40
BRONKHITIS KRONIK A. DEFINISI Bronkitis kronik adalah Kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dua tahun berturut - turut, tidak disebabkan penyakit lainnya.(PDPI, 2003) Bronkitis kronis adalah suatu kondisi peningkatan pembengkakan dan lendir (dahak atau sputum) produksi dalam tabung pernapasan (saluran udara). Obstruksi jalan napas terjadi pada bronkitis kronis karena pembengkakan dan lendir ekstra menyebabkan bagian dalam tabung pernapasan lebih kecil dari normal. Diagnosis bronkitis kronis dibuat berdasarkan gejala batuk yang menghasilkan lendir atau dahak di hampir setiap hari, selama tiga bulan, selama dua tahun atau lebih (setelah penyebab lain untuk batuk telah dikeluarkan). (PDPI, 2003) Bronkitis kronis didefinisikan sebagai batuk produktif persisten selama paling sedikit 3 bulan berturut-turut pada paling sedikit 2 tahun berturut- turut. (Robin, 2007) B. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO 21 |Bronkitis Kronik

BRONKITIS KRONIK.docx

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BRONKITIS KRONIK.docx

BRONKHITIS KRONIK

A. DEFINISI

Bronkitis kronik adalah Kelainan saluran napas yang ditandai oleh

batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya

dua tahun berturut - turut, tidak disebabkan penyakit lainnya.(PDPI, 2003)

Bronkitis kronis adalah suatu kondisi peningkatan pembengkakan

dan lendir (dahak atau sputum) produksi dalam tabung pernapasan (saluran

udara). Obstruksi jalan napas terjadi pada bronkitis kronis karena

pembengkakan dan lendir ekstra menyebabkan bagian dalam tabung

pernapasan lebih kecil dari normal. Diagnosis bronkitis kronis dibuat

berdasarkan gejala batuk yang menghasilkan lendir atau dahak di hampir setiap

hari, selama tiga bulan, selama dua tahun atau lebih (setelah penyebab lain

untuk batuk telah dikeluarkan). (PDPI, 2003)

Bronkitis kronis didefinisikan sebagai batuk produktif persisten

selama paling sedikit 3 bulan berturut-turut pada paling sedikit 2 tahun

berturut-turut. (Robin, 2007)

B. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO

1. Kebiasaan merokok merupakan satu - satunya penyebab kausal yang

terpenting, jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya. Dalam

pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan :

- Riwayat merokok

Perokok aktif

Perokok pasif

Bekas perokok

- Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian

jumlah rata-rata batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok

dalam tahun :

Ringan : 0-200

Sedang : 200-600

21 |B r o n k i t i s K r o n i k

Page 2: BRONKITIS KRONIK.docx

Berat : >600

2. Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja

3. Hipereaktivitis bronkus

4. Riwayat infeksi saluran napas bawah berulang

5. Defisiensi antitripsin alfa - 1, umumnya jarang terdapat di Indonesia (PDPI,

2003)

Faktor etiologi utama adalah merokok dan polusi udara yang lazim

di daerah industri. Polusi udara yan terus menerus juga merupakan predisposisi

infeksi rekuren karena polusi memperlambat aktivitas silia dan fagositsis,

sehingga timbunan mukus menigkat sedangkan mekanisme pertahanannya

sendiri melemah. (Price dan Wilson, 2006)

Faktor risiko utama untuk bronkitis kronik adalah merokok .

Seperti disebutkan sebelumnya, kumulatif 30 tahun kejadian bronkitis kronik

pada perokok saat ini adalah 42 %. Namun, perlu dicatat bahwa CB telah

dijelaskan dalam 4 sampai 22% dari non perokok menunjukkan bahwa faktor

risiko lain mungkin ada. faktor risiko potensial lainnya termasuk eksposur

inhalasi untuk bahan bakar biomassa, debu, dan asap kimia. Potensi risiko lain

Faktor untuk CB adalah adanya gastroesophageal reflux, mungkin dengan

aspirasi paru direfluks isi lambung memproduksi cedera asam - diinduksi dan

infeksi atau neurally dimediasi bronkokonstriksi refleks sekunder iritasi

kerongkongan mukosa. (American Journal Of Respiratory And Critical Care

Medicine, 2013)

C. EPIDEMIOLOGY

Dalam sebuah studi longitudinal 30 tahun dari 1.711 pria

Finlandia, kejadian kumulatif dari bronkitis kronik adalah 42 % pada perokok

aktif, 26 % pada mantan perokok , dan 22 % di pernah perokok. Bronkitis

kronik mempengaruhi sekitar 10 juta orang di Amerika Serikat , dan mayoritas

adalah antara 44 dan 65 tahun. Beberapa 24,3 % dari individu dengan bronkitis

kronik lebih tua dari 65 tahun , dan, yang mengejutkan 31,2 % adalah antara

usia 18 dan 44 tahun.

22 |B r o n k i t i s K r o n i k

Page 3: BRONKITIS KRONIK.docx

Menurut Pusat Statistik Kesehatan Nasional 2009

melaporkan 67,8 % pasien dengan bronkitis kronik adalah perempuan. studi

lain pada pasien Afrika Selatan sama melaporkan bahwa perempuan

mendominasi populasi bronkitis kronik. Sebuah studi 10 tahun dari 21.130

Danish pasien menunjukkan bahwa prevalensi kumulatif lendir kronis

sekresi adalah 10,7 % pada wanita dibandingkan 8,7 % pada pria. Alasan untuk

prevalensi yang lebih tinggi dari bronkitis kronik pada wanita dibandingkan

dengan laki-laki tidak jelas, tetapi mungkin karena pengaruh hormonal ,

perbedaan jenis kelamin dalam melaporkan gejala , dan jenis kelamin Bias

diagnostik. (American Journal Of Respiratory And Critical Care Medicine,

2013)

TABLE 1. OVERVIEW OF THE PREVALENCE OF CHRONIC BRONCHITIS

IN POPULATION-BASED STUDIES

Study Subjects Findings

Lange et al.,

1989 (7)

General population,

Copenhagen; 12,698 adultsBronchial hypersecretion: 10.1%

Sobradillo et

al., 1999 (9)

General population, Spain;

4,035 adults aged 40–69 yrCough: 13.5%

Expectoration: 10.7%

Chronic bronchitis: 4.8%

Pallasaho et

al., 1999 (8)

Random sample, Finland;

8,000 subjects aged 20–69 yrProductive cough: 27%

von Hertzen et

al., 2000 (10)

Random subjects, Finland;

7,217 subjects aged >30 yr

Chronic bronchitis and/or

emphysema: 22% in men, 7% in

women

Cerveri et al.,

2001 (11)

General population, Europe;

17,966 subjects aged 20–44

yr

Chronic bronchitis: 2.6% (range 0.7–

9.7% across countries)

Janson et al.,

2001 (12)

Multinational; 18,277

subjects aged 20–48 yrProductive cough: 10.2%

Huchon et al., General population, France; Chronic bronchitis: 4.1%

23 |B r o n k i t i s K r o n i k

Page 4: BRONKITIS KRONIK.docx

TABLE 1. OVERVIEW OF THE PREVALENCE OF CHRONIC BRONCHITIS

IN POPULATION-BASED STUDIES

Study Subjects Findings

2002 (13) 14,076 subjects

Chronic cough and/or expectoration:

11.7%

Lundback et

al., 2003 (14)

5,892 Subjects from OLIN

Study cohort

Chronic productive cough: 60% in

subjects with COPD

Miravitlles et

al., 2006 (15)

General population, Spain;

6,758 adults aged >40 yr

Cough: 5% in never smokers, 11%

in smokers or ex-smokers

Expectoration: 4% in never smokers,

11% in smokers and ex-smokers

Pelkonen et

al., 2006 (22)

Finnish cohort of 1,711 adult

men aged 40–59 yr

Incidence of chronic productive

cough: 42% current smokers, 26%

past smokers, 22% never smokers

De Marco et

al., 2007 (16)

International cohort of 5,002

subjects aged 20–44 yr with

normal lung function

Chronic cough/phlegm production:

9.2%

Miravitlles et

al., 2009 (17)

Population-based sample,

Spain; 4,274 adults aged 40–

80 yr

Chronic cough: 3.4%

Chronic sputum production: 11.7%

Harmsen et

al., 2010 (18)

Danish cohort of 29,180 (in

1994) and 21,130 (in 2004)

twins aged 12–41 yr

Cumulative prevalence of chronic

mucus secretion over 10 yr of study,

10.7% in female subjects and 8.7%

in male subjects

Martinez et

al., 2012 (19)

United States cohort of 5,858

adult past or previous

smokers without airflow

obstruction

Chronic bronchitis: 34.6%

(American Journal Of Respiratory And Critical Care Medicine, 2013)

D. PATOGENESIS

24 |B r o n k i t i s K r o n i k

Page 5: BRONKITIS KRONIK.docx

Gambaran khas pada bronkitis kronis adalah hipersekresi mukus,

yang dimulai di saluran nafas besar. Meskipun faktor penyebab terpenting

adalah merokok, polutan udara lain, seperti sulfur dioksida dan nitrogen

dioksida, juga berperan. Berbagai iritan ini memicu hipersekresi kelenjar

mukosa bronkus, menyebabkan hipertrofi kelenjar mukosa, dan menyebabkan

pembentukan metaplastik sel goblet penghasil musin di epitel permukaan

bronkus. Selain itu, zat tersebut juga menyebabkan peradangan dengan

infiltrasi sel T CD8+, makrofag, dan neutrofil. Berbeda dengan asma, pada

bronkitis kronis eosinofil jarang ditemukan, kecuali jika pasien mengidap

bronkitis asmatik. Dipostulasikan bahwa banyak efek iritan lingkungan pada

epitel pernafasan diperantarai melalui reseptor faktor pertumbuhan epidermis.

Sebagai contoh, transkripsi gen musin MUC5AC, yang meningkat sebagai

akibat terpajan asap tembakau, baik in vitro maupun in vivo pada model

eksperimental, sebagian diperantarai oleh jalur reseptor faktor pertumbuhan

epidermis. Infeksi mikroba sering terjadi, tetapi hanya berperan sekunder,

terutama dengan mempertahankan peradangan dan memperparah gejala.

(Robin, 2007)

Temuan patologis utama pada bronkitis kronik adalah hipertrofi

kelenjar mukosa bronkus dan peningkatan jumlah dan ukuran sel-sel goblet,

dengan infiltraasi sel-sel radang dan edema mukosa bronkus. Pembentukan

mukus yang meningkat mengakibatkan gejala khas yaitu batuk kronis. Batuk

kronik yang disertai peningkatan sekresi bronkus tampaknya mempengaruhi

bronkiolus kecil sehingga bronkiolus tersebut rusak dan dindingnya melebar.

Faktor etiologi utama adalah merokok dan polusi udara yang lazim di daerah

industri. Polusi udara yan terus menerus juga merupakan predisposisi infeksi

rekuren karena polusi memperlambat aktivitas silia dan fagositsis, sehingga

timbunan mukus menigkat sedangkan mekanisme pertahanannya sendiri

melemah. (Price dan Wilson, 2006)

Pada bronkitis kronik terdapat pembesaran kelenjar mukosa

bronkus, metaplasia sel goblet, inflamasi, hipertrofi otot polos pernapasan serta

distorsi akibat fibrosis. (PDPI, 2003)

25 |B r o n k i t i s K r o n i k

Page 6: BRONKITIS KRONIK.docx

Berbagai faktor risiko untuk terjadinya bronkitis kronis (merokok,

polusi udara, infeksi berulang, dll) menimbulkan kondisi inflamasi pada

bronkus. Perubahan patologi yang terjadi pada trakea, bronki dan bronkiolus

terus sampai ke saluran napas kecil (diameter 2-4 mm) berupa infiltrasi

permukaan epitel jalan napas, kelenjar duktus, kelenjar-kelenjar dengan

eksudat inflamasi (sel dan cairan) yang didominasi oleh sel T limfosit (CD8+),

makrofag dan neutrofil. Proses inflamasi kronik itu berhubungan dengan

metaplasia sel goblet dan sel squamosa dari epitelium, peningkatan ukuran

epitelepitel kelenjar, peningkatan banyak otot polos dan jaringan penunjang

pada dinding jalan napas, serta degenerasi tulang rawan jalan napas. Semua

perubahan patologi itu bertanggung jawab terhadap gejala pada bronkitis

kronis yaitu batuk kronik dan produksi sputum berlebihan seperti yang

dijelaskan sebagai definisi bronkitis kronis dengan kemungkinan berkombinasi

dengan masalah jalan napas perifer dan emfisema.(National Heart, Lung,

Blood Institute 2001)

26 |B r o n k i t i s K r o n i k

MediatorLTB4Il-8-GROαMCP-1,MIP-αGM-CSFEndotelinSubstance P

ProteinaseNeutrofil elastaseCatepsinProteinaseMMP

SelMakrofagNeutrofilCD8 +limfositEosinofilSel epithelial

EfekHipersekresimucusFibrosisDinding alveolarDestruksi

Page 7: BRONKITIS KRONIK.docx

Inflamasi melibatkan berbagai sel, mediator dan menimbulkan berbagai efek.

Selmakrofag banyak didapatkan di lumen jalan napas, parenkim paru dalam

cairan kurasan bronkoalveolar (BAL). Makrofag mempunyai peran penting

pada proses inflamasi tersebut. Aktivasi makrofag menghasilkan TNF-α dan

berbagai mediator inflamasi lainnya serta protease sebagai respons terhadap

asap rokok dan polutan. Mediator inflamasi tersebut sebagian bersifat kemokin

dan bertanggung jawab terhadap kemotaktik dan aktivasi sel neutrofil.

Selain makrofag, sel limfosit T dan neutrofil berperan pada

inflamasi ini sehingga terjadi berbagai mediator dan sitokin (perforin,

granzyme-B, TNF-α oleh limfosit T dan II-8, LTB4, GM-CSF oleh neutrofil)

yang saling berinteraksi dan menimbulkan proses inflamasi kronik. Neutrofil

yang teraktivasi meningkat terbukti pada sputum dan cairan BAL penderita

PPOK ataupun bronkitis kronis dan semakin meningkat pada saat eksaserbasi

akut. Peran nuertrofil pada bronkitis kronis adalah berkontribusi pada

hipersekresi mukus melalui produknya metease-protease dan juga destruksi

parenkim pada PPOK. Neutrofil mengeluarkan elastase dan proteinase-3 yang

merupakan mediator yang poten untuk merangsang produksi mukus sehingga

terlibat dalam hipersekresi mukus yang kronik. (National Heart, Lung, Blood

Institute 2001)

Mediator inflamasi yang terlibat pada bronkitis kronis/PPOK

adalah.

o Faktor hemotaktik

Mediator lipid misalnya LTB4 & limfosit T menarik neutrofil

Kemokin misalnya Il-8 menjadi neutrofil

o Sitokin inflamasi misalnya TNF-α, IL-Iβ, IL-6, meningkatkan proses

inflamasi dan berefek pada inflamasi sistemik.

o Faktor pertumbuhan misalnya TGF-β menimbulkan fibrosis pada saluran

napas kecil.

Mekanisme pertahanan paru/saluran napas yang sangat kompleks

meliputi mekanik, imuniti alamiah, imuniti humoral yang didapat, baik dari

saluran napas atas dan bawah. Selain itu juga melimbatkan mekanisme

pertahanan parenkim (alveoli) dan imuniti selular didapat khususnya pada

27 |B r o n k i t i s K r o n i k

Page 8: BRONKITIS KRONIK.docx

saluran napas bawah. Imunoglobulin (Ig) A sekretori merupakan Ig yang

berperan pada saluran napas disebabkan fungsinya sebagai barier pada epitel

saluran napas mencegah penetrasi antigen ke dalam mukosa selain fungsi

sebagai antibodi pada umumnya kecuali tidak untuk merangsang komplemen

aktivasi sebagaimana peran IgG. Asap rokok/polusi udara melemahkan

mekanisme pertahanan saluran napas antara lain melalui pengaruhnya terhadap

ekspresi reseptor polimerik Ig yang mengakibatkan penurunan produksi

komponen sekretori juga IgA sekretori dan melemahkan transport komponen

sekretori yang mengakibatkan rendahnya kadar IgAs dalam lumen saluran

napas. Hal itu menyebabkan penurunan mekanisme pertahanan saluran napas

menimbulkan mudahnya kolonisasi bakteri menimbulkan refluks neutrofil dan

degradasi IgAs oleh neutrofil maupun produk-produk bakteri. Sehingga

kejadian menimbulkan inflamasi, juga semakin melemahkan mekanisme

pertahanan, memudahkan infeksi kronik dan meningkatkan jumlah neutrofil

dan seterusnya.

E. DIAGNOSIS

1. ANAMNESIS

Keluhan dan gejala-gejala klinis Bronkitis Kronis adalah sebagai berikut:

- Batuk yang sangat produktif, purulen dan mudah memburuk dengan

inhalasi iritan, udara dingin atau infeksi

- produksi mucus dalam jumlah yang sangat banyak

- dyspnea, Sesak napas. Sesak bersifat progresif (makin berat) saat

beraktifitas. Dyspnea penyebab utama kecacatan dan kecemasan terkait

dengan luas mengi inspirasi atau ekspirasi. Pasien menggambarkan

Dada sesak sering sebagai rasa peningkatan upaya untuk bernapas

- riwayat merokok, paparan zat iritan di tempat kerja

- Adakalanya terdengar suara mengi (ngik-ngik).

- Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan lahir

rendah (BBLR), infeksisaluran napas berulang, lingkungan asap rokok

dan polusi udara (Alburquerque Journal dan PDPI, 2003)

28 |B r o n k i t i s K r o n i k

Page 9: BRONKITIS KRONIK.docx

2. PEMERIKSAAN FISIK

Pada stadium awal, pasien belum ada keluhan. Pada stadium yang

lebih lanjut, didapatkan fase ekspirasi yang memanjang dan mengi.

Didapatkan juga tanda-tanda hiperinflasi seperti barrel chest dan hipersonor

pada perkusi. Pasien yang dengan obstruksi jalan nafas berat akan

menggunakan otot-otot pernafasan tambahan duduk dalam posisi

tripod.Didapatkan juga sianosis pada bibir dan kuku pasien.

a) Inspeksi

Pursed lips breathing.

Barrel chest

Penggunaan otot bantu pernafasan

Hipertrofi otot bantu pernafasan

JVP meningkat

Edema tungkai bawah

Penampilan blue bloater. Gambaran khas bronchitis kronis,

gemuk, sianosis, edema tungkai dan ronki basah di basal paru.

Sianosis di sentral dan perifer.

b) Palpasi

Fremitus melemah

c) Perkusi

Hipersonor

d) Auskultasi

Suara nafas vesikuler normal atau melemah

Ronki dan mengi saat nafas biasa atau eskpirasi paksa

Eskpirasi memanjang

Bunyi jantung terdengar jauh (PDPI, 2003)

3. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a) Pemeriksaan laboratorium

- Darah rutin : Hb, Ht dan leukosit boleh didapatkan meningkat

(Robin. 2006)

29 |B r o n k i t i s K r o n i k

Page 10: BRONKITIS KRONIK.docx

- Analisa gas darah : hipoksia dan hiperkapnia

b) Pemeriksaan faal paru

- Spirometri : Ditemukan adanya penurunan kapasitas vital (VC) dan

volume ekspirasi kuat (FEV) serta peningkatan volume residual

(RV) dengan kapasitas paru total (TC) normal atau meningkat.

c) Radiologi

Rontgen thorax (PA/Lateral)

- Corakan bronkovaskuler meningkat

- Tram-track appearance : penebalan dinding bronkial

30 |B r o n k i t i s K r o n i k

Page 11: BRONKITIS KRONIK.docx

31 |B r o n k i t i s K r o n i k

Page 12: BRONKITIS KRONIK.docx

F. DIAGNOSIS BANDING

Bronkitis

kronik

Onset pada usia dewasa

Gejala perlahan progresif

Riwayat merokok atau terpapar asap rokok atau zat

iritan lain

Asma Onset usia dini

Gejala bervariasi dari hari ke hari

Gejla pada waktu malam/dini hari lebih menonjol

Dapat ditemukan alergi/rhinitis/eczema

Riwayat asma dalam keluarga

Hambatan aliran udara biasnya reversibel

Gagal jantung

kongestif

Riwayat hipertensi

Ronki basah halus di basal paru

Gambaran foto toraks cardiomegali dan edema paru

Pemeriksaan faal paru restriksi bukan obstruksi

Bronkiektasis Sputum purulen dalam jumlah banyak

Sering berhubungan dengan infeksi bakteri

Ronki basah kasar dan jari tabuh

Gambaran foto toraks Nampak honeycomb appearance

dan penebalan dinding bronkus

TBC Onset di semua usia

Gambaran foto toraks infiltrate

32 |B r o n k i t i s K r o n i k

Page 13: BRONKITIS KRONIK.docx

Konfirmasi mikrobiologi (BTA)

Sindrom

obstruksi pasca

TB

Riwayat pengobatan anti TB adekuat

Gambaran foto toraks bekas TB : fibrotic dan kalsifikasi

minimal

Pemeriksaan faal paru menunjukkan obstruksi yang

tidak reversibel

Bronkiolitis

obliterasi

Usia muda

Tidak merokok

Mungkin ada riwayat arthritis rematoid

CT paru ekspirasi terlihat gambaran hipodens

Diffuse

bronchiolitis

Sering pada perempuan tidak merokok

Seringkali berhubungan dengan sinusitis

Rontgen dan CT paru resolusi tinggi memperlihatkan

bayanagn diffuse nodul opak sentrilobular dan

hiperinflasi

(GOLD, 2013)

G. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan umum pada bronkitis kronik bertujuan

memperbaiki kondisi tubuh penderita, mencegah perburukan penyakit,

menghindari faktor risiko dan mengenali sifat penyakit secara lebih baik.

Termasuk dalam penatalaksanaan umum ini adalah pendidikan buat penderita

untuk mengenal penyakitnya lebih baik, menghindari polusi, menghentikan

kebiasaan merokok, menghindari infeksi saluran napas, hidup dalam

lingkungan yang lebih sehat, makanan cukup gizi dan mencukupi kebutuhan

cairan.

33 |B r o n k i t i s K r o n i k

Page 14: BRONKITIS KRONIK.docx

Penatalaksanaan khusus dilakukan untuk mengatasi gejala dan

komplikasi. Tindakan ini berupa pemberian obat-obatan, terapi respirasi dan

rehabilitasi.

Tujuan utama terapi harus menargetkan perbaikan gejala, seperti :

o Mengurangi kelebihan lendir

o Penurunan hipersekresi lendir dengan mengendalikan peradangan ;

o Memfasilitasi penghapusan lendir

o Modifikasi batuk

Tujuan ini dapat dicapai oleh sejumlah farmakologis dan sarana

nonfarmakologis

Usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk memperlambat

perjalanan penyakit adalah:

Menghentikan kebiasaan merokok.

Menghindari polusi udara dan kerja di tempat yang mempunyai risiko

terjadinya iritasi saluran napas.

Menghindari infeksi dan mengobati infeksi sedini mungkin agar tidak

terjadi eksaserbasi akut.

Menegakkan diagnosis secara dini agar kelainan paru yang masih

reversibel dapat dideteksi sehingga usaha-usaha untuk menghindari

penyakit berlanjut menjadi kelainan yang ireversibel dapat dilakukan.

1. Non-Medikamentosa

a. Menghindari Rokok

Berhenti merokok dapat meningkatkan batuk pada banyak pasien

dengan bronkitis kronik dengan meningkatkan fungsi mukosiliar dan

sel goblet dengan menurunkan hiperplasia. Berhenti merokok juga telah

terbukti mengurangi cedera saluran napas dan menurunkan kadar lendir

di dikelupas sel tracheobronchial dahak dibandingkan dengan mereka

yang terus merokok. Sebuah studi lanjutan longitudinal besar

ditemukan bahwa tingkat kejadian CB jauh lebih tinggi di saat perokok

34 |B r o n k i t i s K r o n i k

Page 15: BRONKITIS KRONIK.docx

dibandingkan dengan mantan perokok (American Journal Of

Respiratory And Critical Care Medicine, 2013)

Merokok merupakan penyebab utama PPOK dan berhenti merokok

merupakan terapi yang sejauh ini dapat mengurangi progeresiviti

penyakit. Proses inflamasi di jaringan masih terus berlangsung

walaupun sudah berhenti merokok. Kecanduan nikotin merupakan

masalah utama yang menjadi target terapi. Terapi pengganti nikotin

hanya menunjukkan keberhasilan 5-15%. Saat ini sedang

dikembangkan vaksin yang mampu menetralisir nikotin dalam darah.

Jorenby dkk. menemukan Bupropion yang merupakan suatu anti

depresan cukup berhasil bila digunakan sebagai terapi berhenti

merokok. Pemberian bupropion selama 6-9 minggu memberikan

keberhasilan berhenti merokok sebesar 18% dibandingkan dengan

nikotin skin patch 9% dan plasebo 6%. Obat ini ditoleransi dengan baik

dan hanya menimbulkan efek samping berupa serangan epilepsi sekitar

0,1% pada penderita. (PDPI, 2003)

b. Rehabilitasi

Rehabilitasi meliputi tindakan fisioterapi, rehabilitasi psikis

dan rehabilitasi pekerjaan. Fisioterapi dilakukan untuk mobilisasi

dahak, latihan bernapas menggunakan otot-otot dinding perut sehingga

didapatkan kerja napas yang efektif. Latihan relaksasi berguna untuk

menghilangkan rasa takut dan cemas dan mengurangi kerja otot yang

tidak perlu. Rehabilitasi psikis perlu untuk menghilangkan rasa cemas

dan takut. (PDPI, 2003)

2. Medikamentosa

a. Mukolitik dan ekpetorat

Guaifenesin bekerja dengan peningkatan vagally dimediasi

dalam jalan napas. Meskipun telah ditunjukkan penggunaan jangka

panjang umum guaifenesin belum terbukti bermanfaat dalam COPD

atau bronkitis kronik.

35 |B r o n k i t i s K r o n i k

Page 16: BRONKITIS KRONIK.docx

b. Methylxanthines and Short-Acting b-Adrenergic Receptor Agonists

(SABA)

Keduanya meningkatkan mucus clearance oleh beberapa mekanisme :

Meningkatkan napas diameter luminal

Meningkatkan frekuensi beat silia melalui peningkatan

intraseluler adenosin siklik monofosfat tingkat

Meningkatkan lendir hidrasi dengan merangsang sekresi saluran

napas Cl- melalui aktivasi fibrosis kistik transmembran

regulator

Ini menurunkan viskositas mukus, memungkinkan untuk transportasi

lebih mudah dengan silia pernafasan. Pada percobaan dalam model

hewan, jangka pendek b-agonis dikaitkan dengan up regulation

clearance mukosiliar. Demikian pula , methylxanthines meningkatkan

mukosiliar tidak hanya melalui properti bronchodilatory mereka tetapi

juga dengan merangsang frekuensi silia beat, menambah saluran napas

transport ion epitel untuk meningkatkan lendir hidrasi dan

mempromosikan sekresi lendir di saluran udara lebih rendah. Studi

klinis theophylline di CB telah menunjukkan fungsi paru-paru

meningkat tapi tidak ada perubahan konsisten dalam batuk dan produksi

sputum. (American Journal Of Respiratory And Critical Care Medicine,

2013)

c. Long-Acting b-Adrenergic Receptor Agonists

Efek dari long-acting - b adrenergik agonis reseptor ( LABAs )

pada fungsi mukosiliar telah dikaitkan dengan manfaatnya

efek pada fungsi paru-paru. LABAs juga mengurangi hiperinflasi

dan meningkatkan arus puncak ekspirasi, yang penting

komponen batuk. Bukti in vitro menunjukkan salmeterol yang dapat

merangsang ciliary beat frekuensi. Demikian pula, formoterol secara

signifikan meningkatkan bersihan mukosiliar dibandingkan dengan

plasebo pada pasien dengan bronchitis.

36 |B r o n k i t i s K r o n i k

Page 17: BRONKITIS KRONIK.docx

d. Anticholinergics

Antikolinergik yang bekerja pada reseptor muscarinic dipercaya

dapat membantu mukus clearance oleh peningkatan diameter luminal

dan dengan menurunkan permukaan dan submukosa kelenjar sekresi

musin. Mereka juga dipercaya untuk memfasilitasi lendir batuk –

induced clearance. Namun, antikolinergik mungkin bisa mengeringkan

saluran nafas dengan depleting lendir permukaan saluran napas,

sehingga membuat pengeluaran dahak lebih sulit. In vivo , literatur

tidak mendukung penggunaan antikolinergik untuk pengobatan

CB. Bromide Ipratropium telah ditunjukkan untuk mengurangi

kuantitas dan tingkat keparahan batuk di bronchitics kronis namun tidak

efektif dalam meningkatkan pembersihan mukosiliar pada PPOK . di

sebuah studi dari 470 pasien dengan FEV1 39 % diprediksi , tiotropium

meningkatkan fungsi paru-paru , tetapi tidak mempengaruhi gejala

batuk. Dalam studi lain dari 39 pasien dengan COPD , tiotropium

berkurang jumlah batuk , tapi mukosiliar tidak diperbaiki. (American

Journal Of Respiratory And Critical Care Medicine, 2013)

e. Glucocorticoids

Ada bukti in vitro bahwa glukokortikoid mengurangi

peradangan dan produksi lendir. Dalam asma ,kortikosteroid inhalasi

menurunkan hiperplasia sel goblet. Deksametason juga telah terbukti

menurunkan epitel ekspresi gen musin gen MUC5AC di sel epitel

bronkial manusia. Mereka juga dapat mempercepat pembersihan

mukosiliar. Kortikosteroid inhalasi dapat mengurangi frekuensi

eksaserbasi dan meningkatkan kualitas -hidup skor pada PPOK.

f. Phosphodiesterase-4 Inhibitors

Phosphodiesterase - 4 ( PDE - 4 ) penghambatan

menurunkan peradangan dan membuat relaksasi otot polos saluran

napas dengan mencegah hidrolisis adenosin monofosfat siklik untuk

37 |B r o n k i t i s K r o n i k

Page 18: BRONKITIS KRONIK.docx

tidak aktif. Cilomilast dan roflumilast adalah second generation sangat

spesifik PDE - 4 inhibitor . Sebuah metaanalisis dari 23 acak uji coba

roflumilast atau cilomilast dibandingkan dengan placebo menemukan

bahwa pengobatan dengan inhibitor PDE - 4 hanya sedikit meningkat

FEV1 ( 45.59 ml , 95 % CI , 39,1-52,03 ) tetapi mengurangi

kemungkinan eksaserbasi ( OR , 0,78 , 95 % CI,0,72-0,85). Roflumilast

signifikan meningkatkan prebronchodilator FEV1 dan penurunan

tingkat sedang sampai parah eksaserbasi dalam uji coba secara acak

pasien dengan COP . Dibandingkan dengan plasebo , roflumilast

menurun eksaserbasi sebesar 17 % ( 95 % CI , 8-25 % ) ( 109 ) . Dalam

dua uji coba 24 - minggu, 933 pasien dengan PPOK sedang sampai

berat secara acak ditugaskan untuk roflumilast ditambah salmeterol atau

salmeterol saja , dan 743 pasien secara acak ditugaskan untuk

roflumilast ditambah tiotropium atau tiotropium saja. Jadi, pada

bronkitis kronik PDE - 4 inhibitor mungkin memainkan peran preventif

dalam mencegah perkembangan eksaserbasi pada pasien dengan CB

dan COPD .

g. Antioksidan

Oksidan yaitu zat yang terdapat pada asap rokok dan udara yang

terpolusi mempunyai andil untuk terjadinya bronkitis kronik.

Anti oksidan melindungi dan mempertahankan paru dari radikal-

radikal anion superoksid, hidrogen peroksid, radikal hidroksil dan anion

hipohalida yang diproduksi oleh sel radang. Anti oksidan dapat

mengubah oksidan menjadi molekul yang tidak berbahaya terhadap

jaringan paru dan menekan efek radikal bebas dari asap rokok. N-

asetilsistein merupakan suatu antioksidan, yaitu sumber glutation.

Pemberian N-asetilsistein pada perokok dapat mencegah

kerusakan parenkim paru oleh efek oksidan yang terdapat dalam asap

rokok. Di samping sebagai anti oksidan, obat ini bersifat mukolitik

yaitu mengencerkan sekret bronkus sehingga mudah dikeluarkan.

Pemberian N-asetilsistein selama enam bulan pada penderita bronkitis

38 |B r o n k i t i s K r o n i k

Page 19: BRONKITIS KRONIK.docx

kronik memberikan perbaikan dalam hal jumlah sputum, purulensi

sputum, banyaknya eksaserbasi dan lamanya hari sakit secara

bermakna. (American Journal Of Respiratory And Critical Care

Medicine,2013)

h. Antibiotik

Terapi Antibiotik umumnya tidak diindikasikan untuk pasien

bronkitis kronik. Terapi macrolide telah Terbukti memiliki sifat anti –

inflamasi Dan mungkin memiliki Peran Dalam pengobatan bronkitis

kronik. Mereka telah Terbukti dapat menghambat sitokin proinflamasi ,

menurunkan neutrofil Pecah , menghambat Migrasi Dan peningkatan

apoptosis, eosinophilic menurunkan peradangan, meningkatkan

Transportasi mukosiliar, mengurangi sel goblet sekresi. Dan penurunan

bronkokonstriksi. (American Journal Of Respiratory And Critical Care

Medicine,2013)

TABLE 4. SUMMARY OF THERAPEUTIC INTERVENTIONS FOR

CHRONIC BRONCHITIS

Intervention Mechanism of Action

Smoking cessationImproves mucociliary function, decreases goblet

cell hyperplasia

Physical measures (chest PT,

HFCWO, flutter valve)

Augments shear stresses to improve mucociliary

clearance

Expectorants Vagally mediated increase in airway secretions

Mucolytics (hypertonic saline,

dornase alpha)

Rehydration of airway mucus, hydrolysis of

mucus DNA

MethylxanthinesImproves lung function, increases ciliary beat

frequency

SABAImproves lung function, increases ciliary beat

frequency

LABA Improves lung function, increases ciliary beat

39 |B r o n k i t i s K r o n i k

Page 20: BRONKITIS KRONIK.docx

TABLE 4. SUMMARY OF THERAPEUTIC INTERVENTIONS FOR

CHRONIC BRONCHITIS

Intervention Mechanism of Action

frequency, reduces hyperinflation, improves PEF

AnticholinergicsImproves lung function, decreases mucus

secretion

Glucocorticoids Reduces inflammation and mucus production

PDE-4 inhibitors Reduces inflammation, improves lung function

AntioxidantsBreaks down mucin polymers, reduces mucus

production

MacrolidesReduces inflammation, reduces goblet cell

secretion

Tabel Obat-obatan yang digunkan pada Bronkitis Kronik

Obat Inhaler (µg) Larutan Oral Vial Duras

i

Nebulizer injeksi (jam)

(mg/ml) (mg)

Adrenergik (β2-agonis)

Fenoterol 100-200 (MDI) 1 0,5% (sirup) 4-6

Salbutamol 100, 200

MDI&DPI

5 5mg (pil),

0,24%

(sirup)

0,1 ;

0,5

4-6

Terbutaline 400,500 (DPI) 2,5 ; 5 (pil) 0,2;

0,25

4-6

Formoterol 4,5-12 MDI&DPI 12+

 Salmeterol 25-50 MDI&DPI  12+

Antikolinergik

Ipatropium bromide 20,40(MDI) 0,25-0,5 6-8

Oxitropium bromide 100 (MDI) 1,5 7-9

Tiotropium 18(DPI) 24+

40 |B r o n k i t i s K r o n i k

Page 21: BRONKITIS KRONIK.docx

Methylxanthines

Aminophylline 200-600mg

(pil)

240mg 24

Theophylline 100-600mg

(pil)

24

Kombinasi adrenergik & antikolinergik

Fenoterol/Ipatropium 200/80 (MDI) 1,25/0,5 6-8

Salbutamol/

Ipatropium

75/15 (MDI) 0,75/4,5 6-8

Inhalasi Glukortikosteroid

Beclomethasone

50-

400(MDI&DPI) 0,2-0,4

Budenosid 100,200,400(DPI)

0,20, 0,25,

0,5

Futicason 

50-500(MDI

&DPI)

Triamcinolone 100(MDI) 40  40

Kombinasi β2 kerja panjang plus glukortikosteroid  dalam satu inhaler

Formoterol/

Budenoside

4,5/160; 9/320

(DPI) 

Salmoterol/

Fluticasone

50/100,250,500(DP

I)

25/50,125,250(MD

I)

Sistemik Glukortikosteroid

Prednisone 5-60 mg(Pil)

Methy-Prednisone

4, 8 , 16 mg

(Pil)

H. KLASIFIKASI BRONKITIS KRONIK

1. Berdasarkan klinis dibedakan menjadi 3 :

41 |B r o n k i t i s K r o n i k

Page 22: BRONKITIS KRONIK.docx

o Bronkitis kronis ringan ( simple chronic bronchitis), ditandai dengan

batuk berdahak dan keluhan lain yang ringan.

o Bronkitis kronis mukopurulen ( chronic mucupurulent bronchitis),

ditandai dengan batuk berdahak kental, purulen (berwarna kekuningan).

o Bronkitis kronis dengan penyempitan saluran napas ( chronic bronchitis

with obstruction ), ditandai dengan batuk berdahak yang disertai dengan

sesak napas berat dan suara mengi (Robin, 2007)

2. Bronkitid kronik eksaserbasi akut

a. Definis BKEA

Bronkitis kronik eksaserbasi akut ditandai dengan 3 kriteria

klinis mayor yaitu :

o peningkatan purulensi sputum (batuk dengan produksi sputum yang

purulent/mukopurulent atau sputum berwarna kuning/hijau)

o peningkatan dyspnoe

o peningkatan volume sputum

Semakin sering terjadi fase eksaserbasi akan menyebabkan semakin

cepatnya perburukan faal paru.

Terdapat tambahan kriteria minor dari gejala BKEA,

diantaranya :

o infeksi saluran pernafasan atas selama 5 hari

o peningkatan wheezing

o peningkatan batuk

o demam tanpa sumber yang jelas

o peningkatan 20% dari respiratory rate atau heart rate.

(Canadian Guidelines for the management acute excaserbation

of bronchitis chronic, 2003)

b. Derajat BKEA

42 |B r o n k i t i s K r o n i k

Page 23: BRONKITIS KRONIK.docx

Derajat 1 (Mild) : bila terdapat 1 dari kriteria mayor dan 1 kriteria

minor

Derajat 2 ( Moderate ) : bila terdapat dua dari 3 kriteria mayor

Derajat 3 ( Severe ) : bila terdapat 3 kriteria mayor

c. Etiologi dan faktor resiko

Dalam kasus AECB karena infeksi , 3 kelas patogen telah

ditemukan : bakteri aerobik gram positif dan gram negatif , virus

pernafasan , dan bakteri atipikal. Meskipun review oleh Sethi tidak

dimaksudkan untuk mengukur ketat kejadian patogen tertentu , ia

mengamati bahwa bakteri aerob ditemukan pada setengah dari pasien

dengan AECB dan virus dalam satu ketiga. Bakteri aerobik dominan

adalah Streptococcus pneumoniae , Haemophilus influenzae, Moraxella

dan catarrhalis. Pseudomonas aeruginosa dan basil gram - negatif lain

juga terlihat dan tampak lebih umum pada pasien yang memiliki

eksaserbasi akut berat dengan FEV1 sebesar 35% atau kurang dari yang

value.

Infeksi virus umumnya terkait dengan AECB . Pola

patogen virus adalah variabel . Satu studi menemukan bahwa rhinovirus

yang diidentifikasi dalam 58 % dari eksaserbasi, dan virus RSV ,

coronavirus , atau virus influenza A ditemukan pada 29 % , 11 % , dan

9 %. Kurang dari 10 % dari eksaserbasi akut disebabkan oleh bakteri

atipikal . Bakteri atipikal yang paling umum adalah Chlamydia

pneumoniae , sedangkan Mycoplasma pneumoniae dan Legionella

pneumophila terlihat lebih jarang . ( Sethi, 2002)

43 |B r o n k i t i s K r o n i k

Page 24: BRONKITIS KRONIK.docx

d. Management (PDPI, 2003)

Prinsip penatalaksanaan eksaserbasi akut adalah mengatasi segera

eksaserbasi yang terjadi dan mencegah terjadinya gagal napas. Bila

telah menjadi gagal napas segera atasi untuk mencegah kematian.

Beberapa hal yang harus diperhatikan meliputi :

1. Diagnosis beratnya eksaerbasi

- Derajat sesak, frekuensi napas, pernapasan paradoksal

- Kesadaran

- Tanda vital

- Analisis gas darah

- Pneomonia

2. Terapi oksigen adekuat

Pada eksaserbasi akut terapi oksigen merupakan hal yang pertama

dan utama, bertujuan untuk memperbaiki hipoksemi dan mencegah

keadaan yang mengancam jiwa. dapat dilakukan di ruang gawat

darurat, ruang rawat atau di ICU. Sebaiknya dipertahankan Pao2 >

60 mmHg atau Sat O2 > 90%, evaluasi ketat hiperkapnia. gunakan

sungkup dengan kadar yang sudah ditentukan (ventury masks)

24%, 28% atau 32%. Perhatikan apakah sungkup rebreathing atau

nonrebreathing, tergantung kadar Paco2 dan Pao2. Bila terapi

oksigen tidak dapat mencapai kondisi oksigenasi adekuat, harus

digunakan ventilasi mekanik. Dalam penggunaan ventilasi

44 |B r o n k i t i s K r o n i k

Page 25: BRONKITIS KRONIK.docx

mekanik usahakan dengan Noninvasive Positive Pressure

Ventilation (NIPPV), bila tidak berhasil ventilasi mekanik

digunakan dengan intubasi.

3. Pemberian obat-obatan yang maksimal

Obat yang diperlukan pada eksaserbasi akut

a) Antibiotik

Pemilihan antibiotik disesuaikan dengan pola kuman setempat

dan komposisi kombinasi antibiotik yang mutakhir. Pemberian

antibiotik di rumah sakit sebaiknya per drip atau intravena,

sedangkan untuk rawat jalan bila eksaserbasi sedang sebaiknya

kombinasi dengan makrolide, bila ringan dapat diberikan

tunggal.

b) Bronkodilator

Bila rawat jalan B-2 agonis dan antikolinorgik harus diberikan

dengan peningkatan dosis. Inhaler masih cukup efektif bila

digunkan dengan cara yang tepat, nebuliser dapat digunakan

agar bronkodilator lebih efektif. Hati-hati dengan penggunaan

nebuliser yang memakai oksigen sebagai kompressor, karena

penggunaan oksigen 8-10 liter untuk menghasilkan uap dapat

menyebabkan retensi CO2. Golongan xantin diberikan

bersamasama dengan bronkodilator lainnya karena mempunyai

efek memperkuat otot diafragma. Dalam perawatan di rumah

sakit, bronkodilator diberikan secara intravena dan nebuliser,

dengan pemberian lebih sering perlu monitor ketat terhadap

timbulnya palpitasi sebagai efek samping bronkodilator.

c) Kortikosteroid

Tidak selalu diberikan tergantung derajat berat eksaserbasi. Pada

eksaserbasi derajat sedang dapat diberikan prednison 30 mg/hari

selama 1-2 minggu, pada derajat berat diberikan secara

intravena. Pemberian lebih dari 2 minggu tidak memberikan

45 |B r o n k i t i s K r o n i k

Page 26: BRONKITIS KRONIK.docx

manfaat yang lebih baik, tetapi lebih banyak menimbulkan efek

samping.

d) Nutrisi adekuat untuk mencegah starvation yang disebabkan

hipoksemia berkepanjangan, dan menghindari kelelahan otot

bantu napas

e) Ventilasi mekanik

Penggunaan ventilasi mekanik pada PPOK eksaerbasi berat akan

mengurangi mortaliti dan morbiditi, dan memperbaiki simptom.

Dahulukan penggunaan NIPPV, bila gagal dipikirkan

penggunaan ventilasi mekanik dengan intubasi

f) Kondisi lain yang berkiatan

- Monitor balans cairan elektrolit

- Pengeluaran sputum

- Gagal jantung atau aritmia

46 |B r o n k i t i s K r o n i k

Page 27: BRONKITIS KRONIK.docx

47 |B r o n k i t i s K r o n i k