22
6 BAB II TINJAUAN TEORITIS Teori dan Konsep Dalam bagian berikut dibahas mengenai beberapa teori dan konsep yang terkait dengan kajian. 2.1. Tinjauan tentang Persepsi a. Pengertian Ada beberapa macam pendapat ahli yang berhasil dikumpulkan mengenai konsep persepsi, yaitu sebagai berikut : Menurut Hammer dan Organ (1978) dalam Indrawijaya (1990), bahwa persepsi adalah suatu proses dengan mana seseorang mengorganisasikan dalam pikirannya, menafsirkan, mengalami dan mengolah pertanda atau segala sesuatu yang terjadi di lingkunganya. Bagaimana segala sesuatu tersebut mempengaruhi pula perilaku yang akan dipilihnya. Thoha (1996) mengatakan, bahwa persepsi merupakan proses kognitif yang dialami oleh setiap orang dalam memberi informasi tentang lingkungannya, baik lewat penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan dan penciuman. Pendapat lain mengatakan, bahwa persepsi adalah menunjukkan bagaimana kita melihat, mendengar, merasakan, mengecap dan mencium dunia di sekitar kita (Morgan, King dan Robinson dalam Adi, 1994). Berdasarkan beberapa pengertian di atas, persepsi terbentuk atas dasar informasi atau data yang diperoleh dari lingkungan, kemudian diserap oleh panca indera manusia serta pengolahan sebagian dari pengolahan ingatan yaitu berdasarkan pengalaman yang dimiliki oleh seseorang dan terjadilah proses psikologis sehingga manusia yang bersangkutan menyadari apa yang dilihat, didengar, diterima dan sebagainya, maka individu tersebut mengalami persepsi, yang diwujudkan dalam perilaku terhadap suatu obyek. Melengkapi pengertian di atas, Rahmat (1996) mengemukakan pengertian persepsi yaitu pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan- hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi ialah memberikan makna pada stimuli inderawi (sensory

BAB II TINJAUAN TEORITIS - repository.ipb.ac.id · fungsional dan faktor struktural. Dengan demikian, ada beberapa aspek yang Dengan demikian, ada beberapa aspek yang turut menentukan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN TEORITIS - repository.ipb.ac.id · fungsional dan faktor struktural. Dengan demikian, ada beberapa aspek yang Dengan demikian, ada beberapa aspek yang turut menentukan

6

BAB II TINJAUAN TEORITIS

Teori dan Konsep

Dalam bagian berikut dibahas mengenai beberapa teori dan konsep yang

terkait dengan kajian.

2.1. Tinjauan tentang Persepsi a. Pengertian

Ada beberapa macam pendapat ahli yang berhasil dikumpulkan

mengenai konsep persepsi, yaitu sebagai berikut :

Menurut Hammer dan Organ (1978) dalam Indrawijaya (1990), bahwa

persepsi adalah suatu proses dengan mana seseorang mengorganisasikan

dalam pikirannya, menafsirkan, mengalami dan mengolah pertanda atau

segala sesuatu yang terjadi di lingkunganya. Bagaimana segala sesuatu

tersebut mempengaruhi pula perilaku yang akan dipilihnya.

Thoha (1996) mengatakan, bahwa persepsi merupakan proses kognitif

yang dialami oleh setiap orang dalam memberi informasi tentang

lingkungannya, baik lewat penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan

dan penciuman.

Pendapat lain mengatakan, bahwa persepsi adalah menunjukkan

bagaimana kita melihat, mendengar, merasakan, mengecap dan mencium

dunia di sekitar kita (Morgan, King dan Robinson dalam Adi, 1994).

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, persepsi terbentuk atas

dasar informasi atau data yang diperoleh dari lingkungan, kemudian diserap

oleh panca indera manusia serta pengolahan sebagian dari pengolahan

ingatan yaitu berdasarkan pengalaman yang dimiliki oleh seseorang dan

terjadilah proses psikologis sehingga manusia yang bersangkutan menyadari

apa yang dilihat, didengar, diterima dan sebagainya, maka individu tersebut

mengalami persepsi, yang diwujudkan dalam perilaku terhadap suatu obyek.

Melengkapi pengertian di atas, Rahmat (1996) mengemukakan

pengertian persepsi yaitu pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan-

hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan

pesan. Persepsi ialah memberikan makna pada stimuli inderawi (sensory

Page 2: BAB II TINJAUAN TEORITIS - repository.ipb.ac.id · fungsional dan faktor struktural. Dengan demikian, ada beberapa aspek yang Dengan demikian, ada beberapa aspek yang turut menentukan

7

stimuli). Walaupun begitu, menafsirkan makna informasi inderawi tidak hanya

melibatkan sensasi tetapi juga atensi, ekspektuasi, motivasi dan memori.

Selanjutnya, masih menurut Rahmat, persepsi ditentukan oleh faktor

personal dan situasional. Krech dan Crutchfield (1977) menyebutnya faktor

fungsional dan faktor struktural. Dengan demikian, ada beberapa aspek yang

turut menentukan terjadinya persepsi, yaitu : aspek perhatian, aspek motivasi,

aspek pengetahuan, aspek personal dan aspek situasi.

Merujuk pada Kartono (1984), bahwa persepsi merupakan suatu proses

dimana individu mengenal, membandingkan, menggolongkan dan

menginterpretasikan terhadap rangsangan yang datang.

Dari beberapa pengertian persepsi di atas, secara keseluruhan dapat

disimpulkan bahwa persepsi individu atau seseorang dapat terjadi apabila ada :

a. obyek yaitu adanya stimuli atau peristiwa yang diamati atau yang dialami.

b. Situasi atau lingkungan yang mendukung

c. Personal (pengamat atau yang diamati)

b. Proses Persepsi Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh adanya

obyek yang direspon oleh penginderaan, yaitu proses yang berujud

diterimanya sebagai stimulus oleh individu melalui alat reseptornya yang

diteruskan melalui pengolahan ingatan (memory) dan terjadi proses

psikologis sehingga individu tersebut mengalami persepsi. Dengan kata

lain persepsi terjadi melalui tahap-tahap dimana setiap tahapannya dapat

dibedakan. Proses terjadinya persepsi menurut Indrawijaya (1990) terbagi

dalam empat tahap, yaitu :

1) Proses Masukan (Input Proces), yaitu proses persepsi dimulai dari tahap

penerimaan rangsangan, yang ditentukan baik oleh faktor luar maupun

faktor dari dalam manusianya sendiri, yang dapat dikategorikan atas lima

faktor, yaitu pertama, faktor lingkungan, yang secara sempit hanya

menyangkut warna, bunyi, sinar, dan secara luas dapat menyangkut faktor

ekonomi, sosial, dan politik. Semua unsur faktor ini mempengaruhi

seseorang dalam menerima dan menafsirkan suatu rangsangan.

Kedua, faktor konsepsi, yaitu pendapat atau teori seseorang tentang

manusia dengan segala tindakannya. Seseorang yang mempunyai

konsepsi, pendapat, dan teori bahwa manusia pada dasarnya baik,

Page 3: BAB II TINJAUAN TEORITIS - repository.ipb.ac.id · fungsional dan faktor struktural. Dengan demikian, ada beberapa aspek yang Dengan demikian, ada beberapa aspek yang turut menentukan

8

cenderung menerima semua rangsangan sebagai sesuatu yang baik atau

paling tidak sebagai sesuatu yang bermanfaat. Orang yang mempunyai

konsepsi, pendapat, dan teori bahwa manusia itu jahat, cenderung

mencurigai latar belakangnya. Selanjutnya yang berpendapat bahwa

seseorang tidak seluruhnya baik dan tidak seluruhnya jahat, akan

cenderung mencari tahu dan berusaha mengerti secara keseluruhan latar

belakang setiap rangsangan.

Ketiga, faktor yang berkaitan dengan konsep seseorang tentang

dirinya sendiri (The concept of self). Seseorang mungkin saja beranggapan

bahwa dirinyalah yang terbaik, sedangkan orang lain selalu kurang baik

dari dirinya. Orang demikian akan berkeyakinan bahwa apapun bentuk dan

sifat rangsangan, ia selalu bertindak berdasarkan apa yang menurut dirinya

baik. Sebaliknnya, ada pula orang yang beranggapan bahwa orang lain

selalu baik dari dirinya.

Keempat, Faktor yang berhubungan dengan motif dan tujuan, yang

pokoknya berkaitan dengan dorongan dan tujuan seseorang dalam

menafsirkan suatu. Dapatlah dimengerti bahwa orang selalu berusaha

menarik manfaat dari suatu rangsangan untuk kepentingannya sendiri,

karena akan memberikan suatu harapan baginya.

Kelima, Faktor pengalaman masa lampau. Setiap kali orang

dihadapkan pada suatu rangsangan, maka ia akan membandingkan

dengan pengalaman masa lalunya.

2) Selektivitas

Manusia memperoleh berbagai rangsangan dari lingkungannya

terbatasi oleh kemampuannya, artinya manusia tidak mampu memproses

seluruh rangsangan dan akan cenderung memberikan perhatian pada

rangsangan tertentu saja. Manusia bersifat memilih, walaupun sering tidak

disadari bahwa setiap rangsangan akan mempunyai relevansi, nilai dan arti

baginya. Ini berarti, tingkat pentingnya suatu rangsangan pada setiap orang

atau orang yang satu dengan yang lainnya dapat saja berbeda.

3) Proses Penutupan (closure)

Tingkat kemampuan manusia dalam menerima rangsangan selalu

terbatas, namun manusia selalu berusaha mengisi kekurangannya dengan

pengalamannya sendiri. Ini terjadi bila ia telah memahami keseluruhan

Page 4: BAB II TINJAUAN TEORITIS - repository.ipb.ac.id · fungsional dan faktor struktural. Dengan demikian, ada beberapa aspek yang Dengan demikian, ada beberapa aspek yang turut menentukan

9

situasi. Proses untuk saling melengkapi kekurangan ini disebut proses

penutupan.

4) Konteks

Persepsi terjadi dalam suatu kesatuan atau dalam suatu konteks. Isi

kesatuan atau konteks ini dapat berupa faktor lingkungan fisik, emosional

dan lingkungan sosial.

c. Faktor-faktor yang mempengaruh Persepsi

Persepsi banyak dipengaruh oleh beberapa faktor, Rahmat (1989)

mengemukakan, secara garis besar ada tiga hal yang mempengaruhi

persepsi, yaitu : faktor perhatian, faktor fungsional dan faktor struktural.

Selanjutnya dapat dijelaskan sebagai berikut :

1) Faktor Perhatian

Andersen dalam Rahmat (1989) memberikan definisi perhatian

adalah proses mental ketika stimuli atau rangkaian stimuli menjadi

menonjol dalam kesadaran pada saat stimuli lainnya melemah. Perhatian

itu sendiri dipengaruhi oleh faktor eksternal dan faktor internal.

Faktor Eksternal yang mempengaruhi perhatian adalah :

a. Gerakan. Manusia secara visual tertarik pada obyek-obyek yang

bergerak.

b. Intensitas stimuli. Dimana manusia akan memperhatikan stimuli yang

lebih menonjol dari stimuli yang lain.

c. Kebaruan (Novelty). Hal-hal yang baru, yang luar biasa, dan yang

berbeda akan menarik perhatian.

d. Perulangan. Hal-hal yang disajikan berkali-kali, bila disertai dengan

sedikit variasi akan menarik perhatian.

Faktor Internal yang mempengaruhi perhatian adalah :

a) Faktor biologis, yaitu suatu kecenderungan seseorang menaruh

perhatian pada hal-hal tertentu sesuai dengan tuntutan kebutuhan

dalam dirinya.

b) Faktor Sosiopsikologis, yaitu kemampuan seseorang menaruh

perhatian pada berbagai stimuli secara serentak. Makin besar

keragaman stimuli yang mendapat perhatian, makin berkurang

ketajaman persepsi seseorang pada stimuli tertentu.

Page 5: BAB II TINJAUAN TEORITIS - repository.ipb.ac.id · fungsional dan faktor struktural. Dengan demikian, ada beberapa aspek yang Dengan demikian, ada beberapa aspek yang turut menentukan

10

c) Faktor Sosiogenis adalah sikap, kebiasaan dan kemauan seseorang

dapat mempengaruhi apa yang diperhatikan.

2) Faktor fungsional yang mempengaruhi persepsi

Faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu

dan hal-hal lain yang termasuk apa yang disebut sebagai faktor-faktor

personal. Jadi yang menentukan persepsi bukan jenis atau bentuk stimuli,

tetapi karakteristik orang memberikan respon pada stimuli itu.

3) Faktor Struktural yang mempengaruhi persepsi

Faktor-faktor struktural semata-mata berasal dari sifat stimuli fisik

dan efek-efek syaraf individu. Para psikolog Gestalt, seperti Kohler,

merumuskan prinsiup-prinsip ini kemudian terkenal dengan teori Gestalt.

Menurut teori ini, bila kita mempersepsi sesuatu, kita mempersepsinya

sebagai suatu keseluruhan. Kita tidak melihat bagian-bagiannya lalu

menghimpunnya. Dalam hal ini untuk memahami seseorang, kita harus

melihat dalam konteksnya, dalam lingkungannya dan dalam masalah yang

dihadapinya.

Senada dengan hal di atas, Thoha (1996), mengemukakan faktor-faktor

yang mempengaruhi persepsi adalah sebagai berikut :

1) Faktor Psikologis

Persepsi seseorang mengenai segala sesuatu di dalam dunia ini

sangat dipengaruhi oleh keadaan psikologi

2) Faktor Famili

Banyak sikap dan persepsi-persepsi seseorang diturunkan oleh

orang tuanya karena famili sangat besar pengaruhnya terhadap persepsi

seseorang.

3) Faktor Kebudayaan

Kebudayaan dan lingkungan masyarakat tertentu juga merupakan

salah satu faktor yang kuat di dalam mempengaruh sikap, nilai, dan cara

seseorang memandang dan memahami keadaan di dunia ini.

Menurut Wirawan (1983), terdapat beberapa aspek dalam persepsi yang

dapat dijadikan alasan bahwa suatu persepsi itu ada. Adapun aspek-aspek

tersebut adalah :

1) Aspek pengetahuan

Yaitu bahwa pada dasarnya manusia merupakan makhluk yang mempunyai

kesadaran. Hal itu dapat terlihat dari kemampuannya untuk melakukan suatu

Page 6: BAB II TINJAUAN TEORITIS - repository.ipb.ac.id · fungsional dan faktor struktural. Dengan demikian, ada beberapa aspek yang Dengan demikian, ada beberapa aspek yang turut menentukan

11

proses berfikir, berkehendak dan merasa sehingga dengan kemampuannya

tersebut manusia memperoleh banyak pengetahuan.

2) Aspek Pemahaman

Yaitu berkaitan dengan obyek tingkah laku atau respon yang dimiliki,

mewakili suatu pengertian terhadap pesan dalam komunikasi, oleh karena itu

pengertian tentang pemahaman merupakan proses menerima suatu obyek

kedalam pemikiran seseorang dan memberikan tanggapan terhadap suatu

obyek dalam bentuk tingkah laku.

Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa persepsi sangat bersifat

pribadi. Persepsi seseorang terhadap suatu objek dipengaruhi oleh faktor

lingkungan dan faktor personal. Oleh karenanya, seseorang sering kali melihat

segala sesuatu atau suatu kejadian dengan cara yang berbeda walaupun dalam

obyek yang sama, tergantung pada personalnya dan lingkungan dimana orang

tersebut berada

Jika dikaitkan dengan judul kajian, maka secara umum kajian akan

mengkaji tentang persepsi masyarakat terhadap program-program Corporate

Social Responsibility dalam pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh PT.

Aqua Golden Mississipi di Desa Babakan Pari Kecamatan Cidahu Kabupaten

Sukabumi.

2.2. Tinjauan tentang Pemberdayaan Konsep pemberdayaan muncul karena kritik terhadap pembangunan yang

lebih menekankan pada ekonomi dengan menggunakan pendekatan trickle down

effect, definisi yang lebih luas diungkapkan oleh Pranarka dan Prijono (1996) bahwa

pemberdayaan adalah upaya menjadikan suasana kemanusiaan yang adil dan

beradab menjadi semakin efektif secara struktural, baik di dalam kehidupan

keluarga, masyarakat, negara, regional, internasional maupun dalam bidang politik,

ekonomi dan lain-lain.

Pemberdayaan diadopsi dari istilah empowerment, yang secara harfiah

dapat diartikan sebagai ’pemberkuasaan’ dalam arti pemberian atau peningkatan

’kekuasaan’ atau power, yang merupakan sebuah konsep yang lahir sebagai bagian

dari perkembangan alam pikiran dan kebudayaan masyarakat. Menurut Pranarka

(dalam Pranarka dan Prijono, 1996) proses pemberdayaan mengandung dua

kecenderungan yaitu : (1) kecenderungan primer yaitu pemberdayaan yang

menekankan kepada proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan,

Page 7: BAB II TINJAUAN TEORITIS - repository.ipb.ac.id · fungsional dan faktor struktural. Dengan demikian, ada beberapa aspek yang Dengan demikian, ada beberapa aspek yang turut menentukan

12

kekuatan atau kemampuan kepada masyarakat agar individu menjadi lebih berdaya.

(2) kecenderungan sekunder yaitu pemberdayaan yang menekankan pada proses

menstimulasi, mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan

atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya.

Lebih lanjut Stewart (1998) dalam Rudito (2003) menyatakan bahwa

pemberdayaan menuntut perluasan peran, wewenang dan kekuasaan dan

bertambahnya keluwesan tentang bagaimana (dan oleh siapa) peran-peran tersebut

dilakukan. Pemberdayaan merupakan suatu proses dan mempunyai tujuan,

sebagaimana dinyatakan Solomon (1976) dalam Purnama (2006) bahwa

pemberdayaan mengandung dua unsur ”proses” dan unsur ”hasil atau tujuan akhir

yang hendak dicapai”. Sebagai proses, maka pemberdayaan digunakan untuk

memperoleh keberdayaan atau kemampuan mengembangkan keberdayaan, serta

memperoleh dan menggunakan keberdayaan tersebut. Sedangkan pemberdayaan

dipandang sebagai suatu hasil atau tujuan akhir yaitu sebagai keberdayaan. Lebih

lanjut, Torre (1985) dalam Purnama (2006) menyimpulkan dalam sintesisnya bahwa

pemberdayaan dapat didefinisikan sebagai suatu proses dimana orang menjadi kuat

atau mampu untuk berpartisipasi, memiliki kemampuan untuk mengontrol dan

mempengaruhi peristiwa serta institusi-institusi yang berkaitan dengan

kehidupannya. Pemberdayaan memiliki konsekuensi untuk memdidik orang untuk

memperoleh ketrampilan, pengetahuan, serta tenaga yang cukup untuk

mempengaruhi kehidupannya.

Menurut Ife (1995), ’empowerment aims to increase the power of

disadvantaged’, dalam tulisan yang sama Ife menjelaskan pemberdayaan pada

aspek tujuan, bahwa pemberdayaan manusia dilakukan dengan meningkatkan

sumber-sumber daya, kesempatan-kesempatan, pengetahuan dan ketrampilan

untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam mengatasi masa depan dan

berpartisipasi dalam aspek-aspek kehidupan masyarakat.

Pendapat lain mengatakan, bahwa pemberdayaan adalah sebuah konsep

pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial. Konsep ini mencerminkan

paradigma baru pembangunan yakni yang bersifat ”people-centered, participatory,

empowering, and sustainable. (Chambers, 1995 dalam Rudito, 2003)

Di dalam literatur pembangunan, konsep pemberdayaan bahkan memiliki

perspektif yang lebih luas. Pearse dan Stiefel yang dikutip oleh Prijono (1996)

mengatakan bahwa menghormati kebhinekaan, kekhasan lokal, dekonsentrasi

kekuatan dan peningkatan kemandirian merupakan bentuk-bentuk pemberdayaan

Page 8: BAB II TINJAUAN TEORITIS - repository.ipb.ac.id · fungsional dan faktor struktural. Dengan demikian, ada beberapa aspek yang Dengan demikian, ada beberapa aspek yang turut menentukan

13

partisipatif. Sedangkan pendapat Borrini dan Shanty yang masih dikutip oleh Prijono

(1996) mendefinisikan dalam pespektif lingkungan, bahwa pemberdayaan mengacu

pada pengamanan akses terhadap sumberdaya alami dan pengelolaan secara

berkelanjutan.

Menurut Kartasasmita (1996) bahwa memberdayakan adalah upaya untuk

meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang

tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan

keterbelakangan. Dengan kata lain memberdayakan adalah memampukan dan

memandirikan masyarakat. Karakteristik pemberdayaan masyarakat merupakan

suatu gerakan yang diarahkan kepada dua komponen yaitu penggerak dan

masyarakat yang digerakkan secara simultan. Perpaduan kedua komponen tersebut

akan menghasilkan kemampuan, kemandirian, kinerja dan karya sehingga

berdampak pada peningkatan kualitas kehidupan masyarakat dan kelembagaan.

Berdasarkan uraian-uraian mengenai pemberdayaan di atas, nampak bahwa

pemberdayaan berorientasi kepada pembangunan masyarakat yang diharapkan

masyarakat dapat menjadi mandiri, memiliki kemampuan, memiliki akses terhadap

sumberdaya yang berkelanjutan dan aktif berpartisipasi untuk menciptakan

kehidupan yang lebih berkualitas sehingga dari keadaan tidak berdaya atau kurang

berdaya menjadi mempunyai daya, yang dilaksanakan melalui suatu proses

terencana dengan cara memberikan atau berbagi kekuasaan atau kekuatan dari

mereka yang memiliki kekuatan penuh (powerfull) yaitu pemerintah dan perusahaan

kepada mereka yang memiliki kekuatan lemah (powerless) yaitu masyarakat.

Dimana pembangunan masyarakat tersebut bercirikan dari masyarakat, oleh

masyarakat dan untuk masyarakat, artinya tidak bersifat top down tetapi berpusat

pada masyarakat (people centered development), dalam rangka mewujudkan

keberfungsian sosial.

Dalam pencapaian tujuan dari pemberdayaan, penerapan strategi

pemberdayaan memerlukan komitmen untuk memelihara dan memperbaiki

efektivitas pelayanan dan bisa mengeliminasi penilaian negatif dan diskriminatif bagi

kelompok minoritas. Sebagaimana Ife (1995) juga menyatakan bahwa

pemberdayaan bertujuan untuk meningkatkan kekuatan dari keadaan yang

merugikan.

Page 9: BAB II TINJAUAN TEORITIS - repository.ipb.ac.id · fungsional dan faktor struktural. Dengan demikian, ada beberapa aspek yang Dengan demikian, ada beberapa aspek yang turut menentukan

14

2.3. Urgensi Pemberdayaan dalam Masyarakat Masyarakat yang ideal adalah jika masing-masing anggotanya dapat

menjalankan fungsi dan perannya sesuai dengan posisi masing-masing yang

disandangnya, namun pada tataran faktual, karena kemajuan dan ekspansi ilmu

pengetahuan dan teknologi yang cepat pada saat ini, umat manusia mengalami

keterasingan dari nilai-nilai luhur kemanusiaan. Salah satu penyebabnya adalah

karena mereka tercabut dari nilai-nilai agama dan budayanya sebagai anggota

masyarakat. Oleh karenanya dalam kondisi seperti itu masyarakat membutuhkan

bantuan, keterlibatan dan kepedulian dari pihak lain untuk mengatasi

permasalahannya, sesuai dengan jenis permasalahan yang mereka rasakan

sehingga diharapkan dapat melaksanakan fungsinya dengan baik. Jika fungsi setiap

anggota masyarakat dapat dijalankan dengan baik maka keberfungsiaan sosial akan

tercapai.

PBB (1987) mengungkapkan beberapa permasalahan masyarakat di negara

berkembang adalah : kemiskinan, rendahnya tingkat pendidikan, kesehatan dan

nutrisi, perumahan dan sanitasi yang tidak layak, anak-anak yang tidak diinginkan

dan tidak terdidik, serta masalah sosial psikhologis yang menyebabkan semakin

kompleksnya permasalahan dalam suatu masyarakat.

Selama ini sudah banyak intervensi kegiatan atau program-program

pemberdayaan yang telah dilaksanakan tetapi belum efektif dan belum

menampakkan hasil yang optimal. Menurut Sulistiati (2006), beberapa analisis

perkiraan kelemahan program pemberdayaan yang selama ini dijalankan yaitu :

1) Perencanaan program kurang didasarkan pada analisis kebutuhan (need

analisys). Ini menjadi faktor penting, sebab pihak perencana program seringkali

membuat perencanaan dari atas (top down planning) dibanding perencanaan

dari bawah (bottom up planning).

2) Program lebih banyak memberikan bantuan material dibanding aspek

pemberdayaan (empowering).

3) Kurang ada koordinasi dan komunikasi lintas unit yang sama-sama fokus pada

sasaran (coodination).

4) Kurang menyadari hakekat masyarakat sebagai sistem yang terkait erat dengan

lingkungannya, sehingga setiap perencanaan program sebaiknya juga

memperhatikan penguatan sub-sistem yang lainnya sebagai lingkungan seperti

lapangan pekerjaan, pendidikan, perumahan dan kesehatan

5) Kurang diperhatikan aspek kesinambungan (sustainability)

Page 10: BAB II TINJAUAN TEORITIS - repository.ipb.ac.id · fungsional dan faktor struktural. Dengan demikian, ada beberapa aspek yang Dengan demikian, ada beberapa aspek yang turut menentukan

15

6) Kurang dikembangkan jaringan kerjasama dengan berbagai pihak yang terkait

(networking).

Tanggung jawab terhadap pembangunan sosial bukan hanya tugas

pemerintah tetapi juga tugas semua komponen yang terkait di dalamnya, antara lain

masyarakat, Dunia Usaha (Perusahaan) dan stakeholders lainnya. Perusahaan

merupakan salah satu komponen yang ada di lingkungan masyarakat, yang dapat

diandalkan sebagai mitra kerja pemerintah dalam membangun masyarakat atau

mengembangkan masyarakat, tugas tersebut sebagai instrument strategis dalam

menciptakan suatu masyarakat yang sejahtera, kokoh, kuat dan dapat diandalkan

dalam segala aspek kehidupan.

Perusahaan sebagai Dunia Usaha, dapat mewujudkan keterlibatannya dalam

pembangunan masyarakat melalui program-program yang dikemasnya sebagai

Tanggung Jawab Sosial Dunia Usaha/perusahaan (Corporate Social Responcibility).

Salah satu dimensi dari Corporate Social Responcibility (CSR) ini adalah Community

Development (Comdev) atau Pengembangan Masyarakat.

Untuk itu dunia usaha atau perusahaan yang memiliki posisi strategis dalam

pendanaan sangatlah diharapkan peran dan kepeduliannya terhadap masyarakat

disekitar perusahaan berada. Hal tersebut sebagai bentuk Tanggung Jawab Sosial

Dunia Usaha/Perusahaan yang sekarang ini sedang digalakkan oleh pemerintah

yang dikenal dengan istilah Corporate Social Responsibility (CSR). Melalui program-

program yang ada dalam CSR inilah diharapkan program pemberdayaan

masyarakat di Desa Babakan Pari Kecamatan Cidahu Kabupaten Sukabumi dapat

dilaksanakan oleh PT. Aqua Golden Mississpi.

2.4. Tinjauan tentang Masyarakat Pengertian masyarakat sering dihubungkan dengan kelompok orang yang

hidup bersama di suatu tempat dan mempunyai nilai dan norma. Menurut Suparlan

(1990), masyarakat adalah kumpulan dari sejumlah orang dalam suatu tempat

tertentu yang menunjukkan adanya kepemilikan norma-norma hidup bersama

walaupun didalamnya terdapat berbagai lapisan atau lingkungan sosial.

Pengertian lain disampaikan oleh Sadily (1993), masyarakat adalah

segolongan besar atau kecil terdiri dari beberapa manusia yang dengan atau karena

sendirinya bertahan secara golongan dan pengaruh-mempengaruhi satu sama lain.

Page 11: BAB II TINJAUAN TEORITIS - repository.ipb.ac.id · fungsional dan faktor struktural. Dengan demikian, ada beberapa aspek yang Dengan demikian, ada beberapa aspek yang turut menentukan

16

Merujuk pendapat Iver dan Page yang dikutip Soekanto (1990), menyatakan

bahwa masyarakat adalah suatu sistem dari kebiasaan dan tata cara, dari

wewenang dan kerja sama antara berbagai kelompok dan penggolongan, dari

pengawasan tingkah laku serta kebebasan-kebebasan manusia. Keseluruhan yang

selalu berubah ini kita namakan masyarakat. Masyarakat merupakan jalinan

hubungan sosial dan masyarakat selalu berubah. Dari kedua pengertian di atas,

masyarakat merupakan sekumpulan orang yang menempati wilayah tertentu,

dengan aturan yang berlaku di tempat tersebut berupa norma dan nilai atau dengan

kata lain mempunyai adat istiadat sebagai hasil dari interaksi yang mereka lakukan

sejak lama.

Menurut Linton yang dikutip Soekanto (1990), masyarakat merupakan setiap

kelompok manusia yang telah hidup dan bekerja sama cukup lama sehingga mereka

dapat mengatur diri mereka dan menganggap diri mereka sebagai suatu kesatuan

sosial dengan batas-batas yang dirumuskan dengan jelas. Sumarjan yang dikutip

Soekanto (1990) menyatakan bahwa masyarakat adalah orang-orang yang hidup

bersama, yang menghasilkan kebudayaan.

Walaupun definisi-definisi tersebut di atas berlainan, akan tetapi pada

dasarnya memiliki kesamaan, yaitu pengertian masyarakat yang mencakup

beberapa unsur sebagai berikut

a. Manusia yang hidup bersama. Di dalam ilmu sosial tidak ada ukuran mutlak

ataupun angka pasti untuk menentukan berapa jumlah manusia yang harus ada,

akan tetapi secara teoritis angka minimnya adalah dua orang yang hidup

bersama.

b. Bercampur untuk waktu yang cukup lama. Kumpulan dari manusia tidaklah

sama dengan kumpulan benda mati seperti meja, kursi dan sebagainya. Oleh

karena dengan berkumpulnya, maka akan muncul manusia baru. Manusia itu

juga dapat bercakap-cakap, merasa dan mengerti. Juga mempunyai keinginan

untuk menyampaikan kesan atau perasaan-perasaan, sebagai akibat hidup

bersama itu, tumbuhlah sistem komunikasi dan timbulah peraturan-peraturan

yang mengatur hubungan antar manusia dalam kelompok tersebut.

c. Mereka sadar bahwa mereka adalah merupakan satu kesatuan.

d. Mereka merupakan suatu sistem hidup bersama. Sistem kehidupan bersama

menimbulkan kebudayaan oleh karena setiap anggota kelompok merasa dirinya

terikat satu dengan yang lainnya.

Page 12: BAB II TINJAUAN TEORITIS - repository.ipb.ac.id · fungsional dan faktor struktural. Dengan demikian, ada beberapa aspek yang Dengan demikian, ada beberapa aspek yang turut menentukan

17

Menurut Koentjaraningrat (1990) masyarakat adalah kesatuan hidup manusia

yang berinteraksi menurut suatu sistem adat-istiadat tertentu yang bersifat kontinu,

dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama.

Definisi tersebut sejalan dengan yang diajukan oleh J.L. Gillin dan J.P. Gillin

yang dikutip Koentjaraningrat (1990) yang merumuskan bahwa masyarakat atau

society adalah ”...... The largest groupings in which common customs, traditions,

attitudes, and feelings of unity are operative. Dari definisi tersebut, masyarakat

merupakan kesatuan manusia yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : interaksi

antar warganya, adat istiadat, norma-norma, hukum dan aturan-aturan khas yang

mengatur seluruh pola tingkah laku warganya.

2.5. Tinjauan tentang Corporate Social Responsibility (CSR) Corporate Social Reponsibility (CSR) yang dimaknai sebagai Tangung Jawab

Sosial Perusahaan/Dunia Usaha adalah sebagai wujud kepedulian dan tanggung

jawab dunia usaha terhadap masyarakat. Merujuk kepada Schermerhorn (1993)

dalam Suharto (2007), mendefinisikan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan sebagai

suatu kepedulian organisasi bisnis untuk bertindak dengan cara mereka sendiri

dalam melayani kepentingan organisasi dan kepentingan publik eksternal. Secara

konseptual, Tanggung Jawab Sosial Perusahaan adalah sebuah pendekatan,

dimana perusahaan mengintegrasikan kepedulian sosial dalam operasi bisnis dan

interaksi mereka dengan para pemangku kepentingan (stakeholders) berdasarkan

prinsip sukarela dan kemitraan.

Konsep Tanggung jawab Sosial Perusahaan (TSP) seringkali diidentikan

dengan Pengembangan Masyarakat (Community Development), yang akhir-akhir ini

banyak diterapkan oleh perusahaan dengan istilah Comdev. Sesungguhnya

Community Development (Comdev) merupakan salah satu dimensi dari Tanggung

jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Resposibility/CSR), karena CSR ini

terdiri atas tujuh dimensi yaitu : Pengembangan Masyarakat (Community

Development), Keberagaman (Diversity), Lingkungan (Environment), Hubungan

Internasional (International Relationship), Marketplace Practices, Fiscal

Responsibility, dan Tanggung jawab (Accountability).

Menurut Suharto (2007), Kalau ditelaah secara seksama, tujuan utama dari

Pengembangan masyarakat (Community Development) adalah bukan sekedar

membantu atau memberi sesuatu kepada masyarakat, melainkan berusaha agar

masyarakat memiliki kemampuan atau kapasitas untuk mampu menolong dirinya

Page 13: BAB II TINJAUAN TEORITIS - repository.ipb.ac.id · fungsional dan faktor struktural. Dengan demikian, ada beberapa aspek yang Dengan demikian, ada beberapa aspek yang turut menentukan

18

sendiri. Dengan kata lain, semangat utama Comdev adalah pemberdayaan

masyarakat. Oleh karena itu, kegiatan Comdev biasanya diarahkan pada proses

pemberkuasaan, peningkatan kekuasaan, atau penguatan kemampuan para

penerima pelayanan.

Pengembangan masyarakat yang dilaksanakan oleh perusahaan, yang biasa

dikemas dalam program Corporate Social Responsibility, Menurut Budimanta (2003)

dalam Rudito (2003) bertujuan untuk :

1. Mendukung upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah terutama pada tingkat

desa dan masyarakat untuk meningkatkan kondisi sosial-ekonomi-budaya yang

lebih baik disekitar wilayah perusahaan

2. Memberikan kesempatan bekerja dan berusaha bagi masyarakat

3. Membantu pemerintah dalam rangka pengentasan kemiskinan dan

pengembangan ekonomi wilayah.

Pada dasarnya, sejalan dengan semangat Otonomi Daerah, tanggung jawab

sosial perusahaan merupakan upaya strategis untuk mendukung pelaksanaan

pembangunan sosial, dimana permasalahannya semakin beragam dan kompleks

sehingga diperlukan dukungan dari Dunia Usaha/Perusahaan. Hal tersebut harus

disadari, bahwa tanggung jawab sosial dunia usaha telah menjadi suatu kebutuhan

yang dirasakan oleh semua pihak, baik pemerintah, masyarakat maupun dunia

usaha itu sendiri. Persolannya adalah bagaimana kepedulian dan tindakan dunia

usaha untuk ikut berperan dalam pembangunan sosial.

Tujuan dari pembangunan sosial menurut pandangan ESCAP dalam Adi

(2001) pada dasarnya adalah ”development of the well being of the people” (untuk

membangun atau mengembangkan taraf hidup manusia). Berdasarkan tujuan

tersebut, maka ESCAP melihat bahwa penekanan dari pembangunan sosial pada

dasarnya ada pada pendekatan pembangunan yang berpusat pada manusia (people

centered development), yaitu upaya meningkatkan taraf hidup masyarakat, dengan

memfokuskan pada pemberdayaan dan pembangunan itu sendiri.

Sehubungan dengan adanya pandangan betapa pentingnya kepedulian dan

keterlibatan dunia usaha/perusahaan dalam pembangunan sosial, maka tanggung

jawab sosial dunia usaha adalah merupakan etika bisnis yang menjadi panduan

perilaku atau tindakan dunia usaha/perusahaan untuk menjalankan usaha bisnisnya

itu sendiri dengan tetap memperhatikan norma, budaya masyarakat, dan budaya

perusahaan yang berpihak pada lingkungan sekitarnya.

Page 14: BAB II TINJAUAN TEORITIS - repository.ipb.ac.id · fungsional dan faktor struktural. Dengan demikian, ada beberapa aspek yang Dengan demikian, ada beberapa aspek yang turut menentukan

19

Tanggung jawab dunia usaha/perusahaan (CSR) dilaksanakan dalam suatu

tindakan-tindakan tertentu atau cara-cara tertentu dalam melayani kepentingan-

kepentingan, baik internal perusahaan maupun eksternal perusahaan. Tindakan atau

cara-cara tersebut biasanya direncanakan dan dilaksanakan dalam bentuk suatu

program.

Menurut Johanes (2004) Tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate

Social Responsbility (CSR) lahir dengan latar belakang beberapa hal, seperti :

1) Adanya kesenjangan antara dunia usaha dengan lingkungan sosial, sehingga

memicu disharmonisasi yang dapat menimbulkan inattentive (kurang

diperhatikan), suspicious (curiga), hearthbuming (rasa iri hati yang mendalam)

serta conflict of interest pada kedua belah pihak;

2) Harmonisasi yang tidak terpelihara, sangat rawan bagi kalangan dunia usaha,

karena sewaktu-waktu dapat mengancam keberlanjutan investasi bisnis yang

dikelola;

3) Orientasi bisnis selalu menginginkan agar usaha yang dijalankan dapat berjalan

tanpa hambatan;

4) Kepedulian sosial dari kalangan dunia usaha terhadap wrga masyarakat

disekitarnya, akan menjadi langkah awal yang baik guna memelihara social

relationship yang selaras, serasi dan langgeng. Keselarasan hubungan sosial ini

diwujudkan melalui kepeduliaan dunia usaha untuk ikut secara aktif menangani

berbagai permasalahan sosial.

Berdasarkan kondisi obyektif yang ada, menunjukkan bahwa tidak ada

perusahaan/dunia usaha yang mampu tumbuh dan berkembang tanpa dukungan

dan kepercayaan dari masyarakat di lingkungan sekitar perusahaan. Untuk itu, demi

keberlangsungan perusahaan yang bersangkutan harus terdapat kesediaan untuk

turut serta memikul tanggung jawab sosial yang dituntut oleh masyarakat. Jika suatu

perusahaan keberadaannya ingin diakui dan didukung oleh masyarakat sekitarnya,

maka sebaiknya jangan bersikap eksklusif dan bersikap arogan dalam menghadapi

lingkungannya.

Menurut Suharto (2005), bahwa Tanggungjawab Sosial Perusahaan

merupakan kepedulian perusahaan yang didasari tiga prinsip dasar yang dikenal

dengan istilah triple bottom lines, yaitu 3P :

1. Profit. Perusahaan tetap harus berorientasi untuk mencari keuntungan ekonomi

yang memungkinkan untuk terus beroperasi dan berkembang.

Page 15: BAB II TINJAUAN TEORITIS - repository.ipb.ac.id · fungsional dan faktor struktural. Dengan demikian, ada beberapa aspek yang Dengan demikian, ada beberapa aspek yang turut menentukan

20

2. People. Perusahaan harus memiliki kepedulian terhadap kesejahteraan manusia.

Beberapa perusahaan mengembangkan program TJSP/CSR, seperti pemberian

beasiswa bagi pelajar sekitar perusahaan, pendirian sarana pendidikan dan

kesehatan, penguatan kapasitas ekonomi lokal, dan bahkan ada perusahaan

yang merancang berbagai skema perlindungan sosial bagi warga setempat.

3. Plannet. Perusahaan peduli terhadap lingkungan hidup dan keberkelanjutan

hayati. Beberapa program TJSP/CSR yang berpijak pada prinsip ini biasanya

berupa penghijauan lingkungan hidup, penyediaan sarana air bersih, perbaikan

pemukiman, dan pengembangan pariwisata (ekoturisme)

Saidi dan Abidin (2004) dalam Suharto (2005), menggambarkan tiga tahap

atau paradigma yang berbeda dari mulai munculnya TJSP/CSR hingga sekarang ini.

Tahap pertama adalah corporate charity, yakni dorongan amal berdasarkan motivasi

keagamaan. Tahap kedua adalah corporate philantrophy, yakni dorongan

kemanusiaan yang biasanya bersumber dari norma dan etika universal untuk

menolong sesama dan memperjuangkan pemerataan sosial. Tahap ketiga adalah

corporate citizenship, yakni motivasi kewargaan demi mewujudkan keadilan sosial

berdasarkan prinsip keterlibatan sosial. Di dalamnya mulai mengedepankan

pemberdayaan masyarakat.

Merujuk pada Wahyutomo (2004) berdasarkan pengamatan dan

pengalaman, menunjukkan bahwa terdapat paling sedikit lima wujud kepedulian

sosial perusahaan, yaitu sebagai berikut :

1) Penggunaan tenaga kerja setempat dalam penyelenggaraan berbagai kegiatan

perusahaan, sepanjang tenaga kerja lokal memeuhi berbagai persyaratan

administrasi dan perundang-undangan, termasuk jumlah dan mutunya.

2) Pemanfaatan masyarakat sekitar perusahaan sebagai pemasok bahan yang

diperlukan oleh perusahaan, baik dalam arti bahan mentah maupun bahan

setengah jadi, tanpa mengabaikan keharusan terjaminnya mutu dari bahan

tersebut.

3) Keterlibatan dalam aktivitas sosial yang berlangsung di masyarakat sekitar

seperti perayaan hari-hari besar nasional dan keagamaan, apacara khitanan,

upacara pernikahan, olahraga dan berbagai kegiatan sosial lainnya.

4) Penyediaan sarana dan prasarana umum dan sosial, termasuk pembuatan jalan

dan pemeliharaannya, fasilitas olahraga, tempat-tempat ibadah, pelayanan dan

kesehatan seperti klinik dan apotik, bahkan jika mungkin rumah sakit, yang

Page 16: BAB II TINJAUAN TEORITIS - repository.ipb.ac.id · fungsional dan faktor struktural. Dengan demikian, ada beberapa aspek yang Dengan demikian, ada beberapa aspek yang turut menentukan

21

kesemuanya dapat di akses oleh warga masyarakat sekitar dan tidak hanya

diperuntukkan bagi karyawan perusahaan dan para anggota keluarganya.

5) Berperan aktif dalam membangun masyarakat sekitar sehingga dapat

menjadikan masyarakat yang mandiri dengan kemampuan yang semakin tinggi.

Salah satu caranya ialah dengan memberikan bantuan untuk membangun

sarana pendidikan dan bantuan keuangan berupa beasiswa bagi anak-anak

yang hidup disekitar perusahaan yang memiliki potensi untuk mengembangkan

kreativitasnya, tetapi dengan kemampuan finansial orang tua yang sangat

terbatas.

Sejatinya, setiap perusahaan dalam menunaikan kewajiban sosialnya yang

diaplikasikan dalam bentuk program-program Corporate Social Responsibility (CSR),

bukanlah karena pertimbangan yang altruistik semata-mata, akan tetapi juga dalam

rangka menjaga dan memelihara citra positif perusahaan yang pada gilirannya

mengejawantah dalam bentuk dukungan dan kepercayaan masyarakat sekitar.

Corporate Social Responsibility (CSR) dalam pemberdayaan masyarakat disekitar

perusahaan, tidak saja akan memberi manfaat terhadap kelangsungan hidup

perusahaan, tapi juga akan mengurangi resiko perusahaan. Untuk memastikan

bahwa CSR dilakukan dengan benar, maka perusahaan harus menggali potensi

daerah dan masyarakat. Keberhasilan CSR bukanlah hanya pada perbaikan kondisi

ekonom atau peningkatan penghasilan masyarakat, tapi juga pada peningkatan

kemampuan (capabilities) dasar masyarakat dalam menjalani kehidupannya

sehingga pada gilirannya masyarakat dapat mandiri.

2.6. Tinjauan tentang Pekerjaan Sosial Menurut Zastrow (1999) dalam Suharto (2005), pekerjaan sosial adalah

aktivitas profesional untuk menolong individu kelompok dan masyarakat dalam

meningkatkan atau memperbaiki kapasitas mereka agar berfungsi sosial dan

menciptakan kondisi-kondisi masyarakat yang kondusif untuk mencapai tujuan

tersebut. Dalam konferensi Dunia di Montreal Kanada, Juli tahun 2000, International

Federation of Socisl Workers (IFSW) Tan dan Envall (2000) dalam Suharto (2005),

mengunkapkan tentang pekerjaan sosial sebagai berikut :

”Profesi pekerjaan sosial mendorong pemecahan masalah dalam kaitannya

dengan relasi kemanusiaan, perubahan sosial, pemberdayaan dan

pembebasan manusia, serta perbaikan masyarakat. Menggunakan teori-

teori perilaku manusia dan sistem-sistem sosial, pekerjaan sosial

Page 17: BAB II TINJAUAN TEORITIS - repository.ipb.ac.id · fungsional dan faktor struktural. Dengan demikian, ada beberapa aspek yang Dengan demikian, ada beberapa aspek yang turut menentukan

22

melakukan intervensi pada situasi di mana orang berinteraksi dengan

lingkungannya. Prinsip-prinsip hak azasi manusia dan keadilan sosial

sangat penting bagi pekerjaan sosial”

Secara umum pekerja sosial dapat berperan sebagai mediator, fasilitator

atau pendamping, pembimbing, perencana, dan pemecah masalah. Kinerja pekerja

sosial dalam melaksanakan peningkatan keberfungsian sosial dapat dilihat dari

beberapa strategi pekerjaan sosial sebagai berikut (Dubois dan Miley : 2005 dalam

Suharto : 2006) :

1. Meningkatkan kemampuan orang dalam menghadapi masalah yang dialaminya.

2. Menghubungkan orang dengan sistem dan jaringan sosial yang memungkinkan

mereka menjangkau atau memperoleh berbagai sumber, pelayanan dan

kesempatan.

3. Meningkatkan kinerja lembaga-lembaga sosial sehingga mampu memberikan

pelayanan sosial secara efektif, berkualtas dan berperikemanusiaan.

4. Merumuskan dan mengembangkan perangkat hukum dan peraturan yang

mampu menciptakan situasi yang kondusif bagi tercapainya kemerataan ekonomi

dan keadilan sosial.

Menurut Suharto (2005), secara garis besar, dalam pekerjaan sosial ada

tiga metoda utama yang termasuk kedalam pendekatan makro, yaitu communitywork

– yang populer dengan nama ”pengembangan masyarakat” atau community

development, manajemen pelayanan kemanusiaan (human service management)

dan analisis kebijakan sosial (socisl policy analysis). Perbedaan dari ketiganya yaitu,

dua metode pertama merupakan pendekatan dalam praktek langsung (direct

practice) dengan kliennya, maka analisis kebijakan sosial merupakan metode dalam

praktek tidak langsung (indirect practice).

Pusat perhatian pengembangan masyarakat adalah orang-orang dan

sumber-sumber kemasyarakatan yang biasanya bermatra lokal. Program-program

peningkatan pendapatan masyarakat seperti usaha ekonomi produktif, kelompok

usaha bersama (KUBE), kredit mikro, adalah contoh konkrit penerapan metode

pengembangan masyarakat. Sementara itu, sasaran analisis kebijakan sosial lebih

luas lagi, yaitu pada keberfungsian sistem yang mempengaruhi masyarakat yang

akan dibantu. Perumusan kebijakan dan peraturan yang berkaitan dengan

perlindungan sosial, jaminan sosial, dan pemerataan pendapatan adalah contoh

konkrit pendekatan analisis kebijakan sosial.

Page 18: BAB II TINJAUAN TEORITIS - repository.ipb.ac.id · fungsional dan faktor struktural. Dengan demikian, ada beberapa aspek yang Dengan demikian, ada beberapa aspek yang turut menentukan

23

Kaitan antara TJSP/CSR dengan Pekerjaan Sosial, Tanggungjawab Sosial

Perusahaan/Corporate Social Resposibility (CSR) merupakan salah satu model dari

tipologi pelayanan pekerjaan sosial industri. Seperti yang diungkapkan oleh

Straussner (1989) dalam Suharto (2007), bahwa satu cara untuk

mengkonseptualisasikan beragam pelayanan sosial yang diberikan pekerja sosial

beserta peranan dan keterampilan yang dijalankannya adalah dengan membuat

sebuah tipologi model setting Pekerjaan Sosial Industri (PSI), yaitu sebagai berikut :

5. Model pelayanan sosial bagi pegawai (the employee service model);

6. Model pelayanan sosial bagi majikan atau organisasi perusahaan (the employer-

work organization service model);

7. Model pelayanan sosial bagi konsumen (the consumer service model);

8. Model Tanggungjawab sosial perusahaan (the corporate social responsibility

model)

9. Model kebijakan publik di bidang kepegawaian (work related public policy model).

Pekerjaan Sosial Industri (PSI) dapat didefinisikan sebagai lapangan praktik

pekerjaan sosial yang secara khusus menangani kebutuhan-kebutuhan

kemanusiaan dan sosial di dunia kerja melalui berbagai intervensi dan penerapan

metoda pertolongan yang bertujuan untuk memelihara adaptasi optimal antara

individu dan lingkungannya, terutama lingkungan kerja. Dalam konteks ini, pSI dapat

menangani beragam kebutuhan individu dan keluarga, relasi dalam perusahaan,

serta relasi yang lebih luas antara tempat kerja dan masyarakat (NASW : 1987

dalam Suharto : 2007), yang dikenal dengan istilah tanggungjawab sosial

perusahaan (corporate social responsibility) (Suharto : 2007).

Konsep TJSP/CSR seringkali oleh perusahaan diidentikan dengan metoda

Pengembangan masyarakat, yang akhir-akhir ini banyak diterapkan oleh perusahaan

dengan istilah ComDev. Dalam pengembangan masyarakat terkait erat dengan

pemberdayaan masyarakat. Suatu pengembangan masyarakat tanpa adanya

pemberdayaan masyarakat secara maksimal, maka tidak akam membuahkan hasil

seperti yang diharapkan. Menurut Suharto (2005), pemberdayaan masyarakat dalam

ComDev, didasari oleh pendekatan yang partisipatoris, humanis, dan emansipatoris

yang berpijak pada beberapa prinsip sebagai berikut :

1. Bekerja bersama berperan serta

2. Membantu rakyat agar mereka dapat membantu drinya sendiri dan orang lain.

3. Pemberdayaan bukan kegiatan satu malam

Page 19: BAB II TINJAUAN TEORITIS - repository.ipb.ac.id · fungsional dan faktor struktural. Dengan demikian, ada beberapa aspek yang Dengan demikian, ada beberapa aspek yang turut menentukan

24

4. Kegiatan diarahkan bukan saja untuk mencapai hasil, melainkan juga agar

menguasai prosesnya.

5. Agar berkelanjutan, pemberdayaan jangan hanya berpusat pada komunitas lokal,

melainkan pula pada sistem sosial yang lebih luas termasuk kebijakan sosial.

Masih menurut Suharto (2005), fokus utama pekerjaan sosial adalah

meningkatkan keberfungsian sosil (social functioning) melalui intervensi yang

bertujuan atau bermakna. Keberfungsian sosial merupakan konsepsi penting bagi

pekerjaan sosial. Suharto dan kawan-kawan, mendefinisikan keberfungsian sosial

sebagai kemampuan orang (individu, keluarga, kelompok atau masyarakat) dan

sistem sosial (lembaga dan jaringan sosial) dalam memenuhi/merespon kebutuhan

dasar, menjalankan peranan sosial serta menghadap goncangan dan tekanan sosial

(Suharto, 2005).

Mengacu pada Parson, Jorgensen dan Hernandez (1994) dalam Suharto

(2005), ada beberapa peran pekerjaan sosial dalam pembimbingan sosial, yaitu

sebagai berkut :

1, Fasilitator

Menurut Barker (1987) dalam Suharto (2005), mendefinisikan fasilitator

sebagai tanggung jawab untuk membantu seseorang menjadi mampu menangani

tekanan situasional atau transisional. Strategi-strategi khusus untuk mencapai

tujuan tersebut meliputi : pemberian harapan, pengurangan penolakan dan

ambivalensi, pengakuan dan pengaturan perasaan-perasaan, pengidentifikasian dan

pendorongan kekuatan-kekuatan personal dan asset-asset sosial, pemilahan

masalah menjadi beberapa bagian sehingga lebih mudah dipecahkan, dan

pemeliharaan sebuah fokus pada tujuan dan cara-cara pencapaiannya.

2. Broker

Seperti halnya dipasar modal, seorang broker berusaha memaksimalkan

keuntungan dari transaksi tersebut sehingga klien dapat memperoleh keuntungan

sebesar mungkin. Namun demikian, pekerja sosial melakukan transaksi dalam pasar

lain, yakni jaringan pelayanan sosial. Selain itu, seorang broker berusaha

menghubungkan klien dengan barang-barang dan pelayanan serta mengontrol

kualitas barang dan pelayanan tersebut. Dengan demikian ada tiga kata kunci dalam

pelaksanaan peran sebagai broker, yaitu : menghubungkan (linking), barang-barang

dan pelayanan (goods and service), dan pengontrolan kualitas (quality control).

Page 20: BAB II TINJAUAN TEORITIS - repository.ipb.ac.id · fungsional dan faktor struktural. Dengan demikian, ada beberapa aspek yang Dengan demikian, ada beberapa aspek yang turut menentukan

25

Dalam melaksanakan peran sebagai broker, ada dua pengetahuan dan

ketrampilan yang harus dimiliki oleh pekerja sosial, yaitu

- Pengetahuan dan ketrampilan melakukan assessmen kebutuhan masyarakat

(community needs assessment)

- Pengetahuan dan ketrampilan membangun konsorsium dan jaringan antar

organisasi.

3. Mediator

Peran mediator terutama diperlukan pada saat terdapat perbedaan yang

mencolok dan mengarah pada konflik antara berbagai pihak. Lee dan Swenson

(1986) dalam Suharto (2005) memberikan contoh bahwa pekerja sosial dapat

memerankan sebagai ” fungsi kekuatan ketiga” untuk menjembatani antara anggota

kelompok dan sistem lingkungan yang menghambatnya.

Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam melakukan peran mediator

meliputi : kontrak perilaku, negosiasi, pendamai pihak ketiga, serta berbagai macam

resolusi konflik.

4. Pembela

Manakala pelayanan dan sumber-sumber sulit dijangkau oleh klien, pekerja

sosial harus memainkan peranan sebagai pembela (advokat). Peran pembelaan

atau advokasi merupakan salah satu praktek pekerjaan sosial yang bersentuhan

dengan kegiatan politik. Menurut Parsons, Jorgensen dan Hernandez (1994) dalam

Suharto (2005), bahwa peran pembelaan dapat dibagi dua : advokasi kasus (case

advocacy) ditujukan untuk pembelaan terhadap individu dan advokasi kausal (cause

advocacy) ditujukan untuk pembelaan terhadap sekelompok anggota masyarakat.

5. Pelindung

Tanggung jawab pekerja sosial terhadap masyarakat didukung oleh hukum.

Hukum tersebut memberikan legitimasi kepada pekerja sosial untuk menjadi

pendukung (protector) terhadap orang-orang yang lemah dan rentan. Dalam

melakukan peran sebagai pelindung (guardian role), pekerja sosial bertindak

berdasarkan kepentingan korban, calon korban dan populasi yang beresiko lainnya.

Peranan sebagai pelindung mencakup penerapan berbagai kemampuan yang

menyangkut (a) kekuasaan, (b) pengaruh, (c) otoritas, dan (d) pengawasan sosial

Page 21: BAB II TINJAUAN TEORITIS - repository.ipb.ac.id · fungsional dan faktor struktural. Dengan demikian, ada beberapa aspek yang Dengan demikian, ada beberapa aspek yang turut menentukan

26

2.7. Kerangka Pemikiran Kajian Pada dasarnya masyarakat memiliki potensi yang harus digali dan

dikembangkan. Adapun potensi yang senantiasa ada dalam lingkungan masyarakat

yaitu sumberdaya manusia, sumberdaya alam dan sumberdaya ekonomi. Potensi-

potensi ini pada kenyataannya seringkali memiliki keterbatasan, baik sumberdaya

manusia (pendapatan, pendidikan, kesehatan dan kemampuan), sumberdaya alam

(dalam pemanfatan dan pengembangannya) maupun sumberdaya ekonomi. Melalui

program pemberdayaan yang dilaksanakan oleh perusahaan diharapkan dapat

meningkatkan pendapatan, meningkatkan kemampuan, meningkatkan akses dan

menjadi percaya diri untuk ikut terlibat aktif dalam suatu kegiatan pembangunan.

Melalui program pemberdayaan ini, diharapkan pada gilirannya nanti akan tercipta

kemandirian dan peningkatan kemampuan sehingga masyarakat dapat

melaksanakan keberfungsian sosialnya dengan baik dan terciptanya kesejahteraan

sosial.

Kaitannya dengan pemberdayaan yang dilakukan oleh perusahaan sebagai

bentuk tanggung jawab sosial perusahaan terhadap masyarakat disekitar

perusahaan, yang kesemuanya dikemas dalam bentuk program-program dalam

Corporate Social Responsibility (CSR). Untuk bisa terlaksananya program-program

tersebut, haruslah melalui suatu perencanaan yang di dalamnya meliputi

pembiayaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi, dan

pelaporan. Tetapi apakah masyarakat dilibatkan dalam prosesnya secara langsung ?

Berbagai jenis program dalam Corporate Social Responsibility yang sudah

dilaksanakan oleh PT. Aqua Golden Mississipi, tetapi hingga sekarang belum

diketahui secara pasti bagaimana manfaatnya terhadap masyarakat. Untuk

mengetahui sejauh mana manfaat yang telah dirasakan oleh masyarakat, dibutuhkan

penilaian secara langsung dari masyarakat terhadap program-program tersebut.

Oleh karenanya perlu dikaji lebih jauh untuk mengetahui bagaimana sebenarnya

persepsi masyarakat dengan adanya program-program tersebut.

Persepsi seseorang terhadap suatu obyek dipengaruh oleh faktor personal

dan lingkungan, dimana dalam hal ini lingkungan tempat program CSR

dilaksanakan. Dengan adanya kedua faktor tersebut akan memunculkan

pengetahuan masyarakat terhadap program CSR sehingga masyarakat penerima

program dapat memberikan penilaian terhadap manfaat program. Selanjutnya dapat

dirancang perbaikan program agar manfaatnya berkelanjutan. Tentunya perbaikan

program tersebut dipengaruhi pula oleh kebijakan perusahaan. Untuk lebih jelasnya,

Page 22: BAB II TINJAUAN TEORITIS - repository.ipb.ac.id · fungsional dan faktor struktural. Dengan demikian, ada beberapa aspek yang Dengan demikian, ada beberapa aspek yang turut menentukan

27

berikut skema kerangka pemikiran untuk perbaikan program kedepannya

berdasarkan persepsi masyarakat terhadap program-program CSR yang telah

diterimanya :

Gambar 1 : Kerangka Pemikiran Rancangan Perbaikan Program berdasarkan

persepsi masyarakat terhadap Program CSR

Pengetahuan terhadap program CSR, meliputi : - Penumbuhan Ekonomi Lokal - Pendidikan - Kesehatan - Bimbingan dan Pelatihan - Pelestarian Lingkungan

Persepsi terhadap manfaat Program CSR : - Peningkatan akses terhadap sumber :

pendidikan, kesehatan, modal, kesempatan berusaha dan bekerja

- Peningkatan Kemampuan - Semakin terlibat aktif dalam pembangunan

(perencanaan dan pelaksanaan) - Meningkatnya jejaring dalam berusaha - Kualitas dan kuantitas air tetap terjaga

Rancangan perbaikan terhadap Program CSR

Kebijakan Perusahaan

Faktor personal : - Pendidikan, pekerjaan dan

usia

Faktor Lingkungan : - Akses terhadap informasi program - Akses terhadap keterlibatan dalam

program.