27
BaNgSo bATAK GURU TATEA BULAN “TaTeA BuLaN PeNgHoRMaTaN RoH NeNeK MoYaNg” Tak banyak orang tahu, kalau di salah satu sudut kawasan Danau Toba, tepatnya di Desa Limbong Sagala, kecamatan Sianjur Mula-mula, Kabupaten Toba-Samosir, terdapat tradisi yang masih dipegang teguh oleh generasi terakhir yang peduli terhadap kearifan leluhur, dikenal dengan sebutan “Tatea Bulan”. Mereka juga percaya orang Batak pertama di turunkan di Pusuk Buhit, tak jauh dari desa itu berada. Hari cukup cerah ketika kami menyusuri keelokan Sumatera Utara dari dataran tinggi Karo menuju kawasan Danau Toba, yang terkenal dengan keindahan alamnya. Danau yang kabarnya merupakan terluas di Indonesia dan terlebar ketiga di dunia, ternyata memiliki makna filosofis yang sangat strategis bagi suku Batak, suku yang mendiami kawasan itu sejak dulunya. Lepas dari tanah karo, perjalanan yang berkelok-kelok dilanjutkan menuju Kabupaten Dairi yang terkenal dengan durian, sebelum akhirnya tiba di simpang tiga (jalan lintas Subussalam; red). Di sini kita harus mengambil arah ke kiri jika ingin mencapai kawasan Danau Toba dari sebelah barat.

BaNgSo bATAK

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BaNgSo bATAK

BaNgSo   bATAK

GURU TATEA BULAN

“TaTeA BuLaN PeNgHoRMaTaN RoH NeNeK MoYaNg”

Tak banyak orang tahu, kalau di salah satu sudut kawasan Danau Toba, tepatnya di Desa Limbong Sagala, kecamatan Sianjur Mula-mula, Kabupaten Toba-Samosir, terdapat tradisi yang masih dipegang teguh oleh generasi terakhir yang peduli terhadap kearifan leluhur, dikenal dengan sebutan “Tatea Bulan”. Mereka juga percaya orang Batak pertama di turunkan di Pusuk Buhit, tak jauh dari desa itu berada.

Hari cukup cerah ketika kami menyusuri keelokan Sumatera Utara dari dataran tinggi Karo menuju kawasan Danau Toba, yang terkenal dengan keindahan alamnya. Danau yang kabarnya merupakan terluas di Indonesia dan terlebar ketiga di dunia, ternyata memiliki makna filosofis yang sangat strategis bagi suku Batak, suku yang mendiami kawasan itu sejak dulunya.

Lepas dari tanah karo, perjalanan yang berkelok-kelok dilanjutkan menuju Kabupaten Dairi yang terkenal dengan durian, sebelum akhirnya tiba di simpang tiga (jalan lintas Subussalam; red). Di sini kita harus mengambil arah ke kiri jika ingin mencapai kawasan Danau Toba dari sebelah barat. Biasanya tak sampai dua jam dari simpang tadi, kita akan memasuki daerah yang bernama “Tele”. Daerah yang letaknya cukup tinggi ini, sangat tepat untuk menikmati pemandangan Danau Toba dari sisi yang berbeda.

Selanjutnya, jika dirasa puas, perjalanan bisa dilanjutkan menuju Pangururan, sebuah daerah yang berbatasan langsung antara daratan Danau Toba dengan Pulau Samosir. Dahulunya, kawasan ini sempat menyatu. Namun seiring kebutuhan sarana transportasi

Page 2: BaNgSo bATAK

air cukup besar di era 70-an, kawasan ini pun di belah dan di gali lebih dalam agar kapal-kapal dapat lewat dan tidak kandas. Karena tanah yang di belah tadi, akhirnya daerah itu terkenal dengan sebutan “ Tano Ponggol” (baca: bahasa batak = tanah yang terbelah). Kini, untuk menghubungkan daratan antara Danau Toba dengan Pulau Samosir, di bagian atasnya telah dibangun sebuah jembatan permanen.

Berkunjung ke kawasan Danau Toba tentunya kurang berkesan jika tidak menapakkan langkah di Pulau Samosir. Pulau yang terbentuk akibat letusan Gunung Toba ratusan abad silam, seperti dilansir oleh seorang geolog asal Jerman, Van Bemmelen. Dalam teorinya dia mengatakan, erupsi Tumor (gunung) Toba waktu itu merupakan letusan terbesar yang pernah tercatat dalam sejarah manusia. Hal itu di dasari oleh pembentukan struktur kawasan yang berbatu-batu. Sebuah kawasan yang terbentuk atas lapisan sedimen yang begitu kuat. Diyakini, dulunya sedimen pulau ini berada di bagian bawah gunung, yang karena pergeseran tektonik akhirnya bergerak ke permukaan saat letusan terjadi. Dan seperti kebanyakan kawasan lain pada umumnya, setelah erupsi besar terjadi, daerah ini pun relatif tenang. Hanya di bagian barat pulau ini masih terdapat aktifitas vulkanologi dalam skala kecil, ditandai dengan munculnya titik-titik air panas.

Pulau Samosir adalah pulau yang berada di tengah Danau Toba, berada di ketinggian 1.000 meter di atas permukaan laut. Sejak Januari 2004 silam, Samosir resmi menjadi kabupaten, ketika sebelumnya masih merupakan bagian dari Kabupaten Tapanuli Utara Kawasan ini pun terdiri atas 9 kecamatan, yakni; Pangururan (Ibu Kota Kabupaten), Harian, Sianjur Mulamula, Nainggolan, Onan Runggu, Palipi, Ronggur Nihuta, Simanindo, dan Sitio-Tio.

Masing-masing kecamatan memiliki objek wisata andalan, yang bila dikelola dengan baik akan mendatangkan nilai tambah bagi pulau yang berpenduduk 131.000 jiwa. Namun sayang, potensi itu belum dikelola maksimal. Alhasil, jumlah kunjungan wisatawan baik lokal maupun mancanegara tampak sedikit. Padahal untuk waktu tertentu seperti Juni dan Juli merupakan waktu libur umum.

Kesan tak terawat dengan pegunungan yang gundul terlihat menghiasi hampir seluruh kawasan ini. Cuaca terik yang di perparah dengan Kondisi alam yang miskin hara membuat mata pencaharian utama dari bertani tak selalu bisa diandalkan. Faktor ini yang membuat Samosir kurang berkembang dibanding tempat wisata lain. Belum lagi banyak generasi mudanya yang hengkang keluar daerah. “tak mengherankan, banyak penduduk yang merantau untuk mencari pekerjaan demi kehidupan yang lebih layak”, tutur Bupati Samosir Mangindar Simbolon, di sela-sela kunjungan kerjanya waktu itu.

Asal mulanya

Keindahan alam yang ditawarkan Danau Toba dan Pulau Samosir telah lama terdengar ke seantero tanah air hingga mancanegara. Namun tak banyak yang tahu tentang potensi yang dimilikinya. Diantaranya adalah kekayaan budaya yang dapat digali dan bernilai jual lebih jika dikembangkan. Hanya saja kondisinya akhir-akhir ini semakin mengkhawatirkan, akibat pengelolaan yang tidak berpihak pada pelestarian.

Page 3: BaNgSo bATAK

Salah satu tempat yang yang ternyata menyimpan banyak cerita bersejarah adalah “Pusuk Buhit” puncak tertinggi yang terletak di Desa Limbong-Sagala, Kecamatan Sianjur Mula-mula, Kabupaten Toba Samosir, berjarak sekitar 15 km dari Pangururan.

Menurut kepercayaan masyarakat Batak, pada abad XII, Pusuk Buhit dianggap sebagai tempat asal muasal seluruh Suku Batak. Dalam perkembangannya, nenek moyang Suku Batak menyebar ke delapan penjuru mata angin, yakni; Purba, Anggoni, Dangsina, Nariti, Pastia, Mangadia, Utara, Irisanna atau dari Timur higga Timur Laut (baca; hingga seluruh dunia). Berada di kawasan ini, seakan berada di sebuah tempat dan jaman yang berbeda.

Tak jauh dari tempat itu, tepatnya di kaki bukit, terdapat sebuah tempat keramat yang dianggap sakral bagi masyarakat setempat, bernama “Batu Hobon”. Disebut demikian karena bentuknya berupa batu berdiameter satu meter dengan bagian bawah berongga. Diperkirakan batu ini merupakan sebuah lorong yang mungkin saja berbentuk goa. Dulunya di tempat ini kerap diadakan upacara sakral yang masih berlanjut hingga sekarang. Upacara itu diyakini sebagai penghormatan pada roh leluhur sekaligus menerima pewahyuan dari nenek moyang, dikenal dengan sebutan “Tatea Bulan”.

Di Batu Hobon ini lah pomparan (baca: keturunan) Ompu Guru Tatea Bulan pada mulanya bermukim. Diriwayatkan, Pusuk Buhit sebagai tempat turunnya Si Raja Batak yang pertama, diutus oleh Mulajadi Nabolon (Tuhan Yang Maha Esa) untuk mengusai tanah Batak. Disanalah Raja Batak memulai kehidupannya. Dalam silsilahnya, Raja Batak memiliki dua orang anak (baca; dalam Bahasa Batak berarti anak laki-laki) sebagai pembawa keturunan (marga) dan menjaga martabat keluarga. Kedua putra Raja Batak itu bernama Guru Tatea Bulan dan Raja Isombaon.

Pada gilirannya, Guru Tatea Bulan memiliki lima orang putra dan lima orang putri. Kelima putranya bernama; Raja Uti (tidak memiliki keturunan), Sariburaja, Limbong Mulana, Sagala Raja dan Silau Raja. Dari keturunan mereka lah asal muasal semua marga-marga Batak muncul dan menyebar ke seluruh penjuru.

Konon, Batu Hobon adalah buah tangan Raja Uti untuk menyimpan harta kekayaan orang Batak, berupa benda-benda pusaka dan alat-alat musik. Diyakini pula, di dalam Batu Hobon ini tersimpan Lak-Lak (sejenis kitab) yang berisi ajaran dan nilai-nilai luhur. Berdasarkan pewahyuan yang datang pada keturunannya, diperkirakan pada suatu saat, benda-benda yang tersimpan dalam batu itu akan di keluarkan sendiri oleh Raja Uti –yang menurut kepercayaan setempat tidak pernah mati (baca: moksa)–. Dia akan tetap hidup dalam pribadi-pribadi pilihan yang tentu masih keturunannya.

Di atas Batu Hobon terdapat Sopo Guru Tatea Bulan yang dibangun tahun 1995 oleh Dewan Pengurus Pusat Punguan Pomparan Guru Tatea Bulan. Bangunan ini terdapat di Bukit Sulatti (di bawah Pusuk Buhit), dan di dalam bangunan terdapat sejumlah patung keturunan Raja Batak berikut dengan patung sejumlah kendaraan si Raja Batak dan pengawalnya. Kendaraan itu antara lain naga, gajah, singa, harimau dan kuda. Jejak sejarah di Tanah Batak itu yang sering dilupakan pemerintah.

Page 4: BaNgSo bATAK

Selain itu, di desa ini terdapat cagar budaya berupa miniatur Rumah Si Raja Batak. Dahulunya, sebutan Raja Batak ternyata bukan karena posisinya sebagai raja dan memiliki daerah pemerintahan, melainkan lebih pada penghormatan terhadap nenek moyang Suku Batak. Di perkampungan ini, ada bangunan rumah semitradisional Batak, yang merupakan rumah panggung terbuat dari kayu, tanpa paku, dilengkapi tangga, dan atap seng (baca: rumah Batak asli atapnya dari ijuk).

Ritual Tatea Bulan

Maraknya bencana yang timbul, mulai dari Tsunami, banjir, tanah longsor, gempa bumi hingga konflik etnik kerap mendera bangsa yang kita cintai ini. Minimnya rasa persaudaraan pun disebut-sebut sebagai salah satu faktor yang membuat bumi ini semakin tak ramah lagi. Tak terkecuali dengan Suku Batak. Banyaknya pomparan (keturunan) Raja Batak yang tersebar ke seantero jagat dan tak saling kenal turut membuat jarak diantara mereka semakin jauh. Makin lama ikatan itu pun luntur. Sehingga jangan heran jika banyak orang batak (generasi sekarang) yang tak tahu lagi tentang asal muasalnya maupun tradisinya.

Bertolak dari permasalahan itulah, seorang keturunan Guru Tatea Bulan yang bernama Amandus Pasaribu bermimpi di datangi sang guru. Dalam mimpinya Guru Tatea Bulan berpesan agar diadakan ritual sekali setahun hingga tahun ketujuh untuk menghormati para leluhur orang Batak. Dalam nubuatannya, pada kali yang ketujuh, sang guru akan membukakan rahasia yang selama ini tersimpan di Batu Hobon. Amandus yang saat itu sudah 2 tahun tergolek layu tak sanggup bergerak akhirnya berangsur-angsur pulih, setelah menceritakan pesan tersebut kepada keturunan Guru Tatea Bulan yang masih ada, dalam hal ini marga Pasaribu.

Karena itulah, saban tahun di bulan tertentu sesuai penanggalan setempat, sebagian orang Batak yang percaya akan keberadaan leluhurnya, melakukan napak tilas ke Batu Hobon dan Pusuk Buhit. Napak tilas ini dianggap penting guna mengingat kembali asal-muasal mereka.

Menjelang upacara Tatea Bulan, aktivitas warga di Pasar Pagi Limbong, Desa Siputidai, Kecamatan Sianjur Mulamula, Kabupaten Samosir, tampak berbeda dari biasanya. Sebagian besar warga larut dalam persiapan perayaan. Ada yang memasak, memotong ternak, membuat hiasan di Batu Hobon serta tak ketinggalan panitia inti mempersiapkan roundown acara.

Pagi itu sekitar pukul 10.30 wib, upacara pun digelar. Pemberian persembahan makanan kepada roh leluhur, mulai dari daun sirih, jeruk, telur ayam kampung, ikan jurung, nasi hingga makanan lain yang telah dipersiapkan sebelumnya diletakkan diatas Batu Hobon, sambil memohon agar hasil panen selalu diberkahi sang leluhur. Konon, makna telur sebagai tanda kesuburan dan cikal bakal penerus bagi generasi selanjutnya. Sedangkan sirih merupakan tanda penghormatan dan penghaturan doa kepada Guru Tatea Bulan.

Page 5: BaNgSo bATAK

Dalam upacara Tatea Bulan ini dipersembahkan pula seekor kerbau. Para pemuka adat di Tanah Batak Toba mempercayai kerbau sebagai hewan kurban persembahkan bagi Mulajadi Nabolon atau Tuhan. Setelah dihias dengan hiasan lambe atau janur kuning dari daun pohon nira, kerbau itu dipindahkan ke borotan. Borotan adalah kayu tambatan sebagai pusat pelaksanaan upacara.

Dalam sesi selanjutnya, peran terbesar di pegang oleh pambuhai (tetua adat). Adalah seorang tokoh adat bernama Mirna Limbong, ditunjuk menanganinya. Kemampuan spiritual dan keturunan terpilih membuatnya tak pernah absen setiap kegiatan Tatea Bulan dilaksanakan.

Biasanya, sebelum berangkat ke Batu Hobon, dia akan mempersiapkan alat-alat untuk upacara, berupa tali sulaman. Tali ini dinamakan bonang manalu, berfungsi untuk mengikat batu ajimat pada saat upacara nanti. Selain itu ia pun harus mengenakan pakaian pambuhai, yang dihiasi sebuah pengiring atau ikat kepala. Menggunakan pengiring, dipercaya sang leluhur akan menuntun dan melindungi jiwanya. Pria berusia 60 tahun ini tampak agung dalam pakaian sakralnya.

Pak Marna kemudian menyiapkan daun tujuh rupa. Antara lain sipilit, ropu, sirih, silinjuang, alum-alum, dan siritak. Sesajian dedaunan ini dipercaya dapat membuat upacara Tatea Bulan berlangsung dengan baik dan jauh dari gangguan. Setiap daun dianggap memiliki kekuatan. Sipilit, misalnya, digunakan untuk menjauhkan diri dari amarah. Sedangkan ropu atau rotan sebagai perlambang perekat atau kesatuan untuk menghindarkan warga dari perpecahan.

Sudah enam tahun terakhir Pak Marna berkutat dengan ritual ini. Sebuah tombak, yakni Tombak Jurung Buhit pun selalu setia menemaninya. Tombak tradisional Jurung Buhit ini adalah warisan leluhur dan telah diberikan ropu atau simbol kekerabatan. Tombak ini pun harus diarahkan ke langit, sebagai pertanda menyebar mantra untuk menghindari pengaruh buruk.Tombak itu adalah pamungkas pada upacara sakral itu. Nantinya alat itu akan digunakan untuk mengurbankan seekor kerbau sebagai perwujudan penghormatan bagi Mulajadi Nabolon.

Diiringi musik pargondang, para pendoa mulai menari dan melangkah kecil untuk mengitari borotan. Tarian ini dinamakan Tor Tor Mangaliat. Gerakannya dipercaya sebagai bentuk doa dan rasa syukur. Dalam upacara ini, terkadang para peserta kerasukan. Dalam keadaan tak sadar, mereka memakan telur dan jeruk persembahan.Selain itu yang tak kalah seru adalah munculnya angin ribut beberapa saat menerpa kawasan di sekitar borotan dan Batu Hobon. Sedangkan di luar tempat itu suasana tetap tenang, tak menunjukan tanda-tanda munculnya angin ribut. Tenda-tenda yang dibangun sebelumnya banyak yang roboh, sebagai pertanda Raja Uti, anak dari Tatea Bulan, ikut hadir di upacara ini.

Setelah proses pembuktian akan kehadiran leluhur mereka, sang pambuhai segera menarikan Gondang Tatea Bulan. Pak Marna menari dengan lincah dan gesit mengikuti tabuhan gendang, berputar mengelilingi delapan penjuru mata angin. Gerakan tarian ini

Page 6: BaNgSo bATAK

diyakini sebagai penghaturan pembuka agar doa dan permintaan anak cucu Tatea Bulan dapat terkabul.

Pambuhai pun merapalkan mantra dan mengelilingi borotan sebanyak tiga kali. Saat tarian pambuhai tengah ditabuhkan ke delapan penjuru, Tombak Jurung Buhit menjadi pamungkas persembahan bagi para leluhur Tanah Batak.

Pambuhai memiliki kewajiban menusukkan tombak sebanyak tiga kali ke arah kerbau. Ketiga hunusan terkait dengan dalihan na tolu atau bentuk tali kekerabatan di dalam marga Batak. Setiap hunusan merupakan ungkapan permintaan terhadap leluhur dan Tuhan Mulajadi Nabolon. Terutama agar memberikan keselamatan, kesejahteraan, dan perlindungan abadi bagi seluruh keturunan orang Batak.

Selanjutnya, pada tengah malam akan dipertunjukkan bagaimana nenek moyang orang Batak melakukan pengobatan massal, dengan meminta persetujuan Mulajadi Nabolon untuk menyembuhkan keturunannya yang sedang sakit. Biasanya saat sakral ini, tidak boleh ada satu titik cahaya pun. Semua harus gelap. Benar-benar hening. Hanya cahaya bulan yang menerangi.

Sebelum acara dimulai, yang bergendang akan memanggil arwah leluhur dengan gebukan nada tertentu. Di saat kemudian, para penabuh gendang akan mengalami trance, keadaan yang membuat mereka menghasilkan nada-nada tertentu –yang tak lazim–. Biasanya dalam keadaan normal, nada yang ditimbulkan para penabuh tadi, takkan mungkin bisa di ikuti. Karena saat seperti itu yang bekerja bukanlah diri mereka lagi, tetapi telah ada unsur lain. Unsur yang tak kelihatan dan tak bisa di interpretasi dengan logika.

Biasanya, disaat-saat ini pula sang leluhur akan memberikan pewahyuannya melalui pambuhai ataupun melalui keturunannya yang terpilih. Namun sering tak terjadi pewahyuan apapun pada malam itu. Sama seperti pada acara Tatea Bulan yang keempat berlangsung. Semua itu berpulang pada kehendak Ompung Mulajadi Nabolon.

Keesokan harinya, saat sang surya mulai mengeluarkan silaunya. Semua orang akan makan bersama di bawah naungan tenda besar. Semua keturunan Guru Tatea Bulan yang hadir harus menikmati hidangan daging kerbau yang telah di sembelih kemarin sore. Masing-masing orang duduk bersila diatas tikar sebelum akhirnya mendapat jatah makan. Semua orang akan makan dengan kenyang.

Sebagai tahap akhir di kegiatan Tatea Bulan, selesai makan, para keturunan raja Batak ini akan melakukan long march ke tempat persemayaman Guru Tatea Bulan, di puncak Pusuk Buhit pada ketinggian 1.800 meter di atas permukaan laut dengan berjalan kaki. Walau cukup melelahkan, mereka menganggap menelusuri jejak leluhur adalah suatu berkah dan kebanggaan tersendiri.

Sebagian warga suku Batak menganggap Guru Tatea Bulan adalah leluhur yang suci. Berada di rumah persembahan Guru Tatea Bulan diibaratkan sebagai sebuah pertemuan antara nenek moyang dan para cucunya. Di puncak ini pula terdapat patung-patung

Page 7: BaNgSo bATAK

perlambang Guru Tatea Bulan. Terkadang, para peziarah menghaturkan doa di hadapan patung ini.

Melalui patung Guru Tatea Bulan dan Raja Uti, doa dipanjatkan kepada Mulajadi Nabolon yang dipercaya sebagai Tuhan dalam kepercayaan leluhur orang Batak. Maka, ziarah dan berdoa adalah kegiatan pamungkas sebelum turun kembali ke Desa Limbong-Sagala, kecamatan. Sianjur Mula-mula. Serangkaian upacara adat untuk menghormati sang leluhur.

Dalam kegiatan yang tak hanya mengandalkan aura spiritual ini, diharapkan semua keturunan si Raja Batak yang ada di seluruh penjuru mata angin dapat mengetahui silsilah, asal muasalnya, serta dapat menjalin silahturahmi. Selanjutnya akan bisa menceritakan sejarah itu kepada anak cucu mereka kelak. Sebab semua itu bermula di kawasan Sianjur Mula-mula yang memiliki arti penting dalam sejarah Suku Batak. Selain alamnya yang indah, kawasan ini pun sangat berpotesi untuk dikembangkan menjadi objek wisata budaya. Untuk itu peran serta semua pihak sangat diperlukan untuk membangun, mengembangkan, mengelola dan mengemas kawasan ini, sehingga boleh dikenal orang hingga ke mancanegara.

Diposkan oleh danz_p4rt di 04:59 0 komentar

CERITA BATAK

Hajajadi ni Tao Toba

Di toru ni dolok Pusuk Buhit adong ma najolo sada baoa na so marnioli dope na margoar Juara Dungdang. Pardengke do ibana. Di na sadari dipauli ibana ma sada bubu na balga situtu. Alai dung di taon, ndang olo dapotan. “Na mabalgahu do ra”, ninna rohana dibagasan. Jadi naeng ma

pametmetonna bubu i. Alai adong ma ro soara tu pinggolna mandok “unang”. Sundat ma dipametmet bubu i, jala diulahi ma ditaon. Marsogot na i ditingkir ma bubu i. Tarsonggot ibana mida na dapot

Page 8: BaNgSo bATAK

bubui, ai diida ma dengke apala na bolon. “Nga jea on”, ninna rohana. “Sian dia do ro dengke na saon bolon tu binaga na saon metmet?”. Ala ni biarna ndang dipatuduhon be dengke i tu manang ise, alai ditabunihon ma i tu sopo.

Marsogotna i ditingkir ma muse dengke i. Hape diida ma naung gabe boruboru na uli do dengke i, jala angka sisikna gabe ringgit. Ndang hapalang las ni roha ni Juara Dungdang marnida boruboru i dohot angka ringgit i, laos disungkun ma boruboru i manang na olo do gabe tungganeboruna. Pintor dioloi

boruboru i do antong, alai adong do dipangido sijanjihonon ni Juara Dungdang, i ma: manang aha pe di sogotsogot ni ari na tarjadi di parsaripeon nasida, tung so jadi dohononna boruboru i boru ni dengke. Dung dibulanhon Juara Dungdang parjanjian i top ripe ma nasida.

Salpu sataon tubu ma anak nasida. Alai mansai sengke do dakdanak i gabe sai loja do Juara Dungdag mangkurdohurdohon. Pola do jotjot ibana muruk. Dina sadari manombo ma muse laga ni dakdanak i. Anggo disi ndang haotapan Juara Dungdang be murukna. Gasagasaon ma ibana jala dipandok angka

hata na roa tu anakna i. Lupa ibana tu janjina, gabe didok ma: “Na so hasea on, tubu ni boru ni dengke on!”. Dibege niolina i do hatana i, gabe dijouhon boruboru i ma: “E…, nungga dilaosi ho janjim. Tinggal ma ho dohot anakta i, laho ma ahu!”.

Mangatkat ma boruboru i laos ditimbung ma tu bagasan binanga pardengkean ni Juara Dungdang, jala ndang tarida be. Alai tongkin i sirksak ma hilap, mardoromdorom ma ronggur, madabu ma udan tipotipoti, mangullus ma alogo gas andalu,

humuntalma tano dihutur Naga Padaho laos marongrong. Gabe tarjadi ma Tao Toba na uli i.Diposkan oleh danz_p4rt di 04:58 0 komentar

Kitab Pengobatan batak

daniel punya adat

8. Budaya ritual dalam pengobatan

Pada saat Mulajadi Nabolon kembali ke benua atas, Mulajadi Nabolon bersabda kepada Raja Ihat Manisia dan Siboru Ihat Manisia. “Jika kamu sekalian penghuni Benua Tengah hendak berhubungan dan bersekutu dengan kami penghuni Benua Atas, maka segala jenis sesajen yang hendak kamu persembahkan harus disusun rapi dan bersih serta diiringi dengan rasa penyampaian yang tulus dan suci. Sudah kuberikan kepadamu Hata Dua, apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan dan dirimu harus bersih dan

Page 9: BaNgSo bATAK

suci”. Bersumber dari ajaran tersebut Parmalim memberikan pelean atau sesajen suci dengan dihantar asap dupa dan air suci serta bersih tidak boleh makan daging babi dan anjing serta darah dan bangkai. Sebagai tindak lanjut ajaran tadi Ugamo Malim mempunyai rukun dan aturan yang dilaksanakan dan menjadi pedoman prilaku Parmalim antara lain :1. Marari Sabtu,Pada setiap hari sabtu atau samisara seluruh umat Parmalim berkumpul di tempat yang sudah ditentukan baik di Bale Partonggoan, Bale Pasogit di pusat maupun ruma Parsantian di cabang/daerah untuk melakukan sembah dan puji kepada Mulajadi Nabolon dan pada kesempatan itu para anggota diberi poda atau bimbingan agar lebih tekun berprilaku menghayati Ugamonya.2. Martutuaek,Upacara yang dilakukan di rumah umat yang mendapat kelahiran seorang anak, atau pemberian nama kepada anak. Anak yang baru lahir sebelum dibawa bepergian kemana-mana harus lebih dahulu diperkenalkan dengan bumi terutama air untuk memebrsihkan dan ini dilaksanakan membawa anak tersebut ke umbul mata air disertai dengan bara api tempat membakar dupa. Kemudian baru dibawa ke dunia baru yaitu pasar dan diberi buah-buahan, manis perlambang hari depan yang makin manis. Setelah dirumah dilanjutkan lagi dengan upacara, bergantung pada kemampuan keluarga tersebut. Pada saat pulang dari pasar tadi, siapa saja diinginkan oleh keluarga si anak meminta buah-buahan bawaan si anak tadi sebagai perlambang bahwa si anak kelak akan bersifat maduma.

3. Mardebata,yaitu upacara yang sifatnya individual dimana seorang melaksanakan upacara sendiri tanpa melibatkan orang lain. Ritual ini sendiri mempunyai tujuan ganda yaitu meminta keampunan dosa atau menebus dosa dan syukuran. Seseorang yang merasa dirinya menyimpang dari aturan patik perlu menyelenggarakan perdebatan sebagai sarana penebus dosanya. Bagi orang lain pardebataon itu mungkin pula untuk mewujudkan kaulnya.Mardebata ini boleh pula melibatkan yang lain. Hal itu bergantung kepada yang mampu. Karena Mardebata itu boleh oleh orang seorang boleh oleh keluarga dan seterusnya. Jika

Page 10: BaNgSo bATAK

upacara dibuat besar-besaran misalnya untuk mewujudkan niatnya harus dengan menyediakan sesaji dengan secukupnya dan boleh pula dengan dihantar gendang sabangunan serta diatur oleh tata upacara resmi sesuai dengan tata upacara dari Ihutan atau dari Uluan.Upacara Mardebata ini bagi yang mampu nampaknya sudah seolah-olah pesta, karena undanganpun dapat pula dilaksanakan. Jadi jelas bergantung pada nazar dikandung oleh yang terlibat. Jika satu nenek moyang sudah berniat untuk memuja Mulajadi Nabolon dengan jalan Mardebata hal itu dapat dilakukan oleh satu nenek moyang itu.4. Pasahat Tondi,Upacara kematian dibagi dalam dua tahap. Pertama adalah pengurasan jenazah menjelang pemakaman, kedua adalah pasahat tondi. Pemberangkatan jenazah dipimpin oleh Ihutan atau Ulupunguan dengan upacara doa : “Borhat ma ho tu habangsa panjadianmu”, Artinya : Berangkatlah engkau ke tempat kejadianmu. Satu minggu setelah pemakaman, keluarga yang ditinggal mengadakan pangurason tersemayamkan di rumah. Satu bulan setelah pemakaman, dilanjutkan dengan Upacara Pasahat Tondi yaitu upacara mengantar roh dalam hati harfiah. Tuhan menciptakan manusia atas dua bagian yaitu badan dan roh (pamatang dohot tondi). Apabila badan mati, toh tidak ikut mati, ia akan kembali kepada penciptanya, sesuai dengan pandangan ketuhanan Parmalim, bahwa “Ngolu dohot hamatean huaso ni Debata” artinya “kehidupan dan kematian adalah kuasa Tuhan. Upacara ini adalah upacara tonggo-tonggo atau dosa. Dapat dilakukan dengan sederhana dan dapat pula dilakukan dengan besar-besaran bergantung pada kemampuan keluarga yang ditinggal. Tentu dengan demikian sesaji harus terhidang dan upacara harus memenuhi keseluruhan tata tertib acara berdasarkan Ugamo Malim. Ini bulan berarti bahwa acara tidak boleh dibuat sederhana. Boleh dengan acara sederhana, yang pokok adalah bagaimana inti pasahat tondi itu harus terlaksana.5. Mangan Napaet,adalah upacara atau berpuasa untuk menebus dosa dilaksanakan selama 24 jam penuh pada setiap penghujung tahun kalender batak yaitu pada ari hurung bulan hurung. Upacara ini adalah bersifat umum dilaksanakan oleh setiap cabang atau ganup punguan. Perangkat dasar upacara ini selain pangurason dan pardupaon yang terpenting ialah makanan napaet, diramu dari beberapa jenis buah dan daun yang pahit, seperti daun pepaya, buah ingkir, babal, cabe rawit, jeruk bali muda dan gara.Mangan Napaet dilakukan pada awal puasa dan pada akhir sebelum berbuka, sedangkan ritual dimulai jam. 12.00 tengah hari. pada saat semua jemaat berkumpul di parsantian atau dirumah Ihutan/Ulupunguan, upacara dasar dimulai berupa puji-pujian kepada Mulajadi Nabolon-Raja Nasiak bagi dan kemudian untuk mengingatkan hukumnya mangan napaet. Mangan Napaet dimulai dengan cara mengedarkan napaet tadi secara estafet. Mangan Napaet adalah merupakan pengabdian warga parmalim kepada Raja Nasiak bagi yang menderita untuk manusia. Dan juga arti mangan napaet adalah symbol kehidupan dari pahit menjadi manis, karena sudah mangan napaet akan diakhiri dengan mangan natonggi dan inilah permulaan hidup prilaku baru untuk dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari. setelah mangan napaet maka dilaksanakan pula upacara persembahan kambing putih kepada Mulajadi Nabolon.6. Upacara Sipaha Sada,adalah merupakan upacara yang paling hikmad dan mengandung nilai religius yang paling dalam, bagi Umat Parmalim. Pelaksanaan upacara ini disambut gembira karena

Page 11: BaNgSo bATAK

sehari sebelumnya Parmalim baru saja selesai mengadakan upacara mangan napaet yaitu satu cara upacara pembebasan manusia dari dosa.Upacara Sipaha Sada adalah penyambutan datangnya tahun baru Ugamo Malim atau pada Sipaha Sada inilah pergantian tahun terjadi. Boleh dikatakan Sipaha Sada ini adalah tahun baru batak. Pada upacara ini pada umumnya seluruh orang batak melakukan dialog bathin. Dan hari berikutnya dinamai Suma. Pada hari itu diperingati hari lahir Simarimbulubosi. Upacara dipusatkan di Bale Pasogit. Upacara ini melakukan sesajen juga kepada Mulajadi Nabolon termasuk kepada ketiga wujud pancaran kuasa yaitu Batara Guru, Debata Sori dan Debata Balabulan dan seterusnya sampai kepada Raja Nasiakbagi dihantarkan dengan asap dupa, air suci dan dengan bunyi gendang sabangunan.Upacara ini dilaksanakan bersama di Bale Pasogit. Dengan demikian semua umat Parmalim. Pada upacara ini dilaksanakan dengan tertib dan memang benar-benar tertib dan hikmad karena dianggap hari tersebut adalah memperingati kelahiran Tuhan.7. Upacara Sipaha Lima,yaitu upacara dilakukan pada bulan kelima kelender Batak untuk menyampaikan puji-pujian kepada Mulajadi Nabolon termasuk kepada wujud Pancaran Kuasanya mulai dari Debata Batara Guru-Debata Sori dan Balabulan dan seterusnya kepada Raja Nasiakbagi, karena atas berkatnya semua mereka memperoleh rahmat, sehat jasmani dan rohani. Upacara ini disebut Upacara Kurban, karena sajian yang dipersembahkan adalah hewan kurban dari kerbau atau lembu.Sajian pertama kepada Mulajadi Nabolon yang seterusnya diantar dengan asap dupa dan air suci dan dengan bunyi gendang sabangunan.Penyelenggaraan upacara Sipaha Lima ditetapkan pada hari ke 12-13 dan 14 menjelang bulan purnama. Hari tersebut dinamakan Boraspati, Singkora dan Samisara berkisar antara bulan Juli-Agustus pada bulan Masehi. Upacara diadakan dengan sajian yang lengkap dilaksanakan dengan penuh khikmad tanpa syukur Parmalim kepada Tuhannya dan agar diberi keselamatan dan kesejahteraan pada hari-hari berikutnya.Jika pandangan Batak Tua mengenai ketuhanan dikembangkan Parmalim dengan ugamo Malim, maka berikut ini yaitu oleh masyarakat Batak sekarang masih memperilakukan pandangan tersebut pada kehidupannya sehari-hari dalam bentuk budaya ritual. Untuk lebih memahami pendapat ini marilah kita mulai lagi melihat pandangan dan kehidupan masyarakat Batak dahulu dengan masyarakat Batak sekarang.Lambang wujud pancaran kuasa Mulajadi Nabolon adalah hembang atau bendera-bendera berwarna hitam diatas, putih ditengah dan merah dibawah dalam satu kesatuan yang disebut Debata Natolu. Warna Hitam adalah lambang Debata Batara Guru dari wujud pandang kuasa Mulajadi Nabolon dalam kebijakan atau hahomion. Artinya adalah bahwa pikiran manusia tidak mampu meneliti atau memikirkan kebijakan Mulajadi Nabolon.Hahomion Mulajadi Nabolon itu dapat dialami tetapi tak dapat dipikirkan. Sebagaimana warna hitam pekat demikian pulalah gepalnya pikiran manusia atau kebijakan Mulajadi Nabolon. Manusia tidak dapat meramalkan dan meraba seperti gelapnya warna hitam, demikian pulalah dangkalnya dan gelapnya pikiran manusia tentang kebijakan Tuhan. Manusia tidak mampu untuk itu. oleh sebab itu lambang hitam dari Batara Guru adalah pertanda penyerahan diri kepadaNya.Hanya terserah pada kebijakan Tuhanlah kehidupan manusia. Manusia tidak akan dapat

Page 12: BaNgSo bATAK

berjalan pada warna hitam yang ketat, malam yang gelap. Maksudnya manusia tidak akan dapat berjalan di dunia ini oleh dirinya sendiri. Sebab itu berserah kepadaNya-lah dikemanakan hidup ini. Apalah arti manusia dibandingkan dengan Kuasa Agung yang dimilikiNya. Berserah kepada kebijakan Tuhanlah hidup ini karena Dialah kebenaran yang menetapkan kebijakan itu. jadi arti warna hitam pada lambing adalah berserah diri kepada kebijakan Tuhan atau berserah diri kepada hahomion ni Debata atau dengan kata lain : “Tung asi ni roha ni Debata ma”. Warna putih dari hembang adalah lambing Debata Sorisohaliapan sebagai wujud pancaran kuasa Mulajadi Nabolon mengenai kesucian atau hahomion. Putih tidak dapat dibedakan. Dengan demikian dalam warna putih tidak terdapat perbedaan. Demikianlah Debata Sohaliapan bahwa pada diriNya tidak ada perbedaan maka sering dikatakan Putih ada perbedaan pada dirinya. Dia harus sama dengan yang lain. Apabila dia sudah sama dengan yang lain, dan itu pula-lah hukum kekuatan baginya dan dialah menjadi penguasa hukum kekuatan itu (habonaron).Warna merah dari hembang adalah lambing Debata Balabulan sebagai wujud pancaran kuasa Mulajadi Nabolon mengenai kekuatan. Balabulan adalah wujud kejadian kekuatan alam itu. merah adalah warna tanah atau rata dalam bahasa batak, merah itu adalah perlambang kegairahan untuk hidup. Justru kegairahan untuk hidup itulah maka timbul keberanian.Seseorang yang berani ia tidak takut mati, maka sering kita dengar : “Mardomu di tano rara hita”. maksudnya mereka baru berjumpa setelah mati. Agar mati itu jangan sampai terjadi maka harus tetap kuat. Agar tetap kuat inilah dilambangkan dengan merah yaitu wujud pancaran kuasa Mulajadi Nabolon menjadi kekuatan. Warna merah adalah perlambang kekuatan dan agar tetap kuat (hagogoon). Setiap manusia mengharapkan kekuatan ada padanya. Kekuatan itu belum sempurna apabila hanya untuk diri sendiri. Dan lebih tidak sempurna lagi apabila tidak diridhoi Tuhan. Apabila kita padu arti ketiga warna tadi, maka dapatlah kita ambil kesimpulan bahwa hitam itu adalah kebijakan Tuhan, putih itu adalah kesucian Tuhan dari Tuhan, dan merah adalah kekuatan Tuhan (hahomion-hamalimon-hagogoon). Dengan melihat bendera atau lambang yang warnanya hitam diatas, putih ditengah dan merah dibawah, itu berarti menggambarkan kebijakan, kesucian dan kekuatan dari Tuhan. Artinya yang dilambangkan dalam bendera itu adalah Batara Guru sebagai wujud pancaran kuasa kebijakan, Debata Sorisohaliapan sebagai wujud pancaran kuasa kesucian dan Debatabulan sebagai wujud pancaran kuasa kekuatan dari Mulajadi Nabolon.Lambang ini boleh dipisah-pisah seperti satu bendera tetapi dipacakkan berdekatan, dengan ketentuan hitam di kanan, putih ditengah dan merah dikiri. Kesimpulan arti lambang bahwa warna hitam – putih – merah merupakan kebijakan-kesuciannya dan kekuatannya tidak dapat dibandingkan, tidak bermula dan tidak akan berakhir dan mula segala yang ada. Ini adalah merupakan keyakinan orang batak pada umumnya dari dahulu sampai sekarang. Mengapa penulis berani mengatakan demikian, baiklah penjelasan berikut ini. Mungkin kita geli apabila diingat pada masa-masa kanak-kanak dahulu disuruh orangtua memakai boning menalu diikat ditangan jika ada wabah penyakit. Agar kita jangan dihinggapi penyakit, agar kita jangan dihinggapi penyakit, demikian pandangan kita waktu itu. kegelian hati kita sekarang inipun sebenarnya tidak berdasar karena sampai saat inipun kita semua dan masyarakatpun sehari-hari.Bonang Manalu tiga benang masing-masing warna hitam atau biru, putih dan merah dipilin menjadi satu adalah symbol doa masyarakat batak merupakan keyakinan bahwa

Page 13: BaNgSo bATAK

seseorang akan selamat apabila yakin bahwa tidak ada yang lebih kuat dari Tuhan Yang Maha Esa mula kebijakan, kesucian dan kekuatan itu. apabila saya memakai bonang manalu berarti saya telah yakin bahwa apapun yang akan terjadi baik pada saat ada wabah penyakit saya akan tetap selamat berkat kepercayaan saya yaitu Tuhan yang saya puja itu jauh lebih kuat dari kita seluruhnya. Saya yakin dan percaya bahwa saya akan tetap selamat berkat kepercayaan saya bahwa Tuhanku pemilik hahomion itu pemilik kesucian itu pemilik kekuatan itu adalah lebih kuat dari segala yang ada untuk melindungi saya.Ulos yang masih dipakai orang batak dalam kehidupan ada adatnya adalah bonang manalu, warna pokok dari setiap ulos batak adalah hitam putih dan merah, sedang warna lain adalah variasi kehidupan. Justru inilah ritual ulos dalam adat batak. Symbol Tuhanlah yang tergambar dalam ulos batak. Mangulosi dalam adat batak adalah upacara ritual dan khikmadnya masih dapat dirasakan masyarakat batak. Gorga adalah bonang manalu perlambang doa masyarakat batak akan kekuatan Tuhan Yang Maha Esa mampu mengayomi manusia. Gorga itu dipakai pada rumah maka disebut ruma gorga. Penghuni Ruma Gorga akan tetap yakin bahwa mereka akan selamat-selamat berkat perlindungan Tuhan Yang Maha Esa. Gorma warna hitam-putih-merah dalam kehidupan orang batak bukan lah hiasan atau hiburan, tetapi adalah symbol keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Gorga dimana sajapun dipakai terutama pada solubolon selain dirumah adalah bermakna keyakinan tersebut. Hidup orang batak tidak dapat terlepas dari Bataraguru dari Debata Sorisohaliapan dan Debata Balabulan dalam arti kekerabatannya yaitu hahomion ni Debata. gambaran Bataraguru, gambaran Debata Sorisohaliapan dan gambaran Debatabulan terdapat pada kehidupan masyarakat batak dalihan natolu.Justru dalihan natolu pandangan hidup orang batak adalah perwujudan kehidupan dan titisan dari banua ginjang. Dalihan Natolu adalah gambaran tersebut.bahwa hula-hula adalah titisan hahomion dari wujud pancaran kuasa Mulajadi Nabolon yaitu Bataraguru. Hasuhuton namardongan tubu adalah titisan hamalimon dari wujud pancaran kuasa Mulajadi Nabolon yaitu Debata Sirisohaliapan dan Boru adalah titisan kekuatan dari wujud pancaran kuasa v yaitu Debata Balabulan.Kita tidak akan heran tetapi mungkin akan kagum bahwa ulos dari hula-hula lebih banyak hitamnya dari warna putih dan merah maka ulos hula-hula itu warna sibolang dan sitolu tuho. Demikian ulos dari hasuhuton atau yang dipakai hasuhuton namardongan tubu lebih banyak putihnya dari warna hitam dan merah maka ulos hasuhuton warna ragi idup. Tentu demikian pula ulos boru atau yang dipakai boru lebih banyak warna merahnya dari pada warna putih dan hitam maka ulos boru atau yang dipakai boru itu warna sadum dan warna mangiring. Perhatikan ulos parompa kebanyakan berwarna hitam-biru dan putih. Budaya batak cukup tinggi dan bernilai tinggi dalam kehidupan spiritual. Budaya itu akan tumbuh dan berkembang. Oleh sebaba itu masih perlu kita lihat hal-hal yang lama apa kaitannya dengan masa depan.Salah satu dari yang lama itu misalnya mengenai sajian diperuntukkan kepada Mulajadi Nabolon dan Debata Natolu yaitu Bataraguru-Debata Sori dan Balabulan. Sajian untuk Nabolon dan Debata Natolu adalah kambing Putih dan kepada Bataraguru adalah manuk jarum bosi berarti warna hitam, kepada Debata Sori adalah manuk putih warna putih dan kepada Balabulan adalah manuk mira polin berarti warna merah. Bila pengertian bonang manalu telah kita ketahui beserta ulos gorga apakah arti dan makna sajian atau pelean dengan warna tadi yang diberikan kepada Tuhanh Yang Maha Esa. Dan apabila

Page 14: BaNgSo bATAK

dibandingkan dengan pengertian pelean sekarang ini, apakah pelean yang diciptakan nenek moyang kita itu tidak sejajar dengan perkembangan zaman.8. Tortor PangurasanTortor Pangurason (Tari Pembersihan). Tari ini biasanya digelar pada saat pesta besar yang mana lebih dahulu dibersihkan tempat dan lokasi pesta sebelum pesta dimulai agar jauh dari mara bahaya dengan menggunakan jeruk purut.

9. Tortor Sipitu Cawan (Tari tujuh cawan)Tari ini biasa digelar pada saat pengukuhan seorang raja, tari ini juga berasal dari 7 putri kayangan yang mandi disebuah telaga di puncak gunung pusuk buhit bersamaan dengan datangnya piso sipitu sasarung (Pisau tujuh sarung).Gbr dibawah.

10. Mangapus hoda miakanBudaya ritual mangapus hoda miakan ini sangat jarang digelar sebab budaya ini digelar pada pesta pengukuhan siraja batak, ini digelar terakhir sekali pada pesta pengukuhan Raja Sisingamangaraja menjadi Siraja Batak dengan menggunakan makan kuda putih.11.Tortor tunggal panaluan merupakan suatu budaya ritual ini biasa digelar apabila suatu

Page 15: BaNgSo bATAK

desa dilanda musibah, maka tanggal panaluan ditarikan oleh para dukun untuk mendapat petunjuk solusi untuk mengatasi masalah tersebut. Sebab tongkat tunggal panaluan adalah perpaduan kesaktian Debata Natolu yaitu Benua atas, Benua tengah dan Benua bawah. Gbr dibawah.

12. Mangalahat HorboMangalahat Horbo termasuk budaya ritual yang sangat penting sebab setiap tahun dilaksanakan pada hari kelahiran raja, hatorusan acara ritual ini sekaligus memberi sesajen kepada Mulajadi Nabolon dan Debata Natolu agar setiap manusia jauh dari mara bahaya.Budaya ritual mangalakat horbo ini merupakan kunci dari seluruh ritual budaya batak kepada Mulajadi Nabolon.13. Bahan pengobatan ritual yang selalu harus dibutuhkan.Dalam pengobatan tradisional batak tidak selamanya menggunakan tumbuhan. Ada juga menggunakan makanan dan budaya ritual dalam pengobatan batak, suku batak selalu menggunakan anggir dan daun sirih dari seluruh kegiatan pengobatan dan budaya ritual.14.Pengobatan dengan budaya ritual penyucianPengobatan ini biasa dilakukan dengan memandikan para pasien ke dalam air yang mengalir dengan menggunakan anggir dan tumbuhan lain yang sifatnya bertujuan membuang penyakit dari tubuh si penderita. Biasanya setelah selesai dimandikan setibanya dirumah akan diberikan makanan berupa ayam bagi laki-laki dan ikan bagi para wanita dengan tujuan agar roh para penderita menyatu dengan badan. Sebab manusia yang sakit biasanya karena rohnya tidak berada di dalam jasad.15. Ilmu PelindungDalam Ilmu Pelindung ini biasanya orang mencintainya dengan tujuan agar manusia tersebut jauh dari mara bahaya dan sekaligus membangunkan roh-roh kekuatan yang ada pada tubuh kita.Dalam memberikan ilmu pelindung ini biasanya si penerima dibersihkan dibungkus dengan kain 3 warna, merah, putih, hitam dengan harapan merah kekuatan, putih kesucian dan hitam kebijakan berdiam dan bangkit dalam dirinya dan darahnya, sambil air jatuh di kepala si penerima dan si pemberi saling memohon untuk ilmu perlindungan tersebut.

Page 16: BaNgSo bATAK

Diposkan oleh danz_p4rt di 04:56 0 komentar

MUAL SI RAMBE

Monang Naipospos

Mual sirambe, satu embung kecil yang airnya jernih dan dingin. Mengalir dari celah batu yang dipenuhi dengan ikan batak yang lajim disebut “Ihan”.

Berada di desa Bonandolok Kecamatan Balige. Lebih dekat dari Laguboti, jaraknya sekitar 5 kilometer. Yang masih remaja tahun 70-an di Toba sudah pasti tau riwayat Mual Sirambe ini karena menjadi obyek wisata lokal.

Ihan itu jarang menampakkan wujudnya, bila nampak, itu ada pertanda rejeki bagi yang melihatnya, kata penduduk setempat. Dikatakan, ada yang berulang datang kesana karena pada kesempatan pertama ihan itu tidak muncul, tapi sayangnya pada kunjungannya yang kedua, ihan itu juga tidak muncul.

Pada kesempatan kami berkunjung kesana bersama Kabid Perikanan Dinas Pertanian Tobasa, ikan itu sedang ramai bercanada dipermukaan air. Menakjubkan. Ihan itu menyambar kacang yang kami lemparkan setelah dikunyah lebih dahulu. Katanya, air liur kita yang dimakan ikan itu akan semakin mendekatkan kita dengannya. Ikan-ikan itu tidak bereksi terkejut begitu kami sampai di embung dekat lubuknya. Ihan sangat sulit disaksikan di alam habitatnya seperti di sungai dan danau Toba. Gerakannya sangat cepat, punggungnya agak kehitaman.

Penduduk di Sirambe tidak pernah memakan ikan itu. Itu terlarang sejak dahulu. Ikan itu adalah representasi boru Siagian yang memilih akhir hidupnya disana.Konon, katanya pada zaman dulu kala, seorang putri dijodohkan dengan pria yang tidak disukainya. Lalu, sang putri lari dan bersembunyi ke daerah Aek Sirambe. Sebongkah batu ditafsirkan sebagai pertanda. Batu itu, diyakini sebagai perwujutan dari “namboru boru Siagian” yang menjadi penghuni Mual Sirambe.

Diposkan oleh danz_p4rt di 04:55 0 komentar

Minggu, 2009 Maret 08

falsafah batak

Page 17: BaNgSo bATAK

Kalau berbicara tentang bangunan rumah,pemikiran kita tentunya tak lepas dari semen, pasir,paku,kerikil buat cor dsb.

Lalu pernah kah terpikir kalau semua bahan bangunan itu tidak ada saat kita ingin membangun sebuah rumah…Bunga Kamboja sayur lodeh…. Lojaa deehh…kata anak jaman sekarang.

Cukup menarik memang apa yang telah dilakukan leluhur terdahulu yang memang sama sekali belum mengenal yang namanya semen tiga roda,paku, besi fondasi dan sebagainya.Pada jamannya leluhur hanya menggunakan kayu dan tali temali.Sebatang kayu juga diperoleh bukan dengan cara yang gampang.Tak jarang kayu di peroleh setelah menelusuri Hutan rimbun sejauh 15 km dari tempat kediaman.Tiang pancang yang sekarang di kenal dengan nama fondasi tersebut digunakan dengan diameter 35 cm dan panjang mencapai 3 meter.Dari mulai atap dinding hingga lantai rumah, kesemuannya itu terbuat dari bahan kayu pilihan dan batu. Misalnya saja untuk dinding penutup rumah sepanjang 12 hingga 16 meter dengan ketebalan antara 10 hingga 12 cm.

Lalu apakah proses pengerjaan itu di lakukan oleh tukang kayu yang handal seperti sekarang ini…?

Dari proses pemilihan kayu hingga pengeringan dan pemasangan dilakukan oleh penduduk setempat secara bergotong royong. Hal ini lah yang di kenal dengan nama: ‘Marsiadapari’ yang artinya tenaga yang di beri akan dibayar dengan tenaga.

Page 18: BaNgSo bATAK

Hal yang cukup menarik lainnya tentang filosofi rumah batak yaitu Penyatuan 3 Unsur sehinga rumah batak terlihat Anggun, Megah dan berwibawa. Ketiga unsur tersebut yaitu: batu, kayu dan ijuk.Untuk ornament keindahan, biasanya ukiran menjadi hal yang tak terpisahkan dari rumah adat batak. Biasanya gambar ukiran berbentuk lembu, kuda dan kerbau sebagai lambang kemakmuran.

Kemudian gambar lukisan juga berupa gambar semut beriring yang menandakan agar si empunya rumah selalu seiring bergotong royong dan akur bergotong royong. Namun ada hal yang patut di sayangkan ketika ukiran keangunan rumah batak tersebut konon katanya mewajibkan si empunya rumah harus mengambil darah manusia sebagai campuran cat yang terdiri dari 3 unsur yaitu merah,putih dan hitam. Warna merah tersebutlah yang berasal dari darah manusia yang di bunuh karena diyakini darah manusia tidak luntur oleh panas dan senantiasa segar dan jernih.

Unsur filosofi rumah ini juga menganduh 3 falsafah di peradaban batak.Ketiga falsafah budaya batak tersebut adalah :

1.Hot di Batu na

Filosofi ini menyiratkan arti kata hot yaitu tegak, tegas,tidak terbawa arus,berprinsip dan bertanggung jawab. Sifat ini merupakan sebuah fondasi dari rumah batak yang menjadikan batu besar dengan berat berkisar 100 kg di jadikan fundasi . Batu tersusun rapi agar tiang dapat berdiri tegak memikul semua beban atap dan penyangga rumah.Ada sebuah umpasa berbunyi : “ pitu batu martindi, ditoru na dumokdok”. Artinya bahwa yang di maksud dalam hal ini adalah suhut sebagai penanggung jawab semua beban baik dalam acar-acara ritual atau pesta adat.

2.Momos dihasingna

Tiang-tiang yang banayknya mencapai 18 buah di lubangi dan kemudian di satukan dengan kayu rusuk. Kayu rusuk merupakan lembar papan setebal 5 cm dengan lebar 25 cm dan panjang sesuai dengan bangunan rumah.Agar lebih mudah merusuknya, lobang pada tiang dibuat lebih besar sekitar 6cm x 30cm.Agar kayu yang di rusuk tadi rapat dan padat hingga rumah kokoh tak goyang oleh angin, maka disisiplah kayu sebagai pengganjal dengan nama : “ hansing-hansing “.Hansing-hansing ini di artikan sebagai kesepakatan bersama pihak yang keci.Artinya apabila kekuatan-kekuatan kecil di persatukan maka akan mampu menjadi sebuah kekuatan yang besar yang mampu menghadang kekuatan angina, badai dan gempa.Ringan sama di jinjing dan berat sama dipikul yang maksudnya segala sesuatu dalam adapt batak diputuskan dalam Tonggo Raja,Marria Raja maupun Mangarapot. Disinilah biasanya pendapat dan kekuatan di satukan menjadi sebuah keputusan yang harus dijalankan secara bersama.

3. Togu dipangarahutna

Page 19: BaNgSo bATAK

Seluruh kerangka yang di persatukan dengan tali ijuk dengan pintalan yang khusus.Kemudian bagian atap dijahit dengan bahan tali ijuk dan diikat dengan kuat. serta rapat.

Dengan demikian segala kerangka, fundasi serta isi rumah dapat terlindungi dari segala macam ancaman dan gangguan. Hal ini di maknai sebagai falsafah aturan hukum adapt. Aturan adat dohot ugari itulah dianggap sebagai pengikat dan pemersatu hingga segala perangkat yang ada di dalamnya merasa tentram, aman dan nyaman.