24
BAB V TUGAS KHUSUS 5.1 Pendahuluan Dalam bidang analisis terdapat hasil-hasil pengujian yang berbeda dengan sampel yang sama, karena hasil-hasil tersebut didapatkan dari beberapa laboratorium atau analis yang berbeda. Dengan kata lain, terdapat berbagai macam variasi data pengujian antara laboratorium yang satu dengan yang lain, sedangkan bagi pengguna data tersebut perbedaan yang kecil akan sangat menentukan. Komposisi yang terkandung dalam suatu produk makanan ataupun minuman telah tercantum dalam label ataupun kemasan produk tersebut, akan tetapi kebenaran kadar yang tercantum dalam label tersebut masih perlu diteliti lebih lanjut. Oleh karena itu, kita sebagai seorang analis dituntut untuk dapat menentukan kadar tersebut sehingga 42

BAB V Baru

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB V Baru

BAB V

TUGAS KHUSUS

5.1 Pendahuluan

Dalam bidang analisis terdapat hasil-hasil pengujian yang berbeda dengan sampel

yang sama, karena hasil-hasil tersebut didapatkan dari beberapa laboratorium atau

analis yang berbeda. Dengan kata lain, terdapat berbagai macam variasi data

pengujian antara laboratorium yang satu dengan yang lain, sedangkan bagi pengguna

data tersebut perbedaan yang kecil akan sangat menentukan.

Komposisi yang terkandung dalam suatu produk makanan ataupun minuman telah

tercantum dalam label ataupun kemasan produk tersebut, akan tetapi kebenaran kadar

yang tercantum dalam label tersebut masih perlu diteliti lebih lanjut. Oleh karena itu,

kita sebagai seorang analis dituntut untuk dapat menentukan kadar tersebut sehingga

didapatkan kebenaran yang jelas mengenai kadar yang terkandung pada komposisi

label tersebut. Penentuan kadar tersebut dilakukan dengan cara pengujian terhadap

sampel dan penggunaaan metode yang sesuai, salah satu metode yang sesuai yang

dapat digunakan ialah metode kromatografi gas. Produk yang diuji dimana

digunakan metode kromatografi gas tersebut, yaitu penentuan kadar alkohol dalam

minuman beralkohol (bir).

42

Page 2: BAB V Baru

5.2 Tujuan

Menetapkan kadar metanol dan etanol dalam minuman beralkohol (bir) dengan

menggunakan metode kromatografi gas.

5.3 Prinsip

5.3.1 Destilasi alkohol dalam minuman beralkohol (bir)

5.3.1.1 Berdasarkan perbedaan titik didih dari suatu larutan dimana cairan yang

memiliki titik didih rendah akan menguap terlebih dahulu dibandingkan

dengan cairan yang memiliki titik didih yang tinggi.

5.3.1.2 Berdasarkan pemisahan suatu zat yang mempunyai sifat yang dapat terbawa

oleh uap air tetapi zat tersebut tidak bercampur dengan uap air.

5.3.2 Penentuan kadar alkohol

5.3.2.1 Berdasarkan Hukum Like Dissolved Like dimana suatu senyawa yang

memiliki sifat relatif polar akan larut kedalam senyawa polar sedangkan

senyawa yang memiliki sifat relatif non polar akan larut kedalam senyawa

non polar.

5.3.2.2 Berdasarkan perbedaan distribusi komponen-komponen diantara dua fasa

yaitu fasa diam dan fasa gerak.

5.3.2.3 Analisis kuantitatif metanol dan etanol secara kromatografi gas setelah

didestilasi menggunakan baku internal n-propanol.

43

Page 3: BAB V Baru

5.4 Alat dan Bahan

5.4.1 Destilasi alkohol dalam minuman beralkohol (bir)

Alat dan bahan yang digunakan dalam destilasi minuman beralkohol (bir) yaitu:

1. Alat-alat yang digunakan

a. Alat destilasi BUCHI Unit K-355

b. Botol semprot

c. Gelas ukur

d. Labu erlenmeyer

e. Labu ukur

f. Plastik wrap

2. Bahan-bahan yang digunakan

a. Akuades

b. Larutan 2-propanol 10%

c. Minuman beralkohol (bir)

5.4.2 Penentuan kadar alkohol

Alat dan bahan yang digunakan dalam penentuan kadar alkohol yaitu:

1. Alat-alat yang digunakan

a. Alat kromatografi gas Shimadzu 17A

b. Labu ukur

c. Syringe

44

Page 4: BAB V Baru

d. Pipet

2. Bahan-bahan yang digunakan

a. Akuades

b. Larutan 2-propanol 100%

c. Larutan Etanol 5%, 25% dan 100%

d. Larutan Metanol 5%, 25% dan 100%

e. Minuman beralkohol (bir)

5.5 Kondisi operasi alat

Alat : Kromatografi Gas Shimadzu 17A

Kolom Kapiler : HP. Plot Q dengan panjang 30 meter, diameter dalam 0,32 mm

Suhu Kolom : 170°C

Suhu Injektor : 220°C

Suhu Detektor : FID 250°C

Gas Pembawa : Nitrogen UHP

Injeksi : 1 μl

Udara Tekan : 117 ml/menit

Voltase : 220 V

45

Page 5: BAB V Baru

5.6 Prosedur

5.6.1 Pembuatan larutan baku

5.6.1.a Pembuatan larutan campuran baku pembanding etanol metanol 0,05%

Dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL, 1 mL larutan etanol 5%, 1 mL

metanol 5% dan 0,2 mL 2-propanol 100%, ditambahkan dengan akuades hingga tepat

tanda batas. Kemudian dikocok sampai homogen (larutan B1).

5.6.1.b Pembuatan larutan campuran baku pembanding etanol metanol 0,1%

Dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL, 1 mL larutan etanol 5%, 1 mL

metanol 5% dan 0,1 mL 2-propanol 100%, ditambahkan dengan akuades hingga tepat

tanda batas. Kemudian dikocok sampai homogen (larutan B2).

5.6.1.c Pembuatan larutan campuran baku pembanding etanol metanol 0,2%

Dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL, 2 mL larutan etanol 5%, 2 mL

metanol 5% dan 0,2 mL 2-propanol 100%, ditambahkan dengan akuades hingga tepat

tanda batas. Kemudian dikocok sampai homogen (larutan B3).

5.6.1.d Pembuatan larutan campuran baku pembanding etanol metanol 0,5%

Dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL, 1 mL larutan etanol 25%, 1 mL

metanol 25% dan 0,2 mL 2-propanol 100%, ditambahkan dengan akuades hingga

tepat tanda batas. Kemudian dikocok sampai homogen (larutan B4).

46

Page 6: BAB V Baru

5.6.1.e Pembuatan larutan campuran baku pembanding etanol metanol 1%

Dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL, 10 mL larutan etanol 5%, 10 mL

metanol 5% dan 0,2 mL 2-propanol 100%, ditambahkan dengan akuades hingga tepat

tanda batas. Kemudian dikocok sampai homogen (larutan B5).

5.6.2 Penentuan uji kelayakan sistem

Dibuat larutan campuran baku, yang dibuat dengan cara, dipipet sebanyak 1 mL

larutan Etanol, Metanol dan 2-propanol 0,5%, dimasukkan ke dalam labu ukur 50

mL, ditambahkan dengan akuades hingga tepat tanda batas, kocok hingga homogen.

Kemudian diinjeksikan larutan tersebut pada alat GC sebanyak 1 μL, ditunggu

sampai puncak keluar. Diulangi penginjeksian paling sedikit sebanyak enam kali.

5.6.3 Penentuan kurva baku metanol dan etanol

Disiapkan larutan (B1, B2, B3, B4 dan B5) yang telah dibuat sebelumnya, lalu

diinjeksikan masing-masing larutan tersebut pada alat GC sebanyak 1 μL

menggunakan syringe, ditunggu sampai puncak keluar. Diulangi penginjeksian paling

sedikit sebanyak dua kali.

5.6.4 Destilasi alkohol dalam minuman beralkohol (bir)

Dipipet sebanyak 25 mL sampel, dimasukkan ke dalam labu destilasi dan

ditambahkan 25 mL akuades. Sampel didestilasi selama 3 menit pada suhu 100°C.

Destilat ditampung dalam labu ukur 25 mL sampai tepat tanda batas yang

sebelumnya telah berisi 2 mL akuades. Kemudian dikocok sampai homogen.

47

Page 7: BAB V Baru

5.6.4.a Penentuan kadar etanol dan metanol dalam minuman beralkohol yang

mengandung 1-15% alkohol

5,0 mL destilat, dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL, ditambahkan 1 mL

larutan 2-propanol 10%. Diencerkan dengan akuades hingga tepat tanda batas. Kocok

sampai homogen (larutan A1).

5.6.4.b Penentuan kadar etanol dan metanol dalam minuman beralkohol yang

mengandung lebih dari 15% alkohol

0,5 mL destilat, dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL. Ditambahkan 1 mL

larutan 2-propanol 10%. Diencerkan dengan akuades hingga tepat tanda batas. Kocok

sampai homogen (larutan A2).

5.6.5 Penentuan kadar etanol dan metanol dalam minuman beralkohol (bir)

Disiapkan larutan (A1 dan A2) yang telah dibuat sebelumnya, lalu diinjeksikan

masing-masing larutan tersebut pada alat GC sebanyak 1 μL, ditunggu sampai puncak

keluar. Diulangi penginjeksian paling sedikit sebanyak dua kali.

5.7 Data Pengamatan

Pada penentuan kadar etanol dan metanol dalam minuman beralkohol (bir)

dengan menggunakan teknik kromatografi gas yang dilakukan di Laboratorium

Pengujian Pangan dan Bahan Berbahaya Balai Besar POM, maka didapatkan data

sebagai berikut :

48

Page 8: BAB V Baru

5.7.1 Data Uji Kelayakan Sistem

Uji Kelayakan Sistem ini dilakukan untuk melihat kinerja instrumen GC yang

digunakan, terutama melihat sensitivitas alat terhadap zat yang akan diuji.

Dari hasil pengukuran maka di dapat data sebagai berikut:

Tabel 5.1 Data perbandingan area metanol dengan internal standar (IS).

Injeksi ke Area ISPerbandingan luas area Metanol : Internal

Standar1 9233 9197 1,0042 9979 9434 1,0573 9336 9450 0,9884 8789 9234 0,9525 9342 9466 0,9876 10295 10112 1,018

Tabel 5.2 Data perbandingan area etanol dengan internal standar (IS).

Injeksi ke Area ISPerbandingan luas area Etanol : Internal

Standar1 13217 9197 1,4372 13984 9434 1,4823 13284 9450 1,4064 13761 9234 1,5005 13653 9466 1,4426 15013 10112 1,485

49

Page 9: BAB V Baru

Dari data area yang diperoleh maka dapat dihitung nilai rata-rata area, nilai standar

deviasi (SD), dan nilai relative standar deviasi (RSD) yang berada dalam Tabel 5.1

dan Tabel 5.2. Rumus dari nilai rata-rata adalah sebagai berikut:

Rata-rata = ∑x : n

Keterangan:

x = Area

n = Jumlah yang diinjeksikan

Untuk nilai RSD yang berada dalam Tabel 5.1, maka harus diperoleh nilai standar

deviasi terlebih dahulu. Nilai standar deviasi didapat dari rumus sebagai berikut:

SD=√∑ ( X i−X )2

n−1

Keterangan:

X = Nilai rata-rata

n = Jumlah yang diulangkan

Setelah nilai standar deviasi (SD) diperoleh maka dapat dihitung nilai RSD yang

berada dalam Tabel 5.1 dengan mempergunakan rumus:

RSD=SD

Xo

x 100%

Keterangan: Xo : Rata-rata Area

SD : Standar Deviasi

50

Page 10: BAB V Baru

Tabel 5.3 Data rata-rata area, SD dan RSD metanol dan etanol.

Keterangan Metanol EtanolRata - rata perbandingan luas area 1 1,45Standar Deviasi (SD) 0,035 0,034Relative Standar Deviasi (RSD) 3,5 2,34

5.7.2 Data kurva baku metanol dan etanol

Tabel 5.4 Data luas area metanol etanol standar dan internal standar dengan perbandingannya terhadap internal standar.

Konsentrasi (%)

Luas AreaPerbandingan luas area :

Internal StandarMetanol Etanol IS Metanol Etanol

0,05 520 1016 9811 0,053001733 0,1035572320,1 1806 2552 10120 0,178458498 0,2521739130,2 4138 5437 10352 0,399729521 0,5252125190,5 9415 14134 8814 1,068186975 1,6035852051 23920 33225 10961 2,182282638 3,031201533

Dari data konsentrasi etanol dan area hasil maka dapat dihitung nilai a dan b

dengan menggunakan hitungan secara komputerisasi yang sudah tersedia, maka

didapat nilai a dan b sebagai berikut:

a = -0,050

b = 2,234

Setelah nilai a dan b diketahui, maka dapat dihitung nilai Y (area regresi) dengan

menggunakan rumus, yaitu:

51

Page 11: BAB V Baru

Y = a + bX

Keterangan:

Y = Area Regresi

X = Konsentrasi

a = Intercept

b = Slope

Dari hasil perhitungan diatas maka didapat kurva kalibrasi di bawah ini.

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.20

0.5

1

1.5

2

2.5

f(x) = 2.23398705746287 x − 0.0502433381912145R² = 0.999963078093042

Kurva Baku Metanol

Konsentrasi

Per

band

inga

n L

uas

Are

a

Gambar 5.1 Kurva perbandingan luas area metanol terhadap konsentrasi (%).

52

Page 12: BAB V Baru

Dari data konsentrasi etanol dan area hasil maka dapat dihitung nilai a dan b

dengan menggunakan hitungan secara komputerisasi yang sudah tersedia, maka

didapat nilai a dan b sebagai berikut:

a = -0,050

b = 3,119

Setelah nilai a dan b diketahui, maka dapat dihitung nilai Y (area regresi) dengan

menggunakan rumus sebelumnya.

Dari hasil perhitungan maka didapat kurva kalibrasi di bawah ini.

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.20

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

f(x) = 3.11911269151808 x − 0.0509256154408648R² = 0.997885887267108

Kurva Baku Etanol

Konsentrasi

Per

band

inga

n L

uas

Are

a

Gambar 5.2 Kurva perbandingan luas area etanol terhadap konsentrasi (%).

53

Page 13: BAB V Baru

5.7.3 Data penentuan kadar etanol dan metanol

Tabel 5.5 Data area hasil etanol, internal standar (IS), konsentrasi etanol dan hasil perbandingan etanol dengan internal standar (IS) dari sampel yang mengandung 1-15% metanol dan etanol.

Injeksi Area IS Etanol : IS1 3951 9916 0,39842 4166 10051 0,4145

Kadar Etanol : y=3,1191 x−0,0509

x1=0,3984+0,0509

3,1191x

505

=1,44 %

x2=0,4145+0,0509

3,1191x

505

=1,49 %

x=1,47 %

Kadar Metanol : Negatif.

Tabel 5.6 Data area hasil etanol, internal standar (IS), konsentrasi etanol dan hasil perbandingan etanol dengan internal standar (IS) dari sampel yang mengandung 1-15% metanol dan etanol.

Injeksi Area IS Etanol : IS1 9202 11581 0,79462 7829 10602 0,7384

54

Page 14: BAB V Baru

Kadar Etanol : y=3,1191 x−0,0509

x1=0,7946+0,0509

3,1191x

505

=2,71 %

x2=0,7384+0,0509

3,1191x

505

=2,53 %

x=2,62 %

Kadar Metanol : Negatif.

Tabel 5.7 Data area hasil etanol, internal standar (IS), konsentrasi etanol dan hasil perbandingan etanol dengan internal standar (IS) dari sampel yang mengandung lebih dari 15% metanol dan etanol.

Injeksi Area IS Etanol : IS1 11705 11629 1,00652 12797 12211 1,0479

Kadar Etanol : y=3,1191 x−0,0509

x1=1,0065+0,0509

3,1191x

500,5

=33,90 %

x2=1,0479+0,0509

3,1191x

500,5

=35,23 %

x=34,56 %

Kadar Metanol : Negatif.

55

Page 15: BAB V Baru

Tabel 5.8 Data area hasil etanol, internal standar (IS), konsentrasi etanol dan hasil perbandingan etanol dengan internal standar (IS) dari sampel yang mengandung lebih dari 15% metanol dan etanol.

Injeksi Area IS Etanol : IS1 12995 11602 1,12012 13799 11757 1,1737

Kadar Etanol : y=3,1191 x−0,0509

x1=1,1201+0,0509

3,1191x

500,5

=40,42 %

x2=1,1737+0,0509

3,1191x

500,5

=39,26 %

x=39,84 %

Kadar Metanol : Negatif.

5.8 Pembahasan

Dalam menentukan kadar suatu senyawa organik, metode yang paling tepat

digunakan adalah metode kromatografi gas, yaitu karena alkohol merupakan senyawa

organik dan sifatnya yang mudah menguap. Metode kromatografi gas ini berdasarkan

pada perbedaan distribusi diantara dua fasa, yaitu fasa diam dan fasa gerak. Pada

kromatografi gas cair, fasa diam yang digunakan berupa cairan. Pada sistem ini,

contoh yang akan dianalisis akan terdistribusi secara partisi antara gas dan lapisan

cairan yang dilapiskan pada partikel penyangga.

56

Page 16: BAB V Baru

Uji Kelayakan Sistem (UKS) merupakan uji yang dilakukan untuk melihat kinerja

instrumen GC yang digunakan, terutama melihat sensitivitas alat terhadap zat yang

akan diuji.

Dalam analisis alkohol dalam minuman beralkohol (bir) ini, UKS dihitung

berdasarkan respon standar deviasi (SD) dan rata-rata area noise tertinggi. Dari

percobaan yang telah dilakukan maka didapat rata-rata area noise tertinggi untuk

metanol adalah 1, sedangkan standar deviasi (SD) yang diperoleh untuk metanol

adalah 0,035. Setelah diketahui nilai rata-rata noise tertinggi dan standar deviasi,

maka dapat dihitung nilai Relative Standar Deviasi (RSD) yaitu:

RSD=SD

Xo

x 100%

RSD = 0,035

1x 100 %

RSD = 3,5%

Sedangkan untuk etanol didapat rata-rata area tertinggi adalah 1,45, dengan

standar deviasi (SD) yang diperoleh adalah 0,034. Setelah diketahui nilai rata-rata

noise tertinggi dan standar deviasi, maka dapat dihitung nilai Relative Standar

Deviasi (RSD) yaitu:

RSD=SD

Xo

x 100%

RSD = 0,0341,45

x100 %

57

Page 17: BAB V Baru

RSD = 2,34%

Dengan demikian didapat Relative Standar Deviasi (RSD) untuk analisis metanol

sebesar 3,5% dan untuk analisis etanol sebesar 2,34%. Dimana RSD tersebut

seharusnya bernilai ≤ 2%, ini dapat dikatakan bahwa kondisi analisis belum optimal,

untuk mendapatkan kondisi yang optimal perlu dilakukan Uji Kelayakan Sistem

ulang.

58