Upload
phungquynh
View
301
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
1
PERGESERAN NILAI ULOS BATAK TOBA
PADA PERIODE 1990-2016
STUDI KASUS PERNIKAHAN DI YOGYAKARTA
SKRIPSI
Disusun untuk memenuhi persyaratan
memperoleh gelar Sarjana Sejarah
Oleh:
Herpan Rico Sigalingging
NIM : 114314009
PROGRAM STUDI SEJARAH
JURUSAN SEJARAH FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2017
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
MOTTO
Tiada doa yang lebih indah selain doa agar skripsi ini cepat
selesai
Orang yang tidak pernah membuat kekeliuan adalah orang
yang tidak pernah melakukan apapun
(Theodre Roosevelt)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
HALAMAN PERSEMBAHAN
Kupersembahkan skripsi ini untuk:
1. Tuhan yang Maha Esa yang senantiasa memberi berkat-Nya.
2. Bapak B. Sigalingging dan Ibu S. Situngkir yang tak pernah lelah berjuang
dan memberi dorongan moral maupun materiil sampai saat ini dengan penuh
cinta kasih.
3. Abangku Hendra Sigalingging, S, S. M. Hum, Sri Murtini, S.pd, Kopderani
Situngkir, dan kakakku Hasferika Sigalingging, S. Kep. yang selalu memberi
semangat dan doa.
4. Semua yang membaca skripsi ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
ABSTRAK
Skripsi yang berjudul Pergeseran Nilai Ulos Batak Toba Pada Periode 1990-
2016 Studi Kasus Pernikahan DI Yogyakarta ini bertujuan untuk menjawab
tiga permasalahan. Pertama, sejarah perpindahan masyarakat Batak Toba di
Yogyakarta. Kedua, peran Ulos dalam upacara adat masyarakat Batak Toba.
Ketiga, bagaimana pergeseran nilai Ulos dalam pernikahan adat masyarakat Batak
Toba di Yogyakarta.
Penelitian ini merupakan penelitian pustaka dan studi lapangan. Studi ini
menggunakan pendekatan antropologi untuk memahami bagaimana pergeseran
nilai Ulos masyarakat Batak Toba di Yogyakarta studi kasus pernikahan. Konsep
teori yang digunakan modernisasi dan migrasi untuk menggambarkan proses
masuknya masyarakat Batak Toba di Yogyakarta dan perubahan fungsi Ulos
dalam acara adat Batak Toba di perantauan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan Ulos terjadi akibat dan
modernisasi lingkungan yaitu secara pemakaian, waktu, tempat, dan banyak yang
tidak memahami arti dan fungsi Ulos dalam acara adat pernikahan Batak Toba
yang dilakukan di Yogyakarta.
Kata kunci: Ulos, Batak Toba, Pernikahan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
Abstract
Thesis that titled Displacement Value Of Ulos Batak Toba In The Period
1990-2016 case study of marriage in yogyakarta aims to answer three problems.
First, the history of displacement the Toba community was in Yogyakarta. Second
,the role of ulos in traditional ceremonies on the toba community. Third, the
displacement of ulos value in marriage the community adat Batak Toba in
Yogyakarta.
This research is literature’s research and field studies. Literature research
to know the history of Ulos and history of Batak Toba in Yogyakarta. Field
research was carried out with using interviews to related of displacemnet value
Ulos Batak Toba. This study used anthropology approach to understand how far
displacement the value of Ulos in Yogyakarta the study cases of marriages. The
concept of the theory used of modernization and migration to illustrate how the
process of the entry of the Batak Toba community in Yogyakarta and alteration of
the function Ulos in a proper ceremony Batak Toba in foreign area.
The results of this research show that Displacement Ulos were caused by
modernization, including, discharging, time, place, while others are no understand
the meaning of Ulos function in a proper ceremony the one of them a marriage
performed in Yogyakarta.
Keywords: Ulos, was Batak Toba, Marriage
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur peneliti panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa
sehingga dengan berkat dan penyertaan-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul Pergeseran Nilai Ulos Batak Toba Pada Periode 1990-2016 Studi
Kasus Pernikahan Di Yogyakarta ini dengan baik. Sebagaimana disyaratkan
dalam Kurikulum Program Studi Sejarah, Fakultas Sastra, Universitas Sanata
Dharma (USD) Yogyakarta, penyelesaian skirpsi ini guna memenuhi salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Studi Sejarah.
Kelancaran dan keberhasilan proses pelaksanaan dan penyusunan skripsi
ini tentunya tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai
pihak. Oleh sebab itu, peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada Tuhan Yesus Kristus dan
Bunda Maria yang telah memberikan berkatnya kepada saya selama masa
perkuliahan sampai penulisan skripsi.
2. Ucapkan terima kasih kepada kedua orang tua saya Amang dohot Inang
yang selalu mendukung dan mendoakan, serta perjuangan dan dorongan
dari mereka yang tidak kenal lelah. Tanpa mereka skripsi ini akan menjadi
lebih berat.
3. Untuk abang saya Hendra Sigalinging dan kakak Hasferika Sigalingging
terima kasih atas dukungan dan celotehannya “Cepat Selesai, Dek”.
4. Untuk Kopderani Situngkir dan Sri Murtini Situngkir yang selalu tidak
bosan untuk mengingatkan mengerjakan skripsi.
5. Dr. Hieronymus Purwanta, M.A, sebagai dosen pembimbing, terima kasih
atas segala bimbingan dan masukkan kepada saya untuk menyelesaikan
skripsi ini.
6. Untuk para dosen jurusan Ilmu Sejarah Pak Rio, Pak Heri, Bu Ning, Pak
Sandiwan, Pak Yerry, dan Mas Hery yang senantiasa memberikan
pelajaran dan ilmu-ilmu Humaniora selama masa perkuliahan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iii
MOTTO .......................................................................................................... iv
PERSEMBAHAN ........................................................................................... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ........................................................ vi
LEMBAR PERSETUJUAN AKADEMIS ................................................... vii
ABSTRAK ...................................................................................................... viii
ABSTRACT ..................................................................................................... ix
KATA PENGANTAR .................................................................................... x
DAFTAR ISI ................................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah .......................................................................... 10
C. Rumusan Masalah .............................................................................. 12
D. Tujuan Penulisan ............................................................................... 13
E. Manfaat Penulisan .............................................................................. 13
F. Tinjaun Pustaka ................................................................................... 13
G. Landasan Teori ................................................................................... 15
H. Metode Penelitian ............................................................................... 24
I. Sistematika Penulisan ........................................................................ 26
BAB II SEJARAH BATAK DI YOGYAKARTA
A. Migrasi Batak Toba Di Yogyakarta .................................................. 25
B. Perkembangan Batak Di Yogyakarta ................................................ 29
B.1 Jejak Batak Di Yogyakarta .................................................... 32
B. 2 Adaptasi Batak Di Yogyakarta ............................................. 37
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
BAB III ULOS BATAK
A. Ulos Sebagai Identitas Budaya Batak ................................................ 41
B. Ragam Ulos Pernikahan Batak .......................................................... 45
B.1 Ulos Pansamot ..................................................... 45
B.2 Ulos Hela ............................................................. 46
B.3 Ulos Pamarai (Sijalo Bara) ................................. 46
B.4 Ulos Todoan ......................................................... 47
B.5 Ulos Sihunti Ampang ............................................ 48
BAB IV PERGESERAN ULOS DI YOGYAKARTA
A. Pergeseran Konsep Pernikahan Batak Toba....................................... 50
B. Perubahan Ulos Dalam Penikahan Batak Toba di Yogyakarta ....... 53
B.1. Perubahan Konteks Pemakaian Ulos ................................ 53
B.2. Perubahan Fungsi Ulos ...................................................... 58
B.3. Pergeseran Nilai Ulos ......................................................... 60
BAB V PENUTUP
Kesimpulan ............................................................................................ 64
Saran ....................................................................................................... 67
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sumatera Utara adalah salah satu provinsi di Pulau Sumatera yang perjalanan
sejarahnya terentang jauh sebelum terbentuknya provinsi ini. Sumatera Utara pun
dikenal dengan Suku Batak. Suku Batak di Sumatera Utara terbagi menjadi enam
suku Batak yaitu suku Batak Toba, suku Batak Angkola, suku Batak Karo, suku
Batak Mandailing, suku Batak Pakpak, dan suku Batak Simalungun.
Setiap sub-suku mempunyai dialek sendiri. Seluruh dialek itu dapat dibagi atas
dua dialek: Toba (termasuk dalamnya Angkola, Mandailing), dan Dairi atau
Pakpak (termasuk dalam Karo). Dialek Simalungun berdiri antara Toba dan Karo,
tapi lebih dekat pada Toba. Suku Batak di Sumatera adalah satu golongan etnis.
Suku Batak adalah bagian dari satu golongan ras yang besar.
Dalam kehidupan masyarakat Batak ada beberapa hal yang dianggap sakral
dalam ritual. Hal pertama berkaitan dengan kelahiran, hal kedua berkaitan dengan
pernikahan, dan hal terakhir adalah kematian. Ketiga hal ini dipakai dalam
upacara adat yang tidak bisa dilupakan atau diremehkan. Oleh karenanya, ketiga
upacara ini termasuk paling penting. Salah satu hal yang paling penting adalah
pernikahan.
Pernikahan pada masyarakat Batak bermakna sebagai penyatuan dua marga
(klan) yang terlibat melalui pelaksanaan upacara adat. Masyarakat Batak percaya
upacara adat dapat mempererat hubungan antarkeluarga yang bersangkutan
sampai ke generasi selanjutnya. Pada suku Batak Toba, jika seorang laki-laki akan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
menikah, dianjurkan agar calon istrinya berasal dari marga yang sama dengan
sang Ibu (dikenal dengan istilah pariban) agar semakin mendukung hubungan
kekerabatan dengan keluarga sang Ibu (Hula-hula).1
Upacara pernikahan masyarakat Batak:
1. Acara sebelum pernikahan
a. Marhusip
Marhusip maksudnya masing-masing utusan dari kedua belah pihak, yakni
pihak parboru (pihak si perempuan) dan pihak paranak (pihak si laki-laki)
bertemu untuk merundingkan ancar-ancar (kesepakatan) jumlah mas kawin yang
diserahkan pihak paranak kepada pihak parboru, dan sebaliknya berupa Ulos
yang akan diserahkan kepada pihak paranak. Hasil mufakat sewaktu marhusip ini
dicatat oleh masing-masing utusan yang tidak menjadi bahan penting untuk
pelaksanaan pada acara marhata sinamot (membicarakan mas kawin dan Ulos).
Tempat marhusip dilaksanakan di rumah pihak parboru dan biasanya
dilaksanakan pada malam hari.
b. Marhata Sinamot/ Martupol
Pada acara marhata sinamot/ martupol, pihak paranak (pihak laki-laki) beserta
dongan sabutuha (teman sekampung) dan anak borunya datang ke rumah parboru
(pihak perempuan). Pihak paranak menyediakan lauk anak lomok-lomok (babi)
dan tuak na tonggi (nira), sedang pihak parboru menyediakan nasi dan dekke
sitio-tio (Ikan mas).
1 Dalam Yuli Vonny Sinaga. 2012. Ruang Dan Ritual Adat pernikahan Suku
Batak Toba. Universitas Indonesia: Jakarta, hlm. 3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
Hal-hal yang dibicarakan pada acara marhata sinamot ini ialah sesuai dengan
yang di musyawarahkan pada acara marhusip yaitu: pesta pernikahan sudah
ditentukan kepada siapa yang membuat acara, kepastian jumlah mas kawin, panjar
mas kawin, lauk pesta, jumlah Ulos yang diserahkan pihak parboru kepada pihak
paranak, waktu dan tanggal pesta pernikahan, dan seterusnya. Pada akhirnya
acara ini kedua belah pihak menyerahkan uang ingot-ingot (uang ingat-ingat)
dengan ketentuan dari pihak paranak dua dan dari pihak parboru satu yang akan
diserahkan kepada dongan sabutuha.
2. Acara Pelaksanaan Pernikahan Batak
Pada umumnya upacara pelaksanaan pernikahan pada masyarakat Batak
dilaksanakan di tempat orang tua perempuan, tapi tergantung keputusan
musyawarah kedua belah pihak pesta pernikahan. Urutan acara pada upacara
pelaksanaan pernikahan yaitu:
a. Makanan Pendahuluan (Mambahen Sibuha-buha I)
Pada pesta pernikahan yang telah ditentukan ketika marhata sinamot, pagi-pagi
pihak paranak beserta rombongan keluarga datang ke rumah parboru sambil
membawa makanan sibuha-buha i (biasanya isi dalam makanan tersebut daging
babi dan nasi) dan pihak parboru menyediakan ikan mas. Biaya pesta pernikahan
ini ditanggung oleh pihak parboru dan paranak dengan ketentuannya: suhut
parboru menanggung beras (nasi) dan dekke (ikan) dan suhut paranak
menanggung daging (babi atau kerbau) dan tuak.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
b. Saling Memberi Bunga (Masilehon Bunga)
Setelah selesai makan sibuha-buhai, pengantin laki-laki dan perempuan
dipertemukan dan saling memberi bunga yang didampingi oleh pandongani (yang
menemani) dari pengantin laki-laki dan perempuan.
c. Acara Pemberkatan di Gereja (Pemasu-masuan)
Setelah selesai acara masilehonan bunga, penganti bersama rombongan pihak
parboru dan paranak berangkat ke Gereja untuk acara pamasu-masuon
(pemberkatan) oleh pendeta. Setelah pemberkatan, maka rombongan yang
mengikuti acara pemberkatan dipersilahkan menyalami pengantin dan orang tua
masing-masing dan seterusnya kembali ke halaman rumah parboru untuk acara
makan.
d. Makan Dihalaman (Acara Mangan di Alaman)
Setelah dari Gereja, diadakanlah makan bersama di halaman rumah parboru
setelah terlebih dahulu parhobas (pekerja) membagikan nasi dan daging serta teh.
Dalam acara makan bersama pihak parboru dan paranak tidak duduk bersama
dan mempunyai tempat tersendiri.
e. Menyampaikan ikan pihak perempuan (Pasahathon Dekke Parboru)
Setelah acara makan dimulai, maka pihak orang tua pengantin perempuan
beserta famili terdekat menyampaikan dekke (ikan) kepada pihak paranak. Dekke
(ikan) ini sebagian diberikan kepada pengantin dan famili terdekat dari pihak
paranak.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
Selesai pihak parboru memberikan dekke kepada pengantin dan famili segera
pihak paranak menyampaikan tudu-tuduan ni sipanganon/namar goar
(pembagian makanan) kepada pihak parboru. Tetapi pembagian Jambar (daging)
atau namar goar ini dilaksanakan setelah habis acara makan bersama. Hanya
pembagian leher dan hati (bila dipotong adalah babi) dapat dibagikan kepada
keluarga parboru yang terdekat, pada saat makan.
f. Menerima Sumbangan Laki-laki (Manjalo Tumpak Paranak).
Sehabis makan bersama protokol dari pihak paranak memanggil semua
undangan paranak, karena pihak paranak segera akan mengadakan acara papungu
tumpak (mengumpul sumbangan). Semua undangan yang menyampaikan tumpak
(sumbangan) meletakkan sumbangannya pada sebuah baskom besar yang terletak
di muka pengantin dan pihak paranak. Setelah meletakkan tumpaknya, pihak
pengantin dan paranak disalami dan pada saat itulah pihak paranak mengenal
para penyumbang sambil menyampaikan ucapan terima kasih yang penuh kasing
sayang.
g. Membagi Perjambaran (Membagi Parjabaran).
Setelah pihak paranak dan parboru duduk berhadap-hadapan di halaman
rumah parboru, diangkatlah namar goar ke tengah-tengah mereka masing-masing
diadakanlah musyawarah bagaimana jambar itu untuk pihak parboru dan
paranak. Sesudah musyawarah selesai dibagikanlah namar goar itu kepada orang-
orang yang berhak menerimanya.2
2 Ibid., h. 41- 42
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
Pembagian jambar ini adalah didasarkan pada tempat dan siapa yang berpesta,
sebab pada beberapa tempat terdapat parjambaran-parjambaran yang umum,
antara lain:
1. Kepala bagian atas sebelah kiri (namarngingi parhambirang) diserahkan
kepada boru pihak parboru.
2. Kepala bagian atas sebelah kanan (namarngingi parsiamun) diserahkan kepada
boru pihak paranak.
3. Dagu (osang) kepada tulang (paman) dari pengantin perempuan.
4. Terdiri dari rusuk (somba-somba) disampaikan kepada bona-niari yaitu hula-
hula pertama dari pihak parboru.
5. Ekor (ihur-ihur) untuk suhut parboru dan dongan tubuinya(keluarga).
6. Bagian atas antara leher dengan punggung (panamboli) untuk dongan tubu
pihak paranak.
7. Tulang Paha (soit) untuk unsur dalihan na tolu, dongan sahuta (tetangga),
pangula ni huria (utusan Gereja), ale-ale (teman akrab) dan untuk utusan
pemerintah setempat.
8. Membicarakan mas kawin yang tinggal (Masisisean di Alaman).
Selesai membagi namar goar atau tudu-tudu nisipanganon (inti makan), masuk
lah ke acara masisisean (bertanya-jawab) atau mengkatai (membicarakan mas
kawin yang tinggal). Dalam pembicaraan ini pihak parboru dan paranak masing-
masing mempunyai raja parhata (protokol). Protokol inilah yang langsung
bertanya-jawab, tetapi bila ada hal-hal yang sulit baru ditanyakan kepada pihak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
parboru dan paranak. Inti dari acara ini pihak paranak menyampaikan jambar
hepeng (uang) kepada pihak parboru.3
9. Memberikan Ulos Parboru (Mangalehon Ulos Parboru).
Selesai paranak memberikan jambar hepeng kepada pihak parboru, maka
pihak parboru mempunyai kewajiban memberikan Ulos dan Ulos-ulos (berupa
uang) kepada pihak paranak. Setelah Ulos disediakan parbou, maka protokol
pihak paranak menyebut satu per satu siapa yang di Ulosi, yang telah tertentu
urutannya. Untuk pihak parboru langsung berdiri mangulosi (menguloskan)
dengan cara dari kiri ke kanan pangulosi (yang memberikan Ulos).
Urutan Ulos yang wajib diberikan sesuai ada ruhut ni adat (menurut adat):
a. Ulos hela untuk pengantin.
b. Ulos pargonggom untuk ibu pengantin laki-laki.
c. Ulos pansamot untuk ayah pengantin laki-laki.
d. Ulos paramanan untuk seorang saudara ayah pengantin laki-laki.
e. Ulos tutup ni ampang, untuk salah seorang boru (perempuan) paranak yang
menjinjing ampang (bakul) tempat nasi atau sibuha-buha i.
Selain Ulos hela yang diterima pengantin, maka famili terdekat dari pihak
parboru juga menyampaikan Ulos kepada pengantin sehingga kadang-kadang
pengantin menerima Ulos sampai lima puluh lembar Ulos Batak atau lebih.
Sesudah penyerahan Ulos tersebut pihak parboru memberikan Ulos lagi
kepada sanak famili paranak. Ulos ini adalah berupa uang dan biasanya disebut
Ulos tinotun sadari (ditenun sehari). Adapun yang berhak menerima ialah:
3 Ibid., h. 43
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
1. Ompu martinodohon (nenek bersaudara).
2. Ama martinodohon (bapak saudara).
3. Namboru (anak perempuan dari nenek bersaudara).
4. Pariban (bersaudara karena istri).
5. Pariban ni suhut (bersaudara karena istri suhut).
6. Mar ompu-ompu (semarga).
7. Hula-hula pihak paranak.
8. Ale-ale pihak paranak.
9. Si ungkap Hombung (bona ni ari ni paranak).
10. Olop-olop, yang diterima oleh pengetua dari kampung parboru.
Kemudian paranak meminta lagi Ulos naso ra buruk (Ulos yang tidak rusak)
sering disebut pauseang yakni sawah atau ladang. Ulos naso ra buruk ini bisa saja
tidak dikabulkan, sebab hal itu bergantung kepada besarnya mas kawin dan
keadaan parboru.
11. Menjemput Ketua Adat (Mangolophon Raja Huta) dan acara penutupan dari
utusan Gereja.
Selesai mangulosi, parboru dan paranak memberi upah domu-domu (uang jasa
perantara) kepada orang yang berjasa mempertemukan kedua pengantin. Sebagai
penutup, para tamu mrngucapkan HORAS tiga kali, maka selesailah pesta unjuk
(pesta peresmian perkawinan) itu, akhirnya acara ditutup dengan nyanyian dan
doa berkat Gereja.4
4 Ibid., h. 46
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
Dalam kehidupan berbudaya, masyarakat Batak mengenal pakaian adat dan
segala ornamennya. Salah satu elemen penting dalam dalam pakaian adat Batak
adalah Ulos. Ulos merupakan sebuah selendang yang terbuat dari kain tenun. Ulos
ini digunakan dalam acara adat istiadat suku Batak. Setiap acara adat yang
dilakukan oleh masyarakat Batak selalu menggunakan ulos, secara khusus dalam
adat pernikahan. Ulos juga memiliki sifat sakral dalam suku Batak karena ulos
tersebut sudah digunakan dari jaman nenek moyang suku Batak.
Ulos merupakan salah satu benda simbolik yang melambangkan kekuatan dan
lambang perdamaian. Dalam adat suku Batak khususnya upacara pernikahan
terdapat dua pemberian ulos kepada pihak yang menikah yaitu Ulos na so buruh
(sawah atau lading) kepada ayahnya, Ulos ragi iduplah yang diberikan kepada
pihak yang menikah. Maksud dari pemberian ini yaitu agar pihak yang menikah
hidup bahagia dan memperoleh anak laki-laki dan perempuan, Ulos inilah sebagai
selimutnya.
Ulos juga menjadi simbol pasu-pasu atau pemberkatan sewaktu acara adat.
Dalam hidup seorang laki-laki warga Batak, dia akan menerima paling sedikit tiga
buah ulos adat, yaitu diwaktu lahir berupa Ulos Parompa (penggendong), pada
saat perkawinan menerima Ulos Hela (Ulos Menantu), dan pada saat dia
meninggal dunia yang disebut Ulos Saput (pembalut). Bagi wanita akan menerima
satu ulos yang dinamai Ulos tondi pada waktu hendak melahirkan Buha Bajunya
(anak sulung). Semua ulos yang difungsikan sebagai “Ulos adat” disebut Ulos
marhadohoan, yang bermakna spiritual menjadi barang pusaka, barang homitan
yang disimpan secara baik-baik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
Dalam tata cara adat Batak, pernikahan tidak dapat dipisahkan dengan sistem
kekerabatannya. Pertalian antar kerabat dengan berlandaskan Dalihan Na Tolu
telah mengikat satu pihak dengan pihak lainnya dalam hubungan saling hormat
menghormati. Hubungan periparan menjadi suatu hubungan saling sungkan serta
satu sama lain mempunyai fungsinya masing-masing.
Dalam keluarga terikat dalam prinsip Dalihan Na Tolu, sehingga di satu pihak
ia menjadi boru, di pihak lain ia menjadi hula-hula. Ini dapat diartikan bahwa satu
pihak ia lebih rendah derajatnya dan oleh karenanya harus bekerja dalam setiap
pesta adat. Akan tetapi di lain pihak ia lebih tinggi derajatnya oleh karena itu
dilayani dalam pesta adat.
B. Identifikasi Masalah
Perubahan Modernisasi mempengaruhi kehidupan masyarakat Toba di
perantauan salah satunya masyarakat Batak yang berada di Yogyakarta.
Perubahan ini secara tidak langsung tanpa disadari masyarakat Batak itu sendiri.
Perubahan ini meliputi: perilaku kehidupan orang Batak di Yogyakarta, adat
istiadat Batak yang berada di Yogyakarta, minatnya mengenal budaya Batak di
Yogyakarta, budaya yang keras mempengaruhi kehidupan Batak dan pernikahan
adat yang dilaksanakan di Yogyakarta misalkan pemberian Ulos dalam
pernikahan adat Batak.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
Masyarakat Batak mengenal pakaian adat dan segala ornamennya. Salah satu
elemen penting dalam pakaian adat Batak adalah Ulos. Ulos merupakan sebuah
selendang yang terbuat dari kain tenun. Ulos ini digunakan dalam acara adat
istiadat suku Batak. Setiap acara adat yang dilakukan oleh masyarakat Batak,
selalu menggunakan Ulos, secara khusus dalam adat pernikahan. Ulos juga
memiliki sifat sakral dalam suku Batak karena Ulos tersebut sudah digunakan dari
jaman nenek moyang suku Batak.
Dalam pernikahan adat Batak yang dilaksanakan di Yogyakarta ini juga
mengalami perubahan secara tidak langsung, hal ini disebabkan dari modernisasi
yang dialami masyarakat Batak di Yogyakarta. Misalkan biasanya kalau acara
adat pernikahan Batak di Bona Pasogit (kampung halaman) seminggu
dilaksanakan sedangkan kalau di Yogyakarta hanya sehari melaksanakan dan cara
pemakaian Ulos juga mengalami perubahan.
Banyaknya tata cara adat yang dihilangkan ketika Masyarakat Batak
mengadakan acara adat tersebut dengan beralasan untuk mempersingkat waktu
dalam pelaksanaan tersebut. Kemudian pemberian dan pemakaian Ulos juga
mengalami perubahan. Banyaknya perubahan ini juga memiliki beberapa faktor
salah satunya tempat yang dihuni atau tinggal karena masyarakat Batak harus
mengikuti tatacara dan budaya adat yang ada di Yogyakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasikan
permasalahan dalam upaya memudahkan peneliti membatasi masalah. Dalam
penelitian ini membatasi masalah Pergeseran Nilai kain Ulos Batak Toba Pada
Periode 1990-2016 Di Yogyakarta studi kasusnya dalam pernikahan adat Batak
Toba diperantauan.
Pembatasan masalah ini dimaksud sebagai upaya pembatasan data penelitian.
Pembatasan inilah yang difokuskan dengan menggunakan periodeisasi sehingga
peneliti dapat mengetahui secara terperinci masalah yang akan diteliti, dan tidak
akan menjadi sedemikian luas, tapi menjadi lebih jelas dan spesifik dan akan
membantu mengarahkan sasaran diteliti.
Pembatasan masalah mutlak dilakukan dalam setiap penelitian, agar terarah
dan juga terlalu luas. Dengan demikian, pembatasan masalah dalam penelitian ini
adalah tentang “Pergeseran Nilai Kain Ulos Batak Toba Pada Periode 1990-2016
Di Yogyakarta”.
C. Rumusan Masalah
Dari data yang dikumpulkan, dan kemudian dilakukan pembacaan satu persatu,
maka muncul beberapa rumusan masalah, yaitu;
1. Bagaimana perpindahan Batak Toba di Yogyakarta?
2. Bagaimana fungsi Ulos dalam masyarakat Batak Toba?
3. Bagaimana pergeseran nilai Ulos dalam adat pernikahan Batak Toba di
Yogyakarta ?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
D. Tujuan Penulisan
Tujuan penelitian ini yaitu:
1. Mendeskripsikan perpindahan masyarakat Batak Toba di Yogyakarta.
2. Mendeskripsikan fungsi Ulos dalam masyarakat Batak Toba.
3. Mendeskripsikan pergeseran nilai Ulos dalam pernikahan Batak Toba di
Yogyakarta.
E. Manfaat Penulisan
Melalui skripsi ini diharapkan dapat memperkaya ataupun menambah referensi
tentang Sejarah Ulos Batak. Selain itu melalui skripsi ini juga, dapat menambah
jumlah dari karya tulis sejarah yang menerapkan pendekatan teori-teori
Antropologi Budaya.
F. Tinjauan Pustaka
Dalam buku, 1978. Adat dan Upacara Perkawinan daerah Sumatera Utara
yang dituliskan oleh Departemen pendidikan dan kebudayaan. Dalam karyanya
buku ini menjelaskan secara keseluruhan masyarakat Sumatera Utara lebih
khususnya adat dan upacara perkawinan masyarakat Sumatera Utara mulai dari
adat sebelum perkawinan, upacara perkawinan dan sesudah perkawinan. Buku
tersebut dapat membantu penelitian untuk mengetahui pernikahan adat mulai dari
awal hingga akhir.
Dalam karya Tito Adonis dkk 1993 Perkawinan Adat Batak DI Kota Besar.
Sistem perkawinan adat Batak Toba di Jakarta mengalami perubahan secara
budaya adat istiadat masyarakat Batak, dapat dilihat dalam karya tersebut ada dua
pandangan antara hak, kewajiban atau mempertahankan identitas. Hak dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
kewajiban disini menyebutkan penggunaan busana adat, kesenian, dan
peralatannya memang mengalami perubahan secara adat, namun mempertahakan
identitas orang Jakarta.
Dengan demikian luntur atau tidaknya adat Batak di Kota, melalui kasus
perkawinan adat Batak dapat disimpulkan juga tergantung bagaimana membatasi
pengertian adat tersebut. Pembatasan pengertian itu amat penting untuk
mengklasifikasikan apa yang berubah dan tidak berubah pada masyarakat adat
Batak di Jakarta. Dalam karya tersebut membantu penelitian dan menunjukkan
bukti bahwa perubahan terjadi di Jakarta oleh karena itu bisa dijadikan
pembanding untuk penelitian ini.
Untuk melengkapi penelitian ini buku yang berjudul, 2013. Ulos Batak ;
Tempo Dulu – Masa Kini yang ditulis oleh St.R.H.P. Sitompul,B.Sc.
Pembahasannya lebih memusatkan penjelasan Ulos yang dari tempo dulu hingga
sekarang. Dalam penulisan buku tersebut menjelaskan secara terperinci tentang
pengertian Ulos Batak dan berbagai macam jenis Ulos. Buku tersebut ingin
menjelaskan bahwa pentingnya Ulos Batak untuk masa sekarang agar generasi
muda bisa mengerti pentingnya Ulos dalam adat Batak.
Dalam buku tersebut dapat membantu melengkapi penulisan yang diteliti bisa
dilihat dari proses, pelaksanaan, pemantapan suatu perkawinan baik dalam bentuk
aturan-aturan maupun upacara-upacara yang dilaksanakan. Oleh karena itu dalam
buku ini ingin melihat baik yang bersifat nilai-nilai, norma-norma, ataupun
kebudayaan material yang sehubungan dengan perkawinan di Sumatera Utara.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
G. Landasan Teori
1. Unsur-Unsur Budaya
Dalam rangka penelitian ini, digunakan teori yang digunakan untuk
menganalisis hasil penelitian. Teori yang digunakan ada empat. Keempatnya
dipakai untuk melengkapi analisis data yang ada, yaitu konsep 7 Unsur budaya,
Migrasi, Perubahan Budaya, dan Modernitas.
Kata kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu Buddhayah, ialah bentuk
jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal. Demikian kebudayaan itu dapat
diartikan, hal-hal yang bersangkutan dengan akal. Ada lain-lain sarjana yang
mengupas kata budaya itu sebagai suatu perkembangan dari majemuk budi-daya,
yang berarti daya dari budi. Karena itu mereka membedakan budaya dari
kebudayaan. Budaya itu adalah daya dari budi yang berupa cipta, karsa, dan rasa
itu. Dalam kata antropologi budaya tak diadakan perbedaan arti antara budaya
dengan kebudayaan. Disini kata budaya hanya dipakai untuk singkatannya saja,
untuk menyingkat kata panjang antropologi kebudayaan.5
Unsur budaya terbagi atas 7 (tujuh) yaitu:
1. Peralatan dan perlengkapan hidup manusia misalkan pakaian, perumahan, alat
rumah tangga, senjata, alat produksi, transport.(Teknologi)
2. Mata pencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi yaitu pertanian,
peternakan, sistem produksi, sistem distribusi. (Ekonomi)
3. Sistem kemasyarakatan yaitu sistem kekerabatan, organisasi politik, sistem
hukum, sistem perkawinan. (Organisasi)
5 Koentjaraningrat. Pengantar Antropologi, Cetakan ke Lima. 1974. Aksara
Baru: Jakarta. hlm. 80
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
4. Bahasa (lisan maupun tulisan).
5. Kesenian (seni rupa, seni suara, seni gerak).
6. Sistem pengetahuan.
7. Religi.6
Dalam 7 (tujuh) unsur di atas dapat digunakan teori peralatan dan perlengkapan
hidup manusia karena bisa membantu dalam menyelesaikan permasalahan yang
diteliti dan juga bisa memakai teori ini.
2. Konsep Perubahan Budaya
Menurut Nurhalimah salah satu sifat kebudayaan adalah dinamis yang selalu
mengalami perubahan yang berkelanjutan. Setiap kebudayaan mengalami
perubahan atau perkembangan. Dengan demikian dalam mempelajari kebudayaan
selalu harus diperhatikan hubungan antar unsur yang stabil dengan unsur yang
mengalami perubahan.7
Masyarakat dan kebudayaan manusia adalah salah satu hal dalam alam besar
ini, dan masyarakat dan kebudayaan manusia itupun selalu berubah tak putus-
putusnya. Orang-orang bukan ahli sering mengatakan bahwa masyarakat dan
kebudayaan lokal, atau masyarakat dan kebudayaan yang hidup di desa-desa di
luar gerak-gerik kesibukan kota dan di luar gerak-gerik lalu lintas internasional,
tak berubah, atau statis. Pandangan ini pernah dianut oleh ahli-ahli dalam
antropologi dan dalam ilmu-ilmu sosial lain yang amat menekan kepada paham
6 Ibid., h.82
7 Nurhalimah. 2015. Upaya Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan
Olahraga Dalam Menyelenggarakan Kegiatan Bidang Kebudayaan Di
Kabupaten Nunukan. Universitas Mulawarman. Kalimantan Timur. hlm. 6
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
statis ini, dengan memberi kepada masyarakat-masyarakat semacam itu etika,
terbelakang, atau primitif, atau purba, atau sederhana.
Pandangan yang tak sesuai dengan kenyataan ini bisa masuk ke dalam
kalangan ilmiah, karena dalam pandangan yang kuno, ilmu antropologi ingin
mencari bentuk-bentuk masyarakat manusia dari zaman dahulu, dan dengan
demikian mencoba melihat masyarakat-masyarakat kecil dan lokal di luar kota-
kota besar itu sebagai sisa-sisa dari masyarakat zaman dahulu itu, dan sebagai
masyarakat-masyarakat yang belum pernah berubah sejak zaman itu. Sekarang
para ahli antropologi telah mencapai pengertian baru, bahwa masyarakat dan
kebudayaan manusia itu selalu berubah tiap detik dalam hidupnya, dan bahwa
masyarakat dan kebudayaan yang statis tak berubah itu tidak ada.
Sudah tentu proses-proses perubahan masyarakat dan kebudayaan atau culture
change itu, bisa berlaku amat lambat sehingga hanya dapat dilihat dengan mata
orang-orang ahli, tetapi bisa juga berlaku amat cepat sehingga dapat pula dilihat
dengan mata orang-orang bukan ahli. Hal itu serupa dengan proses-proses
perubahan gunung, ada yang lambat, seperti erosi yang hanya dapat dilihat dengan
mata para ahli geologi, tetapi ada pula yang cepat seperti tanah gugur, yang bisa
dilihat dengan mata siapapun juga. Proses culture change yang hanya dapat
tampak dalam jangka waktu panjang, ialah beribu-ribu tahun lamanya, biasanya
terjadi oleh sebab-sebab yang asal dari dalam masyarakat dan kebudayaan-
kebudayaan yang bersangkutan.
Proses-proses perubahan ini adalah perubahan-perubahan yang oleh banyak
pengarang lazim disebut cultural evolution. Proses-proses culture change yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
dapat tampak dalam jangka waktu pendek ialah hanya beberapa puluh tahun saja,
bisa juga terjadi oleh sebab-sebab yang asal dari dalam masyarakat dan
kebudayaan yang bersangkutan, seperti misalnya penemuan-penemuan baru, atau
innovation, tetapi sebagian besar dari proses-proses culture change serupa itu
terjadi oleh sebab-sebab yang asal dari luar, ialah biasanya pengaruh dari lain
kebudayaan. Nama umum untuk proses-proses semacam ini tidak ada dalam ilmu
antropologi, yang ada hanya istilah-istilah khusus untuk tiap-tiap proses yang
khusus, ialah misalnya innovation dari itu, kemudian juga istilah-istilah seperti
assimilation, acculturation, dsb.8
Dalam konsep perubahan budaya ini pula akan berhubungan dengan konsep
difusi di dalamnya. Konsep ini setidaknya bisa menjawab perubahan yang ada
berlangsung dalam daerah apa. Difusi adalah proses persebaran dari unsur-unsur
kebudayaan dari satu individu ke individu yang lain, dan dari satu masyarakat ke
masyarakat lain. Proses yang tersebut pertama ialah persebaran dari individu ke
individu di dalam batas satu masyarakat, disebut difusi intra-masyarakat atau
inter-society diffusion, dan proses yang kedua ialah persebaran dari masyarakat ke
masyarakat, disebut difusi inter-masyarakat, atau inter-society.
Difusi Intra-Masyarakat. Proses difusi ini biasanya dimulai pada waktu ada
suatu penemuan baru itu akan merupakan suatu unsur kebudayaan baru yang
sebelum dipakai oleh semua orang dalam masyarakat, tentu harus diperkenalkan
dan disebarkan dahulu dalam masyarakat dari individu ke individu. Suatu
pengertian yang mendalam tentang jalannya proses-proses difusi intra-masyarakat
8 Ibid., h. 132-134
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
itu, penting antara lain untuk ahli-ahli propaganda yang bertugas menyiarkan
penemuan-penemuan baru, konsepsi-konsepsi baru, atau barang-barang dagangan
yang baru, konsepsi-konsepsi baru, atau barang-barang dagangan yang baru,
seluas-luasnya dalam suatu masyarakat, dan tidak usah kita perhatikan lebih lanjut
dalam buku antropologi ini. Di sini kalau dibicarakan tentang hal difusi, maka
selalu dimaksud difusi intra-masyarakat.
Bentuk-bentuk difusi. Salah satu bentuk difusi adalah persebaran unsur-unsur
kebudayaan dari suatu tempat ketempat lain dimuka bumi, yang dibawa oleh
kelompok-kelompok manusia yang bermigrasi. Terutama dalam zaman prehistori,
puluhan ribu tahun yang lalu, waktu kelompok-kelompok manusia yang hidup
dari berburu berpindah dari suatu tempat ketempat yang lain sampai jauh sekali,
maka unsur-unsur kebudayaan yang dibawa oleh kelompok-kelompok itu juga
didifusikan sampai jauh sekali bekas-bekas dari difusi-difusi itu sekarang menjadi
salah satu obyek penelitian dari ilmu prehistori.
Bentuk difusi yang lain lagi, dan yang terutama mendapat perhatian dari ilmu
antropologi adalah persebaran unsur-unsur kebudayaan yang berdasarkan
pertemuan-pertemuan antara individu-individu kelompok-kelompok tetangga.
Pertemuan-pertemuan antara kelompok-kelompok semacam itu bisa berlangsung
dengan berbagai cara.
Cara yang pertama adalah hubungan di mana bentuk dari masing-masing
kebudayaan itu hampir tidak berubah. Hubungan ini yang disebut hubungan
simbiotik, dapat kita lihat contohnya di daerah pedalaman negara-negara Kongo,
Togo dan Kamerun di Afrika Tengah dan Barat. Di daerah pedalaman negara-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
negara tersebut berbagai suku bangsa Afrika hidup dari bercocok tanam diladang.
Mereka seringkali mempunyai tetangga kelompok-kelompok kecil dari suku-suku
bangsa Negrito yang hidup dari berburu dan pengumpulan hasil-hasil hutan.
Hasil-hasil berburu dan hasil-hasil hutan tersebut dibarterkan kepada suku-suku
bangsa Afrika petani tadi untuk ditukarkan dengan hasil-hasil pertanian.
Hubungan semacam ini telah berlangsung sejak lama sekali, mungkin sudah sejak
berabad-abad lamanya, kedua pihak sudah saling butuh-membutuhkan, tetapi
hubungan hanya berhenti pada barter barang-barang itu saja. Proses pengaruh-
mempengaruhi lebih jauh dari itu tidak ada. Kebudayaan suku-suku bangsa Afrika
tidak berubah dan kebudayaan kelompok-kelompok Negrito juga tidak pada
hubungan symbiotic itu.
Cara yang lain adalah bentuk hubungan yang salah satunya karena
perdagangan, tetapi dengan akibat yang lebih jauh daripada pada hubungan
symbiotic. Unsur-unsur dari kebudayaan penerima dengan tidak disengaja dan
dipaksa. Hubungan ini dengan mengambil istilah dari ilmu sejarah, sering disebut
penetration pacifique, artinya pemasukan secara damai.9
3. Nilai Budaya
Penelitian ini, memfokuskan kajian ada pegesean nilai. Oleh karenanya
dibutuhkan konsep nilai budaya untuk mengkaji pergeseran nilai Ulos Batak Toba
di Yogyakarta. Suatu sistem nilai budaya terdiri dari konsepi-konsepsi yang hidup
dalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat mengenai hal-hal yang
harus mereka anggap amat bernilai dalam hidup, karena itu suatu sistem nilai
9 Ibid., h. 145-147
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
budaya biasanya befungsi sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia.
Sistem-sistem tata kelakuan manusia lain yang tingkatnya lebih konkret, seperti
aturan-aturan khusus, hukum dan norma-norma, semuanya juga berpedoman
kepada sistem nilai budaya itu (Koentjaraningrat, 1994: 25)
Sebagai bagian dari adat istiadat dan wujud ideal dari kebudayaan, sistem nilai
budaya seolah-olah berada di luar dan di atas diri para individu yang menjadi
warga masyarakat yang bersangkutan. Para individu itu sejak kecil telah diresapi
dengan nilai-nilai budaya yang hidup dalam masyarakatnya sehingga konsepsi-
konsepsi itu sejak lama telah berakar dalam alam jiwa mereka. Itulah sebabnya
nilai-nilai budaya tadi sukar diganti dengan nilai-nilai budaya lain dalam waktu
singkat. 10
Karena merupakan bagian dari adat, suatu sistem nilai budaya biasanya dianut
oleh suatu persentase yang besar dari warga suatu masyaakat. Sebaliknya, karena
berada dalam jiwa indivindu suatu sikap sering hanya ada pada individu-individu
tertentu dalam masyarakat. sungguhpun demikian, toh ada juga sikap-sikap
tertentu yang karena terpengaruh oleh sistem nilai budaya, bisa didapatkan secara
lebih meluas pada banyak individu dalam masyarakat.
Contoh-contoh dari sistem nilai budaya yaitu contoh dari suatu sikap yang
biasanya hanya ada pada individu-individu tertentu saja, misalnya sikap congkak
dalam hal menghadapi orang lain yang berkedudukan sebagai bawahan, atau
orang yang bersifat lebih kurang dan lemah secara fisik, mental, dan material.
10
Ibid
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
Contoh dari suatu sikap yang bisa didapatkan secara lebih meluas pada banyak
individu dalam masyarakat karena terpengaruh oleh sistem nilai budaya adalah
sikap segan terhadap pekerjaan yang bersifat memberi pelayanan pada orang lain.
dasarnya adalah mungkin sikap congkak seperti diatas, tetapi sikap ini kemudian
terpengaruh oleh nilai budaya yang menganggap bahwa mencapai kedudukan
tinggi di mana orang dapat dilayani orang lain, tetapi tidak usah melayani orang
lain, menjadi tujuan utama yang memberi arti kepada segala usaha dari karya
manusia dalam hidupnya (Koentjaraningrat. 1994: 26).
H. Metode Penelitian
Menurut Kuntowijoyo dalam bukunya Pengantar Ilmu Sejarah bahwa
penelitian sejarah mempunyai lima tahapan. Dalam tahapan tersebut yaitu (1)
pemilihan toopik, (2) pengumpulan sumber, (3) verifikasi (kritik sumber), (4)
interprestasi (analisis dan sintesis), dan (5) penulisan.11
Sesuai dengan tahapan sejarah yang dimaksud oleh Kuntowijoyo, maka hal
yang pertama yang dilakukan adalah penentuan topik. Topik dalam penelitian ini
adalah Pergeseran Nilai Ulos Batak Toba pada periode 1990-2016, Studi Kasus
Pernikahan Batak di Yogyakarta. Setelah melewati tahap ini, selanjutnya
dilakukan pengumpulan sumber data. Sumber data primer penelitian ini adalah
data-data yang diperoleh dari studi pustaka. Lalu, sumber ini ditambahkan dengan
data sekunder yang diperoleh melalui metode wawancara kepada naasumber.
Tahapan sejarah yang ketiga yaitu Verifikasi data (kritik sumber) dilakukan
11 Kuntowijoyo. 2013. Pengantar Ilmu Sejarah Edisi Baru Cetakan Ke-I.
Yogyakarta : Pt. Tiara Wacana Yogya. Hlm. 69
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
dengan cara pembacaan menyeluruh terhadap sumber-sumber yang berhasil
dikumpulkan. Hasil dari sumber yang dikumpulkan akan diperbandingkan satu
sama lain. dari perbandingan tersebut akan didapatkan data yang valid dan saling
mendukung.
Setelah verifikasi dilakukan maka tahapan selanjutnya yaitu interprestasi.
Tahapan interprestasi terbagi dua yaitu analisis dan sintesis.12
Dalam fase analisis,
data hasil verifikasi sumber diuraikan satu per satu. Dari uraian yang dilakukan
akan didapatkan fakta. Data dan fakta yang terkumpul kemudian dipersatukan
dalam fase sintesis. Rangkaian interprestasi (analisis dan sintesis) tersebut
dilakukan untuk mendapatkan konsep umum dari data dan fakta yanng terkumpul.
Tahapan penelitian sejarah yang kelima yaitu penulisan sejarah. Dalam
penulisan sejarah, aspek kronologis menjadi konten yang sangat penting. Hal ini
guna memperlihatkan perbedaan dari penjelasan sejarah yang diakronis
(menekankan proses) dengan penjelasan ilmu sosial yang sinkronis (menekankan
struktur). 13
12
Ibid., h. 78-80 13
Kuntowijoyo. 2003. Metodologi Sejarah edisi Ke-2. Tiara Wacana:
Yogyakarta. Hlm. 174
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
I. Sistematika Penulisan
Penelitian mengenai Pergeseran Nilai Ulos ini akan disusun dalam lima bab,
dengan urutan sebagai berikut :
Bab I Pendahuluan. Bab ini terdiri dari; Latar Belakang, Rumusan Masalah,
Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Landasan Teori, Metode Penelitian dan
Sistematika Penulisan.
Bab II perpindahan masyarakat Batak Toba di Yogyakarta. Dalam bab ini akan
mendeskripsikan bagaimana masyarakat Batak Toba datang ke Yogyakarta.
Bab III Ulos dalam masyarakat Batak Toba. Dalam bab ini mendeskripsikan
Ulos dalam masyarakat Batak Toba.
Bab IV mendeskripsikan Ulos yang berada di Yogyakarta.
Bab V Dalam bab terakhir ini akan dipapar mengenai kesimpulan dari
penelitian yang dilakukan atas topik Perubahan Nilai Kain Ulos Pada Masyarakat
Batak Toba di Yogyakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
BAB II
SEJARAH BATAK DI YOGYAKARTA
A. Migrasi Batak Toba Di Yogyakarta
Sebelum penjelasan terkait migrasi Batak, maka akan dijelaskan terlebih
dahulu secara umum tentang Etnis Batak Toba. Indonesia adalah sebuah negara
yang kaya akan suku. Salah satu dari suku yang banyak itu ialah suku Batak yang
menurut sejarah pada mulanya berdiam di pinggiran Danau Toba, Sumatera Utara,
Indonesia. Suku Batak dalam konteks Indonesia Raya adalah sebagian dari bangsa
Indonesia. Suku ini dikenal memiliki sejumlah kebudayaan yang sejajar dengan
kebudayaan suku bangsa yang lain.
Marsden (1811: 301) mengakui bahwa orang Batak sesungguhnya telah
memiliki peradaban yang telah berkembang tinggi dengan itu disebutkan bahwa
meskipun secara relatif terpisah dari kebudayaan dan agama yang berpengaruh di
Asia Tenggara, namun orang Batak telah memperkembangkan sistem-sistem yang
kompleks di bidang sosial, hukum, dan agama (Perdesen, 1975: 15).
Dari semua unsur kebudayaan yang memiliki suku bangsa Batak,
menampakkan ciri kebudayaan yang khas jika dibandingkan dengan kebudayaan
suku bangsa lain di Indonesia. Ia memiliki sistem kekerabatan, adat, hukum,
kesenian, dan sistem kepercayaan keagamaan yang berbeda dengan suku bangsa
lain. Kebudayaan Batak dalam proses awal perkembangannya telah banyak
dipengaruhi oleh budaya-budaya asing. Menurut Perdesen (1975: 17) pada suatu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
ketika dahulu tepatnya sesudah 2000 tahun sebelum Masehi dan sebelum tahun
1500 sesudah Masehi, kebudayaan Batak di pengaruhi oleh suatu peradaban
Hindu-Buddha di daerah-daerah sebelah selatan dan pesisir Sumatera Utara.
Kolonisasi asing mungkin secara langsung datang dari India atau mungkin dari
Jawa, tetapi yang paling besar kemungkinannya ialah dari orang Melayu-
Minangkabau di Sumatera Barat. Berkaitan dengan hal ini, Loeb (1972: 21) juga
mengatakan bahwa sifat dan ciri-ciri budaya Hindu yang terpenting masuk ke
dalam budaya Batak adalah tentang budaya mengolah padi basah, kuda, bajak,
bentuk rumah yang khas, catur, kapas, mesin pemintal, daftar kosakata Hindu,
cara menulis, dan idea keagamaan (Gultom, 2010: 2).
Suku Batak merupakan suku yang identik dengan budaya merantau karena
ingin mempunyai kehidupan yang lebih layak dari sebelumnya. Banyak yang
berpendapat bahwa suku Batak memiliki jiwa merantau. Salah satunya, menurut
ahli budaya Batak, Bungaran Antonius Simanjuntak menyebutkan migrasi suku
Batak keluar dari bona pasogit (kampung halaman) didorong oleh padangan
Hagabeon (sukses berketurunan), Hasangapon (kehormatan), dan Hamoraon
(kekayaan)14
. Ketiga konsep tersebut menjadi konsep dasar secara budaya ketika
suku Batak merantau. Keadaan daerah perantauan yang dianggap dapat
mewujudkan ketiga konsep di atas menjadi motivasi tersendiri bagi suku Batak
untuk merantau ke daerah lain.
14
Bungaran, A, Simanjutak, Struktur Sosial dan Politik Batak Toba hingga
1946: Suatu pendekatan Atropologi Budaya dan Politik, Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 2006.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
Hagabeon menuntut orang Batak untuk bergenerasi. Karena corak budaya yang
patrilineal, kehadiran anak, terlebih anak Pria menjadi vital. Berbeda dengan
konsep keturunan, konsep hamoraon menuntut adanya upaya keras atau kerja
keras manusia Batak untuk mencapai suatu kesuksesan. Kesuksesan ini bisa
dilihat dalam bidang materi ataupun jabatan. Terakhir adalah salah satu tujuan
hidup akhir manusia Batak, yaitu hasangapon. Pencapaian hagabeon dan
hamoraoni akan menghasilkan apa yang disebut hasangapon (kehormatan). Hal
ini bisa berupa derajat ataupun kemuliaan yang diterima oleh seorang masyarakat
Batak.
Hal ini juga diperkuat menurut yulia vonny sinaga dalam skripsinya
menyatakan konsep orang Batak toba mengenal 3 H yaitu yang pertama,
Hamoraon (nilai kekayaaan) yang bertujuan mencari banyak rezeki untuk hidup
dengan bekerja keras, kekayaan yang dimaksud tidak hanya dalam bentuk materi
tetapi juga jumlah anak atau keturunan. Kedua Hagabeon (nilai keturunan)
bertujuan untuk meneruskan garis keturunan dalam silsilah keluarga, biasanya
anak laki-laki diutamakan karena mereka akan meneruskan marga sampai
keturunan berikutnya. Ketiga Hasangapon (nilai kedudukan atau jabatan)
bertujuan apabila mereka memiliki kedudukan atau jabatan pada setiap pekerjaan,
bila tercapai oleh yang bersangkutan, kesuksesan sang anak juga dapat menjadi
pertimbangan15
.
Dengan kata lain, filosofi merantau masyarakat Batak identik dengan konsep 3
H yang dijujung tinggi. Ketiga konsep ini terus dipegang dan dihidupi oleh
15
Skripsi. Yulia Vonny Sinaga. Ruang dan Ritual Adat Pernikahan Suku
Batak Toba, Jakarta: UI (Universitas Indonesia).2012 Hlm. 31
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
masyarakat Batak dimana pun mereka berada. Ketiga konsep inilah yang menjadi
awal dan tujuan akhir hidup masyarakat Batak. Banyak upaya yang dilakukan
untuk mendapatkannya. Salah satunya adalah dengan perpindahan atau migrasi.
Menurut Togarma Naibaho, pada umumnya suku Batak melakukan aktivitas
merantau untuk bersekolah dan bekerja. Bagi orangtua masyarakat Batak,
pendidikan anak menjadi ukuran keberhasilan. Untuk meraih pendidikan anaknya,
orangtua dalam masyarakat Batak rela menjual harta benda miliknya. Hal inilah
yang membuat masyarakat Batak sebagai salah satu suku yang mempunyai tingkat
pendidikan yang cukup tinggi.16
Bisa disimpulkan bahwa rasa ketertarikan suku Batak Toba terhadap
pendidikan menjadi salah satu faktor pendorong aktivitas merantau anak muda
suku Batak ke daerah yang jauh sekalipun. Setelah menempuh pendidikan di
daerah perantau suku Batak Toba biasanya tidak langsung pulang ke kampung
halaman atau tanah Batak tetapi tetap merantau dan mencari pekerjaan di daerah
yang membutuhkan banyak tenaga kerja seperti daerah perkotaan. Hal ini juga
menyebabkan tingginya tingkat persebaran suku Batak di Indonesia. Faktor
geografis di daerah asal suku Batak yang kurang subur di sekitaran pulau Samosir
membuat masyarakat Batak Toba lebih memilih merantau meninggalkan
kampung halaman.
16
Togarma Naibaho, “Ada Budaya Batak Dalam Lapo. Hasil wawancara
saudara Arby Sumandoyo yang dimuat pada tirto.id, diakses dari
https://tirto.id/ada-budaya-batak-dalam-lapo-chuE.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
Selain kondisi alam aktivitas merantau suku Batak juga didorong oleh adanya
motif ekonomi untuk mencari penghidupan lebih baik di tempat lain. Apalagi di
tengah masyarakat berkembang berbagai cerita tentang keberhasilan sejumlah
perantau. Faktor lain yang cukup penting adalah pendidikan.17
Masyarakat Batak
memiliki tingkat kepedulian yang tinggi, sehingga mereka rela meninggalkan
kampung halaman dalam waktu yang cukup lama.
Batak dikenal sebagai etnis yang dapat beradaptasi dengan budaya-budaya lain.
Di setiap tempat mereka tinggal suku Batak mudan menyesuaikan diri dengan
lingkungan yang baru. Akibatnya, suku ini tersebar di berbagai wilayah Indonesia.
Di hampir setiap daerah terdapat suku Batak yang tinggal sebagai penduduk tetap.
Salah satu kota yang menjadi tujuan migrasi masyarakat Batak adalah
Yogyakarta. Pertimbangan utama adalah karena Yogyakarta merupakan kota
pendidikan. Daerah Istimewa Yogyakarta sudah lama dikenal memiliki banyak
perguruan tinggi berkualitas, sehingga menarik bagi masyarakat Batak yang
peduli pendidikan sebagai tempat ideal untuk menempuh pendidikan. Selain untuk
menempuh pendidikan, para perantau suku Batak juga datang untuk sebagai
pekerja maupun buka usaha di kota rantau.
B. Perkembangan Batak di Yogyakarta
Pembahasan tentang migrasi masyarakat Batak tidak dapat terlepas dari sejarah
keberadaan orang Batak di Yogyakarta. Siapa orang Batak pertama di
Yogyakarta, kapan pertama kali mendatangi yogyakarta dan apa motivasi migrasi,
menjadi sejumlah pertanyaan yang terkait sejarah Batak di Yogyakarta.
17
Sulistyowati Irianto, Perempuan DI Antara Berbagai Pilihan Hukum,
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005. Hlm. 91-92.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
Menurut Bungaran, pada tahun 1915 awal orang Batak merantau salah satu
tujuannya daerah Jakarta. orang Batak merantau disebabkan oleh program yang
dibuat orang Belanda untuk memperbaiki pendidikan yang dikenal dengan
pendidikan zending. Awal pendidikan sending hanyalah sebatas anak-anak
pengereja (anak pendeta) gereja. Tetapi lama kelamaan siapa saja boleh ikut, dan
bahkan semuanya menjadi antusias mengikuti pendidikan. Hasil pendidikan tahap
pertama yaitu mereka yang menjadi perantau orang Batak Kristiani yang merintis
“perantau adalah warga orang Batak yang berhasil”.18
Mayoritas perantau yaitu
anak-anak majelis gereja sebagai hasil dari pendidikan sekolah zending.
Orang Batak memanfaatkan kesempatan memasuki jalur pendidikan, yang
semula sekolah zending, kemudian dilanjutkan dengan dibukanya sekolah negeri
dan disemarakkan oleh sekolah swasta. Melihat pola perpindahan atau gelombang
perantau dari Tapanuli ke Jakarta dikenal dengan lima gelombang yang memiliki
landasan yaitu:
Periode Alasan ke Jakarta Keterangan
1915-1950 Telah terbuka kesempatan untuk
meningkatkan kedudukan sosial dengan
menyelesaikan pendidikan zending,
memiliki ilmu seadanya dan dianggap bisa
duduk sama tinggi dengan penyelenggara
pendidikan zending, yaitu bangsa Belanda
Masih sangat terbatas
jumlahnya karena yang
berpendidikan belum
merata.
18
Bungaran, A, Simajuntak, Karakter Batak: Masa Lalu, Kini, dan Masa
Depan, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 2015. Hlm. 74
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
1951-1965 Dorongan untuk melanjutkan pendidikan,
terutama Jakarta, Bandung dan
Yogyakarta, juga sudah memulai ada
mutasi penugasan, dorongan untuk
meningkatkan kehidupan dengan mencari
pekerjaan di Pulau Jawa, terutama Jakarta.
Sudah semakin banyak
jumlahnya, karena di
Jakarta sudah ada
saudara dan pendidikan
negeri sudah merata
1966-1980 Keadaan kawasan Tapanuli yang
berkekurangan untuk menopang
kehidupan, mendorong orang Batak
Kristiani untuk mencari pekerjaan di
Jakarta, sejalan dengan lahirnya Order
Baru yang memberikan kesempatan bagi
orang yang berpendidikan dan
berkemauan.
Pendidikan sekolah
menengah atas (SMA)
sudah menembus desa-
desa, disana tidak ada
lowongan, maka harus ke
kota terutama ke Jakarta
1981-1995 Melanjutkan pendidikan ke perguruan
tinggi, mencari lowongan kerja melalui
kenalan atau saudara, mencoba
peruntungan karena di Jakarta tersedia
berbagai bidang pekerjaan yang halal, asal
rajin, tekun, jujur dan loyal, mereka yakin
akan memperoleh uang demi penghidupan
yang lebih baik dan kalau bisa yang
meningkatkan gengsi, kekayaan dan
Jumlah lulusan sekolah
menengah atas sudah
semakin meningkat,
dorongan melanjut
keperguruan tinggi sudah
merata, kalau tidak
beruntung melanjutkan
pendidikan, dapat
mencari kerja.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
kehormatan (Hagabeon, Hamoraon, dan
Hasangapon)
1996-
sekarang
Demi pendidikan, pekerjaan, usaha,
organisasi, dan mutasi pekerjaan serta
tahap lanjutan dari semuanya yang telah
disebut diatas.
Beragam dan bervariasi
antara kebutuhan dan
peningkatan level
kehidupan.
Pada tabel diatas19
menunjukkan orang Batak yang merantau ke Yogyakarta
antara tahun 1951-1965 yang berawal menjalankan misi untuk menyebar kasih
dan sekarang menjadi tempat untuk pendidikan dana lapangan kerja hingga
menjadi tempat menghabiskan masa pensiunan. Tabel ini juga membuktikan
bahwa awal terbentuknya pendidikan zending yang dibuat oleh Belanda tersebut
sehingga orang Batak memiliki ciri merantau hingga sekarang.
1. Jejak Batak Di Yogyakarta
Salah satu jejak penting sejarah migrasi suku Batak di Yogyakarta adalah
gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP). Gereja itu menandakan bahwa
masyarakat Batak di Yogyakarta sudah banyak, sehingga membutuhkan bangunan
suci untuk melaksanakan peribadatan sesuai agama Kristen Batak. Gereja HKBP
diresmikan pada tanggal 6 April 1946 di daerah yang sekarang terkenal sebagai Jl.
I Dewa Nyoman Oka No.20, Kotabaru, Gondokusuman, Kota Yogyakarta, Daerah
Istimewa Yogyakarta.
19
Ibid,. H. 97
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
Meskipun menggunakan nama Batak, pada praktiknya tidak semua etnis Batak
bergabung di dalam gereja HKBP. Mayoritas jemaat HKBP didominasi oleh
Batak Toba karena HKBP selalu identik dengan Batak Toba saja.
Selain Gereja HKBP, keberadaan masyarakat Batak ditinjau dari sejarah _ias
dilihat atau diketahui dari persatuan atau komunitas Batak Toba. Pada awal
1970’an terbentuk lah organisasi PARBOPAS (Parsadaan Bona Pasogit).
Organisasi ini merupakan Punguan (paguyuban) marga yang bertujuan sebagai
tempat mengumpulkan orang Batak di Yogyakarta baik yang menempuh
pendidikan, kerja dan sudah berkeluarga. PARBOPAS memiliki event tahunan
yaitu pertandingan Sepak Bola dan Voli yang bertujuan untuk mengumpulkan dan
menjalin silahturahmi antara sesama marga (klan) maupun beda marga.
Komunitas ini dapat dikatakan sebagai tempat untuk mempererat tali
persaudaraan sesama orang Batak rantau.
PARBOPAS menjadi perkembangan jumlah orang Batak, hal ini dikarenakan
PARBOPAS memfasilitasi marga (klan) di Yogyakarta. Selain komunitas ini,
perkembangan kumpulan orang Batak mulai berkembang yaitu terbentuknya
Punguan (Paguyuban) marga, Parsahutaon (perkumpulan teman sekampung) dan
komunitas Batak yang beredar di kalangan perguruan tinggi.
a. Punguan Marga (Panguyuban atau Perkumpulan Klan)
Punguan (paguyuban) marga atau sering disebut dengan Parsadaan marga
adalah perkumpulan orang Batak yang didasarkan atas kesamaan marga. Tujuan
dibentuknya perkumpulan marga di kota yaitu agar dapat saling membantu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
sesama orang Batak dalam berbagai masalah, terutama masalah ekonomi. Selain
itu, upacara-upacara adat dan keagamaan yang berkaitan dengan kelahiran,
perkawinan, dan kematian seseorang juga diselenggarakan dengan melibatkan
orang-orang dalam lingkungan perkumpulan marga. Di Yogyakarta, setiap marga
suku Batak di Yogyakarta memiliki punguan (panguyuban) marga sendiri. Setiap
punguan memiliki acara sendiri seperti arisan yang dilaksanakan setiap sebulan
sekali, acara natal, dan acara perayaan Tahun Baru.
Pada dasarnya fungsi punguan yang paling penting adalah sebagai pengganti
orang tua di daerah perantauan. Punguan marga berperan dalam membantu
anggota menyelesaikan berbagai masalah. Dalam punguan dibuat aturan dan cara-
cara untuk dapat saling membantu satu sama lain, misalnya dalam hal
menanggulangi kemalangan, pengadaan upacara-upacara adat dan acara ke
agamaan. Dalam punguan marga dibentuk struktur pengurus yang terdiri dari
ketua dan bendahara dan struktur lain-lainnya.
b. PARBOPAS ( Parsadaan Bona Pasogit)
PARBOPAS merupakan singkatan dari Parsadaan Bona Pasogit atau dalam
bahasa Indonesianya adalah persatuan satu kampung. PARBOPAS bertujuan
sebagai tempat berkumpulnya orang Batak dalam berbagai acara dan kegiatan.
Acara yang sering dilakukan dan menjadi even tahunan adalah kompetisi olahraga
seperti sepak bola dan voli yang diperlombakan antar induk marga dan marga dari
semua marga Batak Toba di Yogyakarta. PARBOPAS juga dikatakan sebagai
tempat untuk mempererat tali persaudaraan sesama orang Batak rantau hingga
sekarang acara PARBOPAS ini masih diselenggarakan. Dalam wawancara,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
Damanik mengatakan bahwa kedatangannya di awal tahun 1987 telah mendapati
punguan marga Batak di Yogyakarta. Oleh karena itu, ia menafsirkan jika
keberadaan punguan Batak ini telah dimulai awal tahun 1970’an. Setidaknya ada
4 ( empat) punguan yang beliau ikuti, yaitu Punguan Parna, Toga Semarga,
Purba, dan Parhusataon
c. PARSAHUTAON (perkumpulan teman sekampung)
Parsahutaon pada dasarnya hampir sama dengan punguan marga, begitu juga
dengan kegiatannya. Parsahutaon merupak perkumpulan orang Batak yang
berasal dari daerah yang sama di kampung halaman dan daerah tempat tinggal
orang Batak lainnya. Kegiatan Parsahutaon pada dasarnya hampir sama dengan
punguan marga seperti arisan dan kegiatan pertemuan rutin lainnya, yang
membedakan punguan dan parsahutaon marga adalah terbentuknya rasa
persaudaraab yang tidak didasarkan atas hubungan gen (keturunan) akan tetapi
atas rasa kepemilikan akan kampung halaman.
Hal lain juga memperkuat orang Batak mengalami peningkatan sebagai bukti
yaitu warung Lapo Tuak Bang Jimmy Silalahi yang berada di desa Wedomartani
kecamatan Ngemplak Maguwoharjo. Warung ini selalu didatangi oleh orang
Batak baik mahasiswa, pekerja, sudah berkeluarga, bahkan kakek-kakek pun juga
ada disana. Bang Jimy juga mengatakan warung ini salah satu tempat
berkumpulnya orang Batak yang berada di Yogyakarta. Warung ini menyediakan
makanan dan minuman khas Batak yaitu, Saksang, Babi panggang, ikan mas nai
niura, Tuak, dan lain-lain. Pemilik warung mengatakan tidak tahu persis berapa
orang yang singgah ke warung dia, namun Bang Jimmy mengatakan bahwa setiap
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
hari banyak yang _ias_l membeli kesana serta mengalami kenaikan dalam jumlah
orang dan diperkuat juga ada beberapa warung Lapok Tuak buka di daerah
sekitar.
Tidak hanya Lapo Tuak, masakan khas kuliner Batak juga sudah mulai
berkembang yang tersebar diberbagai daerah Yogyakarta misalkan BPK denokan,
warung Bang Ucok condong Catur, warung Binsar di maguwo, dan lain-lain.
Walaupun tidak semua orang Batak yang kuliner disana Orang Batak, namun
tempat kuliner juga merupakan salah satu tempat berkumpulnya masyarakat orang
Batak.
Dari beberapa bukti diatas menjadi indikasi bahwa masyarakat secara jumlah
menunjukkan peningkatan populasi orang Batak di Yogyakarta. Baik dari
paguyuban juga kuliner memperkuat bahwa setiap tahun orang Batak di
Yogyakarta mengalami peningkatan populasi penduduk. Salah satu kesejarahan
Batak ditandai dengan berdirinya Gereja Kristen Batak Protestan. Dengan kata
lain, berbicara soal sejarah masyarakat Batak di DIY, akan menyentuh aspek
bergereja jemaat Batak di HKBP Yogyakarta.
Jumlah Masyarakat Batak Toba di Yogyakarta pada tahun 2016 berkisar 1.275
jiwa. Sampai saat ini tidak terdapat data yang pasti. Data sensus penduduk di
Yogyakarta tidak mencantumkan jumlah penduduk berdasar etnik. Satu-satunya
sumber yang berhasil diperoleh adalah dari hasil pencatatan pengurus Gereja
HKBP. Pada tahun 2016 jumlah anggota jemaat HKBP di Yogyakarta
dikelompokkan menjadi 6 sektor. Sektor timur berjumlah 370 jiwa, sektor tengah
berjumlah 111 jiwa, sektor selatan berjumlah 313 jiwa, sektor barat 220 jiwa,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
sektor utara berjumlah 161 jiwa, dan sektor parserahan berjumlah 100 jiwa. Jika
ditotalkan secara menyeluruh masyarakat Batak di Yogyakarta berjumlah 1.275
jiwa.
2. Adaptasi Batak Di Yogyakarta
Jonson Sigalingging menjelaskan bahwa kehidupan masyarakat Batak di
Yogyakarta masih relatif kuat dalam menjaga nilai-nilai adat Batak. Meskipun
demikian tidak dapat dipungkiri bahwa terjadi pergeseran yang cukup berarti
akibat dari perkembangan zama dan pergantian generasi. Dalam pandangan
Jonson Sigalingging generasi baru suku Batak yang tinggal di Yogyakarta
memiliki perbedaan yang lebar dengan generasinya. Generasi baru kurang
mengenal adat istiadat Batak, sehingga tidak kuat dalam mengimplementasi tata
nilai Batak pada kehidupan sehari-hari.20
Salah satu dampak perkembangan zaman yang paling tampak mengubah
generasi baru Batak adalah perubahan pola pikir. K. Kudadiri menjelaskan bahwa
pendidikan mengakibatkan semakin mendalamnya pengaruh rasionalisme
sehingga generasi baru Batak mulai meninggalkan berbagai aspek dari adat
istiadat yang tidak sesuai21
.
Perubahan sikap generasi baru Batak di Yogyakarta terhadap tradisi dan adat
istiadat terlihat jelas apabila dibandingkan dengan generasi lama. Generasi lama
menurut Jonson Sigalingging memiliki sikap yang peduli pada adat Batak
misalkan prosesi adat pernikahan Batak Toba dilaksanakan secara terperinci yang
20
Wawancara dengan Jhonson Sigalingging pada tanggal 14 september
2016. di Jl. Karanglo RT 02 RW 02 Nomor 20 Purwomartani Kabupaten Sleman. 21
Wawancara dengan K.kudadiri (Naibaho) pada tanggal 28 september
2016 di Jl. Dusun duwet rt 5 rw 33 sendangadi Mlati Kabupaten Sleman. 106B.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
memakan waktu selama seminggu dalam acara tersebut, acara pernikahan masih
menggunakan halaman rumah, musiknya masih menggunakan alat musik
tradisional dan peduli akan adat masyarakat Batak Toba masih dimiliki.
Menurut K.Kudadiri (Naibaho) mengatakan bahwa generasi lama memiliki
perbedaan pola pikir yang mengakibatkan acara adat memakan waktu sangat lama
walaupun budayanya masih kental dimiliki masyarakat Batak Toba generasi lama.
Beliau juga mengatakan bahwa ada perbedaan antara orang Batak Yogyakarta
dan orang Batak Tobasa yaitu Orang Batak di Yogyakarta lebih maju
dibandingkan dengan orang Batak Tobasa (orang Batak kampung) karena rasa
ingin tahu orang Batak di Yogyakarta lebih maju sedangkan orang Batak Tobasa
berkurang rasa ingin tahu akibat dari perkembangan zaman dan tempat tinggal,
banyak yang mengalami perubahan ini dalam konteks mengenal adat istiadat
Batak. Dalam hal ini, masyarakat Batak memiliki rasa ingin tahu yang kuat
dibandingkan Tobasa itu sendiri.22
Untuk menanggulangi kemerosotan perhatian generasi baru terhadap istiadat,
dicoba mengaktifkan berbagai komunitas Batak yang ada di Yogyakata yaitu
pembentukan komunitas kampus salah satunya komunitas Sada Pardomuan (SP)
yang berada di Universitas Sanata Dharma.
Menurut Dandi Kristian Tarigan selaku ketua SP mengatakan bahwa
komunitas ini dibentuk bertujuan untuk menjalin silahturahmi sesama suku Batak
dan mengumpulkan mahasiswa-mahasiswi yang kuliah di Universitas Sanata
Dharma agar mempererat kekeluargaan Batak di Yogyakarta. SP terbentuk pada
22
Ibid
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
tahun 1997 hingga sekarang anggota panitia intinya 8 orang dan jumlah total
keseluruhan 100 yang terdata. Dihitung sejak tahun 2013 berjumlah 20 orang,
tahun 2014 berjumlah 35 orang, tahun 2015 berjumlah 60 orang dan terakhir 2016
berjumlah 100 orang yang terdata dalam komunitas tersebut. Komunitas SP
memiliki beberapa aktivitas tahunan di antaranya mengadakan bakti sosial setiap
dua bulan sekali, usaha dagang yang bertujuan untuk pengumpulan dana untuk
menyelenggarakan seminar budaya, mempromosikan komunitas SP kepada
mahasiswa baru, mengadakan acara makrab dalam tahun ini.23
Selanjutnya komunitas Batak yang berada di Universitas Atma Jaya
Yogyakarta yaitu Persatuan Mahasiswa Batak (PERMABA). Menurut Daniel
Rimbang Simbolon selaku Ketua pada periode 2017/2018 PERMABA berdiri
sejak tahun 1997 yang bertujuan untuk wadah atau ajang buat mahasiswa Batak
dalam mengembangkan kreatifitas mahasiswa Batak dan mempererat
kekeluargaan dan kekebatan mahasiswa Batak di Atma Jaya Yogyakarta.
PERMABA memiliki kegiatan rutin tahunan yaitu mengadakan rapat atau
pertemuan, menyambut hari perayaan misalkan Paskah, Natal, Tahun Baru,
mengadakan BAKSOS (bakti sosial) setiap setahun sekali dan menggalang dana
misalkan berjualan makanan khas Batak, mengadakan kompetisi futsal dan
sebagainya.
Komunitas PERMABA terdiri dari 20 orang pengurus inti dan berjumlah 80
orang anggota yang terdata dalam komunitas ini. Daniel juga mengatakan bahwa
peningkatan jumlah mahasiswa Batak di Universitas Atma Jaya Yogyakarta
23
Wawancara dengan Dandi Kristian Tarigan pada tanggal 18 Juli 2017 di
Amunasa Regency II blok C.6 wedomartani Ngemplak Yogyakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
mengalami peningkatan tapi tidak signifikan hal ini dibuktikan melalui data yang
dimiliki komunitas PERMABA yaitu dihitung sejak tahun 2013 berjumlah 25
orang, 2014 berjumlah 30 orang, 2015 berjumlah 35 orang dan terakhir 2016
berjumlah 80 orang yang terdata.24
Dari kedua data yang dimiliki komunitas Batak di Yogyakarta khususnya
dalam Universitas memberikan salah satu bukti bahwa masyarakat Batak setiap
tahunnya mengalami peningkatan. Peningkatan ini berdasarkan dari bukti
wawancara yang telah disebutkan diatas.
Komunitas Batak yang ada di Yogyakarta sudah mulai dikembangkan mulai
dari lingkungan keluarga, sekolah, perguruan tinggi, maupun dunia kerja.
Komunitas PARBOSA (Parsadaon Bona Pasogit) merupakan salah satu
komunitas yang diduga pertama di Yogyakarta.
Komunitas PARBOSA memiliki tujuan untuk mengumpulkan orang Batak di
Yogyakarta mulai dari yang satu marga maupun beda marga untuk menjalin
hubungan bersilahturahmmi antar sesama Batak yang ada di Yogyakarta.
Berawal dari komunitas ini berkembang kemudian di berbagai kalangan mulai
dari sekolah, perguruan tinggi, maupun dunia kerja sehingga terbentuknya
komunitas-komunitas lainnya salah satunya di perguruan Tinggi.
24
Wawancara dengan Daniel Rimbang Simbolon pada tanggal 20 juli 2017
di Universitas Atma Jaya gedung hukum Yogyakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
BAB III
ULOS BATAK
A. Ulos Sebagai Indentitas Budaya Batak
Untuk mengawali bab ini, akan dibahas tentang sejarah Ulos. Ulos sangat
terkait dengan kehidupan masyarakat baik secara simbolis ataupun secara fisik
manusia Batak. Dalam pandangan suku masyarakat Batak ada tiga unsur yang
mendasar dalam kehidupan manusia, yaitu darah, nafas, dan panas. Dua unsur
darah dan nafas adalah pemberian Tuhan sedangkan unsur ketiga panas diberikan
matahari tidaklah cukup untuk menangkis udara dingin di pemukiman suku Batak.
Menurut pandangan masyarakat Batak, ada tiga sumber yang memberi panas
kepada manusia yaitu matahari, api dan ulos. Ulos berfungsi memberi panas atau
hangat yang menyehatkan tubuh dan menenangkan pikiran.
Ulos tidak bisa dipisahkan dengan aktivitas mangulosi. Mangulosi atau proses
pemberian ulos akan disesuaikan dengan fungsi ulos atau ritual adat apa yang
menjadi latar belakang pemberian Ulos. Mangulosi merupakan suatu kegiatan
adat yang sangat penting bagi orang Batak. Dalam setiap kegiatan seperti upacara
pernikahan, kelahiran dan duka cita Ulos selalu menjadi bagian adat yang selalu
di ikut sertakan.
Ulos kelahiran dalam konteks masyarakat Batak menjadi salah satu penting.
Kelahiran merupakan momen yang menjadi salah satu momen awal bagi manusia
Batak. Oleh karena itu, dapat dikatakan jika kelahiran menjadi tonggak awal
kehidupan. Proses inilah yang mengawali proses adat manusia Batak seterusnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
Namun, untuk saat zaman sekarang kegiatan ini sangat jarang dilakukan terlebih
lagi masyarakat Batak Toba yang merantau. Kebanyakan dari orang rantau
beranggapan Ulos kelahiran yang jarang ditemukan dan faktor lingkungan yaitu
tidak mau ribet.
Sumber: suryadisarminson.blogspot.co.id
Ulos pernikahan ini akan dilalui Orang batak ketika masuk ke fase
hasangapon. Fase ini menjadi sangat penting karena tidak hanya melibatkan
individu saja, melainkan dua keluarga yang digabungkan dalam ikatan
pernikahan. Dengan kata lain, pernikahan menjadi proses sakral yang
membutuhkan keseriusan adat di dalamnya, termasuk mangulosi.
Dalam pernikahan ada beberapa yang harus dijalankan untuk pernikahan adat
yaitu Mangaririt, manjalo, dan marhusip, acara ini biasanya tidak menggunakan
Ulos karena hanya merupakan simbol seperti manjalo tanda acara ini biasanya
memberikan sarung sebagai tanda keseriusan pihak laki-laki untuk meminang
pihak perempuan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
Pada pernikahan adat Batak acara yang memberikan Ulos ketika proses acara
marunjuk, yaitu proses dimana pemberian Ulos orang tua yang dilakukan pihak
perempuan untuk pihak laki-laki. Khusus yang memberikan kedua orang tua
pengantin perempuan kepada menantunya.
Sumber: suryadisarminson.blogspot.co.id
Ulos Kematian , selain acara pernikahan, acara atau ritual kematian menjadi
hal yang paling penting. Ritual ini menjadi aspek terakhir Orang Batak sehingga
nilai sakralnya tidak bisa dibantah lagi. Proses ini melibatkan serangkaian acara
yang tetap melibatkan Ulos sebagai elemen penting di dalamnya.
Sumber: suryadisarminson.blogspot.co.id
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
Ulos peneriman tamu. Proses penerimaan tamu biasanya dilakukan dalam
rangka kedatangan tamu yang bersifat kenegaraan atau bersifat politik. Dalam
masyarakat Batak juga dilakukan pemberian ulos dalam menerima tamu yang
dianggap penting. Dalam praktiknya, penerimaan tamu dalam masyarakat Batak
biasanya diiringi dengan kepentingan politik.
Ulos juga digunakan dalam kegiatan politik. Beberapa pimpinan ditingkat desa,
kecamatan, kabupaten dan kota, provinsi, bahkan Indonesia selalu dikenakan Ulos
ketika berkunjung ke satu daerah etnik Batak di Sumatera Utara. Kegiatan-
kegiatan politik ini misalnya kunjungan pejabat ke daerah, kampanye politik
untuk, kampanye pemilihan presiden, dan lain-lainnya.
Sumber: batakgaul.com
Dalam foto diatas merupakan bukti Ulos penerima tamu, dimana presiden
Jokowi menghadiri acara dalam rangka Karnaval Kemerdekaan Pesona Danau
Toba di Balige pada tahun 2016. Biasanya Ulos yang diberikan Ulos Ragidup
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
yang menyimbolkan penghargaan atau tanda penghormatan kepada pribadi yang
diterima dengan baik dan diakui sebagai bagian dari masyarakat pemberi Ulos.
B. Ragam Ulos pernikahan Batak
Dalam sub bab ini, penjelasan akan difokuskan pada penggunaan Ulos dalam
pernikahan Batak Toba. Ulos memiliki peranan penting dalam tata cara
pernikahan adat Batak yaitu:
1. Ulos Panssamot
Ulos Pansamot adalah Ulos yang diberikan oleh orang tua pengantin
perempuan kepada orang tua pengantin laki-laki dan jenis Ulosnya Ragi Hotang,
Ragi Sibolang, Ragi Idup dan Ulos lain yang sesuai. Ulos ini bermakna untuk
memberikan berkat kepada kedua pengantin dan menandakan pihak keluarga
pengantin perempuan sudah mempunyai hubungan keluarga dengan pihak laki-
laki.
Sumber: gobatak.com
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
2. Ulos Hela.
Ulos hela yang diberikan orang tua pihak perempuan kepada kedua pengantin.
Ulos ini berfungsi untuk nasehat dan berkat diberikan kepada pengantin dalam
bahasa Batak dan bahasa Indonesia.
Sumber: Ulos-hela.flick.com
3. Ulos Pamarai (Sijalo Bara)
Bara berasal dari bahasa Batak yang artinya “lobu” atau kandang ternak. Toru
bara atau tombara yaitu kolong rumah yang biasanya tempat atau kandang ternak
peliharaan. Dalam bahasa Batak “suhi ni ampang na opat” ada unsur kedua (suhut
bolon paidua yaitu abang atau adik kandung suhut bolon).
Ulos pamarai yang diberikan oleh Ulos Sijalo Bara dari pihak boru
(perempuan), yaitu bapak tua atau uda namuli (perempuan pengantin) dan kepada
pamarai dari anak yaitu bapak tua/uda (saudara pihak laki-laki). Jenis Ulos yang
diberikan : Ulos Ragi Sibolang, Ulos Ragi Hotang, dan Ulos lain yang sesuai.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
Sumber: batakada.blogspot.com
4. Ulos Todoan
Ulos Todoan yang diberikan Ulos Sijalo Bara, atau setara dengan itu dari pihak
parboru (pihak perempuan) dan yang diberikan kepada Amang martinodohon
dohot hasuton Bapak kakak atau beradik dengan hasuhuton Bolon. Jenis ulos
yaitu Ulos Ragi Sibolang, Ulos Ragi Hotang, dan Ulos lain yang menyesuaikan.
Unsur atau jabatan Todoan, mungkin hanya berlaku pada daerah Pahae-Silindung.
Ada motivasi tersendiri dari pemilihan Todoan pada urutan ini. Pasahathon Ulos
Todoan lebih kurang sama dengan Ulos Pamarai.
Sumber: berandabatak.com
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
5. Ulos Sihunti Ampang
Ulos Sihunti Ampang yang diberikan oleh namboru pihak perempuan dan yang
diberikan kepada Iboto/namboru pihak laki-laki dan. Jenis ulos terdiri dari Ulos
Ragi Hotang, Ulos Ragi Sibolang, Ulos Sadum, dan Ulos yang sesuai. Yang
menjabat Sihunti Ampang ialah ito kandung yang sudah menikah dalam adat. Jika
belum mempunyai ito yang pantas untuk Sihunti Ampang, boleh dari namboru
kandung (pihak laki-laki).
Ketika berangkat menuju rumah parboru (pihak perempuan) dialah yang
mengunti ampang yang berisi makanan adat untuk keperluan acara sibuha-buha i.
Urutan acara ini ialah manuruhon sibuha-buhai, pamasu-masuon, dialaman, lalu
marhata. Dari seluruh acara ini, yang perlu disoroti hanyalah acara marhata, yang
merupakan acara penyelesaian hak yang harus diterima dan menuaikan semua
yang harus diterima dan menunaikan semua yang harus diberikan oleh kedua
belah pihak.
Sumber: gethastag.com
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
Dalam pembahasan, dapat disimpulkan jika ada tahapan-tahapan yang
digunakan dalam memberi Ulos dalam konteks pernikahan. Hal ini tentu telah
menjadi norma dalam mangulosi dalam pernikahan. Tradisi ini telah muncul sejak
dulu sehingga secara keseluruhan mangulosi idealnya mengikuti yang sudah ada.
Jenis-jenis Ulos yang telah dideskripsikan secara tidak langsung menjadi
panduan aturan mangulosi dalam pernikahan Batak. Hal ini dimulai dengan Ulos
yang pertama diberikan hingga ulos terakhir. Tentu saja hal ini terikat dengan
makna-makna atau simbol yang ditujukan dalam suatu acara pernikahan dalam
masyarakat Batak Toba.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
BAB IV
Pergeseran Nilai Ulos di Yogyakarta
A. Pergeseran Konsep Pernikahan Batak Toba
Perubahan pernikahan secara adat pada masyarakat Batak di Yogyakarta
mengalami perubahan ruang dan waktu misalnya yang dulunya membuat acara
adat di halaman rumah tapi sekarang hanya menggunakan gedung saja.
Penggunaan halaman rumah tempat pernikahan merupakan hal yang utama karena
acara diadakan langsung di rumah pengantin. Hal ini memudahkan untuk
mengundang tamu-tamu yang berada di sekita lingkungan rumah.
Perkembangan yang berjalan kemudian menuntut adanya perubahan tempat
pernikahan. Sigalingging dan Naibaho mengatakan bahwa hal ini dikarenakan
ruang halaman rumah masyarakat Batak tidak sama seperti yang dulu sehingga
tidak memiliki ruang yang cukup untuk lahan parkir, tempat tamu undangan, dan
tempat gondang. Hal inilah yang akhirnya membuat masyarakat Batak di
Yogyakarta memindahkan tempat menikah di gedung dekat gereja atau dikenal
dengan sopo godang.
Gedung Sopo Godang berfungsi sebagai gedung serba guna untuk
melaksanakan acara gereja mulai dari koor, latihan musik gereja, pernikahan, dan
lain-lain. Gedung ini menjadi salah satu bagian penting dalam gereja HKBP. Ini
dikarenakan efektivitas acara pernikahan Batak di gereja lalu dilanjutkan di
gedung ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
Sesuai perkembangan zaman, Sopo Godang tidak lagi selalu difungsikan untuk
acara pernikahan. Saat ini acara adat Batak termasuk pernikahan juga
dilaksanakan di gedung-gedung yang berada di Yogyakarta, misalkan gedung
Wanitatama, Auditorium Universitas Gajah Mada, hotel plaza Ambarukmo, dan
lain-lain.25
Dalam wawancara yang dilakukan kepada Naibaho, Sigalingging, dan
Sidamanik, saat ini ada perubahan trend penggunaan Sopo Godang sebagai tempat
penyelenggaraan acara adat. Menurut penuturan mereka kebanyakan orang Batak
di Yogyakarta sejauh acara-acara pernikahan yang mereka ikuti diadakan di
gedung-gedung yang berada di luar lingkungan gereja.
Dari pemaparan di atas, maka dapat digambarkan perubahan tempat pernikahan
dalam tradisi Batak. Awalnya penggunaan pekarangan atau halaman rumah lazim
digunakan. Lalu terjadi perubahan yang mana Sopo Godang menjadi acuan
tempat pernikahan. Hal ini memudahkan resepsi pernikahan setelah acara
pemberkatan. Perubahan ini saat ini mengutamakan gedung-gedung selain Sopo
Godang yang berada di luar gereja.
Jika merujuk pada teori yang ada, proses culture change yang terdapat pada
pelaksanaan pernikahan adat pada masyarakat Batak di Yogyakarta dapat
dikategorikan sebagai difusi intra-masyarakat atau inter-society diffusion
(Schrool, 1980).
25
Wawancara dengan K.kudadiri (Naibaho) pada tanggal 28 September
2016 di Jl. Dusun duwet rt 5 rw 33 sendangadi Mlati Kabupaten Sleman. 106B.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
Penggunaan Gedung besar dalam acara pernikahan Batak Toba di Yogyakarta
dapat dilihat sebagai difusi intra masyarakat. Penggunaan Gedung yang pertama
kali digunakan sejak pendirian HKBP menjadi pedoman pertama jika pernikahan
tidak hanya biasa dilakukan di rumah saja, melainkan bisa di Gedung Sopo
Godang lalu berubah menjadi gedung-gedung selain Sopo Godang. Hal inilah
yang lambat laun menyebabkan perubahan tempat pernikahan masyarakat Batak
Toba di Yogyakarta.
Sumber: kebudayaan.kemdikbud.go.id.
Pergeseran lain yang terjadi pada upacara pernikahan adat Batak di Yogyakarta
adalah durasi. Dahulu acara adat Batak Toba dilaksanakan selama 7 hari bahkan
lebih, namun sekarang hanya dilangsung sehari jadi dan dibatasi sampai jam 6
sore harus sudah selesai.
Sigalingging menuturkan jika durasi pernikahan Batak di Yogyakarta
mengalami perubahan terkait durasi. Hal ini sebagai upaya meringkaskan atau
efisiensi acara pernikahan. Oleh karenanya, dibutuhkan adaptasi durasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
pernikahan Batak yang memang terkenal berlangsung dengan durasi yang lama.
Selain itu, masih menurut Sigalingging, perubahan ini terkait karena kesibukan
masyarakat atas tuntutan pekerjaan dan ekonomi. Hal ini turut menyebabkan
terjadinya efisiensi durasi pernikahan.
B. Perubahan Ulos dalam pernikahan Batak Toba Di Yogyakarta
Perubahan pernikahan Batak yang sebelumnya telah dibahas pada akhirnya
menyebabkan beberapa perubahan dalam pernikahan adat Batak itu sendiri. Hal
ini juga terjadi pada Ulos. Penggunaan Ulos di masyarakat Batak pun mengalami
beberapa perubahan. Selain itu, menurut Sigalingging, perubahan ini terkait
karena kesibukan masyarakat atas tuntutan pekerjaan dan ekonomi. Hal ini
menyebabkan terjadinya efisiensi durasi pernikahan.
1. Perubahan Konteks Pemakaian Ulos
Secara adat, pernikahan Batak telah menuntut beberapa hal mulai dari tata cara,
peralatan, makanan, dan pakaian. Terkait pakaian ini, penggunaan Ulos dalam
pernikahan dituntut sesuai dengan yang selama ini telah disepakati. Salah
pemakaian dalam subjudul ini bukan difokuskan pada cara memakai secara badan
atau fisik, melainkan perubahan pemahaman terkait pemakaian Ulos dalam suatu
acara pernikahan. Sebagai contoh, Baju Koko yang sebaiknya digunakan saat
ibadah atau perayaan Hari Besar, dipakai untuk berenang. Analisis Ulos di sini
pun terkait hal tersebut.
Culture change yang telah dibahas di atas pun terjadi dalam perubahan
pemakaian Ulos dalam acara pernikahan masyarakat Batak di Yogyakarta.
Perubahan pemakaian di sini bukan perubahan yang misalnya dulu digunakan di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
badan saat ini digunakan di kepala. Perubahan ini meupakan perubahan konteks
pemakaian ulos. Sebagai contoh pemakaian Ulos di bawah ini.
a. Ulos aha ni hela
Sumber: Dokumentasi
Pemakaian Ulos ini idealnya dipakai saat acara pernikahan khususnya secara
pesta adat pernikahan. Pemakaian ini mengalami perubahan karena
ketidakpahaman pemakai terkait pemakaian Ulos yang tepat. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Naibaho, menurut penuturan Beliau kurang pahamnya
pemakai mengetahui akan Ulos. Kejadian ini pernah terjadi ketika acara pesta adat
Marga Naibaho khususnya pernikahan, misalkan satu contoh saudara dari
pengantin pria memberikan Ulos ini kepada pengantin laki-laki. Pemberi Ulos ini
idealnya sudah menikah. Tidak hanya memenuhi kriteria penikahan, pemberi Ulos
ini sudah melakukan proses mangadati pernikahan. Jika pemberi Ulos ini belum
memenuhi kriteria ini, tidak diperkenankan dalam pemberian Ulos Hela.
Dalam konteks di atas, kesalahan konteks pemakaian terlihat karena Ulos ini
hanya boleh diberikan atau dipakaikan ketika pasangan tersebut sudah melakukan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
upacara pernikahan secara adat (mangadati). Karena hela dalam bahasa Indonesia
merupakan menantu, maka saat ini dipahami jika semua menantu boleh
memakainya. Padahal ini keliru. Kejadian tersebut bisa ditafsirkan sebagai
perubahan konteks pemakaian Ulos akibat kurangnya pengetahuan tentang Ulos.
Naibaho mengatakan, “Menurut saya karena kurangnya pengetahuan tentang
pemakaian, fungsi dan nilai Ulos tersebut sehingga mengalami perubahan”.
Damanik juga berpendapat jika perubahan karena kesalahpahaman yang
terjadi ini sangat sulit didokumentasikan. Ini sering terjadi di Yogyakarta. Akan
tetapi, untuk mendokumentasikan menjadi hal yang kurang pas karena akan
dianggap menganggu acara utama pernikahan. Selain itu, kebanyakan bagi para
ahli atau paham tentang Ulos menemukan kejadian tersebut dan para ahli tidak
berani menegur karena akan menimbulkan konflik pada acara tersebut dan
alasanya lainnya para ahli sudah memberi tahu namun pemakai atau pemberi tidak
meresponnya.26
b. Ulos Pamarai
Pemakaian Ulos ini idealnya dipakai saat acara pernikahan khususnya secara
pemberian Ulos antara pihak pengantin laki-laki dan perempuan pada acara adat
tersebut. Konteks pemakaian yang benar adalah Ulos ini diberikan oleh paman
dari pihak pengantin perempuan memberikannya kepada paman dari pengantin
pria. Marpaung mengatakan pemberian dan pemakian Ulos ini sering salah di
Yogyakarta karena terjadi kebalikannya. Hal inilah yang keliru. Pemakaian ini
26
Wawancara dengan Asan Damanik pada tanggal 19 Juli 2017 di
Universitas Sanata Dharma kampus III paingan Yogyakarta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
mengalami perubahan karena ketidakpahaman pemakai terkait pemakaian Ulos
yang tepat.
Sumber: dokumentasi
Marpaung menambahkan, “si pengguna Ulos tidak mengerti akan makna dan
nilai pemberian Ulos pada acara tersebut karena acara ini menggunakan adat
sehingga pemberian Ulos tersebut tidak akan tersampaikan makna dan nilai Ulos
itu”. Penuturan Marsinton Marpaung menandakan adanya perubahan konteks
pemakaian yang dilakukan pengguna Ulos karena kurang pahamnya arti dari
sebuah makna dan nilai Ulos. Kejadian ini pernah terjadi dibeberapa tempat yang
selama ini diikuti oleh Marpaung di Yogyakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
c. Ulos Si Hunti Ampang
Sumber: Dokumentasi
Pemakaian Ulos ini idealnya dipakai saat acara pernikahan khususnya ketika
mau memasuki gedung acara yang berisi ampang yang terbuat dari rotan dan
memiliki bentuk persegi empat yang berisi daging atau ikan dan Ulos. Menurut
pernyataan Damanik adanya perubahan Sihunti ampang ini terjadi pada
ampangnya, menurut penuturan tersebut akibat dari lingkungan yang tidak
memadai misalkan ampang. Ampang terbuat dari rotan dan memiliki empat
persegi sedangkan ampang di Yogyakarta biasanya menggunakan bakul karena
ampang yang sebenarnya tidak ada di Yogyakarta. Damanik mengatakan
“Menurut saya, ketika memberikan Ulos pada acara pesta adat tidak
mengalami perubahan secara faktor internal (kesakralan makna dan nilai
Ulos) tapi kalau faktor ekternalnya ada karena itu disebabkan oleh
lingkungan dan biasanya itu dibuat keputusan bersama dan Jadi secara
keseluruhan dapat disimpulkan kalau perubahan secara internal tidak ada
tapi kalau secara ekternal itu ada akibat dari lingkungan yang kita
bertempat tinggal” (Damanik, 2017).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
Naibaho menambahkan jika beberapa proses pemberian Ulos ini keliru. Ulos
ini diberikan oleh Bibi dari pihak pengantin perempuan kepada Bibi pihak
pengantin pria. Beberapa acara adat pernikahan yang disaksikan beliau terjadi
perubahan konteks pemakaian. Ulos ini akhirnya disalahpahami pemakaiannya
karena ketidaktahuan si pemberi Ulos atau penyelenggara pernikahan.
2. Perubahan Fungsi Ulos
Perubahan Ulos ini tidak hanya berhubungan dengan pemakaian, melainkan
juga fungsi Ulos. Dalam pernikahan Batak, Ulos memang difokuskan fungsinya
sesuai dengan siapa pihak pemberi Ulos dan peran atau posisi mereka dalam acara
pernikahan tesebut.
Seperti yang sudah dituliskaan sebelumnya jika fungsi Ulos disesuaikan
dengan pihak pemberi Ulos dan penerima Ulos. Jika hal ini tidak sesuai maka
inilah yang dikategorikan sebagai perubahan fungsi Ulos. Perubahan fungsi Ulos
memang tidak sering terjadi di Yogyakarta. Perubahan fungsi Ulos yang paling
terlihat adalah penggantian Ulos dengan amplop atau Uang. Hal ini dapat dilihat
pada gambar dibawah ini.
Sumber: Dokumentasi Sitorus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
Pergeseran pernikahan adat Batak menurut narasumber juga mengatakan ada
yang berubah dalam pernikahan Batak di Yogyakarta. Menurut narasumber
wawancara Sigalingging mengatakan jika tidak ada perubahan pernikahan secara
konsep akan tetapi secara waktu, tempat dan juga pemakaiannya. Dalam hal ini
bisa disimpulkan di Yogyakarta tidak berubah karena masih menjunjung tinggi
nilai-nilai adat Batak di Yogyakarta akan tetapi adanya amplop dalam pernikahan
tidak menutup kemungkinan bahwa adanya pergeseran dalam Ulos.
Ulos yang digunakan sebagai fungsi sosial yaitu pemberian simbolis
kehormatan antara pihak perempuan kepada pihak pengantin pria berubah fungsi
menjadi simbol kado yang bisa diganti dengan uang (amplop). Marpaung
mengatakan, memang tidak banyak kejadian penggantian Ulos di Yogyakarta,
akan tetapi praktik penggantian Ulos pernah dialaminya. Penggantian Ulos inilah
yang dikategorikan sebagai perubahan fungsi Ulos.
Hal yang sama juga dialami oleh Sitorus (2017). Penggunaan amplop sebagai
peganti Ulos pernah dilakukan. Hal ini dikarenakan keterbatasan Ulos ataupun
karena agar acara tersebut ringkas dan cepat. Hal ini dapat dilihat pada gambar di
bawah ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
Sumber : Dokumentasi Sitorus
Penggunaan amplop sebagai pengganti amplop memang hanya terjadi di
beberapa pernikahan saja. Akan tetapi, perubahan fungsi Ulos yang sifatnya pada
kebudayaan berubah menjadi sebatas uang atau amplop saja. Keberadaan inilah
yang juga menurut Naibaho, Damanik, dan Sigalingging terjadi karena
ketidaktahuan pemberi dan percepatan proses pernikahan saja.
3. Pergeseran Nilai Ulos.
Perubahan nilai Ulos mengalami beberapa perubahan, baik dari konteks
maupun fungsi. Perubahan ini sendiri memberitahu bahwa terjadi juga pergeseran
nilai Ulos. Pergeseran ini disebabkan ada perubahan baik dalam masyarakat itu
sendiri maupun dari tuntutan kehidupan di perantauan atau di Yogyakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
Hal ini pun ditambahkan Narasumber Marpaung. Beliau menambahkan bahwa
Ulos di Yogyakarta juga mengalami perubahan karena salah menerapkan
penggunaan Ulos dan hanya ikut-ikutan saja. Kasus ini banyak terjadi pada
pernikahan adat Batak di Yogyakarta sehingga perubahan tersebut berulang-ulang
terjadi di setiap pernikahan adat Batak.
Damanik menuturkan, untuk generasi sekarang banyak tidak mengetahui
perubahan nilai Ulos itu terjadi karena ketidakpedulian akan budaya Batak yang
sudah dari dulu dimilik oleh masyarakat. Lingkungan dan zaman yang
mempengaruhi perubahan itu terjadi untuk saat ini sehingga generasi sekarang
kurang meminati untuk mempelajari adat budaya Batak.
Contoh lainnya dijelaskan oleh Naibaho. Naibaho sebagai salah satu orang
yang dituakan di punguan (paguyuban) marga Naibaho mencontohkan perubahan
Ulos Batak. Salah satu contohnya adalah nama Ulos awalnya Ulos ragi idup yang
sekarang berganti nama menjadi Ulos Pansamot kemudian Ulos Ragi Hotang
sekarang menjadi Ulos pamarai Ulos todoan dan terakhir Ulos Sadum yang
berasal dari simanlugun dan karo namun saat ini masyarakat Batak toba
memasuki Ulos sadum dalam acara adat pernikahan.
Hal ini juga memperkuat perubahan itu terjadi menurut pernyataan Naibaho,
faktor perubahan ini terjadi akibat dari pengaruh jaman. Masuknya teknologi juga
mempengaruhi perubahan Ulos itu sendiri karena Ulos sekarang kebanyakan yang
beredar saat ini terbuat dari mesin bukan dari tenun, seandainya adapun dari tenun
itu hanya beberapa bagian. Ulos yang terbuat dari mesin mempengaruhi beberapa
faktor yaitu faktor dari tahan lamanya Ulos, harga terjangkau dan kualitas Ulos
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
yang dibuat dari mesin biasanya dipakai terasa panas dan yang terpenting Ulos
yang dibuat oleh mesin tidak mempunyai nilai dan makna ke sakralan Ulos. Hal
ini juga memperkuat bahwa nilai Ulos mengalami perubahan akibat dari berbagai
faktor yaitu masuknya teknologi, beragamnya warna Ulos dll.
Naibaho mengatakan “Perubahan itu disebabkan adanya keinginan bersama
karena untuk mendapatkan persetujuan tersebut terlebih dahulu dimusyawarahkan
bersama-sama sehingga hasil keputusan tersebut diambil secara bersama-sama
dan perubahan tersebut disepakati bersama-sama. Hal lain yang menyebabkan
perubahan itu munculnya teknogi (Ulos mesin) dan beragamnya warna Ulos yang
berkembang saat ini. Ulos yang dahulu memiliki tiga warna sekarang sudah lebih
dari tiga warna dengan alasanya munculnya beragam warna Ulos ingin membuat
Ulos tersebut semakin indah di lihat.”
Naibaho menambahkan “Menurut saya ada karena ada beberapa kejadian di
acara adat orang salah pemakaian Ulos sehingga kalau dipakai sudah tidak
memiliki makna dan nilai atau sudah beda makna Ulos bagi si pengguna Ulos.
Nilai juga ada karena nilai ke sakralan Ulos sudah mulai memudar akibat dari
Ulos yang terbuat dari mesin bukan tenunan.”
Hasil wawancara dari Naibaho di atas merupakan salah satu perubahan budaya
culture change yang ada dalam masyarakat Batak di Yogyakarta. Jika merujuk
pada teori, maka ini disebut Difusi Intra-Masyarakat. Schrool menjelaskan bahwa
Proses difusi ini biasanya dimulai pada waktu ada suatu penemuan baru itu akan
merupakan suatu unsur kebudayaan baru yang sebelum dipakai oleh semua orang
dalam masyarakat, tentu harus diperkenalkan dan disebarkan dahulu dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
masyarakat dari individu ke individu. Suatu pengertian yang mendalam tentang
jalannya proses-proses difusi intra-masyarakat itu, penting antara lain untuk ahli-
ahli propaganda yang bertugas menyiarkan penemuan-penemuan baru, konsepsi-
konsepsi baru, atau barang-barang dagangan yang baru, konsepsi-konsepsi baru,
atau barang-barang dagangan yang baru, seluas-luasnya.
Dari konsep di atas, maka dapat dlihat ada perubahan konsep baru di beberapa
data tentang Ulos. Konsep-konsep baru inilah yang bukan membawa Ulos pada
pemaknaan nilai yang baru dan baik melainkan hal-hal ekonomi membuat Ulos
kehilangan nilainya. Para narasumber telah menggarisbawahi jika konsep dan
nilai baru Ulos yang hanya dipandang sebagai objek tanpa nilai dan fungsi
membuat kesalahapahaman yang terjadi terus diperlihara. Oleh karennya secara
sadar dan tidak sadar, terjadi difusi intra masyarakat Batak yang berujung pada
efiensi, ekonomi, dan ringkasnya suatu adat. Dengan perlahan inilah yang
membuat nilai Ulos bergeser.
Keterlibatan ekonomi, jika melihat teori modernisasi disebabkan oleh faktor
daya tarik ekonomi kota. Hal ini tidak heran mengingat masyarakat Batak Toba
yang berasal dari daerah lalu dituntut dengan kehidupan perkotaan di Yogyakarta.
Oleh karenanya, Nilai Ulos yang bersifat simbol nilai kehidupan masyarakat
Batak bergeser menjadi Ulos yang memenuhi industri teksil saja.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
BAB V
PENUTUP
Provinsi Sumatera Utara adalah salah satu provinsi di Pulau Sumatera, yang
perjalanan sejarahnya terentang jauh sebelum terbentuknya provinsi ini. Suku
Batak di Sumatera Utara terbagi menjadi enam suku Batak yaitu suku Batak Toba,
suku Batak Angkola, suku Batak Karo, suku Batak Mandailing, suku Batak
Pakpak, dan suku Batak Simalungun.
Suku Batak Toba merupakan suku yang terkenal dengan aktivitas
merantauanya. Adanya konsep Hagabeon (kesejahteraan), Hasangapon
(kehormartan), dan Hamoraon (kekayaan) dalam budaya Batak menjadi dasar
utama suku Batak (terutama Batak Toba) untuk merantau keluar dari kampung
halaman. Faktor geografis di daerah asal suku Batak yang kurang subur di
sekitaran pulau Samosir membuat masyarakat Batak Toba lebih memilih
merantau meninggalkan kampung halaman.
Sejarah Batak Toba di Yogyakarta dapat dilihat dari sejarah gereja HKBP
Yogykarta dan keberadaan beberapa komunitas Batak di Yogyakarta. Gereja
HKBP Yogyakarta berdiri sejak 6 April 1946 dan tetap bertahan hingga sekarang.
Dalam hal ini, salah satu bukti orang Batak sudah berada di yogyakarta didirikan
gereja HKBP. Dapat disimpulkan orang Batak masuk ke Yogyakarta sebelum
berdirinya gereja HKBP. Pendirian gereja HKBP menjadi momentum akan
pengakuan keberadaan masyarakat Batak Toba di Yogyakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
Selain Gereja HKBP, keberadaan masyarakat Batak Toba dapat dilihat dari
keberadaan kelompok marga di Yogyakarta. Kelompok marga Batak ini sudah
ada sejak tahun 1970’an. Hal ini dituturkan oleh narasumber. Selain kelompok
marga, terdapat juga komunitas mahasiswa Batak Yogyakarta yang ada di
Kampus-kampus. Komunitas mahasiswa Batak Toba ada di Universitas Sanata
Dharma yang dikenal dengan Sada Pardomuan didirikan sejak 1997. Universitas
Atmajaya Yogyakarta juga memiliki komunitas mahasiswa Batak yang bernama
Permaba yang didirikan sejak 1997.
Dalam konteks budaya etnik Batak, pada mulanya fungsi Ulos adalah untuk
menghangatkan badan, tetapi kini Ulos memiliki fungsi simbolik untuk hal-hal
lain dalam segala aspek kehidupan orang Batak. Ulos tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan orang Batak. Setiap Ulos mempunyai sifat, keadaan, fungsi dan
hubungan dengan hal atau benda tertentu.
Dalam pandangan suku Batak da tiga unsur yang mendasarkan dalam
kehidupan manusia yaitu: darah, nafas, dan panas. Dua unsur terdahulu adalah
pemberian Tuhan, sedangkan unsur ketiga tidaklah demikian. Panas yang
diberikan matahari tidaklah cukup untuk menangkis udara dingin dipemukiman
suku Batak, terutama di waktu malam.
Dalam upacara adat, konsep adat memiliki peranan penting, dalam bentuk
ritual dan sarana adat. Sebagai contoh penggunaan kain Ulos sebagai sarana adat
dalam upacara pernikahan. Ulos tidak hanya digunakan sebagai sarana adat tetapi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
memiliki makna sebagai bentuk perwujudan dari hubungan kekerabatan baru
antara dua keluarga yang berbentuk dari ikatan pernikahan.
Dalam upacara pernikahan, Ulos tidak hanya digunakan sebagai busana
tradisional namun juga sebagai sarana ritual. Dengan kata lain, Ulos digunakan
sebagai identifikasi identitas etnis Batak. Kain Ulos menunjukkan harapan
keberuntungan dan kebahagiaan pasangan yang baru menikah serta membentuk
hubungan kekerabatan kedua keluarga. Pemberian kain Ulos merupakan momen
utama dalam pernikahan karena menjadi sarana keluarga untuk memberi doa dan
harapan bagi pasangan baru.
Prosesi pemberian kain Ulos tidak diberikan begitu saja. Ulos diberikan dengan
cara diselimutkan ke pasangan pengantin untuk menyatukan mereka. biasanya
prosesi pemberian Ulos juga disertai dengan doa restu (Pasu-pasu). Kain Ulos
merupakan bagian penting dari kehidupan masyarakat Batak Toba.
Fungsi Ulos pada masa kini dapat lebih bersifat multifungsional. Artinya
penggunaa Ulos tidak hanya terbatas pada satu aspek saja, namun meliputi
beberapa aspek fungsional lainnya. Sebagai contoh, Ulos tidak hanya dipakai
dalam upacara adat Batak Toba saja, namun bisa dipakai dalam segi ekonomi,
seperti jual beli, fashion, sampai aspek religi yang dihubungkan dengan
kepercayaan kepada yang Kuasa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
Ulos mengalami banyak perubahan tempat, perkembangan manusia, dan
tuntutan zaman. Salah satu contoh yaitu Yogyakarta, orang Batak di Yogyakarta,
Ulos untuk saat ini tidak lagi identik dengan 3 unsur dasar warna Ulos batak
(merah, putih, hitam) akibat dari perubahan zaman sekarang terlalu banyak warna
yang dibuat misalkan warna ungu, emas, biru dan lain-lain karena untuk saat ini
Ulos yang dibuat memiliki banyak warna sehingga yang membeli Ulos lebih
kelihatan bagus dengan warna yang diminta. Ulos yang memiliki banyak warna
ini menjadikan pebisnis Ulos menjadi lebih banyak.
Di Yogyakarta terjadi perubahan Ulos. Perubahan ini dapat dilihat dari
perubahan konteks pemakaian Ulos dan perubahan fungsi Ulos. Kedua hal inilah
yang menyebabkan pergeseran nilai Ulos Batak. Pergeseran inilah yang terjadi di
acara pernikahan Batak di Yogyakarta.
Saran
Penelitian ini bisa diteliti dengan pendekatan lain, pembahasan terkait Ulos
dapat dilihat secara desain. Hal ini disebabkan desain dan pewarnaan Ulos yang
cukup bervariatif. Selain itu terkait dengan pergeseran nilai Ulos bisa diteliti
dalam masyarakat Batak Toba di daerah rantau khususnya di desa-desa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
DAFTAR PUSTAKA
Adonis,T dkk. 1993. Perkawinan Adat Batak Di Kota Besar. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan: Jakarta.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 1978. Adat dan
Upacara Perkawinan Daerah Sumatera Utara. Departemen
pendidikan dan kebudayaan: Jakarta.
Gultom, Ibrahim. 2010. Agama Malim Di Tanah Batak. Bumi Aksara: Jakarta.
Hutagaol, Ronald. 2013. “Penerapan Tradisi Batak Toba Di Yogyakarta: Studi
Deskriptif Penerapan Tradisi Martarombo dalam Komunikasi
Anak Muda Perantauan Suku Batak Toba di Yogyakarta”.
Skripsi. Universitas Gajah Mada (UGM): Yogyakarta.
Irianto, S. 2005. Perempuan DI Antara Berbagai Pilihan Hukum, Yayasan Obor
Indonesia: Jakarta.
Koentjaraningrat. 1974. Pengantar Antropologi. Aksara Baru: Jakarta.
______________ 1985. Pengantar Ilmu Antropologi. Aksara Baru: Jakarta.
Kuntowijoto. 2003. Pengantar Ilmu Sejarah Edisi ke-2. Tiara Wacana:
Yogyakarta.
___________ 2013. Pengantar Ilmu Sejarah Edisi Baru Cetakan Ke-I.
Yogyakarta : Pt. Tiara Wacana Yogya
Muhammad. Takari. 2009. “Ulos dan Sejenisnya dalam Budaya Batak di
Sumatera Utara: Makna, Fungsi, dan Teknologi”. Universitas
Sumatera Utara (USU): Medan.
Nurhalimah. 2015. “Upaya Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga
Dalam Menyelenggarakan Kegiatan Bidang Kebudayaan Di
Kabupaten Nunukan”. Universitas Mulawarman. Kalimantan
Timur.
Pardede,B.T, dkk. 1981. Bahasa Tutur Perhataan dalam Upacara Adat Batak
Toba. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan: Jakarta.
Pardosi, J. 2008. “Makna Simbolik Umpasa, Snamot, dan Ulos pada Adat
Perkawinan Batak Toba”. Jurnal Ilmiah Bahasa dan Sastra:
USU.
Schrool, J.W. 1980. Modernisasi: Pengantar Sosiologi Pembangunan Negara-
negara Sedang Berkembang. Gremedia: Jakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
Simanjuntak, B.A 2010. Orang-Orang Yang Dipaksa Kalah: Penguasa dan
Aparat Keamanan Milik Siapa?. 2010. Obor Indonesia:
Jakarta.
________________ 2006. Struktur Sosial dan Politik Batak Toba hingga 1946:
Suatu pendekatan Atropologi Budaya dan Politik, Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia.
Sitompul,R.H.P. 2013. Ulos Batak ; Tempo Dulu – Masa Kini. KERABAT:
Jakarta.
Situmorang, S. 2004. Toba Na Sae: Sejarah Lembaga Sosial Politik Abad XIII-
XX, Jakarta: Komunitas Bambu.
Vergouwen, J. C. 1985. Masyarakat dan Hukum Adat Batak Toba. Pustaka
Azet:Jakarta.
Website:
M, Simandalahi. 2016. Kamus Batak. Dilansir dari www.kamusbatak.com diakses
pada tanggal 15 Desember 2016, pukul 14.43 Wib.
Wawancara
Jhonson Sigalingging. Bertempat tinggal di Jl. Karanglo RT 02 RW 02 Nomor 20
Purwomartani Kabupaten Sleman. Diwawancarai pada tanggal 14 september
2016, pada pukul 14.00 Wib
Marsinton Marpaung. Bertempat tinggal di Jl. Ngampilan No.1/64, Rt 03 Rw 01.
Diwawancarai pada tanggal 16 September 2016, pada pukul jam 18.00 Wib
K. Kudadiri (Naibaho). Bertempat tinggal di Jl. Dusun duwet rt 5 rw 33
sendangadi Mlati Kabupaten Sleman. 106B. Diwawancarai pada tanggal 28
september 2016, pada pukul 16.00 Wib
Dandi Kristian Tarigan. Bertempat tinggal di Amunasa Regency II blok C.6
wedomartani Ngemplak Yogyakarta. Diwawancarai pada tanggal 18 Juli 2017,
pada pukul 15.00 Wib
Prof. Asan Damanik. Bertempat tinggal di Jl. Perumahan Kopri UPN, Sambiroto
Purwomartani, Kalasan, blok f.40. diwawancarai pada tanggal 19 Juli 2017, pada
pukul 15.00 Wib
Daniel Rimbang Simbolon bertempat tinggal di Jl. Arjuna rt 06 rw 10 no. 58
Pugeran. Diwawancarai pada tanggal 20 juli 2017, pada pukul 13.00 Wib
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
LAMPIRAN
Lampiran Hasil Wawancara
I. Identitas Narasumber
A. Nama : Jonson Sigalingging, S.E
B. Usia : 48 Tahun
C. Agama : Kristen Protestan
D. Pekerjaan : Majelis HKBP (Sintua)
E. Status Punguan : 2 kali periode Ketua Parna, Sekretaris Naimarata
(Pasaribu, Lubis, Limbong, Sagala, Malau, Manik, Ambarita, dll), Wakil
Ketua Raja Sitepang (Sitanggang, Sigalingging, Manihuruk, Sidauruk),
ketua dewan kononia (Gereja), persekutuan yaitu daerah Kalasan,
Purwomartani dan Maguwoharjo, sekretaris Parna 2 periode.
F. Alamat : Jl. Karanglo RT 02 RW 02 Nomor 20 Purwomartani
Kabupaten Sleman.
G. Cp : 0812 1598 071
Pertanyaan
A. Pewawancara : Sejak Kapan Pindah Ke Yogyakarta?
Narasumber : Januari 1996.
B. Pewawancara : Alasan pindah ke Yogyakarta?
Narasumber : Mencari pekerjaan dan mempunyai saudara di
Yogyakarta.
C. Pewawancara : Selama sekian tahun, pernah pindah ke luar Yogyakarta?
Narasumber : Tidak pernah.
D. Pewawancara :Bagaimana kehidupan masyarakat Batak dulu di
Yogyakarta (punguan)?
Narasumber : Harmonis, masih menjaga nilai-nilai sosial adat Batak
dalam adat istiadat
E. Pewawancara : Menurut Bapak, semakin banyak tidak masyarakat Batak
di Yogyakarta?
Narasumber : Masyarakat Batak di Yogyakarta semakin banyak datang
dari luar Yogyakarta kurang lebih 1000 KK.
F. Pewawancara : Mengapa semakin banyak?
Narasumber : Karena disamping pekerjaan, pernah sekolah di
Yogyakarta, mencari penghidupan lebih layak, dapat jodoh di Yogyakarta.
G. Pewawancara : Apa yang membedakan orang Batak di Yogyakarta dulu
dengan yang sekarang?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
Narasumber : Masyarakat Batak dulu adat Batak masih kental budaya
dan kalau Masyarakat Batak sekarang berkurang daya tarik masyarakat
Batak untuk mengenal adat Batak , semakin menurun : bahasa, kurangnya
pendidikan dan pergaulan.
H. Pewawancara : Apa yang membedakan masyarakat Batak di Yogyakarta
dengan masyarakat Batak Toba (Tobasa)?
Narasumber : Kemajuan zaman mempengaruhi perbedaan masyarakat
Batak di Yogyakarta dengan di Tobasa (Toba), misalkan kota cenderug
sifatnya akademis sedangkan di Tobasa (Toba) cenderung kental budaya
dan logat bahasa.
I. Pewawancara : Apakah perubahan atau pergeseran Batak di Yogyakarta
terjadi dalam acara pernikahan?
Narasumber : Secara pernikahan : waktu (penghematan waktu), jumlah
undangan dan acara pernikahan (di Yogyakarta ada resepsi selanjutnya
pernikahan adat sedangkan di Tobasa tidak ada resepsi langsung adat
pernikahan), juru bicara atau raja parhata (juru bicaranya tidak ribet di
Yogyakarta sedangkan di Toba masih cenderung berubah karena dianggap
ribet mulai dari acara hingga selesai acara hingga memakan waktu yang
panjang)
J. Pewawancara : Mengapa ada perubahan, alasan perubahan?
Narasumber : Masalah waktu Tobasa bisa memakan waktu panjang
yaitu sampai jam 10 malam selesai acara adatnya kalau di Yogyakarta
sekitar jam 6 malam sudah selesai, pemberian Ulos juru bicara atau raja
parhata di Tobasa lebih dari satu juru bicara jadi memakan waktu yang
panjang kalau di Yogyakarta hanya satu orang juru bicaranya jadi tidak
memakan waktu panjang, masalah panjambar atau pemberi jambar (ikan
atau daging babi) di Tobasa harus di beritahu satu per satu keluarga yang
mendapatkan, kalau di Yogyakarta diberikan ke pihak boru (pihak wanita)
dan lebih dipersempit atau diperwakilkan pemberian jambar tidak
memakan waktu lama,pemberian tuppak atau sinamot (pemberian
sumbangan berupa uang) di Tobasa harus mengikuti tata cara misalkan
pemberian tuppak atau sinamot dulu baru jambar sedangkan kalau di
yogyakarta bisa bersamaan sehingga praktis atau lebih cepat, masalah
pangandaion (pihak laki-laki lebih mengenal pihak wanita) di Tobasa
pemberian pihak laki-laki ke wanita harus di beritahu satu persatu mulai
dari tulang ito namboru amanguda sedangkan di Yogyakarta langsung
diwakilkan tanpa memberitahu satu persatu.
K. Pewawancara : Hal-hal yang menyebabkan perubahan?
Narasumber : Hal-hal yang menyebabkan perubahan tersebut masalah
waktu, dimana waktu untuk saat ini penting bagi masyarakat yang bekerja
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
sehingga untuk mempersingkat waktu agar tidak memakan waktu lama
maka perubahan tersebut diberlakukan dalam konteks teknis pernikahan
adat Batak di Yogyakarta ini.
L. Pewawancara : Apa dampak perubahan dalam acara adat Batak?
Narasumber : Ada perubahan tapi secara prinsip tidak ada perubahan.
Secara prinsip sama nilainya, namun manfaat waktu dipersingkat tetapi
makna adat dan nilain budayanya tersampaikan. Dan tidak menganggu
waktu pada saat pesta misalkan tamu undangan. Secara kesimpulan nilai
tradisi tidak boleh hilang namun secara teknis waktu memang
dipersingkat. Paulak une dan tingkir tangga di huta pelaksanaan dilain
waktu atau yang akan datang sedangkan di Yogyakarta menjadi satu hari
dalam acara pernikahan adat tersebut. Sibubuhai, greja, resepsi, adat, adat
naggok, paulak une, dan tingkir tangga (acara adat pernikahan adat Batak).
Untuk saat ini perubahan dalam konteks waktu semakin baik karena tidak
menganggu waktu bekerja.
M. Pewawancara : Dalam kaitan dengan Ulos, adakah perubahan aturan?
Narasumber : Dalam kaitan Ulos di Yogyakarta pemberian Ulos masih
menggunakan Ulos sendiri sedangkan di Jakarta ada beberapa orang
memberi Ulos dengan uang,biasanya memberi Ulos yaitu: Hula-hula
Tulang bona tulang tulang robot baik dari laki-laki maupun perempuan.
Tidak ada perubahan pemberian Ulos pada acara pernikahan.
Selama 20 tahun di Yogyakarta, pada tahun 2000 mulai mengikuti acara
pernikahan adat batak, namun menurut saya untuk saat ini ada perubahan
lebih baik dalam acara adat karena dulu misalkan protokol pembicara adat
lebih dari satu sedangkan sekarang cukup satu saja sudah cukup dan
biasanya teks protocol diambil dari luar Yogyakarta karena sekarang lebih
banyak memahami adat batak. Makna pemberian Ulos, panjang umur,
renda-rendan (banyak anak dan rejeki), memberikan kehangatan dalam
berumah tangga. Ulos merupakan Ulos. Sebelum memberikan Ulos harus
memberi nasehat-nasehat dan pepatah.
Pewawancara : Ada pernah lihat di pernikahan Ulos diganti dengan
amplop?
Narasumber : Pernah. Ya, mungkin supaya ringkas dan cepat saja.
N. Pewawancara : Dalam kaitannya dengan ulos, adakah perubahan makna
atau nilai?
Narasumber : Menurut saya, untuk perubahan makna dan nilai tidak ada,
namun secara teknis ada perubahan misalkan waktu dan tempat.
O. Pewawancara : Mengapa nilai ulos berubah?
Narasumber : Di Yogyakarta tidak ada bergeser nilai Ulos tersebut
namun secara teknis kegiatan yang berubah sedangkan di Jakarta mungkin
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
ada perubahan karena hanya orang terdekat memberikan Ulos sedangkan
yang tidak dekat memberikan Uang, alasanya perubahan tersebut karena
kalau semua memberikan Ulos akan memakan waktu yang lama.
II. Identitas Narasumber
A. Nama : Marsinton Marpaung.
B. Usia : 51 Tahun.
C. Agama : Kristen Protestan.
D. Pekerjaan : Wiraswasta.
E. Status Punguan : Anggota dan koordinasi Wilayah.
F. Alamat : Ngampilan No.1/64, Rt 03 Rw 01
G. CP : 081 392 191 220
Pertanyaan
A. Pewawancara : Sejak kapan pindah ke Yogyakarta?
Narasumber : Dari tahun 1991 hingga sekarang
B. Pewawancara : Alasan Pindah ke Yogyakarta?
Narasumber : Karena Pekerjaan
C. Pewawancara : Selama sekian tahun, pernah pindah ke luar Yogyakarta?
Narasumber : Tidak Pernah
D. Pewawancara : Bagaimana kehidupan masyarakat Batak dulu di
Yogyakarta (punguan)?
Narasumber : Kehidupan punguan keharmonisannya baik, karena
punguan itu yang menyatukan keharmonisan keluarga Batak yang berada
di Yogyakata.
E. Pewawancara : Menurut Bapak, semakin banyak tidak masyarakat Batak
di Yogyakarta?
Narasumber : Menurut saya semakin banyak orang batak kurang lebih
400an kk yang berada di Yogyakarta.
F. Pewawancara : Mengapa semakin banyak?
Narasumber : Karena pensiun, pendidikan, kehidupan lebih nyaman,
ekonomi buat kehidupan lebih murah dibandingkan di Batak Toba
G. Pewawancara : Apa yang membedakan orang Batak di Yogyakarta dulu
dengan yang sekarang?
Narasumber : Menurut saya, tidak ada beda dan semua sama saja.
H. Pewawancara :Apa yang membedakan masyarakat Batak di Yogyakarta
dengan masyarakat Batak Toba (Tobasa)?
Narasumber : Menurut saya sama saja tidak ada perbedaan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
I. Pewawancara : Apakah perubahan atau pergeseran Batak di Yogyakarta
terjadi dalam acara pernikahan?
Narasumber : Menurut saya Pergeseran adat tidak ada, kalau salah
menerapkan ada.
J. Pewawancara : Mengapa ada perubahan, alasan perubahan?
Narasumber : Menurut saya kalau berkaitan dengan salah menerapkan
karena si pengguna Ulos tidak mengerti makanya terjadi salah penerapan
pemakaian Ulos.
K. Pewawancara : Hal-hal yang menyebabkan perubahan?
Narasumber : Kurangnya pengetahuan akan nilai Ulos dan tidak berani
bertanya terhadap orang yang ahli dalam adat.
L. Pewawancara : Apa dampak perubahan dalam acara adat Batak?
Narasumber : Tidak ada dampak perubahan dalam acara adat.
M. Pewawancara : Dalam kaitan dengan Ulos, adakah perubahan aturan?
Narasumber : Menurut saya, ada tapi tergantung orang yang
mengadakan acara adat tersebut misalkan jumlah Ulos dikurangi.
Dijakarta dipatok (diberikan saat pesta adat ada 17 ulos yang diberikan)
kalau diyogya sudah ada beberapa menerapkan tersebut tapi tergantung
pihak keluarga. Tapi kalau di Yogyakarta masih menggunakan sistem
ganjil yaitu mulai dari 7 hingga seterusnya.
N. Pewawancara : Dalam kaitannya dengan ulos, adakah perubahan makna
atau nilai?
Narasumber : Menurut saya, kalau dibilang perubahan tidak ada maupun
bergeser yang ada hanya salah menerapkan saja sehingga dapat dikatakan
kuantitas yang bergeser bukan kualitas yang bergeser.
O. Pewawancara : Mengapa nilai ulos berubah?
Narasumber : Tidak ada berubah.
III. Identitas Narasumber
A. Nama : K. Kudadiri (Naibaho).
B. Usia : 65 Tahun.
C. Agama : Khatolik.
D. Pekerjaan : Pensiunan PNS.
E. Status Punguan :Punguan Raja Holoan, Parna, Naimarata,
Silahisabungan, dan Raja si Teppang.
F. Alamat : Jl. Dusun duwet rt 5 rw 33 sendangadi melati
sleman. 106B
G. CP : 0817 266 842
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
Pertanyaan.
A. Pewawancara : Sejak kapan pindah ke Yogyakarta?
Narasumber : Awalnya merantau di Jakarta pada tahun 1976-
1986, namun kalau di Yogyakarta pada tahun 1986 sampai
sekarang.
B. Pewawancara : Alasan Pindah ke Yogyakarta?
Narasumber : Dapat kerja di Yogyakarta sebagai PNS sampai
sekarang menikmati masa pensiunan.
C. Pewawancara : Selama sekian tahun, pernah pindah ke luar
Yogyakarta?
Narasumber : Pernah yaitu di Jakarta pada tahun 1976-1986.
D. Pewawancara : Bagaimana kehidupan masyarakat Batak dulu di
Yogyakarta (punguan)?
Narasumber : Sudah banyak perubahan tentang pola berpikir
terutama dalam hal adat istiadat dan banyak orang batak yang
merantau ke Yogyakarta yang sebelumnya mengerti budaya batak
setelah di Yogyakarta banyak mengerti budaya adat batak (bahasa).
Dasarnya Batak dalihan na tolu (hula-hula, anak, boru). Dalihan na
tolu (UDD batak) tidak bisa berubah.
E. Pewawancara : Menurut Bapak, semakin banyak tidak masyarakat
Batak di Yogyakarta?
Narasumber : Menurut saya, kira-kira ratusan KK orang Batak
bertempat tinggal di Yogyakarta.
F. Pewawancara : Mengapa semakin banyak?
Narasumber : Di Yogyakarta bagi orang batak kota bertempat
tinggal semasa pensiunan. Relatif murah kehidupannya dan
nyaman lingkungannya. Alasanya faktor pekerjaan, pendidikan,
dan kehidupan lebih layak.
G. Pewawancara : Apa yang membedakan orang Batak di Yogyakarta
dulu dengan yang sekarang?
Narasumber : Perubahan dulu-sekarang, orang batak identik
dengan merantau karena dasarnya menuntut ilmu, terkenal dengan
merantau, kemiskinan. Menuntut diri lebih maju bukan di kampung
tidak akan maju, ikut-ikutan.”Mangolu na mate berangkat
(Nekat)”.
H. Pewawancara : Apa yang membedakan masyarakat Batak di
Yogyakarta dengan masyarakat Batak Toba (Tobasa)?
Narasumber : Batak Yogyakarta dan Batak Toba, pola pikir yang
berbeda tapi tujuan hidup sama. Pola pikir dalam acara lebih
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
singkat dan menyampai nilai dan makna ulos tersampaikan kalau
toba lebih lama dan menyampaikan nilai dan makna ulos
tersampaikan juga. Tujuannya sama.
I. Pewawancara : Apakah perubahan atau pergeseran Batak di
Yogyakarta terjadi dalam acara pernikahan?
Narasumber : Kesimpulannya tidak ada perubahan dalam
pergeseran nilai Ulos dalam pernikahan adat batak, namun secara
teknis ada karena bertujuan untuk mepersingkat waktu dan acara.
“Ommputa marjolo, martukot sialagundi
Adat na pinukka na parjolo, di ihutton na parpudi”.
Menurut saya Ulos pada zaman dulu fungsi Ulos merupakan untuk
menghangatkan tubuh, semakin berkembang dan hingga sakral
dalam adat batak. Ulos Batak itu ada 7 ulos yaituUlos pansamot
(ulos dari bapak laki-laki), Ulos hela, Ulos pamarai (kalau bapatua
tidak ada amangudanya boleh), dan Ulos sihutiappang naopat:
sebelum (4 yang menerima/ pokok : pangarai (bapatua atau
amanguda, sihutiappang (boru hasuhuton atau namboru), aha ni
hela, namboru. Kalau di Yogyakarta memberi ulos selalu ganjil (7,
9, 11, dll) sedangkan di medan ada beberapa tempat memberi ulos
genap, mulai dari 6,8,10, dll.
Pewawancara : Di Yogyakarta pernah ada yang memberikan Ulos
dengan menggantinya dengan amplop?
Narasumber : Adalah beberapa kali.
J. Pewawancara : Mengapa ada perubahan, alasan perubahan?
Narasumber : Perubahan itu disebabkan adanya keinginan
bersama karena untuk mendapatkan persetujuan tersebut terlebih
dahulu dimusyawarahkan bersama-sama sehingga hasil keputusan
tersebut diambil secara bersama-sama dan perubahan tersebut
disepakati bersama-sama.
K. Pewawancara : Hal-hal yang menyebabkan perubahan?
Narasumber :Kekerabatan dan kebersamaan lebih menonjol
L. Pewawancara : Apa dampak perubahan dalam acara adat Batak?
Narasumber : Dampak perubahan secra teknis dan ikut-ikutan
M. Pewawancara : Dalam kaitan dengan Ulos, adakah perubahan
aturan?
Narasumber : Menurut saya, tidak ada perubahan kalau dibilang
ke sakralannya sudah mulai memudar nilai ke sakralannya.
N. Pewawancara : Dalam kaitannya dengan ulos, adakah perubahan
makna atau nilai?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
Narasumber : Menurut saya, ada karena ada beberapa kejadian
di acara adat orang salah pemakaian Ulos sehingga kalau dipakai
sudah tidak memiliki makna dan nilai atau sudah beda makna Ulos
bagi si pengguna Ulos. Nilai juga ada karena nilai ke sakralan Ulos
sudah mulai memudar akibat dari Ulos yang terbuat dari mesin
bukan tenunan.
O. Pewawancara : Mengapa nilai ulos berubah?
Narasumber : Menurut saya karena kurangnya pengetahuan
tentang makna dan nilai Ulos tersebut sehingga mengalami
perubahan.
IV. Identitas Narasumber
A. Nama : Dandi Kristian Tarigan
B. Usia : 19 tahun
C. Jabatan : Ketua komunitas Sada Pardomuan Sanata dharma tahun
2017/2018
D. Profesi : Mahasiswa
E. Alamat : Perumahan Amunas Regency II blok C no 6
F. CP : 082 339 165 457
G. Email : [email protected]
Pertanyaan
A. Pewawancara : Sejak Kapan Anda di Yogyakarta?
Narasumber : Ketika saya pertama kali kuliah tahun 2016
B. Pewawancara : Dalam rangka apa datang ke Yogyakarta?
Narasumber : kuliah
C. Pewawancara :Ikut Punguan atau Komunitas Batak di
Yogyakarta?
Narasumber : Saya mengikuti dua komunitas di Yogyakarta
yaitu Sada Pardomuan di Sanata Dharma dan komunitas Batak Karo di
Yogyakarta.
D. Pewawancara : Kapan Punguan itu berdiri?
Narasumber : Dibentuk sejak 1997 punguan Sada Pardomuan
Sadhar
E. Pewawancara : Menurut anda, apa tujuan terbentuknya punguan
tersebut?
Narasumber : Menurut saya, tujuan yang utama untuk
mengumpulkan mahasiswa Batak yang berada di Universitas Sanata
Dharma dan menjalin silahturahmi sesama Batak, kekerabatan dan
kekeluargaan. Saling mengingatkan akan budaya Batak yang harus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
selalu ditanam dalam dirinya sendiri, dan saling membantu sesama
mahasiswa Batak yang mengalami kekurangan materi.
F. Pewawancara : Berapa Jumlah anggota dalam punguan atau
komunitas?
Narasumber : Untuk saat ini pengurus inti ada 8 orang tapi kalau
di totalkan 100 orang Batak yang ada di Sanata Dharma.
G. Pewawancara : Apakah mahasiswa Batak setiap tahunnya
mengalami peningkatan?
Narasumber : Menurut saya, mahasiswa Batak yang di terdata
dalam komunitas ini mengalami penikatan setiap tahunnya. Sebagai
contoh mulai dari tahun pengurusan 2013 berjumlah 20 orang, tahun
2014 bertambah menjadi 50an orang, tahun 2015 semakin bertambah
sekitar 80an hingga tahun 2016 sampe memasukin tahun ajaran 2017
berjumlah 100an yang terdata.
H. Pewawancara : Apa saja kegiatan komunitas itu?
Narasumber : Kalau untuk ajaran baru ini lagi dibentuk acara apa
yang akan dilakukan, tapi kalau kegiatan rutinitasnnya mengadakan
pertemuan sekali seminggu di kantin ataupun panggung realino,
mengadakan BAKSOS atau USDA (usaha pengumpulan dana) setahun
sekali, menyambut Natal, Tahun Baru atau Paskah. Kegiatan ini selalu
dilakukan setiap tahunnya.
I. Pewawancara : Apakah ada relasi hubungan komunitas dengan di
Toba?
Narasumber : Kalau relasi di Toba tidak ada tapi kalau relasi
untuk alumni yang pernah ikut komunitas masih ada hingga saat ini.
J. Pewawancara : Alamat basecamp komunitas?
Narasumber : Kalau ruangan tidak ada tapi biasanya
memanfaatkan sekitaran kampus yaitu Panggung Realino dan Kantin
Realino.
V. Identitas Narasumber
A. Nama : Prof. Asan Damanik
B. Usia : 53 Tahun
C. Jabatan : Dosen
D. Pekerjaan : Dosen
E. Alamat : Perumahan Kopri UPN, Sambiroto Purwomartani,
Kalasan, blok f.40
F. CP : 081 227 990 479
G. Alamat Email : [email protected]
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
Pertanyaan
A. Pewawancara : Kapan pertama kali datang ke Yogyakarta?
Narasumber : Sejak Tahun 1987
B. Pewawancara : Dalam rangka apa datang ke Yogyakarta?
Narasumber : Sekolah dan pekerjaan
C. Pewawancara : Menurut Bapak, apakah setiap tahun masyarakat Batak
mengalami peningkatan signifikan setiap tahunnya di Yogyakarta?
Narasumber : Kalau menurut saya, secara pendidikan atau orang yang
kuliah di Yogyakarta mengalami peningkatan signifikan setiap tahunnya
tapi kalau bertempat tinggal atau berkeluarga atau kerja di Yogyakarta
tidak mengalami peningkatan signifikan karena yang mendominasi
peningkatan tersebut disebabkan pendidikan misalkan orang yang
berkuliah, setelah selesai mereka biasanya langsung pulang kampung dan
sebagainya.
D. Pewawancara : Ikut Punguan apa di Yogyakarta?
Narasumber : Saya mengikuti Punguan Parna, Toga Semarga, Purba,
dan Parhusataon
E. Pewawancara : Kapan punguan tersebut berdiri?
Wawancara : Kalau menurut tahun berdirinya kurang paham, tapi
semenjak saya berada di Yogyakarta dari tahun 1987 punguan tersebut
berdiri. Menurut saya kira-kira 1970an berdirinya.
F. Pewawancara : Apa tujuan pembentukan punguan tersebut?
Narasumber : Menurut saya,tujuan utamanya punguan ini dibentuk
sebagai wadah tempat berkumpulnya masyarakat Batak yang berada di
Yogyakarta misalkan yang satu marga ataupun berbeda-beda marga dan
menjalin hubungan kekerabatan masyarakat Batak yang berada di rantau.
G. Pewawancara : Berapa jumlah anggota punguan?
Narasumber : Kira-kira kalau dihitung semua punguan yang saya ikutin
berkisar lebih dari 100 kk.
H. Pewawancara : Apa saja kegiatan tahunan punguan?
Narasumberr : Banyak, salah satunya mengadakan acara buka tahun
hingga tutup tahun, arisan, parsahutaon, dan lain-lain.
I. Pewawancara : Ada relasi hubungan antar punguan di Yogyakarta dengan
di Batak Toba?
Narasumber : Tidak ada, karena punguan ini berdiri akibat dari
masyarakat Batak yang merantau di Yogyakarta, kebanyakan punguan
berdiri disebabkan itu jadi kalau di singgungkan dengan relasi tidak ada.
J. Pewawancara : Alamat basecamp?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
Narasumber : Berpindah-pindah tidak menetap karena tergantung siapa
yang mengadakan acara atau rapat misalkan arisan atau rapat tahunan.
K. Pewawancara : Apa saja aktivitas punguan tersebut?
Narasumber : Seperti yang dikatakan pertanyaan sebelumnya aktivitas
yang dilakukan mengadakan rapat tahunan, arisan, paskah, natal dan
sebagainya.
L. Pewawancara : Apakah punguan pernah jadi penyelenggara pesta, kalau
pernah punguan ikut terlibat dalam acara pesta?
Narasumber : Ada ketika acara pesta adat punguan saya memberikan
Ulos atau sering disebut dengan Mangulosi.
M. Pewawancara : Pernah menemui acara pernikahan yang Ulosnya diganti
amplop?
Narasumber : Pernahlah beberapa kali. Ya, mungkin karena sdah modern
mereka.
N. Pewawancara : Menurut bapak, ketika memberikan Ulos tersebut dalam
acara pesta pernikahan adat di Yogyakarta mengalami perubahan
nilai,fungsi ataupun makna Ulos?
Narasumber : Menurut saya, ketika memberikan Ulos pada acara pesta
adat tidak mengalami perubahan secara faktor internal (kesakralan makna
dan nilai Ulos) tapi kalau faktor ekternalnya ada karena itu disebabkan
oleh lingkungan dan biasanya itu dibuat keputusan bersama, misalkan
gedung pernikahan yang tidak lagi menggunakan halaman, waktu yang
dipersingkat sehingga bisa sehari selesai dalam acara adat tersebut dan
sebagainya. Jadi secara keseluruhan dapat disimpulkan kalau perubahan
secara internal tidak ada tapi kalau secara ekternal itu ada akibat dari
lingkungan yang kita bertempat tinggal.
VI. Identitas Narasumber
A. Nama : Daniel Rimbang Simbolon
B. Usia : 20 Tahun
C. Jabatan : Ketua komunitas Permaba 2017/2018 (Hukum)
D. Profesi : Mahasiswa
E. Alamat : Jl. Arjuna rt 06 rw 10 no. 58 Pugeran
F. CP : 081 286 810 117
G. Email : [email protected]
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
Pertanyaan
A. Pewawancara : Sejak kapan berada di Yogyakarta?
Narasumber : 2015 awal
B. Pewawancara : Dalam rangka apa datang ke Yogyakarta?
Narasumber : Kuliah
C. Pewawancara : Ikut komunitas Batak di Yogyakarta?
Narasumber : Kalau komunitas saya mengikuti Permaba yang berada di
Adma Jaya
D. Pewawancara : Kapan komunitas itu berdiri?
Narasumber : Tahun berdirinya 1997.
E. Pewawancara : Apa tujuan pembentukan komunitas tersebut?
Narasumber :Menurut saya, tujuan dibentuknya komunitas ini sebagai
salah satu wadah atau ajang buat mahasiswa Batak dalam
mengembangkan kreatifitas mahasiswa Batak dan mempererat sistem
kekeluargaan dan kekebatan sesama mahasiswa Batak di Adma Jaya
Yogyakarta.
F. Pewawancara : Berapa jumlah anggota komunitas saat ini?
Narasumber : Kalau pengurus intinya ada 20 orang tapi kalau total
anggota yang didata berkisar 80 orang tahun 2016/2017
G. Pewawancara : Menurut anda, apakah komunitas mahasiswa Batak
mengalami peningkatan setiap tahunnya?
Narasumber : Kalau menurut saya, iya mengalami kemajuan tapi tidak
signifikan, kalau dilihat dari laporan data yang sudah dikasih oleh
pengurus lama pada tahun 2013/14 berjumlah 25 orang terdata, tahun
2014/15 berjumlah 30 orang, tahun 2015/2016 berjumlah 35 orang dan
2016/2017 berjumlah 80 orang yang terdata jadi kalau ditotalkan berkisar
170 orang anggota yang mengikuti komunitas hingga saat ini.
H. Pewawancara : Apa saja kegiatan tahunan komunitas?
Narasumber : Tahun lalu komunitas ini mengadakan Makrab, Baksos,
menggalang dana dengan cara mengadakan kompetisi Futsal di adma Jaya,
mengadakan pertemuan setiap sekali seminggu, paskah, natal dan tahun
baru.
I. Pewawancara : Program kerja?
Narasumber : Program kerja untuk saat ini belum di buat tapi kalau
tahun lalu hanya mengadakan pertemuan setiap minggu, paskah, natal,
tahun baru.
J. Pewawancara : Apakah ada relasi hubungan antar komunitas Yogyakarta
dengan komunitas di Toba?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
Narasumber : Kalau relasi tidak ada karena komunitas ini terbentuk di
Universitas ini maka dari itu tidak ada relasi tapi kalau relasi antar alumni
dengan mahasiswa yang masih aktif masih ada relasinya.
K. Pewawanacara : Alamat basecamp komunitas?
Narasumber : Kalau basecamp untuk komunitas tidak ada tapi biasanya
kalau mengadakan pertemuan di kontrakan anggota itu sendiri dan
sekitaran kampus.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI