328
BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN PENGEMBANGAN ORGANISASI

BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

  • Upload
    others

  • View
    14

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

BUNGA RAMPAI

PSIKOLOGI

DALAM MANAJEMEN SDM

DAN

PENGEMBANGAN ORGANISASI

Page 2: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

ii

Page 3: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

BUNGA RAMPAI

PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

PENGEMBANGAN ORGANISASI

Editor:

Ferlita Sari & Wustari L. H. Mangundjaya

SWASCITA 2016

Page 4: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

iv

BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN PENGEMBANGAN ORGANISASI

Editor: Ferlita Sari, Wustari L. Mangundjaya. @2016, Swascita, Jakarta Hak Cipta dilindungi undang-undang Diterbitkan pertama kali oleh Penerbit PT Swasthi Adi Cita ISBN: 978-602-98886-6-9

Penerbit: PT Swasthi Adi Cita Cover Design: Riyan Tamara Lay Out: PT Radani Tunas Bangsa & PT Swasthi Adi Cita Penerbit: Jl. Malaka Merah 2 No. 8 Pondok Kopi, Duren Sawit Jakarta Timur, 13460 Telp. 021-8602184 Lay Out: PT Radani Tunas Bangsa Plaza 5 Pondok Indah Blok D-18 Jl. Margaguna – Jakarta 12310 Telp. +62-21-726 6651/36 www.radani.co.id

Dilarang memperbanyak buku ini dalam bentuk dan dengan cara apapun, baik sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin

tertulis dari Penerbit.

Page 5: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

v

KATA PENGANTAR

Buku Bunga Rampai Psikologi dalam Manajemen SDM

dan Pengembangan Organisasi ini diterbitkan untuk

memperingati Ulang Tahun Pertama IOC (Industrial

Organizational Club), adalah merupakan buku rangkuman

dari artikel hasil presentasi dan diskusi berdasarkan forum

Sharing Learning & Networking (SLN), yang telah dilakukan

sejak bulan Februari 2016 sampai dengan bulan November

2016. Buku rangkuman hasil SLN ini rencananya akan

diterbitkan setiap tahun dengan tema dan topik bahasan yang

berbeda-beda.

Untuk memperkaya bahan dari setiap topik, maka

dalam buku ini pada setiap bab akan terdiri dari 3 (tiga)

bagian, yaitu: 1) Artikel yang telah dibahas pada forum SLN;

2) Contoh kasus mengenai topik bahasan, yang merupakan

best practices dari para praktisi psikologi industri dan

organisasi, baik pada organisasi profit maupun organisasi

non-profit; dan 3) Konsep, teori dan pendekatan yang

mendasari topik bahasan.

Seperti disampaikan di atas, buku ini adalah

merupakan edisi perdana yang diharapkan dapat diterbitkan

pula edisi-edisi selanjutnya. Untuk itu, dengan persiapan

yang sangat singkat, buku ini tentunya tidak luput dari

berbagai kekurangan, dan kami sangat berterima kasih bila

pembaca dapat memberikan umpan balik untuk membuat

buku ini menjadi lebih baik. Terlepas dari adanya

kekurangan, kami berharap semoga buku ini dapat sedikit

memberikan kontribusi pada pengembangan Psikologi

Page 6: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

vi

Industri dan Organisasi di Indonesia, serta dapat digunakan

bagi mahasiswa, pebisnis dan akademisi. Kami juga berharap,

untuk edisi mendatang semakin banyak dari para anggota

IOC yang ikut berpartisipasi pada penulisan buku.

Jakarta, 17 Desember 2016

Pengurus IOC

Page 7: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

vii

UCAPAN TERIMA KASIH

Dengan mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang

Maha Esa, buku Bunga Rampai Psikologi dalam Manajemen

SDM dan Pengembangan Organisasi dapat diterbitkan sesuai

dengan rencana, dan dalam waktu yang sangat singkat pada

proses penulisannya. Hal ini tidak terlepas dari peran serta

seluruh pemangku kepentingan, baik anggota IOC (Industrial

and Organizational Club) selaku editor dan penulis, sponsor

yang membantu dalam pembuatan lay out, desain serta

semua perusahaan yang terlibat pada waktu presentasi pada

forum SLN (Sharing, Learning, Networking) IOC.

Pada kesempatan ini pertama-tama kami ingin

mengucapkan terima kasih pada Ibu Ferlita dan Ibu Wustari

L. H. Mangundjaya yang telah menyempatkan waktu dan

tenaga untuk menjadi editor buku ini, serta dengan sabar

menagih artikel dari para penulis. Tanpa adanya kontribusi

dari beliau berdua maka buku ini tidak akan selesai sesuai

dengan rencana. Selain itu, ucapan terima kasih ingin kami

sampaikan pada Ibu Ria Sulistyawati yang membantu dalam

pembuatan lay out dan desain buku ini, serta untuk PT

Swasthi Adi Cita khususnya Bapak Hanartono yang telah

membantu mengedit dan menyelaraskan buku ini. Terima

kasih juga kami sampaikan kepada Bapak Riyan Tamara yang

telah mendesain berbagai poster kegiatan SLN dan cover

buku ini.

Page 8: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

viii

Buku ini juga tidak akan selesai tanpa adanya

kontribusi dari para pembicara pada waktu SLN, yaitu: Bapak

Effendi Ibnoe, Ibu Ripy Mangkoesoebroto, Bapak Yunus

Triyonggo, Bapak Joris de Fretes, Bapak P.M. Susbandono,

Bapak Isdar Andre Marwan, Bapak Arbono Lasmahadi, Ibu

Niken Ardiyanti, Ibu Andayani Budi Lestari, Ibu Mira

Anggraini, dan Bapak Naufal Mahfudz, untuk itu kami

mengucapkan terima kasih kepada Bapak/Ibu pembicara

SLN. Pada kesempatan ini pula, ucapan terima kasih kami

sampaikan pada para kontributor tulisan ini, yang

merupakan anggota IOC yang telah memberikan waktu dan

tenaganya dalam penyelesaian buku ini, mereka adalah: Ibu

Tuti Indrawati, Bapak Sulistijono, Bapak Handriatno Waseso,

Ibu Aldira Gusana Meyer, Bapak Irwan Dewanto, Ibu Yodi

Donatrin, Bapak Sandi Kartasasmita, Ibu Rostiana, Bapak

Achmad Basari, Ibu Wustari L. H. Mangundjaya, Ibu Maya Sita,

Ibu Eka Shinta, Ibu Maharsi Anindyajati, dan Bapak Fajar

Wibisono.

Ucapan terima kasih yang dalam juga kami sampaikan

pada Dekan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Ibu Dr.

Tjut Rifameutia Umar Ali, M.A., Psikolog, yang telah berkenan

untuk menulis kata sambutan pada buku ini. Terima kasih

yang tulus juga kami sampaikan pada seluruh sponsor pada

acara Ulang Tahun IOC sekaligus peluncuran buku ini yaitu:

Bank Bukopin, khususnya Bapak Hari Wurianto dan Ibu

Maya Sita; PT Frisian Flag, khususnya pada Ibu Sri Megawati

dan Ibu Ningsih; BPJS Kesehatan, khususnya Ibu Andayani

Budi Lestari; BPJS Ketenagakerjaan, khususnya Bapak

Naufal Mahfudz; PT Semen Padang, khususnya Bapak Benny

Page 9: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

ix

Wendry dan Ibu Endang Persitarini; PT Intipesan,

khususnya Bapak Kus Heryuwono; serta PT Radani Tunas

Bangsa khususnya Ibu Hanny Muchtar Darta; serta berbagai

kontributor lainnya yang tidak dapat kami sebutkan satu

persatu. Dukungan dari Ibu dan Bapak semua sangat

berperan atas terlaksananya penerbitan buku ini.

Ucapan terima kasih juga kami sampaikan pada

seluruh panitia dan pengurus Anniversary IOC yang tidak

dapat kami sebutkan satu persatu, serta seluruh anggota IOC

yang dengan penuh antusias mendukung kegiatan ini dengan

sepenuh hati. Tanpa adanya partisipasi, kontribusi, dan

bantuan dari semua anggota IOC, mustahil rasanya buku ini

akan selesai sesuai dengan rencana. Bersama dan bersatu kita

bisa.

Jakarta, 17 Desember 2016.

Pengurus IOC

Page 10: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN
Page 11: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

xi

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... v

UCAPAN TERIMA KASIH ..................................................................... vii

DAFTAR ISI .................................................................................................. xi

DAFTAR GAMBAR DAN DAFTAR TABEL..................................... xiii

PENDAHULUAN .......................................................................................... 1

GLOBALISASI ............................................................................................... 7

Globalisasi: Tantangan dan Peluang ............................................ 9

Globalisasi: Tantangan dan Kiat Mengatasinya ................... 17

Globalisasi dan Psikologi: Tantangan dan Peluang ............ 23

PERILAKU DIGITAL: Sebuah Tantangan ...................................... 31

Transformasi Digital di Indosat Ooredoo ............................... 33

How We Survive in Digital Era ..................................................... 43

Deteksi Dini Stres Melalui Analisis Media Sosial ................. 53

KOMPETENSI DAN STANDAR KOMPETENSI ............................. 61

Standar Kompetensi Praktisi MSDM di Indonesia .............. 63

Pengukuran Kompetensi dan Dampaknya ............................ 73

Sebuah Tinjauan Teoritis Tentang Kompetensi .................. 79

HRBP SEBAGAI PENDEKATAN MANAJEMEN ............................ 87

Human Resources Business Partner (HRBP) .......................... 89

HRBP: Apa Itu? ................................................................................ 101

HR Transformation di Unilever Indonesia ........................... 111

HRBP: Suatu Tinjauan Psikologis ............................................ 119

EMPLOYEE ENGAGEMENT DI TEMPAT KERJA ....................... 127

Employee Well-being dan Employee Engagement ............ 129

Page 12: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

xii

Motivation, Engagement and Well-being .............................. 135

Well-being dan Engagement: Tinjauan Psikologis ........... 145

PSIKOLOGI DALAM HUBUNGAN INDUSTRIAL ....................... 157

Peran Psikologi dalam Hubungan Industrial ..................... 159

Psikologi Dalam Penanganan Perselisihan ......................... 173

Pengelolaan Konflik Dalam Hubungan Industrial ........... 183

MEMBANGUN TIM GENERASI MILENIAL ................................. 193

Generasi Y: Bagaimana Mengelola Strategi ........................ 195

Generasi Y: Pengelolaan di Danone ........................................ 209

Generasi Y: Suatu Pendekatan Psikologis ........................... 219

TRANSFORMASI & PERUBAHAN ORGANISASI ...................... 227

Transformasi BPJS Kesehatan .................................................. 229

Transformasi BPJS Ketenagakerjaan ..................................... 241

Transformasi dari A ke Z ............................................................ 255

Perubahan dan Pengembangan Organisasi ........................ 267

PENUTUP ................................................................................................. 279

GLOSARIUM ............................................................................................ 281

PROFIL PENULIS dan EDITOR ....................................................... 289

Page 13: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

xiii

DAFTAR GAMBAR DAN DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1: Pemetaan Kompetensi RMCS ...................................... 66

Gambar 2: Konten SKKNI MSDM ..................................................... 67

Gambar 3: Strategi Pengembangan Kompetensi ...................... 70

Gambar 4: Development Model .......................................................... 71

Gambar 5: Thinking Preference ...................................................... 138

Gambar 6: Nilai Engagement Karyawan .................................... 139

Gambar 7: Identity Compass ............................................................ 140

Gambar 8: Identity Compass Karyawan A .................................. 141

Gambar 9: Nilai Engagement Karyawan A ................................ 141

Gambar 10: Nilai Engagement Karyawan B ............................. 142

Gambar 11: Identity Compass Karyawan C ............................... 143

Gambar 12: Force-Field Analysis .................................................... 271

DAFTAR TABEL

Tabel 1: Reaksi Eksklusionari dan Reaksi Integratif ............... 27

Tabel 2: Model Perubahan .................................................................. 37

Tabel 3: Komposisi Fungsi Dasar/Unit Kompetensi ............... 69

Tabel 4: Primary Mechanism ........................................................... 262

Tabel 5: Secondary Mechanism ...................................................... 263

Page 14: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN
Page 15: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

1

PENDAHULUAN

Page 16: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

2

Pengantar

Psikologi adalah suatu ilmu yang mempelajari

mengenai perilaku manusia. Bila hal ini dihubungkan dengan

industri dan organisasi, maka psikologi adalah suatu ilmu

yang mempelajari mengenai perilaku manusia dalam dunia

bisnis, industri dan organisasi. Buku ini adalah merupakan

kumpulan dari berbagai artikel mengenai manajemen

sumber daya manusia dan pengembangan organisasi yang

dilihat serta dianalisis tidak hanya dari perspektif

manajemen dan bisnis, tetapi juga dari sudut ilmu psikologi.

Artikel yang terdapat dalam buku ini adalah mengacu pada

pembahasan yang dilakukan pada forum SLN (Sharing,

Learning dan Networking) yang dilakukan secara rutin oleh

IOC (Industrial & Organizational Club) yaitu merupakan

Perkumpulan Praktisi Psikologi yang bergerak di bidang

industri, manajemen sumber daya manusia, dan

pengembangan organisasi.

Topik Bahasan.

Dalam buku ini dibahas pula konsep teori yang

mendasari analisis secara psikologis dan manajemen, serta

kasus-kasus yang terkait. yaitu:

Mengenai globalisasi, tantangan dan peluang, bahasannya

meliputi apa yang dihadapi praktisi sumber daya manusia

dan organisasi, dan juga individu pada umumnya pada era

globalisasi. Globalisasi pada umumnya ditandai dengan

adanya kondisi VUCA (Vulnerability, Uncertainty,

Complexity and Ambiguity) yang membuat individu dan

organisasi harus dapat menyiasatinya, karena adanya

globalisasi akan mengakibatkan kondisi yang tidak jelas

Page 17: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

3

yang akan dapat memunculkan ketidak nyamanan dan

stres pada diri individu. Salah satu persyaratan dan kiat

yang dibahas mengenai globalisasi, adalah diperlukannya

pemahaman sikap, pengetahuan dan keterampilan

mengenai perkembangan teknologi, khususnya

digitalisasi.

Bahasan berikutnya adalah mengenai Perilaku Digital

(Digital Behavior), yaitu bagaimana organisasi melakukan

transformasi menjadi organisasi digital, dan bagaimana

mempersiapkan diri untuk menghadapi era digitalisasi.

Bahasan selanjutnya adalah mengenai kondisi lingkungan

yang berubah secara terus-menerus yang membuat

organisasi memerlukan karyawan yang kompeten dalam

mengerjakan tugas-tugasnya untuk dapat bersaing.

Sehubungan dengan kondisi tersebut, adanya uraian

mengenai persyaratan kompetensi dan perlu dimilikinya

Standarisasi Kompetensi Karyawan Nasional Indonesia

(SKKNI).

Selanjutnya dibahas mengenai perubahan dan persaingan

yang semakin ketat di era globalisasi, juga menuntut

penanganan sumber daya manusia dengan cara yang

berbeda. Para praktisi yang menangani sumber daya

manusia di organisasinya tidak lagi hanya berperan

sebagai seorang administrator, ataupun sebagai ahli di

bidang sumber daya manusia, tetapi juga harus berperan

sebagai sahabat karyawan (employee champion) maupun

sebagai agen perubahan (change agent). Untuk dapat

berperan secara optimal, maka praktisi sumber daya

manusia harus mampu berperan sebagai Human Resource

Page 18: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

4

Business Partner, dengan perkataan lain harus dapat

berperan sebagai mitra bisnis yang strategis dalam

mengenbangkan sumber daya manusia dan perusahaan.

Bahasan berikut adalah mengenai lingkungan organisasi

yang selalu berubah termasuk persaingan. Organisasi

untuk tetap eksis bahkan berkembang secara optimal,

maka dibahas mengenai karyawan yang loyal, serta

memiliki kelekatan yang tinggi terhadap organisasi

(employee engagement). Untuk itu, berbagai cara

dilakukan dalam rangka mengembangkan kelekatan

karyawan tersebut, antara lain dengan memberikan

berbagai hal yang akan memunculkan kesejahteraan

karyawan (employee well-being), baik sejahtera secara

fisik maupun mental. Dengan adanya karyawan yang

merasa sejahtera, maka diharapkan karyawan akan

bekerja dengan lebih gembira, dan akan memiliki

kelekatan terhadap organisasi yang pada akhirnya akan

memberikan kemampuan terbaik yang mereka miliki.

Diskusi mengenai penerapan best practice di organisasi,

maupun konsep psikologis, dan kasus yang ada di

organisasi.

Bahasan berikutnya adalah mengenai praktisi manajemen

sumber daya manusia yang harus mampu mengelola

karyawan dengan baik. Dengan adanya kebebasan

berserikat, dan menyuarakan pendapat, maka karyawan

juga lebih berani mengekspresikan keinginan mereka.

Selain itu. Para praktisi manajemen sumber daya manusia

dituntut untuk mampu menjalin hubungan industrial yang

baik. Dalam hal ini, dibahas juga penerapan konsep dan

Page 19: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

5

pendekatan psikologi dalam menjalin hubungan

industrial.

Bahasan selanjutnya mengenai situasi kondisi dan

lingkungan di masa yang akan datang tidak hanya diwarnai

oleh kondisi persaingan yang ketat serta perubahan yang

terus menerus, tetapi juga di warnai oleh karakteristik

karyawan yang berbeda. Mayoritas karyawan yang bekerja

di organisasi tidak akan lama lagi akan diwarnai oleh

Generasi Millineum (Generasi Y), dimana generasi ini

memiliki karakteristik yang berbeda dibandingkan dengan

generasi-generasi sebelumnya. Untuk itu, diperlukan

pemahaman mengenai karakteristik dari Generasi Y serta

kiat-kiat untuk dapat membuat mereka menjadi karyawan

yang loyal, tangguh dan kompeten. Sebagai penutup, topik

yang dibahas pada buku ini adalah Transformasi

Organisasi, yaitu mengenai bagaimana sebuah organisasi

berubah dan apa saja tantangan yang dihadapi serta kiat-

kiat yang digunakan untuk mencapai tujuan perubahan.

Selain itu, pada bagian ini dibahas pula dengan hasil riset

yang membuktikan bahwa tidak semua program

perubahan organisasi dapat berlangsung dengan mulus

dan optimal.

Buku ini adalah edisi perdana Perkumpulan Praktisi

Psikologi Organisasi dan Industri atau biasa disebut IOC

(Industrial and Organizational Club) yang diharapkan akan

dapat dibuat setiap tahun secara kontinyu yang merupakan

kumpulan artikel hasil dari forum komunikasi Sharing,

Learning dan Networking.

---ooOoo---

Page 20: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

6

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 21: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

7

Globalisasi

Page 22: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

8

Page 23: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

9

Globalisasi:

Tantangan dan Peluang

Disampaikan pada Sharing Learning & Networking 1,

Februari 2016

Dipresentasikan oleh:

Effendi Ibnoe

Ditulis oleh:

Wustari L. H. Mangundjaya

Page 24: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

10

Pengantar

Globalisasi mempengaruhi kondisi dunia, industri

maupun karakteristik individu. Pada saat ini dunia dapat

dikatakan berada pada kondisi yang disebut dengan VUCA

(Volatility-Uncertainty-Complexity-Ambiguity), atau dapat

dikatakan sebagai dunia yang penuh ketidak pastian,

kompleks, tidak jelas, sangat mudah berubah dan tidak stabil.

Selain adanya karakteristik VUCA, terdapat pula karakteristik

lain yaitu: batasan geografi akan sirna, manusia akan

berkumpul dan berkerja di kota-kota besar, dan kota-kota

besar itu akan menjadi banyak, tumbuh setiap tahun, serta

terdapat kemajuan dunia Teknologi Informasi termasuk

didalamnya digitalisasi. Dengan perkataan lain digitalisasi

tidak terelakkan.

Kondisi ini menuntut adanya berbagai perubahan baik

pada diri individu maupun pada berbagai organisasi dalam

rangka menghadapi karakteristik globalisasi. Selain itu, peran

Manajemen Sumber Daya Manusia atau ada yang

menyebutnya sebagai Human Capital atau Human Energy

sangat penting. Dalam hal ini pemimpin atau manajemen SDM

harus mampu mengembangkan SDM yang terdapat di

organisasinya seoptimal mungkin.

Kiat-kiat Menghadapi Globalisasi

Secara umum, untuk menghadapi globalisasi terdapat

kiat-kiat yang dapat dilakukan baik oleh manajemen/

pemimpin SDM maupun individu/karyawan.

A. Kiat-kiat yang dapat dilakukan oleh manajemen SDM.

Untuk menghadapi kondisi globalisasi, maka seorang

pemimpin manajemen Sumber Daya manusia harus

Page 25: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

11

menjadi pendorong (driver) dalam pengembangan SDM,

termasuk, didalamnya melakukan transformasi mengenai

fungs-fungsi SDM, yang juga dituangkan kedalam

tindakan strategis (strategic actions), antara lain sebagai

berikut:

1) Implementasi konsep 4E.

Konsep 4E yang dinyatakan oleh Jack Welch (2004,

2005), menyatakan bahwa seorang pemimpin yang

baik harus dapat menerapkan 4E yang terdiri dari: a)

Energy, yaitu adanya energi yang kuat, serta semangat

yang tinggi dalam melakukan tugas-tugasnya, b)

Energized, yaitu pemimpin harus mampu

memunculkan inovasi pada bawahannya dengan cara

memberdayakan mereka, tetapi tetap mengambil

risiko bila terjadi kegagalan, c) Edge, yaitu adanya

kepercayaan diri untuk mengambil keputusan dan

menyatakan ya atau tidak atas sesuatu hal, d)

Execution, adalah eksekusi atau implementasi dari

perencanaan yang telah dibuat. Dalam hal ini, proses

eksekusi adalah penting, karena ini merupakan

tindakan nyata. Manajemen harus memiliki

keberanian mengambil keputusan dan melakukan

eksekusi dengan baik yang disertai dengan tindakan

yang tepat.

2) Memiliki Visi dan Misi.

Setiap perusahaan harus mempunyai Visi & Misi

perusahaan secara keseluruhan, tetapi divisi SDM

harus mempunyai visi sendiri.

Page 26: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

12

Dalam hal ini visi dari manajemen SDM adalah

membangun talenta, serta mengembangkan budaya

dan kapabilitas organisasi.

3) Memberikan pengaruh nyata pada bisnis.

Dalam hal ini, pemimpin atau manajemen SDM harus

dapat memberikan pengaruh dan memberikan

kontribusi pada bisnis secara nyata. Perencanaan

harus dapat diimplementasikan pada kegiatan nyata,

yang dapat dilihat dan diukur dampaknya pada bisnis

secara keseluruhan.

4) Meningkatkan daya saing para tenaga kerja didalam

perusahaan.

Pemimpin dan manajemen SDM harus mengupayakan

supaya para tenaga kerja/karyawan yang ada di

organisasi dapat berkembang secara optimal,

sehingga daya saing mereka akan lebih meningkat.

Caranya antara lain dengan memberikan Coaching,

Training, Mentoring maupun konseling bagi karyawan

serta melakukan pemberdayaan secara optimal.

5) Manajemen SDM secara aktif harus membantu proses

internalisasi nilai-nilai budaya organisasi.

Nilai-nilai dan budaya organisasi penting tidak hanya

bagi organisasi tetapi juga bagi para karyawan, karena

nilai-nilai dan budaya organisasi adalah merupakan

penuntun sikap dan perilaku karyawan.

6) Setiap pemimpin di perusahaan perlu

mentransformasikan dirinya menjadi Master Talenta

(Talent Masters).

Page 27: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

13

Manajemen talenta, dalam arti mengelola talenta yang

dimiliki oleh karyawan maupun mengembangkan

secara optimal karyawan yang memiliki talenta yang

tinggi adalah merupakan tugas dari seorang

pemimpin. Terkait dengan hal ini, seorang Master

Talenta (Talent Masters) harus secara mumpuni dalam

menerapkan “The Five Pillars of Talent Management”,

yaitu: a) Identifikasi talenta yang memiliki potensi

yang tinggi, misalnya dengan melihat track-record

kinerja, maupun menggunakan berbagai asesmen

karyawan, b) Membuat program kaderisasi dan

pengembangannya secara rapi, terutama untuk posisi-

posisi kunci atau kritikal, c) Melakukan program-

program pengembangan kepemimpinan, d)

Menerapkan atau bertingkah laku sesuai dengan nilai-

nilai organisasi, e) Melakukan berbagai program yang

sifatnya adalah mempertahankan pegawai (retention

program), misalnya: melakukan kegiatan Coffee

Morning with the CEO, Informal Chat with CHEO,

Town hall meetings, dan berbagai kegiatan lainnya.

B. Kiat-kiat individu menghadapi globalisasi.

Untuk menghadapi tantangan globalisasi, maka setiap

orang harus dapat memiliki karakteristik dan

melakukan hal-hal sebagai berikut:

1) Menguasai bahasa Asing.

Bila dimungkinkan tidak hanya satu bahasa asing,

Penguasaan bahasa asing adalah merupakan suatu

keharusan pada masa globalisasi, seorang karyawan

paling sedikit hars menguasai bahasa Inggris, dan bila

Page 28: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

14

dimungkinkan menguasai 1 (satu) bahasa asing

lainnya, misalnya bahasa Mandarin atau bahasa

Jepang.

2) Memiliki rasa percaya diri.

Setiap individu/karyawan harus memiliki percaya diri

untuk berada setara dengan pemimpinnya, dengan

para pemimpin bisnis lainnya, sehingga dapat setara

dan diperhitungkan oleh para pengambil keputusan.

3) Mau belajar dan mengembangkan diri.

Setiap orang untuk dapat maju dan berkembang, maka

ia harus mau dan mampu mengembangkan diri,

dengan cara mau mempelajari hal-hal baru. Salah satu

hal yang harus dipelajari disini adalah digitalisasi.

Digitalisasi pada masa globalisasi adalah sangat

penting dan kemampuannya menjadi salah satu

kemampuan kiritis yang harus dimiliki seseorang.

4) Memiliki keterampilan kepekaan sosial (social

sensitivity skills).

Keterampilan membangun jejaring sangat diperlukan,

karena semua hal selalu dimulai dengan manusia,

untuk itu keterampilan yang mempunya nilai yang

tinggi dan diperlukan dimasa mendatang adalah

keterampilan kepekaan sosial (Social Sensitivity skills).

Peran Psikologi

Salah satu keuntungan yang dimiliki oleh psikolog

maupun para praktisi yang memiliki latar belakang psikologi

adalah luwesnya hubungan interpersonal dan secara umum

memiliki kematangan emosi (EQ) yang baik. Apalagi sesuai

dengan pembahasan sebelumnya yang menyatakan bahwa

Page 29: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

15

salah satu keterampilan yang perlu dimiliki adalah

keterampilan kepekaan sosial, sehingga dengan adanya

kematangan emosi diharapkan mampu membantu para

praktisi yang memiliki latar belakang psikologi untuk

membangun jejaring dan membagun hubungan interpersonal

yang baik dengan orang lain.

Penutup

Dalam menghadapi era globalisasi yang yang belum

jelas karakteristik, serta kompleksitasnya dan penuh

ketidakpastian, maka setiap organisasi dan setiap individu

harus mampu mengembangkan diri secara optimal utuk

menghadapi era tersebut. Dalam hal ini, seseorang harus

dapat berkompetisi dengan orang lain, tetapi disisi lain,

kolaborasi juga menjadi hal yang penting. Terkait dengan hal

ini, pemimpin dalam manajemen SDM harus mampu

membangun nilai-nilai, budaya organisasi dan dalam waktu

yang sama juga merubah mindset individu untuk mampu

menghadapi tantangan dan perubahan.

Daftar Pustaka

Welch, J & Welch, S (2005), Winning.

Welch, J. (2004). What makes a good leader?,

http://www.whatmakesagoodleader.com/ Jack-Welch.html.

Page 30: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

16

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 31: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

17

Globalisasi: Tantangan dan

Kiat Mengatasinya

(Studi kasus pada sebuah perusahaan kontraktor XYZ)

Page 32: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

18

Menghadapi era globalisasi banyak organisasi yang

mulai menyiasatinya dengan mempersiapkan para karyawan

untuk dapat menghadapi persaingan yang ada. Mulai dengan

membangun kompetensi karyawan yang dapat mendukung

visi dan misi organisasi terkait dengan tantangan globalisasi

hingga program pengembangan kompetensi yang dapat

mendukung kesiapan karyawan dalam menghadapi

persaingan yang ada.

Pada pembahasan kali ini, saya akan mengambil

contoh bagaimana salah satu perusahaan kontraktor yang

ada di Indonesia mulai mempersiapkan karyawannya agar

mampu menjawab tantangan yang ada di era globalisasi ini.

Perusahaan ini adalah perusahaan konstruksi yang berskala

ineternasional, dalam arti telah memperoleh proyek-proyek

yang berasal dari mancanegara dan dikerjakan di

mancanegara.

Persiapan Menuju Era Globalisasi

PT XYZ memiliki standar prosedur operasi (SOP) yang

sudah baku dan efektif. Pada SOP tersebut dituliskan proses

yang ada sejak melakukan proses rekrutmen hingga

pengembangan pegawai, semua ini akan mengacu pada

standar yang sudah ditetapkan. Bila dibandingkan pada

periode sebelumnya, maka yang sebelumnya nilai TOEFL

tidak menjadi acuan standar proses seleksi sejak ditetapkan

menjadi Perusahaan yang ‘go international’ maka nilai TOEFL

minimum 550 menjadi salah satu kualifikasi yang ditetapkan

untuk diterima sebagai karyawan. Artinya kemampuan

berbahasa Inggris menjadi salah satu kualifikasi untuk dapat

bersaing secara international. Sebagai perusahaan yang

Page 33: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

19

bergerak di bidang konstruksi, sebagian besar karyawan di

rekrut dari berbagai pergtruan tinggi negeri di Indonesia,

dimana latar belakang mereka juga sebagaian besar berasal

dari daerah atau kota kecil. Mampu berbahasa Inggris

menjadi salah satu tantangan yang yang cukup besar. Banyak

karyawan yang merasa tidak siap saat akan ditugaskan di luar

negeri karena perusahaan memenangkan tender. Untuk

mengatasi ini mau tidak mau Departemen HR perlu

menyiasatinya agar karyawan merasa lebih siap dan percaya

diri. Ketrbatasan kemapuan dalam berbahas Inggris biasanya

menjadi isu yang paling sering muncul, karena keterbatasan

ini bisa membuat mereka kurang percaya diri dan membuat

mereka cenderung menghindar untuk berkomunikasi. Hal ini

mengakbitkan perusahaan sering berada di pihak yang

dirugikan bila ada perbedaan pendapat dalam penyelesaian

tugas.

Dalam kaitannya dengan hal tersebut, maka selain

menetapkan standar penguasaan TOEFL bagi karyawan baru,

Departemen HR perlu juga mempersiapkan program-

program yang dapat menstimulasi mereka untukbisa lebih

fasih dalam berbahasa Inggris. Lebih lanjut, ditetapkan juga

aturan yang mengharuskan setiap karyawan untuk

berbahasa Inggris pada hari Jum’at dan mendatangkan

seorang guru Bahasa Inggris yang berkeliling dari satu divisi

ke divisi lain mengajak para karyawan untuk berkomunikasi.

Pendekatan ini diharapkan mampu melatih spontitas

karyawan dalam berbahasa Inggris.

Mengingat atasan memiliki peran yang penting untuk

membangun kepercayaan diri karyawan, maka para atasan

Page 34: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

20

perlu dipersiapkan untuk memilki keterampilan dalam

mengembangkan bawahan. Salah satu program yang

disepakati manajemen (dalam hal ini di prakarsai oleh

Direktur HR) untuk diterapkan serentak dengan segera

adalah pelatihan Coaching dan Mentoring. Seluruh tingkat

Manager dan GM harus mengikutinya, agar mereka sebagai

atasan memilki keterampilan untuk mengenal kemampuan

bawahan dan tahu cara-cara dalam mengarahkannya.

Dampak langsung yang dirasakan dari proses pelatihan ini

adalah atasan terbiasa untuk berkomunikasi dengan

bawahan terutama terkait dengan kinerja. Atasan menjadi

memilki panduan dalam membicarakan kinerja kepada

bawahan untuk mencapai perkembangan yang optimal

terkait dengan potensi dan peluang yang ada.

Dalam komunikasi dengan bawahan atasan juga

memilki kesempatan untuk mensosialisasikan visi misi

organisasi secara langsung kepada tim kerjanya. Salah satu

materi program pengembangan keterampilan Coaching

mentoring yang diberikan kepada para Manager adalah

bagaimana mengenal Tipe Kepribadian berdasarkan Myers

Briggs Type Indicator (MBTI). Dalam prakteknya hal ini akan

memudahkan para atasan untuk mengenal bawahan secara

pribadi sehinga memudahkan dalam berkomunikasi. Kunci

keberhasilan dalam poses Coaching dan Mentoring adalah

komunikasi yang efektif. Dengan mengenal Tipe Pribadi

atasan bisa mengenal gaya komunikasi yang paling tepat

untuk digunakan dalam menghadapi masing-masing

bawahannya. Atasan juga menjadi lebih peka terhadap

kondisi bawahan. Keterampilan para atasan mengenal orang

Page 35: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

21

lain juga bisa ditularkan secara langsung kepada bawahan

pada sesi Coaching & Mentoring.

Disamping itu, untuk mempersiapkan karyawan

beradaptasi dengan tuntutan budaya yang berbeda jika

mereka ditempatkan di proyek-proyek yang berada di luar

negeri, maka perusahaan mendatangkan nara sumber yang

memiliki kompetensi untuk berbagi pengetahuan mengenai

‘lintas budaya’. Kegiatan ini bertujuan supaya masing-masing

karyawan yang ditempatkan memilki gambaran yang lebih

jelas dan mampu mempersiapkan diri sesuai kebutuhan

masing-masing. Tim HR juga mempersiapkan buku saku

mengenai berbagai tips/kiat-kiat yang diberikan kepada

masing-masing karyawan sesuai negara tujuan masing-

masing.

Selain itu, yang lebih penting juga adalah adanya

persiapan mengenai kematangan diri seseorang,

kemandirian dan kompetensi, yang akan mempengaruhi rasa

percaya diri para karyawan dalam melaksanakan tugas-

tugasnya di luar negeri, yang meenuntut kompetensi yang

berbeda dari apa yang telah dimiliki oleh para karyawan bila

mereka ditempatkan di dalam negeri.

Kasus tersebut diatas menunjukkan bahwa pada era

globalisasi, disukai maupun tidak disukai, karyawan dan

organisasi harus siap dalam menghadapinya, beragai hal yang

dapat dilakukan dalam usaha mempersiapkan hal tersebut,

dan dalam hal ini dukungan dari manajemen puncak sangat

penting bagi keberhasilan persiapan menghadapi globalisasi.

---ooOoo---

Page 36: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

22

Page 37: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

23

Globalisasi dan Psikologi:

Tantangan dan Peluang

(Suatu Tinjauan Psikologis)

Oleh:

Wustari L. H. Mangundjaya

Page 38: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

24

Pengantar

Globalisasi mempengaruhi berbagai hal antara lain

sikap kerja; hubungan interpersonal; gaya bekerja; nilai-nilai;

karakteristik kepribadian seseorang atau masyarakat; tata

nilai di organisasi, masyarakat dan bangsa. Pada saat ini

hampir tiap hari merupakan hari global, setiap kemajuan

merupakan kemajuan dunia, setiap permasalahan

merupakan permasalahan dunia (Belokar, 2013). Sementara

itu, globalisasi yang merupakan suatu proses interaksi dan

integrasi dari manusia, perusahaan, dan pemerintahan dari

berbagai bangsa (Leung, Qiu dan Chiu, 2013), tidak dapat

berhenti dan merupakan kekuatan yang besar yang

berdampak tidak hanya pada kehidupan sehari-hari, tetapi

juga pada hubungan internasional. Salah satu faktor utama

dari globalisasi adalah yang berhubungan dengan budaya.

Sementara itu, perilaku global (global behavior) adalah suatu

perilaku dari seseorang atau kelompok yang akan

mempercepat proses globalisasi. Perilaku tersebut bertujuan

untuk menciptakan perilaku global (Belokar, 2013). Disisi

lain, dengan adanya globalisasi akan memunculkan kondisi

VUCA (Volatily, Uncertainty, Complexity dan Ambiguity), yaitu

adanya ketidakjelasan dan ketidakpastian yang dapat

memunculkan perasaan cemas.

Dampak Globalisasi

Globalisasi dapat memberikan dampak positif atau

negatif, dampak tersebut antara lain adalah:

1. Globalisasi akan berdampak pada berkembangnya

warganegara global (global citizen), yaitu dimana individu

memiliki rasa memiliki terhadap budaya dunia, termasuk

Page 39: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

25

di dalamnya kesadaran akan peristiwa, praktek dan gaya

berkomunikasi, dan berbagai informasi yang menjadi

bagian dari budaya global. Bersamaan dengan adanya

identitas global, individu melanjutkan identitas lokal yang

dimilikinya berdasarkan kondisi lokal, tradisi dan budaya

di lingkungan (Arnett, 2002).

2. Globalisasi akan mempengaruhi secara langsung maupun

tidak langsung pada berbagai area kehidupan manusia,

salah satunya adalah karakteristik dari cara kerja

seseorang yang dengan adanya globalisasi sangat

terpengaruh oleh perkembangan teknologi dan

restrukturisasi organisasi (Arnett, 2002).

3. Dengan adanya globalisasi, karakteristik pekerjaan akan

berubah, dan hal ini akan menyebabkan pekerja menjadi

tidak berhubungan secara sosial dan berjuang untuk

dapat mencari arti/nilai dari kehidupannya masing-

masing (Blustein, 2006). Individu dalam hal ini, akan

menjadi individualistis dan memunculkan suatu perasaan

tidak memiliki hubungan dengan yang lain.

Konsekwensi Psikologis dari Globalisasi

Menurut Arnett (2002), konsewensi psikologis utama

dari globalisasi adalah hadirnya transformasi dalam

identitas, dalam arti bagaimana seseorang melihat dirinya

sendiri dalam hubungannya dengan orang lain dan

lingkungan sosial. Dalam hal ini terdapat 4 (empat) isu yang

terkait dengan globalisasi, yaitu:

1) Identitas dua-budaya (bi-cultural identity).

Salah satu konsekwensi psikologis dari globalisasi adalah

adanya identitas dua-budaya, dalam arti sebagian dari

Page 40: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

26

identitas seseorang berakar dari budaya lokal, dan

sebagian lainnya adalah berdasarkan atas adanya

kesadaran terhadap hubungannya dengan budaya global.

2) Kebingungan identitas (identity confusion).

Dengan adanya globalisasi, sebagian orang khususnya

para generasi muda memiliki kebingungan mengenai

identitasnya. Hal ini disebabkan oleh karena dengan

berubahnya budaya lokal, maka sebagian generasi muda

di rumahnya masing-masing akan mengalami budaya

yang bukan berakar dari budaya lokal dan juga bukan dari

budaya global.

3) Budaya yang dipilih sendiri (self-selected culture).

Yaitu seseorang yang memilih budayanya sendiri, yang

tidak hanya budaya lokal atau budaya global.

4) Eksplorasi identitas (identity exploration).

Pada masa globalisasi, kegiatan melakukan eksplorasi

terhadap identitas, baik eksplorasi mengenai pekerjaan

dan cinta, memperbesar rentang usia yang tergabung di

dalamnya, sehingga tidak hanya mereka yang berusia 10

sampai dengan 18 tahun, tetapi semakin besar, yaitu pada

rentang 18 sampai dengan 25 tahun. Terkait dengan hal

ini, terlihat bahwa ekonomi global adalah cenderung

berdasarkan atas teknologikal dan informasi, sehingga

latar belakang pendidikan pada para generasi muda

menjadi lebih tinggi.

Sikap Terhadap Globalisasi

Salah satu pertanyaan utama adalah bagaimana

seseorang mengevaluasi konsekwensi dari adanya

globalisasi. Hasil penelitian Kashima dkk (2011, 2012),

Page 41: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

27

menunjukkan bahwa globalisasi berdampak positif pada

kompetensi seorang, dan memberikan dampak negatif pada

kehangatan emosi seseorang. Dengan perkataan lain,

meskipun dengan adanya globalisasi, maka terdapat

pengembangan aspek ekonomis (pendapatan) pada diri

sesorang, tetapi disisi lain akan dapat mengganggu hubungan

interpersonal, serta cenderung orang akan menjadi kurang

hangat dalam hubungannya dengan orang lain.

Secara umum terdapat 2 (dua) respon psikologis

terhadap globalisasi (Leung, Qiu & Chiu, 2013), yaitu reaksi

eksklusionary (exclusionary reactions) dan reaksi integratif

(integrative reactions) yang dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1: Reaksi ekslusionari dan reaksi integratif.

Reaksi Ekslusionary (Exclusionary Reactions)

Reaksi Integratif (Integrative Reactions)

Reaksi emosional berupa rasa takut terhadap kontaminasi budaya

Reaksi yang berorientasi terhadap tujuan dan pemecahan masalah

Cepat, spontan

Lambat, berusaha, berhati-hati.

Persepsi mengenai budaya globalisasi adalah ancaman budaya.

Persepsi mengenai budaya global adalah sumber budaya.

Tingginya keinginan untuk menjadi terkenal

Rendahnya keinginan untuk menjadi terkenal

Pengaruh negatif antar-budaya: rasa iri, takut, marah, rasa jijik, dan kasihan

Pengaruh positif antar-budaya: mengagumi

Reaksi perilaku ekslusionary: isolasi, penolakan, agresi

Reaksi perilaku inklusinary: penerimaan, integrasi, sintesis

Page 42: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

28

Reaksi Ekslusionary (Exclusionary Reactions)

Reaksi Integratif (Integrative Reactions)

Menekankan akan kebutuhan untuk mempertahankan peninggalan budaya Kebutuhan akan pengetahuan.

Menekankan pada mindset pembelajaran budaya Kebutuhan akan jawaban yang tepat dan konsensus budaya.

Sumber: Chiu dkk (2011), Toward a social psychology of globalization, Journal of Social Sciences.

Dari Tabel 1 di atas terlihat perbedaan yang jelas

mengenai sikap dan reaksi seseorang terhadap globalisasi,

sehingga hal ini juga akan mempengaruhi perilaku mereka

terhadap kehidupan sehari-hari maupun pekerjaan.

Penutup

Globalisasi merupakan salah satu tantangan utama

pada pengembangan psikologis dari seseorang di abad ke-21.

Sebagai konsekwensi dari globalisasi, terlihat bahwa

tantangan dalam membangun identitas adalah jauh lebih

tinggi dibandingkan pada masa lalu (Arnett, 2002). Identitas

menjadi salah satu fokus sentral dan cenderung merupakan

hasil dari kreasi dan re-kreasi secara kontinyu. Selain itu pula,

masalah budaya dalam arti adanya budaya global, membuat

setiap individu dan organisasi harus menjadi lebih peka dan

toleran terhadap perbedaan. Untuk itu, pemahaman

wawasan lintas budaya perlu lebih diperkuat.

Daftar Pustaka

Arnett, J. J. (2002). The psychology of globalization. American

Psychologist, 57, 774-783.

Belokar, K. A. (2013). Global psychology. Indian Journal of

Health and Wellbeing, 4(3), 679-680.

Page 43: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

29

Chiu dkk (2011). Toward a social psychology of globalization,

Journal of Social Sciences, 67, 663-676.

Kashima, Y. dkk (2011). Folk theory of social change. Asian

Journal of Social Psychology, 12, 227-246.

Leung, A., Qiu, L. & Chiu, C. (2013). Psychological Science of

Globalization. Oxford Handbook.

---oooOoo---

Page 44: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

30

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 45: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

31

PERILAKU DIGITAL:

Sebuah Tantangan

Page 46: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

32

Page 47: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

33

Transformasi Digital

di Indosat Ooredoo

(Disampaikan pada Forum Sharing, Learning dan Networking

IOC, 19 Maret 2016)

Oleh:

Ripy Mangkoesoebroto

Page 48: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

34

Digital. Digital business. Digital Transformation.

Di saat dunia kerja di Indonesia sibuk membahas

pentingnya standarisasi pekerjaan serta dasar pengetahuan

dan ketrampilan yang diperlukan untuk berkinerja, dunia

bergerak dan sudah memasuki era digital. Teknologi digital

menjadikan perubahan bergerak sangat cepat. Tuntutan

pasar pun jadinya mengunggulkan hal yang mudah, cepat,

dan personalized. Selain itu, mulai terkoneksinya informasi

dari beragam titik data dengan adanya Internet of Things, juga

memunculkan fenomena baru yaitu sharing economy. Salah

satu contoh perubahan teknologi yang berdampak terhadap

dunia telekomunikasi adalah munculnya produk-produk

layanan berbasis data seperti video-call dengan berbagai

saluran, Instagram, whattsap, dan lainnya. Produk-produk

Over The Top (OTT) ini sudah pasti akan menggantikan

produk-produk telekomunikasi tradisional seperti sms dan

telepon tradisional bahkan layanan jasa tradisional seperti

iklan, logistik, dan lainnya. Whattsap hanya perlu waktu dua

Page 49: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

35

tahun untuk mencapai tingkat produktivitas sms yang

terbentuk dalam kurun dua dekade (The Economist, 2015).

Alibaba Group sama halnya seperti Uber dan AirBnB, mereka

adalah perusahaan digital yang tidak memiliki asetnya

sendiri (taksi, inventaris barang, property) namun merajai

bisnis dibidangnya. Indonesia tidak ketinggalan dalam hal ini,

bahkan merupakan pusat dimana komunikasi melalui

platform digital dilakukan. Saat ini diperkirakan jumlah

netizen (sebutan untuk pengguna internet) Indonesia

mencapai 150 juta di tahun 2016, Negara Indonesia dengan

pengguna twitter ketiga teraktif di dunia ini otomatis menjadi

target bisnis di dunia digital.

Beragam perusahaan dan bidang bisnis menyerukan

pentingnya persiapan menghadapi era digital ini padahal

disrupsi sudah terjadi. Sektor teknologi, media dan

entertainment serta bidang retail berada dipusat disrupsi

digital atau digital vortex (Global Center for Digital Business

Transformation, 2015). Perusahaan yang bergerak di sektor-

sektor ini tentu harus segera mengulas ulang dampak

teknologi serta gaya hidup serta pola interaksi dengan

pelanggan terhadap visi, misi dan strategi bisnis yang ada.

Dalam realita, secara umum perusahaan atau organisasi

merupakan kumpulan resmi (atau dilegalkan) dari seseorang

atau sekelompok orang yang berkegiatan melakukan

produksi atau memberikan jasa kepada pihak lain dengan

tujuan komersial. Sering diacu sebagai salah satu sumber

daya, manusia lah yang menjadi penyelamat, pelaku atau

kebalikannya sebagai korban dan sumber kehancuran

perusahaan atau organisasi tempat dia berada.

Page 50: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

36

Pertanyaannya adalah seberapa siap manusia di dalam

organisasi tersebut untuk menyelami era digital dan

mengatasi bahkan melakukan disrupsi digital? Apa yang

dilakukan untuk mengantisipasi dan menguasai kerja di era

baru ini?

Indosat Ooredoo: Perjalanan menjadi perusahaan

telekomunikasi digital terkemuka

Kondisi yang serupa juga dialami oleh PT. Indosat,

Tbk, perusahaan telekomunikasi kedua terbesar di Indonesia

yang beraspirasi menjadi perusahaan telekomunikasi digital

terkemuka di negara ini. Di tahun 2013, fokus bisnis masih

memprioritaskan bagaimana pemasukan melalui

konektivitas suara dan sms dapat ditingkatkan. Pola kerja dan

interaksi yang terjadi di dalam perusahaan juga masih

mengikuti model tradisional dengan banyaknya fungsi-fungsi

yang terpisah dan berjenjang. Lebih dari 80% karyawan

merupakan generasi X, generasi yang mulai mengalami

adanya perubahan teknologi tetapi belum secara otomatis

menguasai medan digital. Indosat Ooredoo menyadari

dampak perubahan teknologi yang semakin lama semakin

cepat serta bagaimana teknologi ke depan termasuk Internet

of Things (IOT) dapat menjadi ancaman sekaligus juga

kesempatan mengembangkan bisnis. Oleh karena itu, pihak

manajemen puncak segera mengkaji ulang visi, misi, strategi

serta nilai-nilai utama perusahaan.

Manajemen puncak juga menyadari bahwa dalam

beragam perubahan ini kunci keberhasilan berada ditangan

pelaku utama yaitu jajaran karyawan sebagai sumber

penggerak bisnis. Oleh karena itu, kajian ulang terhadap

Page 51: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

37

proses bisnis, bagaimana interaksi antar lapisan dan fungsi

serta pola kerja menjadi salah satu fokus perubahan di

Indosat Ooredoo, dibawah pengelolaan Group Transformasi

Budaya.

Hal pertama yang perlu dilakukan adalah memetakan

area-area perubahan yang memiliki dampak terhadap

kemampuan perusahaan beradaptasi di era digital. Dalam

mengelola perubahan yang perlu dilakukan, selain pemetaan,

perusahaan selalu mengacu kepada konsep-konsep

transformasi budaya dan pengelolaan perubahan (change

management) untuk memastikan bahwa proses yang terjadi

dilakukan secara efektif dan berkesinambungan. Selain itu,

Indosat Ooredoo juga mengacu kepada model perubahan

perusahaan yang diusung oleh Carolyne Taylor (2005) bahwa

perubahan hanya secara efektif terjadi bila secara

keseluruhan tiga elemen yaitu Behavior, System, Symbol

diselaraskan.

Tabel 2: Model Perubahan

Sumber: Taylor, 2005

Page 52: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

38

Di tahap awal dari perjalanan transformasi ini,

langkah terpenting adalah menimbulkan kesadaran tentang

perubahan yang tengah terjadi baik di bidang teknologi,

perilaku konsumen, kompetisi dan dunia kerja secara umum

maupun khusus di bidang telekomunikasi. Beragam kegiatan

seperti studi banding, berbagi informasi, diskusi lintas fungsi,

dan salah satu yang paling berdampak adalah simulasi

kehidupan digital mulai dilakukan dari jajaran paling senior

di perusahaan. Fakta yang muncul adalah hampir semua

pemimpin adalah generasi X yang belum tentu sanggup dan

mau menjadi Digital Migrants.

Kondisi ini merupakan satu ancaman bagi

kelangsungan perusahaan. Bagaimana Indosat Ooredoo akan

menjadi perusahaan telekomunikasi terkemuka bila jajaran

pimpinan dan karyawannya tidak menguasai bahkan tidak

menjalankan kehidupan dengan gaya digital? Bagaimana

Indosat Ooredoo akan menjual gaya hidup digital bila para

pelaku bisnisnya tidak mengerti produk digital yang menjadi

pesaing atau kesempatan bisnis serta para generasi Y, digital

natives, yang menjadi sasaran bisnis? Selain itu, semua fungsi

diwajibkan sedikitnya sekali setahun untuk berjualan atau

bertemu dengan pelanggan langsung agar mendapatkan

umpan balik atas apa yang perlu diperbaiki secara internal

agar dapat secara optimal memberikan servis dan produk

terbaik.

Transformasi yang Dilakukan

Berangkat dari kesadaran dan fakta-fakta yang

didapatkan di lapangan, semua kegiatan internal yang terkait

dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan mengenai dunia

Page 53: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

39

digital serta bagaimana dapat mengambil kesempatan

berkembang. Apakah kesadaran atas pentingnya mengerti

dan menguasai pola hidup digital sudah cukup untuk

mengambil kesempatan bisnis di era digital ini? Terlepas dari

munculnya kesadaran tersebut, ternyata masih banyak

hambatan dalam perubahan pola pikir, pola kerja dan pola

interaksi antar manusia. Adanya kesenjangan komunikasi

antar jenjang serta antar fungsi dilihat menjadi salah satu

sebab utama.

Untuk mengatasi hal tersebut, kajian menyeluruh dan

perubahan atas struktur dan proses bisnis dilakukan agar

lebih berfokus kepada pelanggan sebagai prioritas,

pengurangan jenjang serta dimunculkannya kelompok-

kelompok proyek strategis yang terdiri dari anggota lintas

fungsi. Interaksi antar jenjang juga lakukan secara lebih

dinamis, dimulai dari jajaran puncak, di mana kesempatan

berkomunikasi informal diadakan secara lebih intensif

seperti townhall, skip-level meetings, Bincang Orang Maju

(BOM), forum komersil, forum HR, dan beragam kegiatan

lintas fungsi. Bahkan kegiatan pembinaan kelompok (team

building) pun dirancang mengikuti pola berpikir tetentu

untuk membiasakan berkarya menggunakan pola pikir

design digital.

Perubahan paling menarik terjadi saat lingkungan

kantor ikut diubah secara fisik. Secara bertahap lantai-lantai

gedung Indosat Ooredoo dirombak menjadi ruang kerja yang

terbuka serta tanpa ruang duduk permanen. Dibongkarnya

ruangan-ruangan para pemimpin menuntut adanya

perubahan perilaku dan sikap para pengguna ruang agar

Page 54: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

40

lebih transparan, toleran dan inklusif dalam bekerja.

Kesenjangan antara atasan dan bawahan, serta antar

departemen berkurang sehingga keputusan lebih cepat

dilakukan dan kerja menjadi lebih efektif. Berkurangnya

ruang tertutup juga mengurangi kesempatan orang berdalih

sibuk beraktifitas tetapi tidak efektif dalam bekerja. Dampak

signifikan lainnya adalah meningkatnya daya Tarik Indosat

Ooredoo bagi kandidat generasi Y untuk bergabung, satu

faktor penting bagi perkembangan kolam talenta yang akan

berpengaruh terhadap kelangsungan hidup perusahaan di

masa mendatang.

Secara sistem, perubahan paling signifikan adalah

pada sistem manajemen kinerja yang diubah agar semakin

erat mengacu kepada Key Performance Indicator (KPI)

perusahaan serta memasukkan unsur umpan balik pemangku

kepentingan. Perubahan dilakukan dengan malkukan proses

komunikasi yang intensif terkait dengan proses pengkajian

dan perubahan target serta KPI, serta bagaimana

keterkaitannya terhadap manajemen reward serta talenta.

KPI yang jelas terbukti membantu memacu kinerja yang lebih

baik serta obyektivitas atasan dalam menilai tiap individu.

Selanjutnya, mengacu kepada kejelasan KPI, beragam inisiatif

seperti pengelolaan kerja fleksibel di mana kebijakan i-work -

karyawan dapat bekerja di luar lokasi kantor serta dengan

jam bebas dapat dilakukan juga. Perubahan manajemen

kinerja serta beragam inisiatif yang mengacu kepada

pencapaian KPI secara kelanjutan masih mengalami

perubahan agar semakin mudah dengan menggunakan

teknologi digital dan mobile.

Page 55: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

41

Digital or Die!

Pemaparan ini hanya dapat menggambarkan secara

sekilas atas perubahan serta proses yang terjadi di belakang

layar di PT Indosat, TBk. Pada akhirnya semua perubahan

hanya dapat berdampak bila dilaksanakan secara terpadu

dan berkesinambungan. Digital touch points yang berperan

dalam pola hidup digital, dari bangun tidur, belajar, berkarya,

bersosialisasi, sampai tidur lagi secara terus menerus harus

dibiasakan menjadi gaya hidup seluruh karyawan dan

bermula dari jajaran puncak. Dengan demikian, jajaran

sumber daya manusia akan lebih mudah mengantisipasi

perubahan yang akan terjadi di era digital ini. Pada akhirnya,

pilihan yang ada hanyalah berubah dan menguasai pola pikir,

karya, hidup digital atau siapa pun akan terpinggirkan di era

digital ini.

Daftar Pustaka

Taylor, C. (2005). Walking the talk, building a culture for

success. Random House: USA.

The Economist (2015). Global Center for Digital Business

Transformation.

---ooOoo---

Page 56: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

42

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 57: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

43

How We Survive in Digital Era

Oleh:

Sulistijono

Page 58: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

44

Masih jelas teringat dalam benak saya ketika saya

masih mengetik alamat dan ucapan lebaran maupun tahun

baru di kartu ucapan kepada para relasi kerja kami dan

menitipkan kartu-kartu ucapan tersebut ke bagian

pengiriman surat di kantor dan di tahun berikutnya sudah

tidak ada tradisi tersebut karena sudah tergantikan oleh

ucapan elektronik melalui layanan pesan singkat (SMS)

telepon selular. Pastinya ini tidak hanya saya saja yang

mengalami, tentunya jutaan orang pengguna telepon selular

akan melakukan hal yang sama dengan apa yang saya

lakukan. Jadi terbayang juga bagaimana nasib PT POS yang

saat itu mendominasi bisnis jasa pengiriman surat. Mungkin

badai bisnis tengah dialami dengan hebat disekitar tahun

1999-2000 an karena adanya pergeseran perilaku pelanggan

dalam hal pengiriman pesan.

Itu yang terjadi dulu.. bagaimana dengan sekarang?

Saya rasa lebih luar biasa lagi. Pada era digital dimana

terdapat perubahan/pergeseran dari industri tradisional ke

industri modern yang berbasis teknologi informasi, pepatah

yang mengatakan bahwa pelanggan adalah raja semakin

terasa kebenarannya. Fenomena transportasi online seperti

Gojek, Grab dan sejenisnya menguatkan kalimat sakti

tersebut. Ya benar pelanggan memang raja. Bagaimana tidak

raja, melalui aplikasi transportasi online ini, pelayanan

dilakukan secara personal, pelanggan tahu harga yang harus

dia bayar dan pelanggan bisa membatalkan kalau tidak sesuai

harapan. Fenomena ini hampir sama dengan Uber dan Airbnb

dimana mobil pribadi dan tempat tinggal pribadi yang jadi

obyeknya. Kesamaan dari ketiga bisnis di atas adalah adanya

Page 59: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

45

pembagian ekonomi antara pemilik obyek (motor, mobil,

rumah/kamar) dengan pihak yang membutuhkan (user).

Aplikasi yang mempertemukan mereka. Peran aplikasi ini

sedemikian kuatnya sehingga dengan aplikasi tersebut

seakan-akan setiap orang menjadi terhubung satu sama lain.

Media sosial menjadi pintu pembuka dari berkembangnya

harapan pelanggan terhadap penyedia jasa layanan yang

berkaitan dengan hajat hidup orang banyak. Penyediaan jasa

transportasi (pembelian tiket), pelayanan masyarakat

(aplikasi Qlue di DKI Jakarta), pemantauan kesehatan

individu juga saat ini dapat dilakukan melalui aplikasi online.

Harapan pelanggan terhadap pelayananan begitu cepat dan

pelaku bisnis yang tidak menyesuaikan diri dan berubah

pastinya akan ditinggal oleh pelanggannya.

Dari kondisi di atas pelaku bisnis perlu melakukan

redefinisi terhadap konsep pengembangan bisnisnya. Penulis

buku bernama Jason Jennings & Laurence Haughton di tahun

2002 menulis buku berjudul It’s not the BIG that eat the

SMALL it’s the FAST that eat that SLOW. Pada kondisi saat ini

judul pada buku tersebut menjadi sangat relevan. Kecepatan

menjadi faktor utama dalam menentukan keberhasilan suatu

pelaku bisnis. Kecepatan apa saja yang diharapkan? Jason

Jennings & Laurence Haughton menyebutkan adanya 4

kecepatan yang ditempatkan sebagai hal yang sifatnya

kompetitif dalam bisnis yaitu, berpikir cepat, pengambilan

keputusan yang cepat, masuk ke pasar lebih cepat

dibandingkan pesaing dan tetap mempertahankan kecepatan

tersebut.

Page 60: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

46

Prinsip-prinsip kecepatan di atas sepertinya sangat

dipahami oleh Samsung yang saat ini dikenal dengan

kecepatannya dalam inovasi. Samsung di industri

telekomunikasi dinilai cepat dalam melakukan perubahan

atau inovasi produk. Bahkan ketika adanya produknya yang

gagal (Samsung Galaxy Note 7) tidak serta merta mengubah

pandangan orang bahwa Samsung merupakan perusahaan

yang aktif berinovasi (bagaimana Samsung juga mampu

mengalahkan Sony di industri elektroniknya).

Selain faktor kecepatan, fokus pada kebutuhan

pelanggan juga menjadi pola pikir yang harus dimiliki para

pelaku usaha. Dari beberapa sumber yang penulis baca,

terciptanya Gojek berawal dari obrolan sang pendiri, Nadiem

Makarim, dengan seorang pengemudi ojek tentang kesulitan

mereka dalam mendapatkan penumpang. Berdasarkan

obrolan dengan pengemudi ojek tersebut diketahui bahwa

waktu kosong yang dimiliki pengemudi dalam sehari sekitar

60-70% artinya sebagian besar waktunya hanya menunggu

penumpang yang di sekitarnya membutuhkan angkutan ojek.

Pihak penumpang terkadang menjadi pihak yang ‘dikalahkan’

dari aspek harga yang sudah dipatok oleh pengemudi ojek.

Aplikasi gojek kemudian hadir untuk menjembatani

kebutuhan kedua pihak tersebut. Bagaimana dengan cerita

Uber? Konon kabarnya ide munculnya aplikasi Uber tercipta

ketika pencipta aplikasi uber ini tengah membawa mobil

untuk menghadiri suatu acara dan kesulitan dalam mencari

tempat parkir mobil. Pada saat itulah dia berangan-angan

adanya suatu bidang usaha penyewaan mobil hanya untuk

Page 61: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

47

rute dan waktu yang terbatas dengan menggunakan mobil

pribadi.

Kedua contoh di atas menggambarkan bagaimana ide

terobosan bisnis ini muncul untuk menjawab dan

memberikan solusi dari kesulitan yang dihadapi pelanggan.

Salah satu ide baru yang belum dapat sepenuhnya diterapkan

di Indonesia karena adanya peraturan dan perundangan

adalah inovasi pembiayaan keuangan dengan menggunakan

teknologi sebagai basisnya. Ide ini muncul untuk

mendekatkan pihak yang memiliki dana lebih dan bersedia

dipinjamkan serta pihak yang membutuhkan/memerlukan

dana. Aplikasi ini akan mempertemukan kedua belah pihak

tersebut. Aplikasi ini nantinya memberikan solusi secara

cepat untuk pelanggan yang tidak hanya membantu

pembayaran akan tetapi peminjaman dana, pembelian

saham, perencanaan keuangan, riset keuangan, serta

transaksi yang biasa dilakukan oleh perbankan saat ini.

Contoh yang terakhir ini akan sangat memudahkan kita

sebagai pelanggan (sekali lagi pelanggan adalah raja) dan

pemerintah dalam hal ini Otoritas Jasa Keuangan juga tengah

menggodok aturan main dari industri ini.

Selain faktor kecepatan dan fokus pada kebutuhan

pelanggan, hal lain yang perlu dimiliki pelaku usaha adalah

karakteristik kelincahan (agility) dan kolaborasi. Kelincahan

ini berkaitan erat dengan kedua hal diatas, adaptif dalam

menerima perubahan dan cepat melakukan penyesuaian.

Kolaborasi disini adalah bagaimana pelaku usaha aktif

bekerja sama dengan dalam menangkap peluang usaha di era

digital ini. Pada masa sekarang dimana belanja online menjadi

Page 62: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

48

begitu pesatnya maka peluang yang sangat besar untuk

industri jasa pengiriman barang untuk berkolaborasi dengan

penyedia produk online. Model kolaborasi ini juga saat ini

dirasakan sekali oleh pelaku industri telekomunikasi dengan

industri digital. Para operator selular saat ini berlomba

dengan perusahaan pemula penyedia konten (content

provider) untuk mempertahankan pelanggannya melalui

konten-konten menarik melalui telepon selular yang

dimilikinya. Kolaborasi juga dilakukan oleh IKEA untuk

produk perangkat dapur (kitchen set) bersama dengan

pelanggannya. Produk ini dibuat dengan model yang

dikehendaki oleh pelanggan yang akan membeli.

Sikap dan Kompetensi yang diperlukan di Era Digital

Bagaimana dengan individu-individu dalam

organisasi? Individu dalam organisasi sudah pasti akan

menjadi pihak yang harus mau berubah dalam perilakunya.

Individu merupakan pelaku utama dalam organisasi dan

individu yang akan membentuk bagaimana organisasi itu

akan terlihat. Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada

pelaku bisnis di industri telekomunikasi terbesar di

Indonesia, melalui serangkaian diskusi kelompok yang

terfokus, terdapat sikap-sikap (attitude) yang dapat

menunjang tingkat keberlanjutan dalam menghadapi

tantangan di era digital saat ini. Sikap-sikap tersebut adalah

Global Thinking, Customer Fokus, Business Acumen, Execution

Focus, Agile Thinking, Innovation, Networking & Data

Analytics.

Page 63: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

49

Berpikir Global (Global Thinking).

Digambarkan sebagai kemampuan untuk memahami proses

secara terintegrasi dan mampu mengintegrasikan beberapa

sumber informasi untuk mendapatkan suatu gambaran yang

komprehensif. Kemampuan ini akan mengarahkan pemikiran

kita menjauhi konsep silo atau hanya mengfokuskan pada

fungsi yang ditekuni saja. Pada peran dalam organisasi,

kemampuan ini akan mengarahkan orang untuk

mengeluarkan output yang dapat di gunakan sebagai input

yang baik pada proses berikutnya. Tiap individu akan

memperhatikan kualitas hasilnya karena memahami dampak

yang diakibatkan dari apa yang dihasilkannya.

Fokus Terhadap Pelanggan (Customer Focus).

Digambarkan sebagai pemahaman bahwa kebutuhan

pelanggan (baik internal maupun eksternal organisasi)

menjadi landasan utama bagi kita dalam memberikan produk

atau layanan yang kita hasilkan. Pemahaman ini lebih

mengarahkan pikiran kita untuk melihat dari sisi pelanggan

yang akan menggunakan produk atau layanan yang kita

berikan. Apakah produk dan layanan tersebut memberikan

nilai lebih buat pelanggan, memberikan solusi dari

permasalahan yang dihadapi, mempermudah bagi pelanggan

dalam melakukan berbagai kepentingannya dan sebagainyal.

Pemahaman ini juga akan membawa kita untuk

mengeluarkan hasil yang lebih baik dari produk atau layanan

yang ada.

Ketajaman Berpikir (Business Acumen).

Digambarkan sebagai kemampuan dalam memahami

bisnis atau bidang yang dijalani, selalu mengikuti

Page 64: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

50

perkembangan tren terbaru yang terjadi diluar organisasi

atau global, kemampuan melihat kebutuhan pasar pada

bidang bisnis yang dijalani, dan mampu melihat peluang

berdasarkan apa yang terjadi di luar organisasi maupun

berdasarkan kemampuan yang dimiliki organisasi.

Kemampuan ini akan membuat kita untuk dapat melakukan

tindakan antisipasi maupun tindakan terobosan yang baru

berdasarkan analisa internal maupun eksternal organisasi/

unit. Selalu memperbaharui informasi melalui membaca,

mengamati, diskusi, mencoba adalah upaya yang dapat

dilakukan individu untuk meningkatkan kemampuan

business acumennya.

Fokus Terhadap Eksekusi (Execution Focus).

Digambarkan sebagai sikap konsistensi yang dimiliki

tiap individu untuk menyusun perencanaan berdasarkan ide

yang ditangkap, menyusun tindakan nyata berdasarkan

perencanaan tersebut dan melakukan evaluasi serta tindakan

perbaikan dari hasil yang telah diperoleh.

Lincah (Agile).

Digambarkan sebagai sikap yang lincah/cepat

beradaptasi terkait dengan menghadapi atau menggunakan

teknologi baru, melakukan hal baru dengan cara yang

berbeda, keinginan untuk meng-eksplore dan nyaman

dengan perubahan yang terjadi. Agility ini membawa individu

menjadi pribadi yang tidak mudah menyerah menghadapi

satu kondisi.

Page 65: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

51

Inovasi (Innovation).

Digambarkan sebagai dimilikinya pemikiran yang out

of the box, berani mencoba hal baru, mencoba menemukan

pendekatan baru dalam penyelesaian masalah maupun

menjalankan bisnis. Pemahaman ini akan mendorong

individu untuk selalu menciptakan hal-hal baru. Sebagaimana

definisi inovasi dalam Blue Ocean Strategy, inovasi dapat

dikategorikan dalam beberapa tipe yaitu penciptaan produk

atau layanan baru, ide dalam menggantikan (Replace) sesuai

dengan benda lain yang memiliki kesamaan fungsi,

melakukan simplifikasi sehingga terjadi efisiensi, melakukan

perbaikan terhadap produk maupun layanan yang ada

(Improve) serta menciptakan hal baru melalui penggabungan

2 hal yang berbeda (Combine). Individu yang senantiasa

berpikir inovatif akan memberikan dampak adanya

perbaikan dilingkup pekerjaan yang ditanganinya.

Jejaring (Networking).

Digambarkan sebagai kemampuan untuk membangun

dan membina hubungan dengan pihak lain, mengembangkan

hubungan yang saling menguntungkan dan memberikan nilai

tambah. Kemampuan membangun hubungan ini menjadi

sedemikian penting dengan adanya tuntutan organisasi yang

harus berkolaborasi dengan organisasi lain dalam upaya

menangkap peluang yang ada.

Pemahaman (Data Analytics).

Digambarkan sebagai pemahaman dalam

menempatkan data sebagai basis dalam proses pengambilan

keputusan dan dalam tahapan yang lebih tinggi adalah

menggunakan data dalam menyusun prediksi dan

Page 66: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

52

mendapatkan insight-insight dalam melihat fenomena yang

ada dan untuk menentukan langkah atau tindakan

antisipatifnya. Di perusahaan Google terdapat posisi Vice

President People Analytics & Compensation, posisi ini bertugas

untuk menyusun kesisteman terkait pengelolaan karyawan

berdasarkan data yang dikumpulkan dan ditarik

pembelajarannya. Penggambaran fungsi posisi ini sangat

mencerminkan aspek analisa data ini.

Kedelapan hal tersebut diyakini dapat menjadi

pendorong bagi organisasi untuk dapat menjadi organisasi

yang memiliki sifat cepat, focus pada pelanggan dan

kolaborasi. Yang menjadi tantangan buat praktisi manajemen

sumber daya manusia adalah bagaimana kedelapan hal di

atas dapat ditanamkan kedalam karyawan secara efektif. Pola

pengembangan manusia mungkin juga memerlukan

pendekatan yang berbeda dan lebih menyentuh area

personal. Hal ini dapat kita diskusikan dalam tulisan

selanjutnya.

Daftar Pustaka

Frank, D. (2005). A roadmap for the digital enterprise, six key

element to enable the Digital Enterprise. Principal

Digital Enterprise Solutions, Global Consulting

Practice.

Jennings, J. & Haughton, L. (2002). It’s not the BIG that eat the

SMALL it’s the FAST that eat that SLOW.

Lai, Jung-Yu & Ong, Chorng-Shyong (2009). Assessing and

Managing employees for embracing change: A multiple-

item scale to measure employee readiness for e-

business.

Page 67: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

53

Deteksi Dini Stres

Melalui Analisis Media Sosial

Page 68: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

54

Pengantar

Hampir semua orang setuju bahwa salah satu

terobosan teknologi yang paling signifikan selama 10-15

tahun terakhir adalah teknologi komunikasi dan informasi

berbasis digital platform atau yang akrab disebut dengan

internet. Keberadaan teknologi ini dan produk-produknya

sangat mempengaruhi dan telah mengubah banyak pola

kehidupan masyarakat dunia. Perubahan perilaku ini

mencakup ranah pribadi, sosial, politik dan kepentingan

publik yang lebih luas. Hal yang terakhir adalah, di awal

November 2016, kita mendengar bahwa pemilihan presiden

Amerika Serikat ke 46 dimenangkan oleh kandidat yang

dipandang piawai dalam mengandalkan media sosial di

internet untuk mempengaruhi para pemilih. Sebelumnya, kita

juga menjadi saksi perubahan politik di beberapa negara

timur tengah pada kurun waktu tahun 2010-2012 yang

diawali dengan interaksi sejumlah warga di media sosial dan

berujung pada aksi massa menggulingkan pemerintah yang

berkuasa saat itu.

Media Sosial dan Perubahan Perilaku Sosial

Fenomena yang dijelaskan di atas termasuk fenomena

yang tergolong makro. Bagaimana dengan tataran mikro atau

interaksi sehari-hari antar pribadi? Sejumlah pakar

menemukan bahwa media sosial telah mengubah sejumlah

perilaku sosial kita. Ada yang berpandangan pesimis, meski

tetap berbasis data, bahwa teknologi ini membuat banyak

orang menjadi terasing dari dunia sosial nyata. Meskipun

demikian, ada juga yang merasa bahwa media sosial

membantu banyak orang untuk mengasah keterampilan

Page 69: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

55

berinteraksi yang sulit dilakukan di dunia nyata. Bagaimana

pun, media sosial juga telah memberikan ruang baru untuk

ekspresi diri bagi orang-orang di berbagai belahan dunia.

Fenomena semacam itu terjadi secara global dan menjadi

tren hampir disemua negara yang penggunaan media

sosialnya tinggi.

Di Indonesia, kita juga semakin sering mengalami

sendiri betapa linimasa media sosial dipenuhi berbagai

macam konten yang diproduksi penggunanya. Konten-

konten tersebut menjejali akun Facebook, Twitter, Instagram

dan aplikasi messenger kita dengan informasi yang melimpah.

Isinya sangat variatif, dari mulai sekedar informasi tentang

kekesalan seorang teman di tengah kemacetan sampai berita-

berita kesehatan, politik, dan sebagainya. Kualitas

informasinya pun macam-macam. Dari mulai yang tergolong

akurat, plintiran fakta sampai yang sama sekali tidak berbasis

fakta. Meskipun demikian, hal itu tidak mengurangi minat

para pengguna media sosial dan aplikasi penyampai pesan

untuk merespons informasi-informasi tersebut. Respons

yang dimaksud dapat berupa membuat dan mengirimkan,

meneruskan pesan yang diperoleh, atau mengkritisinya dan

mendiskusikannya.

Gambaran indikatif di atas tentu tidak terlepas dari

pertumbuhan penggunaan internet di tingkat dunia, kawasan

dan dalam negeri. Sungguhpun sampai tahun 2016 penetrasi

penggunaan internet baru 34% dari total jumlah penduduk,

penetrasi ini bila dikonversi ke jumlah penduduk maka kita

mendapati angka sekitar 78 juta penduduk. Jumlah yang

sangat besar. Angka ini masih akan terus bertambah

Page 70: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

56

mengingat pertumbuhan penggunaan internet di Indonesia

diperkirakan sebesar kurang lebih 6% per tahun dengan

asumsi laju pembangunan infrastruktur Internet tidak

berubah dari kondisi sekarang. Bila pemerintah yang

berkuasa mengadakan percepatan pembangunan

infrastruktur Internet, maka boleh jadi tingkat

pertumbuhannya lebih dari 6%.

Di sisi lain, penggunaan media sosial pun mengalami

tingkat pertumbuhan yang cukup tinggi yaitu 10% per tahun,

setidaknya terhitung dari 2014. Saat ini, diperkirakan ada

sekitar 25% penduduk Indonesia yang memiliki akses ke

media sosial. Dengan pertumbuhan tersebut, maka dapat

diproyeksikan dalam 5-10 tahun ke depan, internet,

khususnya media sosial akan menjadi fitur kunci dalam

kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia. Ini juga diperkuat

dengan fakta bahwa saat ini, orang Indonesia diduga kuat

menghabiskan waktu sebanyak rata-rata tiga jam di media

sosial per hari dengan salah satu kegiatan utama

pemutakhiran status (status update).

Mengapa pemutakhiran status media sosial menjadi

kegiatan utama? Salah satu sebabnya adalah karena

pengungkapan emosi, sebuah kebutuhan alami manusia,

menjadi salah satu perilaku yang terfasilitasi dengan adanya

media sosial. Orang akan lebih merasa bebas menyampaikan

isi hatinya di akun media sosial yang ia miliki. Pada konteks

interaksi langsung dengan orang lain, pihak-pihak yang

terlibat biasanya akan saling mengirimkan sinyal-sinyal

nonverbal yang sedikit banyak mempengaruhi persepsi

tentang seberapa bebas mereka bisa berekspresi

Page 71: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

57

dipercakapan. Kita cenderung mempertimbangkan reaksi

lawan bicara yang terlihat dari bahasa tubuh dan ekspresi

wajahnya saat hendak menyampaikan sesuatu. Reaksi-reaksi

tersebut dapat memacu kita untuk berkomunikasi secara

terbuka atau malah menghambatnya. Hambatan tercipta

karena kita khawatir respons emosional orang lain yang tidak

dapat kita kendalikan, sebagai contoh, kita takut lawan bicara

marah. Hal ini tidak tidak terjadi dalam konteks posting di

media sosial. Dengan demikian, orang akan merasa lebih

bebas mengungkapkan emosi-emosinya karena tidak ada

sinyal non-verbal yang menghambat ekspresinya.

Walau peluang untuk lebih bebas berekspresi di media

sosial ada, bukan berarti peluang tersebut selalu digunakan.

Beberapa pengguna mungkin justru menuliskan status

terkini yang mengesankan diri mereka baik-baik saja

meskipun nyatanya tidak demikian. Meskipun demikian,

karena mengeluarkan atau memventilasi emosi adalah

kebutuhan alami, biasanya sebagian besar posting seseorang

benar-benar refleksi dari apa yang dipikirkan dan dirasakan.

Meskipun begitu, untuk menafsirkan emosi di balik isi status

media sosial seseorang, kita perlu menelaah lebih dari satu

status, bukan hanya satu-dua posting saja.

Pengungkapan emosi yang lebih jujur sebagaimana

disebut di atas membuka peluang untuk mempelajari dan

mendeteksi tingkat stres pengguna media sosial. Sejumlah

peneliti telah mengungkapkan dalam studi mereka bahwa

untuk memahami tingkat stres, isi posting seseorang di media

sosial dapat dijadikan petunjuk awal. Bahkan, indikasi

keberadaan depresi juga dapat muncul dalam status media

Page 72: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

58

sosial seseorang. Di tataran yang lebih umum, stres memang

dapat dideteksi dari rangkaian teks yang dibuat seseorang

atau dari ucapan-ucapannya.

Deteksi Stres Melalui Status di Media Sosial

Bagaimana stres bisa dideteksi lewat status media

sosial? Sejumlah ahli telah merancang metode untuk

mendeteksi tanda-tanda stres dari teks yang diunggah ke

media sosial. Metode tersebut ada yang berbasis teknologi

digital, menggunakan aplikasi software komputer dan ada

juga yang dilakukan secara manual, misalnya menggunakan

konsep Analisis Sentimen untuk membedah teks yang dibuat

oleh seseorang. Konsep tersebut membagi nuansa emosional

teks menjadi dua golongan yaitu teks yang menunjukkan

adanya stres dan teks yang menunjukkan relaksasi dari si

pembuat teks. Konsep ini kemudian digunakan untuk melihat

stres level pengguna social media. Thelwal (2016) membagi

teks atau kata-kata yang menunjukkan stres dalam

pembagian berikut ini:

a) Kata-kata yang menunjukkan stres.

b) Kata-kata yang menggambarkan stressor (sesuatu yang

dapat menimbulkan respon stress).

c) Perasaan negatif

Terdapat kata-kata yang menunjukkan relaksasi yang

diklasifikasi sebagai berikut:

1) Kata-kata yang menunjukkan keadaan perasaan yang

rileks atau tenang.

2) Kata-kata yang menunjukkan proses relaksasi

3) Perasaan positif.

Page 73: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

59

Thelwal (2016) juga memberikan referensi untuk

menganalisis tingkat stres secara online di tautan

http://sentistrength.wlv.ac.uk/TensiStrength.html. Sarana

online tersebut dapat digunakan dengan mudah untuk

melihat tingkat stress dan tingkat relaksasi dari sebuah

posting di media sosial hanya dengan menuliskan teks terkait.

Meskipun sarana ini amat mudah digunakan, penting untuk

berhati-hati dalam menganalisis tingkat stres seseorang.

Seperti telah disebutkan di atas, perlu melihat lebih dari satu

atau beberapa status untuk dapat mengetahui kondisi stres

seseorang melalui pesan-pesan yang dia unggah di media

sosial.

Dalam konteks pengelolaan sumber daya manusia,

sesuai dengan tujuan tulisan ini dibuat, mendeteksi stres

karyawan sejak awal memiliki banyak manfaat. Perusahaan

dapat memberikan dukungan yang diperlukan agar

karyawan tidak terjebak pada tingkat stres yang terlanjur

tinggi dan sulit untuk dipulihkan. Manajemen SDM juga bisa

melihat pola kolektif dari stres yang ada pada para karyawan

untuk bisa memberikan masukan dan intervensi untuk

menurunkan tingkat stres mereka, bila diperlukan.

Di sisi lain, untuk tidak menimbulkan kesan

manajemen SDM memata-matai media sosial karyawan,

upaya pemantauan tingkat stres perlu dilakukan secara hati-

hati dan dengan tingkat kerahasiaan yang tinggi serta

persetujuan karyawan berbasis kode etik praktek

manajemen SDM dan psikologi. Perusahaan perlu meminta

karyawan untuk secara sukarela mengikutkan diri mereka

dalam program-program pengelolaan stres yang di dalamnya

Page 74: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

60

termasuk program pemantauan tingkat stres melalui media

sosial. Karyawan juga dapat melakukan pemantauan tingkat

stres mereka sendiri dan melaporkannya pada manajemen

SDM secara sukarela di saat mereka membutuhkan dukungan

mengatasi stres yang sudah tak bisa diatasi sendiri.

Daftar Pustaka

Beeman, C. (2016). Does Social Media Interfere with the

Capacity to Make Reasoned Arguments? In C. G. Prado

(Ed) Social Media and Your Brain: Web-Based

Communication Is Changing How We Think and Express

Ourselves. Santa Barbara, California: Praeger.

Kemp, S. (2016). We are social’s compendium of global digital,

social, and mobile data, Trends, and Statistics;

Lin, Huijie dkk (2016). What does social media say about your

stress. Proceedings of the Twenty-Fifth International

Joint Conference on Artificial Intelligence (IJCAI-16).

Thelwal, M. (2016). http://sentistrength.wlv.ac.uk/

TensiStrength.html.

---ooOoo---

Page 75: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

61

Kompetensi Dan Standar

Kompetensi

Page 76: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

62

Page 77: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

63

Standar Kompetensi Praktisi MSDM

di Indonesia

(Disampaikan pada Forum Sharing, Learning dan Networking

IOC, 23 April 2016)

Page 78: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

64

Pengantar

Pengelola dan penanggung jawab SDM di sebuah

organisasi memiliki peran yang sangat penting. Di tangan

merekalah kualitas sumber daya manusia di dalam organisasi

dapat berkembang pesat yang kemudian berdampak

terhadap pencapaian organisasi atau sebaliknya. Para

praktisi SDM ini semakin memiliki fungsi yang strategis dan

dipandang penting oleh organisasi baik swasta maupun

pemerintahan. Meskipun organisasi memiliki sistem dan

proses kerja yang sangat baik, sarana dan prasarana yang

lebih dari sekadar cukup, namun jika kualitas sumber daya

manusianya tidak ditangani dengan profesional oleh para

pengelola SDM maka hal-hal yang sudah baik itu menjadi sia-

sia. Saat ini terdapat sekitar 3 jutaan praktisi SDM diseluruh

Indonesia menurut perkiraan Lembaga Sertifikasi profesi

MSDM Indonesia, tentunya dengan standar kamampuan yang

beragam. Meskipun demikian, semua organisasi baik itu

perusahaan swasta, pemerintahan, Badan Usaha Milik Negara

(BUMN), maupun organisasi non profit lainnya menaruh

harapan yang besar terhadap para praktisi SDM ini yaitu

mengembangkan kualitas sumber daya manusia mereka

semaksimal mungkin. Dengan peran yang semakin krusial

maka para praktisi SDM dituntut untuk terus

mengembangkan kompetensi mereka. Untuk itu diperlukan

program pengembangan yang terstruktur, efektif, efisien dan

berkesinambungan. Standar kompetensi praktisi SDM

diperlukan sebagai pedoman dalam melakukan

pengembangan yang terarah. Standar kompetensi ini dapat

pula digunakan untuk mengetahui gap kompetensi yang

Page 79: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

65

perlu dipenuhi saat ini oleh praktisi SDM. Berdasarkan gap

kompetensi tersebut kemudian dapat disusun program

pelatihan dan pengembangan berbasis kompetensi, sehingga

pada waktunya kompetensi yang efektif dapat dimiliki para

praktisi SDM diberbagai organisasi. Untuk itulah kemudian

dibuat Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI)

bidang Manajemen Sumber Daya Manusia yang selanjutnya

akan disebut SKKNI MSDM.

Proses Penyusunan Standar Kerja Kompetensi Nasional

Indonesia (SKKNI) Bidang MSDM

SKKNI MSDM tertuang dalam Keputusan Menteri

Tenaga Kerja dan Transmigrasi nomor 307 tahun 2014,

ditanda-tangani pada tanggal 9 September 2014 oleh Bapak

Muhaimin Iskandar yang kala itu menjabat sebagai Menteri

Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Dokumen ini dapat diunduh

melalui https://www.pmsm-indonesia.com atau http://jdih.

kemnaker.go.id/ atau yunus.triyonggo.wordpress.com.

Dokumen setebal 487 halaman ini disarankan untuk tidak

diprint out namun cukup disimpan dalam bentuk soft file dan

dibaca dan dipelajari secara bertahap. Membaca SKKNI

MSDM mesti mengerti kerangka besarnya sehingga

memudahkan dalam pemahamannya. Secara garis besar

SKKNI MSDM dikemas dengan kerangka seperti tampak

dalam gambar berikut:

Penyusunan SKKNI MSDM diawali dengan penetapan

apa Tujuan Utamanya, lalu diuraikan apa saja Fungsi

Kuncinya, dilanjutkan dengan apa Fungsi Utamanya dan

ditetapkan apa saja Fungsi Dasarnya. Fungsi dasar inilah yang

Page 80: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

66

kemudian kita kenal dengan Unit Kompetensi. Setiap Unit

kompetensi diuraikan atas beberapa Elemen dan masing-

masing elemen ditetapkan apa saja Kriteria Unjuk Kerja

(KUK) nya. Didalam pengukuran kompetensi berikutnya

perlu juga ditetapkan Indikator Unjuk Kerja (IUK) nya.

Selanjutnya di setiap Unit Kompetensi akan diuraikan secara

lebih detail apa saja batasan variabel dan panduan

penilaiannya.

Gambar 1: Pemetaan Kompetensi RMCS

Sedangkan untuk memudahkan memahami konten

SKKNI MSDM, teman-teman cukup melihat gambar di bawah

ini:

Page 81: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

67

Gambar 2: Konten SKKNI MSDM

Menjadi praktisi MSDM di Indonesia yang kompeten

dipersyaratkan oleh SKKNI MSDM, menguasai 8 prasyarat

dasar generik (soft competencies). Seorang praktisi MSDM

yang kompeten memiliki integritas dalam mempraktekan

fungsi-fungsi MSDM di tempat kerja, menunjukkan sikap

kerjasama dengan semua pihak dalam organisasi, memiliki

kemampuan berkomunikasi yang efektif, selalu

mengutamakan kepuasan pelanggannya, mampu

menjalankan fungsi konsultasi baik ke bawah-atas-sejajar,

memiliki pemahaman bisnis yang lengkap, menunjukkan jiwa

kepemimpinan yang efektif, dan mampu menjalin relasi

dengan semua pemangku kepentingan dalam organisasi. Ke

delapan prasyarat dasar generik ini merupakan hasil dari

kajian selama proses penyusunan SKKNI MSDM yang lalu

dengan referensi dari SHRM, CIPD, dan buku The Handbook of

Page 82: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

68

Competency Mapping karya Seema Sanghi. Selain prasyarat

dasar generik, seorang praktisi MSDM di Indonesia dituntut

untuk menguasai Bahasa Indonesia melalui Uji Kemahiran

Berbahasa Indonesia (UKBI) dengan minimal skor level

unggul yaitu 525. Uji dapat dilakukan melalui online dengan

mengakses ke website Badan Pengembangan dan Pembinaan

Bahasa http://badanbahasa.kemdikbud.go.id.

Selanjutnya masuk Bab II berisikan kompetensi teknis

praktisi MSDM yang dikemas dalam 9 klaster seperti yang

ditampilkan dalam gambar di atas meliputi:

1. Strategi dan Perencanaan Pengelolaan SDM

2. Pengadaan SDM

3. Pengembangan Organisasi

4. Pembelajaran dan Pengembangan

5. Manajemen Talenta

6. Pengelolaan Karir

7. Pengelolaan Kinerja dan Remunerasi

8. Hubungan Industrial

9. Layanan Administrasi dan SIstem Informasi Pekerja

Secara lebih lengkap komposisi Fungsi Kompetensi

beserta elemen dan KUK nya dapat dlihat pada tabulasi di

bawah ini:

Page 83: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

69

Tabel 3: Komposisi fungsi dasar/unit kompetensi

Setelah memiliki standar kompetensi tersebut lalu

apakah yang bisa kita lakukan agar memberikan dampak

nyata terhadap peningkatan kompetensi praktisi MSDM di

seluruh wilayah Indonesia sehingga dapat menjadikan SDM

Indonesia yang berkualitas dan berdaya saing.

Pendekatan strategis dalam ekselerasi peningkatan

kompetensi praktisi MSDM dapat diilustrasikan dengan

Gambar 3 di bawah ini mengenai strategi pengembangan

kompetensi. Landasan hukum dari strategi ini adalah

Kepmenakertrans nomor 307 tahun 2014 yaitu SKKNI

MSDM, Kepmenakertrans nomor 346 tahun 2014 yaitu

SKKNI Hubungan Industrial, dan Kepmenaker nomor 435

tahun 2015 yaitu Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia

bidang MSDM.

Page 84: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

70

Gambar 3: Strategi Pengembangan Kompetensi

Model Pengembangan Kompetensi Bidang MSDM

Untuk menggerakkan program peningkatan

kompetensi diperlukan adanya Lembaga Diklat Profesi (LDP)

dan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) bidang MSDM. LDP

mempersiapkan kurikulum, silabus, dan modul pelatihan

berbasis kompetensi, sedangkan LSP menyiapkan skema

sertifikasi dan materi uji kompetensi serta asesor

bersertifikasi untuk menjalankan proses sertifikasi profesi.

Kedua lembaga ini mendasarkan pada SKKNI MSDM di dalam

pengembangan dokumen-dokumen yang diperlukan dalam

menjalankan fungsinya.

Saat ini ada beberapa LDP yang sudah menjalankan

program2 pelatihan MSDM berbasis kompetensi, salah

satunya adalah IndHRI (Indonesia Human Resources Institute)

Page 85: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

71

sedangkan yang sudah mendapatkan lisensi BNSP untuk uji

sertifikasi kompetensi adalag LSP MSDM Indonesia.

Diharapkan kedepannya akan semakin banyak

terbentuknya LDP dan LSP di seluruh wilayah Indonesia,

sehingga proses peningkatan kompetensi praktisi MSDM

dapat terjadi dan terbuka di seluruh wilayah Indonesia.

Untuk itu, mari para praktisi Manajemen SDM untuk bersatu

padu untuk memajukan dunia MSDM di Indonesia dan

mengambil peran aktif dalam model tersebut di atas sesuai

dengan penguasaan bidangnya masing-masing.

Sementara itu, untuk memperkokoh gerakan

peningkatan kompetensi praktisi MSDM di Indonesia, saya

mencoba untuk merancang modelnya seperti tampak di

gambar berikut ini:

Gambar 4: Development Model.

Page 86: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

72

Diperlukan 3 percepatan berdasarkan wawancara dan

FGD yang melibatkan 16 Pakar MSDM yaitu percepatan

program pelatihan MSDM berbasis kompetensi, pendirian

LSP bidang profesi MSDM, dan penyusunan kurikulum

pendidikan tinggi berbasis SKKNI.

Penutup

Adalah menjadi tanggung jawab para praktisi MSDM

di seluruh Indonesia untuk menjadi kompeten dan

memastikan SDM di bawah binaannya menjadi SDM yang

berkualitas dan berdaya saing. Mari mengambil peran dalam

kancah mengejar ketertinggalan ini, minimal memastikan

kita dan anak buah kita kompeten di bidangnya. Sebagai

praktisi MSDM kita berpeluang besar untuk mengubah arah

bangsa dan negeri ini menjadi semakin baik dan berdaya

saing.

---ooOoo---

Page 87: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

73

`

Pengukuran Kompetensi dan

dampaknya

(Studi kasus pada sebuah NGO di Indonesia)

Oleh:

Wustari L. H. Mangundjaya

Page 88: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

74

Permasalahan kompetensi, dalam arti apakah

seseorang dianggap memiliki kompetensi atau tidak,

bagaimana cara mengukurnya, dan bagaimana hal ini

berdampak pada berbagai kebijakan manajemen SDM, telah

menjadi salah satu diskusi yang sering dibahas di sebuah

organisasi. Diskusi tersebut tidak hanya di organisasi yang

sifatnya profit, tetapi juga pada organisasi yang bersifat

nirlaba. Di bawah ini dibahas mengenai salah satu kasus

mengenai kompetensi yang terdapat di salah sebuah

organisasi nirlaba terkemuka di Indonesia.

Organisasi XYZ adalah sebuah organisasi nirlaba yang

bergerak di bidang pelestarian lingkungan, khususnya

program pelestarian lingkungan dan pemberdayaan

masyarakat. Organisasi XYZ ini memiliki mitra Lembaga

Swadaya Masyarakat (NGO) di berbagai daerah. Dana untuk

melaksanakan kegiatan pada umumnya diperoleh dari

lembaga asing yang bertujuan untuk melestarikan

lingkungan hidup dan memberdayakan masyarakat.

Berdasarkan jenis dan sifat pekerjaannya, hal ini menuntut

adanya kompetensi yang spesifik. Sementara itu, para

karyawan yang bekerja di NGO tidak hanya mereka yang

sudah memiliki pengalaman di bidangnya (karena pernah

bekerja di NGO lain, dengan jenis pekerjaan yang kurang lebih

lama), atau memiliki latar nelakang pendidikan yang sesuai,

tetapi juga mereka yang memiliki latar belakang pengalaman

kerja di swasta dengan latar belakang yang kurang sesuai,

tetapi memiliki minat dan passion yang tinggi terhadap

pelestarian lingkungan hidup dan pemberdayaan

masyarakat.

Page 89: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

75

Secara umum iklim organisasi pada Organisasi XYZ

cukup kondusif dan penuh kekeluargaan, hubungan

interpersonal dan komunikasi antar karyawan juga cukup

baik, khususnya bila berhubungan dengan aspek hubungan

interpersonal dan bersifat pribadi. Meskipun demikian, pada

saat menentukan imbal jasa, remunerasi serta manajemen

kinerja, masalah kompetensi seringkali menjadi salah satu

bahan diskusi. Pertanyaan yang muncul adalah: Apakah si A

memang kompeten dalam menjalankan tugas-tugasnya?

Mengapa dia bisa diterima untuk posisi tersebut padahal

pengalaman kerjanya tidak ada? Mengapa gajinya sama atau

lebih tinggi dari apa yang saya terima? Pertanyaan-

pertanyaan tersebut akhirnya membuat kondisi iklim

organisasi menjadi kurang kondusif, meskipun jumlah

karyawan yang ada relatif tidak banyak.

Memperhatikan dan menyadari kondisi yang ada,

serta dengan pemahaman bahwa diperlukan adanya suatu

standar kompetensi tertentu dari setiap pekerjaan yang ada

di Organisasi XYZ, maka Manajemen Organisasi XYZ meminta

jasa dari Konsultan Manajemen SDM dan Pengembangan

Organisasi untuk membuat suatu Model Kompetensi, dengan

berlandaskan pada sistem Competency Based Human

Resource Management (CBHRM) atau Manajemen SDM

berbasis Kompetensi. Selanjutnya, Gugus Tugas (Task Force)

dibentuk yang merupakan tim perumus yang akan bekerja

bersama dengan tim konsultan.

Langkah pertama adalah melakukan wawancara dan

melakukan Focussed Group Discussion (FGD) mengenai

kompetensi yang diperlukan. Kegiatan awalnya yaitu

Page 90: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

76

menganalisis kompetensi dasar (basic/core competency),

yaitu kompetensi inti yang harus dimiliki oleh setiap anggota

organisasi/karyawan pada semua tingkatan atau level

jabatan. Dari berbagai tingkatan tersebut dibedakan oleh

persyaratan dari masing-masing kepemilikan kompetensi

(Spencer & Spencer, 1993; Spencer dkk, 1994) Kompetensi

tersebut dijabarkan berdasarkan kategori Pengetahuan

(Knowledge), Keterampilan (Skills) dan Sikap (Attitudes).

Setelah kompetensi inti tersusun, kemudian beralih pada

penyusunan Kompetensi Managerial, yaitu kompetensi yang

dipersyaratkan bagi seseorang yang menduduki posisi

pemimpin, dalam arti memiliki bawahan langsung. Dengan

demikian tidak semua karyawan perlu memiliki kompetensi

yang dipersyaratkan pada pemegang jabatan. Kompetensi

yang ketiga adalah Kompetensi Fungsional (Functional

Competency), yaitu kompetensi spesifik yang dipersyaratkan

bagi setiap jabatan/posisi. Setelah memperoleh pengetahuan

3 (tiga) jenis kompetensi tersebut, maka kemudian dilakukan

konfirmasi berdasarkan FGD dan wawancara terhadap para

perwakilan karyawan dan manajemen. Pada proses

konfirmasi tersebut, semua pemangku kepentingan

khususnya Direksi harus terlibat. Pernah terjadi salah

seorang Direksi merasa tidak terlibat dalam pembuatan

kompetensi, karena pada waktu beberapa kali melakukan

FGD dan wawancara Direksi tersebut berhalangan karena

sedang di luar negeri atau di luar kota. Untuk mengakomodir

hal tersebut, sebelum disepakati dan dikonfirmasi bahwa

kompetensi tersebut yang diperlukan, maka dilakukan FGD

sekali lagi dan dilanjutkan dengan wawancara.

Page 91: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

77

Setelah model kompetensi disetujui bersama, langkah

kedua adalah melakukan asesmen bagi para pemegang

jabatan dengan menggunakan pendekatan Assemen 360

derajad, yaitu melibatkan atasan, diri sendiri, rekan kerja,

bawahan, dan pelanggan (internal dan eksternal). Salah satu

hal yang perlu diantisipasi dalam kegiatan ini adalah

diperolehnya perbedaan penilaian yang mencolok dari

masing-masing penilai, sehingga dibentuk Komite Penilaian,

yang didalamnya terdapat pula Manajer HRD (Human

Resource Development) yang akan mengatasi adanya konflik

yang disebabkan karena adanya perbedaan penilaian.

Langkah selanjutnya adalah menyelaraskan model

kompetensi dengan berbagai kebijakan manajemen HRD

lainnya, antara lain: kebijakan remunerasi, imbal jasa,

pelatihan, manajemen kinerja, serta berbagai kebijakan

manajemen SDM lain yang terkait. Pada proses ini, hal yang

juga berpotensi untuk terjadinya argumentasi dan konflik

adalah pada waktu menghubungkan dengan remunerasi,

apalagi setelah adanya asesmen mengenai kompetensi yang

dimiliki oleh para karyawan. Pada proses ini pendekatan

personal, tatap muka, dan diskusi dengan berbagai pihak

diperlukan untuk mencapai kemufakatan bersama.

Pada akhirnya model kompetensi yang dirancang

bersama tersebut setelah dipetakan tersebut selesai, maka

konsultan menyarankan untuk melakukan evaluasi setiap

tahun mengenai persyaratan, penjabaran serta penilaian

kompetensi pada karyawan untuk dapat menjaga akurasi

penilaian serta menjaga iklim organisasi yang kondusif.

Suksesnya pembuatan model kompetensi tersebut tidak

Page 92: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

78

lepas dari kerjasama antara manajemen organisasi, gugus

tugas, dan tim konsultan. Sistem manajemen SDM berbasis

kompetensi (CBHRM) secara umum dapat membantu untuk

mengetahui dan menilai serta mengukur kompetensi yang

dipersyaratkan serta dimiliki oleh setiap pekerja. Diharapkan

dengan adanya program SKKNI (Standarisasi Kompetensi

Kerja Naional Indonesia) akan semakin dapat membantu

mengukur dan menilai kompetensi seseorang secara lebih

akurat dan obyektif.

Daftar Pustaka

Spencer L. M. & Spencer S. M. (1993). Competence at Work:

Models for Superior Performance. New York: John

Wiley & Sons, Inc. Wang, Chongming.

Spencer, L. M., McClelland, D. C., & Spencer, S. (1994).

Competency assessment methods: History and state of

the art. Boston: Hay-McBey Research Press.

---ooOoo---

Page 93: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

79

Sebuah Tinjauan Teoritis

Tentang Kompetensi

Oleh:

Aldira Gusana Meyer

Page 94: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

80

Pengantar

Terdapat banyak definisi mengenai kompetensi yang

diajukan oleh banyak ahli. Salah satu definisi yang

dikemukakan oleh Shermon (2004) adalah kompetensi

sebagai karakter dasar seseorang yang memungkinkan

dirinya untuk bisa melakukan kinerja yang luar biasa dalam

pekerjaan, peran, maupun situasi yang dihadapi. Jika

demikian, maka untuk melaksanakan tugas dan fungsi dalam

suatu organisasi karakter dasar ini menjadi sangat

dibutuhkan, terutama untuk menghasilkan kinerja yang luar

biasa. Untuk lebih memahami kompetensi, mari kita gunakan

kata ‘kompeten’ untuk menggambarkan seseorang. Bapak A

merupakan seorang yang kompeten dalam melaksanakan

tugasnya sebagai seorang pemimpin.

Apa yang dimaksud dengan kompeten?

Kompeten adalah suatu terminologi singkat untuk

menjelaskan hal-hal sebagai berikut :

a) Bapak A menujukkan beberapa atau salah satu dari

gabungan berbagai karakteristik individu seperti

pengetahuan, keterampilan, dan karakteristik dasar

individu lainnya. Karakterisitik dasar individu dapat

dijelaskan melalui emosi, kepribadian, sikap, motivasi

ataupun kapasitas intelijensi.

b) Perilaku dan kinerja Bapak A dapat di pengaruhi dan di

prediksi melalui perilaku dan kinerjanya. Kinerjanya

dapat menggambarkan karakteristik dasar individu.

c) Perilaku dan kinerja Bapak A digolongkan sebagai sesuatu

yang unggul. Hal ini dapat dilihat dari hasil pengukuran

Page 95: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

81

terhadap perilaku dan kinerjanya dengan menggunakan

suatu standar atau kriteria tertentu.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dibayangkan betapa

kompetensi menjadi sesuatu yang sangat terkait dengan

‘keunggulan’ seseorang atau dalam terminologi bisnis adalah

Sistem Pengelolaan Talenta (Talent Management System.)

Talent Management System atau Sistem Pengelolaan

Talenta adalah salah satu hal penting dalam kesuksesan

organisasi mengelola bisnisnya. Keterkaitan antara nilai,

budaya dan strategi bisnis organisasi akan sangat

dipengaruhi oleh kepiawaian organisasi tersebut dalam

mengelola sumber daya manusia yang ada di dalamnya.

Pentingnya Kompetensi Bagi Pemimpin di Organisasi

Pemimpin menjadi aspek penting dalam

menggerakkan semua sumberdaya yang ada dalam

organisasi untuk pencapaian target dan kinerja yang

diharapkan. Jika pada masa lalu banyak orang yang

berpendapat bahwa kepemimpinan adalah aspek yang

dibawa sejak lahir, maka sepertinya pandangan tersebut

terus mengalami pergeseran hingga saat ini. Saat ini, diskusi-

diskusi mengenai kepemimpinan tampaknya lebih banyak

dikaitkan dengan bagaimana membuat karyawan yang ada di

organisasi memiliki kemampuan untuk menjadi pemimpin

dan siap menerima estafet kepemimpinan dari generasi

sebelumnya.

Berbicara mengenai kemampuan untuk menjadi

pemimpin tentunya bukan lagi bicara mengenai karisma,

bakat ataupun aspek-aspek yang sifatnya bawaan. Berbicara

Page 96: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

82

mengenai peningkatan kemampuan kepemimpinan berarti

berbicara tentang suatu hal yang dapat terus dikembangkan

melalui berbagai intervensi pengembangan. Hal inilah yang

kemudian kita sebut dengan pengembangan kompetensi

kepemimpinan.

Untuk dapat mencapai target organisasi jelas

dibutuhkan sekumpulan kompetensi tertentu pada diri

pemimpin di dalam organisasi tersebut. Hasil penelitian DDI

pada tahun 2015 menyatakan bahwa 3 (tiga) hal utama yang

menghambat pengelolaan kinerja yang efektif adalah :

1. Tingkat ketrampilan pimpinan dalam sesi Coaching yang

bermakna dan berkelanjutan.

2. Kemampuan pimpinan untuk membedakan tingkat

kinerja yang baik dan tingkat kinerja yang membutuhkan

umpan balik.

3. Kecenderungan pimpinan untuk melakukan 2 (dua) sesi

penting dalam setahun, yaitu sesi menetapkan target

kerja (setting goals) dan membahas kinerja (reviewing

performance).

Ketiga hambatan diatas menunjukkan pentingnya

kompetensi pimpinan dalam membantu mengarahkan

kinerja tim dan pencapaian target organisasi secara

menyeluruh.

Karakteristik Kompetensi

Menggunakan penjelasan dari Spencer & Spencer (1993),

karakteristik kompetensi mencakup 5 (lima) tipe, yaitu:

1) Motif (Motives)

Motif merupakan pikiran atau keinginan individu yang

secara konsisten mendorong munculnya tingkah laku

Page 97: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

83

tertentu untuk suatu tujuan. Motif akan mengarahkan dan

menyeleksi sikap individu menjadi suatu tindakan agar

dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Seorang

pimpinan yang memiliki motif berprestasi akan

mengarahkan dirinya untuk mencapai prestasi yang

ditargetkan, sehingga akan melakukan pekerjaannya

dengan penuh tanggung jawab (Spencer & Spencer,

1993).

2) Konsep diri (Self-concept)

Konsep diri merupakan keyakinan individu terhadap

sifat, nilai, dan citra diri yang dapat memprediksikan

tingkah laku yang ditampilkan individu dalam suatu

situasi. Seorang pimpinan yang mempunyai konsep diri

positif akan mampu menampilkan tingkah laku yang

menunjukkan kepemimpinannya pada anak buah nya

(Spencer & Spencer, 1993).

3) Ciri-ciri (Traits)

Ciri-ciri (traits) merupakan karakteristik kepribadian dan

respon yang konsisten muncul pada situasi tertentu.

Pengendalian emosi diri merupakan salah satu traits yang

harus dimiliki oleh seorang pimpinan.

4) Keterampilan (Skill)

Ketrampilan dibagi menjadi 2 jenis, yaitu ketrampilan

fisik dan ketrampilan mental. Ketrampilan fisik adalah

kemampuan individu untuk menampilkan pekerjaan

melalui perilaku nyata, sedangkan ketrampilan mental

atau kognitif adalah kemampuan individu yang berkaitan

dengan kemampuan analitis dan konseptual atau

pengetahuan teknis yang harus dimiliki seseorang dalam

Page 98: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

84

menyelesaikan tugas dalam pekerjaan. Pimpinan yang

efektif perlu memiliki kemampuan mengorganisasi serta

merencanakan tugas, target yang telah ditetapkan

organisasi. Ia juga harus mampu melakukan komunikasi

interpersonal terkait pengarahan rencana kerja kepada

timnya dan ketika secara khusus memberikan umpan

balik kinerja dalam rangka pengembangan karyawan.

5) Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan merupakan informasi yang perlu diketahui

dan dikuasai oleh individu untuk mencapai sasaran

pekerjaan sesuai dengan bidangnya. Pimpinan perlu

diberikan pengetahuan mengenai cara pemberian umpan

balik yang efektif kepada bawahannya. Selain itu,

pimpinan juga perlu memiliki pengetahuan mengenai

peran dan tanggung jawab nya sebagai seorang atasan

yang dapat mempengaruhi kompetensi yang dimilikinya

Spencer & Spencer, 1993).

Beberapa aplikasi penggunaan kompetensi dalam

organisasi untuk bertahan dalam dinamika dan persaingan

bisnis adalah :

a. Mendapatkan Talenta (Talent Acquisition) – kompetensi

digunakan dalam pemetaan talenta organisasi yang

dimulai dari tahap rekrutmen hingga penempatan yang

paling sesuai.

b. Pembelajaran dan Pengembangan (Learning &

Development) – kompetensi digunakan menetapkan

perilaku spesifik yang menjadi target pengembangan

karyawan.

Page 99: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

85

c. Perencanaan Suksesi (Succession Planning) – memberikan

pemahaman yang sama dan jelas mengenai kebutuhan

organisasi dalam perencanaan dan pengelolaam talent

pool.

d. Manajemen Kinerja (Performance Management) –

pimpinan akan memiliki bahasa yang sama saat

mengelola kinerja dengan adanya kompetensi standar

dalam organisasi tersebut.

Intervensi Terhadap Kompetensi

Tidak mudah melakukan intervensi terhadap

kompetensi seseorang, terutama terhadap aspek-aspek

kompetensi yang sudah melekat dalam diri seseorang

personal attributes seperti kepribadian, ciri-ciri dan

kapasitas kognitif. Hal yang bisa dilakukan adalah

menyesuaikan jenis intervensi dengan aspek kompetensi

yang ingin diubah.

Terhadap personal attributes, intervensi dapat di

lakukan melalui beberapa cara seperti sesi Coaching dan sesi

pemberian umpan balik. Pada sesi-sesi tersebut perlu

dikomunikasikan hal-hal apa saja yang sekiranya perlu

diperhatikan dan ditindaklanjuti oleh keduabelah pihak. Sesi

tersebut diharapkan dapat memberikan insipirasi dan

motivasi bagi karyawan sehingga kinerja meningkat. Dalam

hal ini, untuk kompetensi yang terkait ketrampilan fisik dan

mental, intervensi dapat berupa pembelajaran atau pelatihan,

penugasan, maupun sesi Coaching secara berkala.

Pembelajaran atau pelatihan dapat dilakukan

langsung pada praktek kerja atau diberikan dalam sesi-sesi di

kelas. Pentingnya untuk melakukan pemantauan atas hasil

Page 100: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

86

pembelajaran atau pelatihan secara seksama dengan alat

ukur yang dipersepsikan secara standar oleh keseluruhan

organisasi.

Penutup

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa

kompetensi merupakan aspek kritikal dalam suatu organisasi

dalam menghadapi dinamika dan persaingan bisnis.

Penetapan dan pengelolaan kompetensi individu secara

efektif akan dapat membantu organisasi menjaga

keberlanjutannya dalam situasi ekonomi dan bisnis masa

depan.

Daftar Pustaka

Shermon, G. (2004). Competency based human resource

management: A strategic resource for competency

mapping, assessment and development centres. Tata

Mc-Graw Hill.

Spencer L. M. & Spencer S. M. (1993). Competence at work:

Models for superior performance. New York: John Wiley

& Sons, Inc. Wang, Chongming.

---ooOoo---

Page 101: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

87

HRBP SEBAGAI

PENDEKATAN MANAJEMEN

Page 102: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

88

Page 103: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

89

Human Resources Business

Partnership (HRBP)

(Disampaikan pada Forum Sharing, Learning dan Networking

IOC, 21 May 2016)

Page 104: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

90

Pengantar

Dalam sambutannya di kongres International

Telecommunication Union di Budva, Montenegro tahun 2009,

Dave Ulrich, Professor Business and Management dari

University of Michigan mengatakan bahwa untuk memahami

masa lalu kita dapat membaca berbagai jurnal, untuk

memahami masa kini, dengan jujur dan serius kita perlu

bercermin, dan untuk memahami masa yang akan datang,

maka kita harus menguji mimpi-mimpi kita. Dalam hal ini,

bagi pemimpin organisasi dan para profesional, mimpi adalah

visi, misi atau apapun yang menggambarkan aspirasi yang

menunjukkan apa yang akan kita lakukan dan capai, serta

kemana kita akan pergi. Demikian juga dengan para praktisi

di bidang sumber daya manusia (SDM). Mimpi-mimpi itu

berakar pada tantangan-tantangan bisnis pada saat ini, dan

bagaimana kita harus meresponnya. Mimpi ini juga termasuk

aspirasi yang perlu dimiliki sebagai seorang praktisi di bidang

SDM yang profesional.

Visi Bidang SDM di Masa Depan

Dunia bisnis saat ini sudah sangat berkembang

mengikuti perkembangan teknologi yang menciptakan

kemudahan dalam mengakses (accessibility), kemungkinan

dapat terlihat (visibility) dan konektivitas (connectivity). Hal

ini membuat dunia terasa semakin kecil, perubahan terjadi

sangat cepat dan keterbukaan informasi menjadi salah satu

ciri utama dari perubahan ini. Konsumen menjadi lebih

tersegmentasi, lebih cerewet terhadap hal-hal kecil, lebih

kritis dan memiliki tuntutan yang tinggi. Investor menjadi

lebih mudah menyesuaikan diri, dan memberi perhatian lebih

Page 105: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

91

kepada sesuatu yang sifatnya tidak terlihat (intangible)

bukan sekadar pencapaian finansial. Karyawan

merepresentasikan meningkatnya keberagaman latar

belakang demografi; tidak hanya ras dan gender, tetapi juga

pilihan-pilihan pribadi dan orientasi kerja. Bagaimana

dengan pesaing? Kompetisi ditandai oleh bermunculannya

pemain-pemain global dan para pelaku inovasi kelas

rumahan. Dengan konteks bisnis yang berubah dengan pesat,

harapan terhadap para praktisi bidang SDM inipun menjadi

semakin besar. Saat ini banyak pimpinan perusahaan yang

kecewa terhadap praktisi SDM karena mereka gagal

merepons perubahan yang terjadi begitu cepat dan gagal

menangkap peluang-peluang yang ditimbulkan oleh

tantangan-tantangan bisnis saat ini.

Para eksekutif perusahaan mengharapkan praktisi

bidang SDM, sebagai bagian dari organisasi, memberikan

kontribusi dan nilai tambah, khususnya dalam dunia bisnis

yang terus berkembang. Melalui survey, para eksekutif

perusahaan mengharapkan praktisi bidang SDM dapat

berfungsi dan berkontribusi dengan berfokus pada:

1. Talenta (Talent): menyiapkan dan mempertahankan

pekerja berbakat (talent) yang baik.

2. Perubahan (Change): memastikan bahwa organisasi

berubah dan beradaptasi dengan perkembangan.

3. Tata Kelola (Governance) : membangun proses tata kelola

yang menjamin kerahasiaan.

4. Tidak tampak (Intangibles): mengidentifikasi dan

memberi intangible value kepada investor.

Page 106: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

92

5. Kepemimpinan (Leadership): memastikan kesiapan

kepemimpinan generasi penerus dalam perusahaan.

6. Eksekusi (Execution): memastikan bahwa strategi

perusahaan berjalan sesuai rencana.

7. Globalisasi (Globalization): menyesuaikan praktik bidang

SDM di organisasi dengan praktik bidang SDM kelas

dunia.

8. Manajemen Kinerja (Performance Management):

mendorong kinerja dan hasil di seluruh bagian

perusahaan.

9. Komunikasi (Communication): belajar untuk berbagi

informasi dengan semua orang di dalam maupun di luar

perusahaan.

10. Transformasi SDM (HR Transformation): membuat peta

transformasi fungsi bidang SDM dari layanan administrasi

tradisional menjadi lebih strategis.

Menciptakan Nilai

Lebih dari pada harapan para eksekutif di atas, kata

kunci dari sambutan Ulrich (2006) adalah mereka yang

menjadi praktisi pada bidang SDM harus mampu

memberikan nilai tambah dan keunggulan kompetitif bagi

bisnis perusahaan. Para praktisi bidang SDM harus

menggeser fokus perhatiannya dari yang pada umumnya

lebih banyak mengurusi administrasi menjadi fokus kepada

strategi dan bagaimana memberikan hasil yang berdampak

pada bisnis. Karena dengan fokus kepada strategi dan

memberikan hasil yang berdampak pada bisnis, maka mereka

akan mampu memberikan nilai positif bagi bisnis.

Page 107: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

93

Seringkali para praktisi bidang SDM mengeluarkan

kebijakan atau prosedur tanpa mempertimbangkan apakah

kebijakan dan prosedur itu menunjang bisnis atau malah

sebaliknya. Seringkali para eksekutif perusahaan mengeluh

karena proses yang diciptakan oleh para praktisi SDM

cenderung kaku atau kurang fleksibel dalam mengikuti

perkembangan bisnis. Seringkali mereka juga kurang

akomodatif terhadap perubahan konteks bisnis.

Dalam kasus ini Ulrich (1997,2005) mengomentari

bahwa para praktisi bidang SDM ini sedang membangun HR

Business bukan berproses menjadi Business Partner.

Kita juga sering mendengar jargon bahwa praktisi

bidang SDM harus tahu dan memahami bisnis perusahaan,

namun bagaimana caranya dan bagaimana aktualisasinya

dalam berbagai kegiatan, ini yang menjadi tugas besar dari

para praktisi di bidang ini.

HR sebagai Business Partner

Mendefinisikan praktisi bidang SDM sebagai Business

Partner secara sederhana adalah bagaimana mengaitkan

berbagai aktivitas bidang sumber daya manusia secara

langsung dengan strategi bisnis dan berbagai faktor

lingkungan yang berkaitan dengan strategi itu.

Meskipun telah dicetuskan sekitar 15 tahun yang lalu,

namun hingga saat ini belum dirasakan ada istilah yang pas

dalam bahasa Indonesia untuk mengistilahkan hal ini.

Sehingga untuk selanjutnya dalam artikel ini saya akan

menyebutnya sebagai HRBP (Human Resources Business

Partner).

Page 108: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

94

Prinsip SDM sebagai Mitra Bisnis (Business Partner)

Beberapa prinsip yang harus diketahui dan disadari

oleh praktisi SDM sebagai Business Partner adalah:

1) Strategi SDM harus berakar kepada strategi bisnis, tidak

boleh berdiri sendiri.

2) Manajemen SDM bukanlah hanya bagaimana membuat

berbagai program SDM, tetapi yang jauh lebih penting

adalah bagaimana hubungannya dengan strategi bisnis.

3) Departemen SDM harus dipahami sebagai bagian dari

organisasi yang mengantisipasi perubahan dan

memahami apa yang perlu dilakukan untuk merespons

perubahan.

4) Praktisi bidang SDM harus mengambil peran sebagai

penyuara yang vokal bagi kepentingan-kepentingan

karyawan sehingga meminimalkan konflik ketika

keputusan-keputusan bisnis harus dilakukan.

5) Efektivitas kegiatan SDM bergantung kepada seberapa

jauh kemampuan untuk tetap fokus kepada masalah-

masalah karyawan, bukan kepada pribadi-pribadi.

6) Praktisi SDM harus menyadari bahwa belajar

berkesinambungan dan peningkatan kompetensi adalah

esensial untuk dapat berkontribusi secara efektif.

4 Peran Praktisi Bidang Sumber Daya Manusia

Menurut Ulrich (1997) terdapat 4 (empat) peran

praktisi bidang SDM yang harus dijalankan agar mereka

dapat menjalankan peran strategis dalam bisnis perusahaan,

yaitu peran sebagai:

Page 109: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

95

1. Ahli Fungsional (Functional Expert), membantu

perusahaan melakukan efisiensi biaya operasional dari

sisi pengelolaan sumber daya manusia.

2. Sahabat Pekerja (Employee Champion), membantu

perusahaan untuk mengelola berbagai kebutuhan

karyawan. Dari kebutuhan yang sederhana hingga

pengembangan karir yang sangat kompleks.

3. Agen Perubahan (Change Agent), membantu

perusahaan untuk beradaptasi terhadap berbagai

perubahan.

4. Mitra Bisnis (Business Partner), membantu perusahaan

untuk mencapai target bisnis.

Peran sebagai Ahli Fungsional (Functional Expert) dan

sahabat pekerja (Employee Champion) sudah banyak

dijalankan oleh para praktisi bidang SDM dalam perusahaan

sebagai tugas utama departemen SDM. Meskipun demikian,

untuk meningkatkan peran yang lebih strategis, sebagai Agen

Perubahan (Change Agent) dan Mitra Bisnis (Business

Partner), maka perlu dilakukan transformasi mulai dari cara

pikir, organisasi, kompetensi, pendekatan dan hubungan

dengan departemen lain hingga hasil-hasil utama bidang

sumber daya manusia.

Tantangan bagi Praktisi Bidang Sumber Daya Manusia

Beberapa tantangan yang dihadapi oleh praktisi

bidang SDM dalam upaya mengukuhkan peran sebagai Mitra

Bisnis (Business Partner) dapat ditelaah dengan

mengevaluasi beberapa pertanyaan di bawah ini:

a) Talenta (Talent): Apakah perusahaan sudah atraktif

dalam menarik, memotivasi dan mempertahankan

Page 110: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

96

karyawan yang berprestasi dan berkomitmen tinggi?

Praktisi bidang SDM perlu melakukan evaluasi secara

berkala dalam hal apa perusahaan atraktif dan mampu

mempertahankan top talents,

b) Kecepatan (Speed): Apakah praktisi bidang SDM mampu

melakukan perubahan yang penting dengan cepat? Para

praktisi bidang SDM harus sangat memahami dinamika

yang sedang terjadi dalam organisasi dan kemudian

meresponsnya

c) Berbagi Cara Berfikir (Share Mindset): Apakah

perusahaan sudah baik dalam meyakinkan karyawan dan

pelanggan sehingga mereka mempunyai gambaran yang

positif tentang perusahaan? Praktisi bidang SDM

diharapkan dapat memfasilitasi komunikasi antara

manajemen dengan karyawan dalam dalam masalah-

masalah penting

d) Akuntabilitas (Accountability): Apakah perusahaan

sudah baik dalam menerapkan disiplin yang

menghasilkan kinerja yang tinggi? Praktisi bidang SDM

mempunyai tugas dan tanggung jawab membangun sistim

penilaian kinerja yang baik dan sistim imbalan yang

memotivasi

e) Kolaborasi (Collaboration): Apakah perusahaan sudah

baik dalam hal bekerja lintas organisasi untuk mencapai

tingkat efisiensi dan keuntungan yang optimal? Praktisi

SDM dituntut untuk sensitif terhadap hubungan dan kerja

sama antar unit organisasi dalam perusahaan untuk

menghasilkan produktivitas kerja yang optimal

Page 111: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

97

f) Pembelajaran (Learning): Apakah perusahaan sudah

baik dalam hal menggalang dan menggerakan idea-idea

yang berdampak yang tinggi? Praktisi SDM dapat memulai

inisiatif untuk menciptakan sistim penggalangannya,

misalnya dengan Knowledge Management

g) Kepemimpinan (Leadership): Apakah perusahaan

sudah baik dalam mengikat pemimpin yang mencapai

hasil yang baik dengan cara yang baik. Praktisi dan

manajemen SDM bertanggung jawab untuk menciptakan

pemimpin generasi berikut?

h) Koneksi Pelanggan (Customer Connection): Apakah

perusahaan sudah baik dalam membangun hubungan dan

kepercayaan pelanggan? Praktisi dan manajemen SDM

dapat mengambil inisiatif untuk mempromosikan

karyawan menjadi brand ambassador

i) Inovasi (Innovation): Apakah perusahaan sudah baik

dalam menciptakan proses, sistem atau prosedur yang

baru yang lebih efisien dan produktif. Seberapa jauh

praktisi bidang SDM dapat turut berkontribusi dalam

inovasi?

j) Kesatuan Strategik (Strategic Unity): Apakah

perusahaan sudah baik dalam mengartikulasikan dan

mengkomunikasikan strategi bisnisnya? Semakin luas

karyawan mengetahui dan memahami strategi

perusahaan, maka diharapkan semakin tinggi komitmen

mereka.

k) Efisiensi (Efficiency): Apakah perusahaan sudah baik

dalam mengelola biaya operasi perusahaan?

Page 112: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

98

Tantangan-tantangan di atas sangat jelas mendorong

para praktisi bidang SDM untuk keluar dari pekerjaan-

pekerjaan administratif, dan kemudian memperhatikan

banyak persoalan yang lebih memberikan nilai tambah bagi

perusahaan. Meskipun demikian, untuk dapat melakukan

peran aktif ini, praktisi SDM harus hadir di semua unit

organisasi untuk dapat memahami apa yang sedang dan akan

terjadi, sehingga tidak sulit untuk berpartisipasi dan

berkontribusi. Hal ini penting karena terlalu sibuk dengan

urusan internal, sebagai praktisi SDM kita seringkali gagap

ketika diajak diskusi tentang sales, produk atau produksi; dan

bisnis secara keseluruhan.

Implementasi

Saat ini banyak perusahaan yang mengubah nama

jabatan HR Manajer atau HRD Manajer menjadi HRBP.

Meskipun demikian, ruang lingkup pekerjaannya tidak

berubah. Hal ini tidak salah, tetapi seyogyanya yang diubah

adalah cara pikir dan cara pandang terhadap peran praktisi

SDM nya terlebih dahulu. Pada tahun 2002, setelah

mempelajari berbagai tulisan tentang HR Value Creation dan

HR Transformation, Excelcomindo Pratama (sekarang XL

Axiata) memutuskan untuk melakukan perubahan organisasi

SDM dengan tujuan lebih meningkatkan pelayanan kepada

unit-unit organisasi secara lebih aktif. Keputusannya

dibentuklah unit Human Resource Business Partner yang

dipimpin oleh seorang pejabat setingkat General Manajer

beranggotakan 5 orang HRBP dengan kualifikasi jabatan

setingkat Manajer, 2 orang direkrut dari internal dan 3 orang

direkrut dari luar perusahaan. Ruang lingkup kerja mereka

Page 113: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

99

adalah: a) manajemen kinerja (performance management), b)

manajemen talenta (talent management), c) pengembangan

organisasi (organization development).

Sementara itu, pelatihan (training), hubungan

karyawan (employee relations) dan remunerasi

(remuneration) ditangani oleh unit organisasi terpisah.

Dalam prakteknya sehari-hari HRBP berfungsi sebagai HR

Consultant bagi para Direktur, Vice President dan General

Manajer khusus untuk berbagai hal yang berkaitan dengan

ketiga ruang lingkup di atas.

Pada prakteknya, setiap praktisi HRBP menangani 1

atau lebih direktorat, tergantung kepada besarnya jumlah

karyawan di direktorat. Mereka selalu hadir dalam rapat

bulanan di direktorat yang menjadi area tanggung jawab

mereka untuk mengetahui program-program yang sedang

dan akan dilaksanakan. Secara rutin mereka juga melakukan

pertemuan dengan para pimpinan di direktorat untuk

membahas implementasi program dan dukungan (support)

yang dapat dilakukan oleh praktisi SDM, juga membahas

kinerja karyawan, pengembangan karir dan berbagai

masalah organisasi.

Mengapa perlu ada pembatasan ruang lingkup?

Terdapat pembatasan ruang lingkup yaitu a)

manajemen kinerja (performance management), b)

manajemen talenta (talent management) dan c)

pengembangan organisasi (organization development)

tersebut? Alasannya adalah, ketiga ruang lingkup penting

tersebut di atas dalam penanganannya membutuhkan:

pengetahuan dan keahlian khusus, perhatian yang spesifik

Page 114: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

100

dan berbeda untuk setiap direktorat, dan perhatian yang

berkesinambungan. Dalam organisasi yang besar dan luas

manajemen kinerja (performance management) atau

manajemen talenta (talent management) kurang efektif bila

ditangani secara terpusat oleh satu unit saja, sementara bila

dipecah menjadi 2 unit organisasi juga terlalu mahal.

Hasilnya, peran HRBP sangat dirasakan manfaatnya oleh

semua unit organisasi dalam menangani berbagai tantangan

organisasi dan masalah-masalah manusia yang mereka

hadapi, bahkan ketergantungan mereka kepada HRBP sangat

besar. Dalam hal ini, yang penting SDM selalu hadir di tengah

mereka dan di tengah bisnis perusahaan, bukan lagi dipinggir

sebagai fungsi pendukung.

Daftar Pustaka

Ulrich, D. (1997). Human Resource Champions, Harvard

Business School Press.

Ulrich, D. & Broch Bank, W. (2005). The HR Value Propositions,

Harvard Business Review.

---ooOoo---

Page 115: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

101

Human Resources Business Partner:

Apa Itu?

(Disampaikan pada Forum Sharing, Learning dan Networking

IOC, 21 May 2016)

Oleh:

P.M. Susbandono

Page 116: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

102

Pengantar

Seorang teman yang kebetulan mempunyai halaman

rumah yang luas, mengeluh tentang tukang-kebun yang

bertugas merawat lahannya. Keinginan tuan dan nyonya

rumah tentang bagaimana halamannya yang luas ingin ditata,

ternyata sulit dipahami oleh si Mamang. “Padahal, saya tak

minta yang sesuatu yang rumit”, demikian ujar sang Tuan.

“Halaman depan dan samping sebelah timur, dibuat taman

yang asri, halaman samping barat khusus untuk tanaman

buah-buahan dan apotik hidup sedangkan halaman belakang

untuk arena bermain dan santai keluarga”. Dalam hal ini,

meskipun sudah ada permintaan tersebut, tetapi hal yang

dilakukan Mamang memang menjadi berantakan tak karuan.

Pohon mangga ditanam di depan rumah, bunga

bougenville ditaruh di belakang dan daun sirih sengaja

dirambatkan di bagian belakang, persis di depan kolam ikan

hias. Mendengar keluh kesah itu, diam-diam saya bisa

memahami kejengkelannya. Dari satu sisi, Mamang dapat

disebut sebagai “melawan perintah sang majikan”. Dalam

bahasa yang sedikit ilmiah, Ia disebut sebagai “tidak

kooperatif dan supportif”, dan kalau meminjam istilah dari

“Sang Guru HR”, Dave Ulrich (1997, 2005), Mamang disebut

sebagai tidak mampu menerjemahkan, apalagi mendukung,

visi, misi dan strategi bisnis dari pemilik saham (shareholder).

HRBP: Mengapa Harus Ada

Kasus serupa terjadi juga di banyak (sekali) organisasi

atau perusahaan. Itu yang dilihat selama ini, mengapa sering

ada “pertikaian” yang tak kunjung usai antara manajemen

puncak dengan versus pimpinan bidang SDM. Sang pimpinan

Page 117: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

103

SDM atau apa pun sebutan yang berlaku di sebuah organisasi,

dianggap membandel atau berkeras tidak mau melakukan

apa yang digadang-gadang atasannya.

Manajemen puncak, yang biasanya direpresentasikan

oleh BOD, sering mengeluh tentang bagian SDM di bawah

sana, yang disebut “gagal paham” tentang apa yang

digagasnya terhadap cita-cita bisnis usahanya. Visi, misi dan

strategi perusahaan di satu sisi melawan konsep-konsep

baku SDM, di sisi yang berbeda acap kali tidak sinkron atau

malah bertolak belakang, baik secara konsep mau pun

implementasi. Sang pemimpin SDM biasanya berpegang

teguh dengan konsep pengelolaan SDM yang ilmiah dan hasil

dari teori-teori canggih ahlinya, minus bayangan akan

kemana dan bagaimana roda perusahaan akan digulirkan di

masa depan. Di sisi yang berlawanan, BOD menganggap

bahwa tujuan bisnis yang dijanjikan mereka kepada pemilik

modal harus dipegang teguh untuk ditepati hasilnya, apapun

dan berapapun ongkos yang harus dibayar, termasuk harus

melakukan pengingkaran akan konsep SDM yang

direkomendasikan oleh bagian SDM.

Lahirnya HRBP

Setahu saya, konsep HRBP belum banyak dipakai oleh

perusahaan-perusahaan di Indonesia. Kalau pun ada, itu

belum terlalu lama. Saya menggagas dan melahirkan konsep

HRBP di tempat saya bekerja, baru sekitar 15 tahun lalu.

Meski demikian, perjalanan ke depan untuk menerapkan

konsep ini, belum terlalu mulus. Biasanya, mudah

membuatnya, namun sulit memeliharanya. Beberapa teman

yang pernah melahirkan HRBP di tempatnya bekerja,

Page 118: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

104

kabarnya mati suri setelah 2-3 tahun berjalan, dan mati

sesungguhnya setelah 5 tahun.

Gejala yang sempat saya amati adalah kurang atau

bahkan tidak tersedianya orang yang mampu mengemban

tugas yang berat namun mulia ini. Coba simak, apa

persyaratan agar seorang HRBP dapat menjalankan fungsi

dan perannya dengan pas.

HR business partners are HR professionals who work

closely with an organization’s senior leaders in order to develop

an HR agenda that closely supports the overall aims of the

organization. The process of alignment is known as HR business

partnering and may involve the HR business partner sitting on

the board of directors or working closely with the board of

directors and C-suite. HR business partners are often the most

senior HR professionals within the department, with experience

of putting points across to senior leaders on a regular basis.

Bapak HRBP, Dave Ulrich (1997) menyatakan bahwa

untuk menjadi praktisi HRBP yang efektif diperlukan hal-hal

sebagai berikut:

Pertama, ia harus seseorang yang berpengalaman dan

kompeten di bidang SDM. Seorang praktisi HRBP harus

bersikap profesional dan tahu persis fungsi dan peran SDM

dalam bisnis yang sedang digeluti.

Kedua, ia haruslah seseorang yang menguasai dan

berpengalaman (tidak hanya tahu) akan visi, misi dan strategi

bisnis perusahaan. Dalam tingkat tertentu, seorang praktisi

HRBP harus tahu bagaimana bisnis dijalankan dan bagaimana

perusahaan beroperasi.

Page 119: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

105

Ketiga, seorang praktisi HRBP haruslah mempunyai

hubungan yang dekat dan dapat berkomunikasi dengan BOD

dan shareholder. Mampu mengkomunikasikan ide,

pandangan dan konsep SDM dengan bahasa awam dan seiring

dengan konsep bisnis mereka.

Keempat, mengenal budaya dan perilaku organisasi serta

ciri-ciri anggota-anggota perusahaan.

Kelima, mampu menjadi penghubung antara strategi bisnis

milik perusahaan, dengan seluruh fungsi managemen yang

ada, seperti; keuangan, teknikal, operasi, pemasaran,

hubungan eksternal, teknologi informasi, dan sebagainya,

dengan menggunakan bahasa dari masing-masing fungsi

tersebut ditambah dengan nuansa SDM yang kental.

Satu hal harus dicatat, bahwa misi dan terutama

strategi bisnis yang hidup dalam kekinian, adalah sesuatu

yang bergerak setiap saat. Strategi bergerak berubah dalam

setiap periode waktu yang singkat. Kita tidak sedang hidup di

dalam kapal pesiar Titanic, yang besar, megah, laut yang

tenang, angin sepoi-sepoi, dengan awak kapal yang terlatih

dengan sempurna. Kita sedang hidup dalam suasana

berarung jeram di arus yang bisa berubah setiap saat, cuaca

yang berganti setiap detik, angin yang berubah arah setiap

tarikan nafas kita dan kondisi geografi yang tak mungkin

diduga sebelumnya.

Itu menambah berat beban seorang praktisi HRBP

yang dituntut mempunyai kemampuan beradaptasi dan

fleksibilitas yang tidak hanya tinggi tetapi juga harus tangkas

dan tahan banting.

Page 120: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

106

Lalu Bagaimana?

Dari uraian di atas dapat kita bayangkan beratnya

persyaratan untuk menjadi seorang praktisi HRBP yang

efektif. Ia dituntut berpikir, bekerja dan bersikap bak

setengah dewa. Dave Ulrich (1997) telah mencoba

merumuskan bagaimana hidup sebagai seorang HRBP masa

kini. HRBP harus memenuhi 4 fungsi sebagai berikut:

1. Menguasai Bidangnya, semua konsep SDM yang sudah

begitu banyak dirumuskan oleh para ahli, harus

dijalankan seperti yang seharusnya. Teori baku SDM, dari

A sampai Z, terimplementasi dengan sempurna.

2. Sahabat para Pekerja, praktisi SDM harus membuat

seluruh pekerja menjadi nyaman dan aman dalam

bekerja. Semua hak pekerja diberikan seluruhnya tanpa

kecuali. Kewajiban pekerja disampaikan dengan benar

dan ikut mendukung manajer fungsi untuk

mengembangkan pekerja (people development) , sampai

batas kemampuan dan potensi maksimalnya.

3. Mitra Bisnis, mendukung pemegang saham, BOD dan

seluruh manajer fungsional dalam mewujudkan misi dan

target bisnis dengan strategi yang telah ditentukan dan

disepakati bersama.

4. Agen Perubahan, selalu menjadi garda terdepan dalam

setiap perubahan yang terjadi. SDM adalah lokomotif

perubahan, bahkan sering menjadi penggagas atas

perubahan itu sendiri.

Saya cenderung mengurutkan fungsi di atas, dari

nomer 1 sampai 4, secara sekuensial. Apabila anda sedang

diminta untuk membangun sebuah Departemen SDM yang

Page 121: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

107

baru, mulailah merintis dari nomer 1 (menguasai bidangnya),

baru berturut-turut meningkatkan ke nomer 2 (sahabat para

pekerja), nomer 3 (mitra bisnis) dan nomer 4 (agen

perubahan).

Fungsi pertama dan kedua, mayoritas telah dipahami

oleh para praktisi HRBP di Indonesia, sementara fungsi ketiga

dan keempat, menjadi tantangan tersendiri untuk

mewujudkannya.

Apa yang Terjadi di Industri Minyak dan Gas?

Tantangan utama yang dihadapi oleh praktisi HRBP

adalah terpenuhinya kualifikasi bagi seorang praktisi HRBP

dan akseptabilitasnya. Itu semua adalah faktor internal yang

masih dapat diatasi dengan cara mencari dan

mengembangkan dari dalam (grow from within) atau mencari

dari luar (external recruitment).

Meskipun demikian, faktor eksternal yang (sangat)

sulit diatasi adalah berubahnya kondisi bisnis dengan sangat

cepat. Industri yang paling pas untuk dijadikan contoh kasus,

adalah minyak dan gas bumi (oil and gas). Diketahui secara

umum bahwa harga komiditas minyak berfluktuasi sangat

cepat. Dalam hal ini, ketika 2 tahun yang lalu harga minyak

dunia masih bertengger pada angka diatas USD 100/barrel,

maka dalam waktu 6-9 bulan kemudian, ia anjlog menjadi

kisaran hanya sepertiga sampai setengahnya. Dalam 5 tahun

terakhir, harga minyak turun menjadi hanya 35%-nya. Dalam

3 tahun turun menjadi hanya 40%-nya. Hal ini jelas membuat

strategi para praktisi HRBP dalam membuat program-

program jangka panjang, menengah dan pendek berubah

total. Harga bisa terombang-ambing dalam hitungan hari.

Page 122: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

108

Pengembangan sumber daya manusia mengikuti kegaduhan

harga minyak (baca: bisnis) dengan relatif linier.

Bila hari ini organisasi berani membajak tenaga ahli

petro-technical dengan harga selangit yang aduhai, minggu

depan, praktisi HRBP harus memutar otak bagaimana

melepas para tenaga ahli ini dengan se-elegan mungkin. Bila

hari ini program pelatihan menjadi primadona, maka bulan

depan HRBP harus menjadwal-ulang seluruh kegiatan itu

hanya menjadi 10-25% nya saja. Bila hari ini anggaran berada

dalam puncak hitungan, semester depan pisau pemotong

anggaran menjadi sangat sering digunakan. Asumsi

keekonomian proyek berubah sama sekali dan struktur

organisasi mengikuti kaidah efisiensi dengan cara

perampingan yang drastis dan dramatis.

Sebagai praktsi SDM yang harus menari dengan irama

bisnis, kenyataan ini jelas bukan hal yang mudah. HRBP,

sekali lagi, dituntut fungsinya sebagai “mitra bisnis” dan

“agen perubahan” yang piawai. Daya adaptasi dan fleksibitas

yang (sangat) tinggi menjadi persyaratan utama untuk

suksesnya peran praktisi HRBP dalam mendukung tujuan

organisasi.

Penutup

Fungsi manajemen SDM dan strategi bisnis

perusahaan, jelas bukan merupakan 2 hal yang terpisah.

Dalam banyak hal, ia beririsan dan seringkali saling tumpang

tindih. Program SDM yang sama sekali terpisah dengan

strategi bisnis membuat ia seolah berada di awang-awang

dan tidak membumi. Pada akhirnya, hasilnya tidak akan

digunakan oleh organisasi. Ini yang disebut sebagai sia-sia

Page 123: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

109

atau mubazir. Itulah mengapa Ulrich (1997) menekankan

pentingnya sumber daya manusia yang bernuansa bisnis,

atau bisnis yang berlatar-belakang sumber daya manusia.

Sejumlah kriteria untuk menjadi HRBP dirumuskan agar ia

mampu menjadi jembatan antara bisnis dan pekerja,

sekaligus mendukung semua fungsi managemen yang ada.

Tanda-tanda para praktisi bidang SDM sudah menjadi

“mitra bisnis” sangat mudah. Coba jawab pertanyaan ini,

sejauh mana fungsi SDM dilibatkan dalam keputusan

manajemen yang strategis? Semakin sering ia dilibatkan,

maka dapat dikatakan bahwa fungsi SDM sebagai “mitra

bisnis” dan “agen perubahan” sudah terjawab. Bila semakin

jarang, maka jangan kecewa apabila SDM – atau apa pun nama

fungsi itu – hanya cukup memenuhi kedua fungsi pertama

dan kedua, yaitu menguasai bidangnya dan menjadi sahabat

para pekerja.

Daftar Pustaka

Ulrich, D. (1997). The Human Resource Champion. Harvard

Business Review.

---ooOoo---

Page 124: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

110

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 125: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

111

HUMAN RESOURCE TRANSFORMATION

DI UNILEVER INDONESIA

Oleh:

Irwan Dewanto

Page 126: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

112

Ketika hampir 20 tahun yang lalu Dave Ulrich (1997)

menerbitkan buku nya yang sangat berdampak di dunia

manajemen SDM hingga saat ini yang berjudul “HR Champion:

The Next Agenda for Adding Value and Delivering Results

(Harvard Business School Press, 1997)”, para praktisi bidang

SDM di seluruh dunia berlomba-lomba untuk mengadopsi

seluruh atau sebagian dari teori-teori yang ada di buku

tersebut di perusahaannya masing-masing.

Buku tersebut mengubah paradigma para praktisi

SDM dari yang semula berorientasi pada proses menjadi lebih

berorientasi pada hasil. Selain itu, buku ini juga memberikan

tantangan kepada mereka terkait dengan bagaimana para

praktisi bidang SDM tersebut bisa memberikan nilai tambah

yang dapat diukur secara bisnis melalui kinerja keuangan;

bagaimana fungsi bidang SDM di sebuah perusahaan bisa

berubah dari hal-hal yang sifatnya administratif menjadi ke

hal-hal yang sifatnya lebih strategis yakni sebagai business

partners melalui sebuah perubahan desain organisasi

didalam bidang SDM itu sendiri; dan bagaimana manajer lini

menjadi pendukug karyawan (people champions) yang

merasa memiliki dan bertanggung jawab terhadap semua

kebutuhan pengelolaan manusia di dalam timnya sendiri.

Unilever Global juga termasuk pihak yang merasa

perlu melakukan perubahan yang terinspirasi oleh tulisan

Dave Ulrich tersebut melalui sebuah inisiatif global yang

bernama “HRT/HR Transformation” yang mulai diterapkan di

Unilever Indonesia pada tahun 2005. Secara organisasi,

bidang SDM berubah bentuk dari organisasi yang berbasis

fungsi dan geografi menjadi 3 pilar utama yaitu:

Page 127: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

113

1) Pelayanan SDM (HR Service) yang menangani semua

transaksi-transaksi administrasi karyawan.

2) Tim Ahli (Expertise Team) yang menjadi center of

excellence di pengembangan kepemimpinan dan reward.

3) HRBP yang melekat di masing-masing unit bisnis.

Selain 3 pilar utama tersebut terdapat juga organisasi

General Affairs dan Security yang mendukung operasional

perusahaan. Salah satu latar belakang perubahan organisasi

tersebut adalah untuk membebaskan HRBP dari beban

transaksi administratif sehinggal bisa lebih fokus untuk

memberikan nilai tambah ke bisnis.

Perubahan organisasi mendasar tersebut menuntut

perubahan pola pikir baik dari dalam tim praktisi bidang SDM

itu sendiri maupun dari seluruh pemangku kepentingan di

perusahaan. Perubahan pola pikir inilah yang sampai

sekarang masih berjalan dengan segala dinamikanya yang

akan saya bahas dengan urutan sebagai berikut:

a. Tahap Implementasi awal.

b. Tantangan-tantangan yang dihadapi.

c. Langkah-langkah yang dilakukan.

d. Kondisi saat ini.

e. Pelajaran yang bisa diambil.

A. Tahap Implementasi Awal

Pada saat inisiatif ini mulai diberlakukan di Indonesia,

proses edukasi terhadap tim internal HR dan manajer lini

dilakukan secara bersamaan. Beberapa orang kunci dari

masing-masing fungsi direkrut sebagai agen perubahan.

Serangkaian aktivasi dalam rangka mengkampanyekan

Page 128: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

114

perubahan dan menciptakan kegairahan terhadap perubahan

ini dilakukan.

B. Tantangan yang Dihadapi

1) Tantangan dari pihak di luar bidang SDM.

Reaksi pertama yang banyak muncul dari para

manajer lini di semua level adalah pendapat bahwa

dengan memberikan tanggung jawab untuk

pengelolaan karyawan kepada mereka, berarti bidang

SDM melemparkan tugas tradisionalnya selama ini

kepada manajer lini. Hal ini membuat rasa percaya dan

hubungan baik yang selama ini terbina diantara

praktisi bidang SDM dan Manaajer Lini menjadi sedikit

terganggu.

2) Tantangan dari Internal Tim Bidang SDM.

Tantangan yang justru tidak banyak diantisipasi

adalah keengganan untuk berubah dari internal tim

bidang SDM itu sendiri. Selama ini para praktisi bidang

SDM tampaknya sudah merasa nyaman berada di

kondisi yang tidak memiliki indikator kinerja utama

(key performance indicator) yang bisa diukur. Dengan

perubahan ini, para praktisi SDM harus lebih fokus

untuk memberikan nilai tambah ke bisnis yang berarti

juga harus adanya kompetensi ataupun keahlian baru

yang harus dikuasai. Business Acumen salah satunya,

adalah sebuah keahlian atau kompetensi yang pada

saat itu dirasa bukan hal yang wajib dimiliki oleh

seorang praktisi bidang SDM yang akan menjadi

HRBP.

Page 129: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

115

C. Langkah-langkah yang Dilakukan

1) Penyesuaian terhadap proses bisnis.

Prosedur kerja yang baru tercipta setelah perubahan

ini disesuaikan dengan praktek dan budaya yang ada

di Indonesia. Prosedur kerja itu termasuk tugas dan

fungsi ketiga pilar dari HRT tersebut, dan juga proses

di dalam bidang SDM itu sendiri yang sekarang

melibatkan para manajer lini dari mulai merekrut

karyawan sampai dengan melakukan proses

pemutusan hubungan kerja.

2) Mengelola pemangku kepentingan (stakeholders).

Perubahan organisasi bidang SDM yang disertai

dengan perubahan fungsi dan prosedur kerja tersebut

menuntut usaha yang lebih dari para manajer lini serta

penguasaan keterampilan atau kompetensi yang

selama ini kurang dikuasai oleh para manajer lini.

Proses sosialisasi di semua level dan unit bisnis

dilakukan secara marathon dalam rangka

menjelaskan latar belakang perubahan dan tujuannya.

3) Proses edukasi bagi para manajer lini.

Proses edukasi ini dilakukan secara bertahap dalam

rangka pengkondisian dan untuk memastikan tidak

ada proses yang terlewat. Proses penyapihan ini

terjadi secara individual di masing-masing unit bisnis

tergantung kepada tingkat kematangan dari para lini

manajer dan juga ketegasan dan kesungguhan dari

masing-masing HRBP di unit bisnis tersebut. Dua hal

ini adalah faktor penting yang mempengaruhi

keberhasilan HRT di unit bisnis tersebut.

Page 130: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

116

D. Kondisi Saat Ini

Sebelas tahun berjalannya HRT di Unilever Indonesia,

memiliki agenda untuk pengelolaan tim sudah menjadi

kebiasaan yang dimiliki oleh para manajer lini.

Keterampilan untuk melakukan wawancara, coaching,

mengatasi percakapan yang sulit, dan hubungan

industrial sudah menjadi keterampilan yang wajib

dimiliki oleh para manajer lini. Bahkan kemampuan-

kemampuan tersebut yang sering menjadi pembeda

dalam kualitas kepemimpinan yang dimiliki oleh para

manajer lini tersebut.

E. Pelajaran yang Bisa Diambil

1) Manajemen perubahan yang lebih tepat.

Seperti layaknya sebuah perubahan yang harus

melalui fase Forming-Norming-Storming-Performing,

maka HRT ini membutuhkan waktu dan sumber daya

yang harus secara berdedikasi diberikan untuk

mengawal perubahan ini di tingkat korporasi, bukan

hanya diserahkan ke masing-masing HRBP.

2) Pendekatan yang inside-out.

Proses edukasi ditahap awal yang sangat menekankan

kepada sosialisasi prosedur kerja yang baru ke para

manajer lini, dan bukan fokus kepada bagaimana

mendapatkan kesepakatan dan dukungan dari

internal tim SDM sendiri, membuat keseluruhan

proses pengelolaan perubahan berjalan kurang

efektif. Masing-masing HRBP perlu dilengkapi dengan

keterampilan untuk mengelola konflik yang mungkin

saja dihadapi dengan para manajer lini atau juga

Page 131: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

117

kemampuan untuk mengatasi dan rasa tidak nyaman

karena harus menguasai sejumlah keterampilan baru.

3) Penerapan yang konsisten.

Kurangnya kesepakatan dan dukungan serta tips bagi

para HRBP untuk melakukan perubahan ini, membuat

penerapan di masing-masing unit bisnis menjadi tidak

sama. Hal ini bisa jadi akan saling meniadakan satu

sama lain, tidak bisa menciptakan efek bola salju

seperti yang diharapkan pada awalnya. Kurangnya

pemimpin yang menjadi contoh dalam hal mengadopsi

prosedur kerja baru dari tingkat manajemen puncak

juga menjadi faktor yang menentukan, karena

bagaimana pun juga sebuah perubahan kebiasaan dan

budaya idealnya dimulai dari atas ke bawah (top

down), bukan sebaliknya.

4) Diadakannya proses penyegaran secara efektif dan

berkala.

Pengurangan dari manajer lini, baik karena

pengunduran diri, promosi, maupun pensiun,

menimbulkan serangkaian pergantian manajer lini

baru yang belum pernah mendapatkan sosialisasi

mengenai peran manajer lini dalam fungsinya sebagai

pengelola sumber daya manusia di unit yang

dipimpinnya, termasuk tips dalam melakukan

komunikasi dengan karyawan/ tim didalam sistem.

Selain itu pergantian atau pembaruan sistem

menyebabkan para manajer lini yang lama juga

membutuhkan sesi penyegaran. Sesi penyegaran ini

Page 132: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

118

harus dilakukan disiplin dan jika perlu dilengkapi

dengan buku panduan praktis yang telah diperbarui.

Daftar Pustaka

Ulrich, D. & Brockbank, W. (1997). The HR Value Proposition,

Harvard Business Review.

---ooOoo---

Page 133: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

119

HRBP:

Suatu Tinjauan Psikologis

Oleh:

Yodi Donatrin

Page 134: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

120

Pengantar

Salah satu hakikat sebuah organisasi adalah adanya

manusia manusia yang menggerakkan bisnis usaha itu untuk

mencapai satu tujuan. Dalam hal ini tujuan dari sebuah bisnis

adalah menghasilkan keuntungan. Berdasarkan pengamatan

dan seiring dengan berjalannya perubahan gerak ekonomi

tradisional, lokal maupun global, sangat dibutuhkan

pengelolaan sumber daya yang terkait dalam perilaku usaha,

dengan tujuan perilaku usaha tersebut mencapai keuntungan

maksimal.

Aspek pengelolaan sumber daya manusia ini

mengalami beberapa periode transformasi. Sejak yang

awalnya lebih berfokus pada administrasi pengelolaan

sumber daya manusia, atau yang dulu kita kenal dengan

personalia, kemudian berkembang menjadi pengembangan

sumber daya manusia. Dalam hal ini, ketika berfungsi sebagai

bagian pengembangan sumber daya manusia (HRD), bagian

HRD kemudian dilihat sebagai pihak yang aktif untuk

memikirkan pengembangan seluruh karyawan agar dapat

memaksimalkan potensinya untuk mencapai tujuan

organisasi. Pada transformasi selanjutnya, kita mengenal

istilah Human Capital, dimana pada kondisi ini sumber daya

manusia dilihat sebagai modal penting yang menggerakkan

bisnis. Bagian sumber daya manusia tidak lagi dilihat sebagai

fungsi pendukung, melainkan ditempatkan sebagai mitra

strategis dalam berbisnis atau yang sering kita kenal dengan

sebutan Human Resources Business Partner (HRBP).

Pada tulisan ini, pembahasan adalah berdasarkan dari

sisi kacamata pengalaman dan pemahaman pribadi selama

Page 135: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

121

berkarir di dunia kerja sebagai praktisi Human Resources,

baik di usaha yang berkapasitas lokal maupun global,

sekaligus sebagai praktisi Human Resources yang berlatar

belakang pendidikan Psikologi Terapan Sumber Daya

Manusia.

Pengertian HRBP

Sebelum melangkah lebih jauh, mari kita memahami

kata dari Human Resources Business Partner. Selanjutnya

secara singkat akan ditulis sebagai HRBP.

HRBP adalah praktisi sumber daya manusia yang

bekerja dengan para pemimpin senior yang membantu

mengembangkan aktivitas bisnis dan mendukung pencapaian

target-target bisnis organisasi tersebut. Adapun tingkatan

seorang praktisi HRBP bisa di tingkat unit usaha, di tingkatan

departemen atau di jajaran direktorat sebagai mitra strategis.

Istilah HRBP dipopularisasikan oleh seorang

akademika dan konsultan kelas dunia dunia, David Ulrich

(1997). Ia adalah seorang manajemen guru yang banyak

mempengaruhi cara pandang dan bagaimana menjalankan

pengelolaan sumber daya manusia dekade belakangan ini.

Mari kita melihat strategi pendekatan David Ulrich

Model dalam pengelolaan SDM. Pendekatan Dave sudah

banyak dilakukan oleh praktisi sumber daya manusia di

Indonesia, namun seringkali semua itu diluar kesadaran kita

sebagai pengelola SDM, baik sebagai pekerja atau pelaku

usaha yang bergerak mengarah pada mencari keuntungan

secara eknomi dan perilaku. Empat peran strategis seorang

pengelola sumber daya manusia yang dipopulerkan oleh

Page 136: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

122

David Ulrich (1997) dalam strategi pengelolaan sumber daya

manusia:

1. Sebagai mitra strategis dalam berbisnis (HRBP).

2. Sebagai agen perubahan (change agent).

3. Sebagai ahli di bidang administrasi (administration

expert).

4. Seran sebagai penasehat bagi karyawan (employee

advocate).

Peran Praktisi Sumber Daya Manusia Sebagai Mitra

Strategis Dalam Berbisnis (HRBP)

Dalam hal ini praktisi HRBP berperan membangun

kemitraan yang strategis dan hubungan yang berdedikasi

kepada pihak-pihak internal organisasi dan sebagai titik

kontak utama untuk hal hal yang terkait pelayanan sumber

daya manusia dalam organisasi. Selain itu, praktisi HRBP juga

berpengaruh positif dalam merancang struktur organisasi

dan mengidentifikasi talenta yang dibutuhkan dalam setiap

sel di struktur organisasi untuk meningkatkan produktifitas

dan aktivitas usaha.

Praktisi HRBP membantu memastikan setiap proses

kerja di dalam organisasi mampu berkontribusi terhadap

produktifitas dan peningkatan pendapatan usaha. Sebagai

mitra strategis, praktisi HRBP diharapkan mampu

memberikan umpan balik yang obyektif kepada pihak

internal untuk digunakan dalam meningkatkan prosedur,

layanan, proses dan system kerja menuju efektivitas

organisasi. Dalam situasi konflik di unit bisnis, praktisi HRBP

juga diharapkan mampu memfasilitasi pertemuan untuk

menyelesaikan konflik secara setara dan berimbang. Untuk

Page 137: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

123

itu seorang praktisi HRBP tidak hanya harus memiliki

kompetensi yang terkait dengan pengelolaan sumber daya

manusia, namun juga perlu memiliki analisa dan wawasan

bisnis yang memadai, pengetahuan mengenai hubungan

industrial serta mampu mengambil keputusan secara cepat

dan tepat.

Peran Strategis Praktisi Sumber Daya Manusia Sebagai Agen Perubahan (Change Agent)

Peran strategis kedua yang disampaikan oleh David

Ulrich (1997) adalah praktisi sumber daya manusia sebagai

agen perubahan (change agent) Disini, praktisi SDM aktif

berpartisipasi dalam tim manajemen perubahan dan

mengambil tanggung jawab untuk mengkomunikasikan

dalam perubahan internal agar mendapat kepercayaan dari

karyawan. Praktisi SDM diharapkan dapat mengarahkan

inisiatif untuk mempersiapkan karyawan menghadapi

organisasi dalam sistim yang berubah.

Peran HR sebagai agen perubahan juga merencanakan

komunikasi internal dan intervensi struktural agar program-

program perubahan terkait peningkatan usaha mudah

dipahami dan dapat dicapai. Masih dalam kerangka

perubahan, praktisi SDM juga berperan dalam merencanakan

pelatihan bagi karyawan dan membantu mereka untuk

memperoleh ketrampilan dan kompetensi baru yang

diperlukan dalam perubahan peran maupun tanggung jawab

yang terjadi di organisasi.

Page 138: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

124

Peran Strategis Praktisi SDM Sebagai Ahli Administrasi (Administration Expert)

Sebelum tahun 1990-an, pemilik usaha atau pimpinan

perusahaan lebih banyak mengharapkan praktisi sumber

daya menusia hanya sebagai pelaksana ahli yang

menjalankan fungsi administrasi ketenagakerjaan. Tidak

dilihat sama sekali peran seorang praktisi SDM sebagai Mitra

berusaha (bisnis partner). Saat ini HR Model berdasarkan

David Ulrich (1997) peran personalia dan administrasi

tersebut tidak hilang, tetapi menjadi lebih luas dan strategis

sifatnya.

Peran strategis praktisi SDM sebagai ahli administrasi

(Administration Expert), merupakan peran praktisi SDM yang

memastikan adanya keahlian yang mumpuni dalam

Administrasi, dan menjaga proses transaksi yang akurat.

Dengan demikian praktisi SDM dapat dipercaya dalam

mejalankan peran dan tanggung jawabnya.

Dalam kaitannya dengan peran ini, praktisi SDM perlu

memiliki pengetahuan yang mendalam tentang hukum

perburuhan, bagaimana melakukan negosiasi strategis dalam

hubungan industrial, bagaimana langkah strategis dalam

menghadapi konflik hubungan industrial yang rumit,

bagaimana menjaga kerahasian data karyawan, pimpinan

organisasi dan pemilik beserta keluarga, serta bagaimana

menjaga kepatuhan atas regulasi regulasi ketenagakerjaan.

Sebagai ahli di bidang administrasi penting pula untuk

mendalami dan mengimplementasi sistem teknologi

informasi (human resources information system ‒ HRIS)

termutakhir sehingga kendala kendala keakuratan data dan

Page 139: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

125

durasi pendataan yang lama dan tidak konsisten dan

dilakukan secara manual dan tradisional dapat digantikan

dengan sistem yang akurat.

Peran Strategis Praktisi SDM Sebagai Penasehat Karyawan (Employee Advocate)

Peran strategis berikutnya adalah praktisi SDM

berperan sebagai penasehat karyawan merupakan peran

penting bagi praktisi SDM untuk bermitra dengan divisi lain.

Praktisi SDM harus mampu mewakili pekerja terutama dalam

menjaga tingkat minat para pekerja dari tingkat pelaksana

sampai dengan tingkat pengambilan keputusan, dan dengan

tetap menjaga keseimbangan antara kepentingan karyawan

dengan kepentingan organisasi.

Untuk ini praktisi SDM dapat melaksanakan secara

regular survey dan aktivitas aktivitas intervensi, seperti

survey pendapat karyawan, aktivitas pembentukan tim (team

building), dan kegiatan mentoring maupun coaching. Proses

ini penting sebagai pemasukan data akurat atas pendapat

pekerja.

Sebagai Employee Champion, diharapkan praktisis

SDM dapat menjadi penengah antara karyawan dan

manjemen untuk kepentingan kedua belah pihak. HR

diharapkan berinisiatif mengarahkan bagaimana pekerja

meningkatkan pengalamannya melalui proses kerja agar

memiliki kemampuan yang terus terasah sehingga menjadi

ahli di bidangnya. Di sisi lain, manajemen perlu menyiapkan

program yang tepat untuk memberikan kesempatan

mengembangkan diri, meningkatkan karir, beralih profesi

Page 140: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

126

yang lebih menantang dan proses peningkatan jenjang karir

dalam organisasi.

Penutup

Dengan mengaplikasikan empat peran strategis

praktisi SDM yang diinspirasi dari David Ulrich, praktisi HR

akan memposisikan diri sebagai mitra strategis dalam bisnis

sehingga proses pengambilan keputusan bisnis yang strategis

juga perlu melibatkan praktisi HRBP. Hal ini sejalan dengan

transformasi Model Human Resources dari David Ulrich &

Brockbank (1997) ini, para praktisi HRBP perlu secara aktif

mengembangkan kompetensi di berbagai bidang seperti,

keuangan, pengelolaan pendapatan, produktifitas, penjualan,

pemasaran, bahkan untuk hal-hal yang terkait dengan

teknologi informasi.

Daftar Pustaka

Ulrich, D. & Brockbank, W. (1997). The HR Value Proposition,

Harvard Business Review.

---ooOoo---

Page 141: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

127

Employee Engagement di

Tempat Kerja

Page 142: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

128

Page 143: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

129

Employee Well-being

dan

Employee Engagement

(Disampaikan pada Forum Sharing, Learning dan Networking

IOC, 23 Juli 2016)

Oleh:

Isdar Andre Marwan

Page 144: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

130

Pengantar

Employee Engagement tetap merupakan topik yang

penting bagi banyak pimpinan puncak perusahaan besar di

dunia. Employee engagement adalah sebuah kondisi

emosional dimana seorang karyawan merasa bergairah,

energik, dan berkomitmen pada pekerjaannya. Hal ini akan

membuat karyawan bekerja dengan sepenuh hati, pikiran,

jiwa dan raganya. Dalam penelitian AON Hewitt, terbukti

bahwa setiap kenaikan 5% dari skor employee engagement

akan meningkatkan pendapatan perusahaan 3% di tahun

berikutnya.

Pada penelitian AON yang lainnya mereka

menemukan bahwa perusahaan terbaik dalam hal employee

engagement menghasilkan total shareholder return yang lebih

baik secara signifikan, yaitu 57% lebih baik dibandingkan

perusahaan lainnya. Karyawan yang memiliki keterikatan/

kelekatan (engagement) yang tinggi akan bekerja lebih dari

yang diminta, tidak heran jika hal ini akan meningkatkan

produktivitas karyawan. Secara akumulatif hal ini akan

bermuara pada peningkatan produktivitas perusahaan.

Perusahaan yang lebih produktif juga akan mendorong

melajunya keuntungan perusahaan. Hasil-hasil riset inilah

yang menjadikan employee engagement menjadi penting bagi

para pemimpin puncak perusahaan. Dengan pemahaman

bahwa employee engagement adalah sesuatu yang penting,

maka banyak riset lanjutan yang dilakukan untuk

menemukan apa yang dapat meningkatkan employee

engagement. Sebuah lembaga konsultan atau penelitian

lainnya, Tower Watson menemukan bahwa salah satu faktor

Page 145: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

131

terpenting untuk meningkatkan employee engagement adalah

employee well-being.

Kesejahteraan Karyawan (Employee Well-being)

Employee Well-being merupakan suatu keadaan

dimana karyawan merasa bahagia bekerja di dalam

perusahaan. Rasa bahagia ini mereka nilai berdasarkan

pandangan mereka, perasaan, dan persepsi terhadap

pekerjaan dan juga perusahaannya. Satu hal yang penting

mengenai employee well-being adalah seberapa besar

karyawan percaya bahwa pemimpin senior perusahaan

betul-betul peduli terhadap kesejahteraan atau well-being

mereka. Meskipun demikian, hasil survey membuktikan

bahwa hanya sekitar 39% karyawan yang berpikir bahwa

pemimpin senior mereka betul-betul peduli pada mereka.

Dalam diskusi mengenai employee well-being banyak

orang akan merujuk pada hasil kerja Jim Harter dari Gallup

yang mengungkapkan 5 dimensi penting pada well-being

seseorang, yaitu:

1) Tujuan (purpose), menyukai apa yang dikerjakan setiap

hari dan termotivasi untuk mencapai tujuan;

2) Sosial (social), mempunyai hubungan yang mendukung

dan cinta dalam hidupnya;

3) Finansial (financial), mengelola ekonomi yang dapat

mengurangi stress dan meningkatkan rasa aman;

4) Masyarakat (community), mencintai lingkungan tempat

tinggal, merasa aman dan bangga terhadap komunitas;

5) Kondisi Fisik (physical), memiliki kesehatan yang baik dan

mampu menyelesaikan pekerjaan setiap hari.

Page 146: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

132

Studi Kasus: Manulife Indonesia

Studi kasus bisa memberi gambaran praktis pada kita

bagaimana sebuah perusahaan membangun dan

mengimplentasikan employee well-being programnya.

Manulife Indonesia, salah satu The Best Company to Work for

in Asia, akan menjadi studi kasus kita. Di Manulife Indonesia,

filosofi employee well-beingnya adalah adanya 6 pilar yaitu

physical well-being, financial well-being, emotional well-being,

social well-being, work life balance dan enabling work. Untuk

gambaran yang lebih detil dibawah ini akan dibahas setiap

pilar satu per satu dengan contoh-contoh programnya.

Kesejahteraan Fisik (Physical Well-being) terdiri atas:

a. Pengecekan kesehatan secara berkala untuk seluruh staf.

b. Bincang-bincang kesehatan (health talk) dengan

menghadirkan dokter untuk berbicara pada staf tentang

topik kesehatan.

c. Potongan harga untuk melakukan olahraga di salah satu

pusat olahraga di Jakarta.

Kesejahteraan Finansial (Financial well-being) terdiri atas:

a. Memberikan pelatihan financial literacy pada staf.

b. Memberi potongan harga untuk produk-produk Manulife.

c. Memberi insentif pada staf yang membeli polis dan rekasa

dana secara on-line.

Keseimbangan Kehidupan dan Kerja (Work Life Balance)

terdiri atas:

a. Menerapkan jam kerja yang fleksibel.

b. Bekerja dari rumah (akan segera diimplementasikan).

Page 147: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

133

c. Memberi staf cuti di hari ulang tahun (birthday leave) satu

hari dalam setahun.

d. Mengkaji ulang kebijakan cuti dan menyesuaikan jumlah

hari cuti untuk staf.

Memfasilitasi Pekerjaan (Enabling Work) terdiri atas:

a. Menyediakan fasilitas penitipan anak (day care) untuk

anak-anak staf pada masa lebaran.

b. Merenovasi ruang menyusui.

c. Menyediakan potongan harga untuk staf membeli polis

dan potongan harga untuk membeli makanan di restoran-

restoran yang ada di gedung Manulife Indonesia.

Kesejahteraan Emosional (Emotional Well-being) terdiri atas:

a. Menyiapkan kesejahteraan untuk staf dengan Work Life

Coaching atau Employee Assistance Program.

b. Seminar well-being untuk karyawan mengenai positive

thinking, thriving through change, dan lain-lain.

Kesejahteraan Sosial (Social Well-being) terdiri atas:

a. Nonton bersama-sama staf (Movie Night).

b. Jalan-jalan pagi dan senam bersama seluruh staf.

c. Membentuk wadah untuk setiap minat yang diinginkan

(futsal, paduan suara, fotografi, yoga, book club, movie

club, band, muay thai, memancing, bulutangkis, basket,

dan lain-lain).

---ooOoo---

Page 148: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

134

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 149: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

135

Motivation, Engagement

and Well-being

Oleh:

Sandi Kartasasmita

Page 150: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

136

Saat ini, sudah banyak orang yang mulai menyadari

bahwa motivasi itu tidak dapat lagi berdiri sendiri. Motivasi

memang baik dan memiliki kekuatan tersendiri untuk

membuat seseorang (dalam hal ini karyawan) mau

melakukan sesuatu yang sesuai dengan tujuan perusahaan.

Seperti yang telah dipahami bersama bahwa motivasi ada

yang sifatnya internal dan ada pula yang eksternal. Motivasi

eksternal yang paling mudah dikenali adalah pemberian upah

yang tinggi. Meskipun demikian, terkadang banyak

perusahaan tetap mengalami kendala dalam menghadapi

karyawannya. Gaji sudah tinggi dibandingkan perusahaan

lain, namun produktifitas tetap saja rendah. Apakah karena

karyawannya memiliki kompetensi kerja yang kurang?

Setelah dipelajari lagi, ditemukan hasil bahwa

kompetensi karyawan berada pada kategori lebih baik dari

perusahaan kompetitor, lalu apa penyebabnya? Terkadang

hal yang dilupakan adalah motivasi internal. Motivasi internal

adalah dorongan yang datang dari dalam diri karyawan untuk

menghasilkan karya (produktif) dan bukan sekadar

menerima gaji. Dalam hal ini, jika kita mengamati motivasi

pada diri seseorang kita akan dapat melihat bagaimana

seseorang tergerak dan memiliki perasaan akan apa yang ia

kerjakan.

Motivasi internal dapat dipercaya bisa memberikan

dampak yang cukup besar terhadap keberhasilan pekerjaan.

Meskipun demikian, saat motivasi itu berubah menjadi

engagement, maka akan memberikan hasil yang lebih besar

lagi untuk perusahaan.

Page 151: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

137

Jika kita bicara mengenai engagement tentunya

banyak teori yang dapat dipakai sebagai rujukan. Walaupun

demikian, terdapat sebuah konsep sederhana mengenai

engagement, yaitu: Engagement yang tinggi adalah

merupakan hasil dari: Keamanan kerja + Melakukan

pekerjaan yang secara signifikan sesuai dengan

minatnya + Kesempatan untuk berkembang + Rekan

kerja yang kooperatif dan memberikan dukungan + Gaji

yang baik.

Hal yang akan menjadi pembahasan selanjutnya

adalah bukan sekadar seberapa tinggi engagement karyawan

tersebut, tetapi juga perlu dipertimbangkan bagaimana

kualitas engagementnya. Menjadi menarik apabila membahas

engagement yang tinggi dibahas pula bagaimana Thinking

Preference-nya. Dalam pendekatan Thinking Preference

terdapat 4 bidang engagement, yaitu:

Mengundurkan diri (Resigned) adalah saat keinginan

untuk engagement rendah bertemu dengan kualitas

engagement juga rendah. Saat dua hal ini bertemu, yang

terjadi adalah karyawan tersebut akan cenderung memiliki

kemungkinan besar untuk keluar dari perusahaan.

Penghancuran (Destructive), adalah dimana terdapat

kondisi engagement kepada perusahaan tinggi, namun

kualitasnya rendah. Hal ini akan membuat pekerja menjadi

berkompetisi dengan sesama pekerja, bukan untuk

meningkatkan produktivitas, namun lebih kearah ingin

memperlihatkan siapa yang terhebat diantara mereka

dengan segala cara.

Page 152: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

138

Semangat yang rendah, tidak termotivasi (Inert), adalah

satu keadaan dimana engagement pekerja kepada

perusahaan rendah namun kualitas engagement tinggi. Bila

hal ini terjadi, maka yang akan terjadi adalah hanya

melakukan pekerjaan rutin sesuai dengan keinginan

perusahaan, namun sulit untuk menerima adanya

perubahaan.

Produktif (Productive), adalah kondisi yang ideal karena

keinginan untuk engagement dan kualitas engagement nya

berada pada posisi sama-sama tinggi. Kondisi ini akan

menghasilkan pekerja yang memiliki tujuan dan akan meraih

tujuan sesuai dengan tujuan perusahaan.

Keempat bidang engagement tersebut di atas dapat

dilihat pada Gambar 5 di bawah ini.

Gambar 5: Thinking Preference

Contoh Kasus Penerapan Thinking Preference

Dengan menggabungkan antara motivasi dengan

engagement ini, maka akan didapatkan hasil yang sangat baik

untuk perusahaan. Berikut ini akan dibahas contoh kasus dari

sebuah perusahaan multinasional yang sudah berdiri

Page 153: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

139

semenjak tahun 2003, dengan jumlah karyawan lebih dari

200 orang. Perusahaan ini memiliki budaya kerja yang sangat

baik, Keamanan kerja merupakan yang sangat diperhatikan

dengan rinci (K3 dijalankan dengan baik). Setiap karyawan

merasa bahwa hubungan antar karyawan seperti saudara.

Saat perusahaan membuat perusahaan baru, apabila ada

karyawan yang memiliki kompetensi baik maka akan

diberikan kesempatan untuk memegang tampuk pimpinan di

perusahaan baru tersebut. Selain itu mereka juga

mendapatkan penghasilan di atas Upah Minimum Regional

daerah. Sehingga bila mengikuti perhitungan tersebut,

sepertinya setiap karyawan akan memiliki engagement yang

tinggi.

Pada dasarnya terdapat banyak cara untuk dapat

mengukur produktifitas kerja, motivasi maupun engagement

seseorang. Meskipun demikian. dalam tulisan ini digunakan

Identity Compass® sebagai tools untuk melihat Thinking

Preference karyawannya. Alat ukur ini diciptakan oleh Arne

Maus (2011), seorang Management trainer and coach dalam

berbagai perusahaan. Berikut ini adalah contoh kasus yang

menggunakan Identity compass ®.

Gambar 6: Engagement

Page 154: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

140

Gambar 7: Identity Compass

Karyawan A

A adalah karyawan dengan posisi manager. A sudah

bekerja 2 tahun lebih di perusahaan ini. A pindah ke

perusahaan ini karena ingin dekat dengan istri (sebelumnya

A dan istri tinggal beda kota). Selama menjalankan tugas, A

merasa bahwa ia senang bekerja di perusahaan ini. Namun,

bila melihat dari Thinking Preference nya, terlihat bahwa

terdapat saat ini A masih merasa intensitas engagement

dengan perusahaan masih rendah, namun kualitas

engagementnya tinggi. Hal ini menandakan bahwa pada

dasarnya A menerima tujuan perusahaan dengan senang. A

memiliki rasa aman yang tinggi dalam menjalankan

pekerjaan rutinitas. Ada rasa persatuan dan perasaan kuat

untuk pertahanan diri. Akibatnya muncul resistensi terhadap

Page 155: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

141

kreativitas dan resistensi terhadap orang lain yang memiliki

pendapat berbeda.

Gambar 8: Identity compass Karyawan A

Gambar 9: Nilai engagement Karyawan A

Karyawan B

B adalah seorang karyawati yang menjabat sebagai

Bussines Support Manager. B sudah bekerja lebih dari 5 tahun

di perusahaan ini. Sebagai Manager, B memang

Page 156: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

142

memperlihatkan produktifitas kerja yang baik. Ketika tingkat

engagement tinggi dan kualitasnya juga tinggi, B akan

menyelaraskan diri dengan tujuan organisasi. Ia akan

mengejar tujuan-tujuan ini dengan efektif. Muncul kreativitas

dalam penyelesaian masalah dan kegembiraan tertentu

dalam diri B saat bekerja. B memiliki tingkat kepuasan kerja

yang tinggi dan merasakan kesenangan dalam pekerjaan.

Gambar 10: Nilai engagement Karyawan B

Karyawan C

C adalah seorang karyawan yang memiliki kompetensi

jauh di atas rata-rata karyawan pada levelnya. Walaupun

berstatus karyawan kompetensinya diakui, bahkan beberapa

kali diminta untuk memberikan bantuan teknis mengenai

mesin ke beberapa Negara. Melaluikompetensi yang dimiliki

oleh C tersebut, maka produktifitas kerjanya terlihat tinggi.

Walaupun demikian, hal yang cukup aneh adalah keinginan

untuk mengundurkan diri juga tinggi. Apabila diperhatikan

dengan seksama, maka saat tingkat engagement rendah dan

pada saat yang sama kualitas engagement nya juga rendah,

maka kemungkinan besar terjadi ketidakpedulian terhadap

tujuan organisasi. Terjadi sinisme dalam diri C terhadap

pihak manajemen. Secara keseluruhan, C melihat organisasi

Page 157: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

143

sedang jatuh, dan hampir tidak ada engagement lagi sama

sekali. Terdapat kemungkinan C sebagai karyawan dengan

performa terbaik sedang mencari pekerjaan baru.

Gambar 11: Identity compass Karyawan C

Melihat tiga kasus dalam perusahaan yang sama, dapat

terlihat bahwa organisasi berupaya memberikan yang

terbaik sesuai dengan teori engagement. Namun, karena pola

berpikir setiap orang berbeda satu dengan yang lain, maka

hasil akhirpun menjadi berbeda. Dua karyawan (A dan B)

tidak memiliki keinginan untuk mengundurkan diri bahkan

menikmati kondisi pekerjaannya, sedangkan C sudah mulai

mencari alternatif pekerjaan di perusahaan yang lain.

Setelah melihat kondisi yang berbeda-beda dari ketiga

karyawan di perusahaan tersebut, dapat diambil kesimpulan

bahwa engagement seseorang dengan perusahaan bukan

hanya dapat terjadi melalui penghargaaan (reward) eksternal

Page 158: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

144

saja. Penghargaan memang penting, namun, bila hanya

memperhatikan penghargaan dan tidak terdapat kesesuain

pola pikir antara karyawan dengan perusahaan, maka tidak

heran banyak karyawan kompeten dengan penghargaan yang

baik menjadi tidak produktif malah cenderung

mengundurkan diri dan yang terparah adalah melakukan

tindakan destruktif dari dalam. Oleh karena itu, ada baiknya

Thinking preference dari masing-masing karyawan

diperhatikan, terutama pada tingkat manajeman puncak.

Daftar Pustaka

Maus, H. A. (2011). Forget about motivation: Focus on

productive engagement. Charlotte, North Carolina:

Kona Publishing.

---ooOoo---

Page 159: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

145

Well-Being dan Engagement:

Tinjauan Psikologis

Oleh:

Rostiana

Page 160: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

146

Pengantar

Era globalisasi dewasa ini sarat dengan segala fasilitas

maupun tantangan, apalagi dengan hadirnya teknologi

modern yang ternyata dapat mengubah pandangan manusia

terhadap pekerjaan. Dalam hal ini, kalau pada awalnya

pekerjaan dimaknai sebatas kewajiban, namun kini dengan

hadirnya berbagai fasilitas tanpa keterbatasan ruang dan

waktu, hubungan antara manusia dengan pekerjaan ternyata

menciptakan suatu fenomena yang sangat menarik untuk

dikaji.

Hubungan tersebut tidak lagi hanya melibatkan

pemenuhan terhadap kebutuhan sandang, pangan atau papan

saja, namun menuntut adanya engagement yang melibatkan

aspek kognitif dan afektif, bahkan sampai penghayatan

spiritual. Bagaimana perusahaan dapat menimbulkan

engagement yang mendalam dalam bekerja? Pertanyaan

tersebut akan dibahas dalam tulisan ini dengan melibatkan

suatu konstruk psikologis yang sangat lekat dengan harkat

kemanusian yaitu well-being. Di bawah ini akan diuraikan

mengapa well-being penting peranannya dalam dunia kerja

sehingga orang dapat merasa engage dalam melakukan

tugas-tugasnya dan bekerja dapat menjadi aktivitas yang

memanusiakan setiap orang.

Well-being dan Perannya Dalam Bekerja

Istilah well-being seringkali digunakan secara

bergantian dengan istilah kebahagiaan (happiness). Sebagian

orang berpendapat bahwa konsep well-being berarti

kesejahteraan psikologis, sementara happiness diartikan

dengan ‘rasa bahagia’. Pemaknaan ini menjadikan istilah well-

Page 161: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

147

being memiliki lingkup pengertian yang lebih luas

dibandingkan dengan kebahagiaan yang sekadar

menandakan emosi senang. Padahal, kalau menilik sejarah

kebahagiaan sebenarnya kedua istilah tersebut dapat

dikatakan memiliki makna yang sama. Hal ini dapat kita lihat

pertama kali melalui pertanyaan mendasar dari Socrates,

“Manusia hidup di dunia ini harus seperti apa?” (Mc Mahon,

2006). Berdasarkan pertanyaan tersebut, muncullah konsep

yang disebut eudaimonia dan hedonia. Eudaimonia adalah

jawaban yang diungkapkan oleh Aristoteles (Mc Mahon,

2006) yang berarti hidup di dunia itu harus eu (baik) dan

daimon (memiliki spirit). Oleh Cloninger (2004), istilah

eudaimonia diartikan sebagai well-being atau kebahagiaan

(happiness) yang dapat diraih melalui aktualisasi potensi

positif. Sedangkan istilah hedonia datang dari Epicurus

(Compton, 2005) dengan garden philosophy nya yang

mengungkapkan bahwa hidup di dunia harus bahagia dan

kebahagiaan dapat diraih melalui kesenangan serta terbebas

dari rasa sakit. Jika meninjau perbedaan makna eudaimonia

dan hedonia, tampaknya memunculkan perbedaan

pemaknaan terhadap istilah well-being dan kebahagiaan

meskipun makna kedua istilah tersebut pada dasarnya sama.

Tampaknya istilah kebahagiaan lebih dianggap bernuansa

afektif dan sering diartikan sebagai rasa senang, sementara

istilah well-being dipandang lebih representatif untuk

menjelaskan makna kebahagiaan yang lebih luas.

Mengapa well-being penting dalam bekerja?

Lyubomirsky, King, dan Diener (2002) membuktikan bahwa

well-being mendahului kesuksesan. Jadi sebenarnya sebelum

Page 162: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

148

meraih kesuksesan, lebih utama meraih kebahagiaan dulu

sehingga kesuksesannya lebih langgeng. Berikutnya juga

terbukti bahwa pekerja yang bahagia memeroleh penghasilan

lebih tinggi dari pekerja yang kurang bahagia karena mereka

lebih produktif (Diener & Diener, 2008). Terkait dengan

perilaku organisasi, Rego, Ribeiro, Cubha, dan Jesuino (2011)

membuktikan bahwa well-being dapat memediasi

pembentukan komitmen afektif terhadap perusahaan.

Rostiana (2011) juga membuktikan bahwa kebahagiaan

integratif dapat memunculkan komitmen dan perilaku

individu yang melebihi tuntutan perannya atau yang lebih

dikenal dengan organizational citizenship behavior (OCB).

Komitmen dan OCB merupakan perilaku kerja yang sangat

diperlukan untuk meningkatkan produktivitas. Selain itu

Keyes & Moe (2004) membuktikan bahwa karyawan yang

bahagia dapat meningkatkan profitabilitas dan loyalitas

pelanggan serta menurunkan tingkat turnover, bahkan dapat

mencegah terjadinya kecelakaan kerja. Pada intinya dapat

dinyatakan bahwa well-being menciptakan perilaku kerja

positif sehingga menghasilkan kinerja yang optimal.

Well-being dan Engagement dalam Bekerja

Kalau well-being diperlukan dalam bekerja,

bagaimana sebenarnya well-being berfungsi dalam

organisasi? Dewasa ini setiap perusahaan secara konsisten

menghadapi tekanan globalisasi yang mengharuskan

manajemen senantiasa berusaha meningkatkan

produktivitas agar dapat memenangkan kompetisi. Tidak

jarang kondisi tersebut menghasilkan tingkat turnover yang

tinggi, atau setidaknya stres kerja yang meningkat. Akibatnya,

Page 163: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

149

meskipun laba yang diperoleh meningkat namun resiko yang

yang perlu ditanggung juga besar akibat stres maupun

turnover.

Dalam rangka menghadapi situasi tersebut, para

akademisi melakukan berbagai riset dan salah satunya,

Diener (2009), mengungkapkan temuan yang kemudian

terbukti dapat mengurangi resiko tersebut. Melalui konsep

Subjective Well-being (SWB), Diener (2009) mengungkapkan

bahwa SWB adalah ilmu pengetahuan tentang kebahagiaan,

mencakup evaluasi kognitif terhadap kepuasan hidup secara

umum maupun terhadap ranah kehidupan yang lebih khusus

(misalnya kepuasan kerja) dan evaluasi afektif yang

mencakup emosi positif dan negatif. Lebih lanjut Diener

membuktikan bahwa kepuasan kerja ataupun emosi positif

dapat mendorong para pekerja untuk lebih menyukai

pekerjaan mereka sehingga semangat bekerja menjadi lebih

tinggi dan stres kerja menurun.

Terkait dengan semangat kerja, psikologi positif

mempromosikan suatu konsep motivasi yang memungkinkan

keterlibatan individu secara mendalam terhadap tugas

maupun tempatnya bekerja. Konsep tersebut dikenal dengan

istilah engagement yang kemudian menjadi kunci

pembahasan kinerja dewasa ini.

Pada saat kita melakukan pembahasan terhadap

engagement, maka terlihat adanya pengertian engagement

yang berbeda antara akademisi dan praktisi. Istilah

engagement yang dianut oleh para praktisi lebih berorientasi

pada organizational engagement. Institut Gallup memotori

pengukuran dan penerapannya dengan mengusung istilah

Page 164: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

150

employee engagement yang membahas seberapa jauh

karyawan merasa terikat dengan tempatnya bekerja.

Sementara itu, akademisi, dalam hal ini diawali oleh

riset dari Bakker dan Schaufeli (2004) lebih membahas

engagement terhadap tugas/pekerjaan, dengan mengukur

seberapa jauh setiap karyawan memiliki semangat kerja

(vigor); kebermaknaan tugas (dedication) dan khusyu’

(absorption) dalam menunaikan tugasnya. Kendati

orientasinya berbeda, kedua jenis engagement tersebut

nyatanya dibutuhkan oleh setiap perusahaan. Jika hanya

berorientasi pada work engagement saja, akan sulit

mempertahankan para karyawan yang tergolong berbakat.

Sebaliknya, jika hanya berorientasi pada organisasi saja, sulit

mencapai produktivitas yang tinggi. Oleh karena itu istilah

engagement belum lama ini dimaknai secara lebih

komperehensif oleh Lewis, Donaldson-Feilder, dan Tharani

(2011) dengan mengungkapkan bahwa engagement

mencakup pikiran, perasaan dan tindakan di tempat kerja

yang berbasis komitmen terhadap nilai-nilai organisasi.

Engagement seperti itu menimbulkan tantangan pada

manajemen sumber daya manusia dewasa ini, yaitu

bagaimana mengembangkan engagement yang kuat terhadap

tugas berbasis nilai-nilai organisasi.

Jika mengacu pada model engagement dari Bakker &

Schaufeli (2004), keduanya mengungkapkan bahwa

engagement dapat dikembangkan melalui dua sumber yaitu

sumber daya pekerjaan (job resources) dan sumber daya

personal (personal resources). Dalam hal ini well-being

merupakan salah satu sumber dari personal resources.

Page 165: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

151

Dengan begitu well-being dapat dijadikan salah satu proyek

yang mendasar dalam mengembangkan sumber daya

manusia, khususnya terkait dengan engagement.

Di sisi lain, Robertson dan Cooper (2009) mengusung

tema full engagement yang mencerminkan adanya well-being

dan kesediaan karyawan untuk melakukan komitmen dan

melakukan sesuatu melebihi perannya (organizational citizen

behavior). Pendapat Bakker dan Schaufeli (2004) serta

Robertson dan Cooper (2009) pada dasarnya

memperlihatkan bahwa hubungan antara well-being dan

engagement sangat erat sehingga dapat dikatakan bahwa

engagement mencerminkan well-being atau merupakan

ekspresi well-being. Dengan demikian usaha meningkatkan

well-being akan seiring-sejalan dengan peningkatan

engagement.

Meningkatkan well-being untuk memperkuat engagement

Tantangan manajemen sumber daya manusia saat ini

tampaknya tidak hanya terkait dengan kompetisi yang

semakin ketat, namun juga dengan teknologi yang semakin

canggih sehingga inovasi menjadi mutlak dalam setiap

program. Meskipun demikian, hal ini tidak berhenti disitu,

kondisi perekonomian, sosial, politik bahkan jarak dan

kemacetan lalu lintas pun menjadi masalah yang patut

dipertimbangkan. Belum lagi karakteristik karyawan yang

muda usia dengan segala keunikannya yang kadang

memerlukan pendekatan khusus sehingga banyak aspek yang

perlu dikelola dalam menyusun strategi manajemen sumber

Page 166: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

152

daya manusia, khususnya terkait dengan well-being dan

engagement.

Faragher (dalam Robertson Cooper, 2010)

mengungkapkan bahwa ada 8 aspek yang perlu dikelola

untuk meningkatkan well-being & engagement yaitu:

1. Hubungan kerja (work relationships).

2. Keseimbangan antara pekerjaan dan aspek hidup yang

lain (work life balance).

3. Kelebihan beban kerja (work overload).

4. Keamanan dalam bekerja (job security).

5. Kontrol/Otonomi (autonomy).

6. Komunikasi dan sumber daya (communication &

resources).

7. Gaji dan manfaat yang diterima (pay & benefit).

8. Kepuasan dalam bekerja (job satisfaction).

Semua aspek tersebut dapat dikelola melalui 3 strategi

yaitu:

1) Komposisi (Composition).

Misalnya dengan mengubah komposisi gugus tugas

melalui proses asesmen, penempatan kembali atau

redeployment. Perubahan diharapkan dapat menciptakan

suasana dan tantangan baru yang menuntut perubahan

cara pandang karyawan.

2) Pengembangan (Development.)

Setelah mengubah komposisi, karyawan dapat

dikembangkan melalui coaching, pelatihan, magang

(internship), pengayaan tugas (job enrichment) dan

perluasan tugas (enlargement) atau aktivitas

pengembangan lainnya.

Page 167: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

153

3) Rekayasa Situasional (Situational engineering).

Pada intinya melakukan perubahan yang lebih mendasar

terkait dengan manajemen, seperti perubahan strategi

kepemimpinan, perubahan sistem imbalan, melakukan ,

dan lain-lain.

Berbagai perubahan tersebut pada dasarnya

mengupayakan partisipasi yang lebih banyak dan lebih

mendalam dari setiap karyawan dalam pelaksanaan tugasnya

agar mereka merasa diberdayakan sehingga lebih engage

dengan pekerjaannya. Sementara itu engagement terhadap

organisasi dapat dilakukan melalui program yang sifatnya

nonformal seperti employee gathering; kegiatan sosial;

kegiatan olah raga; kegiatan keagamaan dan yang oaling

penting adalah upaya menginternalisasikan nilai-nilai

perusahaan secara berkesinambungan.

Kesimpulan

Well-being dan engagement merupakan suatu

kesatuan konsep yang membawa manusia untuk lebih

mencintai pekerjaan dan tempat kerjanya. Konsep tersebut

diperlukan mengingat bekerja merupakan aktivitas sentral

kehidupan manusia dewasa dalam rangka memenuhi

kebutuhan sesuai dengan harkat kemanusiaannya. Dengan

mempertimbangkan kondisi global yang sarat dengan

tantangan namun juga dipenuhi oleh fasilitas teknologi

canggih, maka bekerja tidak lagi dapat dilakoni dengan hanya

berbekal kewajiban semata. Untuk itu engagement

diperlukan dan dalam rangka memelihara engagement, maka

well-being patut diperjuangkan. Dalam hal ini perusahaan

perlu memberdayakan karyawannya secara aktif melalui

Page 168: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

154

berbagai aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan mereka

serta mengukuhkan potensi dan kompetensinya sehingga

peningkatan produktivitas lebih langgeng karena

karyawannya bekerja dengan bahagia.

Daftar Pustaka

Cloninger, C. R. (2004). Feeling good – The science of well-

being. NY: The Oxford University Press.

Diener, E. (2009). The science of well-being: The collected

works of Ed Diener. Social Indicators Research Series,

37. Dordrecht, The Netherlands: Springer.

Diener, E. & Biswas-Diener, R. (2008). Happiness: Unlocking

the mysteries of psychological wealth. Malden, MA:

Wiley/Blackwell.

Keyes, C. L. M. & Moe, J. L. M. (2004). The measurement and

utility of adult subjective well being. In Lopez & Snyder

(editors). Positive Psychological Assessment.

Washington: APA.

Lewis, T., Donaldson-Feilder, E., Tharani, T. (2011).

Management competencies for enhancing employee

engagement. research insight. London: Chartered

Institute of Personnel and Development.

Lyubomirsky, S., King, L., & Diener, E. (2005). The benefits of

frequent positive affect: Does happiness lead to

success? Psychological Bulletin, 131, 803–855.

McMahon, D. M. (2006). Happiness: A history. New York: Grove

Press.

Page 169: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

155

Rego, A., Ribeiro, N., Cunha, P. M. E., & Jesuino, J. C. (2011).

How happiness media tes the organizational

virtuousness and affective commitment relationship.

Journal of Business Research, 64(5), 524-532.

Robertson, I. T., Cooper, C. L. (2009). Full engagement: The

integration of employee engagement and

psychological well-being. Leadership & Organization

Development Journal, 31(4), 324-336.

Rostiana (2011). Pengaruh kebahagiaan integratif terhadap

komitmen organisasional dan perilaku kewargaan

organisasional. Disertasi, Bandung: Universitas

Padjadjaran. Tidak dipublikasikan.

Schaufeli, W. B. & Bakker, A. B. (2004). Job demands, job

resources, and their relationship with burnout and

engagement: A multi-sample study. Journal of

Organizational Behaviour, 25, 293–315.

---ooOoo---

Page 170: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

156

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 171: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

157

Psikologi dalam Hubungan

Industrial

Page 172: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

158

Page 173: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

159

Peran Psikologi dalam Hubungan

Industrial

Disampaikan pada Forum Sharing, Learning dan Networking

IOC, 27 Agustus 2016

Oleh:

Arbono Lasmahadi

Page 174: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

160

Pengantar

Dunia usaha di Indonesia saat ini menghadapi

tantangan yang semakin kompleks dibandingkan dengan

periode-periode sebelumnya. Tantangan tersebut tidak saja

berupa persaingan usaha yang lebih ketat, tetapi juga

tantangan untuk dapat membangun lingkungan kerja yang

damai di tengah euforia tumbuhnya kebebasan berekspresi

dan berpendapat di dunia kerja. Di samping itu, kebebasan

memperoleh informasi melalui dunia maya, membuat para

pekerja mempunyai akses informasi yang tidak terbatas

mengenai ketentuan-ketentuan di bidang ketenagakerjaan.

Konsekuensi logis dari hal tersebut adalah para pekerja

sangat mungkin menjadi lebih memahami hak dan

kewajibannya di perusahaan tempatnya bekerja. Hal ini

menjadi tantangan tersendiri bagi pihak pengelola

perusahaan untuk dapat menyelaraskan antara kepentingan

usaha, kemampuan perusahaan dan kebutuhan para

pekerjanya.

Dunia industri yang damai (Industrial Peace) dan Hubungan Industrial

Dunia industri yang damai (industrial peace) adalah

lingkungan yang memberikan ketenangan bekerja dan

ketenangan berusaha. Lingkungan kerja yang damai terkait

secara langsung dengan pengelolaan hubungan industrial di

perusahaan. Bagaimana lingkungan kerja yang damai dapat

tercipta? Menurut Suwarto (2003), beberapa kondisi yang

dapat membantu terciptanya lingkungan kerja yang damai

adalah seperti berikut:

1) Hak dan kewajiban para pihak terjamin dan dilaksanakan.

Page 175: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

161

2) Apabila terjadi perselisihan dapat diselesaikan secara

internal oleh kedua belah pihak.

3) Mogok dan larangan bekerja (lock out) tidak digunakan

untuk memaksakan kehendak.

Kalau begitu, apa yang dimaksud dengan hubungan

industrial? Mengapa hubungan industrial diperlukan? Dan

mengapa hal tersebut harus dipahami dengan baik, sehingga

bisa dikelola secara efektif? Menurut Suwarto (2003),

hubungan industrial adalah pengaturan hak dan kewajiban

bagi para pihak yang terlibat di dalam proses produksi secara

kolektif. Para pihak yang dimaksud disini adalah pengusaha

atau wakil pengusaha, pekerja, perwakilan pekerja, serikat

pekerja dan otoritas di bidang ketenaga-kerjaan. Sedangkan

menurut Bennet (1997), hubungan industrial adalah sebuah

sistem peraturan, praktek-praktek dan konvesi-konvensi

yang berhubungan dengan perundingan, pencegahan, dan

penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

Selanjutnya Bennet (1997) mengungkapkan bahwa

hubungan industrial ini dapat dilihat sebagai kebijakan-

kebijakan untuk meningkatkan kerjasama di antara

manajemen dan para pekerja, mengawasi keluhan-keluhan

pekerja dan meminimalisir konflik. Dengan demikian

hubungan industrial pada dasarnya membahas:

1. Hak dan kewajiban para pihak, khususnya pengusaha/

pengelola perusahaan, pekerja dan perwakilan pekerja.

2. Pengelolaan hak dan kewajiban dilakukan melalui

kebijakan, peraturan atau perjanjian kerja.

3. Pengelolaan keluh kesah karyawan.

Page 176: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

162

4. Perselisihan yang terjadi di antara para pihak dan cara

pencegahan dan penyelesaiannya.

5. Perundingan antara pengusaha/manajemen dan wakil

pekerja.

Berdasarkan penyampaian Suwarto (2003) mengenai

hubungan industrial, terlihat bahwa hubungan industrial

yang baik diperlukan, karena hal ini dapat mendukung

peningkatan kinerja perusahaan dalam bentuk peningkatan

produktifitas serta kesejahteraan pekerja dan pengusaha

secara adil. Hubungan industrial perlu dipahami dengan baik

oleh para pihak yang terlibat karena:

1) Mencegah terjadinya perselisihan antara pengusaha/

manajemen dan pekerja atau serikat pekerja.

2) Menghemat biaya pengeloaan sumber daya manusia.

3) Meningkatkan kepuasan kerja dan produktifitas kerja.

4) Menciptakan lingkungan kerja yang damai, yang

mendukung bisnis dan sasaran perusahaan.

Pelaksanaan hubungan industrial di Indonesia

mengacu kepada sejumlah undang-undang, yang menjadi

payung hukum bagi para pihak yang terkait dalam mengelola

kegiatan-kegiatan di bidang ketenaga-kerjaan, khususnya

hubungan industrial, seperti berikut ini:

1. Undang-Undang No.1 Tahun 1970 Tentang Kesehatan dan

Keselamatan Kerja.

2. Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 Tentang Jamsostek.

3. Undang-Undang No. 21 Tahun 2000 Tentang Serikat

Pekerja/Serikat Buruh.

4. Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang

Ketenagakerjaan.

Page 177: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

163

5. Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian

Perselisihan Hubungan Industrial.

6. Undang-undang No 40 tahun 2004 Tentang sistim

Jaminan Kesehatan Nasional.

7. Undang-Undang No 24 Tahun 2011 Tentang BPJS.

Pendekatan Dalam Membangun Hubungan Industrial

Dalam membangun hubungan industrial dikenal

beberapa pendekatan yang penggunaannya oleh pengusaha

atau pimpinan perusahaan antara lain dipengaruhi oleh hal-

hal berikut:

1. Kepemilikan perusahaan.

Kepemilikan perusahaan disini antara lain: perusahaan

swasta, baik yang sudah terbuka atau masih tertutup,

perusahaan milik sekelompok orang atau milik keluarga,

atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

2. Pola kepemimpinan.

Pola kememimpinan adalah gaya seorang pimpinan

perusahaan dalam mengelola jalannya roda organisasi

dan/atau dalam mengelola anggota timnya. Misalnya gaya

kepemimpinan yang transformasional, transaksional, atau

non-transaksional (Laissez Faire).

3. Hubungan antara pengusaha/manajemen dengan pekerja.

Maksud hubungan di sini adalah formal atau tidak

formalnya pola komunikasi antara pemilik perusahaan

atau pemimpin perusahaan dengan para pekerja. Selain itu

yang diharapkan dari hubungan tersebut di atas adalah

kedekatan (proximity) interaksi sosial antara pemilik

perusahaan/pemimpin perusahaan dengan para

karyawan.

Page 178: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

164

Pendekatan dalam hubungan industrial

Menurut Bennet (1997), pendekatan-pendekatan

dalam hubungan industrial yang dimaksud adalah

Unitarianisme, Pluralisme dan Marksisme.

1) Unitarianisme (Kesatuan dan Kebersamaan).

Hubungan industrial dibangun berdasarkan prinsip bahwa

manajemen dan karyawan merupakan sebuah kesatuan

yang di dalamnya terdapat saling kerjasama, kerjasama

kelompok, dan berbagi tujuan bersama. Hak manajemen

untuk mengelola dapat diterima, karena tidak ada istilah

“mereka” dan “kami” diantara perusahaan dan

karyawannya.

Serikat Pekerja dianggap sebagai pesaing terhadap

komitmen dan kerjasama karyawan terhadap perusahaan.

Konflik dianggap sebagai sebuah penyimpangan

sementara yang terjadi karena manajemen yang buruk,

karyawan yang tidak sesuai dengan organisasi atau

kegiatan serikat pekerja.

2) Pluralisme (Konsesi dan Kompromi).

Hubungan industrial dibangun berdasarkan prinsip bahwa

organisasi merupakan koalisi dari kepentingan-

kepentingan yang bersaing di dalamnya. Fungsi

manajemen adalah sebagai penengah diantara kelompok-

kelompok kepentingan yang ada.

Serikat Pekerja dianggap sebagai perwakilan yang

sah dari kepentingan-kepentingan karyawan.

Konflik dianggap sebagai sebuah hal yang wajar dan tidak

dapat terhindarkan. Agar terjadi stabilitas dalam

Page 179: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

165

hubungan industrial, maka perlu adanya konsesi dan

kompromi diantara manajemen dan serikat pekerja.

3) Marxisme (Adversarial – Pertentangan).

Hubungan industrial dibangun berdasarkan prinsip bahwa

manajemen dan karyawan merupakan pihak-pihak yang

mempunyai kepentingan yang berlawanan, yang

munculnya karena adanya pertentangan kelas.

Serikat Pekerja dilihat baik sebagai reaksi logis

terhadap eksploitasi kapitalis maupun sebagai bagian dari

sebuah proses politik untuk mencapai perubahan yang

fundamental. Konflik muncul bukan hanya karena ada

kepentingan-kepentingan yang bersaing, tetapi karena

terjadinya pembagian di dalam masyarakat antara pemilik

modal produksi dan para pekerja.

Sebagian besar (kalau tidak ingin dikatakan semua)

pengusaha/pimpinan perusahaan di Indonesia mengadopsi

pendekatan unitarianisme atau pluralisme dalam mengelola

hubungan industrial di perusahaannya masing-masing.

Sedangkan pendekatan pluralisme dan marxisme, lebih

banyak diadopsi oleh serikat pekerja.

Psikologi dan Hubungan Industrial

Dalam mengelola hubungan industrial di Indonesia,

ada beberapa topik utama yang seringkali membutuhkan

penanganan yang komprehensif agar tidak menjadi

penghambat terciptanya lingkungan kerja yang damai. Topik-

topik yang dimaksud adalah sebagai berikut:

1. Syarat-syarat kerja, perjanjian kerja (PKWTT/PKWT)

peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama.

2. Pengupahan.

Page 180: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

166

3. Organisasi pekerja, organisasi pengusaha.

4. Perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama (PKB).

5. Pemogokan.

6. Penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

Jika kita melihat topik utama seperti tersebut di atas,

dan juga pendekatan-pendekatan yang digunakan didalam

mengelola hubungan industrial, semuanya terkait dengan

interaksi sosial antara para pimpinan perusahaan atau

manajemen dengan para pekerja atau serikat pekerja. Dengan

demikian dapat dikatakan bahwa dalam pengelolaan

hubungan industrial berbicara tentang ketentuan-ketentuan

dan/atau praktek-praktek yang diterapkan untuk mengatur

interaksi sosial antara manusia yang berada di dalam lingkup

perusahaan. Hal ini ikut mendukung pertumbuhan bisnis dan

menciptakan kepuasan kerja para para pekerja.

Dengan penjelasan di atas, sebenarnya pengelolaan

hubungan industrial di perusahaan, sejatinya menjadi ranah

Psikologi untuk berperan di dalamnya. Disamping aspek-

aspek hukumnya yang kental, aspek manusianya, dalam hal

ini perilakunya, juga tidaklah dapat diabaikan. Disamping itu,

aspek-aspek hukum dan aspek-aspek psikologis harus saling

mendukung dan melengkapi. Aspek-aspek hukum menjadi

latar belakang (background) dan aspek-aspek psikologis

menjadi latar depan (foreground). Lalu, sejauh mana

psikologi atau praktisi psikologi dapat mengambil peran di

dalam pengelolaan hubungan industrial?

Dimensi dalam hubungan industrial

Dalam hubungan industrial ada 4 dimensi yang

penting untuk dikelola, yakni:

Page 181: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

167

1) Manusia.

Pada dimensi ini kita berbicara mengenai para pihak yang

terlibat di dalam hubungan industrial, khususnya

pengusaha/pimpinan perusahaan dan para pekerja.

2) Sistem.

Dalam kaitannya dengan sistem, banyak dibahas

ketentuan-ketentuan yang mengatur hak dan kewajiban

para pihak di dalam hubungan industrial, yaitu pengusaha

atau pimpinan perusahaan, para pekerja, dan organisasi

pengusaha atau organisasi pekerja.

3) Proses.

Pada dimensi ini kita berbicara mengenai cara

berkomunikasi diantara para pihak, munculnya perbedaan

pandangan/konflik dan cara penyelesaian konflik diantara

mereka.

4) Organisasi.

Pada dimensi ini dibahas mengenai pengelompokan para

pihak sesuai dengan kepentingan masing-masing untuk

membantu mereka dalam menjalankan perannya dalam

pengelolaan hubungan industrial, yaitu: Serikat pekerja

dan organisasi pengusaha.

Empat (4) dimensi tersebut di atas pada dasarnya

menempatkan manusia sebagai titik sentral di dalam

pengelolaan hubungan industrial. Dengan demikian psikologi

dapat mengambil peran yang lebih aktif, sehingga

pengelolaan hubungan industrial di perusahaan menjadi

lebih efektif.

Page 182: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

168

Peran Psikologi dalam Menyelesaikan Masalah dalam Hubungan Industrial

Dalam kenyataannya, berdasarkan pengalaman

selama ini, peran psikologi dalam pengelolaan hubungan

industrial di perusahaan masih perlu ditingkatkan. Tidak

sedikit masalah ketenagakerjaan yang muncul lebih

disebabkan oleh hal-hal yang tidak semata-mata substansi

aturan ketenagakerjaan, tetapi lebih banyak karena

perbedaan penafsiran, maupun ketidakkonsistenan antara

perjanjian kerja yang disepakati dan pelaksanaannya.

Dalam perspektif psikologi masalah tersebut bisa saja

terjadi karena saat perjanjian kerja dibuat, proses

komunikasi yang terjadi tidak efektif, atau terjadi perbedaan

persepsi antara para pihak tentang pemahaman dan

pelaksanaan isi perjanjian kerja. Disamping itu, dalam

penanganan masalah yang muncul, tidak jarang para pihak

terkait kurang mempertimbangkan aspek-aspek psikologis

dan/atau dampak psikologis yang muncul bila penanganan

masalah tidak dilakukan secara efektif. Mereka lebih

cenderung mengedepankan ketentuan perundangan, sebagai

metode utama dalam penyelesaian masalah-masalah di

bidang hubungan industrial, dibandingkan pendekatan

psikologis. Bisa jadi karena mereka tidak yakin atau karena

mereka tidak paham bahwa pendekatan psikologis mampu

membuat proses penyelesaian masalah menjadi lebih efektif

dibandingkan hanya dengan pendekatan legal semata. Tentu

saja hal ini tidak jarang membuat masalah-masalah yang

sejatinya bisa diselesaikan di tingkat bipartit, akhirnya harus

bermuara di Pengadilan Hubungan Industrial, yang tentu saja

Page 183: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

169

memakan waktu yang lebih lama dan biaya yang lebih mahal.

Hal yang lebih memprihatinkan, bisa dikatakan tidak ada

pihak yang menang dalam perselisihan tersebut. Pihak

perusahaan harus membayar lebih banyak, dan menyediakan

sumber daya manusia serta waktu ekstra untuk

menyelesaikan masalah ini. Sementara itu, pihak karyawan

baru akan mendapatkan kepastian haknya setelah melalui

proses penyelesaian yang cukup lama. Belum lagi kalau

kemudian masalah tersebut menjadi bahan liputan media

yang dapat menurunkan kredibilitas perusahaan di mata

publik.

Psikologi bisa berperan lebih baik dalam pengelolaan

hubungan industrial, diantaranya melalui teori-teori

psikologi yang dapat diaplikasikan, baik pada tahapan

perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, maupun evaluasi.

Teori motivasi, komitmen sosial, kontrak psikologis, dan teori

belajar dapat digunakan saat menyusun sebuah perjanjian

kerja, peraturan perusahaan, maupun perjanjian kerja

bersama. Teori belajar, pemberian penghargaan dan

hukuman, dan/atau social justice theory dapat digunakan

untuk mendorong tumbuhnya lingkungan industrial yang

damai.

Teori konflik, teori persuasi, dan/atau negosiasi dapat

digunakan saat berupaya melakukan pemutusan hubungan

kerja, perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama,

dan/atau penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

Teori motivasi, teori pembentukan kelompok, dan teori

konflik dapat digunakan untuk memahami tumbuhnya

organisasi pekerja di perusahaan. Dan masih banyak lagi,

Page 184: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

170

teori-teori psikologi yang dapat diaplikasikan dalam

pengelolaan hubungan industrial.

Peran Utama Psikologi dalam Pengelolaan Hubungan Industrial

Berdasarkan penjelasan-penjelasan tentang peran

psikologi dalam mengelola hubungan industrial, dapat

disimpulkan setidaknya terdapat 4 macam peran utama

psikologi dalam meningkatkan efektivitas pengelolaan

hubungan industrial di perusahaan, yaitu:

1. Pencegahan (Preventif): Pendekatan psikologi digunakan

secara proaktif untuk membangun kepercayaan diantara

para pihak sehingga mencegah terjadinya perselisihan

hubungan industrial.

2. Fasilitasi (Fasilitatif): Pendekatan psikologi digunakan

secara proaktif untuk meningkatkan proses komunikasi

dan kerjasama diantara para pihak sehingga memberikan

hasil kerja yang optimal dalam pengelolaan hubungan

industrial.

3. Penyelesaian masalah (Kuratif): Pendekatan psikologi

digunakan untuk menyelesaikan masalah yang terjadi dan

memperbaiki dampak negatif yang muncul dalam

hubungan diantara para pihak sehingga tidak

berkelanjutan.

4. Pendidikan (Edukatif): Pendekatan psikologi digunakan

untuk memahami peristiwa-peristiwa (positif/negatif)

yang terjadi dalam hubungan para pihak, agar diambil nilai

pembelajaran darinya, sehingga penerapannya bisa

menjadi lebih baik di masa yang akan datang.

Page 185: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

171

Selanjutnya, para praktisi sumber daya manusia yang

berlatar belakang pendidikan psikologi lebuh diharapkan

untuk lebih banyak terlibat di dalam pengelolaan hubungan

industrial di perusahaan. Hal ini disebabkan karena dengan

ilmu psikologi akan banyak membantu perusahaan dalam

meningkatkan efektivitas pengelolaan hubungan industrial di

perusahaan, yang pada akhirnya berkontribusi pada

terciptanya lingkungan kerja yang damai. Meskipun

demikian, mereka tetap harus memiliki pemahaman yang

baik tentang ketentuan-ketentuan di bidang ketenagakerjaan,

sebagai salah satu kompetensi utama di bidang pengelolaan

hubungan industrial.

Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk mengesampingkan

pendekatan legal dalam pengelolaan hubungan industrial di

perusahaan, tetapi justru mendorong agar pendekatan legal

dapat dikombinasikan dengan pendekatan psikologi agar

baik proses maupun hasilnya menjadi lebih efektif.

Daftar Pustaka

Bennet, R. (1997). Employee Relation. 2nd Edition. Financial

Times Publishing.

Suwarto (2003). Hubungan Industrial Dalam Praktek.

Asosiasi Hubungan Industrial Indonesia

Undang-undang No.1 Tahun 1970 Tentang Kesehatan dan

Keselamatan Kerja.

Undang-undang No. 3 Tahun 1992 Tentang Jamsostek.

Undang-undang No. 21 Tahun 2000 Tentang Serikat

Pekerja/Serikat Buruh.

Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Tentang

Ketenagakerjaan.

Page 186: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

172

Undang-undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian

Perselisihan Hubungan Industrial.

Undang-undang No. 40 tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan

Kesehatan Nasional.

Undang-undang No. 24 Tahun 2011 Tentang BPJS.

---ooOoo---

Page 187: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

173

Psikologi dalam Penanganan

Perselisihan

Studi Kasus pada Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit

Oleh:

Achmad Basari

Page 188: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

174

Gambaran Umum Perusahaan

Kasus yang akan dijadikan kajian kali ini adalah

sebuah perusahaan yang berdiri Agustus 2007 dengan

mengelola 6 (enam) anak perusahaan perkebunan.

Perusahaan-perusahaan tersebut diakuisisi dari perusahaan

perkebunan Malaysia. Total luas area perkebunan adalah

72.000 hektar dengan luas tertanam 52.000 hektar dengan 4

buah pabrik pengolahan kelapa sawit (PKS). Lokasi tersebar

di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat dengan rata-rata

waktu tempuh 2,5-4 jam dari bandara komersial terdekat.

Struktur organisasi Bagian Sumber Daya Manusia di

perusahaan ini disebut Divisi HRD berada di bawah Direktur

Keuangan dan dikepalai oleh seorang Kepala Divisi (Kadiv).

Saat ini pelaksana tugas Kepala Divisi HRD adalah Kepala

Departemen Personalia yang sekaligus merangkap sebagai

Kepala Departemen Hubungan Industrial. Di masing-masing

anak perusahaan, penanggung-jawab hubungan industrial

adalah Kepala Bagian Personalia (setingkat Asisten Manager).

Kepala Bagian Personalia secara fungsional melapor kepada

Kepala Departemen Personalia Kantor Pusat (Holding). Setiap

perkebunan yang dikelola oleh anak perusahaan memiliki

luas antara 3.000–17.000 hektar dipimpin oleh seorang

General Manager. Saat ini keseluruhan tenaga kerja

berjumlah 8.632 orang yang hampir seluruhnya tinggal di

perumahan yang disediakan perusahaan. Selain itu terdapat

warga sekitar yang tinggal di perkampungan sekitar kebun.

Pencegahan Perselisihan dalam Hubungan Industrial

Pendekatan teori kebutuhan berjenjang menurut

Abraham Maslow dapat digunakan untuk melakukan

Page 189: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

175

asesmen dan analisis dini permasalahan karyawan. Data

menunjukkan bahwa 80% sumber perselisihan hubungan

industrial adalah menyangkut hal-hal yang terkait dengan

kebutuhan yang diungkapkan oleh Maslow ini. Untuk dapat

mengetahui apa yang menjadi kebutuhan karyawan, Divisi

HRD dapat menggunakan beberapa metode. Metode

wawancara dan kunjungan langsung merupakan metode

yang sangat valid namun dengan cakupan yang terbatas.

Disisi lain, diskusi kelompok melalui LKS Bipartit atau forum

paguyuban bisa menjangkau kelompok lebih luas namun

tidak sedalam wawancara. Adakalanya pula metode survey

digunakan. Survey dapat menjangkau kelompok yang lebih

luas dengan tingkat kedalamaan yang terbatas. Setiap metode

tentunya mempunyai keunggulan dan keterbatasan masing-

masing.

Dari hasil pencarian data di lapangan, potensi

permasalahan biasanya muncul disebabkan oleh:

1. Karyawan tidak memahami kebijakan perusahaan.

2. Karyawan tidak memahami peraturan ketenaga-kerjaan.

3. Karyawan tidak mendapatkan informasi mengenai

kemajuan dan kelanjutan dari program yang telah

dilakukan perusahaan.

4. Karyawan belum mendapatkan informasi mengenai

komitmen perusahaan terhadap permasalahan

pemenuhan kebutuhan karyawan.

Untuk itu, langkah-langkah pencegahan potensi

perselisihan dapat menggunakan tahapan sebagai berikut:

1. Penjelasan dan sosialisasi mengenai aturan

ketenagakerjaan dan kebijakan perusahaan terutama

Page 190: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

176

yang berkaitan langsung dengan hak dan kewajiban

karyawan.

2. Penjelasan mengenai langkah yang telah diupayakan oleh

perusahaan dalam memenuhi hak-hak karyawan serta

meningkatkan kesejahteraan karyawan.

3. Penyampaian komitmen perusahaan dalam memenuhi

hak-hak karyawan serta meningkatkan kesejahteraan

karyawan.

Dalam pencegahan perselisihan hubungan industrial,

pendekatan personal dan pendekatan kelompok dijalankan

secara simultan karena keduanya dapat saling melengkapi.

Setiap karyawan memiliki kebutuhan dan keinginan untuk

didengarkan dan dipahami permasalahannya. Dalam konteks

hubungan industrial di perusahaan ini, Divisi HRD berperan

sebagai konselor sehingga permasalahan hubungan

industrial dapat dicegah. Pendekatan personal dan konseling

ini terbukti sukses menyelesaikan permasalahan hubungan

industrial sehingga tidak berlanjut menjadi perselisihan.

Pendekatan kelompok diperlukan karena perilaku karyawan

juga dipengaruhi oleh kelompok. Divisi HRD dapat

mengembangkan kelompok-kelompok yang konstruktif yang

ada di dalam perusahaan sehingga kelompok-kelompok

karyawan itu dapat membantu Divisi HRD menangani

permasalahan dan mencegah perselisihan hubungan

industrial.

Penyelesaian Perselisihan dalam Hubungan Industrial

Bentuk-bentuk perselisihan dalam Hubungan

Industrial menurut UU No. 13 tahun 2003 Tentang Ketenaga-

kerjaan meliputi:

Page 191: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

177

1. Perselisihan hak.

2. Pemutusan hubungan kerja (PHK).

3. Perselisihan serikat pekerja.

Perselisihan Hak

Perselisihan hak selain bersifat normatif, ada yang

tidak bersifat normatif. Perselisihan yang sifatnya normatif

adalah perselisihan yang penyelesaiannya diatur dalam

undang-undang seperti upah, jaminan sosial, waktu kerja

lembur, perlindungan keselamatan kerja, tunjangan, serta

kompensasi. Terkait dengan hak yang bersifat normatif,

Divisi HRD harus mendorong agar manajemen melaksanakan

seluruhnya tanpa kecuali. Apabila perusahaan telah

memenuhi hak karyawan yang bersifat normatif namun

perselisihan tetap terjadi maka setidaknya posisi perusahaan

akan kuat dan terlindungi oleh peraturan. Untuk itu,

kalaupun terjadi perselisihan maka dipastikan perselisihan

itu tidak bersifat normatif, sehingga perusahaan dapat

mempertimbangkan apakah akan memenuhinya atau tidak

dengan mempertimbangkan dengan kemampuan dan

rencana perusahaan.

Perselisihan yang tidak bersifat normatif misalnya

kenaikan upah untuk yang gajinya sudah di atas UMP, bonus,

insentif, hak untuk mendapat pelatihan dan pengembangan

dan lain-lain. Di perusahaan perkebunan ini, perselisihan hak

yang tidak bersifat normatif yang terjadi biasanya terkait

dengan rumah dinas, kendaraan dinas, perabot rumah

tangga, pinjaman kendaraan, dan sebagainya. Dalam hal ini,

untuk penyelesaian perselisihan yang tidak bersifat normatif

ini biasanya diatur di dalam aturan perusahaan sendiri.

Page 192: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

178

Penanganan perselisihan hak yang bersifat normatif

dapat menggunakan media sebagai berikut:

1. Perundingan bipartit.

2. Perundingan tripartit (mediasi).

3. Penyelesaian melalui Pengadilan Hubungan Industrial

(PHI).

Dalam hal ini yang harus diwaspadai adalah

penanganan perselisihan hak yang bersifat normatif dapat

berpotensi menimbulkan pemogokan karyawan. Selama

periode 2012-2016 perselisihan yang diselesaikan melalui

perundingan bipartit adalah 70% dan 30% terselesaikan di

tingkat tripartit (mediasi). Tidak ada perselisihan yang harus

diselesaikan di tingkat pengadilan hubungan industrial (PHI).

Tingkat keberhasilan penyelesaian melalui perundingan baik

bipartit atau tripartit karena perusahaan menganut prinsip

kejujuran, transparansi, komitment dan keadilan dalam

setiap perundingan. Dengan prinsip tersebut di atas

karyawan akan memahami apabila perusahaan kesulitan

memenuhi sebagian hak yang bersifat normatif tersebut.

Karyawan juga sebaiknya dilibatkan aktif dalam memberikan

solusi dan merencanakan pemenuhan hak karyawan yang

bersifat normatif tersebut.

Pemutusan Hubungan Kerja

Menurut undang-undang, semua pihak wajib

menghindari terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK).

PHK yang dengan serta merta seperti; pengunduran diri,

meninggal, pensiun, sakit menahun adalah PHK yang tidak

dapat dihindari atau dicegah. Fokus Divisi HRD adalah

penanganan PHK yang dikarenakan pelanggaran peraturan,

Page 193: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

179

PHK karena karyawan melakukan tindak pidana dan PHK

karena karyawan tidak cakap bekerja. Untuk itu Divisi HRD

harus mendorong perusahaan agar:

1) Memastikan karyawan kompeten.

2) Memastikan karyawan memahami aturan, nilai dan

budaya perusahaan.

3) Memastikan hak karyawan terpenuhi.

Meskipun demikian, apabila tetap terjadi PHK maka

Divisi HRD perlu memastikan langkah-langkah agar PHK

tidak berdampak negatif secara psikologis. PHK yang

berdampak negatif bagi karyawan yang terkena PHK dapat

berkembang menjadi permasalahan baru yang merugikan

perusahaan, misalnya: ancaman pemogokan, permasalahan

sosial, dan permasalahan hukum. Untuk itu Divisi HRD harus

memastikan hal-hal sebagai berikut:

1) Melakukan tahapan-tahapan sesuai peraturan.

2) Memenuhi hak-hak masing-masing pihak.

3) Memberikan konseling dalam hal membantu karyawan

yang di PHK untuk merencanakan kehidupan selanjutnya

pasca PHK.

Praktisi bidang HRD juga harus memberikan umpan

balik yang bersifat membangun atau konstruktif dan

mengembangkan diri karyawan yang mengalami PHK.

Konseling juga bertujuan mempersiapkan mental,

mengurangi kecemasan dan mengangkat kembali

kepercayaan diri karyawan.

Langkah-langkah di atas bukan hanya efektif

mengatasi perselisihan akibat PHK, tetapi juga berdampak

memberikan citra positif terhadap Divisi HRD. Divisi HRD

Page 194: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

180

bukan hanya dianggap kepanjangan tangan perusahaan,

tetapi dipersepsikan sebagai pihak yang netral, dan peduli

serta sensitif terhadap permasalahan karyawan.

Perselisihan Serikat Kerja

Perselisihan dapat terjadi antar serikat pekerja dan

antara serikat pekerja dengan perusahaan. Menurut UU

nomor 21 tahun 2000 tentang Serikat Buruh, perusahaan

tidak boleh menghalang-halangi pekerja dalam membentuk

serikat pekerja, walaupun serikat pekerja tidak wajib ada.

Adanya serikat pekerja yang berjumlah lebih dari satu akan

berpotensi menimbulkan perselisihan antar serikat pekerja.

Serikat pekerja yang berafiliasi dengan federasi serikat

pekerja juga berpotensi menimbulkan perselisihan dengan

perusahaan. Untuk itu, apabila karyawan bermaksud

membentuk serikat pekerja, maka bentuk serikat pekerja

tingkat perusahaan (serikat pekerja mandiri) yang tidak

berafiliasi dengan federasi serikat pekerja adalah alternatif

terbaik. Divisi HRD dapat bekerja sama dengan pihak ketiga

(Dinas Ketenagakerjaan atau konsultan) untuk membangun

kompetensi pengurus serikat pekerja. Dengan demikian

pengurus serikat pekerja akan memahami fungsi serikat

pekerja dan bertindak sesuai aturan yang berlaku. Apabila

perusahaan dan pengurus serikat pekerja memahami fungsi

masing-masing dan bertindak sesuai aturan yang ada maka

penyelesaian perselisihan antar serikat pekerja atau antara

serikat pekerja dengan perusahaan akan mudah diselesaikan.

Penutup

Pendekatan psikologis terbukti berperan penting

dalam pencegahan maupun penyelesaian perselisihan

Page 195: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

181

hubungan industrial di perusahaan perkebunan. Hal itu

kemungkinan besar juga terjadi di perusahaan dengan bidang

usaha yang lain. Untuk itu penting bagi manajemen

perusahaan, karyawan dan terutama praktisi HRD untuk

menyadari pentingnya pendekatan psikologis ini. Dengan

pendekatan psikologis diharapkan penanganan

permasalahan hubungan industrial menjadi lebih humanis

dan beradab.

Daftar Pustaka

UU No. 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

---ooOoo---

Page 196: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

182

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 197: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

183

Pengelolaan Konflik dalam

Hubungan Industrial:

Sebuah Tinjauan Psikologis

Oleh:

Maya Sita Darlina

Page 198: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

184

Pengantar

Salah satu kunci dari terciptanya perusahaan yang

kokoh dan solid adalah adanya sinergi yang tepat antara

karyawan dan perusahaan. Untuk itu, ketika masing-masing

pihak telah saling memahami kontribusi, hak dan

kewajibannya di perusahaan, maka tujuan perusahaan akan

lebih mudah untuk dicapai. Sinergi muncul karena adanya

interaksi dinamis yang positif antara perusahaan dan

karyawan untuk bersama-sama meningkatkan produktivitas.

Dinamika interaksi terjadi karena masing-masing

pihak yaitu perusahaan dan karyawan memiliki hak dan

kewajiban yang pada kenyataannya bisa tidak seiring dan

sejalan. Sebagai contoh, perusahaan memiliki keterbatasan

dalam menetapkan remunerasi tetapi di sisi lain karyawan

mengharapkan remunerasi yang lebih dari yang sudah

diterimanya. Dengan demikian, dinamika interaksi yang ada

tentunya harus dikelola agar tidak berdampak negatif dalam

upaya menciptakan sinergi yang tepat dan hubungan

industrial yang harmonis antara karyawan dan perusahaan.

Pengertian Hubungan Industrial

Hubungan industrial menurut Suwarto (2003) adalah

pengaturan hak dan kewajiban bagi pihak-pihak yang terlibat

di dalam proses produksi secara kolektif. Mengacu pada

rumusan di atas maka pengelolaan hubungan industrial atau

pengelolaan hak dan kewajiban dari dua pihak yaitu

karyawan dan perusahaan menjadi tema sentral untuk

mendukung proses kerja guna pencapaian target perusahaan.

Pengelolaan hubungan industrial yang baik akan mendorong

terciptanya hubungan industrial yang harmonis dimana pada

Page 199: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

185

kondisi tersebutlah proses kerja yang ada dapat mendorong

terciptanya pencapaian produktivitas perusahaan.

Salah satu yang dibahas dalam konteks hubungan

industrial adalah pengaturan hak dan kewajiban para pihak

(perusahaan dan karyawan). Dalam konteks hubungan

industrial maka koridor tentang penjelasan hak dan

kewajiban karyawan dan perusahaan dituangkan dalam

seperangkat sistem yang disebut perjanjian kerja bersama

(PKB). Berbicara mengenai hak dan kewajiban maka menjadi

hal yang wajar bila hak yang dimiliki satu pihak pada satu saat

akan dinilai tidak sejalan oleh pihak lain. Dengan demikian,

bisa jadi proses perumusan PKB menjadi sangat berpotensi

memunculkan konflik kepentingan antara perusahaan dan

karyawan. Konflik dalam perumusan PKB yang terjadi antara

perusahaan dan karyawan penting untuk diselesaikan karena

hasil yang ditunggu atas proses tersebut adalah kesepakatan

dari para pihak atas hak dan kewajiban masing-masing pihak

yang nantinya akan dijadikan acuan dalam proses kerja.

Pemahaman yang memadai mengenai pengelolaan konflik

dua pihak antara karyawan dan perusahaan saat perumusan

PKB maupun dalam proses pengelolaan hubungan industrial

sangat diperlukan untuk dapat menciptakan hubungan

industrial yang harmonis. Hal tersebut akan mendukung

pencapaian target perusahaan.

Lima Cara Pengelolaan Konflik Hubungan Industrial

Robbin (1998) menjelaskan bahwa konflik dimulai

ketika satu pihak beranggapan bahwa pihak lain telah secara

negatif memengaruhi atau berpotensi memengaruhi secara

negatif hal yang menjadi perhatian pihak lain. Dari paparan

Page 200: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

186

Robbin (1998) tersebut, maka jelaslah perbedaan pandangan

atau kepentingan sudah dapat dikategorikan sebagai suatu

konflik. Thomas (1992, dalam Robbin 1998) mengemukakan

bahwa dalam penyelesaian konflik dapat dikelompokkan

dalam lima cara yaitu: bersaing (competing), bekerjasama

(collaborating), berkompromi (compromising), menghindar

(avoiding), dan menyesuaikan (accomodating). Penjelasan

dari cara pengelolalan konflik tersebut dapat dijelaskan

sebagai berikut (Munandar, 2001):

1. Bersaing ialah hasrat untuk memuaskan kepentingannya

sendiri tanpa memperhatikan dampak terhadap pihak lain

yang menjadi lawannya dalam konflik. Dalam kondisi ini

dikatakan bahwa pihak-pihak yang berkonflik memiliki

derajat assertiveness yang tinggi, dan derajat

cooperativeness yang rendah. Situasi ini juga dinamakan

sebagai situasi menang-kalah (win-lose).

2. Bekerjasama ialah pihak-pihak yang konflik masing-

masing berhasrat untuk memuaskan kepentingan pihak

lainnya (derajat assertiveness dan cooperativeness tinggi).

Situasi ini dinamakan juga situasi menang-menang (win-

win).

3. Berkompromi ialah satu situasi dimana masing-masing

pihak yang bersengketa bersedia untuk mengorbankan

sesuatu (assertiveness dan cooperativeness sedang). Situasi

ini dinamakan kalah-kalah (lose-lose), karena ada yang

dikorbankan.

4. Menghindar adalah hasrat untuk mengundurkan diri dari

situasi konflik atau menekan konflik, tidak mau

bersengketa (assertiveness dan cooperativeness rendah).

Page 201: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

187

5. Menyesuaikan ialah adanya satu pihak yang konflik

bersedia untuk meletakkan kepentingan pihak lain lebih

tinggi dari kepentingannya (assertiveness rendah,

cooperativeness tinggi). Situasinya satu pihak mengalah

atau memenangkan pihak lawan.

Cara-cara di atas merefleksikan intensi untuk

menyelesaikan konflik (Munandar, 2001). Dengan demikian

Munandar (2001) menambahkan bahwa intensi untuk

menyelesaikan konflik dapat diwujudkan ke dalam berbagai

teknik penyelesaian konflik.

Teknik Penyelesaian Konflik

Teknik penyelesaian konflik dapat pula merujuk

pendapat Schein (1990), yaitu sebagai berikut:

1) Menemukan musuh bersama.

Konflik digeser ke tingkat yang lebih tinggi, tidak saja

untuk kepentingan kelompoknya. Sebagai contoh, pihak

karyawan dan perusahaan memikirkan kontribusi

masing-masing untuk membawa perusahaan menjadi

perusahaan yang lebih produktif di industri sejenis;

dibandingkan masing-masing kelompok bersikukuh

hanya mencapai kepentingan kelompoknya.

2) Membawa pimpinan atau sub kelompoknya masing-

masing ke dalam suatu interaksi.

Masing-masing kelompok menunjuk delegasi dan

memberikan kewenangan kepada perwakilannya untuk

melakukan perundingan guna mencapai kesepakatan.

Sebagai contoh, pada kegiatan peninjauan kembali PKB,

maka serikat pekerja menunjuk perwakilannya untuk

berunding dengan perwakilan perusahaan.

Page 202: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

188

3) Menemukan tujuan yang sama.

Merumuskan tujuan yang meliputi kepentingan seluruh

pihak dapat menjadi salah satu solusi untuk

menyelesaikan konflik kepentingan yang ada. Sebagai

contoh, dalam berdiskusi terkait pemberian sanksi bagi

karyawan yang melanggar, maka dapat disepakati tujuan

bersamanya adalah untuk meningkatkan produktivitas

perusahaan sehingga dapat berdampak pada peningkatan

kesejahteraan karyawan. Dalam hal ini, bukan tujuan satu

kelompok yang difokuskan tetapi tujuan kedua belah

pihak yang harus diutamakan.

4) Pelatihan antar kelompok dengan menggunakan metode

“Experiential Inter Group Training”.

Pada pelatihan ini, kelompok yang bersaing dikumpulkan

dan diminta untuk mengkaji perilakunya masing-masing.

Selanjutnya, perilaku ini dibahas dalam kelompok

sehingga bila terdapat persepsi yang keliru dapat

diminimalkan dan kemudian dapat disepakati bentuk

hubungan selanjutnya antara kedua belah pihak. Untuk

menciptakan hubungan industrial yang harmonis maka

karyawan dapat dimintakan masukannya atas hal-hal

yang harus diperbaiki oleh perusahaan dan pada saat

yang bersamaan perusahaan menyampaikan kondisi yang

ada dan kondisi yang diharapkan, dan kemudian disusun

kesepakatan bersama.

5) Menggunakan teknik pemecahan masalah (problem

solving).

Berdasarkan Munandar (2001) bahwa teknik pemecahan

masalah juga dapat dipakai untuk menyelesaikan konflik

Page 203: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

189

kepentingan. Pertemuan tatap muka antara perusahaan

dan karyawan yang sedang berkonflik dilakukan untuk

tujuan menemukenali masalah dan memecahkannya

dalam diskusi terbuka. Sebagai contoh, ketika sebuah

konflik terjadi saat dilakukan proses pemutusan

hubungan kerja. Dalam hal ini perusahaan menjelaskan

kronologis dan keputusannya dan pihak karyawan

memberikan pendapat berdasarkan opini atau

keyakinannya. Penyelesaiannya kemudian didiskusikan

dengan merujuk pada ketentuan perusahaan yang sudah

disepakati bersama, yaitu antara lain Perjanjian Kerja

Bersama (PKB).

6) Teknik pengadaan sumber yang lebih banyak.

Solusi ini merupakan solusi penambahan sumber, fasilitas

yang dituntut dari perusahaan kepada karyawan.

Misalnya ketika ada permintaan penyediaan fasilitas

kantin yang memadai dari karyawan dan diselesaikan

dengan penyediaan fasilitas kantin yang memadai oleh

perusahaan.

7) Teknik pelunakan (smoothing).

Suatu metode yang berusaha mengurangi arti perbedaan

dan menekankan pada kepentingan bersama dari pihak

yang bersengketa. Dalam hal ini, perusahaan dan

karyawan tidak berfokus pada perbedaan pendapatnya

tetapi menemukan kesamaan tujuan antara perusahaan

dan karyawan.

8) Teknik perintah otoritatif.

Suatu metode dimana manajemen menggunakan otoritas

formalnya untuk menyelesaikan konflik dan

Page 204: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

190

mengkomunikasikan keinginannya kepada pihak yang

berkonflik. Sebagai contoh, dalam memberikan keputusan

untuk melakukan PHK karena kondisi perusahaan tidak

memungkinkan lagi, maka perusahaan menggunakan

otoritas formalnya untuk menyampaikan kondisi tersebut

berikut paket penyelesaian yang dapat diberikan oleh

perusahaan kepada pihak terkait.

9) Teknik mengubah perilaku manusia.

Suatu metode untuk mengubah perilaku manusia

misalnya kemudian diadakan pelatihan. Untuk

menyelesaikan konflik yang ada antara atasan dan

bawahan maka perusahaan mengirimkan kedua belah

pihak untuk mengikuti pelatihan terkait topik yang

disengketakan.

10) Teknik mengubah perilaku struktural.

Suatu metode yang mengubah struktur formal organisasi

dan pola interaksi dari pihak yang berkonflik melalui

rancang ulang dari pekerjaan (job redesign), pemindahan,

pembentukan kedudukan dengan tugas koordinasi, dan

sebagainya. Pada saat atasan menghadapi konflik dengan

bawahannya karena beban tugas yang berlebih maka

atasan mengatasinya dengan penyediaan aplikasi yang

relevan untuk membantu penyelesaian tugasnya.

Dari keseluruhan paparan di atas, maka diharapkan

pemahaman terkait konflik berdasarkan kajian psikologis

dan bagaimana pengelolaannya dapat menjadikan masukan

bermanfaat untuk menciptakan hubungan industrial yang

harmonis. Dengan demikian melalui hubungan industrial

Page 205: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

191

yang harmonis perusahaan dapat meningkatkan

produktivitas yang telah ditetapkan.

Daftar Pustaka

Munandar, A. S. (2001). Psikologi industri dan organisasi.

Depok: Penerbit Universitas Indonesia (UI Press).

Robbins, S. P. (1998). Organizational behavior: Concepts,

controversies, applications (8th ed.). Upper Sadlle

River, NJ: Prentice-Hall.

Schein, E. H. (1990). Organizational psychology (3rd ed.). New

Jersey: Prentice-Hall.

---ooOoo---

Page 206: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

192

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 207: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

193

Membangun Tim

Generasi Milenial

Page 208: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

194

Page 209: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

195

Generasi Y: Bagaimana Mengelola Strategi

(Disampaikan pada Forum Sharing, Learning dan Networking

IOC, 17 September 2016)

Oleh: Niken Ardiyanti

Page 210: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

196

Pengantar

Tahukah Anda apa yang dimaksudkan dengan

Generasi Y? Mengapa kita perlu memahami mengenai

Generasi Y? Apa kaitannya Generasi Y dengan strategi dan

dinamika dalam produktivitas kerja di perusahaan/

organisasi? Sepertinya masih banyak lagi pertanyaan-

pertanyaan yang diajukan baik oleh pihak manajemen dalam

perusahaan maupun para pemimpin yang saat ini banyak

berinteraksi dengan generasi yang diidentifikasi sebagai

Generasi Y ini.

Sebelum menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas,

mari kita telaah beberapa pengelompokan generasi

berdasarkan karakteristik demografis dan aspek sosio-

ekonomi yang berbeda. Secara lebih jelas dalam pembagian

generasi dikenal adanya teori pembabakan (generation gap).

Indonesia dalam hal ini mengacu pada teori pembabakan

Amerika, yaitu: Perang Dunia I, Perang Dunia II dan era

milenium. Sedangkan Inggris tidak mengenal adanya teori

pembabakan.

Setelah Perang Dunia II, Amerika Serikat mengalami

masa–masa paling sulit baik dari aspek ekonomi maupun

sosialnya. Generasi yang terlahir di era ini yaitu antara tahun

1940 – 1960 dikenal dengan nama Generasi Baby Boomers.

Mereka lahir ketika periode masa perang baru saja usai.

Setelah Generasi Boomers, generasi berikutnya adalah

Page 211: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

197

Generasi X (antara tahun 1961–1981). Periode ini merupakan

generasi kedua dari Generasi Boomers, di mana

kehidupannya relatif lebih mapan dan secara sosial ekonomi

mendapatkan kenyamanan dari usaha yang telah dilakukan

oleh generasi sebelumnya. Setelah Generasi X, maka pada

tahun 1982–2002 lahirlah Generasi Y atau lebih dikenal

secara umum dengan Generasi Millenial, karena mereka

terlahir pada masa milenium (awal tahun 2000). Jika kita

perhatikan, perbedaan generasi ini berlangsung setiap 20

tahun sekali.

Pada tahun awal 2005, Generasi Y sudah mulai berada

pada usia produktif dan memasuki pasar tenaga kerja. Di saat

inilah terjadinya peristiwa unik di organisasi, yakni

organisasi memiliki populasi demografi yang terdiri atas tiga

rentang usia generasi yang berbeda. Generasi Baby Boomers,

X dan Y, secara bersamaan berada di dalam piramida

organisasi perusahaan/lembaga.

Melalui tulisan ini kita akan melihat bagaimana teori

mampu menjelaskan fakta yang terjadi di organisasi saat ini

untuk kemudian digunakan sebagai strategi dalam mengelola

perbedaan generasi ini agar menjadi fungsi yang kolaboratif

dan produktif.

Karakteristik Tiap Generasi

Karakteristik demografis dan sosio–ekonomi dari

setiap generasi direpresentasikan dalam bentuk cara

Page 212: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

198

berpikir, gaya hidup, semangat, pengaruh lingkungan dan

kekuatan dari generasi itu sendiri. Hal-hal ini kemudian

membentuk suatu pola perilaku yang relatif serupa karena

adanya kesamaan era dimana populasi tersebut berinteraksi

(cohort). Keseluruhan karakteristik tersebut membentuk

pola perilaku sebagai fungsi adaptasi antara individu itu

sendiri dengan lingkungan. Kurt Lewin (1933) menjelaskan

bahwa perilaku merupakan hasil dari fungsi interaksi antara

diri individu dengan lingkungan sebagai ruang hidup yang

memberikan pengaruh secara interaktif.

Dalam fungsi matematis, penjelasan di atas

digambarkan sebagai berikut:

Keterangan:

f = fungsi S = self/diri sendiri E = external/lingkungan sosial

Perilaku merupakan sebuah fungsi yang tidak

terpisahkan antara situasi/konteks (peristiwa dimana

tingkah laku terjadi) yang terjadi secara menyeluruh (dimana

bagian-bagian komponennya terpisah-pisah) dan konkrit

(nyata dapat dijelaskan secara detil).

Konsep dasar Lewin (dalam Robbins, 2010) mengenai

psikologi medan atau psikologi lapangan dalam kaitannya

dengan perbedaan generasi saat ini dirasakan sangat

Perilaku = f(S, E)

Page 213: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

199

dominan terjadi. Hal ini tampak melalui berbagai gejala

psikologis dan sosiologis yang terjadi, antara lain terlihat

pada paparan gaya hidup yang tampak di sosial media pada

anak anak dan remaja (Twitter, Facebook, Instagram,

Linkedln, dll), konflik interaksi yang terjadi di perusahaan

baik antara sesama rekan kerja atau atasan dengan bawahan

di antara generasi yang berbeda- hingga permasalahan dalam

skala nasional yang meliputi permasalahan antar kelompok.

Hal ini kemudian dapat mempengaruhi proses koordinasi

kerja dan pada akhirnya berdampak pada pencapaian kinerja

organisasi. Dengan adanya perbedaan generasi

memungkinkan munculnya perbedaan persepsi yang pada

akhirnya akan mempengaruhi gaya komunikasi, sehingga

seringkali terdapat perbedaan yang berujung pada konflik

antar pribadi dan berpengaruh hingga di unit kerja, bahkan

pada tingkat institusi. Masing–masing pribadi dari Generasi

Baby Boomers, X, dan Y memiliki karakteristik khas yang

berbeda satu sama lainnya.

Karakteristik Generasi Y berbeda dengan karakteristik

yang ditampilkan generasi sebelumnya, khususnya pada

antusiasme/motivasi, orientasi bekerja dan sikap kerja.

Generasi Baby Boomers lebih berfokus pada proses,

sedangkan Generasi Y cenderung fokus pada hasil. Proses,

erat kaitannya dengan tata krama, hirarki dan senioritas.

Sedangkan hasil, lebih dominan berorientasi pada kualitas

Page 214: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

200

dan kuantitas. Inilah letak perbedaan yang cukup mendasar

diantara sekian banyak perbedaan yang seringkali

mengemuka ketika dilakukan diskusi yang membahas

mengenai kinerja Generasi Y selama hampir 5 (lima) tahun

terakhir ini.

Persepsi yang dimiliki Generasi millenial terhadap

pekerjaan juga mungkin berbeda dibandingkan persepsi dari

generasi sebelumnya. Di bawah ini adalah hasil survey dari

Bagian Penelitian dan Pengembangan Kompas (yang diolah

oleh BPS, 2015) terhadap Generasi Y, sebagai berikut:

1) Tujuan Bekerja.

Pada Generasi Y bekerja lebih bertujuan pada kinerja

bisnis dan kepuasan dirinya sebagai karyawan, bukan lagi

bekerja disebabkan karena status seperti pada Generasi

Boomers.

2) Kepemimpinan.

Kepemimpinan mereka lebih berfokus kepada orang

(people). Kepemimpinan dipersepsi sebagai bagian

menyeluruh dari fungsi organisasi sekaligus individu yang

menjadi pemimpinnya. Keduanya dilihat sebagai satu

kesatuan dan tidak terpisahkan.

3) Ciri Pemimpin Ideal.

Ciri pemimpin ideal versi Generasi Y adalah pemimpin

yang berpikir strategis, bisa menjadi inspirasi, memiliki

keterampilan interpersonal yang unggul, memiliki visi,

Page 215: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

201

bersemangat, memiliki antusiasme dan ketegasan.

Pemimpin yang egaliter lebih disukai, daripada pemimpin

yang bergaya aristokrat/ otoritarian. Generasi Millenial

lebih banyak merekrut pekerja berdasarkan atribut

kecakapan pribadi mereka dan generasi ini memiliki

keinginan kuat untuk menjalankan bisnis pribadi, bukan

berstatus sebagai karyawan.

Data demografis menunjukkan jumlah populasi

Generasi Y semakin signifikan pada sensus penduduk

Indonesia di tahun 2010, dan terus mengalami peningkatan

secara eksponensial. Hasil sensus penduduk di tahun 2010

yang diperoleh dari Biro Pusat Statistik mendeskripsikan

penyebaran Generasi Millenial dibandingkan dengan

populasi kedua generasi lainnya (Generasi Baby Boomers dan

Generasi X), sebagai berikut: 43,3% penyebaran di kota dan

36,7% penyebaran di perdesaan

Dari data di atas dapat diambil kesimpulan bahwa

prosentase jumlah populasi Generasi Millenial hingga saat ini

sudah melampaui prosentase jumlah kedua populasi generasi

lainnya.

Tantangan dalam Mengelola Generasi Y

Tantangan bagi manajemen di perusahaan saat ini

adalah bagaimana mengkolaborasikan berbagai karakteristik

dari masing-masing generasi ini. Untuk dapat membuat

kolaborasi yang cantik, manajemen diharapkan dapat lebih

Page 216: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

202

memberi perhatian pada karakteristik positif dari masing-

masing generasi dan tidak mempertentangkan aspek

negatifnya, untuk kemudian diselaraskan dengan

karakteristik organisasi. Hal ini penting untuk dapat

menciptakan dinamika kelompok multi-generasi yang

memberikan pengaruh positif terhadap perusahaan. Pada

tataran ideal hal ini terlihat mudah dan sederhana. Namun

pada kenyataannya, fakta yang ditemui di organisasi/

lembaga/perusahaan saat ini memang cukup menantang.

Fakta-fakta tersebut adalah sebagai berikut:

1. Proses rekrutmen di era padat karya (pada periode

pemerintahan orde baru) yang tidak dilaksanakan secara

rutin, menyebabkan perbedaan kesenjangan generasi

(generation gap) yang sangat besar dalam piramida

organisasi (zero growth).

2. Proses pendidikan dan pelatihan (diklat) yang tidak

berlangsung secara terstruktur berakibat pada

terhambatnya proses pengembangan (kaderisasi).

3. Ketiadaan kaderisasi sebagai bagian dari pengembangan

karyawan, menyebabkan proses suksesi pun menjadi

terhambat.

4. Terjadinya miskoordinasi antara lapisan dalam piramida

organsiasi, antara lain disebabkan gaya komunikasi

(bahasa eksplisit – persepsi implisit, senioritas, birokrasi)

yang berbeda.

Page 217: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

203

5. Belum adanya manajemen sistem pengembangan SDM

yang terstruktur terkait dengan sistem pengelolaan

manajemen SDM berbasis kompetensi, rekrutmen dan

seleksi, pendidikan dan pengembangan, manajemen

kinerja, manajemen karier, dan manajemen remunerasi.

Fenomena lain yang banyak dialami saat ini dan tidak

bisa dianggap sepele, diantaranya adalah fakta bahwa

generasi milenial mudah untuk berpindah pekerjaan. Hal-hal

yang menjadi sebab mereka mengundurkan diri antara lain:

1) Konflik dengan atasan langsung/atasan tidak langsung

(non-substantif).

2) Ketidakjelasan arah dalam sistem karir.

3) Ketiadaan sistem manajemen kinerja yang objektif.

4) Ketidakjelasan dalam pengembangan diri.

5) Tidak mendapatkan arahan dari manajemen (faktanya

atasan seringkali lebih berperan sebagai boss, padahal

mereka berharap atasan menjadi mentor).

6) Budaya perusahaan/organisasi didominasi pada aspek

implisit/kebijaksanaan, daripada aspek eksplisit, seperti

SOP dan aturan baku lainnya.

7) Organisasi masih terfokus pada aspek proses yang hirarkis

sifatnya (pengendalian, stabilitas, senioritas), daripada

organisasi dengan orientasi pada hasil (pengendalian,

tingkat kepercayaan, pendampingan).

(diolah dari beberapa sumber, 2016).

Page 218: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

204

Untuk mengatasi hal-hal tersebut di atas, perlu

dirancang sebuah strategi untuk meningkatkan daya saing

organisasi/perusahaan sehingga mampu memenangkan hati

karyawan maupun customer di usia produktif sebagai bagian

menyeluruh dari generasi millenial.

Strategi Mengelola Generasi Y

Dalam penelitian yang dilakukan Saba (2006) dalam jurnal

Managerial Psychology yang berjudul Antecedents and

Consequences of Employee Engagement, disebutkan bahwa

strategi memotivasi Generasi Y dapat dilakukan melalui dua

hal, yakni:

a. Membuat sistem yang terstruktur, yang merupakan peran

dari organisasi.

b. Melibatkan (engagement) generasi Y dalam proses

organisasi, hal ini hanya dapat diupayakan melalui

keselarasan antara nilai–nilai organisasi dengan budaya

organisasi, sistem pengembangan SDM dan sistem karir

yang komprehensif.

Adapun secara lebih rinci, hal-hal yang diperlukan

dalam mengelola Generasi Y adalah sebagai berikut:

1) Kejelasan dalam proses onboarding karyawan.

Onboarding karyawan adalah suatu proses yang

memungkinkan seorang karyawan menyesuaikan diri

dengan peran barunya di perusahaan dengan cepat dan

lancar. Intinya adalah membuat karyawan baru merasa

Page 219: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

205

disambut di perusahaan dan siap menjalankan peran

mereka. Generasi Y membutuhkan kejelasan dalam hal

seperti proses rekrutmen dan seleksi, masa percobaan,

pengangkatan hingga promosi dan jenjang karir ke

depannya.

2) Mengembangkan dan menyediakan budaya kerja yang

bersifat kolaboratif.

3) Memastikan nilai–nilai otonomi (autonomy) dan

kepercayaan (trust) sebagai bagian terintegrasi dari

pernyataan visi, misi, nilai-nilai serta budaya organisasi.

Dengan memahami strategi mengelola Generasi Y,

maka organisasi/perusahaan dapat melakukan upaya–upaya

untuk mempertahankan sumber daya manusia unggulannya

di generasi tersebut, dengan cara:

1. Menciptakan suasana kerja berbasis perbaikan terus

menerus (continuous improvement) Generasi Y perlu

diberikan kesempatan berekspresi kreativitas dan inovasi,

daripada dikekang dan dibatasi. Jika terlalu banyak

batasan, maka mereka bisa menjadi demotivasi dan

mematikan semangatnya.

2. Membangun suatu forum komunikasi dan diskusi

interaktif secara efisien dalam suasana saling percaya dan

penuh komitmen. Generasi Y membutuhkan umpan balik

terkait dengan kinerjanya dan tidak mudah menerima

Page 220: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

206

begitu saja satu perintah. Mereka seringkali bertanya

‘mengapa?’

3. Memberikan pelatihan mengenai pemberian umpan balik

yang efektif kepada para atasan dalam kerangka

pengelolaan Generasi Y, yang bertujuan untuk memiliki

pemahaman karakteristik dan perbedaan dalam proses

pengelolaan Generasi Y.

Penutup

Generasi Y, saat ini sudah pasti telah mengisi profil

bonus demografi dan merupakan tenaga kerja produktif di

Indonesia. Generasi Y-lah yang akan menentukan kiprah alur

produktivitas kinerja organisasi, dan mereka mulai dapat kita

jumpai di berbagai tingkatan. Tidak hanya berada di tingkat

staf pelaksana, mereka juga menjabat sebagai manajemen lini

(supervisory), manajemen madya (manager dan senior

manager), bahkan berpotensi sebagai pemegang keputusan

(manajemen puncak – board of directors/C levels). Untuk itu

disarankan kepada pihak manajemen agar melakukan

antisipasi dan menuangkan rencananya dalam rencana

strategis perusahaan sehingga menjadi dasar implementasi

perencanaan sumber daya manusia di perusahaan, mulai dari

proses rekrutmen dan seleksi, pelatihan dan pengembangan,

manajemen kinerja, hingga sistem remunerasi yang

mendukung operasionalisasi kerja perusahaan.

Page 221: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

207

Dengan pengelolaan yang tepat organisasi/

perusahaan tidak hanya mendapatkan profit yang maksimal,

namun juga mendapatkan manfaat jangka panjang berbentuk

kolaborasi tim ungulan yang solid yang pada akhirnya

meningkatkan daya saing perusahaan/lembaga maupun

organisasi. Untuk mengantisipasi kesenjangan yang terjadi,

perlu diberikan pembekalan di dalam proses koordinasi

lintas unit di internal perusahaan, melalui proses

pengembangan coaching, conseling & mentoring. Proses

pengembangan karyawan oleh internal manajemen

dilakukan bertujuan untuk mencapai produktivitas kerja

organisasi yang optimal, khususnya antisipasi bersama dalam

kerangka persiapan menghadapi Persaingan di Pasar

Ekonomi Terbuka ASEAN.

Daftar Pustaka

Robbins, S (2010), Organizational Behavior, McGraw Hill.

Saba, T. (2006) Antecedents and Consequences of Employee

Engagement, Managerial Psychology.

---ooOoo---

Page 222: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

208

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 223: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

209

Generasi Y:

Pengelolaan di Danone

Studi di Sebuah Perusahaan Consumer Goods

Oleh:

Eka Shinta

Page 224: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

210

Pengantar

Industri consumer goods adalah salah satu industri

yang sangat dinamis karena pelaku dalam industri ini harus

mampu mengikuti perkembangan selera dan preferensi

pasar yang tentunya dipengaruhi oleh perilaku konsumen.

Industri ini potensial untuk terus bertumbuh karena jumlah

manusia yang terus bertambah, akan tetapi di sisi lain

persaingan pada industri ini juga menjadi sangat ketat. Salah

satu tantangan yang dihadapi perusahaan saat ini adalah

bagaimana menarik dan mendapatkan sumber daya manusia

yang berbakat dan berkualitas di pasar. Kadang perusahaan

consumer good harus memberikan kompensasi dan manfaat

diatas harga pasar untuk mendapatkan talenta yang terbaik.

Itupun tanpa jaminan bahwa mereka akan bertahan lama di

perusahaan tersebut.

Oleh karena itu, group perusahaan Danone sangat

menekankan pentingnya program percepatan pengembang-

an talenta yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan melalui

program management trainee. Pencarian bibit tenaga kerja

yang baru saja lulus dari perguruan tinggi yang direkrut ini

masuk dalam kategori Generasi Y atau sekarang sering

disebut dengan Generasi Millennial, yaitu tenaga kerja yang

lahir antara tahun 1980 sampai 2000. Diprediksikan pada

tahun 2025, Generasi Y akan mendominasi tenaga kerja

profesional dengan proyeksi 3 dari 4 pekerja adalah Generasi

Y.

Strategi Jitu Untuk Mengelola Generasi Y

Karyawan yang memiliki kinerja tinggi akan bekerja

dengan efisien dan berpikir strategis jika mereka termotivasi,

Page 225: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

211

bersemangat dan berdedikasi. Untuk itu pengelolaan talenta

yang tepat menjadi hal yang sangat penting. Dalam proses

pengelolaan talenta, khususnya Generasi Y, secara umum

dapat dibagi dalam tiga tahapan ini, yaitu menarik talenta

(attracting talent), mengembangkan talenta (developing

talent) dan mempertahankan talenta (retaining talent).

Menarik Talenta (attracting talent)

Beberapa program yang dilakukan oleh Danone dalam

rangka menarik talenta adalah sebagai berikut:

1) Program employer branding.

Dalam employer branding kita perkenalkan misi

perusahaan sebagai healthy nutrition company. Danone

juga menerapkan kebijakan dual Key Performance

Indicator (KPI), yaitu kinerja perusahaan dilihat dari

keberhasilan pencapaian target keuangan dan juga target

tanggung jawab sosialnya baik kepada komunitas di dalam

perusahaan maupun di masyarakat secara umum. Sebuah

hasil penelitian di tahun 2008 menyebutkan bahwa 88%

Generasi Y mencari perusahaan yang mempunyai

tanggung jawab sosial yang sesuai dengan keinginan

mereka dan 86% akan keluar jika nilai-nilai perusahaan

tidak sama dengan niai-nilai mereka. Di Danone, sebagian

keuntungan perusahaan dikembalikan kepada komunitas

sekitar, dengan program seperti beli 1 dapat 10, Danone

mempunyai program bulan sukarelawan untuk karyawan

melakukan kegiatan sosial di masyarakat.

Kegiatan aktivasi employer branding mulai intensif

dengan pengelolaan kegiatan yang dilakukan sendiri oleh

pekerja Generasi Y, mulai dari mengelola website

Page 226: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

212

komunikasi www.dancommunity.com. Website ini diguna-

kan sebagai media komunikasi bagi komunitas yang

tertarik dengan Danone. Dalam media komunikasi ini

anggota komunitas bisa berinteraksi dengan Danone dan

juga Danoners (sebutan untuk karyawan yang bekerja di

Danone). Dalam hal ini mereka yang tergolong Generasi Y

membuat materi materi komunikasi kreatif dan

melakukan beberapa kegiatan kopi darat sehingga anggota

komunitas ini terus bertambah jumlahnya.

2) Program Kampus.

Danone memiliki beberapa program kampus yang

menciptakan kedekatan Danone dengan lingkungan

kampus dan lulusan perguruan tinggi agar mereka lebih

mengenal Danone. Program Kampus yang diselenggarakan

seperti:

a) DYSE (Danone Young Social Entrepreneur), sebuah

kompetisi bisnis sosial bergengsi dimana setiap kampus

bisa mengirimkan delegasinya. Pemenang dari DYSE ini

akan mendapat hadiah uang untuk tambahan modal

serta kesempatan untuk studi banding melihat kegiatan

bisnis sosial di luar negeri. Hal ini diharapkan akan

membantu mahasiswa untuk dapat membuat bisnis

sosialnya bertahan (sustain).

b) Link and Match, adalah kegiatan magang (internship)

terprogram untuk pabrik-pabrik Danone group.

Lulusan dari program magang ini akan mendapatkan

prioritas untuk bergabung sebagai Management Trainee

Star Program (MT Star Program).

Page 227: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

213

c) MT Star adalah program Management Trainee untuk

group Danone Indonesia. Setiap tahun Danone

merekrut rata-rata 70-80 orang management trainee

dengan lama program 1 sampai 2 tahun.

d) Campus Guest Lecture, adalah program dimana pihak

manajemen Danone dapat berperan sebagai pembicara

tamu untuk memberikan materi kuliah yang bersifat

aplikasi bisnis.

3) Program rekrutmen on-line

Sejak tahun lalu hampir semua proses seleksi untuk

lulusan muda sudah tidak menggunakan media kertas

(paperless) tetapi lebih mengoptimalkan media digital.

Hampir semua proses mulai dari pengiriman aplikasi, test

dan pengumuman hasil seleksi dilakukan secara online. CV

yang masukpun tidak terbatas hanya dengan CV yang

sifatnya konvensional, tetapi juga diberikan kesempatan

untuk menyampaikan video CV.

Mengembangkan Talenta (Developing Talent)

Untuk mengembangkan talenta para Generasi Y di

Danone diberikan kebebasan untuk Melakukan eksplorasi

pengembangan dirinya dengan fasilitas program yang

disediakan perusahaan. Mereka dapat mendiskusikan

rencana pengembangan diri mereka dengan atasannya.

Aktivitas diskusi pengembangan ini dirasakan tepat karena

motivasi dalam bekerja pada Generasi Y banyak disebabkan

adanya sesuatu yang menantang untuk mereka menangkan.

Mereka seperti haus tantangan. Hal ini sesuai dengan strategi

pengembangan di Danone yang merujuk kepada:

Page 228: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

214

a. 60% on the job, termasuk penugasan di fungsi yang

sesuai minat, terlibat dalam proyek multi fungsi atau

bahkan antar negara, rotasi pekerjaan.

b. 20% networking, pengadaan acara pertemuan

perkumpulan management trainee dengan pihak

manajemen, atau pertemuan dengan coach dan mentor

ataupun dengan ahli-ahli dari luar

c. 10% classroom, seperti program induksi, pengembangan

kepemimpinan dan pengetahuan mendasar (keterampil-

an presentasi, project management)

d. 10% e-learning, para Generasi Y bisa belajar tentang apa

yang mereka minati terkait pengetahuan, proses bisnis,

pengalaman keberhasilan dari kantor Danone seluruh

dunia, kapan saja dan di mana saja.

Mempertahankan Talenta

Studi yang dilakukan oleh Samantha dari Walden

University menyimpulkan bahwa generasi Y ini menyatakan

minatnya untuk memiliki fleksibilitas kerja/hidup dalam

lingkungan kerja yang menarik, dan mendorong

pengembangan keterampilan profesional. Mereka mencari

atasan yang terbuka, mengakui kinerja mereka dan

memberikan kesempatan untuk mengeksplorasi tantangan

baru.

1) Gaya Kepemimpinan.

Semua pemimpin di Danone harus melewati program

kepemimpinan Danone yang menekankan perilaku

kepemimpinan berorientasi kedepan (visionary, terbuka

akan perubahan), mampu membangun hubungan yang

produktif, bertanggung jawab dan bisa memberikan nilai

Page 229: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

215

tambah, memberdayakan dan mengembangkan tim dan

penuh kesadaran diri untuk menjaga keseimbangan hidup.

Danone meyakini standar gaya kepemimpinan ini

sesuai dengan budaya perusahaan dan membuat para

pemimpin mampu mengelola multi generasi untuk

menciptakan tim dengan kinera yang tinggi. Hal ini juga

diharapkan sesuai dengan kebutuhan Generasi Y yang

mengharapkan adanya umpan balik yang terbuka, jujur

dari atasan, dan senang bekerja dalam lingkungan yang

memberdayakan.

2) Pengembangan Karir

Generasi Y adalah generasi tidak mudah terpuaskan dan

mereka memiliki kecenderungan menjadi generasi yang

ingin serba cepat (instant). Oleh karena itu pengembangan

karir yang dilakukan perlu dirancang untuk tidak melulu

yang bersifat vertical tetapi juga dapat bersifat horizontal

agar membuat mereka selalu bergerak untuk

mendapatkan tantangan baru. Di Danone untuk generasi Y,

paling lama dalam 2 tahun mereka sudah harus dibuat

untuk tidak diam di posisinya. Karena Danone di Indonesia

terdiri dari berbagai macam perusahaan, fleksibilitas

pergerakan karir menjadi cukup luas. Selain itu,

perusahaan juga cukup berani bereksperimen dan

memberikan kesempatan dan waktu untuk menempatkan

tenaga kerja yang minim pengalaman di fungsi barunya

supaya selalu ada angin segar dengan perspektif yang

berbeda di fungsi tersebut.

Page 230: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

216

3) Gaya Hidup.

Suasana tempat kerja atau kantor yang agile dan fleksibel

adalah suatu cara untuk membuat Generasi Y tetap

berkarya di satu perusahaan. Ada beberapa praktek yang

dilakukan di Danone, misalnya: Jam kerja yang fleksibel,

dan lounge atau ruang istirahat dengan berbagai alat

musik, permainan, buku, dan pojok makanan sehat,

kegiatan olahraga yang beragam, dukungan keanggotaan

di pusat kebugaran, dukungan terhadap hobi karyawan,

Bulan sukarelawan karyawan (employee CSR), Employee

town hall dengan gaya yang informal, pemanfaatan Dunia

digital dalam kerja: penggunaan workplace facebook,

webex, chat dan lain-lain.

Investasi yang Berkelanjutan

Upaya Danone untuk terus menerus untuk

menjadikan perusahaan ini sebagai tempat bertumbuh yang

hebat (great place to grow) dan mengajak generasi Y untuk

berkontribusi dalam dunia yang lebih sehat (contribute to a

healthier world) ternyata telah berhasil menarik perhatian

para lulusan muda perguruan tinggi dan juga membuat

mereka senang berkarya di Danone. Hal ini terindikasikan

dengan jumlah pelamar yang bertambah setiap tahunnya

(jumlah pelamar di tahun 2016 adalah 3 x jumlah pelamar

tahun 2012), persentase peserta management trainee yang

mengundurkan diri menurun setiap tahunnya (angka turn

over tahun 2015 menjadi seperempat kali dari angka turn

over tahun 2012). Angka turn over harus dijaga agar target

sepertiga dari posisi manager yang kosong dapat diisi oleh

tenaga kerja dari program management trainee dapat

Page 231: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

217

tercapai. Untuk itu program management trainee juga terus

diperluas jangkauannya dan terintegrasi dengan program

global. Para pejabat pengelola talenta juga diambil dari para

lulusan management trainee yang sebagian besar adalah

Generasi Y agar terus dapat menyesuaikan dengan kebutuhan

dan aspirasi mereka.

Bagi Danone, program management trainee adalah

investasi yang besar untuk menjaga suplai pemimpin masa

depan yang sesuai dengan misi dan nilai-nilai Danone,

tentunya dalam rangka memastikan perwujudan visi 2020.

Danone percaya bahwa mempersiapkan perusahaan untuk

mengakomodasi Generasi Y adalah kunci dalam

mendapatkan pemimpin yang handal dan berbakat dalam

dunia consumer good pada era tahun 2020 nanti.

---ooOoo---

Page 232: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

218

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 233: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

219

Generasi Y:

Suatu Pendekatan Psikologis

Oleh: Maharsi Anindyajati

Page 234: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

220

Pengantar

Generasi Y atau juga dapat disebut sebagai generasi

millenial, merupakan generasi yang lahir setelah Generasi X

dan menjelang milenium ketiga. Dari berbagai literatur

terdapat perbedaan mengenai tahun lahir Generasi Y ini, akan

tetapi kebanyakan literatur menetapkan bahwa generasi ini

lahir antara tahun 1980–2000. Kelompok Generasi Y di setiap

negara pada dasarnya memiliki karakteristik yang berbeda,

tergantung kondisi sosial ekonomi, politik, budaya, dan latar

belakang sejarah di negara tempat ia dibesarkan. Akan tetapi

karena globalisasi, evolusi teknologi, perkembangan media

sosial, westernisasi, dan cepatnya perubahan terjadi, maka

kelompok Generasi Y secara universal lebih memiliki

kemiripan antara satu dengan lainnya, dibandingkan dengan

generasi-generasi sebelumnya (Stein, 2013; Zemke, Raines, &

Filipczak, 2013).

Digital Native Sebagai Karakteristik Utama pada

Generasi Y

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Erickson dan

Bevins (2011) di delapan negara, yaitu Amerika, Brazil, China,

India, Inggris, Jerman, Rusia, dan Saudi Arabia, terdapat

beberapa kesamaan dan perbedaan karakteristik yang

dimiliki oleh Generasi Y didelapan negara tersebut. Satu

karakteristik yang selalu muncul pada tiap generasi ini di

semua negara yang diteliti adalah digital native. Istilah digital

native diperkenalkan pada tahun 2001 oleh Marc Prensky,

seorang ahli pendidikan Amerika. Digital native merupakan

gambaran seseorang yang sejak kelahirannya telah terpapar

gencarnya perkembangan teknologi, seperti perkembangan

Page 235: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

221

komputer, internet, video games, telepon seluler, dan

sebagainya yang terkait dengan teknologi. Hal ini tidak dapat

dipungkiri karena Generasi Y ini adalah generasi pertama

yang lahir dan tumbuh di era digital. Zemke, Raines dan

Filipczak (2013) menyatakan bahwa dua pertiga dari

Generasi Y telah menggunakan komputer sebelum mereka

berusia 5 (lima) tahun.

Menurut Prensky (2001), salah satu konsekuensi

ekstrem dari perkembangan teknologi adalah pada cara

Generasi Y berpikir dan memproses informasi, yang berbeda

dengan generasi sebelumnya. Generasi Y terbiasa untuk

menerima informasi secara cepat dan melakukan beberapa

kegiatan secara bersamaan. Jika generasi sebelumnya harus

mencari sumber bacaan di perpustakaan, maka Generasi Y

cukup berselancar di dunia maya untuk mendapatkan

berbagai sumber referensi yang mereka inginkan. Hanya

dengan mengetik kata kunci, maka sejumlah data yang

dibutuhkan tersaji dengan cepat. Bandingkan dengan upaya

yang harus dikerahkan oleh para generasi sebelumnya untuk

mencari sebuah data. Tidak mengherankan apabila mereka

menjadi kurang sabar untuk mendapatkan yang mereka

inginkan dan menginginkan hasil yang bersifat segera dari

upaya yang telah mereka lakukan.

Para Generasi Y berinteraksi dan terkoneksi 24 jam 7

hari dengan temannya, orang tuanya, informasi, dan dunia

hiburan, tetapi hampir seluruhnya melalui layar. Mereka

dapat terlihat duduk bersebelahan atau bersamaan, namun

masing-masing terpaku pada layar telepon selulernya. 70%

dari mereka memeriksa telepon selulernya setiap jam dan

Page 236: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

222

banyak yang mengalami gejala “pocket-vibration syndrome” .

Menurut Larry Rosen, profesor di bidang psikologi dari

California State University, “pocket-vibration syndrome”

adalah sebuah kondisi dimana seseorang merasakan adanya

getaran dari ponsel, yang mungkin disimpan di saku atau tas,

dan mengecek telepon seluler untuk memastikan apakah

benar terdapat pesan masuk atau hanya getaran semu saja.

Perilaku ini dilakukan untuk mengurangi rasa cemas.

Individu akan merasa cemas apabila ia tidak sering mengecek

telepon seluler mereka.

Kehadiran media sosial menggeser kendala untuk

terkoneksi dengan individu dari berbagai belahan dunia.

Generasi Y tumbuh pada masa dimana sangat mudah

mendapatkan sahabat pena dari suku, ras, dan

kewarganegaraan manapun. Media sosial membuat mereka

unggul dalam menjalin jejaring dan memandang dunia secara

global. Kondisi ini membentuk mereka untuk lebih toleran

terhadap perbedaan dibanding generasi sebelumnya. Akan

tetapi, media sosial pun dapat menyebabkan mereka ingin

senantiasa mendapatkan perhatian dan berupaya melakukan

berbagai hal agar mencapai ketenaran. Mereka berulang kali

merasakan ponsel mereka bergetar dan mengecek ponsel

mereka karena berasumsi ada yang memberikan komentar

atau menyukai status terkini mereka di media sosial. Media

sosial juga menyebabkan penggunanya menampilkan

kehidupan mereka secara berlebihan. Mereka memberikan

sejumlah besar informasi pribadi dan ingin menciptakan

karakter tertentu di dunia maya yang identik dengan

kesuksesan, meski di dunia nyata keadaannya mungkin jauh

Page 237: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

223

berbeda. Pengguna media sosial sibuk mengunggah

mengenai liburan, aktivitas di waktu luang, pekerjaan, dan

kegiatan mereka lainnya. Hal ini menurut Keith Campbell,

profesor di bidang Psikologi dari University of Georgia,

menyebabkan meningkatnya narsisme di kalangan Generasi Y

(Stein, 2013; Zemke, Raines, & Filipczak, 2013).

Dampak Pola Asuh Orangtua terhadap Generasi Y

Selain faktor pesatnya perkembangan teknologi, pola

asuh orangtua turut menyumbang pembentukan karakter

para generasi Y. Zemke, Raines dan Filipczak (2013)

mengungkapkan bahwa Generasi Y rata-rata dibesarkan

dengan pola asuh yang lebih ramah dan lembut dibanding

generasi sebelumnya. Memukul anak dianggap sebagai

bentuk penyiksaan terhadap anak, orangtua dianjurkan

untuk bernegosiasi dengan anak-anak dalam tiap

pengambilan tindakan. Hubungan antara orangtua dan anak

menjadi lebih egaliter dan kurang bersifat hirarkis. Banyak

yang berperan sebagai sahabat bagi anaknya, yaitu memberi

nasihat, mendukung, dan membantu.

Apabila para Generasi X terbiasa melakukan berbagai

aktivitas secara mandiri, tidak demikian halnya dengan

Generasi Y. Orangtua dari Generasi Y mendampingi anak-

anaknya melakukan berbagai aktivitasnya. Anak adalah pusat

perhatian keluarga. Selain karena keadaan lingkungan yang

makin mengancam dan kehadiran anak yang memang sangat

diharapkan di tengah keluarga, para orangtua dari Generasi Y

ini pun cenderung bersikap protektif dan terobsesi dengan

keselamatan anaknya. Sebagai contoh, pada Generasi X

adalah hal yang jamak ketika mereka mendaftar sekolah atau

Page 238: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

224

kuliah secara mandiri. Pada saat melamar kerja, mereka

datang sendiri ke tempat tes seleksi berlangsung. Namun saat

ini, akan banyak kita temukan para Generasi Y datang

melamar kerja dan menjalani proses seleksi kerja dengan

ditemani oleh kedua orangtuanya, bahkan para orangtuanya

rela menunggu berjam-jam hingga tes seleksi berakhir.

Generasi Y tumbuh di lingkungan dimana ia mendapat

perhatian dari orang tua dan para guru, mereka senantiasa

diyakinkan bahwa mereka istimewa dan memiliki arti bagi

lingkungannya. Orangtua dari Generasi Y rata-rata memiliki

tipe helicopter parents, orangtua yang senantiasa berada di

sekeliling anaknya, tidak hanya sekedar memastikan

keselamatan anaknya, namun juga agar anak mereka

mendapatkan setiap kesempatan dan keuntungan tertentu.

Perlakuan orangtua yang seperti ini di satu sisi

membentuk karakter mereka menjadi sosok yang optimis,

yakin bahwa masa depan yang cerah dan kesuksesan akan

mereka raih. Mereka juga memiliki harga diri (self-esteem)

yang tinggi dan mempunyai heroic spirit, menilai dirinya

membawa perubahan dan berjasa bagi lingkungannya.

Dibesarkan dalam kesetaraan, membuat mereka asertif

dalam mengutarakan pendapat dan menuntut keadilan dalam

perlakuan. Di sisi lain, berkurangnya makna hirarki bagi

mereka dan kecenderungan melihat siapapun dalam posisi

setara membuat mereka sering dicap kurang santun dalam

bersikap terhadap pihak yang lebih senior. Ditambah lagi

dengan rasa percaya diri yang cenderung terlalu tinggi

membuat mereka mendapatkan gelar “big head small body”

karena terlihat merasa paling tahu akan segala hal meski

Page 239: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

225

pengalaman mereka belum banyak. Kendali kuat dari

orangtua mendorong mereka untuk kurang mandiri dalam

bertindak, namun juga tidak suka apabila dibatasi dengan

aturan.

Penutup

Suka tidak suka, mau tidak mau, patut diakui bahwa

para Generasi Y harus dipersiapkan untuk menerima tongkat

estafet. Sama seperti generasi sebelumnya, mereka pun

memiliki karakter positif sekaligus negatif. Janganlah

terjebak pada mitos mengenai karakter Generasi Y, namun

lihatlah pada fakta mengenai karakter mereka. Optimalkan

kecanggihan mereka menggunakan teknologi, berikan

harapan yang positif, dan bersama-sama melakukan

tindakan, maka itu adalah formula untuk bekerja sukses

bersama Generasi Y. Dengan memahami bagaimana kondisi

sebuah generasi lahir dan berkembang akan membantu kita

memahami mengenai karakter generasi tersebut. Seperti

yang dikatakan oleh Napoleon Bonaparte, “If you want to

know how a man thinks, imagine the world when they were

young.”

Daftar Pustaka

Erickson, T. & Bevins, T. (2011). http://tammyerickson.com/

publications/White_Paper/generations-and-

geography. Retrieved October 31, 2016, from

http://tammyerickson.com:

http://tammyerickson.com.

Prensky, M. (2001). Digital Natives, Digital Immigrants. MCB

University Press, 9(5), 1-6.

Page 240: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

226

Rosen, L. (2013, May 7). https://www.psychologytoday.

com/blog/rewired-the-psychology-

technology/201305/phantom-pocket-vibration-

syndrome. Retrieved Oct 31, 2016, from

http://www.psychologytoday.com:

http://www.psychologytoday.com

Stein, J. (2013, May 20). http://time.com/247/millennials-

the-me-me-me-generation/. Retrieved October 31,

2016, from http://time.com: http://time.com

Zemke, R., Raines, C., & Filipczak, B. (2013). Generations at

work: Managing the clash of boomers, Gen Xers, and Gen

Yers in the workplace. New York: Amacom.

---ooOoo---

Page 241: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

227

Transformasi & Perubahan

Organisasi

Page 242: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

228

Page 243: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

229

Transformasi BPJS Kesehatan

Disampaikan pada Forum Sharing, Learning dan Networking

IOC, 15 Oktober 2016

Dipresentasikan oleh:

Andayani Budi Lestari

Mira Anggraini

Disunting Oleh:

Wustari L. Mangundjaya

Page 244: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

230

Pengantar

BPJS Kesehatan memiliki peran, tanggung jawab dan

tuntutan yang cukup besar karena memegang mandat

konstitusi mengenai jaminan sosial dan kesehatan bagi

seluruh bangsa Indonesia. Hal ini membuat BPJS Kesehatan

perlu melakukan transformasi yang cukup besar. BPJS

Kesehatan adalah merupakan transformasi dari ASKES

menjadi BPJS Kesehatan, hal ini memerlukan berbagai

transformasi baik secara struktural, maupun secara kultural

dalam Pengelolaan SDM. Berdasarkan atas landasan hukum

bahwa“Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa

Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk

memajukan kesejahteraan umum,…” (Pembukaan UUD 1945

alinea 4) dan “Negara mengembangkan sistem jaminan sosial

bagi seluruh rakyat...,” (Pasal 34 UUD 1945 ayat 2), maupun

UU Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial

Nasional, serta UU Nomor 24 tahun 2011 tentang Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial hal ini membuat BPJS

Kesehatan memiliki peran dan tanggung jawab yang besar

dalam memberikan pelayanan kesehatan bagi seluruh rakyat

Indonesia. Untuk itu, dengan peran dan tanggung jawab yang

besar, khususnya sejak tahun 2014 dimana terdapat

perubahan yang cukup besar dari ASKES menjadi BPJS

Kesehatan, maka BPJS Kesehatan dituntut untuk melakukan

transformasi diberbagai bidang.

Sistem pembiayaan kesehatan

Terdapat berbagai cara dan sistem pembiayaan

kesehatan bagi masyarakat antara lain sebagai berikut

(Mukti, 2008):

Page 245: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

231

1) Layanan Kesehatan Nasional (National Health Service).

Pembiayaan kesehatan dibiayai langsung oleh negara,

bersifat semesta dan wajib dimana pajak sebagai sumber

pendapatan utama (non-contributory scheme, fully

funded). Contoh: Inggris, Malaysia, Kanada, Perancis.

2) Asuransi Kesehatan Sosial (Social Health Insurance).

Pembiayaan kesehatan dibiayai oleh pemberi kerja &

pekerja dan dikelola oleh pengelola dana asuransi non-

profit (baik milik swasta maupun pemerintah)

(contributory scheme, partially funded) (UU 40 SJSN).

Penduduk miskin biasanya dibiayai oleh pemerintah.

Contoh: Jerman, Korea, Taiwan, Filipina.

3) Asuransi Swasta (Private Insurance).

Pembiayaan kesehatan diserahkan pada mekanisme

pasar, dimana pekerja atau pemberi kerja membeli

produk kepada asuransi swasta sebagai pilar utama.

Contoh: Amerika (managed healthcare system). Sumber:

Health Financing Revisited – Worldbank.

4) Sistem Indonesia (sebelum 2014).

Mixed System (Pajak, Anggaran Pemerintah, Asuransi

Sosial, Asuransi Komersial, Out Of Pocket , Jaminan

Perusahaan.

Pada saat ini di Indonesia yang digunakan adalah Mixed

system, yang telah digunakan sejak sebelum tahun 2014.

Transformasi Askes menjadi BPJS Kesehatan

BPJS Kesehatan mulai beroperasi menyelenggarakan

program jaminan kesehatan pada tanggal 1 Januari 2014,

dengan memiliki rencana strategis 5 tahun kedepan yang

cukup menantang.

Page 246: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

232

Tantangan dan Capaian BPJS Kesehatan

BPJS memiliki tantangan yang sangat besar yaitu

sebagai berikut: a) bila pada tahun 2014 mulai beroperasi,

maka diharapkan pada tahun 2019 akan terdapat

kesinambungan operasional; b) bila pada tahun 2014

terdapat 121,6 juta peserta (49% populasi), maka pada tahun

2019 diperkirakan terdapat 257 juta peserta (100%

populasi); c) bila pada tahun 2014 manfaat medis standar dan

manfaat non-medis sesuai kelas rawat, maka pada tahun

2019 manfaat medis dan non-medis adalah standar; d) pada

tahun 2014 terdaat kontrak dengan fasilitas kesehatan, maka

pada tahun 2019 jumlah fasilitas kesehatan cukup memadai;

e) Pada tahun 2014 Indeks kepuasan peserta adalah 75%,

maka pada tahun 2019 diperkirakan indeks kepuasan peserta

85%; dan f) Pada tahun 2014 Indeks kepuasan mengenai

fasilitas kesehatan adalah 65%, maka pada tahun 2019 indeks

kepuasan fasilitas kesehatan adalah 80%.

Semetara itu, capaian saat ini (pada tahun 2016), telah

mengelola dana sebesar Rp.44.399.545.735.510 (per 31

Agusus 2016), yang merupakan lebih dari 4 kali dana yang

dikelola pada saat menjadi BUMN (ASKES), dan jumlah

peserta saat ini 169.379.801 jiwa (per 7 Oktober 2016) yang

merupakan lebih dari 10 kali jumlah peserta (16.137.133

jiwa) pada saat menjadi BUMN (ASKES).

Peta Strategi dan Indikator Kinerja Utama (IKU) BPJS Kesehatan

Untuk dapat melakukan pengukuran apakah BPJS

Kesehatan telah memenuhi apa yang menjadi target dan

sasaran organisasi yang telah ditetapkan, maka BPJS

Page 247: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

233

Kesehatan menentukan peta strategi dan indikator kinerja

utama 2014-2019, yang terbagi sebagai berikut:

1. Pemangku Kepentingan.

Indikatornya adalah: a) Terwujudnya Jaminan Kesehatan

Nasional Berkualitas bagi seluruh penduduk Indonesia,

yang tercermin dari: 1. jumlah peserta, 2. tingkat

kepuasan peserta, dan 3. pencitraan organisasi; dan b)

Meningkatnya Pengelolaan Keuangan yang Sehat dan

Akuntabel, termasuk didalamnya: 1. Rasio Solvabilitas,

dan 2. Opini Auditor Eksternal.

2. Proses Bisnis Internal.

Indikatornya adalah: a) Meningkatkan Manajemen

Pemasaran dan Kepesertaan, termasuk didalamnya 1.

Jumlah rekrutmen peserta baru, 2. Kepatuhan pendaftaran

pemberi kerja, 3. Jumlah Kerjasama Strategis; b)

Meningkatkan Manajemen Iuran, termasuk didalamnya

kegiatan untuk 1. Pertumbuhan Pendapatan iuran, dan 2.

peningkatan total pendapatan yang diterima; dan c)

Meningkatkan Manajemen Manfaat dan Fasilitas

Kesehatan, termasuk didalamnya: 1. Kegiatan peningkatan

fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan pihak-pihak

lain, 2. Peningkatan Indeks kualitas pelayanan oleh

fasilitas kesehatan, dan 3. Rasio biaya pelayanan terhadap

iuran.

3. Pembelajaran dan Pertumbuhan

Indikatornya adalah: a) Meningkatkan Utilisasi Teknologi

Informasi, termasuk didalamnya meningkatkan 1. Tingkat

Layanan TI dan 2. Progress Otomasi Proses Bisnis; b)

Meningkatkan Meningkatkan Produktivitas SDM, termasuk

Page 248: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

234

didalamnya meningkatan 1. Persentase SDM yang

kompeten dan 2. Indeks Opini Pegawai; c) Meningkatkan

Kapabilitas Organisasi, termasuk didalamnya

meningkatkan: 1. Tingkat Kesiapan untuk berubah

(Readiness to Change). 2. Skor Tata Kelola Organisasi yang

Baik, 3. Tingkat Pemenuhan Infrastruktur, 4. Mitigasi

Risiko; e) Benefit-cost ratio Penelitian dan

Pengembangan; dan f) Presentase usulan Strategis yang

Disetujui Pemerintah.

Target Perubahan Organisasi BPJS Kesehatan

Perubahan organisasi BPJS Kesehatan di fokuskan

pada 3 area, yaitu:

1) Manusia (People).

Dalam hal ini fokus perubahan organisasi pada manusia

adalah dengan cara: a) Mengimplementasikan tata nilai

organisasi sebagai budaya kerja, b) Menjalankan proses

dan mekanisme kerja secara efektif dan efisien, dan c)

Menghilangkan budaya dan perilaku kerja non-produktif.

2) Proses.

Di dalam proses perubahan yang termasuk kedalam

proses, maka fokusnya adalah a) Membangun struktur

organisasi dan perangkatnya selaras dengan startegi

organisasi, dan b) Membangun bisnis proses dan

mekanisme yang efktif dan efisien.

3) Peralatan (Tools).

Dalam hal peralatan yang digunakan untuk melakukan

transformasi, adalah membangun sistem teknologi

informasi dan teknologi komunikasi untuk meningkatkan

efektifitas dan efisiensi proses dan mekanisme kerja.

Page 249: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

235

Termasuk pula didalamnya kebijakan dan strategi

manajemen.

Roadmap Manajemen Perubahan BPJS Kesehatan

Untuk menuju transformasi yang optimal, maka BPJS

menggunakan roadmap dalam mengelola perubahan sebagai

berikut:

1. Menciptakan iklim perubahan organisasi.

Menciptakan iklim perubahan organisasi dilakukan pada

tahun 2014 sampai dengan tahun 2016, dengan aktivitas

sebagai berikut:

a) Meningkatkan kesadaran tentang pentingnya

perubahan organisasi.

b) Membentuk tim perubahan organisasi (unit kerja

terkait, change leader & change agent).

c) Menyusun roadmap dan rencana aksi perubahan

organisasi.

d) Mulai mengkomunikasikan perubahan organisasi.

2. Mendorong keterlibatan seluruh lini organisasi dalam

proses perubahan organisasi. Fokus kegiatan mendoron

keterlibatan seluruh lini organisasi dalam proses

perubahan organisasi, dilakukan sejak tahun 2016 sampai

dengan tahun 2018, dengan aktivitas sebagai berikut:

a) Komunikasi perubahan organiasi secara lebih intensif.

b) Pemberdayaan change leader dan change agent

revolusi mental.

c) Penambahan KPI-KPI (Key performance Indicator-

Indikator Keberhasilan Revolusi Mental) perubahan

yang bersifat jangkapendek namun menantang.

Page 250: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

236

3. Mengimplementasikan menjaga kesinambungan

perubahan organisasi. Fokus kegiatan ini dilakukan sejak

tahun 2018 sampai dengan tahun 2019, dengan aktivitas

sebagai berikut:

a) Memastikan perubahan cara berpikir, cara berkerja,

dan cara berbisnis telah terjadi dan kerlenajutan.

b) Memastikan bahwa seluruh sistem kerja telah selaras

dengan perubahan organisasi.

Tata nilai organisasi BPJS Kesehatan

Pada saat ini nilai-nilai yang dijadikan pedoman oleh

insan BPJS Kesehatan adalah sebagai berikut:

1) Integritas.

Merupakan prinsip dalam menjalankan setiap tugas dan

tanggungjawab melalui keselarasan berpikir, berkata dan

berperilaku sesuai keadaan sebenarnya.

2) Profesional.

Merupakan karakter dalam menjalankan tugas dengan

kesungguhan, sesuai kompetensi dan tanggungjawab

yang diberikan.

3) Pelayanan Prima.

Merupakan tekad dalam memperikan pelayanan terbaik

dengan ikhlas kepada seluruh peserta.

4) Efisiensi Operasional.

Merupakan upaya untuk mencapai kinerja optimal

melalui perencanaan yang tepat dan penggunaan

anggaran yang rasional sesuai kebutuhan.

Page 251: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

237

Pernyataan Makna:

“Kami yakin, dengan pertolongan Tuhan Yang Maha Esa kami

dapat mencapai cakupan semesta sebagai warisan untuk

Indonesia yang lebih baik”.

10 Perilaku Utama duta BPJS Kesehatan

Untuk dapat menanamkan nilai-nilai yang dimiliki

oleh BPJS Kesehatan, maka hal ini dituangkan kepada 10

perilaku utama, yaitu sebagai berikut:

1. Mendahulukan kepentingan organisasi di atas

kepentingan individu/kelompok.

2. Selaras antara pikiran, ucapan dan tindakan.

3. Berani mengakui dan mempertanggungjawabkan

kesalahan.

4. Meningkatkan kompetensi secara berkesinambungan.

5. Mengutamakan kualitas proses dan hasil kerja.

6. Berpikir positif dan mau menyesuaikan diri terhadap

perubahan.

7. Bersikap proaktif terhadap kebutuhan peserta.

8. Berempati dan sabar dalam melayani peserta.

9. Merencanakan anggaran berdasarkan prioritas

kebutuhan.

10. Hemat dan rasional dalam penggunaan anggaran.

Dengan adanya 10 acuan perilaku tersebut, maka

seluruh komponen BPJS Kesehatan (baik karyawan maupun

manajemen) akan selalu berusaha menampilkan perilakunya

sesuai dengan acuan yang ada.

Page 252: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

238

Pelaku Internalisasi Tata nilai Organisasi

Untuk dapat melakukan internalisasi tata nilai

organisasi, maka hal ini perlu didukung oleh para pelaku

dengan perannya masing-masing, yaitu:

1) Arsitek Perubahan (Change Architect).

Arsitek perubahan terdiri atas para Direksi BPJS

Kesehatan.

2) Pemimpin perubahan (Change Leader).

Para pemimpin perubahan terdiri dari: a) Kepala Grup dan

b) Kepala Divisi Regional.

3) Agen Perubahan (Change agent / the champ).

Para agen perubahan terdiri dari Duta BPJS Kesehatan

yang terpilih pada masing-masing unit kerja.

Aktivitas Internalisasi Tata nilai Organisasi

Dalam usaha untuk melakukan internalisasi tata nilai

organisasi pada seluruh pegawai, maka berbagai aktivitas

dilakukan antara lain dengan cara: Melaksanakan briefing

setiap pagi, yang diawali dengan menyanyikan Hymne/Mars

BPJS Kesehatan, dilanjutkan dengan pembacaan yel-yel Tata

Nilai Revolusi Mental, Berdoa bersama, Pembacaan Arahan

Direktur Utama, dan berbagi (Sharing) mengenai

Issue/koordinasi.

Penutup

Transformasi BPJS Kesehatan telah dimulai sejak

tahun 2014, berbagai capaian telah diperoleh dengan hasil

yang menggembirakan. Meskipun demikian, BPJS masih

memiliki berbagai tantangan yang tinggi, banyak hal yang

masih harus ditingkatkan dan dikembangkan, khususnya

dalam usaha untuk mencapai rencana strategis yang telah

Page 253: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

239

ditentukan sampai dengan tahun 2019, serta tuntutan dari

pemangku kepentingan yang semakin tinggi. Untuk itu,

manajemen BPJS Kesehatan berusaha menciptakan berbagai

terobosan baru dalam usaha untuk memenuhi tuntutan

tersebut.

Daftar Pustaka

Ali, M. G. (2008). Sistem Jaminan Kesehatan.

---ooOoo---

Page 254: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

240

Page 255: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

241

Transformasi BPJS Ketenagakerjaan

Disampaikan pada Forum Sharing, Learning dan Networking

IOC, 19 November 2016

Oleh:

Naufal Mahfudz

Page 256: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

242

Pengantar

Tujuan dibentuknya suatu negara oleh para

pendirinya hampir dipastikan adalah untuk mewujudkan

sebuah negara yang sejahtera (welfare state). Negara yang

dapat menyejahterakan seluruh rakyatnya dalam semua sisi

kehidupan. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) juga

didirikan oleh para pendirinya menjadi sebuah negara yang

sejahtera. Hal ini ditegaskan dalam rumusan Undang-Undang

Dasar (UUD) 1945.

UUD 1945 Pasal 34 ayat 2 yang berbunyi: “Negara

mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat

dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak

mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.” Kemudian UU

No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional

(SJSN), menyebabkan keberadaan dan peran PT Jamsostek

(Persero) yang kemudian menjadi BPJS Ketenagakerjaan

menjadi semakin penting dan strategis. Terlebih lagi dengan

ditetapkannya UU No. 24 tahun 2011 tentang Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial, PT Jamsostek (Persero)

berubah menjadi sebuah Badan Hukum Publik, yang tetap

menyelenggarakan program jaminan sosial bagi tenaga kerja,

dengan nama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)

Ketenagakerjaan.

Transformasi atau perubahan dilakukan oleh suatu

organisasi/perusahaan ketika tuntutan lingkungan

membutuhkannya. Tuntutan lingkungan dapat disebabkan

oleh beberapa alasan, antara lain perubahan selera

konsumen, peralihan kepemilikan dan perubahan iklim

bisnis. Selera konsumen akan suatu produk dapat berubah

Page 257: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

243

ketika ada produk baru yang muncul dan mampu memenuhi

kebutuhan konsumen. Demikian pula kepemilikan atas suatu

organisasi, biasanya menuntut adanya perubahan atas

manajemen yang dapat juga berakibat akan adanya

perubahan proses bisnis. Penerapan suatu peraturan

perundang-undangan juga dapat mengakibatkan adanya

perubahan iklim bisnis yang harus dihadapi organisasi.

Kondisi BPJS Ketenagakerjaan

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011,

PT Jamsostek (Persero) berubah menjadi BPJS

Ketenagakerjaan. Perubahan perundang-undangan yang

mengatur perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan yang

sebelumnya diselenggarakan berdasarkan Undang-Undang

Nomor 3 Tahun 1992, mengharuskan transformasi

dilakukan. Program yang diselenggarakan, cakupan

kepesertaan, dan pendekatan pelayanan, membutuhkan

perubahan proses bisnis untuk mengantisipasi perubahan-

perubahan tersebut.

Pengalihan penyelenggaraan Program Jaminan

Pemeliharaan Kesehatan (JPK) kepada BPJS Kesehatan dan

penambahan penyelenggaraan program Jaminan Pensiun

(JP), mengakibatkan perlunya reposisi karyawan yang

sebelumnya memiliki kapabilitas medis ke program jaminan

lainnya. Adanya program Jaminan Pensiun mengharuskan

penambahan kompetensi karyawan untuk memahami

konsep penyelenggaraan jaminan sosial program pensiun.

Perluasan cakupan kepesertaan program jaminan sosial

ketenagakerjaan kepada seluruh tenaga kerja di Indonesia

menuntut tersedianya kantor-kantor cabang pelayanan di

Page 258: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

244

seluruh Kabupaten/Kota. Penambahan jumlah kantor sudah

pasti berimbas pada relokasi karyawan atau penambahan

jumlah karyawan yang akan memberikan pelayanan.

Pendekatan pelayanan dari product driven ke service

excellent driven membutuhkan karyawan-karyawan yang

memiliki kompetensi, etika dan nilai-nilai budaya yang

dibutuhkan pelanggan. BPJS Ketenagakerjaan tidak dapat

hanya mengandalkan peraturan perundang-undangan untuk

memaksa perusahaan-perusahaan menjadi peserta program

BPJS Ketenagakerjaan. Namun akan lebih efektif apabila

pelayanan yang unggul dan kebutuhan perusahaan dan

tenaga kerja menjadi faktor yang mendorong pengusaha dan

atau tenaga kerja menjadi peserta.

Menjadi BPJS Ketenagekerjaan merupakan tonggak

sejarah penting bagi PT Jamsostek (Persero) untuk secara

terus menerus memberikan perlindungan bagi seluruh

tenaga kerja di Indonesia. Menciptakan satu tekad baru

menjadi Jembatan Menuju Kesejahteraan Pekerja merupakan

suatu janji yang harus diwujudkan setelah menjadi BPJS

Ketenagakerjaan. Keberadaan dan kehadiran badan ini

semakin terasa manfaatnya, tidak hanya bagi pengusaha dan

pekerja, tetapi juga bagi negara dan masyarakat. Peningkatan

manfaat program terus diupayakan. Kualitas pelayanan juga

terus disempurnakan. Seluruh upaya itu dilakukan untuk

semakin memantapkan dirinya sebagai Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial Tenaga Kerja yang terpercaya, bersahabat dan

unggul dalam operasional dan pelayanan.

Menyadari besarnya tanggung jawab tersebut, BPJS

Ketenagakerjaan terus meningkatkan kompetensi di seluruh

Page 259: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

245

lini pelayanan seraya mengembangkan berbagai program

dan manfaat yang langsung dapat dinikmati oleh pekerja dan

keluarganya. Seluruh program jaminan sosial tersebut telah

dirancang untuk memberikan perlindungan dasar yang

memenuhi kebutuhan minimal tenaga kerja dan keluarganya,

yang diharapkan juga dapat memberikan kepastian bagi tetap

berlangsungnya arus penerimaan penghasilan keluarga

sebagai pengganti sebagian atau seluruh penghasilan yang

hilang akibat risiko sosial. Kini dengan sistem

penyelenggaraan yang semakin maju, program-program

jaminan sosial tidak hanya memberikan manfaat kepada

pekerja dan pemberi kerja saja, tetapi juga memberikan

kontribusi penting bagi peningkatan pertumbuhan ekonomi

bangsa dan memelihara kesejahteraan masyarakat Indonesia.

BPJS Ketenagakerjaan saat ini memiliki 11 Kantor

Wilayah, 121 Kantor Cabang dan 203 Kantor Cabang Perintis

yang tersebar di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik

Indonesia. Keberadaan kantor-kantor di daerah merupakan

bagian dari upaya meningkatkan perlindungan dan

pelayanan jaminan sosial kepada seluruh masyarakat

Indonesia. Upaya ini diperkuat dengan jumlah seluruh

karyawan sebanyak 4.467 orang per bulan April 2016.

Transformasi PT Jamsostek (Persero) menjadi BPJS

Ketenagakerjaan diiringi dengan semangat untuk

memberikan pelayanan yang lebih baik kepada peserta dan

calon peserta program jaminan sosial tenaga kerja di

Indonesia. Transformasi yang dilakukan juga disertai dengan

keinginan yang kuat dari manajemen PT Jamsostek (Persero)

Page 260: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

246

untuk menciptakan organisasi yang jauh lebih baik dari yang

sebelumnya.

Walaupun transformasi merupakan sebuah tuntutan

dari disahkannya UU No 24 Tahun 2011 tentang Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Undang-Undang hanya

menjadi salah satu pemicu terjadinya transformasi. Di

belakang itu, sejatinya PT Jamsostek (Persero) memang telah

memiliki kemauan yang sangat kuat untuk melakukan

perubahan. Perubahan dari Badan Usaha Milik Negara yang

profit oriented menjadi Badan Hukum Publik yang service

excellent oriented.

Visi, Misi, dan Tata Nilai

Visi (vision), misi (mission) dan tata nilai (values)

merupakan pondasi sekaligus alat melakukan perubahan

bagi sebuah organisasi. BPJS Ketenagakerjaan dengan peran

barunya sebagai badan hukum publik perlu memiliki arah

yang jelas agar tujuannya dapat tercapai. Untuk itu BPJS

Ketenagakerjaan perlu merumuskan ulang tentang visi yang

dituju, misi yang diemban, dan tata nilai yang diyakini dan

diimplementasikan.

Visi

Visi merupakan cita-cita atau mimpi, hal yang ingin

diwujudkan oleh sebuah organisasi. Visi adalah what the

organization want to be. Ingin menjadi apa BPJS

Ketenagakerjaan di masa depan. Visi yang hendak

diwujudkan BPJS Ketenagakerjaan pada tahun 2021 yaitu:

“Menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kebanggaan

bangsa yang amanah, bertata kelola baik, serta unggul dalam

operasional dan pelayanan.”

Page 261: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

247

Misi

Misi merupakan tugas yang diemban oleh sebuah

organisasi, atau alasan dibentuknya suatu organisasi. Misi

adalah what we want to have or what we must to do. Misi BPJS

Ketenagakerjaan yaitu: Melalui Program Jaminan Sosial

Ketenagakerjaan BPJS ketenagakerjaan berkomitmen untuk:

a) Melindungi dan menyejahterakan seluruh pekerja dan

keluarganya.

b) Meningkatkan produktivitas dan daya saing pekerja.

c) Mendukung pembangunan dan kemandirian perekonomi-

an nasional.

Tata Nilai

Untuk mewujudkan visi dan misi BPJS Ketenagakerja-

an, disusun tata nilai budaya organisasi yang menjadi

pedoman, penyaring tentang baik atau buruk dalam

berperilaku, beraktivitas, dan bekerja sehari-hari oleh

seluruh insan BPJS Ketenagakerjaan. Tata nilai budaya ini

juga selaras dengan nilai-nilai revolusi mental yang telah

dicanangkan oleh pemerintah Republik Indonesia.

Tata nilai budaya BPJS Ketenagakerjaan adalah

sebagai berikut :

a) Ekselen: Insan BPJS Ketenagakerjaan selalu bersikap

profesional, inovatif, dan bersungguh-sungguh dalam

mengupayakan hasil terbaik untuk memberikan manfaat

serta nilai tambah bagi organisasi dan lingkungan.

b) Teladan: Insan BPJS Ketenagakerjaan senantiasa memulai

dari dirinya sendiri untuk berperilaku sesuai dengan

norma, etika dan peraturan yang berlaku sehingga dapat

menjadi contoh (role model) bagi lingkungan sekitarnya.

Page 262: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

248

c) Harmoni: Insan BPJS Ketenagakerjaan mampu

membangun kerjasama, keselarasan dan mengutamakan

keberhasilan bersama.

d) Integritas: Insan BPJS Ketenagakerjaan senantiasa dapat

menjaga amanah, jujur, satu dalam kata dan perbuatan,

dapat dipercaya, serta berkomitmen untuk patuh pada

norma, etika, dan peraturan yang berlaku.

e) Kepedulian: Insan BPJS Ketenagakerjaan senantiasa peduli

pada peserta, lingkungan kerja, dan organisasi sehingga

ikut merasa bertanggung jawab dan secara tulus

berpartisipasi aktif untuk membawa kemajuan organisasi.

f) Antusias: Insan BPJS Ketenagakerjaan senantiasa bekerja

dengan sukacita, proaktif, serta bersemangat dalam

melaksanakan pekerjaan.

Program BPJS Ketenagakerjaan

Sesuai dengan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004

tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Undang-undang

Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan

Sosial, program yang diselenggarakan oleh BPJS

Ketenagakerjaan adalah sebagai berikut:

1. Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK).

2. Jaminan Kematian (JK).

3. Jaminan Hari Tua (JHT).

4. Jaminan Pensiun (JP).

Program Jaminan Sosial merupakan program

perlindungan yang bersifat dasar bagi tenaga kerja yang

bertujuan untuk menjamin adanya keamanan dan kepastian

terhadap risiko-risiko sosial ekonomi, dan merupakan sarana

penjamin arus penerimaan penghasilan bagi tenaga kerja dan

Page 263: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

249

keluarganya akibat dari terjadinya risiko-risiko sosial, sesuai

dengan program-program yang diamanatkan oleh Undang-

Undang. Sehingga cakupan perlindungan diberikan kepada

semua tenaga kerja baik pekerja Penerima Upah (PU)

maupun pekerja Bukan Penerima Upah (BPU).

Jaminan Kecelakaan Kerja

BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan program

Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) untuk menanggulangi

hilangnya sebagian atau seluruh penghasilan karena sakit,

cacat atau kematian yang disebabkan oleh kecelakaan kerja,

baik fisik maupun mental. Jaminan itu mencakup kompensasi

dan rehabilitasi jika pekerja mengalami kecelakaan pada saat

mulai berangkat kerja sampai kembali ke rumah atau

menderita penyakit berhubungan dengan pekerjaan.

Jaminan Kematian

Jaminan Kematian (JK) diperuntukkan bagi ahli waris

tenaga kerja peserta program jaminan sosial ketenagakerjaan

yang meninggal dunia bukan karena kecelakaan kerja. JK

diperuntukkan untuk membantu meringankan beban

keluarga dalam bentuk biaya pemakaman dan uang santunan.

Program ini bukan hanya meringankan ahli waris peserta,

melainkan juga tidak membebani pekerja semasa hidupnya

karena iuran JK ditanggung oleh pengusaha atau pemberi

kerja.

Jaminan Hari Tua

Program Jaminan Hari Tua (JHT) merupakan program

penghimpunan dana yang ditujukan sebagai simpanan yang

dapat dipergunakan oleh peserta, terutama bila penghasilan

Page 264: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

250

yang bersangkutan terhenti karena berbagai sebab, seperti

meninggal dunia, cacat total tetap, atau telah memasuki usia

pensiun. JHT dikelola dengan pendekatan tabungan wajib

yang dibiayai dari iuran yang dibayarkan oleh setiap tenaga

kerja dan pengusaha/pemberi kerja. Iuran tersebut dikaitkan

dengan tingkat upah yang dibayarkan oleh pengusaha.

Jaminan Pensiun

Jaminan Pensiun (JP) adalah program jaminan sosial

ketenagakerjaan yang bertujuan untuk mempertahankan

derajat kehidupan yang layak bagi peserta dan/atau ahli

warisnya dengan memberikan penghasilan setelah peserta

memasuki usia pensiun, mengalami cacat total tetap, atau

meninggal dunia. Manfaat pensiun adalah sejumlah uang

yang dibayarkan setiap bulan kepada peserta yang memasuki

usia pensiun, mengalami cacat total tetap, atau kepada ahli

waris bagi peserta yang meninggal dunia.

Sektor Jasa Konstruksi

Jasa Konstruksi adalah layanan jasa konsultasi

perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan

pekerjaan konstruksi dan layanan konsultasi pengawasan

pekerjaan konstruksi. Kepesertaan dari Jasa Konstruksi

diantaranya adalah Pemberi Kerja selain penyelenggara

negara pada skala usaha besar, menengah, kecil dan mikro

yang bergerak di bidang usaha jasa konstruksi yang

mempekerjakan pekerja harian lepas, borongan, dan

perjanjian kerja waktu tertentu, wajib mendaftarkan

pekerjanya dalam Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK)

dan Jaminan Kematian (JK).

Page 265: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

251

Bukan Penerima Upah

Pekerja Bukan Penerima Upah (BPU) adalah pekerja

yang melakukan kegiatan atau usaha ekonomi secara mandiri

untuk memperoleh penghasilan dari kegiatan atau usahanya

tersebut yang meliputi: pemberi kerja, pekerja di luar

hubungan kerja atau pekerja mandiri dan pekerja yang tidak

termasuk pekerja di luar hubungan kerja yang bukan

menerima upah, seperti tukang ojek, supir angkot, pedagang

keliling, dokter, pengacara/advokat, artis, dan lain-lain.

Kinerja Operasional

Indikator terpenting keberhasilan transformasi

sebuah organisasi adalah proses perubahan tersebut harus

berdampak pada peningkatan kinerja organisasi tersebut.

Pemanfaatan human capital dalam menciptakan intangible

asset organisasi berupa budaya berkinerja tinggi,

kepemimpinan, teknologi, proses bisnis dan organisasi yang

efektif, harus mampu menghasilkan nilai berupa pencapaian

sasaran-sasaran organisasi.

Setelah proses transformasi, BPJS Ketenagakerjaan

mampu menunjukkan peningkatan kinerja operasional yang

mengagumkan. Penambahan perusahaan peserta pada tahun

2015 mencapai 118,82% dibandingkan pada tahun 2014.

Demikian juga penerimaan iuran tahun 2015 yang meningkat

lebih dari 25% dalam dibandingkan tahun sebelumnya.

Cakupan Kepesertaan

Selama tahun 2015 pertumbuhan kepesertaan BPJS

Ketenagakerjaan dibandingkan tahun 2014 untuk

kepesertaan aktif tumbuh 37,03% atau meningkat dari

216.293 perusahaan menjadi 296.791 perusahaan, dengan

Page 266: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

252

penambahan 120.328 perusahaan baru yang mendaftar.

Sedangkan tenaga kerja aktif tumbuh 14,79% dibandingkan

tahun sebelumnya atau meningkat 16,79 juta orang menjadi

19,28 juta orang.

Penerimaan Iuran

Di tahun 2015 penerimaan iuran juga meningkat. Jika

tahun 2014 penerimaan iuran mencapai Rp 28.721 Milyar,

maka tahun 2015 meningkat menjadi Rp 36.129 Milyar atau

tumbuh 25,79%.

Dana Investasi

Secara keseluruhan total dana investasi yang dikelola

BPJS Ketenagakerjaan tumbuh 10,50% atau meningkat dari

tahun 2014 sebesar Rp 186.964 Milyar menjadi Rp 206.587

Milyar di tahun 2015.

Produktivitas Karyawan

Pada periode transformasi, produktivitas karyawan

BPJS Ketenagakerjaan juga menunjukkan peningkatan

dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Meskipun

penambahan karyawan baru selama 3 (tiga) tahun terakhir

cukup signifikan, yaitu mencapai lebih dari 25% karyawan.

Kepuasan Pelanggan

Penambahan jumlah karyawan dirasakan sebagai hal

yang sangat dibutuhkan oleh BPJS Ketenagakerjaan untuk

mengelola penambahan cakupan kepesertaan, penerimaan

iuran, pelayanan kepada peserta dan pengelolaan dana

investasi. Selain itu, penambahan karyawan berdampak pula

pada pertumbuhan tingkat kepuasan pelanggan. Hal ini

menggambarkan adanya perbaikan pelayanan yang

Page 267: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

253

dilakukan oleh badan. Tingkat kepuasan pelanggan

meningkat dari 86% pada tahun 2014 menjadi 90,20% pada

tahun 2015 atau tumbuh 4,02%.

Penutup

BPJS Ketenagakerjaan saat ini masih dalam proses

perubahan. Adanya perubahan status dan misi menjadi

organisasi yang berorientasi tidak mencari keuntungan atau

profit dan layanannya mencakup seluruh lapisan masyarakat,

maka membuat organisasi harus tetap melakukan berbagai

perubahan dalam usaha mencapai visi, misi dan tujuan

organisasi.

---ooOoo---

Page 268: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

254

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 269: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

255

Transformasi dari A ke Z

panta rhei kai uden menei, (Herakleitos, 540-480 SM)

Oleh:

Fajar Wibisono

Page 270: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

256

Apa itu Transformasi?

Transformasi adalah hal yang sangat lekat menempel

pada keseharian kehidupan kita. Segala sesuatu hal dalam

kehidupan mengalami transformasi. Kalau tak percaya,

lihatlah smartphone ‒ ya smartphone bukan lagi sekadar

telepon selular ‒ atau laptop yang digunakan untuk menulis

dan membaca, tentu sudah jauh mengalami perubahan

bentuk, fungsi, dan kapabilitasnya.

Transformasi adalah kata serapan yang berasal dari

Bahasa Inggris, to transform yang memiliki 2 kata dasar

yakni trans (berubah atau berpindah) dan form (bentuk),

yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) diartikan

sebagai nomina (kata benda) yang bermakna perubahan

bentuk/rupa, sifat, fungsi, dan sebagainya. Kata ini erat juga

dangan kata mentransformasikan sebuah verbal yang

bermakna mengubah atau mengalihkan rupa (bentuk/rupa,

sifat, dan sebagainya).

Berdasarkan pembahasan tersebut, jelas bahwa

transformasi adalah suatu hal yang tidak dapat dipisahkan

dalam kehidupan. Banyak dilakukan atau terjadi namun

tanpa disadari, dengan paparan yang sangat luas dari

individu, kelompok, organisasi, bangsa. Dalam cakupan

profesi mulai dari sahabat-sahabat saya para pemasok loakan

yang “mentransformasikan” barang yang sudah dibuang/tak

berguna mejadi berguna kembali dan bernilai ekonomis

sampai para konsultan manajemen, serta professional,

maupun pimpinan perusahaan, bahkan pimpinan negara dan

ulama yang berupaya keras untuk mentransformasikan umat

agar berakhlak lebih baik lagi.

Page 271: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

257

Mengingat betapa lekatnya transformasi dalam

kehidupan siapa saja, dimana saja dan kapan saja, tulisan

singkat berikut ini akan membahas sendi-sendi dasar yang

melekat pada makhluk transformasi tersebut.

Berbagai Skenario Dalam Melakukan Transformasi

Secara umum ada 4 skenario yang dapat kita gunakan

dalam melakukan transformasi baik dalam skala individu

maupun organisasi.

1) Skenario Normatif- Reedukatif.

Strategi ini didasarkan pada pendekatan bahwa pada saat

melakukan transformasi yang menjadi pusat kepentingan

ialah persoalan mengenai bagaimana individu memahami

permasalahan. Masalah transformasi bukan perkara

mengisi (supplying) sikap, keterampilan, nilai-nilai, dan

hubungan manusia namun lebih pada bagaimana individu

dapat menerima perubahan dan mengadopsi sistem nilai

yang baru. Oleh karenanya individu perlu mengalami

reedukasi mengenai hal-hal yang menjadi norma baru.

Proses induction merupakan salah satu upaya

mentransformasikan nilai-nilai individu agar selaras

dengan nilai-nilai perusahaan. Tujuan utama pendekatan

ini adalah adanya perubahan sikap, perasaan, dan pola

tindakan melalui proses reedukasi.

2) Skenario Rasional-Empiris.

Strategi ini didasarkan pada asumsi bahwa pada dasarnya

manusia itu adalah rasional dalam mengikuti berbagai

kepentingan dirinya. Sehingga untuk melakukan

transformasi perlu dipaparkan sejumlah fakta-fakta dan

hal-hal empiris yang mendukung mengapa proses

Page 272: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

258

transformasi tersebut harus dilakukan. Sebagai contohnya,

perusahaan menemukan alasan mendasar yang secara

logis menjadi alasan tak tertolak mengapa proses

transformasi harus dilakukan oleh individu. Bila mengacu

pada contoh komunitas investasi yang disebut diatas,

dipaparkanlah berapa rerata besaran inflasi selama 40

tahun ini, dingatkan pula secara empiris bahwa ketika

kuliah tahun 90-an harga nasi goreng di kampus maupun

nasi goreng tek-tek sepiring adalah Rp 1.000 dan sekarang

sudah menjadi Rp 12.000. Tak lupa pula teh botol yang

bentuk botol jumlah isi dan rasanya masih sama kini tidak

Rp 200 lagi tetapi sudah Rp 5.000 serta berbagai fakta dan

hal empiris lainnya yang tak terbantahkan. Tujuan

skenario ini adalah terjadinya perubahan pengetahuan

melalui informasi dan dasar pemikiran intelektual yang

mendorong orang untuk melakukan proses transformasi.

3) Skenario Power-Coercive.

Skenario ini menekankan pada pendekatan bahwa

manusia akan mengikuti keinginan pihak lain yang mereka

lihat memiliki kekuasaan lebih besar. Penulis mengalami

langsung proses transformasi dengan pendekatan jenis ini,

yakni ketika pertama kali sampai di GOR SOEROTO AKMIL

Magelang, dengan panggilan nomor calon taruna yang

dijawab: “Ya Pak …!” dan langsung mendapat respon:

“Plaaaak” (tamparan) dan diminta kalau dipanggil harus

menjawab: ”SIAP……!!!” dan ketika ditanya: ”Mengerti

kamu..?” masih dijawab : “Mengerti….Pak” tidak lupa juga

melayang hadiah “plaaaak….”. Maka sedetik kemudian

perilaku penulis pun langsung berubah menjawab: “Siap”

Page 273: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

259

dan “Mohon ijin” yang langsung diikuti oleh seluruh

antrian dibelakang penulis (penulis menjadi “korban”

karena dipanggil pertama dan melakukan kesalahan).

Tujuan pendekatan ini adalah perubahan orientasi dan

kemauan untuk mengikuti arah transformasi. Pendekatan

ini menggunakan kekuatan dan paksaan dari pihak yang

memiliki kekuasaan besar.

4) Skenario Lingkungan-Adaptif.

Pendekatan ini menekankan pada perubahan lingkungan

sedemikian rupa sehingga perilaku individu akan

beradaptasi mengikutinya. Contoh paling nyata adalah

penggunaan e-money pada PT KAI, parkir di stasiun kereta

api, TransJakarta, beberapa gerbang masuk toll dan masih

banyak lagi.

Individu mau tidak mau, suka tidak suka akan terpaksa

beradaptasi terhadap berbagai kondisi tersebut. Tujuan

pendekatan ini adalah membawa orang bertransformasi dari

suatu kondisi menuju kondisi lainnya dengan proses

adaptasi.

Menciptakan Pengalaman Dalam Proses Transformasi

Kita sudah paham berbagai skenario untuk melakukan

proses transformasi. Pertanyaan selanjutnya adalah

bagaimana memulai dalam skala individu. Bagian ini akan

memaparkan sebuah pendekatan yang didasarkan pada teori

Kurt Lewin tentang perubahan (unfreeze – moving – refreeze).

Salah satu cara paling efektif dalam melakukan

transformasi adalah dengan menciptakan berbagai

pengalaman baru yang selaras dengan tujuan transformasi

pada tingkatan individu.

Page 274: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

260

Pengalaman positif yang konsisten akan mengubah

nilai dan keyakinan seseorang akan sesuatu, semakin intens

dan konsisten pengalaman tersebut maka akan semakin

mudah nilai keyakinan baru tersebut menggantikan nilai dan

keyakinan lama. Contohnya bila kita memiliki stigma tertentu

tentang si A yang selalu datang terlambat, tetapi dalam 20

hari ini dia selalu datang on time maka kita memiliki

keyakinan bahwa si A sekarang sudah berubah.

Nilai dan keyakinan kita atas sesuatu akan menjadi

penggerak perilaku kita. Semisal dengan contoh si A tersebut

dengan keyakinan baru kita tentang si A maka sekarang

perilaku kita terhadapnya menjadi berubah. Sekarang kita

dapat lebih mengandalkan si A untuk berbagai pekerjaan

karena memiliki keyakinan bahwa si A telah berubah. Jadi

keyakinan kita akan menggerakkan perilaku kita.

Pada saat hasi interaksi dengan A (melalui perilaku

kita yang lebih mengandalkan si A) berbuah hasil-hasil yang

positif secara konsisten, maka hal ini akan memperkuat

pengalaman positif kita terhadap si A dan dengan semakin

banyak dan konsistennya pengalaman positif kita maka akan

semakin kuat nilai dan keyakinan kita bahwa si A benar-

benar sudah beruban dan seterusnya. Terjadilah “lingkaran

malaikat” dimana siklus berputar terus.

Oleh karenanya dalam melakukan proses

transformasi, manajemen dan change agent memiliki

peranan sangat penting. Manajemen dan change agent

hendaknya dapat fokus pada usaha untuk menggulirkan

pengalaman yang positif secara konsisten. Usaha ini akan

Page 275: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

261

jauh lebih mudah bila dilakukan melalui penerapan program

transformasi secara sistematis dan intensif.

Menegakkan Pilar-Pilar Aktivitas dan Jalur Dalam Melakukan Transformasi

Seorang pakar kepemimpinan dan budaya yaitu Prof.

Edgar Schein (2004) memperkenalkan 2 buah mekanisme

penting dalam mengelola perubahan dimana mekanisme

utama yang perlu menjadi fokus adalah pentingnya peran

pimpinan sebagai Role Model. Hal ini berguna bagi para

pemimpin perubahan dan agen perubahan untuk

menciptakan pengalaman positif yang konsisten

sebagaimana sudah dijelaskan di atas. Tepatnya hal-hal apa

saja yang sebaiknya dilakukan oleh pimpinan dan agen

perubahan dalam keseharian ketika berinteraksi dengan

individu yang menjadi subjek transformasi.

Schein (2004) menjabarkan perilaku-perilaku spesifik

apa saja yang perlu dijalankan oleh pimpinan agar proses

perubahan dapat dikelola secara baik. Sejauh mana dalam

menjalankan perilaku-perilaku yang merupakan bagian dari

primary mechanism maupun secondary mechanism

pemimpin menaruh perhatiannya. Dalam mengelola sebuah

tranformasi organisasi yang baik kedua mechanism tersebut

harus benar-benar dikelola dengan cermat dan terintegrasi.

Page 276: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

262

Tabel 4: Primary Mechanism.

Primary Mechanism (Mekanisme Utama)

1. Merupakan mekanisme utama dalam mengelola perubahan.

2. Menekankan pentingnya peran pimpinan sebagai role model:

Perilaku-perilaku penting pimpinan yang perlu menjadi fokus dan dijalankan secara konsisten.

a. Hal-hal apa saja yang menjadi perhatiannya, diukur/ dinilai dan dimonitor dari waktu ke waktu.

b. Bagaimana pimpinan merespons terhadap hal-hal penting/ kritikal , menyelesaikan masalah/ mengatasi krisis

c. Bagaimana pimpinan mengalokasikan sumber daya (finansial, SDM, tenaga, waktu).

d. Sebagai panutan, dalam mengajarkan dan melakukan coaching (untuk perbaikan kinerja dan perilaku).

e. Bagaimana pimpinan mengalokasikan rewards (memberikan recognition, apresiasi) dan status.

f. Bagaimana pimpinan merekrut, menseleksi, mempromosikan dan memberhentikan pegawai.

Page 277: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

263

Tabel 5: Secondary Mechanism.

Secondary Mechanism (Mekanisme Pendukung)

Merupakan

mekanisme

pendukung untuk

menunjang

keberhasilan

penerapan

mekanisme utama.

a. Desain dan struktur

organisasi

b. Sistem dan prosedur

organisasi

c. Ritual-ritual organisasi

d. Desain fisik gedung, ruang

kerja

e. Cerita-cerita mengenai

peristiwa dan orang-orang

penting

f. Pernyataan-pernyataan

formal falsafah, nilai-nilai

perusahaan , anggaran

dasar organisasi.

Butir-butir dalam primary maupun secondary

mechanisms¸ dapat menjadi pokok-pokok perhatian bagi para

pemimpin perubahan maupun agen perubahan yang sedang

menjalankan proses transformasi organisasi.

Dalam bukunya “Walking the Talk, creating a culture

for success’, Carolyn Taylor (2005) juga menekankan

pentingnya role model dalam proses transformasi dan 3 pilar

utama dalam menggulirkan transformasi yakni: Behavior,

Symbol, dan System yang menunjang proses transformasi

berkesinambungan dan secara praktis dapat dilakukan dalam

keseharian.

Page 278: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

264

Pada dasarnya kedua ahli, Schein (2004) dan Taylor

(2005) adalah sejalan, dimana yang merupakan pilar

Behavior pada Taylor (2005) sebetulnya setara dengan 6

butir isi dari primary mechanism pada Schein (2004), dan

pilar Symbol setara dengan 3 bagian akhir pada secondary

mechanism-nya Schein (200) adalah butir 4, 5, 6, sedangkan

System setara dengan butir 1,2, dan 3 pada secondary

mechanism Schein (2004).

Berdasarkan hal tersebut, diketahui bahwa salah satu

kunci dasar dalam kesuksesan proses transformasi pada

tingkat individu adalah dengan menciptakan pengalaman

yang positif dan konsisten terhadap transformasi. Tinjauan

Schein (2004) dan Taylor (2005) memandu kita secara lebih

spesifik mengenai aspek-aspek atau mekanisme apa saja yang

harus kita bangun dan jaga dalam keseharian kita

berinteraksi selama proses transformasi berlangsung.

Membuat perubahan bertahan (make change stick) pada Proses Transformasi yang Berkelanjutan

Titik kritis dalam menggulirkan proses transformasi

adalah ketika proses transformasi mulai membuahkan hasil.

Pada tahapan ini organisasi perlu berhati-hati agar tidak

menjadi terlena dan cepat puas. Berbagai upaya harus terus

dilakukan oleh organisasi agar pencapaian tersebut tetap

“melekat” sekaligus keterampilan organisasi untuk

melakukan proses transformasi dapat berlangsung terus

untuk membawa berbagai terobosan dan kemajuan pada

pencapaian bisnis organisasi.

Pengamatan penulis terhadap beberapa perusahaan di

Indonesia yang mampu untuk melakukan transformasi

Page 279: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

265

secara berkesinambungan adalah dengan mengadakan

program-program transformasi yang menyenangkan, mudah

dipahami, dan berdampak bagi organisasi. Umumnya

program-program transformasi yang berkesinambungan

tersebut memiliki wilayah pada: (1) penciptaan suasana kerja

yang lebih kondusif, (2) Menciptakan nilai tambah bagi

organisasi, dan (3) menunjang pencapaian target bisnis (baik

KPI individu maupun organisasi). Umumnya bila ada

program yang menyasar pada salah satu atau bahkan ketiga

domain tersebut dan dikemas secara menarik pula maka

proses transformasi yang dilakukan umumnya akan dapat

berjalan baik.

Satu hal yang sangat penting untuk dilakukan dalam

menggulirkan program-program terkait transformasi adalah

adalanya proses pemantauan (monitoring) dan evaluasi yang

baik dengan ditunjang oleh system penguartan

(reinforcement) yang baik pula. Pemantauan harus dilakukan

untuk dapat memeriksa sejauh mana kemajuan individu,

kelompok (unit kerja), atau organisasi telah sejalan dengan

rencana transformasi. Sistem pemantauan harus dapat

dikembangkan sedemikian rupa sehingga setidaknya

memenuhi kaidah: sederhana, mudah, dapat dilakukan

dengan keterampilan yang rendah, dan dalam prosesnya

tidak menganggu pekerjaan.

Evaluasi hendaknya dapat dilakukan juga dengan

segera, sehingga setiap unit kerja akan mendapatkan umpan

balik segera untuk ditindaklanjuti, juga cukup spesifik

sehingga dapat membuat rencana atau tindakan

perbaikannya. Selain itu, kegiatan untuk mengembangkan

Page 280: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

266

mekanisme penguatan, yakni konsekuensi baik positif

maupun negatif atas pencapaian terhadap proses

transformasi di tiap unit kerja, juga diperlukan. Sistem atau

mekanisme penguatan juga dapat dilakukan dengan berbagai

cara yang menyenangkan, melibatkan, namun juga tetap

berdampak. Berdasarkan proses tersebut, maka program

transformasi yang juga ditunjang oleh mekanisme finansial

dan penguatan yang baik, akan dapat menunjang

keberhasilan sebuah proses transformasi.

Kesimpulan Umum

Kutipan Herakleitos, panta rhei kai uden menei pada

awal tulisan ini bermakna "semuanya mengalir dan tidak ada

sesuatupun yang tinggal tetap." Dalam hal ini, hanya

ketidakkekalanlah yang kekal. Untuk itu, perubahahan

merupakan sebuah kepastian. Barang siapa tidak berubah

akan tertinggal dan mungkin saja akan meratapinya. Oleh

karenanya transformasi adalah suatu hal yang alamiah.

Dalam hal ini, kita harus selalu melakukan “hijrah” (tentunya

ke tempat/kondisi yang lebih baik) dalam kehidupan, dan

urusan ini tidak akan pernah selesai.

Daftar Pustaka

Schein, E. H. (2004). Organizational Culture and Leadership,

3rd Edition. USA: Jossey & Bass.

Taylor, C. (2005). Walking the talk, building a culture for

success. USA: Random House.

---ooOoo---

Page 281: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

267

Perubahan dan Pengembangan Organisasi

Oleh:

Wustari L. H. Mangundjaya

Page 282: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

268

Pengantar

Perubahan merupakan suatu proses yang terjadi pada

setiap aspek kehidupan termasuk organisasi. Persaingan

global, teknologi informasi baru, krisis ekonomi global,

strategi politik baru, dan tren konsumsi yang berkembang

pesat adalah stimulan untuk perubahan organisasi. Untuk itu,

dalam usaha menjadi tetap kompetitif, organisasi harus

mampu melakukan perubahan terus-menerus, memiliki

strategi yang tepat untuk menghadapi perubahan yang

terjadi sehingga organisasi mampu untuk hidup

keberlanjutan sepanjang waktu. Perubahan yang terjadi di

dalam organisasi bukanlah semata-mata perubahan dari

organisasinya, melainkan termasuk orang-orang di

dalamnya. Hal fisik seperti gedung, teknologi, dan produk

memang dapat dirubah, meskipun demikian ketika organisasi

benar-benar ingin berubah maka orang-orang di dalamnya

juga harus merubah cara mereka berperilaku (Balogun &

Hailey, 2008). Dengan perkataan lain, sebagus-bagusnya

suatu perubahan organisasi dalam bentuk prosedur, strategi,

atau perubahan fisik lainnya tetapi bila tidak diikuti dengan

perubahan pada sikap dan perilaku manusianya maka

perubahan organisasi akan menjadi kurang optimal.

Definisi Perubahan dan pengembangan Organisasi

Jones (2007) menyatakan bahwa perubahan

organisasi adalah proses dimana organisasi bergerak dari

keadaan saat ini menuju keadaan yang diinginkan agar dapat

meningkatkan efektivitas organisasi. Sedangkan, Cawsey,

Deszca, dan Ingols (2012), menyatakan bahwa perubahan

organisasi adalah merupakan alterasi perencanaan dari

Page 283: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

269

komponen organisasi untuk meningkatkan efektivitas

organisasi.

Prinsip Psikologi dalam perubahan dan pengembangan organisasi

Berdasarkan hasil observasi praktek di lapangan

maupun hasil riset mengenai perubahan dan pengembangan

organisasi, mengenai prinsip psikologi yang digunaka dalam

perubahan dan pengembagan organisasi, maka diperoleh

hasil sebagai berikut:

1) Sebagus-bagusnya suatu proses perubahan, tetapi bila

tidak didukung oleh manusia maka perubahan tersebut

akan menjadi kurang optimal, bahkan dapat mengalami

kegagalan. Hal ini antara lain terlihat pada hasil riset yang

menunjukkan bahwa 50% sampai dengen 70% program

perubahan yang dilakukan oleh organisasi tidak berhasil

secara optimal (Beer & Nohria, 2000; Cope, 2003; Burns,

2004).

2) Perubahan adalah sesuatu yang kurang menyenangkan

bagi manusia, sehingga penolakan pada perubahan adalah

suatu hal yang lumrah. Hal ini disebabkan karena banyak

faktor, antara lain karena faktor perubahan itu sendiri,

faktor organisasi maupun karena faktor manusianya

3) Pada umumnya seseorang akan menanyakan sebagai

berikut: Apa yang saya peroleh bila saya mengikuti

perubahan organisasi (What’s in it for me?)

4) Penolakan perubahan dapat disebabkan karena: a)

kurang pengetahuan mengenai pentingnya dilakukan

suatu perubahan; b) kurang memiliki keterampilan dalam

menghadapi perubahan yang ada; dan c) kurang memiliki

Page 284: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

270

kemauan untuk berubah. Tantangan yang paling sulit

dalam mengelola suatu perubahan organisasi adalah

dalam hal mengatasi penolakan yang disebabkan karena

sikap (tidak memiliki kemauan untuk berubah).

5) Dalam mencapai perubahan organisasi, kesiapan individu

untuk berubah tidak cukup, tetapi juga diperlukan

komitmen untuk perubahan dari para karyawan.

6) Terdapat berbagai faktor baik yang berasal dari individu

maupun yang berasal dari lingkungan organisasi yang

mempengaruhi komitmen untuk perubahan.

7) Beberapa variabel yang berpengaruh pada komitmen

untuk perubahan antara adalah pemimpin dengan

kepemimpinannya; kepercayaan pada organisasi dan rasa

berdaya psikologis (psychological empowerment).

8) Penguatan diperlukan untuk dapat menginternalisasi

perubahan organisasi yang dilakukan.

Teori Perubahan organisasi

Terdapat berbagai teori mengenai perubahan

organisasi, salah sattu diantaranya adalah yang dikemukan

oleh Kurt Lewin (Mangundjaya, 2016a) yang terkenal dengan

Teori Analisis kekuatan di lapangan (force field analysis).

Teori Analisis kekuatan di lapangan adalah teori yang

diajukan oleh Kurt Lewin (1947 dalam Mangundjaya 2016a),

yang menyatakan bahwa setiap perubahan, memiliki 2 (dua)

faktor, yaitu: a) faktor yang mendukung (driving force), yang

merupakan dorongan yang mengarahkan organisasi pada

sebuah perubahan, atau keadaan baru, dan b) faktor

penghambat (restraining force), yang merupakan suatu

Page 285: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

271

dorongan yang membuat organisasi untuk berbertahan pada

keadaan sekarang (status quo).

Sumber: Lewin dalam Mangundjaya, 2016a.

Gambar 12: Force-Field Analysis.

TAHAPAN MENGELOLA PERUBAHAN

Selain berbagai teori mengenai perubahan organisasi,

terdapat pula beberapa pendekatan dalam mengelola

perubahan, salah satunya adalah tahapan perubahan

organisasi yang disampaikan oleh Kotter (2007), yang

menyatakan bahwa terdapat 8 tahapan dalam mengelola

perubahan, yaitu sebagai berikut:

a. Menciptakan Urgensi.

Untuk membuat perubahan berhasil, maka hal ini harus

didukung oleh seluruh anggota organisasi. Dalam arti

pemimpin perubahan harus berusaha untuk menciptakan

bahwa seluruh anggota organisasi menginginkan

Page 286: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

272

perubahan tersebut. Hal ini akan dapat memotivasi semua

orang untuk terlibat pada perubahan. Meskipun demikian,

hal ini tidak mudah dilakukan, manajemen dan mitra

perubahan harus dapat menerangkan apa yang terjadi di

organisasi dan di luar organisasi, serta mulai membahas

mengenai perlunya dilakukan perubahan.

b. Membentuk Koalisi yang kuat.

Meyakinkan anggota organisasi bahwa perubahan yang

akan dilakukan adalah penting dan suatu kegiatan yang

diperlukan. Hal ini harus diikuti dengan kepemimpinan

yang kuat, dan dukungan dari orang-orang yang

berpengaruh di perubahan. Dalam hal ini, mengelola

perubahan saja tidak cukup, tetapi juga harus dapat

memimpin kelompok orang kuat yang dapat mendukung

perubahan, terdiri anggota organisasi yang mewakili dari

berbagai unit kerja, dan tugasnya mempengaruhi orang

lain.

c. Menciptakan visi perubahan.

Untuk dapat menciptakan perubahan yang berhasil, maka

perubahan harus memiliki visi. Visi yang jelas akan dapat

membantu setiap orang untuk memahami mengapa

perubahan perlu dilakukan.

d. Mengkomunikasikan visi.

Untuk dapat mendukung suatu perubahan, pegawai harus

dapat memahami perubahan. Untuk itu manajemen dan

mitra perubahan harus mampu mensosialisasikan dan

mengkomunikasikan sesering mungkin mengenai

perubahan organisasi, sehingga orang akan dapat

mengingatnya, menjelaskan dan mendemonstrasikan apa

Page 287: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

273

yang ingin dilakukan oleh para anggota organisasi perlu

dilakukan.

e. Menghilangkan hambatan.

Untuk memuluskan perubahan organisasi, maka

manajemen harus membuat struktur dari perubahan yang

akan dilakukan, dan mengidentifikasi apa kira-kira yang

akan menjadi kendala dari perubahan, serta berusaha

untuk menghilangkan hambatan tersebut.

f. Menciptakan tujuan jangka pendek.

Berdasarkan penelitian, dinyatakan bahwa tidak ada yang

lebih memotivasi seseorang dari keberhasilan. Untuk itu,

ciptakan tujuan atau sasaran jangka pendek, jangan

langsung membuat jangka panjang, karena sasaran jangka

pendek akan dapat cepat tercapai, dan setiap keberhasilan

akan memotivasi dan meningkatkan semangat tim.

g. Membangun perubahan.

Kotter (2007) menyatakan bahwa perubahan seringkali

mengalami kegagalan bila kemenangan/keberhasilan di

umumkan terlalu awal. Dengan perkataan lain, perubahan

adalah perlu waktu. Perubahan cepat hanya merupakan

suatu awal dari apa yang harus dilakukan untuk mencapai

perubahan jangka panjang. Untuk mencapai hal tersebut

maka peningkatan program perubahan harus dilakukan.

Dalam hal ini setiap keberhasilan merupakan kesempatan

untuk membangun apa yang benar dan apa yang harus

ditingkatkan. Mengaitkan perubahan dengan budaya

organisasi. Sebagai tahap terakhir, untuk dapat membuat

perubahan melekat, maka hal tersebut harus menjadi

bagian dari organisasi. Untuk itu, perubahan harus

Page 288: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

274

dihubungkan dengan nilai-nilai organisasi, yang

diungkapkan pada perilaku sehari-hari.

Penelitian Mengenai Perubahan Organisasi

Berbagai penelitian mengenai perubahan organisasi

telah dilakukan di manca negara maupun di Indonesia.

Penelitian yang dilakukan Mangundjaya (2013)

menunjukkan bahwa komitmen terhadap organisasi

memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap sikap

seseorang terhadap perubahan organisasi. Hal ini

menunjukkan bahwa semakin tinggi komitmen seseorang

terhadap organisasi, maka ia akan semakin menunjukkan

sikap positifnya terhadap perubahan organisasi. Selain itu,

penelitian Mangundjaya (2014b) juga menunjukkan bahwa

pelibatan kerja (employee engagement) memiliki pengaruh

yang positif dan signifikan terhadap sikap positif seseorang

terhadap perubahan organisasi. Dengan perkataan lain, dapat

dikatakan bahwa semakin tinggi pelibatan kerja seseorang

maka semakin tinggi pula sikap positif yang ditampilkannya

terhadap perubahan organisasi.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Mangundjaya

(2012b), pada organisasi yang bergerak di lembaga keuangan

dan perbankan, tampak bahwa komitmen organisasi

memberikan kontribusi yang positif dan signifikan terhadap

kesiapan individu untuk berubah. Dengan kata lain, semakin

tinggi komitmen organisasi yang dimiliki oleh seseorang,

maka akan diikuti oleh peningkatan kesiapan individu untuk

berubah.

Hasil penelitian selanjutnya juga menunjukkan bahwa

keterikatan anggota organisasi (employee engagement)

Page 289: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

275

memiliki kontribusi positif dan signifikan terhadap kesiapan

individu untuk berubah (Mangundjaya, 2012b). Dengan kata

lain, semakin tinggi keterikatan anggota organisasi

seseorang, hal ini akan diikuti oleh peningkatan kesiapannya

untuk berubah. Sementara itu, hasil penelitian Lizar,

Mangundjaya, dan Rachmawan (2015) menunjukkan bahwa

psychological capital memiliki kontribusi positif dan

signifikan terhadap kesiapan individu untuk berubah.

Dengan perkataan lain, semakin tinggi psychological capital

yang dimiliki oleh seseorang, maka akan diikuti oleh

peningkatan kesiapan individu untuk berubah.

Lebih lanjut, berdasarkan penelitian di Indonesia yang

dilakukan oleh Mangundjaya dari tahun 2012 sampai dengan

tahun 2016, menunjukkan hasil bahwa faktor-faktor sebagai

berikut: a) kesiapan individu untuk berubah (Mangundjaya,

2012a, 2013b); b) Kepercayaan pada organisasi

(Mangundjaya, 2014a, 2015a); c) komitmen organisasi

(Mangundjaya, 2013a); d) keterikatan pegawai (employee

engagement) (Mangundjaya, 2014b), d) rasa berdaya

psikologis (psychological empowerment) (Mangundjaya

2014c, 2015a) kepuasan kerja anggota organisasi

(Mangundjaya, 2015, Wulandari, Mangundjaya dan Utoyo,

2015), memiliki pengaruh positif dan signifikan pada

komitmen terhadap perubahan. Disisi lain, kepemimpinan,

dalam hal ini kepemimpinan perubahan tidak memiliki

pengaruh langsung yang signifikan terhadap komitmen untuk

perubahan, melainkan memerlukan perantara/moderator

(Mangundjaya, 2013 b, 2016b; Mangundjaya dkk, 2015).

Page 290: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

276

Daftar Pustaka

Balogun, J. & Hailey, H. V. (2008). Exploring Strategic Change.

UK: Prentice Hall, 3rd Edition.

Beer, M. & Nohria, N. (2000). Cracking the code of change.

Harvard Business Review (May-June), 133-141.

Burns, B. (2004). Managing Change: A Strategic approach to

organizational dynamics. Harlow: Financial Times

Prentice Hall.

Cawsey, T. F., Deszca, G., & Ingols, C. (2012). Organizational

change: An action-oriented toolkit. Sage, Los Angeles,

USA.

Cope, J. (2003). Entrepreneurial learning and critical

reflection: Discontinous events as triggers for higher-

level learning. Management Learning, 34, 429-50.

Jones, G. R. (2007). Organizational theory, design and change.

Upper Saddle River, NJ: Pearson Prentice Hall.

Kotter, J. P. (2007). Leading change: Why transformation

efforts fail. Harvard Business Review.

Lizar, A. A., Mangundjaya, W. L., Rachmawan, W. (2015). The

role of psychological capital and psychological

empowerment on individual readiness for change, The

Journal of Developing Areas, Special Issue on Kuala

Lumpur Conference, August 2014, 49(5), 343-352.

Mangundjaya, W (2012). Are organizational commitment and

employee engagement important in achieving

individual readinessfor change? Jurnal Humanitas,

Volume Agustus 2012.

Page 291: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

277

Mangundjaya, W. L. H. (2013a) Organizational commitment’s

profile during the transformation and its relation to

employee commitment to change (a study at oil

company in Indonesia during large-scale

organizational change). Conference Proceedings

INBAM (International Business and Management),

June 17-19, 2013, Lisbon, Portugal.

Mangundjaya, W. L. H. (2013b). The role of leadership &

readiness for change to commitment to change.

Romanian Economic and Business Review, Special Issue

1, 192-197, Romanian American University.

Mangundjaya, W. L. H. (2014a). The role of communication,

trust and justice in commitment to change. Conference

Proceedings International Conference on Business

management and Corporate Social responsibility

(ICBMCSR), February 14-15, 2014, Batam, Indonesia.

Mangundjaya, W. L. H. (2014b). The role of employee

engagement on the commitment to change (during

large-scale organizational change in Indonesia).

International Journal of Multidisciplinary Thought,

(IJMT), 04(01), 375-384, University Publications.net.

Mangundjaya, W. L. H. (2014c). Psychological empowerment

and organizational task environment in commitment

to change, International Journal of Business and

Management, 2(2), 119-126.

Mangundjaya, W. L. H. (2015a). People or trust in building

commitment to change? The Journal of Developing

Areas, Special Issue on Kuala Lumpur Conference,

August 2014, 49(5), 67-78.

Page 292: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

278

Mangundjaya, W., Utoyo, D. B., & Wulandari, P. (2015). The

role of leadership & employee’s condition on reaction

to organizational change. Procedia, Social and

Behaviorial Sciences, Elsevier, 172, 471-478.

Mangundjaya, W. L. H. (2016a). Psikologi dalam perubahan

organisasi. Swascita: Jakarta.

Mangundjaya, W. L. (2016b). Pengaruh kepemimpinan

perubahan terhadap komitmen afektif untuk

perubahan melalui kepercayaan pada organisasi dan

rasa berdaya psikologis. Disertasi Doktor, Fakultas

Psikologi, program studi Psikologi, Program Pasca

Sarjana, Universitas Indonesia. Publikasi terbatas.

Wulandari, P., Mangundjaya, W., & Utoyo, D. B. (2015). Is job

satisfaction a moderator or mediator on the

relationship between change leadership and

committment to change? Procedia, Social and

Behaviorial Sciences, Elsevier, 172, 104-111.

---ooOoo---

Page 293: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

279

PENUTUP

Dunia terus berubah, globalisasi membuat kondisi saat

ini menjadi berubah, begitu pula tuntutannya, sehingga untuk

dapat tetap eksis serta berkembang, maka organisasi dan

anggota organisasi atau individu juga harus menyesuaikan

diri dengan tuntutan lingkungan. Salah satu ciri dari

globalisasi adalah terdapatnya ketidakjelasan di berbagai hal

yang dapat menimbulkan perasaan kurang nyaman pada

anggota organisasi. Untuk itu, para praktisi Psikologi Industri

dan Organisasi harus dapat mengantisipasi mengenai hal ini,

serta berusaha mencari berbagai cara untuk mengatasinya.

Globalisasi juga menuntut adanya penguasaan digital

dari organisasi dan anggotanya. Tanpa menguasai hal ini

sudah pasti akan menjadi tertinggal. Selain itu, adanya

standarisasi kompetensi pada setiap profesi dapat

memperjelas pengukuran dan persyaratan. Disamping itu

pula, dengan adanya tuntutan lingkungan yang terus

berubah, maka pengelolaan SDM di organisasi juga turut

berubah, dan Manajemen SDM dalam hal ini harus berperan

sebagai sahabat karyawan sekaligus sebagai agen perubahan.

Fungsi Manajemen SDM juga berubah, yaitu harus mampu

berperan sebagai HRBP (Human Resources Business Partner)

atau yang disebut sebagai Manajemen SDM sebagai Mitra

Bisnis.

Page 294: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

280

Manusia merupakan faktor penting dalam organisasi,

untuk itu agar karyawan atau anggota organisasi memiliki

kelekatan pada organisasi (employee engagement), maka

organisasi harus mampu membuat sejahtera para

karyawannya (employee well-being). Bila terjadi masalah

terkait dengan hubungan industrial, maka organisasi perlu

menanganinya dengan segera melalui pendekatan psikologis.

Begitu juga halnya dengan manajemen SDM di masa

mendatang yang harus dapat mengenali karakteristik

karyawannya, termasuk juga memahami generasi milenial

dengan baik, dan organisasi juga harus dapat melakukan

berbagai perubahan/transformasi organisasi dalam upaya

menyesuaikan diri dan memenuhi tuntutan lingkungan yang

terus berubah.

---ooOoo---

Page 295: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

281

GLOSARIUM

Agile: Sikap yang lincah/cepat dalam beradaptasi terkait dengan

menghadapi atau menggunakan teknologi baru,

melakukan hal baru dengan cara yang berbeda, dan

keinginan untuk mengeksplore dengan perubahan yang

terjadi.

Basic/Core Competency (Kompetensi Dasar/Inti): Kompetensi

inti yang harus dimiliki oleh setiap anggota

organisasi/karyawan pada semua tingkatan atau level

jabatan.

Business Acumen: Pemahaman mengenai bisnis atau bidang yang

dijalani, dan selalu mengikuti perkembangan tren terbaru

yang terjadi di luar organisasi atau global.

Change Agent (Agen Perubahan): Seseorang yang membantu

organisasi atau perusahaan agar karyawannya dapat

beradaptasi terhadap berbagai perubahan.

Competition (Bersaing): Hasrat untuk memuaskan

kepentingannya sendiri tanpa memperhatikan dampak

terhadap pihak lain yang menjadi lawannya dalam

konflik.

Compromise (Berkompromi): Situasi dimana masing-masing

pihak yang bersengketa bersedia untuk mengorbankan

sesuatu untuk memperoleh situasi yang diterima bersama.

Consumer Goods Industry: Salah satu industri yang sangat

dinamis karena pelaku dalam industri ini harus mampu

mengikuti perkembangan selera dan preferensi pasar yang

tentunya dipengaruhi oleh perilaku konsumen.

Page 296: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

282

Curative (Penyelesaian masalah): Pendekatan psikologis yang

digunakan untuk menyelesaikan masalah yang terjadi dan

memperbaiki dampak negatif yang muncul dalam

hubungan diantara para pihak.

Customer Focus: Pemahaman bahwa kebutuhan pelanggan (baik

internal maupun eksternal) menjadi landasan utama dalam

memberikan layanan produk atau jasa.

Data Analytics: Pemahaman dalam menempatkan data sebagai

basis dalam proses pengambilan keputusan dan dalam

tahapan yang lebih tinggi.

Efficiency: Upaya untuk mencapai kinerja optimal melalui

perencanaan yang tepat dan penggunaan anggaran yang

rasional.

Employee Champion (Sahabat Pekerja): Salah satu peran

manajemen sumber daya manusia untuk membantu

organisasi dalam mengelola berbagai kebutuhan

karyawannya.

Employee engagement: Kondisi emosional dimana seorang

karyawan merasa bergairah, energik, dan berkomitmen

pada pekerjaannya.

Employee Well-Being: Kondisi yang menggambarkan

kesejahteraan secara psikologis, sosial, dan fisik/materi

karyawan, serta menggambarkan suatu keadaan dimana

karyawan merasa bahagia bekerja di dalam perusahaan.

Energy: Semangat dalam melakukan tugas.

Energized: Adanya perasaan berdaya dan antusias dalam

melakukan tugas, dalam hal ini pemimpin harus mampu

memunculkan inovasi pada bawahannya dengan cara

memberdayakan para karyawannya.

Page 297: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

283

Excellence: Sikap profesional, inovatif, dan bersungguh-sungguh

dalam mengupayakan hasil terbaik untuk memberikan

manfaat serta nilai tambah bagi organisasi dan

lingkungan.

Execution (Eksekusi): Menerapkan dari rencana yang telah dibuat

dan memastikan bahwa strategi perusahaan berjalan

sesuai rencana.

Execution Focus: Sikap konsistensi untuk menyusun rencana

berdasarkan ide yang ditangkap, menyusun tindakan

nyata berdasarkan rencana tersebut, dan melakukan

evaluasi serta tindakan perbaikan dari hasil yang telah

diperoleh.

Fasilitative (Fasilitatif): Pendekatan psikologis yang digunakan

secara proaktif untuk meningkatkan proses komunikasi

dan kerjasama diantara para pihak sehingga memberikan

hasil kerja yang optimal dalam pengelolaan hubungan

industrial.

Functional Competency (Kompetensi Fungsional): Kompetensi

spesifik yang dipersyaratkan bagi setiap jabatan/posisi.

Functional Expert (Ahli Fungsional): Seseorang yang fungsinya

membantu perusahaan melakukan efisiensi biaya

operasional dari sisi pengelolaan sumber daya manusia.

Global Behavior (Perilaku Global): Perilaku dari seseorang atau

kelompok yang tujuannya menyesuaikan dengan tuntutan

globalisasi.

Global Thinking: Kemampuan untuk berfikir dan memahami

proses serta mengintegrasikan beberapa sumber informasi

untuk mendapatkan suatu gambaran yang komprehensif.

Page 298: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

284

Harmony: Membangun kerjasama, keselarasan dan

mengutamakan keberhasilan bersama.

Hubungan Industrial: Peraturan, praktek-praktek dan konvensi-

konvensi yang berhubungan dengan perundingan,

pencegahan, dan penyelesaian perselisihan hubungan

industrial, serta merupakan pengaturan hak dan kewajiban

bagi pihak-pihak yang terlibat di dalam proses produksi

secara kolektif.

Human Resources Business Partner: Praktisi sumber daya

manusia yang bekerja dengan para pemimpin senior yang

membantu mengembangkan aktivitas bisnis dan

mendukung pencapaian target-target bisnis organisasi

tersebut.

Induction Process (Proses Induksi): Suatu kegiatan dari

manajemen sumber daya manusia untuk

mensosialisasikan nilai-nilai individu agar selaras dengan

nilai-nilai perusahaan.

Industrial Peace: Lingkungan yang memberikan ketenangan

dalam bekerja dan ketenangan dalam berusaha.

Innovation: Pemikiran yang out of the box, berani mencoba hal

baru, mencoba menemukan pendekatan baru dalam

penyelesaian masalah maupun menjalankan bisnis.

Integrity (Integritas): Prinsip dalam menjalankan setiap tugas dan

tanggungjawab melalui keselarasan berpikir, berkata dan

berperilaku sesuai keadaan sebenarnya. Suatu sikap dan

perilaku seseorang yang dicerminkan kedalam dapat

menjaga amanah, jujur, satu dalam kata dan perbuatan,

dapat dipercaya, serta berkomitmen untuk patuh pada

norma, etika, dan peraturan yang berlaku.

Page 299: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

285

Jaminan Pensiun (JP): Program jaminan sosial ketenagakerjaan

yang bertujuan untuk mempertahankan derajat kehidupan

yang layak bagi peserta dan/atau ahli warisnya dengan

memberikan penghasilan setelah peserta memasuki usia

pensiun, mengalami cacat tetap, atau meninggal dunia.

Managerial Competency (Kompetensi Manajerial): Kompetensi

yang dipersyaratkan bagi seseorang yang menduduki

posisi pemimpin, yaitu memiliki bawahan langsung.

Marxisme (Adversarial–Pertentangan): Hubungan industrial

dibangun berdasarkan prinsip bahwa manajemen dan

karyawan merupakan pihak-pihak yang mempunyai

kepentingan yang berlawanan, yang muncul karena

adanya pertentangan kelas.

Menghindar: Hasrat untuk mengundurkan diri dari situasi konflik

atau menekan konflik, tidak mau bersengketa.

Menyesuaikan: Adanya satu pihak yang konflik bersedia untuk

meletakkan kepentingan pihak lain lebih tinggi dari

kepentingannya.

Mission (Misi): Tugas yang diemban oleh sebuah organisasi, atau

alasan dibentuknya suatu organisasi.

Motives (Motif): Merupakan pikiran atau keinginan individu yang

secara konsisten mendorong munculnya tingkah laku

tertentu untuk suatu tujuan.

National Health Service (NHS): Program pembiayaan kesehatan

dibiayai langsung oleh negara, bersifat semesta dan wajib

dimana pajak sebagai sumber pendapatan utama.

Networking: Kegiatan untuk membangun dan membina

hubungan dengan pihak lain, yang saling menguntungkan

dan memberikan nilai tambah.

Page 300: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

286

Onboarding Karyawan: Suatu proses yang memungkinkan

seorang karyawan menyesuaikan diri dengan peran

barunya di organisasi dengan cepat dan lancar.

Organizational Change (Perubahan Organisasi): Proses dimana

organisasi bergerak dari keadaan saat ini menuju keadaan

yang diinginkan.

Pekerja Bukan Penerima Upah (BPU): Pekerja yang melakukan

kegiatan atau usaha ekonomi secara mandiri untuk

memperoleh penghasilan dari kegiatan atau usahanya.

Performance Management (Manajemen Kinerja): Suatu proses

pengelolaan kinerja dan mendorong peningkatan kinerja

di seluruh bagian organisasi.

Pluralisme: Hubungan industrial dibangun berdasarkan prinsip

bahwa organisasi merupakan koalisi dari kepentingan-

kepentingan yang bersaing di dalamnya.

Preventive (Pencegahan): Pendekatan psikologis yang digunakan

secara proaktif untuk membangun kepercayaan diantara

berbagai pihak sehingga dapat mencegah terjadinya

berbagai kondisi yang kurang menyenangkan.

Private Insurance: Pembiayaan kesehatan diserahkan pada

mekanisme pasar, dimana pekerja atau pemberi kerja

membeli produk kepada asuransi swasta sebagai pilar

utama.

Professional (Profesional): Suatu karakter seseorang dimana

dalam menjalankan tugasnya diwarnai dengan

kesungguhan, sesuai kompetensi dan tanggung jawabnya.

Program Jaminan Hari Tua (JHT): Program penghimpunan dana

yang ditujukan sebagai simpanan yang dapat

dipergunakan oleh peserta, terutama bila penghasilan

yang bersangkutan terhenti karena berbagai sebab, seperti

Page 301: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

287

meninggal dunia, cacat total tetap, atau telah memasuki

usia pensiun.

Restraining force (Faktor penghambat): Suatu dorongan yang

membuat organisasi untuk berbertahan pada keadaan

sekarang (status quo).

Self-concept (Konsep diri): Keyakinan individu terhadap sifat,

nilai, dan citra diri yang dapat memprediksikan tingkah

laku yang ditampilkan individu dalam suatu situasi.

Self-selected Culture (Budaya yang dipilih sendiri): Budaya yang

dipilih oleh seseorang yang tidak semata-mata budaya

lokal atau budaya global.

Service Excellence (Pelayanan Prima): Suatu tekad dan usaha

dalam memberikan pelayanan terbaik dengan ikhlas

kepada siapa saja.

Social Health Insurance (SHI): Pembiayaan kesehatan dibiayai

oleh pemberi kerja dan pekerja dan dikelola oleh

pengelola dana asuransi non-profit.

Succession Planning (Perencanaan suksesi): Memberikan

pemahaman yang sama dan jelas mengenai kebutuhan

organisasi dalam perencanaan dan pengelolaan talent

pool.

Subjective well-being: Ilmu pengetahuan tentang kebahagiaan,

mencakup evaluasi kognitif terhadap kepuasan hidup

secara umum maupun yang lebih khusus (misalnya

kepuasan kerja) dan evaluasi afektif yang mencakup

emosi positif dan negatif.

Smoothing (Teknik Pelunakan): Suatu cara yang tujuannya

berusaha untuk mengurangi perbedaan dan menekankan

pada kepentingan bersama dari pihak yang bersengketa.

Page 302: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

288

Talent Acquisition (Mendapatkan Talenta): Suatu kegiatan dan

kompetensi untuk mencari talenta termasuk pemetaan

talenta organisasi yang dimulai dari tahap rekrutmen

hingga penempatan yang paling sesuai.

Teknik Perintah Otoritatif: Suatu pendekatan manajemen dimana

mereka menggunakan otoritas formalnya untuk

menyelesaikan konflik dan mengkomunikasikan

keinginannya kepada pihak yang berkonflik.

Traits (Ciri): Karakteristik kepribadian dan respon yang konsisten

muncul dari seseorang pada situasi tertentu.

Unitarianisme (Kesatuan dan Kebersamaan): Kondisi hubungan

industrial dibangun berdasarkan prinsip bahwa

manajemen dan karyawan merupakan sebuah kesatuan

yang di dalamnya terdapat saling kerjasama dan berbagi

tujuan bersama.

---ooOoo---

Page 303: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

289

PROFIL PENULIS DAN EDITOR

Achmad Basari, S.Psi, seorang

Sarjana Psikologi yang terjun sebagai

praktisi Sumber Daya Manusia (SDM)

dan Hubungan Industrial (HI) sejak

2003 sampai sekarang. Selama

berkecimpung di bidang SDM berbagai

fungsi pernah dijalaninya yang

membuatnya cenderung menjadi generalist. Sebagai praktisi

beliau memiliki pendekatan unik karena lebih banyak terjun

ke lapangan dan intens berinteraksi dengan unit kerja lain di

institusi dimana bertugas. Baginya, berinteraksi langsung

dengan seluruh stakeholder menjadikannya praktisi SDM &

IR yang tidak hanya jitu dalam strategi dan perencanaan,

tetapi juga handal dalam implementasi dan eksekusi.

Sejak lulus dari Fakultas Psikologi Universitas

Indonesia tahun 2003 berbagai bidang industri yang pernah

ditanganinya antara lain: jasa keuangan, telekomunikasi,

konstruksi dan manufaktur, pelayaran dan industri agro.

Selain aktif di asosiasi praktisi SDM IOC dan asosiasi HRD

Industri Perkebunan (Plantation Human Capital

Association/PHCA). Achmad juga menjadi anggota LSP

(lembaga Sertifikasi Profesi Hubungan Industrial) APINDO.

Saat ini Achmad Basari menjabat sebagai Personnel &

Industrial Relaton Dept. Head, merangkap care taker HR Div.

Head di sebuah Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit yang

berkantor pusat di Jakarta. Untuk terhubung dengan Achmad

silakan kontak [email protected]

Page 304: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

290

Dra. Aldira Gusana Meyer, M.Si,

Psikolog, lulus sebagai Psikolog dari

Fakultas Psikologi Universitas Indonesia

pada tahun 1993, dan meneruskan

pendidikan pasca sarjananya di bidang

Knowledge Management & Human Capital

pada Fakultas dan Universitas yang sama di tahun 2012.

Aldira mempunyai pengalaman lebih dari 10 tahun

sebagai praktisi SDM. Ia memulai karirnya sebagai Staf di bidang

HRD di Bank Niaga Jakarta, bergabung di PT Sempati Air dan

selanjutnya menjadi Manager HRD & Training pada sebuah Joint

Venture yang bergerak di bidang pembiayaan, PT PRIMUS

Financial Services. Sejak tahun 2001 ia bergabung dengan PT

Daya Dimensi Indonesia sebagai Senior Konsultan. Salah satu

bidang keahlian Aldira adalah mengembangkan tools dan

metode Assessment Center. Ia dipercaya untuk menangani

perusahaan-perusahaan nasional dan multi nasional yang ingin

mengetahui dan mengembangkan potensi karyawannya melalui

metode assessment center ini. Selain sebagai Senior Konsultan ia

juga menjadi tenaga pengajar tidak tetap untuk S2 bidang

Psikologi Industri & Organisasi di Fakultas Psikologi UI. Untuk

terhubung dengan Aldira, silakan kontak

[email protected]

Page 305: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

291

Andayani Budi Lestari, S.E., M.M.

AAK, saat ini menjabat sebagai Direktur

Kepesertaan dan Pemasaran BPJS

Kesehatan. Ani panggilan akrabnya

memulai karirnya di PT Askes Cabang

Utama Yogyakarta sejak tahun 1989.

Karirnya di PT Askes kemudian terus menanjak. Ia pernah

dipercaya menjabat sebagai Kepala PT Askes Cabang Pasuruan,

Cabang Utama Yogyakarta, dan Cabang Utama Jakarta Pusat.

Kepemimpinan Andayani juga teruji ketika ia dipercaya

memimpin Divisi Regional IV yang meliputi DKI Jakarta, Banten,

dan Kalimantan Barat juga memimpin Divisi Regional VI untuk

wilayah Jawa Tengah dan DI Yogyakarta. Ketika PT Askes

bertransformasi menjadi BPJS Kesehatan. lulusan Pasca Sarjana

Universitas Atmajaya Yogyakarta ini tetap dipercaya memegang

amanah untuk memimpin Divisi Regional VI. Ibu dari 2 orang

anak ini juga aktif dalam kegiatan organisasi. Ia tercatat sebagai

anggota dan pernah menjabat sebagai sekretaris umum dari

International Federation Profesional and Business Women

Daerah Istimewa Yogyakarta. Selain itu ia juga aktif dalam

kegiatan Rotary Club Yogyakarta dan Jakarta dan pernah

memegang beberapa posisi.

Page 306: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

292

Drs. Arbono Lasmahadi, M.Si,

Psikolog, adalah seorang praktisi

sumber daya manusia yang memiliki

minat yang besar untuk senantiasa

membagikan pengalamannya di dunia

Pengembangan sumber daya manusia

melalui kegiatan-kegiatan komunitas, pengajaran, pelatihan dan

pengembangan, maupun tulisan-tulisannya yang ditampilkan di

dunia maya. Alumnus Fakultas Psikologi Universitas Indonesia

ini, meyakini bahwa berbagi pengalaman dan pengetahuan akan

menjadi pendorong dirinya untuk terus belajar dan memperbaiki

diri agar tetap dapat berkontribusi bagi kemashlahatan bersama.

Saat ini Bono menjadi Vice President Human Resources di Sintesa

Group, setelah sebelumnya berkiprah sekitar 20 tahun di

perusahaan Multi Nasional Asing. Selain sebagai praktisi SDM,

Bono juga merupakan Dosen Tidak Tetap di Program Pasca

Sarjana Psikologi SDM dan Knowledge Management –

Universitas Indonesia, untuk Mata Kuliah Psikologi Dalam

Hubungan Industrial. Sejak tahun 2000, hingga saat ini, Bono

banyak membuat tulisan lepas yang yang bertema

pengembangan diri, motivasi dan manajemen SDM di dunia

maya. Tulisan-tulisan Bono yang telah banyak mewarnai

sejumlah forum diskusi yang ada di dunia maya, diantaranya

Bernegosiasi di Tempat Kerja, Manajemen SDM Berbasiskan

Kompetensi, Makna Sukses, dan masih banyak lagi yang lainnya.

Untuk terhubung langsung, Bono dapat dihubungi di

[email protected]

Page 307: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

293

Drs. Effendi Ibnoe, M.M.,

Psikolog, sejak masa kuliah di Fakultas

Psikologi UI selalu tertarik dengan

perkembangan sumber daya manusia

Indonesia. Ia memiliki pengalaman lebih

dari 30 tahun di bidang pengembangan

sumber daya manusia di berbagai

perusahaan dan mayoritas adalah

perusahaan kelas dunia seperti International Business Machines

(IBM), Makro Retail, General Electric (GE), Permata Bank,

Standard Chartered Bank, Bakrie Group dan sekarang di PT

Intraco Penta TBK. Saat ini, Effendi menjadi Direktur & Chief

Human Energy Officer (CHEO) di PT Intraco Penta Tbk, dengan

misi yang jelas, melaksanakan transformasi besar besaran sejak

pertengahan 2014, sampai sekarang. Ia dipercaya untuk

mengordinasikan transformasi INTA dari Heavy Equipment Total

Solutions company, menjadi Infrastructure Enterprise. Beberapa

bidang keahlian Effendi adalah: Manajemen Pengembangan

Talenta, Pengembangan Kepemimpinan, Employee

Engagement, Reward System Development, Tata Kelola

Korporasi yang baik dan juga Employee & Industrial Relations.

Effendi lulus dari Psikolog bidang Industri & Organisasi,

Universitas Indonesia dan Pasca Sarjana Magister Management

& Master of Business Administration dari IPMI International

Business School, 2014. Saat ini juga menjadi pengajar di IPMI

untuk kelas Executive MBA, dalam mata kuliah “Knowledge-

based Economy” (KBE). Untuk terhubung dengan Effendi silakan

kontak [email protected]; effendi.ibnoe@intracopenta

.com ; Mobile: +6281514515035.

Page 308: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

294

Dra. Eka Shinta, M.M., Psikolog,

adalah seorang praktisi SDM yang

menimba pengalaman sebagai

Manager HR di perusahaan dengan

berbagai bidang industry. Saat ini Eka

berperan sebagai Change Lead dalam

suatu project transformasi di group

perusahaan Danone, MNC yang

bergerak di bidang Consumer Goods.

Lulusan Fakultas Psikologi UI dan Magister Management dari

STM-PPM memulai karir di sebuah perusahaan Operator

Telekomunikasi sebagai Recruitment Supervisor, kemudian

menjadi HR Manager di PT Bluescope Steel Indonesia,

Recruitment & Compensation Benefit di PT Perfetti van Melle

sebelum bergabung dengan PT Nutricia Indonesia (Danone

group) di tahun 2010. Pengalamannya menjalani peran di

berbagai fungsi HR mulai dari fungsi specialist hingga peran

generalist membuatnya dipercaya sebagai Change Lead untuk

mengelola manajemen perubahan dari salah satu proyek

tranformasi besar diperusahaan tempat bekerja saat ini. Untuk

menambah wawasan bisnis, Eka bergabung dengan asosiasi HR

industri terkait maupun profesi seperti: HR FMCG forum, IOC

dan PMSM. Di luar kesibukan pekerjaannya, Eka meluangkan

waktu untuk melakukan perjalanan petualangan secara periodik

di dalam maupun luar negeri, Ia menyukai eksplorasi alam

terbuka ataupun mengenal budaya setempat. Eka senang

menyebut dirinya “travel planner” merencanakan wisata

petualang dengan biaya ekonomis. Untuk terhubung dengan Eka

silakan kontak melalui [email protected] dan

[email protected].

Page 309: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

295

Fajar Wibisono, S.Psi, S.E., saat ini

banyak berkecimpung dalam

transformasi organisasi dan people

development dan bekerja sebagai

Senior Bussiness Consultant di

HUMANISGroup. Ia berpengalaman

kerja sebagai HR di ASTRA Group

dengan penugasan di Riau, Kaltim, dan

jakarta. Lulusan Fakultas Psikologi UI

dan Ilmu Manajemen FEUI ini banyak menggunakan pendekatan

eclectic dalam berbagai penugasan konsultasi maupun

pengembangan SDM. Fajar menjadi pengajar mata kuliah

entrepreneurship dan manajemen SDM selama 3 tahun di

Program Pasca Sarjana Universitas Mercu Buana. Sebagai

pembelajar sejati, Fajar mempelajari masalah investasi dan

perencanaan keuangan secara otodidak melalui pengalaman

berbisnis, buku-buku, kursus, maupun forum dunia maya untuk.

Ia aktif sebagai investor logam mulia sejak tahun 1999, juga

obligasi, sukuk, dan reksadana. Enam tahun terakhir Fajar

memperdalam portofolio pada properti dan saham dengan

pendekatan sebagai value investor. Saat ini ia aktif berbisnis on-

line dengan brand koenokini@instagram, yang berfokus pada

transformasi barang-barang yang sudah dibuang atau tidak

digunakan supaya dapat menjadi berguna dan bernilai ekonomis

kembali melalui upcycle maupun recycle yang sejalan dengan

upaya green life style. Untuk terhubung dengan Fajar silakan

kontak [email protected].

Page 310: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

296

Dra. Ferlita Sari, M.Si,

Psikolog, ACC, adalah lulusan

Fakultas Psikologi Universitas

Indonesia. Saat ini Ferlita berprofesi

sebagai Coach, Trainer dan Senior

Konsultan di bidang sumber daya

manusia. Selain memiliki sertifikasi

sebagai coach dari International Coach

Federation, Ferlita juga memiliki

sertifikasi sebagai Instruktur Utama dari Badan Nasional

Sertifikasi Profesi (BNSP) Indonesia. Di bidang pelatihan, Ferlita

memberikan materi yang terkait dengan Leadership, Self-

Development, dan Communication, juga materi tentang

peningkatan keterampilan praktisi SDM seperti Targeted

Selection Interview, Dimension Analysis Workshop, Training for

Assessor, Coaching and Counseling, dan Value Internalization.

Sebagai Assosiate Senior Konsultan di PT Daya Dimensi

Indonesia, saat ini ia lebih banyak mengembangkan disain dan

tools untuk pengembangan Assessment Center. Ferlita adalah

salah satu pendiri Kubik Coaching, yang merupakan ‘adik

kandung’ dari Kubik Training. Bersama rekan-rekannya di Kubik

Coaching, Ferlita menulis buku Corporate Heroes – Panduan

Melejitkan Kinerja Tim Melalui Kekuatan Coaching (2015) dan

bersama dengan para coach dari Vanaya Institute ia menulis

buku 33 Inspirasi Coaching untuk Indonesia (2015). Untuk

terhubung dengan Ferlita silakan kontak

[email protected]

Page 311: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

297

Handriatno Waseso, S.Psi, biasa

disapa dengan Andry telah memiliki

lebih dari 15 tahun pengalaman yang

luas sebagai fasilitator pembelajaran,

trainer untuk soft skill (berfokus pada

kepemimpinan, membangun tim,

efektivitas pribadi, dan manajemen

stres) dan hard skill (berfokus pada

manajemen proyek, perencanaan strategis, dan tanggung jawab

sosial [CSR] perusahaan). Saat ini Andry tergabung di sebuah

perusahaan konsultan program pembangunan bernama

SOLIDARITAS (www.solidaritas.com) sebagai senior associate

consultant yang fokus pada proyek-proyek fasilitasi

pengembangan organisasi pembangunan nasional maupun

internasional yang beroperasi di Indonesia. Andry pernah

melayani berbagai jenis organisasi seperti Indomobil, Telkomsel,

IKEA, Gramedia Group, Universitas Indonesia, Bakrie School of

Management, Universitas Atmajaya, Pemkab, Pemprov dan

Kementerian, UNDP, UNICEF, ICMC , Save the Children, PLAN

Internasional , Provisi Education, Coca Cola Foundation, dan

masih banyak lagi yang lainnya. Andry juga adalah pengamat

sosial yang aktif di twitter. Serial twit-nya nya selalu diupayakan

memberikan sudut pandang baru bagi para followernya tentang

permasalahan sosial di Indonesia. Andry dapat dihubungi di

[email protected].

Page 312: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

298

Irwan Dewanto, S.Psi, M.Si, adalah

seorang praktisi SDM yang saat ini

menjabat sebagai HR Director for SC &

Head of IR di PT Unilever Indonesia Tbk.

Lulusan Fakultas Psikologi UGM dan

Magister Psikologi Terapan UI ini melalui

5 tahun pertama dalam karirnya di PT

Astra Otoparts Tbk sebelum kemudian pada tahun 2008 pindah

ke PT Unilever Indonesia Tbk sebagai HRBP Manager for SC di

site Cikarang. Sebelum bertugas di posisi saat ini Irwan juga

sempat menjadi Senior HRBP Manager untuk bagian CD/Sales di

PT Unilever Indonesia Tbk. Beberapa penghargaan pernah

diterimanya selama berkarir di Unilever seperti Chairman Special

Award 2012, Unilever Compass Award 2013, CD VP Award 2014

dan HR VP Award 2015. Selain aktif di IOC dan Apindo Training

Center, Irwan juga aktif di Pengurus Pusat Kadin sebagai Wakil

Komisi Tetap Bidang Pelatihan Tenaga Kerja. Di waktu luang nya,

Irwan juga aktif di komunitas Jakarta Downhill Community,

Honda Big Bike Indonesia, dan MB W205 Community. Untuk

terhubung dengan Irwan silakan kontak melalui

[email protected] dan [email protected]

Page 313: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

299

Drs. Isdar Andre Marwan,

Psikolog, bergabung dengan

Manulife Indonesia di tahun 2015

sebagai Chief Human Resources

Officer. Selain bertanggung jawab

untuk mengelola dan mengawasi

seluruh aspek Human Resources (HR)

di Manulife Indonesia, Ia juga

merupakan bagian dari tim kepemimpinan HR Asia dan

melakukan kolaborasi erat dengan seluruh bisnis dan fungsi

Manulife Indonesia untuk memastikan people agenda

perusahaan mendukung tercapainya target dan strategi

bisnis perusahaan.

Isdar memiliki pengalaman yang sangat kuat sebagai

praktisi HR yang profesional dengan rekam jejak yang sangat

baik. Sebelum di Manulife Indonesia, ia juga pernah

memegang beberapa jabatan kepemimpinan selama hampir

9 tahun di Bank HSBC, salah satu bank multinasional

terkemuka di Indonesia. Saat itu dia menjabat sebagai Senior

Vice President HR, Head of Generalist, ia bertanggung jawab

untuk memimpin seluruh tim Human Resources Business

Partner (HRBP) di seluruh bisnis dan departemen di dalam

bank.

Psikolog lulusan Fakultas Psikologi Universitas

Indonesia ini, juga telah menerima beberapa penghargaan

bergengsi seperti HR Asia Pacific Awards di tahun 2013 dan

HR Asia Awards di tahun 2016. Saat ini ia aktif di HR Forum

Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia dan Industrial &

Organizational Psychology Club. Untuk terhubung dengan

Isdar silakan kontak di [email protected]

Page 314: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

300

Drs. Joris de Fretes, Psikolog, lulus

dari Fakultas Psikologi UI tahun 1978.

Memulai karir di bidang Manajemen

SDM di PT Pupuk Kalimantan Timur

(Persero), pabrik pupuk urea dan

amonia terbesar di dunia ketika itu,

pada tahun 1979 sebagai staf

rekrutmen. Kemudian ia bekerja di beberapa perusahaan

seperti, Dharma Niaga (persero), Indofood Sukses Makmur,

Gobel Dharma Nusantara, Metrodata Electronics, XL Axiata dan

terakhir di Huawei Services. Sebagian pengalaman Joris adalah

membangun manajemen SDM sejak awal dan sebagian lagi

melakukan berbagai perubahan yang mendasar. Joris yang

pernah mendapat kepercayaan menduduki posisi HR Director di

XL Axiata dan Huawei Services, pada tahun 2015 memutuskan

untuk Purna tugas. Kegiatannya saat ini diisi dengan berbagai

acara reuni atau travelling. Selain itu, membaca buku dan

menonton film merupakan pilihannya untuk mengisi waktu.

Membantu beberapa teman yang membutuhkan penataan

manajemen SDM dan berbagi ilmu dan pengalaman dalam

seminar merupakan kegiatan yangdilakukannya untuk tetap

kontak dengan komunitas praktisi SDM dan tentunya hal ini

mendatangkan kepuasan tersendiri bagi Joris. Untuk terhubung

dengan Joris silakan kontak [email protected]

Page 315: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

301

Maharsi Anindyajati, S.Psi, M.Si,

akrab disapa Nina, adalah trainer,

konsultan, dan asesor di bidang

manajemen SDM di PPM Manajemen

Jakarta. Pengalamannya sebagai HR

Manager telah menumbuhkan

ketertarikannya terhadap pengelolaan

Generasi Y. Nina seringkali menjadi pembicara pada beberapa

seminar mengenai Generasi Y, seperti 6th Human Capital

National Conference: Gen Y, The Millenials dan seminar bertajuk

Gen Y: Be Friend or Be Behind? Ia pun pernah memberikan

pelatihan mengenai pengelolaan Generasi Y bagi para pimpinan

di berbagai perusahaan. Selain itu, ia juga pernah

mempresentasikan paparannya mengenai asesmen kompetensi

yang didisain khusus untuk para milenial di Assessment Center

International Congress, di Florida, USA. Nina menyelesaikan

pendidikan sarjana dan magister profesi dari Fakultas Psikologi

Universitas Indonesia. Saat ini, ia adalah kandidat doktor di

bidang Psikologi, Universitas Padjadjaran. Untuk terhubung

dengan Maharsi Anindyajati dapat melalui kontak:

[email protected]

Page 316: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

302

Dra. Maya Sita Darlina, M.Si,

Psikolog, adalah alumni dari

Fakultas Psikologi Universitas

Indonesia yang secara konsisten

mendalami pendidikan di bidang

Psikologi, utamanya Psikologi

Industri dan Organisasi. Bagi Maya

hidupnya semakin bermakna ketika

ia dapat berkontribusi bagi lingkungan sekitar dimanapun ia

berada. Untuk itu pilihannya dalam menekuni pekerjaan di

bidang Pengelolaan Human Capital telah mendukung passionnya

untuk dapat berperan bagi orang lain agar mereka menjadi lebih

baik dari hari ke hari dan tentunya akan mendukung

perkembangan organisasi yang digelutinya. Saat ini Maya Sita

berprofesi sebagai Praktisi Pengelola Human Capital. Berbagai

perubahan dalam cakupan proses Pengelolaan Human Capital

telah diciptakan dan diimplementasikannya untuk mendukung

pengembangan diri karyawan dan organisasi guna mencapai

tujuannya. Dalam rangka mendukung pembaharuan dan

pendalaman kompetensinya, Maya Sita kerap mengikuti

berbagai kegiatan sertifikasi antara lain Employee Engagement

Spesialist, Compensation and Benefit Specialist, Assessor

Profiling, dan lain-lain. Selain itu, keikutsertaannya di berbagai

kegiatan sosial dengan berbagi ilmu psikologi maupun ilmu

praktis SDM lainnya yang dimiliki telah turut menyeimbangkan

hidupnya. Silahkan kontak di [email protected]

untuk terhubung dengan Maya Sita.

Page 317: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

303

Dra. Mira Anggraini, M.M., lulus

dari Jurusan Statisika Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Alam (FMIPA) Universitas Padjadjaran,

tahun 1994 dan memulai karirnya di PT

Askes sejak tahun 1996. Di tahun 1997

ia mengambil program Magister

Manajemen Program Studi Manajemen Aktuaria, Fakultas

Ekonomi Universitas Indonesia. Karirnya di PT Askes terus

menanjak. Ia pernah dipercaya untuk memimpin Bidang

Pengembangan Produk & Aktuaria dan Bidang Pengembangan

Operasional. Saat PT Askes bertransformasi menjadi BPJS

Kesehatan, Mira dipercaya menjadi Ketua Project Management

Office dan Kepala Grup Manajemen Perubahan BPJS Kesehatan,

Kantor Pusat. Pada tahun 2014 Mira memulai studi doktoralnya

di Program Pascasarjana Ilmu Manajemen, Program Studi

Manajemen Stratejik, Fakultas Ekonomi & Bisnis (FEB)

Universitas Indonesia, Depok. Di tahun yang sama, ia juga

diangkat sebagai Kepala Divisi Regional XIII BPJS Kesehatan,

Serang. Saat ini Mira menjabat sebagai Direktur Umum dan SDM

BPJS Kesehatan.

Page 318: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

304

Ir. Naufal Mahfudz, M.M., saat ini menjabat sebagai

Direktur Umum dan SDM, BPJS

Ketenagakerjaan, sejak Februari

2016. Dunia pengembangan

SDM nampaknya bukan bidang

yang baru bagi Naufal. Sejak

tahun 1995, lulusan Fakultas

Sosial Ekonomi Perikanan IPB ini

sudah menekuni bidang pengembangan SDM dan

manajemen di PT Wijaya Karya. Posisi kunci sebagai

Direktur SDM di beberapa perusahaan pernah

dipercayakan kepadanya seperti Direktur SDM dan

Teknologi, Perum LKBN Antara, Direktur Keuangan dan

SDM PT IMQ Multimedia Utama, serta General Manager

of Human Resources, Sony Indonesia. Naufal

menyelesaikan pendidikan Pascasarjana nya di Sekolah

Tinggi Manajemen PPM, Jakarta tahun 1995. Ia saat ini

sedang melanjutkan studi program doktoralnya di Sekolah

Bisnis dan Manajemen IPB. Semangat Naufal untuk

memperkaya pengetahuannya juga terlihat dari berbagai

program sertifikasi yang diikutinya, diantaranya Certified

Assessor of Competency BNSP, Certified Human Capital

Auditor, Certified Pengetahuan Dasar di Bidang Dana

Pensiun, dan masih banyak lagi yang lainnya. Naufal juga

aktif menulis. Buku-buku karyanya yang telah diterbitkan

berjudul Kontroversi May Day dan Gerakan Buruh

Internasional (2013), Kiat Mengelola Mogok Kerja dan

Demo (2012), dan Excellent People Excellent Business,

Pemikiran Strategik Mengenai Human Capital Indonesia

(2007). Untuk terhubung dengan Naufal, silakan kontak

[email protected]

Page 319: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

305

Niken Ardiyanti, M.Psi,

Psikolog, adalah lulus pada tahun

2001 dari Universitas Indonesia.

Pada tahun 2006 ia juga

melanjutkan studi di Magister

Profesi Psikolog Fakultas Psikologi

UI. Niken memulai karirnya sebagai

konsultan di Lembaga Manajemen FEUI sejak tahun 2004 hingga

saat ini. Ia memiliki sertifikasi sebagai asesor dari Saville

Holdsworth Limited Indonesia – SHL Indonesia (2002) dan dari

Asesmen Center PT. Bank BNI (Tbk) ( 2002). Saat ini Niken aktif

sebagai Staf Fungsional Peneliti bidang konsentrasi SDM di LMUI

dengan pangkat Senior Peneliti. Selain itu ia juga dipercaya

sebagai Staf Pengajar di Departemen Manajemen FEB UI baik

pada Program Studi (Prodi) Magister Manajemen (MMUI), S1

Reguler maupun S1 Internasional dan S1 Ekstension. Niken aktif

menulis pada Majalah Usahawan Indonesia (LMUI), Rubrik

Kompasiana Koran Tempo dan media cetak nasional lainnya

sejak tahun 2002. Saat ini ia sudah menulis buku yang berjudul

Menuju Pribadi Remaja yang Mandiri (Rakasta Samasta, Jakarta,

2003) dan Peran Penting Konsep Diri dalam Membentuk Track

Record (Salemba Humanika, Jakarta, 2016). Silakan kunjungi

website http://www.nikenardiyanti.com.

Page 320: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

306

Ir. PM Susbandono, M.Si,

awalnya tidak bergelut di bidang

sumber daya manusia, tetapi

kemudian ia mempunyai passion yang

dalam di bidang ini. Awal kariernya

dihabiskan di bidang yang lebih “hard”,

seperti SCM, SHE, Operation-Support

dan Produksi, namun akhirnya berlabuh di ranah yang ternyata

lebih dia cintai, yaitu SDM. Lulus dari jurusan Teknik Industri ITB,

bekerja di sebuah perusahaan minyak Amerika dan sempat

ditugaskan di lapangan Riau dan Sumetera Selatan. Setelah

menamatkan S2 di bidang Psikologi SDM, kemudian PM beralih

pengabdian di bidang SDM sampai saat ini. Bidang yang diminati

lainnya adalah menulis. PM menerbitkan 3 buku berisi kumpulan

esai ringan, berjudul : “Anjing Hachiko dan Hilangnya

Kemanusiaan Kita”, “Profesor mBilung dan Godaan

Kepemimpinan”, dan “Mendidik dengan Hati”. PM menjadi

pembicara di berbagai seminar dan pelatihan dalam mau pun

luar negeri, serta dosen tamu di beberapa universitas. Untuk

terhubung dengan PM Susbandono silakan kontak

[email protected]

Page 321: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

307

Dra. Ripy R.H. Mangkoesoebroto,

M.Sc, Psikolog, saat ini menjabat

sebagai Chief Human Resources Officer

(CHRO) sejak bergabung dengan Indosat

Ooredoo pada bulan November 2012.

Sebagai CHRO Ripy menangani sumber

daya manusia dan Corporate

Communications. Saat ini Ripy juga menjabat sebagai Presiden

Komisaris IM2. Ia memiliki lebih dari 20 tahun pengalaman kerja

dalam bidang SDM pada perusahaan-perusahaan consumer

goods, farmasi, dan konsultan nasional dan multinasional.

Sebelum bergabung dengan Indosat Ooredoo, Ripy adalah Chief

Human Resources pada AXA Indonesia, bagian dari AXA Group,

salah satu group perusahaan asuransi terbesar di dunia.

Sebelumnya ia menjabat sebagai Direktur SDM pada MSD

Group, yang dimiliki oleh Merck & Co, perusahaan farmasi

terbesar kedua di dunia. Ripy lulus dari fakultas psikologi

Universitas Indonesia, dan meraih gelar MsC. dalam bidang

Education and Training System Design dari University of Twente

di Belanda.Untuk terhubung dengan Ripy silakan kontak

[email protected].

Page 322: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

308

Dr. Rostiana, M.Psi, Psikolog,

adalah seorang akademisi psikologi yang

sekaligus berprofesi sebagai praktisi.

Minatnya pada bidang pengembangan

manusia dan organisasi ia jalani melalui

sinkronisasi hasil riset dengan terapan

lapangan. Pendekatan sinkronisasi

ternyata dapat memberikan nuansa yang lebih kaya baik

terhadap bidang pendidikan psikologi maupun bagi para

pengguna jasa di berbagai perusahaan. Secara khusus Rostiana

melakukan riset di bidang Positive Organizational Behavior,

termasuk di dalamnya wellbeing & engagement yang kemudian

dikemas dalam berbagai materi talent management. Secara

khusus ia juga mengembangkan pengukuran kinerja yang

komprehensif mencakup berbagai aspek yang selama ini lepas

dari pengamatan manajemen SDM. Rostiana dapat dikontak

melalui email: [email protected] atau

[email protected].

Page 323: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

309

Sandy Kartasasmita, M.Psi,

Psikoterapis, Psikolog, adalah

seorang pendidik yang juga terjun ke

bidang bisnis. Selain menyandang

gelar Psikolog, gelar Psikoterapis pun

dimiliki olehnya dalam bidang

kekhususan Cognitive Behavior

Therapy (CBT). Disamping itu,

beberapa sertifikasi lain juga dimiliki

oleh Past President Asian Psychological Association (APsyA),

seperti Certified Neuro Linguistic Programming (NLP), certified

Emotion Freedom Technique (EFT), certified Hipnotherapi,

certified Ego State Therapy, Certified Identity Compass, Certified

Behavior Analyst (CBA), Certified Master Handwritting Analyst

(CMHA) dan juga Certifed Logosynthesis Practitioner. Beberapa

penelitian yang ia lakukan telah dipublikasikan di berbagai

kongres ilmiah skala Nasional maupun Internasional. Sandy juga

merupakan ketua Alumni Fakultas Psikologi Universitas

Tarumanagara dan pernah menjadi Wakil Dekan Bidang

Akademik periode 2010 - 2014. Sandy mendirikan PT. Meta

Morphosa Utama, satu perusahaan yang memberikan layanan

psikologis khususnya dalam bidang konseling, tes bakat dan

minat, tes kepribadian, tes inteligensi, penerimaan pegawai

penyelenggara dan menyelenggarakan public seminar/

workshop Adapun berbagai training yang diberikan oleh Sandy

antara lain NLP for better life, Coaching and Counseling,

Forgiveness Therapy, Logosynthesis Basic Practitioner dan masih

banyak yang lainnya. Untuk terhubung dengan Sandy, silakan

kontak [email protected]

Page 324: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

310

Sulistijono, S.Psi, M.Si, seorang

praktisi pengembangan sumber daya

manusia di industry telekomunikasi

dan memiliki ketertarikan dalam

bidang learning development, training.

Saat ini ia tengah berkecimpung dalam

proyek penyiapan program

pengembangan SDM pada organisasi

yang tengah melakukan transformasi dari telco company

menjadi digital telco company. Dengan latar belakangnya

sebagai Sarjana Psikologi maupun Magister Psikologi dibidang

Psikologi Sumber Daya Manusia dari Fakultas Psikologi

Universitas Indonesia, hal ini membantunya dalam menjalankan

perannya di bidang pelatihan, pembelajaran dan pengembangan

SDM. Untuk terhubung dengan Sulistijono silakan kontak

[email protected]

Page 325: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

311

Dra. Tuti Indrawati, M.Si,

Psikolog, telah memiliki pengalaman

lebih dari 30 tahun dalam bidang

konsultansi sumber daya manusia. Ia

bergabung sejak tahun 1985 di Iradat

Konsultan memberikan pengalaman

yang luas dalam memberikan pelayanan

konsultansi meliputi bidang pelatihan dan pengembangan,

seleksi, asesmen, manajemen perubahan, coaching dan

counseling. Tuti memiliki berbagai lisensi antara lain: MBTI

(1994), Personal Analysis (1997), and Emotional Intelligence 6

Seconds USA (2002), Talent Management (Ateneo de Manila

University 2015). Ia menangani berbagai permasalahan di

organisasi dengan latar belakang yang cukup bervariasi seperti

industri telekomunikasi, consumer goods, konstruksi, migas,

lembaga keuangan perbankan dan non-perbankan, berbagai

kementerian dan lembaga pemerintah. dsb. Untuk terhubung

dengan Tuti silakan kontak [email protected]

Page 326: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

312

Dr. Wustari L. H. Mangundjaya,

M.Org.Psy,S.E.,Psikolog atau biasa

disapa dengan Iwus adalah Doktor

dalam bidang Psikologi Industri dan

Organisasi dari Universitas Indonesia,

dengan fokusnya dalam bidang

Perubahan Organisasi. Saat ini ia

adalah pengajar di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, pada

Bidang Studi Psikologi Industri & Organisasi, sekaligus juga

sebagai Konsultan Manajemen SDM dan Pengembangan

Organisasi di PT Performa Swasthacita. Ia menempuh

pendidikan S1 dan Psikolog dari Fakultas Psikologi Universitas

Indonesia, Sarjana Ekonomi dari Fakultas Ekonomi Jurusan

Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia,

serta Master of Organizational Psyhology dari University of

Queensland, Brisbane, Australia. Selain itu ia memiliki Diploma

Strategic Human Resources Management dari University of

Ateneo de Manila, Filipina. Tulisannya terdapat di berbagai

Jurnal Nasional dan Internasional. Selain itu, ia juga menerbitkan

buku, antara lain: Organisasi: Struktur, Desain dan Proses;

Pelatihan dan Pengembangan Human Capital, Managing

Diversity, dan Psikologi dalam Perubahan Organisasi. Untuk

menghubungi silakan mengontak ke [email protected].

Page 327: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

313

Dra. Yodi Donatrin MPsi,

Psikolog, adalah lulusan Fakultas

Psikologi Universitas Indonesia.

Tahun 2000, Yodi mendalami bidang

Pengelolaan SDM terapan di

Fakultas Psikologi Universitas

Indonesia. Yodi berpengalaman

sebagai pimpinan SDM di industri

global dan lokal, serta berpengalaman lebih dari 25 tahun

sebagai direktur SDM antara lain Tetra Pak Indonesia, Ace

Insurance dan Rumah Sakit Pondok Indah Group. Saat ini Yodi

berprofesi sebagai Direktur & Founder of Yodid Consultant dan

Former Director of Human Resources di berbagai industri, untuk

Pengembangan SDM, proyek Merger dan Akuisisi, serta proyek

transformasi organisasi dan pengembangan pengelolaan SDM ke

arah Good Corporate Governance. Sebagai psikolog, Yodi

memiliki sertifikasi test psikologi seperti PRISM, DISC, OPQ dan

Prediktif Indeks. Selain itu Yodi aktif pada komunitas SDM,

SHRM, PMSM Indonesia, HC4US, One HR Indonesia, dan KPHRI.

Ia juga memberikan pengajaran dalam program SDM, salah

satunya adalah program HCDP dari IHRA yang berafiliasi dengan

Universitas Padjadjaran. Untuk terhubung dengan Yodi silakan

kontak [email protected]

Page 328: BUNGA RAMPAI PSIKOLOGI DALAM MANAJEMEN SDM DAN

314

Dr. Yunus Triyonggo, memiliki

minat untuk mengembangkan

sumber daya manusia sejak ia

bekerja di salah satu perusahaan

multi nasional tahun 1990.

Mengawali karir sebagai

Management Trainee HR hingga

posisi puncak sebagai Head of HR telah dijalaninya di perusahaan

multi nasional dan perusahaan lokal hingga kini. Pada awal 2016

menamatkan studi doktoral di Sekolah Bisnis Institut Pertanian

Bogor sebagai lulusan tercepat dengan nilai terbaik dengan

menghasilkan Model Pengembangan Kompetensi Praktisi

Manajemen Sumber Daya Manusia di Indonesia. Aktif sebagai

Tim Perumus Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia

(SKKNI) bidang Manajemen SDM dan sekarang memimpin

Lembaga Diklat Profesi Manajemen SDM. Beliau menulis buku

yang berjudul Standar Kompetensi Praktisi MSDM di Indonesia,

yang dijadikan pedoman dalam penyusunan modul pelatihan

berbasis kompetensi dalam program peningkatan kompetensi

praktisi MSDM di seluruh Indonesia. Saat ini ia menjadi anggota

Dewan Pakar Perhimpunan Manajemen Sumber Daya Manusia

(PMSM) Indonesia, dan juga sebagai Pendiri Lembaga Sertifikasi

Profesi Manajemen Sumber Daya Manusia. Untuk terhubung

dengan Yunus silakan kontak [email protected].