Upload
truongdat
View
221
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
76
Sumarti, 2015 STRATEGI TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU DAN RESPONS WARNA AFEKTIF SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
BAB III
METODE PENELITIAN
Berdasar pada permasalahan yang telah dikemukakan terdahulu, penulis
berupaya menjawab pertanyaan permasalahan tersebut dengan menyusun metode
penelitian yang meliputi metode dan desain penelitian, definisi operasional,
tempat sumber data dan waktu penelitian, paradigma penelitian, teknik
pengumpulan data, teknik analisis data, dan instrumen penelitian yang dipaparkan
berikut ini.
A. Metode dan Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode
fenomenologis. Hal ini dilakukan mengingat penelitian bertujuan untuk
mendeskripsikan strategi tindak tutur direktif guru (selanjutnya disingkat
STTDG) dalam pembelajaran dan respons warna afektif siswa (selanjutnya
disingkat RWAS) terhadap tuturan tersebut secara alami berdasarkan fenomena
yang terjadi. Sejalan dengan fungsi metode fenomenologis yang digunakan untuk
mengungkap konsep atau fenomena yang didasari oleh kesadaran yang terjadi
pada beberapa individu. Oleh karena itu, penelitian dilakukan dalam situasi yang
alami atau natural. Secara konseptual, metode fenomenologis (Cresswell,
1998:51) adalah studi yang menggambarkan arti sebuah pengalaman hidup untuk
beberapa orang tentang konsep atau fenomena. Fenomena yang menjadi fokus
dalam penelitian ini ialah tindak tutur direktif guru terhadap siswa. Dalam hal ini,
peneliti berupaya menganalisis strategi apa yang digunakan guru dalam
merealisasikan tindak tutur direktif guru kepada siswa. Setelah itu, diidentifikasi
respon warna afektif atau emosi siswa terhadap STTDG tersebut.
Selanjutnya, hasil penelitian yang berupa STTDG yang berespons warna
afektif positif diimplementasikan dalam sebuah model pembelajaran. Oleh karena
77
Sumarti, 2015 STRATEGI TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU DAN RESPONS WARNA AFEKTIF SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
itu, desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif-kualitatif (McMillan,
2008; Sugiyono, 2012; Sukmadinata, 2012).
Penelitian kualitatif ditujukan untuk mamahami fenomena sosial dari sudut
perspektif partisipan (Sukmadinata, 2012). Partisipan dalam penelitian ini ialah
guru dan siswa, mereka diobservasi dan diajak berwawancara. Adapun yang
diobservasi adalah tuturan guru dan perilaku peserta didik sebagai respons warna
afektif atau emosi mereka terhadap tuturan gugu tersebut. Setelah pembelajaran,
peneliti melakukan wawancara untuk pengecekan dan klarifikasi terhadap data
yang teramati. Mengingat karakteristik penelitian kualitatif adalah naturalistik,
induktif, holistik, maka pemerian data berdasarkan perspektif partisipan,
kontekstual, dan emik perspektif (Fraenkel, dkk, 2012).
Metode deskriptif melukiskan secara sistematis fakta atau karakteristik
populasi tertentu atau bidang tertentu, dalam hal ini bidang secara aktual, dan
cermat (Iqbal, 2002). Data yang diperoleh tidak dituangkan dalam bentuk
bilangan atau angka statistik, melainkan dalam bentuk kualitatif yang dinyatakan
dalam kata-kata. Selain itu, penelitian ini menekankan kepada kepercayaan
terhadap apa yang dilihat dan didengar sehingga bersifat netral (Iqbal, 2002).
Temuan dalam penelitian kualitatif ini kemudian diimplementasikan
dalam pembelajaran bahasa Indonesia dengan menggunakan model sinektik
(Joyce, dkk. 2012: 243). Mengapa model ini yang dipilih? Model pembelajaran ini
menuntut strategi berpikir kreatif siswa melalui analogi yang dikondisikan oleh
guru. Dengan demikian, guru dituntut untuk bertutur direktif yang dapat
menimbulkan respons warna afektif positif pada positif siswa sehingga dapat
membangkitkan kreativitas berpikir mereka.
Model sinektik dikembangkan dari beberapa asumsi tentang psikologi
kreativitas (Gordon dalam Joyce, dkk.,2012). Asumsi pertama, dengan membawa
proses kreatif menuju kesadaran dan dengan mengembangkan bantuan-bantuan
eksplisit menuju kerativitas, kita dapat langsung meningkatkan kapasitas kreatif
secara individu atau kelompok; kedua, komponen emosional lebih penting
daripada intelektual, irasional lebih penting daripada rasional; dan ketiga, unsur-
78
Sumarti, 2015 STRATEGI TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU DAN RESPONS WARNA AFEKTIF SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
unsur emosional, irasional harus dipahami dalam rangka meningkatkan
kemungkinan sukses dalam situasi pemecahan masalah. Ketiga asumsi tersebut
diimplementasikan dalam pembelajaran dengan aktivitas metafora yang
dikondisikan guru dengan tuturan direktifnya. Strategi sinektik menggunakan
aktivitas metafora untuk mengembangkan imajinasi dan wawasan peserta didik
melalui tiga analogi, yaitu analogi personal (personal analogy), analogi langsung
(direct analogy), dan konflik padat (compressed conflict). Adapun model sinektik
ini akan diterapkan dalam pembelajaran menulis dengan sintaks yang tertera
dalam instrumen penelitian.
B. Definisi Operasional
Untuk kejelasan terhadap beberapa konsep yang digunakan dalam judul
penelitian ini, berikut penulis uraikan definisi operasional yang menjadi
variabel penelitian.
1. Tindak tutur direktif adalah tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya
agar mitra tutur melakukan tindakan sesuai apa yang disebutkan di dalam
tuturannya. Tindak tutur direktif disebut juga dengan tindak tutur
impositif. Yang termasuk ke dalam tindak tutur jenis ini antara lain
tuturan meminta, mengajak, memaksa, menyarankan, mendesak,
menyuruh, menagih, memerintah, mendesak, memohon, menantang,
memberi aba-aba. Indikator dari tuturan direktif adalah adanya suatu
tindakan yang dilakukan oleh mitra tutur setelah mendengar tuturan
tersebut.
2. Fungsi komunikasi dalam tindak tutur direktif adalah maksud yang
terkandung dalam setiap tuturan direktif, seperti meminta, mengajak,
memaksa, menyarankan, mendesak, menyuruh, menagih, memerintah,
mendesak, memohon, menantang,dan memberi aba-aba.
3. Strategi tindak tutur direktif guru dalam pembelajaran adalah bentuk/
struktur lingual atau modus serta fungsi komunikasi dalam tuturan guru
yang bertujuan menghasilkan suatu efek berupa tindakan yang dilakukan
79
Sumarti, 2015 STRATEGI TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU DAN RESPONS WARNA AFEKTIF SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
oleh mitra tutur (peserta didik), meliputi tindak tutur langsung (direct) dan
tindak tutur tidak langsung (indirect). Strategi langsung dan tidak
langsungnya tuturan berkaitan dengan kesesuaian antara struktur tuturan
dengan fungsi tuturan. Yule (1996:95) menjelaskan bahwa ada tiga bentuk
struktur, yaitu deklaratif, imperative, dan interogatif (Wijana
menyebutnya dengan modus, 1996) dan tiga fungsi komunikasi umum,
yakni pernyataan, pertanyaan, dan perintah/permohonan. Apabila ada
hubungan langsung antara struktur/modus dengan fungsi komunikasi,
maka terdapat tindak tutur langsung. Sebaliknya, jika tidak ada hubungan
antara struktur dan fungsi komunikasi, maka terjadilah tindak tutur tidak
langsung. Adapun strategi setiap tipe tersebut sangat bergantung pada
peristiwa tutur beserta konteksnya. Untuk itulah, penelitian ini dilakukan
dalam rangka mendeskripsikan strategi apa saja yang ada dalam tuturan
direktif guru di dalam kelas ketika pembelajaran Bahasa Indonesia di
SMP. Adapun tindak tutur direktif guru dalam pembelajaran adalah
tuturan guru dalam proses belajar mengajar yang ditandai dengan kata-
kata tertentu (Searle, 1979:14), seperti ask, order, command, request, beg,
plead, pray, entreat, invite, permit, dan advise. Contoh tuturan:
(1) Guru : “Ketua kelas, coba nyalakan LCD!”
Tuturan (1) berbentuk imperatif dengan maksud memerintah. Hal ini
dipahami dari konteks tuturan yang diucapkan guru ketika baru masuk
kelas hendak memproyeksikan slide (PPt) dari laptopnya ke LCD. Dengan
meminta bantuan ketua kelas, guru memerintahnya untuk menyalakan
LCD. Artinya guru bermaksud menyuruh ketua kelas untuk menyalakan
LCD dengan menggunakan kalaimat imperative (perintah). Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa guru bertutur direktif secara langsung.
Berbeda halnya dengan tuturan berikut yang berupa tuturan interogatif
dengan maksud memerintah.
(2) Guru : “Panas sekali kelas ini ya?”
80
Sumarti, 2015 STRATEGI TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU DAN RESPONS WARNA AFEKTIF SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
Tuturan (2) diucapkan guru ketika masuk kelas pada pukul 10.30 dan
cuaca panas terik matahari., baru lima belas menit di ruangan, tiba-tiba dia
menatakan itu. Kalimat dalam tuturan (2) berebtuk interogatif, tetapi
maksud tuturan tersebut bukan meminta jawaban ya atau tidaknya cuaca
panas saat itu. Maksud yang terkandung dalam tuturan tersebut ialah
meminta siswanya untuk membuka pintu atau menyalakan kipas angin/AC
agar tidak panas. Oleh karena itu, tuturan (2) dapat dikatakan sebagai
tuturan direktif tidak langsung karena bentuk tuturan berbeda dengan
maksud tuturannya. Bentuknya berupa kalimat interogatif, sedangkan
maksudnya bukan bertanya, melainkan meminta sesuatu, yakni
menyalakan kipas angin/AC atau membuka pintu agar udara tidak terasa
panas.
4. Warna afektif atau emosi siswa sebagai respons siswa terhadap STTDG
ialah perasaan yang menyertai setiap keadaan atau perilaku individu ketika
mendengar setiap STTDG dalam pembelajaran bahasa Indonesia.
Perasaan-perasaan tertentu yang dialami pada saat menghadapi
(menghayati) STTDG ini meliputi emosi positif, seperti gembira, senang,
bangga dan emosi negatif, seperti kesal, marah, takut, dan malu. Data
respons warna afektif ini diperoleh dari teknik observasi, angket, dan
wawancara. Pengamatan RWAS ini diamati dari reaksi siswa, baik secara
verbal maupun nonverbal ketika mendengar STTDG. Respons warna
afektif siswa secara verbal diketahui dari angket tebuka yang diisi
langsung oleh siswa, sedangkan respons secara nonverbal diketahui dari
bahasa tubuh atau ekspresi wajah (Diener, 1998). Emosi yang bersifat
positif, seperti senang dan gembira terlihat dari ekspresi wajah: tersenyum
atau tertawa, bergerak aktif, sedangkan emosi negatif, seperti malu terlihat
dari bahasa tubuhnya: menunduk, menggigit bibir, tatapan mata ke bawah;
kesal: mulut monyong, mata agak membelalak, kadang disertai dengan
mendengus (menghembuskan napas kuat-kuat).
81
Sumarti, 2015 STRATEGI TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU DAN RESPONS WARNA AFEKTIF SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
5. Implikasi hasil penelitian ini terhadap pembelajaran bahasa Indonesia di
SMP adalah kaitan antara hasil penelitian berupa STTDG yang
menimbulkan RWAPS terhadap keefektifan pembelajaran. Hasil penelitian
ini akan diimplementasikan dalam sebuah desain model pembelajaran
yang efektif, yakni model sinektik yang berbasis STTDG-RWAPS.
C. Tempat, Sumber Data, dan Waktu Penelitian
Tempat pengambilan data dilakukan di Bandar Lampung, tepatnya di sekolah
menengah pertama, baik negeri maupun swasta, yakni SMPN 22 Bandar
Lampung dan SMP IT Fitrah Insani Bandar Lampung. Mengingat penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif, maka pengambilan sampel secara purposif.
Artinya, sampel atau dalam hal ini diistilahkan sumber data dipilih karena
dianggap kaya dengan informasi tentang fenomena yang diteliti (Sukmadinata,
2012:101).
Adapun data penelitian ini adalah semua strategi tindak tutur guru dalam
proses pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah menengah pertama.
Adapun yang dijadikan objek penelitian adalah proses pembelajaran Bahasa
Indonesia di kelas VII, VIII, IX SMP dengan asumsi bahwa secara psikologis,
siswa SMP termasuk dalam fase remaja (Santrock, 2001) yang cenderung sangat
mudah terpengaruh oleh lingkungan, baik positif maupun negatif. Dengan begitu,
pengaruh strategi tuturan yang digunakan guru akan sangat terlihat dengan jelas.
Sekolah yang dijadikan lokasi penelitian terdiri atas sekolah negeri dan
sekolah berbasis agama. Kedua kluster sekolah tersebut diasumsikan representatif
untuk lingkungan belajar yang beragam. Dengan demikian, data penelitian yang
diperoleh pun variatif.
Sumber data penelitian ini ialah guru Bahasa Indonesia yang berjumlah
empat orang dari suku bangsa yang berbeda, yakni Lampung, Palembang, Sunda,
dan Jawa. Hal ini diupayakan agar strategi tuturan guru bervariasi karena berasal
82
Sumarti, 2015 STRATEGI TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU DAN RESPONS WARNA AFEKTIF SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
dari suku bangsa yang berbeda agar tuturah direktif lebih variatif. Waktu peneli-
tian dimulai April 2014 sampai Januari 2015.
D. Paradigma Penelitian
Berdasarkan paparan terdahulu, penelitian ini dapat dibagankan
paradigmanya sebagai berikut.
Masalah Formulasi outcame & output
1. tuntutan kompetensi profesional guru 1.Fungsi Komunikasi formulasi STTDG TDG strategi tindak tutur 2. kebutuhan defisiensi 2. Realisasi STTDG direktif guru dan (fisiologi, keselamatan, warna afektif positif cinta, dan harga diri) 3. Realisasi Bertutur siswa (RWAP) sebagai kebutuhan Santun TDG dasar peserta didik 4. Respons Warna 3. tuturan berdampak Afektif Siswa psikologis berupa (RWAP dan RWAN) emosi (warna afektif) positif dan negatif pada mitra tutur pembelajaran B. Ind. berbasis STTDG yg 4. model pembelajaran be-RWAPS dengan yang efektif dan model sinektik menyenangkan
Bagan 3.1
Paradigma Penelitian
83
Sumarti, 2015 STRATEGI TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU DAN RESPONS WARNA AFEKTIF SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
E. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik simak
Teknik simak ini identik dengan teknik observasi yang biasa dilakukan dalam
setiap penelitian. Adapun dasar dari teknik simak ini ialah teknik sadap yang
dilanjutkan dengan teknik rekam audio visual. Teknik ini dilakukan sampai
peneliti memperoleh data yang cukup. Peneliti berada dalam satu tempat dengan
objek yang diteliti, yakni berada di ruang kelas dengan guru dan siswa pada saat
proses pembelajaran berlangsung dan berada di luar kelas dengan siswa pada saat
jam istirahat sekolah. Peneliti melakukan pengamatan secara intensif kepada para
responden agar mendapat data empiris tindak tutur direktif guru serta respons
emosi atau warna afektif siswa terhadap tuturan tersebut.
Peneliti menggunakan catatan lapangan. Sifat realitas sosial paling baik
dikemas-sajikan dalam “thick description” atau deskripsi kental, yang kelak akan
dilaporkan kepada para pembaca ke dalam bentuk naratif. Secara keseluruhan,
seseorang biasa menimbang mutu relatif penelitian kualitatif dari prosesnya
(yaitu, bagaimana penelitian tersebut secara keseluruhan dilaksanakan) dan dari
produknya (yaitu, gabungan dari analisis dan interpretasi data yang ditampilkan
dalam naratif) (Wolcott, 1994). Teori yang dikembangkan dalam kualitatif secara
induktif (grounded theory) selama penelitian berlangsung, dan melalui interaksi
yang terus menerus dengan data di lapangan, lalu dites dengan data empiris. Bagi
peneliti kualitatif, baik teori yang ada (existing theory) maupun teori yang
berbasis data (grounded theory) sah dan bermanfaat (Alwasilah: 2002: 119). Bagi
peneliti kualitatif, subjektivitas, yakni latar belakang penelitian dan pengalaman
pribadi merupakan data sehingga dapat dikatakan bahwa hipotesis itu terbesit dari
diri sendiri, kemudian grounded (dikuatkan, dilandaskan, dan didukung) oleh
pengalaman orang lain. Itulah sebabnya penelitian kualitatif disarankan
menggunakan teknik catatan pengalaman peneliti (researce experience memo),
yaitu catatan lapangan yang terakumulasi sewaktu melakukan penelitian.
84
Sumarti, 2015 STRATEGI TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU DAN RESPONS WARNA AFEKTIF SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
Metode penelitian tidak saja bergantung pada pertanyaan penelitian,
melainkan juga pada situasi penelitian untuk mendapatkan data yang diperlukan.
Merekam gambar atau memvideo situasi penelitian sulit dilaksanakan karena
kelemahan merekam atau memvideo adalah kecenderungan tergangunya suasana
sehingga latar tidak lagi alami, dan mungkin beberapa responden merasa terancam
karena perilakunya terdokumentasikan. Responden merasa tidak aman, dan
kepentingannya terancam oleh kegiatan observasi (2002: 155).
Oleh karena itu, peneliti memiliki catatan observasi atau catatan lapangan
serinci, selengkap, sekonkret, dan sekronologis mungkin. Data dalam penelitian
ini data yang kaya atau melimpah merujuk pada data yang rinci, lengkap, dan
beragam sehingga mengungkapkan apa yang sebenarnya terjadi. Data yang
diperoleh tidak sekadar berupa catatan kesimpulan, melainkan juga ada
transkripsinya yang lengkap kata perkata, sehingga terasa visualisasi dari kejadian
atau proses yang diobservasi.
Untuk menganalisis data, peneliti membaca ulang transkripsi itu kemudian
menandai pernyataan yang penting untuk dijadikan analisis data. Ketika mencatat,
peneliti setiap harinya berpindah tempat duduk sehingga objek penelitian berbeda
setiap harinya. Oleh karena itu pulalah, peneliti tidak menggunakan teknik
merekam atau video karena menjadi tidak efektif.
Catatan lapangan terdiri atas dua bagian, yaitu deskriptif dan reflektif.
Catatan deskriptif berupa catatan tentang semua tuturan yang muncul pada saat
proses pembelajaran berlangsung serta konteks yang melatarinya. Sementara itu,
catatan reflektif adalah catatan yang berupa komentar/penafsiran peneliti terhadap
peristiwa tutur yang diamati.
Selain catatan lapangan, dilakukan juga teknik wawancara (laporan diri
dan interview terbuka) yang dilakukan terhadap siswa untuk mengetahui emosi
dan perilaku yang muncul sebagai dampak strategi tindak tutur yang digunakan
guru. Siswa diberi sejumlah pertanyaan seputar tanggapan emosi dan perilaku
mereka terhadap semua strategi tuturan guru. Berikut ringkasan teknik
pengumpulan data berikut instrumennya.
85
Sumarti, 2015 STRATEGI TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU DAN RESPONS WARNA AFEKTIF SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
Tabel 3.1
Rancangan Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data
No. Nama Data Jenis Data Sumber Data Teknik Instrumen
1. Fungsi
komunikasi
tuturan direktif
guru dan
strategi yang
digunakannya
Kualitatif Guru Bahasa
Indonesia SMP
dari suku
Jawa, Sunda,
dan Lampung
Observasi catatan
lapangan
peristiwa
tutur
2. Respons
Warna Afektif/
Emosi Siswa
Tuturan
Direktif Guru
kuantitatif
dan
kualitatif
Siswa SMP
yang diajar
guru pada
sumber data
Survei
dan
observasi
angket dan
catatan
lapangan
3. Penilaian
pakar terhadap
instrumen
emosi siswa
terhadap
tuturan direktif
guru
Kualitatif Dua pakar Deskriptif Observasi dan
Angket
4. Penilaian
Pakar terhadap
instrumen
berupa
indikator
strategi tindak
tutur direktif
guru
Kualitatif Tiga pakar Deskriptif Angket
F. Instrumen Penelitian
86
Sumarti, 2015 STRATEGI TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU DAN RESPONS WARNA AFEKTIF SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
Ada beberapa instrumen yang digunakan dalam penelitian ini sesuai dengan
rancangan dalam teknik pengumpulan data yang telah diungkapkan terdahulu.
Sebagai persiapan telah dirancang instrumen penelitian seperti yang diuraikan
berikut ini.
1. Jenis Instrumen
a. Catatan Lapangan
Format catatan lapangan digunakan untuk mengumpulkan data dengan
teknik simak dan pencatatan. Teknik simak ini dapat disejajarkan dengan teknik
observasi. Peneliti berada di kelas untuk mencatat seluruh tindak tutur direktif
guru serta respon emosi siswa terhadap tuturan tersebut. Catatan lapangan ini
meliputi (a) catatan deskriptif dan (b) catatan reflektif.
Catatan deskriptif berupa catatan tentang semua tuturan yang muncul
pada saat proses pembelajaran berlangsung serta konteks yang melatarinya.
Tuturan yang dijadikan data dalam penelitian ini ialah tuturan direktif guru serta
respons siswa terhadap tutran tersebut. Respons siswa ini difokuskan pada respon
warna afektif atau emosi yang dapat diketahui secra verbal dan nonverbal.
Penjelasan konteks dan respons nonverbal siswa ditulis terapit kurung.
Catatan reflektif adalah catatan yang berupa komentar atau penafsiran
peneliti terhadap peristiwa tutur yang diamati. Dalam catatan ini, peneliti
mengidentifikasi dan menentukan jenis tuturan secara fungsi dan strateginya.
Catatan ini digunakan sebagai pedoman peneliti dalam klasifikasi data tuturan
beserta karakteristik analisis yang telah ditentukan dalam permasalahan penelitan.
b. Daftar Pertanyaan
Selain digunakan teknik simak dan teknik rekam audio-visual, digunakan juga
teknik wawancara berupa laporan diri siswa untuk mendapatkan data awal
respons warna afektif siswa terhadap tindak tutur direktif guru. Hal ini dilakukan
agar data yang diperoleh lebih valid dan reliabel mengingat semua teknik
87
Sumarti, 2015 STRATEGI TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU DAN RESPONS WARNA AFEKTIF SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
pengumpulan data memiliki kelebihan dan kekurangan. Dengan adanya teknik
angket ini, data respons emosi siswa dapat tergali lebih komprehensif, di samping
data yang diperoleh melalui teknik simak dan rekam.
Adapun kisi-kisi angket ini berdasarkan rumusan masalah penelitian yang
eliputi aspek fungsi komunikasi, realisasi tindak tutur direktif, dan realisasi
kesantunan berbahasa. Jumlah pertanyaan berdasarkan ketiga aspek tersebut
adalah enam puluh soal. Berikut kisi-kisi yang telah disusun.
Tabel 3. 2 Kisi-Kisi Instrumen Angket Terbuka
Strategi Tuturan Direktif Guru dan Respons Warna Afektif Siswa
Aspek Indikator No ∑ ∑
88
Sumarti, 2015 STRATEGI TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU DAN RESPONS WARNA AFEKTIF SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
1. Fungsi Komunikasi
Tindak Tutur Direktif
Guru
1.1 verba penanda tindak tutur memerintah:
verba dasar, berpartikel –lah, bermodalitas
harus
1.2 penanda tindak tutur meminta: coba, tolong,
harap
1.3 penanda tindak tutur melarang: jangan
1.4 penanda tindak tutur menyarankan:
sebaiknya, hendaknya
1.5 penanda tindak tutur menanya: intonasi
tanya, kata tanya
2, 3, 8, 9, 12, 23,
24, 27. 28, 38, 42,
45,
11, 16, 19, 26, 29,
30, 31, 33, 34,35,
39, 46, 53
4, 5, 6, 7, 10, 13,
15, 17, 18, 22, 26,
29
14, 20, 21, 25, 32,
37, 43, 44, 46, 49,
50
47, 48, 55, 57, 58
, 51, 52, 59, 60, ,
54, 56, 41
12
12
12
12
12
60
2. Realisasi Tindak
Tutur Direktif Guru
2.1 tipe tuturan langsung/direct
2.2 tipe tuturan tidak langsung/indirect
2, 3, 8, 9, 12, 14,
20, 21, 23, 24, 25,
27. 28, 32, 37, 38,
41, 42, 43, 44, 45,
46, 47, 48, 49, 50,
51, 52, 55, 57, 58,
59, 60
4, 5, 6, 7, 10, 11,
13, 15, 16, 17, 18,
19, 22, 26, 29, 30,
31, 33, 34,35, 39,
46, 53, 54, 56
34
26
89
Sumarti, 2015 STRATEGI TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU DAN RESPONS WARNA AFEKTIF SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
4. Realisasi Bertutur
Santun (Kesantunan
Berbahasa)
4.1 Kesantunan Positif
4.2 Kesantunan Negatif
2, 3, 8, 9, 12, 14,
20, 21, 23, 24, 25,
27. 28, 32, 37, 38,
41, 42, 43, 44, 45,
46, 47, 48, 49, 50,
51, 52, 55, 57, 58,
59, 60
4, 5, 6, 7, 10, 11,
13, 15, 16, 17, 18,
19, 22, 26, 29, 30,
31, 33, 34,35, 39,
46, 53, 54, 56
34
26
60
c. Rancangan Pembelajaran
Sebelum melakukan uji coba implementasi temuan penelitian berupa STTDG
yang be-RWAPS dalam sebuah model pembelajaran, yakni sinektik (berorientasi
pada kemampuan guru bertutur analogi dan metafora), dilakukan validasi terhadap
rancangan model pembelajaran dari pakar pedagogik. Instrumen berupa berupa
rancangan model pembelajaran sinektik yang berbasis STTDG-RWAPS adalah
sebagai berikut.
89
Sumarti, 2015 STRATEGI TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU DAN RESPONS WARNA AFEKTIF SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
Rancangan Model Pembelajaran Sinektik Berbasis STTDG yang be-RWAPS
Tahap Kegiatan
Pembelajaran
Tahap Model
Sinektik Kegiatan Guru Kegiatan Siswa
STTDG RWAPS
(*)
Komentar dan
Saran
Kegiatan Awal
Tahap Persiapan
Melakukan apersepsi dengan bertanya
jawab dan mengingatkan siswa agar menghubungkannya dengan materi
yang sudah dikuasai sebelumnya
Menjawab pertanyaan guru dengan
mengingat kembali dan menghubungkan dengan materi yang
sudah dipelajari dan dikuasai sebelumnya
(a) Sapaan halus
(b) Melibatkan pn & pt dalam kegiatan
(c) Menghindari kata „saya‟
(d) Menghindari kata
„kamu‟ (e) Menghindari
perbedaan (f) Mengupaya-kan
kesepakatan
(g) Kata berpagar
Menyampaikan kompetensi dasar dan
tujuan pembelajaran
Menyimak dan memperhatikan
kompetensi dasar dan tujuan pembelajaran yang disampaikan guru
Menjelaskan dan bertanya jawab
dengan mahasiswa tentang langkah-langkah pembelajaran dan
mengingatkan mahasiswa agar memperhatikan
Memperhtikan dan bertanya jawab
tentang langkah- langkah pembelajaran
90
Sumarti, 2015 STRATEGI TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU DAN RESPONS WARNA AFEKTIF SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
Kegiatan Inti
1. Melakukan
proses
kreativitas
melalui
analogi
Tahap Pertama
Guru
menyediakan
informasi
tentang topik
baru
Tahap Kedua
Analogi
Langsung
(Guru
mengusulkan
analogi langsung
dan meminta
siswa
mendeskripsikan
-
Menayangkan gambar katak dengan
topik membedah katak (memberikan pengetahuan secara utuh tentang
konsep membedah katak yang pernah dilakukan sisiwa di laboratorium dalam pelajaran IPA)
Memberi kesempatan kepada siswa
untuk mengemukakan gagasan tentang topik membedah katak
Memberi kesempatan kepada siswa untuk mendiskusikan topik baru
tersebut
Mendaftarkan langkah-langkah dalam prosedur membedah katak (topik
familiar) dengan membedah rumah (topik yang relatif baru)
Meminta siswa membuat kalimat sendiri berdasarkan langkah-langkah
prosedur membedah katak
Menganalisis dan memperhatikan
tayangan berdasarkan rambu-rambu yang diberikan guru dan
menghubungkannya dengan pengetahuan yang telah dimiliki.
Menyimak dan memahami topik
struktur teks prosedur.
Berdiskusi tentang langkah-langkah membedah katak.
Mengurutkan langkah- langkah membedah katak secara berurutan
dan logis
Membuat kalimat untuk mengembangkan langkah- langkah
dalam prosedur membedah katak
a) menghindari kata „kamu‟
b) menghindari kata „saya‟
c) memberi perhatian
d) kata berpagar
e) memuji f) menghindari
perbedaan g) mengupaya-kan
kesepatan
a) sapaan halus
b) memuji
c) tuturan tidak
langsung
h)
91
Sumarti, 2015 STRATEGI TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU DAN RESPONS WARNA AFEKTIF SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
2. Praktik
Menulis
nya)
Tahap Ketiga
Analogi Personal
(Guru meminta
siswa „menjadi‟ analogi langsung)
Tahap Keempat
Membandingkan
analogi-analogi
(siswa
mengidentifikasi dan menjelaskan poin-poin
kesamaan antara topik baru dan
analogi langsung)
Meminta siswa membuat kalimat sendiri berdasarkan langkah-langkah
dalam prosedur membedah katak
Membimbing siswa membuat kalimat sendiri dan mengedit kesalahan berbahasa mereka
Meminta siswa menyusun kerangka teks prosedur membdah rumah berdasarkan kerangka langkah-
langkah dalam prosedur membedah katak
Meminta siswa menggambarkan ketidakparalelan analogi-analogi yang telah dibuat dalam sebuah paragraf
dingkat.
Membuat kalimat sendiri berdasarkan langkah- langkah dalam
prosedur membedah katak
Mengedit kesalahan berbahasa pada kalimat yang telah disusun secara berurutan dan logis tersebut.
Menysun kerangka teks prosedur tentang membedah rumah secara berkelompok (satu kelompok dua
orang siswa).
Menggambarkan ketidakparalelan
hubungan analogi-analogi yang telah dibuat dalam sebuah paragraf singkat.
d) menghindari kata
„saya‟
e) menghindari kata
„kamu‟
f) melibatkan
penutur dan mitra
tutur dalam
kegiatan
g) mengupayakan
kesepakatan
h)mengisyaratkan
kesamaan
pandangan
92
Sumarti, 2015 STRATEGI TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU DAN RESPONS WARNA AFEKTIF SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
Tahap Kelima
Menjelaskan
perbedaan-
perbedaan
(siswa
menjelaskan di mana saja analogi
yang tidak sesuai)
Tahap Keenam
Eksplorasi
(siswa mengeksplorasi kembali topik
awal)
Tahap Ketujuh
Membuat
Analogi
(siswa
menyiapkan
Meminta siswa menjelaskan pada segi
apa saja perbedaan antaranalogi yang telah digambarkan tersebut
Meminta siswa membuat perbandingan-perbandingan kembali
pada topik awal, yakni antara „membedah katak‟ dan „membedah
rumah‟ Meminta kembali siswa
mengeksplorasi analogi langsung dan mengekplorasi persamaan dan
perbedaan
Meminta siswa menulis teks prosedur secara lengkap bagaimana prosedur
membedah rumah
Menjelaskan perbedaan-perbedaan
antaranalogi yang telah dibuat
Membuat perbandingan antara topik „membedah katak „ dan „membedah
rumah‟
Mengidentifikasi seluruh persamaan dan perbedaan antara topik yang baru
dan topik lama
Menulis karangan teks prosedur secara lengkap tentang membedah
rumah berdasarkan hubungan analogi antara membedah katak dan
membedah rumah,
a) menghindari kata „kamu‟
b) menghindari kata „saya‟
c) memuji d) melibatkan
penutur dan mitra
tutur dalam kegiatan
e) menawarkan f) sapaan halus g) menerima atau
menerapkan sikap „saling‟
a) melibatkan
penutur dan mitra tutur dalam kegiatan
b) memuji c) menghindari kata
„kamu‟ d) memberi
penghargaan
a) memuji
b) melibatkan
93
Sumarti, 2015 STRATEGI TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU DAN RESPONS WARNA AFEKTIF SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
analogi langsung dan
mengeksplorasi persamaan dan
perbedaan)
penutur dan mitra tutur dalam
kegiatan c) menghindari kata
„kamu‟ d) menerima dan
menerapkan
sikap „saling‟ e) mengupaya-
kan kesepa-
katan.
Kegiatan Akhir
1. Refleksi
2. Menyimpulkn
Tahap Evaluasi
Memfasilitasi siswa melakukan refleksi tentang pembelajaran yang
telah dilakukan
Menyimpulkan pembelajaran bersama siswa
Melakukan refleksi dibimbing oleh guru
Menyimpulkan secara deduktif materi pembelajaran bersama guru
(g) Sapaan halus (h) Melibatkan pn
dan pt dalam kegiatan
(i) Menghindari kata „saya‟
(j) Menghindari kata
„kamu‟
94
Sumarti, 2015 STRATEGI TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU DAN RESPONS WARNA AFEKTIF SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
materi
pembelajaran
(k) Menghindari perbedaan
(l) Mengupayakan kesepakatan
(g) Kata berpagar
3. Memberikan
penguatan
4. Tes Akhir
Tahap Ekspansi Memberikan tugas kepada siswa untuk menulis topik yang lain
Menyimak tugas yang diberikan guru, yakni menulis dengan topik
yang lain
Memfasilitasi siswa melakukan tes akhir (presentasi hasil tulisan berupa teks prosedur membedah rumah)
Melaksanakan tes akhir berupa presentasi hasil menulis teks prosedur dengan topik membedah
rumah
Keterangan
STTDG : Strategi Tindak Tutur Direktif Guru RWAPS : Respons Warna Afektif Positif Siswa (*) : STTDG - RWAPS yang digunakan guru bersifat opsional yang penting merupakan STTDG be-RWAPS
95
Sumarti, 2015 STRATEGI TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU DAN RESPONS WARNA AFEKTIF SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
2. Validasi Instrumen Penelitian
Setiap jenis instrumen penelitian ini dilakukan validasi atau penilaian pakar sesuai
dengan bidang ilmu terkait intrumen tersebut.
1. Pedoman Lembar Pengamatan
Untuk mendapatkan data STTDG yang valid dan reliabel, pedoman lembar
observasi ditimbang oleh pakar pragmatik yang terdiri atas tiga orang. Selanjutnya
hasil análisis terhadap catatan lapangan pun ditimbang oleh ketiga pakar tersebut.
Demikian halnya dengan lembar pengamatan RWAS ditimbang oleh pakar
psikologi praktisi. Hasil timbangan para pakar dapat dilihat dalam lampiran (5 dan
6).
2. Kisi-Kisi Angket STTDG
Pada tahap pendahuluan digunakan teknik angket untuk mendapatkan data
tertulis dari RWAS terhadap STTDG. Kisi-kisi dan hasil angket ditimbang oleh
pakar psikologi pendidikan. Hasil timbangan pakar ini dapat dilihat dalam
lampiran (7).
3. Rancangan Model Pembelajaran Sinektik Berbasis Temuan STTDG yang
be-RWAPS
Sebagai implikasi temuan penelitian yang berupa STTDG be-RWAPS
terhadap pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP dilakukan uji coba implementasi
dalam sebuah model, yakni sinektik. Oleh karena itu, nama rancangan model
pembelajarannya adalah rancangan model sinektik berbasis STTDG be-RWAPS
(MSBSS). Sebelum diimplementasikan, desain model tersebut ditimpang oleh
pakar pedagogik dan psikologi pendidikan. Hasil timbangan pakar ini dapat
dilihat dalam lampiran (8).
96
Sumarti, 2015 STRATEGI TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU DAN RESPONS WARNA AFEKTIF SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
G. Teknik Analisis data
Untuk menentukan apakah sebuah tuturan direktif atau bukan, digunakan
parameter berupa penanda golongan verba yang dikemukakan Searle (1979:14),
yaitu ask, order, command, request, beg, plead, entreat, invite, permit, dan advise.
Dalam bahasa Indonesia, verba tersebut dapat dipadankan dengan meminta,
memesan, memerintah, mengundang, dan menyarankan. Jika tuturan guru
mengandung verba tersebut dan memiliki maksud yang sama dengan modusnya,
maka termasuk tutran direktif secara langsung. Sebaliknya, tuturan yang
mengandung verba tersebut, tetapi tidak memiliki maksud yang tidak sesuai
dengan modusnya termasuk dalam tuturan direktif tidak langsung. Untuk
menentukan fungsi komunikasi yang digunakan guru dalam tindak tutur direktif,
penulis menggunakan parameter atau pedoman analisis sebagai berikut.
1) Pedoman Analisis Fungsi Komunikasi Tindak Tutur Direktif
Fungsi komunikasi merupakan tindak atau maksud tuturan dalam TDG
meliputi menyuruh, meminta, menyarankan, melarang, dan menanya. Untuk
menentuka fungsi komunikasi tersebut digunakan indikator sebagai berikut.
a. Tindak tutur menyuruh: menggunakan verba dasar, berpartikel –lah, bermodalitas harus bersufiks kan-, -i, berprefiks di-, per-
b. Tindak tutur meminta: menggunakan kata tolong, coba, atau silakan
c. Tindak tutur melarang: menggunakan kata jangan, nggak usah
d. Tindak tutur menyarankan: menggunakan kata sebaiknya, hendaknya, agar
e. Tindak tutur menanya: intonasi tanya dan atau menggunakan kata tanya
2) Pedoman Analisis Realisasi Tindak Tutur Direktif Guru
Istilah realisasi tindak tutur direktif guru ini mengacu pada tipe (Flor,
2005) atau strategi Brasdefer (2007) yang terdiri atas tindak tutur langsung atau
direct dan tindak tutur tidak langsung atau indirect. Untuk menentukan masing-
masing realisasi tindak tutur direktif tersebut digunakan indikator sebagai berikut.
97
Sumarti, 2015 STRATEGI TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU DAN RESPONS WARNA AFEKTIF SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
Pada dasarnya, tindak tutur direktif merupakan tuturan yang mengandung
maksud tertentu dari penutur kepada mitra tutur agar melakukan maksud tersebut.
Tindak tutur dengan penanda verba ini dalam realisasinya termasuk dalam tuturan
langsung. Padahal, tuturan direktif pun dapat direalisasikan secara tidak langsung.
Adapun pedoman analisis realisasi tindak tutur direktif secara garis besar
dituliskan dalam tabel pedoman analisis penelitian berikut ini.
Tabel 3.3
Pedoman Analisis Realisasi Tindak Tutur Direktif Guru
dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP
Aspek Indikator
1. Realisasi tindak tutur direktif
1.1 Tindak Tutur Langsung
Tindak tutur yang digunakan penutur untuk menyuruh mitra tutur melakukan sesuatu, meliputi menyuruh, meminta, melarang, menyarankan,
menanya, dan sebagainya.
1.2 Tindak Tutur Tidak
Langsung
a. Form dan content atau lokusi dan ilokusi tidak sama (= struktur dan fungsi komunikasi
memiliki hubungan tidak langsung)
b. Form dan content atau lokusi dan ilokusi tidak
sama disertai dengan isyarat, seperti mimik dan gesture (= struktur dan fungsi komunikasi memiliki hubungan tidak langsung)
Selanjutnya, data dari penelitian ini dianalisis dengan menggunakan teknik
analisis heuristik. Teknik analisis heuristik merupakan proses berpikir seseorang
untuk memaknai sebuah tuturan tidak langsung. Di dalam tuturan heuristik sebuah
tuturan tidak langsung diinterprestasikan berdasarkan berbagai
kemungkinan/dugaan sementara, kemudian dugaan sementara itu disesuaikan
dengan fakta-fakta pendukung yang ada dilapangan. Analisis heuristik berusaha
mengidentifikasi daya pragmatik sebuah tuturan dengan merumuskan hipotesis-
hipotesis dan kemudian mengujinya berdasarkan data-data yang tersedia. Bila
98
Sumarti, 2015 STRATEGI TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU DAN RESPONS WARNA AFEKTIF SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
hipotesis tidak teruji, akan dibuat hipotesis yang baru. Hipotesis yang dimaksud
dalam penelitian ini adalah praanggapan/dugaan sementara. Berikut disajikan
bagan analisis heuristik menurut Leech (1983:41).
1. Masalah 2. Hipotesis 3. Pemeriksaan 4. Interpretasi
Pengujian berhasil
(interpretasi default)
Pengujian gagal
Bagan 3.2 Bagan Analisis Heuristik Leech (1983: 41)
Menurut Leech di dalam analisis heuristik analisis berawal dari problema
yang di lengkapi proposisi, informasi latar belakang konteks, kemudian
dirumuskan hipotesis tujuan. Berdasarkan data yang ada, hipotesis diuji
kebenarannya. Bila hipotesis sesuai dengan bukti-bukti kontekstual yang tersedia,
berarti pengujian berhasil. Hipotesis diterima kebenarannya dan menghasilkan
interprestasi baku yang menunjukkan bahwa tuturan mengandung satuan
pragmatik. Jika pengujian gagal maka terjadi karena hipotesis tidak sesuai dengan
bukti yang tersedia. Proses pengujian ini dapat berulang-ulang sampai diperoleh
hipotesis yang dapat diterima.
Analisis heuristik berusaha mengidentifikasi daya pragmatik sebuah
tuturan dengan merukuskan hipotesi-hipotesis kemudian mengujinya berdasarkan
data-data konteks yang tersedia. Bila hipotesis tidak teruji akan dibuat hipotesis
yang baru. Hipotesis yang dimaksud adalah praanggapan. Berikut disajikan
contoh analisis heuristik berdasarkan pandangan Leech (1983).
99
Sumarti, 2015 STRATEGI TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU DAN RESPONS WARNA AFEKTIF SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
1. Problem
(Interpretasi tuturan)
“Aduh..apa ini…istirahat nanti temui Ibu di kantor ya!”
(Guru bertutur pada siswa yang telihat kuku tangannya panjang. Ini
baru diketahuinya ketika berkeliling memantau siswa mengerjakan
tugas. Beberapa siswa mendekatinya untuk bertanya, saat itulah sang
guru melihat ada dua siswa laki-laki yang kuku tangannya panjang)
2. Hipotesis
(a) Guru tersebut meminta siswanya untuk ke kantor.
(b) Guru tersebut kaget melihat tangan siswanya kotor.
(c) Guru tersebut marah melihat kuku tangan siswanya panjang.
(d) Guru tersebut memerintah siswanya untuk memotong kuku.
3. Pemeriksaan
(a) Guru tersebut kesal ketika melihat kuku tangan siswanya
panjang
(b) Guru tersebut ingin memotong kuku tangan siswanya yang
panjang tersebut di kantor
(c) Guru tersebut memerintahkan siswa yang kukunya panjang
tersebut agar segera dipotong kalau tidak ia yang akan
memotongnya nanti di kantor
100
Sumarti, 2015 STRATEGI TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU DAN RESPONS WARNA AFEKTIF SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
4a. Pengujisn Berhasil 4.b Pengujian Gagal
5. Interpretasi Default
Bagan 3.3 Contoh Analisis Heuristik
3) Pedoman Analisis Kesantunan Berbahasa
Untuk menganalisasi kesantunan berbahasa ini digunakan parameter
Brown dan Levinson (1987) dengan pertimbangan bahwa (1) konteks peristiwa
tutur adalah situasi formal sehingga tidak perlu adanya basa-basi, (2) perspektif
individu dalam parameter Brown dan Levonson sesuai untuk melihat aspek D dan
P pada konteks pembelajaran di kelas antara guru sebagai penutur dan siswa
sebagai mitra tutur. Adapun strategi kesantunan berbahasa menurut pandangan ini
meliputi kesantunan positif dan kesantunan negatif yang diuraikan berikut ini.
1. Strategi Kesantunan Positif
a. memberi perhatian (notice);
b. melebihkan dalam memberikan komentar atau
pujian (exaggerate);
c. menegaskan (intensify);
d. menggunakan penanda sebagai anggota
kelompok yang sama (use in-group
identity markers);
e.mengupayakan kesepakatan (seek agreement);
f. menghindari perbedaan pendapat (avoid
disagreement);
g.mengisyaratkan kesamaan pandangan
(presuppose common ground);
h. menggunakan lelucon (joke);
i.menampilkan pengetahuan penutur dan
mempertimbangkan keinginan petutur (assert
S‟knowledge and concern for H‟s wants);
101
Sumarti, 2015 STRATEGI TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU DAN RESPONS WARNA AFEKTIF SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
2. Strategi Kesantunan Negatif
j. menawarkan, berjanji (offer, promise);
k. bersikap optimis (be optimistic);
l. menyertakan penutur dan petutur dalam
kegiatan (include both S and H in the activity);
m. memberi atau meminta alasan (give reasons);
n. menerima atau menampilkan sikap timbal balik
atau saling (assume or assert reciprocity);
o.memberi hadiah kepada petutur (give gifts to H).
a. menggunakan ujaran tidak langsung (be
conventionally indirect);
b. pertanyaan kalimat berpagar (question, hedge);
c.bersikap pesimis (be essimistic);
d. meminimalkan tekanan (minimize imposition);
e. memberikan penghormatan (give deference);
f. meminta maaf (apologize);
g. menghindarkan penggunaan kata „saya‟ dan
„kamu‟ (impersonalize S and H: avoid the
pronouns „I‟ and „You‟);
h. menyatakan tindakan pengancaman muka
sebagai aturan yang bersifat umum (state the
FTA as a general rule);
i. nominalisasi (nominalize);
j. menyatakan terus terang penutur berhutang
budi kepada petutur (go on records).
4) Pedoman Analisis Respons Warna Afektif Siswa
Berdasasarkan angket terbuka yang diberikan pada siswa, digunakan enam
puluh tuturan direktif guru yang dimintakan responsnya. Secara jujur siswa
102
Sumarti, 2015 STRATEGI TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU DAN RESPONS WARNA AFEKTIF SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
menjawab pertanyaan tentang emosi yang dirasakan saat mendengar tuturan
direktif guru. Dengan demikian, jenis warna afektif sebagai respons siswa
terhadap tindak tutur direktif guru bergantung pada jawaban mereka secara jujur
dan bebas mengungkapkan rasa apa saat mendengar tuturan guru tersebut.
Pada saat pendahuluan, warna afektif yang diungkapkan secara tertulis pada
saat menjawab angket tersebut sangat beragam. Yang jelas berdasarkan skala atau
level emosi dari Davidson (2009) terbagi dalam dua golongan emosi, yakni emosi
positif dan emosi negatif. Masing-masing jenis emosi dalam dua golongan
tersebut memiliki skala tertentu. Semakin positif emosi, semakin tinggi skala atau
levelnya, sebaliknya semakin negatif akan semakin rendah levelnya.
Berdasarkan skala setiap level emosi tersebut, dilakukan penghitungan
sederhana untuk mengetahui kecenderungan warna afektif yang mendominasi
setiap tuturan direktif guru. Dengan demikian, pedoman analisis yang dilakukan
untuk menentukan warna afektif siswa digunakan skala dalam level emosi,
sedangkan pemerian setiap warna afektif digunakan teori Lazarus (1991). Semua
yang dilakukan dalam tahap pendahuluan ini diupayakan sebagai pemokusan
terhadap jenis warna afektif yang muncul.
Akan tetapi, pada saat pengambilan data penelitian, respons warna afektif
siswa dilakukan dengan teknik observasi terhadap perilaku verbal dan
nonverbal siswa (bahasa tubuh dan ekspresi wajah). Sesuai dengan apa yang
dingkapkan Widhiarso dan Hadiyono (2011) bahwa implementasi emosi individu
adalah perilaku verbal dan nonverbal.
Selanjutnya, analisis data dilakukan dengan menggunakan segmentasi dan
mengikuti alur analisis data interaktif, simultan, dan berkelanjutan yang
dikembangkan oleh Miles dan Huberman (1992). Kegiatan analisis data meliputi
reduksi data, penyajian data, dan penarikan simpulan.
Adapun langkah-langkah analisis data dapat dirinci sebagai berikut.
1. Mencatat semua data alamiah/ujaran spontan baik tuturan guru maupun
siswa yang mengandung kesantunan.
103
Sumarti, 2015 STRATEGI TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU DAN RESPONS WARNA AFEKTIF SISWA Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu
2. Data dicatat secara deskriptif dan reflektif. Untuk tuturan tidak langsung,
digunakan pula analisis heuristik, yakni analisis konteks.
3. Mengidentifikasi strategi tindak tutur direktif yang digunakan guru
kepada siswa dalam pembelajaran
4. Mengidentifikasi setiap strategi tuturan sesuai dengan fungsi-fungsi
komunikasi dalam tindak tutur direktif
5. Mengidentifikasi respons warna afektif atau emosi siswa terhadap tindak
tutur direktif duru
6. Mengklasifikasi respons emosi pada langkah (5) sesuai dengan fungsi
komunikasi tindak tutur direktif yang dilakukan guru
7. Melakukan triangulasi kepada kolega dan pakar yang berlatar keilmuan
linguistik, khususnya pakar pragmatik
8. Melakukan penarikan simpulan
(dimodifikasi dari tahapan analisis percakapan yang dikembangkan
Tannen, 1986).
Selanjutnya, temuan data kualitatif berupa STTDG-RWAPS tersebut
diimplementasikan dalam sebuah desain pembelajaran sinektik (Joyce, 2011).
Model ini dipilih karena berfokus pada aktivitas guru sebagai motivator dan
fasilitator berlangsungnya pembelajaran. Guru harus dapat memotivasi dan
menstimuli peserta didik dengan tuturan direktifnya sehingga peserta didik
antusias dan bersemangat belajar, dalam hal ini berpikir kreatif melalui model
pembelajaran sinektik (Joice, 2011).