Upload
hakhuong
View
225
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
66
BAB IV
KINERJA KLASTER INDUSTRI KECIL
TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL
IV.1 Klaster Industri Kecil Tekstil dan Produk Testil Surapati Bandung
Pada penelitian ini, studi kasus yang diambil sebagai obyek kajian adalah klaster
industri kecil tekstil dan produk tekstil (TPT) Surapati Kota Bandung. Penentuan
klaster industri kecil TPT ini berdasarkan hasil perhitungan dengan analisis LQ
yaitu berdasarkan konsentrasi tenaga kerja. Untuk klaster Surapati dihasilkan nilai
LQ sebesar 4,26, lebih besar dari 1,25. Nilai LQ ini menunjukkan bahwa klaster
Surapati sangat potensial untuk dikembangkan (Mayer, 2003). Pada penelitian ini
diambil 30 perusahaan sebagai sampel penelitian.
Mekanisme kehidupan klaster industri kecil tekstil dan produk tekstil secara
umum dapat digambarkan pada gambar 4.1. Gambar tersebut menjelaskan
aktivitas seluruh unsur-unsur klaster industri kecil tekstil dan produk tekstil
dimulai dari aktivitas usaha inti, aktivitas di dalam klaster, dan aktivitas antara
klaster dengan luar klaster. Hubungan antar perusahaan tersebut merupakan
hubungan vertikal yang membentuk rantai pasok (supply chain) antara supplier,
produsen, dan konsumen. Wu (2006) bahkan menyatakan klaster industri
merupakan kumpulan dari beberapa rantai pasok (supply chain) yang saling
berhubungan atau jaringan pasok (supply networks). Dari gambar 4.1 juga dapat
dianalisis bahwa:
1. Industri inti muncul karena adanya pasar yang terbuka (Untari, 2004).
2. Pasar terbuka tersebut muncul karena adanya variasi produk yang
berubah-ubah, jumlah permintaan variasi produk yang relatif kecil, dan
industri inti yang ada tidak dapat memenuhi permintaan pasar.
3. Kemampuan dari proses produksi yang hampir merata pada setiap
anggota klaster.
4. Kemampuan tersebut terjadi karena adanya ketidaksengajaan transfer
teknologi. Hal ini dapat dilihat dari proses transfer teknologi melalui
diskusi dan praktek informal.
67
Supplier
Industri Inti
Di dalam klaster Sub kontrak
Di Luar klaster
Supplier Konsumen
PemasarGudang JahitSablon
Sub kontrak
Pemotongan
Bordir
Sub kontrak
Sub kontrak
Finishing
Gambar 4.1. Mekanisme Kehidupan Klaster Tekstil dan Produk Tekstil
68
IV.1.1 Gambaran Umum Klaster Industri TPT Surapati Bandung
Industri kecil dan menengah tekstil dan produk tekstil di Kota Bandung umumnya
mengelompok dalam sentra dan keberadaannya tersebar hampir di seluruh
wilayah yang ada. Salah satu sentra industri tekstil dan produk tekstil tersebut
adalah Sentra Kaos Surapati. Letak sentra Kaos Surapati berada di Kelurahan
Sukaluyu dan Kelurahan Cihaurgeulis yang merupakan wilayah Kecamatan
Cibeunying Kaler, serta Kelurahan Padasuka yang berada di wilayah Kecamatan
Cibeunying Kidul. Kedua kecamatan tersebut terletak 2 (dua) km dari pusat Kota
Bandung ke arah timur laut.
Kota Bandung terletak di wilayah Jawa Barat dan merupakan Ibu Kota Propinsi
Jawa Barat. Kota Bandung secara geografis terletak diantara 107036’ Bujur Timur
dan 6055’ Lintang Selatan. Secara topografis Kota Bandung terletak pada
ketinggian 791 meter di atas permukaan laut, titik tertinggi di daerah Utara dengan
ketinggian 1.050 meter dan terendah disebelah selatan adalah 675 meter di atas
permukaan laut. Di wilayah Kota Bandung bagian Selatan permukaan tanah relatif
datar, sedangkan di bagian Utara berbukit-bukit.
Lokasi Kota Bandung cukup strategis, dilihat dari segi komunikasi, perekonomian
maupun keamanan. Hal tersebut disebabkan oleh :
- Kota Bandung terletak pada pertemuan poros jalan raya: Barat Timur yang
memudahkan hubungan dengan Ibukota Negara, Jakarta. Dengan telah
dibangunnya jalan tol yang menghubungkan Jakarta, Puwakarta, Bandung,
dan Cileunyi, maka akses ke Jakarta hanya memerlukan waktu sekitar 2
jam. Sedangkan Utara dan Selatan yang memudahkan lalu lintas ke daerah
perkebunan (Subang dan Pangalengan).
- Letak yang tidak terisolasi serta dengan komunikasi yang baik akan
memudahkan hubungan dan komunikasi secara lebih cepat.
IV.1.2 Kondisi Klaster Industri TPT Surapati Bandung
Klaster industri tekstil dan produk tekstil Surapati merupakan sentra industri kaos
yang terbentuk secara alami sejak tahun 1982. Produk yang dihasilkan Klaster
69
Surapati saat ini tidak hanya kaos saja sebagai produk utama, tetapi juga produk
lainnya seperti jaket, training, sweater, spanduk, sablon, umbul-umbul, topi,
bahkan sekarang ini produknya berkembang ke papan iklan (billboard).
Prosentase dari jenis produk yang dihasilkan dapat dilihat pada gambar 4.2.
Beragamnya jenis produk dan lapisan industri menunjukan kecenderungan sentra
kaos Surapati ini mampu merangsang inovasi, serta berpotensi dalam
pemberdayaan sumber daya manusia ke depan dan sumber daya lainnya.
28,30%
20,75%9,43%
11,32%
6,98%
5,66%7,55%
Kaos
Jaket
Training
Sapnduk
Sweater
Topi
Sablon
Gambar 4.2 Jenis Produk Berdasarkan Nilai Transaksi Klaster Surapati
Di sepanjang jalan Surapati – PHH. Mustopa (jalan protokol provinsi) saat ini
terdapat ±269 unit usaha dengan omzet rata-rata 5 Milyar perbulan (Disperindag,
2006). Selain itu juga terdapat pelaku usaha dibelakang dan sekitarnya, sehingga
diperkirakan terdapat 800 unit usaha yang saling mendukung di sentra kaos
Surapati dengan jumlah tenaga kerja yang terserap mencapai 5.600 orang tenaga
kerja (Disperindag, 2006).
Sentra industri kaos Surapati tergolong sebagai industri skala kecil dan rumah
tangga, dimana jumlah pekerja yang terlibat dalam satu unit perusahaan rata-rata
kurang dari 20 orang. Tetapi dalam hal penciptaan lapangan kerja, tentunya ikut
menyumbangkan penyerapan tenaga kerja di sektor industri. Bahkan industri kaos
Surapati telah menjadi mata pencaharian sebagian masyarakat di sekitar sentra
tersebut.
70
IV.2 Faktor-Faktor Analisis Kinerja Klaster Industri Supply Chain
IV.2.1 Profil Industri Inti
Pada mulanya industri inti terdiri dari satu atau beberapa unit usaha yang memiliki
sesuatu yang dapat dikembangkan yang berupa keterampilan, potensi lokal,
adanya sarana dan peralatan kerja, dan adanya dorongan karena munculnya usaha
di sekitar lokasi usaha mereka. Industri inti adalah industri yang mempunyai
keterkaitan erat dengan industri lain dalam suatu klaster, serta sangat berpengaruh
terhadap pengembangan klaster. Industri inti merupakan titik masuk kajian dalam
penelitian model pembentukan klaster supply chain.
Mekanisme munculnya industri inti pada klaster industri kecil secara umum dapat
dianalisis sebagai berikut (Untari, 2004) :
– Industri inti muncul karena adanya pasar yang terbuka, artinya terdapat
kondisi dimana permintaan pasar lebih besar daripada output yang dihasilkan
industri kecil.
– Pasar terbuka muncul karena beberapa hal, antara lain: variasi produk yang
berubah-ubah, jumlah permintaan variasi produk yang relatif kecil, serta
industri inti yang ada tidak dapat memenuhi permintaan pasar.
– Kemampuan dari proses produksi yang hampir merata pada setiap anggota
klaster. Kemampuan tersebut terjadi karena adanya ketidaksengajaan transfer
teknologi. Hal ini dapat dilihat dari proses transfer teknologi melalui diskusi
dan praktek informal.
Profil industri inti (perusahaaan) klaster tekstil dan produk tekstil Surapati
diperoleh dari hasil kuesioner, wawancara dan pengamatan langsung. Hasil
kuesioner data umum perusahaan dapat dilihat dalam Tabel 4.1. Dari 30 sampel
yang terpilih, 12 perusahaan masuk dalam kategori industri mikro dengan jumlah
karyawan kurang dari 4 orang, 15 perusahaan masuk dalam kategori industri kecil
dengan jumlah karyawan berkisar 4 – 20 orang, dan 3 perusahaan masuk dalam
kategori industri menengah dengan jumlah karyawan di atas 20 orang. Bentuk
badan usaha bervariasi yaitu perseorangan dan CV. Beberapa kendala yang
dialami dalam survey penelitian adalah kondisi perusahaan yang banyak
71
mengalami perubahan, dan sulitnya mendapatkan data yang berhubungan dengan
produksi dan laporan keuangan.
Tabel 4.1. Data Profil Perusahaan (Industri Inti)
NO Nama
Perusahaan
Tahun
Berdiri
Jumlah
Karyawan Modal Penjualan Laba
1 Dian Production 1994 23 200.000.000 1.500.000.000 300.000.000
2 Golden 1996 5 50.000.000 60.000.000 12.000.000
3 Cakra 1996 9 61.000.000 600.000.000 120.000.000
4 Jaya Promosi 1985 4 200.000.000 500.000.000 100.000.000
5 CD 113 1995 4 15.000.000 60.000.000 12.000.000
6 Toraja 2006 2 80.000.000 60.000.000 12.000.000
7 Top One Prod. 1997 10 150.000.000 1.400.000.000 280.000.000
8 CB 171 Tshirt 2003 3 8.000.000 36.000.000 7.200.000
9 Dinasty 1997 6 40.000.000 36.000.000 7.200.000
10 Handy's 1996 10 127.500.000 720.000.000 144.000.000
11 SAS 1988 28 350.000.000 2.500.000.000 500.000.000
12 X-Sys 2001 2 10.000.000 36.000.000 7.200.000
13 Cahaya 50 1990 3 30.000.000 36.000.000 7.200.000
14 CV. Hoki 2002 8 40.000.000 600.000.000 120.000.000
15 Bonanza 2003 2 15.000.000 48.000.000 9.600.000
16 Avpin Tshirt 2005 2 5.000.000 72.000.000 14.400.000
17 Chexas Tshirt 1995 2 10.000.000 36.000.000 7.200.000
18 Swaka 1995 3 30.000.000 300.000.000 60.000.000
19 Exsas Tshirt 2000 4 10.000.000 120.000.000 24.000.000
20 CV. Surya 1989 25 300.000.000 2.000.000.000 400.000.000
21 P.Dock Production 2000
4 10.000.000 36.000.000 7.200.000
22 Pras 1990 10 20.000.000 600.000.000 120.000.000
23 Hidayah Production 2005
2 25.000.000 60.000.000 12.000.000
24 CDM 1998 3 10.000.000 36.000.000 7.200.000
25 C50 2000 3 10.000.000 60.000.000 12.000.000
26 Kharisma Advertising 1996
4 10.000.000 72.000.000 14.400.000
27 K-te Product 2000 6 15.000.000 60.000.000 12.000.000
28 Unique Production 1999
4 20.000.000 180.000.000 36.000.000
29 Anis Reklame 1999 2 30.000.000 120.000.000 24.000.000
30 Mudji 1994 17 200.000.000 1.500.000.000 300.000.000
Dalam melakukan proses produksinya kemampuan industri inti akan berbeda-
beda. Untuk itu dalam penelitian akan dilakukan penentuan jumlah kelompok
industri inti dengan menggunakan analisis kluster yaitu menentukan
pengelompokkan terhadap 30 industri inti klaster Surapati di Kota Bandung.
Pengelompokan dilakukan berdasarkan kinerja yang telah dicapai, yaitu :
72
- Umur perusahaan (sampai tahun 2007)
- Jumlah karyawan
- Modal (asset) perusahaan
- Penjualan per tahun
- Laba bersih per tahun
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Software SPSS 12. Karena data-
data kinerja industri di atas diukur dengan skala yang berbeda, maka dilakukan
standarisasi data. Data mentah untuk 30 responden terhadap variabel
ditransformasikan ke skor Z (standardized). Metode pengelompokkan yang
dipilih adalah metode pengelompokkan hierarchical cluster analysis yang
menggunakan agglomerative methods. Prosedur pengelompokkan yang digunakan
yaitu Ward’s Error Sum of Square Method. Ward’s method menjamin perbedaan
antar klaster diperkecil dan jika dibandingkan dengan metode yang lain, metode
ward’s memiliki kekomprehensifan yang lebih baik (Hair, 1998). Teknik
pengukuran jarak atau similaritas yang digunakan dalam pengolahan data ini
adalah Squared Eucliden Distance.
Pada dasarnya penentuan jumlah kelompok dapat dilakukan secara apriori ataupun
dengan melihat tabel aglomerasi. Pada penelitian ini akan dilakukan pembacaan
hasil tabel aglomerasi dengan melihat koefisien aglomerasi. Untuk itu dicoba
ditentukan tiga alternatif jumlah kluster, yaitu 3, 4, dan 5 kluster. Dari hasil
pengolahan analisis cluster dengan Sofware SPSS Versi 12 dihasilkan Case
Processing Summary, Proximity Matrix, Agglomeration Schedule, dan Cluster
membership (Lampiran B). Hasil pengolahan data ini dapat digunakan untuk
menginterpretasikan hasil dari pengelompokkan.
Dari hasil Case Processing Summary memperlihatkan bahwa data yang diolah
terdiri dari 30 cases (responden) yang sudah terisi lengkap, tidak ada data yang
hilang dan siap untuk diolah. Pada tabel Proximity Matrix memperlihatkan
similaritas obyek yang diukur berdasarkan Squared Eucliden distance. Semakin
kecil jarak euclidean antar obyek, maka semakin similar kedua obyek tersebut.
73
Jarak yang ditunjukkan dalam matriks ini menjadi dasar pengelompokkan
perusahaan.
Hasil analisis kluster diringkas di Agglomeration Schedule yang mengidentifikasi
obyek-obyek atau kluster-kluster yang digabungkan di setiap tingkat. Pada metode
aglomerasi, dimulai dengan kenyataan bahwa setiap obyek membentuk kelompok
masing-masing. Pengelompokkan perusahaan dilakukan satu demi satu. Pada
tahap pertama (stage 1), perusahaan 21 dan 25 memiliki jarak terkecil, maka
kedua perusahaan tersebut dijadikan satu kluster. Jarak terkecil antar dua
perusahaan ditampilkan di kolom coefficient. Coefficient besar menunjukan
kluster yang digabung adalah berbeda.
Hasil aglomerasi dalam tabel Agglomeration Schedule dapat juga ditampilkan
dengan sebuah dendogram. Dendogram merupakan diagram yang
menggambarkan urutan hierarki pengelompokkan. Dengan melihat diagram
dendogram ini kita bisa mengetahui urutan pengelompokkan dan anggota
kelompoknya. Dari dendogram ini terlihat sesuai dengan proses aglomerasi,
perusahaan 21 dan 25 menjadi kelompok terlebih dahulu, kemudian perusahaan 8
dan 15 bergabung. Demikian seterusnya sampai terbentuk sebuah kluster besar
yang mewakili semua perusahaan.
Dari hasil cluster membership (keanggotaan kluster) dihasilkan rekapitulasi hasil
proses pengelompokkan. Pada proses pengolahan data ini dilakukan
pengelompokkan dengan beberapa alternatif jumlah kluster yaitu 3, 4, dan 5
kelompok. Untuk menentukan jumlah kelompok yang tepat dilakukan validasi
dengan melakukan uji dengan metode yang berbeda yaitu metode K-Means. Hasil
validasi dengan membandingkan metode hirarki dan K-Means dapat dilihat pada
lampiran B4. Dari hasil validadi ini didapatkan bahwa jumlah kluster 3 yang
menghasilkan perbedaan yang sedikit dibandingkan dengan kluster 4 dan 5.
Sehingga pada penelitian ini industri inti akan dikelompokkan menjadi 3
kelompok.
74
Tabel 4.2 Hasil Pengelompokkan 3 Klaster
Kluster Jumlah
Perusahaan
No. Responden Perusahaan
1 5 1, 7, 11, 20, 30 Dian Production, Top One Production, Surya, SAS Advertising, dan Mudji Sport
2 12 2, 3, 4, 5, 9, 10, 13, 14, 17, 18, 22, 26
Golden, Cakra, Jaya Promosi, CD 113, Dinasty, X-Sys, Hoky, Bonanza, Swaka, Exsas Tshirt, Pras, C 50,
3 13 6, 8, 12, 15, 16, 19, 21, 23, 24, 25, 27, 28, 29
Toraja, CB 171, Cahaya 50, Handy’s, Avpin Tshirt, Chexas Tshirt, P.Dock Production, Hidayah Production, Kharisma Advertising, CDM, K-te Production, Unique Production, Anis Reklame,
Dari tabel 4.2 menunjukkan nama-nama perusahaan yang masuk ke dalam
kelompok 1 ada 5 perusahaan atau 17%, perusahaan pada kelompok ini kinerja
industri kategori tinggi dan merupakan perusahaan skala menengah. Kelompok 2
ada 10 perusahaan atau 20%, perusahaan pada kelompok ini kinerja kategori
sedang yang merupakan perusahaan skala kecil. Sedangkan pada kelompok 3 ada
13 atau 43%, kinerja perusahaan pada kelompok ini kategori rendah dan
merupakan perusahaan skala mikro atau rumah tangga.
IV.2.2 Profil Supplier
Supplier adalah industri penunjang yang memenuhi kebutuhan bahan baku
ataupun bahan penolong yang diperlukan industri inti dalam proses produksinya.
Supplier merupakan backward linkage atau keterkaitan ke belakang dari industri
inti. Munculnya supplier di dalam suatu klaster industri karena adanya kebutuhan
industri inti akan suatu input yang diperlukan bagi proses produksi. Input tersebut
dapat berupa bahan baku maupun bahan penolong. Untuk itu, analisis munculnya
supplier dilakukan dengan mengidentifikasi terhadap bahan yang dibutuhkan oleh
industri inti, jumlah dan seberapa sering bahan tersebut dibutuhkan, serta dari
mana sumber bahan baku tersebut dapat dipenuhi. Analisis dilakukan untuk
melihat peranan supplier dalam kelancaran proses produksi, dan juga untuk
75
mengetahui hambatan yang dihadapi industri inti dalam meningkatkan proses
produksinya.
Dari hasil di lapangan teridentifikasi bahwa yang menjadi supplier untuk
klaster/sentra kaos Surapati terdiri dari pedagang kain, pedagang peralatan sablon,
dan aksesoris konveksi. Para pedagang ini berada di sekitar jalan Oto
Iskandardinata (Otista) yang merupakan pusat tekstil dan produk tekstil di Kota
Bandung. Selain itu juga telah muncul supplier di sekitar klaster/sentra seperti
Toko Padasuka dan Toko Kenari. Untuk pedagang kain ini, mereka mendapat
pasokan dari pabrik kain yang tersebar di Jawa Barat seperti Kabupaten Bandung,
Kota Cimahi, Kabupaten Purwakarta, dan Bekasi. Supplier pada klaster tekstil dan
produk tekstil Surapati terdiri dari :
- Pedagang kain
Secara umum pedagang kain yang menjual berbagai jenis kain dipasok dari
pabrik kain yang tersebar di Jawa Barat seperti Kabupaten Bandung, Kota
Cimahi, Kabupaten Purwakarta, dan Bekasi. Sebenarnya ada keinginan dari
industri inti untuk mendapatkan kain langsung dari pabrik tekstil. Tetapi
dengan keterbatasan dana untuk mendapatkan kain dalam skala besar tidak
mungkin dilakukan. Peran pedagang kain sebagai penyangga bahan baku
menjadi andalan, artinya secara langsung industri inti telah menerapkan salah
satu prinsip klaster industri. Kemudahan selain partai kecil juga sistem
pembayaran dapat dilakukan secara kredit.
- Pedagang Asesoris
Pedagang asesoris menjual berbagai produk seperti kancing, benang, dan
ruisleting dengan penjualan partai besar dan menggunakan sistem pembayaran
kontan atau kredit.
- Pedagang Bahan Sablon dan Peralatan Sablon
Pedagang bahan sablon dan peralatan sablon menjual berbagai produk untuk
proses sablon seperti bahan screen, cat untuk sablon, dan peralatan lainnya.
Untuk bahan sablon (printing) yang berkualitas tinggi masih merupakan
produk impor. Sedangkan untuk peralatan sablon yang dipakai dalam proses
sablon hampir sepenuhnya telah diproduksi oleh pelaku lokal.
76
Pada pengumpulan data supplier ini penulis mengalami kesulitan untuk
mendapatkan profil perusahaan karena mereka adalah umumnya pedagang. Untuk
itu penelitian ini hanya mendapat data supplier dari industri inti dan data sekunder
dari yaitu Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Barat. Selengkapnya nama-
nama Supplier dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Nama-Nama Supplier
No Pedagang Kain Peralatan Sablon Aksesoris
1 Toko Purnama Jl. Otista
Toko Aseli Jl. Otista
Toko Otto Jaya Jl. Otista
2 Toko Central Jl. Otista
Toko Aneka Ragam Jl. Cidurian
Toko Sepuluh Jl. Otista
3 Toko Kenari Jl. Kenari
Toko Spectra Jl. Otista Bandung
Toko Tokyo Jl. Otista
4 Toko Meriah Jl. Otista
Toko Asli Jl. Otista
-
5 Toko Padasuka Jl. PH. Mustapa
Toko Lukas Jl. Dalem Kaum
-
6 PT. Kahatex - -
Dalam melakukan proses produksi industri inti akan melakukan pemilihan
terhadap supplier. Gambar 4.3 menunjukkan perbandingan rata-rata penilaian oleh
industri inti yaitu industri kinerja tinggi, industri sedang, dan industri kinerja
rendah terhadap pemilihan supplier berdasarkan kriteria harga, kualitas, kuantitas,
dan pelayanan yang ditawarkan. Pada industri kinerja tinggi terlihat bahwa
mereka mengutamakan kualitas dan pelayanan dari supplier. Untuk industri
kinerja sedang mengutamakan kualitas, pelayanan, dan harga. Sedangkan untuk
industri kinerja rendah lebih mengutamakan harga dari supplier.
77
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
Harga
Kualitas
Kuantitas
Pelayanan
Tinggi
Sedang
Rendah
Gambar 4.3 Grafik Rata-rata Pemilihan Supplier
IV.2.3 Profil Subkontrak
Subkontrak merupakan industri atau perusahaan yang mengerjakan sebagian tahap
proses produksi yang harus dikerjakan usaha inti. Munculnya subkontrak dapat
dilakukan dengan melakukan identifikasi terhadap seluruh tahapan produksi yang
dilakukan industri inti. Dari keseluruhan tahapan tersebut, apakah ada yang
dikerjakan oleh pihak lain. Jika ada maka pihak lain tersebut adalah subkontrak.
Kemudian dilakukan identifikasi apakah subkontrak tersebut ada di dalam klaster.
Pada klaster Surapati terdapat keunikan dalam proses pekerjaan subkontrak, yaitu
subkontrak dikerjakan oleh industri perorangan atau rumah tangga. Letak industri
subkontrak berada di sekitar (belakang) industri inti yang mempunyai spesialisasi
seperti jasa jahit, jasa sablon, dan bordir. Setiap perusahaan mempunyai
subkontrak masing-masing, biasanya dipilih karena hubungan keluarga atau bekas
pegawainya yang membuka usaha sendiri.
Pengerjaan subkontrak di klaster Surapati dikenal dengan lapisan industri yang
mereka sebut dengan ring pelaku. Ring pelaku ini mengelompok menjadi 3 ring,
yaitu :
78
1. Ring Pertama: yaitu kelompok usaha yang berada di sepanjang jalan
Surapati – PHH. Mustopa yang disebut industri inti. Ring pertama ini lebih
menguasai pasar, tempat usaha lebih representatif untuk menerima
konsumen/pelanggan, dan mereka lebih fokus untuk mendapatkan order.
2. Ring Kedua: yaitu kelompok pelaku yang berada di belakang ring pertama.
Kelompok inilah yang melakukan pekerjaan subkontrak atau yang mereka
sebut maklun dari ring pertama. Selain itu juga mereka masih mengerjakan
order dari pasarnya sendiri, namun dalam kapasitas yang relatif kecil.
3. Ring Ketiga: yaitu kelompok pelaku yang berada di belakang ring kedua,
dan hanya mengerjakan pekerjaan subkontrak saja, baik dari ring pertama
maupun dari ring kedua.
Tumbuhnya ring-ring pelaku ini terjadi begitu saja tanpa melalui proses yang
direncanakan. Lapisan industri baru akan terbentuk dan bergabung dalam
kelompok salah satu ring secara alamiah, ketika proses transfer keterampilan
dirasa cukup oleh para pekerja dalam suatu unit usaha. Sehingga mereka
memutuskan untuk mandiri menjadi unit usaha baru dan menjadi jejaring atau
subkontrak dari unit usaha tempat mereka bekerja sebelumnya atau unit usaha
lainnya. Fenomena ini telah terjadi secara turun menurun sejak awal adanya
industri kaos Surapati hingga saat ini.
Gambar 4.4 menunjukkan penilaian pelaku usaha pada klaster TPT Surapati
dalam memilih perusahaan subkontrak berdasarkan kriteria fasilitas produksi,
biaya produksi, waktu produksi, dan mutu produksi. Kriteria yang menjadi sangat
penting menurut industri kinerja tinggi adalah mutu produksi yang dihasilkan
perusahaan subkontrak. Untuk industri kinerja sedang mutu, biaya dan waktu
produksi adalah kriteria yang penting. Sedangkan kriteria yang sangat penting
menurut industri kinerja rendah adalah biaya produksi.
79
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
Fasilitas
Biaya
Waktu
Mutu
Tinggi
Sedang
Rendah
Gambar 4.4 Grafik Rata-rata Pemilihan Subkontrak
IV.2.4 Profil Pemasar
Pemasar merupakan usaha penunjang yang mendukung industri inti dalam
memasarkan produknya. Identifikasi untuk mengetahui munculnya pemasar di
dalam klaster dapat dilakukan dengan mendeskripsikan kegiatan yang dilakukan
industri inti dalam upaya menyampaikan produknya sampai ke tangan konsumen.
Sehingga akan diketahui apakah industri inti menggunakan jasa pemasar atau
melakukan sendiri kegiatan pemasarannya.
Pada klaster sentra kaos Surapati keberadaan pemasar sulit untuk diidentifikasi,
karena para pelaku industri inti tidak secara langsung dapat mengenali pembelinya
sebagai pemasar (perantara) atau pemakai (konsumen) langsung. Dari hasil
wawancara di lapangan secara umum diperoleh gambaran bahwa kelompok
pembeli antara lain institusi pemerintah lokal maupun luar daerah, sekolah,
universitas, outlet, perusahaan swasta dan bank. Biasanya mereka memesan untuk
seragam pegawai dan kaos olah raga. Distribusi pasar industri kaos menunjukkan
bahwa proporsi pasar lokal hampir seimbang dengan pasar di luar daerah (antar
kabupaten 32%, dan antar propinsi 28%), walaupun pasar lokal masih berada pada
posisi teratas sebesar 36 %. Sedangkan untuk pasar ekspor teridentifikasi ada
80
sekitar 4%. Data mengenai distribusi pasar industri kaos Surapai dapat dilihat
pada gambar 4.5.
Gambar 4.5 Distribusi Pasar (Disperindag, 2006)
Gambar 4.6 menunjukan rata-rata penilaian pelaku usaha di klaster TPT Surapati
dalam memilih pemasar/konsumen. Pada industri kinerja tinggi terlihat bahwa
kemampuan promosi dari pemasar/konsumen merupakan kriteria yang sangat
penting. Untuk industri kinerja sedang menganggap bahwa kemampuan
mendapatkan order merupakan kriteria yang penting. Sedangkan untuk industri
kinerja rendah menganggap bahwa harga produk yang sesuai adalah kriteria yang
penting dalam pemilihan pemasar/konsumen.
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
Promosi
OrderHarga
Tinggi
Sedang
Rendah
Gambar 4.6 Grafik Rata-rata Pemilihan Pemasar
36%
32%
28%
4%
Lokal Antar Kabupaten Antar Propinsi Ekspor
81
IV.3 Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Keberhasilan Klaster
IV.3.1 Identifikasi Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap
Keberhasilan Klaster
IV.3.1.1 Bahan baku
Bahan baku utama industri tekstil dan produk tekstil adalah kain dengan jenis dan
kualitas yang berbeda-beda. Kebutuhan bahan baku untuk industri kecil dan
menengah bervariasi untuk masing-masing perusahaan, yaitu untuk industri
menengah berkisar 150 juta hingga 1,5 milyar rupiah dan untuk industri skala
kecil berkisar 18 juta hingga 200 juta rupiah. Kebutuhan bahan baku ini akan
meningkat jika order meningkat, biasanya pada tahun ajaran baru sekolah atau
adanya even-even besar daerah maupun nasional.
Jenis-jenis kain yang digunakan sebagai bahan baku yaitu :
- Kaos & Polo Shirt : PE (Polyester), Hyget, Cotton Carded, Cotton
Combed, TC (tetoron cotton - 35 % cotton 65 % polyester, CVC (80%
cotton, 20 % polyester), Polyester, Lacoste, Lacoste Cotton pique, Wafer,
Double Knit, dll.
- Jaket: Drill, Parasut/ Parasit, Taslan (nylon taslon), Baby canvas, Canvas
sueding, Canvas ring, Canvas Marsoto, Ribstock/ Ribstop, Jeans/Denim,
Micro fibre, Micro satin, High Twist, Semi Wol, Diadora, Adidas, Lotto,
dll.
- Pakaian Olahraga: Parasut/parasit, Taslan (nilon Taslon), Micro fibre,
Micro saten, Adidas, Lotto, Paragon, Diadora, dll.
- Kemeja: American drill, Castilo, Verlando, Ventura, Japan, Taipan,
Oxford, Canada, Golden Mela, Tetoron, Ripstop/ Ribstok, High twist
(Sebastian, Caravelle, Intercooler, Maxistyle ( Staff, Serasi, dll), Bellini
(Topman, United, Fortis, dll), Estilo, Bertoluci, Pedroza, Exprezzo, Tifosi,
Amarilo, Britain, Mantovani, Caterina, dll), BSY (tisu), Sutra, dll.
- Celana: American drill, Castilo, Verlando, Ventura, Japan, Taipan,
Canvas, Jeans (denim), Corduroy, High twist (Sebastian, Caravelle,
Intercooler, Maxistyle (Staff, Serasi, dll), Bellini (Topman, United, Fortis,
dll), Estilo, Bertoluci, Pedroza, Exprezzo, Tifosi, Amarilo, Britain,
Mantovani, Caterina, dll) Wol, Ripstop (ribstock/ribstok), dsb.
82
- Topi: Canvas, Drill, Jala/jaring, Rafel, Twill, Matador, dll.
- Kostum Basket/Bola: Paragon, Jaring, Trilobal, Eye let, Serena, dll.
- Sweater: fleece, polar fleece, baby tery, dll.
Ketersediaan bahan baku selama ini masih lancar dan dapat dengan mudah
dipenuhi. Hal ini didukung oleh pabrik tekstil yang berada di Jawa Barat seperti
Kabupaten Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Purwakarta, dan Bekasi. Dengan
melalui para pedagang yang berada di sekitar jalan Oto Iskandardinata yang
merupakan pusat tekstil dan produk tekstil di Kota Bandung. Melalui pedagang
ini sistem pembayaran dapat dilakukan dengan sistem tunai, maupun secara kredit.
IV.3.1.2 Sumber daya manusia
Pada tahun 2007, sentra kaos Surapati menyerap ± 5.600 tenaga kerja. Jumlah ini
hasil perhitungan rata-rata tenaga kerja per unit usaha sebanyak 7 orang dikalikan
800 unit usaha perkiraan yang ada. Tidak seperti pada umumnya industri pakaian
jadi (konveksi), tenaga kerja sentra kaos Surapati didominasi oleh tenaga kerja
laki-laki. Tenaga kerja wanita biasanya ditempatkan sebagai penjaga toko/outlet
dan manajemen. Hal ini dilakukan karena industri Surapati biasanya mengerjakan
order yang cepat, seperti pembuatan spanduk biasanya selesai dalam waktu sehari
(24 jam), sehingga dikerjakan secara lembur (malam hari).
Sebagian tenaga kerja yang bekerja di bagian produksi memiliki pendidikan
setingkat SLTP dan SMA, sedangkan untuk manajemen minimal SMA. Kecuali
untuk beberapa perusahaan skala menengah yang sudah mempekerjakan para
sarjana dan ahli madya, misalnya untuk disain. Upah tenaga kerja untuk bagian
administrasi biasanya dibayar bulanan, sedangkan untuk bagian jahit dibayarkan
secara borongan. Pembayaran sistem borongan ini, karena sistem produksi di
sentra kaos Surapati adalah job order, dimana ordernya tidak kontinyu.
IV.3.1.3 Teknologi
Pada awal pembentukan sentra, teknologi yang digunakan masih sederhana,
menggunakan mesin jahit manual yang menggunakan kaki untuk menggerakkan
mesin jahit. Pada tahun 1990-an teknologi sudah menggunakan mesin dinamo
83
untuk menggerakkan mesin jahit, dan juga jenis mesin obras telah berkembang
menjadi obras benang tiga, overdeck, dan obras benang lima sehingga produksi
dapat lebih cepat dan berkualitas. Akhir-akhir ini mesin jahit yang digunakan
telah mengggunakan mesin jahit high speed sehingga waktu produksi dapat lebih
cepat lagi.
Untuk pekerjaan sablon sentra kaos Surapati dari dulu sampai sekarang masih
mempertahankan sablon hand made. Proses sablon hand made ini menjadi
keunikan lokal yang dapat bersaing di pasar domestik dengan produk impor
sejenis. Sedangkan untuk pekerjaan bordir menggunakan teknologi manual
maupun bordir komputer tergantung jenis bordir yang akan dibuat.
IV.3.1.4 Keuangan
Skala usaha yang kecil tidak menuntut adanya pengelolaan keuangan yang
canggih, sehingga pengelolaan keuangan dapat dilakukan dengan sistem
pengelolaan (pembukuan) sederhana. Tetapi untuk industri menengah pengelolaan
keuangan ini sudah dilakukan dengan sistem komputerisasi. Untuk modal usaha
rata-rata pelaku masih menggunakan modal sendiri dalam arti peran serta bank
masih kecil sekali. Hal ini terjadi karena untuk modal produksi mereka mendapat
pembayaran dimuka sebesar 50% dari konsumen.
IV.3.1.5 Pemasaran
Sistem pemasaran yang dilakukan oleh pelaku industri sentra kaos Surapati masih
menunggu pembeli (konsumen) yang datang ke outler mereka. Belum adanya
sistem pemasaran yang memperkenalkan produk-produk secara terpadu seperti
pameran yang terpadu. Untuk pemasaran luar daerah biasanya dilakukan oleh
orang yang pernah tinggal di Bandung dan mengenal sentra ini. Mereka ini
menjadi perantara untuk memasarkan dan memperkenalkan produk-produk sentra
kaos Surapati di daerahnya masing-masing. Aktivitas iklan atau promosi juga
hampir tidak ada, kalaupun ada yang mengikuti pameran itu masih terbatas pada
pengusaha tertentu. Tetapi karena lokasi kawasan Surapati sudah dikenal ke
84
berbagai wilayah Indonesia, maka permintaan terhadap produk yang dihasilkan
klaster ini masih cukup besar.
IV.3.1.6 Kemampuan Pengusaha
Kemampuan pengusaha di sentra kaos Surapati dalam hal proses produksi cukup
baik sekali. Karena rata-rata mereka juga merupakan tenaga kerja di
perusahaannya sendiri maupun bekas tenaga kerja di perusahaan orang lain.
Tetapi dalam hal manajerial perusahaan masih minim sekali. Hal ini disebabkan
tingkat pendidikan para pelaku usaha rata-rata SLTP dan SMA, sehingga mereka
kurang berani untuk melakukan inovasi, mengambil resiko, dan lemahnya dalam
manajemen usaha. Untuk pelaku usaha yang mempunyai pendidikan lebih tinggi
(S1 dan S2), biasanya lebih berani dalam melakukan inovasi, mengambil resiko,
dan kuat dalam manajemen usaha. Sehingga perusahaan lebih maju dibandingkan
dengan perusahaan lainnya.
IV.3.1.7 Kultur Industri
Kultur industri di sentra kaos Surapati cukup kondusif sekali. Berada di daerah
yang strategis di pusat Kota Bandung dengan akses jalan yang dapat langsung ke
Jakarta. Lingkungan persaingan cukup tinggi baik dalam pemasaran maupun
dalam mendapatkan input (±269 pelaku usaha). Dukungan dari masyarakat sekitar
baik sekali dengan rimbunnya pelaku usaha dan adanya lapisan industri, sehingga
dapat dikatakan memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat sekitar.
IV.3.1.8 Program Pembinaan
Program pembinaan terhadap sentra kaos Surapati baru akhir-akhir ini dilakukan.
Terutama sejak dijadikannya sentra ini menjadi contoh pengembangan industri
kecil dan menengah dengan model klaster industri yang di lakukan oleh Dinas
Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Jawa Barat. Tetapi peran serta dari pelaku
usaha dalam organisasi yang dibangun masih kurang. Sedangkan Pemerintah Kota
Bandung akan merevitalisasi menjadi kawasan sentra industri dan perdagangan
Kota Bandung dan sebagai kawasan industri unggul.
85
IV.3.2 Perhitungan Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap
Keberhasilan Klaster
Perhitungan faktor-faktor keberhasilan industri dilakukan dengan menggunakan
analisis diskriminan. Tujuan analisis diskriminan adalah untuk menentukan
variabel yang dominan terhadap keberhasilan dan perbedaan kelompok.
IV.3.2.1 Uji Validitas dan Reabilitas
Validitas menentukan seberapa bagus alat ukur mampu mengukur suatu instrumen
tertentu yang akan diukur. Uji validitas dapat dilakukan dengan melihat korelasi
antara masing-masing pertanyaan di dalam kuesioner dengan skor total. Secara
statistik nilai korelasi yang diperoleh dibandingkan dengan angka kritis pada tabel
korelasi dengan tingkat signifikansi tertentu.
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana alat ukur dapat
dipercaya dan diandalkan. Reliabilitas mengukur seberapa jauh tingkat konsistensi
alat ukur dalam mengukur sesuatu, analisis reliabilitas dapat mengukur tingkat
kepercayaan dari hasil pengukuran. Jika nilai alpha berada diantara 0,5 hingga
0,69 maka keandalan dapat dianggap cukup baik. Jika berada antara 0,7 hingga
0,89 maka keandalan dianggap baik. Jika nilai alpha lebih atau sama dengan 0,9
maka keandalan sangat baik. (Amiseno, 2006). Hasil uji validitas dan reliabilitas
selengkapnya terdapat dalam lampiran B.
a. Pengukuran Bahan Baku
Dari uji reabilitas faktor bahan baku yang terdiri dari 4 variabel pertanyaan
menghasilkan nilai alpha 0,754 yang berarti bahwa pertanyaan-pertanyaan
tersebut mempunyai keandalan pengukuran yang baik. Nilai korelasi yang
didapatkan cukup memadai dengan nilai diatas nilai kritis korelasi (0,444)
pada tingkat signifikansi 0,05, sehingga dapat dikatakan bahwa pertanyaan-
pertanyaan tersebut valid. Tetapi pada X1 dan X3 terjadi korelasi yang tinggi
yaitu diatas 0,9.
b. Pengukuran Sumber Daya Manusia
Nilai alpha yang didapatkan dari uji keandalan sumber daya manusia yang
terdiri dari 3 pertanyaan sebesar 0,514. Hal ini berarti bahwa pertanyaan-
86
pertanyaan tersebut mempunyai keandalan pengukuran yang cukup baik. Nilai
korelasi dari masing-masing item pertanyaan berada diatas nilai kritis korelasi
pada tingkat signifikansi 0,05, sehingga dapat dikatakan pertanyaan-
pertanyaan tersebut valid merupakan alat ukur yang valid.
c. Pengukuran Teknologi
Keandalan pengukuran dari faktor teknologi yang terdiri dari 4 variabel
pertanyaan menghasilkan nilai alpha sebesar 0,603, sehingga dapat dikatakan
pertanyaan-pertanyaan tersebut memiliki keandalan yang cukup baik. Nilai
korelasi yang didapatkan semuanya memenuhi syarat diatas nilai kritis pada
signifikansi 5%, sehingga dapat dikatakan sebagai alat ukur yang valid.
d. Pengukuran Keuangan
Nilai alpha yang didapat dari uji kehandalan faktor keuangan yang terdiri dari
3 variabel pertanyaan sebesar 0,306, sehingga dapat dikatakan pertanyaan-
pertanyaan tersebut tidak memiliki keandalan yang baik. Hal ini berarti
pertanyaan pada faktor keuangan ini kurang dapat dimengerti oleh IKM. Nilai
korelasi yang didapatkan semuanya memenuhi syarat diatas nilai kritis pada
signifikansi 5%, sehingga dapat dikatakan sebagai alat ukur yang valid.
e. Pengukuran Pemasaran
Keandalan pengukuran dari faktor teknologi yang terdiri dari 3 variabel
pertanyaan menghasilkan nilai alpha sebesar 0,548, sehingga dapat dikatakan
pertanyaan-pertanyaan tersebut memiliki keandalan yang cukup baik. Nilai
korelasi yang didapatkan semuanya memenuhi syarat diatas nilai kritis pada
signifikansi 5%, sehingga dapat dikatakan sebagai alat ukur yang valid.
f. Pengukuran Kemampuan Pengusaha
Nilai alpha yang didapat dari uji kehandalan faktor keuangan yang terdiri dari
3 variabel pertanyaan sebesar 0,545, sehingga dapat dikatakan pertanyaan-
pertanyaan tersebut memiliki keandalan yang cukup baik. Nilai korelasi yang
didapatkan semuanya memenuhi syarat diatas nilai kritis pada signifikansi 5%,
sehingga dapat dikatakan sebagai alat ukur yang valid.
g. Pengukuran Program Pembinaan
Nilai alpha yang didapat dari uji kehandalan faktor keuangan yang terdiri dari
3 variabel pertanyaan sebesar 0,623, sehingga dapat dikatakan pertanyaan-
87
pertanyaan tersebut memiliki keandalan yang cukup baik. Sedangkan nilai
korelasi yang didapatkan semuanya memenuhi syarat diatas nilai kritis pada
signifikansi 5%, sehingga dapat dikatakan sebagai alat ukur yang valid.
h. Pengukuran Kultur Industri
Nilai alpha yang didapat dari uji kehandalan faktor keuangan yang terdiri dari
3 variabel pertanyaan sebesar 0,553, sehingga dapat dikatakan pertanyaan-
pertanyaan tersebut memiliki keandalan yang cukup baik. Nilai korelasi yang
didapatkan semuanya memenuhi syarat diatas nilai kritis pada signifikansi 5%,
sehingga dapat dikatakan sebagai alat ukur yang valid. Hasil selengkapnya
dari uji reabilitas dan validitas tercantum dalam tabel 4.5.
Tabel 4.5. Tabel Hasil Uji Validitas dan Reabilitas
Faktor Variabel Korelasi Alpha
Cronbach
X1 0,902
X2 0,796
X3 0,907
Bahan Baku
X4 0,451
0,754
X5 0,834
X6 0,655
Sumber Daya Manusia
X7 0,640
0,514
X8 0,796
X9 0,626
X10 0,543
Teknologi
X11 0,770
0,603
X12 0,543
X13 0,744
Keuangan
X14 0,650
0,306
X15 0,729
X16 0,650
Pemasaran
X17 0,813
0,548
X18 0,703
X19 0,719
Kemampuan Pengusaha
X20 0,752
0,545
X21 0,841
X22 0,760
Program Pembinaan
X23 0,676
0,623
X24 0,693
X25 0,732
Kultur Industri
X26 0,769
0,553
88
IV.3.2.2 Uji Asumsi
a. Uji Normalitas
Uji normalitas data bertujuan untuk mengetahui apakah variabel kontrol dan
dependen terdistribusi normal atau tidak. Untuk menguji normalitas data
dalam penelitian ini digunakan metode Kolmogorov Smirnov One Sample.
Jika nilai Signifikansi lebih besar dari (>) 0,05 maka distribusi dinyatakan
normal. Dari hasil perhitungan dengan SPSS dihasilkan nilai signifikansi
lebih besar dari 0,05, sehingga ke 26 variabel yang diuji dinyatakan
berdistribusi normal.
b. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinieritas bertujuan untuk melihat apakah ada hubungan atau
korelasi antar variabel bebas (independen). Jika terjadi korelasi yang tinggi,
maka terjadi multikolinearitas. Model regresi yang baik seharunya tidak
terjadi korelasi diantara variabel bebas. (Gozali, 2001). Korelasi Pearson
antar variabel independen dikatakan bebas dari multikolinearitas jika nilainya
di bawah nilai kritis korelasi pearson untuk multikolinearitas yaitu sebesar
0,9 (Cooper and Emory (1998) dalam Gozali, 2001).
Dari hasil perhitungan korelasi pearson (lampiran B) diketahui bahwa dari
ke-26 variabel ada tiga variabel yang nilai korelasi pearson diatas nilai 0,9.
Sehingga dapat dikatakan bahwa terjadi multikolinearitas pada model ini.
Agar tidak terjadi multikolinearitas pada model seharusnya ketiga variabel
tersebut tidak dimasukkan ke dalam model.
c. Uji Variansi-Kovariansi
Pengujian asumsi variansi-kovariansi menggunakan pengujian Box’s M. Dari
hasil perhitungan didapat nilai signifikansi sebesar 0,260 lebih besar (>)
0,05. Maka pada perhitungan ini terjadi ketidaksamaan kovarian sehingga
akan mempengaruhi pengelompokkan case. Hal ini disebabkan sampel yang
diambil kurang banyak, sehingga jika untuk kesamaan kovarian perlu
dilakukan penambahan sampel.
89
IV.3.2.3 Analisis Diskriminan
Tujuan analisis diskriminan pada penelitian ini adalah untuk :
1. Menentukan apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara profil skor
rata-rata dari tiga kluster yang telah terbentuk pada analisis kluster
sebelumnya, yaitu:
a. Kelompok 1 : Kelompok industri kinerja tinggi
b. Kelompok 2 : Kelompok industri kinerja sedang
c. Kelompok 3 : Kelompok industri kinerja rendah
2. Menentukan variabel mana yang mempunyai discriminan power atau daya
beda yang besar untuk membedakan ketiga kelompok industri tersebut.
Dari hasil perhitungan dengan analisis diskriminan diperoleh beberapa hasil uji
statistik (Lampiran B). Dalam proses perhitungan menyatakan bahwa data
dikatakan valid untuk diproses berjumlah 30 data (Lampiran B pada Analysis
Case Processing Summery). Group statistis (Lampiran) menunjukkan bahwa 5
responden masuk ke dalam kinerja tinggi, 12 kinerja sedang, dan 13 kinerja
rendah. Test of Equality of Group Means (Lampiran B) menguji apakah ada
perbedaan yang signifikan antara grup untuk setiap variabel bebas yang ada.
Variabel in the analysis (Lampiran B) menunjukkan pemilihan variabel yang
dimasukkan ke dalam model. Dengan nilai signifikansi Wilks Lambda yang
bernilai lebih kecil dari level of significanse (<0.05) maka variabel-variabel
tersebut yang berpengaruh dalam hasil analisis diskriminan. Pada step 1
menunjukkan nilai signifikansi F sebesar 0,000 di bawah 0,05, sehingga variabel
X16 masuk ke dalam model diskriminan. Pada step 2 nilai signifikansi F variabel
di bawah O,05 yaitu 0,01 yang berarti variabel X16 masuk dalam model
diskriminan. Pada step 2 ini juga variabel X10 masuk ke dalam model dengan
nilai signifikansi F sebesar 0,015. Pada step 3 variabel X16, X10, dan X4
mempuyai nilai signifikansi di bawah 0,05 yaitu 0,000, 0,17, dan 0,27 sehingga
ketiga variabel ini masuk ke dalam model diskriminan.
90
Dengan menggunakan metoda Wilks Lambda ditentukan variabel yang masuk ke
dalam model. Penentuan variabel ini dilakukan dengan melihat variansi yang
dapat dijelaskan oleh variabel-variabel yang masuk ke dalam model yang diwakili.
Melalui nilai signifikansi yang lebih kecil dari 0,05 maka variabel tersebut masuk
ke dalam model analisis diskrimian.
IV.3.2.4 Validasi
Dengan menggunakan Classification Result (Lampiran B) akan dapat dilihat
kesesuaian model terhadap pembentukan group. Pada bagian Original terlihat
bahwa yang tergolong grup kinerja tinggi (5 responden) dan dari model
diskriminan, responden yang tetap pada grup ini adalah 4 responden. Pada grup
kinerja sedang (12 responden) dan dari model diskriminan, responden yang tetap
pada grup ini adalah 9 responden. Sedangkan pada grup kinerja rendah (13
responden) yang tetap pada grup ini adalah 10 responden.
Dari hasil validasi (Cross Validated) dihasilkan ketepatan prediksi sebesar 73,3 %
dan sebelumnya (original) sebesar 76,7 %. Pengujian kelayakan model secara
statistik dapat dilakukan dengan uji Press’s Q yaitu untuk mengetahui keakuratan
hasil model analisis diskriminan, dengan perhitungan sebagi berikut:
Press’s Q = ( )[ ]( )
601330
3.30302
=−
−
Dengan nilai Press’s Q yang lebih besar dari nilai signifikansi level 0,01, yaitu
6,63 (Hair, 1998), maka dapat disimpulkan bahwa model prediksi secara
signifikan lebih baik. Dengan demikian model diatas dapat digunakan dalam
analisis.