126
Diterbitkan Oleh: Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan Republik Indonesia Jl. Budi Utomo No. 6 Jakarta Pusat Telepon (021)3449230 Pesawat 5500, 384068 Faksimili (021) 3864776 Selain tersedia dalam bentuk cetakan, Buku Bunga Rampai Panduan Teknis Akuntansi Pemerintah Pusat ini juga dapat diakses melalui www.perbendaharaan.go.id . Kritik dan saran untuk perbaikan kualitas publikasi sangat kami harapkan.

Bunga Rampai Panduan Teknis App

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Bunga Rampai Panduan Teknis App

Citation preview

Page 1: Bunga Rampai Panduan Teknis App

Diterbitkan Oleh:

Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan

Direktorat Jenderal Perbendaharaan

Kementerian Keuangan Republik Indonesia

Jl. Budi Utomo No. 6 Jakarta Pusat

Telepon (021)3449230 Pesawat 5500, 384068

Faksimili (021) 3864776

Selain tersedia dalam bentuk cetakan, Buku Bunga Rampai

Panduan Teknis Akuntansi Pemerintah Pusat ini juga dapat

diakses melalui www.perbendaharaan.go.id. Kritik dan saran

untuk perbaikan kualitas publikasi sangat kami harapkan.

Page 2: Bunga Rampai Panduan Teknis App

KATA PENGANTAR

uji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan

perkenanNYA-lah penyusunan buku Bunga Rampai Panduan Teknis Akuntansi

Pemerintah Pusat ini dapat diselesaikan. Buku Bunga Rampai Panduan Teknis Akuntansi

Pemerintah Pusat ini menyajikan berbagai isu teknis terkini yang relevan dengan dinamika

akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah yang dipandang perlu untuk dapat

dipahami oleh semua pelaku keuangan negara.

Panduan Teknis Akuntansi Pemerintah Pusat sebagai salah satu media informasi

akuntansi dan pelaporan keuangan yang terbit secara berkala pada setiap semester, sejauh

ini dapat memberikan pedoman praktis dan aplikatif atas pelaksanaan standar dan sistem

akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah pusat bagi para pelaku di bidang akuntansi

dan pelaporan keuangan. Dengan meningkatnya pemahaman para pelaku akuntansi terkait

dengan perkembangan sistem dan prosedur akuntansi, diharapkan akan meningkatkan

kualitas pelaporan keuangan pemerintah.

Buku Bunga Rampai Panduan Teknis Akuntansi Pemerintah Pusat ini berisi artikel-

artikel yang pernah dimuat pada Panduan Teknis Akuntansi Pemerintah Pusat edisi 1 sampai

dengan 12. Pemilihan artikel pada buku Bunga Rampai Panduan Teknis Akuntansi

Pemerintah Pusat didasarkan pada pertimbangan bahwa materi/permasalahan yang

dibahas masih up to date dan relatif sering dihadapi dalam pelaksanaan anggaran maupun

penyusunan laporan keuangan.

Kami berharap, Buku Bunga Rampai Panduan Teknis Akuntansi Pemerintah Pusat ini

dapat dipergunakan sebagai literatur dalam teknis pengelolaan keuangan negara dan dapat

bermanfaat serta menjadi inspirasi bagi pengembangan akuntansi dan pelaporan keuangan

pemerintah dan aspek pengelolaan keuangan negara lainnya.

Direktur Akuntansi dan Pelaporan Keuangan

Yuniar Yanuar Rasyid

P

Page 3: Bunga Rampai Panduan Teknis App

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

LAPORAN KEUANGAN

1. NERACA AWAL KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA………………………………………………….

2. PENYAJIAN HASIL KAJIAN/PENELITIAN DALAM LAPORAN KEUANGAN…………………….

3. KETERKAITAN LAPORAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM DENGAN LAPORAN

KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT………………………………………………………………………………

2

4

6

ASET

1. UNIT AKUNTANSI PENGGUNA BARANG DAN PELAPORAN BARANG MILIK NEGARA

(BMN)……………………………………………………………………………………………………………………….

2. ASET TETAP SEBELUM DISESUAIKAN: APA DAN BAGAIMANA………………………………….

3. AKUNTABILITAS PENGELOLAAN ASET DEKONSENTRASI/TUGAS PEMBANTUAN……

4. PERLAKUAN AKUNTANSI TERHADAP ASET TETAP RENOVASI....................................

5. PENGERTIAN REHABILITASI, RENOVASI DAN RESTORASI DALAM KAPITALISASI ASET

TETAP............................................................................................................................

16

18

21

27

35

AKRUAL

1. BASIS AKRUAL: SUATU PENGANTAR…………………………………………………………………………

2. LAPORAN OPERASIONAL: SUATU PENGANTAR………………………………………………………..

3. PENYAJIAN INFORMASI AKRUAL PADA LAPORAN KEUANGAN………………………………..

38

46

54

LAIN-LAIN

1. KAS DI BENDAHARA PENGELUARAN………………………………………………………………………….

2. PROSEDUR AKUNTANSI UNTUK SATUAN KERJA LIKUIDASI........................................

3. AKUNTANSI PERSEKOT/PANJAR GAJI DAN HAL-HAL YANG BELUM SELESAI…………..

4. AKUNTANSI PENYISIHAN PIUTANG TAK TERTAGIH PADA KEMENTERIAN

NEGARA/LEMBAGA…………………………………………………………………………………………………..

5. PENGESAHAN PENERIMAAN HIBAH LANGSUNG BENTUK UANG……………………………

69

73

76

85

105

Page 4: Bunga Rampai Panduan Teknis App

Laporan Keuangan

Page 5: Bunga Rampai Panduan Teknis App

NERACA AWAL KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA

Oleh: Redaktur Pelaksana

(Dimuat pada Panduan Teknis APP Edisi 1 Tahun 2007)

Hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun

2006 menyebutkan bahwa Pemerintah belum menetapkan neraca awal yang mengakibatkan BPK tidak dapat

meyakini kewajaran angka awal dalam LKPP menjadi kontroversi di kalangan penyelenggara pemerintahan. Hal ini

mengakibatkan isu penyesuaian nilai aset di kementerian negara/lembaga menjadi topik pembicaraan yang hangat

belakangan ini.

Pada dasarnya neraca awal pemerintah telah ditetapkan dalam UU No. 22 tahun 2006. Dengan demikian,

keinginan BPK agar kementerian negara/lembaga menyesuaikan nilai yang tersaji dalam neraca sesuai dengan nilai

yang berlaku/wajar tidak lagi relevan. Apabila penyesuaian nilai ini dilakukan oleh kementerian negara/lembaga,

maka akan berakibat pada berubahnya saldo awal dari neraca di masing-masing kementerian negara/lembaga,

sementara

jika tidak diubah, akan terdapat keraguan di pihak kementerian negara/lembaga dikarenakan otoritas

pemeriksa BPK atas hal ini. Menghadapi permasalahan neraca awal ini, setiap kementerian negara/lembaga

diharapkan memiliki pemahaman konseptual sehingga dapat memberikan tanggapan atau jawaban yang memadai

atas temuan BPK.

Sebelum lahirnya paket Undang-Undang di bidang Keuangan Negara, pertanggungjawaban Pemerintah

dalam pelaksanaan APBN berupa Perhitungan Anggaran Negara (PAN) disusun berdasarkan gabungan seluruh

Perhitungan Anggaran kementerian negara/lembaga. Perhitungan Anggaran Negara ini telah berlangsung mulai

tahun 1971 sampai yang terakhir pada tahun 2003. Dengan berlakunya Undang-undang di bidang Keuangan Negara

maka pertanggungjawaban Pemerintah dalam pelaksanaan APBN mulai tahun 2004 berbentuk Laporan Keuangan

Pemerintah Pusat (LKPP) yang disusun berdasarkan gabungan seluruh Laporan Keuangan Kementerian

Negara/Lembaga. Hal ini sesuai dengan pasal 9 Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan

Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah yang menyatakan bahwa Menteri Keuangan menyusun LKPP untuk

memenuhi pertanggungjawaban pelaksanaan APBN, yang disusun berdasarkan Laporan Keuangan Kementerian

Negara/Lembaga. Sejak tahun 2004, Pemerintah telah menghasilkan tiga LKPP yang telah diperiksa oleh BPK dengan

hasil BPK “tidak dapat memberikan opini/disclaimer”.

Mencermati lebih lanjut Undang-Undang No. 22 Tahun 2006 tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan

APBN Tahun 2004 tertanggal 29 Desember 2006, pasal 2 beserta penjelasannya dinyatakan bahwa

pertanggungjawaban APBN berupa (i) Laporan Realisasi APBN T.A. 2004; (ii) Neraca Pemerintah Pusat per 31

Desember 2004; (iii) Laporan Arus Kas TA 2004; dan (iv) Catatan atas laporan Keuangan. Dalam undang-undang ini

disebutkan pula bahwa Neraca Pemerintah Pusat tersebut merupakan Neraca Awal Pemerintah Pusat per 31

Desember 2004 yang dapat disajikan sebagai perbandingan dalam laporan keuangan periode berikutnya yang

disusun berdasarkan gabungan Neraca seluruh kementerian negara/lembaga. Oleh karena itu, perubahan posisi

neraca awal Pemerintah Pusat haruslah mendapatkan persetujuan DPR karena hal tersebut telah menjadi ketetapan

politik antara pemerintah sebagai agen dan rakyat sebagai prinsipal.

Apabila ditinjau dari kondisi saat ini, Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga TA 2006 (audited)

yang telah mendapatkan opini dari BPK menjadi saldo awal aset tetap kementerian negara/lembaga per 1 Januari

2007. Untuk meneliti kebenaran saldo awal aset tetap tahun anggaran 2007, setiap kementerian negara/lembaga

harus melakukan inventarisasi Barang Milik Negara (BMN). Inventarisasi dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

keberadaan fisik dari BMN dimaksud, sedangkan dalam rangka penilaian BMN harus didasarkan pada ketentuan

sesuai PP No. 24/2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan termasuk Buletin Teknisnya. Hasil inventarisasi

BMN menjadi dasar bagi kementerian negara/lembaga untuk membuat Memo Penyesuaian/Koreksi yang

Page 6: Bunga Rampai Panduan Teknis App

selanjutnya akan dijadikan penetapan sebagai saldo awal aset tetap tahun anggaran 2007. Selanjutnya, kementerian

negara/lembaga dalam melakukan penilaian BMN tidak dibenarkan melakukan revaluasi BMN sebelum adanya surat

keputusan revaluasi dari Menteri Keuangan.

Sehubungan dengan itu, kementerian negara/lembaga harus menanggapi secara tegas saran BPK tentang hal

ini bahwa neraca awal kementerian negara/lembaga telah tersusun dan telah terkonsolidasikan dalam UU No. 22

tahun 2006. Untuk itu, kementerian negara/lembaga seyogyanya menuangkan pendapat tersebut ke dalam bentuk

jawaban atau penjelasan tentang tindak lanjut hasil pemeriksaan sesuai pasal 20 UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang

Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Inilah sebenarnya yang harus dilakukan oleh

kementerian Negara/lembaga dalam menanggapi keinginan BPK.

Page 7: Bunga Rampai Panduan Teknis App

PENYAJIAN HASIL KAJIAN/PENELITIAN DALAM LAPORAN KEUANGAN

Oleh: Syaiful

(Dimuat pada Panduan Teknis APP Edisi 3 Tahun 2008)

Dalam rangka penyusunan Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga Tahun 2007 terdapat banyak

pertanyaan dari beberapa Kementerian Negara/Lembaga tentang perlakuan atas Hasil Kajian/Penelitian yang

dihasilkan dari pelaksanaan kegiatan tahun anggaran 2007 serta penyajiannya dalam Laporan Keuangan

Kementerian Negara/Lembaga. Sehubungan dengan hal tersebut perlu diberikan penjelasan bahwa berdasarkan

ketentuan Standar Akuntansi Pemerintahan (Buletin Teknis Nomor 1) ditetapkan bahwa Hasil Kajian/Penelitian

merupakan bagian dari kelompok aset lainnya sub kelompok Aset Tak Berwujud.

Aset lainnya adalah aset pemerintah selain aset lancar, investasi jangka panjang, aset tetap dan dana

cadangan. Aset Lainnya antara lain terdiri dari:

1. Aset Tak Berwujud

2. Tagihan Penjualan Angsuran

3. Tuntutan Perbendaharaan/Tuntutan Ganti Rugi (TP/TGR)

4. Kemitraan dengan Pihak Ketiga

5. Aset Lain-lain

Aset Tak Berwujud

Aset tak berwujud adalah aset non keuangan yang dapat diidentifikasi dan tidak mempunyai wujud fisik serta

dimiliki untuk digunakan dalam menghasilkan barang atau jasa atau digunakan untuk tujuan lainnya termasuk hak

atas kekayaan intelektual. Aset tak berwujud meliputi:

1. Software komputer;

2. Lisensi dan franchise;

3. Hak cipta (copyright), paten, dan hak lainnya; dan

4. Hasil kajian/penelitian yang memberikan manfaat jangka panjang.

Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemegang paten kepada pihak lain berdasarkan perjanjian pemberian hak

untuk menikmati manfaat ekonomi dari suatu paten yang diberi perlindungan dalam jangka waktu dan syarat

tertentu.

Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak

ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor (penemu) atas hasil invention (temuan) di

bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri temuannya tersebut atau memberikan

persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya.

Hasil kajian/penelitian adalah suatu kajian atau penelitian yang memberikan manfaat ekonomis dan/atau sosial di

masa yang akan datang.

Hasil Kajian/Penelitian yang memberikan manfaat ekonomi dan/atau sosial dimasa yang akan datang yang dapat

diidentifikasi sebagai Aset merupakan kelompok Aset Tak Berwujud.

Hasil Kajian/Penelitian yang tidak dapat diidentifikasi sebagai aset dan tidak memberikan manfaat ekonomi

dan/atau sosial dimasa yang akan datang tidak dapat dikapitalisasi sebagai Aset Tak Berwujud.

Hasil Kajian/Penelitian yang diidentifikasikan dengan jelas akan memberikan manfaat ekonomi dan/atau

sosial di masa yang akan datang diperlakukan atau dibukukan sebagai Aset Tak Berwujud dan dilaporkan dalam

Neraca sebesar nilai belanja yang dikeluarkan. Selanjutnya terhadap Hasil Kajian/Penelitian yang tidak jelas

memberikan manfaat ekonomi dan/atau sosial di masa yang akan datang cukup diinformasikan pada Catatan atas

Laporan Keuangan, dan terhadap nilai belanja yang telah dikeluarkan tidak perlu dilaporkan sebagai Aset dalam

Page 8: Bunga Rampai Panduan Teknis App

Neraca.

Aset tak berwujud dinilai sebesar pengeluaran yang terjadi dengan SPM belanja modal non fisik yang

melekat pada aset tersebut. Dokumen sumber yang dapat digunakan untuk menentukan nilai aset tak berwujud

adalah SPM/SP2D untuk belanja modal non fisik (setelah dikurangi dengan biaya-biaya lain yang tidak dapat

dikapitalisasi).

Jurnal untuk mencatat saldo awal Aset Tak Berwujud adalah sebagai berikut:

Kode Akun Uraian Jumlah

xxxx Dr. Aset tak Berwujud XXXXXX

xxxx Cr. Diinvestasikan dalam Aset Lainnya XXXXXX

Ket: Dr=Debet, Cr=Kredit

Akun Diinvestasikan dalam Aset Lainnya merupakan bagian dari pos Ekuitas Dana Investasi.

Sebagai contoh dapat dikemukakan dua kasus berikut ini:

Kasus 1

Pada tahun 2003 Kementerian Keuangan mengembangkan Program Aplikasi Komputer untuk Sistem Akuntansi

Pemerintah Pusat yang bertujuan untuk menyusun laporan keuangan secara komputerisasi. Biaya yang dikeluarkan

untuk menghasilkan program tersebut sebesar Rp500.000.000,-

Sebagai penyelesaian jurnal untuk mencatat aset tak berwujud adalah sebagai berikut:

Kasus 2

Satuan Kerja Kementerian C memiliki data-data hasil penelitian dan software sebagai berikut:

Prototipe Early Warning System untuk tsunami senilai Rp150.000.000,-, namun hanya disimpan dalam gudang

karena tidak digunakan dan kondisinya sudah rusak namun belum rusak berat.

Hasil Kajian Pembuatan Alat Penghenti Lumpur Lapindo dengan nilai belanja sebesar Rp500.000.000,-, namun

setelah diujicoba ternyata gagal.

Paten, hak cipta, merek dan desain industri, namun harga perolehannya tidak diketahui.

Penyajiannya dalam Neraca mengikuti langkah-langkah berikut ini.

Karena manfaat ekonomi di masa yang akan datang kecil kemungkinan diperoleh, maka:

Prototipe Early Warning System untuk tsunami tersebut tidak disajikan di dalam Neraca tetapi diungkapkan di

dalam CaLK.

Hasil Kajian pembuatan Alat Penghenti Lumpur Lapindo tersebut tidak disajikan di dalam Neraca tetapi

diungkapkan di dalam CaLK.

Sedangkan paten, hak cipta, merek dan desain industri sampai dapat diketahui nilai perolehannya belum

disajikan di dalam Neraca tetapi diungkapkan di dalam CaLK.

Kode Akun Uraian Jumlah

xxxx Dr. Aset tak Berwujud 500 juta

xxxx Cr. Diinvestasikan dalam Aset Lainnya 500 juta

Page 9: Bunga Rampai Panduan Teknis App

KETERKAITAN LAPORAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM

DENGAN LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT

Oleh: R. Wiwin Istanti

(Dimuat pada Panduan Teknis APP Edisi 5 Tahun 2009)

SEKILAS TENTANG BADAN LAYANAN UMUM

Tuntutan untuk meningkatkan produktifitas, efesiensi dan efektifitas pelayananan merupakan suatu

tantangan bagi instansi pemerintah yang tugas operasional sehari-harinya memberikan pelayanan publik seperti

layanan kesehatan, pendidikan, pengelolahan kawasan, dan lisensi. Instansi di lingkungan pemerintah yang di bentuk

untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang di jual tanpa

mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan

produktifitas dikenal sebagai Badan Layanan Umum (BLU). Timbulnya berbagai tuntutan tersebut tentunya juga

dibarengi dengan pemberian fasilias kepada instansi pemerintah yang bersangkutan dalam rangka mewujudkan dan

memenuhi apa yang terjadi tuntutan tersebut. Fasilias yang ditawarkan berupa fleksibilitas dalam mengelola

keuangan, yang membedakannya dari instansi pemerintah/satuan kerja pada umumnya, atau kita kenal dengan

”Pola Pengelolaan Keuangan BLU”

Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan BLU menyebutkan bahwa Pola

Pengelolaan Keuangan BLU (PKK-BLU) adalah pola pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilias berupa

keleluasaan untuk menerapkan praktek-praktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada

masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam definisi di

atas, terdapat dua kata kunci yang patut digarisbawahi yaitu “fleksibilitas” dan “praktek bisnis yang sehat”.

Selain bergantung kepada APBN dalam hal pendanaannya, ternyata sebagian instansi pemerintah penyedia

layanan publik ini menerima imbalan dari masyarakat atas layanan yang diberikan dan bahkan dalam proporsi yang

cukup signifikan sehingga memang seharusnya diberikan keleluasaan dalam mengelola sumber daya dalam rangka

meningkatkan pelayanan kepada publik. “Fleksibilitas” dalam hal ini mencangkup keleluasaan dalam rangka

pelaksanaan anggaran, termasuk pengelolaan pendapatan dan belanja, pengelolaan kas, dan pengadaaan

barang/jasa. Menurut peraturan perundangan, apabila suatu instansi pemerintah memperoleh pendapatan maka

harus segera disetorkan sepenuhnya ke rekening Kas Umum Negara terlebih dahulu sebelum instansi tersebut dapat

untuk mengajukan untuk penggunaannya. Namun demikian pada praktiknya beberapa instansi pemerintah

mempergunakan pendapatan yang diperolehnya secara langsung dikarenakan kebutuhannya untuk membiayai

belanja operasionalnya walaupun hal ini tentu saja melanggar peraturan yang menyebabkan fiskal Negara menjadi

tidak disiplin. Sebagai solusi atas hal ini, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara

menawarkan suatu konsep baru atas fleksibilitas pengelolaan keuangan yaitu berupa pengelolaan keuangan BLU. Hal

ini merupakan upaya pemerintah untuk menuju pengelolaan sumber daya yang lebih efisien.

Keleluasaan untuk menerapkan “praktik bisnis yang sehat” antara lain diwujudkan dengan di

perbolehkannya mempekerjakan tenaga propesional non PNS dan juga diperbolehkannya untuk memberikan

imbalan jasa kepada pegawai berdasarkan kepada kontribusinya. Yang unik dari BLU diharuskan untuk menerapkan

“praktik bisnis yang sehat” atau pengelolaan ala korporasi namun tujuan utamanya bukanlah untuk semata-mata

mencari keuntungan layaknya sebuah entitas bisnis, tetapi lebih kepada peningkatan layanan publik secara efisien.

Untuk mencapai tujuan tersebut, memang di satu sisi keleluasaan dalam rangka pengelolaan keuangan diberikan

kepada BLU, namun di sisi lain di lakukan pengendalian yang ketat terhadap BLU terutama dalam hal

pertanggungjawaban.

Page 10: Bunga Rampai Panduan Teknis App

Sampai saat ini (per Mei 2009, berdasarkan data dari Direktorat Pembinaan Pengelolaan Keuangan BLU)

terdapat 67 BLU, baik BLU dengan status “BLU penuh” maupun “BLU bertahap”. Perbedaan antara BLU penuh dan

BLU bertahap terletak pada tingkat fleksibilitas yang diberikan. Peraturan Menteri Keuangan Nomor

119/PMK.05/2007 tentang Persyaratan Administratif Dalam Rangka Pengusulan dan Penetapan Satuan Kerja Instansi

Pemerintah Untuk Menerapkan Pengelolaan Keuangan BLU, pasal 15 menyatakan bahwa kepada BLU bertahap di

berikan fleksibilitas pada batas-batas tertentu yang di berkaitan dengan jumlah dana yang dapat dikelola langsung,

pengelolaan barang, pengelolaan piutang, serta perumusan standar, kebijakan, system, dan prosedur pengelolaan

keuangan. Adapun besaran atau persentase dari pendapatan BLU yang boleh dikelola secara langsung oleh BLU

bertahap ditetapkan oleh Menteri Keuangan bersama dengan penetapannya sebagai BLU bertahap, sehingga

besaran ini bisa berbeda-beda antar BLU. Selain pembatasan tersebut, kepada BLU bertahap tidak diberikan

fleksibilitas dalam hal pengelolaan investasi, pengelolaan uang, dan pengadaan barang/jasa. Walaupun terdapat

pembatasan dalam berbagai hal seperti yang diuraikan di atas, namun dalam hal pertanggungjawaban pengelolaan

keuangannya, BLU bertahap memiliki kewajiban yang sama dengan BLU penuh. 3 (tiga) kementerian negara/lembaga

yang memiliki BLU terbanyak yaitu Kementerian Kesehatan (28 BLU); Kementerian Pendidikan Nasional (13 BLU); dan

Kementerian Agama (8 BLU).

BLU yang berada di bawah Kementerian Kesehatan adalah sebagai berikut:

No. NAMA BLU LOKASI

1 RS Cipto Mangunkusumo Jakarta

2 RS Fatmawati Jakarta

3 RSU Persahabatan Jakarta

4 RS JPD Harapan Kita Jakarta

5 RSAB Harapan Kita Jakarta

6 RS Kanker Dharmais Jakarta

7 RS Hasan sadikin Bandung

8 RS Kariadi Semarang

9 RS Sardjito Yogyakarta

10 RS Sanglah Denpasar

11 RS Wahidin Sudirohusodo Makasar

12 RS Djamil Padang

13 RS Mohammad Hoesin Palembang

14 RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso Jakarta

15 RSO Prof. Dr. R Soeharso Surakarta

16 RSU Prof. Dr. R. D Kandow Manado

17 RSUP Dr.Soeradji Tirtonegoro Klaten

18 RS Paru Dr. Wirawan Salatiga

19 RS Paru Dr.H.Rotinsulu Bandung

20 RS Mata Cicendo Bandung

21 RSJ Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta

22 RSJ Prof. Dr. Soeroyo Magelang

23 RS Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor

24 RSUP H. Adam Malik Medan

25 RS Ketergantungan Obat Jakarta

26 RS Paru Dr.M.G. Partowidigdo Cisarua

27 RSUP Rujukan Stroek Nasional Bukitinggi

28 RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang, Jawa Timur

Sumber Dit. PPK-BLU

Page 11: Bunga Rampai Panduan Teknis App

Sedangkan BLU yang berada di bawah Kementerian Pendidikan Nasional adalah sebagai berikut:

NO NAMA BLU LOKASI

1 Universitas Diponegoro Semarang

2 Universitas Padjadjaran Bandung

3 Universitas Negeri Malang Malang

4 Universitas Hasanudin Makasar

5 Universitas Brawijaya Malang

6 Universitas Semarang Semarang

7 Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya

8 Universitas Mulawarman Samarinda

9 Universitas Negeri Sebelas Maret Solo

10 Universitas Negeri Surabaya Surabaya

11 Universitas Lampung Lampung

12 Universitas Negeri Gorontalo Gorontalo

13 Universitas Bengkulu Bengkulu

Sumber Dit. PPK-BLU

Adapun BLU di bawah Kementerian Agama adalah sebagai berikut:

NO NAMA BLU LOKASI

1 UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

2 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3 UIN Malang Malang

4 UIN Sunan Gunung Djati Bandung

5 UIN Alauddin Makasar

6 IAIN Walisongo Semarang

7 IAIN Sumatrra Utara Medan

8 IAINSultan Syarif Kasim Riau

Sumber Dit. PPK-BLU

BLU selain yang berada di bawah Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan Nasional, dan Kementerian

Agama adalah sebagai berikut:

NO NAMA BLU KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA

1 Badan Pengatur Jalan Tol Kementerian Pekerjaan Umum

2 Pusat Investasi Pemerintah Kementerian Keuangan

3 Balai Telekomunikasi dan Informatika Perdesaan Kementerian Komunikasi dan Informatika

4 Lembaga Pengelola Dana Bergulir Koperasi dan UMKM

Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah

5 Pusat Pembiayaan Pembangunan Hutan (PPPH) Kementerian Kehutanan

6 Pusat Keragaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (PP Iptek)

Kementerian Negara Riset dan Teknologi

7 BPPT Enjiniring Kementerian Negara Riset dan Teknologi

8 Lembaga Layanan Pemasaran KUKM Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah

9 Sekolah Tinggi Akuntansi Negara Kementerian Keuangan

10 Balai Besar Pengembangan Latihan Kerja Dalam Negeri Bandung

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi

11 Balai Besar Pengembangan Latihan Luar Negeri, Bekasi

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Page 12: Bunga Rampai Panduan Teknis App

12 Balai Besar Pengembangan Latihan Kerja Dalam Negeri, Serang

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi

13 Akademi Kimia Analis, Bogor Kementerian Perindustrian

14 Pusat Pemanfaatan Teknologi Dirgantara LAPAN

15 Pusat Pengelolaan Komplek Gelora Bung Karno, Jakarta

Sekretariat Negara

16 Pusat Pengelolaan Komplek Kemayoran, Jakarta Sekretariat Negara

17 Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran Kementerian Perhubungan

18 Balai Pendidikan Penyegaran dan Peningkatan Ilmu Pelayaran (BP3IP)

Kementerian Perhubungan

KETERKAITAN LAPORAN KEUANGAN BLU

DENGAN LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT

Ditinjau dari sisi pertanggungjawaban keuangan, penetapan suatu instansi pemerintah menjadi BLU

tentunya disertai dengan suatu kewajiban untuk menyusun laporan keuangan yang akuntabel. Walaupun suatu

instansi pemerintah telah berstatus BLU namun tetaplah merupakan instansi yang tidak terpisahkan dari

kementerian negara/lembaga yang membawahinya sehingga BLU berkewajiban untuk mempertanggungjawabkan

pelaksanaan pengelola keuangannya sebagaimana yang dilakukan instansi pemerintah biasa. Atau dengan kata lain,

laporan keuangan BLU ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari laporan keuangan kementerian

negara/lembaga yang secara teknis membawahinya, dengan demikian laporan keuangan BLU ini akan turut

mempengaruhi kualitas laporan keuangan kementerian negara/lembaga tersebut.

Dua bulan setelah berakhirnya tahun anggaran, kementerian negara/lembaga diwajibkan untuk menyampaikan

pertanggungjawaban keuangan berupa laporan keuangan kepada Menteri Keuangan c.q Direktorat Jenderal

Perbendaharaan yang selanjutnya laporan keuangan dari seluruh kementerian negara/lembaga tersebut akan

dikoordinasikan menjadi Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) sebagai pertanggungjawaban pemerintah

kepada DPR. Sejalan dengan pertanggungjawaban tersebut , baik Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang

Perbendaharaan Negara maupun Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan BLU,

secara jelas menyatakan bahwa laporan keuangan BLU merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari laporan

pertanggungjawaban keuangan kementerian negara/lembaga yang secara teknis menaunginya. Dengan demikian

secara tidak langsung dapat dikatakan bahwa laporan keuangan BLU akan turut juga mempengaruhi kualitas LKPP,

yang secara sederhana dapat di gambarkan sebagai berikut:

.

Sebagai konsekuensi atas pengelolaan BLU yang ala korporasi tanpa melepas identitasnya sebagai instansi

pemerintah, maka laporan keuangan BLU pun juga di pisahkan menjadi dua jenis yaitu;

1. Laporan keuangan BLU (selaku korporasi) dengan mengacu pada Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang

diterbitkan oleh Ikatan Profesi Akuntansi Indonesia, dalam hal ini yaitu Ikatan Akuntansi Indonesia. BLU harus

bisa menyajikan laporan keuangan berupa:

a. Laporan Realisasi Anggaran/Laporan Operasional

b. Neraca

c. Laporan Arus Kas

d. Catatan atas Laporan Keuangan;dan

e. Laporan Kinerja

LK BLU LK K/L LKPP LK K/L LK BLU

Page 13: Bunga Rampai Panduan Teknis App

Laporan keuangan BLU yang dihasilkan sesuai SAK akan menjadi laporan keuangan kementerian

negara/Lembaga yang secara teknis menaungi BLU yang bersangkutan.

2. Laporan keuangan BLU yang akan diintegrasikan dengan laporan keuangan kementerian negara/Lembaga,

dengan mengacu pada Standar Akuntansi Pemerintahan (Peraturan Pemerinah Nomor 24 Tahun 2005) untuk

menghasilkan laporan keuangan yang akan diintegrasikan dengan laporan keuangan kementerian

negara/lembaga yang secara teknis membawahinya, pedoman yang digunakan adalah Peraturan Direktur

Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-67/PB/2007 tentang Tata Cara Pengintegrasian Laporan Keuangan Badan

Layanan Umum kedalam Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga. Laporan keuangan yang harus

disajikan sesuai Standar Akuntansi Pemerintahan meliputi:

a. Neraca

b. Laporan Realisasi Anggaran;dan

c. Catatan atas Laporan Keuangan

Laporan keuangan ini akan di integrasikan ke dalam Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga yang

secara teknis membawahi BLU yang bersangkutan.

Sehubungan dengan kewajiban BLU untuk menyajikan laporan keuangan seperti di uraikan di atas, BLU

diberikan kewenangan penuh untuk menetapkan akuntansi yang akan digunakan oleh BLU. Hal ini sesuai dengan

Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-67/PB/2007 tentang Tata Cara Pengintegrasian Laporan

Keuangan Badan Layanan Umum ke dalam Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga pasal 4 ayat (2). Sistem

Akuntansi Keuangan dikembangkan untuk menghasilkan laporan keuangan sesuai SAK, dan dikembangkan suatu sub

sistem keuangan untuk menghasilkan laporan keuangan sesuai SAP.

Seperti yang di atur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 76/PMK.05/2008 tentang Pedoman Akuntansi dan

Pelaporan Keuangan BLU, sistem akuntansi yang harus di kembangkan oleh BLU meliputi:

1. Sistem akuntansi keuangan, yang dikembangkan untuk menghasilkan laporan keuangan pokok untuk keperluan

akuntabilitas, manajemen, dan transparansi;

2. Sisem akuntansi aset tetap, yang dikembangkan untuk tujuan manajemen aset tetap;

3. Sistem akuntansi biaya, yang dikembangkan untuk menghasilkan informasi biaya satuan (unit cost) per unit

layanan, pertanggungjawaban kinerja ataupun informasi lain untuk kepentingan manajerial.

Selain sistem akuntansi diatas, BLU juga di perbolehkan untuk mengembangkan sistem akuntansi lain yang

diperlukan untuk kebutuhan manajerial BLU. Bagi instansi pemerintah yang telah ditetapkan menjadi BLU, diberikan

waktu selama 2 (dua) tahun sejak penetapannya menjadi BLU untuk mengembangkan dan menetapkan sistem

akuntansi keuangan seperti yang telah dijelaskan di atas. Ketentuan ini di atur dalam pasal 17 Peraturan Menteri

Keuangan Nomor 76/PMK.05/2008 tentang Pedoman Akunansi dan Pelaporan Keuangan BLU. Sedangkan bagi BLU

yang telah ditetapkan lebih dulu sebelum diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 76/PMK.05/2008

tentang Pedoman Akuntansi dan Pelaporan Keuangan BLU diberikan sedikit kelonggaran waktu dalam

mengembangkan sistem akuntansi keuangan yaitu 2 (tahun) setelah peraturan menteri keuangan tersebut di

tetapkan. Apabila dalam tenggang waktu yang diberikan yaitu 2 (dua) tahun, BLU belum mampu untuk

mengembangkan sistem akuntansi yang mendukung pelaporan akuntansi seperti yang telah diuraikan diatas, maka

BLU diperkenankan untuk menerapkan sistem akuntansi yang telah dilaksanakannya walaupun tetap diberikan

sanksi terkait fleksibilitas BLU, remunerasi, dan status BLU.

MEKANISME PELAPORAN KEUANGAN

Mekanisme pelaporan BLU yang akan dibahas berikut ini lebih menitikberatkan kepada pelaporan BLU

menurut SAP. Dokumen sumber yang ditunjukan untuk membukukan pendapatan BLU dan belanja BLU yang

bersumber dari pendapatan BLU yaitu SP2D BLU, yang disampaikan oleh BLU kepada Kantor Pelayanan

Perbendaharaan Negara (KPPN) setiap triwulan. Sedangkan dokumen sumber untuk melakukan konversi Neraca

Page 14: Bunga Rampai Panduan Teknis App

(sesuai SAK) kedalam bagan akun standar adalah Memo Penyesuaian (MP), yang dibuat pada saat penyusunan

laporan semesteran dan tahunan.

Jurnal yang dibuat untuk mencatat transaksi pada saat diterimanya alokasi anggaran maupun realisasinya, dilakukan

dengan jurnal sebagai berikut:

a. Mencatat anggaran belanja yang bersumber dari APBN

Piutang dari KUN xxx

Allotment Belanja…..(akun sesuai dgn belanjanya

xxx

b. Mencatat anggaran belanja yang bersumber dari pendapatan operasional

Piutang dari Kas BLU xxx

Allotment belamja operasional BLU xxx

c. Mencatat Estimasi pendapatan

Estimasi pendapatan yang di alokasikan xxx

Utang kepada Kas BLU xxx

d. Mencatat realisasi belanja dengan dana yang bersumber dari APBN

Belanja……(akun sesuai jenis belanja yang terjadi xxx

Piutang akun xxx

e. Mencatat realisasi belanja Operasional dengan dana yang bersumber dari pendapatan operasional BLU

Belanja Operasional BLU xxx

Piutang dari Kas BLU xxx

f. Mencatat pendapatan

Utang dari Kas BLU xxx

Pendapatan Operasional BLU xxx

g. Mencatat saldo kas yang ada di BLU

h. Mencatat aset tetap

Aset tetap….. (akun sesuai jenis aset tetap ybs xxx

Allotment Belanja Operasional BLU xxx

Kas di BLU xxx

Saldo Dana Lancar BLU xxx

Page 15: Bunga Rampai Panduan Teknis App

Secara sederhana mekanisme pelaporan BLU sesuai SAP dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Kewajiban Unit Akuntansi BLU

Periode Kegiatan Keterangan

Bulanan Merekam dan memproses dokumen sumber untuk menghasilkan Arsip Data Komputer (ADK)

Mengirim ADK ke UAPPA-E1

ADK berupa file data transaksi

Triwulanan Melakukan rekonsiliasi dengan KPPN

Menyusun laporan keuangan sesuai SAP Triwulanan

Mengirim laporan keuangan sesuai SAP kepada UAPPA-E1

Mengirimkan laporan keuangan sesuai SAK kepada Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktorat Pembinaan Pengelolaan Keuangan BLU

Dokumen sumber untuk membukukan pendapatan BLU dan belanja BLU yang bersumber dari pendapatan BLU adalah:

SPM Pengesahan BLU

SP2D Pengesahan BLU Laporan keuangan sesuai SAP triwulanan terdiri dari:

Laporan Realisasi Anggaran

Neraca

Semesteran/Tahunan Menyusun laporan keuangan sesuai SAP semesteran/tahunan

Mengirim laporan keuangan sesuai SAP dilampiri dengan laporan keuangan sesuai SAK ke UAPPA-E1

Laporan keuangan sesuai SAP semesteran/tahunan terdiri dari:

Laporan Realisasi Anggaran

Neraca

Catatan atas Laporan Keuangan

Laporan keuangan sesuai SAK terdiri dari:

Laporan Realisasi Anggaran/ Laporan Operasional

Neraca

Laporan Arus Kas

Catatan atas Laporan Keuangan

Laporan Kinerja Dokumen sumber untuk mengkonversi neraca (sesuai SAK) kedalam Bagan Akun Standard dan untuk membukukan Saldo Dana Lancar BLU adalah Memo Penyesuaian

b. Kewajiban Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran Eselon 1 (UAPPA-E1)

Periode Kegiatan Keterangan

Bulanan Menggabungkan ADK seluruh UAKPA dibawahnya, termasuk unit akuntansi BLU

Membuat ringkasan laporan keuangan BLU

Mengirimkan ADK dan ringkasan

ADK berupa file data transaksi

Page 16: Bunga Rampai Panduan Teknis App

Laporan Keuangan BLU kepada UAPA

Triwulanan Mengirimkan Laporan Realisasi Anggaran dan Neraca kepada UAPA

Semesteran/Tahunan Mengirim Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Catatan atas Laporan Keuangan, dan dilampiri dengan lembar muka (face) Laporan Keuangan BLU sesuai SAK beserta ringkasannya kepada UAPA

Laporan keuangan sesuai SAK terdiri dari:

Laporan Realisasi Anggaran/ Laporan Operasional

Neraca

Laporan Arus Kas

c. Kewajiban Uni Akuntansi Pengguna Anggaran (UAPA)

Periode Kegiatan Keterangan

Bulanan Menggabungkan ADK seluruh UAPPA-E1 dilingkungannya

Membuat ringkasan laporan keuangan BLU

Semesteran Mengirimkan Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Catatan atas Laporan Keuangan, dan dilampiri dengan lembar muka (face) Laporan Keuangan BLU sesuai SAK beserta ringkasannya kepada Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan

Mengirimkan lembar muka (face) Laporan Keuangan BLU sesuai SAK beserta ringkasannya ke Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktorat Pembinaan Pengelolaan Keuangan BLU

Setiap semester dan tahunan, Direkorat Pembinaan Pengelolaan Keuangan BLU akan mengirimkan Ringkasan

Laporan Keuangan BLU kepada Direktorat Akuntansi dan Laporan Keuangan.

Berdasarkan mekanisme pelaporan yang telah diuraikan di atas, terlihat bahwa laporan keuangan BLU

memang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari laporan keuangan kementerian negara/lembaga

sehingga laporan keuangan BLU turut menentukan kualitas laporan keuangan kementerian negara/lembaga

yang bersangkutan. Atau dengan kata lain, kualitas laporan keuangan BLU juga akan mendukung kualitas laporan

keuangan pemerintah pusat., sehingga masing-masing unit akuntansi yang terkait dengan pelaporan BLU seperti

diuraikan di atas harus secara cermat memahami segala aturan yang telah ditetapkan sehubungan dengan

laporan keuangan tersebut.

Page 17: Bunga Rampai Panduan Teknis App

KESIMPULAN

Berdasarkan dengan apa yang telah diuraikan diatas, dapat di simpulkan beberapa hal sebagai berikut :

BLU merupakan status yang diberikan kepada instansi pemerintah yang secara operasional menyediakan

layanan publik.

Diberikan keleluasaan atau fleksibilitas bagi BLU untuk mengelola keuangan BLU sendiri, berbeda dengan

instansi pemerintah biasa.

Walaupun mendapat fleksibilitas dalalm pengelolaan keuangannya namun perencanaan, penganggaran, dan

pertanggungjawaban keuangan BLU tetap merupakan bagian yang idak terpisahkan dari kementerian

negara/lembaga yang secara teknis membawahinya.

Karena BLU merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kementerian negara/lembaga yang secara teknis

membawahinya, maka dari sisi pertanggungjawaban keuangannya, BLU diwajibkan untuk menyusun laporan

keuangan yang berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintah supaya laporan keuangan tersebut dapat

diintegrasikan kedalalm laporan keuangan kementerian negara/lembaga yang secara teknis membawahinya.

Laporan keuangan kementerian negara/lembaga yang termasuk di dalamnya melaporkan

pertanggungjawaban keuangan BLU tersebut dalam waktu 2(dua) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran

akan disampaikan kepada Menteri Keuangan c.q Direkorat Jenderal Perbendaharaan yang selanjutnya akan

dikoordinasikan dengan seluruh laporan keuangan dan seluruh kementerian negara/lembaga untuk

menghasilkan laporan keuangan pemerintah pusat.

Kualitas laporan keuangan BLU akan mendukung kualitas laporan keuangan kementerian negara/lembaga,

dan pada akirnya akan mendukung juga kualitas laporan keuangan pemerintah pusat, atau dengan kata lain

terdapat keterkaitan antara laporan keuangan BLU, laporan keuangan kementerian negara/lembaga dan

laporan keuangan pemerintah pusat.

Tulisan ini disarikan dari:

(1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;

(2) Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum;

(3) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 119/PMK.05/2007 tentang Persyaratan Administraif Dalam Rangka

Pengusulan dan Penetapan Satuan Kerja Instansi Pemerintah Untuk Menerapkan Pengelolaan Keuangan

BLU;

(4) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 76/PMK.05/2008 tentang Pedoman Akuntansi dan Pelaporan Keuangan

Badan Layanan Umum;

(5) Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-67/PB/2007 tentang Tata Cara Pengintegrasian

Laporan Keuangan Badan Layanan Umum ke dalam Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga.

Page 18: Bunga Rampai Panduan Teknis App

Aset

Page 19: Bunga Rampai Panduan Teknis App

UNIT AKUNTANSI PENGGUNA BARANG DAN PELAPORAN BARANG MILIK NEGARA (BMN)

Oleh: Redaktur Pelaksana

(Dimuat pada Panduan Teknis APP Edisi 2 Tahun 2007)

Salah satu objek temuan rutin BPK dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP)-nya atas Laporan Keuangan

Kementerian Negara/Lembaga (K/L), adalah temuan yang terkait dengan penatausahaan maupun

pencatatan/pelaporan atas Barang Milik Negara (BMN). Temuan tersebut antara lain terkait dengan masih lemahnya

sistem pengendalian intern maupun kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dalam pengelolaan Barang

Milik Negara. Salah satu paradigma baru dalam manajemen aset adalah telah terbentuknya Unit Akuntansi

Pengguna Barang dan Pelaporan barang Milik Negara. Namun, hal itu masih perlu didukung dengan pemahaman

mengenai tugas pokok dan fungsi unit pengguna dan pelaporan yang dapat mendukung perbaikan dan

penyempurnaan pengelolaan aset negara.

Lemahnya sistem pengendalian intern atas pelaksanaan Sistem Akuntansi Barang Milik Negara (SABMN)

tercermin dalam salah satu komponen laporan keuangan K/L yaitu neraca, dimana nilai persediaan dan aset tetap

yang tercantum tidak dapat diyakini kebenaran dan kewajarannya. Hal ini juga dapat dilihat dari perbedaan yang ada

jika dilakukan perbandingan antara nilai realisasi belanja modal dengan mutasi aset yang diperoleh dari pembelian.

Kelemahan SPI ini juga didukungan dengan tidak dijelaskannya perbedaan tersebut dalam Catatan atas

Laporan Keuangan K/L. Demikian pula untuk nilai persediaan yang ada tidak dapat diyakini kebenarannya karena

tidak didukung oleh dokumen sumber sebagaimana tercantum dalam Peraturan Dirjen Perbendaharaan Nomor

40/PB/2006 tentang Akuntansi Persediaan. Permasalahan ini terbukti dengan adanya perbedaaan nilai persediaan

dan aset tetap pada neraca dengan nilai persediaan dan aset tetap pada laporan BMN yang dikirim kepada Ditjen

Kekayaan Negara. Hal ini terjadi karena tidak adanya rekonsiliasi internal antara Unit Akuntansi Pengguna Barang

(UAPB) dengan Unit Akuntansi Pengguna Anggaran (UAPA).

Selain itu, permasalahan dalam manajemen aset antara lain kenyataan masih adanya K/L yang belum/tidak

membentuk unit akuntansi barang sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 59/PMK.06/2005

tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat.

Dalam peraturan tersebut, diatur bahwa setiap K/L membentuk unit akuntansi barang sebagai berikut:

a. Unit Akuntansi Pengguna Barang (UAPB);

b. Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Barang Eselon I (UAPPB-E1);

c. Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Barang Wilayah (UAPPB-W); dan

d. Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Barang (UAKPB).

Di samping itu, masalah aset tetap yang dihasilkan dari DIPA Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan

sebagaimana telah dibahas pada Panduan Teknis Akuntansi Pemerintah Pusat Edisi 1, masih banyak ditemukan.

Temuan-temuan BPK tersebut merupakan masalah yang tidak sederhana karena SABMN merupakan salah

satu unsur dari laporan keuangan K/L. Namun manajer tingkat atas kebanyakan K/L masih kurang memperhatikan

dan menganggap SABMN bukanlah hal penting. Hal ini dapat dilihat dari minimnya Sumber Daya Manusia (SDM)

yang mampu dan terampil dalam menatausahakan maupun mencatat dan melaporkan BMN. Begitu pula dengan

sarana yang disediakan untuk menatausahakan serta melaporkan BMN. Berbeda dengan SDM maupun sarana yang

disediakan bagi pengelola keuangan. Dalam pelaksanaannya pengelola barang masih dianggap sebagai tempat

”pembuangan” padahal pengelolaan BMN membutuhkan kesabaran, keterampilan dan keuletan tersendiri. Maka

akan lebih baik apabila seorang pengelola BMN adalah SDM-SDM yang unggul, yang mempunyai pengetahuan dan

keterampilan yang cukup. Selain itu, perhatian dari atasan serta penghargaan perlu dijadikan unsur yang dapat

mendorong semangat bekerja.

Page 20: Bunga Rampai Panduan Teknis App

Pelaporan BMN dilakukan secara berjenjang mulai dari UAKPB sampai ke UAPB secara periodik yaitu

semesteran. Namun pelaporan ini agak sulit dilakukan dengan baik dan tepat waktu. UAPB sebagai unit akuntansi

barang tertinggi seharusnya dapat mengatur dan membimbing unit-unit akuntansi barang di bawahnya sehingga

kesalahan-kesalahan pencatatan maupun ketidakdisiplinan unit-unit akuntansi dalam mengirimkan laporan BMN

dapat diminimalisir.

Page 21: Bunga Rampai Panduan Teknis App

ASET TETAP SEBELUM DISESUAIKAN:

APA DAN BAGAIMANA

Oleh: Joko Supriyanto

(Dimuat pada Panduan Teknis APP Edisi 5 Tahun 2009)

Kali ini penulis akan mengajak pembaca untuk berkecimpung dalam materi SAI/SAK. Setiap bulan satuan

kerja paling tidak mencetak laporan keuangan berupa Laporan Realisasi Anggaran dan Neraca. Penulis pernah

ditanya seorang pegawai pada suatu satuan kerja, “mas, saya mengajukan SPM Uang Persediaan (UP) dan telah

terbit SP2D. kemudian SPM dan SP2D tersebut direkam dalam aplikasi SAKPA, dan dilakukan proses posting.

Selanjutnya saya mencetak LRA. Ternyata LRA-nya kosong, apa ada program yang salah?” Ada pula yang bertanya,

“Mas,kantor kami melakukan pengadaan komputer sebanyak 5 unit dengan nilai Rp60 juta SPM dan SP2D terkait

transaksi tersebut sudah direkam tetapi dineraca muncul perkiraan Peralatan dan Mesin Sebelum Disesuaikan Rp60

juta. Mengapa bukan perkiraan komputer?”

Pertanyaan-pertanyaan diatas adalah sebagian pertanyaan dari petugas akuntansi yang baru kenal dengan

SAI. Sebagian besar mereka dengan mudah dapat mengaplikasikan SAI, tetapi termasuk jurnal-jural yang

terkomputerisasi. Karena mudahnya aplikasi SAKPA dijalankan, petugas akuntansi tidak memperhatikan pengaruh

suatu transaksi terhadap laporan keuangan yang dihasilkan. Untuk itu pada kesempatan ini, penulis mengajak

pembaca untuk sengaja mencermati isi laporan keuangan , khususnya neraca pada kelompok aset tetap, berupa Aset

Tetap Sebelum Disesuaikan. Sebagai ilustrasi, berikut contoh neraca suatu satuan kerja pada kementerian

negara/lembaga:

Satuan Kerja ABC

Neraca

Per 31 Desember 2008

NAMA PERKIRAAN JUMLAH

ASET

ASET LANCAR

Kas di Bendahara Pengeluaran 500.000

JUMLAH ASET LANCAR 500.000

ASET TETAP

Peralatan dan Mesin 150.000.000

Peralatan dan Mesin Sebelum Disesuaikan 60.000.000

JUMLAH ASET TETAP 210.000.000

JUMLAH ASET 210.500.000

KEWAJIBAN

KEWAJIBAN JANGKA PENDEK

Uang Muka dari KPPN 500.000

JUMLAH KEWAJIBAN JANGKA PENDEK 500.000

JUMLAH KEWAJIBAN 500.000

EKUITAS DANA

EKUITAS DANA INVESTASI

Diinvestasikan Dalam Aset Tetap 210.000.000

JUMLAH EKUITAS DANA INVESTASI 210.000.000

JUMLAH EKUITAS DANA 210.000.000

JUMLAH KEWAJIBAN DAN EKUITAS DANA 210.500.000

Page 22: Bunga Rampai Panduan Teknis App

Pada ilustrasi diatas terlihat nilai aset tetap dalam akun Peralatan dan Mesin Rp.150.000.000 dan akun peralatan dan

Mesin Sebelum DIsesuaikan Rp.60.000.000,-, apakah arti dari laporan ini?

Sistem akuntansi instansi yang digunakan saat ini menggunakan jurnal standar yang sudah ditetapkan dalam

Perdirjen Perbendaharaan No.Per-01/PB/2005 tentang Pedoman Jurnal Standar dan Posting Rules Pada Sistem

Akuntansi Pemerintah Pusat.

Jurnal Standar adalah dasar pencatatan dan pemrosesan transaksi anggaran, realisasi penerimaan, dan

pengeluaran, serta transaksi non anggaran. Posting rules bertujuan sebagai dasar perlakuan suatu transaksi

keuangan untuk menghasilkan laporan keuangan.

Pada umumnya transaksi realisasi belanja dicatat oleh entitas akuntansi pada K/L dengan cara mendebet

akun belanja/transfer dan mengkredit akun piutang dari KUN. Namun, untuk transaksi realisasi belanja modal,

terdapat tambahan jurnal untuk mencatat aset tetap yang dibeli/dibangun dengan belanja modal tersebut. Jurnal

tambahan tersebut mendebet aset tetap sebelum di sesuaikan dan mengkredit akun diinvestasikan dalam aset

tetap. Jurnal tersebut disebut dengan jurnal korolari.

Sebagai contoh satker ABC membeli peralatan dan mesin berupa komputer senilai Rp.60.000.000,- terhadap

transaksi tersebut, jurnal dalam aplikasi SAI-SAK sebagai berikut :

Uraian Debet Kredit

Belanja Modal-Peralatan dan Mesin 60.000.000

Piutang dari KUN 60.000.000

Peralatan dan Mesin Sebelum Disesuaikan 60.000.000

Diinvestasikan Dalam Aset Tetap 60.000.000

Transaksi belanja modal dimaksudkan untuk perolehan aset tetap yang akan digunakan oleh pemerintah atau

masyarakat. Untuk mengantisipasi kealpaan unit akuntansi, diciptakan akun Aset Tetap Sebelum Disesuaikan, yaitu:

1. Tanah Sebelum Disesuaikan

2. Peralatan dan Mesin Sebelum Disesuaikan

3. Gedung dan Bangunan Sebelum Disesuaikan

4. Jalan, Irigasi dan Jaringan Sebelum Disesuaikan

5. Aset Lainnya Sebelum Disesuaikan

Akun diatas sangat berguna untuk mengantisipasi ketidaklengkapan data akuntansi. Adanya akun tersebut

dalam laporan instansi mengindikasi bahwa pada periode tersebut ada pengadaan aset, sementara asetnya belum

dicatat dalam Sistem Akuntansi Instansi Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara (SAISIMAK-

BMN). Akun-akun tersebut jika “tidak disesuaikan” akan tersaji dalam Neraca seperti pada ilustrasi diatas.

Bagaimanakah untuk mengatasi hal ini?

Struktur organisasi unit akuntansi instansi setidaknya memiliki petugas akuntansi dan petugas operator

komputer. Apabila terdapat akun aset tetap sebelum disesuaikan pada neraca, maka hal ini merupakan

tanggungjawab petugas akuntansi untuk menindaklanjuti.

Harus dilakukan penerimaan data aset dari SIMAK BMN atas aset-aset yang diperoleh pada tahun berjalan.

Demikian pula, bila terdapat data bawaan dari tahun sebelumnya. Akun aset tetap sebelum disesuaikan tidak boleh

terdapat pada laporan keuangan semester dan tahunan. Sehingga jika terdapat akun tersebut harus segera

diselesaikan sebelum laporan keuangan disampaikan ke unit akuntasi yang lebih tinggi.

Pada saat aset tetap diakui, jurnal standar di SAI akan melakukan penyesuaian dengan mendebet perkiraan

aset tetap yang sudah definitif, dan mengkredit akun diinvestasikan dalam aset tetap. Selain itu, terjadi proses

Page 23: Bunga Rampai Panduan Teknis App

pembatalan jurnal korolari yang pernah dibuat pada saat terjadinya belanja modal, yaitu dengan mendebet akun

diinvestasikan dalam aset tetap dan mengkredit akun aset tetap sebelum disesuaikan. Dengan demikian tidak ada

lagi akun aset tetap sebelum disesuaikan pada neraca satuan kerja, tetapi sudah menjadi aset yang defiitif, atau

setidaknya menjadi aset kontruksi dalam pengerjaan (dalam hal belanja modal dikeluarkan untuk memperoleh aset

teap, tetapi belum selesai pengerjaannya sampai dengan tanggal laporan). Sehingga akun yang mungkin dilaporkan

di Neraca, yaitu:

1. Tanah

2. Peralatan Mesin

3. Gedung dan Bangunan

4. Jalan,irigasi dan jaringan

5. Aset Tetap Lainnya

6. Kontruksi Dalam Pengerjaan

Kalau pada ilustrasi sebelumnya, petugas SIMAK BMN telah mengirimkan data aset tetap dari SIMAK BMN, Neraca

yang disajikan akan tampak sebagai berikut:

Satuan Kerja ABC

Neraca

Per 31 Desember 2008

Untuk itu harus dipastikan bahwa neraca yang disajikan setiap akhir periode tidak mengandung akun aset tetap

sebelum disesuaikan. Semoga catatan kecil ini dapat menjadikan laporan keuangan pemerintah semakin berkualitas.

NAMA PERKIRAAN JUMLAH

ASET

ASET LANCAR

Kas di Bendahara Pengeluaran 500.000

JUMLAH ASET LANCAR 500.000

ASET TETAP

Peralatan dan Mesin 210.000.000

JUMLAH ASET TETAP 210.000.000

JUMLAH ASET 210.500.000

KEWAJIBAN

KEWAJIBAN JANGKA PENDEK

uang muka dari KPPN 500.000

JUMLAH KEWAJIBAN JANGKA PENDEK 500.000

JUMLAH KEWAJIBAN 500.000

EKUITAS DANA

EKUITAS DANA INVESTASI

Diinvestasikan dalam aset Tetap 210.000.000

JUMLAH EKUITAS DANA INVESTASI 210.000.000

JUMLAH EKUITAS DANA INVESTASI 210.000.000

JUMLAH KEWAJIBAN EKUITAS DAN EKUIAS DANA 210.500.000

Page 24: Bunga Rampai Panduan Teknis App

AKUNTABILITAS PENGELOLAAN

ASET DEKONSENTRASI/TUGAS PEMBANTUAN

Oleh: Chalimah Pujihastuti dan R. Wiwin Istanti (Dimuat pada Panduan Teknis APP Edisi 6 Tahun 2009)

Dana dekonsentrasi/tugas pembantuan menunjukan tren peningkatan yang signifikan dari tahun ke tahun,

namun ternyata peningkatan ini belum diikuti oleh pengelolaan yang akuntabel sesuai ketentuan perundang-

undangan

MENGENAL DEKONSENTRASI/TUGAS PEMBANTUAN

Untuk mempermudah pemahaman kita terhadap pengelola aset dekonsentrasi atau tugas pembantuan, kita

awali dengan mengenal apa yang dimaksud dengan dekonsentrasi dan tugas pembantuan, yang di payungi secara

hukum dengan Undang-Undang (UU) Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah

Pusat dan Daerah. Yang dimaksud dengan “dekonsentrasi” yaitu pelimpahan wewenang pemerintah pusat kepada

Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu dengan kewajiban

melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaanya. Sedangkan “dana dekonsentrasi“ merupakan dana yang

berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh gubernur sebagai wakil pemerintah yang mencangkup semua penerimaan

dan pengeluaran dalam rangka pelaksaan dekonsentrasi, tidak termasuk dana yang dialokasikan untuk instansi

vertikal pusat di daerah. Dari definisi di atas, terlihat bahwa sebagai implementansi atas kegiatan dekonsentrsi

timbullah dana dekonsentrasi yang berasal dari APBN, yang selain berupa belanja akan timbul pula aset yang

diperoleh dari dana dekonsentasi ini atau dikenal sebagai aset dekonsentrasi.

Adapun yang dimaksud dengan “tugas pembantuan“ yaitu penugasan dari pemerintah kepada daerah

dan/atau desa, dari pemerintah provinsi kepada kabupaten, atau kota dan/atau desa, serta dari pemerintah

kabupaten atau kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu dengan kewajiban melaporkan dan

mempertanggungjawabkan pelaksanaanya kepada yang menugaskan. Sedangkan “dana tugas pembantuan“ adalah

dana yang berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh daerah dan desa yang mencakup semua penerimaan dan

pengeluaran dalam rangka pelaksanaan tugas pembantuan. Sama halnya dengan kegiatan dekonsentrasi di atas

sebagai implementasi atas kegiatan tugas pembantuan timbullah dana tugas pembantuan yang berasal dari APBN,

yang selain berupa belanja akan timbul pula aset yang diperoleh dari dana tugas pembantuaan ini atau dikenal

sebagai aset tugas pembantuan.

Pengelolaan dekonsentrasi/tugas pembantuan menurut Pasal 9 dan Pasal 10 Peraturan Pemerintahan (PP)

Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi Tugas Pembantuan, meliputi prinsip pendanaan, perencanaan,

penganggaran, penyaluran, dan pelakasanaan serta pengelolaan Barang Milik Negara (BMN) hasil pelaksanaan

dekonsentrasi/tugas pembantuan.

Satu hal mendasar yaitu bahwa UU mewajibkan adanya pertanggungjawaban yang harus dilakukan oleh

satuan kerja penerima dana kepada yang menugaskan. Namun, pada prakteknya, pertanggungjawaban pengelolaan

dana dekonsentasi/tugas pembantuan belum berjalan sesuai yang diharapkan. Artikel ini akan menitik beratkan

pada pembahasan seputar akuntabilitas pengelolaan aset dekonsentrasi/tugas pembantuan dan tidak membahas

dari sudut pandang pertanggungjawaban penerimaan dan pengeluaran dana dekonsentrasi/tugas pembantuan.

Page 25: Bunga Rampai Panduan Teknis App

PENGELOLAAN ASET DEKONSENTRASI/TUGAS PEMBANTUAN

Sebagaimana uraian diatas, aset dekonsentrasi/tugas pembantuan merupakan BMN yang diperoleh dari

dana dekonsentrasi/tugas pembantuan. Pengelola aset dekonsentrasi/tugas pembantuan meliputi kementerian

negara/lembaga (K/L) dengan program dan kegiatan yang akan didekonsentrasikan dan ditugaskan, serta Satuan

Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait.

Secara akuntansi, entitas pengelolaan dekonsentrasi/tugas pembantuan tersebut sudah diorganisasikan

sebagai unit akuntansi yang dibentuk dalam rangka pengelolaan aset dekonsentrasi/tugas pembantuan dan wajib

menyusun laporan dengan menggunakan Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAK

BMN). Jenjang unit akuntansi terkait dengan pelaporan aset dekonsentrasi/tugas pembantu adalah sebagai berikut:

Unit Akuntansi Dana

Output Dekonsentrasi Tugas Pembantuan

Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Barang (UAKPB)

Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang mendapat alokasi dana Dekonsentrasi

Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang mendapat alokasi dana Tugas Pembantuan

Daftar Barang Kuasa Pengguna (DBKP)

Laporan Barang Kuasa Pengguna Semesteran (LBKPS)

Laporan Barang Kuasa Pengguna Tahunan (LBKPT)

Jurnal Transaksi BMN

Laporan Manajerial lainnya

Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Barang Wilayah (UAPPB-W)

Dinas pada Pemerintah Provinsi yag ditunjuk

Dinas pada Pemerintah Daerah yang ditunjuk

Daftar Barang Pembantu Pengguna -Wilayah (DBPP-W)

Laporan Barang Pembantu Pengguna -Wilayah

Laporan Barang Pembantu Pengguna -Wilayah Tahunan (LBPP-WT)

Laporan Manajerial lainnya

Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Barang Eselon I (UAPPB-E1)

Eselon I kementerian negara/lembaga yang bersangkutan

Eselon I kementerian negara/lembaga yang bersangkutan

Daftar Barang Pembantu Pengguna -Eselon I (DBPP-E1)

Laporan Barang Pembantu Pengguna Eselon I Semesteran (LBPP-E1S)

Laporan Barang Pembantu Pengguna Eselon I Tahunan (LBPP-E1T)

Laporan Manajerial lainnya

Unit Akuntansi Pengguna Barang (UAPB)

kementerian negara/lembaga yang bersangkutan

kementerian negara/lembaga yang bersangkutan

Daftar Pengguna Barang (DPB)

Laporan Barang Pengguna

Page 26: Bunga Rampai Panduan Teknis App

Semesteran (LBPS)

Laporan Barang Pengguna Tahunan (LBPT)

Laporan Manajerial lainnya

Alur pelaporan aset dekonsentrasi /tugas pembantu dapat di gambarkan secara sederhana sebagai berikut

Pertanggungjawaban aset dekonsentrasi/tugas pembantuan dilakukan secara berjenjang dimulai dari SKPD

yang memperoleh dana dekonsentrasi/tugas pembantuan, UAPPB Wilayah, UAPPB Eselon 1, kemudian

dikonsolidasikan dengan seluruh barang milik negara yang berada dibawah UAPB, dan kemudian dikirimkan kepada

Menteri Keuangan berupa Laporan Barang Milik Negara. Hal ini juga sejalan dengan pasal 30 dan Pasal 59 DP Nomor

7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan, yaitu bahwa pertanggungjawaban dan laporan

Dekonsentrasi/Tugas Pembantuan mencangkup aspek akuntabilitas, dimana akuntabilitas terdiri dari Laporan

Realisasi Anggaran, Neraca, Catatan atas Laporan Keuangan, dan Laporan Barang.

IMPLIKASI KEGIATAN FISIK/NON FISIK TERHADAP PENGELOLAAN ASET

Pendanaan dalam rangka dekonsentrasi untuk kegiatan yang bersifat non fisik, sedangkan pendanaan dalam

rangka tugas pembantuan dialokasikan untuk kegiatan yang bersifat fisik sesuai dengan pasal 20 dan pasal 49 PP

Nomor 7 tahun 2008.

Kegiatan non fisik dana dekonsentrasi selain menghasilkan output yang berupa hasil kegiatan koordinasi

perencanaan, fasilitasi, pelatihan, pembinaan, pengawaan, dan pengendaliaan, ternyata juga menghasilkan output

berupa barang yang diperoleh dalam menunjang kegiatan non fisik seperti komputer/laptop dan LCD yang

merupakan barang milik negara.

Sedangkan dari kegiatan fisik dana tugas pembantuan, sudah pasti akan menghasilakan aset tetap seperti

peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, serta jaringan.

Untuk mempermudah pemahaman kegiatan fisik dan non fisik seperti yang telah diuraikan di atas , dapat di

gambarkan sebagai berikut :

SKPD Gubernur Eselon 1 K/L K/L Menteri Keuangan

Provinsi/Kabupaten/Kota

BUN UAPB UAPPB –E1 UAPPB -W UAKPB

(Dekon/TP)

Page 27: Bunga Rampai Panduan Teknis App

Semua barang yang dibeli/diperoleh dari pelaksaan dekonsentrasi/tugas pembantuan merupakan BMN dan

bila dilaporkan pada laporan barang pengguna melalui SIMAK–BMN sebagai BMN, aset dekonsentrasi/tugas

pembantuan wajib dilaporkan dalam neraca K/L sebagai bagian dari Laporan Keuangan Kementerian

Negara/Lembaga (LKKL), Dimana neraca seluruh K/L pada akhirnya akan di konsolidasikan oleh Kementerian

Keuangan menjadi Neraca Pemerintah Pusat yang merupakan bagian dari Laporan Keuangan Pemerintah Pusat

(LKPP). Baik LKKL maupun LKPP tersebut akan diperiksa dan di beri opini oleh BPK. Atau dengan kata lain

akuntabilitas pengelolaan aset dekonsentrasi/tugas pembantuan turut mempengaruhi opini yang akan diberikan

oleh BPK terhadap LKKL dan LKPP secara keseluruhan.

Aset dekonsentrasi/tugas pembantuan tersebut dapat dihibahkan kepada pemerintah daerah dengan

mekanisme sesuai ketentuan yang berlaku. Adapun yang dimaksud dengan hibah adalah pengalihan kepemilikan

barang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, dari pemerintah daerah kepada pemerintah pusat, antar

pemerintah daerah atau dari pemerintah pusat/pemerintah daerah kepada pihak lain, tanpa memperoleh

penggantian. Hibah BMN baik yang berasal dari dana dekonsentrasi maupun dana tugas pembantuan, kepada

pemerintah daerah harus dibuktikan dengan Berita Acara Serah Terima Hibah BMN. Berita Acara Serah Terima Hibah

BMN tersebut digunakan sebagai dasar mengeluarkan BMN tersebut dari daftar BMN K/L. Dalam hal BMN tersebut

telah dihibahkan kepada pemerintah daerah, maka baik penatausahaan, penggunaan, maupun manfaat BMN

tersebut sepenuhnya menjadi wewenang pemerintah daerah atau menjadi Barang Milik Daerah (BMD). Apabila

status aset dekonsentrasi/tugas pembantuan tersebut bukan lagi merupakan BMN tetapi sudah menjadi BMD, maka

nilai aset dekonsentrasi/tugas pembantuan tersebut akan dikeluarkan dari Neraca Pemerintah Pusat (dan neraca K/L

tentunya ) dan harus dilaporkan dalam Neraca Pemerintah Daerah yang bersangkutan.

Page 28: Bunga Rampai Panduan Teknis App

SANKSI

Berdasarkan uraian di atas, terlihat bahwa mekanisme pelaporan dan pertanggungjawaban dana

dekonsentrasi/tugas pembantuan telah diatur secara tegas dan jelas dalam PP Nomor 7 Tahun 2008 tentang

dekonsentrasi dan Tugas pembantuan, dan bahkan bagi entitas penerima dana dekonsentrai/tugas pembantuan

apabila tidak melaksanakan pelaporan dana dekonsentrasi/tugas pembantuannya, data dikenakan sanksi. Aturan

mengenai sanksi ini tercantum dalam Pasal 75, yaitu bahwa SKPD yang secara sengaja dan/atau lalai dalam

menyampaikan laporan dekonsentrasi/tugas pembantuan dikenakan sanksi berupa:

a. Penundaan pencairan dana dekonsentrasi/tugas pembantuan triwulan berikutnya;

b. Penghentian alokasi dana dekonsentrasi/tugas pembantuan untuk tahun anggaran berikutnya.

Pengenaan sanksi tersebut tidak membebaskan SKPD dari kewajiban menyampaikan laporan dana

dekonsentrasi/tugas pembantuan.

Walaupun aturan mengenai sanksi ini telah ditetapkan, amun penerapannya masih belum berjalan

sebagaimana mestinya, instansi yang terkait dengan pertanggungjawaban dana dekonsentrasi/tugas pembantuan

masih tetap belum melaporkan aset dekonsentrasi/tugas pembantuannya secara akuntabel. Untuk itu, diperlukan

ketegasan dari pemberi sanksi terhadap entitas yang tidak mematuhi aturan main yang telah ditetapkan tersebut.

PERMASALAHAN TERKAIT ASET DEKONSENTRASI/TUGAS PEMBANTUAN

Walaupun aturan dari hulu sampai hilir terkait dengan akuntabilitas pengelolaan aset yang diperoleh dari

dana dekonsentrasi/tugas pembantuan sudah ditetapkan, namun implementasinya didaerah penerima dana

dekonsentrasi/tugas pembantuan masih belum sempurna. Hal ini tercermin pada proses persetujuan hibah aset

dekonsentrasi/tugas pembantuan ke pemerintah daerah yang kendala utamanya adalah bahwa BMN tersebut tidak

tercatat dan terlaporkan sesuai ketentuan yang berlaku. Disamping itu, masih terus adanya temuan Badan

Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait aset dekonsentrasi/tugas pembantuan dari tahun ke tahun.

Beberapa permasalahan yang terjadi di lapangan terkait dengan belum dilaporkannya aset dekonsentrasi/tugas

pembantuan adalah sebagai berikut:

a. Hampir seluruh unit akuntansi barang penerimaan dana dekonsentrasi/tugas pembantuan tidak berfungsi.

b. Kurangnya pemahaman instansi terkait dana dekonsentrasi/tugas pembantuan, baik dari sisi KL maupun sisi

SKPD akan pentingnya pertanggungjawaban atas pengelolaan aset dekonsentrasi/tugas pembantuan yang

akuntabel.

c. Kurangnya pemahaman instansi terkait dana dekonsentrasi/tugas pembantuan mengenai SIMAK BMN.

d. Tidak berfungsinya gubernur/kepala daerah sebagai koordinator kegiatan dekonsentrasi/tugas pembantuan di

daerah.

e. Tidak berjalannya fungsi pembinaan SIMAK BMN dari UAPPB Eselon 1 terhadap unit akuntansi barang penerima

dana dekonsentrasi/tugas pembantuan.

f. KL tidak dapat mengidentifikasi BMN hasil dekonsentrasi/tugas pembantuan.

g. Sanksi yang ada belum diterapkan secara tegas kepada entitas yang melanggar aturan main.

h. Adanya temuan BPK terkait aset dekonsentrasi/tugas pembantuan yang tentunya akan mempengaruhi opini BPK

terhadap LKKL dan pada akhirnya juga akan turut mempengaruhi opini BPK terhadap LKPP.

SOLUSI TERHADAP PERMASALAHAN YANG TIMBUL

Untuk menjamin terwujudnya akuntabilitas pengelolaan aset dekonsentrasi/tugas pembantuan, maka harus

ditempuh jalan keluar atas segala permasalahan yang timbul. Diperlukan pemahaman yang sama oleh seluruh

entitas yang terkait dengan aset dekonsentrasi/tugas pembantuan, serta diperlukan komitmen yang kuat dari

seluruh entitas yang terkait untuk melaksanakan segala aturan yang sudah ditetapkan. Beberapa solusi yang dapat

ditempuh dalam mengatasi permasalahan yang timbul atas tidak tertibnya pengelolaan aset yang berasal dari dana

dekonsentrasi/tugas pembantuan, yaitu:

Page 29: Bunga Rampai Panduan Teknis App

a. Intensifikasi pembinaan terhadap K/L dan SKPD tentang pertanggungjawaban atas pengelolaan aset

dekonsentrasi/tugas pembantuan.

b. Sosialisasi peraturan terkait dekonsentrasi/tugas pembantuan, baik ditingkat K/L, SKPD, Kantor Pelayanan

Perbendaharaan Negara (KPPN), dan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL).

c. Penerbitan peraturan teknis terkait sanksi, misalnya mewajibkan SKPD melampirkan laporan akuntabilitas da

Laporan Barang Kuasa Pengguna Barang yang dihasilkan dari SIMAK BMN pada saat melakukan pencairan

dana ke KPPN.

d. Penerapan sanksi secara tegas.

KESIMPULAN

1. Belanja dana dekonsentrasi/tugas pembantuan terdiri dari belanja fisik dan belanja non fisik.

2. Di dalam belanja non fisik terdapat belanja barang modal yang menghasilkan aset tetap.

3. Aset yang diperoleh dari dana dekonsentrasi/tugas pembantuan merupakan BMN.

4. BMN dari dana dekonsentrasi/pembantuan harus dikelola dan dipertanggungjawabkan melalui SIMAK-BMN.

5. Aset yang diperoleh dari dana dekonsentrasi/tugas pembantuan dapat dihibahkan kepada pemerintah daerah

melalui prosedur yang telah ditetapkan.

6. Sebelum aset dekonsentrasi/tugas pembantuan dapat dihibahkan kepada pemerintah daerah, maka harus

dilaporkan secara tertib sebagai BMN menggunakan SIMAK BMN oleh entitas penerima dana

dekonsentrasi/tugas pembantuan dan entitas yang terkait dengan dana dekonsentrasi/tugas

pembantuantersebut.

7. Aset dekonsentrasi/tugas pembantuan yang merupakan BMN apabila telah dihibahkan kepada pemerintah

daerah maka statusnya akan menjadi BMD.

8. Aset dekonsentrasi/tugas pembantuan yang berstatus BMN harus dilaporkan dalam Neraca KL terkait.

9. Aset dekonsentrasi/tugas pembantuan yang berstatus BMD harus dilaporkan dalam Neraca pemerintah daerah.

10. Diperlukan ketegasan dalam penerapan sanksi bagi entitas yang terkait dengan dana dekonsentrasi/tugas

pembantuan yang melanggar ketentuan yang telah ditetapkan sehubungan dengan akuntabilitas pengelolaan

aset dekonsentrasi/tugas pembantuan.

11. Diperlukan sosialisasi dan bimbingan teknis secara berkesinambungan terhadap entitas yang memiliki tanggung

jawab terhadap aset dekonsentrasi/tugas pembantu tentang pengelolaan dana dekonsentrasi/tugas

pembantuan, SIMAK BMN, dan pengaruh pengelolaan aset dekonsentrasi/tugas pembantuan terhadap

transparasi dan akuntabilitas keuangan Negara secara keseluruhan.

Tulisan ini disarikan dari:

1) UU No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah;

2) PP No. 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan;

3) PMK No. 171/PMK.05/2007 tentang Sistem Akuntansi Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat;

4) PMK No. 96/PMK .06/2007 tentang Tatacara Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan, dan

Pemindahtanganan BMN.

5) PMK No. 120/PMK.06/2007 tentang Penatausahaan BMN.

Page 30: Bunga Rampai Panduan Teknis App

PERLAKUAN AKUNTANSI TERHADAP

ASET TETAP RENOVASI

Oleh: Silvy Daniarti

(Dimuat pada Panduan Teknis APP Edisi 7 Tahun 2010)

Pada saat Satuan Kerja (satker) melakukan rekonsiliasi internal antara Realisasi Belanja Modal dengan Nilai

Aset Tetap yang diperoleh dan ditemukan perbedaan yang signifikan, hal tersebut disebabkan adanya beberapa hal

seperti:

a. Belum dicatatnya Aset Tetap yang diperoleh pada Aplikasi Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang

Milik Negara (SIMAK-BMN);

b. Sudah dicatat pada Aplikasi SIMAK-BMN tetapi terdapat kurang catat atas unsur Biaya Perolehan Aset Tetap;

c. Adanya renovasi yang mengakibatkan peningkatan manfaat dan nilai teknis atas Aset Tetap yang bukan miliknya.

Permasalahannya adalah bagaimana perlakuan akuntansi atas renovasi yang mengakibatkan peningkatan manfaat

dan nilai teknis atas Aset Tetap yang bukan miliknya.

1. PENGERTIAN

Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor: 120/PMK.06/2007 tentang Penatausahaan Barang Milik Negara

lampiran VII tentang Kebijakan Penatausahaan Barang Milik Negara memberikan pengertian Renovasi dan Restorasi

sebagai suatu aktivitas/kegiatan yang dapat meningkatkan kualitas dan/atau kapasitas suatu aset tetap.

Sedangkan dalam Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor: 01/KM.12/2001 tentang Pedoman Kapitalisasi Barang

Milik/Kekayaan Negara Dalam Sistem Akuntansi Pemerintah menyebutkan bahwa definisi renovasi adalah perbaikan

aset tetap yang rusak atau mengganti yang baik dengan maksud meningkatkan kualitas atau kapasitas.

Dengan mengacu kepada 2 (dua) peraturan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa renovasi adalah perbaikan

aset tetap yang rusak atau penggantian aset tetap yang baik dengan maksud meningkatkan manfaat, kualitas,

kapasitas, dan/umur ekonomis suatu aset tetap.

2. PERLAKUAN AKUNTANSI ATAS ASET TETAP RENOVASI

Sesuai PMK Nomor: 120/PMK.06/2007, KMK Nomor: 01/KM.12/2001, dan mengacu kepada Buletin Teknis

(Bultek) Nomor: 04 Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP) tentang Penyajian dan Pengungkapan Belanja

Pemerintah, renovasi yang mengakibatkan peningkatan manfaat dan nilai teknis atas aset tetap yang bukan miliknya,

dikapitalisasikan sebagai Aset Tetap Renovasi.

Berdasarkan kesamaan sifat atau fungsinya dalam aktivitas operasional suatu entitas, Aset Tetap Renovasi

diklasifikasikan sebagai Aset Tetap Lainnya, yaitu Aset Tetap yang tidak dapat digolongkan ke dalam kelompok Aset

Tetap berupa tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi, jaringan, serta konstruksi dalam

pengerjaan. Oleh karena itu perlakuan akuntansi atas Aset Tetap Renovasi mengacu kepada perlakuan akuntansi

Aset Tetap Lainnya, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar

Akuntansi Pemerintahan.

Pengakuan, Pengukuran, dan Pengungkapan

Selain berwujud, Aset Tetap Renovasi memiliki beberapa kriteria yaitu:

a. Mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan;

b. Biaya perolehan Aset Tetap Renovasi dapat diukur secara andal;

c. Tidak dimaksudkan untuk dijual dalam operasi normal entitas;

d. Diperoleh atau dibangun dengan maksud untuk digunakan; dan

Page 31: Bunga Rampai Panduan Teknis App

e. Mempunyai Nilai Minimum Kapitalisasi Aset Tetap, yaitu:

Pengeluaran untuk per satuan Peralatan dan Mesin adalah sama dengan atau lebih dari Rp300.000,- (tiga

ratus ribu rupiah); dan

Pengeluaran untuk Gedung dan Bangunan adalah sama dengan atau lebih dari Rp10.000.000,- (sepuluh juta

rupiah).

Apabila manfaat ekonomi atas renovasi suatu aset tetap memenuhi kriteria di atas, maka pengeluaran atas belanja

tersebut diklasifikasikan sebagai Belanja Modal.

Penilaian Aset Tetap Renovasi adalah sebesar biaya perolehannya, dimana biaya perolehan Aset Tetap

Renovasi menggambarkan seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh aset tersebut sampai siap pakai. Biaya

perolehan Aset Tetap Renovasi yang diperoleh melalui kontrak meliputi pengeluaran nilai kontrak, biaya

perencanaan dan pengawasan, serta biaya perizinan. Sedangkan biaya perolehan Aset Tetap Renovasi yang diadakan

melalui swakelola meliputi biaya langsung dan tidak langsung, yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja,

sewa peralatan, biaya perencanaan dan pengawasan, biaya perizinan, dan jasa konsultan.

Aset Tetap Renovasi disajikan sebagai Aset Tetap Lainnya sebesar nilai moneter di dalam Neraca. Selain itu,

pengungkapan Aset Tetap Renovasi di dalam Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) antara lain meliputi:

a. Dasar penilaian yang digunakan untuk menentukan nilai Aset Tetap Renovasi;

b. Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang menunjukkan Penambahan dan Penghapusan;

c. Kebijakan akuntansi untuk kapitalisasi yang berkaitan dengan Aset Tetap Lainnya.

3. PENDEKATAN BMN

PMK Nomor 120/PMK.06/2007 menyatakan bahwa Barang Milik Negara (BMN) adalah semua barang yang

dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau berasal dari perolehan lainnya yang

sah, meliputi:

a. barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang sejenisnya;

b. barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan perjanjian/kontrak;

c. barang yang diperoleh berdasarkan ketentuan undang-undang; atau

d. barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Setiap satuan kerja selaku Kuasa Pengguna Barang (KPB) melaksanakan penatausahaan BMN yang meliputi

kegiatan pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan BMN. Penyusunan Laporan BMN (Laporan Barang Kuasa

Pengguna) dilaksanakan setiap semester dan tahunan. Laporan BMN (Laporan Barang Kuasa Pengguna) menyajikan

posisi dan nilai BMN pada awal periode, akhir periode, serta mutasinya.

Aset Tetap Renovasi dicatat dan diklasifikasikan sebagai Aset Tetap Lainnya dalam Neraca Kementerian

Negara/Lembaga dan Neraca Pemerintah Pusat. Nilai Aset Tetap Renovasi akan terus tersajikan dari tahun ke tahun

dalam LKKL dan LKPP sampai dengan dilakukan penghentian atau pelepasan terhadap Aset Tetap Renovasi tersebut.

4. PENCATATAN ASET TETAP RENOVASI

PMK Nomor: 171/PMK.05/2007 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat

menyatakan bahwa setiap Kementerian Negara/Lembaga wajib menyelenggarakan Sistem Akuntansi Indonesia (SAI)

untuk menghasilkan laporan keuangan. SAI terdiri dari Sistem Akuntansi Keuangan (SAK) dan Sistem Manajemen dan

Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAK-BMN).

Secara umum terdapat 3 (tiga) transaksi yang mempengaruhi pengakuan Aset Tetap, yaitu: perolehan,

perubahan pengembangan, dan penghapusan. Pencatatan atas transaksi Aset Tetap dilakukan melalui Aplikasi

SIMAK-BMN dan datanya akan dikirim ke dalam Aplikasi SAK sehingga bisa disusun Neraca.

Pencatatan Aset Tetap Renovasi sedikit berbeda dengan jenis aset tetap lainnya. Satuan kerja harus

melakukan penelaahan terlebih dahulu atas transaksi Aset Tetap Renovasi tersebut. Penelaahan tersebut antara lain

Page 32: Bunga Rampai Panduan Teknis App

terdiri dari: apa jenis belanja yang digunakan untuk membiayai renovasi atas aset tetap tersebut dan bagaimana

status kepemilikan atas aset tetap yang direnovasi.

5. JENIS BELANJA

Secara umum, apabila renovasi suatu aset tetap telah mengakibatkan peningkatan manfaat dan nilai teknis

aset tetap tersebut, maka pengeluaran belanjanya diklasifikasikan sebagai Belanja Modal. Menurut Buletin Teknis

Nomor 04, penelaahan atas jenis belanja yang digunakan untuk membiayai renovasi atas aset tetap perlu dikaji dari

teori akuntansi kapitalisasi Aset Tetap Renovasi, sebagai berikut:

Apabila renovasi atas aset tetap meningkatkan manfaat ekonomik aset tetap, misalnya perubahan fungsi dan

kapasitasnya naik, maka renovasi tersebut dikapitalisasi sebagai Aset Tetap Renovasi. Apabila renovasi atas aset

tetap tidak menambah manfaat ekonomik, maka dianggap sebagai Belanja Operasional.

Apabila manfaat ekonomik renovasi tersebut lebih dari 1 (satu) tahun buku, dan memenuhi point di atas, biaya

renovasi dikapitalisasi sebagai Aset Tetap Renovasi, sedangkan apabila manfaat ekonomik renovasi kurang dari 1

(satu) tahun buku, maka pengeluaran tersebut diperlakukan sebagai Belanja Operasional tahun berjalan.

6. STATUS KEPEMILIKAN ASET TETAP YANG DIRENOVASI

Status kepemilikan aset tetap yang direnovasi akan menentukan perlakuan akuntansi terhadap renovasi atas

aset tetap yang meliputi:

a. Renovasi atas aset tetap yang merupakan milik Satuan Kerja (KPA/B) terkait;

b. Renovasi atas aset tetap yang bukan merupakan milik Satuan Kerja (KPA/B) terkait.

Perlakuan akuntansi terhadap renovasi atas aset tetap yang merupakan milik Satuan Kerja (KPA/B) terkait

Nilai renovasi atas aset tetap merupakan penambah/pengembang atas nilai aset tetap sebelumnya yang

dimiliki oleh Satuan Kerja (KPA/B) terkait.

Contoh kasus:

Neraca Satker XXX tahun 2009 menyajikan adanya nilai Gedung dan Bangunan sebesar Rp2.000.000.000,-. Gedung

dan Bangunan tersebut merupakan Gedung Kantor milik Satker XXX yang digunakan sebagai sarana operasional

kegiatan kantor. Tahun 2010 Satker XXX melakukan renovasi atas Gedung Kantor tersebut dengan nilai

Rp500.000.000,-. Akibat dari renovasi yang dilakukan, Ruang Aula di dalam Gedung Kantor tersebut berubah bentuk

dan fungsi menjadi Ruang Pegawai Satker XXX.

Atas renovasi yang dilakukan, terdapat penambahan kapasitas dan perubahan fungsi dari Ruang Aula menjadi Ruang

Pegawai. Nilai renovasi sebesar Rp500.000.000,- melebihi nilai minimum kapitalisasi Gedung dan Bangunan. Karena

Gedung Kantor tersebut merupakan aset tetap milik Satker XXX, maka nilai renovasi tersebut akan menambah nilai

Gedung dan Bangunan pada Neraca Satker XXX tahun 2010. Oleh karena biaya renovasi menggunakan jenis Belanja

Modal, maka jurnal pencatatan atas biaya renovasi Rp500.000.000,- adalah:

Akibat jurnal di atas, tampilan Neraca Komparatif menurut SAK adalah:

Dr Belanja Modal Gedung dan Bangunan Rp500 juta

Cr Piutang kepada Kas Umum Negara Rp500 juta

Sedangkan jurnal korolari atas aset tetap dimaksud:

Dr Gedung dan Bangunan Sebelum Disesuaikan Rp500 juta

Cr Diinvestasikan Dalam Aset Tetap Rp500 juta

Page 33: Bunga Rampai Panduan Teknis App

Uraian TA 2010 TA 2009

Aset

Gedung dan Bangunan Rp 2 Milyar Rp2 Milyar

Gedung dan Bangunan Sebelum

Disesuaikan

Rp0,5 Milyar

Kewajiban

Ekuitas Dana

EDI-Diinvestasikan dalam Aset Tetap Rp2,5 Milyar Rp2 Milyar

Pencatatan renovasi dilakukan juga pada SIMAK BMN sebagai Transaksi BMN yaitu Perubahan BMN

khususnya Pengembangan. Nilai renovasi merupakan nilai pengembangan atas Gedung Kantor milik Satker XXX yang

semula nilainya Rp2.000.000.000,- menjadi Rp2.500.000.000,-. Setelah pencatatan nilai renovasi di SIMAK BMN dan

dilakukan pengiriman data ke SAK, maka data SIMAK BMN tersebut akan membentuk jurnal pembalik atas jurnal

korolari serta jurnal penambah nilai atas Gedung Kantor itu sendiri, yaitu:

Jurnal pembalik atas jurnal korolari adalah:

Dr Diinvestasikan Dalam Aset Tetap Rp500 juta

Cr Gedung dan Bangunan Sebelum Disesuaikan Rp500 juta

Jurnal penambah nilai atas gedung kantor itu sendiri adalah:

Dr Gedung dan Bangunan Rp500 juta

Cr Diinvestasikan Dalam Aset Tetap Rp500 juta

Akibat dari jurnal tersebut di atas, tampilan Neraca Komparatif menurut SAK adalah:

Uraian TA 2010 TA 2009

Aset

Gedung dan Bangunan Rp2,5 Milyar Rp2 Milyar

Kewajiban

Ekuitas Dana

EDI-Diinvestasikan dalam Aset Tetap Rp2,5 Milyar Rp.2 Milyar

Apabila terdapat kesalahan penganggaran, misalnya biaya renovasi menggunakan Belanja Barang, maka

tidak ada jurnal korolari yang terbentuk sehingga tidak ada akun Gedung dan Bangunan Sebelum Disesuaikan di

dalam Neraca.

Pencatatan biaya renovasi langsung dilakukan di SIMAK-BMN sebagai Transaksi BMN yaitu Perubahan BMN

khususnya Pengembangan. Setelah pencatatan nilai renovasi di SIMAK BMN dan dilakukan pengiriman data ke SAK,

maka data SIMAK BMN langsung membentuk jurnal penambah nilai atas Gedung Kantor itu sendiri, yaitu:

Dr Gedung dan Bangunan Rp 500 juta

Cr Diinvestasikan Dalam Aset Tetap Rp 500 juta

Akibat dari jurnal tersebut, tampilan Neraca Komparatif menurut SAK adalah:

Uraian TA 2010 TA 2009

Aset

Gedung dan Bangunan Rp2,5 Milyar Rp2 Milyar

Page 34: Bunga Rampai Panduan Teknis App

Kewajiban

Ekuitas Dana

EDI-Diinvestasikan dalam Aset Tetap Rp2,5 Milyar Rp2 Milyar

Pada akhir semester/tahun, Satker XXX menjelaskan secara rinci penambahan nilai Gedung dan Bangunan tersebut

beserta kesalahan penganggarannya di dalam Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK).

Perlakuan akuntansi terhadap renovasi atas aset tetap yang bukan merupakan milik Satuan Kerja (KPA/B) terkait

Perolehan Aset Tetap Renovasi yang bukan merupakan milik Satuan Kerja (KPA/B) terkait tidak dicatat pada

SIMAK BMN, melainkan cukup dicatat di SAK saja.

Contoh kasus:

Neraca Satker YYY tahun 2009 hanya menyajikan adanya Aset Tetap berupa Peralatan dan Mesin sebesar

Rp1.000.000.000,-. Satker YYY tidak memiliki Gedung Kantor dan untuk menunjang operasional kegiatan kantor,

Satker YYY menggunakan Ruang Aula di Gedung Kantor milik Satker ZZZ.

Karena Ruang Aula tersebut kondisinya tidak memungkinkan untuk dipakai sebagai Ruang Pegawai, maka dengan ijin

dari Satker ZZZ, tahun 2010 Satker YYY melakukan renovasi atas Ruang Aula tersebut sehingga kondisinya lebih

baik/layak pakai, serta berubah bentuk dan fungsi menjadi Ruang Pegawai Satker YYY.

Biaya renovasi menggunakan Belanja Modal dengan nilai Rp500.000.000,-.

Atas renovasi yang dilakukan, terjadi penambahan kapasitas dan perubahan fungsi dari Ruang Aula menjadi Ruang

Pegawai. Nilai renovasi sejumlah Rp500.000.000,- melebihi nilai minimum kapitalisasi Gedung dan Bangunan. Nilai

renovasi tersebut dicatat sebagai Aset Tetap Renovasi dan diklasifikasikan sebagai Aset Tetap Lainnya.

Jurnal pencatatan atas biaya renovasi Rp500.000.000,- adalah:

Dr Belanja Modal Gedung dan Bangunan Rp500 juta

Cr Piutang kepada Kas Umum Negara Rp500 juta

Dan Jurnal Korolari:

Dr Gedung dan Bangunan Sebelum Disesuaikan Rp500 juta

Cr Diinvestasikan Dalam Aset Tetap Rp500 juta

Akibat jurnal di atas, maka tampilan Neraca Komparatif Satker YYY adalah:

Uraian TA 2010 TA 2009

Aset

Peralatan dan Mesin Rp1 Milyar Rp1 Milyar

Gedung dan Bangunan Sebelum

Disesuaikan

Rp0,5 Milyar

Kewajiban

Ekuitas Dana

EDI-Diinvestasikan dalam Aset Tetap Rp1,5 Milyar Rp1 Milyar

Karena Gedung dan Bangunan bukan milik dari Satker YYY, maka kegiatan renovasi ini tidak dicatat pada SIMAK

BMN. Selanjutnya dilakukan pembalikan jurnal korolari melalui jurnal neraca sebagai berikut:

Dr Diinvestasikan Dalam Aset Tetap Rp500 juta

Cr Gedung dan Bangunan Sebelum Disesuaikan Rp500 juta

Page 35: Bunga Rampai Panduan Teknis App

Juga dilakukan pencatatan jurnal Aset Tetap Renovasi sebagai berikut:

Dr Aset Tetap Renovasi Rp500 juta

Cr Diinvestasikan Dalam Aset Tetap Rp500 juta

Akibat jurnal tersebut di atas, tampilan Neraca Komparatif Satker YYY adalah:

Uraian TA 2010 TA 2009

Aset

Peralatan dan Mesin Rp1 Milyar Rp1 Milyar

Aset Tetap Lainnya Rp0,5 Milyar

Kewajiban

Ekuitas Dana

EDI-Diinvestasikan dalam Aset Tetap Rp1,5 Milyar Rp1 Milyar

Pada akhir semester/tahun Satker YYY menjelaskan secara rinci Aset Tetap Renovasi tersebut di dalam CaLK.

7. PENGHAPUSAN ASET TETAP RENOVASI

Aset Tetap Renovasi tidak memiliki ukuran kuantitas (measurement unit) yang jelas. Pengukuran yang ada

hanya berupa ukuran nilai satuan uang (monetary measurement) yang diambil dari nilai perolehannya. Sampai

dengan tulisan ini disusun belum ada aturan mengenai penghapusan Aset Tetap Renovasi dari Direktorat Jenderal

Kekayaan Negara (DJKN) selaku Pengelola Barang. Hal ini menyebabkan pertanyaan apakah nilai Aset Tetap Renovasi

akan dibiarkan terus terbawa dalam Neraca meskipun aset tersebut telah dikembalikan kepada satker pemiliknya

atau akan terhenti saat pengembalian aset tetap dan dilakukan serah terima kepada satker pemiliknya. Dalam hal

nilai Aset Tetap Renovasi akan dibiarkan terus terbawa dalam Neraca meskipun aset tersebut telah dikembalikan

kepada satker pemiliknya, maka satker hanya perlu menjelaskan secara rinci di dalam CaLK ketika aset tetap tersebut

dikembalikan kepada pemiliknya. Sedangkan nilai Aset Tetap Renovasi yang diklasifikasikan sebagai Aset Tetap

Lainnya akan terus terbawa di dalam Neraca satker dari tahun ke tahun.

Apabila nilai Aset Tetap Renovasi akan dihentikan saat pengembalian dan serah terima Aset Tetap Renovasi

kepada satker pemilik, maka harus dilakukan eliminasi atas Aset Tetap Renovasi-Aset Tetap Lainnya dari Neraca.

Pencatatan eliminasi dilakukan berdasarkan Surat Persetujuan yang ditetapkan oleh DJKN dan bukti serah terima

Aset Tetap Renovasi.

Ilustrasi:

Pada akhir tahun 2010 Satker YYY mengembalikan Aset Tetap Renovasi senilai Rp500.000.000,- kepada Pemilik Aset,

Satker ZZZ. Neraca Satker YYY pada saat belum dilakukan serah terima Aset Tetap Renovasi adalah:

Uraian TA 2010 TA 2009

Aset

Peralatan dan Mesin Rp1 Milyar Rp1 Milyar

Aset Tetap Lainnya Rp0,5 Milyar

Kewajiban

Ekuitas Dana

EDI-Diinvestasikan dalam Aset

Tetap

Rp1,5 Milyar Rp1 Milyar

Berdasarkan Surat Persetujuan yang ditetapkan oleh DJKN dan bukti serah terima Aset Tetap Renovasi, Satker YYY

melakukan eliminasi atas Aset Tetap Renovasi-Aset Tetap Lainnya dari Neraca melalui jurnal neraca sebagai berikut:

Page 36: Bunga Rampai Panduan Teknis App

Dr Diinvestasikan Dalam Aset Tetap Rp500 juta

Cr Aset Tetap Renovasi Rp500 juta

Akibat jurnal eliminasi tersebut, tampilan Neraca Komparatif Satker YYY menjadi:

Uraian TA 2010 TA 2009

Aset

Peralatan dan Mesin Rp1 Milyar Rp1 Milyar

Aset Tetap Lainnya Rp0 Milyar

Kewajiban

Ekuitas Dana

EDI-Diinvestasikan dalam Aset Tetap Rp1,0 Milyar Rp1 Milyar

Penghapusan/serah terima atas Aset Tetap Renovasi mengakibatkan berkurangnya nilai Aset Tetap Lainnya sejumlah

Rp500.000.000,-. Penghapusan/serah terima ini juga harus dijelaskan secara rinci di dalam CaLK semester/tahun.

Sedangkan untuk Satker ZZZ selaku penerima Aset Tetap Renovasi, berdasarkan Surat Persetujuan yang ditetapkan

oleh DJKN dan bukti serah terima Aset Tetap Renovasi juga melakukan pencatatan dalam Laporan Keuangan Satker

ZZZ, khususnya Neraca.

Sebelum dilakukan serah terima Aset Tetap Renovasi, Neraca Satker ZZZ tahun 2010 adalah:

Uraian TA 2010 TA 2009

Aset

Tanah Rp1 Milyar Rp1 Milyar

Peralatan dan Mesin Rp1 Milyar Rp0,5 Milyar

Gedung dan Bangunan Rp1,5 Milyar Rp1,5 Milyar

Kewajiban

Ekuitas Dana

EDI-Diinvestasikan dalam Aset

Tetap

Rp3,5 Milyar Rp3 Milyar

Setelah adanya Surat Persetujuan yang ditetapkan oleh DJKN dan bukti serah terima Aset Tetap Renovasi, Satker ZZZ

mencatat penerimaan Aset Tetap Renovasi sebagai penambah nilai/pengembangan atas nilai gedung kantor yang

dimilikinya.

Pencatatan dilakukan pada SIMAK BMN melalui Transaksi BMN khususnya transaksi Penerimaan Aset dari

Pengembangan Aset Renovasi, kemudian dilakukan pengiriman data ke SAK.

Data SIMAK BMN langsung membentuk jurnal penambah nilai atas Gedung Kantor Satker ZZZ, yaitu:

Dr Gedung dan Bangunan Rp 500 juta

Cr Diinvestasikan Dalam Aset Tetap Rp 500 juta

Akibat dari jurnal tersebut, tampilan Neraca Satker ZZZ adalah:

Uraian TA 2010 TA 2009

Aset

Tanah Rp1 Milyar Rp1 Milyar

Page 37: Bunga Rampai Panduan Teknis App

Peralatan dan Mesin Rp1 Milyar Rp0,5 Milyar

Gedung dan Bangunan Rp2 Milyar Rp1,5 Milyar

Kewajiban

Ekuitas Dana

EDI-Diinvestasikan dalam Aset

Tetap

Rp4 Milyar Rp3 Milyar

Perubahan nilai Gedung dan Bangunan di dalam Neraca dijelaskan secara rinci di dalam CaLK semesteran/tahunan

Satker ZZZ.

KESIMPULAN

1. Aset Tetap Renovasi dicatat di dalam Neraca sebagai akun Aset Tetap Lainnya;

2. Mutasi nilai Aset Tetap Renovasi diungkapkan secara jelas dan rinci di dalam Catatan atas Laporan Keuangan;

3. Perlu payung hukum yang jelas terhadap tindak lanjut perlakuan akuntansi dan manajerial atas Aset Tetap

Renovasi.

REFERENSI:

1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PP) Nomor 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan;

2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik

Negara/Daerah;

3. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 01/KM.12/2001 tentang Pedoman Kapitalisasi Barang Milik/Kekayaan

Negara Dalam Sistem Akuntansi Pemerintah;

4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.06/2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan,

Pemanfaatan, Penghapusan, Dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara;

5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 120/PMK.06/2007 tentang Penatausahaan Barang Milik Negara;

6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 171/PMK.05/2007 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan

Pemerintah;

7. Buletin Teknis Nomor 04 Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP) tentang Penyajian Dan Pengungkapan

Belanja Pemerintah.

Page 38: Bunga Rampai Panduan Teknis App

PENGERTIAN REHABILITASI, RENOVASI DAN RESTORASI DALAM KAPITALISASI ASET TETAP

Oleh: Syaiful

(Dimuat pada Panduan Teknis APP Edisi 7 Tahun 2010)

Pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pemeliharaan aset tetap setelah perolehan kerap ditemukan.

Pengeluaran tersebut dapat dikategorikan kedalam tiga kelompok besar yaitu:

1. Rehabilitasi

Rehabilitasi adalah perbaikan aset tetap yang rusak sebagian dengan tanpa meningkatkan kualitas dan atau

kapasitas dengan maksud dapat digunakan sesuai dengan kondisi semula.

2. Renovasi

Renovasi adalah perbaikan aset tetap yang rusak atau mengganti yang baik dengan maksud meningkatkan

kualitas atau kapasitas.

3. Restorasi

Restorasi adalah perbaikan aset tetap yang rusak dengan tetap mempertahankan arsitekturnya.

Pengeluaran yang dilakukan tersebut dapat dikapitalisasi sebagai penambah nilai aset atau dapat dianggap sebagai

pengeluaran biasa yang tidak dikapitalisasi.

Kapitalisasi adalah penentuan nilai pembukuan terhadap semua pengeluaran untuk memperoleh aset tetap hingga

siap pakai, untuk meningkatkan kapasitas/efisiensi, dan atau memperpanjang umur teknisnya dalam rangka

menambah nilai-nilai aset tersebut.

Dari uraian singkat tersebut di atas, maka belanja pemeliharaan yang dikeluarkan setelah perolehan aset tetap yang

menambah dan memperpanjang masa manfaat dan atau kemungkinan besar memberi manfaat ekonomik di masa

yang akan datang dalam bentuk kapasitas, mutu produksi, atau peningkatan standar kinerja harus dikelompokkan

kedalam belanja modal dan dikapitalisasi sebagai penambah nilai aset tetap dalam laporan keuangan.

Perlakuan Akuntansi dan Pelaporan

Pengeluaran setelah perolehan aset tetap dalam akuntansi dapat dikategorikan dalam dua kelompok yaitu:

a. Pengeluaran yang dapat dikapitaliasasi.

Di samping belanja modal untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya, pengeluaran-pengeluaran sesudah

perolehan aset tetap atau aset lainnya dapat juga dikapitalisasi sebagai penambah nilai aset. Pengeluaran

tersebut dapat dikategorikan sebagai Belanja Modal yang menambah nilai aset jika memenuhi persyaratan

sebagai berikut:

1. Pengeluaran tersebut menyebabkan bertambahnya masa manfaat, kapasitas, kualitas dan volume aset yang

telah dimiliki.

Terkait dengan kriteria tersebut, maka dapat dijelaskan lebih lanjut bahwa:

(a) Pertambahan masa manfaat adalah bertambahnya umur ekonomis yang diharapkan dari aset tetap yang

sudah ada. Misalnya sebuah gedung semula diperkirakan mempunyai umur ekonomis 10 tahun. Pada

tahun ke-7 pemerintah melakukan renovasi dengan harapan gedung tersebut masih dapat digunakan 8

tahun lagi. Dengan adanya renovasi tersebut maka umur gedung berubah dari 10 tahun menjadi 15 tahun.

(b) Peningkatan kapasitas adalah bertambahnya kapasitas atau kemampuan aset tetap yang sudah ada.

Misalnya, sebuah generator listrik yang mempunyai output 200 KW dilakukan renovasi sehingga

kapasitasnya meningkat menjadi 300 KW.

(c) Peningkatan kualitas aset adalah bertambahnya kualitas dari aset tetap yang sudah ada. Misalnya, jalan

Page 39: Bunga Rampai Panduan Teknis App

yang masih berupa tanah ditingkatkan oleh pemerintah menjadi jalan aspal.

(d) Pertambahan volume aset adalah bertambahnya jumlah atau satuan ukuran aset yang sudah ada, misalnya

penambahan luas bangunan suatu gedung dari 400 m2 menjadi 500 m2.

2. Pengeluaran tersebut memenuhi batasan minimal nilai kapitalisasi aset tetap/aset lainnya.

Nilai Satuan Minimum Kapitalisasi Aset Tetap adalah pengeluaran untuk pengadaan baru dan penambahan

nilai aset tetap dari hasil pengembangan, reklasifikasi, renovasi, dan restorasi. Nilai Satuan Minimum

Kapitalisasi Aset Tetap meliputi:

(a) pengeluaran untuk per satuan peralatan dan mesin, dan alat olah raga yang sama dengan atau lebih dari

Rp300.000 (tiga ratus ribu rupiah); dan;

(b) pengeluaran untuk gedung dan bangunan yang sama dengan atau lebih dari Rp10.000.000 (sepuluh juta

rupiah).

Nilai Satuan Minimum Kapitalisasi Aset Tetap dikecualikan terhadap pengeluaran untuk tanah,

jalan/irigasi/jaringan, dan aset tetap lainnya berupa koleksi perpustakaan dan barang bercorak kesenian.

b. Pengeluaran yang tidak dapat dikapitalisasi.

Pengeluaran yang dimaksudkan untuk mempertahankan aset tetap atau aset lainnya yang sudah ada ke dalam

kondisi normal tanpa memperhatikan besar kecilnya jumlah belanja. Belanja Pemeliharaan meliputi antara lain

pemeliharaan tanah, pemeliharaan gedung dan bangunan kantor, rumah dinas, kendaraan bermotor dinas,

perbaikan peralatan dan sarana gedung, jalan, jaringan irigasi, peralatan mesin, dan lain-lain sarana yang

berhubungan dengan penyelenggaraan pemerintahan.

Selanjutnya berdasarkan urain diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa:

1. Pengeluaran setelah perolehan aset tetap yang dapat dikapitalisasi dan memenuhi batasan nilai minimum

dicatat dan dilaporkan sebagai penambah nilai aset tetap, serta dianggarkan dalam Belanja Modal.

Selanjutnya terhadap penambahan tersebut dilaporkan dalam Laporan Keuangan dan Laporan Barang Milik

Negara.

2. Pengeluaran dengan tujuan Rehabilitasi aset tetap tidak dikapitalisasi sebagai penambah nilai aset tetap,

serta tidak dianggarkan dalam Belanja Modal dan dalam Laporan Barang Milik Negara.

3. Pengeluaran dalam rangka renovasi dan restorasi sepanjang meliputi biaya yang dikeluarkan untuk

meningkatkan kualitas dan atau kapasitas, dan memenuhi batasan nilai minimum dicatat dan dilaporkan

sebagai penambahan nilai aset tetap, serta dianggarkan dalam Belanja Modal. Selanjutnya terhadap

penambahan tersebut dilaporkan dalam Laporan Keuangan dan Laporan Barang Milik Negara.

Page 40: Bunga Rampai Panduan Teknis App

Akrual

Page 41: Bunga Rampai Panduan Teknis App

BASIS AKRUAL: SUATU PENGANTAR

Oleh: Mega Meilistya

(Dimuat pada Panduan Teknis APP Edisi 6 Tahun 2009)

Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan-DJPBN, Kementerian Keuangan bekerja sama dengan

Departemen of Finance and Deregulation, Pemerintah Australia telah menyelenggarakan seminar dua hari tentang

akrual pada tanggal 15 Oktober 2009 bertempat di Hotel Borobudur, Jakarta.

Acara seminar didahului dengan pembacaan sambutan oleh Direktur Jendral Perbendaharaan Herry Purnomo,

dilanjutkan dengan pembacaan sambutan oleh Direktur APK-DJPBN Sonny Loho. Selanjutnya Menteri Keuangan Sri

Mulyani Indrawati menyampaikan keynote speech sekaligus membuka acara seminar.

Acara seminar dihadiri antara lain para kepala biro keuangan kementrian negara/lembaga dan para kepala

KPPN seluruh Indonesia. Hari pertama seminar diawali dengan presentasi oleh Tony Ollife dan Ellie Barlow sebagai

perwakilan Departemen of Finance and Deregulation, Pemerintah Australia. Binsar H. Simanjutak sebagai ketua

Komie Kerja KSAP menutup hari pertama seminar. Presentasi hari kedua seminar disampaikan oleh Tony Ollife, Ellie

Barlow, dan Sonny Loho.

Pembicaraan dari Australia, Tony Ollife dan Ellie Barlow, membawakan beberapa judul presentasi. Pada hari

pertama seminar dipresentasikan makalah tentang: Tinjauan Terhadap Akuntansi Akrual, Konsep Kas dan Akrual,

serta Pengalaman Australia dalam Implementasi Akrual. Selanjutnya pada hari kedua seminar, mereka menjelaskan

Penyusunan Laporan Akrual dari Laporan Kas melalui contoh-contoh praktis serta Government Finance Statistics.

Perwakilan pembicaraan dari Indonesia, Binsar H. Simanjutak, membawakan presentasi dengan judul:

Pandangan Umun Standar Akuntansi Pemerintahan “Kas Menuju Akrual” di Indonesia – Perkembangan dan Arah

Setelah Ini.

Setelah masing-masing pembicara membawakan presentasinya, diadakan forum tanya jawab dan diskusi

kepada para peserta seminar.

BASIS AKUNTANSI

Basis akuntansi megacu pada saat/kapan suatu transaksi keuangan diakui atau dicatat. Pengakuan ini terbagi

menjadi dua basis, yaitu basis akrual dan basis kas.

Pada basis akrual, pendapatan diakui pada saat barang dijual atau pada saat jasa diberikan kepada pihak ketiga,

tanpa memperhatikan uang kas diterima penjual/penyedia jasa. Sedangkan beban/biaya diakui pada periode dimana

beban/biaya tersebut member manfaat pada perusahaan/entitas tanpa memperhatikan kapan uang kas harus

dibayarkan kepada pihak ketiga. Perbedaan antara jumlah pendapatan dan jumlah biaya dalam satu periode menjadi

laba periode dimaksud.

Sebaliknya, basis kas mengakui pendapatan pada saat uang kas diterima, dan mengakui beban/biaya pada saat uang

kas dibayarkan.

ILUSTRASI TRANSAKSI

Pada bulan Januari 2006, perusahaan asuransi Bimby menjual polis asuransi kesehatan yang berlaku untuk jangka

waktu 3 tahun. Dalam kontrak polis disebutkan bahwa klien akan membayar 150.000 di muka. Biaya untuk satu buah

polis yang terjual diperkirakan sebesar 20.000 setiap tahunnya. Bagaiman perhitungan laba perusahaan tersebut

untuk setiap polis asuransi yang terjual setiap tahunnya?

Page 42: Bunga Rampai Panduan Teknis App

Pada saat laporan keuangan disiapkan, harsu ditentukan pada periode mana pendapatan dan belanja harus

dilaporkan. Pada ilustrasi diatas, perusahaan Bimby dapat digolongkan sebagai perusahaan jasa yang menjula polis

asuransi. Apabila perusahaan mempergunakan basis akrual, maka pendapatan diakui pada saat jasa asuransi

diberikan.

Meskipun seorang klien harus melakukan pembayaran di muka sebesar 150.000 untuk membeli polis asuransi

tersebut, namun klien memperoleh masa manfaat asuransi selama 3 tahun sebagaimana tertera pada kontrak polis,

dengan demikian perusahaan Bimby harus menyebar penerimaan 150.00 dari klien kepada 3 periode berbeda (2006,

2007,dan 2008). Dengan demikian pelaporan pada basis akrual (dalam ribuan) adalah sebagai berikut:

2006 2007 2008

Pendapatan 50 50 50

Beban 20 20 20

Laba 30 30 30

Sedangakan dengan basis kas, perusahaan mengakui pendapatan dan bebannya sesuai dengan aliran uang Kas yang

diterima/dibayarkan (dalam ribuan).

2006 2007 2008

Pendapatan 150 0 0

Beban 20 20 20

Laba 130 (20) (20)

Apabila kita lihat pada ilustrasi dua pelaporan diatas, total laba untuk 1 polis asuransi selama 3 tahun pada basis

akrual dan basis akrual dan basis kas akan menghasilkan nilai yang sama, yaitu sebesar 90.000. Namun besarnya laba

setiap tahun tidak sama antara basis akrual dan basis kas. Pada basis akrual, fluktukasi laba setiap priode tidak

sebesar pada basis kas. Oleh karena itu, sering disebutkan bahwa basis akrual menghasilkan laporan keuangan lebih

akurat.

Untuk menerapkan akuntasi berbasis akrual, pada akhir periode akuntansi:

1. harus ditentukan mana pendapatan dan belanja yang harus dilaporkan pada periode yang dimaksud.

Penentuan kapan suatu pendapatan dan belanja akan dilaporkan harus mengikuti prinsip kesesuaian atau

matching principle. Menurut prinsip ini setiap pengorbanan ekonomis (pengeluaran/biaya/cost) pada suatu

periode harus dapat disandingkan dengan manfaat yang ditimbulkan pada periode yang sama. Dengan demikian,

setiap biaya yang timbul harus dapat disandingkan dengan pendapatan yang diperoleh. Demikian pula

sebaliknya, untuk setiap pendapatan yang diakui harus dapat disandingkan dengan beban yang timbul.

2. harus dibuat jurnal penyesuaian untuk, antara lain, perkiraan-perkiraan sebagai berikut:

a. beban dibayar muka

b. pendapatan diterima di muka

c. beban yang masih harus dibayar

d. pendapatan yang masih harus diterima

e. beban terkait degan alokasi pemakaian aktiva tetap (penyusutan)

JURNAL PENYESUAIAN

Pada akhir periode akuntansi beberapa perkiraan perlu untuk disesuaikan karena saldonya tidak mencerminkan nilai

sebenarnya.

Page 43: Bunga Rampai Panduan Teknis App

Beban Dibayar di Muka

Beban dibayar muka adalah beban yang dibayar secara tunai dan dicatat sebagai aset sebelum digunakan untuk

dikonsumsi. Beban dibayar muka akan kadaluarsa baik karena berlakunya waktu (misalnya untuk pos sewa dan

asuranasi) ataupun karena pemakaian dan konsumsi (misalnya untuk pos perlengkapan).

Pembukuan pos biaya dibayar dimuka dapat menggunakan pendekatan aset ataupun pendekatan biaya, seperti

terlihat pada contoh di bawah ini:

Pada awal bulan, dibayar sewa ruangan untuk setahun dengan biaya 2.400

Pendekatan aset:

Dr Sewa Dibayar Dimuka 2.400

Cr. Kas 2.400

Pendekatan Beban/biaya:

Dr Beban Sewa 2.400

Cr. Kas 2.400

Pada pendekatan aset , sewa didebet sebagai aset. Sedangkan dalam pendekatan beban/biaya, sewa didebet

sebagai beban.

Pada akhir bulan, harus dilakukan penyesuaian karena beban sewa sudah hangus untuk satu bulan (2.400 : 12 = 200),

maka jurnal penyesuaian sebagai berikut:

Pendekatan aset:

Dr Beban sewa 200

Cr Sewa dibayar muka 200

Pendekatan biaya:

Dr sewa dibayar di muka 2.200

Cr beban sewa 2.200

Jurnal penyesuaian pendekatan aset menyatakan bahwa aset telah terpakai sebesar 200: karena itu bila pada

awalnya akun sewa dibayar muka di debit 2.400, maka pada jurnal penyesuaian akun ini di kredit 200. Hal ini

menunjukan bahwa aset sudah berkurang dan ditambahkan ke biaya.

Jurnal awal pada pendekatan biaya, di debet biaya sewa sebesar 2.400. setelah satu bulan berlalu, dari jumlah 2.400,

sebesar 2.200 belum dimanfaatkan. Oleh karena itu, dibuat jurnal penyesuaian dengan mengkreditkan biaya sewa

sebesar 2.200. Hal ini menunjukan bahwa biaya sewa tidak lagi sebesar 2.400 dan harus dikurangi untuk dipindahkan

ke jenis perkiraan aset (yaitu akun sewa dibayar muka) karena manfaatnya belum diterima.

Kedua pendekatan diatas akan menghasilkan saldo akun yang sama di laporan keuangan akhir bulan, yaitu saldo

sewa dibayar di muka 2.200 dan saldo biaya sewa 200.

Pendapatan Diterima di Muka

Pendapatan Diterima di Muka adalah pendapatan atas suatu barang/jasa yang belum diserahkan tetapi uang kasnya

sudah diterima.

Page 44: Bunga Rampai Panduan Teknis App

Contoh:

Tanggal 1 Agustus diterima sewa untuk 1 tahun kedepan sebesar 3.000. Akhir periode akuntansi adalah 31

Desember.

Terdapat dua cara pencatatan atas pos pendapatan diterima dimuka, yaitu pendekatan hutang dan pendekatan

pendapatan.

Pendekatan hutang:

Dr Kas 3.000

Cr Pendapatan Diterima di Muka 3.000

Pendekatan pendapatan:

Dr Kas 3.000

Cr Pendapatan 3.000

Dengan mengkredit akun pendapatan diterima di muka pada pendekatan hutang, perusahaan mengakui adanya

hutang pada klien sebesar 3.000.

Pada akhir tahun jumlah yang benar-benar merupakan pendapat sewa di periode tersebut adalah 1.250, yaitu sewa

5 bulan dari bulan Agustus hingga bulan Desember (5/12 x 3.000).

Sementara sewa sebesar 1.750 (3.000-1.250) merupakan uang sewa untuk periode tahun berikutnya. Dengan

demikian harus dibuat jurnal penyesuaian sebagai berikut:

Pendekatan hutang:

Dr Pendapatan Diterima di Muka 1.250

Cr Pendapatan 1.250

Pendekatan Pendapatan:

Dr Pendapatan 1.750

Cr Pendapatan Diterima di Muka 1.750

Jurnal penyesuaian pendekatan hutang mendebet pendapatan diterima di muka sebesar 1.250; hal ini

diinteprestasikan bahwa hutang perusahaan (yaitu akun pendapatan diterima dimuka) telah berkurang 1.250 karena

perusahaan telah memberikan jasa sewa selama 5 bulan. Sedangkan akun pendapatan disisi kredit mencerminkan

pengakuan pendapatan perusahaan selama periode berjalan.

Pada pendekatan pendapatan, perusahaan awalnya mengakui adanya pendapatan sebesar 3.000 dengan mengkredit

akun pendapatan. Di akhir periode nilai ini harus diadjust dengan mengurangi nilainya sebesar 1.750 untuk

dipindahkan ke jenis perkiraan hutang (yaitu akun pendapatan diterima di muka) guna mencerminkan nilai sewa

pada periode berikutnya.

Baik perusahaan menggunakan pendekatan pendapatan, akan dihasilkan saldo akun yang sama di laporan keuangan

akhir tahun, yaitu saldo pendapatan diterima dimuka sebesar 1.750 dan saldo pendapatan sebesar 1.250.

Beban yang Masih Harus Dibayar

Beban yang masih harus dibayar adalah beban yang menurut waktunya harus diakui (misalnya: karena perusahaan

telah menikmati jasa dari pihak lain) namun pembayaran (uang tunai) atas beban tersebut belum dilaksanakan.

Beban yang harus dibayar merupakan utang bagi perusahaan.

Page 45: Bunga Rampai Panduan Teknis App

Contoh:

Sampai dengan tanggal 31 Desember, beban rekening telepon perusahaan yang telah jatuh tempo sebesar 3.700.

perusahaan akan membayar tagihan telepon ini pada bulan Januari tahun yang akan datang.

Maka jurnal penyesuaian yang harus dibuat pada akhir bulan Desember:

Dr Beban Rekening Telepon 3.700

Cr Utang Rekening Telepon 3.700

Jurnal penyesuaian diatas mengandung arti bahwa per 31 Desember, perusahaan telah memakai jasa telepon

sebesar 3.700 tetapi atas beban ini belum dibayar.

Akun utang rekening telepon akan muncul pada bagian utang neraca perusahaan dan akun ini akan hilang pada saat

perusahaan melakukan pembayaran (kas) rekening telepon dalam melakukan jurnal berikut ini :

Dr Utang Rekening Telepon 3.700

Cr Kas 3.700

Pendapatan Yang Masih Harus Diterima

Pendapatan yang masih harus diterima merupakan pendapatan yang telah menjadi hak perusahaan tetapi belum

diterima uangnya sehingga menimbulkan piutang bagi perusahaan .

Contoh:

Pada tanggal 1 November 2008 perusahaan membeli obligasi senilai 9.000. bunga obligasi sebesar 20% per tahun

dan dibayar setiap tanggal 1 November dan 1 Mei.

Pada contoh kasus ini, tidak akan dibahas jurnal pada tanggal 1November 2008, yaitu saat oligasi dibeli. Adapun

jurnal peyesuaian pada tanggal 31Desember 2008 (periode tutup tahun buku perusahaan) sebagai berikut:

Dr Piutang Bunga 300

Cr Pendapatan Bunga 300

Dengan mengkreditkan akun pendapatan bunga, perusahaan mengakui bahwa sampai dengan 31 Desember

terdapat bunga (obligasi) sebesar 300 (20% X 9.000 X 2/12) yang berasal dari bunga bulan November dan Desember.

Karena bunga ini belum diterima pembayaran (Kas) nya, maka dicatat piutang bunga pada sisi debet yang nantinya

akan muncul disisi aset pada laporan neraca perusahaan.

Penyusutan

Selanjutnya perlu dilakukan jurnal penyesuaian terhadap penyusutan aktiva tetap perusahaan.

Aktiva tetap yang digunakan untuk kegiatan operasional perusahaan akan mengalami keausan. Bahkan setelah

jangka waktu tertentu, aktiva tetap tersebut sudah tidak dapat dipergunakan lagi dan harus di keluarkan dari

pembukuan. Untuk mencatat nilai yang ‘aus’, perusahaan mengalokasikan sejumlah tertentu dari nilai aktiva tetap

selama periode masa manfaatnya. Hal ini biasa dikenal dengan penyusutan.

Jurnal Standar Untuk Mencatat Penyusutan Adalah:

Dr Beban Penyusutan xxx

Cr Akumulasi Penyusutan xxx

Page 46: Bunga Rampai Panduan Teknis App

Perkiraan akumulasi penyusutan merupakan perkiraan kontra terhadap perkiraan aset tetap yang disusutkan.

Dengan demikian, meskipun akumulasi penyusutan mempunyai saldo kredit, akun ini akan muncul disisi debet

laporan neraca dan menjadi pengurang (offset) dari akun aset tetapnya. Sedangkan perkiraan biaya penyusutan akan

dilaporkan pada laporan laba rugi perusahaan.

Hal yang menarik dari penyusutan terkait dengan tema sistem akuntansi berbasis akrual adalah perkiraan ini

merupakan perkiraan non Kas. Pada saat dilakukan pencatatan penyusutan pada pembukuan perusahaan, tidak ada

arus kas yang masuk ataupun keluar dari rekening perusahaan. Namun, dengan dibukukannya beban penyusutan ini,

perusahaan mengakui bahwa nilai aset tetap mengalami depresiasi/penurunan yang merupakan cerminan dari

berkurangnya masa manfaat/kapasitas asset tetap akibat telah dipakai dalam kegiatan operasional perusahaan.

Selain penyusutan, juga ada beberapa aktifitas non kas yang dibukukan pada sistem akuntansi akrual. Hal ini

merupakan salah satu kelebihan sistem akuntansi berbasis akrual bila dibandingkan dengan sistem akuntansi

berbasis kas sebagaimana dijelaskan pada halaman berikut.

MENGAPA BERPINDAH KE BASIS AKRUAL

Basis kas umumnya digunakan oleh perusahaan-perusahaan berskala kecil karena pencatatan transaksi

dengan bebasis kas cenderung sederhana dan tidak memerlukan analisis yang rumit. Sebaliknya bila perusahaan

semakin berkembang skala bisnisnya dimana jenis transaksi keuangan perusahaan juga turut berkembang dan

perusahaan mulai memerlukan laporan keuangan yang lebih terukur, maka basis akrual akan lebih menghasilkan

informasi yang lebih akurat.

Kelemahan pertama dari basis kas terkait dari tidak dicatatnya transaksi-transaksi non kas. Sebagaimana

dijelaskan dimuka, perusahaan hanya akan melakukan pembukuan setiap kali terjadi aliran uang tunai ke/dari

perusahaan. Sehingga informasi berikut tidak dapat disajikan dalam akuntansi bebasis kas:

Sumber daya non-kas. Sebagai contoh, apabila suatu entitas menerima bantuan atau hibah dalam bentuk barang

atau jasa, entitas dimaksud tidak dapat mencatat nilai dari bantuan/hibah tersebut, bahkan apabila bantuan

atau hibah tersebut dilengkapi dengan faktur/kwitansi atau dokumen yang menyebutkan harga barang atau nilai

jasa dari bantuan/hibah. Hal ini disebabkan tidak adanya aliran uang kas yang masuk ke entitas dimaksud.

Beban entitas yang bersifat non kas. Sebagaimana dijelaskan dimuka, sistem akuntansi dengan basis akrual

dapat menangkap aktifitas-aktifitas yang tidak ada aliran uang tunai (kas)nya, seperti beban penyusutan atau

beban amortisasi.

Kegagalan sistem akuntansi basis kas untuk biaya-biaya non kas menjadi perhitungan biaya atas suatu

barang/jasa hanya terbatas pada sumber daya real/fisik saja. Sehingga besar kemungkinan biaya barang/jasa

tersebut ‘under-valued’ daripada yang seharusya karena banyak beban-beban non fisik/real tidak dicatat.

Selain daripada itu, basis kas tidak bisa mencatat transaksi kewajiban yang tidak didanai (unfunded liabilities)

seperti pensiun. Juga kewjiban kontinjensi tidak dapat didefinisi pada sisitem akuntansi dengan basis kas.

Selain transaksi non kas, dari basis kas adalah tidak dimungkinkannya suatu entitas untuk menyusun neraca.

Karena basis kas hanya mencatat transaksi berdasarkan aliran uang tunai (kas), maka transaksi perjanjian bisnis

perusahaan yang tidak ada aliran uang/kas-nya tidak dapat dibukukan. Sehingga piutang tidak dapat direkam dalam

pembukuan.

Sebaliknya basis akrual memungkinkan untuk menyajikan posisi keuangan suatu entitas (aset, kewajiban,

modal/ekuitas) didalam pelaporannya. Perbedaan antara timing pendapatan dan beban, dan timing arus kas akan

berpengaruh kepada kenaikan dan penurunan aset dan kewajiban. Informasi tersebut dapat digunakan untuk

penilaian posisi keuangan suatu entitas pada akhir periode.

Page 47: Bunga Rampai Panduan Teknis App

Dengan adanya laporan atas posisi keuangan suatu entitas, maka entitas tersebut dapat menunjukan

akuntabilitasnya kepada publik (terutama bila entitas tersebut tergolong perusahaan publik atau entitas pemerintah

yang memiliki tanggung jawab publik). Selain itu entitas dapat melakukan manajemen ataupun pengelolaan aset dan

hutang yang terencana dengan baik, seperti dalam hal pemeliharaan dan penggantian aset ataupun pelunasan

hutang entitas.

Dengan adanya manajemen hutang yang baik, diharapkan entitas dapat mengendalikan beban finansialnya.

Dalam pemerintahan, diharapkan hutang tidak menjadi beban yang berat dimasa mendatang apabila

pengelolaannya sudah baik yang data-datanya terekam dalam pelaporan keuangan pemerintahan.

Dengan adanya hubungan antara timing pendapatan-beban dengan timing peristiwa atau transaksi yang

menyebabakannya, dapat dibuat penilaian terhadap “kinerja keuangan” selama satu periode keuangan. Selanjutnya,

kinerja keuangan antar periode dapat diperbandingkan.

KONSEP KAS MENUJU AKRUAL

Pada sesi akhir hari kedua seminar, Binsar Simanjutak membawakan makalah dengan judul Pandangan

Umum Standar Akuntansi Pemerintah “Kas Menuju Akrual” di Indonesia Perkembangan Arah Seelah ini.

Dalam presentasinya, beliau menyampaikan perjalanan sejarah sistem dan standar akuntansi pemerintahan di

Indonesia. Selanjutnya beliau memaparkan kendala-kendala yang dihadapi dalam penerapan basis akrual di

Indonesia berikut langkah-langkah strategis untuk mengatasinya.

Untuk menghindari resistensi yang tinggi dalam upaya migrasi dari basis kas ke basis akrual, ditempuh cara

dengan mengakomodasi basis kas dan basis akrual. Dengan cara ini pendapatan, belanja dan pembiayaan diakui

bedasarkan basis kas. Sementara aset, utang, dan ekuitas diakui berdasarkan basis akrual.

Guna mengkaitkan antara pendapatan belanja dan pembiayaan sebagai unsur laporan realisasi anggaran

dengan aset, utang, dan ekuitas sebagai unsur neraca, digunakan ‘jurnal Korolari’ sehingga nilai kapitalitas aset dan

utang dapat dihasilkan.

Melalui cara ini pemerintah pusat telah berhasil menyusun laporan keuangan komprehensif pertama

(termasuk di dalamnya neraca) di tahun 2005, yaitu untuk pertanggungjawaban anggaran tahun 2004.

Selanjutnya penerapan sistem akuntansi dengan basis akrual akan dilakukan secara bertahap mulai tahun

2009 dan diharapkan sistem akrual penuh tahun 2015.

Menghadapi sistem akuntansi yang berbasis akrual penuh pada tahun 2015, banyak kendala-kendala yang harus

diatasi, baik oleh Kementerian Keuangan selaku pengelola fiskal maupun Kementerian Negara/Lembaga lainnya.

Untuk itu, pemerintah telah menyusun sejumlah langkah-langkah yang telah dan akan ditempuh dalam

Page 48: Bunga Rampai Panduan Teknis App

menyongsong pelaksanaan sistem akuntansi berbasis akrual ini. Terkait dengan hal ini, dalam paparannya, Binsar

Simanjutak menjelaskan sebagai berikut:

1. Sumber Daya Manusia

Penerapan akuntansi berbasis akrual menghadapi kendala yang sangat signifikan, yaitu kesiapan staf dan pejabat

pada setiap Kementerian Negara/Lembaga dalam memasuki sistem yang berbeda dengan sistem yang ada saat

ini. Sistem akuntansi berbasis akrual akan memberikan banyak tantangan kepada mereka, mulai dari penentuan

pengakuan pendapatan dan biaya hingga menyiapkan jurnal penyesuaian yang tepat diakhir periode. Semua ini

menuntut pelaku akuntasi dan pelaporan keuangan pemerintah untuk memiliki kesiapan skil yang dibutuhkan.

Untuk itu, saat ini telah digalakan Program Percepatan Akuntabilitas Keuangan Pemerintah (PPAKP) dimana staf

bagian akuntansi/pembukuan/keuangan instansi dapat belajar akuntansi dan manajemen pemerintahan. Selain

itu, sosialisasi sistem akuntansi dan laporan keuangan pemerintah juga digiatkan.

2. Sistem baru yang memerlukan pengembangan

Untuk menghadapi penerapan akuntansi berbasis akrual, sistem yang ada harus disesuaikan. Peraturan-

peraturan yang mendukung penerapan akuntansi berbasis akrual telah dan akan disusun sebagai landasan

operasional. Demikian pula Bagan Akun Standar (BAS) akan terus disempurnakan, terutama untuk

akun/perkiraan yang berkaitan dengan transaksi-transaksi akrual.

Saat ini DJPBN tengah mempersiapkan Perdirjen untuk mencatat transaksi-transaksi akrual pada penyusunan

LKKL dan LKPP 2009 sebagai salah satu langkah awal dalam pelaksanaan akuntansi berbasis akrual bertahap.

3. Dukungan Teknologi Informasi yang kuat

Pengembangan sistem dan aplikasi, terkait penerapan basis akrual, juga membutuhkan sarana teknologi

informasi yang kuat.

Semua fitur yang ditawarkan oleh teknologi informasi harus dapat membuat modul akuntansi berbasis akrual.

Saat ini Kementerian Keuangan sedang membangun SPAN (Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara)

dengan modul-modul yang mendukung pelaksanaan sistem akuntansi berbasis akrual.

4. Investarisasi, penilaian dan satus BMN/BMD

Penatausahaan dan pencatatan aset di sebagian besar Kementerian Negara/Lembaga masih menjadi issue

penting. Terkait dengan pelaksanaan akuntansi berbasis akrual, aset yang disajikan pada neraca pemerintah

hendaknya mencerminkan nilai dan kuantitas yang sebenarnya. Untuk itu saat ini masih terus dijalankan

program investasi, penilaian dan status atas Barang Milik Negara (BMN) diseluruh instansi pemerintah,

khususnya pemerintah pusat.

5. Selain point-point di atas, penatausahaan document serta penyempurnaan proses bisnis yang terus menerus,

berkaitan dengan reformasi manajemen keuangan juga turut menjadi kunci sukses bagi pelaksanaan akuntansi

berbasis akrual.

Tulisan ini merupakan tinjauan teoritis sekaligus rangkuman kegiatan seminar tentang akrual yang diadakan oleh

Dit.APK DJPBN bekerja sama dengan Departemen of Finance and Deregulation, Pemerintah Australia

Page 49: Bunga Rampai Panduan Teknis App

LAPORAN OPERASIONAL: SUATU PENGANTAR

Oleh: Mega Meilistya

(Dimuat pada Panduan Teknis APP Edisi 9 Tahun 2011)

Pemerintah telah menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi

Pemerintahan (SAP) pada tanggal 22 Oktober 2010. PP tersebut mempunyai 2 (dua) lampiran, yaitu lampiran I yang

berisi Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) yang berbasis akrual dan lampiran II yang berisi PSAP yang

berbasis kas menuju akrual. Sebagaimana disebutkan dalam PP 71/2010, pernyataan standar yang ada dalam

lampiran I PP 71/2010 telah berlaku efektif sejak tahun anggaran 2010. Dalam hal entitas pelaporan belum dapat

menerapkan PSAP berbasis akrual, PSAP berbasis kas menuju akrual dapat diberlakukan sampai dengan tahun

anggaran 2014. Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan berbasis akrual untuk entitas pada Pemerintah Pusat

akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Dengan mengacu kepada PP SAP yang baru ini, seluruh entitas pemerintah pusat dan daerah akan

menerapkan SAP berbasis akrual untuk laporan keuangannya paling lambat pada tahun anggaran 2015. Penerapan

SAP berbasis akrual akan mempergunakan beberapa laporan baru selain yang saat ini telah ada. Untuk itu, Buletin

Panduan Teknis Akuntansi Pemerintah Pusat akan mulai membahas laporan-laporan baru yang ada pada PP

dimaksud guna mulai memperkenalkan kepada para pelaku akuntansi pemerintah, baik pusat maupun daerah.

Dimulai penerbitan Panduan Teknis edisi ini, akan dimulai pengenalan mengenai Laporan Operasional.

LATAR BELAKANG LO

Saat ini, sesuai dengan SAP berbasis kas menuju akrual, terdapat 4 (empat) jenis laporan keuangan

pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran yang harus dipersiapkan oleh entitas akuntansi/pelaporan, yaitu

Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca, Laporan Arus Kas (LAK), dan Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK). Sesuai

dengan isi PSAP dari PP 71/2010 lampiran II:

1. LRA adalah laporan yang berisi informasi tentang realisasi pendapatan, belanja, transfer, surplus/defisit, dan

pembiayaan dari suatu entitas pelaporan yang masing-masing diperbandingan dengan anggarannya;

2. Neraca adalah laporan yang menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan mengenai aset,

kewajiban, dan ekuitas dana pada tanggal tertentu;

3. Sedangkan LAK adalah laporan yang memberikan informasi historis mengenai perubahan kas dan setara kas

suatu entitas pelaporan dengan mengklasifikasikan arus kas berdasarkan aktivitas operasi, investasi aset

nonkeuangan, pembiayaan dan nonanggaran selama satu periode akuntansi.

Penerapan akuntansi berbasis akrual mensyaratkan tambahan jenis laporan keuangan baru, yaitu Laporan

Operasional (LO), Laporan Perubahan Sisa Anggaran Lebih/Kurang (SAL/SAK), dan Laporan Perubahan Ekuitas.

Khusus untuk Laporan Operasional, PP 71/2010 mengatur secara tersendiri pada Pernyataan Standar Akuntansi

Pemerintahan (PSAP) Nomor 12 sebagaimana tercantum pada Lampiran I PP tersebut.

Laporan Operasional merupakan laporan tentang seluruh kegiatan operasional keuangan entitas pelaporan

yang terdiri dari unsur-unsur pendapatan-LO, beban, dan surplus/defisit operasional yang penyajiannya

disandingkan dengan angka-angka dari periode yang sebelumnya. Laporan Operasional dapat disetarakan dengan

Laporan Laba Rugi (income statement) seperti yang biasa dikenal pada akuntansi komersial, yaitu keduanya

memberikan informasi tentang seluruh transaksi pendapatan dan biaya/beban suatu entitas selama satu periode

akuntansi. Hasil bersih dari Laporan Operasional, yaitu Surplus/Defisit, selanjutnya akan dilaporkan melalui Laporan

Perubahan Ekuitas untuk kemudian dipindahkan ke akun Ekuitas (akhir) di Neraca. Sehingga tiga laporan, yaitu

Laporan Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas, dan Neraca, mempunyai keterkaitan yang dapat

Page 50: Bunga Rampai Panduan Teknis App

dipertanggungjawabkan dalam siklus akuntansi berbasis akrual. Hal ini setara dengan hubungan antara Laporan Laba

Rugi, Laporan Perubahan Modal, dan Neraca pada sistem akuntansi komersial.

Adanya Laporan Operasional tidak menghilangkan kewajiban entitas akuntansi/pelaporan untuk menyusun

dan menyajikan Laporan Realisasi Anggaran. Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara

pada Bab VIII tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN dan APBD mengatur bahwa laporan keuangan sebagai

bentuk pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD (anggaran) antara lain meliputi Laporan Realisasi APBN/APBD

(Anggaran). Hal yang sama kembali dipertegas pada UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.

Dengan demikian penerapan akuntansi pemerintah yang berbasis akrual sebagaimana dinyatakan dalam PP

71/2010 akan memisahkan laporan finansial dan laporan pertanggungjawaban anggaran. Laporan finansial

melaporkan kinerja (performance) keuangan entitas akuntansi/pelaporan dan terdiri dari Laporan Operasional,

Laporan Perubahan Ekuitas, dan Neraca. Sementara laporan pertanggungjawaban anggaran terdiri dari Laporan

Realisasi Anggaran dan Laporan Perubahan SAL/SAK yang disusun untuk memenuhi kewajiban pemerintah yang

diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Tabel di bawah ini menjelaskan perbedaan antara Laporan Operasional dan Laporan Realisasi Anggaran

menurut PP 71/2010 lampiran I pada saat akuntansi berbasis akrual diterapkan:

LO LRA

Penyajian Perbandingan antara nilai

periode berjalan dengan nilai

periode sebelumnya.

Perbandingan antara nilai

realisasi dengan nilai

anggaran.

Basis Akrual Kas

Unsur 1. Pendapatan-LO

2. Beban

3. Kegiatan Non Operasional

4. Pos Luar Biasa

5. Surplus/Defisit-LO

1. Pendapatan

2. Belanja

3. Transfer

4. Pembiayaan

5. Sisa Lebih/Kurang

Pembiayaan Anggaran

(SiLPA/SiKPA)

Proses Penyusunan LO

Laporan Perubahan Ekuitas

Neraca

LRA

Laporan Perubahan SAL/SAK

Transaksi akrual:

1. Pendapatan yang masih

harus diterima

2. Pendapatan diterima di

muka

3. Belanja dibayar di muka

4. Belanja yang masih harus

dibayar

Dicatat

Tidak dicatat

(Saat ini, sesuai dengan

Perdirjen Nomor PER-

62/PB/2009, entitas

pemerintah pusat menyajikan

informasi pendapatan dan

belanja secara akrual sebagai

suplemen laporan keuangan)

Page 51: Bunga Rampai Panduan Teknis App

Transaksi non-kas:

1. Penyusutan

2. Amortisasi

3. Deplesi

4. Penyisihan (piutang tak

tertagih)

Dicatat

Tidak dicatat

MANFAAT LO

Laporan Operasional memberikan informasi tentang kegiatan operasional keuangan dari suatu entitas

akuntansi/pelaporan dengan menyajikan berbagai unsur pendapatan-LO, beban, surplus/defisit dari operasi,

surplus/defisit dari kegiatan non operasional, surplus/defisit sebelum pos luar biasa, pos luar biasa, dan

surplus/defisit-LO. Informasi yang disediakan untuk para pengguna laporan untuk satu periode pelaporan antara

lain:

(a) Penyajian beban akrual dalam LO memungkinkan pengguna laporan untuk mengetahui besarnya beban yang

harus ditanggung pemerintah dalam menjalankan pelayanannya melalui perhitungan biaya (cost) per

program/kegiatan. Pencatatan beban dengan basis akrual meliputi semua transaksi beban meskipun

pengeluaran kas-nya tidak dilakukan pada periode berjalan (current period). Sebaliknya, pengeluaran kas pada

periode berjalan tidak dapat dicatat sebagai beban pada LO bila pengeluaran tersebut tidak terkait dengan

program/kegiatan periode berjalan. Untuk lebih jelasnya diberikan contoh sebagai berikut:

Biaya konsultan selama bulan November dan Desember akan dimasukkan sebagai beban pada Laporan

Operasional tahun 20X0 meskipun pembayarannya dilakukan pada bulan Februari 20X1.

Pembayaran sewa kantor untuk 3 (tiga) tahun ke depan pada bulan Juli 20X1 (Juli 20X1 – Juni 20X4) hanya

akan mencatat 1/6 (satu per enam) dari seluruh pembayaran sebagai beban sewa pada LO 20X1. Sementara

5/6 (lima per enam) dari total pembayaran tidak diakui sebagai beban sewa pada LO 20X1.

Dengan mempergunakan prinsip penyandingan beban terhadap program/kegiatan, penyajian beban per

program/kegiatan pada LO akan lebih andal dan terukur dibandingkan penyajian belanja per program/kegiatan

pada LRA.

(b) Selanjutnya biaya per program/kegiatan dalam LO dapat dibandingkan dengan dengan output/keluaran entitas

sebagaimana dilaporkan dalam Laporan Kinerja untuk menilai efisiensi dan dibandingkan dengan outcome/hasil

entitas untuk menilai efektivitas entitas akuntansi/pelaporan. Dengan demikian kinerja (performance)

pemerintah dalam hal efisiensi, efektivitas, dan kehematan perolehan dan penggunaan sumber daya ekonomi

dapat dievaluasi. Informasi kinerja tersebut dapat dijadikan sebagai indikator keberhasilan atau kegagalan

kinerja entitas yang kemudian dapat digunakan untuk bahan pertimbangan dalam pengelolaan sumber ekonomi

di masa yang akan datang.

(c) Penyajian LO dengan membandingkan secara komparatif angka periode pelaporan berjalan dengan periode yang

lalu memungkinkan pengguna laporan melakukan analisa trend yang antara lain berguna dalam memprediksi

(estimate) pendapatan-LO yang akan diterima untuk mendanai kegiatan pemerintah pusat dan daerah pada

periode mendatang.

(d) Perhitungan pendapatan-LO dan beban dalam LO akan menghasilkan besaran surplus operasional yang

mencerminkan adanya peningkatan ekuitas pemerintah atau besaran defisit operasional yang menandakan

adanya penurunan ekuitas pemerintah. Nilai surplus/defisit operasional dalam LO seterusnya akan dilaporkan

dalam Laporan Perubahan Ekuitas.

AKUNTANSI PENDAPATAN-LO

Menurut PP 71/2010 pendapatan-LO diartikan sebagai hak pemerintah yang menambah ekuitas dalam

periode tahun anggaran yang bersangkutan dan tidak perlu dibayar kembali, sementara pendapatan (LRA) sebagai

semua penerimaan Rekening Kas Umum Negara/Daerah yang menambah ekuitas dana lancar dalam periode tahun

anggaran yang bersangkutan yang menjadi hak pemerintah, dan tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah. Baik

Page 52: Bunga Rampai Panduan Teknis App

Laporan Operasional maupun Laporan Realisasi Anggaran mengakui pendapatan sebagai hak yang tidak perlu

dibayar kembali di kemudian hari. Namun pendapatan LRA diakui bila uang/kas dari pendapatan tersebut telah

diterima pada Rekening Kas Umum Negara/Daerah sehingga ekuitas dana lancar pemerintah akan bertambah. Hal ini

berbeda dengan pendapatan-LO yang tidak memperhatikan aliran uang/kas yang masuk ke Rekening Kas Umum

Negara/Daerah sepanjang hak pendapatan tersebut telah menjadi milik pemerintah dan menambah ekuitas.

Hak pemerintah tersebut dapat diakui sebagai Pendapatan-LO apabila telah timbul hak pemerintah untuk

menagih atas suatu pendapatan atau telah terdapat suatu realisasi pendapatan yang ditandai dengan adanya aliran

masuk sumber daya ekonomi. Secara lebih rinci, pengakuan atas Pendapatan-LO sesuai PP 71/2010 adalah sebagai

berikut:

(a) Pendapatan-LO yang diperoleh berdasarkan peraturan perundang-undangan diakui pada saat timbulnya hak

untuk menagih pendapatan. Contoh dari pendapatan-LO ini adalah pada saat diterbitkannya penetapan pajak

kepada wajib pajak.

(b) Pendapatan-LO yang diperoleh sebagai imbalan atas suatu pelayanan yang telah selesai diberikan berdasarkan

peraturan perundang-undangan, diakui pada saat timbulnya hak untuk menagih imbalan. Contoh dari

pendapatan-LO ini adalah pendapatan yang diterima dari biaya pengurusan dokumen sipil/negara seperti KTP,

SIM, STNK dan lain-lain.

(c) Pendapatan-LO yang diakui pada saat direalisasi adalah hak yang telah diterima oleh pemerintah tanpa terlebih

dahulu adanya penagihan.

(d) Dalam hal badan layanan umum, pendapatan diakui dengan mengacu pada peraturan perundangan yang

mengatur mengenai badan layanan umum.

Paragraf 26 PSAP 12 dari Lampiran I PP 71/2010 mengatur bahwa Pendapatan-LO dilaksanakan berdasarkan

azas bruto, yaitu dengan membukukan pendapatan bruto, dan tidak mencatat jumlah netonya (setelah

dikompensasikan dengan pengeluaran). Berkaitan dengan penerapan azas bruto ini, terdapat perbedaan antara

Lampiran I PP 71/2010 yang berbasis akrual dengan Lampiran II PP 71/2010 yang berbasis Cash Toward Accrual

(CTA), yaitu terdapat paragraf tambahan yang menyebutkan “Dalam hal besaran pengurang terhadap pendapatan-

LO bruto (biaya) bersifat variabel terhadap pendapatan dimaksud dan tidak dapat di estimasi terlebih dahulu

dikarenakan proses belum selesai, maka asas bruto dapat dikecualikan”. Sehingga pendapatan migas dari Kontrak

Kontraktor Kerjasama (KKKS) yang memenuhi persyaratan paragraf di atas dapat diakui dengan tidak

mempergunakan azas bruto.

Akuntansi untuk koreksi dan pengembalian Pendapatan-LO diatur dalam PP 71/2010 sebagai berikut:

(a) Pengembalian yang sifatnya normal dan berulang (recurring) atas pendapatan-LO pada periode penerimaan

maupun pada periode sebelumnya dibukukan sebagai pengurang pendapatan.

(b) Koreksi dan pengembalian yang sifatnya tidak berulang (non-recurring) atas pendapatan-LO yang terjadi pada

periode penerimaan pendapatan dibukukan sebagai pengurang pendapatan pada periode yang sama.

(c) Koreksi dan pengembalian yang sifatnya tidak berulang (non-recurring) atas pendapatan-LO yang terjadi pada

periode sebelumnya dibukukan sebagai pengurang ekuitas pada periode ditemukannya koreksi dan

pengembalian tersebut.

Entitas pelaporan menyajikan pendapatan-LO yang diklasifikasikan menurut sumber pendapatan. Klasifikasi

menurut sumber pendapatan untuk pemerintah pusat dikelompokkan berdasarkan jenis pendapatan, yaitu

pendapatan perpajakan, pendapatan bukan pajak, dan pendapatan hibah. Klasifikasi menurut sumber pendapatan

untuk pemerintah daerah dikelompokkan menurut asal dan jenis pendapatan, yaitu pendapatan asli daerah,

pendapatan transfer, dan lain-lain pendapatan yang sah. Masing-masing pendapatan tersebut diklasifikasikan

menurut jenis pendapatan. Rincian lebih lanjut sumber pendapatan disajikan pada Catatan atas Laporan Keuangan.

Page 53: Bunga Rampai Panduan Teknis App

AKUNTANSI BEBAN

Menurut PP 71/2010 beban pada LO adalah penurunan manfaat ekonomi/potensi jasa dalam periode

pelaporan yang menurunkan ekuitas pemerintah, dapat berupa pengeluaran/konsumsi aset atau timbulnya

kewajiban. Sementara belanja pada LRA adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah yang

mengurangi ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh

pembayarannya kembali oleh pemerintah. Sama halnya dengan pendapatan, transaksi belanja pada Laporan

Operasional tidak memperhatikan arus kas yang keluar dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah. Dengan demikian

pengakuan beban pada LO terjadi pada saat:

(a) Timbulnya kewajiban, yaitu saat terjadinya peralihan hak dari pihak lain ke pemerintah tanpa diikuti keluarnya

kas dari kas umum negara/daerah. Contohnya tagihan rekening telepon dan rekening listrik yang belum dibayar

pemerintah.

(b) Terjadinya konsumsi aset, yaitu saat pengeluaran kas kepada pihak lain yang tidak didahului timbulnya

kewajiban dan/atau konsumsi aset nonkas dalam kegiatan operasional pemerintah.

(c) Terjadinya penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa, yaitu saat penurunan nilai aset sehubungan dengan

penggunaan aset bersangkutan/berlalunya waktu. Contoh penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa adalah

beban yang berkaitan dengan penyusutan atau amortisasi.

(d) Dalam hal badan layanan umum, beban diakui dengan mengacu pada peraturan perundangan yang mengatur

mengenai badan layanan umum.

Laporan Operasional mengklasifikasikan beban menurut klasifikasi ekonomi. Sementara beban berdasarkan

klasifikasi organisasi dan klasifikasi lain yang dipersyaratkan menurut ketentuan perundangan diungkapkan dalam

Catatan atas Laporan Keuangan. Klasifikasi ekonomi pada prinsipnya mengelompokkan beban berdasarkan jenis

beban. Klasifikasi ekonomi untuk pemerintah pusat adalah beban pegawai, beban barang, beban bunga, beban

subsidi, beban hibah, beban bantuan sosial, beban penyusutan aset tetap/amortisasi, beban transfer, dan beban

lain-lain. Klasifikasi ekonomi untuk pemerintah daerah terdiri dari beban pegawai, beban barang, beban bunga,

beban subsidi, beban hibah, beban bantuan sosial, beban penyusutan aset tetap/amortisasi, beban transfer, dan

beban tak terduga.

Pengelompokan beban pada akuntansi berbasis akrual memperkenalkan jenis beban baru, antara lain beban

penyusutan aset tetap/amortisasi. Pencatatan beban penyusutan/amortisasi merupakan akibat dari pengakuan

bahwa aset pemerintah, kecuali untuk beberapa aset tertentu seperti tanah, mempunyai masa manfaat dan

kapasitas yang terbatas sebagaimana dinyatakan dalam PSAP 1 tentang Kerangka Konseptual Akuntansi

Pemerintahan. Seiring dengan penurunan kapasitas dan manfaat dari suatu aset, nilai aset tetap yang bersangkutan

disusutkan selama masa manfaatnya menurut suatu alokasi yang sistematis. Metode penyusutan/amortisasi dapat

dikelompokkan menjadi:

(a) Metode garis lurus (straight line method);

(b) Metode saldo menurun ganda (double declining balance method);

(c) Metode unit produksi (unit of production method).

Koreksi atas beban, termasuk penerimaan kembali beban, yang terjadi pada periode beban yang

bersangkutan dibukukan sebagai pengurang/penambah beban pada periode yang sama. Apabila diterima pada

periode berikutnya, koreksi atas beban dibukukan dalam pendapatan lain-lain. Dalam hal mengakibatkan

penambahan beban dilakukan dengan pembetulan/koreksi pada akun ekuitas.

Selisih lebih/kurang antara Pendapatan-LO dan beban selama satu periode pelaporan dicatat dalam pos

Surplus/Defisit dari Kegiatan Operasional. Surplus dari kegiatan operasional merupakan selisih lebih antara

Pendapatan-LO dan beban selama satu periode pelaporan, sedangkan Defisit dari kegiatan operasional adalah selisih

kurang antara Pendapatan-LO dan beban selama satu periode pelaporan. Untuk memperoleh surplus/defisit ini,

Page 54: Bunga Rampai Panduan Teknis App

transaksi pembiayaan tidak diperhitungkan karena transaksi pembiayaan tidak terkait secara langsung dengan

operasional entitas pemerintah selama periode pelaporan.

KEGIATAN NON OPERASIONAL DAN POS LUAR BIASA

Selain Pendapatan-LO dan beban, Laporan Operasional juga menyajikan kegiatan Non Operasional dan Pos

Luar Biasa. Kegiatan Non Operasional terdiri dari pendapatan dan beban yang sifatnya tidak rutin, seperti

surplus/defisit penjualan aset non lancar dan surplus/defisit penyelesaian kewajiban jangka panjang. Sedangkan Pos

Luar Biasa memuat kejadian luar biasa yang mempunyai karakteristik sebagai berikut:

(a) tidak dapat diramalkan terjadi pada awal tahun anggaran;

(b) tidak diharapkan terjadi berulang-ulang (rutin); dan

(c) diluar kendali entitas pemerintah.

Kegiatan Non Operasional dan Pos Luar Biasa disajikan terpisah dalam Laporan Operasional dan disajikan

sesudah Surplus/Defisit dari kegiatan operasional. Sifat dan jumlah rupiah dari kejadian luar biasa harus diungkapkan

pula dalam Catatan atas Laporan Keuangan.

Pembahasan tentang Kegiatan Non Operasional dan Pos Luar Biasa dari Laporan Operasional akan dijelaskan

lebih lanjut pada penerbitan Panduan Teknis berikutnya.

SURPLUS/DEFISIT-LO

Surplus/Defisit-LO adalah penjumlahan selisih lebih/kurang antara surplus/defisit kegiatan operasional,

kegiatan non operasional, dan kejadian luar biasa. Saldo Surplus/Defisit-LO pada akhir periode pelaporan

dipindahkan ke Laporan Perubahan Ekuitas. Ekuitas awal ditambah/dikurang dengan surplus/defisit LO pada periode

bersangkutan ditambah/dikurang dengan dampak kumulatif perubahan kebijakan/kesalahan mendasar akan

diperoleh ekuitas akhir.

CONTOH FORMAT LAPORAN OPERASIONAL

PEMERINTAH PUSAT

LAPORAN OPERASIONAL

UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 DAN 20X0

(Dalam Rupiah)

URAIAN 20X1 20X0 KENAIKAN/

PENURUNAN (%)

KEGIATAN OPERASIONAL xxx xxx xxx xxx

PENDAPATAN xxx xxx xxx xxx

PENDAPATAN PERPAJAKAN xxx xxx xxx xxx

Pendapatan Pajak Penghasilan xxx xxx xxx xxx

Pendapatan Pajak Pertambahan Nilai dan

Penjualan Barang Mewah

xxx xxx xxx xxx

Pendapatan Pajak Bumi dan Bangunan xxx xxx xxx xxx

Pendapatan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan

Bangunan

xxx xxx xxx xxx

Pendapatan Cukai xxx xxx xxx xxx

Pendapatan Bea Masuk xxx xxx xxx xxx

Pendapatan Pajak Ekspor xxx xxx xxx xxx

Pajak Lainnya xxx xxx xxx xxx

Jumlah Pendapatan Perpajakan (3 s/d 10) xxx xxx xxx xxx

Page 55: Bunga Rampai Panduan Teknis App

PENDAPATAN NEGARA BUKAN PAJAK xxx xxx xxx xxx

Pendapatan Sumber Daya Alam xxx xxx xxx xxx

Pendapatan Bagian Pemerintah atas Laba BUMN xxx xxx xxx xxx

Pendapatan Negara Bukan Pajak Lainnya xxx xxx xxx xxx

Jumlah Pendapatan Negara Bukan Pajak (14

s/d 16)

xxx xxx xxx xxx

PENDAPATAN HIBAH xxx xxx xxx xxx

Pendapatan Hibah xxx xxx xxx xxx

Jumlah Pendapatan Hibah (20) xxx xxx xxx xxx

JUMLAH PENDAPATAN (11+17+21) xxx xxx xxx xxx

BEBAN xxx xxx xxx xxx

Beban Pegawai xxx xxx xxx xxx

Beban Persediaan xxx xxx xxx xxx

Beban Jasa xxx xxx xxx xxx

Beban Pemeliharaan xxx xxx xxx xxx

Beban Perjalanan Dinas xxx xxx xxx xxx

Beban Bunga xxx xxx xxx xxx

Beban Subsidi xxx xxx xxx xxx

Beban Hibah xxx xxx xxx xxx

Beban Bantuan Sosial xxx xxx xxx xxx

Beban Penyusutan xxx xxx xxx xxx

Beban Transfer xxx xxx xxx xxx

Beban Lain-Lain xxx xxx xxx xxx

JUMLAH BEBAN (25 s/d 36) xxx xxx xxx xxx

SURPLUS/DEFISIT DARI KEGIATAN

OPERASIONAL (22-37)

xxx xxx xxx xxx

KEGIATAN NON OPERASIONAL xxx xxx xxx xxx

Surplus Penjualan Aset Non Lancar xxx xxx xxx xxx

Surplus Penyelesaian Kewajiban Jangka Panjang xxx xxx xxx xxx

Defisit Penjualan Aset Nonlancar xxx xxx xxx xxx

Defisit Penyelesaian Kewajiban Jangka Panjang xxx xxx xxx xxx

Surplus/Defisit Dari Kegiatan Non Operasional

Lainnya

xxx xxx xxx xxx

JUMLAH SURPLUS/DEFISIT DARI KEGIATAN NON

OPERASIONAL (42 s/d 46)

xxx xxx xxx xxx

SURPLUS/DEFISIT SEBELUM POS LUAR BIASA

(39+47)

xxx xxx xxx xxx

POS LUAR BIASA xxx xxx xxx xxx

Pendapatan Luar Biasa xxx xxx xxx xxx

Beban Luar Biasa xxx xxx xxx xxx

POS LUAR BIASA (51-52) xxx xxx xxx xxx

SURPLUS/DEFISIT-LO (48+53) xxx xxx xxx xxx

Page 56: Bunga Rampai Panduan Teknis App

KESIMPULAN

Penerapan akuntansi berbasis akrual merupakan tantangan besar bagi Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Daerah. Perubahan peraturan pelaksanaan dan sistem akuntansi sebagai konsekuensi dari penerapan akuntansi

berbasis akrual harus disikapi secara hati-hati dengan persiapan yang matang. Terkait dengan penyusunan Laporan

Operasional, perlu diperhatikan keterkaitan antara Laporan Operasional dengan Laporan Kinerja sehingga informasi

beban (akrual) per program/kegiatan dapat disajikan secara andal. Selanjutnya, hubungan yang logis antar laporan

keuangan, termasuk Laporan Operasional, harus diperhatikan dengan adanya (kemungkinan) penggunaan dual basis

pencatatan antara sistem penganggaran dan sistem pelaporan.

Kesimpulan lain adalah:

1. Laporan Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas dan Neraca mempunyai keterkaitan yang dapat

dipertanggungjawabkan;

2. Laporan pertanggungjawaban anggaran dapat dibedakan dengan laporan kinerja keuangan;

3. Dapat diketahui kinerja operasional pemerintah untuk periode pelaporan tertentu;

4. Laporan Operasional mempunyai nilai prediktif karena informasinya dapat digunakan untuk memprediksi

pendapatan LO yang akan diterima untuk mendanai kegiatan pemerintah dalam periode mendatang.

REFERENSI:

1. UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

2. UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.

3. PP Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.

Page 57: Bunga Rampai Panduan Teknis App

PENYAJIAN INFORMASI AKRUAL PADA LAPORAN KEUANGAN

Oleh: Joko Supriyanto

(Dimuat pada Panduan Teknis APP Edisi 12 Tahun 2012)

I. PENDAHULUAN

Laporan keuangan pemerintah saat ini memasuki masa peningkatan kualitas. Hal ini ditandai dengan

meningkatnya jumlah Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga (LKKL) yang memperoleh opini Wajar Tanpa

Pengecualian. Demikian juga dengan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) yang sejak tahun 2009

menyandang opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dari sebelumnya menyandang opini disclaimer Salah satu

kriteria laporan keuangan dinyatakan WTP antara lain tidak terdapat salah saji material pada setiap elemen laporan

keuangan.

Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang APBN, yaitu sejak Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2008

tentang APBN Tahun Anggaran 2009, Laporan Realisasi Anggaran pada LKPP dilengkapi dengan informasi

pendapatan dan belanja secara akrual. Dengan demikian, pemerintah harus melengkapi informasi pendapatan dan

belanja secara akrual sejak LKPP Tahun 2009. Sebelumnya laporan ini tidak diamanatkan pada UU APBN tahun-tahun

sebelumnya.

Kementerian Keuangan dalam hal ini Direktorat Jenderal Perbendaharaan telah menerbitkan Peraturan

Direktorat Jenderal Perbendaharaan Nomor 62 Tahun 2009 tentang Tata Cara Penyajian Informasi Pendapatan dan

Belanja Secara Akrual pada Laporan Keuangan. Perdirjen tersebut merupakan tindak lanjut dari Undang-Undang

Nomor 41 Tahun 2008 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2009.

Perdirjen tersebut secara jelas memberikan pedoman dalam mengidentifikasi informasi pendapatan dan

belanja akrual yang harus disajikan, format penyajian informasi pendapatan dan belanja akrual, serta cara penyajian

informasi pendapatan dan belanja akrual pada neraca. Penyajian neraca sendiri secara eksplisit sudah ditetapkan

menggunakan basis akrual sebagaimana diamanatkan pada Pasal 26 ayat (4) UU 41 Tahun 2008. Pedoman dibuat

rinci sesuai jenjang pelaporan pada kementerian negara/lembaga mulai dari satuan kerja, tingkat wilayah, tingkat

eselon 1 dan pada tingkat kementerian negara/lembaga sehingga dapat dikompilasi dalam suplemen LKPP.

Pendapatan akrual diperoleh dari realisasi pendapatan berbasis kas disesuaikan dengan transaksi

pendapatan akrual. Informasi belanja akrual diperoleh dari realisasi belanja berbasis kas disesuaikan dengan

transaksi belanja secara akrual (Pasal 8 ayat (1) dan ayat (2) Perdirjen Nomor 62/PB/2009).

Dengan demikian ada kemungkinan pendapatan akrual lebih kecil, sama dengan atau lebih besar dari

realisasi pendapatan berbasis kas. Jika ada pendapatan diterima di muka pada tahun berjalan berarti informasi

pendapatan akrual lebih kecil dari pendapatan berbasis kas, jika ada pendapatan yang masih harus diterima berarti

informasi pendapatan akrual lebih besar dari pendapatan berbasis kas. Jika tidak terdapat pendapatan diterima di

muka maupun pendapatan yang masih harus diterima maka informasi pendapatan akrual sama dengan pendapatan

berbasis kas.

II. PERMASALAHAN

Sejak Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan ditetapkan dan

berlaku mulai Penyusunan Laporan Keuangan Tahun Anggaran 2005, maka penyusunan LKPP menggunakan basis

kas untuk penyusunan Laporan Realisasi Anggaran dan basis akrual untuk penyusunan Neraca. Namun demikian,

pada pelaksanaannya belum maksimal, karena belum semua satuan kerja memahami dengan baik data pendapatan

dan belanja akrual yang seharusnya dimasukkan dalam laporan keuangan. Walaupun pengaruhnya tidak terlalu

Page 58: Bunga Rampai Panduan Teknis App

material, penyajian pendapatan dan belanja secara akrual merupakan salah satu tahap pembelajaran yang sangat

berharga menuju penerapan basis akrual yang akan secara penuh diterapkan Tahun 2015 nanti.

Inisiasi agar laporan keuangan disajikan lebih baik telah difasilitasi dengan Buletin Teknis SAP Nomor 01

tentang Penyusunan Neraca Awal Pemerintah. Pada Buletin Teknis tersebut telah diuraikan pos-pos aset, kewajiban,

dan ekuitas secara komprehensif termasuk penyajian pendapatan yang masih harus diterima, belanja dibayar

dimuka pada pos aset lancar. Demikian pula pendapatan di terima dimuka, belanja yang masih harus dibayar, dan

utang kepada pihak ketiga pada pos kewajiban lancar telah dijelaskan dengan memadai.

Selanjutnya dengan adanya UU 41 Tahun 2008 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun

2009 Pemerintah diwajibkan menyajikan laporan keuangan yang dilampiri dengan informasi pendapatan dan belanja

secara akrual. Direktur Jenderal Perbendaharaan dengan Perdirjen No. 62/PB/2009 memberikan pedoman tatacara

penyajian informasi akrual dan teknik penjurnalannya ke neraca. Dengan perdirjen tersebut setiap satuan kerja wajib

menyajikan informasi pendapatan dan belanja akrual setiap akhir tahun anggaran.

Pada pelaksanaannya banyak satker yang pemahamannya kurang komprehensif, sehingga informasi akrual

yang disajikan hanya akun tertentu saja, misalnya hanya utang terkait dengan tagihan listrik, air dan telepon, atau

bahkan informasi pendapatan dan belanja akrual disajikan nihil. Padahal setelah tahun anggaran berikutnya ternyata

satker tersebut mengajukan SPM untuk pembayaran tagihan tahun sebelumnya, seperti kekurangan uang makan,

kekurangan tunjangan profesi dan sebagainya.

Hal tersebut di atas menyebabkan terjadinya kurang saji atas akun utang pada neraca pada satuan kerja

sampai dengan kementerian negara/lembaga bahkan sampai pada LKPP.

III. TUJUAN

Tulisan ini dimaksudkan untuk:

1. Mengingatkan kembali tatacara penyajian Informasi pendapatan dan belanja secara akrual pada satuan kerja;

2. Memberikan panduan yang lebih mudah dalam menyajikan informasi pendapatan dan belanja secara akrual dan

memasukkan informasi tersebut ke dalam neraca;

3. Meningkatkan akurasi laporan keuangan, khususnya pada neraca satuan kerja;

4. Meningkatkan pemahaman pentingnya penerapan basis akrual.

IV. PEMBAHASAN

Standar Akuntansi Pemerintahan yang saat ini digunakan sebagai dasar penyusunan laporan keuangan

pemerintah adalah PP 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan sebagai pengganti PP Nomor 24

Tahun 2005. Pada masa transisi ini yang digunakan adalah Lampiran II PP tersebut, yang mengatur basis kas menuju

akrual. Basis kas digunakan untuk pengukuran dan pengakuan pendapatan dan belanja yang akan dilaporkan dalam

Laporan Realisasi Anggaran dan basis akrual untuk pengukuran dan pengakuan aset, kewajiban dan ekuitas. Basis kas

adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan peristiwa lainnya pada saat kas atau setara kas

diterima atau dibayarkan. Basis akrual adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan peristiwa

lainnya pada saat hak dan/atau kewajiban timbul.

Pada saat ini, pendapatan diakui pada saat kas diterima di Kas Negara. Pada pelaksanaannya ada

pendapatan negara yang seharusnya sudah menjadi hak negara tetapi belum diterima di kas negara. Demikian pula

ada penerimaan pada kas negara tetapi belum seluruhnya menjadi hak negara karena masalah waktu atau

kewajiban pemerintah lainnya yang belum ditunaikan. Jika tidak ada pendapatan yang belum diterima dan tidak ada

pendapatan yang diterima dimuka maka pendapatan secara akrual sama dengan pendapatan menurut basis kas. Jika

ada, maka pendapatan secara akrual adalah pendapatan menurut basis kas ditambah atau dikurang (diselisihkan)

dengan pendapatan yang masih harus diterima dan pendapatan yang diterima dimuka.

Page 59: Bunga Rampai Panduan Teknis App

Belanja diakui pada saat dikeluarkan dari kas negara, hal ini biasanya dibuktikan dengan adanya SPM dan

SP2D. Hanya belanja yang telah diterbitkan SP2D yang dicatat sebagai belanja pada Laporan Realisasi Anggaran. Pada

saat pembayaran kadang meliputi kontrak lebih dari satu tahun, seperti pembayaran langganan domain website,

pembayaran sewa rumah untuk pejabat dan lain-lain. Bila terdapat transaksi semacam ini, maka pada akhir tahun

harus dipisahkan adanya belanja dibayar dimuka yaitu sebesar belanja yang sudah dikeluarkan namun Pemerintah

belum menikmatinya. Sebaliknya bila ada tagihan yang belum dapat dibayar pada tahun berjalan, maka pada akhir

tahun harus dicatat sebagai belanja yang masih harus di bayar. Jika tidak ada belanja dibayar dimuka dan belanja

yang masih harus dibayar pada akhir tahun maka belanja secara akrual sama dengan jumlah belanja menurut basis

kas.

Identifikasi Pendapatan Akrual:

1. Pendapatan yang masih harus diterima

Adalah pendapatan pajak/atau bukan pajak yang seharusnya sudah dibayarkan oleh wajib bayar namun belum

diterima pembayarannya atau belum disetor ke kas negara. Pendapatan ini belum dicatat sebagai pendapatan

menurut basis kas, namun harus disajikan di neraca yang menggunakan basis akrual.

2. Pendapatan yang ditangguhkan

Adalah pendapatan yang sudah diterima oleh bendahara penerimaan atau bendahara pengeluaran tetapi belum

disetor ke kas negara sampai dengan tanggal pelaporan. Secara substansi sudah menjadi pendapatan negara,

namun secara formal belum dicatat sebagai pendapatan menurut basis kas. Pendapatan tersebut dicatat sebagai

pendapatan yang ditangguhkan.

3. Pendapatan yang diterima dimuka

Adalah pendapatan pajak/atau bukan pajak yang sudah diterima di rekening kas negara tetapi belum menjadi

hak pemerintah sepenuhnya karena masih melekat kewajiban pemerintah untuk memberikan barang/jasa di

kemudian hari kepada pihak ketiga atau adanya kelebihan pembayaran oleh pihak ketiga tetapi belum

dikembalikan.

Akuntansi pendapatan:

Saat pengakuan pendapatan menurut basis kas adalah saat dimana pendapatan tersebut diterima di

rekening kas umum negara. Sebagai contoh, pada tahun berjalan (2012) diterima pendapatan sebesar

Rp100.000.000, pelunasan piutang atas pendapatan tahun lalu sebesar Rp20.000.000 dan pendapatan yang diterima

dimuka untuk periode manfaat 2 tahun kedepan (misalnya Juli 2012 – Juni 2014) sebesar Rp10.000.000 dan

pendapatan yang masih harus diterima diterima sebesar Rp15.000.000. Dari kejadian tersebut maka dapat

disimpulkan sebagai berikut:

a. Pendapatan menurut basis kas: Rp100.000.000 + Rp20.000.000 + Rp10.000.000 = Rp130.000.000

b. Pendapatan menurut basis akrual = Rp100.000.000 + ¼ (Rp10.000.000) + Rp15.000.000 = Rp100.000.000 +

Rp2.500.000 + Rp15.000.000 = Rp117.500.000

Atau dengan cara lain Rp130.000.000 – Rp20.000.000 – ¾ (Rp10.000.000) + Rp15.000.000 = Rp117.500.000

c. Pendapatan yang masih harus diterima tahun lalu (tersaji di neraca 2011 pada pos aset lancar) sebesar

Rp20.000.000 dan di neraca 2012 disajikan sebesar Rp15.000.000

d. Pendapatan diterima di muka, tahun lalu diasumsikan tidak ada, tahun 2012 disajikan di neraca sebesar

Rp7.500.000 ( ¾ X Rp10.000.000)

Jurnal akuntansi pada satuan kerja selama tahun 2012 adalah sebagai berikut:

Page 60: Bunga Rampai Panduan Teknis App

1. Membuat jurnal pembalik saldo pendapatan yang masih harus diterima (1 Januari 2012) :

Akun Uraian Ref Debet Kredit

311311 Cadangan

Piutang

Rp20.000.000

113XXX Pendapatan

ymh. Diterima

Rp 20.000.000

2. Mencatat transaksi pendapatan

Akun Uraian Ref Debet Kredit

212511 Utang kepada

KUN

Rp130.000.000

42XXXX Pendapatan

PNBP XXX

Rp130.000.000

Transaksi ini dicatat dengan cara merekam SSBP pada tahun berjalan

3. Membuat jurnal penyesuaian untuk mencatat pendapatan yang diterima di muka

Akun Uraian Ref Debet Kredit

311611 Barang/Jasa

Yang Masih

Harus

Diserahkan

Rp7.500.000

211811 Pendapatan

Sewa Diterima

Di Muka

Rp7.500.000

4. Membuat jurnal penyesuaian untuk mencatat pendapatan yang masih harus diterima

Akun Uraian Ref Debet Kredit

113211 Pendapatan

Yang Masih

HarusDiterima

Rp15.000.000

311311 Cadangan

Piutang

Rp15.000.000

Apabila selain informasi di atas ada kas di bendahara penerimaan sebesar Rp5.000.000 yang merupakan pendapatan

yang belum di setor ke kas negara, maka pencatatanya sebagai berikut:

Akun Uraian Ref Debet Kredit

111711 Kas di

Bendahara

Penerimaan

Rp5.000.000

311511 Pendapatan yang

Ditangguhkan

Rp 20.000.000

Pendapatan yang ditangguhkan menambah informasi pendapatan berbasis akrual, karena tingkat

kolektivitasnya lebih tinggi di banding dengan pendapatan yang masih harus diterima (uangnya sudah diterima oleh

bendahara penerimaan).

Page 61: Bunga Rampai Panduan Teknis App

Identifikasi Belanja Akrual:

1. Belanja yang masih harus dibayar.

Belanja yang masih harus dibayar adalah tagihan pihak ketiga atau kewajiban pemerintah kepada pihak ketiga

yang pada tanggal pelaporan keuangan belum dapat dibayarkan. Tagihan pihak ketiga belum dapat dibayarkan

bisa saja disebabkan dana yang tersedia pada tahun berjalan tidak mencukupi, atau belum dibayarkan karena

alasan lain, sehingga harus menunggu anggaran tahun berikutnya. Kewajiban yang belum dapat dibayarkan

adalah kewajiban pemerintah kepada pegawai atau pihak ketiga yang pada tahun berjalan belum dibayarkan

karena belum diajukan pembayarannya atau dana yang tersedia tidak mencukupi.

Belanja yang masih harus dibayar dikelompokkan sebagai berikut:

a. Belanja Pegawai yang masih harus dibayar;

b. Belanja Barang yang masih harus dibayar;

c. Belanja Modal yang masih harus dibayar;

d. Belanja Bunga yang masih harus dibayar;

e. Belanja Subsidi yang masih harus dibayar;

f. Belanja Hibah yang masih harus dibayar;

g. Belanja Bantuan Sosial yang masih harus dibayar;

h. Belanja lain-lain yang masih harus dibayar.

Belanja yang masih harus dibayar tersebut di atas harus diidentifikasi pada akhir tahun oleh Pejabat Pembuat

Komitmen untuk memastikan bahwa terdapat belanja yang belum dibayar sampai dengan akhir tahun anggaran,

berdasarkan bukti-bukti yang ada dan bukan perkiraan, seperti: SK Kenaikan Pangkat, Surat Keputusan, Daftar

Hadir, tagihan dari penyedia barang/jasa, BAST dan lain sebagainya. Selanjutnya dibuatkan daftar untuk

diserahkan kepada petugas/bagian akuntansi (SAI) intuk dibuat rekapitulasi dan Memo jurnal penyesuaian.

(uraian lebih detil dapat dilihat di Per 51/PB/2007)

2. Belanja tahun berjalan.

Belanja tahun berjalan adalah semua pengeluaran belanja yang terjadi pada tahun berjalan yang membebani

anggaran tahun berjalan. Belanja inilah nanti yang akan disesuaikan dengan belanja akrual baik yang dibayar

dimuka maupun belanja yang masih harus dibayar pada awal tahun anggaran dan pada akhir tahun anggaran

sebagai dasar perhitungan.

3. Belanja Dibayar di Muka.

Belanja dibayar dimuka adalah pengeluaran belanja pada tahun berjalan tetapi manfaatnya melampaui tahun

anggaran berjalan, sehingga pada tahun berikutnya masih ada manfaat yang akan diterima akibat pembayaran

tersebut. Untuk mengidentifikasi belanja dibayar dimuka peril melihat dokumen pengadaan barang dan jasa

menyangkut masa kontrak atau waktu pelayanan jasa yang akan diberikan khususnya jasa. Seperti jasa sewa,

domain website dan kontrak jangka panjang lainnya dalam posisi pemerintah sebagai pemberi kerja. Jika masa

pelayanan penyedia melebihi atau melewati tahun anggaran maka mungkin ada belanja yang dibayar dimuka.

Akuntansi Belanja.

Belanja adalah semua pengeluaran dari rekening kas umum negara yang mengurangi ekuitas dana lancar dalam

periode tahun anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah. Belanja

diakui saat uang keluar dari kas negara, bila pemerintah sudah menerima barang maupun jasa tetapi belum

dilakukan pembayarannya, maka tidak diakui sebagai belanja menurut basis kas. Namun demikian pengeluaran

pemerintah untuk memperoleh jasa dimasa depan sekalipun melewati tahun anggaran sudah dianggap sebagai

belanja pada saat pembayaran dilakukan.

Sebagai ilustrasi, pada tahun 2012 dibayarkan melalui SPM Gaji Induk sebesar Rp400.000.000. Ada pegawai

pindahan yang baru masuk meminta uang muka gaji sebesar Rp8.000.000 dan akan dipotong setiap bulan

Rp1.000.000 mulai Desember tahun 2012. Sebagai Informasi tambahan Kekurangan Tunjangan Jabatan sebesar

Page 62: Bunga Rampai Panduan Teknis App

Rp1.440.000 untuk bulan November-Desember 2011 telah dicatat di neraca 2011 dan telah dibayarkan pada bulan

Januari 2012. Selain itu dibayarkan uang makan pegawai sebesar Rp50.000.000 untuk periode Januari sampai

Oktober 2012. Pembayaran uang makan sesuai daftar hadir pegawai bulan November - Desember 2012 seharusnya

sebesar Rp 10.000.000 namun karena pagu DIPA sudah tidak mencukupi tidak dilakukan pembayaran lagi. Dari

kejadian tersebut maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

a. Belanja menurut basis kas = Rp400.000.000 + Rp8.000.000 + Rp1.440.000 + Rp50.000.000 = Rp459.440.000

b. Belanja Menurut basis akrual = Rp400.000.000 + 1/8 (Rp8.000.000) + Rp 50.000.000 + Rp10.000.000 =

Rp400.000.000 + Rp1.000.000 + Rp50.000.000 + Rp10.000.000 = Rp461.000.000

c. Belanja yang masih harus dibayar (tersaji di neraca 2012 pada pos Kewajiban lancar pos Utang Kepada Pihak

Ketiga) sebesar Rp10.000.000 (diasumsikan awal tahun tidak ada).

d. Belanja dibayar di muka, tahun lalu diasumsikan tidak ada, tahun 2012 disajikan di neraca sebesar Rp7.000.000

(7/8 X Rp10.000.000)

Kegiatan akuntansi pada satuan kerja selama tahun 2012 adalah sebagai berikut:

1. Membuat jurnal pembalik saldo belanja yang masih harus dibayar (kekurangan gaji Tunjangan jabatan) dibuat

awal tahun (1 Januari 2012):

Akun Uraian Ref Debet Kredit

211211 Belanja Pegawai

Yang Masih

harus dibayar

Rp1.440.000

311611 Dana Yang Harus

Disediakan Untuk

Pembayaran

Hutang Jangka

Pendek

Rp1.440.000

2. Mencatat transaksi belanja

Akun Uraian Ref Debet Kredit

51XXXX Belanja

Pegawai

Rp459.440.000

113712 Piutang

Dari KPPN

Rp459.440.000

Transaksi ini dicatat dengan merekam SPM/SP2D pada tahun berjalan

3. Membuat jurnal penyesuaian untuk mencatat belanja dibayar di muka

Akun Uraian Ref Debet Kredit

113631 Belanja

pegawai

Dibayar di

Muka

Rp7.000.000

311311 Cadangan

Piutang

Rp7.000.000

*) Akun Belanja Dibayar Dimuka selain persekot gaji adalah Barang/Jasa Yang Masih Harus Diterima

Page 63: Bunga Rampai Panduan Teknis App

4. Membuat jurnal penyesuaian untuk mencatat belanja yang masih harus dibayar

Akun Uraian Ref Debet Kredit

311611 Dana Yang Harus

Disediakan Untuk

Pembayaran

Hutang Jangka

Pendek

Rp 10.000.000

211211 Belanja Pegawai

Yang Masih harus

Dibayar

Rp10.000.000

Perhitungan untuk belanja barang, belanja modal, dan jenis belanja lainnya seperti pada ilustrasi diatas sesuai

dengan karakteristik belanja dan bentuk pembayarannya masing-masing.

Penyajian Informasi pendapatan dan belanja akrual diilustrasikan sebagai berikut:

Laporan Realisasi Pendapatan dan Belanja Berdasarkan basis kas :

Laporan Keuangan Satker ABC sebelum penyesuaian adalah sebagai berikut :

No. Akun Uraian Jumlah

423141 Pendapatan Sewa Rumah Dinas 5.000.000

423921 Pendapatan Pelunasan Piutang Non bendahara 4.500.000

423991 Penerimaan Kembali Persekot/Uang Muka Gaji 1.550.000

511111 Belanja Gaji Pokok PNS 4.400.000.000

511119 Belanja Pembulatan Gaji PNS 200.000

511121 Belanja Tunjangan Suami/Istri PNS 238.000.000

511122 Belanja Tunjangan Anak PNS 65.000.000

511123 Belanja Tunjangan Struktural PNS 183.130.000

511124 Belanja Tunjangan Fungsional PNS 629.000.000

511125 Belanja Tunjangan PPh PNS 133.000.000

511126 Belanja Tunjangan Beras PNS 261.000.000

511129 Belanja Uang Makan PNS 466.000.000

511151 Belanja Tunjangan Umum PNS 121.000.000

512211 Belanja Uang Lembur 190.000.000

521111 Belanja Keperluan Perkantoran 634.000.000

521112 Belanja Bahan Makanan 1.000.000.000

521114 Belanja Pengiriman Surat Dinas Pos Pusat 82.000.000

521115 Belanja Honor Terkait Operasional 435.000.000

521119 Belanja Barang Operasional lainnya 75.000.000

521211 Belanja Bahan 796.000.000

521213 Benja Honor Terkait Output Kegiatan 68.000.000

521219 Belanja Non Operasional lainnnya 661.000.000

522111 Belanja Listrik 300.000.000

522112 Belanja Telepon 100.000.000

522113 Belanja Air 125.000.000

522114 Belanja Sewa 52.000.000

522111 Belanja Pemeliharaan Gedung dan Bangunan 1.200.000.000

Page 64: Bunga Rampai Panduan Teknis App

523121 Belanja Pemeliharaan Peralatan dan Mesin 616.000.000

524111 Belanja Perjalanan Biasa 100.000.000

532111 Belanja Modal Peralatan dan Mesin 500.000.000

Neraca TA 2011 dan 2012 sebelum penyesuaian sebagai berikut:

2012 2011

Aset

Aset lancar

Kas di Bendahara Pengeluaran

Piutang

Persediaan 117.000.000 104.000.000

Jumlah Aset lancar 117.000.000 104.000.000

Aset Tetap

Tanah 57.000.000.000 57.000.000.000

Peralatan dan Mesin 16.000.000.000 15.000.000.000

Gedung dan Bangunan 45.000.000.000 45.000.000.000

Jalan, Irigasi dan Jaringan 867.000.000 867.000.000

Aset Tetap Lainnya 130.000.000 133.000.000

Jumlah Aset Tetap 118.997.000.000 118.000.000.000

ASET LAINNYA

Aset Lain-Lain 32.000.000 20.000.000

Jumlah Aset Lainnya 32.000.000 20.000.000

Jumlah Aset 119.146.000.000 118.124.000.000

KEWAJIBAN

Kewajiban Jangka Pendek

Utang Kepada Pihak ketiga

Ekuitas

Ekuitas Dana Lancar

Cadangan Piutang

Cadangan Persediaan 117.000.000 104.000.000

Dana Yang Harus Disediakan Untuk

Pembayaran Utang Jangka Pendek

Jumlah Ekuitas Dana Lancar 117.000.000 76.000.000

Ekuitas Dana Investasi

Diinvestasikan Dalam Aset tetap 118.997.000.000 118.000.000.000

Diinvestasikan Dalam Aset Lainnya 32.000.000 20.000.000

Jumlah Ekuitas Dana Investasi 119.029.000.000 118.020.000.000

119.146.000.000 118.124.000.000

Informasi yang diperoleh bagian akuntansi pada satker ABC sebagai berikut:

1. Terdapat 10 Pegawai yang naik pangkat dari golongan III A ke III B tmt tanggal 1 Oktober 2012, SK diterima pada

tanggal 20 Desember 2012. Terhadap kejadian tersebut belum dapat dimintakan kekurangan gaji pada tahun

2012. Berdasarkan perhitungan kekurangan gaji pokok sebesar Rp500.000

2. Belanja Uang Makan pegawai bulan Desember 2012 sebesar Rp12.000.0000 belum dibayarkan.

3. Belanja listrik, telepon dan air yang belum dibayar masing-masing sebesar Rp10.000.000, Rp15.000.000 dan Rp

5.000.000

Page 65: Bunga Rampai Panduan Teknis App

4. Pembayaran sewa sebesar Rp52.000.000 termasuk didalamnya pembayaran sewa kantor sebesar Rp40.000.000

untuk masa 2 tahun, yang akan berakhir pada Desember 2013.

5. Belanja bahan makanan untuk tahanan tahun 2012 sudah terealisasi seluruhnya sampai dengan Oktober 2012.

Untuk keperluan bahan makanan bulan November dan Desember sebesar Rp200.000.000 sudah disupply oleh

PT Menara Pangan, dan berdasarkan kesepakatan akan dibayarkan pada TA 2013.

6. Terdapat Pegawai yang menghilangkan inventaris kantor senilai Rp10.000.000. Kepada yang bersangkutan telah

ditetapkan untuk mengganti sebesar Rp5.000.000 pada tahun 2012. Sampai akhir tahun baru dibayar

Rp4.500.000 kekurangannya seharusnya dibayar pada bulan Desember 2012, baru dibayarkan kepada

bendahara pengeluaran tanggal 31 Desember 2012 Sore hari, sehingga tidak sempat disetor ke bank persepsi.

Berdasarkan data di atas dapat disusun Informasi Pendapatan dan Belanja Akrual sebagai berikut:

Informasi Pendapatan dan Belanja Secara Akrual

Untuk Periode Yang Berakhir 31 Desember 2012

BA : Kementerian XXX

Eselon 1 : Direkturat Jenderal XXX

UAPPA-W : Provinsi XXX

Satuan Kerja : Satker ABC

No

Pendapatan/Belanja Realisasi

Menurut

Basis Kas

(Rp)

Penyesuaian Akrual

(Rp)

Informasi

Akrual

(Rp)

Sumber

Dokumen

Kode

Akun

Uraian Tambah Kurang

1 423141 Pendapatan

sewa rumah

dinas

5.000.000 5.000.000

2 423921 Pendapatan

Pelunasan

Piutang Non

bendahara

4.500.000 500.000 5.000.000

3 423991 Penerimaan

kembali

Persekot/uang

Muka Gaji

1.550.000 1.550.000

4 511111 Belanja Gaji

Pokok PNS

4.400.000.000 500.000 4.400.500.000

5 511119 Belanja

Pembulatan

gaji PNS

200.000 200.000

6 511121 Belanja

Tunjangan

Suami/Istri

PNS

238.000.000 238.000.000

7 511122 Belanja

Tunjangan

Anak PNS

65.000.000 65.000.000

Page 66: Bunga Rampai Panduan Teknis App

No

Pendapatan/Belanja Realisasi

Menurut

Basis Kas

(Rp)

Penyesuaian Akrual

(Rp)

Informasi

Akrual

(Rp)

Sumber

Dokumen

Kode

Akun

Uraian Tambah Kurang

8 511123 Belanja

Tunjangan

Struktural PNS

183.130.000 183.130.000

9 511124 Belanja

Tunjangan

Fungsional

PNS

629.000.000 629.000.000

10 511125 Belanja

Tunjangan

PPh PNS

133.000.000 133.000.000

11 511126 Belanja

Tunjangan

Beras PNS

261.000.000 261.000.000

12 511129 Belanja Uang

Makan PNS

466.000.000 12.000.000 478.000.000

13 511151 Belanja

Tunjangan

Umum PNS

121.000.000 121.000.000

14 512211 Belanja Uang

Lembur

190.000.000 190.000.000

15 521111 Belanja

Keperluan

Perkantoran

634.000.000 634.000.000

16 521112 Belanja bahan

makanan

1.000.000.000 200.000.000 1.200.000.000

17 521114 Belanja

Pengiriman

Surat Dinas

Pos Pusat

82.000.000 82.000.000

18 521115 Belanja Honor

Terkait

Operasional

435.000.000 435.000.000

19 521119 Belanja

barang

Operasional

lainnya

75.000.000 75.000.000

20 521211 Belanja bahan 796.000.000 796.000.000

21 521213 Benja Honor

Terkait

Output

Kegiatan

68.000.000 68.000.000

22 521219 Belanja Non

Operasional

lainnnya

661.000.000 661.000.000

Page 67: Bunga Rampai Panduan Teknis App

No

Pendapatan/Belanja Realisasi

Menurut

Basis Kas

(Rp)

Penyesuaian Akrual

(Rp)

Informasi

Akrual

(Rp)

Sumber

Dokumen

Kode

Akun

Uraian Tambah Kurang

23 522111 Belanja Listrik 300.000.000 10.000.000 310.000.000

24 522112 Belanja

Telepon

100.000.000 15.000.000 115.000.000

25 522113 Belanja Air 125.000.000 5.000.000 130.000.000

26 522114 Belanja Sewa 52.000.000 20.000.000 32.000.000

27 522111 Belanja

Pemeliharaan

Gedung dan

bangunan

1.200.000.000 1.200.000.000

28 523121 Belanja

Pemeliharaan

Peralatan dan

Mesin

616.000.000 616.000.000

29 524111 Belanja

Perjalanan

Biasa

100.000.000 100.000.000

30 532111 Belanja Modal

Peralatan dan

Mesin

500.000.000 500.000.000

Informasi Akrual di atas secara berjenjang dilaporkan oleh Satuan Kerja ke KPPN dan ke UAPPA-W, oleh

UAPPA-W direkapitulasi untuk di laporkan ke UAPPA-Es1. Dari UAPPA-Es 1 digabung di UAPPA tingkat K/L.

Agar Informasi pendapatan dan belanja akrual tersaji di neraca maka petugas Akuntansi berdasarkan data

yang ada mengisi formulir Jurnal Penyesuaian untuk setiap informasi/transaksi sebagaimana contoh dapat dilihat

pada lampiran I Perdirjen 51/PB/2007. Untuk menyederhanakan pengisian berikut jurnal yang harus dibuat petugas

akuntansi untuk di rekam operator pada Aplikasi SAKPA:

Tgl Akun Uraian Ref Debet Kredit

31/12 311611 Dana Yang Harus Disediakan Untuk

Pembayaran Hutang Jangka Pendek

1 500.000

211211 Belanja Pegawai Yang Masih harus dibayar 1 500.000

31/12 311611 Dana Yang Harus Disediakan Untuk

Pembayaran Hutang Jangka Pendek

2 12.000.000

211211 Belanja Pegawai Yang Masih harus dibayar 2 12.000.000

31/12 311611 Dana Yang Harus Disediakan Untuk

Pembayaran Hutang Jangka Pendek

3 30.000.000

211212 Belanja Barang Yang Masih harus dibayar 3 30.000.000

31/12 113632 Belanja BarangDibayar Di Muka 4 20.000.000

311311 Cadangan Piutang 4 20.000.000

Page 68: Bunga Rampai Panduan Teknis App

FORMULIR JURNAL PENYESUAIAN

BA/Eselon : (1)___________________________

Eselon I : (2)___________________________

Wilayah : (3)___________________________

Satuan Kerja : (4)___________________________

No. Dokumen : (5)__________________

Tanggal : (6)__________________

Tahun Anggaran : (7)__________________

Periode/Bulan : (8)___________________________

Keterangan : (9)___________________________

Jenis Jurnal :

Aset

Kewajiban

Ekuitas

No.

Urut

(11)

Kode

Akun

(12)

Uraian Nama Akun

(13)

Debet Kredit

Dibuat oleh : (15) Disetujui oleh : (16) Direkam oleh : (17)

Tanggal : Tanggal : Tanggal :

Setiap transaksi penyesuaian dibuatkan memo penyesuaian sebagai dokumen sumber pencatatan dalam jurnal

neraca melalui Aplikasi SAKPA dan disimpan sebagai dokumen sumber sebagaimana SPM/SP2D, SSBP dan dokumen

akuntansi lainnya.

Setelah semua formulir jurnal penyesuaian dilakukan perekaman dan dilakukan posting maka akan dihasilkan neraca

Satker sebagai berikut:

31/12 311611 Dana Yang Harus Disediakan Untuk

Pembayaran Hutang Jangka Pendek

5 200.000.000

211212 Belanja Barang Yang Masih harus dibayar 5 200.000.000

31/12 111821 Kas lainnya di Bendahara Pengeluaran 6 500.000

311511 Pendapatan yang ditangguhkan 6 500.000

Page 69: Bunga Rampai Panduan Teknis App

KEMENTERIAN XXX

DIREKTORAT JENDERAL XXX

PROVINSI XXX

SATUAN KERJA ABC

NERACA

PER 31 DESEMBER 2012

2012 2011

ASET

Aset Lancar

Kas di Bendahara Penerimaan 500.000

Uang Muka Belanja Barang 20.000.000

Persediaan 117.000.000 104.000.000

Jumlah Aset Lancar 137.500.000 104.000.000

Aset Tetap

Tanah 57.000.000.000 57.000.000.000

Peralatan dan Mesin 16.000.000.000 15.000.000.000

Gedung dan Bangunan 45.000.000.000 45.000.000.000

Jalan Irigasi dan Jaringan 867.000.000 867.000.000

Aset Tetap Lainnya 130.000.000 133.000.000

Jumlah Aset Tetap 118.997.000.000 118.000.000.000

ASET LAINNYA

Aset Lain-Lain 32.000.000 20.000.000

Jumlah Aset Lainnya 32.000.000 20.000.000

Jumlah Aset 119.166.500.000 118.124.000.000

KEWAJIBAN

Kewajiban Jangka Pendek

Utang Kepada Pihak ketiga 242.500.000

Jumlah Kewajiban 242.500.000

EKUITAS

Ekuitas Dana Lancar

Cadangan Piutang 20.000.000

Cadangan Persediaan 117.000.000 104.000.000

Pendapatan Yang Ditangguhkan 500.000

Dana Yang Harus Disediakan

Untuk Pembayaran Utang

Jangka Pendek

(242.500.000)

Jumlah Ekuitas Dana Lancar (105.000.000) 76.000.000

Ekuitas Dana Investasi

Diinvestasikan dalam Aset tetap 118.997.000.000 118.000.000.000

Diinvestasikan Dalam Aset

Lainnya

32.000.000 20.000.000

Jumlah Ekuitas Dana Investasi 119.029.000.000 118.020.000.000

Jumlah Ekuitas 118.924.000.000 118.096.000.000

Jumlah Kewajiban dan Ekuitas 119.166.500 118.096.000.000

Page 70: Bunga Rampai Panduan Teknis App

V. REFERENSI

1. Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara;

2. Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;

3. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan

Negara;

4. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2011 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2012

sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2012;

5. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan;

6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 171/PMK.05/2007 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan

pemerintah Pusat sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 233/PMK.05/2011;

7. Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor 62/PB/2009 tentang Tatacara Penyajian Informasi

Pendapatan dan Belanja Secara Akrual pada Laporan Keuangan;

8. Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor 51/PB/ 2007 tentang Pedoman Akuntansi Belanja yang

Masih Harus Dibayar;

9. Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor 65/PB/ 2010 tentang Pedoman Penyusunan Laporan

Keuangan Kementerian Negara/Lembaga.

Page 71: Bunga Rampai Panduan Teknis App

Lain-Lain

Page 72: Bunga Rampai Panduan Teknis App

KAS DI BENDAHARA PENGELUARAN

Oleh: Alm. Eli Tamba

(Dimuat pada Panduan Teknis APP Edisi 5 Tahun 2009)

Salah satu temuan BPK-RI yang berulang dari tahun ke tahun adalah bahwa SAL yang disajikan pemerintah

tidak dapat diyakini kewajarannya. Unsur-unsur pembentuk SAL terdiri dari antara lain Kas di Bank Indonesia, Kas di

KPPN, Kas di Rekening pemerintah lainnya dan Kas di Bendahara Pengeluaran. Kas di Bendahara Pengeluaran yang

disajikan seluruh kementerian negara/lembaga (K/L) berbeda dengan jumlah menurut laporan KPPP. Bagaimana

upaya untuk mencegah perbedaan tersebut ?

Sesuai dengan pasal 21 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara,

“untuk kelancaran pelaksanaan tugas kementrian negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah kepada pengguna

anggaran/kuasa pengguna anggaran dapat diberikan uang persediaan yang dikelola oleh Bendahara Pengeluaran”.

Selanjutnya, sesuai dengan pasal 7 Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor 66 Tahun 2005 tentang

Mekanisme Pelaksanaan Pembayaran atas Beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara:

1. PA/KPA menerbitkan SPM-UP berdasarkan DIPA atas permintaan Bendahara Pengeluaran yang dibebankan pada

MAK transito.

2. Berdasarkan SPM-UP dimaksud pada ayat (1), KPPN menerbitkan SP2D untuk Rekening Bendahara Pengeluaran

yang ditunjukan dalam SPM-UP.

3. Penggunaan UP menjadi tanggung jawab Bendahara Pengeluaran.

4. Bendahara Pengeluaran melakukan pengisian kembali UP setelah UP di maksud digunakan (revolving) sepanjang

masih tersedia dana dalam DIPA.

5. Bagi bendahara yang dibantu oleh beberapa PUM, dalam pengajuan SPM-UP diwajibkan melampirkan daftar

rincian yang menyatakan jumlah uang yang di kelola oleh masing-masing PUM.

6. Sisa UP yang masih ada pada bendahara pada akhir tahun anggaran harus disetor kembali ke Rekening Kas

Negara selambat-lambatnya tanggal 31 Desember tahun anggaran berkenaan. Setoran sisa UP dimaksud, oleh

KPPN dibukukan sebagai pengembalian UP sesuai MAK yang ditetapkan.

7. UP dapat diberikan dalam batas-batas sebagai berikut:

a. UP dapat diberikan untuk pengeluaran-pengeluaran Belanja Barang pada klasifikasi belanja

5211,5212,5221,5231,5241,5811.

b. Di luar ketentuan pada butir a, dapat diberikan pengecualian untuk DIPA pusat oleh Direktur Jenderal

Perbedaharaan dan untuk DIPA pusat yang kegiatannya berlokasi di daerah serta DIPA yang ditetapkan oleh

Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan oleh Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan setempat.

c. UP dapat diberikan setinggi-tingginya;

i. 1/12 (satu per dua belas) dari pagu DIPA menurut klasifikasi belanja yang diijinkan untuk diberikan UP,

maksimal Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) untuk pagu sampai dengan Rp. 900.000.000 (Sembilan

ratus juta rupiah);

ii. 1/18 (satu per delapan belas) dari pagu DIPA menurut klasifikasi belanja yang diijinkan untuk diberikan

UP, maksimal Rp.100.000.000 (seratus juta rupiah) untuk pagu di atas Rp900.000.000 (Sembilan ratus

juta rupiah) sampai dengan Rp.2.400.000.000 (dua miliar empat ratus juta rupiah);

iii. 1/24 (satu per dua puluh empat) dari pagu DIPA menurut klasifikasi belanja yang diijinkan untuk

diberikan UP, maksimal Rp.200.000.000 (dua ratus juta rupiah) untuk pagu di atas Rp.2.400.000.000 (dua

miliar empat ratus juta rupiah);

d. Perubahan besaran UP di luar ketentuan pada butir c ditetapkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan.

e. Pengisisan kembali UP sebagaimana dimaksud pada butir c dapat diberikan apabila dana UP telah

dipergunakan sekurang-kurangnya 75% dari dana UP yang diterima.

Page 73: Bunga Rampai Panduan Teknis App

f. Dalam hal penggunaan UP belum mencapai 75%, sedangkan satker/SKS yang bersangkutan memerlukan

pendanaan melebihi sisa dana yang tersedia, satker/SKS dimaksud dapat mengajukan TUP dengan LS.

8. SPP-TUP (Tambahan Uang Persediaan) :

a. Rincian rencana penggunaan dana Tambahan Uang Persediaan dari Kuasa Penggunaan Anggaran atau

Pejabat yang ditunjuk.

b. Surat pernyataan dari Kuasa Pengguna Anggaran atau pejabat yang ditunjuk bahwa :

i. Dana Tambahan UP tersebut akan digunakan untuk keperluan mendesak dan akan habis digunakan

dalam waktu satu bulan terhitung sejak tanggal diterbitkan SP2D; apabila terdapat sisa dana TUP, harus

disetorkan ke Rekening Kas Negara;

ii. Tidak untuk membiayai pengeluaran yang seharusnya dibayarkan secara langsung.

iii. Rkening Koran yang menunjukan saldo terakhir.

Pada saat SP2D UP/TUP akan mengakibatkan berpindahnya uang dari Rekening Kas Umum Negara ke Rekening

Bendahara Pengeluaran sejumlah nilai nominal SP2D yang diterbitkan, sejumlah uang tersebut akan dilaporkan pada

Neraca Satuan Kerja dan KPPN sebagai kas di bendahara Pengeluaran dalam jumlah yang sama.

Belanja atas penggunaan dana UP/TUP diakui pada saat pertanggungjawaban penggunaan dana tersebut. Sementara

dana yang tidak digunakan sesuai ketentuan yang berlaku harus disetor kembali ke Kas Umum Negara.

Sesuai dengan pasal 7 Peraturan Dirjen Perbendaharaan, sisa UP yang masih ada pada bendahara pada akhir tahun

anggaran harus disetor kembali ke Rekening Kas Negara selambat-lambatnya tanggal 31 Desember tahun anggaran

berkenaan. Setoran sisa UP dimaksud , oleh KPPN dibukukan sebagai pengembalian UP sesuai MAK yang ditetapkan.

Sementara dana TUP apabila tidak habis digunakan dalam satu bulan, sisa dana yang ada pada bendahara, harus di

setor ke Rekening Kas Negara. Apabila ketentuan tersebut tidak dipenuhi kepada satker yang bersangkutan tidak

dapat lagi diberikan TUP sepanjang sisa tahun anggaran berkenaan.

Setiap akhir tahun, penyetoran sisa dana UP yang berada pada Kas Bendahara baik tunai maupun yang berada di

dalam rekening bank/pos tetap diatur untuk mengingatkan semua pihak akan kewajibannya.

Penyetoran sisa kembali UP oleh Satuan Kerja ke KPPN baik baik melalui mekanisme SPM/SP2D Nihil maupun

penyetoran melalui bank persepsi akan dibukukan oleh satker dan KPPN sebagai pengurang Kas Bendahara

Pengeluaran di Neraca keduanya.

PENYEBAB PERBEDAAN

Sampai dengan penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2008, saldo Kas Bendahara

Pengeluaran yang dilaporkan kementerian negara/lembaga selalu berbeda dengan Saldo Kas Bendahara Pengeluaran

yang dilaporkan KPPN. Kas Bendahara Pengeluaran berdasarkan laporan keuangan K/L sebesar Rp1.136.391.348.696

dan Kas Bendahara Pengeluaran menurut laporan keuangan seluruh KPPN sebesar minus Rp695.536.726.783 yang

merupakan selisih pengeluaran UP yang di bayarkan kepada satker sebesar Rp17.435.722.030.008 dengan

penerimaan pengambilan UP TAYL dan TAB oleh satker sebesar Rp.17.491.339.587.044.

Perbedaan antara saldo Kas Bendahara Pengeluaran menurut K/L dengan Bendahara Umum Negara, disebabkan

oleh beberapa hal, antara lain:

1. Satuan kerja menyetor bunga jasa giro atas dana yang ada di rekening bendahara pengeluaran menggunakan

akun Pengembalian Uang Persediaan.

2. Satuan kerja menyetor pengembalian belanja menggunakan akun pengembalian Uang Persediaan.

3. Bendahara menyetor dana yang ada di bendahara termasuk dana yang sudah dipertangungjawabkan yang

belum didistribusikan kepada yang berhak dengan menggunakan akun pengembalian UP.

4. Pajak penghasilan dan pajak pertambahan nilai yang dipungut oleh bendahara disetor ke kas Negara dengan

menggunakan akun pengembalian UP.

Page 74: Bunga Rampai Panduan Teknis App

5. Satuan kerja menyetor penerimaan Negara bukan pajak dengan menggunakan akun pengembalian UP.

Apabila kedua pihak membukukan dengan akun yang sama, kemungkinan perbedaan tersebut tidak akan terjadi.

Permasalahannya timbul karena satker membukukan sebagaimana mestinya sedangkan KPPN membukukan

berdasarkan akun Pengembalian Uang Persediaan seperti yang disajikan pada Daftar Nominatif Penerimaan (DNP).

PENYELESAIAN

Perbedaan saldo tersebut harus segera diselesaikan agar SAL dapat diyakini kewajarannya khususnya yang terkait

dengan Kas Bendahara Pengeluaran. Upaya-upaya yang harus dilakukan antara lain adalah seperti berikut:

1. Sesuai dengan pasal 9 Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor 47 Tahun 2008 tentang Langkah-

langkah Akhir Tahun, atas SSBP dan copy Nota Debet yang diterima dari Bendahara Pengeluaran, Seksi

Perbendaharaan melakukan pencocokan dengan data pada Seksi Presepsi/Bendahara Umum.

Setoran saldo dana oleh satuan kerja yang di labeli akun pengembalian UP baik tahun berjalan maupun tahun

anggaran disetor melalui bank persepsi yang kemudian data-data penerimaan tersebut ditransfer ke KPPN

melalui Seksi Persepsi atau Seksi Bendahara Umum. Data setoran UP yang selanjutnya oleh Seksi Persepsi atau

Seksi Bendahara Umum diserahkan ke Seksi Perbendaharaan untuk di cocokan dengan kartu pengawasan

masing-masing satuan kerja.

Apabila praktek pencocokan ini dilakukan secara baik, maka sudah pasti dapat ditemukan perbedaan antara

yang disetor dengan yang seharusnya disetor. Dengan demikian potensi untuk berbeda dapat dicegah dengan

cara melakukan penelitian atau mengklarifikasi ke satker apabila di temukan perbedaan dimaksud.

Apabila setoran dilakukan sekaligus, akan mempersulit Seksi Perbendaharaan untuk menentukan perbedaan

tersebut disebabkan oleh setoran apa. Sedikit lebih mudah mengklasifikasi apabila setoran-setoran tersebut

dilakukan terpisah walaupun akan susah menjustifikasi masuk akun apa kelebihan setoran tersebut. Pada saat

KPPN kesulitan menjustifikasi setoran tersebut masuk akun yang mana, maka alangkah baiknya Seksi

Perbendaharaan melakukan klarifikasi ke satker, maka Seksi Persepsi atau Bendahara Umum melakukan

perbaikan data-data setoran tersebut.

2. KPPN, Kantor Wilayah Perbendaharaan, dan Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan dapat menemukan

perbedaan pada saat rekonsiliasi dengan Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran, Unit Akuntansi Pembantu

Pengguna Anggaran Tingkat Wilayah, dan Unit Akuntasi Pembantu Pengguna Anggaran Tingkat Eselon 1 dan Unit

Akuntansi Pengguna Anggaran.

3. Satuan kerja/unit baik satuan Kementerian ataupun berbeda tetapi masih dalam lingkup pemerintah pusat

ataupun satuan kerja pemerintah daerah.

Apabila setoran yang berlabel akun UP sudah dicocokan datanya dengan kartu pengawasan oleh seksi

perbendaharaan dan telah diperbaiki datanya berdasarkan klarifikasi kepada satker, maka data persepsi/bendum

yang di posting pada aplikasi seksi Verifikasi dan Akuntansi tidak serta merta dinyatakan dapat diyakini, oleh

karenanya maka seksi vera masih tetap melakukan tugasnya untuk meyakinkan laporan tersebut, antara lain:

1 Mencetak registrasi transaksi penerimaan.

Registrasi transaksi penerimaan yang dicetak dicocokan dengan dokumen sumber, seperti Surat Setoran Bukan

Pajak (SSBP) termasuk SSBP yang sudah dikoreksi. Data-data yang tidak cocok kemudian diklarifikasi kepada seksi

persepsi/bendum.

2 Mencetak Neraca per masing-masing satuan kerja.

Saldo Kas Bendahara Pengeluaran masing-masing satker yang disajikan pada neraca masing-masing satker

dibandingkan dengan data karwas masing-masing. Apabila terdapat perbedaan, selanjutnya diklarifikasi ke Seksi

Perbendaharaan.

3 Seksi Vera melakukan rekonsiliasi dengan masing-masing satuan kerja.

Seperti telah diatur dalam peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor 51 Tahun 2008, rekonsiliasi

laporan keuangan tingkat UAKPA dilakukan dengan KPPN setiap bulan.

Page 75: Bunga Rampai Panduan Teknis App

Rekonsiliasi antara satuan kerja dengan KPPN dilakukan dengan mencocokan data Neraca dan data Laporan

Realisasi Anggaran. Apabila terdapat perbedaan antara data penerimaan pengembalian uang persediaan yang

dilaporkan satuan kerja dengan yang dilaporkan KPPN, maka perbedaan tersebut harus di telusuri misalnya ke:

1. Akun pendapatan yang dilaporkan oleh satuan kerja. Hal tersebut dapat terjadi, dimana setoran pendapatan

digunakan kode akun penerimaan pengembalian UP, akan terjadi dibukukan oleh satker sebagai pendapatan

sedangkan oleh KPPN sebagai penerimaan UP.

2. Akun pengembalian belanja karena seringkali pengembalian belanja diperlukan disetor dengan

menggunakan kode akun Penerimaan Pengembalian Uang Persediaan Akun.

Cara yang sama juga dapat dilakukan apabila ditemukan perbedaan antara saldo Kas Bendahara Pengeluaran yang

disajikan pada Neraca satuan kerja dan Neraca per satker menurut data KPPN.

Disamping rekonsiliasi yang dilakukan oleh satker dan KPPN, untuk menghindari ketidakakuratan data masih

dilakukan rekonsiliasi dijenjang yang lebih tinggi seperti:

a. Rekonsiliasi laporan keuangan tingkat UAPPA-W dilakukan dengan Kanwil Ditjen Perbendaharaan setiap

triwulan.

b. Rekonsiliasi laporan keuangan tingkat UAPPA-E1 dilakukan dengan Ditjen Perbendaharaan c.q Direktorat

Akuntansi dan Pelaporan Keuangan setiap semester.

c. Rekonsiliasi laporan keuangan tingkat UAPA dilakukan dengan Ditjen Perbendaharaan setiap semester.

KESIMPULAN

Saldo Kas di Bendahara Pengeluaran yang lebih akurat dapat disajikan apabila semua pihak melaksanakan tugas dan

fungsinya seperti:

1. Seksi Perbendaharaan melakukan pencocokan data transaksi UP dengan Karwas UP masing-masing satker.

Perbedaan antara keduanya harus diklarifikasikan ke satker dan selanjutnya dilakukan perbaikan data oleh seksi

persepsi/bendum.

2. Satuan kerja menghasilkan laporan keuangan yang selanjutnya dikirim untuk dilakukan rekonsiliasi dengan data

KPPN

3. KPPN dan satuan kerja melakukan rekonsiliasi dan menelusuri perbedaan yang akhirnya melakukan perbaikan

data berdasarkan hasil penelusuran tersebut.

Penyelesaian masalah-masalah yang terkait dengan Kas di Bendahara Pengeluaran akan berdampak semakin

diyakininya kewajaran Sisa Anggaran Lebih yang dilaporkan dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat, dan

akhirnya akan menghasilkan LKPP yang Opininya lebih baik dari disclaimer opinion yang kita terima selama ini.

Page 76: Bunga Rampai Panduan Teknis App

PROSEDUR AKUNTANSI

UNTUK SATUAN KERJA LIKUIDASI

Oleh: Redaktur Pelaksana

(Dimuat pada Panduan Teknis APP Edisi 7 Tahun 2010)

Beberapa satuan kerja pada lingkup pemerintah pusat mengalami perubahan signifikan atas bentuk

organisasinya, yaitu proses likuidasi dan proses merger. Hingga saat ini, belum ada regulasi pemerintah yang khusus

mengatur perlakuan akuntansi akan hal ini. Untuk mengisi kekosongan regulasi ini, diperlukan kebijakan akuntansi

untuk satuan kerja yang mengalami likuidasi ataupun merger termasuk perlakuan terhadap aset tetap yang

dimilikinya sehingga terdapat keseragaman perlakuan akuntansi pada semua kementerian negara/lembaga termasuk

terdapat pedoman bagi K/L untuk mencatat transaksi-transaksi sehubungan dengan kejadian ini. Tulisan ini mencoba

membahas prosedur akuntansi untuk satuan kerja pada suatu instansi pemerintah tertentu yang mengalami proses

likuidasi.

DEFINISI/PENGERTIAN

Apabila kita mengacu kepada istilah akuntansi, likuidasi adalah proses penutupan suatu entitas (bisnis) baik

disebabkan kepailitan ataupun hal-hal lainnya. Selanjutnya, apabila mengacu pada sektor komersil, prosedur yang

harus dilakukan pada saat suatu entitas (bisnis) mengalami likuidasi adalah: melaksanakan (1) prosedur realisasi dan

(2) prosedur pembayaran. Prosedur realisasi antara lain melakukan penagihan piutang, menjual persediaan, menjual

aset tetap, dan menjual aset lainnya.

Proses selanjutnya adalah prosedur pembayaran yang dapat dilakukan secara bertahap atau dapat juga

dilakukan sekaligus. Pembayaran bertahap dilakukan pada saat uang kas tersedia dari hasil (proses) realisasi,

sedangkan pembayaran sekaligus dilakukan pada saat prosedur realisasi sudah dilakukan sepenuhnya. Dalam hal

melaksanakan prosedur pembayaran, maka terlebih dahulu dilakukan pembayaran kepada pihak ketiga (hutang).

Selanjutnya kelebihan dari hasil prosedur realisasi (umumnya dalam bentuk kas) dibayarkan kepada pemiliknya.

Beberapa contoh proses likuidasi yang terjadi pada satuan kerja di pemerintah pusat adalah sebagai berikut:

1. Suatu satuan kerja ditetapkan untuk tidak lagi beroperasi disebabkan fungsi/tujuan/misi satuan kerja dimaksud

telah selesai. Contoh pada kasus ini adalah dihentikannya operasi kegiatan dari Badan Rekonstruksi dan

Rehabilitasi (BRR) Aceh dan Nias. Pada contoh ini, BRR Aceh dan Nias bukan lagi berada pada level satuan kerja,

melainkan pada tingkat kementerian negara/lembaga. Meskipun prosedur yang harus dilakukan lebih kompleks,

namun secara umum prosedur yang dilaksanakan sama sebagaimana layaknya prosedur pada suatu level satuan

kerja.

2. Suatu satuan kerja tertentu dialihkan menjadi satuan kerja lain yang baru karena fungsi/misi satuan kerja

tersebut telah berubah. Contoh proforma untuk kasus ini adalah satuan kerja A menjadi satuan kerja B.

3. Suatu satuan kerja tertentu digabung dengan satuan kerja lainnya. Contoh untuk kasus ini adalah pada saat KPP-

PBB digabung dengan KPP.

Tulisan ini hanya akan membahas posedur akuntansi untuk satuan kerja-satuan kerja pada suatu K/L tertentu yang

mengalami perubahan struktur organisasi karena likuidasi, sementara akuntasi likuidasi untuk tingkat K/L tidak diulas

pada tulisan ini. Namun, seperti telah diungkapkan di atas, prosedur akuntansi ini bersifat umum.

PROSEDUR AKUNTANSI

Pengelolaan keuangan pemerintah dimulai dari proses penganggaran, pengelolaan anggaran, dan

pertanggungjawaban anggaran. Pada saat suatu satuan kerja ditetapkan untuk dilikuidasi, tentunya proses

penganggaran akan berhenti dengan sendirinya. Selanjutnya satuan kerja tersebut akan memproses dan melaporkan

dalam Laporan Realisasi Anggaran sampai dengan transaksi keuangan terakhir, baik transaksi pendapatan, belanja

maupun pembiayaan, yang dikelola oleh satuan kerja tersebut. Satuan kerja juga menjelaskan dalam Catatan atas

Page 77: Bunga Rampai Panduan Teknis App

Laporan Keuangan (CaLK) bahwa transaksi-transaksi keuangan tersebut merupakan transaksi anggaran terakhir

sebelum satuan kerja dilikuidasi.

Sementara itu, aset-aset dari satuan kerja yang dilikuidasi sebagaimana dilaporkan pada Neraca periode

pelaporan terakhir harus dikembalikan kepada negara karena prosedur penjualan aset sebagaimana pada proses

likuidasi entitas bisnis tidak diperkenankan pada entitas pemerintahan. Untuk keperluan pelaporan akuntansi atas

proses likuidasi satuan kerja pemerintah, aset digolongkan menjadi dua jenis, yaitu kas dan non kas. Prosedur untuk

kas (uang persediaan) dari satuan kerja dilikuidasi adalah menyetor sisa kas (uang persediaan) dimaksud pada Kuasa

Bendahara Umum Negara (BUN) sebagaimana dahulu ketika satuan kerja tersebut memperoleh kas (uang

persediaan)nya. Sedangkan aset non kas, seperti aset tetap dan persediaan barang, diserahkan kepada Pengguna

Barang untuk penggunaan lebih lanjut. Apabila aset non kas tersebut tidak digunakan lagi, maka sesuai dengan PP 6

Nomor Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, aset dimaksud dikembalikan kepada

Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) selaku Pengelola Barang Milik Negara.

Proses likuidasi suatu satuan kerja memerlukan adanya Tim Likuidasi yang tugasnya antara lain menyusun

Laporan Keuangan Penutup yang terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran (LRA) dan Neraca. Tim ini kemudian

melakukan penyetoran ke kas negara dan penyerahan aset tetap kepada pengguna barang. Proses likuidasi yang

diterapkan pada sektor komersil tidak dapat diterapkan pada pemerintahan karena yang dibubarkan/dilikuidasi

adalah satu bagian/entitas dari pemerintahan, sedangkan pemerintah tetap berlanjut.

Setelah satuan kerja dilikuidasi menyetor sisa kas (uang persediaan) kepada KPPN selaku Kuasa BUN, satuan kerja

dimaksud membuat ayat jurnal penyesuaian seperti di bawah ini:

Debet: Uang Muka dari KUN xxx

Kredit: Kas di Bendahara Pembayar xxx

Ayat jurnal di atas merupakan ayat pembalik atas jurnal saldo awal kas (uang persediaan) sebesar sisa kas (uang

persediaan) yang masih terdapat pada satuan kerja tersebut. Dengan demikian, setelah ayat jurnal di atas diproses

pada aplikasi Sistem Akuntansi Instansi, Neraca satuan kerja dilikuidasi akan menunjukkan saldo 0 (nihil) untuk aset

kas (uang persediaan).

Sedangkan prosedur untuk aset non kas adalah sebagai berikut:

1. Tim likuidasi melakukan verifikasi fisik atas aset non kas (yaitu aset tetap dan persediaan) dan aset kas yang ada.

Jumlah kuantitas dan kondisi kualitas dari aset non kas tersebut harus sama dengan yang ada pada laporan

barang satuan kerja. Demikian pula, jumlah (nilai) dari aset kas harus sama dengan nilai yang tercantum pada

laporan keuangan periode terakhir.

2. Tim likuidasi menyusun Laporan Keuangan Penutup yang terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan

CaLK.

3. Tim likuidasi mengusulkan agar seluruh aset non kas tersebut diserahkan kepada Eselon 1/Pengguna Barang

(UAPPB-E1) yang membawahi satuan kerja dilikuidasi (dalam hal proses likuidasi melibatkan Kementerian

Negara/Lembaga, maka seluruh aset non kas diserahkan kepada DJKN selaku pengelola BMN).

4. Setelah aset non kas ini diserahkan, satuan kerja memproses prosedur pelaporannya dengan cara mencatatnya

melalui aplikasi SIMAK BMN dengan mempergunakan menu transfer out sedangkan unit Eselon 1 yang menerima

aset non kas ini mencatatnya dengan menu transfer in. Setelah proses pencatatan aplikasi, melalui SIMAK BMN

dan SAI, Neraca dan laporan barang satuan kerja akan mempunyai saldo 0 (nihil) untuk aset non kasnya. Satuan

kerja dilikuidasi juga menjelaskan nilai nihil akibat proses likuidasi ini pada CaLKnya.

5. Selain melakukan pencatatan/pelaporan atas aset non kas yang diserahkan kepada Eselon 1 yang bersangkutan,

satuan kerja dilikuidasi juga harus melaporkan kepada DJKN selaku pengelola BMN. Selanjutnya disusun Berita

Acara Serah Terima (BAST) antara satuan kerja dilikuidasi dengan Eselon 1 penerima untuk aset non kas yang

diserahterimakan.

Selanjutnya, bila satuan kerja masih mempunyai jenis aset lain di luar aset kas dan aset non kas, seperti adanya saldo

Tuntutan Ganti Rugi (TGR) pada Neraca, maka saldo piutang ini juga harus diserahkan kepada Eselon 1 yang

Page 78: Bunga Rampai Panduan Teknis App

membawahi satuan kerja dilikuidasi. Penyerahan saldo piutang ini dicatat melalui jurnal penyesuaian SAI sebagai

berikut:

Debet: Cadangan Piutang xxx

Kredit: Piutang xxx

Jurnal di atas, sama seperti ayat penyesuaian aset kas (uang persediaan), merupakan ayat jurnal balik dari saldo awal

piutang. Secara logika, saldo awal bertujuan untuk mencatat transaksi keuangan pertama yang terjadi pada suatu

entitas akuntansi. Sehingga, pada saat suatu entitas (dalam hal ini satuan kerja pemerintah) ditetapkan untuk

dilikuidasi, jurnal yang disiapkan untuk menihilkan saldo-saldo pada Neraca adalah jurnal balik dari ayat jurnal saldo

awal. Neraca dengan nilai 0 (nihil) mempunyai arti satuan kerja dimaksud tidak lagi mengelola aset/harta setelah

dilikuidasi.

REFERENSI:

1. PP Nomor 6 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.

2. Beams, Floyd A., Anthony, Joseph H., Clement, Robin P. 2008, Advanced Accounting, Prentice Hall.

Page 79: Bunga Rampai Panduan Teknis App

AKUNTANSI PERSEKOT/PANJAR GAJI DAN HAL-HAL YANG BELUM SELESAI

Oleh: Wanto Sukahar

(Dimuat pada Panduan Teknis APP Edisi 9 Tahun 2011)

A. PENGERTIAN

Pemberian persekot/panjar gaji didasarkan pada Surat Edaran Direktur Jenderal Anggaran nomor SE-

125/A/621/1095 tanggal 3 Oktober 1995 perihal Persekot/panjar bagi pegawai negeri yang pindah dan Keputusan

Direktur Jenderal Anggaran nomor Kep-14/A/1984 tanggal 7 Desember 1984 tentang Pedoman Kerja KTUA.

Persekot/panjar gaji merupakan sejenis fasilitas pinjaman uang kepada PNS yang mengalami perpindahan tugas

(mutasi) dari satuan kerja satu ke satuan kerja lain dalam wilayah pembayaran KPPN yang berbeda. Bagi PNS yang

memanfaatkan fasilitas ini, persekot/panjar gaji dapat diperoleh dari satuan kerja asal (yang ditinggalkan) menjelang

keberangkatannya ke satuan kerja baru atau di satuan kerja baru paling lambat satu bulan terhitung sejak

diterbitkannya Surat Perintah Melaksanakan Tugas (SPMT) di satker baru tersebut. Jadi, fasilitas persekot/panjar gaji

hanya dapat dibayarkan di salah satu satuan kerja saja: satuan kerja yang ditinggalkan PNS tersebut, atau satuan

kerja baru tempat PNS dimutasikan.

Persekot/panjar gaji merupakan fasilitas belaka. Seorang PNS yang dipindahtugaskan bisa

memanfaatkannya, bisa juga tidak. Unsur belanja pegawai yang diperhitungkan dalam pemberian persekot/panjar

gaji meliputi: (1) gaji pokok, (2) tunjangan suami/istri, dan (3) tunjangan anak. Pegawai yang tidak menanggung

suami/istri dan anak alias berstatus bujangan tentu hanya mendapatkan persekot/panjar sebesar gaji pokoknya saja.

Pegawai yang berstatus bujangan memperoleh persekot/panjar gaji sebesar 1 (satu) kali/bulan penghasilan.

Sementara itu, pegawai yang berstatus berkeluarga memperoleh persekot/panjar gaji 2 (dua) kali/bulan penghasilan.

Pemberian persekot/panjar gaji tidak dikenakan pajak penghasilan.

Persekot/panjar gaji tidak diberikan secara cuma-cuma. Pegawai yang memanfatan fasilitas ini harus

mengembalikan dengan cara mengangsur melalui pemotongan penghasilan bulanannya. Pegawai berstatus

bujangan mengangsur maksimal 10 (sepuluh) kali, sedangkan yang berstatus berkeluarga (memiliki tanggungan)

mengangsur maksimal 20 (dua puluh) kali. Tidak dikenakan bunga atas pemberian fasilitas ini. Persekot/panjar gaji

diberikan dengan dengan persyaratan menyerahkan SK Pindah/Mutasi dan Surat Keterangan Mendapatkan

Tunjangan Keluarga (KP4).

Hak tagih atas pengembalian persekot/panjar gaji berada pada satuan kerja yang memberikan

persekot/panjar. Jika persekot/panjar diberikan oleh satuan kerja yang ditinggalkan oleh pegawai yang mengalami

mutasi, maka dengan diterbitkannya Surat Keterangan Pengehentian Pembayaran (SKPP) Gaji oleh satuan kerja yang

ditinggalkan, hak tagih beralih ke satuan kerja baru di mana pegawai yang bersangkutan ditempatkan.

B. AKUNTANSI PERSEKOT/PANJAR GAJI

1. Akuntansi Anggaran

Pemberian persekot/panjar gaji tidak pernah dianggarkan. Setidaknya ada dua alasan mengapa pos ini tidak

dianggarkan: pertama, adanya ketidakpastian mengenai jumlah PNS yang akan dimutasikan, dan kedua, jumlah

pegawai yang dimutasikan dan yang mengajukan untuk memperoleh fasilitas ini juga tidak dapat diperkirakan. Oleh

karenanya, anggaran untuk pemberian persekot/panjar gaji tidak pernah ada dalam Dokumen Isian Pelaksanaan

Anggaran (DIPA).

Pola mutasi pegawai yang tidak terencana menjadi penyebab tidak bisa direncanakannya jumlah persekot gaji yang

akan diberikan kepada pegawai. Di samping itu, memperoleh persekot gaji merupakan pilihan, bukan hak yang harus

diambil oleh PNS. Oleh karenanya PNS yang dimutasikan memiliki kebebasan untuk tidak mengambil fasilitas ini.

Page 80: Bunga Rampai Panduan Teknis App

2. Akuntansi Pemberian Persekot/Panjar Gaji

Dalam praktik yang terjadi selama ini, pemberian persekot/panjar gaji dibebankan sebagai realisasi Belanja

Pegawai, yang meliputi: (1) Belanja Gaji Pokok PNS [511111], (2) Belanja Tunjangan Suami/Istri PNS [511121], (3)

Belanja Tunjangan Anak PNS [511122], dan (4) Belanja Pembulatan Gaji Pokok PNS [511119]. Komponen yang

disebut terakhir diberikan jika hasil penjumlahan komponen (1), (2), dan (3) tidak dalam ratusan rupiah penuh.

Dengan demikian pencatatan (journal entry) pemberian persekot/panjar gaji sama dengan pencatatan realisasi

belanja pegawai, seperti berikut:

3. Akuntansi Penerimaan Cicilan Pengembalian Persekot/Panjar Gaji

Penerimaan Cicilan Pengembalian Persekot/Panjar Gaji dicatat sebagai pendapatan tanpa memandang pada

tahun manakah pengembalian ini di terima. Artinya, bila suatu satuan kerja memberikan persekot/panjar gaji pada

bulan Februari 2011, maka penerimaan cicilan baik yang terjadi pada 2011 maupun 2012 diakui sebagai pendapatan,

dengan akun Penerimaan Kembali Persekot/Uang Muka Gaji [423991]. Mungkin ada di antara pembaca yang

mempersoalkan karena pada saat digelontorkan persekot/panjar gaji diperlakukan sebagai belanja [pegawai]

semestinya ketika dikembalikan pada tahun anggaran yang sama maka cicilan tersebut dicatat sebagai pengurang

belanja juga. Namun demikian dalam tulisan ini dikemukakan praktik yang selama ini ada saja. Dengan demikian

jurnal untuk mencatat cicilan/pengembalian persekot/panjar gaji adalah sebagai berikut:

Kode Akun Uraian Akun Debit (Rp) Kredit (Rp)

212511 Utang kepada KUN XXXX

423991 Penerimaan Kembali

Persekot/Uang Muka Gaji

XXXX

4. Akuntansi Perpindahan Hak Tagih Karena Adanya SKPP

SKPP Gaji merupakan surat yang menerangkan bahwa gaji seorang pegawai dihentikan pembayarannya dari

satuan kerja yang lama hingga bulan tertentu sebagaimana disebut dalam surat keterangan tersebut. Disamping itu

dalam surat tersebut juga diterangkan mengenai rincian penghasilan yang terakhir kali dibayarkan di satker lama

serta utang-utang pegawai yang menjadi kewajiban keuangannya kepada Negara. Jika seorang pegawai memiliki

saldo persekot/panjar gaji pegawai yang belum dikembalikan/dibayar lunas pada satuan kerja yang ditinggalkannya

karena dialihtugaskan maka melalui SKPP tersebut hak tagih piutang Negara dialihkan dari satker yang ditinggalkan

pegawai ke satker baru tempat pegawai tersebut dipindahtugaskan.

Peralihan hak tagih atas pengembalian persekot/panjar gaji pegawai melalui SKPP-Gaji tidak dilakukan

penjurnalan baik oleh Satuan Kerja yang yang mengeluarkan (SKPP-Gaji Keluar) maupun oleh Satuan Kerja yang

menerima (SKPP-Gaji Masuk). Petugas pembuat daftar gaji melakukan monitoring mutasi saldo persekot/panjar

dengan membuat tabel perhitungan mutasi saldo piutang atas persekot/panjar gaji yang masih akan diterima.

5. Penyajian Persekot/Panjar Gaji dalam Laporan Keuangan

Hak tagih Satuan Kerja atas pengembalian persekot/panjar gaji merupakan piutang bagi satuan kerja selaku

entitas akuntansi. Oleh karenanya, jika pada tanggal pelaporan keuangan, baik 30 Juni ataupun 31 Desember, masih

terdapat saldo persekot/panjar gaji maka satuan kerja wajib menyajikannya di Neraca. Jurnal yang dibuat untuk

mencatat saldo akhir persekot/panjar gaji adalah sebagai berikut:

Kode Akun Uraian Akun Debit (Rp) Kredit (Rp)

511111 Belanja Gaji Pokok PNS XXXX

511121 Belanja Tunjangan Suami/Istri PNS XXXX

511122 Belanja Tunjangan Anak PNS XXXX

511119 Belanja Pembulatan Gaji Pokok PNS XXXX

113712 Piutang dari KPPN XXXX

Page 81: Bunga Rampai Panduan Teknis App

Kode Akun Uraian Akun Debit (Rp) Kredit (Rp)

113631 Belanja Pegawai yang

Dibayar Dimuka

XXXX

311311 Cadangan Piutang XXXX

Dalam keadaan tertentu mungkin saja terdapat saldo persekot/panjar gaji yang masa jatuh temponya 12

bulan setelah tanggal Neraca dan ada juga yang jatuh tempo lebih dari 12 bulan setelah tanggal Neraca. Dalam hal

demikian, sesuai dengan prinsip akuntansi, maka untuk jenis yang pertama disajikan sebagai bagian dari Aset Lancar

(Piutang Jangka Pendek), sementara untuk jenis yang kedua disajikan sebagai bagian dari Aset Lainnya (Piutang

Jangka Panjang).

Karena pemberian persekot/panjar gaji dibebankan pada belanja pegawai maka untuk menghitung beban

pegawai yang semestinya menjadi kewajiban untuk tahun anggaran yang bersangkutan (akrual), jumlah

persekot/panjar gaji yang diberikan selama tahun anggaran yang bersangkutan harus dikurangkan dari total realisasi

belanja pegawai.

C. CONTOH KASUS AKUNTANSI PERSEKOT/PANJAR GAJI

Untuk memudahkan pemahaman mengenai akuntansi persekot/panjar gaji berikut diberikan contoh kasus

transaksi pemberian persekot/panjar gaji yang terjadi Satuan Kerja Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan Provinsi

Bali. Penggunaan nama satuan kerja dalam kasus ini hanya untuk tujuan simulasi belaka, jadi transaksi yang ada tidak

menggambarkan keadaan yang sebenarnya.

Berikut adalah transaksi, analisis, serta pecatatan yang dilakukan sehubungan dengan transaksi persekot/panjar gaji:

20 April 2011

Memberikan persekot/panjar gaji kepada PNS bernama A yang dipindahtugaskan ke KPPN Tangerang. A

berstatus kawin dengan 2 orang anak, golongan III/b. Rincian persekot/uang muka gaji yang diberikan

kepada PNS tersebut adalah sebagai berikut:

Unsur persekot/uang muka gaji

yang diberikan:

1 (satu)

bulan (Rp)

2 (dua) bulan

(Rp)

511111 Belanja Gaji Pokok

PNS

2.272.500 4.545.000

511121 Belanja Tunjangan

Suami/Istri PNS

227.250 454.500

511122 Belanja Tunjangan

Anak PNS

90.900 181.800

511119 Belanja Pembulatan

Gaji Pokok PNS

50 100

Jumlah persekot/uang muka gaji yang diberikan 5.181.400

Setelah menerbitkan SPM dan disahkan dengan terbitnya SP2D oleh KPPN maka dibuat jurnal sebagai berikut:

Kode Akun Uraian Akun Debit (Rp) Kredit (Rp)

511111 Belanja Gaji Pokok

PNS

4.545.000

511121 Belanja Tunjangan

Suami/Istri PNS

454.500

511122 Belanja Tunjangan

Anak PNS

181.800

Page 82: Bunga Rampai Panduan Teknis App

27 April 2011

Menerbitkan SKPP atas nama A yang yang memuat rincian jumlah gaji yang dibayarkan terakhir kali beserta

potongannya di Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan Provinsi Bali serta tagihan Negara yang menjadi

kewajiban PNS yang bersangkutan berupa persekot/panjar gaji pegwai Rp5.181.400,-

Dengan diterbitkannya SKPP tersebut maka hak tagih atas pengembalian persekot/panjar gaji beralih dari

Satuan Kerja Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan Provinsi Bali ke Satker KPPN Tangerang. Tidak ada jurnal

yang dibuat oleh Satuan Kerja Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan Provinsi Bali.

18 Agustus 2011

Menerima PNS bernama B yang dipindahtugaskan dari Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan Provinsi

Banten ke Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan Provinsi Bali. Pada SKPP yang dikirimkan oleh Kantor

Wilayah Ditjen Perbendaharaan Provinsi Banten dinyatakan bahwa B (berstatus bujangan, golongan III/a)

memiliki utang kepada Negara sebesar Rp2.180.300 (berupa persekot/panjar gaji pegawai).

Transaksi ini menyebabkan beralihnya piutang Negara dari satuan kerja Kantor Wilayah Ditjen

Perbendaharaan Provinsi Banten ke satuan kerja Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan Provinsi Bali. Satuan

kerja Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan Provinsi Bali tidak melakukan penjurnalan atas transaksi ini.

1 September 2011

Membayar gaji pegawai Satuan Kerja Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan Provinsi Bali sekaligus

melakukan pemotongan gaji kepada B sebagai cicilan pertama atas persekot/panjar gaji pegawai sebesar

Rp218.030. Angka tersebut diperoleh dari Rp2.180.300 dibagi 10 bulan.

Jurnal yang dibuat pada waktu melakukan pemotongan sebagai cicilan persekot/panjar gaji adalah sebagai

berikut:

Kode Akun Uraian Akun Debit (Rp) Kredit (Rp)

212511 Utang kepada KUN 218.030

423991 Penerimaan Kembali

Persekot/Uang Muka

Gaji

218.030

1 Oktober 2011

Membayar gaji pegawai Satuan Kerja Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan Provinsi Bali sekaligus

melakukan pemotongan gaji kepada B sebagai cicilan kedua atas persekot/panjar gaji pegawai sebesar

Rp218.030,-

Jurnal yang dibuat pada waktu melakukan pemotongan sebagai cicilan persekot/panjar gaji adalah sebagai

berikut:

Kode Akun Uraian Akun Debit (Rp) Kredit (Rp)

212511 Utang kepada KUN 218.030

511119 Belanja

Pembulatan Gaji

Pokok PNS

100

113712 Piutang dari

KPPN

5.181.400

Page 83: Bunga Rampai Panduan Teknis App

423991 Penerimaan Kembali

Persekot/Uang Muka

Gaji

218.030

10 Oktober 2011

Menerima pegawai bernama C yang dipindahtugaskan dari Satuan Kerja Ditjen Perbendaharaan Pusat ke

Satuan Kerja Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan Provinsi Bali. Setelah menerima SPMT, C mengajukan

permohonan persekot/panjar gaji di Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan Provinsi Bali. C berstatus kawin,

dengan 1 anak, golongan II/d, maka rincian persekot/panjar gaji yang diberikan kepada B terinci sebagai

berikut:

Setelah menerbitkan SPM dan disahkan dengan terbitnya SP2D oleh KPPN maka dibuat jurnal sebagai berikut:

Kode Akun Uraian Akun Debit (Rp) Kredit (Rp)

511111 Belanja Gaji Pokok

PNS

4.299.400

511121 Belanja Tunjangan

Suami/Istri PNS

429.940

511122 Belanja Tunjangan

Anak PNS

85.988

511119 Belanja Pembulatan

Gaji Pokok PNS

72

113712 Piutang dari KPPN 4.815.400

1 November 2011

Membayar gaji pegawai Satuan Kerja Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan Provinsi Bali sekaligus

melakukan pemotongan gaji kepada B sebagai cicilan ketiga sebesar Rp218.030,- dan kepada C sebagai

cicilan pertama sebesar Rp240.770,- (yaitu Rp4.815.400,- dibagi 20 bulan).

Jurnal yang dibuat pada waktu melakukan pemotongan sebagai cicilan persekot/panjar gaji adalah sebagai

berikut:

Unsur persekot/uang muka gaji yang

diberikan:

1 (satu) bulan

(Rp)

2 (dua) bulan

(Rp)

511111 Belanja Gaji Pokok PNS 2.149.700 4.299.400

511121 Belanja Tunjangan Suami/Istri

PNS

214.970 429.940

511122 Belanja Tunjangan Anak PNS 42.994 85.988

511119 Belanja Pembulatan Gaji Pokok

PNS

36 72

Jumlah persekot/uang muka gaji yang diberikan 4.815.400

Kode Akun Uraian Akun Debit (Rp) Kredit (Rp)

212511 Utang kepada KUN 458.800

Page 84: Bunga Rampai Panduan Teknis App

1 Desember 2011

Membayar gaji pegawai Satuan Kerja Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan Provinsi Bali sekaligus

melakukan pemotongan gaji kepada B sebagai cicilan keempat sebesar Rp218.030,- dan kepada C sebagai

cicilan kedua sebesar Rp240.770,-

Jurnal yang dibuat pada waktu melakukan pemotongan sebagai cicilan persekot/panjar gaji adalah sebagai

berikut:

Kode Akun Uraian Akun Debit (Rp) Kredit (Rp)

212511 Utang kepada KUN 458.800

423991 Penerimaan Kembali

Persekot/Uang Muka

Gaji

458.800

31 Desember 2011

Rekapitulasi transaksi pemberian persekot/panjar gaji beserta cicilannya selama tahun anggaran 2011 dapat

dilihat pada Peraga I .

Peraga 1

Rekapitulasi Pemberian Persekot/Panjar Gaji

Selama Tahun Anggaran 2011

No. Nama

Pegawai

April Agustus September Oktober November Desember Saldo

31/12/2011 Pemberian

Persekot

SKPP

Keluar

SKPP

Masuk

Cicilan Pemberian

Persekot

Cicilan Cicilan Cicilan

1 A 5.181.400 (5.181.400)

-

2 B

2.180.300 (218.030)

(218.030) (218.030) (218.030) 1.308.180

3 C

4.815.400

(240.770) (240.770) 4.333.860

Jumlah 5.181.400 (5.181.400) 2.180.300 (218.030) 4.815.400 (218.030) (458.800) (458.800) 5.642.040

Berdasarkan perhitungan pada Peraga I, saldo persekot/panjar gaji per 31 Desember 2011 adalah Rp5.642.040,-.

Saldo tersebut harus disajikan di Neraca per 31 Desember 2011 melalui penjurnalan sebagai berikut:

Kode Akun Uraian Akun Debit (Rp) Kredit (Rp)

113631 Belanja Pegawai yang

Dibayar Dimuka

5.642.040

311311 Cadangan Piutang 5.642.040

Sementara itu, rincian akun belanja pegawai yang dibebani dalam transaksi pemberian persekot/panjar gaji

diikhtisarkan pada Peraga 2. Rekapitulasi ini berguna bagi satker dalam menghitung beban akrual yang menjadi

kewajiban selama tahun anggaran 2011.

423991 Penerimaan Kembali

Persekot/Uang Muka

Gaji

458.800

Page 85: Bunga Rampai Panduan Teknis App

Peraga 2

Rekapitulasi Akun Belanja Pegawai yang Dibebani dalam Pemberian Persekot/Panjar Gaji

Selama Tahun Anggaran 2011

Kode

Akun Uraian Akun

Pemberian

Persekot

Bulan April

Pemberian

Persekot

Bulan

Oktober

Total

Pemberian

Persekot

Selama 2011

511111 Belanja Gaji Pokok PNS Rp4.545.000 Rp4.299.400 Rp8.844.400

511121 Belanja Tunjangan Suami/Istri PNS 454.500 429.940 884.440

511122 Belanja Tunjangan Anak PNS 181.800 85.988 267.788

511119 Belanja Pembulatan Gaji Pokok PNS 100 72 172

Jumlah Rp5.181.400 Rp4.815.400 Rp9.996.800

Berdasarkan uraian di atas maka informasi akrual yang disusun sebagai suplemen laporan keuangan

berkaitan Satuan Kerja Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan Provinsi Bali untuk periode yang berakhir 31

Desember 2011 adalah seperti yang tersaji pada Peraga 3. Angka yang ada pada kolom Basis Kas adalah

asumsi realisasi Belanja Pegawai selama tahun anggaran 2011.

Peraga 3

Satuan Kerja Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan Provinsi Bali

Informasi Akrual

Untuk Periode yang Berakhir 31 Desember 2011

Kode Akun Uraian Akun Basis Kas Penyesuaian Akrual Informasi

Akrual Debit Kredit

511111 Belanja Gaji Pokok PNS 3.089.322.800

8.844.400 A 3.080.478.400

511121 Belanja Tunjangan

Suami/ \Istri PNS 234.523.960

884.440 A 233.639.520

511122 Belanja Tunjangan Anak

PNS 74.870.796

267.788 A 74.603.008

511119 Belanja Pembulatan Gaji

Pokok PNS 70.482

172 A 70.310

113631 Belanja Pegawai yang

Dibayar di Muka

9.996.800 A 1.353.660 C 5.642.040

2.180.300 B 5.181.400 D

311311 Cadangan Piutang 5.642.040 E 5.642.040

Keterangan:

A : Jumlah persekot/panjar gaji pegawai yang diberikan selama 2011

B : Jumlah persekot/panjar gaji pegawai yang hak tagihnya diperoleh dari SKPP-Masuk

selama 2011

C : Jumlah cicilan persekot/panjar gaji pegawai yang dipotong dari gaji pegawai selama

2011

D : Jumlah persekot/panjar gaji pegawai yang hak tagihnya dialihkan ke Satuan Kerja

tempat PNS dimutasikan melalui SKPP-Keluar selama 2011.

E: Penyeimbang akun Belanja Pegawai yang Dibayar di Muka

Page 86: Bunga Rampai Panduan Teknis App

Pada akhir periode akuntansi, saldo Belanja Pegawai yang Dibayar di Muka (113631) disajikan pada Neraca

sebagai bagian dari Aset Lancar. Pada Neraca yang dihasilkan oleh Sistem Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran

(SAKPA) akun ini hanya ditampilkan dalam klasifikasi empat digit pertama dari kode akun tersebut, yaitu Uang

Muka Belanja (1136). Sementara itu, sebagai penyeimbangnya, Cadangan Piutang disajikan sebagai bagian dari

Ekuitas Dana Lancar. Penyajian dimaksud ditunjukkan pada Peraga 4.

Peraga 4

Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Bali

Neraca

Per 31 Desember 2011

D. CATATAN AKHIR

Dari praktik akuntansi atas pemberian persekot/panjar gaji sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, ada

beberapa catatan dan saran dalam rangka perbaikan ke depan. Berikut adalah dua di antaranya:

1. Pemberian persekot/panjar gaji kepada pegawai tidak memenuhi kriteria sebagai belanja, oleh karenanya ia

tidak layak dibebankan sebagai Belanja Pegawai (akun 5111XXX). Menurut Peraturan Pemerintah nomor 71

tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, belanja adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas

Umum Negara/Daerah yang mengurangi Saldo Anggaran Lebih dalam periode tahun anggaran bersangkutan

yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah. Ketika persekot/panjar gaji diberikan maka

PNS penerima serta merta memiliki kewajiban untuk mengembalikan uang tersebut sesuai dengan jangka waktu

yang ditentukan. Dengan demikian pemberian persekot/panjar gaji tidak memenuhi syarat sebagai belanja

karena akan diperoleh kembali pembayarannya. Ke depan, meskipun besaran persekot/panjar gaji ditetapkan

sebesar unsur-unsur dalam belanja pegawai, semestinya pencatatannya dipisahkan dari belanja pegawai itu

sendiri. Pembebanan pemberian persekot/panjar gaji pada belanja pegawai mengakibatkan terjadinya lebih saji

(overstated) realisasi belanja pegawai pada Laporan Realisasi Anggaran. Meskipun pada saat pelaporan

keuangan angka tersebut dapat diklarifikasi menurut kewajiban akrualnya, namun demikian hal ini akan

mengaburkan informasi Belanja Pegawai yang disajikan dalam Laporan Realisasi Anggaran. Dengan kata lain,

perlu disediakan akun yang secara khusus digunakan untuk menampung transasksi tersebut di luar akun Belanja

Pegawai.

2. Bagi Satuan Kerja, sebagai entitas akuntansi, pemberian persekot/panjar gaji menimbulkan hak tagih (piutang)

kepada pegawai yang menerima persekot/panjar gaji tersebut. Piutang atas persekot/panjar gaji ada yang masa

jatuh temponya dalam satu tahun, dan ada juga yang lebih dari satu tahun sejak tanggal pelaporan. Sesuai

NAMA AKUN JUMLAH

1 2

ASET

ASET LANCAR

Uang Muka Belanja 5.642.040

KEWAJIBAN

EKUITAS DANA

EKUITAS DANA LANCAR

Cadangan Piutang 5.642.040

Page 87: Bunga Rampai Panduan Teknis App

dengan kaidah akuntansi yang berlaku, piutang yang jatuh tempo satu tahun setelah tanggal pelaporan disajikan

di Neraca sebagai bagian dari Aset Lancar. Sementara itu, piutang yang jatuh tempo lebih dari satu tahun

disajikan sebagai bagian dari Aset Lainnya. Kasus ini dapat dianalogikan dengan Tagihan Penjualan Angsuran

(TPA) yang selama ini cukup populer dalam Sistem Akuntansi Instansi. Dengan demikian ke depan perlu

disediakan akun “Bagian Lancar Piutang Persekot Pegawai” untuk menampung jumlah yang jatuh tempo satu

tahun/12 bulan setelah tanggal pelaporan. Di sisi lain disediakan akun Piutang Persekot Pegawai yang digunakan

untuk menampung jumlah yang jatuh tempo lebih dari satu tahun/12 bulan.

Peraga 5

Rekapitulasi Belanja Pegawai yang Dibayar di Muka

Dalam Klasifikasi Periode Jatuh Tempo

No. Nama

Pegawai

Pokok Persekot Cicilan/

Bulan

Jatuh Tempo

2011

Jatuh Tempo 2012 Jatuh Tempo 2013

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)=(5)X(6) (8) (9)=(5)X(8) (10) (11)=(5)X(10)

1 B 10 bulan 2.180.300 218.030 4 bulan 872.120 6 bulan 1.308.180

2 C 20 bulan 4.815.400 240.770 2 bulan 481.540 12 bulan 2.889.240 6 bulan 1.444.620

Jumlah

1.353.660

4.197.420

1.444.620

Dari Peraga 5 dapat diperoleh gambaran kemungkinan terjadinya transaksi piutang persekot yang masa jatuh

temponya dalam satu tahun dan yang lebih setelah tanggal Neraca (31 Desember 2011). Dalam hal ini piutang

yang diharapkan akan tertagih pada 2012 digolongkan sebagai Bagian Lancar Belanja Pegawai yang Dibayar di

Muka (Aset Lancar) yaitu Rp4.197.420. Sementara itu yang diharapkan akan tertagih pada 2013 sebesar

Rp1.444.620 disajikan sebagai Belanja Pegawai yang Dibayar di Muka (Aset Lainnya).

Catatan Redaksi:

Saat ini belum tersedia sistem akuntansi tentang Pemberian Persekot Gaji. Materi/isi tulisan ini merupakan

pendapat penulis.

Page 88: Bunga Rampai Panduan Teknis App

AKUNTANSI PENYISIHAN PIUTANG TAK TERTAGIH

PADA KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA

Oleh: Kadek Imam Eriksiawan

(Dimuat pada Panduan Teknis APP Edisi 11 Tahun 2012)

I. PENDAHULUAN

Pengungkapan dan penyajian piutang pemerintah dalam LKPP perlu ditingkatkan relevansi dan keandalan

informasinya. Informasi yang disajikan harus mampu memberikan manfaat yang memungkinkan para pengguna

untuk melakukan koreksi berkaitan dengan kebijakan masa lalu, memprediksinya di masa depan, dan menyajikan

semua informasi yang berkaitan dengan pengambilan keputusan. Disamping itu, informasi yang disajikan harus

menggambarkan dengan jujur suatu transaksi, dapat diuji dan Informasi diarahkan pada kebutuhan umum dan tidak

berpihak pada kebutuhan pihak tertentu.

Untuk memenuhi kualitas di atas, Buletin Teknis Standar Akuntansi Pemerintahan Nomor 06 tentang

Akuntansi Piutang menyatakan bahwa aset berupa piutang di neraca harus dijaga agar nilainya sama dengan nilai

bersih yang dapat direalisasikan (net realizable value). Dengan penyajian piutang pada nilai yang dapat

direalisasikan, informasi piutang yang disajikan dapat dijaga relevansinya dalam pengambilan keputusan karena

sudah memperhitungkan adanya potensi ketidaktertagihan. Dengan demikian piutang yang disajikan dalam neraca

akan mencerminkan nilai yang wajar.

Penyajian piutang pada nilai yang dapat direalisasikan mensyaratkan entitas akuntansi untuk melakukan

estimasi tingkat ketidaktertargihan piutang yang dimilikinya atau dikenal dengan penyisihan piutang tak tertagih.

Manajemen atau kuasa pengguna anggaran mengharapkan suatu piutang akan dilunasi pada waktu yang telah

disepakati, namun kenyataanya tidak semua piutang dibayar tepat waktu bahkan banyak piutang yang tidak dibayar

debitur. Ketidaktertagihan piutang dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti debitur meninggal dunia dan ahli

warisnya tidak memiliki aset untuk melunasinya atau debitur dengan sengaja secara melawan hukum tidak

membayar utangnya kepada pemerintah.

II. PENDEKATAN PENYISIHAN PIUTANG PADA SEKTOR BISNIS

Penyisihan piutang tidak tertagih (allowance uncollectible account expense) dalam dunia bisnis umumnya

dapat dilakukan dengan 2 metode yaitu pendekatan laba rugi (income statement) dan pendekatan neraca (balance

sheet). Pendekatan ini dilakukan dengan melakukan estimasi piutang tidak tertagih berdasarkan atas penjualan atau

saldo piutang pada tanggal neraca. Kedua metode tersebut dapat dipilih oleh manajemen sesuai dengan pendekatan

yang diinginkan dan keduanya sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang diterima umum (generally accepted

accounting principle).

Pendekatan laba rugi (income statement) menghitung penyisihan piutang tak tertagih dengan menggunakan

persentase dari total penjualan selama periode tertentu. Metode ini lebih baik diterapkan apabila manajemen

menekankan pada prinsip penandingan antara beban dan pendapatan (matching cost against revenue) karena

penyisihan piutang tidak tertagih dihitung berdasarkan total penjualan.

Disisi lain, pendekatan neraca menekankan penilaian piutang pada nilai yang dapat direalisasikan.

Penghitungan penyisihan piutang tidak tertagihnya didasarkan pada persentase tertentu dari piutang pada tanggal

neraca. Manajemen dalam menentukan estimasinya akan menggunakan data dari pengalaman ketertagihan piutang

masa lalu, kondisi ekonomi, dan indikator-indikator lain.

Page 89: Bunga Rampai Panduan Teknis App

Untuk meningkatkan keakuratan estimasi dalam penerapannya manajemen akan membuat daftar umur

piutang (aging schedule of account receivable). Daftar umur piutang adalah daftar yang menggambarkan pengenaan

persentase berbeda untuk untuk setiap kategori umur piutang (Tabel 1). Daftar ini akan memberikan informasi

tentang piutang-piutang yang harus mendapatkan perhatian khusus dari manajemen berkaitan dengan ketertagihan

suatu piutang.

Tabel 1: Daftar Umur Piutang

CV Alimuddin

Daftar Umur Piutang

Nama

Pelanggan

Saldo

per 31 Des

Kurang

60 hari

60-90

hari

91-120

Hari

Lebih

120 hari

Aldi 4.500.000 4.000.000 500.000

Made 9.700.000 9.700.000

Dewi 750.000 750.000

14.950.000 13.700.000 500.000 - 750.000

Ringkasan

Umur Piutang Jumlah

Persentase Estimasi

Piutang Tidak

Tertagih

Saldo Penyisihan

Piutang

kurang 60 hari 13.700.000 2% 274.000

60-90 hari 500.000 10% 50.000

90-120 hari - 15% 0

lebih 120 hari 750.000 25% 187.500

Saldo penyisihan piutang per 31 Desember 2011 511.500

Penyajian piutang pada neraca oleh CV Allimudin pada tanggal 31 Desember 20XX adalah sebagai berikut:

CV Allimudin

Neraca

Per 31 Desember 20XX

Aset Lancar

Kas 5.000.000

Piutang 14.950.000

Kurang: Penyisihan Piutang Tak Tertagih (511.500)

Persediaan 3.250.000

Asuransi Dibayar Dimuka 4.500.000

Total Aset lancar 27.188.500

III. PENYISIHAN PIUTANG PADA SEKTOR PEMERINTAHAN

Seperti halnya akuntansi pada sektor bisnis, akuntansi pemerintahan juga mensyaratkan penyajian penyisihan

piutang tidak tertagih pada neraca pemerintah. Tata cara, akuntansi, dan penyajian penyisihan piutang tak tertagih

pada entitas akuntansi atau Satker pada kementerian negara/lembaga (K/L) untuk penerimaan negara bukan pajak

diatur dengan berbagai peraturan. Peraturan-peraturan tersebut meliputi Buletin Teknis Standar Akuntansi

Page 90: Bunga Rampai Panduan Teknis App

Pemerintahan Nomor 06 tentang Akuntansi Piutang, Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 201/PMK.06/2010

tentang Kualitas Piutang Kementerian Negara/Lembaga dan Pembentukan Penyisihan Piutang Tak Tertagih,

Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor: 82/PB/2011 tentang Akuntansi Penyisihan Piutang Tak Tertagih

dan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor: 85/PB/2011 tentang Penatausahaan Piutang Negara Bukan

Pajak (PNBP) pada Kementerian Negara/Lembaga/Satker serta peraturan terkait lainnya.

Penyisihan piutang tak tertagih pada Satker K/L menggunakan pendekatan neraca. Penyisihan piutang dihitung

dari persentase tertentu dari saldo piutang pada tanggal pelaporan. Tujuan utama penerapan pendekatan neraca

(balance sheet approach) adalah untuk menyajikan piutang pada neraca sesuai dengan nilai yang dapat

direalisasikan (net realizable value) sedangkan prinsip penandingan antara beban dan pendapatan (matching cost

against revenue) tidak diadopsi karena sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan tidak mendapat penekanan

dalam akuntansi pemerintahan.

Entitas akuntansi pada K/L dan entitas bisnis sedikit berbeda dalam penentuan persentase dalam

pembentukan penyisihan piutang tak tertagihnya. Di satu sisi, entitas bisnis menghitung persentase penyisihannya

berdasar atas umur piutang (aging schedule) seperti contoh pada tabel 1. Di sisi lain, Satker menentukan persentase

penyisihannya berdasarkan atas kualitas piutang dan agunan atau barang sitaan yang dilibatkan dalam proses

piutangnya.

A. Penghitungan Penyisihan Piutang Tak Tertagih

Penyisihan piutang PNBP pada K/L pada tanggal pelaporan dihitung sebagai berikut:

Penyisihan Piutang =

(piutang PNBP - agunan/barang sitaan) X persentase penyisihan piutang sesuai dengan kualitas piutang

B. Kualitas Piutang

Dalam PMK Nomor: 201/PMK.06/2010 dijelaskan bahwa penilaian penyisihan piutang tak tertagih pada K/L

minimal ditentukan oleh dua unsur pokok, yaitu jatuh tempo piutang dan upaya penagihan yang dilakukan. Unsur-

unsur tersebut diformulasikan sebagai kualitas piutang yaitu hampiran atau estimasi atas ketertagihan piutang yang

diukur berdasarkan kepatuhan membayar kewajiban oleh debitur dan jatuh tempo piutang. Kualitas piutang

dibedakan dalam 4 (empat) golongan yaitu:

1. Kualitas lancar

Piutang yang digolongkan dalam kualitas ini adalah piutang yang belum dilakukan pelunasan sampai dengan

jatuh tempo.

2. Kualitas Kurang Lancar

Piutang yang dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal Surat Tagihan Pertama tidak dilakukan

pelunasan.

3. Kualitas Diragukan

Piutang yang dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal Surat Tagihan Kedua tidak dilakukan

pelunasan

4. Kualitas Macet

Piutang yang dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal Surat Tagihan Ketiga tidak dilakukan

pelunasan; atau Piutang yang penagihannya telah diserahkan kepada Panitia Urusan Piutang Negara/Direktorat

Jenderal Kekayaan Negara.

Selanjutnya estimasi penyisihan piutang tak tertagih yang ditentukan berdasarkan kualitas piutang dibedakan

menjadi dua yaitu:

1. Penyisihan Piutang Tak Tertagih yang umum ditetapkan paling sedikit 5‰ (lima permil) dari Piutang yang

memiliki kualitas lancar.

Page 91: Bunga Rampai Panduan Teknis App

2. Penyisihan Piutang Tak Tertagih khusus ditetapkan sebagai berikut:

a. 10% (sepuluh persen) dari piutang dengan kualitas kurang lancar setelah dikurangi dengan nilai agunan atau

nilai barang sitaan.

b. 50% (lima puluh persen) dari piutang dengan kualitas diragukan setelah dikurangi dengan nilai agunan atau

nilai barang sitaan.

c. 100% (seratus persen) dari piutang dengan kualitas macet setelah dikurangi dengan nilai agunan atau nilai

barang sitaan.

C. Surat Penagihan

Tata cara penerbitan surat penagihan yang merupakan usaha Satker dalam menagih piutang PNBP dan

menjadi dasar dalam menentukan kualitas suatu piutang dapat dijumpai dalam Perdirjen Perbendaharaan Nomor:

85/PB/2011. Dalam Perdirjen tersebut surat penagihan diatur sebagai berikut:

Surat penagihan pertama harus sudah diterbitkan paling lambat 3 hari sejak timbulnya piutang dengan jatuh

tempo pembayaran paling lama 1 bulan.

Surat penagihan kedua harus sudah diterbitkan paling lambat 1 hari kerja sejak debitur tidak menepati

pembayarannya sesuai dengan tanggal jatuh tempo yang ditentukan dalam surat penagihan pertama.

Surat penagihan ketiga harus sudah diterbitkan paling lambat 1 hari kerja sejak debitur tidak menepati

pembayarannya sesuai dengan tanggal jatuh jatuh tempo yang ditetapkan dalam surat penagihan kedua.

D. Nilai Agunan dan Barang Sitaan

Pengertian secara umum nilai agunan adalah nilai jaminan yang diserahkan oleh debitur untuk dapat

diperhitungkan apabila debitur mampu menepati kewajibannya. Nilai agunan yang dapat diperhitungkan sebagai

pengurang dalam pembentukan penyisihan piutang tak tertagih. Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor:

201/PMK.06/2010 nilai agunan atau barang sitaan dalam hubungannya dengan penentuan penyisihan piutang tak

tertagih ditentukan sebagai berikut:

1. 100% dari agunan berupa surat berharga yang diterbitkan BI, SBN, garansi bank, tabungan atau deposito yang

diblokir pada bank, emas, dan logam mulia;

2. 80% dari nilai hak tanggungan atas tanah bersertifikat hak milik (SHM) atau hak guna bangunan (SHGB) berikut

bangunan diatasnya;

3. 60% dari nilai jual objek pajak atas tanah bersertifikat hak milik (SHM), hak guna bangunan (SHGB) atau hak

pakai, berikut bangunan di atasnya yang tidak diikat dengan hak tanggungan;

4. 50 % dari nilai jual objek pajak atas tanah dengan bukti kepemilikan berupa Surat Girik (letter C) atau bukti

kepemilikan non sertifikat lainnya yang dilampiri surat pemberitahuan pajak terhutang (SPPT) terakhir;

5. 50% dari nilai hipotik atas pesawat udara dan kapal Iaut dengan isi kotor paling sedikit 20 meter kubik;

6. 50% dari nilai jaminan fidusia atas kendaraan bermotor;

7. 50% dari nilai atas pesawat udara, kapal laut, dan kendaraan bermotor yang tidak diikat sesuai ketentuan yang

berlaku dan disertai bukti kepemilikan;

8. Agunan selain di atas dapat diperhitungkan sebagai faktor pengurang dalam pembentukan Penyisihan Piutang

Tidak Tertagih setelah mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan.

Nilai barang sitaan yang diperhitungkan sebagai pengurang dalam pembentukan Penyisihan Piutang Tak Tertagih

ditetapkan sebesar:

100% dari agunan berupa surat berharga yang diterbitkan oleh Bank Indonesia, surat berharga negara, tabungan

dan deposito yang diblokir pada bank, emas dan logam mulia;

60% dari nilai jual objek pajak atas tanah bersertifikat hak milik (SHM), hak guna bangunan (SHGB), atau hak

pakai, berikut bangunan di atasnya;

Page 92: Bunga Rampai Panduan Teknis App

50% dari nilai jual objek pajak atas tanah dengan bukti kepemilikan berupa Surat Girik (letter C) atau bukti

kepemilikan non sertifikat Iainnya yang dilampiri surat pemberitahuan pajak terhutang (SPPT) terakhir;

50% dari nilai atas pesawat udara, kapal laut, dan kendaraan bermotor yang disertai bukti kepemilikan;

Barang sitaan selain yang di atas tidak diperhitungkan sebagai pengurang dalam pembentukan Penyisihan

Piutang Tidak Tertagih.

E. Pencatatan Penyisihan Piutang Tak Tertagih

Pencatatan dilakukan dengan menjurnal transaksi piutang dan penyisihannya baik jangka pendek maupun

jangka panjang sebagai berikut:

Mencatat timbulnya Piutang Jangka Pendek

Dr Piutang XXXXX

Cr Cadangan Piutang XXXXX

Mencatat Penyisihan Piutang Tak Tertagih

Dr Cadangan Piutang XXXXX

Cr Penyisihan Piutang Tak Tertagih – Piutang Jangka

Pendek

XXXXX

Mencatat Piutang Jangka Panjang

Dr Piutang Jangka Panjang XXXXX

Cr Diinvestasikan Dalam Aset Lainnya XXXXX

Mencatat Penyisihan Piutang Tak Tertagih Jangka Panjang

Dr Diinvestasikan Dalam Aset Lainnya XXXXX

Cr Penyisihan Piutang Tak Tertagih – Piutang Jangka

Panjang

XXXXX

Untuk memberikan informasi keuangan yang mencerminkan keadaan yang sebenarnya reklasifikasi piutang

jangka panjang menjadi piutang jangka pendek pada tanggal pelaporan harus menjadi perhatian. Penyusun laporan

harus melakukan reklasifikasi piutangnya maupun penyisihan piutang tidak tertagihnya. Penyisihan piutang tak

tertagih akan dialokasikan secara proporsional untuk piutang jangka pendek dan jangka panjang sesuai dengan

jumlahnya pada tanggal pelaporan. Hal ini akan dijelaskan lebih lanjut pada contoh kasus diakhir tulisan ini.

Reklasifikasi Piutang Jangka Panjang

Dr Diinvestasikan Dalam Aset Lainnya XXXXX

Cr Piutang Jangka Panjang XXXXX

Dr Bagian Lancar Piutang Jangka Panjang XXXXX

Cr Cadangan Piutang XXXXX

F. Penyajian Penyisihan Piutang Tak Tertagih

Penyajian penyisihan piutang tak tertagih pada neraca merupakan unsur pengurang dari piutang baik untuk

piutang jangka pendek maupun jangka panjang. Selisih antara piutang dengan penyisihannya merupakan piutang

yang dapat direalisasikan atau sering disebut piutang neto.

Page 93: Bunga Rampai Panduan Teknis App

Satker XXX

Neraca

Per 31 Desember 20XX

Aset Lancar Kewajiban

Piutang Pajak XXX Kewajiban Jangka Pendek XXX

Piutang PNBP XXX Kewajiban Jangka Panjang XXX

Bag. Lancar Penerusan Pinjaman XXX

Bag. Lancar Piutang TGR XXX

Bag. Lancar TPA XXX

Piutang Lainnya XXX

Penyisihan Piutang Tak

Tertagih-Piutang Jk. Pendek

(XXX)

Piutang Jangka Pendek Neto XXX Jumlah Kewajiban XXX

Aset Lainnya

Piutang Penerusan Pinjaman XXX Ekuitas Dana

Tagihan TGR XXX Ekuitas Dana Lancar

Tagihan Penj. Angsuran XXX Cadangan Piutang XXX

Aset Lain-Lain XXX Ekuitas Dana Investasi

Penyisihan Piutang Tak

Tertagih-Piutang Jk. Panjang

(XXX) Diinvestasikan Dlm Aset Lainnya XXX

Ekuitas Dana Cadangan XXX

Aset Lainnya Neto XXX Jumlah Ekuitas Dana XXX

Jumlah Aset XXX Jumlah Kewajiban dan Ekuitas Dana XXX

G. Pengungkapan Penyisihan Piutang dalam Catatan Atas laporan Keuangan

Setelah disajikan pada neraca, akun piutang dan penyisihan piutang tak tertagih harus diungkapkan pada

catatan atas laporan keuangan. Informasi tersebut dapat berupa:

a. Kebijakan akuntansi pencatatan, pengukuran, dan penilaian piutang dan penyisihannya.

b. Rincian per jenis saldo menurut umur piutang untuk mengetahui tingkat kolektibilitas piutang yang dimiliki.

c. Penjelasan atas penyelesaian piutang apakah masih ada di K/L atau sudah diserahkan ke Direktorat Jenderal

Kekayaan Negara-Kementerian Keuangan.

Contoh 1

Satker A memiliki piutang sebagai berikut

Atas pemberian sertifikasi untuk suatu proses tertentu selama tahun 20X1 terdapat saldo piutang tanggal 31

Desember 20X1 sebagai berikut:

Nama Debitur Saldo Piutang Agunan Kualitas

Piutang

PT Triana 25.000.000 30.000.000

(sertifikat SHM) Kurang Lancar

Wulandari 15.000.000 0 Lancar

Page 94: Bunga Rampai Panduan Teknis App

CV Mutiara 10.000.000 15.000.000

(deposito bank) Macet

Penghitungan penyisihan piutang dihitung sebagai berikut:

PT Triana

= (25.000.000 - (60% X 30.000.000)) X 10% = Rp700.000

Ket.

o Nilai agunan yang diperhitungkan untuk sertifikat hak milik adalah 60% dari nilai agunan

o Kualitas piutang kurang lancar maka estimasi piutang tak tertagihnya adalah 10%

Wulandari

= (15.000.000- 0) X 5 ‰ = Rp75.000

Ket.

o Nilai agunan 0

o Kualitas piutang estimasi lancar maka penyisihan piutang tak tertagihnya adalah menggunakan tarif umum

yaitu 5 ‰

CV Mutiara

= (10.000.000-10.000.000) X 100% = 0

Ket.

o Nilai agunan yang diperhitungkan untuk deposito bank adalah 100 % yaitu sebesar Rp 15.000.000, namun

karena nilai agunannya lebih besar dari piutangnya maka yang diperhitungkan hanya Rp10.000.000 yaitu

sebesar jumlah piutangnya.

o Kualitas piutang macet maka estimasi piutang tak tertagihnya adalah sebesar 100%

Maka atas penyisihan piutang tak tertagih Satker A tersebut diatas adalah

Nama Debitur Saldo

Piutang

Penyisihan

Piutang Tak

Tertagih

Piutang yang Dapat

Direalisasikan

PT Triana 25.000.000 700.000 24.300.000

Wulandari 15.000.000 75.000 14.925.000

CV Mutiara 10.000.000 0 10.000.000

Jumlah 60.000.000 775.000 59.225.000

Page 95: Bunga Rampai Panduan Teknis App

Pencatatan Piutang Satker A

Jurnal untuk mencatat piutang pada tanggal 31 Desember 20XX adalah sebagai berikut:

Dr Piutang 60.000.000

Cr Cadangan Piutang 60.000.000

Mencatat Penyisihan Piutang Tak Tertagih

Dr Cadangan Piutang 775.000

Cr

Penyisihan Piutang Tak

Tertagih – Piutang Jangka

Pendek

775.000

Penyajian Pada Neraca Satker A

Satker A

Neraca

Per 31 Desember 20XX

Aset Lancar Kewajiban

Piutang Pajak XXX Kewajiban Jangka Pendek XXX

Piutang PNBP 60.000.000 Kewajiban Jangka Panjang XXX

Bag. Lancar Penerusan Pinj. XXX

Bag. Lancar Piutang TGR XXX

Bag. Lancar TPA XXX

Piutang Lainnya XXX

Penyisihan Piutang Tak

Tertagih- Piutang Jk. Pendek

(775.000)

Piutang jangka pendek neto 59.225.000 Jumlah Kewajiban XXX

Aset Lainnya

Piutang Penerusan Pinjaman XXX Ekuitas Dana

Tagihan TGR XXX Ekuitas Dana lancar

Tagihan Penj. Angsuran XXX Cadangan Piutang 59.225.000

Aset Lain-Lain XXX Ekuitas Dana Investasi

Penyisihan Piutang Tak

Tertagih- Piutang Jk. Panjang

(XXX) Diinvestasikan Dlm Aset

Lainnya

XXX

Ekuitas Dana Cadangan XXX

Aset Lainnya Neto XXX Jumlah Ekuitas Dana 59.225.000

Jumlah Aset 59.225.000 Jumlah Kewajiban dan

Ekuitas Dana

59.225.000

Page 96: Bunga Rampai Panduan Teknis App

Contoh 2

Pada tanggal 31 Desember 20X2 Satker XXYY memiliki saldo piutang berupa Tuntutan Ganti Rugi (TGR) yang berasal

dari transaksi dari tahun 20X1 sampai dengan 20X2. TGR tersebut berasal dari 3 pegawai yang masing-masing

dengan riwayat piutang sebagai berikut

Bapak Aldo

Pada tahun 20X1, karena menghilangkan aset kantor yang merupakan tanggung jawabnya, Bapak Aldo

dikenakan TGR sebesar Rp60.000.000 dan sesuai kesepakatan akan dicicil selama 5 tahun mulai 20 Januari 20X1

dan agunan berupa sertifikat hak milik atas tanah senilai Rp30.000.000. Dalam perjalanannya bapak Aldo

mencicil kewajibannya sesuai dengan ketentuan.

Bapak Badung

Pada tahun 20X2, karena kasus yang sama yang terjadi pada akhir bulan Juli, dikenakan TGR sebesar

Rp48.000.000 yang akan diangsur selama 4 tahun mulai 1 Agustus 20X2 dan tidak melibatkan agunan. Bapak

Badung tidak pernah mengangsur kewajibannya selama tahun 20X2 dan oleh Satker B telah diberikan surat

penagihan ketiga pada pertengahan Nopember 20X2.

Bapak Cindra

Pada bulan Agustus 20X2 Bapak Cindra menghilangkan laptop kantor dan atas kejadian tersebut dikenakan TGR

Rp7.500.000. Bapak Cindra tidak pernah mencicil utangnya namun dia melunasinya pada bulan Desember 20X2.

Penyelesaian atas kasus ini adalah sebagai berikut:

o Penghitungan penyisihan piutang dengan memperhatikan saldo dan kualitas piutang beserta agunannya.

o Penghitungan penyisihan piutang pada Satker dihitung untuk setiap debitur, bukan dihitung dari total

piutang seperti pada sektor bisnis

o Reklasifikasi dari piutang jangka panjang ke dalam piutang jangka pendek harus dilakukan untuk piutang

yang akan jatuh tempo kurang dari 12 bulan

o Penyisihan piutang tak tertagih yang telah dihitung selanjutnya dialokasikan secara proporsional untuk

piutang jangka panjang dan jangka pendek

o Masing-masing debitur harus dibuatkan Kartu Piutang

o Setelah dilakukan penghitungan untuk masing-masing debitur kemudian dituangkan dalam kartu penyisihan

piutang.

o Selanjutnya setelah didapatkan angka total baik untuk piutang jangka panjang dan jangka pendek maka

dimasukan dalam SAI dengan menggunakan form Jurnal Aset.

Bapak Aldo

Untuk pelaporan tanggal 31 Desember 20X2, penghitungan penyisihan piutang tak tertagih adalah sebagai

berikut:

o Saldo piutang sampai dengan 31 Desember 20X2 adalah Rp36.000.000 yaitu saldo awal piutang Rp60 juta

dikurangi cicilan selama 24 bulan sebesar Rp24.000.000 seperti yang nampak pada kartu piutang bapak Aldo.

o Kualitas piutangnya adalah lancar yang berarti penyisihan piutang tak tertagih yang harus dibentuk adalah

sebesar 5‰ dari saldo piutang setelah dikurangi nilai agunan pada tanggal pelaporan. Penyisihan piutang tak

tertagih untuk piutang Bapak Aldo adalah sebesar Rp60.000 yaitu 5/1000 (36.000.000-30.000.000X80%)

o Reklasifikasi piutang dari jangka panjang menjadi piutang jangka pendek untuk piutang yang jatuh tempo

kurang dari 12 bulan. Dalam hal ini piutang yang perlu direklasifikasi adalah sebesar Rp12.000.000 (12 bulan

X Rp1.000.000) dan sisanya Rp24.000.000 adalah merupakan piutang jangka panjang.

o Selanjutnya alokasikan penyisihan piutang tak tertagih sesuai dengan jumlah piutang jangka panjang dan

jangka pendek yang dimiliki. Untuk Bapak Aldo jumlahnya piutang jangka panjang dan pendeknya adalah

masing-masing sebesar 24 juta dan 12 juta. Alokasi penyisihan piutang tak tertagih jangka panjang dan

Page 97: Bunga Rampai Panduan Teknis App

pendeknya adalah masing-masing sebesar Rp40.000 dan Rp20.000 (60.000X24/36=40.000 dan

60.000X12/36=20.000).

Bapak Badung

Untuk pelaporan tanggal 31 Desember 20X2, penghitungan penyisihan piutang tak tertagih adalah sebagai

berikut:

o Saldo piutang sampai dengan 31 Desember 20X2 adalah Rp32.000.000 yaitu sama seperti saldo awal piutang

karena Bapak Badung tidak pernah mencicil piutangnya seperti yang tampak pada kartu piutang Bapak

Badung.

o Kualitas piutangnya adalah macet karena lebih dari 1 bulan setelah diterbitkan surat penagihan ketiga. Hal

ini berarti penyisihan piutang tak tertagih yang harus dibentuk adalah sebesar 100% dari saldo piutang

setelah dikurangi nilai agunan, yang dalam kasus ini tidak ada anggunan, pada tanggal pelaporan. Penyisihan

piutang tak tertagih untuk piutang Bapak Badung adalah sebesar Rp48.000.000 yaitu 100/100 (48.000.000-

0).

o Reklasifikasi piutang dari jangka panjang menjadi piutang jangka pendek untuk piutang yang jatuh tempo

kurang dari 12 bulan. Piutang jangka panjang dan jangka pendek Bapak Badung adalah sebesar 17 juta dan

31 juta. Dalam hal ini piutang yang perlu direklasifikasi adalah sebesar Rp12.000.000 (12 bulan X

Rp1.000.000) ditambah 5.000.000 piutang sebelumnya dari Agustus sampai dengan Desember yang belum

dilunasi dan sisanya Rp31.000.000 adalah merupakan piutang jangka panjang.

o Selanjutnya alokasikan penyisihan piutang tak tertagih sesuai dengan jumlah piutang jangka panjang dan

jangka pendek yang dimiliki. Untuk Bapak Badung jumlahnya piutang jangka panjang dan pendeknya adalah

masing-masing sebesar 31 juta dan 17 juta. Alokasi penyisihan piutang tak tertagih jangka panjang dan

pendeknya adalah masing-masing sebesar Rp31juta dan Rp17juta (48.000.000X31/48= 31 juta dan

48.000.000X17/48= 17 juta).

Bapak Cindra

Untuk pelaporan tanggal 31 Desember 20X2 tidak perlu dilakukan penyisihan terhadap piutang Bapak Cindra

karena piutang tersebut telah dilunasi sebelum tanggal pelaporan.

Setelah penghitungan penyisihan piutang tak tertagih selesai dilakukan maka nilai tersebut dimasukkan dalam kartu

penyisihan piutang untuk dibuatkan jurnal penyesuaian dalam bentuk form jurnal aset agar piutang yang disajikan

dalam neraca menginformasikan nilai yang dapat direalisasikan. Jurnal untuk mencatat reklasifikasi dan penyisihan

piutang tak tertagih Satker XXYY pada tanggal 31 Desember 20X2 adalah sebagai berikut:

Reklasifikasi Piutang Jangka Panjang

Dr 311311 Bagian Lancar TGR 24.000.000

Cr 113411 Cadangan Piutang 24.000.000

Dr 321311 Diinvestasikan dalam Aset Lainnya 24.000.000

Cr 151211 Tagihan Tuntutan Ganti Rugi 24.000.000

Mencatat Penyisihan Piutang Tak Tertagih Jangka Pendek

Dr 311311 Cadangan Piutang 17.020.000

Cr 116611

Penyisihan Piutang Tak tertagih- Bagian

Lancar Tuntutan Perbendaharaan/

Tuntutan Ganti Rugi

17.020.000

Page 98: Bunga Rampai Panduan Teknis App

Mencatat Penyisihan Piutang Tak Tertagih Jangka Panjang

Dr 311311 Diinvestasikan Dalam Aset Lainnya 31.040.000

Cr 155211

Penyisihan Piutang Tak Tertagih-

Tagihan Tuntutan Perbendaharaan/

Tuntutan Ganti Rugi

31.040.000

Selanjutnya berdasarkan ayat jurnal diatas akan dibuat Form Jurnal Aset untuk masing-masing ayat jurnal sebagai

media untuk memasukan dalam aplikasi Sistem Akuntansi Instansi. Piutang Satker XXYY akan disajikan dalam neraca

per 31 Desember 20X2 seperti berikut ini.

Satker XXYY

Neraca

Per 31 Desember 20X2

Aset Lancar Kewajiban

Piutang Pajak XXX Kewajiban Jangka Pendek XXX

Piutang PNBP XXX Kewajiban Jangka Panjang XXX

Bag. Lancar Penerusan Pinj. XXX

Bag. Lancar Piutang Tgr 29.000.000

Bag. Lancar TPA XXX

Piutang Lainnya XXX

Penyisihan Piutang Tidak

Tertagih- Piutang Jk. Pendek

(17.020.000)

Piutang Jangka Pendek

Netto

11.980.000 Jumlah Kewajiban XXX

Aset Lainnya

Piutang Penerusan Pinjaman XXX Ekuitas Dana

Tagihan TGR 55.000.000 Ekuitas Dana Lancar

Tagihan Penj. Angsuran XXX Cadangan Piutang 11.980.000

Aset Lain-Lain XXX Ekuitas Dana Investasi

Penyisihan Piutang Tidak

Tertagih- Piutang Jk. Panjang

(31.040.000) Diinvestasikan Dlm Aset

Lainnya

23.960.000

Ekuitas Dana Cadangan XXX

Aset Lainnya Netto 23.960.000 Jumlah Ekuitas Dana 35.940.000

Jumlah Aset 35.940.000 Jumlah Kewajiban dan

Ekuitas Dana

35.940.000

Page 99: Bunga Rampai Panduan Teknis App

Kementerian

Negara/Lembaga : Kementerian XXXXX Jenis Piutang : Tuntutan Ganti Rugi

Eselon I

: Direktorat Jenderal YYYY Nomor

:

01

Wilayah

: Kanwil YYYY DKI Jakarta Nomor Spn : 001/Spn.01/20X1

Satker : Kantor XXYY Tanggal Spn : 20 Januari 20X1

KARTU PIUTANG

Nama

: Aldo Jumlah Piutang

: Rp60.000.000

NIP/NPWP : 197503221993021001 Tanggal Jatuh tempo : 20 Desember 20X4

Alamat

: Kampung Cilik, Jakarta Angsuran per Bulan : Rp1.000.000

Unit Kerja

: Kantor XXYY Mulai mengangsur : 20 Januari 20XX

Kementerian

Negara/Lembaga : Kementerian XXXXX Dasar Penetapan Piutang

No.SK

: 001/KL.06/SK.TGR/20XX

Tanggal SK

: 19 Januari 20X1

Tanggal Keterangan Debet Kredit Saldo

Pindahan

Pindahan saldo piutang tahun

sebelumnya 60.000.0000 12.000.000 48.000.000

20 Januari 20X2 Cicilan ke 13

1.000.000 47.000.000

20 Pebruari 20X2 Cicilan ke 14 1.000.000 46.000.000

20 Mareti 20X2 Cicilan ke 15

1.000.000 45.000.000

20 April 20X2 Cicilan ke 16 1.000.000 44.000.000

20 Mei 20X2 Cicilan ke 17 1.000.000 43.000.000

20 Juni 20X2 Cicilan ke 18 1.000.000 42.000.000

20 Juli 20X2 Cicilan ke 19 1.000.000 41.000.000

20 Agustus 20X2 Cicilan ke 20 1.000.000 40.000.000

20 September 20X2 Cicilan ke 21 1.000.000 39.000.000

20 Oktober 20X2 Cicilan ke 22 1.000.000 38.000.000

20 Nopember 20X2 Cicilan ke 23 1.000.000 37.000.000

20 Desember 20X2

Cicilan ke 24

1.000.000 36.000.000

Page 100: Bunga Rampai Panduan Teknis App

Kementerian

Negara/Lembaga : Kementerian XXXXX Jenis Piutang : Tuntutan Ganti Rugi

Eselon I

: Direktorat Jenderal YYYY Nomor : 02

Wilayah

: Kanwil YYYY DKI Jakarta Nomor Spn : 001/Spn.01/20X2

Satker : Kantor XXYY Tanggal Spn : 31 Juli 20X2

KARTU PIUTANG

Nama

: Badung Jumlah Piutang : Rp48.000.000

NIP/NPWP

: 197704231993021001 Tanggal Jatuh tempo : 01 Agustus 20X2

Alamat

: Kampung Gede, Jakarta Angsuran per Bulan : Rp1.000.000

Unit Kerja

: Kantor XXYY Mulai mengangsur :

Kementerian

Negara/Lembaga : Kementerian XXXXX Dasar Penetapan Piutang

No.SK

: 002/KL.06/SK.TGR/20X2

Tanggal SK

: 31 Juli 20X2

Tanggal Keterangan Debet Kredit Saldo

Saldo awal Piutang 48.000.0000 48.000.000

Page 101: Bunga Rampai Panduan Teknis App

Kementerian Negara : Kementerian XXXXX

Jenis

Piutang : Tuntutan Ganti Rugi

Eselon I

: Direktorat Jenderal YYYY Nomor : 03

Wilayah

: Kanwil YYYY DKI Jakarta Nomor Spn : 001/Spn.01/20X2

Satker : Kantor XXYY Tanggal Spn : 31 Juli 20X2

KARTU PIUTANG

Nama

: Cindra Jumlah Piutang : Rp7.500.000

NIP/NPWP

: 198206241993021001 Tanggal Jatuh tempo : 15 Agustus 20X2

Alamat

: Kampung Kampung, Jakarta Angsuran per Bulan : Rp750.000

Unit Kerja

: Kantor XXYY Mulai mengangsur :

Kementerian

Negara/Lembaga : Kementerian XXXXX Dasar Penetapan Piutang

No.SK

: 003/KL.06/SK.TGR/20X2

Tanggal SK

: 14Agustus 20X2

Tanggal Keterangan Debet Kredit Saldo

Saldo awal Piutang 7.500.0000 7.500.000

20 Desember 20X2 Pelunasan Piutang

7.500.000 0

Page 102: Bunga Rampai Panduan Teknis App

Kementerian: Kementerian XXXXX

Eselon I: Ditjen YYYY

Wilayah: DKI Jakarta

Satker: Kantor XXYYY

KARTU PENYISIHAN PIUTANG TIDAK TERTAGIH

PER 31 Desember 20X2

Jenis Piutang

: TGR

No. Nama

Debitur No & Tanggal SPn

Saldo

Piutang

(Rp)

Agunan/Barang Sitaan

Kualitas

Piutang

Jumlah Penyisihan Piutang Tidak

Tertagih

Keterangan Bentuk

Agunan/Sitaan

Nilai

Agunan/Sitaan

(Rp)

Nilai

Agunan/Sitaan

yang

diperhitungkan

(Rp)

Saldo

Piutang

setelah

Agunan/

Sitaan

(RP)

Prosentase

Penyisihan

(%)

Jumlah

Penyisihan

Piutang

(Rp)

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9=4-7) (10) (11=9x10) (12)

1 Aldo 001/Spn.01/20X1

20 Januari 20X1 36.000.000 Sertifikat SHM 30.000.000 24.000.000 Lancar 12.000.000 5 ‰ 60.000

2 Badung 002/Spn.01/ 20X2

31 Juli 20X2 48.000.000 - - - Macet 48.000.000 100% 48.000.000

3 Cindra 001/Spn.01/ 20X2

31 Juli 20X2 0 - - - - - - - Lunas

JUMLAH 48.600.000

Mengetahui:

KPA

Petugas Unit

Pembukuan

Piutang PNBP,

Gayusa

Yagusa

NIP.0858500000

NIP. 085800001

Page 103: Bunga Rampai Panduan Teknis App

FORMULIR JURNAL ASET

Kementerian/Lembaga : XXXX No. Dokumen : 001

Eselon I : YYYY Tanggal : 31 Desember 20X2

Wilayah : Kanwil YYYY DKI Jakarta Tahun Anggaran : 20X2

Kode Satker : XXYY

Jenis Jurnal Aset (8)

Kas di Bendaharawan Penerima

Kas di Bendaharawan Pembayar

X Piutang

Persediaan

Aset Tetap

Aset Lainnya

No Kode Perkiraan Uraian Nama Perkiraan Rupiah

Debet Kredit

1 311311 Bagian Lancar TGR 24.000.000

2 113411 Cadangan Piutang 24.000.000

Dibuat Oleh: Wakhid

Disetujui oleh: Muslim

Direkam oleh: Rizol

Tanggal : 311220X2

Tanggal :31-12-20X2

Tanggal:31-12-20X2

Page 104: Bunga Rampai Panduan Teknis App

FORMULIR JURNAL ASET

Kementerian/Lembaga : XXXX No. Dokumen : 001

Eselon I : YYYY Tanggal : 31 Desember 20X2

Wilayah : Kanwil YYYY DKI Jakarta Tahun Anggaran : 20X2

Kode Satker : XXYY

Jenis Jurnal Aset (8)

Kas di Bendaharawan Penerima

Kas di Bendaharawan Pembayar

X Piutang

Persediaan

Aset Tetap

Aset Lainnya

No Kode Perkiraan Uraian Nama Perkiraan Rupiah

Debet Kredit

1 321311 Diinvestasikan Dalam Aset Tetap Lainnya 24.000.000

2 151211 Tagihan Tuntutan Ganti Rugi 24.000.000

Dibuat Oleh: Wakhid

Disetujui oleh: Muslim

Direkam oleh: Rizol

Tanggal : 311220X2 Tanggal :31-12-20X2

Tanggal:31-12-20X2

Page 105: Bunga Rampai Panduan Teknis App

FORMULIR JURNAL ASET

Kementerian/Lembaga : XXXX No. Dokumen : 001

Eselon I : YYYY Tanggal : 31 Desember 20X2

Wilayah : Kanwil YYYY DKI Jakarta Tahun Anggaran : 20X2

Kode Satker : XXYY

Jenis Jurnal Aset (8)

Kas di Bendaharawan Penerima

Kas di Bendaharawan Pembayar

X Piutang

Persediaan

Aset Tetap

Aset Lainnya

No Kode Perkiraan Uraian Nama Perkiraan Rupiah

Debet Kredit

1 311311 Cadangan Piutang 17.020.000

2 151211 Penyisihan Piutang Tak Tertagih- Bagian Lancar Tuntutan

Perbendaharaan/Tuntutan Ganti Rugi 17.020.000

Dibuat Oleh: Wakhid

Disetujui oleh: Muslim

Direkam oleh: Rizol

Tanggal : 311220X2

Tanggal :31-12-20X2

Tanggal:31-12-20X2

Page 106: Bunga Rampai Panduan Teknis App

FORMULIR JURNAL ASET

Kementerian/Lembaga : XXXX No. Dokumen : 001

Eselon I : YYYY Tanggal : 31 Desember 20X2

Wilayah : Kanwil YYYY DKI Jakarta Tahun Anggaran : 20X2

Kode Satker : XXYY

Jenis Jurnal Aset (8)

Kas di Bendaharawan Penerima

Kas di Bendaharawan Pembayar

X Piutang

Persediaan

Aset Tetap

Aset Lainnya

No Kode Perkiraan Uraian Nama Perkiraan Rupiah

Debet Kredit

1 311311 Diinvestasikan Dalam Aset Tetap Lainnya 31.040.000

2 155211 Penyisihan Piutang Tak tertagih- Tagihan Tuntutan

Perbendaharaan/TGR 31.040.000

Dibuat Oleh: Wakhid

Disetujui oleh: Muslim

Direkam oleh: Rizol

Tanggal : 311220X2 Tanggal :31-12-20X2

Tanggal:31-12-20X2

Page 107: Bunga Rampai Panduan Teknis App

REFERENSI

1. Kementerian Keuangan, Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum, Peraturan Menteri Keuangan Nomor:

201/PMK.06/2010 tentang Kualitas Piutang Kementerian Negara/Lembaga dan Pembentukan Penyisihan

Piutang Tak Tertagih,

http://www.sjdih.depkeu.go.id/fullText/2010/201~PMK.06~2010Per.HTM

2. Direktorat Jenderal Perbendahara-an, Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor: Per-82/PB/2011

tentang pedoman Akuntansi Penyisihan Piutang Tak Tertagih Pada Kementerian Negara/Lembaga,

ftp://ftp1.perbendaharaan.go.id/peraturan/perdirjen/2011/per_85_pb_2011.pdf

3. Direktorat Jenderal Perbendahara-an, Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor: Per-85 /PB/2011

tentang Penatausahaan Piutang Penerimaan Negara Bukan Pajak Pada Satuan Kerja Kementerian

Negara/Lembaga, ftp://ftp1.perbendaharaan.go.id/peraturan/perdirjen/2011/per_85_pb_2011.pdf

4. Komite Standar Akuntansi Pemerintahan, Buletin Teknis Nomor 06 Tentang Akuntansi Piutang,

http://www.ksap.org/Buletin/BULTEK06.pdf

5. KIESO, WARFIELD, WEYGANDT, 2012, Intermediate Accounting, 14 Edition, Florida,US John Wiley & Sons,Inc.

Page 108: Bunga Rampai Panduan Teknis App

PENGESAHAN PENERIMAAN HIBAH LANGSUNG BENTUK UANG

Oleh: Fitra Riadian

(Dimuat pada Panduan Teknis APP Edisi 11 Tahun 2012)

I. PENDAHULUAN

Adakalanya suatu Satuan Kerja (Satker) di Kementerian Negara/Lembaga (K/L) menerima hibah langsung dari

pemberi hibah (Donor). Yang dimaksud dengan “langsung” adalah Satker menerima hibah langsung dari donor, tidak

melalui Kas Negara (KPPN). Donor dapat memberi hibah dalam bentuk uang, barang, jasa atau surat berharga. Dalam

artikel ini hanya dibahas mengenai penerimaan hibah yang diterima langsung oleh K/L dalam bentuk uang saja.

Syarat suatu Satker dapat menerima Hibah Langsung terdapat dalam Peraturan Pemerintah No.10 Tahun 2011

tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri dan Penerimaan Hibah, yaitu di bagian Penjelasan Pasal 48 ayat

(3).

Pengertian Hibah Langsung Uang

Jenis Penerimaan Hibah

Penerimaan Hibah

Terencana

Langsung

Uang

Barang/Jasa/

Surat Berharga

Page 109: Bunga Rampai Panduan Teknis App

II. TAHAP PENGESAHAN HIBAH LANGSUNG

Satker menerima hibah dalam bentuk uang langsung dari donor. Uang yang diterima dari donor tersebut tidak

disetor ke kas negara, tetapi ditampung dalam rekening hibah. Satker langsung membelanjakan uang yang diterima

dari donor tersebut untuk membiayai kegiatan Satker tersebut atau membiayai kegiatan yang terdapat dalam

perjanjian hibah.

Atas penerimaan hibah langsung tersebut, Satker harus mengesahkan dan mengakuntansikan transaksi

penerimaan dan penggunaan hibah langsung tersebut. Tahapan dalam mengesahkan hibah langsung bentuk uang

diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.191/PMK.05/2011 tentang Mekanisme Pengelolaan Hibah

sebagai berikut:

1. Pengajuan Permohonan nomor register;

2. Pengajuan persetujuan pembukaan Rekening Hibah;

3. Penyesuaian pagu hibah dalam DIPA (Revisi DIPA); dan

4. Pengesahan ke KPPN.

Tahapan Pengesahan Hibah Langsung Bentuk Uang

Pengesahan hibah langsung yang dibahas disini tidak berlaku untuk Satker Badan Layanan Umum (BLU),

karena berdasarkan PP No.23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan BLU, apabila suatu BLU menerima hibah

maka diperlakukan/diakui sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP akun 424xxx) Satker BLU tersebut,

bukan diperlakukan/diakui sebagai penerimaan hibah ( akun 43xxxx).

1. Register Hibah

Setiap penerimaan hibah yang diterima langsung oleh Satker harus dituangkan dalam suatu dokumen

perjanjian hibah. Dokumen perjanjian hibah dapat berupa suatu dokumen yang lengkap dan mendetail yang berisi

siapa pemberi dan penerima hibah, berapa yang akan dihibahkan, bentuk hibah dan ketentuan-ketentuan lainnya,

misalnya tujuan pemberian hibah dan perlakuan atas sisa hibah, atau dapat berupa suatu dokumen yang sederhana

yang hanya memuat siapa pemberi dan penerima hibah dan berapa yang akan dihibahkan.

Berdasarkan UU No. 1 Tahun 2004 Pasal 38 ayat (1), dinyatakan bahwa Menteri Keuangan dapat menunjuk

pejabat yang diberi kuasa atas nama Menteri Keuangan untuk mengadakan utang negara atau menerima hibah yang

berasal dari dalam negeri ataupun dari luar negeri sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dengan Undang-

Page 110: Bunga Rampai Panduan Teknis App

undang APBN. Pada pelaksanaannya, Menteri Keuangan menunjuk Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU)

sebagai kuasa untuk menerima hibah. Dengan demikian, semua perjanjian hibah antara donor dengan Satker/K/L

harus didaftarkan/diregister ke DJPU.

Satker/K/L membuat permohonan register hibah dan kemudian DJPU menerbitkan Nomor Register Hibah. Satu

Perjanjian Hibah mendapat satu Nomor Register Hibah yang berlaku sampai dengan seluruh kegiatan selesai (dapat

berlaku lewat tahun anggaran/multiyears). Apabila donor memberi hibah kepada suatu Satker lebih dari satu kali

dan dibuat dalam perjanjian hibah yang terpisah, maka Satker/K/L harus meregister semua perjanjian tersebut, dan

akan mendapat beberapa nomor register juga.

Dalam surat pemberian Nomor Register Hibah, selain mencantumkan Nomor Register Hibah juga

mencantumkan nilai perjanjian hibah. Dengan terbitnya Nomor Register Hibah, maka perjanjian hibah tersebut telah

tercatat dan dapat dilanjutkan ke proses berikutnya. Syarat pengajuan Register Hibah dan format Surat Permohonan

Register juga terdapat dalam PMK No.191/PMK.05/2011. Pada tahapan ini belum ada pencatatan akuntansi atas

penerimaan hibah.

2. Rekening Hibah

Dengan adanya perjanjian hibah dalam bentuk uang, maka Satker akan menerima sejumlah uang dari donor.

Uang dari donor tersebut pada hakekatnya adalah uang negara yang harus ditampung dalam rekening tersendiri

(tidak ditampung dalam Rekening Bendahara Pengeluaran/Penerimaan) yaitu Rekening Hibah.

Rekening Hibah adalah bagian dari Rekening Pemerintah Lainnya sehingga Satker/K/L harus mengajukan

permohonan persetujuan pembukaan rekening hibah kepada Kementerian Keuangan, yaitu kepada Ditjen

Perbendaharaan, cq. Direktur Pengelolaan Kas Negara.

Satu perjanjian hibah/Nomor Register hibah ditampung dalam satu nomor rekening hibah. Apabila suatu

Satker mendapat beberapa perjanjian hibah, maka harus meregister beberapa perjanjian hibah tersebut dan

membuka beberapa rekening hibah juga. Rekening Hibah ini dikelola oleh Bendahara Pengeluaran yang dapat

dibantu oleh Bendahara Pengeluaran Pembantu.

Satker/K/L dapat terlebih dahulu membuka rekening hibah dan menggunakan/membelanjakan uang hibah

tersebut sebelum persetujuan pembukaan rekening hibah diterbitkan, namun tetap harus mengajukan permohonan

persetujuan pembukaan rekening hibah kepada Kementerian Keuangan. Format dan lampiran permohonan

persetujuan pembukaan rekening hibah sesuai dengan PMK No.57/PMK.05/2007.

3. Revisi DIPA

Selanjutnya, setelah menerima uang dari hibah, Satker akan membelanjakan uang dari hibah tersebut. Karena

uang dari hibah merupakan uang Negara, maka penggunaan uang hibah merupakan pengeluaran negara. Dalam UU

No.17 Tahun 2003 Pasal 3 ayat 5, dinyatakan bahwa semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang

menjadi kewajiban negara dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus dimasukkan dalam APBN. Dengan

demikian penggunaan uang hibah harus dimasukkan dalam APBN juga, yaitu dalam bentuk Revisi DIPA Satker yang

bersangkutan.

Revisi DIPA bersifat on-top yaitu menambah pagu DIPA semula. Pagu yang direvisi adalah Pagu Belanja saja.

Satker tidak merevisi Pagu Pendapatan Hibah. Instansi yang melakukan Revisi Pagu Pendapatan hibah adalah DJPU

selaku BUN Pengelola Hibah (BA.999.02).

Page 111: Bunga Rampai Panduan Teknis App

Untuk Satker Pusat, revisi DIPA dalam rangka hibah langsung diajukan ke Direktorat Pelaksanaan Anggaran,

Ditjen Perbendaharaan. Untuk Satker Daerah, revisi DIPA dalam rangka hibah langsung diajukan ke Kanwil Ditjen

Perbendaharaan setempat.

Jumlah pagu Belanja yang direvisi adalah sebesar jumlah yang direncanakan akan dilaksanakan dalam satu

tahun anggaran tersebut, setinggi-tingginya sebesar Perjanjian Hibah. Misalnya, dalam Perjanjian Hibah dinyatakan

akan memberikan hibah sebesar Rp10 Miliar. Satker membuat perencanaan pelaksanaan kegiatan dari hibah

tersebut dan diperkirakan dalam tahun anggaran berjalan hanya akan menggunakan sebesar Rp7 Miliar dan sisanya

sebesar Rp 3 Miliar baru dilaksanakan pada tahun anggaran berikutnya. Dari contoh kasus diatas, maka Satker

tersebut pada tahun anggaran berjalan cukup mengajukan revisi DIPA sebesar Rp7 Miliar saja.

Kode Fungsi, Sub Fungsi, Kegiatan dan Output yang digunakan sebaiknya menggunakan kode Fungsi, Sub

Fungsi, Kegiatan dan Output yang sudah ada di DIPA Satker tersebut, dipilih yang paling sesuai dengan kegiatan yang

dilaksanakan. Apabila menggunakan kode Fungsi, Sub Fungsi, Kegiatan dan Output yang baru, maka pengajuan

Revisi DIPA harus melalui Direktorat Jenderal Anggaran terlebih dahulu.

Kode akun yang digunakan adalah kode akun belanja yang sesuai dengan kegiatannya sebagaimana

penyusunan RKAKL/DIPA pada umumnya. Misalnya, apabila kegiatannya untuk pengadaan kendaraan operasional,

maka menggunakan akun belanja modal peralatan dan mesin (akun 532111). Satker/K/L dapat terlebih dahulu

membelanjakan uang hibah tersebut sebelum proses revisi DIPA diterbitkan, namun tetap harus mengajukan revisi

DIPA kepada Kementerian Keuangan.

4. Pengesahan ke KPPN

Tahap berikutnya adalah tahap pelaksanaan/realisasi perjanjian hibah tersebut. Atas realisasi perjanjian hibah

tersebut harus dilakukan pengesahan ke KPPN. Pengesahan ke KPPN menggunakan dokumen SP2HL (Surat Perintah

Pengesahan Hibah Langsung) yang dibuat dengan menggunakan Aplikasi SPM. Berdasarkan SP2HL, KPPN akan

menerbitkan SPHL (Surat Pengesahan Hibah Langsung). Berikut adalah contoh format SP2HL:

Page 112: Bunga Rampai Panduan Teknis App

KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA …(1)

SURAT PERINTAH PENGESAHAN HIBAH LANGSUNG

Tanggal : ………… (2) Nomor : ………… (3)

Kuasa Bendahara Umum Negara, Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara ……. 4)

Agar melakukan pengesahan sejumlah :

Saldo awal

Pendapatan Hibah

Rp………………..

Rp………………..

(5)

(6)

Belanja dari Hibah Rp……………….. (7)

Saldo akhir Rp……………….. (8)

Untuk Periode Triwulan : ................(9) Tahun Anggaran : ………….. (10)

Dasar Pengesahan :

....... (11)

Satker

xxxxxx

Kewenangan

xx

Nama Satker

xxxxxxxxxxxx..(12)

Sumber Dana/Cara Penarikan

Nomor Register

: xx/xx (15)

: xxxxxxx (16)

BELANJA PENDAPATAN

Akun Jumlah Uang BA/Unit Eselon I /Lokasi/Akun/

Satker Jumlah Uang

xxxxxx .. (17) ………(18)

(20)

999.02.01.51.431xxx. 977263

………………..(21)

Jumlah Belanja …………(19) Jumlah Pendapatan ………………. (22)

Kepada : Bendahara Umum Negara untuk dibukukan seperlunya

Yaitu : ................................................................................................................... (23)

……….. Tanggal seperti di atas (24)

A.n Kuasa Pengguna Anggaran

Pejabat Penandatangan SPM

….(25)

……………………………………………………….

NIP/NRP ………………………………….(26)

* seluruh penerimaan dalam mata uang asing dicantumkan sebesar ekuivalen rupiah

Fungsi, Subfungsi, BA, Unit Eselon I, Program

xx.xx.xxx.xx.xx (13)

Kegiatan, Output, Lokasi, Jenis Belanja

xxxxxx.xx.xx.xx.xx (14)

Page 113: Bunga Rampai Panduan Teknis App

PETUNJUK PENGISIAN

SURAT PERINTAH PENGESAHAN HIBAH LANGSUNG (SP2HL)

NOMOR URAIAN ISIAN

(1) Diisi uraian Kementerian Negara/Lembaga

(2) Diisi tanggal diterbitkan SP2HL

(3) Diisi nomor SP2HL

(4) Diisi uraian KPPN yang melakukan pengesahan, diikuti kode KPPN

(5) Diisi saldo awal hibah langsung

(6) Diisi jumlah pendapatan hibah langsung yang telah diterima. Untuk hibah langsung dalam bentuk

selain uang diisi sebesar nilainya.

(7) Diisi jumlah belanja yang bersumber dari Hibah Langsung. Untuk hibah langsung dalam bentuk selain

uang diisi sebesar nilainya.

(8) Diisi selisih antara pendapatan hibah dengan belanja dari hibah

(9) Diisi periode triwulan

(10) Diisi Tahun Anggaran

(11) Diisi dasar diterbitkannya SP2HL, misalnya: Nomor UU APBN, nomor dan tanggal DIPA, atau dokumen

penerimaan dan pengeluaran lainnya

(12) Diisi kode Satker (6 digit), kode 2 digit kewenangan, serta nama Satker penerima hibah

(13) Di isi Kode akun

(14) Diisi jenis Kegiatan, Output, Lokasi, Jenis Belanja

(15) Diisi sumber dana dan cara penarikan

(16) Diisi nomor register

(17) Diisi akun belanja

(18) Diisi jumlah rupiah masing-masing akun belanja

(19) Diisi total rupiah jumlah belanja yang bersumber dari HLLN Uang dan/atau HLDN Uang

(20) Diisi kode akun pendapatan untuk Bagian Anggaran 999.02

(21) Diisi jumlah rupiah masing-masing akun pendapatan hibah

(22) Diisi total rupiah jumlah pendapatan HLLN Uang dan/atau HLDN Uang

(23) Diisi uraian keperluan pengesahan

(24) Diisi tanggal diterbitkan SP2HL (sama seperti pada poin 2)

(25) Diisi tanda tangan Pejabat Penandatangan SPM

(26) Diisi nama dan NIP/NRP Pejabat Penandatangan SPM

Dalam pelaksanaan hibah langsung bentuk uang, ada 2 (dua) transaksi yang terjadi, yaitu transaksi penerimaan

hibah dan transaksi belanja yang dibiayai dari hibah. Berdasarkan PMK Nomor: 230/PMK.05/2011 tentang Sistem

Akuntansi Hibah, yang mencatat/membukukan transaksi penerimaan hibah adalah Pembantu Bendahara Umum

Negara (P-BUN) Pengelola Hibah dengan kode Bagian Anggaran 999.02. Dengan demikian transaksi penerimaan

hibah akan dibukukan oleh DJPU selaku BA.999.02, sedangkan transaksi belanja dibukukan oleh Satker. Hal diatas

sama dengan apabila Satker menerbitkan SPM-LS belanja modal yang didalamnya terdapat potongan PPh & PPN.

Satker hanya membukukan transaksi belanjanya saja, sedangkan yang membukukan penerimaan/potongan

PPh/PPNnya dalah Kantor Pelayanan Pajak/Ditjen Pajak Kementerian Keuangan selaku BA.015.04.

Page 114: Bunga Rampai Panduan Teknis App

Pengesahan ke KPPN melalui penerbitan SP2HL dilakukan atas realisasi kedua transaksi tersebut, bukan atas

nilai pada register hibah atau nilai pada pagu revisi DIPA. Misalnya, Perjanjian Hibah sebesar Rp10 Miliar, maka

dalam register hibah akan tercatat sebesar Rp10 Miliar juga. Kemudian Satker merencanakan dalam tahun anggaran

berjalan hanya akan menggunakan sebesar Rp7 Miliar, maka revisi DIPA yang diajukan adalah sebesar Rp7 Miliar

juga. Ternyata realisasi penerimaan hibah tahun berjalan adalah sebesar Rp8 Miliar, sedangkan realisasi belanja dari

hibah adalah sebesar Rp6 Miliar, maka pengesahan yang diajukan ke KPPN adalah penerimaan hibah sebesar Rp8

Miliar dan pengesahan belanja sebesar Rp6 Miliar.

Dari transaksi Penerimaan Hibah dan Belanja diatas, terdapat transaksi ikutan yang harus dicatat juga, yaitu

transaksi realisasi penerimaan dan pengeluaran kas. Karena yang memegang uang kas adalah Satker, maka yang

mencatat/membukukan kas tersebut adalah Satker. Pencatatan kas tersebut dengan menggunakan akun 111822

(Kas Lainnya di K/L dari Hibah) dengan akun lawannya 311911 (Ekuitas Dana Lancar Lainnya dari Hibah Langsung).

Untuk mencatat transaksi ikutan penerimaan dan pengeluaran kas, pada bagian atas SP2HL terdapat kolom

pencatatan kas yang terdiri dari isian Saldo Awal, Pendapatan Hibah, Belanja Terkait Hibah, dan Saldo Akhir. Format

perhitungannya adalah Saldo Awal (+) Pendapatan Hibah (-) Belanja Terkait Hibah (=) Saldo Akhir.

Dengan menggunakan contoh diatas, maka pengisian kolom pencatatan kas adalah sebagai berikut:

Saldo Awal : Rp 0,-

Pendapatan Hibah : Rp8.000.000.000,-

Belanja Terkait Hibah: Rp6.000.000.000,-

Saldo Akhir : Rp2.000.000.000,-

Pada SP2HL berikutnya, baik pada tahun anggaran yang sama maupun pada tahun anggaran berikutnya,

Jumlah Saldo akhir (Rp2 Miliar) akan menjadi Jumlah Saldo Awal. Saat pengajuan pengesahan hibah diatur dalam

Peraturan Dirjen Perbendaharaan Nomor 81/PB/2011 tentang Tata Cara Pengesahan Hibah Langsung Bentuk Uang

dan Penyampaian Memo Pencatatan Hibah Langsung Bentuk Barang/Jasa/Surat Berharga adalah minimal 1 (satu)

kali dalam satu tahun.

III. PELAPORAN HIBAH LANGSUNG UANG PADA SATKER

Atas transaksi hibah langsung bentuk uang, akan berpengaruh pada Laporan Realisasi Anggaran, Neraca dan

Catatan atas Laporan Keuangan sebagai berikut:

1. Laporan Realisasi Anggaran (LRA)

Pagu pada LRA Belanja akan bertambah dengan adanya Revisi DIPA terkait hibah. Realisasi LRA Belanja akan

bertambah dengan adanya Realisasi Belanja dari hibah. Dengan menggunakan contoh diatas, maka Pagu pada LRA

Belanja bertambah Rp8 Miliar, sedangkan Realisasi LRA Belanja bertambah Rp6 Miliar.

2. Neraca

Pos yang dapat terpengaruh oleh transaksi hibah langsung bentuk uang adalah pos Aset Lancar dengan pos

lawannya yaitu pos Ekuitas Dana Lancar, pos Aset Tetap dan pos Aset Lainnya dengan pos lawannya yaitu pos Ekuitas

Dana Investasi.

Pada pos Aset Lancar yang terpengaruh adalah:

Pos “Kas Lainnya dan Setara Kas”

Apabila terdapat Saldo Uang hibah maka akan tercatat pada akun 111822 (Kas Lainnya di K/L dari Hibah). Pada

Neraca akun ini akan muncul pada pos “Kas Lainnya dan Setara Kas”. Dengan menggunakan contoh diatas, maka

pos ini akan bersaldo Rp2 Miliar.

Page 115: Bunga Rampai Panduan Teknis App

Pos “Persediaan”

Apabila dari realisasi belanja terdapat sebagian yang dipergunakan untuk memperoleh persediaan dan hingga

penyusunan Laporan Keuangan persediaan tersebut masih terdapat saldo, maka saldonya akan tercatat sebagai

penambah pos persediaan.

Pos “Aset Tetap” dan “Aset Lainnya”

Apabila dari realisasi belanja terdapat sebagian yang dipergunakan untuk pengadaan Aset Tetap (misalnya

pembangunan gedung atau perolehan peralatan dan mesin) atau Aset Lainnya (misalnya perolehan aset tidak

berwujud), maka saldonya akan tercatat sebagai penambah pos Aset Tetap dan Aset Lainnya.

3. Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK)

Transaksi hibah langsung agar diungkapkan secara memadai dalam CaLK. Informasi yang diungkapkan antara

lain mengenai perjanjian hibah langsung, siapa pemberi hibah, berapa perjanjian hibahnya, nomor register hibah,

nomor rekening hibah, realisasi penerimaan hibah dan realisasi belanja yang bersumber dari hibah serta saldo kas

dari hibah (bila ada).

IV. PERLAKUAN TERHADAP SISA/SALDO KAS DARI HIBAH

Dalam transaksi hibah langsung bentuk uang, terkadang menghasilkan sisa uang yang terdapat pada rekening

hibah. Misalnya, donor memberi uang hibah sebesar Rp100 juta dengan perjanjian untuk membeli 1 (satu) unit

kendaraan operasional. Ternyata dalam membeli kendaraan operasional tersebut hanya menghabiskan uang sebesar

Rp90 Juta. Berarti terdapat sisa uang hibah, baik di rekening maupun di pembukuan Satker.

Terdapat dua perlakuan terhadap saldo uang hibah tersebut sebagai berikut:

1. Dalam perjanjian hibah dinyatakan apabila terdapat sisa uang hibah agar dikembalikan kepada Donor. Dengan

menggunakan contoh diatas, maka sisa uang sebesar Rp10 Juta ditransfer ke donor.

2. Apabila dalam perjanjian hibah tidak disebutkan perlakuan terhadap sisa uang hibah, maka sisa uang hibah

harus disetor ke Kas Negara.

Dengan menggunakan contoh diatas, maka sisa uang sebesar Rp10 Juta disetor ke Kas Negara melalui Bank Persepsi

dengan menggunakan formulir SSBP.

Berikut apa saja yang dilakukan oleh Satker terhadap saldo uang hibah tersebut.

1. Sisa Uang Hibah Dikembalikan Kepada Donor.

Transaksi pengembalian sisa uang hibah kepada donor harus dilakukan pengesahan ke KPPN dengan

menggunakan dokumen SP4HL (Surat Perintah Pengesahan Pengembalian Pendapatan Hibah Langsung) yang dibuat

dengan menggunakan Aplikasi SPM. Berdasarkan SP4HL, KPPN akan menerbitkan SP3HL (Surat Pengesahan

Pengembalian Pendapatan Hibah Langsung). Berikut ini adalah contoh format SP4HL:

Page 116: Bunga Rampai Panduan Teknis App

PETUNJUK PENGISIAN

SURAT PERINTAH PENGESAHAN PENGEMBALIAN PENDAPATAN HIBAH LANGSUNG (SP4HL)

Kuasa Bendahara Umum Negara, Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara ……… (04)

Agar mengesahkan pengembalian pendapatan hibah sejumlah :

1. Saldo Sisa Rp. …………… (05)

2. Pengembalian Pendapatan Hibah Rp. …………… (06)

3. Saldo Akhir Rp. …………… (07)

Tahun ……… (08)

Dasar Pengesahan : Satker Kewenangan Nama Satker

……. (09) xxxxxx xx xxxxxxxxxxx (10)

Fungsi, Subfungsi, BA, Unit Eselon I, Program

xx.xx.xxx.xx.xx (11)

Kegiatan, Output, Lokasi, Jenis Belanja

xxxxxx xx xx.xx xx (12)

Sumber Dana/Cara Penarikan : xx/xx (13)

Nomor Register : xxxxxxx (14)

Kepada : Bendahara Umum Negara untuk dibukukan seperlunya

Yaitu : Pengembalian Hibah Langsung kepada Donor, sesuai Bukti Setor Tgl..

………………………………………………………………………………………………(18)

……….. Tanggal seperti di atas (19)

a.n. Kuasa Pengguna Anggaran

Pejabat Penandatangan SPM

….(20)

……………………………………………………….

NIP/NRP ………………………………….(21)

…………. (17)Jumlah Pengembalian

KEMENTERIAN/LEMBAGA ……………(01)

SURAT PERINTAH PENGESAHAN PENGEMBALIAN HIBAH LANGSUNGTanggal : …. (02) Nomor …. (03)

BA/Unit Eselon I

/Lokasi/Akun/Satker

(15) utk pengembalian t.a. berjalan

999.02.01.51.431xxx. 977263

untuk pengembalian t.a.y.l.

xxx.xx.xx.xx.311911.xxxxxx

Jumlah Uang

……. (16)

PENGEMBALIAN PENDAPATAN HIBAH LANGSUNG

Page 117: Bunga Rampai Panduan Teknis App

NOMOR URAIAN ISIAN

(1) Diisi uraian Kementerian Negara/Lembaga

(2) Diisi tanggal diterbitkan SP3HL

(3) Diisi nomor SP3HL

(4) Diisi uraian KPPN yang melakukan pengesahan, diikuti kode KPPN

(5) Diisi saldo awal HLLN/HLDN Uang

(6) Diisi jumlah Pengembalian Pendapatan Hibah

(7) Diisi selisih antara penerimaan dengan pengeluaran

(8) Diisi Tahun Anggaran

(9) Diisi dasar diterbitkannya SP2HL, misalnya: Nomor UU APBN, nomor dan

tanggal DIPA, atau dokumen penerimaan dan pengeluaran lainnya

(10) Diisi kode Satker (6 digit), kode 2 digit kewenangan, serta nama Satker

penerima hibah

(11) Di isi Kode Fungsi, Subfungsi, BA, Unit Eselon 1, dan Program

(12) Diisi jenis Kegiatan, Output, Lokasi, Jenis Belanja

(13) Diisi sumber dana dan cara penarikan

(14) Diisi nomor register

(15) Diisi akun belanja

(16) Diisi jumlah rupiah masing-masing akun belanja

(17) Diisi total rupiah jumlah belanja yang bersumber dari HLLN/HLDN Uang

(18) Diisi uraian keperluan pengesahan meliputi bukti setor kepada……, melalui

Bank.., tanggal…., nomor……….

(19) Diisi tanggal diterbitkan SP3HL (sama seperti pada poin 2)

(20) Diisi tanda tangan Pejabat Penandatangan SPM

(21) Diisi nama dan NIP/NRP Pejabat Penandatangan SPM

Pengembalian sisa uang hibah kepada donor dapat dilakukan pada tahun saat yang sama dengan tahun

penerimaan hibah atau dilakukan pada tahun berikutnya yang masing-masing akan diperlakukan secara berbeda

sebagai berikut:

Tahun Yang Sama Dengan Penerimaan Hibahnya

Pengembalian sisa uang hibah kepada donor di tahun yang sama dengan penerimaan hibahnya berarti mengurangi

penerimaan/pendapatan hibah tahun tersebut dan mengurangi/menihilkan saldo kas di K/L dari hibah.

Untuk memudahkan menjelaskan perlakuan pengembalian sisa uang hibah kepada donor ini dengan menggunakan

contoh sebagai berikut:

Misalnya, hibah diterima pada tahun 2012 sebesar Rp100 Juta, kemudian dibelanjakan sebesar Rp90 Juta sehingga

terdapat sisa uang hibah sebesar Rp10 Juta, kemudian sisa uang hibah tersebut ditransfer ke donor pada tahun 2012

juga.

Sebelum sisa uang hibah dikembalikan kepada donor, Satker telah menerbitkan SP2HL yaitu mengesahkan

pendapatan hibah sebesar Rp100 juta dan mengesahkan belanja yang bersumber dari hibah sebesar Rp90 juta, dan

mencatat saldo kas di K/L dari hibah sebesar Rp10 Juta.

Page 118: Bunga Rampai Panduan Teknis App

Setelah mentransfer sisa uang hibah kepada donor, Satker mengesahkan ke KPPN dengan menerbitkan SP4HL.

Dalam SP4HL yang disahkan adalah transaksi pengurangan pendapatan hibah yang akan dibukukan oleh DJPU selaku

BA.999.02 dan mencatat transaksi ikutannya, yaitu mengurangi saldo Kas di K/L dari Hibah.

Dengan contoh diatas, untuk mengesahkan pengembalian pendapatan hibah, pada kolom Pengembalian

Pendapatan Hibah Langsung diisi BA.999.02 dengan kode akun sama dengan kode akun pendapatan pada saat

penerbitan SP2HL, sedangkan Jumlah Uangnya adalah sebesar Rp10 Juta.

Sedangkan untuk mencatat transfer uang kepada donor, maka pada kolom pencatatan kas, diisi sebagai

berikut:

Sisa Hibah : Rp10.000.000,-

Pengembalian

Pendapatan Hibah : Rp10.000.000,-

Saldo Akhir : Rp0,-

Transaksi pengurangan penerimaan hibah akan dibukukan oleh DJPU selaku BA.999.02, sedangkan transaksi

pengurangan/penihilan saldo kas di K/L dari hibah dibukukan oleh Satker.

Setelah terbit SP4HL, maka DJPU selaku BA.999.02 akan mencatat Pendapatan hibah Rp100 juta (dari SP2HL)

dan mencatat pengurangan hibah sebesar Rp10 juta (dari SP4HL), sehingga pada Laporan Realisasi Pendapatan

Hibah oleh DJPU akan dilaporkan sebesar Rp90 Juta. Sedangkan pada Satker, dari SP2HL mencatat saldo kas sebesar

Rp10 Juta, dengan terbit SP4HL mengurangi saldo kas sebesar Rp10 juta, sehingga saldo akhir kas hibah menjadi

Nihil.

Alternatif Lain

Apabila Satker sudah tahu akan mengembalikan sisa uang hibah kepada donor, maka alternatif lain

pengesahannya adalah pada saat menerbitkan SP2HL, mengesahkan penerimaan/pendapatan hibah sebesar

nettonya saja (pendapatan hibah dikurangi dengan pengembalian hibahnya), sehingga Satker tidak perlu

menerbitkan SP4HL.

Menggunakan contoh diatas, maka setelah Satker mentransfer sisa uang hibah kepada donor, baru

menerbitkan SP2HL dengan kolom penerimaan/pendapatan sebesar Rp90 Juta dan kolom belanja sebesar Rp90 juta

juga. Sedangkan pada kolom pencatatan Kas adalah sebagai berikut:

Saldo Awal : Rp0,-

Pendapatan Hibah : Rp90.000.000,-

Belanja Terkait Hibah : Rp90.000.000,-

Saldo Akhir : Rp0,-

Apabila Satker menggunakan alternatif ini, dalam CaLK harus diungkapkan penerimaan hibah adalah sebesar Rp100

Juta dan dikembalikan ke donor sebesar Rp10 juta, netto penerimaan hibah sebesar Rp90 Juta.

Tahun Berikutnya Setelah Tahun Penerimaan Hibahnya

Pengembalian sisa uang hibah kepada donor di tahun berikutnya setelah tahun penerimaan hibahnya berarti

merupakan transaksi koreksi terhadap penerimaan hibah tahun sebelumnya dan bukan merupakan pengurang

penerimaan/pendapatan hibah tahun tersebut. Karena merupakan transaksi koreksi, maka yang terpengaruh adalah

Ekuitas Dana Lancar Lainnya/SAL. Pengembalian tersebut juga merupakan transaksi yang mengurangi/menihilkan

saldo kas di K/L dari hibah.

Untuk memudahkan menjelaskan perlakuan pengembalian sisa uang hibah kepada donor ini dengan

menggunakan contoh sebagai berikut:

Page 119: Bunga Rampai Panduan Teknis App

Misalnya, hibah diterima pada tahun 2012 sebesar Rp100 Juta, kemudian dibelanjakan sebesar Rp90 Juta sehingga

terdapat sisa uang hibah sebesar Rp10 Juta, kemudian sisa uang hibah tersebut ditransfer ke donor pada tahun

2013.

Pada tahun 2012 Satker telah menerbitkan SP2HL yaitu mengesahkan pendapatan hibah sebesar Rp100 juta dan

mengesahkan belanja yang bersumber dari hibah sebesar Rp90 juta, dan mencatat saldo kas di K/L dari hibah

sebesar Rp10 Juta. Sehingga pada tahun 2012 pada DJPU selaku BA.999.02 telah mencatat Pendapatan Hibah

sebesar Rp100 Juta, dan di Satker telah mencatat Belanja sebesar Rp90 Juta dan Saldo Kas sebesar Rp10 Juta.

Pada tahun 2013, Satker mentransfer sisa uang hibah kepada donor sebesar Rp10 Juta. Satker mengesahkan ke

KPPN dengan menerbitkan SP4HL. Dalam SP4HL yang disahkan adalah transaksi koreksi Ekuitas Dana Lancar

Lainnya/SAL di Satker dan mencatat transaksi ikutannya, yaitu mengurangi saldo Kas di K/L dari Hibah.

Dengan contoh diatas, untuk mengesahkan pengembalian pendapatan hibah, pada kolom Pengembalian

Pendapatan Hibah Langsung diisi BA Satker dengan kode akun 311911 dengan Jumlah Uangnya adalah sebesar Rp10

Juta.

Sedangkan untuk mencatat transfer uang kepada donor, maka pada kolom pencatatan kas, diisi sebagai

berikut:

Sisa Hibah : Rp10.000.000,-

Pengembalian

Pendapatan Hibah : Rp10.000.000,-

Saldo Akhir : Rp0,-

Transaksi pengurangan penerimaan hibah yang ditransfer pada tahun berikutnya tidak dibukukan oleh DJPU

selaku BA.999.02, sedangkan transaksi pengurangan/penihilan saldo kas di K/L dari hibah dibukukan oleh Satker.

Setelah terbit SP4HL, maka DJPU selaku BA.999.02 akan mengungkapkan dalam CaLKnya bahwa terjadi

pengembalian hibah kepada donor atas transaksi penerimaan hibah tahun 2012. Sedangkan pada Satker, yang pada

saldo awal tahun terdapat saldo kas sebesar Rp10 Juta, dengan terbit SP4HL mengurangi saldo awal tersebut sebesar

Rp10 juta, sehingga saldo akhir kas hibah menjadi Nihil.

Penyetoran sisa uang hibah pada tahun berikutnya merupakan transaksi koreksi, dengan demikian diharapkan

transaksi ini tidak terjadi. Pengembalian hibah diharapkan dilakukan pada tahun yang sama dengan tahun

diterimanya pendapatan hibah.

2. Sisa Uang Hibah Disetor Ke Kas Negara

Transaksi penyetoran sisa uang hibah ke Kas Negara dilakukan dengan menyetorkan uang sisa hibah tersebut

ke Kas Negara melalui Bank Persepsi dengan dokumen SSBP. Penyetoran sisa uang hibah ke Kas Negara bukan

merupakan transaksi pengurang pendapatan hibah. Pendapatan hibah adalah tidak berubah/tetap. Transaksi ini

merupakan transaksi memindahkan sisa uang hibah dari Kas di K/L ke Kas di Kas Negara.

Penyetoran ke Kas Negara menggunakan SSBP dengan kode BA 999.02 dan menggunakan akun Pendapatan

Hibah yang sama dengan akun Penerimaan Hibahnya. Pada saat setoran uang sisa hibah telah diterima oleh Bank

Persepsi, maka sisa uang hibah tersebut telah tercatat di Kas Negara, namun belum menghilangkan/mengurangi

pencatatan saldo kas di K/L. Dengan demikian, setelah menyetor ke Kas Negara, maka Satker harus menerbitkan

dokumen SP4HL dalam rangka mengurangi saldo kas di pembukuan Satker dan KPPN.

Page 120: Bunga Rampai Panduan Teknis App

Pengembalian sisa uang hibah ke kas negara dapat dilakukan pada tahun yang sama dengan tahun penerimaan

hibah atau dilakukan pada tahun berikutnya. Untuk memudahkan menjelaskan perlakuan penyetoran sisa uang

hibah ke Kas Negara dengan menggunakan contoh sebagai berikut:

Misalnya, hibah diterima pada tahun 2012 sebesar Rp100 Juta, kemudian dibelanjakan sebesar Rp90 Juta sehingga

terdapat sisa uang hibah sebesar Rp10 Juta, kemudian sisa uang hibah tersebut disetor ke Kas Negara pada tahun

2012 juga.

Sebelum sisa uang hibah disetor ke Kas Negara, Satker telah menerbitkan SP2HL yaitu mengesahkan pendapatan

hibah sebesar Rp100 juta dan mengesahkan belanja yang bersumber dari hibah sebesar Rp90 juta, dan mencatat

saldo kas di K/L dari hibah sebesar Rp10 Juta.

Setelah menyetor sisa uang hibah ke Bank Persepsi, maka:

DJPU akan mencatat pendapatan hibah sebesar Rp110 Juta (Dari SP2HL sebesar Rp100 Juta ditambah dari

setoran SSBP sebesar Rp10 Juta).

Kas Negara/KPPN mencatat adanya penerimaan Kas sebesar Rp10 Juta.

Di Satker, tidak/belum terjadi pengurangan/penihilan saldo kas di K/L dari Hibah.

Kemudian Satker menerbitkan SP4HL. Dalam SP4HL yang disahkan adalah transaksi pengurangan pendapatan

hibah yang akan dibukukan oleh DJPU selaku BA.999.02 dan mencatat transaksi ikutannya, yaitu mengurangi saldo

Kas di K/L dari Hibah.

Pada SP4HL, pada kolom Pengembalian Pendapatan Hibah Langsung diisi BA.999.02 dengan kode akun sama

dengan kode akun pendapatan pada saat penerbitan SP2HL, sedangkan Jumlah Uangnya adalah sebesar Rp10 Juta.

Sedangkan untuk mencatat penyetoran uang ke Kas Negara, maka pada kolom pencatatan kas, diisi sebagai

berikut:

Sisa Hibah : Rp10.000.000,-

Pengembalian

Pendapatan Hibah : Rp10.000.000,-

Saldo Akhir : Rp0,-

Dengan terbitnya SP3HL dari KPPN, maka:

DJPU akan mencatat pengurangan Pendapatan Hibah, yang semula Rp110 juta, dikurangi Rp10 Juta (dari SP4HL),

menjadi Rp100 Juta.

Satker akan mencatat pengurangan Saldo Kas di K/L dari Hibah dari semula Rp10 Juta (dari saldo SP2HL),

dikurangi Rp10 Juta (dari SP4HL) menjadi Nihil.

Alternatif Lain

Apabila Satker sudah tahu akan menyetor sisa uang hibah ke kas negara, maka alternatif lain pengesahannya

adalah: pada saat menerbitkan SP2HL, mengesahkan penerimaan/pendapatan hibah sebesar nettonya saja

(Pendapatan hibah dikurangi dengan penyetoran hibahnya), sehingga Satker tidak perlu menerbitkan SP4HL.

Menggunakan contoh diatas, maka setelah Satker menyetor sisa uang hibah ke kas negara, baru menerbitkan

SP2HL dengan kolom penerimaan/pendapatan sebesar Rp90 Juta dan kolom belanja sebesar Rp90 juta juga.

Sedangkan pada kolom pencatatan Kas adalah sebagai berikut:

Saldo Awal : Rp 0,-

Pendapatan Hibah : Rp90.000.000,-

Belanja Terkait Hibah : Rp90.000.000,-

Saldo Akhir : Rp 0,-

Page 121: Bunga Rampai Panduan Teknis App

Apabila Satker menggunakan alternatif ini, dalam CaLK harus diungkapkan penerimaan hibah adalah sebesar Rp100

Juta, dengan rincian: disahkan dengan menggunakan SP2HL sebesar Rp90 Juta dan disetor menggunakan SSBP

sebesar Rp10 juta.

Penyetoran Sisa Hibah ke Kas Negara pada Tahun Berikutnya Setelah Tahun Penerimaan Hibahnya

Penyetoran sisa uang hibah ke Kas Negara di tahun berikutnya setelah tahun penerimaan hibahnya juga

merupakan transaksi pemindahan saldo Kas di K/L ke Kas Negara, sehingga juga memerlukan dua tahap

penyelesaiannya, yaitu penyetoran ke Kas Negara dengan menggunakan SSBP dan menerbitkan SP4HL.

Perbedaannya dengan apabila disetor pada tahun yang sama adalah sebagai berikut:

Tanggal pada SSBP dan pada SP4HL adalah tahun 2013. Untuk penyetoran sisa uang hibah ke Kas Negara, tahun

pada SSBP dengan tahun pada SP4HL harus sama.

Pada SSBP pada uraiannya, dijelaskan sebagai penyetoran atas sisa hibah langsung tahun 2012. Maksudnya

adalah agar DJPU selaku BA 999.02 dapat membedakan antara SSBP yang merupakan setoran sisa uang hibah

tahun berjalan dengan yang merupakan setoran sisa uang hibah tahun yang lalu.

Dalam CaLK diungkapkan terjadi penyetoran sisa uang hibah tahun 2012 sebesar Rp10 juta.

PERLAKUAN TERHADAP SISA/SALDO KAS DARI HIBAH

Sisa/Saldo

Kas Hibah

Dikembalikan

ke Donor

Pada Tahun yang sama dengan Penerimaan

Hibahnya

Sudah di Sahkan seluruh Penerimaan

dan Belanjanya

Belum di Sahkan Penerimaan dan

Belanjanya

Pada Tahun berikutnya setelah tahun

Penerimaan Hibahnya

Disetor

ke Kas Negara

Sudah di Sahkan seluruh Penerimaan

dan Belanjanya

Belum di Sahkan Penerimaan dan

Belanjanya

Page 122: Bunga Rampai Panduan Teknis App

V. CONTOH TRANSAKSI HIBAH

CONTOH KASUS 1:

Transaksi hibah langsung bentuk uang pada Satker A selama tahun 2012 adalah sebagai berikut:

Pebruari 2012 :

Menandatangani perjanjian hibah langsung bentuk uang dengan suatu LSM Dalam Negeri. Dalam perjanjian hibah

dinyatakan bahwa Satker A akan menerima Hibah berupa uang sebesar Rp100 juta yang akan dibelikan satu unit

Ambulans.

Maret 2012 :

Menerima uang hibah tersebut sebesar Rp100 juta.

April 2012 :

Membeli satu unit Ambulans seharga Rp100 juta.

Berdasarkan contoh kasus diatas, yang dilakukan oleh Satker A pada tahun 2012 adalah sebagai berikut:

1. Register Hibah

Setelah menandatangani perjanjian hibah, Satker A mengajukan permohonan register hibah ke DJPU. Satker A

akan mendapat satu nomor register dengan nilai Rp100 juta.

2. Rekening Hibah

Setelah mendapat nomor register, Satker A mengajukan permohonan persetujuan pembukaan rekening hibah ke

Dit. PKN, DJPB. Setelah mendapat persetujuan, Satker A membuka rekening hibah. Donor mengirim uang hibah

ke rekening hibah tersebut.

Satker A dapat terlebih dahulu membuka rekening hibah untuk menampung uang hibah namun prosedur

pengajuan permohonan persetujuan pembukaan rekening hibah tetap dilaksanakan.

3. Revisi DIPA

Mengajukan Revisi DIPA ke Dit. PA, DJPB atau Kanwil DJPB setempat. Revisi DIPA Belanja, yaitu menambah akun

53 (Belanja Modal) sebesar Rp100 juta.

Setelah melakukan revisi, Satker A melakukan proses pengadaan Ambulans sesuai peraturan yang berlaku.

Proses pengadaan Ambulans dapat mulai dilakukan mendahului persetujuan Revisi DIPA.

4. Melakukan Pengesahan ke KPPN

Setelah proses pengadaan selesai, Satker A melakukan pengesahan ke KPPN dengan menerbitkan SP2HL.

Terdapat dua transaksi yang harus disahkan, yaitu transaksi penerimaan/pendapatan hibah dan transaksi Belanja

Modal Peralatan dan Mesin disamping transaksi ikutannya yaitu mencatat penerimaan dan pengeluaran kas.

Pada SP2HL, untuk mengesahkan pendapatan hibah, pada kolom Pendapatan diisi kode BA/Unit Eselon

I/Lokasi/Akun/Satker 999.02.01.51.431132.977263 dengan Jumlah Uang Rp100 juta. Untuk mengesahkan

belanja, pada SP2HL kolom belanja diisi kode akun 532111 dengan Jumlah Uang Rp100 juta.

Untuk mencatat kas, pada SP2HL, Saldo Awal diisi RpNol, Pendapatan Hibah diisi Rp100 juta, Belanja terkait

Hibah diisi Rp100 juta, dan Saldo Akhir diisi RpNol.

Apabila pengajuan SP2HL ke KPPN telah lengkap dan benar, maka KPPN akan menerbitkan SPHL.

Berdasarkan dokumen Revisi DIPA dan SP2HL/SPHL, Satker A melakukan input ke dalam Aplikasi SAKPA dan SIMAK

BMN. Dari kedua aplikasi tersebut, menghasilkan Laporan Keuangan sebagai berikut:

1. LRA

Menambah Pagu DIPA Belanja semula pada akun 53 sebesar Rp100 juta.

Menambah Realisasi Belanja pada akun 532111 sebesar Rp100 juta.

2. Neraca

Karena saldo Kas di K/L dari Hibah Nihil, maka pada Neraca tidak ada penambahan pos Kas Lainnya dan

Setara Kas.

Page 123: Bunga Rampai Panduan Teknis App

Perolehan Ambulans diinput dalam SIMAK-BMN, kemudian dikirim ke SAKPA, sehingga pada Neraca akan

menambah pos Aset Tetap (Peralatan dan Mesin) sebesar Rp100 juta, berikut juga pos lawannya yaitu

diinvestasikan pada Aset Tetap.

CONTOH KASUS 2:

Transaksi hibah langsung bentuk uang pada Satker A selama tahun 2012 adalah sama seperti Contoh Kasus 1, namun

dalam proses pengadaan Ambulans, Ambulans tersebut dapat diperoleh dengan harga Rp 90 juta. Kemudian sisa

uang hibah tersebut dikembalikan kepada donor.

Berdasarkan contoh kasus diatas, yang dilakukan oleh Satker A pada tahun 2012 adalah sebagai berikut:

1. Register Hibah

Satker A mendapat satu nomor register dengan nilai Rp100 juta, bukan Rp90 juta. Karena Nilai pada Register

Hibah adalah Nilai pada Perjanjian Hibah, bukan nilai realisasi belanja dari Hibah.

2. Rekening Hibah

Satker A mengajukan permohonan persetujuan pembukaan rekening hibah ke Dit. PKN, DJPB.

3. Revisi DIPA

Revisi DIPA yang diajukan adalah sebesar yang direncanakan. Apabila:

Saat pengajuan Revisi, proses pengadaan belum selesai, sehingga belum diketahui realisasi yang

sesungguhnya, maka Revisi yang diajukan adalah sebesar yang direncanakan, yaitu sebesar Rp100 juta.

Saat pengajuan Revisi, proses pengadaan telah selesai, sehingga telah diketahui realisasi yang sesungguhnya,

maka Revisi yang diajukan dapat hanya sebesar realisasi, yaitu sebesar Rp90 juta.

4. Melakukan Pengesahan ke KPPN

Satker A melakukan pengesahan ke KPPN dengan menerbitkan SP2HL. Transaksi yang disahkan adalah transaksi

penerimaan/pendapatan hibah dan transaksi Belanja Modal.

Untuk mengesahkan belanja, pada SP2HL kolom belanja diisi kode akun 532111 dengan Jumlah uang sebesar

Realisasi Belanja, yaitu Rp90 juta (bukan Rp100 juta).

Sedangkan untuk mengesahkan pendapatan hibah, pada kolom Pendapatan diisi kode BA/Unit Eselon

I/Lokasi/Akun/Satker 999.02.01.51.431132.977263 dengan Jumlah Uang sebesar:

a. Realisasi Penerimaan Hibah yaitu Rp100 juta; atau

b. Apabila telah diketahui bahwa ada sisa uang dari hibah dan akan dikembalikan ke donor, maka yang

disahkan adalah sebesar nettonya, yaitu Rp100 Juta – Rp 10 Juta = Rp90 Juta.

Apabila yang dilakukan adalah alternatif a, maka untuk mencatat kas, pada SP2HL, Saldo awal diisi RpNol,

Pendapatan Hibah diisi Rp100 juta, Belanja terkait Hibah diisi Rp90 juta, dan Saldo Akhir diisi Rp10 juta.

Apabila yang dilakukan adalah alternatif b, maka untuk mencatat kas, pada SP2HL, Saldo awal diisi RpNol,

Pendapatan Hibah diisi Rp90 juta, Belanja terkait Hibah diisi Rp90 juta, dan Saldo Akhir diisi Rp a Nol.

Berdasarkan dokumen Revisi DIPA dan SP2HL/SPHL, Satker A melakukan input ke dalam Aplikasi SAKPA dan SIMAK

BMN. Dari kedua aplikasi tersebut, menghasilkan Laporan Keuangan sebagai berikut:

Alternatif a:

1. LRA

Menambah Pagu DIPA semula pada akun 53 sebesar Rp100 juta atau Rp90 juta.

Menambah Realisasi pada akun 53 sebesar Rp90 juta.

2. Neraca

Karena terdapat saldo Kas di K/L dari Hibah sebesar Rp10 juta, maka pada Neraca terdapat penambahan pos

“Kas Lainnya dan Setara Kas” dan “Ekuidas Dana Lancar Lainnya” sebesar Rp10 juta.

Perolehan Ambulans diinput dalam SIMAK-BMN, kemudian dikirim ke SAKPA, sehingga pada Neraca akan

menambah pos Aset Tetap (Peralatan dan Mesin) dan “Diinvestasikan Dalam Aset Tetap” sebesar Rp90 juta.

Page 124: Bunga Rampai Panduan Teknis App

Alternatif b:

1. LRA

Menambah Pagu DIPA semula pada akun 53 sebesar Rp100 juta atau Rp90 juta.

Menambah Realisasi pada akun 53 sebesar Rp90 juta.

2. Neraca

Tidak terdapat penambahan pos “Kas Lainnya dan Setara Kas” dan “Ekuitas Dana lancar Lainnya”.

Perolehan Ambulans diinput dalam SIMAK-BMN, kemudian dikirim ke SAKPA, sehingga pada Neraca akan

menambah pos Aset Tetap (Peralatan dan Mesin) dan “Diinvestasikan Dalam Aset Tetap” sebesar Rp90 juta.

Proses pengembalian Sisa Uang Hibah ke Donor

Alternatif a:

Satker mentransfer sisa uang hibah kepada donor sebesar Rp10 Juta.

Kemudian Satker menyampaikan SP4HL ke KPPN sebagai berikut:

Pada kolom Pengembalian Pendapatan Hibah Langsung diisi BA.999.02 dengan kode akun sama dengan kode

akun pendapatan pada saat penerbitan SP2HL, sedangkan jumlah uangnya adalah sebesar Rp10 Juta.

Sedangkan untuk mencatat transfer uang kepada donor, maka pada kolom pencatatan kas, diisi sebagai berikut:

Sisa Hibah : Rp10.000.000,-

Pengembalian

Pendapatan Hibah : Rp10.000.000,-

Saldo Akhir : Rp0,-

Setelah SP4HL/SP3HL diinput dalam aplikasi SAKPA, maka menghasilkan Laporan Keuangan sebagai berikut:

1. LRA

Menambah Pagu DIPA semula pada akun 53 sebesar Rp100 juta atau Rp90 juta.

Menambah Realisasi pada akun 53 sebesar Rp90 juta.

2. Neraca

Saldo pos “Kas Lainnya dan Setara Kas” dan “Ekuitas Dana lancar Lainnya” telah menjadi Nihil.

Terdapat pos Aset Tetap (Peralatan dan Mesin) dan “Diinvestasikan Dalam Aset Tetap” sebesar Rp90 juta.

Alternatif b:

Satker mentransfer uang sisa hibah kepada donor sebesar Rp10 Juta.

Satker tidak perlu membuat SP4HL.

Tidak ada input lagi dalam Aplikasi SAKPA.

Satker mengungkapkan dalam CaLK atas pengembalian sisa uang hibah kepada Donor.

CONTOH KASUS 3:

Transaksi hibah langsung bentuk uang pada Satker A selama tahun 2012 adalah sebagai berikut:

Menandatangani perjanjian hibah langsung bentuk uang dengan suatu LSM Dalam Negeri. Dalam perjanjian

hibah dinyatakan bahwa Satker A akan menerima Hibah bentuk uang sebesar Rp10 Miliar yang akan

dipergunakan untuk membangun gedung Puskesmas.

Diperkirakan/direncanakan pembangunan Puskesmas tersebut baru akan selesai pada tahun 2013.

Direncanakan donor akan memberikan hibahnya pada tahun 2012 sebesar Rp6 Miliar dan pada tahun 2013

sebesar Rp4 Miliar.

Diperkirakan pembangunan Puskesmas selama tahun 2012 hanya akan menyerap dana sebesar Rp5 Miliar.

Berdasarkan contoh kasus diatas, yang dilakukan oleh Satker A pada tahun 2012 adalah sebagai berikut:

1. Register Hibah

Setelah menandatangani perjanjian hibah, Satker A mengajukan permohonan register hibah ke DJPU. Satker A

akan mendapat satu nomor register dengan nilai Rp10 Miliar.

Page 125: Bunga Rampai Panduan Teknis App

2. Rekening Hibah

Setelah mendapat nomor register, Satker A mengajukan permohonan persetujuan pembukaan rekening hibah ke

Dit. PKN, DJPB. Setelah mendapat persetujuan, Satker A membuka rekening hibah. Donor mengirim uang hibah

ke rekening hibah tersebut.

3. Revisi DIPA

Mengajukan Revisi DIPA ke Dit. PA, DJPB atau Kanwil DJPB setempat. Revisi DIPA Belanja, yaitu menambah akun

53 (Belanja Modal) sebesar yang direncanakan dibelanjakan pada tahun 2012, yaitu Rp5 Miliar.

4. Melakukan Pengesahan ke KPPN

Dalam pelaksanaannya, ternyata realisasi penyetoran uang hibah Rekening Hibah oleh Donor hanya sebesar Rp5

Miliar, sedangkan yang direalisasikan/dibelanjakan oleh Satker hanya sebesar Rp4 Miliar.

Satker A melakukan pengesahan ke KPPN dengan menerbitkan SP2HL yaitu mengesahkan transaksi

penerimaan/pendapatan hibah (akun 431132) sebesar Rp5 Miliar dan transaksi Belanja Modal Gedung dan

Bangunan (akun 533111) sebesar Rp4 Miliar. Sedangkan transaksi ikutannya adalah mencatat saldo awal sebesar

Nol, penerimaan kas sebesar Rp5 Miliar, pengeluaran kas sebesar Rp4 Miliar, sehingga terdapat Saldo akhir

sebesar Rp1 Miliar.

Berdasarkan dokumen Revisi DIPA dan SP2HL/SPHL, Satker A melakukan input ke dalam Aplikasi SAKPA dan SIMAK

BMN. Dari kedua aplikasi tersebut, menghasilkan Laporan Keuangan tahun 2012 sebagai berikut:

1. LRA

Menambah Pagu DIPA Belanja semula pada akun 53 sebesar Rp5 Miliar.

Menambah Realisasi Belanja pada akun 533111 sebesar Rp4 Miliar.

2. Neraca

Terdapat Kas di K/L dari Hibah (pos Kas Lainnya dan Setara Kas) dan akun lawannya yaitu pos Ekuitas Dana

Lancar Lainnya sebesar Rp1 Miliar

Pembangunan Puskesmas diinput dalam SIMAK-BMN sebagai Konstruksi Dalam Pengerjaan (KDP), kemudian

dikirim ke SAKPA, sehingga pada Neraca akan menambah pos Aset Tetap (KDP) sebesar Rp4 Miliar, berikut

juga pos lawannya yaitu diinvestasikan pada Aset Tetap.

Selanjutnya, transaksi yang terjadi pada tahun 2013 adalah sebagai berikut:

Menerima hibah lagi sebesar Rp5 Miliar.

Meneruskan pembangunan Puskesmas dengan pengeluaran sebesar Rp6 Miliar.

Berdasarkan transaksi pada tahun 2013 diatas, yang dilakukan oleh Satker A adalah sebagai berikut:

1. Register Hibah

Satker A tidak mengajukan permohonan register hibah ke DJPU, karena nomor register berlaku sampai dengan

kegiatan selesai.

2. Rekening Hibah

Satker A tidak mengajukan permohonan persetujuan pembukaan rekening hibah ke Dit. PKN, DJPB karena

rekening hibah berlaku sampai dengan kegiatan selesai.

3. Revisi DIPA

Mengajukan Revisi DIPA ke Dit. PA, DJPB atau Kanwil DJPB setempat. Revisi DIPA Belanja, yaitu menambah akun

53 (Belanja Modal) sebesar yang direncanakan dibelanjakan pada tahun 2013, yaitu Rp6 Miliar.

4. Melakukan Pengesahan ke KPPN

Satker A melakukan pengesahan ke KPPN dengan menerbitkan SP2HL yaitu mengesahkan transaksi

penerimaan/pendapatan hibah (akun 431132) sebesar Rp5 Miliar dan transaksi Belanja Modal Gedung dan

Bangunan (akun 533111) sebesar Rp6 Miliar.

Sedangkan transaksi ikutannya adalah mencatat adanya saldo awal kas sebesar Rp1 Miliar, penerimaan kas

sebesar Rp5 Miliar, pengeluaran kas sebesar Rp6 Miliar, sehingga terdapat Saldo akhir sebesar Rp Nihil.

Berdasarkan dokumen Revisi DIPA dan SP2HL/SPHL, Satker A melakukan input ke dalam Aplikasi SAKPA dan SIMAK

BMN. Dari kedua aplikasi tersebut, menghasilkan Laporan Keuangan tahun 2013 sebagai berikut:

Page 126: Bunga Rampai Panduan Teknis App

1. LRA

Menambah Pagu DIPA Belanja semula pada akun 53 sebesar Rp6 Miliar.

Menambah Realisasi Belanja pada akun 533111 sebesar Rp6 Miliar.

2. Neraca

Kas di K/L dari Hibah dan akun lawannya yaitu pos Ekuitas Dana Lancar Lainnya telah Nihil.

Pembangunan Puskesmas telah selesai dan diinput dalam SIMAK-BMN sebagai Aset Tetap Gedung dan

Bangunan, kemudian dikirim ke SAKPA, sehingga pada Neraca akan menambah pos Aset Tetap (Gedung dan

Bangunan) sebesar Rp10 Miliar, berikut juga pos lawannya yaitu diinvestasikan pada Aset Tetap.

REFERENSI

1. Kementerian Keuangan, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.05/2011 tentang Mekanisme

Pengelolaan Hibah

2. Kementerian Keuangan, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 230/PMK.05/2011 tentang Sistem Akuntansi Hibah

3. Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Peraturan Dirjen Perbendaharaan 81/PB/2011 tentang Tata Cara

Pengesahan Hibah Langsung Bentuk Uang dan Penyampaian Memo Pencatatan Hibah Langsung Bentuk

Barang/Jasa/Surat Berharga