Upload
dian-firdasari
View
17
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
biofarmasi
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Tujuan dasar dari desain sediaan adalah untuk mengoptimumkan pemberian obat,
sehingga mencapai suatu ukuran kontrol dari efek terapi dalam menghadapi fluktuasi yang
tidak tentu dalam lingkungan in vivo di mana pelepasan obat berlangsung. Hal ini biasanya
dilakukan dengan memaksimumkan availabilitas obat, yaitu dengan berusaha
mempertahankan suatu laju maksimum dan memperbesar absorpsi obat. Kontrol dari aksi
obat melalui formulasi juga termasuk mengontrol bioavalabilitas untuk mengurangi laju
absorbsi obat. Agar obat dapat berada dalam tubuh dalam jangka waktu yang cukup lama,
tanpa memberikan efek toksik, maka dibuatlah sediaan sustained release.
Penghantaran obat ke reseptor atau tempat bekerjanya obat sering terhambat dengan
adanya efek samping obat ataupun karena pelepasan obat tidak sesuai pada tempat kerjanya.
Untuk itu, obat dibuat dalam bentuk controlled release atau sediaan lepas terkendali. Sediaan
lepas terkendali ini mengatur pelepasan obat di dalam tubuh yang dimaksudkan untuk
meningkatkan efektifitas obat pada reseptornya.
Sediaan sustained release atau sediaan lepas lambat merupakan bagian dari bentuk
controlled relese. Sediaan lepas lambat merupakan sediaan yang menyebabkan obat terlepas
ke dalam tubuh dalam waktu yang lama. Untuk membuat sediaan lepas lambat ini,
dibutuhkan eksipien atau bahan tambahan yang dapat membuat zat aktif atau obat dapat
dilepaskan secara perlahan ke dalam tubuh.
Obat-obat dengan tujuan sustained release dapat dibuat dengan polimer-polimer yang
mekanisme kerjanya yaitu dengan cara sistem difusi yang dikontrol. Polimer-polimer tersebut
dapat dibuat sebagai matriks atau dalam bentuk reservoir. Pada sistem reservoir, terdapat
suatu inti yang mengandung obat tertentu yang terpisah dari cairan biologis dengan adanya
lapisan atau penyalutan dengan polimer yang tidak larut dalam air, dan proses pelepasan dari
obat bergantung dari geometri obat tersebut. Contoh polimer yang umumnya digunakan
sebagai penyalut adalah etil selulosa, polietilenvinilasetat, silikon dan kopolimer akrilat
berbagai jenis.
B. TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisan makalah ini adalah supaya pembaca dapat mengerti apa yang dimaksud dengan :1. Untuk mengetahui definisi dari sediaan sustained release.
2. Untuk mengetahui mekanisme dari sediaan sustained release.
3. Untuk mengetahui obat-obat dari sediaan sustained release.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi sustained release
Bentuk sediaan konvensional dirancang untuk melepaskan obatnya ke dalam tubuh
agar diserap secara cepat seluruhnya, sebaliknya tablet lepas lambat dirancang untuk
melepaskan obatnya secara perlahan-lahan supaya pelepasannya lebih lama dan
memperpanjang kerja obat. Beberapa bentuk sediaan padat dirancang untuk melepaskan
obatnya ke dalam tubuh agar diserap secara cepat seluruhnya, sebaliknya produk lain
dirancang untuk melepaskan obatnya secara perlahan-lahan supaya pelepasannya lebih lama
dan memperpanjang kerja obat (Ansel, 1989).
Kebanyakan bentuk lepas lambat (sustained release) dirancang supaya pemakaian
satu unit dosis tunggal menyajikan pelepasan sejumlah obat segera setelah pemakaiannya,
secara tepat menghasilkan efek terapeutik yang diinginkan secara berangsur-angsur dan terus
menerus melepaskan sejumlah obat lainnya untuk memelihara tingkat pengaruhnya selama
periode waktu yang diperpanjang biasanya 8 sampai 12 jam. Keunggulan tipe bentuk sediaan
ini menghasilkan kadar obat dalam darah yang merata tanpa perlu mengulangi pemberian
unit dosis (Ansel, 1989). Profil kadar vs waktu antara bentuk sediaan konvensional dengan
sediaan sustained release dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
B. Keuntungan dan kerugian sustained release
Keuntungan bentuk sediaan lepas lambat dibandingkan bentuk sediaan konvensional
menurut Ansel (1989) adalah sebagai berikut:
a. Mengurangi fluktuasi kadar obat dalam darah.
b. Mengurangi frekuensi pemberian.
c. Meningkatkan kepatuhan pasien.
d. Mengurangi efek samping yang merugikan.
e. Mengurangi biaya pemeliharaan kesehatan.
Kelemahan sediaan lepas lambat menurut Siregar dan Wikarsa (2010) adalah sebagai
berikut:
a. Biaya sediaan lepas lambat pada umumnya lebih mahal dibandingkan sediaan
konvensional.
b. Adanya dose dumping yaitu sejumlah besar obat dari sediaan obat dapat lepas
secara cepat.
c. Tidak semua jenis zat aktif sesuai dengan sediaan formulasi lepas lambat.
d. Pemberian sediaan lepas lambat tidak memungkinkan penghentian terapi dengan
segera.
e. Sediaan lepas lambat yang cenderung tetap utuh dapat tersangkut pada suatu
tempat di sepanjang saluran cerna.
C. Sifat fisikokimia dan biologis sediaan sustained release
Sifat fisikokimia dan biologis dari bahan obat yang akan diformulasikan sebagai tablet lepas
lambat merupakan faktor yang perlu diperhatikan. Sifat-sifat fisikokimia ini akan mempengaruhi sifat
fisikokimia tablet yang akan dihasilkan (Lee dan Robinson, 1978) :
• Dosis
Produk yang digunakan peroral dengan dosis lebih besar dari 500 mg sangat sulit
untuk dijadikan sediaan lepas lambat karena pada dosis yang besar akan dihasilkan volume
sediaan yang terlalu besar yang tidak dapat diterima sebagai produk oral.
• Kelarutan
Obat dengan kelarutan dalam air yang terlalu rendah atau terlalu tinggi tidak cocok
untuk sediaan lepas lambat. Batas terendah untuk kelarutan pada sediaan lepas lambat adalah
0,1 mg/ml.
• Koefisien partisi
Obat yang mudah larut dalam air memungkinkan tidak mampu menembus membran
biologis sehingga obat tidak sampai ke tempat aksi. Sebaliknya, untuk obat yang sangat lipofil
akan terikat pada jaringan lemak sehingga obat tidak mencapai sasaran.
• Stabilitas obat
Bahan aktif yang tidak stabil terhadap lingkungan yang bervariasi di sepanjang
saluran cerna (enzim, variasi pH, flora usus) tidak dapat diformulasikan menjadi sediaan lepas
lambat.
Beberapa sifat biologis yang perlu diperhatikan dalam pembuatan sediaan lepas lambat (Lee
dan Robinson, 1978):
• Absorbsi
Obat yang lambat diabsorbsi atau memiliki kecepatan absorbsi yang bervariasi sulit
untuk dibuat sediaan lepas lambat. Batas terendah harga konstanta kecepatan absorbsi untuk
sediaan oral adalah sekitar 0,25/jam dengan asumsi waktu transit gastrointestinal 10-12 jam.
• Volume distribusi
Obat dengan volume distribusi yang benar-benar tinggi dapat mempengaruhi
kecepatan eliminasinya sehingga obat tersebut tidak cocok untuk dibuat sediaan lepas lambat.
• Durasi
Obat dengan waktu paro yang pendek dan dosis yang besar tidak cocok untuk
dijadikan sediaan lepas lambat sedang obat dengan waktu paro yang panjang dengan
sendirinya akan mempertahankan kadar obat pada indeks terapetiknya sehingga tidak perlu
dibuat sediaan lepas lambat. Bahan aktif berwaktu paruh biologis relatif pendek, misalnya 1
jam, mungkin sulit diformulasi menjadi sediaan lepas lambat karena ukurannya juga menjadi
terlalu besar.
• Indeks terapetik
Obat dengan indeks terapi yang kecil memerlukan kontrol yang teliti terhadap kadar
obat yang dilepaskan dalam darah, sehingga tidak sesuai untuk sediaan lepas lambat karena
berisiko tinggi terjadinya efek toksik. Oleh karena itu, sediaan lepas lambat dapat berperan
dalam mengontrol pelepasan obat agar tetap dalam indeks terapetiknya.
D. Mekanisme pelepasan sustained release
a. Difusi
Pada mekanisme ini, obat dapat berdifusi keluar melalui sistem matriks.. Pada
sistem reservoir, inti obat dienkapsulasi dalam membran polimer, sehingga difusi obat
melalui membran dapat dikendalikan kecepatan pelepasannya. Mekanisme pelepasan
obat yang terjadi berawal dari terlarutnya obat di dalam membran dan diikuti oleh
difusi dan terlepasnya obat dari permukaan pada sisi lain dari membran.
Jika polimer tidak larut air, maka kelarutan obat dalam membran merupakan
faktor penting yang mendorong terjadinya difusi melintas membran. Sedangkan jika
membran merupakan polimer larut air, sebagian polimer akan terlarut membentuk
saluran-saluran yang merupakan panjang lintasan difusi yang bersifat konstan.
b. Disolusi
Obat disalut dalam bahan polimerik dan kecepatan disolusi polimer
menentukan kecepatan pelepasan obat. Sistem ini dapat digunakan untuk menahan
pelepasan obat melalui cara yang berbeda-beda. Salah satunya dengan menempatkan
partikel-partikel obat ke dalam penyalut yang masing-masing memiliki ketebalan yang
bervariasi, akibatnya pelepasan obat akan terjasi secara bertahap. Partikel obat yang
memiliki lapisan penyalut yang paling tipis akan memberikan pelepasan yang segera,
sehingga dapat memenuhi konsentrasi obat yang dibutuhkan pada tahap awal
pemberian dosis, sedangkan lapisan penyalut yang lebih tebal akan memenuhi kadar
obat yang dibutuhkan utuk menjaga agar konsentrasi obat tetap konstan di dalam
tubuh.
c. Osmosis
Penempatan membran semipermeabel di sekeliling tablet, partikel atau larutan
obat, menyebabkan adanya pembentukan perbedaan tekanan osmotik antara bagian
dalam dan bagian luar tablet sehingga memompa larutan obat keluar dari tablet
melalui celah kecil dan memberikan sifat pelepasan obat yang diperlama. Pada sistem
ini, membran semipermeabel digunakan untuk mengendalikan kecepatan pelepasan
obat. Kecepatan pelepasan obat dapat konstan selama konsentrasi obat melewati
membran juga tetap.
d. Swelling
Ketika suatu polimer kontak dengan air, maka terjadi penyerapan air yang
menyebabkan polimer dapat mengembang, sehingga obat yang terdispersi di dalam
polimer akan berdifusi keluar. Akibatnya, pelepasan obat bergantung pada dua proses
kecepatan yang simultan yaitu antara proses berdifusinya air ke dalam polimer dan
peregangan rantai polimer.
e. Proses Erosi
Pada sistem ini, polimer pada matriks akan mengalami erosi atau pengikisan
karena terbentuk ikatan labil akibat reaksi yang terjadi secara hidrolisis maupun
enzimatis. Seiring dengan terkikisnya polimer, maka obat akan dilepaskan ke dalam
medium di sekitarnya.
E. Metode formulasi sustained release
Untuk formulasi sediaan lepas lambat digunakan suatu barrier kimia atau fisika untuk
mendapatkan pelepasan yang lambat dari dosis maintenance, diantaranya adalah dengan penyalutan,
matrik lemak atau plastik, mikroenkapsulasi, ikatan kimia dengan resin penukar ion, dan sistem
pompa osmotik. Teknologi yang sering digunakan dalam formulasi tablet lepas antara lain :
1. Sistem matriks
Sistem matriks merupakan sistem yang paling sederhana dan sering digunakan dalam
pembuatan tablet lepas lambat. Bahan aktif didispersikan secara homogen di dalam pembawa.
Bahan pembawa yang sering digunakan dapat digolongkan menjadi bahan pembawa tidak larut
air bersifat lilin/wax dan hidrofilik pembuatan gel. Campuran tersebut kemudian dicetak
menjadi tablet.
Beberapa matriks yang digunakan untuk tablet matriks:
Karakteristik matriks Bahan
Matriks Hidrofobik Polietilen
PVC
Kopolimer metil akrilat-metakrilat
Etilselulosa
Matriks Lemak Lemak karnauba
- Stearil alkohol, as.stearat, PEG
Lemak kastor
- PEG monostearat
Trigliserida
Hidrofilik Metilselulosa, HEC, HPMC, Na CMC,
Na alginat, karboksipolimetilen.
2. Penyalutan
Teknologi penyalutan sering digunakan pada bahan aktif berbentuk serbuk, pellet
mengandung bahan aktif atau tablet. Lapisan penyalutan ini berfungsi mengendalikan
ketersediaan bahan aktif dalam bentuk larutan. Penyalutan serbuk bahan aktif dapat dilakukan
dengan metode mikroenkapsulasi, antara lain menggunakan teknik koaservasi atau (pemisahan
fase) dengan polimer larut air atau teknik polimerisasi pada antar permukaan antara larutan
bahan aktif dalam pelarut organik dan larutan monomer dalam pelarut air. Ketebalan lapisan
yang berbeda dicampurkan untuk menghasilkan campuran dengan karakteristik pelepasan obat
yang diharapkan.
3. Matriks
sistem matriks merupakan sistem yang paling sederhana dan sering digunakan
dalam pmbuatan tablet lepas lambat. Bahan aktif didispersikan secara homogen di
dalam bahan pembawa tidak larut dalam air bersifat lilin/wax dan hidrofilik yang
dikempa. Sistem ini mampu mengembang diikuti oleh erosi bentuk gel dan terdisolusi
dalam media air. Matriks digolongkan menjadi 3 karakter (Lachman dkk, 1994) yaitu:
a. Matriks tidak larut, inert
Matriks jenis ini telah digunakan sebagai dasar untuk banyak formulasi di
pasaran. Tablet yang dibuat dari bahan-bahan ini didesain untuk dimakan dan tidak
pecah dalam saluran cerna. Pelepasan obat tergantung kemampuan medium air untuk
melarutkan channeling agent sehingga membentuk matriks yang porous dan berkelok-
kelok. Partikel obat terlarut dalam medium air dan mengisi porous yang dibentuk
channeling agent, berdifusi keluar dari matriks. Contoh matriks inert antara lain
adalah polietilen, polivinil klorida, kopolimer metil akrilat, metakrilat, etilselulosa
(EC).
b. Matriks tidak latur, terkikis
Matriks jenis ini mengontrol pelepasan obat melalui difusi pori dan erosi.
Bahan-bahan yang termasuk dalam golongan ini adalah asam stearat, stearil alkohol,
dan polietilen glikol.
c. Matriks hidrofilik
Sistem ini mampu mengembang dan diikuti oleh erosi dari bentuk gel
sehingga obat dapat terdisolusi dalam media air. Matriks hidrofilik diantaranya adalah
metil selulosa, hidroksipropil metilselulosa, natrium karboksimetilselulosa, natrium
alginat, xanthan gam dan karbapol. Bila bahan-bahan tersebut kontak dengan air,
maka akan terbentuk lapisan matriks terhidrasi. Lapisan ini bagian luarnya akan
mengalami erosi sehingga menjadi terlarut (Collet & Moreton, 2002).
F. Komponen Sediaan Sustained Release
Zat Aktif
Zat aktif yang digunakan dalam pengobatan umumnya merupakan senyawa sintetis
kimia, atau bisa berasal dari hasil ekstraksi alam (tumbuhan dan hewan). Idealnya zat aktif
yag akan diformulasikan mempunyai sifat-sifat sebagai berikut: kemurniannya tinggi, stabil,
kompatibel dengan semua eksipien, bentuk partikel sferis, ukuran dan distribusi ukuran
partikelnya baik, sifat alir baik, optimum moisture content, kompresibilitas baik, tidak
mempunyai muatan pada permukaan, dan mempunyai sifat organoleptis yang baik.
Bahan Pengisi
Bahan pengisi adalah bahan yang digunakan untuk mendapatkan ukuran tablet yang
sesuai dan mempermudah dalam proses pembuatan tablet. Bahan pengisi harus memenuhi
beberpa kriteria yaitu:
1. Harus nontoksik.
2. Harganya harus cukup murah.
3. Tidak boleh saling berkontraindikasi
4. Harus inert/netral.
5. Harus stabil secara fisika dan kimia.
6. Harus bebas dari semua jenis mikroba.
7. Harus color compsatible.
8. Tidak boleh mengganggu bioavailabilitas obat.
Contoh bahan pengikat yaitu: Laktosa, Avicel, Starch 1500, Maistarke.
Bahan Pengikat
Bahan pengikat adalah bahan yang merekatkan partikel serbuk satu dengan yang lain
sehingga membentuk granul yang spheris setelah dilewatkan melalui ayakan. Dengan adanya
pengikat diharapkan bentuk granul akan tetap terutama setelah pengeringan sampai proses
pencetakan. Contoh : PVP, Mucilago amyli, gelatin, HPC-SL, HPMC..
Bahan penghancur
Bahan penghancur adalah bahan yang digunakan untuk tujuan agar tablet dapat
segera hancur bila kontak dengan air atau cairan lainnya. Contoh : Amylum kering,
Eksplotab, Ac-Di-Sol.
Bahan Pelicin
Bahan pelicin mempunyai 3 fungsi, yaitu :
1. Lubrikan berfungsi untuk mengurangi friksi antara permukaan dinding atau tepi
tablet dengan dinding die selama kompresi dan ejeksi.
2. Glidants ditambahkan dalam formulasi untuk menaikkan atau meningkatkan
fluiditas massa yang akan dikempa, sehingga massa tersebut dapat mengisi die dalam
jumlah yang seragam.
3. Antiadherents adalah bahan yang dapat mencegah melekatnya (sticking) permukaan
tablet pada punch atas dan punch bawah.
Contoh bahan pelican: Mg Stearat, Talkum.
G. Macam – Macam Metode Pembuatan Tablet Sustained Release
Granulasi basah
Granulasi Basah yaitu memproses campuran partikel zat aktif dan eksipien
menjadi partikel yang lebih besar dengan menambahkan cairan pengikat dalam
jumlah yang tepat sehingga terjadi massa lembab yang dapat digranulasi. Granulasi
basah digunakan untuk zat aktif yang tahan terhadap lembab dan panas. Prinsip dari
metode ini adalah membasahi massa atau campuran zat aktif dan eksipien dengan
larutan pengikat tertentu sampai diperoleh tingkat kebasahan tertentu pula.
Keuntungan dari metode granulasi basah, yaitu: memperoleh aliran yang baik,
meningkatkan kompresibilitas, mengontrol pelepasan, mencegah pemisahan
komponen campuran selama proses, distribusi keseragaman kandungan, dan
meningkatkan kecepatan disolusi.
Kerugian dari metode granulasi basah, yaitu: banyak tahap dalam proses
produksi yang harus divalidasi, biaya cukup tinggi, zat aktif yang tidak tahan lembab
dan panas tidak dapat dikerjakan dengan cara ini. Untuk zat termolabil dapat
menggunakan pelarut non air.
Granulasi kering
Granulasi kering sering disebut juga dengan slugging, yaitu memproses
partikel zat aktif dan eksipien dengan mengempa campuran bahan kering menjadi
massa padat yang selanjutnya dipecah lagi untuk menghasilkan partikel yang
berukuran lebih besar dari serbuk semula (granul). Metode ini digunakan untuk zat
aktif yang tidak tahan terhadap panas dan kelembaban. Prinsip metode ini adalah
membuat granul secara mekanis, tanpa bantuan bahan pengikat dan pelarut, ikatannya
didapat melalui gaya.
Keuntungan dari metode granulasi kering, yaitu: Peralatan yang digunakan
lebih sedikit, baik untuk zat aktif yang tidak tahan terhadap panas dan kelembaban,
dan mempercepat waktu hancur.
Kerugian dari metode granulasi kering, yaitu: memerlukan mesin tablet khusus
untuk membuat slug, tidak dapat mendistribusikan zat warna seragam, dan proses
banyak menghasilkan debu sehingga memungkinkan terjadinya kontaminasi silang.
Kempa langsung
Metode Kempa Langsung yaitu pembuatan tablet dengan mengempa langsung
campuran zat aktif dan eksipien kering tanpa melalui perlakuan awal terlebih dahulu.
Metode ini merupakan metode yang paling mudah, praktis, dan cepat pengerjaannya,
namun hanya dapat digunakan pada kondisi zat aktif yang kecil dosisnya, serta zat
aktif tersebut tidak tahan terhadap panas dan lembab. Secara umum sifat zat aktif
yang cocok untuk metode kempa langsung adalah zat aktif yang sifat alirnya baik,
kompresibilitasnya baik, bentuknya kristal, dan mampu menciptakan adhesifitas dan
kohesifitas dalam massa tablet. Prinsip metode kempa langsung yaitu mencampur zat
aktif dengan eksipien yang memiliki aliran dan kompresibilitas yang baik kemudian
dicetak.
Keuntungan dari metode kempa langsung, yaitu: lebih ekonomis karena
validasi proses lebih sedikit, prosesnya lebih singkat sehingga tidak memakan waktu,
tenaga, dan mesin yang banyak, dapat digunakan untuk zat aktif yang tidak tahan
terhadap panas dan kelembaban, serta waktu hancur dan disolusinya lebih baik.
Kerugian dari metode kempa langsung, yaitu: perbedaan ukuran partikel dan
kerapatan bulk antara zat aktif dengan pengisi dapat menimbulkan stratifikasi di
antara granul yang selanjutnya dapat menyebabkan kurang seragamnya kandungan zat
aktif di dalam tablet, zat aktif dengan dosis yang besar tidak mudah untuk dikempa
langsung, dan sulit dalam pemilihan eksipien.
H. Evaluasi Sediaan Sustained Release
Evaluasi tablet meliputi keseragaman bobot, ukuran, kekerasan, friabilitas, friksibilitas, kadar
zat aktif menggunakan spektrofotometri UV, keseragaman kandungan, dan disolusi. Pelarutan
merupakan proses dimana suatu bahan kimia atau obat menjadi terlarut dalam suatu pelarut. Dalam
sistem biologi pelarutan obat dalam media “aqueous” merupakan suatu bagian penting sebelum
kondisi sistemik. Laju pelarutan obat dengan kelarutan dalam air sangat kecil dari bentuk sediaan
padat yang utuh atau terdisintegrasi dalam saluran cerna sering mengendalikan laju absorbsi sistemik
obat.
Disolusi dikatakan sebagai hilangnya kohesi suatu padatan karena aksi dari cairan yang
menghasilkan suatu dispersi homogen bentuk ion (disperse molekuler) sedangkan kecepatan
pelarutan atau laju pelarutan adalah kecepatan melarutnya zat kimia atau senyawa obat ke dalam
medium tertentu dari suatu padatan.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Contoh Obat Sustained Release
1. TeofilinTeofilin merupakan obat yang sering digunakan dalam terapi asma.
Teofilin memiliki waktu paruh yang relatif pendek dan indeks terapetik
yang sempit yaitu 5 – 20 μg/ml. Formulasi sediaan lepas lambat
diharapkan dapat menghasilkan konsentrasi obat dalam darah yang lebih
seragam, kadar puncak yang tidak fluktuatif. Bentuk sediaan lepas lambat
dapat menjamin kepuasan pasien terutama jika pasien kesulitan untuk
mengkonsumsi obat secara berulang selama serangan asma akut. Polimer
hidrofilik secara luas digunakan dalam formulasi bentuk sediaan lepas
lambat (modified-release) peroral. Berbagai macam polimer sintetik
turunan selulosa diantaranya: etilselulosa (EC), hidroksiprofil metilselulose
(HPMC), sodium-carboxymetilsellulose (NaCMC), polimetilmetakrilat dan
bahan–bahan alam seperti xanthan gum (XG), guar gum, chitosan; telah
banyak digunakan dalam berbagai penelitian. Dalam hal ini matrik
hidrofilik akan mengembang (swelling) dan mengalami erosi, kedua
proses ini akan mengontrol kecepatan pelepasan .
Uji disolusi teofilin dari sediaan tablet lepas lambat dilakukan secara in
vitro, hal ini dilakukan untuk memprediksi pola pelepasan obat secara in
vivo. Disolusi juga merupakan suatu evaluasi terhadap peranan eksipien
pada pelepasan zat aktif dari sediaan sesuai tujuan pembuatan tablet. Uji
disolusi ini dilakukan untuk menggambarkan proses melarutnya suatu
obat. Uji disolusi menggunakan medium dapar fosfat pH 7,4 yang mana
bertujuan untuk meminimalisir pengaruh pelepasan zat aktif maupun
bahan tambahan lainnya dari perubahan keasaman atau kebasaan.
Lapidus dan Lordi (1969) mengemukakan bahwa hubungan antara
banyaknya obat lepas dan waktu adalah linear apabila mekanisme
pelepasan obat dikontrol oleh erosi matriks dan hubungan antar
banyaknya obat lepas dari matriks dan akar waktu adalah linear apabila
mekanisme pelepasan obat itu dikontrol oleh difusi melewati matriks. Dari
hasil perhitungan tabel 6 terlihat harga koefisien korelasi (r2) dari kurva
hubungan antara persen teofilin terdisolusi terhadap waktu dan akar
waktu dibandingkan dengan harga r tabel pada n = 13 (n-2) dengan taraf
kepercayaan 95 % adalah sebesar 0,553. Semua formula mempunyai
harga r hitung > dari r tabel, dengan demikian semua formula (keculai
formula 1)
diperoleh persamaan garis yang linier. Berdasarkan persamaan menurut
Ritger dan Peppas, maka diperoleh harga n = 0,553, dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa mekanisme pelepasan teofilin dari tablet
mengikuti mekanisme pelepasan difusi Fick. Mekanisme pelepasan difusi
lebih dominan, hal ini terlihat dari hubungan persen teofilin terdisolusi
sebagai fungsi akar waktu yang lebih linear daripada sebagai fungsi waktu
(erosi).
2. Dipiridamol
Dipiridamol digunakan untuk pencegahan komplikasi tromboembolik dalam terapi
pasca operasi katup jantung, terapi jangka panjang angina pektoris, dan mengurangi risiko
stroke pada pasien Transient Ischemic Acute.1 Terapi preventif membutuhkan pengaturan
konsentrasi obat dalam plasma darah yang bisa dipenuhi oleh sediaan tablet lepas lambat.
Sediaan lepas lambat memiliki beberapa keunggulan dibandingkan beberapa sediaan tablet
konvensional. Keunggulan tersebut antara lain mengurangi frekuensi pemberian, mengurangi
efek merugikan karena tidak ada fluktuasi kadar obat di dalam darah, serta durasi efek terapi
yang diinginkan lebih panjang.2,3 Pelepasan obat yang diperlambat dapat dicapai dengan
berbagai cara, diantaranya adalah salut penghalang, tablet matriks, tablet kerja berulang, resin
penukar ion dan pembentukan kompleks obat. Tablet matriks terbagi atas matriks lemak
malam, tablet matriks platik, dan tablet matriks hidrofilik. Mekanisme pelepasan obat dari
tablet matriks adalah secara erosi dan difusi. Kecepatan pelepasan obat dari sistem matriks
bergantung pada jenis dan jumlah polimer yang digunakan.
Dipiridamol terabsorbsi paling baik di lambung sehingga untuk meningkatkan
ketersediaan hayati, waktu tinggal tablet di lambung harus diperpanjang. Upaya untuk
memperpanjang waktu tinggal tablet di lambung dapat dicapai melalui beberapa cara seperti
mukoadhesi, pengapungan, pengendapan, pengembangan, atau modifikasi bentuk. Diantara
pendekatan tersebut, metode pengapungan dinilai sebagai metode yang paling efektif dan
aplikatif dalam mengatasi masalah bioavailabilitas.2 Sediaan mengapung dapat dicapai
dengan cara meringankan bobot jenis sediaan sehingga lebih kecil dari bobot jenis cairan
lambung.7-9 Pembawa yang dapat digunakan adalah polimer yang bersifat ringan yang juga
dapat mempengaruhi pelepasan obat dari sediaan.10-12 Sebagai tambahan, hingga kini belum
terdapat sediaan lepas lambat dipiridamol di pasaran dan monografinya dalam compendial
resmi seperti United State Pharmacopoeia, British Pharmacopoeia.
Durasi kerja 8 jam yang beredar di pasaran adalah 50 mg. Oleh karena itu, dosis yang akan
dibuat untuk sediaan tablet lepas lambat dipiridamol adalah 50 mg. Syarat pelepasan
dipiridamol dari tablet disesuaikan dengan konsentrasi terapetik dipiridamol.
Dipiridamol sukar larut dalam air. Untuk mempercepatpembasahan dipiridamol
diperlukan eksipien yang bersifat hidrofilik (HPMC) yang akan mempercepat kontak dengan
medium sehingga meningkatkan kecepatan pelarutan. Walaupun dapat mempercepat
pembasahan, HPMC pada konsentrasi tinggi dapat menahan pelepasan dipiridamol dari
sediaan tablet sekaligus juga berfungsi sebagai matriks tablet mengapung.
Jenis HPMC yang dipilih adalah tipe K karena laju hidrasinya paling cepat dibandingkan tipe
lain seperti tipe E atau F. Laju hidrasi HPMC bervariasi tergantung pada variasi rasio kedua
gugus subtituen yang terdapat pada HPMC (gugus metoksi dan hiroksipropil). HPMC tipe K
memiliki rasio gugus hidroksipropil terhadap metoksi paling besar (gugus metoksi bersifat
hidrofobik, sedangkan hidroksipropil bersifat hidrofilik dan berpengaruh pada laju hidrasi).
Laju hidrasi HPMC meningkat dengan bertambahnya gugus hidroksipropil. Kecepatan
hidrasi berpengaruh kepada kecepatan waktu apung. Makin cepat sediaan menyerap air, maka
semakin cepat sediaan tersebut mengapung.