Upload
nadila-ravita
View
48
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
rotasi
Citation preview
Case Report Session
Otitis Media Supuratif Kronis Suspect Tipe Benigna
Oleh :
Nadila Ravita (0810313215)
Preseptor :
dr. Eka Fithra Elfi, Sp JP
PUSKESMAS LUBUK BUAYA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2015
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Anatomi Telinga Tengah
Telinga tengah terdiri atas: membran timpani, kavum timpani, processus mastoideus,
dan tuba eustachius.1,2,3
1. Membran Timpani
Membran timpani dibentuk dari dinding lateral kavum timpani dan memisahkan liang
telinga luar dari kavum timpani. Membran ini memiliki panjang vertikal rata-rata 9-10 mm,
diameter antero-posterior kira-kira 8-9 mm, dan ketebalannya rata-rata 0,1 mm .Letak
membran timpani tidak tegak lurus terhadap liang telinga akan tetapi miring yang arahnya
dari belakang luar ke muka dalam dan membuat sudut 450 dari dataran sagital dan horizontal.
Membran timpani berbentuk kerucut, dimana bagian puncak dari kerucut menonjol ke arah
kavum timpani yang dinamakan umbo. Dari umbo ke muka bawah tampak refleks cahaya (
none of ligt).
Membran timpani mempunyai tiga lapisan yaitu :1
a) Stratum kutaneum (lapisan epitel) berasal dari liang telinga.
b) Stratum mukosum (lapisan mukosa) berasal dari kavum timpani.
c) Stratum fibrosum (lamina propria) yang letaknya antara stratum kutaneum dan
mukosum.
Secara Anatomis membran timpani dibagi dalam 2 bagian :1
a. Pars tensa
Bagian terbesar dari membran timpani yang merupakan permukaan yang tegang dan
bergetar, sekelilingnya menebal dan melekat pada anulus fibrosus pada sulkus timpanikus
bagian tulang dari tulang temporal.
b. Pars flaksida atau membran Shrapnell.
Letaknya di bagian atas muka dan lebih tipis dari pars tensa. Pars flaksida dibatasi oleh
2 lipatan yaitu :
Plika maleolaris anterior (lipatan muka).
Plika maleolaris posterior (lipatan belakang).
Membran timpani terletak dalam saluran yang dibentuk oleh tulang dinamakan sulkus
timpanikus. Akan tetapi bagian atas muka tidak terdapat sulkus ini dan bagian ini disebut
incisura timpanika (rivini). Permukaan luar dari membran timpani disarafi oleh cabang
nervus aurikulo temporalis dari nervus mandibula dan nervus vagus. Permukaan dalam
disarafi oleh nervus timpani cabang dari nervus glossofaringeal.
Aliran darah membrana timpani berasal dari permukaan luar dan dalam. Pembuluh-
pembuluh epidermal berasal dari aurikula yang merupakan cabang dari arteri maksilaris
interna. Permukaan mukosa telinga tengah didarahi oleh arteri timpani anterior cabang dari
arteri maksilaris interna dan oleh stylomastoid cabang dari arteri aurikula posterior.
2. Kavum Timpani
Kavum timpani terletak di dalam pars petrosa dari tulang temporal, bentuknya bikonkaf,
atau seperti kotak korek api. Diameter antero-posterior atau vertikal 15 mm, sedangkan
diameter transversal 2-6 mm. Kavum timpani mempunyai 6 dinding yaitu : bagian atap,
lantai, dinding lateral, medial, anterior, dan posterior.
Kavum timpani terdiri dari :1,2
a. Tulang-tulang pendengaran, terbagi atas: malleus (hammer/martil), inkus
(anvil/landasan), stapes (stirrup/pelana)
b. Otot, terdiri atas: otot tensor timpani (muskulus tensor timpani) dan otot
stapedius (muskulus stapedius).
c. Saraf korda timpani.
d. Saraf pleksus timpanikus.
3. Processus mastoideus
Rongga mastoid berbentuk seperti bersisi tiga dengan puncak mengarah ke kaudal. Atap
mastoid adalah fosa kranii media. Dinding medial adalah dinding lateral fosa kranii posterior.
Sinus sigmoid terletak di bawah duramater pada daerah ini. Pada dinding anterior mastoid
terdapat aditus ad antrum.
4. Tuba eustachius.1,2,3
Tuba eustachius disebut juga tuba auditori atau tuba faringotimpani berbentuk seperti
huruf S. Tuba ini merupakan saluran yang menghubungkan kavum timpani dengan
nasofaring. Pada orang dewasa panjang tuba sekitar 36 mm berjalan ke bawah, depan dan
medial dari telinga tengah dan pada anak dibawah 9 bulan adalah 17,5 mm.
Tuba terdiri dari 2 bagian yaitu :
a. Bagian tulang terdapat pada bagian belakang dan pendek (1/3 bagian).
b. Bagian tulang rawan terdapat pada bagian depan dan panjang (2/3 bagian).
Gambar 2.1. Anatomi Telinga.4
1.2 Definisi
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba
eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid.2
Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) atau yang biasa disebut “congek” adalah radang
kronis telinga tengah dengan adanya lubang (perforasi) pada gendang telinga (membran
timpani) dan riwayat keluarnya cairan (sekret) dari telinga (otorea) lebih dari 2 bulan, baik
terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin serous, mukous, atau purulen.5,6
Otitis Media Akut (OMA) dengan perforasi membran timpani dapat menjadi otitis
media supuratif kronis apabila prosesnya sudah lebih dari 2 bulan. Beberapa faktor yang
menyebabkan OMA menjadi OMSK, antara lain: terapi yang terlambat diberikan, terapi yang
tidak adekuat, virulensi kuman yang tinggi, daya tahan tubuh pasien yang rendah (gizi
kurang), dan higiene yang buruk.2
1.3 Epidemiologi
Otitis media merupakan salah satu penyebab utama gangguan pendengaran dan
ketulian, bahkan dapat menimbulkan penyulit yang mengancam jiwa. Namun demikian oleh
sebagian masyarakat masih dianggap hal biasa, sehingga tidak segera mencari pertolongan
saat menderita otitis media. Saat pendengarannya mulai berkurang, tidak mampu mengikuti
pelajaran di sekolah ataukah setelah terjadi komplikasi barulah mereka mencari pertolongan
medis.7
Survei epidemiologi di 7 propinsi Indonesia (1994-1996), menemukan bahwa dari
19.375 responden yang diperiksa ternyata 18,5% mengalami gangguan kesehatan telinga dan
pendengaran.2 Penderita otitis media supuratif kronik (OMSK) merupakan 25% dari
penderita yang datang berobat di poliklinik THT rumah sakit di Indonesia dengan prevalensi
adalah 3,8 %.7
Otitis media supuratif kronik merupakan penyakit THT yang paling banyak ditemukan
di negara sedang berkembang. Secara umum insiden OMSK dipengaruhi oleh ras dan faktor
sosioekonomi. Misalnya, OMSK lebih sering dijumpai pada orang Eskimo dan Indian
Amerika, anak-anak aborigin Australia dan orang kulit hitam di Afrika Selatan. Walaupun
demikian, lebih dari 90% beban dunia akibat OMSK ini dipikul oleh negara-negara di Asia
Tenggara, daerah Pasifik Barat, Afrika, dan beberapa daerah minoritas di Pasifik. Kehidupan
sosial ekonomi yang rendah, lingkungan kumuh, dan status kesehatan serta gizi yang jelek
merupakan faktor yang menjadi dasar untuk meningkatnya prevalensi OMSK pada negara
yang sedang berkembang.8
Survei prevalensi di seluruh dunia menunjukkan bahwa beban dunia akibat OMSK
melibatkan 65–330 juta orang dengan telinga berair, dimana 60% di antaranya (39–200 juta)
menderita kurangnya pendengaran yang signifikan. Secara umum, prevalensi OMSK di
Indonesia adalah 3,8% dan termasuk dalam klasifikasi tinggi dalam tingkatan klasifikasi
insidensi. Pasien OMSK meliputi 25% dari pasien-pasien yang berobat di poliklinik THT
rumah sakit di Indonesia. Berdasarkan Survei Nasional Kesehatan Indera Penglihatan dan
Pendengaran oleh Departemen Kesehatan R.I tahun 1994-1996, angka kesakitan (morbiditas)
Telinga, Hidung, dan Tenggorok (THT) di Indonesia sebesar 38,6% dengan prevalensi
morbiditas tertinggi pada kasus telinga dan gangguan pendengaran yaitu sebesar 38,6% dan
prevalensi otitis media supuratif kronis antara 2,1-5,2%.4 Data poliklinik THT RSUP H.
Adam Malik Medan tahun 2006 menunjukkan pasien OMSK merupakan 26% dari seluruh
kunjungan pasien.8
1.4 Klasifikasi
Otitis media supuratif kronik dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu OMSK tipe aman (tipe
mukosa = tipe benigna) dan OMSK tipe bahaya (tipe tulang = tipe maligna).1,2
1. OMSK tipe aman (benigna)
Tipe ini disebut tipe aman karena tidak menimbulkan komplikasi yang berbahaya.2
Pada OMSK tipe ini, proses peradangan terbatas pada mukosa telinga tengah saja, dan
biasanya tidak mengenai tulang. Perforasi terletak di sentral. Umumnya OMSK tipe
aman jarang menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Tidak terdapat kolesteatoma
pada OMSK jenis ini.2
OMSK ini dikenal juga sebagai tipe tubotimpanal, karena biasanya tipe ini didahului
dengan gangguan fungsi tuba yang menyebabkan kelainan di kavum timpani.8
2. OMSK tipe bahaya (maligna)
Disebut dengan tipe bahaya karena sebagian besar komplikasi yang berbahaya timbul
pada OMSK jenis ini. Selain itu, jenis ini disebut juga dengan OMSK tipe koantral. OMSK
tipe ini disertai dengan kolesteatoma. Kolesteatoma merupakan suatu kista epitelial yang
berisi deskuamasi epitel (keratin). Deskuamasi terbentuk terus lalu menumpuk sehingga
kolesteatoma bertambah besar. Perforasi membran timpani letaknya bisa di marginal atau
atik, kadang-kadang terdapat juga kolesteatoma dengan perforasi subtotal. Komplikasi bisa
terjadi ke dalam tulang temporal dan ke intrakranial yang dapat berakibat fatal. 2,8
Banyak teori mengenai patogenesis terbentuknya kolesteatom diantaranya adalah teori
invaginasi, teori migrasi, teori metaplasi, dan teori implantasi. Kolesteatom merupakan media
yang baik untuk pertumbuhan kuman (infeksi), terutama Proteus dan Pseudomonas
aeruginosa. Infeksi akan memicu proses peradangan lokal dan pelepasan mediator inflamasi
yang dapat menstimulasi sel-sel keratinosit matriks kolesteatom bersifat hiperproliferatif,
destruksi, dan mampu berangiogenesis. Massa kolesteatom ini dapat menekan dan mendesak
organ disekitarnya sehingga dapat terjadi destruksi tulang yang diperhebat oleh pembentukan
asam dari proses pembusukan bakteri. Proses nekrosis tulang ini mempermudah timbulnya
komplikasi seperti labirinitis, meningitis dan abses otak.2
Kolesteatom dapat diklasifikasikan atas dua jenis:
a. Kolesteatom kongenital.
Kriteria untuk mendiagnosa kolesteatom kongenital menurut Derlaki dan Clemis
(1965) adalah :
1. Berkembang dibelakang membran timpani yang masih utuh.
2. Tidak ada riwayat otitis media sebelumnya.
3. Pada mulanya dari jaringan embrional dari epitel skuamous atau dari epitel undiferential
yang berubah menjadi epitel skuamous selama perkembangan.
Kongenital kolesteatom lebih sering ditemukan pada telinga tengah atau tulang
temporal, umumnya pada apeks petrosa. Kolesteatom ini dapat menyebabkan parese nervus
fasialis, tuli saraf berat unilateral, dan gangguan keseimbangan.2
b. Kolesteatom akuisital atau didapat
Primary acquired cholesteatoma.
Kolesteatom yang terbentuk tanpa didahului oleh perforasi membran timpani.
Kolesteatom timbul akibat proses invaginasi dari membran timpani pars flaksida akibat
adanya tekanan negatif pada telinga tengah karena adanya gangguan tuba (teori invaginasi).
Kolesteatom yang terjadi pada daerah atik atau pars flasida2
Secondary acquired cholesteatoma.
Terbentuk setelah perforasi membran timpani. Kolesteatom terjadi akibat masuknya
epitel kulit dari liang telinga atau dari pinggir perforasi membran timpani ke telinga tengah
(teori migrasi) atau terjadi akibat metaplasi mukosa kavum timpani karena iritasi infeksi yang
berkangsung lama (teori metaplasi).2
Bentuk perforasi membran timpani adalah :1,2
1. Perforasi sentral
Lokasi pada pars tensa, bisa antero-inferior, postero-inferior dan postero-superior,
kadang-kadang sub total. Pada seluruh tepi perforasi masih ada terdapat sisa membran
timpani.
2. Perforasi marginal
Terdapat pada pinggir membran timpani dan adanya erosi dari anulus fibrosus.
Perforasi marginal yang sangat besar digambarkan sebagai perforasi total. Perforasi pada
pinggir postero-superior berhubungan dengan kolesteatom.
3. Perforasi atik
Terjadi pada pars flaksida, berhubungan dengan primary acquired cholesteatoma.
Selain klasifikasi di atas, OMSK juga dapat dibagi berdasarkan aktivitas sekret yang
keluar, yaitu OMSK aktif dan OMSK tenang. OMSK aktif adalah OMSK dengan sekret
yang keluar dari kavum timpani secara aktif, sedangkan OMSK tenang ialah yang keadaan
kavum timpaninya terlihat basah atau kering (sekret tidak keluar secara aktif).1
1.5 Etiologi 1,4,6
Organisme yang menjadi penyebab pada OMSK sebagian besar merupakan patogen yang
bersifat oppurtunistik, terutama Pseudomonas aeruginosa. Di sebagian besar negara,
penelitian menunjukkan bahwa P. aeruginosa merupakan organisme predominan dan terkait
dengan kira-kira 20%-50% kasus OMSK. Staphylococcus aureus juga umumnya dapat
disolasikan dari sampel yang dikultur.. OMSK juga terkait dengan H. influenzae (22%) dan S.
pneumoniae paling jarang terdapat dalam hasil kultur (3%).
1.6 Faktor Risiko 1,5,8
Terjadinya OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak,
jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring (adenoiditis,
tonsilitis, rhinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba Eustachius. Fungsi tuba
Eustachius yang abnormal merupakan faktor predisposisi yang dijumpai pada anak dengan
cleft palate dan Sindrom Down. Adanya tuba patulous menyebabkan refluk isi nasofaring
yang merupakan faktor insiden OMSK yang tinggi di Amerika Serikat. Faktor host yang
berkaitan dengan insiden OMSK yang relatif tinggi adalah defisiensi imun sistemik. Kelainan
humoral (seperti hipogammaglobulinemia) dan cell-mediated (seperti infeksi HIV, sindrom
kemalasan leukosit) dapat bermanifestasi sebagai sekresi telinga kronis.
Faktor resiko OMSK antara lain:
1. Lingkungan
Hubungan penderita OMSK dan faktor sosioekonomi belum jelas, tetapi kelompok
sosioekonomi rendah memiliki insiden OMSK yang lebih tinggi. Tetapi sudah hampir
dipastikan hal ini berhubungan dengan kesehatan secara umum, diet, dan tempat tinggal yang
padat.
2. Genetik
Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah insiden OMSK
berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai faktor genetik. Sistem sel-
sel udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis media, tapi belum diketahui apakah hal ini
primer atau sekunder.
3. Riwayat otitis media sebelumnya
Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari otitis media
akut dan atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui faktor apa yang menyebabkan
satu telinga dan bukan yang lainnya berkembang menjadi keadaan kronis.
4. Infeksi
Bakteri yang diisolasi dari mukopus atau mukosa telinga tengah hampir tidak
bervariasi pada otitis media kronik yang aktif. Keadaan ini menunjukkan bahwa metode
kultur yang digunakan adalah tepat. Organisme yang terutama dijumpai adalah bakteri Gram
negatif, flora tipe usus, dan beberapa organisme lainnya.
5. Infeksi saluran nafas atas
Banyak penderita mengeluh keluarnya sekret telinga sesudah terjadi infeksi saluran
nafas atas. Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah menyebabkan
menurunnya daya tahan tubuh terhadap organisme yang secara normal berada dalam telinga
tengah, sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri.
6. Autoimun
Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insiden lebih besar terhadap
OMSK.
7. Alergi
Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggi dibanding
yang bukan alergi. Yang menarik adalah dijumpainya sebagian penderita yang alergi terhadap
antibiotik tetes telinga atau bakteri atau toksin-toksinnya, namun hal ini belum terbukti
kemungkinannya.
8. Gangguan fungsi tuba eustachius
Pada otitis media kronis aktif tuba eustachius sering tersumbat oleh edema tetapi
apakah hal ini merupakan fenomena primer atau sekunder masih belum diketahui. Pada
telinga yang inaktif berbagai metode telah digunakan untuk mengevaluasi fungsi tuba
eustachius dan umumnya menyatakan bahwa tuba tidak mungkin mengembalikan tekanan
negatif menjadi normal.
Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani yang menetap
pada OMSK adalah:
Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan produksi
sekret telinga purulen berlanjut.
Berlanjutnya obstruksi tuba eustachius yang mengurangi penutupan spontan pada
perforasi.
Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui mekanisme
migrasi epitel.
Pada pinggir perforasi dari epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan yang
cepat diatas sisi medial dari membran timpani. Proses ini juga mencegah
penutupan spontan dari perforasi.
1.7 Patogenesis
OMSK dimulai dari episode infeksi akut terlebih dahulu. Patogenesis dari OMSK
dimulai dari adanya iritasi dan inflamasi dari mukosa telinga tengah yang disebabkan oleh
multifaktorial, diantaranya infeksi yang dapat disebabkan oleh virus atau bakteri, gangguan
fungsi tuba, alergi, kekebalan tubuh turun, lingkungan dan sosial ekonomi. Kemungkinan
penyebab terpenting mudahnya anak mendapat infeksi telinga tengah adalah struktur tuba
pada anak yang berbeda dengan dewasa dan kekebalan tubuh yang belum berkembang
sempurna sehingga bila terjadi infeksi jalan napas atas, maka lebih mudah terjadi infeksi
telinga tengah berupa Otitis Media Akut (OMA).2,8
Respon inflamasi yang timbul adalah berupa udem mukosa. Jika proses inflamasi ini
tetap berjalan, pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya ulkus dan merusak epitel.
Mekanisme pertahanan tubuh penderita dalam menghentikan infeksi biasanya menyebabkan
terdapatnya jaringan granulasi yang pada akhirnya dapat berkembang menjadi polip di ruang
telinga tengah. Jika lingkaran antara proses inflamasi, ulserasi, infeksi dan terbentuknya
jaringan granulasi ini berlanjut terus akan merusak jaringan sekitarnya.2,8
Sembuh/ normal
Gangguan tuba
Fgs.tuba tetap terganggu
Infeksi (-)Tekanan negatif
telinga tengah
OMEefusi
OMA
Perubahan tekanan tiba-tiba
Alergi
Infeksi
Sumbatan : Sekret
Tampon
Tumor
Tuba tetap terganggu
+ ada infeksi
Otitis media Efusi
(OME)
Otitis Media Supuratif Kronik
(OMSK)
Otitis Media Akut
(OMA)
Sembuh sempurna
Gambar 2.2 Patogenesis Otitis Media4,5
a. OMSK benigna
Terjadinya OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak,
jarang dimulai pada dewasa. OMSK disebabkan oleh multifaktor antara lain infeksi virus atau
bakteri, gangguan fungsi tuba, alergi, kekebalan tubuh, lingkungan, dan social ekonomi.
Anak lebih mudah mengalami infeksi telinga tengah karena struktur tuba anak yang berbeda
dengan dewasa serta kekebalan tubuh yang belum berkembang sempurna sehingga bila
terjadi infeksi saluran napas maka otitis media dapat terjadi. 4,5
Fokus infeksi biasanya terjadi pada nasofaring (adenoiditis, tonsillitis, rhinitis,
sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba Eustachius. Kadang-kadang infeksi berasal
dari telinga luar masuk ke telinga tengah melalui perforasi membran timpani, maka terjadi
inflamasi. Bila terbentuk pus akan terperangkap di dalam kantung mukosa di telinga tengah.
Dengan pengobatan yang cepat dan adekuat serta perbaikan fungsi telinga tengah, biasanya
proses patologis akan berhenti dan kelainan mukosa akan kembali normal. Walaupun kadang-
kadang terbentuk jaringan granulasi atau polip ataupun terbentuk kantong abses di dalam
lipatan mukosa yang masing-masing harus dibuang, tetapi dengan penatalaksanaan yang baik
perubahan menetap pada mukosa telinga tengah jarang terjadi. Mukosa telinga tengah
mempunyai kemampuan besar untuk kembali normal. Bila terjadi perforasi membrane
timpani yang permanen, mukosa telinga tengah akan terpapar ke telinga luar sehingga
memungkinkan terjadinya infeksi berulang. Hanya pada beberapa kasus keadaan telinga
tengah tetap kering dan pasien tidak sadar akan penyakitnya. Berenang, kemasukan benda
yang tidak steril ke dalam liang telinga atau karena adanya focus infeksi pada saluran napas
bagian atas akan menyebabkan infeksi eksaserbasi akut yang ditandai dengan secret yang
mukoid atau mukopurulen.4,5
b. OMSK tipe bahaya
OMSK tipe malignaOMSK tipe benigna
OMSK ini mengandung kolesteatom, disebut tipe bahaya karena sering menimbulkan
komplikasi. Kolesteatom berpotensi mendestruksi tulang dan memungkinkan penyebaran
infeksi sehingga diperlukan tindakan operasi. 4,5
1.8 Gejala Klinis
Proses peradangan pada OMSK tipe aman terbatas pada mukosa saja dan biasanya
tidak mengenai tulang. Perforasi terletak di sentral. Umumnya OMSK tipe aman jarang
menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Pada OMSK tipe aman tidak terdapat koleastoma.2
Pada OMSK tipe aman (tipe Tubotimpani) sekret mukoid yang timbul tidak terlalu
berbau busuk, ketika pertama kali ditemukan bau busuk mungkin ada tetapi dengan
pembersihan dan penggunaan antibiotik lokal biasanya cepat menhilang, sekret mukoid dapat
konstan atau intermitten. Gangguan pendengaran konduktif selalu didapat pada pasien
dengan derajat ketulian tergantung beratnya kerusakana tulang pendengaran dan koklea
selama infeksi nekrotik akut pada awal penyakit. 2,9
Pada OMSK tipe bahaya sering kali menimbulkan komplikasi yang bahaya maka
perlu ditegakkan diagnosis dini. Walaupun diagnosis pasti baru dapat ditegakkan di kamar
operasi, namun beberapa tanda klinik dapat menjadi pedoman akan adanya OMSK tipe
bahaya yaitu perforasi pada marginal atau atik. Tanda ini biasanya tada dini dari OMSK tipe
bahaya, sedangkan pada kasus yang sudah lanjut dapat terlihat abses retroaurikuler, polip atau
jaringan granulasi di liang telinga luar yang berasal dari dalam telingan tengah, sekret
berbentuk nanah dan berbau khas. 8,9
Gejala pada OMSK tipe berat (tipe Atikoantral) dapat terjadi ganggaun pendengaran
konduktif akibat kolesteatom yang timbul bersamaan dengan hilangnya alat penghantar udara
pada otitis media nekrotikans akut. 8,9
Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK, dan bila ada merupakan suatu tanda
yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus. Nyeri
dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya
durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri telinga
mungkin ada tetapi mungkin oleh adanya otitis eksterna sekunder. Nyeri merupakan tanda
berkembang komplikasi OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses atau trombosis sinus
lateralis. 8,9
Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya. Keluhan vertigo
seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi dinding labirin oleh
kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat perubahan tekanan udara yang mendadak
atau pada panderita yang sensitif keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena perforasi besar
membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan
suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan keluhan vertigo. Vertigo
juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum. Fistula merupakan temuan yang serius, karena
infeksi kemudian dapat berlanjut dari telinga tengah dan mastoid ke telinga dalam sehingga
timbul labirinitis dan dari sana mungkin berlanjut menjadi meningitis. Uji fistula perlu
dilakukan pada kasus OMSK dengan riwayat vertigo. Uji ini memerlukan pemberian tekanan
positif dan negatif pada membran timpani, dengan demikian dapat diteruskan melalui rongga
telinga tengah. 8,9
1.9 Diagnosis Dan Pemeriksaan
Diagnosis OMSK dibuat berdasarkan anamnesa pasien dan pemeriksaan THT
terutama pemeriksaan otoskop. Pada anamnesa dapat ditanyakn kepada pasien secara
langsung ataupun ditanya kepada keluarga apabila pasien sangat sulit untuk mendengar.
Penyakit telinga kronis ini biasanya terjadi perlahan-lahan dan penderita seringkali datang
dengan gejala-gejala penyakit yang sudah lengkap. Gejala yang paling sering dijumpai adalah
telinga berair, adanya sekret di liang telinga yang pada tipe tubotimpanal sekretnya lebih
banyak dan seperti berbenang (mukus), tidak berbau busuk dan intermiten, sedangkan pada
tipe atikoantral, terdapat sekret yang berbau busuk, kadangkala disertai pembentukan jaringan
granulasi atau polip sehingga sekret yang keluar dapat bercampur darah. 2,9
Pemeriksaan otoskopi akan menunjukkan adanya dan letak perforasi. Dari perforasi
dapat dinilai kondisi mukosa telinga tengah. Pemeriksaan lain adalah pemeriksaan penala
yang merupakan pemeriksaan sederhana untuk mengetahui adanya gangguan pendengaran.
Untuk mengetahui jenis dan derajat gangguan pendengaran dapat dilakukan pemeriksaan
audiometri nada murni, audiometry tutur dan pemeriksaan BERA (brainstem evoked
response audiometry). Evaluasi audiometri, pembuatan audiogram nada murni untuk menilai
hantaran tulang dan udara, penting untuk mengevaluasi tingkat penurunan pendengaran dan
untuk menentukan gap udara dan tulang. Audiometri tutur berguna untuk menilai ‘speech
reception threshold’ pada kasus dengan tujuan untuk memperbaiki pendengaran. Bagi
pasien/anak yang tidak kooperatif dengan pemeriksaan audiometri nada murni. 2,4,5
Pemeriksaan penunjang lain berupa foto rontgen serta kultur dan uji resistensi kuman
sekret telinga. Radiologi konvensional, foto polos radiologi, posisi Schüller berguna untuk
menilai kasus kolesteatoma, pneumatisasi mastoid dan perluasan penyakit, sedangkan
pemeriksaan CT scan dapat lebih efektif menunjukkan anatomi tulang temporal dan
kolesteatoma. Sedangkan uji resistensi kuman berguna untuk menentukan antibiotik yang
tepat, tetapi antibiotik lini pertama tidak harus menunggu hasil pemeriksaan ini. 2,4,5
1.10 Penatalaksanaan
1. Ear Toilet
Penatalaksanaan awal adalah dengan “ear toilet” atau membersihkan telinga. ear toilet
merupakan penatalaksanaan standar dari OMSK. Membersihkan telingan bisa mengurangi
discharge pada telinga. Ear toilet bisa dilakukan dengan menggunakan kuret untuk
mengeluarkan granulasi mukosa dalam ukuran kecil dari liang telinga. Kemudian, bisa
dilanjutkan dengan mengirigasi dengan larutan fisiologis. Larutan fisiologis yang digunakan
adalah H2O2 3% dan mengeringkannya dengan kapas, dilakukan 4 kali sehari. Larutan
irigasi harus memiliki suhu yang mendekati suhu normal tubuh untuk mencegah terjadinya
vertigo. 2,5
2. Penatalaksanaan Antimikroba
Antibiotika yang diberikan dapat berupa topikal maupun oral. Antibiotik oral yang bisa
diberikan adalah klindamisin, amoksisilin-asam klavulanat. Obat topikal yang bisa diberikan
berupa framisetin, gramisidin, ciprofloxasin, tobramisin, gentamisin dan kloramfenikol .
antibiotik yang diberikan secara topikal tidak lebih dari 1atau 2 minggu.2,5
3. Pembedahan
Terapi yang tepat adalah melakukan mastoidektomi dengan atau tanpa timpanoplasti. Terapi
dengan medikamentosa dilakukan hanyalah terapi sementara sebelum pembedahan.2
a. Mastoidektomi Sederhana
Mastoidektomi sederhana dilakukan pada OMSK tipe aman yang sedang dalam
pengobatan konservatif tidak sembuh. Pada operasi ini dilakukan pembersihan pada
tulang mastoid dan jaringan patologik. Tujuannya agar infeksi tenang dan cairan tidak
mengalir lagi, namun pada operasi ini fungsi pendengarannya tidak diperbaiki.2
b. Mastoidektomi Radikal
Operasi ini dilakukan pada OMSK bahaya dengan infeksi atau kolesteatom yang sudah
meluas. Pada operasi ini rongga mastoid dan cavum timpani dibersihkan dari semua
jaringan patologik. Tujuan dari operasi ini adalah untuk membuang jaringan patologik
dan mencegah komplikasi ke intrakranial, fungsi pendengaran tidak diperbaiki.
c. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi (operasi Bondy)
Operasi ini dilakukan pada OMSK dengan kolesteatom di daerah atik, tetapi belum
merusak kavum timpani. Seluruh rongga mastoid dibersihkan dan dinding posterior liang
telinga direndahkan. Tujuan dari operasi ini adalah untuk membuang semua jaringan
patologik dari rongga mastoid dan mempertahankan pendengaran yang masih ada.
d. Miringoplasti
Dikenal juga dengan istilah timpanoplasti tipe I, dilakukan pada OMSK tipe aman yang
tidak bisa ditenangkan dengan pengobatan medikamentosa. Tujuan dari operasi ini adalah
untuk menyembuhkan sekaligus memperbaiki pendengaran. Pada operasi ini dilakukan
rekonstruksi membrana timpani. Sebelum rekonstruksi dikerjakan leebih dahulu
dilakukan eksplorasi kavum timpani dengan atau tanpa mastoidektomi, untuk
membersihkan jaringan patologis.
1.11 Komplikasi
Komplikasi OMSK dibedakan atas 2 macam, yaitu komplikasi intratemporal dan
intrakranial.5,10
1. Komplikasi intratemporal
a. Mastoiditis
i. Abses subperiosteal
ii. Abses Bezold
iii. Laten mastoiditis
b. Petrositis
c. Labirintitis
d. Paresis fasial
e. Erosi dinding telinga tengah dan kavum mastoid
2. Komplikasi intrakranial
a. Granulasi atau abses ekstradural
b. Tromboflebitis sinus sigmoid
c. Abses otak
d. Otitis hidrosefalus
e. Meningitis
f. Abses subdural
2.12 Prognosis
Prognosis dengan pengobatan local, otorea dapat mengering. Tetapi sisa perforasi
sentral yang berkepanjangan memudahkan infeski dari nasofaring atau bakteri dari meatus
eksterna khususnya terbawa oleh air, sehingga penutupan membrane timpani disarankan.
Prognosis kolesteatom yang tidak diobati akan berkembang menjadi meningitis, abes
otak, prasis fasialis atau labirintis supuratif yang semuanya fatal. Sehingga OMSK type
maligna harus diobati secara aktif sampai proses erosi tulang berhenti.11
UNIVERSITAS ANDALAS
FAKULTAS KEDOKTERAN
KEPANITERAAN KLINIK ROTASI TAHAP II
STATUS PASIEN
1. Identitas Pasien
a. Nama/Kelamin/Umur : Afrizal/ Pria/ 18 tahun
b. Pekerjaan/pendidikan : Pelayan Rumah Makan/ Tidak Tamat SD
c. Alamat : Lubuk Buaya Padang
2. Latar Belakang sosial-ekonomi-demografi-lingkungan keluarga
a. Status Perkawinan : Belum Menikah
b. Jumlah Saudara : Anak ke 3 dari 3 orang bersaudara
c. Status Ekonomi Keluarga : Miskin, penghasilan Rp. 600.000,-/bulan
d. KB : Tidak ada
e. Kondisi Rumah :
- Rumah semi permanen, perkarangan tidak ada, luas bangunan 6 x 4 m
- Rumah kontrakan
- Listrik ada
- Sumber air : air sumur (mandi, minum)
- Jamban ada 2 buah, di luar rumah dan digunakan secara bersama untuk 5
keluarga lainnya
- Sampah di buang ke bak pembuangan sampah dan dibakar
Kesan : higine dan sanitasi kurang baik
f. Kondisi Lingkungan Keluarga
- Pasien tinggal bersama tante pasien. Jumlah penghuni 7 orang; pasien, ibu
pasien, adik ibu pasien, 3 orang anak adik ibu pasien serta suami adik ibu
pasien. Pasien bekerja sebagai pelayan di rumah makan.
- Tinggal di daerah perkotaan yang padat penduduk.
3. Aspek Psikologis di keluarga
- Hubungan dengan anggota keluarga lainnya baik- Faktor stress dalam keluarga tidak ada
4. Riwayat Penyakit dahulu / Penyakit Keluarga- Pasien pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya, yaitu usia 7 tahun.
Pasien mengeluhkan pertama kali, keluar cairan yang berbau dari telinga
kanan, kemudian berobat tapi pengobatannya tidak tuntas. Sejak 5 tahun yang
lalu, penyakit ini sering berulang.
- Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan
pasien.
5. Keluhan Utama
Keluar cairan dari telinga kanan sejak ±1 minggu yang lalu.
6. Riwayat Penyakit Sekarang
Keluar cairan dari telinga kanan sejak ±1 minggu yang lalu, berwarna hijau
kekuningan, kental, berbau, tidak berdarah dan terasa gatal. Awalnya telinga
kanan pasien kemasukan air ketika mandi. Setelah itu, pada malam hari,
pasien mengeluhkan telinga kanan mulai berair.
Pendengaran telinga kanan terasa semakin berkurang sejak 5 tahun yang lalu.
Awalnya dirasakan berdenging dan hilang timbul, kemudian makin lama
telinga kanan berdenging terus menerus dan menimbulkan gangguan
pendengaran.
Nyeri di belakang telinga tidak ada.
Riwayat gigi berlobang ada sejuak kecil, sudah ada yang dicabut tetapi tidak
semuanya. Sakit gigi juga dirasakan hilang timbul.
Hidung tersumbat ada, tenggorok tidak terasa nyeri, dan tidak dirasakan susah
menelan.
Suara serak tidak ada
Riwayat batuk disangkal
Riwayat demam disangkal
7. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : CMC
Nadi : 76x/ menit
Nafas : 21x/menit
TD : 110/80 mmHg
Suhu : 37,7 oC
BB : 55 Kg
TB : 165 cm
Mata : Konjungtiva tidak anemis, Sklera tidak ikterik
Kulit : Turgor kulit baik
THT : Status Lokalis THT
Dada :
Paru :
Inspeksi : simetris kiri = kanan
Palpasi : fremitus kiri = kanan
Perkusi : sonor
Auskultasi : suara nafas vesikuler, wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
Jantung
Inspeksi : iktus tidak terlihat
Palpasi : iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : Kiri : 1 jari medial LMCS RIC V
Kanan : LSD
Atas : RIC II
Auskultasi : bunyi jantung murni, irama teratur, bising (-)
Abdomen
Inspeksi : Perut tidak tampak membuncit
Palpasi : Hati dan lien tidak teraba, Nyeri Tekan ( - )
Perkusi : Timpani
Auskultasi : BU (+) N
Anggota gerak : reflex fisiologis +/+, reflex patologis -/-, Oedem tungkai -/-
Status Lokalis THT :
Telinga
Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
Daun telinga
Kel kongenital Tidak ada Tidak ada
Trauma Tidak ada Tidak ada
Radang Tidak ada Tidak ada
Kel. Metabolik Tidak ada Tidak ada
Nyeri tarik Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan tragus Tidak ada Tidak ada
Dinding liang
telinga
Cukup lapang (N) Cukup lapang (N) Cukup lapang(N)
Sempit
Hiperemi Tidak Tidak
Edema Tidak ada Tidak ada
Massa Tidak ada Tidak ada
Sekret/serumen
Ada / Tidak Ada sekret Ada serumen
Bau berbau Tidak ada
Warna Hijau kekuningan Kecoklatan
Jumlah Sedikit Sedikit
Jenis Purulen Kering
Membran timpani
Utuh
Warna - Putih mengkilat
Reflek cahaya - + (jam 7)
Bulging - Tidak ada
Retraksi - Tidak ada
Atrofi - Tidak ada
Perforasi
Jumlah perforasi 1 -
Jenis Sentral -
Kwadran -
pinggir Tidak Rata -
Mastoid
Tanda radang Tidak ada Tidak ada
Fistel Tidak ada Tidak ada
Sikatrik Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
Nyeri ketok Tidak ada Tidak ada
Tes garpu tala
Rinne Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Schwabach Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Weber Tidak dilakukan
kesimpulan
Audiometri Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Hidung
Pemeriksaan Kelainan Dektra Sinistra
Hidung luar
Deformitas Tidak ada Tidak ada
Kelainan kongenital Tidak ada Tidak ada
Trauma Tidak ada Tidak ada
Radang Tidak ada Tidak ada
massa Tidak ada Tidak ada
Sinus paranasal
Pemeriksaan Dekstra Sinistra
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
Nyeri ketok Tidak ada Tidak ada
Rinoskopi Anterior (Tidak dilakukan)
Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
Vestibulum Vibrise
Radang
Cavum nasi
Cukup lapang (N)
Sempit
Lapang
Sekret
Lokasi
Jenis
Jumlah
Bau
Konka inferior Ukuran
Warna
Permukaan
Edema
Konka media Ukuran
Warna
Permukaan
Edema
Septum
Cukup
lurus/deviasi
Permukaan
Warna
Spina
Krista
Abses
Perforasi
Lokasi
Bentuk
Massa
Ukuran
Permukaan
Warna
Konsistensi
Mudah digoyang
Pengaruh
vasokonstriktor
Rinoskopi Posterior
Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
Koana
Cukup lapang (N)
Sempit
Lapang
Mukosa
Warna
Edem
Jaringan granulasi
Konka inferior
Ukuran
Warna
Permukaan
Edem
Adenoid Ada/tidak
Muara tuba
eustachius
Tertutup sekret
Edem mukosa
Massa
Lokasi
Ukuran
Bentuk
Permukaan
Post Nasal Drip Ada/tidak
Jenis
Orofaring dan mulut
Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
Palatum mole +
Arkus Faring
Simetris/tidak Simetris Simetris
Warna Merah muda Merah muda
Edem - -
Bercak/eksudat - -
Dinding faring Warna Hiperemis Hiperemis
Permukaan Bergranul bergranul
Tonsil
Ukuran T1 T1
Warna Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Permukaan Licin Licin
Muara kripti Tidak melebar Tidak melebar
Detritus - -
Eksudat - -
Perlengketan
dengan pilar- -
Peritonsil
Warna
Edema
Abses
Tumor
Lokasi
Bentuk
Ukuran
Permukaan
Konsistensi
Gigi Karies/Radiks M2 atas M2,PM1 atas
Kesan Hiegene gigi dan mulut kurang baik
Lidah
Warna Merah muda Merah muda
Bentuk Normal Normal
Deviasi - -
Massa - -
Laringiskopi Indirek (tidak dilakukan)
Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
Epiglotis
Ariteniod
Ventrikular band
Plica vokalis
Subglotis/trakea
Sinus piriformis
Valekula
8. Laboratorium Anjuran : darah rutin
kultur dan sensitivity test
audiometri
9. Diagnosis Kerja
OMSK dekstra Susp. Tipe Benigna
10. Diagnosis Banding : -
11. Manajemen
a. Preventif :
- Hindari untuk berenang untuk menghindari telinga kemasukan air
- Hindari untuk merendam kepala ke dalam air ketika mandi untuk menghindari
telinga kemasukan air
- Tidak boleh mencongkel-congkel telinga
- Apabila menderita demam, batuk, pilek atau sakit gigi, segera obati agar tidak
berulang penyakitnya.
b. Promotif :
- Edukasikan dan jelaskan pada pasien tentang penyakit OMSK.
c. Kuratif :
- Kloramfenikol 3 % tetes telinga (2 kali sehari, 1 kali pemberian 2-3 tetes)
selama 5-7 hari
- Paracetamol tablet 500 mg (3 x 1 tablet/hari)
- CTM tablet 4 mg (3 x 1 tablet/hari)
- Amoxicilin tablet 500 mg (3 x 1 tablet/hari) selama 5 hari
d. Rehabilitatif :
- Kontrol teratur ke Puskesmas
- Istirahat yang cukup di rumah
Dinas Kesehatan Kodya Padang
Puskesmas Lubuk Buaya
Dokter : Nadila
Tanggal : 25 Juni 2015
R/ Kloramfenikol 3 % fls No. I
S 2 dd gtt III £
R/ Paracetamol tab 500 mg No. X
S 3 dd tab 1 £
R/ CTM tab 4 mg No. X
S 3 dd tab 1 £
R/ Amoxicilin tab 500 mg No. XV
S 3 dd tab 1 £
Pro : Tn. Afrizal
Umur : 18 tahun
Alamat : Lubuk Buaya, Padang.
DAFTAR PUSTAKA
1. Nursiah S. Pola Kuman Aerob Penyebab OMSK dan Kepekaan Terhadap Beberapa
Antibiotika di Bagian THT FK USU/RSUP. H. Adam Malik Medan. Medan : FK
USU. 2003.
2. Djaafar ZA. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala leher. Edisi 6.
Jakarta : FKUI.2007.
3. AdamsGL, Boies LR, Higler PA. Penyakit Telinga Tengah dan Mastoid. Boies, Buku
Ajar Penyakit THT Ed. 6. Jakarta:EGC;88-119.
4. Anonim. Otitits Media Kronis. 2010. Diunduh dari http://www.medicastore.com pada
tanggal 21 Agustus 2013.
5. WHO. Chronic suppurative otitis media burden off illness and management options.
Child and Adolescent Health and Development Prevention of Blindness and
Deafness. Geneva Switzerland. 2004.
6. Nursiah S. Pola Kuman Aerob Penyebab OMSK dan Kepekaan Terhadap Beberapa
Antibiotika di Bagian THT FK USU/RSUP. H. Adam Malik Medan. Medan : FK
USU. 2003.
7. Muhammad F, Rahardjo S, Pieter N. Otitis Media Prevalance in Primary School Children
in Makasar. The Indonesian Journal of Medical Science . 2010 . Hal 385-391.
8. Aboet A. Radang Telinga Tengah Menahun. Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap
Bagian Ilmu Kesehatan Hidung Telinga Tenggorok Bedah Kepala Leher. Kampus
USU. 2007.
9. Anonim. Otitits Media Kronis. 2010. Diunduh dari http:// repository.usu . ac.id pada
tanggal 20 Agustus 2013.
10. Neely JG, Arts HA. Intratemporal and intracranial complication of otitis media. In:
Bailey BJ. Johnson JT, Newland SD, 4th ed. Lippincott Williams&Wilkins: Texas;
2006.p.2042-54
11. P.D. Bull : Disease of the Ear, Nose and throat, edisi 6, Blackwell science ; 1995