Author
lythuy
View
225
Download
4
Embed Size (px)
64
Bab V ANALISIS PERAN TNI ANGKATAN UDARA ALAM DALAMPENANGGULANGAN BENCANA
Pada bab sebelumnya telah disinggung mengenai signifikansi dan keunikan Peran
TNI Angkatan Udara dalam Penanggulangan Bencana. Bahwa TNI AU telah
melaksanakan peran angkut udara darurat, bantuan medis dan pengamanan. Sesuai
kemampuan yang dimiliki TNI AU dalam hal kecepatan dan daya angkut, TNI AU
telah mendistribusikan bahan-bahan makanan, obat-obatan, pakaian dan sukarelawan
serta peralatan ke wilayah-wilayah yang terkena bencana di Aceh, Yogyakarta dan
beberapa negara tetangga, dengan demikian tanggap darurat yang dilakukan cukup
membantu mengurangi penderitaan para korban akibat bencana. Meskipun demikian,
pelaksanaan tugas kemanusiaan tersebut seperti yang telah disinggung sebelumnya,
juga memiliki beberapa kendala dan hambatan, oleh karena itu perlu mengkaji peran
TNI AU dari aspek prinsip-prinsip OMSP untuk selanjutnya dapat dirumuskan
upaya-upaya dalam rangka meningkatkan kemampuan TNI AU melaksanakan peran
penanggulangan bencana. Pentingnya prinsip-prinsip MOOTW ini, agar signifikansi
peran TNI AU dalam penanggulangan bencana baik di dalam negeri maupun di luar
negeri semakin profesional dan makimal dalam pelaksanaannya dengan akuntabilitas
yang terjamin.
V.1. Analisis Aspek Prinsip-Prinsip MOOTW.
Prinsip-prinsip MOOTW dipergunakan dalam berbagai operasi tempur dalam
mengatasi separatisme, pemberontakan bersenjata dan aksi terorisme, namun peneliti
memakai prinsip-prinsip MOOTW tersebut untuk di terapkan ke dalam operasi non-
tempur dalam penanggulangan bencana.
V.1.1 Prinsip Proporsional
Proporsional diartikan bahwa kekuatan, persenjataan dan peralatan TNI yang
dikerahkan dalam pelaksanaan operasi dilakukan secara sepadan, tidak berlebihan,
memiliki prosedur standar operasi yang jelas, terhindar dari tindakan di luar batas
kewajaran.
65
Dalam melaksanakan penanggulangan bencana khususnya di Nanggroe Aceh
Darussalam, kekuatan Alat Utama Sistem Senjata TNI Angkatan Udara terutama
pesawat angkut maupun helikopter belum sepadan dengan luasnya wilayah yang
terkena bencana maupun besarnya jumlah korban yang akan dievakuasi serta
banyaknya bahan-bahan makanan, pakaian dan obat obatan yang akan didistibusikan
ketempat-tempat yang terisolasi. Disamping itu belum ada standar operasi yang jelas
yang mengatur keterlibatan TNI dalam penanggulangan bencana. Ini menunjukkan
bahwa prinsip-prinsip proporsional dalam MOOTW belum terpenuhi.
V.1.2. Prinsip Tujuan.
Prinsip tujuan diartikan setiap penyelenggaraan operasi harus memiliki rumusan
tujuan/sasaran yang jelas, sehingga tidak menimbulkan keraguan dalam pencapaian
tugas pokok.
TNI Angkatan Udara dalam penanggulangan bencana di NAD mempunyai tujuan
atau sasaran yang jelas yaitu menyalurkan bantuan bahan makanan, obat-obatan dan
mengevakuasi korban dari daerah bencana dengan tujuan meringankan beban
penderitaan korban di daerah bencana, namun TNI Angkatan Udara memiliki
keterbatasan Alutsista serta sarana dan prasarana seperti lanud-lanud yang belum
memiliki rumah sakit lapangan dan tenda-tenda darurat untuk penampungan
pengungsi sehingga sasaran untuk meringankan korban bencana belum optimal,
sehingga prinsip-prinsip MOOTW mengenai prinsip sasaran belum terpenuhi.
V.1.3. Prinsip Kesatuan Komando dan Kendali.
Kesatuan Komando dan Kendali adalah seluruh kegiatan operasi yang dilaksanakan
dalam kerangka OMSP berada dibawah satu komando/penanggungjawab dari
institusi negara yang ditunjuk sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
TNI Angkatan Udara didalam menanggulangi bencana di Aceh membentuk suatu
komando pengendali karena adanya keterlibatan unsur-unsur lain terutama pihak
asing, Kepala Staf TNI AU menunjuk dan memerintahkan Asisten Pengaman Kasau
66
selaku Ketua dan dibantu Ketua Harian yakni Kepala Staf Koopsau I. Sebagai
Dansatkorlak adalah Komandan Lanud Medan dan Komandan Lanud Halim dan
Koordinator Penyalur Bantuan di Aceh adalah Danlanud Sultan Iskandar Muda
Aceh. Ini dilakukan untuk memudahkan pertanggungjawaban dalam melakukan
operasi penanggulangan bencana sekaligus bantuan dapat terkoordinir dengan baik.
Ini menunjukkan bahwa prinsip-prinsip Operasi Militer Selain Perang dalam hal
prinsip Kesatuan Komando dan Kendali tepenuhi.
V.1.4. Keamanan
Keamanan meliputi internal bagi pelaksana dan obyek OMSP. Keamanan eksternal
seperti faktor cuaca, sarana dan prasarana, transportasi dan faktor dari luar lainnya
yang dapat menyebabkan terhambat dan gagalnya penyelenggaraan OMSP.
TNI Angkatan Udara didalam melaksanakan setiap operasi selalu mengutamakan
keselamatan dan keamanan. Keselamatan (Safety) yang diamaksud adalah karena
Alutsista yang diawaki memiliki resiko dan sensitifitas terhadap cuaca, yang
berpengaruh terhadap tinggal landas, mendarat dan melaksanakan penerbangan.
Dalam pengoperasian pesawat terbang semboyan utamanya yaitu keselamatan adalah
segala-galanya (zero accident), karena bagi TNI AU, Alutsista yang diawaki
merupakan aset rakyat yang sangat mahal. Adapun keamanan (Security) yang
dimaksud adalah adanya situasi yang aman dari sabotase, penyerangan, serta
tindakan kejahatan lainnya yang dapat menghambat pelaksanaan tugas. Paskhas TNI
AU telah melakukan tugas pengamanan terhadap pesawat-pesawat TNI AU maupun
pesawat asing yang dioperasikan selama penanggulangan bencana di Aceh termasuk
pengamanan terhadap pangkalan dan gudang penyimpanan barang bantuan dari
kemungkinan ancaman dari pihak GAM. Dalam penanggulangan bencana di Aceh
maupun di Yogya faktor keamanan yang selalu diutamakan dan terbukti dengan tidak
terjadinya ganguan baik dalam pengoperasiaan pesawat TNI AU maupun
pengamanan barang-barang baik sebelum maupun sesudah di distribusikan. Jadi
faktor keamanan telah memenuhi prinsip-prinsip Operasi Militer Selain Perang.
67
V.1.5. Ekonomis.
Ekonomis diartikan, dalam OMSP harus dipertimbangkan penggunaan kekuatan
secara ekonomis. Segala faktor harus diperhitungkan dengan cermat, sehingga pada
pelaksanaannya dapat dikerahkan kekuatan secara efektif dan efesien.
TNI/TNI AU dalam melaksanakan berbagai operasi penanggulangan bencana
mempertimbangkan faktor efektif dan efesien, hal ini dilakukan karena
pengoperasian Alutsista TNI AU memerlukan biaya yang mahal, dalam
melaksanakan operasi penanggulangan bencana di Yogyakarta pesawat angkut
maupun helikopter yang dikerahkan untuk membantu korban bencana tidak sebanyak
pesawat yang dikerahkan ketika terjadi bencana Tsunami di NAD, karena jalur
melalui darat yang terdekat untuk penanggulangan bencana masih dapat ditempuh
dan faktor efektif dan efisien selalu dipertimbangkan. Hal ini telah sejalan dengan
prinsip-prinsip MOOTW mengenai prinsip ekonomis.
V.1.6. Legitimasi
Awal kegiatan sejak proses perencanaan mutlak diperlukan dasar/payung hukum dan
payung politik pada pelibatan kekuatan militer dalam OMSP dengan berpedoman
pada mekanisme prosedur permintaan yang diatur dalam undang-undang, guna
menghindari duplikasi pelaksanaan secara sinergi dan koordinir.
Keterlibatan TNI/TNI AU didalam penanggulangan bencana alam seperti yang
diamanatkan undang-undang terutama Undang-undang Nomor 3 Tahun 2002
Tentang Pertahanan Negara dan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 Tentang
TNI dimana dinyatakan bahwa TNI mempunyai tugas pokok yaitu melaksanakan
operasi untuk perang dan operasi Selain Perang, termasuk didalamnya adalah
penanggulangan bencana yang merupakan salah satu tugas selain perang, dan
didalam Peraturan Presiden No 83 tahun 2005 Tentang Bakornas PB ditegaskan
bahwa kedudukan TNI melalui Panglima TNI, merupakan anggota Bakornas PB.
Namun dalam Undang-undang TNI bab VI pasal 17 ayat (1) kewenangan dan
68
tanggungjawab pengerahan kekuatan TNI berada pada Presiden. Selanjutnya dalam
pasal yang sama ayat (2) disebutkan bahwa dalam hal pengerahan kekuatan TNI
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dapat persetujuan Dewan Perwakilan
Rakyat. Sementara ini pelibatan TNI dalam penanggulangan bencana boleh
dikatakan tidak pernah melalui prosedur sesuai Undang-Undang Nomor 34 Tahun
2004.
Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana
yang mengatur secara detail tentang pembentukan, fungsi, tugas, struktur organisasi
dan tata kerja badan penanggulangan bencana. Dengan belum diterbitkannya Perpres
sebagai penjabaran dari UU Nomor 24 Tahun 2007 tersebut maka tugas dan fungsi
TNI termasuk TNI AU didalamnya belum dapat diakomodir secara baik. Disamping
itu dalam Undang-Undang No 24 Tahun 2007 tersebut belum dijelaskan secara rinci
keterlibatan TNI dalam Badan Nasional Penanggulangan Bencana. Jika
memperhatikan prinsip-prinsip Operasi Militer Selain Perang dalam hal legitimasi
TNI/TNI AU belum diatur secara terinci tentang tugas TNI di dalam Penanggulangan
Bencana.
Dalam kasus Tsunami di Aceh dan gempa bumi Yogyakarta dimana banyak pihak
asing mengirimkan bantuan berupa makanan dan obat-obatan termasuk keterlibatan
militer asing sebagai bagian dari pelaksanaan misi kemanusiaan internasional.
Namun demikian dalam situasi tersebut, Indonesia belum memiliki regulasi yang
mengatur keterlibatan pasukan asing di dalam membantu penanggulangan bencana,
oleh karena itu untuk masa yang akan datang hendaknya pemerintah menggunakan
Status Of Force Agreement (SOFA). SOFA mengatur tentang masalah keberadaan
pasukan asing di suatu negara pada masa damai untuk keperluan latihan bersama
maupun misi kemanusiaan untuk jangka waktu tertentu.
V.1.7. Keterpaduan.
Mengingat operasi militer untuk tujuan selain perang merupakan operasi yang
melibatkan institusi di luar TNI, maka diperlukan adanya persamaan persepsi,
koordinasi yang tepat dan terpadu dalam kesatuan dan dukungan.
69
Dalam berbagai Operasi yang dilaksanakan oleh TNI/TNI AU khususnya operasi
Militer selain Perang termasuk didalamnya tentang operasi penanggulangan bencana
yang telah dilakukan oleh TNI khususnya di Nanggroe Aceh Darussalam, gempa
Yogya TNI AU tidak bekerja sendirian namun terkait dengan instansi-instansi yang
akan membantu penanggulangan bencana, namun sering mengalami kendala
mengenai koordinasi sebagai contoh; barang-barang yang datang kepangkalan udara
Halim Perdanakusuma tidak tahu datangnya dari mana, jenisnya apa, begitu pula
koordinasi pemerintah daerah dengan lanud-lanud yang ada di daerahnya belum
maksimal, hal ini dibuktikan dengan masih kurangnya pemerintah daerah
mengundang rapat-rapat/koordinasi dengan para Komandan Lanud di daerahnya
membahas mengenai jika terjadi bencana di daerah. Ini menunjukkan asas
keterpaduan di dalam prinsip-prinsip MOOTW belum terpenuhi dalam
melaksanakan operasi penanggulangan bencana.
Dari analisa prinsip-prinsip dalam operasi militer selain perang dimana prinsip
proporsional dan sasaran/tujuan belum terpenuhi dikarenakan karena keterbatasan
sarana dan prasarana yang dimiliki TNI AU diantaranya Alutsista yang terbatas
dengan luasnya wilayah bencana dan sarana pendukung lainnya belum tersedia,
begitu juga asas legitimasi belum adanya legislasi khusus yang mengatur
keterlibatan TNI/TNI AU dalam penanggulangan bencana, meskipun telah ada
Undang-undang No 34 Tahun 2004 Tentang TNI. Begitu pula dengan asas
keterpaduan belum terlaksana dengan maksimal hal ini terbukti koordinasi antara
pemerintah daerah dan para lanud setempat belum berjalan sebagaimana yang
diharapkan.
V.2. Analisis Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan Peran TNI
AU dalam penanggulangan bencana.
V.2.1. Sumber Daya Manusia
Guna melaksanakan penanggulangan bencana perlu peningkatan kualitas Sumber
Daya Manusia yang antara lain dapat dilaksanakan melalui latihan secara periodik
dan telah dibuktikan bulan Agustus 2007, TNI AU latihan bersama dengan angkatan
udara di kawasan Asia Fasifik dengan nama. PAR (Pacific Airlift Rally) Disamping
70
itu perlu mempersiapkan paskhas dimana paskhas adalah pasukan yang bertugas
pengendali pangkalan yang terlatih untuk mempersiapkan pendaratan darurat jika
suatu kejadian didalam bencana pangkalan tidak dapat di darati pesawat atau harus
mempersiapkan pendaratan helikopter di tempat yang dapat di jangkau oleh para
korban bencana dan bertugas menyiapkan/menentukan DZ dan alternatifnya,
melaksanakan SAR serta mempersiapkan personel lainnya yang mempunyai keahlian
khusus yang terlatih seperti personel pengatur lalulintas udara (ATC) ataupun
personil mengatur tentang perparkiran pesawat (AMC) dan juga tenaga medis yang
sewaktu-waktu dapat diterjunkan melalui pesawat angkut maupun Helikopter untuk
menolong dan menyelamatkan para korban yang terkena musibah bencana baik yang
ada didaratan maupun yang ada di lautan.
V.2.2. Alutsista
Di sadari sangatlah sulit untuk memenuhi kekuatan dan kemampuan pesawat angkut
khususnya C-130 Hercules dan Helikopter Super Puma yang diharapkan pada masa
sekarang karena banyaknya faktor ketidakpastian, khususnya menyangkut masalah
ekonomi nasional. Sedangkan kunci keberhasilan pengembangan kekuatan dan
kemampuan TNI AU termasuk kekuatan pesawat angkut dan Helikopter terletak
pada persetujuan dan dukungan pemerintah melalui keputusan politik nasional dalam
menyediakan anggaran untuk merealisasi kekuatan yang ada. Kekuatan pesawat
angkut dan Helikopter TNI AU yang diharapkan adalah terealisasinya pengadaan
alat utama sistem senjata, dimana kekuatan pesawat TNI AU termasuk pesawat
angkut dan Helikopter dapat mencapai 80% dari seluruh kekuatan yang ada yang
saat ini kekuatan Helikopter TNI Angkatan Udara hanya memiliki kekuatan 51% dan
kekuatan pesawat angkut yang dapat disirkulasikan 40,38%, selain itu jika melihat
geografi Indonesia yang mempunyai lautan yang lebih luas daripada daratan TNI
Angkatan Udara juga perlu mempunyai pesawat amfibi yang dapat dipergunakan
jika ada bahaya Tsunami dimana semua daratan tidak dapat dipergunakan karena
tergenang air akibat bencana.
Pengadaan Alutsista terutama pesawat angkut selain dipergunakan untuk membantu
menanggulangi akibat bencana juga dapat dipergunakan untuk memobilisir personel
71
militer ketempat-tempat yang rawan konflik. Selain unsur Pesawat angkut dan
pesawat Heli, TNI AU juga harus menyiapkan unsur intai yang dimilikinya yang
bertugas menyiapkan dan menjadwalkan rencana penerbangan dalam rangka
pengamatan wilayah yang rawan bencana, melaksanakan pengambilan
gambar/pemetaan wilayah bencana serta menyiapkan unsur Pemotretan Udara yang
bertugas melaksanakan pemotretan udara dan pemetaan lokasi sasaran sebagai bahan
operasi selanjutnya.
V.2.3. Infrastruktur
Keberhasilan penanganan bencana alam ditentukan oleh sarana dan prasarana Lanud-
Lanud dengan mengunakan Bare Base Concept di seluruh propinsi Indonesia .
Bare base Concept adalah consep penyiapan lanud dengan sarana dan prasarana
fasilitas dukungan penerbangan yang minim yang dapat ditingkatkan dengan cepat
untuk mendukung operasi udara di seluruh wilayah Indonesia. Sarana dan prasarana
yang harus ditingkatakan adalah:
1. Landasan Pacu. Landasan pacu perintis ditingkatkan kemampuan dan
fasilitasnya sehingga minimal memenuhi standar operasional pesawat C-130
atau minimal F-27/CN-235.
2. Peralatan komunikasi dan Elektronika (Alkomlek). Perlu alkomlek yang
memadai disetiap pangkalan untuk melaksanakan operasi penerbangan
ataupun pendukung sistem lainnya.
3. Sarana Bantuan. Di tiap-tiap lanud yang merupakan unsur posko bertugas
menyiapkan dan mengelar unsur-unsur yang ada disatuannya dalam upaya
dukungan terhadap penanggulangan bencana meliputi tenda, rumah sakit
lapangan, dapur lapangan serta gudang logistik., mengatur pengiriman
logistik ke daerah bencana.
V.2.4. Piranti lunak
Untuk memberikan pedoman pelaksanaan operasi bantuan penanggulangan bencana
yang melibatkan instansi fungsional dari TNI/TNI AU, perlu diterbitkan piranti lunak
72
berupa Buku Petunjuk Induk (Bujukin), Buku Petunjuk Pelaksana (Bujuklak) dan
Buku Petunjuk Tekhnis (Bujuknis) tentang operasi bantuan Penanggulangan
bencana, termasuk tentang komando dan kendali operasi kemanusiaan serta pokok-
pokok operasi penyelenggaraan operasi bantuan dengan berkonsultasi Satkorlak dan
Satlak.
V.2.5. Koordinasi dengan lembaga lain
Dilihat dari sisi organisasi dalam penanganan bencana saat ini berdasarkan Undang-
Undang No.24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana telah ditetapkan dalam
pasal 5 bahwa pemerintah pusat dan pemerintah daerah menjadi penanggung jawab
dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana serta berdasarkan buku pedoman
praktis kesiapsiagaan menghadapi bencana terdapat struktur organisasi posko
satkorlak PB dimana kedudukan TNI hanya sebagai perbantuan kepada bakornas PB
dan berperan apabila ada permintaan dari Pemerintah Daerah (Pemda) / Pemerintah
setempat (bersifat bentukan). Kenyataannya, ketika terjadi bencana alam, seringkali
TNI melibatkan diri atas dasar inisiatif dari pada menunggu permintaan dari
pemerintah daerah. Ketika suatu bencana terjadi, penanganan secara cepat seperti
melakukan evakuasi, penanganan medis, dan pemberian bantuan sandang-pangan-
papan, harus segera dilakukan pada hari-hari pertama. Karena pada hari-hari
pertama inilah jumlah korban dapat meningkat akibat luka-luka yang mereka derita,
penyakit sampingan yang muncul, kekurangan makanan dan sanitasi, dan lain lain.
Karena adanya urgensi berkaitan dengan dampak bencana alam yang harus segera
ditangani ini, seringkali permintaan bantuan dari pemerintah daerah terlambat
sehingga TNI lebih sering mengambil inisiatif untuk langsung terlibat tepat pada saat
bencana terjadi daripada menunggu permintaan dari pemerintah daerah. Dari kondisi
ini dan kenyataan yang terjadi di lapangan menunjukkan bahwa peran TNI AU
dalam mendukung penanggulangan bencana masih belum maksimal berkaitan
dengan masalah koordinasi dengan penanggung jawab dalam penyelenggaraan
penanggulangan bencana.
V.2.5.1 Lembaga pemerintah
73
Integrasi dan kerjasama bertujuan agar dapat menggunakan seluruh kekuatan dan
kemampuan TNI/TNI AU serta komponen penanggulangan bencana yang lain baik
dari dalam dan luar negeri guna mendapatkan hasil yang optimal dalam operasi
bantuan penanggulangan bencana. Diharapkan badan Koordinasi Nasional
Penanggulangan Bencana dapat mensinergikan integritas dan kerjasama kearah
kesiapan pelaksanaan operasi yang jelas antara intansi terkait TNI Angkatan Udara.
Dalam hal ini selaku Muspida plus pada rapat-rapat di daerah dimana ada pangkalan
udara baik yang ada di daerah tingkat II maupun daerah provinsi selalu melaporkan
tentang kesiapan TNI AU jika ada bencana alam didaerah kesiapan meliputi kesiapan
yang dimiliki pangkalan dan kemungkinan yang didatangkan dari pusat jika sewaktu-
waktu terjadi bencana.
V.2.5.2. Lembaga non pemerintah/ NGOs
Untuk meningkatkan kemampuan TNI Angkatan Udara di dalam penanggulangan
bencana, TNI AU selain berkoordinasi dengan pemerintah juga berkoordinasi dengan
pihak-pihak non pemerintah atau NGOs. Mengingat peran NGOs cukup besar
dengan relawan-relawan yang siap untuk membantu penanggulangan bencana,
permasalahannya adalah pihak NGOs umumnya tidak memiliki mobilitas tinggi.
Oleh karena itu TNI AU dapat berkoordinasi dengan NGOs dalam hal angkutan
sukarelawan dan bantuan-bantuan makanan termasuk melakukan bantuan medis
bersama. Dengan koordinasi ini diharapkan Peran TNI AU yang lebih maksimal
menanggulangi bencana yang terjadi
Dari berbagai analisis di atas dengan mengetahui peran yang telah dilakukan serta
kegiatan-kegiatan yang saat ini sedang dilakukan oleh TNI AU, termasuk sumber
daya yang dimiliki sehingga ketika kita dihadapkan pada tugas yang semakin
kompleks tentunya perlu langkah-langkah strategis yaitu memaksimalkan potensi
yang dimiliki diantaranya melibatkan unsur Paskhas yang mampu melaksanakan
tugas SAR, unsur Lanud yang didukung oleh prasarana, unsur intai dan pemotretan
yang melaksanakan pengambilan gambar dalam rangka pengamatan wilayah rawan
bencana, unsur Heli yang mampu menyiapkan rencana penerbangan diwilayah yang
sulit terjangkau/terpencil, unsur kesehatan yang mampu meyiapkan Flight Surgeon
74
untuk tugas-tugas evakuasi, unsur angkutan yang mempunyai kemampuan
menyiapkan unit-unit tugas operasi bantuan dan unsur ATC Mobile beserta AMC
yang siap digunakan di daerah bencana .
Melalui langkah-langkah tersebut diatas, TNI Angkatan Udara diharapkan dapat
lebih berperan optimal dalam membantu menanggulangi akibat bencana di Wilayah
Republik Indonesia dan perannya didalam penanggulangan bencana dirasakan
manfaatnya oleh rakyat dan bangsa Indonesia.
V.3. Hasil Diskusi
V.3.1. Peran TNI Angkatan Udara
Berbagai peran telah dilakukan oleh TNI Angkatan Udara khususnya dalam
penanggulangan bencana baik yang terjadi di NAD dan Yogyakarta maupun di luar
negeri yaitu pesawat angkut dan heli mampu mengevakuasi korban bencana,
mengangkut barang yang diperlukan oleh para korban dan mendistibusikannya
hingga ke daerah-daerah yang terisolasi yang tidak dapat dijangkau oleh sarana darat
maupun laut sesuai dengan karakteristik keunggulan yang dimiliki TNI AU yaitu
kecepatan dan daya jangkau yang dapat beroperasi ke segala penjuru tanpa terhalang
oleh rintangan, sehingga semua titik dipermukaan bumi dapat dijangkau. Namun
pengevakuasian korban dan pengangkutan barang tidak dapat berjalan optimal
karena keterbatasan pesawat angkut dan Heli yang dimiliki TNI AU, terbukti
pengevakuasi dan pendistibusian barang dan obat-obatan sering terlambat diterima
oleh para korban karena banyaknya korban dan barang yang akan diangkut dan
luasnya wilayah yang terisolasi akibat bencana. Dengan demikian, prinsip-prinsip
MOOTW dalam hal sasaran/tujuan belum terpenuhi.
V.3.2. Mekanisme pengerahan pasukan dan kemampuan yang dimiliki TNI AU
dalam penanggulangan bencana.
Dalam Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, mengatur tugas TNI
yaitu melaksanakan operasi militer untuk perang dan melaksanakan operasi militer
selain perang, tugas penanggulangan bencana yang dilakukan oleh TNI/TNI AU
adalah salah satu tugas operasi militer selain perang. Keterlibatan TNI untuk
75
mengerahan pasukan belum diatur dalam Undang-Undang, dalam UU TNI bab VI
pasal 17 ayat (1) bahwa kewenangan pengerahan pasukan adalah ditangan presiden
dan dalam ayat (2) disebutkan pengerahan pasukan ada ditangan Presiden atas
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Namun tindakan TNI/TNI AU dalam pengerahan pasukan ke wilayah bencana
tanpa menunggu instruksi dari Presiden dan persetujuan DPR karena pertimbangan
kedaruratan. Pada umumnya korban diwilayah bencana kondisinya banyak yang
kritis dan sangat perlu mendapat pertolongan dan berpacu dengan waktu. Akibatnya
mekanisme pengerahan pasukan TNI untuk membantu penangggulangan bencana
terabaikan. Dengan demikian prinsip-prinsip MOOTW mengenai legislasi belum
terpenuhi. Untuk itu TNI/TNI AU perlu mengusulkan kepada badan legislatif untuk
membuat undang-undang tentang keterlibatan TNI dalam penanggulangan bencana
dan merivisi UU RI Nomor 34 Tentang TNI khususnya bab VI pasal 17 ayat (2),
bahwa Pengerahan pasukan TNI dalam penanggulangan bencana alam karena
pertimbangan kedaruratan bisa dilakukan tanpa melalui persetujuan DPR.
Dalam memberikan bantuan penanggulangan bencana yang dilaksanakan oleh TNI
selama ini hanya diatur dalam Naskah Sementara Petunjuk Pelaksanaan Bantuan
TNI kepada Pemerintah Daerah Dalam Penanggulangan Bencana Alam.
Kaitannya dengan kemampuan yang dimiliki TNI AU dalam penanggulangan
bencana, TNI AU memiliki pesawat angkut dari berbagai jenis 52 pesawat dan
yang siap disirkulasikan 40,38% dan pesawat Heli dari berbagai jenis ada 49
pesawat dan yang siap disirkulasikan 51% itupun tidak semuanya dipergunakan
untuk membantu penanggulangan bencana. Adapun rencana pembentukan pasukan
reaksi cepat TNI dalam penanggulangan bencana, TNI Angkatan Udara menyiapkan
pesawat angkut 12 pesawat dan heli hanya 8 pesawat. Penulis berpendapat dengan
luasnya wilayah dan kesiapan Alutsista yang mendukung penanggulangan bencana
tidaklah sebanding. Dengan demikian, prinsip-prinsip MOOTW dalam tujuan/
sasaran belum terpenuhi.
76
V.3.3. Kendala yang dihadapi TNI AU dalam penanggulangan bencana.
Peran TNI/TNI AU dalam penanggulangan bencana tergantung sarana dan prasarana
yang dimiliki, TNI AU belum dapat melaksanakan peran yang sesuai dengan yang
diharapkan, dari berbagai peran yang telah dilaksanakan dalam penanggulangan
bencana baik bencana Tsunami di NAD maupun Gempa di Yogyakarta, masalah
yang dihadapi oleh TNI AU ketersediaan Alutsista terutama pesawat angkut dan
Heli yang terbatas mengingat luasnya wilayah yang terkena bencana dan banyaknya
barang yang dibutuhkan korban bencana dan akan di distribusikan khususnya
kedaerah-daerah yang terisolasi akibat bencana, infrastruktur Lanud yang terbatas
dan belum mempunyai gudang logistik untuk menampung barang yang akan di
distribusikan kepada korban dan belum mempunyai dapur lapangan dan rumah sakit
lapangan serta appron dan runway masih banyak yang belum memenuhi standar
operasional pesawat angkut dan belum adanya dukungan pendanaan untuk
mendukung operasional penanggulangan bencana, hal ini dirasakan oleh TNI/TNI
AU dalam beberapa kasus yang telah dilakukan oleh TNI AU dalam membantu
penanggulangan bencana yang telah terjadi. Dengan demikian, prinsip MOOTW
dalam hal sasaran belum terpenuhi.
Kendala lain yang dialami oleh TNI AU dalam penanggulangan bencana yaitu
koordinasi yang belum optimal dengan pihak-pihak terkait lainnya seperti Pemda
dan NGOs. Dengan demikian, prinsip-prinsip MOOTWA dalam hal keterpaduan
belum sepenuhnya tercapai.
V.3.4. Upaya yang perlu dilakukan dalam rangka meningkatkan kemampuan TNI
AU dalam penanggulangan bencana.
Dalam rangka meningkatkan kemampuan TNI AU dalam penanggulangan bencana
ada beberapa hal perlu dilakukan yaitu mengoptimalkan Alutsista yang dimiliki
untuk mendukung penanggulangan bencana dan mengupayakan penambahannya,
melaksanakan latihan bersama dengan negara-negara Asia Pasifik untuk
meningkatkan kemampuan operasional dalam penanganan bencana, serta
77
meningkatkan koordinasi Lanud-lanud yang ada di daerah dengan pemerintah
daerah setempat khususnya daerah-daerah yang dianggap rawan terjadinya bencana.
Dalam pembentukan organisasi, organisasi yang dibentuk tidak hanya berperan
dalam unsur angkutan udara dan unsur medis tapi juga unsur lain yang dimiliki oleh
TNI AU yaitu unsur SAR, unsur ATC Mobile, unsur photo udara untuk pemetaan
wilayah bencana dan unsur Lanud yang terdekat dengan bencana. Dengan
melibatkan beberapa unsur yang dimiliki oleh TNI Angkatan Udara dan
memaksimalkan kemampuan yang dimiliki diharapkan peran TNI Angkatan Udara
dapat optimal dan dapat dirasakan oleh masyarakat dan bangsa Indonesia.
V.4. Belajar dari pengalaman Peran Angkatan bersenjata negara lain dalam
penanggulangan bencana.
Dengan memperhatikan peran militer beberapa negara khususnya negara Asia yang
telah penulis gambarkan di bab II penulis menyimpulkan beberapa hal :
1. Angkatan Bersenjata China telah membangun kemampuan Survey stasiun
peringatan dini tentang bencana alam dan mendirikan pusat-pusat observasi
meteorologi, hujan, dan observasi penyakit termasuk kerusakan geologi dan
telah memiliki jaringan transportasi militer dan sipil yang terdiri dari aset-aset
transportasi jalan raya, kereta api, udara dan laut, dan memiliki kapabilitas
personil yang besar untuk penanggulangan bencana.
Sedangkan Indonesia belum memiliki jaringan khusus dan masih dihadapkan
pada keterbatasan Alutsista untuk mendukung penanggulangan bencana.
Sehingga upaya yang perlu dilakukan dengan kondisi keterbatasan tersebut
yaitu dengan meningkatkan kerjasama dan keterpaduan untuk mencapai hasil
yang optimal.
2. Angkatan bersenjata beberapa negara terutama China, Philipina, Thailand,
Singapura dan Malaysia telah memiliki Standar Operasi Prosedur sedangkan
Indonesia belum mempunyai SOP yang tetap. TNI melaksanakan operasi
penanggulangan bencana hanya berdasarkan naskah sementara tentang
78
Petunjuk Pelaksana Bantuan TNI kepada Pemerintah Daerah dalam
Penanggulangan Alam. Oleh karena itu, Indonesia perlu membuat SOP
karena merupakan pedoman bagi pelaksanaan di lapangan sehingga terjamin
mekanisme dan prosedur serta akuntabilitasnya.
3. Angkatan Udara Philipina telah melengkapi sarana pergudangan sebelum
bantuan didistribusikan kepada para korban bencana dan telah memiliki
koordinasi dengan instansi terkait seperti Departemen Kesejahteraan Sosial
dan Pembangunan untuk membantu pakaian, makanan dan perumahan,
kebutuhan obat-obatan berkoordinasi dengan Departemen Kesehatan,
Departemen Pekerjaan Umum dan jalan raya untuk kebutuhan konstruksi dan
peralatan. TNI belum memiliki jaringan ke Departemen terkait dalam
membantu penanggulangan bencana. Padahal hal ini perlu dilakukan dalam
rangka menjamin keterpaduan.
2012-10-04T08:46:19+0700Digital Content