Upload
others
View
7
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
Bunga Rampai
PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA:
PERSPEKTIF SOSIOLOGI HUKUM
ii
Sanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987 Perubahan atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 Perubahan atas Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta (1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak
ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).
(2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(4) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
iii
Mohammad Jamin Mulyanto
Bunga Rampai
PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA:
PERSPEKTIF SOSIOLOGI HUKUM
UNS PRESS
iv
Bunga Rampai PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA: PERSPEKTIF SOSIOLOGI HUKUM Hak Cipta©Mohammad Jamin. 2020 Penulis
Dr. Mohammad Jamin, S.H., M.Hum. Dr. Mulyanto, S.H., M.Hum. Editor
Moh. Isyanto Ferry Pranata Deslita
Ilustrasi Sampul
UNS Press Penerbit & Percetakan
Penerbitan dan Pencetakan UNS (UNS Press) Jl. Ir. Sutami No. 36 A Surakarta, Jawa Tengah, Indonesia 57126 Telp. (0271) 646994 Psw. 341 Fax. 0271-7890628 Website: www_unspress.uns.ac.id Email: [email protected] Cetakan 1, Edisi 1, Desember 2019 Hak Cipta Dilindungi Undang-undang All Rights Reserved
ISBN 978-602-397-330-9
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, Segala Puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang
Maha Esa, yang telah melimpahkan kenikmatan yang tak terhingga kepada kita
semua. Kenikmatan sehat dan masih di beri akal sehingga mampu berfikir
merupakan kenikmatan yang tiada bandingnya.
Buku, “Bunga Rampai Penegakan Hukum Di Indonesia: Perspektif
Sosiologi Hukum” merupakan hasil diskusi interaktif antara Dosen Sosiologi
Hukum dan mahasiswa Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
(UNS) Surakarta dalam mencermati fenomena penegakan hukum di Indonesia.
Karya mahasiswa dan dosen tersebut patut di apresiasi sebagai bagian dari kreasi
dokumentasi pembelajaran dan juga dapat dijadikan sebagai referensi bahan ajar
bagi peminat mata kuliah Sosiologi Hukum.
Kacamata sosiologi hukum menggunakan cara pandang yang berbeda
dengan pendekatan positivisme hukum. Hukum tidak dipahami sebagai teks
dalam undang-undang atau peraturan tertulis tetapi sebagai kenyataan sosial yang
menafest dalam kehidupan. Hukum tidak dipahami secara tekstual normatif tetapi
secara konteksual. Sejalan dengan itu maka pendekatan hukum tidak hanya
dilandasi oleh sekedar logika hukum tetapi juga dengan logika sosial dalam
rangka seaching for the meaning.
Tema penegakan hukum dipilih dengan argumentasi berkelindan dengan
fenomena legal gap yang terjadi antara dunia das sollen dan das sein. Hal tersebut
tidak dapat terlepas dari kenyataan bahwa hukum tidak bergerak dalam ruang
yang hampa dan berhadapan dengan hal-hal yang abstrak. Melainkan ia selalu
berada dalam suatu tatanan sosial tertentu dan manusia-manusia yang hidup.
Implikasinya, muncul banyak catatan penegakan hukum di Indonesia dalam
kerangka mewujudkan keadilan sosial yang menjadi cita dasar pendirian negara
Indonesia.
ii
Akhirnya, Buku Bunga Rampai Penegakan Hukum Di Indonesia ini dapat
terbit karena bantuan dari berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu
persatu. Pengampu mata kuliah Sosiologi Hukum menyampaikan penghargaan
setinggi-tingginya khususnya pada mahasiswa Pascasarjana Fakultas Hukum
UNS angkatan 2018/2019 yang telah berusaha semaksimal mungkin dalam
penyusunan buku ini. Tiada gading yang tak retak, buku ini masih jauh dari
sempurna, segala masukan, saran, dan kritik niscaya akan sangat bermanfaat
untuk perbaikan dan penyempurnaan. Semoga bermanfaat.
Surakarta, 10 Desember 2019
Pengampu Sosiologi Hukum
Mohammad Jamin
Mulyanto
iii
DAFTAR ISI
Bab/Hlm
Pendahuluan
Bab I 1-40 Kontruksi Politik Pengakuan Hukum Tidak Tertulis
Di Pengadilan: Dari Rechtstaat Ke Negara Hukum
Oleh: Dr. Mohammad Jamin, S.H.,M.Hum.
Bab II 41-58 Sekelumit Gagasan tentang Pemberantasan Judicial
Corruption
Oleh: Dr. Mulyanto, S.H., M.Hum.
Bab III 59-75 Kedudukan Hukum yang Hidup Didalam
Masyarakat (Living Law) Dalam Membentuk
Putusan Hakim yang Berkeadilan Substantif. Oleh: Ferry Pranata, Romula Hasonangan, Fiqhi A.
Baswara
Bab IV 76-91 Hukum dan Realitas Aktual: Penjalasan Tentang
Fungsi Hukum Di Era Reformasi.
Oleh: Ditta Ardian, Irvan Surya Hartadi
Bab V 92-109 Kajian Evaluatif Terhadap Penegakan Hukum Di
Indonesia : Model Penerapan Pidana Mati Bagi
Koruptor. Oleh: Bima Setyawan, Rozak Istimror, Triyono Adi
Saputro
Bab VI 110-124 Penegakan Hukum Terhadap Pemakaian Merek
Tidak Terdaftar Dalam Waralaba Ditinjau
Berdasarkan Aspek Budaya. Oleh: Doyo Utomo, Alfiddah
Bab VII 125-139 Penegakan Hukum Lingkungan Atas Fenomena
Lubang Bekas Tambang Di Kalimantan Timur
Menurut Perspektif Sosiologi Hukum. Oleh: Hani Puspitaningsih, Solichah Novyana Putri,
Yudha Sindu Riyanto
Bab VIII 140-168 Tinjauan Sosiologi Hukum Terhadap Gratifikasi
Sebagai Tindak Pidana Korupsi. Oleh:Wahyu Agus Purwanto, Ghilang Fajrin
Bab IX 169-186 Penegakan Hukum Terhadap Pencemaran Air
Sungai Bengawan Solo Di Kota Surakarta Menurut
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
iv
Oleh: Halimah Ratna Sari, Setia Fatmawati
Bab X 187-203 Penegakan Hukum Pembatasan Akses Internet Di
Daerah Konflik Oleh: Rizky Wibowo, Fitriyah Siti Aisyah, Ghina
Mufidah
Bab XI 204-219 Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Bidang
Perpajakan (Tax Crime) Di Indonesia (Dalam Kajian
Perspektif Sosiologi Hukum) Oleh: Rizki Zahra Istanti, Yuni Asih, Saktia Lesan D
Bab XII 220-238 Realitas Perjanjian Penitipan dan Pengelolaan
(Trust) Dalam Munculnya Praktik Kartel Di
Indonesia
Oleh: Gouffar Diaz Dewantoro
Bab XIII 239-254 Pelaksanaan Persetujuan Tindakan Kedokteran
Dalam Tindakan Operatif Pada Pasien Rumah Sakit
Oleh :Alexander Adi Andra U, Iip Verra Selvia, Sola
Sacra Providentia
Bab XIV 255-273 Humanisme Hakim Sebagai Prasyarat
Menghasilkan Keadilan Organik
Oleh: Yordan Elang, Gusti Muhammad
Bab XV 274-291 Penegakan Hukum Terhadap Perkara Tindak
Pidana Narkotika Dengan Menentukan Kualifikasi
Perbuatan Oleh Penuntut Umum.
Oleh: Deslita, Endang Pujiastuti, Septina Fadia Putri
Bab XVI 292-304 Penegakan Hukum Pada Kenakalan Remaja Di Era
4.0
Oleh: Moh. Isyanto, Subhan Noor Hidayat, Didik
Ariyanto
Bab XVII 305-319 Kajian Sosiologi Hukum Terhadap Peran Kepolisian
Dalam Menanggulangi Pelanggaran Lalu Lintas
Pelajar Di Kota Ngawi
Oleh : Christian T dan Fredo Leonard
Bab XVIII 320-337 Peran Serta Masyarakat Dalam Upaya Pencegahan
Tindak Pidana Korupsi
Oleh: Djoko Tri Atmodjo
Kumpulan Karya Tulis Mahasiswa Magister Ilmu Hukum FH UNS 2018
41Bunga Rampai Penegakan Hukum Di Indonesia: Perspektif Sosiologi Hukum
Sekelumit Gagasan tentang Pemberantasan
Judicial Corruption
Oleh: Dr. Mulyanto, S.H., M.Hum1
A. Pendahuluan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
menegaskan, bahwa Indonesia adalah negara hukum. Sesuai dengan prinsip
tersebut, maka hukum dianggap sebagai panglima dalam menjalankan
ketertiban kehidupan berbangsa. Sebab hukum sebagai kesepakatan para elite
yang notebene representasi dari rakyat yang akan dijadikan rujukan dan
pedoman hidup. Akan tetapi, realita supremasi hukum masih layak
dipertanyakan. Sehingga tak mengherankan jika masyarakat memandang
bahwa cita-cita supremasi hukum tersebut masih jauh dari kenyataan.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa penyalahgunaan wewenang yang
populer dalam sejarah manusia adalah korupsi. Korupsi bukanlah yang baru di
bumi Indonesia, bahkan dewasa ini telah mulai menjamur ke segala aspek
kehidupan masayarakat. Oleh karena itu para politisi, praktisi, akademisi,
mahasiswa bahkan Presiden Joko Widodo menabuh genderang perang
melawan korupsi tanpa pandang bulu. Hal tersebut menunjukkan bahwa
“virus” korupsi merupakan hal yang sangat berbahaya.
Salah satu bentuk korupsi yang populer di masyarakat adalah korupsi
di lembaga peradilan atau lebih dikenal dengan istilah judicial corruption.2
Menurut deklarasi International Bar Association (IBA) pada konferensi dua
tahunan tanggal 17-22 September 2000 di Amsterdam, yang dikutip
berdasarkan rekomendasi para pakar hukum Center For the Independence of
1 Dosen Sosiologi Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, yangmengajar sosiologi hukum Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum UNS.
2 Frans Hendra Winarta, Upaya Mencegah Judicial Corruption melalui Eksaminasi,Mungkinkah?,dalam Susanti Adi Nugroho, dkk, Eksaminasi Publik: PartisipasiMasyarakat Mengawasi Peradilan, Indonesia Corruption Watch atas dukungan The AsiaFoundation dan USAID, Jakarta, 2003, hal. 15.
Kumpulan Karya Tulis Mahasiswa Magister Ilmu Hukum FH UNS 2018
42Bunga Rampai Penegakan Hukum Di Indonesia: Perspektif Sosiologi Hukum
Judges and Lawyers (CIJL), disimpulkan bahwa judicial corruption terjadi
karena tindakan-tindakan yang menyebabkan ketidakmandirian lembaga
peradilan. Khususnya kalau hakim atau pengadilan menerima berbagai macam
keuntungan atau janji berdasarkan penyalahgunaan kekuasaan kehakiman
seperti menerima suap, pemalsuan, pemnafaatan kepentingan umum untuk
kepentingan pribadi, nepotisme, conflict of interest dan sebagainya.
Korupsi di lembaga peradilan adalah realitas sosial yang sangat sulit
dibuktikan melalui prosedur hukum pidana. Bukan saja karena praktik korupsi
itu dilakukan oleh orang-orang yang menguasai seluk beluk peradilan, tetapi
karena praktik korupsi terjadi di lembaga peradilan itu sendiri. Umumnya
orang menilai korupsi di lembaga pengadilan ini disebabkan kerena gaji yang
rendah, sistem rekruitmen, karier yang kolutif, sistem pengawasan yang tak
efektif, sanksi yang tidak fungsional dan diperparah dengan sistem
administrasi pengadilan yang tidak transparan. Jika memang benar faktor itu
penyebabnya, maka sebenarnya untuk membasmi mafia peradilan bukan hal
yang sulit,3 asal ada kemauan untuk mengatasi faktor-faktor tersebut. Tapi
yang menjadi persoalan darimana dan siapa yang mau memulainya?
Sebenarnya masyarakat cukup mafhum memberantas judicial
corruption itu harus dimulai dari tubuh Mahkamah Agung (MA).4 Dalam kata
kata mutiara sering disampaikan bahwa untuk membersihkan lantai kotor
harus memakai sapu yang bersih. Disinilah peran MA yang seyogyanya
menjadi sapu bersih. Secara teori putusan-putusan yang menyimpang karena
prosesnya yang diwarnai judicial corruption di pengadilan tingkat rendah
maupun tingkat tinggi dapat dikoreksi MA. Secara hierarkis MA memegang
peranan yang sangat penting dalam menjaga wibawa lembaga yudikatif
maupun dalam menjaga supremasi hukum
3 Teten Masduki, Mengontrol Mafia Peradialan dalam Susanti Adi Nugroho, dkk,Eksaminasi Publik: Partisipasi Masyarakat Mengawasi Peradilan, Indonesia CorruptionWatch atas dukungan The Asia Foundation dan USAID, Jakarta, 2003, hal. viii.
4 Ibid.
Kumpulan Karya Tulis Mahasiswa Magister Ilmu Hukum FH UNS 2018
43Bunga Rampai Penegakan Hukum Di Indonesia: Perspektif Sosiologi Hukum
Realitas mafia peradilan5 semakin hari semakin jelas menampakkan
wujudnya di mata umum. Dalam catatan Indonesia Corruption Watch (ICW),
ada 20 hakim yang tersangkut korupsi sejak 2012 hingga 2019. Penangkapan
hakim ini menunjukkan adanya praktik korupsi yang mengakar di institusi
peradilan. Salah satu penyebabnya, karena pengawasan yang lemah sehingga
semakin memperbesar potensi korupsi di institusi peradilan (Kompas,
7/5/2019)6. Korupsi pengadilan intinya tindakan amoral yang menjangkiti
aparat penegak hukum dalam lingkungan hakim yang notabene menjadi
wakiul Tuhan dalam memproduksi keadilan bagi masyarakat. Selama ini
mafia peradilan (judicial corruption) hanya bisa dirasakan keberadaan,
pengaruh, fungsi, dan sebab-sebabnya oleh kalangan tertentu yang berurusan
dengan dunia pengadilan. Meski cara kerjanya tidak selamanya rapi dan
kadang vulgar, karena melibatkan hampir semua aparat hukum dan kalaupun
terbongkar senantiasa diadili korpsnya sendiri, jaringan mafia ini kian hari
kian menancapkan struktur kekuasaannya. Nilai keadilan yang agung lantas
hanya menjadi ukuran mata uang.
Di tengah hegemoni mafia ini, terasa seperti lelucon kalau memburu
keadilan di lembaga peradilan tanpa membawa "modal" untuk menyelesaikan
"transaksi kotor". Ironis memang, tapi begitulah kenyataannya. Gejala mafia
peradilan, meminjam istilah Emha Ainun Najib, hanya bisa dijelaskan dengan,
maaf, "teori kentut", baunya begitu kuat menusuk hidung, tapi gerak-gerik dan
bendanya tidak terlihat. Jadi memburu mafia peradilan ibarat memburu hantu,
gentayangan tapi tidak kasatmata.
Dengan demikian, ada sesuatu yang salah dalam lingkup lembaga
peradilan kita khususnya di MA yakni berupa judicial corruption. Apakah
lembaga yudikatif itu lantas berdiam diri saja. Kalau kita melihat visi MA
dengan tegas bermaksud mewujudkan supremasi hukum melalui kekuasaan
5 Denny Indrayana, Teror Mafia Peradilan, Tempo 16 Oktober 2005; Denny Indyana,Mahkamah Tidak Agung, Kompas 11 Oktober 2005.
6 Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Sejak 2012, Ada 20 HakimTersangkut Kasus Korupsi", https://nasional.kompas.com/read/2019/05/07/10483411/sejak-2012-ada-20-hakim-tersangkut-kasus-korupsi?page=all, di akses 10 Desember 2019
Kumpulan Karya Tulis Mahasiswa Magister Ilmu Hukum FH UNS 2018
44Bunga Rampai Penegakan Hukum Di Indonesia: Perspektif Sosiologi Hukum
kehakiman yang mandiri, efektif, dan efisien serta mendapatkan
kepercayaan publik. Profesionial dalam memberi layanan hukum yang
berkualitas, etis, terjangkau dan berbiaya rendah bagi masyarakat serta
mampu menjawab panggilan pelayanan publik. Selain itu, akan
melaksanakan tugas kekuasaan kehakirnan dengan bermartabat, integritas,
bisa dipercaya dan transparan. Bahkan, mantan Ketua MA, Bagir Manan
berulang kali berjanji akan membasmi mafia peradilan. Disamping itu
beliau mengakui banyak karyawan nakal yang bermain di lembaga
hukum tertinggi yang pernah dipimpinnya.7 Perlu diciptakan budaya
lembaga kehakiman (judicial culture) yang mencerminkan tingkah lalu
lembaga kehakiman yang efektif, efisien, jujur dan tidak korup.8
Realita sosial yang berada di lembaga yudikatif masih membuat hati
miris. Delapan tahun berlalu, reformasi belum membawa perubahan
signifikan di bidang peradilan dengan ditandai bergentayangannya judicial
corruption. Perubahan yang terjadi belum sesuai yang dikehendaki publik.
Oleh karena itu, sebagai warga negara yang baik sudah seyogyanya bersama-
sama kita memikirkan bagaimana cara memberantas judicial corruption. Atas
dasar itulah makalah yang penulis susun akan menyampaikan sekelumit
gagasan yang penulis peroleh dari membaca berbagai literatur dari buku,
bahan seminar nasional, koran, data interntet dan sebagainya. Mengingat
keterbatasan penulis baik dari segi kemampuan maupun waktu, maka
pembahasan hanya dibatasi sebagaimana dalam rumusan masalah berikut.
B. Permasalahan
Bagaimana menggagas pemberantasan judicial corruption di Indonesia ?
7 http://www.ma-ri.go.id/visimisi.php yang diakses tanggal 15 Juli 2006.8 Artidjo Alkostar, Menggagas Pola Rekruitmen Hakim Agung dalam Rangka Membangun
Mahkamah Agung yang Progresif, disampaikan dalam Seminar Nasional yangdilaksanakan oleh Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta tanggal 7 Maret2006.
Kumpulan Karya Tulis Mahasiswa Magister Ilmu Hukum FH UNS 2018
45Bunga Rampai Penegakan Hukum Di Indonesia: Perspektif Sosiologi Hukum
C. Pijakan Teoretis
Lazimnya suatu makalah ilmiah yang mengkaji permasalahan sosial
yang ditinjau dari sudut kelimuan, maka harus dipaparkan berbagai landasan
teori yang relevan. Hal tersebut perlu dilakukan supaya pembahasanya lebih
komprehensif dengan menggunakan berbagai pijakan yang ada.
1. Teori Kekuasaan Kehakiman
Pelembagaan kekuasaan negara di Indoensia sangat dipengaruhi oleh
Trias Politika yakni bisa dilihat dari kekuasaan yang dibangun meliputi
legislatif, eksekutif dan yudikatif.9 Atas dasar itulah kekuasaan kehakiman
adalah kekuasaan yang merdeka lepas dari pengaruh badan negara lain
atau pemerintah atau pihak manapun yang mempengaruhi pelaksanaan
wewenangnya. Segala bentuk campur tangan baik langsung maupun tidak
langsung terhadap kekuasaan kehakiman dilarang.10 Gustav Radbruch11
mengemukakan adanya tiga nilai dasar yang ingin dikejar dan perlu
mendapat perhatian serius dari para pelaksana hukum yakni nilai keadilan,
kepastian hukum dan kemanfaatan.
Dengan demikian, diperlukan cara untuk melindungi kebebasan hakim
melalui pranata contempt of court seperti menolak perintah haklim,
melakukan tindakan yang mempengaruhi prinsip “fair trial”. Cara lainnya
yakni dengan menentukan masa kerja (seumur hidup atau selama
bertingkah laku baik) sehingga merasa lebih aman dalam menjalankan
tugasnya. Walaupun begitu, hakim juga dapat diberhentikan atau dipecat
dengan alasan sangat khusus semisal bertingkah laku buruk, bermoral
tercela, tidak menjalankan tugas dengan baik. Selain itu, untuk menjamin
penilaian yang objektif, harus ada badan khusus yang menilai hakim yakni
badan netral di luar lingkungan kekuasaan kehakiman maupun
pemerintah.12
9 Moh. Mahfud, Hukum dan Pilar-Pilar Demokrasi, Gama Media atas kerjasama YayasanAdikarya IKAPI dan The Ford Foundation, Yogyakarta, 1999, hal 296.
10 Lihat UU No. 35 Tahun 1999.11 Satjipto Raharjo, Ilmu hukum, Alumni, Bandung, 1991, halaman 19.12 Bagir Manan, Teori dan Politik Konstitusi, Direktoral Jenderal Pendidikan Tinggi
Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, 2001, hal 65.
Kumpulan Karya Tulis Mahasiswa Magister Ilmu Hukum FH UNS 2018
46Bunga Rampai Penegakan Hukum Di Indonesia: Perspektif Sosiologi Hukum
Teori pembatasan kekuasaan negara dilakukan dengan cara
menerapkan prinsip pembagian kekuasaan. Sesuai dengan hukum besi
kekuasaan, setiap kekuasaan pasti memiliki kecenderungan untuk
berkembang menjadi sewenang-wenang, seperti yang dikemukakan Lord
Acton “power tends corrupt, and absolute power corrupts absolutely”.13
Salah satu ciri pejabat yang bersih dan berwibawa14 ialah bebas dari
perbuatan tercela seperti korupsi atau penyalahgunaan kekuasaan termasuk
judicial corruption. Maka, kekuasan harus dibatasi dengan jalan
memisahkan kekuasaan ke cabang-cabang yang berifat check and balances
dalam kedudukan yang sederajat, saling mengimbangi serta
mengendalikan satu sama lain.
Lembaga peradilan mutlak diperlukan dalam setiap negara hukum.
Peradilan tersbut harus bebas dan tidak memihak (independent and
impartial judiciary). Dalam menjalankan tugas yudisialnya, hakim tidak
boleh dipengaruhi oleh siapapun juga, baik kepentingan politik, maupun
kepentingan uang. Maka, hakim tidak boleh memihak kepada siapapun
kecuali hanya kepada kebenaran dan keadilan. Kebebasan hakim dalam
melaksanakan wewenang yudisial bersifat tidak mutlak karena tugas
hakim adalah untuk menegakkan hukum dan keadilan masyarakat.15
2. Teori Keberlakuan Hukum
Penegakan hukum yang baik menyangkut penyerasian antara nilai-nilai
dengan kaedah-kaedah serta perilaku nyata dari manusia. Berlakunya
kaedah hukum disenbut “geltung” (bahasa jeman) atau “gelding” (bahasa
13 Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Konstitusi Press, Jakarta,2005, hal. 156.
14 Baharuddin Lopa, Masalah-masalah Politik, Hukum, Sosial, Budaya dan Agama: SebuahPemikiran, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1996, hal. 74.
15 Triyadi Mulkan, ”Sekelumit Pemikiran demi Perbaikan Rekruitmen Hakim pada masa yangakan datang (perspektif pelibatn masyarakat dalam proses rekruitmen calon hakim)”,makalah disampaikan pada seminar nasional dengan tema,” dalam acara Dies NatalisUniversitas Sebelas Maret Surakarta, tanggal 4 Maret 2006.
Kumpulan Karya Tulis Mahasiswa Magister Ilmu Hukum FH UNS 2018
47Bunga Rampai Penegakan Hukum Di Indonesia: Perspektif Sosiologi Hukum
belanda). Dalam teori ilmu hukum, pada umumnya dibedakan antara tiga
macam hal berlakunya hukum yakni:16
a. Hal berlakunya secara yuridis : mengenai ini ada anggapan
1) Hans Kelsen: Hukum mempunyai kelakuan yuridis apabila
penentuannya berdasarkan kaidah yang lebih tinggi tingkatnya
(berdasar teori stufenbau). Suatu kaidah hukum merupakan sistem
kaidah secra hierarkhies. Di dalam grundnorm (norma dasar)
terdapar dasar berlakunya semua kaidah yang berasal dari satu tata
hukum. Dari grundnorm itu hanya dapat dijabarkan berlakunya
kaedah hukum dan bukan isinya.17 Dalam hal ini dibedakan antara
berlakunya hukum dengan efektivitas hukum, sebab efektivitas
hukum merupakan fakta.
2) W. Zewenbergen menyatakan bahwa suatu kaidah hukum
mempunyai keberlakuan yuridis, jika kaedah tersebut terbentuk
menurut cara yang telah ditetapkan.
3) Logemann menyatakan kaedah hukum mengikat apabila
menunjukkan hubungan keharusan antara suatu kondisi dan
akibatnya.
b. Hal berlakunya secara sosiologis
Berintikan pada pada efektivitas hukum, ada dua teori:
1) Teori kekuasaan
Hukum berlaku secara sosiologis apabila dipaksakan berlakunya
oleh penguasa, hal itu terlepas dari masalah apakah masyarakat
menerima atau menolaknya.
2) Teori pengakuan
Berlakunya hukum didasarkan pada penerimaan atau pengakuan
oleh masyarakat.
c. Hal berlakunya secara filosofis
16 Soerjono Soekanto, Beberapa Permasalahan Hukum dalam Kerangka Pembangunan diIndonesia (Suatu Tinjauan secara Sosiologis), UI Press, Jakarta, 1983, hal 33.
17 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar) Edisi Keempat cetakanpertama, Liberty, Yogyakarta, 1996,hal. 81.
Kumpulan Karya Tulis Mahasiswa Magister Ilmu Hukum FH UNS 2018
48Bunga Rampai Penegakan Hukum Di Indonesia: Perspektif Sosiologi Hukum
Apabila hukum tersebut sesuai dengan cita-cita hukum, sebagai
nilai positif yang tertinggi, misalnya Pancasila.
D. Gagasan pemberantasan judicial corruption di Indonesia
Menggagas upaya pembarantasan judicial corruption di Indonesai
menjadi sebuah keniscayaaan yang harus segera dilakukan. Dalam konteks ini
tentu saja kita menggunakan aliran pemikiran non analitis (nomologik) yakni
memandang hukum tidak lagi sebagai lembaga otonom di dalam masyarakat,
melainkan sebagai suatu lembaga yang bekerja untuk dan didalam
masyarakat.18 Dengan demikian, mengkaji persoalan hukum dalam perspektif
yang lebih luas, termasuk menggunakan pendekatan ilmu-ilmu sosial. Perlu
suatu pengkajian yang bersifat komprehensif untuk memberantas judicial
corruption. Menurut teori sibenertika Talcott Parson suatu sistem sosial
merupakan suatu sinergi antara berbagai sub sistem sosial yang saling
mengalami ketergantuangan dan keterkaitan satu dengan yang lain.19 Hukum,
bukanlah gejala yang netral sebab hukum dapat dijelaskan dengan bantuan
faktor-faktor kemasyarakatan dan sebaliknya masyarakat dapat dijelaskan
dengan bantuan hukum.20
Secara teoretis dapat dilihat tiga pendekatan. Pertama, pendekatan
yuridis, hakikat hukum diciptakan adalah untuk mengatur ketertiban hidup
bermasyarakat. Praktik judicial corruption jelas melanggar hukum positif
Indonesia. Sebenarnya hal tersebut dapat dijerat dengan Undang-Undang No.
8 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986
Tentang Peradilan Umum. Secara konsepsi bahwa praktik judicial corruption
termasuk dalam contemp of court. Kendatipun tidak ada definisi yang pasti,
sering dinyatakan dalam kepustakaan common law system bahwa contemp of
18Esmi Warassih, Pranata Hukum Sebuah Telaah Sosiologis, Suryandaru Utama, Semarang,2005, hal. 3.
19 Moh. Jamin, Bahan Kuliah Sosiologi Hukum, Fakultas Hukum Universitas Sebelas MaretSurakarta, 2005.
20 Khudzaifah Dimyati, Teorisasi Hukum: Studi tentang Perkembangan Pemikiran Hukum diIndonesia 1945-1990, Muhammadiyah University Press, Surakarta, 2005, hal 69-70.
Kumpulan Karya Tulis Mahasiswa Magister Ilmu Hukum FH UNS 2018
49Bunga Rampai Penegakan Hukum Di Indonesia: Perspektif Sosiologi Hukum
court meupakan istilah umum untuk menggambarkan setiap perbuatan (atau
tidak berbuat) yang pada hakikatnya bermaksud mencampuri atau
mengganggu sistem atau prosedur penyelenggaraan peradilan yang
seharusnya.
Kedua, pendekatan sosiologis. Judicial corruption jelas telah
menyimpang dari norma-norma sosial yang ada dan hidup dalam masyarakat.
Perilaku amoral tersebut sedikit banyak akan turut mempengaruhi pola
perilaku sosial dalam hidup bermasyarakat. Dalam kondisi adanya
kegoncangan nilai-nilai dalam masyarakat, maka akan terjadi tarik ulur nilai-
nilai yang berlaku dalam masyarakat. Terjadi pertentangan antara nilai lama
yang cenderung menolak adanya penyimpangan perilaku amoral dan nilai
baru yang mulai tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Dalam kajian
sosiologi hukum21 lebih berfokus pada law in action yang berarti hukum
hukum dalam das sein. Konsekuensinya entitas hukum itu tidak netral
maupun tidak bebas nilai namun berkelindan dengan nilai-nilai sosial budaya
masyarakat22. Metode kerja yang dilakukan sosiologi hukum antara lain:
membuat deskripsi mengenai objeknya; membuat penjelasan (explanation);
mengungkapkan (revealing); dan membuat prediksi23.
Ketiga, pendekatan filosofis. Pada pendekatan ini dikaji antara judicial
corruption yang terjadi di Indonesia, dengan hakikat hukum itu sendiri.
Hakikat hukum adalah untuk mencari keadilan dalam hidup bermasyarakat.
Teori Etis24 menyatakan bahwa tujuan hukum itu untuk menemukan keadilan.
Thomas Aquinas25, pemikir pertama yang meletakkan gagasan keadilan
membagi menjadi empat yakni keadilan distributif, keadilan hukum, keadilan
tukar-menukar dan keadilan balas dendam. Dengan merebaknya judicial
21 Achmad Ali, Menjelajahi Kajian Empiris Terhdap Hukum, Yasrif Watampone, Jakarta,1998, hlm. 11.
22 Sulastriyono, 2008, “Kajian Pembangunan Hukum Sumber Daya Air Sungai DalamPespektif Sosiologi Hukum”, Jurnal Mimbar Hukum, Volume 20, Nomor 1, Februari 2008,Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, hlm. 65.
23 Satjipto Rahardjo, Sosiologi Hukum: Perkembangan Metode dan Pilihan Masalah, CetakanII, Genta Publishing, Yogyakarta, 2010, hlm. 58.
24 Esmi Warassih, op. cit., hal 24-25.25 Budiono Kusumohamidjojo, Filsafat Hukum: Problematik Ketertiban yang Adil, Grasindo,
Jakarta, 2004, hal 190.
Kumpulan Karya Tulis Mahasiswa Magister Ilmu Hukum FH UNS 2018
50Bunga Rampai Penegakan Hukum Di Indonesia: Perspektif Sosiologi Hukum
corruption maka nilai-nilai keadilan sudah bukan merupakan hal yang sakral.
Dengan kata lain, nilai keadilan yang hakiki menjadi barang dagangan yang
murah harganya. Dari berbagai pendekatan, dapat ditarik benang merah
bahwa judicial corruption tidak dapat dibenarkan secara yuridis, sosiologis
dan filosofis. Mengingat masyarakat dalam arti luas seringkali bernaggapan,
bahwa hukum makan berwibawa apabila hukum itu berlaku secara yuridis,
sosiologis dan filosofis26.
Menurut hemat penulis, solusi yang tepat untuk memberantas judicial
corruption di Indonesia dengan cara melakukan reformasi sistem hukum.
Konsep reformasi sistem hukum ialah perlu diadakan reformasi (perubahan
mendasar) pada setiap komponen sistem hukum. Membahas sistem yang
merupakan cara yang teratur untuk melakukan sesuatu, dapat berpedoman
dari yang dikemukakan oleh Lawrence M. Friedman yang berpendapat bahwa
sistem hukum (legal system) itu terdiri dari 3 (tiga) komponen yaitu struktur
hukum (legal structure), substansi hukum (legal substance) dan budaya
hukum (legal culture).
Dengan demikian, perlu reformasi pada setiap komponen sistem hukum
agar dapat memberantas judicial corruption yang ada di Indonesia. Artinya
jika kita berbicara tentang sistem hukum, maka ketiga komponen tersebut
secara bersama-sama atau secara sendiri-sendiri, tidak mungkin diabaikan.
Adapun beberapa upaya mereformasi sistem hukum meliputi:
Pertama, reformasi struktur hukum. Struktur adalah keseluruhan
institusi penegakan hukum, beserta aparatnya. Jadi mencakupi kepolisian
dengan para polisinya; kejaksaan dengan para jaksanya; kantor-kantor
pengacara dengan para pengacaranya, dan pengadilan dengan para hakimnya.
Apabila dikaitkan dengan judicial corruption yang terjadi di tengah-tengah
masyarakat, terutama pada tatanan struktur hukum tidak dapat dilepaskan
pula pada lembaga peradilan. Bismar siregar27 mengemukakan bahwa
undang-undang secara jelas menegaskan tangung jawab hakim itu bukan
26 Soerjono Soekanto, Suatu Tinjauan Sosilogi Hukum terhadap Masalah Masalah Sosial,Citra Aditya Bakti, 1989, hal 189.
27 Suhrawardi K. Lubis, Etika Profesi Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 1994, hal 25-26.
Kumpulan Karya Tulis Mahasiswa Magister Ilmu Hukum FH UNS 2018
51Bunga Rampai Penegakan Hukum Di Indonesia: Perspektif Sosiologi Hukum
kepada negara tetapi pertama kepada Tuhan Yang Maha Esa baru kepada diri.
Maka, tentunya sangat terkutuk sekali apabila hakim dalam mengambil
keputusan atas suatu konflik yang dihadapkan kepadanya berdasar pengaruh-
pengaruh yang datang dari luar.
Rusaknya sistem birokrasi pada lembaga yudikatif dapat dilihat
banyaknya para hakim di lembaga yudisial memiliki moral dengan integritas
yang sangat rendah. Padahal jika moral ground hakim tidak memadai, maka
tidak saja menyebabkan runtuhnya kehormatan, keluhuran martabat hakim
tapi juga melahirkan ketidakpercayaan dan sikap apriori terhadap
pengadilan.28
Perang melawan judicial corruption dapat dimulai dengan terlebih
dahulu membersihkan MA. Jikalau MA sudah dapat dikuasai, melalui hakim-
hakimnya yang tidak hanya mempunyai kapasitas intelektual yang mumpuni
tapi juga integritas-moralitas yang tinggi, maka satu rantai utama jaringan
praktek mafia peradilan dapat diputus. Apabila putusan MA sudah bersih dari
praktek mafia peradilan, praktek-praktek korupsi peradilan lainnya yang
dilakukan oknum kejaksaan dan kepolisian akan menjadi sia-sia dan lambat-
laun berkurang dengan sendirinya.
Dalam kaitan struktur hukum, upaya untuk mempercepat proses suksesi
para hakim agung menjadi penting dilakukan. Untuk memperoleh hakim
progresif29 memerlukan kebranian dan kemmapuan demonstratif untuk
menerobos paradigm lama. Perlu diambil langkah konkret untuk mereformasi
MA yang tentu saja sangat ditentukan oleh adanya keinginan yang sungguh-
sungguh dari badan peradilan untuk membuka diri.30 Reformasi MA itu bisa
28 Hari Purwadi, Rekruitmen Hakim dan Penciptaan Pengadilan sebagai Scientific Enterprise,makalah disampaikan pada seminar nasional dengan tema, ”Menggagas Pola RekruitmenHakim dalam Rangka Menghasilkan Hakim yang Progresif” dalam acara Dies NatalisUniversitas Sebelas Maret Surakarta, tanggal 4 Maret 2006.
29 M. Busyro Muqoddas, ”Menggagas Pola Rekruitmen Hakim dalam Rangka MenghasilkanHakim yang Progresif, makalah disampaikan pada seminar nasional dalam acara DiesNatalis Universitas Sebelas Maret Surakarta, tanggal 4 Maret 2006.
30 Chatamarrasjid Ais, Peranan Komisis Yudisial dalam Penciptaan Hakim Agung yangProgresif, makalah disampaikan pada seminar nasional dengan tema, ”Menggagas PolaRekruitmen Hakim dalam rangka Menghasilkan Hakim yang Progresif” dalam acara DiesNatalis Universitas Sebelas Maret Surakarta, tanggal 4 Maret 2006.
Kumpulan Karya Tulis Mahasiswa Magister Ilmu Hukum FH UNS 2018
52Bunga Rampai Penegakan Hukum Di Indonesia: Perspektif Sosiologi Hukum
dilakukan dengan cara radikal (amputasi tanpa pandang bulu) atau juga bisa
dengan kompromi31 (ampuni dan rekonsiliasi dengan permakluman) yang
kemudian ditindaklanjuti dengan tindakan tegas bagi hakim yang tetap
menyimpang.
Kedua, reformasi substansi hukum. Adapun pengertian dari substansi
hukum adalah keseluruhan asas-hukum, norma hukum dan aturan hukum,
baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis, termasuk putusan pengadilan.
Reformasi substansi hukum mencakup pada pemuatan materi yang terdapat
dalam suatu peraturan perundang-undangan yang isinya sengaja diciptakan
untuk melindungi berbagai pihak yang membantu memberantas judicial
corruption. Di pihak lain diperlukan aturan hukum yang memberikan
hukuman seberat-beratnya sampai tahapan hukuman mati bagi para pelaku
judicial corruption.
Langkah lainnya perlu adanya sebuah formula perdamaian antara MA
dan KY. Kedua lembaga tersebut harus lebih dewasa menyikapi perbedaan,
sebab jika keduanya terus bertengkar maka justru judicial corruption akan
semakin langgeng karena terlepas dari pengawasan kedua lembaga tersebut.
Kedua lembaga seyogyanya mencabut legal action (tindakan hukum) masing-
masing. Artinya, KY diminta untuk mencabut pengajuan Perpu dan MA
mencabut pengajuan judicial review-nya. Setelah itu, masing-masing dapat
menuangkan pemikiran dan keinginannya masing-masing dalam revisi
Undang-Undang. Langkah itu dianggapnya cukup demokratis, karena
stakeholder juga dapat memberi masukan dalam proses penyusunan tersebut.
Ketiga, reformasi kultur hukum. Pengertian dari kultur hukum adalah
kebiasaan-kebiasaan, opini-opini, cara berpikir dan cara bertindak, baik dari
para penegak hukum maupun dari warga masyarakat. Sedangkan
kebudayaan32 adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan,
31 Moh. Mahfud MD, Refleksi Kritis Nasib Bangsa, Mencari Akar Masalah dan Solusinya,makalah disampaikan dalam Konvensi Kampus III dan Temu Tahunan ke-9 Forum RektorIndonesia bertema “Refleksi Kritis atas Nasib Bangsa Pasca Amandemen UUD” di BalaiSenat UDM, Yogyakarta, 11-12 Juli 2006.
32 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, CV Rajawali, Jakarta, 1982, hal 166-167.
Kumpulan Karya Tulis Mahasiswa Magister Ilmu Hukum FH UNS 2018
53Bunga Rampai Penegakan Hukum Di Indonesia: Perspektif Sosiologi Hukum
kesenian, moral, hukum, adat istiadat, kemampuan-kemampuan, serta
kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota
masyarakat. Untuk dapat merubah kultur hukum masyarakat di Indonesia
tidaklah semudah membalikkan telapak tangan, tapi diperlukan perjuangan
dari berbagai pihak dengan saling bahu-membahu membangun budaya
hukum yang elegan. Budaya hukum merupakan bensinnya law enforcement
di Indonesia.
Hal yang perlu dipikirkan jangan sampai dalam merubah kultur hukum
justru mengakibatkan terjadinya suatu disorganisasi.33 Menurut Emile
Durkheim, dinyatakan bahwa masa transisi adalah periode antara tatanan
lama yang ditinggalkan dengan yang baru belum terbentuk. Akibatnya terjadi
”anomie” yakni berkembangnya perilaku hukum yang tidak beraturan.34
Praktek judicial corruption bisa dilawan dengan gerakan budaya hukum
radikal revolusioner di bidang hukum. Dengan adanya fakta praktek mafia
peradilan yang menjamur di MA35, argumen bahwa kemandirian kekuasaan
kehakiman tidak dapat diintervensi adalah menyesatkan. Prinsip independensi
demikian memang diakui, namun hanya berlaku bagi sistem peradilan yang
bersih dari judicial corruption. Di dalam sistem peradilan yang sarat praktek
kotor, di mana putusan dapat dipesan dan diperjualbelikan, intervensi justru
menjadi wajib hukumnya.
Upaya pemberantasan judicial corruption dimulai dari top down
dimulai dari pucuk pimpinan MA hingga segenap aparat penegak hukum di
bawahnya. Bersamaan dengan itu perlu juga ditumbuhkan kesadaran hukum
dalam pola kultur hukum sebagai upaya pemberantasan mafia peradilan
dimulai dari bottom-up, di mana masyarakat sebagai subyek turut
33 Soerjono Soekanto, Pokok-pokok Sosiologi Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004,hal 120.
34 Nurhasan Ismail, Bahan Kuliah Sosiologi Hukum, Magister Hukum Sekolah Pasca SarjanaUniversitas Gadjah Mada,2006.
35 Korupsi yang paling berbahaya adalah korupsi di sektor publik yakni yang dialkukan olehpejabat negara baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif. Lihat Denny Indrayana, RefleksiIndonesia Pasca Amandemen UUD 1945 Problematika Konstitusi dan Korupsi, makalahdisampaikan dalam Konvensi Kampus III dan Temu Tahunan ke-9 Forum RektorIndonesia bertema “Refleksi Kritis atas Nasib Bangsa Pasca Amandemen UUD” di BalaiSenat UDM, Yogyakarta, 11-12 Juli 2006.
Kumpulan Karya Tulis Mahasiswa Magister Ilmu Hukum FH UNS 2018
54Bunga Rampai Penegakan Hukum Di Indonesia: Perspektif Sosiologi Hukum
bertanggung jawab. Peranan yang dilakukan oleh hukum untuk menimbulkan
perubahan di dalam masyaratkat dapat dilakukan melalui dua saluran yakni
langsung dan tak langsung.36 Dengan demikian, pemberantasan judicial
corruption betul-betul dapat dijalankan sebagai fungsi kontrol agar
masyarakat. Berperannya hukum dalam masyarakat sebenarnya sangat
tergantung pada para penegak hukum37, sebagai unsur yang
bertanggungjawab membentuk dan menerapakan hukum.
Membangun budaya hukum dapat juga menerapkan manajemen reward
and punishment. Reward diberikan bagi para aparat penegak hukum dan juga
masyarakat yang berprestasi dalam memberantas judicial corruption.
Sebaliknya punishment diberikan kepada aparat penegak hukum yang
menyimpang dari berbagai tugas yang telah diberikan maupun telah
melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku serta menyuburkan
judicial corruption.
E. Simpulan
Sekelumit gagasan pemberantasan judicial corruption di Indonesia
dengan cara melakukan reformasi sistem hukum yang mencakup: pertama,
reformasi struktur hukum bisa dengan cara radikal atau kompromi kemudian
ditindaklanjuti dengan tindakan tegas. Kedua, reformasi substansi hukum
mencakup aturan hukum yang memberikan hukuman seberat-beratnya sampai
tahapan hukuman mati bagi para pelaku judicial corruption. Selain itu, perlu
adanya sebuah formula perdamaian revisi UU MA dan UU KY. Ketiga,
reformasi kultur hukum masyarakat dengan membangun budaya hukum
reward and punishment. Reward diberikan bagi aparat penegak hukum dan
masyarakat yang berprestasi dalam memberantas judicial corruption dan
sebaliknya perlu dikenakan punishment.
Di akhir tulisan ini, penulis kembali ingin menekankan sekaligus
memberikan saran. Gagagasan untuk memberantas judicial corruption, harus
36 Satjipto Raharjo, Hukum dan Masyarakat, Angkasa, Bandung, 1980, halaman 114.37 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986, hal 89.
Kumpulan Karya Tulis Mahasiswa Magister Ilmu Hukum FH UNS 2018
55Bunga Rampai Penegakan Hukum Di Indonesia: Perspektif Sosiologi Hukum
dimulai dengan menerapkan reformasi sistem hukum yang bersifat
komprehensif berupa reformasi struktur hukum, reformasi substansi hukum
dan reformasi budaya hukum sebagaimana telah diuraikan. Dengan ketiga
langkah tersebut, diyakini akan mampu membawa law enforcement bangsa
Indonesia ke arah yang lebih baik yang pada akhirnya mampu memberantas
judicial corruption.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad Ali, Menjelajahi Kajian Empiris Terhdap Hukum, Yasrif Watampone,Jakarta, 1998.
Artidjo Alkostar, 2006, Menggagas Pola Rekruitmen Hakim Agung dalamRangka Membangun Mahkamah Agung yang Progresif, disampaikandalam Seminar Nasional yang dilaksanakan oleh Fakultas HukumUniversitas Sebelas Maret Surakarta tanggal 7 Maret 2006.
Bagir Manan, Teori dan Politik Konstitusi, Direktoral Jenderal PendidikanTinggi Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, 2001.
Baharuddin Lopa, Masalah-masalah Politik, Hukum, Sosial, Budaya dan Agama:Sebuah Pemikiran, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1996.
Budiono Kusumohamidjojo, Filsafat Hukum: Problematik Ketertiban yang Adil,Grasindo, Jakarta, 2004.
Chatamarrasjid Ais, Peranan Komisis Yudisial dalam Penciptaan Hakim Agungyang Progresif, makalah disampaikan pada seminar nasional dengan tema,”Menggagas Pola Rekruitmen Hakim dalam rangka Menghasilkan Hakimyang Progresif” dalam acara Dies Natalis Universitas Sebelas MaretSurakarta, tanggal 4 Maret 2006.
Denny Indrayana, Mahkamah Tidak Agung, Kompas 11 Oktober 2005.
------------------, Teror Mafia Peradilan, Tempo 16 Oktober 2005.
------------------, Refleksi Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945 ProblematikaKonstitusi dan Korupsi, makalah disampaikan dalam Konvensi Kampus
Kumpulan Karya Tulis Mahasiswa Magister Ilmu Hukum FH UNS 2018
56Bunga Rampai Penegakan Hukum Di Indonesia: Perspektif Sosiologi Hukum
III dan Temu Tahunan ke-9 Forum Rektor Indonesia bertema “RefleksiKritis atas Nasib Bangsa Pasca Amandemen UUD” di Balai Senat UDM,Yogyakarta, 11-12 Juli 2006.
Esmi Warassih, Pranata Hukum Sebuah Telaah Sosiologis, Suryandaru Utama,Semarang, 2005.
Frans Hendra Winarta, Upaya Mencegah Judicial Corruption melalui Eksaminasi,Mungkinkah?,dalam Susanti Adi Nugroho, dkk, Eksaminasi Publik:Partisipasi Masyarakat Mengawasi Peradilan, Indonesia CorruptionWatch atas dukungan The Asia Foundation dan USAID, Jakarta, 2003.
Hari Purwadi, Rekruitmen Hakim dan Penciptaan Pengadilan sebagai ScientificEnterprise, makalah disampaikan pada seminar nasional dengan tema,”Menggagas Pola Rekruitmen Hakim dalam Rangka Menghasilkan Hakimyang Progresif” dalam acara Dies Natalis Universitas Sebelas MaretSurakarta, tanggal 4 Maret 2006.
Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Konstitusi Press,Jakarta, 2005.
Khudzaifah Dimyati, Teorisasi Hukum: Studi tentang Perkembangan PemikiranHukum di Indonesia 1945-1990, Muhammadiyah University Press,Surakarta, 2005.
Kompas.com dengan judul "Sejak 2012, Ada 20 Hakim Tersangkut KasusKorupsi", https://nasional.kompas.com/read/2019/05/07/10483411/sejak-2012-ada-20-hakim-tersangkut-kasus-korupsi?page=all, di akses 10Desember 2019
M. Busyro Muqoddas, ”Menggagas Pola Rekruitmen Hakim dalam RangkaMenghasilkan Hakim yang Progresif, makalah disampaikan pada seminarnasional dalam acara Dies Natalis Universitas Sebelas Maret Surakarta,tanggal 4 Maret 2006.
Moh. Jamin, Bahan Kuliah Sosiologi Hukum, Fakultas Hukum UniversitasSebelas Maret Surakarta, 2005.
Moh. Mahfud MD, Hukum dan Pilar-Pilar Demokrasi, Gama Media ataskerjasama Yayasan Adikarya IKAPI dan The Ford Foundation,Yogyakarta, 1999.
----------, Refleksi Kritis Nasib Bangsa, Mencari Akar Masalah dan Solusinya,makalah disampaikan dalam Konvensi Kampus III dan Temu Tahunan ke-9 Forum Rektor Indonesia bertema “Refleksi Kritis atas Nasib BangsaPasca Amandemen UUD” di Balai Senat UDM, Yogyakarta, 11-12 Juli2006.
Kumpulan Karya Tulis Mahasiswa Magister Ilmu Hukum FH UNS 2018
57Bunga Rampai Penegakan Hukum Di Indonesia: Perspektif Sosiologi Hukum
Nurhasan Ismail, Bahan Kuliah Sosiologi Hukum, Magister Hukum SekolahPasca Sarjana Universitas Gadjah Mada, 2006.
Satjipto Raharjo, Hukum dan Masyarakat, Angkasa, Bandung, 1980.
----------, Ilmu hukum, Alumni, Bandung, 1991.
............., Sosiologi Hukum: Perkembangan Metode dan Pilihan Masalah, CetakanII, Genta Publishing, Yogyakarta, 2010.
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, CV Rajawali, Jakarta, 1982.
Soerjono Soekanto, Beberapa Permasalahan Hukum dalam KerangkaPembangunan di Indonesia (Suatu Tinjauan secara Sosiologis), UI Press,Jakarta, 1983.
-----------, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986.
-----------, Suatu Tinjauan Sosilogi Hukum terhadap Masalah Masalah Sosial,Citra Aditya Bakti, 1989.
-----------, Pokok-pokok Sosiologi Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004.
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar) Edisi Keempatcetakan pertama, Liberty, Yogyakarta, 1996.
Sulastriyono, “Kajian Pembangunan Hukum Sumber Daya Air Sungai DalamPespektif Sosiologi Hukum”, Jurnal Mimbar Hukum, Volume 20, Nomor1, Februari 2008, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Suhrawardi K. Lubis, Etika Profesi Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 1994.
Teten Masduki, Mengontrol Mafia Peradialan dalam Susanti Adi Nugroho, dkk,Eksaminasi Publik: Partisipasi Masyarakat Mengawasi Peradilan,Indonesia Corruption Watch atas dukungan The Asia Foundation danUSAID, Jakarta, 2003.
Triyadi Mulkan, ”Sekelumit Pemikiran demi Perbaikan Rekruitmen Hakim padamasa yang akan datang (perspektif pelibatn masyarakat dalam prosesrekruitmen calon hakim)”, makalah disampaikan pada seminar nasionaldengan tema,” dalam acara Dies Natalis Universitas Sebelas MaretSurakarta, tanggal 4 Maret 2006.