97
80 BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi Rostow 1. Latar Belakang Lahirnya Teori Modernisasi Modernisasi merupakan satu istilah yang menjadi mode setelah Perang Dunia II (Beling & Totten, 3: 1980). Paling tidak menurut tokoh-tokoh Amerika Serikat, terjadi akibat produk sejarah tiga peristiwa penting setelah Perang Dunia II (Suwarsono & So, 7: 2006). Ketiga peristiwa tersebut adalah, Pertama, munculnya Amerika Serikat sebagai kekuatan dominan dunia. Sekalipun negara- negara Barat lainnya, seperti Inggris, Perancis, dan Jerman semakin melemah setelah perang dunia II, Amerika Serikat justru menjadi pemimpin dunia sejak pelaksanaan Marshall Plan yang diperlukan untuk membangun kembali Eropa Barat akibat Perang Dunia II. Kedua, pada saat yang hampir bersamaan, terjadi perluasan gerakan komunis sedunia. Uni Soviet mampu memperluas pengaruh politiknya tidak saja sampai Eropa Timur, tetapi juga sampai di Asia, antara lain di Cina dan Korea. Keadaan tersebut secara tidak langsung mendorong AS untuk berusaha memperluas pengaruh politiknya pada belahan dunia lain, selain Eropa Barat sebagai upaya pembendungan penyebaran ideologi komunisme. Ketiga, lahirnya negara-negara merdeka baru di Asia, Afrika dan Amerika Latin, yang sebelumnya merupakan daerah jajahan negara-negara Eropa. Negara-negara baru ini secara serempak mencari model-model pembangunan yang hendak digunakan sebagai

BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

  • Upload
    ngocong

  • View
    241

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

80

BAB IV

TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA

A. Latar Belakang Teori Modernisasi Rostow

1. Latar Belakang Lahirnya Teori Modernisasi

Modernisasi merupakan satu istilah yang menjadi mode setelah Perang

Dunia II (Beling & Totten, 3: 1980). Paling tidak menurut tokoh-tokoh Amerika

Serikat, terjadi akibat produk sejarah tiga peristiwa penting setelah Perang Dunia

II (Suwarsono & So, 7: 2006). Ketiga peristiwa tersebut adalah, Pertama,

munculnya Amerika Serikat sebagai kekuatan dominan dunia. Sekalipun negara-

negara Barat lainnya, seperti Inggris, Perancis, dan Jerman semakin melemah

setelah perang dunia II, Amerika Serikat justru menjadi pemimpin dunia sejak

pelaksanaan Marshall Plan yang diperlukan untuk membangun kembali Eropa

Barat akibat Perang Dunia II.

Kedua, pada saat yang hampir bersamaan, terjadi perluasan gerakan

komunis sedunia. Uni Soviet mampu memperluas pengaruh politiknya tidak saja

sampai Eropa Timur, tetapi juga sampai di Asia, antara lain di Cina dan Korea.

Keadaan tersebut secara tidak langsung mendorong AS untuk berusaha

memperluas pengaruh politiknya pada belahan dunia lain, selain Eropa Barat

sebagai upaya pembendungan penyebaran ideologi komunisme. Ketiga, lahirnya

negara-negara merdeka baru di Asia, Afrika dan Amerika Latin, yang sebelumnya

merupakan daerah jajahan negara-negara Eropa. Negara-negara baru ini secara

serempak mencari model-model pembangunan yang hendak digunakan sebagai

Page 2: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

81

contoh untuk membangun ekonominya dan dalam usaha untuk mempercepat

pencapaian kemerdekaan politiknya.

Jika pada masa sebelum perang dunia, persoalan pembangunan negara

dunia ketiga hanya sedikit sekali mendapat perhatian para ilmuwan AS, namun

keadaan yang sebaliknya terjadi setelah Perang Dunia II. Dengan bantuan

melimpah dari pemerintah AS dan organisasi swasta, satu generasi baru ilmuwan

ekonomi menghasilkan karya-karya tentang dunia ketiga. Dalam karya-karya

tersebut salah satunya adalah mengenai Teori Modernisasi. Warisan pemikiran

Teori Modernisasi ini tidak terlepas dari pengaruh Teori Evolusi (Suwarsono &

So, 9: 2006), hal ini terjadi karena Teori Evolusi telah terbukti mampu membantu

menjelaskan proses masa peralihan dari masyarakat tradisional ke masyarakat

modern negara-negara Eropa Barat, selain itu juga mampu menjelaskan arah yang

perlu ditempuh negara dunia ketiga dalam proses modernisasinya.

Semua bangsa terlibat dalam proses modernisasi, manifestasi proses ini

pertama kali nampak di Inggris pada abad ke-18 yang disebut revolusi industri.

Sejak itu gejala tersebut meluas ke semua penjuru dunia (Schoorl, 1: 1980), mula-

mula ke daerah-daerah yang kebudayaannya semacam, yaitu ke Eropa dan

Amerika Utara, kemudian ke bagian-bagian dunia yang lain dengan daerah-daerah

yang kebudayaannya berbeda sama sekali dengan kebudayaan Eropa. Penyebaran

itu dianggap sebagai sesuatu yang begitu biasa, sehingga masyarakat dunia itu

sering dibagi menjadi dua kategori: negara maju dan negara sedang berkembang

masing-masing terdiri atas negara-negara yang telah mengalami modernisasi dan

negara-negara yang sedang mengadakan modernisasi. Dalam pembagian itu tidak

Page 3: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

82

disediakan tempat untuk kemungkinan adanya negara karena sesuatu hal tidak

terlibat dalam proses modernisasi itu.

Aspek yang paling spektakuler dalam modernisasi sesuatu masyarakat

ialah pergantian teknik produksi dari cara-cara tradisional kecara-cara modern,

yang tertampung dalam pengertian revolusi industri (Schoorl, 1: 1980), namun

menurut Eisentadt, modernisasi merupakan proses perubahan menuju tipe sistem

sosial, ekonomi dan politik yang telah berkembang di Eropa Barat dan Amerika

Utara dari Abad ke-19 dan 20 meluas ke negara-negara Amerika Selatan, Asia

serta Afrika (Abraham, 4: 1991). Lebih lanjut Abraham memaparkan bahwa pada

umumnya ada dua tipe modernisasi, modernisasi ekonomi dan modernisasi sosial

(Abraham, 5: 1991)

Dalam bidang ekonomi, modernisasi berarti tumbuhnya kompleks industri

yang besar-besar, dimana produksi barang-barang konsumsi dan barang-barang

sarana produksi diadakan secara masal (Schoorl, 1: 1980). Modernisasi ekonomi

juga diartikan sebagai perkembangan atau kemajuan ekonomi yang ditandai oleh

tingginya tingkat konsumsi dan standar hidup, revolusi tinggi, intensitas modal

yang semakin besar dan organisasi birokrasi yang rasional (Abraham, 5: 1991).

Satu hal terpenting yang harus dicermati adalah bahwa proses modernisasi dan

terwujudnya bentuk-bentuk masyarakat modern dengan sendirinya tidak mungkin

bebas nilai (Schoorl, 10: 1980), oleh karenanya cara melaksanakan modernisasi

juga ada hubungannya dengan nilai-nilai dan norma-norma yang digunakan.

Mengingat Teori Modernisasi dibangun di atas landasan kapitalisme, maka nilai-

nilai yang mendukung modernisasi jelas bernuansa kapitalistik. Bahkan J. W.

Page 4: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

83

Schoorl mengeluarkan pendapat yang berani, ia mengatakan bahwa bersama-sama

dengan proses modernisasi itu, terjadi proses westernisasi (Schoorl, 20: 1980), ini

dikarenakan memang perkembangan masyarakat modern itu terjadi di daerah

kebudayaan barat dan tersajikan dalam bentuk barat.

2. Teori-Teori Pembangunan

Pembangunan merupakan suatu proses perubahan yang mengarah kepada

peningkatan kesejahteraan manusia yang meliputi perbaikan tingkat hidup,

kesehatan, pendidikan, serta keadilan. Karena tumpuan dari proses perubahan

tersebut adalah bidang ekonomi, maka definisi dari pembangunan sering terfokus

kepada definisi pembangunan ekonomi. Menurut Goulet definisi pembangunan

ekonomi terdiri dari tiga unsur, yaitu: (1) pemenuhan kesejahteraan individu yang

sering diukur dalam bentuk pendapatan per kapita, (2) pemenuhan kebutuhan

pendidikan, kesehatan, dan kualitas hidup secara umum, dan (3) pemenuhan akan

adanya harga diri. (http://www. blogger. com/feeds/3755038716037863282

/posts/default [09-06-2008]).

Namun menurut Todaro (2000: 93) dalam bukunya Pembangunan

Ekonomi di Dunia Ketiga menyatakan bahwa kemajuan ekonomi memang

merupakan komponen utama pembangunan, akan tetapi itu bukan satu-satunya

komponen. Dengan demikian, pembangunan harus dipahami sebagai suatu proses

yang multidimensional, yang melibatkan segenap pengorganisasian dan

peninjauan kembali atas sistem-sistem ekonomi dan sosial secara keseluruhan

tidak hanya tiga unsur yang disebutkan Goulet di atas.

Page 5: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

84

Praktek-praktek perencanaan pembangunan sangat dipengaruhi oleh cara

pandang, mazhab atau paradigma pembangunan yang dianut oleh para elit dari

masing-masing negara (Suroso, 35: 1993). Herrick dan Kindleberger (Ekonomi

Pembangunan, 1988: 58) mengklasifikasikan teori-teori pembangunan menjadi

empat bagian, yaitu: Teori Pembangunan Klasik, Neo-Klasik, Teori Tahapan

Linear, dan Teori Revolusi Ketergantungan. Teori Pembangunan Klasik memiliki

tiga aliran, yaitu aliran Emile Durkheim, Max Weber, dan Karl Marx. Menurut

Durkheim pembangunan adalah proses perubahan masyarakat dalam dimensi

kuantitatif dan kualitatif, yaitu adanya perubahan orientasi masyarakat dari

berfikir tradisional menjadi modern. Karena itu akan terjadi perubahan tata nilai

masyarakat dari yang berbasiskan solidaritas mekanik menjadi solidaritas organik.

Indikator yang bisa dilihat adalah tumbuh dan berkembangnya organisasi-

organisasi sosial ekonomi modern. Implikasi dari konsep pembangunan ini,

masyarakat berkembang secara bertahap sebagai berikut: tahap pra industri: pada

tahap ini hubungan sosial yang berkembang pada umumnya hanya terjadi dalam

kelompok masyarakat (isolasi fungsional); tahap Industrialisasi: sebagai akibat

dari proses industrialisasi maka terjadi perembesan (spill over) struktur budaya

modern dari pusat yang berada di kota ke daerah pinggiran yang berada di

pedesaan; tahap perkembangan dimana pusat secara terus menerus menyebarkan

modernisasi sehingga tercapai keseimbangan hubungan fungsional antara pusat

dan pinggiran.

Menurut aliran Weber, pembangunan adalah perubahan orientasi

masyarakat dari tradisional-irasional menuju modern-rasional. Indikatornya

Page 6: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

85

adalah munculnya birokratisasi dalam setiap unsur kehidupan yang dicapai

melalui distribusi kekuasaan serta munculnya budaya oposisi di wilayah pinggiran

sebagai respon terhadap dominasi pusat yang berkepanjangan. Sedangkan

menurut Karl Marx, pembangunan adalah perubahan sosial yang terjadi sebagai

akibat konflik sosial antar kelas, yang secara bertahap akan merubah kehidupan

masyarakat. Esensi dari teori ini adalah pembangunan akan mewujudkan

masyarakat tanpa kelas (classless society) dan materialisme sebagai hirarkinya.

Berdasarkan teori Marx, masyarakat terbagi atas lima kelas, yaitu: masyarakat

primitif, masyarakat feodal, masyarakat kapitalis, masyarakat sosialis, dan

masyarakat komunis.

Teori Pembangunan Neo-Klasik, yang terdiri dari Tesis Pembangunan

Dualistik dan Teori Perubahan Struktural. Tesis Pembangunan Dualistik

berlandaskan pada fenomena eksistensi ganda, yaitu adanya masyarakat yang

kaya (superior) dan adanya masyarakat yang miskin (inferior). Sedangkan Teori

Perubahan Struktural mempunyai dua model, yaitu Model Pembangunan Lewis

dan Model Perubahan Struktur dan Pola Pembangunan. Dalam Model

Pembangunan Lewis, perekonomian dianggap terdiri dari dua sektor, pertama

sektor tradisional, dengan ciri-ciri di pedesaan, subsistem, kelebihan tenaga kerja

dan produktivitas marjinalnya sama dengan nol; kedua sektor modern, dengan

ciri-ciri di perkotaan, industri, produktivitasnya tinggi, sebagai tempat

penampungan tenaga kerja yang ditransfer sedikit demi sedikit dari sektor

tradisional. Model ini memfokuskan pada terjadinya proses pengalihan tenaga

Page 7: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

86

kerja dan pertumbuhan ekonomi serta kesempatan kerja di Sektor Modern, yang

dimungkinkan dengan adanya perluasan lapangan kerja di Sektor Modern.

Model Perubahan Struktur dan Pola Pembangunan, model ini

dikembangkan oleh Hollis Chenery yang menyarankan adanya perubahan struktur

produksi, yaitu pergeseran dari produksi barang pertanian ke produksi barang

industri pada saat pendapatan perkapita meningkat. Model ini menyatakan bahwa

peningkatan tabungan dan investasi perlu tetapi tidak harus cukup (necessary but

not sufficient condition) untuk memungkinkan terjadinya pertumbuhan ekonomi.

Pola ini juga mensyaratkan bahwa selain akumulasi modal fisik dan manusia,

diperlukan pula himpunan perubahan yang saling berkaitan dalam struktur

perekonomian suatu negara untuk terselenggaranya perubahan dari sistem

ekonomi tradisional ke sistem ekonomi modern. Perubahan struktur ini

melibatkan seluruh fungsi ekonomi termasuk tranformasi produksi dan perubahan

dalam komposisi permintaan konsumen, perdagangan internasional serta

perubahan-perubahan sosial-ekonomi seperti urbanisasi, pertumbuhan dan

distribusi penduduk.

Teori Tahapan Linear yang salah satunya adalah Teori Tahap-Tahap

Pertumbuhan Rostow. Menurut Rostow, perubahan dari terbelakang

(underdeveloped) menjadi maju (developed) dapat dijelaskan dalam seri tahapan

yang harus dilalui oleh semua negara. Sebelum suatu negara berkembang menjadi

negara maju, harus dilalui suatu tahap yang disebut tahap tinggal landas (take off).

Teori ini menyarankan agar negara-negara sedang berkembang (developing

country) tinggal mengikuti saja seperangkat aturan pembangunan tertentu untuk

Page 8: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

87

tinggal landas, sehingga pada gilirannya akan berkembang menjadi negara maju.

Prasyarat penting untuk dapat tinggal landas, yaitu suatu negara harus mampu

membangun pertanian, industri dan perdagangannya sehingga mampu

menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan. Prasyarat penting

lainnya adalah harus ada mobilisasi tabungan dengan maksud untuk menciptakan

investasi yang cukup untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi.

Harrod-Domar mengemukakan bahwa Pertumbuhan Pendapatan Nasional

Kotor (Gross National Product/GNP) secara langsung bertalian erat dengan rasio

tabungan, yaitu lebih banyak bagian GNP yang ditabung dan diinvestasikan maka

akan lebih besar lagi pertumbuhan GNP tersebut (Todaro, 95: 2000). Dari model

yang dikemukakan oleh Harrod-Domar tersebut Rostow menyimpulkan bahwa

negara-negara yang dapat menabung 10-20% dari GNP-nya dapat tumbuh dengan

tingkat pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat dibanding dengan negara-negara

yang tabungannya kurang dari kisaran tersebut. Di negara-negara berkembang

pembentukan modal relatif rendah sehingga untuk memperoleh pertumbuhan yang

diinginkan dibutuhkan pinjaman luar negeri.

Terakhir adalah Teori Revolusi Ketergantungan Internasional. Pada

dasawarsa 1970-an, teori dan model-model ketergantungan internasional kian

mendapat dukungan di Dunia Ketiga. Teori ini memandang bahwa negara-negara

dunia ketiga telah menjadi korban dari berbagai kelakuan kelembagaan politik dan

ekonomi internasional maupun domestik. Negara-negara Dunia Ketiga telah

terjebak dalam hubungan ketergantungan dan dominasi oleh negara-negara kaya.

Menurut Budiman teori ketergantungan merupakan varian dari teori struktural.

Page 9: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

88

Kendati berinduk pada teori struktural yang sangat Marxis, teori ketergantungan

sebetulnya merupakan gabungan antara pandangan liberal dan sosialis (Budiman,

http://www.freedom-institute. org/id/index.php?page=what&id=233 [09-06-

2008]). Lebih jauh Budiman menjelaskan bahwa inti teori ketergantungan adalah

penyebab utama kemiskinan dan kegagalan pembangunan di Dunia Ketiga,

bukanlah keterlambatan dalam melakukan modernisasi, tapi campur tangan

negara-negara kapitalis yang menghalangi perkembangan negara-negara itu. Pada

dasarnya negara-negara Dunia Ketiga memiliki dinamika yang berbeda dari

negara-negara Barat. Karena keunikan ini, maka pendekatan yang dipakai juga

harus berbeda.

3. Tahap-Tahap Pertumbuhan Ekonomi Rostow

Teori tahap-tahap pertumbuhan ekonomi Rostow merupakan literatur

ekonomi yang paling luas beredar dan banyak menjadi acuan bagi negara-negara

berkembang dalam menjalankan modernisasinya (Jhingan, 149: 2000). Bahkan

menurut Sukirno (121: 1985) Teori Rostow merupakan salah salah satu teori yang

banyak menarik perhatian para ilmuan baik dari kalangan ahli Ekonomi maupun

Sejarah. Komentar para ahli terhadap Teori Rostow jauh lebih panjang daripada

teori Rostow itu sendiri.

Walt Whitman Rostow (7 Oktober 1916 – 13 Februari 2003) adalah

seorang ahli sejarah ekonomi asal Amerika Serikat, yang pada tahun 1960-an

menulis sebuah buku The Stages of Economic Growth, A Non-Communist

Manifesto. Buku ini mengurai sejarah perkembangan ekonomi Amerika Serikat

Page 10: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

89

dengan menggunakan pendekatan analisis historis. Menurut Rostow

pembangunan ekonomi berlangsung secara betingkat-tingkat dengan lima tahapan

yang dijabarkan dalam teorinya, yaitu: 1) The traditional society (Masyarakat

tradisional); 2) The precondition for take off (Pra kondisi lepas landas); 3) The

take off (Lepas landas); 4) The drive to maturity (Pendewasaan); dan 5) The age of

high mass consumption (Zaman konsumsi masa besar-besaran) (Rostow, 4: 1993)

Model pertumbuhan ekonomi bertahap (Stages of Growth model of

development) muncul dikarenakan adanya perang dingin yang berkobar pada

dekade 1950-an dan 1960-an (Todaro, 95: 2000). Suasana politik perang dingin

tersebut memicu persaingan sengit dikalangan negara-negara besar untuk mencari

pengikut setia dari kalangan negara-negara yang baru saja merdeka. Salah satu

tokoh penganjur model pertumbuhan ekonomi yang paling terkenal adalah Walt.

Whitman Rostow. Ia berpendapat bahwa perubahan dari keterbelakangan menuju

kemajuan ekonomi dapat dijelaskan kedalam lima seri tahapan yang harus dilalui

oleh semua negara, seperti yang diungkapkan oleh Rostow dalam bukunya The

Stages Of Economic Growth, Sebagai berikut:

It is possible to identify all societies, in their economic dimensions, as lying within one of five categories: the traditional society, the preconditions for take-off, the take-off, the drive to maturity, and the age of high mass-consumption (Rostow, 4: 1993) Artinya: Adalah suatu kemungkinan untuk menggolongkan semua masyarakat, dalam dimensi ekonomi mereka, sebagai bagian didalam salah satu dari lima kategori: masyarakat tradisioanal, pra kondisi lepas landas, lepas landas, pendewasaan, dan zaman konsumsi besar-besaran.

Page 11: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

90

Rostow menggolongkan semua masyarakat dunia ke dalam lima tahap yang

disebutkan diatas, tahap pertama adalah masyarakat tradisional (the traditional

society) yang menurut Rostow sebagai berikut:

... A traditional society is one whose structure is developed within limited production functions, based on pre-Newtonian science and technology, and on pre-Newtonian attitudes towards the physical world. (The Stages Of Economic Growth, 1993: 4) Artinya:

Masyarakat tradisional adalah masyarakat yang strukturnya berkembang dalam fungsi-fungsi produksi yang terbatas, berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi pra Newton, dan berdasarkan pandangan (sikap) pra newton terhadap dunia fisika. Dengan begitu masyarakat tradisional dipandang sebagai masyarakat yang

strukturnya berkembang didalam fungsi produksi yang terbatas yang didasarkan

kepada teknologi, ilmu pengetahuan dan sikap masyarakat seperti sebelum masa

Newton, yang dimaksudkan oleh Rostow dengan masyarakat sebelum Newton

adalah suatu masyarakat yang masih menggunakan cara-cara memproduksi yang

relatif primitif dan cara hidup masyarakat yang masih sangat dipengaruhi oleh

cara pemikiran yang irasional (Sukirno, 103: 1985). Newton dipakai Rostow

sebagai simbol mulainya manusia berpikir bahwa dunia luar tunduk pada

beberapa hukum yang dapat diketahui dan bisa secara sistematis diselenggarakan

secara produktif.

Menurut Rostow dalam suatu masyarakat tradisional tingkat produksi

perkapita dan tingkat produktivitas pekerja masih sangat terbatas, oleh sebab itu

sebagian besar dari sumber-sumber daya masyarakat digunakan untuk kegiatan

dalam sektor pertanian. Dalam sektor ini struktur sosialnya sangat bersifat

hirarkis, yaitu anggota masyarakat mempunyai kemungkinan yang sangat kecil

Page 12: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

91

untuk mengadakan mobilitas secara vertikal dalam struktur sosial. Maksudnya

ialah kedudukan seseorang dalam masyarakat tidak akan berbeda dengan

kedudukan ayahnya, kakeknya dan nenek moyangnya. Jhingan menyebut struktur

sosial masyarakat seperti itu bersifat berjenjang, hubungan darah dan keluarga

memainkan peranan yang menentukan (2000: 143). Hal di atas dikemukakan

Rostow dalam bukunya seperti berikut:

Generally speaking, these societies, because of the limitation on productivity, had to devote a very high proportion of their resources to agriculture; and flowing from the agricultural system there was an hierarchical social structure, with relatively narrow scope--but some scope--for vertical mobility. Family and clan connexions played a large role in social organization. The value system of these societies was generally geared to what might be called a long-run fatalism; that is, the assumption that the range of possibilities open to one's grandchildren would be just about what it had been for one's grandparents (1993: 5). Artinya: secara umum, masyarakat seperti ini, oleh karena terbatasnya produktivitas, harus mencurahkan sebagain besar dari sumber tenaga mereka untuk pertanian, dan di dalam sistem pertanian itu terdapat struktur sosial yang bertingkat-tingkat dengan ruang lingkup yang relatif sempit tetapi ada lingkup seadanya untuk gerak vertikal. Hubungan keluarga dan suku memegang peranan besar dalam organisasi sosial. Sistem penilaian dari masyarakat ini umumnya berputar pada apa yang mungkin dinamakan fatalisme jangka panjang, yaitu asumsi bahwa kemungkinan lapangan yang terbuka untuk seorang cucu kira-kira akan sama dengan apa yang sudah didapat kakeknya.

Mengenai kegiatan politik dan pemerintahan dalam tahap masyarakat

tradisional, Rostow menggambarkan bahwa walaupun kadang-kadang terdapat

sentralisasi dalam pemerintahan, pusat dari kekuasaan politik terdapat di daerah-

daerah, ditangan tuan-tuan tanah yang berkuasa dalam berbagai daerah.

Kebijaksanaan dari pemerintah pusat selalu dipengaruhi oleh pandangan tuan-tuan

tanah di berbagai daerah tersebut.

Page 13: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

92

Rostow mengartikan pembangunan ekonomi sebagai suatu proses yang

menyebabkan perubahan dan ciri-ciri penting dalam suatu masyarakat, yaitu

perubahan dalam keadaan sistem politiknya, struktur sosialnya, nilai-nilai

masyarakatnya, dan struktur kegiatan ekonominya. Apabila perubahan-perubahan

seperti itu timbul sehingga menyebabkan pertumbuhan lebih selalu berlaku, maka

proses pertumbuhan ekonomi dapat dikatakan sudah mulai berlaku dan

masyarakat yang mencapai taraf tersebut menurut Rostow sudah dikatakan berada

pada tahap prasyarat untuk tinggal landas yaitu tahapan yang akan dilalui setelah

tahap pertama telah terpenuhi.

Tahap kedua dinamakan The precondition for take off (Pra kondisi lepas

landas), tahap ini merupakan transisi dimana prasyarat-prasyarat pertumbuhan

swadaya dibangun atau diciptakan (Jhingan, 143: 2000). Corak dari tahap

prasyarat untuk lepas landas dibedakan oleh Rostow menjadi dua jenis, yang

pertama adalah tahap prasyarat untuk lepas landas yang dicapai oleh negara-

negara Eropa, Asia, Timur Tengah dan Afrika yang dilakukan dengan merombak

masyarakat tradisional ynag sudah ada. Bentuk kedua adalah yang dicapai oleh

negara-negara yang dinamakan oleh Rostow born free, yaitu Amerika Serikat,

Kanada, Australia dan Selandia Baru, yang dapat mencapai tahap prasyarat untuk

lepas landas tanpa harus merombak sistem masyarakat tradisional karena negara-

negara itu terdiri dari imigran yang telah mempunyai sifat yang diperlukan oleh

suatu masyarakat untuk mencapai tahap prasyarat untuk lepas landas (Azwar, 23:

1962).

Page 14: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

93

Rostow sangat menekankan perlunya perubahan yang bersifat multi

dimensi yaitu perubahan dalam bidang ekonomi, politik, dan sosial masyarakat,

karena ia tidak yakin akan kebenaran pandangan yang menyatakan bahwa

pembangunan akan dapat dengan mudah diciptakan apabila dapat dilakukan

peningkatan dalam tabungan (Sukirno: 104: 1985). Menurut pandangan tersebut,

kenaikan tersebut akan memungkinkan peningkatan penanaman modal dan

mempercepat pembangunan ekonomi. Tingkat tabungan yang tinggi akan

menyebabkan tercapainya tingkat penanaman modal yang tinggi hal tersebut akan

menjamin tercapainya pertumbuhan ekonomi dengan naiknya pendapatan nasional

yang lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan penduduk.

Menurut keyakinan Rostow, kenaikan tabungan, penanaman modal dan

selanjutnya pembangunan ekonomi, hanya akan tercapai apabila perubahan-

perubahan tersebut diikuti oleh perubahan-perubahan lain dalam masyarakat.

Perubahan itulah yang akan memungkinkan berlakunya kenaikan dalam tabungan

dan penggunaan tabungan itu dengan sebaik-baiknya. Kegiatan masyarakat harus

sanggup memanipulasi dan selanjutnya menggunakan ilmu pengetahuan modern

dan membuat penemuan-penemuan baru (Invensi) yang bersifat menurunkan

biaya produksi.

Di samping itu harus terdapat pula orang-orang yang bersedia

menggunakan penemuan baru untuk modernisasi kegiatan produksi. Kemudian

harus terdapat pula golongan masyarakat yang bersedia menciptakan tabungan

dan meminjamkannya kepada pengusaha yang inovatif untuk memperbesar

produksi dan mempertinggi tingkat produktivitas. Dan akhirnya sebagian besar

Page 15: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

94

masyarakat harus bersedia mendapat pendidikan dan latihan untuk pekerjaan-

pekerjaan disektor industri, dan harus dapat melakukan tugasnya dengan disiplin

kerja yang tinggi. Singkatnya adalah kenaikan dalam tingkat penanaman modal

yang akan menciptakan pembangunan ekonomi yang lebih cepat dari sebelumnya

bukan semata-mata tergantung kepada kenaikan dalam tingkat tabungan, tetapi

juga kepada perubahan radikal dalam sikap masyarakat terhadap ilmu

pengetahuan, hal tersebut bertujuan untuk mengubah teknik produksi, sikap

pengambilan resiko dan dalam sikap terhadap kondisi-kondisi maupun cara-cara

bekerja.

Rostow menekankan bahwa kenaikan tingkat penanaman modal hanya

mungkin tercipta apabila terjadi perubahan dalam struktur kegiatan ekonomi.

Kemajuan-kemajuan disektor pertanian, pertambangan dan prasarana harus terjadi

bersama-sama dengan proses peningkatan penanaman modal. Pembangunan

ekonomi hanya dimungkinkan oleh adanya kenaikan produktivitas di sektor

pertanian dan perkembangan di sektor pertambangan, hal ini berarti bahwa

walaupun negara yang telah mencapai pertumbuhan yang tinggi merupakan

negara industri, perkembangan permulaan kearah itu hanya dimungkinkan oleh

adanya perkembangan di sektor pertanian dan pertambangan.

Pada taraf permulaan dari proses pembangunan, sektor industri masih

belum mampu menjadi motor penggerak dari proses tersebut. Kenaikan

produktivitas sektor pertanian dan pertambangan merupakan syarat mutlak yang

harus dipenuhi untuk melepaskan sesuatu masyarakat dari belenggu

Page 16: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

95

ketradisioanalan dan keterbelakangannya. Sektor pertanian memegang peranan

yang penting dalam masa peralihan sebelum mencapai tahap lepas landas.

Kemajuan pertanian diperlukan untuk menjamin agar penyediaan bahan

makanan bagi penduduk yang bertambah akan tetap terjamin dan agar penduduk

kota yang bertambah dengan cepat sebagai akibat industrialisasi dapat

memperoleh bahan makanan yang cukup, kesanggupan sektor pertanian untuk

menyediakan bahan makanan yang cukup bukan saja menyebabkan terhindarnya

bahaya kelaparan, akan tetapi juga dapat menghindarkan penggunaan devisa

untuk megimpor bahan makanan sehingga ia dapat digunakan untuk mengimpor

barang-barang lain yang lebih berguna untuk pembangunan. Hal tersebut

dikemukakan Rostow sebagai berikut:

...agriculture must supply more food. Food is needed to meet likely rise in population, without yielding either starvation or a depletion of foreign excange available for purposes essential to growth. But increased supplies ang increased transfers of food out of rural areas are needed for another reason: to feed the urban populations which are certain to grow at a disproportionately high rate during transition. And, in most cases, increased agricultural supplies are needed as well to help meet the foreign excangebill for capital development either positively by earning foreign exchange...(Rostow, 22: 1993). Artinya: ...pertanian harus menyumbangkan lebih banyak makanan. Makanan diperlukan untuk menghadapi kemungkinan bertambahnya penduduk, tanpa mengakibatkan kelaparan maupun kemerosotan devisa yang bisa diperoleh guna maksud yang penting untuk pertumbuhan. Tetapi bertambahnya sumbangan dan bertambahnya perpindahan makanan dari daerah-daerah pedesaan diperlukan untuk alasan lain: untuk memberi makan pada penduduk kota yang pasti tumbuh dengan pesat yang tidak sebanding dengan transisi. Dan, yang paling penting, bertambahnya sumbangan pertanian juga diperlukan untuk membantu menghadapi keperluan devisa untuk pembangunan modal baik secara positif dengan memperoleh devisa...

Page 17: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

96

Selanjutnya, perkembangan di sektor pertanian dapat pula menunjang

perkembangan sektor industri. Kenaikan produktivitas di sektor pertanian akan

memperluas pasar dari berbagai kegiatan industri. Kenaikan pendapatan petani

akan memperluas pasar industri barang-barang konsumsi dan kenaikan

produktivitas pertanian akan memperluas industri-industri penghasil input

pertanian modern seperti mesin-mesin pertanian dan pupuk kimia. Kenaikan

pendapatan disektor pertanian dapat pula menjadi sumber biaya untuk

pengeluaran pemerintah, yaitu dengan mengenakan pajak atas sektor pertanian.

Akhirnya sumbangan lain dari kemajuan sektor pertanian terhadap pembangunan

adalah untuk menciptakan tabungan yang dapat digunakan oleh sektor lain,

terutama sektor industri, sehingga akan mempertinggi tingkat penanaman modal

disektor-sektor lain tersebut.

Mengenai perkembangan sektor prasarana Rostow berpendapat bahwa

dalam masa transisi sebelum mencapai tahap lepas landas dan dalam tahap lepas

landas sendiri, bagian yang cukup besar dari penanaman modal digunakan untuk

membangun prasarana. Dibandingkan dengan penanaman modal disektor lain,

penanaman modal untuk membangun prasarana mempunyai tiga ciri yang khusus

yaitu:

...social overhead outlays have three characteristics which distinguish them from investment in general. First, their periods of gestation and of pay-off are usually long. a railway system is unlikely to yield ist result in a year or two from the time its construction is undertaken, although it will yield large benefits over a very long time. Second, social overhead capital is generally lumpy. Third, of its nature, the profits from social overhead capital often return to the comunity as a whole-Through indirect chains of caustion-rather than directly to the initiating entrepreneurs. (Rostow, 25: 1993).

Page 18: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

97

Artinya:

Pengeluaran untuk membangun prasarana mempunyai tiga karakteristik yang membedakannya dari penanaman modal pada umumnya. Pertama, periode sebelum pemberian hasil biasanya lama. Suatu sistem kereta api besar kemungkinannya memberikan hasil-hasilnya dalam satu atau dua tahun sejak waktu pembangunannya dilakukan, meskipun ia akan menghasilkan keuntungan besar setelah jangka waktu lama. Kedua, pembangunan prasarana harus secara besar-besaran. Ketiga pada dasarnya keuntungan dari pembangunan prasarana kembali kepada masyarakat secara keseluruhan-melalui rantai sebab-akibat yang tidak langsung-bukan secara langsung pada pengusaha-pengusaha yang mengadakan inisiatif.

Berdasarkan anggapan Rostow di atas dapat disimpulkan bahwa ketiga ciri

khusus pembangunan prasarana itu adalah masa diantara pembangunannya dan

hasil pembangunan tersebut sangat panjang. Pembangunannya harus dilakukan

secara besar-besaran sehingga memerlukan biaya yang sangat banyak, tetapi

pemanfaatan pembangunannya dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat.

Berdasarkan kepada sikap yang istimewa ini menurut Rostow, pengembangan

prasarana terutama harus dilakukan oleh pemerintah. Ini berarti pemerintah

memegang peranan yang penting sekali dalam menjamin tercapainya

pembangunan yang pesat dalam tahap prasyarat untuk mencapai tahap landas.

Dalam analisisnya Rostow menunjukan bentuk perubahan dalam

kepemimpinan pemerintahan masyarakat yang mengalami transisi. Untuk

menjamin terciptanya pembangunan yang teratur, suatu golongan elite yang baru

atau kepemimpinan yang baru haruslah tercipta dan melibatkan diri mereka

kepada usaha mewujudkan suatu masyarakat industri. Kepemimpinan yang baru

ini haruslah mempunyai sifat nasionalisme yang reaktif (reactive nationalism),

yaitu beraksi positif atas tekanan-tekanan yang datang dari negara yang lebih

Page 19: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

98

maju. Dengan mencontohkan pengalaman negara Jerman, Rusia dan Jepang,

Rostow berpendapat bahwa perombakan terhadap masyarakat tradisional dan

percepatan pembangunan yang baru akan tercipta setelah negara-negara tersebut

menghadapi tekanan atau hinaan dari negara maju. Rostow meyakini bahwa tanpa

adanya tekanan atau penghinaan terhadap beberapa negara dari negara lain yang

maju, modernisasi masyarakat tradisional yang telah berlaku tidak akan secepat

seperti yang berlaku dalam satu setengah abad belakangan ini. Nasionalisme

reaktif ini, dapat juga dikatan sebagai reaksi melawan ketakutan akan dominasi

asing, berfungsi sebagai kekuatan potensial di dalam melahirkan masa transisi

tersebut (Jhingan, 144: 2000).

Tahap ketiga dinamakan take off (lepas ladas), tahap lepas landas

merupakan titik yang menentukan di dalam kehidupan suatu masyarakat ketika

pertumbuhan mencapai kondisi normalnya. Dalam tahap ini pertumbuhan

merupakan peristiwa yang selalu berlaku. Permulaan dari masa lepas landas

adalah berupa berlakunya perubahan yang sangat drastis dalam masyarakat,

seperti revolusi politik, terciptanya kemajuan yang pesat dalam inovasi atau

berupa terbukanya pasaran-pasaran baru. Jadi faktor penyebab dimulainya masa

lepas landas berbeda-beda, yang penting, sebagai akibat dari perubahan-

perubahan ini secara teratur akan tercipta pembaharuan-pembaharuan

(innovations) dan peningkatan penanaman modal. Penanaman modal yang makin

bertambah tinggi tingkatnya ini mengakibatkan tingkat pertambahan pendapatan

nasional menjadi bertambah tinggi dan akan melebihi tingkat pertambahan

Page 20: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

99

penduduk. Dengan demikian tingkat pendapatan perkapita makin lama akan

menjadi makin bertambah besar.

Menurut penaksiran Rostow masa lepas landas dibeberapa negara ialah

sebagai berikut: Great Britain (1783-1802), France (1830-1860), Belgium (1833-

1860), United States (1843-1860), Germany (1850-1873), Sweden (1868-1890),

Japan (1878-1900), Russia (1890-1914), Canada (1896-1914), Argentina (1953),

Turkey (1937), India (1952), China (1952) ( the economic off take-off into

sustained growth, 10: 1965). Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa negara-

negara Barat sebagian besar mencapai tahap lepas landas pada abad yang lalu,

kecuali Inggris, yang sudah mencapainya pada akhir abad sebelumnya.

Untuk mengetahui apakah suatu negara sudah mencapai tahap lepas landas

atau belum, Rostow mengemukakan tiga ciri dari masa lepas landas untuk

menentukannya, yaitu:

1. a rise in the rate of productive investment from, say, 5% or less to over 10% of national income (or net national product (NNP)).

2. the development of one or more substantial manufacturing sectors, with a high rate of growth.

3. the existence or quick emergence of a political, social and institutional frame work which exploits the impulse to expansion in the modern sector and the potential external economy effects of the take-off and gives to growth an on-going character. (Rostow, 39:1993).

Artinya: 1. adanya kenaikan dalam tingkat investasi (penanaman modal) dari,

katakan 5% atau kurang sampai lebih 10% dari pendapatan nasional atau net nasional produk/ produk nasinal netto (NNP).

2. pembangunan satu atau lebih beberapa sektor industri dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi.

3. adanya atau segera terciptanya suatu rangka dasar politik, sosial dan institusional yang akan menciptakan ekpansi pada perluasan sektor modern serta efek ekonomi exstern yang ditimbulkan dari

Page 21: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

100

kegiatan lepas landas, sehingga menyebabkan pertumbuhan yang bersifat melanjutkan.

Untuk ciri pertama dalam tahap lepas landas ialah tingkat investasi netto

harus melebihi 10 persen dari pendapatan nasional, salah satu kondisi penting bagi

tinggal landas adalah kenaikan output perkapita harus melebihi tingkat

pertumbuhan penduduk, demi mempertahankan tingkat pendapatan perkapita

yang lebih tinggi di dalam perekonomian. Rostow menekankan berlakunya proses

kenaikan tingkat penanaman modal sebagai prasyarat untuk mencapai lepas

landas, karena dengan terciptanya keadaan tersebut perekonomian dapat

berkembang lebih cepat daripada tingkat pertambahan penduduk.

Selanjutnya Rostow menganalisa the inner structure of the take off, yaitu

mengenai perubahan-perubahan lain yang mengikuti kenaikan tingkat penanaman

modal, yang berlaku dalam masa lepas landas. Suatu perubahan penting dalam

masa lepas landas yang memungkinkan terjadinya kenaikan tingkat penanaman

modal yang tinggi adalah berlakunya kenaikan jumlah dana yang dapat

dipinjamkan (loanable funds), dan kenaikan ini berasal dari dua sumber: pertama,

berlakunya perubahan dalam aliran pendapatan dan impor modal. Perubahan

aliran pendapatan pada masa yang lalu diciptakan dengan mengenakan pajak ke

atas sektor pertanian atau dengan menambah pengeluaran dengan mencetak uang.

Cara yang terakhir ini akan menimbulkan inflasi.

Disamping dengan cara-cara di atas, kenaikan tabungan diciptakan pula

oleh perkembangan sistem perbankan dan pasar modal. Beberapa negara Amerika

Serikat, Rusia, Swedia dan Kanada melengkapi pula kelengkapan tabungan dalam

Page 22: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

101

negeri dengan impor modal dari luar negeri. Sumber kedua dari pertambahan dana

untuk penanaman modal adalah penanaman kembali keuntungan-keuntungan yang

diperoleh sektor-sektor yang mengalami perkembangan yang pesat.

Ciri yang kedua dalam tahap lepas landas adalah berkembangnya sektor-

sektor penting, Rostow menganggap perkembangan sektor penting itu sebagai

tulang punggung analisis dari tahap pertumbuhan ekonomi tersebut. Rostow

membedakan tiga sektor yang ada dalam perekonomian, yaitu: sektor

pertumbuhan suplementer, yaitu sektor atau kegiatan ekonomi yang menciptakan

pertumbuhan yang pesat dan menciptakan kekuatan ekpansi ke berbagai sektor

lain dalam perekonomian, sebagai contoh kategori ini adalah tekstil katun di

Inggris. Sektor pertumbuhan suplementer, yaitu sektor yang berkembang dengan

cepat sebagai akibat langsung dari perkembangan di sektor pertumbuhan primer.

Sebagai contoh kategori ini adalah pembangunan kereta api, misalnya, adalah

merupakan sektor pertumbuhan primer dan perluasan industri dibidang besi,

batubara dan baja dapat dianggap sebagai sektor pertumbuhan suplementer. Sektor

pertumbuhan terkait, yaitu sektor atau kegiatan ekonomi yang berkembang

seirama dengan kenaikan pendapatan, penduduk dan produksi sektor industri,

sebagai contoh adalah produksi makanan dan pembangunan perumahan dalam

hubungannya dengan penduduk.

Menurut catatan sejarah, sektor-sektor utama (leading sectors) ini

mencakup tekstil di Inggris sampai kereta api di Amerika Serikat, Rusia, Jerman,

Perancis dan penebangan kayu modern di Swedia. Pertumbuhan pesat Denmark

dan Selandia Baru merupakan hasil dari produksi ilmiah dibidang daging, babi,

Page 23: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

102

telur, mentega dan daging domba. (Jhingan, 146: 2000). Dengan demikian jelas

bahwa dalam tinggal landas tidak ada urut-urutan sektoral dan tidak ada satu

sektor pun yang merupakan kunci utama. Pada tahap-tahap permulaan dari proses

perkembangan ekonomi, sektor pertumbuhan primer dan sekunder mengalami

pertumbuhan terutama sebagai akibat dari rangsangan yang ditimbulkan oleh

berlakunya penurunan biaya dan perubahan penawaran, sedangkan sektor

pertumbuhan terkait perkembangannya dipengaruhi oleh perluasan permintaan.

Apabila masa tingkat konsumsi tinggi telah tercapai, disegala sektor pertumbuhan

terutama diakibatkan oleh terjadinya perluasan dalam permintaan.

Dalam berbagai perekonomian, pertumbuhan selalu timbul sebagai akibat

dari berkembangnya sejumlah kecil kegiatan-kegiatan ekonomi yang dapat

digolongkan dalam sektor pertumbuhan primer, dan mereka dapat disebut sebagai

sektor-sektor utama (leading sectors) dalam proses pertumbuhan ekonomi.

Ekspansi dari kegiatan-kegiatan tersebut menimbulkan ekonomi ekstern yang

besar sekali kepada sektor-sektor yang lain. Jenis industri atau kegiatan-kegiatan

ekonomi lainnya yang menjadi sektor utama berbeda-beda di berbagai negara,

seperti yang diungkapkan Jhingan di atas. Di beberapa negara, kegiatan-kegiatan

ekonomi di sektor primer (primary sector) telah menjadi sektor utama. Di Swedia

industri tersebut adalah kayu, di Denmark adalah kegiatan peternakan dan Jepang

industri sutra, di Australia dan Argentina sektor utamanya adalah industri-industri

barang-barang konsumsi pengganti barang impor. Berdasarkan kepada kenyataan

ini Rostow mengambil kesimpulan bahwa untuk mencapai tahap lepas landas

tidak ada satu sektor ekonomi pun dapat dipandang sebagai kunci dalam

Page 24: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

103

menciptakan pembangunan ekonomi, yang terpenting menurut Rostow (1993: 53)

dalam menciptakan sektor utama perlu dipenuhi empat faktor berikut:

1. Harus terdapat kemungkinan memperluas pasar untuk barang-barang

yang dihasilkan oleh berbagai kegiatan ekonomi yang mempunyai

kemungkinan untuk berkembang dengan cepat.

2. Dalam sektor ini harus dikembangkan teknik produksi yang lebih

modern dan kapasitas memproduksi harus dapat diperluas.

3. Dalam masyarakat harus tercipta tabungan dan para pengusaha harus

menanam kembali keuntungannya untuk membiayai pengembangan

sektor-sektor pemimpin (utama).

4. Perkembangan dan transformasi teknis sektor pemimpin (utama)

haruslah menciptakan permintaan akan perluasan kapasitas dan

modernisasi sektor-sektor lain.

Persyaratan terakhir bagi tinggal landas ialah hadir atau munculnya

kerangka budaya yang mendorong ekspansi di sektor modern. Syarat penting

untuk ini ialah kemampuan perekonomian untuk menggalakkan lebih besar

tabungan dari pendapatan yang bertambah, guna meningkatkan permintaan efektif

terhadap barang-barang pabrik dan kemampuan untuk menciptakan ekonomi

eksternal melalui ekspansi sektor-sektor penting. Seperti yang diungkapkan

Rostow sebagai berikut:

“…take off requires the massive set of preconditions, going to the heart of a society’s economic organization, its politics, and its effective scale of values…The take off usually witnesses a definitive social, political, and cultural victory of those who would modernize the economy over those who would either cling to the traditional society or seek other goals…by and large, the maintenance of momentum for a generation persuades the

Page 25: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

104

society to persist, and to concentrate its efforts on extending the trick of modern technology beyond the sectors modernized during take-off.”(Rostow, 58:1993). Artinya: “…Tinggal landas memerlukan seperangkat prasyarat besar-besaran, sampai kejantung organisasi ekonomi masyarakatnya, politiknya dan tatanan efektif nilai-nilainya…dalam tahap ini, orang-orang yang ingin mempermodern perekonomian biasanya meraih secara definitive, baik di bidang sosial, ekonomi maupun budaya, atas orang-orang yang bersikeras ingin mempertahankan masyarakat tradisional atau yang mau mencari tujuan lain…secara keseluruhan, ia mendorong masyarakat untuk memusatkan dan terus melakukan segala upaya menyebarluaskan rahasia teknologi modern keluar sektor yang telah dipermodern selama masa tinggal landas tersebut.”

Tahap keempat dalam teori Rostow dinamakan The drive to maturity

(pendewasaan), tahap ini didefinisikan oleh Rostow sebagai berikut:

There are a variety of ways a stage of economic maturity might be defined: but for these purposes we define it as rhe periode when a society has effectively applied the range of (then) modern technology to the bulk of its resources (the stage of economic growth, 59: 1993) Artinya: Terdapat beraneka ragam cara untuk mendefinisikan suatu tahap ekonomi yang matang: tetapi untuk maksud ini kita mendefinisikannya sebagai tahap ketika masyarakat telah dengan efektif menerapkan serentetan teknologi modern terhadap keseluruhan sumber daya mereka. Dalam tahap ini sektor-sektor ekonomi berkembang lebih lanjut, sektor-

sektor utama baru akan muncul untuk menggantikan sektor-sektor utma yang

lama yang akan mengalami kemunduran. Sektor-sektor utama pada tahap gerakan

kearah kedewasaan coraknya ditentukan oleh perkembangan teknologi, kekayaan

alam, sifat-sifat dari tahap lepas landas yang berlaku dan juga oleh bentuk

kebijaksanaan pemerintah.

Page 26: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

105

Rostow mengemukakan suatu taksiran kasar mengenai masa dimana tahap

gerakan kearah kedewasaan dicapai oleh beberapa negara, sebagai berikut: Inggris

Raya (1850), Amerika Serikat (1900), Jerman (1910), Perancis (1910), Swedia

(1930), Jepang (1940), Rusia (1950) dan Kanada (1950) (Azwar, 76: 1962).

Dalam menganalisis ciri-ciri tahap gerakan menuju kearah kedewasaan,

Rostow menekankan penelaahannya pada corak perubahan sektor-sektor utama di

berbagai negara yang pada saat sekarang ini telah menjadi negara maju, dan ia

menunjukan bahwa di tiap-tiap negara tersebut jenis-jenis sektor utama pada tahap

sesudah lepas landas adalah berbeda dengan yang ada pada tahap lepas landas. Di

Inggris misalnya, industri tekstil yang telah mempelopori pembangunan pada

tahap lepas landas telah digantikan oleh industri besi, batu bara dan peralatan

teknik berat. Sedangkan di Amerika Serikat, Perancis dan Jerman dimana

pengembangan jaringan jalan kereta api memegang peranan penting dalam

menciptakan pembangunan pada tahap lepas landas, telah digantikan peranannya

sebagai sektor utama oleh industri peralatan berat dari baja dalam tahap gerakan

menuju arah kedewasaan.

Selanjutnya Rostow menyinggung mengenai ciri-ciri yang bukan bersifat

ekonomi dari masyarakat yang telah mencapai tahap gerakan menuju kedewasaan

dan yang hampir memasuki tahap berikutnya. Ciri-ciri tersebut adalah:

1. Struktur dan keahlian tenaga kerja mengalami perubahan. Sektor

industri bertambah penting peranannya sedangkan sektor pertanian

bertambah menurun. Kemahiran dan kepandaian pekerja-pekerja telah

menjadi bertambah tinggi. Dengan kata lain sifat tenaga kerja telah

Page 27: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

106

mengalami perubahan, ia berubah menjadi terdidik. Orang lebih suka

tinggal di kota daripada di desa. Upah nyata mulai meningkat dan para

pekerja mengorganisasi diri untuk mendapatkan jaminan sosial dan

ekonomi yang lebih besar.

2. Sifat kepemimpinan dalam perusahaan mengalami perubahan. Peranan

manager profesional telah menjadi bertambah penting dan

menggantikan kedudukan pengusaha yang merangkap jadi pemilik.

Perubahan sifat ini terlihat dari pekerja keras dan kasar berubah

menjadi manajer efisien yang halus dan sopan.

3. Masyarakat secara keseluruhan merasa bosan dengan keajaiban yang

diciptakan oleh industrialisasi dan kriti-kritik terhadapnya mulai

timbul.

Tahap terakhir dari teori pertumbuhan Rostow dinamakan The age of

high mass consumption (Zaman konsumsi masa besar-besaran) yaitu masa dimana

perhatian masyarakat lebih menekankan pada masalah-masalah yang berkaitan

dengan masalah konsumsi dan kesejahtraan masyarakat, bukan lagi pada masalah

produksi. Seperti yang diungkapkan oleh Rostow sebagai berikut:

In a quite technical sense, the balance of atention of the society, as it approached and went beyond maturity, shifted from supply to demand, from problem of production to problems of consumption, and of walfare in the widest sense. (Rostow, 73: 1993)

Artinya:

Dalam suatu pengertian yang sangat teknis, keseimbangan perhatian dari masyarakat, sementara ia mendekati dan pergi meninggalkan tahap kematangan, beralih dari penawaran ke permintaan, dari persoalan produksi ke persoalan konsumsi dan kesejahteraan dalam arti luas.

Page 28: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

107

Negara pertama yang mencapai tahap ini menurut Rostow adalah : USA

(1920), Inggris (1930), Jepang dan Eropa Barat (1950) Rusia (Pasca Stalin).

Dalam tahap ini terdapat tiga macam tujuan masyarakat yang saling bersaingan

untuk mendapatkan sumber-sumber daya yang tersedia dan sokongan politik,

yaitu:

1. Penerapan kebijaksanaan nasional guna meningkatkan kekuasaan dan

pengaruh melampui batas-batas nasional. Dalam artian memperbesar

kekuasaan dan pengaruh negara tersebut keluar negeri, dan

kecenderungan ini dapat berakhir kepada penaklukan atas negara-

negara lain.

2. Menciptakan suatu walfare state (negara kesejahtraan), yaitu

kemakmuran yang lebih merata kepada penduduknya dengan cara

mengusahakan terciptanya pembagian pendapatan yang lebih merata

sistem perpajakan yang progresif. Dalam sistem perpajakan seperti ini,

makin tinggi pendapatan makin besar pula tingkat pajak atas

pendapatan itu. Selain itu peningkatan jaminan sosial, fasilitas hiburan

bagi pekerja harus tersedia.

3. Mempertinggi tingkat konsumsi masyarakat di atas konsumsi

keperluan utama yang sederhana atas makanan, pakaian dan

perumahan menjadi meliputi pula barang-barang konsumsi tahan lama

dan barang-barang mewah. Dengan kata lain adanya pembangunan

pusat perdagangan dan sektor penting seperti mobil, rumah murah dan

Page 29: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

108

berbagai peralatan rumah tangga yang menggunakan listrik dan

sebagainya.

Di atas kertas teori Rostow memang sangat mengagumkan, prinsip bahwa

pertumbuhan itu terjadi secara bertahap adalah sangat memuaskan sehingga

memperoleh banyak pengikut diseluruh dunia (Herrick& Kindleberger, 83: 1983).

Dalam teori ini dianggap bahwa dengan pertumbuhan ekonomi buah

pembangunan akan dinikmati pula oleh si miskin melalui proses merambat ke

bawah (trickle-down effects) (Suroso, 30: 1993). Maka tidak heran kalau teori

Rostow menjadi kerangka teori pembangunan bagi kebanyakan negara-negara

yang sedang berkembang khususnya di benua Asia dan Afrika. Adanya janji

manis berupa kemakmuran dan kesejahteraan ekonomi yang relatif lebih cepat

dicapai dengan pola pertumbuhan ekonomi menjadikan pandangan ini menjadi

mainstream. Kekhawatiran akan adanya ketimpangan akibat konsentrasi dan

sentralisasi pembangunan yang menjadi ciri khas pertumbuhan ekonomi dijawab

dan ditepis dengan asumsi trickle down effects atau efek tetes kebawah selama

proses pertumbuhan ekonomi.

Klaim trickle down effects ini didasarkan pada asumsi yang dibangun

berupa empat hal, Pertama, pertumbuhan ekonomi meningkatkan produksi barang

dan jasa di masyarakat. Kedua, peningkatan produksi barang dan jasa akan diikuti

dengan peningkatan akan permintaan faktor-faktor produksi seperti tanah, tenaga

kerja, modal dan skill/kemampuan sebagai input utama proses produksi. Ketiga,

masyarakat yang ada diwilayah produksi tersebut atau dalam literatur ilmu

ekonomi dikenal dengan sektor rumah tangga, yang menjadi penyedia faktor-

Page 30: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

109

faktor produksi akan meningkat pendapatannya sebagai dampak dari transaksi

pertukaran faktor produksi yang dimilikinya dengan sektor usaha/perusahaan.

Keempat, kesejahteraan ekonomi masyarakat meningkat seiring dengan

peningkatan pendapatan mereka.

Klaim yang dibangun di atas sesungguhnya sangat menyederhanakan

realitas yang sebenarnya. Klaim yang menjadi asumsi keberhasilan pertumbuhan

ekonomi tersebut terbantahkan dengan munculnya fenomena bottleneck

(sumbatan dalam proses tetesan pertumbuhan ekonomi), hal ini menjadi faktor

penjelas kenapa pertumbuhan ekonomi dalam beberapa kasus negara berkembang

menyebabkan negara tersebut mengalami kegagalan dan ketergantungan.

Ada tiga persoalan yang melingkupi munculnya fenomena bottleneck

dalam proses pertumbuhan ekonomi, yaitu: pertama, adanya perbedaan tipe faktor

produksi yang paling dibutuhkan. Faktor produksi yang paling dibutuhkan adalah

faktor yang bisa mempercepat pertumbuhan secara efisien dan disini adalah

modal. Maka tidaklah mengherankan jika dalam kultur ekonomi masyarakat

kapitalis yang mendewa-dewakan pertumbuhan ekonomi, kalangan pemilik modal

menempati strata yang paling tinggi. Lain halnya dengan faktor produksi tenaga

kerja yang mana akan semakin tidak efisien jika sebuah perusahaan memiliki

banyak tenaga kerja. Dari keterangan ini sudah terungkap betapa telah terdapat

ketidaksetaraan yang menjadi bibit ketidakadilan pemerataan pembangunan.

Kedua, disparitas kelompok masyarakat dalam mengakses kesempatan

atas penambahan faktor produksi. Ketika faktor produksi yang paling dibutuhkan

adalah modal maka kelompok masyarakat yang menyediakan modal akan

Page 31: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

110

diuntungkan dengan situasi ini. Selanjutnya, kelompok masyarakat yang

menyediakan faktor produksi berupa tenaga kerja akan kehilangan bargaining

power atau daya tawar sehingga nasib mereka akan tetap terpuruk. Lain halnya

dengan kalangan pemilik faktor produksi berupa modal yang akan semakin

berkesempatan menikmati peningkatan pertumbuhan ekonomi.

Terakhir, perbedaan kompensasi yang diterima masyarakat pemilik faktor

produksi berupa tanah, tenaga kerja dan skill dengan keuntungan yang dihasilkan

oleh kalangan pengusaha. Disinilah sering terjadi ketidakseimbangan harga faktor

produksi yang dijual oleh masyarakat dengan keuntungan yang diraih pengusaha.

Harga yang diterima seringkali tidak setimpal dengan pengorbanan yang

dikeluarkan, seperti nasib buruh yang merana yang telah menjual faktor

produksinya berupa tenaga kerja dan dibayar dengan gaji yang tidak manusiawi,

harga jual tanah yang sangat murah dibanding keuntungan yang bakal didapat

pelaku industri dan sebagainya. Ketiga faktor tersebut menjelaskan alasan kenapa

dengan adanya pertumbuhan ekonomi justru menjadikan orang yang kaya

semakin kaya seiring dengan kebutuhan akan modal yang kian pesat dan

sebaliknya, orang yang miskin makin miskin karena faktor produksinya diserap

secara tidak seimbang.

Bukan itu saja Teori Rostow ternyata mempunyai beberapa kelemahan,

bahkan para ahli ekonomi meragukan keotentikkan pembagian sejarah ekonomi

kedalam lima tahap pertumbuhan seperti yang dikemukakan Rostow (Jhingan,

149: 2000). Menurut Jhingan apakah tahap-tahap tersebut tak terelakan seperti

kelahiran dan kematian atau apakah tahapan tersebut seperti serentetan urutan

Page 32: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

111

seperti masa kanak-kanak, remaja, dewasa dan usia tua? Dapatkah orang

mengatakan dengan tepat bahwa suatu tahapan telah selesai dan tahap yang lain

telah mulai?.

Mempertahankan pendapat bahwa setiap perekonomian mengikuti jalur

perkembangan yang sama dengan masa silam yang sama dan masa depan yang

sama adalah terlalu mensistematisasikan kekuatan-kekuatan pembangunan yang

sebenarnya bersifat kompleks dan terlalu menggeneralisasikan urutan tahap-tahap

tersebut secara tak beralasan. Menurut Kuznets ada sifat-sifat yang diperlukan

agar suatu teori tahap-tahap pertumbuhan ada manfaatnya, ia mengatakan bahwa

Teori Rostow hanya memiliki sebagian kecil saja dari sifat-sifat tersebut. Ciri-ciri

tersebut ialah sebagai berikut:

1. Setiap tahap harus merupakan tahap yang mempunyai ciri-ciri yang secara empiris dapat diselidiki kebenarannya.

2. Ciri-ciri dari setiap tahap harus cukup nyata bedanya dengan tahap yang lainnya.

3. Hubungan analitis dengan tahap sebelumnya harus dijelaskan, dalam artian bentuk-bentuk proses yang akan berlaku untuk mengakhiri sesuatu tahap tertentu dan menyebabkan terciptanya tahap selanjutnya harus ditunjukan.

4. Ruang lingkup bagaimana teori tersebut berlaku harus dengan tegas dinyatakan. (Sukirno, 111: 1985).

Dari ciri-ciri yang disebutkan diatas, Kuznets beranggapan bahwa

perbedaan diantara berbagai tahap dalam Teori Rostow sangat kabur. Untuk tahap

pertama misalnya, masyarakat tradisional tidak perlu bagi perkembangan, dimana

pertumbuhan suatu negara tidak mesti melalui tahapan ini. Beberapa negara

seperti Amerika Serikat, Kanada dan Australia dilahirkan tanpa sebagai

masyarakat tradisional yang mewarisi pra-kondisi dari Inggris, suatu negara yang

telah maju. Jadi, pertumbuhan suatu negara tidak mesti melalui tahap pertama ini.

Page 33: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

112

Untuk tahap kedua pra-kondisi tahap landas mungkin tidak mendahului tinggal

landas. Pra-kondisi tidaklah mesti mendahului tahap tinggal landas. Misalnya

tidak ada alasan untuk percaya bahwa suatu revolusi pertanian dan pembentukan

modal sosial overhead dibidang pengangkutan harus terjadi sebelum tinggal

landas (Jhingan, 150: 2000).

Kritikan terhadap tahap ketiga, yaitu tahap tinggal landas yang dipandang

oleh Jhingan sebagai tahap kontroversial dan banyak dibicarakan orang. Para

sejarawan ekonomi meragukan tahun tinggal landas yang dikemukakan oleh

Rostow (Jhingan, 151: 2000). Keraguan tersebut semakin besar dengan adanya

perbedaan antara penerbitan yang satu dengan penerbitan lainnya. Sebagai contoh

tahun tinggal landas India, didalam artikel “the take off into sustained growth”

disebut tahun 1937, sedang dalam penerbitan kemudian disebut tahun 1952.

sebenarnya diperlukan penelitian bertahun-tahun untuk menentukan benar

tidaknya jadwal tinggal landas tersebut sebagaimana yang diajukan Rostow.

Perbedaan diantara berbagai tahap dalam teori Rostow sangat kabur.

Menurut Kuznet tahap prasyarat untuk mencapai lepas landas dan tahap lepas

landas sangat sukar dibedakan karena beberapa ciri-ciri yang dinyatakan terdapat

dalam tahap lepas landas sudah berlaku pada tahap sebelumnya (Sukirno, 112:

1985). Sebagai contoh dalam teorinya Rostow menyatakan bahwa perkembangan

dan kenaikan produktivitas sektor pertanian dan perkembangan prasarana akan

berlaku pada tahap prasyarat untuk lepas landas, hal ini hanya mungkin berlaku

apabila tingkat penanaman modal meningkat dengan cepat. Berarti kenaikan

Page 34: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

113

penanaman modal yang cepat, yang dinyatakan oleh Rostow sebagai salah satu

ciri penting pada tahap lepas landas, sudah berlaku pada masa sebelumnya.

Ciri yang ketiga dalam tahap lepas landas dikatakan bahwa telah terdapat

atau akan segera tercipta suatu rangka dasar politik, sosial dan institusional yang

akan menciptakan atau menjadi pendorong perluasan kegiatan ekonomi. Ciri

seperti ini berarti bahwa dalam tahap sebelumnya rangka dasar tersebut mungkin

sudah tercipta. Dalam konteks ini menimbulkan sebuah tanya dimanakah

perbedaan antara tahap prasyarat lepas landas dan tahap lepas landas itu sendiri?

Hal tersebut menunjukan adanya tumpang tindih dalam berbagai tahap tersebut

(Jhingan, 150: 2000).

Kesukaran untuk menentukan garis pemisah yang tegas juga terdapat di

antara tahap lepas landas dan tahap menuju kearah kedewasaan. Teori Rostow

menganggap bahwa pada tahap menuju kearah kedewasaan terdapat suatu rangka

dasar institusional yang akan melancarkan perkembangan sektor-sektor lain diluar

sektor-sektor utama. Ciri seperti ini juga sebenarnya terdapat dalam tahap lepas

landas. Kemudian dalam tahap menuju kearah kedewasaan akan tercipta

perkembangan yang pesat pada satu atau beberapa industri, yang akan menjadi

sektor-sektor utama dari proses pertumbuhan dalam tahap tersebut. Ciri semacam

ini juga terdapat dalam tahap lepas landas. Menurut kuznets, adanya perbedaan

yang tidak begitu nyata diantara ciri-ciri tahap lepas landas dengan tahap sebelum

dan sesudahnya menyebabkan manfaat untuk membahas hubungan analitis di

antara tahap-tahap tersebut sangat terbatas sekali (Sukirno, 112: 1985).

Page 35: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

114

Kuznets berpandangan bahwa sebagian besar dari ciri-ciri dalam tahap-

tahap pertumbuhan ekonomi yang dinyatakan oleh Rostow tidak mudah untuk

diuji secara empiris dan untuk yang dapat diselidiki kenyataan yang diperoleh

sangat berbeda dengan yang digambarkan Rostow, sebagai contoh dalam tahap

tinggal landas satu-satunya ciri yang dapat diuji secara empiris adalah kenaikan

tingkat penanaman modal dari 5% menjadi 10%. Data tingkat penanaman modal

di beberapa negara Barat pada waktu mereka mencapai tahap lepas landas

menunjukan bahwa tingkat penanaman modal tidak mengalami pertumbuhan

secepat seperti yang digambarkan Rostow, yaitu tingkatnya meningkat manjadi

dua kali lipat sepanjang masa lepas landas.

Berdasarkan pada data mengenai tingkat penanaman modal di beberapa

negara, Kuznets mengemukakan kritik berikut terhadap Teori Rostow:

a. Tingkat penanaman modal pada permulaan tahap lepas landas di beberapa negara yang dinyatakan oleh Rostow adalah lebih tinggi daripada yang disebut oleh Rostow yaitu 5%.

b. Dalam tahap lepas landas tingkat penanaman modal tidak berkembang menjadi dua kali lipat.

c. Rasio modal produksi tidaklah tetap sebesar 3,5% tetapi nilainya berbeda-beda diberbagai negara. Dan dalam satu negara berbeda-beda pula dari satu masa ke masa lainnya (Sukirno, 114: 1985)

Terdapatnya ketidaksesuaian di antara fakta-fakta yang terdapat di

beberapa negara pada masa dimana negara-negara itu dianggap oleh Rostow

mencapai tahap lepas landas dengan ciri-ciri tahap lepas landas seperti yang

dikemukakan Rostow, menyebabkan adanya keraguan perlunya membedakan

tahap lepas landas dengan tahap sebelum dan sesudahnya. Bahkan dalam tahapan

yang lebih mendasar lagi, teori pertumbuhan Rostow boleh dikatakan telah gagal

total dalam berbagai kenyataan penting lainnya terutama pada saat diterapkan di

Page 36: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

115

dunia ketiga (Todaro, 99: 2000). Kenyataan bahwa negara-negara dunia ketiga

sekarang ini merupakan bagian integral dari suatu sistem internasional yang

sedemikian rumit dan integratif, sehingga strategi-strategi pembangunan yang

paling hebat dan terencana secara matang sekalipun dapat dimentahkan begitu

saja oleh kekuatan-kekuatan asing yang keberadaan dan sepak terjangnya sama

sekali di luar kendali negara-negara yang bersangkutan.

B. Analisis Penerapan Teori Modernisasi Rostow di Indonesia

1. Peranan Ekonom Kelompok Berkeley

Pada bulan Maret 1967 MPRS menyelenggarakan sidang istimewa dan

Mengangkat Soeharto menjadi pejabat presiden. Tetapi disisi lain Sukarno tetap

diakui sebagai Presiden Republik Indonesia (RI) yang sah, hanya saja segala

mandat untuk menjalankan pemerintah dicabut oleh MPRS, hal tersebut

menimbulkan adanya dualisme dalam kepemimpinan di Indonesia, sebagaimana

yang ditulis oleh Poesponegoro dan Notosusanto dalam bukunya Sejarah

Nasional Indonesia VI (415: 1993) bahwa:

“Dalam masa 1966-1967 terdapat dualisme dalam kepemimpinan Nasional, yaitu di satu pihak Presiden Soekarno yang masih aktif dan dipihak lain adanya tokoh Jenderal Soeharto”

Baru pada tanggal 27 maret 1968 melalui sidang umumnya MPRS

mengangkat Jenderal Soeharto sebagai Presiden RI untuk masa jabatan 5 tahun

Sesuai dengan UUD 1945. Berdasarkan keputusan sidang MPRS itu dualisme

kepemimpinan terhapuskan dan Suharto tampil menjadi penguasa tunggal. Dari

pergantian pemerintah Sukarno ke Soeharto terlihat secara jelas Indonesia dapat

Page 37: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

116

dilihat sedang berbalik arah, yaitu dari ideologi kiri ke kanan di bawah pimpinan

Jenderal Soeharto (Green, 99: 1992). Hal tersebut terlihat dari kebijakan-

kebijakan yang diambil pemerintah Orde Baru yang lebih condong ke Barat.

Menurut Green sebelum tahun 1966 Indonesia merupakan kekuatan yang

negatif dalam percaturan dunia, sesudah tahun 1966 negara ini menjadi kekuatan

yang positif. Perubahan haluan secara besar-besaran di Indonesia dalam kurun

waktu yang penting sejak tahun 1965-1967 sungguh hebat sehubungan dengan

penampikan keras terhadap komunisme dan penolakan terhadap Soekarnoisme

(168: 1992).

Pada awal masa jabatannya sebagai Presiden, Soeharto dihadapkan pada

keadaan ekonomi yang parah terutama masalah inflasi yang memerlukan

penanganan yang cepat dan segera. Seperti halnya yang tertulis dalam buku Asean

karya Ranjit Gill (134: 1988) bahwa:

“...Soekarno dikeluarkan dari kancah politik, tujuan membangun kembali negara jatuh pada Suharto, yang menghadapi tantangan merosotnya ekonomi, inflasi merajalela, kegelisahan sosial, meningkatnya pengangguran, hutang luar negeri, ketiadaan modal dan pemberontakan Irian Barat terhadap pemerintah”.

Senada dengan Ranjit, Ricklefs (2005: 572), menyatakan bahwa salah satu

masalah pertama Suharto adalah utang luar negeri yang begitu besar yang

diwariskan pemerintah demokrasi terpimpin. Laporan pemerintah Indonesia bulan

September 1966 kepada para kreditornya yang nonkomunis menggambarkan

tingkat bencana nasional yang dihadapi rezim Orde Baru, inflasi tahunan terhitung

melebihi 600%, persediaan uang 800 kali lebih tinggi daripada angka di tahun

1955 dan defisit pemerintah 70 kali lebih banyak daripada tahun 1961 (Ricklefs,

Page 38: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

117

573: 2005). Hal ini menunjukan begitu peliknya masalah ekonomi yang harus

dihadapi Orde Baru. Atas dasar inilah maka pada awal jaman Orde Baru program

pemerintah semata-mata diarahkan kepada usaha penyelamatan ekonomi nasional

terutama berupaya untuk menurunkan Inflasi (Poesponegoro dan Notosusanto,

430: 1993).

Masalah paling berat yang dihadapi orde baru ialah bagaimana

membereskan segala sesuatu yang murat marit akibat rusaknya sendi-sendi

ekonomi negara selama bertahun-tahun. Infrastruktur berantakan, inflasi menjadi-

jadi, hidup 10 tahun dalam hutang, mengabaikan produksi sehingga

mengakibatkan krisis nilai tukar dengan valuta asing. Angka pertambahan

penduduk di Jawa, yang didiami oleh 60% penduduk Indonesia berjumlah 115

juta jiwa melampaui angka produksi pangan mengakibatkan krisis beras yang

gawat (Green, 102: 1992)

Ketika Soeharto memegang tampuk pemerintahan dalam bulan Maret 1966,

ia mempunyai modal kuat. Diantaranya ialah tumpuan kekuatan militer bertambah

kokoh, nasehat yang masuk akal dari Adam Malik mengenai persoalan luar negeri

dan kebijakan kelompok kecil para ahli ekonomi yang cemerlang dan kebanyakan

diantara mereka menerima pendidikan di Universitas California sehingga terkenal

dengan sebutan “Mafia Berkeley” (Green, 100: 1992). Mafia Berkeley adalah

julukan yang diberikan kepada sekolompok menteri bidang ekonomi dan

keuangan, yang menentukan kebijakan ekonomi Indonesia dimasa awal

pemerintahan Presiden Suharto (http://id.wikipedia. org/ wiki/ Mafia_Berkeley

[12-07-2008]). Sebagian besar dari menteri-menteri adalah lulusan doktor atau

Page 39: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

118

master dari University of California at Berkeley di tahun 1960-an atas bantuan

Ford Foundation. Para menteri tersebut sekembalinya dari Amerika Serikat

mengajar di Universitas Indonesia. Pemimpin tidak resmi dari kelompok ini ialah

Widjojo Nitisastro. Sedangkan para anggotanya antara lain Emil Salim, Ali

Wardhana, dan J.B. Soemarlin. Dorodjatun Koentjoro-Jakti yang lulus belakangan

dari Berkeley kadang-kadang juga dimasukkan sebagai anggota kelompok ini.

Dengan teknik-teknik makro ekonomi yang mereka dapatkan dari Berkeley,

mereka menetapkan berbagai kebijaksanaan makroekonomi dan deregulasi yang

memacu kegiatan ekonomi Indonesia yang macet pada masa pemerintahan

Sukarno.

Latar belakang terbentuknya “Kelompok Berkeley” ini ialah adanya suatu

keputusan berdasarkan pengamatan jauh ke depan oleh Dr. Sumitro, yang waktu

itu menjadi Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia untuk mengirimkan

sekitar 10 orang asistennya ke Amerika Serikat guna mengikuti pendidikan

Sarjana dan terbukti membuahkan hasil, semuanya menjadi menteri atau

perencana tertinggi pemerintah (Green, 100: 1992). Menteri atau perencana

tertinggi ini sering disebut sebagai teknokrat karena orang-orang ini yang

merancang segala kebijakan yang akan dijalankan oleh pemerintah.

Mohammad Sadly mendefinisikan teknokrat sebagai pejabat pemerintah

yang profesional yang tidak merasa terikat kepada suatu “Isme” ideologi. Mereka

ikut merumuskan dan melaksanakan kebijaksanaan ekonomi dengan semangat

yang rasional dan ilmiah. Para Sarjana Ekonomi yang mengemban semangat ini

Page 40: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

119

banyak merupakan alumni Fakultas Ekonomi UI dan dapat disebut kader Sumitro

(Asmara, 404: 1987).

Mengenai kepercayaan Soeharto pada kelompok Berkeley terlihat pada

saat ia mengikuti pendidikan seskoad di Bandung awal tahun 1960, disana ia

mendapat kesan yang baik atas pandangan yang diutarakan secara jelas oleh

beberapa orang mafia berkeley, di seskoad terdapat latihan perencana yang luas

yang ada hubungannya dengan langkah-langkah yang perlu diambil oleh

Indonesia guna mencapai stabilitas dan pertumbuhan ekonomi. Hal itu mampu

menjelaskan cara sistematis yang disusun oleh Soeharto dan rekan-rekannya guna

memperbaiki kondisi ekonomi di Indonesia (Green, 101: 1992).

Gardner berpandangan bahwa program ekonomi Orde Baru yang

mendapat dukungan seminar angkatan darat di Bandung pada pokoknya

merupakan pekerjaan ahli-ahli ekonomi yang dididik di AS (Gardner, 507: 1999),

yang atas dasar sementara tidak formal telah memberikan nasehat pada Adam

Malik dan Sultan Yogyakarta. Empat diantara mereka adalah widjojo Nitisastro,

Muhammad Sadly, Subroto dan Emil Salim kemudian diangkat oleh presiden

Soeharto sebagai anggota staf pribadinya, sedangkan Widjojo menjadi ketua

badan perencanaan pembangunan nasional. Beberapa bulan kemudian Soeharto

memanggil mentor kelompok tersebut, Sumitro Djojohadikusumo supaya kembali

dari luar negeri dan ikut dalam kabinet sebagai mentri perdagangan.

Orientasi pikiran para Sarjana Ekonomi di Indonesia pada waktu itu tidak

dapat terlepas dari perkembangan alam pikiran dikalangan development economist

di dunia, khususnya di Barat. Dasawarsa 50 doktrin pembangunan ekonomi yang

Page 41: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

120

menekankan pembentukan modal dan pertumbuhan ekonomi menguasai alam

pikiran mereka (Asmara, 405: 1987).

Menurut Bara Simatupang secara periodik rupanya para alumnus FE-UI

yang sedang tugas belajar lanjut di Berkeley sering bertemu di rumah Widjojo

Nitisastro, dan buku Prof . W. W Rostow, The Stages of Economic Growth

(Cambridge University Press 1960) didiskusikan dalam pertemuan berkala itu

(Siagian, . http: //www. Suarapembaruan. com/ News /2007/06/09/ Editor/edit02.

htm [08-04-2008])

Rostow adalah penasehat khusus Presiden John F Kennedy dan buku itu

sebenarnya merupakan kerangka teori antikomunisme untuk menopang berdirinya

Republik Vietnam (Selatan). Berdasarkan pemaparan Bara Simatupang, Emil

Salim terlihat antusias dengan konsep pemikiran Rostow tersebut. Dalam

pertemuan berkala itu sering terjadi perdebatan antara mantan ketua (Emil Salim)

dan mantan wakil ketua (Batara Simatupang) Dewan Mahasiswa FE-UI waktu itu.

Sebagian besar pemikiran Rostow itu kemudian diterapkan dalam konsep

pembangunan Orde Baru, ini dikarenakan para alumnus Barkeley memang

menjadi pejabat tinggi pemerintahan dan segala kebijakan yang dikeluarkan

pemerintah khusunya dalam bidang ekonomi adalah rancangan mereka sendiri.

Berdasarakan pemaparan di atas, sudah jelas bahwa perumus kebijakan

perekonomian pada awal Orde Baru berkuasa tidak terlepas dari ahli-ahli ekonomi

didikan Barat, secara tidak langsung mereka akan terpengaruh para pemikir Barat,

salah satu yang sangat berpengaruh bagi pemikiran mereka adalah Rostow.

Sebagaimana yang penulis dapatkan dalam salah satu sumber internet, yang

Page 42: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

121

tersedia di: (http://www.antara.co.id/arc/2007/9/7/pailit-pt-di-lompatan-raksasa-

yang-terantuk-di-pengadilan/ [07-06-2008]), yang menyatakan bahwa :

“Pemikiran ahli ekonomi asal Amerika Serikat, Walt Whitman Rostow mempengaruhi perumus kebijakan pembangunan Orde Baru, sehingga dengan menaruh kepercayaan pada teori Rostow mereka menyusun arah pembangunan Indonesia”.

Pokok pemikiran Rostow inilah yang kemudian dijadikan pegangan ilmiah

oleh pemerintah dalam menyusun Garis Besar Haluan Negara, seperti halnya yang

ditulis di MacDougall, seperti berikut:

“mereka yang pernah membaca GBHN dan buku Rostow, The_Stages_of_Economic_Growth:_A_Non-Communist_Manifesto, tahu bahwa yang pertama hampir merupakan terjemahan langsung dari yang kedua”.(MacDougall,http://www.library.ohiou.edu/indopubs/1995/04/13/0016.html[08-06-2008]).

Sejak kemerdekaan hingga tahun 1960-an, berbagai upaya perencanaan

pembangunan telah dilakukan di Indonesia. Namun tidak satupun dari rencana-

rencana tersebut mencapai tahap yang matang dan membuahkan hasil yang

memuaskan. Upaya-upaya perencanaan pembangunan tersebut menurut

Tjokroamidjoyo (An-Naf, http://julissarwritting.blogspot.com/ [20-08-2008])

adalah sebagai berikut: Pada tanggal 12 April 1947 dibentuk Panitia Pemikir

Siasat Ekonomi yang diketuai oleh Mohammad Hatta.

Pada bulan Juli tahun 1947, dibawah pimpinan I.J. Kasimo dirumuskan

“Plan Produksi Tiga Tahun RI”. Tapi karena clash I dan II dengan penjajah

rencana ini juga tidak sempat dilaksanakan. Kemudian disusun “Rencana

Kesejahteraan Istimewa 1950-1951” (untuk bidang pertanian pangan) yang

disusul dengan “Rencana Urgensi Untuk Perkembangan Industri 1951-1952” di

Page 43: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

122

bawah pimpinan Sumitro Djojohadikusumo. Rencana-rencana ini tidak berjalan

dengan baik. Selanjutnya ada pula yang dinamakan “Rencana Pembangunan Lima

Tahun 1956-1960” yang disusun oleh Biro Perancang Negara yang diprakarsai

oleh Sumitro Djojohadikusumo. Namun pelaksanaannya tertunda hingga tahun

1958 dan pada tahun 1959 sudah diganti dengan rencana baru. Pada tahun 1960

berhasil disusun lagi “Rencana Pembangunan Nasional Semesta Berencana 1961-

1969”. Namun dalam kenyataannya rencana ini lebih berupa “dokumen politik”

daripada rencana pembangunan dalam arti yang sesungguhnya, tidak realistis,

sehingga rencana kurang berjalan baik dan keadaan ekonomi bertambah parah.

Dalam keadaan ekonomi yang cukup kritis disusun pula “Perencanaan

Ekonomi Perjuangan Tiga Tahun” yang disebut juga “Rencana Banting Setir”.

Rencana ini tidak pernah terselenggara dengan baik dan tidak mampu menolong

parahnya situasi ekonomi. Akibat tidak satupun rencana pembangunan

mendatangkan hasil, keadaan ekonomi Indonesia kian bertambah parah hingga

jatuhnya Pemerintahan Soekarno oleh kudeta Gerakan 30 September PKI pada

tahun 1965.

Belajar dari pengalaman sebelumnya, Pemerintahan Suharto menetapkan

prioritas pada stabilisasi ekonomi terutama penurunan tingkat inflasi yang telah

mencapai 600 persen pada tahun 1965 dan 1966, perbaikan keuangan pemerintah

dan rehabilitasi basis-basis ekonomi yang produktif. Untuk itu pada awal

pemerintahan Orde Baru program pemerintah semata-mata diarahkan kepada

usaha penyelamatan ekonomi nasional terutama berupa usaha memberantas

inflasi, penyelamatan keuangan negara dan pengamanan kebutuhan pokok rakyat.

Page 44: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

123

Kenaikan harga pada awal tahun 1966 yang menunjukkan tingkat inflasi sekitar

650% setahun tidak memungkinkan pemerintah untuk melaksanakan

pembangunan dengan segera tetapi harus melakukan stabilisasi dan rehabilitasi

ekonomi terlebih dulu (Poesponegoro dan Notosusanto, 430: 1993)

Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) menyatakan perlu

diadakannya landasan-landasan baru, berdasarkan landasan-landasan itu dapat

dilakukan stabilitasi dan rehabilitasi. Dikeluarkanlah Ketetapan No.

XXIII/MPRS/1966 tentang Pembaharuan Kebijaksanaan Landasan Ekonomi,

Keuangan dan Pembangunan yang pada hakekatnya merupakan suatu konsepsi

strategis yang tepat untuk menanggulangi kemerosotan ekonomi yang terjadi sejak

tahun 1955. Ketetapan MPRS ini terdiri dari 10 bab dan 71 pasal sebagai berikut:

1. Landasan dan prinsip kebijaksanaan ekonomi, keuangan dan

pembangunan.

2. Kebijaksanaan ekonomi

3. Skala prioritas nasional

4. Peranan pemerintah

5. Peranan koperasi

6. Peranan swasta nasional

7. Kebijaksanaan pembiayaan

8. Hubungan ekonomi luar negeri

9. Prasarat

10. Penutup

Page 45: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

124

Dengan ketetapan ini MPRS menggariskan bahwa pemerintah harus

mengadakan pembaharuan landasan ekonomi yaitu dari ekonomi terpimpin ke

arah demokrasi ekonomi. Demokrasi ekonomi menurut Widjojo Nitisastro

bukanlah suatu hal yang baru melainkan telah terdapat didalam penjelasan UUD

1945 (Poesponegoro dan Notosusanto, 430: 1993). Demokrasi ekonomi berarti

produksi dikerjakan oleh semua di bawah pimpinan dan pemilikan anggota

masyarakat. Ekonomi disusun atas dasar kekeluargaan, jadi tidak mengenal

pertentangan kelas. Karena itu mempunyai konsekuensi keharusan adanya

pengawasan rakyat terhadap kekayaan negara. Peranan pemerintah sejauh

mungkin tidak menguasai segala sesuatu tetapi memberikan pengarahan dan

mendorong pembangunannya. Hal ini bukanlah sistem liberal, tetapi pemerintah

jangan mengurus segala sesuatu dengan sistem lisensi, sistem penjatahan yang

akibatnya justru penyalahgunaan dan penyelewengan. Jadi, pemerintah

menggunakan apa yang disebut indirect means dan menjalankan indirect control.

MPRS menyadari bahwa kemerosotan ekonomi yang berlarut-larut itu

disebabkan oleh (Poesponegoro dan Notosusanto, 432: 1993):

a. Tidak adanya pengawasan yang efektif dari DPR terhadap kebijaksanaan

ekonomi.

b. Kepentingan ekonomi dikalahkan oleh kepentingan politik.

c. Pemikiran ekonomi yang rasional untuk memecahkan masalah-masalah

ekonomi dikesampingkan.

Kemudian MPRS menggariskan tiga macam program yang harus

diselesaikan oleh pemerintah secara bertahap.

Page 46: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

125

Program itu adalah :

- Program penyelamatan

- Program stabilitasi dan rehabilitasi

- Program pembangunan

Khusus program stabilitasi dan rehabilitasi merupakan program yang pendek

dengan skala prioritasnya:

- Pengendalian inflasi

- Pencukupan kebutuhan pangan

- Peningkatan kegiatan ekspor

- Pencukupan kebutuhan pangan

Stabilisasi berarti pengendalian inflasi, agar harga-harga tidak melonjak

terus secara cepat. Sedangkan rehabilitasi adalah rehabilitasi secara fisik daripada

prasarana-prasarana, rehabilitasi ekspor dan rehabilitasi alat-alat produksi yang

banyak mengalami kerusakan. Dengan melaksanakan rehabilitasi bukan berarti

pemerintah membuat jalan-jalan baru, tetapi perbaikan jalan-jalan yang sudah ada

dan bukan pula berarti membuat pabrik baru sebelum pabrik yang ada bisa

dimanfaatkan sepenuhnya. Demikian pula rehabilitasi dibidang ekspor. Dalam

tahun 1950 ekspor Indonesia diluar minyak bumi adalah sekitar 500 juta dollar

sampai 1 milyar dollar. Ekspor tahun 1966 adalah kurang dari 500 juta dollar

tanpa minyak bumi. Adanya kemerosotan ekspor terus menerus memerlukan

rehabilitasi mengingat bertambahnya penduduk dan kebutuhan impor. Pada waktu

itu hutang Indonesia kepada luar negeri meliputi sekitar 2,3 milyar dollar.

Pemerintah wajib membayarnya kembali di dalam tahun 1967, ditambah dengan

Page 47: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

126

tunggakan-tunggakan dari tahun-tahun sebelumnya. Jumlahnya diperkirakan

meliputi 500 juta dollar.

Program dibidang keuangan/moneter ialah dengan penekanan inflasi dan

peningkatan nilai rupiah. Dibidang produksi ditetapkan prioritas peningkatan

produksi sandang pangan terutama 9 bahan kebutuhan pokok dan produksi ekspor

serta perbaikan prasarana produksi. Dibidang distribusi ditetapkan program untuk

memperlancar distribusi dengan jalan menertibkan pengawasan dan penguasaan 9

bahan kebutuhan pokok, peningkatan kemampuan angkutan darat, laut dan udara,

serta memperlancar komunikasi baik dalam negeri maupun luar negeri.

Sesuai dengan ketetapan MPRS No. XXIII, peranan pemerintah dalam

stabilitasi dan rehabilitasi ekonomi adalah lebih menekankan pengawasan arah

kegiatan ekonomi dan bukan pada penguasaan yang sebanyak-banyaknya dari

kegiatan ekonomi, hal ini berarti perlu diselenggarakan debirokratisasi dari sistem

pengawasan dan dekontrol manajemen perusahaan-perusahaan negara. Dengan

demikian unit-unit produksi memperoleh kebebasan bekerja yang lebih besar

sedangkan pemerintah tetap memberikan bimbingan dan pengarahan kepada

perkembangan ekonomi secara tidak langsung, antara lain seperti kebijaksanaan

fiskal, kebijaksanaan moneter dan kebijaksanaan impor. Dengan adanya dekontrol

ini maka campur tangan secara langsung dalam managemen perusahaan-

perusahaan dihindarkan sehingga pimpinan perusahaan dapat menjalankan

tugasnya berdasarkan prinsip-prinsip yang rasional.

Guna membulatkan usaha stabilitasi dan rehabilitasi ekonomi serta

mempersiapkan landasan pembangunan, pemerintah mengesahkan Rencana

Page 48: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

127

Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RUU APBN 1968)

menjadi UU No. 13 tahun 1967. UU APBN ini disahkan sebelum tahun anggaran

dimulai. Hal ini adalah berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya pada jaman Orde

Lama. Perbedaan lainnya adalah kalau pada tahun-tahun yang lalu digunakan

sistem deficit spending dalam penerimaan dan pengeluaran negara, maka dalam

APBN digunakan prinsip anggaran berimbang atau balanced budget. Prinsip ini

berarti bahwa besarnya belanja negara berimbang dengan besarnya pendapatan

negara. Dengan APBN tersebut pemerintah mengambil kebijaksanaan agar hasil

penerimaan pemerintah digunakan untuk belanja rutin pemerintah. Sedangkan

bantuan luar negeri digunakan untuk belanja pembangunan.

Bantuan luar negeri ini terutama berasal dari negara Barat, menurut

Ricklefs ketika orde baru semakin mengendalikan negara dan peluang bangkitnya

pendukung Sukarno menyusut, prospek Soeharto memperoleh bantuan keuangan

dalam jumlah besar dari dunia barat semakin meningkat pula (Ricklefs, 572:

2005). Sebagai imbalan atas bantuan ekonomi yang diberikan negara-negara

barat, pemerintahan Soeharto mengadopsi langkah-langkah reformasi yang terus-

menerus dipuji oleh Bank Dunia dan IMF. Langkah-langkah ini mendominasi

kebijakan ekonomi pada tahun 1970-an. Strategi laissez-faire pintu terbuka untuk

meningkatkan investasi asing dan pertumbuhan ekonomi maksimum diiringi

dengan pengendalian ekonomi intern yang tegas. Ricklefs memandang bahwa

dengan kebijakan-kebijakan baru ini adalah hadirnya sekelompok ahli ekonomi

Indonesia yang terdidik secara akademis, para teknokrat yang dikenal dengan

“mafia Berkeley” (Ricklefs, 573: 2005). Dengan kemampuan mereka berbicara

Page 49: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

128

dalam bahasa ekonomi Internasional, mereka menambah kredibilitas

pemerintahan Soeharto di mata negara-negara Barat.

Laporan pemerintah Indonesia bulan September 1966 kepada para

kreditornya yang nonkomunis menggambarkan tingkat bencana nasional yang

dihadapi rezim baru ini. Inflasi tahunan terhitung melebihi 600%, persediaan uang

800 kali lebih tinggi daripada angka ditahun 1955 dan defisit pemerintah 780 kali

lebih banyak daripada tahun 1961 (dan 1,8 kali dari persediaan total uang). Saat

berkonsultasi dengan IMF, para teknokrat memperkenalkan pengendalian

anggaran, tarif bunga tinggi, pengendalian ekspor yang lebih ketat, dan langkah-

langkah anti-korupsi yang akan dimulai pada bulan Oktober (Ricklefs, 573: 2005).

Perusahaan-perusahaan Inggris dan Amerika yang sebelumnya disita segera

dikembalikan kepada pemiliknya. Pada bulan Februari 1967, undang-undang

investasi baru disahkan untuk mendorong investasi asing.

Soeharto dengan tegas melaksanakan langkah-langkah keras yang

dianjurkan para teknokrat dan para penasehat mereka dari IMF termasuk

mengimbangi anggaran pemerintah, membatasi kredit bank, menghentikan

perekrutan pegawai pemerintah, menaikkan bea, menjalankan pengumpulan pajak

dan mengakhiri subsidi-subsidi pemerintah. (Gardner, 508: 1999).

Untuk mengimbangi anggaran, pemerintah harus tegas dalam memotong

pengeluaran-pengeluaran. Anggaran tahun 1967 merinci pokok-pokok penting

dari pengurangan anggaran, pemotongan-pemotongan ini dibagi dalam enam

kategori (Prawiro, 28: 2003):

Page 50: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

129

1. Pengurangan dalam biaya personalia, dikantor-kantor sipil maupun militer.

2. Penghentian pembelian tanah, bangunan dan hal-hal yang berkaitan untuk

kantor-kantor sipil dan militer.

3. Penghentian subsidi kepada daerah-daerah.

4. Penghentian subsidi kepada usaha-usaha milik negara

5. Penghentian atau penundaan proyek-proyek yang baru berjalan dan tidak

memberikan imbal hasil keuangan secara cepat bagi negara.

6. Pelarangan proyek-proyek baru yang memberatkan cadangan rupiah atau

cadangan devisa negara.

Keenam hal ini bisa diringkas lagi menjadi pembatasan terhadap besarnya

pengeluaran pemerintah, penjadwalan ulang atau pembatalan proyek-proyek besar

dan pengurangan subsidi. Pemerintah baru memutuskan untuk segera

menghentikan pembiayaan untuk semua proyek yang tidak esensial. Pernyataan

yang dibuat oleh Jenderal Soeharto atas nama pemerintah Indonesia pada

konferensi multilateral di Tokyo pada tanggal 17 September tahun 1966, memberi

panduan yang jelas untuk menyetujui atau membatalkan proyek-proyek. Di sana

ia mengatakan:

“...pemerintah saya telah bertekad sebagai bagian dari program stabilisasi, untuk sementara membatasi pengeluaran-pengeluaran untuk investasi, walaupun ini sangat penting untuk memberi kesempatan kerja yang lebih luas. Proyek-proyek yang tidak diharapkan dapat menghasilkan imbal hasil ekonomi dalam waktu yang singkat, harus ditunda atau sama sekali akan dihentikan. Bila dalam kasus-kasus yang layak, usaha-usaha swasta berminat untuk menyelesaikan proyek-proyek ini atas beban mereka sendiri, pemerintah saya akan menyambut baik minat-minat demikian” (Prawiro, 30: 2003).

Page 51: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

130

Pemerintah Orde Baru mengambil langkah berani untuk mengadakan

pemotongan-pemotongan yang cukup besar terhadap subsidi-subsidi. Dalam bulan

April tahun 1968 subsidi untuk bensin dihentikan yang menyebabkan kenaikan

harga sebesar 400% dari Rp 4 menjadi Rp 16 per liter (Prawiro, 32: 2003).

Kenaikan harga ini berpengaruh terhadap seluruh ekonomi, namun dampak

inflasinya secara keseluruhan tidak begitu besar. Dengan memotong subsidi untuk

bensin dan pengurasan sumber penghasilan pemerintah yang penting telah

ditiadakan. Pengurangan dalam subsidi-subsidi merupakan sebuah manifestasi

yang tidak dapat dihindari dari kebijakan anggaran imbang.

2. Rencana Pembangunan Lima Tahunan

Berdasarkan pola dasar pembangunan nasional disusun pola umum

pembangunan jangka panjang yang meliputi waktu 25-30 tahun. Didalam pola

umum itu ditentukan kebijaksanaan pembangunan dan sasaran-sasaran

pembangunan yang hendak dicapai. Pembangunan jangka panjang dilakukan

secara bertahap dan berkelanjutan, setiap tahap tersebut berjangka waktu lima

tahun. Sesuai dengan jangka waktu tersebut, maka setiap tahap disebut

Pembangunan Lima Tahun (Poesponegoro dan Notosusanto, 443: 1993):

2.1. Repelita I (1969/1970-1973/1974)

Repelita I mulai dilaksanakan pada tanggal 1 April 1969 setelah

berhasilnya usaha-usaha stabilisasi dibidang politik dan ekonomi yang dijalankan

sejak oktober 1966. Tujuan Repelita I ialah untuk meningkatkan taraf hidup

Page 52: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

131

raktyat sekaligus meletakkan dasar-dasar bagi pembangunan dalam tahap-tahap

berikutnya (Poesponegoro dan Notosusanto, 444: 1993). Repelita I menekankan

pada rehabilitasi perekonomian terutama peningkatan produksi pertanian serta

perbaikan irigasi dan sistem transportasi. Dalam Repelita I ini, investasi

pemerintah lebih ditanamkan pada bidang usaha yang menghasilkan dampak yang

paling besar seperti pertanian, insfrastruktur ekonomi, dan perluasan industri hal

tersebut sesuai dengan teori rostow dimana bidang-bidang tersebut menjadi modal

penting bagi berkembangnya suatu negara untuk mencapai tahap tinggal landas.

Bantuan ekonomi asing ditempatkan dalam kerangka pembangunan lima

tahun orde baru yang pertama tanggal 1 April 1969, tujuan utamanya yakni

meningkatkan standar kehidupan terutama pertanian yang merupakan gagasan

Widjojo Nitisastro (Gardner, 524: 1999). Tiga perempat pengeluaran pada

Repelita I dibiayai dari pinjaman asing yang jumlahnya membengkak US$ 877

juta pada akhir periode (Ricklefs, 582: 2005). Berdasarkan pengamatan Ricklefs

pada tahun 1972, utang asing baru yang diperoleh sejak tahun 1966 sudah

melebihi pengeluaran saat Sukarno berkuasa. Pada tahun 1969, pulihnya nama

Indonesia didunia Komunis ditandai dengan kunjungan dari beberapa kepala

negara asing termasuk presiden Amerika Serikat Richard Nixon. Menyusul

kunjungan Nixon, bantuan militer Amerika untuk Jakarta pun meningkat tajam

mencapai US$ 40 juta pada tahun 1976 (Ricklefs, 582: 2005).

Persoalan pokok yang dihadapi dalam Repelita I adalah bagaimana

meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan tetap menjaga stabilitas ekonomi

yang telah dapat dicapai. Kesemuanya ini untuk meningkatkan pendapatan riil

Page 53: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

132

masyarakat dan memperluas kesempatan kerja bagi penduduk yang senantiasa

meningkat. Dalam lingkup ini termasuk di dalamnya bagaimana meningkatkan

pendapatan devisa, meningkatkan kemampuan untuk pembangunan (ekonomi),

mengubah struktur perekonomian agar tidak tergantung pada sektor pertanian dan

meningkatkan produksi nasional.

Untuk menghadapi persoalan pokok tersebut di atas pemerintah menyusun

Repelita yang mencakup kurun waktu 1969/1970-1973/1974. Pedoman dan arah

rencana ini adalah bertumpu pada ketetapan MPRS No. XXIII/MPRS/1966.

Dengan perkataan lain, TAP MPRS tersebut dijadikan GBHN yang pertama.

Periode ini dikenal sebagai periode ekspansi ekonomi. Strategi dasar Repelita I

diarahkan pada pencapaian stabilitas nasional (ekonomi dan politik) dan

pertumbuhan ekonomi. Strateginya dititikberatkan pada sektor pertanian dan

industri yang menunjang sektor pertanian.

Alasan dasar penekanan strategi Repelita I adalah bahwa sebagai

kelanjutan langkah-langkah pemerintah Orde Baru, sejumlah ketetapan yang

bersifat prinsipiil telah dihasilkan dalam bidang sidang MPRS tahun 1966 tentang

pembaruan dibidang ekonomi dan pembangunan (Tap MPRS No.

XXIII/MPRS/1966). Tugas utama Orde Baru adalah untuk menghentikan proses

kemerosotan ekonomi dan membina landasan yang kuat bagi pertumbuhan

ekonomi kearah yang wajar. Untuk melaksanakan tugas itu program jangka

pendek diarahkan pada pengendalian inflasi rehabilitasi sarana ekonomi,

peningkatan kegiatan ekonomi dan pencukupan sandang yang telah dilakukan,

dan dirasakan cukup berhasil khususnya dalam hal pengendalian inflasi. Setelah

Page 54: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

133

perekonomian dapat stabil maka ekspansi ekonomi sebagai cerminan

pembangunan ekonomi dilakukan melalui tahap-tahap tertentu.

Penekanan pada sektor pertanian dipilih karena sebagian besar penduduk

Indonesia (80%) tinggal di pedesaan dan bermata pencaharian di bidang pertanian

(termasuk perhutanan, perkebunan, perikanan dan peternakan). Ini berarti sektor

pertanian memberi sumbangan terbesar baik bagi penerimaan devisa maupun

dalam menyediakan lapangan kerja. Lebih dari itu sektor pertanian yang

merupakan sumber bahan baku bagi sektor industri perlu diamankan terlebih

dahulu. Penekanan kegiatan pada sektor pertanian juga dilandasi pada kenyataan

bahwa Indonesia yang dikenal memiliki alam yang subur itu masih juga

mengimpor beras yang berarti memboroskan devisa. Dengan demikian, Repelita I

menetapkan sektor pertanian sebagai leading sektor pembangunan ekonomi

Indonesia yang diharapkan akan mampu menarik dan mendorong sektor-sektor

kegiatan ekonomi lainnya seperti apa yang dikatakan Rostow dalam teorinya,

khususnya sektor industri yang menunjang sektor pertanian seperti pabrik pupuk,

insektisida serta prasarana ekonomi lainnya seperti sarana angkutan.

Untuk membiayai pembangunan dan dalam rangka mempercepat laju

pertumbuhan, pemerintah mengundang modal asing untuk melakukan investasi di

Indonesia. Jumlah modal asing ini dapat dilihat dari tabel dibawah ini:

Page 55: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

134

Tabel 4.1 Volume modal luar negeri yang masuk ke indonesia 1970/1971 sampai

1978/1979 (dalam juta US dolars)

Tahun Modal Asing Untuk

tujuan Investasi

Langsung

Pinjaman Luar Negeri

Kotor

Jumlah

1970/1971 88 369 457

1971/1972 186 420 606

1972/1973 254 481 753

1973/1974 331 643 974

1974/1975 538 660 1198

1975/1976 454 1995 2449

1976/1977 287 1823 2110

1977/1978 285 2106 2391

1978/1979 271 2101 2372

Sumber : World Bank (Arief & Adi, 147: 1981)

Corak investasi modal asing maupun modal dalam negeri ataupun

investasi patungan cenderung kearah industri pengganti impor. Strategi dasar

dalam Repelita I tersebut kemudian dijabarkan pada rencana anggaran

pengeluaran pembangunan dimana sebagian besar dana dialokasikan pada bidang

ekonomi, yaitu 78,28%, khususnya untuk sektor pertanian dan irigasi, sektor

perhubungan dan pariwisata, industri dan pertambangan serta sektor pedesaan

(Suroso, 103: 1993). Sektor-sektor diluar ekonomi seperti bidang sosial

Page 56: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

135

(pendidikan, kesehatan) dan bidang umum (pertahanan, keamanan) masing-

masing memperoleh 16,25% dan 5,4%.

Dalam rangka menunjang strategi dasar tersebut di atas pada tahun 1970

pemerintah Indonesia menetapkan kebijaksanaan baru dibidang perdagangan,

ekspor-impor dan devisa. Kebijaksanaan ini merupakan lanjutan dari

kebijaksanaan Oktober 1966 dan kebijaksanaan Juli 1968. Kebijaksanaan baru ini

dikenal sebagai kebijaksanaan 16 April 1970. Sasaran kebijaksanaan Oktober

1966 adalah:

1. Penertiban keuangan negara yang serba kalut

2. Pengaturan kembali urusan moneter dan dunia perbankan

3. Memberikan kebebasan kepada dunia perdagangan yang terbelenggu

oleh sistem “jatah” yang tidak wajar dan terbeku oleh peraturan

berbelit-belit yang mematikan inisiatif masyarakat.

Sasaran pokoknya adalah membendung keganasan inflasi yang melanda

Indonesia. Kebijaksanaan Juli 1968 mempunyai sasaran pokok antara lain,

Pertama, penguasaan harga pangan, harga sandang dan valuta asing. Kedua,

Penyediaan yang cukup bagi sarana-sarana untuk peningkatan produksi dalam

negeri khususnya pangan dan sandang. Ketiga, perbaikan prasarana yang

menunjang proses produksi. Dan terakhir, perbaikan kelembagaan di bidang

perdagangan, perbankan dan fiskal. Sasaran kebijaksanaan April 1970 adalah

(Suroso, 104: 1993) sebagai berikut:

1. Lebih memperkuat stabilisasi ekonomi

2. Mendorong ekspor untuk peningkatan penerimaan devisa

Page 57: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

136

3. Mendorong peningkatan produksi

4. Mendorong dan memperlancar perdagangan

5. Memperluas kegiatan ekonomi masyarakat yang berarti juga

memperluas lapangan kerja

Sasaran ini hendak dicapai melalui pertama, memberi arah dan bimbingan

yang lebih aktif lagi bagi kegiatan ekonomi masyarakat. Kedua, mendorong lebih

kuat dan menunjang lebih besar lagi kelancaran usaha. Ketiga, menggairahkan

kerja. Keempat, meningkatkan produksi dan terakhir ialah memperluas kegiatan

dalam masyarakat sendiri.

Perkembangan perekonomian pada periode ini cukup tinggi (kurang lebih

6,5% /tahun). Penyebabnya dalam banyak hal adalah adanya konsistensi

kebijaksanaan dalam bidang moneter, fiskal, dan perdagangan (Suroso, 105:

1993). Selain itu pengaruh luar negeri seperti permintaan terhadap minyak yang

relatif baik dan harga minyak juga cukup baik memberikan pengaruh yang positif

terhadap perkembangan perekonomian pada periode ini. Dibidang pertanian

terjadi peningkatan pada sebagian besar hasil pertanian. Beras mengalami

kenaikan rata-rata 4% Tahun. Kenaikan yang terbesar tercatat pada produksi kayu,

khususnya kayu rimba, rata-rata 37,4% setahun.

Produksi beras naik karena adanya perluasan areal panen dan kenaikan

rata-rata hasil per hektar. Areal peswahan meningkat disebabkan oleh bertambah

baiknya sarana pengairan sedangkan kenaikan hasil perhektar disebabkan oleh

terlaksananya program insentifikasi melalui Bimas dan Inmas, serta pemakaian

bibit unggul, pupuk dan obat pembasmi hama.

Page 58: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

137

Tabel 4.2. Persediaan Beras Di Indonesia tahun 1967-1978 (Dalam Juta Ton)

Tahuan Produksi Bersih Impor Jumlah Persediaan

1967 9,46 0,35 9,81

1968 10,62 0,65 11,25

1969 11,15 0,60 11,75

1970 11,96 0,96 12,92

1971 12,49 0,49 12,98

1972 11,99 0,74 12,73

1973 13,29 1,66 14,95

1974 13,90 1,07 14,97

1975 13,81 0,68 14,49

1976 14,42 1,28 15,70

1978 14,45 1,96 16,41

1979 16,02 1,84 17,86

Sumber: Depertemen Pertanian dan Bulog (Arief & Adi, 167: 1981)

Iklim ekonomi yang semakin membaik menjadi perangsang bagi

penanaman modal dalam negeri dan penanaman modal asing. Sektor industri

merupakan sektor paling menarik bagi penanaman modal dalam negeri disusul

oleh sektor kehutanan, pariwisata, perhubungan dan perkebunan. Dibidang

perminyakan ditemukan sumber-sumber minyak baru di daratan dan lepas pantai

antara lain di Kalimantan Timur dan di pantai utara Jawa Barat. Yang perlu di

catat ialah pada Repelita I, adanya fenomena oil boom yang dimulai tahun 1973,

memberikan sumbangan yang sangat menentukan pada Perekonomian Indonesia.

Page 59: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

138

Dan pada Repelita II, anggaran pembangunan dapat melampaui budget, ini

dikarenakan meningkatnya penerimaan negara dari ekspor minyak mentah.

Penyebab dari oil boom ini adalah adanya perang Arab-Israel yang terjadi

pada bulan oktober 1973, sehingga menyebabkan revolusi harga minyak. Harga

minyak mentah Indonesia meningkat dari US$ 12,60 pada bulan Juli 1974. pada

tahun 1966, minyak menyumbang 30% dari nilai ekspor Indonesia dan pada

tahun 1974 melonjak hingga 74% (Ricklefs, 588: 2005). Repelita I berakhir

tanggal 31 Maret 1974.

2.2 Repelita II (1974/1975-1978/1979)

Repelita II dimulai pada tanggal 1 april 1974. hasil-hasil yang telah

dicapai dalam Repelita I merupakan titik tolak bagi pelaksanaan Repelita II.

Berdasarkan hasil-hasil tersebut, maka sasaran-sasaran utama Repelita II

(Poesponegoro dan Notosusanto, 449: 1993) adalah sebagai berikut:

1. Tersedianya pangan dan sandang yang serba cukup dengan mutu

yang bertambah baik juga terbeli oleh masyarakat pada umumnya.

2. Tersedianya bahan-bahan perumahan dan fasilitas-fasilitas lain yang

diperlukan terutama untuk kepentingan rakyat banyak.

3. Keadaan prasarana yang maikin meluas dan sempurna.

4. Keadaan kesejahtraan rakyat yang lebih baik dan lebih merata.

5. meluasnya kesempatan kerja.

Dibawah Repelita II 72% pengeluaran dapat dibiayai dari pendapatan

dalam negeri, tidak lagi dari pinjaman asing (Ricklefs, 589: 2005). Hal tersebut

Page 60: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

139

dikarenakan pendapatan pemerintah yang cukup tinggi akibat adanya peristiwa oil

boom pada akhir Repelita I. Tetapi kenaikan harga minyak yang pesat ini tidak

membuat Indonesia menjadi negara kaya. Pertumbuhan ekonomi yang pesat di

Indonesia menurut Ichimura tak lain disebabkan juga oleh adanya ledakan harga

minyak dunia yaitu pada tahun 1973-1974 dan 1978-1979.

Penerimaan devisa dari ekspor minyak pada tingkat harga yang lebih

tinggi diperkirakan sebesar US$ 4,1 milyar per tahun dalam kurun waktu 1973-

1974, ini sama dengan kenaikan harga minyak tersebut dari US$ 2 per barel

menjadi US$ 11 per barel dikalikan jumlah minyak yang diekspor tiap tahun,

yakni sekitar 450 juta per barel per tahun dan sama dengan sekitar US$ 10 milyar

pada tahun 1978 dan 1979 (Ichimura, 38: 1989).

Tabel 4. 3. Penerimaan dalam Negeri 1969/1970 sampai 1978/1979

(Dalam milyar Rupiah)

Tahun Penerimaan Dari

Sektor Minyak

Penerimaan Dari

Sektor Non-

Minyak

Jumlah

Penerimaan

Dalam Negeri

1969/1970 48,3 195,4 243,7

1970/1971 68,3 275,8 344,6

1971/1972 112,5 315,5 428,0

1972/1973 198,9 391,7 590,6

1973/1974 344,6 623,1 967,7

1974/1975 973,1 780,6 1.753,7

1975/1976 1.241,1 992,8 2.241,9

Page 61: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

140

1976/1977 1.619,4 1.286,6 2.906,0

1977/1978 1948,7 1.586,8 3.535,5

1978/1979 2.308,7 1.957,4 4.266,1

Sumber Depertemen Keuangan (Arief & Adi, 161: 1981)

Jumlah penerimaan dalam negeri dari tahun 1969-1979 terus mengalami

kenaikan, begitu pun dengan tabungan pemerintah dari tahun ke tahun yang terus

menunjukan kenaikan. Mengenai data tersebut dapat dilihat dari tabel di bawah

ini:

Tabel 4.4 Tabungan pemerintah 1969/1970 sampai 1978/1979

(Dalam Milyar Rupiah)

Tahun Jumlah Penerimaan

Dalam Negeri

Jumlah

Pengeluaran Rutin

Tabungan

Pemerintah

1969/1970 243,7 216,5 27,2

1970/1971 344,6 288,2 56,4

1971/1972 428,0 349,1 78,9

1972/1973 590,6 438,1 152,5

1973/1974 967,7 713,3 254,4

1974/1975 1.753,7 1.016,1 737,6

1975/1976 2.241,9 1.332,6 909,3

1976/1977 2.906,0 1.629,8 1.276,2

1977/1978 3.535,5 2.149,0 1.386,5

1978/1979 4.266,1 2.668,1 1.598,0

Sumber : Depertemen keuangan (Arief & Adi, 162: 1981)

Page 62: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

141

Pada awal periode ini pembicaraan tentang makna pembangunan mulai

bergeser. Apabila sebelum periode Repelita II ini pembangunan ekonomi hanya

ditekankan pada laju pertumbuhan ekonomi maka pada awal periode ini

pandangan bahwa pembangunan harus berwawasan keadilan semakin dominan.

Pandangan ini muncul selain didasarkan pada pengalaman negara lain, juga dari

pengalaman Indonesia sendiri yang menunjukkan bahwa pembangunan ekonomi

yang hanya menekankan pertumbuhan tidak mencapai maksud pembangunan itu

sendiri. Untuk itu strategi pertumbuhan ekonomi pada periode ini, selain

menekankan pertumbuhan ekonomi yang tinggi juga sangat menekankan

pentingnya pemerataan pembangunan.

Sebagai akibat dari kebijaksanaan penanaman modal yang sifatnya

menghasilkan barang pengganti impor dengan segala kebijaksanaan yang

mendukungnya (misalnya proteksi) sudah mulai dirasakan adanya ekonomi biaya

tinggi. Keadaan ini menyebabkan produk yang dihasilkan kurang dapat bersaing

dipasaran internasional. Perkembangan yang perlu mendapatkan perhatian adalah

semakin dirasakan perlunya pedoman dalam melaksanakan pembangunan. Satu

dan lain hal dimaksudkan agar pembangunan yang dilaksanakan itu tidak

menyimpang dari tujuan yang telah ditetapkan dalam UUD 1945. Pedoman ini

semakin dirasakan perlunya karena dari pengalaman pelaksanaan Repelita I,

pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi (6-7% /tahun), tetapi keadilan sosial

terasa semakin jauh. Untuk itu menjelang akhir Repelita I, yaitu pada tahun 1973

MPR telah merumuskan dan menetapkan GBHN yang merupakan pedoman, arah,

Page 63: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

142

dan strategi pembangunan nasional. Berdasarkan GBHN tersebut lalu disusun

Repelita II ini.

Dalam GBHN tersebut dirumuskan bahwa pembangunan ekonomi yang

dilaksanakan didasarkan pada demokrasi ekonomi yang menentukan bahwa

masyarakat harus memegang peranan aktif dalam kegiatan pembangunan. Prinsip

demokrasi ekonomi ini memiliki ciri-ciri (Suroso, 106: 1993) sebagai berikut:

1. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas

kekeluargaan;

2. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup

orang banyak dikuasai oleh negara

3. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh

negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

4. Sumber-sumber kekayaan dan keuangan negara digunakan dengan

permufakatan lembaga-lembaga perwakilan rakyat serta pengawasan terhadap

kebijaksanaannya ada pada lembaga-lembaga perwakilan rakyat pula;

5. Warga negara memiliki kebebasan dalam memilih pekerjaan yang

dikehendaki serta mempunyai hak akan pekerjaan dan penghidupan yang

layak.

6. Hak milik perorangan diakui dan pemanfaatannya tidak boleh bertentangan

dengan kepentingan masyarakat

7. Potensi, insiatif dan daya kreasi setiap warga negara diperkembangkan

sepenuhnya dalam batas-batas yang tidak merugikan kepentingan umum

8. Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara.

Page 64: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

143

Sementara itu dalam demokrasi ekonomi harus dihindari ciri-ciri negatif,

yaitu: pertama, Sistem free fight liberalisme yang menumbuhkan ekploitasi

terhadap manusia dan bangsa lain yang dalam sejarahnya di Indonesia telah

menimbulkan dan mempertahankan kelemahan struktural posisi Indonesia dalam

ekonomi dunia. Kedua, sistem etatisme dalam mana negara beserta aparatur

ekonomi negara bersifat dominan serta mendesak dan mematikan potensi dan

daya kreasi unit-unit ekonomi di luar sektor negara. Ketiga, pemusatan kekuatan

ekonomi pada satu kelompok dalam bentuk monopoli yang merugikan

masyarakat.

Berdasarkan arah dan strategi pembangunan jangka panjang sebagaimana

ditetapkan GBHN, demi tercapainya tujuan dari setiap Repelita haruslah bertumpu

pada Trilogi Pembangunan yang intinya:

1. Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya yang menuju pada

terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat;

2. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi

3. Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis (Suroso, 107: 1993)

Pemerataan pembangunan dalam pengertian ini tidak hanya dalam arti

pemerataan antarindividu atau antarkelompok didalam masyarakat, tetapi juga

pemerataan antardaerah. Untuk itu dalam Repelita II, pembangunan di Indonesia

mulai dengan pembangunan yang berwawasan ruang. Dalam Repelita II Indonesia

dibagi dalam wilayah-wilayah pembangunan dengan tujuan agar pembangunan

tidak hanya Jawa sentris atau bahkan hanya Jakarta sentris.

Page 65: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

144

Masalah-masalah lain yang dihadapi dalam Repelita II pada dasarnya

merupakan masalah-masalah yang belum dapat dipecahkan dalam Repelita I,

yaitu perluasan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha, pembagian

pendapatan dan hasil-hasil yang lebih merata, peningkatan laju pertumbuhan

ekonomi daerah-daerah, penyempurnaan dan peningkatan fasilitas pendidikan,

kesehatan, perumahan rakyat. Masalah-masalah tersebut semakin nampak justru

setelah Repelita I mencapai tingkat pertumbuhan yang tinggi (6-7% /tahun).

Kebijaksanaan ekonomi dalam periode ini setelah tingkat hiper inflasi

mampu dikendalikan, seperti halnya kebijaksanaan sebelumnya, berkisar pada

aspek moneter (pengendalian ekspansi ekonomi melalui kebijaksanaan

perkreditan), aspek fiskal (sebagai sumber pendapatan dan sekaligus sebagai

pengarahan perkembangan ekonomi) dan aspek perdagangan (dalam rangka

memperlancar arus barang yang akan mampu meningkatkan produksi).

Sebagai akibat dari kebijaksanaan ekspansi moneter yang dilakukan dalam

periode ini, dan periode sebelumnya, dan juga karena tingkat inflasi yang tinggi di

negara industri, kegoncangan moneter internasional, dan kenaikan harga barang

yang diimpor Indonesia, tingkat inflasi pada tahun anggaran 1972/73 dan 1973 /74

cukup tinggi, masing-masing 21% dan 47%. Untuk mengatasi inflasi ini, agar

stabilitas ekonomi dapat dikendalikan, pemerintah memberlakukan kebijaksanaan

stabilisasi yang dikenal sebagai kebijaksanaan 9 April 1974.

Lingkup kebijaksanaan stabilisasi ini meliputi kebijaksanaan moneter,

fiskal, dan perdagangan. Isinya antara lain menaikkan tingkat suku bunga bank

(deposito dan tabanas) sebagai upaya menarik uang yang beredar; memberlakukan

Page 66: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

145

jangka waktu deposito untuk 18 dan 24 bulan. Dengan jangka waktu yang relatif

lama ini dimaksudkan agar pemerintah dapat mengelola uang tersebut lebih

berdaya guna. Kebijaksanaan stabilisasi ini ternyata mampu meningkatkan

tabungan masyarakat, baik tabanas maupun deposito maka pada tanggal 28

Desember 1974 diambil tindakan penyesuaian terhadap kebijaksanaan 9 April

1974. Tindakan penyesuaian ini adalah menurunkan tingkat bunga deposito. Pada

Januari 1977, tingkat bunga deposito diturunkan lagi. Dari gambaran peristiwa ini

nampak sekali betapa besarnya peranan bank pemerintah dalam mengelola jumlah

uang yang beredar. Bank swasta nasional pada waktu itu nampaknya peranannya

kecil sekali mengingat banyaknya skandal keuangan di banyak bank swasta.

Pada akhir periode Repelita II, semakin dirasakan bahwa pengaruh krisis

moneter internasional, juga pengaruh dari kebijaksanaan proteksi, semakin

membuat produk Indonesia tidak dapat bersaing di pasaran internasional. Untuk

mengatasi masalah ini dan sebagai upaya meningkatkan ekspor pemerintah

memberlakukan kebijaksanaan devaluasi rupiah terhadap dolar AS sebesar kurang

lebih 45% pada bulan November 1978. sejak devaluasi ini kurs rupiah

diambangkan secara terkendali.

Sementara itu tantangan yang dihadapi dalam Repelita II ini secara garis

besarnya ialah, pertama merosotnya kegiatan ekonomi dunia terutama di negara-

negara industri, telah melemahkan permintaan atas ekspor hasil produksi

Indonesia sedangkan inflasi di negara-negara tersebut telah meningkatkan pula

harga barang-barang modal yang diperlukan bagi pembangunan, kedua krisis

Page 67: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

146

Pertamina (1974/75-1976/77) merupakan suatu musibah dan pengalaman yang

sangat mahal bagi usaha pembangunan Indonesia.

Kenaikan harga minyak bumi di pasaran dunia yang seharusnya

melipatgandakan kemampuan untuk meningkatkan laju pertumbuhan, ternyata

harus dipakai untuk membayar utang-utang jangka pendek Pertamina dan terakhir

adalah hambatan-hambatan dalam produksi pangan oleh karena musim kering

yang luar biasa (krisis beras tahun 1974/1975). Sedangkan Faktor pendorong

utama laju pertumbuhan ekonomi pada periode ini adalah meningkatnya harga

minyak di pasaran internasional.

2.3. Repelita III (1979/1980-1983/1984)

Repelita III dimulai pada tanggal I April 1979 dan berakhir pada tanggal

31 Maret 1984. Seperti pada Repelita I dan II, pembangunan dalam Pelita III akan

terus dilandaskan pada Trilogi Pembangunan dengan tekanan yang lebih menonjol

pada segi pemerataan. Pertumbuhan ekonomi yang dicapai dalam Repelita II

memang relatif tinggi yaitu sekitar 7,2%. Namun semakin dirasakan kurang

adanya keseimbangan pertumbuhan ekonomi antara daerah maupun sektor yang

mengakibatkan kurang adanya kesempatan kerja, kurang adanya kesempatan

memperoleh pendapatan, kesempatan untuk berusaha khususnya bagi golongan

ekonomi lemah. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa harapan dan arti

pembangunan di Indonesia telah memasuki dimensi-dimensi baru yaitu makin

mendesaknya usaha untuk meratakan pembangunan dan mencerminkan suasana

serta rasa keadilan. Atas dasar tersebut asas pemerataan itu akan dituangkan

Page 68: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

147

dalam berbagai langkah dan kegiatan antara lain melalui kebijaksanaan delapan

jalur pemerataan yang intinya adalah:

1. Pemerataan kebutuhan pokok rakyat, terutama pangan, sandang,

dan perumahan;

2. Pemerataan kesempatan untuk memperoleh pendidikan, pelayanan

kesehatan;

3. Pemerataan pembagian pendapatan;

4. Pemerataan perluasan kesempatan kerja;

5. Pemerataan usaha, khusunya bagi golongan ekonomi lemah;

6. Pemerataan kesempatan berpartisipasi, khususnya bagi generasi

muda dan kaum wanita;

7. Pemerataan pembangunan antardaerah;

8. Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan (Suroso, 111: 1993).

Perekonomian pada periode ini masih sangat dipengaruhi oleh

kebijaksanaan devaluasi November 1978, juga oleh resesi dunia yang sulit

diramalkan kapan akan berakhir. Kebijaksanaan yang sifatnya mendukung

kebijaksanaan November 1978 banyak dilakukan, khususnya yang bertujuan

untuk memperlancar arus barang. Dalam periode ini kebijaksanaan tersebut

dilakukan pada Januari 1982. Inti dari kebijaksanaan ini adalah memberi

keringanan persyaratan kredit ekspor, penurunan biaya gudang serta biaya

pelabuhan. Disamping itu eksportir dibebaskan dari kewajiban menjual devisa

yang diperolehnya dari hasil ekspor barang/jasa kepada Bank Indonesia. Dengan

perkataan lain eksportir sekarang bebas memiliki devisa yang diperolehnya.

Page 69: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

148

Pertumbuhan perekonomian periode ini dihambat oleh resesi dunia yang

belum juga berakhir. Sementara itu nampak ada kecenderungan harga minyak

yang semakin menurun khusunya pada tahun-tahun terakhir Repelita III. Keadaan

ini membuat posisi neraca pembayaran Indonesia semakin buruk. Bahkan angka

pertumbuahan tahun 1982/83 merupakan angka pertumbuhan paling rendah yang

pernah dicapai Indonesia selama 15 tahun terakhir (Suroso, 112: 1993).

Untuk mengatasi ancaman ini, juga dalam rangka meningkatkan daya

saing produk Indonesia, pemerintah memberlakukan devaluasi rupiah terhadap

US$ sebesar 27,6% pada 30 Maret 1983. Menghadapi keadaan ekonomi yang

tidak menentu, usaha pemerintah diarahkan untuk meningkatkan penerimaan

pemerintah, baik dari penggalakan ekspor maupun pajak-pajak di dalam negeri.

Untuk itu tanggal 31 Maret 1983 pemerintah memberlakukan kebijaksanaan bebas

visa dari 26 negara yang berkunjung ke Indonesia kurang dari 2 bulan.

Maksudnya agar turis semakin tertarik mengunjungi Indonesia. Pada akhir tahun

Repelita III perkembangan yang terjadi dilingkup internasional adalah bahwa nilai

dolar menguat, tingkat bunga riil di AS menguat, dana mengalir ke AS, likuiditas

internasional meningkat dan semakin beratnya beban utang negara-negara yang

sedang berkembang termasuk Indonesia.

2.4. Repelita IV (1984/1985-1988/1989)

Repelita IV dimulai pada tanggal I April 1984 dan berakhir pada tanggal

31 Maret 1989. Apa yang dialami pada periode Repelita III, ternyata masih

dialami dalam periode Repelita IV ini. Bahkan pada periode ini harga minyak

Page 70: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

149

bumi turun sangat tajam (menjadi hanya kurang lebih US$ 9 per barel pada tahun

anggaran 1986/87 (Suroso, 113: 1993). Kejadian ini membuatAPBN 1986/87

lebih rendah dari APBN 1985/86 kurang lebih 7%. Suatu hal yang baru sekali

terjadi selama Orde Baru. Harga minyak ini kemudian berfluktuasi kearah yang

tidak menentu.

Pada periode ini masalah yang semakin nampak dan dirasakan adalah

masalah tenaga kerja yang melaju pada tingkat kurang lebih 2,7% per tahun. Pada

tahun 1983 jumlah tenaga kerja adalah 64 juta dan tahun 1988 diperkirakan akan

menjadi 73 juta. Sementara angka pertumbuhan direncanakan hanya 5% / tahun

selama Pelita IV.

Suatu hal yang tidak dapat diabaikan dalam periode yang sulit ini adalah

bahwa pada tahun 1984 Indonesia sudah tidak lagi mengimpor beras (tahun 1980

Indonesia mengimpor beras sebanyak 2 juta ton, tahun 1981 mengimpor 0,54 juta

ton, tahun 1982 mengimpor 0,31 juta ton, tahun 1983 mengimpor 0,78 juta ton).

Dengan demikian devisa yang sebelumnya digunakan untuk mengimpor beras

dapat digunakan untuk keperluan pembangunan yang lain.

Usaha-usaha untuk melanjutkan deregulasi pada periode ini semakin

ditingkatkan dengan tujuan utama meningkatkan efisiensi mekanisme pasar,

khusunya yang berkaitan dengan aspek moneter, kelancaran arus barang yang

padagiliran berikutnya diharapkan dapat meningktkan produksi. Namun dengan

situasi internasional yang tidak menentu, pada tahun anggaran 1986/1987 neraca

pembayaran Indonesia menghadapi tekanan berat. Lebih-lebih karena turunnya

harga minyak bumi. Untuk mengatasi ancaman itu ,sekali lagi pemerintah

Page 71: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

150

memberlakukan kebijaksanaan devaluasi rupiah terhadap dolar AS sebesar 31%

pada 12 september 1986. Tujuan utama devaluasi ini pada dasarnya untuk

mengamankan neraca pembayaran selain untuk meningkatkan ekspor Indonesia,

meningkatkan daya saing produk Indonesia dan mencegah rupiah lari keluar

negeri. Namun dengan kebijaksanaan devaluasi ini mengakibatkan jumlah utang

Indonesia menjadi semakin meningkat.

Untuk memperbaiki pola unit produksi yang membuat ekonomi biaya

tinggi sehingga produk Indonesia kurang dapat bersaing di luar negeri, pemerintah

memberlakukan kebijaksanaan 6 Mei 1986. Kebijaksanaan ini bertujuan untuk

meningkatkan efisiensi produksi dalam negeri dan daya saing barang ekspor

bukan migas melalui pemberian kemudahan tata niaga, fasilitas pembebasan dan

pengembalian bea masuk serta pembentukan kawasan berikat.

Pada tahun-tahun terakhir Repelita IV, perekonomian Indonesia semakin

dibebani dengan meningkatnya utang luar negeri sebagi akibat depresiasi mata

uang dolar Amerika terhadap Yen kurang lebih 35%. Namun dalam situasi sulit

seperti itu, APBN tahun 1987/1988 naik kurang lebih 6,6% dibandingkan dengan

tahun anggaran sebelumnya. Penyebab utamanya adalah bahwa harga minyak

sudah meningkat pada tingkat rata-rata US$ 15 / barel. Sesuatu hal yang

menggembirakan adalah bahwa pada tahun 1987 ekspor non-migas telah

melampaui ekspor migas.

Oleh para pengamat naiknya ekspor non migas ini disambut dengan dua

pandangan. Disatu pihak beranggapan bahwa meningkatnya ekspor non-migas ini

disebabkan karena deregulasi yang selama ini secara intensif dilakukan, namun

Page 72: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

151

pengamat yang lain berpendapat bahwa naiknya ekspor non-migas ini disebabkan

karena depresiasi dolar Amerika terhadap Yen, karena ternyata ekspor Indonesia

ke Jepang merupakan bagian terbesar dari keseluruhan ekspor Indonesia.

Kalau dilihat dari Rangkaian Repelita sebelumnya nampaknya ada

penurunan tingkat pertumbuhan ekonomi, semenjak Repelita III, ada

kecenderungan penurunan sasaran pertumbuhan. Repelita II sasaran

pertumbuhannya 7,5% / tahun, Repelita III sasaran hanya 6,5% / tahun, dan untuk

Repelita IV hanya menjadi 5% / tahun. Hal tersebut dilihat oleh para pengamat

sebagai sasaran yang tidak memungkinkan penciptaan lapangan kerja yang

mampu menampung pertambahan angkatan kerja yang meningkat 2,5% itu. Dan

yang lebih buruk lagi, ternyata pertumbuhan nyata selama Repelita IV selalu

relatife jauh di bawah sasaran yang ditetapkan.

Sebab utama ketidakberhasilan mencapai sasaran ini lebih dipengaruhi

oleh faktor exogen yang memang diluar jangkauan pengelolaan Indonesia. Harga

minyak bumi yang pada Januari 1986 masih pada tingkat US$ 28 / barel turun

menjadi di bawah US$ 10 / barel pada bulan Agustus 1986. Perkembangan harga

minyak ini sulit diperkirakan, lebih-lebih setelah ada banyak negara penghasil

minyak yang tidak bergabung dengan OPEC, sementara itu diantara para anggota

OPEC sendiri tidak mudah untuk mengadakan kesepakatan dalam menetapkan

kebijakan harga ini.

Page 73: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

152

2.5. Repelita V (1989/1990-1993/1994)

Repelita V dimulai pada tanggal I April 1989 dan berakhir pada tanggal 31

Maret 1994. Tujuan dari Repelita V sesuai dengan GBHN tahun 1988 adalah

pertama, meningkatkan taraf hidup, kecerdasan dan kesejahtraan seluruh rakyat

yang makin merata dan adil. Kedua, meletakan landasan yang kuat untuk tahap

pembangunan berikutnya. Prioritas pembangunan sesuai dengan pola umum

pembangunan jangka panjang pertama, maka dalam Pelita V prioritas diletakkan

pada pembangunan bidang ekonomi dengan titik berat pada:

1. Sektor pertanian untuk memantapkan swasembada pangan dan

meningkatkan produksi hasil pertanian lainnya;

2. Sektor industri khususnya industri yang menghasilkan untuk ekspor,

industri yang banyak menyerap tenaga kerja, industri pengolahan hasil

pertanian, serta industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin

industri.

Sejalan dengan prioritas pada pembangunan bidang ekonomi, maka

pembangunan dalam bidang politik, sosial, budaya, pertahanan keamanan dan

lain-lain makin ditingkatkan sepadan dan agar saling menunjang dengan

pembangunan ekonomi sehingga lebih menjamin ketahanan nasional.

Di balik keberhasilan pembangunan ekonomi yang ditunjukan oleh

perkembangan indikator-indikator ekonomi, aspek yang perlu diperhatikan adalah

biaya untuk membiayai pembangunan Indonesia. Sejak pemerintahan Indonesia

melaksanakan pembangunan, baik Orde Lama dan Orde Baru, kebijaksanaan yang

diambil untuk mengatasi masalah kurangnya dana adalah mengundang modal

Page 74: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

153

asing dan utang luar negeri yang kemudian hal tersebut menjadi suatu masalah

yang serius dalam Repelita V ini, dimana utang Indonesia semakin besar dan terus

membengkak.

Masalah yang dihadapai dalam penanaman modal asing adalah

ditransfernya keuntungan yang diperoleh oleh perusahaan yang bersangkutan ke

negara asal modal. Dalam artian ini, sebetulnya yang terjadi adalah mengalirnya

dana (modal) dari Indonesia ke luar negeri. Masalah utang luar negeri selalu

berkaitan dengan jumlah dan tingkat bunga yang membebaninya. Jumlah utang

luar negeri sangat dipengaruhi oleh kurs mata uang negara kepada siapa Indonesia

berhutang.

Sejak terjadi krisis moneter pada dasawarsa 70-an, kurs berfluktuasi

kearah yang sulit diperkirakan. Hanya karena terjadinya perubahan kurs mata

uang Negara-negara pemberi pinjaman setiap tahun utang Indonesia terus

meningkat, pada tahun 1985 utang Indonesia meningkat sebanyak kira-kira US$

2,5 milyar sementara itu cicilan utang laur negeri Indonesia beserta bunganya

pada tahun 1985 berjumlah US$ 5,4 milyar yang berarti kira-kira 7% dari Produk

Nasional Bruto atau merupakan 34% dari nilai bersih ekspor setelah

memperhitungkan impor sektor migas dan pada tahun 1990, pembayaran cicilan

utang luar negeri dan bunga luar negeri Indonesia berada pada 48% dari nilai

bersih ekspor.

Bila dilihat dari data-data pinjaman dana dari luar negeri pada awal tahun

1970-an sampai 1990an arus bersih modal asing yang masuk ke Indonesia yang

terdiri dari Investasi modal asing dan utang luar negeri, setelah memperhitungkan

Page 75: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

154

pembayaran cicilan utang luar negeri, bunga utang luar negeri dan keuntungan

yang ditransfer pihak asing ke luar negeri, telah menunjukan nilai yang negatif

dalam artian selama periode tersebut Indonesia telah menjadi eksportir modal dan

bukan importir modal.

Selain utang luar negeri masalah yang dihadapi dalam Repelita V ini

adalah masalah pertumbuhan penduduk dan masalah angkatan kerja. Faktor

penduduk merupakan pusat dari segala kegiatan dan perkembangan, masalah

penduduk akan mempengaruhi pengadaan pangan, sandang, pemukiman, dan

fasilitas lainnya. Di samping itu faktor penduduk juga merupakan sumber masalah

angkatan kerja dan pemerataan pendapatan.

Menurut Suroso jumlah angkatan kerja yang masuk kelapangan kerja di

tahun 1988 hingga akhir Repelita V melebihi 2,3 juta setiap tahun (161: 1993), ini

berarti setiap tahun harus diciptakan lapangan kerja baru yang mampu

menampung tenaga kerja sebanyak itu. Kemungkinannya adalah menambah

proyek-proyek yang padat karya. Namun proyek-proyek padat karya tersebut

semakin menurun jumlahnya sebagai akibat merosotnya dana pembangunan,

khususnya setelah zaman boom minyak (oil boom). Peliknya masalah angkatan

kerja ini bertambah apabila dilihat dari segi pendidikannya. Masalah yang

dihadapi selain karena jumlahnya yang besar, juga karena permintaan tenaga kerja

tidak sesuai dengan penawaran tenaga kerjanya.

Page 76: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

155

2.6. Repelita VI (1994/1995-1998/1999)

Repelita VI merupakan awal dari pembangunan jangka panjang kedua

(PJP II) yang dimulai pada tanggal I April 1994 dan akan berakhir pada tanggal

31 Maret 1999. Dalam buku rencana pembangunan lima tahun keenam 1994/95 –

1998/99 yang diterbitkan oleh Negara RI ( 47: 1994), menuliskan tujuan dari

Repelita VI, yaitu,

1. menumbuhkan sikap dan tekad kemandirian manusia dan masyarakat

Indonesia dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia

untuk mewujudkan kesejahtraan lahir batin yang lebih selaras, adil dan

merata.

2. meletakan landasan pembangunan yang mantap untuk tahap

pembangunan selanjutnya. Dalam buku ini disebutkan bahwa dalam

Repelita VI ini bangsa Indonesia dapat memasuki proses tinggal

landas.

Repelita VI memprioritaskan pembangunan ekonomi dengan titik berat

pada sektor pertanian untuk memantapkan swasembada pangan dan meningkatkan

produksi pertanian serta industri yang menghasilkan barang ekspor, menyerap

tenaga kerja, pegolahan hasil pertanian dan menghasilkan mesin – mesin industri,

meningkatkan pembangunan bidang politik, sosial budaya dan pertahanan

keamanan.

Dalam Repelita ini sektor industri makin berperan sangat strategis karena

merupakan motor penggerak pembangunan. Sektor ini diharapkan disamping

sebagai penyerap tenaga kerja terbesar, penghasil devisa, juga sebagai pemacu

Page 77: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

156

pertumbuhan ekonomi yang tinggi dalam upaya mencapai tinggal landas. Selama

PJP II industri pengolahan non migas diproyeksikan tumbuh dengan rata-rata

sebesar 9,8 persen per tahun dan selama Repelita VI diharapkan berkembang

dengan laju pertumbuhan rata-rata 10,3 persen setiap tahunnya.

Pertumbuhan industri pengolahan non migas selama Repelita VI ini

didukung oleh agroindustri dengan perkiraan pertumbuhan sekitar rata-rata 8,2

persen per tahun; industri logam dan barang modal dengan pertumbuhan sekitar

12,6 persen per tahun; industri penghasil barang kimia, plastik dan mineral bukan

logam dengan pertumbuhan rata-rata 9,7 persen per tahun; dan industri tekstil dan

pakaian jadi serta produk hasil industri lainnya rata-rata sebesar 13 persen per

tahun.

Untuk mencapai sasaran pembangunan industri dalam Repelita VI,

pengembangan industri rekayasa diarahkan selaras dan terkait dengan

pengembangan industri-industri prioritas termasuk industri strategis, seperti

halnya pengembangan agroindustri yang dikembangkan secara terpadu melalui

jaringan kegiatan agrobisnis yang produktif termasuk jasa pendukungnya

diantaranya adalah industri pengolah sumber daya mineral, industri permesinan,

barang modal dan elektronika/ peralatan telekomunikasi, industri peralatan

energy, industri alat transportasi, serta industri yang berorientasi ekspor yang

makin padat keterampilan dan beranekaragam termasuk industri yang

menghasilkan komponen pendukungnya.

Sementara itu, upaya menciptakan industri yang tangguh tidak hanya

melalui peningkatan kemampuan produksi, tetapi lebih jauh lagi melalui

Page 78: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

157

peningkatan kemampuan untuk memasarkan produknya. Sedangkan kemampuan

memasarkan produk tidak akan terlepas dari kemampuan manajerial, berarti unsur

sumber daya manusia dan ditumbuhkembangkannya kegiatan inovasi teknologi

menjadi faktor penentu keberhasilan dari sasaran kemandirian industri. Dalam

rangka mendorong timbulnya inovasi teknologi, upaya transfer teknologi,

peningkatan produktivitas dalam mendorong berkembangnya industri, paling

tidak harus ada peranan Pemerintah, diantaranya ialah:

Pada tingkat pertama, yaitu pada tingkatan makroekonomi berupa

kebijakan yang mampu menciptakan suatu iklim yang mampu merangsang

investasi dan pertumbuhan. Banyak studi menunjukkan bahwa tingkat bunga dan

nilai tukar yang layak, inflasi yang rendah, serta prospek pertumbuhan barang-

barang andalan untuk produksi dan ekspor sangatlah esesnsial guna memelihara

peningkatan daya saing internasional. Selain daripada itu, tentu diperlukan

kebijakan investasi yang mendorong meningkatnya tabungan nasional. Semakin

mampu suatu negara meningkatkan daya saing ini, semakin merangsang industri

dan pengusaha melakukan upaya-upaya inovasi, dan semakin pula mendorong

mereka lebih melakukan upaya transfer teknologi dengan makin meningkatnya

barang modal yang masuk karena meningkatnya investasi.

Pada tingkat kedua, pemerintah perlu menciptakan iklim pengendalian dan

insentif yang tepat, sehingga mampu merangsang perusahaan dan industri untuk

memperbaiki kinerjanya. Pada tingkat ketiga, pemerintah mempunyai peranan

yang penting dalam menyediakan berbagai macam infrastruktur. Meliputi

infrastruktur fisik dan pelayanan seperti transportasi, telekomunikasi, energi dan

Page 79: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

158

sebagainya. Juga menyangkut infrastruktur pendidikan yakni sistem pendididkan

formal dan informal guna mendidik dan melatih masyarakat industri dan iptek

dalam berbagai aktivitas produktif.

Tabel 4.5: Perkembangan Anggaran Pembangunan Nasional

PERKEMBANGAN ANGGARAN PEMBANGUNAN NASIONAL S/D 1999/2000

Tahun Anggaran

Rupiah Bantuan

Luar Negeri Jumlah

(milyar Rp) Jumlah Pertumbuhan

(%)

REPELITA I

1969/70 87,1 - 36,2 123,3

1970/71 115,7 32,8 45,6 161,3

1971/72 154,9 33,9 66,2 221,1

1972/73 231,1 49,2 83,0 314,1

1973/74 261,1 13,0 83,0 344,1

REPELITA II

1974/75 450,9 72,7 124,8 575,7

1975/76 1.050,0 132,9 218,4 1.268,4

1976/77 1.213,1 15,5 707,2 1.920,3

1977/78 1.440,4 18,7 727,5 2.167,3

1978/79 1.643,5 14,1 811,2 2.454,7

REPELITA III

1979/80 2.059,3 25,3 1.428,7 3.488.0

1980/81 3.591,3 74,4 1.436,4 5.027,7

1981/82 4.838,1 34,7 1.561,1 6.399,2

1982/83 6.780,0 40,1 1.825,8 8.605,8

1983/84 6.553,5 -3,3 2.736,8 9.290,3

REPELITA IV

1984/85 6.087,8 -7,1 4.371,5 10.459,3

1985/86 6.346,8 4,3 4.182,7 10.529,5

1986/87 4.783,3 -24,6 3.507,7 8.291,0

1987/88 2.330,9 -51,3 5.425,7 7.756,6

1988/89 2.900,0 24,4 5.997,6 8.897,6

Page 80: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

159

REPELITA V

1989/90 3.603,7 24,3 9.526,2 13.129,9

1990/91 7.820,8 117,0 8.404,2 16.225,0

1991/92 11.163,7 42,7 8.834,0 19.997,7

1992/93 13.813,0 23,7 9.099,0 22.912,0

1993/94 16.100,9 16,6 9.126,3 25.227,2

PJP II REPELITA VI

1994/95 17.386,3 8,0 10.012,0 27.398,3

1995/96 19.024,5 9,4 11.759,0 30.783,5

1996/97 22.089,1 16,1 12.413,6 34.502

1997/98 25.901,1 17,3 13.026,0 38.927,9

1998/99 52.142,1 101,3 40.540,9 92.683

1999/2000 52.448,3 0,6 30.000,0 82.448,3

Sumber:http://www.bappenas.go.id/index.php?module=ContentExpress&func=dis

play&ceid=24

Dari tabel diatas diketahui bahwa mulai dari Repelita I sampai dengan

Repelita VI menunjukan bahwa pembangunan di Indonesia ternyata sangat

bergantung sekali dengan modal asing. Dana bantuan luar negeri yang ditujukan

untuk mendanai pembangunan Indonesia selama 30 tahun, mengalami kenaikan

dari tahun ke tahun hal ini akan menambah ketergantungan Indonesia terhadap

utang luar negeri karena sebagian besar bantuan luar negeri tersebut didatangkan

dari luar dalam bentuk pinjaman dan sebagian kecil dalam bentuk investasi asing.

Ketergantungan tersebut menyebabkan perekonomian Indonesia rentan terhadap

aliran keluar modal jangka pendek dan gejolak nilai mata uang.

Menjelang berakhirnya Repelita VI Indonesia terkena krisis moneter pada

tahun 1997, hal tersebut diperberat dengan masalah-masalah mikro ekonomi yang

tidak terselesaikan dan berbagai mis management di dalam bidang pemerintahan.

Page 81: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

160

Akibatnya pemerintah mengalami kesulitan neraca pembayaran dan sangat

mengandalkan hutang luar negeri yang sudah sangat spektakuler jumlahnya.

Akhirnya semuanya bermuara pada krisis politik sehingga Suharto harus turun

dari kursi kepresiden pada bulan Mei 1998. Pembangunan yang telah dijalankan

selama 30 tahun mengalami kehancuran dan Indonesia belum sempat tinggal

landas.

C. Kontroversi Hasil Pembangunan Indonesia Selama Enam Rangkaian

Repelita

1. Tanggapan Ilmuwan Indonesia Terhadap Teori Rostow

Teori Rostow tidak hanya menjadi perbincangan ilmuwan luar saja, tetapi

telah menjadi sorotan para ilmuwan Indonesia juga, beragam kritikan tajam

mengalir dari para ahli tersebut. Pertama datang dari Prof. Judistira. K. Garna, ia

berpendapat bahwa penerapan modernisasi yang dilakukan di Indonesia tampak

kurang serasi, karena menurutnya pemahaman akan konsep modernisasi tidak

seperti yang dimaksudkan oleh konsep tersebut, karena itu pula landasan berpikir

dan penggunaan teori dalam konsep membangun masyarakat dengan modernisasi

tampaknya kurang mendasar. Pada saat melakukan pembangunan dengan

mengacu kepada teori Rostow, mungkin terlupakan bahwa teori Rostow itu bisa

berlaku apabila keadaan masyarakat yang dibangun itu homogen (Garna, 15:

1999). Upaya melakukan homogenisasi itu telah dilakukan melalui pembangunan

ekonomi, termasuk meningkatkan pendapatan masyarakat, dengan demikian

peningkatan ekonomi selalu dianggap akan mendorong peningkatan kualitas

Page 82: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

161

kehidupan pada umumnya. Homogenitas melalui pengembangan ekonomi itu

dipaksakan dari kondisi yang heterogen, hal tersebut kemudian menjadikan pula

ketimpangan pembangunan antar daerah dan antar sektor.

Teori modernisasi memberi solusi, bahwa untuk membantu dunia ketiga

termasuk kemiskinan, tidak saja diperlukan bantuan modal dari negara maju,

tetapi negara itu diasarankan untuk meniggalkan dan mengganti nilai-nilai

tradisional, justru hal tersebutlah menurut Garna letak masalahnya. Karena teori

pembangunan menurut persepsi Dunia Ketiga menghendaki bahwa tradisi dan

nilai-nilainya harus memberi nuansa kepada keadaan modern yang hendak di

capai. Masyarakat Indonesia dalam upaya meningkatkan kesejahtraannya

melakukan kegiatan secara sadar dan ttidak sadar melalui modernisasi, yaitu

modernisasi yang dikehendaki sebagaimana dinyatakan melalui sistem

pembangunan Indonesia (menurut arah GBHN) ialah modernisasi yang

memperhatikan akan etika dan tradisi dari jati diri bangsa (Garna, 21: 1999).

Suwarsono dan Alvin lebih menyoroti masalah lepas landas dari teori

Rostow, terutama mengenai kiasan pesawat terbang yang digunakan Rostow

dalam menjelaskan tahap lepas landas. Arti dari kiasan tersebut ialah pada

awalnya, pesawat terbang diam di tempat, kemudian mulai bergerak perlahan di

landasan, dan akhirnya terbang lepas landas keangkasa. Namun menurut

Suwarsono dan Alvin (Perubahan Sosial dan Pembnagunan, 18: 2006) ada satu

hal penting yang terlupakan oleh Rostow didalam menjelaskan keseluruhan proses

ini, yaitu, bahwa masa peralihan dari gerakan perlahan-lahan yang dimulai dari

saat peswat udara masih dilandasan kemudian menuju saat pesawat mulai terbang

Page 83: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

162

sampai ketika pesawat terbang rendah adalah merupakan waktu yang amat

pendek, tetapi juga sekaligus merupakan waktu kritis bagi penumpang pesawat.

Di saat tersebut, ditentukan apakah penumpang pesawat dapat melanjutkan

perjalanannya dengan nyaman dan sehat, ataukah ia dipaksa untuk meneruskan

perjalanannya dengan kondisi yang kurang menguntungkan, atau bahkan ia

terpaksa membatalkan niatnya untuk bepergian dengan pesawat, ini terjadi karena

dalam waktu krisis ini, pesawat yang tinggal landas akan memberikan akibat

samping yang kurang enak bagi penumpangnya.

Dengan mengambil kiasan tersebut Suwarsono dan Alvin berpandangan

bahwa Rostow kurang memberikan perhatian pada akibat sampingan yang harus

dialami Dunia Ketiga, ketika akan berusaha dan mencapai waktu kritis untuk

tinggal landas. Secara lebih jelas mereka menganggap Rostow tidak menjelaskan

secara rinci akibat politik dari derap lajunya upaya ekonomi yang terkadang, dan

dipaksa, untuk melakukan percepatan, dan memberikan tekanan yang berbeda

(timpang) antarsektor dan antardaerah. Jika hal ini terabaikan, maka dapat saja

terjadi negara Dunia Ketiga mampu mencapai tahap tinggal landas tetapi diikuti

denagn kerusuhan politik, atau mencapainya dengan tanpa mengikutsertakan

masyarakat banyak. Hanya sebagian kecil kelompok sosial tertentu yang

menikmati hasil pembangunan (Suwarsono & Alvin, 18: 2006).

Pada tahun 1989 telah terbit, di Indonesia, satu buku yang secara sengaja

dipersembahkan kepada Profesor Sarbini Sumawinata pada ulang tahunnya ke-70,

yang diantaranya memuat dua artikel yang secara eksplisit menguji pembangunan

ekonomi Indonesia dengan pendekatan teori pertumbuhan Rostow. Salah satu

Page 84: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

163

artikel tersebut ditulis sendiri oleh Profesor Sarbini Sumawinata yang dikenal

sering memberikan kritik dan ketidaksetujuannya terhadap teori pertumbuhan

Rostow itu sendiri (Suwarsono & Alvin, 33: 2006). Sumawinata memberikan

sudut pandang yang berbeda bila dibandingkan dengan para ahli yang telah

diuraikan diatas, ia lebih melihat dari sudut pandang ekonomi dengan malakukan

pendekatan analistis situasi ekonomi Indonesia.

Sumawinata memulai pengamatannya, dengan terlebih dahulu secara

ringkas mengingatkan tiga syarat mutlak yang menurut Rostow harus dipenuhi

jika masyarakat hendak mencapai lepas landas pembangunan ekonominya

(Suwarsono & Alvin, 33: 2006). Tiga syarat tersebut ialah: pertama untuk

mencapai lepas landas, ekonomi negara memerlukan tingkat investasi produktif

paling tidak sebesar 10% dari pendapatan nasional. Kedua Pertumbuhan yang

tinggi atas satu atau lebih cabang indutri yang sentral. Ketiga tumbuh dan

berkembangnya kerangka sosial politik yang mampu menyerap dinamika

perubahan masyarakat.

Menurut sumawinata, pembahasan persoalan lepas landas di Indonesia

lebih meperhatikan pada syarat pertama, dibanding dua syarat yang terakhir.

Padahal jika melihat pada sejarah perkembangan ekonomi Indonesia, justru dua

syarat terakhir jauh lebih penting daripada syarat yang pertama, hal ini terjadi

karena pada saat terjadi lepas landas ekonomi, masyarakat akan banyak memikul

beban dan tekanan yang berat.

Dalam menilai syarat pertama, jika misalnya diinginkan pertumbuhan

ekonomi sebesar 5% yang diharapkan mampu melebihi tingkat pertumbuhan

Page 85: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

164

penduduk, maka sumawinata berpendapat bahwa untuk ini diperlukan tingkat

investasi jauh lebih besar dari sekedar 10% GNP. Jika saat ini diperkirakan ICOR

(Incremental Capital Output Ratio) Indonesia sebesar 3 atau 4, maka untuk

mencapai pertumbuhan ekonomi 5% diperlukan dana investasi sebesar 15% atau

20% dari GNP bukan 10% seperti apa yang dikemukakan Rostow. Untuk itu

Sumawinata melihat bahwa syarat pertama yang diterapkan Rostow ini terlalu

lunak untuk ukuran masa sekarang. Secara sederhana Sumawinata bependapat

bahwa masih banyak masalah yang harus ditanggulangi agar Indonesia mampu

mencapai tahap lepas landas. Untuk itu, Sumawinata mengingatkan agar perhatian

tidak hanya tertuju pada syarat pertama saja tetapi diarahkan kepada syarat kedua

dan ketiga.

Didik J. Rachbini ekonom Indonesia sekaligus ketua salah satu bidang

penellitian di LP3ES, menyoroti masalah utang luar negeri yang berhubungan

dengan pembangunan Indonesia. Menurutnya di Indonesia nama Rostow sangat

terkenal karena bukunya The Stages of Economic Growth menjadi inspirasi bagi

teknokrat, politisi, dan proses pembangunan sendiri, bahkan menjadi jargon-

jargon pembangunan, bahkan untuk bidang yang tidak relevan dengan teori

tersebut, ini menunjukkan betapa populernya konsep dan gagasan terhadap

tahap-tahap lepas landas tersebut, meskipun secara teoritis masih diper

tanyakan banyak ahli.

Ketika menulis bukunya pada pertengahan 1960-an, faktor utang

luar negeri negara sedang berkembang tidak dimasukkan dalam salah satu kriteria

lepas landas. Proses lepas landas dalam sejarah negara-negara

Page 86: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

165

maju memang bebas dari masalah utang luar negeri itu. Tetapi hampir

20 tahun kemudian, Rostow diminta untuk berbicara didepan petinggi

Bank Dunia untuk membicarakan refleksi gagasan dan teorinya, yang di

anggap berpengaruh dalam pembangunan ekonomi nasional di banyak negara.

Masalah utang luar negeri kemudian disinggung secara khusus sebagai kendala

serius bagi negara-negara berkembang untuk bisa masuk dalam

tahap lepas landas.

Rachbini mengutip pernyataan Rostow pada saat berbicara didepan

petinggi Bank Dunia (World Bank), sebagai berikut: (Rachbini

http://www.hamline.edu/apakabar/basisdata/1994/07/15/0012.html [25-04-2008])

"Suatu negara bisa tinggal landas, jika tidak lagi tergantung kepada utang luar negeri dalam anggaran belanja negara, investasi dan pengembangan ekonomi masyarakat secara keseluruhan," (W.W. Rostow, dalam Pioneers in Development, The World Bank, The World Bank, 1985, hal. 227-261).

Dengan begitu menurut Rachbini negara – negara sedang berkembang

diingatkan untuk tidak terjerat ke dalam jebakan utang luar negeri. Indikator

perkembangan GNP (Gross National Product), persentase investasi terhadap GDP

(Gross Domestic Product), dan adanya "leading sector" tidak sepenuhnya bisa

mengantar negara sedang berkembang untuk melewati tahap lepas landas jika

tidak bisa membebaskan diri dari utang luar negeri. Rostow menganggap bahwa

dalam dua dekade terakhir ini telah terjadi hal yang tidak diharapkan

dalam mekanisme dan pelaksanaan utang luar negeri, dimana banyak negara

sedang berkembang yang diperkirakan akan masuk ke tahap lepas landas justru

Page 87: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

166

semakin tergantung dan terjerat utang luar negeri. keadaan tersebut selaras dengan

apa yang dialami Indonesia selama enam rangkaian Repelita dimana Indonesia

yang diprediksi akan lepas landas dan menjadi negara maju ternyata mengalami

kehancuran ekonomi akibat krisis dan beban utang yang tinggi menjelang akhir

Repelita VI.

2. Kontroversi Terhadap Kehidupan Sosial- Ekonomi Masyarakat

Indonesia Selama 30 Tahun Pembangunan

2.1. Dampak Terhadap Kehidupan Seluruh Masyarakat Indonesia

Pertumbuhan ekonomi Indonesia selama 30 tahun sangat pesat dan

konstan. Keadaan tersebut terlihat dari meningkatnya pendapatan perkapita dari

tahun 1967: US $ 80 - 1997 US$ 990 atau rata-rata 7% pertahun. Ekspor

meningkat dari US $ 665 juta pada tahun 1967 menjadi US $ 52 Milyar pada

tahun 1997 atau tumbuh rata rata 9% pertahun. Investasi modal asing maupun

dalam negeri juga meningkat pesat. Pendek kata pertumbuhan materil Indonesia

meningkat pesat. Pertumbuhan ekonomi yang sedemikian pesat yang

mengakibatkan pemerintah RI di tahun 90-an mendapat pujian dari Bank Dunia

dan IMF serta dari negara-negara berkembang. Tahun 1985 organisasi PBB yang

bergerak dibidang pangan FAO memberi penghargaan pada Presiden Soeharto

atas pencapaian swasembada pangan di Indonesia. Laporan ekonom profesional

dari World Bank 19 Juni 1997 mengatakan bahwa awal milenium yang akan

datang Indonesia akan menjadi salah satu dari 20 negara yang ekonominya

terbesar/terkuat didunia.

Page 88: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

167

Fakta yang kontroversial dengan penghargaan & pujian di atas adalah

bahwa pertumbuhan ekonomi di Indonesia tidak mampu mengatasi masalah

pengadaan pangan minimum untuk menghindari terjadinya kelaparan. Sejak Juli

1997 sedikitnya 500 orang di 5 kabupaten di Irian Jaya meninggal karena

kekurangan pangan. Selain itu di Sumsel, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan

tengah bahkan Jawa tengah diberitakan bahwa didaerah tersebut terdapat banyak

orang yang menderita kelapara.

Pertumbuhan ekonomi yang dipuji lembaga - lembaga ekonomi

internasional bukannya tidak memakan ongkos atau bahkan korban pembangunan.

Hutang luar negeri Indonesia 1967 berjumlah US$ 2,3 milyard sedangkan di tahun

1997 berjumlah US$ 145 milyar. Hutang luar negeri Indonesia tumbuh rata-rata

14% per tahun atau 2 kali lebih cepat dari pertumbuhan ekonomi itu sendiri.

Bukan hanya itu proses peningkatan peran sektor industri yang menggantikan

sektor pertanian dalam proses pembangunan menyebabkan terusirnya petani kecil

dari desa dan berkurangnya lahan pertanian sampai 1 juta hektar untuk

membangun pabrik demi industrialisasi dan pembangunan real estate, super

market, mall, villa, dan hotel. Kebijaksanaan pembangunan yang sedemikian,

dimana kegiatan investasi banyak terkonsentrasi di daerah perkotaan Jawa (lebih

dari separuh terkonsentrasi di Jabotabek) menimbulkan kesenjangan antara kota

dengan desa, Jawa dan luar Jawa, sektor industri dengan pertanian dan

konglomerat dengan pengusaha kecil.

Bapenas pernah mengumumkan bahwa jumlah penduduk yang hidup

dibawah garis kemiskinan di tahun 1993 menurun menjadi hanya 27 juta jiwa atau

Page 89: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

168

hanya 14% saja. Pengumuman tersebut kedengarannya hebat tetapi sayang tolok

ukur garis kemiskinan yang diambil sangat rendah, yaitu penduduk dengan tingkat

konsumsi tidak lebih dari Rp. 20.000/bulan. Jika batas garis kemiskinan diambil

dari Kebutuhan Fisik Minimum yang dikeluarkan oleh Depnaker 1993, yaitu

Rp.80.000,-/bulan, maka tidak kurang dari 90% atau sekitar 180 juta jiwa masih

hidup dibawah garis kemiskinan. Termasuk kategori ini adalah nelayan kecil,

buruh tani, petani gurem, buruh kasar, pedagang asongan dan para penganggur.

Penduduk yang terkena program pendidikan pemerintah juga masih

sedikit. Tidak kurang dari 70% dari orang yang bekerja berpendidikan paling

tinggi tamat Sekolah Dasar dan hanya 4% berpendidikan universitas atau

akademi. Data-data tersebut diatas menunjukan betapa bertolak belakangnya

antara keberhasilan yang di klaim pemerintah selama 30 tahun pembangunannya

dengan keadaan penduduk yang secara keseluruhan kehidupan ekonomi maupun

sosialnya masih sangat memprihatinkan.

2.2. Kelompok Sosial Masyarakat yang Kehidupan Ekonominya Meningkat

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, Papanek melihat sebagian besar

kelompok yang mempunyai arti politis penting mendapat keuntungan dari

pertumbuhan cepat yang terjadi sejak tahun 1966, sebaliknya banyak buruh,

petani kecil, dan buruh di kota yang hanya menawarkan jasa, mungkin sekali tidak

ikut menikmati keuntungan yang berasal dari pertumbuhan sejak tahun 1970

(Papanek, 71: 1987). Tentu kelompok inilah yang merupakan bagian terbesar dari

Page 90: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

169

mayoritas kaum miskin yang tidak mendapat manfaat dari pembangunan sejak

tahun1970.

Pertengahan tahun 1960-an merupakan masa yang sangat buruk dalam

ekonomi Indonesia. Apabila perekonomian kacau balau, hampir semua kelompok

akan menderita. Dan, tidak mengherankan bahwa yang paling menderita adalah

mayoritas kaum miskin. Usaha pemulihan ekonomi agar menjadi normal kembali,

yang dijalankan melalui program stabilisasi dan penggalakan efisiensi ekonomi

oleh pemerintah Orde Baru, menguntungkan banyak kelompok, dan tentunya

menguntungkan juga sebagian bahkan sebagian besar kelompok kaum miskin.

Apabila diteliti data-data fragmenter mengenai kelompok-kelompok tertentu, kita

akan menemukan bahwa kelompok yang mempunyai arti politis terpenting

memperoleh kenaikan yang cukup berarti dalam pendapatan nyata sejak tahun

1965.

Dalam hal ini Booth dan McCawley berusaha melihat secara menyeluruh

apa yang telah berhasil di capai dan apa yang belum bisa dicapai dalam

pembangunan Ekonomi Indonesia, dengan mencoba melihat perubahan-perubahan

penting yang terjadi sejak tahun 1965 sampai pada tahun Repelita ke dua.

Menurut Booth tahun 1977 perekonomian Indonesia telah mengalami perubahan

struktur secara cukup mencolok, sebagai akibat kebijaksanaan pemerintah

bersama dengan kenaikan harga minyak. Perubahan dramatis terjadi pada tingkat

investasi. Pengeluaran investasi naik 5% pada tahun 1966 menjadi 70% pada

tahun 1973 (Booth& McCawley, 34: 1979). Pertumbuhan ini telah menghasilkan

kemajuan-kemajuan yang berarti, demikian pula dalam sepuluh tahun terakhir

Page 91: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

170

kapasitas dan kemampuan administrasi negara menunjukan perbaikan-perbaikan.

Tetapi Booth dan McCawley mengakui bahwa dalam sepuluh tahun pertumbuhan

ekonomi di Indonesia belum dapat menghasilkan perbaikan tingkat hidup bagi

sebagian besar penduduk. Pertumbuhan ekonomi selama kurun waktu tersebut

atau selama Repelita pertama dan kedua hanya dinikmati oleh sebagian kecil

golongan yang memiliki kedudukan strategis dalam pemerintahan yang

menempuh hidup mewah (Booth & McCawley, 36: 1979).

Berdasarkan tulisan dari Papanek, ada beberapa golongan kelompok yang

pendapatannya meningkat sejak tahun 1965, diantaranya ialah: pertama kelompok

pekerja-pekerja perkebunan, industri dan lain-lain. Data yang paling berguna

adalah data mengenai pekerja yang umumnya tidak trampil di perkebunan,

industri dan proyek-proyek pekerjaan umum. Dalam tulisannya dijelaskan bahwa

upah nyata pekerja-pekerja ini merosot drastis hingga pertengahan tahun 1960-an,

kemudian naik secara lebih cepat lagi hingga awal tahun 1970-an. Pendapatan

nyata tidak begitu banyak mengalami perubahan karena hingga 1965, merangkap

beberapa pekerjaan sekaligus masih lebih mudah, sedangkan sesudahnya menjadi

lebih sukar, tetapi kecenderungan dasar jelas sekali. Pendapatan pekerja

mengalami kenaikan yang sangat berarti sejak tahun 1965.

Kedua kelompok orang-orang yang pindah ke kota, salah satu perkiraan

menunjukkan bahwa orang-orang berpendapatan rendah yang pindah ke Jakarta

mengalami kenaikan pendapatan 85 %. Karena kesempatan kerja di kota

bertambah dan arus migrasi ke kota semakin deras, nasib banyak orang miskin di

daerah pertanian menjadi lebih baik karena ada perpindahan ke kota. Ketiga

Page 92: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

171

adalah kelompok-kelompok profesi, intelektual, teknisi, militer. Baik kesempatan

kerja maupun gaji bagi insinyur, pegawai negeri, teknisi, ahli ekonomi, dan

sebagainya, meningkat karena meluasnya program pembangunan pemerintah dan

karena perusahaan-perusahaan asing, pertamina, dan perusahaan-perusahaan lain

memerlukan jasa mereka. Orang yang memiliki rumah juga mendapat keuntungan

karena kelompok ini meyewa rumah mereka, terutama di Jakarta. Peran militer

semakin luas pada setiap jenjang pemerintahan dan juga dalam perusahaan-

perusahaan pemerintah dan semi pemerintah. Pendapatan militer secara umum

tampaknya mengalami kenaikan yang lebih besar daripada pendapatan kelompok

profesi-cendikiawan-teknisi.

Keempat kelompok petani, berkat rehabilitasi sistem irigasi, sebagian

petani telah memperoleh keuntungan karena hasil (output) yang mereka peroleh

jauh lebih tinggi. Sebagian petani lain sanggup membeli peralatan pertanian

dengan harga yang lebih rendah dan menjualnya dengan harga yang lebih tinggi

karena perbaikan pengangkutan. Produksi tanaman pangan mengalami kenaikan

25 % sejak tahun 1968 hingga tahun 1974, sedangkan harganya mengalami

kenaikan yang lebih tinggi daripada harga hasil-hasil industri (terutama tekstil),

sehingga pendapatan petani yang menjual bahan pangan seharusnya mengalami

kenaikan yang cukup berarti. Dan kelompok terakhir menurut Papanek adalah

kelompok pengusaha / industrialis. Kelompok ini merupakan kelompok

campuran. Mungkin sekali sebagian besar dari mereka mendapat keuntungan dari

impor yang semakin meningkat, investasi yang lebih banyak dan produksi yang

semakin meningkat. Keuntungan ini sering kali didapat dengan bekerja sama

Page 93: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

172

dengan para investor asing, tetapi ada golongan lain yang kalah dalam persaingan

dengan perusahaan-perusahaan baru.

Singkatnya, sebagian besar kelompok yang aktif dan penting dalam politik

tampaknya telah mengalami perbaikan yang berarti dibandingkan dengan tahun

1965 (Papanek, 75: 1987). Kelompok ini terdiri dari kelas menengah, militer,

pekerja di bidang industri dan pertanian, dan sejumlah besar petani dan

pengusaha. Kenaikan pendapatan mutlak sangat besar, meskipun belum diketahui

apa yang terjadi pada pendapatan relatif dari kelompok yang lebih luas.

2.3. Kelompok Sosial Masyarakat yang Kehidupan Ekonominya Menurun

Kelompok-kelompok utama yang dari segi ekonomi mengalami

kemerosotan sejak tahun 1965 adalah mereka yang menjadi pimpinan politik

selama pemerintahan Soekarno dan kelompok yang diidentikkan dengan Partai

komunis serta kelompok-kelompok oposisi lainnya (Papanek, 75: 1987). Akan

tetapi, ada kelompok-kelompok khusus lagi yang mengalami kemunduran.

Kelompok-kelompok tersebut adalah, pertama pengusaha / industrialis.

Perlindungan pemerintah tetap penting demi keberhasilan dalam bidang usaha dan

industri, meskipun arti perlindungan seperti itu semakin berkurang karena

dihapusnya izin impor (impor licensing) dan peraturan-peraturan lainnya. Namun,

kemungkinan memperoleh kredit lunak (proferential rates) dan mendapat

berbagai macam izin tetap merupakan faktor yang menentukan bagi sebagian

besar perusahaan. Bersamaan dengan itu kemampuan memperoleh teknologi,

modal, dan kadang-kadang pasaran asing telah menjadi semakin penting. Dalam

Page 94: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

173

persaingan memperebutkan semuanya itu perusahaan yang tidak mempunyai

pelindung dari pihak pemerintah atau dari pihak asing tampaknya terdepak keluar.

Dalam kelompok orang-orang yang kalah, terdapat sejumlah besar orang dari

golongan Islam (santri) (Papanek, 76: 1987).

Kelompok kedua adalah kelompok buruh tani yang tidak memiliki tanah

dan beberapa pemilik tanah kecil. Di satu pihak, laporan-laporan Survei Agro-

Ekonomi menunjukkan terjadinya kemerosotan pendapatan para penuai padi

karena sistem bagi-hasil berubah menjadi sistem pembayaran dengan uang dan

karena ani-ani diganti dengan arit. Pendapatan wanita yang berasal dari pekerjaan

menumbuk padi merosot pesat dan beberapa penelitian menunjukkan bahwa upah

pekerja di bidang produksi beras semakin berkurang. R. Montgomery

memperkirakan buruh harian berkurang 20 % karena penggunaan jenis-jenis padi

unggul. Soejono memperkirakan upah untuk pekerjaan menjelang panen

berkurang 14 % dari tahun 1968-1969 hingga 1973-1974, meskipun jumlah hari

kerja bertambah, ini menunjukkan bahwa tingkat upah sangat merosot.

Sejauh ini tampaknya belum terjadi akibat-akibat politis oleh merosotnya

pendapatan beberapa kelompok yang tidak memiliki tanah atau hanya memiliki

sebidang kecil saja ketika pendapatan kelompok lain meningkat dalam jumlah

yang belum diketahui. Mereka yang merosot pendapatannya umumnya tinggal di

desa asal dan seperti halnya dengan petani di tempat lain, tidak berani

mengungkapkan ketidakpuasan mereka kecuali kalau mereka sudah terlalu

tertekan. Pendapatan orang yang pindah ke kota tetap naik akan tetapi, mungkin

sekali di masa mendatang akan terdapat beratus ribu keluarga di daerah pertanian

Page 95: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

174

dengan pendapatan yang semakin merosot karena kemungkinan memperoleh

pekerjaan memanen dan pekerjaan bertani lainnya tidak akan meningkat

bersamaan dengan meningkatnya jumlah penduduk. Apabila orang-orang ini

terpaksa lari ke kota, mereka mungkin akan menjadi kekuatan politik yang berarti,

kalau pembangunan tidak lagi memungkinkan mereka memperoleh pendapatan

yang lebih baik di sana.

Berdasarkan data yang diperoleh oleh Papanek, diketahui bahwa hampir

semua kelompok yang mempunyai arti politis penting memperoleh keuntungan

sejak tahun 1965. keadaaan ini semakin melebarkan jurang antara yang miskin

dan yang kaya yang pada perkembangan selanjutnya menimbulkan kecemburuan

sosial yang besar, dimana puncaknya trejadi peristiwa penting yang dikenal

dengan Malari (Malapetaka januari). Peristiwa ini dipicu dengan adanya

kunjungan perdana Menteri Tanaka Kakuei ke Jakarta ada bulan Januari 1984

yang mengakibatkan kerusuhan yang paling buruk di ibu kota sejak kejatuhan

Sukarno (Ricklefs, 588: 2005).

Untuk hal ini Papanek memberikan analisisnya yang akan menjawab

mengapa peristiwa itu samapi terjadi. Sejauh ekonomi memegang peran penting,

ada beberapa faktor yang mungkin relevan di sini (Papanek, 77:1987). Faktor

pertama ialah mencoloknya kemunduran sementara yang dialami kaum miskin.

Seperti halnya dengan negara-negara lain, Indonesia merupakan negara dengan

perekonomian yang sangat peka terhadap perubahan-perubahan iklim, pasar

internasional dan musibah, dan mau tak mau akan mengalami kemunduran yang

cukup parah pada waktu-waktu tertentu. Kebijaksanaan pemerintah harus dibuat

Page 96: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

175

secara hati-hati supaya hal-hal seperti itu dapat dihindarkan. Kalau tidak,

pengaruh kemunduran seperti itu secara khusus akan dirasakan oleh kelompok-

kelompok berpendapatan rendah. Inilah yang terjadi di Indonesia pada tahun

1972-1973. sebagai akibat kekurangan bahan pangan yang sebenarnya hanya

bersifat sementara, terutama beras, harga bahan pangan melonjak karena upah

nominal tidak dapat menyamai kenaikan harga itu, upah nyata menjadi merosot.

Faktor kedua ialah konsumsi mencolok orang-orang kaya, kemunduran

kaum miskin akan lebih nyata dan lebih membangkitkan kemarahan apabila

konsumsi orang-orang kaya dibiarkan tetap mencolok tanpa batas. Lebih dari itu,

umumnya perbedaan pendapatan hanya dapat diketahui kalangan luas apabila

perbedaan ini terlihat dalam perbedaan konsumsi, karena hanya sedikit orang yang

mengetahui berapa besarnya pendapatan orang kaya tetapi banyak ornag miskin

melihat mobil yang mereka pakai, rumah yan mereka diami, dan pesta-pesta yang

mereka selenggarakan.

Perbedaan pendapatan di Indonesia mungkin tidak sebesar perbedaan

pendapatan di India dan Pakistan, tetapi orang-orang kaya di negara-negara yang

disebut terakhir ini telah belajar bagaimana menutupi-nutupi kekayaannya.

Sebagian besar pendapatan orang-orang kaya di Asia Selatan digunakan untuk

investasi dan bukan untuk konsumsi yang mencolok. Sebaliknya di Indonesia

sesudah tahun 1968, terjadi peningkatan yang jelas dalam konsumsi mencolok

(dan investasi mencolok, misalnya untuk membangun gedung pemerintah),

terutama di Jakarta. Kehidupan mewah orang kaya berlangsung tanpa halangan

selama tahun 1973-1974, ketika banyak orang miskin di kota sangat menderita.

Page 97: BAB IV TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIAa-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_033505_bab_4.pdf · TEORI ROSTOW DALAM PEMBANGUNAN INDONESIA A. Latar Belakang Teori Modernisasi

176

Salah satu indeks konsumsi mencolok ialah pemilikan mobil pribadi dan sepeda

motor. Jumlah bis yang digunakan kaum miskin jelas tidak bertambah secepat

jumlah mobil pribadi yang digunakan golongan menengah dan putra-putra orang

kaya. Perbandingan dengan zaman Soekarno juga akan menjelaskan beberapa hal.

Seperti halnya upah nyata, orang miskin tidak memperoleh keuntungan dari sikap

kerakyatan rezim Soekarno. Pembangunan sesudah tahun 1967 jelas-jelas

menguntungkan kaum miskin. Jumlah bis bertambah secara berarti tetapi

pembangunan itu meningkatkan konsumsi mencolok orang-orang kaya dengan

lebih cepat lagi.

Faktor ketiga adanya pandangan mayoritas kaum miskin terhadap

pemerintah. Kemakmuran ekonomi mayoritas kaum miskin di negara seperti

Indonesia mengalami perbaikan yang amat lamban terlepas dari tingkat

pertumbuhan dan perubahan normal (bukan revolusioner) dalam pemerataan

pendapatan.