6
ISU DAN PERMASALAHAN PERBATASAN RI – PAPUA NEW GUENEA Isu dan permasalahan yang dihadapi kawasan perbatasan RI – Papua New Guenea, baik perbatasan darat maupun laut. Agar penyelesaian masalah dapat lebih terarah dan tepat sasaran, dari beberapa permasalahan dapat dikelompokkan menjadi 6 enam! aspek, yaitu kebijakan, ekonomi dan sosial budaya, pertahanan dan keamanan, pengelolaan sumber daya alam, kelembagaan dan kewenangan pengelolaan, serta kerjasama antarnegara. 1. Kebijakan Pembangunan 1.1. Kebijakan beum be!"i#ak ke"a$a ka%a&an'ka%a&an Pe$aaman $an Pe!ba(a&an PNG'RI "elama beberapa puluh tahun kebelakang masalah perbatasan antara RI dan PNG masih belum mendapat perhatian yang #ukup dari pemerintah. $al ini ter#ermin dari kebijakan pembangunan yang kurang memperhatikan kawasan perbatasan dan lebih mengarah kepada wilayah% wilayah yang padat penduduk, aksesnya mudah, dan potensial, sedangkan kebijakan pembangunan bagi daerah% daerah terpen#il , terisolir dan tertinggal seperti kawasan perbatasan, pedalaman dan perdesaan masih belum diprioritaskan. 1.). Beum a$an*a kebijakan $an &(!a(egi na&i+na "engembangan ka%a&an "e!ba(a&an RI – PNG &alam Program Pembangunan Nasional Propenas! '(((– '(() dinyatakan *program pengembangan daerah perbatasan bertujuan untuk meningkatkan tara+ hidup dan kesejahteraan masyarakat, meningkatkan kapasitas pengelolaan potensi kawasan perbatasan, dan memantapkan ketertiban dan keamanan daerah yang berbatasan dengan negara lain . "asarannya adalah

bab-isu_perbatasan.doc

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Isu_perbatasan

Citation preview

Pada bagian ini dipaparkan berbagai isu dan permasalahan yang dihadapi kawasan perbatasan, baik perbatasan darat maupun mariti

ISU DAN PERMASALAHAN

PERBATASAN RI PAPUA NEW GUENEAIsu dan permasalahan yang dihadapi kawasan perbatasan RI Papua New Guenea, baik perbatasan darat maupun laut. Agar penyelesaian masalah dapat lebih terarah dan tepat sasaran, dari beberapa permasalahan dapat dikelompokkan menjadi 6 (enam) aspek, yaitu kebijakan, ekonomi dan sosial budaya, pertahanan dan keamanan, pengelolaan sumber daya alam, kelembagaan dan kewenangan pengelolaan, serta kerjasama antarnegara.1. Kebijakan Pembangunan1.1. Kebijakan belum berpihak kepada kawasan-kawasan Pedalaman dan Perbatasan PNG-RISelama beberapa puluh tahun kebelakang masalah perbatasan antara RI dan PNG masih belum mendapat perhatian yang cukup dari pemerintah. Hal ini tercermin dari kebijakan pembangunan yang kurang memperhatikan kawasan perbatasan dan lebih mengarah kepada wilayah-wilayah yang padat penduduk, aksesnya mudah, dan potensial, sedangkan kebijakan pembangunan bagi daerah-daerah terpencil , terisolir dan tertinggal seperti kawasan perbatasan, pedalaman dan perdesaan masih belum diprioritaskan.1.2. Belum adanya kebijakan dan strategi nasional pengembangan kawasan perbatasan RI PNGDalam Program Pembangunan Nasional (Propenas) 20002004 dinyatakan program pengembangan daerah perbatasan bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat, meningkatkan kapasitas pengelolaan potensi kawasan perbatasan, dan memantapkan ketertiban dan keamanan daerah yang berbatasan dengan negara lain. Sasarannya adalah terwujudnya peningkatan kehidupan sosial-ekonomi dan ketahanan sosial masyarakat, terkelolanya potensi wilayah, dan ketertiban serta keamanan kawasan perbatasan.

Salah satu contoh kasus yang dikutip dalam Koran Sentani Pos (PAPOS, 27 Juli 2010) sebagian besar masyarakat yang ada diperbatasan RI dengan Papua New Guinea (PNG) belum memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kesbang Linmaspol Provinsi Papua Didi Agusprianto, diSentani ibukota Kabupaten Jayapura, mengatakan hal ini disebabkan karena tidak adanya pelayanan kepengurusan identitas di distrik yang berada di perbatasan Masyarakat Indonesia yang berada diperbatasan justru memiliki KTP Papua New Guinea (PNG), seharusnya saat ini Instansi terkait harus menjemput bola untuk memberikan pelayanan kepengurusan KTP kepada masyarakat seperti masyarakat Kabupaten Keerom dan Pegunungan Bintang yang berada di daerah berbatasan langsung.1.3. Sarana dan prasarana masih minim.

Ketersediaan prasarana dan sarana dikawasan perbatasan RI-PNG, baik sarana dan prasarana wilayah maupun fasilitas sosial ekonomi masih jauh dari memadai. Jaringan jalan dan angkutan perhubungan darat maupun laut masih sangat terbatas, yang menyebabkan sulit berkembangnya kawasan perbatasan tersebut, karena masih dilandanya konflik politik organisasi Papua Merdeka (OPM) yang mengganggu keamanan didaerah perbatasan dan penggunungan. Kondisi prasarana dan sarana komunikasi seperti pemancar atau transmisi radio dan televisi serta sarana telepon di kawasan perbatasan umumnya masih relatif minim. Terbatasnya sarana komunikasi dan informasi di Daerah Pernatasan PNG menyebabkan masyarakat perbatasan lebih mengetahui informasi tentang Papua New Guinea daripada informasi dan wawasan tentang Indonesia. Ketersediaan sarana dasar sosial dan ekonomi seperti pusat kesehatan masyarakat, sekolah, dan pasar juga sangat terbatas. Hal ini menyebabkan kawasan perbatasan RI-Papua sulit untuk berkembang.2. Ekonomi dan Sosial Budaya2.1. Adanya paradigma kawasan perbatasan sebagai halaman belakang

Paradigma pengelolaan kawasan perbatasan di masa lampau sebagai halaman belakang wilayah NKRI membawa implikasi terhadap kondisi kawasan perbatasan saat ini yang tersolir dan tertinggal dari sisi sosial dan ekonomi. Munculnya paradigma ini, disebabkan oleh sistem politik dimasa lampau yang sentralistik dan sangat menekankan stabilitas keamanan. Disamping itu secara historis, hubungan Indonesia dengan PNG sempat memburuk diakibatkan kondisi Politik Papua memanas, dengan seperatis OPM-TPM Papua didukung oleh Papua New Guinea (PNG). Konsekuensinya, persepsi penanganan kawasan perbatasan lebih didominasi pandangan untuk mengamankan perbatasan dari potensi ancaman dari luar (external threat) dan cenderung memposisikan kawasan perbatasan sebagai sabuk keamanan (security belt). Hal ini telah mengakibatkan kurangnya pengelolaan kawasan perbatasan dengan pendekatan kesejahteraan melalui optimalisasi potensi sumberdaya alam, terutama yang dilakukan oleh investor swasta.2.2. Tingginya angka kemiskinan dan jumlah keluarga pra-sejahtera.

Permasalahan Kemiskinan yang terjadi di kawasan perbatasan RI-PNG seperti daerah-daerah di Papua (Keerom, Pengunungan Bintang, Yakohimodan dan Maroke) baik laut maupun darat. Hal ini dapat dilihat dari tingginya jumlah keluarga prasejahtera di kawasan perbatasan Papua-PNG serta tingginya angka kelaparan yang diakibatkan stok pangan dan kebiasaan pola makan orang-orang Papua sehingga mengakibatkan tingkat kematian meningkat. Implikasi lebih lanjut dari kondisi kemiskinan masyarakat di kawasan perbatasan RI-PNG mendorong masyarakat terlibat dalam kegiatan-kegiatan separatis, bergabung dengan OPM untuk melakukan perjuangan untuk merdeka guna khayalan kesejahteraan yang lebih baik, serta tingkat kebutuhan akan hidup yang lebih baik mendorong melakukan tindakan ilegal guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini selain melanggar hukum dan potensial menimbulkan kerawanan dan ketertiban juga sangat merugikan negara. Selain kegiatan ekonomi ilegal, kegiatan ilegal lain yang terkait dengan aspek politik, ekonomi dan keamanan juga terjadi di kawasan perbatasan laut seperti penyelundupan senjata, amunisi dan bahan peledak. Kegiatan ilegal ini terorganisir dengan baik sehingga perlu koordinasi dan kerjasama bilateral yang baik untuk menuntaskannya.2.3. Terisolasinya kawasan perbatasan akibat rendahnya aksesibilitas menuju kawasan perbatasan.

Kawasan perbatasan Papua-PNG masih mengalami kesulitan aksesibilitas baik darat, laut, maupun udara menuju pusat-pusat pertumbuhan, sulitnya aksesibilitas memunculkan kecenderungan masyarakat untuk berinteraksi dengan masyarakat di wilayah PNG. Minimnya asksebilitas dari dan keluar kawasan perbatasan wilayah merupakan salah satu faktor yang turut mendorong orientasi masyarakat yang cenderung berkiblat aktivitas sosial ekonominya ke negara tetangga yang secara jangka panjang dikhawatirkan akan memunculkan degradasi nasionalisme masyarakat perbatasan.2.4. Rendahnya kualitas SDM

Sebagai dampak dari minimnya sarana dan prasarana dibidang pendidikan dan kesehatan, kualitas SDM masyarakat di sebagian besar kawasan perbatasan Papua-PNG masih rendah. Masyarakat belum memperoleh pelayanan kesehatan dan pendidikan sebagaimana mestinya akibat jauhnya jarak dari permukiman dengan fasilitas yang ada. Optimalisasi potensi sumber daya alam dan pengembangan ekonomi di kawasan perbatasan akan sulit dilakukan. Rendahnya tingkat pendidikan, keterampilan, serta kesehatan masyarakat merupakan salah satu faktor utama yang menghambat pengembangan ekonomi kawasan perbatasan 2.5. Adanya aktivitas pelintas batas tradisional

Adanya kesamaan budaya, adat dan keturunan (suku yang sama) di beberapa kawasan perbatasan seperti di Papua, menyebabkan adanya kegiatan pelintas batas tradisional yang ilegal dan sulit dicegah. Persamaan budaya dan adat masyarakat dan kegiatan pelintas batas tradisional ini merupakan isu sekaligus masalah perbatasan antarnegara yang telah ada sejak lama dan kini muncul kembali seiring dengan penanganan kawasan perbatasan darat di beberapa daerah seperti Papua, Kalimantan dan Timor leste. Kegiatan lintas batas ini telah berlangsung lama namun sampai saat ini belum dapat diatasi oleh kedua pihak (negara). 2.6. Adanya tanah adat/ulayat masyarakat

Di beberapa kawasan perbatasan Papua-PNG terdapat tanah adat/ulayat yang berada di dua wilayah negara. Tanah ulayat ini sebagian menjadi ladang penghidupan yang diolah sehari-hari oleh masyarakat perbatasan RI-PNG, sehingga pelintasan batas antarnegara menjadi hal yang biasa dilakukan setiap hari. Keberadaan tanah ulayat yang terbagi dua oleh garis perbatasan, secara astronomis memerlukan pengaturan tersendiri serta dapat menjadi permasalahan di kemudian hari jika tidak ditangani secara serius.PAGE