25
10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Keagenan (Agency Theory) Agency Theory merupakan teori yang mempelajari hubungan antara agent dan principal. Dalam hal ini manajemen perusahaan sebagai agen dan para pemegang saham sebagai principal. Jensen dan Meckling (1976) mengemukakan teori keagenan merupakan kepentingan manajemen dan kepentingan pemegang saham yang seringkali bertentangan, yang bisa menyebabkan terjadinya konflik. Konflik tersebut bisa terjadi karena manajer cenderung mengutamakan kepentingan pribadinya daripada kepentingan pemegang saham. Konflik antara manajer dan pemegang saham dapat dikurangi dengan adanya mekanisme pengawasan untuk kepentingan masing-masing. Namun dengan adanya mekanisme tersebut akan menimbulkan biaya keagenan ( agency cost). Adanya pembagian dividen akan memberikan tambahan return kepada pemegang saham selain dari capital gain. Dividen juga memberikan kepastian pendapatan kepada pemegang saham dan mengurangi agency cost of equity. Menurut teori keagenan, kepentingan manajer sebagai pengelola perusahaan terkadang berbeda dengan kepentingan para pemegang saham (Gueyie, 2001 dalam Kumar, 2007). Manajer dapat mengambil tindakan yang dianggap dapat meningkatkan kesejahteraan pribadinya, berbeda dengan tujuan perusahaan yang berharap dapat memaksimalkan nilai pasar. Konflik kepentingan ini menyebabkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori ...abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/F0312103_bab2.pdf · Teori sebelumnya mengemukakan bahwa para investor tidak memperdulikan

Embed Size (px)

Citation preview

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Teori Keagenan (Agency Theory)

Agency Theory merupakan teori yang mempelajari hubungan antara agent

dan principal. Dalam hal ini manajemen perusahaan sebagai agen dan para

pemegang saham sebagai principal. Jensen dan Meckling (1976) mengemukakan

teori keagenan merupakan kepentingan manajemen dan kepentingan pemegang

saham yang seringkali bertentangan, yang bisa menyebabkan terjadinya konflik.

Konflik tersebut bisa terjadi karena manajer cenderung mengutamakan

kepentingan pribadinya daripada kepentingan pemegang saham.

Konflik antara manajer dan pemegang saham dapat dikurangi dengan

adanya mekanisme pengawasan untuk kepentingan masing-masing. Namun

dengan adanya mekanisme tersebut akan menimbulkan biaya keagenan (agency

cost). Adanya pembagian dividen akan memberikan tambahan return kepada

pemegang saham selain dari capital gain. Dividen juga memberikan kepastian

pendapatan kepada pemegang saham dan mengurangi agency cost of equity.

Menurut teori keagenan, kepentingan manajer sebagai pengelola perusahaan

terkadang berbeda dengan kepentingan para pemegang saham (Gueyie, 2001

dalam Kumar, 2007). Manajer dapat mengambil tindakan yang dianggap dapat

meningkatkan kesejahteraan pribadinya, berbeda dengan tujuan perusahaan yang

berharap dapat memaksimalkan nilai pasar. Konflik kepentingan ini menyebabkan

11

perlu adanya suatu mekanisme yang diterapkan di perusahaan guna melindungi

kepentingan pemegang saham (Meckling, 1976).

Agency theory muncul karena pemisahan kepemilikan perusahaan dengan

pengelolaan khususnya pada perusahaan-perusahaan besar yang modern, dimana

satu atau lebih individu (pemilik) menggaji individu lain (agen) untuk bertindak

atas namanya dan mendelegasikan kekuasaan untuk membuat keputusan kepada

agen (Brigham dan Gapenski, 1996). Dalam menjalankan usaha biasanya pemilik

menyerahkan atau melimpahkan kepada pihak manajer yang menyebabkan

timbulnya hubungan keagenan.

Perbedaan kepentingan antara pemegang saham dan manajer sangat rentan

terjadi dalam hal ini dikarenakan para pengambil keputusan tidak perlu

menanggung risiko apabila terjadi kesalahan dalam pengambilan keputusan

bisnis, ataupun jika mereka tidak mampu untuk meningkatkan nilai perusahaan.

Risiko tersebut sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemilik perusahaan. Karena

tidak adanya tekanan dari pihak lain dan tidak menanggung risiko dalam

mengelola investasi pemegang saham, maka keputusan yang diambil pihak

manajemen cenderung tidak optimal.

Tingkat perbedaan informasi pada perusahaan akan relatif tinggi sesuai

dengan tingkat kesempatan investasi yang besar. Manajer memiliki informasi

mengenai nilai proyek di masa datang dan tindakan manajer tidaklah dapat

diawasi setiap saat oleh pemegang saham. Sehingga agency cost antara manajer

dan pemegang saham akan semakin meningkat pada perusahaan dengan

kesempatan investasi yang tinggi. Pemegang saham perusahaan tersebut akan

12

sangat mungkin bergantung pada insentif guna memotivasi manajer untuk

melakukan kepentingannya, hal tersebut akan berpengaruh terhadap pembagian

dividen. Sehingga seringkali pembahasan mengenai dividen haruslah mengacu

pada kerangka teori keagenan.

2. Teori Kebijakan Dividen

Kebijakan dividen adalah keputusan terhadap laba yang diperoleh

perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk dividen atau

ditahan sebagai laba ditahan untuk pembiayaan investasi masa depan (Agus

Sartono, 2001). Keputusan manajer keuangan tentang berapa jumlah kas yang

akan dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk dividen, harus mengingat

tujuan perusahaan yaitu memaksimalkan nilai perusahaan yang tercermin dalam

harga pasar saham perusahaan tersebut. Dalam hal ini kebijakan dividen yang

optimal, yaitu kebijakan dividen yang dapat menciptakan keseimbangan antara

pertumbuhan sekarang dengan pertumbuhan di masa depan yang

memaksimumkan harga saham perusahaan (Bringham dan Houston, 2001).

Dividen dapat dibagikan dalam berbagai macam bentuk diantaranya yaitu:

1. Cash dividend. Pembayaran dividen yang dilakukan secara tunai (dalam bentuk

uang tunai). Pembagian ini sering digunakan oleh perusahaan dan banyak

diminati oleh para pemegang saham.

2. Stock dividend. Pembayaran dividen ini dilakukan dalam bentuk saham.

Pembayaran dalam bentuk ini menyebabkan jumlah saham yang beredar

semakin besar karena perusahaan memberikan tambahan saham kepada para

13

pemegang saham tanpa diminta pembayaran dan dalam jumlah saham yang

sebanding dengan saham yang dimiliki.

3. Property dividend. Pembayaran dividen ini dilakukan dalam bentuk aktiva

(barang) selain kas. Aktiva yang dibagi dapat berupa surat berharga yang

diterbitkan oleh perusahaan lain, barang-barang persedian lain atau aktiva lain.

4. Scrip dividend. Pembayaran dividen yang dilakukan dengan pembayaran dalam

bentuk surat janji utang. Dalam hal ini perusahaan akan membayarkan dividen

pada jumlah dan waktu tertentu sesuai dengan yang tercantum dalam surat

tersebut.

5. Liquidating dividend. Pembayaran dividen ini merupakan pembayaran kembali

modal yang disetor atau ditanam. Berdasarkan pada pengurangan modal

perusahaan bukan berdasarkan keuntungan perusahaan.

Kebijakan mengenai perusahaan akan membagi atau tidak membagi dividen

pada periode tertentu dalam perusahaan baik dalam bentuk dividen tunai maupun

yang lainnya dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satu faktor yang

mempengaruhi berasal dari internal perusahaan sebagai contoh besarnya struktur

kepemilikan, profitabilitas, kesempatan untuk investasi, dan ukuran perusahaan

(Fama dan French, 2001).

Brigham (2001:66) menyebutkan terdapat tiga teori yang menjelaskan

tentang kebijakan dividen yaitu:

1. Dividend Irrelevance Theory

Teori ini dikenal dengan Modigliani-Miller’s Model (M-M’s Model). Teori

ini menyatakan bahwa kebijakan dividen perusahaan tidak mempunyai

14

pengaruh baik terhadap nilai perusahaan, harga saham, maupun biaya

modalnya. Nilai perusahaan hanya dipengaruhi oleh besarnya laba yang

dapat dihasilkan dari pengelolaan aktiva, bukan besarnya laba yang

dipisahkan menjadi dividen untuk dibagikan kepada para pemegang saham.

Dengan demikian kebijakaan ini tidak menjadi tidak relevan.

2. Bird in Hand Theory

Teori sebelumnya mengemukakan bahwa para investor tidak

memperdulikan apakah keuntungan yang mereka terima dari investasi

saham berasal dari keuntungan modal atau dividen. Dalam teori ini

mengemukaan bahwa investor lebih menyukai pembayaran dividen yang

diibaratkan seperti “satu burung di tangan lebih berharga daripada dua

burung tetapi di hutan”. Menurut teori ini, pendapatan yang dapat diterima

oleh investor melalui pembagian dividen lebih memiliki nilai pasti daripada

pendapatan yang diharapkan dari keuntungan modal (capital gain).

Dikatakan juga investor lebih menyukai pembagaian dividen tunai daripada

dalam bentuk lain sehingga harga saham dapat dipengaruhi oleh besarnya

dividen yang dibagikan.

3. Tax Preference Theory

Teori ini mengemukakan bahwa investor tidak terlalu menyukai dividen

karena adanya pengenaan pajak pada dividen yang diterima maupun capital

gain. Namun untuk capital gain dapat dilakukan penundaan pajak karena

pajak akan dibayarkan setelah keuntungan modal tersebut terealisasi.

15

Menurut Hanafi dan Halim (2000), terdapat beberapa rasio yang digunakan

dalam rasio pasar yaitu:

1) Price Earning Ratio (PER)

PER dilihat dari harga saham relatif terhadap earning-nya, dimana

perusahaan yang diharapkan akan tumbuh dengan prospek yang baik mempunyai

PER yang tinggi, sebaliknya apabila perusahaan yang diharapkan mempunyai

pertumbuhan yang rendah maka PER akan rendah pula. Para investor melihat

PER yang terlalu tinggi menjadi tidak menarik karena harga saham perusahaan

kemungkinan tidak akan naik lagi, yang berarti akan memperoleh capital gain

yang lebih kecil.

2) Dividend Yield

Dari segi investor, rasio ini memiliki peran yang cukup penting karena

dividend yield adalah sebagian dari total return yang diterima oleh investor.

Sebagian return yang lain yaitu capital gain yang diperoleh dari selisih positif

antara harga jual dengan harga beli. Pada umumnya perusahaan yang memiliki

prospek tinggi akan memiliki dividend yield yang rendah, karena sebagian besar

dividen akan diinvestasikan kembali, dan karena harga dividen juga tinggi

sehingga mengakibatkan dividend yield akan menjadi kecil. Sebaliknya

perusahaan yang memberikan dividen yang tinggi mempunyai dividend yield yang

tinggi pula.

3) Dividend Payout Ratio (DPR)

Rasio ini menentukan bagaimana pendapatan yang dibayarkan sebagai

dividen kepada investor. Perusahaan yang memiliki tingkat pertumbuhan yang

16

tinggi memiliki rasio pembayaran dividen yang rendah, demikian juga apabila

perusahaan yang pertumbuhannya rendah akan mempunyai rasio yang tinggi.

3. Dividend Payout Ratio (DPR)

Kajian mengenai Dividen Payout Ratio (DPR) diperkenalkan oleh Lintner

pada tahun 1956. Lintner mengembangkan suatu pemahaman modern mengenai

kebijakan modern mengenai kebijakan dividen. Dividend payout ratio yang

menurun dapat mencerminkan laba perusahaan yang semakin menurun. Keadaan

ini akan menyebabkan investor menjadi tidak tertarik akan saham tersebut karena

investor memiliki preferensi yang kuat atas dividen. Sehingga perusahaan akan

berusaha untuk mempertahankan dividend payout ratio walaupun terjadi suatu

penurunan jumlah laba yang diperoleh.

Jogiyanto Hartono (1998) menyatakan bahwa dividend payout ratio diukur

sebagai dividen yang akan dibayarkan dibagi dengan laba yang tersedia kepada

pemegang saham umum. Jadi dividend payout ratio merupakan persentase laba

yang dibagikan kepada pemegang saham umum dari laba yang diperoleh

perusahaan. Semakin besar dividend payout ratio hal tersebut sangat menarik

investor.

Menurut Agus Sartono (2001) pertimbangan manajerial dalam menentukan

dividend payout ratio yang dikeluarkan oleh perusahaan, dipengaruhi beberapa

faktor, yaitu :

1. Kebutuhan Dana Perusahaan

Kebutuhan dana bagi perusahaan merupakan faktor yang harus dipertimbangkan

dalam menentukan kebijakan dividen yang akan diambil oleh manajer. Aliran kas

17

perusahaan yang diharapkan, kebutuhan tambahan piutang dan persediaan,

pengeluaran modal di masa datang yang diharapkan, pola pengurangan utang dan

faktor lain yang mempengaruhi posisi kas perusahaan harus dipertimbangkan

dalam analisis kebijakan dividen.

2. Likuiditas

Semakin tinggi likuiditas akan meningkatkan dividend payout ratio dan

sebaliknya semakin rendah likuiditas akan menurunkan dividend payout ratio.

Likuiditas perusahaan sangat besar pengaruhnya terhadap investasi perusahaan

dan kebijakan pemenuhan kebutuhan dana.

3. Kemampuan Meminjam

Posisi likuiditas perusahaan dapat diatasi dengan kemampuan perusahaan untuk

meminjam dalam jangka pendek. Kemampuan meminjam dalam jangka pendek

tersebut akan meningkatkan fleksibilitas likuiditas perusahaan. Perusahaan yang

semakin besar dan sudah establish akan memiliki akses yang lebih baik di pasar

modal. Kemampuan meminjam yang lebih besar, fleksibilitas yang lebih besar

akan memperbesar kemampuan membayar dividen.

4. Keadaan Pemegang Saham

Jika kepemilikan saham suatu perusahaan relatif tertutup, manajemen perusahaan

biasanya mengetahui dividen yang diharapkan oleh pemegang saham dan dapat

mengambil keputusan yang tepat. Apabila hampir semua pemegang saham berada

dalam golongan high tax dan lebih suka memperoleh capital gains, makan

perusahaan dapat mempertahankan dividend payout yang rendah.

18

5. Stabilitas Dividen

Bagi para investor faktor stabilitas dividen akan lebih menarik dibandingkan

dengan dividen payout ratio yang tinggi. Stabilitas di sini dalam arti tetap

memperhatikan tingkat pertumbuhan perusahaan, yang ditunjukkan oleh koefisien

arah yang positif. Apabila faktor lain sama, saham yang memberikan dividen yang

stabil selama periode tertentu akan mempunyai harga yang lebih tinggi

dibandinkan dengan saham yang membayar dividennya dalam persentase yang

tetap terhadap laba.

4. Profitabilitas

Rasio profitabilitas adalah rasio untuk mengetahui sejauh mana kemampuan

perusahaan dalam menghasilkan laba selama periode tertentu serta memberi

gambaran tentang tingkat efektifitas manajemen dalam menjalankan operasional

perusahaan. Menurut Munawir (1995) mengatakan bahwa profitabilitas adalah

kemampuan suatu perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu

yang dapat dihitung berdasarkan penjualan/total aktiva/modal sendiri. Jadi hasil

profitabilitas dapat dijadikan sebagai tolak ukur ataupun gambaran tentang

efektivitas kinerja manajemen ditinjau dari keuntungan yang diperoleh

dibandingkan dengan hasil penjualan dan investasi suatu perusahaan.

Pengukuran profitabilitas dapat diukur menggunakan beberapa rasio sebagai

berikut:

1) Gross profit margin merupakan persentase laba kotor yang dibandingkan

dengan penjualan.

19

Gross profit margin = penjualan – harga pokok penjualan

penjualan

Persentase gross profit margin yang dihasilkan dalam satu pengukuran

menunjukkan bahwa setiap Rp 1 penjualan mampu menghasilkan laba kotor

sebesar x rupiah. Apabila harga pokok penjualan meningkat maka gross

profit margin akan menurun, begitu juga sebaliknya.

2) Net profit margin merupakan persentase perbandingan antara laba

setelah pajak dengan penjualan.

Net profit margin = laba setelah pajak

penjualan

Apabila gross profit margin selama saru periode tidak berubah sedangkan

net profit margin mengalami penurunan maka berarti bahwa biaya

meningkat relatif lebih besar daripada peningkatan penjualan.

3) Return on investment/return on asset menunjukkan kemampuan

perusahaan menghasilkan laba dari aktiva yang dipergunakan.

Return on asset = laba setelah pajak

Total aktiva

Persentase return on investment yang dihasilkan menunjukkan bahwa setiap

Rp 1 aktiva mampu menghasilkan laba bersih setelah pajak x rupiah.

4) Return on equity mengukur kemampuan perusahaan memperoleh laba

yang tersedia bagi pemegang saham perusahaan.

Return on equity = laba setelah pajak

Total ekuitas

20

Rasio ini dipengaruhi oleh besar kecilnya hutang perusahaan, apabila porsi

hutang semakin besar maka rasio ini juga semakin besar.

5. Insider Ownership

Manajer merupakan agen yang bertanggung jawab mengelola perusahaan.

Manajer yang dimaksud disini adalah board of director yang terlibat dalam

strategic decision making. Manajer diangkat oleh pemegang saham dan

diharapkan akan bertindak sesuai dengan kepentingan pemegang saham. Para

manajer dalam menjalankan operasi perusahaan, seringkali bertindak bukan untuk

memaksimumkan pemegang saham, melainkan mendahulukan kesejahteraan

sendiri.

Kondisi ini disebut agency conflict dimana kepentingan antara pemegang

saham dengan manajer berbeda. Hal ini disebabkan oleh pemisahan antara

kepemilikan dan fungsi pengelolaan. Menurut teori keagenan, dengan semakin

meningkatnya kepemilikan manajemen, maka biaya agensi akan semakin

menurun, sepanjang manajer perusahaan tersebut dapat menjalankan tugasnya

untuk kesejahteraan perusahaan.

Brigham et al., (2006) menyatakan untuk menjamin agar para manajer

melakukan hal yang terbaik bagi pemegang saham secara maksimal, perusahaan

harus menanggung biaya keagenan (agency cost), yang dapat berupa: (1)

pengeluaran untuk memantau tindakan manajemen, (2) pengeluaran untuk menata

struktur organisasi sehingga kemungkinan timbulnya perilaku manajer yang tidak

dikehendaki semakin kecil, dan (3) biaya kesempatan karena hilangnya

kesempatan memperoleh laba sebagai akibat dibatasinya kewenangan manajemen

21

sehingga tidak dapat mengambil keputusan secara tepat waktu, padahal

seharusnya hal tersebut dapat dilakukan jika pemilik manajer juga menjadi

pemilik perusahaan atau disebut juga insider ownership.

Peningkatan kepemilikan manajerial dapat digunakan sebagai cara untuk

mengurangi konflik keagenan (Jensen dan Meckling, 1976). Menurut Downes dan

Goodman (dalam Novelma, 2014) kepemilikan manajerial adalah para pemegang

saham yang juga berarti dalam hal ini sebagai pemilik dalam perusahaan dari

pihak manajemen yang sama secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan

dalam suatu perusahaan yang bersangkutan. Perusahaan meningkatkan

kepemilikan manajerial untuk mensejajarkan kedudukan manajer dengan

pemegang saham sehingga bertindak sesuai dengan keinginan pemegang saham

dan meningkatkan kemakmuran pemegang saham (Jensen dan Meckling, 1976).

6. Investment Opportunity Set

Myers (1977) dalam Hartono (1999) menjelaskan tentang pengertian

perusahaan yang terdiri dari suatu kombinasi antara aset perusahaan dengan

pilihan perusahaan terhadap investasi di masa depan. Investment opportunity set

memberikan arahan yang lebih luas dimana nilai perusahaan sebagai tujuan utama

bergantung pada pengeluaran perusahaan di masa datang.

Investment Opportunity Set adalah tersedianya alternatif investasi di masa

mendatang bagi perusahaan (Hartono, 1999). IOS adalah nilai perusahaan yang

besarnya tergantung pada pengeluaran-pengeluaran yang di masa mendatang,

yang pada saat ini merupakan pilihan investasi oleh manajer yang diharapkan

akan menghasilkan return yang lebih besar bagi perusahaan.

22

Investment Opportunity Set perusahaan merupakan sesuatu yang secara

melekat tidak dapat diobservasi, dikarenakan Investment Opportunity Set

merupakan variabel yang tidak dapat diobservasi, oleh karena itu diperlukan

proksi (Hartono, 1999).

Proksi berbasis Harga

Harga saham merupakan proksi terbaik dari kinerja suatu perusahaan karena

memberikan gambaran kinerja perusahan di masa lalu dan di masa mendatang.

Proksi berbasis harga didasarkan pada perbedaaan aset dan nilai pasar

perusahaan, oleh sebab itu proksi ini sangat tergantung pada harga saham

(Hartono, 1999). Proksi berbasis harga didasari pada suatu ide bahwa perusahaan

yang bertumbuh akan memiliki nilai pasar yang lebih tinggi secara relative dari

pada aktiva-aktiva yang dimiliki (asset in place). Rasio proksi harga harga saham

adalah market to book value of asset, market to book value of equiy, Tobin’s Q,

ratio of property, price to earning ratio, plant and equipment to firm value,

market value of equity plus book value of debt, dan ratio of depreciation to firm

value.

Proksi berbasis Investasi

Perusahaan dengan IOS tinggi juga akan memiliki tingkat investasi yang

tinggi, yang dikonversi menjadi aset yang dimiliki (Kallapur dan Trombley dalam

Hartono 1999). Proksi ini menentukan bahwa suatu kegiatan investasi yang

berkaitan dengan nilai IOS perusahaan. Suatu perusahaan yang memiliki IOS

yang tinggi seharusnya juga memiliki investasi yang tinggi dalam bentuk aktiva di

tempat atau aktiva yang diinvestasikan untuk jangka panjang dalam suatu

23

perusahaan. Rasio yang berkaitan dengan proksi investasi adalah ratio capital

expenditure to market value of asset, capital expenditure tobook value of asset,

investment to net sales ratio, the ratio of R&D expense to total asset, the ratio of

R&D expense to sales, ratio of capita additions to firm value, ratio capital

addition to asset book value, investment to earning ratio, log of firm value,

investment intensity, ratio R&D investment, dan ratio of R&D expense to firm

value.

7. Ukuran Perusahaan

Ukuran perusahaan adalah besarnya laba yang dihasilkan oleh perusahaan

dalam satu tahun buku. Menurut Ferry dan Jones, 1999 (dalam Sujianto, 2001),

ukuran perusahaan menggambarkan besar kecilnya suatu perusahaan yang

ditunjukkan oleh total aktiva, jumlah penjualan, rata-rata total penjualan dan rata–

rata total aktiva. Jadi, ukuran perusahaan merupakan ukuran atau besarnya asset

yang dimiliki oleh perusahaan.

Perusahaan besar mempunyai kemudahan untuk dapat berhubungan dengan

pasar modal, sehingga memiliki fleksibilitas yang besar dan memiliki kemudahan

untuk mendapatkan dana dalam jangka pendek dari pasar modal, sehingga

perusahaan yang besar lebih dapat mengusahakan pembayaran dividen yang

tinggi dibandingkan dengan perusahaan kecil.

8. Free Cash Flow

Definisi kas, setara kas, dan arus kas yang dikutip dari PSAK No.2 adalah:

Kas terdiri dari saldo kas (cash on hand) dan rekening giro.

24

Setara kas (cash equivalent) adalah investasi yang sifatnya sangat liquid,

berjangka pendek dan yang dengan cepat dapat dijadikan kas dalam

jumlah tertentu tanpa menghadapi resiko perubahan nilai yang signifikan.

Arus kas adalah arus kas masuk dan arus kas keluar atau setara kas.

Aliran kas adalah arus pendapatan atau pengeluaran yang mengubah jumlah

kas dalam satu periode. Arus kas masuk berasal dari pembiayaan, kegiatan

operasional, atau investasi, sedangkan arus kas dana keluar berasal dari

pengeluaran atau investasi.

Menurut Kamus Besar Akuntansi, aliran kas bebas adalah aliran kas bersih

yang tidak diinvestasikan kembali oleh perusahaan karena tidak adanya

kesempatan investasi yang mengutungkan. Free cash flow mengukur sisa aliran

kas sebuah perusahaan setelah seluruh biaya dikeluarkan untuk mendapatkan dan

memelihara asset perusahaan. Atau dengan kata lain free cash flow

memperlihatkan kemampuan kas perusahaan untuk menghasilkan setelah

keperluan uang dipersiapkan untuk pemeliharaan atau biaya dasar aset.

B. Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian yang telah dilakukan untuk menganalisis faktor-faktor

yang diduga berpengaruh terhadap kebijakan dividen diantaranya adalah:

Wika dan Sugiartha (2014) meneliti tentang pengaruh profitabilitas, free

cash flow, dan investment opportunity set terhadap dividend payout ratio studi

pada perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI. Hasil dari penelitian ini yaitu

variabel profitabilitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap DPR dan

25

menyimpulkan bahwa profitabilitas merupakan variabel utama dalam

pengambilan keputusan pembagian dividen tunai. Sedangkan free cash flow dan

IOS berpengaruh negatif terhadap DPR.

Saxena (1999) meneliti tentang faktor-faktor yang berpengaruh pada

kebijakan perusahaan. Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini

adalah pertumbuhan perusahaan, beta coefficient perusahaan, jumlah pemegang

saham biasa pada perusahaan, insider ownership, dan investment opportunity set.

Hasil dari penelitian ini variable growth, beta coefficient, investment opportunity

set, dan insider ownership berhubungan negatif terhadap DPR, dan jumlah

pemegang saham biasa memiliki hubungan positif terhadap DPR.

Chang dan Wang (2002) meneliti tentang dividend payout tendency in

China listed companies. Penelitian ini menggunakan logistik model. Hasil

penelitian ini adalah firm size, assets structure, business risk, capital size,

ownership structure, agency cost, managerial efficiency, dan industry

berpengaruh terhadap dividend payout ratio

Maria (2008) meneliti tentang Analisis Pengaruh Cash Ratio, Debt to

Equity, Insider Ownership, Invesment Opportunity Set, dan Profitabilitas

Terhadap Kebijakan Dividen Studi pada Perusahaan Automotive di BEI Tahun

2004-2006. hasil dari penelitian ini hanya variable cash ratio, IOS, dan ROA yang

berpengaruh positif signifikan. Sedangkan DER berpengaruh negatif signifikan

dan insider ownership tidak berpengaruh terhadap kebijakan dividen.

26

Siska Alfionita (2012) meneliti tentang pengaruh Insider Ownership,

struktur modal dan pertumbuhan perusahaan terhadap dividend payout ratio pada

perusahaan syariah yang terdaftar di BEI. Hasil penelitiannya menunjukkan

insider ownership berpengaruh positif terhadap DPR, struktur modal berpengaruh

negatif terhadap DPR, sedangkan pertumbuhan perusahaan berpengaruh positif

terhadap DPR.

Suharli (2006) meneliti tentang Studi Empiris Mengenai Pengaruh

Profitabilitas, dan Kesempatan Investasi Terhadap Jumlah Dividen Tunai dengan

Likuiditas Sebagai Variabel Penguat (Studi pada Perusahaan yang Terdaftar di

BEJ Periode 2002-2003). Kesimpulan dari penelitian ini adalah variabel

independen yang digunakan yang memberikan hasil yang signifikan yaitu ROE

dan likuiditas. Variabel independen lainnya tidak berpengaruh terhadap jumlah

dividen tunai.

Yusdiningsih (2009) meneliti dengan judul “Pengaruh Free Cash Flow

terhadap Dividend Payout Ratio”. Sampel penelitian ini adalah perusahaan

manufaktur tertentu yang sesuai dengan penelitian pada periode tahun 2000-2002.

Hasil penelitian ini adalah free cash flow berpengaruh terhadap dividend payout

ratio.

C. Pengembangan Hipotesis

1. Pengaruh Profitabilitas Terhadap Dividend Payout Ratio

Pihak manajemen akan membayarkan dividen untuk menunjukkan sinyal

mengenai keberhasilan suatu perusahaan dalam membukukan profit (Wirjolukito

27

et al., dalam Suharli, 2006). Maka dari itu profitabilitas penting diperlukan oleh

perusahaan apabila hendak membayar dividen. Dalam penelitian ini profitabilitas

perusahaan diukur menggunakan proksi ROE. Pertimbangan memilih proksi ROE

karena ROE merupakan turunan dari ROI sehingga hasilnya dapat lebih

menggambarkan profitabilitas perusahaan. Return On Equity merupakan tingkat

pengembalian atas ekuitas pemilik perusahaan (Suharli, 2006). Ekuitas pemilik

adalah jumlah modal sendiri, sehingga perhitungan ROE sebuah perusahaan dapat

diperoleh melalui perbandingan antara laba bersih (EAT) dengan total equity

(modal sendiri).

Return On Equity atau disebut juga rentabilitas usaha menunjukkan

kemampuan perusahaan atau emiten dalam menghasilkan laba dengan

memanfaatkan modal sendiri yang dimiliki perusahaan. Laba yang dimaksud

disini adalah laba yang tersedia untuk para pemegang saham (earning for

stockholders equity) atau laba setelah pajak (EAT). ROE adalah ukuran yang

secara eksplisit mencerminkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan

keuntungan bagi investor. Perusahaan hanya akan meningkatkan dividen apabila

laba perusahaan meningkat. Sehingga profitabilitas memiliki pengaruh positif

terhadap dividend payout ratio. Sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan

oleh Wika dan Sugiartha (2014) profitabilitas berpengaruh positif dan signifikan

terhadap DPR. Dan hasil penelitian Suharli (2006) menyatakan bahwa ROE

berpengaruh positif terhadap jumlah dividen tunai. Oleh karena itu, hipotesis yang

diajukan dalam penelitian ini adalah:

H1 : profitabilitas berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen

28

2. Pengaruh Insider Ownership Terhadap Dividend Payout Ratio

Insider ownership merupakan persentase saham yang dimiliki oleh direktur

dan komisaris (Crutchley dan Hansen 1989, dalam Siska 2012). Sedangkan

menurut Mohd et al., (1995) insider ownership merupakan pemilik perusahaan

yang sekaligus menjadi pengelola perusahaan. Dengan adanya insider ownership

pada suatu perusahaan berarti manajer mendapat kesempatan untuk terlibat dalam

kepemilikan saham. Hal tersebut diharapkan akan menghasilkan kinerja yang baik

bagi perusahaan.

Dengan kata lain, jika jumlah saham yang dimiliki insider meningkat, maka

mereka akan bertindak dengan lebih hati-hati karena mereka ikut menanggung

konsekuensi dari tindakan yang mereka lakukan (Jensen & Meckling, 1976).

Apabila manajer telah bertindak dengan hati-hati dan maksimal maka akan

menghasilkan laba yang maksimal juga terhadap perusahaan. Jika laba perusahaan

besar maka dividen yang dibagikan juga cenderung besar.

Proporsi kepemilikan manajemen dalam perusahaan berpengaruh dalam

menjalankan perusahaan dengan baik untuk memenuhi kepentingan pemegang

saham yang notabene adalah mereka sendiri. Sehingga insider ownership

memiliki pengaruh positif terhadap dividen payout ratio. Sesuai dengan hasil

penelitian Siska (2012) dan Nugrahaini (2002) insider ownership berpengaruh

positif terhadap dividend payout ratio. Oleh karena itu, hipotesis yang diajukan

dalam penelitian ini adalah:

H2 : insider ownership berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen

29

3. Pengaruh Investment Opportunity Set Terhadap Dividend Payout

Ratio

Hipotesis pecking order (Myers dan Majluf 1984, dalam Hartono 2002)

menyatakan bahwa suatu perusahaan yang profitable memiliki dorongan untuk

membayar dividen yang relatif rendah karena dana internal lebih banyak

digunakan untuk membiayai proyek-proyek investasinya. Ketika kondisi

perusahaan baik biasanya pihak manajemen akan cenderung memilih melakukan

investasi baru dibandingkan membayar dividen yang tinggi kepada pemegang

saham. Dana yang seharusnya dapat dibayarkan sebagai dividen tunai digunakan

untuk pembelian investasi yang dianggap lebih menguntungkan perusahaan,

bahkan untuk mengatasi masalah underinvestment (Suharli, 2006).

Untuk semakin meningkatkan pertumbuhan perusahaan, perusahaan

cenderung menggunakan dana yang berasal dari sumber internal dibandingkan

dengan sumber eksternal (penerbitan saham atau obligasi) karena dana tersebut

memiliki risiko dan biaya yang lebih rendah. Hal ini dapat menyebabkan

penurunan dividen yang akan dibagikan kepada pemegang saham (Myers dan

Majluf 1984, dalam Hartono 2002). Namun ketika perusahaan memiliki insider

ownership yang tinggi maka dalam mengambil keputusan investasi perusahaan

akan lebih hati-hati dan lebih mementingkan kepentingan para pemegang saham.

Gaver dan Gaver (1993) menyatakan bahwa karena IOS perusahaan terdiri

dari proyek-proyek yang memberikan pertumbuhan bagi perusahaan, maka IOS

dapat menjadi pemikiran sebagai prospek pertumbuhan bagi perusahaan. Dalam

penelitian ini proksi untuk IOS yang digunakan yaitu book to market equity

30

(BVE/MVE) yang kemudian disempurnakan oleh Smith dan Watts (1992) dalam

Kumar (2007).

Menurut Smith dan Watts (1992) dalam Kumar (2007), hubungan antara

kebijakan investasi dengan kebijakan dividen dapat diidentifikasi melalui arus kas

perusahaan. Bahkan bagi perusahaan yang sedang bertumbuh, peningkatan

dividen dapat menjadi hal buruk karena perusahaan akan mengurangi rencana

investasinya (Hartono, 1999). Sehingga investment opportunity set berpengaruh

negatif terhadap dividend payout ratio. Sesuai dengan hasil penelitian Saxena

(1995) investment opportunity set berpengaruh negatif terhadap dividend payout

ratio. Dan penelitian Sunarto (2004) menunjukkan bahwa IOS berpengaruh

signifikan terhadap dividend payout ratio. Oleh karena itu, hipotesis yang

diajukan dalam penelitian ini adalah:

H3 : investment opportunity set berpengaruh negatif terhadap kebijakan

dividen

4. Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Dividend Payout Ratio

Smith dan Watts (1992) dalam Kumar (2007), menjelaskan bahwa dasar

teori tentang pengaruh ukuran perusahaan terhadap dividend payout ratio sangat

kuat. Perusahaan dengan aset yang besar dapat lebih cepat mendiversifikasikan

hutang yang lebih besar dan menekan financial distress dibandingkan dengan

perusahaan yang memiliki aset kecil. Perusahaan besar dengan akses pasar yang

lebih baik seharusnya dapat membayar dividen dengan lebih tinggi kepada

pemegang sahamnya, sehingga ukuran perusahaan dengan pembayaran dividen

31

perusahaan memiliki hubungan yang positif (Cleary, 1999). Dalam penelitian ini

ukuran perusahaan memakai proksi melalui total aktiva.

Suatu perusahaan besar dan mapan akan mudah untuk menuju ke pasar

modal. Karena kemudahan untuk berhubungan dengan pasar modal maka

fleksibilitas perusahaan lebih besar dan kemampuan mendapatkan dana dalam

jangka pendek lebih mudah. Perusahaan yang besar dapat mengusahakan

pembayaran dividen lebih besar dibandingkan dengan perusahaan kecil (Chang

dan Rhee, 1990 dalam Maria, 2008). Sesuai dengan penelitian yang dilakukan

Chang dan Wang (2002) firm size berpengaruh positif terhadap dividend payout

ratio. Hasil penelitian Puspita (2009) juga menyatakan bahwa ukuran perusahaan

berpengaruh positif terhadap dividend payout ratio. Oleh karena itu, hipotesis

yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

H4 : ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen

5. Pengaruh Free Cash Flow Terhadap Dividend Payout Ratio

Kondisi pasar mendorong perusahaan untuk mendistribusikan free cash flow

kepada para pemegang saham atau muncul adanya risiko akan kehilangan kendali

terhadap perusahaan. Menurut Ali dalam Jogiyanto (2003) menemukan bahwa

earning response coefficients akan meningkat seiring dengan naiknya rasio

pembayaran dividen terutama terhadap perusahaan yang mempunyai free cash

flow besar.

Berdasarkan free cash flow hypothesis pada saat perusahaan memiliki

kelebihan kas, maka akan digunakan untuk mendanai proyek yang memiliki Net

Present Value (NPV) positif. Namun lebih baik apabila manajer menggunakan

32

free cash flow untuk dikembalikan kepada pemegang saham dalam bentuk dividen

guna memaksimumkan kekayaan para pemegang saham perusahaan tersebut. Hal

itu menunjukkan bahwa dividen dapat mengurangi agency cost karena

mengurangi free cash flow yang tersedia bagi manajer. Sehingga free cash flow

berpengaruh positif terhadap dividend payout ratio. Yusdiningsih (2009)

menunjukkan bahwa free cash flow merupakan salah satu faktor penentu dividen

yang penting. Dan penelitian Djumahir (2009) juga menyatakan bahwa free cash

flow berpengaruh positif terhadap dividend payout ratio. Oleh karena itu, hipotesis

yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

H5 : free cash flow berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen

D. Kerangka Pemikiran

Dalam bagian ini disajikan kerangka pemikiran untuk menggambarkan

hubungan antara variabel dependen dan variabel independen. Variabel dependen

dalam penelitian ini adalah kebijakan dividen dengan proksi dividend payout

ratio. Penelitian ini memilih profitabilitas, insider ownership, investment

opportunity set, ukuran perusahaan, dan free cash flow sebagai variabel

independen untuk menguji pengaruh masing-masing variabel independen terhadap

dividend payout ratio.

Profitabilitas diukur dengan dengan proksi ROE. Meningkatnya

profitabilitas dapat tercermin dengan meningkatnya return on equity. Profitabilitas

dipilih karena Partington (1989) menyatakan bahwa profitabilitas adalah variabel

33

penting sebagai dasar yang dipakai oleh para manajer untuk pertimbangan dalam

menentukan kebijakan dividen di Australia.

Insider ownership mempengaruhi dividend payout ratio karena informasi

yang dimiliki oleh manajer mengenai rencana perusahaan di masa depan sangat

lengkap dan membawa pengaruh yang besar untuk menetapkan kebijakan dividen.

Adanya kepemilikan saham oleh pihak manajemen akan menimbulkan suatu

pengawasan terhadap kebijakan-kebijakan yang diambil oleh manajer perusahaan.

Sistem pengawasan dan pengendalian tersebut dapat menghambat manajer untuk

membuat kebijakan sesuai dengan kepentingan pribadi.

Perusahaan besar yang memiliki akses pasar yang lebih baik seharusnya

dapat membayar dividen yang lebih tinggi kepada pemegang saham. Perusahaan

besar juga mempunyai akses mudah untuk berhubungan dengan pasar modal,

yang berarti fleksibilitas menjadi lebih besar dan memiliki kemudahan untuk

mendapatkan dana dalam jangka pendek. Sehingga perusahaan yang besar dapat

mengusahakan pembayaran dividen yang lebih besar dibandingkan dengan

perusahaan kecil.

Free cash flow sangat mempengaruhi kebijakan dividen suatu perusahaan,

dimana jika free cash flow meningkat, maka hal ini menunjukkan kemampuan

perusahaan dalam membayar dividen juga akan meningkat. Sehingga

meningkatnya free cash flow juga akan meningkatkan harapan dividen yang

diterima oleh para investor.

34

Variabel independen profitabilitas, insider ownership, ukuran perusahaan,

dan cash flow memiliki pengaruh yang positif terhadap dividend payout ratio.

Sedangkan pengaruh yang negatif berasal dari variabel investment opportunity set

karena tingkat pertumbuhan yang tinggi akan sejalan dengan penurunan dividen.

Pertumbuhan penjualan yang tinggi dalam suatu perusahaan diharapkan memiliki

kesempatan investasi yang tinggi pula. Untuk meningkatkan pertumbuhan

penjualan, suatu perusahaan memerlukan dana besar yang lebih baik dibiayai dari

sumber internal yang akan menyebabkan pembayaran dividen berkurang.

Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran

INSIDER OWNERSHIP

INVESTMENT OPPORTUNITY

SET

UKURAN

PERUSAHAAN

USAHAAN

FREE CASH FLOW

RETURN ON EQUITY

DIVIDEND PAYOUT RATIO

H1 (+)

H2 (+)

H3 (-)

H4 (+)

H5 (+)