105
DESKRIPSI PENGELOLAAN DAN PERTUNJUKAN SENI OLEH LEMBAGA KESENIAN SIKAMBANG DI DESA JAGO JAGO, KECAMATAN BADIRI, KABUPATEN TAPANULI TENGAH SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN O L E H NAMA : JOHANNES T. NABABAN NIM : 140707035 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA PROGRAM STUDI ETNOMUSIKOLOGI MEDAN 2018

DESKRIPSI PENGELOLAAN DAN ... - etnomusikologiusu.com · pegunungan. Masyarakat Pesisir berasal dari keturunan beberapa suku, seperti Minangkabau, Batak Toba, Mandailing, Angkola,

Embed Size (px)

Citation preview

DESKRIPSI PENGELOLAAN DAN PERTUNJUKAN SENI OLEH LEMBAGA KESENIAN SIKAMBANG DI DESA JAGO JAGO, KECAMATAN BADIRI, KABUPATEN TAPANULI TENGAH

SKRIPSI SARJANA

DIKERJAKAN

O

L

E

H

NAMA : JOHANNES T. NABABAN NIM : 140707035

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA PROGRAM STUDI ETNOMUSIKOLOGI MEDAN 2018

DESKRIPSI PENGELOLAAN DAN PERTUNJUKAN SENI OLEH LEMBAGA KESENIAN SIKAMBANG DI DESA JAGO JAGO, KECAMATAN BADIRI, KABUPATEN TAPANULI TENGAH OLEH:

NAMA : JOHANNES T. NABABAN NIM : 140707035

Dosen Pembimbing I, Dosen Pembimbing II,

Drs. Muhammad Takari, M.Hum,Ph.D. Drs. Bebas Sembiring, M,Si

NIP. 19651221 199103 1001 NIP.195703131992031001

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA PROGRAM STUDI ETNOMUSIKOLOGI MEDAN 2018

PENGESAHAN

DITERIMA OLEH :

Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat Ujian Sarjana Seni dalam bidang disiplin Etnomusikologi pada Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, Medan. Pada Tanggal : Hari : FakultasIlmuBudaya USU

Dekan,

Dr. Budi Agustono, M.S. NIP 196008051987031001

Panitia Ujian: TandaTangan

1. Drs. Muhammad Takari, M.Hum,Ph.D. ( )

2. Drs. Bebas Sembiring, M.Si ( )

3. ( )

4. ( )

4

DISETUJUI OLEH FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

PROGRAM STUDIETNOMUSIKOLOGI KETUA, Arifninetrirosa, SST., M.A. NIP. 196502191994032002

5

PERNYATAAN

Dengan ini saya nyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya

yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan

Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat

yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis

disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan,2018

JOHANNES T. NABABAN ` 140707035

6

ABSTRAK Dalam skripsi ini, penulis mendeskripsikan pengelolaan dan pertunjukan seni

oleh Lembaga Kesenian Sikambang di Desa Jago Jago Kecamatan Badiri Kabupaten Tapanuli Tengah. Penulis menggunakan Teori Manajamen untuk menganalisis manajemen dan pengelolaan serta Teori oleh Milton Singer (MSPI, 1996: 164-165) untuk menganalisis seni pertunjukan. Penelitian ini menerapkan metode kualitatif yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat yaitu penelitian yang memberi gambaran secara cermat mengenai individu atau kelompok tertentu tentang keadaan dan gejala yang terjadi melalui proses studi kepustakaan, studi lapangan dan analisa.Hasil yang diperoleh antara lain; 1). Lembaga Kesenian Sikambang masih tergolong ke dalam lembaga tradisional, namun pengelolaan yang diterapkan oleh Lembaga Kesenian Sikambang di Desa Jago Jago sudah menggunakan sistem manajamen semi-modern. 2). Seni pertunjukan yang mereka tampilkan di acara-acara adat-istiadat; upacara perkawinan, upacara sunat Rasul (khitanan), penyambutan, penobatan, turun karai (turun tanah), mengayun anak, memasuki rumah baru, peresmian dan pertunjukan kesenian/pergelaran kebudayaan. Yang mana yang mereka tampilkan masih belum terlalu luas namun untuk konteks kebudayaan, lembaga ini sudah banyak memberikan kontribusi dan dampak positif di dalam kesenian pesisir.

Kata kunci: Sikambang, Kesenian, Tapanuli Tengah, Pesisir

7

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur yang tidak terhingga penulis ucapkan kepada Tuhan Yang

Mahakuasa atas rahmat dan penyertaan-Nya sehingga penulis dapat merampungkan

skripsi ini.

Skripsi ini berjudul, Deskripsi Pengelolaan dan Pertunjukan Seni Oleh Lembaga

Kesenian Sikambang Di Desa Jago Jago Kecamatan Badiri, Kabupaten Tapanuli

Tengah. Skripsi ini diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Seni pada

Program Studi Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat dalam

penulisan atau penyusunan skripsi ini juga tidak luput dari rasa kebosanan dan jenuh

yang penulis rasakan. Namun dengan adanya dorongan dari orang-orang terdekat

penulis maka penulis bisa bersemangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak, Maka

pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, sebagai rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. Budi Agustono, M.S., Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Universitas

Sumatera Utara.

3. Ibu Arifninetrirosa, SST., M.A., Ketua Program Studi Etnomusikologi, Fakultas

Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Drs. Bebas Sembiring, M.Si., Sekretaris Program Studi Etnomusikologi,

Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara yang juga selaku Dosen

Pembimbing II yang telah banyak memberikan arahan kepada penulis, dan saran-

8

saran yang sangat bermanfaat dalam penyelesaian skripsi ini dan semoga Tuhan

yang Maha Esa selalu memberikan kesehatan.

5. Bapak Drs. Muhammad Takari, M.Hum,Ph.D. selaku Dosen Pembimbing I yang

telah memberikan arahan dan nasehat kepada penulis, dan saran-saran yang sangat

bermanfaat dalam penyelesaian skripsi ini dan semoga Tuhan yang Maha Esa selalu

memberikan kesehatan.

6. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Drs. Mauly Purba, M.A., Ph.D., Ibu Dra.

Rithaony Hutajulu, M.A., Bapak Drs. Irwansyah, M.A., Ibu Dra. Frida Deliana,

M.Si, Ibu Dra. Heristina Dewi, M.Pd., Bapak Drs. Setia Dermawan Purba, M.Si,

Drs. Perikuten Tarigan, M. Si., Drs. Torang Naiborhu, M.Hum., Drs. Kumalo

Tarigan, M.A., Ph.D. dan Bapak Drs. Fadlin, M.A. yang telah banyak

memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis selama bertahun-tahun mengikuti

perkuliahan. Semoga doa dan berkat dari Bapak dan Ibu dosen menyertai penulis

sehingga dapat mengaplikasikan ilmu yang diterima ke tengah-tengah masyarakat

nantinya.

7. Secara khusus, dengan kerendahan hati dan ucapan syukur penulis mengucapkan

terima kasih yang sebesar-besarnya untuk orang tua yang penulis hormati dan

sayangi yaitu Ibu Mariani Tarihoran juga kepada Paktua Marulak Nababan dan

Maktua Rasmina Pardede. Terimakasih atas segala doa, ketabahan, kasih sayang,

kerja keras, semangat, dukungan moral dan materi yang diberikan kepada penulis

selama ini sampai penulis dapat menyelesaikan perkuliahan di Program Studi

Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

9

8. Terimakasih penulis ucapkan kepada abang Yosafat Nababan, Niel Nababan, dan

juga adik Edom Nababan untuk segala motivasi, bantuan, dorongan, serta doa yang

diberikan sehingga penulis bisa menyelesaikan perkuliahan ini.

9. Ibu Kepala Desa Jago Jago, Bapak Muzrin Siregar, Bapak Khairil Siregar,

Nasmuddin Siregar, dan Bapak Zainal Abidin Tanjung selaku informan penulis.

Terima kasih buat segala informasi yang sudah penulis terima sehingga penulisan

skripsi ini dapat diselesaikan.

10. Teman-teman yang penulis sayangi di Grup Band Official Sobi yaitu Putri Olivia

Silalahi, Fadly Dharmawan, Diki Pratama Harahap, dan Reza Fahlevi Pane.

11. Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada teman kuliah penulis,

Bestari Purba, Jems Persada Tambun, Hendra Siregar, yang sudah mendukung dan

membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini dan semua rekan stambuk 2014

yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu. Terima kasih untuk empat tahun yang

kita lewati baik suka maupun duka. Semoga kita semua bisa sukses dan saling

mengingat satu sama lain.

Medan,2018 Penulis,

Johannes T. Nababan

10

DAFTAR ISI

Halaman ABSTRAK..................................................................................................... i KATA PENGANTAR................................................................................. ii DAFTAR ISI.................................................................................................. v BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah............................................................................. 1 1.2 Pokok Permasalahan................................................................................... 8 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian................................................................... 9 1.3.1 Tujuan Penelitian......................................................................... 9

1.3.2 Manfaat Penelitian....................................................................... 10 1.4 Konsep dan Teori........................................................................................ 10

1.4.1 Konsep......................................................................................... 10 1.4.2 Teori............................................................................................. 12

1.5 Metode Penelitian....................................................................................... 15 1.5.1 Studi Kepustakaan....................................................................... 15 1.5.2 Observasi..................................................................................... 17 1.5.3 Kerja Lapangan............................................................................ 18 1.5.4 Wawancara.................................................................................. 18 1.5.5. Kerja Laboratorium.................................................................... 20

1.6 Lokasi Penelitian....................................................................................... 21 BAB II ETNOGRAFI MASYARAKAT PESISIR DI DESA JAGO JAGO KECAMATAN BADIRI KABUPATEN TAPANULI TENGAH 2.1 Gambaran Umum Desa Jago Jago.............................................................. 22 2.1.1 Topografi.................................................................................... 23 2.1.2 Luas Wilayah.............................................................................. 24 2.1.3 Demografi................................................................................... 25 2.2 Unsur Kebudayaan Suku Pesisir Desa Jago Jago....................................... 28 2.2.1 Adat Istiadat............................................................................... 28 2.2.2 Sistem Kekerabatan.................................................................... 29 2.2.3 Sistem Religi.............................................................................. 32 2.2.4 Bahasa........................................................................................ 32 2.2.5 Kesenian..................................................................................... 33 2.2.5.1 Alat Musik...................................................................... 34 2.2.5.2 Lagu................................................................................ 35 2.2.5.3 Tari.................................................................................. 37 2.2.6 Organisasi Masyarakat............................................................... 38 BAB III DESKRIPSI PENGELOLAAN LEMBAGA KESENIAN SIKAMBANG 3.1 Konsep Pengelolaan.................................................................................... 39

11

3.2 Organisasi................................................................................................... 40 3.2.1 Struktur Organisasi Lembaga Kesenian Sikambang................... 41 3.2.2 Sistem Pembagian Honor............................................................ 43 3.2.3 Penerimaan Anggota................................................................... 44 3.2.4 Sistem Pendanaan........................................................................ 45 3.3 Pelatihan.................................................................................................... 45 3.3.1 Jadwal Latihan............................................................................. 46 3.3.2 Tempat Latihan............................................................................ 46 3.3.3 Pelatih........................................................................................... 48 3.4 Produksi..................................................................................................... 48 3.4.1 Tahap-Tahap Produksi................................................................. 49 3.4.2 Pemasaran Produk....................................................................... 49 BAB IV DESKRIPSI PERTUNJUKAN SENI LEMBAGA KESENIAN SIKAMBANG 4.1 Seni Pertunjukan......................................................................................... 52 4.2 Tari.............................................................................................................. 53 4.2.1 Deskripsi Tari yang Sering Dibawakan....................................... 54 4.2.1.1 Tari Adok....................................................................... 55 4.2.1.1.1 Busana dan Tata Rias Tari Adok................... 58 4.2.1.2 Randai Dan Uluambek................................................... 59 4.2.1.2.1 Busana dan Tata Rias Randai dan Uluambek 60 4.3 Musik......................................................................................................... 61 4.3.1 Deskripsi Musik yang Dibawakan.............................................. 62 4.3.2 Teks Nyanyian............................................................................ 66 4.4 Deskripsi Pertunjukan Seni........................................................................ 67 4.4.1 Tempat Pertunjukan.................................................................... 68 4.4.2 Waktu Pertunjukan...................................................................... 68 4.4.3 Awal dan Akhir........................................................................... 69 4.4.4 Acara Kegiatan Yang Terorganisir............................................. 69 4.4.5 Sekelompok Penonton................................................................ 70 4.4.6 Sekelompok Pemain................................................................... 70 4.4.7 Kesempatan Untuk Mempertunjukkannya................................. 71 4.5 Deskripsi Struktur Musik.......................................................................... 71 4.5.1 Proses Transkripsi...................................................................... 71 4.5.2 Analisis Melodi......................................................................... 73 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ............................................................................................... 91 5.2 Saran.......................................................................................................... 92 DAFTAR INFORMAN................................................................................ 94 DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 96

12

13

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pesisir merupakan salah satu suku yang secara administratif berada di

wilayah Kota Sibolga dan Kabupaten Tapanuli Tengah. Masyarakat Pesisir

mendiami sebagian besar daerah pinggiran pantai dan sebagian kecil daerah

pegunungan. Masyarakat Pesisir berasal dari keturunan beberapa suku, seperti

Minangkabau, Batak Toba, Mandailing, Angkola, dan Melayu yang berinteraksi

dan membentuk adat-istiadatnya sebagai identitas baru (Takari 2008:124).

Setiap suku di seluruh Nusantara mempunyai tradisi adat-istiadat dan

kesenian yang berbeda satu dengan lain. Hal ini juga berlaku pada Suku Pesisir.

Kesenian Pesisir dikenal dengan istilah kesenian sikambang. Kesenian tersebut

meliputi musik, nyanyian (vokal), dan tari. Suku Pesisir mempunyai beragam

tarian seperti Tari Selendang, Tari Saputangan, Tari Payung, Tari Anak, Randai,

dan Uluambek. begitu juga dengan nyanyiannya (vokal), seperti Lagu Duo,

Sikambang, Dampeng, Pulau Pinang, dan Kapri, (Wawancara dengan Muzrin

Siregar).

Kesenian Pesisir atau Pesisir pada umumnya tidak pernah dipergunakan

pada upacara penyembahan berhala, tetapi hanya untuk hiburan dan acara adat-

istiadat; upacara perkawinan, upacara sunat Rasul (khitanan), penyambutan,

penobatan, turun karai (turun tanah), mengayun anak, memasuki rumah baru,

peresmian dan pertunjukan kesenian/pergelaran. Namun di samping itu manusia

14

adalah mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Dalam setiap kegiatan

bersosialisasi, mereka langsung atau tidak langsung selalu melibatkan orang lain.

Dengan hal itulah manusia membentuk kelompok-kelompok dan organisasi

tertentu, guna melakukan aktivitas yang mereka sepakati. Begitu juga halnya

dengan organisasi yang mereka bentuk akibat bersosialisasi. Setiap organisasi

yang mereka ciptakan membutuhkan pengelolaan yang baik demi kelangsungan

organisasi manusia itu sendiri. Pengelolaan atau manajemen ialah suatu proses

atau kerangka kerja, yang melibatkan bimbingan atau pengarahan suatu

kelompok atau orang-orang ke arah tujuan organisasional atau maksud-maksud

yang nyata. Dengan kata lain, keberhasilan suatu lembaga juga ditentukan oleh

manajemen yang diterapkan oleh pengelola dan kemampuan untuk mengelola,

yang setiap bidang kegiatan termasuk kegiatan berkesenian. Manusia yang

terlibat di dalamnya membutuhkan sistem pengolaan agar prosesnya terjadi

secara teratur, terpadu, dan mencapai sasaran yang tepat. Untuk mengkaji seni,

manusia menggunakan berbagai disiplin ilmu seperti antropologi tari, antropologi

teater, musikologi, dan etnomusikologi.

Etnomusikologi adalah studi tentang musik sebagai peristiwa budaya

(R.Supanggah 1995:64). Etnomusikologi sebagai sebuah disiplin ilmu,

merupakan fusi atau gabungan dari dua induk ilmu yaitu etnologi (antropologi)

dan musikologi. Penggabungan ini sendiri telah menimbulkan dampak yang

kompleks dalam perkembangan etnomusikologi. Jika kemudian ia berfusi lagi

dengan ilmu lain, katakanlah arkeologi, maka akan terjadi sesuatu perkembangan

yang menarik. Dalam konteks etnomusikologi, bidang musikologi selalu

15

dipergunakan dalam mendeskripsikan struktur musik yang mempunyai hukum-

hukum internalnya sendiri--sedangkan etnologi memandang musik sebagai

bagian dari fungsi kebudayaan manusia dan sebagai suatu bagian yang menyatu

dari suatu dunia yang lebih luas. Secara eksplisit dinyatakan oleh Merriam

sebagai berikut.

Ethnomusicology carries within itself the seeds of its own division, for it has always been compounded of two distinct parts, the musicological and the ethnological, and perhaps its major problem is the blending of the two in a unique fashion which emphasizes neither but takes into account both. This dual nature of the field is marked by its literature, for where one scholar writes technically upon the structure of music sound as a system in itself, another chooses to treat music as a functioning part of human culture and as an integral part of a wider whole. At approximately the same time, other scholars, influenced in considerable part by American anthropology, which tended to assume an aura of intense reaction against the evolutionary and diffusionist schools, began to study music in its ethnologic context. Here the emphasis was placed not so much upon the structural components of music sound as upon the part music plays in culture and its functions in the wider social and cultural organization of man. It has been tentatively suggested by Nettl (1956:26-39) that it is possible to characterize German and American "schools" of ethnomusicology, but the designations do not seem quite apt. The distinction to be made is not so much one of geography as it is one of theory, method, approach, and emphasis, for many provocative studies were made by early German scholars in problems not at all concerned with music structure, while many American studies heve been devoted to technical analysis of music sound (Merriam 1964:3-4).

Dari kutipan paragraf di atas, menurut Merriam para pakar etnomusikologi

membawa dirinya sendiri kepada benih-benih pembahagian ilmu, untuk itu selalu

dilakukan percampuran dua bagian keilmuan yang terpisah, yaitu musikologi dan

etnologi. Kemudian menimbulkan kemungkinan-kemungkinan masalah besar

dalam rangka mencampur kedua disiplin itu dengan cara yang unik, dengan

16

penekanan pada salah satu bidangnya, tetapi tetap mengandung kedua disiplin

tersebut. Sifat dualisme lapangan studi ini, dapat ditandai dari literatur-literatur

yang dihasilkannya seorang sarjana menulis secara teknis tentang struktur suara

musik sebagai suatu sistem tersendiri, sedangkan sarjana lain memilih untuk

memperlakukan musik sebagai suatu bagian dari fungsi kebudayaan manusia, dan

sebagai bagian yang integral dari keseluruhan kebudayaan. Pada saat yang sama,

beberapa sarjana dipengaruhi secara luas oleh para pakar antropologi Amerika,

yang cenderung untuk mengasumsikan kembali suatu aura reaksi terhadap aliran-

aliran yang mengajarkan teori-teori evolusioner difusi, dimulai dengan

melakukan studi musik dalam konteks etnologisnya. Di sini, penekanan etnologis

yang dilakukan para sarjana ini lebih luas dibanding dengan kajian struktur

komponen suara musik sebagai suatu bagian dari permainan musik dalam

kebudayaan, dan fungsi-fungsinya dalam organisasi sosial dan kebudayaan

manusia yang lebih luas. Hal tersebut telah disarankan secara tentatif oleh Nettl

yaitu terdapat kemungkinan karakteristik "aliran-aliran" etnomusikologi di

Jerman dan Amerika, yang sebenarnya tidak persis sama. Mereka melakukan

studi etnomusikologi ini, tidak begitu berbeda, baik dalam geografi, teori,

metode, pendekatan, atau penekanannya. Beberapa studi provokatif awalnya

dilakukan oleh para sarjana Jerman. Mereka memecahkan masalah-masalah yang

bukan hanya pada semua hal yang berkaitan dengan struktur musik saja. Para

sarjana Amerika telah mempersem-hkan teknik analisis suara musik. Dari kutipan

di atas tergambar dengan jelas bahwa etnomusikologi dibentuk dari dua disiplin

dasar yaitu etnologi dan musikologi, walau terdapat variasi penekanan bidang

17

yang berbeda dari masing-masing ahlinya. Namun terdapat persamaan bahwa

mereka sama-sama berangkat dari musik dalam konteks kebudayaannya.

Lebih jauh, perkembangan etnomusikologi sekarang cenderung

mempergunakan pendekatan multidisiplin dan interdisiplin ilmu. Selain fusi

induknya dua ilmu yaitu musikologi dan etnologi, etnomusikologi juga terbuka

menerima ilmu-ilmu lain seperti linguistik, sosiologi, kimia, psikologi, dan dalam

hal ini manajemen. Namun ilmu-ilmu bantu ini digunakan sesuai dengan proyek

penelitian yang dilakukan oleh para etnomusikolog.

Di dalam berkesenian, manusia memerlukan pengelolan atau yang disebut

dengan manajemen. Kesenian itu baik tradisional maupun modern harus dikelola

dengan baik agar menghasilkan produk yang baik juga, guna memenuhi

kebutuhan manusia itu sendiri. Namun terlepas dari hal materi, hasil dari

berkegiatan berkesenian itulah yang menjadikan etnomusikologi berkaitan

dengan manajemen (pengelolaan) karena hasil akhirnya dapat dipandang sebagai

kajian etnomusikologi.

Demikian juga halnya dengan pengelolaan Lembaga Kesenian Sikambang,

yang berada di Desa Jago Jago, di Kecamatan Badiri, Kabupaten Tapanuli

Tengah, yang menjadi fokus kajian penulis dalam penelitian ini. Lembaga

kesenian ini berdiri pada tahun 2012 dengan nama Sanggar Nyiur Melambai.

Dikarenakan fasilitas dan sumber pendanaan yang masih belum memadai,

sanggar ini pun akhirnya belum berjalan sesuai rencana. Lalu pada tahun 2013

namanya kembali berubah menjadi Lembaga Kesenian Sikambang.

18

Perubahan namanya pun diikuti oleh berubahnya posisi kepengurusannya.

Usaha demi usaha pun dilakukan oleh pengurus lembaga yang baru agar

kegiatan-kegiatan lembaga tersebut dapat berjalan dengan semestinya. Kemudian

pada tahun yang sama ada perhatian khusus dari pemerintah kabupaten setempat

dalam bentuk bantuan dana untuk keperluan lembaga tersebut. Keperluan akan

berlangsungnya kegiatan lembaga pun perlahan-lahan dilengkapi dimulai dari

membeli alat-alat musik hingga upah yang diberikan kepada para pelatih.

Pada tahun 2017 dilaksanakan pemilihan kepala desa. Tidak lama

kemudian Lembaga Kesenian Sikambang ditata kembali sesuai dengan tujuan

awal dibentuknya sanggar ini. Untuk menjaga konsistensi sikambang di daerah

itu dan agar sanggar ini nantinya bisa berjalan dengan baik maka oleh Kepala

Desa Jago Jago diputuskan bahwa pemerintahan desa akan menaungi dan

bertanggungjawab penuh pada lembaga ini. Dimulai dari mencari bangunan yang

permanen hingga kepada sumber pendanaannya. Pada tahun 2017 Presiden RI

mengeluarkan Keppres Nomor 107 Tahun 2017 lebih jelasnya di Pasal 3b dan

Pasal 5 tentang Alokasi Dana Desa beserta instruksi dari pemerintah pusat agar

seluruh kesenian-kesenian tradisional yang ada di wilayah NKRI agar

dibangkitkan kembali dan dijaga kelestariannya yang kemudian sangat

mendukung sekali pada proses pendanaan Lembaga Kesenian Sikambang.

Lembaga ini termasuk kedalam jenis Lembaga Kesenian Tradisional.

Persentase jumlah dana yang dialokasikan khusus untuk lembaga ini adalah

sekitar 6,7% dari 700.000.000,001 total keseluruhan dana desa anggaran tahun

1Hasil wawancara dengan Kepala Desa Jago Jago, Laili Fitri Purba, S.E

19

2017 di desa Jago Jago. Kehadiran Lembaga Kesenian Sikambang sudah banyak

memberikan kontribusi pada keberlangsungan kesenian sikambang, terkhusus di

wilayah Desa Jago Jago. Selain digunakan pada acara-acara pernikahan atau

perhelatan lainnya, musik sikambang yang dibawakan oleh sanggar ini seringkali

diminta untuk acara penyambutan tamu dari luar daerah seperti pejabat

pemerintah, tokoh agama, ataupun tokoh politik yang berkunjung ke daerah

Tapanuli Tengah maupun ke Desa Jago Jago.

Lembaga ini tidak hanya terfokus pada proses pengenalan dan pengajaran

tentang kesenian sikambang pada masyarakat, akan tetapi juga ikut serta

mempromosikan kesenian sikambang keluar daerah melalui acara-acara ataupun

festival kebudayaan yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah, pemerintah

provinsi, maupun pemerintah pusat pusat serta pertandingan antar daerah yang

ada di wilayah Tapanuli Tengah. Keunikan-keunikan yang selalu ditampilkan

membuat penonton yang menyaksikan maupun para juri yang menilai

pertunjukan yang ditampilkan oleh Lembaga Kesenian Sikambang memiliki rasa

ketertarikan, terlebih ketika mereka setiap kali tampil di berbagai perhelatan ada

2 buah lagu yang selalu dibawakan sebagai pembuka yakni Lagu Duo dan Lagu

Sikambang. Menurut wawancara penulis dengan Ketua Lembaga Kesenian

Sikambang Bapak Muzrin Siregar, setiap kali mengikuti berbagai perlombaan

acapkali mereka pulang membawa piagam dikarenakan keunikan yang mereka

tampilkan selain berupa kedua lagu di atas, juga karena keaslian teks lagu yang

mereka bawakan, tutur bahasanya yang hampir sedikit yang mengandung

20

kosakata bahasa Indonesia, teknik permainan, serta tarian yang mereka tampilkan

yang jarang dijumpai di daerah berpenduduk pesisir lainnya.

Lembaga Kesenian Sikambang sudah memberikan dampak yang positif

kepada berlangsungnya kelestarian kesenian sikambang di daerah itu. Desa Jago

Jago sendiri dikenal juga dengan nama Kampung Sikambang oleh masyarakat

sekitar. Tidak hanya memberikan dampak positif pada kelestarian kesenian

sikambang, namun sejauh ini juga mampu memberikan dampak pada faktor

perekonomian masyarakat desa Jago Jago yang menjadi anggota Lembaga

Kesenian Sikambang.

Oleh karena itu, fenomena ini menarik untuk di deskripsikan melalui dua

ilmu yaitu Etnomusikologi dan Manajemen etnomusikologi dalam tulisan yang

berjudul: Deskripsi Pengelolaan dan Pertunjukan Seni oleh Lembaga

Kesenian Sikambang di Desa Jago Jago, Kecamatan Badiri, Kabupaten

Tapanuli Tengah.

1.2 Pokok Permasalahan

Dari uraian di atas, maka penulis akan membuat batasan masalah dengan

tujuan menghindari terjadinya kesimpangsiuran di dalam pembahasan nantinya.

Selain itu, juga agar lebih mendapatkan kejelasan yang lebih akurat tentang

pokok permasalahan.

Adapun pokok permasalahannya adalah:

1. Bagaimana cara pengelolaan Lembaga Kesenian Sikambang?

21

2. Bagaimana struktur dan bentuk pertunjukan seni Lembaga Kesenian

Sikambang?

3. Bagaimana struktur dua lagu yang sering dibawakan oleh Lembaga Kesenian

Sikambang yakni Lagu Duo dan Sikambang?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Melalui penyusunan skripsi ini, penulis menentukan tujuan dan

memperoleh manfaat penelitian. Berikut ini, penulis menguraikan tujuan dan

manfaat penelitian sesuai dengan latar belakang dan pokok masalah yang telah

dipaparkan sebelumnya.

1.3.1 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mendeskripsikan cara pengelolaan Lembaga Kesenian Sikambang.

2. Untuk mendeskripsikan struktur dan bentuk pertunjukan seni Lembaga

Kesenian Sikambang.

3. Untuk mendeskripsikan dua lagu yang sering dibawakan oleh Lembaga

Kesenian Sikambang yakni Lagu Duo dan Sikambang.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Sebagai masukan kepada Lembaga Kesenian Sikambang dalam hal

pengelolaan.

22

2. Sebagai bahan referensi dan acuan bagi peneliti berikutnya yang memiliki

ketertarikan dengan topik penelitian.

3. Sebagai bentuk pengaplikasian ataupun pengembangan ilmu yang diperoleh

penulis selama mengikuti perkuliahan di Program Studi Etnomusikologi,

Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

1.4 Konsep dan Teori

Melalui konsep dan teori, penulis diarahkan dan difokuskan untuk

memperoleh gambaran tentang objek penelitian dan memecahkan pokok

permasalahan yang telah ditentukan. Selain itu, konsep dan teori juga berfungsi

sebagai pedoman dan dasar untuk mencari dan melengkapi data-data yang

dibutuhkan.

1.4.1 Konsep

Konsep menurut R. Merton (dalam buku Koetjaraningrat 1983:21)

merupakan definisi dari apa yang perlu diamati; konsep menentukan antar

variabel-variabel mana kita ingin menentukan adanya hubungan empiris.

Sedangkan Koentjaraningrat (2009:85) mengatakan bahwa, konsep merupakan

penggabungan dan perbandingan bagian-bagian dari suatu penggambaran dengan

bagian-bagian dari berbagai penggambaran lain yang sejenis, berdasarkan asas-

asas tertentu secara konsisten.

Dalam penelitian dan penulisan ini yang dimaksud dengan kata deskripsi

adalah pemaparan atau penggambaran dengan kata-kata secara jelas dan

23

terperinci atau penyelidikan dan penguraian terhadap satu masalah untuk

mengetahui keadaan yang sebenar-sebenarnya serta proses pemecahan masalah

yang dimulai dengan dugaan akan sebenarnya. Dalam hal ini penulis akan

menggambarkan atau memaparkan pengelolaan serta pertunjukan seni yang

dilakukan oleh Lembaga Kesenian Sikambang.

Manajemen berasal dari kata To Manage (Dalam Bahasa Inggris) yang

artinya mengurus, mengatur, mengelola. Menurut (Terry dan Rue (2000:1),

manajemen adalah suatu proses atau kerangka kerja, yang melibatkan bimbingan

atau pengarahan suatu kelompok orang-orang ke arah tujuan-tujuan

organisasional atau maksud-maksud yang yang nyata.

Menurut Murgiyanto (1995), seni pertunjukan merupakan sebuah tontonan

yang memiliki nilai seni dimana tontonan tersebut disajikan sebagai pertunjukan

di depan penonton. Sal Murgiyanto, juga mengatakan bahwa kajian pertunjukan

adalah sebuah disiplin baru yang mempertemukan ilmu-ilmu seni (musikologi,

kajian tari, kajian teater) di satu titik dan antropologi di titik lain dalam satu

kajian inter-disiplin (etnomusikologi, etnologi tari dan performance studies).

1.4.2 Teori

Teori merupakan landasan utama yang digunakan dalam penelitian ilmiah.

Kerlinger (dalam Sugiono 2009:79), mengemukakan bahwa: Theory is a set of

interrelated construct (concepts), definitions, and proposition that present a

systematic view of phenomena by specifying relations among variables, with

purpose of explaining and predicting the phenomena.

24

Artinya secara harafiah, teori adalah sebuah rangkaian hubungan konsep,

definisi, dan proposisi yang menunjukkan suatu urutan yang sistematis dari

fenomena dengan menggambarkan hubungan antara banyak variabel, dengan

tujuan menjelaskan dan memprediksikan fenomena tersebut. Dengan ini, penulis

menggunakan teori untuk membahas dan menjawab pokok permasalahan.

Didalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa teori sebagai acuan

untuk untuk menjawab permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan ini dan

dianggap relevan serta mendukung tulisan. Untuk mendeskripsikan pengelolaan

Lembaga Kesenian Sikambang, penulis menggunakan teori Georgi R Terry dan

Leslie. W. Rue dalam bukunya yang berjudul Dasar-Dasar Manajemen, ditulis

bahwa: manajemen adalah suatu proses atau kerangka kerja, yang melibatkan

bimbingan atau pengarahan suatu kelompok orang-orang kearah tujuan-tujuan

oraganisasional atau maksud-maksud yang nyata. Manajemen merupakan suatu

bentuk kegiatan yang pelaksanaanya adalah Managing, atau pengeloloan,

sedangkan pelaksanaanya disebut Manajer. Teori ini juga menggunakan lima

fungsi dari manejemen yaitu:

1. Perencanaan menjadi pegangan setiap pimpinan dan pelaksanaan untuk

dilaksanakan. Dengan demikian, melalui perencanaan dapat dipersatukan

kesamaan pandangan, sikap dan tindak dalam pelaksanaan di lapangan.

Dikatakan juga bahwa pimpinan harus mengetahui secara pasti tujuan jangka

panjang, untuk kemudian rencana jangka panjang menegah dan di atas

perencanaan jangka panjang menegah ini pula, ia harus menentukan

perencanaan jangka pendek. Perencanaan jangka pendek ini harus dirinci

25

berdasarkan skala prioritas, mana yang harus dikerjakan terlebih dahulu dan

secara bertahap serta terencana melaksanakan tahap-tahap berikutnya sampai

tujuan jangka pendek itu dapat tercapai sepenuhnya, perlu diadakan evaluasi

untuk menyempurnakan langkah selanjutnya.

2. Kata organizing artinya mengelompokkan dan menentukan berbagai kegiatan

penting dam memberikan kekuasaan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan

itu.

3. Penentuan sumber daya manusia yaitu menentukan keperluan-keperluan

sumber daya manusia, pengerahan, penyaringan, latihan dan pengembangan

tenaga kerja.

4. Motivasi yaitu mengarahkan atau menyalurkan perilaku manusia kearah

tujuan-tujuan yang hendak dicapai.

5. Pengawasan yaitu kegiatan dalam bentuk mengukur pelaksanaan sesuai

dengan tujuan-tujuan, menentukan sebab-sebab penyimpangan-penyimpangan

dan mengambil tindakan-tindakan korektif yang diperlukan.

Sedangkan untuk mendeskripsikan pertunjukan seni pada Lembaga

Kesenian Sikambang, maka penulis menggunakan teori yang dikatakan oleh

Milton Singer (MSPI, 1996: 164-165) menjelaskan bahwa pertunjukan memiliki:

1. Waktu pertunjukan yang terbatas.

2. Awal dan akhir.

3. Acara kegiatan yang terorganisir.

4. Sekelompok pemain.

5. Sekelompok penonton.

26

6. Tempat pertunjukan.

7. Kesempatan untuk mempertunjukannya.

Dalam hal ini penulis akan berusaha untuk mengambarkan pertunjukan

yang sering dibawakan oleh Lembaga Kesenian Sikambang melalui video yang

didokumentasikan oleh penulis.

Untuk membahas aspek musik yang disajikan dan sering dibawakakan serta

menjadi sampel yang dibahas oleh penulis, maka penulis menggunakan teori

Weighted Scale yang dikemukan William P. Malm (1977:9) bahwa terdapat 8

unsur yang harus diperhatikan, yaitu: 1. tangga nada, 2. nada dasar, 3. wilayah

nada, 4. jumlah nada, 5. interval, 6. pola-pola kadensa, 7. formula melodi, dan 8.

kontur.

1.5 Metode Penelitian

Menurut Koetjaraningrat (2009:35), metode ilmiah dari suatu pengetahuan

merupakan segala cara yang digunakan dalam ilmu tersebut, untuk mencapai

suatu kesatuan. Sedangkan penelitian diartikan sebagai upaya dalam bidang ilmu

pengetahuan yang dijalankan untuk memperoleh fakta-fakta dan prinsip-prinsip

dengan sabar, hati-hati, dan sistematis untuk mewujudkan kebenaran (Mardalis

2006:24). Jadi, metode penelitian adalah segala cara yang digunakan untuk

memperoleh fakta-fakta dan prinsip-prinsip dengan sistematis untuk mewujudkan

kebenaran dan kesatuan pengetahuan. Dalam melaksanakan penelitian, penulis

menggunakan metode kualitatif yang bersifat mengumpulkan, mengkhususkan,

dan menerangkan data dengan penguraian makna-makna.

27

Metode kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data

deskriptif: Ucapan atau tulisan dalam perilaku yang dapat diamati dari orang-

orang (subjek) itu sendiri, (Arief Furchan 1992:21). Sesuai dengan permasalahan

yang dikaji dalam tulisan ini penelitian ini menerapkan metode kualitatif yang

dikemukakan oleh Koentjaraningrat yaitu penelitian yang memberi gambaran

secara cermat mengenai individu atau kelompok tertentu tentang keadaan dan

gejala yang terjadi melalui proses studi kepustakaan, studi lapangan dan analisis.

1.5.1 Studi Kepustakaan

Sebelum penulis melakukan penelitian, maka terlebih dahulu penulis

melakukan studi pustaka yaitu dengan cara mencari dan membaca buku-buku

atau tulisan yang berhubungan dengan objek penelitian sebagai kerangka

landasan berfikir di dalam tulisan ini. Bahan tersebut berupa literatur, makalah,

tulisan ilmiah, dan berbagai catatan-catatan yang berkaitan dengan judul yang

bersangkutan. Studi pustaka ini bertujuan untuk mencari informasi dan

menambah data-data yang dibutuhkan dalam penulisan, penyesuaian dan

pengamatan yang sudah ada mengenai objek peneliatian lapangan.

Koetnjaraningrat (2009:35) menyatakan bahwa studi pustaka bersifat

penting karena membantu penulis untuk menemukan gejala-gejala dalam objek

penelitian. Melalui studi pustaka, penulis sebagai peneliti awam diperkaya dengan

informasi-informasi pendukung awal dalam berbagai sumber buku yang

berhubungan dengan penulisan skripsi ini.

28

Dalam ilmu etnomusikologi, ada dua sistem kerja dalam penelitian, yaitu

desk work (kerja laboratorium) dan field work (kerja lapangan). Studi kepustakaan

tergolong ke dalam kerja laboratorium. Di mana sebelum melakukan penelitian,

peneliti mengumpulkan data-data dan merangkum data-data yang telah didapat.

Kerja ini dimaksudkan untuk mempermudah peneliti saat terjun ke lapangan.

Selain itu, penulis dipersiapkan dan diarahkan untuk melakukan penelitian

lapangan.

Studi kepustakaan juga membantu penulis dalam menemukan data-data

yang berhubungan dengan kinerja dan pengembangan tulisan ini. Tahap awal

yang penulis lakukan dalam studi kepustakaan adalah melakukan studi

kepustakaan dengan cara mempelajari tulisan-tulisan yang berhubungan dengan

objek pembahasan. Selanjutnya, penulis mencari dan mengumpulkan informasi

dan referensi dari skripsi yang ada di Program Studi Etnomusikologi. Penulis juga

mempelajari bahan lain seperti buku dari Badan Perpustakaan, arsip dan artikel-

artikel lainnya yang mendukung penyelesaian skripsi ini.

Penulis mengumpulkan data dengan menggunakan teknologi internet,

sesuai dengan kemajuan teknologi yang ada pada saat ini. Dengan melakukan

penelusuran data online di situs www.google.com dan website resmi

Pemerintahan Tapanuli Tengah. Penulis juga mendapat banyak anjuran-anjuran

situs lain seperti www.wikipedia.com, repository Universitas Sumatera Utara,

blog-blog, dokumen PDF (portable data file), dan lain-lain. Semua informasi dan

data yang didapat baik melalui skripsi, buku, artikel, dan internet membantu

29

penulis untuk mempelajari dan membandingkannya untuk kesempurnaan

penulisan skripsi ini.

1.5.2 Observasi

Observasi atau pengamatan digunakan dalam rangka mengumpulkan data

dalam suatu penelitian merupakan hasil perbuatan jiwa secara aktif dan penuh

perhatian untuk menyadari adanya sesuatu rangsangan tertentu yang diinginkan,

atau suatu studi yang disengaja dan sistematis tentang keadaan atau fenomena

sosial dan gejala-gejala psikis dengan jalan mengamati dan mencatat (Mardalis

2006:63). Metode observasi menggunakan kerja pancaindera mata sebagai alat

bantu utamanya selain pancaindera lainnya seperti telinga, penciuman, mulut, dan

kulit (Burhan Bungin 2007:115).

Observasi yang dilakukan penulis bertujuan untuk melihat dan mengetahui

secara jelas tentang aktivitas dan tata kelola yang ada di Lembaga Kesenian

Sikambang yang berada di Desa Jago Jago, Kecamatan Badiri, Kabupaten

Tapanuli Tengah.

1.5.3 Kerja Lapangan

Dalam kerja lapangan (Field Work), penulis melakukan kerja lapangan

dengan observasi langsung ke daerah penelitian yaitu Desa Jago Jago, Kecamatan

Badiri, Kabupaten Tapanuli Tengah. Dalam kerja lapangan ini penulis melakukan

wawancara dengan beberapa narasumber pendukung dan secara khusus dengan

kepada informan pokok atau kunci sebagai narasumber penulis.

30

Penulis juga ikut melebur ke berbagai kegiatan kebudayaan yang ada di

Desa Jago Jago agar penulis dapat langsung berinteraksi dengan masyarakat.

Tujuannya adalah untuk mengetahui langsung kondisi yang sebenarnya di

lapangan.

1.5.4 Wawancara

Wawancara merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang

melengkapi dan menjelaskan data yang diperoleh melalui observasi.

Wawancara adalah teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti untuk mendapatkan keterangan-keterangan lisan melalui bercakap-cakap dan berhadapan muka dengan orang yang dapat memberikan keterangan pada sipeneliti (Mardalis 2006:64).

Dalam penelitian ini,wawancara dilakukan untuk mengumpulkan data-data

yang dibutuhkan oleh penulis. Koentjaraningrat (1993:138-139) menyatakan

pada umumnya ada beberpa macam wawancara yang dikenal oleh para peneliti:

Beberapa macam wawancara dibagi ke dalam dua golongan besar: (1) wawancara berencana (standardized interview) dan (2) wawancara tak berencana (standardized interview). Wawancara berencana selalu terdiri dari suatu daftar pertanyaan yang telah direncanakan dan disusun sebelumnya. Sebaliknya wawancara tak berencana tak mempunyai suatu persiapan sebelumnya dari suatu daftar pertanyaan dengan susunan kata dan dengan tata urut tetap yang harus dipatuhi oleh peneliti secara ketat. Demikian macam metode wawancara tak berencana secara lebih khusus dapat dibagi ke dalam (a) metode wawancara berstruktur (structured interview) dan (b) metode wawancara tak berstruktur (unstructured interview). Wawancara tak berstruktur juga dapat dbedakan secara lebih khusus lagi dalam dua golongan, ialah (1) wawancara yang berfokus (focused interview) dan (2) wawancara bebas (free interview).

Metode wawacara yang digunakan penulis adalah wawancara berstruktur,

tak berstruktur, dan kombinasi keduanya. Pada awal penerapan wawancara,

31

penulis telah mempersiapkan daftar pertanyaan yang akan diajukan kepada

informan pokok. Namun, kenyataannya siklus wawancara itu berubah. Hal itu

disebabkan oleh munculnya pertanyaan lain berdasarkan hasil saat wawancara

berlangsung. Dalam wawancara yang berikutnya, penulis akan melakukan

kolaborasi wawancara di mana akan dipersiapkan baik pertanyaan-pertanyaan

terfokus kepada informan pokok dan garis-garis besar topik wawancara diluar

daftar pertanyaan yang akan menggali informasi sedetail mungkin.

Dalam wawancara kali ini, penulis menetapkan 2 narasumber, yaitu Bapak

Muzrin Siregar dan Bapak Khairil Hasni Siregar. Bapak Muzrin Siregar adalah

Ketua Lembaga Kesenian Sikambang di Desa Jago Jago dan Bapak Khairil Hasni

Siregar adalah seorang budayawan pesisir yang mana beliau juga adalah salah satu

pelatih senior di Lembaga Kesenian Sikambang. Selain itu, penulis juga

mewawancarai Kepala Desa Jago Jago serta beberapa tokoh masyarakat lainnya

yang berkaitan dengan pengembangan tulisan ini.

1.5.5 Kerja Laboratorium

Dalam kerja laboratorium, penulis akan mengumpulkan seluruh data yang

terkumpul dari observasi, wawancara, dan perekaman atau dokumentasi. Data

wawancara dituliskan kembali untuk memperoleh pemahaman yang lebih

mendalam. Selanjutnya, penulis seluruh data observasi, wawancara, dan

perekaman diuraikan secara detail dan ditafsirkan dengan pendekatan emik dan

etik. Data audio yang menjadi objek penelitian penulis ditranksripsikan dengan

32

cara didengar berulang kali dan dituliskan dalam bentuk notasi. Selanjutnya,

seluruh data dibentuk dan dijadikan sebagai data secara detail sesuai dengan objek

penelitian dalam penulisan skripsi. Data yang dipergunakan dalam tulisan ini

merupakan data-data yang diperlukan sesuai dengan kriteria disiplin ilmu

etnomusikologi.

1.5.6 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian terletak di Desa Jago Jago, Kecamatan Badiri, Kabupaten

Tapanuli Tengah, yaitu lebih tepatnya di Dusun 1, kediaman Bapak Muzrin

Siregar sekaligus digunakan sebagai pusat aktifitas dari Lembaga Kesenian

Sikambang. Di desa ini tidak begitu banyak nama jalan karena sebagian

wilayahnya hanya dihubungkan oleh jalan setapak rabat beton yang dibangun

menggunakan Dana Desa. Dan untuk tiap-tiap wilayahnya ditandai dengan nama

dusun, dimulai dari dusun 1 hingga dusun 4.

33

BAB II

ETNOGRAFI MASYARAKAT PESISIR DI DESA JAGO JAGO KECAMATAN BADIRI KABUPATEN TAPANULI TENGAH

2.1 Gambaran Umum Desa Jago Jago

Bab ini akan mengenalkan Desa Jago Jago melalui lokasi penelitian. Lokasi

penelitian berada di Kecamatan Badiri, Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi

Sumatera Utara.

Jago Jago adalah sebuah desa kecil yang masuk ke dalam kecamatan

Badiri di Kabupaten Tapanuli Tengah. Akses menuju ke sana tidak terlalu bagus

dan harus menyeberangi jembatan gantung pada sebuah muara yang lebarnya

kurang lebih 80 meter. Atau menaiki perahu untuk mencapai desa tersebut.

Jaraknya tidak lebih 15 km dari Pandan ibukota Tapteng, atau 15 menit dari

Bandara Pinangsori, dikitari Teluk Tapian Nauli yang memesona, Jago Jago

betul-betul menampilkan nuansa alami Pesisir yang di daerah lain sebagian sudah

menghilang.

Akses menuju desa ini bisa lewat jalan darat tepatnya dari Desa Lopian,

dengan menyusuri jalan desa yang belum diaspal serta perkebunan sawit rakyat

sepanjang 5 km. Dan saat musim penghujan tiba akan banyak titik jalan seperti

kubangan yang membuat orang-orang yang melintasinya merasa kesulitan.

34

2.1.1 Topografi

Kecamatan Badiri terletak di Pantai Barat Kabupaten Tapanuli Tengah

Propinsi Sumatera Utara Pulau Sumatera. Terletak antara 010 - 02020’ Lintang

Utara dan 580 –99005’ serta terletak antara 0 – 600 m di atas permukaan laut.

Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Pandan, sebelah selatan dengan

Kecamatan Sibabangun, sebelah timur dengan Kecamatan Pinang Sori, sebelah

barat berbatasan dengan Samudera Indonesia.

Kecamatan Badiri tergolong daerah beriklim tropis dan hanya ada dua

musim, yaitu musim kemarau dan musim hujan. Antara Januari – Desember 2011

suhu udara maksimum bisa mencapai 31,70 C dan suhu minimum mencapai

22,100C. Rata-rata suhu udara di kecamatan Badiri sebesar 23,80 C.

Wilayah Tapanuli Tengah dipengaruhi oleh 6 Daerah Aliran Sungai (DAS)

besar, yaitu DAS Tapus, DAS Aek Sirahar, DAS Lae Chinong, DAS Aek

Sibundong, DAS Aek Kolang, dan DAS Batang Toru. Daerah hulu sungai berasal

dari pegunungan Bukit Barisan dan bermuara ke Pantai Barat Provinsi Sumatera

Utara di wilayah administratif Kabupaten Tapanuli Tengah. Sebagian sungai

telah dimanfaatkan untuk pembangkit tenaga listrik. seperti aliran Sungai

Sibuluan untuk PLTA Sipan Sihaporas, yang memiliki kapasitas daya listrik 50

MW dan untuk air minum, dermaga, tempat sandar kapal perikanan, maupun

irigasi yang mendukung pertanian.

35

2.1.2 Luas Wilayah

Kecamatan Badiri terbagi atas delapan (8) desa dan satu (1) Kelurahan ,

dengan luas keseluruhan 129,49 Km2. Sebagian besar berada di daratan Pulau

Sumatera dan sebahagian kecil berada di pulau-pulau kecil di sekitarnya. Ditinjau

dari segi persentase luas daerah, Desa Sitardas merupakan daerah terluas yakni

46,26 Km2 atau 35,72 % dari luas Kecamatan Badiri.

Gambar 2.1

Peta Kecamatan Badiri

Sumber: Kantor Kecamatan Badiri

36

Tabel 2.1 Tabel Luas Wilayah Dirinci Menurut Desa

Sumber: Kantor Kecamatan Badiri

2.1.3 Demografi

Struktur penduduk Kecamatan Badiri tahun 2011 tergolong berstruktur

umur tua, di mana jumlah penduduk yang berumur di diatas 15 tahun sebanyak

13.632 orang (61,396%). Sedangkan penduduk berumur antara 0-14 tahun

sebanyak 8.574 orang (38,61%).

Penyebaran penduduk di kecamatan Badiri belum terdistribusi secara

merata. Dimana kepadatan penduduk masih terpusat di 3 desa yakni: Desa

37

Gunung Kelambu dengan kepadatan penduduk 2.297 jiwa/km2, Desa Kebun

Pisang dengan kepadatan Penduduk 1.299 jiwa/(km2) dan Kelurahan Hutabalang

dengan kepadatan penduduk 883 jiwa/(km2). Bila ditinjau lebih dalam bahwa 3

daerah tersebut merupakan pecahan dari satu daerah yakni Kelurahan

Hutabalang. Hal itu menunjukkan dengan jelas bahwa penduduk Kecamatan

Badiri terkonsentrasi pada satu wilayah tertentu.

Grafik 2.1 Grafik Kepadatan Penduduk Badiri

Sumber: Kantor Kecamatan Badiri

38

Desa jago jago memiliki luas 22.83 Km2 dengan jumlah penduduk sebesar

1.855 jiwa dan kepadatan penduduknya adalah 81 jiwa/Km2. Jumlah keseluruhan

penduduk di desa jago jago adlah 1.855 jiwa, yang mana terdiri dari 964 jiwa

penduduk laki-laki dan 891 jiwa penduduk perempuan.

Tabel 2.2

Nama Nama Dusun dan Mayoritas Penduduknya

DUSUN

SUKU

1 SUKU PESISIR

2 SUKU NIAS

3 SUKU NIAS

4 SUKU BATAK DAN NIAS

Desa Jago Jago memiliki 4 dusun, diantaranya Dusun 1, Dusun 2, Dusun 3,

dan Dusun 4. Dusun 1 mayoritas berpenduduknya adalah Suku Pesisir, Dusun 2

dan Dusun 3 mayoritas berpenduduk Suku Nias, dan Dusun 4 berpenduduk

campuran antara Suku Nias dan Batak2.

2 Hasil wawancara dengan Bapak Muzrin Siregar, Ketua Lembaga Kesenian Sikambang

39

2.2 Unsur Kebudayaan Suku Pesisir di Desa Jago Jago

Unsur kebudayaan masyarakat pesisir meliputi, (1) Adat-istiadat pesisir

dikenal dengan Adat Sumando; (2) kesenian Pesisir terdiri dari kesenian

sikambang, yaitu tari-tarian, alat musik, lagu dan tata rias pengantin, pelaminan,

dan pernak-pernik pelaminan; (3) masakan khas pesisir seperti kue dan gulei,

(Pasaribu 2008:54, 81, 273). Berikut ini disajikan beberapa unsur kebudayaan

masyarakat pesisir.

2.2.1 Adat Istiadat

Menurut Soedarsono (dalam Pasaribu 2008:54), adat-istiadat mengatur dan

memberi arah kepada tindakan dan karya manusia, baik pikiran-pikiran dan ide

ide, maupun tindakan dan karya manusia dalam menghasilkan benda-benda

kebudayaan fisiknya. Dengan demikian, adat istiadat merupakan hasil ide dan

tindakan manusia yang diarahkan menjadi kebiasaan dari masyarakat penghasil

ide tersebut. Adat-istiadat Suku Pesisir dikenal dengan adat sumando. Adat

sumando secara umum berdasar kepada ajaran-ajaran Agama Islam. Konsepnya

tercermin dalam adat bersendikan syarak dan syarak bersendikan kitabullah. Ini

berarti bahwa adat sumando mendasarkan ide, pelaksanaan, dan penghayatannya

pada ajaran-ajaran Islam (Sitompul 2013:3).

Menurut Panggabean (1995:193), adat sumando berasal dari Pulau Poncan

yang diawali dengan perpindahan penduduk dari Poncan ke Sibolga dan

40

kemudian berkembang ke seluruh daerah Tapanuli Tengah. Istilah Sumando

berasal dari kata suman dalam bahasa Batak berarti serupa, atau terjemahan

bebasnya dipasuman-suman. Selanjutnya, kata suman berubah menjadi sumando

artinya hampir serupa tetapi tidak sama dengan adat yang ada pada Suku

Minangkabau di Sumatera Barat. Pada mulanya, adat yang tertinggi berada pada

Raja atau Kuria. Seterusnya, tingkat pelaksanaan adat berada pada empat lapisan,

yaitu fakir miskin (dada), orang miskin (lamukku), orang kaya (ata), dan

keturunan raja (bare).

Adat sumando adalah ”campuran”dari hukum Islam, adat Minangkabau, dan

adat Batak. Ini berarti bahwa semua hal-hal yang baik diterima dan yang tidak

sesuai dengan tata krama dan sikap hidup sehari-hari masyarakat Suku Pesisir

diabaikan. Hal tersebut sesuai dengan konsep sumando yakni adat bersandi sarak

dan sarak bersandi kitabullah, artinya adat berdampingan dengan kebiasaan atau

perilaku dan perilaku berlandaskan kepada kitab Allah (Sitompul 2013:9).

Masyarakat di desa jago jago sendiri, tidak hanya melaksanakan adat

istiadat pesisir saja, tetapi juga adat Nias dan Batak Toba tergantung pada

masyarakat dusunnya. Karena masing-masing dusun memiliki mayoritas suku

penduduk yang berbeda-beda.

2.2.2 Sistem Kekerabatan

Sistem kekerabatan pada masyarakat Pesisir di desa Jago Jago bersifat

patrilineal. Patrilineal artinya garis keturunan diwariskan dari pihak ayah. Garis

keturunan tersebut dapat dilihat dari marga yang dibawa oleh keturunannya,

41

misalnya seorang laki-laki bermarga Pasaribu menikahi seorang perempuan

bermarga Siregar, maka anaknya laki-laki atau perempuan memiliki marga

ayahnya yaitu Pasaribu.

Dalam adat Pesisir, marga yang diterima dari pihak laki-laki atau ayah

tidak dipermasalahkan. Namun, marga tetap dipakai oleh seorang anak sebagai

pemberian dari orang tua. Sistem patrilineal dalam adat Suku Pesisir merupakan

sistem yang berbeda dari patrilineal lainnnya. Hal ini tercermin dari pembagian

harta warisan. Menurut adat sumando, semua anak yang dilahirkan baik anak laki-

laki maupun anak perempuan dalam keluarga pesisir mendapatkan hak warisan

yang sama rata.

Dalam adat Pesisir juga terdapat adat untuk memanggil atau menyebut

orang-orang yang terdekat dan menjadi bagian keluarga. Sistem tersebut dikenal

dan disebut Suku Pesisir dengan baso. Berikut ini, baso Suku Pesisir digambarkan

oleh penulis dengan diagram sederhana.

42

Bagan 2.1 Sistem Baso dalam Suku Pesisir

Keterangan: Kakek dipanggil 9, 10, 11, dan 12 terhadap 1 dengan angku.

Nenek dipanggil 9, 10, 11, dan 12 terhadap 2 dengan uci.

Ayah dipanggil 9, 10, 11, dan 12 terhadap 3 dengan aya.

Ibu dipanggil 9, 10, 11, dan 12 terhadap 4 dengan umak.

Abang dipanggil 11 dan 12 terhadap 9 dengan ogek.

Kakak dipanggil 12 terhadap 11 dengan uning.

Abang ipar dipanggil 5 terhadap 3 dengan ta’ajo.

Kakak Ipar dipanggil 6 terhadap 4 dengan ta’uti.

Tante dipanggil 9, 10, 11, dan 12 terhadap 6 dengan oncu.

Paman dipanggil 9, 10, 11, dan 12 terhadap 5 dengan pa’oncu.

3 dipanggil 9, 10, 11, dan 12 dengan pak tuo.

4 dipanggil 9, 10, 11, dan 12 dengan mak tuo.

43

2.2.3 Sistem Religi

Secara keseluruhan, masyarakat Suku Pesisir menganut Agama Islam.

Seluruh aktivitas kehidupan mereka disesuaikan dengan adat yang didasarkan

kepada ajaran Islam. Hal ini dapat dilihat dalam adat sumando yang berdasar pada

ajaran-ajaran Agama Islam. Konsep tersebut tercermin dalam adat bersendikan

syarak dan syarak bersendikan kitabullah. Hal itu diartikan dengan Suku Pesisir

mendasarkan ide, pelaksanaan, dan penghayatan ajaran-ajaran Agama Islam

dalam adat sumando. Tingkah laku dan perbuatan Suku Pesisir sehari-hari

merupakan suatu kesatuan dalam masyarakat menurut kebiasaan yang telah di atur

oleh norma-norma agama Islam. Seluruh tingkah laku dan perbuatan Suku Pesisir

tersebut

Namun masing-masing masyarakat dusun yang ada di desa Jago Jago

memiliki agama yang berbeda-beda. Di dusun 1 bisa dikatakan keseluruhan

warganya menganut agama islam. Kemudian di dusun 2 dan dusun 3 warganya

menganut agama Kristen, dan di dusun 4 pencampuran antara Islam dan Kristen.

2.2.4 Bahasa

Bahasa Pesisir adalah alat komunikasi yang dipakai oleh masyarakat pesisir

di yang ada di Desa Jago Jago. Bahasa Pesisir merupakan bahasa. Selain

diterapkan dalam percakapan sehari-hari, peranan bahasa Pesisir memiliki

cakupan yang luas terhadap budaya Pesisir, di antaranya untuk Penyambutan

tamu, perkawinan, nasihat, pesan atau ajaran moral (pribahasa), seni (sikambang,

pantun, sair), cerita rakyat (legenda), dan silsilah atau jenjang tutur.

44

2.2.5 Kesenian

Kesenian Suku Pesisir lazim disebut dengan kesenian pesisir sikambang.

Kesenian sikambang secara umum mewakili seluruh kesenian yang berlaku bagi

masyarakat Pesisir Pantai Barat Sumatera, mulai dari Meulaboh di Banda Aceh,

sampai ke Tapanuli, Minangkabau, dan Bengkulu. Selain di Pantai Barat,

sikambang juga berlaku di Pantai Timur Kepulauan Nias dan Pulau Telo.

Kesenian Pesisir memiliki bagian pokok yang terdiri dari tarian dan nyanyian dan

mengemban unsur kebudayaan bernafaskan seni budaya. Kesenian ini juga

mengemban falsafah-falsafah kontemporer yang sarat makna, bercorak petuah,

berirama lagu, dan berwujud tari. Kesenian sikambang biasanya digelar dalam

berbagai upacara baik yang bersifat adat maupun hiburan, seperti upacara

perkawinan, upacara sunat Rasul (khitanan), penyambutan tamu, penobatan atau

pemberian gelar, turun karai (turun tanah), menabalkan dan mengayun anak,

memasuki rumah baru, peresmian, dan pertunjukan kesenian atau pagelaran seni

budaya zaman dahulu seperti tari, lagu, pantun, dan talibun hadir bak gayung

bersambut dengan menunjukkan kepribadian masyarakat Pesisir yang memiliki

perasaan halus dan tenggang rasa yang tinggi sesuai dengan alamnya,seperti

malam disinari bulan, alunan ombak dan riak gelombang ombak gulung-

menggulung saling ikut satu sama lain (Radjoki 2012:47). Sikambang berasal dari

2 kata, yakni “si” dan “kambang”. Kata “si” merupakan kata sandang yang

diletakkan di depan sebuah nama. Sedangkan “kambang” merupakan sebuah

nama. Menurut Suku Pesisir, sikambang mempunyai beberapa pengertian, yaitu:

45

1. Nama salah satu jenis ansambel pada masyarakat Pesisir.

2. Nama repertoar yaitu sikambang dan sikambang botan.

3. Nama salah satu jenis pertunjukan pada masyarakat pesisir.

4. Sebutan untuk nyanyian atau lagu yang akrab.

Penyajian kesenian tersebut dibagi dalam empat, yakni alat musik, lagu,

tari, dan pantun. Kesenian ini dikenal dengan sebutan sikambang yang memiliki

ciri khas tersendiri baik dalam bentuk alat musik, lagu, tari, maupun pantun.

2.2.5.1 Alat Musik

Menurut Radjoki Nainggolan, kesenian Pesisir terasa lengkap apabila

diiringi dengan alat musik, antara lain:

1. Gandang sikambang terbuat dari kayu bulat dengan satu bagian sisi dilapisi

kulit kambing sedangkan bagian sisi satu lagi dibiarkan kosong. Bagian yang

kosong diganjal dengan kayu tipis diikat dengan rotan. Gendang ini berfungsi

sebagai pembawa ritme yang konstan dalam ansambel.

2. Singkadu terbuat dari bambu dengan panjang 25 cm. Alat musik ini memiliki

tujuh lobang nada pada bagian atas dan berjarak 1 cm pada masing-masing

lobang. Sebelah bawah terdapat satu lobang. Lobang ini berfungsi untuk

keserasian suara. Singkadu berperan sebagi pembawa melodi lagu.

3. Biola berperan sebagai pembawa melodi dalam satu ansambel.

4. Akordion juga berperan sebagai pembawa melodi dalam memainkan sebuah

lagu dalam kesenian sikambang.

46

Alat musik biola dan akordion merupakan alat musik yang dibawa oleh

bangsa Eropa pada Abad ke-16 yang berdagang dan mencari rempah-rempah di

Pelabuhan Barus. Selanjutnya, alat musik ini dipakai dalam ansambel sikambang

(Radjoki 2012:58). Alat musik dipakai untuk mengiringi vokal atau lagu dalam

setiap kesenian Pesisir.

2.2.5.2 Lagu

Lagu dalam kesenian sikambang memiliki hubungan yang erat dengan

berbalas pantun. Dengan kata lain, teks lagu kesenian ini berupa pantun yang

diambil dari kehidupan masyarakat Suku Pesisir. Pantun terdiri atas 2 bagian,

yaitu; (1) Sampiran pantun diambil dari ungkapan-ungkapan tentang alam, tempat

tinggal, dan perihal kehidupan; (2) Isi pantun disesuaikan dengan pesan yang

ingin disampaikan, misalnya ekspresi perasaan berupa ungkapan kesedihan dan

kasih sayang, nasihat, pujian, dan sindiran.

Pantun yang dibawakan dengan bernyanyi bersifat bersahut-sahutan.

Tekslagu dalam pantun digarap dan disesuaikan olehpembawanya dengan

melakuka berbagai cara, misalnya pengulangan baris, penambahan beberapa kata,

penambahan kalimat yang berfungsi sebagai penjelasan atau keterangan,

pengurangan kata, dan penggantian kata.

Ada 5 jenis lagu dalam kesenian sikambang yang dinyanyikan dalam

upacara-upacara adat Suku Pesisir, yaitu:

1. Lagu kapri merupakan lagu pembukaan dalam setiap upacara adat atau

perayaan.

47

2. Lagu kapulo pinang merupakan lagu inti dalam suatu upacara adat atau

perayaan.

3. Lagu duo juga merupakan lagu inti dalam suatu upacara adat atau

perayaan.

4. Lagu dampeng merupakan lagu inti dalam suatu upacara adat.

5. Lagu sikambang merupakan lagu penutup dalam setiap upacara atau

perayaan.

Dalam suatu upacara adat, kelima lagu di atas merupakan bagian yang

terikat dan tidak terpisahkan satu sama lain. Lagu-lagu tersebut harus dinyanyikan

secara lengkap mulai dari lagu kapri sampai lagu sikambang. Menurut Khairil

Hasni, lagu dalam kesenian sikambang berisi tentang siklus hidup seorang

manusia. Lagu-lagunya menggambarkan proses kehidupan sepasang remaja dalam

masa perkenalan yang tercermin dalam lagu kapri. Selanjutnya, hubungan

perkenalan tersebut bertambah dalam dengan jalinan kasih dan keseriusan di

antara keduanya yang tercermin dalam lagu kapulo pinang dan lagu duo. Di mana

saat menyanyikan lagu kapulo pinang, tari payung mengiringinya dengan

memakai properti payung dan dibawakan seorang laki-laki untuk melindungi

kekasihnya. Sedangkan, saat menyanyikan lagu duo, tari selendang mengiringinya

dengan memakai selendang yang digunakan seorang perempuan. Lagu

mempunyai satu kesatuan yang utuh dengan tarian untuk saling mendukung.

48

2.2.5.3 Tari Tari dalam kesenian sikambang berhubungan erat dengan lagu-lagunya.

Berdasarkan 5 jenis lagu di atas, ada 5 jenis tari pula dalam kesenian sikambang

yang ditarikan dalam upacara-upacara adat Suku Pesisir, yaitu:

1. Tari saputangan diiringi oleh lagu kapri. Tari ini merupakan tari pembuka

untuk memulai setiap tarian yang dilaksanakan pada setiap upacara adat

perkawinan. Tari ini menggunakan saputangan atau menari dengan memakai

saputangan. Menurut Siti Zubaidah, tari ini melambangkan curahan hati dan

perasaan seorang pemuda terhadap seorang pemudi di saat terang bulan.

Karena di saat terang bulan, para pemuda tidak turun ke laut. Dengan

demikian, itulah kesempatan bagi mereka untuk bersenda gurau dalam

mempererat silahturahmi.

2. Tari payung diiringi oleh lagu kapulo pinang. Jenis tari ini merupakan tari yang

dapat ditarikan pada upacara adat perkawinan yang berfungsi sebagai hiburan.

Tari ini merupakan tarian sepasang pemuda-pemudi, di mana pemuda

menggunakan payung dan pemudi menggunakan selendang. Siti Zubaidah

menyatakan bahwa tari ini melambangkan pergaulan pemuda-pemudi yang

telah diikat oleh suatu acara pertunangan. Di mana, si pemuda telah

mengganggap si pemudi telah menjadi pilihannya. Sebaliknya, si pemudi pun

telah beranggapan bahwa si pemuda itulah yang menjadi tambatan hatinya.

3. Tari selendang diiringi oleh lagu duo. Tarian ini merupakan tarian

kepahlawanan dengan menggunakan gerakan-gerakan silat yang diperhalus.

49

Tari ini adalah tarian berpasangan dengan menggunakan selendang, baik

pemuda maupun pemudi dan menarikan gerakan yang sama.

4. Tari rande diiringi oleh lagu dampeng. Tari ini merupakan tarian yang disajikan

oleh sekolompok laki-laki. Pada umumnya, tari ini merupakan tari yang

bersifat hiburan. Gerakan yang paling dikenali dalam tari ini adalah gerakan

berputar yang dilakukan berkali-kali sampai lagu pengiring selesai.

2.2.6 Organisasi Masyarakat

Organisasi masyarakat yang ada di Desa Jago Jago pada umumnya terdiri

dari organisasi keagamaan seperti NU (Nahdatul Ulama) dan Muhammadiyah,

serta organisasi kepemudaan seperti PP (Pemuda Pancasila).

50

BAB III

DESKRIPSI PENGELOLAAN SENI OLEH LEMBAGA KESENIAN SIKAMBANG

3.1 Konsep Pengelolaan

Pengelolaan pada dasarnya adalah pengendalian dan pemanfaatan semua

sumber daya yang menurut suatu perencanaan diperlukan untuk atau penyelesaian

suatu tujuan kerja tertentu. Irawan (1997:5) mendefenisikan bahwa:

Pengelolaan sama dengan manajemen yaitu penggerakan, pengorganisasian dan pengarahan usaha manusia untuk memanfaatkan secara efektif material dan fasilitas untuk mencapai suatu tujuan.

Selanjutnya Reksopoetranto (1992) mengemukakan beberapa pengertian

manajemen (pengelolaan) sebagai berikut:

1) Manajemen adalah unsur yang bertugas mengadakan pengendalian agar

semua sumber dana dan daya yang dimiliki organisasi dapat dimanfaatkan

sebagai daya guna dan berhasil guna diarahkan untuk mencapai tujuan

2) Manajemen adalah seni dan ilmu perencanaan, pengorganisasian,

pengarahan, pengkoordinasian dan pengkontrolan manusia dan sumber daya

alam untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan

3) Manajemen dapat dirumuskan sebagai penyelesaian suatu pekerjaan dengan

usaha orang lain.

4) Manajemen dapat dirumuskan sebagai penyelesaian suatu pekerjaan dengan

usaha orang lain.

51

5) Manajemen adalah suatu proses yang meliputi perencanaan,

pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan yang setiap bidang

mempergunakan ilmu pengetahuan dan seni secara teratur untuk mencapai

tujuan yang telah ditetapkan.

3.2 Organisasi

Organisasi atau usaha apapun didirikan memiliki tujuan dan manusia

merupakan pihak yang paling berkepentingan terhadap didirikanya sebuah

organisasi atau sebuah lembaga. Organisasi didirikan karena manusia sebagai

mahluk sosial, sukar untuk mencapai tujuannya jika dilakukan semuanya secara

sendiri, sehingga ia harus membutuhkan sebuah usaha-usaha tertentu. Di dalam

melakukan usaha tersebutlah manusia itu harus bekerja sama dengan yang lainya

dengan tugas masing-masing yang sudah disepakati bersama sehingga

membentuk sebuah organisasi dan memerlukan organisasi guna mencapai tujuan

yang di inginkan.

Berdasarkan pendapat Malayu S. P. Hasibuan dalam bukunya yang

berjudul Organisasi dan Motivasi (1996:26) mengatakan bahwa didalam sebuah

manajemen, organisasi sangatlah penting dikarenakan:

1. Organisasi adalah syarat utama adanya manajemen, tanpa organisasi

manajemen tidak ada.

2. Organisasi merupakan wadah dan alat pelaksanaan proses manajemen dalam

mencapai tujuan.

52

3. Organisasi adalah tempat kerjasama formal dari sekelompok orang dalam

melakukan tugas-tugasnya.

4. Organisasi mempunyai tujuan yang ingin dicapai.

Lembaga Kesenian Sikambang sebagai sebuah lembaga yang bergerak

dibidang kesenian yang di mana di dalamnya terdapat aktivitas-aktivitas kesenian

juga melakukan kegiatan organisasi terbukti seperti yang dikemukan oleh

Achmad Sobirin dalam Budaya Organisasi. Dalam kiprahnya terhadap kehidupan

manusia dan dalam upayanya agar bisa diterima manusia (lingkungan

masyarakat), organisasi dengan kemampuanya berusaha menciptakan nilai

tambah dan berbagai output yang diharapakan dapat memenuhi kebutuhan

beberapa kelompok orang yang berbeda kepentinganya. Secara umum proses

penciptaan nilai tambah terjadi dalam tiga tahap yaitu: masukan (input), proses

transformasi (konversi) dan keluaran (output).

3.2.1 Struktur Organisasi Lembaga Kesenian Sikambang

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia struktur adalah susunan atau

bagunan. Dalam pembahasan ini penulis akan menjelaskan bagimana susunan

pengurus yang diterapkan oleh Lembaga Kesenian Sikambang. Menurut S. P.

Hasibuan dalam bukunya yang berjudul Organisasi dan Motivasi (1996:26),

struktur organisasi adalah suatu gambar yang mengambarkan tipe organisasi atau

bagan organisasi (Organization Chart), pendepertemenan organisasi, kedudukan

dan jenis wewenang pejabat, bidang dan hubungan pekerjaan, garis perintah dan

tanggung jawab, rentang kendali dan sistem pimpinan organisasi. Dalam hal ini

53

yang penulis maksud adalah struktur kepengurusan dalam Lembaga Kesenian

Sikambang yang menggunakan tipe Piramid yaitu: Dimana bentuk bagan

organisasi yang saluran wewenangnya dari puncak pimpinan sampai dengan

satuan organisasi atau pejabat yang terendah disusun dari atas ke bawah, atau

sebaliknya (2002:36). Pada masa sekarang ini beberapa sistem pengelolaan atau

manajemen dari budaya barat diambil oleh kelompok-kelompok kesenian yang

terdapat di nusantara. Seperti yang dikemukakan oleh Muhammad Takari:

Bentuk organisasi kesenian banyak yang menggunakan sistem organisasi Barat, Seperti adanya ketua, wakil ketua, sekretaris, wakil sekretaris, bendahara, wakil bendahara, ketua bidang musik, ketua bidang tari, tata busana, make-up, manajer panggung, dan lain-lainya. Dalam kebudayaan barat sistem manajemen seperti ini disebut sebagai sistem organisasi bentuk garis (2008:23). Struktur organisasi rancang dan dibangun sesuai dengan perkembangan

organisasi dan sesuai dengan sumber-sumber kemampuannya, biasanya disusun

oleh pihak pimpinan.

Struktur organisasi yang terdapat di Lembaga Kesenian Sikambang ialah:

1. Ketua

2. Wakil Ketua

3. Sekretaris

4. Bendahara

5. Anggota

54

3.2.2 Sistem Pembagian Honor

Setiap usaha seseorang manusia hendaknya dihargai, penghargaan itu dapat

berupa materi atau sebagainya. Manusia yang bergabung dalam suatu organisasi

yang tujuan akhir dari lembaga tersebut adalah untuk mendapatkan keuntungan

maka dia akan menerima upah kerja kerasnya dari lembaga tempat ia bergabung.

Besar kecilnya penghargaan yang diterima khusunya untuk lembaga kesenian

tradisional yang kadang memakai jasa seniman lain atau yang bukan menetap

menjadi anggota pada organisasi atau lembaga tersebut biasanya dilihat dari

seberapa terkenalnya seniman tersebut di wilayahnya. Di sisi lainya jika dia

anggota tetap juga dilihat dari seberapa lama dia bergabung pada lembaga

kesenian tersebut. Sementara untuk para penari cabutan pembagian upah

dilakukan juga berdasarkan besar kecilnya proyek yang diterima. Pembagian

honor pada setiap kesenian tradisional biasanya tergantung besarnya proyek yang

dijalankan dan tingkat kesenioritasnya, biasanya diberikan setelah penampilan

selesai atau tergantung cepatnya pupur atau upah yang diberikan oleh pihak

pengundang.

Pembagian honor tidak dilakukan setiap bulan. Pada Lembaga Kesenian

Sikambang pembagian honor, uang terimakasih, uang jalan, dan sejenisnya

dikelola sendiri oleh ketua lembaga bersama bendahara lembaga. Dalam sistem

pembagian pupur yang diberlakukan oleh lembaga ini ialah 50% untuk anggota

tergantung tingkat kesenioritasnya, 30% untuk kas, dan 20% untuk biaya make-

up dan kostum anggota. Uang kas biasanya dikelola untuk sebagian digunakan

untuk keperluan perawatan inventaris lembaga seperti alat-alat musik.

55

3.2.3 Penerimaan Anggota

Anggota dalam sebuah organisasi merupakan bagian yang sangat penting.

Tanpa adanya anggota maka sistem yang diterapkan tidak akan berjalan dengan

baik, tidak akan mungkin seorang ketua akan menjalankan semua pekerjaan,

Dalam hal ini anggota yang bergabung dalam lembaga yang diteliti oleh penulis.

Sistem penerimaan anggota yang dilakukan oleh Lembaga Kesenian

Sikambang masih menggunakan sistem tradisional dimana dengan memilih

anggota berdasarkan bakat ataupun kemampuan warga desa sekitar untuk dapat

memainkan satu alat musik sikambang ataupun tari-tarian yang dikuasai, melalui

musyawarah yang dilaksanakan di balai desa yang dipimpin oleh ketua Lembaga

Kesenian Sikambang beserta Kepala Desa Jago Jago.

3.2.4 Sistem Pendanaan

Awal berdirinya lembaga ini sumber pembiayaan utamanya masih dari

hasil bayaran dari penampilannya. Namun pada tahun 2013 ada bantuan dari

pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah berupa dana untuk melengkapi alat-alat

dan keperluan lainnya. Lalu pada tahun 2017 Lembaga Kesenian Sikambang

mendapat bantuan lagi berupa anggaran dari dana desa.

56

3.3 Pelatihan

Pelatihan merupakan kegiatan yang direncanakan, dilaksanakan secara

sistematis sesuai dengan materi yang dibutuhkan. Di dalam melakukan latihan,

materi yang dilatih bukan harus materi yang diminta oleh sang pengundang saja,

tetapi lain dari pada itu juga mempelajari materi lain sebelum memasuki materi

yang akan difokuskan hal ini dilakukan untuk memperbanyak pengetahuan tari

dan sebagai pemanasan. Untuk tampil maksimal di dalam membawakan kesenian

dipanggung maka dibutuhkan pelatihan yang harus dikelola dengan baik.

Pelatihan ini dilakukan guna membangun penguasaan terhadap materi yang

akan mereka bawakan oleh para anggota sehingga para anggota yang terlibat di

dalam setiap pertunjukan tidak hanya menguasai materi tapi juga dituntut prima,

baik pemusik didalam menguasai alat musiknya terhadap materi yang akan

dibawakan dan juga para penari didalam menarikan tarian yang akan dibawakan,

kelenturan tubuh, penguasan gerak, tempo dan penguasaan panggung pada saat

pertunjukan adalah unsur yang dituntut harus dikuasai oleh para anggota

khususnya penari dan tempo serta penguasaan materi untuk pemusik.

3.3.1 Jadwal Latihan

Jadwal latihannya sendiri ditentukan bersama secara musyawarah

dikarenakan sistem pengelolaannya yang masih tergolong tradisional. Mata

pencaharian utama mayoritas para anggota lembaga yang mana adalah sebagai

nelayan menyebabkan waktu yang ada sangat terbatas. Akhirnya disepakati

57

bahwasanya jadwal latihan ditetapkan 2 kali seminggu yang dilaksanakan pada

malam hari.

3.3.2 Tempat Latihan

Aktivitas latihan Lembaga Kesenian Sikambang beralamat di Desa Jago

Jago Kabupaten Tapanuli Tengah. Tempat latihan ini merupakan rumah kediaman

pribadi Muzrin Siregar yang juga menjabat sebagai Ketua Lembaga Kesenian

Sikambang. Tempat latihan dilakukan di ruangan depan rumah tersebut.

Di dalam ruangan ini terdapat alat-alat musik yang dimiliki Lembaga

Kesenian Sikambang, yaitu seperangkat gandang sikambang, singkadu, biola, dan

akordion. Alat-alat musik ini diletakkan disebuah lemari kaca transparan di

ruangan tersebut.

Gambar 3.1 Tempat Latihan Lembaga Kesenian Sikambang

Sumber: Dokumentasi penulis, 2018

58

Gambar 3.2 Tempat Penyimpanan Alat Musik Lembaga Kesenian Sikambang

Sumber: Dokumentasi penulis, 2018

3.3.3 Pelatih

Saat ini lembaga ini tidak memakai jasa pelatih dari luar daerah untuk

melatih para pemusik. Yang melatih para pemusik di Lembaga Kesenian

Sikambang adalah anggota yang sudah dianggap senior di lembaga itu. Mereka

ditunjuk secara musyawarah oleh para anggota lembaga dan disetujui oleh ketua

lembaga dan mendapat persetujuan dari Kepala Desa Jago Jago.

3.4 Produksi

Dalam hal ini produksi yang dimaksud oleh penulis ialah kesenian yang

dibawakan oleh Lembaga Kesenian Sikambang. Dalam pertunjukannya. kesenian

yang dibawakan dan dipertontonkan untuk orang banyak merupakan sebuah

59

produksi yang dihasilkan dari proses latihan atau proses belajar, yang dimana

keseluruhan hasil yang berupa kesenian itu memiliki nilai dan kegunaan bagi

masyarakat yang bersangkutan. Pada Lembaga Kesenian Sikambang, kesenian

yang sering mereka bawakan atau tampilkan ketika diundang untuk mengisi suatu

acara adalah jenis kesenian tradisional yang sudah ada yakni musik dan

nyanyian(vokal), dan tarian daripada budaya pesisir.

Adapun lagu-lagunya seperti Lagu Duo, Sikambang, Dampeng, Pulau

Pinang, dan Kapri. Juga tari-tarian seperti Tari Anak, Tari Piring, dan Tari

Selendang. Output yang dihasilkan oleh lembaga Kesenian Sikambang bukan

hanya sebatas agar mendapatkan upah, akan tetapi juga dapat memberikan

kontribusi kepada kesenian Sikambang dalam konteks kebudayaan agar lebih

dikenal oleh masyarakat luas dan tentunya dapat memberi dampak positif untuk

keberlangsungan kesenian Sikambang.

3.4.1 Tahap-Tahap Produksi

Pada Lembaga Kesenian Sikambang (musik dan tari serta vokal) yang

sering mereka bawakan atau tampilkan ketika diundang untuk mengisi suatu acara

adalah jenis kesenian yang masih asli seperti, 5 jenis lagu dalam kesenian

sikambang yang dinyanyikan dalam upacara-upacara adat Suku Pesisir, yaitu:

1. Lagu kapri merupakan lagu pembukaan dalam setiap upacara adat atau

perayaan.

2. Lagu kapulo pinang merupakan lagu inti dalam suatu upacara adat atau

perayaan.

60

3. Lagu duo juga merupakan lagu inti dalam suatu upacara adat atau perayaan.

4. Lagu dampeng merupakan lagu inti dalam suatu upacara adat.

5. Lagu sikambang merupakan lagu penutup dalam setiap upacara atau perayaan.

3.4.2 Pemasaran produk

Pemasaran umumnya dipandang sebagai tugas untuk menciptakan,

memperkenalkan dan meyerahkan barang dan jasa konsumen dan perusahaan.

Orang pemasaran melakukan pemasaran dari 10 jenis wujud yang berbeda yaitu;

barang, jasa, pengayaan pengalaman, orang, tempat, kepemilikan, organisasi,

informasi dan gagasan.

Dari 10 ruang lingkup pemasaran di atas menurut penulis bahwa Lembaga

Kesenian Sikambang memasarkan produk dalam wujud jasa, yaitu jasa yang

mencakup hasil kerja perusahaan penerbangan, hotel, penyewaan mobil, orang

yang melakukan pemeliharaan dan perbaikan, juga para professional seperti

akuntan, pengacara, insinyur, dokter dan konsultan keuangan. Dan menurut

penulis bahwa pertunjukan yang dilakukan oleh Lembaga Kesenian Sikambang

disetiap pertunjukan adalah salah satu bentuk jasa yaitu untuk menghibur orang

banyak. Setiap kesenian yang mereka bawakan diharapkan memberi hiburan buat

para yang penonton khusunya para pihak pengundang.

Menurut Sunarto dalam bukunya Pengantar Manajemen Pemasaran

(2006:4-5) menjelaskan bahwa pemasaran adalah proses perencanaan dan

pelakasanaan pemikiran, penetapan harga, promosi, serta penyaluran gagasan,

barang dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang memenuhi sasaran individu

61

dan organisasi. Dalam hal ini pemasaran yang penulis maksud adalah tujuan cara-

cara lembaga ini untuk memasarkan atau mecari relasi untuk menampilkan

kesenian yang mereka latih guna untuk mendapatkan keuntungan sesuai dengan

tujuan akhir dari konsep pemasaran yaitu membantu organisasi mencapai tujuan.

Dalam kasus perusahaan swasta, tujuan utama adalah laba; dalam kasus

organisasi public dan nirlaba, tujuan utama adalah bertahan hidup dan menarik

cukup dana guna melakukan yang bermanfaat. Setiap lembaga yang dikelola oleh

setiap manusia baik lembaga yang besar atau kecil jika ingin mendapatkan laba

atau keuntungan haruslah memiliki startegi pemasaran yang berbeda dengan yang

lainya. Untuk konsep bersaing seperti yang dikemukan oleh Sunarto yakni ada

empat konsep bersaing yang dijadikan sebagai pedoman organisasi melakukan

pemasaran yaitu; konsep produksi, konsep produk, Konsep penjualan, dan konsep

pemasaran.

Menurut Porter dalam buku yang berjudul Pengantar Manajemen

Pemasaran, Strategi adalah sebagai penciptaan posisi unik dan bernilai yang

mencakup perangkat unik dan berbeda. Dalam hal ini bagaimana cara lembaga ini

untuk dikenal oleh masyarakat sehingga mereka memiliki mitra atau kerja sama

untuk mereka dapat dipakai atau bagaimana cara lembaga ini menyalurkan produk

mereka dimana mereka sebagai produsen ke konsumen atau pemakai jasa (pihak

pengundang). Pihak pengundang bagi mereka merupakan pasar yang perlu dijaga

sebagai konsumen agar nantinya jasa lembaga ini digunakan kembali.

62

BAB IV DESKRIPSI PERTUNJUKAN SENI LEMBAGA KESENIAN

SIKAMBANG

4.1 Seni Pertunjukan

Menurut buku yang berjudul Masyarakat dan Kesenian di Indonesia (2008:

6) seni pertunjukan yang didukung oleh musik, tari dan teater menjadi satu bagian

dari konsep estetika. Musik sendiri adalah sebuah aktivitas yang material dasarnya

adalah bunyi-bunyian yang mengandung nada dan ritem tertentu. Sementara tari

menggunakan medium utamanya yaitu gerak-gerik tubuh manusia, dan teater

melibatkan berbagai medium baik bunyi bunyian, gerak-gerik alam sekitar

maupun bahasa dan sastra. Dalam seni pertunjukan biasanya satu genre tertentu

telah memuat unsur musik atau tari dan teater sekaligus.

Namun, ada yang mengandung hanya satu bidang saja. Pertunjukan adalah

komunikasi dimana satu orang atau lebih mengirim pesan merasa bertanggung

jawab kepada seorang atau lebih penerima pesan dan sebuah tradisi seperti yang

mereka pahami bersama melalui seperangkat tingkah laku yang khas yang

diistilahkan dengan a subset of behaviour (Sal Murgyanto 1995).

Begitu juga halnya dengan kesenian-kesenian yang dibawakan oleh

Lembaga Kesenian Sikambang, kesenian yang mereka bawakan merupakan

sebuah konsep estetika, dimana di setiap pertunjukan mereka menampilkan

sesuatu yang memiliki nilai keindahan baik dari sisi gerak maupun dari segi

musikalnya (dalam hal ini penulis tidak akan membahas mengenai teknik-teknik

63

gerak dan musikalnya disebabkan karena kemampuan penulis sehingga penulis

hanya akan mendeskripsikan pertunjukan seni secara umum saja).

Tarian yang sangat dipengaruhi oleh musik, dimana semakin cepat

pemain musik memainkan musiknya jika membawakan musik langsung atau live

maka akan mempengaruhi gerak tubuh para penari untuk mempercepat tariannya.

Semua musik dan tari atau jika membawakan vokal grup yang dibawakan oleh

lembaga ini didukung oleh musik. Tari dan musik yang dibawakan dikemas

dengan konsep seni pertunjukan yaitu bertujuan untuk menghibur para penonton

atau pihak pengundang. Pertunjukan yang mereka bawakan tidak mengarah atau

terkadang hanya dinikmati untuk satu suku tertentu saja akan tetapi untuk umum.

Di dalam hal ini penulis akan mendeskripsikan beberapa jenis kesenian sebagai

sampel penelitian karena kesenian ini lebih sering dibawakan dalam pertunjukan

seni yang dilakukan oleh Lembaga Kesenian Sikambang. Deskripsi ini dilakukan

berdasarkan dari hasil video yang didokumentasikan dan yang diamati oleh

penulis.

4.2 Tari

Tari adalah ekspresi perasaan tentang sesuatu lewat gerak ritmis yang

indah yang telah mengalami stilisasi atau distorsi, (Jurnal Panggung, STSI

Bandung). Tari atau sama dengan Tarian adalah gerakan badan serta tangan dan

kaki berirama mengikuti music. Dalam buku yang berjudul Masyarakat Kesenian

Di Indonesia menyatakan bahwa: Pengertian tari dalam konteks bahasa dan

budaya melayu Indonesia dan Malaysia memiliki berbagai makna. Yang pertama

64

tari adalah gerakan badan atau serta tangan dan kaki berirama mengikuti rentak

musik. Dalam pengertian ini tari sangat berkaitan dengan irama (ritme dan

melodi) musik. Jarang ditemukan tari yang berdiri sendiri tanpa diiringi musik.

Tari yang dibawakan oleh Lembaga Kesenian Sikambang merupakan

tari yang tidak terlepas dari keberadaan iringan musik dan bertemakan tentang

kehidupan sehar-hari. Di dalam menarikan setiap tarian, anggota dituntut untuk

menjiwai tarian yang diperagakan sehingga tidak kelihatan kaku tetapi lebih

natural. Ekspresi wajah dan kelenturan tubuh sangat ditekankan didalam

membawakan setiap tarian. Salah satu motif tari yang paling asas adalah

mengespresikan dan mengkomunikasikan emosi. Manusia dan juga beberapa jenis

hewan selalu menari dengan cara menyalurkan perasaan. Motif tari ini bukan saja

diperkuat oleh gerakan meloncat, menghentakkan kaki dan melompat lompat

namun juga didukung oleh emosi yang intens. Penari dituntut untuk dapat

mengkomunikasikan tema tarian yang dibawakan sehingga para penonton dapat

terhibur.

4.2.1 Deskripsi Tari yang Sering Dibawakan

Dalam pertunjukan kesenian Lembaga Kesenian Sikambang, tari dan

musik merupakan dua unsur yang sangat berhubungan. Dalam hal ini penulis akan

mendeskripsikan tarian yang lebih sering dibawakan oleh lembaga kesenian ini.

Tarian yang mereka bawakan selalu diiringi oleh musik. Penggabungan antara

musik dan tari dalam meyajikan tarian merupakan satu hal yang sangat

berpengaruh dimana kecepatan gerak tari sejalan dengan tempo musik. Tarian

65

yang sering ditampilkan juga merupakan tarian yang bertemakan tentang latar

belakang kebudayaan suku tersebut dan sudah sering ditampilkan saat ini untuk

hiburan.

4.2.1.1 Tari Adok

Tarian ini merupakan tarian pembukaan suatu upacara pernikahan di daerah

Tapanuli Tengah, setelah pengantin melakukan tarian tanpa bangun maka para

penari mulai menyeret langkah kaki dan menampilkan beberapa gerakan pencak

silat khas pesisir sebagai tarian pengiring sang pengantin. Tarian Adok Sibolga

dijadikan upacara adat orang Sibolga sebagai tarian perhelatan pernikahan

keluarga para raja maupun bangsawan. Dimulai dengan penari meminta maaf

kepada sang pengantin jika selama pertunjukan penari melakukan kesalahan,

tarian ini menunjukkan status sosial para pengantin sebagai seseorang yang

terhormat di kalangannya. Selama menari, syair pantun tari Adok pun mengiringi

penari, makna yang tersirat dalam syair tersebut mengungkapkan tanggung jawab

dan keharusan untuk bergotong-royong antar sesama. Isi syair tersebut kurang

lebih seperti ini :

Cabik-cabik Kain dibeli, dihasta tiga setengah hasta Minta tabik kami menari, Jangan disangka kurang Basa Erang si jambu erang, Ketiga erang si Jambu Air Jangan Tuan Berberang-berang, Kalau hutang sama dibayar

Tari Adok dapat digolongkan kedalam kelompok tari berpasangan.

Gerakan yang angkat kedalam tari Tari Adok adalah gerakan yang masih

utuh/adat. Akan tetapi gerakannya dapat pula dipengaruhi oleh lingkungan

66

tempat. Secara keseluruhan ragam gerakan dari tari tersebut dapat ditarikan pada

malam sebelum upacara adat pernikahan berlangsung atau tepatnya pada saat

malam ba’inai. Tarian ini dikelompokkan menjadi 4 ragam gerak tari yang

dilakukan secara 2 (dua) kali berulang-ulang. Gerakan Tari Adok dapat diambil

setiap motif, terdiri dari 4 (empat) gerakan tari dan dijelaskan makna ceritanya,

antara lain;

1. Ragam Mancabik

Dalam hitungan ketiga dan empat melakukan gerak mancabik kain

dibali, hitungan lima ragam tangan bernama kipe puccuk, sedangkan ragam

badan puyuh balik. Makna gerak mancabik memisahkan antara yang baik dan

yang buruk. Pada hitungan keenam selendang diturunkan ke bawah, tangan ke

depan menghormat para tolan (undangan) seperti ragam menghormat kedua

pengantin. Hitungan tujuh dan delapan kembali memperagakan mancabik kain

dibali. Pada hitungan satu dan dua masuk memperagakan kipe puccuk, dan

ragam maeto dan puyuh balik sehingga posisi penari saling berhadapan. Makna

ragam kipe puccuk selalu memberikan yang terbaik kepada setiap orang.

2. Ragam Menghormat Tolan

Pada hitungan keenam selendang diturunkan ke bawah, tangan ke depan

menghormat tolan (orang banyak) seperti ragam menghormat kedua pengantin.

Hitungan tujuh dan delapan mancabik kain dibali. Hitungan satu dan dua kipe

puccuk, maeto dan puyuh balik sehingga posisi penari saling berhadapan.

Kalau makna kipe puccuk adalah memberikan yang terbaik, sedangkan makna

maeto adalah mengukur kemampuan kita untuk mengerjakan satu pekerjaan,

67

jangan sampai terkesan serakah dan tamak. Sedangkan makna puyuh balik

adalah sesudah selesai mengarjakan satu pekerjaan maka segeralah balik

mengerjakan pekerjaan lainnya, kalau tidak ada pekerjaan yang lain, maka

segeralah kembali ke rumah.

3. Ragam Menghormat Sesama Penari

Pada hitungan tiga dan empat saling menghormat dengan gaya

mempertemukan tangan masing-masing (menghormat sesama penari). Maksud

dari menghormat sesama penari adalah sebuah gambaran saling mengakui

kelebihan dan saling menghargai atas kekurangan masing-masing. Hitungan

lima dan enam posisi berdiri sambil mundur satu langkah ke belakang.

Hitungan tujuh dan kedelapan mengambil posisi kuda-kuda.

4. Ragam Kuda-kuda

Motif gerak kedua melakukan gerak kuda-kuda pada hitungan 1-4 sambil

mengayunkan selendang pada hitungan 7-8.

4.2.1.1.1 Busana dan Tata Rias Tari Adok

Pada tari Adok, tatarias untuk penari Adok pada zaman dahulu

sebenarnya tidak ada pengkhususannya untuk para penari perempuan. Mereka

hanya memakai bedak putih. Sedangkan tata busana yang dipakai penari dan

pemusik pada dasarnya sama, hanya saja dibedakan bentuk laki-laki dan

perempuan berbeda tetapi corak pakaiannya sama yaitu:

a. Laki-laki warna bajunya adalah kuning. Makna warna orange bagi laki-laki

adalah menandakan keberanian dan kesatriaan.

68

b. Sedangkan bagi perempuan adalah baju warna orange. Baju warna kuning bagi

perempuan menandakan kelembutan dan kemegahan.

c. Bawahnya adalah kain batik Bugis dengan warna dasarnya Coklat.

d. Penari laki-laki memakai peci hitam sebagai penutup kepala

e. Penari wanita memakai sanggul.

Gambar 4.1

Tari Adok

Sumber: Dokumentasi penulis, 2018

4.2.1.2 Randai dan Uluambek

Randai dan Uluambek adalah seni beladiri yang berasal dari pesisir,

meskipun ada juga yang berasal dari minangkabau namun masing-masing

memiliki ciri khas yang berbeda. Randai dan Uluambek biasanya dipertunjukan

ketika ada acara pernikahan. Masing-masing mempunyai tugas yang berbeda.

69

Randai biasanya ditampilkan ketika kedua pengantin sudah sampai di depan

rumah mempelai pria, sedangkan Uluambek ditampilkan ketika kedua pengantin

selepas ijab kobul dari masjid hendak menuju rumah mempelai pria. Sepanjang

perjalanan rombongan pengantin terus diiringi oleh para pemain uluambek tepat

didepan mereka.

Gambar 4.2 Randai

Sumber: Dokumentasi penu;is, 2018

70

Gambar 4.3 Uluambek

Sumber: Dokumebtasi penulis, 2018

4.2.1.2.1 Busana dan Tata Rias Randai dan Uluambek

Untuk kostumnya sendiri tidak terlalu banyak aksesoris yang dikenakan dan

juga make-up yang digunakan hanya bedak putih saja. Diantaranya adalah:

f. Untuk bagian kepala dikenakan peci berwarna hitam

g. Baju dan celana yang digunakan berwarna oranye

h. Serta untuk Randai mengenakan kain tenun bermotif hijau dan Uluambek

mengenakan sarung diikatkan di bagian pinggang.

71

4.3 Musik

Musik didefenisikan sebagai gubahan bunyi yang menghasilkan bentuk dan

irama yang indah. Dalam Masyarakat Kesenian Di Indonesia (2008) musik adalah

bunyi yang diterima oleh individu yang berbeda-beda berdasarkan sejarah, lokasi,

budaya dan selera orang. Defenisi sejati tentang musik juga bermacam-macam,

misalnya bunyi yang dianggap enak oleh pendengarnya, segala bunyi yang

dihasilkan secara seseorang tau kumpulan dan disajikan sebagai musik. Musik

juga merupakan salah satu media ungkap kesenian dimana kesenian merupakan

salah satu unsur dari pada kebudayaan.

Dalam hal ini musik yang dipertunjukan oleh lembaga ini ialah musik

tradisional yang berasal dari Pesisir yaitu Sikambang. Musik yang mereka

bawakan adalah jenis musik yang sudah dikemas dalam konsep seni pertunjukan.

Karena lembaga ini membawakan musik dan tari dalam konsep seni pertunjukan

maka musik yang mereka bawakan berfungsi sebagai hiburan dan bukan untuk

sarana pengobatan atau sejenisnya.

Adapun penggunaan ataupun permainan musik sikambang bukan hanya

dimainkan di acara-acara adat pernikahan dan kemasyarakatan desa jago jago,

melainkan dapat juga dimainkan untuk acara penyambutan tamu dari luar daerah

seperti Pejabat, Tokoh Agama, ataupun Tokoh Politik. Ensambel musik yang

paling sering dimainkan oleh lembaga ini adalah Lagu Duo dan Sikambang.

Kedua Ensambel ini biasanya dimainkan pada saat pembukaan pertunjukan.

Lembaga ini murni hanya memainkan semua kesenian asli tradisional dari suku

72

pesisir saja. Karena ciri khas lembaga ini adalah tidak mencampurkan alat musik

modern didalam setiap pertunjukanya.

4.3.1 Deskripsi Alat Musik Pengiring

Instrumen atau seperangkat alat musik merupakan bagian dari sebuah

pertunjukan seni. Lembaga Kesenian Sikambang selama ini dalam melakukan

pertunjukan seni tidak pernah menggunakan alat musik modern lainnya, terkecuali

biola dan akkordion yang sudah dianggap sebagai alat musik pengganti.

Untuk mendeskripsikan musik dan ensambel musik, baik yang solo

instrumen, pendekatan yang dilakukan adalah bersifat organologi dengan sistem

pengklasifikasian alat musik berdasarkan Horn von Bostel dan Curt Sach yang

membagi alat musik berdasarkan lima kategori besar, yaitu:

1. Idiofon, yaitu alat musik dengan karakter dimana badannya sendiri yang

menghasilkan bunyi utama.

2. Kordofon, yaitu alat musik yang suaranya dihasilkan akibat getaran senar atau

dawai.

3. Membranofon, yaitu alat musik yang menghasilkan bunyi dari getaran

membran atau kulit.

4. Aerofon, yaitu alat musik yang menghasilkan bunyi akibat getaran udara.

5. Elektrofon, yaitu alat musik yang bunyinya berdasarkan kekuatan listrik.

73

Disetiap penampilannya dalam pertunjukan lembaga ini selalu memainkan

musik secara langsung atau live. Maka dari itu kemana pun mereka tampil mereka

selalu membawa alat musik sendiri untuk mendukung pertunjukan seni yang akan

mereka bawakan. Untuk musik iringan tari yang dibawakan cenderung memakai

alat musik yang sama berhubung karena kesenian yang mereka tampilkan

memang hanya satu saja yaitu pesisir.

Alat-alat musik Lembaga Kesenian Sikambang terdiri dari:

a. Gandang Sikambang (Gendang)

Gambar 4.4

Sumber: Dokumentasi penulis, 2018

Adalah alat musik yang tergolong kedalam membranofon, digunakan

sebagai pembawa ketukan atau tempo. Membranofon adalah alat musik yang

bunyinya dihasilkan oleh membran yang diregangkan di atas sebuah “kotak” atau

tabung yang bahagian atasnya terbuka, yang secara umum selalu disebut gendang

(Sach 1940 : 459). Di dalam klasifikasi ini bentuk gendang sangat diperhatikan.

74

Curt Sach membaginya ke dalam sembilan bentuk yaitu : “Cylindrical Drums” ,

“Barrel Drums” , “Conical Drums” , “Hourglass Drums” , “Footed Drums” ,

“Go-blet Drums” , “Kottle Drums” , “Bandle Drums” , dan “Frame Drums”

(Ibid 1940 : 460). Khusus yang yang dimaksud penulis dalam gendang ini di

klasifikasikan ke dalam bentuk Frame Drums, yang dapat diartikan sebagai

gendang berbingkai.

b. Biola (Pesisir)

Gambar 4.5

Sumber: Dokumentasi penulis, 2018

Biola adalah sebuah alat musik dawai yang dimainkan dengan cara digesek

dan masuk kedalam klasifikasi kordofon. Alat musik kordofon menghasilkan

bunyi musik yang suaranya berasal dari dawai atau senar yang dipetik. Biola

pesisir ini bisa dikatakan tidak ada bedanya dengan bentuk biola modern biasa.

Namun yang membedakan adalah teknik permainannya. Biola pesisir sangat

75

berbeda teknik permainannya dengan permainan biola biasa merujuk kepada lagu

dan vokal tradisional pesisir.

c. Akordion (Pesisir)

Gambar 4.5

Sumber: Dokumentasi penulis, 2018

Akordion adalah alat musik yang sebenarnya adalah alat musik yang berasal

dari eropa, namun dengan perkembangan waktu alat musik ini juga diakui sebagai

alat musik tradisional dimana alat musik ini memainkan peranan penting dalam

mengiringi alat musik yang lain. Akordion dapat mengeluarkan bunyi karna ada

tekanan udara.

Disetiap penampilannya dalam pertunjukan lembaga ini selalu memainkan

musik secara langsung atau live. Maka dari itu kemana pun mereka tampil mereka

selalu membawa alat musik sendiri untuk mendukung pertunjukan seni yang akan

mereka bawakan. Untuk musik iringan tari yang dibawakan cenderung memakai

76

alat musik yang sama berhubung karena kesenian yang mereka tampilkan

memang hanya satu saja yaitu pesisir.

4.3.2 Teks Nyanyian

Teks pada lagu-lagu sikambang cenderung berbentuk pantun ataupun syair

yang berkaitan langsung dengan kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini penulis

akan mencantumkan dua bentuk syair dari dua lagu yang sangat familiar sekali

dibawakan oleh Lembaga Kesenian Sikambang.

Syair nyanyian Lagu Duo

Katapang kataping condong, Hanuik kiambang jari bajari

Ari patang condong matoari, Dagang kamano sampe lai

Syair nyanyian Sikambang

Kasik puti ombaknyo caruh, Karang jari babungo tidak

Ilang kasi karano jauh, Ilang budi karano tidak

Ai jauh pincuran jauh, Dimano kasih nan badareh

Sanak jauh ambo pun jauh, Dimano kasih nan kasampai

Jika mendengarkan langsung si penyanyi menyanyikan kedua nyanyian di

atas akan ada terdengan semacam bunga-bunga syair seperti; Buei, Kandungei,

Sayangei, dan Uleei. Penulis tidak bisa mencantumkan ke empat bunga-bunga

syair tersebut ke dalam syair nyanyiannya dikarenakan pada saat tampil

77

penempatan bunga-bunga syair tersebut bisa berubah-ubah tergantung pada

feeling yang menyanyikan.

4.4 Deskripsi Pertunjukan Seni

Pertunjukan adalah sesuatu yang bernilai seni yang ditunjukkan kepada

orang atau masyarakat. Dalam seni pertunjukkan adalah karya seni yang

melibatkan aksi individu atau kelompok tertentu. Pertunjukannya biasanya

melibatkan beberapa unsur: waktu, ruang, tubuh si seniman dan hubungan

seniman dengan penonton.

Seni pertunjukan merupakan sebuah tontonan yang memiliki nilai seni

dimana tontonan tersebut disajikan sebagai pertunjukan di depan penonton. Sal

Murgiyanto juga mengatakan bahwa kajian pertunjukan adalah sebuah disiplin

baru yang mempertemukan ilmu-ilmu seni (musikologi, kajian tari, kajian teater)

di satu titik dan antropologi di titik lain dalam satu kajian inter-disiplin

(etnomusikologi, etnologi tari dan performance studies), (Murgiyanto 1995: 3).

4.4.1 Tempat Pertunjukan

Tempat pelaksanaan pertunjukan yang sering dibawakan oleh Lembaga

Kesenian Sikambang biasa didalam ruangan, diruang terbuka ataupun di

lapangan tergantung dari pihak pengundang. Dimulai dari diundang ke upacara

pernikahan, penyambutan, khitanan, hingga mengayun anak.

78

4.4.2 Waktu Pertunjukan

Waktu pelaksanaan pertunjukan biasanya dari pagi hari ke sore hari atau

dari sore hari ke malam hari. Tapi di waktu-waktu tertentu seperti malam

mangukus dalam upacara perkawinan pesisir, dimulai dari tengah malam hingga

subuh. Tergantung kepada permintaan konsumen ataupun konteks

pertunjukannya.

4.4.3 Awal dan Akhir

Pada saat acara dimulai para pemain Lembaga Kesenian Sikambang terlebih

dahulu membuka acara dengan sebuah pantun atau syair yang kadang kala bisa

bersahut-sahutan dari satu orang kepada pemain yang lain. Lalu kemudian dibuka

dengan menabuh gendang serta mulai memainkan lagu-lagu yang sudah

dilatihkan.

4.4.4 Acara Kegiatan yang Terorganisir

Pada saat pelaksaan pertunjukan, semua anggota akan melakukan

persiapan masing-masing seperti persiapan kostum dan riasan dengan berkumpul

di belakang panggung. Semua keperluan yang dibutuhkan telah dipersiapkan

sebelum acara dimulai. Di tempat pelaksanaan acara, semua alat musik telah

disiapkan dengan diberikan kepada masing-masing anggota pemusik sesuai

dengan tugasnya, dikarenakan ini acara hiburan semua persiapan dilakukan

79

sedemikian mungkin. Apa yang telah dilatih sebelumnya pada saat latihan akan

ditampilkan dengan arahan dari pembawa acara.

4.4.5 Sekelompok Penonton

Penonton adalah orang yang menyaksikan pertunjukan. Dalam setiap

pertunjukan, penonton adalah orang-orang yang hadir di tempat pertunjukkan baik

sebagai tamu undangan maupun peserta lainnya.

4.4.6 Sekelompok Pemain

Pemain dalam hal ini adalah pemusik dan penari. Pemusik adalah orang

yang memainkan alat musik. Pemusik juga berperan penting dalam pertunjukkan

ini dimana tanpa pemusik tari tidak bisa ditarikan. Setiap pertunjukan pemusik

harus ada dan tempatnya selalu diatas panggung atau tempat yang sudah

disediakan.

Penari adalah pelaku tarian atau orang yang membawakan suatu tarian.

Penari merupakan bagian yang paling penting dalam setiap pertunjukan. Hal ini

dikarenakan penarilah yang akan menjadi pusat perhatian dari penonton.

Karena itu diperlukan penari yang memiliki kecakapan dan kemampuan

menarikan setiap tarian yang dibawakan tersebut di lapangan.

80

4.4.7 Kesempatan Untuk Mempertunjukannya

Kesempatan untuk mempertunjukkan karya dan jasa dari Lembaga

Kesenian Sikambang dapat dimana saja, tergantung pada pihak yang mengundang

mereka. Dimulai dari acara adat-istiadat seperti; Upacara Perkawinan, Upacara

Sunat Rasul (khitanan), Penyambutan, Penobatan, Turun Karai (turun tanah),

Mengayun Anak, Memasuki Rumah Baru, Peresmian dan berbagai pertunjukan

kesenian/pergelaran semua itu adalah sebuah kesempatan yang dimiliki oleh

Lembaga Kesenian Sikambang untuk mempertunjukkan hasil karya mereka dalam

hal ini berbentuk jasa.

4.5 Deskripsi Struktur Musik

4.5.1 Peoses Transkripsi

Dalam proses transkripsi musik terdapat dua jenis cara penotasian, yaitu

notasi balok dan notasi angka. Dalam hal ini penulis akan menggunakan notasi

balok untuk mentranskripsinya musik yang menjadi sampel penelitian. Pemilihan

notasi balok ini dikarenakan karena sifatnya yang sangat umum dipergunakan

dalam penulisan musik dikalangan disiplin etnomusikologi dan juga oleh

masyarakat luas.

Kemudian untuk mendeskripsikan melodi dari musik pengiring dan tari

yang disajikan oleh Lembaga Kesenian Sikambang, penulis menggunakan Teori

Malm (1977:15) dengan menganalisis musik yang dilihat dari tangga nada,

wilayah nada, jumlah nada, nada dasar, kadensa, interval, kantur, dan bentuk

81

(form). Namun dalam hal ini penulis hanya akan mentransikpsikan alat musik

pembawa melodinya saja. Proses transkripsi ini dilakukan dari hasil dokumentasi

dan pengamatan penulis dilapangan.

Menurut Nettl, (1964: 98) ada dua pendekatan yang berkenaan dengan

pendeskripsian musik yaitu: (1) kita dapat mendeskripsikan dan menganalisis apa

yang kita dengar; (2) kita dapat menuliskan berbagai cara keatas kertas dan

mendeskripsikan apa yang kita lihat.

82

4.5.2 Analisis Melodi

LAGU DUO

Transkripsi oleh: Johannes Nababan dan Meta Girsang

83

Analisis Melodi Lagu Duo

1. Simbol Notasi

Not Penuh

Not Setengah (1/2)

Not Seper-empat (1/4)

Not Seper-delapan (1/8)

84

Not Seper-enam belas (1/16)

Not Seper-tiga puluh dua (1/32)

2. Tangga Nada

Netll (1964 : 145), mengemukakan cara-cara mendeskripsikan tangga nada

dengan menuliskan nada yang dipakai tanpa melihat fungsi masing-masing dalam

lagu. Tangga nada dalam musik barat dapat diartikan sebagai satu kumpulan not

yang diatur sedemikian rupa dengan aturan yang telah ada (baku) sehingga

memberikan karakter tertentu,(Nettl 1994: 99).

Tangga nada tersebut lalu digolongkan menurut beberapa klasifikasi

menurut jumlah nada yang dipakai, yaitu : diatonic (dua nada), tritonic (tiga

nada), tetratonic (empat nada), pentatonic (lima nada), hexatonic (enam nada),

heptatonic (tujuh nada). Serta menurut interval antara nada-nada yang disusun

dari nada terendah sampai nada tertinggi seperti mayor dan minor. Dua nada

dengan jarak satu oktaf biasanya dianggap satu nada saja, (Bruno Nettl terj.

Nathalian 2012: 142). Berdasarkan pendapat tersebut, Tangga nada Lagu Duo

dapat disebut heptatonik (terdiri dari tujuh nada). Nada- nada di atas jka

digambarkan dalam notasi balok, maka hasilnya akan seperti ini:

C D E F G A B

85

3. Jumlah Nada (frequency of notes)

Jumlah nada dapat dilihat dari banyaknya pemakaian nada dalam sebuah

komposisi musik yang telah di transkripsikan ke dalam bentuk notasi. Jumlah

nada yang dipakai dalam Lagu Duo sesuai dengan tangga nada yang telah dibuat

sebelumnya.

Berikut adalah jumlah nada yang digunakan dalam lagu Lagu Duo adalah :

Tabel Jumlah Nada

No Nada Jumlah Nada

1 C 3

2 Cis 37

3 D 13

4 Dis 32

5 Es 14

6 E 25

7 F 5

8 Fis 51

9 G 29

10 Gis 45

11 A 20

12 Bes 38

13 B 39

86

Berikut adalah nada yang terdapat dalam lagu:

C Cis D Dis E Es F Fis G Gis A B Bes

4. Nada Dasar

Bruno Nettl mengemukakan ada tujuh cara untuk menentukan nada dasar

(pitch center/tonalitas) yaitu :

1. Patokan umum adalah melihat nada mana yang paling sering dipakai dan nada

mana yang jarang dipakai dalam komposisi tersebut.

2. Kadang-kadang nada yang harga ritmisnya besar dapat dianggap sebagai nada

dasar, walaupun nada tersebut jarang dipakai.

3. Nada yang dipakai pada akhir (awal) komposisi atau pada akhir (awal) bagian-

bagian komposisi, dapat dianggap sebagai tonalitas dalam komposisi tersebut.

4. Nada yang menduduki posisi paling rendah dalam tangga nada atau posisi

persis ditengah-tengah dapat juga dianggap penting.

5. Interval-interval yang terdapat diantara nada-nada kadang dipakai sebagai

patokan.

6. Ada tekanan ritmis pada sebuah nada, juga dipakai sebagai tonalitas.

7. Harus diingat bahwa barang kali ada gaya-gaya musik yang mempunyai sistem

tonalitas yang tidak bisa dideskripsikan dengan patokan-patokan diatas.

Mendeskripsikan sistem tonalitas seperti ini, cara terbaik tampaknya adalah

87

berdasarkan pengalaman, pengenalan yang akrab dengan gaya musik tersebut

akan dapat ditentukan tonalitas dari musik yang diteliti.

Berdasarkan tabel jumlah nada diatas, maka:

Nada yang sering dipakai adalah Fis dengan jumlah nada 51. Maka nada dasar

pada Lagu Duo adalah: Fis

5. Wilayah Nada (Range)

Wilayah nada dalam sebuah komposisi musik adalah jarak antara nada

terendah dengan nada tertinggi yang ada pada melodi tersebut. Dari hasil

transkripsi nada terendah ialah B dan nada tertinggi ialah A. Maka melodi lagu

Imbau Manibung tersebut akan dimasukkan ke dalam garis paranada untuk dapat

melihat dengan jelas susunan nada-nada yang ada pada lagu tersebut, dengan

tujuan untuk mempermudah penulis dalam melihat nada terendah dan tertinggi

dalam lagu tersebut. Wilayah nada Lagu Duo dapat kita lihat pada gambar

dibawah ini.

B A

6. Interval

Interval adalah jarak antara satu nada dengan nada yang lainnya (Manoff

1991: 50). Jarak antara nada satu dengan nada lainnya yang terdiri dari interval

88

naik maupun interval turun menurut jumlah larasnya yang dapat mempengaruhi

jumlah interval tersebut. Jumlah interval merupakan banyaknya interval yang

dipakai dalam suatu komposisi musik atau nyanyian.

Tabel Interval

Simbol

interval

Jlh

nada

Jlh

laras

Nama dan jenis interval Contoh

nada

1P 1 0 prime perfect (murni) C – C

2M 2 1 sekunda mayor (besar) C – D

3M 3 2 Terts mayor (besar) C – E

4P 4 2,5 kwart perfect (sempurna) C – F

5P 5 3,5 kwint perfect (murni) C – G

6M 6 4,5 sekta mayor (besar) C – A

7M 7 5,5 septime mayor (besar) C – B

8P 8 6 oktaf Perfect (murni) C – c’

Interval besar (mayor, M) dikurang setengah laras menjadi interval kecil

(minor, m); interval murni (perfect, P) dan kecil (minor, m) dikurang setengah

laras menjadi interval kurang (diminish, dim); Sebaliknya, interval besar (mayor,

M) dan murni (perfect, P) ditambah setengah laras menjadi interval lebih

(augumentasi, Ag), sedangkan interval murni (perfect) tidak bisa menjadi interval

besar ataupun kecil.

89

C – E = 3M (2 laras)

C – Es = 3m (1 ½ laras)

Rumus interval

dim + ½ laras = m m + ½ laras = M M + ½ laras = Ag

m – ½ laras = dim M – ½ laras = m Ag – ½ laras = M

P – ½ laras = dim P + ½ laras = Ag

Dengan demikian, berdasarkan hukum interval di atas maka interval yang terdapat

dalam Lagu Duo adalah:

Interval Jumlah

laras

Jumlah

nada

1Aug 0,5 26

1P 0 25

2 Aug 1,5 7

2M 1 120

2m 0,5 68

3M 2 18

3m 1,5 19

3dim 1 43

90

4Aug 3 1

4P 2,5 9

4dim 2 15

5Aug 4 1

5P 3,5 7

6M 4,5 0

7M 5,5 0

8P 6 0

Jumlah 359

91

Trasnkripsi Oleh: Johannes Nababan dan Meta Girsang

92

1. Simbol Notasi

Not Penuh

Not Setengah (1/2)

Not Seper-empat (1/4)

93

Not Seper-delapan (1/8)

Not Seper-enam belas (1/16)

Not Seper-tiga puluh dua (1/32)

2. Tangga Nada

Netll (1964 : 145), mengemukakan cara-cara mendeskripsikan tangga nada

dengan menuliskan nada yang dipakai tanpa melihat fungsi masing-masing dalam

lagu. Tangga nada dalam musik barat dapat diartikan sebagai satu kumpulan not

yang diatur sedemikian rupa dengan aturan yang telah ada (baku) sehingga

memberikan karakter tertentu,(Nettl 1994: 99).

Tangga nada tersebut lalu digolongkan menurut beberapa klasifikasi

menurut jumlah nada yang dipakai, yaitu : diatonic (dua nada), tritonic (tiga

nada), tetratonic (empat nada), pentatonic (lima nada), hexatonic (enam nada),

heptatonic (tujuh nada). Serta menurut interval antara nada-nada yang disusun

dari nada terendah sampai nada tertinggi seperti mayor dan minor. Dua nada

dengan jarak satu oktaf biasanya dianggap satu nada saja, (Bruno Nettl terj.

Nathalian 2012: 142). Berdasarkan pendapat tersebut, Tangga nada Sikambang

dapat disebut heptatonik (terdiri dari tujuh nada). Jika digambarkan dalam notasi

balok, maka hasilnya akan seperti ini:

94

C D E F G A B

3. Jumlah Nada (frequency of notes)

Jumlah nada dapat dilihat dari banyaknya pemakaian nada dalam sebuah

komposisi musik yang telah di transkripsikan ke dalam bentuk notasi. Jumlah

nada yang dipakai dalam Lagu Duo sesuai dengan tangga nada yang telah dibuat

sebelumnya.

Berikut adalah jumlah nada yang digunakan dalam lagu Sikambang adalah :

Tabel Jumlah Nada

No Nada Jumlah Nada

1 C 73

2 D 63

3 E 59

7 F 35

9 G 55

10 Gis 7

11 A 75

12 Bes 29

95

13 B 23

Berikut adalah nada yang terdapat dalam lagu:

C D E F G Gis A B Bes

4. Nada Dasar

Bruno Nettl mengemukakan ada tujuh cara untuk menentukan nada dasar

(pitch center/tonalitas) yaitu :

1. Patokan umum adalah melihat nada mana yang paling sering dipakai dan nada

mana yang jarang dipakai dalam komposisi tersebut.

2. Kadang-kadang nada yang harga ritmisnya besar dapat dianggap sebagai nada

dasar, walaupun nada tersebut jarang dipakai.

3. Nada yang dipakai pada akhir (awal) komposisi atau pada akhir (awal) bagian-

bagian komposisi, dapat dianggap sebagai tonalitas dalam komposisi tersebut.

4. Nada yang menduduki posisi paling rendah dalam tangga nada atau posisi

persis ditengah-tengah dapat juga dianggap penting.

5. Interval-interval yang terdapat diantara nada-nada kadang dipakai sebagai

patokan.

6. Ada tekanan ritmis pada sebuah nada, juga dipakai sebagai tonalitas.

7. Harus diingat bahwa barang kali ada gaya-gaya musik yang mempunyai sistem

tonalitas yang tidak bisa dideskripsikan dengan patokan-patokan diatas.

Mendeskripsikan sistem tonalitas seperti ini, cara terbaik tampaknya adalah

96

berdasarkan pengalaman, pengenalan yang akrab dengan gaya musik tersebut

akan dapat ditentukan tonalitas dari musik yang diteliti.

Berdasarkan tabel jumlah nada diatas, maka:

Nada yang sering dipakai adalah A dengan jumlah nada 75. Maka nada dasar pada

Lagu Sikambang adalah: A

5. Wilayah Nada (Range)

Wilayah nada dalam sebuah komposisi musik adalah jarak antara nada

terendah dengan nada tertinggi yang ada pada melodi tersebut. Dari hasil

transkripsi nada terendah ialah G dan nada tertinggi ialah Bes. Maka melodi lagu

Imbau Manibung tersebut akan dimasukkan ke dalam garis paranada untuk dapat

melihat dengan jelas susunan nada-nada yang ada pada lagu tersebut, dengan

tujuan untuk mempermudah penulis dalam melihat nada terendah dan tertinggi

dalam lagu tersebut. Wilayah nada Sikambang dapat kita lihat pada gambar

dibawah ini:

G Bes

6. Interval

Interval adalah jarak antara satu nada dengan nada yang lainnya (Manoff

1991: 50). Jarak antara nada satu dengan nada lainnya yang terdiri dari interval

naik maupun interval turun menurut jumlah larasnya yang dapat mempengaruhi

97

jumlah interval tersebut. Jumlah interval merupakan banyaknya interval yang

dipakai dalam suatu komposisi musik atau nyanyian.

Tabel Interval

Simbol

interval

Jlh

nada

Jlh

laras

Nama dan jenis interval Contoh

nada

1P 1 0 prime perfect (murni) C – C

2M 2 1 sekunda mayor (besar) C – D

3M 3 2 Terts mayor (besar) C – E

4P 4 2,5 kwart perfect (sempurna) C – F

5P 5 3,5 kwint perfect (murni) C – G

6M 6 4,5 sekta mayor (besar) C – A

7M 7 5,5 septime mayor (besar) C – B

8P 8 6 oktaf Perfect (murni) C – c’

Interval besar (mayor, M) dikurang setengah laras menjadi interval kecil

(minor, m); interval murni (perfect, P) dan kecil (minor, m) dikurang setengah

laras menjadi interval kurang (diminish, dim); Sebaliknya, interval besar (mayor,

M) dan murni (perfect, P) ditambah setengah laras menjadi interval lebih

(augumentasi, Ag), sedangkan interval murni (perfect) tidak bisa menjadi interval

besar ataupun kecil.

C – E = 3M (2 laras)

C – Es = 3m (1 ½ laras)

98

Rumus interval

dim + ½ laras = m m + ½ laras = M M + ½ laras = Ag

m – ½ laras = dim M – ½ laras = m Ag – ½ laras = M

P – ½ laras = dim P + ½ laras = Ag

Dengan demikian, berdasarkan hukum interval di atas maka interval yang terdapat

dalam lagu Sikambang.

Interval Jumlah

laras

Jumlah

nada

1P 0 11

2M 1 201

2m 0,5 77

3M 2 0

3m 1,5 34

4P 2,5 5

5P 3,5 4

6M 4,5 0

7M 5,5 0

99

8P 6 0

Jumlah 332

100

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan pada uraian yang telah dikemukakan pada bab-bab

sebelumnya, penulis membuat kesimpulan dari hasil penelitian yang telah penulis

lakukan. Pengelolaan atau manajemen adalah bagian dari kehidupan manusia baik

disadari ataupun tidak, pengelolaan itu sangat berkaitan dengan kehidupan

manusia itu didalam melakukan kegiatannya baik pengelolaan waktu atupun

pengelolaan didalam hal lainya sehari-hari. Pengelolaan yang diterapkan oleh

setiap usaha, organisasi ataupun lembaga baik kecil atau pun besar sangat

berpengaruhi kelangsungan usaha tersebut ke masa yang akan datang.

Pengelolaan yang diterapakan oleh setiap usaha-usaha tersebut tergantung dari

pihak pengelola sebagai mana ia mengelola dengan baik, mulai dari ide-ide yang

dihasilkan, sistem pelatihan anggota, pemilihan anggota, sampai ide-ide tersebut

dikemas sebagai suatu karya namun yang tidak kalah penting ialah bagaimana ia

mengelola sistem marketing atau sistem pemasarannya sehingga karya-karya yang

dihasilkan oleh suatu lembaga dapat sampai kepada masyarakat dinikmati dan

menguntungkan secara financial bagi pihak pelaku usaha atau lembaga.

Begitu juga dengan Lembaga Kesenian Sikambang di Desa Jago Jago,

meskipun masih tergolong ke dalam jenis lembaga tradisional akan tetapi

masyarakat desa yang mengurusnya tidak menganggap itu sebagai suatu

kekurangan. Dan masyarakat di desa itu pun sangat menyadari bahwa pentingnya

melestarikan kesenian tradisional dilihat dari minat dari masyarakat yang pada

101

setiap event yang ada di desa jago jago, mereka selalu memanggil pemain musik

serta penari dari Lembaga Kesenian Sikambang untuk mengisi acaranya. Tentu

dengan cara yang profesional yakni melakukan transaksi pembayaran yang sesuai

dengan tarif yang ditawarkan oleh Lembaga Kesenian Sikambang.

Dan yang paling penting yakni Lembaga Kesenian Sikambang ini

mampu untuk mengarahkan masyarakat agar mampu melestarikan kesenian

daerahnya melalui peningkatan mutu sumber daya manusia dan mengelolanya

dengan baik serta dapat memajukan kesenian masyarakat pesisir.

5.2 Saran

Pengelolaan atau manajemen merupakan kunci utama dapat berkembang

serta bertahannya suatu usaha atau lembaga, baik lembaga besar ataupun lembaga

kecil. Setiap lembaga yang dikelola itu hendaknya menerapakan pengelolaan yang

baik sehingga tujuan dari usaha atau lembaga tersebut dapat tercapai ditengah

banyak usaha atau lembaga yang bergerak dibidangnya masing-masing, seperti

halnya Lembaga Kesenian Sikambang sebagai salah satu lembaga kesenian

tradisional. Setiap lembaga yang bergerak dibidang kesenian haruslah

memperhatian pengelolaan pada lembaganya baik dari segi pengelolaan struktur

kepengurusanya sampai pada pengelolaan materi atau produk yang dihasilkan

serta kualitas sehingga senantiasa bisa melestarikan kebudayaan pesisir.

102

DAFTAR INFORMAN

1. Nama : Laili Fitri Purba, SE

Umur : 37 Tahun

Pekerjaan : Kepala Desa Jago Jago

Alamat : Desa Jago Jago, Kecamatan Badiri, Kabupaten Tapanuli Tengah

2. Nama : Muzrin Siregar

Umur : 44 Tahun

Pekerjaan : Ketua Lembaga Kesenian Sikambang

Alamat : Jago Jago, Kecamatan Badiri, Kabupaten Tapanuli Tengah

3. Nama : Khairil Siregar

Umur : 59 Tahun

Pekerjaan : Pelatih Musik dan Tari di Lembaga Kesenian Sikambang

Alamat : Jago Jago, Kecamatan Badiri, Kabupaten Tapanuli Tengah

4. Nama : Nasmuddin Siregar

Umur : 85 Tahun

Pekerjaan : Pelatih Musik di Lembaga Kesenian Sikambang

Alamat : Jago Jago, Kecamatan Badiri, Kabupaten Tapanuli Tengah

103

5. Nama : Zainal Abidin Tanjung

Umur : 66 Tahun

Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Jalan Meranti Arah Laut No.68 Kota Sibolga

104

DAFTAR PUSTAKA

Asiyanto. 2005. Manajemen Produksi Untuk Jasa Kontruksi.Jakarta: PT Pradnya Paramita.

Achmad, Sobirin. 2007. Budaya Organisasi. Yokyakarta, Unit Penerbit Dan Percetakan Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN.

Abdurrahmat, Fathoni. 2006. Organisasi dan Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta :Rineka Cipta

Arief, Furchan. 1992. Pengantar Metode Penelitian Kualitatif. Surabaya : Usaha Nasional

Irfan, 2004. Makna Atau Arti Yang Terdapat Pada Sistem Peralatan Gondang Dan Fase-Fase. Jakarta: Jembatan.

Jurnal Panggung, STSI Bandung No. xxx Tahun 2005 Kumaruddin .1991. Asas-Asas Menejemen Produksi Lexy J. Moleong. 2000. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja

Roksadakarya. Lowrimer, Lowrence T. et. al. 1991. Grolier Encyclopedia of Knowledge,Volume

1-20, Grolier, Incorporated, Danburry, Connecticut. Muhammad Takari, Heristina Dewi. 2008. Budaya Musik dan Tari Melayu

Sumatera Utara. Medan. USU Press. Muhammad, Takari. 2008. Manajemen Seni. Medan: Studi Kultura. Muhammad Takari, Fadllin, Heristina Dewi, Frida Deliana, Torang Naiborhu,

Arifni Netriroza. 2008. Masyarakat Kesenian di Indonesia. Medan, Studi Kultura, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara.

Malayu S.P. H. Hasibuan, S.P..1996. Organisasi dan Motivasi, Jakarta: Bumi Aksara.

Poerwadarminta, W.J.S., 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Rahayu, Supanggah. 2008. Etnomusikologi, Yokyakarta : Yayasan Bentang Budaya.

Purba, Anna, 2012. Analisis Musikal dan Tekstual Dampeng Pada Upacara Adat Perkawinan Suku Pesisir di Kota Sibolga. Skripsi sarjana Etnomusikologi FS USU.

Murgyanto, Sal. 1996. “Cakrawala Pertunjukan Budaya Mengkaji atas-Batas Dan Arti Pertunjukan. Yokyakarta,” Jurnal MSPI.

Rahayu, Tri, lin, Ardi Ardani, Tristiadi. 2004. Observasi dan Wawancara, Malang, Jawa Timur :Bayumedia Publishing.

Soedarsono. 1999. Seni Pertunjukan Indonesia Dan Pariwisata. Bandung: MSPI. Situmorang, Arah S., 2008 Lembaga Kesenian Ria Agung: Deskripsi

Pengelolaan dan Pertunjukan Seni. Skripsi sarjana Etnomusikologi FS USU.

Sunarto. 2006. Manajemen Pemasaran. Yokyakarta : UST Press. Supardi, Syaiful Anwar. 2002. Prinsip Dasar Organisasi. Yokyakarta, UII Press.

105

SUMBER INTERNET

http://repository.usu.ac.id http://google.com http://id.wikipedia.org http://ogunsibolga.blogspot.com/ https://sugionomuslimin.wordpress.com/2010/11/05/konsep-pengelolaan-manajemen/ https://etnografisumatera.wordpress.com/2016/05/03/208/ https://publikasibpstapanulitengahkab.files.wordpress.com/2013/01/15-1204011_2012_1101002_statistik-daerah-kecamatan-badiri-2012.pdf