7
215 BEBERAPA ASPEK HUKUM PERDATA INTERNASIONAL DALAM PERJANJIAN LISENSI PESAWAT TERBANG ----------Oleh : Hendanllin, S.H .. ---------- Pendahuluan Bahwa usaha pembangunan yang menuju kepada modernisasi nasional di segala bidang, perlu ditunjang oleh kemampuan-kemampuan di bidang teknologi. Untuk memiliki/meningkat- kan kemampuan kita di bidang tekno- logi (khususnya teknologi pesawat ter- bang) perlu dilakukan · usaha-usaha mengalihkan teknologi maju (advan- ced technolo gy ) tersebu t dali negara- negara yang menguasainya. Usaha-usa- ha mengalihkan teknologi dari luar negeri , ke cuali menyangku t masalah pemilihan teknologi yang tepat bagi Indonesia sebagai negara berkembang, juga memperlihatkan implikasinya di bidang hukum. Seperti kita ketahui, pengalihan teknologi merupakan suatu proses yang dapat ditinjau dari pelbagai su- dut , an tara lain sosial budaya, politik, ekonomi, teknis, tlnansial dan hukum. J adi dalam hal ini, pengalihan tekno- logi tidak hanya persoalan teknis belaka, melainkan menyangkut ba- nyak aspek yang lain, seperti telah disebutkan di atas. Oleh karena itu pola pengelolaan sumber daya terse- but harus dilihat dari segi yang luas, yang meliputi hubungann ya dengan perkembangan penduduk dan kesem- patan kerja, perkembangan masyara- kat, perkembangan ekonomi dan poli- tik pemeliharaan kelestarian hidup, perubahan pandangan hidup/nilai-nilai yang ada di masyarakat akibat masuk- nya unsur-unsur asing dan lain-lain. Dalam zaman yang modern seka- rang ini, semua langkah/tindakan yang diambil perlu disertai dengan landasan hukum, terutama langkah/tindakan yang menyangkut banyak aspek yang melibatkan kepentingan umum. Tin- dakan yang dimaksud dalam hal ini adalah proses pengalihan teknologi yang dituangkan dalatn suatu per- janjian lisensi (license agreement). Dengan adanya perjanjian lisensi maka suatu perusahaan Industri Pesawat Terbang dapat menjalankan program- nya dalam memproduksi pesawat ter- bang dengan tenang, karena dilindungi . oleh hukum. Oleh karena itu suatu petjanjian lisensi pesawat terbang yang antara lain berisi pasal-pasal ten tang harga yang disepakati (price adjust- ment clause ), jadwal penyerahan (delivery schedule ), Ketentuan ten- tang pembayaran (term of payment ) dan pasal-pasal yang essensial laiimya yang menetapkan hak dan kewajiban para pihak apabila timbul beberapa kejadian, seperti keterlambatan penye- rahan, penetapan perpajakan baru dan lain sebagainya haruslah disusun secara terperinci dan jelas, supaya dikemudi- an hari tidak menimbulkan kesulitan/ persengketaan akibat adanya penafsir- an yang berbeda dari ketentuan pasal- Juni 1985

BEBERAPA ASPEK HUKUM PERDATA INTERNASIONAL DALAM

  • Upload
    others

  • View
    14

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BEBERAPA ASPEK HUKUM PERDATA INTERNASIONAL DALAM

215

BEBERAPA ASPEK HUKUM PERDATA INTERNASIONAL DALAM PERJANJIAN LISENSI PESAWAT TERBANG

----------Oleh : Hendanllin, S.H .. ---------­

Pendahuluan

Bahwa usaha pembangunan yang menuju kepada modernisasi nasional di segala bidang, perlu ditunjang oleh kemampuan-kemampuan di bidang teknologi. Untuk memiliki/meningkat­kan kemampuan kita di bidang tekno­logi (khususnya teknologi pesawat ter­bang) perlu dilakukan · usaha-usaha mengalihkan teknologi maju (advan­ced technology ) tersebu t dali negara­negara yang menguasainya. Usaha-usa­ha mengalihkan teknologi dari luar negeri , kecuali menyangku t masalah pemilihan teknologi yang tepat bagi Indonesia sebagai negara berkembang, juga memperlihatkan implikasinya di bidang hukum .

Seperti kita ketahui , pengalihan teknologi merupakan suatu proses yang dapat ditinjau dari pelbagai su­dut, an tara lain sosial budaya, politik , ekonomi, teknis, tlnansial dan hukum. J adi dalam hal ini, pengalihan tekno­logi tidak hanya persoalan teknis belaka, melainkan menyangkut ba­nyak aspek yang lain , seperti telah disebutkan di atas. Oleh karena itu pola pengelolaan sumber daya terse­but harus dilihat dari segi yang luas, yang meliputi hubungannya dengan perkembangan penduduk dan kesem­patan kerja, perkembangan masyara­kat, perkembangan ekonomi dan poli­tik pemeliharaan kelestarian hidup ,

perubahan pandangan hidup/nilai-nilai yang ada di masyarakat akibat masuk­nya unsur-unsur asing dan lain-lain.

Dalam zaman yang modern seka­rang ini, semua langkah/ tindakan yang diambil perlu disertai dengan landasan hukum, terutama langkah/ tindakan yang menyangkut banyak aspek yang melibatkan kepentingan umum. Tin­dakan yang dimaksud dalam hal ini adalah proses pengalihan teknologi yang dituangkan dalatn suatu per­janjian lisensi (license agreement).

Dengan adanya perjanjian lisensi maka suatu perusahaan Industri Pesawat Terbang dapat menjalankan program-

• nya dalam memproduksi pesawat ter-bang dengan tenang, karena dilindungi . oleh hukum. Oleh karena itu suatu petjanjian lisensi pesawat terbang yang antara lain berisi pasal-pasal ten tang harga yang disepakati (price adjust­ment clause), jadwal penyerahan (delivery schedule), Ketentuan ten­tang pembayaran (term of payment) dan pasal-pasal yang essensial laiimya yang menetapkan hak dan kewajiban para pihak apabila timbul beberapa kejadian, seperti keterlambatan penye­rahan , penetapan perpajakan baru dan lain sebagainya haruslah disusun secara terperinci dan jelas, supaya dikemudi­an hari tidak menimbulkan kesulitan/ persengketaan akibat adanya penafsir­an yang berbeda dari ketentuan pasal-

Juni 1985

Page 2: BEBERAPA ASPEK HUKUM PERDATA INTERNASIONAL DALAM

216

pasal dalam perjanjian lisensi tersebut.

Pengertian ,

,

Yang dimaksud perjanjian adalah ,

suatu ikatan an tara dua belah pihak ( two parties) atau lebih untuk mem­berikan sesuatu , membuat sesuafu atau untuk tidak berbuat sesuatu , di mana masing-inasing pihak mempu­nyai hak dan kewajiban yang diatur/ dilindungi oleh hukum .. Apabila salah satu pihak tidak memenuhi kewajib­annya (Wanprestasi) maka pihak yang lain berhak menuntut berdasarkan ketentuan yang berlaku pada perjan­jian tersebu t.

Dalam suatu perjanjian lisensi pesa-wat terbang, terdapat aspek-aspek Hu­kum Perdata' Internasional (H.P.I.). Dikatakan demikian karena dalam per­janjian lisensi pesawat terbang terdapat unsur-unsur asing. Unsur-unsur yang dimaksud antara lain adalah adanya salah satu pihak yang berstatus/ber­ke~arganegaraan asing, bahasa yang dituangkan dalam perjanjian, temp at menyelesaikan sua tu persengketaan yang timbul di an tara kedua belah pihak (settlement of dispute atau arbitration ), hukum yang diterapkan dalam perjanjian (applicable law), pembayaran yang dilakukan dalam bentuk uang asing (Dollar Amerika, D.M. Jerman ' atau Pesso Spanyol).

,

.. Selanjutnya, dalam setiap perjan-Jlan lisensi , pihak yang memberi Ii- . s~nsi dinamqi<.an Licensor; Sedangkan plhak yang menerima lisensi dinama­kan Licensee. Pada umumnya hubung­an antara licensor dan licensee adalah suatu hubungan hukum yang ditetap­kan dalam suatu perjanjian lisensi. Para pihak (licensor dan licensee) dapat berbentuk perorangan, perusahaan ba-

Hukum dan Pembangunan

dan hukum, Cabang (subsidiarv com--pany ), anak perusahaan atau joint venture.

Dipandang dari kepentingan licen­sor, lisensi ' adalah merupakan suatu siasat pemasaran barang-barang Indus­trinya mengingat lebih sulit memasuk­kan barang jadi ke negara lain, karen a adanya peraturan ekspor-impor yang bersifat membatasi.

Masa Beriaku ~erjanjian

Suatu perjanjian lisensi mulai berla­ku (efektif) setelah perjanjian tersebut ditanda-tangani oleh kedua belah pihak yang dalam hal ini dilakukan oleh pejabat yaf\g berwenang (untuk suatu perusahaan, maka yang biasa menandatangani perjanjian tersebu t adalah Direktur utamanya (Presiden direkturnya). Namun sebelum perjan­jian tersebut ditanda-tangani , maka ke­dua belah pihak terlebih dahulu harus memperoieh persetujuan (approval) dari Pemerintah masing-masing, sebab suatu industri pesawat terbang dikata­gorikan se bagai salah satu industri strategis yang berada di bawah p~ng­awasan langsung Pemerintah. Di sam­ping itu dapat juga ditentukan bahwa suatu perjanjian mulai efektif setelah pembayaran pertama (down payment) dilakukan atau setelah keluarnya .izin ekspor dari departemen perdagangan dari negara Licensor. r

Masa berlaku suatu perjanjian lisen­si (durqtion of license agreement) ber­kisar an tara 10 - 20 tahun. Setelah berakhirnya perjanjian, maka perjan­jian itu dapat diperpanjang lagi, ter-

. gantung keinginan/persetujuan kedua belah pihak. Namun sebelum ber­akhirnya masa berlaku perjanjian, da­pat saja perjap.jian itu dihentikan apa­bila salah satu pihak mengalami ke-

Page 3: BEBERAPA ASPEK HUKUM PERDATA INTERNASIONAL DALAM

Lisensi Pesawat Terbang

bangkrutan yang tidak dapat diatasi setelah melewati batas waktu yang ditentukan. Di be berapa negara (U m­pamanya: Argentina, Jepang, Mexico dan lain-lain) untuk dapat berlakunya atau sahnya suatu perjanjian lisensi , harus ada persetujuan dari pemerintah atau harus di regristrasikan terlebih dahulu; Kalau di Inggris, menu rut hu­

kum Inggris, suatu perjanjian lisensi yang menyangkut suatu patent supaya dianggap sah (di pengadilan Inggris), harus di regristrasikan atau didaftar­kan pada kantor patent dalam jangka waktu enam bulan sesudah . perjanjian yang bersangkutan : ditanda-tangani, agar dapat dilihat oleh publik.

Bahasa

Suatu perjanjian lisensi adalah me­rupakan suatu Legal Document. Oleh karena itu, di dalam suatu per­janjian lisensi adalah penting sekali untuk mempergunakan bahasa yang jelas, tepat dan tidak meragukan , se­hingga tidak menimbulkan penafsiran/ terjemahan yang berbeda-beda. Kalau tidak hal ini dapat menimbulkan ke ­sulitan dikemudian hari, karena bebe­rapa istilah mempunyai arti yang ber­macam-macam bagi orang-orang yang berlainan negara , sedangkan perjanjian lisensi sering dilakukan oleh orang­orang dari negara-negara yang ber­lainan. lni akan menambah resiko tiin­bulnya suatu konflik ten tang arti suatu istilah, misalnya dari beberapa istilah teknis atau pemberian nama (denomination) dari barang-barang atau proses-proses yang tidak mempu­nyai definisi-definisi . .

Bahasa yang dipergunakan dalam . suatu perjanjian antara Indonesia (da­

lam hal ini adalah P.T. Nurtanio, se-

217

bagai satu-satunya perusahaan industri pesawat terbang di Indonesia, bahkan di Asia Tenggara) dan pihak luar (misalnya : CASA Spanyol at au Aerospatiale Perancis atau Messersch­mitt Bolkow - Blohm, Jerman atau yang lain) adalah bahasa Inggris.

Masalah penggunaan bahasa dalam suatu perjanjian adalah tergantung ke­sepakatan bersama; dengan demikian, bila yang dipilih adalah bahasa Inggris, maka semua dokumen (baik teknis maupun administrasi), pemberitahuan, laporan dan segala bentuk komunikasi lainnya harus ditulis dalam bahasa Inggris.

Dalam suatu perjanjian lisensi , se­ring kita jumpai pada bagian awal per­janjian adanya definisi kata atau isti­lah-istilah yang dipergunakan dalam perjanjian lisensi tersebut. Dengan se­kali memberi definisi itu, maka pada pasal-pasal (Ketentuan) berikutnya da­pat digunakan kata atau istilah yang pendek itu saja tanpa menyebut lagi ciri-ciri atau sifat-sifat dari hal yang dimaksud itu. Definisi-definisi itu ter­utama diperlukan dalam perjanjian Ii­sensi yang mengatur hal-hal yang tek­

nis/khusus. Dengan adanya definisi-definisi ter­

sebut , dapat pula dijaga kesatuan da­lam menggunakan istilah-istilah. Untuk suatu istilah yang sarna, betapapun baiknya bila dipergunakan dalam suatu karya kesusasteraan, akan membawa kekaburan dan ketidakpastian kalau dipakai dalam suatu perjanjian hukum.

Hukl,lm yang Berlaku

. Untuk suatu perjanjian, berlaku ke­tentuan bahwa hukum yang dapat di­berlakukan, adalah hukum di mana per­janjian itu dibuat (lex loci contrac-

Juni 1985

Page 4: BEBERAPA ASPEK HUKUM PERDATA INTERNASIONAL DALAM

218

tus). Namun demikian para pihak da­pat menyimpang dari ketentuan itu dengan mencantumkan peraturan me­ngenai hukum mana yang telah dipilih untuk diberlakukan pada perjanjian lisensi tersebu t. Dalam pada itu sebaik­nya pemilihan itu didasarkan atas per­timbangan, di mana (di negara mana) perjanjian itu harus dilaksanakan atau dipaksakan pelaksanaannya.

J adi forum peradilan yang mana yang kira-kira akan dipakai kalau ada perselisihan atau pelaksanaan perjanji­an itu terutama akan dilakukan di mana. Hukum negara atau tempat di mana pelaksanaan atau enforcement itulah hendaknya dipilih dan diten­tukan sebagai hukum yang berlaku. Dan hukum tersebut harus diatur dengan jelas dalam salah satu pasal perjanjian. Sudah tentu para pihak biasanya akan mempertahankan hu­kum nasionalnya masing-masing.

Penyelesaian Sengketa

Apabila dalam melaksanakan isi perjanjian, salah satu pihak tidak me­menuhi kewajibannya at au timbul adanya pelanggaran (default) oleh salah satu pihak, maka perjanjian Ii­sensi tersebut dapat dihentikan atau dibatalkan . Biasanya sebelum diputus­kan bahwa perjanjian tersebut dihen­tikan atau dibatalkan , maka salah satu pihak akan mengirim pemberitahuan secara tertulis kepada pihak lainnya tentang adanya pelanggaran tersebu t, di mana pemberitahuan tersebut berisi suatu peringatan agar pelanggaran tersebut segera- dihentikan dan disusul dengan pelaksanaan kewajiban sesuai dengan ketentuan yang berlaku .

Di samping itu, apabila tetjadi seng­keta di antara kedua belah pihak, at as

Huh·urn dan Pembangunan

pelaksanaan isi perjanjian, maka biasa­nya langkah pertama yang diambil

oleh kedua belah pihak adalah menye-lesaikan sengketa itu secara kekeluar­gaan. Seandainya penyelesaian secara kekeluargaan ini tidak mencapai hasil yang diharapkan, maka persengketaan itu dapat diajukan ke muka Mahkamah Perdagangan Internasional ( the inter­national chanbere of comerce) di Pa­ris (perancis) atau di Jenewa (Swiss) dengan dihadiri oleh 3 (tiga) orang wasit yang ditunjuk. (di Indonesia, lembaga yang dapat menyelesaikan persengketaan semacam itu adalah Badan Arbritrasi Nasional, disingkat BANI yang berkedudukan di Jakarta atau Pengadilan Negeri setempat) . Ketentuan (article) mengenai perseng­ketaan ini dapat berbunyi sebagai berikut :

''Any dispute arisen in the accomplish­m ent or interpretation of this agreement, will be intended to be friendly solved by both parties, and should an agreement not be reached such a dispute shall be submitted to the abitration of the international chamber of 'commerce at Paris (France), which will decide accord· ing to the rules of procedure contained in its Conciliation and A rbitration R e· gulation ".

Force Majeure.

Apabila salah satu pihak mengalami hal-hal yang berada di luar jangkauan/ kekuasaannya, maka pihak yang ber-

. sangkutan akan dimaafkan apabila ti­dak dapat melaksanakan kewajibannya sebagaimana telah dicantumkan dalam perjanjian. Hal-hal atau peristiwa yang berada di luar jangkauan/kekuasaan manusia itu dinamakan Force Majeure atau Excusable Delays.

Ketentuan mengenai Force Majeure ini dicantumkan dalam setiap perjan-

Page 5: BEBERAPA ASPEK HUKUM PERDATA INTERNASIONAL DALAM

Lisensi Pesawat Terbang

jian, di mana masing-masing pihak memerlukan adanya perlindungan hu­kum apabila sewaktu-waktu pihak yang bersangkutan mengalami force majeure.

Hal-hal at au kejadian-kejadian yang dapat dikatagorikan sebagai force ma­jeure adalah pemberontakan, kebakar­an, pembajakan udara, huru-hara, ben­cana alam, penyakit epidemi, tin­dakan-tindakan dan at au peraturan­peraturan Pemerintah · di bidang eko­nomi maupun moneter (misalnya: Sanering, Devaluasi) yang akibatnya langsung maupun tidak langsung meng­hambat pelaksanaan dari perjanjian yang bersangkutan . . . Bilamana terjadi force majeure, ma­ka pihak yang mengalami force ma­jeure tersebut harus memberitahukan secara tertulis (telex) dalam waktu yang te1ah ditentukan tentang adanya hal-hal tersebut, dan hal-hal terse but dapat dibuktikan dengan keterangan­keterangan atau bukti-bukti yang -sah. Kemudian kedua belah pihak akan berkonsultasi untuk melaksanakan kembali kewajiban masing-masing sete­lah tertunda karena adanya force

majeure. •

Suatu ketentuan force majeure atau Excusable delay dapat berbunyi seba­gai berikut :

"Each party shall be excused for failures and delays caused by force · majeure such as war, fires, strikes, lock outs, public disturbances, governmental de­cisions or any other accidental causes beyond his red sorable can trol ".

Namun, ketentuan di at as tidak meng­hindarkan salah satu pihak untuk me­lanjutkan pelaksanaan tugas dan kewa­jiban-kewajibannya apabila force ma-

. jeure tersebut telah berakhir.

• • 219

Royalty

Dalam suatu perjanjian lisensi pesa­wat terbang, terdapat ketentuan me­ngenai Royalty . Yang dimaksud Ro­yalty adalah pembayaran uang jasa secara teratur oleh licensee kepada licensor terhadap pemakaian hak milik perusahaan (industrial property right) atau teknologi yang dialihkan dan terhadap pemberian proteksi.

Royalty ini dikenakan terhadap setiap produk yang dibuat (mamifac­turing) atau dirakit (assembly) oleh licenssee berdasarkan desain dari licen­sor. Besarnya royalty yang harus dibayar adalah berkisar antara 2 sam­pai 5%. Apabila royalty ini tidak (terlambat) dibayar oleh licensee, ma­ka perjanjian lisensi dapat dihentikan.

Ada juga lisensi yang bebas royalty jika disetujui bersama oleh kedua be­lah pihak, misalnya dalam hal si li­censor ingin menanamkan modalnya dan memprodusir produksinya di ne­gara si licensee untuk mempersiapkan diri memasuki pasaran di sana. Pada umumnya dalam proses alih teknologi (transfer of technology), ada be be­rap a macam prinsip yang digunakan untuk mengkalkulasikan besarnya ro­yalty yang harus dibayar. Hal ini ter­gantung kepada mudahnya pengawas­an, macam atau tipe dari perjanjian, ketergantungan pada turun naiknya (fluctuation) nilai uang, peraturan (policy) pemerintah, jenis barang, jenis industri dan sifat perjanjian itu sendiri.

Kalkulasi secara persentase dari ro­yalty, antara lain _dapat berdasar~an: Penjualan bersih atau kotor, kenatkan dari volume penjualan, keuntungan pe­makaian bahan baku, ongkos pem­buatan" pembayaran royalty, dapat . pula dilakukan dalam suatu jumlah

Juni1985

Page 6: BEBERAPA ASPEK HUKUM PERDATA INTERNASIONAL DALAM

220

tertentu sekaligus (lumpsum ). Dalam suatu negoisasi untuk mem­

peroleh lisensi pembuatan pesawat ter­bang, biasanya pihak dari negara ber­kembang ada dalam kedudukan yang lemah, sehingga pemilik teknologi dari negara maju biasanya menentukan sya­rat-syarat yang berat, seperti misalnya:

_ Penerima lisensi harus membayar royalty yang tinggi

_ Penerima lisensi juga harus mem­bayar royalty untuk paten yang seharusnya tidak berlaku lagi, karena lisensi hanya diberikan untuk suatu kelompok (package) paten . .

Untuk itu , dalam suatu proses alih teknologi, diperlukan adanya suatu Lembaga Pemerintah yang mengawasi besarnya royalty yang harus dibayar ke luar negeri.

Pembayaran

Masalah pembayaran sering dijadi­kan persyaratan untuk mulai berlaku­nya suatu perjanjian lisensi. Persya­ratan tersebut dapat berbunyi: "The effective date of this agreement will be start when the first down payment be received by licensor after approv­al by its government". Jadi meskipun perjanjian lisensi tersebut sudah ditan­da-tangani oleh masing-masing pihak namun down payment belum dilaku­kan oleh licensee , maka perjanjian lisensi terse but belum dianggap efek­tif (sah diberlakukan).

Pembayaran yang dilakukan, dapat berbentuk Dollar Amerika (U.S.$) atau D.M. Jerman atau Pesso Spanyol , yang dikirim ke negara asal licensor melalui Letter of Credit (L IC) atau Documentary Credit. Apabila L/C atau documentary credit itu berakhir

Huhum dan Pembangunan

masa berlakunya sebelum dilakukan penyerahan sepenuhnya (Full Deli­very) dan atau pembayaran sepenuh­nya, maka L/C atau Documentary Credi t harus diperpanjang lagi masa berlakunya oleh licensee.

Kesimpulan

Dari uraian di atas dapat ditarik ke­simpulan, bahwa :

Suatu proses alih teknologi tidak hanya merupakan persoalan teknis be­laka, melainkan menyangkut banyak aspek , seperti : aspek sosial-budaya, politik, ekonomi, finansial dan hukum.

Perjanjian lisensi merupakan lan­dasan hukum bagi suatu alih teknologi , di mana dalam perjanjian tersebut di atur mengenai hubungan an tara pem­beri lisensi (Licensor) dan penerima lisensi (Licensee) yang pada prinsipnya merupakan hak dan kewajiban masing­masing pihak.

Untuk menghindari timbulnya ke­mungkinan penafsiran yang dapat menimbulkan ke salahpahaman/ per­sengketaan di antara para pihak, ma­ka perjanjian lisensi tersebut harus disusun secara terperinci dan jelas pasal demi pasalnya.

Suatu perjanjian lisensi pesawat ter­bang, mengandung beberapa aspek­aspek Hukum Perdata Internasional karen a adanya unsur-unsur asing, anta­ra lain yaitu :. - salah satu pihak berstatus asing. - bahasa yang dituangkan dalam per-

janjian, adalah bahasa internasional (seperti : bahasa Inggris , bahasa Perancis dan lain-lain).

- tempat menyelesaikan persengketa­an yang timbul (settlement of dispute atau arbitration)

- .hukum yang diterapkan dalam per-

Page 7: BEBERAPA ASPEK HUKUM PERDATA INTERNASIONAL DALAM

Li8e nsi Pesawa t Te rbang

janjian (applicable law) - pembayaran yang dilakukan dalam

bentuk uang asing. Dipandang dari kepentingan licen­

sor, lisensi adalah merupakan suatu sia-. sat pemasaran barang-barang industri­nya mengingat lebih sulit memasukkan barang jadi ke negara lain, karen a ada­nya peraturan ekspor-impor yang ber­sifat membatasi.

Sebelum perjanjian lisensi pesawat terbang di tanda-tangani maka para pihak terlebih dahulu harus memper­oleh persetujuan (approval) dari pe-

- merintah masing-masing mengingat in­dustri pesawat terbang merupakan in­dustri strategis yang menyangkut per­tahanan ' negara, sehingga harus di­bawah kontrol sepenuhnya dari peme­rintah.

Bahasa memegang peranan penting dalam penyusunan suatu perjanjian li­sensi, sebab apabila bahasa yang di­pergunakan dalam perjanjian tersebut tidak jelas/kurang tepat dan mengan­dung keraguan, maka hal ini dapat menimbulkan berbagai penafsiran yang sering berakhir dengan suatu perseng­ketaan. Bahasa yang dipergunakan da­lam perjanjian lisensi pesawat terbang antara Indonesia (dalam hal ini adalah P.T. Nurtanio) dan pihak luar (seper­ti : MBB Jerman , Aerospatiale Peran­cis, CASA Spanyol dan lain-lain) adalah bahasa Inggris.

Hukum yang diberlakukan (appli­cable law) adalah hukum di mana peIjanjian lisensi itu dibuat (lex loci contractus). Namun para pihak dapat menyimpang dari ketentuan tersebut di atas, yaitu dengan memberlakukan hukum di negara mana perjanjian li­sensi terse but harus dilaksanakan atau

221

dipaksakan pelaksanaannya. Apabila timbul persengketaan anta­

ra pihak akibat daTi pelaksanaan per­janjian lisensi , maka persengketaan terse but sebelum dibawa kehadapan Mahkamah Perdagangan Internasional (the international chambere of com­merce) di Paris atau Jenewa, terlebih dahulu persengketaan tersebut disele­saikan secara musyawarah/kekeluarga­an.

Para pihak atau salah satu pihak yang mengalami peristiwa force ma­jeure , akan dimaafkan bila tidak dapat melaksanakan kewajibannya sesuai de­ngan isi perjanjian. Namun adanya force majeure tersebut tidak meng­hindarkan salah satu pihak untuk me­lanjutkan kembali pelaksanaan tugas/ kewajian-kewajibannya apabila force majeure tersebut telah berakhir.

Dalam suatu negoisasi untuk mem­peroleh lisensi pembuatan pesawat ter­bang, biasanya pihak daTi negara ber­kembang ada dalam kedudukan yang lemah, sehingga pemilik teknologi (Licensor) menentukan syarat-syarat yang berat, seperti misalnya : - Penerima lisensi harus membayar

royalty yang tinggi. - Penerima lisensi juga harus memba­

yar loyalty untuk patent yang seha­rusnya tidak berlaku lagi , karena lisensi hanya diberikan untuk suatu kelompok patent. Untuk berlakunya suatu peIjanjian

lisensi, di samping dipersyaratkan adariya tanda-tangan kedua belah pi­hak yang berwenang, juga dapat di­persyaratkan bahwa setelah down pay­ment dibayar, maka perjanjian terse­but mulai berlaku.

Juni 1985 •