26
11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Nyeri a. Pengertian Nyeri International Association for the Study of Pain (IASP), nyeri adalah suatu pengalaman sensori, emosional serta kognitif yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan aktual maupun potensial yang dapat timbul tanpa adanya injuri (Dewi, 2014). Nyeri adalah suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang bersifat subjektif. Keluhan sensorik yang dinyatakan seperti pegal, linu, ngilu, keju, kemeng, cengkeul, dan seterusnya dapat dianggap sebagai modalitas nyeri (Mutaqin, 2008). Sedangkan menurut Tjay & Rahardja (2007), nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman, berkaitan dengan ancaman kerusakan jaringan. Nyeri merupakan suatu perasaan subjektif pribadi dan ambang toleransi nyeri berbeda-beda bagi setiap orang. Batas nyeri untuk suhu adalah konstan, yakni pada 44 45 o C. Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya merupakan suatu gejala yang berfungsi sebagai isyarat bahaya tentang adanya gangguan di jaringan, seperti peradangan (rema, encok), infeksi jasad renik atau kejang otot.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoridigilib.unimus.ac.id/files//disk1/169/jtptunimus-gdl...11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Nyeri a. Pengertian Nyeri International

  • Upload
    others

  • View
    8

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • 11

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Tinjauan Teori

    1. Nyeri

    a. Pengertian Nyeri

    International Association for the Study of Pain (IASP), nyeri

    adalah suatu pengalaman sensori, emosional serta kognitif yang tidak

    menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan aktual maupun potensial

    yang dapat timbul tanpa adanya injuri (Dewi, 2014). Nyeri adalah suatu

    pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat

    dari kerusakan jaringan yang bersifat subjektif. Keluhan sensorik yang

    dinyatakan seperti pegal, linu, ngilu, keju, kemeng, cengkeul, dan

    seterusnya dapat dianggap sebagai modalitas nyeri (Mutaqin, 2008).

    Sedangkan menurut Tjay & Rahardja (2007), nyeri adalah

    perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman, berkaitan dengan

    ancaman kerusakan jaringan. Nyeri merupakan suatu perasaan subjektif

    pribadi dan ambang toleransi nyeri berbeda-beda bagi setiap orang.

    Batas nyeri untuk suhu adalah konstan, yakni pada 44 – 45oC. Rasa

    nyeri dalam kebanyakan hal hanya merupakan suatu gejala yang

    berfungsi sebagai isyarat bahaya tentang adanya gangguan di jaringan,

    seperti peradangan (rema, encok), infeksi jasad renik atau kejang otot.

  • 12

    Nyeri merupakan mekanisme fisiologis yang bertujuan untuk

    melindungi diri. Apabila seseorang merasakan nyeri, maka perilakunya

    akan berubah. Misalnya seseorang yang kakinya terkilir menghindari

    aktivitas mengangkat barang yang memberi beban penuh pada kakinya

    untuk mencegah cedera lebih lanjut. Seorang klien yang memiliki

    riwayat nyeri dada belajar untuk menghentikan semua aktivitasnya saat

    timbul nyeri. Nyeri merupakan tanda peringatan bahwa terjadi

    kerusakan jaringan, yang harus menjadi pertimbangan utama

    keperawatan saat mengkaji nyeri (Mutaqin, 2008).

    b. Mekanisme Nyeri

    Beberapa teori untuk menjelaskan mekanisme nyeri diantaranya

    (Walton & Torabinejad, 2008):

    1) Teori Spesifisitas

    Bagian tertentu dari sistem saraf berperan dalam membawa

    nyeri dari reseptor nyeri ke pusat nyeri di sistem saraf pusat.

    Sejumlah serabut saraf yang hanya (atau secara maksimal)

    mengadakan respons terhadap stimulus yang berada dalam kisaran

    noksius. Namun, keberadaan apa yang dinamakan sistem nyeri itu

    sendiri tidak bisa menerangkan dengan baik semua tampilan nyeri

    klinik maupun eksperimental. Nyeri alih (lokasi nyeri sering salah

    ditentukan) dan nyeri patologik (misalnya neuralgia trigeminus

    yang timbul hanya oleh stimulus noksius ringan) serta efek faktor

    emosi dan motivasional masih memerlukan penjelasan. Penjelasan

  • 13

    yang terbaik mencakup mekanisme seperti sumasi (summation) dan

    inhibisi yang bekerja pada suatu gerbang (gate) yang

    mengendalikan perjalanan masukan yang potensial menimbulkan

    nyeri.

    2) Teori Gerbang

    Semua aktivitas aferen dari sistem saraf perifer dapat

    dimodulasikan ketika saraf tersebut memasuki sistem saraf pusat.

    Sistem saraf pusat akan menyaring dan mengintegrasikan informasi

    sensoris yang jumlahnya banyak dan hanya sedikit saja dari semua

    itu yang akan mencapai tingkatan untuk dirasakan. Banyak

    informasi yang dibuang selain banyak pula yang digunakan dalam

    aktivitas reflex otonom yang tidak disadari. Informasi noksius yang

    diterima otak adalah bagian dari pola menyeluruh tersebut. Proses

    pengintegrasian itu dianalogikan dengan suatu gerbang. Jika

    gerbang membuka, aktivitas sensoris dating akan melintasinya dan

    meneruskan perjalanannya ke tingkat berikutnya.

    Bagan 2.1

    Teori Gerbang

    Sumber: Walton & Torabinejad (2008)

  • 14

    Buka tutup gerbang dalam sistem saraf pusat, serabut aferen

    besar dan kecil berinteraksi melalui mekanisme buka tutup gerbang

    dalam tanduk dorsal korda spinalis dan nucleus trigeminus

    (gerbang tanduk dorsal). Cabang-cabang serabut aferen bekerja

    pada interneuron khusus, sel-sel gerbang spinal (SG), yang oleh

    inhibisi pra-sinaps, mengontrol masukan ke sel transmisi (sel T).

    sel-sel ini adalah neuron sensoris tingkatan kedua yang

    bertanggung jawab untuk mengalirkan masukan sensoris ke pusat-

    pusat saraf lebih tinggi tempat berinteraksinya komponen

    diskriminatif sensoris dengan faktor-faktor motivasional/ afektif,

    yang mengakibatkan persepsi pengalaman nyeri dan mengarah ke

    aktivitas motorik. Gerbang tanduk dorsal juga dipengaruhi oleh

    kendali sentral desendens.

    c. Klasifikasi nyeri

    Nyeri dapat diklasifikasikan berdasarkan tempat, sifat, berat

    ringannya nyeri, dan waktu lamanya serangan (Asmadi,2008):

    1) Nyeri berdasarkan tempatnya:

    a) Pheriperal pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh

    misalnya pada kulit, mukosa

    b) Deep pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh yang

    lebih dalam atau pada organ-organ tubuh viseral.

  • 15

    c) Refered pain, yaitu nyeri dalam yang disebabkan karena

    penyakit organ/ struktur dalam tubuh yang ditransmisikan ke

    bagian tubuh di daerah yang berbeda, bukan daerah asal nyeri.

    d) Central pain, yaitu nyeri yang terjadi karena perangsangan

    pada sistem saraf pusat, spinal cord, batang otak, talamus.

    2) Nyeri berdasarkan sifatnya:

    a) Incidental pain, yaitu nyeri yang timbul sewaktu-waktu lalu

    menghilang

    b) Steady pain, yaitu nyeri yang timbul dan menetap serta

    dirasakan dalam waktu yang lama

    c) Paroxymal pain, yaitu nyeri yang dirasakan berintensitas tinggi

    dan kuat sekali. Nyeri tersebut biasanya menetap ± 10-15

    menit, lalu menghilang, kemudian timbul lagi.

    3) Nyeri berdasarkan berat ringannya:

    a) Nyeri ringan, yaitu nyeri dengan intensitas yang rendah

    b) Nyeri sedang, yaitu nyeri yang menimbulkan reaksi

    c) Nyeri berat, yaitu nyeri dengan intensitas yang tinggi.

    4) Nyeri berdasarkan waktu lamanya serangan

    a) Nyeri akut, yaitu nyeri yang dirasakan dalam waktu yang

    singkat dan berakhir kurang dari enam bulan, sumber dan

    daerah nyeri diketahui dengan jelas.

    b) Nyeri kronis, yaitu nyeri yang dirasakan lebih dari enam bulan.

    Pola nyeri ada yang nyeri timbul dengan periode yang diselingi

  • 16

    interval bebas dari nyeri lalu nyeri timbul kembali. Adapula

    pola nyeri kronis yang terus-menerus terasa makin lama

    semakin meningkat intensitasnya walaupun telah diberikan

    pengobatan. Misalnya, pada nyeri karena neoplasma.

    d. Penyebab rasa nyeri

    Penyebab rasa nyeri antara lain (Asmadi,2008):

    1) Fisik: Trauma (trauma mekanik, termis, kimiawi, maupun elektrik),

    neoplasma, peradangan, gangguan sirkulasi darah.

    Trauma mekanik menimbulkan nyeri karena ujung-ujung

    saraf bebas mengalami kerusakan akibat benturan, gesekan,

    ataupun luka. Trauma termis menimbulkan nyeri karena ujung

    saraf reseptor mendapat rangsangan akibat panas, dingin. Trauma

    elektrik dapat menimbulkan nyeri karena pengaruh aliran listrik

    yang kuat mengenai reseptor rasa nyeri.

    2) Psikis: Trauma psikologis

    Nyeri yang disebabkan faktor psikologis merupakan nyeri

    yang dirasakan akibat trauma psikologis dan pengaruhnya terhadap

    fisik.

    e. Pengkajian Nyeri

    Skala Analogi Visual (VAS). Skala analogi visual sangat

    berguna dalam mengkaji intensitas nyeri. Skala tersebut adalah

    berbentuk garishorizontal sepanjang 10 cm, dan ujungnya

    mengindikasikan nyeri yang berat. Pasien diminta untuk menunjuk titik

  • 17

    10

    pada garis yang menunjukkan letak nyeri terjadi di sepanjang rentang

    tersebut.ujung kiri biasanya menunjukkan “tidak ada” atau “tidak

    nyeri”, sedangkan ujung kanan biasanya menandakan “berat” atau nyeri

    yang paling buruk. Untuk menilai hasil, sebuah penggaris diletakkan

    sepanjang garis dan jarak yang dibuat pasien pada garis dari “tidak ada

    nyeri “ diukur dan ditulis dalam sentimeter (Nursalam, 2008).

    Face Rating Scale, skala ini diatur secara visual dengan ekspresi

    guratan wajah untuk menunjukkan intensitas nyeri yang dirasakan.

    Skala penilaian wajah pada dasarnya digunakan pada anak-anak tetapi

    juga bias bermanfaat ketika orang dewasa yang mempunyai kesulitan

    dalam menggunakan angka-angka dari skala visual analog (VAS) yang

    merupakan alat penilaian pengkajian nyeri secara umum. Skala wajah

    untuk mengkaji nyeri pada anak-anak. Skala tersebut terdiri dari enam

    wajah dengan profil kartun yang menggambarkan wajah dari wajah

    yang sedang tersenyum “tidak merasa nyeri” kemudian secara bertahap

    0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

    Tidak

    Nyeri

    Nyeri Ringan Nyeri Sedang Nyeri Berat

    Terkontrol

    Nyeri Berat

    Tidak

    Terkontrol

    Gambar 2.1

    Skala Intensitas Nyeri

    Sumber: Nursalam (2008)

  • 18

    meningkat menjadi wajah kurang bahagia, wajah yang sangat sedih

    sampai wajah yang sangat ketakutan “nyeri yang sangat” (Muttaqin,

    2008).

    f. Alur Penatalaksanaan Pasien Nyeri

    Berdasarkan kebijakan regulasi (SOP) RSUP dr.Kariadi

    Semarang (2014), alur penatalaksanaan pasien nyeri sebagai berikut:

    1) Asesmen awal oleh perawat

    Perawat melakukan asesmen nyeri pada semua pasien dengan

    menanyakan intensitas nyeri. Tunjukkan alat asesmen nyeri Visual

    Analog Scale (VAS) pada pasien dewasa dan anak (> 9 tahun). Pasien

    diminta untuk memilih skala yang sesuai tingkatan nyeri yang

    dirasakan. Gunakan skala nyeri dan kelompokkan dalam 3 kategori:

    a) 1 – 3 : Nyeri ringan (sedikit mengganggu aktivitas sehari-hari).

    b) 4 – 6 : Nyeri sedang (gangguan nyata terhadap aktivitas sehari-

    hari).

    c) 7 – 10 : Nyeri berat (tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari).

    Gambar 2.2

    Skala Wajah Wong-Baker

    Sumber: Muttaqin (2008)

  • 19

    Gunakan skala nyeri Wong Baker Faces Pain Scale pada

    pasien (dewasa dan anak > 3 tahun) yang tidak dapat

    menggambarkan intensitas nyerinya dengan angka. Catat hasil

    asesmen nyeri dalam lembar asesmen keperawatan.

    2) Asesmen Ulang oleh Perawat

    Kaji ulang skala nyeri pasien dengan VAS/ Wong Baker

    setiap pergantian shift jaga perawat atau apabila ada keluhan dari

    pasien. Dalam pengkajian ulang tersebut, perhatikan: keadaan

    umum, kesadaran, tanda-tanda vital, keluhan gejala penyerta, serta

    hal yang memperberat nyeri. Nyeri ringan lakukan evaluasi ulang

    setiap 8 jam, nyeri sedang lakukan evaluasi ulang setiap 4 jam, nyeri

    berat lakukan evaluasi ulang setiap 1 jam. Catat dan dokumentasikan

    semua kegiatan yang dilakukan pada lembar catatan interdisiplin.

    Pengkajian ulang skala nyeri juga meliputi:

    a) Lokasi : Bagian tubuh mana yang terasa nyeri

    b) Onset : Akut (nyeri kurang dari 14 hari), kronik (nyeri lebih dari

    14 hari)

    c) Waktu : Intermiten atau terus menerus

    d) Pencetus : Tuliskan pada saat apa pasien merasa nyeri

    e) Tipe : Tuliskan tipe nyeri yang dirasakan pasien (seperti ditusuk,

    terbakar, tertekan).

  • 20

    3) Penatalaksanaan

    Skala nyeri 1 – 3 nyeri ringan (sedikit mengganggu aktivitas

    sehari-hari) dilakukan oleh perawat. Bila tidal teratasi laporkan

    kepada dokter penanggung jawab pasien (DPJP). Skala nyeri 4 – 7

    nyeri sedang (gangguan nyata terhadap aktivitas sehari-hari)

    dilakukan oleh DPJP, jika tidak teratasi DPJP harus konsul pada Tim

    Nyeri. Skala nyeri 8 – 10 nyeri berat (tidak dapat melakukan

    aktivitas sehari-hari), dilakukan oleh Tim Nyeri.

    4) Pendidikan

    Fasilitas keluarga untuk mendapatkan informasi dan

    pemahaman tentang kondisi pasien saat ini. Berikan motivasi pada

    keluarga dalam memahami dan pengambilan keputusan terhadap

    program pengobatan, pemeriksaan penunjang yang diperlukan.

    Jelaskan prognosis kemungkinan sembuh, kerusakan fungsional

    ataupun meninggal.

    2. Sikap (Attitude)

    a. Pengertian Sikap

    Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari

    seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata

    menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus

    tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang

    bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap belum merupakan

    suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi

  • 21

    tindakan suatu perilaku. Sikap masih merupakan reaksi tertutup, bukan

    merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Sikap

    merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan

    tertentu sebagai penghayatan terhadap objek (Efendi & Makhfudli,

    2009).

    Beberapa pengertian sikap dalam Maulana (2009) diantaranya:

    sikap merupakan bentuk respon atau tindakan yang memiliki nilai

    positif dan negatif terhadap suatu objek atau orang yang disertai

    dengan emosi. Sikap juga diartikan sebagai respon tertutup seseorang

    terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor

    pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-

    tidak setuju, baik-tidak baik dan sebagainya).

    Menurut Gunarsa & Singgih (2008), sikap adalah sesuatu yang

    pribadi dan berhubungan dengan cara merasakan, berpikir,

    bertingkahlaku dalam suatu situasi. Seorang yang melakukan perbuatan

    baik, akan dianggap orang baik. Seorang yang menaruh minat dan

    memperhatikan orang lain, akan dinilai orang sebagai peramah. Seorang

    yang sering menolak orang lain, akan dianggap bersikap kritis. Sikap

    seseorang selalu dipengaruhi oleh minat, pengalaman, kepribadian,

    keluarga, status sosial, dan derajat keberhasilan yang pernah dicapai.

  • 22

    b. Tingkatan Sikap

    Sepertinya halnya dengan pengetahuan, sikap juga mempunyai

    tingkat-tingkat berdasarkan intensitasnya, sebagai berikut (Efendi &

    Makhfudli, 2009):

    1) Menerima (receiving)

    Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau menerima

    stimulus yang diberikan (objek).

    2) Menanggapi (responding)

    Menanggapi disini diartikan memberikan jawaban atau

    tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang di hadapi.

    3) Menghargai (valuing)

    Menghargai diartikan subjek atau seseorang memberikan

    nilai positif terhadap objek atau stimulus, dalam arti membahasnya

    Bagan 2.2

    Pengaruh sikap terhadap diri individu

    Sumber: Maulana (2009)

  • 23

    dengan orang lain, bahkan mengajak atau mempengaruhi atau

    menganjurkan orang lain merespon.

    4) Bertanggung Jawab (responsible)

    Sikap yang paling tinggi tingakatnya adalah bertanggung

    jawab terhadap apa yang telah diyakininya. Seseorang yang telah

    mengambil sikap tertentu berdasarkan keyakinannya, dia harus

    berani mengambil resiko bila ada orang lain yang mencemoohkan

    atau ada resiko lain.

    3. Beban Kerja

    Beban kerja adalah besaran pekerjaan yang harus dipikul oleh suatu

    jabatan/unit organisasi dan merupakan hasil kali antara volume kerja dan

    norma waktu. Volume kerja adalah sekumpulan tugas/pekerjaan yang

    harus diselesaikan dalam waktu 1 tahun. Norma waktu adalah waktu yang

    wajar dan nyata-nyata dipergunakan secara efektif dengan kondisi normal

    oleh seorang pemangku jabatan untuk menyelesaikan pekerjaan.

    Sedangkan analisis beban kerja adalah suatu teknik manajemen yang

    dilakukan secara sistematis untuk memperoleh informasi mengenai tingkat

    efektivitas dan efisiensi kerja organisasi berdasarkan volume kerja

    (Permendagri NO.12, 2008).

    Menurut Sutarto (2006), bahwa beban aktivitas satuan organisasi

    atau beban kerja masing - masing pejabat atau pegawai hendaknya merata,

    sehingga dapat dihindarkan adanya satuan organisasi yang terlalu banyak

    aktivitasnya dan ada satuan organisasi terlalu sedikit aktivitasnya demikian

  • 24

    pula dapat dihindarkan adanya pejabat atau pegawai yang terlalu

    bertumpuk - tumpuk tugasnya dan ada pejabat atau pegawai yang sedikit

    beban kerjanya, sehingga nampak terlalu banyak menganggur. Pernyataan

    tersebut didukung oleh Cousin & Smith dalam Cahyono (2008), hasil

    penelitiannya menunjukkan bahwa terjadinya medication error

    diantaranya disebabkan oleh: kurangnya informasi dan pengetahuan,

    kurangnya kesehatan mental dan fisik, komunikasi tidak efektif,

    pengawasan yang kurang, system kerja serta sarana yang tidak

    mendukung, kurangnya pelatihan, serta beban kerja yang tinggi.

    Berdasarkan peraturan rumah sakit yang dibuat oleh Komite

    Keperawatan RSUP Dr. Kariadi Semarang, beban kerja masing – masing

    perawat berdasarkan clinical of previlege (kewenangan klinis) baik itu

    perawat pelaksana (associated) maupun perawat primer. Wewenang

    masing-masing perawat baik itu PP (Perawat Primer)dan PA (Perawat

    Asosiated/ Perawat Pelaksana) terlampir.

    4. Motivasi

    a. Pengertian

    Menurut Weiner & Elliot dalam Nursalam & Efendi (2008),

    motivasi didefinisikan sebagai kondisi internal yang membangkitkan

    kita untuk bertindak, mendorong kita mencapai tujuan tertentu, dan

    membuat kita tetap tertarik dalam kegiatan tertentu. Menurut Uno

    dalam Nursalam & Efendi (2008), motivasi dapat diartikan sebagai

    dorongan internal dan eksternal dalam diri seseorang yang

  • 25

    diindikasikan dengan adanya (1) hasrat dan minat untuk melakukan

    kegiatan, (2) dorongan dan kebutuhan untuk melakukan kegiatan, (3)

    harapan dan cita-cita, (4) penghargaan dan penghormatan atas diri, (5)

    lingkungan yang baik, (6) kegiatan yang menarik. Sedangkan menurut

    Sargent dalam Nursalam & Efendi (2008), menyatakan bahwa motivasi

    adalah sesuatu apa yang membuat seseorang bertindak dan dampak dari

    interaksi seseorang dengan situasi yang dihadapinya. Motivasi menjadi

    kekuatan, tenaga atau daya, atau suatu keadaan yang kompleks dan

    kesiapsediaan dalam diri individu untuk bergerak kea rah tujuan

    tertentu, baik disadari maupun tidak disadari (Makmum dalam

    Nursalam & Efendi (2008)).

    b. Timbulnya Motivasi

    Menurut Elliot & Howard dalam Nursalam & Efendi (2008),

    motivasi seseorang dapat timbul dan tumbuh berkembang melalui

    dirinya sendiri (intrinsic) dan dari lingkungan (extrinsic). Motivasi

    intrinsic bermakna sebagai keinginan dari diri sendiri untuk bertindak

    tanpa adanya rangsangan dari luar. Motivasi intrinsic akan lebih

    menguntungkan dan memberikan kemantapan dalam belajar. Motivasi

    extrinsic dijabarkan sebagai motivasi yang dating dari luar individu dan

    tidak dapat dikendalikan oleh individu tersebut, misalkan: hadiah dan

    penghargaan untuk merangsang motivasi seseorang.

  • 26

    c. Teori Motivasi Kebutuhan (Abraham A. Maslow)

    Perilaku manusia terbentuk karena ada kebutuhan, menurut

    Abraham Harold Maslow dalam Sunaryo (2006), manusia memiliki

    lima kebutuhan dasar, yaitu:

    1) Kebutuhan fisiologis/ biologis

    Merupakan kebutuhan pokok, yaitu O2, H2O, cairan

    elektrolit, makanan, dan seks. Apabila kebutuhan ini tidak terpenuhi

    akan terjadi ketidakseimbangan fisiologis. Misalnya, kekurangan O2,

    yang menimbulkan sesak nafas dan kekurangan H2O dan elektrolit

    yang menyebabkan dehidrasi.

    2) Kebutuhan rasa aman

    Kebutuhan rasa aman meliputi:

    a) Rasa aman terhindar dari pencurian, penodongan, perampokan,

    dan kejahatan lain.

    b) Rasa aman terhindar dari konflik, tawuran, kerusuhan,

    peperangan, dan lain-lain.

    c) Rasa aman terhindar dari sakit dan penyakit.

    d) Rasa aman memperoleh perlindungan hukum.

    3) Kebutuhan mencintai dan dicintai

    Kebutuhan mencintai dan dicintai meliputi:

    a) Mendambakan kasih saying/ cinta kasih orang lain baik dari

    orang tua, saudara, teman, kekasih, dan lain-lain.

    b) Ingin dicintai/ mencintai orang lain.

  • 27

    c) Ingin diterima oleh kelompok tempat ia berada.

    4) Kebutuhan harga diri

    Kebutuhan harga diri meliputi:

    a) Ingin dihargai dan menghargai orang lain.

    b) Adanya respek atau perhatian dari orang lain.

    c) Toleransi atau saling menghargai dalam hidup berdampingan.

    5) Kebutuhan aktualisasi diri

    Kebutuhan aktualisasi diri meliputi:

    a) Ingin dipuja atau disanjung oleh orang lain

    b) Ingin sukses atau berhasil dalam mencapai cita-cita

    c) Ingin menonjol dan lebih dari orang lain, baik dalam karir, usaha,

    kekayaan, dan lain-lain.

    Skema 2.1

    Hierarki Kebutuhan Dasar Manusia menurut Maslow

  • 28

    6) Proses Motivasi

    a) Teori penguatan (Skinner’s Reinforcement Theory)

    Skiner mengemukakan suatu teori proses motivasi yang

    disebut operant conditioning. Pembelajaran timbul sebagai akibat

    dari perilaku, yang juga disebut modifikasi perilaku. Perilaku

    timbul sebagai akibat dari perilaku, yang juga disebut modifikasi

    perilaku. Perilaku merupakan operant, yang dapat dikendalikan

    dan diubah melalui penghargaan dan hukuman. Perilaku positif

    yang diinginkan harus dihargai atau diperkuat, karena penguatan

    akan memberikan motivasi, meningkatkan kekuatan dari suatu

    respons atau menyebabkan pengulangannya.

    b) Teori Penghargaan (Victor H. Vrom’s Expectancy Theory)

    Teori harapan dikembangkan oleh Vroom yang diperluas

    oleh Porter dab Lawler. Inti dari teori harapan terletak pada

    pendapat yang mengemukakan bahwa kuatnya kecenderungan

    seseorang bertindak bergantung pada harapan bahwa tindakan

    tersebut akan diikuti oleh suatu hasil tertentu dan terdapat daya

    tarik pada hasil tersebut bagi orang yang bersangkutan.

    c) Teori Keadilan (Adam’s Equity Theory)

    Teori keadilan yang dikembangkan oleh Adam didasari

    pada asumsi bahwa puas atau tidak puasnya seseorang terhadap

    apa yang dikerjakannya merupakan hasil dari membandingkan

    antara input usaha, pengalaman, skill, pendidikan, dan jam

  • 29

    kerjanya dengan output atau hasil yang didapatkan dari pekerjaan

    tersebut.

    d) Teori Penetapan Tujuan (Edwin Locke’s Theory)

    Dalam teori ini, Edwin Locke mengemukakan kesimpulan

    bahwa penetapan suatu tujuan tidak hanya berpengaruh terhadap

    pekerjaan saja, tetapi juga mempengaruhi orang tersebut untuk

    mencari cara yang efektif dalam mengerjakannya. Kejelasan

    tujuan yang hendak dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan

    tugasnya akan menumbuhkan motivasi yang tinggi. Tujuan yang

    sulit sekalipun apabila ditetapkan sendiri oleh orang yang

    bersangkutan akan membuat prestasi yang meningkat, asalkan

    dapat diterima sebagai tujuan yang pantas dan layak dicapai.

    5. Masa Kerja

    Masa kerja adalah suatu kurun waktu atau lamanya tenaga kerja

    bekerja di suatu tempat. Masa kerja dapat mempengaruhi kinerja baik

    positif maupun negatif. Memberi pengaruh positif pada kinerja bila dengan

    semakin lamanya masa kerja personal semakin berpengalaman dalam

    melaksanakan tugasnya. Sebaliknya akan memberikan pengaruh negatif

    apabila dengan semakin lamanya masa kerja akan timbul kebiasaan pada

    tenaga kerja (Riski, 2013).

    Menurut Tulus dalam Riski (2013), Masa kerja dikategorikan

    menjadi 3 (Tiga):

    a. Masa kerja baru :

  • 30

    b. Masa kerja sedang : 6-10 tahun

    c. Masa kerja lama : >10 tahun

    6. Kepatuhan

    Kepatuhan adalah istilah yang dipakai untuk menjelaskan ketaatan

    atau pasrah pada tujuan yang telah di tentukan. Kepatuhan pada program

    kesehatan merupakan perilaku yang dapat diobservasi dan dengan begitu

    dapat langsung diukur (Bastable. 2006).

    Douglas Graham dalam Gulo (2006), terdapat empat faktor yang

    merupakan dasar kepatuhan terhadap nilai tertentu:

    a. Normativist

    Kepatuhan pada norma-norma hukum. Kepatuhan terhadap

    hukum ini terdapat dalam tiga bentuk, yaitu:

    1) Kepatuhan pada nilai atau norma itu sendiri

    2) Kepatuhan pada proses tanpa mempedulikan normanya sendiri

    3) Kepatuhan pada hasilnya atau tujuan yang diharapkannya dari

    peraturan itu.

    b. Integralist

    Kepatuhan yang didasarkan pada kesadaran dengan

    pertimbangan – pertimbangan yang rasional.

    c. Fenomalist

    Kepatuhan berdasarkan suara hati atau sekedar basa – basi.

    d. Hedonist

    Kepatuhan berdasarkan kepentingan diri sendiri.

  • 31

    Dari empat faktor ini terdapat lima tipe kepatuhan, (Gulo, 2006):

    a. Otoratorian

    Suatu kepatuhan tanpa reserve, kepatuhan yang ikut – ikutan

    atau sering disebut “bebekisme”.

    b. Konformist

    Kepatuhan tipe ini mempunyai 3 bentuk, yaitu:

    1) Konformist yang directed, yaitu penyesuaian diri terhadap

    masyarakat atau orang lain.

    2) Konformist hedonist, kepatuhan yang berorientasi pada untung dan

    ruginya bagi diri sendiri

    3) Konformist integral, adalah kepatuhan yang menyesuaikan

    kepentingan diri sendiri dengan kepentingan masyarakat.

    c. Compulsive

    Kepatuhan yang tidak konsisten, atau apa yang sering disebut

    ”plinplan”.

    d. Hedonik

    Kepatuhan pada kekayaan tanpa memperhitungkan kepentingan

    orang lain.

    e. Supra moralist

    Kepatuhan karena keyakinan yang tinggi terhadap nilai-nilai

    moral.

  • 32

    7. Kepatuhan dalam Dokumentasi Nyeri

    Permasalahan yang sering muncul pada saat pemberkasan adalah

    ketidaklengkapan pengisian dokumen rekam medis. Secara prosedural

    berkas harus dikembalikan ke unit pelayanan dalam kurun waktu 2 X 24

    jam. Penyebab ketidak lengkapan berkas rekam medis salah satunya yaitu

    tidak disiplinnya para petugas kesehatan terhadap kelengkapan pengisian

    berkas rekam medis tersebut. Kelengkapan rekam medis sangat penting,

    karena untuk mengatur jalannya kegiatan dan komunikasi antara petugas

    kesehatan sebagai dasar kualitas pelayanan (Ismainar, 2015).

    Menurut Jayanti (2009), kelengkapan dokumen atau rekam medis

    pasien sangat penting karena beberapa hal berikut ini:

    1. Rekam medis dapat digunakan pasien untuk memantau penyakit pasien

    di masa sekarang maupun yang akan datang.

    2. Rekam medis dapat melindungi rumah sakit maupun tenaga kesehatan

    dalam segi hukum (medicolegal). Bila tidak benar dan tidak lengkap

    dapat merugikan pasien, rumah sakit, maupun dokter itu sendiri.

    3. Rekam medis dapat dipergunakan untuk penelitian. Apabila data yang

    terdapat dalam rekam medis tidak lengkap akan mengakibatkan

    kesulitan dalam melakukan penelitian, karena data yang dipergunakan

    tidak akurat. Oleh sebab itu data statistic dan laporan hanya dapat

    dicermati seperti informasi data yang benar.

    Rekam medis sebagai bagian dari sistem pengumpulan data

    memiliki aturan yang berlaku dalam penulisan disamping aturan tentang

  • 33

    isi yang ada dalam rekam medis. Secara umum isi rekam medis ada dua.

    Pertama, berisi catatan yang merupakan uraian tentang identitas pasien,

    pemeriksaan pasien (misal pengkajian tentang nyeri), diagnosis,

    pengobatan, serta tindakan dan pelayanan yang dilakukan dokter, maupun

    tenaga kesehatan lain sesuai dengan kompetensinya. Kedua adalah

    dokumen yang merupakan kelengkapan dari catatan tersebut seperti foto

    rontgen, hasil laboratorium, dan keterangan lain sesuai dengan kompetensi

    keilmuannya (Wildan & Hidayat, 2008). Salah satu komponen dalam

    kelengkapan rekam medis pasien yaitu pengkajian asesmen nyeri.

    Berdasarkan Tool Asesmen Nyeri Pasien Rawat Inap yang dibuat

    oleh Tim Nyeri RSUP Dr. Kariadi Semarang, bahwa kelengkapan

    dokumentasi nyeri meliputi: skrining (ya atau tidak), tool skrining (Wong-

    Baker, VAS, CPOT), jenis nyeri (ringan, sedang, berat), skrining (lengkap,

    tidak lengkap, not applicable), penatalaksanaan sesuai SPO (ya, tidak),

    asesmen ulang di lembar catatan terintegrasi SOAP (ya, tidak), dan

    asesmen ulang di lembar monitoring (ya, tidak).

  • 34

    B. Kerangka Teori

    Faktor Internal

    1. Fisiologis (Sakit, lapar, haus)

    2. Psikologis (Minat dan perhatian)

    3. Motif

    Faktor Eksternal

    1. Pengalaman 2. Situasi 3. Norma 4. Hambatan 5. Pendorong 6. Pengetahuan

    Sikap

    Kepatuhan

    Empat faktor

    dasar kepatuhan: a. Normativist b. Integralist c. Fenomalist d. Hedonist

    Lima tipe kepatuhan

    a. Otoratorian b. Konformist c. Compulsive d. Hedonik e. Supra moralist

    Skema 2.1

    Kerangka Teori

    Beban Kerja

    Motivasi

    Masa kerja

    Penyebab:

    1. Intrinsic 2. Extrinsic

  • 35

    C. Kerangka Konsep

    D. Variabel Penelitian

    1. Variabel Independen (bebas)

    Variabel bebas dalam penelitian ini adalah sikap perawat tentang

    asesmen nyeri pada lembar terintegrasi, beban kerja, motivasi, dan masa

    kerja perawat.

    2. Variabel Dependen (terikat)

    Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kepatuhan perawat

    dalam pendokumentasian asesmen nyeri pada lembar terintegrasi.

    Skema 2.2

    Kerangka Konsep

    Sikap

    Kepatuhan

    pendokumentasian asesmen

    nyeri

    Variabel Independen Variabel Dependen

    Beban Kerja

    Motivasi

    Masa kerja

  • 36

    E. Hipotesis

    Berdasarkan dari kerangka konsep penelitian yang telah dibuat, maka

    hipotesa yang dapat dirumuskan adalah ada hubungan antara masa kerja,

    beban kerja, motivasi, dan sikap perawat dengan kepatuhan perawat dalam

    pendokumentasian asesmen nyeri pada lembar terintegrasi di Instalasi Rawat

    Inap Paviliun Garuda RSUP dr. Kariadi Semarang.