26
BAB IV BAGAIMANA FUNGSI PAJAK DALAM PEMBANGUNAN? Ditinjau dari fungsinya, pajak memiliki salah satu fungsi, yaitu fungsi budgetair (sumber penerimaan negara). Pajak merupakan sumber utama pendapatan negara. Fungsi penting ini telah berjalan sejak zaman kerajaan- kerajaan, pemerintahan Hindia Belanda, pemerintahan pendudukan Jepang, dan juga sejak masa kemerdekaan sampai dengan sekarang. Pentingnya fungsi pajak ini merupakan kaidah universal di berbagai negara bahkan dari zaman ke zaman. Lahirnya Magna Charta 1215 di Inggris merupakan salah satu bukti historis bahwa pajak sangat strategis bagi negara. Oleh karena itu, raja Inggris, berdasarkan piagam tersebut, diperbolehkan memungut pajak setelah mendapat persetujuan kaum bangsawan. Di negara demokrasi, dimana kedaulatan berada di tangan rakyat, pemungutan pajak harus terlebih dahulu memperoleh persetujuan rakyat atau persetujuan wakil rakyat (parlemen). Selain memiliki fungsi budgetair, pajak juga merupakan salah satu alat untuk mencapai suatu tujuan tertentu di luar bidang keuangan yang lazimnya disebut kebijakan fiskal (Fiscal policy). Istilah fiskal dalam arti luas adalah segala sesuatu yang bertalian dengan keuangan negara dan bukan semata- mata mengenai pajak. Istilah fiskal adalah sinonim dari istilah fiscus (bahasa Yunani), atau fisc (bahasa Perancis), yang berarti “keranjang uang” atau kas negara. Oleh karena itu, pada mulanya kata fiscal dalam fiscal policy memiliki arti yang sama dengan keuangan negara yang dalam bahasa Inggris lazim mencakup revenue, expenditures, and debt policy (Sumitro, 1988: 245-246). Pajak merupakan faktor terpenting bagi keuangan negara dalam menjamin kelangsungan pembangunan nasional tanpa tergantung kepada sumber

BAB IV BAGAIMANA FUNGSI PAJAK DALAM PEMBANGUNAN?€¦ · BAGAIMANA FUNGSI PAJAK DALAM PEMBANGUNAN? Ditinjau dari fungsinya, pajak memiliki salah satu fungsi, yaitu fungsi budgetair

  • Upload
    others

  • View
    12

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • BAB IV

    BAGAIMANA FUNGSI PAJAK DALAM

    PEMBANGUNAN?

    Ditinjau dari fungsinya, pajak memiliki salah satu fungsi, yaitu fungsi

    budgetair (sumber penerimaan negara). Pajak merupakan sumber utama

    pendapatan negara. Fungsi penting ini telah berjalan sejak zaman kerajaan-

    kerajaan, pemerintahan Hindia Belanda, pemerintahan pendudukan Jepang,

    dan juga sejak masa kemerdekaan sampai dengan sekarang.

    Pentingnya fungsi pajak ini merupakan kaidah universal di berbagai negara

    bahkan dari zaman ke zaman. Lahirnya Magna Charta 1215 di Inggris

    merupakan salah satu bukti historis bahwa pajak sangat strategis bagi

    negara. Oleh karena itu, raja Inggris, berdasarkan piagam tersebut,

    diperbolehkan memungut pajak setelah mendapat persetujuan kaum

    bangsawan. Di negara demokrasi, dimana kedaulatan berada di tangan

    rakyat, pemungutan pajak harus terlebih dahulu memperoleh persetujuan

    rakyat atau persetujuan wakil rakyat (parlemen).

    Selain memiliki fungsi budgetair, pajak juga merupakan salah satu alat untuk

    mencapai suatu tujuan tertentu di luar bidang keuangan yang lazimnya

    disebut kebijakan fiskal (Fiscal policy). Istilah fiskal dalam arti luas adalah

    segala sesuatu yang bertalian dengan keuangan negara dan bukan semata-

    mata mengenai pajak. Istilah fiskal adalah sinonim dari istilah fiscus (bahasa

    Yunani), atau fisc (bahasa Perancis), yang berarti “keranjang uang” atau kas

    negara. Oleh karena itu, pada mulanya kata fiscal dalam fiscal policy memiliki

    arti yang sama dengan keuangan negara yang dalam bahasa Inggris lazim

    mencakup revenue, expenditures, and debt policy (Sumitro, 1988: 245-246).

    Pajak merupakan faktor terpenting bagi keuangan negara dalam menjamin

    kelangsungan pembangunan nasional tanpa tergantung kepada sumber

  • daya alam dan bantuan asing. Hal ini sejalan dengan pandangan Fjeldstad

    (2013:1) yang menyatakan bahwa “An effective tax system is considered

    central for sustainable development because it can mobilize the domestic

    revenue base as a key mechanism for developing countries to escape from aid

    or single natural resource dependency”. Hal ini mengandung makna bahwa

    sistem pajak yang efektif akan mampu menggerakkan roda pembangunan

    untuk dapat keluar dari ketergantungan terhadap bantuan luar dan sumber

    daya alam.

    Tidak dapat dibayangkan bagaimana kondisi keuangan negara tanpa

    kontribusi dari pajak sebagai sumber utama penghasilan bagi keuangan

    negara. Pembangunan tidak dapat dijalankan apabila sumber pendanaannya

    tidak tersedia. Kesulitan pendanaan pembangunan akan mengakibatkan

    upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat sulit diwujudkan. Terkait hal ini,

    jika meminjam jargon demokrasi dari Abraham Lincoln, pajak adalah berasal

    dari rakyat, memperoleh persetujuan wakil rakyat, dan digunakan untuk

    kepentingan kemakmuran rakyat.

    Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah

    diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang

    Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, pajak didefinisikan sebagai

    “kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan

    yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak

    mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan

    negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Pemungutan pajak

    harus terlebih dahulu mendapat persetujuan Wakil Rakyat (DPR),

    sebagaimana ditentukan dalam Pasal 23 A UUD Tahun 1945 yang berbunyi

    bahwa “Pajak dan Pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan

    Negara diatur dengan undang-undang”.

    Sebagai pembanding, ada baiknya kita simak definisi pajak yang

    dikemukakan oleh Edwin R.A. Seligman dalam Essays in Taxation (New York,

    1925) yang menyatakan bahwa “Tax is a compulsory contribution from the

    person, to the government to defray the expenses encurred in the common

    interest of all, without reference to special benefit confered.” Kalimat “without

  • reference” belum banyak dipahami oleh masyarakat pada umumnya

    sehingga banyak yang menganggap tidak terdapat manfaat dalam

    membayar pajak. Bagaimanapun juga, uang pajak tersebut digunakan untuk

    kepentingan masyarakat, hanya tidak mudah ditunjukkan, apalagi secara

    perorangan (Brotodihardjo, 2013: 4). Dengan kata lain, pembayar pajak

    mendapat manfaat (benefit) secara tidak langsung dari pajak yang

    dibayarkan, misalnya negara tetap dapat survive, pembangunan dapat

    berjalan, kondisi perekonomian stabil atau bahkan membaik, dan pada

    gilirannya kemakmuran rakyat dapat meningkat.

    Menurut Brotodihardjo (2013: 6-7), terdapat 5 (lima) ciri yang melekat pada

    pengertian pajak, yaitu:

    1. pajak dipungut berdasarkan ketentuan undang-undang;

    2. dalam pembayaran pajak, tidak dapat ditunjukkan adanya

    kontraprestasi kepada individual oleh pemerintah;

    3. pajak dipungut oleh negara, baik oleh pemerintah pusat maupun

    pemerintah daerah;

    4. pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah.

    Apabila dari pemasukannya masih terdapat surplus, maka

    dipergunakan untuk membiayai investasi publik (public investment);

    5. pajak juga digunakan sebagai alat untuk mengatur (regulerand).

    Gambar IV.1 Pembangunan Pelabuhan, didanai dari Pajak. Sumber: http://www.kabarbisnis.com/images/photo/Teluk_Lamong.jpg

  • Pajak yang dipungut oleh pemerintah melalui DJP dapat diklasifikasikan

    menjadi 2 (dua) golongan, yaitu pajak langsung (direct taxes) dan pajak tidak

    langsung (indirect taxes). Pajak langsung adalah pajak yang dikenakan

    terhadap pendapatan dan kekayaan seseorang atau badan usaha yang

    disertai dengan surat ketetapan pajak, contohnya pajak pendapatan, pajak

    perseroan/pajak badan, pajak kekayaan dan sebagainya. Pajak tidak

    langsung adalah pajak yang dipungut dari pihak tertentu yang

    pemungutannya dilimpahkan oleh pemerintah kepada pihak/orang lain,

    contohnya pajak penjualan, pajak ekspor, pajak impor, bea meterai, pajak

    atas bunga bank, dividen, dan sebagainya.

    Dalam kaitannya dengan upaya peningkatan kesadaran pajak, masyarakat

    masih perlu diberi informasi yang jelas bahwa meskipun para pembayar

    pajak tidak memperoleh manfaat langsung dari pembayaran pajak, namun

    mereka mendapat manfaat (benefit) secara tidak langsung, misalnya berupa

    peningkatan infrastruktur transportasi.

    Pembangunan Nasional, menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 25 Tahun

    2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, adalah upaya

    yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa dalam rangka mencapai

    tujuan bernegara. Definisi ini menjelaskan bahwa aktor pembangunan bukan

    hanya pemerintah, melainkan tanggung jawab seluruh komponen bangsa.

    Di sisi lain, menurut penjelasan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007

    tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-

    2025, “Pembangunan Nasional adalah rangkaian upaya pembangunan yang

    berkesinambungan yang meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat,

    bangsa dan negara, untuk melaksanakan tugas mewujudkan tujuan nasional

    sebagimana dirumuskan dalam Pembukaan UUD Negara RI Tahun 1945.”

  • Definisi ini lebih memfokuskan pada proses, ruang lingkup pembangunan,

    dan tujuan dari pembangunan itu sendiri.

    Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan

    Jangka Menengah Nasional Tahun 2015 – 2019, menekankan bahwa

    “Pembangunan pada hakikatnya adalah upaya sistematis dan terencana oleh

    masing-masing maupun seluruh komponen bangsa untuk mengubah suatu

    keadaan menjadi keadaan yang lebih baik dengan memanfaatkan berbagai

    sumber daya yang tersedia secara optimal, efisien, efektif, dan akuntabel,

    dengan tujuan akhir untuk meningkatkan kualitas hidup manusia dan

    masyarakat secara berkelanjutan”.

    Apabila dieksplisitkan berdasarkan definisi di atas, maka tujuan

    pembangunan adalah untuk mewujudkan tujuan nasional, yaitu melindungi

    segenap bangsa dan seluruh tanah tumpah darah Indonesia, memajukan

    kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta

    melaksanakan ketertiban dan perdamaian dunia. Intinya Pembangunan

    Nasional dimaksudkan untuk mewujudkan kesejahteraan dan keamanan

    bangsa.

    Dilihat dari segi prosesnya, kegiatan pembangunan merupakan serangkaian

    upaya atau kegiatan yang berlangsung tanpa henti (sustainable), dengan

    menaikkan tingkat kesejahteraan masyarakat dari generasi ke generasi. Hal

    ini berarti bahwa pembangunan merupakan rangkaian upaya untuk

    meningkatkan kesejahteraan rakyat.

    Perbedaan antara satu periode dengan periode pemerintahan lainnya

    terletak antara lain pada prioritas pembangunan yang akan

    dilaksanakannya. Sebagai contoh, periode pemerintahan Presiden Jokowi

    merumuskan Sembilan Agenda Prioritas (Nawacita) yang akan dijalankan

    dalam pelaksanaan pembangunan di era pemerintahannya, yang isinya

    adalah sebagai berikut:

    1. menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan

    memberikan rasa aman kepada seluruh warga negara;

    2. membuat Pemerintah selalu hadir dengan membangun tata kelola

    pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya;

  • 3. membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-

    daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan;

    4. memperkuat kehadiran negara dalam melakukan reformasi sistem dan

    penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya;

    5. meningkatkan kualitas hidup manusia dan masyarakat Indonesia;

    6. meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar Internasional

    sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-

    bangsa Asia lainnya;

    7. mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-

    sektor strategis ekonomi domestik;

    8. melakukan revolusi karakter bangsa;

    9. memperteguh kebhinekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia.

    Dengan mempertimbangkan masalah pokok bangsa, tantangan

    pembangunan yang dihadapi dan capaian pembangunan selama ini, maka

    visi pembangunan nasional untuk tahun 2015-2019 adalah “Terwujudnya

    Indonesia yang Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian Berlandaskan

    Gotong-Royong”.

    Upaya untuk mewujudkan visi ini dilaksanakan melalui 7 (tujuh) misi

    pembangunan, yaitu:

    1. mewujudkan keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan

    wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan

    sumber daya maritim, dan mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai

    negara kepulauan;

    2. mewujudkan masyarakat maju, berkeseimbangan, dan demokratis

    berlandaskan negara hukum;

    3. mewujudkan politik luar negeri bebas-aktif dan memperkuat jati diri

    sebagai negara maritim;

    4. mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju, dan

    sejahtera;

    5. mewujudkan bangsa yang berdaya saing;

  • 6. mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju,

    kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional;

    7. mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan.

    Gambar IV.2 Strategi Pembangunan Nasional 2015-2019

    Sumber: RPJMN, 2015-2019: 5-4

    Secara umum, Strategi Pembangunan Nasional yang ditunjukkan dalam

    Gambar IV.2 menggariskan hal-hal sebagai berikut:

    1. norma pembangunan yang diterapkan dalam RPJMN 2015-2019, dapat

    dijelaskan dalam uraian berikut:

    a. membangun untuk meningkatkan kualitas hidup manusia dan

    masyarakat;

    b. setiap upaya meningkatkan kesejahteran, kemakmuran,

    produktivitas tidak boleh menciptakan ketimpangan yang makin

    melebar yang dapat merusak keseimbangan pembangunan.

    Perhatian khusus kepada peningkatan produktivitas rakyat lapisan

  • menengah-bawah, tanpa menghalangi, menghambat, mengecilkan

    dan mengurangi keleluasaan pelaku-pelaku besar untuk terus

    menjadi agen pertumbuhan. Hal ini dimaksudkan untuk

    menciptakan pertum-buhan ekonomi yang berkelanjutan;

    c. aktivitas pembangunan tidak boleh merusak, menurunkan daya

    dukung lingkungan dan mengganggu keseimbangan ekosistem;

    2. tiga dimensi pembangunan, yang diterapkan dalam RPJMN 2015-2019,

    dijelaskan sebagai berikut:

    a. dimensi pembangunan manusia dan masyarakat menjelaskan

    bahwa pembangunan dilakukan untuk meningkatkan kualitas

    manusia dan masyarakat yang menghasilkan manusia-manusia

    Indonesia unggul dengan meningkatkan kecerdasan otak dan

    kesehatan fisik melalui pendidikan, kesehatan, dan perbaikan gizi.

    Manusia Indonesia unggul tersebut diharapkan juga mempunyai

    mental dan karakter yang tangguh dengan perilaku yang positif dan

    konstruktif. Oleh karena itu, pembangunan mental dan karakter

    menjadi salah satu prioritas utama pembangunan, tidak hanya di

    birokrasi tetapi juga pada seluruh komponen masyarakat, sehingga

    akan dihasilkan pengusaha yang kreatif, inovatif, punya etos bisnis

    dan mau mengambil risiko, pekerja yang berdedikasi, disiplin, kerja

    keras, taat aturan dan paham terhadap karakter usaha tempatnya

    bekerja; serta masyarakat yang tertib dan terbuka sebagai modal

    sosial yang positif bagi pembangunan, serta memberikan rasa aman

    dan nyaman bagi sesama;

    b. dimensi pembangunan sektor unggulan memiliki prioritas, antara

    lain:

    kedaulatan pangan;

    kedaulatan energi dan ketenagalistrikan;

    kemaritiman dan kelautan;

    pariwisata dan industri;

    c. dimensi pemerataan dan kewilayahan menjelaskan bahwa

    pembangunan bukan hanya untuk kelompok tertentu, tetapi untuk

    seluruh masyarakat di seluruh wilayah. Oleh karena itu,

  • pembangunan harus dapat memperkecil kesenjangan yang ada,

    baik kesenjangan antar kelompok pendapatan, maupun

    kesenjangan antar wilayah, dengan prioritas:

    wilayah desa, untuk mengurangi jumlah penduduk miskin,

    karena penduduk miskin sebagian besar tinggal di desa;

    wilayah pinggiran;

    luar jawa;

    kawasan timur;

    3. kondisi sosial, politik, hukum, dan keamanan yang stabil diperlukan

    sebagai prasyarat pembangunan yang berkualitas. Kondisi yang

    diperlukan tersebut antara lain:

    a. kepastian dan penegakan hukum;

    b. keamanan dan ketertiban;

    c. politik dan demokrasi; dan

    d. tata kelola dan reformasi birokrasi;

    quickwins merupakan hasil pembangunan yang dapat segera dilihat

    hasilnya. Pembangunan merupakan proses yang terus menerus dan

    membutuhkan waktu yang lama. Oleh karena itu, dibutuhkan output

    cepat yang dapat dijadikan contoh dan acuan masyarakat tentang arah

    pembangunan yang sedang berjalan, sekaligus untuk meningkatkan

    motivasi dan partisipasi masyarakat

    Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana

    Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015-2019, ditentukan

    bahwa sesuai dengan visi pembangunan, yaitu “Terwujudnya Indonesia yang

    Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong”, maka

    Pembangunan Nasional 2015-2019 akan diarahkan untuk mencapai

    sasaran utama yang mencakup:

    a. sasaran makro yang terdiri atas dua butir, yaitu:

    1) pembangunan manusia dan masyarakat;

    2) ekonomi makro;

  • b. sasaran pembangunan manusia dan masyarakat, yang meliputi:

    1) kependudukan dan keluarga berencana;

    2) pendidikan;

    3) kesehatan;

    4) kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan;

    5) perlindungan anak; dan

    6) pembangunan masyarakat;

    c. sasaran pembangunan sektor unggulan, yang meliputi:

    1) kedaulatan pangan;

    2) pembangunan, peningkatan dan rehabilitasi irigasi;

    3) kedaulatan energi;

    4) maritim dan kelautan;

    5) pariwisata dan industri manufaktur; dan

    6) ketahanan air, infrastruktur dasar, dan konektivitas;

    d. sasaran pembangunan dimensi pemerataan, yang meliputi:

    1) menurunkan kesenjangan antar kelompok ekonomi;

    2) meningkatkan cakupan pelayanan dasar dan akses terhadap

    ekonomi produktif masyarakat kurang mampu;

    e. sasaran pembangunan kewilayahan dan antar wilayah pemerataan,

    yang meliputi pembangunan antar wilayah, antara lain peran wilayah

    dalam pembentukan PDB Nasional, pembangunan perdesaan,

    pengembangan kawasan perbatasan, pembangunan daerah tertinggal,

    pembangunan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi luar Jawa, dan

    pembangunan kawasan perkotaan;

    f. sasaran pembangunan politik, hukum, pertahanan dan keamanan, yang

    meliputi:

    1) politik dan demokrasi;

    2) penegakan hukum;

    3) tata kelola dan reformasi birokrasi;

    4) penguatan tata kelola pemerintah daerah; dan

    5) pertahanan dan keamanan.

    Dalam 6 (enam) sasaran pokok pembangunan tersebut, terdapat 22 butir

    sasaran pembangunan nasional yang harus dibiayai agar target-target yang

  • telah ditetapkan pemerintah tercapai. Diperlukan penerimaan negara dalam

    jumlah besar terutama dari penerimaan pajak. Sebagai sumber utama

    penerimaan negara, peranan pajak sangatlah penting untuk mendukung

    pembiayaan 22 butir sasaran pembangunan nasional tersebut.

    Agar mendapatkan gambaran yang lebih detail mengenai sasaran

    pembangunan nasional, Anda disarankan untuk membaca tabel 5.1 yang

    terdapat dalam dokumen RPJMN tahun 2015-2019 secara lengkap, yang

    meliputi 6 sasaran pokok pembangunan tersebut.

    Untuk mewujudkan visi, misi, strategi, dan 9 (sembilan) Agenda Prioritas

    (Nawacita) tersebut dibutuhkan sumber pembiayaan pembangunan yang

    tidak sedikit. Hal ini berarti diperlukan adanya peningkatan sumber-sumber

    pendapatan negara untuk membiayai kegiatan pembangunan tersebut.

    Menurut Brotodihardjo (2013: 9), sumber-sumber penghasilan negara

    tersebut pada umumnya terdiri dari:

    1. perusahaan-perusahaan negara;

    2. barang-barang milik pemerintah atau yang dikuasai pemerintah, dalam

    hubungan ini disebutkan tanah-tanah yang dikuasai pemerintah yang

    diusahakan untuk mendapatkan penghasilan; saham-saham yang

    dipegang negara, dan sebagainya;

    3. denda-denda dan perampasan-perampasan untuk kepentingan umum;

    4. hak-hak waris atas harta peninggalan terlantar;

    5. hibah-hibah wasiat dan hibahan lainnya, misalnya sumbangan dari PBB;

    6. ketiga macam iuran, yaitu pajak, retribusi, dan sumbangan.

    Sejalan dengan hal tersebut, Soemitro (1988: 106) menyatakan bahwa

    dalam melaksanakan pembangunan, sumber-sumber alam harus digunakan

    secara rasional, serta memperhitungkan kebutuhan generasi yang akan

    datang. Selanjutnya, beliau menyatakan bahwa pembangunan nasional

    memerlukan investasi yang jumlahnya sangat besar dan pelaksanaannya

    harus berlandaskan kemampuan sendiri, sedangkan bantuan luar negeri

    hanya merupakan pelengkap saja.

  • Hal ini sejalan dengan asas berdikari dalam ekonomi sebagai salah satu

    unsur Trisakti Kabinet Jokowi-JK (2014: 5) yang menyatakan

    bahwa“...Kemampuan untuk memenuhi pembiayaan Pembangunan yang

    bersumber dari dalam negeri yang makin kokoh dan berkurangnya

    ketergantungan kepada sumber luar negeri.” Soemitro (1988: 106)

    menegaskan bahwa harus dilakukan usaha yang sungguh-sungguh untuk

    mengarahkan dana investasi yang bersumber dari tabungan masyarakat,

    tabungan pemerintah, serta penerimaan devisa yang berasal dari ekspor,

    dan jasa-jasa ke investasi yang berguna bagi masyarakat.

    Penggunaan pendapatan negara tersebut menurut Penjelasan Pasal 11 ayat

    5 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,

    digunakan untuk menyelenggarakan fungsi-fungsi, antara lain:

    1. pelayanan umum;

    2. pertahanan;

    3. ketertiban dan keamanan;

    4. ekonomi;

    5. lingkungan hidup;

    6. perumahan dan fasilitas umum;

    7. kesehatan;

    8. pariwisata;

    9. budaya;

    10. agama;

    11. pendidikan; dan

    12. perlindungan sosial.

    Adapun rincian belanja negara menurut jenis belanja (sifat ekonomi), terdiri

    dari 1) belanja pegawai; 2) belanja barang; 3) belanja modal; 4) bunga; 5)

    subsidi; 6) hibah; 7) bantuan sosial; dan 8) belanja lain-lain.

    Dari keseluruhan sumber-sumber pendapatan Negara, pendapatan dari

    sektor pajak memiliki kontribusi yang sangat signifikan. Dalam APBN Tahun

    2016, target penerimaan Negara dari pajak adalah 1.360,1 Triliun atau

    74,6% dari keseluruhan penerimaan negara yang tercantum dalam APBN-P

    Tahun 2015. Kontribusi pendapatan negara dari sektor pajak memiliki

  • kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun. Dengan kata lain, pajak akan

    semakin kokoh dalam posisi Primus Inter Pares sebagai sumber penerimaan

    negara.

    Pajak erat sekali hubungannya dengan pembangunan. Hampir seluruh

    negara di dunia, baik negara maju maupun negara berkembang,

    menempatkan pajak sebagai sumber penting untuk membiayai

    pembangunan di negaranya. Menurut Speigelenberg dalam Soemitro (1988:

    247), pajak tidak semata-mata mempunyai functie budgeter atau “taxation

    for revenue only”, tetapi pajak dapat juga digunakan untuk:

    1. mengatur tingkat pendapatan di sektor swasta;

    2. mengadakan redistribusi pendapatan tersebut; dan

    3. mengatur volume pengeluaran swasta.

    Sebagai penegasan, Soemitro (1988: 108-110) menyatakan bahwa Pajak

    dapat mempunyai dua fungsi, yaitu fungsi budgetair dan fungsi mengatur

    atau regulerend.

    1. Fungsi Anggaran (Budgetair)

    Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan

    pembangunan, negara membutuhkan sumber pembiayaan. Sumber

    pembiayaan ini, salah satunya dapat diperoleh dari penerimaan pajak. Pajak

    sebagai fungsi budgetair merupakan suatu alat atau suatu sumber untuk

    memasukkan uang ke dalam kas negara, yang akan digunakan untuk

    membiayai pengeluaran rutin negara. Apabila masih terdapat sisa

    (surplus/public saving), dana tersebut digunakan untuk membiayai investasi

    pemerintah. Apabila surplus atau public saving tidak mencukupi untuk

    membiayai pembangunan, maka terdapat alternatif pendanaan yang

    bersumber dari hutang (Soemitro, 1988: 108-109).

    Di dalam fungsi anggaran, terdapat fungsi demokrasi, dimana pajak

    merupakan salah satu penjelmaan dari sistem kekeluargaan dan

    kegotongroyongan rakyat yang sadar akan baktinya kepada negara. Rakyat

    memberikan sejumlah penghasilannya dalam bentuk uang untuk membiayai

    http://id.wikipedia.org/wiki/Biayahttp://id.wikipedia.org/wiki/Biaya

  • pengeluaran negara bagi kepentingan umum. Dengan membayar pajak,

    rakyat berperan serta dalam pelaksanaan kehidupan kenegaraan, termasuk

    kegiatan pemerintahan dan pembangunan untuk mencapai masyarakat adil

    dan makmur.

    2. Fungsi Mengatur (regulerend/regulating)

    Berkaitan dengan fungsi mengatur, pajak digunakan sebagai suatu alat

    untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Dalam hal ini, Djojohadikoesomo

    (dalam Soemitro, 1988: 109) menyatakan bahwa “Fiscal Policy sebagai

    suatu alat pembangunan harus mempunyai tujuan bersamaan, yaitu secara

    langsung menemukan dana yang akan digunakan untuk public investment

    dan secara tidak langsung digunakan untuk menyalurkan private saving ke

    arah sektor-sektor produktif, maupun digunakan untuk mencegah

    pengeluaran-pengeluaran yang menghambat pembangunan”.

    Dalam fungsi mengatur, pajak mempunyai peranan yang sangat penting,

    yaitu mendorong penyaluran dana dari private saving ke private investment.

    Sebagai contoh, pemerintah memberikan fasilitas perpajakan agar dapat

    mendorong investor menyalurkan dana yang tersimpan (private saving) ke

    dalam bentuk investasi (private investment) atau penanaman modal.

    Bentuk-bentuk fasilitas atau insentif pajak yang diberikan, antara lain dalam

    bentuk tax holiday maupun tax allowance.

    Menurut pendapat Musgrave dan Musgrave (dalam Winarno dan Ismaya,

    2003: 403) Fiscal Function memiliki 3 (tiga) fungsi utama, yaitu fungsi

    alokasi, fungsi distribusi, dan fungsi stabilisasi.

    a. Fungsi Alokasi

    Fungsi alokasi adalah melakukan alokasi terhadap sumber dana yang

    dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Jika pasar tidak mau

    memproduksi suatu barang/jasa atau sarana umum karena pertimbangan

    inefisiensi, maka Pemerintah melakukan intervensi dengan menyediakan

    barang publik (public goods), seperti membangun jembatan, membangun

    pelabuhan, melakukan fogging untuk memberantas jentik nyamuk, dan

    sebagainya.

  • Dalam kaitan ini, Rosdiana dan Tarigan (2005: 4-9) menjelaskan bahwa “Oleh

    karena itu, sudah menjadi tugas pemerintah untuk menyediakan public goods

    tersebut, apalagi ancaman dari public goods adalah selalu terjadi kekurangan

    dalam penyediaannya”. Sebagai contoh, penambahan jumlah polisi selalu

    tidak memadai dibandingkan dengan pertumbuhan jumlah penduduk, serta

    jumlah panjang jalan senantiasa selalu tidak seimbang dibandingkan dengan

    pertambahan jumlah kendaraan.

    Sumber pendanaan yang paling efektif bagi pembiayaan pengadaan barang-

    barang publik adalah melalui pemungutan pajak. Hal ini sejalan dengan

    pendapat Rosdiana dan Tarigan (2005: 13-15) bahwa pengadaan public

    goods yang didanai oleh pajak mempunyai kelebihan dibandingkan dengan

    alternatif pembiayaan, seperti:

    1) cetak uang (printing money);

    2) pinjaman luar negeri (borrowing abroad);

    3) pinjaman dalam negeri (borrowing domestically), seperti menerbitkan

    obligasi Pemerintah;

    4) menjual cadangan devisa (running down foreign exchange reserves).

    Sebagaimana kita ketahui, mencetak uang yang tidak terkendali dapat

    menyebabkan melambungnya harga-harga (inflasi) sehingga dapat

    menyebabkan terjadinya kerawanan sosial. Selain itu, pinjaman dari luar

    negeri dapat mengakibatkan meningkatnya ketergantungan kepada pihak

    asing, sedangkan melalui penerbitan obligasi, pemerintah dapat

    menyebabkan crowding out atau sesaknya pasar karena di pasar juga sudah

    terdapat obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan swasta.

    b. Fungsi distribusi

    Fungsi Distribusi adalah menyeimbangkan pembagian pendapatan

    masyarakat dan kesejahteraan masyarakat. Ketidaksempurnaan pasar

    dapat menyebabkan kesenjangan antargolongan semakin lebar. Hal ini

    dapat menyebabkan kecemburuan sosial.

    Untuk mencegahnya, negara melalui undang-undang dapat memaksa

    golongan masyarakat kaya untuk menyisihkan penghasilannya dengan

    mewajibkan mereka membayar pajak sesuai dengan kemampuannya (ability

  • to pay). Terkait hal ini, Rosdiana dan Tarigan (2005: 16-17) menjelaskan

    bahwa melalui pemungutan pajak, negara dapat menyediakan hal-hal

    sebagai berikut:

    1) pelayanan kesehatan yang murah;

    2) pendidikan yang terjangkau;

    3) memberikan subsidi pengadaan rumah murah bagi masyarakat;

    4) menyediakan subsidi barang-barang kebutuhan pokok dan sebagainya.

    c. Fungsi Stabilisasi

    Pajak dapat digunakan untuk menstabilkan keadaan ekonomi, misalnya

    dengan menetapkan pajak yang tinggi, pemerintah dapat mengatasi inflasi,

    karena jumlah uang yang beredar dapat dikurangi. Selain itu, untuk

    mengatasi deflasi atau kelesuan ekonomi, pemerintah dapat menurunkan

    pajak. Dengan menurunkan pajak, jumlah uang yang beredar dapat ditambah

    sehingga kelesuan ekonomi yang di antaranya ditandai dengan sulitnya

    pengusaha memperoleh modal dapat di atasi. Dengan demikian,

    perekonomian diharapkan senantiasa dalam keadaan stabil.

    Fungsi stabilisasi, menurut Winarno dan Ismaya (2003: 403), ditekankan

    pada aspek penggunaan anggaran sebagai kebijakan untuk stabilisasi harga

    barang-barang kebutuhan masyarakat, untuk menjamin peningkatan

    pertumbuhan ekonomi, dan untuk mempertahankan kesempatan kerja yang

    terbuka luas. Terkait dengan fungsi stabilisasi ini Rosdiana dan Tarigan

    (2005: 17-28) menyatakan bahwa “Masalah pengangguran, inflasi,

    pertumbuhan ekonomi, suplai uang, nilai tukar dan aspek makro ekonomi

    lainnya tidak bisa diselesaikan oleh pasar secara otomatis sehingga

    pemerintahlah yang harus menangani hal-hal tersebut”.

  • Gambar IV.3 Pembagian Kartu Indonesia Sehat oleh Presiden Jokowi. Pembiayaan Kartu

    Sehat, Kartu Pintar, dan lain-lain dibiayai dari APBN yang sumber terbesarnya adalah dari

    pajak.

    Sumber: http://setkab.go.id/wp-content/uploads/2015/04/Kis-Lambai.jpg

    Belakangan ini, terdapat kecenderungan bahwa kebijakan tax incentive

    dijadikan sebagai alternatif untuk memulihkan atau mendorong

    perekonomian suatu negara. Sebagai contoh, pemerintah telah

    menyesuaikan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sesuai dengan

    Peraturan Menteri Keuangan Nomor 122/PMK.03/2015 tentang

    Penyesuaian Besaran Penghasilan Tidak Kena Pajak, yaitu sebesar Rp

    3.000.000 per bulan. Kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan daya beli

    masyarakat. Implikasi dari kebijakan ini adalah naiknya konsumsi sehingga

    penerimaan negara dari pajak konsumsi juga akan meningkat. Apabila

    konsumsi meningkat, maka suplai pun akan meningkat yang pada akhirnya

    akan meningkatkan kesempatan kerja sehingga akan terjadi penurunan

    http://setkab.go.id/wp-content/uploads/2015/04/Kis-Lambai.jpg

  • jumlah pengangguran. Fungsi stabilisasi ini lebih menekankan kepada fungsi

    regulerend dibandingkan dengan fungsi budgetair dari pajak.

    Apabila Anda perhatikan uraian tentang fungsi-fungsi pajak sebagaimana

    dikemukakan di atas, maka tampak jelas bahwa fungsi pajak amat penting

    dalam menjamin kontinuitas pelaksanaan fungsi pemerintahan negara dan

    dalam meningkatkan kemakmuran rakyat. Singkatnya fungsi pajak amat

    penting dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa dan guna mewujudkan

    tujuan nasional, khususnya mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat

    Indonesia.

    Atas dasar apa pajak dibenarkan untuk dipungut dari masyarakat?

    Apalandasan akademik pemungutan pajak dari masyarakat?Berikut akan

    dikemukakan secara singkat teori dan asas pemungutan pajak.

    Terdapat beberapa teori pemungutan pajak, yang secara singkat dapat

    diuraikan dalam penjelasan di bawah ini.

    1. Teori Asuransi

    Teori ini menyatakan bahwa pajak diibaratkan sebagai suatu premi asuransi

    yang harus dibayar oleh setiap orang karena setiap orang mendapatkan

    perlindungan dan hak-haknya dari negara.

    2. Teori Daya Pikul

    Berdasarkan teori ini, setiap orang wajib membayar pajak sesuai dengan

    daya pikul masing-masing. Menurut Prof. de Langen (dalam Soemitro dan

    Sugiharti, 2010: 28), daya pikul adalah kekuatan seseorang untuk memikul

    suatu beban dari apa yang tersisa, setelah seluruh penghasilannya dikurangi

    dengan pengeluaran-pengeluaran yang mutlak untuk kehidupan primer diri

    sendiri dan keluarganya.

  • 3. Teori Kepentingan

    Menurut teori ini, besarnya pajak yang harus dibayarkan sesuai dengan

    besarnya kepentingan Wajib Pajak yang dilindungi pemerintah. Semakin

    besar kepentingan yang dilindungi, maka semakin besar pula pajak yang

    harus dibayar oleh Wajib Pajak.

    4. Teori Daya Beli

    Berdasarkan teori ini, pajak diibaratkan sebagai pompa yang menyedot daya

    beli seseorang atau anggota masyarakat yang kemudian dikembalikan lagi

    kepada masyarakat untuk kesejahteraan bersama.

    5. Teori Kewajiban Pajak Mutlak

    Menurut Soemitro dan Sugiharti (2010: 29-30), teori ini didasarkan pada

    organ theory dari Otto von Gierke yang menyatakan bahwa negara

    merupakan suatu kesatuan yang di dalamnya setiap warga negara terikat.

    Tanpa ada organ atau lembaga tersebut, individu tidak mungkin dapat hidup.

    Lembaga membebani setiap anggota masyarakatnya dengan kewajiban-

    kewajiban, yang antara lain kewajiban membayar pajak, karena lembaga

    tersebut memberi hidup kepada warganya. Dengan demikian, pemungutan

    pajak untuk negara dapat dibenarkan.

    Secara akademik, dari 5 (lima) teori tersebut, terdapat 3 (tiga) teori yang logis

    diterima sebagai landasan scientific bahwa pemungutan pajak dapat

    dibenarkan, yaitu teori daya pikul, teori daya beli, dan teori kewajiban pajak

    mutlak, yang ketiganya bersifat universal dalam konteks pemungutan pajak

    oleh negara.

    Adam Smith mengemukakan 4 (empat) landasan moral (the four maxims)

    dalam pemungutan pajak, antara lain:

    a. asas equity, yakni sistem perpajakan dapat berhasil apabila masyarakat

    yakin bahwa pajak yang dipungut pemerintah telah dikenakan secara

    adil dan setiap orang membayar sesuai dengan kemampuan

    keuangannya. Hal ini dimaknai bahwa, beban pajak ditanggung bersama

    oleh masyarakat suatu negara sesuai dengan asas keadilan dan

  • pemerataan. Masyarakat yang tingkat pendapatannya tinggi harus

    membayar pajak lebih besar daripada masyarakat yang berpendapatan

    rendah;

    b. asas certainty, yakni asas kepastian (certainty) yang menekankan bahwa

    harus ada kepastian baik bagi petugas pajak maupun semua Wajib Pajak

    dan seluruh masyarakat mengenai siapa yang harus dikenakan pajak,

    apa saja yang menjadi objek pajak, serta besaran jumlah pajak yang

    harus dibayar, serta bagaimana prosedur pembayarannya;

    c. asas convenience, yakni asas kenyamanan yang menekankan bahwa

    pembayaran pajak hendaklah dimungkinkan pada saat menyenangkan

    seperti saat menerima penghasilan/gaji, saat menerima bunga deposito

    atau saat menerima dividen dari saham yang dimilikinya atau sedang

    mendapat proyek, selain itu cara pembayarannya dipermudah, misalnya

    prosedurnya dibuat sederhana;

    d. asas economy, yakni jumlah pajak yang dipungut dapat ditekan

    seminimal mungkin dan hasil yang dipungut harus lebih besar daripada

    ongkos pemungutannya.

    Membangun kesadaran pajak bukan hanya tanggung jawab instansi pajak.

    Warga negara juga memiliki peran penting untuk meningkatkan kesadaran

    membayar pajak. Peranan ini dapat dilaksanakan oleh lembaga pendidikan

    dan masyarakat pada umumnya. Muatan pendidikan kesadaran pajak,

    meliputi penyampaian informasi kebijakan umum perpajakan, manajemen

    umum perpajakan, manajemen dan transparansi penggunaan pajak untuk

    pembangunan yang bermuara pada peningkatan kesadaran membayar

    pajak.

    Pentingnya peranan pemerintah dan masyarakat dalam peningkatan

    kesadaran pajak, sejalan dengan pernyataan Organization of Economic

    Cooperation and Development(OECD) bahwa “Civic society also has a role in

    promoting tax payer education so that an informal debate can take place on

    tax policy in general, and tax incentives management and transparency in

    particular”. Hal ini mengandung arti bahwa masyarakat madani juga

  • mempunyai peran dalam mempromosikan pendidikan kesadaran pajak

    sehingga terbangun pengertian tentang kebijakan pajak secara umum dan

    pengelolaan insentif serta keterbukaan pajak secara khusus.

    Menurut pendapat Soemitro (1988: 80) kesadaran pajak (tax consciousness)

    rakyat Indonesia masih rendah, dan perlu ditingkatkan melalui pendidikan

    yang lebih terstruktur, supaya mereka mengerti fungsi dan kegunaan pajak

    dalam masyarakat dan manfaat bagi diri pribadi. Selanjutnya, Soemitro

    menambahkan bahwa kesadaran pajak harus diikuti dengan rasa tertarik

    untuk membayar pajak (tax madidness), dan akhirnya melahirkan sikap

    disiplin dalam membayar pajak (tax discipline). Soemitro membedakan

    antara kepatuhan membayar pajak dengan kesadaran membayar pajak.

    Kesadaran membayar pajak lebih tinggi kedudukannya dibandingkan dengan

    kepatuhan membayar pajak. Kesadaran membayar pajak dilandasi oleh

    pemahaman akan kegunaan dan manfaat pajak bagi masyarakat dan bagi

    dirinya (morally autonomous), sedangkan kepatuhan membayar pajak itu

    lebih didorong oleh faktor eksternal sehingga bersifat heteronomi secara

    moral (morally heteronomous).

    Apabila dibandingkan antara dengan kesadaran pajak rakyat Jepang dan

    rakyat Australia, maka kesadaran pajak rakyat Indonesia lebih rendah

    dibandingkan dnegan kesadaran pajak kedua bangsa tersebut. Padahal, tarif

    pajak badan/perusahaan dan tarif pajak perorangan di kedua negara

    tersebut jauh lebih besar dari tarif pajak badan dan perorangan di Indonesia.

    Menurut Ditjen Pajak (2015), warga Jepang sangat bangga ketika mereka

    membayar pajak karena hal tersebut merupakan wujud kecintaan mereka

    kepada negaranya. Di lain pihak, warga Australia dengan rasa tanggung

    jawab yang tinggi membayar pajak karena pajak yang mereka bayarkan akan

    digunakan untuk sektor-sektor strategis yang diperuntukkan bagi

    kesejahteraan kehidupan warga Australia sendiri.

    Hal ini berarti diperlukan adanya upaya sistematis dan sungguh-sungguh

    dari segenap elemen bangsa untuk meningkatkan kesadaran pajak, karena

    kontribusi pajak yang sangat siginifikan. Hal ini menunjukkan bahwa betapa

  • mendesaknya upaya untuk membangun kesadaran pajak bagi seluruh

    lapisan masyarakat.

    Menurut Schutz dalam Liliweri (1997: 196-199), terdapat tiga kebutuhan

    antarpribadi pada setiap individu, yaitu kebutuhan inklusi, kontrol, serta

    afeksi. Kebutuhan antar pribadi tersebut hanya bisa dipahami melalui

    perwujudan tingkah laku antarpribadi. Kebutuhan antar pribadi untuk inklusi

    adalah kebutuhan untuk mengadakan dan mempertahankan interaksi dan

    asosiasi dengan lingkungan sosialnya yang menyenangkan/memuaskan.

    Adapun yang dimaksud dengan konsep hubungan yang memuaskan ini

    mencakup hubungan psikologi yang menyenangkan dengan orang lain.

    Kebutuhan inklusi ini menurut Schutz dalam Liliweri (1997: 196-199)

    difahami dari dua sisi, yaitu dari sisi tingkah laku inklusi dan dari sisi tipe

    inklusi (social, undersocial, oversocial, inklusi patologi). Dalam tataran

    tertentu teori tingkah laku inklusi dapat diaplikasikan dalam membangun

    kesadaran inklusi membayar pajak.

    Tingkah laku inklusi adalah tingkah laku yang ditujukan untuk mencapai

    pemuasan kebutuhan untuk berasosiasi, bergabung, dan mengelompokkan

    diri dengan orang lain.Dalam konteks membayar pajak, berdasarkan teori

    inklusi ini, dapat diasumsikan bahwa pada dasarnya setiap orang memiliki

    kebutuhan untuk membayar pajak, karena setiap orang memiliki kebutuhan

    untuk diterima atau bergabung dengan kelompok pembayar pajak yang

    diasosiasikan/dicitrakan sebagai kelompok warga negara yang baik (good

    citizen).

    AKTIVITAS

    Apabila dilihat dari data bahwa peranan penerimaan pajak sebesar

    74,6% dari keseluruhan penerimaan Negara dalam APBN Tahun 2015

    maka pembangunan tidak mungkin dijalankan tanpa pajak, meskipun

    sumber daya alam dieksploitasi habis-habisan dan mengandalkan

    utang luar negeri. Untuk mencegah menjadi negara gagal dan untuk

    meningkatkan kemakmuran rakyat, maka kesadaran membayar pajak

    harus ditingkatkan. Kemukakan pendapat Anda, strategi apa yang

    harus ditempuh agar kesadaran membayar pajak masyarakat makin

    meningkat?

  • Interaksi antar para pembayar pajak dapat dicitrakan sebagai interaksi

    psikososial yang menyenangkan, terlebih lagi, jika kelompok para pembayar

    pajak tersebut dipublikasikan melalui media massa. Kondisi tersebut akan

    merupakan penguatan (reinforcement) yang mendorong peningkatan

    kesadaran pajak. Dengan demikian, pembayar pajak akan merasa dipandang

    oleh publik bahwa yang bersangkutan sejajar atau termasuk kelompok

    orang-orang yang terhormat karena telah memenuhi kewajiban pajaknya.

    Contoh konkrit tingkah laku membayar pajak dapat dilihat di daerah-daerah

    pedesaan dimana disiplin pembayaran PBB cukuptinggi. Di pedesaan, kontrol

    sosial terhadap kewajiban membayar pajak cukup tinggi. Dimana Kepala

    Desa dan/atau Kepala Kampung memiliki daftar pembayar PBB, dan dapat

    saja terjadi Kepala Kampung mengumumkan orang yang belum membayar

    PBB.

    Meskipun pada awalnya terkesan adanya penekanan, namun pada gilirannya

    kondisi tersebut akan berubah menjadi kebiasaan (habit) yang kemudian

    akan bertransformasi menjadi kesadaran. Hal ini logis karena pada dasarnya

    orang tidak mau terkucil atau dalam hal ini dikelompokkan kepada orang

    yang tidak taat pajak, dimana suasana tersebut secara psikologi tidak

    menyenangkan karena merasa gagal terlibat dalam suatu kelompok atau

    merasa gagal dalam bermasyarakat.

    Tingkah laku inklusi ada yang positif dan ada yang negatif. Berikut adalah 4

    (empat) kategori tingkah laku inklusi yang positif, khususnya dalam konteks

    upaya meningkatkan kesadaran pajak, yaitu:

    1. setiap orang membutuhkan keadaan bersama-sama dengan orang lain

    (togetherness). Dalam hal ini perlu adanya instrumen atau alat atau situasi

    dimana para pembayar pajak dikondisikan merasa bersama-sama

    dengan pembayar pajak lainnya kalau perlu diadakan acara gathering

    para pembayar pajak;

    2. dalam konteks kegiatan sebagaimana disebut dalam poin 1 di atas maka

    akan terjadi saling berinteraksi antar sesama pembayar pajak meskipun

    hanya secara virtual;

  • 3. tumbuhnya perasaaan menjadi bagian dari kelompok pembayar pajak

    sebagai warga negara terhormat sesuai dengan jargon “Orang Bijak, Taat

    Pajak”.

    4. Selanjutnya, mereka berkelompok atau bergabung (association) sesama

    pembayar pajak, bisa dalam arti langsung tatap muka atau secara virtual.

    Agar para pembayar pajak merasa mendapat pengakuan dari negara bahwa

    mereka telah berpartisipasi dalam pembangunan melalui pembayaran pajak

    mereka memperoleh penghargaan, misalnya dalam bentuk piagam

    penghargaan pembayar pajak.

    Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana

    Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015-2019, ditentukan

    bahwa sesuai dengan visi pembangunan, yaitu “Terwujudnya Indonesia yang

    Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong”, maka

    Pembangunan Nasional 2015-2019 akan diarahkan untuk mencapai

    sasaran utama pembangunan, antara lain:

    1. Sasaran Makro;

    2. Sasaran Pembangunan Manusia dan Masyarakat:

    3. Sasaran Pembangunan Sektor Unggulan;

    4. Sasaran Dimensi Pemerataan;

    5. Sasaran Pembangunan Wilayah dan Antarwilayah;

    6. Sasaran Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan.

    Untuk mewujudkan sasaran pembangunan tersebut, dibutuhkan sumber

    pembiayaan pembangunan yang tidak sedikit. Dari keseluruhan sumber-

    sumber pendapatan Negara, pendapatan dari sektor pajak memiliki

    kontribusi yang sangat signifikan. Dalam APBN Tahun 2015, target

    penerimaan Negara dari pajak adalah 1.360,1 Triliun atau 74,6% dari

    keseluruhan penerimaan negara yang tercantum dalam APBN Tahun

    Anggaran 2016. Kontribusi pendapatan negara dari sektor pajak memiliki

    kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun.

  • Pajak memiliki fungsi penting dalam pembangunan bangsa. Pajak

    merupakan salah satu sumber utama untuk memasukkan uang/penerimaan

    ke dalam kas negara yang akan digunakan untuk membiayai pengeluaran

    rutin negara. Selain itu, pajak juga merupakan suatu alat untuk mencapai

    tujuan-tujuan tertentu demi kesejahteraan masyarakat.

    Pentingnya kontribusi pajak dalam pembangunan belum sepenuhnya

    disasari oleh rakyat Indonesia, khususnya yang mampu. Kesadaran pajak

    (tax consciousness) rakyat Indonesia masih rendah, dan masih perlu

    ditingkatkan.

    Peningkatan kesadaran pajak dapat dilakukan melalui pendidikan yang lebih

    terstruktur, agar rakyat Indonesia mengerti fungsi dan kegunaan pajak

    dalam masyarakat dan manfaat bagi diri pribadi, serta mengerti bagaimana

    cara memenuhi kewajiban perpajakan mereka.

    Diperlukan adanya upaya sistematis dan sungguh-sungguh dari segenap

    elemen bangsa untuk meningkatkan kesadaran pajak, karena kontribusi

    pajak yang sangat siginifikan. Hal ini menunjukkan bahwa betapa

    mendesaknya upaya untuk membangun kesadaran pajak bagi seluruh

    lapisan masyarakat.

    Pajak untuk pembangunan mempunyai 2 (dua) fungsi, yaitu fungsi budgetair

    dan fungsi mengatur atau regulerend. Sebagai fungsi budgeter, pajak

    merupakan sumber utama penerimaan negara yang akan digunakan untuk

    membiayai pengeluaran negara dan membiayai investasi pemerintah.

    penerimaan negara tersebut berasal dari rakyat, dialokasikan berdasarkan

    persetujuan wakil rakyat, dan digunakan untuk sebesar-besarnya

    kemakmuran rakyat. Oleh karena itu, di dalam fungsi anggaran terdapat

    perwujudan dari sistem demokrasi.

    Sebagai fungsi regulerend pajak juga merupakan suatu sarana untuk

    mencapai tujuan-tujuan tertentu demi kesejahteraan rakyat, antara lain

    melalui pemerataan alokasi dan distribusi pendapatan, serta tercapainya

    stabilitas ekonomi.