Upload
others
View
6
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Minat Beli Barang Secara Online
1. Pengertian Minat Beli Barang Secara Online
Minat beli adalah sebuah perencanaan oleh konsumen untuk memenuhi
kebutuhannya, termasuk seberapa banyak barang yang konsumen perlukan dalam
melakukan tindakan untuk memenuhi kebutuhan konsumen (Ferdinand, 2006).
Minat beli menurut Kotler (2005) adalah sesuatu yang timbul setelah menerima
rangsangan dari produk yang dilihatnya, dari sana timbul ketertarikan untuk
membeli agar dapat memilikinya. Minat beli konsumen akan timbul dengan
sendirinya jika konsumen sudah merasa tertarik atau memberikan respon yang
positif terhadap apa yang ditawarkan oleh si penjual. Minat beli juga merupakan
instruksi diri konsumen untuk melakukan pembelian atas suatu produk,
melakukan perencanaan, mengambil tindakan-tindakan yang relevan seperti
mengusulkan, merekomendasikan, memilih dan akhirnya mengambil keputusan
untuk melakukan pembelian Rossiter dan Percy (1997).
Menurut Howard (1994) dalam Durianto dan Liana (2004) minat beli
merupakan sesuatu yang berhubungan dengan rencana konsumen untuk membeli
produk tertentu serta berapa banyak unit produk yang dibutuhkan pada periode
tertentu. Minat beli adalah tahap kecenderungan konsumen untuk bertindak
sebelum keputusan membeli benar–benar dilaksanakan ,Kinnear dan Taylor
(1995).
17
Menurut Simamora (2013) minat beli muncul karena adanya stimulus
positif mengenai sebuah objek sehingga memunculkan motivasi konsumen
terhadap suatu produk. Minat beli merupakan kecenderungan konsumen untuk
membeli suatu merek atau mengambil tindakan yang berhubungan dengan
pembelian yang diukur dengan tingkat kemungkinan konsumen melakukan
pembelian (Assael, 2001).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa minat beli konsumen adalah
kecenderungan konsumen untuk melakukan evaluasi barang melalui internet pada
startup Lazada agar dapat memutuskan untuk membeli suatu produk yang diukur
dengan tingkat kemungkinan konsumen melakukan pembelian di Lazada online
shop.
2. Aspek Minat Beli
Menurut Ferdinand (2006) minat beli dapat diidentifikasi melalui aspek-
aspek sebagai berikut:
a) Minat transaksional, yaitu kecenderungan seseorang untuk membeli produk.
b) Minat referensial, yaitu kecenderungan seseorang untuk mereferensikan produk
kepada orang lain.
c) Minat preferensial, yaitu minat yang menggambarkan perilaku seseorang yang
memiliki preferensi utama pada produk tersebut. Preferensi ini hanya dapat
diganti jika terjadi sesuatu dengan produk preferensinya.
18
d) Minat eksploratif, minat ini menggambarkan perilaku seseorang yang selalu
mencari informasi mengenai produk yang diminatinya dan mencari informasi
untuk mendukung sifat-sifat positif dari produk tersebut.
Kinnear dan Taylor (2003) menyimpulkan bahwa aspek-aspek dalam minat
beli adalah sebagai berikut:
a. Ketertarikan (interest) yang menunjukkan adanya pemusatan perhatian dan
perasaan senang.
b. Keinginan (desire) ditunjukkan dengan adanya dorongan untuk ingin
memiliki.
c. Keyakinan (conviction) ditunjukkan dengan adanya perasaan percaya diri
individu terhadap kualitas, daya guna dan keuntungan dari produk yang
akan dibeli.
Berdasarkan pemaparan pemikiran diatas, aspek minat beli menurut
Ferdinand (2006) dan Kinnear dan Taylor (2003): minat transaksional, minat
referensional, minat preferensial, minat eksploratif, ketertarikan, keinginan,
keyakinan. Peneliti memilih aspek dari Ferdinand (2006) karena aspek-aspek dari
Ferdinand dapat dijadikan dasar sebagai alat ukur dalam mengukur
kecenderungan minat beli barang secara online oleh konsumen di Lazada.
1. Faktor-faktor Minat Beli
Menurut Kotler & Keller (2012) minat beli adalah perilaku pelanggan
yang muncul sebagai respon terhadap objek yang menunjukkan keinginan
pelanggan untuk melakukan pembelian.
19
a. Faktor budaya
Faktor-faktor budaya memberikan pengaruh paling dalam tingkah
laku konsumen. Pemasar harus mengetahui peran yang dimainkan oleh
budaya, sub-budaya, dan kelas sosial pembeli, dimana :
1) Budaya
Faktor budaya merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi perilaku konsumen.
2) Sub Budaya
Sub budaya merupakan bagian dari budaya yang meliputi :
agama, kewarganegaraan, ras, dan daerah geografis.
3) Kelas Sosial
Setiap kelompok masyarakat tentu saja memiliki
pengelompokan bila dilihat berdasarkan kelas sosialnya. Kelas
sosial digolongkan berdasarkan pekerjaan, pendidikan, pemasukan
atau pendapatan dan faktor-faktor lain yang dapat dihubungkan.
b. Faktor Sosial
Tingkah laku konsumen juga di pengaruhi oleh factor-faktor sosial yaitu :
1) Kelompok acuan
Kelompok acuan memberikan ilham kepada seseorang mengenai
perilaku dan gaya hidup baru, mempengaruhi sikap dan konsep diri
konsumen.
2) Keluarga
Lingkungan di dalam keluarga mempengaruhi sikap seseorang.
Setiap anggota keluarga memilki pengaruh dalam tindakan pembelian.
20
3) Peran dan Status
Peran dan status sangat mempengaruhi perilaku konsumen
terhadap pembelian demi menjaga gengsi dan menunjukkan keberadaan
konsumen di dalam masyarakat
c. Faktor Pribadi
1) Umur dan tahap siklus hidup
Seiring dengan berjalannya waktu tentu saja membawa perubahan
terhadap perilaku konsumen terhadap banyak hal, termasuk produk yang
akan dibeli dan dikonsumsi.
2) Pekerjaan
Untuk kalangan pekerja tentu perilaku yang adadipengaruhi oleh
jenis pekerjaan konsumen termasuk keputusan untuk membeli dan
menggunakan sebuah produk.
3) Situasi Ekonomi
Keadaan ekonomi seseorang tentu mempengaruhi perilaku
pembelian. Besar kecilnya pendapatan turut menjadi pertimbangan dalam
melakukan pembelian.
4) Gaya Hidup
Gaya hidup menggambarkan sesuatu yang lebih dari kelas sosial
atau kepribadian seseorang. Gaya hidup menunjukkan seluruh pola
kegiatan dan interaksi seseorang di dunia.
5) Kepribadian dan Konsep Diri
Kepribadian biasanya dideskrisikan berdasarkan sifat-sifat seperti
kepercayaan diri, dominasi, sosialitas, otonomi, sifat pertahanan
21
kemampuan beradaptasi, dan agresifitas. Kepribadian berguna dalam
menganalisa perilaku konsumen untuk produk dan pilihan merek tertentu.
d. Faktor Psikologis
Faktor psikologis yang mempengaruhi perilaku konsumen meliputi :
1) Motivasi
Mendapatkan kepuasaan atas barang dan jasa merupakan motivasi
terkuat yang dilandasi rasa butuh atas barang dan jasa.
2) Persepsi
Persepsi adalah proses menyeleksi, mengatur dan
menginterpretasikan informasi guna membentuk gambaran yang berarti
tentang dunia. Orang yang memperoleh rangsangan yang sama dapat
membentuk persepsi yang berbeda- beda. Persepsi Konsumen merupakan
salah satu bagian dari perilaku konsumen yang berkaitan dengan persepsi
risiko. Persepsi konsumen dijelaskan bagaimana konsumen
menginterprestasikan masukan-masukan secara subjektif sesuai dengan
apa yang diharapkan, kebutuhan, informasi, dan dari pengalaman
konsumen yang akan mempengaruhi persepsi konsumen itu sendiri
terhadap sebuah risiko dari keputusan pembelian yang akan dipilih saat
berbelanja secara online di internet (Azwar dan Bambang, 2016). Risiko
adalah suatu konsekuensi negatif yang harus diterima akibat dari
ketidakpastian dalam mengambil keputusan, jadi persepsi terhadap risiko
adalah suatu cara konsumen mempersepsikan kemungkinan kerugian yang
akan diperoleh dari keputusannya dikarenakan ketidakpastian dari hal
yang diputuskan tersebut. Sehingga persepsi risiko diartikan Oglethorpe
22
(1994) sebagai persepsi konsumen mengenai ketidakpastian dan
konsekuensi-konsekuensi negatif yang mungkin diterima atas pembelian
suatu produk atau jasa.
3) Pembelajaran
Pembelajaran terjadi karena saling pengaruh antara dorongan,
stimulant, tanggapan dan penguatan. Signifikan secara praktis teori
pembelajaran bagi pemasar adalah teori itu bisa membangun permintaan
akan produk dengan mengaitkan permintaan tersebut dengan dorongan
yang kuat dan memberikan penguatan yang positif.
4) Keyakinan atau kepercayaan dan Sikap
Adanya sikap yakin setelah melakukan pertimbangan akan
membawa konsumen untuk melakukan pembelian terhadap suatu barang
atau jasa. Keyakinan merupakan istilah lain dari Kepercayaan (KBBI)
sehingga menurut Firdayanti (2012) Kepercayaan konsumen adalah
persepsi dari sudut pandang konsumen akan kehandalan penjual dalam
pengalaman dan terpenuhinya harapan dan kepuasan konsumen.
Super dan Crites (Lidyawatie, 1998) menjelaskan bahwa ada beberapa
faktor yang mempengaruhi minat beli, yaitu :
a. Perbedaan pekerjaan, artinya dengan adanya perbedaan pekerjaan
seseorang dapat diperkirakan minat terhadap tingkat pekerjaan yang ingin
dicapainya, aktivitas yang dilakukan, penggunaan waktu senggangnya, dan
lain-lain.
23
b. Perbedaan sosial ekonomi, artinya seseorang yang mempunyai sosial
ekonomi tinggi akan lebih mudah mencapai apa yang diinginkannya
daripada yang mempunyai sosial ekonomi rendah.
c. Perbedaan hobi atau kegemaran, artinya bagaimana seseorang
menggunakan waktu senggangnya.
d. Perbedaan jenis kelamin, artinya minat wanita akan berbeda dengan
minat pria, misalnya dalam pola belanja.
e. Perbedaan usia, artinya usia anak-anak, remaja, dewasa dan orangtua
akan berbeda minatnya terhadap suatu barang, aktivitas benda dan
seseorang.
Berdasarkan pemaparan pemikiran diatas, faktor minat beli menurut Kotler
& Keller (2012) dan Super & Crites (Lidyawatie, 1998) faktor psikologis yaitu
motivasi, persepsi risiko, pembelajaran, keyakinan atau kepercayaan dan sikap,
perbedaan pekerjaan, perbedaan social ekonomi, Perbedaan hobi atau kegemaran,
Perbedaan jenis kelamin, dan Perbedaan usia. Peneliti memilih faktor dari Kotler
& Keller (2012) dengan faktor Persepsi Risiko dan Kepercayaan karena Faktor
kepercayaan merupakan salah satu faktor kritis dalam online shop, faktor
kepercayaan ini sangat sukar dibangun, namun sangat mudah sekali dirusak.
Selain kepercayaan yang menjadi faktor lain yaitu persepsi risiko, persepsi yang
seperti apa yang akan mempengaruhi minat beli konsumen.
24
B. Kepercayaan Konsumen
1. Pengertian Kepercayaan Konsumen
Dalam dunia e-commerce, kepercayaan menjadi salah satu faktor utama
yang harus dibangun oleh pelaku bisnis jual beli online. Adanya faktor
kepercayaan yang dibangun oleh pelaku bisnis dapat menarik minat konsumen
untuk berbelanja online melalui website yang dibangun (Harris dan Goode, 2010).
McKnight dan Chervany (2002) menyatakan bahwa kepercayaan pihak tertentu
terhadap yang lain dalam melakukan hubungan transaksi berdasarkan suatu
keyakinan bahwa orang yang dipercayainya tersebut akan memenuhi segala
kewajibannya secara baik, sesuai yang diharapkan sebuah konsep yang sangat
luas. Kepercayaan merupakan suatu pondasi dalam sebuah proses bisnis. Suatu
transaksi antara dua pihak atau lebih akan terjadi apabila kedua belah pihak saling
mempercayai. Kepercayaan dalam sebuah bisnis tidak dapat muncul secara instan,
melainkan harus dibangun sejak awal sebuah bisnis berdiri (Hendrata dkk, 2013).
Sedangkan menurut Hsiao, dkk (2010) dalam penelitiannya mendefinisikan
kepercayaan terhadap situs belanja online sebagai kesediaan konsumen dalam
mempercayai situs belanja online.
Keberhasilan transaksi di internet besar dipengaruhi oleh adanya faktor
kepercayaan (Pavlou, 2003). Kepercayaan konsumen adalah persepsi dari sudut
pandang konsumen akan kehandalan penjual dalam pengalaman dan terpenuhinya
harapan dan kepuasan konsumen (Firdayanti, 2012). McKnight dan Chervany
(2002) dalam penelitiannya menyatakan bahwa kepercayaan adalah sebuah
konsep yang sangat luas.
25
Kepercayaan konsumen menurut Mowen (2002) adalah semua
pengetahuan yang dimiliki oleh konsumen dan semua kesimpulan yang dibuat
oleh konsumen tentang objek, atribut dan manfaatnya. Maksud dari objek disini
adalah berupa produk, orang, perusahaan dan segala sesuatu dimana seseorang
memiliki kepercayaan dan sikap. Menurut Ba dan Pavlou (2002) mendefinisikan
kepercayaan sebagai penilaian hubungan seseorang dengan orang lain yang akan
melakukan transaksi tertentu sesuai dengan harapan dalam sebuah lingkungan
yang penuh ketidakpastian. Hal yang senada juga dikemukakan oleh McKnight,
Kacmar, dan Choudry (dalam Bachmann & Zaheer, 2006), menyatakan bahwa
kepercayaan dibangun sebelum pihak-pihak tertentu saling mengenal satu sama
lain melalui interaksi atau transaksi.
Kepercayaan dapat diwujudkan apabila sebuah produk telah memenuhi
harapan dan kebutuhan konsumen, dimana konsumen akan puas terhadap produk
tersebut. Kepercayaan akan timbul apabila konsumen telah merasakan kepuasan
karena telah mengkonsumsi atau menggunakan produk dengan merek tertentu.
Konsumen yang merasa nyaman dan percaya karena sebuah produk, tidak akan
mudah meninggalkan atau mengganti produk tersebut dengan produk merek lain.
Oleh karena itu merek juga berperan penting untuk menjadi identitas produk
tersebut. Suatu merek harus dapat memberikan kepercayaan terhadap konsumen
bahwa merek tersebut benar-benar dapat dipercaya. Dengan dibangunnya sebuah
kepercayaan oleh sebuah perusahaan, maka calon konsumen akan yakin bahwa
produk-produk yang dikeluarkan oleh tersebut akan mampu memenuhi kebutuhan
dan keinginan konsumen.
26
Sehingga dapat disimpulkan bahwa kepercayaan konsumen adalah
penilaian hubungan penjual dengan konsumen yang akan melakukan transaksi
tertentu sesuai dengan harapan konsumen dalam sebuah lingkungan yang penuh
ketidakpastian dengan harapan bahwa penjual akan melakukan tindakan sesuai
yang diharapkan, meskipun kedua belah pihak belum mengenal satu sama lain.
2. Aspek Kepercayaan Konsumen
McKnight dan Chervany (2002) menjelaskan secara rinci aspek-aspek
kepercayaan konsumen menjadi:
a. Integrity (integritas)
Integritas adalah kejujuran dan kemampuan menepati janji dari pihak yang
dipercaya (penjual). Integritas berkaitan dengan bagaimana perilaku atau
kebiasaan penjual dalam menjalankan bisnisnya. Integrity dapat dilihat dari
sudut mengatakan yang sebenarnya (Tells the truth), pemenuhan (fulfillment),
, dan kehandalan (reliabilty).
b. Benevolence (kebaikan hati)
Kebaikan hati adalah perhatian dan motivasi untuk bertindak sesuai
dengan kepentingan konsumen oleh penyedia barang. Kebaikan hati
merupakan kemauan penjual dalam memberikan kepuasan yang saling
menguntungkan antara dirinya dengan konsumen. Penjual bukan semata-mata
mengejar keuntungan maksimum semata, melainkan juga memiliki perhatian
yang besar dalam mewujudkan kepuasan konsumen. Komponen ini meliputi
perhatian, empati, keyakinan, dan daya terima.
27
c. Competency (kompetisi)
Kompetisi adalah kemampuan penjual untuk melaksanakan kebutuhan dari
konsumen. Dalam hal ini, bagaimana penjual mampu menyediakan, melayani,
sampai mengamankan transaksi dari gangguan pihak lain. Artinya bahwa
konsumen memperoleh jaminan kepuasan dan keamanan dari penjual dalam
melakukan transaksi. Komponen ini meliputi pengalaman, pengesahan
institusional, dan kemampuam dalam ilmu pengetahuan
d. Predictability
Predictability adalah konsistensi perilaku oleh penjual. Kemampuan
penjual untuk memberikan kepastian akan barang yang dijual, sehingga
konsumen dapat mengantisipasi dan memprediksi tentang kinerja penjual.
Komponen ini meliputi citra diri dari penjual, risiko atau akibat yang mampu
diprediksi dan konsistensi.
Gefen (dalam Yee dan faziharudean,2010) menyatakan bahwa indikator
kepercayaan terdiri dari 3 komponen, yaitu:
a. Kemampuan (Ability)
Kemampuan mengacu pada kompetensi dan karakteristik
penjual/organisasi dalam mempengaruhi dan mengotorisasi wilayah yang
spesifik. Dalam hal ini, bagaimana penjual mampu menyediakan, melayani,
sampai mengamankan transaksi dari gangguan pihak lain. Artinya bahwa
konsumen memperoleh jaminan kepuasan dan keamanan dari penjual dalam
melakukan transaksi. Kim dkk. (2003) menyatakan bahwa ability meliputi
28
kompetensi, pengalaman, pengesahan institusional dan kemampuam dalam
ilmu pengetahuan.
b. Kebaikan hati (Benevolence)
Kebaikan hati merupakan kemauan penjual dalam memberikan kepuasan
yang saling menguntungkan antara dirinya dengan konsumen. Profit yang
diperoleh penjual dapat dimaksimumkan, tetapi kepuasan konsumen juga
tinggi. Penjual bukan semata-mata mengejar profit maksimum semata,
melainkan juga memiliki perhatian yang besar dalam mewujudkan kepuasan
konsumen. Menurut Kim dkk. (2003), benevolence meliputi perhatian, empati,
keyakinan, dan daya terima.
c. Integritas (Integrity)
Integritas berkaitan dengan bagaimana perilaku atau kebiasaan penjual
dalam menjalankan bisnisnya. Informasi yang diberikan kepada konsumen
apakah benar sesuai dengan fakta atau tidak. Kualitas produk yang dijual
apakah dapat dipercaya atau tidak. Kim dkk. (2003) mengemukakan bahwa
integrity dapat dilihat dari sudut kewajaran (fairness), pemenuhan
(fulfillment), kesetiaan (loyalty), keterus-terangan (honestly), keterkaitan
(dependability), dan kehandalan (reliabilty).
Berdasarkan pemaparan pemikiran diatas, aspek kepercayaan konsumen
menurut Gefen (dalam Yee dan faziharudean,2010) dan McKnight dan Chervany
(2002) kemampuan (ability), kebaikan hati (benelovence), integritas (integrity)
dan integritas, benevolence ( kebaikan hati), competency, predictability peneliti
memilih aspek dari McKnight dan Chervany (2002) karena aspek yang di jelaskan
29
lebih rinci sehingga peneliti dapat dengan mudah mengidentifikasi aspek
kepercayaan tersebut.
C. Persepsi Risiko
1. Pengertian Persepsi Risiko
Persepsi adalah bagaimana individu memilih, mengorganisasi, dan
menginterpretasi rangsangan yang datang pada dirinya dengan menggunakan
bantuan indera menjadi gambaran objek yang memiliki kebenaran subjektif dan
memiliki arti tertentu. Schiffman dan Kanuk (2008) mendefinikan risiko sebagai
suatu situasi dimana pembuat keputusan memiliki pengetauan apriori konsekuensi
yang merugikan dan kemungkinan terjadinya.
Persepsi Konsumen merupakan salah satu bagian dari perilaku konsumen
yang berkaitan dengan persepsi risiko. Persepsi konsumen dijelaskan bagaimana
konsumen menginterprestasikan masukan-masukan secara subjektif sesuai dengan
apa yang diharapkan, kebutuhan, informasi, dan dari pengalaman konsumen yang
akan mempengaruhi persepsi konsumen itu sendiri terhadap sebuah risiko dari
keputusan pembelian yang akan dipilih saat berbelanja secara online di internet
(Azwar dan Bambang, 2016). Risiko adalah suatu konsekuensi negatif yang harus
diterima akibat dari ketidakpastian dalam mengambil keputusan, jadi persepsi
terhadap risiko adalah suatu cara konsumen mempersepsikan kemungkinan
kerugian yang akan diperoleh dari keputusannya dikarenakan ketidakpastian dari
hal yang diputuskan tersebut.
30
Persepsi risiko persepsian didefinisikan oleh Oglethorpe (1994) sebagai
anggapan konsumen mengenai ketidakpastian dan konsekuensi-konsekuensi
negatif yang mungkin diterima atas pembelian suatu produk atau jasa. Sementara
itu, Assael (1998) menyatakan bahwa perceived risk menjadi salah satu komponen
penting dalam pemrosesan informasi yang dilakukan oleh konsumen. Konsumen
semakin terdorong untuk mencari tambahan informasi ketika dihadapkan pada
pembelian produk dengan risiko tinggi.
Semakin besar risiko persepsian semakin besar pula kemungkinan
keterlibatan konsumen pada pembelian (Engel, 1995). Ketika risiko persepsian
menjadi tinggi, ada motivasi apakah akan menghindari pembelian dan
penggunaan atau meminimumkan risiko melalui pencarian dan evaluasi alternatif
pra-pembelian dalam tahap pengambilan keputusan. Kondisi ini menghasilkan
pengambilan keputusan yang kompleks. Konsumen mungkin akan mengevaluasi
merek secara detail. Informasi mengenai produk sangat dibutuhkan dan konsumen
mencoba mengevaluasi berbagai merek. Proses pengambilan keputusan yang
demikian menggambarkan adanya keterlibatan konsumen dengan suatu produk.
Maka dapat disimpulkan bahwa persepsi risiko adalah pemikiran tentang
risiko yang akan dialami oleh konsumen serta suatu ketidakpastian dan
konsekuensi-konsekuensi negatif yang mungkin diterima atas pembelian suatu
produk atau jasa
31
2. Indikator Persepsi Risiko
Menurut Schiffman dan Kanuk (2008) indikator Risiko yang dipersepsi
konsumen mencakup:
a) Functional risk (Risiko Fungsional), yaitu risiko bila produk tidak dapat
memberikan kinerja sebagaimana mestinya. Konsumen khawatir bahwa
suatu produk tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
b) Physical risk (Risiko Fisik) yaitu kekhawatiran konsumen bahwa suatu
produk dapat menyebabkan suatu bahaya fisik tertentu.
c) Financial risk (Risiko Finansial), yaitu keragu-raguan konsumen bahwa
suatu produk akan memberikan manfaat sebanding dengan banyaknya
uang yang dikeluarkan untuk memperolehnya.
d) Social risk (Risiko Sosial), yaitu kekhawatiran konsumen bahwa produk
yang dikonsumsinya akan mendapatkan respon negatif dari orang-orang di
sekelilingnya, seperti penghinaan yang menyebabkan perasaan malu.
e) Psychological risk (Risiko Psikologis), yaitu kekhawatiran konsumen
bahwa suatu produk tidak akan memenuhi ego atau keinginanannya.
f) Time risk (Risiko Waktu), yaitu kekhawatiran konsumen bahwa waktu
yang dihabiskannya dalam mencari suatu produk akan sia-sia apabila
produk yang dibeli tidak sebagus yang diharapkan.
Dari pemaparan indikator diatas, peneliti memilih indikator dari
Schiffman dan Kanuk (2008) yaitu Functional risk, Physical risk,
Financial risk, Social risk, Psychological risk, dan Time risk.
32
D. Hubungan antara Kepercayaan Konsumen dan Persepsi Risiko
Dengan Minat Beli Barang Secara Online
Kepercayaan yang ditekankan dalam penelitian ini adalah kepercayaan
seseorang untuk menanggapi suatu tindakan yaitu melakukan transaksi jual-beli
secara online. Saat seseorang memiliki kepercayaan yang semakin tinggi tentu
akan dapat dijadikan ukuran untuk menumbuhkan minat beli secara online.
Kepercayaan konsumen akan tinggi apabila penjual memiliki kejujuran menepati
janji yang telah diberikan kepada konsumen, penjual memberikan perhatian dan
bertindak sesuai dengan kepentingan konsumen, penjual memiliki kemampuan
untuk melayani, menyediakan sampai mengamankan transaksi dari gangguan
pihak lain, penjual harus memberikan kepastian akan barang yang dijual sehingga
konsumen dapat memprediksi tentang kinerja penjual. Dengan terpenuhnya
beberapa aspek maka konsumen akan cenderung untuk membeli barang tersebut.
Apabila penjual menjunjung tinggi kejujuran, handal, setia kepada
konsumen, penjual memberikan perhatian, penjual bukan semata-mata mengejara
keuntungan maksimum, penjual mampu melaksanakan kebutuhan konsumen,
serta penjual dapat memberikan kepastian akan barang yang dijualnya maka
konsumen akan mereferensikan barang kepada orang lain. Kepercayaan konsumen
akan timbul apabila penjual mampu terbuka berterus-terang kepada konsumen
tentang barang yang dijualnya, penjual juga harus memberikan empati serta dapat
meyakinkan konsumen mengenai barang yang dijual, pengalaman serta
pengetahuan penjual harus luas karena untuk meyakinkan konsumen untuk
membeli barangnya penjual harus memiliki kemampuan tersebut serta penjual
harus memberikan kepastian akan barang yang dijual kepada konsumen agar
33
konsumen dapat memprediksi tentang kinerja penjual. Apabila aspek tersebut
terpenuhi maka konsumen akan memiliki preferensi utama pada barang tersebut,
preferensi ini dapat diganti jika terjadi sesuatu dengan produk preferensinya.
Kepercayaan konsumen akan muncul apabila penjual memiliki kejujuran,
terbuka terhadap konsumen mengenai barang yang dijual, penjual juga memiliki
perhatian yang besar dalam mewujudkan kepuasan konsumen menerima segala
bentuk masukan dari konsumen, penjual mampu menjamin keamanan, kepuasan
konsumen dalam kesesuaian barang yang dijual serta penjual mampu memberikan
kepastian akan barang yang dijual bukan tindak penipuan atau tidak sesuai dengan
ekspektasi maka konsumen akan mencari informasi mengenai barang yang
diminantinya dan mencari informasi untuk mendukung sifat-sifat positif dari
barang tersebut. Semakin tinggi kepercayaan konsumen maka semakin tinggi
minat beli secara online.
Persepsi Risiko menekankan pada anggapan tentang risiko yang akan
diterima seseorang saat melakukan transaksi online. Persepsi risiko konsumen
akan rendah apabila barang yang akan dibeli memberikan kinerja sebagaimana
mestinya, barang tidak akan menyebabkan bahaya fisik tertentu kepada
konsumen, barang yang akan dibeli konsumen akan memberikan manfaat
sebanding dengan banyaknya uang yang dikeluarkan untuk memperolehnya,
barang yang akan dibeli tidak akan memberikan respon negative dari orang-orang
terdekat konsumen, barang akan dibeli konsumen akan memenuhi ego atau
keinginan konsumen, konsumen tidak akan merasa rugi menghabiskan waktu
untuk mencari suatu barang apabila barang yang dibeli sebagus dengan apa yang
34
ditawarkan oleh penjual. Apabila terpenuhinya aspek tersebut maka konsumen
akan cenderung untuk membeli barang tersebut.
Apabila barang yang dijual sesuai dengan kinerja barang semestinya,
barang tidak menimbulkan bahaya fisik, barang yang akan dibeli konsumen
memberikan manfaat yang sebanding dengan banyaknya uang yang dikeluarkan
untuk memperolehnya , barang tidak akan menyebabkan gunjingan atau respon
negatif dari orang-orang disekitar konsumen, barang yang akan dibeli konsumen
akan memenuhi harapan atau keinginan konsumen, serta waktu yang dihabiskan
konsumen untuk mencari barang tersebut tidak akan sia-sia apabila produk yang
dibeli sesuai dengan apa yang di inginkan konsumen maka konsumen akan
cenderung untuk mereferensikan barang tersebut kepada orang lain.
Persepsi risiko konsumen akan rendah apabila barang yang akan dibeli
konsumen memberikan kinerja sebagaimana mestinya barang tersebut, barang
tidak akan menyebabkan bahaya fisik tertentu kepada konsumen, barang yang
akan dibeli konsumen akan memberikan manfaat sebanding dengan banyaknya
uang yang dikeluarkan untuk memperolehnya, barang yang akan dibeli tidak akan
menyebakan malu serta tidak akan memberikan respon negatif dari orang-orang
terdekat konsumen, barang akan dibeli konsumen dapat memenuhi ego atau
keinginan konsumen, konsumen tidak akan merasa rugi menghabiskan waktu
untuk mencari suatu barang apabila barang yang dibeli sebagus dengan apa yang
ditawarkan oleh penjual. Apabila terpenuhinya aspek tersebut maka konsumen
akan cenderung memiliki preferensi utama pada barang tersebut, preferensi ini
hanya dapat diganti apabila terjadi sesuatu pada barang tersebut.
35
Apabila barang yang akan dibeli memberikan kinerja sebagaimana
mestinya, barang tidak menyebabkan bahaya fisik, barang yang akan dibeli
konsumen akan memberikan manfaat sebanding dengan banyaknya uang yang
dikeluarkan untuk memperolehnya, barang yang akan dibeli tidak akan
menyebakan kerugian atau respon negatif dari orang-orang terdekat konsumen,
barang akan memnuhi keinginan konsumen, konsumen tidak akan merasa rugi
menghabiskan waktu untuk mencari suatu barang apabila barang yang dibeli
sebagus dengan apa yang ditawarkan oleh penjual, maka konsumen akan mencari
informasi mengenai barang yang konsumen inginkan serta mendukung sifat-sifat
positif dari barang tersebut. Persepsi Risiko yang semakin tinggi menyebabkan
seseorang mempunyai ketakutan lebih tinggi saat bertransaksi secara online,
begitu juga sebaliknya. Persepsi Risiko yang rendah akan membuat seseorang
tidak merasa takut dalam melakukan transaksi online.
Kepercayaan yang semakin tinggi membuat seseorang merasa memiliki
rasa minat lebih untuk melakukan transaksi secara online, hal ini didasarkan pada
ketepatan harapan dengan hasil yang diharapkan dari melakukan transasksi secara
online. Semakin tinggi kepercayaan konsumen tentu akan semakin tinggi pula
minat beli secara online. Disamping itu menarik disimak melihat sisi pemikiran
yang lainnya. Persepsi risiko yang timbul dari seseorang dapat menentukan
tingkat ketakutan dalam melakukan transaksi secara online. Seseorang yang
memikirkan persepsi risiko terlalu tinggi tentu saja akan enggan melakukan
transaksi secara online, begitu sebaliknya. Seseorang yang dapat menanggapi
persepsi risiko dengan tingkat yang rendah akan membuat dirinya nyaman
melakukan transaksi secara online. Apabila kepercayaan konsumen yang tinggi
36
dan persepsi risiko yang rendah dari seseorang pengguna e-commerce maka dapat
meningkatkan pula minat beli secara online (Dwi dan Mahendra, 2013).
Kedua variabel tersebut dapat dijadikan prediktor untuk mengetahui
tingkat Minat Beli, sehingga dapat disimpulkan terdapat hubungan positif
Kepercayaan konsumen dengan Minat Beli Barang Secara Online di Lazada
online shop dan terdapat hubungan negatif Persepsi Risiko dengan Minat Beli
Barang Secara Online di Lazada online shop.
E. Hipotesis Penelitian
Untuk digunakan dalam menarik kesimpulan, maka peneliti mengajukan
beberapa hipotesis yaitu pernyataan yang dapat diuji mengenai hubungan antara
dua variabel atau lebih yaitu :
1. Terdapat hubungan positif Kepercayaan Konsumen dengan Minat Beli Barang
Secara Online di Lazada online shop pada mahasiswa. Semakin tinggi
kepercayaan konsumen maka semakin tinggi pula minat beli konsumen secara
online pada lazada online shop dan sebaliknya apabila kepercayaan konsumen
rendah maka minat beli konsumen secara online pada lazada online shop juga
rendah.
2. Terdapat hubungan negatif Persepsi Risiko dengan Minat Beli Barang Secara
Online di Lazada online shop pada mahasiswa. Semakin tinggi risiko yang di
rasakan oleh konsumen akan membuat minat beli barang secara online di
lazada online shop rendah dan sebaliknya apabila risiko yang dirasakan
37
konsumen rendah maka minat beli konsumen secara online pada lazada online
shop akan tinggi.