mycobacterium Other Than
Tuberculosis (MOTT).12
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan standar ialah foto toraks. Pemeriksaan lain atas indikasi: foto
lateral, top lordotik, oblik, CT Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat
memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform).12
Pemeriksaan BACTEC
Merupakan pemeriksaan teknik yang lebih terbaru yang dapat mengidentifikasi
kuman tuberkulosis secara lebih cepat. Metode yang digunakan adalah metode
radiometrik. M. Tuberkulosis metabolism asam lemak yang kemudian menghasilkan CO2
yang akan dideteksi growth indexnya oleh mesin ini. Sistem ini dapat menjadi salah satu
alternatif pemeriksaan biakan secara cepat untuk membantu menegakkan diagnosis dan
melakukan uji kepekaan.12
Pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction)
Pemeriksaan ini adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi DNA, termasuk
DNA M. Tuberkulosis. Salah satu masalah dalam pelaksanaan teknik ini adalah
kemungkinan kontaminasi. Hasil pemeriksaan PCR dapat membantu untuk menegakkan
diagnosis sepanjang pemeriksaan tersebut dikerjakan dengan cara benar dan sesuai dengan
standar internasional.12
Pada tuberkulosis pasca primer, penyebaran kuman terjadi secara bronkogen,
sehingga penggunaan sampel darah untuk uji PCR tidak disarankan. Sebaliknya bila sampel
18
yang diperiksa merupakan dahak dari penderita yang dicurigai menderita tuberkulosis
paru, masih ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan sebelum menggunakan PCR
sebagai sarana diagnosis tuberkulosis paru.18
Pemeriksaan Serologi
Pemeriksaan serologi dilakukan dengan beberapa metode seperti:
a. Enzym Linked Immunsorbent Assay (ELISA)
Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat mendeteksi respons humoral
berupa proses antigen antibodi yang terjadi.12 Kelemahan utama dari teknik ELISA ini
adalah pengenceran serum yang tinggi dan perlu dilakukan untuk mencegah ikatan
nonspesifik dari imunoglobulin manusia pada plastik.
b. ICT (Immun Chromatografic Tuberculosis)
Uji ICT adalah uji serologi untuk mendeteksi antibodi M. Tuberkulosis dalam serum. Uji
ini merupakan uji diagnostik tuberkulosis yang menggunakan 5 antigen spesifik yang
berasal dari membran sitoplasma M. Tuberculosis.12
c. Mycodot
Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh manusia. Uji ini
menggunakan antigen lipoarabinomanan yang ditempel dengan alat yang berbentuk
sisir plastik.12
d. Uji peroksidase anti peroksidase
Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksi reaksi serologi yang terjadi.12
19
e. Uji serologi yang baru/ IgG TB
Uji ini adalah salah satu pemeriksaan serologi dengan cara mendeteksi antibodi IgG
dengan antigen spesifik untuk mikobakterium tuberkulosis. Di luar negeri metode ini
lebih sering digunakan untuk mendiagnosa TB ekstraparu, tetapi kurang baik untuk
diagnosa TB pada anak.12
Pemeriksaan analisis cairan pleura dan uji Rivalta cairan pleura
Pemeriksaan ini dilakukan pada pasien efusi pleura untuk menegakkan diagnosis.12
Pemeriksaan histopatologi jaringan
Pemeriksaan ini dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis tuberkulosis.
Bahan jaringan dapat diperoleh melalui biopsi atau otopsi.12
Pemeriksaan darah
Hasill pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang spesifik untuk
tuberkulosis. Laju Endap Darah (LED) jam pertama dan kedua dapat digunakan
sebagai indikator penyembuhan pasien. LED sering meningkat pada proses aktif, tetapi
LED yang normal tidak menyingkirkan tuberkulosis. Limfosit juga kurang spesifik.12
Uji tuberkulin
Uji tuberkulin yang positif menunjukkan ada infeksi tuberkulosis. Di
Indonesia dengan prevalens tuberkulosis yang tinggi, uji tuberkulin sebagai alat bantu
diagnostik penyakit kurang berarti pada orang dewasa. Uji ini akan berfungsi bila
didapatkan konversi, hasil uji positif yang didapat besar. Pada malnutrisi dan infeksi HIV
uji tuberkulin dapat memberikan hasil negatif.12
20
Pencegahan
1. Pencegahan Primer
a. Meningkatkan daya tahan tubuh dengan cara:
Makan makanan yang mengandung 4 sehat 5 sempurna
Usahakan setiap hari tidur cukup dan teratur
Lakukanlah olahraga di tempat-tempat yang mempunyai udara
segar.
Meningkatkan kekebalan tubuh dengan vaksinasi BCG.13
b. Kebersihan Lingkungan
Lengkapi perumahan dengan ventilasi yang cukup
Memberi penyuluhan kepada masyarakat tentang cara-cara penularan dan
pemberantasan serta manfaat penegakan diagnosa dini
Mengurangi dan menghilangkan kondisi sosial yang meningkatkan risiko terjadinya
infeksi, misalnya kepadatan hunian13
2.10.2. Pencegahan Sekunder
a. Case finding
X-foto toraks yang dikerjakan secara missal
Uji tuberkulin secara Mountoux
Bagi imigran yang datang dari negara-negara dengan prevalensi TB Paru yang tinggi
dilakukan skrining dengan foto toraks, tes PPD, pemeriksaan BTA dan kultur,
bekerjasama dengan WHO.
b. Perawatan khusus penderita dan mengobati penderita.
Penderita tuberkulosis yang baru didiagnosa, diberikan Obat Anti Tuberkulosis
21
(OAT) yang mempunyai efek sterilisasi sekaligus mempunyai efek yang dapat
mencegah pertumbuhan kuman-kuman resisten seperti isoniazid (H), rifampisis (R)
dan pirazinamid (Z).12,13,18
Pencegahan Tertier
a. Membuat stategi menyembuhkan penderita TB Paru yaitu pemberian paduan obat
efektif dengan konsep Directly Observed Treatment Short-course (DOTS).
b. Penderita dengan initial drug resitance yang tinggi terhadap INH diberi obat
etambutol karena jarang initial resitance terhadap INH. Streptomisin dapat dipakai
pada populasi tertentu untuk meningkatkan complance pengobatan.12,14
c. Memberi pengobatan secara teratur dan supervisi yang ketat dalam jangka waktu
9-12 bulan pada acquired resistance (penderita kambuh setelah
pengobatan).12,13,14
Pengobatan
Paduan obat TB Paru dapat dibagi atas 4 kategori, yaitu:12
1. Kategori I:
Kasus: TB paru BTA +, BTA -, lesi luas
Pengobatan: 2 RHZE/ 4 RH atau 2 RHZE/ 6 HE; 2RHZE/ 4R3H3.
2. Kategori II: Kasus:
Kambuh
Pengobatan: RHZES/ 1RHZE/ sesuai hasil uji resistensi atau 2RHZES/ 1RHZE/
5RHE Kasus: Gagal pengobatan
Pengobatan: kanamisin, ofloksasin, etionamid, sikloserin/ ofloksasin, etionamid,
sikloserin atau 2RHZES/ 1RHZE/ 5RHE
Kasus: TB Paru putus berobat
Pengobatan: 2RHZES/ !RHZE/ 5R3H3E3
22
3. Kategori III:
Kasus: TB paru BTA – lesi minimal
Pengobatan: 2 RHZE/ 4RH atau 6 RHE atau 2RRHZE 4 R3H3
4. Kategori IV: Kasus:
Kronik
Pengobatan: RHZES/ sesuai hasil uji resistensi (minimal OAT yang sensitif) +
obat lini 2 (pengobatan minimal 18 bulan).
Kasus: MDR TB
Pengobatan: Sesuai uji resistensi+ OAT lini 2 atau H seumur hidup
Bab III
Hasil Kunjungan Rumah
Puskesmas : Loji
Tanggal Kunjungan Rumah : 04 Maret 2014
Data riwayat keluarga :
I. Identitas Pasien
Nama : Ny. Enah
Umur : 71 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : Tamat SD
Alamat : Kp. Parakan Badak Rt 07/002, Desa Mekarbuana, Kecamatan
Tegal Waru, Karawang-Jawa Barat
II. Riwayat Biologis Keluarga
a. Keadaan kesehatan sekarang : Sedang
23
b. Kebersihan perorangan : Sedang
c. Penyakit yang sering diderita : Pusing, dan pegal-pegal
d. Penyakit keturunan : tidak diketahui
e. Penyakit kronis/ menular : Tidak ada
f. Kecacatan anggota keluarga : Tidak ada
g. Pola makan : 2 kali sehari (pagi dan malam)
h. Pola istirahat : Cukup tidur
i. Jumlah anggota keluarga : 5 orang
III. Psikologis Keluarga
a. Kebiasaan buruk : Pola makan yang buruk
b. Pengambilan keputusan : Keluarga (pengambilan keputusan melalui
musyawarah didalam keluarga)
c. Ketergantungan obat : Tidak ada
d. Tempat mencari pelayanan kesehatan: Puskesmas
e. Pola rekreasi : Kurang
IV. Keadaan Rumah/ Lingkungan
a. Jenis bangunan : Permanen
b. Lantai rumah : Ubin dan Semen
c. Luas rumah : 80 m2 (10 x 8 m)
d. Penerangan : Kurang
e. Kebersihan : Cukup
f. Ventilasi : Sangat Kurang
g. Dapur : Ada
h. Jamban keluarga : Ada
i. Sumber air minum : Sumur gali
j. Sumber pencemaran air : Tidak ada
k. Pemanfaatan pekarangan : Tidak ada
l. Sistem pembuangan air limbah: tidak ada
m. Tempat pembuangan sampah : Ada
24
n. Sanitasi lingkungan : Sangat Kurang
V. Spiritual Keluarga
a. Ketaatan beribadah : Baik
b. Keyakinan tentang kesehatan : Cukup
VI. Keadaan Sosial Keluarga
a. Tingkat pendidikan : Rendah
b. Hubungan antar anggota keluarga : Baik
c. Hubungan dengan orang lain : Baik
d. Kegiatan organisasi sosial : Baik
e. Keadaan ekonomi : Kurang
VII. Kultural Keluarga
a. Adat yang berpengaruh : Sunda
b. Lain-lain : Tidak ada
VIII. Anggota Keluarga
: Tinggal Serumah
: Meninggal
25
1
2
3
4 5
: Pasien
: Laki-laki
: Perempuan
Gambar 1. Pohon keluarga
Keterangan:
1. Ny. Tumiyati : Pasien, 71 tahun
Riwayat hipertensi terkontrol
2. Tn. Pahdi : Suami Pasien, 61 tahun
IX. Keluhan Utama
Batuk terus-menerus
X. Keluhan Tambahan
(-)
XI. Riwayat Penyakit Sekarang :
Ny. E 71 tahun, tamatan SD adalah seorang nenek yang tinggal bersama
suaminya. Ny. E datang pada tanggal 17 Februari 2014 dengan keluhan batuk terus-
menerus dengan dahak berwarna putih-kehijauan lebih dari 21 hari yang lalu.
Sebelumnya, ± 2 bulan yang lalu pasien sering mengalami batuk-batuk berdahak yang
terus-menerus, tidak dipengaruhi cuaca dan aktifitas fisik, juga disertai dengan demam
26
tetapi tidak tinggi (meriang), pasien juga mengeluh berat badannya menurun dan nafsu
makan juga menurun, pasien mengeluh setiap malam keluar keringat banyak walaupun
tidak melakukan aktifitas apapun. Pasien juga mengeluh pernah batuk darah 2x. Sejak
keluhan tersebut muncul, pasien sering membeli obat batuk diwarung tetapi keluhan tidak
berkurang sama sekali. Kira-kira 4 minggu yang lalu pasien berobat ke Puskesmas dan
disarankan untuk memeriksakan Sputum BTA (Bakteri Tahan Asam), dengan hasil
negatif (disarankan untuk periksan Sputum lagi) dan pemeriksaan foto thorax dengan
hasil yang mengarah pada TB Paru.
Pasien mengaku bahwa ± 4 tahun yang lalu pernah menjalani pengobatan TB
Paru selama sembilan bulan dan sudah di nyatakan sembuh oleh dokter puskesmas.
Pasien mengaku, ia juga memilik penyakit darah tinggi dan kencing manis. Pasien juga
mengaku jarang makan–makanan yang bergizi dan kadang-kadang ia juga jarang makan.
ventilasi yang sangat kurang dan tidak ada jendela. Pendapatan kepala keluarga yang
tidak menentu sebagai petani. Kegiatan dirumah hanya sebatas tidur, makan dan mandi.
Pasien belum mendapatlkan obat saat ini dkarenakan pasien malu untuk berobat
ke Puskesmas karena alas an tidak ada biaya.
XII. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat hipertensi (+) sejak 15 tahun yang lalu,
Riwayat DM (-), Asthma (-), Jantung (-), Ginjal (-), Alergi (-)
XIII. Pemeriksaan Fisik
Tanda-tanda vital :
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Frekuensi nadi : 85 x/menit
Frekuensi napas : 22 x/menit
Suhu : 36,2oC
Berat badan : 46 kg
Tinggi badan : 155 cm
Status Gizi : IMT BB (kg) / TB2 (m2)
46 / (1,55) 2 = 19,14 kg/m2
27
IMT Normal : 18.5 – 23.5 kg/m2
Status gizi Normal
Pemeriksaan umum:
Kepala : Normocephali
Mata : Konjungtiva anemis (-), Sklera ikterik (-), Pupil
isokor, Reflex cahaya (+/+)
Hidung : Septum deviasi (-), Sekret (-)
Telinga : Lapang, Tidak tampak kelainan dari luar
Leher :Kelenjar getah bening regional dan kelenjar tiroid
tidak tampak membesar.
Paru : Suara napas vesikuler, Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
Jantung : Bunyi jantung I dan II reguler, Gallop (-),
Murmur (-)
Abdomen : Tampak datar, teraba supel,
Bising usus (+) Normal, Nyeri tekan (-)
Ekstremitas : Bentuk normal, edema (-), atrofi (-),
Reflex fisiologis (+), Reflex patologis (-)
XIV. Pemeriksaan Penunjang
Hasil sputum BTA : I negative
Foto Thorax : Tampak gambaran infiltrate di apeks duplex
XV. Diagnosis Penyakit
TB paru berulang
Hipertensi Essensial Grade II
XVI. Diagnosis Keluarga
(-)
XVII. Rencana Penatalaksanaan
Untuk Pasien
1. Pemeriksaan dahak secara mikroskopis
28
2. Memberikan pengobatan dengan panduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) jangka
panjang dengan pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO).
Pengobatan selama 8 bulan, 2 bulan tahap intensif (bulan Januari-Maret), 1 bulan
tahap sisipan (bulan April) 5 bulan tahap lanjutan (bulan Mei – Oktober)
3. Diberikan Nifedipin 2 x 10 mg tablet / hari untuk Hipertensinya dan diberikan
Glibenclamid 2 x 5 mg untuk DM tipe 2.
4. Adanya kesinambungan persediaan OAT jangka panjang untuk pasien
5. Membina rapport yang baik untuk kelangsungan pengobatan.
6. Memberikan penerangan tentang Tb dan resistensi obat serta penularan.
7. Membina kemandirian pasien dalam pengobatannya.
Untuk Keluarga
1. Membina rapport dengan seluruh anggota keluarga
2. Mengawasi pasien agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan
3. Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur
4. Memberikan penyuluhan pada anggota keluarga pasien Tb jika mempunyai gajala-
gejala tersangka Tb untuk segera memeriksakan diri kepada petugas kesehatan.
5. Memberikan petunjuk tentang proses mengurus Kartu Sehat dan bantuan layanan
sosial.
Indikator KeberhasilanDari segi pasien
Berkurangnya gejala klinik yang ada
Bertambahnya berat badan sampai tercapai berat badan ideal
Tidak terpapar dengan asap rokok di rumah
Pemeriksaan sputum BTA (negatif) pada saat seminggu sebelum akhir minggu kedua
Pemeriksaan rontgen thoraks tidak terdapat bercak infiltrat pada apeks
Pengobatan Tb Paru pada pasien selesai tepat waktu (8 bulan)
Dari segi keluarga
Terbinanya hubungan interpersonal yang baik antar anggota keluarga
29
Tercapainya peran serta keluarga sebagai pengawas menelan obat (PMO) dalam
menyelesaikan pengobatan Tb Paru pada pasien.
Terciptanya lingkungan yang sehat (ventilasi dan pencahayaan yang baik)
Kepala Keluarga dan anak-anak untuk berperilaku sehat yang baik dan
mengupayakan untuk tidak merokok
Tersedianya kartu sehat atau dana layanan sosial lainnya.
Rincian tindakan yang diberikan
1. Pemberian OAT standar panduan WHO dan IUATLD (International Union Against
Tuberculosis and Lung Disease) dan merupakan program Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis di Indonesia. Kategori 2 : 2HRZE / HRZE/ 5H3R3E3.
2. Menjelaskan mengenai cara, frekuensi dan lamanya pengobatan untuk masing-masing
tahap
3. Menunjuk anak pasien sebagai PMO
4. Memberikan motivasi kepada pasien agar tidak bosan meminum obat setiap hari.
5. Menerangkan kepada pasien tentang efek samping OAT.
Upaya yang dilakukan pada keluarga
Tanggal 04 Maret 2014 dilakukan kunjungan ke rumah pasien untuk mendeteksi faktor-
faktor dan risiko yang berkaitan dengan masalah fisik, psikologikal, sosial dan lingkungan
keluarganya.
Pembinaan Kesehatan Keluarga yang dilakukan adalah,
Agar terbentuk partisipasi keluarga bagi pemeliharaan pasien serta untuk mengantisipasi
risiko dari kehidupan pasien dalam lingkungan tempat tinggal dan keluarganya.
Rincian upaya yang dilaksanakan terhadap keluarga :
1. Menerangkan tentang proses penyakit dan perkembangan penyakitnya dan risiko yang
akan dialami pasien bila tidak dilakukan pengobatan dan perawatan.
2. Menerangkan kepada keluarga agar mendorong pasien agar mau berobat teratur
30
3. Menerangkan kepada anak dan menantu pasien agar mengawasi pasien dalam menelan
obat secara teratur sampai selesai pengobatan
4. Menerangkan kepada kepala keluarga tentang bahaya pajanan asap rokok, terutama
terhadap pesien, anak-anaknya dan bagi lingkungannya.
5. Merubah perilaku merokok kepala keluarga yang buruk
6. Memberikan informasi tentang adanya bantuan dana kesehatan bagi keluarga miskin,
berupa Kartu Sehat.
7. Memberikan informasi dan edukasi tentang prosedur pengurusan Kartu Sehat.
Rencana tindak lanjut pembinaan Kesehatan Keluarga
1. Memantau kegiatan perawatan pasien oleh pelaku rawat (berobat teratur, pengawasan
menelan obat dan periksa ulang dahak pada waktu yang telah ditentukan)
2. Pemantauan apakah kepala keluarga sudah mengurangi merokoknya dan tidak merokok
didalam rumah.
3. Pemantauan tentang pengurusan Kartu Sehat.
4. Sumber Daya Manusia : Pembinaan kesehatan perlu dilanjutkan oleh provider berikutnya
agar timbul kesinambungan dalam pengobatan pasien, sehingga terjadinya kesembuhan
pasien dan tidak adanya penularan terhadap kedua anak pasien.
5. Mental Psikologikal : diperlukan kesabaran dan keteguhan hati dalam menghadapi
tantangan yang berat dalam melaksakan pembinaan keluarga ini.
6. Komunikasi : Dalam melakukan edukasi tentang penata laksanaan penyakit, mengingat
latar belakang pendidikan pasien yang rendah, maka harus dijelaskan dalam bahasa yang
sederhana dan mudah dimengerti.
7. Manajemen klinis : Diperlukan kerjasama antara provider kesehatan dan seluruh anggota
keluarga dalam menyelesaikan semua permasalahan yang ditemukan.
31
Rencana Tindak Lanjut Masalah Klinis.1
Pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis sebanyak dua kali P-S (sewaktu dan pagi), dilakukan pada :
Seminggu sebelum akhir bulan ke 2
Sebulan sebelum akhir pengobatan, dilakukan 1 minggu sebelum akhir bulan ke 5
Akhir pengobatan, dilakukan 1 minggu sebelum akhir bulan ke 8.
Pemantauan pengisian catatan perawatan di rumah, yang dilakukan oleh pelaku rawat (anak atau
menantu) akhir studi adalah penilaian kemampuan keluarga menyelesaikan masalahnya. Kesan
penguasaan masalah keluarga walau sudah meningkat, namun masih diperlukan partisipasi dan
bantuan provider kesehatan.
XVII. Prognosis
Penyakit: dubia ad bonam
Keluarga: dubia ad bonam
Masyarakat: dubia ad bonam
XIV. Resume
Ny.E, perempuan, 71 tahun, datang dengan keluhan batuk terus-menerus selama
lebih dari 3 minggu. Sebelumnya juga sudah mengeluh batuk-batuk sejak ± 2 bulan. Ini
diduga disebabkan karena kambuhnya penyakit TB Paru yang pernah diderita
sebelumnya, bakteri mycobacterium tuberculosis yang ada pada Ny.E dalam keadaan
dormant sehingga muncul pada saat ketahanan tubuhnya rendah. Dari tanda dan gejala
yang ada Ny.E sudah dapat dicurigai menderita Tb. Setelah dilakukan pemeriksaan Rö
thoraks didapatkan adanya gambaran proses spesifik, pasien dinyatakan menderita Tb
Paru kategori 2 (kasus kambuh) karena keluhan klinis serta pemeriksaan paru lainnya
dapat merupakan patokan untuk penyelesaian klinis.
Riwayat penyakit keluarga : Tidak diketahui
Riwayat penyakit dahulu : Hipertensi ( 15 tahun lalu )
32
Pemeriksaan Fisik: TD : 130/80 mmHg
Diagnosis : Tb paru berulang (Relaps)
Hipertensi essential grade II terkontrol
Keadaan yang ditemukan ini dilanjutkan dengan pengobatan OAT kategori 2
selama 8 bulan, dalam 3 tahap. Tahap pertama yaitu tahap intensif selama 2 bulan dengan
Isoniasid (H), Rifampisisn (R), Pirazinamid (Z) dan Ethambutol (E), obat-obat ini
diberikan setiap hari. Tahap kedua yaitu tahap sisipan selama I bulan yaitu dengan
Isoniasid (H), Rifampisisn (R), Pirazinamid (Z) dan Ethambutol (E), lalu dilanjutkan
dengan tahap lanjutan 5 bulan dengan Isoniasid (H), Rifampisin (R) dan Ethambutol
(E).1,4 Diberikan Nifedipin 2 x 10 mg tablet / hari untuk Hipertensinya.
Bab IVPembahasan
Pelayanan kesehatan holistik dan komprehensif berkesinambungan dengan memandang
pasien adalah bagian dari keluarganya adalah bentuk pelayanan yang akan ditetapkan pada
laporan ini, yang dengan fasilitas terbatas namun ditunjang pengetahuan secara praktis klinis
terkini, maka kasus ini dapat diselesaikan. Pasien sebagai komponen keluarganya dengan tidak
memandang Umur, jenis kelamin dan sesuai dengan kemampuan sosialnya. Sesuai dengan
definisi tersebut, pelayanan kesehatan harus mencangkup lima tingkat pencegahan, dilaksanakan
bersama dokter dengan pasiennya meliputi semua aspek kehidupan (jasmani, mental dan sosial).
Dan terus menerus meningkatkan fungsi keluarga sesuai dengan sumber-sumber yang dimiliki.2
Laporan kasus ini memerlukan pembahasan dalam multi disiplin ilmu yang pada
oprasionalnya merupakan disiplin ilmu kedokteran keluarga mendalami bidang pulmonologi,
farmakologi dan lainnya yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan strata pertama (Primary
Health Care)
33
Sesuai dengan bidang kedokteran yang pada implementasinya berupa pelayanan
kedokteran pada komunitas keluarga, maka intervensi dilaksanakan dengan sasaran pasien dan
keluarganya.
Bentuk pelayanan menyeluruh (holistic), paripurna (komprehensif) terpadu,
berkesinambungan, tidak saja dilaksanakan pada saat awal namun juga selanjutnya.
Sasaran adalah pasien dengan memandangnya sebagai bagian dari keluarga.
Sifat pelayanan adalah memandang kemampuan sosial pasien (manusiawi), dan
memandang kemampuan diri (merujuk bila tak mampu), serta bersifat ilmiah yaitu
ditunjang dengan pengetahuan kedokteran dan kemampuan praktis klinis mutakhir.
Perkembangan tuberculosis pada kasus ini :
Infeksi bakteri mycobacterium tuberculosis yang telah dialami Ny.E ini Sebelumnya juga
sudah mengeluh batuk-batuk sejak ± 2 bulan. Ini diduga disebabkan karena kambuhnya penyakit
TB Paru yang pernah diderita sebelumnya, bakteri mycobacterium tuberculosis yang ada pada
Ny.E dalam keadaan dormant sehingga muncul pada saat ketahanan tubuhnya rendah. Dari tanda
dan gejala yang ada Ny.E sudah dapat dicurigai menderita Tb. Setelah dilakukan pemeriksaan
Rö thoraks didapatkan adanya gambaran proses spesifik, pasien dinyatakan menderita Tb Paru
kategori 2 (kasus kambuh) karena keluhan klinis serta pemeriksaan paru lainnya dapat
merupakan patokan untuk penyelesaian klinis. Keadaan yang ditemukan ini dilanjutkan dengan
pengobatan OAT kategori 2 selama 8 bulan, dalam 3 tahap. Tahap pertama yaitu tahap intensif
selama 2 bulan dengan Isoniasid (H), Rifampisisn (R), Pirazinamid (Z) dan Ethambutol (E),
obat-obat ini diberikan setiap hari. Tahap kedua yaitu tahap sisipan selama I bulan yaitu dengan
Isoniasid (H), Rifampisisn (R), Pirazinamid (Z) dan Ethambutol (E), lalu dilanjutkan dengan
tahap lanjutan 5 bulan dengan Isoniasid (H), Rifampisin (R) dan Ethambutol (E).1,4 dan
diberikan Nifedipin 2 x 10 mg tablet / hari untuk Hipertensinya.
34
Proses penyakit dan pelayanan komprehensif
Keluhan batuk berdahak terus menerus yang dialami pasien timbul ± 3 bulan sebelum
pasien berobat ke Puskesmas, pasien diberikan edukasi tentang pentingnya pengobatan dan
penularan Tb.
Ditemukan bahwa tidak adanya informasi perihal penyakit TB dan proses penularan
terhadap pasien dan keluarganya oleh provider sebelumnya. Tidak dilakukan skrining terhadap
keluarga lainnya.
Kurangnya perhatian dari anak-anaknya yang . tinggal terpisah.
Stresor Psikis
Beban psikis yang dialami adalah kekhawatirannya karena hidup bersama keluarga
anaknya sehingga menjadi beban pikiran dan menambah beban hidup keluarga anaknya.
Dana berobat
Program Kartu Sehat (KS) terbukti telah mampu membantu masyarakat miskin paska
krisis moneter, untuk mendapat akses ke pelayanan kesehatan dasar. Dari jumlah keluarga yang
telah memiliki kartu sehat tersebut, 54,4% telah memanfaatkannya untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan. Kartu Sehat diberikan secara cuma-cuma tanpa perlu mengurus surat
keterangan tidak mampu. Nyatanya prosedur yang dialami pada kasus ini cukup sulit yaitu harus
mengurus surat keterangan dari RT (Rukun Tetangga), RW (Rukun Warga) dan kelurahan, serta
mengurus surat rujukan dari Puskesmas setempat. 5
Perilaku
35
Salah satu faktor yang memperberat penyakit pasien adalah pajanan asap rokok dari
suaminya dan adanya zat polutan (NH3,H2S,CO2) dari lingkungan tempat tinggal yang kumuh.
Keadaan rumah pasien yang lembab, sempit dan sinar matahari masuk yang kurang juga
menyebabkan berkembang biaknya mycobacterium tuberculosis.
Untuk mengatasi faktor-faktor tersebut dilakukan edukasi mengenai bahaya merokok
bagi diri sendiri dan anggota keluarga yang lain serta edukasi tentang hygiene dan sanitasi
lingkungan. Dilakukan juga motivasi kepada suaminya untuk berhenti merokok dimulai dengan
mengurangi jumlah rokok yang dihisap atau merokok tidak didalam rumah.
Bab V
Kesimpulan dan Saran
Dari kegiatan yang telah dilaksanakan disimpulkan bahwa :
1. Telah ditegakkan diagnosis atas dasar anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang yaitu kasus Tb berulang/kambuh kategori 2.
2. Telah dilakukan pengobatan untuk Tb kategori 2 sesuai dengan Pedoman Nasional
Penanggulangan Tuberkulosis.
3. Perilaku oleh kepala keluarga yang merokok, yaitu dengan mengurangi jumlah batang
rokok yang dihisap dan tidak merokok didalam rumah belum sepenuhnya dilakukan.
4. Timbulnya kesadaran dan tanggung jawab pasien dalam pengobatannya.
5. Upaya pemeriksaan dan proteksi terhadap keluarga lainnya yang memiliki risiko tinggi
dari penularan Tb belum dilaksanakan.
6. Lebih dapat memanfaatkan program kartu sehat yang digalakan pemerintah dengan baik.
36
Saran
Saran untuk penyelengaraan klinis pada strata pertama :
Saran : Tersedia fasilitas yang memenuhi standar
seperti pemeriksaan laboratorium dasar
pada pelayanan strata pertama untuk
penegakkan diagnosis yang lebih cepat.
Dana : Adanya dana khusus bagi pasien-pasien
yang tidak mampu untuk mendapatkan
perawatan yang sangat dibutuhkan. Pemantapan
Program P2TB
Penunjang : Perlu adanya program skrining penyakit
Tb bagi anak-anak risiko tinggi penularan
Tb dari orang tua mereka.
Saran untuk lingkungan komunitas :
1. Kebijakan Profesi : Peranan PPTI (Perkumpulan Pemberantasan
Tuberkulosa Indonesia) yang lebih aktif
dalam upaya pemantauan kasus-kasus Tb
baru
2. Organisasi Profesi : Perkumpulan Dokter Keluarga Indonesia,
hendaknya mengembangkan sistem
pemantauan pelayanan strata pertama mengenai kasus-
kasus Tb disesuaikan dengan situasi dan kondisi
3. Pemerintah Daerah : Jaminan ketersediaan OAT di Puskesmas - puskesmas.
Pengontrolan yang lebih ketat, dan sanksi tegas terhadap
pelanggaran yang dilakukan oleh aparat pemerintah (dalam
pengurusan Kartu Sehat)
Saran untuk pasien dan Keluarga :
37
1. Pasien harus rajin meminum obatnya dibantu oleh Keluarga lainnya sebagai PMO.
2. Mengurangi tindakan merokok didalam rumah
3. Pembuatan ventilasi di rumah untuk sirkulasi udara
Bab VI
Daftar Pustaka
1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Pedoman Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis, Cetakan 8, Depkes RI, 2002.1-2
2. Rifki NN. Pengenalan Pelayanan Kedokteran Keluarga. Monogram Tingkat IV,
FKUI. 1993
3. Bahar A. Tuberculosis. In: Mansjoer A, et al, editors. Pedoman Diagnosis dan
Therapi dibidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan
Bagian IPD FKUI:2001
4. Farmakologi dan Therapy, Edisi ke 2, Jilid 3. Bina Rupa Aksara, Jakarta. 2000
5. Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta No 524 tahun 1999 Tentang Pelaksanaan
Program Kartu Sehat Bagi Masyarakat Miskin Di Daerah DKI Jakarta
6. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional
Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta, Depkes RI, 2000
7. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional
Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta : Depkes RI, 2005
38
8. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis &
Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia. Jakarta : PDPI, 2003
9. Dexter JR, Wilkins RL. Tuberculosis, In : Wilkins RL, Dexter JR, Gold PM,
editors. Respiratory Disease A Case Study Approach to Patient Care , 3rd
edition. Philadelphia F. A. Davis Company, 2007 : 442-440
10. LoBue PA, Iademarco MF, Castro KG. The Epidemiology, Prevention, and
Control of Tuberculosis in the United States, In : Fishman AP, editor. Fishman’s
Pulmonary Diseases and Disorders, 4th edition. New York : The McGraw-Hill
Companies, 2008 : 2447-2457
11. Hachem RR. Tuberculosis, In : Shifren A, Lin TL, Goodenberger DM,
editors. Washington Manual Pulmonary Medicine Subspecialty Consult,
1st edition. Washington : Lippincott Williams & Wilkins, 2006 : 91-97
12. Leitch AG. Tuberculosis : Pathogenesis, Epidemiology and Prevention, In :
Seaton A, Seaton D, Leitch AG, editors. Crofton and Douglas’s Respiratory
Diseases, 5th edition, volume 1. London : Blackwell Science Ltd, 2000 : 485-500
13. World Health Organization : Global tuberculosis control - surveilance, planning,
financing. WHO report 2006.
14. Leão SC, Françoise PF. History, In : Palomino, Leão, Ritacco, editors.
Tuberculosis 2007 From Basic Science to Patient Care, 1st edition. Antwerp -
Sao Paolo – Buenos Aires : Emma Raderschadt, 2007 : 25-48
15. Daley CL. Tuberculosis and Nontuberculous Mycobacterial Infections, In :
Albert RK, Spiro SG, Jett JR, editors. Clinical Respiratory Medicine, 3rd
Edition. Philadelphia : Mosby Elsevier, 2008 : 305-408
16. World Health Organisation. Global Tuberculosis Control – Epidemiology,
Strategy, Financing. Geneva : WHO 2009
17. Iseman MD. Mycobacterial Diseases of the Lungs, In : Hanley ME, Welsh
CH, editors. Current Diagnosis & Treatment in Pulmonary Medicine,
International edition. Denver : The McGraw-Hill Companies, 2006 : 301-369
39
18. Enarson DA. Tuberculosis as a Global Public Health Problem, In : Kaufmann
SHE, Hahn A, editors. Mycobacteria and TB, volume 2. Basel : Karger AG,
2003 : 1-14
19. Chapman S, Robinson G, Stradling J, et all. Mycobacterial Respiratory
Infection, In : Oxford Handbook of Respiratory Medicine, 1st edition. United
Kingdom : Oxford University Press, 2005 : 228-259
20. Karakousis PC, Chaisson PE. Mycobacterial Infections and HIV Infection,
In : Fishman AP, editor. Fishman’s Pulmonary Diseases and Disorders, 4th
edition. New York : The McGraw-Hill Companies, 2008 : 2487-2496
Foto :
40
41