31
BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN ANGGARAN RESPONSIF GENDER DI KABUPATEN BADUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa pengarusutamaan gender harus dilaksanakan sejak penyusunan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi atas kebijakan dan program yang responsif gender. b. bahwa kuatnya komitmen Pemerintah Kabupaten Badung untuk meningkatkan status dan kualitas sumber daya manusia melalui kebijakan / program / kegiatan pembangunan yang peka gender dengan mempertimbangkan pengalaman, aspirasi, kebutuhan dan penyelesaian permasalahan perempuan dan laki laki melalui mekanisme perencanaan dan penganggaran yang responsif gender maka dipandang perlu adanya pedoman sebagai acuan dalam pelaksanaan Anggaran Responsif Gender di Kabupaten Badung; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan huruf b perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Responsif Gender di Kabupaten Badung; Mengingat : 1. Undang - Undang Nomor 69 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah - daerah Tingkat II dalam Wilayah Daerah - daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1655 ) ; 2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi mengenai penghapusan segala bentuk Diskriminasi terhadap Wanita (Convention on the Elimination of all forms of Discrimination Against Women) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3277);

BUPATI BADUNG NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG …bagianhukumham.badungkab.go.id/uploads/PERBUP_17_2012.pdf · Kesetaraan Gender adalah Kesamaan kondisi bagi ... kegiatan yang responsif

  • Upload
    dokien

  • View
    219

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

BUPATI BADUNG

PERATURAN BUPATI BADUNG

NOMOR 17 TAHUN 2012

TENTANG

PEDOMAN PELAKSANAAN ANGGARAN RESPONSIF GENDER

DI KABUPATEN BADUNG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BADUNG,

Menimbang : a. bahwa pengarusutamaan gender harus dilaksanakan sejak

penyusunan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi

atas kebijakan dan program yang responsif gender.

b. bahwa kuatnya komitmen Pemerintah Kabupaten Badung untuk

meningkatkan status dan kualitas sumber daya manusia melalui

kebijakan / program / kegiatan pembangunan yang peka gender

dengan mempertimbangkan pengalaman, aspirasi, kebutuhan dan

penyelesaian permasalahan perempuan dan laki laki melalui

mekanisme perencanaan dan penganggaran yang responsif gender

maka dipandang perlu adanya pedoman sebagai acuan dalam

pelaksanaan Anggaran Responsif Gender di Kabupaten Badung;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam

huruf a, dan huruf b perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang

Pedoman Pelaksanaan Anggaran Responsif Gender di Kabupaten

Badung;

Mengingat : 1. Undang - Undang Nomor 69 Tahun 1958 tentang Pembentukan

Daerah - daerah Tingkat II dalam Wilayah Daerah - daerah Tingkat

I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur ( Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 122, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1655 ) ;

2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan

Konvensi mengenai penghapusan segala bentuk Diskriminasi

terhadap Wanita (Convention on the Elimination of all forms of

Discrimination Against Women) (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 1984 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 3277);

2

3. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1999 tentang Pengesahaan

Konvensi ILO mengenai Diskriminasi dalam Pekerjaan dan Jabatan

( ILO Convention No. 111 Concerning Dicrimination in Respect of

Employment and Occupation) (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 1999 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 3836);

4. Undang - Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara

( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47,

Tambahan Lembarana Negara Republik Indonesia Nomor 4286 );

5. Undang - Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem

Perencanaan Pembangunan Nasional ( Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2004 Nomor 104,Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 4421 );

6. Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor

125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)

sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang –

Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas

Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor

59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

7. Undang - Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 128,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);

8. Undang - Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan

Peraturan Perundang - undangan (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 5234);

9. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan

Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 4578);

3

10. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman

Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);

11. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2008 tentang

Pedoman Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender di Daerah;

12. Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 104 / PMK-2010 tentang

Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan

Anggaran Kementerian Negara / Lembaga dan Penyusunan,

Penelaahan, Pengesahan dan Pelaksanaan Daftar Isian Pelaksanaan

Anggaran Tahun Anggaran 2011;

13. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang

Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, sebagaimana telah

diubah beberapakali terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam

Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan kedua atas

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang

Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.

14. Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 13 Tahun 2011

tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah

Kabupaten Badung Tahun 2010 - 2015;

15. Peraturan Bupati Badung Nomor 29 Tahun 2010 tentang Pedoman

Pelaksanaan Rencana Aksi Daerah Pengarusutamaan Gender

Kabupaten Badung;

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN BUPATI BADUNG TENTANG PEDOMAN

PELAKSANAAN ANGGARAN RESPONSIF GENDER DI

KABUPATEN BADUNG.

4

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan :

1. Daerah adalah Kabupaten Badung.

2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan perangkat daerah sebagai

unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah .

3. Bupati adalah Bupati Badung.

4. Gender adalah konsep yang mengacu pada peran dan tanggung

jawab laki - laki dan perempuan yang terjadi akibat dari dan

dapat berubah oleh keadaan sosial dan budaya masyarakat.

5. Pengarusutamaan Gender adalah salah satu strategi yang

dibangun untuk mengintegrasikan gender menjadi satu dimensi

integral dari perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan

dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan daerah.

6. Kesetaraan Gender adalah Kesamaan kondisi bagi laki- laki dan

perempuan untuk memperoleh kesempatan dan hak-haknya

sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam

proses pembangunan.

7. Keadilan Gender adalah suatu proses untuk menjadi adil terhadap

laki- laki dan perempuan.

8. Anggaran Responsif Gender yang selanjutnya disingkat ARG

adalah Penyusunan anggaran guna menjawab secara adil

kebutuhan setiap warga negara, baik laki-laki maupun

perempuan ( Keadilan dan Kesetaraan Gender ) dengan tujuan

melahirkan kebijakan anggaran yang lebih berpihak kepada

masyarakat terutama yang lemah, terpinggirkan dan tidak

terperhatikan.

9. Data terpilah adalah data yang menggambarkan peran, kondisi

umum dari laki laki dan perempuan dalam setiap aspek

kehidupan di masyarakat.

10. Perencanaan berspektif gender adalah perencanaan untuk

mencapai kesetaraan dan keadilan gender yang dilakukan melalui

pengintegrasian pengalaman, aspirasi, kebutuhan, potensi dan

penyelesaian permasalahan perempuan dan laki laki.

5

BAB II

MAKSUD DAN TUJUAN

Pasal 2

Maksud dibentuknya Pedoman Pelaksanaan ARG di Daerah adalah

sebagai pedoman dalam upaya menyamakan persepsi para penentu

kebijakan dan perencanaan dalam menetapkan arah

kebijakan/program/kegiatan dan batasan tentang ruang lingkup

kegiatan yang responsif Gender pada kegiatan Satuan Kerja

Perangkat Daerah di lingkungan Pemerintah Daerah dan lembaga

kemasyarakatan lainnya dalam rangka percepatan pencapaian

Kesetaraan dan Keadilan Gender .

Pasal 3

Tujuan dibentuknya Pedoman Pelaksanaan ARG di Daerah adalah

tersusunnya dan diterapkannya perencanaan dan penganggaran

kegiatan yang responsif Gender serta meningkatnya efisiensi dan

efektifitas pelaksanaan program dan kegiatan di masing masing

Satuan Kerja Perangkat Daerah dan lembaga kemasyarakatan

lainnya sesuai dengan bidang tugas dan fungsi serta kewenangan

masing – masing.

BAB III

SISTEMATIKA

ANGGARAN RESPONSIF GENDER (ARG )

Pasal 4

(1) Sistematis ARG Daerah , terdiri dari :

BAB I : PENDAHULUAN

BAB II : ANALISA SITUASI

BAB III : ARAH KEBIJAKAN

BAB IV : ANGGARAN RESPONSIF GENDER

BAB V : PENUTUP

(2) Isi serta uraian ARG sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang

tidak terpisahkan dari Peraturan Bupati ini;

6

BAB IV

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 5

Peraturan Bupati ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan

Peraturan Bupati ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah

Kabupaten Badung.

Ditetapkan di Mangupura

pada tanggal 9 Maret 2012

BUPATI BADUNG,

ttd.

ANAK AGUNG GDE AGUNG

Diundangkan di Mangupura

pada tanggal 9 Maret 2012

SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN BADUNG,

ttd.

KOMPYANG R. SWANDIKA.

BERITA DAERAH KABUPATEN BADUNG TAHUN 2012 NOMOR : 17

7

LAMPIRAN PERATURAN BUPATI BADUNG

NOMOR : 17 TAHUN 2012

TANGGAL : 9 MARET 2012

TENTANG : PEDOMAN PELAKSANAAN ANGGARAN

RESPONSIF GENDER DI KABUPATEN BADUNG.

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Secara geografis, wilayah Pemerintahan Kabupaten Badung terletak antara 80 14,

20” – 80 50’ 48” Lintang Selatan dan 115

0 26’ 16’’ Bujur Timur. Bentuk wilayahnya

tergolong unik karena menyerupai sebilah keris melintang ditengah pulau Bali, yang

selanjutnya menjadi Lambang Daerah Kabupaten Badung. Pada ujung keris ( Badung

Utara berdiri Pura Pucak Mangu ) yang dipercaya oleh masyarakat Badung membawa

kesuburan dan ketentraman. Sedangkan pada “Dangan” atau pegangan keris ( Badung

Selatan terdapat “Pura Uluwatu” yang dipercaya memiliki kekuatan magis untuk

melindungi dan mensejahterakan masyarakat Badung.

Kabupaten Badung merupakan salah satu dari 9 (sembilan ) Kabupaten dan Kota

yang terdapat di Provinsi Bali, dengan luas wilayah 418.52 Km2 ( 7,43 % dari luas pulau

Bali ) dan terbagi menjadi 6 ( enam ) wilayah Kecamatan. dari 6 Kecamatan di wilayah

Kabupaten Badung, Kecamatan Petang memiliki wilayah yang paling luas yaitu 115 Km2

( 27,48 5 ), sedangkan Kecamatan Kuta merupakan Kecamatan dengan wilyah terkecil

dengan luas 17,52 Km2 ( 4,19 % ).

Penduduk Kabupaten Badung, selama tiga tahun terakhir menunjukkan jumlah

yang terus bertambah, pada tahun 2008, jumlah penduduk berdasarkan hasil sensus

penduduk (SP 2008) tercatat sebesar 383.880 jiwa dan tahun 2009 betambah menjadi

sebesar 430.777 jiwa yang terdiri dari 216.658 laki - laki dan 214.119 perempuan

namun pada tahun 2010 berkurang menjadi 393.019 jiwa yang terdiri dari 197.325 laki-

laki dan 195.694 perempuan.

Pembangunan daerah yang telah dicapai selama ini salah satunya adalah

peningkatan kesejahteraan masyarakat yang meliputi komponen pendidikan, kesehatan

dan peningkatan pendapatan keluarga. Indikasi keberhasilan digambarkan melalui

capaian Indeks Pembangunan Manusia ( IPM ) Kabupaten Badung yang terus

mengalami peningkatan dari 73,64 pada tahun 2007 menjadi 74,12 di tahun 2008,

meningkat menjadi 74,49 di tahun 2009 dan meningkat kembali menjadi 75,02 di

tahun 2010

8

Namun berbagai upaya pembangunan yang selama ini diarahkan untuk peningkatan

kualitas sumberdaya manusia, baik laki - laki maupun perempuan, ternyata belum dapat

memberikan akses, kontrol dan manfaat yang setara bagi laki - laki maupun perempuan,

bahkan belum cukup efektif dalam memperkecil kesenjangan yang ada. Hal ini

menunjukkan bahwa hak - hak perempuan untuk memperoleh manfaat secara optimal

belum terpenuhi, karena belum termanfaatkannya kapasitas sumber daya manusia secara

penuh. Disadari bahwa keberhasilan pembangunan baik yang dilaksanakan oleh pihak

pemerintah, swasta maupun masyarakat sangat tergantung dari peran serta laki - laki dan

perempuan sebagai pelaku pembangunan maka Pemerintah Kabupaten Badung

menempuh berbagai kebijakan / program / kegiatan dengan mengintegrasikan perspektif

gender dalam pembangunan serta memuat arah kebijakan melalui Strategi

Pengarusutamaan Gender yang telah dirumuskan dalam Dokumen Perencanaan

Pembangunan Daerah ( RPJMD 2010-2015 ) yaitu prioritas menciptakan Kabupaten

Badung yang adil dan demokratis dengan menghapus segala bentuk diskriminasi dan

mengangkat Kesetaraan Gender dan Perlindungan Anak sebagai salah satu Isu strategis .

Namun demikian kesenjangan gender masih juga ditemukan di berbagai bidang

pembangunan, hal ini disebabkan karena masih kuatnya kultur patriakhi yang menjadi

salah satu penyebab ketidak adilan gender dimana perempuan sebagai korban utamanya,

kondisi dan posisi perempuan yang kurang menguntungkan dibandingkan laki – laki ini

dapat dilihat dari masih rendahnya tingkat pendidikan, terbatasnya keterampilan dan

kesehatan, sehingga peran, fungsi dan kontrol dalam mengakses sumber daya

pembangunan sangat terbatas.

Beranjak dari persoalan ketidakadilan gender ini pemerintah telah menerbitkan

kebijakan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender

dalam Pembangunan Nasional sebagai salah satu strategi untuk mewujudkan Kesetaraan

dan Keadilan Gender dan mendorong pemerintah, swasta maupun masyarakat untuk

menekankan program / kegiatan pembangunan yang mensyaratkan partisipasi seluruh

komponen masyarakat baik laki laki maupun perempuan sebagai sumberdaya

pembangunan, salah satu langkah konkrit pelaksanaan strategi ini adalah penerapan

Gender Budgeting.

Pemahaman strategi Pengarusutamaan Gender dalam pembangunan perlu

diimplementasikan dalam setiap kegiatan pembangunan di Kabupaten Badung melalui

Perencanaan berspektif gender untuk mencapai Kesetaraan dan Keadilan Gender yang

dilakukan melalui pengintegrasian pengalaman, aspirasi, kebutuhan, potensi dan

penyelesaian permasalahan perempuan dan laki laki . Untuk mengimplementasikan

Pengarusutamaan Gender ( PUG ), maka perlu dipahami tiga prinsip utama dalam

Pengarusutamaan gender yaitu 1). Menempatkan individu sebagai manusia seutuhnya

dimana laki laki dan perempuan mempunyai hak yang sama dalam mendapatkan

perlindungan 2). Demokrasi dimana laki laki dan perempuan mempunyai hak yang sama

9

untuk menyuarakan aspirasi dan kebutuhan mereka. 3). Pemerataan,penegakan hukum

dan kesetaraan. Ketiga prinsip tersebut dapat dituangkan dalam setiap program / kegiatan

dimasing masing SKPD dan lembaga kemasyarakatn lainnya sesuai tugas pokok fungsi

dan kewenangan masing masing. Untuk itulah diperlukan dokumen Pedoman

Pelaksanaan Anggaran Responsif Gender yang secara terinci dapat dipetakan skala

prioritas strategi pencapaiannya dengan melakukan beberapa tahapan. Tahap pertama,

inisiasi dan legalisasi prasyarat Pengarusutamaan Gender, merupakan tahap inisiasi yang

diwujudkan dengan penguatan penggalangan dan kerjasama, penguatan managerial

pemantapan aturan dan pembelajaran bagi pimpinan dan focal point di setiap SKPD.

Tahap kedua, pelaksanaan ( executing ) dan pemantapan , merupakan pembangunan

kelembagaan dan pemberdayaan gender secara teknis dan terukur. Tahap ketiga,

pengembangan ( development ) merupakan tahap pembangunan yang sistematis yang

dilakukan secara terus menerus dari mulai tahap pertama dan kedua, tahap ketiga ini

merupakan kegiatan yang secara horizontal dan vertikal, merupakan koreksi dan

penyempurnan pelaksanaan Pengarusutamaan Gender secara efektif, perwujudan sistem

dan tatanan sosial kemasyarakatan serta perwujudan pembangunan kesetaran antara laki –

laki dan perempuan sebagai pemetik manfaat dari setiap kegiatan pembangunan yang

dilaksanakan serta menampilkan kinerja yang terukur, terakuntabilitas secara periodik

yang dapat dilaporkan dalam setiap penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi

Pemerintah ( LAKIP ), Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah ( LPPD ) dan

Laporan Keterangan Pertanggung Jawaban ( LKPJ ) Bupati dalam setiap tahunnya. Dari

seluruh program dan kegiatan pembangunan yang dilaksanakan dapat mewujudkan

keberhasilan secara kuantitatif dan kualitatif dan memperhatikan aspirasi masyarakat

( laki – laki dan perempuan ). Sehingga strategi pembangunan melalui perencanaan dan

penganggaran yang responsive gender yang dilakukan dapat mempercepat tercapainya

kesetaraan dan keadilan gender, melalui pengintegrasian pengalaman, aspirasi, kebutuhan

dan permasalahan perempuan dan laki – laki kedalam perencanaan, pelaksanaan,

pemantauan dan evaluasi dari seluruh kebijakan, program, proyek dan kegiatan di

berbagai bidang pembangunan.

Tersusunnya dokumen Pedoman Pelaksanaan Anggaran Responsif Gender di

Kabupaten Badung dimotivasi oleh :

1. Masukan dan Rekomendasi dari para pemangku kepentingan di Lingkungan

Pemerintah Daerah Badung sebagai hasil dari kajian efektifitas strategi

Pengarusutamaan Gender.

2. Masukan dari stakeholders ( pemangku kepentingan ) untuk melaksanakan strategi

pengarusutamaan gender melalui perencanaan penganggaran yang responsive

gender yang diharapkan mampu menjawab kebutuhan perempuan dan laki laki

dalam memperoleh akses,partisipasi,manfaat maupun kontrol dalam menikmati

hasil hasil pembangunan.

10

3. Sebagai strategi dalam memudahkan koordinasi, pemantauan dan evaluasi berbagai

kebijakan, program dan kegiatan yang dilakukan oleh pemangku kepentingan.

4. Masukan / pemikiran para anggota legislatif dan mitra terkait dalam perwujudan

Kesetaraan dan Keadilan Gender ( KKG ).

5. Mempercepat tujuan dan program prioritas pembangunan Daerah yang berspektif

gender .

B. Tujuan

Tujuan disusunnya Pedoman Pelaksanaan Anggaran Responsif Gender ( ARG )

adalah :

1. Meningkatkan efektivitas pelaksanaan strategi pengarusutamaan gender secara lebih

kongkrit dan terarah untuk menjamin agar laki-laki dan perempuan memperoleh

akses,manfaat dan mempunyai kontrol dalam pembangunan yang berkontribusi

pada terwujudnya kesetaraan serta keadilan gender.

2. Memberikan panduan dalam menyusun kebijakan dan program kegiatan dari tahap

perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi pada setiap tahap program /

kegiatan pembangunan sesuai mekanisme penyusunan anggaran yang responsive

gender

3. Meningkatkan produktivitas program melalui keterlibatan segenap pelaku

pembangunan di Kabupaten Badung serta mengukur efektivitas, efisiensi dan

dampak implementasi pembangunan yang berspektif gender

4. Menerapkan perencanaan dan penganggaran kegiatan yang responsive gender

secara berkesinambungan

C. Ruang Lingkup

1. Substansi

a. pedoman Pelaksanaan ARG merupakan pedoman bagi SKPD dan lembaga

terkait dalam penyelenggaran program / kegiatan yang responsif gender;

b. terfokus pada perencanaan, implementasi, monitoring, dan evaluasi kegiatan

pembangunan yang berspektif gender ;

c. pelaksanaan Program, kegiatan dan akuntabilitas kinerja dalam PUG.

2. Pemangku Kepentingan (Stakeholders)

Semua pihak yang berkepentingan dengan persoalan Pengarusutamaan Gender

di Pemerintahan Daerah (eksekutif, legislatif, yudikatif), dunia usaha dan

masyarakat lainnya

3. a. semua SKPD yang bertanggung jawab kepada Bupati;

b. instansi Vertikal;

c. perguruan Tinggi ;

d. lembaga Swadaya Masarakat.

11

D. Landasan Hukum

1. Undang - Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Anti Diskriminasi Terhadap

Perempuan.

2. Undang - Undang Nomor 21 Tahun 1999 tentang Pengesahan Konvensi ILO

mengenai Diskriminasi dalam Pekerjaan dan Jabatan.

3. Undang - Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Pembangunan Nasional.

4. Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah

beberapa kali terakhir dengan Undang – Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang

Perubahan Kedua Atas Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008

Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844) .

5. Undang - Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara

Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

6. Undang - Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang – Undangan.

7. Peraturan Pemerintahan Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan

Daerah.

8. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pembinaan dan

Pengawasan Aset Penyelenggaraan Pemerintah Daerah.

9. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan

Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan

Pemerintahan Daerah Kabupaten / Kota ( Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 4737 ).

10. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 104/PMK-2010 tentang Petunjuk

Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara

/ Lembaga dan penyusunan, Penelaahan, Pengesahan dan Pelaksanaan Daftar

Isian Pelaksanaan Anggaran Tahun Anggaran 2011.

11. Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 3 Tahun 2002 tentang Tata cara

Pembentukan dan Teknik Penyusunan Peraturan Daerah.

12. Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 52 Tahun 2002 tentang

Pengelolaan dan Pertanggung Jawaban Keuangan Daerah Kabupaten Badung.

12

BAB II

ANALISA SITUASI

A. Profil Gender di Kabupaten Badung

1. Penduduk

Tabel I

Jumlah Penduduk Kabupaten Badung

menurut jenis kelamin Tahun 2008 - 2010

Kecamatan 2008 2009 2010

Laki Pr Jumlah Laki Pr Jumlah Laki Pr Jumlah

Petang

Abiansemal

Mengwi

Kuta Utara

Kuta

Kuta Selatan

14.980

45.344

56.046

34.784

24.662

40.842

14.668

45.509

55.888

34.227

23.725

40.102

29.648

490.853

111.934

69.011

48.387

80.944

14.248

40.163

53.382

29.805

19.987

35.329

14.089

40.352

54.157

29.278

18.946

34.144

28.337

80.515

107.539

59.083

38.933

69.473

14.292

40.399

53.753

30.407

20.202

36.153

14.100

40.592

54.716

29.953

19.133

34.814

28.392

80.991

108.469

60.360

39.335

70.967

Jumlah 216.658 214.119 430.777 192.914 190.966 383.880 197.325 195.694 393.019

Sumber : BPMD dan Pemdes Kab. Badung Tahun 2009 dan BDA 2010

Secara nasional pada tahun 2008 jumlah penduduk Indonesia sudah lebih dari 200

juta jiwa. Sedangkan penduduk Kabupaten Badung pada tahun 2008 sudah mencapai

430.777 jiwa, terdiri dari penduduk laki laki 216.658 dan penduduk perempuan 214.119

dan mengalami penurunan pada tahun 2009 menjadi 383.880 jiwa yang terdiri dari

192.914 laki- laki dan 190.966 perempuan dan meningkat lagi pada tahun 2010

menjadi 393.019 jiwa yang terdiri dari 197.325 laki-laki dan 195.694 perempuan

Tabel II

Jumlah Penduduk Usia Produktif ( 15 - 59 Tahun )

di Kabupaten Badung Menurut Jenis Kelamin

Tahun 2009

No Kecamatan Laki –Laki Perempuan Jumlah

1

2

3

4

5

6

Kecamatan Petang

Kecamatan Abiansemal

Kecamatan Mengwi

Kecamatan Kuta Utara

Kecamatan Kuta

Kecamatan Kuta Selatan

7.267

23.884

23.779

11.727

5.953

8.541

4.349

15.471

16.325

8.374

4.117

6.037

11.616

39.355

40.104

20.101

10.070

14.578

Jumlah 81.151 54.673 135.824

Sumber : BDA 2010

13

Usia Produktif seseorang adalah usia dimana setiap orang dapat bekerja atau

melakukan berbagai kegiatan secara maksimal yang dapat berguna bagi kehidupannya,

untuk lebih jelasnya data terpilah yang menyajikan jumlah penduduk usia produktif

( 15 - 59 tahun ) di Kabupaten Badung dapat dilihat pada tabel II diatas. Dalam tabel

tersebut menunjukan bahwa secara keseluruhan di Kabupaten Badung Penduduk laki laki

usia produktif mencapai 60,69 % dan perempuan 39,31 % . Perbandingan penduduk usia

produktif laki laki dengan perempuan adalah L = 59,75% dan P = 40,25 %.

Jumlah penduduk laki-laki dan perempuan yang cendrung bertambah setiap tahun

dapat menjadi potensi bagi suatu daerah tetapi dapat pula menjadi beban apabila

kualitasnya rendah, untuk itu sangat diperlukan ketersediaan data penduduk secara

terpilah dengan berbagai latar belakangnya seperti jenis kelamin, ciri-ciri sosial budaya

dan penyebaran dalam proses perencanaan dan evaluasi pembangunan karena tujuan

pembangunan bukan bertumpu pada peningkatan pertumbuhan ekonomi semata namun

lebih kepada upaya meningkatkan kualitas Sumder Daya Manusia.

Tabel III

Persentase Kepala Rumah Tangga

di Kabupaten Badung menurut Jenis Kelamin

Tahun 2007 - 2009

Kecamatan 2007 2008 2009

Laki Pr KK Laki Pr KK Laki Pr KK

Petang

Abiansemal

Mengwi

Kuta Utara

Kuta

Kuta Selatan

14.234

39.414

52.588

29.480

19.833

34.206

14.080

39.537

53.243

28.963

18.709

33.193

6.982

21.497

24.625

13.913

8.749

15.144

14.980

45.344

56.046

34.784

24.662

40.842

14.668

45.509

55.888

34.227

23.725

40.102

7.773

23.911

26.660

16.267

11.083

19.746

14.248

40.163

53.382

29.805

19.987

35.329

14.089

40.352

54.157

29.278

18.946

34.144

7.020

21.855

24.853

14.420

9.025

16.704

Jumlah 189.755 187.725 377.480 216.658 214.119 105.440 90.910 192.914 190.966

Sumber : BPMD dan Pemdes Kab. Badung Tahun 2009

Secara nasional terdapat sekitar 12,6 % rumah tangga di Indonesia yang kepala

rumah tangganya adalah perempuan. Sementara di Kabupaten Badung pada tahun 2007

terdapat 7,51 % rumah tangga dimana perempuan menjadi kepala rumah tangga. Hal

tersebut disebabkan oleh beberapa faktor seperti suami meninggal dunia, suami bekerja di

luar daerah ataupun suami dalam keadaan sakit sehingga peran kepala keluarga

dijalankan oleh perempuan.

14

2. Pendidikan

Tabel IV

Angka Melek Huruf Penduduk Kabupaten Badung

Usia 15 - 44 tahun di Kabupaten Badung tahun 2007- 2008

No. Kecamatan 2007 2008 Keterangan

1

2

3

4

5

6

Kecamatan Petang

Kecamatan Abiansemal

Kecamatan Mengwi

Kecamatan Kuta Utara

Kecamatan Kuta

Kuta Selatan

204

794

229

23

-

-

204

794

229

-

-

-

Pengentasan

Buta Aksara

Jumlah 1.250 1.250

Sumber : Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kab. Badung Tahun 2009

Pada Tahun 2007 pendidikan penduduk relatif membaik. Angka melek huruf

penduduk Badung usia 15- 44 tahun pada tahun 2007 sebesar 96,78 % naik menjadi

98,55 % pada tahun 2008.

Dilihat dari akses pelayanan pendidikan atau partisipasi pendidikan anak,

khususnya usia pendidikan dasar ( 7-15 tahun ) setiap tahunnya menunjukkan

peningkatan yang cukup berarti. Ini artinya ada peningkatan dalam pembangunan

pendidikan perspektif pemerataan pendidikan, dimana Angka Partisipasi Sekolah (APS)

anak usia 7-12 tahun (usia SD) telah meningkat dari 98,97 % pada tahun 2006 menjadi

98,99 % pada tahun 2008. APS anak usia 13-15 tahun (usia SLTP) juga menunjukkan

peningkatan dari 94,03 % pada tahun 2006 menjadi 96,84 % pada tahun 2008. Demikian

pula untuk anak usia 16-18 tahun meskipun angkanya semakin mengerucut dibanding

kelompok anak usia dibawahnya, juga telah meningkat dari 77,36 % pada tahun 2006

menjadi 78,44 % pada tahun 2008. Partisipasi anak perempuan usia 13-15 tahun lebih

rendah dibandingkan partisipasi sekolah anak laki-laki pada usia yang sama. Kesenjangan

tahun 2006 ke 2008 nampak semakin membesar terjadi pada partisipasi sekolah tingkat

SLTA (16-18 tahun). Hal tersebut menunjukkan bahwa anak perempuan semakin jauh

tertinggal dalam hal partisipasi sekolah pada tingkat SLTA dibanding anak laki-laki.

15

3. Kesehatan

Tabel V

Persentase Angka kematian Bayi

Tahun 2000 - 2008

Tahun Angka Bayi Meninggal persentase

2000

2001

2002

2003

2004

2005

2007

2008

48

55

45

28

36

32

51

54

7,34 %

8,70 %

7,40 %

4,10 %

5,25 %

4,72 %

6,85 %

7,22 %

Sumber : Dinas Kesehatan Kab. Badung Tahun 2009

Angka kematian bayi adalah indikator yang dapat digunakan untuk menilai tingkat

kesehatan masyarakat secara umum yang sekaligus memperlihatkan keadaan dan sistim

pelayanan kesehatan di masyarakat, karena dapat dipandang sebagai output dari upaya

peningkatan kesehatan secara keseluruhan. Angka kematian bayi per 1000 kelahiran

hidup di Kabupaten Badung dari tahun 2000 ke tahun 2005 menunjukkan penurunan

yang akan berkorelasi positif terhadap meningkatnya angka harapan hidup. Penurunan

angka kematian bayi yang berdampak langsung terhadap meningkatnya usia harapan

hidup merupakan kredit point dalam menimbang keberhasilan pembangunan kesehatan.

Angka kematian bayi pada tahun 2007 ke tahun 2008 mengalami kenaikan

Tabel VI

Persentase Kelahiran Balita yang ditolong Dokter / Paramedis

Tahun 2000 – 2008

Tahun Persentase

2000

2001

2002

2003

2004

2005

2007

2008

48,98 %

98,3 %

86,3 %

91,4 %

89,7 %

87,3 %

92,69 %

94,98 %

Sumber Dinas Kesehatan Kab.Badung Tahun 2009

16

Persalinan yang ditolong tenaga medis terkait erat dengan upaya menurunkan angka

kematian bayi dan kematian ibu. Walaupun pergeraknnya lambat namun secara pasti

proporsinya menunjukkan peningkatan dari tahun 2007 mencapai 92,69 % dan tahun

2008 meningkat menjadi 94,98 %. Hal ini menunjukan adanya perhatian masyarakat akan

pentingnya pemanfaatan tenaga medis .

Tabel VII

Persentase Rumah Tangga yang memiliki air bersih

Tahun 2000 - 2008

TAHUN PEDESAAN PERKOTAN

2000

2001

2002

2003

2004

2005

2007

2008

88,57 %

89,10 %

91,02 %

92,86 %

91 %

92,94 %

93,15 %

94,56 %

95,15 %

93,97 %

94,40 %

94,91 %

91 %

95,56 %

96,25 %

96,79 %

Sumber : Dinas Kesehatan Kab. Badung Tahun 2009

Lingkungan fisik dan kesehatan lingkungan dapat dijadikan indikator untuk menilai

derajat kesehatan masyarakat disamping indikasi tingkat kesejahteraannya. Selain itu hal

terpenting yang harus mendapatkan perhatian adalah akses terhadap air bersih dan sehat,

serta akses terhadap sanitasi.

Ketersediaan air bersih adalah kebutuhan pokok manusia sebagai konsumsi air

minum, memasak, mandi dan mencuci. Pada tahun 2007 daerah pedesaan yang memiliki

air bersih sekitar 93,15 % rumah tangga , meningkat menjadi 94,56 % rumah tangga pada

tahun 2008. Kemudahan memperoleh air bersih ini akan mengurangi beban kerja bagi

kaum perempuan dalam urusan rumah tangga.

17

Tabel VIII

Persentase Rumah Tangga di Kabupaten Badung

yang memiliki Mandi Cuci Kakus ( MCK )

Tahun 2000 – 2009

TAHUN PERSENTASE

2000

2001

2002

2003

2004

2005

2007

2008

2009

84,54 %

96,53 %

79,20 %

84,82 %

100 %

89,33 %

98,9 %

93,14 %

93,69%

Sumber : Dinas Kesehatan Kab. Badung Tahun 2009

Rumah tangga yang mempunyai akses sanitasi semakin membaik. Pada tahun 2000

terdapat sekitar 84,54 % rumah tangga yang memiliki Mandi Cuci Kakus (MCK),

meningkat menjadi 93,14 % pada tahun 2008. Keberadaan fasilitas tersebut juga

memberikan manfaat bagi kaum perempuan.

4. Ketenagakerjaan

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) adalah prosentase penduduk yang

termasuk dalam angkatan kerja terhadap penduduk usia kerja yaitu 15 tahun keatas. Pada

umumnya angka prosentase TPAK lebih besar pada laki-laki dibanding pada perempuan.

Hal ini merupakan gejala normal masyarakat di Indonesia. Laki-laki bekerja mencari

nafkah keluarga, sedangkan sebagian besar perempuan pada posisi sekedar membantu.

Namun pada tabel IX di bawah menunjukan bahwa tingkat partisipasi angkatan kerja

perempuan cukup tinggi dimana jumlah mereka yang bekerja jauh lebih banyak yaitu

140.059 orang ( 94,91 % ) dibandingkan dengan mereka yang tidak bekerja yang

jumlahnya hanya 7.508 orang ( 5,09 % ). Namun demikian TPAK laki laki jauh lebih

banyak dibandingkan perempuan. Demikian pula jumlah angkatan kerja laki laki yang

sudah bekerja menunjukan angka yang signifikan, yaitu sebanyak 132.551 orang

( 97,24 % ) sedangkan perempuan 7.508 orang ( 66,65 % ) artinya lapangan kerja belum

mampu menampung semua angkatan kerja yang ada

18

Tabel IX

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja ( TPAK ) di Kabupaten Badung

Menurut jenis kelamin Tahun 2009

Jenis Kelamin Bekerja Tidak Bekerja

Laki 132.551 3.751

Perempuan 7.508 3.757

Laki + Perempuan 140.059 7.508

Sumber : Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kab. Badung

5. Politik

Pada sektor publik terutama di bidang politik kesenjangan gender masih nampak

di berbagai aspek seperti di legislatif, eksekutif maupun yudikatif. Keterlibatan laki - laki

dan perempuan di lembaga legislatif, khususnya pada keanggotaan DPRD Kabupaten

Badung tampak sangat timpang gender. Dari hasil pemilihan umum terakhir ( 2009 )

dominasi laki - laki dalam keanggotaan DPRD sangat menonjol ( 97,5 % ) berbanding

( 2,5 % ) bahkan dari enam Kecamatan yang ada di Kabupaten Badung, hanya satu

Kecamatan yaitu Kecamatan Kuta yang mempunyai wakil anggota DPRD Perempuan.

Tabel X

Anggota Legislatif di Kabupaten Badung hasil pemilu 2009

No. Nama Parpol Perempuan Laki-laki Total

1. Golkar 0 11 11

2. PDI-P 1 13 14

3. Hanura 0 1 1

4. PNBKI 0 2 2

5. P. Demokrat 0 9 9

6. PPIB 0 1 1

7. PNI- Marhenisme 0 1 1

Jumlah 1 39 40

Sumber : KPU Kab. Badung Tahun 2009

19

Tabel XI

Perbandingan prosentase perempuan yang menjadi anggota legislatif

di Kabupaten Badung pada Pemilu 2009

No.

Kabupaten Badung

Perempuan

%

Laki-laki

%

Total

1.

1

2,5

39

97,5

100 %

Sumber : KPU Kab. Badung Tahun 2009

6. Pemerintahan

Tabel XII

Komposisi Pegawai Negeri Sipil di Kabupaten Badung

menurut golongan kepangkatan tahun 2010

GOL PEGAWAI NEGERI SIPIL ( PNS )

LAKI - LAKI PEREMPUAN JUMLAH

I 432 79 511

II 1.654 1.447 3.101

III 1.705 1.630 3.335

IV 1.666 1.303 2.969

JML 5.457 4.459 9.916

Sumber BKD.Diklat Kab.Badung Tahun 2010

Tabel XIII

Proporsi Pejabat Struktural di lingkungan Pemda Kabupaten Badung

berdasarkan eselonisasi dan jenis kelamin tahun 2011

ESELON L P JUMLAH

F % F % F %

IIa 1 100.00 0 0.00 1 100.00

IIb 31 93.94 2 6.06 33 100.00

IIIa 38 76.00 12 24.00 50 100.00

IIIb 94 83.19 19 16.81 113 100.00

IVa 324 65.99 167 34.01 491 100.00

IVb 105 67.31 51 32.69 156 100.00

Va 19 73.08 7 26.92 26 100.00

JLH 612 79.93 258 20.07 870 100.00

20

B. Kemajuan yang dicapai

Pembangunan di Kabupaten Badung secara perlahan terus menunjukkan

peningkatan dari tahun ke tahun . Gambaran tersebut dapat dilihat dari peningkatan

Indeks Pembangunan Manusia dan Indeks Pembangunan Gender. IPM Kabupaten

Badung tahun 2007 adalah sebesar 73,64 meningkat menjadi 74,12 pada tahun 2008, dan

meningkat lagi menjadi 74,49 di tahun 2009 serta mencapai 75.02 pada tahun 2010.

Meningkatnya IPM selama periode 2007 - 2010 tersebut tidak terlepas dari semakin

membaiknya kinerja Pemerintah yang ditunjukan oleh peningkatan komponen dasar IPM

seperti angka harapan hidup,melek huruf,rata - rata lama sekolah dan pengeluaran riil

perkapita. Sementara itu Indeks Pembangunan Gender ( IPG ) Kabupaten Badung pada

tahun 2007 mencapai 69,0. meningkat menjadi 71,38 ditahun 2008, meningkat lagi

menjadi 72,83 di tahun 2009 dan terakhir pada tahun 2010 mencapai 74,31 hal inipun

tidak terlepas dari makin meningkatnya perhatian Pemerintah terhadap kesetaraan gender.

Dukungan dan perhatian yang ditunjukkan pemerintah dalam mengimplementasikan

strategi pengarusutamaan gender antara lain:

1. Meningkatnya jumlah staf dan pejabat pemerintah yang mengikuti program

peningkatan kapasitas dalam rangka Impelementasi Strategi PUG melalui

pelatihan PPRG.

2. Ketersediaan Data Statistik Gender.

3. Dibangunnya mekanisme kelembagaan PUG di lembaga pemerintah

KabupatenBadung.

4. Meningkatnya alokasi dana dalam rangka percepatan PUG.

5. Strategi PUG merupakan proses teknis sekaligus politis.

6. Strategi PUG bukan tujuan tetapi alat untuk mencapai tujuan.

7. Diterapkannya perencanaan dan penganggaran yang responsif gender pada

setiap proses penganggaran kegiatan pembangunan di masing masing SKPD

Salah satu titik tolak implementasi strategi PUG dalam penyusunan program

pembangunan adalah memahami adanya kebutuhan yang berbeda antara laki-laki dan

perempuan sehingga memiliki akses yang sama dalam penggunaan anggaran.

C. Aspek Kelembagaan yang mendukung pelaksanaan PPRG dalam penyusunanan RKA

SKPD

1. Berdasarkan Perda Kabupaten Badung Nomor 7 Tahun 2008 tentang

Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah

Kabupaten Badung.

21

Sekretariat Daerah terdiri dari Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat

yang membawahi 3 ( tiga ) Bagian dan 9 ( Sembilan ) Sub.Bagian, Asisten

Perekonomian dan Pembangunan yang membawahi 2 ( dua ) Bagian dan 6

( enam ) Sub.Bagian , Asisten Administrasi Umum yang membawahi 5 ( lima )

Bagian dan 15 ( lima belas ) Sub.Bagian, Inspektorat, Bappeda Litbang, Dinas

Daerah yang terdiri dari 15 ( lima belas ) Dinas, Lembaga Teknis yang terdiri

dari 10 ( sepuluh ) unit kerja baik Badan maupun Kantor dan 6 ( enam )

Kecamatan

2. Terbentuknya Focal Point, POKJA PUG dan Tim Teknis Anggaran di

Kabupaten Badung .

Sejak tahun 2008 sudah diterbitkan Keputusan Bupati Badung tentang

Pembentukan Pokja PUG dan Keputusan Kepala SKPD tentang pembentukan

Tim Unit Kerja ( Focal Point ) di masing masing SKPD dan pada tahun 2011

telah dibentuk juga Tim Teknis Anggaran dalam rangka membantu menganalisa

anggaran daerah yang berspektif gender

D. Permasalahan yang dihadapi

1. Persoalan strategi komunikasi yang kurang memadai dalam pemahaman

kesadaran tentang kesetaraan gender, sehingga sosialisasi tentang mekanisme

Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender belum dapat dilakukan

dengan tepat karena kemampuan penyelenggara program masih relatif rendah.

2. Program pengembangan kapasitas (Capacity Building) tentang mekanisme

PPRG belum sepenuhnya dipahami oleh para Pejabat Eksekutif , Legislatif dan

lembaga kemasyarakatan

E. Hambatan SKPD dalam melaksanakan Strategi PUG melalui mekanisme

Perencanaan Penganggaran yang Responsif Gender

1. Kurangnya komitmen Focal Point yang ada di setiap SKPD untuk

mengimplementasikan kebijakan PUG melalui PPRG pada setiap penyusunan

RKA-SKPD

2. Adanya beberapa rekomendasi dan tindak lanjut dari rapat Koordinasi Gender

yang belum dapat dilaksanakan.

3. Belum tersusunnya Pedoman pelaksanaan Perencanaan Penganggaran yang

Responsif Gender di Kabupaten Badung

22

F. Solusi

Sebagai solusi dari beberapa hambatan yang ditemui dalam melaksanakan Strategi

PUG melalui mekanisme Perencanaan Penganggaran yang Responsif Gender, dapat

ditempuh beberapa hal :

1. Mengoptimalkan peran Focal Point di masing masing SKPD dengan

melaksanakan sosialisasi dan advokasi.

2. Mengoptimalkan Perencanaan Penganggaran Responsif Gender ( PPRG )

melalui Bottom Up Palning

3. Membuat media komunikasi Focal Point melalui jaringan Website PUG.

23

BAB III

ARAH KEBIJAKAN

Dalam rangka mewujudkan tata pemerintahan yang baik, maka dibutuhkan

penyusunan anggaran yang lebih transparan dan akuntabel dalam sistem ABK ( Anggaran

Berbasis Kinerja ) untuk menggantikan sistem anggaran tradisional. Hal ini sudah

terwujud nyata dengan diberlakukannya Undang - Undang Republik Indonesia Nomor

17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang menerapkan sistem Anggaran Berbasis

Kinerja.

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 menetapkan bahwa

Anggaran Pembangunan dan Belanja Daerah ( APBD ) disusun berdasarkan pendekatan

prestasi kerja yang akan dicapai. Untuk mendukung kebijakan ini perlu dibangun suatu

sistem yang dapat menyediakan data dan informasi untuk menyusun APBD dengan

pendekatan kinerja.APBD berbasis kinerja yang disusun oleh Pemerintah Daerah harus

didasarkan pada Standar Pelayanan Minimal ( SPM ) yang telah ditetapkan oleh

Pemerintah. Untuk dapat membuat APBD berbasis kinerja Pemerintah Daerah harus

memiliki perencanaan Strategi ( Renstra ). Renstra disusun secara obyektif dan

melibatkan seluruh komponen yang ada di dalam pemerintahan. Dengan adanya sistem

tersebut pemerintah daerah dapat mengukur kinerja keuangannya yang tercermin dalam

APBD agar sistem dapat berjalan.

Pemberlakuan sistem ABK juga telah menciptakan momentum bagi

implementasi Pengarusutamaan Gender di setiap program program pembangunan. Hal ini

sangat penting diberlakukan dalam kegiatan penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran

Satuan Kerja Perangkat Daerah ( RKA SKPD ). Upaya ini dilakukan sebagai wujud nyata

anggaran responsive gender. Dokumen RKA SKPD merupakan dokumen yang berisi

suatu program / kegiatan yang dilengkapi dengan anggaran.

Anggaran responsive gender bukanlah merancang program khusus perempuan

maka yang harus dilakukan adalah merancang program dengan penerima manfaat laki-

laki dan perempuan, program dirancang sedemikian rupa sehingga keduanya bisa

berpartisipasi, mengakses dan mendapatkan manfaat serta memiliki kontrol yang sama

antara laki-laki dengan perempuan. Kebijakan khusus untuk kelompok perempuan

sebagai upaya percepatan mengurangi kesenjangan gender.

Komponen dari perencaaan penganggaran yang responsif gender tidak terlepas

dari visi dan misi yang berpedoman pada RPJMD Pemerintah Kabupaten Badung Tahun

2010 – 2015 yaitu :

“ Melangkah Bersama Membangun Badung Berdasarkan Tri Hita Karana Menuju

Masyarakat Adil Sejahtera dan Ajeg “

24

Dengan 9 ( Sembilan ) Misi Pembangunan sebagai berikut :

1. Meningkatkan srada dan bhakti masyarakat terhadap ajaran agama, serta

eksistensi adat budaya dalam rangka mengajegkan Bali di era kekinian

2. Meningkatkan kualitas dan daya saing sumber daya manusia di Kabupaten

Badung.

3. Menata sistem kependudukan dan meningkatkan kesejahteraan sosial

masyarakat

4. Meningkatkan perekonomian yang berbasis kerakyatan dan ditunjang oleh

iklim kemitraan

5. mewujudkan kepastian hukum, serta menciptakan ketentraman dan ketertiban

masyarakat

6. Mewujudkan kepemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa ( good

governance and clean government )

7. Memantapkan pelaksanaan otonomi daerah

8. Mewujudkan pembangunan yang selaras dan seimbang sesuai fungsi

wilayahnya

9. Melestarikan sumber daya alam dan lingkungan hidup

25

BAB IV

ANGGARAN RESPONSIF GENDER

A. Konsep dan Definisi

Perencanaan anggaran yang responsif gender adalah perencanaan berdasarkan atas

hasil analisis secara sistematis terhadap data dan informasi yang terpilah menurut jenis

kelamin, dengan mempertimbangkan isu isu gender yang timbul sebagai hasil dari

poengalaman, kebutuhan, aspirasi dan permasalahan yang dihadapi perempuan dan laki

laki dalam mengakses dan memanfaatkan intervensi kebijakan/program/kegiatan

pembangunan. Selanjutnya melalui analisis gender hasilnya diintegrasikan ke dalam

keseluruhan proses penyusunan perencanaan itu, yaitu sejak memformulasikan tujuan

( kebijakan atau program atau kegiatan ) sampai dengan monitoring dan evaluasi serta

menentukan indicator

Dari lensa gender ada 4 ( empat ) factor yaitu akses,mamfaat,partisipasi dan

penguasaan (kontrol ) yang berpotensi menimbulkan kesenjangan antara perempuan dan

laki laki baik sebagai obyek maupun subyek pembangunan. Untuk itu para perencana

dalam mengembangkan perencanaan pembangunan diminta tanggap terhadap keempat

faktor tersebut

B. Siapa yang harus melakukan Perencanaan yang Responsif Gender

Perencanaan pembangunan yang responsif gender ( perencanaan kebijakan maupun

perencanaan program / kegiatan ) harus dilakukan oleh para perencana/pembuat

kebijakan dan para perencana program / kegiatan. Perencanaan pembangunan tersebut

harus dilakukan di seluruh tingkatan administrasi pemerintahan yang menliputi Desa /

Kelurahan,Kecamatan dan Kabupaten

C. Kapan Perencanaan yang Responsif Gender harus dilakukan

Perencanaan Kebijakan dapat dibagi menjadi dua yaitu yang dilakukan pada satuan

waktu setiap lima tahun sekali ( kebijakan jangka menengah seperti RPJMD ) dan setiap

tahun ( kebijakan jangka pendek, seperti RKP/RKPD ). Sementara itu perencanaan

program / kegiatan dilakukan setiap tahun dalam rangka menjabarkan kebijakan yang

telah ditetapkan.

26

D. Mengapa harus melakukan Perencanaan yang Responsif Gender

Perencanaan pembangunan yang responsif gender harus dilakukan untuk menjamin

pelaksanaan pembangunan yang lebih fokus,berkesinambungan,berkeadilan dan

mencapai tingkat kemungkinan keberhasilan yang tinggi dengan mempertimbangkan

pengalaman, kebutuhan,aspirasi dan permasalahan target sasaran ( perempuan dan laki

laki ). Perencanaan yang responsif gender dilakukan dalam upaya untuk memperkecil

kesenjangan gender yang terjadi di berbagai bidang pembanguan dan untuk menuju ke

kesetaraan. Dengan demikian tujuan perencanaan yang responsif gender adalah

tersusunnya rencana kebijakan/program/kegiatan pembangunan yang responsif gender di

berbagai bidang pembangunan

E. Bagaimana melakukan Perencanaan yang Responsif Gender

Dalam melakukan keseluruhan proses perencanaan kebijakan maupun perencanaan

program pembangunan agar rensponsif gender diperlukan piranti analisis gender, yaitu

Gender Analysis Pathway ( GAP ) yang dirancang untuk membantu para perencana

melakukan analisis gender dalam rangka pengarusutamaan gender ke dalam perencanaan

kebijakan/program/kegiatan pembangunan. Dengan menggunakan GAP para perencana

dapat mengidentifikasi kesenjangan gender dan permasalahan gender serta sekaligus

menyusun Policy Outlook for Planning ( POP ) yaitu rencana kebijakan/program/kegiatan

pembangunan yang ditujukan untuk memperkecil atau mengahapus kesenjangan gender

tersebut.

F. Menyusun anggaran / kegiatan yang responsif gender perlu memperhatikan beberapa hal

sebagai berikut :

1. Lihat data terakhir dari sektor terkait, misalnya pendidikan dan kesehatan. Data

ini berupa data kuantitatif terpilah dan data sensitive gender. Data berupa sensus

penduduk,sistem informasi manajemen kesehatan, hasil penelitian dan lain lain.

2. Dari data tersebut buatlah rumusan permasalahan isu gender atau buatlah situasi

yang berbeda antara perempuan,laki laki,dewasa dan anak anak ( termasuk sub-

sub kelompoknya, misalnya desa / kota berdasarkan umur dan sebagainya di

sektor ini )

3. Buatlah analisa penyebab terjadinya kesenjangan gender berdasarkan rumusan

permasalahan gender pada langkah kedua, baik faktor sosial,ekonomi,budaya dan

kebijakan.

27

4. Cek apakah telah ada kegiatan di APBD untuk menyelesaikan permasalahan

kesenjangan gender yang telah digambarkan pada langkah kedua dan ketiga,

termasuk masalah dan capaian kegiatan pada tahun sebelumnya

5. Buatlah kegiatan yang akan dilakukan berdasarkan data hasil analisa gender pada

langkah kedua ,ketiga,keempat. Kegiatan yang bisa dibuat berupa kegiatan baru

maupun kegiatan lama ( lanjutan )

Kriteria yang dapat digunakan dalam menyusun kegiatan responsive gender

adalah sebagai berikut :

a. Sesuai dengan visi,misi,tujuan dan kebijakan yang ada dalam RPJMD dan

RKPD serta dokumen perencanaan lainnya;

b. Relevan dengan kebutuhan dan permasalahan yang ada di masyarakat;

c. Berdasarkan pada kebijakan umum APBD;

d. Menggunakan data terpilah gender;

e. Visi,misi dan sasaran kebijakan daerah bertujuan untuk mengurangi

ketidakadilan gender.

6. Buatlah indikator dari kegiatan tersebut dengan menggunakan empat indikator

anggaran berbasis kinerja yaitu : input,proses,out put dan income. Hal ini untuk

memudahkan pengisian RKA-SKPD.

G. Tahapan penyusunan Anggaran / Kegiatan Responsif Gender.

Menyusun anggaran yang responsif gender ada 3 hal utama yang harus diketahui

1. GAP ( Gender Analisys Pathway )

Analisis Gender adalah langkah strategis dalam menyusun perencanaan atau

kebijakan yang responsif gender. Dalam melakukan analisa diperlukan

pemahaman dan keterampilan menggunakan teknik dan metode analisa gender

dengan tujuan menganalisa kebijakan pembangunan yang ada dengan

menggunakan data pembuka wawasan yang dipilah menurut jenis kelamin ( laki

laki dan perempuan ) dan data gender digunakan untuk mengidentifikasi adanya

kesenjangan gender ( gender gap ) dan permasalahan gender ( gender issues )

sehingga para perencana kebijakan program/kegiatan dapat mengidentifikasi

kesenjangan gender dan permasalahan gender sekaligus menyusun rencana

kebijakan / program / kegiatan yang ditujukan untuk memperkecil atau

menghapus kesenjangan gender tersebut.

28

Langkah 1 Melaksanakan analisis tujuan dan sasaran kebijakan program kegiatan yang

ada

Langkah 2 Menyajikan data terpilah menurut jenis kelamin sebagai pembuka wawasan

untuk melihat apakah ada kesenjangan gender ( data yang kualitatif atau

kuantitatif )

Langkah 3 Identifikasi faktor faktor penyebab kesenjangan berdasarkan

akses,partisipasi,manfaat dan kontrol

Langkah 4 Temu kenali sebab kesenjangan di internal lembaga ( budaya organisasi

yang menyebabkan terjadinya isu gender

Langkah 5 Temu kenali sebab kesenjangan di eksternal lembaga pada proses

pelaksanaan program dan kegiatan

Langkah 6 Reformulasikan tujuan kebijakan program dan kegiatan pembangunan

menjadi responsif gender

Langkah 7 Susun rencana aksi dan sasarannya dengan merujuk isu gender yang telah

diidentifikasi dan merupakan rencana kegiatan untuk mengatasi kesenjangan

gender

Langkah 8 Tetapkan base line

Langkah 9 Tetapkan indikator gender

GENDER ANALISYS PATHWAY ( GAP )

Langkah 1 Langkah 2 Langkah 3 Langkah 4 Langkah 5 Langkah 6 Langkah 7 Langkah 8 Langkah 9

Pilih

Kebijakan

Program/

Kegiatan

yang akan

dianalisis

Data

pembuka

wawasan

Isu Gender Kebijakan dan rencana

ke depan

Pengukuran hasil

Faktor

kesenjangan Sebab

kesenjangan

internal

Sebab

kesenjangan

ekternal

Reformula

si tujuan

Rencana

Aksi

Data Dasar

(Base line )

Indikator

Gender

Identifikasi

dan

tuliskan

tujuan

dari

kebijakan

program/

kegiatan

Sajikan

data

pembuka

wawasan

yang

terpilah

menurut

jenis

kelamin

secara

kuantitatif

atau

kualitatif

Temu

kenali isu

gender

diproses perencanaan dengan

memperhati

kan 4 lensa

gender

yaitu :

Akses,parti

sipasi,manf

aat dan

kontrol

Temu kenali

isu gender di

internal

lembaga

atau

organisasi

yang dapat menyebabkan terjadinya

isu gender

Temu kenali

isu gender di

eksternal

lembaga

pada proses

pelaksanaan

Rumuskan

kembali

tujuan

kebijakan

program

kegiatan

sehingga

menjadi

responsif

gender

Tetapkan

rencana

aksi yang

responsif

gender

Tetapkan

base line

Tetapkan

indikator

Gender

2. GBS ( Gender Budget Statement )

GBS adalah Dokumen yang menginformasikan suatu kegiatan telah responsif

terhadap isu gender yang ada melalui suatu analisa situasi/analisa gender dan

apakah telah dialokasikan dana pada kegiatan bersangkutan untuk menangani

permasalahan gender tersebut. Penyusunan dokumen GBS telah melalui analisa

gender dengan menggunakan alat Gender Analisys Pathway. Untuk kegiatan

yang responsive gender, GBS merupakan bagian dan terakomodasikan dalam

kerangka acuan kegiatan ( TOR ),

29

Komponen GBS terdiri dari :

1. Tujuan output kegiatan

2. Analisis situasi

3. Rencana Aksi

4. Besar alokasi anggarannya

5. Dampak / hasil output kegiatan

Form. Gender Budget Statement ( GBS )

1 Program :

Kegiatan :

2 Output kegiatan

3 Analisa situasi

4 Rencana Aksi Komponen input 1. Memuat informasi mengenai :

1.Bagian/tahapan pencapaian suatu

output, komponen input ini harusnya

relevan dengan output dan kegiatan yang

dihasilkan.Dan diharapkan dapat

menangani / mengurangi permasalahan

gender

2.Maksud / Tujuan

Berisikan informasi mengenai maksud /

tujuan adanya komponen input

Komponen input 2 idem

Dst…….

5 Alokasi

anggaran

Output kegiatan

Jumlah anggaran yang dialokasikan untuk

mencapai suatu output kegiatan

6 Dampak/hasil

output kegiatan

Dampak / hasil secara luas dari output

kegiatan yang dihasilkan dan dikaitkan

dengan isu gender serta perbaikan kearah

KKG

3. Term of Refrence ( TOR )

Term of Refrence ( TOR ) adalah suatu dokumen yang berisi

penjelasan/keterangan mengenai kegiatan yang diusulkan untuk dianggarkan

dan perkiraan biayanya, serta berfungsi sebagai alat bagi pimpinan untuk

melakukan pengendalian kegiatan yang dilakukan oleh bawahannya, alat bagi

para perencana anggaran untuk menilai urgensi pelaksanaan kegiatan tersebut

dari sudut pandang keterkaitan dengan tupoksi dan sebagai alat bagi pihak pihak

pemeriksa untuk melakukan pemeriksaan realisasi kegiatan tersebut.

30

Adapun komponen TOR terdiri dari :

1. Latar belakang.

2. Penerima manfaat.

3. Strategi pencapaian output.

4. Waktu pencapaian output.

5. Besaran biaya.

Untuk menilai TOR telah responsif gender, isu gender dapat dilihat pada

bagian :

a. latar belakang telah menjelaskan tentang permasalahan yang dihadapi oleh

kelompok sasaran baik laki laki maupun perempuan;

b. dalam strategi pencapaian keluaran kegiatannya menyatakan telah

melibatkan,berkonsultasi atau berdasarkan informasi dari masyarakat atau

kelompok sasaran baik laki laki maupun perempuan;

c. penerima manfaat secara jelas memberikan informasi tentang manfaat yang

akan diterima kelompok sasaran baik laki laki maupun perempuan;

d. kelompok sasaran,output kegiatan, lokasi kegiatan serta identifikasi output

harus sesuai dengan tujuan kegiatannya yang dijelaskan pada bagian

belakang

31

BAB V

PENUTUP

Perubahan paradigma pembangunan antara lain ditandai dengan jaminan

terwujudnya Kesetaraan Gender sebagai hasil dari upaya pembangunan di semua bidang.

Untuk itu salah satu pendekatan untuk terwujudnya Kesetaraan Gender adalah melalui

Pengarusutamaan Gender ( PUG ) ke semua bidang pembangunan.

Sehubungan dengan hal itu pemerintah Daerah telah melengkapi dengan berbagai

piranti pendukung yang diperlukan antara lain jaminan dari piranti legal, alokasi budget,

sumber daya manusia yang terampil dan mekanisme pelaksanaan kebijakan program dan

kegiatan pembangunan yang berspektif gender. Sejalan dengan hal tersebut, Perencanaan

Anggaran Responsif Gender ( ARG ) sangat strategis dilaksanakan di masing masing

SKPD di lingkungan Pemerintah Kabupaten Badung dalam rangka percepatan

terwujudnya Kesetaraan dan Keadilan Gender.

Perencanaan Penganggaran yang Responsif Gender di Kabupaten Badung ini akan

dapat dicapai apabila ada komitmen dari seluruh SKPD serta stakeholders . Berhasil atau

tidaknya suatu perencanaan sangat ditentukan implementasinya oleh seluruh perangkat

daerah Pemerintah Kabupaten Badung, stakeholders serta Lembaga Kemasyarakatan

lainnya. Oleh karena itu diperlukan proses, waktu dan konsistensi dalam pelaksanaannya.

Dengan adanya Pedoman Pelaksanaan Anggaran Responsif Gender di Kabupaten Badung

maka pelaksanaan PUG dapat dilakukan secara sistematik dan berkesinambungan.

BUPATI BADUNG,

ttd.

ANAK AGUNG GDE AGUNG