44
KETAMIN UNTUK NYERI KRONIK: RESIKO DAN KEUNTUNGANNYA Marieke Niesters, Christian Martini, & Albert Dahan Anestesi ketamin digunakan untuk terapi berbagai sindrom nyerik ronik, terutama nyeri-nyeri yang memiliki komponen neuropatik. Ketamin dosis rendah menghasilkan anestesi yang kuat pada kondisi nyeri neuropatik, kemungkinan dengan menghambat reseptor N- methyl-D-aspartate meskipun mekanisme lainnya juga mungkin terlibat, termasuk peningkatan inhibisi desendens dan efek anti-inflamatorik di pusat. Data terkini mengenai infuse jangka pendek menunjukkan bahwa ketamin menghasilkan analgesia poten hanya selama pemberian, sementara tiga penelitian mengenai pemberian jangka panjang (4-14 hari) menunjukkan efek analgesia jangka panjang sampai dengan 3 bulan setelah infusan. Efek samping yang ditemukan secara klinis antara lain sindrom psychedelic (halusinasi, defek memori, serangan panik), mual/muntah, somnolen, stimulasi kardiovaskular, dan pada minoritas pasien, hepatotoksisitas. Penggunaan rekreasional ketamin semakin meningkat dan disertai dengan meningkatnya berbagai resiko tambahan yang berkisar mulai dari

Ketamin Untuk Nyeri Kronik.docx

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Ketamin Untuk Nyeri Kronik.docx

KETAMIN UNTUK NYERI KRONIK: RESIKO DAN

KEUNTUNGANNYA

Marieke Niesters, Christian Martini, & Albert Dahan

Anestesi ketamin digunakan untuk terapi berbagai sindrom nyerik ronik,

terutama nyeri-nyeri yang memiliki komponen neuropatik. Ketamin dosis rendah

menghasilkan anestesi yang kuat pada kondisi nyeri neuropatik, kemungkinan

dengan menghambat reseptor N-methyl-D-aspartate meskipun mekanisme lainnya

juga mungkin terlibat, termasuk peningkatan inhibisi desendens dan efek anti-

inflamatorik di pusat. Data terkini mengenai infuse jangka pendek menunjukkan

bahwa ketamin menghasilkan analgesia poten hanya selama pemberian, sementara

tiga penelitian mengenai pemberian jangka panjang (4-14 hari) menunjukkan efek

analgesia jangka panjang sampai dengan 3 bulan setelah infusan. Efek samping

yang ditemukan secara klinis antara lain sindrom psychedelic (halusinasi, defek

memori, serangan panik), mual/muntah, somnolen, stimulasi kardiovaskular, dan

pada minoritas pasien, hepatotoksisitas. Penggunaan rekreasional ketamin

semakin meningkat dan disertai dengan meningkatnya berbagai resiko tambahan

yang berkisar mulai dari komplikasi renal dan buli-buli sampai dengan

psikotipikal persisten behavior dan defek memori. Meramalkan resiko-resiko ini

pada pasien sulit dilakukan dikarenakan variabilitas, paparan pasien yang tinggi

dan rekuren terhadap ketamin pada penyalahgunaan ketamin dan tingginya

penyalahgunaan obat-obatan terlarang pada populasi ini. Di dalam kondisi klinis,

ketamin ditoleransi dengan baik terutama bila digunakan benzodiazepine untuk

menekan efek samping psikotropiknya. Pemantauan ketat yang baik pada pasien-

pasien yang mendapatkan ketamin sangatlah penting, tertutama dalam hal SSP,

hemodinamik, gejala-gejala renal dan hepatik, demikian pula dengan

penyalahgunaannya. Penelitian yang akan dating dibutuhkan untuk menilai

apakah keuntungan penggunaan ketamime lebih dari resiko dan biayanya. Sampai

Page 2: Ketamin Untuk Nyeri Kronik.docx

bukti yang jelas didapatkan, penggunaan ketamin harus dibatasi hanya untuk nyeri

neuropatik berat yang resisten terhadap terapi.

Pendahuluan

Dalam dekade terakhir, terdapat peningkatan jumlah pasien yang

didiagnosis dengan beberapa bentuk nyeri kronik. Terapi nyeri kronik di dasarkan

atas pendekatan trial and error dengan menggunakan anti-depresan, anti-epileptik

dan opioid sebagai obat pilihan pertama. Tanpa memandang terapi, efisiensi

hanya terbatas pada 30-40% pasien yang menunjukkan respon hilangnya nyeri

yang adekuat sampai dengan yang baik. Populasi sisanya tidak menunjukkan

respon atau memberikan respon yang buruk. Ahli anestesi dan dokter ahli di

bidang nyeri lainnya mulai menggunakan anestesi ketamin, pada dosis

subanestesi, untuk terapi sindrom nyeri yang resisten terhadap terapi, seperti

sindrom nyeri regional komplekstipe 1 (CRPS-1), neuralgia post herpetic dan

nyeri neuropati akibat cedera nervus. Peningkatan penggunaan ketamin dosis

rendah akhir-akhir ini disebabkan oleh efek positif yang ditemukan selama terapi

dan kemungkinan oleh fakta bahwa dokter kini menambahkan

benzidiazepindan/atau agonis α2-adrenoreseptor untuk meminimalkan efek

samping psikotropik. Tulisan pertama yang menunjukkan kemampuan untuk

“menjinakkan” ketamin dengan menggunakan benzodiazepin diterbitkan pada

tahun 1973.

Ketamin pertama kali disintesis pada awal tahun 1960 an sebagai alternatif

phencyclidine yang lebih aman. Ketamin merupakan anestetik disosiatif yang

menghasilkan analgesia yang dalam dan amnesia. Penggunaannya dalam anestetik

kontemporer terbatas mengingat kejadian-kejadian berbagai efek samping,

utamanya induksi status psycheledic yang menyebabkan agitasi, halusinasi dan

serangan panik (gejala-gejala emergensi dan eksitasi). Meskipun efek-efek

sampingan ini dapat dicegah atau diterapi (lihat di atas), tetapi ketersediaan

alternatif telah membatasi penggunaan ketamin hanya untuk anestesidengan

indikasi spesifik (seperti pediatric dan anestetik trauma). Meskipun demikian,

Page 3: Ketamin Untuk Nyeri Kronik.docx

sejak sintesisnya pertama kali, ketertarikan terhadap ketamin masih terus

bertumbuh, dalamtahun 2011 saja terdapat 588 publikasi di PubMed.

Dalam review singkat ini, kami akan memberikan tinjauan literature

relevan mengenai keuntungan dan resiko ketamin. Catat, bahwa ketamin, seperti

halnya opioid lainnya, merupakan obat yang disalahgunakan. Dengan demikian

review kami juga berkaitan dengan populasi penggunaan rekreasional ketamin.

Faktanya, banyakefek samping dan komplikasi dari penggunaan ketamin yang

pertama kali kami temukan pada penyalahgunaan ketamin.

Farmakologi

Ketamin merupakan derivat/turunan phenylpiperidine yang secara

struktural terkait (mirip) dengan phenylpiperidine (PCP, “angel dust”/bubuk

dewi) dengan 2(2-chlorophenyl)-2-(methylamino)-cyclohexanone yang

merupakan struktur kimianya. Pusat kiral pada atom C-2 cincin ketamin

sikloheksana menghasilkan dua stereo-isomer, S(+)- dan (+)-ketamin. Secara

komersial tersedia dua bentuk ketamin yang berbeda: campuran (ketalarR, Pfizer

Inc., tersedia di AS sejak 1966) dan enantiomer S(+) (S-ketamin atau Ketanest-SR,

Pfizer Inc., tersedia di beberapa komunitas negara bagian Eropa sejal 1994).

Setelah pemberian intravena dengan volume distribusi hampir mencapai 3 l/kg,

waktu paruh redistribusi 7-15 menit, bersihan 15 ml/kg menit dan waktu paruh

eliminasi 2-3 jam. Ketamin secara cepat melewati sawar darah otak (waktu paruh

kesetimbangan darah-lokasi efek, t1/2ke0, 1-10 menit). Sehubungan dengan terapi

jangka panjang ketamin untuk meredakan nyeri kronik, t1/2 (waktu

paruh)onset/offset analgesik ketamin melebihi waktu paruh ...

Ketamin merupakan obat yang bergantung sitokrom P450. Ketamin

dimetabolisme menjadi norketamin (melalui demetilasi-N) dengan metabolisme

norketamin berikutnya menjadi 4-, 5- dan 6-hidroksinorketamin (oleh CYP2A6

dan CYP2B6). Norketamin dihasilkan dalam hitungan menit setelah pemberian

ketamin secara intravena dan mungkin dapat melebihi konsentrasi ketamin

utamanya setelah infusan jangka panjang. Eliminasi norketamin dan

hidroksinorketamin terjadi setelah glukoronidasi di hepar, melalui ginjal dan

Page 4: Ketamin Untuk Nyeri Kronik.docx

empedu. Inhibitor enzim-enzim CYP yang terlibat dalam metabolisme ketamin

meinngkatkan konsentrasi plasma ketamin. Sebaliknya, induksi sistem CYP

memiliki hanya efek yang terbatas pada konsentrasi plasma ketamin dikarenakan

bersihan ketamin oleh heparsebelum induksi, tinggi, dan hampir menyamai aliran

darah hepar. Setelah terminasi pemberian ketamin intravena, konsentrasi ketamin

menurun dengan cepat dan konsentrasi norketamin meningkat melebihi

konsentrasi ketamin. Pada manusia, efek analgesia norketamin belum diteliti

secara langsung. Namun, penelitian manusia terkini mengenai efek variasi

konsentrasi norketamin (diinduksi melalui manipulasi metabolismenya dengan

rifampisin) pada analgesia ketamin akut meramalkan bahwa hanya sedikit atau

bahkan tidak terdapat sama sekali kontriubusi norketamin terhadap peredaan nyeri

akut. Kemungkinan selama infus ketamin jangka panjang, metabolit ketamin

selanjutnya mungkin dapat memberikan kontribusi terhadap efeknya.

Nyeri Neuropatik Kronik dan Ketamin

Dalam serangkaian reviewterkini dibahas mengenai pekembangan dalam

bidang patofisiologi nyeri neuropatik kronis; lihat sebagai contoh, [23-28].

Sebagaimana diuraikan dan dinyatakan oleh Costigan dkk, nyeri neuropatik yang

ditimbulkan oleh lesi sistem saraf somatosensori menyebabkan perubahan dalam

struktur dan fungsi sehingga nyeri terjadi secara spontan dan tanggapan terhadap

rangsangan noksius dan inoksius teramplifikasi (berlipat ganda). Berbagai proses

neurokimia terletak pada dasar transisi yang kompleks dari saraf/kerusakan saraf

dari nyeri neuropatik kronis jyang menyebabkan sensitisasi perifer dan sentral

(yang bermanifestasikan sebagai allodynia, hyperalgesia, enhanced temporal

summation [perangsangan temporal yang meningkat] dan nyeri spontan).

Mekanisme penting benkembangnya nyeri (neuropatik) kronis termasuk

fosforilasi dan peningkatan dari reseptor N-methyl-D-aspartat (NMDAR),

hilangnya inhibisi desendens, perubahan plastik di sumsum tulang belakang dan

aktivasi sel-sel imun di sumsum tulang belakang dengan pelepasan sitokin-sitokin

pro-inflamatorik.

Page 5: Ketamin Untuk Nyeri Kronik.docx

Ketamine menghasilkan analgesia yang kuat pada kondisi-kondisi nyeri

neuropatik, kemungkinan melalui hambatan NMDAR. The NMDAR merupakan

reseptor eksitatorik glutamatergikyang terdapatpada spinal dan supraspinal dan

terlibat dalam transmisi sinyal aferen nosiseptif. Pada kondisi-kondisi nyeri

kronisstimulasi nociceptive yang berkepanjangan menyebabkan aktivasi dan

peningkatan regulasi dari NMDAR di sinapsis kornu dorsalis sehingga

meningkatkan danmemperkuat perjalanansinyal nyeri ke otak (sensitisasi sentral).

Fenomena ini merupakan faktor penting dalam proses menetapnya intensitas dan

kroniknya nyeri. Saat telah terdapat banyak bukti bahwa antagonis NMDAR yang

menghambat NMDAR seperti ketamin, mampu menghentikan rentetan input

nociceptive yang berlebihan ke otak dan oleh karena itu maka merupakan

alternatif yang potensial untuk pengobatan sindrom nyeri kronis. Efek lain dari

ketamine yang mungkin berperan dalam efek analgesiknya meliputi peningkatan

inhibisi desendens (lihat di bawah) dan efek anti-inflamatorik.

Sebagai tambahan terhadap efek NMDAR, ketamin berinteraksi pula

dengan sistem reseptor lain, termasuk opioidergik, reseptor muskarinik dan

monoaminergik. Secara relatif masih sedikit yang diketahui mengenai peranan

sistem-sistem reseptor terhadap berbagai efek ketamin. Penelitian terhadap mencit

yang kekurangan reseptor µ-opioid menunjukkan peran reseptor µ-opioid dalam

analgesia akut yang diinduksi oleh ketamin. Meskipun demikian redanya nyeri

juga dapat diinduksi oleh inhibisi presinaptik neuron-neuron kornu dorsalis spinal.

Aktivasi NMDAR pada lokasi-lokasi presinaptik ini menyebabkan peningkatan

pelepasan substansi-substansi eksitatorik termasuk glutamat dan substansi P.

Inhibisi Desendens dan Ketamin

Terdapat bukti baru bahwa ketamin dapat mempengaruhi jalur inhibisi

desendens. Pasien-pasien nyeri kronik seringkali memiliki defek dalam

kemampuan melepaskan inhibisi desendens nyeri. Hal ini mungkin merupakan

kausa tambahan krinifikasi nyeri (lihat di atas). Bukti-bukti bahwa ketamin dapat

mengaktifkan jalur inhibisi desendens yang dibangkitkan dari supraspinal dan

menghambat neuron nosiseptif kornu dorsalis berasal dari dua sumber: (i)

Page 6: Ketamin Untuk Nyeri Kronik.docx

menggunakan teknik resting state fungsional MRI (RS-fMRI) diamati bahwa

ketamin dosis rendah mengaktivasi korteks cinguli anterior, korteks frontal

orbital, insula dan batang otak pada inividu normal. Area-area ini terlibat dalam

inhibisi desendens nyeri (lihat juga gambar 1) dan (ii) pada studi behavioural

pasien-pasien nyeri neuropatik akibat neuropati serabut saraf kecil, ketamin dosis

rendah meningkatkan re-aktivasi ekspresi eksperimental penting inhibibisi

desendens, yang ditimbulkan oleh modulasi nyeri (CMP, dahulu dikenal sebagai

kontrol inhibitorik nyeri noksius difus atau DNIC). CMP merupakan inhibisi

sentral stimulus fokal dengan memberikan stimulus noksius sekunder pada lokasi

jauh tertentu (nyeri menghambat nyeri). Tanpa ketamin tidak terdapat CMP yang

terdeteksi pada populasi pasien nyeri neuropatik ini, sementara setelah terapi

ketamin, respon CMP lebih besar dibanding dengan terapi plasebo dan morfin.

Dalam penelitian ini besarnya aktivasi CMP secara langsung berhubungan dengan

besarnya redanya nyeri spontan. Meskipun data CMP ini kontras/bertentangan

dengan temuan sebelumnya (di mana ketamin meningkatkan fasilitasi nyeri

ketimbang inhibisinya), tetapi data RS-fMRI dan CMP pasien secara kolektif

menunjukkan bahwa ketamin dapat mempengaruhi (re-aktivasi) sistem inhibitorik

desendens di bawah kondisi-kondisi tertentu (seperti di bawah kondisi-kondisi

nyeri neuropatik) dan sebagai akibatnya mampu mengembalikan keseimbangan

fisiologis inhibisi dan fasilitasi nyeri.

Ketamin untuk Nyeri Kronik

Perhatian terhadap ketamin terfokus pada kemampuannya meredakan

nyeri kronik, terutama bila nyeri kronik memiliki komponen neuropatik. Tabel 1

memberikan daftar kondisi-kondisi nyeri neuropatik di mana telah digunakan

ketamin sebagai pereda nyeri kronik. Meskipun demikian, tidak ada konsensus

mengenai protokol pemberiannya. Banyak penelitian yang menilai infus ketamin

jangka pendek yang menemukan bahwa ketamin memang berhubungan dengan

redanya nyeri selama infusan tetapi hanya beberapa penelitian yang menilai efek

jangka panjang ketamin setelah infusan. Mengingat efek samping dan biaya rawat

inap pasien yang tinggi, kami percaya bahwa penting untuk menginduksi

Page 7: Ketamin Untuk Nyeri Kronik.docx

analgesia yang baik bukan hanya menginduksi analgesia saja selama infusan atau

beberapa jam setelah terapi. Terdapat bukti bahwa durasi infusan menentukan

durasi efek analgesi. Sebagai contoh, pada penelitian random terkontrol plasebo

aktif (midazolam) pada pasien-pasien fibromialgia dosis S-ketamin yang relatif

(0,5 mg/kg), diberikan selama 30 menit, menghasilkan analgesia yang tidak lebih

dari 45 menit. Sebaliknya, Sigtermans dkk menunjukkan bahwa terapi pasien-

pasien CRPS tipe 1 dengan infusan S-ketamin 100 jam (dosis titrasi sampai

dengan 20-30 mg/jam) menghasilkan redanya nyeri jangka panjang yang bertahan

sampai dengan 3 bulan setelah terapi. Temuan yang serupa juga didapatkan oleh

Schwartzman dkk setelah infusan 4 jam ketamin harian selama 10 hari pada

pasien-pasien CRPS. Dengan demikian, nampaknya bahwa infusan jangka

panjang dibutuhkan sebelum mendapatkan analgesia pada hari-hari setelah terapi.

Meskipun demikian, meskipun dengan hasil yang bersesuaian, tetapi jumlah uji

plasebo random terkontrol (RCTs) dalam terapi jangka panjang ketamin (4 sampai

14 hari) masih terbatas. Hanya tiga RCT yang menganalisa efek jangka panjang

infusan ketamin pada pasien-pasien CRPS tipe 1 (dua penelitian) dan cedera

korda spinalis (satu penelitian). Kami melakukan meta-analisis mengenai efek

analgetik penelitian-penelitian ini pada minggu 1 dan 4 setelah terapi ketamin dan

mendapatkan rata-rata besaran efek (perbedaan terstandar dalam mean) pada

minggu pertama setelah terapi adalah 1,22 (95% convidence interval 0.82 to 1.61,

P < 0.001) dan pada 4 minggu sebesar 0,39 (95% confidence interval 0.03 to 0.75,

P = 0.036). Walaupun besaran efek yang secara relatif besar, menunjukkan bahwa

efek terapi ketamin bertahan selama setidaknya 4 minggu, penelitian ini

menunjukkan penurunan penurunan efek yang cepat, suatu indikasi bahwa terapi

dibutuhkan dalam 4-6 minggu setelah periode terapi awal. Hal ini kemudian

menyebabkan dibutuhkan perawatan kembali di rumah sakit yang mana menguras

biaya dan menjadi beban tambahan bagi psien. Terlebih lagi, pemberian berulang

dapat menginduksi kerusakan/cedera organ internal (lihat di bawah). Catatan

terakhir mengenai penelitian ketamin jangka panjang ini adalah bahwa walaupun

didapatkan redanya nyeri selama beberapa minggu setelah terapi ketamin tetapi

hanya sedikit atau bahkan tidak ada perbaikan fungsi sama sekali yang ditemui.

Page 8: Ketamin Untuk Nyeri Kronik.docx

Hal ini perlu dicatat karena hilangnya fungsi seringkali terkait dengan nyeri

spontan dan alodinia.

Kiranya penting untuk mempertimbangkan apakah ketamin dapat

mencegah munculnya kondisi nyeri kronik, seperti yang dapat terjadi setelah

operasi. Beberapa penelitian kualitatif yang baik telah berbicara mengenai hal ini.

Wilson dkk menilai efek ketamin untuk mengurangi perkembangan nyeri kronik

setelah amputasi tungkai bawah (diketahui insiden nyeri persisten sampai dengan

80%). Mereka membandingkan efek epidural racemic ketamin dan bupivacain vs

epidural salin dan bupivacain dan meskipun mereka mendapatkan analgesia post

operatif yang lebih superior secara langsung pada kelompok ketamin, tetapi tidak

terdapat perbedaan yang signifikan yang muncul dalam nyeri persisten (baik

untuk nyeri puntung [stump pain], dan phantom pain) dalam hal beratnya dan

insidennya, 1 tahun setelah operasi. Observasi yang serupa dilakukan untuk

pencegahan nyeri kronik post-torakotomi. Data-data menunjukkan tidak terdapat

efek pre-emptive ketamin dalam hal berkembangnya nyeri kronik post-operatif.

Hamun, sebelum kesimpulan definitif dapat ditarik, dibutuhkan uji kualitas

random tambahan yang baik atas efek pre-emptive ketamin untuk berbagai

indikasi dengan menggunakan teknik terstandar.

Terapi nyeri kronik yang paling efektif adalah dengan endekatan multi

modalitas. Ketamin seringkali diberikan bersama dengan analgesik opioid, secara

post-operatif dan dalam terapi nyeri kronik kanker. Review Cochrane tahun 2005

mengenai pemnggunaan ketamin peri-operatif menunjukkan bahwa ketamin

mengurangi konsumsi morfin dalam 27/37 penelitian dengan kurangnya nyeri dan

mual muntah secara bersamaan. Serupa dengan itu, ketamin meningkatkan

efisiensi terapi opioid pada nyeri kanker. Mekanisme ketamin dalam

meningkatkan efisiensi opioid adalah multipel: (i) kemampuan ketamin untuk

mengurangi nyeri lebih superior dibandingkan opioid dan dengan demikian

memperbaiki status nyeri kanker pasien-pasien dengan komponen nyeri

neuropatik; (ii) ketamin merupakan analgesi dalam golongan tersendiri dan

berinteraksi dengan opioid secara additive () dan secara sinergis, kemungkinan di

dalam jalur inhibitorik desendens. Data percobaan binatang menunjukkan bahwa

Page 9: Ketamin Untuk Nyeri Kronik.docx

antagonis NMDAR mencegah berkembangnya hiperalgesia yang diinduksi opioid.

Hiperalgesia yang diinduksi opioid merupakan peningkatan paradoksikal

(berlawanan dengan seharusnya) persepsi nyeri yang dapat bermanifestasi selama

terapi opioid akut maupun kronik dan sebagai akibatnya menyebabkan terapi

nyeri yang adekuat menjadi lebih sulit dan terkadang bahkan mustahil.

Kemampuan ketamin mengurangi insiden (dan beratnya) efek samping opioid

kiranya penting karena efek samping akan mengurangi kebersediaan pasien.

Sebagai contoh, kebanyakan pasien lebih memilih merasakan nyeri ketimbang

mual. Data ini menunjukkan bahwa kombinasi opioid-ketamin dapat bermanfaat

dalam status nyeri non-neuropatik (kondisi paliatif) atau pada kondisi nyeri

campuran nosiseptif/neuropatik (nyeri kanker).

Bukti terkini menunjukkan bahwa ketamin memiliki kualitas antidepresan.

Faktanya, penelitian klinis menunjukkan bahwa satu dosis subanestetik ketamin

menghasilkan efek antidepresan segera (dalam 1 jam). Ketamin memiliki efek

positif terhadap gejala-gejala depresif pada pasien-pasien yang resisten terhadap

terapi. Pada tikus, Li dkk menunjukkan bahwa ketamin, dengan menghambat

NMDAR, mengaktifkan jalur rifampisin (mTOR) mamalia target, meningkatkan

ekspresi protein-protein sinaptik dan sinaps-sinaps dendritik, dan menyebabkan

respon antidepresi dalam 1 hari. Banyak pasien-pasien nyeri kronik yang disertai

depresi atau gejala-gejala menyerupai depresi, depresi dan nyeri kronik

mempunyai jalur mekanisme yang sama. Terapi nyeri kronik dapat memenuhi dua

tujuan, terapi nyeri dan meredakan gejala-gejala depresif. Apakah nyeri yang

disembuhkan dan depresi yang diturunkan merupakan konsekuensi ataukah

sebaliknya, hanya berhubungan kecil dengan pasien-pasien nyeri kronik. Namun,

meskipun dengan perdebatan akademik ini, tidak ada ditemukan bukti

peningkatan gejala depresi setelah pengobatan ketamin jangka panjang pada

pasien CRPS [4]. Kemungkinan, efek antidepresan ketamin pada pasien nyeri

kronis hanya bersifat sementara. Penelitian lebih lanjut mengenai masalah penting

ini masih diperlukan.

Akhirnya, ada laporan bahwa ketamin memiliki efek anti-inflamatorik,

neuroprotektif dan efek anti-tumor. Laporan-laporan ini (sebagian besar berasal

Page 10: Ketamin Untuk Nyeri Kronik.docx

dari studi eksperimental) merupakan pnenelitian awal terbaik dan uji random

terkontrol yang besar pada pasien nyeri kronis diperlukan untuk menghubungkan

masalah ini

Ketamin – Resiko

Seperti yang disebutkan sebelumnya, sejumlah besar bukti mengenai

resiko ketamin berasal dari penelitian-penelitian mengenai pengguna rekreasional

dan penyalahagunaan kronik ketamin. Tetapi tetap saja, terdapat pula sejumlah

besar bukti dari penelitian terkontrol pada relawan dan pasien-pasien dalam

laporan-laporan kasus yang menggambarkan resiko dan efek samping penggunaan

ketamin.

Penggunaan klinis ketamin

Efek samping dari penggunaan klinis ketamin dapat dibagi menjadi

terkait-SSP, kardiovaskular dan hepatik.

Efek ketamin terkait-SSP. Efek terkait-SSP yang paling penting adalah

psikotropik atau psikogenik. Meskipun efek samping psikogenik terjadi dengan

bergantung pada besaran dosis tetapi efek-efek sampingan ini sudah mulai

bermanifestasi pada dosis yang relatif rendah, yang digunakan dalam pengobatan

nyeri kronis (20-30 mg/jam). Baik persepsi internal maupun eksternal terhadap

realitas dipengaruhi (Gambar 2), menyebabkan halusinasi pendengaran, ide-ide

paranoid, perasaan cemas (serangan panik) dan ketidakmampuan untuk

mengendalikan pikiran (persepsi internal), dan derealization dalam ruang dan

waktu, halusinasi visual, peningkatan persepsi terhadap suara dan warna (persepsi

eksternal). Selain itu, perasaan intens seperti mabuk obat (fly) seringkali dirasakan

oleh beberapa pasien sebagai pengalaman yang sangat tidak menyenangkan,

sementara yang lain memiliki persepsi perasaan euforia intens. Efek samping SSP

lainnya termasuk pusing, penglihatan kabur, vertigo, mual/muntah, disfasia,

nystagmus, mimpi buruk atau vivid dream, gangguan fungsi motorik dan defisit

memori. Efek Psychedelic menurun dengan cepat setelah terminasi pemberian

ketamin, meskipun Bagrove dkk melaporkan bahwa dalam 3 malam setelah

pemberian ketamin kejadian mimpi yang tidak menyenangkan meningkat secara

Page 11: Ketamin Untuk Nyeri Kronik.docx

signifikan dibandingkan dengan plasebo. Mengingat efek ini, ketamine digunakan

untuk menginduksi keadaan menyerupai skizofrenia untuk meneliti sindrom ini

pada relawan sehat. Seperti yang ditulis sebelumnya, pencegahan lengkap efek

psychedelic tidaklah memungkinkan tetapi menjinakkan efek tersebut dapat

dicapai dengan menggunakan benzodiazepin atau agonis reseptor a2-adrenergik

(misalnya clonidine). Penggunaan clonidine terutama, layak diteliti lebih lanjut

karena juga dapat melawan efek stimulasi kardiovaskular ketamin (lihat di bawah)

Suatu analisis kognisi dan fungsi memori selama administrasi ketamin

jangka pendek menunjukkan penurunan memori kerja dan berkurangnya

pengkodean informasi ke dalam memori episodik. Selain itu, berbeda dengan obat

amnestik lainnya, ketamin mengganggu memori semantik. Setelah terminasi infus

ketamin tunggal jangka pendek ini, fungsi memori kembali menjadi normal, yang

menunjukkan bahwa pada pengguna ketamin naif (pertama kali) kehilangan

memori yang diinduksi oleh ketaminbersifat self-terminating. Namun, efek dari

penggunaan jangka panjang ketamin dosis rendah untuk pengobatan nyeri kronis

terhadap fungsi memori masih kurang dipelajari dan akibatnya tidak diketahui

(lihat di bawah). Satu-satunya studi yang meneliti keamanan dari dosis tinggi

jangka panjang ketamin pada pasien CRPS (dosis anestesi selama 5 hari)

menunjukkan bahwa tidak ada cacat kognitif berat. Namun, tidak ada data fungsi

kognitif jangka panjang yang diberikan.

Untuk mengurangi kemungkinan efek samping terkait-SSP yang nyata,

semua pasien harus mendapatkan evaluasi psikiatri yang luas sebelum terapi

ketamine untuk menyingkirkan skizofrenia (dan gangguan terkait) dan depresi

manik (dan gangguan terkait). Juga, pasien dengan riwayat penyalahgunaan obat

harus dikeluarkan dari daftar pengobatan ketamin.

Efek kardiovaskular ketamin. Ketamin memiliki efek inotropik langsung

dan efek stimulatorik tidak langsung terhadap sistem kardiovaskular. Stimulasi

diakibatkan oleh aktivasi sistem simpatetik dan terkait dengan pelepasan

katekolamin sistemik, inhibisi nervus vagus, inhibisi re-uptake norepinefrin pada

saraf perifer dan jaringan non-saraf seperti miokardium, dan pelepasan

norepinefrin dari ganglia simpatik. Depresi miokard diamati setelah infusan dosis

Page 12: Ketamin Untuk Nyeri Kronik.docx

tinggi ketamin atau selama dosis ulangan (dalam beberapa menit sampai beberapa

jam) ketamin. Stimulasi kardiovaskular sudah terjadi setelah infusan dosis rendah

ketamin dan ditandai oleh takikardia, hipertensi sistemik dan pulmonal, dan

peningkatan curah jantung dan konsumsi oksigen miokard.Oleh karena itu, data

ini menunjukkan bahwa pemantauan diperlukan ketika merawat pasien nyeri

kronis dengan penyakit jantung dengan terapi ketamine dosis rendah. Terapi

dengan clonidine ataupun penghambat β-adrenoreseptor yang meningkatkan

hemodinamik setelah terapi ketamin, tampak logis, tetapi belum diteliti sejauh ini.

Efek hepatik ketamin Ada beberapa laporan yang menunjukkan

peningkatan profil enzim hati setelah terapi ketamin anestesi dan subanaesthetic.

Sebagai contoh, dalam uji random terkontrol, Noppers dkk mengamati bahwa

paparan kedua terhadap S-ketamin hanya 3 minggu setelah pengobatan 100 jam

padapasien CRPS-1 menyebabkan peningkatan enzim hati yang besarannya

menyebabkanmenyebabkanuji dihentikan. Pada tiga dari enam pasien yang

diobati, transaminase alanin, alkaline phosphatase, aspartat transaminase dan g-

glutamil transferase semuanya meningkat tiga kali di atas batas normal. Setelah

penghentian infus ketamin enzim perlahan-lahan kembali normal (nilai normal

dicapai dalam waktu 3 bulan). Observasi serupa dibuat oleh peneliti lainnya,

menggunakan dosis rendah berulang atau infusan dosis tinggi kontinu ketamin

dengan peningkatan enzim hati pada sekitar 10% pasien yang kemudian kembali

normal dalam waktu 3 bulan. Mekanisme kerusakan hati yang diinduksi ketamin

tidak sepenuhnya dipahami. Faktor yang memungkinkan termasuk penurunan

hantaran oksigen hati, meningkatkan peroksidasi lipid dengan pembentukan

radikal bebas dan hepatitis alergi. Terlepas dari mekanisme ini, data menunjukkan

bahwa penggunaan infus ketamin berulang memerlukan follow up enzim hati

yang cermat dan terminasi pengobatan, jika terjadi kerusakan hati. Desain terapi

tunggal tampaknya kurang merusak hati. Misalnya dalam studi Sigtermans dkk,

tidak terdapat peningkatan enzim hati yang terdeteksi pada 50 pasien yang

menerima infus tunggal 100 jam ketamin.

Data klinis Dalam praktek klinis, ketamin dianggap aman, dan secara

umum, efek samping dapat ditoleransi dengan baik. Kami baru-baru ini dirawat

Page 13: Ketamin Untuk Nyeri Kronik.docx

50 pasien CRPS-1 dengan terapi intravena ketamin dosis rendah 100 jam dan

menyimpulkan bahwa manfaat dari pemberian ketamin melebihi risikonya.

Cvrcek mengevaluasi efek samping dari pengobatan ketamin oral 3 bulan (30 mg

lima x sehari) pada pasien dengan polineuropati diabetes dan neuralgia post-

herpetik. Mengantuk dan pusing merupakan efek samping yang paling umum

terjadi pada masing-masing 25% dan 22% pasien, diikuti dengan sedasi (19%),

mulut kering (19%), mual dan muntah (9%) dan penurunan memori (9%). Selama

masa penelitian 16% menarik diri dari pengobatan karena kegagalan terapi dan

13% lainnya karena efek samping yang tidak dapat ditoleransi seperti pusing,

sedasi, mual dan muntah. Cvrcek menyimpulkan bahwa pengobatan ketamin,

meskipun tidak optimal, tetapi dapat diterima untuk terapi nyeri kronis.

Penggunaan rekreasional ketamin

Meskipun efek samping psychedelic membatasi penggunaan ketamine

dalam praktek klinis, tetapi hal inimerupakanpenyebab utama popularitas ketamin

dalam dunia narkoba. Ketamine lebih menyebabkan psikologis ketimbang

ketergantungan fisik karena tidak ditemukan statuswithdrawal(putus zat) fisik

setelah terhentinya penyalahgunaan jangka panjang. Di Inggris, ketamin

merupakan obat kelas C (sejak 2006). Di AS, ketamine ditempatkan dalam

Schedule IIIdalam Undang-Undang Pengendalian Zat AS. Ketamine ditelan,

dihirup atau disuntikkan pada dosis yang relatif tinggi dan efeknya (fly)

berlangsung selama tidak lebih dari 2 jam. Ketika efek disosiatif ketamin menjadi

beratkondisipengguna seringkali disebut sebagai K-hole di mana gejala

menyerupai skizofrenia mendominasi dengan persepsi yang dirasakan benar-benar

terpisah dari realitas (seperti pengalaman menjelang kematian). Pada dosis yang

lebih rendah, ketamin menginduksi kondisi disosiasi ringan dengan halusinasi

vivid (hidup) dan distorsi ruang dan waktu (seperti menyatu dengan lingkungan

dan perasaan keluar dari tubuh).

Pasien mungkin datang dengan berbagai gejala di unit gawat darurat (ED).

Sebagai contoh, sebuah penelitian di AS pada 20 pasien menunjukkan bahwa

sebagian besar penyalahguna ketamin mengunjungi ED dengan keluhan

kecemasan, nyeri dada, jantung berdebar, kebingungan dan hilangnya memori.

Page 14: Ketamin Untuk Nyeri Kronik.docx

Gejala fisik yang ditemukan adalah hipertensi, takikardia, nystagmus, maka

halusinasi dan bicara cadel/gagu. Dalam sebuah studi ED di China (Hong Kong)

yang meninjau 233 kasus penyalahgunaan ketamin, gejala yang paling penting

termasuk gangguan kesadaran (45%), nyeri perut (21%), gejala saluran kemih

bawah (12%) dan pusing (12 %). Beberapa pasien gelisah, agresif dan

menunjukkan perilaku paranoid. Selain itu, karena depersonalisasi dan derealisasi

pasien lebih rentan terhadap automutilasi. Manajemen toksisitas akut ketamine

bersifat suportif dan gejala biasanya sembuh secara spontan dalam beberapa jam.

Hasil (luaran) yang fatal jarang dilaporkan dan jika terjadi, seringkali

berhubungan dengan aspirasi cairan lambung.

Sebuah temuan penting pada pengguna rekreasionalketamin yang tidak

dilaporkan oleh pasien-pasien klinis adalah terjadinya gejala-gejala urologis. Pada

pencandu frequent (yang sering), ketamine dapat menyebabkan sistitis ulseratif

yang muncul dengan gejala urgensi tinggi dan frekuensi urinasi, disuria,

inkontinensia dan hematuria. Mak dkk menunjukkan bahwa pengguna ketamine

yang menyalahgunakan ketamin lebih dari 2 tahun dengan setidaknya tiga kali

seminggu, telah mengubah fungsi kandung kemih dengan keluhan urologis yang

terkadang berat. Etiologi cystitis ulseratif yang diinduksi ketamin tidak jelas,

tetapi tampaknya terkait dengan frekuensipenyalahgunaan. Dalam tiga seri kasus

retrospektif yang meliputi 93 pasien dengan gejala urologis karena

penyalahgunaan ketamin, berkurangnya volume kandung kemih dilaporkan pada

33% dan hidronefrosis pada 50%. Berkurangnyavolume kandung kemih dikaitkan

dengan penebalan dinding kandung kemih, instabilitas detrusor dan

refluksvesikoureter. Gagal ginjal akut sekunder akibat masalah urologis ini telah

dilaporkan. Sebagian besar, gejala urologis membaik setelah terhentinya

penggunaan ketamine. Namun setelah penyalahgunaan jangka panjang gejala

dapatmuncul dalam jangka waktu yang lama setelah penghentian obat. Selain itu

juga, sistem organ lain tampaknya akan terpengaruh oleh penyalahgunaan ketamin

jangka panjang. Beberapa laporan mendapatkan dilatasi traktus bilier yang

diinduksi oleh ketamin dengan nilai enzim hati yang abnormal yang sesuai dengan

obstruksi post-hepatiktanpa disertai adanya suatu lesi yang obstruktif.

Page 15: Ketamin Untuk Nyeri Kronik.docx

Selanjutnya, Poon dkk mengidentifikasi bahwa dari 37 penyalahguna ketamine

dengan keluhan urologis, 28 pasien juga mengalami gejala gastro-intestinal bagian

atas. 14 dari 28 pasien menjalani endoskopi saluran cerna atas yang menunjukkan

gastritis pada 12 pasien dan gastroduodenitis dalam satu pasien.

Bertantangan dengan penggunaan klinis ketamin, penyalahgunaan ketamin

berhubungan dengan defek fungsi memori yang menetap setelah terhentinya

penggunaan. Juga, adanya gejala-gejala menyerupai skizotipal seperti pikiran

delusional, kondisi takhayul, disosiasi dan depresi mungkin menetap atau rekuren

secara reguler (yaitu K-holeflash-back). Hal ini menunjukkan kerusakan yang

lebih permanen pada otak penyalahguna ketamin berulang. Bukti bahwa ketamin

adalah neurotoksik berasal dari studi hewan yang menunjukkan apoptosis

neurodegenerasi diinduksi oleh NMDAR antagonis dalam otak tikus yang sedang

berkembang. Cedera saraf disebabkan oleh hilangnya kemampuan hambatan jalur

inhibitorik yang menyebabkan peningkatan aktivitas neuronal eksitatorik. Obat-

obatan seperti benzodiazepin dan agonis α2-adrenoseptor telah menunjukkan efek

protektif dalam perkembangan kerusakan saraf. Pada orang dewasa, efek toksik

dari ketamin pada otak diamati oleh Liao dkk dalam dua penelitian. Mereka

membandingkan volume otak penyalahguna ketamin kronis dengan relawan sehat

dan menemukan berkurangnya volume substansia grisea dan alba di korteks

frontal bilateral dan degenerasi substansia alba di korteks temporoparietal kiri

pada pecandu ketamin. Perubahan-perubahan dalam otak ini dapat berhubungkan

dengan defek memori pada relawan sehat (efek terhadap pekerjaan, memori

episodik dan semantik) dan gejala-gejala schizotipikal.

Secara keseluruhan, data ini menunjukkan efek berbahaya dari ketamin

bila digunakan dalam kondisi yang tidak terkendali. Memperihtungkan efek buruk

dari ketamin untuk penggunaan dalam kondisi-kondisi klinis merupakan hal yang

sulit, karena efek yang diamati pada pengguna narkoba frequent(yang sering) juga

muncul setelah penggunaan ketamindosis tinggi. Kontaminasi dari obat dengan

bahan lain juga mungkin memainkan peranan. Selain itu, sulit untuk menentukan

apakah semua efek ini secara langsung terkait dengan penggunaan ketamine,

karena pengguna narkoba sering menyalahgunakan beberapa obat-obatan secara

Page 16: Ketamin Untuk Nyeri Kronik.docx

bersamaan (misalnya XTC, kokain). Namun, kami juga harus mengingat bahwa

pasien nyeri kronis, yang diterapi dengan ketamine untuk waktu yang cukup lama,

mungkin mengalami efek samping yang serupa. Oleh karena itu, pasien harus

dimonitor dan terapi ketamine harus segera terminasi ketika efek samping yang

berat yang ditemui.

Kesimpulan

Terdapat bukti bahwa pengobatan jangka panjang nyeri kronis (terutama

nyeri dengan komponen neuropatik) dengan ketamine akan menyebabkan redanya

nyeri jangka panjang, meskipun bukti berasal hanya dari sejumlah RCT (n = 3).

Yang terpenting adalah bahwa tidak terdapat pengaruh terhadap fungsi atau gejala

depresi yang ditemui. Namun, walaupun pengobatan ketamin terkait dengan

berbagai efek samping (termasuk gejala terkait-SSP [berkembangnya kondisi

menyerupai-skizofrenia, mengantuk, pusing, teler/fly, defek memori], stimulasi

jantung dan pada sebagian kecil pasien, cedera hati), tetapi

merupakanpertimbangan dari dokter yang merawat (dan pada banyak kasus dari

pasien) apakah manfaat yang didapatkan lebih besar daripada risiko pada populasi

pasien tertentu. Untuk memperkuat pertimbangan tersebut, tambahan studi

terkontrol plasebo atau pembanding aktif diperlukan untuk mambuktikan bahwa

memang infusan ketamin berkepanjangan menghasilkan analgesia jangka panjang

dengan risiko yang dapat diterima: rasio manfaat (yang diukur dengan indeks

komposit yang memperhitungkan parameter hasil). Tambahan risiko ketamin

telah ditemui pada pengguna ketamin rekreasional: gejala urologis dan perilaku

skizotipikal dan defek memori persisten atau rekuren. Meskipun kami tidak dapat

memperkirakan temuan efek samping para pengguna ketamine rekuren- yang

seringkali dengandosis tinggi - inipada pasien kami, tetapi efek jangka panjang

ketamin yang mungkin terjadi pada pasien nyeri kronis berupa gangguan memori

dan kognisi perlu diteliti lebih lanjut. Sampai bukti yang pasti diperoleh bahwa

manfaat dari ketamine lebih besar dari risikonya, kami berpendapat bahwa

pemberian ketamin harus dibatasi untuk pasien dengan nyeri neuropatik berat dan

nyeri neuropatik yang resisten terhadap terapi, seperti dalam kasus nyeri CRPS

Page 17: Ketamin Untuk Nyeri Kronik.docx

refrakter. Oleh karena itu, sampai bukti lebih lanjut dapat ditambahkan, ketamin

tidak boleh dianggap sebagai pilihan pertama atau kedua dalam terapikondisi

nyeri neuropatik, terlepas dari apapun penyebabnya.

Masalah terakhir adalah kenyataan bahwa pasien-pasien nyeri kronis

dirawat di bangsal. Hal ini menguras biaya dan terdapat pula kebutuhan mendesak

akanpreparat ketamin oral atau transmucosal dapat diandalkan. Namun,

penggunaan ketamine di luar rumah sakit harus dibayar dengan kurangnya

kemampuan untuk memonitor pasien selama pengobatan dan meningkatnya

probabilitas toksisitas dan penyalahgunaan. Rejimen dosis cerdas (smart dosing

regimen) , pelatihanpasien (dan dokter), kontak pasien-dokter yang sering dan

pemantauan ketat dari penyedia obat diperlukan untuk suksesnya pengobatan

ketamin di rumah sendiri (mandiri).

Page 18: Ketamin Untuk Nyeri Kronik.docx

REFERENSI

1. Okie S. A flood of opioids, a rising tide of deaths. N Engl J Med 2010; 363:

1981–5.

2. Dworkin RH, O’Connor AB, Audette J, Baron R, Gourlay GK, Haanpää ML,

Kent JL, Krane EJ, Lebel AA, Levy RM,Mackey SC,Mayer J,Miaskowski C,

Raja SN, Rice AS, Schmader KE, Stacey B, Stanos S, Treede RD, Turk

DC,Walco GA,Wells CD. Recommendations for the pharmacological

management of neuropathic pain: an overview and literature update. Mayo

Clin Proc 2010; 85: S3–14.

3. Finnerup NB, Otto M,McQuay HJ, Jensen TS, Sindrup SH. Algorithm for

neuropathic pain treatment: an evidence based proposal. Pain 2005; 118:

289–305.

4. Sigtermans MJ, van Hilten JJ, Bauer MCR, Arbous MS, Marinus J, Sarton

EY, Dahan A. Ketamine produces effective and long-term pain relief in

patients with Complex Regional Pain Syndrome Type 1. Pain 2009; 145:

304–11.

5. Eide PK, Jorum E, Stubhaug A, Bremnes J, Breivik H. Relief of post-herpetic

neuralgia with the N-methyl-D-aspartic acid receptor antagonist ketamine: a

double-blind, cross-over comparison with morphine and placebo. Pain 1994;

58: 347–54.

6. Kvarnstrom A, Karlsten R, Quiding H, Emanuelsson BM, Gordh T. The

effectiveness of intravenous ketamine and lidocaine on peripheral neuropathic

pain. Acta Anaesthesiol Scand 2003; 47: 868–77.

7. Coppel DL, Bovill JG, Dundee JW. The taming of ketamine. Anaesthesia

1973; 28: 293–6.

8. Domino EF. Taming the ketamine tiger. Anesthesiology 2010; 113: 876–86.

9. Noppers I, Niesters M, Aarts L, Smith T, Sarton E, Dahan A. Ketamine for

the treatment of chronic non-cancer pain. Expert Opin Pharmacother 2010;

11: 2417–29.

Page 19: Ketamin Untuk Nyeri Kronik.docx

10. Yanagihara Y, Ohtani M, Kariya S, Uchino K, Hiraishi T, Ashizawa N,

Aoyama T, Yamamura Y, Yamada Y, Iga T. Plasma concentration profiles of

ketamine and norketamine after administration of various ketamine

preparations to healthy Japanese volunteers. Biopharm Drug Dispos 2003; 24:

37–43.

11. Reves JG, Glass PSA, Lubarsky DA,McEvoy MD. Intravenous nonopioid

anesthetics. In:Miller’s Anesthesia, 6th edn, ed. Miller RD. Philadelphia, PA:

Elsevier, Churchill, Livingstone, 2005; 319.

12. Sigtermans M, Dahan A, Mooren R, Bauer M, Kest B, Sarton E, Olofsen E.

S(+)-ketamine effect on experimental pain and cardiac output: a population

pharmacokinetic-pharmacodynamic modeling study in healthy volunteers.

Anesthesiology 2009; 111: 892–903.

13. Schüttler J, Stanski DR, White PF, Trevor AJ, Horai Y, Verotta D, Sheiner

LB. Pharmacodynamic modeling of the EEG effects of ketamine and its

enantiomers in man. J Pharmacokinet Biopharm 1987; 15: 241–53.

14. Herd DW, Anderson BJ, Keene NA, Holford N. Investigating the

pharmacodynamics of ketamine in children. Ped Anesth 2008; 18: 36–42.

15. Dahan A, Olofsen E, Sigtermans M, Noppers I, Niesters M, Aarts L, Bauer

M, Sarton E. Population pharmacokinetic-pharmacodynamic modeling of

ketamine-induced pain relief of chronic pain. Eur J Pain 2011; 15: 258–67.

16. Hijazi Y, Boulieu R. Contribution of CYP3A4, CYP2B6, and CYP2C9

isoforms to N-demethylation of ketamine in human liver microsomes. Drug

Metab Dispos 2002; 30: 853–8.

17. Leung LY, Baillie TA. Comparative pharmacology in the rat of ketamine and

its two principal metabolites, norketamine and (Z)-6-hydroxynorketamine. J

Med Chem 1986; 29: 2396–9.

18. Woolf TF, Adams JD. Biotransformation of ketamine, (Z)-6-

hydroxyketamine, and (E)-6-hydroxyketamine by rat, rabbit, and human liver

microsomal preparations. Xenobiotica 1987; 17: 839–47.

Page 20: Ketamin Untuk Nyeri Kronik.docx

19. Hagelberg NM, Peltoniemi MA, Saari TI, Kurkinen KJ, Laine K, Neuvonen

PJ, Olkkola KT. Clarithromycin, a potent inhibitor of CYP3A, greatly

increases exposure to oral S-ketamine. Eur J Pain 2010; 14: 625–29.

20. Noppers I, Olofsen E, Niesters M, Aarts L,Mooren R, Dahan A, Kharasch E,

Sarton E. Effect of rifampicin on S-ketamine and S-norketamine plasma

concentrations in healthy volunteers after intravenous S-ketamine

administration. Anesthesiology 2011; 114: 1435–45.

21. Olofsen Olofsen E, Noppers I, Niesters M, Kharasch E, Aarts L, Sarton E.

Estimation of the contribution of norketamine to ketamine-induced acute pain

relief and neurocognitive impairment in healthy volunteers. Anesthesiology

2012; 117: 353–64.

22. Goldberg ME, Torjman MC, Schwartzman RJ,Mager DE, Wainer IW.

Pharmacodynamic profiles of ketamine (R)- and (S)- with 5-day inpatient

infusion for the treatment of complex regional pain syndrome. Pain Physician

2010; 13: 379–87.

23. Petrenko AB, Yamakura T, Baba H, Shimoji K. The role of N-methyl-D-

aspartate (NMDA) receptors in pain: a review. Anesth Analg 2003; 97: 1108–

16.

24. Marchand F, Perretti M,McMahon SB. Role of immune system in chronic

pain. Nat Rev Neurosci 2005; 6: 521–32.

25. Watkins LR,Maier SF. Immune regulation of central nervous system

functions: from sickness responses to pathological pain. J Int Med 2005; 257:

139–55.

26. Costigan M, Scholz J,Woolf CJ. Neuropathic pain: a maladaptive response of

the nervous system to damage. Annu Rev Neurosci 2009; 32: 1–32.

27. Ossipov MH, Dussor GO, Porreca F. Central modulation of pain. J Clin

Invest 2010; 120: 3779–87.

28. Woolf CJ. Central sensitization: implications for the diagnosis and treatment

of pain. Pain 2011; 152: S2–15.

29. Niesters M, Khalili-Mahani N,Martini C, Aarts L, van Gerven J, van Buchem

MA, Dahan A, Rombouts S. Effect of subanesthetic ketamine on intrinsic

Page 21: Ketamin Untuk Nyeri Kronik.docx

functional brain connectivity: a placebo controlled functional magnetic

resonance imaging study in healthy volunteers. Anesthesioloy 2012; 117:

868–77.

30. Niesters M, Aarts L, Sarton E, Dahan A. Influence of ketamine and morphine

on descending pain modulation in chronic pain patients: a randomized

placebo controlled cross-over study. Br J Anaesth 2013. [Epub ahead of

print].

31. Hirota K, Lambert DG. Ketamine: new uses for an old drug? Br J Anaesth

2011; 107: 123–6.

32. Wolff K, Winstock AR. Ketamine: from medicine to misuse. CNS drugs

2006; 20: 199–218.

33. Sarton E, Teppema LJ, Olievuer C, Nieuwenhuijs D,Matthes HWD, Kieffer

BL, Dahan A. The involvement of the m-opioid receptor in ketamine-induced

respiratory depression and antinociception. Anesth Analg 2001; 93: 1495–

500.

34. Boyce S,Wyatt A,Webb JK, O’Donnell R,Mason G, Rigby M, Sirinathsinghji

D, Hill RG, Rupniak NM. Selective NMDA NR2B Ketamine risks and

benefits Br J Clin Pharmacol / 77:2 / 365 antagonists induce antinociception

without motor dysfunction: correlation with restricted localisation of NR2B

subunits in dorsal horn. Neuropharmacology 1999; 38: 611–23.

35. Niesters M, Dahan A, Swartjes M, Noppers I, Fillingim RB, Aarts L, Sarton

EY. Effect of ketamine on endogenous pain modulation in healthy volunteers.

Pain 2011; 152: 656–63.

36. Noppers I, Niesters M, Swartjes M, Bauer M, Aarts L, Geleijnse N, Mooren

R, Dahan A, Sarton E. Absence of long-term analgesic effect from a short-

term S-ketamine infusion on fibromyalgia pain: a randomized, prospective,

double blind, active placebo-controlled trial. Eur J Pain 2011; 15: 942–9.

37. Schwartzman RJ, Alexander GM, Grothusen JR, Paylor T, Reichenberger E,

Perreault M. Outpatient intravenous ketamine for the treatment of complex

regional pain syndrome: a double-blind placebo controlled study. Pain 2009;

147: 107–15.

Page 22: Ketamin Untuk Nyeri Kronik.docx

38. Amr YM. Multi-day low dose ketamine infusion as adjuvant to oral

gabapentin in spinal cord injury related chronic pain: a prospective,

randomized, double blind trial. Pain Physician 2010; 13: 245–9.

39. Wilson JA, Nimmo AF, Fleetwood-Walker SM, Colvin LA. A randomised

double blind trial of the effect of pre-emptive epidural ketamine on persistent

pain after lower limb amputation. Pain 2008; 135: 108–18.

40. Mendola C, Cammarota G, Netto R, Cecci G, Pisterna A, Ferrante D, Casadio

C, Della Corte F. S(+)-ketamine for control of perioperative pain and

prevention of Post Thoracotomy Pain Syndrome: a randomized, double blind

study.Minerva Anestesiol 2012; 78: 757–66.

41. Dualé C, Sibaud F, Guastella V, Vallet L, Gimbert YA, Taheri H, Filaire M,

Schoeffler P, Dubray C. Perioperative ketamine does not prevent chronic pain

after thoracotomy. Eur J Pain 2009; 13: 497–505.

42. Bell RF, Dahl JB, Moore RA, Kalso E. Perioperative ketamine for acute

postoperative pain. Cochrane Database Syst Rev 2006; (1): CD004603.

43. Bell RF, Eccleston C, Kalso E. Ketamine as adjuvant to opioids for cancer

pain. A qualitative systematic review. J Pain Symptom Manage 2003; 26:

867–75.

44. Juni A, Klein G, Kest B. Morphine hyperalgesia in mice is unrelated to opioid

activity, analgesia, or tolerance: evidence for multiple diverse hyperalgesic

systems. Brain Res 2006; 1070: 35–44. Juni A, Klein G, Pintar JE, Kest B.

Nociception increases during opioid infusion in opioid receptor triple knock-

out mice. Neuroscience 2007; 147: 439–44.

45. van Dorp E, Kest B, Kowalczyk WJ, Morariu AM,Waxman AR, Arout CA,

Dahan A, Sarton E. Morphine-6b-glucuronide rapidly increases pain

sensitivity independently of opioid receptor activity in mice and humans.

Anesthesiology 2009; 110: 1356–63.

46. Berman RM, Cappiello A, Anand A, Oren DA, Heninger GR, Charney DS,

Krystal JH. Antidepressant effects of ketamine in depressed patients. Biol

Psychiatry 2000; 47: 351–4.

Page 23: Ketamin Untuk Nyeri Kronik.docx

47. Zarate CA, Singh JB, Carlson PJ, Brutsche NE, Ameli R, Luckenbaugh DA,

Charney DS,Manji HK. A randomized trial of an N-methyl-D-aspartate

antagonist in treatment-resistant major depression. Arch Gen Psychiatry

2006; 63: 856–64.

48. Li N, Lee B, Liu RJ, Banasr M, Dwyer JM, Iwata M, Li XY, Aghajanian G,

Duman RS. mTOR-dependent synapse formation underlies rapid

antidepressant effects of NMDA antagonists. Science 2010; 329: 959–64.

49. Bowdle AT, Radant AD, Cowley DS, Kharash ED, Strassman RJ, Ray-Byrne

PP. Psychedelic effects of ketamine in healthy volunteers. Anesthesiology

1998; 88: 82–8.

50. Pomarol-Clotet E, Honey GD, Murray GK, Corlett PR, Absalom AR, Lee

M,McKenna PJ, Bullmore ET, Fletcher PC. Psychological effects of

ketamine in healthy volunteers. Phenomenological study. Br J Psychiatry

2006; 189: 173–9.

51. Coull JT, Morgan H, Cambridge VC,Moore JW, Giorlando F, Adapa R,

Corlett PR, Fletcher PC. Ketamine perturbs perception of the flow of time in

healthy volunteers. Psychopharmacology 2011; 218: 543–56.

52. Morgan CJ, Curran VH. Acute and chronic effects of ketamine upon human

memory: a review. Psychopharmacology 2006;188: 408–24.

53. Cvrcˇek P. Side effects of ketamine in the long-term treatment of neuropathic

pain. Pain Med 2008; 9: 253–7.

54. Blagrove M,Morgan CJ, Curran VH, Bromley L, Brandner B. The incidence

of unpleasant dreams after sub-anaesthetic ketamine. Psychopharmacology

2009; 203: 109–20.

55. Stefanovic A, Brandner B, Klaassen E, Cregg R, Nagaratnam M, Bromley

LM, Das RK, Rossell SL, Morgan CJ, Curran HV. Acute and chronic effects

of ketamine on semantic priming: modeling schizophrenia? J Clin

Psychopharmacol 2009; 29:124–33.

56. Honey GD, O’Loughlin C, Turner DC, Pomarol-Clotet E, Corlett PR,

Fletcher P. The effects of a subpsychotic dose of ketamine on recognition and

source memory for agency: implications for pharmacological modeling of

Page 24: Ketamin Untuk Nyeri Kronik.docx

core symptoms of schizophrenia. Neuropsychopharmacology 2006; 31: 413–

23.

57. Bergman SA. Ketamine: review of its pharmacology and its use in pediatric

anesthesia. Anesth Prog 1999; 46: 10–20.

58. Morgen CJ, Rossell S, Pepper F, Smart J, Blackburn J, Brandner B, Curran

HV. Semantic priming after ketamine acutely in healthy volunteers and

following chronic self-administration in substance users. Biol Psychiatry

2006; 59: 265–72.

59. Morgan CJ, Mofeez A, Brandner B, Bromley L, Curran VH. Acute effects of

ketamine on memory systems and psychotic symptoms in healthy volunteers

Neuropsychopharmacology 2004; 29: 208–18.

60. Adler CM, Goldberg TE,Malholtra AK, Pickar D, Breier A. Effects of

ketamine on thought disorder, working memory, and semantic memory in

healthy volunteers. Biol Psychiatry 1998; 43: 811–6.

61. Koffler SP, Hampstead BM, Irani F, Tinker KRT, Rohr P, Schwartzman RJ.

The neurocognitive effects of 5 day M. Niesters et al. 366 / 77:2 / Br J Clin

Pharmacol anesthetic ketamine for the treatment of refractory complex

regional pain syndrome. Arch Clin Neuropsychol 2007; 22: 919–29.

62. Timm C, Linstedt U,Weiss T, Zenz M,Maier C. Sympathicomimetische

Effekte auch bei niedriger Dosierung von Esketamin. Anaesthetist 2008; 57:

338–46.

63. Kalsi SS,Wood DM, Dargan PI. The epidemiology and patterns of acute and

chronic toxicity associated with recreational ketamine use. Emerg Health

Threats J 2011; 4: 7107. doi: 10.3402/ehtj.v4i0.7107.

64. Blunnie WP, Zacharias M, Dundee JW, Doggart JR, Moore J, McIlroy PD.

Liver enzymes with continuous intravenous anaesthesia. Anaesthesia 1981;

36: 152–6.

65. Dundee JW, Fee JP, Moore J,McIlroy PD, Wilson DB. Changes in serum

enzyme levels following ketamine infusions. Anaesthesia 1980; 35: 12–6.

66. Kiefer RT, Rohr P, Ploppa A, Dietrich HJ, Grothusen J, Koffler S, Altemeyer

KH, Unertl K, Schwartzman RJ. Efficacy of ketamine in anesthetic dosage

Page 25: Ketamin Untuk Nyeri Kronik.docx

for the treatment of refractory complex regional pain syndrome: an open-label

phase II study. Pain Med 2008; 9: 1173–201.

67. Noppers IM, Niesters M, Aarts LP, Bauer MC, Drewes AM, Dahan A, Sarton

E. Drug-induced liver injury following a repeated course of ketamine

treatment for chronic pain in CRPS type 1 patients: a report of 3 cases. Pain

2011; 152: 2173–8.

68. Weiner AL, Vieira L,McKay CA Jr, Bayer MJ. Ketamine abusers presenting

to the emergency department: a case series. J Emerg Med 2000; 18: 447–51.

69. Ng SH, Tse ML, Ng HW, Lau FL. Emergency department presentation of

ketamine abusers in Hong Kong: a review of 233 cases. Hong Kong Med J

2010; 16: 6–11.

70. Morgan CJ, Curran VH. Ketamine use: a review. Addiction 2011; 107: 27–

38.

71. Middela S, Pearce I. Ketamine-induced vesicopathy: a literature review. Int J

Clin Pract 2011; 65: 27–30.

72. Mak SK, Chan MT, Bower WF, Yip SK, Hou SS,Wu BB,Man CY. Lower

urinary tract changes in young adults using ketamine. J Urol 2011; 186: 610–

4.

73. Chu PS,Ma WK,Wong SC, Chu RW, Cheng CH,Wong S, Tse JM, Lau FL,

Yiu MK,Man CW. The destruction of the lower urinary tract by ketamine

abuse: a new syndrome? BJU Int 2008; 102: 1616–22.

74. Mason K, Cottrell AM, Corrigan AG, Gillatt DA,Mitchelmore AE.

Ketamine-associated lower urinary tract destruction: a new radiological

challenge. Clin Radiol 2010; 65: 795–800.

75. Tsai TH, Cha TL, Lin CM, Tsao CW, Tang SH, Chuang FP,Wu ST, Sun GH,

Yu DS, Chang SY. Ketamine-associated bladder dysfunction. Int J Urol

2009; 16: 826–9.

76. Cheung RY, Chan SS, Lee JH, Pang AW, Choy KW, Chung TK. Urinary

symptoms and impaired quality of life in female ketamine users: persistence

after cessation of use. Hong Kong Med J 2011; 17: 267–73.

Page 26: Ketamin Untuk Nyeri Kronik.docx

77. Lo RS, Krishnamoorthy R, Freeman JG, Austin AS. Cholestasis and biliary

dilatation associated with chronic ketamine abuse: a case series. Singapore

Med J 2011; 52: e52–5.

78. Wong SW, Lee KF,Wong J, Ng WW, Cheung YS, Lai PB. Dilated common

bile ducts mimicking choledochal cysts in ketamine abusers. Hong Kong Med

J 2009; 15: 53–6.

79. Poon TL,Wong KF, Chan MY, Fung KW, Chu SK,Man CW, Yiu MK, Leung

SK. Upper gastrointestinal problems in inhalational ketamine abusers. J Dig

Dis 2010; 11: 106–10.

80. Curran VH, Monaghan L. In and out of the K-hole: a comparison of the acute

and residual effects of ketamine infrequent and infrequent ketamine users.

Addiction 2001; 96: 749–60.

81. Morgan CJ, Riccelli M,Maitland CH, Curran VH. Long-term effects of

ketamine: evidence for a persisting impairment of source memory in

recreational users. Drug Alcohol Depend 2004; 75: 301–8.

82. Morgan CJ, Monaghan L, Curran VH. Beyond the K-hole: a 3-year

longitudinal investigation of the cognitive and subjective effects of ketamine

in recreational users who have substantially reduced their use of the drug.

Addiction 2004; 99: 1450–61.

83. Freeman TP, Morgan CJ, Klaassen E, Das RK, Stefanovic A, Brandner B,

Curran VH. Superstitious conditioning as a model of delusion formation

following chronic but not acute ketamine in humans. Psychopharmacology

2009; 206: 563–73.

84. Sikker W, Zou X, Hotchkins CE, Divine RL, Sadovova N, Twaddle NC,

Doerge DR, Scallet AC, Patterson TA, Hanig JP, Paule MG,Wang C.

Ketamine-induced neuronal cell death in perinatal rhesus monkey. Toxicol

Sci 2007; 98: 145–58.

85. Jevtovic-Todorovic V, Carter LB. The anesthetics nitrous oxide and ketamine

are more neurotoxic to old than to young rat brains. Neurobiol Aging 2005;

26: 947–56.

Page 27: Ketamin Untuk Nyeri Kronik.docx

86. Liao Y, Tang J, Corlett PR,Wang X, Yang M, Chen H, Liu T, Chen X, Hao

W, Fletcher PC. Reduced dorsal frontal gray matter after chronic ketamine

use. Biol Psychiatry 2011; 69: 42–8.

87. Liao Y, Tang J,Ma M,Wu Z, Yang M,Wang X, Liu T, Chen X, Fletcher PC,

Hao W. Frontal white matter abnormalities following chronic ketamine use: a

diffusion tensor imaging study. Brain 2010; 133: 2115–22.