16
1 Transparansi Pengadaan Alutsista dalam Mencapai Kemandirian Pertahanan di Indonesia p. 03 Dilema Penyesuaian PTKP p. 09 Buletin APBN Pusat Kajian Anggaran Badan Keahlian DPR RI www.puskajianggaran.dpr.go.id ISSN 2502-8685 Edisi 20 Vol. II. Oktober 2017

Dilema Penyesuaian PTKP Transparansi … alat penting sistem persenjataan di Tentara Nasional Indonesia (TNI) dinilai belum transparan. Ketidaktransparanan ini dipicu belum adanya

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Dilema Penyesuaian PTKP Transparansi … alat penting sistem persenjataan di Tentara Nasional Indonesia (TNI) dinilai belum transparan. Ketidaktransparanan ini dipicu belum adanya

1

Transparansi Pengadaan Alutsista dalam Mencapai Kemandirian Pertahanan di Indonesiap. 03

Dilema Penyesuaian

PTKPp. 09

Buletin APBNPusat Kajian AnggaranBadan Keahlian DPR RIwww.puskajianggaran.dpr.go.id ISSN 2502-8685

Edisi 20 Vol. II. Oktober 2017

Page 2: Dilema Penyesuaian PTKP Transparansi … alat penting sistem persenjataan di Tentara Nasional Indonesia (TNI) dinilai belum transparan. Ketidaktransparanan ini dipicu belum adanya

2

Penanggung JawabDr. Asep Ahmad Saefuloh, S.E.,M.Si.

Pemimpin RedaksiRastri Paramita, S.E., M.M.

RedakturJesly Yuriaty Panjaitan, S.E., M.M. Ratna Christianingrum, S.Si., M.Si.Marihot Nasution, S.E., M.SiAdhi Prasetyo S. W., S.M.

EditorDwi Resti Pratiwi, S.T., MPM.Ade Nurul Aida, S.E.

Terbitan ini dapat diunduh di halaman website www.puskajianggaran.dpr.go.id

Transparansi Pengadaan Alutsista Dalam Mencapai Kemandirian Pertahanan di Indonesia

p.3PENGADAAN alat penting sistem persenjataan di Tentara Nasional Indonesia (TNI) dinilai belum transparan. Ketidaktransparanan ini dipicu belum adanya strategi besar yang mendasari pertahanan Indonesia. Untuk menciptakan transparansi dalam pengadaan alutsista, audit sangat perlu dilakukan. Dengan audit tersebut tentunya kita bisa mendapatkan gambaran tentang kerangka sistem, bekerjanya sistem dan rekomendasi bagaimana supaya sistem lebih andal, efisien, dan efektif.

Dilema Penyesuaian PTKP p.9SAAT ini, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sedang mengkaji perubahan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) berdasarkan Upah Minimum Provinsi (UMP)/Upah Minimum Kabupaten (UMK) untuk meningkatkan tax ratio. Kebijakan penyesuaian PTKP bukanlah kebijakan yang tepat karena dilematisnya dampak penyesuaian PTKP tersebut. Untuk itu DJP perlu melakukan reformasi perpajakan yang lebih komprehensif antara lain melalui reformasi kebijakan dan reformasi administrasi.

Update APBN

[email protected]

p.2

Postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2018

Dewan Redaksi

Kritik/Saran

Page 3: Dilema Penyesuaian PTKP Transparansi … alat penting sistem persenjataan di Tentara Nasional Indonesia (TNI) dinilai belum transparan. Ketidaktransparanan ini dipicu belum adanya

1

Update APBNPostur APBN Tahun Anggaran 2018

Pada APBN 2018 telah disepakati beberapa perubahan asumsi ekonomi makro maupun postur APBN. Adapun asumsi ekonomi makro yang mengalami peruba-han yaitu pertumbuhan ekonomi sebesar 5,4 persen atau meningkat 0,2 persen dari APBNP tahun 2017, inflasi turun dari sebelumnya 4,3 persen pada APBNP 2017 menjadi 3,5 persen pada APBN 2018, lifting minyak turun 15 ribu barrel/hari dari APBNP 2017 menjadi 800 ribu barrel/hari dan lifting gas mengalami peningkatan menjadi 1.200 ribu barrel/hari. Sementara nilai tukar turun men-jadi Rp13.400/USD dan Suku Bunga turun menjadi 5,2 persen dibanding RAPBN tahun 2018 dan tidak berubah dibanding APBNP 2017.

Sumber : Kementerian Keuangan, 2017

Indikator Ekonomi Makro

Disisi lain pendapatan negara ditetapkan sebesar Rp1.894,7 triliun yang terdiri atas penerimaan perpajakan sebesar Rp1.893,5 triliun, penerimaan bukan pajak (PNBP) sebesar Rp275,4 triliun dan penerimaan hibah sebesar Rp1,2 triliun. Sementara pos belanja negara ditetapkan sebesar Rp2.220,7 triliun, yang terdiri atas belanja pemerintah pusat sebesar Rp1.454,5 triliun, dan transfer ke daerah dan dana desa sebesar Rp766,2 triliun

Pendapatan dan Belanja Negara

Sumber : Kementerian Keuangan, 2017

Page 4: Dilema Penyesuaian PTKP Transparansi … alat penting sistem persenjataan di Tentara Nasional Indonesia (TNI) dinilai belum transparan. Ketidaktransparanan ini dipicu belum adanya

2

Transparansi Pengadaan Alutsista dalam Mencapai Kemandirian Pertahanan

di Indonesiaoleh

Edmira Rivani*)

*)Peneliti Muda Ekonomi Terapan pada Bidang Ekonomi dan Kebijakan Publik, Pusat Penelitian, Badan Keahlian DPR RI. Email: [email protected].

Pengadaan alat penting sistem persenjataan di Tentara Nasional

Indonesia (TNI) dinilai belum transparan. Ketidaktransparanan ini dipicu belum adanya strategi besar yang mendasari pertahanan Indonesia. Selama ini, Pemerintah Indonesia belum menentukan dan mendefinisikan hal-hal yang berpotensi menjadi ancaman keamanan nasional secara jelas dan mendetail dalam kebijakan resminya, yang menyebabkan publik tidak mengetahui pembelian senjata selama ini untuk menangkal ancaman seperti apa. Meskipun dalam buku putih pertahanan dan postur pertahanan dijelaskan tentang ancaman, hal itu masih kurang didiskusikan secara komprehensif. Misalnya, seperti apa ancaman militer dan non militer yg mulai dihadapai bangsa Indonesia ke depan. Kerahasiaan dan transparansi ialah dua hal yang seolah menjadi kontradiksi dalam pengadaan alat utama sistem persenjataan (alutsista) TNI. Dengan alasan menjaga kerahasiaan negara, selama ini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sama sekali tidak diperkenankan mengaudit pengadaaan alutsista. Hal tersebut dikarenakan terdapat larangan terhadap BPK untuk memeriksa aset senjata yang nilainya sekitar Rp23

triliun dari Kementerian Pertahanan (Kemenhan) sebelumnya.Pada dasarnya, audit sudah menjadi logika baku dalam pemeliharaan sistem ataupun organisasi. Dengan audit, kita mendapatkan gambaran tentang kerangka sistem, bekerjanya sistem dan rekomendasi bagaimana supaya sistem lebih andal, efisien, dan efektif. Dalam konteks kerangka sistem, misalnya, kita perlu memeriksa dan menguji efektivitas kerangka hukum dan organisasi, kewenangan, proses pengambilan keputusan, dan proses bisnis pengadaan alutsista. Termasuk di dalamnya mengidentifikasi dan memetakan risiko korupsi dalam proses bisnis pengadaan alutsista. Terhadap alutsista yang merupakan salah satu sistem strategis sebuah negara, audit semestinya sangat krusial. Ini pula yang terlihat di negara adidaya. Amerika Serikat, bahkan punya sederet kebijakan audit serta pengawasan dan pemantauan terkait dengan persenjataan. Semuanya dilakukan tanpa membahayakan kerahasiaan negara.Kasus yang sedang hangat terjadi di Indonesia adalah pengadaan helikopter Agusta Westland (AW101) senilai USD55 juta (Rp742 miliar) di awal tahun ini. Kasus tersebut diduga

Page 5: Dilema Penyesuaian PTKP Transparansi … alat penting sistem persenjataan di Tentara Nasional Indonesia (TNI) dinilai belum transparan. Ketidaktransparanan ini dipicu belum adanya

3

berpotensi merugikan negara sekitar Rp220 miliar. Kejadian tersebut menyadarkan kita semua mengenai pentingnya audit dalam pemeliharaan sistem atau organisasi. Jika pengadaan helikopter saja menjadi hal yang tidak terlihat, bagaimana dengan jenis senjata yang lebih kecil baik dalam ukuran maupun nilai. Tidak hanya itu, bahaya pengadaan alutsista yang tidak terawasi, bukan tidak mungkin senjata berpindah tangan ke kelompok separatis. Hal itu sudah banyak terjadi di negara-negara yang dilanda konflik. Dengan audit atas setiap keuangan negara termasuk pengadaan alutsista, merupakan wujud transparansi sebagai bentuk kedaulatan negara itu sendiri. Kondisi Alutsista dan Anggaran Pertahanan di IndonesiaPembangunan alutsista di Indonesia, baru dimulai pada tahun 2010 yang difokuskan pada perwujudan Minimum Essential Force (MEF/Kekuatan Pokok Minimum), sebagai prasyarat utama dan mendasar bagi terlaksananya tugas pokok dan fungsi TNI. Prioritas utama perwujudan MEF yakni peningkatan kemampuan mobilitas TNI meliputi 3 (tiga) matra yakni Darat, Udara, dan Laut, untuk mendukung penyelenggaraan tugas pokok TNI di seluruh wilayah nasional.Upaya modernisasi serta pencapaian standar MEF ini tidak hanya sangat penting dalam meningkatkan profesionalitas guna mengantisipasi perkembangan ancaman bagi pertahanan negara, namun juga berdampak besar bagi kewibawaan dan kehormatan Bangsa Indonesia. Dalam prosesnya, upaya modernisasi

alutsista memiliki agenda lebih dari sekedar pengadaan sistem baru untuk menggantikan alat-alat yang sudah tidak layak digunakan. Peremajaan alutsista harus berada dalam koridor transparansi dan akuntabilitas tata kelola pemerintahan yang baik, peningkatan kemampuan pertahanan dan keamanan itu sendiri, serta dapat bersinergi dengan upaya pengembangan industri pertahanan nasional demi cita-cita kemandirian. Sebagai bentuk komitmen terhadap hal tersebut, pemerintah melahirkan dua produk yang secara beriringan ditujukan untuk menyinergikan upaya peningkatan pertahanan dan keamanan serta pengembangan industri pertahanan nasional. Pertama, komitmen pada pengembangan industri pertahanan dilaksanakan dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 42 Tahun 2010 yang mendasari didirikannya Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) yang utamanya mengatur mengenai sinergi vertikal dan horizontal antara pemerintah sebagai regulator, industri sebagai provider, serta TNI sebagai user. Kedua, demi adanya proses modernisasi alutsista yang efektif dan efisien, diterbitkanlah Perpres Nomor 54 tahun 2010 pada tanggal 6 Agustus 2010 yang mengatur kekhususan bagi pengadaan dan pembiayaan pengadaan alutsista bagi TNI dengan pemberian prioritas pada industri strategis nasional. Secara khusus, pedoman dan tata cara pengadaan alutsista diserahkan pada Menteri Pertahanan (dengan masukan dari Panglima TNI) melalui konsultasi dengan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP).Minimnya kemampuan industri pertahanan dalam negeri dan

Page 6: Dilema Penyesuaian PTKP Transparansi … alat penting sistem persenjataan di Tentara Nasional Indonesia (TNI) dinilai belum transparan. Ketidaktransparanan ini dipicu belum adanya

4

kurangnya ketersediaan peralatan pertahanan, serta ketergantungan pada produsen luar negeri dalam mengawali pijakan MEF tahap I menjadikan target pada tahapan lanjut MEF dapat terancam. Untuk menghindari ketergantungan dari produsen dan ingin menekan anggaran pembelanjaan dari produsen alutsista di luar negeri, maka Pemerintah Indonesia berinisiatif untuk memberdayakan potensi-potensi industri dalam negeri untuk menjadi pemasok bagi persenjataan dan armada perang TNI. Di tahun 2012, lahirlah Undang-Undang Nomor 16 tentang Industri Pertahanan yang mengatur pemanfaatan dan maksimalisasi industri pertahanan dalam negeri demi mencapai target MEF tahap I (pertama). Tujuan penguatan industri pertahanan ini untuk memenuhi kebutuhan alutsista TNI guna tercapainya MEF pada tahun 2024, dan kemandirian dalam pengadaan alutsista TNI di tahun 2029.Dalam rangka memenuhi target MEF, pemerintah senantiasa meningkatkan alokasi anggaran pertahanan. Berdasarkan Gambar 1. terlihat adanya perbaikan anggaran pertahanan sejak tahun 2010, dimana alokasi anggaran

pertahanan Pemerintah Indonesia meningkat cukup signifikan dari tahun 2010 hingga 2015. Sejalan dengan peningkatan alokasi, rasio anggaran belanja militer terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pun mengalami peningkatan. Sepanjang tahun 2000-2015, rasio tersebut mencapai persentase tertinggi di tahun 2013 yakni sebesar 1 persen. Namun sayangnya, pencapaian tersebut tentu saja masih jauh jika dibandingkan dengan Singapura yang anggaran pertahanannya mencapai sekitar 3,3 persen dari PDB. Sementara negara-negara ASEAN lain seperti Brunei Darussalam, Vietnam, Kamboja, dan Malaysia pun berada di atas rasio Indonesia, yang masing-masing memiliki rasio sekitar 1,5 - 2,5 persen. Permasalahan Pengadaan Alutsista Terkait TransparansiPada dasarnya, program pembangunan kapabilitas alutsista di Indonesia itu dirancang dalam tiga tahap, yaitu tahap I MEF pada 2010-2014; tahap II essential forces pada 2015-2019; dan tahap III optimum forces pada 2020-2025. Saat ini tahap pertama telah selesai dilakukan dengan realisasi sebesar Rp122,2 triliun, atau 74,98 persen dari target yang ditetapkan. Untuk tahap kedua dan ketiga, rencananya akan dialokasikan sekitar Rp157,5 triliun. Namun, terkait dengan beberapa penyesuaian dengan kondisi saat ini, pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) telah disusun baseline sekitar Rp293,5 triliun untuk anggaran tahap kedua.Dengan sifatnya yang multi years, program MEF merupakan langkah awal yang baik dalam melakukan modernisasi alutsista. Sayangnya,

Gambar 1. Anggaran Pertahanan dan Rasionya Terhadap PDB Tahun 2000-2015

Sumber: Universitas Indonesia, 2016

Page 7: Dilema Penyesuaian PTKP Transparansi … alat penting sistem persenjataan di Tentara Nasional Indonesia (TNI) dinilai belum transparan. Ketidaktransparanan ini dipicu belum adanya

5

upaya modernisasi tersebut kerap diwarnai berbagai macam masalah dan kendala sehingga belum dapat berjalan secara maksimal. Beberapa alutsista yang dibeli semisal berada di bawah standar (underspec). Kadang kala terdapat pengadaan alutsista yang dibeli secara tidak lengkap sesuai dengan yang dibutuhkan, seperti pengadaan pesawat tanpa dibarengi rudal atau radar, atau beberapa peralatan lainnya. Kondisi itu tentu akan memengaruhi kesiapan alutsista dalam operasi lapangan, yang pada akhirnya akan memengaruhi mental prajurit maupun mempertaruhkan nyawa prajurit yang menggunakannya.Pengadaan alutsista di masa lalu juga kerap diwarnai pembelian alutsista bekas. Pemerintah sering kali lebih memilih upaya retrofit untuk memperbaiki alutsista bekas tersebut. Padahal, jelas terdapat kecenderungan bahwa pengadaan alutsista bekas selalu memiliki potensi masalah yang lebih besar. Indonesia sebenarnya sudah berulang kali membeli alutsista bekas dan berakhir pada kondisi tidak lagi dapat digunakan seperti pembelian kapal perang, atau berisiko tinggi terhadap kecelakaan. Demi keselamatan dan kenyamanan prajurit yang menggunakan, sudah sepantasnya pengadaan alutsista dilakukan dengan membeli yang baru.Sebagai tambahan, pengadaan alutsista baru ini perlu dibarengi mekanisme offset atau transfer teknologi sebagaimana dimandatkan pada Undang-Undang (UU) Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan. Hendaknya mekanisme transfer teknologi itu dimaksimalkan secara sungguh-sungguh sebagai

upaya membangun kemandirian pertahanan. Selain itu, pengadaan alutsista kerap diwarnai keterlibatan pihak ketiga (broker). Dalam beberapa kasus, keterlibatan mereka kadang kala berimplikasi terhadap dugaan mark up dalam pengadaan alutsista. Oleh karena itu, sudah seharusnya pengadaan alutsista di masa depan hendaknya tidak melibatkan pihak ketiga, tetapi langsung dilakukan dalam mekanisme Government to Government.Transparansi Internasional merilis survei bertajuk Government Defence Anti-Corruption Index yang menunjukkan risiko korupsi di sektor militer/pertahanan, diukur berdasarkan 77 indikator yang mencakup 5 area rawan korupsi pada sektor militer/pertahanan yaitu politik, keuangan, personel, operasional, dan pengadaan. Dalam survei tersebut terdapat 6 tingkatan nilai, dengan penentuan nilai pada Tabel 1. Pada tahun 2013, Indonesia masuk nilai E, sebuah kategori buruk, bila disejajarkan dengan negara tetangga, Singapura yang masuk kategori C. Hasil penelitian di wilayah Asia Pasifik, Indonesia disandingkan dengan Bangladesh, India, Malaysia, dan

Nilai Batas Bawah

Batas Atas Risiko Korupsi

A 83,3 100 Sangat Rendah

B 66,7 83,2 RendahC 50 66,6 SedangD 33,3 49,9 TinggiE 16,7 33,2 Sangat

TinggiF 0 16,6 Kritis

Tabel 1. Skema Penentuan Nilai Government Defence Anti-Corruption

Index

Sumber: https://government.defenceindex.org

Page 8: Dilema Penyesuaian PTKP Transparansi … alat penting sistem persenjataan di Tentara Nasional Indonesia (TNI) dinilai belum transparan. Ketidaktransparanan ini dipicu belum adanya

6

Filipina. Menurut hasil penelitian, ada peningkatan dalam sepuluh tahun terakhir terkait anggaran militer dengan kenaikan lonjakan sebesar 189 persen. Peningkatan ini melebihi Filipina (154 persen), Bangladesh (107 persen), namun masih dibawah Thailand (207 persen), serta Tiongkok (441 persen).Pada tahun 2015, Indonesia mengalami peningkatan peringkat risiko korupsi di sektor militer/pertahanan. Survei itu menyatakan risiko korupsi sektor militer/pertahanan di Indonesia tergolong tinggi dengan nilai D, naik satu peringkat dibandingkan tahun 2013 yang mendapat nilai E. Persoalan transparansi dan akuntabilitas dalam pengadaan alutsista memang menjadi persoalan yang serius. Ketiadaan peran dan kewenangan lembaga independen seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang turut memonitor dan mengawasi persoalan pengadaan alutsista membuat proses pengadaannya rawan terhadap terjadinya penyimpangan. Alhasil transparansi dan akuntabilitas dalam pengadaan alutsista menjadi bermasalah. Peran lembaga lainAudit alutsista dengan tujuan tertentu itu sangat penting. Jika ada yang dianggap sebagai rahasia negara (dalam konteks pertahanan), dalam pelaporannya bisa dimodifikasi agar tidak terbuka kerahasiaannya. BPK adalah satu-satunya lembaga yang berhak memutuskan apakah ada kerugian negara atau tidak dalam suatu proyek pengadaan yang dilakukan oleh instansi pemerintah. Selain audit yang dilakukan oleh BPK, pengawasan juga sangat diperlukan

dalam pengadaan alutsista. Lembaga pengawas independen seperti KPK perlu dengan jeli memantau dan turun serta ke lapangan untuk menginvestigasi penggunaan anggaran pertahanan, khususnya terkait pengadaan alutsista. Untuk mendorong keterlibatan KPK itulah, parlemen perlu segera melaksanakan agenda reformasi peradilan militer melalui revisi UU Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer. Meski sebenarnya tanpa menunggu revisi UU tersebut, KPK bisa terlibat dalam pengawasan dan penyelidikan dugaan penyimpangan pengadaan alutsista dengan dasar asas lex specialis derogat lex generalis (Araf, 2016).Kehendak membangun transparansi dan akuntabilitas di sektor pertahanan dengan melibatkan lembaga seperti KPK bukanlah tanpa maksud. Hal itu sepenuhnya ditujukan agar modernisasi persenjataan berjalan dalam jalur yang benar dan bebas dari dugaan-dugaan penyimpangan sehingga para prajurit dapat benar-benar menggunakan alutsista yang modern dan aman.Untuk mengurai benang kusut dalam sistem pengadaan alutsista tersebut, Pemerintah perlu turun tangan untuk memperbaikinya. Selain melakukan evaluasi, pemerintah perlu merumuskan kebijakan yang komprehensif untuk memperbaiki sistem pengadaan alutsista. Perombakan total dalam pengadaan alutsista sangat mendesak untuk dilakukan, hal tersebut merupakan suatu langkah yang belum terlambat dan masih dinantikan oleh publik. Lebih dari itu, setiap warga negara Indonesia tentu akan bangga jika TNI memiliki armada tempur yang kuat sehingga diperhitungkan negara

Page 9: Dilema Penyesuaian PTKP Transparansi … alat penting sistem persenjataan di Tentara Nasional Indonesia (TNI) dinilai belum transparan. Ketidaktransparanan ini dipicu belum adanya

7

SimpulanUntuk menciptakan transparansi dalam pengadaan alutsista, audit sangat perlu dilakukan. Dengan audit tersebut tentunya kita bisa mendapatkan gambaran tentang kerangka sistem, bekerjanya sistem dan rekomendasi bagaimana supaya sistem lebih andal, efisien, dan efektif. Dalam konteks kerangka sistem, misalnya, kita perlu memeriksa dan menguji efektivitas kerangka hukum dan organisasi, kewenangan, proses pengambilan keputusan, dan proses bisnis pengadaan alutsista. Termasuk di dalamnya mengidentifikasi dan memetakan risiko korupsi dalam proses bisnis pengadaan alutsista. Selain melakukan pengauditan sistem pengadaan alutsista, sebaiknya pemerintah juga perlu mengatasi masalah yang terkait dengan transparansi dan akuntabilitas pengadaan alutsista.

lain. Jika pemerintah mampu memenuhi tuntutan transparansi dan akuntabilitas pengadaan alutsista,

Daftar PustakaAnalisismiliter.com. 2012. MEF: Modernisasi Militer Indonesia. Diakses dari http://analisismiliter.com. diakses pada 16 Oktober 2017Araf, Al. 2016. Menata Ulang Alutsista. Diakses dari http://www.mediaindonesia.com, diakses pada 17 Oktober 2017Direktorat Kebijakan Pengadaan Khusus dan Pertahanan – LKPP. 2013. Kajian Pengadaan Alutsista dan Almatsus. Kajian Pengadaan, Volume 3 Nomor 3, November 2013.Djarwono, Lukman Fahmi. 2017. Pembangunan Industri Pertahanan Indonesia: Menuju Pemenuhan Target MEF atau Sekedar Menuju Arm Candy? Jurnal Defendonesia Volume 2 No.2, Juni 2017.Fazli, Achmad Z. 2017. BPK Periksa Pengadaan Alutsista Secara Keseluruhan. Diakses dari http://news.metrotvnews.com, diakses pada 18 Oktober 2017Haryadi, Dedi. 2017. Audit Sistem Pengadaan Alutsista. Diakses dari https://www.pressreader.com,

hal itu akan meningkatkan upaya memodernisasi alutsista.

diakses pada 16 Oktober 2017.Jurnalmaritim.com. 2014. Hingga Tahun Ini, Alutsista TNI Baru 50 Persen MEF. Diakses dari http://jurnalmaritim.com, diakses pada 13 Oktober 2017Kompas. 2017. Pengadaan Disesuaikan Kondisi Geografis. Diakses dari https://www.pressreader.com, diakses 18 pada Oktober 2017.Munir, Saiful. 2017. Hanya BPK yang Berhak Tentukan Ada Tidaknya Kerugian Negara. Online, https://nasional.sindonews.com, diakses pada 19 Oktober 2017Pandjaitan, Luhut. 2016. Menciptakan Stabilitas Melalui Peningkatan Pertahanan dan Pemerataan Ekonomi. Diakses dari http://uiupdate.ui.ac.id, diakses pada 18 Oktober 2017Tehmina, Abas, Anderson, Eva, dkk. 2015. Results G20 Government Defence Anti-Corruption Index 2015. UK: Transparancy International UKTransparancy International UK Defence and Security Program. 2013. Government Defence Anti-Corruption Index 2013. UK: Transparancy International UK

Page 10: Dilema Penyesuaian PTKP Transparansi … alat penting sistem persenjataan di Tentara Nasional Indonesia (TNI) dinilai belum transparan. Ketidaktransparanan ini dipicu belum adanya

8

Dilema Penyesuaian PTKPoleh

Jesly Yuriaty Panjaitan*)

AbstrakSaat ini, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sedang mengkaji perubahan

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) berdasarkan Upah Minimum Provinsi (UMP)/Upah Minimum Kabupaten (UMK) untuk meningkatkan tax ratio. Kebijakan penyesuaian PTKP bukanlah kebijakan yang tepat karena dilematisnya dampak penyesuaian PTKP tersebut. Jika PTKP diturunkan, maka pajak penghasilan akan meningkat namun sebaliknya akan menurunkan daya beli masyarakat yang pada akhirnya menurunkan pajak atas konsumsi/investasi seperti pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), meskipun secara total, penerimaan pajak cenderung sama. Selain itu, dampak penurunan PTKP juga akan meningkatkan pengangguran dan kemiskinan yang akhirnya membuat perekonomian melambat. Padahal, perekonomian global termasuk perekonomian Indonesia saat ini sedang melambat. Untuk itu Pemerintah dalam hal ini Kemenkeu, perlu membuat kebijakan fiskal yang stimulusnya dapat mendorong konsumsi rumah tangga serta investasi, dan perlu melakukan reformasi perpajakan yang lebih komprehensif antara lain melalui reformasi kebijakan dan reformasi administrasi.

*)Analis APBN, Pusat Kajian Anggaran, Badan Keahlian Dewan DPR RI. e-mail: [email protected]

Di tengah upaya pemerintah meningkatkan penerimaan negara

dari perpajakan, pemerintah mencari potensi-potensi penerimaan pajak yang bisa ditingkatkan, salah satunya melalui Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Indonesia memiliki besaran PTKP tertinggi daripada negara-negara di ASEAN. Namun, tax ratio Indonesia lebih rendah dibandingkan negara-negara tersebut. Atas dasar itulah, Menteri Keuangan, Sri Mulyani, telah meminta Badan Kebijakan Fiskal (BKF) dan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk melakukan kajian terhadap penyesuaian PTKP untuk meningkatkan penerimaan negara yang nantinya akan meningkatkan tax ratio Indonesia. Di tahun 2014, tax ratio Indonesia (12,2 persen) masih tertinggal dengan negara lain, antara lain seperti Filipina (16,7 persen), Malaysia (15,9 persen), Singapura (13,9 persen),

Afrika Selatan (27,8 persen), Kamerun (16,1 persen), dan bahkan jauh tertinggal dari rata-rata tax ratio dari negara-negara yang tergabung dalam The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) sebesar 34,2 persen (gambar 1). Gambar 1. Perbandingan Tax Ratio dari beberapa negara dari Tahun 2011-2014

(Persen terhadap GDP)

Sumber: World Bank, OECD

Page 11: Dilema Penyesuaian PTKP Transparansi … alat penting sistem persenjataan di Tentara Nasional Indonesia (TNI) dinilai belum transparan. Ketidaktransparanan ini dipicu belum adanya

9

Menurut Fuad Rahmani (2012), rendahnya tax ratio Indonesia disebabkan beberapa faktor, salah satunya yakni perhitungan/rumusan tax ratio yang digunakan Indonesia berbeda dengan negara-negara lain. Sehingga, komponen tax ratio perlu diperdalam lagi agar lebih “apple to apple” sehingga fair ketika dibandingkan dengan negara lain. Memang pada dasarnya, untuk mengukur kinerja pemungutan pajak dianggap tidak mencukupi jika hanya menggunakan tax ratio saja. Namun, setidaknya tax ratio bisa menjadi indikator awal kinerja penerimaan pajak (Setiyaji, 2007). Hal ini dikarenakan tax ratio membandingkan penerimaan perpajakan dengan Produk Domestik Bruto (PDB) dimana PDB merupakan indikator besaran ekonomi suatu negara. Sehingga, tax ratio dapat mengindikasikan keberhasilan dalam proses pemungutan pajak yang dilaksanakan oleh DJP.Sesuai dengan perkembangan zaman, definisi tax ratio mulai meluas. Pemerintah Indonesia sendiri mendefinisikan tax ratio dalam dua arti, yakni arti sempit dan arti luas. Arti sempit pada awalnya hanya terdiri dari pajak yang dikumpulkan oleh Pemerintah Pusat semata, tetapi pada tahun 2015 dilebarkan cakupan dengan pajak daerah. Sedangkan untuk arti luas, pada tahun sebelumnya terdiri dari pajak pemerintah pusat ditambah pajak daerah dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sumber daya alam minyak dan gas (SDA Migas), tetapi pada tahun 2015 diubah dengan Pajak Pemerintah Pusat, PNBP SDA migas, serta PNBP Mineral dan Batubara. Tax ratio tahun 2015

semakin menurun dari tahun 2014 (gambar 2).Referensi dalam membandingkan tax ratio antar negara dilakukan berdasarkan panduan dari OECD dan Government Financial Statistic Manual (GFSM). (Lisno, 2017). Kedua referensi tersebut menjadi rujukan internasional dari segi cakupan, komponen pajak, dan struktur pajak. Selama ini, APBN disusun menggunakan prinsip-prinsip I-Account yang mengadopsi sistem GFSM. Perbedaan antara GFSM dan OECD yaitu angka GFSM sudah menggunakan konsolidasi Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) audited dan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) audited, sedangkan angka OECD masih menggunakan konsolidasi LKPP audited dan LKPD unaudited. Selain itu, pada OECD, kontribusi sosial dimasukkan dalam perhitungan pajak, sedangkan pada GFSM dimasukkan dalam klasifikasi pendapatan lainnya (tidak termasuk pajak). PNBP SDA Migas menurut pendekatan GFSM 2001 diklasifikasikan ke dalam other revenue yakni pendapatan properti sewa, sedangkan berdasarkan OECD, saat

Gambar 2. Tax Ratio dari Tahun 2010-2015 (Persen)

Sumber: Kemenkeu dan Tax Administration OECD 2017, data diolah

Page 12: Dilema Penyesuaian PTKP Transparansi … alat penting sistem persenjataan di Tentara Nasional Indonesia (TNI) dinilai belum transparan. Ketidaktransparanan ini dipicu belum adanya

10

ini dikembangkan konsep resource rent taxes on profits terhadap ekstraksi sumber daya alam. Dengan demikian, terdapat perbedaan angka tax ratio baik dari versi OECD, GFS, maupun definisi Pemerintah Indonesia (arti sempit maupun arti luas). Untuk itu, Pemerintah perlu merevisi komponen tax ratio agar dapat dibandingkan dengan negara lain. Sebagai bentuk upaya dan salah satu rencana yang dikaji pemerintah dalam meningkatkan tax ratio, yaitu penyesuaian PTKP. PTKP Berdasarkan UMP/UMKSelama ini, penyesuaian PTKP dilakukan dari waktu ke waktu sesuai perkembangan dan kondisi ekonomi. PTKP diatur dalam Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. UU tersebut menyatakan bahwa, PTKP merupakan penghasilan yang tidak dikenai pajak karena digunakan oleh wajib pajak untuk memenuhi kebutuhan dasarnya (minimum standard of living) agar dapat bekerja untuk mendapatkan penghasilan yang akan menjadi objek pajak. Selama ini, PTKP tidak pernah diturunkan. Kenaikan PTKP dari tahun 2012 ke tahun 2016 cukup signifikan, sekitaran 48 persen- 53 persen.

Pada tahun 2016, PTKP meningkat 50 persen dari Rp3 juta per bulan menjadi Rp4,5 juta per bulan (tabel 1). Kenaikan PTKP yang cukup signifikan selama dua tahun terakhir mengakibatkan PTKP di Indonesia mencapai 0,8 kali dari pendapatan per kapita. Angka tersebut tertinggi jika dibandingkan dengan negara berkembang bahkan dengan negara-negara maju seperti Jepang dan Inggris. PTKP negara-negara ASEAN

seperti Singapura, Thailand, Kamboja, Malaysia, Filipina dan Laos juga berada di bawah Indonesia (gambar 3). Dalam menyusun batas PTKP, suatu negara menggunakan indikator penentu PTKP yang berbeda-beda. Indikator yang dipakai

Tabel 1. Perbandingan Besaran Dan Kenaikan PTKP

Sumber: diolah dari berbagai peraturan/UU

Gambar 3. Perbandingan PTKP dengan Pendapatan Per Kapita

Sumber: CNN Indonesia (diambil dari Danny Darussalam Tax Center)

Page 13: Dilema Penyesuaian PTKP Transparansi … alat penting sistem persenjataan di Tentara Nasional Indonesia (TNI) dinilai belum transparan. Ketidaktransparanan ini dipicu belum adanya

11

KHL yang juga berpengaruh dari tingkat inflasi.Penyesuaian PTKP berdasarkan UMP/UMK yang dipengaruhi oleh inflasi terdiri dari dua kemungkinan antara lain berdampak pada peningkatan PTKP atau penurunan PTKP. Jika PTKP diturunkan, maka pajak penghasilan akan meningkat namun sebaliknya akan menurunkan daya beli masyarakat yang pada akhirnya menurunkan pajak atas konsumsi/investasi seperti PPN dan PPnBM meskipun secara total penerimaan pajak tidak banyak berubah. Sementara jika PTKP dinaikkan, maka pajak penghasilan akan menurun namun daya beli masyarakat akan meningkat yang akhirnya menaikkan pajak atas konsumsi/investasi. Dengan peningkatan daya beli maka akan berpengaruh pada peningkatan produksi. Ketika produksi meningkat maka akan berdampak pada ekspansi perusahaan dan terhadap peningkatan penyerapan tenaga kerja. Kenaikan PTKP ini dapat menyerap tenaga kerja sehingga dapat mengurangi pengangguran dan kemiskinan. Oleh karena itu, diharapkan kenaikan PTKP dapat menjadi stimulus tambahan bagi perekonomian nasional dan dengan kata lain juga dapat memitigasi tren perlambatan ekonomi. Sebagai contoh, kenaikan PTKP tahun 2015 mengurangi penerimaan pajak penghasilan sebesar Rp19,134 triliun, daya beli riil masyarakat dapat ditingkatkan sebesar 0,252 persen dan pertumbuhan ekonomi dapat diakselerasi sebesar 0,039 persen. (Amir, 2015)Dari data BPS terkait besaran UMP/UMK tahun 2017, terdapat 31 provinsi yang menetapkan UMP baru, sedangkan 3 provinsi lainnya hanya menetapkan besaran di level

dapat berupa tingkat ekonomi masyarakat seperti pendapatan perkapita, laju inflasi, daya beli atau tingkat konsumsi sehingga PTKP benar-benar mencerminkan kemampuan seseorang dalam membeli barang atau jasa. Penerapan PTKP berdasarkan zonasi sudah dilakukan oleh Kanada. Sementara Singapura dan India menerapkan skema PTKP dengan menambahkan aspek berdasarkan gender dimana perempuan bekerja dan orang tua tunggal mendapat insentif besar. Sedangkan Argentina, Afrika Selatan, dan Maroko insentif diberikan kepada pekerja usia non produktif. Sedangkan di Inggris, diberlakukan tunjangan anak di keluarga berpenghasilan rendah. Indonesia ingin mengikuti Kanada yang berhasil dalam menerapkan PTKP berdasarkan zonasi. Pemerintah memandang UMP/UMK dapat dijadikan benchmark karena UMP/UMK juga menggunakan standar kecukupan hidup layak (KHL) per provinsi. Hal ini sesuai dengan UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, PTKP dapat disesuaikan dengan memperhitungkan harga kebutuhan pokok, dapat disesuaikan oleh Menteri Keuangan dengan pertimbangan DPR. Namun, kebijakan PTKP berdasarkan UMP/UMK akan sulit dilakukan jika Wajib Pajak (WP) bekerja berpindah-pindah provinsi atau jika WP memiliki domisili namun tempat kerja yang berbeda dengan domisilinya. Hal ini beresiko WP mencari tempat yang UMP/UMK lebih rendah untuk pelaporan pajaknya. Selain itu, DJP dituntut fleksibel terhadap kenaikan/penurunan UMP/UMK yang berubah hampir setiap tahun karena UMP/UMK berdasarkan

Page 14: Dilema Penyesuaian PTKP Transparansi … alat penting sistem persenjataan di Tentara Nasional Indonesia (TNI) dinilai belum transparan. Ketidaktransparanan ini dipicu belum adanya

12

kabupaten/kota seperti Jawa Tengah, DI Yogyakarta dan Jawa Timur. UMP tertinggi yakni DKI Jakarta sebesar Rp 3,1 juta sedangkan Nusa Tenggara Timur tercatat memiliki UMP terendah yakni hanya sebesar Rp1,42 juta. Rata-rata kenaikan UMP 2016 sebesar 11,95 persen dibandingkan UMP 2015. Kabupaten Karawang memiliki UMK tertinggi di tahun 2017 sebesar Rp3,6 juta dan terendah di Pangandaran sebesar Rp1,4 juta. Dengan demikian, jika PTKP mengacu dan menyesuaikan besaran UMP dan UMK, terlebih UMP dan UMK tertinggi saat ini masih berada dibawah PTKP, maka kemungkinan besar PTKP akan diturunkan. Dengan diturunkannya PTKP sesuai UMP/UMK, maka akan menyebabkan bertambahnya cakupan wajib pajak dimana

RekomendasiPenerimaan perpajakan dari kebijakan penyesuaian PTKP bukanlah kebijakan yang tepat karena dilematisnya dampak penyesuaian PTKP tersebut. Untuk itu DJP perlu melakukan reformasi perpajakan yang lebih komprehensif antara lain melalui reformasi kebijakan dan reformasi administrasi.Reformasi Kebijakan perlu dilakukan, seperti UU Ketentuan Umum dan tata cara perpajakan, UU PPN, UU PPh dan UU Bea Materai. Bagi DPR, pengesahan undang-undang perpajakan yang baru perlu dipercepat agar terwujud payung hukum yang relevan dengan kondisi saat ini. Selain itu, Reformasi Administrasi antara lain peningkatan penegakan hukum yang tegas, peningkatan kualitas system IT dan data base perpajakan, revisi terkait rumusan tax ratio didasarkan atas literatur dan standar internasional. Sehingga, rumusan tax ratio dapat diperjelas untuk dapat diperbandingkan dengan negara lain. Potensi penerimaan perpajakan dapat fokus pada sektor informal UMKM, khususnya di bidang e-commerce yang saat ini sedang berkembang pesat. Selain itu, DJP pun dapat membenahi pendataan basis pajak dari sektor informal daripada membuat batasan PTKP baru.

kelompok berpenghasilan rendahpun berada dalam cakupan tersebut. Hal tersebut pun akan berdampak pada penurunan daya beli masyarakat, yang pada akhirnya meningkatkan kemiskinan dan bertambahnya jumlah pengangguran, dan tentunya menjadikan perekonomian kian melambat.Padahal, kondisi perekonomian global termasuk perekonomian Indonesia masih melambat. Jadi, penyesuaian PTKP berdasarkan UMP/UMK ini bukanlah momen yang tepat saat ini sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan tax ratio. Pemerintah, dalam hal ini, Kemenkeu, perlu membuat kebijakan fiskal yang stimulusnya dapat mendorong konsumsi rumah tangga dan investasi.

Page 15: Dilema Penyesuaian PTKP Transparansi … alat penting sistem persenjataan di Tentara Nasional Indonesia (TNI) dinilai belum transparan. Ketidaktransparanan ini dipicu belum adanya

13

Daftar PustakaAmir, Hidayat dan F.F. Hastiadi, 2015. Dinamika kebijakan fiskal. Gramedia Pustaka Utama, JakartaAmir, Hidayat. Potensi Pajak dan Kinerja Pemungutannya. Diakses dari http://www.pajak.go.id/content/news/dirjen-pajak-tax-ratio-indonesia-tinggi-ada-kesalahan-penghitungan-tax-ratio, diakses pada 15 Oktober 2017Cita. 2017. Keterangan Pers terkait “Tax Ratio dan PTKP”. Diakses dari di http://www.cita.or.id/category/opini/siaran-pers, diakses pada 12 Oktober 2017Katadata. 2017. Penyesuaian PTKP Berdasarkan Upah Minimum Menuai Pro Kontra. Diakses dari di http://katadata.co.id/berita/2017/07/21/penyesuaian-ptkp-berdasarkan-upah-

minimum-menuai-pro-kontra, diakses pada 9 Oktober 2017Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2012 hal. 32Setiawan, Lisno. Perbandingan Komponen dan Struktur Pajak OECD dan Government Finance Statistic Manual dan Pengaruhnya atas PendefinisianTax Ratio di Indonesia, diakses pada 15 Oktober 2017 di http://www.portal.fiskal.depkeu.go.id.Setiyaji, G. (2007), “Ruwetnya Urusan Tax Ratio”. Harian Sindo 4 September 2007Worldbank. 2017. Tax Revenue (% of GDP. Diakses dari http://data.worldbank.org/indicator/GC.TAX.TOTL.GD.ZS, diakses pada 16 Oktober 2017

Page 16: Dilema Penyesuaian PTKP Transparansi … alat penting sistem persenjataan di Tentara Nasional Indonesia (TNI) dinilai belum transparan. Ketidaktransparanan ini dipicu belum adanya

14

Buletin APBNPusat Kajian AnggaranBadan Keahlian DPR RI

www.puskajianggaran.dpr.go.idTelp. 021-5715635, Fax. 021-5715635

e-mail [email protected]

“Siap Memberikan

Dukungan Fungsi Anggaran Secara Profesional”