Upload
faradiba-febriani
View
148
Download
6
Embed Size (px)
DESCRIPTION
2011
Citation preview
Tugas Mandiri
Oleh : Galuh Anidya pratiwi (1102011111)
Kelompok : A-6
SASARAN BELAJAR:
LO.1. Memahami dan menjelaskan anatomi makroskopis dan mikroskopis saluran
nafas atas.
1.1.Makroskopis
1.2.Mikroskopis
LO.2. Memahami dan menjelaskan fisiologi pernapasan.
LO.3. Memahami dan menjelaskan Rhinitis Allergi.
3.1 Definisi
3.2 Etiologi
3.3 Patofisiologi
3.4 Manifestasi klinik
3.5 Diagnosis
3.6 Penatalaksanaan
3.7 Pencegahan
3.8 Komplikasi
3.9 Prognosis
LO.4. Memahami anatomi pernafasan menurut agama islam.
4.1 Adab bersin
4.2.Adab menguap dalam islam
4.3 Adab bersendawa
4.4 Istinsyak
1. Memahami dan menjelaskan anatomi makroskopis dan mikroskopis saluran
nafas atas.
1.1. Makroskopis
Skema respiratorius
Udara masuk ke nares anterior vestibulum nasi cavum nasi udara keluar dari
cabum nasi ke nares posterior masuk nasopharinx melewati oropharinx epiglottis
membuka aditus laryngis daerah larynx trachea masuk bronkus primer bronkus
sekunder bronkus segmentalis bronkus terminalis bronkiolus respiratori organ paru
duktus alveolaris alveolus alveoli terjadi difusi oksigen dan karbondioksida.
Saluran napas bagian atas
Nares
Terbentuk oleh tulang rawan,tulang sejati,dan otot Bagiannya adalah :
Nares anterior
Vestibulum nasi
Cavum nasi
Terletak dari nares anterior sampai nares posterior, dengan alat-alat yang terdapat
di dalamnya yaitu :
Concha nasalis superior
Concha nasalis media
Concha nasalis inferior
Meatus nasi superior
Metaus nasi media
Meatus nasi inferior
Septum nasi (os vomer,lamina perpendicularis os ethmoidalis,cartilage septi nasi)
Pada cavum nasi terdapat 3 buah konka nasalis yaitu :
Konka nasalis superior,media,dan inferior dan pada konka nasalis ini terdapat
saluran yg disebut meatus nasalis. Pada nasopharinx terdapat saluran yg
menghubungkan antara nasopharinx dengan cavum timpani yg disebut OPTA.
Terdapar pula SINUS paranasal yg terdiri dari :
Sinus paranasal
Sinus maxillaris
Sinus ethmoidalis
Sinus sphenoidalis
Persarafan hidung
Persarafan sensorik dan sekremotorik hidung:
Bagian depan dan atas cavum nasi mendapat persarafan sensoris dari cabang
nervous opthalmicus (V.1). Bagian lainnya termasuk mukosa hidung dipersarafi
oleh ganglion sfenopalatinum.
Daerah nasofaring dan concha nasalis mendapat persarafan sensoris dari ganglion
pterygopalatinum.
Nervous olfactorius keluar dari cavum cranii melalui lamina cribrosa ethmoidalis.
Untuk sel-sel reseptor penciuman terletak pada 1/3 atas depan mucosa hidung
septum dan concha nasalis.
Serabut-serabut nervous olfactorius bukan untuk mensarafi hidung, tapi hanya
untuk fungsional penciuman.
Perdarahan hidung
a.opthalmica = cabang a.ethmoidalis anterior dan posterior
a.maxillaris interna= a. sfenopalatinum
vena2 ketiga aliran itu membentuk anyaman yg disebut plexus kisselbach yg bila
pecah disebut sebagai epistaxis.
Epistaksis ada 2 macam, yaitu :
a. Epistaksis anterior
b. Epistaksis posterior
a. Epistaksis anterior
Dapat berasal dari flexus Kisselbach, yang merupakan sumber perdarahan paling
sering dijumpai anak-anak. Dapat juga berasal dari arteri ethmoidalis anterior.
Perdarahan dapat berhenti sendiri atau spontan dan dapat dikendalikan dengan
tindakan sederhana.
b. Epistaksis posterior
Berasal dari arteri sphenopalatina, dan a.ethmoidalis posterior. Perdarahan
cenderung lebih berat dan jarang berhenti sendiri, sehingga dapat menyebabkan
anemia, hipovolemia, dan syok. Sering ditemukan pada pasien dengan penyakit
kardiovaskular.
Larynx
Terbentuk oleh tulang dan tulang rawan Yaitu satu buah os hyoid, 1 tiroid, 1
epiglotis, 2 aritenoid. Berbentuk segi lima yg disebut cavum laringis bagian atas
aditus laringis sementara bagian bawah disebut kartilago cricoid.
Os.Hyoid
Terbentuk dari jaringan tulang, seperti besi telapak kuda.
Mempunyai 2 cornu: cornu majus dan cornu minus.
Dapat diraba pada batas antara batas atas leher dengan pertengahan dagu.
Berfungsi tempat perlekatan otot mulut dan cartilago thyroid.
Cartilago Thyroid
Terletak di bagian depan dan dapat diraba tonjolan yang dikenal dengan
“Prominen’s laryngis” atau Adam’s Aplle sehari-hari disebut “jakun” lebih jelas
pada laki-laki.
Melekat keatas dengan os.hyoid dan kebawah dengan cartilago cricoid, kebelakang
dengan arytenoid.
Jaringan ikatnya adalah membrana thyrohyoid.
Mempunyai cornu superior dan cornu inferior
Pendarahan cornu superior dan cornu inferior.
Pendarahan dari a.thyroidea superior dan inferior.
Cartilago Arytenoid
Terletak posterior dari lamina cartilago thyroid dan diatas dari cartilago cricoid.
Mempunyai bentuk seperti burung pinguin, ada cartilago cornuculata dan
cuneiforme
Kedua arytenoid dihubungkan oleh m.arytenoideus tranversus
Epiglotis
Tulang rawan berbentuk sendok
Melekat diantara kedua cartilago arytenoid
Berfungsi membuka dan menutup aditus laryngis
Berhubungan dengan cartilago arytenoid melalui m.aryepiglotica
Pada waktu biasa epiglotis terbuka, tetapi pada waktu menelan epiglotis menutup
aditus laryngis → supaya makanan jangan masuk ke larynx
Cartilago cricoid
Batas bawah cartilago thyroid (daerah larynx)
Berhubungan dengan thyroid dengan ligamentum cricothyroid dan m.cricothyroid
medial lateral
Batas bawah adalah cincin pertama trachea
Berhubungan dengan cartilago arytenoid dengan otot m.cricoarytenoideus posterior
dan lateralis
Otot ekstrinsik :
m.cricoaryhtenoideus
m.thyroepigloticus
m.thyroarytenoideus
otot intrinsic :
m.cricoarytenoideus posterior
m.cricoarytenoideus lateralis
m.arytenoideus obliq dan transverses
m.vocalis
m.arypiglotica
pada otot ekstrinsik dipersarafi oleh nervus laringis superior. Sementara otot
intrinsic dipersarafi oleh nervus laringis inferior atau yg sering desebut dengan
nervus reccurens laringis. terdapat pula plica vocalis dan plica vestibularis, dalam
plica vovalis ada rima glottis dan plica vestibularis ada rima vestibularis.otot
m.cricoarytenoideus posterior sering disebut juga safety muscle of larynx.karena
berfungsi menajga agar rima glottis tetap membuka.
Saluran napas bagian bawah
Trachea atau batang tenggorok
Adalah tabung fleksibel dengan panjang kira-kira 10 cm dengan lebar 2,5 cm.
trachea berjalan dari cartilago cricoidea kebawah pada bagian depan leher dan
dibelakang manubrium sterni, berakhir setinggi angulus sternalis (taut manubrium
dengan corpus sterni) atau sampai kira-kira ketinggian vertebrata torakalis kelima
dan di tempat ini bercabang mcnjadi dua bronckus (bronchi). Trachea tersusun atas
16 – 20 lingkaran tak- lengkap yang berupan cincin tulang rawan yang diikat
bersama oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi lingkaran disebelah belakang
trachea, selain itu juga membuat beberapa jaringan otot.
Bronchus
Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira
vertebrata torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan dilapisi
oleh.jenis sel yang sama. Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan kesamping ke
arah tampuk paru. Bronckus kanan lebih pendek dan lebih lebar, dan lebih vertikal
daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi darl arteri pulmonalis dan mengeluarkan
sebuah cabang utama lewat di bawah arteri, disebut bronckus lobus bawah.
Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan, dan berjalan di
bawah arteri pulmonalis sebelurn di belah menjadi beberapa cabang yang berjalan
kelobus atas dan bawah.
Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronchus lobaris
dan kernudian menjadi lobus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi
bronchus yang ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya menjadi bronkhiolus
terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong
udara). Bronkhiolus terminalis memiliki garis tengah kurang lebih I mm.
Bronkhiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan. Tetapi dikelilingi oleh otot
polos sehingga ukurannya dapat berubah. Seluruh saluran udara ke bawah sampai
tingkat bronkbiolus terminalis disebut saluran penghantar udara karena fungsi
utamanya adalah sebagai penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru-paru.
Alveolus yaitu tempat pertukaran gas assinus terdiri dari bronkhiolus dan
respiratorius yang terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada
dindingnya. Ductus alveolaris seluruhnya dibatasi oleh alveoilis dan sakus
alveolaris terminalis merupakan akhir paru-paru, asinus atau.kadang disebut
lobolus primer memiliki tangan kira-kira 0,5 s/d 1,0 cm. Terdapat sekitar 20 kali
percabangan mulai dari trachea sampai Sakus Alveolaris. Alveolus dipisahkan oleh
dinding yang dinamakan pori-pori kohn.
Paru-Paru
Paru-paru terdapat dalam rongga thoraks pada bagian kiri dan kanan. Paru-paru
memilki :
1. Apeks, Apeks paru meluas kedalam leher sekitar 2,5 cm diatas calvicula
2. permukaan costo vertebra, menempel pada bagian dalam dinding dada
3. permukaan mediastinal, menempel pada perikardium dan jantung.
4. dan basis. Terletak pada diafragma
paru-paru juga Dilapisi oleh pleura yaitu parietal pleura dan visceral pleura. Di
dalam rongga pleura terdapat cairan surfaktan yang berfungsi untuk lubrikasi. Paru
kanan dibagi atas tiga lobus yaitu lobus superior, medius dan inferior sedangkan
paru kiri dibagi dua lobus yaitu lobus superior dan inferior. Tiap lobus dibungkus
oleh jaringan elastik yang mengandung pembuluh limfe, arteriola, venula,
bronchial venula, ductus alveolar, sakkus alveolar dan alveoli. Diperkirakan bahwa
stiap paru-paru mengandung 150 juta alveoli, sehingga mempunyai permukaan
yang cukup luas untuk tempat permukaan/pertukaran gas.
Mikroskopis.
Sistem pernapasan biasanya dibagi menjadi 2 daerah utama:
Bagian konduksi, meliputi rongga hidung, nasofaring, laring, trakea, bronkus,
bronkiolus dan bronkiolus terminalis
Bagian respirasi, meliputi bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris dan alveolus.
Hidung
Pada bagian luar hidung akan ditutupi oleh kulit dengan epitel berlapis gepeng
tanpa lapisan tanduk banyak terdapat kelenjar sebasea yang akan meluas hingga
bagian depan dari vestibulum nasi.Pada bagian dalam hidung akan dilapisi epitel
berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk dan akan menjadi epitel bertingkat silindris
dengan sel goblet (epitel respirasi),terdapat juga sel basal yg dapat berkembang
lagi.Epitel terletak diatas lamina basal dan dibawahnya terdapat laina propia yang
mengandung kelenjar tubular alveolar.
Pada belahan lateral akan terlihat konka.Dimana pada konka nasalis superior
tersusun dari sel epitel olfactoria.Epitel olfactoria sendiri tersusun dari sel
penyokong,sel basal,dan sel olfacttorius(sel dendritik yang menonjol ke permukaan
dan akson masuk ke lamina propria.
Epitel olfaktorius tersebut terdiri atas sel penyokong/sel sustentakuler, sel
olfaktorius (neuron bipolar dengan dendrit yang melebar di permukaan epitel
olfaktorius dan bersilia, berfungsi sebagai reseptor dan memiliki akson yang
bersinaps dengan neuron olfaktorius otak), sel basal (berbentuk piramid)
dan kelenjar Bowman pada lamina propria. Kelenjar Bowman menghasilkan sekret
yang membersihkan silia sel olfaktorius sehingga memudahkan akses neuron untuk
membaui zat-zat. Adanya vibrisa, konka dan vaskularisasi yang khas pada rongga
hidung membuat setiap udara yang masuk mengalami pembersihan, pelembapan
dan penghangatan sebelum masuk lebih jauh.
Sinus paranasalis
Terdiri atas sinus frontalis, sinus maksilaris, sinus ethmoidales dan sinus sphenoid,
semuanya berhubungan langsung dengan rongga hidung. Sinus-sinus tersebut
dilapisi oleh epitel respirasi yang lebih tipis dan mengandung sel goblet yang lebih
sedikit serta lamina propria yang mengandung sedikit kelenjar kecil penghasil
mukus yang menyatu dengan periosteum. Aktivitas silia mendorong mukus ke
rongga hidung.
Faring
Nasofaring dilapisi oleh epitel respirasi pada bagian yang berkontak dengan
palatum mole, sedangkan orofaring dilapisi epitel tipe skuamosa/gepeng.
Laring
Laring merupakan bagian yang menghubungkan faring dengan trakea. Pada lamina
propria laring terdapat tulang rawan hialin dan elastin yang berfungsi sebagai katup
yang mencegah masuknya makanan dan sebagai alat penghasil suara pada fungsi
fonasi. Epiglotis merupakan juluran dari tepian laring, meluas ke faring dan
memiliki permukaan lingual dan laringeal. Bagian lingual dan apikal epiglotis
ditutupi oleh epitel gepeng berlapis, sedangkan permukaan laringeal ditutupi
oleh epitel respirasi bertingkat bersilindris bersilia. Di bawah epitel terdapat
kelenjar campuran mukosa dan serosa.
Di bawah epiglotis, mukosanya membentuk dua lipatan yang meluas ke dalam
lumen laring: pasangan lipatan atas membentuk pita suara palsu (plika
vestibularis) yang terdiri dari epitel respirasi dan kelenjar serosa, serta di lipatan
bawah membentuk pita suara sejati yang terdiri dari epitel berlapis gepeng,
ligamentum vokalis (serat elastin) dan muskulus vokalis (otot rangka). Otot
muskulus vokalis akan membantu terbentuknya suara dengan frekuensi yang
berbeda-beda.
Trakea
Permukaan trakea dilapisi oleh epitel respirasi. Terdapat kelenjar serosa pada
lamina propria dan tulang rawan hialin berbentuk C (tapal kuda), yang mana ujung
bebasnya berada di bagian posterior trakea. Cairan mukosa yang dihasilkan oleh
sel goblet dan sel kelenjar membentuk lapisan yang memungkinkan pergerakan
silia untuk mendorong partikel asing. Sedangkan tulang rawan hialin berfungsi
untuk menjaga lumen trakea tetap terbuka. Pada ujung terbuka (ujung bebas)
tulang rawan hialin yang berbentuk tapal kuda tersebut terdapat ligamentum
fibroelastis dan berkas otot polos yang memungkinkan pengaturan lumen dan
mencegah distensi berlebihan.
2. memahami dan menjelaskan fisiologi pernapasan
Pada pernapasan melalui paru-paru(pernapasan eksterna), oksigen dipungut
melalui hidung dan mulut, pada waktu bernapas oksigen masuk melalui trakea dan
pipa bronchial ke alveoli, dan dapat erat hubungannya dengan darah didalam
kapiler pulmonalis. Hanya satu lapisan membran, yaitu membran alveoli-kapiler,
memisahkan oksigen dari darah. Oksigen menembus membran ini dan dipungut
oleh hemoglobin sel darah merah dan dibawa ke jantung. Dari sini dipompa
didalam arteri kesemua bagian tubuh. Darah meninggalkan paru- paru pada
tekanan oksigen 100 mm Hg dan pada tingkat ini hemoglobinnya 95 persen jenuh
oksigen.
Pernapasan dapat dibagi menjadi tiga stadium, yaitu:
1. Ventilasi
Ventilasi adalah masuknya campuran gas-gas kedalam dan keluar paru .
udara bergerak masuk dan keluar paru karena ada selisih tekanan yang terdapat
antara atmosfer dan alveolus akibat kerja mekanik otot-otot. Rangka toraks
berfungsi sebagai pompa. Selama inspirasi, volume toraks bertambah besar karena
diafragma turun dan iga terangkat akibat kontraksi beberapa otot. Otot
sternokleidomastoideus mengangkat sternum keatas dan otot seratus, skalenus dan
interkostalis eksternus mengangkat iga-iga. Toraks membesar ke tiga arah yaitu
anteroposterior, lateral, dan vertical. Peningkatan volume ini menyebabkan
penurunan tekanan intrapleura, dari sekitar -4 mm Hg ( relatif terhadap tekanan
atmosfer ) menjadi sekitar -8 mm Hg bila paru mengembang pada waktu inspirasi.
Pada saat yang sama tekanan intrapulmonal atau tekanan jalan napas menurun
sampai sekitar -2 mm Hg ( relative terhadap tekanan atmosfer ) dari 0 mm Hg pada
waktu mulai inspirasi. Selisih tekanan antara jalan napas dan atmosfer
menyebabkan udara mengalir kedalam paru sampai tekanan jalan napas pada akhir
inspirasi sama dengan tekanan atmosfer.
Selama pernapasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat elastisitas
dinding dada dan paru. Pada waktu otot interkostalis eksternus relaksasi, rangka iga
turun dan lengkung diafragma naik keatas kedalam rongga toraks, menyebabkan
volume toraks berkurang. Otot interkostalis internus dapat menekan iga kebawah
dan kedalam pada waktu ekspirasi kuat dan aktif, batuk, muntah, atau defekasi.
Selain itu, otot-otot abdomen dapat berkontraksi sehingga tekanan intraabdominal
membesar dan menekan diafragma keatas. Pengurangan volume toraks ini
meningkatkan tekanan intrapleura maupun tekanan intrapulmonal. Tekanan
intrapulmonal sekarang meningkat dan mencapai sekitar1-2 mm Hg diatas tekanan
atmosfer. Selisih tekanan antara jalan napas dan atmosfer menjadi terbalik
sehingga udara mengalir keluar dari paru sampai tekanan jalan napas dan tekanan
atmosfer menjadi sama kembali pada akhir ekspirasi. Tekanan intrapleura selalu
ada dibawah tekanan atmosfer selama siklus pernapasan. Perubahan ventilasi dapat
dinilai dengan uji fungsional paru.
2. Transportasi
a. Difusi
Tahap kedua dari proses pernapasan mencakup proses difusi gas-gas
melintasi membran alveolus-kapiler yang tipis ( tebalnya kurang dari 0,5 μm ).
Dalam keadaan beristirahat normal, difusi dan keseimbangan antara O2 di kapiler
darah paru dan alveolus berlangsung kira-kira 0,25 detik dari total waktu kontak
selama 0,75 detik. Hal ini menimbulkan kesan bahwa paru normal memiliki cukup
cadangan waktu difusi. Pada beberapa penyakit misalnya fibrosis paru, sawar darah
dan udara dapat menebal dan difusi melambat sehingga keseimbangan mungkin
tidak lengkap, terutama sewaktu berolahraga ketika waktu kontak total berkurang.
Jadi, blok difusi dapat mendukung terjadinya hipoksemia, tetapi tidak dianggap
sebagai factor utama. Pengeluaran CO2 dianggap tidak dipengaruhi oleh kelainan
difusi.
b. Hubungan antara ventilasi-perfusi
Pemindahan gas secara efektif antara alveolus dari kapiler paru
membutuhkan distribusi merata dari udara dalam paru dan perfusi ( aliran
darah )dalam kapiler. Dengan kata lain ventilasi dan perfusi unit pulmonal harus
sesuai. Pada orang normal dengan posisi tegak dan dalam keadaan istirahat,
ventilasi dan perfusi hampir seimbang kecuali pada apeks paru. Sirkulasi pulmonal
dangan tekanan dan resistensi rendah mengakibatkan aliran darah dibasis paru
lebih besar daripada dibagian apeks, disebabkan gaya tarik bumi. Namun
ventilasinya cukup merata. Nilai rata-rata rasio antara ventilasi terhadap perfusi
(V/Q) adalah 0,8. angka ini didapat dari rasio rata-rata laju ventilasi alveolar
normal (4L/menit) dibagi dengan curah jantung normal (5L/menit).
c. Transpor O2 dalam darah
O2 dapat diangkut dari paru ke jaringan-jaringan melalui dua jalan yaitu
secara fisik larut dalam plasma atau secara kimia berikatan dengan Hb (Hb)
sebagai oksiHb (HbO). Ikatam kimia O2 dengan Hb ini bersifat reversible, dan
jumlah sesungguhnya yang diangkut dalam bentuk ini mempunyai hubungan
nonlinear dengan tekanan parsial O2 dalam darah arteri (PaO2), yang ditentukan
oleh jumlah O2 yang secara fisik larut dalam plasma darah. Selanjutnya jumlah O2
yang secara fisik larut dalam plasma mempunyai hubungan langsung dengan
tekanan parsial O2 dalam alveolus (PaO2). Jumlah O2 juga bergantung pada daya
larut O2 dalam plasma. Hanya sekitar 1% dari jumlah O2 total yang diangkut ke
jaringan-jaringan ditranspor dengan cara ini. Cara transport seperti ini tidak
memadai untuk mempertahankan hidup walaupun dalam keadaan istirahat
sekalipun. Sebagian besar O2 diangkut oleh Hb yang terdapat dalam sel darah
merah.
Konsentrasi Hb rata-rata dalam darah laki-laki dewasasekitar 500gram per 100 ml
sehingga 100 ml darah dapat mengangkut 20,1 ml O2 (15x1,34) bila O2 jenuh
(SaO2) adalah 100%. Tetapi sedikit darah vena campuran dari sirkulasi bronchial
ditambahkan kedarah yang meninggalkan kapiler paru dan sudah teroksigenasi.
Proses pengenceran ini menjelaskan mengapa hanya kira-kira 97% darah yang
meninggalkan paru menjadi jenuh, dan hanya 19,5 (0,97x20,1) volume persen yang
diangkut ke jaringan.
Pada tingkat jaringan, O2 akan melepaskan diri dari Hb kedalam plasma dan
berdifusi dari plasma ke sel-sel jaringan tubuh untuk memenuhi kebutuhan jaringan
yang bersangkutan. Meskipun kebutuhan jaringan bervariasi, namun sekitar 75 %
Hb masih berikatan dengan O2 pada waktu Hb kembali ke paru dalam bentuk
darah vena campuran. Jadi hanya sekitar 25 % O2 dalam darah arteri yang
digunakan untuk keperluan jaringan. Hb yang melepaskan O2 pada tingkat jaringan
disebut Hb tereduksi. Hb tereduksi berwarna ungu dan menyebabkan warna
kebiruan pada darah vena, seperti yang kita lihat pada vena superfisial, misalnya
pada tangan, sedangkan HbO2 berwarna merah terang dan menyebabkan warna
kemerah-merahan pada darah arteri.
d. Transpor CO2 dalam darah
Homeostatis CO2 juga suatu aspek penting dalam kecukupan respirasi.
Transport CO2 dari jaringan ke paru untuk dibuang dilakukan dengan tiga cara.
Sekitar 10% CO2 secara fisik larut dalam plasma, karena tidak seperti O2, CO2
mudah larut dalam plasma. Sekitar 20% CO2 berikatan dengan gugus amino pada
Hb (karbaminohemoglobin) dalam sel darah merah, dan sekitar 70% diangkut
dalam bentuk bukarbonat plasma (HCO3-). CO2 berikatan dengan air dalam reaksi
berikut:
CO2 + H2O H2CO3 H+ + HCO3-
Reaksi ini reversible dan disebut persamaan buffer asam bikarbonat-karbonat.
Keseimbangan asam-basa tubuh ini sangat dipengaruhi oleh fungsi paru dan
homeostatis CO2. pada umumnya hiperventilasi (ventilasi alveolus dalam keadaan
kebutuhan metabolisme yang berlebuhan) menyebabkan alkalosis (peningkatan pH
darah melebihi pH normal7,4) akibat ekskresi CO2 berlebihan dari paru;
hipoventilasi (ventilasi alveolus yang tidak dapat memenuhi kebutuhan
metabolisme) menyebabkan asidosis (penurunan kadar pH darah dibawah normal
7,4) akibat retensi CO2 oleh paru. Dengan memeriksa persamaan, terbukti bahwa
penurunan PCO2 seperti yang terjadi pada hiperventilasi, akan menyebabkan
reaksi bergeser kekiri sehingga menyebabkan penurunan konsentrasi H+ (kenaikan
pH) dan peningkatan PCO2 menyebabkan reaksi menjurus kekanan, menimbulkan
kenaikan H+ (penurunan pH). Hipoventilasi terjadi pada banyak keadaan yang
memengaruhi pompa pernapasan. Retensi CO2 juga dihubungkan dengan
emfisema dan bronchitis kronik akibat udara yang terperangkap dalam paru.
Sama seperti jumlah O2 yang diangkut dalam darah yang berkaitan dengan PO2
dalam darah tersebut, demikian juga jumlah CO2 dalam darah berkaitan dengan
PCO2.
3. Pernapasan Jaringan/ Interna
Darah yang telah menjenuhkan hemoglobinnya dengan oksigen (oxihemoglobin),
mengitari seluruh tubuh dan akhirnya mencapai kapiler, dimana darah bergerak
sangat lambat. Sel jaringan memungut oksigen dari hemoglobin untuk
memungkinkan oksigen berlangsung, dan darah menerima, sebagai gantinya hasil
buangan oksidasi, yaitu karbondioksida.
Perubahan-perubahan berikut terjadi dalam komposisi udara dalam alveoli, yang
disebabkan pernapasan eksterna dan pernapasan interna atau pernapasan jaringan.
Udara (atmosfer yang dihirup):
Nitrogen ..............................................................................................................79 %
Oksigen ...............................................................................................................20 %
Karbondioksida ……………………………………………………………….0-04
%
Udara yang masuk alveoli mempunyai suhu dan kelembaban atmosfer.
Udara yang dihembuskan:
Nitrogen ………………………………………………………………………79 %
Oksigen ……………………………………………………………………….16 %
Karbondioksida ……………………………………………………………0-04 %
Udara yang dihembuskan jenuh dengan uap air dan mempunyai suhu yang sama
dengan badan (20 % panas badan hilang untuk pemanasan udara yang
dikeluarkan).
Besar daya muat udara oleh paru-paru ialah 4500 sampai 5000 ml atau 4,5 sampai
5 liter udara. Hanya sebagian kecil dari udara ini kira-kira 1/10 nya atau 500 ml
adalah udara pasang surut atau tidal air, yaitu yang dihirup masuk dan
dihembuskan keluar pada pernapasan biasa dengan tenang.
Volume udara yang dapat dicapai masuk dan keluar paru-paru pada penarikan
napas dan pengeluaran napas paling kuat, disebut kapasitas vital paru-paru.
Diukurnya dengan alat spirometer. Pada seorang laki-laki, normal 4-5 liter dan
pada seorang perempuan 3-4 liter. Kapasitas itu berkurang pada penyakit paru-
paru, penyakit jantung (yang menimbulkan kongesti paru-paru) dan pada
kelemahan otot pernapasan.
KECEPATAN DAN PENGENDALIAN PERNAPASAN
1. Kecepatan pernapasan
Kecepatan pernapasan pada wanita lebih tinggi daripada pria. Kalau
bernapas secara normal maka ekspirasi akan menyusul inspirasi, dan kemudian ada
istirahat sebentar. Inspirasi-ekspirasi istirahat. Pada bayi yang sakit ada kalanya
urutan ini terbalik dan urutannya menjadi inspirasi-isturahat-ekspirasi. Hal ini
disebut pernapasan terbalik.
Kecepatan normal setiap menit:
Bayi Baru Lahir …………………………………………………………….30-40
Dua belas bulan ……………………………………………………………..30
Dua sampai lima tahun ………………………………………………………24
Orang dewasa ………………………………………………………………..10-20
2. Pengendalian Pernapasan
Mekanisme pernapasan diatur dan dikendalikan oleh dua factor utama,
kimiawi dan pengendalian oleh saraf. Beberapa factor tertentu merangsang pusat
pernapasan yang terletak didalam medulla oblongata, dan kalau dirangsang maka
pusat itu mengeluarkan impuls yang disalurkan oleh saraf spinalis ke otot
pernapasan, yaitu otot diafragma dan otot interkostalis.
a. Pengendalian oleh Saraf
Pusat pernapasan ialah suatu pusat otomatik didalam medulla oblongata yang
mengeluarkan impuls eferen ke otot pernapasan. Melalui beberapa radix saraf
servikalis impuls ini dihantarkan ke diafragma oleh saraf frenikus. Dan bagian
yang lebih rendah pada sumsum belakang, impulsnya berjalan dari daerah toraks
melalui saraf interkostalis untuk merangsang otot interkostalis. Impuls ini
menimbulkan kontraksi ritmik pada otot diafragma dan interkostalis yang
kecepatannya kira-kira 15 kali per menit. Impuls aferen yang dirangsang oleh
pemekaran gelembung udara, diantarkan oleh saraf vagus kepusat pernapasan
didalam medula.
b. Pengendalian secara kimiawi
Faktor kimiawi ini adalah factor utama dalam pengendalian dan pengaturan
frekuensi, kecepatan dan dalamnya gerakan pernapasan. Pusat pernapasan didalam
sumsum sangat peka pada reaksi, kadar alkali darah harus dipertahankan.
Karbondioksida adalah produk asam dari metabolisme, dan bahan kimia yang asam
ini merangsang pusat pernaoasan untuk mengirim keluar impuls saraf yang bekerja
atas otot pernapasan.
Sistem Khusus Traktus Respiratorius Atas
1. Refleks nasofaringo-bronkial
Refleks ini mengurangi puncak aliran ekspirasi akibat alergen yang memasuki
hidung. Baru-baru ini dilaporkan, sekitar 6 jam setelah refleks ini menyebabkan
penurunan FEV1 dan forced vital capacity yang signifikan. Refleks ini biasa
dikenal dengan refleks bersin. Mekanisme refleks bersin sama halnya dengan
refleks batuk. Hanya saja, refleks ini terjadi pada kavitas nasal bukan pada saluran
napas bawah. Mekanisme refleks sebagai berikut: bronkus dan trakea sedemikian
sensitifnya terhadap sentuhan halus, sehingga benda asing dalam jumlah berapa
pun atau penyebab iritasi lainnya akan menimbulkan refleks batuk. Laring dan
karina (tempat di mana trakea bercabang menjadi bronkus) adalah yang paling
sensitif, dan bronkiolus terminalis dan bahkan alveoli bersifat sensitif terhadap
rangsangan bahan kimia yang korosif seperti sulfur dioksida dan klorin.
Impuls aferen yang berasal dari saluran napas terutama berjalan melalui nervus
vagus ke medula. Di sana, suatu rangkaian peristiwa otomatis digerakkan oleh
lintasan neuronal medula, menyebabkan efek sebagai berikut: pertama, kira-kira
2,5 liter udara diinspirasi. Kedua, epiglotis menutup; dan pita suara menutup erat-
erat dan menjerat udara dalam paru. Ketiga, otot-otot perut berkontraksi dengan
kuat mendorong diafragma, sedangkan otot-otot ekspirasi lainnya, seperti
interkostalis internus, juga berkontraksi dengan kuat. Keempat, pita suara dengan
epiglotis terbuka lebar, sehingga udara bertekanan tinggi dalam paru meledak
keluar. Kemudian, penekanan kuat pada paru yang menyebabkan bronkus dan
trakea menjadi kolaps sehingga bagian yang tidak berkartilago ini berinvaginasi ke
dalam, akibatnya udara yang meledak tersebut benar-benar mengalir melalui celah-
celah bronkus dan trakea bersama partikel asing. Peristiwa ini terjadi sama persis
dengan refleks batuk, namun ketika refleks bersin terjadi penekanan uvula,
sehingga sejumlah besar udara dengan cepat melalui hidung, dengan demikian
membantu membersihkan saluran hidung dari benda asing.
2. Fungsi protektif hidung: menghangatkan dan melembabkan udara, menyaring
partikel atau iritan, dan produksi nitrit oksida (NO). Hal ini ditujukan agar udara
yang diinhalasi bisa mencapai saluran napas bawah dalam keadaan yang tidak
membahayakan homeostasis. Panas dihasilkan dari banyak kapiler yang berada di
subepitelial yang berpenestrasi menuju permukaan lumen serta membantu
tranportasi air menuju interstisium. Melembabkan udara dimediasi oleh aktivasi
sekitar 45.000 kelenjar seromukosa pada kavitas nasal dan sel goblet yang
menghasilkan sejumlah air yang signifikan. Adanya “kolam” yang terisi oleh
sejumlah besar volume darah yang berasal dari sinusoid vena yang terletak di
subepitelial bisa membuat jaringan submukosa untuk menyerap udara dan
menambah perluasan kontak dengan aliran udara. Mukus hidung dan mukosiliar
merupakan komponen penting dalam pembersihan. Partikel dengan diameter
aerodinamik 5-10 μm ditangkap dalam mukosa nasal. Gas yang larut dalam air
akan dihilangkan total dari udara yang diinhalasi di saluran masuk hidung. Gas
yang bersifat iritan dapat menstimulasi saraf sensorik hidung dan menginduksi
sekresi yang membuat deposit yang lebih besar. NO dihasilkan dari saluran napas
atas (terutama sinus paranasal) yang berperan protektif untuk cabang respiratorius.
NO memiliki aktivitas antiviral dan bakteriostatik yang kuat, meningkatkan
oksigenasi, menghasilkan efek bronkodilator, dan menjaga masuknya udara melalu
saluran napas bawah.
3. Peran inflamasi pada nasal: sejumlah eosinofil di mukosa saluran napas bawah
akan meningkat yang mengekspresikan molekul adesi setelah diinduksi oleh
alergen hidung.
4. Drainase material inflamatori.
Saluran napas atas terdiri dari hidung, telinga, dan tenggorok. Salah satu struktur
penunjang yang terletak di sistem ini adalah tuba eustachius yang menghubungkan
nasofaring dengan telinga tengah. Struktur ini berfungsi dalam menjaga tekanan
atmosfer tetap seimbang. Kompleks osteomeatal (OMC) adalah daerah kavum
nasalis antara meatus media dan inferior, tempat pertemuan drainase dari sinus
frontal, etmoidalis (etmoidalis anterior), dan maksilaris. Terjadinya penurunan
tekanan oksigen dalam kompleks ini juga bisa memicu rasa pusing. Seperti halnya
saluran napas atas, OMC juga memiliki transpor silia.
Menjelaskan Mekanisme Bersin
Reflek bersin mirip dengan reflek batuk kecuali bahwa refleks ini
berlangsung pada saluran hidung, bukan pada saluran pernapasan bagian bawah.
Rangsangan awal menimbulkan refleks bersin adalah iritasi dalam saluran hidung,
impuls saraf aferen berjalan dalam nervus ke lima menuju medulla tempat refleks
ini dicetuskan. Terjadi serangkaian reaksi yang mirip dengan refleks batuk tetapi
uvula ditekan, sehingga sejumlah besar udara dengan cepat melalui hidung, dengan
demikian membantu membersihkan saluran hidung dari benda asing.
Mekanisme Bernafas
Inspirasi dan ekspirasi terjadi karena adanya kontraksi dan relaksasi otot-
otot pernafasan Selama inspirasi tenang, difragma dan m. interkonta ekterna
berkontraksi dan volume thorax meningkat.
Selama ekspirasi tenang. Otot-otot tersebut relaksasi dan recoil elastis paru-paru
dan thorak yang menyebabkan penurunan volume thoraxKekuatan inspirasi dan
ekspirasi dibantu oleh kontraksi otot pernafasan asesoris.
Mekanisme Menelan
Tujuan refleks menelan adalah mencegah masuknya makanan atau
cairan ke dalam trakea. Impuls motoris dari pusat menelan yang menuju ke faring
dan bagian atas esophagus diantar oleh saraf kranial V, IX, X dan XII dan beberapa
melalui saraf cervical. Menelan memiliki beberapa stadium, yaitu stadium
volunter, faringeal dan oesofageal. Pada stadium volunter, benda ditekan atau
didorong ke bagian belakang mulut oleh tekanan lidah ke atas dan belakang
terhadap palatum, sehingga lidah memaksa benda ke pharing. Pada stadium
faringeal, palatum mole didorong ke atas untuk menutup nares posterior, sehingga
mencegah makanan balik ke rongga hidung.
Lipatan palatofaringeal saling mendorong ke arah tengah, kemudian pita
suara laring berdekatan dan epiglottis mengayun ke belakang, sehingga mencegah
makanan masuk ke trakea. Laring didorong ke atas dan depan oleh otot-otot yang
melekat pada os hyoid. Gerak ini meregangkan/ melemaskan pintu oesofagus,
maka masuklah makanan ke sphincter faringoesofageal, kemudian otot konstriktor
pharing superior berkontraksi menimbulkan gelombang peristaltik oesophagus.
Stadium faringeal terjadi terjadi kurang dari 1 atau 2 detik, sehingga menghentikan
nafas selama waktu ini, karena pusat menelan menghambat pusat pernafasan dalam
medulla oblongata. Pada stadium oesofageal, gelombang peristaltik berjalan dalam
waktu 5–10 detik. Tetapi pada orang yang berada dalam posisi berdiri, waktunya
akan lebih cepat, yaitu 4–8 detik, karena pengaruh gravitasi2.
Mekanisme pertahanan selalu terkait dengan adanya pertahanan tubuh dari benda
asing. Proses pertahanan yang paling sering dilakukan tubuh adalah respon
inflamasi yang mengikutsertakan sel imun adapatif tubuh untuk bekerja. Tidak
hanya itu tubuh juga memiliki cara-cara lain untuk membentuk mekanisme
pertahanan saluran nafas atas.
3. Memahami dan menjelaskan Rhinitis Allergica
3.1. Definisi
Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada
pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama serta
dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen
spesifik tersebut (von Pirquet, 1986). Menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and
its Impact on Asthma) tahun 2001, rinitis alergi adalah kelainan pada hidung
dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa
hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh IgE.
Klasifikasi rinitis alergi
Dahulu rinitis alergi dibedakan dalam 2 macam berdasarkan sifat berlangsungnya,
yaitu:
Rinitis alergi musiman (seasonal, hay fever, polinosis)
Rinitis alergi sepanjang tahun (perenial)
Gejala keduanya hampir sama, hanya berbeda dalam sifat berlangsungnya (Irawati,
Kasakeyan, Rusmono, 2008). Saat ini digunakan klasifikasi rinitis alergi
berdasarkan rekomendasi dari WHO Iniative ARIA (Allergic Rhinitis and its
Impact on Asthma) tahun 2000, yaitu berdasarkan sifat berlangsungnya dibagi
menjadi :
Intermiten (kadang-kadang): bila gejala kurang dari 4 hari/minggu atau kurang dari
4 minggu.
Persisten/menetap bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan atau lebih dari 4
minggu.
3.2. Etiologi
Rinitis alergi melibatkan interaksi antara lingkungan dengan predisposisi genetik
dalam perkembangan penyakitnya. Faktor genetik dan herediter sangat berperan
pada ekspresi rinitis alergi (Adams, Boies, Higler, 1997). Penyebab rinitis alergi
tersering adalah alergen inhalan pada dewasa dan ingestan pada anak-anak. Pada
anak-anak sering disertai gejala alergi lain, seperti urtikaria dan gangguan
pencernaan. Penyebab rinitis alergi dapat berbeda tergantung dari klasifikasi.
Beberapa pasien sensitif terhadap beberapa alergen. Alergen yang menyebabkan
rinitis alergi musiman biasanya berupa serbuk sari atau jamur. Rinitis alergi
perenial (sepanjang tahun) diantaranya debu tungau, terdapat dua spesies utama
tungau yaitu Dermatophagoides farinae dan Dermatophagoides pteronyssinus,
jamur, binatang peliharaan seperti kecoa dan binatang pengerat. Faktor resiko
untuk terpaparnya debu tungau biasanya karpet serta sprai tempat tidur, suhu yang
tinggi, dan faktor kelembaban udara. Kelembaban yang tinggi merupakan faktor
resiko untuk untuk tumbuhnya jamur. Berbagai pemicu yang bisa berperan dan
memperberat adalah beberapa faktor nonspesifik diantaranya asap rokok, polusi
udara, bau aroma yang kuat atau merangsang dan perubahan cuaca (Becker, 1994).
Berdasarkan cara masuknya allergen dibagi atas:
Alergen Inhalan, yang masuk bersama dengan udara pernafasan, misalnya debu
rumah, tungau, serpihan epitel dari bulu binatang serta jamur.
Alergen Ingestan, yang masuk ke saluran cerna, berupa makanan, misalnya susu,
telur, coklat, ikan dan udang.
Alergen Injektan, yang masuk melalui suntikan atau tusukan, misalnya penisilin
atau sengatan lebah.
Alergen Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit atau jaringan mukosa,
misalnya bahan kosmetik atau perhiasan (Kaplan, 2003).
3.3. Patofisiologi.
Rinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan tahap sensitisasi
dan diikuti dengan reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari 2 fase yaitu immediate phase
allergic reaction atau reaksi alergi fase cepat (RAFC) yang berlangsung sejak kontak
dengan alergen sampai 1 jam setelahnya dan late phase allergic reaction atau reaksi alergi
fase lambat (RAFL) yang berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam (fase
hiperreaktivitas) setelah pemaparan dan dapat berlangsung 24-48 jam.
Gambar 2.1 Patofisiologi alergi (rinitis, eczema, asma) paparan alergen pertama dan
selanjutnya (Benjamini, Coico, Sunshine, 2000).
Pada kontak pertama dengan alergen atau tahap sensitisasi, makrofag atau monosit
yang berperan sebagai sel penyaji (Antigen Presenting Cell/APC) akan menangkap alergen
yang menempel di permukaan mukosa hidung. Setelah diproses, antigen akan membentuk
fragmen pendek peptide dan bergabung dengan molekul HLA kelas II membentuk komplek
peptide MHC kelas II (Major Histocompatibility Complex) yang kemudian dipresentasikan
pada sel T helper (Th0). Kemudian sel penyaji akan melepas sitokin seperti interleukin 1
(IL-1) yang akan mengaktifkan Th0 untuk berproliferasi menjadi Th1 dan Th2. Th2 akan
menghasilkan berbagai sitokin seperti IL-3, IL-4, IL-5, dan IL-13.
IL-4 dan IL-13 dapat diikat oleh reseptornya di permukaan sel limfosit B,
sehingga sel limfosit B menjadi aktif dan akan memproduksi imunoglobulin E (IgE). IgE di
sirkulasi darah akan masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptor IgE di permukaan sel
mastosit atau basofil (sel mediator) sehingga kedua sel ini menjadi aktif. Proses ini disebut
sensitisasi yang menghasilkan sel mediator yang tersensitisasi. Bila mukosa yang sudah
tersensitisasi terpapar alergen yang sama, maka kedua rantai IgE akan mengikat alergen
spesifik dan terjadi degranulasi (pecahnya dinding sel) mastosit dan basofil dengan akibat
terlepasnya mediator kimia yang sudah terbentuk (Performed Mediators) terutama
histamin. Selain histamin juga dikeluarkan Newly Formed Mediators antara lain
prostaglandin D2 (PGD2), Leukotrien D4 (LT D4), Leukotrien C4 (LT C4), bradikinin,
Platelet Activating Factor (PAF), berbagai sitokin (IL-3, IL-4, IL-5, IL-6, GM-CSF
(Granulocyte Macrophage Colony Stimulating Factor) dan lain-lain. Inilah yang disebut
sebagai Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC).
Histamin akan merangsang reseptor H1 pada ujung saraf vidianus sehingga
menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin. Histamin juga akan menyebabkan
kelenjar mukosa dan sel goblet mengalami hipersekresi dan permeabilitas kapiler
meningkat sehingga terjadi rinore. Gejala lain adalah hidung tersumbat akibat vasodilatasi
sinusoid. Selain histamin merangsang ujung saraf Vidianus, juga menyebabkan rangsangan
pada mukosa hidung sehingga terjadi pengeluaran Inter Cellular Adhesion Molecule 1
(ICAM1).
Pada RAFC, sel mastosit juga akan melepaskan molekul kemotaktik yang
menyebabkan akumulasi sel eosinofil dan netrofil di jaringan target. Respons ini tidak
berhenti sampai disini saja, tetapi gejala akan berlanjut dan mencapai puncak 6-8 jam
setelah pemaparan. Pada RAFL ini ditandai dengan penambahan jenis dan jumlah sel
inflamasi seperti eosinofil, limfosit, netrofil, basofil dan mastosit di mukosa hidung serta
peningkatan sitokin seperti IL-3, IL-4, IL-5 dan
Granulocyte Macrophag Colony Stimulating Factor (GM-CSF) dan ICAM1
pada sekret hidung. Timbulnya gejala hiperaktif atau hiperresponsif hidung adalah akibat
peranan eosinofil dengan mediator inflamasi dari granulnya seperti:
Eosinophilic Cationic Protein (ECP), Eosiniphilic Derived Protein (EDP), Major Basic
Protein (MBP), dan Eosinophilic Peroxidase (EPO). Pada fase ini, selain faktor spesifik
(alergen), iritasi oleh faktor non spesifik dapat memperberat gejala seperti asap rokok, bau
yang merangsang, perubahan cuaca dan kelembaban udara yang tinggi (Irawati,
Kasakayan, Rusmono, 2008).
Secara mikroskopik tampak adanya dilatasi pembuluh (vascular bad) dengan pembesaran
sel goblet dan sel pembentuk mukus. Terdapat juga pembesaran ruang interseluler dan
penebalan membran basal, serta ditemukan infiltrasi sel-sel eosinofil pada jaringan mukosa
dan submukosa hidung. Gambaran yang ditemukan terdapat pada saat serangan. Diluar
keadaan serangan, mukosa kembali normal. Akan tetapi serangan dapat terjadi terus-
menerus (persisten) sepanjang tahun, sehingga lama kelamaan terjadi perubahan yang
ireversibel, yaitu terjadi proliferasi jaringan ikat dan hiperplasia mukosa, sehingga tampak
mukosa hidung menebal. Dengan masuknya antigen asing ke dalam tubuh terjadi reaksi
yang secara garis besar terdiri dari:
1. Respon primer
Terjadi proses eliminasi dan fagositosis antigen (Ag). Reaksi ini bersifat non
spesifik dan dapat berakhir sampai disini. Bila Ag tidak berhasil seluruhnya dihilangkan,
reaksi berlanjut menjadi respon sekunder.
2. Respon sekunder
Reaksi yang terjadi bersifat spesifik, yang mempunyai tiga kemungkinan ialah
sistem imunitas seluler atau humoral atau keduanya dibangkitkan. Bila Ag berhasil
dieliminasi pada tahap ini, reaksi selesai. Bila Ag masih ada, atau memang sudah ada defek
dari sistem imunologik, maka reaksi berlanjut menjadi respon tersier.
3. Respon tersier
Reaksi imunologik yang terjadi tidak menguntungkan tubuh. Reaksi ini dapat
bersifat sementara atau menetap, tergantung dari daya eliminasi Ag oleh tubuh.
Gell dan Coombs mengklasifikasikan reaksi ini atas 4 tipe, yaitu tipe 1, atau reaksi
anafilaksis (immediate hypersensitivity), tipe 2 atau reaksi sitotoksik, tipe 3 atau reaksi
kompleks imun dan tipe 4 atau reaksi tuberculin (delayed hypersensitivity). Manifestasi
klinis kerusakan jaringan yang banyak dijumpai di bidang THT adalah tipe 1, yaitu rinitis
alergi (Irawati, Kasakayan, Rusmono, 2008).
3.4. Maninfestasi
Gejala rinitis alergi yang khas ialah terdapatnya serangan bersin berulang. Sebetulnya
bersin merupakan gejala yang normal, terutama pada pagi hari atau bila terdapat kontak
dengan sejumlah besar debu. Hal ini merupakan mekanisme fisiologik, yaitu proses
membersihkan sendiri (self cleaning process). Bersin dianggap patologik, bila terjadinya
lebih dari 5 kali setiap serangan, sebagai akibat dilepaskannya histamin. Disebut juga
sebagai bersin patologis (Soepardi, Iskandar, 2004). Gejala lain ialah keluar ingus (rinore)
yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata gatal, yang kadang-kadang
disertai dengan banyak air mata keluar (lakrimasi). Tanda-tanda alergi juga terlihat di
hidung, mata, telinga, faring atau laring. Tanda hidung termasuk lipatan hidung melintang
garis hitam melintang pada tengah punggung hidung akibat sering menggosok hidung ke
atas menirukan pemberian hormat (allergic salute), pucat dan edema mukosa hidung yang
dapat muncul kebiruan. Lubang hidung bengkak. Disertai dengan sekret mukoid atau cair.
Tanda di mata termasuk edema kelopak mata, kongesti konjungtiva, lingkar hitam dibawah
mata (allergic shiner). Tanda pada telinga termasuk retraksi membran timpani atau otitis
media serosa sebagai hasil dari hambatan tuba eustachii. Tanda faringeal termasuk
faringitis granuler akibat hiperplasia submukosa jaringan limfoid. Tanda laringeal termasuk
suara serak dan edema pita suara (Bousquet, Cauwenberge, Khaltaev, ARIA Workshop
Group. WHO, 2001). Gejala lain yang tidak khas dapat berupa: batuk, sakit kepala,
masalah penciuman, mengi, penekanan pada sinus dan nyeri wajah, post nasal drip.
Beberapa orang juga mengalami lemah dan lesu, mudah marah, kehilangan nafsu makan
dan sulit tidur (Harmadji, 1993).
3.5. Diagnosis
Diagnosis rinitis alergi ditegakkan berdasarkan:
1. Anamnesis
Anamnesis sangat penting, karena sering kali serangan tidak terjadi dihadapan
pemeriksa. Hampir 50% diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis saja. Gejala rinitis
alergi yang khas ialah terdapatnya serangan bersin berulang. Gejala lain ialah keluar hingus
(rinore) yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata gatal, yang kadang-
kadang disertai dengan banyak air mata keluar (lakrimasi). Kadang-kadang keluhan hidung
tersumbat merupakan keluhan utama atau satu-satunya gejala yang diutarakan oleh pasien
(Irawati, Kasakayan, Rusmono, 2008). Perlu ditanyakan pola gejala (hilang timbul,
menetap) beserta onset dan keparahannya, identifikasi faktor predisposisi karena faktor
genetik dan herediter sangat berperan pada ekspresi rinitis alergi, respon terhadap
pengobatan, kondisi lingkungan dan pekerjaan. Rinitis alergi dapat ditegakkan berdasarkan
anamnesis, bila terdapat 2 atau lebih gejala seperti bersin-bersin lebih 5 kali setiap
serangan, hidung dan mata gatal, ingus encer lebih dari satu jam, hidung tersumbat, dan
mata merah serta berair maka dinyatakan positif (Rusmono, Kasakayan, 1990).
2. Pemeriksaan Fisik
Pada muka biasanya didapatkan garis Dennie-Morgan dan allergic shinner, yaitu
bayangan gelap di daerah bawah mata karena stasis vena sekunder akibat obstruksi hidung
(Irawati, 2002). Selain itu, dapat ditemukan juga allergic crease yaitu berupa garis
melintang pada dorsum nasi bagian sepertiga bawah. Garis ini timbul akibat hidung yang
sering digosok-gosok oleh punggung tangan (allergic salute). Pada pemeriksaan rinoskopi
ditemukan mukosa hidung basah, berwarna pucat atau livid dengan konka edema dan
sekret yang encer dan banyak. Perlu juga dilihat adanya kelainan septum atau polip hidung
yang dapat memperberat gejala hidung tersumbat. Selain itu, dapat pula ditemukan
konjungtivis bilateral atau penyakit yang berhubungan lainnya seperti sinusitis dan otitis
media (Irawati, 2002).
3. Pemeriksaan Penunjang a. In vitro
Hitung eosinofil dalam darah tepi dapat normal atau meningkat. Demikian pula
pemeriksaan IgE total (prist-paper radio imunosorbent test) sering kali menunjukkan nilai
normal, kecuali bila tanda alergi pada pasien lebih dari satu macam penyakit, misalnya
selain rinitis alergi juga menderita asma bronkial atau urtikaria. Lebih bermakna adalah
dengan RAST (Radio Immuno Sorbent Test) atau ELISA (Enzyme Linked Immuno Sorbent
Assay Test). Pemeriksaan sitologi hidung, walaupun tidak dapat memastikan diagnosis,
tetap berguna sebagai pemeriksaan pelengkap. Ditemukannya eosinofil dalam jumlah
banyak menunjukkan kemungkinan alergi inhalan. Jika basofil (5 sel/lap) mungkin
disebabkan alergi makanan, sedangkan jika ditemukan sel PMN menunjukkan adanya
infeksi bakteri (Irawati, 2002).
b. In vivo
Alergen penyebab dapat dicari dengan cara pemeriksaan tes cukit kulit, uji
intrakutan atau intradermal yang tunggal atau berseri (Skin End-point Titration/SET). SET
dilakukan untuk alergen inhalan dengan menyuntikkan alergen dalam berbagai konsentrasi
yang bertingkat kepekatannya. Keuntungan SET, selain alergen penyebab juga derajat
alergi serta dosis inisial untuk desensitisasi dapat diketahui (Sumarman, 2000). Untuk
alergi makanan, uji kulit seperti tersebut diatas kurang dapat diandalkan. Diagnosis
biasanya ditegakkan dengan diet eliminasi dan provokasi (“Challenge Test”). Alergen
ingestan secara tuntas lenyap dari tubuh dalam waktu lima hari. Karena itu pada Challenge
Test, makanan yang dicurigai diberikan pada pasien setelah berpantang selama 5 hari,
selanjutnya diamati reaksinya. Pada diet eliminasi, jenis makanan setiap kali dihilangkan
dari menu makanan sampai suatu ketika gejala menghilang dengan meniadakan suatu jenis
makanan (Irawati, 2002).
3.6. Penatalaksanaan
Terapi yang paling ideal adalah dengan alergen penyebabnya (avoidance) dan eliminasi.
Simptomatis
a. Medikamentosa-Antihistamin yang dipakai adalah antagonis H-1, yang bekerja secara
inhibitor komppetitif pada reseptor H-1 sel target, dan merupakan preparat farmakologik
yang paling sering dipakai sebagai inti pertama pengobatan rinitis alergi. Pemberian dapat
dalam kombinasi atau tanpa kombinasi dengan dekongestan secara peroral. Antihistamin
dibagi dalam 2 golongan yaitu golongan antihistamin generasi-1 (klasik) dan generasi -2
(non sedatif). Antihistamin generasi-1 bersifat lipofilik, sehingga dapat menembus sawar
darah otak (mempunyai efek pada SSP) dan plasenta serta mempunyai efek kolinergik.
Preparat simpatomimetik golongan agonis adrenergik alfa dipakai dekongestan hidung oral
dengan atau tanpa kombinasi dengan antihistamin atau tropikal. Namun pemakaian secara
tropikal hanya boleh untuk beberapa hari saja untuk menghindari terjadinya rinitis
medikamentosa. Preparat kortikosteroid dipilih bila gejala trauma sumbatan hidung akibat
respons fase lambat berhasil diatasi dengan obat lain. Yang sering dipakai adalah
kortikosteroid tropikal (beklometosa, budesonid, flusolid, flutikason, mometasonfuroat dan
triamsinolon). Preparat antikolinergik topikal adalah ipratropium bromida, bermanfaat
untuk mengatasi rinore, karena aktifitas inhibisi reseptor kolinergik permukaan sel efektor
(Mulyarjo, 2006).
Operatif - Tindakan konkotomi (pemotongan konka inferior) perlu dipikirkan
bila konka inferior hipertrofi berat dan tidak berhasil dikecilkan dengan cara kauterisasi
memakai AgNO3 25 % atau troklor asetat (Roland, McCluggage, Sciinneider, 2001).
Imunoterapi - Jenisnya desensitasi, hiposensitasi & netralisasi. Desensitasi dan
hiposensitasi membentuk blocking antibody. Keduanya untuk alergi inhalan yang gejalanya
berat, berlangsung lama dan hasil pengobatan lain belum memuaskan (Mulyarjo, 2006).
3.7. Komplikasi
Komplikasi rinitis alergi yang sering ialah:
Polip hidung yang memiliki tanda patognomonis: inspisited mucous glands, akumulasi sel-
sel inflamasi yang luar biasa banyaknya (lebih eosinofil dan limfosit T CD4+), hiperplasia
epitel, hiperplasia goblet, dan metaplasia skuamosa.
Otitis media yang sering residif, terutama pada anak-anak.
Sinusitis paranasal merupakan inflamasi mukosa satu atau lebih sinus para nasal. Terjadi
akibat edema ostia sinus oleh proses alergis dalam mukosa yang menyebabkan sumbatan
ostia sehingga terjadi penurunan oksigenasi dan tekanan udara rongga sinus. Hal tersebut
akan menyuburkan pertumbuhan bakteri terutama bakteri anaerob dan akan menyebabkan
rusaknya fungsi barier epitel antara lain akibat dekstruksi mukosa oleh mediator protein
basa yang dilepas sel eosinofil (MBP) dengan akibat sinusitis akan semakin parah
(Durham, 2006).
3.8. prognosis
Prognosis baik jika penderita tidak terpajan dengan alergen dan belum terjadi komplikasi
serta tidak memiliki predisposisi seperti asma dan riwayat keluarga.
3.9. Pencegahan
Cara terbaik untuk mencegah timbulnya alergi adalah dengan menghindari alergen. Ada 3
tipe pencegahan:
Mencegah terjadinya tahap sensitasi; menghindari paparan terhadap allergen inhalan
selama hamil, menunda pemberian susu formula dan makanan padat
Mencegah gejala timbul dengan cara terapi medikamentosa
Pencegahan melalui edukasi.
4. Memahami dan menjelaskan tentang pernapasan menurut islam.
4.1. Adab bersin
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “sesungguhnya Allah mencintai
bersin dan membenci menguap, maka apabila salah seorang dari kalian bersin dan
bertahmid kepada Allah maka wajib atas seluruh muslim yang mendengarkannya untuk
mengatakan : yarhamukallah (semoga Allah merahmatimu), adapun menguap maka
sesungguhnya dia dari syaithan, maka apabila salah seorang dari kalian menguap maka
hendaknya dia tahan semampunya….al-hadits”.
Di antara adab-adabnya :
Mendoakan Orang Yang Bersin
Adalah perkara yang diperintahkan dan disunnahkan, dan termasuk perkara kesempurnaan
agama kita dengan mensyariatkan kepada mereka doa yang mereka ucapkan setelah bersin
–yang mana dia adalah nikmat Allah atas mereka-, maka dengan bersin tersebut mereka
memuji Allah, dengan bersin tersebut mereka saling mendoakan rahmat dan memohon
kepada Allah hidayah dan baik keadaan.
Dari Al-Barra’ bin ‘Azib radhiallahu ‘anhu dia berkata : “Nabi memerintahkan kepada
kami dengan tujuh perkara dan melarang kami dari tujuh perkara maka beliau menyebutkan
menjenguk orang sakit, mengikuti jenazah, mendoakan orang bersin, membalas salam,
menolong orang yang dizhalimi, memenuhi undangan, dan memperhatikan keinginan orang
yang bersumpah”.
Mendoakan orang yang bersin adalah fardhu kifayah apabila sebagian orang yang hadir
melaksanakannya maka gugur perintah mendoakan bagi yang lainnya. Dan tidak
sepatutnya meninggalkan perkara ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
pada hadits yang telah lalu : “apabila salah seorang dari kalian bersin dan bertahmid kepada
Allah maka wajib atas setiap muslim yang mendengarnya untuk mengucapkan “
yarhamukallah “ baginya”.
Mendoakan orang yang bersin hanyalah ketika mendengar tahmid dari orang yang bersin
Hal itu berdasarkan hadits yang Anas radhiallahu ‘anhu riwayatkan dia berkata : “Ada dua
orang bersin di sisi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka beliau mendoakan salah
seorang dari keduanya dan tidak mendoakan yang lain, maka orang itu berkata : Wahai
Rasulullah : engkau mendoakan orang ini dan engkau tidak mendoakan saya?
Beliau berkata : “Sesungguhnya orang ini memuji Allah dan kamu tidak memuji Allah”.
Dan dari Abu Musa Al-Asy’ari radhiallahu ‘anhu dia berkata : Saya mendengar Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Apabila salah seorang dari kalian bersin dan
bertahmid kepada Allah maka hendaknya kalian mendoakannya, maka apabila dia tidak
bertahmid kepada Allah maka janganlah kalian mendoakannya”.
Sunnah Orang Yang Bersin Mengucapkan : Alhamdulillah Atau Alhadmdulillah Ala Kulli
Hal
Berdasarkan hadits Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda : “Apabila salah seorang diantara kalian bersin maka hendaknya
mengucapkan Alhamdulillah…al-hadits”, pada lafazh Abu Daud : “Maka hendaknya
mengucapkan Alhamdulillah ala kulli hal”
Sunnah Orang Yang Mendoakan Orang Yang Bersin Mengucapkan : Yarhamukallah
Berdasarkan hadits Abu Hurairah yang telah lalu : bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda : “Apabila salah seorang dari kalian bersin hendaknya mengucapkan :
Alhamdulillah, dan saudaranya atau yang menemaninya mengucapkan doa untuknya :
Yarhamukallahu….al-hadits”.
Sunnah Orang Yang Bersin Untuk Kedua Kali Mengucapkan Setelah Yang Lain
Mendoakannya : Yahdikumullahu Wa Yushlihu Balakum Atau Yarhamunallahu Wa
Iyyakum Wa Yaghfiru Lana Walakum
Di dalam hadits Abu Hurairah yang lalu, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda : “Apabila salah seorang dari kalian bersin hendaknya dia mengucapkan
Alhamdulillah, dan saudaranya atau temannya mengucapkan untuknya “Yarhamukallah “,
dan apabila saudaranya mengucapkan yarhamukallah maka hendaknya dia mengucapkan
“Yahdikumullah wa yushlihu balakum “. atau dia mengucapkan “Yarhamunallah wa
iyyakum wa yaghfiru lana wa lakum “. Doa tersebut dijelaskan pada riwayat hadits Nafi’
dari Ibnu Umar : “Bahwa Abdullah bin Umar apabila dia bersin dan diucapkan baginya
Yarhamukallah, beliau berkata : “Yarhamunallahu wa iyyakum, wa yaghfiru lana wa
lakum”
Sunnahnya Orang Yang Bersin Merendahkan Suaranya
Faedahnya ialah bahwa ketika orang yang bersin –kebanyakannya- membuat suara yang
tinggi yang mengganggu maka disunnahkan baginya untuk merendahkan suaranya dengan
meletakkan tangannya atau pakaiannya ke wajahnya. Meletakkan tangan atau pakaian ke
mulut ada faedah yang lain yaitu : Bahwa orang yang bersin tidak aman –kebanyakan- dari
keluarnya sesuatu dari mulutnya, maka disunnahkan baginya meletakkan tangannya ke
mulutnya. Dan hal tersebut telah dijelaskan dalam sebuah Sunnah, Abu Hurairah
radhiallahu ‘anhu meriwayatkan : “Bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila
bersin beliau menutup wajah beliau dengan tangan atau pakaian beliau dan dengan
demikian beliau merendahkan suaranya”.
Mendoakan Orang Yang Bersin Sebanyak Tiga Kali, Selama Lebih Dari Tiga Maka
Bersinnya Karena Flu
Hadits Salamah bin Al-Akwa’ bahwa dia mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
sementara seseorang yang berada di sisi beliau bersin, maka Nabi berkata kepadanya :
“Yarhamukallah” kemudian orang itu bersin kembali maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda : “Orang ini terkena flu”.
Konteks hadits ini, membatasi ucpaan doa untuk orang yang bersin dengan dua kali saja,
akan tetapi nash-nash yang lain datang mengaitkan bahwa orang yang bersin didoakan
sebanyak tiga kali.
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu dia berkata : “Doakan saudaramu yang bersin
sebanyak tiga kali kalau lebih dari tiga maka dia sedang flu”.
An-Nawawi berkata : “Ulama berselisih tentang hal tersebut, Ibnul Arabi Al-Maliki berkata
: ada yang berpendapat : dikatakan kepada orang yang bersin untuk yang kedua kali : Kamu
kena flu, dan ada yang berpendapat : dikatakan kepadanya pada bersin yang ketiga, dan ada
yang berpendapat : pada bersin yang keempat, dan yang paling shahih agar dikatakan
kepadanya pada bersin yang ketiga, Ibnul Arabi berkata : Dan maksudnya bahwa kamu
bukan orang yang mendoakannya setelah ini, karena yang ada padamu adalah flu dan
penyakit, bukan bersin yang ringan
Ibnul Qayyim berkata : “ Dan penjelasan beliau tentang hadits :”Orang itu kena flu”
adanya peringatan untuk medoakan baginya kesembuhan, karena flu itu penyakit, dan pada
hadits tersebut adanya udzur bagi orang yang tidak mendoakan setelah bersin yang ketiga.
Hadits ini juga berisikan suatu perhatian terhadap sebab ini agar seseorang memahaminya
dan tidak mengabaikannya, sehingga membuat susah urusannya. Dengan demikian
perkataan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah hikmah dan rahmat, ilmu dan
petunjuk
Bolehnya Mendoakan Ahlu Dzimmah – yakni kafir dzimmi, pent – Ketika Bersin Dengan
Doa “Yahdikumullah Wa Yushlihu Balakum”
Masalah ini disebutkan di dalam hadits Abu Musa Al-Asy’ari, beliau berkata : Seorang
Yahudi bersin di sisi Rasulullah, dia berharap agar Nabi mengucapkan untuknya
yarhamukallah, namun yang Nabi ucapkan adalah : “yahdikumullah wa yushlihu balakum“
Berdasarkan ini boleh mendoakan ahlu dzimmah –apabila mereka bertahmid setelah
bersin- dengan doa hidayah dan taufiq kepada keimanan, dan tidak mendoakan mereka
dengan rahmat dan maghfiroh, karena mereka tidak pantas untuk doa itu.
Faedah : boleh bagi orang yang bersin di dalam shalat agar bertahmid kepada Allah,
namun tidak boleh bagi orang yang mendengarnya mendoakannya dengan mengucapkan
yarhamukallah.
4.2. Adab menguap.
Disunnahkan Menahan Mulut Ketika Menguap Karena Hal Itu Dari Syaithan
Di dalam perkara ini adanya hadits Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam beliau bersabda : “… sedangkan menguap maka dia itu dari syaithan…al-
hadits”. An-Nawawi berkata : “ Menguap sering terjadi bersamaan dengan rasa berat,
jenuh, penat, badan cenderung merasa malas. Penyandaran perbuatan tersebut kepada
syaithan karena dialah yang mengajak kepada syahwat, dan maksudnya di sini adanya
peringatan terhadap sebab yang melahirkan darinya berpuas-puas dan memperbanyak di
dalam masalah makanan
Adapun menahan menguap maka hal itu adalah perkara yang disunnahkan, dan tentang hal
tersebut banyak hadits-hadits yang menerangkannya, dan diantara hadits-hadits tersebut
adalah hadits Abu Hurairah, beliau berkata : Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda : “Menguap itu dari syaithan maka apabila salah seorang dari kalian
menguap maka hendaknya dia menahannya, dan apabila salah seorang dari kalian ketika
menguap mengucapkan “ haa “, syaithan akan menertawakannya”, pada lafazh riwayat
Muslim : “Apabila salah seorang dari kalian menguap maka hendaknya dia menahannya
semampunya”. Pada lafazh riwayat Ahmad: “Maka hendaknya dia menahannya
semampunya dan janganlah ia mengucapkan “aah aah,” karena sesungguhnya apabila ada
salah seorang dari kalian membuka mulutnya maka sesungguhnya syaithan
menertawakannya atau tertawa kepadanya”
Diriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiallahu ‘anhu beliau berkata : Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Apabila salah seorang dari kalian menguap maka
hendaknya dia menahan dengan tangannya ke mulutnya, karena syaithan itu masuk”, dan
pada lafazh riwayat Ahmad: “Apabila salah seorang dari kalian menguap dalam shalat,
maka hendaknya dia meletakkan tangannya ke mulutnya, karena syaithan itu masuk
bersama menguap”
Al-Kazham – menahan – terkadang dengan jalan menahan dengan mulut dan mencegahnya
agar tidak terbuka, dan terkadang dengan menekan gigi-gigi pada bibir, dan terkadang
dengan meletakkan tangan atau pakaian pada mulut dan yang semisalnya.
Catatan penting: Sebagian orang bersandar kepada permohonan perlindungan dari
syaithan ketika menguap, ini adalah kesalahan yang nyata, dari dua sisi :
Yang pertama : Bahwa ta’awwudz (mohon perlindungan) adalah perkara dzikir yang ia
buat-buat dari dirinya sendiri yang tidak disyariatkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Kedua : Orang tersebut telah meninggalkan sunnah yang Nabi perintahkan ketika
menguap, yaitu menahan mulut ketika menguap semampunya apakah dengan pakaian atau
dengan meletakkan tangan atau dengan cara yang lain, maka hendaknya seorang muslim
memperhatikan hal ini.
Terjemahan dari kitab : “Kitab Al-Adab”, karya : Fu`ad bin Abdul Azis Asy-Syalhuub.
4.3. Adab bersendawa
MERENDAHKAN SUARA
( أحدكم تجشأ ) (إذا عطس ( أو الشبع عند الفم من يخرج ريح مع صوت وهو بالضم الجشإ من
) ( ) ( الشيطان ( فإن صوته أي الصوت بهما ندبا يرفع فال وضمها بكسرها ومضارعه الطاء بفتح
( ويكره اإلمكان قدر لهما خفضصوته فيندب به ويهزأ منه فيضحك الصوت بهما يرفع أن يحب
تحرم قد بل الكراهة اشتدت أحد بهما تأذى فإن عمدا الرفع
“Bila salah seorang diantara kalian bersendawa (glege’en-java-pent.) atau bersin maka
janganlah mengeraskan suaranya karena sesungguhnya syetan suka terhadap suara
kerasnya” maka ia mentertawakan dan mengejekmu, karenanya disunahkan sedapat
mungkin merendahkan suara dan dimakruhkan mengeraskannya terlebih bila menyakitkan
orang lain maka hukumnya sangat makruh bahkan bisa menjadi haram.
Sendawa ialah suara disertai bau tidak sedap yang keluar dari mulut akibat kekenyangan
Faidh alQadiir I/405
• JANGAN MENDONGAK KEATAS
وكذلك يسويه أن ينبغي فال رداؤه سقط وإن السماء إلى رأسه يرفع ال أن فينبغي تجشأ وإن
لضرورة إال مكروه ذلك فكل عمامته أطراف
Bila seseorang bersendawa sebaiknya jangan mengangkat kepala keatas meskipun
karenanya mengakibatkan serbannya jatuh, yang demikian makruh kecuali saat terpaksa
Ihyaa’ ‘Uluumiddiin I/189
• SAAT SENDAWA DALAM SHALAT, ANGKATLAH KEPALA
إلى من يتأذى لئال ؛ السماء إلى رأسه يرفع فإنه صالته فSي تجشأ من أن عTلTى أحمد VصT ن وقد
جشائه برائحة . جانبه
Imam Ahmad menetapkan bahwa orang yang bersendawa dalam shalatnya agar
mengangkat kepalanya agar tidak menyakiti orang yang ada disekitarnya akan bau tidak
sedap sendawa.
Fath al-Baari III/409
• SUNNAH MEMBACA HAMDALAH
أهونها : داء سبعين عنه الله رفع حال كل على لله الحمد فقال تجشأ عطسأو من أن وورد
الجذام
Terdapat keterangan bahwa orang yang bersin dan sendawa kemudian mengucapkan
“Segala puji bagi Allah atas semua keadaan”. Allah menghilangkan darinya 70 penyakit
yang paling ringannya adalah penyakit kusta.(Bughyah al-Mustarsyidiin I/173)
4.4. Menjelaskan tentang Istinsyak
Istinsyaq ialah: Memasukkan air ke dalam hidung dengan tangan kanan, menggerakkan air
di dalam hidung, membasuh dan kemudian menghembuskan keluar air tersebut. Cara
mengeluarkan air dari hidung “istinsyaq” ialah setelah mengeluarkan air dari mulut (setelah
berkumur-kumur).
Istinsar pula ialah: Bersungguh-sungguh menghirup atau memasukkan air ke hidung
dengan tangan kanan (jika tidak berpuasa), kemudian menghembuskan (menyemburkan)
air tersebut dari hidung dengan tangan kiri:
Dari Laqit bin Sabirah radhiyallahu ‘anhu berkata: "Wahai Rasulullah, khabarkan
kepadaku tentang wudhu’! Baginda bersabda: Sempurnakanlah wudhu’ kamu, sela-selalah
celah-celah jari-jemari kamu dan basuhlah hidung dengan menyedut air ke hidung
melainkan ketika kamu berpuasa (dengan tidak menyedut bersungguh-sungguh)”. (H/R at-
Tirmizi, 38. Juga disahihkan oleh Ibnu Hajar al-‘Asqalani)
Dalam buku 365 Tip Sihat Gaya Rasulullah karya Dr Mohammad Ali Toha, Prof Dr
Syahathah dari Fakulti Perubatan, Universiti Alexandria, Mesir membuat kajian bahawa
'istinsyaq' atau memasukkan air melalui hidung ketika berwuduk membersihkan hidung
daripada kuman.
Cara melakukannya ialah dengan memasukkan air seperti menarik nafas dengan kekuatan
sederhana kemudian mengeluarkan air itu dengan hembusan yang kuat.
Kaedah itu jika dilakukan dengan sempurna mampu mencegah 17 penyakit berbahaya,
antaranya mata, telinga kulit, radang kerongkong, batuk dan penyakit paru-paru dan
penyakit mental. Percayalah, jika Allah memerintahkan sesuatu ibadah itu, pasti ada
hikmah dan manfaat kepada manusia.
Istinsyaq ataupun menghirup air ke dalam hidung adalah perbuatan yang jarang dilakukan
orang.Menurut pakar bedah tumor yang tersembunyi di dalam hidung aliran air ke dalam
hidung yang menyapu bahagian nasopharyng merangsang pendarahan pada tumor
itu.Apabila kita melakukan Istinsyaq,kegiatan ini membantu dalam pengesanan awal tumor
di bahagian nasopharyng yang tersembunyi.
Sم\ا صTائ Tكو[نT ت ن[T أ V Sال إ Sاق Tش] Sن ت Sس[ اال[ فSي Sغ[ Tال وTب
“Bersungguh-sungguhlah engkau dalam beristinsyaq kecuali bila engkau sedang puasa.”
(HR. Abu Dawud no. 123, at-Tirmidzi no. 718, dan selain keduanya, serta disahihkan oleh
asy-Syaikh Muqbil dalam al-Jami’us Shahih 1/512)
Dari Laqit bin Sabirah radhiyallahu ‘anhu berkata: "Wahai Rasulullah, khabarkan
kepadaku tentang wudhu’! Baginda bersabda: Sempurnakanlah wudhu’ kamu, sela-selalah
celah-celah jari-jemari kamu dan basuhlah hidung dengan menyedut air ke hidung
melainkan ketika kamu berpuasa (dengan tidak menyedut bersungguh-sungguh)”. (H/R at-
Tirmizi, 38. Juga disahihkan oleh Ibnu Hajar al-‘Asqalani).
\
Daftar pustaka
El-Bantanie, Muhammad Syafi’ie (2010). Dahsyatnya Terapi Wudhu. Jakarta :
Gramedia Pustaka Utama
Herawati, Sri, Rukmini, Sri (2000). Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung
Tenggorok : Untuk Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi. Jakarta : EGC
Kumala, Poppy [et.al] (1998). Kamus Saku Kedokteran Dorland. Edisi 25. Jakarta : EGC
Leeson CR, Leeson TS, Paparo AA (1996). Buku Ajar Histologi. Edisi 5. Jakarta : EGC
Raden, Inmar (2011). Anatomi Kedokteran Sistem Kardiovaskular dan Sistem
Respiratorius.
Jakarta : Balai Penerbit FKUY
Sherwood, Lauralee (2001). Fisiologi Manusia : Dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta : EGC
Seopardi, Efiaty Arsyad, Iskandar, Nurbaiti, Bashiruddin, [et.al] (2007). Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi 6. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI
www.http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21493/4/Chapter%20II.pdf