25
9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis Harga Saham Saham merupakan surat berharga yang menunjukkan bukti kepemilikan terhadap suatu perusahaan berbentuk Perseroan Terbatas. Perusahaan yang telah menerbitkan sahamnya disebut perusahaan terbuka atau go public. Terdapat dua jenis saham yaitu saham biasa dan saham preferen. Saham biasa merupakan jenis saham yang mempunyai hak suara, hak mendapatkan dividen, hak klaim terakhir atas aktiva perusahaan jika perusahaan dilikuidasi, dan hak memesan efek terlebih dahulu sebelum ditawarkan kepada masyarakat, sedangkan saham preferen merupakan jenis saham yang mempunyai hak istimewa seperti pembayaran dividen dalam jumlah yang tetap, hak klaim lebih dahulu dibanding saham biasa jika perusahaan dilikuidasi, dan saham preferen dapat dikonversikan menjadi saham biasa. Harga saham adalah harga yang terjadi pada saat tertentu yang ditentukan oleh pelaku pasar dan oleh permintaan dan penawaran saham di pasar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis Harga Saham Saham merupakan surat berharga yang menunjukkan bukti kepemilikan terhadap suatu perusahaan berbentuk Perseroan

  • Upload
    others

  • View
    4

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • 9

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Analisis Harga Saham

    Saham merupakan surat berharga yang

    menunjukkan bukti kepemilikan terhadap suatu

    perusahaan berbentuk Perseroan Terbatas.

    Perusahaan yang telah menerbitkan sahamnya

    disebut perusahaan terbuka atau go public. Terdapat

    dua jenis saham yaitu saham biasa dan saham

    preferen. Saham biasa merupakan jenis saham yang

    mempunyai hak suara, hak mendapatkan dividen,

    hak klaim terakhir atas aktiva perusahaan jika

    perusahaan dilikuidasi, dan hak memesan efek

    terlebih dahulu sebelum ditawarkan kepada

    masyarakat, sedangkan saham preferen merupakan

    jenis saham yang mempunyai hak istimewa seperti

    pembayaran dividen dalam jumlah yang tetap, hak

    klaim lebih dahulu dibanding saham biasa jika

    perusahaan dilikuidasi, dan saham preferen dapat

    dikonversikan menjadi saham biasa.

    Harga saham adalah harga yang terjadi pada

    saat tertentu yang ditentukan oleh pelaku pasar dan

    oleh permintaan dan penawaran saham di pasar

  • 10

    modal. Perubahan harga saham dipengaruhi oleh

    kekuatan permintaan dan penawaran yang terjadi di

    pasar sekunder (Anisma, 2012). Semakin banyak

    investor yang ingin membeli atau menyimpan suatu

    saham, maka harganya akan semakin naik, dan

    sebaliknya jika banyak investor yang menjual

    sahamnya maka akan berdampak pada turunnya

    harga saham. Ketika ada informasi baru maka

    investor akan melakukan penyesuaian dengan

    membeli, menahan, atau menjual saham yang

    dimiliki, sehingga harga terbaru dari saham tersebut

    merepresentasikan perkembangan terbaru di pasar

    modal. Pasar yang memiliki kondisi tersebut disebut

    pasar modal yang efisien.

    Menurut konsep pasar modal yang efisien, harga

    sekuritas sepnuhnya mencerminkan semua

    informasi yang tersedia dan tidak mungkin untuk

    memprediksi keuntungan masa mendatang yang

    didasarkan pada informasi keuangan dan kinerja

    masa lalu (Rehman dan Khidmat, 2013). Harga

    saham akan cepat merespon informasi terbaru yang

    tidak dapat diduga sehingga arah gerakannya tidak

    dapat ditentukan. Menurut (Fama, 1970) terdapat

    tiga bentuk efisiensi pasar berdasarkan tingkat

    penyerapan informasi, yaitu: 1) Efisiensi Pasar

  • 11

    Lemah, yaitu harga sekuritas sepenuhnya

    mencerminkan informasi di masa lalu (sudah terjadi).

    Sehingga informasi masa lalu tidak dapat digunakan

    lagi untuk memprediksi harga saham di masa

    mendatang; 2) Efisiensi Pasar Semi Kuat, yaitu harga

    sekuritas sepenuhnya mencerminkan informasi masa

    lalu dan informasi publik yang tersedia bagi seluruh

    investor. Sehingga investor yang memiliki informasi

    privat dapat memperoleh abnormal return; 3) Efisiensi

    Pasar Kuat, yaitu harga sekuritas sepenuhnya

    mencerminkan semua informasi yang ada di pasar,

    baik informasi historis, publik, maupun privat.

    Dalam pasar kuat ini tidak memungkinkan investor

    memperoleh abnormal return. Pasar modal bentuk ini

    merupakan pasar dengan kondisi paling ideal.

    Meskipun hipotesis pasar yang efisien telah

    menjadi konsep yang diterima dibidang keuangan,

    tetapi pada kenyataannya beberapa penelitian

    menunjukkan adanya anomali pasar yang

    bertentangan dengan hipotesis pasar yang efisien,

    seperti yang ditunjukkan oleh penelitian DeBondt

    dan Thaler (1985); Fitriyan dan Sari (2013). Ketika

    anomalitas pasar terjadi, investor dapat berpotensi

    sangat signifikan untuk memperoleh tingkat

    abnormal return (Andreas dan Daswan, 2011).

  • 12

    Harga saham sering mengalami perubahan

    setiap harinya, oleh karena itu investor perlu

    mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi

    perubahan harga saham. Perubahan harga saham

    dipengaruhi oleh faktor internal (fundamental) dan

    eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang

    berasal dari dalam perusahaan dan dapat

    dikendalikan oleh manajemen perusahaan. Semua

    informasi yang dipublikasikan mengenai perusahaan

    dapat mempengaruhi harga saham perusahaan

    tersebut, seperti informasi laporan keuangan,

    investasi, struktur manajemen perusahaan, dan

    merger/akuisisi, sedangkan faktor eksternal

    merupakan faktor yang disebabkan oleh faktor di

    luar perusahaan seperti kondisi ekonomi yaitu suku

    bunga, inflasi, kurs rupiah; kebijakan pemerintah,

    dan berbagai isu di dalam maupun di luar negeri.

    Penilaian atas saham merupakan suatu

    mekanisme untuk mengubah serangkaian variabel

    ekonomi atau variabel perusahaan yang diamati

    menjadi perkiraan tentang harga saham. Analisis

    harga saham dibutuhkan untuk meminimalkan

    resiko investasi yang dilakukan. Analisis tersebut

    dilakukan dengan dasar sejumlah informasi yang

    diterima oleh investor. Secara umum ada dua

  • 13

    analisis yang biasa digunakan dalam menganalisis

    harga saham yaitu analisis fundamental dan analisis

    teknikal.

    2.1.1 Analisis Fundamental

    Menurut Pandansari (2012) analisis

    fundamental merupakan estimasi nilai faktor-faktor

    internal emiten dan ekonomi pada saat ini untuk

    memperkirakan harga saham di masa yang akan

    datang dengan memproyeksikan data dan informasi

    aktual agar dapat mengestimasi nilai intrinsik dari

    harga saham saat ini, sehingga analis atau investor

    dapat mengetahui tindakan apa yang akan dilakukan

    di pasar dengan membandingkan nilai intrinsik dan

    nilai pasar saham. Analisis fundamental dapat

    dilakukan dengan menganalisis kondisi keuangan

    perusahaan yang ditunjukkan dalam laporan

    keuangan perusahaan. Secara umum faktor

    fundamental yang sering digunakan untuk

    memprediksi harga saham adalah rasio keuangan

    dan rasio pasar. Rasio keuangan yang digunakan

    untuk memprediksi harga saham seperti ROA (Return

    On Assets), DER (Debt Equity Ratio), BVS (Book Value

    per Share), dan rasio pasar yang sering dikaitkan

    dengan harga saham yaitu PBV (Price Book Value)

  • 14

    (Yunanto dan Henny, 2009). Dengan analisis tersebut

    dapat diprediksi harga saham di masa yang akan

    datang dengan mengestimasi nilai dari faktor-faktor

    fundamental yang mempengaruhi harga saham dan

    menerapkan hubungan faktor-faktor tersebut

    sehingga dapat diperoleh perkiraan harga saham.

    2.1.2 Analisis Teknikal

    Analisis teknikal pertama kali diperkenalkan

    oleh Charles H. Dow pada tahun 1884 yang

    dinamakan Dow Theory. Dow Theory bertujuan

    untuk mengidentifikasi harga pasar untuk jangka

    panjang berdasarkan data historis harga pasar di

    masa lalu. Teori ini pada dasarnya menjelaskan tren

    (kecenderungan) pergerakan harga saham

    berdasarkan kerangka waktu yang dikelompokkan

    menjadi: 1) Primary trend yaitu pergerakan harga

    saham dalam jangka waktu yang lama (tahunan); 2)

    Secondary trend yaitu pergerakan harga saham yang

    terjadi selama pergerakan dalam primary trend,

    biasanya antara dua minggu sampai tiga bulan; 3)

    Minor trend yaitu pergerakan harga saham harian.

    Analisis teknikal adalah analisis terhadap pola

    pergerakan harga di masa lalu dengan tujuan untuk

    meramalkan pergerakan harga di masa yang akan

  • 15

    datang (Alwiyah dan Liyanto, 2012). Analisis teknikal

    merupakan analisis yang memperhatikan perubahan

    harga saham dari waktu ke waktu. Analisis ini pada

    dasarnya merupakan upaya untuk menentukan

    kapan akan membeli, menahan atau menjual saham

    dengan memanfaatkan indikator-indikator teknis

    ataupun mengunakan analisis grafis. Analisis

    teknikal bertentangan dengan hipotesis pasar yang

    efisien, karena dalam pengambilan keputusan

    investasinya didasari atas data harga dan volume

    perdagangan saham di masa lalu.

    Data masa lalu dipercaya berisi informasi

    penting mengenai pergerakan harga saham di masa

    yang akan datang. Asumsi yang mendasarinya

    adalah nilai pasar barang dan jasa ditentukan oleh

    interaksi permintaan dan penawaran. Ketika return

    saham dapat diprediksi, analisis teknikal dapat

    sebagai nilai tambah dalam berinvestasi dengan

    proporsi tetap. Penggunaan analisis teknikal akan

    lebih optimal dan dapat menambah nilai

    kepercayaan atas ketidakpastian hasil prediksi (Zhu

    dan Zhou, 2009). Dalam prakteknya, semua

    perusahaan pialang mempublikasikan komentar

    tekniks dan memberikan layanan konsultasi yang

    didasarkan pada analisis teknikal.

  • 16

    Analisis teknikal akan tepat digunakan apabila

    kondisi pasar modal tidak efisien dalam bentuk

    lemah, sehingga sesuai dengan salah satu asumsi

    analisis teknikal yaitu history tends to repeat it self,

    maka analisis teknikal akan bermanfaat bagi

    investor. Beberapa indikator analisis teknikal yang

    berasal dari data time series harga saham yaitu

    indikator filter, indikator momentum, analisis garis

    tren, teori siklus, indikator volume, analisis

    gelombang, dan analisis pola (Lawrence, 1997).

    Indikator-indikator tersebut dapat memberikan

    informasi dalam melakukan investasi jangka pendek

    atau jangka panjang, membantu mengidentifikasi

    tren atau siklus dalam pasar modal, serta

    menunjukkan kekuatan harga saham.

    2.2 Peramalan (Forecasting)

    Secara umum pengertian peramalan adalah

    perkiraan atau dugaan mengenai sesuatu di masa

    yang akan datang, namun dengan menggunakan

    teknik-teknik tertentu maka peramalan bukan hanya

    sekedar perkiraan atau dugaan. Peramalan dapat

    dilakukan menggunakan teknik-teknik statistik

    untuk mendapatkan gambaran masa depan

    berdasarkan pengolahan data historis. Peramalan

  • 17

    tidak dapat memberi jawaban pasti akan apa yang

    terjadi di masa mendatang, tetapi memberi jawaban

    sedekat mungkin akan apa yang akan terjadi. Pola

    peramalan bersifat stabil sehingga tidak akan

    bertahan dalam jangka waktu yang lama, dan akan

    merugikan ketika diterapkan pada kondisi pasar

    yang tidak normal (Timmermann dan Granger, 2004).

    Tingkat kepercayaan pada hasil peramalan tidak

    hanya ditentukan oleh teknik yang digunakan tetapi

    juga ditentukan oleh data atau informasi yang

    digunakan.

    Berdasarkan waktu pengumpulannya, data

    dapat dibedakan menjadi tiga yaitu: (1) Data time

    series, adalah jenis data yang dikumpulkan menurut

    urutan waktu dalam suatu periode waktu tertentu,

    misalnya data harian, mingguan, dan tahunan; (2)

    Data cross section, adalah jenis data yang

    dikumpulkan pada suatu waktu tertentu yang dapat

    menggambarkan keadaan atau kegiatan pada waktu

    tersebut; (3) Data panel, adalah gabungan data time

    series dan cross section. Berdasarkan jangka

    waktunya, peramalan dibagi menjadi tiga periode,

    yaitu: (1) Peramalan jangka panjang (long-term

    forecasting) yaitu peramalan yang jangka waktunya

    beberapa tahun ke depan; (2) Peramalan jangka

  • 18

    menengah (mid-term forecasting) yaitu peramalan

    dalam jangka waktu bulanan atau mingguan; (3)

    Peramalan jangka pendek (short-term forecasting)

    yaitu peramalan dalam jangka waktu harian.

    Peramalan merupakan suatu teknik yang

    digunakan untuk memprediksi suatu nilai di masa

    mendatang dengan menggunakan informasi periode

    sekarang dan sebelumnya. Berdasarkan sifatnya,

    peramalan dibagi atas dua kategori, yaitu: (1)

    Peramalan Kualitatif. Teknik peramalan ini tidak

    bergantung pada perhitungan matematika tetapi

    pada orang yang menyusunnya, karena hasil

    peramalan didasarkan pada penilaian, pendapat,

    intuisi, emosi, dan pengalaman pribadi. Peramalan

    kualitatif yang biasa digunakan adalah pendapat

    manajemen eksekutif dan hasil survei lapangan; (2)

    Peramalan Kuantitatif. Teknik peramalan ini

    didasarkan atas data kuantitatif masa lalu. Hasil

    peramalan yang dibuat tergantung pada teknik yang

    digunakan dalam melakukan peramalan. Peramalan

    kuantitatif yang biasa digunakan dibagi atas dua

    bagian yaitu:

  • 19

    a) Metode Deret Waktu (Time Series Method)

    Time series merupakan teknik yang

    melakukan peramalan berdasarkan pola masa

    lalu dari data yang digunakan. Teknik

    peramalan time series dibagi menjadi dua

    bagian. Pertama, model peramalan yang

    didasarkan pada model matematika statistik

    seperti moving average, exponential smoothing,

    regresi, ARIMA (Box-Jenkins). Kedua, model

    peramalan yang didasarkan pada kecerdasan

    buatan seperti neural network, algorima

    genetika, simulated annealing, genetic

    programming, klasifikasi, dan hybrid (Wiyanti et

    al. 2012), dengan demikian peramalan dengan

    time series tidak hanya dilakukan

    menggunakan ilmu statistik tetapi juga dengan

    jaringan saraf.

    Makridakis et al. (1983) mengungkapkan

    bahwa langkah penting dalam menggunakan

    time series adalah dengan mempertimbangkan

    jenis pola datanya, sehingga dapat ditentukan

    teknik yang paling tepat sesuai dengan pola

    datanya. Pola data dalam peramalan

    menggunakan time series terbagi atas empat

    pola yang dapat dilihat pada Gambar 2.1.

  • 20

    Gambar 2.1 Pola Pergerakan Data

    - Pola Tren (trend), yaitu ketika pergerakan data

    naik atau turun secara bertahap dalam waktu

    yang lama.

    - Pola Musiman (seasonality), yaitu ketika

    pergerakan data bergerak bebas dan muncul

    secara periodik dalam jangka pendek serta

    berulang. Pola ini dipengaruhi oleh faktor

    musiman seperti cuaca dan liburan.

    - Pola Siklus (cycles), yaitu ketika pergerakan

    data menunjukkan adanya fluktuasi

    bergelombang (naik dan turun) yang berulang

    dan terjadi dalam waktu yang lama.

    - Pola Horizontal, yaitu ketika pergerakan data

    berfluktuasi di sekitar nilai mean secara acak

  • 21

    tanpa membentuk pola yang jelas seperti pola

    tren, musiman ataupun siklus.

    b) Metode Sebab Akibat (Causal Method)

    Metode Sebab Akibat merupakan metode

    yang melakukan peramalan berdasarkan pola

    hubungan antara variabel yang akan

    diprediksikan (variabel dependen) dengan

    variabel lain yang mempengaruhinya (variabel

    independen). Metode peramalan yang biasa

    digunakan dalam analisis sebab akibat adalah:

    Simple Regression, dan Multiple Regression

    (Arch/Garch).

    2.3 Faktor yang Mempengaruhi Harga Saham

    Kemampuan investor dalam memahami dan

    meramalkan kondisi ekonomi makro di masa

    mendatang akan sangat berguna dalam pengambilan

    keputusan investasi yang menguntungkan. Untuk

    itu, seorang investor sebaiknya mempertimbangkan

    beberapa indikator ekonomi makro yang dapat

    membatu dalam membuat keputusan investasi.

    Indikator ekonomi makro yang seringkali

    dihubungkan dengan pasar modal adalah inflasi,

    kurs, dan BI rate. Inflasi dapat diartikan sebagai

  • 22

    peningkatan harga secara umum dan terus menerus.

    Inflasi biasanya dikaitkan dengan kondisi ekonomi

    suatu Negara, inflasi yang terlalu tinggi akan

    menyebabkan penurunan daya beli dan dapat

    mengurangi tingkat pendapatan investor.

    Kurs merupakan variabel makroekonomi yang

    turut mempengaruhi harga saham. Kurs atau nilai

    tukar valuta asing adalah harga suatu mata uang

    yang dinyatakan dalam harga mata uang lain, yang

    berarti jika nilai rupiah semakin kuat (USD

    terdepresiasi) maka harga saham akan naik, dan

    begitu pula sebaliknya. Demikian pula halnya

    dengan tingkat BI rate yang merupakan suku bunga

    acuan yang mencerminkan kebijakan moneter yang

    ditempuh Bank Indonesia dan diumumkan kepada

    publik dapat mempengaruhi pergerakan harga

    saham. Tingkat pengembalian yang diharapkan

    investor pada investasi saham seringkali dipengaruhi

    oleh pendapatan yang diperoleh investor pada

    alternatif investasi lain. Weston dan Brigham (1990)

    berpendapat bahwa tingkat bunga mempengaruhi

    harga saham dengan dua cara yaitu: 1) Tingkat

    bunga mempengaruhi laba perusahaan karena

    tingkat bunga merupakan biaya; 2) Tingkat bunga

    yang tinggi akan menyebabkan investor menarik

  • 23

    investasi sahamnya dan memindahkannya pada

    investasi lain yang menawarkan tingkat bunga yang

    lebih tinggi. Indikator makro ekonomi yang dapat

    mempengaruhi harga saham seperti inflasi, kurs, dan

    BI rate dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan

    oleh Silaban (2010), Kurnia (2010), Azwir dan

    Achmad (2011).

    2.4 Analisis Time Series

    2.4.1 Uji Stasioneritas

    Dalam analisis time series, kestasioneran

    merupakan hal yang penting, begitu juga dalam

    analisis menggunakan Arima dan Arch/Garch yang

    mensyaratkan setiap variabel yang disertakan dalam

    model harus stasioner. Deret data dikatakan

    stasioner jika data series tidak memiliki tren dan

    unsur musiman atau dengan kata lain mean dan

    variansnya tetap. Jika data tidak stasioner terhadap

    mean maka dilakukan differencing, tetapi jika tidak

    stasioner terhadap varians maka dilakukan

    transformasi log.

    Differencing adalah perubahan atau selisih nilai

    data pada suatu periode dengan nilai data periode

    sebelumnya. Hasil data setelah differencing diuji lagi

    apakah sudah stasioner atau belum. Jika belum

  • 24

    stasioner maka dilakukan differencing lagi. Suatu

    series non-stasioner yang diubah menjadi stasioner

    yang melalui proses differencing disebut series non-

    stasioner yang homogen.

    2.4.2 Model AR (Autoregressive)

    Persamaan Autoregressive:

    𝑌𝑡 = 𝑏0 + 𝑏1 𝑌𝑡−1 + 𝑏2 𝑌𝑡−2 + … + 𝑏𝑛 𝑌𝑡−𝑛+ 𝑒𝑡 .................. (2.1)

    Model autoregressive adalah model yang

    menggambarkan bahwa variabel dependen

    dipengaruhi oleh variabel dependen itu sendiri pada

    periode dan waktu sebelumnya. Suatu model regresi

    dikatakan model regresi yang bersifat autoregressive

    jika mengandung satu atau lebih lag dependent

    variables. Banyaknya lag (nilai lampau) yang

    digunakan menunjukkan tingkat dari model ini.

    Jumlah observasi masa lampau yang digunakan

    dalam AR dikenal dengan orde p, apabila hanya

    digunakan satu lag dependen maka model ini

    dinamakan autoregressive tingkat satu (first-order

    autoregressive) atau AR(1), sedangkan bila nilai yang

    digunakan sebanyak p lag dependen, maka model

    ini dinamakan model autoregressive tingkat p atau

    AR(p).

  • 25

    2.4.3 Model MA (Moving Average)

    Persamaan Moving Average :

    𝑌𝑡 = 𝑎0 - 𝑎1 𝑒𝑡−1 - 𝑎2 𝑒𝑡−2 - … - 𝑎𝑛 𝑒𝑡−𝑛+ 𝑒𝑡 ................... (2.2)

    Perbedaan model moving average dengan model

    autoregressive terletak pada jenis variabel

    independennya. Variabel independen pada model

    autoregressive adalah nilai sebelumnya (lag) dari

    variabel dependen (𝑌𝑡), sedangkan variabel

    independen model moving average adalah nilai

    residual pada periode sebelumnya. Orde dari nilai MA

    (diberi notasi q) ditentukan oleh jumlah periode

    variabel independen yang masuk dalam model.

    Banyaknya residual yang digunakan pada model

    ini menandai tingkat dari model moving average, jika

    pada model digunakan dua residual masa lalu (lag),

    maka dinamakan model moving average tingkat 2

    dan dilambangkan sebagai MA (2).

    2.4.4 Model ARMA (Autoregressive Moving

    Average)

    Persamaan Autoregressive Moving Average

    𝑌𝑡 = 𝑏0 + 𝑏1 𝑌𝑡−1 + … + 𝑏𝑛 𝑌𝑡−𝑛−𝑎1 𝑒𝑡−1 + ⋯− 𝑎𝑛 𝑒𝑡−𝑛 + 𝑒𝑡 ... (2.3)

    Proses random stasioner seringkali tidak dapat

    dengan baik dijelaskan oleh model moving average

  • 26

    atau autoregressive saja, karena proses itu

    mengandung keduanya, oleh karena itu gabungan

    kedua model yang dinamakan autoregressive moving

    average dapat lebih efektif, sehingga pada model ini

    data periode sekarang dipengaruhi oleh data periode

    sebelumnya dan nilai residual pada periode

    sebelumnya (Mulyono, 2000). Model ARMA yang

    berorde p dan q ditulis ARMA (p,q) atau ARIMA

    (p,0,q). Jika model menggunakan dua lag dependen

    dan tiga lag residual maka model dilambangkan

    dengan ARMA (2,3).

    2.4.5 ARIMA (Autoregressive Integrated Moving

    Average)

    Persamaan Autoregressive Integrated Moving Average:

    𝑌𝑡 = 𝑏0 + 𝑏1 𝑌𝑡−1 + … + 𝑏𝑛 𝑌𝑡−𝑛 - 𝑎1 𝜀𝑡−1 - … - 𝑎𝑛 𝜀𝑡−𝑛 + 𝜀𝑡 ...(2.4)

    Arima atau yang juga dikenal dengan Box-

    Jenkins merupakan teknik yang dikembangkan oleh

    George Box dan Gwilym Jenkins pada tahun 1970.

    Arima merupakan model univariate yang

    mengabaikan variabel independen dalam membuat

    peramalan dan menggunakan nilai masa lalu dan

    sekarang dari variabel dependen untuk

    menghasilkan peramalan jangka pendek yang akurat

    (Wang, 2008). Sebagian besar data series bersifat

  • 27

    non-stasioner sedangkan Arima hanya dapat

    digunakan pada data series yang stasioner. Karena

    series stasioner tidak mempunyai unsur trend, maka

    yang dijelaskan dengan teknik ini adalah unsur

    sisanya yaitu residual/ error.

    Arima non-seasonal biasanya dilambangkan

    dengan notasi ARIMA (p,d,q), p menunjukkan

    orde/derajat autoregressive (AR), d menunjukkan

    orde/derajat differencing (I), dan q menunjukkan

    orde/derajat moving average (MA). Orde d (I)

    menunjukkan bahwa data time series telah

    ditransformasikan menjadi data yang stasioner.

    Teknik ini akan lebih akurat jika digunakan untuk

    peramalan jangka pendek kurang dari 1 tahun

    (Stellwagen dan Tashman, 2013).

    Beberapa penelitian yang melakukan peramalan

    harga saham menggunakan teknik time series Arima

    telah banyak dilakukan, seperti penelitian Mulyaono

    (2000) yang melakukan peramalan jangka pendek di

    BEJ dengan periode data harian selama tiga bulan.

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa Arima cocok

    digunakan untuk peramalan jangka pendek.

    Didukung oleh penelitian Yani (2004) yang

    melakukan peramalan di IHSG di BEJ dengan

    periode data harian selama 1 tahun juga

  • 28

    menunjukkan bahwa Arima cocok digunakan untuk

    peramalan dengan tingkat kesalahan sebesar 1.61%.

    Sadeq (2008) melakukan penelitian mengenai

    prediksi IHSG menggunakan Arima dengan periode

    harian 2 Januari 2006 sampai 28 Desember 2006.

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa peramalan

    IHSG dengan metode Arima terbukti akurat dengan

    tingkat kesalahan peramalan rata-rata sebesar

    4,14%.

    2.4.6 ARCH/GARCH

    Persamaan dari model Arch :

    𝜎𝑡2 = 𝛼0 + 𝛼1 𝜀𝑡−1

    2 ……......……………….……. (2.5)

    Persamaan dari model Garch :

    𝜎𝑡2 = 𝛼0 + 𝛼1 𝜀𝑡−1

    2 + … + 𝛼𝑝 𝜀𝑡−𝑝2 + 𝜆1 𝜎𝑡−1

    2 + … +

    𝜆𝑞 𝜎𝑡−𝑞2 ……............................................…... (2.6)

    Dimana,

    𝜎𝑡2 = varian residual

    𝜀𝑡 = residual 𝛼1 𝜀𝑡−1

    2 = komponen Arch

    Pada umumnya, pemodelan time series

    dilakukan dengan asumsi residual 𝜀𝑡 konstan

    (homokedastisitas) yaitu sebesar 𝜎𝑡2. Tetapi pada

    kenyataannya banyak data time series khususnya

    dibidang keuangan mempunyai variance residual

  • 29

    yang tidak konstan (heterokedastisitas) yang

    menyebabkan pemodelan dan peramalan

    menggunakan Arima Box Jenkins tidak lagi valid.

    Salah satu asumsi yang mendasari estimasi dengan

    OLS adalah residual harus terbebas dari autokorelasi

    dan bersifat konstan dari waktu ke waktu. Apabila

    residual tidak bersifat konstan maka data tersebut

    mengandung heterokedastisitas. Arch pertama kali

    diperkenalkan oleh Engle (1982) untuk menganalisis

    time series yang memperbolehkan adanya

    heterokedastisitas.

    Arch mengasumsikan bahwa conditional

    variance hari ini dipengaruhi oleh waktu sebelumnya,

    akan tetapi pada data finansial dengan tingkat

    volatilitas yang lebih besar Arch memerlukan orde

    yang besar pula dalam memodelkan variance-nya.

    Hal tersebut mempersulit proses identifikasi dan

    pendugaan model, sehingga Bollerslev (1986)

    mengembangkan Arch menjadi Generalized Arch

    (Garch) untuk mengatasi orde yang terlalu besar

    pada model Arch. Pada Garch, perubahan variance

    bersyaratnya dipengaruhi oleh nilai pada periode

    sebelumnya dan variance bersyarat dari periode

    sebelumnya. Garch lebih tepat digunakan untuk

  • 30

    memodelkan data dengan tingkat volatilitas yang

    tinggi.

    Arch/Garch digunakan untuk memprediksi

    volatilitas yang akan memberikan hasil yang akurat

    yang dapat digunakan sebagai acuan dalam

    menganalisis return dan resiko, serta menyeleksi

    portofolio (Engle, 2001). Varian residual Garch

    memiliki dua komponen yaitu konstanta dan residual

    periode sebelumnya. Hal ini yang menyebabkan

    teknik ini disebut sebagai teknik bersyarat

    (conditional), karena varian residual periode sekarang

    (t) dipengaruhi oleh periode-periode sebelumnya (t-1,

    t-2, dan seterusnya). Persamaan yang pertama

    disebut conditional mean (persamaan rata-rata

    bersyarat), dan persamaan kedua disebut conditional

    variance (persamaan varian bersyarat). Selain

    menganalisis harga saham, Garch juga dapat

    digunakan untuk meramalkan berbagai pilihan

    investasi lain yang ada di pasar keuangan seperti

    kurs, harga minyak, risk premium dan tingkat

    pendanaan pemerintah (Villalba dan Flores, 2013).

    Volatilitas pasar terjadi akibat masuknya

    informasi baru ke dalam pasar, akibatnya para

    pelaku pasar melakukan penilaian kembali terhadap

    aset yang mereka perdagangkan. Volatilitas harga

  • 31

    saham yang bervariasi menyebabkan return dan

    resiko yang diterima oleh investor menjadi tidak

    pasti, sehingga banyak analis yang mencoba untuk

    meramal harga saham di masa mendatang.

    Volatilitas pasar saham di negara-negara

    berkembang umumnya jauh lebih tinggi daripada

    negara-negara maju (Bekaert dan Harvey, 1997;

    Wang, 2007). Beberapa faktor yang menyebabkan

    volatilitas harga saham yaitu inflasi, BI rate, nilai

    tukar rupiah, volume perdagangan, harga minyak,

    dan jumlah uang beredar (Hugida, 2011; Kewal,

    2012; Lawrence, 2013). Engle (2001) menyebutkan

    bahwa ketika suatu data mengandung

    heterokedastisitas maka keakuratan hasil peramalan

    akan sulit untuk dipercaya.

    Hal ini yang menyebabkan keakuratan hasil

    peramalan menggunakan Arima tidak lagi valid dan

    uji OLS tidak efektif lagi digunakan untuk data

    tersebut. Sehingga Engla dan Bollerslev

    mengembangkan Arch danGarch yang mampu

    menganalisis data yang mengandung

    heterokedastisitas dengan cara memodelkan

    variansnya. Kemampuan Arch/Garch dalam

    meramalkan harga saham dibuktikan dalam

    penelitian yang dilakukan oleh Marvillia (2013)

  • 32

    mengenai pemodelan dan peramalan penutupan

    harga saham PT. Telkom dengan Arch/Garch, yang

    menunjukkan bahwa peramalan dengan Arch/Garch

    untuk periode mingguan sejak September 2008 hinga

    Desember 2012 terbukti akurat dengan tingkat

    kesalahan sebesar 0.223%.

    Beberapa penelitian yang menunjukkan tingkat

    akurasi Arima dan Arch/Garch dalam meramalkan

    harga saham yaitu, penelitian yang dilakukan oleh

    Nachrowi (2007) tentang prediksi gerakan IHSG

    dengan model Arima di BEJ dengan periode estimasi

    1 tahun dan kemudian membandingkan daya

    prediksinya, didapatkan bahwa Arima memiliki

    kesalahan yang lebih kecil dibandingkan Garch.

    Didukung oleh penelitian Grestandhi (2012) yang

    melakukan perbandingan Arima dan Ols-Arch/Garch

    dalam meramalkan IHSG pada periode 4 Januari

    2010 – 13 September 2011 dengan menambah

    variabel nilai tukar rupiah juga menunjukkan hasil

    penelitian bahwa analisis Arima lebih baik

    dibandingkan Garch dengan kesalahan peramalan

    sebesar 2.08% dan kesalahan Garch sebesar 4.1%.

    Murwaningsari (2008) juga mendukung

    penelitian sebelumnya bahwa Arima lebih baik

    dibandingkan Garch, dengan periode data bulanan

  • 33

    selama 20 tahun dan menggunakan variabel volume

    perdagangan harga saham, deposito, dan nilai tukar

    rupiah. Hasil prediksi 1 bulan berikutnya

    menunjukkan model Arima memiliki kesalahan yang

    lebih kecil sebesar 2.69% dibandingkan Garch

    sebesar 14.7%. Penelitian lainnya dilakukan oleh

    Nugroho (2012) yang membandingan Arima dan

    Garch untuk memprediksi IHSG periode data harian

    sejak 1991 – 2011 didapatkan hasil yang sama

    bahwa Arima memiliki akurasi prediksi lebih baik

    dari Garch. Hasil peneltian yang berbeda ditemukan

    oleh Sparks dan Yurova (2006) yang melakukan

    penelitian dengan membandingkan performa Arima

    dan Arch/Garch pada perusahaan besar di Amerika

    dengan periode 10 tahun. Hasil penelitiannya

    menunjukkan bahwa performa Arch/Garch lebih

    baik dibandingkan Arima.