9
 BRONKOPNEUMONIA 1. Definisi Br on ko pneumo ni a (pne umon ia lo bu la ri s) adal ah pe ra da ng an pa da  parenkim paru yang melibatkan bronkus atau bronkiolus yang berupa distribusi  berbentuk bercak-bercak (  patchy distribution). Penyakit ini sering menimpa anak- anak dan balita, yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing (Bennett, 20!). Pada bayi di atas " bulan, virus merupakan penyebab utama pneumonia (#0$), yaitu %&' (paling sering) diikuti parainluena tipe , 2, dan ", serta in lu ena * atau B. &edangkan untuk bakt eri, &trep tococcus pneumoni ae merupakan penyebab utama (Bennett, 20!). 2. Epidemiologi +nsiden penyakit ini pada negara berkembang hampir "0$ pada anak-anak di baah umur tah un dengan resik o kematia n ya ng tin ggi, sed angkan di *merika pneumonia menunjukkan angka "$ dari seluruh penyakit ineksi pada anak di baah umur 2 tahun (Bradley et al ., 20) 3. Etiologi t iologi pn eumo ni a yai tu ba kt er i, vi rus, jamur da n be nd a asin g. Berdas arkan anatomis dari strukt ur paru yang terken a inek si, pneumonia dibagi men jadi pne umo nia lob ari s, pne umo nia lob ular is (br onk hop neu mon ia) , dan  pneumonia interstitialis (bronkiolitis). Bronkhopneumonia merupakan penyakit radang par u yang biasanya did ahului dengan in eksi salu ran per na asan akut  bagian atas dan disertai dengan panas tinggi. /eadaan yang menyebabkan tu runn ya day a ta han tu buh, yai tu as pir as i, penyakit menah un, gi i kuran gmaln utrisi energi prote in (1P), aktor patogenik seperti trauma pada  paru, anestesia, pengobatan dengan antibiotika yang tidak sempurna merupakan aktor yang mempen garu hi terj adi nya bronkh opn eumonia. 1enurut 34 di berbagai ne gara be rkembang &t rep tococus pneumoni a dan 3emophylus inluena merupakan bakteri yang selalu ditemukan pada dua pertiga dari hasil isolasi, yaitu 5",#$ aspirat paru dan 6#,$ hasil isolasi dari spesimen darah (7epkes, 200#). 1

Bronkopneumonia REVISI 2.docx

Embed Size (px)

Citation preview

BRONKOPNEUMONIA

1.DefinisiBronkopneumonia (pneumonia lobularis) adalah peradangan pada parenkim paru yang melibatkan bronkus atau bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-bercak (patchy distribution). Penyakit ini sering menimpa anak-anak dan balita, yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing (Bennett, 2014).Pada bayi di atas 3 bulan, virus merupakan penyebab utama pneumonia (90%), yaitu RSV (paling sering) diikuti parainfluenza tipe 1, 2, dan 3, serta influenza A atau B. Sedangkan untuk bakteri, Streptococcus pneumoniae merupakan penyebab utama (Bennett, 2014).2.EpidemiologiInsiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di Amerika pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di bawah umur 2 tahun (Bradley et al., 2011)3.EtiologiEtiologi pneumonia yaitu bakteri, virus, jamur dan benda asing. Berdasarkan anatomis dari struktur paru yang terkena infeksi, pneumonia dibagi menjadi pneumonia lobaris, pneumonia lobularis (bronkhopneumonia), dan pneumonia interstitialis (bronkiolitis). Bronkhopneumonia merupakan penyakit radang paru yang biasanya didahului dengan infeksi saluran pernafasan akut bagian atas dan disertai dengan panas tinggi. Keadaan yang menyebabkan turunnya daya tahan tubuh, yaitu aspirasi, penyakit menahun, gizi kurang/malnutrisi energi protein (MEP), faktor patogenik seperti trauma pada paru, anestesia, pengobatan dengan antibiotika yang tidak sempurna merupakan faktor yang mempengaruhi terjadinya bronkhopneumonia. Menurut WHO diberbagai negara berkembang Streptococus pneumonia dan Hemophylus influenza merupakan bakteri yang selalu ditemukan pada dua pertiga dari hasil isolasi, yaitu 73,9% aspirat paru dan 69,1% hasil isolasi dari spesimen darah (Depkes, 2009).4.PatofisiologiNormalnya, saluran pernafasan steril dari daerah sublaring sampai parenkim paru. Paru-paru dilindungi dari infeksi bakteri melalui mekanisme pertahanan anatomis dan mekanis, dan faktor imun lokal dan sistemik. Mekanisme pertahanan awal berupa filtrasi bulu hidung, refleks batuk dan mukosilier aparatus. Mekanisme pertahanan lanjut berupa sekresi Ig A lokal dan respon inflamasi yang diperantarai leukosit, komplemen, sitokin, imunoglobulin, makrofag alveolar, dan imunitas yang diperantarai sel (Bennett, 2014).Infeksi paru terjadi bila satu atau lebih mekanisme di atas terganggu, atau bila virulensi organisme bertambah. Agen infeksius masuk ke saluran nafas bagian bawah melalui inhalasi atau aspirasi flora komensal dari saluran nafas bagian atas, dan jarang melalui hematogen. Virus dapat meningkatkan kemungkinan terjangkitnya infeksi saluran nafas bagian bawah dengan mempengaruhi mekanisme pembersihan dan respon imun. Diperkirakan sekitar 25-75 % anak dengan pneumonia bakteri didahului dengan infeksi virus (Bennett, 2014). Invasi bakteri ke parenkim paru menimbulkan konsolidasi eksudatif jaringan ikat paru yang bisa lobular (bronkhopneumoni), lobar, atau intersisial. Pneumonia bakteri dimulai dengan terjadinya hiperemi akibat pelebaran pembuluh darah, eksudasi cairan intra-alveolar, penumpukan fibrin, dan infiltrasi neutrofil, yang dikenal dengan stadium hepatisasi merah. Konsolidasi jaringan menyebabkan penurunan compliance paru dan kapasitas vital. Peningkatan aliran darah yamg melewati paru yang terinfeksi menyebabkan terjadinya pergeseran fisiologis (ventilation-perfusion missmatching) yang kemudian menyebabkan terjadinya hipoksemia. Selanjutnya desaturasi oksigen menyebabkan peningkatan kerja jantung (Bennett, 2014). Stadium berikutnya terutama diikuti dengan penumpukan fibrin dan disintegrasi progresif dari sel-sel inflamasi (hepatisasi kelabu). Pada kebanyakan kasus, resolusi konsolidasi terjadi setelah 8-10 hari dimana eksudat dicerna secara enzimatik untuk selanjutnya direabsorbsi dan dan dikeluarkan melalui batuk. Apabila infeksi bakteri menetap dan meluas ke kavitas pleura, supurasi intrapleura menyebabkan terjadinya empyema. Resolusi dari reaksi pleura dapat berlangsung secara spontan, namun kebanyakan menyebabkan penebalan jaringan ikat dan pembentukan perlekatan (Bennett, 2014).Secara patologis, terdapat 4 stadium pneumonia, yaitu (Bradley et al., 2011):1.Stadium I (4-12 jam pertama atau stadium kongesti)Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antarkapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.2.Stadium II (48 jam berikutnya)Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.3.Stadium III (3-8 hari berikutnya)Disebut hepatisasi kelabu, yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.4.Stadium IV (7-11 hari berikutnya)Disebut juga stadium resolusi, yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.5.Manifestasi KlinisBronkhopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik sangat mendadak sampai 39-40oC dan mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dipsneu, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis sekitar hidung dan mulut. Selain itu, anak lebih suka tiduran pada sebelah dada yang terkena. Gejala yang ditemukan pada bayi di atas 3 bulan adalah demam, batuk (produktif atau nonproduktif), kongesti, nyeri dada, dehidrasi, dan letargi. Gejala lainnya adalah sakit kepala, nyeri dada pleuritik, dan nyeri perut. Selain itu dapat terjadi muntah, diare, faringitis, dan otalgia/otitis (Bennett, 2014).6.Pemeriksaan FisikDalam pemeriksaan fisik penderita pneumonia khususnya bronkopneumonia ditemukan hal-hal sebagai berikut (Bennett, 2014):1.Pada inspeksi terlihat setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal, dan pernapasan cuping hidung.Tanda objektif yang merefleksikan adanya distres pernapasan adalah retraksi dinding dada; penggunaan otot tambahan yang terlihat dan cuping hidung; orthopnea; dan pergerakan pernafasan yang berlawanan. Tekanan intrapleura yang bertambah negatif selama inspirasi melawan resistensi tinggi jalan nafas menyebabkan retraksi bagian-bagian yang mudah terpengaruh pada dinding dada, yaitu jaringan ikat inter dan sub kostal, dan fossae supraklavikula dan suprasternal. Kebalikannya, ruang interkostal yang melenting dapat terlihat apabila tekanan intrapleura yang semakin positif. Retraksi lebih mudah terlihat pada bayi baru lahir dimana jaringan ikat interkostal lebih tipis dan lebih lemah dibandingkan anak yang lebih tua.Kontraksi yang terlihat dari otot sternokleidomastoideus dan pergerakan fossae supraklavikular selama inspirasi merupakan tanda yang paling dapat dipercaya akan adanya sumbatan jalan nafas. Pada infant, kontraksi otot ini terjadi akibat head bobbing, yang dapat diamati dengan jelas ketika anak beristirahat dengan kepala disangga tegak lurus dengan area suboksipital. Apabila tidak ada tanda distres pernapasan yang lain pada head bobbing, adanya kerusakan sistem saraf pusat dapat dicurigai. Pengembangan cuping hidung adalah tanda yang sensitif akan adanya distress pernapasan dan dapat terjadi apabila inspirasi memendek secara abnormal (contohnya pada kondisi nyeri dada). Pengembangan hidung memperbesar pasase hidung anterior dan menurunkan resistensi jalan napas atas dan keseluruhan. Selain itu dapat juga menstabilkan jalan napas atas dengan mencegah tekanan negatif faring selama inspirasi. 2.Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris.Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan getaran fremitus selama jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi perluasan infeksi paru (kolaps paru/atelektasis) maka transmisi energi vibrasi akan berkurang.3.Pada perkusi tidak terdapat kelainan4.Pada auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring.Crackles adalah bunyi non musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek dan berulang dengan spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz. Bisa bernada tinggi ataupun rendah (tergantung tinggi rendahnya frekuensi yang mendominasi), keras atau lemah (tergantung dari amplitudo osilasi) jarang atau banyak (tergantung jumlah crackles individual) halus atau kasar (tergantung dari mekanisme terjadinya).Crackles dihasilkan oleh gelembung-gelembung udara yang melalui sekret jalan napas/jalan napas kecil yang tiba-tiba terbuka.7.Pemeriksaan penunjangPemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan salah satunya adalah foto thoraks proyeksi posterior-anterior. Gambaran radiologis mempunyai bentuk difus bilateral dengan peningkatan corakan bronkhovaskular dan infiltrat kecil dan halus yang tersebar di pinggir lapang paru. Bayangan bercak ini sering terlihat pada lobus bawah (Bennett, 2014). Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit. Hitung leukosit dapat membantu membedakan pneumoni viral dan bakterial. Infeksi virus leukosit normal atau meningkat (tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit predominan) dan bakteri leukosit meningkat 15.000-40.000 /mm3 dengan neutrofil yang predominan. Pada hitung jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta peningkatan LED. Analisa gas darah menunjukkan hipoksemia dan hipokarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik. Isolasi mikroorganisme dari paru, cairan pleura atau darah bersifat invasif sehingga tidak rutin dilakukan (Bennett, 2014). 8.DiagnosisDiagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5 gejala berikut (Bradley et al., 2011):1.Sesak napas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dada2.Panas badan3.Ronkhi basah halus-sedang nyaring (crackles)4.Foto thoraks menunjukkan gambaran infiltrat difus5.Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang predominan)9.KomplikasiKomplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri dalam rongga thorax (seperti efusi pleura, empiema dan perikarditis) atau penyebaran bakteremia dan hematologi. Meningitis, artritis supuratif, dan osteomielitis adalah komplikasi yang jarang dari penyebaran infeksi hematologi (Bradley et al., 2011).10.TatalaksanaPenatalaksanaan pneumonia khususnya bronkopneumonia pada anak terdiri dari 2 macam, yaitu penatalaksanaan umum dan khusus (IDAI, 2012; Bradley et al., 2011)1. Penatalaksaan Umuma. Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak nafas hilang atau PaO2 pada analisis gas darah 60 torr.b.Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.c.Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena.2. Penatalaksanaan Khususa. Mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan pada 72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibiotik awal.b.Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi, takikardi, atau penderita kelainan jantung.c.Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan manifestasi klinis. Pneumonia ringan amoksisilin 10-25 mg/kgBB/dosis (di wilayah dengan angka resistensi penisillin tinggi dosis dapat dinaikkan menjadi 80-90 mg/kgBB/hari).Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan terapi :1.Kuman yang dicurigai atas dasar data klinis, etiologis danepidemiologis 2.Berat ringan penyakit3.Riwayat pengobatan selanjutnya serta respon klinis4.Ada tidaknya penyakit yang mendasari Pemilihan antibiotik dalam penanganan pneumonia pada anak harus dipertimbangkan berdasarkan pengalaman empiris, yaitu bila tidak ada kuman yang dicurigai, berikan antibiotik awal (24-72 jam pertama) menurut kelompok usia:1. Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) : a. ampicillin + aminoglikosidb. amoksisillin - asam klavulanatc. amoksisillin + aminoglikosidd. sefalosporin generasi ke-32. Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bulan-5 tahun)a. beta laktam amoksisillinb. amoksisillin - asam klavulanatc. golongan sefalosporind. kotrimoksazole. makrolid (eritromisin)3. Anak usia sekolah (> 5 tahun)a. amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin)b. tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun)

DAFTAR PUSTAKA

Bennett, Nicholas. 2014. Pediatric Pneumonia. http://emedicine.medscape.com/article/967822-overview diunduh pada 18 Maret 2015.Bradley J.S., et al. 2011. The Management of Community-Acquired Pneumonia in Infants and Children Older than 3 Months of Age: Clinical Practice Guidelines by the Pediatric Infectious Diseases Society and the Infectious Diseases Society of America. Clin Infect Dis. 53 (7): 617-630Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2012. Panduan Pelayanan Medis Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: PenerbitIDAIDepkes. 2009. Profil Kesehatan Indonesia 2008. Laporan. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran Nafas Pnemonia. Jakarta: Pustaka Populer Obor.1