an Teori Pembangunan Ekonomi

Embed Size (px)

Citation preview

A. PENGANTAR Teori pembangunan ekonomi tercipta melalui proses dialektika. Teori ini dicipta dengan tujuan untuk menjelaskan berbagai fenomena dan perilaku ekonomi yang telah dan sedang terjadi, tumbuh dan berkembang dalam kehidupan masyarakat. Dalam proses dialektika itu diintegrasikan secara padu dan sistematis berbagai hasil kontemplasi, petualangan dan pergulatan akademik serta berbagai dimensi, seperti logika, sistem, dan sejarah1 perkembangan kemajuan ekonomi ataupun keterbelakangan ekonomi suatu masyarakat. Selain melalui proses dialektika, teori pembangunan ekonomi juga tercipta dari adanya revolusi dalam ilmu pengetahuan (science) dan pengetahuan (knowledge) sebagai akibat dari pergeseran paradigma pembangunan ekonomi yang berlangsung secara tidak beraturan. Dalam hal ini, revolusi ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) menjadi inti dari proses perubahan teori pembangunan ekonomi. Ini berarti, perkembangan dan perubahan teori pembangunan ekonomi tidak berlangsung secara evolusioner dan tidak pula melalui sejumlah proses penilaian yang rasional. Dari literatur ilmu ekonomi dijumpai begitu banyak teori pembangunan ekonomi. Sebagai karya akademik, teori-teori pembangunan ekonomi itu memiliki pencirinya sendiri-sendiri, baik yang menyangkut konten dan konteksnya, maupun yang menyangkut kekuatan dan kelemahannya. Kehandalan dari masing-masing teori itu sangat ditentukan oleh keakuratan data yang dipergunakan sebagai basis, serta argumentasi dan postulat yang diajukan sebagai fondasi dari bangunan teori itu. Keberlakuan teori pembangunan ekonomi dapat dipertahankan manakala teori itu masih mampu menjelaskan berbagai dinamika dan perkembangan pembangunan ekonomi serta perubahan perilaku ekonominya. Teori pembangunan ekonomi tidak secara otomatis berlaku pada semua zaman. Misalnya, teori pembangunan ekonomi klasik ternyata gagal dalam mengatasi depresi besar tahun 1930-an karena ketidakmampuan pasar dalam merespons gejolak di pasar saham. Akibat dari gejolak itu, maka muncullah teori pembangunan ekonomi Keynes yang menekankan pentingnya

Sejarah yang dimaksudkan disini adalah sebuah rekam jejak tentang peristiwa pemikiran, peristiwa masalah, dan upaya-upaya pemecahan masalah dalam konteks dan kurun waktu tertentu seperti tidak adanya penghargaan terhadap subyek ekonomi, ketidakadilan, kemiskinan dan lain sebagainya.

1

intervensi pemerintah dalam perekonomian agar alokasi dan distribusi sumberdaya mencapai sasarannya secara optimal serta pasar selalu mampu menciptakan momentum keseimbangannya. Dalam mengkaji perkembangan dan perubahan mendasar teori pembangunan ekonomi yang melatari tingkat kemajuan pembangunan ekonomi di banyak negara ataupun sebaliknya secara lebih mendalam maka sangat diperlukan upaya penelusuran terhadap berbagai peristiwa masalah ekonomi, peristiwa pemikiran ekonomi, dinamika dan perkembangan peradaban umat manusia serta geliat pembangunan ekonomi yang terjadi pada zamannya, mulai dari teori pembangunan ekonomi klasik hingga ke teori pembangunan ekonomi kontemporer dengan segala variannya. Dalam kaitan ini, ada beberapa landasan teoritis yang dinilai cukup ampuh dan dapat dipergunakan, diantaranya: Pertama, landasan teori fungsionalis atau normatif yang diprakarsai oleh Hegel, seorang filosof dan sejarahwan Jerman terkemuka pada abad ke-19, tentang proses dialektika yang menjadi penggerak dari perubahan-perubahan pemikiran di berbagai bidang kehidupan dalam masyarakat. Dalam hal ini, Hegel memulainya dengan metode analisis these-antithese-senthese untuk memahami mengapa sebuah gagasan (these) yang mendominasi pada suatu periode waktu tertentu mendapat tantangan (antithese), dan kemudian menciptakan sebuah gagasan baru (sinthese) yang selanjutnya menjelma menjadi sebuah these baru yang mendominasi pada periode waktu berikutnya2. Kedua, landasan teoritis yang dibangun Thomas Kuhn pada tahun 1960-an mengenai paradigma dari himpunan segala hal yang terjadi dalam kehidupan masyarakat pada periode waktu tertentu, turut menentukan wujud ilmu pengetahuan (science) dan pengetahuan (knowledge) yang ada pada periode itu. Kuhn menjelaskan bahwa revolusi ilmu pengetahuan dan pengetahuan sebenarnya terjadi sebagai akibat dari pergeseran paradigma yang berlangsung secara mendadak. Sebagaimana halnya dilakukan Hegel, tampaknya Khun juga memanfaatkan pengetahuannya yang luas sebagai sejarahwan dan filosof untuk sampai kepada analisisnya tentang proses perubahan konsepsi yang terjadi dari masa ke masa. Namun berbeda dengan Hegel, analisis Khun menggunakan revolusi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) sebagai inti dari proses perubahan yang terjadi dalam masyarakat pada periode waktu tertentu.Pandangan Hegelian tersebut menurut kelompok pakar yang sealiran faham dengan Karl Marx-Engels (kelompok Marxian, Pasca Marxian atau Neo-Marxian) dianggap merupakan kekeliruan yang fatal. Karena, peristiwa yang terjadi dalam masyarakat merupakan perubahan-perubahan pada kehidupan materialisme yang menyangkut hubungan diantara faktor-faktor produksi, yang menimbulkan perubahan cara berpikir dan bukan sebaliknya. Dan adalah keliru jika dikatakan perubahan cara pikir itu terjadi karena pergelutan these-antithese-sinthese pada tataran ide yang murni. Tampaknya, faham dialektika materialisme dari Karl Marx ini juga digunakan oleh Khun, namun hanya sejauh kenyataan kehidupan meterialisme pada tataran IPTEK saja, tidak pada keseluruhan struktur kehidupan masyarakat, seperti yang dijumpai pada analisis Karl Marx.2

179

Pemanfaatan kedua landasan teoritis tersebut sebagai alat analisis untuk memahami berbagai dinamika pemikiran ekonomi, konsepsi pembangunan ekonomi, dan berbagai pergulatan akademik di seputar teori pembangunan ekonomi akan sangat membantu dalam memecahkan masalah-masalah nyata pembangunan ekonomi jangka panjang, dan akan diperoleh hasil analisis yang lebih tajam dan mendalam manakala ada upaya untuk selalu mengikuti perdebatan yang terus berlangsung hingga kini mengenai berbagai permasalahan mendasar, apakah konsepsi yang menggerakkan proses perubahan nyata di masyarakat ataupun sebaliknya, yaitu perubahan-perubahan nyata yang mendesak dibangunnya konsepsi baru. Paling tidak, pemanfaatan kedua landasan teoritis tersebut akan memudahkan dalam memilah-milah di antara konsep yang valid dan relevan dengan keadaan nyata yang dihadapi, dengan yang tidak. Selain kedua landasan teoritis tersebut di atas terdapat landasan teoritis lain yang dapat dipergunakan, terutama untuk mengkaji masalah-masalah fundamental ekonomi yang bersentuhan dengan masalah kesejahteraan dan kebaikan bersama serta keadilan. Landasan teoritis itu dikenal dengan ekonomi moralitas. Dalam perspektif ini, ekonomi moralitas menawarkan pemecahan masalah keadilan ekonomi dalam berbagai macam relasi antara manusia dengan alam, masyarakat, dan diri sendiri. Ini berarti ekonomi moralitas selalu berusaha memberi pertimbangan kongkrit bagaimana menciptakan ekonomi yang adil sesuai dengan kondisi yang dihadapi dalam masyarakat. Dalam pembahasan selanjutnya, penggunaan istilah teori ekonomi diidentikkan atau dipersamakan dengan istilah teori pembangunan eknomi. Hal ini perlu dikemukakan di sini agar dapat dibangun sebuah persepsi yang sama terhadap pengertian dari kedua istilah tersebut. Karena pada dasarnya, teori ekonomi itu dibangun berdasarkan praktik-praktik pembangunan ekonomi ataupun fakta-fakta di lapangan mengenai perilaku ekonomi yang ada dan hidup di masyarakat. B. RUANG LINGKUP DAN TUJUAN INSTRUKSIONAL Secara garis besar, materi yang disajikan pada bagian ini mencakup hasil penelusuran terhadap perkembangan teori pembangunan ekonomi yang dikonstruksi berdasarkan hasil kerja keras membongkar kliping, mengakses berbagai literatur, menyusun kembali mozaik-mozaik yang berserakan, dan dokumentasi dari berbagai sumber resmi tentang pembangunan ekonomi. Di awal bagian ini, disajikan hasil penelusuran terhadap perkembangan teori pembangunan ekonomi, mulai dari teori pembangunan ekonomi klasik hingga munculnya berbagai teori pembangunan ekonomi kontemporer. Pada bagian ini juga dibahas mengenai kegagalan teori

179

pembangunan ekonomi klasik yang diindikasikan oleh ketidakmampuan pasar merespons gejolak di pasar saham, munculnya teori pembangunan eknomi Keynes dan teori pembangunan ekonomi historimus, serta berbagai varian yang muncul akibat dari pertentangan kedua teori tersebut, seperti teori pertentangan kelas dari Karl Heindrich Marx dan Friedrich Engels, teori pembangunan ekonomi kelembagaan yang dikembangkan oleh Thorstein Veblen dan Douglass C. North serta berbagai pandangan dari teori pembangunan ekonomi berbasis pengetahuan yang akhir-akhir ini banyak dibicarakan. Bahkan, kehadiran dan peran dari para tokoh pemikir ekonomi dalam serangkaian proses perbandingan dan perdebatan beberapa teori pembangunan ekonomi juga turut disajikan disini. Selanjutnya, di akhir bagian ini akan ditutup dengan rangkuman atau ikhtisar dari keseluruhan materi yang telah dibahas dan beberapa latihan mandiri sebagai bahan evaluasi dan tindak lanjut. Setelah membaca dan mencermati seluruh materi yang disajikan pada bagian ini, para pembaca, khususnya para mahasiswa, diharapkan mampu memahami alur perkembangan teori pembangunan ekonomi secara lebih sistematis dan komprehensif, melalui kemampuan memahami, menjelaskan dan menganalisis: 1) perkembangan teori pembangunan ekonomi mazhab klasik kapitalisme; 2) perkembangan teori pembangunan ekonomi mazhab klasik sosialisme; 3) perkembangan teori pembangunan ekonomi neo-klasik; 4) perkembangan teori pembangunan ekonomi mazhab historismus atau aliran etis; 5) teori pembangunan ekonomi Joseph Schumpeter; 6) teori pembangunan ekonomi John Maynard Keynes; 7) teori pembangunan ekonomi Post Keynesian; 8) teori pembangunan ekonomi Rostow; 9) teori pembangunan ekonomi Max Weber; 10) teori pembangunan ekonomi dari perspektif modernisasi dan dependensi; 11) perdebatan dan perbandingan di seputar teori modernisasi dan teori dependensi; 12) teori pembangunan ekonomi kelembagaan baru; dan 13) teori pembangunan ekonomi pengetahuan dan perkembangannya. C. TEORI PEMBANGUNAN EKONOMI: mazhab klasik kapitalisme Secara garis besar, perkembangan teori pembangunan ekonomi diawali dengan apa yang disebut sebagai teori pembangunan ekonomi klasik yang dimotori oleh Adam Smith. Teori pembangunan ekonomi klasik mempercayakan sepenuhnya kepada kekuatan invisible hand dalam mengatur alokasi dan distribusi sumberdaya sehingga peran pemerintah menjadi sangat terbatasi. Konsep invisble hand kemudian direpresentasikan sebagai mekanisme pasar melalui harga sebagai instrumen utamanya.

179

Kehandalan teori pembangunan ekonomi klasik ternyata gagal dalam mengatasi depresi besar tahun 1930-an. Hal ini ditunjukkan oleh ketidakmampuan pasar dalam merespons gejolak di pasar saham. Akibat dari gejolak itu, muncullah teori pembangunan eknomi Keynes. Teori ini menyatakan pasar tidak selalu mampu menciptakan keseimbangan, dan oleh karena itu intervensi pemerintah perlu dilakukan agar alokasi dan distribusi sumberdaya mencapai sasarannya. Pembahasan mengenai teori pembangunan ekonomi Keynes ini akan disajikan tersendiri pada uraian selanjutnya. Pertentangan kedua teori ini kemudian justeru memunculkan banyak variannya, bahkan dalam perkembangan selanjutnya, teori ini berkembang ke arah yang lain seperti teori pertentangan kelas dari Karl Heindrich Marx dan Friedrich Engels, teori pembangunan ekonomi kelembagaan yang dikembangkan oleh Thorstein Veblen dan oleh peraih Hadiah Nobel Douglass C. North, serta teori pembangunan ekonomi berbasis pengetahuan(knowledge based economy) yang dikembangkan oleh Organization for Economic Cooperation and Development (OECD). Teori pembangunan ekonomi klasik beraliran kapitalisme muncul pada akhir abad ke-18 dan permulaan abad ke-19, yaitu di masa revolusi industri sedang berlangsung dan memperlihatkan kemajuannya. Suasana di waktu itu sering disebut-sebut sebagai awal dari adanya perkembangan ekonomi, dimana sistem ekonomi liberal di saat itu sedang berkembang pesat. Perkembangan ini menurut aliran teori pembangunan ekonomi klasik disebabkan oleh berpacunya kemajuan teknologi dan perkembangan jumlah penduduk. Pada awalnya, kemajuan teknologi bergerak lebih cepat dari gerakan pertambahan jumlah penduduk. Kondisi ini kemudian berbalik arah, dimana kemajuan teknologi tidak mampu lagi mengimbangi percepatan pertambahan jumlah penduduk, sehingga menyebabkan perekonomian mengalami kemacetan. Kemajuan teknologi tersebut pada mulanya disebabkan oleh akumulasi modal (fisik), atau dengan kata lain kemajuan teknologi tergantung pada pertumbuhan modal. Kecepatan pertumbuhan modal tergantung pada tinggi rendahnya tingkat keuntungan, sedangkan tingkat keuntungan ini akan menurun setelah berlakunya hukum tambahan hasil yang semakin berkurang (the law of diminishing returns) karena keterbatasan sumberdaya alam. Berikut ini dijelaskan beberapa teori pembangunan ekonomi dari para ekonom klasik beraliran kapitalisme sebagai dasar untuk melihat perkembangan teori-teori pembangunan ekonomi. 1. Teori Pembangunan Ekonomi Adam Smith

179

Adam Smith adalah seorang pemikir dan ahli ekonomi berkebangsaan Inggris. Selama hidupnya (1729-1790), Smith selalu berusaha mencari tahu sejarah perkembangan negara-negara di Eropa, mengembangkan pemikirannya dan mengabdikan diri untuk kemajuan ilmu ekonomi. Sebagai seorang ekonom, Smith tidak melupakan akar moralitasnya terutama yang tertuang dalam The Theory of Moral Sentiments. Karena kegigihannya, Adam Smith tidak disangsikan lagi sebagai tokoh utama dari aliran ilmu ekonomi 3 yang kemudian dikenal sebagai aliran klasik. Disebut aliran klasik karena konsepsi pemikiran yang ia tulis sebetulnya sudah banyak dibahas dan dibicarakan oleh pakar-pakar ekonomi jauh sebelumnya. Faham individualisme misalnya, tidak banyak berbeda dengan faham hedonisme yang dikembangkan oleh Epicurus pada masa Yunani Kuno. Begitu juga pendapatnya agar pemerintah melakukan campur tangan seminimal mungkin dalam perekonomian (laissez faire laissez passer), sudah dibicarakan oleh Francis Quesnay sebelumnya. Oleh karena gagasan-gagasan Smith banyak yang sudah klasik, maka oleh Karl Marx, sosok yang selalu kontra dengan pemikiran Smith, aliran yang dikembangkan oleh Smith ini disebut sebagai Mazhab Klasik. Ia merespons kebijakan perdagangan di Eropa Barat yang saat itu peran sektor perdagangan menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi. Akibat dari begitu besarnya peran perdagangan dalam perekomian, menjadikan kekuasaan terkonsentrasi pada sekelompok perusahaan dagang raksasa tertentu (misalnya The East India Company). Agar kepentingan mereka terjaga, ditetapkanlah kebijakan proteksionisme (berupa penetapan tarif tinggi untuk barang impor) yang menyebabkan kompetisi menjadi sangat terbatas. Hal ini membuat harga barang produksi dalam negeri lebih murah. Menurut Adam Smith, mestinya perhatian ditujukan pada produksi. Logikanya sederhana bahwa setiap terjadi peningkatan produksi maka akan disertai dengan pembagian kerja (division of labor)4 dan munculnya spesialisasi yang selanjutnya terjadiSebagai satu bidang ilmu pengetahuan, ilmu ekonomi mulai berkembang sejak Tahun 1776, setelah Adam Smith menerbitkan buku yang berjudul: An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations. Beberapa pandangan Adam Smith hingga kini masih tetap mendapat perhatian dalam pemikiran ahli-ahli ekonomi, sehingga oleh kalangan masyarakat ekonomi Adam Smith dinobatkan sebagai bapak ilmu ekonomi. Secara umum, subyek ilmu ekonomi dibagi dalam beberapa cara, yang paling terkenal adalah mikroekonomi vs makroekonomi. Selain itu, subyek ilmu ekonomi juga bisa dibagi menjadi positif (deskriptif) vs normatif, mainstream vs heterodox, dan lainnya. Ilmu ekonomi juga dapat difungsikan sebagai ilmu terapan dalam manajemen keluarga, bisnis, dan pemerintah. Teori ekonomi juga dapat digunakan dalam bidang-bidang selain bidang moneter, seperti misalnya penelitian perilaku kriminal, penelitian ilmiah, kematian, politik, kesehatan, pendidikan, keluarga dan lainnya. Hal ini dimungkinkan karena pada dasarnya ekonomi seperti yang disebutkan di atas adalah ilmu yang mempelajari pilihan manusia. Banyak teori yang dipelajari dalam ilmu ekonomi diantaranya adalah teori pasar bebas, teori lingkaran ekonomi, invisble hand, informatic economy, daya tahan ekonomi, merkantilisme, briton woods, dan sebagainya. 4 Pembagian kerja ini merupakan pemikiran awal dari teori pertumbuhan ekonomi Adam Smith. Ia berpandangan bahwa dengan pembagian kerja yang lebih spesifik akan dapat meningkatkan ketrampilan pekerja dan penghematan waktu3

179

perbaikan/peningkatan produktivitas, dan setiap ada perbaikan produktivitas maka ada perbaikan pertumbuhan ekonomi. Sistem ekonomi akan diatur oleh the invisible hand of market. Smith percaya individu bertindak mengikuti kepentingan pribadi, apabila suatu produk terlalu mahal harganya maka tidak ada yang membelinya dan penjual akan mengurangi harga atau menjual sesuatu yang lain. Demikian halnya pada gaji atau upah, manakala gaji terlalu rendah, pegawai akan mencari pekerjaan yang lain. Dalam pembangunan ekonomi, pendekatan seperti ini disebut sebagai pendekatan pasar atau yang sering diistilahkan dengan laissez-faire economics. Perkembangan ekonomi, menurut Adam Smith dapat terjadi karena adanya spesialisasi atau pembagian kerja secara lebih spesifik, sehingga produktivitas tenaga kerja dapat meningkat secara signifikan. Pembagian kerja ini dimulai dari adanya akumulasi modal yang fokus untuk memperluas pasar sebagai penampung hasil produksi. Untuk memperluas pasar, perdagangan internasional merupakan salah satu cara yang efektif, karena melalui perdagangan internasional itulah akan terbuka lebar jejaring bisnis yang akan menambah luasnya pasar. Dengan demikian, perdagangan dapat mencakup pasar dalam negeri (pasar domestik) dan pasar luar negeri (pasar ekspor). Aktivitas ekonomi yang terus meningkat seiring dengan kebutuhan hidup masyarakat yang makin beragam, menuntut masyarakat untuk melakukan semua aktivitas ekonominya secara kolektif dengan pembagian kerja sesuai spesialisasinya. Dalam pembangunan ekonomi, modal memegang peranan penting. Akumulasi modal akan menentukan cepat atau lambatnya pertumbuhan ekonomi suatu negara. Modal tersebut diperoleh dari tabungan yang dilakukan masyarakat. Adanya akumulasi modal yang dihasilkan dari tabungan, maka pelaku ekonomi dapat menginvestasikannya ke sektorsektor produktif untuk meningkatkan penerimaannya. Perlu dicatat bahwa akumulasi modal dan investasi di satu sisi sangat bergantung pada perilaku menabung masyarakat, sedangkan di sisi lain kemampuan menabung masyarakat ditentukan oleh kemampuan menguasai dan mengeksploitasi sumberdaya yang ada. Artinya, bagi warga masyarakat yang mampu menabung pada dasarnya adalah kelompok masyarakat yang menguasai dan mengusahakan sumber-sumber ekonomi, dan mereka itulah yang selanjutnya disebut para pengusaha dan tuan tanah. Sedangkan kelompok masyarakat yang lainnya tergolong sebagai pekerja. Dalam teori pembangunan ekonomi Adam Smith, tahapan perkembangan ekonomi dibagi menjadi lima tahap secara berurutan, dimulai dari: 1) tahap perburuan; 2) berternak; 3) bercocokdalam memproduksi barang. Dengan ditemukan dan digunakannya mesin-mesin dalam proses produksi barang tersebut akan sangat menghemat tenaga dan pada gilirannya akan dapat meningkatkan daya produktivitas tenaga kerja.

179

tanam; 4) perdagangan; dan 5) tahap perindustrian. Menurut teori ini, masyarakat akan bergerak dari masyarakat tradisional ke masyarakat modern yang kapitalis. Dalam konteks ini, Smith menggagas pentingnya masyarakat yang ideal, yaitu masyarakat bersahabat dan masyarakat pasar (modern). Masyarakat bersahabat terbentuk atas dasar simpati dimana setiap anggota masyarakat dapat saling berbagi perasaan (fellow sharing) satu sama lain. Fellow sharing ini bukan perasaan kolektif, tetapi perasaan yang dimiliki oleh setiap individu untuk membagi perasaannya kepada orang lain. Sedangkan masyarakat pasar atau modern yaitu masyarakat yang lebih rasional ketimbang masyarakat bersahabat, masyarakat ini terbentuk karena kondisi pasar dan pembagian kerja yang mendasarkan pada spesialisasi atas dasar pengetahuan teknis dan ketrampilan yang dibutuhkan dalam bekerja. Menurut Adam Smith, pertumbuhan ekonomi sebagai sebuah proses akan terjadi secara simultan dan memiliki keterkaitan dengan aktivitas ekonomi yang lain. Meningkatnya kinerja pada suatu sektor ekonomi misalnya, akan meningkatkan daya tarik bagi pemupukan modal, mendorong kemajuan teknologi, meningkatkan spesialisasi, dan memperluas pasar. Proses ini secara berantai akan mendorong pertumbuhan ekonomi semakin pesat. Proses pertumbuhan ekonomi sebagai suatu fungsi tujuan pada akhirnya harus tunduk kepada (subject to) fungsi kendala yaitu keterbatasan sumberdaya ekonomi. Pertumbuhan ekonomi akan mulai mengalami perlambatan jika daya dukung alam tidak mampu lagi mengimbangi aktivitas ekonomi . Keterbatasan sumberdaya merupakan faktor penghambat pertumbuhan ekonomi, bahkan dalam perkembangannya dapat menurunkan pertumbuhan ekonomi. Penurunan pertumbuhan ekonomi akan terus berlangsung manakala matarantai tabungan, akumulasi modal, dan investasi tetap terjalin dan berkaitan erat satu sama lain. Jika investasi rendah, maka kemampuan menabung akan turun, sehingga akumulasi modal akan mengalami penurunan pula. Jika hal itu terjadi berarti laju investasi juga akan rendah dan akan menurunkan pertumbuhan ekonomi. Dan akhirnya, pertumbuhan ekonomi akan berada pada kondisi stasioner. Semua tahap pembangunan di atas tidak lepas dari kondisi pasar, yaitu bahwa pasar yang dihadapi adalah pasar persaingan sempurna. Dalam literatur ekonomi diketahui bahwa pasar dinyatakan dalam kondisi persaingan sempurna jika memenuhi beberapa asumsi:1) jumlah penjual dan pembeli di pasar sangat banyak; 2) produk yang diperjualbelikan bersifat homogen; 3) tidak ada kolusi antara penjual maupun pembeli; 4) semua sumberdaya memiliki mobilitas sempurna; dan 5) baik pembeli maupun penjual memiliki informasi sempurna mengenai kondisi pasar.

179

Penetapan asumsi-asumsi tersebut sangat tidak realistis, dan hal ini merupakan salah satu kelemahan dari teori pembangunan ekonomi Adam Smith. Karena dalam kenyataannya, pasar persaingan sempurna itu tidak akan pernah ada di dunia ini, dan suatu hal yang mustahil bagi perekonomian untuk berada pada kondisi di mana semua asumsi pasar persaingan sempurna berlaku. Kelemahan lain dari teori pembangunan ekonomi Adam Smith adalah pembagian kelompok masyarakat yang secara eksplisit dapat menabung dan tidak dapat menabung hanya didasarkan pada jenis usaha yang digelutinya. Adalah sangat tidak realistis jika para pekerja diasumsikan tidak memiliki kemampuan menabung. Adam Smith sama sekali mengabaikan peran perbankan sebagai badan penghimpun dan penyalur dana masyarakat, dan juga mengabaikan adanya kecenderungan orang untuk menabung meski pendapatannya relatif sedikit. Celakanya, Adam Smith mengasumsikan hanya para tuan tanah dan para pengusaha yang mampu menabung, untuk kemudian modal tersebut diinvestasikan ke sektor riil. Dalam hal ini, Adam Smith secara implisit menyatakan bahwa gaji pekerja demikian kecilnya, sementara di sisi lain laba pengusaha demikian besarnya sehingga mereka mampu mengakumulasikan modalnya. Artinya, dalam sistem ekonomi kapitalis posisi tawar pekerja terhadap pengusaha relatif kecil. Jika hal ini terjadi maka konsekuensinya adalah terjadi ekploitasi terhadap para pekerja oleh para pengusaha. Asumsi ini menunjukkan kekejaman teori Adam Smith dengan sistem ekonomi kapitalisnya. Suatu hal yang menyakitkan bahwa dalam suatu sistem yang diciptakan manusia terjadi eksploitasi manusia atas manusia yang lain. Letak ketidakadilan sistem tersebut adalah pada diskriminasi kesempatan untuk menabung, yang berkaitan erat dengan diskriminasi kemampuan penguasaan faktor produksi dan konsumsi sumberdaya. Teori pembangunan ekonomi Adam Smith tidak dapat dilepaskan dari evolusi pentahapan proses pembangunan yang terjadi secara berjenjang. Demikian halnya dengan tingkat pertumbuhan, dimulai dari suatu titik tertentu hingga secara perlahan mulai meningkat, laju pertumbuhan akan terjadi sampai titik optimal tertentu dan akan menurun hingga mencapai titik nol. Pada titik inilah selanjutnya dinyatakan sebagai batas akhir dari kapitalisme, dan kemungkinan terjadinya gelombang konjungtur dalam perekonomian sangat kecil. Berdasarkan fakta di lapangan dan kecenderungan umum yang terjadi, sekali pertumbuhan itu dapat dimulai maka ia akan bersifat kumulatif, artinya bila ada pasar dan ada akumulasi modal, maka selanjutnya pembagian kerja akan terjadi dan akan menaikkan tingkat produktivitas tenaga kerja.

179

Namun perlu dipahami bahwa kecenderungan perkembangan ekonomi itu tidak bersifat otomatis, ia berproses dalam poros kemajuan yang disangga kuat oleh kepemilikan pengetahuan dan etos kerja yang tinggi. Pada poros kemajuan itulah kehadiran dan peran modal nir fisik akan sangat dibutuhkan, dan paradigma baru pembangunan ekonomi harus dapat dirumuskan dan diimplementasikan. 2. Teori Pembangunan Ekonomi Thomas Robert Malthus Thomas Robert Malthus5 adalah salah seorang pengikut utama mazhab pembangunan ekonomi klasik. Menurut Malthus, pertumbuhan penduduk terjadi manakala pendapatan melebihi tingkat subsisten. Keterkaitan antara pendapatan dan pertumbuhan penduduk dijelaskan dengan logika: jika rata-rata pendapatan per orang naik maka kebutuhan akan pangan dan kebutuhan lainnya harus tersedia dalam jumlah yang lebih banyak. Jika pendapatan dan pasokan pangan melebihi apa yang disyaratkan untuk kegiatan subsisten maka tambahan anak akan tetap ada. Dalam formula Malthus, pertambahan penduduk mengikuti geometric progression, yakni jumlah penduduk tumbuh menurut angka 2, 4, 8, 16, 32, 64, 128, 256, 512, 1.024, dan seterusnya. Bagi Malthus, prinsip ini terjadi pada setiap generasi, ketika upah meningkat di atas tingkat subsisten merupakan faktor utama untuk memahami mengapa kelas yang lebih miskin tetap miskin. Keterkaitan antara pertumbuhan penduduk dengan kemiskinan dijelaskan dengan logika: batas tertinggi ekspansi penduduk adalah ketika lahan sudah tidak mampu lagi untuk menghasilkan pangan dalam jumlah yang cukup, dan tentunya produksi pangan tidak dapat dijaga sesuai dengan ledakan penduduk. Ketika lahan semakin sering ditanam maka produktivitas lahan akan menurun, sehingga pertumbuhan output total akan lambat. Dalam hal ini Malthus mempercayai bahwa output pertanian hanya dapat meningkat dalam arithmetic progression, yakni menurut angka 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10 dan seterusnya. Cepat atau lambat, populasi yang kian meningkat akan diperhadapkan dengan lebih lambatnya pertumbuhan produksi pangan. Bukan hanya tidak meningkat, bahkan lebih dari itu, pendapatan per orang akan jatuh di bawah tingkat subsisten. Manakala hal ini terjadi maka akan menyebabkan kelaparan, bahkan penurunan populasi. Titik keseimbangan (equilibrium) akanThomas Robert Malthus selama hidupnya (1766-1834) banyak menghabiskan waktu untuk mengembangkan pemikiran-pemikirannya mengenai ekonomi. Pemikiran-pemikirannya tentang ekonomi politik dapat diikuti dari buku: Principles of Political Economy (1820) dan Definitions of Political Economy (1827). Selain itu, buku-buku lain yang ditulis Malthus cukup banyak, antara lain : Essay on The Principle of Population As It Affects The Future Improvement of Society (1818); dan An Inquiry Into The Nature and Progress of Rent (1815). Diantara buku-buku yang disebutkan di atas, agaknya buku Principles of Population yang dikenal paling luas.5

179

terjaga manakala pertumbuhan populasi berjalan konsisten dengan peningkatan produksi pangan. Malthus tidak menyadari kalau angka pertumbuhan populasi tergantung pada perbedaan antara angka kelahiran dan kematian. Setiap faktor yang mengurangi angka kelahiran dan/atau meningkatkan angka kematian akan cenderung memperlambat angka pertumbuhan penduduk. Menurut Malthus, kenaikan jumlah penduduk yang terus menerus merupakan unsur penting yang diperlukan untuk meningkatkan tambahan permintaan, akan tetapi kenaikan jumlah penduduk saja tanpa dibarengi dengan peningkatan mutunya dan kemajuan faktor-faktor atau unsur-unsur perkembangan yang lain sudah barang tentu tidak akan menaikan pendapatan dan tidak akan menaikkan permintaan. Perkembangan ekonomi itu akan sangat ditentukan oleh adanya kenaikan jumlah modal untuk investasi secara terus menerus. Sebaliknya, manakala jumlah penduduk bertambah tanpa kendali maka akan menciptakan bencana kelaparan dan kematian. Kondisi dan perkembangan demografi yang terus meningkat secara kuantitatif itulah yang dikhawatirkan oleh para pemikir ekonomi akan menjadi kendala utama dalam menciptakan dan mempertahankan keberlanjutan pembangunan ekonomi. Selain pengendalian jumlah penduduk yang semakin mendesak untuk diprioritaskan, maka persoalan rendahnya mutu modal manusia juga harus disegerakan upaya penangannya. Penanganan masalah rendahnya mutu modal manusia dalam konteks upaya mempertahankan dan meningkatkan kinerja pembangunan ekonomi secara berkelanjutan, maka upaya memperkuat kepemilikan modal nir-fisik (seperti menguasai pengetahuan, mengembangkan kreativitas dan mendorong inovasi) menjadi sangat diperlukan. Karena, kepemilikan modal nir-fisik itu akan mampu mensubtitusi modal fisik yang makin terbatas adanya. 3. Teori Pembangunan Ekonomi David Ricardo

179

David Ricardo6 adalah salah seorang pendukung utama mazhab ekonomi klasik. Ia sepaham dengan pandangan Smith bahwa tenaga kerja memegang peranan penting dalam perekonomian. Pandangan dari Smith ini kemudian oleh Ricardo dikembangkan menjadi teori harga-harga relatif berdasarkan biaya produksi, dimana biaya tenaga kerja menjadi unsur utama, disamping biaya modal. Dalam analisis Ricardo, modal mendapat perhatian yang cukup besar sebab modal tidak hanya mampu meningkatkan produktivitas tenaga kerja, akan tetapi juga berperan penting dalam mempercepat proses produksi sehingga hasil produksi dapat dengan cepat dinikmati atau dikonsumsi. Kalaupun ada perbedaan antara Smith dan Ricardo, hanya dalam hal fokus dan penekanan. Smith lebih menekankan masalah kemakmuran bangsa dan pertumbuhan, sedangkan Ricardo lebih memperhatikan masalah pemerataan pendapatan di antara berbagai golongan dalam masyarakat. David Ricardo juga termasuk pendukung perdagangan bebas dan pengembang teori keunggulan komparatif . Pengaruh ajaran Ricardo sampai ke Jerman. Mereka yang percaya bahwa perdagangan itu harus dibebaskan tanpa campur tangan dari pihak manapun, baik dari pemerintah maupun swasta. Menurut teori ini, setiap negara fokus pada persoalan produksi sehingga spesialisasi sangat diperlukan agar produksi menjadi lebih efisien. Selanjutnya, kemampuan memproduksi meningkat dan alokasi summberdaya dapat dilakukan secara lebih efektif. Melalui Principles of Political Economy and Taxation (1817) keraguan terhadap kemungkinan terjaganya pertumbuhan ekonomi dapat direduksi, namun pertumbuhan ekonomi tetap terbatasi oleh kelangkaan lahan. Dalam masyarakat ekonomi terdapat tiga golongan masyarakat, yaitu 1) masyarakat pemilik modal; 2) masyarakat tuan tanah; dan 3) masyarakat buruh. Pada golongan masyarakat pemilik modal, terdiri dari mereka yang memimpin produksi dan memegang peranan penting dalam perekonomian, karena pada golongan masyarakat inilah yang selalu mencari keuntungan dan menginvestasikan kembali pendapatannya dalam bentuk akumulasi modal. Aktivitas ini padaDalam riwayat hidupnya (1772-1823), David Ricardo tidak memiliki latar belakang pendidikan ekonomi yang memadai. Namun, karena pengalaman menekuni profesi di pasar modal yang digelutinya sejak berusia 14 tahun, membuatnya paham tentang dunia ekonomi. James Mill, ayah dari John Stuat Mill, adalah sosok yang paling berjasa mendorong Ricardo untuk menulis tentang masalah-masalah ekonomi. Dorongan Mill tersebut diwujudkan Ricardo setelah ia memutuskan pensiun dini dari bisnis di pasar modal. Ketika itu Ricardo baru berusia 42 tahun, setelah pensiun kemudian ia memulai karirnya sebagai ekonom. Dengan bermodalkan pengalaman bekerja di pasar modal, tidak heran jika buku-bukunya banyak membahas tentang keuangan dan perbankan, seperti The High Price of Billion (1810) dan A Proof of the Deppreciation of the Bank Notes (1811). Tahun 1815, Ricardo menerbitkan Essay On the Influence of The Low Price of Corn on The Profit of Stock. Buku ini pada Tahun 1817 diubah judulnya menjadi The Principles of Political Economy and Taxation. Dalam buku The Principles of Political Economy and Taxation (1817) Ricardo mengemukakan beberapa teori, antara lain teori sewa tanah, teori nilai kerja, teori upah alami, teori uang dan satu lagi yang paling terkenal adalah teori keuntungan komparatif dari perdagangan internasionalBuku ini ternyata hampir setengah abad lamanya mendominasi teori-teori ekonomi klasik.6

179

gilirannya akan dapat mendorong naiknya kapasitas produksi dan pendapatan nasional. Sedangkan pada golongan masyarakat buruh, terdiri dari mereka yang hidupnya selalu bergantung pada golongan masyarakat pemilik modal. Kelompok masyarakat ini merupakan yang terbesar dalam struktur masyarakat. Sementara, pada golongan masyarakat tuan tanah adalah mereka yang hanya memikirkan sewa atas areal tanahnya yang disewakan kepada kelompok pemilik modal. Selanjutnya, manakala jumlah penduduk terus bertambah dan akumulasi modal terus menerus terjadi, maka tanah yang subur menjadi kurang jumlahnya atau semakin terbatas. Kondisi inilah yang sedang terjadi di Indonesia, dimana keterbatasan faktor produksi tanah semakin tak terhindarkan, kapasitas memproduksi hasil-hasil pertanian sebagai pendukung utama kegiatan produksi manufaktur merosot tajam, dan keberlanjutan industri manufaktur yang berbasis hasil-hasil pertanian menjadi semakin rentan. Manakala kondisi tersebut berlangsung dalam kurun waktu yang lama pada perekonomian maka kinerja dan keberlanjutan pembangunan ekonomi menjadi sangat rentan. Dalam situasi demikian, maka untuk menjaga keberlanjutan pembangunan ekonomi perlu memperkuat kepemilikan pengetahuan, mengembangkan kreativitas dan mendorong inovasi agar masalah keterbatasan tadi dapat dikelola dengan baik. Dan disanalah seninya mengelola keterbatasan itu dan disana pulalah peran modal nir fisik menjadi sangat penting dan dibutuhkan kehadirannya. 4. Teori Pembangunan Ekonomi Jean Baptiste Say Jean Baptiste Say7 adalah seorang tokoh pemikir ekonomi aliran klasik yang pertama kali berbicara tentang pentingnya entrepreneur dalam sebuah perekonomian. Selain itu, Ia juga orang pertama yang berjasa mengklasifikasikan faktor-faktor produksi menjadi tiga bagian, yaitu tanah, tenaga kerja, dan modal. Kontribusi pemikiran ekonomi yang paling besar diberikan oleh Say dalam perkembangan teori pembangunan ekonomi klasik adalah pandangannya bahwa setiap penawaran akan menciptakan permintaannya sendiri (Supply Creates Its Own Demand), yang selanjutnya disebut sebagai Hukum Say (Says Law). Hukum ini mengasumsikan bahwa nilai produksi selalu sama dengan pendapatan. Tiap produksi akan menciptakan pendapatan, yang besarnya persis sama dengan nilai produksi tadi. Dalam kondisi keseimbangan produksi cenderung menciptakan permintaannya sendiri. PeningkatanJean Baptiste Say adalah sosok pemikir ekonomi yang termasuk dalam aliran klasik. Sosok yang satu ini berkebangsaan Perancis dan berasal dari kalangan pengusaha, bukan dari kalangan akademis. Ia sangat mengagumi pemikiran-pemikiran Smith. Selama hidupnya (1767-1832), sebagai pendukung yang loyal Jean Baptiste Say sangat berjasa dalam menyusun dan melakukan kodifikasi terhadap pemikiran-pemikiran Smith secara sistematis. Beragam karya-karyanya terangkum secara runut dalam bukunya yang berjudul Trade Deconomie Politique (terbit 1903). Pandangan-pandangan yang dikemukakan oleh Say sangat membantu dalam memahami pemikiran-pemikiran Smith sebagaimana tertuang dalam buku The Wealth Of Nations, yang bahasanya relatif sulit dicerna oleh orang kebanyakan.7

179

produksi akan selalu diiringi oleh peningkatan pendapatan, dan pada gilirannya akan disertai oleh peningkatan permintaan. Dalam pasar persaingan sempurna, sebuah perekonomian tidak akan pernah terjadi kelebihan penawaran, kalaupun terjadi sifatnya hanya sementara. Melalui mekanisme pasar yang dikendalikan oleh tangan-tangan tak kentara (invisible hand) akan mengatur dirinya kembali pada keseimbangan. Misalnya, ketika penawaran terlalu besar dibanding permintaan, maka stock barang akan naik, dan harga-harga di pasar pun akan turun. Turunnya harga ini mendorong produsen untuk mengurangi produksi, sehingga pada gilirannya jumlah barang yang ditawarkan kembali sama dengan jumlah barang yang diminta. Begitulah bekerjanya Hukum Say dalam perekonomian. Implementasi dari Hukum Say sebagai pedoman dasar dalam kebijakan-kebijakan ekonomi berlangsung hampir seratus tahun lamanya. Keberlakuan hukum ini kemudian dikritik habis-habisan oleh kelompok penentangnya yang dianggap sebagai biang keladi terjadinya depresi besar pada tahun 1930-an. Menurut J. B. Say, perkembangan ekonomi itu akan terjadi sesuai dengan keberlakuan hukum pasar, Supply Creates Its Own Demand, yang berarti setiap terjadi kenaikan jumlah produksi maka secara otomatis akan diikuti oleh kenaikan permintaannya, karena pada hakekatnya kebutuhan manusia tidak terbatas. Dalam dunia ekonomi yang makin maju dan modern, pandangan J. B. Say tersebut semakin diragukan. Hal ini cukup beralasan karena faktor permintaan dan variasinya seperti meningkatnya interaksi, integrasi, dan regionalisasi ekonomi di satu sisi, dan meningkatnya kesadaran masyarakat (internasional) terhadap masalah-masalah di luar aspek perdagangan yang dikaitkan dengan perdagangan internsional suatu negara seperti HAM, tuntutan akan mutu barang dan jasa berstandar internasional, termasuk keamanan, kesehatan, dan kelestarian lingkungan (sanitary dan phytosanitary), meningkatnya aspirasi dan meluasnya pilihan-pilihan akan produk barang dan jasa yang makin beragam dan kompleks di sisi yang lain, telah menjadikan tantangan dan hambatan yang dihadapi dunia ekonomi semakin berat dan kompleks. Dalam kondisi yang demikian itu, kinerja pembangunan ekonomi dan keberlanjutannya menjadi sangat rentan. Kolaborasi antar pelaku ekonomi untuk memperkuat kepemilikan pengetahuan dalam rangka mendorong proses inovasi sangat dianjurkan, bahkan diharuskan. Disanalah peran modal nir fisik menjadi sangat penting dan menentukan serta dibutuhkan kehadirannya untuk merangsang munculnya ide-ide cerdas yang inovatif. 5. Teori Pembangunan Ekonomi John Stuart Mill

179

Pendukung ajaran klasik lainnya adalah John Stuart Mill (atau Mill Junior/Jr) 8. Tokoh yang satu ini sering disebut sebagai pengembang ilmu ekonomi politik. Sebelum ilmu ekonomi berkembang seperti saat ini, sesungguhnya ilmu ekonomi berinduk pada ilmu ekonomi politik (political economy), sementara ilmu ekonomi politik itu sendiri merupakan bagian dari ilmu filsafat. Dalam berbagai pernyataannya, Ia dikenal sebagai sosok yang rendah hati. Karya-karya orisinilnya dinyatakan bukan dari pemikirannya sendiri. Padahal, konsep return to scale adalah orisinil dari pemikirannya. Mill Jr. juga yang pertama kali mengemukakan ide tentang konsep elastisitas permintaan yang kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Marshall. Dalam bukunya yang berjudul Principles of Political Economy, Mill Jr mengangkat berbagai isu yang menjadi pijakan penting bagi perkembangan teori pembangunan ekonomi, seperti teori nilai dan distribusi, pertukaran, produksi, tenaga kerja, peran negara, pajak, utang negara, laizzes faire, dan sosialisme. Namun sayangnya, pendekatan ekonomi politik ini semakin jarang dipergunakan dan digantikan dengan pendekatan ilmu ekonomi murni sebagai alat analisis untuk mengenali gejala dan persoalan-persoalan kemasyarakatan. Pembeda dari kedua pendekatan tersebut terletak pada perspektifnya terhadap struktur kekuasaan yang ada dalam masyarakat. Pada pendekatan ilmu ekonomi politik meyakini bahwa struktur kekuasaan akan mempengaruhi pencapaian ekonomi, karena dalam pendekatan ini berusaha mengintegrasikan seluruh penyelenggaraan politik, baik yang menyangkut aspek dan proses maupun kelembagaan dengan kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh masyarakat atau yang diintroduksi oleh pemerintah. Perlu juga dipahami bahwa pendekatan ini menempatkan bidang politik sebagai subordinat terhadap bidang ekonomi. Dengan demikian, instrumen-instrumen ekonomi seperti mekanisme pasar, harga, dan investasi dianalisis dengan mempergunakan setting sistem politik ketika kebijakan atau peristiwa ekonomi itu terjadi. Jadi, pendekatan ini melihat ekonomi sebagai cara untukSelama hidupnya (1806-1873), John Stuart Mill (atau Mill Junior/Jr) menghabiskan waktunya melakukan petualangan intelektual, mengkonstruksikan berbagai ide dan hasil petualangan intelektualnya ke dalam banyak buku. Tidak berlebihan jika di tangan Mill Jr. ajaran klasik mencapai puncak ketenarannya. Mill Jr. belajar ilmu ekonomi dari ayahnya sendiri, James MilL. Oleh ayahnya, ia dididik dengan disiplin tinggi. Ia mulai belajar bahasa latin pada saat berusia tiga tahun. Pada usia 12 tahun ia sudah mahir menulis tentang sejarah. Pada usia 13 tahun ia sudah bisa mengoreksi buku Elements of Political Economy yang ditulis oleh ayahnya sendiri. Pada usia 16 tahun ia telah mengorganisir sebuah perkumpulan yang disebut Utilitarian Society. Ia memiliki talenta menulis yang sangat luar biasa. Reputasinya diakui ketika ia menerbitkan buku pertamanya: A System of Logic Tahun 1843. Ia tak pernah berhenti berkarya. Buku keduanya berjudul On the Liberty, terbit Tahun 1859. Dua bukunya yang lain, yang dikenal lebih luas adalah: 1) Essay on Some Unsettled Questions of Political Economy. Buku ini terbit pada Tahun 1844, meski sebetulnya sudah siap terbit pada Tahun 1829, sewaktu ia berusia 23 tahun; dan 2) Principles of Political Economy With Some of Their Applications to Social Philosophy (1848). Bukunya yang terakhir berjudul Principles of Political Economy. Kehadiran buku ini dimaksudkan untuk menyarikan teori-teori ekonomi pada masanya. Namun dalam kenyataannya, buku itu populer sebagai versi modern dari The Wealth of Nations dari Adam Smith, sebab buku Mill inilah yang kemudian menjadi pegangan utama mahasiswa yang ingin belajar ilmu ekonomi hingga abad ke19. Buku ini dianggap sebagai apogee dari mazhab klasik, mulai dari pandangan Adam Smith, Thomas Robert Malthus, David Ricardo dan Jean Baptiste Say. Terakhir, meski di akhir hayatnya Mill Jr menyebut dirinya sebagai sosialis, sebuah pengakuan tulus dari hati nurani tetapi berbeda dengan pengakuan banyak orang yang mengaguminya, bahwa Mill Jr. selalu dikelompokkan ke dalam aliran klasik.8

179

melakukan tindakan, sedangkan politik menyediakan ruang bagi tindakan tersebut. Pemahaman seperti ini penting untuk mengakhiri kesalahan dalam menafsir makna pendekatan tersebut bahwa pendekatan ekonomi politik berupaya mencampur aduk analisis ekonomi dan politik untuk mengkaji suatu persoalan. Padahal, antara analisis ekonomi dan politik tidak dapat dicampur karena keduanya memiliki landasan dan logika yang berbeda. Sedangkan pada pendekatan ekonomi murni menganggap struktur kekuasaan itu dalam masyarakat bersifat given. Sungguhpun demikian, antara ekonomi dan politik dapat disandingkan dengan pertimbangan keduanya memiliki proses yang sama. Kedua pendekatan ini memiliki perhatian yang sama terhadap isu-isu seperti alokasi sumberdaya, organisasi dan koordinasi kegiatan manusia, pengelolaan konflik, dan pemenuhan kebutuhan manusia (Clark, 1998). Berdasarkan pemahaman ini, pendekatan ekonomi politik mempertemukan bidang ekonomi dan bidang politik dalam hal alokasi sumberdaya ekonomi dan politik untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Maka dari itu, setiap implementasi kebijakan ekonomi politik selalu mempertimbangkan struktur kekuasaan dan sosial yang hidup dalam masyarakat, khususnya terhadap masyarakat yang menjadi sasaran kebijakan. Dari uraian di atas, sesungguhnya pendekatan ekonomi politik semakin relevan untuk dipakai karena struktur ekonomi tidak semata-mata ditentukan secara teknis. Struktur ekonomi terdiri atas dua bagian yang saling terkait: pertama, kekuatan produksi material pabrik dan perlengkapannya (modal), sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan teknologi. Teknologi menentukan hubungan produksi yang sifatnya teknis sehingga pemaanfaatan bahan mentah, mesin, dan tenaga kerja dapat dialokasikan secara proporsional dengan biaya yang minimum; kedua, relasi produksi manusia, seperti hubungan antara para pekerja dan pemilik modal atau antara para pekerja dan manajer. Begitulah struktur ekonomi tersusun dari elemen material-teknis dan hubungan manusia. Dalam model kebijakan ekonomi, setidaknya dikenal dua perspektif yang digunakan untuk menjelaskan proses pengambilan keputusan: pertama, pendekatan yang berbasis pada maksimalisasi kesejahteraan konvensional. Pendekatan ini berasumsi bahwa pemerintah/negara bersifat otonom dan eksogen terhadap sistem ekonomi sehingga setiap kebijakan yang diciptakan selalu berorientasi kepada kepentingan publik. Pendeknya, pendekatan ini menganggap pemerintah/negara sebagai aktor yang memiliki nilai-nilai kebijakan untuk memakmurkan masyarakat; kedua, pendekatan yang didasarkan pada asumsi ekonomi politik atau yang sering disebut dengan ekonomi politik baru. Pendekatan ini menolak ide pendekatan pertama yang menempatkan pemerintah/negara sebagai aktor yang paling tahu sehingga dapat mengatasi kegagalan pasar. Sebaliknya, pendekatan ini justeru berargumentasi bahwa negara sendiri sangat berpotensi untuk mengalami kegagalan.

179

Pendekatan ekonomi politik baru memfokuskan kepada alokasi sumberdaya publik dalam pasar politik dan menekankan kepada perilaku mementingkan diri sendiri dari politisi, pemilih, kelompok penekan, dan birokrat. Perilaku dari agen-agen tersebut diasumsikan rasional dan berusaha untuk memaksimalkan keuntungan pribadi melalui lobi, kesejahteraan pemilih, dan dukungan politik. Dalam posisi itu, tidak dibenarkan membiarkan pemerintah/negara menguasai seluruh perangkat kebijakan karena hal itu berpotensi menimbulkan misalokasi sumberdaya ekonomi dan politik. Dalam pendekatan ekonomi politik, setidaknya terdapat lima hal yang memperkuat dalam aplikasinya: pertama, penggunaan kerangka kerja ekonomi politik berupaya untuk menerima eksistensi dan validitas dari perbedaan budaya politik, baik formal maupun informal; kedua, analisis kebijakan akan memperkuat efektivitas sebuah rekomendasi karena mencegah pemikiran yang deterministik; ketiga, analisis kebijakan mencegah pengambilan kesimpulan terhadap beberapa alternatif tidakan berdasarkan kepada perspektif waktu yang sempit; keempat, analisis kebijakan yang berfokus ke negara-negara berkembang tidak dapat mengadopsi secara penuh orientasi teoritis statis; dan kelima, analisis kebijakan lebih mampu menjelaskan interakasi manusia. Selanjutnya, Mill Jr memberikan fokus pada kekayaan (wealth) yang didefinisikan sebagai nilai tukar obyek atau yang sekarang disebut dengan harga. Ia pun tidak terlalu kaku mengenai intervensi pemerintah. Jika pakar-pakar sebelumnya menganggap tabu campur tangan pemerintah, oleh Mill Jr. sedikit diperlonggar. Bahkan ia memperbolehkan campur tangan pemerintah berupa regulasi yang mampu mendorong produktivitas, peningkatan efisiensi dan penciptaan iklim yang lebih baik sehingga setiap aktivitas ekonomi menjadi lebih produktif dan bernilai tambah lebih besar. Ringkasnya, pendekatan ekonomi politik dipandang lebih mampu menangkap kondisi riil yang hidup di masyarakat, khususnya dinamika sosial politik antarkelompok masyarakat. Bahkan dengan pendekatan ini pula dapat dimengerti mengapa satu kelompok masyarakat menolak suatu kebijakan, sementara kelompok masyarakat yang lain justeru mendukungnya. D. TEORI PEMBANGUNAN EKONOMI: mazhab klasik sosialisme Sejak awal kemunculannya, mazhab klasik kapitalisme telah mengundang berbagai reaksi. Reaksi itu tidak hanya dalam bentuk perdebatan akademik, melainkan juga dalam bentuk gerakan politik yang mengarah ke tindakan anarkis. Khususnya di Eropa, kemunculan kelompok masyarakat baru dan kaum borjuis dengan semangat kapitalismenya, memiliki pengaruh yang sangat besar dalam kehidupan ekonomi dan sosial

179

masyarakat. Kaum borjuis ini kemudian mulai menguasai dan menjadikan negara sebagai kekuatan dan alat pemaksa untuk mengatur organisasi ekonomi-politik dan kemasyarakatan guna memenuhi berbagai kepentingan mereka. Tindakan yang dilakukan oleh kaum borjuis itu tentu tidak semua orang bisa menerimanya. Mereka yang menolak tindakan kaum borjuis, kemudian melakukan aksi balas dendam dengan tindakan anarkis. Di banyak pabrik para pekerja mengamuk dan melakukan pengrusakan terhadap pabrik dan kelengkapannya. Mereka melampiaskan amarahnya karena ditindas kaum borjuis yang hanya mementingkan diri mereka, dan tidak peduli dengan nasib kaum proletar. William Blake9 adalah salah seorang pendukung mazhab klasik sosialisme. Dalam bukunya yang berjudul England Green and Pleasant Land, memuat kecaman yang sangat pedas tentang akibat-akibat yang ditimbulkan oleh penerapan ajaran klasik kapitalisme bagi masyarakat Inggris. Blake juga mengisahkan kondisi masa lalu Inggris yang indah dan damai, dimana setiap warga negara bisa hidup harmonis di daerah-daerah pertanian yang hijau dan subur. Kemudian kondisi berubah seratus delapan puluh derajad setelah diterapkannya ajaran kapitalisme oleh pemikir-pemikir klasik, dimana ajaran kapitalisme itu telah membawa masyarakat pada kondisi kehidupan yang sarat dengan persaingan tidak sehat, bahkan saling mematikan. 1. Teori Pembangunan Ekonomi Karl Heindrich Marx Pada uraian sebelumnya telah disinggung bahwa Mill Jr. sungguhpun dalam berbagai bukunya mengenai perkembangan pemikiran ekonomi selalu dimasukkan ke dalam mazhab klasik kapitalisme, tetapi pada akhir hayatnya ia menyebut dirinya sendiri sebagai seorang sosialis. Mengapa dia menyebut dirinya sebagai sosialis? Ternyata yang dimaksudkan sebagai sosialisme oleh Mill Jr. ialah kegiatan menolong orang-orang yang tak beruntung dan tertindas, dengan sesedikit mungkin bergantung dari bantuan pemerintah. Sosialisme merupakan bentuk perekonomian dimana pemerintah sebagai pihak yang dipercayai oleh seluruh warga masyarakat dalam menguasai (menasionalisasi) industri-industri besar seperti pertambangan, jalan-jalan dan jembatan, kereta api, serta cabang-cabang produksi lain yang menyangkut hajad hidup orang banyak. Dalam bentuk yang paling lengkap sosialisme melibatkan pemilikan semua alat-alat produksi, termasuk didalamnya tanah-tanah pertanian oleh negara, dan menghilangkan milik swasta (Brinton, 1981).Semasa hidupnya (1775-1827), William Blake memberikan perhatian yang besar terhadap kesejahteraan masyarakat setelah diimplementasikannya ajaran klasik kapitalisme dalam perekonomian di Inggris. Ia mengkonstruksikan apa yang dilihat, dirasakan dan diharapkan oleh masyarakat kebanyakan dalam bukunya yang berjudul England Green and Pleasant Land .9

179

Dari uraian di atas, jelas bahwa pada awalnya sosialisme dimaksudkan untuk menunjukkan sistem-sistem pemilikan dan pemanfaatan faktor-faktor produksi (selain tenaga kerja) secara kolektif (Whittaker, 1960). Dengan definisi ini maka sosialisme bisa mencakup asosiasi-asosiasi kooperatif maupun pemilikan dan pengoperasian oleh pemerintah. Dengan definisi ini, negara-negara seperti Uni Soviet (sekarang sudah menjadi kenangan sejarah) dan juga Inggris yang dikuasai oleh partai buruh dapat dimasukkan ke dalam sistem sosialis. Karl Heindrich Marx atau yang populer dengan panggilan Karl Marx10, adalah salah seorang pakar sosialis yang dianggap paling berpengaruh. Argumentasi teoritis yang dikemukakan Karl Marx dalam berbagai tulisannya memang sangat dalam dan luas. Teori-teorinya tidak hanya didasarkan atas pandangan ekonomi semata, melainkan juga melibatkan moral, etika, sosial, politik, sejarah, falsafah dan sebagainya. Yang menonjol dari teori Karl Marx adalah hampir seluruh pandangannya dikemas dalam nuansa konflik. Menurutnya, proses pembangunan ekonomi melalui konflik merupakan proses dialektika. Proses ini berbasis pada pengelompokan masyarakat atas kaum pekerja dan kapitalis. Bagi Karl Marx, pangkal dari smua perubahan adalah karena eksploitasi dari para kapitalis terhadap kaum buruh. Eksploitasi terhadap buruh tersebut telah memungkinkan terjadinya akumulasi kapital di pihak pemilik modal, akan tetapi menyebabkan pemiskinan di kalangan buruh. Bagi Karl Marx, dialektika sejarah merupakan keniscayaan, sesuatu yang pasti akan terjadi. Yang jelas, manakala kaum proletar sudah tidak tahan lagi, mereka akan melancarkan revolusi. Agar revolusi berjalan sukses, Karl Marx menganjurkan kepada kaum komunis untuk mendukung setiap gerakan melawan tatanan sosial politik sistem kapitalis. Ajaran Karl Marx yang penuh dengan konflik ini boleh jadi sangat dipengaruhi oleh kehidupan pribadinya yang penuh dengan pertentangan. Karl Marx di usia mudanya sangat tertarik untuk mempelajari bidang hukum karena ingin meniti karir di pemerintahan. Akan tetapi sikap oposisinya terhadap pemerintah Jerman, membuatnya mustahil untuk memperoleh kedudukan di pemerintahan. Karena alasan itu, ia mengalihkan studinya ke bidang filsafat, dengan harapan memperoleh karir di dunia kampus.

Dalam riwayat hidupnya (1818-1883), Karl Heindrich Marx mengawini anak seorang baron (gelar kaum bangsawan Jerman) yang memungkinkan ia bisa bergaul dengan banyak kalangan. Marx bergaul dan bersahabat dengan banyak kalangan, terutama para penganut sosialis. Salah seorang diantaranya adalah Joseph Proudhon (1808-1865), yang kemudian ternyata banyak mempengaruhi pikiran-pikiran Marx. Proudhon sangat membenci kaum kapitalis. Hal ini dapat dilihat dari tulisan-tulisannya. Ia mempertanyakan: apakah yang dimaksud dengan kekayaan? Pertanyaan itu dijawabnya sendiri bahwa kekayaan itu adalah hasil curian. Maksudnya, kekayaan yang dimiliki kaum kapitalis pada hakekatnya merupakan hasil rampokan dari kaum buruh, yaitu dengan menggaji mereka dengan tingkat upah yang sangat rendah. Pandangan Proudhon inilah yang sesungguhnya merupakan dasar pemikiran Marx tentang kapitalis.

10

179

Dalam perjalanan studinya, Karl Marx menulis disertasi doktoralnya tentang akar doktrin Stoic dan Epicurus sehingga membentuknya pada paham atheis, menyebabkan ia tersingkir dari dunia kampus. Sebagai pelarian, ia memutuskan menekuni profesi wartawan, yang tulisan-tulisannya lebih banyak mengkritik pemerintah ketimbang memberikan saran-saran perbaikan. Sahabat karib yang sangat dekat dengan Karl Marx adalah Friedrich Engels. Mereka bertemu untuk pertama kalinya pada Tahun 1840 di Paris, di saat Karl Marx dalam pembuangan karena banyak mengkritik pemerintahan Jerman. Pertemuannya dengan Engels menjadikan mereka sangat akrab, karena ternyata mereka sehaluan dalam berbagai pandangan, baik dalam bidang filsafat, sejarah, politik maupun ekonomi. Hampir sebagian besar karya-karya Karl Marx merupakan hasil kerja sama dengan Engels. Demikian akrabnya persahabatan mereka sehingga sulit untuk menelusuri mana yang merupakan karya Marx yang asli dan mana yang sebenarnya ditulis atau diedit oleh Engels. Sebab topik yang sama sering muncul dalam tulisan-tulisan mereka. Dua diantara buku yang ditulis oleh Marx dan Engels yang sangat berpengaruh adalah Manifesto Komunis (The Communist Manifesto) yang terbit pada Tahun 1848, dan Das Kapital. Volume pertama dari Das Kapital terbit Tahun 1867, sedangkan volume kedua tidak berhasil diselesaikan oleh Marx karena ia meninggal dunia Tahun 1883. Namun, oleh Engels naskah tulisan-tulisan Marx yang berserakan diedit kembali sehingga akhirnya volume kedua dari Das Kapital bisa diterbitkan Tahun 1885, dua tahun setelah kematian Marx. Dalam bukunya Das Kapital, Marx mengkritik pendekatan pembangunan yang bersifat ahistoris. Para analis ekonomi klasik memandang proses pembangunan diibaratkan sebagai fotografi: hanya menggambar realitas pada waktu tertentu. Karena itu, pembangunan sebaiknya didekati dengan pendekatan dialektikal. Pendekatan ini memandang proses pembangunan sebagai suatu gambar bergerak: mengamati fenomena sosial dengan cara mengkaji tempat dan proses perubahannya. Sebagaimana diketahui, sejarah bergerak dari satu tahap ke tahap yang lain berdasarkan perubahan cara mengatur kelas-kelas sosial dan relasi antar kelas tersebut. Konflik antara kekuatan produksi dan relasi produksi yang ada memberikan pergerakan yang dinamis dalam interpretasi materialis. Interaksi antara kekuatan dan relasi produksi membentuk politik, hukum, moralitas, agama, budaya, dan gagasan-gagasan. Menurut Karl Marx, kapitalisme tidak selamanya ada dalam sebuah masyarakat. Kapitalisme hanya merupakan satu tahap perkembangan historis masyarakat,

179

meskipun hal ini tidak dialami oleh semua negara pada saat yang sama. Marx percaya kapitalisme pada akhirnya akan menciptakan suatu sistem ekonomi sosialis, atau identik dengan komunis. Karl Marx mengagumi kekuatan kapitalisme sebagai suatu sistem yang telah berhasil menciptakan kesejahteraan dalam ratusan tahun. Namun yang mengganjal pemikiran Marx adalah faktor human cost dalam menghasilkan kesejahteraan dan distribusi. Marx percaya bahwa sebenarnya hanya kelas pekerja proletariat yang menghasilkan kesejahteraan melalui kekuatan buruhnya. Sedangkan kaum kapitalis memberikan kontribusinya semata-mata dari posisi sebagai pemilik sarana produksi. Atas pemikiran itu, Marx berkesimpulan bahwa ketidakmerataan distribusi kepemilikan faktor produksi adalah hasil dari suatu proses historis dimana petani kehilangan akses lahan dan dipaksa untuk masuk ke kota dan menjadi pekerja. Karenanya ia berkesimpulan bahwa distribusi pendapatan dalam masyarakat kapitalis tidak adil. Menurut Karl Marx, transisi menuju sosialisme dapat dicapai bila kapitalisme telah mencapai tahap perkembangan yang cukup tinggi. Tingkat pendapatan per kapita yang tinggi dalam ekonomi kapitalis merupakan prakondisi bagi masa depan ekonomi sosialis, dan sistem ekonomi komunis akan mengikutinya.1) Sejarah Perkembangan Masyarakat

Perkembangan teori Karl Marx dapat dilihat dari pentingnya perubahan teknologi dan hubungan produksi dalam mempengaruhi kehidupan masyarakat, bukan kesadaran manusia yang menentukan keadaan tetapi sebaliknya justru keadaanlah yang menentukan kesadaran manusia. Untuk memahami dan mendalami teori Karl marx lebih lanjut, perlu terlebih dahulu mempelajari sejarah peradaban masyarakat, baik dari aspek perkembangan dan kemajuannya maupun dari aspek kemunduran dan kehancurannya. Dalam bukunya berjudul Das Kapital, Karl Marx menyatakan bahwa berdasarkan sejarah perkembangan suatu masyarakat, dikenal adanya kelompok-kelompok dalam masyarakat, yang sekaligus mencirikan tingkat peradabannya, yaitu 1) masyarakat primitif; 2) masyarakat perbudakan; 3) masyarakat feodal; 4) masyarakat kapitalis; dan 5) masyarakat sosial. Berikut ini akan dijelaskan secara singkat tentang bagaimana proses perkembangan itu terjadi:(1)

Pada masyarakat primitif, kehidupan masyarakat di era itu menggunakan alat-alat untuk bekerja yang masih sangat sederhana. Alat-alat ini bukan milik perseorangan tetapi milik komunal. Dalam masyarakat ini tidak ada surplus produksi, karena orang melakukan aktivitas

179

produktifnya hanya untuk memenuhi kebutuhannya sendiri, akan tetapi secara perlahan-lahan dalam waktu yang lama, masyarakat semakin mengetahui alat-alat produksi yang lebih baik. Perbaikan dalam alat-alat produksi menyebabkan adanya perubahan-perubahan sosial dan kemudian terjadi pembagian kerja dalam produksi; (2) Pada masyarakat perbudakan, hubungan produksi antara orang-orang yang memiliki alat-alat produksi dengan orang-orang yang hanya bekerja untuk mereka merupakan dasar terbentuknya masyarakat perbudakan. Bentuk hubungan kerja seperti ini cenderung eksploitatif dan menyebabkan keuntungan para pemilik alat produksi semakin besar karena budak-budak hanya diberi nafkah sekedar cukup untuk dapat bekerja;(3)

Pada masyarakat feodal, kepemilikan alat-alat produksi yang paling utama adalah tanah, dan pada umumnya tanah-tanah itu dikuasai oleh para kaum bangsawan, sedangkan para petani pada umumnya terdiri dari bekas budak yang dibebaskan. Para petani mengerjakan tanah itu untuk kaum feodal dan setelah itu baru tanah miliknya sendiri dapat dikerjakan. Perbaikan-perbaikan alat dan cara produksi banyak terjadi dalam sistem ini, dengan demikian ada dua golongan kelas: pertama, kelas feodal yang terdiri dari tuan-tuan tanah yang lebih berkuasa dalam hubungan sosial; dan kedua, kelas buruh yang bertugas melayani mereka. Kepentingan kedua kelas ini berbeda-beda. Kelas feodal lebih memikirkan keuntungan untuk mendirikan pabrik-pabrik, sedangkan kelas buruh yang memiliki alat-alat produksi menghendaki pasar yang lebih bebas serta hapusnya tarif dan rintangan lainnya dalam perdagangan yang diciptakan kaum feodal;

(4) Pada masyarakat kapitalis, kelompok masyarakat ini mempekerjakan kelas buruh yang tidak

memiliki alat produksi. Dalam proses ini, seringkali terjadi pertentangan karena perbedaan kepentingan antara kelompok masyarakat kapitalis dengan kepentingan kelompok masyarakat buruh, sehingga menyebabkan inferioritas di pihak buruh;(5) Pada masyarakat sosial, pemilikan alat-alat produksi didasarkan atas hak milik sosial (social

ownership). Hubungan produksi merupakan hubungan kerjasama dan saling membantu di antara buruh yang bebas dari unsur eksploitasi. Sistem ini memberi kesempatan kepada manusia untuk maju, baik di lapangan produksi maupun di dalam kehidupan masyrakat. Evolusi perkembangan kehidupan masyarakat tersebut sejalan dengan proses pembangunan yang sedang berlangsung. Pada kehidupan masyarakat feodalisme, mencerminkan kondisi perekonomian yang ada masih bersifat tradisional. Para tuan tanah dan pemilik modal merupakan

179

kelompok pelaku ekonomi yang memiliki posisi tawar relatif tinggi terhadap pelaku ekonomi lain. Perkembangan teknologi menyebabkan terjadinya pergeseran di sektor ekonomi, masyarakat yang semula agraris-feodal kemudian mulai beralih menjadi masyarakat industri yang kapitalis. Seperti halnya dalam kehidupan masyarakat feodalisme, pada masyarakat kapitalisme para pengusaha merupakan pihak yang memiliki tingkat posisi tawar menawar yang relatif tinggi terhadap pihak lain khususnya kaum buruh. Marx menyesuaikan asumsinya terhadap cara pandang ekonomi klasik bahwa buruh merupakan salah satu input dalam proses produksi. Artinya buruh tidak memiliki posisi tawar menawar sama sekali terhadap para majikannya yang merupakan kaum kapitalis itu. Konsekuensi logis dari penggunaan asumsi tersebut adalah kemungkinan terjadinya eksploitasi besar-besaran yang dilakukan oleh para pengusaha terhadap buruh. Bersamaan dengan itu, pemupukan modal oleh para pemilik modal berlangsung secara cepat karena diyakini akumulasi modal menjadi kata kunci bagi upaya peningkatan pendapatan (nilai tambah) yang lebih besar di masa mendatang. Sejalan dengan perkembangan teknologi, para pengusaha yang menguasai faktor produksi berusaha memaksimalkan keuntungannya dengan menginvestasikan akumulasi modal yang diperolehnya pada input produksi yang bersifat padat modal. Secara sederhana dapat dipahami bahwa faktor kunci yang memegang peranan penting dalam mendorong perkembangan ekonomi ialah adanya nilai lebih (surplus value). Atau dengan kata lain, perkembangan ekonomi dapat terjadi manakala ada aktivitas ekonomi produktif yang memberikan nilai lebih. Dalam hal ini, nilai lebih selain merupakan ekspektasi juga sekaligus merupakan insentif bagi semua pelaku ekonomi yang mendorong mereka mau melakukan aktivitas ekonomi produktif atau melakukan aktivitas penanaman modal. Dan insentif inilah yang pada gilirannya akan mendorong mereka untuk secara optimal memanfaatkan potensi dan kapasitas yang mereka miliki, termasuk tenaga kerja yang sudah mampu bekerja tetapi belum memdapatkan pekerjaan. 2) Runtuhnya Sistem Kapitalis Sepanjang teori pembangunan yang dikemukakannya, Marx selalu mendasarkan argumennya pada asumsi bahwa masyarakat pada dasarnya terbagi menjadi dua golongan, yaitu masyarakat pemilik tanah dan masyarakat bukan pemilik tanah, masyarakat pemilik modal dan masyarakat bukan pemilik modal. Asumsi lain yang mendukung adalah bahwa diantara kedua kelompok masyarakat tersebut sebenarnya menghadapi atau terjadi konflik kepentingan. Oleh karena itu, Karl Marx selalu mendasarkan teorinya pada kondisi pertentangan antar kelas dalam masyarakat. Menurut Karl Marx,

179

kemampuan para pengusaha untuk melakukan akumulasi modal terletak pada kemampuan mereka dalam memanfaatkan nilai lebih dari produktivitas buruh yang dipekerjakan. Nilai buruh yang dinyatakan dalam bentuk upah merupakan jumlah tenaga yang diperlukan untuk menghasilkan tenaga buruh tersebut. Artinya upah akan sama dengan nilai sarana kehidupan yang diperlukan seorang buruh untuk mempertahankan kehidupannya. Pada kenyataannya nilai upah yang diberikan jauh lebih kecil dibandingkan dengan produktivitas buruh tersebut dalam suatu proses produksi. Selisih antara nilai produktivitas buruh dan nilai tenaga buruh yang dinyatakan dalam bentuk upah inilah yang kemudian disebut dengan nilai lebih. Nilai lebih merupakan keuntungan yang diperoleh para pengusaha. Karena tingkat keuntungan yang diperoleh para pengusaha adalah fungsi dari nilai lebih, maka untuk memaksimalkannya para pengusaha tidak akan segan-segan mengeksploitasi pekerja. Nilai lebih akan meningkat jika upah diturunkan atau produktivitas dinaikkan dengan asumsi semua faktor lain tidak berubah. Penurunan upah buruh nampaknya sulit untuk dilakukan mengingat tingkat upah yang terjadi pada masa kapitalisme semata-mata diberikan agar buruh tetap hidup dan dapat bekerja. Artinya penetapan upah tidak lebih besar dari pada kebutuhan hidup pada tingkat subsisten. Hal ini merupakan dampak dari asumsi bahwa buruh dipandang seperti input yang lain. Upaya untuk memaksimalkan keuntungan yang nantinya akan diakumulasikan dalam bentuk modal melalui aktivitas investasi, hanya dapat dilakukan dengan cara meningkatkan produktivitas kerja. Upaya ini tidak terlepas dari kondisi pasar yang kian kompetitif, semakin sengitnya persaingan antar para pemilik modal akan menjurus pada upaya merebut pangsa pasar sebesar-besarnya. Jika diasumsikan bahwa kualitas barang yang diperdagangkan adalah homogen, maka produsen hanya dapat melaksanakan strategi penurunan harga output sebagai upaya menguasai pasar. Untuk itu, menuntut sistem produksi yang efisien dan produktif. Dengan kata lain, peningkatan produktivitas kerja dan efisiensi produksi menjadi keharusan. Hal ini dapat diwujudkan melalui investasi pada peralatan-peralatan yang padat teknologi untuk meningkatkan produktivitas kerja. Konsekuensinya, pengusaha akan menurunkan penggunaan tenaga buruh dan diganti dengan penggunaan mesin-mesin yang lebih produktif dan efisien. Akibat dari penggunaan mesin-mesin tersebut tingkat pengangguran akan semakin meningkat, dan daya beli masyarakat akan semakin menurun akibat semakin banyaknya tingkat pengangguran yang terjadi.

179

Menurut Karl Marx , eksploitasi terhadap kaum buruh dan peningkatan pengangguran yang terjadi akibat subtitusi tenaga manusia dengan input modal yang padat modal, pada akhirnya akan menyebabkan revolusi sosial yang dilakukan oleh kaum buruh. Fase ini merupakan tonggak baru bagi munculnya suatu tatanan sosial alternatif di samping tata masyarakat kapitalis, yaitu tata masyarakat sosialis. Akumulasi ketertindasan kaum buruh dalam perekonomian kapitalis yang terus dieksploitasi, meningkatnya pengangguran, dan ditambah konflik antar kelas masyarakat yang terus terjadi, maka Karl Marx kemudian menyimpulkan bahwa kapitalisme akan berakhir dengan timbulnya revolusi sosial yang dilakukan oleh kaum buruh. Revolusi ini akan membawa perubahan mendasar pada segala bidang, terutama pada sistem produksi dan pemilikan sumberdaya. Akumulasi modal dalam sistem kapitalis akan diganti dengan pemerataan kesempatan pemilikan sumberdaya, individualis dalam masyarakat kapitalis akan berubah menjadi sistem kemasyarakatan yang sosialis. Pada tahap ini, Karl Marx menawarkan suatu sistem baru yaitu sistem perekonomian sosialis, sebagai alternatif dari sistem kapitalis yang saat itu merupakan satu-satunya sistem perekonomian yang dikenal. Kritik terhadap teori Karl Marx terutama tertuju pada asumsi adanya nilai lebih dalam suatu perekonomian. Dalam dunia nyata tidak dikenal adanya istilah nilai lebih ini, karena memang di dunia nyata kita berkutat dengan harga yang terwujud dan nyata. Jadi Karl Marx dalam hal ini telah menciptakan dunia nilai yang abstrak yang membuat teorinya agak sukar dan kaku untuk memahami bekerjanya kapitalisme (Jhingan, 1988). Kritik lain adalah adanya keharusan perubahan dari masyarakat kapitalis menuju sosialis hanya dapat dilakukan dengan jalan revolusi. Haruskah suatu upaya untuk menuju kepada suatu kondisi yang dianggap baik harus dilakukan dengan revolusi yang tentunya akan membawa korban yang besar? Apakah sudah tidak ada lagi kejernihan berpikir dari kedua belah pihak untuk berdialog satu dengan yang lain? Kekakuan Karl Marx dalam mendeskripsikan proses perubahan dari masyarakat agraris-feodal menuju masyarakat kapitalis dan terakhir adalah masyarakat sosialis, nampaknya sangat diwarnai subyektivitas dan kebencian Karl Marx terhadap sistem kapitalis. Itulah sebabnya mengapa Karl Marx mendeskripsikan kehancuran kapitalis yang akan digantikan oleh sosialis harus melalui suatu revolusi. Artinya Karl Marx tidak menginginkan

179

keberadaan para pengusaha yang berjaya di masa kapitalis untuk menghirup udara sosialisme, mengingat revolusi kaum buruh jelas-jelas melawan kaum pengusaha tersebut. Kendati demikian, ternyata Karl Marx justru banyak menyumbang terhadap kelanggengan kehidupan ekonomi kapitalis. Dengan adanya kritik dan sinyalemen terhadap perkiraan dampak negatif sistem kapitalis, terutama terhadap buruh, maka hal tersebut justru menjadi masukan bagi ekonom kapitalis untuk menyempurnakan sistem yang ada hingga dampak negatif yang digambarkan Karl Marx dapat dihindari. Karl Marx merupakan orang pertama yang memberikan gambaran sisi negatif dari sistem kapitalisme jika sistem tersebut diterapkan berdasarkan perhitungan ekonomi semata tanpa mempertimbangkan unsur kemanusiaan dan nilai sosial kemasyarakatan. Karl Marx menunjukkan kepada dunia bahwa tahap pembangunan ekonomi tidaklah semulus yang diperkirakan sebelumnya. Untuk mencapai perekonomian sosialis, terlebih dahulu harus melewati tahap depresi ekonomi akibat kapitalisme yang merajalela tanpa kendali. Teori Karl Marx tentang depresi ekonomi inilah yang pada akhirnya justru memperkuat argumentasi Keynes yang merekomendasikan peningkatan peran pemerintah bagi upaya mengatasi depresi ekonomi yang ada. Akhirnya, dapat diringkaskan bahwa secara teoritis pemikiran-pemikiran Karl Marx memang sangat menarik, akan tetapi dalam aplikasinya banyak mengalami perubahan dan modifikasi. Ramalannya tentang tidak terelakkannya kejatuhan kapitalisme tidak pernah jadi kenyataan, begitu juga dengan ramalannya tentang negara sosialis pertama akan muncul di negara kapitalis paling maju, seperti di Inggris, Amerika dan Jerman tidak terbukti. Termasuk juga teori perjuangan kelas Karl Marx, dinilai kurang solid. Di negara-negara kapitalis, tidak ada perlakuan pengusaha yang berlebihan mengeksploitir kaum buruh sebagaimana dikhawatirkan Karl Marx. Kualitas kehidupan kaum buruh di negara kapitalis jauh lebih baik ketimbang pendapatan rata-rata masyarakat manapun. Dari berbagai aliran soialisme, hanya pemikiran-pemikiran kaum reformis yang mendekati kenyataan. Ramalan dan pemikiran-pemikiran dari aliran-aliran lain banyak yang tidak terbukti dalam kenyataan. Ini berarti menuntut perlunya revisi substansial terhadap teori-teori Karl Marx. E. TEORI PEMBANGUNAN EKONOMI NEO-KLASIK

179

Pada tahun 1870-an telah terjadi pengeseran dalam teori pembangunan ekonomi. Pergeseran ini disebabkan oleh kemajuan teknologi yang peranannya begitu dominan dalam pencarian dan penemuan sumber-sumber produksi baru, serta kemampuannya dalam mengembangkan lebih lanjut sumber-sumber produksi baru itu. Aliran teori pembangunan ekonomi baru ini kemudian dikenal sebagai mazhab teori pembangunan ekonomi Neo-Klasik. Kemunculan mazhab teori pembangunan ekonomi Neo-Klasik tidak terlepas dari banyaknya kritik dari para pakar ekonomi terhadap teori-teori yang dikembangkan oleh Karl Marx dan Engels, baik dari kaum sosialis sendiri maupun dari pendukung mazhab kapitalisme. Hal ini terjadi karena analisis yang dipergunakan oleh Karl Marx untuk meramal kejatuhan sistem kapitalis bertitik tolak dari teori nilai kerja dan tingkat upah, maka oleh para pakar ekonomi Neo-Klasik teori-teori tersebut dipelajari kembali secara mendalam. Dari sekian banyak pakar ekonomi Neo-Klasik, masing-masing memiliki pencirinya sendirisendiri, khususnya dalam hal cara pandang, fokus kajian, dan kerangka analisisnya. Semua itu terlihat jelas dan tertuang dalam karya-karyanya. Dengan pencirinya itu, kemudian oleh banyak kalangan dikelompokkan kedalam beberapa aliran atau mazhab. Pertama, Mazhab Austria, mereka yang tergabung dalam mazhab ini adalah tokoh-tokoh pemikir ekonomi handal seperti Carl Menger (1840-1921); Friedrich von Weiser (1851-1920); dan Eugen von Bohm Bawerk (1851-1914). Teori-teori yang dikembangkan oleh ketiga tokoh utama mazhab ini memiliki pencirinya sendiri dengan menerapkan kalkulus sebagai peralatan utamanya. Kelompok penerus dari mazhab ini adalah Knut Wicksell (1851-1926); Ludwig Edler von Mises (1881-1973); dan Friedrich August von Hayek (1899-1978). Kedua, Mazhab Lausanne, teori-teori yang dikembangkan oleh kelompok ini analisisnya lebih komprehensif, utamanya tentang teori keseimbangan umum yang dijelaskan dengan pendekatan matematis. Tokoh pemikir ekonomi yang dianggap menonjol dan sekaligus sebagai pendiri dari mazhab ini adalah Leon Walras11. Karya monumentalnya berjudul Elements of Pure Economics yangDalam riwayat hidupnya (1834-1910), Leon Walras yang lahir pada Tahun 1834 di Eveux, Perancis, selalu berusaha memberikan sumbangan penting bagi perkembangan ilmu ekonomi. Bersama dengan Jevon dan Menger, Ia adalah salah seorang dari beberapa penemu independen mengenai gagasan kepuasan marjinal. Ia adalah salah seorang yang pertama dan terkuat dalam mendukung individualisme metodologis, yakni keyakinan bahwa semua penjelasan fenomena ekonomi seharusnya berdasarkan tindakan individu dalam memilih. Akan tetapi Warlas lebih terkenal karena membangun sebuah model keseimbangan ekonomi yang memandang sistem ekonomi sebagai rangkaian persamaan matematika yang saling berhubungan. Warlas kemudian menjelaskan bagaimana memecahkan rangkaian persamaan ini untuk semua harga dan kuantitas. Ia juga yang selalu mendorong para ahli ekonomi untuk memfokuskan diri pada11

179

terbit pada Tahun 1878. Model keseimbangan umum Walras ini ternyata tidak dikembangkan oleh para pakar ekonomi pada zamannya. Alfred Marshall adalah sosok ilmuwan dari Cambridge University yang sangat menghargai model matematika yang menjadikan pemikiran-pemikiran Walras kemudian dihargai. Ia dianggap sebagai pendiri dan pengembang ilmu ekonomi matematika, dan kira-kira 60 tahun kemudian dikembangkan oleh Frisch dan Tinbergen menjadi ilmu ekonometrika, dan oleh Wassily Leontief kemudian dikembangkan konsep analisis input-output atas dasar matematika yang dikembangkan Walras. Pemikiran-pemikiran Walras ini kemudian diteruskan dan dikembangkan oleh Vilfredo Pareto, terutama dalam menjelaskan kondisi-kondisi yang harus dipenuhi agar sumberdaya-sumberdaya dapat dialokasikan dan memberikan hasil yang optimum dalam suatu model keseimbangan umum. Ketiga, Mazhab Cambridge, tokoh pemikir ekonomi yang menonjol karya-karyanya dalam kelompok mazhab ini adalah Alfred Marshall12. Sebagaimana diuraikan oleh Marshall dalam bukunya, harga barang menurut kaum klasik ditentukan oleh besarnya pengorbanan untuk menghasilkan barang tersebut. Dengan demikian, yang menentukan harga adalah sisi penawaran. Pendapat ini dengan tegas ditentang oleh kelompok neo-klasik lain seperti Jevons, Menger, dan Walras. Mereka sepakat bahwa yang menentukan harga adalah kondisi permintaan. Mereka juga mengkritik para pakar ekonomi klasik yang gagal membedakan antara utilitas total, utilitas marjinal, dan utilitas rata-rata. Misalnya, dalam menjelaskan paradoks antara intan dan air, Smith menjelaskan bahwa air sangat berfaedah tetapi mempunyai harga yang murah karena biaya yang diperlukan untuk memperoleh air kecil atau rendah sekali. Sebaliknya intan yang kurang berfaedah bagi manusia nilainya sangat tinggi karena untuk memperolehnya dibutuhkan biaya yang besar. Menurut kaum neo-klasik, tingginya harga intan ketimbang harga air bukan karena biaya untuk mendapatkan intan lebih besar dibanding biaya untuk mendapatkan air, melainkan karena utilitas marjinal yang besar. Karena itu orang mau menghargai intan lebih tinggi daripada air.hubungan timbal balik antara pasar-pasar yang berbeda, kemudian memformalkan gagasan keseimbangan umum dan menunjukkan kepada para ahli ekonomi bahwa adalah mungkin untuk mempelajari ekonomi yang saling berhubungan sebagai suatu rangkaian persamaan matematika. Ia mengangkat isu-isu tentang konvergensi penting ke arah keseimbangan dan stabilitas keseimbangan ekonomi, dan berusaha menjelaskan bagaimana ekonomi dapat mencapai keseimbangan umum. 12 Semasa hidupnya (1842-1924), Alfred Marshall aktif menulis, termasuk bukunya yang berjudul Principles of Economics. Buku ini sebetulnya sudah ditulis pada awal tahun 1870-an, tetapi ia termasuk orang yang sangat hat-hati dalam memberikan pendapat barunya, sehingga buku tersebut baru diterbitkan dua puluh tahun kemudian, yaitu pada Tahun 1891. Ia dianggap sangat berjasa dalam memperbaharui azas dan postulat pandangan-pandangan ekonomi yang dikemukakan pakar klasik dan pakar neoklasik sebelumnya.

179

Bagi Jevons, Menger dan Walras13, biaya bukan satu-satunya faktor yang menentukan harga. Yang paling menentukan harga, sesuai dengan teori utilitas marjinal adalah utilitas yang diterima dari mengkonsumsi satu unit terakhir dari barang tersebut. Ini berarti, teori tentang harga yang dikembangkan oleh kaum marjinalis sangat berbeda dengan teori yang dikembangkan oleh kaum klasik. Kaum klasik melihat harga hanya dari sisi produsen (jumlah pengorbanan yang dikeluarkan), sedangkan kaum marjinalis melihatnya dari sisi konsumen, yaitu kepuasan marjinal dari mengkonsumsi satu unit barang terakhir. Para pakar ekonomi neo-klasik sebagaimana disebutkan di atas dalam menganalisis ramalan Karl Marx mempergunakan konsep analisis marjinal. Analisis dengan konsep ini memiliki makna khusus bagi pengembangan ilmu ekonomi, sebab hasil penelitian mereka telah menciptakan aura baru bagi pengembangan teori ekonomi modern. Beberapa penulis ekonomi menyebut apa yang sudah dilakukan oleh para pakar ekonomi neoklasik tersebut sebagai marginal revolution, karena telah ditemukan suatau analisis baru yaitu pendekatan marjinal. Analisis ini pada intinya merupakan aplikasi dari kalkulus differensial terhadap tingkah laku konsumen dan produsen serta penentuan harga-harga di pasar. Sejak terjadinya marjinal revolution analisis ekonomi makin bersifat makro. Konsep marjinal ini diakui sebagai kontribusi utama dari mazhab Austria. Tetapi jika ditelusuri ke belakang ternyata teori ini telah cukup lama dikembangkan oleh penulis terdahulu, yaitu oleh Heindrich Gossen (1810-1858). Ia telah lama menggunakan konsep marjinal dalam menjelaskan kepuasan atau faedah (utility) dari mengkonsumsi suatu barang. Menurut Gossen, faedah tambahan (marginal utility) dari mengkonsumsi suatu macam barang akan semakin berkurang jika barang yang sama dikonsumsi semakin banyak. Pernyataannya ini kemudian dijadikan semacam dalil yang lebih dikenal sebagai Hukum Gossen I. Selanjutnya, dalam Hukum Gossen II Ia menjelaskan bahwa sumberdaya dan dana yang tersedia selalu terbatas secara relatif untuk memenuhi berbagai kebutuhan yang relatif tak terbatas. Dengan keterbatasan ini maka kepuasan maksimum yang bisa diperoleh terjadi pada saat faedah marjinal sama untuk setiap barang yang dikonsumsi, dengan syarat semua sumberdaya dan sumber dana terpakai habis seluruhnya. Sayang pada masanya teori Gossen di atas tidak mendapat perhatian dari pakar ekonomi. Baru sekitar empat puluh tahun kemudian, oleh Jevons

Stanley Jevons dari University of Manchester (Inggris) menulis Theory of Political Economy Tahun 1871. Karl Menger dari Austria menulis Principles of Economics in Germany pada Tahun yang sama. Leon Walras dari sekolah Lausanne (Swiss) menulis Elements of Pure Economics pada Tahun 1874.

13

179

bwesama dengan Menger, Bohm Bawerk dan Von Weiser memberi pengakuan dan penghargaan atas karya Gossen tersebut. Hasil penelitian dan pemikiran-pemikiran mereka menyimpulkan bahwa teori nilai lebih (surplus value) dari Karl Marx tidak mampu menjelaskan secara tepat tentang nilai komoditas sehingga teori tersebut dianggap tidak berkontribusi apa-apa dalam perkembangan teori ekonomi, dan oleh karena itu dapat diabaikan. Dengan sendirinya, kesimpulan ini telah meruntuhkan seluruh bangunan teori sosialis yang dikembangkan oleh Karl Marx dan Engels, sekaligus menyelamatkan sistem kapitalis dari kemungkinan tekanan depresi berat sebagaimana diramalkan Karl Marx. Kemudian, dalam teori ekonomi Neo-Klasik dipelajari tingkat bunga, yaitu harga modal yang menghubungkan nilai pada saat ini dan saat yang akan datang. Teori ekonomi Neo-Klasik mengenai perkembangan ekonomi menganggap: 1) akumulasi modal merupakan faktor penting dalam perkembangan ekonomi; 2) perkembangan itu merupakan proses yang gradual; 3) perkembangan merupakan proses yang harmonis dan kumulatif; 4) aliran teori ekonomi Neo-Klasik optimis terhadap perkembangan; dan 5) adanya aspek internasional dalam perkembangan tersebut. Dalam perspektif teori ekonomi Neo-Klasik, akumulasi modal berkaitan dengan tingkat bunga dan tingkat pendapatan. Dengan tingkat bunga yang rendah, maka akan menentukan tingginya tingkat investasi dan mendorong aktivitas ekonomi produktif meningkat, yang pada gilitannya akan mampu meningkatkan pendapatan. Dengan demikian, jika tingkat bunga rendah maka investasi akan tinggi dan pendapatan meningkat, dan begitu juga sebaliknya. Perkembangan ekonomi yang demikian itu berproses secara gradual dan berkelanjutan. Hal ini sejalan dengan pandangan Alfred Marshall, bahwa perekonomian itu merupakan sebuah kehidupan organik yang tumbuh dan berkembang perlahan-lahan sebagai proses yang gradual. Bahkan perkembangan itu sering disebut sebagai proses yang harmonis dan kumulatif. Mengapa? Karena, perkembangan itu berproses meliputi berbagai faktor yang tumbuh secara bersama-sama. Marshall menggambarkan bahwa harmonisnya perkembangan itu karena adanya internal economies dan external economies. Dalam hal ini, internal economies timbul karena adanya kenaikan skala produksi yang tergantung pada sumber-sumber dan efisiensi dari para pelaku ekonomi itu sendiri. Sedangkan external economies timbul karena kenaikan produksi pada umumnya dan kenaikan ini berhubungan dengan tingkat perkembangan pengetahuan dan kebudayaan. Sementara

179

itu, pada proses kumulatif, sebagaimana dinyatakan oleh Allen Young bahwa perkembangan industri itu tergantung pada baiknya pembagian kerja di antara para buruh. Dari perspektif yang lain, teori ekonomi Neo-Klasik optimis bahwa pertumbuhan ekonomi tidak akan berhenti karena terbatasnya sumberdaya alam. Teori ini meyakini ada kemampuan manusia untuk mengatasi terbatasnya pertumbuhan itu, sehingga berbeda dengan pandangan teori ekonomi klasik bahwa pertumbuhan ekonomi akan terhenti karena terbatasnya sumber daya alam. Bagaimanapun, perkembangan ekonomi suatu negara tidak terlepas dari pengaruh dunia internasional. Hal ini dapat dijelaskan melalui lima aspek yang mempengaruhi tingkat perkembangan ekonomi suatu negara: 1) mula-mula negara itu meminjam modal, yang selanjutnya disebut sebagai debitur belum mapan; 2) kemudian, negara itu dapat meningkatkan pendapatan nasionalnya dan dapat membayar dividend dan bunga atas pinjaman tersebut; 3) setelah pendapatan nasional negara itu meningkat maka sebagian dari pendapatannya digunakan untuk melunasi utang dan sebagian lagi dipinjamkan ke negara lain yang membutuhkan. Negara ini berada dalam tingkat debitur yang sudah mapan; 4) kemudian negara itu mengalami surplus karena telah dapat menerima dividend dan bunga yang lebih besar dari pada beban bunga yang harus ditanggung atau dibayarkan; dan 5) akhirnya negara itu menjadi kreditur mapan karena telah menerima dividend dan bunga dari negara lain. F. TEORI PEMBANGUNAN EKONOMI MAZHAB HISTORISMUS Keberhasilan pemikir-pemikir ekonomi neo-klasik dalam memberikan argumentasi terhadap kritik pedas dari para pemikir sosialis/marxis, menjadikan sistem kapitalis kembali berkibar. Namun keberhasilan ini tidak secara otomatis menjadikan sistem kapitalis dianut oleh semua negara di Eropa, karena bersamaan dengan itu berkembang suatu aliran ilmu ekonomi yang disebut mazhab historismus atau sering juga disebut sebagai aliran etis, sebuah penamaan yang mengindikasikan ketidaksenangan kelompok pendukung mazhab ini terhadap hedonisme klasik. Kelompok pendukung mazhab historismus ini cukup banyak, mereka berasal dari beragam latar belakang disiplin, negara dan bangsa. Sebagian besar dari mereka berasal dari Jerman, diantaranya: Friedrich List, Wilhelm Roscher, Bruno Hildebrand, Karl Bucher, Max Weber, dan Werner Sombart. Sedangkan tokoh pemikir ekonomi aliran ini yang berasal dari Inggris adalah William Cunningham dan J.W. Ashley. Dari Amerika serikat pendukung aliran ini juga ada, diantaranya Henry Carey, Simon Nelson Patten, dan Daniel Reymond.

179

Dalam sejarah perkembangan pembangunan ekonomi diketahui bahwa mazhab historismus ini dimulai di Jerman pada abad ke-19 hingga abad ke-20. Mazhab ini kerangka teoritisnya dibangun berdasarkan pada perspektif historis, dan pola pendekatan pembangunan ekonomi yang dipergunakan dalam memecahkan masalah-masalah ekonomi berpangkal pada perspektif historis-induktif empirisdengan mendasarkan pada fenomena ekonomi menyeluruh dan tahapan perkembangannya. Friedrich List (1840) adalah salah seorang pelopor Historismus, ia adalah salah satu dari sekian banyak eksponen nasionalisme ekonomi. List (1840) menyatakan bahwa tahap perkembangan ekonomi dapat dilihat dari tingkat perkembangan dan kemajuan dalam cara berproduksi, meliputi: 1) tahap primitif; 2) tahap beternak; 3) tahap pertanian; 4) tahap industri pengolahan (manufacturing); dan 5) penggabungan dari tahap pertanian, industri pengolahan dan perdagangan. Pandangan List tersebut kemudian dikritisi oleh Bruno Hildebrand (1848), bahwa sejarah perkembangan pembangunan ekonomi telah terjadi evolusi dalam masyarakat. Bruno (1848) mengkritik pandangan List (1840) bahwa pembangunan ekonomi bukanlah cara berproduksi atau cara mengkonsumsi, akan tetapi merupakan cara mendistribusikan, yaitu 1) perekonomian barter; 2) perekonomian uang; dan 3) perekonomian kredit. Kelemahan yang menonjol dari pandangan Bruno adalah tidak jelas bagaimana proses perkembangan dari tahap tertentu ke tahap berikutnya; dan tidak memberi sumbangan yang berarti terhadap peralatan analitis di bidang ilmu ekonomi. Berdasarkan kelemahan-kelemahan dari teori Bruno tersebut, Karl Bucher (1952) mencoba mensintesakan pendapat List dan Bruno ke dalam pentahapan perkembangan ekonomi sebagai berikut: 1) produksi bersifat subsistence, yaitu hanya untuk memenuhi kebutuhan sendiri; 2) perekonomian kota ditandai oleh tingkat pertukaran yang sudah meluas; dan 3) perekonomian nasional, dimana peran pedagang menjadi semakin penting. Tokoh pemikir lain yang mendukung mazhab historismus adalah Gustav Von Schmoler. Ia menjadi terkenal karena keterlibatannya dalam perdebatan sengit dengan para pakar klasik tentang metodologi dalam pengembangan ilmu ekonomi. Ia dianggap sebagai pendukung mazhab historimus yang paling gigih menyarankan agar metode deduktif klasik digantikan dengan metode induktif empirik. Sama halnya dengan tokoh mazhab historimus lainnya, Schmoler juga menekankan perlunya fleksibilitas dalam perekonomian dan memberi ruang yang lebih leluasa kepada pemerintah untuk memperbaiki keadaan ekonomi. Dalam hal ini, ia mempelajari dokumen-dokumen negara untuk mendemontrasikan kemurahan hati birokrasi yang mampu membimbing dan menyatukan kekuatan-kekuatan masyarakat dan menjamin diberlakukannya keadilan yang diyakininya tidak akan pernah terwujud dalam sistem perekonomian yang mengandalkan mekanisme pasar.

179

Pandangan Schmoler di atas agak berbeda dengan pandangan para tokoh dari mazhab historimus lainnya. Jika tokoh-tokoh dari mazhab historimus menghendaki berbagai kebijaksanaan di bidang ekonomi, Schmoler menghendaki agar kebijaksanaan juga menyangkut sosial dan politik. Lebih jauh dari itu, juga kebijaksaan untuk meningkatkan kesejahteraan kaum buruh. Misalnya untuk meningkatkan posisi tawar-menawar kaum buruh. Untuk hal ini, Schmoler menganjurkan perlunya didirikan dan dibinanya organisasi-organisasi serikat pekerja. Untuk mencapai tujuannya, Schmoler beserta rekan-rekannya mendirikan sebuah forum menghimpun pemikiran